Bimkmi vol 2 no 2

Page 1

BIMKMI

INDONESIAN PUBLIC HEALTH STUDENT JOURNAL


SUSUNAN PENGURUS Pelindung

Penyunting Ahli Renti Mahkota, SKM, M.Epid

Prof. Dr. dr. Nasrin Kodim, MPH

Universitas Indonesia

Univeristas Indonesia

drg. Tito Yustiawan, M.Kes Universitas Airlangga

Prof. drh. Wiku Adisasmito, M.Sc, PhD Universitas Indonesia

Penasihat Ikatan Senat Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Seluruh Indonesia (ISMKMI)

Fauzie Rahman, SKM, MPH Universitas Lambung Mangkurat

Atikah Rahayu, SKM, MPH Universitas Lambung Mangkurat

Lenie Marlinae, SKM, MKL Universitas Lambung Mangkurat

Ratna Setyaningrum, SKM, M.Sc Universitas Lambung Mangkurat

Pimpinan Umum Nurul Maretia Rahmayanti Universitas Indonesia

Penyunting Pelaksana

Wakil Pimpinan Umum

Agung Buana Universitas Indonesia Deni Frayoga Nasution Universitas Lambung Mangkurat Hanan Tsabitah Universitas Indonesia Putrisuvi Nurjannah Zalqis Universitas Indonesia

Asri Hikmatuz Zahroh Universitas Airlangga

Pimpinan Redaksi Atina Husnayain Universitas Airlangga

Sekretaris

Humas dan Promosi Ianathasya Sinulingga Universitas Indonesia Cinthya Theresia Tambunan Universitas Indonesia Hidayatush Sholiha Universitas Airlangga Nurul Imani Universitas Indonesia Wiwit Khuntari Universitas Mulawarman

Desy Safitri Universitas Indonesia

Tata Letak dan Layout Bendahara Febrina Margaretha Damanik Universitas Indonesia

Anis Solihah Universitas Muhamadiyah Jakarta Nadia Khafia Universitas Indonesia Rendi Supiana Universitas Indonesia

i BIMKGI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013


DAFTAR ISI

ISSN : 2302-7835

Susunan Pengurus................................................................................................................................... Daftar Isi...................................................................................................................................................... Petunjuk Penulisan ‌‌......................................................................................................................... Sambutan Pimpinan Redaksi..............................................................................................................

i ii iii ix

Penelitian Hipertensi Pada Pramudi Bus Transjakarta di PT. Bianglala Metropolitan Tahun 2013 Namira Wadjir Sangadji, Nurhayati .................................................................................................................................................................................................................................. 1

Hubungan Antara Persepsi Pasien Terhadap Obat Generik dengan Pengalaman Kesembuhan, Kepuasan, dan Kunjungan Kembali Ade Aryanti Fahriani .................................................................................................................................................................................................................................. 11

Pengaruh Faktor Risiko Paritas Dan Usia Terhadap Kejadian Hipertensi Dalam Kehamilan di RSUD Dr. Soetomo Surabaya Mely Dwitasari Tadjang .................................................................................................................................................................................................................................. 19

Tinjauan Pustaka Diagnosis Stadium Awal Kasus Cedera Ginjal Akut Pada Masyarakat Berbasis Biomarker Neutrofil Gelatinase-Associated Lipocalin (NGAL) Secara Praktis dan Akurat Novra Arya Sandi, Adam Darsono, Asiyah Tsabita Maulana .................................................................................................................................................................................................................................. 28

Kemitraan (Partnership) Sebagai Upaya Peningkatan Capaian Target Cakupan Pertolongan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan di Kabupaten Gresik Mely Dwitasari Tadjang .................................................................................................................................................................................................................................. 36

Upaya Strategis Dalam Menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia Berdasarkan Prioritas Masalah Setiap Provinsi Sebagai Evaluasi Poin MDGs Ke-5 Traviata Prakarti, Gita Aprilicia, Novahana Pradita .................................................................................................................................................................................................................................. 42

Peran Dokter Keluarga Dalam Upaya Peningkatan Kualitas Primary Health Care di Era Jaminan Kesehatan Nasional Agus Aan Adriansyah .................................................................................................................................................................................................................................. 51

ii BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014


PETUNJUK PENULISAN Pedoman Penulisan Artikel Berkala Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia (BIMKMI) Indonesian Public Health Student Journal

Berkala Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia (BIMKMI) adalah publikasi per semester yang menggunakan sistem seleksi peer-review dan redaktur. Naskah diterima oleh redaksi, mendapat seleksi validitas oleh mitra bestari, serta seleksi dan pengeditan oleh redaktur. BIMKMI menerima artikel penelitian asli yang berhubungan dengan dunia kesehatan masyarakat meliputi epidemiologi, kesehatan lingkungan, keselamatan dan kesehatan kerja, administrasi dan kebijakan kesehatan, biostatistik dan kependudukan, promosi kesehatan dan ilmu perilaku, ilmu gizi kesehatan masyarakat, kesehatan reproduksi, kesehatan global, dan one health baik penelitian lapangan maupun laboratorium, artikel tinjauan pustaka, laporan kasus, artikel penyegar ilmu kesehatan masyarakat, advertorial, petunjuk praktis, serta editorial. Tulisan merupakan tulisan asli (bukan plagiat) dan sesuai dengan kompetensi mahasiswa kesehatan masyarakat.

Ketentuan umum : 1. Penulis merupakan lulusan mahasiswa S1 atau masih menempuh jenjang pendidikan S2 program studi kesehatan masyarakat saat mengirimkan artikel. 2. Bila penulis lebih dari satu orang, maka minimal salah satunya harus berasal dari mahasiswa program studi kesehatan masyarakat. Maksimal terdiri dari enam orang dalam satu kelompok. 3. BIMKMI hanya memuat tulisan asli yang belum pernah diterbitkan oleh publikasi ilmiah lain. 4. Penulisan naskah : a. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris dengan baik dan benar, jelas, lugas, serta ringkas. b. Naskah diketik menggunakan microsoft word dengan ukuran kertas A4, dua (2) spasi, kecuali untuk abstrak satu (1) spasi, dengan batas margin atas, bawah, kiri dan kanan setiap halaman adalah 2,5 cm. c. Ketikan diberi nomor halaman mulai dari halaman judul. d. Naskah terdiri dari minimal 3 halaman dan maksimal 15 halaman. 5. Naskah dikirim melalui email ke alamat redaksibimkmi@bimkes.org dengan menyertakan identitas penulis beserta alamat dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

iii BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014


Ketentuan menurut jenis naskah : 1. Penelitian asli: hasil penelitian asli dalam ilmu kesehatan masyarakat. Format terdiri atas judul penelitian, nama dan lembaga pengarang, abstrak, dan teks (pendahuluan, metode, hasil, pembahasan/diskusi, kesimpulan, dan saran). 2. Tinjauan pustaka: tulisan artikel review/sebuah tinjauan terhadap suatu fenomena atau ilmu dalam dunia kesehatan masyarakat, ditulis dengan memperhatikan aspek aktual dan bermanfaat bagi pembaca. 3. Laporan kasus: artikel tentang kasus yang menarik dan bermanfaat bagi pembaca. Artikel ini ditulis sesuai pemeriksaan, diagnosis, dan penatalaksanaan sesuai kompetensi kesehatan masyarakat. Format terdiri atas pendahuluan, laporan, pembahasan, dan kesimpulan. 4. Artikel penyegar: artikel yang bersifat bebas ilmiah, mengangkat topik-topik yang sangat menarik dalam dunia kesehatan masyarakat, memberikan human interest karena sifat keilmiahannya, serta ditulis secara baik. Artikel bersifat tinjauan serta mengingatkan pada halhal dasar atau klinis yang perlu diketahui oleh pembaca. 5. Editorial: artikel yang membahas berbagai hal dalam dunia kesehatan masyarakat. Memuat mulai dari ilmu dasar, berbagai metode terbaru, organisasi, penelitian, penulisan di bidang kesehatan masyarakat, lapangan kerja sampai karir dalam dunia kesehatan masyarakat. Artikel ditulis sesuai kompetensi mahasiswa. 6. Petunjuk praktis: artikel berisi panduan diagnosis atau tatalaksana terkait keilmuan kesehatan masyarakat yang ditulis secara tajam, bersifat langsung (to the point) dan penting diketahui oleh pembaca (mahasiswa kesehatan). 7. Advertorial: Naskah singkat mengenai obat dan kesmpulannya. Penulisan berdasarkan metode studi pustaka.

Ketentuan khusus : 1. Untuk keseragaman penulisan, khusus naskah Penelitian asli harus mengikuti sistematika sebagai berikut: a. Judul karangan (Title) b. Nama dan Lembaga Pengarang (Authors and Institution) c. Abstrak (Abstract) d. Isi (Text), yang terdiri atas: i. Pendahuluan (Introduction) ii. Metode (Methods) iii. Hasil (Results) iv BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014


iv. Pembahasan (Discussion) v. Kesimpulan vi. Saran vii. Ucapan terima kasih e. Daftar Rujukan (Reference) 2.

Untuk keseragaman penulisan, khusus naskah Tinjauan pustaka harus mengikuti sistematika sebagai berikut: a. Judul b. Nama penulis dan lembaga pengarang c. Abstrak d. Isi (Text), yang terdiri atas: i. Pendahuluan (termasuk masalah yang akan dibahas) ii. Pembahasan iii. Kesimpulan iv. Saran e. Daftar Rujukan (Reference)

3.

Judul ditulis dengan Sentence case, dan bila perlu dapat dilengkapi dengan subjudul. Naskah yang telah disajikan dalam pertemuan ilmiah nasional dibuat keterangan berupa catatan kaki. Terjemahan judul dalam bahasa Inggris ditulis italic.

4.

Nama penulis yang dicantumkan paling banyak enam orang, dan bila lebih cukup diikuti dengan kata-kata: dkk atau et al. Nama penulis harus disertai dengan institusi asal penulis. Alamat korespondensi ditulis lengkap dengan nomor telepon dan email.

5.

Abstrak harus ditulis dalam bahasa Inggris serta bahasa Indonesia. Panjang abstrak tidak melebihi 200 kata dan diletakkan setelah judul naskah dan nama penulis.

6.

Kata kunci (key words) yang menyertai abstrak ditulis dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Kata kunci diletakkan di bawah judul setelah abstrak. Tidak lebih dari 5 kata, dan sebaiknya bukan merupakan pengulangan kata-kata dalam judul.

7.

Kata asing yang belum diubah ke dalam bahasa Indonesia ditulis dengan huruf miring (italic).

8.

Tabel dan gambar disusun terpisah dalam lampiran terpisah. Setiap tabel diberi judul dan nomor pemunculan. Foto orang atau pasien apabila ada kemungkinan dikenali maka harus disertai ijin tertulis.

9.

Daftar rujukan disusun menurut sistem Vancouver, diberi nomor sesuai dengan pemunculan dalam keseluruhan teks, bukan menurut abjad.

v BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014


Contoh cara penulisan daftar pustaka dapat dilihat sebagai berikut :

1. Naskah dalam jurnal i. Naskah standar Vega Kj, Pina I, Krevsky B. Heart transplantation is associated with an increased risk for pancreatobiliary disease. Ann Intern Med 1996 Jun 1;124(11):980-3. atau Vega Kj, Pina I, Krevsky B. Heart transplantation is associated with an increased risk for pancreatobiliary disease. Ann Intern Med 1996;124:980-3. Penulis lebih dari enam orang Parkin Dm, Clayton D, Black RJ, Masuyer E, Freidl HP, Ivanov E, et al. Childhood leukaemia in Europe after Chernobyl: 5 year follow-up. Br j Cancer 1996;73:1006-12. ii. Suatu organisasi sebagai penulis The Cardiac Society of Australia and New Zealand. Clinical exercise stress testing. Safety and performance guidelines. Med J Aust 1996;164:282-4. iii. Tanpa nama penulis Cancer in South Africa [editorial]. S Afr Med J 1994;84:15. iv. Naskah tidak dalam bahasa Inggris Ryder TE, Haukeland EA, Solhaug JH. Bilateral infrapatellar seneruptur hos tidligere frisk kvinne. Tidsskr Nor Laegeforen 1996;116:41-2. v. Volum dengan suplemen Shen HM, Zhang QF. Risk assessment of nickel carcinogenicity and occupational lung cancer. Environ Health Perspect 1994;102 Suppl 1:275-82. vi. Edisi dengan suplemen Payne DK, Sullivan MD, Massie MJ. Women`s psychological reactions to breast cancer. Semin Oncol 1996;23(1 Suppl 2):89-97. vii. Volum dengan bagian Ozben T, Nacitarhan S, Tuncer N. Plasma and urine sialic acid in noninsulin dependent diabetes mellitus. Ann Clin Biochem 1995;32(Pt 3):303-6. viii. Edisi dengan bagian Poole GH, Mills SM. One hundred consecutive cases of flap laceration of the leg in ageing patients. N Z Med J 1990;107(986 Pt 1):377-8. ix. Edisi tanpa volum Turan I, Wredmark T, Fellander-Tsai L. Arthroscopic ankle arthrodesis in rheumatoid arthritis. Clin Orthop 1995;(320):110-4. x. Tanpa edisi atau volum Browell DA, Lennard TW. Immunologic status of cancer patient and the effects of blood transfusion on antitumor responses. Curr Opin Gen Surg 1993;325-33. vi BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014


xi. Nomor halaman dalam angka Romawi Fischer GA, Sikic BI. Drug resistance in clinical oncology and hematology. Introduction. Hematol Oncol Clin North Am 1995 Apr;9(2):xi-xii.

2. Buku dan monograf lain i. Penulis perseorangan Ringsven MK, Bond D. Gerontology and leadership skills for nurses. 2nd ed. Albany (NY): Delmar Publishers; 1996. ii. Editor, sebagai penulis Norman IJ, Redfern SJ, editors. Mental health care for elderly people. New York: Churchill Livingstone; 1996. iii. Organisasi dengan penulis Institute of Medicine (US). Looking at the future of the Medicaid program. Washington: The Institute; 1992. iv. Bab dalam buku Philips SJ, Whisnant JP. Hypertension and stroke. In: Laragh JH, Brenner BM, editors. Hypertension: patophysiology, diagnosis, and management. 2nd ed. New York: raven Press; 1995.p.465-78. v. Prosiding konferensi Kimura J, Shibasaki H, editors. Recent advances in clinical neurophysiology. Proceedings of the 10th International Congress of EMG and Clinical Neurophysiology; 1995 Oct 1519; Kyoto, Japan. Amsterdam: Elsevier; 1996. vi. Makalah dalam konferensi Bengstsson S, Solheim BG. Enforcement of data protection, privacy and security in medical information. In: Lun KC, Degoulet P, Piemme TE, Rienhoff O, editors. MEDINFO 92. Proceedings of the 7th World Congress on Medical Informatics; 1992 Sep 6-10; Geneva, Switzerland. Amsterdam: North-Hollan; 1992.p.1561-5. vii. Laporan ilmiah atau laporan teknis a. Diterbitkan oleh badan penyandang dana/sponsor: Smith P, Golladay K. Payment for durable medical equipment billed during skilled nursing facility stays. Final report. Dallas (TX): Dept. of Health and Human Services (US), Office of Evaluation and Inspection; 1994 Oct. Report No.: HHSIGOEI69200860. b. Diterbitkan oleh unit pelaksana Field MJ, Tranquada RE, Feasley JC, editors. Helath services research: work force and education issues. Washington: National Academy Press; 1995.

vii BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014


Contract no.: AHCPR282942008. Sponsored by the Agency for Health Care Policy and research. viii. Disertasi Kaplan SJ. Post-hospital home health care: the elderly/access and utilization [dissertation]. St. Louis (MO): Washington univ.; 1995. ix. Naskah dalam Koran Lee G. Hospitalizations tied to ozone pollution: study estimates 50,000 admissions annually. The Washington Post 1996 Jun 21;Sect A:3 (col. 5). x. Materi audiovisual HIV + AIDS: the facts and the future [videocassette]. St. Louis (MO): Mosby-Year book; 1995.

3. Materi elektronik i. Naskah journal dalam format elektronik Morse SS. Factors in the emergence of infectious disease. Emerg Infect Dis [serial online] 1995 Jan-Mar [cited 1996 Jun 5]:1(1):[24 screens]. Available from: URL: HYPERLINK http://www.cdc.gov/ncidod/EID/eid.htm ii. Monograf dalam format elektronik CDI, clinical dermatology illustrated [monograph on CD-ROM]. Reeves JRT, Maibach H. CMEA Multimedia Group, producers. 2nd ed. Version 2.0. San Diego: CMEA; 1995. iii. Arsip computer Hemodynamics III: the ups and downs of hemodynamics [computer program]. Version 2.2. Orlando (FL): Computerized Educational Systems; 1993.

viii BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014


SAMBUTAN PIMPINAN REDAKSI Assalamu’alaikum Wr. Wb. "Ikatlah ilmu dengan menulisnya", filosofi ini hendaknya mampu menjadi dasar

pemikiran

masyarakat tersebut

bagi

untuk

perlu

para

melakukan

ditanamkan

penulisan

artikel

kontribusi

tahunan

akademisi

ilmiah

di

Indonesia

penulisan

mengingat Indonesia. pada

khususnya

masih Hal

mahasiswa

kesehatan

ilmiah.

Pemikiran

artikel

rendahnya ini

perkembangan

minat

dibuktikan ilmu

terhadap

dengan

pengetahuan

skor dunia

yang hanya mencapai 0,012 %.

Untuk itulah Berkala Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia (BIMKMI) Volume II Nomor 2 hadir sebagai wadah bagi mahasiswa kesehatan masyarakat untuk mengembangkan minat dan kemampuannya dalam penulisan artikel ilmiah. BIMKMI edisi kali ini juga diharapkan mampu meningkatkan diseminasi informasi bidang kesehatan masyarakat di Indonesia. Semua artikel ilmiah yang dimuat dalam BIMKMI edisi kali ini telah melewati tahap review oleh mitra bestari dan revisi oleh penulis. Saya selaku pimpinan redaksi mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah terlibat dalam proses penyusunan dan memohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penyusunan.

Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Surabaya, 18 Mei 2014 Atina Husnayain

(Pimpinan Redaksi)

ix BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014


Penelitian

HIPERTENSI PADA PRAMUDI BUS TRANSJAKARTA DI PT. BIANGLALA METROPOLITAN TAHUN 2013 Namira Wadjir Sangadji1, Nurhayati2 1

Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia Staff Pengajar Departemen Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia Kampus Baru Universitas Indonesia Kota Depok, Provinsi Jawa Barat Email: namira.sangadji@yahoo.com 2

ABSTRAK Hipertensi merupakan penyebab utama gagal jantung, gagal ginjal dan strok. Kejadian hipertensi dipengaruhi oleh banyak faktor seperti pola kerja, status gizi, kebiasaan makan, aktivitas fisik, dan gaya hidup. Faktor pola kerja sebagai supir diduga sebagai pencetus kejadian hipertensi. Penelitian ini membahas gambaran kejadian hipertensi pada pramudi bus transjakarta di PT Bianglala Metropilitan Tahun 2013. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan metode cross sectional. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa prevalensi kejadian hipertensi sebesar 68,1 %. Proporsi pramudi bus Transjakarta di PT. Bianglala Metropolitan tahun 2013 yang lebih banyak menderita hipertensi ada pada kelompok usia lebih dari 40 tahun sebesar 70,4 %, memiliki riwayat kejadian hipertensi dalam keluarga sebesar 70,7 %, berpendidikan SMA 70,6 % dan berasal dari suku Minangkabau 78,6 %. Selain itu kejadian hipertensi juga lebih banyak pada kelompok pramudi yang memiliki indeks masa tubuh obesitas sebesar 87,2 %, sering mengonsumsi makanan tinggi natrium sebesar 70,2 %, sering mengonsumsi lemak sebesar 73,0 % dan jarang mengonsumsi serat 74,6 %. Proporsi kejadian hipertensi juga banyak ditemukan pada kelompok pramudi yang memiliki kebiasaan mengonsumsi rokok sebesar 72,2%. Sedangkan presentase pramudi yang mengonsumsi kopi dan tidak mengonsumsi kopi kurang lebih sama. Pramudi yang memiliki lama masa kerja lebih dari 18 bulan kurang lebih sama dengan proporsi lama masa kerja kurang dari 18 bulan.

Katakunci: Hipertensi, Pramudi, Tekanan Darah

ABSTRACT Hypertension is a major cause of heart failure, kidney failure and stroke. The occurence of hypertension is affected by a lot of factors such as work pattern, nutrition status, diet, physical activity, and life style. This study is going to discusses the overview of the incidence of hypertension inTransJakarta’s bus drivers in PT Bianglala Metropilitan in 2013. This is a descriptive study with cross sectional method. This study shows that the prevalence of the occurence of hypertension is 68,1%. The drivers’ proportion who suffer from hypertension is from the group of people aged more than 40 years, have a family history of hypertension , high school graduate, and come from the tribe of Minang. Also, the occurence of hypertension is higher from the group of driver who is having a high body mass index or obese, often consuming high natrium and fat food, and rarely consuming fruit and vegetabes. The proportion of occurence also highly found from the group of driver with the habit of consuming coffee and cigarettes. On average, drivers with longer service more than 18 months suffer hypertension more than the driver whose service is less than 18 months. Keywords: Hypertension, Driver, Blood Pressure

BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014

1


1. PENDAHULUAN Hull penyakit

dalam

jantung,

mendefinisikan

Hal bukunya

yang

hipertensi,

hipertensi

berjudul

dan

sebagai

nutrisi

ini

menarik

peneliti

untuk

melakukan

penelitian dengan melihat prevalensi hipertensi dan

kejadian

hipertensi

berdasarkan

desakan

karakteristik demografi, indeks masa tubuh,

darah yang berlebihan dan hampir konstan pada

kebiasaan makan, gaya hidup dan lama masa

arteri. Sementara itu menurut WHO, hipertensi

kerja dengan hipertensi pada pramudi bus

adalah kondisi dimana nilai tekanan darah sitolik

Transjakarta di PT Bianglala Metropolitan tahun

mencapai 140 mmHg atau lebih, atau nilai

2013.

tekanan darah diastolik 90 mmHg atau lebih.[1] Dari dua pengertian tersebut dapat disimpulkan hipertensi adalah gangguan sistem peredaran

2. METODE Penelitian

ini

menggunakan

metode

darah berupa desakan darah yang berlebihan

deskriptif cross sectional. Teknik pengambilan

pada arteri sehingga nilai tekanan darah sistolik

sampel yang digunakan adalah total sampling.

mencapai 140 mmHg atau lebih dan/atau

Populasi dalam penelitian ini sebanyak 165

tekanan darah diastolik 90 mmHg atau lebih.

pramudi koridor 9, 10 dan 12 di PT. Bianglala

Hipertensi merupakan penyebab utama gagal

Metropolitan.

jantung, gagal ginjal dan strok. Disebut sebagai “silent killer� (pembunuh diam-diam) karena orang

dengan

hipertensi

sering

tidak 30 pramudi diekslusi karena : ďƒź 20 pramudi tidak hadir saat penelitian ďƒź 5 orang pramudi menderita penyakit penyerta lainnya yang dapat mempengaruhi hipertensi ďƒź 5 orang pramudi berjenis kelamin perempuan

Total Sampling

menampakkan gejala.[2] Hipertensi

Bagan 1. Metode Pengambilan Sampel

merupakan

permasalahan

yang sering ditemukan baik di Negara maju maupun Negara berkembang. Di Amerika Serikat 50 juta penduduk memiliki hipertensi. Dari jumlah

Total pramudi di PT Bianglala Metropoloitan pada koridor 9, 10 dan 12 Tahun 2013 165

tersebut 32% tidak menyadari diagnosis penyakit mereka, 47% tidak menerima pengobatan, dan 27% dipantau pada nilai ambang batas 140/90 mmHg.[3] Sementara itu prevalensi hipertensi di

Sampel penelitian yang diikutkan dalam analisis 135

Indonesia pada kelompok umur 18-24 tahun sebesar 12,2%, pada kelompok umur 25-34 sebesar 19,0% dan pada kelompok umur 34-44

Data yang dikumpulkan dalam penelitian

tahun cukup tinggi sebesar 29,9%.[4] Kejadian

ini berupa data primer dan data sekunder.

hipertensi dipengaruhi oleh banyak faktor seperti

Pengumpulan

pola

makan,

pengukuran tekanan darah, status gizi dan pola

Faktor pola

asupan makanan dengan menggunakan Food

kerja sebagai supir diduga sebagai pencetus

Frequency Questionnaire (FFQ) serta kuesioner

kerja,

status

gizi,

kebiasaan

aktivitas fisik, dan gaya hidup.[5]

kejadian

hipertensi.[6]

Padahal

data

primer

ini

meliputi

mengemudi

untuk melihat karakteristik demografi, gaya hidup

dengan kondisi kesehatan yang tidak baik dapat

dan lama masa kerja. Sedangkan data sekunder

membahayakan kesehatan

berupa gambaran umum perusahaan, jumlah

pengemudi

yang

bersangkutan bahkan penumpang yang dilayani.

BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014

2


pramudi, jam kerja pramudi dan data riwayat

Pola asupan Lemak

kesehatan pramudi.

Sering ≥ 72,2

89

65,9

Jarang < 72,2

46

34,1

Sering ≥ 73,0

67

49,6

Jarang < 73,0

68

50,4

Bukan perokok

39

28,9

Perokok sekarang

76

56,3

Mantan perokok

20

14,3

39

28,9

96

71,1

1 - 18 bulan

68

50,4

18 - 48 bulan

67

49,6

Pola asupan serat

3. HASIL 3.1 Univariat Tabel 3.1.1 Distribusi Kejadian Hipertensi pada Pramudi Bus Transjakarta di PT. Bianglala Metropolitan Tahun 2013 Hipertensi

Jumlah

Persentase

Status Konsumsi Rokok

Hipertensi

92

68,1

Status Konsumsi Kopi

Normal

43

31,9

Tidak mengonsumsi kopi

Total

135

Mengonsumsi kopi

100

Mengonsumsi kopi Lama Masa Kerja

Tabel 3.1.2 Gambaran Variabel Independen pada Pramudi Bus Transjakarta di PT. Bianglala Metropolitan Tahun 2013 Variabel

Jumlah

%

20 – 40 tahun

54

40

40 – 56 Tahun

81

60

Tidak ada riwayat hipertensi

91

67,4

Ada riwayat hipertensi

44

32,6

Total

135

100

Umur

3.2 Bivariat Tabel. 3.2.1 Proporsi Kejadian Hipertensi dengan Variabel Independen Kejadian Hipertensi

Riwayat Hipertensi Keluarga

Tingkat Pendidikan Tamat SD

3

2,2

Tamat SMP

27

20

Tamat SMA

102

75,6

Tamat Perguruan tinggi

3

2,2

Suku Jawa

58

43

Sunda

22

16,3

Betawi

23

17

Batak

18

13

Minang

14

10,4

Indeks Masa Tubuh Di atas normal

39

28

Normal

85

63

Kurang

11

8,1

Pola asupan natrium Sering ≥ 45,5

57

42,2

Jarang < 45,5

78

57,8

Variabel

Hipertensi

Normal

n

%

n

%

40 – 56 tahun

57

70,4

24

29,6

20 – 40 tahun

35

64,8

19

35,2

Tamat SD

2

66,7

1

33,2

Tamat SMP

17

63

10

37

Tamat SMA

72

70,6

30

29,4

Tamat Perguruan tinggi

1

33,3

2

66,7

Jawa

41

70,7

17

29,3

Sunda

16

72,7

6

27,3

Betawi

14

60,9

9

39,1

Batak

10

55,6

8

44,4

Minang

11

78,6

3

21,4

Ada riwayat

27

62,8

16

37,2

Tidak ada riwayat

65

70,7

21

29,3

34

87,2

5

12,8

Umur

Tingkat Pendidikan

Suku

Riwayat Hipertensi dalam Keluarga

Indeks Masa Tubuh Obesitas

BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014

3


Normal

53

62,4

32

37,6 menunjukan

Kurang

5

45,5

6

54,5 diatas normal. Dari hasil penelitian ini dapat

status

tekanan

darah

diastolik

terlihat bahwa responden yang memiliki tekanan Pola Asupan Natrium

darah sistolik lebih besar dibandingkan dengan

Sering ≥ 45,5

40

70,2

17

29,8

Jarang < 45,5

52

66,7

26

33,3

responden yang memiliki tekanan darah diastolik yang berada diatas normal. Hal ini disebabkan

Pola Asupan Lemak

oleh karena kebanyakan responden diduga

Sering ≥ 72,2

65

73

24

27

Jarang < 72,2

27

58,7

19

41,3 menderita

hipertensi terisolasi, yang artinya

tekanan darah sistolik di atas normal sedangkan

Pola Asupan Serat Jarang ≥ 73,0

50

74,6

17

25,4 tekanan darah diastolik normal.

Sering < 73,0

42

61,8

26

38,2

Sekarang Perokok

56

72,7

21

27,3

Mantan perokok

12

63,2

7

36,8

Bukan perokok

24

63,2

14

36,8

Status Konsumsi Rokok

Penelitian

menunjukan

tingginya

kejadian hipertensi pada pengemudi dipengaruhi oleh beberapa hal seperti aktivitas fisik, stres akibat tekanan kerja, faktor lingkungan dan faktor hidup.[7]

gaya

Status Konsumsi Kopi

Pengemudi

masyarakat

bus

Konsumsi kopi

66

68,8

30

31,3 kelompok

Tdk konsumsi kopi

26

66,7

13

33,3 kondisi kesehatan yang optimal untuk dapat

menjalankan

Lama Masa Kerja

yang

merupakan

pekerjaannya.

mensyaratkan

Dari

hasil

18 - 48 bulan

47

69,1

21

30,9 wawancara responden yang telah dilakukan,

1 - 18 bulan

45

67,2

22

32,8 ditemukan bahwa sebagian besar responden

tidak pernah memeriksakan tekanan darahnya 4. PEMBAHASAN

ke

4.1 Gambaran Kejadian Hipertensi

tenaga

medis

sehingga

menyadari kondisi kesehatan

mereka

tidak

yang mereka

Hasil penelitian menunjukan prevalensi

alami. Tentunya hal ini sangat berbahaya karena

responden yang mengalami hipertensi lebih

hipertensi merupakan faktor risiko utama yang

banyak

dapat

yaitu

sebesar

68,1%.

Pada

hasil

menyebabkan

berbagai

penyakit

penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh

degeneratif lainnya seperti penyakit jantung

Destry (2012) pada supir busway di koridor 1

coroner, infark miokard, penyakit kardiovaskular,

arah Blok M – Kota, diperoleh prevalensi

gagal jantung kongestif, stroke, dan penyakit

hipertensi sebesar 54,9 % angka ini tidak jauh

ginjal.

berbeda. Berdasarkan hasil analisis didapatkan rata – rata tekanan darah sistolik (TDS) adalah

4.2 Usia

128,30 mmHg. TDS terendah 100 mmHg dan

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan

tertinggi 160 mmHg. Sedangkan rata – rata

prevalensi hipertensi sebesar 64,8 % ada pada

tekanan darah diastol (TDD) adalah 81,19

responden yang berusia < 40 tahun dan 70,4 %

mmHg. TDD terendah 30 mmHg dan TDD

ada pada responden yang berusia ≥ 40 tahun.

tertinggi 120 mmHg. Selain itu hasil penelitian

Dari hasil penelitian ini dapat terlihat bahwa

juga menunjukan 48,9 % dari total sampel

responden yang memiliki usia ≥ 40 tahun

menunjukan status tekanan darah sistolik diatas

memiliki proporsi kejadian hipertensi lebih tinggi

normal, sedangkan 35,6 % dari total sampel

dibandingkan dengan kelompok responden yang

BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014

4


memiliki usia < 40 tahun.

Hasil penelitian ini

sejalan dengan penelitian Satesh yang dilakukan

4.4 Suku

pada supir bus di India menunjukan 53 %

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan

kejadian hipertensi terdapat pada kelompok usia

prevalensi hipertensi sebesar sebesar 70,7 %

≼ 40

Hal ini dikarenakan pada saat

ada pada responden yang berasal dari suku

usia

perubahan

Jawa, 72,7 % ada pada responden yang berasal

pada hemodinamik tekanan darah yaitu berupa

dari suku Sunda, 60,9 % ada pada responden

peningkatan resistensi perifer vaskular yang

yang berasal dari suku Betawi, 55,6 % ada pada

menetap

normal.

responden yang berasal dari suku Batak dan

Resistensi perifer terjadi pada arteriol kecil,

78,6 % ada pada responden yang berasal dari

diamana

yang

suku Minang. Hasil penelitian ini menunjukan

berkepanjangan hingga menyebabkan pembuluh

bahwa suku Minangkabau memiliki proporsi lebih

darah arteriol mengalami penebalan.[9]

besar terkena hipertensi dibandingkan dengan

tahun.[8]

pertambahan

dan

menyebabkan

tidak

terjadi

bisa

kontraksi

kembali

otot

polos

kelompok suku lainnya. Penelitian menyebutkan 4.3 Tingkat Pendidikan

tingginya risiko hipertensi dan kardiovaskular

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan

antara etnis yang beragam di Indonesia seperti

proporsi responden yang hipertensi sebesar

Minangkabau, Sunda, Jawa, dan Bugis memiliki

66,7% ada pada responden yang tamat SD,

hubungan

63,0% ada pada responden yang tamat SMP,

makanan.

70,6% ada pada responden yang tamat SMA

kebiasaan mengonsumsi makanan yang tinggi

dan

lemak.[12] Makanan

33,3%

ada

pada

responden

yang

yang

erat

Suku

dengan

pola

Minangkabau

asupan memiliki

yang tinggi lemak

jika

berpendidikan perguruan tinggi. Jika dilihat dari

dikonsumsi dalam jumlah yang berlebihan dapat

hasil penelitian ini ditemukan bahwa responden

mengganggu metabolisme tubuh. Lemak yang

yang tamat SMA cenderung memiliki prevalensi

berlebih akan bereaksi dengan zat-zat lainnya

hipertensi lebih tinggi dibandingkan dengan

dan kemudian akan mengendap pada pembuluh

responden yang memiliki tingkat pendidikan

darah sehingga terjadi penyempitan pembuluh

lainnya, namun perbedaan proporsi ini tidak

darah

terlalu besar. Hasil ini sesuai dengan penelitian

kondisi seperti ini akan lebih berisiko untuk

Kartikasari

memicu kejadian hipertensi.[13]

tentang kejadian hipertensi pada

bahkan

pergeseran

(aterosklerosis)

orang dewasa di Desa Kabongan Kidul yang menemukan proporsi hipertensi banyak terjadi

4.5 Riwayat Hipertensi Keluarga

pada responden yang berpendidikan SMA, SMP dan

SD

dengan

kelompok

prevalensi hipertensi sebesar 70,7% ada pada

perguruan

tinggi.[10]

responden yang tidak memiliki riwayat hipertensi

Tingkat pendidikan diduga berkaitan dengan

dalam keluarga dan 62,8 % ada pada responden

kesadaran berperilaku hidup sehat. Semakin

yang memiliki riwayat hipertensi dalam keluarga.

tinggi tingkat pendidikan seseorang seharusnya

Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian

semakin tinggi pula kesadaran untuk berperilaku

Kaur

hidup sehat sehingga terhindar dari berbagai

penduduk rural di India yang menemukan

responden

dibandingkan

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan

yang

tamat

macam penyakit termasuk

hipertensi.[11]

BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014

tentang faktor risiko hipertensi pada

proporsi orang dengan riwayat hipertensi dalam

5


keluarga lebih banyak menderita hipertensi

tinggi pada kelompok responden dengan status

dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki

indeks

riwayat hipertensi dalam keluarga.[14]

dengan kelompok responden dengan status

Pada dasarnya faktor genetik dalam keluarga

dapat

menyebabkan

seseorang

masa

tubuh

obesitas

dibandingkan

indeks masa tubuh normal dan status indeks masa tubuh kurang. Hasil penelitian ini sesuai

memiliki risiko menderita hipertensi. Hal itu

dengan

disebabkan

yang

kejadian hipertensi pada orang dewasa di Kota

berhubungan dengan hipertensi yang menurun

Depok yang menunjukan proporsi responden

pada dirinya. Perbedaan yang dibawa secara

yang memiliki indeks masa tubuh obesitas

genetis sehingga menderita hipertensi esensial

cenderung lebih banyak menderita hipertensi

meliputi

terhadap

dibandingkan dengan proporsi responden yang

transportasi

memiliki status indeks masa tubuh normal dan

ada

beberapa

kepekaan

konsumsi

garam,

natrium-kalium, terhadap

gen

(sensitivitas) abnormalitas

respon

stimuli

sistem

saraf

Fatmaningsih

tentang

kurang.[17]

respon

Pada saat dilakukannya penelitian ini

neurohormonal.[15]

Namun dalam penelitian ini

mayoritas responden yang mengalami obesistas

terlihat

proporsi

pada

adalah tipe obesitas sentral. Lemak tubuh di

responden dengan riwayat hipertensi dalam

bagian sentral merupakan faktor yang penting

keluarga cenderung lebih sedikit dibandingkan

dalam menentukan peningkatan tekanan darah

dengan proporsi responden yang tidak memiliki

daripada lemak tubuh bagian perifer, baik pada

riwayat hipertensi dalam keluarga. Hal ini bisa

pria maupun wanita. Obesitas sentral merupakan

terjadi karena pada saat dilakukan wawancara

faktor risiko yang perlu segera ditangani karena

kebanyakan

riwayat

bertambahnya ukuran dan jumlah sel adipose

cenderung

dapat menimbulkan gangguan metabolisme.[18]

memproteksi dirinya dari faktor risiko hipertensi

Menurut Carr et al (2004) peningkatan akumulasi

dengan cara mengubah pola hidupnya kearah

lemak visceral (abdominal) merupakan faktor

yang lebih sehat. Faktor riwayat hipertensi dalam

risiko

keluarga yang diturunkan secara gen memang

hipertensi, stroke, dan diabetes tipe II. Diduga

tidak bisa di kontrol, akan tetapi pola hidup dan

timbulnya

kebiasaan adalah faktor yang dapat dikontrol

berkaitan dengan meningkatnya volume plasma

bahwa

hipertensi

psikososial,

pusat

penelitian

responden dalam

hipertensi

dengan

keluarga

untuk melindungi diri dari kejadian

hipertensi.[16]

penyakit

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan

hipertensi

pada

dislepidimia,

obesitas

adalah

dan curah jantung akibat berbagai perubahan hormonal,

4.6 Indeks Masa Tubuh

kardiovaskular,

metabolik,

neurologi,

dan

hemodinamik yang terjadi pada obesitas.[9] Hal ini

mengakibatkan

perubahan

aktivitas

prevalensi hipertensi sebesar 87,2 % ada pada

vasokontrikotor yang berperan penting dalam

responden yang memiliki status indeks masa

patofisiologi hipertensi serta komplikasinya.

tubuh obesitas, 62,4 % ada pada responden yang memiliki status indeks masa tubuh normal

4.7 Asupan Natrium

dan 45,5 % ada pada responden dengan status

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan

indeks masa tubuh kurang. Hasil penelitian ini

prevalensi hipertensi sebesar 66,7 % ada pada

menunjukan proporsi kejadian hipertensi lebih

responden yang jarang mengonsumsi natrium

BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014

6


dan 70,2 % ada pada responden yang sering

pola konsumsi makanan rendah lemak tidak

mengonsumsi natrium. Dapat terlihat bahwa

memiliki faktor risiko untuk menderita hipertensi.

dalam penelitian ini ditemukan proporsi kejadian hipertensi

untuk

responden

yang

sering

4.9 Asupan Serat

mengonsumsi natrium lebih besar dibandingkan

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan

respondeng yang jarang mengonsumsi natrium.

prevalensi hipertensi sebesar 61,8 % ada pada

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang

responden yang sering mengonsumsi serat dan

dilakukan oleh Novi (2009) pada lansia di Kota

74,6 % ada pada responden yang jarang

Depok

mengonsumsi

yang

menunjukan

proporsi

kejadian

serat.

Dapat

terlihat

bahwa

hipertensi lebih tinggi pada responden yang

proporsi kejadian hipertensi lebih tinggi pada

sering

dibandingkan

responden yang jarang mengonsumsi serat

dengan responden yang jarang mengonsumsi

dibandingkan dengan responden yang sering

natrium.[19] Sementara itu berdasarkan hasil

mengonsumsi serat. Hasil penelitian ini sesuai

penelitian

berjudul

dengan penelitian Destry (2012) pada pramudi

Recommendation on Dietary Salt to Prevent and

bus di koridor 1 yang menemukan proporsi

Control

bahwa

kejadian hipertensi lebih banyak ditemukan pada

penurunan konsumsi natrium 100 mmol per hari

kelompok responden yang jarang mengonsumsi

pada pasien yang menderita hipertensi dengan

serat.[14] Hal ini disebabkan karena buah dan

usia lebih dari 44 tahun akan menurunkan

sayur mengandung serat laut (soluble fiber) yang

tekanan darah sistolik sebesar 6,3 mmHg dan

dapat mengikat senyawa kolesterol yang berasal

tekanan darah diastolic sebesar 2,2 mmHg.

dari makanan berlemak yang kita konsumsi dari

Sedangkan pada orang yang memiliki tekanan

sistem

darah normal dan mengurangi konsumsi natrium

dikeluarkan melalui fases.[13] Proses ini akan

100 mmol per hari akan menurunkan tekanan

mencegah

darah sebesar 1 mmHg.[20]

pembuluh darah

mengonsumsi

Frans

natrium

(2000)

Hypertension

yang

menjelaskan

pencernaan

diameter

dan

kemudian

penempelan

kolesterol

akan

pada

yang dapat menyebabkan

pembuluh

darah

mengecil

dan

selanjutnya akan mengganggu peredaran darah 4.8 Asupan Lemak

sehingga meningkatkan tekanan darah. Selain

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan

itu pedoman diet untuk hipertensi atau yang lebih

prevalensi hipertensi sebesar 58,7 % ada pada

dikenal dengan Dieatry Approaches to Stop

responden yang jarang mengonsumsi lemak dan

Hypertension (DASH) menyarankan diet yang

73,0 % ada pada responden yang sering

tinggi buah dan sayur, rendah lemak, serta tinggi

mengonsumsi

serat dan mineral dalam pencegahan hipertensi.

lemak.

Dapat

terlihat

bahwa

proporsi kejadian hipertensi untuk responden

Pola

yang sering mengensumsi lemak lebih besar

penurunan tekanan darah sebesar 8 – 14

dibandingkan

mmHg.[20]

responden

yang

jarang

makan

seperti

ini

dapat

membantu

mengonsumsi lemak. Hasil penelitian ini sesuai dengan cross sectional di Nepal dalam penelitian Arcarna (2012) yang menemukan orang dengan

4.10 Konsumsi Rokok Berdasarkan hasil penelitian ditemukan prevalensi hipertensi sebesar 72,7 % ada pada

BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014

7


responden yang mengonsumsi rokok, 63,2 %

untuk menderita hipertensi. Hal ini dikarenakan

ada pada responden yang pernah mengonsumsi

kandungan terbesar dalam kopi yaitu kafein

rokok dan 63,2 % ada pada responden yang

memiliki efek terhadap tekanan darah secara

tidak merokok. Dalam hasil penelitian ini dapat

akut. Peningkatan tekanan darah ini terjadi

terlihat

memiliki

melalui mekanisme biologi antara lain kafein

mempunyai

yang mengikat reseptor adenisin, mengaktifasi

prevalensi hipertensi lebih tinggi dibandingkan

sistem saraf simpatik dengan meningkatkan

dengan

konsentrasi cathecolamines dalam plasma, dan

bahwa

kebiasaan

responden

mengonsumsi

kelompok

yang

rokok

responden

yang

bukan

perokok dan mantan perokok. Hasil penelitian ini

menstimulasi

kelenjar

adrenalin

serta

sejalan dengan penelitian Destry (2012) pada

meningkatkan produksi kortisol. Sehingga hal ini

pramudi busway di koridor 1 yang menemukan

berdampak pada vasokontriksi dan peningkatan

proporsi kejadian hipertensi lebih tinggi pada

total resistensi perifer yang akan mengakibatkan

responden dengan status perokok dibandingkan

tekanan darah naik.[21]

dengan responden dengan status bukan perokok dan

status

mantan

perokok.[14]

Selain

itu

4.12 Lama Masa Kerja

penelitian Sateesh (2013) pada supir bus di India

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan

menemukan 60 % supir bus yang memiliki

prevalensi hipertensi sebesar 67,2 % ada pada

kebiasaan mengonsumsi rokok lebih banyak

responden yang memiliki lama masa kerja

menderita hipertensi.[8] Hal ini karena merokok

kurang dari 18 bulan dan 69,1 % ada pada

menyebabkan kebutuhan oksigen untuk disuplai

responden yang memiliki lama masa kerja lebih

ke

Kebiasaan

dari sama dengan 18 bulan. Dalam penelitian ini

merokok pada orang yang menderita tekanan

terlihat bahwa proporsi responden yang bekerja

darah tinggi akan menyebabkan semakin besar

lebih

jantung

menjadi

meningkat.

risiko kerusakan pada pembuluh darah

arteri.[15]

dari

18

bulan

cenderung

memiliki

prevalensi hipertensi lebih tinggi dibandingkan dengan proporsi responden yang bekerja kurang

4.11 Konsumsi Kopi

dari 18 bulan. Namun perbedaan proporsi ini

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan

tidak terlalu berbeda jauh bahkan hampir sama.

prevalensi hipertensi sebesar 66,7 % ada pada

Studi yang dilakukan oleh Yang dkk (2006) pada

responden yang tidak mengonsumsi kopi dan

kelompok pekerja di California menemukan lama

68,8 % ada pada responden yang mengonsumsi

masa kerja mempengaruhi kejadian hipertensi

kopi.

bahwa

yang disebabkan oleh pajanan di tempat kerja

memiliki

kebiasaan

seperti stres kerja, suhu lingkungan yang panas,

mempunyai

prevalensi

debu maupun asap sehingga faktor lama masa

hipertensi lebih tinggi dibandingkan dengan

kerja sangat potensial untuk memicu stres yang

kelompok responden yang tidak mengonsumsi

merupakan

kopi. Namun perbedaan proporsi ini tidak terlalu

kejadian hipertensi. Bekerja sebagai pramudi bus

berbeda jauh bahkan hampir sama. Menurut

membutuhkan kehati-hatian

studi observasi yang dilakukan oleh Klag (2011)

yang tinggi untuk keselamatan penumpang dan

menemukan

dirinya

Hasil

responden mengonsumsi

penelitian yang kopi

bahwa

ini

orang

terlihat

yang

sering

mengonsumsi kopi lebih memiliki kecenderungan

BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014

salah

selama

Nakanishi

(2007)

di

satu

jalan pada

faktor

risiko

dan raya.[5]

pekerja

untuk

konsentrasi

Penelitian di

Jepang

8


menemukan lama masa kerja dengan tekanan

2. Brunner & Sudarth. Buku

keperawatan

darah dipengaruhi oleh aktivitas saraf simpatik

medikal bedah. Ed. 8. Vol. 2 (Terj : Kuncara,

dan konsentrasi yang tinggi selama bekerja.[22]

Hartono, Ester, & Asih). Jakarta : Buku kedokteran EGC; 2002

5.

KESIMPULAN

3. Susalit, E., Kapojos, J. E., & Lubis, H. R.

Prevalensi

kejadian

hipertensi

pramudi bus Transjakarta di PT

pada

Bianglala

Metropolitan tahun 2013 adalah sebesar 68,1 %. Proporsi

pramudi

bus

Transjakarta

di

PT.

Buku ajar ilmu penyakit dalam II. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2001 4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Laporan

hasil

riset

kesehatan

dasar

Bianglala Metropolitan tahun 2013 yang lebih

riskesdas Indonesia. Jakarta : Kemenkes RI;

banyak menderita hipertensi ada pada kelompok

2007

usia lebih dari 40 tahun sebesar 70,4 %, memiliki riwayat

kejadian

hipertensi

dalam

keluarga

5. Yang, & Haiou. (2006). Work hours and selfreported

hypertension

among

working

sebesar 70,7 %, berpendidikan SMA 70,6 % dan

people in California. Journal of Hypertension.

berasal dari suku Minangkabau 78,6 %. Proporsi

48: 744-750.

pramudi bus Transjakarta di PT. Bianglala

6. Belkic, K., Savic, C., Theorell, T., Rakic, L.,

Metropolitan tahun 2013 yang memiliki indeks

Ercegovac, D., & Djordjevic, M. (2007).

masa tubuh obesitas lebih banyak menderita

Mechanism

hipertensi sebesar 87,2 %.

professional drivers. Journal of Work Environ

Proporsi pramudi bus Transjakarta di PT.

of

cardiac

risk

among

Health : 20 (2) : 73-86.

Bianglala Metropolitan tahun 2013 yang lebih

7. Nasri and Moazenzadeh. (2006). Coronary

banyak menderita hipertensi ada pada kelompok

artery disease risk factors in driving versus

pramudi yang sering mengonsumsi natrium

other occupations. Journal of Ocupational

sebesar 70,2 %, sering mengonsumsi lemak

Health. 2 (3): 10–21.

sebesar 73,0 % dan jarang mengonsumsi serat

8. Anggraeni, Vina.

Tingkat kebisingan lalu

74,6 %. Proporsi pramudi bus Transjakarta di

lintas

PT. Bianglala Metropolitan tahun 2013 yang lebih

angkutan umum kwk wilayah Jakarta Timur

banyak menderita hipertensi ada pada kelompok

tahun 2012. Skripsi: FKM UI; 2012

pramudi yang sekarang mengonsumsi rokok sebesar 72,2%. Sedangkan presentase pramudi yang mengonsumsi kopi dan tidak mengonsumsi

dan risiko hipertensi pada

supir

9. Sani, Aulia. Hypertension current perpective. Jakarta. Medya Crea; 2008 10. Kartikasari. Faktor risiko hipertensi pada

kopi kurang lebih sama. Proporsi pramudi bus

masyarakat

Transjakarta di PT. Bianglala Metropolitan tahun

kabupaten rembang. Skripsi: FK UNDIP;

2013 yang memiliki lama masa kerja lebih dari

2012

18 bulan kurang lebih sama dengan proporsi lama masa kerja kurang dari 18 bulan.

di

desa

kabongan

kidul,

11. Rahajeng, et al. (2009). Prevalensi hipertensi dan determinannya di Indonesia. Majalah Kedoketran Indonesia, volume 59,12:580-

DAFTAR PUSTAKA 1. Hull, Alison. Penyakit jantung hipertensi dan nutrisi. Jakarta : Bumi Aksara; 1996

BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014

587. 12. Djuwita, Ratna. Nutrient intake patterns and their relations to lipid profiles in diverse

9


ethnic population. Dissertation. Universitas

Library of Medicine Natonal Institutof Health;

Indonesia; 2001

2006

13. Soeharto, Iman. Penyakit Jantung Koroner.

21. Klag, Michael J, Nae Yuh Wang, Lucy A.

Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama; 2000

Meoni, Fredrick L. Bracanti, Lisa A. Cooper,

14. Rizkawati, Destry. Indeks masa tubuh, lama

Kung Yae Liang. Hunter Young, Daniel E

bekerja, kebiasaan makan, dan gaya hidup

Ford. (2002). Coffe intake and risk of

hubungannya

hypertension. Arch intern med. Vol 162.

dengan

hipertensi

pada

pramudi (pengemudi) bus transjakarta tahun 2012. Skripsi : Universitas Indonesia; 2012

22. Yashusi, S., Yasushi, O., Etsuko, K., & Koji, N. Effect of truct driving on helath of

15. Hull, Alison Penyakit jantung hipertensi dan nutrisi. Jakarta : Bumi Aksara; 1996

japanese middle aged male workers of a transport

company-multiple

regression

16. Zheng, L., Zhang, Sun, Z., Li, J., Zhang, X.,

analyses for blood pressure and HbA.

Xu, C., Hu, D., & Sun, Y. (2010). The

Departemen of Hygene, School of Medicine,

assosiation between body mass index in

Chiba University; 2008

incident hypertension in rural women in China. Journal of Clinical Nutrition. 64: 769775. 17. Fatmaningsih. Hubungan karakter individu, asupan zat gizi dan gaya hidup terhadap kejadian hipertensi pada orang dewasa di depok tahun 2008 (analisis data sekunder). Depok: Universitas Indonesia; 2008 18. Williams, B., Poulter, N. R., Brown, M. J. (2004).

Guidelines

for

management

of

hypertension: report of the fourth working party of the British hypertension society, 2004-bhs IV. Journal Hypertension. 18 (3): 139–85. 19. Tanjung, Novi. Hubungan antara gaya hidup, asupan zat gizi, pola minum, dan indeks masa tubuh dengan hipertensi pada pra lansia dan lansia di posbindu kalurahan rangkepan jaya depok tahun 2009. Depok: Universitas Indonesia; 2009. 20. Simons-Morton D. Effects of dietary patterns on blood pressure: subgroup analysis of the Dietary Approaches to Stop Hypertension (DASH) randomized clinical trial. US National

BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014

10


Penelitian

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI PASIEN TERHADAP OBAT GENERIK DENGAN PENGALAMAN KESEMBUHAN, KEPUASAN, DAN KUNJUNGAN KEMBALI (Studi Observasional di Puskesmas Liang Anggang Tahun 2013) Ade Aryanti Fahriani1 1

Mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran, Universitas Lambung Mangkurat Email: ade.afahriani@gmail.com

ABSTRAK Salah satu kebijakan pemerintah dalam kesehatan adalah kewajiban menggunakan Obat Generik di pelayanan kesehatan pemerintah. Namun, menurut persepsi masyarakat pada umumnya beranggapan bahwa mutu obat generik kurang baik dibandingkan obat bermerek. Hal tersebut akan dapat berpengaruh terhadap kesembuhan pasien, kepuasan serta kunjungan kembali. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara persepsi pasien terhadap obat generik dengan pengalaman kesembuhan, kepuasan, dan kunjungan kembali di Puskesmas Liang Anggang. Penelitian ini merupakan penelitian study observational dengan pendekatan cross sectional. Sampel penelitian ini merupakan pasien umum yang diambil dengan metode purposive sampling dengan jumlah 187 responden. Data diolah dan dianalisis secara univariat dan bivariat dengan menggunakan uji fisher exact test dengan derajat kepercayaan 95%. Hasil Penelitian menunjukan bahwa pasien yang memiliki persepsi yang baik (90,9%) dan persepsi yang buruk (9,1%). Pasien yang memiliki pengalaman sembuh (85%) dan tidak sembuh (15%). Pasien yang menyatakan puas (98,4%) dan tidak puas (1,6%). Pasien yang menyatakan mau berkunjung kembali (96,8%) dan tidak mau berkunjung kembali (3,2%). Hasil analisis bivariat didapatkan p-value untuk variabel persepsi pasien terhadap obat generik dengan pengalaman kesembuhan (p-value 0,292), dengan kepuasan (p-value 1,000), dan dengan kunjungan kembali pasien (p-value 1,000). Kesimpulan penelitian ini menunjukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara semua variable. Kata kunci: Obat Bermerek, Obat Generik, Pusat Layanan Kesehatan

ABSTRACT One of the goverment policies in health is using generic medicine at the government health services. However, perception of general public believe that generics are less good than branded medicine. That will can be affected the patient's recovery, satisfaction, and willing to return. This study aims to determine the corelation between patients' perception of generic medicine to experience the recover, the satisfaction and willing return at Health Center Liang Anggang. This study is an observational with cross sectional approach. The samples are general patients were taken by purposive sampling method with total sample 187 respondents. The data were processed and analyzed using univariate and bivariate with using fisher exact test with 95% confidence level. The results were, that patients who have good perception (90.9%) and poor perception (9.1%). Patients who recover (85%) and did not recover (15%). Patients who satisfaction (98.4%) and not satisfied (1.6%). Patients who willing to return (96.8%) and not want to return (3.2%). The results of bivariate analysis indicates that obtained p-value for the variable patients' perception of generic medicine to experience recover (p-value 0.292), with satisfaction (p-value 1.000), and with willing to return (p-value 1.000). The conclusion is no significant relationship between all variable. Keywords: Branded Drugs, Generic Drugs, Health Service Center

BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

11


1. PENDAHULUAN

masyarakat terhadap penyediaan layanan

Kesehatan adalah hak dan investasi, semua

warga

atas

merugikan pihak pasien karena tidak efisien

kesehatannya termasuk masyarakat miskin.

dalam membeli obat. Selain itu, persepsi yang

Oleh

membuat

negatif terhadap efek obat bagi tubuh dapat

kebijakan-kebijakan yang mendasar di bidang

mengakibatkan sugesti yang buruk yang akan

kesehatan.[1] Salah satu kebijakan tersebut

mempengaruhi

adalah

pasien.[4]

karena

negara

itu,

berhak

kesehatan yang bermutu, tetapi juga dapat

pemerintah

kebijakan

tentang

kewajiban

penggunaan Obat Generik Berlogo (OGB) di fasilitas

pelayanan

kesehatan

milik

pemerintah.[2]

pengalaman

Puskesmas merupakan

salah

kesembuhan

Liang satu

Anggang

pusat

pelayanan

kesehatan masyarakat di Kota Banjarbaru.

Menurut persepsi masyarakat pada

Dari data Puskesmas Liang Anggang, jumlah

umumnya beranggapan bahwa mutu obat

kunjungan pasien rata-rata 1516 kunjungan

generik kurang baik dibandingkan obat generik

sebulannya

bermerek.

persepsi

merupakan kunjungan pasien baru dan 63,9%

masyarakat yang memandang bahwa harga

kunjungan pasien lama. Selain itu, Puskesmas

kualitas.[3]

Liang Anggang juga merupakan puskesmas

Penelitian Waber et al (2008) menunjukkan

yang paling rendah penggunaan obat generik

bahwa ada perbedaan pengurangan rasa sakit

se-Kota Banjarbaru yaitu rata-rata 1359 obat

yang lebih tinggi pada kelompok peminum

generik setiap bulannya.[6,7]

Hal

ini

dikarenakan

selalu berbanding lurus dengan

obat yang memiliki harga yang lebih mahal daripada

kelompok

peminum

obat

yang

memiliki harga yang lebih murah.[4] Fakta

diatas

diperkuat

dengan

Persepsi mengkonsumsi

yang obat

pengalaman dengan

Pengalaman

proporsi

36,1%

negatif

akan

dalam

mempengaruhi

kesembuhan kesembuhan

pasien

berdampak

dari tahun ke tahun tidak tumbuh secara

pasien

signifikan. Hal ini dikarenakan persepsi yang

kesehatan

berkembang di masyarakat menganggap Obat

motivasi pasien untuk berkunjung kembali ke

Generik Berlogo merupakan obat kelas dua,

puskesmas. Oleh karena itu, penting dilakukan

obatnya masyarakat miskin dengan mutu yang

penelitian apakah terdapat hubungan antara

tidak

dalam hingga

menurunnya

akan

perjalanan Obat Generik Berlogo (OGB) yang

terjamin.[3]

pada

pasien.

mengakses berakibat

kepuasan pelayanan menurunnya

Hal ini juga diperkuat dengan

persepsi pasien terhadap obat generik dengan

penelitian Sitindaon (2010) yang didapatkan

pengalaman kesembuhan, kepuasan, dan

bahwa hanya 28% responden yang memiliki

kunjungan kembali pasien di Puskesmas

pengetahuan yang baik terhadap obat generik.

Liang Anggang tahun 2013 .[5,8,9]

Pengetahuan yang kurang akan berpengaruh terhadap persepsi seseorang.[5]

2. METODE

Persepsi pasien yang buruk terhadap obat

generik

tersebut

selain

merugikan

pemerintah karena menurunnya kepercayaan

BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan Cross Sectional. Penelitian ini dilakukan pada

12


bulan Juli sampai dengan bulan September

ada

2013

didapatkan

di

Puskesmas

Liang

Anggang

dua

jenis,

yaitu

data

primer

dari

hasil

jawaban

yang

kuesioner

Banjarbaru. Populasi penelitian ini adalah

terpimpim responden, serta data sekunder

pasien umum yang berobat pada periode

(data

bulan Juli 2013 yang berjumlah 352 orang;

Banjarbaru, profil puskesmas, dan laporan

sedangkan

sampel

tahunan Puskesmas Liang Anggang tahun

sampling

2012) yang digunakan untuk mendukung

teknik

menggunakan

pengambilan

teknik

purposive

dengan kriteria inklusi: Pasien yang bersedia

peresepan

meminum obat generik sebelumnya. Total sampel

yang

didapatkan

dengan

menggunakan rumus slovin adalah n=

generik

se-Kota

kelengkapan data primer.

menjadi responden, berumur 17-60 tahun, pasien pernah berkunjung lebih dari 1 kali dan

obat

Data yang dikumpulkan kemudian diolah menggunakan program komputer dan dianalisa secara statistik menggunakan uji Fisher’s

Exact

Test

dengan

derajat

kepercayaan 95% (Îą=0,05).

N (1+(N . E2 )) 3. HASIL

n=

n=

352

Berdasarkan hasil penelitian terhadap 2

(1+(352. 0,05 ))

187 orang responden yang merupakan pasien umum yang berobat di Puskesmas Liang

352 4,8

Anggang pada periode tahun 2013, maka diperoleh

n = 187 responden

sebanyak

170

orang

(90,9%)

memiliki persepsi yang baik terhadap obat Keterangan :

generik dan 17 orang (9,1%) memiliki persepsi yang buruk terhadap generik. Sebanyak 159

N = Besar Populasi

orang (85%) memiliki pengalaman sembuh n E

= Besar sampel =

Nilai

kritis

dan 28 orang (15%) tidak sembuh. Sebanyak (batas

ketelitian)

yang

184

orang

(98,4%)

menyatakan

puas

sedangkan 3 orang (1,6%) menyatakan tidak

diinginkan, yaitu sebesar 5%

puas. Sebanyak 181 orang (96,8%) mau Instrumen

yang

digunakan

dalam

penelitian ini berupa kuesioner terpimpin yang berisi

pertanyaan-pertanyaan

mengumpulkan

data

mengenai

berkunjung kembali dan 6 orang (3,2%) tidak mau berkunjung kembali.

untuk Berdasarkan hasil analisis bivariat

persepsi

pasien terhadap obat generik, pengalaman kesembuhan, kepuasan pasien dan kunjungan

didapatkan p-value untuk hubungan antara persepsi pasien terhadap obat generik dengan pengalaman kesembuhan (p-value 0,292).

kembali.

Hubungan antara persepsi pasien terhadap Penelitian ini dilakukan dengan cara membagikan

kuesioner

secara

obat

generik

dengan

kepuasan

(p-value

terpimpin

1,000), serta hubungan antara persepsi pasien

kepada pasien yang telah memenuhi kriteria

terhadap obat generik dengan kunjungan

inklusi. Data yang diambil untuk penelitan ini

kembali pasien (p-value 1,000).

BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

13


pengalaman kesembuhan, didapatkan p-value sebesar 0,292 (p>0,05) yang berarti tidak

4. PEMBAHASAN Kemampuan analisis

bivariat

Berdasarkan

untuk

terdapat hubungan yang bermakna antara

hasil

hubungan

antara persepsi pasien terhadap obat generik

antara

dengan pengalaman kesembuhan.

persepsi pasien terhadap obat generik dengan

Tabel 1. Hubungan Antara Persepsi Pasien Terhadap Obat Generik Dengan Pengalaman Kesembuhan di Puskesmas Liang Anggang Tahun 2013

Pengalaman Kesembuhan Total Persepsi

Tidak

p-value

Sembuh

Jumlah

%

Jumlah

%

Jumlah

%

Buruk

4

23,5

13

76,5

17

100

Baik

24

14,1

146

85,9

170

100

Total

28

15

159

85

187

100

0,292

Efek obat generik yang bekerja dalam

mengkonsumsi obat dalam rangka proses

tubuh pasien yang menimbulkan kesembuhan

penyembuhan. Efek plasebo merupakan salah

tidak

satu efek psikologis yang penting dalam

hanya dipengaruhi

persepsi pasien

dalam menilai obat generik itu sendiri, tetapi

pengobatan

juga

lebih

berdampak kecil dalam proses penyembuhan.

mendominasi yaitu kinerja efek obat. Kinerja

Hal ini dikarenakan proses farmakodinamik

efek obat dalam tubuh manusia dipengaruhi

dan

oleh berbagai faktor yaitu dosis obat, waktu

menentukan

dipengaruhi

hal

lain

yang

pemberian, dan cara pemberian, sehingga

pasien.

farmakokinetik efek

Namun,

obat obat

dibandingkan dengan efek

apabila seorang pasien meminum obat sesuai

efek

lebih

ini

dominan

dalam

tubuh

plasebo.[11,12]

Berdasarkan hasil analisis bivariat

dengan anjuran dokter (sesuai dengan dosis,

untuk

waktu, dan cara pemberiannya), maka efek

terhadap obat generik dengan kepuasan,

obat akan dapat bekerja secara maksimal

didapatkan p-value sebesar 1,000 (p>0,05)

dalam menyembuhkan.[11]

yang berarti tidak terdapat hubungan yang

Persepsi pada penelitian ini berkaitan

hubungan

antara

persepsi

pasien

bermakna antara antara persepsi pasien

dengan efek plasebo. Efek plasebo muncul

terhadap

jika pasien memiliki suatu persepsi (baik

kepuasan.

obat

generik

dengan

tingkat

persepsi yang baik maupun yang buruk) ketika

BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

14


Tabel 2. Hubungan Antara Persepsi Pasien Terhadap Obat Generik Dengan Tingkat Kepuasan Pasien di Puskesmas Liang Anggang Tahun 2013 Tingkat Kepuasan

p-value Total

Persepsi

Tidak Puas

Puas

Jumlah

%

Jumlah

%

Jumlah

%

Buruk

0

0

17

100

17

100

Baik

3

1,8

167

98,2

170

100

Total

3

1,6

184

98,4

187

100

1,000

Mayoritas

responden

baik

yang

memiliki

kriteria-kriteria

kepuasan

yang

memiliki persepsi baik atau buruk menilai puas

semakin tinggi pula, sehingga semakin tinggi

terhadap

pendidikan

obat

dirasakan

generik.

oleh

Kepuasan

mayoritas

yang

responden

ini

berkaitan dengan pengalaman kesembuhan mereka

yang

mayoritas

sembuh

seseorang,

maka

semakin

kompleks penilaian kepuasannya terhadap suatu produk/jasa.[1]

setelah

Berdasarkan

hasil

penemuan

meminum obat generik serta ketersedian obat

tersebut, dapat dilihat bahwa persepsi pasien

generik yang lengkap di puskesmas. Namun,

terhadap obat generik tidak secara signifikan

terdapat tiga orang responden yang memiliki

berpengaruh terhadap kepuasan seseorang.

persepsi yang baik tetapi tidak puas terhadap

Hal ini dikarenakan kepuasan merupakan

obat generik. Hal ini berkaitan dengan salah

evaluasi atas perbandingan antara harapan

satu

dan

faktor

yang

dapat

mempengaruhi

hasil

yang

didapatkan

dari

suatu

penilaian kepuasan seseorang yaitu tingkat

produk/jasa, sedangkan persepsi merupakan

pendidikan. Tingkat pendidikan tiga orang

reaksi emosional individu dalam memandang

responden tersebut merupakan pendidikan

sesuatu yang tercermin dalam pengetahuan,

menengah ke atas yaitu dua orang lulusan

sikap, pendapat, dan tindakan. Persepsi disini

SMA dan satu orang lulusan perguruan tinggi.

adalah

Menurut globalisasi

Mote

sekarang

(2008),

produk/jasa,

sedangkan

terhadap

suatu

kepuasan

adalah

penilaian atas hasil akhir yang didapatkan.

informasi yang ada di masyarakat semakin

Sehingga, seseorang yang memiliki persepsi

dinamis dan tersebar dengan cepat dan luas.

yang buruk pada awalnya belum tentu akan

Hal ini membuat masyarakat cenderung lebih

menilai buruk hasil akhir yang didapatkan.

kritis

jasa/produk.

Dengan kata lain, seseorang yang memiliki

Pendidikan dalam hal ini berkenaan dengan

persepsi yang baik/buruk belum tentu akan

pemahaman seseorang dalam menilai suatu

puas/tidak puas terhadap obat generik. Hal ini

produk/jasa. Masyarakat yang memiliki tingkat

sejalan dengan pendapat Ifmaily (2006) dan

pemahaman yang tinggi akan cenderung

Harianto, dkk (2005) yang menyatakan bahwa

menilai

membuat

era

awal

akses

dalam

ini

di

penilaian

suatu

BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

15


kembali pasien didapatkan p-value sebesar

kepuasan merupakan fungsi dari persepsi atas penilaian kinerja dan

harapan.[13,14]

1,000 (p>0,05) yang berarti tidak terdapat hubungan

Berdasarkan hasil analisis bivariat untuk

hubungan

antara

persepsi

yang

bermakna

antara

antara

persepsi pasien terhadap obat generik dengan

pasien

tingkat kepuasan.

terhadap obat generik dengan kunjungan

Tabel 3. Hubungan Antara Persepsi Pasien Terhadap Obat Generik Dengan Kunjungan Kembali Pasien di Puskesmas Liang Anggang Tahun 2013

Kunjungan Kembali

p-value Total

Persepsi

Tidak Mau

Mau

Jumlah

%

Jumlah

%

Jumlah

%

Buruk

0

0

17

100

17

100

Baik

6

3,5

164

96,5

170

100

Total

6

3,2

181

96,8

187

100

1,000

Mayoritas

responden

yang

Persepsi pasien terhadap obat generik

memiliki persepsi baik atau buruk menyatakan

merupakan salah satu faktor predisposi yang

mau berkunjung kembali ke puskesmas. Hal

mempengaruhi keputusan responden untuk

ini dikarenakan mereka telah merasakan

melakukan

khasiat

pelayanan kesehatan. Selain faktor persepsi

kesembuhan

dari

baik

pengobatan

di

pemanfaatan

ulang

suatu

puskesmas serta menilai puas terhadap obat

responden,

faktor

lainnya

yang

juga

generik. Menurut Mote (2008) dan Ifmaily

berpengaruh

adalah

struktur

sosial

yaitu

(2006), kepuasan masyarakat terhadap suatu

pendidikan dan status ekonomi responden.

produk/jasa merupakan faktor yang sangat

Terdapat enam orang responden yang tidak

penting dan menentukan keberhasilan suatu

mau

badan usaha. Apabila suatu badan usaha

Adapun tingkat pendidikan mereka adalah dua

dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan

orang merupakan lulusan SMP, dua orang

masyarakat

lulusan

maka

sehingga

masyarakat

tercapai

kepuasan,

berkunjung

SMA,

kembali

dan

dua

ke

puskesmas.

orang

lulusan

akan

setia

untuk

perguruan tinggi, sedangkan untuk lulusan SD

produk/jasa

badan

usaha

semuanya mau berkunjung kembali. Adapun

tersebut kembali. Selain itu, pengobatan di

tingkat ekonomi mereka yang dilihat dari

puskesmas bersifat gratis untuk penduduk

status kunjungan responden didapatkan dua

yang berdomisili di Kota Banjarbaru, sehingga

orang merupakan kunjungan Askes dan empat

puskesmas

orang

menggunakan

menjadi

prioritas

pertama

penduduk apabila mereka sakit.[1,13]

BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

merupakan

kunjungan

jamkesda,

sedangkan kunjungan jamkesmas semuanya

16


menyatakan mau berkunjung kembali. Hal ini

persepsi pasien terhadap obat generik dengan

mengidentifikasikan bahwa responden yang

kepuasan(p-value 1,000),dan persepsi pasien

memiliki pendidikan formal yang semakin

terhadap obat generik dengan kunjungan

tinggi dan atau memiliki status ekonomi yang

kembali (p-value 1,000).

semakin mapan akan mempengaruhi kriteria pemilihan pelayanan kesehatan. Hal

ini

didukung

penelitian ini yaitu kepada Dinas Kesehatan

dengan

teori

Andersen dalam penelitian Trimurthy (2008), bahwa faktor predisposisi dan penguat yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan pemanfaatan

kembali

Saran yang dapat diberikan dari hasil

sebuah

pelayanan

kesehatan adalah pendidikan dan juga status

Kota

Banjarbaru

dan

Puskesmas

Liang

Anggang agar dapat meningkatkan sosialisasi tentang obat generik di masyarakat seperti memberikan penyuluhan serta pembagian media-media

promosi

kesehatan

kepada

masyarakat luas.

ekonomi. Selain itu, hal ini juga sejalan dengan

pernyataan

Mote

(2008),

yang

DAFTAR PUSTAKA

menyatakan di era globalisasi sekarang ini masyarakat cenderung lebih kritis

dalam

1. Mote

F.

Analisis

indeks

kepuasan

menilai suatu jasa/produk. Salah satu yang

masyarakat (IKM) terhadap pelayanan

mempengaruhinya adalah tingkat pendidikan

publik di Puskesmas Ngesrep Semarang.

dan status ekonomi seseorang.[1,15]

Tesis. Semarang: Universitas Diponogoro;

Berdasarkan

hasil

penemuan

tersebut, dapat dilihat bahwa persepsi pasien

2008 2. Peraturan

Menteri

Kesehatan

terhadap obat generik tidak secara signifikan

No.HK.02.02/MENKES/068/2010 tentang

berpengaruh terhadap kemauan pasien untuk

kewajiban menggunakan obat generik di

melakukan kunjungan kembali ke puskesmas.

fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah.

Hal ini dikarenakan persepsi terhadap obat

Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik

generik hanyalah satu dari beberapa faktor

Indonesia.

yang mempengaruhi perilaku pemanfaatan

3. Zakaria K. Profil penggunaan obat generik

ulang suatu pelayanan kesehatan. Perilaku

berlogo

dalam pemanfaatan ulang sebuah pelayanan

(branded generik) anti diabetik oral di

kesehatan dipengaruhi faktor lainnya seperti

instalasi rawat inap Rumah Sakit Umum

persepsi

Daerah dr. Moewardi Surakarta tahun

pasien

terhadap

pelayanan

dan

obat

Skripsi.

generik

Surakarta:

bermerek

kesehatan secara menyeluruh, pendidikan,

2009.

Universitas

serta status ekonomi responden.

Muhammadiyah Surakarta; 2010 4. Waber RL, Shiv Baba, Carmon Ziv, et al. Commercial

5. KESIMPULAN DAN SARAN

tidak terdapatnya hubungan antara persepsi terhadap

obat

generik

of

placebo

and

therapeutic efficacy. JAMA 2008; 299(9):

Kesimpulan dari penelitian ini yaitu

pasien

features

1016-1017. 5. Sitindaon

HS.

Gambaran

tingkat

dengan

pengetahuan masyarakat tentang obat

pengalaman kesembuhan (p-value 0,292),

generik di Kecamatan Medan Sunggal

BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

17


Kelurahan Babura Medan tahun 2010. Skripsi.

Medan:

Universitas

Sumatera

Utara; 2010 6. UPT Puskesmas Liang Anggang. Laporan

11. Joharman

dkk.

Diktat

farmakologi

kesehatan.

Banjarbaru:

Fakultas

Kedokteran

Universitas

Lambung

Mangkurat; 2011

tahunan Puskesmas Liang Anggang tahun

12. Hauser W, Hansen E, Enck P. Nocebo

2012. Banjarbaru: Dinas Kesehatan Kota

phenomena in medicine. Dtsch Arztebl Int

Banjarbaru; 2012

2012; 109(26): 59–65.

7. Data jumlah peresepan obat generik di puskesmas

se-kota

Banjarbaru

13. Ifmaily.

Analisis

pengaruh

persepsi

tahun

layanan farmasi pasien unit rawat jalan

2011-2012. Banjarbaru: Dinas Kesehatan

terhadap minat beli ulang di Instalasi

Kota Banjarbaru; 2012.

Farmasi RSI. Ibnu Sina-Yarsi Padang

8. Fatima D. Perbandingan kepuasan antara pasien askes dan pasien jamkesmas di poliklinik penyakit dalam RSUP dr. Kariadi

tahun 2006. Tesis. Semarang: Universitas Diponogoro; 2006 14. Harianto,

Khasanah

N,

Supardi

S.

Semarang. Skripsi. Semarang: Universitas

Kepuasan pasien terhadap pelayanan

Diponogoro; 2012

resep di Apotek Kopkar Rumah Sakit

9. Riyadi

T.

puskesmas dengan

Hubungan menurut

minat

antara

mutu

persepsi

pasien

pemanfaatan

ulang

Budhi

Asih

Jakarta.

Majalah

Ilmu

Kefarmasian 2005; II(1): 12 – 21. 15. Trimurthy

IGA.

Analisis

hubungan

pelayanan pengobatan rawat jalan umum

persepsi pasien tentang mutu pelayanan

di Puskesmas Maos Kabupaten Cilacap

dengan

tahun 2002. Tesis. Semarang: Universitas

pelayanan

Diponogoro; 2002

Pandanaran

10. Prasetyo B, Jannah LM. Metode penelitian

minat rawat Kota

pemanfaatan jalan

ulang

Puskesmas

Semarang.

Tesis.

Semarang: Universitas Diponogoro; 2008

kuantitatif: teori dan aplikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada; 2005

BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

18


Penelitian

PENGARUH FAKTOR RISIKO PARITAS DAN USIA TERHADAP KEJADIAN HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN DI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA Mely Dwitasari Tadjang1 1

Mahasiswa Magister Manajemen Kesehatan Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur Email: melytadjang.akk@gmail.com

ABSTRAK Kejadian hipertensi dalam kehamilan dipengaruhi faktor risiko diantaranya adalah paritas dan usia. Masalah penelitian peningkatan prevalensi kejadian hipertensi dalam kehamilan di RSUD Dr. Soetomo serta besarnya angka kejadian hipertensi dalam kehamilan pada multipara dan usia 17-35 tahun. Tujuan penelitian mengetahui pengaruh faktor risiko paritas dan usia terhadap kejadian hipertensi dalam kehamilan di RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Metode penelitian case control. Sampel kasus adalah ibu hamil dengan hipertensi dalam kehamilan (tekanan darah ≥ 140/90 mmHg) di RSUD Dr. Soetomo Surabaya Tahun 2011, sedangkan sampel kontrol ibu hamil tanpa hipertensi dalam kehamilan di RSUD Dr. Soetomo Surabaya Tahun 2011. Hasil pada kelompok paritas chi-square p value 0,027<0,05 menunjukan paritas memiliki pengaruh terhadap kejadian hipertensi dalam kehamilan, hasil regresi logistik p value 0,005<0,05 dengan nilai OR (CI95%) = 0,393(0,203–0,759) menunjukan paritas primipara atau grandemultipara didefinisikan faktor protektif dibandingkan multipara. Pada kelompok usia chi-square p value 0,011<0,05 menunjukan usia memiliki pengaruh terhadap kejadian hipertensi dalam kehamilan, regresi logistik p value 0,003<0,05 dengan nilai OR(CI95%)=3,250(1,511–6,994) menunjukan usia <17 atau >35 tahun didefinisikan sebagai faktor risiko sebesar 3,250 kali untuk terkena hipertensi dalam kehamilan dibanding dengan usia 17-35 tahun. Kesimpulan adanya pengaruh faktor risiko paritas serta faktor risiko usia terhadap kejadian hipertensi dalam kehamilan.

Kata kunci: Hipertensi Kehamilan, Paritas, Usia

ABSTRACT Problem of this study was an increased incidence of hypertension in pregnancy in Dr. Soetomo hospital and majority in multiparaous and age 17-35 years. The purpose of this study is to analyze the influence of risk factors for parity and age on the incidence of hypertension in pregnancy in Dr. Soetomo hospitals Surabaya. Study method designed by case control study. Case population are pregnant women with hypertension in pregnancy in 2011 and control population are pregnant women without hypertension in pregnancy in 2011. Cases are pregnant women with hypertension in pregnancy and controls are pregnant women without hypertension in pregnancy. Data analization using chi-square and logistic regression. The results of chi-square p0.027<0.05 and logistic regression p0.005<0.05 means parity influence of hypertension in pregnancy OR (CI95%) = 0,393(0,203–0,759) showed parity primiparaous or grandemultiparaous defined as a protective factor compared to multiparaous. The results of chi-square p0.011<0.05 and logistic regression p0.003<0.05 means age influence of hypertension in pregnancy OR(CI95%)=3,250(1,511–6,994) showed that age <17 or >35 years was defined as 3.250 greater risk of developing hypertension in pregnancy than age 17-35 years. Conclusion of this study, parity and age are influence on the incidence of hypertension in pregnancy.

BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014

19


Keywords: Pregnancy Hypertension, Parity, Age

BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014

20


1. PENDAHULUAN Di

(22,42%), tahun 2008 sebesar 293 (15,30%).

Salah satu dari delapan Millenium

Development

Goals

(MDGs)

adalah

Data kematian ibu dikarenakan hipertensi dalam kehamilan di RSUD Dr. Soetomo menyebutkan

meningkatkan kesehatan ibu (MDGs 5). AKI

tahun

2008-2011

(Angka Kematian Ibu) merupakan salah satu

meninggal (0,97%).

terdapat

16

kasus

ibu

indikator dalam menentukan derajat kesehatan

Penyakit hipertensi dalam kehamilan

masyarakat. AKI adalah jumlah kematian ibu

masih merupakan masalah kebidanan yang

selama satu tahun dalam 100.000 kelahiran

belum dapat terpecahkan secara tuntas. National

hidup (setiyohadi, 2006). Rakernas (Rapat Kerja

High

Nasional)

(NHBPEP) Working Group Report on High Blood

Pembangunan

Berencana)

pada

bulan

KB

(Keluarga

Februari

(2012)

Blood

Pressure

Education

Program

Pressure in Pregnancy (2001) menyebutkan

menyatakan angka kematian ibu di Indonesia

hipertensi

tahun 2007 adalah 228 per 100.000 kelahiran

empat, yaitu hipertensi kronik, pre-eklampsia-

hidup, jika dibandingkan target pencapaian

eklampsia,

hipertensi

MDGs tahun 2015 yaitu 102 per 100.000

superimposed

pre-eklampsia,

kelahiran hidup angka tersebut masih tergolong

gestasional.[5]

cukup

tinggi.[1]

dalam

kehamilan

Kejadian

dibagi

menjadi

kronik dan

dengan hipertensi

hipertensi

dalam

kehamilan dipengaruhi oleh faktor risiko untuk

Hipertensi dalam kehamilan merupakan

terjadinya hipertensi dalam kehamilan antara lain

5 – 15% penyulit kehamilan dan merupakan

usia, paritas, ras/etnik, faktor keturunan, faktor

penyebab utama mortalitas serta morbiditas

gen, obesitas, sosial ekonomi, hiperplasentosis

maternal dan perinatal di Kanada (JOGC, 2008).

(mola hidatidosa, kehamilan multiple, diabetes

Penyebab kematian ibu di Indonesia antara lain

mellitus).[6]

disebabkan oleh penyebab obstetri langsung

kehamilan meliputi primigravida, primipaternitas,

yaitu

dalam

hiperplasentosis, umur yang ekstrim, riwayat

kehamilan 24%, infeksi 11%, dan penyebab tidak

keluarga, penyakit ginjal dan hipertensi yang

langsung adalah trauma obstetri 5% dan lain-lain

sudah ada sebelum hamil, obesitas.[2]

perdarahan

28%,

hipertensi

11% (WHO, 2007).[2]

umum

risiko

hipertensi

dalam

Primigravida, primipaternitas merupakan

Penyakit hipertensi adalah komplikasi paling

Faktor

faktor

risiko

hipertensi

dalam

kehamilan, primigravida mempunyai risiko lebih

USA.[3]

besar terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika

Prevalensi hipertensi dalam kehamilan di Los

dibandingkan multigravida, ibu multipara yang

Angeles meningkat dari 40,5 kasus per 1.000

kemudian menikah lagi mempunyai risiko lebih

pada tahun 1991 menjadi 54,5 kasus per 1.000

besar terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika

pada tahun

6-8%

kehamilan

satu

yang

mempengaruhi

dari

salah

kehamilan

di

2003.[4]

dibandingkan suami sebelumnya.[2] Insiden tinggi

Data yang diambil dari Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya, Jumlah

hipertensi

dalam

kehamilan

terjadi

pada

primipara muda maupun tua.[5]

kasus hipertensi dalam kehamilan pada tahun

Data yang didapatkan dari RSUD Dr.

2011 sebesar 522 kasus (30,8%), kejadian

Soetomo kejadian hipertensi dalam kehamilan

hipertensi dalam kehamilan tahun 2010 sebesar

tahun 2008 berdasarkan paritas yaitu primipara

393

yang terdiagnosis hipertensi dalam kehamilan

(16,23%),

tahun

2009

sebesar

BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014

431

21


sebesar

129,

multipara

grandemultipara

sebesar

sebesar

33.

131,

Tahun

dan

melakukan penelitian di rumah sakit ini untuk

2009

mengetahui pengaruh paritas dan usia terhadap

primipara yang terdiagnosis hipertensi dalam

kejadian hipertensi dalam kehamilan.

kehamilan sebesar 178, multipara sebesar 214, dan grandemultipara sebesar 39. Tahun 2010

2. METODE

primipara yang terdiagnosis hipertensi dalam

Metode

penelitian

yang

digunakan

kehamilan sebesar 171, multipara sebesar 197,

adalah bersifat observasional analitik, yaitu

dan grandemultipara sebesar 25.

dalam penelitian melakukan pengumpulan data

Hipertensi

dalam

kehamilan

terjadi

yang akan dipakai dalam penelitian kemudian

khususnya pada usia <17 atau >35 tahun.[7]

dilanjutkan dengan analisis. Desain penelitian ini

Penyakit vaskular hipertensi pada kehamilan

adalah studi case control yang hospital based.

lebih sering dijumpai pada wanita berusia lebih

Populasi dalam penelitian ini terbagi atas dua

tua.[8]

yaitu populasi kasus dan populasi kontrol. Data yang didapatkan dari RSUD Dr.

Soetomo

jumlah

kasus

hipertensi

dalam

Populasi kasus pada penelitian ini adalah seluruh ibu hamil dan bersalin dengan hipertensi

kehamilan berdasarkan usia tahun 2008 yaitu

dalam

ibu hamil usia <17 tahun yang terdiagnosis

Surabaya pada tahun 2011, sedangkan populasi

hipertensi dalam kehamilan sebesar 1, usia 17-

kontrol pada penelitian ini adalah seluruh ibu

35 sebesar 199, usia

hamil dan bersalin tanpa hipertensi dalam

Tahun

2009

yaitu

>35 tahun sebesar 93.

Dr.

Soetomo

terdiagnosis hipertensi dalam kehamilan sebesar

tahun 2011. Sampel adalah sebagian dari

2, usia 17-35 tahun sebesar 300, usia > 35 tahun

populasi, karena ia merupakan bagian dari

sebesar 129. Tahun 2010 yaitu usia < 17 tahun

populasi, tentulah ia harus memiliki ciri-ciri yang

yang terdiagnosis hipertensi dalam kehamilan

dimiliki oleh populasinya.[7] Sampel kasus dalam

sebesar 8, usia 17-35 tahun sebesar 276,usia >

penelitian ini adalah ibu hamil dengan hipertensi

35 tahun sebesar 118.

dalam

terjadinya

peningkatan

hipertensi

dalam

Soetomo

dari

dilakukan

tahun

RSUD

kehamilan di RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada

ini

<17

di

yang

Penelitian

usia

kehamilan

dikarenakan

prevalensi

≼

140/90mmHg) yang melakukan persalinan di RSUD Dr Soetomo Surabaya pada tahun 2011,

393

hipertensi dalam kehamilan (tekanan darah <

(16,23%) menjadi 522 (30,8%) pada tahun 2011,

140/90 mmHg) yang melakukan persalinan di

serta

dalam

RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada tahun 2011.

paritas

Kriteria inklusi merupakan penentu sampel yang

banyaknya terjadi

2010

kejadian pada

RSUD

darah

sedangkan sampel kontrol ibu hamil tanpa

tahun

di

(tekanan

Dr.

kehamilan

kehamilan

kejadian

kehamilan

sebanyak

hipertensi kelompok

multipara dan usia 17-35 tahun. Penelitian ini

didasarkan

atas

dilakukan Rumah Sakit Umum Dr. Soetomo

penelitian

Surabaya karena sesuai dengan profil tahun

terjangkau yang akan diteliti. Penelitian ini

2011 RSUD Dr. Soetomo merupakan rumah

menggunakan kriteri inklusi yaitu ibu hamil pada

sakit kelas A,rumah sakit pendidikan dan rumah

TM III dan tidak memiliki riwayat abortus dan

sakit rujukan tertinggi untuk wilayah Indonesia

IUFD.

dari

karakteristik suatu

populasi

umum target

subjek yang

bagian timur, sehingga peneliti tertarik untuk

BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014

22


Sampel

kontrol

merangkum data secara jelas dan berurutan,

diambil dengan menggunakan teknik probability

sehingga istilah statistik ringkas juga dapat

sampling yaitu teknik bahwa setiap subyek

dipakai. Analisis analitik adalah metode yang

dalam populasi mempunyai kesempatan yang

membantu proses pengambilan keputusan pada

sama untuk terpilih atau untuk tidak terpilih

kelompok yang lebih besar dari yang diteliti

sebagai sampel.[8] Variabel independent dari

(generalisasi), dan analisis analitik merupakan

penelitian ini adalah paritas dan usia ibu.

kegiatan

Variabel dependent dari penelitian ini adalah

pengolahan,

kejadian hipertensi dalam kehamilan. Jenis data

intepretasi hasil.

yang

diambil

kasus

adalah

dan

data

sampel

sekunder,

yang

meliputi

penyajian,

pengumpulan,

analisis

data,

dan

data

sekunder adalah data penelitian yang diperoleh

3. HASIL

secara tidak langsung melalui media perantara Total responden yang didapat adalah

(dihasilkan pihak lain) atau digunakan oleh lembaga

lainnya

pengolahannya,

tetapi

bukan

merupakan

dapat

dimanfaatkan

dalam suatu penelitian tertentu.[8] Penelitian ini dilakukan di RSUD Dr. Soetomo Surabaya dan pengambilan data dilakukan di Bagian Rekam Medik

Kesehatan

di

RSUD

Dr.

Soetomo

Surabaya selama bulan Juni - Juli 2012. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif

122 responden, dimana 61 responden adalah sampel kasus dan 61 responden adalah sampel kontrol. Responden diambil berdasarkan daftar ibu hamil tahun 2011 di Poli Hamil yang memenuhi kriteria inklusi dan selanjutnya data diambil

berdasarkan

rekam

medik.

Data

selanjutnya dilakukan pengolahan data yaitu editing, coding, dan tabulating.

terdiri dari metode-metode yang dipakai untuk

Tabel 3.1 Pengaruh Paritas Terhadap Kejadian Hipertensi Dalam Kehamilan Diagnosa

Paritas Primipara atau

Hipertensi dalam

Tidak hipertensi

kehamilan

dalam kehamilan

N

%

N

%

18

29,5

31

50,8

43

70,5

30

61

100,0

61

Total p Value N

%

49

40,2

49,2

73

59,8

100,0

122

100,0

grandemultipara Multipara Total

0,027

(Sumber: Data rekam medik 2011) Hasil uji statistik chi-square p value

Tabel 3.1 menunjukan kelompok kasus sebagian besar (70,5%) multipara sedangkan

0,027

yang

berarti

kelompok kontrol sebagian besar (50,8%)

menunjukan

primipara atau grandemultipara.

terhadap kejadian hipertensi dalam kehamilan

paritas

p

value memiliki

<

0,05

ini

pengaruh

dengan nilai OR(CI 95%)=0,405(0,192-0,853)

BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014

23


menunjukan bahwa paritas primipara atau

protektif dibandingkan multipara.

grandemultipara didefinisikan sebagai faktor

Tabel 3.2 Pengaruh Usia Terhadap Kejadian Hipertensi Dalam Kehamilan Diagnosa

Usia

< 17 atau > 35

Hipertensi dalam

Tidak hipertensi

kehamilan

dalam kehamilan

N

%

N

%

26

42,6

12

19,7

35

57,4

49

Total

61

100,0

61

p Value N

%

38

31,1

80,3

84

68,9

100,0

122

100,0

tahun 17-35 tahun

Total

0,011

(Sumber: Data rekam medik 2011) Tabel 5.6 menunjukan sebagian besar kelompok

hipertensi dalam kehamilan dibanding dengan

kasus (57,4%) dan kelompok kontrol (68,9%)

usia 17-35 tahun.

usia 17-35 tahun. Hasil uji statistik chi-square p value 0,011

Analisis Regresi Logistik

yang berarti p value < 0,05 ini menunjukan usia

Variabel yang dianalisis secara bivariat dan

memiliki pengaruh terhadap kejadian hipertensi

memiliki p<0,25 dijadikan sebagai variabel untuk

dalam

OR(CI

diuji secara analisis regresi logistik, variabel usia

bahwa

dan paritas memiliki nilai p<0,25 sehingga

kehamilan

dengan

95%)=3,033(1,349-6,818)

nilai

menunjukan

usia <17 atau >35 tahun didefinisikan sebagai

memenuhi syarat untuk diuji.

faktor risiko sebesar 3,033 kali untuk terkena

Tabel 3.3 Hasil Uji Regresi Logistik Variabel

B

Sig.

OR

CI 95%

Paritas

-0,934

0,005

0,393

0,203 – 0,759

Usia

1,179

0,003

3,250

1,511 – 6,994

(Sumber: Data rekam medik 2011) Berdasarkan tabel 3.3

hasil

dari

-y

=

-

{(-0,934x1)+(1,179x1)}

=

-

regresi logistik dengan parameter last (paritas

0,934+1,179) = 0,934-1,179 = -0,245

multipara x=0 dan usia 17-35 tahun x=0).

P = 1/(1+e-0,245) = 1/(1+0,7839) = 56,05%

Berdasarkan hasil analisis dapat disusun suatu

model

persamaan

regresi

untuk

(-

Jadi apabila seorang wanita hamil dengan

status

paritas

primipara

atau

menghitung probabilitas paritas dan usia.

grandemultipara dan berusia <17 atau >35

p=1/(1+e-y) , (y = b1x1+b2x2) , (e=2,7)

tahun

1) Paritas primipara atau grandemultipara

hipertensi dalam kehamilan sebesar 56,05%

memiliki

peluang

untuk

terkena

x1=1 dan usia < 17 atau > 35 tahun x2=1

BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014

24


dan peluang untuk tidak terkena hipertensi

4. PEMBAHASAN

sebesar 43,95%.

Berdasarkan

tabel

3.1

hasil

uji

statistik chi-square p value 0,027 yang berarti 2) Paritas primipara atau grandemultipara

p value < 0,05 ini menunjukan paritas memiliki

x1=1 dan usia 17-35 tahun x2=0

pengaruh terhadap kejadian hipertensi dalam

-y = - {(-0,934x1)+(1,179x0)} = - (-0,934) =

kehamilan. Berdasarkan tabel 5.7 analisis uji

0,934

regresi

P = 1/(1+e0,934) = 1/(1+2,5286) = 28,34%

dengan usia didapatkan p value 0,005 yang

Jadi apabila seorang wanita dengan

logistik

jika

diuji

bersama-sama

berarti p value < 0,05 dengan nilai OR(CI

status paritas primipara atau grandemultipara

95%)

dan berusia 17-35 tahun memiliki peluang

bahwa paritas primipara atau grandemultipara

untuk terkena hipertensi dalam kehamilan

didefinisikan

sebesar 28,34% dan peluang untuk tidak

dibandingkan multipara.

terkena hipertensi sebesar 71,66%.

=

0,393(0,203–0,759)

sebagai

menunjukan

faktor

protektif

Hasil penelitian juga tidak sesuai dengan Hernandez[9] menyatakan resiko lebih

3) Paritas multipara x1=0 dan usia < 17 atau >

rendah pada multipara juga berkaitan dengan

35 tahun x2=1

invasi trofoblas yang lebih baik setelah

-y = - {(-0,934x0)+(1,179x1)}= - (1,179) = -

modifikasi arteri spiral selama kehamilan

1,179

pertama. Pada primigravida atau ibu yang

P = 1/(1+e-1,179) = 1/(1+0,31) = 76,34%

pertama kali hamil sering mengalami stress

Jadi apabila seorang wanita dengan

dalam menghadapi persalinan, stress emosi

status paritas multipara dan berusia <17 atau

menyebabkan

>35 tahun memiliki peluang untuk terkena

Corticotropin Releasing Hormone (CRH) oleh

hipertensi dalam kehamilan sebesar 76,34%

hypothalamus yang kemudian menyebabkan

dan peluang untuk tidak terkena hipertensi

peningkatan

sebesar 23,66%.

mempersiapkan terhadap

peningkatan

kotisol.

Efek

tubuh

semua curah.[9]

pelepasan

kotisol

adalah

untuk

berespon

stressor

dengan

4) Paritas multipara x1=0 dan usia 17-35

meningkatkan

tahun x2=0

ibu hamil atau melahirkan lebih dari 4 kali

-y = - {(-0,934x0)+(1,179x0)} = -0

atau

P=

1/(1+e-0)

= 1/(1+1) = 50%

lebih,

Grandemulti adalah

kemungkinan

akan

ditemui

kesehatan yang terganggu, kekendoran pada

Jadi apabila seorang wanita dengan

dinding perut, tampak pada ibu dengan perut

status paritas multipara dan berusia 17-35

yang mengantung.[10] Grandemultipara yaitu

tahun

terkena

wanita yang terlah melahirkan 5 orang anak

hipertensi dalam kehamilan sebesar 50% dan

atau lebih dan biasanya mengalami penyulit

peluang

dalam kehamilan dan persalinan atonia uteri,

memiliki

untuk

peluang

tidak

untuk

terkena

hipertensi

sebesar 50%.

perdarahan, eklampsia.[10]

plasenta

previa,

pre-

Hipertensi dalam kehamilan

akan menurun pada ibu dengan paritas sedang/multipara,

BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014

namun

pada

paritas 25


tinggi/grandemultipara

akan

terjadi

lagi

kehamilan. Berdasarkan tabel 5.7 analisis uji

peningkatan angka kejadian. Pada paritas

regresi

tinggi bisa terjadi pre-eklampsia ringan oleh

dengan usia didapatkan p value 0,003 yang

karena paritas tinggi banyak terjadi pada ibu

berarti p value < 0,05 dengan nilai OR(CI

usia lebih 35 tahun, fungsi organ reproduksi di

95%) = 3,250 (1,511 – 6,994) menunjukan

atas usia 35 tahun yang sudah menurun

bahwa usia <17 atau >35 tahun didefinisikan

sehingga bisa mengakibatkan perdarahan

sebagai faktor risiko sebesar 3,250 kali untuk

pada proses persalinan dan preeklamsia.[11]

terkena hipertensi dalam kehamilan dibanding

Hasil penelitian ini juga tidak sesuai

logistik

jika

diuji

bersama-sama

dengan usia 17 - 35 tahun.

juga dengan hasil penelitian Nurul[18] tentang

Usia ekstrim merupakan salah satu

kejadian hipertensi pada ibu hamil trimester II

faktor risiko untuk terjadinya hipertensi dalam

dan III menyebutkan bahwa faktor paritas

kehamilan.[2]

mempunyai pengaruh terjadinya hipertensi

terjadi khususnya pada usia < 17 atau > 35

dalam kehamilan berdasarkan uji statistik

tahun. Usia wanita mempengaruhi kehamilan,

regresi logistik p value 0,042 < 0,05 dengan

wanita yang berusia 35 tahun atau lebih, lebih

nilai

primigravida

rentan terhadap tekanan darah tinggi. Wanita

mempunyai risiko hipertensi sebesar 2,558

yang berusia diatas 35 tahun mempunyai

kali dibandingkan dengan grandemultigravida.

risiko

OR

menyebutkan

Hipertensi

sangat

tinggi

dalam

dalam

kehamilan

terhadap

terjadinya

kehamilan.[6]

Penyakit

Hasil penelitian sesuai juga dengan hasil

hipertensi

penelitian Bahari[19] tentang hubungan usia

vaskular hipertensi pada kehamilan lebih

dan paritas terhadap kejadian pre-eklampsia

sering dijumpai pada wanita berusia lebih

menyatakan ada hubungan paritas dengan

tua.[8] Pada wanita hamil berusia lebih dari 35

pre-eklampsia berdasarkan hasil uji statistik

tahun dapat terjadi hipertensi.[5] Pada usia <

Fisher nilai p value sebesar 0,00<0,05 dari

17 tahun organ reproduksi belum matur dan

hasil penelitian didapatkan lebih dari setengah

usia > 35 tahun terjadi penurunan fungsi

(57,27%) kejadian pre-eklampsia terjadi pada

organ-organ tubuh sehingga terjadi invasi

primipara. Penelitian ini juga sesuai dengan

trofoblas

terjadi

tidak

sempurna

Rozikhan[20]

mengakibatkan adaptasi arteri spiral oleh

tentang faktor-faktor risiko terjadinya pre-

trofoblas tidak terjadi. Suplai darah pada

eklampsia

plasenta terbatas. Kebutuhan terhadap darah

penelitian yang dilakukan oleh

memiliki

berat

menunjukkan

hubungan

signifikan

paritas terhadap

meningkat

selama

pertumbuhan

fetal

kejadian pre-eklampsia berat p value 0,001 <

sehingga suplai darah tidak adekuat dan

0,05,

plasenta menjadi iskemia. Kesulitan dan

nilai

menyatakan

OR

4,751

paritas

(2,227-10,134)

(anak

pertama)

bahaya yang akan terjadi pada kehamilan

mempunyai risiko 4,751 kali dibandingkan

diatas usia 35 tahun adalah pre-eklampsia,

anak selanjutnya.

ketuban pecah dini, perdarahan, persalinan uji

tidak lancer dan berat bayi lahir rendah.[15]

statistik chi-square p value 0,011 yang berarti

Usia ekstrim merupakan faktor risiko dari

p value < 0,05 ini menunjukan usia memiliki

hipertensi dalam kehamilan.[2]

Berdasarkan

tabel

3.2

hasil

pengaruh terhadap kejadian hipertensi dalam

BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014

26


Hasil dengan

penelitian

penelitian

ini

Nurul

tidak

sesuai

(2006)

tentang

sedangkan ibu tidak hipertensi dalam kehamilan

sebagian

besar

(50,8%)

kejadian hipertensi pada ibu hamil trimester II dan III menyebutkan bahwa faktor paritas mempunyai pengaruh terjadinya hipertensi dalam kehamilan

menyebutkan usia tidak

primipara atau grandemultipara. 2) Ibu dengan hipertensi dalam kehamilan sebagian besar (57,4%) usia 17-35 tahun

mempengaruhi kejadian hipertensi pada ibu hamil, uji statistik logistik usia memiliki nilai yang tidak signifikan yaitu p value 0,372 > 0,05, nilai OR usia 25-35thn mempunyai risiko

dan ibu tidak hipertensi dalam kehamilan sebagian besar (68,9%) usia 17-35 tahun. 3) Ada pengaruh paritas terhadap kejadian

hipertensi sebesar 0,484 kali dibandingkan usia >35thn. Hasil penelitian sesuai dengan hasil penelitian Wahyuny (2012) tentang faktor risiko kejadian pre-eklampsia di RSKD

hipertensi dalam kehamilan (p value<Îą) dengan nilai OR 0,393. 4) Ada pengaruh usia terhadap kejadian

ibu dan anak menyatakan usia memiliki nilai bermakna

hubungan dengan pre-eklampsia

berdasarkan hasil uji statistik nilai p value

hipertensi dalam kehamilan (p value<Îą) dengan nilai OR 3,250.

sebesar 0,00 (0,00 <0,05) dengan nilai OR 3,73 dengan

tingkat

Probabilitas ibu dengan status paritas

kepercayaan (95%)

yaitu 1,87-7,42 menunjukan bahwa usia 2035thn mempunyai risiko 3,73 kali untuk terjadinya pre-eklampsia dibandingkan usia

primipara atau grandemultipara dan berusia <17 atau >35 tahun memiliki peluang untuk terkena hipertensi dalam kehamilan sebesar

>35thn. Bahari (2009) tentang hubungan usia dan paritas terhadap kejadian pre-eklampsia menyatakan ada hubungan usia dengan preeklampsia, hasil

uji statistik Fisher nilai p

56,05%. ibu dengan status paritas primipara atau grandemultipara dan berusia 17-35 tahun

memiliki

peluang

untuk

terkena

value sebesar 0,00<0,05 dari hasil penelitian didapatkan sebagian besar (81,92%) kejadian pre-eklampsia terjadi pada usia <20th.

hipertensi dalam kehamilan sebesar 28,34%. ibu dengan status paritas multipara dan berusia <17 atau >35 tahun memiliki peluang

5. KESIMPULAN DAN SARAN Hasil penelitian mengenai pengaruh faktor

risiko

paritas

dan

usia

terhadap

kejadian hipertensi dalam kehamilan di RSUD Dr. Soetomo Surabaya dapat disimpulkan

sebesar 76,34%. Peneliti

selanjutnya

diharapkan

menggunakan sampel lebih banyak dan lebih merata dalam kelompok paritas dan usia

bahwa: 1) Ibu dengan hipertensi dalam kehamilan sebagian

untuk terkena hipertensi dalam kehamilan

besar

(70,5%)

multipara

BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014

sehingga hasil penelitian lebih valid. Selain itu, peneliti selanjutnya diharapkan mengkaji

27


faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi terjadinya

hipertensi

dalam

6.

Morgan,

G.,

Hamilton.

Obstetri

&

ginekologi : panduan praktik edisi 2.

ekhamilan

Jakarta : EGC; 2009 sehingga dapat diketahui seberapa besar

7.

Nasir, A., Muhith, A., Ideputri, M.E. Buku ajar metodologi penelitian kesehatan :

faktor bias yang mempengaruhi.

konsep pembuatan karya tulis dan thesis untuk mahasiswa kesehatan, Yogyakarta DAFTAR PUSTAKA 1. World

Health

: Nuha Medika; 2011 “Maternal

Organization.

8.

Mortality in 2005 : Estimates Developed

2.

Prawirohardjo, S., 2010, Ilmu kebidanan, Jakarta : PT Bina Pustaka.

3.

Leeman,

L.,

Fontaine,

2008,

American Academy of Family Physicians, Vol.78, Number 1 V. www.aafp.org/afp. “Increasing

gestational

diabetes

prevalence and

of

pregnancy-

related hypertension in Los Angeles County”. Prev Chronic Dis, 5 (3): 1-9. 5.

Dewi,

V.N.L.,

Sunarsih,

Binarupa Aksara; 1995 9.

Corwin,

Elizabeth,

J.

Sistem

kardiovaskular. buku saku patofisiologi.

T.

10. Manuaba,

I.A.C.,

Manuaba,

I.B.G.F.,

Manuaba, I.B.G. Gawat darurat obstetri ginekologi & obstetri ginekologi sosial untuk profesi bidan. Jakarta : EGC; 2008

Baraban E., McCoy L., and Simon P. 2008.

Dasar-dasar

edisi3. Jakarta: EGC; 2001 P.,

“Hypertensive disorders of pregnancy”,

4.

S.

metodologi penelitian klinis. Jakarta :

by WHO, UNICEF, UNFPA, and the World Bank”. Geneva: WHO Press; 2007

Sastroasmoro,

11. Supriatiningsih, 2009, “Faktor-faktor yang berhubungan

dengan

komplikasi

kehamilan pada ibu hamil di kota Metro Tahun 2009”, Jurnal kesehatan Volume II no. 1 edisi Juni 2009 ISSN 19779-469X

Asuhan

kehamilan untuk kebidanan. Jakarta : Salemba Medika; 2011

BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014

28


Tinjauan Pustaka

DIAGNOSIS STADIUM AWAL KASUS CEDERA GINJAL AKUT PADA MASYARAKAT BERBASIS BIOMARKER NEUTROFIL GELATINASEASSOCIATED LIPOCALIN (NGAL) SECARA PRAKTIS DAN AKURAT Novra Arya Sandi1, Adam Darsono1, Asiyah Tsabita Maulana2 1

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Gadjah Mada Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia Correspondence: Universitas Gadjah Mada Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Email: novra.arya.s@mail.ugm.ac.id 2

ABSTRAK Praktik klinis saat ini, kerusakan ginjal akut didiagnosis dengan melakukan pengukuran terhadap kadar kreatinin dan blood urea nitrogen (BUN). Meskipun demikian, kadar kreatinin dan BUN merupakan indikator yang tidak dapat diandalkan selama perubahan akut pada fungsi ginjal. Keterlambatan deteksi berarti penundaan diagnosis yang menimbulkan kerusakan ginjal bersifat irreversibel. Oleh karena itu, perlu ada biomarker baru sehingga evaluasi terhadap status fungsi ginjal lebih akurat. Diketahui pada kerusakan ginjal akut dapat mengekpresikan suatu penanda biomarker Neutrofil Gelatinase-Associated Lipocalin (NGAL). Biomarker NGAL diharapkan mampu menjadi indikator alternatif kreatinin dan BUN dalam mendeteksi kerusakan ginjal akut dan dapat dilakukan pengembangan prototipe kit diagnostiknya sebagai bentuk rapid test Gagal Ginjal Akut berbasis NGAL. Penyusunan karya tulis ini bersifat deskriptif analitis melalui studi literatur terhadap hasil penelitian-penelitian sebelumnya terkait pengembangan deteksi awal terhadap kasus cedera ginjal akut (Acute Kidney Injury/AKI) menggunakan berbagai biomarker, khususnya NGAL. Berdasarkan studi literatur disimpulkan bahwa NGAL merupakan novel biomarker yang memiliki sensitivitas dan spesifisitas tertinggi dibanding biomarker lainnya pada waktu kurang dari 2 jam pasca induksi cedera ginja akut. Pengembangan prototipe kit diagnostiknya diharapkan membantu mendeteksi kondisi kerusakan ginjal stadium awal untuk membantu mengurangi resiko kerusakan ginjal lebih lanjut. Kata kunci: Cedera Ginjal Akut, Deteksi Dini, Neutrofil Gelatinase-Associated Lipocalin, Serum Kreatinin

ABSTRACT Current clinical practice, Acute Kidney Injury (AKI) is diagnosed by measuring the levels of creatinine and blood urea nitrogen (BUN). Nonetheless, the level of creatinine and BUN are unreliable indicators during acute changes in kidney function. Delay in detection means delay in early diagnosis of acute change in kidney that causes irreversible kidney damage. Therefore, there needs a new biomarker to evaluate the status of kidney function more accurately. Acute kidney injury can express biomarker Neutrophil Gelatinase-Associated Lipocalin (NGAL). Biomarker NGAL is expected to be an alternative indicator of creatinine and BUN in the detection acute kidney damage and prototype kit diagnostic development can be done as a form of acute kidney failure rapid diagnostic test. This paper is descriptive analysis of the results of the study literature through previous studies related to the development of acute kidney injury cases early detection using various biomarkers, especially NGAL. The use of NGAL as a biomarker can be considered as one method for detecting early stage kidney damage conditions to reduce the risk of kidney damage at cost effective and efficient and easy to use. Prototype development of diagnostic kit is expected to detect early-stage kidney damage conditions to reduce the risk furthrt kidney damage. Keywords: Acute Kidney Injury, Early Detection, Neutrofil Gelatinase-Associated Lipocalin, Creatinine

BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014

29


akurat terhadap status fungsi ginjal.[3-5] Diketahui

1. PENDAHULUAN

untuk

Tujuan dari penulisan artikel ini adalah

pada

membahas

mengekpresikan

tentang

tantangan

terkait

kerusakan

ginjal

suatu

akut

penanda

dapat biomarker

penemuan alternatif metode deteksi cedera ginjal

tertentu, sehingga menjadi poin strategis bagi

akut. Tujuan akhir dari penulisan adalah untuk

pengembangan deteksi kerusakan ginjal.[2] Telah

menyarankan

kit

banyak biomarker yang diusulkan untuk deteksi

yang

awal dan akurat dari penyakit ginjal akut.[3,4]

diagnostik

pengembangkan

berbasis

prototipe

biomarker

NGAL

diharapkan mampu mendeteksi dini kasus gagal

Diantara

biomarker

tersebut,

yang

mampu

ginjal akut.

memberikan hasil yang sensitif dan spesifik

Hingga saat ini, dalam praktek klinis

adalah identifikasi terhadap Neutrofil Gelatinase-

cedera ginjal akut biasanya didiagnosis dengan

Associated Lipocalin (NGAL) dan cystatin-C.[4]

melakukan pengukuran terhadap kadar kreatinin

Selain

dalam serum dan blood urea nitrogen (BUN).

Initiative (ADQI) melaporkan bahwa hanya uji

Meskipun demikian, kadar kreatinin merupakan

NGAL dan cystatin-C yang paling mungkin untuk

indikator yang tidak dapat diandalkan selama

dapat diintegrasikan pada praktek klinis dalam

ginjal.[1,2]

perubahan akut pada fungsi

Hal ini

peningkatan

Dialysis

Quality

Pengembangan prototipe kit diagnostik kasus Gagal Ginjal Akut dengan biomarker

bervariasi karena dapat dipengaruhi oleh non

Neutrofil Gelatinase-Associated Lipocalin (NGAL)

renal factor seperti usia, jenis kelamin, massa

diharapkan mampu mendeteksi lebih awal kasus

otot, metabolime otot dan status hidrasi. Kedua,

gagal ginjal akut sehingga penderita dengan

konsentrasi

kasus

tidak

kreatinin

Acute

dapat

kreatinin

kadar

menurut

waktu singkat.[3]

disebabkan karena beberapa alasan, yaitu : pertama,

itu,

akan

mengalami

gagal

ginjal

akut

dapat

dilakukan

perubahan hingga 50% kerusakan fungsi ginjal.

penanganan serta tindakan terapi lebih awal

Ketiga, rendahnya filtrasi glomerolus, sehingga

sebelum terjadi kerusakan ginjal lebih lanjut.

selama perubahan akut pada filtrasi glomerolus, kreatinin dalam serum tidak cukup akurat untuk

2. TINJAUAN PUSTAKA

menggambarkan status fungsi ginjal sampai

2.1 Cedera Ginjal Akut

terjadinya keseimbangan, dan ini memerlukan

Ide Cedera Ginjal Akut atau disebut

waktu yang cukup lama. Pengukuran kadar BUN

Acute Kidney Injury (AKI) tetap masalah umum

dan kreatinin diketahui tidak sensitif, non spesifik,

dan signifikan dalam dekade terakhir. Rentan 5%

dan

keadaan

hingga 20% pasien sakit kritis dilarikan ke

sebenarnya pada kerusakan ginjal yang bersifat

Intensive Care Unit (ICU) dengan penderita

progresif.[1]

cedera ginjal akut dengan Acute Tubular Necrosis

tidak

mempresentasikan

Keterlambatan penundaan kerusakan

dalam pada

deteksi diagnosis

ginjal

yang

juga awal

berarti periode

menimbulkan

(ATN) terhitung mencapai 75% kasus sebagai penyebab gagal ginjal akut.[6] The Acute Kidney Injury Network (AKIN)

kerusakan ginjal yang bersifat ireversibel. Oleh

mengartikan

karena itu, perlu metode baru yang lebih dapat

“kelainan fungsional dan struktural atau tanda

diandalkan dibandingkan dengan kreatinin dan

terjadinya kerusakan ginjal termasuk kelainan

BUN yang diperlukan untuk evaluasi yang lebih

pada darah, urin, atau jaringan dan pencitraan

BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014

Cedera

Ginjal

Akut

sebagai

30


yang telah ada selama kurang dari 3 bulan�.

serum, perubahan Glomerular Filtration Rate

Definisi lain menyebutkan bahwa Cedera Ginjal

(GFR), dan tingkat keparahan produksi urin

Akut secara konseptual sebagai penurunan cepat

berkurang.

dalam Glomerulus Filltration Rate (GFR) yang

menjanjikan untuk deteksi dini kondisi Cedera

terjadi dalam hitungan jam dan hari. Hal

Ginjal

ini

Namun

Akut

Biomarker

sehingga

urin

dapat

cukup

diantisipasi

mendorong ke arah sindrom klinis yang ditandai

sebelumnya serta berguna untuk diagnosis dini.

dengan cepat penurunan fungsi ekskretoris ginjal,

Selain itu dapat digunakan untuk identifikasi

dengan akumulasi produk metabolisme nitrogen

gangguan mekanisme, dan penentuan lokasi dan

seperti kreatinin dan urea klinis yang terukur

keparahan disfungsi.[9]

produk-produk limbah.[7] Guyton membagi tiga kategori utama penyebab gagal ginjal akut yakni: 1. Cedera Ginjal Akut yang diakibatkan dari

2.2 Neutrofil gelatinase-associated lipocalin (NGAL)

ginjal.

Neutrofil gelatinase-associated lipocalin

Kondisi ini sering menunjukkkan sebagai

(NGAL) merupakan protein berukuran 25 kDa

prerenal

yang

yang diekspresikan selama kerusakan ginjal

mencerminkan fakta bahwa abnormalitas

ischaemic pada hewan model.[10] NGAL disintesis

terjadi di dalam sistem sebelum di organ

selama maturasi granulosit pada sumsum tulang

ginjal. Ini bisa diakibatkan dari kasus gagal

dan diekpresikan pada sel epitel yang mengalami

jantung dengan penurunan cardiac output

inflamasi atau malignancy. Schmitt-Ott et al.[11]

dan tekanan darah rendah atau kondisi yang

melaporkan

berhubungan dengan pengurangan volume

menggunakan microarray analysis. Kerusakan

darah dan kasus hemorragic (pendarahan

epitel jaringan ginjal akan mengaktifkan gen

berat).

NGAL yang merupakan upregulated genes pada

penurunan

pemasukan

acute

darah

renal

ke

failure

bahwa

NGAL

dapat

dideteksi

2. Intrarenal acute renal failure diakibatkan dari

kondisi kerusakan ginjal tikus post-ischaemic.

abnormalitas dari ginjal itu sendiri yang

Protein NGAL terakumulasi dalam darah, urin,

melibatkan

renal proksimal dan tubulus distal ginjal yang

efek

dari

pembuluh

darah,

glomeroli, dan tubulus.

mengalami kerusakan. Struktur protein lipocalin

3. Postrenal acute renal failure diakibatkan dari

terdiri dari 8 rantai beta yang membentuk β-barrel

obstruksi (penyempitan) di sistem duktus

dengan bentuk menyerupai calyx. Calyx tersebut

kolektivus, dimanapun mulai dari pangkal

berikatan dan mentransfer produk kimia dengan

saluran hingga aliran keluar dari kandung

berat molekul yang rendah. NGAL berikatan

kemih. Penyebab paling sering berasal dari

dengan siderophore (enterochelin) pada calyx

lumen saluran urinaria ginjal akibat kasus

dengan afinitas yang tinggi dan siderophore

batu ginjal yang disebabkan penimbunan

menangkap besi dengan afinitas yang tinggi pula.

kalsium, urate, atau cystin.

Fungsi

Sistem

yang

NGAL

adalah

menekan kerusakan ginjal dengan meningkatkan

digunakan adalah kriteria RIFLE (Risk, Injury,

nephrogenesis. Pada manusia, secara normal

Failure, Loss, End-stage Kidney Disease) dengan

NGAL terekspresi pada level yang sangat rendah

menghadirkan 3 variabel berupa keparahan

pada beberapa jaringan seperti ginjal, paru,

disfungsi

lambung dan kolon.[12]

berdasarkan

paling

keberadaan

banyak

ginjal

rujukan

utama

kadar

kreatinin

BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014

31


Studi yang dilakukan oleh Nickolas et al.[13] mengindikasikan protein

NGAL

bahwa di

deteksi

dalam

keberadaan

serum

dan

urin

merupakan biomarker yang sensitif dan spesifik

sesegera

klinis

memperlihatkan

kerusakan

ginjal

Studi

sebelumnya

pada

hewan menunjukkan bahwa AKI seharusnya bisa membaik sebelum peningkatan Serum Creatinin (SCr) dan kondisi awal penurunan fungsi ginjal. Penelitian yang dilakukan oleh Waikar et

dalam memprediksi kejadian Cedera Ginjal Akut. Uji

mungkin.

al.[15]

melaporkan bahwa terdapat hubungan

menyebabkan peningkatan 10 kali lebih tinggi

antara Cedera Ginjal Akut dengan mortalitas yang

konsentrasi NGAL dalam plasma darah dan lebih

dinilai melalui peningkatan SCr. Sampel dari

dari 100 kali lebih tinggi dalam urin.

19.982 orang dewasa telah dijumpai peningkatan SCr

hanya

0,3-0,4

mg/dL

dan

mampu

akibat

sedikit

3. PEMBAHASAN

menyebabkan

3.1 Pentingnya Deteksi Dini

peningkatan kadar SCr. Kondisi mortalitas pasien

Han et al.[14] melaporkan bahwa hal yang penting dalam mendeteksi Cedera Ginjal Akut

70%

kematian

akibat kejadian Cedera Ginjal Akut dapat dilihat pada Grafik 1.[16]

secara tepat waktu adalah penanganan yang

Grafik 1. Persentase Kematian Diantara Pasien dengan Cedera Ginjal Akut Berdasarkan Kategori RIFLE (risk, injury, failure, loss, ESRD).

3.2 Kelemahan Biomarker Konvensional Saat Ini

tubular akut yang memberikan reversibilitas cepat SCr untuk panduan untuk klasifikasi kondisi

Saat ini belum terdapat standar yang

Cedera

Ginjal

Akut.

Akan

tetapi,

mampu mewakili dan mendefinisikan Cedera

peningkatan SCr secara kontinyu tidak dapat

Ginjal Akut serta acuan dasar dalam perubahan

mengabaikan prerenal azotemia yang disertai

SCr. Gambaran yang relatif rendah tiap biomarker

banyak kejadian kasus peningkatan SCr revesibel

urin untuk awal deteksi Cedera Ginjal Akut akan

pada kondisi akhir pre-operatif Cedera Ginjal Akut

memengaruhi definisi Cedera Ginjal Akut. Hal ini

dibandingkan awal pre-operatif Cedera Ginjal

dimungkinkan

Akut.[14]

bahwa

beberapa

pasien

mengalami perkembangan Cedera Ginjal Akut yang disebabkan cedera prerenal atau cedera

BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014

32


3.3 Perkembangan Cara Deteksi Cedera Ginjal Akut

dengan

Biomarker

Beserta

Manfaatnya

Tabel 1. Novel Biomarker Untuk Awal Prediksi AKI Pada Manusia.[17] Waktu Nama Biomarker

Sampel

Cardiopulmonary

Peningkatan

Penanganan

Transplantasi

Uji

bypass (CPB)

Pasca-

kritis

ginjal (TG)

komersial

pemberian NGAL

Urin

< 2 jam pasca-

2 jam

48 jam pre-

12-24 jam

ELISA,

AKI

pasca- TG

ARCHITECT*

Tidak terdapat

48 jam pre-

12-24 jam

ELISA

peningkatan

AKI

pasca- TG

CPB IL-18

Urin

6 jam pasca-CPB

KM-1

Urin

12 jam pasca-CPB Tidak diuji

Tidak diuji

Tidak diuji

ELISA

L-FABP

Urin

4 jam pasca-CPB

24 jam

Tidak diuji

Tidak diuji

ELISA

NL

Plasma < 2 Jam pasca-

2 jam

48 jam pre-

Tidak diuji

ELISA,

CPB

AKI

Triage*

*Uji ARCHITECT dibuat oleh Abbott Diagnostics (USA). *Triage NGAL Test dibuat oleh Biosite Inc. (USA). AKI: acute kidney injury, didefinisikan sebagai peningkatan 50% Serum Creatinin (SCr) dari acuan dasar data normal. NGAL: neutrophil gelatinase-associated lipocalin.10 IL-18: interleukin 18.18 KIM-1: kidney injury molecule 1.19 L-FABP: liver-type fatty acid binding protein.20

Grafik 2. Kurva Garis Profil Beberapa Biomarker Pada Saat Kondisi Cedera Ginjal Akut Mulai Dari 0-24 Jam Pasca Operasi[17]

BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014

33


Grafik 2 merupakan kurva perbandingan

mendeteksi kondisi kerusakan ginjal stadium awal

dari empat biomarker yang dalam beberapa tahun

untuk membantu mengurangi resiko kerusakan

belakangan ini yang digunakan dalam penelitian

ginjal lebih lanjut dengan biaya yang relatif

untuk mendeteksi kondisi kerusakan ginjal akut.

ekonomis dan proses yang praktis.

Kurva

garis

tersebut

menunjukkan

bahwa

Pengembangan prototipe kit diagnostik

biomarker yang memberikan konsentrasi paling

menggunakan biomarker NGAL diharapkan dapat

tinggi pada 2-6 jam pasca operasi adalah

membantu mendeteksi kondisi kerusakan ginjal

neutrophil gelatinase-associated lipocalin (NGAL),

stadium awal untuk membantu mengurangi resiko

hal ini menunjukkan bahwa akumulasi NGAL di

kerusakan

dalam cairan tubuh yang dikeluarkan (melalui

mengurangi jumlah pasien yang harus melakukan

ekskresi urin) meningkat akibat kondisi cidera

hemodialisis serta transplantasi ginjal.

ginjal

lebih

lanjut

sekaligus

ginjal. Sedangkan biomarker liver-type fatty acid binding protein (L-FABP) berada dibawah NGAL,

DAFTAR PUSTAKA

namun sangat meningkat pada waktu 4 jam

1. Nguyen,

M.,

and

Devarajan,P.

pasca operasi. Biomarker interleukin 18 (IL-18)

“Biomarkers fro the early detection of

terlihat

acute kidney injury.” Pediatr Nephrol. Vol

meningkat pada waktu 12 jam pasca

operasi dilakukan, serta kidney injury molecule 1 (KIM-1) meningkat pada waktu 24 jam pasca operasi.

Berdasarkan

perbandingan

tersebut

23 (2008):2151-2157. 2. Clerico, A., Galli, C., Fortunato, A., and Ronco,

C.”Neutrophil

Gelatinase-

diketahui bahwa biomarker yang memiliki nilai

Associated

akurasi dan spesifik terhadap kondisi cidera akut

biomarker of acute kidney injury: a review

dalam waktu yang sangat cepat (sebelum 24 jam)

of the laboratory characteristics and

adalah NGAL sebagaimana telah dilaporkan juga

clinical evidences. Clin Chem Lab Med

oleh Bennet et al.[21] , Devarajan[22-24], Lee et al.[25]

Vol 50.9 (2012):1505-1517.

dan Magnusson et

al.[26]

Lipocalin

(NGAL)

as

Informasi terbaru yang

3. Ronco, C., McCullough, P., Anker, S.D,

disarankan oleh Clerico et al.[2] dan Jorgensen et

Anand, I., Aspromonte, N, Bagshaw,

al.[27] adalah untuk menggunakan NGAL sebagai

S.M.”Cardiorenal syndromes: report from

biomarker dalam mendeteksi kerusakan ginjal

the consensus conference of the Acute

fase awal dengan satuan standar ng/mL atau

Dialysis Quality Initiative.” Eur Heart J.

μg/L.

Vol 31 (2010):703-711. 4. Cruz, D.N., Goh, C.Y., Palazzuoli, A.,

4. KESIMPULAN

Slavin,

Berdasarkan hasil dari sebagian besar

L.,

Calabr,O.A.,

Ronco,

C.

“Laboratory parameters of cardiac and

penelitian terkait metode diagnosis kerusakan

kidney

dysfunction

ginjal menggunakan berbagai biomarker hingga

syndromes.” Heart Fail Rev. Vol 16

saat ini, maka dapat disimpulkan bahwa NGAL

(2011): 545-551.

cardio-renal

untuk

5. Devarajan

mendeteksi waktu awal kasus Cedera Ginjal Akut.

associated

Penggunaan NGAL sebagai biomarker dapat

biomarker for human acute kidney injury.”

dianggap sebagai salah satu metode untuk

Biomarkers Med. Vol 4 (2010): 265-280.

memiliki spesifitas

yang

sangat baik

BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014

P.

in

“Neutrophil

lipocalin:

a

gelatinasepromising

34


6. Lameire,

N.,

Van

Biesen

W.,

and

14. Han, W.K., Wagener, G., Zhu,Y., Wang,

R.

“The

changing

S., and Lee, L.H. “Urinary Biomarkers in

epidemiology of acute renal failure.”

the Early Detection of Acute Kidney Injury

Nature Clinical Practice Nephrology Vol.

after Cardiac Surgery.” Clin J Am Soc

2 (2006): 364-377.

Nephrol. Vol 4 (2009): 873-882.

Vanholder,

7. Simsek,, Abdulmuttalip, T.,, Volkan and Tasci,

A.I.

“Review

15. Waikar, S.S., Liu,K.D., dan Chertow, G.C.

New

“Diagnosis, Epidemiology and Outcomes

Biomarkers for the Quick Detection of

of Acute Kidney Injury.” Clin J Am Soc

Acute Kidney Injury.” Hindawi Publishing

Nephrol. Vol 3 (2008): 844-861.

Article

Corporation ISRN Nephrology Volume (2013). 394582. 8. Guyton,

A.C.

16. Ali, T., Khan, I., Simpson, W., Prescott, G., Townend, J., Smith, W., & MacLeod,

Textbook

of

Medical

A. Incidence and Outcomes in Acute

Physiology 11th ed. Philadelphia: Elsevier

Kidney

Saunders. 2006.

Population-Based

9. Vaidya, V.S., Ferguson, MA., Bonventre, J.V. “Biomarkers of Acute Kidney Injury.”

Injury:

A

Comprehensive

Study.

J

Am

Soc

Nephrol. Vol 18 (2007): 1292-1298. 17. Devarajan,

Prasad.

“Emerging

Ann Rev Pharmacol Toxicol. Vol 48

biomarkers for Acute Kidney Injury.” As

(2008): 450-467.

published in CLI April/May 2009

10. Mishra, J., Dent, C., and Tarabishi, R. “Neutrophil

18. Parikh, C.R., Mishra J., and Thiessen-

gelatinase-associated

Philbrook, H. “Urinary IL-18 is an early

lipocalin (NGAL) as a biomarker for acute

predictive biomarker of acute kidney

renal injury following cardiac surgery.”

injury after cardiac surgery.” Kidney Int.

Lancet. Vol 365 (2005):1231-38.

Vol 70 (2006):199-203.

11. Schmidt-Ott., K.M. “Neutrophil gelatinase-

19. Han, W.K., Waikar, S.S., Johnson, A.

associated lipocalin as a biomarker of

“Urinary biomarkers in the early diagnosis

acute kidney injury-where do we stand

of acute kidney injury.” Kidney Int. Vol 73

today?.” Nephrol Dial Transplant Vol 26

(2008): 863-869. 20. Portilla, D., Dent C., Sugaya, T. “Liver

(2011): 762-764. 12. Xu, S., and Venge, P. “Lipocalins as

fatty acid-binding protein as a biomarker

biochemical markers of disease.” Biochim

of acute kidney injury after cardiac

Biophys Acta Vol 482 .(2000): 298-307.

surgery.” Kidney Int.Vol 73 (2008):465-

13. Nickolas TL, O'Rourke MJ, Yang J, Sise

72.

ME, Canetta PA, Barasch N, Buchen C,

21. Bennett, M., Dent C.L., Ma, Q. “Urine

Khan F, Mori K, Giglio J. “Sensitivity and

NGAL predicts severity of acute kidney

specificity

emergency

injury after cardiac surgery: A prospective

of

study.” Clin J Am Soc Nephrol. Vol 3

department

of

a

single

measurement

urinary

neutrophil gelatinaseassociated lipocalin for diagnosing acute kidney injury.” Ann Intern Med.Vol 148.11 (2008): 810-819.

BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014

(2008):665-673. 22. Devarajan associated

P.

“Neutrophil

lipocalin

gelatinase-

(NGAL):

a

new

35


marker of kidney disease.” Scand J Clin Lab Invest Suppl. Vol 241(2008):89-94.

26. Magnusson,

N.E.,

Hornum,

H.,

Jorgensen, K.J., Hansen, J.M., Bistrup,

23. Devarajan P. “NGAL in acute kidney

C., Feldt-Rasmussen, B., Flyvbjerg, A.

injury: from serendipity to utility.” Am J

“Plasma neutrophil gelatinase associated

Kidney Dis.Vol 52 (2008):395-399.

lipocalin (NGAL) is associated with kidney

24. Devarajan

P.

gelatinase-

function in uraemic patients before and

associated lipocalin an emerging troponin

after kidney transplantation.” Nephrology.

for

Vol 13 (2012): 1-8.

kidney

“Neutrophil

injury.

Nephrol

Dial

Transplant.” Vol 23 (2008):3737-3743. 25. Lee, Y.L.,

27. Jorgensen, H.K.,

Hu, Y.Y, Lin, Y.S., Chang,

Gilsaa,T.

Bisgaard, J.G

“Neutrophil

gelatinase-

C.T., Lin, F.Y., Wong, M.L., Hsu, K.H.,

associated

Hsu, W.L. “Urine neutrophil gelatinase-

biomarker of dialysis-dependent acute

associated

a

kidney injury following infrarenal aortic

biomarker for acute canine kidney injury.”

surgery.” Journal of Anesthesiology and

Veterinary Research. Vol 8.248 (2012):1-

Clinical Science. Vol 2049 (2013): 9752-

9.

9754.

lipocalin

(NGAL)

as

BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014

lipocalcin

and

(NGAL)

as

a

36


Tinjauan Pustaka

KEMITRAAN (PARTNERSHIP) SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN CAPAIAN TARGET CAKUPAN PERTOLONGAN PERSALINAN OLEH TENAGA KESEHATAN DI KABUPATEN GRESIK Mely Dwitasari Tadjang1 1

Mahasiswa Magister Manajemen Kesehatan Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur Email: melytadjang.akk@gmail.com

ABSTRAK Kemitraan secara umum akan terjalin bilamana terdapat pihak yang merasakan adanya kelemahan implementasi bila sebuah pembangunan hanya menjadi focus ketertarikan satu pihak saja. Dalam kemitraan seharunya seluruh elemen mendapatkan apa yang menjadi kebutuhannya. Sinergi antar elemen menjadi kunci dalam memainkan perannya masing-masing. Belum tercapainya target cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan bisa dikarenakan kemitraan dukun dengan bidan belum terlaksana secara efektif sehingga masih ada dukun yang menolong persalinan dan masih ada dukun yang belum bermitra. Sehingga perlu kemitraan efektifitas keberhasilan dapat dilihat dari ada tidaknya perubahan positif dalam kemitraan tersebut. Tujuan penulisan ini untuk mengetahui bagiamana kemitraan yang efektif dalam upaya peningkatan capaian atas target cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di kab. Gresik. Manfaatnya jika kemitraan yang efektif tercapai terdapat perubahan positif keberhasilan dimana dukun mau bermitra dengan tenaga kesehatan tidak lagi menolong persalinan maka cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dapat tercapai sehingga AKI juga dapat menurun. Rekomendasi ini ditujukan untuk Dinas Kesehatan Kabupaten Gresik dalam upaya peningkatan cakupan pertolongan persalinan dengan tenaga kesehatan di Kabupaten Gresik. Kata Kunci : AKI, Manajemen Kesehatan, Manajemen SDM, Penolong Persalinan

ABSTRACT The Partnership generally will be formed when the parties feel there is a weakness in the implementation when a development is focus of interest only one party only. In partnership shall in all elements get what the needs. The synergy between the elements to be key in playing their respective roles. Not to achieve target coverage of birth assisted by skilled health personnel could be due to a partnership with the midwife shaman has not been done effectively, so that there are shamans who helped birth and a shaman who has not been partnered. Thus need effective partnerships success can be seen from the absence of positive changes in the partnership. The purpose of this paper to find out how partnerships effective in improving achievement above the target coverage of birth assisted by skilled health personnel in Gresik. The benefits of effective partnerships is achieved a positive change which the success of the shaman would partner with health professionals, no longer attending births the scope of delivery assistance by health professionals can be achieved so that the MMR can also be decreased. This recommendation is intended to Gresik Health Office in effort to increase coverage of delivery by health workers. Keywords: MMR, Health Management,HR Management, Delivery Helper

1. PENDAHULUAN Istilah

kemitraan

Secara konseptual, kemitraan adalah suatu kerja di

masyarakat

sebenarnya sudah terjadi sejak zaman dahulu. BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014

sama formal antara individu-individu, kelompokkelompok

atau

organisasi-organisasi

untuk 37


mencapai suatu tugas atau tujuan tertentu.

juga data di Kab. Gresik menunjukan dari jumlah

Dalam kemitraan, seluruh elemen mendapatkan

dukun sebesar 183 yang bermitra sebanyak 178

apa yang menjadi kebutuhannya. Sinergi antar

dukun, hal ini menunjukan masih terdapat 5

elemen

dukun yang belum bermitra. Meninjau kebijakan

menjadi

perannya

kunci

dalam

masing-masing.

pembentukan semakin

kemitraan

memperkuat

kehutanan

utamanya

mestimulus

memainkan

Tujuan ini

peningkatan

pemerintah dimana meningkatkan persalinan dan

untuk

perawatan bayi baru lahir oleh tenaga kesehatan

penyuluhan

melalui kemitraan bidan dengan dukun, setiap

adalah

strategi dalam

utama

upaya

untuk

penghasilan

dan

kesejahteraan masyarakat.[1]

ibu bersalin dan bayi baru lahir memperoleh pelayanan

dan

pertolongan

oleh

tenaga

kesehatan yang kompeten dalam pertolongan

Angka Kematian Ibu (AKI) yang semakin

persalinan

dan

seluruh

dukun

yang

ada

meningkat berdasarkan SDKI tahun 2012, rata-

dilibatkan dalam suatu bentuk kerjasama yang

rata angka kematian ibu (AKI) tercatat mencapai

menguntungkan antara bidan dengan dukun

359 per 100.000 kelahiran hidup, rata-rata

dalam bentuk kemitraan.

kematian ini jauh melonjak dibanding hasil SDKI

Pentingnya pola kemitraan bidan dengan

tahun 2007 yang mencapai 228 per 100.000

dukun dengan harapan pertolongan persalinan

kelahiran hidup. Angka tersebut masih jauh dari

berpindah dari dukun bayi ke bidan dengan

target MDGs(5) Angka Kematian Ibu (AKI) yaitu

demikian kematian ibu dan bayi diharapkan

108 per 100.000 kelahiran hidup pada 2015,

dapat diturunkan dengan mengurangi risiko yang

salah satu faktor yang sangat mempengaruhi

mungkin terjadi bila persalinan tidak ditolong oleh

terjadinya kematian ibu maupun bayi adalah

tenaga kesehatan yang kompeten, sehingga

faktor pelayanan yang sangat dipengaruhi oleh

penulis ingin menganalisi mengenai kemitraan

kemampuan dan keterampilan tenaga kesehatan

(partnership) lebih mendalam.

sebagai penolong pertama pada persalinan tersebut, di mana sesuai dengan pesan pertama kunci MPS (making pregnancy safer) yaitu setiap persalinan hendaknya

ditolong oleh tenaga

2. PEMBAHASAN 2.1 Kemitraan Yang Efektif Beberapa

definisi

dari

kemitraan,

kesehatan terlatih. Namun sampai saat ini di

kemitraan merupakan kerjasama terpadu antara

wilayah indonesia masih banyak pertolongan

dua belah pihak atau lebih yang serasi, sinergi,

persalinan dilakukan oleh dukun bayi yang masih

sistematis, terpadu dan memiliki tujuan untuk

menggunakan cara-cara tradisional sehingga

menyatukan potensi bisnis dalam menghasilkan

banyak

keuntungan

merugikan

dan

membahayakan

keselamatan ibu dan bayi baru lahir.

yang

optimal.[2]

Kemitraan

merupakan suatu bentuk jalinan kerjasama dari

Di Kab. Gresik pada tahun 2011-2012

dua atau lebih pelaku usaha yang saling

belum tercapainya target cakupan pertolongan

menguntungkan.[3] Kemitraan adalah suatu kerja

persalinan oleh tenaga kesehatan sebesar 98%

sama formal antara individu-individu, kelompok-

dengan capaian pada tahun 2011 sebesar

kelompok

72,58% dan pada tahun 2012 sebesar 76,81%,

mencapai suatu tugas atau tujuan tertentu.[1,3]

hal ini menunjukan masih ada ibu bersalin yang

Kemitraan

ditolong oleh bukan tenaga kesehatan. Selain itu

secara sengaja dirancang atau dibangun antara

BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014

atau

organisasi-organisasi

adalah hubungan

strategik

untuk

yang

38


perusahaan-perusahaan untuk mencapai tujuan

informasi), penyebaran informasi dan partisipasi

yang telah ditetapkan, manfaat bersama dan

(tingkat

tinggi.[4]

saling kebergantungan yang

Sehingga

keterlibatan

mitra

dalam

membuat

perencanaan dan tujuan). Faktor terakhir resolusi

dapat disimpulkan bahwa kemitraan adalah suatu

konflik

bentuk hubungan kerjasama antar individu atau

masalah, persuasif dan lain-lain teknik yang

kelompok

biasanya

dan terdapat

tujuan bersama di

dalamnya.

meliputi

teknik-teknik

digunakan.

pemecahan

Sehingga

di

dalam

kemitraan perlu komitmen, kerjasama, dan rasa

Kemitraan sebagai kontrak dari dua atau

percaya.[4]

lebih orang yang kompeten untuk menempatkan

Keberhasilan

sebuah

kemitraan

uang, usaha, tenaga kerja dan keterampilan

dipengaruhi oleh komunikasi yang baik diantara

mereka, atau beberapa atau semua dari mereka,

para mitra.[11] Kemitraan adalah suatu kerja sama

dalam perdagangan yang sah atau bisnis, dan

formal

untuk membagi keuntungan dan menanggung

kelompok

kerugian

dalam

kemitraan antara

ditambahkan

dua

tertentu.[5]

proporsi

pihak

atau

pengaturan lebih,

Pada dinamis

berdasarkan

keuntungan kepuasan yang diidentifikasi khusus, kebutuhan

bersama.[6-8]

Pada kemitraan sejajar

antara

individu-individu,

atau

kelompok-

organisasi-organisasi

untuk

mencapai suatu tugas atau tujuan tertentu. Terdapat

prinsip

di

dalamnya

:

saling

menguntungkan (mutual benefit), pendekatan berorientasi

hasil,

kesetaraan,

komunikasi

keterbukaan,

tanggung

Jawab,

saling

Sebuah

kemitraan

dapat

dengan kontrak sosial, konsep dimaksudkan

melengkapi.[1]

bahwa transformasi tujuan adalah dicapai melalui

memberikan manfaat dan dampak positif bagi

pengasuhan luang tentang kesadaran sendiri dan

kedua

aktualisasi diri, dan hasil dalam penciptaan

menggunakan pendekatan pendekatan sebagai

kehidupan yang bermakna dibayangkan oleh

berikut

arsitek demokrasi klasik dan dari kita sendiri.

kemitraan

Sehingga

membangun

kemitraan

keuntungan,

upaya

disini

menekankan

bersama

menghasilkan

perusahaan

dijalankan.

yang

terlibat

Sehingga

memerlukan suatu

jika

keberhasilan

pendekatan hubungan

untuk melalui

komunikasi.[12]

manfaat dan kepuasan dimana juga diperlukan

Dalam hal evaluasi program, efektivitas

kesadaran sendiri dan aktualisasi diri dalam

memiliki arti yang sangat tepat : Sebuah

pencapaiannya.[9]

kemitraan yang efektif merupakan salah satu

Atribut yang muncul dalam kemitraan

yang menghasilkan perubahan yang berarti

adalah: percaya pada mitra, menghormati mitra,

secara sosial, yaitu hasil positif atau efek, di klien

kerjasama, teamwork, menghilangkan batas,

/ masyarakat bertarget yang tidak akan terjadi

sebuah

tanpa kemitraan.[13] Definisi umum efektivitas,

kemitraan dipengaruhi oleh faktor-faktor: atribut

efektivitas Kemitraan dapat dievaluasi dalam hal

kemitraan,

dua jenis hasil : hasil internal terdiri dari

menjadi

sekutu.[10]

perilaku

Keberhasilan

komunikasi

dan

teknik

menyelesaikan konflik (conflict resolution). Atribut

perubahan

kemitraan

koordinasi,

kemitraan itu sendiri, dan hasil eksternal, terdiri

percaya.

dari peningkatan sikap, perilaku dan kondisi

Perilaku komunikasi berkaitan dengan kualitas

untuk individu dan / atau masyarakat yang

komunikasi (akurasi, kecepatan dan kredibilitas

dilayani.[14]

meliputi

ketergantungan

dan

komitmen, rasa

saling

BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014

positif

Dalam

dalam

anggota

kemitraan

dan/atau

efektifitas

39


keberhasilan dapat dilihat dari ada tidaknya perubahan positif dalam kemitraan tersebut.

untuk mencapai tujuan bersama dimana

Sehingga kemitraan adalah suatu bentuk hubungan

kerjasama

kelompok

dan terdapat

dalamnya,

menekankan

antar

individu

atau

tujuan bersama di

komitmen yang telah dibuat dan disepakatai bersama. koordinasi

bersama menghasilkan manfaat dan kepuasan

kemitraan

jelas

dimana

pelaksanaan mulai dari awal hingga akhir.

diperlukan

kesadaran

upaya

setiap pihak harus memiliki kesadaran akan

5. Meningkatkan

juga

keuntungan

4. Meningkatkan rasa saling bertanggungjawab

sendiri,

yang

pelaksanaan

sesuai

tahapan

aktualisasi diri dalam pencapaiannya, komitmen,

6. Melakukan pendekatan yang efektif melalui

kerjasama, rasa percaya, pendekatan untuk

komunikasi yang baik keterbukaan sehingga

membangun melalui komunikasi yang baik.

muncul rasa saling percaya dan saling

Dimana efektifitas keberhasilan dapat dilihat dari

menghormati, bisa melalui sosialisasi dan

ada tidaknya perubahan positif dalam kemitraan

pertemuan-pertemuan serta pendekatan ke

tersebut.

pihak yang akan diajak bermitra. Upaya meningkatkan efektivitas kemitraan pada

2.2 Upaya Meningkatkan Target Cakupan

dukun

Meninjau kembali kondisi masih belum

yang

belum

bermitra

upaya

untuk

mengajaknya bermitra:[15,16]

tercapainya target pertolongan persalinan oleh

1. Mengenali permasalahan yang menghambat

tenaga kesehatan di Kab Gresik, terdapat dua

mereka bermitra, menyeleksi masalah yang

upaya

meningkatkan

dirasakan pihak yang akan diajak bermitra,

efektivitas program kemitraan pada dukun yang

mengali berbagai informasi melalui diskusi,

sudah

melakukan

forum pertemuan, kunjungan kedua belah

persalinan dan pada dukun yang belum bermitra

pihak, dll, melakukan analisis hasil informasi

upaya untuk mengajaknya bermitra.

dan masalah serta mencari solusinya.

yaitu

bermitra

upaya

untuk

namun

masih

Terdapat beberapa upaya meningkatkan

2. Melakukan penjajagan kerjasama dari hasil

efektifitas kemitraan pada dukun yang sudah

analisi data dan informasi dengan cara

bermitra:[1,4,10-12]

melakukan audensi atau presentasi tentang

1. Melaksanaan kemitraan yang efektif dimana

program

ada kesinambungan tiap tahapan mulai dari perencanan hingga evaluasi dan monitoring serta

perbaikan

program

kemitraan

jika

keberhasilan belum tercapai 2. Mengevaluasi

kembali

tujuan

kemitraan,

dan jelas sehingga muncul rasa percaya dan kesepakatan komitmen terhadap tujuan. hubungan

secara

formal

maupun

nonformal. 3. Menyusun rencana apabila beberapa pihak telah sepakat untuk bekerja sama, harus melibatkan pihak-pihak yang akan bermitra

menyamakan visi terhadap tujuan yang sama

3. Meningkatkan

baik

kerjasama

sehingga semua aspirasi dan kepentingan setiap pihak dapat terwakili. 4. Membuat

kesepakatan,

untuk

merumuskan peran dan tanggung jawab yang

masing-masing pihak yang akan dilakukan

saling menguntungkan dan saling melengkapi

bersama

sehingga tidak ada pihak yang merasa

Kesepahaman

dirugikan serta muncul rasa ketergantungan.

Understanding (MoU).

BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014

perlu

yang

dituangkan atau

dalam

Memorandum

Nota of

40


5. Melakukan rangka

pelaksanaan

mencapai

program

dalam

untuk

yang

sudah

Kerjasama yang saling menguntungkan antara

tujuan

ditetapkan.

kemitraan

yang

efektif.

bidan dengan dukun bayi sangat diperlukan

6. Memonitoring dan Evaluasi, hasil monitoring dapat

terciptanya

dijadikan

dasar

untuk

melakukan

untuk memindahkan persalinan dari dukun bayi ke Bidan. Dengan demikian, kematian ibu dan

evaluasi untuk mengetahui kegiatan yang

bayi

belum berjalan sesuai rencana dan mana

mengurangi risiko yang mungkin terjadi bila

yang sudah, tujuan mana yang sudah tercapai

persalinan tidak ditolong oleh tenaga kesehatan

dan

yang kompeten dengan menggunakan pola

mana

yang

belum,

apa

yang

kelemahan

masalah

atau

menghambat

diharapkan

dapat

diturunkan

dengan

kemitraan bidan dengan dukun.

pencapaian tujuan dan penyebabnya. 7. Melakukan perbaikan dari hasil evaluasi yang

4. SARAN

nanti akan dipakai sebagai dasar dalam melakukan

perbaikan

dan

pengambilan

keputusan selanjutnya.

Untuk

tercapainya

target

cakupan

persalinan dengan tenaga kesehatan sehingga perlu dibuatnya suatu kemitraan yang efektif

8. Merencanakan kembali kegiatan yang akan

dimana dalam perencanaan hingga evaluasi

dilaksanakan pada tahun berikutnya setelah

program berkesinambungan, evaluasi kembali

mempertimbangkan hasil evaluasi dan refleksi

tujuan program yang saling menguntungkan,

sebelumya.

koordinasi serta pemberian komunikasi melalui

Jika kemitraan yang efektif tercapai

sosialisasi program dan pendekatan yang efektif

terdapat perubahan positif keberhasilan dimana

maka muncul kerjasama saling menguntungkan

dukun mau bermitra dengan tenaga kesehatan

untuk masing-masing pihak sehingga kemitraan

tidak lagi menolong persalinan maka cakupan

dukun bidan tercapai tidak ada lagi dukun yang

pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan

menolong persalinan.

dapat

tercapai

sehingga

AKI

juga

dapat DAFTAR PUSTAKA

menurun.

1. 3. KESIMPULAN Kemitraan formal

antara

kelompok,

atau

Notoatmodjo, Suekidjo. Promosi Kesehatan dan Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta; 2008.

adalah

suatu

kerjasama

individu-individu,

kelompok-

organisasi-organisasi

2.

Ilmu

unuk

mencapai suatu tugas atau tujuan tertentu.

Puji, Wahyunigsih, Heni dkk. Dasar Dasar Kesehatan

Masyarakat

Kebidanan. Jogjakarta: Fitramay; 2009. 3.

Austin, J. Strategic Alliances: Managing the

Upaya yang dilakukan untuk mencapai target

Collaboration

cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga

Innovation Review; 2003.

kesehatan memerluhkan suatu kemitraan dimana

dalam

4.

Portfolio.

Stanford

Social

Mohr, J. R. Spekman. 1994. Characteristics

terdapat : ada dua pihak atau lebih, kesamaan

of

visi dalam mencapai tujuan, kesepakatan, rasa

partnershipattributes,

percaya,

saling

behavior and conflict resolution technique.

ketergantungan,

Strategic Management Journal. Vol. 15, 135

komitmen,

kerjasama

menguntungkan, tanggungjawab,

kesadaran,

dan

yang

komunikasi

BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014

partnership

success: communication

– 152.

41


5.

6.

White, W.R. Law of partnership. New York:

dan

Uhlik, K.S. 1995. Partnership, step by step:

(Kemitraan).

A practical model of partnership formation.

Pendidikan Nasional; 2010

of

Park

and

Recreation

Jakarta:

Kementerian

13. Wittman, Michael. A. Shelby D. Hunt.

Administration, 13(4), 14-25.

Dennis B. Arnett. 2009. Explaining alliance

Jennifer Bagnell Stuart. 2011. A Critical

success:

Review

and

relational factors, and resource-advantage

to

theory. Industrial Marketing Management,

of

Partnership Moving

Capacity

from

Theory

Evidence. Department of Health and Human Services.

Competences,

resources,

38, 743-756. 14. Riggin, L. J. C., Grasso, P. G., Westcott, M.

Uhlik, K.S. 2006a. The “nature” of leadership

L. 1992.

philosophy

Housing

in

outdoor

and

adventure

A Framework and

for

Community

Evaluating

Development

education: Partnership or predation. Journal

Partnership Projects. Public Administration

of Adventure Education & Outdoor Learning,

Review, 52 (1): 40-46. 15. Provan, K. And Kenis, P. 2007. Modes of

6(2), 135-142. 9.

Kursus

Kelembagaan. Membangun Jejaring Kerja

Effectiveness:

8.

Pembinaan

Pace & Pace; 1909.

Journal

7.

12. Direktorat

Uhlik, K.S. 2006b. Disconnecting learning

Network

and practice: Research behavior among

Management, and Effectiveness. Journal of

leisure partnership authors. Unpublished

Public Administration Research and Theory,

manuscript.

18:229–252.

10. Mechikoff, R.E.S., & Estes, S. A history and

16. Wahyuni,

Governance:

S.

Strategic

Structure,

Alliance

philosophy of sport and physical education:

Development: A study of Alliance between

From ancient civilizations to the modern

Competing Firms. Research School System,

world (4th ed.). Boston, MA: Mcgraw-Hill;

Organization and Management; 2003

2006

17. Ir. Bambang Sigit S, MM. Membangun

11. Alexander, J. Et al. 2001. Leadership in Collaborative Partnerships.

Community Nonprofit

Health

Management

Jejaring Kerja dan Kemitraan. Jakarta: Kementerian Kehutanan; 2012

&

Leadership, 12 (2): 159–175.

BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014

42


Tinjauan Pustaka

UPAYA STRATEGIS DALAM MENURUNKAN ANGKA KEMATIAN IBU (AKI) DI INDONESIA BERDASARKAN PRIORITAS MASALAH SETIAP PROVINSI SEBAGAI EVALUASI POIN MDGs KE-5 Traviata Prakarti1, Gita Aprilicia1, Novahana Pradita1 1Mahasiswa

Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia Kampus Baru Depok, Provinsi Jawa Barat, 16424 Email : prakarti.traviata@yahoo.com

ABSTRAK Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator dalam menentukan derajat kesehatan masyarakat. Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki AKI tertinggi di Asia Tenggara, yaitu 359/100.000 kelahiran hidup. Sementara itu, target AKI di Indonesia pada MDGs tahun 2015 ialah menurunkan angka kematian ibu menjadi 他 kelahiran hidup, yaitu menjadi 102/100.000 kelahiran hidup. Hal tersebut menunjukkan bahwa Indonesia harus berusaha keras dalam upaya menurunkan AKI. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk menekan AKI di Indonesia, akan tetapi upaya-upaya tersebut tidak berjalan efektif karena begitu kompleksnya permasalahan AKI yang terjadi pada tiap provinsi sehingga butuh penanganan yang berbeda. Permasalahan AKI disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya banyak terjadi disparitas atau kesenjangan antara proporsi jumlah penduduk dengan fasilitas kesehatan, minimnya jumlah SDM kesehatan, alokasi anggaran yang belum disesuaikan dengan kebutuhan daerah, kurangnya partisipasi dan pemberdayaan perempuan, serta adanya budaya atau kultural setempat. Tulisan ini memapaparkan upaya strategis yang dapat dilakukan oleh pemerintah sebagai bentuk evaluasi poin MDGs ke-5, diantaranya melalui partisipasi dan pemberdayaan perempuan, peningkatan jumlah bidan desa, alokasi anggaran biaya bersalin, pembatasan usia pernikahan serta program keluarga berencana. Dengan upaya-upaya tersebut, diharapkan pemerintah dapat memberikan solusi yang strategis sesuai dengan prioritas permasalahan yang terjadi pada tiap provinsi sehingga AKI dapat menurun secara progresif. Kata Kunci : AKI, MDGs ke-5, Upaya Penurunan AKI

ABSTRACT Maternal Mortality Rate (MMR) is one of many indicators in determining the health of the society. Indonesia is a developing country that has the highest maternal mortality rates in Southeast Asia, namely 359/100.000 live births. Meanwhile, the target of the MDG 2015reducing maternal mortality in Indonesia up to 他 live birth- become 102/100.000 live births. This shows that Indonesia should strive hard in efforts to reduce maternal mortality. Various efforts have been taken by the government to reduce maternal mortality in Indonesia, but these efforts are not effective due to the complexity of the problem of maternal deaths occur in every province that required different handling. The problems of maternal death are caused by a variety of factors, including the considerable disparity or gap between the proportion of people with health facilities, inadequate number of health human resources, budget allocations have not been adapted to local needs, the lack of participation and empowerment of women, as well as the local culture. This paper outlines the strategic efforts for the government to do as a form of MDG-5 s points of evaluation, including through the participation and empowerment of women, increasing the number of village midwives, maternity budget allocation, restrictions on the age of marriage and family planning programs. With this effort, the government is expected to provide strategic solutions according to the priority issues raised in each province so that the MMR can decrease progressively. Keywords: Maternal Mortality, MDG-s 5, Reducing Maternal Mortality BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014

43


1. PENDAHULUAN

dan permasalahan tiap provinsi berbeda. Selama

Millennium Development Goals (MDGs)

ini, pemerintah hanya menerapkan kebijakan

atau Tujuan Pembangunan Milenium adalah

yang sama rata tanpa melihat permasalahan apa

sebuah paradigma pembangunan global yang

yang

dideklarasikan

penyebab yang dominan dalam kejadian AKI di

Konferensi

Tingkat

Tinggi

Milenium oleh 189 negara anggota Perserikatan

dalam pertemuan tersebut berkomitmen untuk mengintegrasikan MDGs sebagai bagian dari program

pembangunan

nasional.

Indonesia

merupakan salah satu negara yang berkomitmen dalam mewujudkan MDGs pada tahun 2015. Salah satu poin MDGs yang menjadi tantangan besar

dalam

pembangunan

kesehatan

di

Indonesia ialah menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI).

terjadi

sehingga

menjadi

daerah tersebut.

Bangsa Bangsa (PBB) di New York pada bulan September 2000. Semua negara yang hadir

sebenarnya

Beberapa menyebabkan diantaranya tenaga

kondisi

kematian seperti

kesehatan

ibu

yang di

Indonesia

ketimpangan dan

fasilitas

dapat

distribusi kesehatan;

sulitnya akses terhadap pelayanan kesehatan akibat sosial ekonomi dan rendahnya alokasi anggaran biaya bersalin; rendahnya partisipasi perempuan dan pemberdayaan perempuan serta budaya atau kultural setempat. Secara langsung, penyebab kematian ibu terbesar disebabkan oleh pendarahan, infeksi, eklamsia, partus lama dan

Hal tersebut dilihat dari tingginya AKI di

aborsi yang terkomplikasi. Sementara faktor tidak

Indonesia dibandingkan dengan negara-negara

langsung kematian ibu adalah faktor terlalu muda

lain di Asia Tenggara. Menurut laporan IPM PBB

(<20 tahun), terlalu tua (>35 tahun), terlalu dekat

2013, negara-negara maju di Asia Tenggara

(<2 tahun) dan terlalu banyak (>4 anak). Faktor

seperti Singapura, Brunei, dan Malaysia memiliki

lainnya yang memperparah kematian ibu ialah

angka kematian ibu yang rendah, yaitu 3/100.000

karena

kelahiran hidup, 24/100.000 kelahiran hidup dan

mengambil keputusan, merujuk dan terlambat

29/100.000

mendapatkan pelayanan obstetrik komprehensif

kelahiran

hidup.

Sebaliknya,

Indonesia merupakan negara berkembang yang

Pada tahun 2015, Indonesia menargetkan angka kematian ibu dapat menurun menjadi 他 kelahiran hidup,

yaitu sebesar 102/100.000 kelahiran

hidup.

Perbedaan

yang

signifikan

tersebut

menunjukkan bahwa Indonesia harus berupaya keras dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu. Berbagai

terlambat

diketahui,

oleh tenaga kesehatan.[1]

memiliki angka kematian ibu tertinggi di Asia Tenggara, yaitu 359/100.000 kelahiran hidup.

keterlambatan,

Melihat kompleksnya permasalahan AKI yang terjadi pada setiap provinsi di Indonesia, maka

dibutuhkan

berbagai

upaya

strategis

sesuai dengan prioritas permasalahan yang ada sehingga hal tersebut dapat menekan AKI secara lebih

efektif

dan

komprehensif.

Melihat

permasalahan AKI yang terjadi di Indonesia, maka tujuan dari penulisan ini ialah memaparkan kesenjangan atau disparitas kejadian AKI yang

upaya

telah

dilakukan

terjadi pada tiap provinsi berdasarkan tren yang

pemerintah untuk menekan AKI, namun hal

ada serta memaparkan upaya-upaya strategis

tersebut tidak berjalan efektif karena kebutuhan

yang dapat dilakukan pemerintah sesuai dengan

BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014

44


prioritas permasalahan AKI yang terjadi pada tiap

sebelum menikah (unwanted meet). AKI yang

provinsi.

meningkat pada tahun 2012 memperlihatkan bahwa

upaya-upaya

pemerintah

dalam

meningkatkan kesehatan maternal ibu belum 2. PEMBAHASAN

berjalan secara efektif.

2.1 Kondisi Angka Kematian Ibu di Indonesia Grafik 1. Pencapaian dan Proyeksi Angka

2.2 Proporsi Angka Kematian Ibu di Indonesia

Kematian Ibu (AKI) Tahun 1994-2015 (dalam 100.000 Kelahiran Hidup)

Berdasarkan laporan rutin KIA, 2010 dan koreksi jumlah kematian ibu dengan AKI menurut SDKI 2007, jumlah kematian ibu di Indonesia

500 400 300 200 100 0

390

ialah sebesar 11.534 kematian dengan proporsi 334

359

307 228

sebesar 50% terjadi di 5 provinsi, yaitu Jabar 226

(19,8%), Jateng (15,3%), NTT (5,6%), Banten

102

(4,7%), Jatim (4,3%) dan 75% terjadi di 14

1994 1997 2002 2007 2012 2014 2015

provinsi lainnya. Terlihat pada grafik diatas,

Tren AKI secara nasional di Indonesia

presentase AKI terbesar berada pada Provinsi

menunjukkan penurunan bertahap dari tahun

Jawa Barat (19,8%) dan terendah pada Provinsi

1994-2007,

DKI Jakarta (0,6%).[3]

namun

terjadi

peningkatan

AKI

menjadi 359 per kelahiran 100.000 hidup pada tahun 2012. Sementara target AKI yang ingin dicapai oleh RPJMN pada tahun 2014 ialah 226 per 100.000 kelahiran hidup dan target MDGs 2015 ialah 102 per 100.000 kelahiran hidup. Melihat kondisi tersebut, penurunan AKI semakin sulit untuk mencapai sasaran dan target MDGs 2015 terancam gagal dicapai.[2]

Jika kita melihat pada Provinsi Jawa Barat, jumlah fasilitas, SDM kesehatan serta akses pelayanan kesehatan sangat mudah untuk diperoleh. Namun jika dibandingkan dengan jumlah

penduduknya,

Provinsi

Jawa

Barat

termasuk ke dalam jumlah penduduk terbanyak di Indonesia, yakni sebesar 45,5 juta. Hal tersebut menyebabkan rasio SDM kesehatan di

Kenaikan AKI secara signifikan pada

Provinsi Jawa Barat tidak sebanding dengan

tahun 2007 hingga 2012 secara perhitungan

jumlah penduduknya. Berdasarkan data Badan

statistik

Pengembangan

dapat

disebabkan

oleh

perbedaan

dan

Pemberdayaan

SDM

denominator responden yang mencakup usia

Kesehatan Kemenkes RI (2013), rasio dokter

lebih luas, yaitu wanita usia subur yang berumur

umum

15-49 tahun dibandingkan SDKI 2007 dengan

penduduk, sedangkan bidan yang menangani

denominator responden hanya wanita yang

proses persalinan hanya sebanyak 23,5/100.000

sudah menikah. Semakin luas rentang usia yang

penduduk. Kondisi tersebut tentu tidak sebanding

menjadi denominator maka semakin banyak pula

dengan

AKI yang terdata, termasuk terdatanya remaja

memiliki jumlah penduduk sebanyak 10 juta.

yang hamil setelah melakukan hubungan seksual

Pada Provinsi DKI Jakarta, dapat diketahui

BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014

di Jabar

Provinsi

ialah

DKI

sebesar

Jakarta

6,4/100.000

yang

hanya

45


bahwa rasio dokter umum dapat mencapai 25,2/100.000 penduduk dan bidan sebanyak 21,5/100.000 penduduk. Meskipun rasio bidan di Provinsi DKI Jakarta termasuk yang terendah, kondisi tersebut didukung oleh jumlah fasilitas pelayanan kesehatan yang memadai seperti Rumah Sakit (publik/swasta) sebanyak 142 buah dan Puskesmas sebanyak 341 buah yang tersebar ke berbagai Kabupaten/Kota di DKI Tingginya prevalensi AKI di Indonesia

Jakarta (Data dan Infokes Provinsi DKI Jakarta, 2012).[4] Berikut ini ialah data mengenai rasio

juga

tidak

hanya

disebabkan

adanya

dokter umum dan bidan yang tersebar pada

ketimpangan jumlah SDM kesehatan dan fasilitas

Provinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta pada tahun

kesehatan dengan proporsi jumlah penduduknya.

2012:

Hal tersebut dapat dilihat pada provinsi NTT yang notabene memiliki tingkat sosial ekonomi yang

Diagram 2. Rasio Dokter Umum Per 100.000 Penduduk di Indonesia Tahun 2012[5]

lebih rendah daripada Jateng, Jatim maupun Banten yang juga menempati posisi tertinggi prevalensi AKI di Indonesia. Rendahnya tingkat sosial ekonomi menunjukkan rendahnya tingkat pengetahuan

dan

pendidikan

ibu

sehingga

kesadaran akan pentingnya periksa kehamilan secara intens akan semakin berkurang. Selain itu, hal yang menjadi penyebab kematian ibu di NTT ialah minimnya jumlah SDM kesehatan dan fasilitas kesehatan yang tersedia. Berdasarkan data Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan Kemenkes RI (2013), presentase sebaran SDM kesehatan di Diagram 3. Rasio Bidan Per 100.000 Penduduk

Kep.Nusa Tenggara hanya sebesar 4%.[6]

di Indonesia Tahun 2012[5]

BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014

46


Diagram 4. Jumlah Sebaran SDM Kesehatan dalam 7 Wilayah di Indonesia, 2013[6]

prioritas permasalahan yang terjadi, yaitu melalui partisipasi

dan

pembatasan

pemberdayaan

perempuan,

pernikahan,

peningkatan

usia

jumlah bidan desa, alokasi anggaran biaya persalinan, dan program keluarga berencana.

2.3.1

Partisipasi

dan

Pemberdayaan

Perempuan Pembangunan Sementara

berdasarkan

data

Dinas

Kesehatan Provinsi NTT (2012), jumlah rumah sakit khusus ibu dan anak hanya sebanyak 2 buah, sedangkan untuk Rumah Sakit Umum

prinsipnya

merupakan upaya mengubah suatu kondisi kepada kondisi lain yang lebih baik. Dalam proses pembangunan kesehatan, peran aktif atau

partisipasi

keberhasilan

sebanyak 33 buah.[7]

pada

masyarakat

pembangunan.

menjadi

kunci

Untuk

dapat

mewujudkan partisipasi masyarakat, diperlukan Kondisi yang terjadi antara Jabar dan

suatu pra-kondisi pada masyarakat dalam arti

NTT sebagai prevalensi AKI tertinggi di Indonesia

masyarakat

dengan DKI Jakarta

Dengan kata lain, keberdayaan menjadi syarat

prevalensi

AKI

yang memiliki tingkat

terendah

merepresentasikan

harus

terlebih

dahulu

berdaya.

untuk berpartisipasi. Dalam upaya membangun

bahwa telah terjadi disparitas atau kesenjangan

partisipasi

yang terjadi sebagai penyebab kejadian AKI di

pelayanan kesehatan beserta fasilitasnya harus

Indonesia. Begitu kompleksnya permasalahan

secara

AKI,

mendidik

maka

upaya

yang

dilakukan

harus

masyarakat,

simultan

pengadaan

dilakukan

masyarakat

dengan

secara

sarana

aktivitas

berkelanjutan,

diselesaikan sesuai dengan permasalahan yang

sehingga masyarakat secara mandiri dapat

ada di tiap daerah. Pemerintah tidak seharusnya

menolong

menyamaratakan kebijakan yang ada pada tiap

menghadapi masalahnya.

dirinya

(help

themselves)

dalam

daerah. Masing-masing daerah memiliki prioritas Pemerintah pun telah menyadari bahwa

masalah yang berbeda, maka dari itu dibutuhkan pula

manajemen

penanganan

yang

sesuai

dengan kebutuhan daerah masing-masing.

apapun peranan yang dijalankan oleh pemerintah tanpa partisipasi aktif masyarakat untuk menjaga kesehatannya secara mandiri, pembangunan kesehatan yang diharapkan tidak akan efektif

2.3 Upaya Penurunan AKI

dalam mencapai sasaran. Posyandu sebagai salah satu fasilitas kesehatan yang dekat dengan

Melihat berbagai permasalahan yang

masyarakat,

seyogyanya

dapat

digunakan

terjadi pada tiap provinsi, maka berikut adalah

sebagai

upaya strategis yang dapat dilakukan untuk

masyarakat dalam upaya mengurangi AKI.

sarana

untuk

memberdayakan

menurunkan angka kematian ibu berdasarkan

BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014

47


Menurut statistik potensi desa Indonesia

2.3.2 Peningkatan Jumlah Bidan Desa

yang dikeluarkan BPS (2003), dari 68.816 desa yang

ada,

sebanyak

mempunyai masyarakat

90,4%

posyandu. dengan

di

antaranya

Memberdayakan

pendidikan

harus

lebih

ditingkatkan untuk mengakselerasi peningkatan kualitas sumber daya manusia, khususnya dalam mengatasi

AKI.

Melihat

bahwa

salah

satu

provinsi dengan AKI tertinggi ialah NTT, maka pemberdayaan posyandu di daerah tersebut sangat strategis dalam meningkatkan cakupan pemeriksaan kehamilan maupun penanganan persalinan. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi NTT (2012), jumlah posyandu mencapai 9.420

sehingga

sangat

berpotensi

untuk

menurunkan AKI di daerah tersebut.[8]

yang

menjadi

bidan

saat

ini

masih

memegang peranan penting sebagai tenaga kesehatan

terdepan

di

masyarakat.

Bidan

mempunyai kapasitas untuk memudahkan akses pelayanan

persalinan,

promosi

dan

pendidikan/konseling kesehatan ibu dan anak, serta melakukan deteksi dini pada kasus-kasus rujukan terutama di pedesaan. Ketika program bidan desa diluncurkan pada tahun 1994, bidan desa yang diturunkan mencapai 54 ribu dengan status Pegawai Tidak Tetap (PTT) ke seluruh desa

di

Indonesia.

Namun

kini

jumlahnya

berkurang sekitar 30 ribuan. Bila jumlah desa di Indonesia saat ini mencapai 70 ribu, artinya sekitar 40 ribu desa saat ini tidak memiliki tenaga

Selain revitalisasi posyandu, salah satu program

Keberadaan

fondasi

dalam

bidan (tiap desa idealnya memiliki 1 bidan desa).[8] Oleh karena itu, pemerintah hendaknya

pemberdayaan masyarakat yang dicanangkan

menata

oleh

Keluarga

kesehatan terutama bidan yang memiliki peranan

Harapan (PKH). Program Keluarga Harapan

penting dalam mengatasi AKI. Pendistribusian

merupakan program bantuan bersyarat kepada

bidan di desa sebaiknya diutamakan pada

ibu hamil dari rumah tangga sangat miskin

provinsi yang memiliki proporsi sebaran SDM

dengan syarat melakukan kewajiban tertentu

kesehatan yang minim, misalnya Provinsi Jawa

yaitu melakukan pelayanan antenatal, persalinan

Barat. Tidak hanya itu, pemerintah juga perlu

di fasilitas kesehatan, dan kunjungan postnatal.

mempertimbangkan jumlah penduduk yang ada

Selain PKH, terdapat juga Gerakan Sayang Ibu

di setiap provinsi sehingga pelayanan kesehatan

yang merupakan kerja sama antara masyarakat

dapat diakses secara merata dan ter-cover

dengan pemerintah untuk meningkatkan kualitas

dalam menekan AKI.

pemerintah

adalah

Program

hidup perempuan melalui berbagai kegiatan yang nantinya akan berdampak terhadap penurunan angka kematian ibu. Berbagai program berbasis masyarakat

ini

bertujuan

untuk

mengubah

perilaku masyarakat untuk menjadi lebih baik dan berupaya

untuk

menciptakan

kemandirian

penduduk yang sadar akan kesehatan sehingga akan menghasilkan outcome penurunan AKI.

kembali

pendistribusian

tenaga

Selain dalam jumlah, kualitas bidan juga perlu

mendapat

perhatian

dari

pemerintah.

Fasilitas rumah yang tidak layak huni dan upah intensif yang relatif kecil membuat banyak bidan desa menjalankan pelayanan umum kepada masyarakat ekonominya. pokoknya

untuk

mencari

Akibatnya, seperti

tambahan

tugas

menolong

dan

bagi fungsi

persalinan,

pemeriksaan kehamilan, dan imunisasi kurang

BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014

48


optimal dilakukan. Oleh karena itu, pemerintah

2.3.4 Pembatasan Usia Pernikahan

pusat maupun daerah perlu memberikan jaminan terhadap kebutuhan ekonomi bidan desa, seperti upah yang layak, fasilitas persalinan yang memadai serta memberikan program-program pelatihan yang intensif dalam meningkatkan kualitas bidan.

Di Indonesia, batasan umur terendah untuk melangsungkan perkawinan diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Pasal 7 ayat 1 menyebutkan bahwa usia perempuan diizinkan menikah ialah usia 16 tahun.[9] Pernikahan usia muda di bawah umur 20

2.3.3 Alokasi Anggaran Biaya Bersalin

tahun meningkatkan risiko kematian ibu akibat

Biaya persalinan memiliki pengaruh kuat dalam

perilaku

persalinan

di

masyarakat.

Perilaku menggunakan tenaga non kesehatan seperti dukun beranak lebih dipilih masyarakat karena motif biaya yang lebih murah dibanding

terlalu muda. Selain organ reproduksinya yang belum berkembang secara optimal, perempuan yang hamil di bawah usia 20 tahun rentan akan anemia

dan

komplikasi

perdarahan

saat

melakukan persalinan.

tarif bidan. Oleh karena itu, pemerintah harus

Faktor-faktor yang mendorong seorang

lebih berupaya memfasilitasi persalinan bagi

perempuan

masyarakat

misalnya

setempat. Di desa banyak perempuan menikah

dengan memberi subsidi maupun penggratisan

usia muda karena adanya persepsi masyarakat

biaya persalinan.

yang menyatakan bahwa nikah muda adalah

yang

kurang mampu,

Kebijakan yang diambil oleh pemerintah harus

sesuai

misalnya

pada

dengan Provinsi

kebutuhan DKI

provinsi,

Jakarta

yang

memiliki prevalensi AKI terendah, kebijakan anggaran yang dialokasikan tidak boleh sama dengan kebutuhan anggaran yang dibutuhkan bagi beberapa provinsi dengan alokasi anggaran kesehatan yang rendah seperti Papua Barat (3,37 %) diikuti oleh Provinsi Gorontalo sebesar (3,52%)

dan

NTT

(11,24%).[8]

Melihat

menikah

muda

ialah

kultural

suatu kebiasaan yang wajar, bahkan jika seorang perempuan yang belum menikah di usia tertentu dianggap ‘tidak laku’ oleh warga setempat. Selain tuntutan kultural, rendahnya pendidikan, ekonomi keluarga, tidak adanya peluang kerja, juga menjadi

faktor-faktor

penyebab

“percepatan�

menikahnya perempuan. Bagi keluarga yang memiliki menikah

anak di

perempuan, lain

pihak

relatif

cepatnya

mengandung

arti

pengurangan beban ekonomi.

kesenjangan yang terjadi, pemerintah harus

Dalam menghadapi persoalan budaya

mampu bertindak adil (equity), dimana anggaran

masyarakat setempat ini, maka perlu ditingkatkan

yang dialokasikan harus diprioritaskan pada

pendidikan di masyarakat yang secara perlahan

provinsi yang paling membutuhkan atau ada

dapat mengubah budaya tersebut. Selain itu,

kekhususan distribusi.

diperlukan pengaturan baru tentang batasan usia menikah terutama bagi perempuan yang sesuai dengan konsep kesehatan reproduksi. Batasan usia menikah yang tertera pada undang-undang

BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014

49


tersebut jelas tidak mendukung bagi upaya

memberikan informed choice sebelum calon

menekan AKI. Oleh karena itu, pemerintah perlu

peserta membuat keputusan dan memilih alat

mengatur

kontrasepsi. Selain memudahkan calon peserta

kembali

kebijakan

undang-undang

terkait usia minimal pernikahan.

untuk memilih alat kontrasepsi yang sesuai dengan

kebutuhan

dan

kondisi

kesehatan

mereka, pemberian informed choice juga secara 2.3.5 Program Keluarga Berencana Keluarga

Berencana

signifikan dapat mencegah drop out pemakaian merupakan

kontrasepsi.

program pemerintah untuk menurunkan angka kematian ibu. Secara tidak langsung, program keluarga

berencana

menurunkan

‘rate’

melahirkan.

Rate

berkontribusi

wanita ini

yang

dalam

hamil

berhubungan

3 KESIMPULAN Seperti

yang

telah

dipaparkan

dan

sebelumnya, angka kematian ibu di Indonesia

dengan

masih jauh dari target MDGs pada tahun 2015.

kondisi kehamilan wanita dengan faktor terlalu,

Angka

yaitu terlalu tua,

penurunan AKI yang signifikan dari tahun ke

Program

keluarga

muda, dekat dan banyak. berencana

yang

ada

memang

menunjukkan

mempunyai

tahun, namun angka-angka ini belum mencapai

peranan dalam menurunkan angka kematian ibu

target yang tercantum dalam MDGs. Berbagai

dengan pencegahan kehamilan, penundaan usia

upaya

kehamilan serta menjarangkan kehamilan.

menurunkan

Berbagai aspek yang mempengaruhi kepesertaan ber-KB antara lain faktor sosiodemografi yang berkaitan dengan penerimaan KB oleh warga setempat serta faktor pelayanan kesehatan, seperti pengetahuan tentang alat kontrasepsi, kesehatan

ketersediaan dengan

kemudahan

untuk

pusat

tenaga

pelayanan

terlatih

mengakses

serta

pelayanan

telah

dilakukan AKI.

pemerintah

Upaya

yang

untuk

dilakukan

pemerintah juga melibatkan berbagai komponen yang ada seperti masyarakat dan development partners,

akan

tetapi

upaya-upaya

tersebut

kiranya tidak berjalan efektif karena tiap provinsi memiliki prioritas permasalahan yang berbeda dengan berbagai faktor yang kompleks, sehingga dibutuhkan

manajemen

penanganan

yang

berbeda. Mengingat luasnya cakupan masalah AKI, maka berbagai upaya strategis yang dapat

kesehatan.

dilakukan oleh pemerintah dalam menurunkan Dalam upaya meningkatkan pemakaian

AKI

adalah

partisipasi

dan

pemberdayaan

KB, dokter maupun bidan mempunyai peran

perempuan, peningkatan jumlah bidan desa,

penting dalam melakukan tindakan preventif bagi

alokasi anggaran biaya bersalin, pembatasan

wanita

usia

dengan

risiko

“4

terlalu�.

pernikahan

serta

program

keluarga

Pendidikan/konseling KB yang dilakukan oleh

berencana. Berdasarkan evaluasi dan upaya-

dokter maupun bidan akan signifikan dalam

upaya yang telah dikemukakan di atas, maka

menggugah kesadaran masyarakat untuk ber-

pada post-MDGs tahun 2015 nanti diharapkan

KB. Untuk meningkatkan kepesertaan ber-KB

pemerintah Indonesia bisa lebih memprioritaskan

aktif,

dokter

maupun

bidan

juga

BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014

wajib

50


penurunan AKI ini sebagai jalan untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang lebih baik.

5. Depkes RI. Ringkasan Eksekutif Data dan Informasi Kesehatan Provinsi DKI Jakarta. [internet]. 2012, [cited 2014, Jan 22th]. Available

from:

DAFTAR PUSTAKA

http://www.depkes.go.id/downloads/KUNKER

1. Direktorat Bina Kesehatan Ibu Kementerian

%20MARET%202013/DKI.pdf

Kesehatan Republik Indonesia. Factsheet: Upaya

Percepatan

Penurunan

Angka

6. Kemenkes RI. Bank Data SDM Kesehatan. [internet]. 2013, [cited 2014, Jan 22th].

Kematian Ibu. 2013, [cited 2014, Jan 24th].

Available

Available

http://www.bppsdmk.depkes.go.id/sdmk/inde

from:

http://www.kesehatanibu.depkes.go.id/wpcontent/uploads/downloads/2013/01/Factshe et_Upaya-PP-AKI.pdf

from:

x.php 7. Dinas

Kesehatan

Provinsi

NTT.

Ketersediaan Fasilitas Pelayanan Kesehatan

2. Hernawati, Ina. Analisis Kematian Ibu di

di NTT tahun 2012. 2012, [cited 2014, Jan

Indonesia Tahun 2010 Berdasarkan Data

22th].

SDKI,

http://nttprov.go.id/site/index.php/2013-07-

Riskesdas

dan

Laporan

Rutin.

Kemenkes RI: DKI Jakarta;2010. 3. Kemenkes

RI.

Kebijakan

dan

Available

from:

22-06-18-48/2013-07-22-06-23-55/kesehatan Strategi

8. Yustina, Ida. Upaya Strategis Menurunkan

Percepatan Sasaran 5 MDGs dan Pelayanan

AKI dan AKB. Jurnal Wawasan. 2007;Vol. 13

Kesehatan yang Mendukung Revitalisasi KB.

No. 2; hlm. 141-145.\

[internet]. 2012, [cited 2014, Jan

22th].

9. Undang Undang Republik Indonesia Nomor

Available

from:

1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. [cited

www.kesehatanibu.depkes.go.id 4. Depkes RI. Ringkasan Eksekutif Data dan

2013,

Dec

30th].

Available

from:

http://www.lbh-apik.or.id/uu-perk.htm

Informasi Kesehatan Provinsi DKI Jakarta. 2012, [cited 2014, Jan 22th]. Available from: http://www.depkes.go.id/downloads/KUNKER %20MARET%202013/DKI.pdf

BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014

51


Tinjauan Pustaka

PERAN DOKTER KELUARGA DALAM UPAYA PENINGKATAN KUALITAS PRIMARY HEALTH CARE DI ERA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL Agus Aan Adriansyah1 1

Mahasiswa Magister Manajemen Kesehatan Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur Email: aan_naufal87@yahoo.com

ABSTRAK Banyaknya penduduk Indonesia berobat keluar negeri dikarenakan pelayanan kesehatan yang belum komunikatif antara dokter dan pasien. Pelayanan dokter keluarga merupakan salah satu bentuk pelayanan medik di Indonesia, yang disiapkan sebagai primadona pelayanan medis strata pertama di Indonesia. Untuk mencapai keberhasilan penyelenggaraan Primary Health Care (PHC) bagi masyarakat, perlu kerjasama lintas sektoral maupun regional, memberi layanan komprehensif; menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang kontinue; mengutamakan pencegahan; menyelenggarakan pelayanan kesehatan koordinatif dan kolaboratif; memberi pelayanan kesehatan individual sebagai bagian integral dari keluarganya; mempertimbangkan keluarga, komunitas, masyarakat dan lingkungan; sadar etika, moral dan hukum; memberi pelayanan kesehatan yang sadar biaya dan sadar mutu; menyelengarakan pelayanan kesehatan yang dapat diaudit dan dipertanggungjawabkan. Dokter keluarga berperan dalam meningkatkan PHC di Era JKN, karena dapat membina hubungan baik dengan pasien dan keluarganya sehingga mampu melakukan edukasi pencegahan, penatalaksanaan awal terhadap penyakit dan mencegah komplikasi penyakit. Peran Dokter Keluarga dalam meningkatkan kualitas PHC di Era JKN yaitu Kemenkes mengadopsi nilai inklusif; perlu kerjasama baik lintas sektoral maupun regional; memantapkan Kemenkes agar berguna untuk menguatkan dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan strata pertama; Pusat Pelayanan Kesehatan yang bersahabat, yang merupakan metode alernatif untuk menerapkan paradigma sehat pada pelaksana pelayanan kesehatan; pelayanan kesehatan primer masih penting untuk pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan. Kata kunci: Dokter Keluarga, Jaminan Kesehatan Nasional, Primary Health Care ABSTRACT Indonesia's population went abroad to get medical treatment due to bad communicative health care between doctor and patient. Family medical treatment is one of medical treatment in Indonesian which is prepared to be a queen in primary’s state of medical health care in Indonesia. To reach the successful implementation of Primary Health Care (PHC) for citizen, cooperation both sectoral and regional section, giving the comprehensive treatment is needed; organizing continue health care; prior the preventive; organizing coordinative and collaborative health care; giving individual health care as a part of family; considering family, community, citizen, and environment; realize the ethic, moral, and law; giving a rational cost and quality health care; organizing an auditable and responsible health care. Family doctors have a role in upgrading PHC in JKN era, because they can help a good relationship between patient and their family so that they can do a preventive education, early treatment and preventive from complication of disease. Family doctor's role in upgrading PHC in JKN era is Health Ministry adopted inclusive value; cooperation both sectoral and regional section; stabilize Health Ministry to be useful in reinforcing and upgrading of primary health care; friendly Health Care Centre, alternative method to implement health paradigma in health care organizer; primary health care still important to empowerment in health section. Keywords: Family Physicians, National Health Insurance, Primary Health Care

BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari-Juni 2014

52


1. PENDAHULUAN Di

konsep jejaring klinik

Indonesia

terjadi

terhadap

pelayanan

Konsep

Primary

diinterpretasikan

marginalisasi

kesehatan Health

terbatas

primer.

Care

(PHC)

sebagai

fisik

puskesmas, program puskesmas, pelayanan strata pertama di sarana pemerintah, dan pendekatan

upaya

kesehatan

berbasis

masyarakat

seperti posyandu, bidan desa,

dan desa siaga. Hal ini menyebabkan PHC sebagai

sebuah

konsep

dan

strategi

pembangunan kesehatan dikerdilkan menjadi sekedar pelayanan atau program kesehatan

klinik

sisi

lain

pelayanan

kesehatan

di luar naungan konsep

Pelayanan

swasta

yang

PHC.

jumlahnya

jauh

lebih banyak ini dibiarkan bebas mengikuti mekanisme pasar. Model layanan yang sarat kuratif berdampak besar dalam membangun mind-set masyarakat untuk berorientasi kuratif, dan mendorong tumbuhnya komersialisasi layanan

kesehatan

termasuk

di

fasilitas

kesehatan milik pemerintah. Konsep

“Pelayanan

Kedokteran

dimodifikasi

membangun jejaring

pemberi

primer

dengan

dengan pelayanan

pendekatan

pelayanan kedokteran keluarga dalam bentuk Klinik.

lengkap

sebagai satelit. Ada mekanisme rujukan dari dari klinik satelit ke klinik induk dengan fasilitas yang lebih lengkap. Setiap klinik satelit

tetap

memiliki

instalasi

obat

dan

fasilitas penunjang sederhana, namun untuk jenis pelayanan tertentu dibantu oleh klinik induk yang memiliki apotik lebih lengkap, fasilitas laboratorium,

radiologi,

ekg,

usg,

dan lain sebagainya sesuai standar fasilitas pemberi pelayanan kesehatan primer.

negara

seperti

pelayanan

Singapura

kedokteran

dan

Malaysia,

keluarga

akan

mempunyai posisi strategis karena perannya dalam penatalaksanaan sub sistem pelayanan kesehatan

di

Indonesia

mengubah

orientasi

dengan

kuratif

ke

cara

orientasi

komprehensif dengan mengedepankan aspek promotif-preventif seimbang dengan kuratifrehabilitatif,

mengubah

pelayanan

yang

fragmentatif ke pelayanan yang integratif berjenjang, dengan tingkat primer sebagai

Keluarga� kemudian

kesehatan

pelayanan

Melirik program dokter keluarga di

swasta (praktik dokter, klinik, rumah sakit) seolah

dengan

dikelilingi oleh beberapa klinik pendukung

pemerintah untuk masyarakat kecil. Di

induk

dimana terdapat satu

Klinik kedokteran keluarga

ujung tombak. Dalam

buku A Primer

On Family

Medicine Practice tulisan Profesor Goh Lee Gan (2004),

menyebutkan

bahwa

dokter

keluarga itu adalah dokter yang bertugas

adalah

BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari- Juni 2014

53


sebagai

care

community

provider,

leader,

decision

maker,

mempertahankan

dan

dan

meningkatkan mutu pelayanannya, apalagi

manager bagi semua keluarga yang menjadi

dimasa Era Jaminan Kesehatan Nasional

kliennya. Dengan adanya dokter keluarga ini,

(JKN) di mana kompetisi semakin ketat

maka

diantara pusat pelayanan kesehatan strata

dokter

communicator

senantiasa

diminta

untuk

dapat

lebih

berperan dari sekedar tenaga penyembuh,

pertama. [9,11]

tetapi juga sebagai agen perubahan yang

Untuk

mencapai

mutu

pelayanan

mampu menjaga kesehatan fisik, mental dan

medik yang baik, perlu disusun standar-

sosial dari bangsa. [3]

standar

Peran

dokter

keluarga

dapat

JKN

melaksanakan pelayanannya dengan baik.

kesehatan

Oleh karena itu standar pelayanan ini disusun

dasar untuk memenuhi jaminan kesehatan

bagi dokter keluarga dan berlaku bagi semua

yang

meliputi promotif, preventif, kuratif dan

dokter keluarga yang praktik di Indonesia.

rehabilitatif sesuai dengan standar profesi.

Standar pelayanan dokter keluarga ini disusun

Sedangkan peran dokter

kurang

sekaligus untuk menjelaskan pelayanan dokter

preventif

berkualitas di strata pertama sesuai dengan

adalah

dokter keluarga dalam

agar

memberikan pelayanan

memenuhi

perawatan

dan rehabilitatif dokter

promotif,

sehingga

keluarga

umum

yang

mucul

konsep

harapan masyarakat.

memaksimalkan

pelayanan tersebut demi meningkatkan taraf

2.2 Standar Pemeliharaan Kesehatan di Klinik

kesehatan masyarakat.

2.2.1 Standar Pelayanan Paripurna Pelayanan yang disediakan dokter

2. TINJAUAN PUSTAKA

keluarga

adalah

pelayanan

medis

strata

2.1 Pelayanan Dokter Keluarga Pelayanan dokter keluarga merupakan salah

satu

bentuk

pelayanan

medik

di

Indonesia, yang diselenggarakan baik secara perorangan maupun berkelompok. Sebagai salah satu ujung tombak dalam pelayanan kesehatan, pelayanan dokter keluarga yang disiapkan

sebagai

primadona

pelayanan

medik strata pertama di Indonesia, perlu

BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari- Juni 2014

pertama untuk semua orang yang bersifat paripurna (comprehensive), yaitu termasuk pemeliharaan

dan

(promotive),

pencegahan

proteksi

khusus

peningkatan kesehatan penyakit

(preventive

&

dan

spesific

protection), pemulihan kesehatan (curative), pencegahan kecacatan (disability limitation) dan rehabilitasi setelah sakit (rehabilitation)

54


dengan memperhatikan kemampuan sosial serta sesuai dengan mediko legal etika

Terdapat beberapa jenis pelayanan yang diberikan oleh Dokter Keluarga (DK)

1. Pelayanan medis strata pertama untuk semua orang. 2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan

3. Pencegahan penyakit dan proteksi khusus pada

pasien

dan

penyakit

dan

melakukan

memperoleh

keluhan

kekhawatiran

dan

5. Kuratif medik, melaksanakan pemulihan dan

pencegahan

kecacatan

pada strata pelayanan tingkat pertama, termasuk kegawatdaruratan medik, dan bila perlu akan dikonsultasikan dan/atau dirujuk ke pusat pelayanan kesehatan dengan strata yang lebih tinggi. 6. Rehabilitasi medik pada pasien dan/atau keluarganya setelah mengalami masalah kesehatan atau kematian baik dari segi fisik, jiwa maupun sosial. 7. Kemampuan sosial pasien - keluarganya. 8. Memiliki sistim yang sesuai dengan mediko legal dan etik kedokteran.

utama

pasien,

harapan

pasien

keluhannya

memperoleh

tersebut,

keterangan

untuk

serta dapat

menegakkan diagnosis fisik

dan

pemeriksaan

penunjang : melakukan pemeriksaan fisik secara

penatalaksanaan yang tepat.

kesehatan

(patient-centered approach) dalam rangka

2. Pemeriksaan

keluarganya. dini

lege artis, yang meliputi: [9,11]

mengenai

pasien dan keluarganya.

kesehatan

melaksanakan pelayanan kedokteran secara

1. Anamnesis : dengan pendekatan pasien

diantaranya adalah sebagai berikut: [9]

4. Deteksi

Pelayanan yang disediakan dokter keluarga merupakan pelayanan medis yang

kedokteran. [9,11]

masalah

2.2.2 Standar Pelayanan Medis

holistik;

menganjurkan

dan

bila

pemeriksaan

perlu

penunjang

secara rasional, efektif dan efisien demi kepentingan pasien semata. 3. Penegakkan diagnosis dan diagnosis banding

:

Pada

setiap

pertemuan,

menegakkan diagnosis kerja dan beberapa diagnosis banding yang mungkin dengan pendekatan diagnosis holistik. 4. Prognosis

:

menyimpulkan

prognosis

pasien berdasarkan jenis diagnosis, derajat keparahan,

serta

tanda

bukti

terkini

(evidence based). 5. Konseling

:

melaksanakan

konseling

dengan kepedulian terhadap perasaan dan persepsi

pasien

(dan

keluarga)

pada

keadaan di saat itu. BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari- Juni 2014

55


6. Konsultasi : Dokter keluarga melakukan

keluarga,

maka

dokter

konsultasi ke dokter lain yang dianggap

menawarkan

pembinaan

lebih berpengalaman. Konsultasi dapat

termasuk konseling keluarga.

keluarga keluarga,

dilakukan kepada dokter keluarga lain, dokter keluarga konsultan, dokter spesialis,

2.2.3 Standar Pelayanan Menyeluruh Pelayanan yang disediakan dokter

atau dinas kesehatan, demi kepentingan keluarga bersifat menyeluruh, yaitu peduli pasien semata. bahwa

pasien

adalah

seorang

manusia

7. Rujukan : Dokter keluarga melakukan seutuhnya yang terdiri dari fisik, mental, sosial rujukan ke dokter lain yang dianggap lebih dan spiritual, serta berkehidupan di tengah berpengalaman. Rujukan dapat dilakukan lingkungan fisik dan sosialnya, yang meliputi: kepada

dokter

keluarga

lain,

dokter 1. Pasien adalah manusia seutuhnya

keluarga konsultan, dokter spesialis, rumah 2. Pasien adalah bagian dari keluarga dan sakit

atau

dinas

kesehatan,

demi lingkungannya,

memandang

pasien

kepentingan pasien semata. sebagai bagian dari keluarga pasien, dan 8. Tindak lanjut : menganjurkan untuk dapat memperhatikan bahwa keluarga pasien dilaksanakan tindak lanjut pada pasien, dapat mempengaruhi dan/atau dipengaruhi baik dilaksanakan di klinik, maupun di olehsituasi dan kondisi kesehatan pasien tempat pasien 3. Pelayanan menggunakan segala sumber 9. Tindakan : Pada saat-saat dinilai perlu, disekitarnya, dokter

keluarga

memberikan

mendayagunakan

segala

tindakan sumber di sekitar kehidupan pasien untuk

medis yang rasional pada pasien, sesuai meningkatkan keadaan kesehatan pasien dengan kewenangan dokter praktik di dan keluarganya [9,11] strata pertama, demi kepentingan pasien. 10. Pengobatan pengobatan

rasional dengan

:

melaksanakan

rasional,

2.2.4 Standar Pelayanan Terpadu

berdasar

Pelayanan yang disediakan dokter

tanda bukti (evidence based) yang sahih

keluarga bersifat terpadu, selain merupakan

dan terkini, demi kepentingan pasien

kemitraan antara dokter dengan pasien pada

11. Pembinaan keluarga : Pada saat-saat

saat proses penatalaksanaan medis, juga

dinilai bahwa penatalaksanaan pasien akan

merupakan kemitraan lintas program dengan

berhasil lebih baik, bila adanya partisipasi

berbagai institusi yang menunjang pelayanan

BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari- Juni 2014

56


kedokteran, baik dari formal maupun informal.

digunakan

Standar pelayanan terpadu ini meliputi:

penatalaksanaan yang diterapkan telah

1. Koordinator

penatalaksanaan

pasien:

untuk

memastikan

bahwa

sesuai untuk pasien yang bersangkutan.

diselenggarakan bersama antar dokter-

3. Pelayanan efektif efisien, pelayanan yang

pasien keluarga, maupun dokter-pasien-

menyelenggarakan pelayanan rawat jalan

dokter spesialis/rumah sakit.

efektif

2. Mitra

dokter-pasien

saat

proses

3. Mitra lintas sektoral medik: bekerja sebagai penyedia

dengan

pelayanan

berbagai

sektor

lintas

sektoral

komplementer

menjaga

kualitas, sadar mutu dan sadar biaya.

konsultasi

saat

dan/atau

dilaksanakan rujukan,

menawarkan

dokter

keluarga

pelayanan

melaksanakan pendampingan pasien, demi

kemudian

kepentingan pasien [9,11]

alternatif

medik:

pasien,

kesehatan

kesehatan formal di sekitarnya. 4. Mitra

bagi

4. Pendampingan,

penatalaksanaan medis.

mitra

efisien

dan

memperhatikan

2.3 Standar Perilaku Dalam Praktik 2.3.1 Standar Perilaku Pada Pasien

kebutuhan

dan

keluarganya

perilaku

sebagai

menggunakan

pasien

dan

masyarakat

yang

berbagai

pelayanan

kesehatan non formal disekitarnya [9,11]

Pelayanan

dokter

keluarga

menyediakan kesempatan bagi pasien untuk menyampaikan kekhawatiran dan masalah kesehatannya, serta memberi kesempatan pada pasien memperoleh penjelasan yang

2.2.5 Standar Pelayanan Bersinambung Pelayanan

yang

disediakan

merupakan pelayanan bersinambung, yang melaksanakan pelayanan kedokteran secara efektif, efisien, proaktif dan terus menerus demi kesehatan pasien, meliputi pelayanan: 1. Pelayanan

proaktif,

pelayanan

yang

menjaga kesinambungan layanan secara

dibutuhkan

guna

memutuskan

pilihan

penatalaksanaan yang akan dilaksanakan, meliputi: [9,11] 1. Informasi memperoleh pelayanan 2. Masa konsultasi 3. Informasi medik menyeluruh 4. Komunikasi efektif 5. Menghormati hak/kewajiban pasien/ dokter

proaktif. 2. Rekam medik bersinambung, Informasi dalam

riwayat

sebelumnya

dan

kesehatan pada

saat

pasien datang,

BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari- Juni 2014

57


2.3.2 Standar Perilaku dengan Sejawat Pelayanan

dokter

berbeda

keluarga

di

bawah

tanggung

jawab

pimpinan

menghormati dan menghargai pengetahuan, ketrampilan dan kontribusi kolega lain dalam

2.3.4 Standar Pengembangan Ilmu dan Ketrampilan Praktik

pelayanan kesehatan dan menjaga hubungan

Pelayanan

dokter

keluarga

selalu

baik secara professional. [9,,11] berusaha mengikuti kegiatan-kegiatan ilmiah 1. Hubungan profesional antar profesi guna memelihara dan menambah ketrampilan 2. Hubungan baik sesama dokter praktik

serta

meluaskan

wawasan

3. Perkumpulan profesi pengetahuan kedokteran sepanjang hayatnya. [9,11]

2.3.3 Standar Perilaku dengan Mitra Kerja 1. Mengikuti kegiatan ilmiah, memungkinkan

di Klinik Pelayanan

keluarga

dokter yang berpraktik untuk secara teratur

mempunyai seorang dokter keluarga sebagai

dalam lima tahun praktiknya mengikuti

pimpinan manajemen untuk mengelola klinik

kegiatan-kegiatan ilmiah seperti pelatihan,

secara professional. [9,11]

seminar,

1. Hubungan

dokter

profesional

dalam

klinik,

lokakarya

dan

pendidikan

kedokteran berkelanjutan lainnya

Melaksanakan praktik dengan bantuan satu

2. Program jaga mutu, melakukan secara

atau beberapa tenaga kesehatan dan

mandiri dan/atau bersama-sama dengan

tenaga lainnya berdasarkan atas hubungan

dokter keluarga lainnya, secara teratur.

kerja yang professional 2. Bekerja

dalam

3. Partisipasi

tim,

menyelenggarakan dalam

Pada

saat

penatalaksanaan

peningkatan

derajat

dalam

kegiatan

pendidikan,

mempunyai itikad baik dalam pendidikan dokter keluarga.

kesehatan

4. Penelitian dalam praktik, mempunyai itikad

pasien dan keluarga, pelayanan dokter

baik dalam penelitian dan berusaha untuk

keluarga merupakan sebuah tim.

menyelenggarakan penelitian yang sesuai

3. Pemimpin klinik, dipimpin oleh seorang dokter

keluarga

atau

bila

terdiri

dari

dengan etika penelitian kedokteran. 5. Penulisan ilmiah, berpartisipasi secara aktif

beberapa dokter keluarga dapat dibagi

dan/atau

untuk memimpin bidang manajemen yang

kedokteran. [9,11]

BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari- Juni 2014

pasif

pada

jurnal

ilmiah

58


2.3.5 Standar Partisipasi dalam Kegiatan Masyarakat di Bidang Kesehatan Pelayanan

dokter

keluarga

kepentingan pasien. Dokter keluarga tidak hanya menyembuhkan pasien dari sakitnya

selalu tetapi juga menyehatkannya serta menjadi

berusaha berpartisipasi aktif dalam segala mitra, konsultan, atau penasehat di kala sakit kegiatan peningkatan kesehatan disekitarnya dan

sehat.

Jika

masalahnya

dinilai

dan siap memberikan pendapatnya pada memerlukan

pendapat

spesialistik,

dokter

atau

penanganan

setiap kondisi kesehatan di daerahnya. [9,11] keluarga

akan

bahkan

merujuk

1. Menjadi anggota perkumpulan sosial, ya mengkonsultasikan

atau

Dokter keluarga dan petugas kesehatan pasien ke dokter spesialis yang tepat. lainnya dalam pelayanan dokter keluarga, Sehingga pendekatan yang ada pada menjadi anggota perkumpulan sosial untuk pelayanan komprehensif ini meliputi Promotif, mempeluas wawasan pergaulan preventif, kuratif dan rehabilitatif, dan tidak 2. Partisipasi

dalam

kegiatan

kesehatan lupa

untuk

memandang

pasien

sebagai

masyarakat manusia seutuhnya, bukan hanya bagian 3. Partisipasi

dalam

penanggulangan tubuhnya yang sakit. [9,11]

bencana di sekitarnya 2.4.2 Pelayanan secara berkesinambungan 2.4

Prinsip

yang

Diterapkan

dalam

Pelayanan Dokter Keluarga

Pelayanan

yang

kontinyu

berarti

pasien harus dipantau secara terus menerus. Prinsip-prinsip yang harus diterapkan Wujud kontinuitas pelayanannya itu berupa dalam pendekatan pelayanan pada dokter pemantauan

bersinambung,

antara

lain

keluarga terkait dengan upaya peningkatan melalui penyelenggaraan rekam medis yang pelayanan utamanya pada Pusat Pelayanan handal dan kerjasama profesional dengan Kesehatan pada strata pertama (PPK 1) di Era paramedik lainnya. Sehingga intinya adalah Jaminan Kesehatan Nasional adalah sebagai sebagai berikut: [9,11] berikut:

[9,11]

1. Mempunyai rekam medis yang diisi dengan cermat. 2.4.1 Pelayanan secara komprehensif 2. Dianjurkan untuk berpraktek di tempat yang Dokter

keluarga

menggunakan sama, dokter dan kliniknya sebaiknya

segenap ilmunya serta saran dan prasarana jangan berpindah-pindah. medis yang tersedia sebesar-besarnya untuk

BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari- Juni 2014

59


3. Menjalin kerjasama dengan profesional dan

2.4.4 Mengutamakan pencegahan

institusi pelayanan kesehatan lainnya untuk

Dokter keluarga melakukan upaya

kepentingan pasien agar proses konsultasi

peningkatan

kesehatan

misalnya

melalui

dan rujukan berjalan lancar.

penyuluhan

kesehatan,

melakukan

upaya

pencegahan penyakit melalui vaksinasi. Upaya 2.4.3 Pelayanan yang koordinatif dan KB, pemeriksaan kehamilan, dan pemantauan kolaboratif tumbuh-kembang

anak

juga

merupakan

Seiring dengan pelayanan paripurna, bentuk dokter

keluarga

akan

upaya

pencegahan

yang

harus

mengkoordinasikan dilakukan oleh Dokter keluarga. Jika pasien

keperluan pasien dengan dokter keluarga datang dalam keadaan sakit, dokter keluarga yang

lain,

dengan

diperlukan,

dengan

para

spesialis

yang harus

paramedis,

membuat

diagnosis

dini

dan

dengan memberikan pengobatan yang cepat dan tepat

fasilitas

kesehatan

yang

diperlukan

dan agar penyakit tidak semakin parah.dan jika

bahkan dengan keluarganya. penyakit sudah parah, dokter keluarga harus Koordinasi inipun merupakan salah segera bertindak cepat misalnya dengan satu bentuk kesinambungan pelayananya. segera merujuk ke fasilitas pelayanan yang Dengan koordinasi yang baik, dapat dihindari lebih tinggi dengan persiapan yang memadai tumpang tindih penggunaan obat, duplikasi agar pemeriksaan

penunjang

atau

jangan

sampai

terjadi

cacat

yang

perbedaan permanen. [9]

pendapat

mengenai

manajemen

pasien. Seandainya terjadi kecacatan, dokter

Kerjasama

dengan

para

spesialis

yang keluarga harus berusaha agar jangan sampai

dikoordinasikan oleh dokter keluarga ini akan kecacatan menjadi penghalang besar bagi menjadikan kolaborasi saintifik yang handal pasien nantinya. Di sini juga dituntut partisipasi untuk

meningkatkan

kepercayaan

pasien Dokter

keluarga

untuk

membantu

upaya

kepada pelayanan medik yang disediakan. rehabilitasi bagi pasien penyandang cacat, Dengan

demikian

terjadi

saling

kontrol baik secara fisik, psikologik, maupun sosial,

sehingga efektivitas pengobatan dan efisiensi agar keterbatasannya dapat dimanfaatkan biaya dapat terwujud. [9,11] seoptimal mungkin.

BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari- Juni 2014

60


2.4.5 Mempertimbangkan keluarga

2.4.7 Pelayanan yang sadar biaya

Poin-point penting dalam pelayanan

Untuk pelayanan dokter keluarga yang

yang mempertimbangkan keluarga adalah

berfokus pada pendekatan yang sadar biaya,

sebagai berikut: [9,11]

perlu ditekankan pada beberapa hal berikut ini:

1. Titik awal (entry point) pelayanan DK

1. Mempertimbangkan

terkecil

yang

“cost-

effectiveness� dalam tindakan medis.

adalah individu seorang pasien. 2. Unit

segi

dilayaninya

adalah

2. Mampu mengelola dan mengembangkan

individu pasien itu sendiri sebagai bagian

secara

integral dari keluarganya.

sebuah klinik Dokter Keluarga dengan

3. Seluruh anggota keluarga dapat menjadi

efisien

dengan

neraca

positif

tetap menjaga mutu pelayanan kesehatan.

pasien seorang Dokter Keluarga akan

3. Mampu bernegosiasi dengan pelayanan

tetapi tetap dimungkinkan sebuah keluarga

kesehatan yang lain (Rumah Sakit, Apotik,

mempunyai lebih dari satu dokter keluarga.

Optik dan lain-lain) secara berimbang sehingga

tercapai

kerjasama

yang

2.4.6 Mempertimbangkan komunitas menguntungkan. Seperti juga keluarga, dokter keluarga 4. Mampu bernegosiasi dengan perusahaan juga

harus

mengingat

bahwa

pasien asuransi

merupakan

dari

komunitasnya

baik

secara

serasi

dan

selaras

di sehingga

tercapai

kerjasama

yang

lingkungan tempat tinggal maupun kerjanya. menguntungkan semua pihak. Lingkungan tempat tinggal maupun kerjanya dapat mempengaruhi penyakitnya. Demikian 2.4.8 Pelayanan yang menjunjung tinggi pula penyakit pasien dapat berdampak pada etika dan hukum lingkungan. [9,11] Mempertimbangkan etika dalam setiap Oleh

sebab

itu,

harus

selalu tindakan medis yang dilakukan pada pasien.

mempertimbangkan

pengaruh

keluarga, Kemudian meminta ijin pada pasien untuk

komunitas, masyarakat dan lingkungannya memberitakan yang

dapat

mempengaruhi

penyakitnya

kepada

penyembuhan keluarganya atau pihak lain. Serta, menyadari

penyakitnya.

Dan

juga

memanfaatkan bahwa setiap kelalaian dalam tindakannya

keluarga,

komunitas,

masyarakat

dan dapat menjadi masalah hukum. [9,11]

lingkungannya untuk membantu penyembuhan penyakitnya.

BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari- Juni 2014

61


2.4.9 Pelayanan dapat di pertanggung

Layaknya prinsip lebih baik mencegah

jawabkan

daripada mengobati, sehat memiliki makna

Yang perlu diperhatikan dalam hal ini

terbebas

dari

penyakit

sehingga

mampu

adalah:

menjalani kehidupan dengan normal. Oleh

1. Rekam medĂ­s yang lengkap, akurat, dapat

karena itu, diperlukan edukasi baik untuk

dibaca orang lain yang berkepentingan.

penanggulangan maupun mengobati suatu

2. Menyediakan SOP untuk setiap layanan

penyakit. Jadi, pencegahan penyakit agar

medis.

seseorang tetap sehat meliputi usaha yang

3. Belajar

sepanjang

memanfaatkan

EBM

hanyat

dan

(Evidence

Based

Medicine) serta menggunakannya sebagai

terintegrasi dan melibatkan berbagai pihak mulai

individu,

keluarga,

lingkungan

maupun pemerintah.

alat untuk merancang tindakan medis.

Menyadari pentingnya sebuah usaha

4. Menyadari keterbatasan kemampuan dan kewenangan.

terintegrasi demi menciptakan manusia yang sehat dibutuhkan dokter keluarga. Dokter

5. Menyelenggarakan pertemuan ilmiah rutin membahas

dari

berbagai

kasus

sambil

mengaudit penatalaksanaannya.

keluarga

menyelenggarakan

kesehatan

primer

yang

berkesinambungan, pencegahan,

3. PEMBAHASAN

komunitas

pelayanan menyeluruh,

mengutamakan

mempertimbangkan dan

keluarga,

lingkungannya

dengan

Di Indonesia, Primary Health Care berdasarkan ilmu kedokteran yang mapan. (PHC) memiliki 3 (tiga) strategi utama, yaitu Seorang dokter keluarga memandang kerjasama

multisektoral,

partisipasi seorang pasien secara menyeluruh, tidak

masyarakat, dan penerapan teknologi yang hanya sesuai

dengan

kebutuhan

memandang

bagaimana

dengan menyembuhkan

penyakitnya

saja.

Tetapi

pelaksanaan di masyarakat, dengan tujuan harus dapat memandang bagaimana latar meningkatkan akses masyarakat terhadap belakang keluarga, gaya hidup, faktor resiko pelayanan

kesehatan

Pelayanan

kesehatan

yang

berkualitas. yang ada yang dapat menyebabkan penyakit,

kesehatan

yang pengaruh

keluarga

dalam

upaya

dimaksudkan adalah pelayanan kesehatan penyembuhan penyakit sampai pencegahan paripurna meliputi promotif, preventif, kuratif komplikasi dan edukasi terhadap kemungkinan dan rehabilitatif. [3,10,11]

BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari- Juni 2014

62


anggota keluarga lain juga terkena penyakit yang sama.

Fragmentasi meningkatkan

Dengan

demikian,

seorang

dokter

pengobatan

profesi

biaya

ini

pengobatan

spesialistik

bergantung

akan karena pada

keluarga bertanggung jawab atas kesehatan

teknologi dan laboratorium. Pada akhirnya

pasien dan keluarga pasien.

akan menimbulkan keengganan masyarakat

Perkembangan spesialisasi

dan

menyebabkan

ilmu sub

kedokteran

untuk berobat karena biaya yang mahal.

spesialisasi

Padahal

fragmentasi

sebenarnya

ketidakteraturan

profesi.

pelayanan kesehatan primer, sekunder dan

Spesialisasi ini juga menyebabkan terkotak-

tersier inilah yang menyebabkan mahalnya

kotaknya pengetahuan kesehatan. Padahal

biaya pengobatan. Bayangkan saja, sekarang

seorang pasien yang dirawat oleh banyak

sudah menjadi trend di masyarakat untuk

spesialis adalah satu tubuh yang saling

melakukan vaksin ke dokter spesialis. Terang

berkaitan. Belum lagi, istilah “rawat bersama�

saja biayanya bisa mencapai tiga kali lipat dari

yang lagi trend saat ini membuat pasien

harga vaksin di dokter umum.

bingung harus bertanya penyakitnya kepada

Memang simpang siur dari kesehatan

siapa. Setiap dokter hanya akan menjelaskan

Indonesia

bagian disiplin ilmunya saja, padahal seorang

komersialisasi pelayanan kesehatan. Rumah

pasien

membutuhkan

keseluruhan

berawal

dari

konsep

penjelasan

secara

sakit sebagai sentral pelayanan kesehatan.

penyakit

yang

Padahal, pelayanan kesehatan primerlah yang

tentang

dideritanya. Lagi-lagi,

ini

seharusnya menjadi tonggak status kesehatan dokter

menjadi

Indonesia. Mirisnya, dari jumlah kunjungan ke

jawaban. Dokter keluargalah yang seharusnya

pelayanan kesehatan primer, lebih dari 50

menyatukan berbagai disiplin ilmu tersebutnya

persen

dan merangkumnya sebagai suatu penjelasan

mendapatkan surat rujukan ke rumah sakit.

kepada pasien. Hal ini diharapkan mampu

Kebanyakan masyarakat Indonesia enggan

meningkatkan

mendapatkan

kepatuhan

keluarga

pasien

dalam

pasien

datang

pelayanan

hanya

primer

untuk

apalagi

menjalankan terapi yang diberikan, juga dapat

pelayanan pencegahan penyakit. Pola pikir

menurunkan angka kejadian penyakit karena

bangsa ini masih tidak rela mengeluarkan

pencegahan yang dilakukan serta menurunkan

uang demi pencegahan penyakit.

angka kematian.

BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari- Juni 2014

63


Pemerintah terus melakukan upaya meningkatkan Indonesia.

derajat

kesehatan

Penerapam

sistem

rakyat Jaminan

profesional

bukan

melainkan

untuk

untuk

kesinambungan program tersebut. Pemerintah juga

di

golongan kurang mampu.

2014

ini

masih

akan

terus

profit

mempertahankan

Kesehatan Nasional (JKN) yang telah berjalan tahun

tujuan

menyediakan

bantuan

iuran

bagi

berlangsung dan dianalisa ketepatan dan

Cakupan peserta yang begitu besar ini

penerapannya di Indonesia guna evaluasi

membutuhkan cara yang jeli agar premi yang

untuk menjadikan jaminan kesehatan nasional

ada

menjadi lebih baik dan lebih bemanfaat untuk

pelayanan kesehatan seluruh peserta. Oleh

masyarakat Indonesia seluruhnya.[12]

karena itu, dibutuhkan perubahan sistem yang

Sistem Jaminan Kesehatan Nasional ini

meliputi

pemerataan

dapat menekan overload biaya kesehatan dengan mengutamakan pencegahan penyakit,

kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan

optimalisasi pelayanan kesehatan primer dan

pensiun, dan jaminan kematian. Dari kelima

mencegah komplikasi penyakit.

ini,

jaminan

kesehatan,

memfasilitasi

jaminan

jaminan

jaminan

dapat

kesehatan

memiliki

Dokter

keluarga

menjadi

jawaban

peserta jaminan yang sangat luas, yakni

yang paling ideal, karena hakikatnya sebagai

seluruh rakyat Indonesia. Sebagai wadah yang

dokter pelayanan primer yang dapat membina

mengurusi sistem jaminan ini disebut Badan

hubungan

Pelaksana Jaminan Sosial (BPJS). [12]

keluarganya

Perlu

diketahui,

dengan

sehingga

pasien

mampu

dan

melakukan

jaminan

edukasi pencegahan, penatalaksanaan awal

kesehatan ini jelas bukan hanya pembaharuan

terhadap penyakit dan mencegah komplikasi

terhadap sistem asuransi kesehatan untuk

penyakit. Dokter keluarga sebagai gatekeeper

orang

pada sistem ini. Artinya, dokter keluarga

miskin

yang

sistem

baik

sekarang

disebut

jamkesmas. Jaminan kesehatan pada JKN ini

sebagai

mengupayakan jaminan kesehatan seluruh

berhubungan sangat erat dengan keluarga

rakyat Indonesia dengan pengelolaan yang

pasien, dokter keluarga sebagai kordinator

bersifat non profit, melainkan berorientasi

pelayanan yang memberikan keputusan untuk

terhadap

yang

merujuk ke pelayanan kesehatan sekunder

yang

dan dokter keluarga juga yang berkordinasi

dibayarkan oleh peserta harus dikelola dengan

dengan pelayanan kesehatan lanjutan dalam

pelayanan

berkesinambungan.

program

Artinya,

premi

BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari- Juni 2014

kontak

pertama

pasien

dan

64


tanggung

jawabnya

sebagai

pemelihara

kesehatan peserta.

pelayanan kesehatan yang dapat diaudit dan dipertanggungjawabkan.

Dokter

keluarga

menjadi jawaban yang paling ideal dalam 4. KESIMPULAN

peningkatan

Banyaknya

penduduk

PHC

di

Era

JKN,

karena

Indonesia hakikatnya sebagai dokter pelayanan primer

berobat keluar negeri dikarenakan pelayanan yang dapat membina hubungan baik dengan kesehatan yang belum komunikatif antara pasien dan keluarganya sehingga mampu dokter dan pasien. Pelayanan dokter keluarga melakukan

edukasi

pencegahan,

merupakan salah satu bentuk pelayanan penatalaksanaan awal terhadap penyakit dan medik di Indonesia, yang disiapkan sebagai mencegah

komplikasi

penyakit.

Dokter

primadona pelayanan medik strata pertama di keluarga sebagai gatekeeper pada sistem JKN Indonesia. ini. Untuk

mencapai

keberhasilan

penyelenggaraan Primary Health Care (PHC) bagi masyarakat, diperlukan kerjasama baik lintas

sektoral

maupun

regional.

Untuk

5. SARAN Dalam Keluarga

mendukung

dalam

peran

meningkatkan

Dokter kualitas

meningkatkan primary helath care terutama

Primary Helath Care (PHC) di Era JKN, yang

pada pelayanan di tingkat strata pertama

perlu dilakukan adalah:

adalah

layanan

1. Kementerian Kesehatan RI mengadopsi

komprehensif; menyelenggarakan pelayanan

nilai inklusif, yang merupakan salah satu

kesehatan yang kontinyu mulai dari konsepsi

dari 5 nilai yang harus diterapkan dalam

sampai mati; mengutamakan pencegahan;

pelaksanaan

menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang

yaitu pro-rakyat, inklusif, responsif, efektif,

koordinatif

dan

dan bersih.

pelayanan

kesehatan

dengan

bagian

memberikan

kolaboratif;

integral

mempertimbangkan

memberikan

individual dari

keluarga,

sadar

etika,

moral

kesehatan,

sebagai

2. Diperlukan kerjasama baik lintas sektoral

keluarganya;

maupun regional, khususnya di kawasan

komunitas,

masyarakat dan lingkungan tempat pasien berada;

pembangunan

dan

hukum;

Asia Tenggara. 3. Memantapkan Kemenkes agar berguna untuk

menguatkan

dan

meningkatkan

memberikan pelayanan kesehatan yang sadar

kualitas pelayanan kesehatan pada strata

biaya dan sadar mutu; menyelengarakan

pertama.

BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari- Juni 2014

65


4. Pusat

Pelayanan

bersahabat,

yang

alernatif

untuk

sehat

pada

Kesehatan

yang

merupakan

metode

6. Qomariah. Sekilas Kedokteran Keluarga. Jakarta: FK-Yarsi. 2000.

menerapkan

paradigma

7. Rusady dan Marisi. Pelayanan kesehatan

pelaksana

pelayanan

berbasis dokter keluarga. Buletin info

kesehatan.

Askes. edisi Juni. 2010.

5. Pelayanan kesehatan primer masih penting

8. Sutomo,

A.

H.

Pengalaman

Dokter

untuk pemberdayaan masyarakat dalam

Keluarga. Simposium Dokter Keluarga

bidang kesehatan.

Dalam SJSN, UGM, Jogjakarta. 2001. 9. Trisna.

DAFTAR PUSTAKA 1. Anies. Dokter

Standar

Pelayanan

Dokter

Keluarga. Kampus UI Depok. 2006. Keluarga

dan

Sistem 10. Wahyuni. Pelayanan Dokter Keluarga.

Pembiayaan Dalam Pelayanan Primer. Medan: USU digital library. 2003 Semarang : Universitas Diponegoro. 2006 11. WHO-WONCA working paper. Making 2. Adisasmito. Sistem Kesehatan. Jakarta: medical practice and education relevant PT Raja Grafindo Persada. 2007. to people’s needs: the contribution of 3. Azwar,

Azrul;

Gan,

Goh

Lee; family doctor. Ontario, Canada. 1994.

Wonodirekso, Sugito. A Primer On Family 12. Wonodirekso, S. Praktek Dokter Keluarga, Medicine Practice. Singapore International www.JPKM online. 2004. Foundation : Singapore. 2004. 4. Danakusuma.

Pengantar

Kesehatan

Masyarakat dan Kedokteran Komunitas. Jakarta: IDI. 1996. 5. Kementerian

Kesehatan

RI.

Undang-

Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. 2009.

BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari- Juni 2014

66


67

BIMKMI Volume 2 No.2 | Januari- Juni 2014

KEMENDIKBUD


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.