Bimkmi volume 2 edisi 1

Page 1


Susunan Pengurus BOARD OF TRUSTEE

DEWAN REDAKSI

Prof. Dr. dr. Nasrin Kodim, M.PH

Agung Buana Universitas Indonesia

Ketua Jurnal Kesmas Nasional

Deni F. Universitas Lambung Mangkurat

Prof. drh. Wiku Adisasmito, M.Sc. PhD. Ketua INDOHUN

BOARD OF DIRECTOR Madelina Ariani, S.KM

PENANGGUNG JAWAB

Hanan Tsabitah Universitas Indonesia Putrisuvi N. Z. Universitas Indonesia

PENANGGUNG JAWAB PUBLIC RELATION Ianathasya S. Universitas Indonesia

ISMKMI

PIMPINAN UMUM Nurul Maretia R. Universitas Indonesia

WAKIL PIMPINAN UMUM Asri Hikmatuz Z. Universitas Airlangga

SEKRETARIS Desy Safitri Universitas Indonesia

BENDAHARA Febrina M. D. Universitas Indonesia

PIMPINAN REDAKSI Atina Husnayain Universitas Airlangga

TIM PUBLIC RELATION Cinthya Theresia T. Universitas Indonesia Hidayatush Sholiha Universitas Airlangga Nurul Imani Universitas Indonesia Wiwit Khuntari Universitas Mulawarman

PENANGGUNG JAWAB LAYOUT Anis S. Universitas Muhammadiyah Jakarta

TIM LAYOUT Nadia Khafia Universitas Indonesia Rendi Supiana Universitas Indonesia

BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013

i


Daftar Isi Susunan Pengurus

i

Daftar Isi

ii

Petunjuk Penulisan

iii

Sambutan Pimpinan Umum

x

EDITORIAL Peran Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Melalui Publikasi Ilmiah Madelina Ariani

1

PENELITIAN Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Merokok pada Remaja Rifqi A. Fattah dan Dwidjo Susilo

3

Gambaran Faktor Risiko Anemia Gizi Besi pada Siswi MTs dan MA Darussa’adah Jakarta Istianah Surury, Tria Astika Endah Permata Sari

12

Hubungan Faktor Risiko Ergonomi dan Individu dengan Keluhan Muskuloskeletal Pada Karyawan Bagian Produksi PT. Family Raya Kota Padang Tahun 2013 Taufik Hidayat

22

Analisis Kelelahan Kerja Berdasarkan Beban Kerja Pada Tenaga Kerja Bagian Produksi Y, PT X Surabaya Nita Setyawati

33

TINJAUAN PUSTAKA Anak dan Perempuan Sebagai Kelompok Rentan: Kasus pada Bencana Banjir di Kabupaten Banjar Madelina Ariani dan Novi Inriyanny Suwendro

47

Faktor Non Insentif untuk Retensi Tenaga Kesehatan Madelina Ariani

57

ii BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013


Petunjuk Penulisan Berkala Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia (BIMKMI) adalah publikasi per semester yang menggunakan sistem seleksi peer-review dan redaktur.Naskah diterima oleh redaksi, mendapat seleksi validitas oleh mitra bestari, serta seleksi dan pengeditan oleh redaktur. BIMKMI menerima artikel penelitian asli yang berhubungan dengan dunia kesehatan masyarakat meliputi epidemiologi, kesehatan lingkungan, keselamatan dan kesehatan kerja, administrasi dan kebijakan kesehatan, biostatistik dan kependudukan, promosi kesehatan dan ilmu perilaku, ilmu gizi kesehatan masyarakat, kesehatan reproduksi, kesehatan global, dan one health baik penelitian lapangan maupun laboratorium, artikel tinjauan pustaka, laporan kasus, artikel penyegar ilmu kesehatan masyarakat, advertorial, petunjuk praktis, serta editorial. Tulisan merupakan tulisan asli (bukan plagiat) dan sesuai dengan kompetensi mahasiswa kesehatan masyarakat.

JENIS ARTIKEL : 1. Penelitian asli: hasil penelitian asli dalam ilmu kesehatan masyarakat. Format terdiri atas judul penelitian, nama dan lembaga pengarang, abstrak, dan teks (pendahuluan, metode, hasil, pembahasan atau diskusi, kesimpulan, dan saran). 2. Tinjauan pustaka: tulisan artikel review atau sebuah tinjauan terhadap suatu fenomena atau ilmu dalam dunia kesehatan masyarakat, ditulis dengan memperhatikan aspek aktual dan bermanfaat bagi pembaca. 3. Laporan kasus: artikel tentang kasus yang menarik dan bermanfaat bagi pembaca.

Artikel

ini

ditulis

sesuai

pemeriksaan,

diagnosis,

dan

penatalaksanaan sesuai kompetensi kesehatan masyarakat. Format terdiri atas pendahuluan, laporan, pembahasan, dan kesimpulan. 4. Artikel penyegar: artikel yang bersifat bebas ilmiah, mengangkat topik-topik yang sangat menarik dalam dunia kesehatan masyarakat, memberikan human interest karena sifat keilmiahannya, serta ditulis secara baik. Artikel bersifat tinjauan serta mengingatkan pada hal-hal dasar atau klinis yang perlu diketahui oleh pembaca.

iii BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013


5. Editorial: artikel yang membahas berbagai hal dalam dunia kesehatan masyarakat. Memuat mulai dari ilmu dasar, berbagai metode terbaru, organisasi, penelitian, penulisan di bidang kesehatan masyarakat, lapangan kerja sampai karir dalam dunia kesehatan masyarakat. Artikel ditulis sesuai kompetensi mahasiswa. 6. Petunjuk praktis: artikel berisi panduan diagnosis atau tatalaksana yang ditulis secara tajam, bersifat langsung (to the point) dan penting diketahui oleh pembaca (mahasiswa kesehatan). 7. Advertorial: Penulisan berdasarkan metode studi pustaka.

SYARAT DAN PETUNJUK BAGI PENULIS: 1. Penulis merupakan lulusan mahasiswa S1 atau masih menempuh jenjang pendidikan S2 program studi kesehatan masyarakat saat mengirimkan artikel. 2. Bila penulis lebih dari satu orang, maka minimal salah satunya harus berasal dari mahasiswa program studi kesehatan masyarakat. Maksimal terdiri dari enam orang dalam satu kelompok. 3. BIMKMI hanya menerima tulisan asli yang belum pernah diterbitkan pada jurnal lain. 4. Artikel ditulis dengan menggunakan rujukan maksimal lima tahun sebelum artikel ditulis. 5. Artikel mengutip artikel-artikel penelitian dari berbagai jurnal internasional yang banyak disitasi, atau jurnal nasional yang terakreditasi. 6. Hindari penggunaan buku atau website sebagai rujukan kecuali memang relevan.

FORMAT PENULISAN SECARA UMUM Artikel diketik menggunakan penulisan yang sesuai Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD). Ketik rapi pada kertas A4, font 10 Arial, margin (atas, kiri, kanan, bawah) 3433, spasi 1, dan maksimal 15 halaman (terhitung dari judul hingga daftar pustaka/lampiran yang diperlukan jika ada). Naskah yang diterima harus berbahasa Indonesia, dengan ketentuan abstrak berbahasa Indonesia dan Inggris dengan jumlah maksimal 200 kata. Pengaturan untuk jarak spasi sangat diperhatikan (before and after spacing harus 0 (nol)). Jarak antar bab, subbab, dengan anak bab hanya berjarak 1 spasi (1 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013

iv


kali enter). First line indent pada penulisan awal paragraph menjorok ke dalam 6-8 huruf (1 cm). Secara umum naskah ajuan terdiri atas judul, abstrak, pendahuluan, metodologi penelitian, hasil, pembahasan (analisis), kesimpulan dan daftar pustaka. Penambahan bab atau sub bab tergantung pada format penelitian atau naskah pengirim dengan tidak menyalahi penulisan karya tulis ilmiah.

Untuk keseragaman penulisan, khusus naskah penelitian asli harus mengikuti sistematika sebagai berikut: 1. Judul karangan (Title) 2. Nama dan Lembaga Pengarang (Authors and Institution) 3. Abstrak (Abstract) 4. Pendahuluan 5. Pembahasan, yang terdiri dari: 

Teori



Metodologi Penelitian



Hasil

6. Kesimpulan 7. Daftar Rujukan (Reference)

Untuk keseragaman penulisan, naskah tinjauan pustaka, advertorial, artikel penyegar harus mengikuti sistematika sebagai berikut: 1. Judul 2. Nama penulis dan lembaga pengarang 3. Abstrak 4. Pendahuluan 5. Pembahasan 6. Kesimpulan 7. Daftar Rujukan (Reference)

Untuk keseragaman penulisan, naskah laporan kasus harus mengikuti sistematika sebagai berikut: 1. Judul 2. Nama penulis dan lembaga pengarang

BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013

v


3. Abstrak 4. Pendahuluan 5. Laporan kasus 6. Pembahasan 7. Kesimpulan 8. Daftar Rujukan (Reference)

PENULISAN DAFTAR RUJUKAN Penulisan sitasi menggunakan sistem Vancouver dengan penomoran yang runtut. Ditulis dengan nomor sesuai berurutan:

urutan. contoh: 1,2. Lebih dari dua nomor

nomor awal dan nomor akhir dipisahkan tanda hubung. Contoh 1-3.

Nomor kutipan ditulis superskrip. Berikut contoh penulisan daftar pustaka dari berbagai bahan rujukan menggunakan format MLA:

I. BUKU Penulis Tunggal Frye, Northrop. Anatomy of Criticism: Four Essays. Princeton: Princeton UP, 1957.

Buku dengan penulis sama -------------. The Secular Scripture. Cambridge: Harvard UP, 1976.

Dengan dua atau tiga orang pengarang Howe, Russell Warren, and Sarah Hays Trott. The Power Peddlers. Garden City: Doubleday, 1977.

Marquart, James W., Sheldon Ekland Olson, and Jonathan R. Sorensen. The Rope, the Chair, and the Needle: Capital Punishment in Texas, 1923-1990. Austin: Univ. of Texas, 1994.

Lebih dari tiga penulis Edens, Walter, et al., ed. Teaching Shakespeare. Princeton: Princeton UP, 1977.

Tidak ada nama penulis

BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013

vi


Merriam-Webster’s collegiate dictionary (10th ed.). Springfield, MA: MerriamWebster, 1993.

Editor sebagai penulis Harari, Josue, ed. Textual Strategies. Ithaca: Cornell UP, 1979.

Penulis dan editor Malory, Thomas. King Arthur and his Knights. Ed. Eugene Vinaver. London: Oxford UP, 1956.

Penulis berupa tim atau lembaga National Institute for Dispute Resolution. Dispute Resolution Resource Directory. Washington, D.C.: Natl. Inst. for Dispute Res., 1984.

Karya multi jilid/buku berseri Freedberg, S. J. Andrea del Sarto. 2 jil. Cambridge: Harvard UP, 1963.

Terjemahan Foucault, Michel. The Archaeology of Knowledge. Trans. A. M. Sheridan Smith. London: Tavistock Publications, 1972. Trans. of L'Archéologie du savoir, 1969.

Artikel atau bab dalam buku Magny, Claude-Edmonde. "Faulkner or Theological Inversion." Faulkner: A Collection of Critical Essays. Ed. Robert Penn Warren. Englewood Cliffs: PrenticeHall, 1966. 66-78.

Artikel/istilah dalam buku referensi Foster, John S., Jr. "Nuclear War." Encyclopedia Americana. Intl. ed. 1998. “Ginsburg, Ruth Bader.” Who’s Who in America. 52nd ed. 1998. “Noon.” The Oxford English Dictionary. 2nd ed. 1989.

Brosur, pamflet dan sejenisnya Jawa Timur. Surabaya: Dinas Pariwisata Jawa Timur, 1999.

BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013

vii


Makalah seminar, konferensi dan sejenisnya Mann, Jill. “Chaucher and the ‘Woman Question.’” This Noble Craft: Proceedings of the Tenth Research Symposium of the Dutch and Belgian University Teachers of Old and Middle English and Historical Linguistics, Utrect, 19-10 January 1989. Ed. Erik Kooper. Amsterdam: Radopi, 1991.173--88.

II. SERIAL Artikel jurnal Dabundo, Laura. “The Voice of the Mute: Wordsworth and the Ideology of Romantic Silences.” Christiantity and Literature 43:1(1995): 21-35. III. PUBLIKASI ELEKTRONIK Buku Online Austen, Jane. Pride and Prejudice. Ed. Henry Churchyard. 1996. 10 Sept. 1998 <http://www.pemberley.com/janeinfo/prideprej.html>. Hawthorne, Nathaniel. “Dr. Heidegger’s Experiment.” Twice-Told Tales. Ed. George Parsons Lathrop. Boston: Houghton, 1883. 1 Mar. 1998 <http://eldred.ne.mediaone.net/nh/dhe.html>

Artikel jurnal online Calabrese, Michael. “Between Despair and Ecstacy: Marco Polo’s Life of the Buddha.” Exemplaria 9.1 (1997). 22 June 1998 <http://web.english.ufl.edu/english/exemplaria/calax.htm>

Artikel dalam pangkalan data online Smith, Martin. "World Domination for Dummies." Journal of Despotry Feb. 2000: 66-72. Expanded Academic ASAP. Gale Group Databases. Purdue University Libraries, West Lafayette, IN. 19 February 2003. <http://www.infotrac.galegroup.com>. Fox, Justin. “What in the World Happened to Economics?” Fortune 15 Mar. 1999: 90-102. ABI/INFORM Global. Proquest Direct. Perpustakaan Universitas Indonesia, Depok. 23 January 2004. <http://www.proquest.com/pqdauto>.

BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013

viii


Artikel di website “Using Modern Language Association (MLA) Format.” Purdue Online Writing Lab. 2003. Purdue University. 6 Feb. 2003. <http://owl.english.purdue. edu/handouts/research/r_mla.html>.

Publikasi lembaga United States. Dept. of Justice. Natl. Inst. Of Justice. Prosecuting Gangs: A National Assessment. By Claire Johnson, Barbara Webster, and Edward Connors. Feb 1996. 29 June 1998 <http://www.ncjrs.org/txtfiles/pgang.txt>.

Artikel/istilah dalam koleksi referensi online “Fresco.” Britannica Online. Vers. 97.1.1. Mar. 1997. Encyclopedia Britannica. 29 Mar. 1997 <http://www.eb.com:180>. Telnet, FTP, dan gopher Sowers, Henry, Miram Fields, and Jane Gurney. Online collaborative conference. 29 May 1999. Lingua MOO. 29 May 1999. <telnet://lingua.utdallas.edu:8888>.

Mathews, J. Preface. Numerical Methods for Mathematics, Science, and Engineering. 2nd ed. N.p.: Prentice Hall, 1992. 8 June 1999. <ftp://ftp.ntua.gr/pub/netlib/textbook/index.html>.

Artikel/data dalam CD-ROM “U.S. Population by Age: Urban and Urbanized Areas.” 1990 U.S. Census of Population and Housing. CD-ROM. US Bureau of the Census. 1990.

Artikel jurnal dalam CD-ROM database Angier, Natalie “Chemists Learn Why Vegetables are Good for You.” New York Times 13 Apr. 1993, late ed.: C1. New York Times On disc. CD-ROM. UMIProquest. Oct. 1993.

Artikel/istilah dalam koleksi referensi berbentuk CD-ROM “Albratoss.” The Oxford English Dictionary. 2nd ed. CD-ROM. Oxford: Oxford UP, 1992. BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013

ix


Sambutan Pimpinan Umum Salam dari Pimpinan Umum Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Salam Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia!!!

Menulis bukanlah suatu hal yang mudah untuk dilakukan. Perlu proses yang panjang dan konsistensi untuk dapat menghasilkan sebuah tulisan yang baik. Sama halnya dengan membuat artikel ilmiah, perlu proses pembelajaran yang panjang untuk dapat terbiasa menulis dan menghasilkan sebuah artikel ilmiah yang baik. BIMKMI Volume II Nomor I hadir dengan harapan dapat terus meningkatkan minat Mahasiswa Kesehatan Masyarakat untuk membiasakan diri dalam menulis sebuah artikel ilmiah. Dengan adanya peningkatan artikel yang terpublikasi, diharapkan juga dapat memberikan sumbangan untuk kemajuan keilmuan kesehatan masyarakat di Indonesia. Edisi kali ini berhasil memuat satu artikel editorial, empat artikel penelitian, dan dua artikel tinjauan pustaka. Semua artikel telah melalui proses seleksi panjang serta pengeditan yang cermat dari tim penyusun dan mitra bestari. Terima kasih atas perhatiannya dan mohon maaf apabila ada kesalahan yang telah penyusun lakukan. Semoga semua yang telah dikerjakan membawa manfaat bagi kita bersama.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Nurul Maretia Rahmayanti

BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013

x


Editorial

PERAN MAHASISWA KESEHATAN MASYARAKAT MELALUI PUBLIKASI ILMIAH Madelina Ariani S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Gadjah Mada

Dalam

beberapa

perkuliahan

pertemuan ilmiah kerap didapatkan dari

mahasiswa

kesehatan

dan

pertanyaan

mengenai

peran

mereka dalam suatu kebijakan atau program kesehatan. Misalnya, “Apa peran kami dalam

saja yang mengancam kesehatan masyarakat menjadi

tugas

masyarakat,

bagi

termasuk

penggiat kesehatan mahasiswa

kesehatan

masyarakat di dalamnya. Lingkup kesehatan

termasuk

lingkup

menyambut era BPJS tahun 2014? atau “Apa

yang cepat mengalami perubahan dan dampak.

peran

kami

masyarakat

sebagai

mahasiswa

kesehatan

Perubahan iklim dunia, kemajuan teknologi, dan

dalam

menjaga

kesehatan

pembangunan

insfrastruktur

misalnya

dapat

lingkungan?” Pertanyaan-pertanyaan ini kerap

memberikan dampak bagi kesehatan masyarakat.

mendapat

misalnya

Begitu juga dengan perkembangan pengobatan

mulailah berubah untuk menjadi agen kesehatan

berubah begitu cepat. Kalau sudah kesehatan

dari diri sendiri, dengan menerapkan gaya hidup

populasi yang mendapatkan dampaknya maka itu

sehat seperti yang didapat diperkuliahan, dan

sudah menjadi urusan kesehatan masyarakat.

jawaban

klasik

seperti

lainnya.

Sebagai

seorang

mahasiswa

yang

Menjadi agen perubahan terasa gamang

langsung maupun tidak termasuk dalam sistem

bagi mahasiswa jika hanya dilakukan dengan

kesehatan harus mengambil peran dalam hal ini.

duduk manis di kelas dan menerima materi apa

Mahasiswa

adanya.

dimulai dengan menjalani

Bahkan

mengkaji

buku-buku

di

sebagai

agen

perubahan

dapat

perannya

perpustakaan tanpa pernah mendiskusikannya

sebagai insan ilmiah. Berdiskusi, memberikan

pun

kesehatan

saran, kritik, dan bersikap berdasarkan fakta

masyarakat boleh jadi memiliki Indeks Prestasi

penelitian yang kemudian disesuaikan dengan

tinggi tetapi tanpa pernah terjun ke masyarakat,

kondisi masyarakatnya. Hal ini bisa dimulai

keilmuannya belum dapat diakui. Kesehatan

dengan mengkaji kepustakaan, jurnal ilmiah dan

masyarakat adalah ilmu dan seni sehingga

melakukan

mahasiswa

mahasiswa terbiasa menulis secara ilmiah dan

terasa

hambar.

harus

Mahasiswa

dapat

“berkesenian”

juga

dilingkungannya.

diskusi.

Bagus

lagi

jika

terlibat dalam publikasi ilmiah.

Berbagai masyarakat

forum

kurikulum coba

kesehatan

dibangun

dengan

Tenaga kesehatan yang telah bekerja barangkali

tidak

memiliki

waktu

sebanyak

menyeimbangkan antara teori dan kenyataan

mahasiswa dalam memperbaharui keilmuannya.

dilapangan

praktikum,

Program

magang

mengelola

dengan

memberikan

tutorial dengan kasus kesehatan, di instansi

kesehatan,

tugas

penyuluhan,

pemberdayaan

masyarakat dalam

sampah lingkungan

mahasiswa kesehatan

misalnya,

lingkunganlah

yang

atau pun pengalaman belajar lapangan. Sejak

harusnya lebih tahu bagaimana menghasilkan

awal wawasan mahasiswa dibangun

atas

kompos dengan kualitas terbaik. Begitu juga

pandangan

Apa

dengan mahasiswa promosi kesehatan tentang

populasi atau

masyarakat.

1 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013


bagaimana pendekatakan dan promosi kesehatan

aktif dan rendahnya pengetahuan mahasiswa

seperti apa yang sekiranya tepat untuk kondisi

terhadap publikasi ilmiah. Survei yang pernah

masyarakat. Harapannya dengan bacaan terbaru

dilakukan oleh BIMKMI pada tahun 2012 kepada

mahasiswa

198 mahasiswa kesehatan masyarakat seluruh

dapat

memberikan

inovasi

dan

modifikasi yang dapat diterapkan sesuai dengan

Indonesia

lingkungannya. Selain itu, mampu memberikan

menyatakan mengetahui tentang surat edaran

saran pada program kesehatan berdasarkan

dikti mengenai wajib publikasi ilmiah (Surat Dirjen

evidence based

Dikti No. 152/E/T/2012 tentang wajib publikasi

yang

dibangun atas

dasar

keilmiahan.

didapatkan

68%

mahasiswa

ilmiah bagi S1/S2/S3). Berbanding terbalik, angka

Kegiatan selanjutnya

budaya

ini semakin menurun presentasinya menjadi 56%

ilmiah mahasiswa, setelah mahasiswa mampu

saja ketika mahasiswa ditanyakan mengenai

menangkap fenomena kesehatan di masyarakat,

apakah anda mengetahui tentang jurnal ilmiah

mengkajinya dalam kepustakaan, laboratorium

dan semakin menurun

atau forum diskusi adalah dengan menuliskannya.

mahasiswa ditanyakan Apakah Anda mengetahui

Menulis adalah kegiatan yang penting karena

bagaimana membuat tulisan Anda masuk pada

dapat

jurnal ilmiah.

terdokumentasi

dan

dalam

terpublikasi

luas.

menjadi 33% ketika

Secara langsung atau tidak, dengan keterlibatan

Hasil ini tidak saja menjadi tantangan bagi

aktif mahasiswa kesehatan masyarakat dalam

BIMKMI untuk terus menggiatkan budaya menulis

penulisan ilmiah sebenarnya mereka sedang

ilmiah mahasiswa kesehatan masyarakat tetapi

menjalani salah satu perannya sebagai agen

juga

perubahan.

mahasiswa

Dalam

rangka menumbuhkan budaya

memberikan

pukulan

kesehatan

kepada

masyarakat

seluruh bahwa

disinilah sebenarnya peran kita dalam mengkaji,

menulis ilmiah mahasiswa kesehatan masyarakat,

menuliskan, dan mempublikasikan

Direktorat

Jenderal

Tinggi,

temuan dalam bidang kesehatan masyarakat

Kementerian

Pendidikan

dalam

yang

Pendidikan Nasional

RI

sasaran

akhirnya

adalah

temuan-

untuk

Health Professional Education Quality (HPEQ)

meningkatkan kesehatan masyarakat. Bahkan,

Project, dibentuklah salah satunya Berkala Ilmiah

barangkali tugas utama mahasiswa sebagai agen

Mahasiswa

perubahan itu ada dititik ini.

Kesehatan

Masyarakat

Indonesia

(BIMKMI) sebagai wadah publikasi karya tulis ilmiah

mahasiswa

kesehatan

masyarakat

di

Indonesia. BIMKMI terbentuk bersama dengan berkala ilmiah mahasiswa kesehatan lainnya, seperti kedokteran, kebidanan, keperawatan, gizi kesehatan, farmasi, dan kedokteran gigi. Dalam dua terbitannya, BIMKMI konsisten menerbitkan

karya

mahasiswa

kesehatan

masyarakat Indonesia yang dianggap layak untuk dipublikasikan. Kualitas dan kuantitas tentunya akan terus ditingkatkan pada terbitan selanjutnya. Dalam hal ini, dua tantangan yang dihadapi BIMKMI adalah rendahnya kiriman artikel dari mahasiswa kesehatan masyarakat yang masih

2 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013


Penelitian

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA 1

Rifqi A. Fattah , Dwidjo Susilo

2

Prodi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Jakarta

ABSTRAK Prevalensi perilaku merokok terus meningkat di Indonesia, termasuk pada remaja. Beberapa masyarakat Indonesia berasumsi bahwa merokok merupakan bagian dari gaya hidup. Oleh karena itu, mudah menemukan masyarakat yang merokok, baik laki-laki, perempuan, anak-anak, orang tua, masyarakat kaya maupun miskin di negara manapun. Sebagai negara yang telah melaksanakan Global Youth Tobacco Survey (GYTS), prevalensi remaja perokok sebesar 20,3% (laki-laki = 41%, perempuan 3,5%). Tujuan penelitian ini adalah diketahuinya faktor yang berhubungan dengan perilaku merokok pada remaja. Desain penelitian cross sectional dengan stratified random sampling digunakan untuk pengambilan sampel. Sebanyak 150 sampel diseleksi dari SMK Purnama 1 Jakarta. Kuesioner penelitian berasal dari Core GYTS Questionnaire 2012 dengan penambahan pertanyaan sesuai dengan kebutuhan peneliti. Analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan uji chi square. Prevalensi merokok di kalangan remaja sebesar 79,1% diantara remaja laki-laki dan 14,5% di kalangan remaja perempuan. Perilaku merokok teman sebaya, jenis kelamin, dan tingkat pengetahuan remaja berhubungan secara bermakna dengan perilaku merokok pada remaja. Prevalensi perilaku merokok di kalangan remaja tinggi. Jumlah ini akan terus bertambah jika tidak ada tindakan pencegahan yang cukup. Penyediaan informasi kesehatan yang benar dan pembentukan kelompok sebaya diantara remaja bisa menjadi program pencegahan yang efektif untuk mengurangi perilaku merokok di kalangan remaja. Kata Kunci: Perilaku Merokok, Remaja

ABSTRACT Smoking prevalence continued to rise in Indonesia, included among adolescents. Some of the Indonesian people assume smoking is a part of lifestyle. It is therefore easy to find people who smokes, either men, women, kids, parents, the rich and the poor in everywhere in the country. As a country that has conducted Global Youth Tobacco Survey (GYTS), the Indonesia GYTS 2009 showed 20.3% adolescents currently smoked cigarettes (Boy = 41%, Girl 3.5%). The objective of this study therefore was to determine the prevalence of smoking and factors influencing it among adolescents. A cross sectional study with the stratified random sampling was used for selection of samples. A total of 150 samples were selected from senior high school students in Jakarta. The questionnaire included ‘Core GYTS Questionnaire 2012’ and other additional questions were used to collect relevant information. Bivariate analyses were conducted using chi-squared to identify factors influencing smoking behavior among adolescents.Smoking prevalence was 79.1% among boys and 14.5% among girls, respectively. Sex, knowledge level, and peer smoking behavior were determinants of smoking behavior among adolescents.Smoking prevalence among adolescents was high. The numbers will continue to increase if there is no sufficient prevention actions. Providing the right health information and establishing peer educators among adolescents could be the effective smoking prevention program to reduce smoking behavior among adolescents. Keywords: Smoking behavior, adolescent.

3 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013


PENDAHULUAN Penggunaan tembakau secara global

perokok dengan proporsi siswa laki-laki dan

terus memimpin penyebab kematian yang

perempuan masing-masing adalah 41% dan

dapat dicegah. Tembakau membunuh hampir

3,5%.

enam juta orang dan menyebabkan ratusan

didapatkan

miliar dolar kerugian ekonomi dunia setiap

melakukan aktivitas merokoknya di dalam

tahun. Kebanyakan kematian ini terjadi di

rumah serta 11,5% responden yang tidak

negara-negara berkembang. Jika trend ini

merokok berniat untuk merokok di tahun

berlanjut, maka pada tahun 2030, tembakau

mendatang. Sedangkan hasil Riset Kesehatan

diproyeksikan akan membunuh lebih dari 8 juta

Dasar 2010 menunjukkan prevalensi remaja

orang di dunia setiap tahunnya, dimana 80%

(15-24 tahun) yang merokok sebesar 26,6%.

Pada

penelitian

bahwa

tersebut

15,1%

siswa

juga

perokok

6

7

1

Survei terbaru yang dilakukan oleh Fakultas

merupakan pabrik

Ekonomi (FE) Universitas Trisakti tahun 2012

bahan kimia. Setiap batang rokok yang dibakar

menunjukkan 31,3% dari 1435 pelajar tingkat

maka akan mengeluarkan sekitar 4000 bahan

SMP dan SMA/SMK di Jakarta dengan usia

kimia seperti nikotin, gas karbon monoksida,

11-19 tahun adalah perokok. Jumlah tersebut

nitrogen oksida, hidrogen sianida, amonia,

terdiri atas 20,6% perokok aktif (setiap hari

acrolein,

mengonsumsi rokok), sedangkan 10,7% yang

kematian ini terjadi di negara berkembang. Rokok

pada

dasarnya

acetilen,

benzaldehyd,

urethane,

benzene, methanol, coumarin, 4-ethylcatechol, ortocresol, perylene dan lain-lain.

2

pernah dan terkadang merokok.

Sudah Terdapat

banyak

alasan

yang

melatarbelakangi

perilaku

merokok

pada

banyak studi ilmiah yang menyebutkan bahwa mengonsumsi tembakau dapat menimbulkan penyakit kanker (paru, mulut, faring, laring, esofagus, kemih),

3

paru,

pankreas

dan

kandung

penyakit sistem pembuluh darah

(jantung koroner, aneurisme aorta, pembuluh darah

perifer,

pembuluh

arterioskleosis,

darah

otak),

4,5

gangguan

dan

sistem

pernafasan (bronchitis kronik, emfisema, paru obstruktif kronik, tuberculosis paru, asma, radang paru dan penyakit saluran nafas lainnya).

8

remaja. Botvin dan Mc. Allister berusaha mengindentifikasikan kelompok besar faktorfaktor yang berhubungan dengan perilaku merokok

yang

meliputi:

faktor-faktor

sosiodemografis, seperti kebiasaan merokok pada keluarga dan teman-teman dekat, lalu faktor-faktor pribadi, seperti sikap pribadi, serta keyakinan-keyakinan

yang

mereka

miliki

tentang merokok, kemudian variabel-variabel kepribadian, yaitu citra diri atau konsep diri,

3,5

locus of control, ekstrovert dan lain sebagainya Prevalensi

merokok

kalangan

dan variabel-variabel tingkah laku, seperti

remaja terus meningkat di dunia, khususnya di

pekerjaan, aktivitas di bidang akademis, serta

beberapa negara yang sudah melaksanakan

minat-minat pada waktu luang serta aktivitas

Global Youth Tobacco Survey (GYTS). Hasil

yang mereka sukai di waktu luang. Salah satu

GYTS

faktor lingkungan penting yang mempengaruhi

Indonesia

dilaksanakan

pada

tahun sekolah

di

2009

yang

menengah

menunjukkan bahwa 20,3% siswa adalah

9

seseorang iklan,

untuk

kemudahan

mulai

merokok

adalah

mendapatkan

rokok,

4 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013


harganya

yang

ketersediaannya

relatif

murah

dimana-mana.

maupun Kurangnya

Survey tahun 2012, pedoman

11

karena sesuai dengan

penelitian

rokok.

Pertanyaan

pengetahuan tentang bahaya merokok bagi

disesuaikan dengan keadaan di Indonesia,

kesehatan juga merupakan factor penting yang

khususnya remaja di Jakarta. Pertanyaan

perlu

diperhatikan.

2

Tujuan

penelitian

ini

kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa

adalah diketahuinya faktor yang berhubungan

Indonesia dan terdapat beberapa pertanyaan

dengan perilaku merokok pada remaja.

tambahan sesuai dengan topik pada penelitian ini.

METODE Adapun variabel dalam penelitian ini Penelitian ini menggunakan desain penelitian potong lintang (cross sectional) yang merupakan

penelitian

non-eksperimental

dalam rangka mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko dengan efek yang berupa

penyakit

atau

status

kesehatan

tertentu, dengan model pendekatan point 10

time.

Penelitian ini dilaksanakan di SMK

Purnama 1 Jakarta pada tanggal 29 Januari hingga 01 Februari 2013. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMK (kelas X, XI dan XII) Purnama 1 Jakarta yang terdaftar sebagai siswa tahun ajaran 20122013 dengan jumlah 386 siswa yang terbagi ke dalam 5 kelas X, 5 kelas XI dan 3 kelas XII. Besar sampel setelah dihitung menggunakan rumus uji hipotesis perbedaan 2 proporsi didapatkan sebesar 150 siswa dengan teknik pengambilan sampel yaitu stratified random sampling.

dibagi menjadi dua yakni variabel independen dan dependen. Variabel independen terdiri atas faktor perilaku merokok teman sebaya dan karakteristik individu (jenis kelamin dan pengetahuan). Sedangkan variabel dependen yaitu perilaku merokok pada remaja di SMK Purnama 1 Jakarta tahun 2013. Adapun definisi operasional dari perilaku merokok adalah aktivitas responden yang berhubungan dengan perilaku merokoknya yang diukur melalui

pernah

mencoba

merokok

walau

hanya satu batang dan yang hingga saat ini masih merokok. Perilaku merokok teman sebaya adalah ada atau tidaknya teman bermain/dekat yang merokok, menawarkan, dan memaksa untuk merokok. Jenis kelamin adalah identitas seksual responden yang dibawa

saat

lahir,

serta

pengetahuan

responden adalah kemampuan responden menjawab

pertanyaan

mengenai

rokok,

untuk

meliputi bahaya rokok bagi kesehatan dan zat

pengumpulan data primer adalah kuesioner.

yang terkandung dalam rokok. Teknik analisis

Pertanyaan dalam kuesioner merujuk pada

data yang digunakan adalah analisis univariat

pedoman kuesioner Global Youth Tobaacco

dan bivariat dengan uji statistik chi-square (X ).

HASIL

pertanyaan

Instrumen

yang

digunakan

2

mengenai

bahaya

yang

ditimbulkan rokok dan zat yang terkandung Tabel

1

menyajikan

karakteristik

individu, perilaku merokok teman dan status merokok

responden.

pengetahuan

Pertanyaan

responden

tentang

terkait rokok

dalam rokok. Pengetahuan tentang rokok kemudian dikategorikan menjadi pengetahuan rendah

(skor

yang

didapat

≤

70)

dan

pengetahuan tinggi (skor yang didapat > 70).

sebanyak 10 buah pertanyaan yang terdiri atas

5 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013


Sedangkan

pertanyaan.

Perilaku

merokok

teman

sebaya

yang

merokok,

teman sebaya dikategorikan menjadi dua,

menawarkan,

yakni perilaku positif dan perilaku negatif.

kepada responden, dimana 77,3% negative tidak

Total 150 siswa berpartisipasi dalam penelitian ini. Mayoritas responden adalah perempuan (55,3%), sedangkan 44,7% adalah laki-laki.

Kebanyakan

responden

memiliki

pengetahuan yang rendah mengenai bahaya

memiliki

menawarkan,

serta

positif

memaksakan

teman serta

yang

rokok

merokok,

memaksakan

rokok

kepada responden. Prevalensi merokok di kalangan remaja cukup besar, yakni 43,3%. Lebih rinci dapat dilihat pada table 1 di bawah ini.

rokok bagi kesehatan (70,7%), dan hanya 29,3% responden yang berpengetahuan tinggi. Sebanyak 34 (22,7%) responden memiliki

Tabel 1. Distribusi Karakteristik Individu, Perilaku Merokok Teman Sebaya dan Perilaku Merokok Responden

No.

1.

Variabel

Jenis Kelamin

2.

Pengetahuan tentang Rokok

3.

Perilaku Merokok Teman Sebaya

4.

Perilaku Merokok

Kategori

n

%

Laki-Laki

67

44,7

Perempuan

83

55,3

Rendah

106

70,7

Tinggi

44

29,3

Positif

34

22,7

Negatif

116

77,3

Merokok

65

43,3

Tidak Merokok

85

56,7

uji

perilaku merokok teman sebaya (p value ≤

untuk

0,05). Hasil penelitian menunjukkan bahwa

antara

perilaku

proporsi perokok ditemukan lebih tinggi pada

dengan

variabel

responden yang berjenis kelamin laki-laki,

bahwa

berpengetahuan rendah, dan memiliki teman

perilaku merokok pada remaja berhubungan

yang berperilaku merokok (lihat pada tabel 2).

Analisis statistik

chi-square

menentukan merokok

dengan

independen.

dengan jenis

telah

hubungan

pada

remaja

Analisis

menggunakan dilakukan

membuktikan

kelamin,

pengetahuan,

dan

6 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013


Tabel 2 Analisis Hubungan Perilaku Merokok Responden dengan Karakteristik Individu dan Perilaku Merokok Teman Sebaya Perilaku Merokok Total No.

Variabel

Ya

Tidak

P Value

n

%

N

%

n

%

53

79,1

14

20,9

67

100

12

14,5

71

85,5

83

100

52

49,1

54

50,9

131

100

13

29,5

31

70,5

44

100

20

58,8

14

41,2

34

100

45

38,8

71

61,2

116

100

Jenis Kelamin 1.

0,000

1. Laki-Laki 2. Perempuan

Pengetahuan 2. 1. Rendah 2. Tinggi

0,028

Teman sebaya 3. 1. Positif 2. Negatif

0,038

7 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013


PEMBAHASAN

perilaku

tersebut.

Faktor

pemungkin

adalah faktor yang mendahului untuk Dari bahwa

hasil

penelitian

sebagian

besar

diketahui

siswa

SMK

Purnama 1 Jakarta yakni sebanyak 65 siswa (43,3%) sampai saat ini masih merokok.

Prevalensi

merokok

pada

remaja di SMK Purnama 1 Jakarta ini melebihi prevalensi merokok di Indonesia menurut Global Youth Tobacco Survey tahun

2009

yang

‘hanya’

20,3%.

6

berperilaku yang memfasilitasi motivasi agar

dapat direalisasikan. Sedangkan

faktor penguat adalah faktor berikutnya untuk

Survey tahun 2006, di

usia

muda

12

prevalensi merokok

sebesar

12,6%

dan

yang

memberikan

hadiah atau insentif untuk melanjutkan perilaku

dan

kegigihan

berkontribusi

atau

terhadap

pengulangan

perilaku

tersebut.

Prevalensi merokok di usia muda terus meningkat. Pada Global Youth Tobacco

berperilaku

Terdapat lebih banyak perokok pada

remaja

laki-laki

(79,1%)

dibandingkan dengan perempuan dalam penelitian

ini.

Hal

ini

tidak

terlalu

meningkat pada tahun 2009 sebesar

mengejutkan karena hampir terjadi di

20,3%.

banyak

Penelitian

prevalensi

ini

merokok

juga

melebihi

menurut

Riset

negara.

15,16

Organization (WHO)

World

13

Health

atau Organisasi

Kesehatan Dasar 2010 dimana prevalensi

Kesehatan Dunia telah mengklasifikasikan

perokok berusia 15-24 tahun sebesar

sebuah

26,6%.

7

Survei terbaru yang dilakukan

oleh Fakultas Ekonomi (FE) Universitas

rangkaian

dari

penggunaan

tembakau di berbagai negara, sebagai berikut:

Trisakti menunjukkan 31,3% dari 1.435 pelajar tingkat SMP dan SMA/SMK di Jakarta dengan usia 11-19 tahun adalah perokok.

1. Stage

1:

prevalensi

laki-laki

rendah (<20%) dan prevalensi perempuan minimal.

8

2. Stage 2: prevalensi laki-laki tinggi Perilaku kesehatan tidak terjadi di dalam ruang hampa, namun dipengaruhi oleh nilai-nilai normatif, keyakinan, dan lingkungan sekitar.

13

Menurut Lawrence

14

Green , perilaku kesehatan dipengaruhi

(>50%)

dan

prevalensi

perempuan meningkat. 3. Stage

3:

prevalensi

laki-laki

menurun drastis dan prevalensi perempuan

oleh tiga faktor, yakni faktor predisposisi,

4. berangsur-angsur menurun.

faktor pemungkin, dan faktor penguat.

5. Stage 4: prevalensi laki-laki dan

Faktor predisposisi adalah faktor yang

perempuan menurun lebih lanjut;

mendahului

puncak

untuk

berperilaku

yang

memberikan alasan atau motivasi untuk

dalam

kematian

yang

berkaitan dengan tembakau.

8 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013


Sedikitnya

prevalensi

merokok

di

kalangan remaja perempuan, khususnya di

negara

berkembang,

badannya merokok.

lama

masyarakat. tabu

15

di

banyak

kalangan

Merokok masih dianggap

oleh

sebagian

masyarakat

khususnya di Indonesia. Hasil penelitian 17

Amelia

menunjukkan bahwa informan

penelitiannya yang berjenis kelamin lakilaki ketika dalam keadaan stres, marah atau kesal akan mengekspresikannya dalam bentuk

tindakan yang mungkin

menyimpang,

seperti

merokok,

membanting barang, menggertak dengan ucapan atau perbuatan, bahkan minumminuman keras sebagai upaya melarikan diri dari masalah. Berbeda dengan remaja perempuan, ketika dalam keadaan stress

sehingga ekspresi yang muncul hanya rasa cemas. Menurut Amos, dkk. ini

18

tren global

mengkhawatirkan,

dimana

perokok perempuan terus meningkat dan semakin terkait dengan meningkatnya tingkat

pendidikan,

kesenjangan wanita.

sosial

Studi

perempuan

pendapatan, dan

emansipasi

menunjukkan

lebih

takut

berat

bahwa badan

mereka naik dibandingkan laki-laki, dan berniat

serta

merokoknya badan

mereka.

menemukan

melanjutkan

untuk

mengontrol Beberapa

perempuan

berhenti

Hasil penelitian ini juga sesuai dengan

yang

perilaku berat survei berat

yang

Notoatmodjo,

19

dikemukakan

oleh

bahwa pengetahuan atau

koginitif merupakan domain yang sangat penting

dalam

membentuk

seseorang Pengetahuan kesadaran

tindakan

(overt

bahaviour).

akan

menimbulkan

dan

akhirnya

akan

menyebabkan orang berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya. Apabila suatu tindakan didasari oleh pengetahuan maka perilaku tersebut akan bersifat

langgeng

(long

lasting),

sebaliknya apabila perilaku tersebut tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama.

mereka lebih mengedepankan perasaan

saat

ketika

kemungkinan

berkaitan dengan norma sosial yang telah terbentuk

naik

13,15

Tekanan

dari

sebaya

merupakan

terpenting.

20,21

teman-teman variabel

Lingkungan

yang

mempunyai

pengaruh besar untuk seseorang agar merokok.

Apalagi

jika

ada

tekanan

kelompok dari lingkungan tersebut bisa berupa tantangan langsung atau ancaman yang berasal dari teman kelompok.

22

Dengan kelompok sebayanya biasanya, seorang remaja pada masa ini akan berkumpul

dengan

Penerimaan merupakan

oleh hal

teman

sejenis.

kelompok yang

sebaya

penting,

bisa

mengikuti dan tidak tampak beda dengan yang

lainnya

merupakan

motif

yang

mendominasi sebagian besar perilaku sosial remaja. Setiap perbedaan dengan

9 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013


rata-rata

teman

menimbulkan

sebayanya

kecemasan.

akan

Kecemasan

sering juga timbul karena merasa tidak aman dalam berteman dan ketakutan akan ditolak dalam pergaulan. Bagaimanapun, bukan

tidak

Meskipun

ada

23

penelitian

telah

ini

ditekankan

untuk tidak diberikan identitas nama dan peneliti telah meyakinkan ke siswa bahwa jawaban kuesioner mereka sangat dijaga kerahasiaannya,

kemungkinan

siswa

untuk menuliskan jawaban yang tidak jujur dapat

terjadi.

Penelitian

selanjutnya

dianjurkan untuk menambahkan variabel independennya

serta

dengan

menggunakan metode penelitian kualitatif agar

mengetahui

lebih

1. World

Health

Organization.

WHO

report on the global tobacco epidemic;

keterbatasannya.

kuesioner

REFERENSI

mendalam

pemahaman yang lebih baik mengenai penyebab perilaku merokok pada remaja.

2011. 2. Tjandra Yoga Aditama. Rokok dan kesehatan. Jakarta: UI Press; 1997. 3. National Center for Chronic Disease Prevention

Health

Promotion

Office on Smoking and Health. How tobacco smoke causes disease: the biology

and

behavioral

basis

for

smoking-attributable disease: a report of the Surgeon General. Rockville, MD: Dept. of Health and Human Services; 2010. 4. Knut-Olaf Haustein, David Groneberg. Tobacco or health? 2

nd

edition. Berlin:

Springer; 2010. 5. Michael

KESIMPULAN

and

B.

Steinberg,

Amy

C.

Schmelzer, Patrick N. Lin, Gadiz Garcia. Smoking as a chronic disease.

Prevalensi perilaku merokok di kalangan remaja tinggi. Jumlah ini akan terus bertambah jika tidak ada tindakan pencegahan yang cukup. Jenis kelamin, tingkat

pengetahuan,

dan

perilaku

merokok teman sebaya merupakan faktor yang

berhubungan

dengan

perilaku

merokok di kalangan remaja. Penyediaan informasi kesehatan yang benar dan pembentukan kelompok sebaya diantara remaja bisa menjadi program pencegahan yang efektif untuk mengurangi perilaku

Curr Cardio Risk Rep. 2010;(4):413– 7. 6. Indonesia

Global

Youth

Tobacco

Survey 2009 (Fact Sheet). 7. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset kesehatan dasar 2010.

Jakarta:

Kementerian

Kesehatan RI; 2010. 8. Ayomi Amindoni [Internet]. Jakarta: Metro TV News. 31 persen pelajar di Jakarta sandang predikat perokok. Available from

merokok di kalangan remaja.

10 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013


http://www.metrotvnews.com/metrone

16. Jerry L. Grenard, Qian Guo, Guneet

ws/read/2013/02/13/3/130870/313-

Kaur Jasuja, Jennifer B. Unger, Chih-

Persen

Ping,

Pelajar-di-Jakarta-Sandang-

Chou,

Influences

Predikat-Perokok

Peggy

E.,

affecting

et

al.

adolescent

smoking behavior in China. Nicotine & 9. Hasbullah Thabrany, editor. Rokok, mengapa

haram?

Pengendalian

Depok:

Tembakau

Unit

FKM-UI;

2012.

metodologi penelitian kedokteran dan kesehatan. Jakarta: Rajawali Pers; 2011.

2006;(8):245–

17. Adisti

Amelia.

Gambaran

perilaku

remaja

laki-laki.

pada

[Skripsi]. Medan: Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara; 2009. 18. Amanda Amos, Lorraine Greaves, Mimi Nichter, Michele Bloch. Women

11. Global

Youth

Tobacco

Survey

Collaborative Group. Global youth tobacco

survey

(GYTS):

core

questionnaire with optional questions, version 1.0. 12. Indonesia

Youth

Tobacco

13. Dept. of Gender and Women’s Health. Gender

and

tobacco.

Melbourne:

WHO; 2003.

gender in tobacco control research, policy and practice. Tobacco Control British

Medical

Journal.

19. Soekidjo

Notoatmodjo.

Promosi

kesehatan dan ilmu perilaku. Jakarta: Rineka Cipta; 2007. 20. Bart

Smet.

Psikologi

kesehatan.

Jakarta: PT Grasindo; 1994.

14. Lawrence W. Green, Marshall W. Kreuter. Health promotion planning: educational

and

ecological

rd

approach. 3 edition. United States of America:

and tobacco: a call for including

2012;(21):236-243. Global

Survey 2006 (Fact Sheet).

Mayfield

Publishing

Company; 1991.

Ahmad, Md. Jahirul Karim, Ho Ai Determinants

21. L.

Mercken,

T.A.B.

Snijders,

C.

Steglich, E. Vartiainen, H. de Vries. Dynamics of adolescent friendship networks and smoking behavior. Soc. Netw. 2009. 22. Departemen Kesehatan RI. Panduan

15. Md. Mizanur Rahman, Sk. Akhtar

Chia.

Research.

255.

merokok

10. Ahmad Watik Pratiknya. Dasar-dasar

an

Tobacco

of

smoking

behaviour among secondary school students in Bangladesh. J Community Health. 2011;(36):831–8.

promosi

perilaku

tidak

merokok.

Jakarta: Depkes RI; 2006 23. Dwi

Sulistyo

Pertumbuhan

Cahyaningsih.

perkembangan

anak

dan remaja. Jakarta: CV Trans Info Media; 2011.

11 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013


Penelitian

GAMBARAN FAKTOR RISIKO ANEMIA GIZI BESI PADA SISWI MTS DAN MA DARUSSA’ADAH JAKARTA 1

Isti’anah Surury , Tria Astika Endah Permata Sari

2

Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Jakarta ABSTRAK Anemia merupakan masalah kesehatan masyarakat terbesar di dunia terutama bagi kelompok wanita usia subur (WUS). Secara keseluruhan, anemia terjadi pada 45% wanita di negara berkembang dan 13% di negara maju. Di Indonesia, prevalensi anemia gizi pada wanita usia subur di atas 20%. Berdasarkan data Riskesdas tahun 2007, DKI Jakarta masuk dalam urutan sepuluh besar provinsi dengan prevalensi anemia tertinggi pada wanita usia subur di Indonesia yaitu sebesar 27,6%. Prevalensi anemia gizi pada remaja putri di 5 wilayah Jakarta sebesar 44,6%. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran faktor risiko anemia gizi besi pada siswi MTs dan MA Darussa’adah Jakarta tahun 2013. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari-April tahun 2013 dengan menggunakan desain studi cross sectional. Jumlah sampel sebanyak 76 responden dari 80 orang populasi. Hasil penelitian menemukan bahwa 27,6% responden menderita anemia gizi besi dan 43,4% responden memiliki citra tubuh negatif. Diharapkan pihak sekolah MTs dan MA Darussa’adah Jakarta dapat meningkatkan program-program kesehatan yang ada di sekolah seperti pelatihan untuk guru-guru tentang anemia pada remaja putri, pemberian informasi yang lebih tentang anemia bagi siswa-siswi dengan mengadakan seminar atau penyuluhan bekerja sama dengan puskesmas setempat. Peneliti lain disarankan melakukan penelitian yang sama namun dengan jumlah sampel yang lebih besar dan melakukan pengembangan variabelvariabel yang ada dari penelitian ini. Kata Kunci: Anemia Gizi Besi, Remaja Putri, Citra Tubuh ABSTRACT Anemia is the biggest public health problems in the world, especially for women of childbearing age group. Overall, anemia occurred in 45% of women in developing countries and 13% in developed countries. In Indonesia, the prevalence of nutritional anemia in women of childbearing age is above 20%. Based on data from Riskesdas in 2007, DKI Jakarta entry in the top ten provinces with the highest prevalence of anemia in women of reproductive age in Indonesia at 27.6%. The prevalence of nutritional anemia in adolescent girls in Jakarta is 44.6%. The purpose of this study to describe risk factors for iron deficiency anemia in girls MTs and MA Darussa'adah Jakarta in 2013. This study was conducted in February-April of 2013 by using the cross sectional study design. The total sample of 76 respondents from 80 populations. The study found that 27.6% of respondents suffer from iron deficiency anemia and 43.4% of respondents have a negative body image. It is expected that the MTs and MA Darussa'adah Jakarta can improve health programs in schools such as training for teachers of anemia in adolescent girls, giving more information about anemia for the students by organizing seminars or counseling work with local health centers. Other researchers are advised to study the same but with a larger sample size and to develop the existing variables of the study. Keywords: iron anemia, adolescent girl, body image

12 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013


PENDAHULUAN

prasekolah

Anemia pada umumnya terjadi di seluruh

dunia,

terutama

di

negara

47,4%,

dan

prevalensi

terendah adalah pada pria 12,7%. Namun, kelompok

penduduk

dengan

jumlah

berkembang (developing countries) dan

terbesar dari individu yang terkena adalah

pada kelompok sosio-ekonomi rendah.

wanita usia subur 468,4 juta orang. Di

Secara keseluruhan, anemia terjadi pada

Indonesia, anemia gizi merupakan salah

45% wanita di negara berkembang dan

satu masalah gizi yang utama disamping

13%

(developed

tiga masalah gizi lainnya, yaitu kurang

menyebabkan

kalori protein, defisiensi vitamin A, dan

rendahnya kemampuan jasmani karena

gondok endemik. Masalah anemia gizi di

sel-sel

Indonesia

di

negara 1

countries).

maju

Anemia

tubuh

tidak

tercukupi

kebutuhannya akan oksigen. Pada anak-

4

mempunyai

kemampuan

mental dan intelektual yang rendah. Seorang

Anemia pada wanita usia subur (termasuk

remaja putri)

di Indonesia

menjadi peringkat ke-3 terbesar setelah anak usia prasekolah dan wanita hamil.

dengan

DKI Jakarta masuk dalam urutan sepuluh

cadangan besi yang rendah kemudian

besar provinsi dengan prevalensi anemia

hamil

tertinggi

usia

selama

remaja

dengan

5

yang

memasuki

gadis

2

berkaitan

kekurangan zat besi (AGB).

anak dan remaja yang menderita anemia dilaporkan

terutama

reproduksi

masa

remaja

atau

setelahnya berada pada risiko yang lebih

pada

wanita

usia

Indonesia yaitu sebesar 27,6%. MTs

besar untuk melahirkan bayi dengan berat

dan

MA

subur

di

6

Darussa’adah

badan lahir rendah dan bayi prematur.

Jakarta terletak di daerah Jakarta Selatan

Bayi juga lahir dengan cadangan zat besi

yang sebagian besar penduduk di daerah

rendah dan karena praktik pemberian

tersebut

makan bayi miskin lebih mungkin daripada

menengah ke bawah. MTs dan MA

sebelumnya

masa

Darussa’adah

yang

menengah yang prestasi belajar siwa-

remaja

untuk

dengan

memasuki

cadangan

besi

memiliki

merupakan

sekolah

siswinya

lingkaran setan anemia defisiensi besi ini

dibandingkan dengan sekolah menengah

terus berjalan.

begitu

ekonomi

rendah dalam tubuh. Dengan demikian, 3

tidak

status

menonjol

lain yang berada di wilayah Jakarta

Secara global data dari WHO

Selatan dan sekitarnya. Selain itu, belum

(2008) sejak tahun 1993 hingga 2005,

pernah ada penelitian tentang anemia di

anemia mempengaruhi 1,62 miliar orang,

MTs

yaitu 24,8% dari populasi. Prevalensi

penelitian ini untuk mengetahui gambaran

tertinggi adalah pada anak-anak usia

status anemia gizi besi, citra tubuh,

dan

MA

tersebut.

Tujuan

dari

13 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013


pengetahuan tentang anemia, kebiasaan

zat besi (diukur dengan Food Frequency

konsumsi sumber zat besi heme, zat besi

Questionaire), konsumsi tablet tambah

non heme, penghambat zat besi dan

darah, asupan energi, asupan protein,

suplemen zat besi, asupan energi, protein,

asupan Fe, asupan vitamin C (diukur

zat besi dan vitamin C, pola menstruasi,

dengan Food Recall 24-Hours), pola

dan jumlah uang saku pada siswi MTs

menstruasi, dan uang saku. Uji validitas

dan MA Darussa’adah Jakarta tahun

dan

2013.

dilakukan di sekolah yang berbeda namun

reliabilitas

dengan METODE

kuesioner

karakteristik

responden

telah

yang

sama dengan subjek yang akan diteliti,

Penelitian desain

atas

studi

ini

menggunakan

potong

lintang

(cross

yaitu SMK Purnama 1 Jakarta sebanyak 20 responden.

sectional), dilakukan pada bulan FebruariApril 2013. Populasi dalam penelitian ini

HASIL

adalah seluruh siswi MTs Darussa’adah

Gambaran Status Anemia

kelas VII, VIII, dan IX serta siswi MA

Hasil analisis didapatkan rata-rata

Darussa’adah kelas X, XI, dan XII, dimana

kadar hemoglobin siswi adalah 13,43

jumlah

seluruhnya

mg/dL (95% CI: 12,97-13,88), dengan

sampel

minimal

80

siswi.

yang

Jumlah

dibutuhkan

berdasarkan rumus uji beda dua proporsi sebanyak

57

1,99

mg/dL.

Kadar

hemoglobin terendah 8,1 mg/dL dan tertinggi 16,9 mg/dL. Terdapat 21 siswi

sampel yang digunakan adalah seluruh

(27,6%) menderita anemia. Tidak ada

anggota populasi (76 siswi). Hal ini

siswi yang menderita anemia berat (Hb <

dilakukan karena jumlah populasi relatif

8 g/dl), 9 siswi (11,8%) menderita anemia

kecil

sedang (Hb sebesar 8 - 9,9 g/dl), 12 siswi

generalisasi sangat kecil.

Namun,

deviasi

jumlah

dan

siswi.

7

standar

peneliti

ingin

membuat

dengan

kesalahan

yang

8

(15,8%) menderita anemia ringan (Hb sebesar 10 - 11,9 g/dl), dan 55 siswi

Data yang diambil adalah data

(72,4%) normal/tidak anemia (Hb ≥ 12

primer melalui kuesioner dan wawancara,

mg/dl). Paling sedikit siswi berusia 17-20

diantaranya

(melalui

tahun yaitu 15 siswi (19,7%) dan paling

pemeriksaan kadar hemoglobin dengan

banyak berusia 14-16 tahun yaitu 35 siswi

menggunakan portable hemoglobin digital

(46,1%). Sebanyak 33 siswi (43,4%)

analysis

memiliki citra tubuh negatif dan 43 siswi

status

merek

pengetahuan

anemia

Nesco), anemia,

citra

tubuh,

kebiasaan

konsumsi; sumber zat besi heme, sumber

(56,6%) Terdapat

memiliki 28

citra

siswi

tubuh

(36,8%)

positif. memiliki

zat besi non heme, dan sumber inhibitor

14 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013


pengetahuan

yang

kurang

tentang

siswi (82,9%) yang kurang mendapatkan

anemia.

asupan protein serta seluruh siswi tidak mendapatkan asupan Fe yang cukup.

Distribusi siswi dalam kebiasaan

Hampir

konsumsi sumber Fe heme dan non heme

Terdapat 18 siswi (25,7%) yang pola

(50%). Terdapat 36 siswi (47,4%) yang

menstruasinya tidak normal. Distribusi

sering mengonsumsi sumber inhibitor Fe. siswi

tidak

siswi berdasarkan jumlah uang saku per

pernah

hari cukup merata, baik yang memiliki

mengonsumsi tablet tambah darah. Ada 58

siswi

(76,3%)

yang

kurang

70 siswi (92,1%) yang sudah menstruasi.

sering, yaitu masing-masing 38 siswi

seluruh

siswi

mendapatkan asupan vitamin C. Terdapat

merata, baik yang jarang maupun yang

Hampir

seluruh

uang saku rendah maupun tinggi masing-

kurang

masing 48,7% dan 51,3%.

mendapatkan asupan energi, terdapat 63 Tabel 1

Hasil Analisis Univariat Variabel

Kategori

N

%

Status Anemia

Anemia

21

27,6

Normal

55

72,4

Anemia Berat

0

0

Anemia Sedang

9

11,8

Anemia Ringan

12

15,8

Normal

55

72,4

11-13

26

34,2

14-16

35

46,1

17-20

15

19,7

Negatif

33

43,4

Positif

43

56,6

Kurang

28

36,8

Baik

48

63,2

Kebiasaan Konsumsi Sumber Fe

Jarang

38

50

Heme

Sering

38

50

Kebiasaan Konsumsi Sumber Fe

Jarang

38

50

Non Heme

Sering

38

50

Kebiasaan Konsumsi Sumber

Sering

36

47,4

Inhibitor Fe

Jarang

40

52,6

Konsumsi Tablet Tambah Darah

Tidak Pernah

69

90,8

Derajat Anemia

Usia (tahun)

Citra Tubuh

Pengetahuan

15 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013


Asupan Energi

Asupan Protein

Asupan Fe

Asupan Vitamin C

Status Menstruasi

Pernah

7

9,2

Kurang

58

76,3

Cukup

18

23,7

Kurang

63

82,9

Cukup

13

17,1

Kurang

76

100

Cukup

0

0

Kurang

74

97,4

Cukup

2

2,6

Sudah

70

92,1

6

7,9

Tidak Normal

18

25,7

Normal

52

74,3

Rendah

37

48,7

Tinggi

39

51,3

Menstruasi Belum Menstruasi Pola Menstruasi

Jumlah Uang Saku

16 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013


pada

remaja

PEMBAHASAN

konsentrasi

Gambaran Status Anemia

prestasi

Pada

penelitian

didapatkan

21

yang siswi

putri

belajar,

di

dapat

menurunkan

hingga

menurunkan

sekolah

selain

dapat

juga

telah

dilakukan,

melemahkan daya tahan tubuh sehingga

(27,6%)

menderita

mudah terserang penyakit lain.

8

Dampak-

anemia. Bila dibandingkan dengan prevalensi

dampak ini cukup berbahaya bila dibiarkan

global, angka ini 2,8 % lebih tinggi. Angka ini

mengingat masa remaja adalah masa growth

sama bila dibandingkan dengan prevalensi

spurt

anemia di DKI Jakarta berdasarkan data

berkembang. Remaja yang mudah sakit akan

Riskesdas tahun 2007 yaitu 27,6 persen.

menghasilkan generasi yang tidak produktif di

Kesamaan

masa mendatang.

angka

tersebut

menjadikan

yang

kadar

IQ

nya

masih

bisa

permasalahan anemia pada siswi MTs dan

Gambaran Citra Tubuh

MA Darussa’adah sebagai masalah kesehatan

Citra tubuh merupakan suatu pengalaman

masyarakat dengan tingkat sedang/moderat

psikologis yang difokuskan pada sikap dan

karena persentasenya berada di antara 20-

perasaan

39,9 persen.

tubuhnya, dan body image ini tidak selalu

Berdasarkan kategori anemia menurut tingkat

sama

individu

dengan

terhadap

keadaan

yang

anemia

setengah dari jumlah total siswi MTs dan MA

bukan

berarti

nyata.

9

sebenarnya

namun

yang

tubuh

keparahannya, tidak ada siswi yang menderita berat,

atau

keadaan

Hampir

MA

Darussa’adah (43,4%) memiliki citra tubuh

Darussa’adah bisa disepelekan. Selain itu,

negatif. Angka ini merupakan angka yang

ada sekitar 11,8 % siswi menderita anemia

cukup besar dan bukan merupakan hal yang

sedang dan 15,8 % siswi menderita anemia

bagus. Apalagi bila dibandingkan dengan

ringan.

penelitian yang dilakukan oleh Diana (2011) di

permasalahan

anemia

Anemia

di

ringan

MTs

dan

hingga

sedang

merupakan anemia yang gejalanya sebagian

SMAN

besar tidak terlihat oleh penderita sendiri.

didapatkan hanya sekitar 7 % siswi yang

Apalagi mengingat remaja merupakan salah

memiliki citra tubuh negatif. Angka ini jelas

satu kelompok usia yang tingkat aktivitas

jauh berbeda dengan hasil yang peneliti

fisiknya tinggi, tidak mudah mengeluh sakit

dapatkan di MTs dan MA Darussa’adah

bahkan mereka sering kali tidak merasa bila

Jakarta.

sakit ringan dikarenakan padatnya aktivitas.

Penelitian

Akibatnya, penderita yang merasa baik-baik

berbeda kota dengan penelitian yang peneliti

saja tidak memeriksakan keadaannya dan

lakukan.

tidak pula mengobati anemianya. Bila keadaan

metropolitan yang komposisi penduduknya

seperti

berasal

ini

didiamkan

saja

maka

dapat

1

Medan.

yang

Kota

dari

Pada

dilakukan

Jakarta

berbagai sehingga

penelitiannya,

Diana

(2011)

merupakan

macam

kota

kota

di

memperburuk anemianya.

Indonesia

Anemia ringan dan sedang yang tidak segera

berlakunya

ditanggulangi akan membuka peluang lebih

toleransi yang tinggi. Hal ini berbeda dengan

besar untuk menjadi lebih parah. Selain itu,

kota Medan yang masih didominasi oleh

dampak buruk anemia yang berkepanjangan

penduduk asli sehingga masih menganut nilai-

nilai

sosial

memungkinkan yang

plural

dan

17 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013


nilai kedaerahan yang cukup kental. Kondisi

gemuk. Hal ini lama kelamaan bisa memicu

ini lah yang mungkin menjadi penyebab

wanita untuk mengalami kebiasaan makan

adanya perbedaan persentase siswi yang

yang menyimpang (eating disorder), seperti

bercitra tubuh negatif pada penelitian yang

anorexia nervosa, dan bulimia. Tindakan-

dilakukan peneliti dan Diana (2011).

10

tindakan akibat citra tubuh yang negatif

Penilaian citra tubuh pada penelitian ini

tersebut tentunya membuat asupan zat besi

berdasarkan

untuk tubuh berkurang dan lama-kelamaan

tiga

aspek,

yaitu

sikap,

pengetahuan dan perilaku siswi terhadap citra

berdampak anemia.

tubuhnya. Dari ketiga aspek tersebut, yang

Gambaran Pengetahuan

paling

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan

perlu

diperhatikan

adalah

aspek

pengetahuan karena paling banyak siswi

ini

menjawab ragu-ragu dari dua pernyataan

pengindraan terhadap suatu objek tertentu.

tentang pengetahuan. Ini dapat menjadi clue

Tingkat pengetahuan siswi MTs dan MA

bahwa mayoritas siswi belum tahu cara

Darussa’adah Jakarta tetang anemia terbilang

mengukur tinggi badan dan berat badan ideal

cukup baik, bila dikelompokkan dengan cut off

serta mereka belum banyak tahu tentang

point mediannya yaitu 63,2 persen. Hasil yang

kecantikan,

sama

Dugaan

kesehatan

kebugaran.

didapatkan

orang

pada

melakukan

penelitian

11

yang

dilakukan Farida (2007) tentang anemia pada

terhadap citra tubuh diperkuat oleh pilihan

remaja putri di Kecamatan Gebog, Kabupaten

‘tidak setuju’ yang menjadi pilihan kedua

Kudus. Dalam penelitiannya dihasilkan 63,8 %

terbesar setelah ‘ragu-ragu’. Sebanyak 28,9 %

responden

mengaku

pengetahuan

setelah

siswi

siswi

minimnya

dan

terjadi

tidak

mengetahui

cara

12

anemia.

berpengetahuan Pendidikan

baik

tentang

tentang gizi

dan

mengukur TB dan BB ideal dan 23,7 %

kesehatan (termasuk tentang anemia) perlu

mengaku tidak mengetahui banyak hal tentang

diberikan

kecantikan,

pencegahan

kesehatan,

dan

kebugaran.

kepada dini

remaja

putri

terjadinya

sebagai anemia.

Minimnya pengetahuan siswi tentang citra

Pendidikan gizi ditujukan untuk mengubah

tubuh dapat memicu tingginya jumlah siswi

perilaku konsumsi gizi menuju perilaku yang

yang bercitra tubuh negatif. Namun, pada

lebih baik.

penelitian ini peneliti tidak mengupas terlalu

Gambaran Kebiasaan Konsumsi Inhibitor

dalam tentang aspek pengetahuan citra tubuh.

Fe

Konsep tubuh ideal wanita dalam masyarakat

Sumber inhibitor Fe adalah jenis pangan yang

secara

menjadi

dapat menghambat penyerapan zat besi di

semakin langsung dan tidak masuk akal telah

dalam tubuh, diantaranya yaitu teh dan kopi.

menyebabkan wanita memiliki perkiraan yang

Berdasarkan

berlebihan

median sebagai cut off points, didapatkan

umum

berangsur-angsur

(overestimasi)

terhadap

berat

2

penghitungan

setengah

(47,4%)

menggunakan

badan tubuhnya. Mereka merasa tubuhnya

hampir

dari

seluruh

lebih gemuk daripada berat badan yang

responden sering mengkonsumsi inhibitor Fe

sebenarnya sehingga secara sengaja atau

dalam 1 tahun terakhir ini. Hasil ini hampir

tidak, sadar atau tidak, kebanyakan wanita

serupa bila dibandingkan dengan penelitian

mengurangi porsi makannya karena takut

Farida (2007) pada remaja putri di kota

18 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013


Kudus.

12

Ia

mendapati

bahwa

47,2%

dan Vitamin C per orang per hari dibandingkan 15

respondennya sering mengkonsumsi kopi dan

dengan AKG (angka kecukupan gizi).

teh. Kedua data tersebut menjadi pendukung

penelitian ini cut off points asupan energi,

bahwa konsumsi kopi dan teh memang sudah

protein, zat besi dan vitamin C adalah 70%

menjadi

masyarakat

AKG. Peneliti mendapatkan hanya 23,7%

Indonesia. Tanin yang merupakan polifenol

siswi yang asupan energinya mencapai 70%

dan

bagian

terdapat

menghambat mengikatnya. makanan

dari

di

dalam

absorpsi 8

tradisi

besi

Kebiasaan

yang

teh

dapat

Pada

dan

kopi

atau lebih dari AKG. Selanjutnya, peneliti

dengan

cara

mendapatkan hanya 17,1% siswi yang asupan

mengonsumsi

proteinnya mencapai 70% atau lebih dari

mengganggu

AKG.

Begitu

juga,

peneliti

mendapatkan

penyerapan zat besi (seperti kopi dan teh)

seluruh siswi kurang mendapat asupan besi.

secara

Hal

bersamaan

pada

menyebabkan serapan rendah.

waktu

makan

zat besi semakin

5

tersebut

sangatlah

buruk

mengingat

remaja seharusnya mendapat asupan zat besi penuh

setiap

harinya,

sesuai

dengan

Gambaran Konsumsi Tablet Tambah Darah

kebutuhan tubuhnya.

Suplemen Fe yang biasanya berbentuk tablet

Gambaran Pola Menstruasi

(sering disebut tablet tambah darah/TTD)

Gambaran pola menstruasi pada siswi MTs

merupakan

salah

untuk

dan MA Darussa’adah Jakarta meliputi usia

membantu

melengkapi

jumlah

saat mendapat menstruasi pertama, siklus

kebutuhan Fe seseorang. Pada penelitian ini

menstruasi dan lama menstruasi. Sebelumnya

didapatkan hampir seluruh siswi (90,8%) tidak

peneliti telah mengelompokkan siswi yang

pernah mengonsumsi tablet tambah darah.

sudah menstruasi dan belum menstruasi.

Angka ini lebih tinggi bila dibandingkan

Terdapat

dengan penelitian yang dilakukan Siahaan

menstruasi dan hanya 6 siswi (7,9%) yang

(2011) pada remaja putri di Depok, yaitu 78,2

belum menstruasi. Dari 70 siswi yang sudah

persen.

satu

alternatif asupan

13

70

siswi

(92,1%)

yang

sudah

menstruasi, diantara mereka hanya ada 25,7%

Angka kecukupan besi bagi remaja putri

yang pola menstruasinya tidak normal. Angka

menurut AKG 2004 sebesar 26 mg/hari. Diet

ini lebih rendah daripada hasil penelitian

remaja

Farida (2012) pada remaja putri di Depok.

umumnya

hanya

mengandung

6

mg/1000 kkal, sehingga pada gadis yang

Pada

membutuhkan kalori yang lebih rendah akan

responden yang pola menstruasinya tidak

kesulitan untuk mencukupi kebutuhan zat

normal.

besinya. Oleh karena itu asupan zat besi dari

Kebutuhan besi meningkat untuk wanita saat

suplemen sebenarnya sangat dibutuhkan oleh

mereka mulai menstruasi.

remaja putri.

14

penelitiannya,

didapatkan

16

36,8

%

Kebutuhan besi

yang meningkat selama wanita menstruasi menyebabkan tingginya risiko anemia pada

Gambaran Asupan Energi, Protein, Zat Besi

wanita. Menorrhagia (hilangnya darah 80 ml

dan Vitamin C

atau

Asupan

gizi

adalah

besarnya

asupan

konsumsi rata-rata energi, protein, zat besi

lebih

perdarahan

pada berupa

tiap

siklus),

bekuan,

walaupun

penggunaan

pembalut atau tampon dalam jumlah banyak,

19 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013


atau

masa

menstruasi

yang

lama

ke

semuanya menunjukkan perdarahan yang berlebihan.

17

Rata-rata

seorang

lain yang menggunakan variabel spesifik ini pada penelitian anemia remaja putri.

wanita

mengeluarkan darah 27 ml setiap siklus

KESIMPULAN

menstruasi 28 hari. Diduga 10 persen wanita

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan

kehilangan darah lebih dari 80 ml per bulan.

maka dapat diambil kesimpulan: lebih dari

Banyaknya darah yang keluar berperan pada

seperempat

kejadian

tidak

Hampir separuh responden (43,4%) memiliki

mempunyai persediaan Fe yang cukup dan

citra tubuh negatif. Tingkat pengetahuan

absorpsi Fe ke dalam tubuh tidak dapat

responden

anemia

karena

wanita

menggantikan hilangnya Fe saat menstruasi.

1

responden

tentang

berstatus

anemia

anemia.

cukup

baik

(63,2%). Setengah dari responden (50%) jarang mengonsumsi sumber Fe heme dan

Gambaran Jumlah Uang Saku Pengkategorian

uang

non heme. Sebanyak 47,4% responden sering

saku

dilakukan

mengonsumsi sumber inhibitor Fe. Terdapat

berdasarkan nilai median, yaitu Rp4.750,00.

90,8%

Jumlah uang saku yang peneliti maksud disini

tambah darah dan asupan energinya kurang

adalah total uang saku yang dikeluarkan

(76,3%). Hampir seluruh responden kurang

hanya untuk membeli makanan dan minuman

mendapat asupan protein dan vitamin C,

saja (jajan) dalam satu hari. Hasilnya adalah

masing-masing 82,9% dan 97,4%. Seluruh

48,7% siswi memiliki uang saku yang rendah

responden

per harinya, sisanya lebih tinggi. Tidak ada

asupan Fe. Hampir semua responden (92,1%)

ketimpangan

sudah menstruasi dan hanya ada seperempat

yang

cukup

besar

pada

tidak

pernah

(100%)

kurang

(25,7%)

tablet

mendapatkan

persentase antara siswi yang memiliki uang

dari

saku rendah dan tinggi. Hal ini kemungkinan

menstruasinya tidak normal. Terdapat 48,7%

disebabkan oleh latar

responden yang uang sakunya rendah.

belakang ekonomi

responden

mengonsumsi

yang

pola

keluarga siswi MTs dan MA Darussa’adah

SARAN

Jakarta yang hampir sama.

Pihak sekolah perlu meningkatkan program-

Negara-negara di mana prevalensi anemia

program kesehatan yang ada di sekolah

lebih

seperti pelatihan untuk guru-guru tentang

besar

Indonesia),

dari

20

penyebab

persen

(termasuk

anemia

adalah

anemia

pada

remaja

putri,

peningkatan

defisiensi Fe atau kombinasi defisiensi Fe

pembinaaan UKS, pemberian informasi yang

dengan kondisi lainnya seperti status ekonomi.

lebih tentang anemia bagi siswa-siswi dengan

Jumlah uang saku per hari pada siswi

mengadakan

merupakan salah satu wujud tingkat status

bekerja sama dengan puskesmas setempat.

1

seminar

Bidang

dimaksud peneliti adalah spesifik pada jumlah

diharapkan dapat memberikan pemahaman

uang yang digunakan siswi hanya untuk

tentang citra tubuh yang baik kepada siswi

membeli

saja.

melalui bimbingan konseling. Selain itu, perlu

Sepengetahuan peneliti, belum ada peneliti

juga memberikan edukasi kepada orang tua

dan

minuman

konseling

penyuluhan

ekonomi keluarga. Jumlah uang saku yang

makanan

bimbingan

atau

sekolah

murid untuk memberikan makanan yang kaya

20 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013


zat besi (seperti bayam, sawi, daging, ayam,

8. Sunita A. Prinsip dasar ilmu gizi.

ikan, telur, tahu, dan tempe) kepada anaknya

Jakarta:

dan menyiapkan bekal makan siang untuk

Utama; 2009.

anaknya di sekolah. Peneliti lain sebaiknya melakukan penelitian

yang sama namun

PT

9. Annastasia

Gramedia

M.

Pustaka

Menjelajah

perempuan dan mitos

tubuh:

kecantikan.

dengan jumlah sampel yang lebih besar dan

Yogyakarta: PT LKiS Pelangi Aksara

melakukan pengembangan variabel-variabel

Yogyakarta; 2006.

yang ada dari penelitian ini. Pemerintah

10. Diana. Pengaruh citra tubuh terhadap

program

perilaku makan dan status gizi remaja

pencegahan anemia pada remaja putri dengan

putri di SMAN I Medan tahun 2011.

mengadakan

Tesis.

hendaknya

menyelenggarakan

penyuluhan

dan

pemberian

tablet tambah darah secara gratis ke sekolah-

Medan:

FKM

Universitas

Sumatera Utara; 2011. 11. Soekidjo N. Promosi kesehatan dan

sekolah secara berkala.

ilmu perilaku. Jakarta: PT Rineka REFERENSI

Cipta; 2007.

1. Fatmah

(Departemen

Kesehatan

dan

12. Ida F. Determinan kejadian anemia

Fakultas

pada remaja putri di kecamatan gebog

Universitas

kabupaten kudus tahun 2006.Tesis.

Gizi

Masyarakat

Kesehatan

Masyarakat

Indonesia).

Gizi

masyarakat.

dan

kesehatan

Jakarta:

PT

Raja

K.

Pangan

dan

gizi

Univesitas

Diponegoro;

2007. 13. Nahsty

Grafindo Persada; 2011. 2. Ali

Semarang:

RS.

Faktor-faktor

yang

untuk

berhubungan dengan status anemia

kesehatan. Jakarta: PT Raja Grafindo

pada remaja putri di wilayah kota

Persada; 2003.

Depok tahun 2011. Skripsi. Depok:

3. Ministry of Health and Family Welfare; Government

of

India.

Technical

FKM Universitas Indonesia; 2011. 14. Soetjiningsih.

Buku

handbook of anaemia in adolescents;

kembang

Weekly

permasalahannya.

iron

and

folic

acid

supplementation programme. 4. WHO & CDC. Worldwide prevalence of anaemia 1993-2005, WHO global database on anaemia. Geneva: World Health Organization; 2005. 5. Arisman. Gizi dalam daur kehidupan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2010. 6. Stanley L, et. al. Adequacy of sample

ajar

remaja

tumbuh dan

Jakarta:

CV.

Sagung Seto; 2007. 15. Ari Y. Gizi dan kesehatan.Yogyakarta: Graha Ilmu; 2008. 16. Whitney dkk. Nutrition for Health & Health

Care.

Belmont,

USA:

Wadsworth Cengage Learning; 2011. 17. Hoffbrand,

AV.

dkk.

Hematologi.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;2005.

size in health studied. WHO; 1990. 7. Sugiyono. Statistika untuk penelitian. Bandung: Alfabeta; 2010.

21 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013


Penelitian

HUBUNGAN FAKTOR RISIKO ERGONOMI DAN INDIVIDU DENGAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA KARYAWAN BAGIAN PRODUKSI PT. FAMILY RAYA KOTA PADANG TAHUN 2013 Taufik Hidayat Departemen Keselamatan Kesehatan Kerja dan Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Andalas ABSTRAK

Keluhan muskuloskeletal merupakan masalah yang cukup serius di dunia Industri baik formal maupun informal. Berdasarkan data Departemen Kesehatan Republik Indonesia 40,5 % pekerja di Indonesia mempunyai keluhan gangguan kesehatan yang berhubungan dengan pekerjaannya dan salah satunya adalah gangguan muskuloskeletal sebanyak 16%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor risiko ergonomi dan individu karyawan bagian produksi PT. Family Raya Padang Tahun 2013. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan desain cross sectional. Penelitian ini dilakukan dari bulan Mei sampai dengan bulan juli 2013. Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan bagian produksi PT. Family Raya Padang dengan jumlah sampel sebanyak 55 responden. Cara pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan metode simple random sampling. Pengumpulan data dilakukan melalui pengamatan dan wawancara langsung menggunakan kuesioner dan kamera untuk pengambilan gambar karyawan saat bekerja. Data diolah dengan SPSS dan dianalisis dengan uji statistik Chi-Square dengan derajat kepercayaan 95% (Îą= 0,05). Hasil penelitian didapatkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara faktor risiko ergonomi (p = 0,029), umur (p = 0,042), dan kebiasaan merokok (p = 0,016) dengan keluhan muskuloskeletal. Tidak terdapat hubungan bermakna antara masa kerja (p = 0,637) dengan keluhan muskuloskeletal. Terdapat hubungan antara faktor risiko ergonomi dan faktor individu seperti umur, dan kebiasaan merokok dengan keluhan muskuloskeletal pada karyawan bagian produksi PT. Family Raya Padang. Untuk meminimalisasi keluhan muskuloskeletal, diharapkan kepada pihak perusahaan agar melakukan upaya pencegahan dengan penyuluhan mengenai tata cara kerja yang benar, mengatur waktu kerja, dan memberikan waktu istirahat yang cukup bagi karyawan. Kata Kunci

: ergonomi, faktor individu, musuloskeletal ABSTRACT

Musculoskeletal disorders were a serious problem in both formal and informal industries. Based on data from the Ministry of Health of the Republic of Indonesia 40.5% of workers in Indonesia had health problems related to work and one of them is as much as 16% of musculoskeletal disorders. The purpose of this study was to know the relationship of ergonomic and individual risk factors with musculoskeletal disorders on the production employees of Family Raya Company Padang in 2013. This study was an observational research using cross sectional design. It was doing from May to July 2013. Population in this study was the production employees of Family Raya Company with number of sample were 55 respondents. Method of sampling in this study was using simple random sampling method. Data was collected through observation and direct interviews using questionnaires and a camera to capture images of employees at work. The data was processed with SPSS and analyzed by Chi-Square test statistic with 95% (Îą = 0.05) confidence interval. The results showed that there were a significant relationship between ergonomic risk factors (p = 0.029), age (p = 0.042), and smoking habit (p = 0.016) with musculoskeletal disorders. There was no significant relationship between working period (p = 0.637) with musculoskeletal disorders. There were a relationship between ergonomic risk factors and individual factors such as age and smoking habit with musculoskeletal disorders in the production employees Family Raya Company Padang. To minimized

22 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013


musculoskeletal disorders, expected to the company in order to perform prevention efforts by education about correct working procedures and manage employee work time and rest. Key Word : ergonomic, individual factor, musculoskeletal

PENDAHULUAN

oleh Hult dan Rowe terhadap sejumlah

Perkembangan

dunia

besar pekerja di Swedia dan Amerika,

perindustrian di era globalisasi dan

ditemukan

Asean Free Trade Area (AFTA) semakin

pegawai

pesat. Hal ini membuat persaingan

pada

antara industri besar, industri menengah

bekerja

dan

industri

kecil

semakin

ketat.

bahwa

60%

menderita

suatu

dan

nyeri

waktu

punggung

tertentu

yang

56%

selama

membutuhkan (2, 3)

penanganan medis.

Persaingan yang ketat membuat para

Di

pelaku industri berlomba-lomba untuk

muskuloskeletal

meningkatkan kualitas Sumber Daya

yang cukup serius di dunia Industri baik

Manusia

dimiliki

formal maupun informal. Berdasarkan

mampu

data Departemen Kesehatan Republik

(SDM)

perusahaan

yang

sehingga

meningkatkan

kualitas

produk

yang

Indonesia,

Indonesia

merupakan

dalam

keluhan masalah

Lusianawaty,

dkk.

dihasilkan oleh perusahaan tersebut.

(2009) , 40,5 % pekerja di Indonesia

Hal ini akan berhasil jika berbagai risiko

mempunyai

yang akan mempengaruhi kehidupan

kesehatan yang berhubungan dengan

para

pekerjaannya dan salah satunya adalah

pekerja

Berbagai

dapat

risiko

diantisipasi.

tersebut

adalah

kemungkinan terjadinya Penyakit Akibat Kerja

(PAK),

16%.

muskuloskeletal

gangguan

sebanyak

(4)

yang

Penelitian yang melibatkan 800

berhubungan dengan pekerjaan dan

orang dari 8 sektor informal di Indonesia

kecelakaan

kerja

menyebabkan kematian.

penyakit

gangguan

keluhan

yang

dapat

yang dikumpulkan oleh Herryanto yang

kecacatan

dan

dalam Arnita (2006) menunjukkan hasil

(1)

bahwa

Pada tahun 2003, World Health Organization

(WHO)

gangguan

muskuloskeletal

dialami oleh 31,6 % petani kelapa sawit

memperkirakan

di Riau, 21% perajin wayang kulit di

prevalensi gangguan muskuloskeletal

Yogyakarta, 18% perajin Onyx di Jawa

mencapai hampir

60%

Barat,

penyakit

kerja.

akibat

dari

semua

16,4%

penambang

emas

di

Gangguan

Kalimantan Barat, 14,9% perajin sepatu

muskuloskeletal ini menimbulkan rasa

di Bogor, dan 8% perajin kuningan di

nyeri dan terbatasnya gerakan pada

Jawa Tengah. Perajin batu bata di

daerah yang terkena, terjadi akibat

Lampung dan nelayan di DKI Jakarta

aktivitas fisik dan/atau posisi kerja.

adalah kelompok pekerja yang paling

Berdasarkan penelitian yang dilakukan

banyak

menderita

gangguan

23 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013


muskuloskeletal, masing 76,7% dan

Begalung Kota Padang. PT. Family

41,6%. Semua pekerja mengeluhkan

Raya memproduksi karet remah (crumb

nyeri

rubber)

di

punggung,

pergelangan tangan. Menurut

bahu,

dan

(5, 6)

dengan

jenis

Standard

Indonesian Rubber 20 (SIR-20) dengan

Putz-Anderson

dalam

jumlah produksi kurang lebih 20.000 ton

Carayon (2001) faktor risiko ergonomi

setiap

dari pekerjaan seperti pengulangan,

menjadi bebrapa bagian yaitu bagian

gaya,

dapat

produksi, barang penolong, personalia,

keluhan

laboratorium, gudang dan barang jadi,

dan

postur

tubuh

mengakibatkan muskuloskeletal.

Selain

faktor

risiko

dan

tahun.

Perusahaan

maintenance.

Bagian

dibagi

dapat

keluhan

produksi basah dan produksi kering.

muskuloskletal. Menurut Peter Vi dalam

Meskipun proses produksi sebagian

Tarwaka

besar

(2011)

keluhan

juga

dipengaruhi

muskuloskeletal

sudah

dua

produksi

ergonomi ada beberapa faktor lain yang menyebabkan

menjadi

terbagi

bagian

yaitu

menggunakan

mesin,

namun masih banyak pekerjaan yang

beberapa faktor risiko yaitu peregangan

dilakukan

otot yang berlebihan, aktivitas berulang,

memindahkan bahan baku ke tempat

dan sikap kerja tidak alamiah. Selain itu,

pencucian,

faktor dari individu seperti umur, jenis

timbangan, mendorong troli, memotong,

kelamin, kebiasaan merokok, kesegaran

membungkus,

jasmani, kekuatan fisik, dan ukuran

lainnya

tubuh

keluhan muskuloskeletal.

juga

dapat

mempengaruhi

terjadinya keluhan muskuloskeletal.

(7, 8)

Bagian tubuh yang mengalami gangguan

muskuloskeletal

umumnya

secara

manual

handling

seperti

mengangkat,

material,

menurunkan,

kegiatan

dapat

ke

manual

menimbulkan

orang karyawan bagian produksi PT.

wawancara

dengan

karet

yang dilakukan oleh peneliti kepada 10

pekerjaan

berhubungan

dan

seperti,

Berdasarkan survei pendahuluan

Family

yang

mengangkat

yang

rasa nyeri disebabkan oleh masalah berat

manual

Raya

karyawan

Kota

Padang

didapatkan

melalui

bahwa

mengalami

muskuloskeletal.

keluhan

Berdasarkan

tersebut,

berat. Selain itu keluhan nyeri juga

melakukan penelitian untuk mengetahui

berkaitan dengan sering atau lamanya

hubungan faktor risiko ergonomi dan

membengkokkan badan, membungkuk,

individu

duduk dan berdiri terlalu lama atau

muskuloskeletal pada karyawan bagian

postur

produksi PT. Family Raya Kota Padang

batang

janggal.

tubuh

lainnya

yang

peneliti

survei

mendorong, dan menarik beben yang

(9)

maka

90%

dengan

berminat

keluhan

tahun 2013.

PT.

Family

Raya

merupakan

perusahaan yang berlokasi di Kelurahan Gurun

Laweh

Kecamatan

Lubuk

24 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013


METODE

orang dengan jumlah sampel 55 orang

Penelitian

ini

merupakan

responden. Teknik pengambilan sampel

penelitian observasional dengan desain

menggunakan

cara

sampel

acak

cross sectional. Penelitian dilakukan

sederhana (Simple Random Sampling).

pada bulan Mei - Juli 2013. Populasi

Analisis

pada penelitian ini adalah karyawan

univariat

bagian produksi PT. Family Raya yang

statistikChi-Square

data menggunakan analisis dan

bivariat

dengan

dengan

CI

uji

95%.

berjenis kelamin laki-laki berjumlah 130

HASIL Tabel 1 Distribusi Frekuensi Variabel Penelitian

Variabel

F

%

Ada Keluhan

47

85,5 %

Tidak Ada Keluhan

8

14,5 %

Tidak Ergonomis

45

81,8 %

Ergonomis

10

18,2 %

Berisiko

44

80 %

Tidak Berisiko

11

20 %

Baru

16

29,1 %

Lama

39

70,9 %

Berisiko

31

56,4 %

Tidak Berisiko

24

43,6 %

Keluhan Muskuloskeletal

Faktor Risiko Ergonomi

Umur

Masa Kerja

Kebiasaan Merokok

Berdasarkan bahwa

sebagian

(85,5%)

Tabel

1

terlihat

pekerjaan secara manual dengan posisi

besar

responden

tubuh yang tidak ergonomis, sebagian

keluhan

besar umur responden tergolong umur

mengalami

muskulosekeletal, sebagian besar dari

yang

responden

muskuloskeletal (80%), sebagian besar

(81,8%)

melakukan

berisiko

terhadap

keluhan

25 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013


masa kerja responden tergolong pada

merupakan kebiasaan merokok yang

masa kerja lama (70,9%), dan lebih dari

berisiko (56,4%).

separuh kebiasaan merokok responden

Tabel 2 Gambaran Jumlah Karyawan yang Mengalami Keluhan Muskuloskeletal pada BagianBagian Tubuh Bagian Tubuh Karyawan

F

%

Bahu kiri

27

49.1%

Bahu kanan

25

45.5%

Lengan atas kiri

32

58.2%

Punggung

28

50.9%

Lengan atas kanan

31

56.4%

Pinggang

39

70.9%

Bokong

10

18.2%

Pantat

9

16.4%

Siku kiri

11

20.0%

Siku kanan

8

14.5%

Lengan bawah kiri

19

34.5%

Lengan bawah kanan

22

40.0%

Pergelangan tangan kiri

14

25.5%

Pergelangan tangan kanan

16

29.1%

Jari-jari tangan kiri

18

32.7%

Jari-jari tangan kanan

20

36.4%

Paha kiri

21

38.2%

Paha kanan

20

36.4%

Lutut kiri

22

40.0%

Lutut kanan

21

38.2%

Betis kiri

30

54.5%

Betis kanan

27

49.1%

Pergelangan kaki kiri

9

16.4%

Pergelangan kaki kanan

8

14.5%

Jari kaki kiri

4

7.3%

Jari kaki kanan

3

5.5%

Berdasarkan Tabel 2 diketahui

atas kiri (58,2%), lengan atas kanan

terdapat 5 (lima) bagian tubuh yang

(56,4%),

paling

punggung (50,9%).

banyak

dikeluhkan

karyawan

betis

kiri

(54,5%),

dan

yaitu bagian pinggang (70,9%), lengan

26 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013


Tabel 3 Hubungan Faktor Risiko Ergonomi dengan Keluhan Muskuloskeletal Pada Karyawan Bagian Produksi PT. Family Raya Kota Padang Tahun 2013

Keluhan Muskuloskeletal Faktor Risiko Ergonomi

Total

Tidak Ada

Ada Keluhan

Keluhan

F

%

F

%

f

%

Tidak Ergonomis

41

91,1

4

8,9

45

100

Ergonomis

6

60

4

40

10

100

Total

47

85,5

8

14,5

55

100

Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa

sebagian

mengalami

besar

keluhan

p-value

0,029

antara faktor risiko ergonomi dengan

responden

keluhan muskuloskeletal pada karyawan

muskuloskeletal,

bagian

produksi

yang

menjadi

tinggi pada responden dengan faktor

responden diperoleh nilai p sebesar

risiko ergonomi yang tidak ergonomis

0,029 (p < 0,05), dengan demikian ada

(91,1%)

hubungan bermakna antara faktor risiko

dibandingkan

responden

dengan faktor risiko ergonomi yang

ergonomi

dengan

keluhan

ergonomis (60%). Hasil uji statistik

muskuloskeletal pada responden.

Tabel 4 Hubungan Umur dengan Keluhan Muskuloskeletal Pada Karyawan Bagian Produksi PT. Family Raya Kota Padang Tahun 2013

Keluhan Muskuloskeletal Umur

Total

Tidak Ada

Ada Keluhan

Keluhan

F

%

F

%

f

%

Berisiko

40

90,9

4

9,1

44

100

Tidak Berisiko

7

63,6

4

36,4

11

100

Total

47

85,5

8

14,5

55

100

Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa

sebagian

0,042

dibandingkan responden yang tergolong

responden

pada umur tidak berisiko (63,6%). Hasil

muskuloskeletal.

uji statistik antara umur dengan keluhan

Tinggi pada responden yang tergolong

muskuloskeletal pada karyawan bagian

pada

produksi

mengalami

besar

p-value

keluhan

umur

berisiko

(90,9%)

yang

menjadi

responden

27 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013


diperoleh nilai p sebesar 0,042 (p <

bermakna antara umur dengan keluhan

0,05), dengan demikian ada hubungan

muskuloskeletal pada responden.

Tabel 5 Hubungan Masa Kerja dengan Keluhan Muskuloskeletal Pada Karyawan Bagian Produksi PT. Family Raya Kota Padang Tahun 2013

Keluhan Muskuloskeletal Masa Kerja

Total

Tidak Ada

Ada Keluhan

Keluhan

F

%

F

%

f

%

Baru

13

81,3

3

18,8

16

100

Lama

34

87,2

5

12,8

39

100

Total

47

85,5

8

14,5

55

100

Berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa

sebagian

mengalami

besar

keluhan

p-value

0,678

muskuloskeletal pada karyawan bagian

responden

produksi

muskuloskeletal,

yang

menjadi

responden

diperoleh nilai p sebesar 0,637 (p >

tinggi pada responden yang tergolong

0,05),

masa kerja lama (87,2%) dibandingkan

hubungan bermakna antara masa kerja

responden yang tergolong masa kerja

dengan keluhan muskuloskeletal pada

baru (81,3%). Hasil uji statistik antara

responden.

masa

kerja

dengan

dengan

demikian

tidak

ada

keluhan

Tabel 6 Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Keluhan Muskuloskeletal Pada Karyawan Bagian Produksi PT. Family Raya Kota Padang Tahun 2013

Keluhan Muskuloskeletal Kebiasaan Merokok

Total

Tidak Ada

Ada Keluhan

p-value

Keluhan

F

%

F

%

f

%

Berisiko

30

96,8

1

3,2

31

100

Tidak Berisiko

17

70,8

7

29,2

24

100

Total

47

85,5

8

14,5

55

100

0,016

28 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013


Berdasarkan Tabel 6 diketahui bahwa

karyawan saat bekerja maupun sesudah

sebagian besar responden mengalami

bekerja.

keluhan muskuloskeletal, tinggi pada

produktivitas

responden

melakukan

yang

memiliki kebiasaan

Sehingga

kinerja

dan

karyawan

dalam

pekerjaan

semakin

merokok berisiko (96,8%) dibandingkan

meningkat dengan diterapkanya sistem

dengan

kerja

responden

yang

memiliki

yang

ergonomis.

Penerapan

kebiasaan merokok yang tidak berisiko

sistem kerja secara ergonomis dapat

(70,8%)

dilaksanakan

Hasil

uji

statistik

antara

dengan

berbagai

kebiasaan merokok dengan keluhan

penerapan

muskuloskeletal pada karyawan bagian

poster posisi tubuh yang ergonomis saat

produksi

mengangkat,

yang

menjadi

responden

peraturan,

cara

pemasangan

peningkatan

kesadaran

diperoleh nilai p sebesar 0,016 (p <

akan pentingnya bekerja secara aman

0,05), dengan demikian ada hubungan

melalui

bermakna antara kebiasaan merokok

penyuluhan, dan lain sebagainya. Selain

dengan keluhan muskuloskeletal pada

itu diharapkan kepada karyawan bagian

responden.

produksi untuk melakukan relaksasi dan

peningkatan

pengetahuan,

olahraga. PEMBAHASAN

Hasil analisis bivariat antara umur

Hasil analisis bivariat antara faktor risiko

ergonomi

dengan

keluhan

dengan keluhan muskuloskeletal pada karyawan bagian produksi yang menjadi

muskuloskeletal pada karyawan bagian

responden

produksi menunjukkan bahwa terdapat

terdapat

hubungan bermakna antara faktor risiko

umur dengan keluhan muskuloskeletal

ergonomi

pada karyawan.

dengan

keluhan

muskuloskeletal pada karyawan Berdasarkan

hasil

menunjukkan hubungan

bahwa

bermakna

antar

Chaffin (1979) dan Guo, dkk.

penelitan

(1995)

dalam

Tarwaka

tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor

menyatakan

risiko ergonomi dapat mempengaruhi

keluhan muskuloskeletal dirasakan pada

munculnya

umur antara 35-65 tahun. Keluhan

terhadap

keluhan pekerja.

muskuloskeletal Semakin

bahwa

pada

(2011) umumnya

tidak

pertama biasanya dirasakan pada umur

ergonomis suatu pekerjaan maka akan

35 tahun dan tingkat keluhan akan terus

memicu

meningkat

terjadinya

keluhan

sejalan

dengan

muskuloskeletal dengan tingkat keluhan

bertambahnya umur. Hal ini terjadi

lebih tinggi. Oleh karena itu di tempat

karena pada umur setengah baya,

kerja perlu diterapkan sistem kerja

kekuatan dan ketahanan otot mulai

secara ergonomis.

menurun

Sistem dapat

kerja

yang

meminimalisasi

muskuloskeletal

yang

ergonomis

sehingga

risiko

keluahn otot meningkat.

terjadinya

(10)

keluhan

Pendapat di atas menjelaskan

dirasakan

bahwa kondisi fisik seseorang akan

29 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013


semakin menurun seiring bertambahnya

dengan keluhan muskuloskeletal. Hal

usia. Menurunnya kondisi fisik akan

tersebut

berdampak

tingkat

kekuatan

pada otot

penurunan seseorang.

tingkat

dapat risiko

disebabkan ergonomi

karena

pekerjaan

Apabila

mempunyai peran yang besar. Jadi

seseorang tersebut melakukan suatu

walaupun karyawan tersebut tergolong

pekerjaan yang membutuhkan tenaga

masa kerja lama atau dianggap memiliki

kemungkinan

pengalaman

terjadinya

kesalahan-

sekalaipun,

kesalahan dalam melakukan pekerjaan

tersebut

semakin

muskuloskeletal.

tinggi.

Adanya

kesalahan-

kesalahan tersebut dapat menimbulkan

tetap

Hasil

karyawan

merasakan

analisis

keluhan

bivariat

antara

penyakit akibat kerja, dalam hal ini

kebiasaan merokok dengan keluhan

adalah keluhan muskuloskeletal. Selain

muskuloskeletal pada karyawan bagian

itu pekerjaan yang seharusnya dapat

produksi

diselesaikan dalam waktu singkat akan

menunjukkan bahwa terdapat hubungan

menjadi lama sehingga berdampak pada

bermakna antara kebiasaan merokok

kinerja

dengan keluhan muskuloskeletal pada

dan

produktivitas

karyawan

dalam melakukan pekerjaan.

tentunya

menjadi

responden

karyawan.

Keadaan seperti disebutkan di atas

yang

memerlukan

Pengaruh

kebiasaan

merokok

suatu

terhadap risiko keluhan otot masih

pengendalian terhadap faktor risiko yang

diperdebatkan dengan para ahli, namun

mana dalam hal ini adalah faktor indivdu

demikian,

umur.

membuktikan

Pengendalian

diharapkan

yang

mampu

baik

beberapa

penelitian

bahwa

telah

meningkatnya

mencegah

keluhan otot sangat erat hubungannya

terjadinya kesalahan-kesalahan dalam

dengan kebiasaaan merokok. Semakin

bekerja

lama

sehingga

keluhan

dan

semakin

tinggi

frekuensi

muskuloskeletal pada karyawan tidak

merokok, maka semakin tinggi pula

muncul. Pengendalian dapat berupa

tingkat keluhan otot yang dirasakan.

pengendalian administratif yang mana

Pheasant

karyawan yang berumur lebih dari 35

bahwa risiko meningkat sekitar 20%

tahun agar dapat dipekerjakan pada

untuk

pekerjaan

yang

tidak

membutuhkan

tenaga yang berlebihan.

(1991)

setiap

perhari.

mengungkapkan

10

batang

rokok

(7,11)

Boshuizen (1993) dalam Tarwaka

Hasil penelitian lain menunjukkan

(2011)

menemukan

hubungan

yang

bahwa masa kerja merupakan faktor

signifikan antara kebiasaan merokok

individu

dengan

keluhan

yang

dapat

menyebabkan

muskuloskeletal.

berdasarkan

hasil

statistik

Namun pada

keluhan

khususnya memerlukan

penelitian ini, tidak terdapat hubungan

Kebiasaan

yang

menurunkan

signifikan

antara

masa

kerja

untuk

otot

pinggang,

pekerjaan

pengerahan merokok kapasitas

akan

yang otot. dapat

paru-paru,

30 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013


sehingga kemampuan mengkonsumsi oksigen

menurun

dan

KESIMPULAN

sebagai

Terdapat hubungan antara faktor

akibatnya, tingkat kesegaran tubuh juga

risiko ergonomi dan

faktor

individu

menurun. Apabila yang bersangkutan

seperti umur, dan kebiasaan merokok

harus melakukan tugas yang menuntut

dengan keluhan muskuloskeletal pada

pengerahan tenaga, maka akan mudah

karyawan bagian produksi PT. Family

lelah karena kandungan oksigen dalam

Raya Padang.

darah rendah, pembakaran karbohidrat terhambat, terjadi tumpukan asam laktat dan akhirnya timbul rasa nyeri otot.

SARAN

(10)

Berdasarkan hal tersebut dapat

Untuk

meminimalisasi

muskuloskeletal

pada

keluhan karyawan,

disimpulkan bahwa merokok merupakan

diharapkan kepada pihak perusahaan

faktor

risiko

dari

keluhan

agar

Semakin

banyak

dengan penyuluhan mengenai tata cara

jumlah batang rokok yang dikonsumsi

kerja yang benar, mengatur waktu kerja,

oleh karyawan setiap hari maka akan

dan memberikan waktu istirahat yang

semakin sedikit jumlah oksigen yang

cukup bagi karyawan.

muskuloskeletal.

terkandung

dalam

Akibatnya

tingkat

darah

melakukan upaya

pencegahan

karyawan.

kesegaran

dan

REFERENSI

menjadi

1. Mahyuni EL. Evaluasi Fasilitas

tersebut

Kerja dan Sikap Kerja pada

melakukan aktivitas fisik yang perlu

Bagian Pengupasan (Peeling)

mengerahkan

maka

Ditinjau dari Faktor Ergonomi di

mudah

PT Keluarga Mitratani Sejahtera

kemampuan turun.

fisik

Apabila

pekerja

karyawan karyawan

tenaga

tersebut

merasakan

lelah

lebih, akan

dan

kemudian

Binjai

Tahun

berakibat pada penumpukan asam laktat

Kesehatan

yang dapat menimbulkan rasa nyeri

2007;11:105.

pada

otot.

Selain

itu

rokok

juga

2. Lusianawaty Determinan

kimia lainnya yang bersifat karsinogen

pada

yang

Beberapa

dapat

menekan

Tana Nyeri

Tenaga

FXSH. Pinggang

Paramedis

Rumah Jurnal

Sakit

kemampuan fisik perokok. Oleh karena

Jakarta.

itu diharapkan kepada perusahaan agar

Indonesia. 2011;61:155.

melakukan sosialisasi mengenai bahaya

di di

Kedokteran

3. J Jeyaratnam DK. Buku Ajar

merokok dengan cara menempelkan

Praktik

poster edukasi tentang bahaya merokok

Jakarta: EGC. 2009.

bagi kesehatan.

Info

Masyarakat.

mengandung banyak racun dan bahan

akibatnya

2004.

Kedokteran

4. Lusianawaty

Tana

Sulistyowati Hubungan

Kerja.

D,

Tuminah. Lama

Kerja

dan

31 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013


Posisi Kerja dengan Keluhan

Produktivitas. Surakarta: UNIBA

Otot

Press. 2004.

Rangka

Leher

dan

Ekstremitas Atas pada Pekerja

11. Pheasant S. Ergonomics, Work

Garmen Perempuan di Jakarta

and

Utara.

Publishers, I

Buletin

Penelitian

Health.

USA:

Aspen

Kesehatan. 2009;37:12-22. 5. Arnita.

Prinsip

Ergonomik

Kurangi Gangguan Kesehatan Kerja. Farmacia. 2006. 6. Woro

Riyadina

Lusianawaty Nyeri

FXS,

Tana.

Keluhan

Muskuloskeletal

pada

Pekerja Industri di Kawasan Industri Pulo Gadung Jakarta. Jurnal

Kedokteran

Indonesia.

2008;58:8. 7. Tarwaka. Ergonomi Industri : Dasar-Dasar Ergonomi

Pengetahuan dan

Tempat

Aplikasi

Kerja.

di

Surakarta:

Harapan Press; 2011. 8. Bukhori E. Hubungan Faktor Risiko

Pekerjaan

Terjadinya

dengan Keluhan

Musculoskeletal

Disorders

(MSDs) pada Tukang Angkut Beban Penambang Emas di Kecamatan

Cilograng

Kabupaten Lebak Tahun 2010 [Skripsi]. Tangerang: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2010. 9. Harianto Kesehatan

R.

Buku

Kerja.

Ajar Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2010. 10. Tarwaka SHB, Lilik Sudiajeng. Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan

Kerja,

dan

32 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013


ANALISIS KELELAHAN KERJA BERDASARKAN BEBAN

Penelitian

KERJA PADA TENAGA KERJA BAGIAN PRODUKSI Y, PT X SURABAYA Nita Setyawati Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga ABSTRAK

Kelelahan kerja memberi kontribusi 60% terhadap terjadinya kecelakaan kerja. Kelelahan juga dapat berakibat meningkatkan risiko terhadap penyakit. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kelelahan kerja berdasarkan beban kerja pada tenaga kerja bagian produksi Y, PT X Surabaya. Penelitian ini adalah penelitian analitik dengan metode pengumpulan data secara observasional, sedangkan menurut waktunya adalah cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua tenaga kerja bagian produksi Y processing dan packing line pada shift pagi PT X Surabaya yang berjumlah 71 orang. Jumlah sampel penelitian sebanyak 42 orang yang diambil secara simple random sampling. Variabel yang diteliti adalah beban kerja serta kelelahan kerja yang terdiri dari kelelahan akut dan kelelahan kronis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan beban kerja antara unit kerja processing dan packing line, namun tidak terdapat perbedaan kelelahan akut maupun kelelahan kronis antar unit kerja. Kelelahan akut yang dialami pekerja menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan dengan beban kerja. Namun kelelahan kronis yang dialami pekerja menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan dengan beban kerja. Penelitian ini disarankan agar mengevaluasi hasil kelelahan kronis yang paling sering dirasakan pekerja meliputi keluhan haus, keluhan nyeri punggung dan bahu, pelemahan motivasi, kepercayaan diri berkurang serta pelemahan kegiatan. Kata kunci : Kelelahan akut, kelelahan kronis, beban kerja ABSTRACT Fatigue gives contribution more than 60% toward occurrence of work accidents. Fatigue may result the increase risk of disease. This study aims to analyze the fatigue based on workload of the labor in production sector Y of PT X Surabaya.This study was an analytical study with observational data collection methods, according to a cross-sectional time. Population in this research is 71 people, all employee of Y processing production and morning work shift of packing production line sector of PT X Surabaya. Total Sample in this research is 42 people taken by simple random sampling. The observed variable were workload and work fatigue with acute and chronic fatigue. The research showed that there are differences of workload between pack line and processing work unit, but no differences of acute fatigue as well as chronic fatigue between work units. Acute fatigue experienced by workers showed no significant correlation with the workload. However, chronic fatigue experienced by workers showed a significant correlation with the workload. This research is suggested to evaluate the result of the highest chronic fatigue experienced by employee, including thirstiness complaint, shoulder and back pain complaint, weak of motivation, lack of self esteem, and decline of activity. Keywords: acute fatigue, chronic fatigue, workload

33 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013


PENDAHULUAN

Kelelahan bisa terjadi oleh sebab fisik ataupun tekanan mental. Setiap pekerja

Secara umum penyebab kecelakaan yaitu akibat tindakan atau perbuatan manusia

yang

tidak

memenuhi

keselamatan (unsafe human acts) dan keadaan lingkungan yang tidak aman (unsafe

condition).

Faktor

manusia

menempati posisi yang sangat penting terhadap terjadinya kecelakaan kerja yaitu antara

80-85%.

penyebab

1

Salah

utama

satu

faktor

kecelakaan

yang

memiliki beban kerja yang berbeda-beda, baik dari segi beban fisik maupun tekanan mental. Berat ringannya

beban kerja

seseorang ditentukan oleh lamanya waktu melakukan pekerjaan dan jenis pekerjaan itu sendiri. Semakin berat beban kerja, sebaiknya

semakin

pendek

waktu

kerjanya agar terhindar dari kelelahan dan gangguan fisiologis yang berarti atau sebaliknya.

4

disebabkan manusia adalah stress dan kelelahan

(fatigue).

memberi

kontribusi

Kelelahan 60%

terjadinya kecelakaan kerja.

kerja

Jika tidak diperhatikan hal tersebut,

terhadap

maka kondisi demikian memberi beberapa

2

akibat

diantaranya

adalah

munculnya

kelelahan. Kelelahan merupakan suatu Berdasarkan data dari International Petroleum Industry Environmental and Conservation

Association

menyatakan

bahwa hasil penyelidikan dari beberapa kecelakaan selama

30

industri tahun

dan

lingkungan

terakhir

telah

mengidentifikasi bahwa kelelahan sebagai faktor

penyumbang

tersebut.

3

utama

insiden

mekanisme

perlindungan

agar

tubuh

terhindar dari kerusakan, sehingga terjadi pemulihan. Kelelahan kerja menyebabkan penurunan kinerja yang dapat berakibat pada

peningkatan

kesalahan

kerja,

ketidak hadiran, keluar kerja, kecelakaan kerja dan berpengaruh pada perilaku kerja.

5

Menurut Cox (2000) menyatakan Data kecelakaan PT X Surabaya dari bulan Januari s.d. April 2013, mencatat bahwa cukup banyak terjadi near-miss yaitu sekitar 44 kali serta 1 kecelakaan kerja dan 4 kecelakaan lalu lintas yang terjadi di bagian produksi Y.

bahwa beberapa gejala yang merupakan sindrom dari kelelahan meliputi myalgia, muscle weakneas, malaise atau yang disebut muskuloskletal.

sebagai 6

Sedangkan

gangguan menurut

Worksafe (2008) efek jangka panjang kelelahan kerja akan berdampak terhadap

1

4

2

5

Anizar, 2009: 3 Setyawati, 2010 : 33 3 IPIECA, 2007

Ratnawati, 2011 Suma’mur, 2009 6 Cox, 2000

34 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013


penyakit

hipertensi,

gangguan

fungsi

Pengumpulan data dilakukan dengan alat

diabetes

mellitus,

dan

reaction timer, observasi, kuesioner IFRC

sebagainya. Hal ini dimungkinkan bahwa

dan wawancara. Data dianalisis dengan

kelelahan

menggunakan uji statistik kruskal wallis

jantung,

7

kerja

dapat

menimbulkan

dampak gangguan tersebut. Sementara kesehatan pada

hasil

tahun

mencatat

dari

dan spearman correlation.

data

gangguan

pemeriksaan

2012,

bahwa

PT

X

penyakit

gangguan

fungsi

mellitus,

gangguan

HASIL

berkala Surabaya

Unit Kerja

hipertensi,

jantung,

diabetes

muskuloskletal

Pada bagian produksi PT X Surabaya dibagi menjadi tiga unit kerja

yakni

Processing, Packing line A dan Packing

menempati urutan 10 besar gangguan

line

Unit

kerja

processing

kesehatan tertinggi.

bertanggungjawab

untuk

memroses

Penelitian

ini

bertujuan

untuk

menganalisis kelelahan kerja berdasarkan beban kerja pada tenaga kerja bagian

B.

produk

mentah

sedangkan

sampai

produk

jadi,

kerja

packing

line

unit

bertanggungjawab

untuk

melakukan

pengemasan produk. Unit kerja packing

produksi Y, PT X Surabaya.

line dibagi menjadi dua karena packing line A memiliki speed yang rendah namun

METODE

kompleksitasnya Desain penelitian merupakan analitik observasional dengan pendekatan cross

tinggi,

sedangkan

packing line B memiliki speed yang tinggi namun kompleksitasnya rendah.

sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah

semua

tenaga

kerja

bagian

Beban Kerja

produksi Y processing dan packing line Beban

pada shift pagi PT X Surabaya yang berjumlah

71

orang.

penelitian

sebanyak

Jumlah 42

orang

sampel yang

diambil secara simple random sampling. Waktu penelitian dilakukan selama dua

melakukan

kerja serta kelelahan kerja yang terdiri dari kelelahan akut dan kelelahan kronis. 7

Worksafe, 2008

diukur

pengukuran

dengan

beban

kerja

berdasarkan pengeluaran energi sesuai pedoman Indonesia.

bulan, mulai 22 April-22 Juni 2013. Variabel yang diteliti adalah beban

kerja

dalam

Standar

Nasional

8

Data hasil pengukuran beban kerja berdasarkan pengeluaran energi bagian produksi Y, PT menunjukkan 8

bahwa

pada

X Surabaya

sebagian

besar

SNI 7269, 2009

35 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013


tenaga kerja bagian produksi Y, PT X

pengukuran

Surabaya memiliki beban kerja sedang

kuesioner IFRC terhadap 42 tenaga kerja

yaitu 34 orang (80,95%). Sedangkan

diperoleh bahwa sebagian besar tenaga

sisanya

(14,29%)

kerja mengalami kelelahan kronis yakni

memiliki beban kerja berat, dan 2 orang

sebanyak 25 orang (59,52%), sedangkan

(4,76%) memiliki beban kerja ringan.

sebanyak 17 orang (40,48%) tidak terjadi

sebanyak

6

orang

kelelahan

kerja

dengan

kelelahan kerja atau normal. Kelelahan Kerja Perbedaan Beban Kerja antar Unit Kelelahan kerja diukur dengan dua

Kerja

metode yakni obyektif dan subyektif, metode

menunjukkan

Perbedaan beban kerja pada tenaga

adanya kelelahan akut dengan melakukan

kerja bagian produksi PT X Surabaya

pengukuran menggunakan alat reaction

pada unit kerja processing, packing line A

timer, sedangkan metode subyektif untuk

dan packing line B,

menunjukkan adanya kelelahan kronis

bahwa

dengan

kuesioner

sebagian besar memiliki beban kerja berat

Industrial Fatigue Research Committee

yakni sebanyak 6 orang (50%) sedangkan

(IFRC).

obyektif

untuk

menggunakan

9

pada

unit

dapat diketahui kerja

processing

sisanya 4 orang (33,33%) memiliki beban

Data hasil pengukuran kelelahan akut

kerja sedang dan 2 orang (16,67%)

pada tenaga kerja bagian produksi Y, PT

memiliki beban kerja ringan. Sedangkan

X Surabaya menunjukkan bahwa dari

pada unit kerja packing line A maupun

hasil pemeriksaan kelelahan kerja dengan

packing line B, semua tenaga kerja

reaction timer terhadap 42 tenaga kerja

memiliki beban kerja sedang.

didapatkan sebanyak

9 tenaga kerja

(21,43%) telah mengalami kelelahan akut pada

saat

dilakukan

pemeriksaan,

sedangkan 33 tenaga kerja (78,57%) lainnya normal atau tidak mengalami

Berdasarkan hasil uji statistik Kruskal Wallis

didapatkan

nilai

(p)

=

0,05

(signifikansi ≤ 0,05) yang artinya bahwa ada perbedaan beban kerja berdasarkan pengeluaran energi pada tenaga kerja

kelelahan.

bagian produksi Y, PT X Surabaya, yakni Sedangkan data hasil pengukuran kelelahan menggunakan

kronis

yang

kuesioner

IFRC

diukur pada

beban kerja pada unit kerja processing berbeda

dengan

beban

kerja

pada

packing line A maupun packing line B.

tenaga kerja bagian produksi Y, PT X Surabaya menunjukkan bahwa dari hasil 9

Tarwaka, 2010 :350

36 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013


Perbedaan Kelelahan Kerja antar Unit

line B, dapat diketahui bahwa sebagian

Kerja

besar terjadi kelelahan kronis baik di unit kerja processing (75%), packing line A

Perbedaan kelelahan kerja antar unit kerja pada tenaga kerja bagian produksi Y,

PT X Surabaya pada unit kerja

processing, packing line A dan packing line

B

baik

kelelahan

akut maupun

kelelahan kronis, dapat diketahui bahwa

(53,85%),

maupun

(58,82%).

packing

Namun

perbandingan

line

B

jika

dilihat

persentase,

maka

persentase tertinggi yang terjadi kelelahan kronis adalah pada unit kerja processing (75%) daripada unit kerja lainnya.

sebagian besar tidak terjadi kelelahan akut atau normal baik di unit kerja processing

(83,33%),

packing

line

A

Berdasarkan hasil uji statistic Kruskal Wallis

didapatkan

nilai

(p)

=

0,442

(84,62%), maupun packing line B (70,

(signifikansi > 0,05) artinya tidak ada

59%). Namun jika dilihat perbandingan

perbedaan kelelahan kronis antar unit

persentase, maka persentase tertinggi

kerja pada tenaga kerja bagian produksi

yang terjadi kelelahan akut adalah pada

PT X Surabaya.

unit

kerja

daripada

packing unit

line

B

(29,41%)

kerja

lainnya.

Berdasarkan hasil uji statistik Kruskal Wallis

didapatkan

nilai

(p)

=

0,588

Hubungan antara Beban Kerja dengan Kelelahan Kerja Data mengenai

hubungan antara

(signifikansi > 0,05) artinya tidak ada

beban kerja dengan kelelahan kerja pada

perbedaan kelelahan akut antar unit kerja

tenaga kerja bagian produksi Y, PT X

pada tenaga kerja bagian produksi PT X

Surabaya baik kelelahan akut maupun

Surabaya.

kelelahan kronis disajikan dalam bentuk

Selanjutnya

mengenai

analisis

perbedaan kelelahan kronis antar unit kerja pada tenaga kerja bagian produksi PT

X

Surabaya

pada

unit

kerja

tabulasi

silang.

Hasil

tabulasi

silang

hubungan antara beban kerja dengan kelelahan akut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

processing, packing line A dan packing

37 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013


Tabel 1

kelelahan akut dan sisanya sebagian

Perbedaan Hubungan Beban Kerja dengan Kelelahan

besar normal (79,41%). Kemudian tenaga

Akut

kerja yang memiliki beban kerja berat, maka sebanyak dua orang (33,33%) terjadi

Kelelahan Akut Beban Kerja

Normal

Kelelahan

TOTAL

akut,

dan

sisanya

sebagian besar normal (66,67%). Namun jika

Kerja

kelelahan

dilihat

berdasarkan

perbandingan

n

%

n

%

n

%

persentase, maka persentase tertinggi

Ringan

2

100

0

0%

2

100

yang terjadi kelelahan akut adalah pada

Sedang

27

79,4

7

20,6

34

100

tenaga kerja yang memiliki beban kerja

Berat

4

66,7

2

33,3

6

100

berat (33,33%) daripada beban kerja

33

78,6

9

21,4

42

100

ringan dan sedang.

Total

Hasil Tabel 1 menunjukkan bahwa semua tenaga kerja yang memiliki beban kerja ringan maka tidak terjadi kelelahan akut (100%). Sedangkan tenaga kerja yang memiliki

beban

kerja

sedang

maka

sebanyak tujuh orang (20,59%) terjadi Selanjutnya

mengenai

analisis

menggunakan

statistik

Spearman

dengan

Correlation

didapatkan nilai (p) = 0,958 (signifikansi > 0,05) artinya tidak ada hubungan antara beban kerja dengan kelelahan akut pada tenaga kerja bagian produksi Y, PT X Surabaya.

analisis

produksi Y, PT X yang disajikan dalam

hubungan antara beban kerja dengan

bentuk tabulasi silang dapat dilihat pada

kelelahan kronis pada tenaga kerja bagian

tabel di bawah ini.

38 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013


Tabel 2 Hubungan Beban Kerja dengan Kelelahan Kronis

dalam

Kelelahan Kronis Beban Kerja

TOTAL

Kerja

serta

Keputusan

penetapan berdasarkan

Nomor

51

(1999)

didapatkan hasil bahwa sebagian besar

n

%

N

%

n

Ringan

1

50

1

50

Sedang

16

47,1

18

Berat

0

0

17

40,5

Total

bekerja,

kategori beban kerja

Kelelahan

Normal

kepada pekerja selama Âą empat jam

%

tenaga kerja PT X Surabaya memiliki

2

100

beban kerja sedang yakni sebesar 34

52,9

34

100

orang (80,95%) dan sisanya enam

6

100

6

100

orang (14,29%) memiliki beban kerja

25

59,5

42

100

berat serta 2 orang (4,76) memiliki beban kerja ringan. Sedangkan jika dilihat dari distribusi masing-masing unit

Tabel

2

menunjukkan

bahwa

tenaga kerja yang memiliki beban kerja ringan memiliki persentase yang sama (50%) baik terjadinya kelelahan kronis maupun normal. Sedangkan tenaga kerja yang memiliki beban kerja sedang

kerja bahwasannya yang memiliki beban kerja sedang terbanyak terdapat pada unit kerja packing line A dan B, karena seluruh pekerja memiliki beban kerja yang sama (100%) yakni beban kerja sedang.

maka sebagian besar terjadi kelelahan kerja

kronis

sebanyak

18

orang

Kelelahan Kerja

(52,94%) dan sisanya normal (47,06%). Kemudian tenaga kerja yang memiliki beban

kerja

mengalami

berat,

kelelahan

semuanya kronis

yakni

sebanyak enam orang (100%). Hasil analisis statistik dengan menggunakan Spearman

Correlation

didapatkan

didapatkan nilai (p) = 0,05 (signifikansi ≤ 0,05) artinya ada hubungan antara beban kerja dengan kelelahan kronis pada tenaga kerja bagian produksi Y PT

Data pengukuran kelelahan kerja diukur

dengan

dua

metode

yakni

obyektif dan subyektif. Metode obyektif dengan

melakukan

pengukuran

kelelahan kerja dengan menggunakan alat reaction timer, sedangkan metode subyektif

dengan

melakukan

pengukuran keluhan kelelahan kerja dengan

menggunakan

kuesioner

Industrial Fatigue Research Committee (IFRC).

X Surabaya.

Berdasarkan

PEMBAHASAN

hasil

pengukuran

tersebut menunjukkan bahwa dari 42 tenaga

Beban Kerja

kerja

didapatkan

sebanyak

sembilan tenaga kerja (21,43%) telah Berdasarkan

hasil

pengukuran

beban kerja dengan metode SNI (7269, 2009) yang telah dilakukan pengamatan

mengalami kelelahan kerja akut pada saat dilakukan pemeriksaan, sedangkan 33 tenaga kerja (78,57%) lainnya normal

39 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013


atau tidak mengalami kelelahan. Hal ini

tentang

pelemahan

kegiatan,

10

menunjukkan bahwa sebagian besar

keluhan tentang pelemahan motivasi

tenaga kerja tidak mengalami kelelahan

dan 10 keluhan tentang gambaran

kerja atau normal.

kelelahan fisik didapatkan hasil bahwa keluhan yang sering dirasakan oleh

Walaupun angka kejadian dalam penelitian ini termasuk dalam kategori rendah namun perlu adanya perbaikan karena berdasarkan hasil wawancara kepada

responden,

pekerja adalah berat di kaki akibat pelemahan kegiatan, mudah lupa akibat pelemahan motivasi serta haus akibat kelelahan fisik.

bahwasannya

hampir semua tenaga kerja mengaku

Dari

dua

metode

pengukuran

kewaspadaannya berkurang jika merasa

tersebut ternyata terjadi perbedaan, jika

mengalami

dilihat

contoh

kelelahan

bahwa

processing,

kerja.

pada

tenaga

Seperti

unit kerja

kerja sering

menurut

alat

reaction

timer

menunjukkan tidak terjadi kelelahan , namun

jika

dilihat

berdasarkan

terbentur kepalanya jika sudah merasa

kuesioner IFRC menunjukkan terjadinya

lelah, dan pada unit kerja packing line,

kelelahan.

konsentrasinya

dalam

dilakukan oleh Setyawati bahwasannya

produk,

tidak ada hubungan antara waktu reaksi

kegagalan

dan perasaan kelelahan kerja. Hal ini

melakukan sehingga

berkurang pengecekan

mengakibatkan

Menurut

penelitian

yang

karena perasaan kelelahan kerja adalah

produk.

komponen emosi mental dan bersifat Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap tenaga kerja bagian produksi Y, PT X Surabaya berdasarkan hasil

pengukuran

kelelahan

kronis

kronis sedangkan waktu reaksi adalah komponen emosi

secara fisik sesaat,

jadi kedua-duanya tidak berhubungan secara bermakna.

10

melalui kuesioner IFRC menunjukkan bahwa terjadi kelelahan kerja kronis pada 24 orang (57,1%), sedangkan sisanya 18 orang (42,9%) tidak terjadi kelelahan

atau

normal.

Hal

ini

Perbedaan Beban Kerja antar Unit Kerja

menunjukkan bahwa sebagian besar

Berdasarkan

hasil

penelitian

tenaga kerja bagian produksi Y, PT X

menunjukkan bahwa ada perbedaan

Surabaya mengalami kelelahan kronis.

beban kerja pada bagian produksi Y, PT

Berdasarkan kuesioner

dari

distribusi Industrial

hasil Fatigue

Research Committee (IFRC) Jepang yang berisi 30 daftar keluhan kelelahan kronis yang terdiri dari ; 10 keluhan

X

tersebut,

khususnya

bahwa

ada

perbedaan antara unit kerja processing dan unit kerja packing line. Sedangkan packing line A dan B memiliki beban 10

Setyawati, 2010 ; 82

40 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013


kerja sama yakni beban kerja sedang.

yakni (signifikansi > 0,05) baik kelelahan

Meskipun berdasarkan hasil wawancara

akut (p) = 0,588 maupun kelelahan

kepada responden bahwasannya beban

kronis (p) = 0,442 menunjukkan bahwa

kerja packing line A lebih berat daripada

tidak ada perbedaan kelelahan kerja

packing line B.

baik di unit kerja processing, packing

Hal ini karena pada unit kerja

line A dan packing line B. Dengan

packing line A memiliki kompleksitas

demikian menunjukkan bahwa kerja

yang tinggi yakni adanya pekerjaan

kedua sistem antagonistis tersebut pada

changeover atau merubah mesin untuk

masing-masing

pergantian varian produk. Selain itu

perbedaan atau sama.

pula, pada unit kerja packing line A , intensitas

memperbaiki

ini

tidak

menunjukkan

ada

bahwa

lebih

meskipun terdapat perbedaan beban

sering daripada packing line B. Hal ini

kerja berdasarkan pengeluaran energi

sesuai jika dilihat berdasarkan hasil nilai

antara unit kerja processing dan unit

pengeluaran energi bahwasannya nilai

kerja packing line, namun tidak ada

kalori

besar

perbedaan tingkat kelelahan kerja di

daripada nilai kalori yang dikeluarkan

antara keduanya. Menurut Suma’mur

packing line B. Meskipun, nilai kalori

(2009)

packing line A lebih besar daripada

memiliki

packing line B, kategori beban kerja

dalam mengatasi beban kerja masing-

keduanya sama

beban kerja

masing. Jadi tenaga kerja yang memiliki

sedang, karena berada di rentang nilai

beban kerja yang lebih ringan atau lebih

>200-350 kkal/jam.

berat daripada lainnya akan merasakan

packing

Sedangkan

line

A

yakni

mesin

Hal

pekerja

lebih

pada

unit

kerja

processing memiliki beban kerja yang berbeda-beda

karena

jenis

bahwasannya kesanggupan

tiap

pekerja

berbeda-beda

beban yang sama dengan lainnya. Sedangkan jika dilihat berdasarkan distribusi kelelahan kerja akut pada

pekerjaannya pun berbeda, yakni beban

masing-masing

kerja ringan pada bagian control room

menunujukkan bahwa pada unit kerja

dan helper proses, beban kerja sedang

packing line B terjadi kelelahan kerja

pada bagian operator slurry, helper

tertinggi (29,41%) dibandingkan dengan

slurry, dan operator modul, sedangkan

unit kerja processing (16,67%) dan

beban kerja berat pada bagian operator

packing

kapuran, operator steril, operator rework

menunjukkan bahwa packing line B

, dan handling material.

lebih rentan terjadi kelelahan akut. Menurut

Perbedaan Kelelahan Kerja antar Unit Kerja

line

unit

A

(15,38).

Suma’mur

kerja,

Hal

ini

(2009;361)

kelelahan akut yaitu disebabkan oleh kerja suatu organ atau seluruh organ

statistic

tubuh secara berlebihan dan datangnya

kruskal wallis terhadap kelelahan kerja

secara tiba-tiba. Hal ini karena prinsip

Berdasarkan

hasil

uji

41 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013


waktu reaksi hanya mengukur kelelahan

kerja

kerja sesaat (Setyawati ; 2010).

komponen keluhan tersebut.

Sebaliknya, jika dilihat berdasarkan

hampir

pernah

Kemudian

distribusi kelelahan kronis pada masing-

keluhan

masing unit kerja, menunujukkan bahwa

masing-masing

pada

unit

merasakan

dari

kelelahan

3

komponen

kronis

dilihat

3

tersebut,

jenis

keluhan

kerja

processing

terjadi

yang paling banyak dirasakan oleh

kerja

tertinggi

(75%)

pekerja pada masing-masing unit kerja.

dibandingkan dengan unit kerja packing

Berdasarkan distribusi hasil keluhan

line A (53,85%) dan packing line B

pekerja

(52,94%). Hal ini menunjukkan bahwa

menunjukkan bahwa jenis keluhan yang

unit kerja processing lebih rentan terjadi

dirasakan oleh pekerja hampir sama

kelelahan kronis. Menurut Suma’mur

antara unit kerja processing, packing

(2009

line A maupun packing line B.

kelelahan

kelelahan

kronis

merupakan

yang

tertinggi

tersebut

kelelahan yang terjadi sepanjang hari dalam jangka waktu yang lama dan kadang-kadang

terjadi

melakukan pekerjaan.

11

sebelum

Hal ini sesuai

Hubungan

antara

Beban

Kerja

dengan Kelelahan Kerja

dengan pendapat Setyawati (2010) yang menyatakan bahwa perasaan kelelahan kerja

menggambarkan

terjadinya

dilakukan pada tenaga kerja bagian produksi

kelelahan kronis. Selanjutnya

Berdasarkan hasil penelitian yang

dalam

penilaian

Y,

menunjukkan

PT

X

bahwa

Surabaya,

tidak

terdapat

kelelahan kronis berdasarkan kuesioner

hubungan antara beban kerja dengan

IFRC yang terdiri dari tiga komponen

kelelahan akut pada tenaga kerja bagian

keluhan

produksi Y, PT X Surabaya

yakni

pelemahan

kegiatan,

tersebut

pelemahan motivasi dan kelelahan fisik

yang didapatkan dari nilai Spearman

menunjukkan bahwa pada unit kerja

Correlation (p)= 0,958 (signifikansi >

processing lebih mengalami kelelahan

0,05).

fisik , sedangkan unit kerja packing line A

maupun

mengalami

packing

line

pelemahan

B

lebih

kegiatan.

Meskipun jika dilihat distribusi selisih nilai

antara

pelemahan

kegiatan,

pelemahan motivasi maupun kelelahan fisik pada masing-masing unit kerja tidak jauh berbeda. Artinya bahwa semua unit

Sedangkan untuk hasil penelitian mengenai hubungan antara beban kerja dengan kelelahan kronis pada tenaga kerja bagian produksi PT X Surabaya menunjukkan

bahwa

ada

hubungan

antara beban kerja dengan kelelahan kronis

yang

Spearman

didapatkan Correlation

dari (p)=

nilai 0,05

(signifikansi ≤ 0,05). 11

Suma’mur, 2009;361

42 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013


Dari berbagai hasil penelitian di atas,

dapat

dilihat

berbagai

bahwa

perbedaan

terdapat mengenai

Maka dari itu, istirahat setengah jam setelah menerus

empat

jam

sangat

bekerja

terus

penting

artinya

hubungan antara beban kerja dengan

pemulihan kemampuan fisik dan mental

kelelahan

maupun

kronis.

akut

Hal

maupun

ini

karena

kelelahan terjadinya

pengisian

energi

yang

sumbernya berasal dari makanan.

13

kelelahan kerja disebabkan oleh banyak faktor.

Menurut

pendapat

menyatakan bahwa faktor-faktor yang dapat berpengaruh terhadap terjadinya kelelahan

kerja

bermacam-macam,

mulai dari faktor lingkungan kerja yang tidak memadai untu bekerja samapai kepada masalah psikososial yang dapat berpengaruh

terhadap

kelelahan kerja.

Selain itu, PT X Surabaya juga

Setyawati

terjadinya

menyediakan tempat duduk di bagian produksi, sehingga dapat dipergunakan pekerja

untuk

statistik kerja

penelitian

mengenai

dengan

ini,

hasil

hubungan

kelelahan

akut

uji

lelah

berdiri. Meskipun kebijakan istirahat PT X Surabaya yang hanya menyediakan waktu istirahat Âą 30 menit, namun dalam operasionalnya

12

sejenak

ketika mereka sudah merasa

mendapatkan Dalam

beristirahat

di

lapangan

istirahat

dalam bekerja

pekerja

yang

cukup

yakni Âą dua jam yang

beban

digunakan pekerja untuk makan, sholat,

tidak

minum, ke toilet, istirahat yang dilakukan

signifikan dikarenakan beberapa faktor

secara

lain yang terdapat di PT X Surabaya,

kerjanya. Hal inilah yang memungkinkan

meliputi

telah

pekerja tidak mengalami kelelahan akut

memberikan gizi yang sangat cukup

meskipun memiliki beban kerja berat.

kepada pekerja dan sudah memenuhi

Menurut

empat

serta

seseorang diberi beban kerja melebihi

pekerja diperbolehkan makan setelah

kapasitas dan kemampuan kerjanya

empat jam kerja. Hal ini sesuai karena,

maka

berdasarkan

responden

terjadinya kesalahan dan kecelakaan

mulai mengalami kelelahan kerja pada

kerja. Beban kerja yang semakin besar

saat empat jam setelah masuk kerja.

menyebabkan waktu seseorang dapat

Menurut Suma’mur (2009) bahwa suatu

bekerja

pekerjaan yang bebannya biasa-biasa

semakin pendek.

PT

X

sehat

lima

Surabaya

sempurna

wawancara

bergantian

Suma’mur

akan

dengan

(2009),

memperbesar

tanpa

mengalami

rekan

jika

risiko

kelelahan

saja, yaitu tidak terlalu ringan ataupun berat,

produktivitas

mulai

sesudah empat jam bekerja. Keadaan ini

terutama

sejalan

dengan

menurunnya kadar gula di dalam darah. 12

Sebaliknya hasil uji statistik antara

menurun

Setyawati, 2010:33

beban kerja dengan kelelahan kronis signifikan disebabkan karena beberapa faktor 13

dari

hasil

kuesioner

dan

Suma’mur, 2009 :375

43 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013


wawancara

meliputi;

aktivitas

untuk terjadinya kelelahan, gangguan

mengangkat barang sering dilakukan

kesehatan, penyakit dan kecelakaan

oleh pekerja, sehingga menyebabkan

serta ketidakpuasan.

keluhan nyeri punggung dan bahu, apalagi cara mengangkat yang tidak ergonomi, sehingga keluhan tersebut

KESIMPULAN

jika tidak segera diperhatikan dalam jangka waktu lama akan menyebabkan

disimpulkan sebagai berikut :

kelelahan kronis . Selain

itu,

wawancara

Dari hasil pembahasan, maka dapat

berdasarkan

kepada

hasil

responden,

1. Terdapat 3 unit kerja di bagian produksi

Y,

yaitu

unit

sebagian pekerja berpendapat bahwa

processing,

waktu istirahat mereka tidak cukup

packing line B. Packing line A dan B

ketika ada overtime. Hal ini karena

dibedakan karena packing line A

setelah pulang kerja pukul 14.00 pekerja

memiliki kompleksitas tinggi daripada

harus kembali lagi pada pukul 22.00.

packing line B. Sedangkan packing

Sehingga

beberapa

line B memiliki speed yang tinggi

menyatakan

bahwa

responden

mereka

masih

mengalami kelelahan kerja ketika harus

packing

line

kerja A

dan

daripada packing line A. 2. Sebagian

berangkat kerja kembali, karena selang

memiliki

istirahat hanya 6 jam, yang tidak cukup

sebanyak

digunakan untuk pemulihan tenaga.

Sedangkan

besar

tenaga

beban 34

kerja orang

sisanya

kerja sedang

(80,95%).

sebanyak

6

orang (14,29%) memiliki beban kerja Menurut

Suma’mur

(2009)

menyatakan bahwa lamanya seseorang bekerja dengan baik dalam sehari pada

berat dan 2 orang (4,76%) memiliki beban kerja ringan. 3. Sebagian besar tenaga kerja tidak

umunya 6-10 jam. Sisanya (14-18 jam)

mengalami

dipergunakan untuk kehidupan dalam

normal yaitu sebanyak 33 orang

keluarga

istirahat,

(78,57%). Namun, sebagian besar

Memperpanjang

mengalami kelelahan kronis yaitu

dan

masyarakat,

tidur, dan lainnya.

14

waktu kerja lebih dari kemampuan lama bekerja tersebut biasanya tidak disertai

kelelahan

akut

atau

sebanyak 25 orang (59,52%). 4. Terdapat

perbedaan beban kerja

efisiensi, efektivitas, dan produktivitas

berdasarkan

kerja yang optimal, bahkan biasanya

antara unit kerja processing dan

terlihat penurunan kualitas dan hasil

packing line.

pengeluaran

energi

kerja serta bekerja dengan waktu yang

5. Tidak terdapat perbedaan kelelahan

berkepanjangan timbul kecenderungan

akut maupun kelelahan kronis baik di

14

Suma’mur, 2009 :364

44 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013


unit kerja processing, packing line A,

membutuhkan

maupun packing line B.

lama;

waktu

yang

6. Kelelahan akut yang dialami tenaga

4. Mengadakan training mengenai

kerja tidak memiliki hubungan yang

pengetahuan terhadap mesin

signifikan

untuk

dengan

beban

kerja.

meningkatkan

Sedangkan kelelahan kronis yang

kepercayaan diri pekerja dalam

dirasakan pekerja memiliki hubungan

penanganan mesin khususnya

yang signifikan dengan beban kerja.

pada pekerja yang masih baru masuk atau pekerja yang baru dipindah tempat;

Untuk mengurangi tingkat kelelahan

5. Mengevaluasi kembali sistem

kronis pekerja pihak perusahaan dapat

kerja

melakukan beberapa hal seperti:

yang

dapat

mengakibatkan

pelemahan

kegiatan atau tidak cukupnya

1. Menambah jumlah persediaan tempat air minum khususnya di

pemulihan

unit kerja packing line dengan

mengurangi adanya overtime

jumlah setiap 3 mesin minimal

atau

terdapat 1 tempat air minum

overtime.

dan

memperhatikan

tenaga

merubah

dengan

jam

kerja

kembali

kebersihan dari gelas minum

REFERENSI

yang dipakai untuk mengurangi 1. Anizar.

keluhan haus; 2. Mengevaluasi kerja

kembali

ergonomi

menyediakan

cara

dengan

alat

bantu

Teknik

Kesehatan

Keselamatan

Kerja

di

dan

Industri.

Yogyakarta : Graha Ilmu. 2009 2. Cox, Diane L. Occupational Therapy

mengangkat barang seperti alat

and

Chronic

Fatigue

Syndrome.

pengungkit atau hidrolik untuk

Whurr Publishersn : London and

mengurangi keluhan nyeri di

Philadepphia. 2000 3. Julianti K, Mellisa. Hubungan antara

punggung dan bahu; 3. Melakukan tindak lanjut segera

factor Individu dan Faktor Pekerjaan

ketika ada tanda-tanda mesin

dengan

abnormal untuk memperkecil

Tenaga

terjadinya

mesin

Kebisingan (Studi di Workshop I PT.

mengakibatkan

Barata Indonesia Gresik. Skripsi.

yang

kerusakan

dapat

pelemahan

motivasi

pekerja

seperti keluhan sulit mengontrol

Kelelahan Kerja

Objektif yang

pada

terpapar

Surabaya : FKM UNAIR. 2011 4. IPIECA. Managing fatigue in the

sikap akibat trouble mesin yang

workplace.

tidak

http://www.ogp.org.uk/pubs/392.pdf.

segera

teratasi

dan

OGP

2007. (Sitasi 3 Mei 2013).

45 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013


5. Setyawati,

Lientje

K.

Selintas

10.

Higiene

Perusahaan

Dan

Tentang Kelelahan Kerja. Yogyakarta

produktivitas Kerja. Jakarta : Sagung

: Amara. 2010

Seto. 2009

6. Setyawati, Lientje. Kelelahan Kerja Kronis-Kajian

Terhadap

Perasaan

11.

Tarwaka, Solichul HA. Bakri,

Lilik

Sudiajeng.

Ergonomi

Untuk

Kelelahan Kerja , Penyusunan Alat

Keselamatan, Kesehatan Kerja dan

Ukur

Produktivitas.

Serta

waktu

Hubungannya

Reaksi

dan

denga

Produktivitas

Kerja. Disertasi. Yogyakarta : UGM. 1996

Surakarta

:

UNIBA

Press. 2004 12.

Tarwaka.

Ergonomi

Industri.

Solo : Harapan press. 2010

7. Ratnawati,

Ika.

Kecukupan

Gizi

Pemenuhan Bagi

Pekerja

13.

Wati,

Kerja

es/747 2011. (Sitasi 8 Oktober 2012).

Karyawan

Berdasarkan

Widodo

dengan

Kelelahan

Laundry

di

Kerja

Kelurahan

Warungboto Kecamatan Umbulharjo

Kebutuhan

Kota Yogyakarta. Jurnal ISSN: 1978-

Kalori Menurut Pengeluaran Energi.

0575. Yogyakarta : FKM Universitas

Jakarta

Ahmad Dahlan. 2011

:

Tingkat

dan

Haryono. Hubungan Antara Beban

http://www.gizikia.depkes.go.id/archiv

8. SNI 7269. Penilaian Beban Kerja

Murleni

Badan

Standardisasi

Nasional. 2009 9. Soedarmayanti Hidayat.

dan

Syarifudin

Metodologi

Penelitian.

Bandung : CV. Mandar Maju. 2011

46 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013


Tinjauan Pustaka

ANAK DAN PEREMPUAN SEBAGAI KELOMPOK RENTAN KASUS PADA BENCANA BANJIR DI KABUPATEN BANJAR 1

2

Madelina Ariani , Novi Inriyanny Suwendro 1 Program Studi Kesehatan Masyarakat FK Universitas Lambung 2 Mangkurat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi madelinaariani@yahoo.com

*Dipresentasikan pada oral sesi di Seminar Nasional dengan tema MDGs untuk Indonesia Sehat 2015 melalui Riset dan Teknologi, Banjarbaru 3 November 2013 FK Universitas Lambung Mangkurat

ABSTRAK Hingga September 2013 terjadi 768 bencana di Indonesia, 36,97% adalah bencana banjir. Program pengurangan risiko bencana masih berkutat tentang pencegahan banjir. Ketahanan masyarakat belum terbangun dengan baik. 60% anak-anak di dunia merupakan korban bencana sedangkan perempuan dan anak perempuan berisiko 14 kali lebih besar mengalami kematian dari laki-laki dan anak laki-laki pada kondisi bencana. Tujuan dari telaah pustaka ini adalah menjelaskan keberadaan anak dan perempuan sebagai kelompok rentan serta kesakitan dan penyakit yang mempengaruhi ketahanan mereka dalam menghadapi bencana. Artikel ini menggunakan metode telaah pustaka dan kasus bencana banjir. Analisis data sekunder dari buletin bencana Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Menggunakan rekapitulasi data korban banjir dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah dan bagian penanggulangan bencana Dinas Kesehatan Kabupaten Banjar. Upaya untuk meningkatkan ketahanan anak dan perempuan terhadap bencana masih rendah. Dari 768 bencana di Indonesia 284 (36,97%) adalah bencana banjir dengan korban 137 jiwa dan 676.414 jiwa mengungsi. Korban terdampak bencana banjir di Kecamatan Astambul Kabupaten Banjar berjumlah 498 jiwa dengan jumlah korban perempuan 269 (54,01%), laki-laki 229 (45,98%), anak (laki-laki dan perempuan) 189 (37,95%). Terdapat kasus kehamilan dan melahirkan pada masa tanggap darurat banjir. Upaya penanggulangan bencana masih kurang memperhatikan anak dan perempuan sebagai kelompok rentan. Program pengurangan risiko bencana harus memperhatikan dua aspek; pencegahan bencana alam dan peningkatan ketahanan masyarakat. Pembekalan kesiapan anak terhadap bencana dapat dilakukan disekolah. Kata Kunci : anak dan perempuan, banjir, bencana, kelompok rentan, kesiapsiagaan. ABSTRACT Until September 2013 was occurred 768 disasters in Indonesia, 36.97 % is flood. Disaster risk reduction programs are still struggling on flood prevention. Community resilience has not been well. 60% of children in the world were affected disasters, while women and girls are 14 times higher risk of death than men and boys in disaster. The aim of this article is to explain the presence of children and women as a vulnerable group, morbidity and diseases which affects their resilience in facing disaster. This article uses a literature review and cases of floods as the methode. Secondary data analysis of disaster bulletins from National Disaster Management Agency. Using data summary of the flood victims by Region Disaster Management Agency and disaster management section of Health Office Banjar District. Effort to improve of children and women's resilience to disasters is still low. Of 768 disasters in Indonesia, 284 (36.97%) are flood with a number of victims is 137 and Internally Displaced Persons (IDPs) 676.414. Flood victims in Astambul District Banjar is 498 people, which in women 269 (54,01%), men 229 (45,98%), children (boys and girls) 189 (37,95%). There is cases pregnance and birth on flood emergency response. Disaster prevention efforts are still less attention to children and women as a vulnerable group. Disaster risk reduction programs should pay attention to two aspects; prevention of natural disasters and increase community resilience to disaster readiness Debriefing can be done in school.

47 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013


Keywords : children and women, floods, disasters, vulnerable groups, preparedness.

PENDAHULUAN

pencegahan bencana, salah satunya dengan

Kejadian bencana meningkat dalam

peningkatan

ketahanan

masyarakat.

satu dekade ini di seluruh dunia. Bencana

Program Desa Tangguh Bencana di 60 desa

alam tercatat sebanyak 332 ditahun 2011

rawan bencana di Indonesia menjadi salah

dan

satu

jumlah

ini

sama dengan

rata-rata

upaya

kesiapsiagaan

kejadian bencana diantara rentang tahun

bencana.

2001 hingga 2010 sebanyak 384 kejadian.

sorotan

Korban pengungsian mencapai 244,7 juta

masyarakat terhadap bencana. Pengendalian

jiwa dengan korban meninggal sebanyak

bencana

30773 jiwa. China, Amerika, Philipina, India,

pengendalian risiko bahaya dan penguatan

dan Indonesia adalah lima negara dengan

ketahanan

frekuensi kejadian bencana terbanyak di

kesiapsiagaan

1

dunia .

Namun, adalah

yang

menghadapi

perlu

kerentanan

memiliki

dua

masyarakat

menjadi

sekelompok

aspek

yakni

sehingga

bencana

harus

upaya imbang,

terutama pada kelompok rentan. Bencana

Banjir merupakan bencana alam yang paling sering terjadi dalam satu dekade ini di dunia. Banjir menyebabkan 53000 orang meninggal.

Di

Indonesia,

alam bisa saja terjadi, tetapi tidak disebut bencana

ketika

masyarakat

mampu

2,6

menghadapinya .

bencana

Kerentanan

adalah

orang

yang

hidrometeorologi mendominasi selama 2013.

memiliki karakteristik tertentu dan tinggal di

Tercatat

daerah

768

kejadian

bencana

hingga

rawan

bencana

yang

membuat

September 2013 dengan 36,97% kejadian

mereka lebih terancam bahaya dibanding

banjir. Korban banjir mencapai angka ratusan

masyarakat

ribu

kerentanan

ini

menyatakan

kerentanan

jiwa

dan

kerugian

yang

ditaksir

2,3

mencapai triliyunan rupiah . Kejadian

bencana

akan

terus

tersebut,

lainnya.

Namun,

belum

misalnya

difinisi

cukup bagi

untuk

kelompok

anak-anak

karena

meningkat seiring dengan perubahan iklim

banyaknya jumlah mereka yang menjadi

yang berpengaruh pada lingkungan. Tahun

korban tetapi tidak semua anak dimasukkan

2050, diperkirakan jumlah populasi yang

sebagai kelompok rentan. Kelompok rentan

rentan terhadap banjir ada dua miliyar orang

seperti ini dimasukkan ke kelompok yang

bahkan terhadap

lebih. banjir

Masyarakat akan

yang

rentan

berpotensi

meningkat

seiring

rentan

rentan.

diartikan

sebagai

berpotensi karakteristik

dengan banyaknya penduduk yang berdiam

kelompok

di dataran rendah, pengaruh perubahan

digolongkan sebagai umur tertentu dan etnik,

iklim, penggundulan hutan, dan peningkatan

dimana kelompok ini biasanya merupakan

4,5

permukaan air laut . Peningkatan kejadian bencana harus diimbangi dengan upaya kesiapsiagaan dan

dalam

Kelompok

masyarakat

yang

kelompok mayoritas dan memiliki satu atau lebih

karakteristik.

pertimbangan

untuk

Tiga

hal

memasukkan

menjadi suatu

48 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013


kelompok

pada kelompok

memiliki

keterbatasan

rentan,

yakni

meningkatnya kasus berat bayi lahir rendah

atau

pada masa bencana. Akses ke pelayanan

kekurangan fisik (cacat, bayi, dan anak),

kesehatan dan tingginya stress pada masa

memiliki

daya

bencana mempengaruhi keadaan ibu hamil

(masyarakat miskin dan pengangguran), dan

dan melahirkan yang menyebabkan berat

memiliki pengetahuan dan pengalaman yang

bayi lahir rendah atau pun kematian bayi.

mental

keterbatasan

sumber

7

rendah (anak, orang buta huruf, turis asing) . Akibat

perang

bencana

kurang

konflik

memperhatikan kelompok berpotensi rentan

menyebabkan dua juta anak meninggal dan

seperti anak-anak dan perempuan padahal

enam juta lebih mengalami luka-luka. 60

jumlah mereka yang menjadi korban selalu

persen

tinggi .

anak-anak

dan

Kesiapsiagaan

di

dunia

merupakan

3,7

korban bencana sedangkan perempuan dan

Kalimantan Selatan adalah salah satu

anak perempuan berisiko 14 kali lebih besar

provinsi di Indonesia yang masuk dalam

mengalami kematian dari laki-laki dan anak

daerah rawan bencana banjir. Dari 13

laki-laki pada kondisi bencana. Pada setiap

kabupaten

bencana biasanya terdapat lima persen dari

kabupaten merupakan daerah rawan banjir.

jumlah korban adalah wanita hamil dan

Bahkan telah ditetapkan 1000 desa di

wanita pada umur produktif (15-44 tahun)

Kalimantan selatan rawan banjir diantaranya

4,8

bersamaan dengan bayinya .

di

Kalimantan

Selatan,

10

550 desa merupakan desa langganan banjir.

Perempuan menjadi korban bancana,

Korban banjir di Kalimantan selatan lebih dari

umumnya karena sebagian besar wanita

10.000 jiwa dan merusak banyak rumah dan

tinggal di rumah sedangkan laki-laki pergi

lahan

bekerja

bencana banjir awal tahun 2013 ditetapkan

ketika

terjadi

bencana.

Banyak

wanita menjadi korban karena berusaha menyelamatkan

anak-anak

dan

pertanian.

Di

kabupaten

Banjar, 10

masa tanggap darurat hingga dua minggu .

kerabat.

Tulisan

ini

bertujuan

menjelaskan

Selain itu, lebih banyak pria yang bisa

keberadaan anak dan perempuan sebagai

berenang dan memanjat pohon dari pada

kelompok rentan, kesakitan dan penyakit

wanita sehingga wanita lebih rentan karena

yang

9

tidak bisa menyelamatkan diri . Kerentanan

masyarakat

mempengaruhi

dalam dan

banjir

menghadapi

merekomendasikan

ketahanan bencana, upaya

mereka dan

peningkatan

memiliki hubungan yang signifikan. Dampak

ketahanan bagi mereka. Selain itu, bencana

banjir menyebabkan 50 persen kematian

banjir telah menjadi bencana yang hadir

meningkat

setiap tahun di Kabupaten Banjar sehingga

pada

tahun

pertama

diiringi

banyaknya kasus penyakit menular, antara

perlu

lain

bencana, keberadaan kelompok rentan, dan

hepatitis

leptospirosis,

E,

penyakit

dan

pencernaan,

rendahnya

higien

diketahui

bagaimana

penanganan

upaya pelayanan kesehatan.

masyarakat. Bahkan, tekanan stress pasca banjir masih didapat hingga dua tahun setelahnya (8,6 persen – 53 persen). Ada hubungan

signifikan

antara

banjir

dan

METODE Analisis data sekunder dari buletin bencana Badan Nasional Penanggulangan

49 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013


Bencana tahun 2013 untuk mengetahui

perempuan dan anak sebagai kelompok

jumlah kejadian bencana, jenis bencana, dan

rentan menggunakan telaah pustaka dan

rekapitulasi jumlah korban. Menggunakan

kasus bencana banjir mengenai konsep

rekapitulasi data korban banjir dari Badan

kerentanan dalam kesiapsiagaan bencana.

Penanggulangan

HASIL

bagian

penanggulangan

Kesehatan korban

Bencana

bencana

Kabupaten

bencana

Daerah

Banjar,

banjir

Bencana Banjir di Indonesia

Dinas

terutama

Awal

tahun

2013,

Indonesia

Kecamatan

menghadapi bencana nasional banjir Jakarta.

Astambul untuk mengidentifikasi korban dan

Hingga triwulan pertama telah terjadi 302

upaya

penanganan

pemerintah

lakukan

kesehatan.

di

dan

bencana

yang

bencana yang artinya dalam sehari rata-rata

termasuk

sektor

terjadi tiga kejadian bencana di Indonesia.

Identifikasi

keberadaan

Banjir juga terjadi

Tabel 1 Jumlah kejadian bencana di Indonesia hingga september 2013 Jenis Bencana

Bulan

Total

Jan

Peb

Mar

Apr

Mei

Jun

Jul

Agu

Sep

Banjir *

36

33

28

45

37

31

49

12

13

284

Banjir dan Tanah Longsor*

2

1

4

2

5

6

4

1

2

27

Kecelakaan Transportasi

3

1

1

2

4

4

3

4

22

dan Industri Tanah Longsor*

25

18

17

26

24

24

24

7

6

161

Puting Beliung*

43

35

42

28

26

20

9

13

9

225

Gelombang Pasang*

9

1

4

1

5

21

Gempa Bumi

1

1 1

Gunung Meletus

3

2

1

5 1

Kekeringan Kebakaran

1

Aksi terorisme/ Kerusuhan

1

Total

120

1

1

5

11

11

2

4

1 87

95

103

94

88

89

2 39

53

768

Ket. * Bencana Hidrometeorologi 93,48% Sumber: Buletin Bencana BNPB Januari-September 2013

Tabel 2 Rekapitulasi data korban banjir di Kecamatan Astambul, Kabupaten Banjar Januari 2013 Korban

Jenis Kelamin

Jumlah Korban %

50 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013


Balita

Anak

Dewasa

Lansia

Laki-laki

14

2,81

Perempuan

17

3,41

Laki-laki

72

14,45

Perempuan

86

17,26

Laki-laki

128

25,70

Perempuan

132

26,50

Laki-laki

15

3,01

Perempuan

34

6,82

Total

498

100

Sumber: BPBD Kabupaten Banjar

di Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan pada bulan Januari yang juga menyebabkan

Korban terdampak bencana banjir di

keluarnya putusan kepala daerah untuk

Kecamatan

masa tanggap darurat. Banjir bandang juga

berjumlah 498 jiwa dengan jumlah korban

terjadi di Papua yang menelan korban jiwa.

perempuan

Hingga

memasuki

awal

musim

Astambul

269

Kabupaten

(54,01%),

Banjar

laki-laki

229

(45,98%), anak (laki-laki dan perempuan)

kemarau di bulan Juli 2013, bencana banjir

189 (37,95%).

masih mendominasi di beberapa wilayah

Kesiapsiagaan dan Penanganan Banjir di

Indonesia, selain itu disusul tanah longsor

Kabupaten Banjar

dan

angin

putting

hidrometeorologi

beliung.

(Banjir,

tanah

Bencana longsor,

Sistem Kabupaten

penanganan Banjar

yang

bisa

banjir

dikatakan

terbangun

baik.

angin puting beliung, gelombang pasang)

Sistem

mendominasi hingga 93,48 persen kejadian

mengamati kenaikan air sungai dari hulu

bencana yang terjadi di Indonesia (table 1).

yakni dari Kecamatan Pengaron, jika terjadi

Korban dan Dampak Banjir di Kabupaten

tanda-tanda akan banjir maka Kecamatan

Banjar

Pengaron

akan

adalah

di

dengan

memberitahukan

pada

Bencana Banjir berulang terjadi di

kecamatan-kecamatan yang berada di hilir

Kabupaten Banjar diakibatkan meluapnya

untuk melakuan siaga bencana. Kabupaten

sungai Riam Kiwa. Ketinggian air mencapai

Banjar

1,5 meter dan menyebabkan banjir hingga

menghadapi bencana di

sepuluh kecamatan meliputi 129 desa. Banjir

Setiap kecamatan memiliki forum masyarakat

menyebabkan 4944 rumah dan 50 sekolah

peduli penanganan banjir.

terendam. Badan Penanggulangan Bencana

Pelayanan

Daerah Kabupaten Banjir merilis data korban

Banjir

bencana

Januari

Kesehatan

Tangguh

untuk

Desa Lawiran.

Masa

Bencana

Untuk kesiapsiagaan sektor kesehatan,

bencana

setiap puskesmas telah memiliki protap tim

berdasarkan jenis kelamin dan kelompok

gawat darurat dan cadangan logistik untuk

umur di dapat dari data korban bencana

pelayanan kesehatan pada masa bencana.

banjir di Kecamatan Astambul (tabel 2)

Setiap

untuk

pada

Desa

2013,

terlengkap

banjir

memiliki

korban

puskesmas

di

kecamatan

akan

51 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013


melakukan koordinasi dengan bidan desa

merupakan hasil dari struktur politik dan

yang

sosial ekonomi serta kapasitas individu yang

daerahnya

terkena

menentukan lokasi

yang

banjir

untuk

aman sebagai

berpengaruh

dan

lembaga

sosial

yang

penempatan pos kesehatan. Selain itu, Pos

berdaptasi dengan risiko bahaya. Dalam

pelayanan

pemerintah

suatu sistem sosial masyarakat pinggiran

kabupaten banjar telah ditetapkan BPBD dan

sungai, banjir bisa saja dianggap sebagai

Dinas Kesehatan di Desa Sungai Rangas

sesuatu yang sederhana dan seketika berlalu

dengan pertimbangan aman dan kemudahan

dan

akses dari semua kecamatan. Penyakit yang

kesiapsiagaan alami atau warisan. Misalnya,

sering dikeluhkan adalah penyakit kulit dan

dengan membangun tiang rumah yang tinggi

ISPA. Ada kasus kehamilan dan melahirkan

atau

pada masa tanggap darurat banjir.

Kesiapsiagaan seperti ini masih belum cukup

PEMBAHASAN

untuk melindungi masyarakat dari ancaman

kesehatan

Hasil

analisis

dari

membangun

sudah

rumah

memiliki

tingkat

dua.

bencana, dimana pengaruh banjir sudah dari

menunjukkan bahwa bencana banjir menjadi

banyak hal. Pengurangan risiko bencana

ancaman tidak saja bagi kelompok rentan

harus

tetapi juga kelompok yang berpotensi rentan

mengurangi

yakni

peningkatan

bencana

dan

banjir

sedangkan

tulisan

mereka

ini

anak

dalam

biasanya

perempuan. akan

upaya

terus

Kejadian meningkat

kesiapsiagaan

dan

penguatan ketahanan anak dan perempuan belum

menjadi

penting

seimbang

dampak

risiko

dengan

bahaya

ketahanan

dan

masyarakat,

terutama kelompok anak dan perempuan yang paling banyak menjadi korban pada hampir semua bencana

12,6,13

.

dalam

Tabel 2 menunjukkan bahwa korban

bencana.

anak dan perempuan lebih banyak dari pada

Keunikan kelompok anak dan perempuan

laki-laki dan jumlah korban perempuan selalu

adalah

saling

lebih banyak dari pada laki-laki pada setiap

berhubungan (misalnya: ibu hamil yang

kelompok umur. Perempuan paling sering

stress pada masa bencana berdampak pada

berada di rumah pada saat bencana terjadi

bayi

dari

program

agenda

dilakuan

penanggulangan

yang

pertama,

mereka

yang dilahirkannya), kedua, terkait

perhatian

pada

kesehatan

pada

laki-laki

yang

banyak

reproduksi

menghabiskan waktu nya berada di tempat

perempuan yang masih rendah pada masa

kerja yang tidak berada pada wilayah rawan

bencana, ketiga, ketergantungan mereka

bencana.

pada keluarga, orang tua, atau pasangan

mendahulukan

sehingga penanganan mereka terkadang

kerabatnya

terhalang izin yang bertanggungjawab atas

bencana

11

mereka .

Perempuan

menolong

terlebih

terjadi.

memiliki

dahulu

Selain

itu,

anak pada

sikap dan saat

perempuan

kurang memiliki keterampilan berenang dan

Kerentanan memiliki tiga komponen

memanjat pohon sebaik laki-laki sehingga

yakni paparan, ketahanan, dan resistensi.

mudah menjadi korban arus banjir (Cutter et

Kerentanan menguat jika paparan diperkecil

al. 2003) (Lanka 2004).

sedangkan

ketahanan

dan

resistensi

diperkuat. Namun, ketiga komponen ini

Perempuan

memerlukan

pemulihan

yang lebih lama dan menghadapi masa yang

52 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013


lebih sulit pasca bencana dari pada laki-laki.

begitu juga dengan kurangnya perhatian

Stress yang meningkat pada masa bencana

orang tua pada permaian anak dan tempat

menjadi

kehamilan,

bermainnya menyebabkan anak terpapar zat

melahirkan, dan reproduksi wanita usia

berbahaya yang hanyut pada air banjir. Hal

produktif pada masa bencana. Hal ini jelas

ini menyebabkan anak lebih menderita lebih

berdampak pada janin, bayi, ataupun anak

banyak

yang sedang diasuh ibu. Anak-anak banyak

disamping daya tahan tubuh mereka yang

malnutrisi dikarena ibu mengalami malnutrisi

masih lemah. Penyakit akut seperti diare,

pada masa bencana banjir dan terjadi

demam, ISPA meingkat 9-18% pada anak

peningkatan 7% kasus bayi lahir rendah

usia

penyebab

gangguan

pasca bencana banjir. menyebabkan

Bencana banjir

di

bencana

dari

bawah

pada

lima

orang

tahun

di

tua,

masa

16,17

.

distribusi

Tiga hal yang menyebabkan anak lebih

tangga

rentan sakit pasca bencana adalah, pertama

mengeluhkan sulitnya mendapat makanan),

menerima dampak langsung dari orang tua

kesulitan memperoleh makanan (kesulitan

atau anggota keluarga yang lain. Dua, rusak

mendapat makanan yang berkualitas 88%

atau

dikeluhkan), keterbatasan kemampuan beli,

kesehatan sehingga anak sulit mendapat

dan sulitnya akses ke fasilitas kesehatan dan

pelayanan

reproduksi menurun sehingga menyulitkan

angka imunisasi menurun drastis 18% pada

ibu untuk menjaga kesehatannya dan anak

masa

14,15,16

.

permintaan pada layanan kesehatan karena

Tabel 2 juga menunjukkan rusaknya 50

pendapatan yang menurun atau dihabiskan

makanan

sehat

menurunnya

penyakit

(70%

rumah

buah sekolah akibat banjir padahal sekolah adalah

tempat

anak

menghabiskan

sulitnya

akses

imunisasi

bencana.

menuju

pelayanan

misalnya.

Ketiga,

Cakupan

menurunnya

untuk memperbaiki rumah yang rusak

30

Keberadaan

dan

perempuan

dalam

tempat belajar dan bermain serta kehilangan

merupakan hal yang harus dipetakan dan

waktu

sadari bahwa mereka adalah kelompok yang

teman

sebayanya.

masyarakat

.

persen waktunya. Anak akan kehilangan

bersama-sama

sebuah

anak

8,16

berpotensi

terjadi karena pada saat bencana anak

memiliki syarat untuk dikatakan sebagai

berada di sekolah (di luar perlindungan orang

kelompok rentan, seperti kelemahan fisik,

tua). Di lain sisi, kelompok anak adalah

pengetahuan

kelompok yang mudah diintervensi karena

ketergantungan yang erat dengan anggota

30% waktu anak berada di grup formal

keluarga yang lain .

sehingga

pendidikan

untuk

yang

rentan.

rentan

Banyaknya korban anak pada masa bencana

(sekolah)

lebih

yang

kurang,

Mereka

dan

7

bencana

Penyebaran penyakit, masalah gizi dan

dapat dilakukan di sekolah. Pengetahuan

psikis

anak yang rendah terhadap penyelamatan

perempuan harus menjadi agenda kebijakan

dirinya

bisa

selanjutnya dalam persiapan dan mitigasi

menyelamatkan diri dan menjadi korban

bencana. Buku pedoman penangulangan gizi

bencana.

anak pada masa dan pasca bencana dan

menyebabkan

Kehilangan

anak

tidak

tempat

bermain

menyebabkan anak bermain di area banjir,

anak,

pedoman

dan

kesehatan

kesehatan

reproduksi

reproduksi

masa

53 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013


bencana

harus

diterjemahkan

kepada

kumpul yang aman. Upaya pengurangan

pelaksana di daerah dan masyarakat sebagai

risiko bencana dan peningkatan ketahanan

upaya peningkatan ketahanan anak dan

masyarakat juga diberikan dengan cara

perempuan.

mereka

Pelatihan

relawan

untuk

yang

dekat

dengan

lingkungan

mendampingi anak pasca bencana perlu

mereka. Masyarakat dikatakan mandiri dalam

diintegrasikan dengan pengelola bencana

penanggulangan bencana jika masyarakat

3

masing-masing daerah . Diperlukan

mengupayakan

training

pengelolaan,

petugas,

dan pengawasannya sendiri, juga terbentuk

dokter, dan tenaga kesehatan yang fokus

lembaga dan organisasi, adanya gerakan

untuk memberikan perhatian pada kebutuhan

kemasyarakatan,

dan

kegiatannya

kesehatan

untuk

pendanaan,

anak-anak

pada

masa

mampu

dan

mengontrol

melakuan

evaluasi.

bencana. Beberapa pelajaran yang bisa

Penggunaan nilai norma masyarakat dapat

diberikan

menimbulkan keinginan untuk berpartisipasi

seperti

penilaian

epidemioolgi

cepat, triase, penilaian cepat status kurang

dalam

gizi,

seseorang akan merasa malu jika anak dan

kesiapsiagaan

individu

dalam

penanggulangan

menghadapi bencana, menyusui, sex dan isu

para

gender. Upaya komunikasi menggunakan

penanggulangan

SMS

oleh

bidan

desa

kepada

kepala

tetangganya

banjir.

Misalnya,

terlibat

bencana

dalam

tetapi

dirinya

18

tidak .

puskesmas untuk mengabarkan gambaran

Sistem surveilans pada masa bencana

bencana banjir yang melanda desa sudah

memerlukan reaksi cepat sedangkan sistem

baik dan cepat. Namun, diperlukan pemetaan

surveilans pada masa pemulihan dapat

serta

dan

berjalan seperti surveilans pada kondisi

melahirkan pada masa bencana yang perlu

biasa. Surveilans pada masa bencana dapat

diketahui oleh semua warga desa terutama

menggunakan

keluarga yang memiliki ibu hamil. Hal ini

dikumpulkan oleh masyarakat (Community

bertujuan

Assesment for Public Health Emergency

sistem

rujukan

rujukan

untuk kelahiran

kehamilan

mengurangi pada

masa

kepanikan bencana

Response).

informasi

dan

data

Masyarakat

pemahaman

dicegah. Selain itu diperlukan simulasi untuk

melaporkan anak, perempuan usia produktif,

menguji

dan perempuan hamil yang ada di daerah

sistem

rujukan

yang

telah

ditentukan .

kesadaran

diberikan

sehingga kematian ibu dan bayi dapat

17

dan

yang

untuk

mereka kepada pos pelayanan kesehatan

Upaya kesiapsiagaan komunitas yang

pada masa bencana sehingga kelompok

sudah terbangun harus terus mengggali

rentan bisa mendapat perhatian. Setiap desa

pemahaman masyarakat mengenai risiko

langganan

banjir di daerah mereka dan bagaimana

perencanaan rujukan maternal dan harus di

tanggapan

menghadapinya.

publikasikan kepada masyarakat sehingga

Perempuan yang kerap tinggal di rumah

terbangun sistem rujukan kesehatan ibu,

harus dibekali kemampuan mengevakuasi

anak, dan melahirkan pada masa bencana .

barang

KESIMPULAN

dan

mereka

keperluan

personalnya

jika

banjir,

harus

memiliki

8

seketika terjadi bencana dan menuju titik

54 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013


Upaya

penanggulangan

bencana

3. Bagi Universitas yang ada di wilayah

masih kurang memperhatikan anak dan

sekitar

perempuan sebagai kelompok rentan. Anak

mahasiswa

dan perempuan adalah kelompok rentang

penanggulangan

yang unik dimana mereka berada dalam

korban banjir, dan rehabilitasi bagi anak-

tanggung

jawab

keluarga

anak korban banjir.

kerentanan

mereka

bisa

di

sehingga dapat

dari

4. Bagi

untuk

lebih

melibatkan

dalam

upaya

banjir,

perlindungan

Universitas,

dampak yang diperoleh dari keluarga, ibu,

berulang

dapat

atau

menyusun

skenario

pasangan

perempuan

mereka.

harus

diberikan

Anak

dan

pendidikan

manajemen

kejadian

banjir

digunakan

untuk

nyata

mengenai

bencana

sebagai

bagaimana menyelamatkan diri pada masa

pembelajaran mahasiswa di Kalimantan

bencana.

risiko

Selatan.

bencana harus memperhatikan dua aspek;

REFERENSI

Program

pengurangan

pencegahan bencana alam dan peningkatan

1. Guha-sapir, D. et al., 2012. Annual

ketahanan masyarakat. Masyarakat harus

Disaster Statistical Review 2011 The

dilibatkan

numbers

dalam

upaya

peningkatan

and

trends.

In

Annual

ketahanan anak dan perempuan terhadap

Disaster Statistical Review 2011.

bencana sehingga tidak saja mereka yang

Belgium: Centre for Research on the

mampu

Epidemiology of Disaster (CRED).

melindungi

diri

mereka,

tetapi

memahami

2. BNPB, 2013. Info bencana edisi

perlindungan terhadap anak dan perempuan,

September 2013. Badan Nasional

misalnya hubungan antara penyakit ibu

Penanggulangan

dengan

(September), pp.1–4.

masyarakat

juga

status

mampu

kesehatananak

serta

Bencana,

kesehatan reproduksi ibu dan kesehatan

3. Alderman, K., Turner, L.R. & Tong,

anak. Pembekalan kesiapan anak terhadap

S., 2012. Floods and human health :

bencana dapat dilakukan disekolah.

A systematic review. Environment

SARAN

International, 47, pp.37–47. Available

1. Bagi Pemerintah Kabupaten Banjar agar

at:

lebih

memperhatikan

peningkatan

ketahanan anak dan perempuan dalam program penanggulangan banjir berbasis

http://dx.doi.org/10.1016/j.envint.201 2.06.003. 4. UNU,

2004.

masyarakat yang telah dikembangkan,

TwoBillionPeopleVulnerableto Floods

terutama

by2050:NumberExpectedtoDoubleor

perlindungan

ibu

hamil,

melahirkan, dan penyakit bawaan banjir

MoreinTwo Generations, 5. UNICEF, 2002. The state of the

pada anak. 2. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Banjar

world’s children report,

rujukan

6. Keim, M.E., 2008. The Public Health

perawatan anak dan ibu pada masa

Impact of Extreme Weather Events.

banjir.

American

agar

lebih

memperhatikan

Journal

of

Preventive

Medicine, 35(5), pp.508–516.

55 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013


7. Vink, K. & Takeuchi, K., 2013. International measures

comparison taken

for

of

vulnerable

people in disaster risk management laws.

International

Journal

of

Disaster Risk Reduction, 4, pp.63– 70.

Available

at:

http://pdj.sagepub.com/cgi/doi/10.11 91/1464993403ps049ra

[Accessed

October 20, 2013]. 13. Ii, B.L.T. et al., 2003. A framework for vulnerability analysis in sustainability science. PNAS, 100(14). 14. Cutter, S.., B.J, B. & Shirley, L..,

http://linkinghub.elsevier.com/retrieve

2003.

/pii/S2212420913000137 [Accessed

environmental

October 22, 2013].

Science Quarterly, 84(2), pp.242–

8. Horney, J. et al., 2012. Cluster sampling with referral to improve the

Social

vulnerability hazards.

to

Social

260. 15. Goudet, S. et al., 2011. Pregnant

efficiency of estimating unmet needs

women’s

among pregnant and postpartum

workers' perceptions of root causes

after

Women’s

disasters.

Health

and

community

health

of malnutrition among infants and young children in the slums of

Issues, 22(3), pp.253–257. 9. Lanka, S., 2004. The tsunami ’ s

Dhaka,

Bangladesh.

American

impact on women. , (December),

Journal Public Health, 101, pp.1225–

pp.1–14.

33.

10. Handian,

D.,

2013.

Kabupaten

16. Shimi, A. et al., 2010. Impact and

Banjar termasuk dalam data base

adaptation to flood. A focus on water

daerah

supply,

rawan

banjir

BMKG,

problems

Banjarbaru. 11. Datar, A. et al., 2013. Social Science & Medicine The impact of natural disasters

sanitation

on

child

health

of

rural

Bangladesh.

and

health

community

Disater

in

Preventive

Management, 19(298–313).

and

17. Olness, K. et al., 2005. Training of

investments in rural India. Social

health care professionals on the

Science & Medicine, 76, pp.83–91.

special needs of Children in the

Available

Management

at:

of

Disasters:

http://dx.doi.org/10.1016/j.socscimed.

Experience in Asia, Africa, and Latin

2012.10.008.

America.

12. Few, R., 2003. Flooding, vulnerability and

coping

responses

to

strategies: a

global

Ambulatory

Pediatrics,

6038, pp.244–248.

local

18. Motoyoshi,

threat.

perception

T., of

2006. flood

risk

Progress in Development Studies,

community-based

3(1),

preparedness. , pp.121–134.

pp.43–58.

Available

at:

Public and

disaster

56 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013


FAKTOR NON INSENTIF UNTUK RETENSI TENAGA KESEHATAN

Tinjauan Pustaka

Madelina Ariani S2 Kebijakan Manajemen Pelayanan Kesehatan Prodi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada madelinaariani@yahoo.com ABSTRAK

Krisis tenaga kesehatan di Indonesia meliputi jumlah dan distribusi yang tidak merata. Upaya pemerataan tenaga kesehatan dilakukan dengan penugasan khusus dan retensi tenaga kesehatan di daerah terpencil, perbatasan, dan kepulauan (DTPK) dilakukan dengan penugasan khusus, pemberian insentif, dan memperpendek masa penugasan, namun, kebijakan ini belum menjadi daya tarik. Faktor kelengkapan sarana prasarana, jaminan keselamatan, perhatian dari manajemen dan pemerintah daerah merupakan pertimbangan retensi tenaga kesehatan di DTPK selain gaji. Kualitas gaji, keberadaan fasilitas, dan dukungan manajer turut mempengaruhi niat calon tenaga kesehatan untuk bekerja di DTPK. Faktor-faktor non insentif ini justru berpengaruh lebih kuat terhadap retensi tenaga kesehatan di DTPK. Tujuan penulisan ini untuk menunjukkan faktor-faktor non insentif yang bisa mempengaruhi pilihan dan retensi tenaga kesehatan di DTPK. Pembahasan dilakukan dengan penelusuran pustaka dan studi kasus dari publikasi ilmiah mengenai retensi tenaga kesehatan di negara-negara lain. Hasilnya banyak faktor non insentif yang memperkuat pertimbangan dan retensi tenaga kesehatan di DTPK yang harus diperhatikan baik oleh pemerintah pusat maupun daerah. Selain faktor yang berhubungan langsung dengan pekerjaan tenaga kesehatan tetapi juga sarana prasarana kehidupan tenaga kesehatan selama di DTPK. Rekomendasi ditujukan kepada pemerintah daerah agar berperan lebih dalam perencanaan kebutuhan dan memperhatikan tenaga kesehatan yang bertugas di daerahnya. Kata kunci: Tenaga kesehatan, retensi, DTPK, insentif, non insentif

ABSTRACK Health worker crisis in Indonesia include the amount and maldistribution.Equitable distribution of health workers efforts made by special assignment and retention in remote, border and island (DTPK) by special assignment, incentives, and shorten the duration of the assignment. However, this policy has not been the main attraction. Factors completeness infrastructure, assurance, and management attention from the local government is considered DTPK retention of health workers in addition to salary. Quality salaries, the existence of facilities, and managers support also influence the intentions of prospective health workers to work in DTPK. Non incentive factors are actually more powerful influence on the retention of health workers in DTPK. The purpose to demonstrate non-incentive factors that could affect the selection and retention of health workers in DTPK. Discussions conducted with the literature study and case studies of journal publications regarding the retention of health workers in other countries. The results are a lot of factors that strengthen the consideration of non-incentive and retention of health workers in DTPK that must be considered by both the central and local governments. In addition to factors directly related to the work of health professionals but also the life of infrastructure for health workers in DTPK. Recommendations addressed to local governments to participate more in planning and attention to the needs of health personnel on duty in the area. Keyword: Health worker, tenaga kesehatan, remote area, insentive, non insentive

57 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013


PENDAHULUAN

pengembangan karir,

Indonesia termasuk dari 57 negara di dunia

yang

kesehatan

mengalami

menurut

kesehatan

WHO.

meliputi

distribusinya.

tenaga

penyelesaian ini kurang menarik bagi tenaga

Krisis

tenaga

kesehatan untuk bertahan di DTPK. Padahal

jumlah

maupun Indonesia

memberikan tantangan yang berbeda dalam krisis

masa penugasan (3 – 6 bulan). Namun,

krisis

Geografis

menghadapi

dan memperpendek

tenaga

anggaran

yang

dikeluarkan

untuk

perencanaan dan pelaksanaan retensi tenaga kesehatan tidak sedikit.

1,4

Kesehatan

Permasalahan serupa terjadi juga di

dibanding negara lain.Padahal keberadaan

negara maju seperti di Amerika serikat dan

tenaga

kesehatan

Canada.

hingga

80%

memberikan dalam

pembangunan kesehatan.

kontribusi

keberhasilan

1

penyebab

kesehatan.

Tidak

9%

dokter

yang

mau

ditempatkan di DTPK, padahal 20% penduduk Amerika Serikat tinggal sana. Sedangkan di

Negara kepulauan menjadi salah satu faktor

Hanya

maldistribusi semua

tenaga

hanya 9,3% dokter yang mau ditempatkan

dan

disana. Berdasarkan laporan WHO 2010

daerah di Indonesia memiliki akses yang

diketahui hanya 38% perawat dan 25% dokter

mudah untuk dijangkau dan kelengkapan

yang mau ditugaskan di DTPK, sisanya

fasilitas kehidupan. Hal ini menjadi tantangan

memilih bekerja di wilayah perkotaan dan

dalam

sekitarnya.

penempatan

kepulauan

Canada 24% penduduk tinggal di DTPK tetapi

tenaga

kesehatan

di

daerah terpencil. Padahal negara sangat memahami

mengenai

hak

setiap

warga

1,5,6

Insentif

merupakan

untukmenarik minat tenaga kesehatan bekerja

negara untuk mendapatkan pelayanan dan

di

jaminan kesehatan.

penambahan

tunjangan

daerah.

ini

Upaya kesehatan

peningkatan dilakukan

jumlah

daerah

terpencil.

Hal

Apalagi dari

menarik

dengan pemerintah

minat

tenaga

pembukaan

kesehatan baru untuk bertugas, mendapatkan

fakultas dan program studi kesehatan di

pengalaman, serta berkemungkinan untuk

seluruh

upaya

diangkat sebagai pegawai negeri sipil. Hal ini

pemerataan tenaga kesehatan melalui masa

terbukti dengan meningkatnya calon pelamar

bakti,

setiap tahunnya.Di Papua sebagai salah satu

Indonesia.

insentif,

Peraturan

dengan

tenaga

umpan

Sedangkan

dan

penempatan Kesehatan

Indonesia

1231/Menkes/XI/2007

tentang

ditetapkan

Penugasan Khusus Sumber Daya Manusia

Kesehatan

Kesehatan.

Menkes/SK/I/ 2010 tentang Pemberian Insentif

nomor

Menteri

khusus.

Namun,

kesehatan

untuk

kemauan tetap

tenaga

berada

atau

daerah regional I

bagi

Indonesia Timur yang

dalam

Keputusan

Indonesia

Tenaga

Kesehatan

Menteri

nomor

dalam

156/

Rangka

memperpanjang masa penugasannya sangat

Penugasan Khusus di Puskesmas DTPK, dari

minim. Sehingga tingkat kekosongan tenaga

tahun 2010 ke 2011 mengalami peningkatan

kesehatan di daerah terpencil, perbatasan,

pelamar

dan kepulauan (DTPK) tinggi. Upaya dilakukan

retensi

dengan

1,2,3

tenaga

tenaga

kesehatan

penugasan

khusus. Meski demikian tetap terdapat kasus kesehatan

pemberlakuan

insentif,

tenaga kesehatan penugasan khusus yang berhenti

di

tengah

kontrak

dan

tidak

58 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013


memperpanjang kontrak lagi meski insentif

PEMBAHASAN

dan tunjangan diberikan. Akhirnya DTPK

Berbagai Upaya dari Kementrian

kembali kekosongan tenaga kesehatan dan

Kesehatan

pemerintah kembali mengadakan rekrutmen

Perhatian

pemerintah

Indonesia

tenaga kesehatan, dimana biaya rekrutmen

terhadap pemerataan tenaga kesehatan telah

lebih besar satu setengah kali dari pada biaya

dimulai sejak tahun 60-an. Guna memenuhi

retensi tenaga kesehatan.

1,3

tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan DTPK,

Faktor kelengkapan sarana prasarana, jaminan

keselamatan,

manajemen

dan

perhatian

pemerintah

dari daerah

merupakan pertimbangan rentensi bagi tenaga 7

pemerintah

menetapkan

Undang-Undang

nomor 8 tahun 1961 tentang Wajib Kerja Sarjana.

Undang-Undang

ini

mewajibkan

setiap sarjana mengabdikan diri sekurang –

kesehatan di DTPK selain gaji. Begitu juga

kurangnya 3 tahun pada negara. Dilanjutkan

dengan

Undang-Undang nomor 6 tahun 1963 tentang

survey

mahasiswa

yang

dilakukan

kesehatan

kepada

tingkat

akhir

Tenaga

kesehatan.

Undang-undang

ini

(pendidikan dokter, keperawatan, farmasi, dan

mengatur jenis tenaga kesehatan, syarat-

analis

syarat dan izin bagi tenaga kesehatan.

laboratorium)

fasilitas,

bahwa

dan

kualitas

dukungan

gaji,

manajer

mempengaruhi mereka untuk memutuskan 8

Kebijakan

wajib

kerja

1,10

bagi

sarjana

kemudian ditindaklanjuti dengan penetapan

bekerja di DTPK. Di DTPK tenaga kesehatan

Peraturan

merasa beban kerja yang lebih tinggi, isolasi

tentang Masa Bakti dan Praktik Dokter dan

professional, hilangnya locum (pendapatan

Dokter Gigi. Di dalamnya mewajibkan seluruh

sampingan),

kematian

dokter, dokter gigi, dan dokter spesialis baik

karier. Ketidakpuasan dan kekhawatiran yang

yang lulus di dalam maupun luar negeri untuk

dirasakan tenaga kesehatan di DTPK harus

mengikuti pengabdian kepada negara. Masa

diminimalkan

pengabdian ditentukan maksimal 5 tahun,

dan

kekhawatiran

dengan

kebijakan

sistem

5,9

kesehatan.

Pemerintah

no.1

tahun

1988

kecuali untuk daerah-daerah tertentu yang

Kebijakan

penempatan

tenaga

ditetapkan oleh kementerian kesehatan. Masa

kesehatan khusus ke DTPK dan kebijakan

pengabdian

retensi tenaga kesehatan harus diimbangi

kesehatan milik pemerintah ataupun swasta

dengan

kesehatan,

yang ditunjuk pemerintah, perguruan tinggi

terutamaalat-alat kesehatan dan perobatan

sebagai staff pengajar, dan di lingkungan

dalam

Angkatan

pengadaan

memberikan

fasilitas

pelayanan

kesehatan

secara menyeluruh. Perhatian dari manajer di DTPK dan daerah harus juga dilakukan. Dengan

demikian

dilakukan

Bersenjata

di

Republik

sarana

Indonesia

1

Muncul kemudian Keputusan Presiden

tenaga

nomor 37 tahun 1991 tentang Pengangkatan

kesehatan menjadi loyal dalam memberikan

Dokter sebagai Pegawai Tidak Tetap dan

pelayanan

nomor 23 tahun 1994 tentang Pengangkatan

kesehatan

Indonesia di DTPK.

harapannya

(ABRI).

bisa

bagi

masyarakat

7,9

Bidan sebagai Pegawai Tidak Tetap. Dengan adanya

dua

keputusan

presiden

ini

memperkenankan tenaga dokter, dokter gigi,

59 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013


atau bidan untuk memilih berkarir sebagai

Bakti dan Cara Lain dikeluarkan. Dengan

pegawai negeri sipil, sebagai anggota ABRI,

demikian, Program dokter dan dokter gigi

sebagai karyawan swasta atau berpraktik

sebagai PTT berubah menjadi sukarela dari

mandiri

yang awalnya wajib.

setelah

pengabdiannya.

menyelesaikan

1,10

1

Undang-Undang nomor 17 tahun 2007

Berlanjut

pada

ditetapkanlah

masa

tahun

Undang-Undang

1992,

nomor

23

tentang

Rencana

Panjang

Pembangunan

Nasional

(RPJPN)

Jangka

2005-2025

tentang Kesehatan yang menyatakan bahwa

mengamanatkan

pemerintah mengatur penempatan tenaga

diarahkan untuk meningkatkan kesadaran,

kesehatan

pemerataan

kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi

pelayanan kesehatan melalui masa bakti dan

setiap orang agar dapat terwujud peningkatan

cara lain sebagai sarana pendayagunaan

derajat kesehatan masyarakat. Tersusun pula

penempatan

Rencana

dalam

rangka

tenaga

kesehatan.

Sebagai

pembangunan

Pembangunan

kesehatan

Jangka

Panjang

ditetapkanlah

Bidang Kesehatan (RPJPK) tahun 2005 –

Peraturan Pemerintah nomor 32 tahun 1996

2025 sebagai penjabaran dari RPJPN 2005 –

tentang Tenaga Kesehatan. Di dalamnya

2025,

mengatur

pengembangan

tindak

lanjut

kebijakan

tentang

kesehatan

pemerataan

yang

pengaturan

ini,

pelayanan

diupayakan

mengenai

melalui

perencanaan,

pengadaan, dan penempatan. Perencanaan tenaga

kesehatan

memperhatikan

disusun

faktor

jenis

satu

strateginya dan

dengan

pemberdayaan

sumberdaya manusia pada bidang kesehatan, meliputi

di

dalamnya

kesehatan yang merata.

dengan pelayanan

salah

distribusi

tenaga

10

Instruksi Presiden nomor 3 tahun 2010 tentang

Program

Pembangunan

yang

kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat,

Berkeadilan, pada Program Penurunan Angka

sarana kesehatan, dan jenis dan jumlah

Kematian

tenaga

Penempatan Tenaga Kesehatan Strategis di

kesehatan

kebutuhan

yang

pelayanan

sesuai

dengan

kesehatan.

Untuk

fasilitas

Ibu

telah

kesehatan

ditetapkan

terutama

Program

Puskesmas

penempatan tenaga kesehatan, pemerintah

kabupaten dan kota. Ditetapkannya Instruksi

dapat mewajibkan tenaga kesehatan untuk

Presiden

ini

ditempatkan pada sarana kesehatan tertentu

Menteri

Kesehatan

untuk jangka waktu tertentu yang dilakukan

1231/MENKES/PER/XI/2007

dengan cara masa bakti.

Penugasan Khusus Sumber Daya Manusia

Baru kemudian di tahun 2003, setelah

Kesehatan.

kurang lebih 42 tahun, terbitlah UndangUndang

nomor

13

tahun

2003

tentang

menjadi

penguat

Peraturan

Indonesia

nomor tentang

4

Program Penugasan Khusus Sumber Daya Manusia Kesehatan di DTPK merupakan

Ketenagakerjaan yang mencabut Undang-

salah

Undang nomor 8 tahun 1961 tentang Wajib

memenuhi ketersediaan tenaga kesehatan

Kerja Sarjana. Sebagai tindak lanjut maka

yang tersebar merata di seluruh wilayah

dibuatlah Peraturan Menteri Kesehatan nomor

Indonesia. Program penugasan khusus ini

1540/Menkes/Per/XII/2002

merupakan

tentang

Penempatan Tenaga Medis Melalui Masa

satu

kebijakan

bentuk

pemerintah

dari

untuk

pendayagunaan

sumber daya manusia kesehatan dalam kurun

60 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013


waktu tertentu untuk peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan.

4

Throught

Improves

Retention.

Dalam

kebijakan ini semua negara yang bergabung

Retensi merupakan usaha sistematis

diharuskan memberikan insentif yang layak

oleh manajamen untuk menciptakan dan

dan menjamin keselamatan dan kesehatan

mendorong lingkungan yang membuat pekerja

kerja tenaga kesehatan selama bertugas di

tetap bertahan ditempat mereka bekerja.

daerah terpencil. Untuk itulah Kementrian

Keberagaman suku, agama, budaya, dan

Kesehatan pada September 2011 menyusun

kebiasaan yang dimiliki masing-masing daerah

Rencana Pembangunan Tenaga Kesehatan

Indonesia bisa menjadi peluang sekaligus

Tahun 2011 – 2025. Didalamya tertuang

penghambat

upaya

analisis

kesehatan.

Untuk

pemerataan

tenaga

tenaga

kesehatan

dan

Indonesia sekarang dan perkiraan hingga

menurunkan angka putus kerja bagi tenaga

tahun 2025, serta rancangan anggaran untuk

kesehatan yang ditugaskan di DTPKmaka

insentif tenaga kesehatan.

keluarlah

menghindari

ketersedian

Keputusan

Menteri

2,10

Kesehatan

Indonesia nomor 1235/MENKES/SK/XII/2007

Retensi Tenaga Kesehatan

tentang Pemberian Insentif bagi Sumber Daya

Retensi adalah upaya sistematis oleh

Kesehatan yang Melaksanakan Penugasan

majikan untuk menciptakan dan mendorong

Khusus.

lingkungan

Di

mengenai

dalam

peraturan

besaran

insentif

ini

diatur

yang

akan

yang

membuat

pekerja

tetap

bertahan di tempat mereka sedang bekerja. Di

diberikan kementrian kesehatan pusat kepada

dalam

tenaga kesehatan penugasan khusus berkisar

“Majikan� yang dimaksud adalah kementrian

dari tujuh ratus ribu rupiah hingga tujuh juta

kesehatan dan pemerintah daerah. Di era

lima ratus ribu rupiah.

4

Keputusan Indonesia tentang

desentralisasi Menteri

nomor

Kesehatan

156/MENKES/SK/II/2010

Pemberian

sebuah

Insentif

bagi

Tenaga

sistem

ini,

kesehatan

kolaborasi

maka

keduanya

dibutuhkan untuk retensi tenaga kesehatan, Sehingga, sulitnya

desentralisasi penempatan

bukan

tenaga

alasan

kesehatan.

Kesehatan dalam Rangka Penugasan Khusus

Tantangan desentralisasi adalah kepekaan

di Puskesmas DTPK. Keputusan ini mengatur

wilayah

besaran

memperkuat akuntabilitas, dan menjaga aset

penugasan.

insentif

berdasarkan

Dengan

wilayah

regional regional

I

untuk

merencanakan

kebutuhan,

dan sarana yang dimilikinya. Kementerian

ditetapkan insentif sebesar Rp2.700.000,00

kesehatan

diluar gaji pokok dan Rp1.700.000,00 untuk

memberikan kewenangan kepada pemerintah

daerah yang ditetapkan sebagai regional II. Di

daerah untuk mengusulkan kebutuhan tenaga

nama

–nama

kesehatan bagi DTPK di wilayahnya. Seiring

ditunjuk

untuk

dalamnya Puskesmas

juga

memuat

yang

sudah

menerima tenaga kesehatan penugasan ini. Era

Milenium

Development

2

Goals

(MDGs) maka WHO mengeluarkan Global Policy Recommendation Increasing Access to Health Workers in Remote at Rural Areas

dengan

sebagai

itu,

pemerintah

pemerintah

daerah

pusat

juga

memberikan perhatian dan jaminan kepada tenaga kesehatan yang bertugas di DTPK wilayahnya.

11,12

Manajer

di

fasilitas

pelayanan

kesehatan DTPK dan pemerintah daerah

61 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013


memberikan

perhatian

tenaga

Pemberian insentif kepada karyawan

kesehatan penugasan khusus. Salah satu

merupakan salah satu cara mempertahankan

harapan yang diinginkan tenaga kesehatan

seorang karyawan untuk tetap bekerja. Saat

adalah feedback, pengawasan bagi hasil

ini insentif yang diberikan untuk tenaga

tugasnya, dan reward yang layak. Sesuai

kesehatan dengan penugasan khusus adalah

dengan penelitian Chhea N di DTPK Kamboja,

Rp.1.700.000,00

dimana petugas kesehatan akan cenderung

untuk regional II dan I daerah penugasan.

tetap

Sedangkan

bekerja

mendapat

di

kepada

DTPK

karena

penghargaan

merasa

daerah

Rp.2.700.000,00

yang

tidak

termasuk

(job

regional I dan II tidak mendapatkan insentif.

description yang jelas dan apresiasi hasil

Bilangan insentif tenaga kesehatan yang

tugasnya) dari manajer di fasilitas pelayanan

disamaratakan menjadi tantangannya. Dimana

kesehatan di DTPK dan pemerintah daerah.

keadaan geografis dan kebutuhan hidup dan

11,5,9

daya beli suatu daerah berbeda-beda. Bisa Kebijakan retensi

pribadi

hingga

tenaga kesehatan

jadi gaji pokok ditambah insentif didaerah A

yang dilakukan oleh kementrian kesehatan

lebih mencukupi kebutuhan hidup tenaga

adalah:

2

kesehatan daripada di daerah B. Belum lagi

1. Pemberian

insentif

yang

kesenjangan desentralisasi, dimana daerah

meliputi

yang mampu akan memberikan tambahan

insentif, biaya transportasi, dan asuransi

tunjangan yang lebih besar kepada tenaga

kesehatan. Insentif non materi seperti

kesehatan

pengangkatan

bahkan tidak mampu memberikan tunjangan.

besarannya

penugasan

telah

materi

ditentukan

tenaga

khusus

kesehatan

sebagai

pegawai

negeri sipil.

sedangkan

ada

daerah

yang 2

Kemauan seorang tenaga kesehatan terus berada di wilayah terpencil tidak semata-

2. Pemberian penghargaan kepada tenaga

mata karena insentif. Berdasarkan penelitian

kesehatan yang berprestasi, loyal, dan

yang dilakukan oleh Irma Fitriyana Tahun

memberikan

2011 guna mengetahui pengaruh insentif

pelayanan

bermutu

bagi

masyarakat daerah terpencil.

terhadap retensi tenaga kesehatan di Papua,

3. Memberikan beasiswa pendidikan lanjutan untuk

meningkatkan

kualitas

mutu

pelayanan kesehatan tenaga kesehatan. 4. Pemberian

kewenangan

diketahui bahwa justru insentif non materi berupa

kesempatan

untuk

pengangkatan

sebagai pegawai negeri sipil merupakan faktor

dalam

utama yang mempengaruhi keputusan tenaga

menyelesaikan permasalahan kesehatan

kesehatan penugasan khusus untuk tetap

sesuai dengan kondisi daerah terpencil

tinggal dan bekerja di DTPK. Faktor lainnya

tersebut.

yang

5. Peningkatan jaminan keselamatan dan

mempengaruhi

kesehatan

penugasan

tenaga

khusus

untuk

kerjanya

adalah

kesehatan berupa tanggungan asurasi

memperpanjang

kesehatan bagi tenaga kesehatan. Lebih

kebijakan pemerintah dalam hal penempatan

luasnya adalah jaminan keamanan tenaga

tugas

kesehatan selama bekerja di daerah

pegawai negeri sipil. Faktor latar belakang

terpencil.

sosial

setelah

dan

masa

keputusan

mereka

status

diangkat

tenaga

menjadi

kesehatan

62 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013


(perkawinan, keluarga)

tempat

menjadi

kelahiran, hal-hal

sanak

yang

mempengaruhi retensi kemudian.

juga

1

juga mengeluhkan minimnya sarana di DTPK membuat

nyaman,

sebagian

seperti

tidak

mencukupi

bahkan

terkadang

gaji

pokokbisa tertunda berbulan-bulan. Padahal di

Tenaga kesehatan penugasan khusus

yang

DTPK. Juga keluhan mengenai insentif yang

merasa

minimnya

tidak

DTPK umumnya tenaga kesehatan tidak memiliki (locum).

sumber

penghasilan

yang

lain

1

peralatan

Dari beberapa penelitian dalam dan luar

kesehatan, tidak adanya listrik, ketersediaan

negeri bahwa pertimbangan retensi tenaga

air untuk kebutuhan sehari-hari yang tidak

kesehatan di DTPK adalah fasilitas yang baik,

memenuhi syarat kesehatan, berbagi rumah

dukungan manajer di pelayanan kesehatan,

dinas dengan pegawai negeri sipil

tunjangan,

atau

kepastian

mendapatkan

bahkan tidak mendapat rumah dinas di DTPK,

kesempatan

karir

dan minimnya alat transportasi yang diberikan

penugasan,

jaminan

kepada tenaga kesehatan penugasan khusus.

kesempatan

pendidikan.

Sebagian besar tenaga kesehatan penugasan

pemberian insentif hanya salah satu faktor

khusus di DTPK bertahan karena adanya

dalam mempengaruhi retensi. Dipertanyakan

harapan

kemudian efektifkah kebijakan insentif untuk

mengenai

kesempatan

diangkat

yang

bagus

selepas

keselamatan,

meningkatkan

sebagian lainnya memutuskan untuk berhenti

penugasan khusus? Pada kenyataannya biaya

ditengah

pengadaan

kerja

memperpanjang kontrak kerja.

atau

tidak

1,9,12

tenaga

tenaga

bahwa

menjadi pegawai negeri sipil. Sedangkan

kontrak

retensi

Terlihat

dan

kesehatan

kesehatan

penugasan

khusus, biaya insentif, pembinaan mereka cukup besar.Meski demikian insentif tetap

Masalah dan Kebijakan Bagi

tenaga

kesehatan

harus diberikan kepada tenaga penugasan penugasan

khusus tetapi disisi lain pemerintah juga harus

khusus yang berdomisili dekat dengan DTPK,

memperhatikan sarana, prasarana, fasilitas

memiliki keluarga di DTPK (bersuami atau

kesehatan DTPK.

beristri), atau putra putri daerah, penempatan

Penyediaan

1,7

sarana

pelayanan

di DTPK bukan hal yang sulit. Berbeda

kesehatan tidak saja nyaman untuk tenaga

dengan tenaga kesehatan penugasan khusus,

kesehatan yang bertugas tetapi juga sebagai

seorang siswa lulusan baru dari luar pulau

upaya

atau seorang siswa yang terbiasa dengan

diseluruh

kehidupan perkotaan dan kelengkapan sarana

pembangunan

prasarana dan fasilitas kesehatan. Hal ini

kesehatan Indonesia tercapai pada tahun

menjadi sesuatu yang berat baginya. Didaerah

2050, lantas apakabar dengan pemerataan

baru tenaga kesehatan akan menemukan

fasilitas

agama, suku, kebudayaan, dan kepercayaan

pemerataan sumber daya manusia kesehatan

yang baru, berpisah dengan keluarga, dengan

tanpa adanya pemerataan fasilitas pelayanan

fasilitas dan alat kesehatan yang minim untuk

kesehatan dan sarana keamanan bagi tenaga

melakukan upaya kesehatan. Inilah yang

kesehatan yang bertugas di DTPK. Jika hal ini

menambah beban kerja tenaga kesehatan di

dilakukan

pemerataan

fasilitas

Indonesia.

Jika

sumber

kesehatan?

terus

perencanaan

daya

Tentu

sama

kesehatan

sulit

saja

manusia

tercapai

dengan

63 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013


menempatkan para tentara tempur digaris

kesehatan yang berada di DTPK untuk tidak

terluar

mengusul pindah ke perkotaan.

pertahanan

perang

tetapi

tidak

5,7

memberikan mereka tembakan atau senjata KESIMPULAN

untuk menghadapi musuh. Permasalahan ini tidak bisa hanya menjadi

tanggung

kesehatan.

jawab

Fungsi

kementerian

banyak

faktor

yang

mempengaruhi tenaga kesehatan untuk mau

oleh

dan bertahan berada di DTPK.Keberadaan

pemerintah daerah berperan sangat besar.

fasilitas yang memadai, sarana prasarana

Pemerintah daerah harus berusaha memenuhi

pelayanan kesehatan yang cukup, insentif,

hak

lingkungan kerja yang dikelola baik oleh

masyarakat

Pemerintah

desentralisasi

Terdapat

DTPK

daerah

di

wilayahnya.

harus

aktif

dalam

manajer

pelayanan

kesehatan

di

DTPK,

perencanaan kebutuhan tenaga kesehatan,

keadilan kesempatan pendidikan dan karir

perencanaan, usulan, pembangunan fasilitas

menjadi indikator tenaga kesehatan yang

kesehatan,

ditempatkan di DTPK.

dan

pengadaan

peralatan

kesehatan DTPK. Pemerintah daerah aktif

Namun, yang terjadi DTPK mengalami

dalam mengupayakan kelancaran alur gaji dan

kekurangan fasilitas dan prasarana kehidupan

insentif dari pusat kepada tenaga kesehatan

dan pelayanan kesehatan. Meski insentif

penugasan

memberikan

memadai, banyak tenaga kesehatan yang

membantu

enggan ditempatkan di DTPK atau tidak

perhatian,

khusus

dan

misalnya

penyediaan

dengan

rumah

dinas

layak

huni,

memperpanjang masa kontrak.

penyediaan listrik, ketersediaan air bersih, dan pendidikan

pelatihan.

Dengan

demikian

Diperlukan perhatian dari pemerintah pusat dan daerah untuk memenuhi keinginan

tenaga kesehataningin bertugas di DTPK.

tenaga

Dengan kebijakan memperpendek masa kerja

pemerintah

(3-6 bulan) tenaga penugasan khusus DTPK

kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan

berarti

di

mempercepat

pengadaan

tenaga

kesehatan. dalam

daerahnya,

Terutama

peran

perencanaan

tenaga

upaya

mengusulkan,

dan

kesehatan penugasan khusus baru yang

menjaga akuntabilitas yang baik bagi tenaga

memerlukan dana lebih besar dari pada

kesehatan yang bertugas di DTPK wilayahnya.

mempertahankan

tenaga

penugasan khusus sebelumnya. Dengan

meningkatkan

kesehatan 11

SARAN faktor-faktor

Melihat pada kebijakan sumber daya

kemauan tenaga kesehatan untuk bertahan di

manusia kesehatan maka berikut rekomendasi

DTPK seperti kesempatan berkarir, jaminan

sebagai upaya peningkatan retensi tenaga

keselamatan, perhatian pemerintah daerah,

kesehatan Indonesia:

ketersediaan fasilitas, sarana, dan peralatan

1. Perencanaan pembangunan sumberdaya

kesehatan, diharapkan dapat meminimalkan

manusia

keinginan mereka untuk pindah bertugas.

dengan pembangunan sarana fasilitas dan

Tidak saja bagi tenaga kesehatan penugasan

peralatan pelayanan kesehatan di DTPK.

khusus tetapi juga bagi pegawai negeri sipil

kesehatan

2. Pemerintah

daerah

memperjuangkan

harus

lebih

DTPK

diimbangi

aktif

dalam

nya

untuk

64 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013


mendapatkan tenaga kesehatan dengan

States. Healthcare Policy. 2009;4(4):91–

penyusunan rencana pengadaan tenaga

106.

kesehatan,

fasilitas

6. Yami A, Hamza L, Hassen A, Jira C,

peningkatan

Sudhakar M. Job satisfaction and its

anggaran kesehatan, dan pembangunan

determinants among health workers in

sarana prasarana di DTPK.

specialized hospital, Southwest Ethiopia.

pelayanan

pembangunan kesehatan,

3. Pemerintah daerah lebih memperhatikan tenaga

kesehatan

penugasan

khusus

yang bertugas di DTPK wilayahnya.

Ethiop

Journal

Health

Science.

2002;21(Special):19–27. 7. Rockers PC, Jaskiewicz W, Wurts L, et al. Preferences for working in rural clinics

REFERENSI

among trainee health professionals in Uganda : a discrete choice experiment.

1. Herman FI. Pengaruh insentif terhadap retensi

tenaga

kesehatan

di

daerah

BMC

Health

Services

Research.

2012;12(1):1.

tertinggal, perbatasan, dan kepulauan

8. Moore T, Sutton K, Maybery D. Rural

(DTPK) Provinsi Papua tahun 2011.

mental health workforce difficulties: a

Thesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat

management

Fakultas

International Electronic Journal of Rural

Kedokteran

Universitas

Indonesia. 2012. 2. Kementerian

perspective.

The

and Remote Health Research, Education, Kesehatan

Republik

Indonesia. Peraturan menteri kesehatan

Practice, and Policy. 2010;10(1519):1–10. 9. Kementerian

Kesehatan

Republik

republik indonesia nomor 1231 / menkes /

Indonesia.

per / xi / 2007 tentang penugasan khusus

tenaga kesehatan tahun 2011 – 2025.

sumber daya manusia kesehatan menteri

2011.

kesehatan republik indonesia. 2007. 3. Indonesia

K

kesehatan

R.

Rencana

pengembangan

10. Lodenstein E, Dao D. Devolution and 7

human resources in primary healthcare in

permenkes1235-th2007_pemberian

rural Mali. Human Resources for Health.

insentif.pdf. 2007.

2011;9(1):15.

4. Manafa O, Mcauliffe E, Maseko F, Bowle C, Maclahan M, Nomand. Retention of health workers in Malawi : perspectives of

health

management.

workers Human

and

district

Resources

for

Health. 2009;9(65):1–9. 5. Relations E, Hill C. Gone South : Why Canadian nurses migrate to the United

Available

at:

http://www.human-resourceshealth.com/content/9/1/15. 11. Chhea C, Warren N, Manderson L. Health worker effectiveness and retention in rural Cambodia. The International Electronic Journal of Rural and Remote Health Research,

Education,

Practice,

and

Policy. 2010;10(1391):1–14.

65 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013


Ucapan Terima Kasih

Tim BIMKMI mengucapkan terima kasih kepada Dewan Pelindung dan Mitra Bestari yang telah berkontribusi dalam penerbitan BIMKMI untuk Volume 2 Nomor 1 ini, mereka diantaranya:

Board of Trustee Prof. Dr. dr. Nasrin Kodim, MPH Prof. drh. Wiku Adisasmito, M.Sc, PhD

Mitra Bestari dr. H. Engkus Kusdinar Achmad, MPH Dr. Suyud Warno Utomo, drs, M.Si Dr. Robiana Modjo, SKM, M.Kes Indri Hapsari, SKM, MKKK, PhD Dr. Santi Mardini, dr. M.Kes drg. Tito Yustiawan, M.Kes Dra. Shrimarti Rukmini Devy, M.Kes Dr. Setya Haksama, drg. M.Kes Lenie Marlinae, SKM, M.KL Atikah Rahayu, SKM, MPH Fauzie Rahman, SKM, MPH Ratna Setyaningrum, SKM, MSc drh. Meirina Ernawati, M. Kes Renti Mahkota SKM, M.Epid

66 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013


67 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.