Api Perlawanan AMARA Yang Tak Pernah Padam

Page 1

k o mi k pandang

raya

newshitletter

Kaki Tangan Demokrasi dan Keadilan

>>

Newshitletter ini diterbitkan oleh Unit Kegiatan Pers Mahasiswa Universitas Hasanuddin Penanggung Jawab | Tuhan YME Pemimpin Umum | Haidir Sulle Editor | Irsyan Hasim

Catatan Kaki | Edisi Khusus Pandang Raya | 12

Reporter | Topik | Ela | Adi Sirkulasi | Chacox | Anugrah Febriadi Layout | Joni Al-Mudhill

www.catatankaki.org

Edisi Khusus Pandang Raya | November 2011


Kami kembali hadir dalam edisi khusus. Sebelum edisi ini, dipertengahan tahun 2011 Catatan Kaki sedikit membahas sepak terjang Front Pembela Islam (FPI) di bumi Nusantara. Kali ini, seperti yang lalu kami akan sedikit membahas satu dari sekian banyak rekam aksi insurgensi yang terjadi di Indonesia.

C Pan arefou r akk uka ng

Mall Pa

Salam!

nakkuk

ang

Lokasi

Penghujung tahun 2012, Pemerintah Kota Makassar belakangan ini sedang gencar membangkitkan infrastruktur kota yang sebelumnya lesu akibat “atraksi-atraksi liar� yang dilakukan di beberapa tempat berbeda. Atraksi tersebut tentu saja membuat pihak penguasa dunia saat ini, yaitu modal, panik dan menarik diri agar tetap berdiri pada zona aman. “Makassar Menuju Kota Dunia� adalah penyeragaman, semua serba canggih, semua serba bersih. Tak ayal beberapa kebijakan pemerintah akhirnya diloloskan dengan alas pikir ini untuk mewujudkan 'masyarakat ideal' versi pemerintah, agar sokongan dan ekpansi modal terus eksis. Satu hal yang negara harapkan dari kita adalah kepercayaan ataupun kerjasama untuk mewujudkan 'kehidupan indah' tersebut. Bukankah begitu yang sering kita dengar? Tentu saja dengan cara dan jalan mereka sendiri. Untuk merefleksi apa yang kalian pikirkan dan apa yang terjadi, pada edisi kali ini kami khusus mengangkat sekaligus mengampanyekan sebuah perlawanan. Sebuah perlawanan kelompok oleh warga negara taat hukum, walau dengan berbagai macam keterbatasan, yang menjadi korban kejahatan korporasi dan negara. Tidak perlu lagi berbasa-basi. Selamat menikmati!! Catatan Kaki | Edisi Khusus Pandang Raya | 11


Testimony Petta Dewi (Korban Penggusuran Karuwisi, Makassar Tahun 2004) Penggusuran itu kayak kiamat. Tidak ada lagi harga diri kita. Seperti kalau masuk di rumahmu sendiri baru diusir. Buat apa kita hidup. Karena kalau kita orang miskin, kita memang harus bersatu. Apalagi kalau rakyat miskin kota. Pemerintah kota tidak ada perhatian sama rakyat miskin. Apalagi gubernur, tidak ada harapan.

Dg. Mussu (Persatuan Warga Kassi-kassi, Makassar) Menyedihkan nasib rakyat miskin sebenarnya. Kalau Pandang Raya bagi saya bagaimana caranya karena itu mempertahankan saja haknya. Mudah-mudahan kalau dipertahankan pemerintah ada perhatiannya kepada masyarakat Pandang Raya. Bersatulah warga! Persatuan yang harus dibangun memang untuk Pandang Raya yang kuat. Bagi saya bagaimana warga diorganisir di Pandang Raya agar juga bisa bertemu dengan warga di Kassi-kassi. Di pandang raya memang harus dievaluasi. Di kampuskampus harus memang digalang solidaritas untuk Pandang Raya. Tetapi kalau warga pandang raya memang menggalang persatuan tidak akan digusur. Di Pandang Raya itu cuma masalah persatuan. Tidak ada lagi selain itu.

Emi (Warga yang kena sengketa tanah di Kassi-kassi, Makassar) Penggusuran jelas tidak ada sekali baiknya. Apalagi bagi kita rakyat miskin, dimana makan saja susah, sudah ada tanah yang kita miliki sendiri. Kita dapatkan dari hasil keringat sendiri. Tiba-tiba diakui sama pemerintah atau pengusaha lalu mau diambil begitu saja. Kita ini dijajah sama bangsa sendiri. Saya sudah berapa kali alami penggusuran. Satu kali di Karuwisi. Sekarang di Kassi-Kassi saya juga mengalami sengketa tanah. Tapi lagi-lagi saya tetap berteriak bahwa walaupun kita miskin, kalau kita bersatu dan melawan dan melawan terus, Insya Allah kita pasti bisa menang. Contoh saja di Kassi-kassi, Alhamdullillah. Karena persatuan dan dukungan dari anak-anak pendamping juga. Insya Allah kita bisa menang. Ini pesan saya untuk warga Pandang Raya.

Widodo (Paguyuban Petani Lahan Pasir Kulonprogo, Yogyakarta) Pada intinya, persoalan negara dan korporasi adalah kasus kita bersama. Jadi tak mungkin kita berjuang sendirisendiri. Harus ada sebuah nadi yang bisa satukan kita. Yaitu sikap pada individu yang kuat untuk melawan mereka. Baik secara personal, maupun bersama-sama. Penggusuran adalah tindakan biadab. Siapa pun mereka harus dilawan. Dengan dalih apapun, kehidupan itu tidak bisa ditukar dengan apapun pula. Untuk saudarasaudaraku di Pandang Raya, jangan takut untuk melawan. Teruskan pemberontakan kalian. Selama hidupmu selalu ditindas. Kami pun disini selalu melawan, kalian tidak sendiri. Kita dimana-mana. Kobarkan pemberontakan dan tetap dalam solidaritas.

Dato' Selong (Forum Warga Katalassang, Makassar) Kalau ada penggusuran seperti di Pandang Raya, kita pergi ke sana. Saya siap membantu di sana kalau ada apa-apa.

Catatan Kaki | Edisi Khusus Pandang Raya | 10

Catatan Kaki | Edisi Khusus Pandang Raya | 3


Api Perlawanan AMARA Yang Tak Pernah Padam

Sebelum warga menempati Pandang Raya pertama kali pada tahun 1982, tempat tersebut hanyalah sebuah hamparan rawa. Hampir 30 tahun kemudian tepatnya tahun 2011. Lokasi tersebut kini dikenal dengan nama jalan Pandang Raya, Makassar. Dikelilingi oleh pusat bisnis Panakukang Mas serta pemukiman real estate. Walaupun terkesan kumuh tapi lokasi seluas 4900 m2 yang dihuni sekitar 45 kepala keluarga. Merupakan tanah yang didapatkan warga dari transaksi jual beli sah dengan Nomor persil 52.a.SI dan No kohir 1241 CI dari seorang pria bernama H. Hapid. Tanah Pandang Raya ke depannya menjadi sengketa juga memiliki Akte Jual beli (AJB) No. 994/VIII/1980 tertanggal 21 Agustus 1980 dari Saleng Bin Saidong. Mengetahui bahwa lokasi di Pandang Raya suatu saat bakal sangat berkembang, seorang pengusaha kakao dari Palu, Goman Wisan. Menggugat tanah yang telah di tempati warga selama 16 tahun. Melalui pengacara, M. Arham Suryadi SH, pada tahun 1998. Pada tahun yang sama pula pihak Pengadilan Negeri Makassar menjatuhkan amar tidak menerima gugatan Penggugat (NO) dengan alasan error in objecto (abscure in lible). Setelah Banding di tahun 1999, Pengadilan Tinggi Makassar menerima permohonan sang pengusaha. Upaya perlawanan hukum juga dilakukan oleh warga. Namun Majelis Hakim Kasasi dengan putusan No: 1440.K/pdt/2000 menjatuhkan vonis memperkuat putusan Pengadilan Tinggi Makassar sebelumnya (tanpa amar kondemnatoir). Karena putusan kasasi tersebut tidak memuat amar kondemnatoir, maka Drs. Goman Wisan melalui kuasa hukumnya setelah meminta fatwa ketua Mahkamah Agung (tentang Putusan kasasi yang tidak mengandung amar kondemnatoir, kemudian menganjurkan agar menempuh upaya gugatan baru dengan petitum agar putusan dapat dilaksanakan dengan serta merta). Mengupayakan jalur hukum baru yaitu dengan mengajukan gugatan ke PN Makassar. Agar tanah yang telah dimenangkannya di pengadilan kasasi Mahkamah Agung di tahun 2000 dapat dieksekusi. Rentetan upaya hukum dilalui warga untuk mendaptkan haknya. Walaupun tetap saja hukum tidak bakalan pernah berpihak terhadap yang kecil. Ketika Putusan Mahkamah Agung RI Nomor: 665 K/Pdt/2006 keluar, pengacara warga, M. Syarif Nisar SH, mengajak warga untuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK). Untuk itu warga sepakat untuk melakukan PK. Tapi kuasa hukum warga tanpa alasan yang jelas tidak mendaftarkan permohonan PK warga ke Pengadilan. Malah meninggalkan warga setelah mendapat biaya pengajuan PK. “Saya bukan pengacara kalian lagi”, ucap Syarif, seperti yang ditirukan salah seorang warga. Catatan Kaki | Edisi Khusus Pandang Raya | 4

Perlawanan terhadap Eksekusi Setelah berbagai proses hukum yang dilalui. Tanggal 23 Februari 2011 warga Pandang Raya harus kembali menghadapi proses eksekusi lahan untuk ketiga kalinya berdasarkan keputusan PN Makassar. Sejak pagi sekitar 100 orang warga dan mahasiswa, dari yang masih anak-anak hingga dewasa telah berkumpul di lokasi eksekusi. Berorasi dan mempersiapkan berbagai strategi untuk menghadapi eksekusi. Lahan yang akan dieksekusi berada tepat di sisi jalan. Sebelumnya warga telah mem-blokade dua sisi jalan dengan menggunakan drum dan bambu. Pukul 10.00 WITA kurang lebih 500 aparat kepolisian dari Polresta Makassar Timur dengan peralatan lengkap bersiap membantu eksekusi. Beberapa warga terlihat menunjuk-nunjuk polisi dengan parang dan bambu sedangkan warga yang lain sibuk mengumpulkan batu. Bentrokan dengan kepolisian pun tidak dapat dihindari ketika sebarisan Pasukan anti Huru-Hara (PHH) melewati blokade yang disiapkan warga. Serentak warga melempari polisi dengan batu dan bambu. Keadaan semakin memanas ketika polisi mulai memasuki blokade kedua. Tiga buah molotov melayang ke arah polisi menyebabkan formasi pecah dan dipaksa mundur. Beberapa polisi bahkan berlari dan keluar dari formasi karena terbakar terkena lemparan molotov. Tak lama keadaan berbalik, satuan polisi yang tadinya mundur digantikan dengan polisi bertameng baja. Tembakan gas air mata sebanyak tiga kali menghancurkan pertahanan warga. Sebagian besar berlarian ke berbagai arah menghindari asap yang mengandung belerang. Tetapi situasi kembali berbalik. Arah angin mendukung warga. Asap menyengat yang tadinya mengarah ke kerumunan warga berbalik ke arah polisi. Lemparan batu tanpa henti membuat polisi mundur, membatalkan rencana eksekusi.

Ini merupakan sebuah bentuk perlawanan dari anak-anak Pandang Raya mengenai janji terhadap mereka yang sama sekali tak pernah dapatkan. Janji dari pemerintah atau perlindungan dari negara yang hanya jadi impian. Anak-anak ini tidak butuh bolduzer atau pentungan, yang mereka butuhkan hanyalah kebebasan. Bebas untuk mengeksperisikan diri mereka. Sejak kehadiran sanggar ini, anak-anak Pandang Raya mulai mempertahankan haknya. Bukan berarti mengekploitasi anakanak untuk perlawanan, melainkan bagaimana cara mengajarkan bahwa negara ini tidak lagi memperhatikan rakyat, lebih memilih kepentingan dari kaum pemodal, serta mengajarkan bagaimana kebiadaban dari negara. Akrivitas Komunitas seni Pandang Raya tidak sepadat dan seserius sanggar seni lainnya. Sanggar ini masih terfokus pada permasalahan yang ada di Pandang Raya. Mereka hanya menginginkan kehidupan yang lebih baik, hidup tanpa ada tekanan dan intimidasi. Meskipun dengan tempat yang cukup sederhana, anak-anak ini tetap memperlihatkan keinginan untuk belajar. Beberapa kali mereka melakukan pementasan yang memperlihatkan bagaimana kehidupan keras mereka yang masih juga diusik oleh negara dan pemodal. Kampanye dari sanggar anak ini akan terus berlanjut. Perlawanan mereka akan tetap berlanjut. Celong, Heru, Cana, Ismi, Nur, Rama adalah beberapa dari anak Pandang Raya yang menginginkan sebuah kebebasan. Meski penampilan mereka sangat sederhana dalam setiap pementasan, mereka tetap berupaya untuk selalu (dan terus) mengkampanyekan perlawanan warga Pandang Raya.

Dari setiap pertempuran penghabisan, pintu pertempuran senantiasa menunggumu.

Demi setiap pemberontakan yang memungkinkan mentransformasikan Dirimu menjadi manusia sesungguhnya. Begitulah puisi berantai yang merupakan karya dari anak-anak ini. Sanggar Anak Pandang Raya yang menginginkan pertempuran dan perlawanan kepada mereka yang ingin merampas hak mereka. Tidak alasan bagi mereka untuk menyerahkan tanah mereka. Apapun akan mereka lakukan untuk mempertahankannya. Kelompok seni anak ini membutuhkan dukungan dari semua pihak. Tidak peduli bentuk bantuan seperti apa yang akan diberikan, yang terpenting hal tersebut memperkuat perjuangan warga. Semua orang punya cara tersendiri dalam melakukan perlawan. Anak-anak dari sudut kumuh Makassar tersebut butuh tambahan solidaritas untuk menghancurkan segala penindasan yang melanda mereka. Entah bantuan apa yang kita berikan kepada mereka, karena bisa saja besok, lusa, atau kapan pun kita juga akan merasakan hal yang sama dengan mereka. Sanggar Anak Pandang Raya sekali lagi bukan hadir untuk mengajarkan bagaimana belajar menjadi seniman. Tapi sanggar ini hadir untuk memberikan perlawanan kepada penguasa yang tak pernah menginginkan kehadiran kita. Kehadiran sanggar ini setidaknya memberikan gambaran kepada kita begitu banyaknya cara untuk melawan. Tidak ada sekat pemisah dari tiap cara melawan karena semuanya bermuara pada satu; melenyapkan penindasan di Pandang Raya. “Panjang umur insurgent Pandang Raya”, teriak salah satu anggota sanggar diakhir pementasan mereka pada acara HI-Fest di Baruga A.P. Pettarani Unhas. ***

Beberapa kali pemukiman warga didatangi preman. Rumah mereka dilempar batu bahkan pernah sekali rumah seorang warga dilempari dengan molotov. Mereka harus selalu berjaga untuk menghindari hal yang tidak diinginkan.

Catatan Kaki | Edisi Khusus Pandang Raya | 9


Pasca eksekusi yang terjadi tahun lalu, usaha pengusiran warga dari tempat penghidupannya hingga saat ini masih berlangsung. Cara legal melalui proses hukum gagal dilakukan. Upaya lain di luar hukum dijalankan oleh pihak Goman. Semakin kentalnya usaha pengusiran yang dilakukan sang pengusaha tidak membuat semangat warga melawan negara dan korporasi surut. Kampanye kasus ini terus dilakukan di kampuskampus. Serta di beberapa tempat dimana mereka menghadapi permasalahan yang sama untuk menggalang dukungan yang lebih besar. Tidak hanya itu, beberapa alternatif kampanye juga sering dilakukan, seperti tabling Food Not Bomb (FNB) atau dengan penampilan seni dari anak-anak Pandang Raya. Terbentuknya Aliansi Masyarakat untuk Pandang Raya (AMARA) makin menyolidkan perjuangan warga. Solidaritas Yang Terus Mengalir

Tanpa Nama, Tetap Belajar Serta Melawan Untukmu tanahku, tak ada alasan bagiku untuk takluk demi mempertahankanmu. Pandang rayaku, untuk tanah dan harga diri, panjang umur insurgent, panjang umur pandang raya. (Puisi berantai “Pandang Raya: tak ada alasan untuk menyerah”) Sanggar Anak Pandang Raya sebenarnya bukanlah nama, tidak ada nama yang pasti untuk tempat belajar anak-anak di Pandang Raya. Nama bukanlah masalah, yang terpenting adalah bagaimana mengkampanyekan kasus perampasan tanah, mengkampanyekan kasus sengketa tanah yang berlokasi di pusat bisnis Panakukang Mas. Beberapa dari mahasiswa yang terlibat di Pandang Raya merasa perlu dan wajib untuk berbagi pengetahuan dengan anak-anak yang ada di sana.

semua pengusaha yang ada di Makassar. Tanah yang disengketakan tepat berada di belakang Carrefour dan samping Mall Panukukang. Selain itu, lokasi tersebut juga menjadi sasaran dari pemerintah kota yang tidak menghendaki pemukiman warga kumuh. Apalagi tempat itu dikategorikan oleh pemerintah, kontras dengan kompleks real estate yang ada di sekitarnya. Jadi sangatlah jelas, Pandang Raya ingin disingkirkan.

Sanggar Anak Pandang Raya sangatlah jauh berbeda dari sanggar-sanggar lain. Sanggar anak ini tidak memiliki satu pun alat musik atau peralatan sanggar lainnya. Jangankan alat, tempat permanen untuk latihan pun mereka tidak miliki. Hanya semangat belajar yang dimiliki anak-anak yang sebagian besar masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Walaupun kondisi Sanggar Anak Pandang Raya seperti itu, mereka tetap bisa menampilkan pementasan yang cukup menarik. Beberapa kali pementasan anak Pandang Raya memukau, bahkan tak kalah dari sanggar-sanggar seni lain.

Kehadiran sanggar seni anak ini memberi pengalaman tersendiri terhadap anak-anak Pandang raya. Heru misalnya merasa sangat senang karena bisa belajar mengenai puisi. Dia juga bisa membantu orang tuanya untuk mempertahankan tanahnya. Walaupun dengan cara lain, yaitu melalui pementasan. Bukan hanya Heru yang senang akan tetapi orang tua mereka merasa sangat bangga. Selain belajar, mereka juga ikut terlibat dalam mempertahankan tanah yang menjadi hak mereka. Fokus mereka adalah mengkampanyekan perjuangan warga.

Pementasan yang biasa dilakukan anak-anak Pandang Raya adalah musikalisasi puisi. Musikalisasi puisi sudah beberapa kali mereka lakukan. Penggalangan dukungan di Warkop Anging Mammiri dan HI-Fest di Baruga A.P. Pettarani Universitas Hasanuddin menjadi saksi semangat anak-anak ini melawan Goman Waisan, pengusaha yang mengklaim lokasi di Pandang Raya sebagai tanahnya. Komunitas seni ini memang bukan semata hadir hanya untuk belajar seni. “Mengkampanyekan juga perampasan tanah pandang raya oleh Goman Waisan”, tutur Maulana selaku pengajar di Sanggar Anak Pandang Raya.

Upaya-upaya kampanye yang dilakukan sanggar anak Pandang Raya sudah terlaksana di beberapa tempat. Misalnya di Gedung Mulo Sulawesi Selatan, sanggar anak ini mengkampanyekan kasus mereka. Dalam kegiatan yang bertemakan “Untukmu Jiwaku” solidaritas yang digalang untuk mendukung perlawanan Pandang Raya. Acara ini digagas oleh siswa SMA 11 Makassar sebagai wujud solidaritas terhadap warga.

Kelompok seni anak ini mulai beraktifitas awal tahun 2011. Siapa saja boleh bergabung didalamnya. Semuanya bisa menjadi partisipan yang terpenting tetap dengan visi yang sama mempertahankan Pandang Raya dari serbuan pemodal seperti Goman Waisan. Lokasi ini memang menjadi incaran buat Catatan Kaki | Edisi Khusus Pandang Raya | 8

Lagu tentang damai itu hanya dapat kau nikmati dalam waktu yang sesaat Hingga dinding bebatuan memisahkan jarakmu. Demi esok yang membuatmu menatap mentari dengan segala ketidakpastian (Puisi berantai “Pandang Raya: tak ada alasan untuk menyerah”)

Dukungan terhadap perjuangan warga datang dari berbagai pihak. Dari pemantauan yang dilakukan oleh tim redaksi Caka. Selain mahasiswa ada juga beberapa elemen masyarakat yang memberi dukungan aktif. Seperti yang dilakukan oleh Emi, warga sengketa tanah Kassi-kassi. Perempuan yang sehari-hari berprofesi sebagai Ibu Rumah Tangga ini dalam beberapa kesempatan, terlibat dalam aksi yang dilakukan oleh AMARA. Perasaan senasib dengan warga Pandang Raya yang membuatnya ikut membantu perjuangan. Menurutnya, penggusuran jelas tidak ada sekali baiknya. Apalagi bagi kita rakyat miskin, dimana makan saja susah, sudah ada tanah yang kita miliki sendiri. Kita dapatkan dari hasil keringat sendiri. Tiba-tiba diakui sama pemerintah atau pengusaha lalu mau diambil begitu saja. “Kita ini dijajah sama bangsa sendiri”, lanjut ibu yang juga pernah merasakan pahitnya pengusuran pada tahun 2004 di Karuwisi, Makassar. Tidak hanya di Makassar. Solidaritas pun mengalir dari Yogyakarta. Widodo, partisipan aktif dari Paguyuban Petani Lahan Pasir (PPLP) Kulonprogo juga menyampaikan dukungan terhadap perlawanan warga Pandang Raya. Bersama 30.000 jiwa lain di Kulonprogo, pria berambut gondrong ini juga mengobarkan perang melawan negara dan korporasi. Mas Wid, sapaan akrabnya, menitipkan pesan untuk warga. Pada Intinya, persoalan negara dan korporasi adalah kasus kita bersama. Jadi tak mungkin kita berjuang sendiri-sendiri. Harus ada sebuah nadi yang bisa satukan kita. Yaitu sikap pada individu yang kuat untuk melawan mereka. Baik secara personal, maupun bersama-sama.

Pe n g g u s u r a n a d a l a h tindakan biadab. Siapa pun mereka harus di lawan. Dengan dalih apapun, kehidupan itu tidak bisa ditukar dengan apapun pula.

Untuk saudara-saudaraku di Pandang Raya, jangan takut untuk melawan. Teruskan pemberontakan kalian. Selama hidupmu selalu ditindas. Kami pun disini selalu melawan, kalian tidak sendiri. “Kita dimana-mana, kobarkan pemberontakan dan tetap dalam solidaritas”, tuturnya.***

Catatan Kaki | Edisi Khusus Pandang Raya | 5


2003 - 2004 24 - 09 - 2009

09 - 03 - 2011

20 - 04 - 2011

21 - 05 - 2011

24 - 05 - 2011

Goman mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Makassar yang kemudian gugatannya diterima.

Pengadilan Negeri Makassar menyatakan b a hwa l a h a n d i Jl . Pandang Raya adalah hak milik warga, lalu pihak penggugat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung yang k e m u d i a n m e n gh a s i l k a n ke m e n a n g a n u n t u k pihak Goman Waisan.

Warga melakukan unjuk ra s a d i Pe n g a d i l a n Negeri Makasssar m e n d e s a k P N membatalkan rencana eksekusi lahan yang jatuh pada 30 November 2009.

Sekitar 50 massa dari Amara kembali melakukan unjuk rasa di kantor Pengadilan Negeri Makassar untuk mempertegas status lahan yang ditempati warga.

Warga, mahasiswa dan beberapa orang yang juga turut bersolidaritas pada kasus warga p a n d a n g te rg a b u n g dalam aksi solidaritas dalam bentuk FNB (Food Not Bomb)

Penampilan Teaterikal oleh anak-anak Pandang Raya untuk kampanye dalam acara “Untukmu Jiwaku� yang digagas o l e h s i s wa S M A 1 1 Makassar di Gedung Mulo.

Kampanye serta p e n a m p i l a n musikalisasi puisi dari Sanggar Anak Pandang Raya dalam acara HIFest di Pelataran Baruga A.P. Pettarani Unhas.

28 - 12 -2009

22 - 02 -2010

23 - 02 -2010

07 - 03 -2011

13 - 06 -2011

27 - 06 -2011

28 - 06 -2011

13 - 08 -2011

Unjuk rasa ratusan warga Pandang Raya dan Mahasiswa dengan melakukan long march hingga kantor BPN ( B a d a n Pe r t a n a h a n Nasional) Makassar menolak rencana eksekusi lahan.

Puluhan warga mendatangi Pengadilan Negeri Makassar agar dilakukan peninjauan terhadap lahan yang di klaim oleh pihak Goman.

Sekitar 500 personil kepolisian dan 100 lebih masyarakat dan mahasiswa yang tergabung dalam AMARA terlibat bentrok dalam upaya eksekusi lahan milik warga.

Sekitar 100 massa dari Aliansi MasyarakatMahasiswa Anti Penggusuran (AMARA) melakukan aksi unjuk rasa di kantor BPN untuk menyikapi kasus yang dihadapi warga.

Warga Pandang dan mahasiswa tergabung dalam aksi kampanye solidaritas di UNM Gunung Sari, UNM Tidung, UNM Parang Ta m b u n g d a n UNISMUH.

Sekitar pukul 05.00 W I T A W a r g a memergoki empat orang preman dengan berkendara motor sedang melempar Molotov dan batu seukuran kepalan tangan orang dewasa ke a r a h p e m u k i m a n warga.

Aksi terror dilakukan oleh preman bayaran Goman dengan melempari salah satu rumah warga dengan batu dan Molotov.

Buka Puasa Bersama serta Kampanye Perlawanan di Posko Amara.

1998

1999

Catatan Kaki | Edisi Khusus Pandang Raya | 6

Catatan Kaki | Edisi Khusus Pandang Raya | 7


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.