BIMKMI
INDONESIAN PUBLIC HEALTH STUDENT JOURNAL
SUSUNAN PENGURUS Pelindung
Penyunting Ahli Renti Mahkota, SKM, M.Epid
Prof. Dr. dr. Nasrin Kodim, MPH
Universitas Indonesia
Univeristas Indonesia
drg. Tito Yustiawan, M.Kes Universitas Airlangga
Prof. drh. Wiku Adisasmito, M.Sc, PhD Universitas Indonesia
Penasihat Ikatan Senat Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Seluruh Indonesia (ISMKMI)
Fauzie Rahman, SKM, MPH Universitas Lambung Mangkurat
Atikah Rahayu, SKM, MPH Universitas Lambung Mangkurat
Lenie Marlinae, SKM, MKL Universitas Lambung Mangkurat
Ratna Setyaningrum, SKM, M.Sc Universitas Lambung Mangkurat
Pimpinan Umum Nurul Maretia Rahmayanti Universitas Indonesia
Penyunting Pelaksana
Wakil Pimpinan Umum
Agung Buana Universitas Indonesia Deni Frayoga Nasution Universitas Lambung Mangkurat Hanan Tsabitah Universitas Indonesia Putrisuvi Nurjannah Zalqis Universitas Indonesia
Asri Hikmatuz Zahroh Universitas Airlangga
Pimpinan Redaksi Atina Husnayain Universitas Airlangga
Sekretaris
Humas dan Promosi Ianathasya Sinulingga Universitas Indonesia Cinthya Theresia Tambunan Universitas Indonesia Hidayatush Sholiha Universitas Airlangga Nurul Imani Universitas Indonesia Wiwit Khuntari Universitas Mulawarman
Desy Safitri Universitas Indonesia
Tata Letak dan Layout Bendahara Febrina Margaretha Damanik Universitas Indonesia
Anis Solihah Universitas Muhamadiyah Jakarta Nadia Khafia Universitas Indonesia Rendi Supiana Universitas Indonesia
i BIMKGI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013
DAFTAR ISI
ISSN : 2302-7835
Susunan Pengurus................................................................................................................................... Daftar Isi...................................................................................................................................................... Petunjuk Penulisan ‌‌......................................................................................................................... Sambutan Pimpinan Redaksi..............................................................................................................
i ii iii ix
Penelitian Hipertensi Pada Pramudi Bus Transjakarta di PT. Bianglala Metropolitan Tahun 2013 Namira Wadjir Sangadji, Nurhayati .................................................................................................................................................................................................................................. 1
Hubungan Antara Persepsi Pasien Terhadap Obat Generik dengan Pengalaman Kesembuhan, Kepuasan, dan Kunjungan Kembali Ade Aryanti Fahriani .................................................................................................................................................................................................................................. 11
Pengaruh Faktor Risiko Paritas Dan Usia Terhadap Kejadian Hipertensi Dalam Kehamilan di RSUD Dr. Soetomo Surabaya Mely Dwitasari Tadjang .................................................................................................................................................................................................................................. 19
Tinjauan Pustaka Diagnosis Stadium Awal Kasus Cedera Ginjal Akut Pada Masyarakat Berbasis Biomarker Neutrofil Gelatinase-Associated Lipocalin (NGAL) Secara Praktis dan Akurat Novra Arya Sandi, Adam Darsono, Asiyah Tsabita Maulana .................................................................................................................................................................................................................................. 28
Kemitraan (Partnership) Sebagai Upaya Peningkatan Capaian Target Cakupan Pertolongan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan di Kabupaten Gresik Mely Dwitasari Tadjang .................................................................................................................................................................................................................................. 36
Upaya Strategis Dalam Menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia Berdasarkan Prioritas Masalah Setiap Provinsi Sebagai Evaluasi Poin MDGs Ke-5 Traviata Prakarti, Gita Aprilicia, Novahana Pradita .................................................................................................................................................................................................................................. 42
Peran Dokter Keluarga Dalam Upaya Peningkatan Kualitas Primary Health Care di Era Jaminan Kesehatan Nasional Agus Aan Adriansyah .................................................................................................................................................................................................................................. 51
ii BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014
PETUNJUK PENULISAN Pedoman Penulisan Artikel Berkala Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia (BIMKMI) Indonesian Public Health Student Journal
Berkala Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia (BIMKMI) adalah publikasi per semester yang menggunakan sistem seleksi peer-review dan redaktur. Naskah diterima oleh redaksi, mendapat seleksi validitas oleh mitra bestari, serta seleksi dan pengeditan oleh redaktur. BIMKMI menerima artikel penelitian asli yang berhubungan dengan dunia kesehatan masyarakat meliputi epidemiologi, kesehatan lingkungan, keselamatan dan kesehatan kerja, administrasi dan kebijakan kesehatan, biostatistik dan kependudukan, promosi kesehatan dan ilmu perilaku, ilmu gizi kesehatan masyarakat, kesehatan reproduksi, kesehatan global, dan one health baik penelitian lapangan maupun laboratorium, artikel tinjauan pustaka, laporan kasus, artikel penyegar ilmu kesehatan masyarakat, advertorial, petunjuk praktis, serta editorial. Tulisan merupakan tulisan asli (bukan plagiat) dan sesuai dengan kompetensi mahasiswa kesehatan masyarakat.
Ketentuan umum : 1. Penulis merupakan lulusan mahasiswa S1 atau masih menempuh jenjang pendidikan S2 program studi kesehatan masyarakat saat mengirimkan artikel. 2. Bila penulis lebih dari satu orang, maka minimal salah satunya harus berasal dari mahasiswa program studi kesehatan masyarakat. Maksimal terdiri dari enam orang dalam satu kelompok. 3. BIMKMI hanya memuat tulisan asli yang belum pernah diterbitkan oleh publikasi ilmiah lain. 4. Penulisan naskah : a. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris dengan baik dan benar, jelas, lugas, serta ringkas. b. Naskah diketik menggunakan microsoft word dengan ukuran kertas A4, dua (2) spasi, kecuali untuk abstrak satu (1) spasi, dengan batas margin atas, bawah, kiri dan kanan setiap halaman adalah 2,5 cm. c. Ketikan diberi nomor halaman mulai dari halaman judul. d. Naskah terdiri dari minimal 3 halaman dan maksimal 15 halaman. 5. Naskah dikirim melalui email ke alamat redaksibimkmi@bimkes.org dengan menyertakan identitas penulis beserta alamat dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
iii BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014
Ketentuan menurut jenis naskah : 1. Penelitian asli: hasil penelitian asli dalam ilmu kesehatan masyarakat. Format terdiri atas judul penelitian, nama dan lembaga pengarang, abstrak, dan teks (pendahuluan, metode, hasil, pembahasan/diskusi, kesimpulan, dan saran). 2. Tinjauan pustaka: tulisan artikel review/sebuah tinjauan terhadap suatu fenomena atau ilmu dalam dunia kesehatan masyarakat, ditulis dengan memperhatikan aspek aktual dan bermanfaat bagi pembaca. 3. Laporan kasus: artikel tentang kasus yang menarik dan bermanfaat bagi pembaca. Artikel ini ditulis sesuai pemeriksaan, diagnosis, dan penatalaksanaan sesuai kompetensi kesehatan masyarakat. Format terdiri atas pendahuluan, laporan, pembahasan, dan kesimpulan. 4. Artikel penyegar: artikel yang bersifat bebas ilmiah, mengangkat topik-topik yang sangat menarik dalam dunia kesehatan masyarakat, memberikan human interest karena sifat keilmiahannya, serta ditulis secara baik. Artikel bersifat tinjauan serta mengingatkan pada halhal dasar atau klinis yang perlu diketahui oleh pembaca. 5. Editorial: artikel yang membahas berbagai hal dalam dunia kesehatan masyarakat. Memuat mulai dari ilmu dasar, berbagai metode terbaru, organisasi, penelitian, penulisan di bidang kesehatan masyarakat, lapangan kerja sampai karir dalam dunia kesehatan masyarakat. Artikel ditulis sesuai kompetensi mahasiswa. 6. Petunjuk praktis: artikel berisi panduan diagnosis atau tatalaksana terkait keilmuan kesehatan masyarakat yang ditulis secara tajam, bersifat langsung (to the point) dan penting diketahui oleh pembaca (mahasiswa kesehatan). 7. Advertorial: Naskah singkat mengenai obat dan kesmpulannya. Penulisan berdasarkan metode studi pustaka.
Ketentuan khusus : 1. Untuk keseragaman penulisan, khusus naskah Penelitian asli harus mengikuti sistematika sebagai berikut: a. Judul karangan (Title) b. Nama dan Lembaga Pengarang (Authors and Institution) c. Abstrak (Abstract) d. Isi (Text), yang terdiri atas: i. Pendahuluan (Introduction) ii. Metode (Methods) iii. Hasil (Results) iv BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014
iv. Pembahasan (Discussion) v. Kesimpulan vi. Saran vii. Ucapan terima kasih e. Daftar Rujukan (Reference) 2.
Untuk keseragaman penulisan, khusus naskah Tinjauan pustaka harus mengikuti sistematika sebagai berikut: a. Judul b. Nama penulis dan lembaga pengarang c. Abstrak d. Isi (Text), yang terdiri atas: i. Pendahuluan (termasuk masalah yang akan dibahas) ii. Pembahasan iii. Kesimpulan iv. Saran e. Daftar Rujukan (Reference)
3.
Judul ditulis dengan Sentence case, dan bila perlu dapat dilengkapi dengan subjudul. Naskah yang telah disajikan dalam pertemuan ilmiah nasional dibuat keterangan berupa catatan kaki. Terjemahan judul dalam bahasa Inggris ditulis italic.
4.
Nama penulis yang dicantumkan paling banyak enam orang, dan bila lebih cukup diikuti dengan kata-kata: dkk atau et al. Nama penulis harus disertai dengan institusi asal penulis. Alamat korespondensi ditulis lengkap dengan nomor telepon dan email.
5.
Abstrak harus ditulis dalam bahasa Inggris serta bahasa Indonesia. Panjang abstrak tidak melebihi 200 kata dan diletakkan setelah judul naskah dan nama penulis.
6.
Kata kunci (key words) yang menyertai abstrak ditulis dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Kata kunci diletakkan di bawah judul setelah abstrak. Tidak lebih dari 5 kata, dan sebaiknya bukan merupakan pengulangan kata-kata dalam judul.
7.
Kata asing yang belum diubah ke dalam bahasa Indonesia ditulis dengan huruf miring (italic).
8.
Tabel dan gambar disusun terpisah dalam lampiran terpisah. Setiap tabel diberi judul dan nomor pemunculan. Foto orang atau pasien apabila ada kemungkinan dikenali maka harus disertai ijin tertulis.
9.
Daftar rujukan disusun menurut sistem Vancouver, diberi nomor sesuai dengan pemunculan dalam keseluruhan teks, bukan menurut abjad.
v BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014
Contoh cara penulisan daftar pustaka dapat dilihat sebagai berikut :
1. Naskah dalam jurnal i. Naskah standar Vega Kj, Pina I, Krevsky B. Heart transplantation is associated with an increased risk for pancreatobiliary disease. Ann Intern Med 1996 Jun 1;124(11):980-3. atau Vega Kj, Pina I, Krevsky B. Heart transplantation is associated with an increased risk for pancreatobiliary disease. Ann Intern Med 1996;124:980-3. Penulis lebih dari enam orang Parkin Dm, Clayton D, Black RJ, Masuyer E, Freidl HP, Ivanov E, et al. Childhood leukaemia in Europe after Chernobyl: 5 year follow-up. Br j Cancer 1996;73:1006-12. ii. Suatu organisasi sebagai penulis The Cardiac Society of Australia and New Zealand. Clinical exercise stress testing. Safety and performance guidelines. Med J Aust 1996;164:282-4. iii. Tanpa nama penulis Cancer in South Africa [editorial]. S Afr Med J 1994;84:15. iv. Naskah tidak dalam bahasa Inggris Ryder TE, Haukeland EA, Solhaug JH. Bilateral infrapatellar seneruptur hos tidligere frisk kvinne. Tidsskr Nor Laegeforen 1996;116:41-2. v. Volum dengan suplemen Shen HM, Zhang QF. Risk assessment of nickel carcinogenicity and occupational lung cancer. Environ Health Perspect 1994;102 Suppl 1:275-82. vi. Edisi dengan suplemen Payne DK, Sullivan MD, Massie MJ. Women`s psychological reactions to breast cancer. Semin Oncol 1996;23(1 Suppl 2):89-97. vii. Volum dengan bagian Ozben T, Nacitarhan S, Tuncer N. Plasma and urine sialic acid in noninsulin dependent diabetes mellitus. Ann Clin Biochem 1995;32(Pt 3):303-6. viii. Edisi dengan bagian Poole GH, Mills SM. One hundred consecutive cases of flap laceration of the leg in ageing patients. N Z Med J 1990;107(986 Pt 1):377-8. ix. Edisi tanpa volum Turan I, Wredmark T, Fellander-Tsai L. Arthroscopic ankle arthrodesis in rheumatoid arthritis. Clin Orthop 1995;(320):110-4. x. Tanpa edisi atau volum Browell DA, Lennard TW. Immunologic status of cancer patient and the effects of blood transfusion on antitumor responses. Curr Opin Gen Surg 1993;325-33. vi BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014
xi. Nomor halaman dalam angka Romawi Fischer GA, Sikic BI. Drug resistance in clinical oncology and hematology. Introduction. Hematol Oncol Clin North Am 1995 Apr;9(2):xi-xii.
2. Buku dan monograf lain i. Penulis perseorangan Ringsven MK, Bond D. Gerontology and leadership skills for nurses. 2nd ed. Albany (NY): Delmar Publishers; 1996. ii. Editor, sebagai penulis Norman IJ, Redfern SJ, editors. Mental health care for elderly people. New York: Churchill Livingstone; 1996. iii. Organisasi dengan penulis Institute of Medicine (US). Looking at the future of the Medicaid program. Washington: The Institute; 1992. iv. Bab dalam buku Philips SJ, Whisnant JP. Hypertension and stroke. In: Laragh JH, Brenner BM, editors. Hypertension: patophysiology, diagnosis, and management. 2nd ed. New York: raven Press; 1995.p.465-78. v. Prosiding konferensi Kimura J, Shibasaki H, editors. Recent advances in clinical neurophysiology. Proceedings of the 10th International Congress of EMG and Clinical Neurophysiology; 1995 Oct 1519; Kyoto, Japan. Amsterdam: Elsevier; 1996. vi. Makalah dalam konferensi Bengstsson S, Solheim BG. Enforcement of data protection, privacy and security in medical information. In: Lun KC, Degoulet P, Piemme TE, Rienhoff O, editors. MEDINFO 92. Proceedings of the 7th World Congress on Medical Informatics; 1992 Sep 6-10; Geneva, Switzerland. Amsterdam: North-Hollan; 1992.p.1561-5. vii. Laporan ilmiah atau laporan teknis a. Diterbitkan oleh badan penyandang dana/sponsor: Smith P, Golladay K. Payment for durable medical equipment billed during skilled nursing facility stays. Final report. Dallas (TX): Dept. of Health and Human Services (US), Office of Evaluation and Inspection; 1994 Oct. Report No.: HHSIGOEI69200860. b. Diterbitkan oleh unit pelaksana Field MJ, Tranquada RE, Feasley JC, editors. Helath services research: work force and education issues. Washington: National Academy Press; 1995.
vii BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014
Contract no.: AHCPR282942008. Sponsored by the Agency for Health Care Policy and research. viii. Disertasi Kaplan SJ. Post-hospital home health care: the elderly/access and utilization [dissertation]. St. Louis (MO): Washington univ.; 1995. ix. Naskah dalam Koran Lee G. Hospitalizations tied to ozone pollution: study estimates 50,000 admissions annually. The Washington Post 1996 Jun 21;Sect A:3 (col. 5). x. Materi audiovisual HIV + AIDS: the facts and the future [videocassette]. St. Louis (MO): Mosby-Year book; 1995.
3. Materi elektronik i. Naskah journal dalam format elektronik Morse SS. Factors in the emergence of infectious disease. Emerg Infect Dis [serial online] 1995 Jan-Mar [cited 1996 Jun 5]:1(1):[24 screens]. Available from: URL: HYPERLINK http://www.cdc.gov/ncidod/EID/eid.htm ii. Monograf dalam format elektronik CDI, clinical dermatology illustrated [monograph on CD-ROM]. Reeves JRT, Maibach H. CMEA Multimedia Group, producers. 2nd ed. Version 2.0. San Diego: CMEA; 1995. iii. Arsip computer Hemodynamics III: the ups and downs of hemodynamics [computer program]. Version 2.2. Orlando (FL): Computerized Educational Systems; 1993.
viii BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014
SAMBUTAN PIMPINAN REDAKSI Assalamu’alaikum Wr. Wb. "Ikatlah ilmu dengan menulisnya", filosofi ini hendaknya mampu menjadi dasar
pemikiran
masyarakat tersebut
bagi
untuk
perlu
para
melakukan
ditanamkan
penulisan
artikel
kontribusi
tahunan
akademisi
ilmiah
di
Indonesia
penulisan
mengingat Indonesia. pada
khususnya
masih Hal
mahasiswa
kesehatan
ilmiah.
Pemikiran
artikel
rendahnya ini
perkembangan
minat
dibuktikan ilmu
terhadap
dengan
pengetahuan
skor dunia
yang hanya mencapai 0,012 %.
Untuk itulah Berkala Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia (BIMKMI) Volume II Nomor 2 hadir sebagai wadah bagi mahasiswa kesehatan masyarakat untuk mengembangkan minat dan kemampuannya dalam penulisan artikel ilmiah. BIMKMI edisi kali ini juga diharapkan mampu meningkatkan diseminasi informasi bidang kesehatan masyarakat di Indonesia. Semua artikel ilmiah yang dimuat dalam BIMKMI edisi kali ini telah melewati tahap review oleh mitra bestari dan revisi oleh penulis. Saya selaku pimpinan redaksi mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah terlibat dalam proses penyusunan dan memohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penyusunan.
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Surabaya, 18 Mei 2014 Atina Husnayain
(Pimpinan Redaksi)
ix BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014
Penelitian
HIPERTENSI PADA PRAMUDI BUS TRANSJAKARTA DI PT. BIANGLALA METROPOLITAN TAHUN 2013 Namira Wadjir Sangadji1, Nurhayati2 1
Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia Staff Pengajar Departemen Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia Kampus Baru Universitas Indonesia Kota Depok, Provinsi Jawa Barat Email: namira.sangadji@yahoo.com 2
ABSTRAK Hipertensi merupakan penyebab utama gagal jantung, gagal ginjal dan strok. Kejadian hipertensi dipengaruhi oleh banyak faktor seperti pola kerja, status gizi, kebiasaan makan, aktivitas fisik, dan gaya hidup. Faktor pola kerja sebagai supir diduga sebagai pencetus kejadian hipertensi. Penelitian ini membahas gambaran kejadian hipertensi pada pramudi bus transjakarta di PT Bianglala Metropilitan Tahun 2013. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan metode cross sectional. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa prevalensi kejadian hipertensi sebesar 68,1 %. Proporsi pramudi bus Transjakarta di PT. Bianglala Metropolitan tahun 2013 yang lebih banyak menderita hipertensi ada pada kelompok usia lebih dari 40 tahun sebesar 70,4 %, memiliki riwayat kejadian hipertensi dalam keluarga sebesar 70,7 %, berpendidikan SMA 70,6 % dan berasal dari suku Minangkabau 78,6 %. Selain itu kejadian hipertensi juga lebih banyak pada kelompok pramudi yang memiliki indeks masa tubuh obesitas sebesar 87,2 %, sering mengonsumsi makanan tinggi natrium sebesar 70,2 %, sering mengonsumsi lemak sebesar 73,0 % dan jarang mengonsumsi serat 74,6 %. Proporsi kejadian hipertensi juga banyak ditemukan pada kelompok pramudi yang memiliki kebiasaan mengonsumsi rokok sebesar 72,2%. Sedangkan presentase pramudi yang mengonsumsi kopi dan tidak mengonsumsi kopi kurang lebih sama. Pramudi yang memiliki lama masa kerja lebih dari 18 bulan kurang lebih sama dengan proporsi lama masa kerja kurang dari 18 bulan.
Katakunci: Hipertensi, Pramudi, Tekanan Darah
ABSTRACT Hypertension is a major cause of heart failure, kidney failure and stroke. The occurence of hypertension is affected by a lot of factors such as work pattern, nutrition status, diet, physical activity, and life style. This study is going to discusses the overview of the incidence of hypertension inTransJakarta’s bus drivers in PT Bianglala Metropilitan in 2013. This is a descriptive study with cross sectional method. This study shows that the prevalence of the occurence of hypertension is 68,1%. The drivers’ proportion who suffer from hypertension is from the group of people aged more than 40 years, have a family history of hypertension , high school graduate, and come from the tribe of Minang. Also, the occurence of hypertension is higher from the group of driver who is having a high body mass index or obese, often consuming high natrium and fat food, and rarely consuming fruit and vegetabes. The proportion of occurence also highly found from the group of driver with the habit of consuming coffee and cigarettes. On average, drivers with longer service more than 18 months suffer hypertension more than the driver whose service is less than 18 months. Keywords: Hypertension, Driver, Blood Pressure
BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014
1
1. PENDAHULUAN Hull penyakit
dalam
jantung,
mendefinisikan
Hal bukunya
yang
hipertensi,
hipertensi
berjudul
dan
sebagai
nutrisi
ini
menarik
peneliti
untuk
melakukan
penelitian dengan melihat prevalensi hipertensi dan
kejadian
hipertensi
berdasarkan
desakan
karakteristik demografi, indeks masa tubuh,
darah yang berlebihan dan hampir konstan pada
kebiasaan makan, gaya hidup dan lama masa
arteri. Sementara itu menurut WHO, hipertensi
kerja dengan hipertensi pada pramudi bus
adalah kondisi dimana nilai tekanan darah sitolik
Transjakarta di PT Bianglala Metropolitan tahun
mencapai 140 mmHg atau lebih, atau nilai
2013.
tekanan darah diastolik 90 mmHg atau lebih.[1] Dari dua pengertian tersebut dapat disimpulkan hipertensi adalah gangguan sistem peredaran
2. METODE Penelitian
ini
menggunakan
metode
darah berupa desakan darah yang berlebihan
deskriptif cross sectional. Teknik pengambilan
pada arteri sehingga nilai tekanan darah sistolik
sampel yang digunakan adalah total sampling.
mencapai 140 mmHg atau lebih dan/atau
Populasi dalam penelitian ini sebanyak 165
tekanan darah diastolik 90 mmHg atau lebih.
pramudi koridor 9, 10 dan 12 di PT. Bianglala
Hipertensi merupakan penyebab utama gagal
Metropolitan.
jantung, gagal ginjal dan strok. Disebut sebagai “silent killer� (pembunuh diam-diam) karena orang
dengan
hipertensi
sering
tidak 30 pramudi diekslusi karena : ďƒź 20 pramudi tidak hadir saat penelitian ďƒź 5 orang pramudi menderita penyakit penyerta lainnya yang dapat mempengaruhi hipertensi ďƒź 5 orang pramudi berjenis kelamin perempuan
Total Sampling
menampakkan gejala.[2] Hipertensi
Bagan 1. Metode Pengambilan Sampel
merupakan
permasalahan
yang sering ditemukan baik di Negara maju maupun Negara berkembang. Di Amerika Serikat 50 juta penduduk memiliki hipertensi. Dari jumlah
Total pramudi di PT Bianglala Metropoloitan pada koridor 9, 10 dan 12 Tahun 2013 165
tersebut 32% tidak menyadari diagnosis penyakit mereka, 47% tidak menerima pengobatan, dan 27% dipantau pada nilai ambang batas 140/90 mmHg.[3] Sementara itu prevalensi hipertensi di
Sampel penelitian yang diikutkan dalam analisis 135
Indonesia pada kelompok umur 18-24 tahun sebesar 12,2%, pada kelompok umur 25-34 sebesar 19,0% dan pada kelompok umur 34-44
Data yang dikumpulkan dalam penelitian
tahun cukup tinggi sebesar 29,9%.[4] Kejadian
ini berupa data primer dan data sekunder.
hipertensi dipengaruhi oleh banyak faktor seperti
Pengumpulan
pola
makan,
pengukuran tekanan darah, status gizi dan pola
Faktor pola
asupan makanan dengan menggunakan Food
kerja sebagai supir diduga sebagai pencetus
Frequency Questionnaire (FFQ) serta kuesioner
kerja,
status
gizi,
kebiasaan
aktivitas fisik, dan gaya hidup.[5]
kejadian
hipertensi.[6]
Padahal
data
primer
ini
meliputi
mengemudi
untuk melihat karakteristik demografi, gaya hidup
dengan kondisi kesehatan yang tidak baik dapat
dan lama masa kerja. Sedangkan data sekunder
membahayakan kesehatan
berupa gambaran umum perusahaan, jumlah
pengemudi
yang
bersangkutan bahkan penumpang yang dilayani.
BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014
2
pramudi, jam kerja pramudi dan data riwayat
Pola asupan Lemak
kesehatan pramudi.
Sering ≥ 72,2
89
65,9
Jarang < 72,2
46
34,1
Sering ≥ 73,0
67
49,6
Jarang < 73,0
68
50,4
Bukan perokok
39
28,9
Perokok sekarang
76
56,3
Mantan perokok
20
14,3
39
28,9
96
71,1
1 - 18 bulan
68
50,4
18 - 48 bulan
67
49,6
Pola asupan serat
3. HASIL 3.1 Univariat Tabel 3.1.1 Distribusi Kejadian Hipertensi pada Pramudi Bus Transjakarta di PT. Bianglala Metropolitan Tahun 2013 Hipertensi
Jumlah
Persentase
Status Konsumsi Rokok
Hipertensi
92
68,1
Status Konsumsi Kopi
Normal
43
31,9
Tidak mengonsumsi kopi
Total
135
Mengonsumsi kopi
100
Mengonsumsi kopi Lama Masa Kerja
Tabel 3.1.2 Gambaran Variabel Independen pada Pramudi Bus Transjakarta di PT. Bianglala Metropolitan Tahun 2013 Variabel
Jumlah
%
20 – 40 tahun
54
40
40 – 56 Tahun
81
60
Tidak ada riwayat hipertensi
91
67,4
Ada riwayat hipertensi
44
32,6
Total
135
100
Umur
3.2 Bivariat Tabel. 3.2.1 Proporsi Kejadian Hipertensi dengan Variabel Independen Kejadian Hipertensi
Riwayat Hipertensi Keluarga
Tingkat Pendidikan Tamat SD
3
2,2
Tamat SMP
27
20
Tamat SMA
102
75,6
Tamat Perguruan tinggi
3
2,2
Suku Jawa
58
43
Sunda
22
16,3
Betawi
23
17
Batak
18
13
Minang
14
10,4
Indeks Masa Tubuh Di atas normal
39
28
Normal
85
63
Kurang
11
8,1
Pola asupan natrium Sering ≥ 45,5
57
42,2
Jarang < 45,5
78
57,8
Variabel
Hipertensi
Normal
n
%
n
%
40 – 56 tahun
57
70,4
24
29,6
20 – 40 tahun
35
64,8
19
35,2
Tamat SD
2
66,7
1
33,2
Tamat SMP
17
63
10
37
Tamat SMA
72
70,6
30
29,4
Tamat Perguruan tinggi
1
33,3
2
66,7
Jawa
41
70,7
17
29,3
Sunda
16
72,7
6
27,3
Betawi
14
60,9
9
39,1
Batak
10
55,6
8
44,4
Minang
11
78,6
3
21,4
Ada riwayat
27
62,8
16
37,2
Tidak ada riwayat
65
70,7
21
29,3
34
87,2
5
12,8
Umur
Tingkat Pendidikan
Suku
Riwayat Hipertensi dalam Keluarga
Indeks Masa Tubuh Obesitas
BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014
3
Normal
53
62,4
32
37,6 menunjukan
Kurang
5
45,5
6
54,5 diatas normal. Dari hasil penelitian ini dapat
status
tekanan
darah
diastolik
terlihat bahwa responden yang memiliki tekanan Pola Asupan Natrium
darah sistolik lebih besar dibandingkan dengan
Sering ≥ 45,5
40
70,2
17
29,8
Jarang < 45,5
52
66,7
26
33,3
responden yang memiliki tekanan darah diastolik yang berada diatas normal. Hal ini disebabkan
Pola Asupan Lemak
oleh karena kebanyakan responden diduga
Sering ≥ 72,2
65
73
24
27
Jarang < 72,2
27
58,7
19
41,3 menderita
hipertensi terisolasi, yang artinya
tekanan darah sistolik di atas normal sedangkan
Pola Asupan Serat Jarang ≥ 73,0
50
74,6
17
25,4 tekanan darah diastolik normal.
Sering < 73,0
42
61,8
26
38,2
Sekarang Perokok
56
72,7
21
27,3
Mantan perokok
12
63,2
7
36,8
Bukan perokok
24
63,2
14
36,8
Status Konsumsi Rokok
Penelitian
menunjukan
tingginya
kejadian hipertensi pada pengemudi dipengaruhi oleh beberapa hal seperti aktivitas fisik, stres akibat tekanan kerja, faktor lingkungan dan faktor hidup.[7]
gaya
Status Konsumsi Kopi
Pengemudi
masyarakat
bus
Konsumsi kopi
66
68,8
30
31,3 kelompok
Tdk konsumsi kopi
26
66,7
13
33,3 kondisi kesehatan yang optimal untuk dapat
menjalankan
Lama Masa Kerja
yang
merupakan
pekerjaannya.
mensyaratkan
Dari
hasil
18 - 48 bulan
47
69,1
21
30,9 wawancara responden yang telah dilakukan,
1 - 18 bulan
45
67,2
22
32,8 ditemukan bahwa sebagian besar responden
tidak pernah memeriksakan tekanan darahnya 4. PEMBAHASAN
ke
4.1 Gambaran Kejadian Hipertensi
tenaga
medis
sehingga
menyadari kondisi kesehatan
mereka
tidak
yang mereka
Hasil penelitian menunjukan prevalensi
alami. Tentunya hal ini sangat berbahaya karena
responden yang mengalami hipertensi lebih
hipertensi merupakan faktor risiko utama yang
banyak
dapat
yaitu
sebesar
68,1%.
Pada
hasil
menyebabkan
berbagai
penyakit
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
degeneratif lainnya seperti penyakit jantung
Destry (2012) pada supir busway di koridor 1
coroner, infark miokard, penyakit kardiovaskular,
arah Blok M – Kota, diperoleh prevalensi
gagal jantung kongestif, stroke, dan penyakit
hipertensi sebesar 54,9 % angka ini tidak jauh
ginjal.
berbeda. Berdasarkan hasil analisis didapatkan rata – rata tekanan darah sistolik (TDS) adalah
4.2 Usia
128,30 mmHg. TDS terendah 100 mmHg dan
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan
tertinggi 160 mmHg. Sedangkan rata – rata
prevalensi hipertensi sebesar 64,8 % ada pada
tekanan darah diastol (TDD) adalah 81,19
responden yang berusia < 40 tahun dan 70,4 %
mmHg. TDD terendah 30 mmHg dan TDD
ada pada responden yang berusia ≥ 40 tahun.
tertinggi 120 mmHg. Selain itu hasil penelitian
Dari hasil penelitian ini dapat terlihat bahwa
juga menunjukan 48,9 % dari total sampel
responden yang memiliki usia ≥ 40 tahun
menunjukan status tekanan darah sistolik diatas
memiliki proporsi kejadian hipertensi lebih tinggi
normal, sedangkan 35,6 % dari total sampel
dibandingkan dengan kelompok responden yang
BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014
4
memiliki usia < 40 tahun.
Hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitian Satesh yang dilakukan
4.4 Suku
pada supir bus di India menunjukan 53 %
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan
kejadian hipertensi terdapat pada kelompok usia
prevalensi hipertensi sebesar sebesar 70,7 %
â&#x2030;Ľ 40
Hal ini dikarenakan pada saat
ada pada responden yang berasal dari suku
usia
perubahan
Jawa, 72,7 % ada pada responden yang berasal
pada hemodinamik tekanan darah yaitu berupa
dari suku Sunda, 60,9 % ada pada responden
peningkatan resistensi perifer vaskular yang
yang berasal dari suku Betawi, 55,6 % ada pada
menetap
normal.
responden yang berasal dari suku Batak dan
Resistensi perifer terjadi pada arteriol kecil,
78,6 % ada pada responden yang berasal dari
diamana
yang
suku Minang. Hasil penelitian ini menunjukan
berkepanjangan hingga menyebabkan pembuluh
bahwa suku Minangkabau memiliki proporsi lebih
darah arteriol mengalami penebalan.[9]
besar terkena hipertensi dibandingkan dengan
tahun.[8]
pertambahan
dan
menyebabkan
tidak
terjadi
bisa
kontraksi
kembali
otot
polos
kelompok suku lainnya. Penelitian menyebutkan 4.3 Tingkat Pendidikan
tingginya risiko hipertensi dan kardiovaskular
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan
antara etnis yang beragam di Indonesia seperti
proporsi responden yang hipertensi sebesar
Minangkabau, Sunda, Jawa, dan Bugis memiliki
66,7% ada pada responden yang tamat SD,
hubungan
63,0% ada pada responden yang tamat SMP,
makanan.
70,6% ada pada responden yang tamat SMA
kebiasaan mengonsumsi makanan yang tinggi
dan
lemak.[12] Makanan
33,3%
ada
pada
responden
yang
yang
erat
Suku
dengan
pola
Minangkabau
asupan memiliki
yang tinggi lemak
jika
berpendidikan perguruan tinggi. Jika dilihat dari
dikonsumsi dalam jumlah yang berlebihan dapat
hasil penelitian ini ditemukan bahwa responden
mengganggu metabolisme tubuh. Lemak yang
yang tamat SMA cenderung memiliki prevalensi
berlebih akan bereaksi dengan zat-zat lainnya
hipertensi lebih tinggi dibandingkan dengan
dan kemudian akan mengendap pada pembuluh
responden yang memiliki tingkat pendidikan
darah sehingga terjadi penyempitan pembuluh
lainnya, namun perbedaan proporsi ini tidak
darah
terlalu besar. Hasil ini sesuai dengan penelitian
kondisi seperti ini akan lebih berisiko untuk
Kartikasari
memicu kejadian hipertensi.[13]
tentang kejadian hipertensi pada
bahkan
pergeseran
(aterosklerosis)
orang dewasa di Desa Kabongan Kidul yang menemukan proporsi hipertensi banyak terjadi
4.5 Riwayat Hipertensi Keluarga
pada responden yang berpendidikan SMA, SMP dan
SD
dengan
kelompok
prevalensi hipertensi sebesar 70,7% ada pada
perguruan
tinggi.[10]
responden yang tidak memiliki riwayat hipertensi
Tingkat pendidikan diduga berkaitan dengan
dalam keluarga dan 62,8 % ada pada responden
kesadaran berperilaku hidup sehat. Semakin
yang memiliki riwayat hipertensi dalam keluarga.
tinggi tingkat pendidikan seseorang seharusnya
Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian
semakin tinggi pula kesadaran untuk berperilaku
Kaur
hidup sehat sehingga terhindar dari berbagai
penduduk rural di India yang menemukan
responden
dibandingkan
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan
yang
tamat
macam penyakit termasuk
hipertensi.[11]
BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014
tentang faktor risiko hipertensi pada
proporsi orang dengan riwayat hipertensi dalam
5
keluarga lebih banyak menderita hipertensi
tinggi pada kelompok responden dengan status
dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki
indeks
riwayat hipertensi dalam keluarga.[14]
dengan kelompok responden dengan status
Pada dasarnya faktor genetik dalam keluarga
dapat
menyebabkan
seseorang
masa
tubuh
obesitas
dibandingkan
indeks masa tubuh normal dan status indeks masa tubuh kurang. Hasil penelitian ini sesuai
memiliki risiko menderita hipertensi. Hal itu
dengan
disebabkan
yang
kejadian hipertensi pada orang dewasa di Kota
berhubungan dengan hipertensi yang menurun
Depok yang menunjukan proporsi responden
pada dirinya. Perbedaan yang dibawa secara
yang memiliki indeks masa tubuh obesitas
genetis sehingga menderita hipertensi esensial
cenderung lebih banyak menderita hipertensi
meliputi
terhadap
dibandingkan dengan proporsi responden yang
transportasi
memiliki status indeks masa tubuh normal dan
ada
beberapa
kepekaan
konsumsi
garam,
natrium-kalium, terhadap
gen
(sensitivitas) abnormalitas
respon
stimuli
sistem
saraf
Fatmaningsih
tentang
kurang.[17]
respon
Pada saat dilakukannya penelitian ini
neurohormonal.[15]
Namun dalam penelitian ini
mayoritas responden yang mengalami obesistas
terlihat
proporsi
pada
adalah tipe obesitas sentral. Lemak tubuh di
responden dengan riwayat hipertensi dalam
bagian sentral merupakan faktor yang penting
keluarga cenderung lebih sedikit dibandingkan
dalam menentukan peningkatan tekanan darah
dengan proporsi responden yang tidak memiliki
daripada lemak tubuh bagian perifer, baik pada
riwayat hipertensi dalam keluarga. Hal ini bisa
pria maupun wanita. Obesitas sentral merupakan
terjadi karena pada saat dilakukan wawancara
faktor risiko yang perlu segera ditangani karena
kebanyakan
riwayat
bertambahnya ukuran dan jumlah sel adipose
cenderung
dapat menimbulkan gangguan metabolisme.[18]
memproteksi dirinya dari faktor risiko hipertensi
Menurut Carr et al (2004) peningkatan akumulasi
dengan cara mengubah pola hidupnya kearah
lemak visceral (abdominal) merupakan faktor
yang lebih sehat. Faktor riwayat hipertensi dalam
risiko
keluarga yang diturunkan secara gen memang
hipertensi, stroke, dan diabetes tipe II. Diduga
tidak bisa di kontrol, akan tetapi pola hidup dan
timbulnya
kebiasaan adalah faktor yang dapat dikontrol
berkaitan dengan meningkatnya volume plasma
bahwa
hipertensi
psikososial,
pusat
penelitian
responden dalam
hipertensi
dengan
keluarga
untuk melindungi diri dari kejadian
hipertensi.[16]
penyakit
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan
hipertensi
pada
dislepidimia,
obesitas
adalah
dan curah jantung akibat berbagai perubahan hormonal,
4.6 Indeks Masa Tubuh
kardiovaskular,
metabolik,
neurologi,
dan
hemodinamik yang terjadi pada obesitas.[9] Hal ini
mengakibatkan
perubahan
aktivitas
prevalensi hipertensi sebesar 87,2 % ada pada
vasokontrikotor yang berperan penting dalam
responden yang memiliki status indeks masa
patofisiologi hipertensi serta komplikasinya.
tubuh obesitas, 62,4 % ada pada responden yang memiliki status indeks masa tubuh normal
4.7 Asupan Natrium
dan 45,5 % ada pada responden dengan status
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan
indeks masa tubuh kurang. Hasil penelitian ini
prevalensi hipertensi sebesar 66,7 % ada pada
menunjukan proporsi kejadian hipertensi lebih
responden yang jarang mengonsumsi natrium
BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014
6
dan 70,2 % ada pada responden yang sering
pola konsumsi makanan rendah lemak tidak
mengonsumsi natrium. Dapat terlihat bahwa
memiliki faktor risiko untuk menderita hipertensi.
dalam penelitian ini ditemukan proporsi kejadian hipertensi
untuk
responden
yang
sering
4.9 Asupan Serat
mengonsumsi natrium lebih besar dibandingkan
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan
respondeng yang jarang mengonsumsi natrium.
prevalensi hipertensi sebesar 61,8 % ada pada
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang
responden yang sering mengonsumsi serat dan
dilakukan oleh Novi (2009) pada lansia di Kota
74,6 % ada pada responden yang jarang
Depok
mengonsumsi
yang
menunjukan
proporsi
kejadian
serat.
Dapat
terlihat
bahwa
hipertensi lebih tinggi pada responden yang
proporsi kejadian hipertensi lebih tinggi pada
sering
dibandingkan
responden yang jarang mengonsumsi serat
dengan responden yang jarang mengonsumsi
dibandingkan dengan responden yang sering
natrium.[19] Sementara itu berdasarkan hasil
mengonsumsi serat. Hasil penelitian ini sesuai
penelitian
berjudul
dengan penelitian Destry (2012) pada pramudi
Recommendation on Dietary Salt to Prevent and
bus di koridor 1 yang menemukan proporsi
Control
bahwa
kejadian hipertensi lebih banyak ditemukan pada
penurunan konsumsi natrium 100 mmol per hari
kelompok responden yang jarang mengonsumsi
pada pasien yang menderita hipertensi dengan
serat.[14] Hal ini disebabkan karena buah dan
usia lebih dari 44 tahun akan menurunkan
sayur mengandung serat laut (soluble fiber) yang
tekanan darah sistolik sebesar 6,3 mmHg dan
dapat mengikat senyawa kolesterol yang berasal
tekanan darah diastolic sebesar 2,2 mmHg.
dari makanan berlemak yang kita konsumsi dari
Sedangkan pada orang yang memiliki tekanan
sistem
darah normal dan mengurangi konsumsi natrium
dikeluarkan melalui fases.[13] Proses ini akan
100 mmol per hari akan menurunkan tekanan
mencegah
darah sebesar 1 mmHg.[20]
pembuluh darah
mengonsumsi
Frans
natrium
(2000)
Hypertension
yang
menjelaskan
pencernaan
diameter
dan
kemudian
penempelan
kolesterol
akan
pada
yang dapat menyebabkan
pembuluh
darah
mengecil
dan
selanjutnya akan mengganggu peredaran darah 4.8 Asupan Lemak
sehingga meningkatkan tekanan darah. Selain
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan
itu pedoman diet untuk hipertensi atau yang lebih
prevalensi hipertensi sebesar 58,7 % ada pada
dikenal dengan Dieatry Approaches to Stop
responden yang jarang mengonsumsi lemak dan
Hypertension (DASH) menyarankan diet yang
73,0 % ada pada responden yang sering
tinggi buah dan sayur, rendah lemak, serta tinggi
mengonsumsi
serat dan mineral dalam pencegahan hipertensi.
lemak.
Dapat
terlihat
bahwa
proporsi kejadian hipertensi untuk responden
Pola
yang sering mengensumsi lemak lebih besar
penurunan tekanan darah sebesar 8 â&#x20AC;&#x201C; 14
dibandingkan
mmHg.[20]
responden
yang
jarang
makan
seperti
ini
dapat
membantu
mengonsumsi lemak. Hasil penelitian ini sesuai dengan cross sectional di Nepal dalam penelitian Arcarna (2012) yang menemukan orang dengan
4.10 Konsumsi Rokok Berdasarkan hasil penelitian ditemukan prevalensi hipertensi sebesar 72,7 % ada pada
BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014
7
responden yang mengonsumsi rokok, 63,2 %
untuk menderita hipertensi. Hal ini dikarenakan
ada pada responden yang pernah mengonsumsi
kandungan terbesar dalam kopi yaitu kafein
rokok dan 63,2 % ada pada responden yang
memiliki efek terhadap tekanan darah secara
tidak merokok. Dalam hasil penelitian ini dapat
akut. Peningkatan tekanan darah ini terjadi
terlihat
memiliki
melalui mekanisme biologi antara lain kafein
mempunyai
yang mengikat reseptor adenisin, mengaktifasi
prevalensi hipertensi lebih tinggi dibandingkan
sistem saraf simpatik dengan meningkatkan
dengan
konsentrasi cathecolamines dalam plasma, dan
bahwa
kebiasaan
responden
mengonsumsi
kelompok
yang
rokok
responden
yang
bukan
perokok dan mantan perokok. Hasil penelitian ini
menstimulasi
kelenjar
adrenalin
serta
sejalan dengan penelitian Destry (2012) pada
meningkatkan produksi kortisol. Sehingga hal ini
pramudi busway di koridor 1 yang menemukan
berdampak pada vasokontriksi dan peningkatan
proporsi kejadian hipertensi lebih tinggi pada
total resistensi perifer yang akan mengakibatkan
responden dengan status perokok dibandingkan
tekanan darah naik.[21]
dengan responden dengan status bukan perokok dan
status
mantan
perokok.[14]
Selain
itu
4.12 Lama Masa Kerja
penelitian Sateesh (2013) pada supir bus di India
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan
menemukan 60 % supir bus yang memiliki
prevalensi hipertensi sebesar 67,2 % ada pada
kebiasaan mengonsumsi rokok lebih banyak
responden yang memiliki lama masa kerja
menderita hipertensi.[8] Hal ini karena merokok
kurang dari 18 bulan dan 69,1 % ada pada
menyebabkan kebutuhan oksigen untuk disuplai
responden yang memiliki lama masa kerja lebih
ke
Kebiasaan
dari sama dengan 18 bulan. Dalam penelitian ini
merokok pada orang yang menderita tekanan
terlihat bahwa proporsi responden yang bekerja
darah tinggi akan menyebabkan semakin besar
lebih
jantung
menjadi
meningkat.
risiko kerusakan pada pembuluh darah
arteri.[15]
dari
18
bulan
cenderung
memiliki
prevalensi hipertensi lebih tinggi dibandingkan dengan proporsi responden yang bekerja kurang
4.11 Konsumsi Kopi
dari 18 bulan. Namun perbedaan proporsi ini
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan
tidak terlalu berbeda jauh bahkan hampir sama.
prevalensi hipertensi sebesar 66,7 % ada pada
Studi yang dilakukan oleh Yang dkk (2006) pada
responden yang tidak mengonsumsi kopi dan
kelompok pekerja di California menemukan lama
68,8 % ada pada responden yang mengonsumsi
masa kerja mempengaruhi kejadian hipertensi
kopi.
bahwa
yang disebabkan oleh pajanan di tempat kerja
memiliki
kebiasaan
seperti stres kerja, suhu lingkungan yang panas,
mempunyai
prevalensi
debu maupun asap sehingga faktor lama masa
hipertensi lebih tinggi dibandingkan dengan
kerja sangat potensial untuk memicu stres yang
kelompok responden yang tidak mengonsumsi
merupakan
kopi. Namun perbedaan proporsi ini tidak terlalu
kejadian hipertensi. Bekerja sebagai pramudi bus
berbeda jauh bahkan hampir sama. Menurut
membutuhkan kehati-hatian
studi observasi yang dilakukan oleh Klag (2011)
yang tinggi untuk keselamatan penumpang dan
menemukan
dirinya
Hasil
responden mengonsumsi
penelitian yang kopi
bahwa
ini
orang
terlihat
yang
sering
mengonsumsi kopi lebih memiliki kecenderungan
BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014
salah
selama
Nakanishi
(2007)
di
satu
jalan pada
faktor
risiko
dan raya.[5]
pekerja
untuk
konsentrasi
Penelitian di
Jepang
8
menemukan lama masa kerja dengan tekanan
2. Brunner & Sudarth. Buku
keperawatan
darah dipengaruhi oleh aktivitas saraf simpatik
medikal bedah. Ed. 8. Vol. 2 (Terj : Kuncara,
dan konsentrasi yang tinggi selama bekerja.[22]
Hartono, Ester, & Asih). Jakarta : Buku kedokteran EGC; 2002
5.
KESIMPULAN
3. Susalit, E., Kapojos, J. E., & Lubis, H. R.
Prevalensi
kejadian
hipertensi
pramudi bus Transjakarta di PT
pada
Bianglala
Metropolitan tahun 2013 adalah sebesar 68,1 %. Proporsi
pramudi
bus
Transjakarta
di
PT.
Buku ajar ilmu penyakit dalam II. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2001 4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Laporan
hasil
riset
kesehatan
dasar
Bianglala Metropolitan tahun 2013 yang lebih
riskesdas Indonesia. Jakarta : Kemenkes RI;
banyak menderita hipertensi ada pada kelompok
2007
usia lebih dari 40 tahun sebesar 70,4 %, memiliki riwayat
kejadian
hipertensi
dalam
keluarga
5. Yang, & Haiou. (2006). Work hours and selfreported
hypertension
among
working
sebesar 70,7 %, berpendidikan SMA 70,6 % dan
people in California. Journal of Hypertension.
berasal dari suku Minangkabau 78,6 %. Proporsi
48: 744-750.
pramudi bus Transjakarta di PT. Bianglala
6. Belkic, K., Savic, C., Theorell, T., Rakic, L.,
Metropolitan tahun 2013 yang memiliki indeks
Ercegovac, D., & Djordjevic, M. (2007).
masa tubuh obesitas lebih banyak menderita
Mechanism
hipertensi sebesar 87,2 %.
professional drivers. Journal of Work Environ
Proporsi pramudi bus Transjakarta di PT.
of
cardiac
risk
among
Health : 20 (2) : 73-86.
Bianglala Metropolitan tahun 2013 yang lebih
7. Nasri and Moazenzadeh. (2006). Coronary
banyak menderita hipertensi ada pada kelompok
artery disease risk factors in driving versus
pramudi yang sering mengonsumsi natrium
other occupations. Journal of Ocupational
sebesar 70,2 %, sering mengonsumsi lemak
Health. 2 (3): 10â&#x20AC;&#x201C;21.
sebesar 73,0 % dan jarang mengonsumsi serat
8. Anggraeni, Vina.
Tingkat kebisingan lalu
74,6 %. Proporsi pramudi bus Transjakarta di
lintas
PT. Bianglala Metropolitan tahun 2013 yang lebih
angkutan umum kwk wilayah Jakarta Timur
banyak menderita hipertensi ada pada kelompok
tahun 2012. Skripsi: FKM UI; 2012
pramudi yang sekarang mengonsumsi rokok sebesar 72,2%. Sedangkan presentase pramudi yang mengonsumsi kopi dan tidak mengonsumsi
dan risiko hipertensi pada
supir
9. Sani, Aulia. Hypertension current perpective. Jakarta. Medya Crea; 2008 10. Kartikasari. Faktor risiko hipertensi pada
kopi kurang lebih sama. Proporsi pramudi bus
masyarakat
Transjakarta di PT. Bianglala Metropolitan tahun
kabupaten rembang. Skripsi: FK UNDIP;
2013 yang memiliki lama masa kerja lebih dari
2012
18 bulan kurang lebih sama dengan proporsi lama masa kerja kurang dari 18 bulan.
di
desa
kabongan
kidul,
11. Rahajeng, et al. (2009). Prevalensi hipertensi dan determinannya di Indonesia. Majalah Kedoketran Indonesia, volume 59,12:580-
DAFTAR PUSTAKA 1. Hull, Alison. Penyakit jantung hipertensi dan nutrisi. Jakarta : Bumi Aksara; 1996
BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014
587. 12. Djuwita, Ratna. Nutrient intake patterns and their relations to lipid profiles in diverse
9
ethnic population. Dissertation. Universitas
Library of Medicine Natonal Institutof Health;
Indonesia; 2001
2006
13. Soeharto, Iman. Penyakit Jantung Koroner.
21. Klag, Michael J, Nae Yuh Wang, Lucy A.
Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama; 2000
Meoni, Fredrick L. Bracanti, Lisa A. Cooper,
14. Rizkawati, Destry. Indeks masa tubuh, lama
Kung Yae Liang. Hunter Young, Daniel E
bekerja, kebiasaan makan, dan gaya hidup
Ford. (2002). Coffe intake and risk of
hubungannya
hypertension. Arch intern med. Vol 162.
dengan
hipertensi
pada
pramudi (pengemudi) bus transjakarta tahun 2012. Skripsi : Universitas Indonesia; 2012
22. Yashusi, S., Yasushi, O., Etsuko, K., & Koji, N. Effect of truct driving on helath of
15. Hull, Alison Penyakit jantung hipertensi dan nutrisi. Jakarta : Bumi Aksara; 1996
japanese middle aged male workers of a transport
company-multiple
regression
16. Zheng, L., Zhang, Sun, Z., Li, J., Zhang, X.,
analyses for blood pressure and HbA.
Xu, C., Hu, D., & Sun, Y. (2010). The
Departemen of Hygene, School of Medicine,
assosiation between body mass index in
Chiba University; 2008
incident hypertension in rural women in China. Journal of Clinical Nutrition. 64: 769775. 17. Fatmaningsih. Hubungan karakter individu, asupan zat gizi dan gaya hidup terhadap kejadian hipertensi pada orang dewasa di depok tahun 2008 (analisis data sekunder). Depok: Universitas Indonesia; 2008 18. Williams, B., Poulter, N. R., Brown, M. J. (2004).
Guidelines
for
management
of
hypertension: report of the fourth working party of the British hypertension society, 2004-bhs IV. Journal Hypertension. 18 (3): 139â&#x20AC;&#x201C;85. 19. Tanjung, Novi. Hubungan antara gaya hidup, asupan zat gizi, pola minum, dan indeks masa tubuh dengan hipertensi pada pra lansia dan lansia di posbindu kalurahan rangkepan jaya depok tahun 2009. Depok: Universitas Indonesia; 2009. 20. Simons-Morton D. Effects of dietary patterns on blood pressure: subgroup analysis of the Dietary Approaches to Stop Hypertension (DASH) randomized clinical trial. US National
BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014
10
Penelitian
HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI PASIEN TERHADAP OBAT GENERIK DENGAN PENGALAMAN KESEMBUHAN, KEPUASAN, DAN KUNJUNGAN KEMBALI (Studi Observasional di Puskesmas Liang Anggang Tahun 2013) Ade Aryanti Fahriani1 1
Mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran, Universitas Lambung Mangkurat Email: ade.afahriani@gmail.com
ABSTRAK Salah satu kebijakan pemerintah dalam kesehatan adalah kewajiban menggunakan Obat Generik di pelayanan kesehatan pemerintah. Namun, menurut persepsi masyarakat pada umumnya beranggapan bahwa mutu obat generik kurang baik dibandingkan obat bermerek. Hal tersebut akan dapat berpengaruh terhadap kesembuhan pasien, kepuasan serta kunjungan kembali. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara persepsi pasien terhadap obat generik dengan pengalaman kesembuhan, kepuasan, dan kunjungan kembali di Puskesmas Liang Anggang. Penelitian ini merupakan penelitian study observational dengan pendekatan cross sectional. Sampel penelitian ini merupakan pasien umum yang diambil dengan metode purposive sampling dengan jumlah 187 responden. Data diolah dan dianalisis secara univariat dan bivariat dengan menggunakan uji fisher exact test dengan derajat kepercayaan 95%. Hasil Penelitian menunjukan bahwa pasien yang memiliki persepsi yang baik (90,9%) dan persepsi yang buruk (9,1%). Pasien yang memiliki pengalaman sembuh (85%) dan tidak sembuh (15%). Pasien yang menyatakan puas (98,4%) dan tidak puas (1,6%). Pasien yang menyatakan mau berkunjung kembali (96,8%) dan tidak mau berkunjung kembali (3,2%). Hasil analisis bivariat didapatkan p-value untuk variabel persepsi pasien terhadap obat generik dengan pengalaman kesembuhan (p-value 0,292), dengan kepuasan (p-value 1,000), dan dengan kunjungan kembali pasien (p-value 1,000). Kesimpulan penelitian ini menunjukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara semua variable. Kata kunci: Obat Bermerek, Obat Generik, Pusat Layanan Kesehatan
ABSTRACT One of the goverment policies in health is using generic medicine at the government health services. However, perception of general public believe that generics are less good than branded medicine. That will can be affected the patient's recovery, satisfaction, and willing to return. This study aims to determine the corelation between patients' perception of generic medicine to experience the recover, the satisfaction and willing return at Health Center Liang Anggang. This study is an observational with cross sectional approach. The samples are general patients were taken by purposive sampling method with total sample 187 respondents. The data were processed and analyzed using univariate and bivariate with using fisher exact test with 95% confidence level. The results were, that patients who have good perception (90.9%) and poor perception (9.1%). Patients who recover (85%) and did not recover (15%). Patients who satisfaction (98.4%) and not satisfied (1.6%). Patients who willing to return (96.8%) and not want to return (3.2%). The results of bivariate analysis indicates that obtained p-value for the variable patients' perception of generic medicine to experience recover (p-value 0.292), with satisfaction (p-value 1.000), and with willing to return (p-value 1.000). The conclusion is no significant relationship between all variable. Keywords: Branded Drugs, Generic Drugs, Health Service Center
BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014
11
1. PENDAHULUAN
masyarakat terhadap penyediaan layanan
Kesehatan adalah hak dan investasi, semua
warga
atas
merugikan pihak pasien karena tidak efisien
kesehatannya termasuk masyarakat miskin.
dalam membeli obat. Selain itu, persepsi yang
Oleh
membuat
negatif terhadap efek obat bagi tubuh dapat
kebijakan-kebijakan yang mendasar di bidang
mengakibatkan sugesti yang buruk yang akan
kesehatan.[1] Salah satu kebijakan tersebut
mempengaruhi
adalah
pasien.[4]
karena
negara
itu,
berhak
kesehatan yang bermutu, tetapi juga dapat
pemerintah
kebijakan
tentang
kewajiban
penggunaan Obat Generik Berlogo (OGB) di fasilitas
pelayanan
kesehatan
milik
pemerintah.[2]
pengalaman
Puskesmas merupakan
salah
kesembuhan
Liang satu
Anggang
pusat
pelayanan
kesehatan masyarakat di Kota Banjarbaru.
Menurut persepsi masyarakat pada
Dari data Puskesmas Liang Anggang, jumlah
umumnya beranggapan bahwa mutu obat
kunjungan pasien rata-rata 1516 kunjungan
generik kurang baik dibandingkan obat generik
sebulannya
bermerek.
persepsi
merupakan kunjungan pasien baru dan 63,9%
masyarakat yang memandang bahwa harga
kunjungan pasien lama. Selain itu, Puskesmas
kualitas.[3]
Liang Anggang juga merupakan puskesmas
Penelitian Waber et al (2008) menunjukkan
yang paling rendah penggunaan obat generik
bahwa ada perbedaan pengurangan rasa sakit
se-Kota Banjarbaru yaitu rata-rata 1359 obat
yang lebih tinggi pada kelompok peminum
generik setiap bulannya.[6,7]
Hal
ini
dikarenakan
selalu berbanding lurus dengan
obat yang memiliki harga yang lebih mahal daripada
kelompok
peminum
obat
yang
memiliki harga yang lebih murah.[4] Fakta
diatas
diperkuat
dengan
Persepsi mengkonsumsi
yang obat
pengalaman dengan
Pengalaman
proporsi
36,1%
negatif
akan
dalam
mempengaruhi
kesembuhan kesembuhan
pasien
berdampak
dari tahun ke tahun tidak tumbuh secara
pasien
signifikan. Hal ini dikarenakan persepsi yang
kesehatan
berkembang di masyarakat menganggap Obat
motivasi pasien untuk berkunjung kembali ke
Generik Berlogo merupakan obat kelas dua,
puskesmas. Oleh karena itu, penting dilakukan
obatnya masyarakat miskin dengan mutu yang
penelitian apakah terdapat hubungan antara
tidak
dalam hingga
menurunnya
akan
perjalanan Obat Generik Berlogo (OGB) yang
terjamin.[3]
pada
pasien.
mengakses berakibat
kepuasan pelayanan menurunnya
Hal ini juga diperkuat dengan
persepsi pasien terhadap obat generik dengan
penelitian Sitindaon (2010) yang didapatkan
pengalaman kesembuhan, kepuasan, dan
bahwa hanya 28% responden yang memiliki
kunjungan kembali pasien di Puskesmas
pengetahuan yang baik terhadap obat generik.
Liang Anggang tahun 2013 .[5,8,9]
Pengetahuan yang kurang akan berpengaruh terhadap persepsi seseorang.[5]
2. METODE
Persepsi pasien yang buruk terhadap obat
generik
tersebut
selain
merugikan
pemerintah karena menurunnya kepercayaan
BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014
Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan Cross Sectional. Penelitian ini dilakukan pada
12
bulan Juli sampai dengan bulan September
ada
2013
didapatkan
di
Puskesmas
Liang
Anggang
dua
jenis,
yaitu
data
primer
dari
hasil
jawaban
yang
kuesioner
Banjarbaru. Populasi penelitian ini adalah
terpimpim responden, serta data sekunder
pasien umum yang berobat pada periode
(data
bulan Juli 2013 yang berjumlah 352 orang;
Banjarbaru, profil puskesmas, dan laporan
sedangkan
sampel
tahunan Puskesmas Liang Anggang tahun
sampling
2012) yang digunakan untuk mendukung
teknik
menggunakan
pengambilan
teknik
purposive
dengan kriteria inklusi: Pasien yang bersedia
peresepan
meminum obat generik sebelumnya. Total sampel
yang
didapatkan
dengan
menggunakan rumus slovin adalah n=
generik
se-Kota
kelengkapan data primer.
menjadi responden, berumur 17-60 tahun, pasien pernah berkunjung lebih dari 1 kali dan
obat
Data yang dikumpulkan kemudian diolah menggunakan program komputer dan dianalisa secara statistik menggunakan uji Fisherâ&#x20AC;&#x2122;s
Exact
Test
dengan
derajat
kepercayaan 95% (Îą=0,05).
N (1+(N . E2 )) 3. HASIL
n=
n=
352
Berdasarkan hasil penelitian terhadap 2
(1+(352. 0,05 ))
187 orang responden yang merupakan pasien umum yang berobat di Puskesmas Liang
352 4,8
Anggang pada periode tahun 2013, maka diperoleh
n = 187 responden
sebanyak
170
orang
(90,9%)
memiliki persepsi yang baik terhadap obat Keterangan :
generik dan 17 orang (9,1%) memiliki persepsi yang buruk terhadap generik. Sebanyak 159
N = Besar Populasi
orang (85%) memiliki pengalaman sembuh n E
= Besar sampel =
Nilai
kritis
dan 28 orang (15%) tidak sembuh. Sebanyak (batas
ketelitian)
yang
184
orang
(98,4%)
menyatakan
puas
sedangkan 3 orang (1,6%) menyatakan tidak
diinginkan, yaitu sebesar 5%
puas. Sebanyak 181 orang (96,8%) mau Instrumen
yang
digunakan
dalam
penelitian ini berupa kuesioner terpimpin yang berisi
pertanyaan-pertanyaan
mengumpulkan
data
mengenai
berkunjung kembali dan 6 orang (3,2%) tidak mau berkunjung kembali.
untuk Berdasarkan hasil analisis bivariat
persepsi
pasien terhadap obat generik, pengalaman kesembuhan, kepuasan pasien dan kunjungan
didapatkan p-value untuk hubungan antara persepsi pasien terhadap obat generik dengan pengalaman kesembuhan (p-value 0,292).
kembali.
Hubungan antara persepsi pasien terhadap Penelitian ini dilakukan dengan cara membagikan
kuesioner
secara
obat
generik
dengan
kepuasan
(p-value
terpimpin
1,000), serta hubungan antara persepsi pasien
kepada pasien yang telah memenuhi kriteria
terhadap obat generik dengan kunjungan
inklusi. Data yang diambil untuk penelitan ini
kembali pasien (p-value 1,000).
BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014
13
pengalaman kesembuhan, didapatkan p-value sebesar 0,292 (p>0,05) yang berarti tidak
4. PEMBAHASAN Kemampuan analisis
bivariat
Berdasarkan
untuk
terdapat hubungan yang bermakna antara
hasil
hubungan
antara persepsi pasien terhadap obat generik
antara
dengan pengalaman kesembuhan.
persepsi pasien terhadap obat generik dengan
Tabel 1. Hubungan Antara Persepsi Pasien Terhadap Obat Generik Dengan Pengalaman Kesembuhan di Puskesmas Liang Anggang Tahun 2013
Pengalaman Kesembuhan Total Persepsi
Tidak
p-value
Sembuh
Jumlah
%
Jumlah
%
Jumlah
%
Buruk
4
23,5
13
76,5
17
100
Baik
24
14,1
146
85,9
170
100
Total
28
15
159
85
187
100
0,292
Efek obat generik yang bekerja dalam
mengkonsumsi obat dalam rangka proses
tubuh pasien yang menimbulkan kesembuhan
penyembuhan. Efek plasebo merupakan salah
tidak
satu efek psikologis yang penting dalam
hanya dipengaruhi
persepsi pasien
dalam menilai obat generik itu sendiri, tetapi
pengobatan
juga
lebih
berdampak kecil dalam proses penyembuhan.
mendominasi yaitu kinerja efek obat. Kinerja
Hal ini dikarenakan proses farmakodinamik
efek obat dalam tubuh manusia dipengaruhi
dan
oleh berbagai faktor yaitu dosis obat, waktu
menentukan
dipengaruhi
hal
lain
yang
pemberian, dan cara pemberian, sehingga
pasien.
farmakokinetik efek
Namun,
obat obat
dibandingkan dengan efek
apabila seorang pasien meminum obat sesuai
efek
lebih
ini
dominan
dalam
tubuh
plasebo.[11,12]
Berdasarkan hasil analisis bivariat
dengan anjuran dokter (sesuai dengan dosis,
untuk
waktu, dan cara pemberiannya), maka efek
terhadap obat generik dengan kepuasan,
obat akan dapat bekerja secara maksimal
didapatkan p-value sebesar 1,000 (p>0,05)
dalam menyembuhkan.[11]
yang berarti tidak terdapat hubungan yang
Persepsi pada penelitian ini berkaitan
hubungan
antara
persepsi
pasien
bermakna antara antara persepsi pasien
dengan efek plasebo. Efek plasebo muncul
terhadap
jika pasien memiliki suatu persepsi (baik
kepuasan.
obat
generik
dengan
tingkat
persepsi yang baik maupun yang buruk) ketika
BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014
14
Tabel 2. Hubungan Antara Persepsi Pasien Terhadap Obat Generik Dengan Tingkat Kepuasan Pasien di Puskesmas Liang Anggang Tahun 2013 Tingkat Kepuasan
p-value Total
Persepsi
Tidak Puas
Puas
Jumlah
%
Jumlah
%
Jumlah
%
Buruk
0
0
17
100
17
100
Baik
3
1,8
167
98,2
170
100
Total
3
1,6
184
98,4
187
100
1,000
Mayoritas
responden
baik
yang
memiliki
kriteria-kriteria
kepuasan
yang
memiliki persepsi baik atau buruk menilai puas
semakin tinggi pula, sehingga semakin tinggi
terhadap
pendidikan
obat
dirasakan
generik.
oleh
Kepuasan
mayoritas
yang
responden
ini
berkaitan dengan pengalaman kesembuhan mereka
yang
mayoritas
sembuh
seseorang,
maka
semakin
kompleks penilaian kepuasannya terhadap suatu produk/jasa.[1]
setelah
Berdasarkan
hasil
penemuan
meminum obat generik serta ketersedian obat
tersebut, dapat dilihat bahwa persepsi pasien
generik yang lengkap di puskesmas. Namun,
terhadap obat generik tidak secara signifikan
terdapat tiga orang responden yang memiliki
berpengaruh terhadap kepuasan seseorang.
persepsi yang baik tetapi tidak puas terhadap
Hal ini dikarenakan kepuasan merupakan
obat generik. Hal ini berkaitan dengan salah
evaluasi atas perbandingan antara harapan
satu
dan
faktor
yang
dapat
mempengaruhi
hasil
yang
didapatkan
dari
suatu
penilaian kepuasan seseorang yaitu tingkat
produk/jasa, sedangkan persepsi merupakan
pendidikan. Tingkat pendidikan tiga orang
reaksi emosional individu dalam memandang
responden tersebut merupakan pendidikan
sesuatu yang tercermin dalam pengetahuan,
menengah ke atas yaitu dua orang lulusan
sikap, pendapat, dan tindakan. Persepsi disini
SMA dan satu orang lulusan perguruan tinggi.
adalah
Menurut globalisasi
Mote
sekarang
(2008),
produk/jasa,
sedangkan
terhadap
suatu
kepuasan
adalah
penilaian atas hasil akhir yang didapatkan.
informasi yang ada di masyarakat semakin
Sehingga, seseorang yang memiliki persepsi
dinamis dan tersebar dengan cepat dan luas.
yang buruk pada awalnya belum tentu akan
Hal ini membuat masyarakat cenderung lebih
menilai buruk hasil akhir yang didapatkan.
kritis
jasa/produk.
Dengan kata lain, seseorang yang memiliki
Pendidikan dalam hal ini berkenaan dengan
persepsi yang baik/buruk belum tentu akan
pemahaman seseorang dalam menilai suatu
puas/tidak puas terhadap obat generik. Hal ini
produk/jasa. Masyarakat yang memiliki tingkat
sejalan dengan pendapat Ifmaily (2006) dan
pemahaman yang tinggi akan cenderung
Harianto, dkk (2005) yang menyatakan bahwa
menilai
membuat
era
awal
akses
dalam
ini
di
penilaian
suatu
BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014
15
kembali pasien didapatkan p-value sebesar
kepuasan merupakan fungsi dari persepsi atas penilaian kinerja dan
harapan.[13,14]
1,000 (p>0,05) yang berarti tidak terdapat hubungan
Berdasarkan hasil analisis bivariat untuk
hubungan
antara
persepsi
yang
bermakna
antara
antara
persepsi pasien terhadap obat generik dengan
pasien
tingkat kepuasan.
terhadap obat generik dengan kunjungan
Tabel 3. Hubungan Antara Persepsi Pasien Terhadap Obat Generik Dengan Kunjungan Kembali Pasien di Puskesmas Liang Anggang Tahun 2013
Kunjungan Kembali
p-value Total
Persepsi
Tidak Mau
Mau
Jumlah
%
Jumlah
%
Jumlah
%
Buruk
0
0
17
100
17
100
Baik
6
3,5
164
96,5
170
100
Total
6
3,2
181
96,8
187
100
1,000
Mayoritas
responden
yang
Persepsi pasien terhadap obat generik
memiliki persepsi baik atau buruk menyatakan
merupakan salah satu faktor predisposi yang
mau berkunjung kembali ke puskesmas. Hal
mempengaruhi keputusan responden untuk
ini dikarenakan mereka telah merasakan
melakukan
khasiat
pelayanan kesehatan. Selain faktor persepsi
kesembuhan
dari
baik
pengobatan
di
pemanfaatan
ulang
suatu
puskesmas serta menilai puas terhadap obat
responden,
faktor
lainnya
yang
juga
generik. Menurut Mote (2008) dan Ifmaily
berpengaruh
adalah
struktur
sosial
yaitu
(2006), kepuasan masyarakat terhadap suatu
pendidikan dan status ekonomi responden.
produk/jasa merupakan faktor yang sangat
Terdapat enam orang responden yang tidak
penting dan menentukan keberhasilan suatu
mau
badan usaha. Apabila suatu badan usaha
Adapun tingkat pendidikan mereka adalah dua
dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan
orang merupakan lulusan SMP, dua orang
masyarakat
lulusan
maka
sehingga
masyarakat
tercapai
kepuasan,
berkunjung
SMA,
kembali
dan
dua
ke
puskesmas.
orang
lulusan
akan
setia
untuk
perguruan tinggi, sedangkan untuk lulusan SD
produk/jasa
badan
usaha
semuanya mau berkunjung kembali. Adapun
tersebut kembali. Selain itu, pengobatan di
tingkat ekonomi mereka yang dilihat dari
puskesmas bersifat gratis untuk penduduk
status kunjungan responden didapatkan dua
yang berdomisili di Kota Banjarbaru, sehingga
orang merupakan kunjungan Askes dan empat
puskesmas
orang
menggunakan
menjadi
prioritas
pertama
penduduk apabila mereka sakit.[1,13]
BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014
merupakan
kunjungan
jamkesda,
sedangkan kunjungan jamkesmas semuanya
16
menyatakan mau berkunjung kembali. Hal ini
persepsi pasien terhadap obat generik dengan
mengidentifikasikan bahwa responden yang
kepuasan(p-value 1,000),dan persepsi pasien
memiliki pendidikan formal yang semakin
terhadap obat generik dengan kunjungan
tinggi dan atau memiliki status ekonomi yang
kembali (p-value 1,000).
semakin mapan akan mempengaruhi kriteria pemilihan pelayanan kesehatan. Hal
ini
didukung
penelitian ini yaitu kepada Dinas Kesehatan
dengan
teori
Andersen dalam penelitian Trimurthy (2008), bahwa faktor predisposisi dan penguat yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan pemanfaatan
kembali
Saran yang dapat diberikan dari hasil
sebuah
pelayanan
kesehatan adalah pendidikan dan juga status
Kota
Banjarbaru
dan
Puskesmas
Liang
Anggang agar dapat meningkatkan sosialisasi tentang obat generik di masyarakat seperti memberikan penyuluhan serta pembagian media-media
promosi
kesehatan
kepada
masyarakat luas.
ekonomi. Selain itu, hal ini juga sejalan dengan
pernyataan
Mote
(2008),
yang
DAFTAR PUSTAKA
menyatakan di era globalisasi sekarang ini masyarakat cenderung lebih kritis
dalam
1. Mote
F.
Analisis
indeks
kepuasan
menilai suatu jasa/produk. Salah satu yang
masyarakat (IKM) terhadap pelayanan
mempengaruhinya adalah tingkat pendidikan
publik di Puskesmas Ngesrep Semarang.
dan status ekonomi seseorang.[1,15]
Tesis. Semarang: Universitas Diponogoro;
Berdasarkan
hasil
penemuan
tersebut, dapat dilihat bahwa persepsi pasien
2008 2. Peraturan
Menteri
Kesehatan
terhadap obat generik tidak secara signifikan
No.HK.02.02/MENKES/068/2010 tentang
berpengaruh terhadap kemauan pasien untuk
kewajiban menggunakan obat generik di
melakukan kunjungan kembali ke puskesmas.
fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah.
Hal ini dikarenakan persepsi terhadap obat
Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik
generik hanyalah satu dari beberapa faktor
Indonesia.
yang mempengaruhi perilaku pemanfaatan
3. Zakaria K. Profil penggunaan obat generik
ulang suatu pelayanan kesehatan. Perilaku
berlogo
dalam pemanfaatan ulang sebuah pelayanan
(branded generik) anti diabetik oral di
kesehatan dipengaruhi faktor lainnya seperti
instalasi rawat inap Rumah Sakit Umum
persepsi
Daerah dr. Moewardi Surakarta tahun
pasien
terhadap
pelayanan
dan
obat
Skripsi.
generik
Surakarta:
bermerek
kesehatan secara menyeluruh, pendidikan,
2009.
Universitas
serta status ekonomi responden.
Muhammadiyah Surakarta; 2010 4. Waber RL, Shiv Baba, Carmon Ziv, et al. Commercial
5. KESIMPULAN DAN SARAN
tidak terdapatnya hubungan antara persepsi terhadap
obat
generik
of
placebo
and
therapeutic efficacy. JAMA 2008; 299(9):
Kesimpulan dari penelitian ini yaitu
pasien
features
1016-1017. 5. Sitindaon
HS.
Gambaran
tingkat
dengan
pengetahuan masyarakat tentang obat
pengalaman kesembuhan (p-value 0,292),
generik di Kecamatan Medan Sunggal
BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014
17
Kelurahan Babura Medan tahun 2010. Skripsi.
Medan:
Universitas
Sumatera
Utara; 2010 6. UPT Puskesmas Liang Anggang. Laporan
11. Joharman
dkk.
Diktat
farmakologi
kesehatan.
Banjarbaru:
Fakultas
Kedokteran
Universitas
Lambung
Mangkurat; 2011
tahunan Puskesmas Liang Anggang tahun
12. Hauser W, Hansen E, Enck P. Nocebo
2012. Banjarbaru: Dinas Kesehatan Kota
phenomena in medicine. Dtsch Arztebl Int
Banjarbaru; 2012
2012; 109(26): 59â&#x20AC;&#x201C;65.
7. Data jumlah peresepan obat generik di puskesmas
se-kota
Banjarbaru
13. Ifmaily.
Analisis
pengaruh
persepsi
tahun
layanan farmasi pasien unit rawat jalan
2011-2012. Banjarbaru: Dinas Kesehatan
terhadap minat beli ulang di Instalasi
Kota Banjarbaru; 2012.
Farmasi RSI. Ibnu Sina-Yarsi Padang
8. Fatima D. Perbandingan kepuasan antara pasien askes dan pasien jamkesmas di poliklinik penyakit dalam RSUP dr. Kariadi
tahun 2006. Tesis. Semarang: Universitas Diponogoro; 2006 14. Harianto,
Khasanah
N,
Supardi
S.
Semarang. Skripsi. Semarang: Universitas
Kepuasan pasien terhadap pelayanan
Diponogoro; 2012
resep di Apotek Kopkar Rumah Sakit
9. Riyadi
T.
puskesmas dengan
Hubungan menurut
minat
antara
mutu
persepsi
pasien
pemanfaatan
ulang
Budhi
Asih
Jakarta.
Majalah
Ilmu
Kefarmasian 2005; II(1): 12 â&#x20AC;&#x201C; 21. 15. Trimurthy
IGA.
Analisis
hubungan
pelayanan pengobatan rawat jalan umum
persepsi pasien tentang mutu pelayanan
di Puskesmas Maos Kabupaten Cilacap
dengan
tahun 2002. Tesis. Semarang: Universitas
pelayanan
Diponogoro; 2002
Pandanaran
10. Prasetyo B, Jannah LM. Metode penelitian
minat rawat Kota
pemanfaatan jalan
ulang
Puskesmas
Semarang.
Tesis.
Semarang: Universitas Diponogoro; 2008
kuantitatif: teori dan aplikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada; 2005
BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014
18
Penelitian
PENGARUH FAKTOR RISIKO PARITAS DAN USIA TERHADAP KEJADIAN HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN DI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA Mely Dwitasari Tadjang1 1
Mahasiswa Magister Manajemen Kesehatan Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur Email: melytadjang.akk@gmail.com
ABSTRAK Kejadian hipertensi dalam kehamilan dipengaruhi faktor risiko diantaranya adalah paritas dan usia. Masalah penelitian peningkatan prevalensi kejadian hipertensi dalam kehamilan di RSUD Dr. Soetomo serta besarnya angka kejadian hipertensi dalam kehamilan pada multipara dan usia 17-35 tahun. Tujuan penelitian mengetahui pengaruh faktor risiko paritas dan usia terhadap kejadian hipertensi dalam kehamilan di RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Metode penelitian case control. Sampel kasus adalah ibu hamil dengan hipertensi dalam kehamilan (tekanan darah ≥ 140/90 mmHg) di RSUD Dr. Soetomo Surabaya Tahun 2011, sedangkan sampel kontrol ibu hamil tanpa hipertensi dalam kehamilan di RSUD Dr. Soetomo Surabaya Tahun 2011. Hasil pada kelompok paritas chi-square p value 0,027<0,05 menunjukan paritas memiliki pengaruh terhadap kejadian hipertensi dalam kehamilan, hasil regresi logistik p value 0,005<0,05 dengan nilai OR (CI95%) = 0,393(0,203–0,759) menunjukan paritas primipara atau grandemultipara didefinisikan faktor protektif dibandingkan multipara. Pada kelompok usia chi-square p value 0,011<0,05 menunjukan usia memiliki pengaruh terhadap kejadian hipertensi dalam kehamilan, regresi logistik p value 0,003<0,05 dengan nilai OR(CI95%)=3,250(1,511–6,994) menunjukan usia <17 atau >35 tahun didefinisikan sebagai faktor risiko sebesar 3,250 kali untuk terkena hipertensi dalam kehamilan dibanding dengan usia 17-35 tahun. Kesimpulan adanya pengaruh faktor risiko paritas serta faktor risiko usia terhadap kejadian hipertensi dalam kehamilan.
Kata kunci: Hipertensi Kehamilan, Paritas, Usia
ABSTRACT Problem of this study was an increased incidence of hypertension in pregnancy in Dr. Soetomo hospital and majority in multiparaous and age 17-35 years. The purpose of this study is to analyze the influence of risk factors for parity and age on the incidence of hypertension in pregnancy in Dr. Soetomo hospitals Surabaya. Study method designed by case control study. Case population are pregnant women with hypertension in pregnancy in 2011 and control population are pregnant women without hypertension in pregnancy in 2011. Cases are pregnant women with hypertension in pregnancy and controls are pregnant women without hypertension in pregnancy. Data analization using chi-square and logistic regression. The results of chi-square p0.027<0.05 and logistic regression p0.005<0.05 means parity influence of hypertension in pregnancy OR (CI95%) = 0,393(0,203–0,759) showed parity primiparaous or grandemultiparaous defined as a protective factor compared to multiparaous. The results of chi-square p0.011<0.05 and logistic regression p0.003<0.05 means age influence of hypertension in pregnancy OR(CI95%)=3,250(1,511–6,994) showed that age <17 or >35 years was defined as 3.250 greater risk of developing hypertension in pregnancy than age 17-35 years. Conclusion of this study, parity and age are influence on the incidence of hypertension in pregnancy.
BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014
19
Keywords: Pregnancy Hypertension, Parity, Age
BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014
20
1. PENDAHULUAN Di
(22,42%), tahun 2008 sebesar 293 (15,30%).
Salah satu dari delapan Millenium
Development
Goals
(MDGs)
adalah
Data kematian ibu dikarenakan hipertensi dalam kehamilan di RSUD Dr. Soetomo menyebutkan
meningkatkan kesehatan ibu (MDGs 5). AKI
tahun
2008-2011
(Angka Kematian Ibu) merupakan salah satu
meninggal (0,97%).
terdapat
16
kasus
ibu
indikator dalam menentukan derajat kesehatan
Penyakit hipertensi dalam kehamilan
masyarakat. AKI adalah jumlah kematian ibu
masih merupakan masalah kebidanan yang
selama satu tahun dalam 100.000 kelahiran
belum dapat terpecahkan secara tuntas. National
hidup (setiyohadi, 2006). Rakernas (Rapat Kerja
High
Nasional)
(NHBPEP) Working Group Report on High Blood
Pembangunan
Berencana)
pada
bulan
KB
(Keluarga
Februari
(2012)
Blood
Pressure
Education
Program
Pressure in Pregnancy (2001) menyebutkan
menyatakan angka kematian ibu di Indonesia
hipertensi
tahun 2007 adalah 228 per 100.000 kelahiran
empat, yaitu hipertensi kronik, pre-eklampsia-
hidup, jika dibandingkan target pencapaian
eklampsia,
hipertensi
MDGs tahun 2015 yaitu 102 per 100.000
superimposed
pre-eklampsia,
kelahiran hidup angka tersebut masih tergolong
gestasional.[5]
cukup
tinggi.[1]
dalam
kehamilan
Kejadian
dibagi
menjadi
kronik dan
dengan hipertensi
hipertensi
dalam
kehamilan dipengaruhi oleh faktor risiko untuk
Hipertensi dalam kehamilan merupakan
terjadinya hipertensi dalam kehamilan antara lain
5 â&#x20AC;&#x201C; 15% penyulit kehamilan dan merupakan
usia, paritas, ras/etnik, faktor keturunan, faktor
penyebab utama mortalitas serta morbiditas
gen, obesitas, sosial ekonomi, hiperplasentosis
maternal dan perinatal di Kanada (JOGC, 2008).
(mola hidatidosa, kehamilan multiple, diabetes
Penyebab kematian ibu di Indonesia antara lain
mellitus).[6]
disebabkan oleh penyebab obstetri langsung
kehamilan meliputi primigravida, primipaternitas,
yaitu
dalam
hiperplasentosis, umur yang ekstrim, riwayat
kehamilan 24%, infeksi 11%, dan penyebab tidak
keluarga, penyakit ginjal dan hipertensi yang
langsung adalah trauma obstetri 5% dan lain-lain
sudah ada sebelum hamil, obesitas.[2]
perdarahan
28%,
hipertensi
11% (WHO, 2007).[2]
umum
risiko
hipertensi
dalam
Primigravida, primipaternitas merupakan
Penyakit hipertensi adalah komplikasi paling
Faktor
faktor
risiko
hipertensi
dalam
kehamilan, primigravida mempunyai risiko lebih
USA.[3]
besar terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika
Prevalensi hipertensi dalam kehamilan di Los
dibandingkan multigravida, ibu multipara yang
Angeles meningkat dari 40,5 kasus per 1.000
kemudian menikah lagi mempunyai risiko lebih
pada tahun 1991 menjadi 54,5 kasus per 1.000
besar terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika
pada tahun
6-8%
kehamilan
satu
yang
mempengaruhi
dari
salah
kehamilan
di
2003.[4]
dibandingkan suami sebelumnya.[2] Insiden tinggi
Data yang diambil dari Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya, Jumlah
hipertensi
dalam
kehamilan
terjadi
pada
primipara muda maupun tua.[5]
kasus hipertensi dalam kehamilan pada tahun
Data yang didapatkan dari RSUD Dr.
2011 sebesar 522 kasus (30,8%), kejadian
Soetomo kejadian hipertensi dalam kehamilan
hipertensi dalam kehamilan tahun 2010 sebesar
tahun 2008 berdasarkan paritas yaitu primipara
393
yang terdiagnosis hipertensi dalam kehamilan
(16,23%),
tahun
2009
sebesar
BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014
431
21
sebesar
129,
multipara
grandemultipara
sebesar
sebesar
33.
131,
Tahun
dan
melakukan penelitian di rumah sakit ini untuk
2009
mengetahui pengaruh paritas dan usia terhadap
primipara yang terdiagnosis hipertensi dalam
kejadian hipertensi dalam kehamilan.
kehamilan sebesar 178, multipara sebesar 214, dan grandemultipara sebesar 39. Tahun 2010
2. METODE
primipara yang terdiagnosis hipertensi dalam
Metode
penelitian
yang
digunakan
kehamilan sebesar 171, multipara sebesar 197,
adalah bersifat observasional analitik, yaitu
dan grandemultipara sebesar 25.
dalam penelitian melakukan pengumpulan data
Hipertensi
dalam
kehamilan
terjadi
yang akan dipakai dalam penelitian kemudian
khususnya pada usia <17 atau >35 tahun.[7]
dilanjutkan dengan analisis. Desain penelitian ini
Penyakit vaskular hipertensi pada kehamilan
adalah studi case control yang hospital based.
lebih sering dijumpai pada wanita berusia lebih
Populasi dalam penelitian ini terbagi atas dua
tua.[8]
yaitu populasi kasus dan populasi kontrol. Data yang didapatkan dari RSUD Dr.
Soetomo
jumlah
kasus
hipertensi
dalam
Populasi kasus pada penelitian ini adalah seluruh ibu hamil dan bersalin dengan hipertensi
kehamilan berdasarkan usia tahun 2008 yaitu
dalam
ibu hamil usia <17 tahun yang terdiagnosis
Surabaya pada tahun 2011, sedangkan populasi
hipertensi dalam kehamilan sebesar 1, usia 17-
kontrol pada penelitian ini adalah seluruh ibu
35 sebesar 199, usia
hamil dan bersalin tanpa hipertensi dalam
Tahun
2009
yaitu
>35 tahun sebesar 93.
Dr.
Soetomo
terdiagnosis hipertensi dalam kehamilan sebesar
tahun 2011. Sampel adalah sebagian dari
2, usia 17-35 tahun sebesar 300, usia > 35 tahun
populasi, karena ia merupakan bagian dari
sebesar 129. Tahun 2010 yaitu usia < 17 tahun
populasi, tentulah ia harus memiliki ciri-ciri yang
yang terdiagnosis hipertensi dalam kehamilan
dimiliki oleh populasinya.[7] Sampel kasus dalam
sebesar 8, usia 17-35 tahun sebesar 276,usia >
penelitian ini adalah ibu hamil dengan hipertensi
35 tahun sebesar 118.
dalam
terjadinya
peningkatan
hipertensi
dalam
Soetomo
dari
dilakukan
tahun
RSUD
kehamilan di RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada
ini
<17
di
yang
Penelitian
usia
kehamilan
dikarenakan
prevalensi
â&#x2030;Ľ
140/90mmHg) yang melakukan persalinan di RSUD Dr Soetomo Surabaya pada tahun 2011,
393
hipertensi dalam kehamilan (tekanan darah <
(16,23%) menjadi 522 (30,8%) pada tahun 2011,
140/90 mmHg) yang melakukan persalinan di
serta
dalam
RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada tahun 2011.
paritas
Kriteria inklusi merupakan penentu sampel yang
banyaknya terjadi
2010
kejadian pada
RSUD
darah
sedangkan sampel kontrol ibu hamil tanpa
tahun
di
(tekanan
Dr.
kehamilan
kehamilan
kejadian
kehamilan
sebanyak
hipertensi kelompok
multipara dan usia 17-35 tahun. Penelitian ini
didasarkan
atas
dilakukan Rumah Sakit Umum Dr. Soetomo
penelitian
Surabaya karena sesuai dengan profil tahun
terjangkau yang akan diteliti. Penelitian ini
2011 RSUD Dr. Soetomo merupakan rumah
menggunakan kriteri inklusi yaitu ibu hamil pada
sakit kelas A,rumah sakit pendidikan dan rumah
TM III dan tidak memiliki riwayat abortus dan
sakit rujukan tertinggi untuk wilayah Indonesia
IUFD.
dari
karakteristik suatu
populasi
umum target
subjek yang
bagian timur, sehingga peneliti tertarik untuk
BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014
22
Sampel
kontrol
merangkum data secara jelas dan berurutan,
diambil dengan menggunakan teknik probability
sehingga istilah statistik ringkas juga dapat
sampling yaitu teknik bahwa setiap subyek
dipakai. Analisis analitik adalah metode yang
dalam populasi mempunyai kesempatan yang
membantu proses pengambilan keputusan pada
sama untuk terpilih atau untuk tidak terpilih
kelompok yang lebih besar dari yang diteliti
sebagai sampel.[8] Variabel independent dari
(generalisasi), dan analisis analitik merupakan
penelitian ini adalah paritas dan usia ibu.
kegiatan
Variabel dependent dari penelitian ini adalah
pengolahan,
kejadian hipertensi dalam kehamilan. Jenis data
intepretasi hasil.
yang
diambil
kasus
adalah
dan
data
sampel
sekunder,
yang
meliputi
penyajian,
pengumpulan,
analisis
data,
dan
data
sekunder adalah data penelitian yang diperoleh
3. HASIL
secara tidak langsung melalui media perantara Total responden yang didapat adalah
(dihasilkan pihak lain) atau digunakan oleh lembaga
lainnya
pengolahannya,
tetapi
bukan
merupakan
dapat
dimanfaatkan
dalam suatu penelitian tertentu.[8] Penelitian ini dilakukan di RSUD Dr. Soetomo Surabaya dan pengambilan data dilakukan di Bagian Rekam Medik
Kesehatan
di
RSUD
Dr.
Soetomo
Surabaya selama bulan Juni - Juli 2012. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif
122 responden, dimana 61 responden adalah sampel kasus dan 61 responden adalah sampel kontrol. Responden diambil berdasarkan daftar ibu hamil tahun 2011 di Poli Hamil yang memenuhi kriteria inklusi dan selanjutnya data diambil
berdasarkan
rekam
medik.
Data
selanjutnya dilakukan pengolahan data yaitu editing, coding, dan tabulating.
terdiri dari metode-metode yang dipakai untuk
Tabel 3.1 Pengaruh Paritas Terhadap Kejadian Hipertensi Dalam Kehamilan Diagnosa
Paritas Primipara atau
Hipertensi dalam
Tidak hipertensi
kehamilan
dalam kehamilan
N
%
N
%
18
29,5
31
50,8
43
70,5
30
61
100,0
61
Total p Value N
%
49
40,2
49,2
73
59,8
100,0
122
100,0
grandemultipara Multipara Total
0,027
(Sumber: Data rekam medik 2011) Hasil uji statistik chi-square p value
Tabel 3.1 menunjukan kelompok kasus sebagian besar (70,5%) multipara sedangkan
0,027
yang
berarti
kelompok kontrol sebagian besar (50,8%)
menunjukan
primipara atau grandemultipara.
terhadap kejadian hipertensi dalam kehamilan
paritas
p
value memiliki
<
0,05
ini
pengaruh
dengan nilai OR(CI 95%)=0,405(0,192-0,853)
BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014
23
menunjukan bahwa paritas primipara atau
protektif dibandingkan multipara.
grandemultipara didefinisikan sebagai faktor
Tabel 3.2 Pengaruh Usia Terhadap Kejadian Hipertensi Dalam Kehamilan Diagnosa
Usia
< 17 atau > 35
Hipertensi dalam
Tidak hipertensi
kehamilan
dalam kehamilan
N
%
N
%
26
42,6
12
19,7
35
57,4
49
Total
61
100,0
61
p Value N
%
38
31,1
80,3
84
68,9
100,0
122
100,0
tahun 17-35 tahun
Total
0,011
(Sumber: Data rekam medik 2011) Tabel 5.6 menunjukan sebagian besar kelompok
hipertensi dalam kehamilan dibanding dengan
kasus (57,4%) dan kelompok kontrol (68,9%)
usia 17-35 tahun.
usia 17-35 tahun. Hasil uji statistik chi-square p value 0,011
Analisis Regresi Logistik
yang berarti p value < 0,05 ini menunjukan usia
Variabel yang dianalisis secara bivariat dan
memiliki pengaruh terhadap kejadian hipertensi
memiliki p<0,25 dijadikan sebagai variabel untuk
dalam
OR(CI
diuji secara analisis regresi logistik, variabel usia
bahwa
dan paritas memiliki nilai p<0,25 sehingga
kehamilan
dengan
95%)=3,033(1,349-6,818)
nilai
menunjukan
usia <17 atau >35 tahun didefinisikan sebagai
memenuhi syarat untuk diuji.
faktor risiko sebesar 3,033 kali untuk terkena
Tabel 3.3 Hasil Uji Regresi Logistik Variabel
B
Sig.
OR
CI 95%
Paritas
-0,934
0,005
0,393
0,203 â&#x20AC;&#x201C; 0,759
Usia
1,179
0,003
3,250
1,511 â&#x20AC;&#x201C; 6,994
(Sumber: Data rekam medik 2011) Berdasarkan tabel 3.3
hasil
dari
-y
=
-
{(-0,934x1)+(1,179x1)}
=
-
regresi logistik dengan parameter last (paritas
0,934+1,179) = 0,934-1,179 = -0,245
multipara x=0 dan usia 17-35 tahun x=0).
P = 1/(1+e-0,245) = 1/(1+0,7839) = 56,05%
Berdasarkan hasil analisis dapat disusun suatu
model
persamaan
regresi
untuk
(-
Jadi apabila seorang wanita hamil dengan
status
paritas
primipara
atau
menghitung probabilitas paritas dan usia.
grandemultipara dan berusia <17 atau >35
p=1/(1+e-y) , (y = b1x1+b2x2) , (e=2,7)
tahun
1) Paritas primipara atau grandemultipara
hipertensi dalam kehamilan sebesar 56,05%
memiliki
peluang
untuk
terkena
x1=1 dan usia < 17 atau > 35 tahun x2=1
BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014
24
dan peluang untuk tidak terkena hipertensi
4. PEMBAHASAN
sebesar 43,95%.
Berdasarkan
tabel
3.1
hasil
uji
statistik chi-square p value 0,027 yang berarti 2) Paritas primipara atau grandemultipara
p value < 0,05 ini menunjukan paritas memiliki
x1=1 dan usia 17-35 tahun x2=0
pengaruh terhadap kejadian hipertensi dalam
-y = - {(-0,934x1)+(1,179x0)} = - (-0,934) =
kehamilan. Berdasarkan tabel 5.7 analisis uji
0,934
regresi
P = 1/(1+e0,934) = 1/(1+2,5286) = 28,34%
dengan usia didapatkan p value 0,005 yang
Jadi apabila seorang wanita dengan
logistik
jika
diuji
bersama-sama
berarti p value < 0,05 dengan nilai OR(CI
status paritas primipara atau grandemultipara
95%)
dan berusia 17-35 tahun memiliki peluang
bahwa paritas primipara atau grandemultipara
untuk terkena hipertensi dalam kehamilan
didefinisikan
sebesar 28,34% dan peluang untuk tidak
dibandingkan multipara.
terkena hipertensi sebesar 71,66%.
=
0,393(0,203â&#x20AC;&#x201C;0,759)
sebagai
menunjukan
faktor
protektif
Hasil penelitian juga tidak sesuai dengan Hernandez[9] menyatakan resiko lebih
3) Paritas multipara x1=0 dan usia < 17 atau >
rendah pada multipara juga berkaitan dengan
35 tahun x2=1
invasi trofoblas yang lebih baik setelah
-y = - {(-0,934x0)+(1,179x1)}= - (1,179) = -
modifikasi arteri spiral selama kehamilan
1,179
pertama. Pada primigravida atau ibu yang
P = 1/(1+e-1,179) = 1/(1+0,31) = 76,34%
pertama kali hamil sering mengalami stress
Jadi apabila seorang wanita dengan
dalam menghadapi persalinan, stress emosi
status paritas multipara dan berusia <17 atau
menyebabkan
>35 tahun memiliki peluang untuk terkena
Corticotropin Releasing Hormone (CRH) oleh
hipertensi dalam kehamilan sebesar 76,34%
hypothalamus yang kemudian menyebabkan
dan peluang untuk tidak terkena hipertensi
peningkatan
sebesar 23,66%.
mempersiapkan terhadap
peningkatan
kotisol.
Efek
tubuh
semua curah.[9]
pelepasan
kotisol
adalah
untuk
berespon
stressor
dengan
4) Paritas multipara x1=0 dan usia 17-35
meningkatkan
tahun x2=0
ibu hamil atau melahirkan lebih dari 4 kali
-y = - {(-0,934x0)+(1,179x0)} = -0
atau
P=
1/(1+e-0)
= 1/(1+1) = 50%
lebih,
Grandemulti adalah
kemungkinan
akan
ditemui
kesehatan yang terganggu, kekendoran pada
Jadi apabila seorang wanita dengan
dinding perut, tampak pada ibu dengan perut
status paritas multipara dan berusia 17-35
yang mengantung.[10] Grandemultipara yaitu
tahun
terkena
wanita yang terlah melahirkan 5 orang anak
hipertensi dalam kehamilan sebesar 50% dan
atau lebih dan biasanya mengalami penyulit
peluang
dalam kehamilan dan persalinan atonia uteri,
memiliki
untuk
peluang
tidak
untuk
terkena
hipertensi
sebesar 50%.
perdarahan, eklampsia.[10]
plasenta
previa,
pre-
Hipertensi dalam kehamilan
akan menurun pada ibu dengan paritas sedang/multipara,
BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014
namun
pada
paritas 25
tinggi/grandemultipara
akan
terjadi
lagi
kehamilan. Berdasarkan tabel 5.7 analisis uji
peningkatan angka kejadian. Pada paritas
regresi
tinggi bisa terjadi pre-eklampsia ringan oleh
dengan usia didapatkan p value 0,003 yang
karena paritas tinggi banyak terjadi pada ibu
berarti p value < 0,05 dengan nilai OR(CI
usia lebih 35 tahun, fungsi organ reproduksi di
95%) = 3,250 (1,511 â&#x20AC;&#x201C; 6,994) menunjukan
atas usia 35 tahun yang sudah menurun
bahwa usia <17 atau >35 tahun didefinisikan
sehingga bisa mengakibatkan perdarahan
sebagai faktor risiko sebesar 3,250 kali untuk
pada proses persalinan dan preeklamsia.[11]
terkena hipertensi dalam kehamilan dibanding
Hasil penelitian ini juga tidak sesuai
logistik
jika
diuji
bersama-sama
dengan usia 17 - 35 tahun.
juga dengan hasil penelitian Nurul[18] tentang
Usia ekstrim merupakan salah satu
kejadian hipertensi pada ibu hamil trimester II
faktor risiko untuk terjadinya hipertensi dalam
dan III menyebutkan bahwa faktor paritas
kehamilan.[2]
mempunyai pengaruh terjadinya hipertensi
terjadi khususnya pada usia < 17 atau > 35
dalam kehamilan berdasarkan uji statistik
tahun. Usia wanita mempengaruhi kehamilan,
regresi logistik p value 0,042 < 0,05 dengan
wanita yang berusia 35 tahun atau lebih, lebih
nilai
primigravida
rentan terhadap tekanan darah tinggi. Wanita
mempunyai risiko hipertensi sebesar 2,558
yang berusia diatas 35 tahun mempunyai
kali dibandingkan dengan grandemultigravida.
risiko
OR
menyebutkan
Hipertensi
sangat
tinggi
dalam
dalam
kehamilan
terhadap
terjadinya
kehamilan.[6]
Penyakit
Hasil penelitian sesuai juga dengan hasil
hipertensi
penelitian Bahari[19] tentang hubungan usia
vaskular hipertensi pada kehamilan lebih
dan paritas terhadap kejadian pre-eklampsia
sering dijumpai pada wanita berusia lebih
menyatakan ada hubungan paritas dengan
tua.[8] Pada wanita hamil berusia lebih dari 35
pre-eklampsia berdasarkan hasil uji statistik
tahun dapat terjadi hipertensi.[5] Pada usia <
Fisher nilai p value sebesar 0,00<0,05 dari
17 tahun organ reproduksi belum matur dan
hasil penelitian didapatkan lebih dari setengah
usia > 35 tahun terjadi penurunan fungsi
(57,27%) kejadian pre-eklampsia terjadi pada
organ-organ tubuh sehingga terjadi invasi
primipara. Penelitian ini juga sesuai dengan
trofoblas
terjadi
tidak
sempurna
Rozikhan[20]
mengakibatkan adaptasi arteri spiral oleh
tentang faktor-faktor risiko terjadinya pre-
trofoblas tidak terjadi. Suplai darah pada
eklampsia
plasenta terbatas. Kebutuhan terhadap darah
penelitian yang dilakukan oleh
memiliki
berat
menunjukkan
hubungan
signifikan
paritas terhadap
meningkat
selama
pertumbuhan
fetal
kejadian pre-eklampsia berat p value 0,001 <
sehingga suplai darah tidak adekuat dan
0,05,
plasenta menjadi iskemia. Kesulitan dan
nilai
menyatakan
OR
4,751
paritas
(2,227-10,134)
(anak
pertama)
bahaya yang akan terjadi pada kehamilan
mempunyai risiko 4,751 kali dibandingkan
diatas usia 35 tahun adalah pre-eklampsia,
anak selanjutnya.
ketuban pecah dini, perdarahan, persalinan uji
tidak lancer dan berat bayi lahir rendah.[15]
statistik chi-square p value 0,011 yang berarti
Usia ekstrim merupakan faktor risiko dari
p value < 0,05 ini menunjukan usia memiliki
hipertensi dalam kehamilan.[2]
Berdasarkan
tabel
3.2
hasil
pengaruh terhadap kejadian hipertensi dalam
BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014
26
Hasil dengan
penelitian
penelitian
ini
Nurul
tidak
sesuai
(2006)
tentang
sedangkan ibu tidak hipertensi dalam kehamilan
sebagian
besar
(50,8%)
kejadian hipertensi pada ibu hamil trimester II dan III menyebutkan bahwa faktor paritas mempunyai pengaruh terjadinya hipertensi dalam kehamilan
menyebutkan usia tidak
primipara atau grandemultipara. 2) Ibu dengan hipertensi dalam kehamilan sebagian besar (57,4%) usia 17-35 tahun
mempengaruhi kejadian hipertensi pada ibu hamil, uji statistik logistik usia memiliki nilai yang tidak signifikan yaitu p value 0,372 > 0,05, nilai OR usia 25-35thn mempunyai risiko
dan ibu tidak hipertensi dalam kehamilan sebagian besar (68,9%) usia 17-35 tahun. 3) Ada pengaruh paritas terhadap kejadian
hipertensi sebesar 0,484 kali dibandingkan usia >35thn. Hasil penelitian sesuai dengan hasil penelitian Wahyuny (2012) tentang faktor risiko kejadian pre-eklampsia di RSKD
hipertensi dalam kehamilan (p value<Îą) dengan nilai OR 0,393. 4) Ada pengaruh usia terhadap kejadian
ibu dan anak menyatakan usia memiliki nilai bermakna
hubungan dengan pre-eklampsia
berdasarkan hasil uji statistik nilai p value
hipertensi dalam kehamilan (p value<Îą) dengan nilai OR 3,250.
sebesar 0,00 (0,00 <0,05) dengan nilai OR 3,73 dengan
tingkat
Probabilitas ibu dengan status paritas
kepercayaan (95%)
yaitu 1,87-7,42 menunjukan bahwa usia 2035thn mempunyai risiko 3,73 kali untuk terjadinya pre-eklampsia dibandingkan usia
primipara atau grandemultipara dan berusia <17 atau >35 tahun memiliki peluang untuk terkena hipertensi dalam kehamilan sebesar
>35thn. Bahari (2009) tentang hubungan usia dan paritas terhadap kejadian pre-eklampsia menyatakan ada hubungan usia dengan preeklampsia, hasil
uji statistik Fisher nilai p
56,05%. ibu dengan status paritas primipara atau grandemultipara dan berusia 17-35 tahun
memiliki
peluang
untuk
terkena
value sebesar 0,00<0,05 dari hasil penelitian didapatkan sebagian besar (81,92%) kejadian pre-eklampsia terjadi pada usia <20th.
hipertensi dalam kehamilan sebesar 28,34%. ibu dengan status paritas multipara dan berusia <17 atau >35 tahun memiliki peluang
5. KESIMPULAN DAN SARAN Hasil penelitian mengenai pengaruh faktor
risiko
paritas
dan
usia
terhadap
kejadian hipertensi dalam kehamilan di RSUD Dr. Soetomo Surabaya dapat disimpulkan
sebesar 76,34%. Peneliti
selanjutnya
diharapkan
menggunakan sampel lebih banyak dan lebih merata dalam kelompok paritas dan usia
bahwa: 1) Ibu dengan hipertensi dalam kehamilan sebagian
untuk terkena hipertensi dalam kehamilan
besar
(70,5%)
multipara
BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014
sehingga hasil penelitian lebih valid. Selain itu, peneliti selanjutnya diharapkan mengkaji
27
faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi terjadinya
hipertensi
dalam
6.
Morgan,
G.,
Hamilton.
Obstetri
&
ginekologi : panduan praktik edisi 2.
ekhamilan
Jakarta : EGC; 2009 sehingga dapat diketahui seberapa besar
7.
Nasir, A., Muhith, A., Ideputri, M.E. Buku ajar metodologi penelitian kesehatan :
faktor bias yang mempengaruhi.
konsep pembuatan karya tulis dan thesis untuk mahasiswa kesehatan, Yogyakarta DAFTAR PUSTAKA 1. World
Health
: Nuha Medika; 2011 “Maternal
Organization.
8.
Mortality in 2005 : Estimates Developed
2.
Prawirohardjo, S., 2010, Ilmu kebidanan, Jakarta : PT Bina Pustaka.
3.
Leeman,
L.,
Fontaine,
2008,
American Academy of Family Physicians, Vol.78, Number 1 V. www.aafp.org/afp. “Increasing
gestational
diabetes
prevalence and
of
pregnancy-
related hypertension in Los Angeles County”. Prev Chronic Dis, 5 (3): 1-9. 5.
Dewi,
V.N.L.,
Sunarsih,
Binarupa Aksara; 1995 9.
Corwin,
Elizabeth,
J.
Sistem
kardiovaskular. buku saku patofisiologi.
T.
10. Manuaba,
I.A.C.,
Manuaba,
I.B.G.F.,
Manuaba, I.B.G. Gawat darurat obstetri ginekologi & obstetri ginekologi sosial untuk profesi bidan. Jakarta : EGC; 2008
Baraban E., McCoy L., and Simon P. 2008.
Dasar-dasar
edisi3. Jakarta: EGC; 2001 P.,
“Hypertensive disorders of pregnancy”,
4.
S.
metodologi penelitian klinis. Jakarta :
by WHO, UNICEF, UNFPA, and the World Bank”. Geneva: WHO Press; 2007
Sastroasmoro,
11. Supriatiningsih, 2009, “Faktor-faktor yang berhubungan
dengan
komplikasi
kehamilan pada ibu hamil di kota Metro Tahun 2009”, Jurnal kesehatan Volume II no. 1 edisi Juni 2009 ISSN 19779-469X
Asuhan
kehamilan untuk kebidanan. Jakarta : Salemba Medika; 2011
BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014
28
Tinjauan Pustaka
DIAGNOSIS STADIUM AWAL KASUS CEDERA GINJAL AKUT PADA MASYARAKAT BERBASIS BIOMARKER NEUTROFIL GELATINASEASSOCIATED LIPOCALIN (NGAL) SECARA PRAKTIS DAN AKURAT Novra Arya Sandi1, Adam Darsono1, Asiyah Tsabita Maulana2 1
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Gadjah Mada Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia Correspondence: Universitas Gadjah Mada Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Email: novra.arya.s@mail.ugm.ac.id 2
ABSTRAK Praktik klinis saat ini, kerusakan ginjal akut didiagnosis dengan melakukan pengukuran terhadap kadar kreatinin dan blood urea nitrogen (BUN). Meskipun demikian, kadar kreatinin dan BUN merupakan indikator yang tidak dapat diandalkan selama perubahan akut pada fungsi ginjal. Keterlambatan deteksi berarti penundaan diagnosis yang menimbulkan kerusakan ginjal bersifat irreversibel. Oleh karena itu, perlu ada biomarker baru sehingga evaluasi terhadap status fungsi ginjal lebih akurat. Diketahui pada kerusakan ginjal akut dapat mengekpresikan suatu penanda biomarker Neutrofil Gelatinase-Associated Lipocalin (NGAL). Biomarker NGAL diharapkan mampu menjadi indikator alternatif kreatinin dan BUN dalam mendeteksi kerusakan ginjal akut dan dapat dilakukan pengembangan prototipe kit diagnostiknya sebagai bentuk rapid test Gagal Ginjal Akut berbasis NGAL. Penyusunan karya tulis ini bersifat deskriptif analitis melalui studi literatur terhadap hasil penelitian-penelitian sebelumnya terkait pengembangan deteksi awal terhadap kasus cedera ginjal akut (Acute Kidney Injury/AKI) menggunakan berbagai biomarker, khususnya NGAL. Berdasarkan studi literatur disimpulkan bahwa NGAL merupakan novel biomarker yang memiliki sensitivitas dan spesifisitas tertinggi dibanding biomarker lainnya pada waktu kurang dari 2 jam pasca induksi cedera ginja akut. Pengembangan prototipe kit diagnostiknya diharapkan membantu mendeteksi kondisi kerusakan ginjal stadium awal untuk membantu mengurangi resiko kerusakan ginjal lebih lanjut. Kata kunci: Cedera Ginjal Akut, Deteksi Dini, Neutrofil Gelatinase-Associated Lipocalin, Serum Kreatinin
ABSTRACT Current clinical practice, Acute Kidney Injury (AKI) is diagnosed by measuring the levels of creatinine and blood urea nitrogen (BUN). Nonetheless, the level of creatinine and BUN are unreliable indicators during acute changes in kidney function. Delay in detection means delay in early diagnosis of acute change in kidney that causes irreversible kidney damage. Therefore, there needs a new biomarker to evaluate the status of kidney function more accurately. Acute kidney injury can express biomarker Neutrophil Gelatinase-Associated Lipocalin (NGAL). Biomarker NGAL is expected to be an alternative indicator of creatinine and BUN in the detection acute kidney damage and prototype kit diagnostic development can be done as a form of acute kidney failure rapid diagnostic test. This paper is descriptive analysis of the results of the study literature through previous studies related to the development of acute kidney injury cases early detection using various biomarkers, especially NGAL. The use of NGAL as a biomarker can be considered as one method for detecting early stage kidney damage conditions to reduce the risk of kidney damage at cost effective and efficient and easy to use. Prototype development of diagnostic kit is expected to detect early-stage kidney damage conditions to reduce the risk furthrt kidney damage. Keywords: Acute Kidney Injury, Early Detection, Neutrofil Gelatinase-Associated Lipocalin, Creatinine
BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014
29
akurat terhadap status fungsi ginjal.[3-5] Diketahui
1. PENDAHULUAN
untuk
Tujuan dari penulisan artikel ini adalah
pada
membahas
mengekpresikan
tentang
tantangan
terkait
kerusakan
ginjal
suatu
akut
penanda
dapat biomarker
penemuan alternatif metode deteksi cedera ginjal
tertentu, sehingga menjadi poin strategis bagi
akut. Tujuan akhir dari penulisan adalah untuk
pengembangan deteksi kerusakan ginjal.[2] Telah
menyarankan
kit
banyak biomarker yang diusulkan untuk deteksi
yang
awal dan akurat dari penyakit ginjal akut.[3,4]
diagnostik
pengembangkan
berbasis
prototipe
biomarker
NGAL
diharapkan mampu mendeteksi dini kasus gagal
Diantara
biomarker
tersebut,
yang
mampu
ginjal akut.
memberikan hasil yang sensitif dan spesifik
Hingga saat ini, dalam praktek klinis
adalah identifikasi terhadap Neutrofil Gelatinase-
cedera ginjal akut biasanya didiagnosis dengan
Associated Lipocalin (NGAL) dan cystatin-C.[4]
melakukan pengukuran terhadap kadar kreatinin
Selain
dalam serum dan blood urea nitrogen (BUN).
Initiative (ADQI) melaporkan bahwa hanya uji
Meskipun demikian, kadar kreatinin merupakan
NGAL dan cystatin-C yang paling mungkin untuk
indikator yang tidak dapat diandalkan selama
dapat diintegrasikan pada praktek klinis dalam
ginjal.[1,2]
perubahan akut pada fungsi
Hal ini
peningkatan
Dialysis
Quality
Pengembangan prototipe kit diagnostik kasus Gagal Ginjal Akut dengan biomarker
bervariasi karena dapat dipengaruhi oleh non
Neutrofil Gelatinase-Associated Lipocalin (NGAL)
renal factor seperti usia, jenis kelamin, massa
diharapkan mampu mendeteksi lebih awal kasus
otot, metabolime otot dan status hidrasi. Kedua,
gagal ginjal akut sehingga penderita dengan
konsentrasi
kasus
tidak
kreatinin
Acute
dapat
kreatinin
kadar
menurut
waktu singkat.[3]
disebabkan karena beberapa alasan, yaitu : pertama,
itu,
akan
mengalami
gagal
ginjal
akut
dapat
dilakukan
perubahan hingga 50% kerusakan fungsi ginjal.
penanganan serta tindakan terapi lebih awal
Ketiga, rendahnya filtrasi glomerolus, sehingga
sebelum terjadi kerusakan ginjal lebih lanjut.
selama perubahan akut pada filtrasi glomerolus, kreatinin dalam serum tidak cukup akurat untuk
2. TINJAUAN PUSTAKA
menggambarkan status fungsi ginjal sampai
2.1 Cedera Ginjal Akut
terjadinya keseimbangan, dan ini memerlukan
Ide Cedera Ginjal Akut atau disebut
waktu yang cukup lama. Pengukuran kadar BUN
Acute Kidney Injury (AKI) tetap masalah umum
dan kreatinin diketahui tidak sensitif, non spesifik,
dan signifikan dalam dekade terakhir. Rentan 5%
dan
keadaan
hingga 20% pasien sakit kritis dilarikan ke
sebenarnya pada kerusakan ginjal yang bersifat
Intensive Care Unit (ICU) dengan penderita
progresif.[1]
cedera ginjal akut dengan Acute Tubular Necrosis
tidak
mempresentasikan
Keterlambatan penundaan kerusakan
dalam pada
deteksi diagnosis
ginjal
yang
juga awal
berarti periode
menimbulkan
(ATN) terhitung mencapai 75% kasus sebagai penyebab gagal ginjal akut.[6] The Acute Kidney Injury Network (AKIN)
kerusakan ginjal yang bersifat ireversibel. Oleh
mengartikan
karena itu, perlu metode baru yang lebih dapat
â&#x20AC;&#x153;kelainan fungsional dan struktural atau tanda
diandalkan dibandingkan dengan kreatinin dan
terjadinya kerusakan ginjal termasuk kelainan
BUN yang diperlukan untuk evaluasi yang lebih
pada darah, urin, atau jaringan dan pencitraan
BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014
Cedera
Ginjal
Akut
sebagai
30
yang telah ada selama kurang dari 3 bulanâ&#x20AC;?.
serum, perubahan Glomerular Filtration Rate
Definisi lain menyebutkan bahwa Cedera Ginjal
(GFR), dan tingkat keparahan produksi urin
Akut secara konseptual sebagai penurunan cepat
berkurang.
dalam Glomerulus Filltration Rate (GFR) yang
menjanjikan untuk deteksi dini kondisi Cedera
terjadi dalam hitungan jam dan hari. Hal
Ginjal
ini
Namun
Akut
Biomarker
sehingga
urin
dapat
cukup
diantisipasi
mendorong ke arah sindrom klinis yang ditandai
sebelumnya serta berguna untuk diagnosis dini.
dengan cepat penurunan fungsi ekskretoris ginjal,
Selain itu dapat digunakan untuk identifikasi
dengan akumulasi produk metabolisme nitrogen
gangguan mekanisme, dan penentuan lokasi dan
seperti kreatinin dan urea klinis yang terukur
keparahan disfungsi.[9]
produk-produk limbah.[7] Guyton membagi tiga kategori utama penyebab gagal ginjal akut yakni: 1. Cedera Ginjal Akut yang diakibatkan dari
2.2 Neutrofil gelatinase-associated lipocalin (NGAL)
ginjal.
Neutrofil gelatinase-associated lipocalin
Kondisi ini sering menunjukkkan sebagai
(NGAL) merupakan protein berukuran 25 kDa
prerenal
yang
yang diekspresikan selama kerusakan ginjal
mencerminkan fakta bahwa abnormalitas
ischaemic pada hewan model.[10] NGAL disintesis
terjadi di dalam sistem sebelum di organ
selama maturasi granulosit pada sumsum tulang
ginjal. Ini bisa diakibatkan dari kasus gagal
dan diekpresikan pada sel epitel yang mengalami
jantung dengan penurunan cardiac output
inflamasi atau malignancy. Schmitt-Ott et al.[11]
dan tekanan darah rendah atau kondisi yang
melaporkan
berhubungan dengan pengurangan volume
menggunakan microarray analysis. Kerusakan
darah dan kasus hemorragic (pendarahan
epitel jaringan ginjal akan mengaktifkan gen
berat).
NGAL yang merupakan upregulated genes pada
penurunan
pemasukan
acute
darah
renal
ke
failure
bahwa
NGAL
dapat
dideteksi
2. Intrarenal acute renal failure diakibatkan dari
kondisi kerusakan ginjal tikus post-ischaemic.
abnormalitas dari ginjal itu sendiri yang
Protein NGAL terakumulasi dalam darah, urin,
melibatkan
renal proksimal dan tubulus distal ginjal yang
efek
dari
pembuluh
darah,
glomeroli, dan tubulus.
mengalami kerusakan. Struktur protein lipocalin
3. Postrenal acute renal failure diakibatkan dari
terdiri dari 8 rantai beta yang membentuk β-barrel
obstruksi (penyempitan) di sistem duktus
dengan bentuk menyerupai calyx. Calyx tersebut
kolektivus, dimanapun mulai dari pangkal
berikatan dan mentransfer produk kimia dengan
saluran hingga aliran keluar dari kandung
berat molekul yang rendah. NGAL berikatan
kemih. Penyebab paling sering berasal dari
dengan siderophore (enterochelin) pada calyx
lumen saluran urinaria ginjal akibat kasus
dengan afinitas yang tinggi dan siderophore
batu ginjal yang disebabkan penimbunan
menangkap besi dengan afinitas yang tinggi pula.
kalsium, urate, atau cystin.
Fungsi
Sistem
yang
NGAL
adalah
menekan kerusakan ginjal dengan meningkatkan
digunakan adalah kriteria RIFLE (Risk, Injury,
nephrogenesis. Pada manusia, secara normal
Failure, Loss, End-stage Kidney Disease) dengan
NGAL terekspresi pada level yang sangat rendah
menghadirkan 3 variabel berupa keparahan
pada beberapa jaringan seperti ginjal, paru,
disfungsi
lambung dan kolon.[12]
berdasarkan
paling
keberadaan
banyak
ginjal
rujukan
utama
kadar
kreatinin
BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014
31
Studi yang dilakukan oleh Nickolas et al.[13] mengindikasikan protein
NGAL
bahwa di
deteksi
dalam
keberadaan
serum
dan
urin
merupakan biomarker yang sensitif dan spesifik
sesegera
klinis
memperlihatkan
kerusakan
ginjal
Studi
sebelumnya
pada
hewan menunjukkan bahwa AKI seharusnya bisa membaik sebelum peningkatan Serum Creatinin (SCr) dan kondisi awal penurunan fungsi ginjal. Penelitian yang dilakukan oleh Waikar et
dalam memprediksi kejadian Cedera Ginjal Akut. Uji
mungkin.
al.[15]
melaporkan bahwa terdapat hubungan
menyebabkan peningkatan 10 kali lebih tinggi
antara Cedera Ginjal Akut dengan mortalitas yang
konsentrasi NGAL dalam plasma darah dan lebih
dinilai melalui peningkatan SCr. Sampel dari
dari 100 kali lebih tinggi dalam urin.
19.982 orang dewasa telah dijumpai peningkatan SCr
hanya
0,3-0,4
mg/dL
dan
mampu
akibat
sedikit
3. PEMBAHASAN
menyebabkan
3.1 Pentingnya Deteksi Dini
peningkatan kadar SCr. Kondisi mortalitas pasien
Han et al.[14] melaporkan bahwa hal yang penting dalam mendeteksi Cedera Ginjal Akut
70%
kematian
akibat kejadian Cedera Ginjal Akut dapat dilihat pada Grafik 1.[16]
secara tepat waktu adalah penanganan yang
Grafik 1. Persentase Kematian Diantara Pasien dengan Cedera Ginjal Akut Berdasarkan Kategori RIFLE (risk, injury, failure, loss, ESRD).
3.2 Kelemahan Biomarker Konvensional Saat Ini
tubular akut yang memberikan reversibilitas cepat SCr untuk panduan untuk klasifikasi kondisi
Saat ini belum terdapat standar yang
Cedera
Ginjal
Akut.
Akan
tetapi,
mampu mewakili dan mendefinisikan Cedera
peningkatan SCr secara kontinyu tidak dapat
Ginjal Akut serta acuan dasar dalam perubahan
mengabaikan prerenal azotemia yang disertai
SCr. Gambaran yang relatif rendah tiap biomarker
banyak kejadian kasus peningkatan SCr revesibel
urin untuk awal deteksi Cedera Ginjal Akut akan
pada kondisi akhir pre-operatif Cedera Ginjal Akut
memengaruhi definisi Cedera Ginjal Akut. Hal ini
dibandingkan awal pre-operatif Cedera Ginjal
dimungkinkan
Akut.[14]
bahwa
beberapa
pasien
mengalami perkembangan Cedera Ginjal Akut yang disebabkan cedera prerenal atau cedera
BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014
32
3.3 Perkembangan Cara Deteksi Cedera Ginjal Akut
dengan
Biomarker
Beserta
Manfaatnya
Tabel 1. Novel Biomarker Untuk Awal Prediksi AKI Pada Manusia.[17] Waktu Nama Biomarker
Sampel
Cardiopulmonary
Peningkatan
Penanganan
Transplantasi
Uji
bypass (CPB)
Pasca-
kritis
ginjal (TG)
komersial
pemberian NGAL
Urin
< 2 jam pasca-
2 jam
48 jam pre-
12-24 jam
ELISA,
AKI
pasca- TG
ARCHITECT*
Tidak terdapat
48 jam pre-
12-24 jam
ELISA
peningkatan
AKI
pasca- TG
CPB IL-18
Urin
6 jam pasca-CPB
KM-1
Urin
12 jam pasca-CPB Tidak diuji
Tidak diuji
Tidak diuji
ELISA
L-FABP
Urin
4 jam pasca-CPB
24 jam
Tidak diuji
Tidak diuji
ELISA
NL
Plasma < 2 Jam pasca-
2 jam
48 jam pre-
Tidak diuji
ELISA,
CPB
AKI
Triage*
*Uji ARCHITECT dibuat oleh Abbott Diagnostics (USA). *Triage NGAL Test dibuat oleh Biosite Inc. (USA). AKI: acute kidney injury, didefinisikan sebagai peningkatan 50% Serum Creatinin (SCr) dari acuan dasar data normal. NGAL: neutrophil gelatinase-associated lipocalin.10 IL-18: interleukin 18.18 KIM-1: kidney injury molecule 1.19 L-FABP: liver-type fatty acid binding protein.20
Grafik 2. Kurva Garis Profil Beberapa Biomarker Pada Saat Kondisi Cedera Ginjal Akut Mulai Dari 0-24 Jam Pasca Operasi[17]
BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014
33
Grafik 2 merupakan kurva perbandingan
mendeteksi kondisi kerusakan ginjal stadium awal
dari empat biomarker yang dalam beberapa tahun
untuk membantu mengurangi resiko kerusakan
belakangan ini yang digunakan dalam penelitian
ginjal lebih lanjut dengan biaya yang relatif
untuk mendeteksi kondisi kerusakan ginjal akut.
ekonomis dan proses yang praktis.
Kurva
garis
tersebut
menunjukkan
bahwa
Pengembangan prototipe kit diagnostik
biomarker yang memberikan konsentrasi paling
menggunakan biomarker NGAL diharapkan dapat
tinggi pada 2-6 jam pasca operasi adalah
membantu mendeteksi kondisi kerusakan ginjal
neutrophil gelatinase-associated lipocalin (NGAL),
stadium awal untuk membantu mengurangi resiko
hal ini menunjukkan bahwa akumulasi NGAL di
kerusakan
dalam cairan tubuh yang dikeluarkan (melalui
mengurangi jumlah pasien yang harus melakukan
ekskresi urin) meningkat akibat kondisi cidera
hemodialisis serta transplantasi ginjal.
ginjal
lebih
lanjut
sekaligus
ginjal. Sedangkan biomarker liver-type fatty acid binding protein (L-FABP) berada dibawah NGAL,
DAFTAR PUSTAKA
namun sangat meningkat pada waktu 4 jam
1. Nguyen,
M.,
and
Devarajan,P.
pasca operasi. Biomarker interleukin 18 (IL-18)
“Biomarkers fro the early detection of
terlihat
acute kidney injury.” Pediatr Nephrol. Vol
meningkat pada waktu 12 jam pasca
operasi dilakukan, serta kidney injury molecule 1 (KIM-1) meningkat pada waktu 24 jam pasca operasi.
Berdasarkan
perbandingan
tersebut
23 (2008):2151-2157. 2. Clerico, A., Galli, C., Fortunato, A., and Ronco,
C.”Neutrophil
Gelatinase-
diketahui bahwa biomarker yang memiliki nilai
Associated
akurasi dan spesifik terhadap kondisi cidera akut
biomarker of acute kidney injury: a review
dalam waktu yang sangat cepat (sebelum 24 jam)
of the laboratory characteristics and
adalah NGAL sebagaimana telah dilaporkan juga
clinical evidences. Clin Chem Lab Med
oleh Bennet et al.[21] , Devarajan[22-24], Lee et al.[25]
Vol 50.9 (2012):1505-1517.
dan Magnusson et
al.[26]
Lipocalin
(NGAL)
as
Informasi terbaru yang
3. Ronco, C., McCullough, P., Anker, S.D,
disarankan oleh Clerico et al.[2] dan Jorgensen et
Anand, I., Aspromonte, N, Bagshaw,
al.[27] adalah untuk menggunakan NGAL sebagai
S.M.”Cardiorenal syndromes: report from
biomarker dalam mendeteksi kerusakan ginjal
the consensus conference of the Acute
fase awal dengan satuan standar ng/mL atau
Dialysis Quality Initiative.” Eur Heart J.
μg/L.
Vol 31 (2010):703-711. 4. Cruz, D.N., Goh, C.Y., Palazzuoli, A.,
4. KESIMPULAN
Slavin,
Berdasarkan hasil dari sebagian besar
L.,
Calabr,O.A.,
Ronco,
C.
“Laboratory parameters of cardiac and
penelitian terkait metode diagnosis kerusakan
kidney
dysfunction
ginjal menggunakan berbagai biomarker hingga
syndromes.” Heart Fail Rev. Vol 16
saat ini, maka dapat disimpulkan bahwa NGAL
(2011): 545-551.
cardio-renal
untuk
5. Devarajan
mendeteksi waktu awal kasus Cedera Ginjal Akut.
associated
Penggunaan NGAL sebagai biomarker dapat
biomarker for human acute kidney injury.”
dianggap sebagai salah satu metode untuk
Biomarkers Med. Vol 4 (2010): 265-280.
memiliki spesifitas
yang
sangat baik
BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014
P.
in
“Neutrophil
lipocalin:
a
gelatinasepromising
34
6. Lameire,
N.,
Van
Biesen
W.,
and
14. Han, W.K., Wagener, G., Zhu,Y., Wang,
R.
“The
changing
S., and Lee, L.H. “Urinary Biomarkers in
epidemiology of acute renal failure.”
the Early Detection of Acute Kidney Injury
Nature Clinical Practice Nephrology Vol.
after Cardiac Surgery.” Clin J Am Soc
2 (2006): 364-377.
Nephrol. Vol 4 (2009): 873-882.
Vanholder,
7. Simsek,, Abdulmuttalip, T.,, Volkan and Tasci,
A.I.
“Review
15. Waikar, S.S., Liu,K.D., dan Chertow, G.C.
New
“Diagnosis, Epidemiology and Outcomes
Biomarkers for the Quick Detection of
of Acute Kidney Injury.” Clin J Am Soc
Acute Kidney Injury.” Hindawi Publishing
Nephrol. Vol 3 (2008): 844-861.
Article
Corporation ISRN Nephrology Volume (2013). 394582. 8. Guyton,
A.C.
16. Ali, T., Khan, I., Simpson, W., Prescott, G., Townend, J., Smith, W., & MacLeod,
Textbook
of
Medical
A. Incidence and Outcomes in Acute
Physiology 11th ed. Philadelphia: Elsevier
Kidney
Saunders. 2006.
Population-Based
9. Vaidya, V.S., Ferguson, MA., Bonventre, J.V. “Biomarkers of Acute Kidney Injury.”
Injury:
A
Comprehensive
Study.
J
Am
Soc
Nephrol. Vol 18 (2007): 1292-1298. 17. Devarajan,
Prasad.
“Emerging
Ann Rev Pharmacol Toxicol. Vol 48
biomarkers for Acute Kidney Injury.” As
(2008): 450-467.
published in CLI April/May 2009
10. Mishra, J., Dent, C., and Tarabishi, R. “Neutrophil
18. Parikh, C.R., Mishra J., and Thiessen-
gelatinase-associated
Philbrook, H. “Urinary IL-18 is an early
lipocalin (NGAL) as a biomarker for acute
predictive biomarker of acute kidney
renal injury following cardiac surgery.”
injury after cardiac surgery.” Kidney Int.
Lancet. Vol 365 (2005):1231-38.
Vol 70 (2006):199-203.
11. Schmidt-Ott., K.M. “Neutrophil gelatinase-
19. Han, W.K., Waikar, S.S., Johnson, A.
associated lipocalin as a biomarker of
“Urinary biomarkers in the early diagnosis
acute kidney injury-where do we stand
of acute kidney injury.” Kidney Int. Vol 73
today?.” Nephrol Dial Transplant Vol 26
(2008): 863-869. 20. Portilla, D., Dent C., Sugaya, T. “Liver
(2011): 762-764. 12. Xu, S., and Venge, P. “Lipocalins as
fatty acid-binding protein as a biomarker
biochemical markers of disease.” Biochim
of acute kidney injury after cardiac
Biophys Acta Vol 482 .(2000): 298-307.
surgery.” Kidney Int.Vol 73 (2008):465-
13. Nickolas TL, O'Rourke MJ, Yang J, Sise
72.
ME, Canetta PA, Barasch N, Buchen C,
21. Bennett, M., Dent C.L., Ma, Q. “Urine
Khan F, Mori K, Giglio J. “Sensitivity and
NGAL predicts severity of acute kidney
specificity
emergency
injury after cardiac surgery: A prospective
of
study.” Clin J Am Soc Nephrol. Vol 3
department
of
a
single
measurement
urinary
neutrophil gelatinaseassociated lipocalin for diagnosing acute kidney injury.” Ann Intern Med.Vol 148.11 (2008): 810-819.
BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014
(2008):665-673. 22. Devarajan associated
P.
“Neutrophil
lipocalin
gelatinase-
(NGAL):
a
new
35
marker of kidney disease.” Scand J Clin Lab Invest Suppl. Vol 241(2008):89-94.
26. Magnusson,
N.E.,
Hornum,
H.,
Jorgensen, K.J., Hansen, J.M., Bistrup,
23. Devarajan P. “NGAL in acute kidney
C., Feldt-Rasmussen, B., Flyvbjerg, A.
injury: from serendipity to utility.” Am J
“Plasma neutrophil gelatinase associated
Kidney Dis.Vol 52 (2008):395-399.
lipocalin (NGAL) is associated with kidney
24. Devarajan
P.
gelatinase-
function in uraemic patients before and
associated lipocalin an emerging troponin
after kidney transplantation.” Nephrology.
for
Vol 13 (2012): 1-8.
kidney
“Neutrophil
injury.
Nephrol
Dial
Transplant.” Vol 23 (2008):3737-3743. 25. Lee, Y.L.,
27. Jorgensen, H.K.,
Hu, Y.Y, Lin, Y.S., Chang,
Gilsaa,T.
Bisgaard, J.G
“Neutrophil
gelatinase-
C.T., Lin, F.Y., Wong, M.L., Hsu, K.H.,
associated
Hsu, W.L. “Urine neutrophil gelatinase-
biomarker of dialysis-dependent acute
associated
a
kidney injury following infrarenal aortic
biomarker for acute canine kidney injury.”
surgery.” Journal of Anesthesiology and
Veterinary Research. Vol 8.248 (2012):1-
Clinical Science. Vol 2049 (2013): 9752-
9.
9754.
lipocalin
(NGAL)
as
BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014
lipocalcin
and
(NGAL)
as
a
36
Tinjauan Pustaka
KEMITRAAN (PARTNERSHIP) SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN CAPAIAN TARGET CAKUPAN PERTOLONGAN PERSALINAN OLEH TENAGA KESEHATAN DI KABUPATEN GRESIK Mely Dwitasari Tadjang1 1
Mahasiswa Magister Manajemen Kesehatan Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur Email: melytadjang.akk@gmail.com
ABSTRAK Kemitraan secara umum akan terjalin bilamana terdapat pihak yang merasakan adanya kelemahan implementasi bila sebuah pembangunan hanya menjadi focus ketertarikan satu pihak saja. Dalam kemitraan seharunya seluruh elemen mendapatkan apa yang menjadi kebutuhannya. Sinergi antar elemen menjadi kunci dalam memainkan perannya masing-masing. Belum tercapainya target cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan bisa dikarenakan kemitraan dukun dengan bidan belum terlaksana secara efektif sehingga masih ada dukun yang menolong persalinan dan masih ada dukun yang belum bermitra. Sehingga perlu kemitraan efektifitas keberhasilan dapat dilihat dari ada tidaknya perubahan positif dalam kemitraan tersebut. Tujuan penulisan ini untuk mengetahui bagiamana kemitraan yang efektif dalam upaya peningkatan capaian atas target cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di kab. Gresik. Manfaatnya jika kemitraan yang efektif tercapai terdapat perubahan positif keberhasilan dimana dukun mau bermitra dengan tenaga kesehatan tidak lagi menolong persalinan maka cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dapat tercapai sehingga AKI juga dapat menurun. Rekomendasi ini ditujukan untuk Dinas Kesehatan Kabupaten Gresik dalam upaya peningkatan cakupan pertolongan persalinan dengan tenaga kesehatan di Kabupaten Gresik. Kata Kunci : AKI, Manajemen Kesehatan, Manajemen SDM, Penolong Persalinan
ABSTRACT The Partnership generally will be formed when the parties feel there is a weakness in the implementation when a development is focus of interest only one party only. In partnership shall in all elements get what the needs. The synergy between the elements to be key in playing their respective roles. Not to achieve target coverage of birth assisted by skilled health personnel could be due to a partnership with the midwife shaman has not been done effectively, so that there are shamans who helped birth and a shaman who has not been partnered. Thus need effective partnerships success can be seen from the absence of positive changes in the partnership. The purpose of this paper to find out how partnerships effective in improving achievement above the target coverage of birth assisted by skilled health personnel in Gresik. The benefits of effective partnerships is achieved a positive change which the success of the shaman would partner with health professionals, no longer attending births the scope of delivery assistance by health professionals can be achieved so that the MMR can also be decreased. This recommendation is intended to Gresik Health Office in effort to increase coverage of delivery by health workers. Keywords: MMR, Health Management,HR Management, Delivery Helper
1. PENDAHULUAN Istilah
kemitraan
Secara konseptual, kemitraan adalah suatu kerja di
masyarakat
sebenarnya sudah terjadi sejak zaman dahulu. BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014
sama formal antara individu-individu, kelompokkelompok
atau
organisasi-organisasi
untuk 37
mencapai suatu tugas atau tujuan tertentu.
juga data di Kab. Gresik menunjukan dari jumlah
Dalam kemitraan, seluruh elemen mendapatkan
dukun sebesar 183 yang bermitra sebanyak 178
apa yang menjadi kebutuhannya. Sinergi antar
dukun, hal ini menunjukan masih terdapat 5
elemen
dukun yang belum bermitra. Meninjau kebijakan
menjadi
perannya
kunci
dalam
masing-masing.
pembentukan semakin
kemitraan
memperkuat
kehutanan
utamanya
mestimulus
memainkan
Tujuan ini
peningkatan
pemerintah dimana meningkatkan persalinan dan
untuk
perawatan bayi baru lahir oleh tenaga kesehatan
penyuluhan
melalui kemitraan bidan dengan dukun, setiap
adalah
strategi dalam
utama
upaya
untuk
penghasilan
dan
kesejahteraan masyarakat.[1]
ibu bersalin dan bayi baru lahir memperoleh pelayanan
dan
pertolongan
oleh
tenaga
kesehatan yang kompeten dalam pertolongan
Angka Kematian Ibu (AKI) yang semakin
persalinan
dan
seluruh
dukun
yang
ada
meningkat berdasarkan SDKI tahun 2012, rata-
dilibatkan dalam suatu bentuk kerjasama yang
rata angka kematian ibu (AKI) tercatat mencapai
menguntungkan antara bidan dengan dukun
359 per 100.000 kelahiran hidup, rata-rata
dalam bentuk kemitraan.
kematian ini jauh melonjak dibanding hasil SDKI
Pentingnya pola kemitraan bidan dengan
tahun 2007 yang mencapai 228 per 100.000
dukun dengan harapan pertolongan persalinan
kelahiran hidup. Angka tersebut masih jauh dari
berpindah dari dukun bayi ke bidan dengan
target MDGs(5) Angka Kematian Ibu (AKI) yaitu
demikian kematian ibu dan bayi diharapkan
108 per 100.000 kelahiran hidup pada 2015,
dapat diturunkan dengan mengurangi risiko yang
salah satu faktor yang sangat mempengaruhi
mungkin terjadi bila persalinan tidak ditolong oleh
terjadinya kematian ibu maupun bayi adalah
tenaga kesehatan yang kompeten, sehingga
faktor pelayanan yang sangat dipengaruhi oleh
penulis ingin menganalisi mengenai kemitraan
kemampuan dan keterampilan tenaga kesehatan
(partnership) lebih mendalam.
sebagai penolong pertama pada persalinan tersebut, di mana sesuai dengan pesan pertama kunci MPS (making pregnancy safer) yaitu setiap persalinan hendaknya
ditolong oleh tenaga
2. PEMBAHASAN 2.1 Kemitraan Yang Efektif Beberapa
definisi
dari
kemitraan,
kesehatan terlatih. Namun sampai saat ini di
kemitraan merupakan kerjasama terpadu antara
wilayah indonesia masih banyak pertolongan
dua belah pihak atau lebih yang serasi, sinergi,
persalinan dilakukan oleh dukun bayi yang masih
sistematis, terpadu dan memiliki tujuan untuk
menggunakan cara-cara tradisional sehingga
menyatukan potensi bisnis dalam menghasilkan
banyak
keuntungan
merugikan
dan
membahayakan
keselamatan ibu dan bayi baru lahir.
yang
optimal.[2]
Kemitraan
merupakan suatu bentuk jalinan kerjasama dari
Di Kab. Gresik pada tahun 2011-2012
dua atau lebih pelaku usaha yang saling
belum tercapainya target cakupan pertolongan
menguntungkan.[3] Kemitraan adalah suatu kerja
persalinan oleh tenaga kesehatan sebesar 98%
sama formal antara individu-individu, kelompok-
dengan capaian pada tahun 2011 sebesar
kelompok
72,58% dan pada tahun 2012 sebesar 76,81%,
mencapai suatu tugas atau tujuan tertentu.[1,3]
hal ini menunjukan masih ada ibu bersalin yang
Kemitraan
ditolong oleh bukan tenaga kesehatan. Selain itu
secara sengaja dirancang atau dibangun antara
BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014
atau
organisasi-organisasi
adalah hubungan
strategik
untuk
yang
38
perusahaan-perusahaan untuk mencapai tujuan
informasi), penyebaran informasi dan partisipasi
yang telah ditetapkan, manfaat bersama dan
(tingkat
tinggi.[4]
saling kebergantungan yang
Sehingga
keterlibatan
mitra
dalam
membuat
perencanaan dan tujuan). Faktor terakhir resolusi
dapat disimpulkan bahwa kemitraan adalah suatu
konflik
bentuk hubungan kerjasama antar individu atau
masalah, persuasif dan lain-lain teknik yang
kelompok
biasanya
dan terdapat
tujuan bersama di
dalamnya.
meliputi
teknik-teknik
digunakan.
pemecahan
Sehingga
di
dalam
kemitraan perlu komitmen, kerjasama, dan rasa
Kemitraan sebagai kontrak dari dua atau
percaya.[4]
lebih orang yang kompeten untuk menempatkan
Keberhasilan
sebuah
kemitraan
uang, usaha, tenaga kerja dan keterampilan
dipengaruhi oleh komunikasi yang baik diantara
mereka, atau beberapa atau semua dari mereka,
para mitra.[11] Kemitraan adalah suatu kerja sama
dalam perdagangan yang sah atau bisnis, dan
formal
untuk membagi keuntungan dan menanggung
kelompok
kerugian
dalam
kemitraan antara
ditambahkan
dua
tertentu.[5]
proporsi
pihak
atau
pengaturan lebih,
Pada dinamis
berdasarkan
keuntungan kepuasan yang diidentifikasi khusus, kebutuhan
bersama.[6-8]
Pada kemitraan sejajar
antara
individu-individu,
atau
kelompok-
organisasi-organisasi
untuk
mencapai suatu tugas atau tujuan tertentu. Terdapat
prinsip
di
dalamnya
:
saling
menguntungkan (mutual benefit), pendekatan berorientasi
hasil,
kesetaraan,
komunikasi
keterbukaan,
tanggung
Jawab,
saling
Sebuah
kemitraan
dapat
dengan kontrak sosial, konsep dimaksudkan
melengkapi.[1]
bahwa transformasi tujuan adalah dicapai melalui
memberikan manfaat dan dampak positif bagi
pengasuhan luang tentang kesadaran sendiri dan
kedua
aktualisasi diri, dan hasil dalam penciptaan
menggunakan pendekatan pendekatan sebagai
kehidupan yang bermakna dibayangkan oleh
berikut
arsitek demokrasi klasik dan dari kita sendiri.
kemitraan
Sehingga
membangun
kemitraan
keuntungan,
upaya
disini
menekankan
bersama
menghasilkan
perusahaan
dijalankan.
yang
terlibat
Sehingga
memerlukan suatu
jika
keberhasilan
pendekatan hubungan
untuk melalui
komunikasi.[12]
manfaat dan kepuasan dimana juga diperlukan
Dalam hal evaluasi program, efektivitas
kesadaran sendiri dan aktualisasi diri dalam
memiliki arti yang sangat tepat : Sebuah
pencapaiannya.[9]
kemitraan yang efektif merupakan salah satu
Atribut yang muncul dalam kemitraan
yang menghasilkan perubahan yang berarti
adalah: percaya pada mitra, menghormati mitra,
secara sosial, yaitu hasil positif atau efek, di klien
kerjasama, teamwork, menghilangkan batas,
/ masyarakat bertarget yang tidak akan terjadi
sebuah
tanpa kemitraan.[13] Definisi umum efektivitas,
kemitraan dipengaruhi oleh faktor-faktor: atribut
efektivitas Kemitraan dapat dievaluasi dalam hal
kemitraan,
dua jenis hasil : hasil internal terdiri dari
menjadi
sekutu.[10]
perilaku
Keberhasilan
komunikasi
dan
teknik
menyelesaikan konflik (conflict resolution). Atribut
perubahan
kemitraan
koordinasi,
kemitraan itu sendiri, dan hasil eksternal, terdiri
percaya.
dari peningkatan sikap, perilaku dan kondisi
Perilaku komunikasi berkaitan dengan kualitas
untuk individu dan / atau masyarakat yang
komunikasi (akurasi, kecepatan dan kredibilitas
dilayani.[14]
meliputi
ketergantungan
dan
komitmen, rasa
saling
BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014
positif
Dalam
dalam
anggota
kemitraan
dan/atau
efektifitas
39
keberhasilan dapat dilihat dari ada tidaknya perubahan positif dalam kemitraan tersebut.
untuk mencapai tujuan bersama dimana
Sehingga kemitraan adalah suatu bentuk hubungan
kerjasama
kelompok
dan terdapat
dalamnya,
menekankan
antar
individu
atau
tujuan bersama di
komitmen yang telah dibuat dan disepakatai bersama. koordinasi
bersama menghasilkan manfaat dan kepuasan
kemitraan
jelas
dimana
pelaksanaan mulai dari awal hingga akhir.
diperlukan
kesadaran
upaya
setiap pihak harus memiliki kesadaran akan
5. Meningkatkan
juga
keuntungan
4. Meningkatkan rasa saling bertanggungjawab
sendiri,
yang
pelaksanaan
sesuai
tahapan
aktualisasi diri dalam pencapaiannya, komitmen,
6. Melakukan pendekatan yang efektif melalui
kerjasama, rasa percaya, pendekatan untuk
komunikasi yang baik keterbukaan sehingga
membangun melalui komunikasi yang baik.
muncul rasa saling percaya dan saling
Dimana efektifitas keberhasilan dapat dilihat dari
menghormati, bisa melalui sosialisasi dan
ada tidaknya perubahan positif dalam kemitraan
pertemuan-pertemuan serta pendekatan ke
tersebut.
pihak yang akan diajak bermitra. Upaya meningkatkan efektivitas kemitraan pada
2.2 Upaya Meningkatkan Target Cakupan
dukun
Meninjau kembali kondisi masih belum
yang
belum
bermitra
upaya
untuk
mengajaknya bermitra:[15,16]
tercapainya target pertolongan persalinan oleh
1. Mengenali permasalahan yang menghambat
tenaga kesehatan di Kab Gresik, terdapat dua
mereka bermitra, menyeleksi masalah yang
upaya
meningkatkan
dirasakan pihak yang akan diajak bermitra,
efektivitas program kemitraan pada dukun yang
mengali berbagai informasi melalui diskusi,
sudah
melakukan
forum pertemuan, kunjungan kedua belah
persalinan dan pada dukun yang belum bermitra
pihak, dll, melakukan analisis hasil informasi
upaya untuk mengajaknya bermitra.
dan masalah serta mencari solusinya.
yaitu
bermitra
upaya
untuk
namun
masih
Terdapat beberapa upaya meningkatkan
2. Melakukan penjajagan kerjasama dari hasil
efektifitas kemitraan pada dukun yang sudah
analisi data dan informasi dengan cara
bermitra:[1,4,10-12]
melakukan audensi atau presentasi tentang
1. Melaksanaan kemitraan yang efektif dimana
program
ada kesinambungan tiap tahapan mulai dari perencanan hingga evaluasi dan monitoring serta
perbaikan
program
kemitraan
jika
keberhasilan belum tercapai 2. Mengevaluasi
kembali
tujuan
kemitraan,
dan jelas sehingga muncul rasa percaya dan kesepakatan komitmen terhadap tujuan. hubungan
secara
formal
maupun
nonformal. 3. Menyusun rencana apabila beberapa pihak telah sepakat untuk bekerja sama, harus melibatkan pihak-pihak yang akan bermitra
menyamakan visi terhadap tujuan yang sama
3. Meningkatkan
baik
kerjasama
sehingga semua aspirasi dan kepentingan setiap pihak dapat terwakili. 4. Membuat
kesepakatan,
untuk
merumuskan peran dan tanggung jawab yang
masing-masing pihak yang akan dilakukan
saling menguntungkan dan saling melengkapi
bersama
sehingga tidak ada pihak yang merasa
Kesepahaman
dirugikan serta muncul rasa ketergantungan.
Understanding (MoU).
BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014
perlu
yang
dituangkan atau
dalam
Memorandum
Nota of
40
5. Melakukan rangka
pelaksanaan
mencapai
program
dalam
untuk
yang
sudah
Kerjasama yang saling menguntungkan antara
tujuan
ditetapkan.
kemitraan
yang
efektif.
bidan dengan dukun bayi sangat diperlukan
6. Memonitoring dan Evaluasi, hasil monitoring dapat
terciptanya
dijadikan
dasar
untuk
melakukan
untuk memindahkan persalinan dari dukun bayi ke Bidan. Dengan demikian, kematian ibu dan
evaluasi untuk mengetahui kegiatan yang
bayi
belum berjalan sesuai rencana dan mana
mengurangi risiko yang mungkin terjadi bila
yang sudah, tujuan mana yang sudah tercapai
persalinan tidak ditolong oleh tenaga kesehatan
dan
yang kompeten dengan menggunakan pola
mana
yang
belum,
apa
yang
kelemahan
masalah
atau
menghambat
diharapkan
dapat
diturunkan
dengan
kemitraan bidan dengan dukun.
pencapaian tujuan dan penyebabnya. 7. Melakukan perbaikan dari hasil evaluasi yang
4. SARAN
nanti akan dipakai sebagai dasar dalam melakukan
perbaikan
dan
pengambilan
keputusan selanjutnya.
Untuk
tercapainya
target
cakupan
persalinan dengan tenaga kesehatan sehingga perlu dibuatnya suatu kemitraan yang efektif
8. Merencanakan kembali kegiatan yang akan
dimana dalam perencanaan hingga evaluasi
dilaksanakan pada tahun berikutnya setelah
program berkesinambungan, evaluasi kembali
mempertimbangkan hasil evaluasi dan refleksi
tujuan program yang saling menguntungkan,
sebelumya.
koordinasi serta pemberian komunikasi melalui
Jika kemitraan yang efektif tercapai
sosialisasi program dan pendekatan yang efektif
terdapat perubahan positif keberhasilan dimana
maka muncul kerjasama saling menguntungkan
dukun mau bermitra dengan tenaga kesehatan
untuk masing-masing pihak sehingga kemitraan
tidak lagi menolong persalinan maka cakupan
dukun bidan tercapai tidak ada lagi dukun yang
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
menolong persalinan.
dapat
tercapai
sehingga
AKI
juga
dapat DAFTAR PUSTAKA
menurun.
1. 3. KESIMPULAN Kemitraan formal
antara
kelompok,
atau
Notoatmodjo, Suekidjo. Promosi Kesehatan dan Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta; 2008.
adalah
suatu
kerjasama
individu-individu,
kelompok-
organisasi-organisasi
2.
Ilmu
unuk
mencapai suatu tugas atau tujuan tertentu.
Puji, Wahyunigsih, Heni dkk. Dasar Dasar Kesehatan
Masyarakat
Kebidanan. Jogjakarta: Fitramay; 2009. 3.
Austin, J. Strategic Alliances: Managing the
Upaya yang dilakukan untuk mencapai target
Collaboration
cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga
Innovation Review; 2003.
kesehatan memerluhkan suatu kemitraan dimana
dalam
4.
Portfolio.
Stanford
Social
Mohr, J. R. Spekman. 1994. Characteristics
terdapat : ada dua pihak atau lebih, kesamaan
of
visi dalam mencapai tujuan, kesepakatan, rasa
partnershipattributes,
percaya,
saling
behavior and conflict resolution technique.
ketergantungan,
Strategic Management Journal. Vol. 15, 135
komitmen,
kerjasama
menguntungkan, tanggungjawab,
kesadaran,
dan
yang
komunikasi
BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014
partnership
success: communication
â&#x20AC;&#x201C; 152.
41
5.
6.
White, W.R. Law of partnership. New York:
dan
Uhlik, K.S. 1995. Partnership, step by step:
(Kemitraan).
A practical model of partnership formation.
Pendidikan Nasional; 2010
of
Park
and
Recreation
Jakarta:
Kementerian
13. Wittman, Michael. A. Shelby D. Hunt.
Administration, 13(4), 14-25.
Dennis B. Arnett. 2009. Explaining alliance
Jennifer Bagnell Stuart. 2011. A Critical
success:
Review
and
relational factors, and resource-advantage
to
theory. Industrial Marketing Management,
of
Partnership Moving
Capacity
from
Theory
Evidence. Department of Health and Human Services.
Competences,
resources,
38, 743-756. 14. Riggin, L. J. C., Grasso, P. G., Westcott, M.
Uhlik, K.S. 2006a. The “nature” of leadership
L. 1992.
philosophy
Housing
in
outdoor
and
adventure
A Framework and
for
Community
Evaluating
Development
education: Partnership or predation. Journal
Partnership Projects. Public Administration
of Adventure Education & Outdoor Learning,
Review, 52 (1): 40-46. 15. Provan, K. And Kenis, P. 2007. Modes of
6(2), 135-142. 9.
Kursus
Kelembagaan. Membangun Jejaring Kerja
Effectiveness:
8.
Pembinaan
Pace & Pace; 1909.
Journal
7.
12. Direktorat
Uhlik, K.S. 2006b. Disconnecting learning
Network
and practice: Research behavior among
Management, and Effectiveness. Journal of
leisure partnership authors. Unpublished
Public Administration Research and Theory,
manuscript.
18:229–252.
10. Mechikoff, R.E.S., & Estes, S. A history and
16. Wahyuni,
Governance:
S.
Strategic
Structure,
Alliance
philosophy of sport and physical education:
Development: A study of Alliance between
From ancient civilizations to the modern
Competing Firms. Research School System,
world (4th ed.). Boston, MA: Mcgraw-Hill;
Organization and Management; 2003
2006
17. Ir. Bambang Sigit S, MM. Membangun
11. Alexander, J. Et al. 2001. Leadership in Collaborative Partnerships.
Community Nonprofit
Health
Management
Jejaring Kerja dan Kemitraan. Jakarta: Kementerian Kehutanan; 2012
&
Leadership, 12 (2): 159–175.
BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014
42
Tinjauan Pustaka
UPAYA STRATEGIS DALAM MENURUNKAN ANGKA KEMATIAN IBU (AKI) DI INDONESIA BERDASARKAN PRIORITAS MASALAH SETIAP PROVINSI SEBAGAI EVALUASI POIN MDGs KE-5 Traviata Prakarti1, Gita Aprilicia1, Novahana Pradita1 1Mahasiswa
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia Kampus Baru Depok, Provinsi Jawa Barat, 16424 Email : prakarti.traviata@yahoo.com
ABSTRAK Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator dalam menentukan derajat kesehatan masyarakat. Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki AKI tertinggi di Asia Tenggara, yaitu 359/100.000 kelahiran hidup. Sementara itu, target AKI di Indonesia pada MDGs tahun 2015 ialah menurunkan angka kematian ibu menjadi 他 kelahiran hidup, yaitu menjadi 102/100.000 kelahiran hidup. Hal tersebut menunjukkan bahwa Indonesia harus berusaha keras dalam upaya menurunkan AKI. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk menekan AKI di Indonesia, akan tetapi upaya-upaya tersebut tidak berjalan efektif karena begitu kompleksnya permasalahan AKI yang terjadi pada tiap provinsi sehingga butuh penanganan yang berbeda. Permasalahan AKI disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya banyak terjadi disparitas atau kesenjangan antara proporsi jumlah penduduk dengan fasilitas kesehatan, minimnya jumlah SDM kesehatan, alokasi anggaran yang belum disesuaikan dengan kebutuhan daerah, kurangnya partisipasi dan pemberdayaan perempuan, serta adanya budaya atau kultural setempat. Tulisan ini memapaparkan upaya strategis yang dapat dilakukan oleh pemerintah sebagai bentuk evaluasi poin MDGs ke-5, diantaranya melalui partisipasi dan pemberdayaan perempuan, peningkatan jumlah bidan desa, alokasi anggaran biaya bersalin, pembatasan usia pernikahan serta program keluarga berencana. Dengan upaya-upaya tersebut, diharapkan pemerintah dapat memberikan solusi yang strategis sesuai dengan prioritas permasalahan yang terjadi pada tiap provinsi sehingga AKI dapat menurun secara progresif. Kata Kunci : AKI, MDGs ke-5, Upaya Penurunan AKI
ABSTRACT Maternal Mortality Rate (MMR) is one of many indicators in determining the health of the society. Indonesia is a developing country that has the highest maternal mortality rates in Southeast Asia, namely 359/100.000 live births. Meanwhile, the target of the MDG 2015reducing maternal mortality in Indonesia up to 他 live birth- become 102/100.000 live births. This shows that Indonesia should strive hard in efforts to reduce maternal mortality. Various efforts have been taken by the government to reduce maternal mortality in Indonesia, but these efforts are not effective due to the complexity of the problem of maternal deaths occur in every province that required different handling. The problems of maternal death are caused by a variety of factors, including the considerable disparity or gap between the proportion of people with health facilities, inadequate number of health human resources, budget allocations have not been adapted to local needs, the lack of participation and empowerment of women, as well as the local culture. This paper outlines the strategic efforts for the government to do as a form of MDG-5 s points of evaluation, including through the participation and empowerment of women, increasing the number of village midwives, maternity budget allocation, restrictions on the age of marriage and family planning programs. With this effort, the government is expected to provide strategic solutions according to the priority issues raised in each province so that the MMR can decrease progressively. Keywords: Maternal Mortality, MDG-s 5, Reducing Maternal Mortality BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014
43
1. PENDAHULUAN
dan permasalahan tiap provinsi berbeda. Selama
Millennium Development Goals (MDGs)
ini, pemerintah hanya menerapkan kebijakan
atau Tujuan Pembangunan Milenium adalah
yang sama rata tanpa melihat permasalahan apa
sebuah paradigma pembangunan global yang
yang
dideklarasikan
penyebab yang dominan dalam kejadian AKI di
Konferensi
Tingkat
Tinggi
Milenium oleh 189 negara anggota Perserikatan
dalam pertemuan tersebut berkomitmen untuk mengintegrasikan MDGs sebagai bagian dari program
pembangunan
nasional.
Indonesia
merupakan salah satu negara yang berkomitmen dalam mewujudkan MDGs pada tahun 2015. Salah satu poin MDGs yang menjadi tantangan besar
dalam
pembangunan
kesehatan
di
Indonesia ialah menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI).
terjadi
sehingga
menjadi
daerah tersebut.
Bangsa Bangsa (PBB) di New York pada bulan September 2000. Semua negara yang hadir
sebenarnya
Beberapa menyebabkan diantaranya tenaga
kondisi
kematian seperti
kesehatan
ibu
yang di
Indonesia
ketimpangan dan
fasilitas
dapat
distribusi kesehatan;
sulitnya akses terhadap pelayanan kesehatan akibat sosial ekonomi dan rendahnya alokasi anggaran biaya bersalin; rendahnya partisipasi perempuan dan pemberdayaan perempuan serta budaya atau kultural setempat. Secara langsung, penyebab kematian ibu terbesar disebabkan oleh pendarahan, infeksi, eklamsia, partus lama dan
Hal tersebut dilihat dari tingginya AKI di
aborsi yang terkomplikasi. Sementara faktor tidak
Indonesia dibandingkan dengan negara-negara
langsung kematian ibu adalah faktor terlalu muda
lain di Asia Tenggara. Menurut laporan IPM PBB
(<20 tahun), terlalu tua (>35 tahun), terlalu dekat
2013, negara-negara maju di Asia Tenggara
(<2 tahun) dan terlalu banyak (>4 anak). Faktor
seperti Singapura, Brunei, dan Malaysia memiliki
lainnya yang memperparah kematian ibu ialah
angka kematian ibu yang rendah, yaitu 3/100.000
karena
kelahiran hidup, 24/100.000 kelahiran hidup dan
mengambil keputusan, merujuk dan terlambat
29/100.000
mendapatkan pelayanan obstetrik komprehensif
kelahiran
hidup.
Sebaliknya,
Indonesia merupakan negara berkembang yang
Pada tahun 2015, Indonesia menargetkan angka kematian ibu dapat menurun menjadi 他 kelahiran hidup,
yaitu sebesar 102/100.000 kelahiran
hidup.
Perbedaan
yang
signifikan
tersebut
menunjukkan bahwa Indonesia harus berupaya keras dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu. Berbagai
terlambat
diketahui,
oleh tenaga kesehatan.[1]
memiliki angka kematian ibu tertinggi di Asia Tenggara, yaitu 359/100.000 kelahiran hidup.
keterlambatan,
Melihat kompleksnya permasalahan AKI yang terjadi pada setiap provinsi di Indonesia, maka
dibutuhkan
berbagai
upaya
strategis
sesuai dengan prioritas permasalahan yang ada sehingga hal tersebut dapat menekan AKI secara lebih
efektif
dan
komprehensif.
Melihat
permasalahan AKI yang terjadi di Indonesia, maka tujuan dari penulisan ini ialah memaparkan kesenjangan atau disparitas kejadian AKI yang
upaya
telah
dilakukan
terjadi pada tiap provinsi berdasarkan tren yang
pemerintah untuk menekan AKI, namun hal
ada serta memaparkan upaya-upaya strategis
tersebut tidak berjalan efektif karena kebutuhan
yang dapat dilakukan pemerintah sesuai dengan
BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014
44
prioritas permasalahan AKI yang terjadi pada tiap
sebelum menikah (unwanted meet). AKI yang
provinsi.
meningkat pada tahun 2012 memperlihatkan bahwa
upaya-upaya
pemerintah
dalam
meningkatkan kesehatan maternal ibu belum 2. PEMBAHASAN
berjalan secara efektif.
2.1 Kondisi Angka Kematian Ibu di Indonesia Grafik 1. Pencapaian dan Proyeksi Angka
2.2 Proporsi Angka Kematian Ibu di Indonesia
Kematian Ibu (AKI) Tahun 1994-2015 (dalam 100.000 Kelahiran Hidup)
Berdasarkan laporan rutin KIA, 2010 dan koreksi jumlah kematian ibu dengan AKI menurut SDKI 2007, jumlah kematian ibu di Indonesia
500 400 300 200 100 0
390
ialah sebesar 11.534 kematian dengan proporsi 334
359
307 228
sebesar 50% terjadi di 5 provinsi, yaitu Jabar 226
(19,8%), Jateng (15,3%), NTT (5,6%), Banten
102
(4,7%), Jatim (4,3%) dan 75% terjadi di 14
1994 1997 2002 2007 2012 2014 2015
provinsi lainnya. Terlihat pada grafik diatas,
Tren AKI secara nasional di Indonesia
presentase AKI terbesar berada pada Provinsi
menunjukkan penurunan bertahap dari tahun
Jawa Barat (19,8%) dan terendah pada Provinsi
1994-2007,
DKI Jakarta (0,6%).[3]
namun
terjadi
peningkatan
AKI
menjadi 359 per kelahiran 100.000 hidup pada tahun 2012. Sementara target AKI yang ingin dicapai oleh RPJMN pada tahun 2014 ialah 226 per 100.000 kelahiran hidup dan target MDGs 2015 ialah 102 per 100.000 kelahiran hidup. Melihat kondisi tersebut, penurunan AKI semakin sulit untuk mencapai sasaran dan target MDGs 2015 terancam gagal dicapai.[2]
Jika kita melihat pada Provinsi Jawa Barat, jumlah fasilitas, SDM kesehatan serta akses pelayanan kesehatan sangat mudah untuk diperoleh. Namun jika dibandingkan dengan jumlah
penduduknya,
Provinsi
Jawa
Barat
termasuk ke dalam jumlah penduduk terbanyak di Indonesia, yakni sebesar 45,5 juta. Hal tersebut menyebabkan rasio SDM kesehatan di
Kenaikan AKI secara signifikan pada
Provinsi Jawa Barat tidak sebanding dengan
tahun 2007 hingga 2012 secara perhitungan
jumlah penduduknya. Berdasarkan data Badan
statistik
Pengembangan
dapat
disebabkan
oleh
perbedaan
dan
Pemberdayaan
SDM
denominator responden yang mencakup usia
Kesehatan Kemenkes RI (2013), rasio dokter
lebih luas, yaitu wanita usia subur yang berumur
umum
15-49 tahun dibandingkan SDKI 2007 dengan
penduduk, sedangkan bidan yang menangani
denominator responden hanya wanita yang
proses persalinan hanya sebanyak 23,5/100.000
sudah menikah. Semakin luas rentang usia yang
penduduk. Kondisi tersebut tentu tidak sebanding
menjadi denominator maka semakin banyak pula
dengan
AKI yang terdata, termasuk terdatanya remaja
memiliki jumlah penduduk sebanyak 10 juta.
yang hamil setelah melakukan hubungan seksual
Pada Provinsi DKI Jakarta, dapat diketahui
BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014
di Jabar
Provinsi
ialah
DKI
sebesar
Jakarta
6,4/100.000
yang
hanya
45
bahwa rasio dokter umum dapat mencapai 25,2/100.000 penduduk dan bidan sebanyak 21,5/100.000 penduduk. Meskipun rasio bidan di Provinsi DKI Jakarta termasuk yang terendah, kondisi tersebut didukung oleh jumlah fasilitas pelayanan kesehatan yang memadai seperti Rumah Sakit (publik/swasta) sebanyak 142 buah dan Puskesmas sebanyak 341 buah yang tersebar ke berbagai Kabupaten/Kota di DKI Tingginya prevalensi AKI di Indonesia
Jakarta (Data dan Infokes Provinsi DKI Jakarta, 2012).[4] Berikut ini ialah data mengenai rasio
juga
tidak
hanya
disebabkan
adanya
dokter umum dan bidan yang tersebar pada
ketimpangan jumlah SDM kesehatan dan fasilitas
Provinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta pada tahun
kesehatan dengan proporsi jumlah penduduknya.
2012:
Hal tersebut dapat dilihat pada provinsi NTT yang notabene memiliki tingkat sosial ekonomi yang
Diagram 2. Rasio Dokter Umum Per 100.000 Penduduk di Indonesia Tahun 2012[5]
lebih rendah daripada Jateng, Jatim maupun Banten yang juga menempati posisi tertinggi prevalensi AKI di Indonesia. Rendahnya tingkat sosial ekonomi menunjukkan rendahnya tingkat pengetahuan
dan
pendidikan
ibu
sehingga
kesadaran akan pentingnya periksa kehamilan secara intens akan semakin berkurang. Selain itu, hal yang menjadi penyebab kematian ibu di NTT ialah minimnya jumlah SDM kesehatan dan fasilitas kesehatan yang tersedia. Berdasarkan data Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan Kemenkes RI (2013), presentase sebaran SDM kesehatan di Diagram 3. Rasio Bidan Per 100.000 Penduduk
Kep.Nusa Tenggara hanya sebesar 4%.[6]
di Indonesia Tahun 2012[5]
BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014
46
Diagram 4. Jumlah Sebaran SDM Kesehatan dalam 7 Wilayah di Indonesia, 2013[6]
prioritas permasalahan yang terjadi, yaitu melalui partisipasi
dan
pembatasan
pemberdayaan
perempuan,
pernikahan,
peningkatan
usia
jumlah bidan desa, alokasi anggaran biaya persalinan, dan program keluarga berencana.
2.3.1
Partisipasi
dan
Pemberdayaan
Perempuan Pembangunan Sementara
berdasarkan
data
Dinas
Kesehatan Provinsi NTT (2012), jumlah rumah sakit khusus ibu dan anak hanya sebanyak 2 buah, sedangkan untuk Rumah Sakit Umum
prinsipnya
merupakan upaya mengubah suatu kondisi kepada kondisi lain yang lebih baik. Dalam proses pembangunan kesehatan, peran aktif atau
partisipasi
keberhasilan
sebanyak 33 buah.[7]
pada
masyarakat
pembangunan.
menjadi
kunci
Untuk
dapat
mewujudkan partisipasi masyarakat, diperlukan Kondisi yang terjadi antara Jabar dan
suatu pra-kondisi pada masyarakat dalam arti
NTT sebagai prevalensi AKI tertinggi di Indonesia
masyarakat
dengan DKI Jakarta
Dengan kata lain, keberdayaan menjadi syarat
prevalensi
AKI
yang memiliki tingkat
terendah
merepresentasikan
harus
terlebih
dahulu
berdaya.
untuk berpartisipasi. Dalam upaya membangun
bahwa telah terjadi disparitas atau kesenjangan
partisipasi
yang terjadi sebagai penyebab kejadian AKI di
pelayanan kesehatan beserta fasilitasnya harus
Indonesia. Begitu kompleksnya permasalahan
secara
AKI,
mendidik
maka
upaya
yang
dilakukan
harus
masyarakat,
simultan
pengadaan
dilakukan
masyarakat
dengan
secara
sarana
aktivitas
berkelanjutan,
diselesaikan sesuai dengan permasalahan yang
sehingga masyarakat secara mandiri dapat
ada di tiap daerah. Pemerintah tidak seharusnya
menolong
menyamaratakan kebijakan yang ada pada tiap
menghadapi masalahnya.
dirinya
(help
themselves)
dalam
daerah. Masing-masing daerah memiliki prioritas Pemerintah pun telah menyadari bahwa
masalah yang berbeda, maka dari itu dibutuhkan pula
manajemen
penanganan
yang
sesuai
dengan kebutuhan daerah masing-masing.
apapun peranan yang dijalankan oleh pemerintah tanpa partisipasi aktif masyarakat untuk menjaga kesehatannya secara mandiri, pembangunan kesehatan yang diharapkan tidak akan efektif
2.3 Upaya Penurunan AKI
dalam mencapai sasaran. Posyandu sebagai salah satu fasilitas kesehatan yang dekat dengan
Melihat berbagai permasalahan yang
masyarakat,
seyogyanya
dapat
digunakan
terjadi pada tiap provinsi, maka berikut adalah
sebagai
upaya strategis yang dapat dilakukan untuk
masyarakat dalam upaya mengurangi AKI.
sarana
untuk
memberdayakan
menurunkan angka kematian ibu berdasarkan
BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014
47
Menurut statistik potensi desa Indonesia
2.3.2 Peningkatan Jumlah Bidan Desa
yang dikeluarkan BPS (2003), dari 68.816 desa yang
ada,
sebanyak
mempunyai masyarakat
90,4%
posyandu. dengan
di
antaranya
Memberdayakan
pendidikan
harus
lebih
ditingkatkan untuk mengakselerasi peningkatan kualitas sumber daya manusia, khususnya dalam mengatasi
AKI.
Melihat
bahwa
salah
satu
provinsi dengan AKI tertinggi ialah NTT, maka pemberdayaan posyandu di daerah tersebut sangat strategis dalam meningkatkan cakupan pemeriksaan kehamilan maupun penanganan persalinan. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi NTT (2012), jumlah posyandu mencapai 9.420
sehingga
sangat
berpotensi
untuk
menurunkan AKI di daerah tersebut.[8]
yang
menjadi
bidan
saat
ini
masih
memegang peranan penting sebagai tenaga kesehatan
terdepan
di
masyarakat.
Bidan
mempunyai kapasitas untuk memudahkan akses pelayanan
persalinan,
promosi
dan
pendidikan/konseling kesehatan ibu dan anak, serta melakukan deteksi dini pada kasus-kasus rujukan terutama di pedesaan. Ketika program bidan desa diluncurkan pada tahun 1994, bidan desa yang diturunkan mencapai 54 ribu dengan status Pegawai Tidak Tetap (PTT) ke seluruh desa
di
Indonesia.
Namun
kini
jumlahnya
berkurang sekitar 30 ribuan. Bila jumlah desa di Indonesia saat ini mencapai 70 ribu, artinya sekitar 40 ribu desa saat ini tidak memiliki tenaga
Selain revitalisasi posyandu, salah satu program
Keberadaan
fondasi
dalam
bidan (tiap desa idealnya memiliki 1 bidan desa).[8] Oleh karena itu, pemerintah hendaknya
pemberdayaan masyarakat yang dicanangkan
menata
oleh
Keluarga
kesehatan terutama bidan yang memiliki peranan
Harapan (PKH). Program Keluarga Harapan
penting dalam mengatasi AKI. Pendistribusian
merupakan program bantuan bersyarat kepada
bidan di desa sebaiknya diutamakan pada
ibu hamil dari rumah tangga sangat miskin
provinsi yang memiliki proporsi sebaran SDM
dengan syarat melakukan kewajiban tertentu
kesehatan yang minim, misalnya Provinsi Jawa
yaitu melakukan pelayanan antenatal, persalinan
Barat. Tidak hanya itu, pemerintah juga perlu
di fasilitas kesehatan, dan kunjungan postnatal.
mempertimbangkan jumlah penduduk yang ada
Selain PKH, terdapat juga Gerakan Sayang Ibu
di setiap provinsi sehingga pelayanan kesehatan
yang merupakan kerja sama antara masyarakat
dapat diakses secara merata dan ter-cover
dengan pemerintah untuk meningkatkan kualitas
dalam menekan AKI.
pemerintah
adalah
Program
hidup perempuan melalui berbagai kegiatan yang nantinya akan berdampak terhadap penurunan angka kematian ibu. Berbagai program berbasis masyarakat
ini
bertujuan
untuk
mengubah
perilaku masyarakat untuk menjadi lebih baik dan berupaya
untuk
menciptakan
kemandirian
penduduk yang sadar akan kesehatan sehingga akan menghasilkan outcome penurunan AKI.
kembali
pendistribusian
tenaga
Selain dalam jumlah, kualitas bidan juga perlu
mendapat
perhatian
dari
pemerintah.
Fasilitas rumah yang tidak layak huni dan upah intensif yang relatif kecil membuat banyak bidan desa menjalankan pelayanan umum kepada masyarakat ekonominya. pokoknya
untuk
mencari
Akibatnya, seperti
tambahan
tugas
menolong
dan
bagi fungsi
persalinan,
pemeriksaan kehamilan, dan imunisasi kurang
BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014
48
optimal dilakukan. Oleh karena itu, pemerintah
2.3.4 Pembatasan Usia Pernikahan
pusat maupun daerah perlu memberikan jaminan terhadap kebutuhan ekonomi bidan desa, seperti upah yang layak, fasilitas persalinan yang memadai serta memberikan program-program pelatihan yang intensif dalam meningkatkan kualitas bidan.
Di Indonesia, batasan umur terendah untuk melangsungkan perkawinan diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Pasal 7 ayat 1 menyebutkan bahwa usia perempuan diizinkan menikah ialah usia 16 tahun.[9] Pernikahan usia muda di bawah umur 20
2.3.3 Alokasi Anggaran Biaya Bersalin
tahun meningkatkan risiko kematian ibu akibat
Biaya persalinan memiliki pengaruh kuat dalam
perilaku
persalinan
di
masyarakat.
Perilaku menggunakan tenaga non kesehatan seperti dukun beranak lebih dipilih masyarakat karena motif biaya yang lebih murah dibanding
terlalu muda. Selain organ reproduksinya yang belum berkembang secara optimal, perempuan yang hamil di bawah usia 20 tahun rentan akan anemia
dan
komplikasi
perdarahan
saat
melakukan persalinan.
tarif bidan. Oleh karena itu, pemerintah harus
Faktor-faktor yang mendorong seorang
lebih berupaya memfasilitasi persalinan bagi
perempuan
masyarakat
misalnya
setempat. Di desa banyak perempuan menikah
dengan memberi subsidi maupun penggratisan
usia muda karena adanya persepsi masyarakat
biaya persalinan.
yang menyatakan bahwa nikah muda adalah
yang
kurang mampu,
Kebijakan yang diambil oleh pemerintah harus
sesuai
misalnya
pada
dengan Provinsi
kebutuhan DKI
provinsi,
Jakarta
yang
memiliki prevalensi AKI terendah, kebijakan anggaran yang dialokasikan tidak boleh sama dengan kebutuhan anggaran yang dibutuhkan bagi beberapa provinsi dengan alokasi anggaran kesehatan yang rendah seperti Papua Barat (3,37 %) diikuti oleh Provinsi Gorontalo sebesar (3,52%)
dan
NTT
(11,24%).[8]
Melihat
menikah
muda
ialah
kultural
suatu kebiasaan yang wajar, bahkan jika seorang perempuan yang belum menikah di usia tertentu dianggap â&#x20AC;&#x2DC;tidak lakuâ&#x20AC;&#x2122; oleh warga setempat. Selain tuntutan kultural, rendahnya pendidikan, ekonomi keluarga, tidak adanya peluang kerja, juga menjadi
faktor-faktor
penyebab
â&#x20AC;&#x153;percepatanâ&#x20AC;?
menikahnya perempuan. Bagi keluarga yang memiliki menikah
anak di
perempuan, lain
pihak
relatif
cepatnya
mengandung
arti
pengurangan beban ekonomi.
kesenjangan yang terjadi, pemerintah harus
Dalam menghadapi persoalan budaya
mampu bertindak adil (equity), dimana anggaran
masyarakat setempat ini, maka perlu ditingkatkan
yang dialokasikan harus diprioritaskan pada
pendidikan di masyarakat yang secara perlahan
provinsi yang paling membutuhkan atau ada
dapat mengubah budaya tersebut. Selain itu,
kekhususan distribusi.
diperlukan pengaturan baru tentang batasan usia menikah terutama bagi perempuan yang sesuai dengan konsep kesehatan reproduksi. Batasan usia menikah yang tertera pada undang-undang
BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014
49
tersebut jelas tidak mendukung bagi upaya
memberikan informed choice sebelum calon
menekan AKI. Oleh karena itu, pemerintah perlu
peserta membuat keputusan dan memilih alat
mengatur
kontrasepsi. Selain memudahkan calon peserta
kembali
kebijakan
undang-undang
terkait usia minimal pernikahan.
untuk memilih alat kontrasepsi yang sesuai dengan
kebutuhan
dan
kondisi
kesehatan
mereka, pemberian informed choice juga secara 2.3.5 Program Keluarga Berencana Keluarga
Berencana
signifikan dapat mencegah drop out pemakaian merupakan
kontrasepsi.
program pemerintah untuk menurunkan angka kematian ibu. Secara tidak langsung, program keluarga
berencana
menurunkan
â&#x20AC;&#x2DC;rateâ&#x20AC;&#x2122;
melahirkan.
Rate
berkontribusi
wanita ini
yang
dalam
hamil
berhubungan
3 KESIMPULAN Seperti
yang
telah
dipaparkan
dan
sebelumnya, angka kematian ibu di Indonesia
dengan
masih jauh dari target MDGs pada tahun 2015.
kondisi kehamilan wanita dengan faktor terlalu,
Angka
yaitu terlalu tua,
penurunan AKI yang signifikan dari tahun ke
Program
keluarga
muda, dekat dan banyak. berencana
yang
ada
memang
menunjukkan
mempunyai
tahun, namun angka-angka ini belum mencapai
peranan dalam menurunkan angka kematian ibu
target yang tercantum dalam MDGs. Berbagai
dengan pencegahan kehamilan, penundaan usia
upaya
kehamilan serta menjarangkan kehamilan.
menurunkan
Berbagai aspek yang mempengaruhi kepesertaan ber-KB antara lain faktor sosiodemografi yang berkaitan dengan penerimaan KB oleh warga setempat serta faktor pelayanan kesehatan, seperti pengetahuan tentang alat kontrasepsi, kesehatan
ketersediaan dengan
kemudahan
untuk
pusat
tenaga
pelayanan
terlatih
mengakses
serta
pelayanan
telah
dilakukan AKI.
pemerintah
Upaya
yang
untuk
dilakukan
pemerintah juga melibatkan berbagai komponen yang ada seperti masyarakat dan development partners,
akan
tetapi
upaya-upaya
tersebut
kiranya tidak berjalan efektif karena tiap provinsi memiliki prioritas permasalahan yang berbeda dengan berbagai faktor yang kompleks, sehingga dibutuhkan
manajemen
penanganan
yang
berbeda. Mengingat luasnya cakupan masalah AKI, maka berbagai upaya strategis yang dapat
kesehatan.
dilakukan oleh pemerintah dalam menurunkan Dalam upaya meningkatkan pemakaian
AKI
adalah
partisipasi
dan
pemberdayaan
KB, dokter maupun bidan mempunyai peran
perempuan, peningkatan jumlah bidan desa,
penting dalam melakukan tindakan preventif bagi
alokasi anggaran biaya bersalin, pembatasan
wanita
usia
dengan
risiko
â&#x20AC;&#x153;4
terlaluâ&#x20AC;?.
pernikahan
serta
program
keluarga
Pendidikan/konseling KB yang dilakukan oleh
berencana. Berdasarkan evaluasi dan upaya-
dokter maupun bidan akan signifikan dalam
upaya yang telah dikemukakan di atas, maka
menggugah kesadaran masyarakat untuk ber-
pada post-MDGs tahun 2015 nanti diharapkan
KB. Untuk meningkatkan kepesertaan ber-KB
pemerintah Indonesia bisa lebih memprioritaskan
aktif,
dokter
maupun
bidan
juga
BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014
wajib
50
penurunan AKI ini sebagai jalan untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang lebih baik.
5. Depkes RI. Ringkasan Eksekutif Data dan Informasi Kesehatan Provinsi DKI Jakarta. [internet]. 2012, [cited 2014, Jan 22th]. Available
from:
DAFTAR PUSTAKA
http://www.depkes.go.id/downloads/KUNKER
1. Direktorat Bina Kesehatan Ibu Kementerian
%20MARET%202013/DKI.pdf
Kesehatan Republik Indonesia. Factsheet: Upaya
Percepatan
Penurunan
Angka
6. Kemenkes RI. Bank Data SDM Kesehatan. [internet]. 2013, [cited 2014, Jan 22th].
Kematian Ibu. 2013, [cited 2014, Jan 24th].
Available
Available
http://www.bppsdmk.depkes.go.id/sdmk/inde
from:
http://www.kesehatanibu.depkes.go.id/wpcontent/uploads/downloads/2013/01/Factshe et_Upaya-PP-AKI.pdf
from:
x.php 7. Dinas
Kesehatan
Provinsi
NTT.
Ketersediaan Fasilitas Pelayanan Kesehatan
2. Hernawati, Ina. Analisis Kematian Ibu di
di NTT tahun 2012. 2012, [cited 2014, Jan
Indonesia Tahun 2010 Berdasarkan Data
22th].
SDKI,
http://nttprov.go.id/site/index.php/2013-07-
Riskesdas
dan
Laporan
Rutin.
Kemenkes RI: DKI Jakarta;2010. 3. Kemenkes
RI.
Kebijakan
dan
Available
from:
22-06-18-48/2013-07-22-06-23-55/kesehatan Strategi
8. Yustina, Ida. Upaya Strategis Menurunkan
Percepatan Sasaran 5 MDGs dan Pelayanan
AKI dan AKB. Jurnal Wawasan. 2007;Vol. 13
Kesehatan yang Mendukung Revitalisasi KB.
No. 2; hlm. 141-145.\
[internet]. 2012, [cited 2014, Jan
22th].
9. Undang Undang Republik Indonesia Nomor
Available
from:
1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. [cited
www.kesehatanibu.depkes.go.id 4. Depkes RI. Ringkasan Eksekutif Data dan
2013,
Dec
30th].
Available
from:
http://www.lbh-apik.or.id/uu-perk.htm
Informasi Kesehatan Provinsi DKI Jakarta. 2012, [cited 2014, Jan 22th]. Available from: http://www.depkes.go.id/downloads/KUNKER %20MARET%202013/DKI.pdf
BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014
51
Tinjauan Pustaka
PERAN DOKTER KELUARGA DALAM UPAYA PENINGKATAN KUALITAS PRIMARY HEALTH CARE DI ERA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL Agus Aan Adriansyah1 1
Mahasiswa Magister Manajemen Kesehatan Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur Email: aan_naufal87@yahoo.com
ABSTRAK Banyaknya penduduk Indonesia berobat keluar negeri dikarenakan pelayanan kesehatan yang belum komunikatif antara dokter dan pasien. Pelayanan dokter keluarga merupakan salah satu bentuk pelayanan medik di Indonesia, yang disiapkan sebagai primadona pelayanan medis strata pertama di Indonesia. Untuk mencapai keberhasilan penyelenggaraan Primary Health Care (PHC) bagi masyarakat, perlu kerjasama lintas sektoral maupun regional, memberi layanan komprehensif; menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang kontinue; mengutamakan pencegahan; menyelenggarakan pelayanan kesehatan koordinatif dan kolaboratif; memberi pelayanan kesehatan individual sebagai bagian integral dari keluarganya; mempertimbangkan keluarga, komunitas, masyarakat dan lingkungan; sadar etika, moral dan hukum; memberi pelayanan kesehatan yang sadar biaya dan sadar mutu; menyelengarakan pelayanan kesehatan yang dapat diaudit dan dipertanggungjawabkan. Dokter keluarga berperan dalam meningkatkan PHC di Era JKN, karena dapat membina hubungan baik dengan pasien dan keluarganya sehingga mampu melakukan edukasi pencegahan, penatalaksanaan awal terhadap penyakit dan mencegah komplikasi penyakit. Peran Dokter Keluarga dalam meningkatkan kualitas PHC di Era JKN yaitu Kemenkes mengadopsi nilai inklusif; perlu kerjasama baik lintas sektoral maupun regional; memantapkan Kemenkes agar berguna untuk menguatkan dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan strata pertama; Pusat Pelayanan Kesehatan yang bersahabat, yang merupakan metode alernatif untuk menerapkan paradigma sehat pada pelaksana pelayanan kesehatan; pelayanan kesehatan primer masih penting untuk pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan. Kata kunci: Dokter Keluarga, Jaminan Kesehatan Nasional, Primary Health Care ABSTRACT Indonesia's population went abroad to get medical treatment due to bad communicative health care between doctor and patient. Family medical treatment is one of medical treatment in Indonesian which is prepared to be a queen in primaryâ&#x20AC;&#x2122;s state of medical health care in Indonesia. To reach the successful implementation of Primary Health Care (PHC) for citizen, cooperation both sectoral and regional section, giving the comprehensive treatment is needed; organizing continue health care; prior the preventive; organizing coordinative and collaborative health care; giving individual health care as a part of family; considering family, community, citizen, and environment; realize the ethic, moral, and law; giving a rational cost and quality health care; organizing an auditable and responsible health care. Family doctors have a role in upgrading PHC in JKN era, because they can help a good relationship between patient and their family so that they can do a preventive education, early treatment and preventive from complication of disease. Family doctor's role in upgrading PHC in JKN era is Health Ministry adopted inclusive value; cooperation both sectoral and regional section; stabilize Health Ministry to be useful in reinforcing and upgrading of primary health care; friendly Health Care Centre, alternative method to implement health paradigma in health care organizer; primary health care still important to empowerment in health section. Keywords: Family Physicians, National Health Insurance, Primary Health Care
BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014
52
1. PENDAHULUAN Di
konsep jejaring klinik
Indonesia
terjadi
terhadap
pelayanan
Konsep
Primary
diinterpretasikan
marginalisasi
kesehatan Health
terbatas
primer.
Care
(PHC)
sebagai
fisik
puskesmas, program puskesmas, pelayanan strata pertama di sarana pemerintah, dan pendekatan
upaya
kesehatan
berbasis
masyarakat
seperti posyandu, bidan desa,
dan desa siaga. Hal ini menyebabkan PHC sebagai
sebuah
konsep
dan
strategi
pembangunan kesehatan dikerdilkan menjadi sekedar pelayanan atau program kesehatan
klinik
sisi
lain
pelayanan
kesehatan
di luar naungan konsep
Pelayanan
swasta
yang
PHC.
jumlahnya
jauh
lebih banyak ini dibiarkan bebas mengikuti mekanisme pasar. Model layanan yang sarat kuratif berdampak besar dalam membangun mind-set masyarakat untuk berorientasi kuratif, dan mendorong tumbuhnya komersialisasi layanan
kesehatan
termasuk
di
fasilitas
kesehatan milik pemerintah. Konsep
â&#x20AC;&#x153;Pelayanan
Kedokteran
dimodifikasi
membangun jejaring
pemberi
primer
dengan
dengan pelayanan
pendekatan
pelayanan kedokteran keluarga dalam bentuk Klinik.
lengkap
sebagai satelit. Ada mekanisme rujukan dari dari klinik satelit ke klinik induk dengan fasilitas yang lebih lengkap. Setiap klinik satelit
tetap
memiliki
instalasi
obat
dan
fasilitas penunjang sederhana, namun untuk jenis pelayanan tertentu dibantu oleh klinik induk yang memiliki apotik lebih lengkap, fasilitas laboratorium,
radiologi,
ekg,
usg,
dan lain sebagainya sesuai standar fasilitas pemberi pelayanan kesehatan primer.
negara
seperti
pelayanan
Singapura
kedokteran
dan
Malaysia,
keluarga
akan
mempunyai posisi strategis karena perannya dalam penatalaksanaan sub sistem pelayanan kesehatan
di
Indonesia
mengubah
orientasi
dengan
kuratif
ke
cara
orientasi
komprehensif dengan mengedepankan aspek promotif-preventif seimbang dengan kuratifrehabilitatif,
mengubah
pelayanan
yang
fragmentatif ke pelayanan yang integratif berjenjang, dengan tingkat primer sebagai
Keluargaâ&#x20AC;? kemudian
kesehatan
pelayanan
Melirik program dokter keluarga di
swasta (praktik dokter, klinik, rumah sakit) seolah
dengan
dikelilingi oleh beberapa klinik pendukung
pemerintah untuk masyarakat kecil. Di
induk
dimana terdapat satu
Klinik kedokteran keluarga
ujung tombak. Dalam
buku A Primer
On Family
Medicine Practice tulisan Profesor Goh Lee Gan (2004),
menyebutkan
bahwa
dokter
keluarga itu adalah dokter yang bertugas
adalah
BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari- Juni 2014
53
sebagai
care
community
provider,
leader,
decision
maker,
mempertahankan
dan
dan
meningkatkan mutu pelayanannya, apalagi
manager bagi semua keluarga yang menjadi
dimasa Era Jaminan Kesehatan Nasional
kliennya. Dengan adanya dokter keluarga ini,
(JKN) di mana kompetisi semakin ketat
maka
diantara pusat pelayanan kesehatan strata
dokter
communicator
senantiasa
diminta
untuk
dapat
lebih
berperan dari sekedar tenaga penyembuh,
pertama. [9,11]
tetapi juga sebagai agen perubahan yang
Untuk
mencapai
mutu
pelayanan
mampu menjaga kesehatan fisik, mental dan
medik yang baik, perlu disusun standar-
sosial dari bangsa. [3]
standar
Peran
dokter
keluarga
dapat
JKN
melaksanakan pelayanannya dengan baik.
kesehatan
Oleh karena itu standar pelayanan ini disusun
dasar untuk memenuhi jaminan kesehatan
bagi dokter keluarga dan berlaku bagi semua
yang
meliputi promotif, preventif, kuratif dan
dokter keluarga yang praktik di Indonesia.
rehabilitatif sesuai dengan standar profesi.
Standar pelayanan dokter keluarga ini disusun
Sedangkan peran dokter
kurang
sekaligus untuk menjelaskan pelayanan dokter
preventif
berkualitas di strata pertama sesuai dengan
adalah
dokter keluarga dalam
agar
memberikan pelayanan
memenuhi
perawatan
dan rehabilitatif dokter
promotif,
sehingga
keluarga
umum
yang
mucul
konsep
harapan masyarakat.
memaksimalkan
pelayanan tersebut demi meningkatkan taraf
2.2 Standar Pemeliharaan Kesehatan di Klinik
kesehatan masyarakat.
2.2.1 Standar Pelayanan Paripurna Pelayanan yang disediakan dokter
2. TINJAUAN PUSTAKA
keluarga
adalah
pelayanan
medis
strata
2.1 Pelayanan Dokter Keluarga Pelayanan dokter keluarga merupakan salah
satu
bentuk
pelayanan
medik
di
Indonesia, yang diselenggarakan baik secara perorangan maupun berkelompok. Sebagai salah satu ujung tombak dalam pelayanan kesehatan, pelayanan dokter keluarga yang disiapkan
sebagai
primadona
pelayanan
medik strata pertama di Indonesia, perlu
BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari- Juni 2014
pertama untuk semua orang yang bersifat paripurna (comprehensive), yaitu termasuk pemeliharaan
dan
(promotive),
pencegahan
proteksi
khusus
peningkatan kesehatan penyakit
(preventive
&
dan
spesific
protection), pemulihan kesehatan (curative), pencegahan kecacatan (disability limitation) dan rehabilitasi setelah sakit (rehabilitation)
54
dengan memperhatikan kemampuan sosial serta sesuai dengan mediko legal etika
Terdapat beberapa jenis pelayanan yang diberikan oleh Dokter Keluarga (DK)
1. Pelayanan medis strata pertama untuk semua orang. 2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan
3. Pencegahan penyakit dan proteksi khusus pada
pasien
dan
penyakit
dan
melakukan
memperoleh
keluhan
kekhawatiran
dan
5. Kuratif medik, melaksanakan pemulihan dan
pencegahan
kecacatan
pada strata pelayanan tingkat pertama, termasuk kegawatdaruratan medik, dan bila perlu akan dikonsultasikan dan/atau dirujuk ke pusat pelayanan kesehatan dengan strata yang lebih tinggi. 6. Rehabilitasi medik pada pasien dan/atau keluarganya setelah mengalami masalah kesehatan atau kematian baik dari segi fisik, jiwa maupun sosial. 7. Kemampuan sosial pasien - keluarganya. 8. Memiliki sistim yang sesuai dengan mediko legal dan etik kedokteran.
utama
pasien,
harapan
pasien
keluhannya
memperoleh
tersebut,
keterangan
untuk
serta dapat
menegakkan diagnosis fisik
dan
pemeriksaan
penunjang : melakukan pemeriksaan fisik secara
penatalaksanaan yang tepat.
kesehatan
(patient-centered approach) dalam rangka
2. Pemeriksaan
keluarganya. dini
lege artis, yang meliputi: [9,11]
mengenai
pasien dan keluarganya.
kesehatan
melaksanakan pelayanan kedokteran secara
1. Anamnesis : dengan pendekatan pasien
diantaranya adalah sebagai berikut: [9]
4. Deteksi
Pelayanan yang disediakan dokter keluarga merupakan pelayanan medis yang
kedokteran. [9,11]
masalah
2.2.2 Standar Pelayanan Medis
holistik;
menganjurkan
dan
bila
pemeriksaan
perlu
penunjang
secara rasional, efektif dan efisien demi kepentingan pasien semata. 3. Penegakkan diagnosis dan diagnosis banding
:
Pada
setiap
pertemuan,
menegakkan diagnosis kerja dan beberapa diagnosis banding yang mungkin dengan pendekatan diagnosis holistik. 4. Prognosis
:
menyimpulkan
prognosis
pasien berdasarkan jenis diagnosis, derajat keparahan,
serta
tanda
bukti
terkini
(evidence based). 5. Konseling
:
melaksanakan
konseling
dengan kepedulian terhadap perasaan dan persepsi
pasien
(dan
keluarga)
pada
keadaan di saat itu. BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari- Juni 2014
55
6. Konsultasi : Dokter keluarga melakukan
keluarga,
maka
dokter
konsultasi ke dokter lain yang dianggap
menawarkan
pembinaan
lebih berpengalaman. Konsultasi dapat
termasuk konseling keluarga.
keluarga keluarga,
dilakukan kepada dokter keluarga lain, dokter keluarga konsultan, dokter spesialis,
2.2.3 Standar Pelayanan Menyeluruh Pelayanan yang disediakan dokter
atau dinas kesehatan, demi kepentingan keluarga bersifat menyeluruh, yaitu peduli pasien semata. bahwa
pasien
adalah
seorang
manusia
7. Rujukan : Dokter keluarga melakukan seutuhnya yang terdiri dari fisik, mental, sosial rujukan ke dokter lain yang dianggap lebih dan spiritual, serta berkehidupan di tengah berpengalaman. Rujukan dapat dilakukan lingkungan fisik dan sosialnya, yang meliputi: kepada
dokter
keluarga
lain,
dokter 1. Pasien adalah manusia seutuhnya
keluarga konsultan, dokter spesialis, rumah 2. Pasien adalah bagian dari keluarga dan sakit
atau
dinas
kesehatan,
demi lingkungannya,
memandang
pasien
kepentingan pasien semata. sebagai bagian dari keluarga pasien, dan 8. Tindak lanjut : menganjurkan untuk dapat memperhatikan bahwa keluarga pasien dilaksanakan tindak lanjut pada pasien, dapat mempengaruhi dan/atau dipengaruhi baik dilaksanakan di klinik, maupun di olehsituasi dan kondisi kesehatan pasien tempat pasien 3. Pelayanan menggunakan segala sumber 9. Tindakan : Pada saat-saat dinilai perlu, disekitarnya, dokter
keluarga
memberikan
mendayagunakan
segala
tindakan sumber di sekitar kehidupan pasien untuk
medis yang rasional pada pasien, sesuai meningkatkan keadaan kesehatan pasien dengan kewenangan dokter praktik di dan keluarganya [9,11] strata pertama, demi kepentingan pasien. 10. Pengobatan pengobatan
rasional dengan
:
melaksanakan
rasional,
2.2.4 Standar Pelayanan Terpadu
berdasar
Pelayanan yang disediakan dokter
tanda bukti (evidence based) yang sahih
keluarga bersifat terpadu, selain merupakan
dan terkini, demi kepentingan pasien
kemitraan antara dokter dengan pasien pada
11. Pembinaan keluarga : Pada saat-saat
saat proses penatalaksanaan medis, juga
dinilai bahwa penatalaksanaan pasien akan
merupakan kemitraan lintas program dengan
berhasil lebih baik, bila adanya partisipasi
berbagai institusi yang menunjang pelayanan
BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari- Juni 2014
56
kedokteran, baik dari formal maupun informal.
digunakan
Standar pelayanan terpadu ini meliputi:
penatalaksanaan yang diterapkan telah
1. Koordinator
penatalaksanaan
pasien:
untuk
memastikan
bahwa
sesuai untuk pasien yang bersangkutan.
diselenggarakan bersama antar dokter-
3. Pelayanan efektif efisien, pelayanan yang
pasien keluarga, maupun dokter-pasien-
menyelenggarakan pelayanan rawat jalan
dokter spesialis/rumah sakit.
efektif
2. Mitra
dokter-pasien
saat
proses
3. Mitra lintas sektoral medik: bekerja sebagai penyedia
dengan
pelayanan
berbagai
sektor
lintas
sektoral
komplementer
menjaga
kualitas, sadar mutu dan sadar biaya.
konsultasi
saat
dan/atau
dilaksanakan rujukan,
menawarkan
dokter
keluarga
pelayanan
melaksanakan pendampingan pasien, demi
kemudian
kepentingan pasien [9,11]
alternatif
medik:
pasien,
kesehatan
kesehatan formal di sekitarnya. 4. Mitra
bagi
4. Pendampingan,
penatalaksanaan medis.
mitra
efisien
dan
memperhatikan
2.3 Standar Perilaku Dalam Praktik 2.3.1 Standar Perilaku Pada Pasien
kebutuhan
dan
keluarganya
perilaku
sebagai
menggunakan
pasien
dan
masyarakat
yang
berbagai
pelayanan
kesehatan non formal disekitarnya [9,11]
Pelayanan
dokter
keluarga
menyediakan kesempatan bagi pasien untuk menyampaikan kekhawatiran dan masalah kesehatannya, serta memberi kesempatan pada pasien memperoleh penjelasan yang
2.2.5 Standar Pelayanan Bersinambung Pelayanan
yang
disediakan
merupakan pelayanan bersinambung, yang melaksanakan pelayanan kedokteran secara efektif, efisien, proaktif dan terus menerus demi kesehatan pasien, meliputi pelayanan: 1. Pelayanan
proaktif,
pelayanan
yang
menjaga kesinambungan layanan secara
dibutuhkan
guna
memutuskan
pilihan
penatalaksanaan yang akan dilaksanakan, meliputi: [9,11] 1. Informasi memperoleh pelayanan 2. Masa konsultasi 3. Informasi medik menyeluruh 4. Komunikasi efektif 5. Menghormati hak/kewajiban pasien/ dokter
proaktif. 2. Rekam medik bersinambung, Informasi dalam
riwayat
sebelumnya
dan
kesehatan pada
saat
pasien datang,
BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari- Juni 2014
57
2.3.2 Standar Perilaku dengan Sejawat Pelayanan
dokter
berbeda
keluarga
di
bawah
tanggung
jawab
pimpinan
menghormati dan menghargai pengetahuan, ketrampilan dan kontribusi kolega lain dalam
2.3.4 Standar Pengembangan Ilmu dan Ketrampilan Praktik
pelayanan kesehatan dan menjaga hubungan
Pelayanan
dokter
keluarga
selalu
baik secara professional. [9,,11] berusaha mengikuti kegiatan-kegiatan ilmiah 1. Hubungan profesional antar profesi guna memelihara dan menambah ketrampilan 2. Hubungan baik sesama dokter praktik
serta
meluaskan
wawasan
3. Perkumpulan profesi pengetahuan kedokteran sepanjang hayatnya. [9,11]
2.3.3 Standar Perilaku dengan Mitra Kerja 1. Mengikuti kegiatan ilmiah, memungkinkan
di Klinik Pelayanan
keluarga
dokter yang berpraktik untuk secara teratur
mempunyai seorang dokter keluarga sebagai
dalam lima tahun praktiknya mengikuti
pimpinan manajemen untuk mengelola klinik
kegiatan-kegiatan ilmiah seperti pelatihan,
secara professional. [9,11]
seminar,
1. Hubungan
dokter
profesional
dalam
klinik,
lokakarya
dan
pendidikan
kedokteran berkelanjutan lainnya
Melaksanakan praktik dengan bantuan satu
2. Program jaga mutu, melakukan secara
atau beberapa tenaga kesehatan dan
mandiri dan/atau bersama-sama dengan
tenaga lainnya berdasarkan atas hubungan
dokter keluarga lainnya, secara teratur.
kerja yang professional 2. Bekerja
dalam
3. Partisipasi
tim,
menyelenggarakan dalam
Pada
saat
penatalaksanaan
peningkatan
derajat
dalam
kegiatan
pendidikan,
mempunyai itikad baik dalam pendidikan dokter keluarga.
kesehatan
4. Penelitian dalam praktik, mempunyai itikad
pasien dan keluarga, pelayanan dokter
baik dalam penelitian dan berusaha untuk
keluarga merupakan sebuah tim.
menyelenggarakan penelitian yang sesuai
3. Pemimpin klinik, dipimpin oleh seorang dokter
keluarga
atau
bila
terdiri
dari
dengan etika penelitian kedokteran. 5. Penulisan ilmiah, berpartisipasi secara aktif
beberapa dokter keluarga dapat dibagi
dan/atau
untuk memimpin bidang manajemen yang
kedokteran. [9,11]
BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari- Juni 2014
pasif
pada
jurnal
ilmiah
58
2.3.5 Standar Partisipasi dalam Kegiatan Masyarakat di Bidang Kesehatan Pelayanan
dokter
keluarga
kepentingan pasien. Dokter keluarga tidak hanya menyembuhkan pasien dari sakitnya
selalu tetapi juga menyehatkannya serta menjadi
berusaha berpartisipasi aktif dalam segala mitra, konsultan, atau penasehat di kala sakit kegiatan peningkatan kesehatan disekitarnya dan
sehat.
Jika
masalahnya
dinilai
dan siap memberikan pendapatnya pada memerlukan
pendapat
spesialistik,
dokter
atau
penanganan
setiap kondisi kesehatan di daerahnya. [9,11] keluarga
akan
bahkan
merujuk
1. Menjadi anggota perkumpulan sosial, ya mengkonsultasikan
atau
Dokter keluarga dan petugas kesehatan pasien ke dokter spesialis yang tepat. lainnya dalam pelayanan dokter keluarga, Sehingga pendekatan yang ada pada menjadi anggota perkumpulan sosial untuk pelayanan komprehensif ini meliputi Promotif, mempeluas wawasan pergaulan preventif, kuratif dan rehabilitatif, dan tidak 2. Partisipasi
dalam
kegiatan
kesehatan lupa
untuk
memandang
pasien
sebagai
masyarakat manusia seutuhnya, bukan hanya bagian 3. Partisipasi
dalam
penanggulangan tubuhnya yang sakit. [9,11]
bencana di sekitarnya 2.4.2 Pelayanan secara berkesinambungan 2.4
Prinsip
yang
Diterapkan
dalam
Pelayanan Dokter Keluarga
Pelayanan
yang
kontinyu
berarti
pasien harus dipantau secara terus menerus. Prinsip-prinsip yang harus diterapkan Wujud kontinuitas pelayanannya itu berupa dalam pendekatan pelayanan pada dokter pemantauan
bersinambung,
antara
lain
keluarga terkait dengan upaya peningkatan melalui penyelenggaraan rekam medis yang pelayanan utamanya pada Pusat Pelayanan handal dan kerjasama profesional dengan Kesehatan pada strata pertama (PPK 1) di Era paramedik lainnya. Sehingga intinya adalah Jaminan Kesehatan Nasional adalah sebagai sebagai berikut: [9,11] berikut:
[9,11]
1. Mempunyai rekam medis yang diisi dengan cermat. 2.4.1 Pelayanan secara komprehensif 2. Dianjurkan untuk berpraktek di tempat yang Dokter
keluarga
menggunakan sama, dokter dan kliniknya sebaiknya
segenap ilmunya serta saran dan prasarana jangan berpindah-pindah. medis yang tersedia sebesar-besarnya untuk
BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari- Juni 2014
59
3. Menjalin kerjasama dengan profesional dan
2.4.4 Mengutamakan pencegahan
institusi pelayanan kesehatan lainnya untuk
Dokter keluarga melakukan upaya
kepentingan pasien agar proses konsultasi
peningkatan
kesehatan
misalnya
melalui
dan rujukan berjalan lancar.
penyuluhan
kesehatan,
melakukan
upaya
pencegahan penyakit melalui vaksinasi. Upaya 2.4.3 Pelayanan yang koordinatif dan KB, pemeriksaan kehamilan, dan pemantauan kolaboratif tumbuh-kembang
anak
juga
merupakan
Seiring dengan pelayanan paripurna, bentuk dokter
keluarga
akan
upaya
pencegahan
yang
harus
mengkoordinasikan dilakukan oleh Dokter keluarga. Jika pasien
keperluan pasien dengan dokter keluarga datang dalam keadaan sakit, dokter keluarga yang
lain,
dengan
diperlukan,
dengan
para
spesialis
yang harus
paramedis,
membuat
diagnosis
dini
dan
dengan memberikan pengobatan yang cepat dan tepat
fasilitas
kesehatan
yang
diperlukan
dan agar penyakit tidak semakin parah.dan jika
bahkan dengan keluarganya. penyakit sudah parah, dokter keluarga harus Koordinasi inipun merupakan salah segera bertindak cepat misalnya dengan satu bentuk kesinambungan pelayananya. segera merujuk ke fasilitas pelayanan yang Dengan koordinasi yang baik, dapat dihindari lebih tinggi dengan persiapan yang memadai tumpang tindih penggunaan obat, duplikasi agar pemeriksaan
penunjang
atau
jangan
sampai
terjadi
cacat
yang
perbedaan permanen. [9]
pendapat
mengenai
manajemen
pasien. Seandainya terjadi kecacatan, dokter
Kerjasama
dengan
para
spesialis
yang keluarga harus berusaha agar jangan sampai
dikoordinasikan oleh dokter keluarga ini akan kecacatan menjadi penghalang besar bagi menjadikan kolaborasi saintifik yang handal pasien nantinya. Di sini juga dituntut partisipasi untuk
meningkatkan
kepercayaan
pasien Dokter
keluarga
untuk
membantu
upaya
kepada pelayanan medik yang disediakan. rehabilitasi bagi pasien penyandang cacat, Dengan
demikian
terjadi
saling
kontrol baik secara fisik, psikologik, maupun sosial,
sehingga efektivitas pengobatan dan efisiensi agar keterbatasannya dapat dimanfaatkan biaya dapat terwujud. [9,11] seoptimal mungkin.
BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari- Juni 2014
60
2.4.5 Mempertimbangkan keluarga
2.4.7 Pelayanan yang sadar biaya
Poin-point penting dalam pelayanan
Untuk pelayanan dokter keluarga yang
yang mempertimbangkan keluarga adalah
berfokus pada pendekatan yang sadar biaya,
sebagai berikut: [9,11]
perlu ditekankan pada beberapa hal berikut ini:
1. Titik awal (entry point) pelayanan DK
1. Mempertimbangkan
terkecil
yang
â&#x20AC;&#x153;cost-
effectivenessâ&#x20AC;? dalam tindakan medis.
adalah individu seorang pasien. 2. Unit
segi
dilayaninya
adalah
2. Mampu mengelola dan mengembangkan
individu pasien itu sendiri sebagai bagian
secara
integral dari keluarganya.
sebuah klinik Dokter Keluarga dengan
3. Seluruh anggota keluarga dapat menjadi
efisien
dengan
neraca
positif
tetap menjaga mutu pelayanan kesehatan.
pasien seorang Dokter Keluarga akan
3. Mampu bernegosiasi dengan pelayanan
tetapi tetap dimungkinkan sebuah keluarga
kesehatan yang lain (Rumah Sakit, Apotik,
mempunyai lebih dari satu dokter keluarga.
Optik dan lain-lain) secara berimbang sehingga
tercapai
kerjasama
yang
2.4.6 Mempertimbangkan komunitas menguntungkan. Seperti juga keluarga, dokter keluarga 4. Mampu bernegosiasi dengan perusahaan juga
harus
mengingat
bahwa
pasien asuransi
merupakan
dari
komunitasnya
baik
secara
serasi
dan
selaras
di sehingga
tercapai
kerjasama
yang
lingkungan tempat tinggal maupun kerjanya. menguntungkan semua pihak. Lingkungan tempat tinggal maupun kerjanya dapat mempengaruhi penyakitnya. Demikian 2.4.8 Pelayanan yang menjunjung tinggi pula penyakit pasien dapat berdampak pada etika dan hukum lingkungan. [9,11] Mempertimbangkan etika dalam setiap Oleh
sebab
itu,
harus
selalu tindakan medis yang dilakukan pada pasien.
mempertimbangkan
pengaruh
keluarga, Kemudian meminta ijin pada pasien untuk
komunitas, masyarakat dan lingkungannya memberitakan yang
dapat
mempengaruhi
penyakitnya
kepada
penyembuhan keluarganya atau pihak lain. Serta, menyadari
penyakitnya.
Dan
juga
memanfaatkan bahwa setiap kelalaian dalam tindakannya
keluarga,
komunitas,
masyarakat
dan dapat menjadi masalah hukum. [9,11]
lingkungannya untuk membantu penyembuhan penyakitnya.
BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari- Juni 2014
61
2.4.9 Pelayanan dapat di pertanggung
Layaknya prinsip lebih baik mencegah
jawabkan
daripada mengobati, sehat memiliki makna
Yang perlu diperhatikan dalam hal ini
terbebas
dari
penyakit
sehingga
mampu
adalah:
menjalani kehidupan dengan normal. Oleh
1. Rekam medĂs yang lengkap, akurat, dapat
karena itu, diperlukan edukasi baik untuk
dibaca orang lain yang berkepentingan.
penanggulangan maupun mengobati suatu
2. Menyediakan SOP untuk setiap layanan
penyakit. Jadi, pencegahan penyakit agar
medis.
seseorang tetap sehat meliputi usaha yang
3. Belajar
sepanjang
memanfaatkan
EBM
hanyat
dan
(Evidence
Based
Medicine) serta menggunakannya sebagai
terintegrasi dan melibatkan berbagai pihak mulai
individu,
keluarga,
lingkungan
maupun pemerintah.
alat untuk merancang tindakan medis.
Menyadari pentingnya sebuah usaha
4. Menyadari keterbatasan kemampuan dan kewenangan.
terintegrasi demi menciptakan manusia yang sehat dibutuhkan dokter keluarga. Dokter
5. Menyelenggarakan pertemuan ilmiah rutin membahas
dari
berbagai
kasus
sambil
mengaudit penatalaksanaannya.
keluarga
menyelenggarakan
kesehatan
primer
yang
berkesinambungan, pencegahan,
3. PEMBAHASAN
komunitas
pelayanan menyeluruh,
mengutamakan
mempertimbangkan dan
keluarga,
lingkungannya
dengan
Di Indonesia, Primary Health Care berdasarkan ilmu kedokteran yang mapan. (PHC) memiliki 3 (tiga) strategi utama, yaitu Seorang dokter keluarga memandang kerjasama
multisektoral,
partisipasi seorang pasien secara menyeluruh, tidak
masyarakat, dan penerapan teknologi yang hanya sesuai
dengan
kebutuhan
memandang
bagaimana
dengan menyembuhkan
penyakitnya
saja.
Tetapi
pelaksanaan di masyarakat, dengan tujuan harus dapat memandang bagaimana latar meningkatkan akses masyarakat terhadap belakang keluarga, gaya hidup, faktor resiko pelayanan
kesehatan
Pelayanan
kesehatan
yang
berkualitas. yang ada yang dapat menyebabkan penyakit,
kesehatan
yang pengaruh
keluarga
dalam
upaya
dimaksudkan adalah pelayanan kesehatan penyembuhan penyakit sampai pencegahan paripurna meliputi promotif, preventif, kuratif komplikasi dan edukasi terhadap kemungkinan dan rehabilitatif. [3,10,11]
BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari- Juni 2014
62
anggota keluarga lain juga terkena penyakit yang sama.
Fragmentasi meningkatkan
Dengan
demikian,
seorang
dokter
pengobatan
profesi
biaya
ini
pengobatan
spesialistik
bergantung
akan karena pada
keluarga bertanggung jawab atas kesehatan
teknologi dan laboratorium. Pada akhirnya
pasien dan keluarga pasien.
akan menimbulkan keengganan masyarakat
Perkembangan spesialisasi
dan
menyebabkan
ilmu sub
kedokteran
untuk berobat karena biaya yang mahal.
spesialisasi
Padahal
fragmentasi
sebenarnya
ketidakteraturan
profesi.
pelayanan kesehatan primer, sekunder dan
Spesialisasi ini juga menyebabkan terkotak-
tersier inilah yang menyebabkan mahalnya
kotaknya pengetahuan kesehatan. Padahal
biaya pengobatan. Bayangkan saja, sekarang
seorang pasien yang dirawat oleh banyak
sudah menjadi trend di masyarakat untuk
spesialis adalah satu tubuh yang saling
melakukan vaksin ke dokter spesialis. Terang
berkaitan. Belum lagi, istilah â&#x20AC;&#x153;rawat bersamaâ&#x20AC;?
saja biayanya bisa mencapai tiga kali lipat dari
yang lagi trend saat ini membuat pasien
harga vaksin di dokter umum.
bingung harus bertanya penyakitnya kepada
Memang simpang siur dari kesehatan
siapa. Setiap dokter hanya akan menjelaskan
Indonesia
bagian disiplin ilmunya saja, padahal seorang
komersialisasi pelayanan kesehatan. Rumah
pasien
membutuhkan
keseluruhan
berawal
dari
konsep
penjelasan
secara
sakit sebagai sentral pelayanan kesehatan.
penyakit
yang
Padahal, pelayanan kesehatan primerlah yang
tentang
dideritanya. Lagi-lagi,
ini
seharusnya menjadi tonggak status kesehatan dokter
menjadi
Indonesia. Mirisnya, dari jumlah kunjungan ke
jawaban. Dokter keluargalah yang seharusnya
pelayanan kesehatan primer, lebih dari 50
menyatukan berbagai disiplin ilmu tersebutnya
persen
dan merangkumnya sebagai suatu penjelasan
mendapatkan surat rujukan ke rumah sakit.
kepada pasien. Hal ini diharapkan mampu
Kebanyakan masyarakat Indonesia enggan
meningkatkan
mendapatkan
kepatuhan
keluarga
pasien
dalam
pasien
datang
pelayanan
hanya
primer
untuk
apalagi
menjalankan terapi yang diberikan, juga dapat
pelayanan pencegahan penyakit. Pola pikir
menurunkan angka kejadian penyakit karena
bangsa ini masih tidak rela mengeluarkan
pencegahan yang dilakukan serta menurunkan
uang demi pencegahan penyakit.
angka kematian.
BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari- Juni 2014
63
Pemerintah terus melakukan upaya meningkatkan Indonesia.
derajat
kesehatan
Penerapam
sistem
rakyat Jaminan
profesional
bukan
melainkan
untuk
untuk
kesinambungan program tersebut. Pemerintah juga
di
golongan kurang mampu.
2014
ini
masih
akan
terus
profit
mempertahankan
Kesehatan Nasional (JKN) yang telah berjalan tahun
tujuan
menyediakan
bantuan
iuran
bagi
berlangsung dan dianalisa ketepatan dan
Cakupan peserta yang begitu besar ini
penerapannya di Indonesia guna evaluasi
membutuhkan cara yang jeli agar premi yang
untuk menjadikan jaminan kesehatan nasional
ada
menjadi lebih baik dan lebih bemanfaat untuk
pelayanan kesehatan seluruh peserta. Oleh
masyarakat Indonesia seluruhnya.[12]
karena itu, dibutuhkan perubahan sistem yang
Sistem Jaminan Kesehatan Nasional ini
meliputi
pemerataan
dapat menekan overload biaya kesehatan dengan mengutamakan pencegahan penyakit,
kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan
optimalisasi pelayanan kesehatan primer dan
pensiun, dan jaminan kematian. Dari kelima
mencegah komplikasi penyakit.
ini,
jaminan
kesehatan,
memfasilitasi
jaminan
jaminan
jaminan
dapat
kesehatan
memiliki
Dokter
keluarga
menjadi
jawaban
peserta jaminan yang sangat luas, yakni
yang paling ideal, karena hakikatnya sebagai
seluruh rakyat Indonesia. Sebagai wadah yang
dokter pelayanan primer yang dapat membina
mengurusi sistem jaminan ini disebut Badan
hubungan
Pelaksana Jaminan Sosial (BPJS). [12]
keluarganya
Perlu
diketahui,
dengan
sehingga
pasien
mampu
dan
melakukan
jaminan
edukasi pencegahan, penatalaksanaan awal
kesehatan ini jelas bukan hanya pembaharuan
terhadap penyakit dan mencegah komplikasi
terhadap sistem asuransi kesehatan untuk
penyakit. Dokter keluarga sebagai gatekeeper
orang
pada sistem ini. Artinya, dokter keluarga
miskin
yang
sistem
baik
sekarang
disebut
jamkesmas. Jaminan kesehatan pada JKN ini
sebagai
mengupayakan jaminan kesehatan seluruh
berhubungan sangat erat dengan keluarga
rakyat Indonesia dengan pengelolaan yang
pasien, dokter keluarga sebagai kordinator
bersifat non profit, melainkan berorientasi
pelayanan yang memberikan keputusan untuk
terhadap
yang
merujuk ke pelayanan kesehatan sekunder
yang
dan dokter keluarga juga yang berkordinasi
dibayarkan oleh peserta harus dikelola dengan
dengan pelayanan kesehatan lanjutan dalam
pelayanan
berkesinambungan.
program
Artinya,
premi
BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari- Juni 2014
kontak
pertama
pasien
dan
64
tanggung
jawabnya
sebagai
pemelihara
kesehatan peserta.
pelayanan kesehatan yang dapat diaudit dan dipertanggungjawabkan.
Dokter
keluarga
menjadi jawaban yang paling ideal dalam 4. KESIMPULAN
peningkatan
Banyaknya
penduduk
PHC
di
Era
JKN,
karena
Indonesia hakikatnya sebagai dokter pelayanan primer
berobat keluar negeri dikarenakan pelayanan yang dapat membina hubungan baik dengan kesehatan yang belum komunikatif antara pasien dan keluarganya sehingga mampu dokter dan pasien. Pelayanan dokter keluarga melakukan
edukasi
pencegahan,
merupakan salah satu bentuk pelayanan penatalaksanaan awal terhadap penyakit dan medik di Indonesia, yang disiapkan sebagai mencegah
komplikasi
penyakit.
Dokter
primadona pelayanan medik strata pertama di keluarga sebagai gatekeeper pada sistem JKN Indonesia. ini. Untuk
mencapai
keberhasilan
penyelenggaraan Primary Health Care (PHC) bagi masyarakat, diperlukan kerjasama baik lintas
sektoral
maupun
regional.
Untuk
5. SARAN Dalam Keluarga
mendukung
dalam
peran
meningkatkan
Dokter kualitas
meningkatkan primary helath care terutama
Primary Helath Care (PHC) di Era JKN, yang
pada pelayanan di tingkat strata pertama
perlu dilakukan adalah:
adalah
layanan
1. Kementerian Kesehatan RI mengadopsi
komprehensif; menyelenggarakan pelayanan
nilai inklusif, yang merupakan salah satu
kesehatan yang kontinyu mulai dari konsepsi
dari 5 nilai yang harus diterapkan dalam
sampai mati; mengutamakan pencegahan;
pelaksanaan
menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang
yaitu pro-rakyat, inklusif, responsif, efektif,
koordinatif
dan
dan bersih.
pelayanan
kesehatan
dengan
bagian
memberikan
kolaboratif;
integral
mempertimbangkan
memberikan
individual dari
keluarga,
sadar
etika,
moral
kesehatan,
sebagai
2. Diperlukan kerjasama baik lintas sektoral
keluarganya;
maupun regional, khususnya di kawasan
komunitas,
masyarakat dan lingkungan tempat pasien berada;
pembangunan
dan
hukum;
Asia Tenggara. 3. Memantapkan Kemenkes agar berguna untuk
menguatkan
dan
meningkatkan
memberikan pelayanan kesehatan yang sadar
kualitas pelayanan kesehatan pada strata
biaya dan sadar mutu; menyelengarakan
pertama.
BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari- Juni 2014
65
4. Pusat
Pelayanan
bersahabat,
yang
alernatif
untuk
sehat
pada
Kesehatan
yang
merupakan
metode
6. Qomariah. Sekilas Kedokteran Keluarga. Jakarta: FK-Yarsi. 2000.
menerapkan
paradigma
7. Rusady dan Marisi. Pelayanan kesehatan
pelaksana
pelayanan
berbasis dokter keluarga. Buletin info
kesehatan.
Askes. edisi Juni. 2010.
5. Pelayanan kesehatan primer masih penting
8. Sutomo,
A.
H.
Pengalaman
Dokter
untuk pemberdayaan masyarakat dalam
Keluarga. Simposium Dokter Keluarga
bidang kesehatan.
Dalam SJSN, UGM, Jogjakarta. 2001. 9. Trisna.
DAFTAR PUSTAKA 1. Anies. Dokter
Standar
Pelayanan
Dokter
Keluarga. Kampus UI Depok. 2006. Keluarga
dan
Sistem 10. Wahyuni. Pelayanan Dokter Keluarga.
Pembiayaan Dalam Pelayanan Primer. Medan: USU digital library. 2003 Semarang : Universitas Diponegoro. 2006 11. WHO-WONCA working paper. Making 2. Adisasmito. Sistem Kesehatan. Jakarta: medical practice and education relevant PT Raja Grafindo Persada. 2007. to peopleâ&#x20AC;&#x2122;s needs: the contribution of 3. Azwar,
Azrul;
Gan,
Goh
Lee; family doctor. Ontario, Canada. 1994.
Wonodirekso, Sugito. A Primer On Family 12. Wonodirekso, S. Praktek Dokter Keluarga, Medicine Practice. Singapore International www.JPKM online. 2004. Foundation : Singapore. 2004. 4. Danakusuma.
Pengantar
Kesehatan
Masyarakat dan Kedokteran Komunitas. Jakarta: IDI. 1996. 5. Kementerian
Kesehatan
RI.
Undang-
Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. 2009.
BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari- Juni 2014
66
67
BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari- Juni 2014
KEMENDIKBUD