Membenahi Tata Kelola PNS Posted October 24, 2016 in Opini Oleh : Boy Anugerah
Pada 18 Oktober 2016 yang lalu saat memberikan pengarahan kepada pejabat eselon I – III Kementerian Dalam Negeri di Jakarta, Menteri PANRB, Asman Abnur, menyatakan bahwa 64 persen Pegawai Negeri Sipil (PNS) memiliki kompetensi yang rendah (Rakyat Merdeka, 19/10). Jumlah 64 persen tersebut hanya berfungsi sebagai juru ketik. Lebih lanjut ia menyatakan bahwa kondisi tersebut sangat memprihatinkan dan membawa kerugian bagi negara. Pernyataan menteri dari Partai Amanat Nasional (PAN) ini sejatinya bak menampar muka sendiri. Buruknya kompetensi PNS hari ini tidak terlepas dari kesalahan tata kelola yang dijalankan oleh pemerintah. Permasalahan rekrutmen, penempatan, perputaran, pendidikan, pelatihan, hingga terminasi PNS sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah sebagai pihak yang membuat regulasi dan menjalankan tata kelola. Mari kita telisik dengan teliti permasalahannya. Apa yang menjadi penyebab mayoritas PNS hanya menjadi juru ketik di kantor? Pertanyaan ini patut dimunculkan karena logikanya tak akan ada asap jika tak ada api. Kalau kita mau jujur, sederhananya jawaban atas pertanyaan tersebut terletak pada mekanisme pendidikan, pelatihan, penetapan standar kompetensi, serta penetapan tugas pokok dan fungsi dari PNS tersebut. Jika kondisi PNS hari ini hanya sekedar menjadi juru ketik, niscaya ada kesalahan dalam mekanisme tersebut. Fakta yang didapat oleh Menteri PANRB sebenarnya belum memotret permasalahan PNS secara rinci. Kondisi PNS sejujurnya jauh lebih buruk. Di instansi-instansi pemerintah, bahkan yang berada di pusat sekalipun, banyak PNS yang difungsikan sebagai sopir bis antar jemput pegawai, padahal mereka memiliki golongan yang cukup tinggi, yakni berkisar III/a-III/c. Ada juga PNS-PNS baru hasil rekrutan dua tahun terakhir yang hanya difungsikan sebagai tukang fotokopi, kurir pembawa surat dari satu bagian ke bagian yang lain, membuat kopi untuk atasan, bahkan menanak nasi di dapur kantor. Kondisi ini benarbenar memilukan.
Menindaklanjuti hasil temuan, Menteri PANRB menggagas program bersama antara Kementerian PANRB dan Lembaga Administrasi Negara (LAN) untuk memberikan program pendidikan dan pelatihan dalam rangka meningkatkan kompetensi PNS. Meskipun terlambat, langkah ini layak diapresiasi. Hal ini menunjukkan pemerintah tidak absen dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai regulator. Dalam menyusun program pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan kompetensi PNS, Kementerian PANRB selaiknya melakukan pemetaan terlebih dahulu. Pemetaan di sini mencakupi pengklasifikasian pegawai berdasarkan kebutuhan masing-masing instansi, baik pusat maupun daerah. Pemetaan mutlak dilakukan agar program yang diberikan tepat sasaran dan tidak menyalahi prinsip efisiensi anggaran yang sekarang sedang digalakkan. Kementerian PANRB juga harus mengaudit ulang beragam program pendidikan yang sudah dijalankan seperti Diklat Prajabatan dan Diklat Kepemimpinan Karena terbukti kurang mumpuni menghasilkan produk PNS yang berkompeten. Pemerintah juga disarankan untuk tidak segan-segan menjalin kerja sama dengan pihak swasta untuk mendesain postur PNS yang benar-benar mampu menjalankan amanat sebagai pelayan rakyat. Kerja sama dengan pihak swasta ini dapat dilakukan dalam bentuk fasilitasi pendidikan dan pelatihan. Bisa juga dalam bentuk studi banding atau benchmarking. Pelibatan sektor swasta dalam peningkatan kapasitas PNS menjadikan aspek ini tidak hanya dimonopoli oleh pihak pemerintah saja. Adanya swasta juga akan mendorong instansi pemerintah terkait untuk meningkatkan kualitas pelayanannya. Harus diakui bahwa sektor swasta jauh lebih unggul dibandingkan dengan instansi pemerintah. Kerasnya persaingan antar sektor swasta menuntut mereka untuk selalu memeluk perubahan agar tetap bertahan hidup. Oleh sebab itulah, peningkatan kapasitas dan kompetensi karyawan menjadi syarat mutlak. Sistem boleh mahal selangit, namun apabila karyawan loyo dan tidak kompeten, maka sistem yang ada akan menjadi sia-sia. Itulah platform yang dipegang perusahaan. Perusahaan besar seperti PT. Astra Internasional Tbk misalnya, memiliki kurikulum pendidikan yang jelas untuk para karyawannya. Mereka memiliki program Astra Orientation Program (AOP) untuk menanamkan nilai-nilai perusahaan serta rasa memiliki atas perusahaan kepada karyawan baru. Pada tahap yang lebih lanjut, para karyawan harus menempuh jenjang pendidikan berkala yakni Astra Basic Management Program (ABMP), Astra First Manager Program (AFMP), Astra Senior Manager Program (ASRMP), serta Astra General Manager Program (AGMP). Ini baru program pendidikan dan pelatihan inti. Belum ditambah beragam program lainnya seperti business versatility, coaching and counseling, serta pelatihan standar
pelayanan dasar, yang rutin diberikan setiap 3 bulan sekali. Lebih hebatnya lagi, mereka memiliki pusat pendidikan dan pelatihan sendiri bernama Astra Management Development Institute (AMDI) seperti halnya Crotonville yang dimiliki GE. Pemerintah sudah selayaknya melakukan lompat katak, bukan jalan siput dalam membenahi kompetensi PNS. Pusat pendidikan dan pelatihan PNS sudah tidak relevan lagi dimonopoli oleh satu atau dua instansi pusat saja. Pemerintah sudah selayaknya membuat divisi/badan yang khusus menangani pendidikan dan pelatihan yang melekat di masing-masing instansi. Hal ini akan jauh lebih memudahkan pemerintah. Pemerintah pusat hanya melakukan pengawasan dan evaluasi saja. Agar hal ini berjalan baik, dukungan anggaran harus tersedia dan memadai. Bukan rahasia umum lagi jika pos pendidikan dan pelatihan PNS banyak yang dipindahkan untuk membiayai kegiatan pimpinan (untuk tidak menyebut dikorupsi). Juga bukan rahasia lagi jika pendidikan dan pelatihan PNS di lembaga pemerintah baru dijalankan jika mendapatkan dana hibah dari donator-donatur asing yang notabene bukan berasal dari APBN/APBD. Pemerintah tidak sepatutnya prihatin atas kondisi PNS sekarang ini. Bola panas dalam menjalankan kewajiban serta beban kondisi buruk PNS ada di pundak pemerintah sendiri.
*)Alumnus Magister Ketahanan Nasional UI, PNS, Mantan Karyawan Swasta