Bulletin KPPA Edisi I Desember 2011

Page 1

bulletin

Website: kppasulteng.or.id


Daftar Isi HALAMAN SAMPUL : Poster Kampanye Anti Korupsi ICW DAFTAR ISI .......................................................................... 2 PENGANTAR SAMBUTAN Bergerak untuk lebih berdaya............................................... 3 PENGANTAR REDAKSI Pelopor Suara Perempuan & Anak ......................................... 4

Susunan Redaksi Penanggung Jawab: Mutmainah Korona. Pimpinan Redaksi : Risnawati Wakil Pimpinan Redaksi: Rudi Asiko. Redaktur Pelaksana: Victor ‘Toyu’ Zaenong. Lay-out dan Dokumentasi: Victor ‘Toyu’ Zaenong. Kontributor: Staf KPPA Distributor Hermawang: Palu : Hadi Suryaman. Poso : Jumrah. . Dewan Redaksi: Mutmainah Korona, Risnawati, Sunardi,Rudi Asiko, Victor,Rahmawati, Biro Hukum: Sunardi Katili, SH Biro Keuangan: Jamaen. Alamat Redaksi: Jln. Mulawarman No.585 Palu Sulawesi Tengah Telp. 0451-461088 email : kppasulteng@gmail.com website : www.kppa-sulteng.org

2

FOKUS UTAMA Sulteng Propinsi Terkorup di Indonesia ....................... 5 “Kami segera menelusuri temuan tersebut. Sebab untuk menindaklanjutinya, penyidik harus memiliki bukti awal,”

Doc.Repro Antara

M Isa Ansary SH

Laporan Analisis APBD Propinsi Sulawesi Tengah Tahun 2009-2011.7

Penyusunan anggaran APBD yang partisipatif, transparan dan akuntabel menjadi syarat mutlak sebagai bentuk pencegahan awal agar tidak dikorupsi, dan sesuai peruntukannya dalam membaelanjakan sebuah anggaran daerah /negara.

Perencanaan Pembangunan di Palu Risnawati Belum Mempertimbangkan Aspek Kesetaraan ............ 9 AKTIFITAS Apa pendapat Publik tentang Perempuan yang berpolitik? ........................ 10 Belajar Politik untuk Perubahan ................................. 12 APBD Sulteng dinilai belum responsif dan berkeadilan ......................13 OPINI Gerakan Perempuan, korupsi dan Neoliberalisme ......14 Mereka berhasil merumuskan bahwa problem utama bangsa kita saat ini adalah bercokolnya rejim yang mengabdi pada system ekonomi neoliberal, maka sudahlah tepat jika isu utama yang harus diusung adalah “ganti rejim, ganti system”

SISIPAN Hajalia Somba Kenalkan Budaya Lokal Pada Anak, Sejak Dini ................................................................... 16 TOKOH BICARA : Rebut Kekuasaan Politik 2014 .................................... 18 ... Saya pikir harus mengambil peran kearah sana, sebab semua kebijakan diambil atas keputusan politik, karena itu adalah peluang... Maida Sita

Bulletin KPPA Edisi 15 Desember 2011


Pengantar Sambutan

“Bergerak untuk lebih berdaya” Asalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh

P

uji syukur kita panjatkan kepada tuhan yang maha esa atas terbitnya bulletin KPPA pada edisi pertama 15 Desenber 2011, walaupun ada sedikit keterlambatan, namun tidak membuat patah semangat kawan-kawan dewan redaksi untuk terus bekerja. Akhirnya MUTMAINAH KORONA kerja keras walaupun belum bisa dibilang kerja cepat, Bulletin KPPA bisa hadir dihadapan pembaca, olehnya, saya memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada cruew redaksi. Doc.KPPA

Saya percaya kehadiran bulletin KPPA ini semoga bisa memberikan informasi yang mungkin dibutuhkan oleh pembaca dan saya juga yakin ada pembaca yang kurang berkenan atas informasi yang disampaikan, ada pembaca yang merasa terusik maka sebelumnya saya sampaikan ma'af yang sebesar-besarnya, sebab semua itu sematamata untuk perbaikan kita semua. Bulletin KPPA sangat perlu kami terbitkan, sebagai media alternative, sebagai alat pengorganisiran bagi gerakan perempuan semoga juga dapat memberikan inspirasi bagi pembaca dalam sebuah tindakan sebagai mana motto kami “Bergerak untuk lebih berdaya” Saya juga memandang bahwa, penerbitan bulletin KPPA, sangat penting sebagai sarana penyampaian vissi kami yang berkeinginan membangun kesadaran kritis masyarakat yang mandiri dalam mendorong kebijakan negara yang berpihak kepada perempuan dan anak dapat terwujud. Dalam upaya mewujudkan terbangunya kesadaran kritis masyarakat menjadi masyarakat yang mandiri, saya pun menyadari membutuhkan proses yang panjang, tapi paling tidak hadirnya bulletin KPPA sangat membantu mengkomunikasikan antara pemangku kebijakan di eksekutif dan legislative dengan aspirasi kaum Perempuan dan Anak dalam membela dan memperjuangkan tegaknya hak-hak perempuan dan anak secara konstruktif.

kembangkan organisasi perempuan sebagai basis gerakan feminisme secara konsisten dan professional. Dan yang tidak kalah pentingnya perhatian, penghargaan, dan memotivasi anak agar menjadi kreatif dan inovatif sejak dini, bulletin KPPA juga telah menyediakan kolom khusus yang menghadirkan aktifitas kreatif, baik terkait dengan proses kratif, maupun hasil-hasil inovatif anak semoga dapat memberikan inspirasi bagi kita semua dalam memberikan perlindungan terhadap anak sebagai benteng penerus generasi masa depan yang pluralis, dalam menjaga perdamaian, etika sosial yang humanis dan berprespektif gender. Bulletin KPPA sebagai –Pelopor Suara Perempuan dan Anak– saya harap dapat benar-benar sebagai media yang akan mempelopori suara-suara perempuan dan anak sebagai dalam mengkomunikasikan antara pemegang kebijakan (pemerintah) pemangku keputusan-keputusan politik (dewan wakil rakyat), kaum perempuan dan anak yang konstruktif dan terarah dalam menyuarakan aspirasi, dan yang tak kalah pentingnya sebagai media pengorganisiran bagi pergerakan kaum perempuan itu sendiri. Dan sebagai pengantar penutup saya ingin mengajak kepada seluruh pembaca untuk terus memberikan masukan, kritik, saran, dan ikut serta dalam menyuarakan hak-hak kaum perempuan dan anak, di bulletin KPPA. Khusus untuk kawan-kawan pengelola bulletin KPPA saya mengucapkan “SELAMAT dan SUKSES” atas terbitnya media ini. Semoga bulletin KPPA dapat selalu memberikan manfaat bagi kita semua. Wasalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh Palu, 15 Desember 2011

MUTMAINAH KORONA Direktur

Disamping itu bulletin KPPA yang pada edisi perdana ini menyajikan informasi terkait dengan korupsi, analisis anggaran, opini, dan aktifitas seputar perempuan dan anak dapat menambah referensi dan sumber dukumentasi bagi -Laboratorium Pendidikan Perempuan-- dalam menyebarluaskan paham feminisme dan menumbuh

Bulletin KPPA Edisi 15 Desember 2011

3


Pengantar Redaksi

Pelopor Suara Perempuan & Anak Terkadang memang sering diabaikan bahkan dianggap angin lalu, perhatian pemerintah terhadap pemenuhan hak-hak dasar bagi perempuan dan anak. “Politik jatah� (Baca : Kuota Perempuan) bagi perempuan di parlemen dan pemerintahanpun belum mampu mengubah kebijakan pro gender. Olehnya suara-suara kritis perempuan dan anak tidaklah akan berhenti berteriak-teriak. Melalui media Buletin KPPA inilah kami meneguhkan hati akan mempelopori suara-suara perempuan dan anak sebagai media komunikasi antara pemegang kebijakan (pemerintah) pemangku keputusan-keputusan politik (dewan wakil rakyat), kaum perempuan dan anak agar lebih konstruktif dan terarah, dan yang tak kalah pentingnya sebagai media pengorganisiran bagi kaum perempuan itu sendiri.

M

edia Bulletin KPPA edisi I yang ada ditangan pembaca saat ini, mengangkat fokus utama pada persoalan korupsi yang makin menggurita di Sulawesi Tengah. Betapa terkejutnya kita, ketika Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), merilis dan melansir data bahwa Sulteng merupakan Propinsi terkorup di Indonesia. Dalam acara talkshow di televisi swasta, FITRA membeberkan data bahwa tahun 2010, jumlah kerugian Negara akibat kasus-kasus korupsi di Sulteng mencapai 170 Miliar. Jelas ini harus menjadi perhatian kita semua. Politik anggaran harus diawasi semua elemen masyarakat, olehnya politik anggaran yang partisipatif,transparan, dan akuntabel harus diteriakan oleh semua orang. Keterlaluan; adalah ungkapan yang tepat ditengah realitas sosial masyarakat Sulawesi Tengah yang masih miskin, sarana pendidikan di daerah terpencil yang belum tersentuh pemerataan pembangunan, pelayanan kesehatan yang masih membedakan status kaya dan miskin, pembangunan infrastruktur ekonomi yang masih terpusat di ibukotaibukota kabupaten/kota sekali lagi Keterlaluan. Jika saja Polisi, Jaksa, dan Hakim bekerja keras dalam menyita harta koruptor hasil korupsi, tentu bisa meringankan penderitaan,dan rintihan masyarakat miskin utamanya kaum perempuan dan anak-anak. Dan tentunya tidak ketinggalan fungsi pengawasan para wakil rakyat kita, janganlah menjadi bagian pelaku korupsi. Jika benar pemerintahan baru Longki-Sudarto berkomitmen kuat untuk menjadikan pemberantasan dan pencegahan korupsi di jajaran Pemprov, sebagai program prioritas dimasa jabatan 2011-2016, tentunya harus mendapat pengawalan dari semua elemen mansyarakat Sulteng yang harus dipelopori ibu-ibu kaum perempuan.

tahun ketahun, sehingga tahun berikutnya haruslah bercermin pada trend yang positif. Dari analis anggaran trend yang terjadi Dalam kurun waktu 2 tahun belanja daerah lebih banyak digunakan untuk Belanja Langsung. Mestinya politik anggaran APBD Sulteng kedepan harus bisa menurunkan belanja pegawai pada pos belanja langsung, belanja barang dan jasa, yang tidak habis sekali pakai, untuk kemudian dialokasikan ke belanja subsidi pengembangan pendidikan dan pelayanan kesehetan yang lebih prima. Disamping itu Bulletin KPPA, juga menyuguhkan aktifitas-aktifitas KPPA , seperti Pelatihan advokasi anggaran pendidikan dan kesehatan yang berprespektif gender dan pro poor, survei untuk mengetahui pendapat publik tentang perempuan yang berpolitik, dan Banua Nungana (Rumah kreativtas Anak) binaan KPPA Sulteng. Pada sisi lain, perjuangan kaum perempuan terus merayap, perlahan tapi pasti, dalam mengambil peran perjuangan politik lokal, baik yang dilakukan melalui advokasi kebijakan, ataupun politik praktis di parlemen. Untuk mendengar pandangan-pandangan suara kaum perempuan, tim redaksi secara khusus mewawancarai tokoh perempuan lokal, Maida Sitta ketua Serikat Perempuan Lembah Palu (SPLP), Apa yang harus dilakukan kaum perempuan? Pembaca Bulletin KPPA yang budiman dapat menilik di kolom Tokoh Bicara, yang disajikan dalam gaya bertutur lugas dan terus terang. Dunia politik dan realitas sosial senantiasa terus bergerak. Dari jaman kolonial hingga kemerdekaan, perjuangan kaum perempuanpun membutuhkan informasi terkait dengan situasi ekonomi dan politik yang faktual sebagai landasan pacu dalam menyuarakan aspirasi kaum perempuan. Olehnya untuk menambah wacana dan penguatan kapasitas kaum perempuan, Bulletin KPPA pada edisi 15 Desember 2011 menyajikan OPINI “ Gerakan Perempuan, Korupsi dan Neoliberalisme�. Tulisan ini penting untuk dibaca agar kaum perempuan mengenali cara kerja ekonomi neoliberal yang sejatinya sangat-sangat merugikan mayoritas kaum perempuan. Dari dapur Redaksi mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah menyempatkan dan meluangkan waktunya sehingga Bulletin KPPA dapat terbit perdana dibulan Desember, walapun ada sedikit keterlambatan, namun tidak menyurutkan kita semua untuk tetap terus memberikan informasi, fakta dan realitas sosial, semoga bulletin ini bermanfaat bagi kita semua dalam mempelopori suara gerakan perempuan di Sulawesi Tengah. Salam Redaksi

Fokus lain redaksi menyajikan Hasil analisis APBD Sulteng dari tahun 2009 hingga 2011 yang dilakukan oleh Unit riset dan anggaran KPPA sulteng. Ini adalah upaya KPPA sebagai bahan perbandingan trend APBD Sulteng dari

4

Risnawati

Bulletin KPPA Edisi 15 Desember 2011


Fokus Utama

SULTENG PROPINSI TERKORUP DI INDONESIA Liputan Khusus Oleh : Victor Toyu Zaenong Betapa terkejutnya kita, ketika Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), merilis dan melansir data bahwa Sulteng merupakan Propinsi terkorup di Indonesia. Hail ini diketahui saat FITRA dalam acara talkshow di televisi swasta membeberkan data bahwa tahun 2010, jumlah kerugian Negara akibat kasus-kasus korupsi di Sulteng mencapai 170 Miliar. Jelas ini harus menjadi perhatian kita semua. Politik anggaran harus diawasi semua elemen masyarakat, olehnya politik anggaran yang partisipatif,transparan, dan akuntabel harus diteriakan oleh semua orang.

K

eterlaluan; adalah ungkapan yang tepat ditengah realitas sosial masyarakat Sulawesi Tengah yang masih miskin, sarana pendidikan di daerah terpencil yang belum tersentuh pemerataan pembangunan, pelayanan kesehatan yang masih membedakan status kaya dan miskin, pembangunan infrastruktur ekonomi yang masih terpusat di ibukota-ibukota kabupaten/kota sekali lagi Keterlaluan. Kegeraman ini disampaikan oleh Direktur Kelompok Perempuan dan Anak (KPPA) Sulteng Mutmainah Corona dalam group millisnya. “ Uang yang begitu susah payah diambil dari rakyat melalui pajak dan retribusi, tapi sayang setiap keringat para perempuan, nelayan, petani, kaum miskin kota, buruh termasuk kita semua, hanya untuk kekayaan dan kesenangan mereka. Apa sebetulnya yang mereka cari? kenapa senang hidup diatas penderitaan para ibu, dan kaum miskin?” Gerutunya. Namun demikian Dia merasa tidak heran jika uang anggaran APBD kita tak pernah cukup untuk kebutuhan dan kepentingan publik karena sebagian telah di curi. Sepanjang tahun 2010 trecatat sejumlah kasus dugaan korupsi di Sulawesi Tengah seperti PT.Bank Sulteng, Rehab Gedung Wanita, rehab gedung Kantor bagian Perlengkapan Umum (Perlum) Setdaprov, rehab gedung KNPI, SPPD Fiktif di Badan Ketahanan Pangan (BKP), pengadaan Genset di BPS yang juga diduga fiktif, penyimpangan dana Reboisasi, dan kasus-kasus dugaan korupsi lainya

kita harus meminta hak-hak dasar kita untuk dipenuhi oleh negara, seperti hak untuk mendapatkan pendidikan dan kesehatan yang gratis dan layak tentunya, mari bekerja keras untuk memerangi mereka agar informasi itu (Cap terkorup) tidak akan ada lagi” ajak Neng sapaan akrabnya.

Doc.KPPA

MUTMAINAH KORONA yang terjadi di kabupayen/kota. Dari fakta yang terdapat dilapangan kecenderungan korupsi dilakukan dengan berbagai macam modus operandi, diantaranya penggelapan, mark up, proyek fiktif, penyalahgunaan anggaran dan suap. Dalam beberapa kasus, penggelapan adalah modus yang menempati urutan pertama yang berhasil diungkap oleh aparat hukum, sedangkan modus suap menempati urutan terakhir karena susah dibuktikan jika tidak tertangkap tangan. Atas situasi tersebut, Direktur KPPA Sulteng mengajak semua lapisan masyarakat untuk melihat kenyataan ini menyikapinya bersama-sama. ” Saatnya kita membuka mata,untuk sama-sama mengontrol anggaran, karena itu adalah uang kita, jika negara meminta hak dari kita sebagai bagian dari kewajiban kita, sekarang

Bulletin KPPA Edisi 15 Desember 2011

Namun demikian, Neng masih punya satu keyakinan dan percaya bahwa rakyat tidak akan selalu berdiam diri demikian halnya keyakinan terhadap pejabat daerah, bahwa masih ada pejabat di daerah yang mempunyai hati nurani dan bersepakat untuk tidak menjadi bagian dari orang-orang korup serta bukan menjadi bagian dari calo-calo anggaran. Sementara itu, Direktur Perhimpunan Bantuan Hukum Rakyat (PBHR) Sulteng, Muhammad Masykur yang ditemui secara terpisah menilai aparat hukum di Sulteng gagal memberantas dan menjadikan korupsi sebagai musuh bersama,karena belum ada upaya yang serius dalam melakukan pemberantasan korupsi di Sulteng yang dilakukan oleh Kepolisian dan kejaksaan. “Korupsi di Sulteng sudah pada tahap yang sangat menghawatirkan, karena upaya pemberantasan korupsi yang selama ini dilakukan polisi dan kejaksaan justru tidak ada yang membanggakan.” katanya. “Praktik mafia dan transaksi kasus korupsi, seperti akrab dibenak aparat penegak hukum. Apalagi jika kasus tersebut melibatkan pejabat daerah atau elit politik.” sambung Theo sapaan akrabnya.

5


Fokus Utama

M Isa Ansary SH PBHR berharap pada pemerintahan baru Longki-Soedarto untuk merumuskan langkah-langkah strategis dalam upaya pencegahan dan pembrantasan korupsi dengan tidak memberi ruang sedikit pun kepada para pejabat yang terindikasi korupsi, untuk tidak menduduki jabatan strategis di pemprov dan tidak menghalanghalangi apalagi melindungi pejabat pemprov di lingkungannya jika terseret kasus korupsi.”Beri ruang seluas-luasnya pada kepolisian dan kejaksaan dalam prose penyelidikan dan penyidikan” tegasnya. Berdasarkan pantauan KPPA yang dikutip dari berbagai sunber media, Gubernur Sulawesi Tengah Longki Janggola dalam menyikapi korupsi di Sulteng menyatakan, akan berkomitmen kuat untuk menjadikan upaya pemberantasan korupsi sebagai program prioritas dimasa jabatan 2011-2016, dengan langkah melakukan pencegahan yang akan dimulai dari lingkungan pemprop sendiri. “So pasti, langkah pemberantasan korupsi itu akan kami mulai dari lingkungan internal kantor Gubernur” kata Longki dalam acara talkshow di RRI Palu, Senin (20/6). Gubernur yang baru menjabat 6 bulan sejak dilantik Jumat (17/6) yang lalu, menegaskan pihaknya akan

6

memperkuat koordinasi dan kerjasama dengan para penegak hukum , baik kepolisisan maupun kejaksaan, serta pengadilan negeri. Dalam konteks ini, Longki berharap, ada koordinasi antara Pemprov dan instansiinstansi penegak hukum, supaya bertugas maksimal dalam penegakan supremasi hukumm utamanya yang menyangkut kasus-kasus korupsi. “ Mari Doc.Repro Antara kita konsisten dalam menegakan hukum, terutama terkait korupsi. Kita harus bisa sama-sama memberi efek jera, yang jelas-jelas bersalah harus dihukum” ujar Longki tegas. Dikatakan Longki, pemprop juga akan melakukan upaya sistematis dalam usaha mencegah terjadinya tindak pidana korupsi.” Saya melihat ada problem pada mentalitas pejabat, ini juga harus diperbaiki, sebagai upaya pencegahan “ kata Longki tanpa menjelaskan upaya sistematis pencegahan lebih lanjut.

evaluasi dan pengawasan. Sebaiknya aparat hukum juga harus merespon ini dan segera melakukan penelusuran” ujar Markus diruang kerjanya, Senin, (20/6/2011). Demikian halnya Kejati Sulteng mengaku pada media harian Mercusuar, siap merespon dan siap menindaklanjuti temuan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra). “Kami segera menelusuri temuan tersebut. Sebab untuk menindaklanjutinya, penyidik harus memiliki bukti awal,” ujar Kajati Sulteng, M Isa Ansary SH didampingi Aspidsus, H Abul H Rabunah SH, Selasa sore (21/6). Olehnya, dalam upaya pengungkapan dugaan korupsi, diharapkan peran serta seluruh komponen masyarakat, khususnya masyarakat di Sulteng. Mengingat pihaknya tak dapat bekerja sendiri dalam penanganan dan pengungkapan kasus korupsi. “Peran masyarakat dapat berupa laporan tertulis mengenai indikasi adanya penyimpangan yang merugikan keuangan negara. Hanya saja, laporan harus objektif, jangan ada disembunyikan atau ditambah,” ujar mantan Wakil Kajati Sulawesi Selatan itu.

Dalam kesempatan itu Gubernur secara terbuka juga menghimbau dan meminta dukungan seluruh elemen masyarakat, termaksud media massa, untuk berperan meningkatkan fungsi pengewasan terhadap pemerintah dalam pengelolaan keuangan daerah.

Diakuinya, terkait temuan Fitra, pihaknya (Kejati) telah didatangi Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Sulteng. Dalam dialog itu, KNPI berjanji untuk membantu pengungkapan kasus-kasus korupsi di Sulteng, termasuk dugaan korupsi pengelolaan APBD di Sulteng tahun 2010 sekira Rp170 M.

Pada media harian Mercusuar , anggota Komisi I DPRD propinsi Sulteng, Markus Satu Paembong menyatakan jika temuan FITRA itu benar, maka ada sekitar 11% kebocoran APBD Sulteng yang totalnya mencapai Rp 1,2 trilyun.

Masih menurut Kajati, dihimbau agar masyarakat khususnya di Sulteng, untuk mentaati hukum. Apabila dipanggil kejaksaan atau aparat penegak hukum lain untuk dimintai keterangannya, baik sebagai saksi, ahli, maupun tersangka, harus hadir.

“Jika itu benar, maka besar sekali bocornya. Saya kira FITRA bisa melaporkannya kepada aparat penegak hukum dan memberikan datanya ke Dewan sebagai bahan

“Jadikanlah hukum di negara ini sebagai panglima.Sehingga tak ada alasan untuk tak datangsaat dipanggil jalani pemeriksaan untuk penegakan hukum” tutupnya.***

Bulletin KPPA Edisi 15 Desember 2011


Fokus Utama

Laporan Analisis APBD Propinsi Sulawesi Tengah Tahun 2009-2011 Oleh : Risnawati (Ketua Divisi Riset, analisis dan Advokasi kebijakan KPPA Sulteng)

P

emerintah propinsi Sulawesi Tengah dalam membangun yang menggunakan anggaran atas pungutan pajak masyarakat harus terus kita awasi, agar tidak terjadi korupsi dikemudian hari. Penyusunan anggaran APBD yang partisipatif, transparan dan akuntabel menjadi syarat mutlak sebagai bentuk pencegahan awal agar tidak dikorupsi, dan sesuai peruntukannya dalam membelanjakan sebuah anggaran daerah /negara.

Risnawati

Doc. KPPA

Dari Analisis yang kami lakukan terhadap APBD propinsi Sulawesi Tengah, dari tahun 2009, ke 2010 Pendapatan daerah mengalami peningkatan dengan pertumbuhan 11,9% akan tetapi ditahun 2011 diakhir masa pemerintahan H.B.Paliuju Pendapatan Daerah mengalami penurunan yang cukum drastis dengan pertumbuhan -0,8%, ( Lihat Grafik) Anggaran Pendapatan Daerah propinsi Sulteng yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah, Dana perimbangan, dan sumber lainnya pendapatan yang syah, Sumber dana perimanganlah yang paling besar kontribusinya rata-rata selama 3 tahun mencapai 69,4% dibanding dengan dana yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dalam kurun waktu 3 tahun ratarata hanya 29,7% . Ini artinya pendapatan daerah masih sangat tergantung pada DAK dan DAU. Sangat ironis, Sulawesi tengah yang kaya akan sumber daya alam , kedatangan Investor pertambangan dan perkebunan yang katanya menjanjikan akan mendongkrak PAD, faktanya ditahun 2011 semakin terperosok dan hanya tembus sekitar 27,9% turun sekitar 7,1% dari tahun 2010. Ini artinya tingkat ketergantungan Pemda terhadap Pemerintah Pusat masih cukup Tinggi. Disisi lain Penyumbang PAD terbesar yang dipungut dari masyarakat dalam upeti/pajak

Bulletin KPPA Edisi 15 Desember 2011

daerah yang setiap tahunya mencapai rata-rata 80,26% hanya habis digunakan untuk belanja langsung yang diserap oleh belanja barang dan jasa, dan belanja tidak langsung yang diserap oleh belanja pegawai, sementara belanja subsidi dan bantuan social hanya terserap 0,11% dari total benlanja daerah pertahunya, bahkan lebih kecil dari belanja hibah yang mencapai 1,67% yang peruntukannya perlu ditransparankan. Dan yang harus dicurigai APBD Sulteng pada tahun 2011 mengalami deficit sebesar Rp -64,423,803,899 atau sekitar 5,22% dari total belanja daerah, sehingga tidak heran jika pada waktu itu BPK berdasarkan hasil audit menyatakan disclaimer. Padahal tahun 2010 sempat surplus sebesar Rp 50,353,177,381 atau sekitar 4,46%. hal ini nampaknya masuk akal, bisa jadi belanja daerah lebih besar karena menjelang akhir kepemimpinan Gubernur H.B. PaliujuAhmad Yahya, dalam penyelenggaraan Pemilukada.

deficit Rp -64,423,803,899 atau sekitar 5,22%

7


Fokus Utama Diluar sumber pendapatan daerah, masih terdapat sumber dari penerimaan pembiayaan yang biasa disebut Sisa Penerimaan anggaran tahun sebelumnya (SilPA). Trend setiap tahunnya SilPA APBD selama tiga tahun berturut-turut mengalami penurunan penurunan (lihat grafik). Hal ini dapat diartikan penyertaan modal daerah dalam bentuk investasi baik di perusahaan Daerah (bank sulteng misalnya) tidak menghasilkan laba. Kemungkinannya ada dua, dikorupsi atau kredit macet. Dalam hal pembiayaan Daerah, pengeluaran diluar belanja daerah yang diterima dari sisa lebih penghitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya (SilPA), pembiaayaan daerah terserap untuk penyertaan modal pemerintah daerah sebesar 5,6 Milyar, dan tahun 2010 penyertaan modal pemerintah daerah naik menjadi 1,1 milyar dari tahun sebelumnya. Berdasarkan fakta dan data tersebut setelah kami olah dan analisis dapat kami simpulkan bahwa : 1. Tren Pendapatan Provinsi Sulawesi mengalami peningkatan ditahun 2010 dengan pertumbuhan 11,9% sementara ditahun 2011 mengalami penurunan yang cukum drastis dengan pertumbuhan -0,8% 2. Tren PAD Provinsi Sulawesi Tengah Sempat mengalami peningkatan di tahun 2010 dengan persentase 35,0% kemudian PAD mengalami penurunan ditahun 2011 dengan persentase 27,9% 3. PAD sempat memberikan kontribusi yang cukup besar bagi pendapatan daerah ditahun 2010 dan mengalami penurunan di tahun 2011 sementara dana perimbangan masih mendominasi pendapatan daerah Provinsi Sulawesi tengah dalam memberikan kontribusi sedangkan

8

Lain-lain pendapatan yang sah justru mengalami penurunan setiap tahunnya, artinya tingkat ketergantungan Pemda terhadap Pemerintah Pusat masih cukup Tinggi. 4. Dalam kurun waktu 2 tahun terakhir Pajak daerah Sempat memberikan kontribusi yang baik terhadap PAD ditahun 2009 & 2010, dan retribusi daerah mengalami penurunan ditahun 2010 Sementara hasil kekayaan daerah yang dipisahkan justru mengalami peningkatan setiaptahunnya sedangkan Lain-lain PAD yang sah hanya sempat memberikan persentase yang cukup tinggi ditahun 2009 dan ditahun 2010-201 mengalami penurunan 5. Dalam kurun waktu 3 tahun terakhir belanja daerah terus mengalami peningkatan dalam belanja 6. Dalam kurun waktu 3 tahun belanja daerah lebih banyak terserap untuk Belanja Langsung. 7. Tren Belanja Barang Jasa semakin meningkat setiap tahunnya semntara belanja modal cenderung menurun tetapi Belanja Modal cenderung menurun setiap tahunnya. 8. Tren sisa anggara dalam tiga tahun berturut-turut mengalami penurunan. 9. Dengan demikian Politik anggaran APBD Sulteng kedepan mestinya harus bisa menurunkan belanja pegawai pada pos belanja langsung, belanja barang dan jasa, yang tidak habis sekali pakai, untuk kemudian dialokasikan ke belanja subsidi pengembangan pendidikan dan pelayanan kesehetan yang lebih prima.***

Bulletin KPPA Edisi 15 Desember 2011


Fokus Utama

Perencanaan Pembangunan di Palu Belum Mempertimbangkan Aspek Kesetaraan Laporan : Risnawati Ketua Divisi Riset, analisis dan Advokasi kebijakan KPPA Sulteng

P

kecamatan sampai pada musrenbang kota masih melihat PKK, dan organisasi perempuan yang dilibatkan tidak melihat bahwa kader posyandu, majelis ta'lim dan kelompok rentan lainnya menjadi elemen penting untuk berkontribusi dalam penyelenggaraan musrenbang.

erencanaan sejatinya merupakan ujung tombak untuk merubah wajah pembangunan kearah yang lebih baik namun partisipasi yang tidak melandasi azas kesetaraan maka akan sulit menjawab kebutuhan semua sektor (kelompok miskin, perempuan dan kelompok marginal lainnya) Proses perencanaan penganggaran merupakan mekanisme formal dalam menentukan pengalokasian sumberdaya keuangan publik untuk membiayai program pembangunan dan pelayanan publik, sehingga penting untuk melihat apakah dokumen hasil penyusunanan program dalam proses musrenbang terukur tingkat keberpihakannya terhadap masyarakat termasuk perempuan dan anak.

Selama ini orientasi pelaksanaan dari tingkat kelurahan sampai tingkat Kota belum melibatkan keterwakilan dari semua sektor pada musrenbang kecamatan keterlibatan perempaun dari 115 orang peserta perempuan tidak lebih dari 15 orang (pantauan KPPA Sulteng pada musrenbang Kea. Tahun 2010) hal ini menujukan lemahya akses perempuan dalam pembangunan akibat kebijakan struktural sementara pada penyusunan program masih mengakomodir kepentingan tertentu masih mendominasi. Perlu ada formula baru dalam proses penyelenggaraan musrenbang seperti pagu indikatif kewilayahan untuk musrenbang kecamatan, dimana hal ini sebagai patokan atau batas maksimal APBD untuk merencanakan program dan kegiatan ditingkat kecamatan yang pelaksanaanya dilakukan SKPD dengan mengemban nilai partisipatif. Pagu indikatif sangat memungkinkan

Risnawati

Doc. KPPA

memperbesar peluang usulan musrenbang diakomodasi dalam APBD, mendidik masyarakat untuk mengusulkan kebutuhan bukan keinginan dst. Prinsip Good Governance selama ini masih melihat tiga aspek yaitu transparansi, partisipasi dan akuntabilitas Belum melihat dari aspek Kesetaraan Sementara keterwakilan semua sektor dalam proses perencanaan penganggaran juga berpengaruh pada peningkatan indeks pembangunan manusia. Pebangunan yang merata mengakomodir kebutuhan semua sektor baik sektor, marginal, kelompok perempuan rentan dan masyarakat miskin. Melihat Hasil indeks budget study menggambarkan rendahnya tingkat partisipasi dan kesetaraan dimana kota Palu mengalami penurunan dari 10 besar menjadi 17 dari 42 kabupaten kota dan 7 propinsi yang ada disulawesi tengah yang melakukan study, hal ini tersebut dilihat dengan beberapa indikator misalnya jumlah keterwakilan perempaun dalam proses musrenbang tingkat kelurahan,

Bulletin KPPA Edisi 15 Desember 2011

Asumsi mengenai keterlibatan semua sektor jangan dipandang dari sisi tingginya keinginan yang diakomodir dan berpengaruh pada meningkatnya alokasi anggaran namun bagaimana kualitas perencanaan yang dituangkan dalam action yang terukur terhadap dampak program bagi kelompok miskin, kelompok perempuan dan kelompok marginal lainnya. Perencanaan yang bermuara pada pada APBD haruslah mencerminkan harus mencerminkan kebutuhan masyarakat secara nyata serta menjawab kebutuhan kelompok marginal yang ada dimasyarakat. Kota Palu telah memilki perda No 15 Tahun 2008 tetang penyelenggaraan pemerintahan yang partisipatif dan trasparan namun kemudian regulasi ini tidak akan berjalan efektif kerena aspek legal ini tidak menekankan pada ketentuan untuk memenuhi partispatif dan transparansi pemerintah melalui media catak, elektronik maupun maupun informasi langsung sehingga walaupun terbentuk komisi hingga dibubarkan tidak satuun informasi pembangunan baik perencanaan maupun penganggaran dapat diakses ironinya mereka tidak memilki informasi tersebut. Olehnya Perlu komitmen yang jelas dari pemerintah tehadap pembangunan yang responsif gender dan pro poor dengan memperkuat tata kelola pemerintahan yang lebih terukur.***

9


Aktifitas

P

ertanyaan tersebut penting untuk dikaji, karena ada anggapan sebagian masyarakat bahwa perempuan tidaklah usah anehaneh, disamping itu kepentingan perempuan masih dilihat sebagai pelengkap dan formalitas belaka, baik dimasyarakat, distruktur pemerintahan dan legislatif mulai dari tingkat desa dan kelurahan sampai tingkatan kabupaten, propinsi dan tingkat pusat. Apakah benar demikian? Olehnya Komunitas Peduli Perempuan dan Anak (KPPA) Sulawesi Tengah mencoba menggali melalui survey untuk mengetahui pendapat publik. Survey ini menggunakan metode sampling yang diambil dari reponden laki-laki dan perempuan berjumlah 150 orang terdiri dari 75 laki-laki dan 75 perempuan di dua tempat yaitu Kota Palu dan Kabupaten Poso yang dilakukan dalam periode Oktober sampai dengan November tahun 2011. Dari hasil survey yang dilakukan oleh siswa Sikola Mombine kelas lanjut setelah di analisis, sebanyak 60,7 % publik berpendapat perempuan pantas berpolitik, hanya 4,9% publik yang menyatatakan tidak pantas, bahkan sebanyak 31,1% publik menyatakan sudah seharusnya perempuan berpolitik, sementara sebanyak 3,3% berpendapat lain.

10

Apa pendapat Publik tentang Oleh : Tim analisis KPPA Sulawesi Tengah

Dukungan publik terhadap perempuan yang berpolitik, dikuatkan lagi dengan pendapat masyarakat yang menyatakan 84,4% setuju perempuan berpolitik dan 7,8% tidak setuju, kemudian sebanyak 6,3% sangat tidak setuju, sementara yang menyatakan pendapat lain sebanyak 1,6%. Jika yang tidak setuju digabung dengan yang sangat tidak setuju sebanyak 14,1%, maka masih ada selisih 70,3% publik menyetujui perempuan yang berpolitik.

Kehadiran perempuan di dunia politik yang mendapat persetujuan dan sudah dianggap pantas adalah modal awal dukungan publik, apa lagi ada peluang sebesar secara normatif, sosiologis dan psikis. Publik berpendapat sebanyak 45,5% menyatakan, bagi perempuan yang akan terjun ke dunia politik berpeluang besar, dan 36,4 menyatakan sedang.

Kenapa berpeluang besar dan sedang? Publik berpendapat secara psikis tingkat kepercayaan diri yang ada pada perempuan mulai tumbuh, tidak ragu-ragu dan punya keinginan setara dengan politisi laki-laki. Disamping alasan normatif kuota 30% untuk kaum perempuan dan kwantitas pemilih perempuan dan laki-laki yang mendekati keseimbangan dinilai publik sebagai peluang juga.

Sementara publik yang menilai perempuan terjun kedunia politik berpeluang kecil disebabkan karena jumlah caleg perempuan yang sedikit menyebabkan peluangnya menjadi sempit, belum lagi menghadapi hambatan dari keluarga, sementara hambatan tidak percaya diri bukanlah menjadi hambatan yang tidak berarti karena hanya 12,3% saja.

Bulletin KPPA Edisi 15 Desember 2011


Aktifitas

Perempuan yang berpolitik?

Dalam hal kepemimpinan perempuan, public menilai, pemimpin perempuan lebih dapat memahami dalam menyerap aspirasi masyarakat, sementara tingkat kepercayaan public terhadap kepercayaan perempuan hanya 17,2%, karena pemimpin perempuanpun dinilai sama saja dengan pemimpin laki-laki yang belum mampu menerobos kebijakan public terhadap nasib masyarakat miskin, artinya tidak ada perubahan yang menonjol. Hal ini diperkuat ketika public ditanya bagaimana peran anggota dewan perempuan saat ini, sebagian besar atau sekitar 73,2% masyarakat berpendapat belum maksimal dalam menjalankan fungsi dan peran sebagai wakil rakyat sementara yang menyatakan sudah berperan sesuai dengan fungsinya hanya sekitar 23,2% dan sekitar 3,6% peran anggota dewan perempuan dinilai belum bisa berbuat apa-apa. Jika tingkat percaya diri perempuan

tinggi dan kepemimpinan perempuan dinilai lebih dapat memahami aspirasi masyarakat apalagi masih ada peluang besar bagi perempuan yang akan terjun kedunia politik, sudah saatnya peran politik dalam pemilu 2014 harus diintervensi, walaupun persaingan antar calon legislatif pada pemilu 2014 akan sangat ketat.

Politik yang sejatinya jalan atau cara mecapai tujuan. Alatnya tidak hanya berpartai tapi banyak cara dan metode pilihan yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan, tentu semuanya semata-mata untuk kesejahteraan rakyat, lebih khususnya kepentingan perempuan yang masih dilihat sebagai pelengkap dan formalitas belaka, baik dimasyarakat, distruktur pemerintahan dan legislatif mulai dari tingkat desa dan kelurahan sampai tingkatan kabupaten, propinsi dan tingkat pusat. Namun demikian publik menilai, bahwa mereka yang berpolitik hanya sekedar cara mencari kekayaan.

Namun demikian tidak kalah menarik dari pantas, tidak pantas atau setuju, tidak setuju, adalah soal hambatan yang mendominasi ketika perempuan berpolitik, hal ini dapat ditunjukan sebesar 62.3% menyatakan hambatan datangnya dari keluarga sementara 18.8% adalah diskriminasi serta ketidakpercayaan diri perempuan sebesar 17.4% dan sisanya 1.4% berpendapat lain.

Bulletin KPPA Edisi 15 Desember 2011

Dari survey ini masyarakat berharap agar peran politik perempuan kedepan lebih diutamakan tidak hanya kuantitas melunaskan quota keterwakilan 30% namun lebih pada kualitas kepemimpinanya, sehingga dibutuhkan kesiapan kaderkader berkualitas yang dicetak baik oleh partai politik maupun organisasi massa lainnya.***

11


Aktifitas

BELAJAR POLITIK UNTUK PERUBAHAN Liputan Khusus Sekolah Mombine Oleh : Wawan Gunawan

Belajar tak pernah mengenal usia, kalimat inilah yang dapat menggambarkan semangat dan antusias perempuan Poso dalam mengikuti pembukaan dan orientasi kelas yang di selenggarakan oleh Komunitas Perempuan dan Anak (KPPA) Sulawesi Tengah di Poso, Sabtu (8/11/2011). Orientasi kelas yang diikuti oleh siswa kelas dasar dan kelas lanjutan dalam program “Sikolah Mombine” dapat menjadi indicator bahwa perempuan Poso ingin maju untuk sebuah perubahan. “Sikola Mombine” dalam bahasa lokal berarti sekolah perempuan merupakan sekolah alternatih khusus perempuan untuk belajar tentang Politik, social dan kepemimpinan . Sekolah gratis ini bekerja sama dengan Yayasan TIFA yang dilaksanakan di kota Palu dan kabupaten Poso terhitung sejak tahun 2009 pada kelas dasar dan lanjutan hingga sekarang. Dalam tahapannya sekolah perempuan ini dilakukan secara berjenjang. Pada tahap awal perempuan yang ingin sekolah harus mengikuti Kelas dasar atau Bassic

Class yang ditempuh selama Tiga bulan, kemudian masuk pada tahap lanjutan selama 6 bulan hingga memasuki tahap akhir atau kelas ahli. Serangkaian proses tersebut menggunakan metode pembelajaran inclass dan outclass yang diharapkan mampu dan dapat menghasilkan kader – kader perempuan yang berkualitas dan potensial serta layak memasuki dunia politik hingga akhirnya menjadi pemimpin perempuan local yang mempunyai kapasitas politik dalam mempengaruhi kebijakan public sesuai dengan kebutuhan rakyat khususnya perempuan dan anak, dengan demikian jumlah keterwakilan perempuan dan pemimpin perempuan akan semakin menigkat baik didaerah maupun didesa yang berimbas pada terkonsolidasikannya gerakan politik perempuan baik di tingkat nasional maupun di daerah. Orientasi kelas pada “Sikola Mombine” baik untuk kelas dasar maupun kelas lanjutan, dimaksudkan untuk menggali motifasi, arah dan tujuan serta mencari kesepakatan bersama waktu belajar. Dalam acara perkenalan ,kehadiran Sikolah Mombine ini sangat dinantikan. “ Saya sudah lama menunggu kelanjutan dari sekolah ini, karena

disini satu satunya tempat untuk kita belajar tentang politik sehingga saya paham bagaimana situasi social yang terjadi di komunitas kami sekarang ini.” ujar Fatma Latae pengurus PNPM Mandiri Perkotaan. Pembukaan orientasi kelas yang diikuti oleh 25 orang kelas dasar dan 15 kelas lanjutan dengan berbagai latar belakang yang difasilitasi oleh Gunawan Primasatya sebagai pengelola program, menghasilkan dua kelas yakni kelas Sintuwu dan Kelas Maroso dengan tenaga pengajar tetap Moh Taufik D Umar dari Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Sipil (LPMS) dan Evani Hamzah praktisi sosial yang kini sedang menyelesaikan gelar masternya di Universitas Tadulako Palu. Dengan tenaga pengajar yang berpengalaman dan peran aktif siswa semoga dapat memacu semangat dan harapan besar bagi para perempuan di poso, yang ingin maju dan bergerak bersama demi sebuah perubahan karena “justice for women and children are the one way for peaceful life”.***

Doc.KPPA

Suasana Opening Ceremoni Sekolah politik Khusus perempuan (Sikolah Mombine) di kabupaten Poso pada kelas dasar dan lanjutan.

12

Bulletin KPPA Edisi 15 Desember 2011


AKTIFITAS

Suasana Workshop pada hari pertama yang dihadiri oleh sejumlah SKPD se-Sulawesi Tengah dengan tema Tata Kelola Anggaran yang Responsif dan Berkeadilan di hotel Rama Palu, Senin (3/10/2011) yang diselenggarakan oleh KPPA Sulteng.

Doc.KPPA

APBD Sulteng Dinilai belum Responsif dan Berkeadilan P

enyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2012 yang diajukan Pemerintah Propinsi (Pemprop) Sulawesi Tengah kepada DPRD setempat belum responsif terhadap keadilan gender , karena dalam mengelola anggaran yang diajukan tidak dilihat secara holistik (Baca; menyeluruh) demikian penilaian Komunitas Peduli Perempuan dan Anak (KPPA) Sulteng saat memaparkan materinya dihadapan sejumlah SKPD peserta workshop di Hotel Rama Garden, Senin (3/10/2011). “Mestinya harus dimulai dari sebuah perencanaan yang partsipatif dimana masyarakat terlibat langsung dalam proses penyusunan anggaran, dengan demikian proses ini dapat menjamin kesejahteraan rakyat dan memperoleh manfaat untuk mewujudkan pembangunan yang lebih merata, dan berkeadilan.� Ungkap Risnawati ketua Divisi Riset, analisis dan Advokasi kebijakan KPPA Sulteng. Lebih lanjut Risnawati berpendapat penyusunan program anggaran juga harus berbasis kinerja

yang berorietasi pada isu strategis gender sehingga aspek akses, peran, dan kontol serta nilai manfaat adalah indikator dalam penyusunan anggaran yang benar sehingga menghasilkan program kerja yang aspiratif dalam sitem tata kelola anggaran yang responsif dan berkeadilan. Dalam catatan KPPA kebijakan anggaran di Sulteng masih terkesan belum memihak pada kebetuhan dan kepentingan masyarakat khususnya bagi perempuan dan anak. Prespektif pemerintah masih bias gender, keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan dan penganggaran masih sangat kecil. Hal ini kemudian memberi dampak terhadap tingkat kinerja Pemerintah Daerah terkesan buruk, sebagaimana disampaikan oleh Mendagri bahwa Sulteng mendapatkan peringkat ke-33 dari 33 Provinsi diseluruh Indonesia dalam pengelolaan anggaran. Fakta lain memperlihatkan kasus tingginya angka kematian ibu dan anak, nilai

Bulletin KPPA Edisi 15 Desember 2011

ujian para siswa masuk kategori 10 besar terendah di Indonesia, dan yang lebih parah adalah daerah terkorup di Indonesia dengan kerugian Negara mencapai Rp. 170 Miliar (hasil kajian Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran – FITRA).

Workshop yang mengambil tema Tata Kelola Anggaran yang Responsif dan Berkeadilan di Sulawesi Tengah, diikuti oleh sejumlah SKPD dan Anggota Dewan serja sejumlah kalangan akademisi dan Lembaga Swadaya masyarakat yang diselenggarakan selama Tiga hari dengan tujuan ada kesepakatan yang dihasilkan bersama antara pemerintah propinsi dan pemerintah Kabupaten/kota bersama DPRD terkait dengan program kerja daerah khususnya kepada wilayah yang rentan terhadap persoalan perempuan dan anak.***

13


Opini

Gerakan Perempuan, Korupsi dan Neoliberalisme Oleh : Hajalia Somba*

P

erempua n, korupsi

dan neoliberalisme seakan sebuah rangkaian kata tanpa makna, namun demikian saya Hajalia Somba mencoba untuk merangkaikan antara satu dengan yang lain menjadi bermakna dan saling berhubungan satu sama lain. Di-era neoliberalisme kini perempuan semakin tereksploitasi dan tidak terkendali, baik eksploitasi dalam hubungan produksi sebagai tenaga kerja yang murah, maupun eksploitasi untuk kepentingan enthertaimen . Tanpa disadari semua itu adalah akibat dari praktek system ekonomi yang dijalankan oleh rejim pemerintahan yang korup. Korupsi adalah efek dari system neoliberalisme , walaupun korupsi secara pasar akan berakibat pada distorsi terhadap harga-harga kebutuhan dipasar, namun demikian pemberantsan korupsi hanyalah isapan jempol semata, praktek korupsi terus dijaga, dari eksekutih, legislative dan yudikatif, jika praktek korupsi telah mewabah ke semua lembaga penyelenggara Negara lantas siapa yang mengontrol jalannya sebuah pemerintahan yang kita harapkan bersih dan akuntabel? Perempuan, sebagai bagian warga masyarakat dan warga Negara adalah masyarakat yang paling dirugikan atas praktek korupsi dan system neoliberal, disamping jumlahnya berlimpah sebagai sumber tenaga kerja murah, hak-hak dasar perempuan lambat laun dipangkas oleh praktek neoliberalisme. Sebagaimana yang dikatakan ekonom kiri Dr Hendri Saparini, di KOMPAS, 12 Juni 2009 “Praktik

14

Neoliberal menempatkan perempuan dan anak sebagai korban terdepan� Tahun 1999 World Bank pernah melakukan riset perihal peran perempuan dalam korupsi. Riset yang dilakukan oleh Development Research Group/Poverty Reduction and Economic Management Network , menyatakan bahwa menurunnya tingkat korupsi bersamaan dengan semakin meningkatnya jumlah keterwakilan perempuan di tingkat parlemen nasional. Riset tersebut menandakan bahwa perempuan sebenarnya enggan untuk melakukan korupsi disbanding dengan laki-laki. Hal ini adalah modal dasar kaum perempuan dalam berperan wujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih. Munculnya sederetan pemimpinpemimpin perempuan dibelahan dunia menjawab tantangan neoliberalisme, sebut saja Dilma Rousseff yang pada awal Januari 2011, dilantik sebagai perempuan pertama menjadi Presiden Brasil. Pertengahan Februari 2011, Brasil mengangkat Martha Rocha sebagai kepala polisi. Perempuan pertama kepala polisi Brasil ini diangkat karena bersih dari korupsi. Kepala polisi sebelumnya dicopot karena korup dan bersekongkol dengan gembong obat bius. Namun demikian ada juga sejumlah kasus yang melibatkan perempuan dalam urusan korupsi sebut saja Artalyta Suryani, misalnya, terlibat dalam kasus penyuapan jaksa Rp 5,9 miliar. Harini Wiyoso, pengacara Probosutedja, menyuap Mahkamah Agung Rp 4,8 miliar. Nunun Nurbaeti buron dalam kasus cek pelawat. Malinda Dee membobol dana nasabah Citibank. Mindo Rosalina Manulang terlibat kasus

suap proyek Wisma Atlet dan tidak menutup kemungkinan akan menyeret Angelina Sondak politisi partai demokrat. Imas Diansari, hakim ad hoc Pengadilan Hubungan Industrial PN Bandung, tertangkap basah menerima suap Rp 200 juta dari Manajer PT Onamba Indonesia Odi Juanda. Dan dari 26 anggota DPR yang terlibat kasus cek pelawat, ada dua perempuan menjadi tersangka, yaitu Ni Luh Mariani Tirtasari dan Engelina Pattiasina, Dharnawati, yang mencoba melakukan suap pada kementrian tenaga kerja.La ode Ida politisi perempuan asal PAN yang mencoba mengungkap adanya praktek mafia anggaran, kini justru menjadi terperiksa KPK atas dugaan “celeng(an)� gendut yang mencurigakan setelah ada laporan dari PPATK. Peran perempuan yang menduduki sejumlah jabatan penting di negeri ini tumbang satu per satu karena terlibat korupsi. Ini menunjukkan bahwa rasa malu sejumlah perempuan telah memudar, tergoda olehmanisnya kue korupsi. Keterlibatan beberapa perempuan Indonesia dalam kasus-kasus korupsi seakan mematahkan hasil penelitian yang dilakukan World Bank (1999). Perempuan bisa dengan leluasa memegang kontrol dan pengarahkan bagi kaum laki-laki yang salah langkah dan salah arah. Selama itu, perempuan yang diasumsikan lebih telaten dan lebih kecil kemungkinannya melakukan korupsi. Anggapan tersebut kini tidak sepenuhnya benar. Gerakan perempuan melawan korupsi dan neoliberalisme Setelah kita mengetahui bahwa problem pokok yang sedang kita

Bulletin KPPA Edisi 15 Desember 2011


Opini hadapi saat ini adalah praktek neoliberalisme yang semakin nyata dan korupsi yang kian kronis disemua lembaga Negara, maka gerakan perempuan hurus digelorakan semakin masih, bersekutu dengan sector rakyat lainya untuk melakukan pengorganisasian pergerakan rakyat, agar tujuan yang hendak dicapai menjadi jelas dan terorganisir serta terencana. Secara tegas dalam konstitusi kita UUD 1945 menyatakan bahwa system perekonomian nasional kita berdasar atas asas kekeluargaan dengan menempatkan cabangcabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai Negara, namun prakteknya dikuasai swasta asing dan swasta domestic. Olehnya, ketika system ekonomi kita neoliberal, maka bangunan diatasnya baik infrastruktur maupun suprastrukturnya akan mengabdi pada liberalisasi semua sektor, seperti lembaga-lembaga Negara presiden, DPR, lembaga peradilan semua akan mengabdi dan dipengaruhi oleh kepentingan neoliberalisme. Wujud dan bentuknya seperti UU minerba, UU penanaman modal, dan ada sekitar 87 UU yang di intervensi asing/kapitalisme, kecuali UU pokok agraria 1960, karena pemerintah kita saat itu masih taat pada UUD 1945. Wujud lain terkait dengan karakter bangsa adalah, individualistic, koruptif, dan konsumtif. Neoliberalisme juga telah menggerus nilai-nilai kearifan lokal pada tingkat masyarakat desa. Perlawanan terhadap sistem tersebut harusnya dilawan pula secara sistematis dan terpola, kemudian hal lain bahwa tidak seharusnya perempuanperempuan merasa tertindas oleh kaum laki-laki karena ini bukan sebuah persoalan gender, yang harus dipahami oleh para perempuan adalah bagaimana membebaskan diri dari eksploitasi Neoliberalisme.

masyarakat miskin dan marjinal, tidak sekedar juga untuk membuka akses mendekati kekuasaan politik yang pada akhirnya menjadi antekantek neoliberalisme. Sebagaimana diingatkan oleh Soekarno “Jikalau Ibu di Indonesia hanya ingin sama haknya dan hanya ingin sama derajatnya dengan kaum Bapak Indonesia, jikalau hanya itu saja dipandang sebagai cita-cita tertinggi, maka tak lain dan tak bukan mereka hanyalah ingin mengganti derajatnya dari budak kecil menjadi budak besar belaka.( di bawah bendera revolusi 1101-102). Satukan gerakan, satukan isu utama Disadari atau tidak, yang jelas riil gerakan perempuan telah terhegemonik diseret dalam satu konstruksi dan pengaruh rezim neoliberal yang hanya terbatas pada pemantau dan pengkritisisan kebijakan. Gerakan bersifat sporadic dan terpecah-pecah membawa isu dan kepentingan masing-masing kelompok. Rezim neoliberal sangat takut terhadap gerakan rakyat termasuk didalamnya gerakan perempuan. Dengan berbagai daya upaya gerakan perempuan dijinakkan agar tidak menjadi progresif apalagi revolusioner. Gerakan perempuan dibuat moderat, kompromi, dan partisipatif dengan cara diberikan kesempatan untuk memantau danadana yang telah dikucurkan apakah telah digunakan sesuai keinginan mereka, atau sudahkah transparan penggunaan dana-dana yang telah dikucurkan itu, mulai dari eksekutif, yudikatif dan legislative. Penyatuan gerakan dan penyatuan

isu utama yang digagas oleh sejumlah organisasi perempuan dan mahasiswa di Sekretariat Solidaritas Perempuan sudahlah tepat pada pertengahan Desember 2011 menyambut hari anti korupsi dan Hak asasi manusia sedunia. Mereka berhasil merumuskan bahwa problem utama bangsa kita saat ini adalah bercokolnya rejim yang mengabdi pada system ekonomi neoliberal, maka sudahlah tepat jika isu utama yang harus diusung adalah “ganti rejim, ganti system� sebagai solusi atas kegagalan praktek neoliberal, pelaksanaan pasal 33 UUD 1945 sebagai system perekonomian nasional adalah mutlak dan tidak bisa ditunda-tunda yang harus dilaksanakan oleh rejim baru sosialisme Indonesia hasil gerakan rakyat. Karena itu organisasi perempuan harus mengubah taktik dan strategi gerakannnya, jangan berhenti sebagai watchdog kebijakan. Organisasi perempuan harus bersama-sama membangun kekuatan massa perempuan buruh, tani , mahasiswa, kaum miskin kota/desa untuk kembali melawan neoliberalisme. Konsolidasi yang dibangun dengan alat Front Penyelamat Kedaulatan Rakyat (FPKR) harus terus diperluas, lipat gandakan massa dengan melakukan pengorganisiran, aksi-aksi menuntut dan mimbarmimbar bebas digencarkan secara terpola, distribusi bacaan dan alatalat agitasi dan propaganda diperbanyak, insya allah 21 Mei 2012 rejim neoliberal SBY-Boediono akan menyatakan berhenti dari jabatan presiden dan wakil presiden.***

Persamaan hak dan kesetaraan dengan laki-laki haruslah ditempatkan pada perjuangan pembebasan untuk semua lapisan

Bulletin KPPA Edisi 15 Desember 2011

15


Sisipan

Doc.KPPA Anak BN sedang berbagi pengalaman dengan teman-temannya tentang bagaimana cara memukul alat musik tradisional yang terbuat dari kayu dan kulit binatang di kantor KPPA Sulteng.

KENALKAN BUDAYA LOKAL PADA ANAK, SEJAK DINI Oleh : Rahmawati

D

alam Konvensi Hak Anak dituangkan bagaimana hak budaya dan partisipasi anak agar dapat berkontribusi menumbuhkembangkan anak menjadi cerdas, dan terasah intelektualitasnya dengan belajar mengenali budaya local yang ada diwilayahnya. Mengenalkan budaya lokal sejak dini pada aanak-anak akan memberikan potensi dalam menggaungkan yel-yel perdamaian sehingga budaya kekerasan dapat mulai di minimalisir dan rasa persaudaraan mulai ditanamkan seperti tradisi daerah “Sintuvu� antar anak. Melalui kebudayaan, anak-anak juga harus dikenalkan tentang relasi social, keseimbangan ekologi dalam

16

hal menjaga lingkungan dari ancaman pengrusakan lingkungan secara global serta akan mengenal nilai-nilai kesetaraan dan keadilan gender. Dengan demikian internalisasi pemenuhan dan perlindungan anak menjadi hal yang utama. Pembangunan perdamaian berbasis hak anak dengan pendekatan pengembangan kebudayaan local merupakan satu upaya untuk menimilasir pemahaman masyarakat yang sectarian etnis dan invidualist yang dimotori oleh anak-anak sebagai generasi penerus bangsa yang bisa membudayakan untuk menghargai perbedaan dan menjaga budaya local yang hampir punah di Kota Palu bahkan di Sulaewesi Tengah.

Selain memberikan pemahaman tentang kesetaraan dan keadilan, termasuk persoalan lingkungan dan gender. Pembangunan perdamian berbasis hak ini kemudian di kenal dalam sebuah pembelajaran alternative anak, yaitu sebuah rumah kreatifitas anak yang bernama “Banua NuNgana�. Rumah kreativitas anak yang dalam bahasa lokal to kaili Banua NuNgana (BN) yang merupakan wadah bagi anak untuk mengembangakan pengetahuan dan mengasah kreativitas dalam mengekspresikan pesan perdamaian, menghargai perbedaan yang ada di lingkungan sekitar dalam bentuk karya seni , baik dalam bentuk cerita, musik, puisi dll yang diangkat dari

Bulletin KPPA Edisi 15 Desember 2011


Sisipan

kehidupan sehari-hari.

berani tampil di depan public.

Berangkat dari pemikiran tersebut, Banua nu ngana mulai merealisasikan cita-cita dan harapan dengan kegiatan yang sederhana namun memiliki manfaat yang besar khususnya mengawali perkembangan intelektual dan psikologis remaja. Adapun kegiatan-kegiatan yang pernah dilakukan yaitu perekrutan anggota banua nu ngana dibeberapa sekolah SMP dan SMA yang berada di kota palu, guna untuk mencari anak-anak yang berbakat, berjiwa kritis dan kreatif. Kemudian, pertemuan internal dengan orang tua dari anak-anak BN untuk meminta izin dari orang tua mereka agar diberikan izin beraktivitas di lingkungan Banua nu ngana dengan beberapa komitmen yang disepakati bersama. Sejauh ini, respon orang tua cukup baik, asalkan anak-anaknya bisa belajar kreatif dan waktu sekolahnya tidak terganggu.

Kemudian, disusul kegiatan-kegiatan BN lainnya yaitu diskusi tematik tentang bagaimana menjadi remaja yang baik, etika pergaulan remaja, serta pembentukkan karakter remaja. Hal itu dilakukan agar kedepannya anak-anak BN selain memiliki jiwa kreatif namun juga kritis agar setelah dewasa nanti mereka mampu berinteraksi dengan masyarakat luas. Kegiatan lainnya yang dilakukan adalah penyuluhan tentang kesehatan reproduksi remaja di beberapa sekolah yang ada di palu yaitu SMK Alkahirat palu, SMP negeri 10 palu, SMP negeri 3 palu dan SMP negeri 13 Palu. Sekolah merespon dengan baik kegiatan ini. Yang menjadi fasilitator kegiatan adalah Pembina BN dibantu dengan penampilan yelyel dari anak-anak BN.

Setelah ada anggota dan izin dari orang tua, banua nu ngana mulai berjalan perlahan-lahan untuk membentuk suatu organisasi anak sekaligus menjadi sekolah alternatif bagi mereka, dengan pembentukkan struktur organisasi yaitu mengadakan pemilihan ketua, wakil ketua, sekretaris dan bendahara. Proses pemilihan ketua dengan cara menunjuk kader-kader terpilih, setelah itu memaparkan visi-misi mereka dilanjutkan dengan sesi tanya jawab dan pemilihan dengan cara vote. Hal ini dilakukan guna membentuk remaja yang demokratis, mampu bersaing dengan sportif serta

Sekarang, Banua nu ngana memiliki 54 anggota yang berasal dari agama, suku, latar belakang dan sekolah yang berbeda-beda. Mereka menjadi satu di banua nu ngana dan terus berakreativitas. Banua nu ngana telah membuka tiga kelas yaitu kelas menari, music dan theater. Setelah diadakan pengorganisiran minat dan bakat mereka, anak-anak BN belajar tentang kearifan local budaya dengan belajar dikelas-kelas yang mereka minati. Dengan kesepakatan bersama, Seminggu 2 kali diadakan pertemuan. Agendanya yaitu diskusi tematik dan pengembangan bakat dibidang mereka masing-masing. Saat ini anak-anak BN disibukkan dengan latihan-latihan dalam rangka pesiapan peampilan di acara ramah

tamah politik yang diselenggarakan oleh KPPA bekerja sama dengan pemerintah setempat. Semoga kegiatannya berjalan dengan lancer. Amin.***

Anak-anak BN saat belajar musik bersama di taman kota Palu.

Doc.KPPA

Doc.KPPA Anak-anak BN saat presentasi hasil diskusi kelompok di kantor KPPA Sulteng

Doc.KPPA Seorang fasilitator sedang mengenalkan alat-alat kespro padaAnak-anak BN sejak dini agar tidak disalah gunakan

Bulletin KPPA Edisi 15 Desember 2011

17

Anak-anak BN sedang menonton Film besama dan Seorang fasilitator sedang menjelaskan makna film tersebut di kantor KPPA Sulteng. Doc.KPPA


Tokoh Bicara

Rebut kekuasaan Politik 2014 Dalam sejarah pergerakan Indonesia dari mulai jaman kolonial hingga jaman kemerdekaan, perempuan tak pernah luput mengambil peran politik dalam setiap jaman, walaupun berat. Tantangan dan rintangan selalu menghalangi kaum perempuan. Sebut saja Kartini, Srikandi Indonesia yang memperjuangkan emansipasi wanita ditengah masyarakat feodal yang masih kental. Kini Jaman telah merdeka, jaman dimana memasuki era globalisasi dibawah sistem ekonomi pasar (Baca: Neoliberalisme) tentu semakin berat perjuangan kaum perempuan. Namun demikian tak ada kata menyerah, perempuan selalu mengambil peran politik. Bagaimana peluang dan hambatan bagi perempuan yang berpolitik? Untuk itu Vicktor Zaenong dari redaksi Bulletin KPPA melakukan wawancara khusus dengan Maida Sita, Ketua Serikat Perempuan Lembah Palu (SPLP) di rumahnya. Berikut adalah hasil petikan wawancaranya: Redaksi : Bagaimana pendapat ibu tentang politik ? Maida Sita : Politik atau berpolitik adalah cara untuk mencapai tujuan atau cara untuk melakukan suatu perubahan, tujuan yang mensejahterakan tentunya dan perubahan kearah yang lebih baik. Dalam mencapai jutuan dan perubahan di butuhkan alat perjuangan yakni organisasi bisa berupa partai politik ataupun organisasi massa. Redaksi : Apa pendapat Ibu tentang perempuan berpolitik ? Maida Sita : Perempuan bagi saya harus berpolitik dan setuju perempuan berpolitik. Karena kebutuhan perempuan, yang mengetahuinya adalah perempuan itu sendiri walapun ada sebagian laki-laki yang mengetahuinnya tetapi tidak secara keseluruhan. Misalnya masalah kesehatan perempuan, tentang reproduksi. Laki-laki hanya berpikir bagaimana menjaga rahimnya dan ini tidak mendasar sekali, laki-laki hanya mengetahui yang umum saja tentang kesehatan reproduksi perempuan. Redaksi : Apakah Ibu pernah

18

dengar tentang quota 30%. Maida Sita : Iya saya pernah mendengar itu, yakni politik keterwakilan perempuan yang harus menyertakan wakil perempuan minimal 30%, dan saya sendiri pernah mengisi quota pada salah satu partai politik ditahun 2009 lalu. Redaksi : Apakah ibu setuju quota keterwakilan perempuan 30% itu di semua tingkatan baik legislative maupun eksekutif. Maida Sita : Saya setuju, karena ini memberikan peluang bagi perempuan untuk menunjukan kemampuannya, mengembangkan sumberdaya manusia yang dimilikinya. Karena selama ini perempuan dianggap tidak mampu dari lakilaki, tetapi sebenarnya kalau kita lihat mulai tugas keseharian dirumah sampai diluar rumah perempuan itu lebih mampu dari pada laki-laki. Perempuan memiliki nilai lebih tetapi budaya kita memandang bahwa perempuan itu selalu dinomor duakan dalam setiap sisi kehidupan tak terkecuali di politik.

Redaksi : Apa pandangan Ibu tentang hambatan jika perempuan berpolitik. Maida Sita : Menurut saya masih banyak hambatan, misalnya pertama ditingkat keluarga, ketika perempuan berbicara politik selalu mengarah dan dianggap anggota partai politik, padahal menurut saya berpoltik itu tidak hanya kita bergabung sebagi anggota partai politik saja tetapi bagaimana perempuan itu diberikan ruang untuk mnegeluarkan pendapat dan tururt bersama-sama mengambil keputusan baik dikeluarga maupun ditingkat publik. Kedua adalah masih kurang percaya diri terhadap kemampuan dirinya sendiri. Masih ada perempuan yang memiliki kemampuan tetapi karena keterbatasan pendidikan sehingga dia menjadi tidak percaya diri. Hal yang lain adalah diskriminasi terhadap kaum perempuan masih begitu kuat terutama di daerah pinggiran dan dilingkungan masyarakat religius, hambatan itu sangat besar karena selalu berdasarkan ajaran agama bahwa perempuan dirumah saja. Perempuan lebih didorong apa

Bulletin KPPA Edisi 15 Desember 2011


Tokoh Bicara kewajibannya tetapi akses Untuk mengetahui hak-haknya masih belum terbuka. Redaksi : Apa pendapat Ibu tentang peluang perempuan berpolitk. Maida Sita :Peluangnya menurut saya terbuka, tetapi belum dikatakan besar namun perempuan diberikan ruang untuk berpartisipasi dalam segala bidang. Tetapi kalau dilihat lagi masih ada hambatannya misalnya kerja-kerja profesi, kerja-kerja birokrasi, fakta dipemerintahan pengangkatan pejabat perempuan masih didomisasi oleh laki-laki. Redaksi : Bagaimana pendapat ibu tentang kepemimpinan perempuan saat ini. Maida Sita : Kalau dilihat kepribadian perempuan dapat dipercaya, seperti yang saya katakan tadi bahwa birokrasi perempuan ini menghambat. Saya ambil contoh di DPRD

misalkan,banyak usulan-usulan pembahasan anggaran untuk diperjuangkan agar berpihak pada perempuan tetapi karena masih ada intervensi dari partai politik sehingga apa yang sebenarnya telah diusulkan biasa tidak diakomodir secara keseluruhan. Kepercayaan bagi perempuan boleh dipercayai tetapi perubahan belum kelihatan secara drastis karena intervensi partai politik yang masih kelihatan mendominasi. Redaksi : Bagaimana pendapat Ibu tentang Perempuan ikut Pemilu 2014 mendatang? Maida Sita : Saya pikir harus mengambil peran kearah sana, sebab semua kebijakan diambil atas keputusan politik, karena itu adalah peluang walaupun ada persaingan, sebab persaiangan adalah hal yang bagus ketika banyak perempuan ikut bersaing itu sebenarnya bagus sekali. Kalau dilihat dari integritasnya, perempuan cukup dipercaya sama

perempuan bahkan semakin banyak perempuan yang ikut pemilu 2014 mendatang lebih bagus. Dengan demikian ini adalah peluang bagi perempuan untuk memperjuangkan, membela hak-hak dan kepentingan perempuan. Redaksi : Apa harapan ibu terhadap partisipasi atau peran politik perempuan saat ini? Maida Sita : Saya berharap wakil-wakil perempuan yang ada di DPR/D saat ini harus lebih berani membongkar hal-hal yang tidak benar, terutama terkait dengan mafia anggaran, Singkatnya jadilah pengawas yang cermat, nyusun anggaran pro poor . Dengan peran aktif perempuan disegala hal termasuk berpolitik ini sedikit demi sedikti perubahan akan terjadi walapun pelan tapi pasti utamanya untuk pembangunan manusia secara keseluruhan dan secara khusus bagi perempuan baik yang di kota maupun di pedesaan.***

Maida Sita, ibu dari Lima anak sudah terlibat aktif berorganisasi sejak masih remaja. Pengalaman organisasinya cukup matang. Sejak tahun 1990-an sudah bergabung dalam Badan Koordinasi Pemuda dan Remaja Mesjid Wilayah Sulawesi Tengah, kemudian menjadi Ketua Wanita Islam Alkhairrat (2000), Ketua Kelompok kerja PKK, Ketua Divisi Solidaritas Korban Pelanggaran Hak Asasi Manusia (SKPHAM) Sulawesi Tengah, Ketua adat Kelurahan Kayumalue Ngapa dan kini di percaya sebagai Ketua Serikat Perempuan Lembah Palu (SPLP). Maida Sita Perempuan kelahiran Kayumalue Ngapa, 46 tahun lalu ini tak pernah lelah dalam membela hak-hak dasar kaum perempuan. Dalam usaha menambah kapasitasnya, ditengah kesibukan aktifitasnya, masih menyempatkan untuk mengikuti berbagai macam pelatihan-pelatihan seperti penguatan HAM, adcokasi paralegal, pelatihan penyusunan anggaran dan kepemimpinan, sehingga tidak heran jika Bu Maida (panggilan sehari-hari) dikenal dikalangan kaum perempuan di lembah Palu karena jaringan dan aktifitas kepeduliannya terhadap kaum perempuan. Setelah terpilih sebagai ketua SPLP pada Kongres I dikelurahan Watu Tela kecamtan Palu Timur 2008 lalu, Dia aktif membangun jaringan dengan menghadiri acara-acara konsolidasi seperti Kongres Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI) III di Jakarta, tahun 2009; dan Musyawarah Nasional Dewan Kesehatan Rakyat Nasional. di Jakarta, tahun 2009***

Bulletin KPPA Edisi 15 Desember 2011

19



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.