Diktat MKU, Siapa Untung Siapa Buntung ?

Page 1

EDISI I April 2010

K

: Takashi Shiraisi

Zaman Bergerak, Zaman Radikal Buku ini mengungkap rangkaian sejarah perlawanan yang terjadi di masyarakat pribumi (Indonesia), khususnya di Jawa pada periode 1912-1926. Diawali dengan perlawanan dari kaum buruh dan petani, yang merasa dirinya dirugikan baik dari pihak kerajaan maupun pemerintahan Hindia Belanda. Melalui buku ini, Siraishi menceritakan bagaimana sejarah lahirnya sebuah organisasi yang memberikan peran sangat penting dalam mengorganisir rakyat untuk memperjuangkan hak mereka. Baik itu menentang pihak kerajaan maupun pihak pemerintahan Hindia Belanda. Buku ini juga mengungkap perlawanan yang dilakukan oleh masyarakat Jawa. Baik dalam bentuk selebaran, aksi, media, pemogokan, dan organisasi. Beberapa organisasi yang kemudian muncul menjadi tonggak penggerak gerakan di masyarakat Jawa. Misalnya, Sarekat Islam (SI) yang semula hanya sebuah perkumpulan warga setempat yang diberi nama Rekso Roemekso, dibangun oleh H. Soemanhadi dengan tujuan untuk melindungi kain batik mereka dari pencuri. Selanjutnya, pada 9 November 1911 Tirtoadhisoerjo merumuskan serta menandatangani anggaran dasar organisasi tersebut. Bunyi isi pengantarnya : �Semua orang sudah tahu bahwa sekarang ini adalah zaman kemajuan. Semboyan kita tentang perjuangan untuk mencapai kemajuan tidak boleh hanya jadi omong kosong saja. Untuk itu kami memutuskan untuk membentuk Sarekat Islam�. Perkumpulan ini kemudian diberi nama Sarekat Islam sejak awal namun orang solo menyebutnya Sarekat Dagang Islam. Dalam buku ini dijelaskan pula perkembangan SI mulai dari SI yang hanya bersifat perkumpulan semacam ronda untuk menjaga kain batik dari pencuri. Kemudian bergeser fungsinya, karena semakin banyak terlibat konflik, baik itu menentang pihak kerajaan maupun pemerintahan Hindia Belanda. Perlawanan yang secara rutin dilakukan oleh SI mengakibatkan keresahan di beberapa bagian SI di Jawa. Beberapa mulai resah dan tidak ikut lagi dalam pemberontakan, bahkan beberapa pemogokan petani gagal karena ketakutan yang selalu menghantui petani. Akibatnya, SI terpecah ketika di bawah pimpinan Semaoen. Ada SI lokal-lokal (bersebrangan dengan Semaoen) dan SI Merah (Maret 1923). SI merah lebih mengarah kepada kaum kiri atau PKI (Perkumpulan Komunis Indonesia yang kemudian berganti mejadi Partai Komunis Indonesia). PKI dan SI merah adalah satu kesatuan yang sudah tidak bisa dipisahkan. Karena tujuan mereka sama, yaitu membebaskan diri dari kolonialisme. Baik dijajah oleh borjuasi pribumi maupun pihak Hindia Belanda. Karya Siraishi ini juga mencoba mengenalkan kepada kita ketekunan, kepandaian dan kesabaran masyarakat Jawa pada periode itu (1912-1926) dalam memimpin sebuah organisasi. Dalam buku ini coba digambarkan bahwa penjara bukanlah sebuah penghalang untuk terus bergerak. Adanya beberapa tokoh-tokoh gerakan sering keluar masuk penjara, namun tidak menyurutkan semangat mereka dalam mempertahankan hak-haknya. Diantaranya, H Misbach, Marco, dan kawan-kawannya, tetapi mereka tetap radikal dalam melakukan perlawanan.

Catatan Kaki

Resensi Buku

8

Laput : Diktat MKU, Siapa Untung Siapa buntung Opini : Realitas Sosial di bawah Sistem Kapitalisme Resensi Buku : Zaman Bergerak Radikalisme Rakyat di Jawa 1912-1926

KAKI

Catatan

melihat terang kehidupan

Judul asli in Java, 1912-1926. Penulis

NEWSLETTER

EDISI I thn 2010

Judul buku

RESENSI BUKU OLEH: Khaidir : Zaman Bergerak Radikalisme Rakyat di Jawa 1912-1926. : An age in motion ; popular radicalism


SALAM REDAKSI Salam Perjuangan dan Perlawanan… Menapaki kepengurusan baru periode 2010-2011 yang dikomandoi kawan Reza, newsletter caka hadir dalam edisi perdananya di bulan April ini. Kepengurusan baru yang akan tetap selalu risau melihat segala keganjalan – keganjalan sosial yang tidak berpihak pada kepentingan rakyat adalah komitmen yang selalu kami anut. Gentar untuk mengadvokasi segala kebijakan yang menindas rakyat adalah mitos bagi kami. Berjuang dan melawan adalah harga mati dalam kamus gerakan Unit Kegiatan Pers Mahasiswa (UKPM - UH) yang juga kami namai “Rumah Pemimpin Umum: Pelangi”. Ahmad Semangat baru tentu menjadi warna tersendiri dalam Reza menghadirkan edisi perdana ini ke tangan pembaca. Kali ini, kami Pemimpin Redaksi: dari tim newsletter akan mengungkap segala kerisauan mahasiswa Ros tentang kewajiban untuk membeli diktat yang dirangkum pada Laporan Redaktur Utama (Laput) dengan judul Diktat MKU, Siapa Untung Siapa Buntung. Persoalan penjualan diktat ini kami angkat bukan tanpa alasan, Tetapi Pelaksana: SANGAT BERALASAN. Banyaknya keluhan dari mahasiswa di hampir Ana Editor: tiap fakultas mengenai besarnya pengaruh diktat terhadap nilai dan adanya Yasni pembelian diktat yang berulang ketika mata kuliah diprogram ulang. Ada Layouter : apa sebenarnya dengan diktat? Sebuah pertanyaan yang akan terjawab Dirgot pada Laput. Reporter: Sebuah pencerahan akan dihadirkan melalui opini tentang Hasbi “Realitas Sosial di bawah Sistem Kapitalisme”. Opini ini akan Echi mengajak kita menelusuri teori usang Adam Smith yang pada perjalanan Ugha Khaidir sejarah tidak terbukti kebenarannya. Dalam opini ini pula kita akan Tyana mendapat deskripsi tentang keadaan negeri kita tercinta Indonesia Pemimpin secara khusus dan dunia secara umum yang tidak sedang baik – baik saja. Dan ajakan untuk tidak diam melihat semua ketidakbaikan itu Perusahaan: Dillah terus – menerus terjadi. Untuk itu, tawaran mati adalah harus melawan Sirkulasi: demi menciptakan sebuah perubahan untuk kehidupan yang lebih baik Nurul dan berpihak pada rakyat. Sebagai tambahan referensi bacaan pembaca, maka ada tawaran dari resensi buku Zaman Bergerak Radikalisme Rakyat di Jawa 1912-1926 yang menarik untuk dibaca karena menghadirkan cerita tentang bentuk pergerakan yang terjadi di tanah Jawa. Kemudian, memberikan gambaran bagaimana ketekunan, kepandaian dan kesabaran masyarakat Jawa pada periode itu (19121926) dalam memimpin sebuah organisasi. “Selamat menelusuri tiap tapak tulisan dalam lembaran – lembaran newsletter ini, semoga ada anggukan kepala setelah membaca dan berakhir pada kalimat aku harus melawan pada ketidakwajaran”.

Catatan Kaki EDISI I April 2010

Salam Redaksi

2

Dengan melihat beberapa masalah yang ada di atas, apa yang harus kita lakukan sebagai mahasiswa? dan apa yang harus dilakukan oleh rakyat sebagai objek dari segala kebijakan yang sampai hari ini masih tidak berpihak pada rakyat? Ingat,selama logika kapitalisme yang berbasis persaingan masih tetap eksis,hanya akan menghasilkan kelompok yang keluar sebagai pemenang,dan yang terkalahkan. Alhasil kelompok yang terkalahkan pasti akan termarjinalkan dalam kehidupan sosialnya. Yakin bahwa mereka tidak akan mampu memenuhi kebutuhan pokoknya. Apa yang dikatakan ilmuwan bernama Adam Smith mengenai penumpukan yang dilakukan oleh segelintir orang yang akan membawa kesejahteraan bagi banyak orang adalah sebuah teori yang sampai detik ini tidak terbukti kebenarannya dan hanya akan menjadi sebuah mitos di tengah tertindasnya masyarakat Indonesia. Bagaimana mungkin semua orang akan sejahtera tatkala orang yang berlebih pasti akan terus memunyai keinginan untuk menumpuk barang tanpa batas. Hal ini disebabkan adanya rasa ketidakpuasan yang dimiliki oleh setiap diri manusia yang hidup dalam lingkaran setan kapitalisme. Lebih dari setengah dari rakyat Indonesia menjerit kelaparan akibat susahnya memenuhi kebutuhan pokoknya, karena tidak memunyai cukup uang untuk membelinya “Semakin banyak kau mengomsumsi,maka semakin sedikit kau hidup” itulah sebongkah kalimat yang mungkin masih bisa diperhitungkan dalam kehidupan yang masih men g g u n ak an b as is p er s ain g an d an penawaran. Pada akhirnya akan bermuara pada konsumsi suatu barang oleh manusia, mengingat bahwa kelas dalam masyarakat hanya ada dua, yaitu kelas proletar dan borjuasi. Catatan Kaki EDISI I April 2010

borjuasi. Jika kelas borjuasi semakin banyak mengomsumsi dan menumpuk kekayaan,maka kelas proletar akan semakin kekurangan dalam memenuhi kebutuhannya. Fenomena dan problematika sosial yang diketengahkan di atas merupakan beberapa dari banyaknya bencana yang melanda negeri ini. Ketidakmampuan pemerintah dalam merealisasikan keadilan dan demokratisasi di negeri ini adalah sebuah bentuk mafia pemerintahan dalam mengakal-akali rakyatnya.Segala regulasi dan kebijakan yang dikeluarkan selalu mengatasnamakan rakyat dan demi kesejahteraan rakyat. Namun, kenyataannya dalam praksisnya hal itu tidak pernah terbukti karena masih adanya kepentingan yang dibawa oleh kelas penguasa. Lain lagi, jika berbicara mengenai kepentingan pribadi atau segelintir orang,maka jelas akan menggugurkan kepentingan orang lain,yakni rakyat secara keseluruhan.Karena itu,mari bersama membangun kekuatan massa dan mengangk at senjata u n t u k melawan s e g a l a b e n t u k pem bodohan sosial yang dilakukan oleh pemeritah kita.Senjata-senjata itu telah menanti untuk digenggam kemudian dihempaskan ke arah mereka. (Ugha)

N

Opini

7


Laput

Opini Realitas Sosial di bawah Sistem Kapitalisme

Diktat MKU, Siapa untung siapa buntung

K

“Tidak ada kewajiban bagi mahasiswa untuk membeli diktat, yang wajib bagi mahasiswa adalah memahami materi – materi perkuliahan meskipun referensinya bukan dari diktat”. Rahmatullah,S.Ip.MSi (Sekretaris Bidang MPK-MBB)

eberlimpahan dan persaingan antar individu memang menjadi sebuah fenomena yang tidak lagi menjadi sebuah hal yang aneh di tengah aktifitas masyarakat. Telah menjadi sebuah hal yang berlangsung alamiah dan sahsah saja tanpa perlu ditawar-tawar.Keberlimpahan tersebut dimanfaatkan oleh kelompok minoritas untuk terus-menerus menyimpan dan menyimpan dengan menggerakkan semua daya yang mereka miliki. Baik tenaga kerja maupun modal..! Ingat, semakin banyak orang yang mendominasi sesuatu,maka semakin sedikit orang yang mendapatkan sesuatu tersebut. Sistem ekonomi yang berbasis persaingan antar individu kini telah membuat umat manusia membangun sekat-sekatnya sendiri. Mereka akan bersikap antipati terhadap orang lain, dan jelas hal tersebut akan terjadi. Mengapa tidak? Jika yang ada dibenak mereka adalah bagaimana menumpuk dan menumpuk kekayaan. Sementara, di sisi lain orang yang ada di sekitarnya menjadi kekurangan. Hal tersebut dibenarkan jika kita menggunakan stratifikasi sosial. Kelas yang ada dalam masyarakat terbagi atas dua, yaitu kelas borjuasi dan proletar sesuai analisa Marx. Persaingan dalam bidang ekonomi yang dikatakan Smith, menyatakan bahwa persaingan antar beberapa orang saja,akan membawa kesejahteraan terhadap orang banyak. Sebuah teori usang yang setelah beberapa tahun eksis,telah terbukti menjadi sebuah teori usang yang tidak terbukti kebenarannya. Maka sewajarnyalah sistem ekonomi kita dirombak total dan kembali memikirkan sistem ekonomi apa yang benar-benar berpihak pada rakyat kecil serta semua orang demi membangun relasi sosial. Tanpa adanya sekat dan tanpa hirarki kekuasaan yang di dalamnya penuh dengan kepentingan-kepentingan sesat. Ada banyak orang yang kemudian tidak pernah berpikir tentang dampak yang diakibatkan oleh sistem ekonomi berbasis persaingan tersebut.Lihatlah,berapa banyak orang yang kini hidup di bawah garis kemiskinan. Berapa banyak pedagang yang digusur akibat tidak memunyai modal cukup untuk mempertahankan tempat dagangannya. lain lagi dengan buruh yang terus dieksploitasi dan telah menjadi komoditi yang siap diperjualbelikan kapan pun serta para petani yang harus bekerja di sawahnya sendiri.Setelah menelaah problematika dari kelas yang memproduksi,maka setelah itu,mari kita melihat fenomena sosial dalam masyarakat secara luas dalam kaca mata ekonomi politik.Lihatlah,penggusuran yang baru terjadi di Pandan Raya,yang dilakukan oleh kelompok yang mengatasnamakan Magon. Belum lagi pedagang kaki lima di pasar Terong yang harus merasa terancam setiap harinya akibat penggusuran dengan alasan pemberdayaan tata kota walaupun mampu bertahan selama 10 tahun sampai sekarang. Analisa sosial politik yang ada saat ini,seakan-akan menghalalkan keadaan sekarang,dengan bermodal aparatur negara. Kebijakan undang-undang,dan regulasi pemerintah yang sangat sarat akan cengkeraman Neoliberalisme.

etiap tahunnya, di awal perkuliahan tiap-tiap mahasiswa diharuskan untuk memprogram Mata Kuliah Umum (MKU). Hal ini dimaksudkan untuk memberi pemahaman dasar sains, agama, budaya serta kesadaran berbangsa dan bernegara dalam menerapkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dengan rasa tanggung jawab kemanusiaan. Mata kuliah ini, ditangani oleh Unit Pelaksana Teknis - Mata Kuliah Umum (UPT-MKU) yang secara struktural tidak berada di bawah garis koordinasi universitas tetapi tetap bertanggung jawab terhadap rektor. Ada hal yang menjadi masalah dan sering meresahkan mahasiswa mengenai MKU ini terkait dengan pengadaan diktat. Di kalangan mahasiswa telah berkembang persepsi yang sama bahwa buku panduan atau diktat yang disediakan oleh dosen-dosen UPT-MKU wajib dimiliki dan berpengaruh pada proses peraihan nilai mahasiswa dalam kuliah. Sehingga, para mahasiswa meskipun sudah berulang setiap tahunnya mengambil mata kuliah yang sama, harus tetap membeli diktat jika ingin mendapatkan nilai yang baik dan mencegah ketidaklulusannya. Diktat, sesuai penjelasan pihak UPT-MKU merupakan istilah yang digunakan sebagian besar civitas akademika Unhas untuk menyebut buku panduan pembelajaran yang sebenarnya tidak diterbitkan oleh UPT- MKU sebagai lembaga tetapi tetap ada legitimasi. Secara umum diktat berisi dua hal, yakni Garis-garis Besar Rencana Pembelajaran (GBRP) dan teks materi mata kuliah, meskipun tidak dipungkiri bahwa sampai saat ini tidak semua diktat MKU berisi GBRP dengan pertimbangan agar tidak memperbanyak jumlah halaman. Sehingga, akan berpengaruh pada hal yang sifatnya finansial. Walaupun demikian, dosen MKU harus tetap menyampaikan GBRP mata kuliah yang diajarkan kepada mahasiswanya di setiap awal perkuliahan. Alasan mendasar diktat diadakan karena mahasiswa membutuhkannya. Hal ini berdasarkan pada hasil kousioner yang disebar tiap semester oleh UPT-MKU dari 1000 kousioner yang disebar menunjukkan hasil bahwa ternyata 90% mahasiswa membutuhkan diktat untuk membantu mereka dalam transformasi ilmu. Meski demikian, diktat tidaklah menjadi sebuah kewajiban bagi mahasiswa untuk membelinya, “Tidak ada kewajiban bagi mahasiswa untuk membeli diktat, yang wajib bagi mahasiswa adalah memahami materi – materi perkuliahan meskipun referensinya bukan dari diktat dan Jika ternyata ada dosen yang melanggar aturan MKU yaitu mengharuskan pembelian diktat, maka akan dilakukan evaluasi terhadap dosen tersebut” tegas Rahmatullah, S.Ip. M.Si selaku Sekretaris Bidang MPKMBB.

Catatan Kaki

Catatan Kaki

EDISI I April 2010

Opini

6

EDISI I April 2010

Laput

3


Hal senada juga diungkapkan oleh Drs. Muhtadin Asnadi Salam M.Si, Sekretaris Bidang Alamiah Dasar, bahwa pada dasarnya penjualan diktat kepada mahasiswa tidaklah wajib. Untuk bidang eksakta sendiri yang wajib dimiliki mahasiswa adalah penuntun laboratorium untuk pratikum itupun tidak dijual oleh MKU, mahasiswa bisa membelinya di luar kampus. Terkait mengenai pembelian modul dan diktat. Keduanya bisa dibeli terpisah. Kebijakan lain dari UPT-MKU adalah Mahasiswa diperbolehkan memperbanyak modul dengan catatan minta izin terlebih dahulu kepada dosen atau pihak UPT-MKU secara langsung karena ada aturan yang mengatur hal ini. Adapun penentuan harga diktat, ditentukan dalam rapat koordinasi antara Koordinator tim penyusun, dosen, kepala UPT-MKU, sekretaris bidang MPK-MBB dan sekretaris bidang Alamiah Dasar yang dilakukan sebulan sebelum perkuliahan berlangsung. Ada aturan yang ditetapkan dalam penjualan diktat, antara lain ; dosen mata kuliah tidak diperbolehkan menjual diktat kepada mahasiswa secara langsung, pembelian diktat di UPT-MKU tidak diperbolehkan per individu tetapi per kelompok dalam hal ini diwakili oleh ketua kelas dan tidak ada keharusan untuk mencatat nama mahasiswa yang membeli diktat. Peraturan ini diberlakukan untuk menghindari dampak Psikologis atau image bahwa pembelian diktat akan berpengaruh pada nilai. Pihak UPT-MKU boleh saja memaparkan keidealan tentang segala aturan mengenai penjualan diktat termasuk memberikan pernyataan secara Catatan Kaki EDISI I April 2010

t e g a s b a h w a M A H A S I S WA T I D A K DIWAJIBKAN MEMBELI DIKTAT. Tetapi, sayangnya pihak MKU tidak pernah secara terang-terangan menyosialisasikan hal ini secara menyeluruhan pada mahasiswa yang mengambil Mata Kuliah Umum (MKU). Akibatnya, masih banyak mahasiswa yang berpikiran bahwa membeli diktat adalah kewajiban karena akan mempengaruhi nilai. Hal ini terungkap dari hasil wawancara tim Newsletter Caka kepada beberapa mahasiswa di fakultas yang berbeda. Misalkan, salah seorang mahasiswa Fakultas Pertanian yang tidak ingin disebutkan namanya mengatakan “ Dosen memang tidak pernah mengatakan secara terangterangan bahwa diktat wajib dibeli.Tetapi, pembelian diktat secara tidak langsung sangat mempengaruhi nilai. Hal ini saya alami ketika mengprogram salah satu MKU dan saat itu saya tidak membeli diktat. Alhasil setelah pengumuman nilai keluar ternyata saya memperoleh nilai yang lebih rendah dari teman – teman saya yang membeli diktat. Akibatnya, saya harus mengulang mata kuliah yang sama pada tahun berikutnya” ungkapnya ketika ditemui disela – sela kesibukannya kuliah. Mahasiswa Fakultas Kedokteran angkatan 2008 juga mengatakan demikian, bahwa memang katanya diktat tidak wajib. Tetapi, ketika diktat itu dibagikan kepada mahasiswa satu per satu itu sama halnya memberi kesan secara langsung, jika diktat wajib untuk dibeli oleh mahasiswa “Sebenarnya diktat tidak wajib menurut dosen saya, tapi karena langsung dibagikan satu per satu untuk semua mahasiswa jadi mau tidak mau saya membelinya meskipun sebelumnya saya sudah punya diktat yang sama”. Laput

4

Pengakuan yang sepadan juga diperoleh dari seorang mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat angkatan 2008 bahwa wajib tidaknya pembelian diktat bergantung dari dosen mata kuliah bersangkutan. Tetapi, berbeda dengan modul yang memang wajib dimiliki karena tidak boleh diphotokopi. Sementara seorang mahasiswa Fakultas Hukum 2007 lebih tegas lagi mengatakan bahwa menurutnya , membeli diktat sama dengan membeli nilai A. “Kalau saya memiliki diktat, pasti saya akan mendapatkan nilai A dan ini sudah menjadi rahasia umum semua mahasiswa”. Kisah lain dipaparkan oleh mahasiswa Fakultas Sastra angkatan 2007 bercerita “Ketika semester pertama saya memprogram MKU (Ipteks). Tetapi, terjadi pembatalan mata kuliah tersebut karena ternyata MKU Ipteks bisa diprogram ketika telah semester tiga. Padahal, sebagian besar teman – teman saya telah membeli diktat. Kemudian setelah memasuki semester tiga dan memprogram MKU tersebut, telah ada harapan bahwa tidak perlu mengeluarkan uang lagi untuk membeli diktat karena diktat semester satu masih ada lengkap dengan modulnya. Namun, harapan ini kemudian menjadi tekanan karena dosen mewajibkan kami untuk membeli diktat, protes sempat kami layangkan tetapi tidak dihiraukan tetap saja kewajiban itu berlaku. Akhirnya, dengan terpaksa kami membeli diktat baru meskipun isinya tidak memiliki perbedaan yang signifikan dengan diktat yang dibeli ketika semester satu. Catatan Kaki EDISI I April 2010

Karena pembelian diktat memberi pengaruh yang kuat atas perolehan nilai indikasinya adalah setiap mahasiswa yang membeli diktat di UPT-MKU akan dicatat namanya lengkap dengan Nomor Induk Mahasiswa”. Secara umum, dari hasil penelusuran melalui wawancara ke beberapa mahasiswa yang berasal dari berbagai Fakultas dengan angkatan yang berbeda jelas menyatakan bahwa ada gap yang terjadi antara pernyataan yang dikemukakan pihak UPT-MKU dengan kondisi yang terjadi di lapangan tentang diktat ini. Masih ada beberapa mahasiswa yang mengeluh karena diwajibkan untuk membeli diktat oleh dosennya. Semestinya pihak UPTMKU tidak hanya menyebarkan kousioner tentang penting tidaknya diktat bagi mahasiswa. UPT-MKU juga seharusnya menyebar kousioner terkait keluhan mahasiswa tentang keharusan yang diberikan oleh dosen kepada mahasiswa untuk membeli diktat. Hal ini dimaksudkan agar pihak UPTMKU dapat mengetahui apakah ada oknum dosen yang melanggar aturan MKU tentang diktat atau tidak. Karena teori yang diagungagungkan oleh UPT-MKU tentang tidak adanya kewajiban bagi mahasiswa untuk membeli diktat. Tetapi, adanya keluhan dari beberapa mahasiswa mengindikasikan teori ini tak memiliki arti apapun bagi mahasiswa. Apalagi ternyata ada oknum dosen yang tiap tahunnya di Fakultas yang berbeda mewajibkan mahasiswanya untuk membeli diktat dan sampai saat ini (berita ini dicetak) masih ditemukan pencatatan nama oleh pihak UPT-MKU ketika mahasiswa membeli diktat. (sby/rs/chy/yna)

Laput

5


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.