Belajar Dari Kemajuan Tiongkok

Page 1

Belajar dari Kemajuan Tiongkok Posted November 23, 2016 in Opini Oleh : Boy Anugerah Sekitar empat dekade silam, pemimpin Tiongkok pada masa itu, Deng Xiaoping, memberikan sebuah rumusan jitu bagi kemajuan Tiongkok, “tidak peduli apakah kucing itu putih atau hitam, yang penting bisa menangkap tikus�. Dengan kata lain, Deng hendak mengatakan bahwa tak penting lagi memperdebatkan apakah sosialisme atau kapitalisme yang harus dipilih oleh Tiongkok, yang terpenting adalah ideologi tersebut mampu membawa kemajuan bagi Tiongkok di masa yang akan datang. Formulasi yang diberikan oleh Deng bukanlah pepesan kosong belaka, di pembuka abad 21, Tiongkok tampil sebagai kekuatan yang mengguncang dunia. Pertumbuhan ekonomi di level dua digit, diimbangi dengan peningkatan kapasitas pertahanan yang mengukuhkan Tiongkok sebagai salah satu kekuatan maritim dunia. Lesatan kemajuan yang dialami Tiongkok dalam beberapa dekade terakhir tak lepas dari perubahan paradigma dalam memandang ideologi dan politik sebagai kunci perubahan sosial. Dalam studi strategik ketahanan nasional yang mengkaji tentang maju mundurnya sebuah bangsa, perubahan sosial adalah sebuah keniscayaan. Rene Thom, filsuf Perancis, menyatakan bahwa fenomena alam bersifat regular atau stabil, namun di dalamnya terdapat kemungkinan untuk terjadi sebuah perubahan. Dalam konteks berbangsa dan bernegara, perubahan dapat terjadi secara lamban dan cepat, bottom-up dan top-down, direncanakan dan tanpa direncanakan, bersifat membangun, bahkan bersifat merusak. Terkait resultansi dari perubahan yang terjadi, apakah bermanfaat atau justru tak bermanfaat, ideologi dan politik menjadi menjadi faktor kontrol dan penentu. Indonesia merupakan negara besar, bukan saja merujuk pada besarnya wilayah geografis dan gemuknya sisi demografis, tapi juga sumber kekayaan alam yang luar biasa, terutama yang bersifat intangible yang terletak pada empat konsensus bangsa yang dimiliki, yakni Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika. Peletakan empat konsensus bangsa sebagai sumber kekayaan alam utama menunjukkan bahwa bangsa Indonesia saat ini tak hendak lagi patuh pada cara pandang kolonial yang melihat sumber kekayaan alam hanya sebatas minyak bumi, gas alam, serta hasil pertanian dan perkebunan semata.


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.
Belajar Dari Kemajuan Tiongkok by Boy Anugerah - Literasi Unggul Foundation - Issuu