bengkel kolase
#1
periodikal tak beraturan | gratis | Juli, 2015 Ngawahan Aku kenal seorang seniman – bolehlah aku menyebutnya begitu – dia juga pernah satu band bersamaku, Tarjo namanya. Sepertinya sulit bagiku untuk tidak menyebut namanya dalam dunia kreatifku. Dia adalah seniman yang senang bergelirya bersama setumpuk karyanya. Dalam satu hari dia bisa membagikan kolase, cerpen, ulasan film, dan lagu via akun facebook pribadinya. Kehidupannya cukup unik dan pantas untuk dijadikan sebuah novel. Sampai pada tulisan ini kubuat, website prbadinya masih tetap ada pada saluran senartogok.com . Sila kunjungi alamat itu untuk menikmati celoteh, senandung, dan karya seni lainnya yang dibuat oleh dirinya pribadi maupun berkolaborasi dengan temannya Dalam perkolasean, aku pertama kali melihat karyanya yang berjudul Buddha Naik Haji. Dia menggabungkan gambar Ka'bah dan barisan biksu yang sedang berdoa. Dari titik itulah aku mulai mengagumi karya seni ini. Bagaikan sebuah jalur alternative, karya seni ini tidak membutuhkan keahlian menggambar yang ciamik, pun tak perlu keahlian fotografi. Cukup menggunting dan menempel gambar yang sudah ada pada surat kabar atau majalah bekas. Maka, voila!, jadilah sebuah karya baru. Aku lalu mencari apa yang bisa kuguntinggunting, dan aku menemukan poster artis korea milik adikku, lalu aku menemukan poster pemain sepakbola koleksi usangku, ditambah beberapa tabloid yang juga milik adikku. Aku mengguntingnya, dan jadilah kolaseku yang pertama si Neng Geulis. Terlalu naïf rasanya jika menyebut diriku sebagai seorang seniman. Walaupun begitu, aku menikmati kolase-kolasean ini. Entahlah, membunuh waktu bisa dengan mudah dilakukan dengan menggunting majalah-majalah bekas. Terkadang, aku ingin menuangkan ide bercampur emosi dalam pikiranku dalam membuat suatu kolase. Dengan hasil yang aku sungguh tidak peduli apakah ideku tersalur atau tidak pada kolase yang kubuat. Aku hanya menikmati proses menggunting dan mengelemnya saja. Mungkin, kolase bagiku itu mirip selinting ganja yang aku tidak pernah merasa kecanduan karenanya tapi bikin aku kengen untuk mencobanya lagi. Menggunting, menempel, dan terkadang mempublikasikannya pada media sosial dengan harapan ada satu atau dua orang yang menekan tombol like sehingga aku bisa memastikan jika benar ada orang di balik layar smartphone mereka yang melihat karyaku. 1
Main-main Bermain. Aku mencintai masa kecilku. Sayangnya aku tidak akan pernah bisa kembali. Aku kadang suka berharap ada lubang cacing di bawah meja belajarku yang akan mengantarku pada masa lalu dimana aku masih anak-anak. Aku ingin melihat diriku saat aku sedang asyik berimajinasi dan bermain dengan teman atau mainan-mainan yang dibelikan oleh ibuku. Entahlah, apakah kolase ini jadi sebuah mesin waktu atau tidak. Tapi aku jadi ingat bahwa dulu, ketika aku masih TK, aku sudah pernah ngolase. Aku ingat bagaimana aku menggabungkan gambar satu dengan gambar lainnya yang kudapat dari majalah Bobo. Aksi yang sering kulakukan adalah mengganti kepala seseorang dengan kepala yang lain. Aku suka itu. Apalagi kalau kepalanya jadi besar. Aku tak mengerti seni. Aku hanya tahu karya seni yang bagus atau tidak itu dalam tingkat kelegaan dalam tubuhku. Jika aku merasa lega karenanya, maka karya seni itu cukup bagus. Sampai sekarang aku bingung kenapa lukisan Monalisa menjadi menarik. Bukankah gambar Sailormoon lebih asoy dan lebih seksi? Nasib memang. Aku tidak dikaruniai bakat seni yang cemerlang. Aku tidak pandai menggambar, aku tidak pandai bermain musik, dan aku tidak pandai menari. Kata orang, untuk menguasai sesuatu itu cukup memiliki 1% bakat saja, 99% sisanya adalah kerja keras. Nah, sialnya, aku adalah tipe pemalas. Aku bukan young king, young boss, young hustler a la Dok2. Aku hanya seorang pemalas yang dikaruniai rizki yang cukup melimpah oleh Tuhan. Kadang, aku merasa ngeri bila membayangkan bagaimana orangorang bekerja keras demi memenuhi hasrat kehidupannya. Aku pun memiliki hasrat, namun entah kenapa aku suka haroream untuk mewujudkannya. Kata orang, bekerja keraslah agar hidup menjadi hidup dan tidak mati dalam keadaan hidup. Aku, mati enggan hidup pun aku ingin umur panjang Kurt Cobain, Jimi Hendrix mati di usia muda. John Lennon ditembak Mark Chapman. Marylin Monroe overdosis. Apakah seniman hebat harus mati tragis? Ah, Pramoedya Ananta Toer hidup sampai tua. Apalah aku ini yang nyebut-nyebut tokoh terkenal yang bahkan aku tak mengenal bermain bersama Seedorf dan Queen Seon Deok mereka pun tak pernah baca biografi mereka. Aku mendengarkan Smell Like Teen Spirit dan membaca Bumi Manusia. Dulu aku mengira dengan melakukan itu maka hidupku jadi keren. Ternyata biasa aja. Malah aku sudah tidak ingat cerita si novel mas Pram itu.
2
Jika hidup adalah panggung sandiwara seperti yang dikatakan Shakespeare, maka aku adalah aktor figuran. Tapi, aku adalah figuran yang hampir selalu muncul di tiap babak. Melakukan sandiwara dengan mengacuhkan naskah, sambil memandang dua aktor utama yang sedang beradu peran. Aku suka menjadi penonton. Mengobservasi dan mencoba memahami dengan sok berfilsafat. Sambil berharap roh Karl Marx dan Friedrich Nietzsche merasuki tubuhku walau sesaat sehingga jiwaku dapat memberitahu otakku bahwa aku telah melakukan suatu pemikiran yang keren, lalu otakku akan menyuruh dadaku untuk membusung hingga terlihat bidang.
3
Bengkel M Dot Strange baru saja memberikan suntikan motivasinya padaku melalui teaser film anehnya yang berjudul We Are The Strange. Aku berencana mengunduh filmnya nanti. Mungkin film itu bisa dijadikan alat motivasi level selanjutnya. Tapi setidaknya aku telah melihat teasernya dan membaca sedikit ulasannya pada buku Sila ke-6: Kreatif Sampai Mati karangan Wahyu Aditya. Keanehan film itu membuat si M dibenci sekaligus dicintai. Okultisme memang hal yang menarik bagi sebagian orang. Tengok deh kabar dari pada pecinta novel dan film Fight Club, mereka dengan senang hati membentuk klub petarung secara mandiri. Aku pun pernah membentuknya walaupun hanya satu pertemuan dan berkelahi dengan gaya yang cukup bencong. Begitu pula dengan film si M yang menegaskan bahwa karya apapun memiliki penikmat. Nah, menurut Austin Kleon (kalau ga salah ya), tinggal bagaimana si pembuat karya membangun jembatan bagi penikmatnya. Mungkin, zine ini adalah jembatan yang kubuat bagi penikmat karyaku (kalau ada, tapi sepertinya ada sih). Aku hanya ingin bercerita dengan medium yang belum pernah kupakai sebelumnya. Aku mulai bosan menulis diary, mulai bosan pula mengisi blog, maka aku menulis disini. Anehnya, aku tak pernah bosan menulis kecuali menulis fiksi (padahal aku ingin sekali membuat novel). Aku lebih suka menulis bebas dan tidak mempedulikan
4
orang yang membaca tulisanku. Kalaupun kepedulianku ada, mungkin itu cuman secuil saja. Aku pun segera dilanda kekhawatiran pada diriku sendiri mengenai spontanitasku dalam membuat zine ini: sampai berapa lama kah aku akan membuat zine ini? Apakah akan berlangsung lama dan konsisten? Atau hanya akan berhenti di edisi pertama ini? Ah sungguh menjengkelkan ketika bertanya dan aku tahu pertanyaan yang kutanyakan itu tak pernah ada jawabannya. Sesungguhnya, aku memulai kolase-kolasean lagi ketika aku tanpa sengaja membeli buku Steal Like An Artist karangan Austin Kleon. Anggaplah aku membeli itu secara tidak sengaja karena memang aku waktu itu tidak tahu mau beli buku apa. Aku hanya berkelilingkeliling Gramedia waktu itu. Berharap menemukan buku cara berfikir positif. Maklum, aku kadang suka berfikir negative – pesimis dan apatis tentang apa-apa yang telah kupelajari. Nah, selagi aku bingung mau beli buku apa pada area buku-buku psikologi, aku menemukan buku si Kleon itu. Desain sampul yang menarik dan dimensi buku yang juga berbeda dari buku-buku psikologi terapan lainnya membuatku memboyongnya ke depan meja kasir yang dijaga dua wanita cantik. Akhirnya, buku itulah yang membuatku agak serius dalam hal kolase-kolasean. Aku menjadikan ruang meja belajar dan meja komputerku sebagai sebuah studio kolase kecilkecilan yang memang terlalu kecil untuk disebut imut. Modal cuman majalah-majalah bekas, gunting, dan lem kertas saja. Di situlah aku mengerjakan kolase-kolaseku saat ini. Aku hanya memiliki sebuah harapan amat sederhana dari studio (aku sebut bengkel saja ya), maksudku, bengkel seni kecilku itu. Aku hanya ingin waktu luangku dalam berimajinasi dan melamun dapat direkam dalam potongan-potongan gambar yang disatupadukan sesuai selera yang seringkali bersifat spontan. BGM Musik memang menyenangkan. Aku suka mendengarkan musik sambil membikin kolase-kolaseku. Saat ini aku lagi suka korea-koreaan. Hiphop korea asoy. Kalau ga ngerti liriknya kan aku bisa search di google. Kalau bosan kolase-kolasean kan aku bisa memandangi video klip girl group yang cantik dan seksi. Ini nih lagu yang sering aku dengerin akhir-akhr ini: “Nagging” – IU & Seulong of 2AM “Come Here” – Masta Wu feat. Dok2 & Bobby “Tomorrow” – Tablo feat. Taeyang of Big Bang “Good Boy” – GDXTAEYANG “Heart Attack” – AOA “Ah Yeah” – EXID “Good Start” – Jimin of AOA & Seulong of 2AM “Beautiful” – Eminem “I Need A Doctor” – Dr. Dre feat. Eminem “Bae Bae” – Big Bang “Loser” – Big Bang
5
“Bang Bang Bang” – Big Bang “Sober” – Big Bang “Jinusean Bomb” – Jinusean Cuman ada dua lagu barat doang ya di playlist yang aku tulis di atas. Emang nih aku lagi suka dengerin korea, tapi Em ga boleh dilewatkan. Em memang seorang rapper Amrik yang pertama aku dengar. Ga heran lah ya karena dia begitu populer maka jaman SD aku udah dengerin itu lagu si Em yang suka ada di MTV dimana Sarah Sechan waktu itu masih muda, ditemenin sama Alex Abad juga Books Seperti yang udah aku bilang, aku terpacu menyeriuskan kolase-kolasean versi diriku ketika aku membaca Steal Like An Artist karangan Austin Kleon. Selain itu, aku jug abaca karya Kleon yang lain yang juga merupakan lanjutan (boleh lah dibilang begitu) dari buku itu, judulnya, Show Your Work!. Nah kalau buku yang kedua itu bikin aku membikin akun instagram demi menunjukan karyaku. Sebelumnya aku pernah menggunakan tumblr untuk menyimpan kolase-kolaseku dalam ranah maya. Tapi aku pindahin ke instagram dengan pertimbangan manusia hari ini pada bawa smartphone. Mungkin, aksesnya bisa jadi lebih mudah. Aku pun akhir-akhir ini lagi senang membaca buku keagamaan. Harapannya sih aku pengen jadi anak soleh. Aku sudah bosan jadi anak setengah-setengah. Baik enggak, jahat juga enggak. Kan kalau dar sudut pandang agama, masyarakat, dan orang tua, jadi orang baik itu pasti bernilai baik. Maka aku memutuskan untuk jadi anak baik saja, biar hidupku mulus-mulus. Dulu aku sempat berpendapat bahwa hidup ga boleh mulus-mulus aja, biar rame. Tapi biar bagaimanapun hidup itu pasti gak akan mulus. Makanya, mending berusaha jadi baik. Toh, Agnes Monica di iklan Chitato pun bilang bahwa life is never flat. Jadi, aku membayangkan bahwa kebaikan jiwa manusia yang hakiki adalah tujuanku yang tersembunyi dalam kastil dan dijaga oleh masalah-masalah kehidupan. Nah, aku tinggal mencari jalan bagaimana untuk mendapatkan kebaikan itu sepert Mario yang pantang menyerah menyelamatkan putri dari monster dinosarus yang memiliki sejuta anak buah dari mulai monster yang diinjek gepeng, bebek bertempurung kura-kura, dan bola api yang ada matanya. Maka dari itu aku mulai membaca Sirah Nabawiyah milik Ibuku, lalu aku juga membaca Mendekat Kepada Allah karangan Brilly El-Rashed, dan dua buku Nizar Abazhah yang berjudul Perang Muhammad dan Sahabat Muhammad. Aku pernah membaca Zaratushtra si Nietzsche dan Revolusi Permanen si Trotsky. Kedua buku itu hanya membikin aku puyeng. Entah karena susunan kata dan kalimatnya yang njelimet atau emang aku kurang latar belakang pengetahuan mengenai pembahasanpembahasan yang ada pada dua buku itu. Tapi aku punya teman-teman yang menyukai buku-buku sejenis begitu. Kadang aku dapat pemahaman dari mereka. Kadang aku mengacuhkannya saja dan lebih memilih untuk membaca komik Kariage Kun atau One Piece.
6
B e n g k e l
K o l a s e
Rekam jejak tukang kolase amatiran. Layaknya bengkel, zine ini berisi segala macam alat dan perkakas yang menjadikan kolase-kolasenya ada dan juga mengungkap apa yang dirasa oleh si pembuat kolase yang karyanya dapat ditemui pada akun instagramnya. Sejujurnya, tak ada yang spesial dari apa yang dibeberkan.Namun, ketidakspesialannya itulah yang memaksa zine ini lahir untuk membuat yang tidak spesial menjadi terlihat sedikit spesial bagi si pembuat kolase i t u s e n d i r i . i g : e - m a i l : b l o g :
a n u g r a h _ _ _ _ m a n g . a n u g r a h @ h o t m a i l . c o m m a n g a n u g r a h . w o r d p r e s s . c o m