Susunan Pengurus BOARD OF TRUSTEE
DEWAN REDAKSI
Prof. Dr. dr. Nasrin Kodim, M.PH
Agung Buana Universitas Indonesia
Ketua Jurnal Kesmas Nasional
Deni F. Universitas Lambung Mangkurat
Prof. drh. Wiku Adisasmito, M.Sc. PhD. Ketua INDOHUN
BOARD OF DIRECTOR Madelina Ariani, S.KM
PENANGGUNG JAWAB
Hanan Tsabitah Universitas Indonesia Putrisuvi N. Z. Universitas Indonesia
PENANGGUNG JAWAB PUBLIC RELATION Ianathasya S. Universitas Indonesia
ISMKMI
PIMPINAN UMUM Nurul Maretia R. Universitas Indonesia
WAKIL PIMPINAN UMUM Asri Hikmatuz Z. Universitas Airlangga
SEKRETARIS Desy Safitri Universitas Indonesia
BENDAHARA Febrina M. D. Universitas Indonesia
PIMPINAN REDAKSI Atina Husnayain Universitas Airlangga
TIM PUBLIC RELATION Cinthya Theresia T. Universitas Indonesia Hidayatush Sholiha Universitas Airlangga Nurul Imani Universitas Indonesia Wiwit Khuntari Universitas Mulawarman
PENANGGUNG JAWAB LAYOUT Anis S. Universitas Muhammadiyah Jakarta
TIM LAYOUT Nadia Khafia Universitas Indonesia Rendi Supiana Universitas Indonesia
BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013
i
Daftar Isi Susunan Pengurus
i
Daftar Isi
ii
Petunjuk Penulisan
iii
Sambutan Pimpinan Umum
x
EDITORIAL Peran Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Melalui Publikasi Ilmiah Madelina Ariani
1
PENELITIAN Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Merokok pada Remaja Rifqi A. Fattah dan Dwidjo Susilo
3
Gambaran Faktor Risiko Anemia Gizi Besi pada Siswi MTs dan MA Darussa’adah Jakarta Istianah Surury, Tria Astika Endah Permata Sari
12
Hubungan Faktor Risiko Ergonomi dan Individu dengan Keluhan Muskuloskeletal Pada Karyawan Bagian Produksi PT. Family Raya Kota Padang Tahun 2013 Taufik Hidayat
22
Analisis Kelelahan Kerja Berdasarkan Beban Kerja Pada Tenaga Kerja Bagian Produksi Y, PT X Surabaya Nita Setyawati
33
TINJAUAN PUSTAKA Anak dan Perempuan Sebagai Kelompok Rentan: Kasus pada Bencana Banjir di Kabupaten Banjar Madelina Ariani dan Novi Inriyanny Suwendro
47
Faktor Non Insentif untuk Retensi Tenaga Kesehatan Madelina Ariani
57
ii BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013
Petunjuk Penulisan Berkala Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia (BIMKMI) adalah publikasi per semester yang menggunakan sistem seleksi peer-review dan redaktur.Naskah diterima oleh redaksi, mendapat seleksi validitas oleh mitra bestari, serta seleksi dan pengeditan oleh redaktur. BIMKMI menerima artikel penelitian asli yang berhubungan dengan dunia kesehatan masyarakat meliputi epidemiologi, kesehatan lingkungan, keselamatan dan kesehatan kerja, administrasi dan kebijakan kesehatan, biostatistik dan kependudukan, promosi kesehatan dan ilmu perilaku, ilmu gizi kesehatan masyarakat, kesehatan reproduksi, kesehatan global, dan one health baik penelitian lapangan maupun laboratorium, artikel tinjauan pustaka, laporan kasus, artikel penyegar ilmu kesehatan masyarakat, advertorial, petunjuk praktis, serta editorial. Tulisan merupakan tulisan asli (bukan plagiat) dan sesuai dengan kompetensi mahasiswa kesehatan masyarakat.
JENIS ARTIKEL : 1. Penelitian asli: hasil penelitian asli dalam ilmu kesehatan masyarakat. Format terdiri atas judul penelitian, nama dan lembaga pengarang, abstrak, dan teks (pendahuluan, metode, hasil, pembahasan atau diskusi, kesimpulan, dan saran). 2. Tinjauan pustaka: tulisan artikel review atau sebuah tinjauan terhadap suatu fenomena atau ilmu dalam dunia kesehatan masyarakat, ditulis dengan memperhatikan aspek aktual dan bermanfaat bagi pembaca. 3. Laporan kasus: artikel tentang kasus yang menarik dan bermanfaat bagi pembaca.
Artikel
ini
ditulis
sesuai
pemeriksaan,
diagnosis,
dan
penatalaksanaan sesuai kompetensi kesehatan masyarakat. Format terdiri atas pendahuluan, laporan, pembahasan, dan kesimpulan. 4. Artikel penyegar: artikel yang bersifat bebas ilmiah, mengangkat topik-topik yang sangat menarik dalam dunia kesehatan masyarakat, memberikan human interest karena sifat keilmiahannya, serta ditulis secara baik. Artikel bersifat tinjauan serta mengingatkan pada hal-hal dasar atau klinis yang perlu diketahui oleh pembaca.
iii BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013
5. Editorial: artikel yang membahas berbagai hal dalam dunia kesehatan masyarakat. Memuat mulai dari ilmu dasar, berbagai metode terbaru, organisasi, penelitian, penulisan di bidang kesehatan masyarakat, lapangan kerja sampai karir dalam dunia kesehatan masyarakat. Artikel ditulis sesuai kompetensi mahasiswa. 6. Petunjuk praktis: artikel berisi panduan diagnosis atau tatalaksana yang ditulis secara tajam, bersifat langsung (to the point) dan penting diketahui oleh pembaca (mahasiswa kesehatan). 7. Advertorial: Penulisan berdasarkan metode studi pustaka.
SYARAT DAN PETUNJUK BAGI PENULIS: 1. Penulis merupakan lulusan mahasiswa S1 atau masih menempuh jenjang pendidikan S2 program studi kesehatan masyarakat saat mengirimkan artikel. 2. Bila penulis lebih dari satu orang, maka minimal salah satunya harus berasal dari mahasiswa program studi kesehatan masyarakat. Maksimal terdiri dari enam orang dalam satu kelompok. 3. BIMKMI hanya menerima tulisan asli yang belum pernah diterbitkan pada jurnal lain. 4. Artikel ditulis dengan menggunakan rujukan maksimal lima tahun sebelum artikel ditulis. 5. Artikel mengutip artikel-artikel penelitian dari berbagai jurnal internasional yang banyak disitasi, atau jurnal nasional yang terakreditasi. 6. Hindari penggunaan buku atau website sebagai rujukan kecuali memang relevan.
FORMAT PENULISAN SECARA UMUM Artikel diketik menggunakan penulisan yang sesuai Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD). Ketik rapi pada kertas A4, font 10 Arial, margin (atas, kiri, kanan, bawah) 3433, spasi 1, dan maksimal 15 halaman (terhitung dari judul hingga daftar pustaka/lampiran yang diperlukan jika ada). Naskah yang diterima harus berbahasa Indonesia, dengan ketentuan abstrak berbahasa Indonesia dan Inggris dengan jumlah maksimal 200 kata. Pengaturan untuk jarak spasi sangat diperhatikan (before and after spacing harus 0 (nol)). Jarak antar bab, subbab, dengan anak bab hanya berjarak 1 spasi (1 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013
iv
kali enter). First line indent pada penulisan awal paragraph menjorok ke dalam 6-8 huruf (1 cm). Secara umum naskah ajuan terdiri atas judul, abstrak, pendahuluan, metodologi penelitian, hasil, pembahasan (analisis), kesimpulan dan daftar pustaka. Penambahan bab atau sub bab tergantung pada format penelitian atau naskah pengirim dengan tidak menyalahi penulisan karya tulis ilmiah.
Untuk keseragaman penulisan, khusus naskah penelitian asli harus mengikuti sistematika sebagai berikut: 1. Judul karangan (Title) 2. Nama dan Lembaga Pengarang (Authors and Institution) 3. Abstrak (Abstract) 4. Pendahuluan 5. Pembahasan, yang terdiri dari: 
Teori

Metodologi Penelitian

Hasil
6. Kesimpulan 7. Daftar Rujukan (Reference)
Untuk keseragaman penulisan, naskah tinjauan pustaka, advertorial, artikel penyegar harus mengikuti sistematika sebagai berikut: 1. Judul 2. Nama penulis dan lembaga pengarang 3. Abstrak 4. Pendahuluan 5. Pembahasan 6. Kesimpulan 7. Daftar Rujukan (Reference)
Untuk keseragaman penulisan, naskah laporan kasus harus mengikuti sistematika sebagai berikut: 1. Judul 2. Nama penulis dan lembaga pengarang
BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013
v
3. Abstrak 4. Pendahuluan 5. Laporan kasus 6. Pembahasan 7. Kesimpulan 8. Daftar Rujukan (Reference)
PENULISAN DAFTAR RUJUKAN Penulisan sitasi menggunakan sistem Vancouver dengan penomoran yang runtut. Ditulis dengan nomor sesuai berurutan:
urutan. contoh: 1,2. Lebih dari dua nomor
nomor awal dan nomor akhir dipisahkan tanda hubung. Contoh 1-3.
Nomor kutipan ditulis superskrip. Berikut contoh penulisan daftar pustaka dari berbagai bahan rujukan menggunakan format MLA:
I. BUKU Penulis Tunggal Frye, Northrop. Anatomy of Criticism: Four Essays. Princeton: Princeton UP, 1957.
Buku dengan penulis sama -------------. The Secular Scripture. Cambridge: Harvard UP, 1976.
Dengan dua atau tiga orang pengarang Howe, Russell Warren, and Sarah Hays Trott. The Power Peddlers. Garden City: Doubleday, 1977.
Marquart, James W., Sheldon Ekland Olson, and Jonathan R. Sorensen. The Rope, the Chair, and the Needle: Capital Punishment in Texas, 1923-1990. Austin: Univ. of Texas, 1994.
Lebih dari tiga penulis Edens, Walter, et al., ed. Teaching Shakespeare. Princeton: Princeton UP, 1977.
Tidak ada nama penulis
BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013
vi
Merriam-Webster’s collegiate dictionary (10th ed.). Springfield, MA: MerriamWebster, 1993.
Editor sebagai penulis Harari, Josue, ed. Textual Strategies. Ithaca: Cornell UP, 1979.
Penulis dan editor Malory, Thomas. King Arthur and his Knights. Ed. Eugene Vinaver. London: Oxford UP, 1956.
Penulis berupa tim atau lembaga National Institute for Dispute Resolution. Dispute Resolution Resource Directory. Washington, D.C.: Natl. Inst. for Dispute Res., 1984.
Karya multi jilid/buku berseri Freedberg, S. J. Andrea del Sarto. 2 jil. Cambridge: Harvard UP, 1963.
Terjemahan Foucault, Michel. The Archaeology of Knowledge. Trans. A. M. Sheridan Smith. London: Tavistock Publications, 1972. Trans. of L'Archéologie du savoir, 1969.
Artikel atau bab dalam buku Magny, Claude-Edmonde. "Faulkner or Theological Inversion." Faulkner: A Collection of Critical Essays. Ed. Robert Penn Warren. Englewood Cliffs: PrenticeHall, 1966. 66-78.
Artikel/istilah dalam buku referensi Foster, John S., Jr. "Nuclear War." Encyclopedia Americana. Intl. ed. 1998. “Ginsburg, Ruth Bader.” Who’s Who in America. 52nd ed. 1998. “Noon.” The Oxford English Dictionary. 2nd ed. 1989.
Brosur, pamflet dan sejenisnya Jawa Timur. Surabaya: Dinas Pariwisata Jawa Timur, 1999.
BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013
vii
Makalah seminar, konferensi dan sejenisnya Mann, Jill. “Chaucher and the ‘Woman Question.’” This Noble Craft: Proceedings of the Tenth Research Symposium of the Dutch and Belgian University Teachers of Old and Middle English and Historical Linguistics, Utrect, 19-10 January 1989. Ed. Erik Kooper. Amsterdam: Radopi, 1991.173--88.
II. SERIAL Artikel jurnal Dabundo, Laura. “The Voice of the Mute: Wordsworth and the Ideology of Romantic Silences.” Christiantity and Literature 43:1(1995): 21-35. III. PUBLIKASI ELEKTRONIK Buku Online Austen, Jane. Pride and Prejudice. Ed. Henry Churchyard. 1996. 10 Sept. 1998 <http://www.pemberley.com/janeinfo/prideprej.html>. Hawthorne, Nathaniel. “Dr. Heidegger’s Experiment.” Twice-Told Tales. Ed. George Parsons Lathrop. Boston: Houghton, 1883. 1 Mar. 1998 <http://eldred.ne.mediaone.net/nh/dhe.html>
Artikel jurnal online Calabrese, Michael. “Between Despair and Ecstacy: Marco Polo’s Life of the Buddha.” Exemplaria 9.1 (1997). 22 June 1998 <http://web.english.ufl.edu/english/exemplaria/calax.htm>
Artikel dalam pangkalan data online Smith, Martin. "World Domination for Dummies." Journal of Despotry Feb. 2000: 66-72. Expanded Academic ASAP. Gale Group Databases. Purdue University Libraries, West Lafayette, IN. 19 February 2003. <http://www.infotrac.galegroup.com>. Fox, Justin. “What in the World Happened to Economics?” Fortune 15 Mar. 1999: 90-102. ABI/INFORM Global. Proquest Direct. Perpustakaan Universitas Indonesia, Depok. 23 January 2004. <http://www.proquest.com/pqdauto>.
BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013
viii
Artikel di website “Using Modern Language Association (MLA) Format.” Purdue Online Writing Lab. 2003. Purdue University. 6 Feb. 2003. <http://owl.english.purdue. edu/handouts/research/r_mla.html>.
Publikasi lembaga United States. Dept. of Justice. Natl. Inst. Of Justice. Prosecuting Gangs: A National Assessment. By Claire Johnson, Barbara Webster, and Edward Connors. Feb 1996. 29 June 1998 <http://www.ncjrs.org/txtfiles/pgang.txt>.
Artikel/istilah dalam koleksi referensi online “Fresco.” Britannica Online. Vers. 97.1.1. Mar. 1997. Encyclopedia Britannica. 29 Mar. 1997 <http://www.eb.com:180>. Telnet, FTP, dan gopher Sowers, Henry, Miram Fields, and Jane Gurney. Online collaborative conference. 29 May 1999. Lingua MOO. 29 May 1999. <telnet://lingua.utdallas.edu:8888>.
Mathews, J. Preface. Numerical Methods for Mathematics, Science, and Engineering. 2nd ed. N.p.: Prentice Hall, 1992. 8 June 1999. <ftp://ftp.ntua.gr/pub/netlib/textbook/index.html>.
Artikel/data dalam CD-ROM “U.S. Population by Age: Urban and Urbanized Areas.” 1990 U.S. Census of Population and Housing. CD-ROM. US Bureau of the Census. 1990.
Artikel jurnal dalam CD-ROM database Angier, Natalie “Chemists Learn Why Vegetables are Good for You.” New York Times 13 Apr. 1993, late ed.: C1. New York Times On disc. CD-ROM. UMIProquest. Oct. 1993.
Artikel/istilah dalam koleksi referensi berbentuk CD-ROM “Albratoss.” The Oxford English Dictionary. 2nd ed. CD-ROM. Oxford: Oxford UP, 1992. BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013
ix
Sambutan Pimpinan Umum Salam dari Pimpinan Umum Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Salam Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia!!!
Menulis bukanlah suatu hal yang mudah untuk dilakukan. Perlu proses yang panjang dan konsistensi untuk dapat menghasilkan sebuah tulisan yang baik. Sama halnya dengan membuat artikel ilmiah, perlu proses pembelajaran yang panjang untuk dapat terbiasa menulis dan menghasilkan sebuah artikel ilmiah yang baik. BIMKMI Volume II Nomor I hadir dengan harapan dapat terus meningkatkan minat Mahasiswa Kesehatan Masyarakat untuk membiasakan diri dalam menulis sebuah artikel ilmiah. Dengan adanya peningkatan artikel yang terpublikasi, diharapkan juga dapat memberikan sumbangan untuk kemajuan keilmuan kesehatan masyarakat di Indonesia. Edisi kali ini berhasil memuat satu artikel editorial, empat artikel penelitian, dan dua artikel tinjauan pustaka. Semua artikel telah melalui proses seleksi panjang serta pengeditan yang cermat dari tim penyusun dan mitra bestari. Terima kasih atas perhatiannya dan mohon maaf apabila ada kesalahan yang telah penyusun lakukan. Semoga semua yang telah dikerjakan membawa manfaat bagi kita bersama.
Wassalamuâ&#x20AC;&#x2122;alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Nurul Maretia Rahmayanti
BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013
x
Editorial
PERAN MAHASISWA KESEHATAN MASYARAKAT MELALUI PUBLIKASI ILMIAH Madelina Ariani S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Gadjah Mada
Dalam
beberapa
perkuliahan
pertemuan ilmiah kerap didapatkan dari
mahasiswa
kesehatan
dan
pertanyaan
mengenai
peran
mereka dalam suatu kebijakan atau program kesehatan. Misalnya, “Apa peran kami dalam
saja yang mengancam kesehatan masyarakat menjadi
tugas
masyarakat,
bagi
termasuk
penggiat kesehatan mahasiswa
kesehatan
masyarakat di dalamnya. Lingkup kesehatan
termasuk
lingkup
menyambut era BPJS tahun 2014? atau “Apa
yang cepat mengalami perubahan dan dampak.
peran
kami
masyarakat
sebagai
mahasiswa
kesehatan
Perubahan iklim dunia, kemajuan teknologi, dan
dalam
menjaga
kesehatan
pembangunan
insfrastruktur
misalnya
dapat
lingkungan?” Pertanyaan-pertanyaan ini kerap
memberikan dampak bagi kesehatan masyarakat.
mendapat
misalnya
Begitu juga dengan perkembangan pengobatan
mulailah berubah untuk menjadi agen kesehatan
berubah begitu cepat. Kalau sudah kesehatan
dari diri sendiri, dengan menerapkan gaya hidup
populasi yang mendapatkan dampaknya maka itu
sehat seperti yang didapat diperkuliahan, dan
sudah menjadi urusan kesehatan masyarakat.
jawaban
klasik
seperti
lainnya.
Sebagai
seorang
mahasiswa
yang
Menjadi agen perubahan terasa gamang
langsung maupun tidak termasuk dalam sistem
bagi mahasiswa jika hanya dilakukan dengan
kesehatan harus mengambil peran dalam hal ini.
duduk manis di kelas dan menerima materi apa
Mahasiswa
adanya.
dimulai dengan menjalani
Bahkan
mengkaji
buku-buku
di
sebagai
agen
perubahan
dapat
perannya
perpustakaan tanpa pernah mendiskusikannya
sebagai insan ilmiah. Berdiskusi, memberikan
pun
kesehatan
saran, kritik, dan bersikap berdasarkan fakta
masyarakat boleh jadi memiliki Indeks Prestasi
penelitian yang kemudian disesuaikan dengan
tinggi tetapi tanpa pernah terjun ke masyarakat,
kondisi masyarakatnya. Hal ini bisa dimulai
keilmuannya belum dapat diakui. Kesehatan
dengan mengkaji kepustakaan, jurnal ilmiah dan
masyarakat adalah ilmu dan seni sehingga
melakukan
mahasiswa
mahasiswa terbiasa menulis secara ilmiah dan
terasa
hambar.
harus
Mahasiswa
dapat
“berkesenian”
juga
dilingkungannya.
diskusi.
Bagus
lagi
jika
terlibat dalam publikasi ilmiah.
Berbagai masyarakat
forum
kurikulum coba
kesehatan
dibangun
dengan
Tenaga kesehatan yang telah bekerja barangkali
tidak
memiliki
waktu
sebanyak
menyeimbangkan antara teori dan kenyataan
mahasiswa dalam memperbaharui keilmuannya.
dilapangan
praktikum,
Program
magang
mengelola
dengan
memberikan
tutorial dengan kasus kesehatan, di instansi
kesehatan,
tugas
penyuluhan,
pemberdayaan
masyarakat dalam
sampah lingkungan
mahasiswa kesehatan
misalnya,
lingkunganlah
yang
atau pun pengalaman belajar lapangan. Sejak
harusnya lebih tahu bagaimana menghasilkan
awal wawasan mahasiswa dibangun
atas
kompos dengan kualitas terbaik. Begitu juga
pandangan
Apa
dengan mahasiswa promosi kesehatan tentang
populasi atau
masyarakat.
1 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013
bagaimana pendekatakan dan promosi kesehatan
aktif dan rendahnya pengetahuan mahasiswa
seperti apa yang sekiranya tepat untuk kondisi
terhadap publikasi ilmiah. Survei yang pernah
masyarakat. Harapannya dengan bacaan terbaru
dilakukan oleh BIMKMI pada tahun 2012 kepada
mahasiswa
198 mahasiswa kesehatan masyarakat seluruh
dapat
memberikan
inovasi
dan
modifikasi yang dapat diterapkan sesuai dengan
Indonesia
lingkungannya. Selain itu, mampu memberikan
menyatakan mengetahui tentang surat edaran
saran pada program kesehatan berdasarkan
dikti mengenai wajib publikasi ilmiah (Surat Dirjen
evidence based
Dikti No. 152/E/T/2012 tentang wajib publikasi
yang
dibangun atas
dasar
keilmiahan.
didapatkan
68%
mahasiswa
ilmiah bagi S1/S2/S3). Berbanding terbalik, angka
Kegiatan selanjutnya
budaya
ini semakin menurun presentasinya menjadi 56%
ilmiah mahasiswa, setelah mahasiswa mampu
saja ketika mahasiswa ditanyakan mengenai
menangkap fenomena kesehatan di masyarakat,
apakah anda mengetahui tentang jurnal ilmiah
mengkajinya dalam kepustakaan, laboratorium
dan semakin menurun
atau forum diskusi adalah dengan menuliskannya.
mahasiswa ditanyakan Apakah Anda mengetahui
Menulis adalah kegiatan yang penting karena
bagaimana membuat tulisan Anda masuk pada
dapat
jurnal ilmiah.
terdokumentasi
dan
dalam
terpublikasi
luas.
menjadi 33% ketika
Secara langsung atau tidak, dengan keterlibatan
Hasil ini tidak saja menjadi tantangan bagi
aktif mahasiswa kesehatan masyarakat dalam
BIMKMI untuk terus menggiatkan budaya menulis
penulisan ilmiah sebenarnya mereka sedang
ilmiah mahasiswa kesehatan masyarakat tetapi
menjalani salah satu perannya sebagai agen
juga
perubahan.
mahasiswa
Dalam
rangka menumbuhkan budaya
memberikan
pukulan
kesehatan
kepada
masyarakat
seluruh bahwa
disinilah sebenarnya peran kita dalam mengkaji,
menulis ilmiah mahasiswa kesehatan masyarakat,
menuliskan, dan mempublikasikan
Direktorat
Jenderal
Tinggi,
temuan dalam bidang kesehatan masyarakat
Kementerian
Pendidikan
dalam
yang
Pendidikan Nasional
RI
sasaran
akhirnya
adalah
temuan-
untuk
Health Professional Education Quality (HPEQ)
meningkatkan kesehatan masyarakat. Bahkan,
Project, dibentuklah salah satunya Berkala Ilmiah
barangkali tugas utama mahasiswa sebagai agen
Mahasiswa
perubahan itu ada dititik ini.
Kesehatan
Masyarakat
Indonesia
(BIMKMI) sebagai wadah publikasi karya tulis ilmiah
mahasiswa
kesehatan
masyarakat
di
Indonesia. BIMKMI terbentuk bersama dengan berkala ilmiah mahasiswa kesehatan lainnya, seperti kedokteran, kebidanan, keperawatan, gizi kesehatan, farmasi, dan kedokteran gigi. Dalam dua terbitannya, BIMKMI konsisten menerbitkan
karya
mahasiswa
kesehatan
masyarakat Indonesia yang dianggap layak untuk dipublikasikan. Kualitas dan kuantitas tentunya akan terus ditingkatkan pada terbitan selanjutnya. Dalam hal ini, dua tantangan yang dihadapi BIMKMI adalah rendahnya kiriman artikel dari mahasiswa kesehatan masyarakat yang masih
2 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013
Penelitian
FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA 1
Rifqi A. Fattah , Dwidjo Susilo
2
Prodi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Jakarta
ABSTRAK Prevalensi perilaku merokok terus meningkat di Indonesia, termasuk pada remaja. Beberapa masyarakat Indonesia berasumsi bahwa merokok merupakan bagian dari gaya hidup. Oleh karena itu, mudah menemukan masyarakat yang merokok, baik laki-laki, perempuan, anak-anak, orang tua, masyarakat kaya maupun miskin di negara manapun. Sebagai negara yang telah melaksanakan Global Youth Tobacco Survey (GYTS), prevalensi remaja perokok sebesar 20,3% (laki-laki = 41%, perempuan 3,5%). Tujuan penelitian ini adalah diketahuinya faktor yang berhubungan dengan perilaku merokok pada remaja. Desain penelitian cross sectional dengan stratified random sampling digunakan untuk pengambilan sampel. Sebanyak 150 sampel diseleksi dari SMK Purnama 1 Jakarta. Kuesioner penelitian berasal dari Core GYTS Questionnaire 2012 dengan penambahan pertanyaan sesuai dengan kebutuhan peneliti. Analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan uji chi square. Prevalensi merokok di kalangan remaja sebesar 79,1% diantara remaja laki-laki dan 14,5% di kalangan remaja perempuan. Perilaku merokok teman sebaya, jenis kelamin, dan tingkat pengetahuan remaja berhubungan secara bermakna dengan perilaku merokok pada remaja. Prevalensi perilaku merokok di kalangan remaja tinggi. Jumlah ini akan terus bertambah jika tidak ada tindakan pencegahan yang cukup. Penyediaan informasi kesehatan yang benar dan pembentukan kelompok sebaya diantara remaja bisa menjadi program pencegahan yang efektif untuk mengurangi perilaku merokok di kalangan remaja. Kata Kunci: Perilaku Merokok, Remaja
ABSTRACT Smoking prevalence continued to rise in Indonesia, included among adolescents. Some of the Indonesian people assume smoking is a part of lifestyle. It is therefore easy to find people who smokes, either men, women, kids, parents, the rich and the poor in everywhere in the country. As a country that has conducted Global Youth Tobacco Survey (GYTS), the Indonesia GYTS 2009 showed 20.3% adolescents currently smoked cigarettes (Boy = 41%, Girl 3.5%). The objective of this study therefore was to determine the prevalence of smoking and factors influencing it among adolescents. A cross sectional study with the stratified random sampling was used for selection of samples. A total of 150 samples were selected from senior high school students in Jakarta. The questionnaire included â&#x20AC;&#x2DC;Core GYTS Questionnaire 2012â&#x20AC;&#x2122; and other additional questions were used to collect relevant information. Bivariate analyses were conducted using chi-squared to identify factors influencing smoking behavior among adolescents.Smoking prevalence was 79.1% among boys and 14.5% among girls, respectively. Sex, knowledge level, and peer smoking behavior were determinants of smoking behavior among adolescents.Smoking prevalence among adolescents was high. The numbers will continue to increase if there is no sufficient prevention actions. Providing the right health information and establishing peer educators among adolescents could be the effective smoking prevention program to reduce smoking behavior among adolescents. Keywords: Smoking behavior, adolescent.
3 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013
PENDAHULUAN Penggunaan tembakau secara global
perokok dengan proporsi siswa laki-laki dan
terus memimpin penyebab kematian yang
perempuan masing-masing adalah 41% dan
dapat dicegah. Tembakau membunuh hampir
3,5%.
enam juta orang dan menyebabkan ratusan
didapatkan
miliar dolar kerugian ekonomi dunia setiap
melakukan aktivitas merokoknya di dalam
tahun. Kebanyakan kematian ini terjadi di
rumah serta 11,5% responden yang tidak
negara-negara berkembang. Jika trend ini
merokok berniat untuk merokok di tahun
berlanjut, maka pada tahun 2030, tembakau
mendatang. Sedangkan hasil Riset Kesehatan
diproyeksikan akan membunuh lebih dari 8 juta
Dasar 2010 menunjukkan prevalensi remaja
orang di dunia setiap tahunnya, dimana 80%
(15-24 tahun) yang merokok sebesar 26,6%.
Pada
penelitian
bahwa
tersebut
15,1%
siswa
juga
perokok
6
7
1
Survei terbaru yang dilakukan oleh Fakultas
merupakan pabrik
Ekonomi (FE) Universitas Trisakti tahun 2012
bahan kimia. Setiap batang rokok yang dibakar
menunjukkan 31,3% dari 1435 pelajar tingkat
maka akan mengeluarkan sekitar 4000 bahan
SMP dan SMA/SMK di Jakarta dengan usia
kimia seperti nikotin, gas karbon monoksida,
11-19 tahun adalah perokok. Jumlah tersebut
nitrogen oksida, hidrogen sianida, amonia,
terdiri atas 20,6% perokok aktif (setiap hari
acrolein,
mengonsumsi rokok), sedangkan 10,7% yang
kematian ini terjadi di negara berkembang. Rokok
pada
dasarnya
acetilen,
benzaldehyd,
urethane,
benzene, methanol, coumarin, 4-ethylcatechol, ortocresol, perylene dan lain-lain.
2
pernah dan terkadang merokok.
Sudah Terdapat
banyak
alasan
yang
melatarbelakangi
perilaku
merokok
pada
banyak studi ilmiah yang menyebutkan bahwa mengonsumsi tembakau dapat menimbulkan penyakit kanker (paru, mulut, faring, laring, esofagus, kemih),
3
paru,
pankreas
dan
kandung
penyakit sistem pembuluh darah
(jantung koroner, aneurisme aorta, pembuluh darah
perifer,
pembuluh
arterioskleosis,
darah
otak),
4,5
gangguan
dan
sistem
pernafasan (bronchitis kronik, emfisema, paru obstruktif kronik, tuberculosis paru, asma, radang paru dan penyakit saluran nafas lainnya).
8
remaja. Botvin dan Mc. Allister berusaha mengindentifikasikan kelompok besar faktorfaktor yang berhubungan dengan perilaku merokok
yang
meliputi:
faktor-faktor
sosiodemografis, seperti kebiasaan merokok pada keluarga dan teman-teman dekat, lalu faktor-faktor pribadi, seperti sikap pribadi, serta keyakinan-keyakinan
yang
mereka
miliki
tentang merokok, kemudian variabel-variabel kepribadian, yaitu citra diri atau konsep diri,
3,5
locus of control, ekstrovert dan lain sebagainya Prevalensi
merokok
kalangan
dan variabel-variabel tingkah laku, seperti
remaja terus meningkat di dunia, khususnya di
pekerjaan, aktivitas di bidang akademis, serta
beberapa negara yang sudah melaksanakan
minat-minat pada waktu luang serta aktivitas
Global Youth Tobacco Survey (GYTS). Hasil
yang mereka sukai di waktu luang. Salah satu
GYTS
faktor lingkungan penting yang mempengaruhi
Indonesia
dilaksanakan
pada
tahun sekolah
di
2009
yang
menengah
menunjukkan bahwa 20,3% siswa adalah
9
seseorang iklan,
untuk
kemudahan
mulai
merokok
adalah
mendapatkan
rokok,
4 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013
harganya
yang
ketersediaannya
relatif
murah
dimana-mana.
maupun Kurangnya
Survey tahun 2012, pedoman
11
karena sesuai dengan
penelitian
rokok.
Pertanyaan
pengetahuan tentang bahaya merokok bagi
disesuaikan dengan keadaan di Indonesia,
kesehatan juga merupakan factor penting yang
khususnya remaja di Jakarta. Pertanyaan
perlu
diperhatikan.
2
Tujuan
penelitian
ini
kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa
adalah diketahuinya faktor yang berhubungan
Indonesia dan terdapat beberapa pertanyaan
dengan perilaku merokok pada remaja.
tambahan sesuai dengan topik pada penelitian ini.
METODE Adapun variabel dalam penelitian ini Penelitian ini menggunakan desain penelitian potong lintang (cross sectional) yang merupakan
penelitian
non-eksperimental
dalam rangka mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko dengan efek yang berupa
penyakit
atau
status
kesehatan
tertentu, dengan model pendekatan point 10
time.
Penelitian ini dilaksanakan di SMK
Purnama 1 Jakarta pada tanggal 29 Januari hingga 01 Februari 2013. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMK (kelas X, XI dan XII) Purnama 1 Jakarta yang terdaftar sebagai siswa tahun ajaran 20122013 dengan jumlah 386 siswa yang terbagi ke dalam 5 kelas X, 5 kelas XI dan 3 kelas XII. Besar sampel setelah dihitung menggunakan rumus uji hipotesis perbedaan 2 proporsi didapatkan sebesar 150 siswa dengan teknik pengambilan sampel yaitu stratified random sampling.
dibagi menjadi dua yakni variabel independen dan dependen. Variabel independen terdiri atas faktor perilaku merokok teman sebaya dan karakteristik individu (jenis kelamin dan pengetahuan). Sedangkan variabel dependen yaitu perilaku merokok pada remaja di SMK Purnama 1 Jakarta tahun 2013. Adapun definisi operasional dari perilaku merokok adalah aktivitas responden yang berhubungan dengan perilaku merokoknya yang diukur melalui
pernah
mencoba
merokok
walau
hanya satu batang dan yang hingga saat ini masih merokok. Perilaku merokok teman sebaya adalah ada atau tidaknya teman bermain/dekat yang merokok, menawarkan, dan memaksa untuk merokok. Jenis kelamin adalah identitas seksual responden yang dibawa
saat
lahir,
serta
pengetahuan
responden adalah kemampuan responden menjawab
pertanyaan
mengenai
rokok,
untuk
meliputi bahaya rokok bagi kesehatan dan zat
pengumpulan data primer adalah kuesioner.
yang terkandung dalam rokok. Teknik analisis
Pertanyaan dalam kuesioner merujuk pada
data yang digunakan adalah analisis univariat
pedoman kuesioner Global Youth Tobaacco
dan bivariat dengan uji statistik chi-square (X ).
HASIL
pertanyaan
Instrumen
yang
digunakan
2
mengenai
bahaya
yang
ditimbulkan rokok dan zat yang terkandung Tabel
1
menyajikan
karakteristik
individu, perilaku merokok teman dan status merokok
responden.
pengetahuan
Pertanyaan
responden
tentang
terkait rokok
dalam rokok. Pengetahuan tentang rokok kemudian dikategorikan menjadi pengetahuan rendah
(skor
yang
didapat
â&#x2030;¤
70)
dan
pengetahuan tinggi (skor yang didapat > 70).
sebanyak 10 buah pertanyaan yang terdiri atas
5 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013
Sedangkan
pertanyaan.
Perilaku
merokok
teman
sebaya
yang
merokok,
teman sebaya dikategorikan menjadi dua,
menawarkan,
yakni perilaku positif dan perilaku negatif.
kepada responden, dimana 77,3% negative tidak
Total 150 siswa berpartisipasi dalam penelitian ini. Mayoritas responden adalah perempuan (55,3%), sedangkan 44,7% adalah laki-laki.
Kebanyakan
responden
memiliki
pengetahuan yang rendah mengenai bahaya
memiliki
menawarkan,
serta
positif
memaksakan
teman serta
yang
rokok
merokok,
memaksakan
rokok
kepada responden. Prevalensi merokok di kalangan remaja cukup besar, yakni 43,3%. Lebih rinci dapat dilihat pada table 1 di bawah ini.
rokok bagi kesehatan (70,7%), dan hanya 29,3% responden yang berpengetahuan tinggi. Sebanyak 34 (22,7%) responden memiliki
Tabel 1. Distribusi Karakteristik Individu, Perilaku Merokok Teman Sebaya dan Perilaku Merokok Responden
No.
1.
Variabel
Jenis Kelamin
2.
Pengetahuan tentang Rokok
3.
Perilaku Merokok Teman Sebaya
4.
Perilaku Merokok
Kategori
n
%
Laki-Laki
67
44,7
Perempuan
83
55,3
Rendah
106
70,7
Tinggi
44
29,3
Positif
34
22,7
Negatif
116
77,3
Merokok
65
43,3
Tidak Merokok
85
56,7
uji
perilaku merokok teman sebaya (p value â&#x2030;¤
untuk
0,05). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
antara
perilaku
proporsi perokok ditemukan lebih tinggi pada
dengan
variabel
responden yang berjenis kelamin laki-laki,
bahwa
berpengetahuan rendah, dan memiliki teman
perilaku merokok pada remaja berhubungan
yang berperilaku merokok (lihat pada tabel 2).
Analisis statistik
chi-square
menentukan merokok
dengan
independen.
dengan jenis
telah
hubungan
pada
remaja
Analisis
menggunakan dilakukan
membuktikan
kelamin,
pengetahuan,
dan
6 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013
Tabel 2 Analisis Hubungan Perilaku Merokok Responden dengan Karakteristik Individu dan Perilaku Merokok Teman Sebaya Perilaku Merokok Total No.
Variabel
Ya
Tidak
P Value
n
%
N
%
n
%
53
79,1
14
20,9
67
100
12
14,5
71
85,5
83
100
52
49,1
54
50,9
131
100
13
29,5
31
70,5
44
100
20
58,8
14
41,2
34
100
45
38,8
71
61,2
116
100
Jenis Kelamin 1.
0,000
1. Laki-Laki 2. Perempuan
Pengetahuan 2. 1. Rendah 2. Tinggi
0,028
Teman sebaya 3. 1. Positif 2. Negatif
0,038
7 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013
PEMBAHASAN
perilaku
tersebut.
Faktor
pemungkin
adalah faktor yang mendahului untuk Dari bahwa
hasil
penelitian
sebagian
besar
diketahui
siswa
SMK
Purnama 1 Jakarta yakni sebanyak 65 siswa (43,3%) sampai saat ini masih merokok.
Prevalensi
merokok
pada
remaja di SMK Purnama 1 Jakarta ini melebihi prevalensi merokok di Indonesia menurut Global Youth Tobacco Survey tahun
2009
yang
â&#x20AC;&#x2DC;hanyaâ&#x20AC;&#x2122;
20,3%.
6
berperilaku yang memfasilitasi motivasi agar
dapat direalisasikan. Sedangkan
faktor penguat adalah faktor berikutnya untuk
Survey tahun 2006, di
usia
muda
12
prevalensi merokok
sebesar
12,6%
dan
yang
memberikan
hadiah atau insentif untuk melanjutkan perilaku
dan
kegigihan
berkontribusi
atau
terhadap
pengulangan
perilaku
tersebut.
Prevalensi merokok di usia muda terus meningkat. Pada Global Youth Tobacco
berperilaku
Terdapat lebih banyak perokok pada
remaja
laki-laki
(79,1%)
dibandingkan dengan perempuan dalam penelitian
ini.
Hal
ini
tidak
terlalu
meningkat pada tahun 2009 sebesar
mengejutkan karena hampir terjadi di
20,3%.
banyak
Penelitian
prevalensi
ini
merokok
juga
melebihi
menurut
Riset
negara.
15,16
Organization (WHO)
World
13
Health
atau Organisasi
Kesehatan Dasar 2010 dimana prevalensi
Kesehatan Dunia telah mengklasifikasikan
perokok berusia 15-24 tahun sebesar
sebuah
26,6%.
7
Survei terbaru yang dilakukan
oleh Fakultas Ekonomi (FE) Universitas
rangkaian
dari
penggunaan
tembakau di berbagai negara, sebagai berikut:
Trisakti menunjukkan 31,3% dari 1.435 pelajar tingkat SMP dan SMA/SMK di Jakarta dengan usia 11-19 tahun adalah perokok.
1. Stage
1:
prevalensi
laki-laki
rendah (<20%) dan prevalensi perempuan minimal.
8
2. Stage 2: prevalensi laki-laki tinggi Perilaku kesehatan tidak terjadi di dalam ruang hampa, namun dipengaruhi oleh nilai-nilai normatif, keyakinan, dan lingkungan sekitar.
13
Menurut Lawrence
14
Green , perilaku kesehatan dipengaruhi
(>50%)
dan
prevalensi
perempuan meningkat. 3. Stage
3:
prevalensi
laki-laki
menurun drastis dan prevalensi perempuan
oleh tiga faktor, yakni faktor predisposisi,
4. berangsur-angsur menurun.
faktor pemungkin, dan faktor penguat.
5. Stage 4: prevalensi laki-laki dan
Faktor predisposisi adalah faktor yang
perempuan menurun lebih lanjut;
mendahului
puncak
untuk
berperilaku
yang
memberikan alasan atau motivasi untuk
dalam
kematian
yang
berkaitan dengan tembakau.
8 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013
Sedikitnya
prevalensi
merokok
di
kalangan remaja perempuan, khususnya di
negara
berkembang,
badannya merokok.
lama
masyarakat. tabu
15
di
banyak
kalangan
Merokok masih dianggap
oleh
sebagian
masyarakat
khususnya di Indonesia. Hasil penelitian 17
Amelia
menunjukkan bahwa informan
penelitiannya yang berjenis kelamin lakilaki ketika dalam keadaan stres, marah atau kesal akan mengekspresikannya dalam bentuk
tindakan yang mungkin
menyimpang,
seperti
merokok,
membanting barang, menggertak dengan ucapan atau perbuatan, bahkan minumminuman keras sebagai upaya melarikan diri dari masalah. Berbeda dengan remaja perempuan, ketika dalam keadaan stress
sehingga ekspresi yang muncul hanya rasa cemas. Menurut Amos, dkk. ini
18
tren global
mengkhawatirkan,
dimana
perokok perempuan terus meningkat dan semakin terkait dengan meningkatnya tingkat
pendidikan,
kesenjangan wanita.
sosial
Studi
perempuan
pendapatan, dan
emansipasi
menunjukkan
lebih
takut
berat
bahwa badan
mereka naik dibandingkan laki-laki, dan berniat
serta
merokoknya badan
mereka.
menemukan
melanjutkan
untuk
mengontrol Beberapa
perempuan
berhenti
Hasil penelitian ini juga sesuai dengan
yang
perilaku berat survei berat
yang
Notoatmodjo,
19
dikemukakan
oleh
bahwa pengetahuan atau
koginitif merupakan domain yang sangat penting
dalam
membentuk
seseorang Pengetahuan kesadaran
tindakan
(overt
bahaviour).
akan
menimbulkan
dan
akhirnya
akan
menyebabkan orang berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya. Apabila suatu tindakan didasari oleh pengetahuan maka perilaku tersebut akan bersifat
langgeng
(long
lasting),
sebaliknya apabila perilaku tersebut tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama.
mereka lebih mengedepankan perasaan
saat
ketika
kemungkinan
berkaitan dengan norma sosial yang telah terbentuk
naik
13,15
Tekanan
dari
sebaya
merupakan
terpenting.
20,21
teman-teman variabel
Lingkungan
yang
mempunyai
pengaruh besar untuk seseorang agar merokok.
Apalagi
jika
ada
tekanan
kelompok dari lingkungan tersebut bisa berupa tantangan langsung atau ancaman yang berasal dari teman kelompok.
22
Dengan kelompok sebayanya biasanya, seorang remaja pada masa ini akan berkumpul
dengan
Penerimaan merupakan
oleh hal
teman
sejenis.
kelompok yang
sebaya
penting,
bisa
mengikuti dan tidak tampak beda dengan yang
lainnya
merupakan
motif
yang
mendominasi sebagian besar perilaku sosial remaja. Setiap perbedaan dengan
9 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013
rata-rata
teman
menimbulkan
sebayanya
kecemasan.
akan
Kecemasan
sering juga timbul karena merasa tidak aman dalam berteman dan ketakutan akan ditolak dalam pergaulan. Bagaimanapun, bukan
tidak
Meskipun
ada
23
penelitian
telah
ini
ditekankan
untuk tidak diberikan identitas nama dan peneliti telah meyakinkan ke siswa bahwa jawaban kuesioner mereka sangat dijaga kerahasiaannya,
kemungkinan
siswa
untuk menuliskan jawaban yang tidak jujur dapat
terjadi.
Penelitian
selanjutnya
dianjurkan untuk menambahkan variabel independennya
serta
dengan
menggunakan metode penelitian kualitatif agar
mengetahui
lebih
1. World
Health
Organization.
WHO
report on the global tobacco epidemic;
keterbatasannya.
kuesioner
REFERENSI
mendalam
pemahaman yang lebih baik mengenai penyebab perilaku merokok pada remaja.
2011. 2. Tjandra Yoga Aditama. Rokok dan kesehatan. Jakarta: UI Press; 1997. 3. National Center for Chronic Disease Prevention
Health
Promotion
Office on Smoking and Health. How tobacco smoke causes disease: the biology
and
behavioral
basis
for
smoking-attributable disease: a report of the Surgeon General. Rockville, MD: Dept. of Health and Human Services; 2010. 4. Knut-Olaf Haustein, David Groneberg. Tobacco or health? 2
nd
edition. Berlin:
Springer; 2010. 5. Michael
KESIMPULAN
and
B.
Steinberg,
Amy
C.
Schmelzer, Patrick N. Lin, Gadiz Garcia. Smoking as a chronic disease.
Prevalensi perilaku merokok di kalangan remaja tinggi. Jumlah ini akan terus bertambah jika tidak ada tindakan pencegahan yang cukup. Jenis kelamin, tingkat
pengetahuan,
dan
perilaku
merokok teman sebaya merupakan faktor yang
berhubungan
dengan
perilaku
merokok di kalangan remaja. Penyediaan informasi kesehatan yang benar dan pembentukan kelompok sebaya diantara remaja bisa menjadi program pencegahan yang efektif untuk mengurangi perilaku
Curr Cardio Risk Rep. 2010;(4):413â&#x20AC;&#x201C; 7. 6. Indonesia
Global
Youth
Tobacco
Survey 2009 (Fact Sheet). 7. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset kesehatan dasar 2010.
Jakarta:
Kementerian
Kesehatan RI; 2010. 8. Ayomi Amindoni [Internet]. Jakarta: Metro TV News. 31 persen pelajar di Jakarta sandang predikat perokok. Available from
merokok di kalangan remaja.
10 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013
http://www.metrotvnews.com/metrone
16. Jerry L. Grenard, Qian Guo, Guneet
ws/read/2013/02/13/3/130870/313-
Kaur Jasuja, Jennifer B. Unger, Chih-
Persen
Ping,
Pelajar-di-Jakarta-Sandang-
Chou,
Influences
Predikat-Perokok
Peggy
E.,
affecting
et
al.
adolescent
smoking behavior in China. Nicotine & 9. Hasbullah Thabrany, editor. Rokok, mengapa
haram?
Pengendalian
Depok:
Tembakau
Unit
FKM-UI;
2012.
metodologi penelitian kedokteran dan kesehatan. Jakarta: Rajawali Pers; 2011.
2006;(8):245–
17. Adisti
Amelia.
Gambaran
perilaku
remaja
laki-laki.
pada
[Skripsi]. Medan: Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara; 2009. 18. Amanda Amos, Lorraine Greaves, Mimi Nichter, Michele Bloch. Women
11. Global
Youth
Tobacco
Survey
Collaborative Group. Global youth tobacco
survey
(GYTS):
core
questionnaire with optional questions, version 1.0. 12. Indonesia
Youth
Tobacco
13. Dept. of Gender and Women’s Health. Gender
and
tobacco.
Melbourne:
WHO; 2003.
gender in tobacco control research, policy and practice. Tobacco Control British
Medical
Journal.
19. Soekidjo
Notoatmodjo.
Promosi
kesehatan dan ilmu perilaku. Jakarta: Rineka Cipta; 2007. 20. Bart
Smet.
Psikologi
kesehatan.
Jakarta: PT Grasindo; 1994.
14. Lawrence W. Green, Marshall W. Kreuter. Health promotion planning: educational
and
ecological
rd
approach. 3 edition. United States of America:
and tobacco: a call for including
2012;(21):236-243. Global
Survey 2006 (Fact Sheet).
Mayfield
Publishing
Company; 1991.
Ahmad, Md. Jahirul Karim, Ho Ai Determinants
21. L.
Mercken,
T.A.B.
Snijders,
C.
Steglich, E. Vartiainen, H. de Vries. Dynamics of adolescent friendship networks and smoking behavior. Soc. Netw. 2009. 22. Departemen Kesehatan RI. Panduan
15. Md. Mizanur Rahman, Sk. Akhtar
Chia.
Research.
255.
merokok
10. Ahmad Watik Pratiknya. Dasar-dasar
an
Tobacco
of
smoking
behaviour among secondary school students in Bangladesh. J Community Health. 2011;(36):831–8.
promosi
perilaku
tidak
merokok.
Jakarta: Depkes RI; 2006 23. Dwi
Sulistyo
Pertumbuhan
Cahyaningsih.
perkembangan
anak
dan remaja. Jakarta: CV Trans Info Media; 2011.
11 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013
Penelitian
GAMBARAN FAKTOR RISIKO ANEMIA GIZI BESI PADA SISWI MTS DAN MA DARUSSA’ADAH JAKARTA 1
Isti’anah Surury , Tria Astika Endah Permata Sari
2
Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Jakarta ABSTRAK Anemia merupakan masalah kesehatan masyarakat terbesar di dunia terutama bagi kelompok wanita usia subur (WUS). Secara keseluruhan, anemia terjadi pada 45% wanita di negara berkembang dan 13% di negara maju. Di Indonesia, prevalensi anemia gizi pada wanita usia subur di atas 20%. Berdasarkan data Riskesdas tahun 2007, DKI Jakarta masuk dalam urutan sepuluh besar provinsi dengan prevalensi anemia tertinggi pada wanita usia subur di Indonesia yaitu sebesar 27,6%. Prevalensi anemia gizi pada remaja putri di 5 wilayah Jakarta sebesar 44,6%. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran faktor risiko anemia gizi besi pada siswi MTs dan MA Darussa’adah Jakarta tahun 2013. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari-April tahun 2013 dengan menggunakan desain studi cross sectional. Jumlah sampel sebanyak 76 responden dari 80 orang populasi. Hasil penelitian menemukan bahwa 27,6% responden menderita anemia gizi besi dan 43,4% responden memiliki citra tubuh negatif. Diharapkan pihak sekolah MTs dan MA Darussa’adah Jakarta dapat meningkatkan program-program kesehatan yang ada di sekolah seperti pelatihan untuk guru-guru tentang anemia pada remaja putri, pemberian informasi yang lebih tentang anemia bagi siswa-siswi dengan mengadakan seminar atau penyuluhan bekerja sama dengan puskesmas setempat. Peneliti lain disarankan melakukan penelitian yang sama namun dengan jumlah sampel yang lebih besar dan melakukan pengembangan variabelvariabel yang ada dari penelitian ini. Kata Kunci: Anemia Gizi Besi, Remaja Putri, Citra Tubuh ABSTRACT Anemia is the biggest public health problems in the world, especially for women of childbearing age group. Overall, anemia occurred in 45% of women in developing countries and 13% in developed countries. In Indonesia, the prevalence of nutritional anemia in women of childbearing age is above 20%. Based on data from Riskesdas in 2007, DKI Jakarta entry in the top ten provinces with the highest prevalence of anemia in women of reproductive age in Indonesia at 27.6%. The prevalence of nutritional anemia in adolescent girls in Jakarta is 44.6%. The purpose of this study to describe risk factors for iron deficiency anemia in girls MTs and MA Darussa'adah Jakarta in 2013. This study was conducted in February-April of 2013 by using the cross sectional study design. The total sample of 76 respondents from 80 populations. The study found that 27.6% of respondents suffer from iron deficiency anemia and 43.4% of respondents have a negative body image. It is expected that the MTs and MA Darussa'adah Jakarta can improve health programs in schools such as training for teachers of anemia in adolescent girls, giving more information about anemia for the students by organizing seminars or counseling work with local health centers. Other researchers are advised to study the same but with a larger sample size and to develop the existing variables of the study. Keywords: iron anemia, adolescent girl, body image
12 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013
PENDAHULUAN
prasekolah
Anemia pada umumnya terjadi di seluruh
dunia,
terutama
di
negara
47,4%,
dan
prevalensi
terendah adalah pada pria 12,7%. Namun, kelompok
penduduk
dengan
jumlah
berkembang (developing countries) dan
terbesar dari individu yang terkena adalah
pada kelompok sosio-ekonomi rendah.
wanita usia subur 468,4 juta orang. Di
Secara keseluruhan, anemia terjadi pada
Indonesia, anemia gizi merupakan salah
45% wanita di negara berkembang dan
satu masalah gizi yang utama disamping
13%
(developed
tiga masalah gizi lainnya, yaitu kurang
menyebabkan
kalori protein, defisiensi vitamin A, dan
rendahnya kemampuan jasmani karena
gondok endemik. Masalah anemia gizi di
sel-sel
Indonesia
di
negara 1
countries).
maju
Anemia
tubuh
tidak
tercukupi
kebutuhannya akan oksigen. Pada anak-
4
mempunyai
kemampuan
mental dan intelektual yang rendah. Seorang
Anemia pada wanita usia subur (termasuk
remaja putri)
di Indonesia
menjadi peringkat ke-3 terbesar setelah anak usia prasekolah dan wanita hamil.
dengan
DKI Jakarta masuk dalam urutan sepuluh
cadangan besi yang rendah kemudian
besar provinsi dengan prevalensi anemia
hamil
tertinggi
usia
selama
remaja
dengan
5
yang
memasuki
gadis
2
berkaitan
kekurangan zat besi (AGB).
anak dan remaja yang menderita anemia dilaporkan
terutama
reproduksi
masa
remaja
atau
setelahnya berada pada risiko yang lebih
pada
wanita
usia
Indonesia yaitu sebesar 27,6%. MTs
besar untuk melahirkan bayi dengan berat
dan
MA
subur
di
6
Darussaâ&#x20AC;&#x2122;adah
badan lahir rendah dan bayi prematur.
Jakarta terletak di daerah Jakarta Selatan
Bayi juga lahir dengan cadangan zat besi
yang sebagian besar penduduk di daerah
rendah dan karena praktik pemberian
tersebut
makan bayi miskin lebih mungkin daripada
menengah ke bawah. MTs dan MA
sebelumnya
masa
Darussaâ&#x20AC;&#x2122;adah
yang
menengah yang prestasi belajar siwa-
remaja
untuk
dengan
memasuki
cadangan
besi
memiliki
merupakan
sekolah
siswinya
lingkaran setan anemia defisiensi besi ini
dibandingkan dengan sekolah menengah
terus berjalan.
begitu
ekonomi
rendah dalam tubuh. Dengan demikian, 3
tidak
status
menonjol
lain yang berada di wilayah Jakarta
Secara global data dari WHO
Selatan dan sekitarnya. Selain itu, belum
(2008) sejak tahun 1993 hingga 2005,
pernah ada penelitian tentang anemia di
anemia mempengaruhi 1,62 miliar orang,
MTs
yaitu 24,8% dari populasi. Prevalensi
penelitian ini untuk mengetahui gambaran
tertinggi adalah pada anak-anak usia
status anemia gizi besi, citra tubuh,
dan
MA
tersebut.
Tujuan
dari
13 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013
pengetahuan tentang anemia, kebiasaan
zat besi (diukur dengan Food Frequency
konsumsi sumber zat besi heme, zat besi
Questionaire), konsumsi tablet tambah
non heme, penghambat zat besi dan
darah, asupan energi, asupan protein,
suplemen zat besi, asupan energi, protein,
asupan Fe, asupan vitamin C (diukur
zat besi dan vitamin C, pola menstruasi,
dengan Food Recall 24-Hours), pola
dan jumlah uang saku pada siswi MTs
menstruasi, dan uang saku. Uji validitas
dan MA Darussa’adah Jakarta tahun
dan
2013.
dilakukan di sekolah yang berbeda namun
reliabilitas
dengan METODE
kuesioner
karakteristik
responden
telah
yang
sama dengan subjek yang akan diteliti,
Penelitian desain
atas
studi
ini
menggunakan
potong
lintang
(cross
yaitu SMK Purnama 1 Jakarta sebanyak 20 responden.
sectional), dilakukan pada bulan FebruariApril 2013. Populasi dalam penelitian ini
HASIL
adalah seluruh siswi MTs Darussa’adah
Gambaran Status Anemia
kelas VII, VIII, dan IX serta siswi MA
Hasil analisis didapatkan rata-rata
Darussa’adah kelas X, XI, dan XII, dimana
kadar hemoglobin siswi adalah 13,43
jumlah
seluruhnya
mg/dL (95% CI: 12,97-13,88), dengan
sampel
minimal
80
siswi.
yang
Jumlah
dibutuhkan
berdasarkan rumus uji beda dua proporsi sebanyak
57
1,99
mg/dL.
Kadar
hemoglobin terendah 8,1 mg/dL dan tertinggi 16,9 mg/dL. Terdapat 21 siswi
sampel yang digunakan adalah seluruh
(27,6%) menderita anemia. Tidak ada
anggota populasi (76 siswi). Hal ini
siswi yang menderita anemia berat (Hb <
dilakukan karena jumlah populasi relatif
8 g/dl), 9 siswi (11,8%) menderita anemia
kecil
sedang (Hb sebesar 8 - 9,9 g/dl), 12 siswi
generalisasi sangat kecil.
Namun,
deviasi
jumlah
dan
siswi.
7
standar
peneliti
ingin
membuat
dengan
kesalahan
yang
8
(15,8%) menderita anemia ringan (Hb sebesar 10 - 11,9 g/dl), dan 55 siswi
Data yang diambil adalah data
(72,4%) normal/tidak anemia (Hb ≥ 12
primer melalui kuesioner dan wawancara,
mg/dl). Paling sedikit siswi berusia 17-20
diantaranya
(melalui
tahun yaitu 15 siswi (19,7%) dan paling
pemeriksaan kadar hemoglobin dengan
banyak berusia 14-16 tahun yaitu 35 siswi
menggunakan portable hemoglobin digital
(46,1%). Sebanyak 33 siswi (43,4%)
analysis
memiliki citra tubuh negatif dan 43 siswi
status
merek
pengetahuan
anemia
Nesco), anemia,
citra
tubuh,
kebiasaan
konsumsi; sumber zat besi heme, sumber
(56,6%) Terdapat
memiliki 28
citra
siswi
tubuh
(36,8%)
positif. memiliki
zat besi non heme, dan sumber inhibitor
14 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013
pengetahuan
yang
kurang
tentang
siswi (82,9%) yang kurang mendapatkan
anemia.
asupan protein serta seluruh siswi tidak mendapatkan asupan Fe yang cukup.
Distribusi siswi dalam kebiasaan
Hampir
konsumsi sumber Fe heme dan non heme
Terdapat 18 siswi (25,7%) yang pola
(50%). Terdapat 36 siswi (47,4%) yang
menstruasinya tidak normal. Distribusi
sering mengonsumsi sumber inhibitor Fe. siswi
tidak
siswi berdasarkan jumlah uang saku per
pernah
hari cukup merata, baik yang memiliki
mengonsumsi tablet tambah darah. Ada 58
siswi
(76,3%)
yang
kurang
70 siswi (92,1%) yang sudah menstruasi.
sering, yaitu masing-masing 38 siswi
seluruh
siswi
mendapatkan asupan vitamin C. Terdapat
merata, baik yang jarang maupun yang
Hampir
seluruh
uang saku rendah maupun tinggi masing-
kurang
masing 48,7% dan 51,3%.
mendapatkan asupan energi, terdapat 63 Tabel 1
Hasil Analisis Univariat Variabel
Kategori
N
%
Status Anemia
Anemia
21
27,6
Normal
55
72,4
Anemia Berat
0
0
Anemia Sedang
9
11,8
Anemia Ringan
12
15,8
Normal
55
72,4
11-13
26
34,2
14-16
35
46,1
17-20
15
19,7
Negatif
33
43,4
Positif
43
56,6
Kurang
28
36,8
Baik
48
63,2
Kebiasaan Konsumsi Sumber Fe
Jarang
38
50
Heme
Sering
38
50
Kebiasaan Konsumsi Sumber Fe
Jarang
38
50
Non Heme
Sering
38
50
Kebiasaan Konsumsi Sumber
Sering
36
47,4
Inhibitor Fe
Jarang
40
52,6
Konsumsi Tablet Tambah Darah
Tidak Pernah
69
90,8
Derajat Anemia
Usia (tahun)
Citra Tubuh
Pengetahuan
15 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013
Asupan Energi
Asupan Protein
Asupan Fe
Asupan Vitamin C
Status Menstruasi
Pernah
7
9,2
Kurang
58
76,3
Cukup
18
23,7
Kurang
63
82,9
Cukup
13
17,1
Kurang
76
100
Cukup
0
0
Kurang
74
97,4
Cukup
2
2,6
Sudah
70
92,1
6
7,9
Tidak Normal
18
25,7
Normal
52
74,3
Rendah
37
48,7
Tinggi
39
51,3
Menstruasi Belum Menstruasi Pola Menstruasi
Jumlah Uang Saku
16 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013
pada
remaja
PEMBAHASAN
konsentrasi
Gambaran Status Anemia
prestasi
Pada
penelitian
didapatkan
21
yang siswi
putri
belajar,
di
dapat
menurunkan
hingga
menurunkan
sekolah
selain
dapat
juga
telah
dilakukan,
melemahkan daya tahan tubuh sehingga
(27,6%)
menderita
mudah terserang penyakit lain.
8
Dampak-
anemia. Bila dibandingkan dengan prevalensi
dampak ini cukup berbahaya bila dibiarkan
global, angka ini 2,8 % lebih tinggi. Angka ini
mengingat masa remaja adalah masa growth
sama bila dibandingkan dengan prevalensi
spurt
anemia di DKI Jakarta berdasarkan data
berkembang. Remaja yang mudah sakit akan
Riskesdas tahun 2007 yaitu 27,6 persen.
menghasilkan generasi yang tidak produktif di
Kesamaan
masa mendatang.
angka
tersebut
menjadikan
yang
kadar
IQ
nya
masih
bisa
permasalahan anemia pada siswi MTs dan
Gambaran Citra Tubuh
MA Darussaâ&#x20AC;&#x2122;adah sebagai masalah kesehatan
Citra tubuh merupakan suatu pengalaman
masyarakat dengan tingkat sedang/moderat
psikologis yang difokuskan pada sikap dan
karena persentasenya berada di antara 20-
perasaan
39,9 persen.
tubuhnya, dan body image ini tidak selalu
Berdasarkan kategori anemia menurut tingkat
sama
individu
dengan
terhadap
keadaan
yang
anemia
setengah dari jumlah total siswi MTs dan MA
bukan
berarti
nyata.
9
sebenarnya
namun
yang
tubuh
keparahannya, tidak ada siswi yang menderita berat,
atau
keadaan
Hampir
MA
Darussaâ&#x20AC;&#x2122;adah (43,4%) memiliki citra tubuh
Darussaâ&#x20AC;&#x2122;adah bisa disepelekan. Selain itu,
negatif. Angka ini merupakan angka yang
ada sekitar 11,8 % siswi menderita anemia
cukup besar dan bukan merupakan hal yang
sedang dan 15,8 % siswi menderita anemia
bagus. Apalagi bila dibandingkan dengan
ringan.
penelitian yang dilakukan oleh Diana (2011) di
permasalahan
anemia
Anemia
di
ringan
MTs
dan
hingga
sedang
merupakan anemia yang gejalanya sebagian
SMAN
besar tidak terlihat oleh penderita sendiri.
didapatkan hanya sekitar 7 % siswi yang
Apalagi mengingat remaja merupakan salah
memiliki citra tubuh negatif. Angka ini jelas
satu kelompok usia yang tingkat aktivitas
jauh berbeda dengan hasil yang peneliti
fisiknya tinggi, tidak mudah mengeluh sakit
dapatkan di MTs dan MA Darussaâ&#x20AC;&#x2122;adah
bahkan mereka sering kali tidak merasa bila
Jakarta.
sakit ringan dikarenakan padatnya aktivitas.
Penelitian
Akibatnya, penderita yang merasa baik-baik
berbeda kota dengan penelitian yang peneliti
saja tidak memeriksakan keadaannya dan
lakukan.
tidak pula mengobati anemianya. Bila keadaan
metropolitan yang komposisi penduduknya
seperti
berasal
ini
didiamkan
saja
maka
dapat
1
Medan.
yang
Kota
dari
Pada
dilakukan
Jakarta
berbagai sehingga
penelitiannya,
Diana
(2011)
merupakan
macam
kota
kota
di
memperburuk anemianya.
Indonesia
Anemia ringan dan sedang yang tidak segera
berlakunya
ditanggulangi akan membuka peluang lebih
toleransi yang tinggi. Hal ini berbeda dengan
besar untuk menjadi lebih parah. Selain itu,
kota Medan yang masih didominasi oleh
dampak buruk anemia yang berkepanjangan
penduduk asli sehingga masih menganut nilai-
nilai
sosial
memungkinkan yang
plural
dan
17 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013
nilai kedaerahan yang cukup kental. Kondisi
gemuk. Hal ini lama kelamaan bisa memicu
ini lah yang mungkin menjadi penyebab
wanita untuk mengalami kebiasaan makan
adanya perbedaan persentase siswi yang
yang menyimpang (eating disorder), seperti
bercitra tubuh negatif pada penelitian yang
anorexia nervosa, dan bulimia. Tindakan-
dilakukan peneliti dan Diana (2011).
10
tindakan akibat citra tubuh yang negatif
Penilaian citra tubuh pada penelitian ini
tersebut tentunya membuat asupan zat besi
berdasarkan
untuk tubuh berkurang dan lama-kelamaan
tiga
aspek,
yaitu
sikap,
pengetahuan dan perilaku siswi terhadap citra
berdampak anemia.
tubuhnya. Dari ketiga aspek tersebut, yang
Gambaran Pengetahuan
paling
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan
perlu
diperhatikan
adalah
aspek
pengetahuan karena paling banyak siswi
ini
menjawab ragu-ragu dari dua pernyataan
pengindraan terhadap suatu objek tertentu.
tentang pengetahuan. Ini dapat menjadi clue
Tingkat pengetahuan siswi MTs dan MA
bahwa mayoritas siswi belum tahu cara
Darussa’adah Jakarta tetang anemia terbilang
mengukur tinggi badan dan berat badan ideal
cukup baik, bila dikelompokkan dengan cut off
serta mereka belum banyak tahu tentang
point mediannya yaitu 63,2 persen. Hasil yang
kecantikan,
sama
Dugaan
kesehatan
kebugaran.
didapatkan
orang
pada
melakukan
penelitian
11
yang
dilakukan Farida (2007) tentang anemia pada
terhadap citra tubuh diperkuat oleh pilihan
remaja putri di Kecamatan Gebog, Kabupaten
‘tidak setuju’ yang menjadi pilihan kedua
Kudus. Dalam penelitiannya dihasilkan 63,8 %
terbesar setelah ‘ragu-ragu’. Sebanyak 28,9 %
responden
mengaku
pengetahuan
setelah
siswi
siswi
minimnya
dan
terjadi
tidak
mengetahui
cara
12
anemia.
berpengetahuan Pendidikan
baik
tentang
tentang gizi
dan
mengukur TB dan BB ideal dan 23,7 %
kesehatan (termasuk tentang anemia) perlu
mengaku tidak mengetahui banyak hal tentang
diberikan
kecantikan,
pencegahan
kesehatan,
dan
kebugaran.
kepada dini
remaja
putri
terjadinya
sebagai anemia.
Minimnya pengetahuan siswi tentang citra
Pendidikan gizi ditujukan untuk mengubah
tubuh dapat memicu tingginya jumlah siswi
perilaku konsumsi gizi menuju perilaku yang
yang bercitra tubuh negatif. Namun, pada
lebih baik.
penelitian ini peneliti tidak mengupas terlalu
Gambaran Kebiasaan Konsumsi Inhibitor
dalam tentang aspek pengetahuan citra tubuh.
Fe
Konsep tubuh ideal wanita dalam masyarakat
Sumber inhibitor Fe adalah jenis pangan yang
secara
menjadi
dapat menghambat penyerapan zat besi di
semakin langsung dan tidak masuk akal telah
dalam tubuh, diantaranya yaitu teh dan kopi.
menyebabkan wanita memiliki perkiraan yang
Berdasarkan
berlebihan
median sebagai cut off points, didapatkan
umum
berangsur-angsur
(overestimasi)
terhadap
berat
2
penghitungan
setengah
(47,4%)
menggunakan
badan tubuhnya. Mereka merasa tubuhnya
hampir
dari
seluruh
lebih gemuk daripada berat badan yang
responden sering mengkonsumsi inhibitor Fe
sebenarnya sehingga secara sengaja atau
dalam 1 tahun terakhir ini. Hasil ini hampir
tidak, sadar atau tidak, kebanyakan wanita
serupa bila dibandingkan dengan penelitian
mengurangi porsi makannya karena takut
Farida (2007) pada remaja putri di kota
18 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013
Kudus.
12
Ia
mendapati
bahwa
47,2%
dan Vitamin C per orang per hari dibandingkan 15
respondennya sering mengkonsumsi kopi dan
dengan AKG (angka kecukupan gizi).
teh. Kedua data tersebut menjadi pendukung
penelitian ini cut off points asupan energi,
bahwa konsumsi kopi dan teh memang sudah
protein, zat besi dan vitamin C adalah 70%
menjadi
masyarakat
AKG. Peneliti mendapatkan hanya 23,7%
Indonesia. Tanin yang merupakan polifenol
siswi yang asupan energinya mencapai 70%
dan
bagian
terdapat
menghambat mengikatnya. makanan
dari
di
dalam
absorpsi 8
tradisi
besi
Kebiasaan
yang
teh
dapat
Pada
dan
kopi
atau lebih dari AKG. Selanjutnya, peneliti
dengan
cara
mendapatkan hanya 17,1% siswi yang asupan
mengonsumsi
proteinnya mencapai 70% atau lebih dari
mengganggu
AKG.
Begitu
juga,
peneliti
mendapatkan
penyerapan zat besi (seperti kopi dan teh)
seluruh siswi kurang mendapat asupan besi.
secara
Hal
bersamaan
pada
menyebabkan serapan rendah.
waktu
makan
zat besi semakin
5
tersebut
sangatlah
buruk
mengingat
remaja seharusnya mendapat asupan zat besi penuh
setiap
harinya,
sesuai
dengan
Gambaran Konsumsi Tablet Tambah Darah
kebutuhan tubuhnya.
Suplemen Fe yang biasanya berbentuk tablet
Gambaran Pola Menstruasi
(sering disebut tablet tambah darah/TTD)
Gambaran pola menstruasi pada siswi MTs
merupakan
salah
untuk
dan MA Darussaâ&#x20AC;&#x2122;adah Jakarta meliputi usia
membantu
melengkapi
jumlah
saat mendapat menstruasi pertama, siklus
kebutuhan Fe seseorang. Pada penelitian ini
menstruasi dan lama menstruasi. Sebelumnya
didapatkan hampir seluruh siswi (90,8%) tidak
peneliti telah mengelompokkan siswi yang
pernah mengonsumsi tablet tambah darah.
sudah menstruasi dan belum menstruasi.
Angka ini lebih tinggi bila dibandingkan
Terdapat
dengan penelitian yang dilakukan Siahaan
menstruasi dan hanya 6 siswi (7,9%) yang
(2011) pada remaja putri di Depok, yaitu 78,2
belum menstruasi. Dari 70 siswi yang sudah
persen.
satu
alternatif asupan
13
70
siswi
(92,1%)
yang
sudah
menstruasi, diantara mereka hanya ada 25,7%
Angka kecukupan besi bagi remaja putri
yang pola menstruasinya tidak normal. Angka
menurut AKG 2004 sebesar 26 mg/hari. Diet
ini lebih rendah daripada hasil penelitian
remaja
Farida (2012) pada remaja putri di Depok.
umumnya
hanya
mengandung
6
mg/1000 kkal, sehingga pada gadis yang
Pada
membutuhkan kalori yang lebih rendah akan
responden yang pola menstruasinya tidak
kesulitan untuk mencukupi kebutuhan zat
normal.
besinya. Oleh karena itu asupan zat besi dari
Kebutuhan besi meningkat untuk wanita saat
suplemen sebenarnya sangat dibutuhkan oleh
mereka mulai menstruasi.
remaja putri.
14
penelitiannya,
didapatkan
16
36,8
%
Kebutuhan besi
yang meningkat selama wanita menstruasi menyebabkan tingginya risiko anemia pada
Gambaran Asupan Energi, Protein, Zat Besi
wanita. Menorrhagia (hilangnya darah 80 ml
dan Vitamin C
atau
Asupan
gizi
adalah
besarnya
asupan
konsumsi rata-rata energi, protein, zat besi
lebih
perdarahan
pada berupa
tiap
siklus),
bekuan,
walaupun
penggunaan
pembalut atau tampon dalam jumlah banyak,
19 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013
atau
masa
menstruasi
yang
lama
ke
semuanya menunjukkan perdarahan yang berlebihan.
17
Rata-rata
seorang
lain yang menggunakan variabel spesifik ini pada penelitian anemia remaja putri.
wanita
mengeluarkan darah 27 ml setiap siklus
KESIMPULAN
menstruasi 28 hari. Diduga 10 persen wanita
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
kehilangan darah lebih dari 80 ml per bulan.
maka dapat diambil kesimpulan: lebih dari
Banyaknya darah yang keluar berperan pada
seperempat
kejadian
tidak
Hampir separuh responden (43,4%) memiliki
mempunyai persediaan Fe yang cukup dan
citra tubuh negatif. Tingkat pengetahuan
absorpsi Fe ke dalam tubuh tidak dapat
responden
anemia
karena
wanita
menggantikan hilangnya Fe saat menstruasi.
1
responden
tentang
berstatus
anemia
anemia.
cukup
baik
(63,2%). Setengah dari responden (50%) jarang mengonsumsi sumber Fe heme dan
Gambaran Jumlah Uang Saku Pengkategorian
uang
non heme. Sebanyak 47,4% responden sering
saku
dilakukan
mengonsumsi sumber inhibitor Fe. Terdapat
berdasarkan nilai median, yaitu Rp4.750,00.
90,8%
Jumlah uang saku yang peneliti maksud disini
tambah darah dan asupan energinya kurang
adalah total uang saku yang dikeluarkan
(76,3%). Hampir seluruh responden kurang
hanya untuk membeli makanan dan minuman
mendapat asupan protein dan vitamin C,
saja (jajan) dalam satu hari. Hasilnya adalah
masing-masing 82,9% dan 97,4%. Seluruh
48,7% siswi memiliki uang saku yang rendah
responden
per harinya, sisanya lebih tinggi. Tidak ada
asupan Fe. Hampir semua responden (92,1%)
ketimpangan
sudah menstruasi dan hanya ada seperempat
yang
cukup
besar
pada
tidak
pernah
(100%)
kurang
(25,7%)
tablet
mendapatkan
persentase antara siswi yang memiliki uang
dari
saku rendah dan tinggi. Hal ini kemungkinan
menstruasinya tidak normal. Terdapat 48,7%
disebabkan oleh latar
responden yang uang sakunya rendah.
belakang ekonomi
responden
mengonsumsi
yang
pola
keluarga siswi MTs dan MA Darussaâ&#x20AC;&#x2122;adah
SARAN
Jakarta yang hampir sama.
Pihak sekolah perlu meningkatkan program-
Negara-negara di mana prevalensi anemia
program kesehatan yang ada di sekolah
lebih
seperti pelatihan untuk guru-guru tentang
besar
Indonesia),
dari
20
penyebab
persen
(termasuk
anemia
adalah
anemia
pada
remaja
putri,
peningkatan
defisiensi Fe atau kombinasi defisiensi Fe
pembinaaan UKS, pemberian informasi yang
dengan kondisi lainnya seperti status ekonomi.
lebih tentang anemia bagi siswa-siswi dengan
Jumlah uang saku per hari pada siswi
mengadakan
merupakan salah satu wujud tingkat status
bekerja sama dengan puskesmas setempat.
1
seminar
Bidang
dimaksud peneliti adalah spesifik pada jumlah
diharapkan dapat memberikan pemahaman
uang yang digunakan siswi hanya untuk
tentang citra tubuh yang baik kepada siswi
membeli
saja.
melalui bimbingan konseling. Selain itu, perlu
Sepengetahuan peneliti, belum ada peneliti
juga memberikan edukasi kepada orang tua
dan
minuman
konseling
penyuluhan
ekonomi keluarga. Jumlah uang saku yang
makanan
bimbingan
atau
sekolah
murid untuk memberikan makanan yang kaya
20 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013
zat besi (seperti bayam, sawi, daging, ayam,
8. Sunita A. Prinsip dasar ilmu gizi.
ikan, telur, tahu, dan tempe) kepada anaknya
Jakarta:
dan menyiapkan bekal makan siang untuk
Utama; 2009.
anaknya di sekolah. Peneliti lain sebaiknya melakukan penelitian
yang sama namun
PT
9. Annastasia
Gramedia
M.
Pustaka
Menjelajah
perempuan dan mitos
tubuh:
kecantikan.
dengan jumlah sampel yang lebih besar dan
Yogyakarta: PT LKiS Pelangi Aksara
melakukan pengembangan variabel-variabel
Yogyakarta; 2006.
yang ada dari penelitian ini. Pemerintah
10. Diana. Pengaruh citra tubuh terhadap
program
perilaku makan dan status gizi remaja
pencegahan anemia pada remaja putri dengan
putri di SMAN I Medan tahun 2011.
mengadakan
Tesis.
hendaknya
menyelenggarakan
penyuluhan
dan
pemberian
tablet tambah darah secara gratis ke sekolah-
Medan:
FKM
Universitas
Sumatera Utara; 2011. 11. Soekidjo N. Promosi kesehatan dan
sekolah secara berkala.
ilmu perilaku. Jakarta: PT Rineka REFERENSI
Cipta; 2007.
1. Fatmah
(Departemen
Kesehatan
dan
12. Ida F. Determinan kejadian anemia
Fakultas
pada remaja putri di kecamatan gebog
Universitas
kabupaten kudus tahun 2006.Tesis.
Gizi
Masyarakat
Kesehatan
Masyarakat
Indonesia).
Gizi
masyarakat.
dan
kesehatan
Jakarta:
PT
Raja
K.
Pangan
dan
gizi
Univesitas
Diponegoro;
2007. 13. Nahsty
Grafindo Persada; 2011. 2. Ali
Semarang:
RS.
Faktor-faktor
yang
untuk
berhubungan dengan status anemia
kesehatan. Jakarta: PT Raja Grafindo
pada remaja putri di wilayah kota
Persada; 2003.
Depok tahun 2011. Skripsi. Depok:
3. Ministry of Health and Family Welfare; Government
of
India.
Technical
FKM Universitas Indonesia; 2011. 14. Soetjiningsih.
Buku
handbook of anaemia in adolescents;
kembang
Weekly
permasalahannya.
iron
and
folic
acid
supplementation programme. 4. WHO & CDC. Worldwide prevalence of anaemia 1993-2005, WHO global database on anaemia. Geneva: World Health Organization; 2005. 5. Arisman. Gizi dalam daur kehidupan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2010. 6. Stanley L, et. al. Adequacy of sample
ajar
remaja
tumbuh dan
Jakarta:
CV.
Sagung Seto; 2007. 15. Ari Y. Gizi dan kesehatan.Yogyakarta: Graha Ilmu; 2008. 16. Whitney dkk. Nutrition for Health & Health
Care.
Belmont,
USA:
Wadsworth Cengage Learning; 2011. 17. Hoffbrand,
AV.
dkk.
Hematologi.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;2005.
size in health studied. WHO; 1990. 7. Sugiyono. Statistika untuk penelitian. Bandung: Alfabeta; 2010.
21 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013
Penelitian
HUBUNGAN FAKTOR RISIKO ERGONOMI DAN INDIVIDU DENGAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA KARYAWAN BAGIAN PRODUKSI PT. FAMILY RAYA KOTA PADANG TAHUN 2013 Taufik Hidayat Departemen Keselamatan Kesehatan Kerja dan Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Andalas ABSTRAK
Keluhan muskuloskeletal merupakan masalah yang cukup serius di dunia Industri baik formal maupun informal. Berdasarkan data Departemen Kesehatan Republik Indonesia 40,5 % pekerja di Indonesia mempunyai keluhan gangguan kesehatan yang berhubungan dengan pekerjaannya dan salah satunya adalah gangguan muskuloskeletal sebanyak 16%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor risiko ergonomi dan individu karyawan bagian produksi PT. Family Raya Padang Tahun 2013. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan desain cross sectional. Penelitian ini dilakukan dari bulan Mei sampai dengan bulan juli 2013. Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan bagian produksi PT. Family Raya Padang dengan jumlah sampel sebanyak 55 responden. Cara pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan metode simple random sampling. Pengumpulan data dilakukan melalui pengamatan dan wawancara langsung menggunakan kuesioner dan kamera untuk pengambilan gambar karyawan saat bekerja. Data diolah dengan SPSS dan dianalisis dengan uji statistik Chi-Square dengan derajat kepercayaan 95% (Îą= 0,05). Hasil penelitian didapatkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara faktor risiko ergonomi (p = 0,029), umur (p = 0,042), dan kebiasaan merokok (p = 0,016) dengan keluhan muskuloskeletal. Tidak terdapat hubungan bermakna antara masa kerja (p = 0,637) dengan keluhan muskuloskeletal. Terdapat hubungan antara faktor risiko ergonomi dan faktor individu seperti umur, dan kebiasaan merokok dengan keluhan muskuloskeletal pada karyawan bagian produksi PT. Family Raya Padang. Untuk meminimalisasi keluhan muskuloskeletal, diharapkan kepada pihak perusahaan agar melakukan upaya pencegahan dengan penyuluhan mengenai tata cara kerja yang benar, mengatur waktu kerja, dan memberikan waktu istirahat yang cukup bagi karyawan. Kata Kunci
: ergonomi, faktor individu, musuloskeletal ABSTRACT
Musculoskeletal disorders were a serious problem in both formal and informal industries. Based on data from the Ministry of Health of the Republic of Indonesia 40.5% of workers in Indonesia had health problems related to work and one of them is as much as 16% of musculoskeletal disorders. The purpose of this study was to know the relationship of ergonomic and individual risk factors with musculoskeletal disorders on the production employees of Family Raya Company Padang in 2013. This study was an observational research using cross sectional design. It was doing from May to July 2013. Population in this study was the production employees of Family Raya Company with number of sample were 55 respondents. Method of sampling in this study was using simple random sampling method. Data was collected through observation and direct interviews using questionnaires and a camera to capture images of employees at work. The data was processed with SPSS and analyzed by Chi-Square test statistic with 95% (Îą = 0.05) confidence interval. The results showed that there were a significant relationship between ergonomic risk factors (p = 0.029), age (p = 0.042), and smoking habit (p = 0.016) with musculoskeletal disorders. There was no significant relationship between working period (p = 0.637) with musculoskeletal disorders. There were a relationship between ergonomic risk factors and individual factors such as age and smoking habit with musculoskeletal disorders in the production employees Family Raya Company Padang. To minimized
22 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013
musculoskeletal disorders, expected to the company in order to perform prevention efforts by education about correct working procedures and manage employee work time and rest. Key Word : ergonomic, individual factor, musculoskeletal
PENDAHULUAN
oleh Hult dan Rowe terhadap sejumlah
Perkembangan
dunia
besar pekerja di Swedia dan Amerika,
perindustrian di era globalisasi dan
ditemukan
Asean Free Trade Area (AFTA) semakin
pegawai
pesat. Hal ini membuat persaingan
pada
antara industri besar, industri menengah
bekerja
dan
industri
kecil
semakin
ketat.
bahwa
60%
menderita
suatu
dan
nyeri
waktu
punggung
tertentu
yang
56%
selama
membutuhkan (2, 3)
penanganan medis.
Persaingan yang ketat membuat para
Di
pelaku industri berlomba-lomba untuk
muskuloskeletal
meningkatkan kualitas Sumber Daya
yang cukup serius di dunia Industri baik
Manusia
dimiliki
formal maupun informal. Berdasarkan
mampu
data Departemen Kesehatan Republik
(SDM)
perusahaan
yang
sehingga
meningkatkan
kualitas
produk
yang
Indonesia,
Indonesia
merupakan
dalam
keluhan masalah
Lusianawaty,
dkk.
dihasilkan oleh perusahaan tersebut.
(2009) , 40,5 % pekerja di Indonesia
Hal ini akan berhasil jika berbagai risiko
mempunyai
yang akan mempengaruhi kehidupan
kesehatan yang berhubungan dengan
para
pekerjaannya dan salah satunya adalah
pekerja
Berbagai
dapat
risiko
diantisipasi.
tersebut
adalah
kemungkinan terjadinya Penyakit Akibat Kerja
(PAK),
16%.
muskuloskeletal
gangguan
sebanyak
(4)
yang
Penelitian yang melibatkan 800
berhubungan dengan pekerjaan dan
orang dari 8 sektor informal di Indonesia
kecelakaan
kerja
menyebabkan kematian.
penyakit
gangguan
keluhan
yang
dapat
yang dikumpulkan oleh Herryanto yang
kecacatan
dan
dalam Arnita (2006) menunjukkan hasil
(1)
bahwa
Pada tahun 2003, World Health Organization
(WHO)
gangguan
muskuloskeletal
dialami oleh 31,6 % petani kelapa sawit
memperkirakan
di Riau, 21% perajin wayang kulit di
prevalensi gangguan muskuloskeletal
Yogyakarta, 18% perajin Onyx di Jawa
mencapai hampir
60%
Barat,
penyakit
kerja.
akibat
dari
semua
16,4%
penambang
emas
di
Gangguan
Kalimantan Barat, 14,9% perajin sepatu
muskuloskeletal ini menimbulkan rasa
di Bogor, dan 8% perajin kuningan di
nyeri dan terbatasnya gerakan pada
Jawa Tengah. Perajin batu bata di
daerah yang terkena, terjadi akibat
Lampung dan nelayan di DKI Jakarta
aktivitas fisik dan/atau posisi kerja.
adalah kelompok pekerja yang paling
Berdasarkan penelitian yang dilakukan
banyak
menderita
gangguan
23 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013
muskuloskeletal, masing 76,7% dan
Begalung Kota Padang. PT. Family
41,6%. Semua pekerja mengeluhkan
Raya memproduksi karet remah (crumb
nyeri
rubber)
di
punggung,
pergelangan tangan. Menurut
bahu,
dan
(5, 6)
dengan
jenis
Standard
Indonesian Rubber 20 (SIR-20) dengan
Putz-Anderson
dalam
jumlah produksi kurang lebih 20.000 ton
Carayon (2001) faktor risiko ergonomi
setiap
dari pekerjaan seperti pengulangan,
menjadi bebrapa bagian yaitu bagian
gaya,
dapat
produksi, barang penolong, personalia,
keluhan
laboratorium, gudang dan barang jadi,
dan
postur
tubuh
mengakibatkan muskuloskeletal.
Selain
faktor
risiko
dan
tahun.
Perusahaan
maintenance.
Bagian
dibagi
dapat
keluhan
produksi basah dan produksi kering.
muskuloskletal. Menurut Peter Vi dalam
Meskipun proses produksi sebagian
Tarwaka
besar
(2011)
keluhan
juga
dipengaruhi
muskuloskeletal
sudah
dua
produksi
ergonomi ada beberapa faktor lain yang menyebabkan
menjadi
terbagi
bagian
yaitu
menggunakan
mesin,
namun masih banyak pekerjaan yang
beberapa faktor risiko yaitu peregangan
dilakukan
otot yang berlebihan, aktivitas berulang,
memindahkan bahan baku ke tempat
dan sikap kerja tidak alamiah. Selain itu,
pencucian,
faktor dari individu seperti umur, jenis
timbangan, mendorong troli, memotong,
kelamin, kebiasaan merokok, kesegaran
membungkus,
jasmani, kekuatan fisik, dan ukuran
lainnya
tubuh
keluhan muskuloskeletal.
juga
dapat
mempengaruhi
terjadinya keluhan muskuloskeletal.
(7, 8)
Bagian tubuh yang mengalami gangguan
muskuloskeletal
umumnya
secara
manual
handling
seperti
mengangkat,
material,
menurunkan,
kegiatan
dapat
ke
manual
menimbulkan
orang karyawan bagian produksi PT.
wawancara
dengan
karet
yang dilakukan oleh peneliti kepada 10
pekerjaan
berhubungan
dan
seperti,
Berdasarkan survei pendahuluan
Family
yang
mengangkat
yang
rasa nyeri disebabkan oleh masalah berat
manual
Raya
karyawan
Kota
Padang
didapatkan
melalui
bahwa
mengalami
muskuloskeletal.
keluhan
Berdasarkan
tersebut,
berat. Selain itu keluhan nyeri juga
melakukan penelitian untuk mengetahui
berkaitan dengan sering atau lamanya
hubungan faktor risiko ergonomi dan
membengkokkan badan, membungkuk,
individu
duduk dan berdiri terlalu lama atau
muskuloskeletal pada karyawan bagian
postur
produksi PT. Family Raya Kota Padang
batang
janggal.
tubuh
lainnya
yang
peneliti
survei
mendorong, dan menarik beben yang
(9)
maka
90%
dengan
berminat
keluhan
tahun 2013.
PT.
Family
Raya
merupakan
perusahaan yang berlokasi di Kelurahan Gurun
Laweh
Kecamatan
Lubuk
24 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013
METODE
orang dengan jumlah sampel 55 orang
Penelitian
ini
merupakan
responden. Teknik pengambilan sampel
penelitian observasional dengan desain
menggunakan
cara
sampel
acak
cross sectional. Penelitian dilakukan
sederhana (Simple Random Sampling).
pada bulan Mei - Juli 2013. Populasi
Analisis
pada penelitian ini adalah karyawan
univariat
bagian produksi PT. Family Raya yang
statistikChi-Square
data menggunakan analisis dan
bivariat
dengan
dengan
CI
uji
95%.
berjenis kelamin laki-laki berjumlah 130
HASIL Tabel 1 Distribusi Frekuensi Variabel Penelitian
Variabel
F
%
Ada Keluhan
47
85,5 %
Tidak Ada Keluhan
8
14,5 %
Tidak Ergonomis
45
81,8 %
Ergonomis
10
18,2 %
Berisiko
44
80 %
Tidak Berisiko
11
20 %
Baru
16
29,1 %
Lama
39
70,9 %
Berisiko
31
56,4 %
Tidak Berisiko
24
43,6 %
Keluhan Muskuloskeletal
Faktor Risiko Ergonomi
Umur
Masa Kerja
Kebiasaan Merokok
Berdasarkan bahwa
sebagian
(85,5%)
Tabel
1
terlihat
pekerjaan secara manual dengan posisi
besar
responden
tubuh yang tidak ergonomis, sebagian
keluhan
besar umur responden tergolong umur
mengalami
muskulosekeletal, sebagian besar dari
yang
responden
muskuloskeletal (80%), sebagian besar
(81,8%)
melakukan
berisiko
terhadap
keluhan
25 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013
masa kerja responden tergolong pada
merupakan kebiasaan merokok yang
masa kerja lama (70,9%), dan lebih dari
berisiko (56,4%).
separuh kebiasaan merokok responden
Tabel 2 Gambaran Jumlah Karyawan yang Mengalami Keluhan Muskuloskeletal pada BagianBagian Tubuh Bagian Tubuh Karyawan
F
%
Bahu kiri
27
49.1%
Bahu kanan
25
45.5%
Lengan atas kiri
32
58.2%
Punggung
28
50.9%
Lengan atas kanan
31
56.4%
Pinggang
39
70.9%
Bokong
10
18.2%
Pantat
9
16.4%
Siku kiri
11
20.0%
Siku kanan
8
14.5%
Lengan bawah kiri
19
34.5%
Lengan bawah kanan
22
40.0%
Pergelangan tangan kiri
14
25.5%
Pergelangan tangan kanan
16
29.1%
Jari-jari tangan kiri
18
32.7%
Jari-jari tangan kanan
20
36.4%
Paha kiri
21
38.2%
Paha kanan
20
36.4%
Lutut kiri
22
40.0%
Lutut kanan
21
38.2%
Betis kiri
30
54.5%
Betis kanan
27
49.1%
Pergelangan kaki kiri
9
16.4%
Pergelangan kaki kanan
8
14.5%
Jari kaki kiri
4
7.3%
Jari kaki kanan
3
5.5%
Berdasarkan Tabel 2 diketahui
atas kiri (58,2%), lengan atas kanan
terdapat 5 (lima) bagian tubuh yang
(56,4%),
paling
punggung (50,9%).
banyak
dikeluhkan
karyawan
betis
kiri
(54,5%),
dan
yaitu bagian pinggang (70,9%), lengan
26 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013
Tabel 3 Hubungan Faktor Risiko Ergonomi dengan Keluhan Muskuloskeletal Pada Karyawan Bagian Produksi PT. Family Raya Kota Padang Tahun 2013
Keluhan Muskuloskeletal Faktor Risiko Ergonomi
Total
Tidak Ada
Ada Keluhan
Keluhan
F
%
F
%
f
%
Tidak Ergonomis
41
91,1
4
8,9
45
100
Ergonomis
6
60
4
40
10
100
Total
47
85,5
8
14,5
55
100
Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa
sebagian
mengalami
besar
keluhan
p-value
0,029
antara faktor risiko ergonomi dengan
responden
keluhan muskuloskeletal pada karyawan
muskuloskeletal,
bagian
produksi
yang
menjadi
tinggi pada responden dengan faktor
responden diperoleh nilai p sebesar
risiko ergonomi yang tidak ergonomis
0,029 (p < 0,05), dengan demikian ada
(91,1%)
hubungan bermakna antara faktor risiko
dibandingkan
responden
dengan faktor risiko ergonomi yang
ergonomi
dengan
keluhan
ergonomis (60%). Hasil uji statistik
muskuloskeletal pada responden.
Tabel 4 Hubungan Umur dengan Keluhan Muskuloskeletal Pada Karyawan Bagian Produksi PT. Family Raya Kota Padang Tahun 2013
Keluhan Muskuloskeletal Umur
Total
Tidak Ada
Ada Keluhan
Keluhan
F
%
F
%
f
%
Berisiko
40
90,9
4
9,1
44
100
Tidak Berisiko
7
63,6
4
36,4
11
100
Total
47
85,5
8
14,5
55
100
Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa
sebagian
0,042
dibandingkan responden yang tergolong
responden
pada umur tidak berisiko (63,6%). Hasil
muskuloskeletal.
uji statistik antara umur dengan keluhan
Tinggi pada responden yang tergolong
muskuloskeletal pada karyawan bagian
pada
produksi
mengalami
besar
p-value
keluhan
umur
berisiko
(90,9%)
yang
menjadi
responden
27 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013
diperoleh nilai p sebesar 0,042 (p <
bermakna antara umur dengan keluhan
0,05), dengan demikian ada hubungan
muskuloskeletal pada responden.
Tabel 5 Hubungan Masa Kerja dengan Keluhan Muskuloskeletal Pada Karyawan Bagian Produksi PT. Family Raya Kota Padang Tahun 2013
Keluhan Muskuloskeletal Masa Kerja
Total
Tidak Ada
Ada Keluhan
Keluhan
F
%
F
%
f
%
Baru
13
81,3
3
18,8
16
100
Lama
34
87,2
5
12,8
39
100
Total
47
85,5
8
14,5
55
100
Berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa
sebagian
mengalami
besar
keluhan
p-value
0,678
muskuloskeletal pada karyawan bagian
responden
produksi
muskuloskeletal,
yang
menjadi
responden
diperoleh nilai p sebesar 0,637 (p >
tinggi pada responden yang tergolong
0,05),
masa kerja lama (87,2%) dibandingkan
hubungan bermakna antara masa kerja
responden yang tergolong masa kerja
dengan keluhan muskuloskeletal pada
baru (81,3%). Hasil uji statistik antara
responden.
masa
kerja
dengan
dengan
demikian
tidak
ada
keluhan
Tabel 6 Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Keluhan Muskuloskeletal Pada Karyawan Bagian Produksi PT. Family Raya Kota Padang Tahun 2013
Keluhan Muskuloskeletal Kebiasaan Merokok
Total
Tidak Ada
Ada Keluhan
p-value
Keluhan
F
%
F
%
f
%
Berisiko
30
96,8
1
3,2
31
100
Tidak Berisiko
17
70,8
7
29,2
24
100
Total
47
85,5
8
14,5
55
100
0,016
28 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013
Berdasarkan Tabel 6 diketahui bahwa
karyawan saat bekerja maupun sesudah
sebagian besar responden mengalami
bekerja.
keluhan muskuloskeletal, tinggi pada
produktivitas
responden
melakukan
yang
memiliki kebiasaan
Sehingga
kinerja
dan
karyawan
dalam
pekerjaan
semakin
merokok berisiko (96,8%) dibandingkan
meningkat dengan diterapkanya sistem
dengan
kerja
responden
yang
memiliki
yang
ergonomis.
Penerapan
kebiasaan merokok yang tidak berisiko
sistem kerja secara ergonomis dapat
(70,8%)
dilaksanakan
Hasil
uji
statistik
antara
dengan
berbagai
kebiasaan merokok dengan keluhan
penerapan
muskuloskeletal pada karyawan bagian
poster posisi tubuh yang ergonomis saat
produksi
mengangkat,
yang
menjadi
responden
peraturan,
cara
pemasangan
peningkatan
kesadaran
diperoleh nilai p sebesar 0,016 (p <
akan pentingnya bekerja secara aman
0,05), dengan demikian ada hubungan
melalui
bermakna antara kebiasaan merokok
penyuluhan, dan lain sebagainya. Selain
dengan keluhan muskuloskeletal pada
itu diharapkan kepada karyawan bagian
responden.
produksi untuk melakukan relaksasi dan
peningkatan
pengetahuan,
olahraga. PEMBAHASAN
Hasil analisis bivariat antara umur
Hasil analisis bivariat antara faktor risiko
ergonomi
dengan
keluhan
dengan keluhan muskuloskeletal pada karyawan bagian produksi yang menjadi
muskuloskeletal pada karyawan bagian
responden
produksi menunjukkan bahwa terdapat
terdapat
hubungan bermakna antara faktor risiko
umur dengan keluhan muskuloskeletal
ergonomi
pada karyawan.
dengan
keluhan
muskuloskeletal pada karyawan Berdasarkan
hasil
menunjukkan hubungan
bahwa
bermakna
antar
Chaffin (1979) dan Guo, dkk.
penelitan
(1995)
dalam
Tarwaka
tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor
menyatakan
risiko ergonomi dapat mempengaruhi
keluhan muskuloskeletal dirasakan pada
munculnya
umur antara 35-65 tahun. Keluhan
terhadap
keluhan pekerja.
muskuloskeletal Semakin
bahwa
pada
(2011) umumnya
tidak
pertama biasanya dirasakan pada umur
ergonomis suatu pekerjaan maka akan
35 tahun dan tingkat keluhan akan terus
memicu
meningkat
terjadinya
keluhan
sejalan
dengan
muskuloskeletal dengan tingkat keluhan
bertambahnya umur. Hal ini terjadi
lebih tinggi. Oleh karena itu di tempat
karena pada umur setengah baya,
kerja perlu diterapkan sistem kerja
kekuatan dan ketahanan otot mulai
secara ergonomis.
menurun
Sistem dapat
kerja
yang
meminimalisasi
muskuloskeletal
yang
ergonomis
sehingga
risiko
keluahn otot meningkat.
terjadinya
(10)
keluhan
Pendapat di atas menjelaskan
dirasakan
bahwa kondisi fisik seseorang akan
29 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013
semakin menurun seiring bertambahnya
dengan keluhan muskuloskeletal. Hal
usia. Menurunnya kondisi fisik akan
tersebut
berdampak
tingkat
kekuatan
pada otot
penurunan seseorang.
tingkat
dapat risiko
disebabkan ergonomi
karena
pekerjaan
Apabila
mempunyai peran yang besar. Jadi
seseorang tersebut melakukan suatu
walaupun karyawan tersebut tergolong
pekerjaan yang membutuhkan tenaga
masa kerja lama atau dianggap memiliki
kemungkinan
pengalaman
terjadinya
kesalahan-
sekalaipun,
kesalahan dalam melakukan pekerjaan
tersebut
semakin
muskuloskeletal.
tinggi.
Adanya
kesalahan-
kesalahan tersebut dapat menimbulkan
tetap
Hasil
karyawan
merasakan
analisis
keluhan
bivariat
antara
penyakit akibat kerja, dalam hal ini
kebiasaan merokok dengan keluhan
adalah keluhan muskuloskeletal. Selain
muskuloskeletal pada karyawan bagian
itu pekerjaan yang seharusnya dapat
produksi
diselesaikan dalam waktu singkat akan
menunjukkan bahwa terdapat hubungan
menjadi lama sehingga berdampak pada
bermakna antara kebiasaan merokok
kinerja
dengan keluhan muskuloskeletal pada
dan
produktivitas
karyawan
dalam melakukan pekerjaan.
tentunya
menjadi
responden
karyawan.
Keadaan seperti disebutkan di atas
yang
memerlukan
Pengaruh
kebiasaan
merokok
suatu
terhadap risiko keluhan otot masih
pengendalian terhadap faktor risiko yang
diperdebatkan dengan para ahli, namun
mana dalam hal ini adalah faktor indivdu
demikian,
umur.
membuktikan
Pengendalian
diharapkan
yang
mampu
baik
beberapa
penelitian
bahwa
telah
meningkatnya
mencegah
keluhan otot sangat erat hubungannya
terjadinya kesalahan-kesalahan dalam
dengan kebiasaaan merokok. Semakin
bekerja
lama
sehingga
keluhan
dan
semakin
tinggi
frekuensi
muskuloskeletal pada karyawan tidak
merokok, maka semakin tinggi pula
muncul. Pengendalian dapat berupa
tingkat keluhan otot yang dirasakan.
pengendalian administratif yang mana
Pheasant
karyawan yang berumur lebih dari 35
bahwa risiko meningkat sekitar 20%
tahun agar dapat dipekerjakan pada
untuk
pekerjaan
yang
tidak
membutuhkan
tenaga yang berlebihan.
(1991)
setiap
perhari.
mengungkapkan
10
batang
rokok
(7,11)
Boshuizen (1993) dalam Tarwaka
Hasil penelitian lain menunjukkan
(2011)
menemukan
hubungan
yang
bahwa masa kerja merupakan faktor
signifikan antara kebiasaan merokok
individu
dengan
keluhan
yang
dapat
menyebabkan
muskuloskeletal.
berdasarkan
hasil
statistik
Namun pada
keluhan
khususnya memerlukan
penelitian ini, tidak terdapat hubungan
Kebiasaan
yang
menurunkan
signifikan
antara
masa
kerja
untuk
otot
pinggang,
pekerjaan
pengerahan merokok kapasitas
akan
yang otot. dapat
paru-paru,
30 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013
sehingga kemampuan mengkonsumsi oksigen
menurun
dan
KESIMPULAN
sebagai
Terdapat hubungan antara faktor
akibatnya, tingkat kesegaran tubuh juga
risiko ergonomi dan
faktor
individu
menurun. Apabila yang bersangkutan
seperti umur, dan kebiasaan merokok
harus melakukan tugas yang menuntut
dengan keluhan muskuloskeletal pada
pengerahan tenaga, maka akan mudah
karyawan bagian produksi PT. Family
lelah karena kandungan oksigen dalam
Raya Padang.
darah rendah, pembakaran karbohidrat terhambat, terjadi tumpukan asam laktat dan akhirnya timbul rasa nyeri otot.
SARAN
(10)
Berdasarkan hal tersebut dapat
Untuk
meminimalisasi
muskuloskeletal
pada
keluhan karyawan,
disimpulkan bahwa merokok merupakan
diharapkan kepada pihak perusahaan
faktor
risiko
dari
keluhan
agar
Semakin
banyak
dengan penyuluhan mengenai tata cara
jumlah batang rokok yang dikonsumsi
kerja yang benar, mengatur waktu kerja,
oleh karyawan setiap hari maka akan
dan memberikan waktu istirahat yang
semakin sedikit jumlah oksigen yang
cukup bagi karyawan.
muskuloskeletal.
terkandung
dalam
Akibatnya
tingkat
darah
melakukan upaya
pencegahan
karyawan.
kesegaran
dan
REFERENSI
menjadi
1. Mahyuni EL. Evaluasi Fasilitas
tersebut
Kerja dan Sikap Kerja pada
melakukan aktivitas fisik yang perlu
Bagian Pengupasan (Peeling)
mengerahkan
maka
Ditinjau dari Faktor Ergonomi di
mudah
PT Keluarga Mitratani Sejahtera
kemampuan turun.
fisik
Apabila
pekerja
karyawan karyawan
tenaga
tersebut
merasakan
lelah
lebih, akan
dan
kemudian
Binjai
Tahun
berakibat pada penumpukan asam laktat
Kesehatan
yang dapat menimbulkan rasa nyeri
2007;11:105.
pada
otot.
Selain
itu
rokok
juga
2. Lusianawaty Determinan
kimia lainnya yang bersifat karsinogen
pada
yang
Beberapa
dapat
menekan
Tana Nyeri
Tenaga
FXSH. Pinggang
Paramedis
Rumah Jurnal
Sakit
kemampuan fisik perokok. Oleh karena
Jakarta.
itu diharapkan kepada perusahaan agar
Indonesia. 2011;61:155.
melakukan sosialisasi mengenai bahaya
di di
Kedokteran
3. J Jeyaratnam DK. Buku Ajar
merokok dengan cara menempelkan
Praktik
poster edukasi tentang bahaya merokok
Jakarta: EGC. 2009.
bagi kesehatan.
Info
Masyarakat.
mengandung banyak racun dan bahan
akibatnya
2004.
Kedokteran
4. Lusianawaty
Tana
Sulistyowati Hubungan
Kerja.
D,
Tuminah. Lama
Kerja
dan
31 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013
Posisi Kerja dengan Keluhan
Produktivitas. Surakarta: UNIBA
Otot
Press. 2004.
Rangka
Leher
dan
Ekstremitas Atas pada Pekerja
11. Pheasant S. Ergonomics, Work
Garmen Perempuan di Jakarta
and
Utara.
Publishers, I
Buletin
Penelitian
Health.
USA:
Aspen
Kesehatan. 2009;37:12-22. 5. Arnita.
Prinsip
Ergonomik
Kurangi Gangguan Kesehatan Kerja. Farmacia. 2006. 6. Woro
Riyadina
Lusianawaty Nyeri
FXS,
Tana.
Keluhan
Muskuloskeletal
pada
Pekerja Industri di Kawasan Industri Pulo Gadung Jakarta. Jurnal
Kedokteran
Indonesia.
2008;58:8. 7. Tarwaka. Ergonomi Industri : Dasar-Dasar Ergonomi
Pengetahuan dan
Tempat
Aplikasi
Kerja.
di
Surakarta:
Harapan Press; 2011. 8. Bukhori E. Hubungan Faktor Risiko
Pekerjaan
Terjadinya
dengan Keluhan
Musculoskeletal
Disorders
(MSDs) pada Tukang Angkut Beban Penambang Emas di Kecamatan
Cilograng
Kabupaten Lebak Tahun 2010 [Skripsi]. Tangerang: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2010. 9. Harianto Kesehatan
R.
Buku
Kerja.
Ajar Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2010. 10. Tarwaka SHB, Lilik Sudiajeng. Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan
Kerja,
dan
32 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013
ANALISIS KELELAHAN KERJA BERDASARKAN BEBAN
Penelitian
KERJA PADA TENAGA KERJA BAGIAN PRODUKSI Y, PT X SURABAYA Nita Setyawati Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga ABSTRAK
Kelelahan kerja memberi kontribusi 60% terhadap terjadinya kecelakaan kerja. Kelelahan juga dapat berakibat meningkatkan risiko terhadap penyakit. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kelelahan kerja berdasarkan beban kerja pada tenaga kerja bagian produksi Y, PT X Surabaya. Penelitian ini adalah penelitian analitik dengan metode pengumpulan data secara observasional, sedangkan menurut waktunya adalah cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua tenaga kerja bagian produksi Y processing dan packing line pada shift pagi PT X Surabaya yang berjumlah 71 orang. Jumlah sampel penelitian sebanyak 42 orang yang diambil secara simple random sampling. Variabel yang diteliti adalah beban kerja serta kelelahan kerja yang terdiri dari kelelahan akut dan kelelahan kronis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan beban kerja antara unit kerja processing dan packing line, namun tidak terdapat perbedaan kelelahan akut maupun kelelahan kronis antar unit kerja. Kelelahan akut yang dialami pekerja menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan dengan beban kerja. Namun kelelahan kronis yang dialami pekerja menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan dengan beban kerja. Penelitian ini disarankan agar mengevaluasi hasil kelelahan kronis yang paling sering dirasakan pekerja meliputi keluhan haus, keluhan nyeri punggung dan bahu, pelemahan motivasi, kepercayaan diri berkurang serta pelemahan kegiatan. Kata kunci : Kelelahan akut, kelelahan kronis, beban kerja ABSTRACT Fatigue gives contribution more than 60% toward occurrence of work accidents. Fatigue may result the increase risk of disease. This study aims to analyze the fatigue based on workload of the labor in production sector Y of PT X Surabaya.This study was an analytical study with observational data collection methods, according to a cross-sectional time. Population in this research is 71 people, all employee of Y processing production and morning work shift of packing production line sector of PT X Surabaya. Total Sample in this research is 42 people taken by simple random sampling. The observed variable were workload and work fatigue with acute and chronic fatigue. The research showed that there are differences of workload between pack line and processing work unit, but no differences of acute fatigue as well as chronic fatigue between work units. Acute fatigue experienced by workers showed no significant correlation with the workload. However, chronic fatigue experienced by workers showed a significant correlation with the workload. This research is suggested to evaluate the result of the highest chronic fatigue experienced by employee, including thirstiness complaint, shoulder and back pain complaint, weak of motivation, lack of self esteem, and decline of activity. Keywords: acute fatigue, chronic fatigue, workload
33 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013
PENDAHULUAN
Kelelahan bisa terjadi oleh sebab fisik ataupun tekanan mental. Setiap pekerja
Secara umum penyebab kecelakaan yaitu akibat tindakan atau perbuatan manusia
yang
tidak
memenuhi
keselamatan (unsafe human acts) dan keadaan lingkungan yang tidak aman (unsafe
condition).
Faktor
manusia
menempati posisi yang sangat penting terhadap terjadinya kecelakaan kerja yaitu antara
80-85%.
penyebab
1
Salah
utama
satu
faktor
kecelakaan
yang
memiliki beban kerja yang berbeda-beda, baik dari segi beban fisik maupun tekanan mental. Berat ringannya
beban kerja
seseorang ditentukan oleh lamanya waktu melakukan pekerjaan dan jenis pekerjaan itu sendiri. Semakin berat beban kerja, sebaiknya
semakin
pendek
waktu
kerjanya agar terhindar dari kelelahan dan gangguan fisiologis yang berarti atau sebaliknya.
4
disebabkan manusia adalah stress dan kelelahan
(fatigue).
memberi
kontribusi
Kelelahan 60%
terjadinya kecelakaan kerja.
kerja
Jika tidak diperhatikan hal tersebut,
terhadap
maka kondisi demikian memberi beberapa
2
akibat
diantaranya
adalah
munculnya
kelelahan. Kelelahan merupakan suatu Berdasarkan data dari International Petroleum Industry Environmental and Conservation
Association
menyatakan
bahwa hasil penyelidikan dari beberapa kecelakaan selama
30
industri tahun
dan
lingkungan
terakhir
telah
mengidentifikasi bahwa kelelahan sebagai faktor
penyumbang
tersebut.
3
utama
insiden
mekanisme
perlindungan
agar
tubuh
terhindar dari kerusakan, sehingga terjadi pemulihan. Kelelahan kerja menyebabkan penurunan kinerja yang dapat berakibat pada
peningkatan
kesalahan
kerja,
ketidak hadiran, keluar kerja, kecelakaan kerja dan berpengaruh pada perilaku kerja.
5
Menurut Cox (2000) menyatakan Data kecelakaan PT X Surabaya dari bulan Januari s.d. April 2013, mencatat bahwa cukup banyak terjadi near-miss yaitu sekitar 44 kali serta 1 kecelakaan kerja dan 4 kecelakaan lalu lintas yang terjadi di bagian produksi Y.
bahwa beberapa gejala yang merupakan sindrom dari kelelahan meliputi myalgia, muscle weakneas, malaise atau yang disebut muskuloskletal.
sebagai 6
Sedangkan
gangguan menurut
Worksafe (2008) efek jangka panjang kelelahan kerja akan berdampak terhadap
1
4
2
5
Anizar, 2009: 3 Setyawati, 2010 : 33 3 IPIECA, 2007
Ratnawati, 2011 Sumaâ&#x20AC;&#x2122;mur, 2009 6 Cox, 2000
34 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013
penyakit
hipertensi,
gangguan
fungsi
Pengumpulan data dilakukan dengan alat
diabetes
mellitus,
dan
reaction timer, observasi, kuesioner IFRC
sebagainya. Hal ini dimungkinkan bahwa
dan wawancara. Data dianalisis dengan
kelelahan
menggunakan uji statistik kruskal wallis
jantung,
7
kerja
dapat
menimbulkan
dampak gangguan tersebut. Sementara kesehatan pada
hasil
tahun
mencatat
dari
dan spearman correlation.
data
gangguan
pemeriksaan
2012,
bahwa
PT
X
penyakit
gangguan
fungsi
mellitus,
gangguan
HASIL
berkala Surabaya
Unit Kerja
hipertensi,
jantung,
diabetes
muskuloskletal
Pada bagian produksi PT X Surabaya dibagi menjadi tiga unit kerja
yakni
Processing, Packing line A dan Packing
menempati urutan 10 besar gangguan
line
Unit
kerja
processing
kesehatan tertinggi.
bertanggungjawab
untuk
memroses
Penelitian
ini
bertujuan
untuk
menganalisis kelelahan kerja berdasarkan beban kerja pada tenaga kerja bagian
B.
produk
mentah
sedangkan
sampai
produk
jadi,
kerja
packing
line
unit
bertanggungjawab
untuk
melakukan
pengemasan produk. Unit kerja packing
produksi Y, PT X Surabaya.
line dibagi menjadi dua karena packing line A memiliki speed yang rendah namun
METODE
kompleksitasnya Desain penelitian merupakan analitik observasional dengan pendekatan cross
tinggi,
sedangkan
packing line B memiliki speed yang tinggi namun kompleksitasnya rendah.
sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah
semua
tenaga
kerja
bagian
Beban Kerja
produksi Y processing dan packing line Beban
pada shift pagi PT X Surabaya yang berjumlah
71
orang.
penelitian
sebanyak
Jumlah 42
orang
sampel yang
diambil secara simple random sampling. Waktu penelitian dilakukan selama dua
melakukan
kerja serta kelelahan kerja yang terdiri dari kelelahan akut dan kelelahan kronis. 7
Worksafe, 2008
diukur
pengukuran
dengan
beban
kerja
berdasarkan pengeluaran energi sesuai pedoman Indonesia.
bulan, mulai 22 April-22 Juni 2013. Variabel yang diteliti adalah beban
kerja
dalam
Standar
Nasional
8
Data hasil pengukuran beban kerja berdasarkan pengeluaran energi bagian produksi Y, PT menunjukkan 8
bahwa
pada
X Surabaya
sebagian
besar
SNI 7269, 2009
35 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013
tenaga kerja bagian produksi Y, PT X
pengukuran
Surabaya memiliki beban kerja sedang
kuesioner IFRC terhadap 42 tenaga kerja
yaitu 34 orang (80,95%). Sedangkan
diperoleh bahwa sebagian besar tenaga
sisanya
(14,29%)
kerja mengalami kelelahan kronis yakni
memiliki beban kerja berat, dan 2 orang
sebanyak 25 orang (59,52%), sedangkan
(4,76%) memiliki beban kerja ringan.
sebanyak 17 orang (40,48%) tidak terjadi
sebanyak
6
orang
kelelahan
kerja
dengan
kelelahan kerja atau normal. Kelelahan Kerja Perbedaan Beban Kerja antar Unit Kelelahan kerja diukur dengan dua
Kerja
metode yakni obyektif dan subyektif, metode
menunjukkan
Perbedaan beban kerja pada tenaga
adanya kelelahan akut dengan melakukan
kerja bagian produksi PT X Surabaya
pengukuran menggunakan alat reaction
pada unit kerja processing, packing line A
timer, sedangkan metode subyektif untuk
dan packing line B,
menunjukkan adanya kelelahan kronis
bahwa
dengan
kuesioner
sebagian besar memiliki beban kerja berat
Industrial Fatigue Research Committee
yakni sebanyak 6 orang (50%) sedangkan
(IFRC).
obyektif
untuk
menggunakan
9
pada
unit
dapat diketahui kerja
processing
sisanya 4 orang (33,33%) memiliki beban
Data hasil pengukuran kelelahan akut
kerja sedang dan 2 orang (16,67%)
pada tenaga kerja bagian produksi Y, PT
memiliki beban kerja ringan. Sedangkan
X Surabaya menunjukkan bahwa dari
pada unit kerja packing line A maupun
hasil pemeriksaan kelelahan kerja dengan
packing line B, semua tenaga kerja
reaction timer terhadap 42 tenaga kerja
memiliki beban kerja sedang.
didapatkan sebanyak
9 tenaga kerja
(21,43%) telah mengalami kelelahan akut pada
saat
dilakukan
pemeriksaan,
sedangkan 33 tenaga kerja (78,57%) lainnya normal atau tidak mengalami
Berdasarkan hasil uji statistik Kruskal Wallis
didapatkan
nilai
(p)
=
0,05
(signifikansi â&#x2030;¤ 0,05) yang artinya bahwa ada perbedaan beban kerja berdasarkan pengeluaran energi pada tenaga kerja
kelelahan.
bagian produksi Y, PT X Surabaya, yakni Sedangkan data hasil pengukuran kelelahan menggunakan
kronis
yang
kuesioner
IFRC
diukur pada
beban kerja pada unit kerja processing berbeda
dengan
beban
kerja
pada
packing line A maupun packing line B.
tenaga kerja bagian produksi Y, PT X Surabaya menunjukkan bahwa dari hasil 9
Tarwaka, 2010 :350
36 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013
Perbedaan Kelelahan Kerja antar Unit
line B, dapat diketahui bahwa sebagian
Kerja
besar terjadi kelelahan kronis baik di unit kerja processing (75%), packing line A
Perbedaan kelelahan kerja antar unit kerja pada tenaga kerja bagian produksi Y,
PT X Surabaya pada unit kerja
processing, packing line A dan packing line
B
baik
kelelahan
akut maupun
kelelahan kronis, dapat diketahui bahwa
(53,85%),
maupun
(58,82%).
packing
Namun
perbandingan
line
B
jika
dilihat
persentase,
maka
persentase tertinggi yang terjadi kelelahan kronis adalah pada unit kerja processing (75%) daripada unit kerja lainnya.
sebagian besar tidak terjadi kelelahan akut atau normal baik di unit kerja processing
(83,33%),
packing
line
A
Berdasarkan hasil uji statistic Kruskal Wallis
didapatkan
nilai
(p)
=
0,442
(84,62%), maupun packing line B (70,
(signifikansi > 0,05) artinya tidak ada
59%). Namun jika dilihat perbandingan
perbedaan kelelahan kronis antar unit
persentase, maka persentase tertinggi
kerja pada tenaga kerja bagian produksi
yang terjadi kelelahan akut adalah pada
PT X Surabaya.
unit
kerja
daripada
packing unit
line
B
(29,41%)
kerja
lainnya.
Berdasarkan hasil uji statistik Kruskal Wallis
didapatkan
nilai
(p)
=
0,588
Hubungan antara Beban Kerja dengan Kelelahan Kerja Data mengenai
hubungan antara
(signifikansi > 0,05) artinya tidak ada
beban kerja dengan kelelahan kerja pada
perbedaan kelelahan akut antar unit kerja
tenaga kerja bagian produksi Y, PT X
pada tenaga kerja bagian produksi PT X
Surabaya baik kelelahan akut maupun
Surabaya.
kelelahan kronis disajikan dalam bentuk
Selanjutnya
mengenai
analisis
perbedaan kelelahan kronis antar unit kerja pada tenaga kerja bagian produksi PT
X
Surabaya
pada
unit
kerja
tabulasi
silang.
Hasil
tabulasi
silang
hubungan antara beban kerja dengan kelelahan akut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
processing, packing line A dan packing
37 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013
Tabel 1
kelelahan akut dan sisanya sebagian
Perbedaan Hubungan Beban Kerja dengan Kelelahan
besar normal (79,41%). Kemudian tenaga
Akut
kerja yang memiliki beban kerja berat, maka sebanyak dua orang (33,33%) terjadi
Kelelahan Akut Beban Kerja
Normal
Kelelahan
TOTAL
akut,
dan
sisanya
sebagian besar normal (66,67%). Namun jika
Kerja
kelelahan
dilihat
berdasarkan
perbandingan
n
%
n
%
n
%
persentase, maka persentase tertinggi
Ringan
2
100
0
0%
2
100
yang terjadi kelelahan akut adalah pada
Sedang
27
79,4
7
20,6
34
100
tenaga kerja yang memiliki beban kerja
Berat
4
66,7
2
33,3
6
100
berat (33,33%) daripada beban kerja
33
78,6
9
21,4
42
100
ringan dan sedang.
Total
Hasil Tabel 1 menunjukkan bahwa semua tenaga kerja yang memiliki beban kerja ringan maka tidak terjadi kelelahan akut (100%). Sedangkan tenaga kerja yang memiliki
beban
kerja
sedang
maka
sebanyak tujuh orang (20,59%) terjadi Selanjutnya
mengenai
analisis
menggunakan
statistik
Spearman
dengan
Correlation
didapatkan nilai (p) = 0,958 (signifikansi > 0,05) artinya tidak ada hubungan antara beban kerja dengan kelelahan akut pada tenaga kerja bagian produksi Y, PT X Surabaya.
analisis
produksi Y, PT X yang disajikan dalam
hubungan antara beban kerja dengan
bentuk tabulasi silang dapat dilihat pada
kelelahan kronis pada tenaga kerja bagian
tabel di bawah ini.
38 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013
Tabel 2 Hubungan Beban Kerja dengan Kelelahan Kronis
dalam
Kelelahan Kronis Beban Kerja
TOTAL
Kerja
serta
Keputusan
penetapan berdasarkan
Nomor
51
(1999)
didapatkan hasil bahwa sebagian besar
n
%
N
%
n
Ringan
1
50
1
50
Sedang
16
47,1
18
Berat
0
0
17
40,5
Total
bekerja,
kategori beban kerja
Kelelahan
Normal
kepada pekerja selama Âą empat jam
%
tenaga kerja PT X Surabaya memiliki
2
100
beban kerja sedang yakni sebesar 34
52,9
34
100
orang (80,95%) dan sisanya enam
6
100
6
100
orang (14,29%) memiliki beban kerja
25
59,5
42
100
berat serta 2 orang (4,76) memiliki beban kerja ringan. Sedangkan jika dilihat dari distribusi masing-masing unit
Tabel
2
menunjukkan
bahwa
tenaga kerja yang memiliki beban kerja ringan memiliki persentase yang sama (50%) baik terjadinya kelelahan kronis maupun normal. Sedangkan tenaga kerja yang memiliki beban kerja sedang
kerja bahwasannya yang memiliki beban kerja sedang terbanyak terdapat pada unit kerja packing line A dan B, karena seluruh pekerja memiliki beban kerja yang sama (100%) yakni beban kerja sedang.
maka sebagian besar terjadi kelelahan kerja
kronis
sebanyak
18
orang
Kelelahan Kerja
(52,94%) dan sisanya normal (47,06%). Kemudian tenaga kerja yang memiliki beban
kerja
mengalami
berat,
kelelahan
semuanya kronis
yakni
sebanyak enam orang (100%). Hasil analisis statistik dengan menggunakan Spearman
Correlation
didapatkan
didapatkan nilai (p) = 0,05 (signifikansi â&#x2030;¤ 0,05) artinya ada hubungan antara beban kerja dengan kelelahan kronis pada tenaga kerja bagian produksi Y PT
Data pengukuran kelelahan kerja diukur
dengan
dua
metode
yakni
obyektif dan subyektif. Metode obyektif dengan
melakukan
pengukuran
kelelahan kerja dengan menggunakan alat reaction timer, sedangkan metode subyektif
dengan
melakukan
pengukuran keluhan kelelahan kerja dengan
menggunakan
kuesioner
Industrial Fatigue Research Committee (IFRC).
X Surabaya.
Berdasarkan
PEMBAHASAN
hasil
pengukuran
tersebut menunjukkan bahwa dari 42 tenaga
Beban Kerja
kerja
didapatkan
sebanyak
sembilan tenaga kerja (21,43%) telah Berdasarkan
hasil
pengukuran
beban kerja dengan metode SNI (7269, 2009) yang telah dilakukan pengamatan
mengalami kelelahan kerja akut pada saat dilakukan pemeriksaan, sedangkan 33 tenaga kerja (78,57%) lainnya normal
39 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013
atau tidak mengalami kelelahan. Hal ini
tentang
pelemahan
kegiatan,
10
menunjukkan bahwa sebagian besar
keluhan tentang pelemahan motivasi
tenaga kerja tidak mengalami kelelahan
dan 10 keluhan tentang gambaran
kerja atau normal.
kelelahan fisik didapatkan hasil bahwa keluhan yang sering dirasakan oleh
Walaupun angka kejadian dalam penelitian ini termasuk dalam kategori rendah namun perlu adanya perbaikan karena berdasarkan hasil wawancara kepada
responden,
pekerja adalah berat di kaki akibat pelemahan kegiatan, mudah lupa akibat pelemahan motivasi serta haus akibat kelelahan fisik.
bahwasannya
hampir semua tenaga kerja mengaku
Dari
dua
metode
pengukuran
kewaspadaannya berkurang jika merasa
tersebut ternyata terjadi perbedaan, jika
mengalami
dilihat
contoh
kelelahan
bahwa
processing,
kerja.
pada
tenaga
Seperti
unit kerja
kerja sering
menurut
alat
reaction
timer
menunjukkan tidak terjadi kelelahan , namun
jika
dilihat
berdasarkan
terbentur kepalanya jika sudah merasa
kuesioner IFRC menunjukkan terjadinya
lelah, dan pada unit kerja packing line,
kelelahan.
konsentrasinya
dalam
dilakukan oleh Setyawati bahwasannya
produk,
tidak ada hubungan antara waktu reaksi
kegagalan
dan perasaan kelelahan kerja. Hal ini
melakukan sehingga
berkurang pengecekan
mengakibatkan
Menurut
penelitian
yang
karena perasaan kelelahan kerja adalah
produk.
komponen emosi mental dan bersifat Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap tenaga kerja bagian produksi Y, PT X Surabaya berdasarkan hasil
pengukuran
kelelahan
kronis
kronis sedangkan waktu reaksi adalah komponen emosi
secara fisik sesaat,
jadi kedua-duanya tidak berhubungan secara bermakna.
10
melalui kuesioner IFRC menunjukkan bahwa terjadi kelelahan kerja kronis pada 24 orang (57,1%), sedangkan sisanya 18 orang (42,9%) tidak terjadi kelelahan
atau
normal.
Hal
ini
Perbedaan Beban Kerja antar Unit Kerja
menunjukkan bahwa sebagian besar
Berdasarkan
hasil
penelitian
tenaga kerja bagian produksi Y, PT X
menunjukkan bahwa ada perbedaan
Surabaya mengalami kelelahan kronis.
beban kerja pada bagian produksi Y, PT
Berdasarkan kuesioner
dari
distribusi Industrial
hasil Fatigue
Research Committee (IFRC) Jepang yang berisi 30 daftar keluhan kelelahan kronis yang terdiri dari ; 10 keluhan
X
tersebut,
khususnya
bahwa
ada
perbedaan antara unit kerja processing dan unit kerja packing line. Sedangkan packing line A dan B memiliki beban 10
Setyawati, 2010 ; 82
40 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013
kerja sama yakni beban kerja sedang.
yakni (signifikansi > 0,05) baik kelelahan
Meskipun berdasarkan hasil wawancara
akut (p) = 0,588 maupun kelelahan
kepada responden bahwasannya beban
kronis (p) = 0,442 menunjukkan bahwa
kerja packing line A lebih berat daripada
tidak ada perbedaan kelelahan kerja
packing line B.
baik di unit kerja processing, packing
Hal ini karena pada unit kerja
line A dan packing line B. Dengan
packing line A memiliki kompleksitas
demikian menunjukkan bahwa kerja
yang tinggi yakni adanya pekerjaan
kedua sistem antagonistis tersebut pada
changeover atau merubah mesin untuk
masing-masing
pergantian varian produk. Selain itu
perbedaan atau sama.
pula, pada unit kerja packing line A , intensitas
memperbaiki
ini
tidak
menunjukkan
ada
bahwa
lebih
meskipun terdapat perbedaan beban
sering daripada packing line B. Hal ini
kerja berdasarkan pengeluaran energi
sesuai jika dilihat berdasarkan hasil nilai
antara unit kerja processing dan unit
pengeluaran energi bahwasannya nilai
kerja packing line, namun tidak ada
kalori
besar
perbedaan tingkat kelelahan kerja di
daripada nilai kalori yang dikeluarkan
antara keduanya. Menurut Sumaâ&#x20AC;&#x2122;mur
packing line B. Meskipun, nilai kalori
(2009)
packing line A lebih besar daripada
memiliki
packing line B, kategori beban kerja
dalam mengatasi beban kerja masing-
keduanya sama
beban kerja
masing. Jadi tenaga kerja yang memiliki
sedang, karena berada di rentang nilai
beban kerja yang lebih ringan atau lebih
>200-350 kkal/jam.
berat daripada lainnya akan merasakan
packing
Sedangkan
line
A
yakni
mesin
Hal
pekerja
lebih
pada
unit
kerja
processing memiliki beban kerja yang berbeda-beda
karena
jenis
bahwasannya kesanggupan
tiap
pekerja
berbeda-beda
beban yang sama dengan lainnya. Sedangkan jika dilihat berdasarkan distribusi kelelahan kerja akut pada
pekerjaannya pun berbeda, yakni beban
masing-masing
kerja ringan pada bagian control room
menunujukkan bahwa pada unit kerja
dan helper proses, beban kerja sedang
packing line B terjadi kelelahan kerja
pada bagian operator slurry, helper
tertinggi (29,41%) dibandingkan dengan
slurry, dan operator modul, sedangkan
unit kerja processing (16,67%) dan
beban kerja berat pada bagian operator
packing
kapuran, operator steril, operator rework
menunjukkan bahwa packing line B
, dan handling material.
lebih rentan terjadi kelelahan akut. Menurut
Perbedaan Kelelahan Kerja antar Unit Kerja
line
unit
A
(15,38).
Sumaâ&#x20AC;&#x2122;mur
kerja,
Hal
ini
(2009;361)
kelelahan akut yaitu disebabkan oleh kerja suatu organ atau seluruh organ
statistic
tubuh secara berlebihan dan datangnya
kruskal wallis terhadap kelelahan kerja
secara tiba-tiba. Hal ini karena prinsip
Berdasarkan
hasil
uji
41 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013
waktu reaksi hanya mengukur kelelahan
kerja
kerja sesaat (Setyawati ; 2010).
komponen keluhan tersebut.
Sebaliknya, jika dilihat berdasarkan
hampir
pernah
Kemudian
distribusi kelelahan kronis pada masing-
keluhan
masing unit kerja, menunujukkan bahwa
masing-masing
pada
unit
merasakan
dari
kelelahan
3
komponen
kronis
dilihat
3
tersebut,
jenis
keluhan
kerja
processing
terjadi
yang paling banyak dirasakan oleh
kerja
tertinggi
(75%)
pekerja pada masing-masing unit kerja.
dibandingkan dengan unit kerja packing
Berdasarkan distribusi hasil keluhan
line A (53,85%) dan packing line B
pekerja
(52,94%). Hal ini menunjukkan bahwa
menunjukkan bahwa jenis keluhan yang
unit kerja processing lebih rentan terjadi
dirasakan oleh pekerja hampir sama
kelelahan kronis. Menurut Sumaâ&#x20AC;&#x2122;mur
antara unit kerja processing, packing
(2009
line A maupun packing line B.
kelelahan
kelelahan
kronis
merupakan
yang
tertinggi
tersebut
kelelahan yang terjadi sepanjang hari dalam jangka waktu yang lama dan kadang-kadang
terjadi
melakukan pekerjaan.
11
sebelum
Hal ini sesuai
Hubungan
antara
Beban
Kerja
dengan Kelelahan Kerja
dengan pendapat Setyawati (2010) yang menyatakan bahwa perasaan kelelahan kerja
menggambarkan
terjadinya
dilakukan pada tenaga kerja bagian produksi
kelelahan kronis. Selanjutnya
Berdasarkan hasil penelitian yang
dalam
penilaian
Y,
menunjukkan
PT
X
bahwa
Surabaya,
tidak
terdapat
kelelahan kronis berdasarkan kuesioner
hubungan antara beban kerja dengan
IFRC yang terdiri dari tiga komponen
kelelahan akut pada tenaga kerja bagian
keluhan
produksi Y, PT X Surabaya
yakni
pelemahan
kegiatan,
tersebut
pelemahan motivasi dan kelelahan fisik
yang didapatkan dari nilai Spearman
menunjukkan bahwa pada unit kerja
Correlation (p)= 0,958 (signifikansi >
processing lebih mengalami kelelahan
0,05).
fisik , sedangkan unit kerja packing line A
maupun
mengalami
packing
line
pelemahan
B
lebih
kegiatan.
Meskipun jika dilihat distribusi selisih nilai
antara
pelemahan
kegiatan,
pelemahan motivasi maupun kelelahan fisik pada masing-masing unit kerja tidak jauh berbeda. Artinya bahwa semua unit
Sedangkan untuk hasil penelitian mengenai hubungan antara beban kerja dengan kelelahan kronis pada tenaga kerja bagian produksi PT X Surabaya menunjukkan
bahwa
ada
hubungan
antara beban kerja dengan kelelahan kronis
yang
Spearman
didapatkan Correlation
dari (p)=
nilai 0,05
(signifikansi â&#x2030;¤ 0,05). 11
Sumaâ&#x20AC;&#x2122;mur, 2009;361
42 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013
Dari berbagai hasil penelitian di atas,
dapat
dilihat
berbagai
bahwa
perbedaan
terdapat mengenai
Maka dari itu, istirahat setengah jam setelah menerus
empat
jam
sangat
bekerja
terus
penting
artinya
hubungan antara beban kerja dengan
pemulihan kemampuan fisik dan mental
kelelahan
maupun
kronis.
akut
Hal
maupun
ini
karena
kelelahan terjadinya
pengisian
energi
yang
sumbernya berasal dari makanan.
13
kelelahan kerja disebabkan oleh banyak faktor.
Menurut
pendapat
menyatakan bahwa faktor-faktor yang dapat berpengaruh terhadap terjadinya kelelahan
kerja
bermacam-macam,
mulai dari faktor lingkungan kerja yang tidak memadai untu bekerja samapai kepada masalah psikososial yang dapat berpengaruh
terhadap
kelelahan kerja.
Selain itu, PT X Surabaya juga
Setyawati
terjadinya
menyediakan tempat duduk di bagian produksi, sehingga dapat dipergunakan pekerja
untuk
statistik kerja
penelitian
mengenai
dengan
ini,
hasil
hubungan
kelelahan
akut
uji
lelah
berdiri. Meskipun kebijakan istirahat PT X Surabaya yang hanya menyediakan waktu istirahat Âą 30 menit, namun dalam operasionalnya
12
sejenak
ketika mereka sudah merasa
mendapatkan Dalam
beristirahat
di
lapangan
istirahat
dalam bekerja
pekerja
yang
cukup
yakni Âą dua jam yang
beban
digunakan pekerja untuk makan, sholat,
tidak
minum, ke toilet, istirahat yang dilakukan
signifikan dikarenakan beberapa faktor
secara
lain yang terdapat di PT X Surabaya,
kerjanya. Hal inilah yang memungkinkan
meliputi
telah
pekerja tidak mengalami kelelahan akut
memberikan gizi yang sangat cukup
meskipun memiliki beban kerja berat.
kepada pekerja dan sudah memenuhi
Menurut
empat
serta
seseorang diberi beban kerja melebihi
pekerja diperbolehkan makan setelah
kapasitas dan kemampuan kerjanya
empat jam kerja. Hal ini sesuai karena,
maka
berdasarkan
responden
terjadinya kesalahan dan kecelakaan
mulai mengalami kelelahan kerja pada
kerja. Beban kerja yang semakin besar
saat empat jam setelah masuk kerja.
menyebabkan waktu seseorang dapat
Menurut Sumaâ&#x20AC;&#x2122;mur (2009) bahwa suatu
bekerja
pekerjaan yang bebannya biasa-biasa
semakin pendek.
PT
X
sehat
lima
Surabaya
sempurna
wawancara
bergantian
Sumaâ&#x20AC;&#x2122;mur
akan
dengan
(2009),
memperbesar
tanpa
mengalami
rekan
jika
risiko
kelelahan
saja, yaitu tidak terlalu ringan ataupun berat,
produktivitas
mulai
sesudah empat jam bekerja. Keadaan ini
terutama
sejalan
dengan
menurunnya kadar gula di dalam darah. 12
Sebaliknya hasil uji statistik antara
menurun
Setyawati, 2010:33
beban kerja dengan kelelahan kronis signifikan disebabkan karena beberapa faktor 13
dari
hasil
kuesioner
dan
Sumaâ&#x20AC;&#x2122;mur, 2009 :375
43 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013
wawancara
meliputi;
aktivitas
untuk terjadinya kelelahan, gangguan
mengangkat barang sering dilakukan
kesehatan, penyakit dan kecelakaan
oleh pekerja, sehingga menyebabkan
serta ketidakpuasan.
keluhan nyeri punggung dan bahu, apalagi cara mengangkat yang tidak ergonomi, sehingga keluhan tersebut
KESIMPULAN
jika tidak segera diperhatikan dalam jangka waktu lama akan menyebabkan
disimpulkan sebagai berikut :
kelelahan kronis . Selain
itu,
wawancara
Dari hasil pembahasan, maka dapat
berdasarkan
kepada
hasil
responden,
1. Terdapat 3 unit kerja di bagian produksi
Y,
yaitu
unit
sebagian pekerja berpendapat bahwa
processing,
waktu istirahat mereka tidak cukup
packing line B. Packing line A dan B
ketika ada overtime. Hal ini karena
dibedakan karena packing line A
setelah pulang kerja pukul 14.00 pekerja
memiliki kompleksitas tinggi daripada
harus kembali lagi pada pukul 22.00.
packing line B. Sedangkan packing
Sehingga
beberapa
line B memiliki speed yang tinggi
menyatakan
bahwa
responden
mereka
masih
mengalami kelelahan kerja ketika harus
packing
line
kerja A
dan
daripada packing line A. 2. Sebagian
berangkat kerja kembali, karena selang
memiliki
istirahat hanya 6 jam, yang tidak cukup
sebanyak
digunakan untuk pemulihan tenaga.
Sedangkan
besar
tenaga
beban 34
kerja orang
sisanya
kerja sedang
(80,95%).
sebanyak
6
orang (14,29%) memiliki beban kerja Menurut
Sumaâ&#x20AC;&#x2122;mur
(2009)
menyatakan bahwa lamanya seseorang bekerja dengan baik dalam sehari pada
berat dan 2 orang (4,76%) memiliki beban kerja ringan. 3. Sebagian besar tenaga kerja tidak
umunya 6-10 jam. Sisanya (14-18 jam)
mengalami
dipergunakan untuk kehidupan dalam
normal yaitu sebanyak 33 orang
keluarga
istirahat,
(78,57%). Namun, sebagian besar
Memperpanjang
mengalami kelelahan kronis yaitu
dan
masyarakat,
tidur, dan lainnya.
14
waktu kerja lebih dari kemampuan lama bekerja tersebut biasanya tidak disertai
kelelahan
akut
atau
sebanyak 25 orang (59,52%). 4. Terdapat
perbedaan beban kerja
efisiensi, efektivitas, dan produktivitas
berdasarkan
kerja yang optimal, bahkan biasanya
antara unit kerja processing dan
terlihat penurunan kualitas dan hasil
packing line.
pengeluaran
energi
kerja serta bekerja dengan waktu yang
5. Tidak terdapat perbedaan kelelahan
berkepanjangan timbul kecenderungan
akut maupun kelelahan kronis baik di
14
Sumaâ&#x20AC;&#x2122;mur, 2009 :364
44 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013
unit kerja processing, packing line A,
membutuhkan
maupun packing line B.
lama;
waktu
yang
6. Kelelahan akut yang dialami tenaga
4. Mengadakan training mengenai
kerja tidak memiliki hubungan yang
pengetahuan terhadap mesin
signifikan
untuk
dengan
beban
kerja.
meningkatkan
Sedangkan kelelahan kronis yang
kepercayaan diri pekerja dalam
dirasakan pekerja memiliki hubungan
penanganan mesin khususnya
yang signifikan dengan beban kerja.
pada pekerja yang masih baru masuk atau pekerja yang baru dipindah tempat;
Untuk mengurangi tingkat kelelahan
5. Mengevaluasi kembali sistem
kronis pekerja pihak perusahaan dapat
kerja
melakukan beberapa hal seperti:
yang
dapat
mengakibatkan
pelemahan
kegiatan atau tidak cukupnya
1. Menambah jumlah persediaan tempat air minum khususnya di
pemulihan
unit kerja packing line dengan
mengurangi adanya overtime
jumlah setiap 3 mesin minimal
atau
terdapat 1 tempat air minum
overtime.
dan
memperhatikan
tenaga
merubah
dengan
jam
kerja
kembali
kebersihan dari gelas minum
REFERENSI
yang dipakai untuk mengurangi 1. Anizar.
keluhan haus; 2. Mengevaluasi kerja
kembali
ergonomi
menyediakan
cara
dengan
alat
bantu
Teknik
Kesehatan
Keselamatan
Kerja
di
dan
Industri.
Yogyakarta : Graha Ilmu. 2009 2. Cox, Diane L. Occupational Therapy
mengangkat barang seperti alat
and
Chronic
Fatigue
Syndrome.
pengungkit atau hidrolik untuk
Whurr Publishersn : London and
mengurangi keluhan nyeri di
Philadepphia. 2000 3. Julianti K, Mellisa. Hubungan antara
punggung dan bahu; 3. Melakukan tindak lanjut segera
factor Individu dan Faktor Pekerjaan
ketika ada tanda-tanda mesin
dengan
abnormal untuk memperkecil
Tenaga
terjadinya
mesin
Kebisingan (Studi di Workshop I PT.
mengakibatkan
Barata Indonesia Gresik. Skripsi.
yang
kerusakan
dapat
pelemahan
motivasi
pekerja
seperti keluhan sulit mengontrol
Kelelahan Kerja
Objektif yang
pada
terpapar
Surabaya : FKM UNAIR. 2011 4. IPIECA. Managing fatigue in the
sikap akibat trouble mesin yang
workplace.
tidak
http://www.ogp.org.uk/pubs/392.pdf.
segera
teratasi
dan
OGP
2007. (Sitasi 3 Mei 2013).
45 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013
5. Setyawati,
Lientje
K.
Selintas
10.
Higiene
Perusahaan
Dan
Tentang Kelelahan Kerja. Yogyakarta
produktivitas Kerja. Jakarta : Sagung
: Amara. 2010
Seto. 2009
6. Setyawati, Lientje. Kelelahan Kerja Kronis-Kajian
Terhadap
Perasaan
11.
Tarwaka, Solichul HA. Bakri,
Lilik
Sudiajeng.
Ergonomi
Untuk
Kelelahan Kerja , Penyusunan Alat
Keselamatan, Kesehatan Kerja dan
Ukur
Produktivitas.
Serta
waktu
Hubungannya
Reaksi
dan
denga
Produktivitas
Kerja. Disertasi. Yogyakarta : UGM. 1996
Surakarta
:
UNIBA
Press. 2004 12.
Tarwaka.
Ergonomi
Industri.
Solo : Harapan press. 2010
7. Ratnawati,
Ika.
Kecukupan
Gizi
Pemenuhan Bagi
Pekerja
13.
Wati,
Kerja
es/747 2011. (Sitasi 8 Oktober 2012).
Karyawan
Berdasarkan
Widodo
dengan
Kelelahan
Laundry
di
Kerja
Kelurahan
Warungboto Kecamatan Umbulharjo
Kebutuhan
Kota Yogyakarta. Jurnal ISSN: 1978-
Kalori Menurut Pengeluaran Energi.
0575. Yogyakarta : FKM Universitas
Jakarta
Ahmad Dahlan. 2011
:
Tingkat
dan
Haryono. Hubungan Antara Beban
http://www.gizikia.depkes.go.id/archiv
8. SNI 7269. Penilaian Beban Kerja
Murleni
Badan
Standardisasi
Nasional. 2009 9. Soedarmayanti Hidayat.
dan
Syarifudin
Metodologi
Penelitian.
Bandung : CV. Mandar Maju. 2011
46 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013
Tinjauan Pustaka
ANAK DAN PEREMPUAN SEBAGAI KELOMPOK RENTAN KASUS PADA BENCANA BANJIR DI KABUPATEN BANJAR 1
2
Madelina Ariani , Novi Inriyanny Suwendro 1 Program Studi Kesehatan Masyarakat FK Universitas Lambung 2 Mangkurat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi madelinaariani@yahoo.com
*Dipresentasikan pada oral sesi di Seminar Nasional dengan tema MDGs untuk Indonesia Sehat 2015 melalui Riset dan Teknologi, Banjarbaru 3 November 2013 FK Universitas Lambung Mangkurat
ABSTRAK Hingga September 2013 terjadi 768 bencana di Indonesia, 36,97% adalah bencana banjir. Program pengurangan risiko bencana masih berkutat tentang pencegahan banjir. Ketahanan masyarakat belum terbangun dengan baik. 60% anak-anak di dunia merupakan korban bencana sedangkan perempuan dan anak perempuan berisiko 14 kali lebih besar mengalami kematian dari laki-laki dan anak laki-laki pada kondisi bencana. Tujuan dari telaah pustaka ini adalah menjelaskan keberadaan anak dan perempuan sebagai kelompok rentan serta kesakitan dan penyakit yang mempengaruhi ketahanan mereka dalam menghadapi bencana. Artikel ini menggunakan metode telaah pustaka dan kasus bencana banjir. Analisis data sekunder dari buletin bencana Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Menggunakan rekapitulasi data korban banjir dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah dan bagian penanggulangan bencana Dinas Kesehatan Kabupaten Banjar. Upaya untuk meningkatkan ketahanan anak dan perempuan terhadap bencana masih rendah. Dari 768 bencana di Indonesia 284 (36,97%) adalah bencana banjir dengan korban 137 jiwa dan 676.414 jiwa mengungsi. Korban terdampak bencana banjir di Kecamatan Astambul Kabupaten Banjar berjumlah 498 jiwa dengan jumlah korban perempuan 269 (54,01%), laki-laki 229 (45,98%), anak (laki-laki dan perempuan) 189 (37,95%). Terdapat kasus kehamilan dan melahirkan pada masa tanggap darurat banjir. Upaya penanggulangan bencana masih kurang memperhatikan anak dan perempuan sebagai kelompok rentan. Program pengurangan risiko bencana harus memperhatikan dua aspek; pencegahan bencana alam dan peningkatan ketahanan masyarakat. Pembekalan kesiapan anak terhadap bencana dapat dilakukan disekolah. Kata Kunci : anak dan perempuan, banjir, bencana, kelompok rentan, kesiapsiagaan. ABSTRACT Until September 2013 was occurred 768 disasters in Indonesia, 36.97 % is flood. Disaster risk reduction programs are still struggling on flood prevention. Community resilience has not been well. 60% of children in the world were affected disasters, while women and girls are 14 times higher risk of death than men and boys in disaster. The aim of this article is to explain the presence of children and women as a vulnerable group, morbidity and diseases which affects their resilience in facing disaster. This article uses a literature review and cases of floods as the methode. Secondary data analysis of disaster bulletins from National Disaster Management Agency. Using data summary of the flood victims by Region Disaster Management Agency and disaster management section of Health Office Banjar District. Effort to improve of children and women's resilience to disasters is still low. Of 768 disasters in Indonesia, 284 (36.97%) are flood with a number of victims is 137 and Internally Displaced Persons (IDPs) 676.414. Flood victims in Astambul District Banjar is 498 people, which in women 269 (54,01%), men 229 (45,98%), children (boys and girls) 189 (37,95%). There is cases pregnance and birth on flood emergency response. Disaster prevention efforts are still less attention to children and women as a vulnerable group. Disaster risk reduction programs should pay attention to two aspects; prevention of natural disasters and increase community resilience to disaster readiness Debriefing can be done in school.
47 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013
Keywords : children and women, floods, disasters, vulnerable groups, preparedness.
PENDAHULUAN
pencegahan bencana, salah satunya dengan
Kejadian bencana meningkat dalam
peningkatan
ketahanan
masyarakat.
satu dekade ini di seluruh dunia. Bencana
Program Desa Tangguh Bencana di 60 desa
alam tercatat sebanyak 332 ditahun 2011
rawan bencana di Indonesia menjadi salah
dan
satu
jumlah
ini
sama dengan
rata-rata
upaya
kesiapsiagaan
kejadian bencana diantara rentang tahun
bencana.
2001 hingga 2010 sebanyak 384 kejadian.
sorotan
Korban pengungsian mencapai 244,7 juta
masyarakat terhadap bencana. Pengendalian
jiwa dengan korban meninggal sebanyak
bencana
30773 jiwa. China, Amerika, Philipina, India,
pengendalian risiko bahaya dan penguatan
dan Indonesia adalah lima negara dengan
ketahanan
frekuensi kejadian bencana terbanyak di
kesiapsiagaan
1
dunia .
Namun, adalah
yang
menghadapi
perlu
kerentanan
memiliki
dua
masyarakat
menjadi
sekelompok
aspek
yakni
sehingga
bencana
harus
upaya imbang,
terutama pada kelompok rentan. Bencana
Banjir merupakan bencana alam yang paling sering terjadi dalam satu dekade ini di dunia. Banjir menyebabkan 53000 orang meninggal.
Di
Indonesia,
alam bisa saja terjadi, tetapi tidak disebut bencana
ketika
masyarakat
mampu
2,6
menghadapinya .
bencana
Kerentanan
adalah
orang
yang
hidrometeorologi mendominasi selama 2013.
memiliki karakteristik tertentu dan tinggal di
Tercatat
daerah
768
kejadian
bencana
hingga
rawan
bencana
yang
membuat
September 2013 dengan 36,97% kejadian
mereka lebih terancam bahaya dibanding
banjir. Korban banjir mencapai angka ratusan
masyarakat
ribu
kerentanan
ini
menyatakan
kerentanan
jiwa
dan
kerugian
yang
ditaksir
2,3
mencapai triliyunan rupiah . Kejadian
bencana
akan
terus
tersebut,
lainnya.
Namun,
belum
misalnya
difinisi
cukup bagi
untuk
kelompok
anak-anak
karena
meningkat seiring dengan perubahan iklim
banyaknya jumlah mereka yang menjadi
yang berpengaruh pada lingkungan. Tahun
korban tetapi tidak semua anak dimasukkan
2050, diperkirakan jumlah populasi yang
sebagai kelompok rentan. Kelompok rentan
rentan terhadap banjir ada dua miliyar orang
seperti ini dimasukkan ke kelompok yang
bahkan terhadap
lebih. banjir
Masyarakat akan
yang
rentan
berpotensi
meningkat
seiring
rentan
rentan.
diartikan
sebagai
berpotensi karakteristik
dengan banyaknya penduduk yang berdiam
kelompok
di dataran rendah, pengaruh perubahan
digolongkan sebagai umur tertentu dan etnik,
iklim, penggundulan hutan, dan peningkatan
dimana kelompok ini biasanya merupakan
4,5
permukaan air laut . Peningkatan kejadian bencana harus diimbangi dengan upaya kesiapsiagaan dan
dalam
Kelompok
masyarakat
yang
kelompok mayoritas dan memiliki satu atau lebih
karakteristik.
pertimbangan
untuk
Tiga
hal
memasukkan
menjadi suatu
48 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013
kelompok
pada kelompok
memiliki
keterbatasan
rentan,
yakni
meningkatnya kasus berat bayi lahir rendah
atau
pada masa bencana. Akses ke pelayanan
kekurangan fisik (cacat, bayi, dan anak),
kesehatan dan tingginya stress pada masa
memiliki
daya
bencana mempengaruhi keadaan ibu hamil
(masyarakat miskin dan pengangguran), dan
dan melahirkan yang menyebabkan berat
memiliki pengetahuan dan pengalaman yang
bayi lahir rendah atau pun kematian bayi.
mental
keterbatasan
sumber
7
rendah (anak, orang buta huruf, turis asing) . Akibat
perang
bencana
kurang
konflik
memperhatikan kelompok berpotensi rentan
menyebabkan dua juta anak meninggal dan
seperti anak-anak dan perempuan padahal
enam juta lebih mengalami luka-luka. 60
jumlah mereka yang menjadi korban selalu
persen
tinggi .
anak-anak
dan
Kesiapsiagaan
di
dunia
merupakan
3,7
korban bencana sedangkan perempuan dan
Kalimantan Selatan adalah salah satu
anak perempuan berisiko 14 kali lebih besar
provinsi di Indonesia yang masuk dalam
mengalami kematian dari laki-laki dan anak
daerah rawan bencana banjir. Dari 13
laki-laki pada kondisi bencana. Pada setiap
kabupaten
bencana biasanya terdapat lima persen dari
kabupaten merupakan daerah rawan banjir.
jumlah korban adalah wanita hamil dan
Bahkan telah ditetapkan 1000 desa di
wanita pada umur produktif (15-44 tahun)
Kalimantan selatan rawan banjir diantaranya
4,8
bersamaan dengan bayinya .
di
Kalimantan
Selatan,
10
550 desa merupakan desa langganan banjir.
Perempuan menjadi korban bancana,
Korban banjir di Kalimantan selatan lebih dari
umumnya karena sebagian besar wanita
10.000 jiwa dan merusak banyak rumah dan
tinggal di rumah sedangkan laki-laki pergi
lahan
bekerja
bencana banjir awal tahun 2013 ditetapkan
ketika
terjadi
bencana.
Banyak
wanita menjadi korban karena berusaha menyelamatkan
anak-anak
dan
pertanian.
Di
kabupaten
Banjar, 10
masa tanggap darurat hingga dua minggu .
kerabat.
Tulisan
ini
bertujuan
menjelaskan
Selain itu, lebih banyak pria yang bisa
keberadaan anak dan perempuan sebagai
berenang dan memanjat pohon dari pada
kelompok rentan, kesakitan dan penyakit
wanita sehingga wanita lebih rentan karena
yang
9
tidak bisa menyelamatkan diri . Kerentanan
masyarakat
mempengaruhi
dalam dan
banjir
menghadapi
merekomendasikan
ketahanan bencana, upaya
mereka dan
peningkatan
memiliki hubungan yang signifikan. Dampak
ketahanan bagi mereka. Selain itu, bencana
banjir menyebabkan 50 persen kematian
banjir telah menjadi bencana yang hadir
meningkat
setiap tahun di Kabupaten Banjar sehingga
pada
tahun
pertama
diiringi
banyaknya kasus penyakit menular, antara
perlu
lain
bencana, keberadaan kelompok rentan, dan
hepatitis
leptospirosis,
E,
penyakit
dan
pencernaan,
rendahnya
higien
diketahui
bagaimana
penanganan
upaya pelayanan kesehatan.
masyarakat. Bahkan, tekanan stress pasca banjir masih didapat hingga dua tahun setelahnya (8,6 persen â&#x20AC;&#x201C; 53 persen). Ada hubungan
signifikan
antara
banjir
dan
METODE Analisis data sekunder dari buletin bencana Badan Nasional Penanggulangan
49 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013
Bencana tahun 2013 untuk mengetahui
perempuan dan anak sebagai kelompok
jumlah kejadian bencana, jenis bencana, dan
rentan menggunakan telaah pustaka dan
rekapitulasi jumlah korban. Menggunakan
kasus bencana banjir mengenai konsep
rekapitulasi data korban banjir dari Badan
kerentanan dalam kesiapsiagaan bencana.
Penanggulangan
HASIL
bagian
penanggulangan
Kesehatan korban
Bencana
bencana
Kabupaten
bencana
Daerah
Banjar,
banjir
Bencana Banjir di Indonesia
Dinas
terutama
Awal
tahun
2013,
Indonesia
Kecamatan
menghadapi bencana nasional banjir Jakarta.
Astambul untuk mengidentifikasi korban dan
Hingga triwulan pertama telah terjadi 302
upaya
penanganan
pemerintah
lakukan
kesehatan.
di
dan
bencana
yang
bencana yang artinya dalam sehari rata-rata
termasuk
sektor
terjadi tiga kejadian bencana di Indonesia.
Identifikasi
keberadaan
Banjir juga terjadi
Tabel 1 Jumlah kejadian bencana di Indonesia hingga september 2013 Jenis Bencana
Bulan
Total
Jan
Peb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agu
Sep
Banjir *
36
33
28
45
37
31
49
12
13
284
Banjir dan Tanah Longsor*
2
1
4
2
5
6
4
1
2
27
Kecelakaan Transportasi
3
1
1
2
4
4
3
4
22
dan Industri Tanah Longsor*
25
18
17
26
24
24
24
7
6
161
Puting Beliung*
43
35
42
28
26
20
9
13
9
225
Gelombang Pasang*
9
1
4
1
5
21
Gempa Bumi
1
1 1
Gunung Meletus
3
2
1
5 1
Kekeringan Kebakaran
1
Aksi terorisme/ Kerusuhan
1
Total
120
1
1
5
11
11
2
4
1 87
95
103
94
88
89
2 39
53
768
Ket. * Bencana Hidrometeorologi 93,48% Sumber: Buletin Bencana BNPB Januari-September 2013
Tabel 2 Rekapitulasi data korban banjir di Kecamatan Astambul, Kabupaten Banjar Januari 2013 Korban
Jenis Kelamin
Jumlah Korban %
50 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013
Balita
Anak
Dewasa
Lansia
Laki-laki
14
2,81
Perempuan
17
3,41
Laki-laki
72
14,45
Perempuan
86
17,26
Laki-laki
128
25,70
Perempuan
132
26,50
Laki-laki
15
3,01
Perempuan
34
6,82
Total
498
100
Sumber: BPBD Kabupaten Banjar
di Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan pada bulan Januari yang juga menyebabkan
Korban terdampak bencana banjir di
keluarnya putusan kepala daerah untuk
Kecamatan
masa tanggap darurat. Banjir bandang juga
berjumlah 498 jiwa dengan jumlah korban
terjadi di Papua yang menelan korban jiwa.
perempuan
Hingga
memasuki
awal
musim
Astambul
269
Kabupaten
(54,01%),
Banjar
laki-laki
229
(45,98%), anak (laki-laki dan perempuan)
kemarau di bulan Juli 2013, bencana banjir
189 (37,95%).
masih mendominasi di beberapa wilayah
Kesiapsiagaan dan Penanganan Banjir di
Indonesia, selain itu disusul tanah longsor
Kabupaten Banjar
dan
angin
putting
hidrometeorologi
beliung.
(Banjir,
tanah
Bencana longsor,
Sistem Kabupaten
penanganan Banjar
yang
bisa
banjir
dikatakan
terbangun
baik.
angin puting beliung, gelombang pasang)
Sistem
mendominasi hingga 93,48 persen kejadian
mengamati kenaikan air sungai dari hulu
bencana yang terjadi di Indonesia (table 1).
yakni dari Kecamatan Pengaron, jika terjadi
Korban dan Dampak Banjir di Kabupaten
tanda-tanda akan banjir maka Kecamatan
Banjar
Pengaron
akan
adalah
di
dengan
memberitahukan
pada
Bencana Banjir berulang terjadi di
kecamatan-kecamatan yang berada di hilir
Kabupaten Banjar diakibatkan meluapnya
untuk melakuan siaga bencana. Kabupaten
sungai Riam Kiwa. Ketinggian air mencapai
Banjar
1,5 meter dan menyebabkan banjir hingga
menghadapi bencana di
sepuluh kecamatan meliputi 129 desa. Banjir
Setiap kecamatan memiliki forum masyarakat
menyebabkan 4944 rumah dan 50 sekolah
peduli penanganan banjir.
terendam. Badan Penanggulangan Bencana
Pelayanan
Daerah Kabupaten Banjir merilis data korban
Banjir
bencana
Januari
Kesehatan
Tangguh
untuk
Desa Lawiran.
Masa
Bencana
Untuk kesiapsiagaan sektor kesehatan,
bencana
setiap puskesmas telah memiliki protap tim
berdasarkan jenis kelamin dan kelompok
gawat darurat dan cadangan logistik untuk
umur di dapat dari data korban bencana
pelayanan kesehatan pada masa bencana.
banjir di Kecamatan Astambul (tabel 2)
Setiap
untuk
pada
Desa
2013,
terlengkap
banjir
memiliki
korban
puskesmas
di
kecamatan
akan
51 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013
melakukan koordinasi dengan bidan desa
merupakan hasil dari struktur politik dan
yang
sosial ekonomi serta kapasitas individu yang
daerahnya
terkena
menentukan lokasi
yang
banjir
untuk
aman sebagai
berpengaruh
dan
lembaga
sosial
yang
penempatan pos kesehatan. Selain itu, Pos
berdaptasi dengan risiko bahaya. Dalam
pelayanan
pemerintah
suatu sistem sosial masyarakat pinggiran
kabupaten banjar telah ditetapkan BPBD dan
sungai, banjir bisa saja dianggap sebagai
Dinas Kesehatan di Desa Sungai Rangas
sesuatu yang sederhana dan seketika berlalu
dengan pertimbangan aman dan kemudahan
dan
akses dari semua kecamatan. Penyakit yang
kesiapsiagaan alami atau warisan. Misalnya,
sering dikeluhkan adalah penyakit kulit dan
dengan membangun tiang rumah yang tinggi
ISPA. Ada kasus kehamilan dan melahirkan
atau
pada masa tanggap darurat banjir.
Kesiapsiagaan seperti ini masih belum cukup
PEMBAHASAN
untuk melindungi masyarakat dari ancaman
kesehatan
Hasil
analisis
dari
membangun
sudah
rumah
memiliki
tingkat
dua.
bencana, dimana pengaruh banjir sudah dari
menunjukkan bahwa bencana banjir menjadi
banyak hal. Pengurangan risiko bencana
ancaman tidak saja bagi kelompok rentan
harus
tetapi juga kelompok yang berpotensi rentan
mengurangi
yakni
peningkatan
bencana
dan
banjir
sedangkan
tulisan
mereka
ini
anak
dalam
biasanya
perempuan. akan
upaya
terus
Kejadian meningkat
kesiapsiagaan
dan
penguatan ketahanan anak dan perempuan belum
menjadi
penting
seimbang
dampak
risiko
dengan
bahaya
ketahanan
dan
masyarakat,
terutama kelompok anak dan perempuan yang paling banyak menjadi korban pada hampir semua bencana
12,6,13
.
dalam
Tabel 2 menunjukkan bahwa korban
bencana.
anak dan perempuan lebih banyak dari pada
Keunikan kelompok anak dan perempuan
laki-laki dan jumlah korban perempuan selalu
adalah
saling
lebih banyak dari pada laki-laki pada setiap
berhubungan (misalnya: ibu hamil yang
kelompok umur. Perempuan paling sering
stress pada masa bencana berdampak pada
berada di rumah pada saat bencana terjadi
bayi
dari
program
agenda
dilakuan
penanggulangan
yang
pertama,
mereka
yang dilahirkannya), kedua, terkait
perhatian
pada
kesehatan
pada
laki-laki
yang
banyak
reproduksi
menghabiskan waktu nya berada di tempat
perempuan yang masih rendah pada masa
kerja yang tidak berada pada wilayah rawan
bencana, ketiga, ketergantungan mereka
bencana.
pada keluarga, orang tua, atau pasangan
mendahulukan
sehingga penanganan mereka terkadang
kerabatnya
terhalang izin yang bertanggungjawab atas
bencana
11
mereka .
Perempuan
menolong
terlebih
terjadi.
memiliki
dahulu
Selain
itu,
anak pada
sikap dan saat
perempuan
kurang memiliki keterampilan berenang dan
Kerentanan memiliki tiga komponen
memanjat pohon sebaik laki-laki sehingga
yakni paparan, ketahanan, dan resistensi.
mudah menjadi korban arus banjir (Cutter et
Kerentanan menguat jika paparan diperkecil
al. 2003) (Lanka 2004).
sedangkan
ketahanan
dan
resistensi
diperkuat. Namun, ketiga komponen ini
Perempuan
memerlukan
pemulihan
yang lebih lama dan menghadapi masa yang
52 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013
lebih sulit pasca bencana dari pada laki-laki.
begitu juga dengan kurangnya perhatian
Stress yang meningkat pada masa bencana
orang tua pada permaian anak dan tempat
menjadi
kehamilan,
bermainnya menyebabkan anak terpapar zat
melahirkan, dan reproduksi wanita usia
berbahaya yang hanyut pada air banjir. Hal
produktif pada masa bencana. Hal ini jelas
ini menyebabkan anak lebih menderita lebih
berdampak pada janin, bayi, ataupun anak
banyak
yang sedang diasuh ibu. Anak-anak banyak
disamping daya tahan tubuh mereka yang
malnutrisi dikarena ibu mengalami malnutrisi
masih lemah. Penyakit akut seperti diare,
pada masa bencana banjir dan terjadi
demam, ISPA meingkat 9-18% pada anak
peningkatan 7% kasus bayi lahir rendah
usia
penyebab
gangguan
pasca bencana banjir. menyebabkan
Bencana banjir
di
bencana
dari
bawah
pada
lima
orang
tahun
di
tua,
masa
16,17
.
distribusi
Tiga hal yang menyebabkan anak lebih
tangga
rentan sakit pasca bencana adalah, pertama
mengeluhkan sulitnya mendapat makanan),
menerima dampak langsung dari orang tua
kesulitan memperoleh makanan (kesulitan
atau anggota keluarga yang lain. Dua, rusak
mendapat makanan yang berkualitas 88%
atau
dikeluhkan), keterbatasan kemampuan beli,
kesehatan sehingga anak sulit mendapat
dan sulitnya akses ke fasilitas kesehatan dan
pelayanan
reproduksi menurun sehingga menyulitkan
angka imunisasi menurun drastis 18% pada
ibu untuk menjaga kesehatannya dan anak
masa
14,15,16
.
permintaan pada layanan kesehatan karena
Tabel 2 juga menunjukkan rusaknya 50
pendapatan yang menurun atau dihabiskan
makanan
sehat
menurunnya
penyakit
(70%
rumah
buah sekolah akibat banjir padahal sekolah adalah
tempat
anak
menghabiskan
sulitnya
akses
imunisasi
bencana.
menuju
pelayanan
misalnya.
Ketiga,
Cakupan
menurunnya
untuk memperbaiki rumah yang rusak
30
Keberadaan
dan
perempuan
dalam
tempat belajar dan bermain serta kehilangan
merupakan hal yang harus dipetakan dan
waktu
sadari bahwa mereka adalah kelompok yang
teman
sebayanya.
masyarakat
.
persen waktunya. Anak akan kehilangan
bersama-sama
sebuah
anak
8,16
berpotensi
terjadi karena pada saat bencana anak
memiliki syarat untuk dikatakan sebagai
berada di sekolah (di luar perlindungan orang
kelompok rentan, seperti kelemahan fisik,
tua). Di lain sisi, kelompok anak adalah
pengetahuan
kelompok yang mudah diintervensi karena
ketergantungan yang erat dengan anggota
30% waktu anak berada di grup formal
keluarga yang lain .
sehingga
pendidikan
untuk
yang
rentan.
rentan
Banyaknya korban anak pada masa bencana
(sekolah)
lebih
yang
kurang,
Mereka
dan
7
bencana
Penyebaran penyakit, masalah gizi dan
dapat dilakukan di sekolah. Pengetahuan
psikis
anak yang rendah terhadap penyelamatan
perempuan harus menjadi agenda kebijakan
dirinya
bisa
selanjutnya dalam persiapan dan mitigasi
menyelamatkan diri dan menjadi korban
bencana. Buku pedoman penangulangan gizi
bencana.
anak pada masa dan pasca bencana dan
menyebabkan
Kehilangan
anak
tidak
tempat
bermain
menyebabkan anak bermain di area banjir,
anak,
pedoman
dan
kesehatan
kesehatan
reproduksi
reproduksi
masa
53 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013
bencana
harus
diterjemahkan
kepada
kumpul yang aman. Upaya pengurangan
pelaksana di daerah dan masyarakat sebagai
risiko bencana dan peningkatan ketahanan
upaya peningkatan ketahanan anak dan
masyarakat juga diberikan dengan cara
perempuan.
mereka
Pelatihan
relawan
untuk
yang
dekat
dengan
lingkungan
mendampingi anak pasca bencana perlu
mereka. Masyarakat dikatakan mandiri dalam
diintegrasikan dengan pengelola bencana
penanggulangan bencana jika masyarakat
3
masing-masing daerah . Diperlukan
mengupayakan
training
pengelolaan,
petugas,
dan pengawasannya sendiri, juga terbentuk
dokter, dan tenaga kesehatan yang fokus
lembaga dan organisasi, adanya gerakan
untuk memberikan perhatian pada kebutuhan
kemasyarakatan,
dan
kegiatannya
kesehatan
untuk
pendanaan,
anak-anak
pada
masa
mampu
dan
mengontrol
melakuan
evaluasi.
bencana. Beberapa pelajaran yang bisa
Penggunaan nilai norma masyarakat dapat
diberikan
menimbulkan keinginan untuk berpartisipasi
seperti
penilaian
epidemioolgi
cepat, triase, penilaian cepat status kurang
dalam
gizi,
seseorang akan merasa malu jika anak dan
kesiapsiagaan
individu
dalam
penanggulangan
menghadapi bencana, menyusui, sex dan isu
para
gender. Upaya komunikasi menggunakan
penanggulangan
SMS
oleh
bidan
desa
kepada
kepala
tetangganya
banjir.
Misalnya,
terlibat
bencana
dalam
tetapi
dirinya
18
tidak .
puskesmas untuk mengabarkan gambaran
Sistem surveilans pada masa bencana
bencana banjir yang melanda desa sudah
memerlukan reaksi cepat sedangkan sistem
baik dan cepat. Namun, diperlukan pemetaan
surveilans pada masa pemulihan dapat
serta
dan
berjalan seperti surveilans pada kondisi
melahirkan pada masa bencana yang perlu
biasa. Surveilans pada masa bencana dapat
diketahui oleh semua warga desa terutama
menggunakan
keluarga yang memiliki ibu hamil. Hal ini
dikumpulkan oleh masyarakat (Community
bertujuan
Assesment for Public Health Emergency
sistem
rujukan
rujukan
untuk kelahiran
kehamilan
mengurangi pada
masa
kepanikan bencana
Response).
informasi
dan
data
Masyarakat
pemahaman
dicegah. Selain itu diperlukan simulasi untuk
melaporkan anak, perempuan usia produktif,
menguji
dan perempuan hamil yang ada di daerah
sistem
rujukan
yang
telah
ditentukan .
kesadaran
diberikan
sehingga kematian ibu dan bayi dapat
17
dan
yang
untuk
mereka kepada pos pelayanan kesehatan
Upaya kesiapsiagaan komunitas yang
pada masa bencana sehingga kelompok
sudah terbangun harus terus mengggali
rentan bisa mendapat perhatian. Setiap desa
pemahaman masyarakat mengenai risiko
langganan
banjir di daerah mereka dan bagaimana
perencanaan rujukan maternal dan harus di
tanggapan
menghadapinya.
publikasikan kepada masyarakat sehingga
Perempuan yang kerap tinggal di rumah
terbangun sistem rujukan kesehatan ibu,
harus dibekali kemampuan mengevakuasi
anak, dan melahirkan pada masa bencana .
barang
KESIMPULAN
dan
mereka
keperluan
personalnya
jika
banjir,
harus
memiliki
8
seketika terjadi bencana dan menuju titik
54 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013
Upaya
penanggulangan
bencana
3. Bagi Universitas yang ada di wilayah
masih kurang memperhatikan anak dan
sekitar
perempuan sebagai kelompok rentan. Anak
mahasiswa
dan perempuan adalah kelompok rentang
penanggulangan
yang unik dimana mereka berada dalam
korban banjir, dan rehabilitasi bagi anak-
tanggung
jawab
keluarga
anak korban banjir.
kerentanan
mereka
bisa
di
sehingga dapat
dari
4. Bagi
untuk
lebih
melibatkan
dalam
upaya
banjir,
perlindungan
Universitas,
dampak yang diperoleh dari keluarga, ibu,
berulang
dapat
atau
menyusun
skenario
pasangan
perempuan
mereka.
harus
diberikan
Anak
dan
pendidikan
manajemen
kejadian
banjir
digunakan
untuk
nyata
mengenai
bencana
sebagai
bagaimana menyelamatkan diri pada masa
pembelajaran mahasiswa di Kalimantan
bencana.
risiko
Selatan.
bencana harus memperhatikan dua aspek;
REFERENSI
Program
pengurangan
pencegahan bencana alam dan peningkatan
1. Guha-sapir, D. et al., 2012. Annual
ketahanan masyarakat. Masyarakat harus
Disaster Statistical Review 2011 The
dilibatkan
numbers
dalam
upaya
peningkatan
and
trends.
In
Annual
ketahanan anak dan perempuan terhadap
Disaster Statistical Review 2011.
bencana sehingga tidak saja mereka yang
Belgium: Centre for Research on the
mampu
Epidemiology of Disaster (CRED).
melindungi
diri
mereka,
tetapi
memahami
2. BNPB, 2013. Info bencana edisi
perlindungan terhadap anak dan perempuan,
September 2013. Badan Nasional
misalnya hubungan antara penyakit ibu
Penanggulangan
dengan
(September), pp.1–4.
masyarakat
juga
status
mampu
kesehatananak
serta
Bencana,
kesehatan reproduksi ibu dan kesehatan
3. Alderman, K., Turner, L.R. & Tong,
anak. Pembekalan kesiapan anak terhadap
S., 2012. Floods and human health :
bencana dapat dilakukan disekolah.
A systematic review. Environment
SARAN
International, 47, pp.37–47. Available
1. Bagi Pemerintah Kabupaten Banjar agar
at:
lebih
memperhatikan
peningkatan
ketahanan anak dan perempuan dalam program penanggulangan banjir berbasis
http://dx.doi.org/10.1016/j.envint.201 2.06.003. 4. UNU,
2004.
masyarakat yang telah dikembangkan,
TwoBillionPeopleVulnerableto Floods
terutama
by2050:NumberExpectedtoDoubleor
perlindungan
ibu
hamil,
melahirkan, dan penyakit bawaan banjir
MoreinTwo Generations, 5. UNICEF, 2002. The state of the
pada anak. 2. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Banjar
world’s children report,
rujukan
6. Keim, M.E., 2008. The Public Health
perawatan anak dan ibu pada masa
Impact of Extreme Weather Events.
banjir.
American
agar
lebih
memperhatikan
Journal
of
Preventive
Medicine, 35(5), pp.508–516.
55 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013
7. Vink, K. & Takeuchi, K., 2013. International measures
comparison taken
for
of
vulnerable
people in disaster risk management laws.
International
Journal
of
Disaster Risk Reduction, 4, pp.63– 70.
Available
at:
http://pdj.sagepub.com/cgi/doi/10.11 91/1464993403ps049ra
[Accessed
October 20, 2013]. 13. Ii, B.L.T. et al., 2003. A framework for vulnerability analysis in sustainability science. PNAS, 100(14). 14. Cutter, S.., B.J, B. & Shirley, L..,
http://linkinghub.elsevier.com/retrieve
2003.
/pii/S2212420913000137 [Accessed
environmental
October 22, 2013].
Science Quarterly, 84(2), pp.242–
8. Horney, J. et al., 2012. Cluster sampling with referral to improve the
Social
vulnerability hazards.
to
Social
260. 15. Goudet, S. et al., 2011. Pregnant
efficiency of estimating unmet needs
women’s
among pregnant and postpartum
workers' perceptions of root causes
after
Women’s
disasters.
Health
and
community
health
of malnutrition among infants and young children in the slums of
Issues, 22(3), pp.253–257. 9. Lanka, S., 2004. The tsunami ’ s
Dhaka,
Bangladesh.
American
impact on women. , (December),
Journal Public Health, 101, pp.1225–
pp.1–14.
33.
10. Handian,
D.,
2013.
Kabupaten
16. Shimi, A. et al., 2010. Impact and
Banjar termasuk dalam data base
adaptation to flood. A focus on water
daerah
supply,
rawan
banjir
BMKG,
problems
Banjarbaru. 11. Datar, A. et al., 2013. Social Science & Medicine The impact of natural disasters
sanitation
on
child
health
of
rural
Bangladesh.
and
health
community
Disater
in
Preventive
Management, 19(298–313).
and
17. Olness, K. et al., 2005. Training of
investments in rural India. Social
health care professionals on the
Science & Medicine, 76, pp.83–91.
special needs of Children in the
Available
Management
at:
of
Disasters:
http://dx.doi.org/10.1016/j.socscimed.
Experience in Asia, Africa, and Latin
2012.10.008.
America.
12. Few, R., 2003. Flooding, vulnerability and
coping
responses
to
strategies: a
global
Ambulatory
Pediatrics,
6038, pp.244–248.
local
18. Motoyoshi,
threat.
perception
T., of
2006. flood
risk
Progress in Development Studies,
community-based
3(1),
preparedness. , pp.121–134.
pp.43–58.
Available
at:
Public and
disaster
56 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013
FAKTOR NON INSENTIF UNTUK RETENSI TENAGA KESEHATAN
Tinjauan Pustaka
Madelina Ariani S2 Kebijakan Manajemen Pelayanan Kesehatan Prodi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada madelinaariani@yahoo.com ABSTRAK
Krisis tenaga kesehatan di Indonesia meliputi jumlah dan distribusi yang tidak merata. Upaya pemerataan tenaga kesehatan dilakukan dengan penugasan khusus dan retensi tenaga kesehatan di daerah terpencil, perbatasan, dan kepulauan (DTPK) dilakukan dengan penugasan khusus, pemberian insentif, dan memperpendek masa penugasan, namun, kebijakan ini belum menjadi daya tarik. Faktor kelengkapan sarana prasarana, jaminan keselamatan, perhatian dari manajemen dan pemerintah daerah merupakan pertimbangan retensi tenaga kesehatan di DTPK selain gaji. Kualitas gaji, keberadaan fasilitas, dan dukungan manajer turut mempengaruhi niat calon tenaga kesehatan untuk bekerja di DTPK. Faktor-faktor non insentif ini justru berpengaruh lebih kuat terhadap retensi tenaga kesehatan di DTPK. Tujuan penulisan ini untuk menunjukkan faktor-faktor non insentif yang bisa mempengaruhi pilihan dan retensi tenaga kesehatan di DTPK. Pembahasan dilakukan dengan penelusuran pustaka dan studi kasus dari publikasi ilmiah mengenai retensi tenaga kesehatan di negara-negara lain. Hasilnya banyak faktor non insentif yang memperkuat pertimbangan dan retensi tenaga kesehatan di DTPK yang harus diperhatikan baik oleh pemerintah pusat maupun daerah. Selain faktor yang berhubungan langsung dengan pekerjaan tenaga kesehatan tetapi juga sarana prasarana kehidupan tenaga kesehatan selama di DTPK. Rekomendasi ditujukan kepada pemerintah daerah agar berperan lebih dalam perencanaan kebutuhan dan memperhatikan tenaga kesehatan yang bertugas di daerahnya. Kata kunci: Tenaga kesehatan, retensi, DTPK, insentif, non insentif
ABSTRACK Health worker crisis in Indonesia include the amount and maldistribution.Equitable distribution of health workers efforts made by special assignment and retention in remote, border and island (DTPK) by special assignment, incentives, and shorten the duration of the assignment. However, this policy has not been the main attraction. Factors completeness infrastructure, assurance, and management attention from the local government is considered DTPK retention of health workers in addition to salary. Quality salaries, the existence of facilities, and managers support also influence the intentions of prospective health workers to work in DTPK. Non incentive factors are actually more powerful influence on the retention of health workers in DTPK. The purpose to demonstrate non-incentive factors that could affect the selection and retention of health workers in DTPK. Discussions conducted with the literature study and case studies of journal publications regarding the retention of health workers in other countries. The results are a lot of factors that strengthen the consideration of non-incentive and retention of health workers in DTPK that must be considered by both the central and local governments. In addition to factors directly related to the work of health professionals but also the life of infrastructure for health workers in DTPK. Recommendations addressed to local governments to participate more in planning and attention to the needs of health personnel on duty in the area. Keyword: Health worker, tenaga kesehatan, remote area, insentive, non insentive
57 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013
PENDAHULUAN
pengembangan karir,
Indonesia termasuk dari 57 negara di dunia
yang
kesehatan
mengalami
menurut
kesehatan
WHO.
meliputi
distribusinya.
tenaga
penyelesaian ini kurang menarik bagi tenaga
Krisis
tenaga
kesehatan untuk bertahan di DTPK. Padahal
jumlah
maupun Indonesia
memberikan tantangan yang berbeda dalam krisis
masa penugasan (3 â&#x20AC;&#x201C; 6 bulan). Namun,
krisis
Geografis
menghadapi
dan memperpendek
tenaga
anggaran
yang
dikeluarkan
untuk
perencanaan dan pelaksanaan retensi tenaga kesehatan tidak sedikit.
1,4
Kesehatan
Permasalahan serupa terjadi juga di
dibanding negara lain.Padahal keberadaan
negara maju seperti di Amerika serikat dan
tenaga
kesehatan
Canada.
hingga
80%
memberikan dalam
pembangunan kesehatan.
kontribusi
keberhasilan
1
penyebab
kesehatan.
Tidak
9%
dokter
yang
mau
ditempatkan di DTPK, padahal 20% penduduk Amerika Serikat tinggal sana. Sedangkan di
Negara kepulauan menjadi salah satu faktor
Hanya
maldistribusi semua
tenaga
hanya 9,3% dokter yang mau ditempatkan
dan
disana. Berdasarkan laporan WHO 2010
daerah di Indonesia memiliki akses yang
diketahui hanya 38% perawat dan 25% dokter
mudah untuk dijangkau dan kelengkapan
yang mau ditugaskan di DTPK, sisanya
fasilitas kehidupan. Hal ini menjadi tantangan
memilih bekerja di wilayah perkotaan dan
dalam
sekitarnya.
penempatan
kepulauan
Canada 24% penduduk tinggal di DTPK tetapi
tenaga
kesehatan
di
daerah terpencil. Padahal negara sangat memahami
mengenai
hak
setiap
warga
1,5,6
Insentif
merupakan
untukmenarik minat tenaga kesehatan bekerja
negara untuk mendapatkan pelayanan dan
di
jaminan kesehatan.
penambahan
tunjangan
daerah.
ini
Upaya kesehatan
peningkatan dilakukan
jumlah
daerah
terpencil.
Hal
Apalagi dari
menarik
dengan pemerintah
minat
tenaga
pembukaan
kesehatan baru untuk bertugas, mendapatkan
fakultas dan program studi kesehatan di
pengalaman, serta berkemungkinan untuk
seluruh
upaya
diangkat sebagai pegawai negeri sipil. Hal ini
pemerataan tenaga kesehatan melalui masa
terbukti dengan meningkatnya calon pelamar
bakti,
setiap tahunnya.Di Papua sebagai salah satu
Indonesia.
insentif,
Peraturan
dengan
tenaga
umpan
Sedangkan
dan
penempatan Kesehatan
Indonesia
1231/Menkes/XI/2007
tentang
ditetapkan
Penugasan Khusus Sumber Daya Manusia
Kesehatan
Kesehatan.
Menkes/SK/I/ 2010 tentang Pemberian Insentif
nomor
Menteri
khusus.
Namun,
kesehatan
untuk
kemauan tetap
tenaga
berada
atau
daerah regional I
bagi
Indonesia Timur yang
dalam
Keputusan
Indonesia
Tenaga
Kesehatan
Menteri
nomor
dalam
156/
Rangka
memperpanjang masa penugasannya sangat
Penugasan Khusus di Puskesmas DTPK, dari
minim. Sehingga tingkat kekosongan tenaga
tahun 2010 ke 2011 mengalami peningkatan
kesehatan di daerah terpencil, perbatasan,
pelamar
dan kepulauan (DTPK) tinggi. Upaya dilakukan
retensi
dengan
1,2,3
tenaga
tenaga
kesehatan
penugasan
khusus. Meski demikian tetap terdapat kasus kesehatan
pemberlakuan
insentif,
tenaga kesehatan penugasan khusus yang berhenti
di
tengah
kontrak
dan
tidak
58 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013
memperpanjang kontrak lagi meski insentif
PEMBAHASAN
dan tunjangan diberikan. Akhirnya DTPK
Berbagai Upaya dari Kementrian
kembali kekosongan tenaga kesehatan dan
Kesehatan
pemerintah kembali mengadakan rekrutmen
Perhatian
pemerintah
Indonesia
tenaga kesehatan, dimana biaya rekrutmen
terhadap pemerataan tenaga kesehatan telah
lebih besar satu setengah kali dari pada biaya
dimulai sejak tahun 60-an. Guna memenuhi
retensi tenaga kesehatan.
1,3
tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan DTPK,
Faktor kelengkapan sarana prasarana, jaminan
keselamatan,
manajemen
dan
perhatian
pemerintah
dari daerah
merupakan pertimbangan rentensi bagi tenaga 7
pemerintah
menetapkan
Undang-Undang
nomor 8 tahun 1961 tentang Wajib Kerja Sarjana.
Undang-Undang
ini
mewajibkan
setiap sarjana mengabdikan diri sekurang â&#x20AC;&#x201C;
kesehatan di DTPK selain gaji. Begitu juga
kurangnya 3 tahun pada negara. Dilanjutkan
dengan
Undang-Undang nomor 6 tahun 1963 tentang
survey
mahasiswa
yang
dilakukan
kesehatan
kepada
tingkat
akhir
Tenaga
kesehatan.
Undang-undang
ini
(pendidikan dokter, keperawatan, farmasi, dan
mengatur jenis tenaga kesehatan, syarat-
analis
syarat dan izin bagi tenaga kesehatan.
laboratorium)
fasilitas,
bahwa
dan
kualitas
dukungan
gaji,
manajer
mempengaruhi mereka untuk memutuskan 8
Kebijakan
wajib
kerja
1,10
bagi
sarjana
kemudian ditindaklanjuti dengan penetapan
bekerja di DTPK. Di DTPK tenaga kesehatan
Peraturan
merasa beban kerja yang lebih tinggi, isolasi
tentang Masa Bakti dan Praktik Dokter dan
professional, hilangnya locum (pendapatan
Dokter Gigi. Di dalamnya mewajibkan seluruh
sampingan),
kematian
dokter, dokter gigi, dan dokter spesialis baik
karier. Ketidakpuasan dan kekhawatiran yang
yang lulus di dalam maupun luar negeri untuk
dirasakan tenaga kesehatan di DTPK harus
mengikuti pengabdian kepada negara. Masa
diminimalkan
pengabdian ditentukan maksimal 5 tahun,
dan
kekhawatiran
dengan
kebijakan
sistem
5,9
kesehatan.
Pemerintah
no.1
tahun
1988
kecuali untuk daerah-daerah tertentu yang
Kebijakan
penempatan
tenaga
ditetapkan oleh kementerian kesehatan. Masa
kesehatan khusus ke DTPK dan kebijakan
pengabdian
retensi tenaga kesehatan harus diimbangi
kesehatan milik pemerintah ataupun swasta
dengan
kesehatan,
yang ditunjuk pemerintah, perguruan tinggi
terutamaalat-alat kesehatan dan perobatan
sebagai staff pengajar, dan di lingkungan
dalam
Angkatan
pengadaan
memberikan
fasilitas
pelayanan
kesehatan
secara menyeluruh. Perhatian dari manajer di DTPK dan daerah harus juga dilakukan. Dengan
demikian
dilakukan
Bersenjata
di
Republik
sarana
Indonesia
1
Muncul kemudian Keputusan Presiden
tenaga
nomor 37 tahun 1991 tentang Pengangkatan
kesehatan menjadi loyal dalam memberikan
Dokter sebagai Pegawai Tidak Tetap dan
pelayanan
nomor 23 tahun 1994 tentang Pengangkatan
kesehatan
Indonesia di DTPK.
harapannya
(ABRI).
bisa
bagi
masyarakat
7,9
Bidan sebagai Pegawai Tidak Tetap. Dengan adanya
dua
keputusan
presiden
ini
memperkenankan tenaga dokter, dokter gigi,
59 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013
atau bidan untuk memilih berkarir sebagai
Bakti dan Cara Lain dikeluarkan. Dengan
pegawai negeri sipil, sebagai anggota ABRI,
demikian, Program dokter dan dokter gigi
sebagai karyawan swasta atau berpraktik
sebagai PTT berubah menjadi sukarela dari
mandiri
yang awalnya wajib.
setelah
pengabdiannya.
menyelesaikan
1,10
1
Undang-Undang nomor 17 tahun 2007
Berlanjut
pada
ditetapkanlah
masa
tahun
Undang-Undang
1992,
nomor
23
tentang
Rencana
Panjang
Pembangunan
Nasional
(RPJPN)
Jangka
2005-2025
tentang Kesehatan yang menyatakan bahwa
mengamanatkan
pemerintah mengatur penempatan tenaga
diarahkan untuk meningkatkan kesadaran,
kesehatan
pemerataan
kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi
pelayanan kesehatan melalui masa bakti dan
setiap orang agar dapat terwujud peningkatan
cara lain sebagai sarana pendayagunaan
derajat kesehatan masyarakat. Tersusun pula
penempatan
Rencana
dalam
rangka
tenaga
kesehatan.
Sebagai
pembangunan
Pembangunan
kesehatan
Jangka
Panjang
ditetapkanlah
Bidang Kesehatan (RPJPK) tahun 2005 â&#x20AC;&#x201C;
Peraturan Pemerintah nomor 32 tahun 1996
2025 sebagai penjabaran dari RPJPN 2005 â&#x20AC;&#x201C;
tentang Tenaga Kesehatan. Di dalamnya
2025,
mengatur
pengembangan
tindak
lanjut
kebijakan
tentang
kesehatan
pemerataan
yang
pengaturan
ini,
pelayanan
diupayakan
mengenai
melalui
perencanaan,
pengadaan, dan penempatan. Perencanaan tenaga
kesehatan
memperhatikan
disusun
faktor
jenis
satu
strateginya dan
dengan
pemberdayaan
sumberdaya manusia pada bidang kesehatan, meliputi
di
dalamnya
kesehatan yang merata.
dengan pelayanan
salah
distribusi
tenaga
10
Instruksi Presiden nomor 3 tahun 2010 tentang
Program
Pembangunan
yang
kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat,
Berkeadilan, pada Program Penurunan Angka
sarana kesehatan, dan jenis dan jumlah
Kematian
tenaga
Penempatan Tenaga Kesehatan Strategis di
kesehatan
kebutuhan
yang
pelayanan
sesuai
dengan
kesehatan.
Untuk
fasilitas
Ibu
telah
kesehatan
ditetapkan
terutama
Program
Puskesmas
penempatan tenaga kesehatan, pemerintah
kabupaten dan kota. Ditetapkannya Instruksi
dapat mewajibkan tenaga kesehatan untuk
Presiden
ini
ditempatkan pada sarana kesehatan tertentu
Menteri
Kesehatan
untuk jangka waktu tertentu yang dilakukan
1231/MENKES/PER/XI/2007
dengan cara masa bakti.
Penugasan Khusus Sumber Daya Manusia
Baru kemudian di tahun 2003, setelah
Kesehatan.
kurang lebih 42 tahun, terbitlah UndangUndang
nomor
13
tahun
2003
tentang
menjadi
penguat
Peraturan
Indonesia
nomor tentang
4
Program Penugasan Khusus Sumber Daya Manusia Kesehatan di DTPK merupakan
Ketenagakerjaan yang mencabut Undang-
salah
Undang nomor 8 tahun 1961 tentang Wajib
memenuhi ketersediaan tenaga kesehatan
Kerja Sarjana. Sebagai tindak lanjut maka
yang tersebar merata di seluruh wilayah
dibuatlah Peraturan Menteri Kesehatan nomor
Indonesia. Program penugasan khusus ini
1540/Menkes/Per/XII/2002
merupakan
tentang
Penempatan Tenaga Medis Melalui Masa
satu
kebijakan
bentuk
pemerintah
dari
untuk
pendayagunaan
sumber daya manusia kesehatan dalam kurun
60 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013
waktu tertentu untuk peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan.
4
Throught
Improves
Retention.
Dalam
kebijakan ini semua negara yang bergabung
Retensi merupakan usaha sistematis
diharuskan memberikan insentif yang layak
oleh manajamen untuk menciptakan dan
dan menjamin keselamatan dan kesehatan
mendorong lingkungan yang membuat pekerja
kerja tenaga kesehatan selama bertugas di
tetap bertahan ditempat mereka bekerja.
daerah terpencil. Untuk itulah Kementrian
Keberagaman suku, agama, budaya, dan
Kesehatan pada September 2011 menyusun
kebiasaan yang dimiliki masing-masing daerah
Rencana Pembangunan Tenaga Kesehatan
Indonesia bisa menjadi peluang sekaligus
Tahun 2011 â&#x20AC;&#x201C; 2025. Didalamya tertuang
penghambat
upaya
analisis
kesehatan.
Untuk
pemerataan
tenaga
tenaga
kesehatan
dan
Indonesia sekarang dan perkiraan hingga
menurunkan angka putus kerja bagi tenaga
tahun 2025, serta rancangan anggaran untuk
kesehatan yang ditugaskan di DTPKmaka
insentif tenaga kesehatan.
keluarlah
menghindari
ketersedian
Keputusan
Menteri
2,10
Kesehatan
Indonesia nomor 1235/MENKES/SK/XII/2007
Retensi Tenaga Kesehatan
tentang Pemberian Insentif bagi Sumber Daya
Retensi adalah upaya sistematis oleh
Kesehatan yang Melaksanakan Penugasan
majikan untuk menciptakan dan mendorong
Khusus.
lingkungan
Di
mengenai
dalam
peraturan
besaran
insentif
ini
diatur
yang
akan
yang
membuat
pekerja
tetap
bertahan di tempat mereka sedang bekerja. Di
diberikan kementrian kesehatan pusat kepada
dalam
tenaga kesehatan penugasan khusus berkisar
â&#x20AC;&#x153;Majikanâ&#x20AC;? yang dimaksud adalah kementrian
dari tujuh ratus ribu rupiah hingga tujuh juta
kesehatan dan pemerintah daerah. Di era
lima ratus ribu rupiah.
4
Keputusan Indonesia tentang
desentralisasi Menteri
nomor
Kesehatan
156/MENKES/SK/II/2010
Pemberian
sebuah
Insentif
bagi
Tenaga
sistem
ini,
kesehatan
kolaborasi
maka
keduanya
dibutuhkan untuk retensi tenaga kesehatan, Sehingga, sulitnya
desentralisasi penempatan
bukan
tenaga
alasan
kesehatan.
Kesehatan dalam Rangka Penugasan Khusus
Tantangan desentralisasi adalah kepekaan
di Puskesmas DTPK. Keputusan ini mengatur
wilayah
besaran
memperkuat akuntabilitas, dan menjaga aset
penugasan.
insentif
berdasarkan
Dengan
wilayah
regional regional
I
untuk
merencanakan
kebutuhan,
dan sarana yang dimilikinya. Kementerian
ditetapkan insentif sebesar Rp2.700.000,00
kesehatan
diluar gaji pokok dan Rp1.700.000,00 untuk
memberikan kewenangan kepada pemerintah
daerah yang ditetapkan sebagai regional II. Di
daerah untuk mengusulkan kebutuhan tenaga
nama
â&#x20AC;&#x201C;nama
kesehatan bagi DTPK di wilayahnya. Seiring
ditunjuk
untuk
dalamnya Puskesmas
juga
memuat
yang
sudah
menerima tenaga kesehatan penugasan ini. Era
Milenium
Development
2
Goals
(MDGs) maka WHO mengeluarkan Global Policy Recommendation Increasing Access to Health Workers in Remote at Rural Areas
dengan
sebagai
itu,
pemerintah
pemerintah
daerah
pusat
juga
memberikan perhatian dan jaminan kepada tenaga kesehatan yang bertugas di DTPK wilayahnya.
11,12
Manajer
di
fasilitas
pelayanan
kesehatan DTPK dan pemerintah daerah
61 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013
memberikan
perhatian
tenaga
Pemberian insentif kepada karyawan
kesehatan penugasan khusus. Salah satu
merupakan salah satu cara mempertahankan
harapan yang diinginkan tenaga kesehatan
seorang karyawan untuk tetap bekerja. Saat
adalah feedback, pengawasan bagi hasil
ini insentif yang diberikan untuk tenaga
tugasnya, dan reward yang layak. Sesuai
kesehatan dengan penugasan khusus adalah
dengan penelitian Chhea N di DTPK Kamboja,
Rp.1.700.000,00
dimana petugas kesehatan akan cenderung
untuk regional II dan I daerah penugasan.
tetap
Sedangkan
bekerja
mendapat
di
kepada
DTPK
karena
penghargaan
merasa
daerah
Rp.2.700.000,00
yang
tidak
termasuk
(job
regional I dan II tidak mendapatkan insentif.
description yang jelas dan apresiasi hasil
Bilangan insentif tenaga kesehatan yang
tugasnya) dari manajer di fasilitas pelayanan
disamaratakan menjadi tantangannya. Dimana
kesehatan di DTPK dan pemerintah daerah.
keadaan geografis dan kebutuhan hidup dan
11,5,9
daya beli suatu daerah berbeda-beda. Bisa Kebijakan retensi
pribadi
hingga
tenaga kesehatan
jadi gaji pokok ditambah insentif didaerah A
yang dilakukan oleh kementrian kesehatan
lebih mencukupi kebutuhan hidup tenaga
adalah:
2
kesehatan daripada di daerah B. Belum lagi
1. Pemberian
insentif
yang
kesenjangan desentralisasi, dimana daerah
meliputi
yang mampu akan memberikan tambahan
insentif, biaya transportasi, dan asuransi
tunjangan yang lebih besar kepada tenaga
kesehatan. Insentif non materi seperti
kesehatan
pengangkatan
bahkan tidak mampu memberikan tunjangan.
besarannya
penugasan
telah
materi
ditentukan
tenaga
khusus
kesehatan
sebagai
pegawai
negeri sipil.
sedangkan
ada
daerah
yang 2
Kemauan seorang tenaga kesehatan terus berada di wilayah terpencil tidak semata-
2. Pemberian penghargaan kepada tenaga
mata karena insentif. Berdasarkan penelitian
kesehatan yang berprestasi, loyal, dan
yang dilakukan oleh Irma Fitriyana Tahun
memberikan
2011 guna mengetahui pengaruh insentif
pelayanan
bermutu
bagi
masyarakat daerah terpencil.
terhadap retensi tenaga kesehatan di Papua,
3. Memberikan beasiswa pendidikan lanjutan untuk
meningkatkan
kualitas
mutu
pelayanan kesehatan tenaga kesehatan. 4. Pemberian
kewenangan
diketahui bahwa justru insentif non materi berupa
kesempatan
untuk
pengangkatan
sebagai pegawai negeri sipil merupakan faktor
dalam
utama yang mempengaruhi keputusan tenaga
menyelesaikan permasalahan kesehatan
kesehatan penugasan khusus untuk tetap
sesuai dengan kondisi daerah terpencil
tinggal dan bekerja di DTPK. Faktor lainnya
tersebut.
yang
5. Peningkatan jaminan keselamatan dan
mempengaruhi
kesehatan
penugasan
tenaga
khusus
untuk
kerjanya
adalah
kesehatan berupa tanggungan asurasi
memperpanjang
kesehatan bagi tenaga kesehatan. Lebih
kebijakan pemerintah dalam hal penempatan
luasnya adalah jaminan keamanan tenaga
tugas
kesehatan selama bekerja di daerah
pegawai negeri sipil. Faktor latar belakang
terpencil.
sosial
setelah
dan
masa
keputusan
mereka
status
diangkat
tenaga
menjadi
kesehatan
62 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013
(perkawinan, keluarga)
tempat
menjadi
kelahiran, hal-hal
sanak
yang
mempengaruhi retensi kemudian.
juga
1
juga mengeluhkan minimnya sarana di DTPK membuat
nyaman,
sebagian
seperti
tidak
mencukupi
bahkan
terkadang
gaji
pokokbisa tertunda berbulan-bulan. Padahal di
Tenaga kesehatan penugasan khusus
yang
DTPK. Juga keluhan mengenai insentif yang
merasa
minimnya
tidak
DTPK umumnya tenaga kesehatan tidak memiliki (locum).
sumber
penghasilan
yang
lain
1
peralatan
Dari beberapa penelitian dalam dan luar
kesehatan, tidak adanya listrik, ketersediaan
negeri bahwa pertimbangan retensi tenaga
air untuk kebutuhan sehari-hari yang tidak
kesehatan di DTPK adalah fasilitas yang baik,
memenuhi syarat kesehatan, berbagi rumah
dukungan manajer di pelayanan kesehatan,
dinas dengan pegawai negeri sipil
tunjangan,
atau
kepastian
mendapatkan
bahkan tidak mendapat rumah dinas di DTPK,
kesempatan
karir
dan minimnya alat transportasi yang diberikan
penugasan,
jaminan
kepada tenaga kesehatan penugasan khusus.
kesempatan
pendidikan.
Sebagian besar tenaga kesehatan penugasan
pemberian insentif hanya salah satu faktor
khusus di DTPK bertahan karena adanya
dalam mempengaruhi retensi. Dipertanyakan
harapan
kemudian efektifkah kebijakan insentif untuk
mengenai
kesempatan
diangkat
yang
bagus
selepas
keselamatan,
meningkatkan
sebagian lainnya memutuskan untuk berhenti
penugasan khusus? Pada kenyataannya biaya
ditengah
pengadaan
kerja
memperpanjang kontrak kerja.
atau
tidak
1,9,12
tenaga
tenaga
bahwa
menjadi pegawai negeri sipil. Sedangkan
kontrak
retensi
Terlihat
dan
kesehatan
kesehatan
penugasan
khusus, biaya insentif, pembinaan mereka cukup besar.Meski demikian insentif tetap
Masalah dan Kebijakan Bagi
tenaga
kesehatan
harus diberikan kepada tenaga penugasan penugasan
khusus tetapi disisi lain pemerintah juga harus
khusus yang berdomisili dekat dengan DTPK,
memperhatikan sarana, prasarana, fasilitas
memiliki keluarga di DTPK (bersuami atau
kesehatan DTPK.
beristri), atau putra putri daerah, penempatan
Penyediaan
1,7
sarana
pelayanan
di DTPK bukan hal yang sulit. Berbeda
kesehatan tidak saja nyaman untuk tenaga
dengan tenaga kesehatan penugasan khusus,
kesehatan yang bertugas tetapi juga sebagai
seorang siswa lulusan baru dari luar pulau
upaya
atau seorang siswa yang terbiasa dengan
diseluruh
kehidupan perkotaan dan kelengkapan sarana
pembangunan
prasarana dan fasilitas kesehatan. Hal ini
kesehatan Indonesia tercapai pada tahun
menjadi sesuatu yang berat baginya. Didaerah
2050, lantas apakabar dengan pemerataan
baru tenaga kesehatan akan menemukan
fasilitas
agama, suku, kebudayaan, dan kepercayaan
pemerataan sumber daya manusia kesehatan
yang baru, berpisah dengan keluarga, dengan
tanpa adanya pemerataan fasilitas pelayanan
fasilitas dan alat kesehatan yang minim untuk
kesehatan dan sarana keamanan bagi tenaga
melakukan upaya kesehatan. Inilah yang
kesehatan yang bertugas di DTPK. Jika hal ini
menambah beban kerja tenaga kesehatan di
dilakukan
pemerataan
fasilitas
Indonesia.
Jika
sumber
kesehatan?
terus
perencanaan
daya
Tentu
sama
kesehatan
sulit
saja
manusia
tercapai
dengan
63 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013
menempatkan para tentara tempur digaris
kesehatan yang berada di DTPK untuk tidak
terluar
mengusul pindah ke perkotaan.
pertahanan
perang
tetapi
tidak
5,7
memberikan mereka tembakan atau senjata KESIMPULAN
untuk menghadapi musuh. Permasalahan ini tidak bisa hanya menjadi
tanggung
kesehatan.
jawab
Fungsi
kementerian
banyak
faktor
yang
mempengaruhi tenaga kesehatan untuk mau
oleh
dan bertahan berada di DTPK.Keberadaan
pemerintah daerah berperan sangat besar.
fasilitas yang memadai, sarana prasarana
Pemerintah daerah harus berusaha memenuhi
pelayanan kesehatan yang cukup, insentif,
hak
lingkungan kerja yang dikelola baik oleh
masyarakat
Pemerintah
desentralisasi
Terdapat
DTPK
daerah
di
wilayahnya.
harus
aktif
dalam
manajer
pelayanan
kesehatan
di
DTPK,
perencanaan kebutuhan tenaga kesehatan,
keadilan kesempatan pendidikan dan karir
perencanaan, usulan, pembangunan fasilitas
menjadi indikator tenaga kesehatan yang
kesehatan,
ditempatkan di DTPK.
dan
pengadaan
peralatan
kesehatan DTPK. Pemerintah daerah aktif
Namun, yang terjadi DTPK mengalami
dalam mengupayakan kelancaran alur gaji dan
kekurangan fasilitas dan prasarana kehidupan
insentif dari pusat kepada tenaga kesehatan
dan pelayanan kesehatan. Meski insentif
penugasan
memberikan
memadai, banyak tenaga kesehatan yang
membantu
enggan ditempatkan di DTPK atau tidak
perhatian,
khusus
dan
misalnya
penyediaan
dengan
rumah
dinas
layak
huni,
memperpanjang masa kontrak.
penyediaan listrik, ketersediaan air bersih, dan pendidikan
pelatihan.
Dengan
demikian
Diperlukan perhatian dari pemerintah pusat dan daerah untuk memenuhi keinginan
tenaga kesehataningin bertugas di DTPK.
tenaga
Dengan kebijakan memperpendek masa kerja
pemerintah
(3-6 bulan) tenaga penugasan khusus DTPK
kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan
berarti
di
mempercepat
pengadaan
tenaga
kesehatan. dalam
daerahnya,
Terutama
peran
perencanaan
tenaga
upaya
mengusulkan,
dan
kesehatan penugasan khusus baru yang
menjaga akuntabilitas yang baik bagi tenaga
memerlukan dana lebih besar dari pada
kesehatan yang bertugas di DTPK wilayahnya.
mempertahankan
tenaga
penugasan khusus sebelumnya. Dengan
meningkatkan
kesehatan 11
SARAN faktor-faktor
Melihat pada kebijakan sumber daya
kemauan tenaga kesehatan untuk bertahan di
manusia kesehatan maka berikut rekomendasi
DTPK seperti kesempatan berkarir, jaminan
sebagai upaya peningkatan retensi tenaga
keselamatan, perhatian pemerintah daerah,
kesehatan Indonesia:
ketersediaan fasilitas, sarana, dan peralatan
1. Perencanaan pembangunan sumberdaya
kesehatan, diharapkan dapat meminimalkan
manusia
keinginan mereka untuk pindah bertugas.
dengan pembangunan sarana fasilitas dan
Tidak saja bagi tenaga kesehatan penugasan
peralatan pelayanan kesehatan di DTPK.
khusus tetapi juga bagi pegawai negeri sipil
kesehatan
2. Pemerintah
daerah
memperjuangkan
harus
lebih
DTPK
diimbangi
aktif
dalam
nya
untuk
64 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013
mendapatkan tenaga kesehatan dengan
States. Healthcare Policy. 2009;4(4):91–
penyusunan rencana pengadaan tenaga
106.
kesehatan,
fasilitas
6. Yami A, Hamza L, Hassen A, Jira C,
peningkatan
Sudhakar M. Job satisfaction and its
anggaran kesehatan, dan pembangunan
determinants among health workers in
sarana prasarana di DTPK.
specialized hospital, Southwest Ethiopia.
pelayanan
pembangunan kesehatan,
3. Pemerintah daerah lebih memperhatikan tenaga
kesehatan
penugasan
khusus
yang bertugas di DTPK wilayahnya.
Ethiop
Journal
Health
Science.
2002;21(Special):19–27. 7. Rockers PC, Jaskiewicz W, Wurts L, et al. Preferences for working in rural clinics
REFERENSI
among trainee health professionals in Uganda : a discrete choice experiment.
1. Herman FI. Pengaruh insentif terhadap retensi
tenaga
kesehatan
di
daerah
BMC
Health
Services
Research.
2012;12(1):1.
tertinggal, perbatasan, dan kepulauan
8. Moore T, Sutton K, Maybery D. Rural
(DTPK) Provinsi Papua tahun 2011.
mental health workforce difficulties: a
Thesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat
management
Fakultas
International Electronic Journal of Rural
Kedokteran
Universitas
Indonesia. 2012. 2. Kementerian
perspective.
The
and Remote Health Research, Education, Kesehatan
Republik
Indonesia. Peraturan menteri kesehatan
Practice, and Policy. 2010;10(1519):1–10. 9. Kementerian
Kesehatan
Republik
republik indonesia nomor 1231 / menkes /
Indonesia.
per / xi / 2007 tentang penugasan khusus
tenaga kesehatan tahun 2011 – 2025.
sumber daya manusia kesehatan menteri
2011.
kesehatan republik indonesia. 2007. 3. Indonesia
K
kesehatan
R.
Rencana
pengembangan
10. Lodenstein E, Dao D. Devolution and 7
human resources in primary healthcare in
permenkes1235-th2007_pemberian
rural Mali. Human Resources for Health.
insentif.pdf. 2007.
2011;9(1):15.
4. Manafa O, Mcauliffe E, Maseko F, Bowle C, Maclahan M, Nomand. Retention of health workers in Malawi : perspectives of
health
management.
workers Human
and
district
Resources
for
Health. 2009;9(65):1–9. 5. Relations E, Hill C. Gone South : Why Canadian nurses migrate to the United
Available
at:
http://www.human-resourceshealth.com/content/9/1/15. 11. Chhea C, Warren N, Manderson L. Health worker effectiveness and retention in rural Cambodia. The International Electronic Journal of Rural and Remote Health Research,
Education,
Practice,
and
Policy. 2010;10(1391):1–14.
65 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013
Ucapan Terima Kasih
Tim BIMKMI mengucapkan terima kasih kepada Dewan Pelindung dan Mitra Bestari yang telah berkontribusi dalam penerbitan BIMKMI untuk Volume 2 Nomor 1 ini, mereka diantaranya:
Board of Trustee Prof. Dr. dr. Nasrin Kodim, MPH Prof. drh. Wiku Adisasmito, M.Sc, PhD
Mitra Bestari dr. H. Engkus Kusdinar Achmad, MPH Dr. Suyud Warno Utomo, drs, M.Si Dr. Robiana Modjo, SKM, M.Kes Indri Hapsari, SKM, MKKK, PhD Dr. Santi Mardini, dr. M.Kes drg. Tito Yustiawan, M.Kes Dra. Shrimarti Rukmini Devy, M.Kes Dr. Setya Haksama, drg. M.Kes Lenie Marlinae, SKM, M.KL Atikah Rahayu, SKM, MPH Fauzie Rahman, SKM, MPH Ratna Setyaningrum, SKM, MSc drh. Meirina Ernawati, M. Kes Renti Mahkota SKM, M.Epid
66 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013
67 BIMKMI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013