Koran Cinta Jakarta April 2011

Page 1

c ntajakarta J A D I K A R E N A C I N TA

Koran Untuk Umum Terbit 16 Halaman Di Jakarta EDISI 1/APRIL 2011

Berebut Napas di Jakarta

Kisah Heroik Jin Kali Pesanggrahan

Wilayah Kecamatan Tambora merupakan salah satu wilayah terpadat di Asia Tenggara. BPS melansir, pada tahun 2010 lalu masing-masing wilayah ini mempunyai kepadatan mencapai 43.789 jiwa per km2. Hitung-hitungan sederhananya, Anda akan bertemu orang lain setiap berjalan enam langkah.

Hutan yang menyelamatkan air Kali Pesanggarahan tetap bening adalah buah karya dari seorang laki-laki yang mengabadikan hidupnya untuk masyarakat Jakarta. Namanya, H. Chaeruddin, biasa dipanggil Bang Idin.

BERITA JAKARTA > 4

INSPIRASI JAKARTA > 8

follow @cinta_jakarta

KAMU CINTA JAKARTA? TAU APA AJA SOAL JAKARTA? TUNJUKIN DI

kuis

C NTA

JAKARTA dapatkan hadiah UANG TUNAI Rp 500.000,-

on radio

Sebagai magnet ekonomi yang besar, wajar jika Jakarta menjadi pusat urbanisasi di negara ini. Ibarat seorang Ibu, Jakarta tidak pernah memilihmilih anak (warga) yang datang kepadanya. Sekarang, Jakarta menjadi rumah dari lebih dari sembilan juta warganya, dan juga memberi makan penduduk yang tinggal wilayah Megapolitan Jadebotabek yang jumlahnya lebih banyak lagi.

S

ekarang sang Ibu sudah mulai menua. Ibukota kewalahan menampung jumlah penduduk yang ada. “Jakarta sudah overloaded. Apapun pembangunan yang dilakukan di Jakarta sekarang akan menimbulkan masalah” tutur Yayat Supriatna, ahli tata kota dari Universitas Trisakti, Jakarta. Kurangnya rasa kepemilikan (sense of belonging)sebagai rumah terhadap Jakarta dipastikan menjadi salah satu masalah dasar. Ibukota kerapkali hanya dipandang sebagai rumah singgah untuk mencari uang. Akibatnya, partisipasi warga dalam pembangunan dan penjagaan DKI menjadi kurang. Pemerintah DKI kerap mengeluh, kurangnya partisipasi warga ini memang menjadi momok bagi penataan Ibukota. Contohnya, Wakil Gubernur Prijanto awal

bulan ini di Balaikota mengkritik masyarakat atas mandeknya tingkat hunian di Rumah Susun. “Mereka susah diajak pindah meski disediakan tempat” ujarnya. Menyoal kurangnya partisipasi warga tersebut, banyak pihak menilai menyalahkan warga bukan tindakan yang tepat. Tantowi Yahya, anggota Komisi I DPR RI menilai perlunya pencarian terhadap akar permasalahan dari kurangnya partisipasi warga tersebut. “Salah satunya, adalah rasa kepemilikan terhadap kota sebagai rumah bagi para warga kota. ” ucapnya. Rasa kepemilikian ini, menurut Tantowi memiliki dua sisi. “Seperti susahnya memindahkan warga ke Rusun. Karena warga merasa tempat tinggalnya sekarang adalah rumah mereka, dalam skala kecil”. Lebih lanjut, Tantowi menilai, rasa memiliki rumah ini harus dibesarkan, “Kita

harus melihat Jakarta ini sebagai rumah” katanya. Pernyataan Tantowi beralasan, sebuah rumah selayaknya menjadi tempat yang paling nyaman bagi penghuninya. “Jika warga menganggap ini rumah, tentunya tidak akan buang sampah sembarangan. Tentu pula, mempunyai kerelaan yang tinggi demi pembangunan dan keindahan ibukota. Asalkan rakyat dan pemimpinnya saling percaya, sama-sama cinta akan Jakarta” jelasnya. Ditelisik ke bawah, pendapat Tantowi tersebut terbukit. Kecintaan yang besar yang bisa membuat perubahan di Jakarta. Bang Idin, tokoh pembersih Kali Pesanggrahan, mengaku apa yang ia dia lakukan untuk Jakarta adalah bukti kecintaannya pada Jakarta. “Gue cinte Jakarta, Ini rumah Gue,” pungkasnya. □ hmp-11

CINTAJAKARTA/ TITAH PRABOWO

JAKARTA RUMAH KITA


KILAS JAKARTA

KPK Beri Jakarta Nilai Merah

Buat Parkir MRT, Stadion Lebak Buluk Digusur

Pemprov Sibuk Mengelak Anggaran hibah 2011 yang diberikan Pemprov DKI Jakarta kepada Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin yang hanya Rp. 50 juta berbuntut panjang. Setelah munculnya Koin Sastra yang digagas oleh para sastrawan untuk mencegah PDS ditutup, kasus hibah meledak di media nasional. Selain mempermalukan Pemerintah DKI Jakarta sendiri yang dinilai tidak peduli pada sastra dan budaya Indonesia, kasus ini juga membuka banyak ketimpangan dalam pemberian hibah di lingkungan Pemprov.

J

UMLAH koin sastra yang terkumpul sebenarnya tidak banyak, hanya senilai Rp. 102,6 juta. Namun gaungnya terdengar besar. Kritik datang dari berbagai pihak. Salah satunya seperti yang diungkap oleh pemerhati sastra Linda Djalil. Dalam kolomnya di

Kompasiana, Linda mengungkapkan bahwa tindakan Pemprov DKI Jakarta telah membuat perih hati seniman dan meremehkan bangsa. “Uang bukan segalanya, namun bila upaya penyelamatan karya sastra Indonesia tidak memperoleh sokongan yang pantas, tentu membuat hati perih” tulisnya.

90% Air Tanah Jakarta Tercemar Tinja MARAKNYA penggunaan air tanah oleh masyarakat di Ibukota sudah dalam tahap memprihatinkan. Menurut Setyo Sarwanto Moersidik, Pakar Teknik Lingkungan dari Fakultas Teknik Universitas Indonesia, khusus di Jakarta, hampir 90% sumur pantau terindikasi tercemar bakteri e-coli yang berasal dari tinja dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. "Terbatasnya pasokan air bersih membuat masyarakat mengkonsumsi air dalam kemasan yang harganya lebih mahal karena pemerintah melalui PAM belum bisa memenuhi kebutuhan air bersih, khususnya air minum," ujarnya. Namun, meski e-coli banyak ditemukan, luas penyebaran polutan mikrobiologis ini umumnya lebih rendah dibanding polutan kimia yang bisa meresap hingga kedalamam 95 meter dengan radius 9 meter. Karena itu, Setyo melihat pencegahannya pun lebih

mudah, yaitu dengan memastikan septic tank dan sumur terisolasi dengan baik, “jika sudah terisolasi, maka jarak septic tank dengan sumur sudah tidak perlu menjadi masalah, terutama di wilayah padat penduduk seperti di perkotaan.” tuturnya. Selain itu, pemanasan air minum dinilai sudah cukup efektif untuk membunuh polutan mikrobiologis. Es batu yang digunakan di warungwarung pinggir jalan seringkali masih tercemar e-coli karena berasal dari air mentah yang tidak dimasak sebelum dibekukan. Air yang tercemar tinja manusia bisa memicu 2 jenis penyakit, yakni water-borne disease dan water-washed disease. Water-borne disease dipicu oleh air yang diminum misalnya diare, kolera dan disentri, sementara water-washed disease dipicu oleh air untuk mandi misalnya infeksi kulit. □ thp-24

Uang bukan segalanya, namun bila upaya penyelamatan karya sastra Indonesia tidak memperoleh sokongan yang pantas, tentu membuat hati perih.

2

Kepala PDS HB Jassin, Ariany Isnamurti menuturkan dalam sebulan dana pemeliharaan seluruh koleksi mencapai Rp. 100 juta. "Yang kami ajukan itu kemarin anggarannya satu miliar. Tapi paling tidak minimal yah Rp. 50 juta per bulan. Tapi kan katanya yang akan kami dapat cuma Rp. 50 juta per tahun," ungkapnya pasrah. Faktanya memang, ditengah jalan permintaan PDS HB Jassin diciutkan Dinas Pariwisata dan Budaya DKI Jakarta dengan mengajukan Rp. 750 juta. DPRD DKI Jakarta dalam putusannya hanya menyetujui Rp. 50 juta. Kepasrahan Ariany ternyata sementara, setelah meledak di media nasional, Pemprov DKI Jakarta terpaksa memalingkan muka kembali. Pun begitu, Pemprov tidak mau kena batu sendiri. Kepala Biro Kesbang DKI Jakarta, Marullah mengatakan bahwa kesalahan ini tidak sepenuhnya salah pemerintah. “Proposal untuk mendapatkan dana hibah ada, tapi untuk keputusannya dibahas bersama oleh pemerintah dengan DPRD.” terangnya mengelak. Gubernur DKI Jakarta pun ikut menampik bahwa Pemprov tidak mempedulikan PDS HB Jassin. Menurutnya, terjadi kekeliruan persepsi, setelah adanya penggabungan antara Dinas Kebudayaan dan Dinas Pariwisata di Pemprov DKI Jakarta, sehingga dianggap setelah diperbaiki bantuan operasionalnya tidak diperlukan lagi. "Setelah fisiknya diperbaiki, kemudian operasionalnya dianggap tidak dibutuhkan lagi dan itu dikecilkan. Ini yang akan kita koreksi," ungkap Gubernur beralasan. Sebagai pusat dokumentasi sastra terlengkap di Indonesia, PDS HB Jassin memiliki koleksi sekitar 50.000 dokumen sastra Indonesia modern dan naskah-naskah yang ditulis para pengarang sejak tahun 1900. Tidak mengherankan jika PDS HB Jassin menjadi rujukan bagi penelitian-penelitian kebudayaan dan sastra dari dalam dan luar negeri. □ thp-23

CINTAJAKARTA/ TITAH PRABOWO

PEMERINTAH Provinsi DKI akan segera menggusur stadion Lebak Bulus pada tahun 2011 ini. Rencananya, komplek stadion ini akan digunakan menjadi depo Mass Rapid Transit (MRT). Pemprov sendiri berjanji akan mencarikan lahan untuk mengganti stadion yang memiliki kapasitas 12.000 penonton ini. Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo, menegaskan pemugaran stadion dilakukan tahun ini. Pasalnya, pada triwulan pertama 2012 sudah harus dimulai pembangunan fisik dengan melakukan ground breaking. “Yang pasti Stadion Lebak Bulus ini harus segera dipindahkan begitu depo dibangun. Sekarang kami masih mencari pengganti yang lebih baik dan lebih besar”, ungkap pria berkumis yang akrab dipanggil Foke ini. Tidak hanya stadion yang akan digusur Pemprov, nasib Terminal Lebak Bulus juga akan terkena proyek pembebasan lahan untuk pembangunan MRT koridor selatan-utara tahap pertama. Koridor dengan rute Lebak BulusBundaran HI ini membentang sepanjang 15,2 kilometer dengan 13 stasiun (7 stasiun layang dan 6 stasiun bawah tanah). Dana pembangunan proyek MRT ini sendiri akan menggunakan dana Japan International Cooperation Agency (JICA). JICA menyatakan memberikan pinjaman senilai 120 miliar yen untuk proyek MRT tahap pertama, hanya untuk rute Lebak Bulus-Bundaran HI. Nantinya MRT diharapkan mampu mengangkut 960.000 orang per hari dengan rentang tunggu per 5 menit. Target waktu perjalanan dari Lebak BulusHI mencapai 30 menit. Pada tahun 2016, ditargetkan, MRT rute Lebak Bulus-HI bisa mulai beroperasi. □ thp-22

Kasus PDS HB Jassin Meledak,

CINTAJAKARTA/ HAFIZ PILIANG

PELAYANAN publik yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI dalam pemerintahan Fauzi Bowo ternyata masih buruk. Hal ini terlihat dari hasil survei Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang merilis hasil survei Integritas Sistem Pelayanan Publik 2010 baru-baru ini. Dalam survei ini, pelayanan publik di DKI mendapat nilai jauh di bawah standar yang di tetapkan oleh KPK. “Nilai indeks ini skala tertingginya adalah 10. Artinya, kalau mahasiswa masih perlu her atau mengulang, belum lulus,” kata Deputi Bidang Pencegahan KPK Eko Susanto Ciptadi dalam Rapat Kerja Evaluasi Supervisi Peningkatan Pelayanan Publik di Balai Kota DKI Jakarta, beberapa waktu lalu. Lebih lanjut Eko mengatakan, kelompok pemerintah kota terbaik dalam pelayanan publik berturut-turut adalah: Surabaya dengan nilai 6,13; Samarinda 6,11; Yogyakarta 5,89; Ambon 5,60; dan Tanjung Pinang 5,59. Nilai tertinggi Pemkot di DKI Jakarta diraih Jakarta Barat dengan nilai 5,46 (peringkat ke-8), Jakarta Timur 5,44 (9), Jakarta Pusat 5,44 (10), Jakarta Utara 5,36 (12), dan terendah Jakarta Selatan 4,58 (15). Menanggapi hal itu, Sekretaris Daerah Pemprov DKI Jakarta Fadjar Panjaitan mengakui, penyelenggaraan pelayanan publik masih dihadapkan pada sejumlah kondisi yang belum sesuai dengan kebutuhan masyarakat. “Kesiapan kita sebagai pelayan masyarakat belum optimal. Kondisi dan perubahan ini perlu disikapi dengan bijak. Kita harus melakukan kegiatan yang berkesinambungan guna mewujudkan tata kelola yang baik,” kata Fadjar. Sementara itu, Ketua DPRD DKI Jakarta Ferrial Sofyan mengaku prihatin dengan hasil yang diraih Pemprov DKI Jakarta. Apalagi, penilaian itu terkait dengan pelayanan publik. “Rapor merah KPK itu harus dievaluasi total. Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo harus melakukan perbaikan, terutama untuk SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) yang nilainya paling buruk,” ujar Ferrial. □ thp-21

APRIL 2011 -


- APRIL 2011 APRIL 2011 CINTA JAKARTA diterbitkan oleh Gerakan Cinta Jakarta Graha Pejaten No. 8 Jalan Raya Pejaten Tel: 021-7974718, 021-70704018 Fax: 021-7974718 Email: redaksi@cintajakarta.com Online: www.cintajakarta.com

PENANGGUNG JAWAB Hasan Nasbi A. PEMIMPIN UMUM Eko Prasetyo Galan T. PEMIMPIN REDAKSI Hafizhul Mizan Piliang REDAKTUR PELAKSANA Eko Dafid Afianto

REDAKTUR Fadhli Muhammad Riad, Amir Maulana Batupahat, Diponegoro Santoso REDAKTUR FOTO Titah Hari Prabowo

DESAINER DAN PERWAJAHAN Diponegoro Santoso SIRKULASI DAN DISTRIBUSI Felicia Idama

REPORTER Dasman A.A., Anindya Ayu Sulistyani, Felicia Idama, Yan Yan Heriana, Rian Fadlan Maulana

EDITORIAL CINTAJAKARTA/ TITAH PRABOWO

Saya Orang Jakarta! C NTA

JAKARTA

Says

J

CUEK seorang anak tertidur di terowongan stasiun kota beberapa waktu lalu. warga ibukota sekarang ini makin bersikap individual tanpa mempedulikan sesamanya

SUARA JAKARTA HARUSKAH MORAL TERKIKIS DI IBUKOTA WALAU sudah tinggal di Jakarta seumur hidup, saya masih heran dengan hal-hal baru yang saya temui. Seperti minggu lalu ketika saya dan teman saya menuju Senayan dari Lebak Bulus menggunakan salah satu bus metromini. Seperti biasa, busnya penuh dengan penumpang lain. Tidak jarang dia menghentikan bus di tempat yang banyak calon penumpang. Walau para penumpang sudah kepanasan dan terlihat letih menunggu, sang supir tetap santai membawa busnya. Tiba-tiba salah satu penumpang di sisi belakang bus berteriak keras. Ternyata, yang berteriak adalah wanita muda yang tengah hamil. Dari besar perutnya, kemungkinan dia sudah memasuki bulan-bulan terakhir kehamilan. Cairan lengket yang menetes dari kedua kakinya ke lantai bus,memastikan ketubannya pecah tiba-tiba. Sang calon

SUDUT “Mereka susah diajak pindah, meski disediakan tempat,” Priyanto, Wagub DKI, menanggapi keengganan warga tinggal di rusun. Sedia tempat, tp sedia fasilitas ga, Pak? ¤

KPK Beri Jakarta nilai merah untuk pelayanan publik.

Wah berarti Pak Gubernur ga lulus dong yah? Sayang ga ada remedial.

Ibu berteriak histeris, memohon pertolongan kepada siapa saja yang mendengarnya. Saya ingat, kami baru saja melewati rumah sakit kira-kira 10 menit lalu. Tetapi saat saya mengusulkan untuk memutar balik bus untuk mengantar wanita malang itu, sang supir cuek saja. “Kita buru-buru semua. Nanti paling juga ada rumah sakit lagi di depan,” tukasnya. Melihat si supir yang tidak peduli dengan situasi ini,

penumpang lain hanya terlihat prihatin namun tetap cuek, akhirnya saya dan teman saya berinisiatif untuk mengantarkan si calon ibu. Kami membantunya turun dari bus, dan menemaninya menuju rumah sakit dengan taksi. Kami kecewa, menyayangkan kesadaran penduduk Jakarta untuk membantu sesamanya masih kurang. Apakah memang begini seharusnya hidup di perkotaan? Memang, mereka semua mempunyai

@rojak2k8 ga, kakek gua nyuruh gua untuk bangun kota ini, haha RT @cinta_jakarta: kalo lalu muncul kota lain yg lebih potensial untuk ditinggali dan m @fauzipahrezi Follow @cinta_jakarta u/ mengenal jakarta dari sisi lain, berbagi cerita tanah betawi & seruan mencintai Jakarta menjadi kota bersahabat @fauzipahrezi @cinta_jakarta #ceritaJKT selain jawara dia juga melindungi yg lemah, sampai saat ini, ahli waris silat beliau sdh hampir hilang :(#Sabeni @dianpertiwiA +1 RT @cinta_jakarta: Jakarta hanya bisa maju dan modern kalau mampu mengubah spertiga pengendaranya jadi pejalan kaki @izakkkk RT @cinta_jakarta: gak perlulah turun ke jalan buat protes, bikin macet.. bersihin kali, tanem pohon lebih nyata hasilnya" @fadhlimr sampah yg dibuang sembarangan akn membunuh kt perlahan2,aplg sampah yg dibuang kesungai,rindu melihat ank2 berenang d sungai @ cinta_jakarta

kesibukan masing-masing yang harus diutamakan. Namun tidak terpercikkah sedikit jiwa sosial mereka untuk menolong yang membutuhkan, apalagi yang meregang nyawa seperti Ibu hamil ini. Apakah hanya sampai disini saja moral Jakarta, Tidak adakah yang bisa membangkitkan kebaikan kota ini. Saya percaya ada. Karena saya orang Jakarta dan saya tidak begitu. Lukita, penduduk JAKARTA Tinggal di Lebak Bulus

Ranny Rastati Chibi Wah ada grup baru ya? Haloo~ mari qt cintai Jakarta slh stny dg cara tdk mbuang sampah smbarangan. Happy friday~~ selamat beraktivitas, warga Jakarta~!! Semangat selalu \(^o^)/ April 1 at 7:19am

Axank Tikno Jakarta sbgai kota k banggaan mari kita sama2 jaga,dr hal yg paling kecil dg buang sampah pd tmptnya dan menanam pohon untk penghijauan,tuk mengurangi pemanasan global,HIDUP KOTA JAKARTA. April 1 at 9:01am

Yudith Sari Dewi ada gak acara yg diusung sm gerakan cinta jakarta?Yg bisa membuat kita warga jakarta lebih mencintai jakarta, meski dengan berbagai macam problema dan masalah yg ada. Yah seperti kata2 "macet, yah maklum lah jakarta" itu bisa dirubah jadi "inilah jakarta and gw bangga tinggal disini". kabar2in yah kl ada acara ato kegiatan kyk gitu :D April 11 at 6:31pm

Anda bisa mengirimkan komentar, kritikan, saran, foto, atau artikel ke:

redaksi@cintajakarta.com

Anda juga bisa menjadi bagian dari komunitas: Gerakan Cinta Jakarta di facebook

3

Atau follow twitter

@cinta_jakarta

Warga Jakarta, mari merenung sejenak. Kirakira apa yang kurang di kota kita ini?

AKARTA memiliki semua syarat untuk menjadi sebuah kota internasional yang modern, maju, sejahtera, dan nyaman untuk ditinggali. Jakarta adalah etalase, atau ruang depan bangsa yang seharusnya layak dibanggakan. Jika menengok Jakarta, orang sudah bisa membayangkan seperti apa negara ini dikelola dan ditata. Tentu kita tidak ingin membanggakan sebuah serambi republik yang penuh dengan superblok dan ruang-ruang komersil dalam kondisi oversupplied. Sebuah kota yang konon memiliki pusat perbelanjaan modern terbanyak di dunia, tetapi juga mempertontonkan kekumuhan dan kemunduran kualitas hidup manusia di lokasi yang hanya berjarak beberapa puluh langkah dari sana. Pasti bukan pula kemacetan, banjir, polusi, dan buruknya pelayanan publik yang akan diangkat sebagai sebuah kebanggaan. Kalau saja kita merenung sejenak, mungkin bisa merunut pangkal masalah dari ketidakmampuan Jakarta menjadi kota yang nyaman. Padahal, di Jakarta berkumpul seluruh potensi terbaik bangsa ini. Sumber daya manusia terbaik, orang-orang pintar, para ahli berkumpul di sini. Di Jakarta juga berkumpul sumber daya finansial yang besarnya alang-kepalang. Bahkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sendiri memiliki dana 27 triliun untuk digunakan membenahi kota. Dan jumlah itu meningkat setiap tahunnya. Jangan pula sampai ada yang bilang Jakarta tidak memiliki srategi dan teknologi untuk menata kota. Kita punya, tersedia, dan jumlahnya banyak. Lalu apa yang kurang? Sekali lagi ini bukan soal kemampuan, tapi kemauan. Ketiadakmauan yang berbuah ketidakmampuan. Ada satu hal yang absen dari kehidupan warga maupun dalam pikiran pemerintah, yaitu rasa memiliki, menganggap Jakarta sebagai rumah sendiri, bukan rumah singgah. Konsepsi ini sederhana, tetapi tak mudah untuk diwujudkan. Karena sudah telanjur berkarat dalam ketidakberesan, warga kota dan pemerintah seolah-olah imun, kebal terhadap segala persoalan kota. Padahal, kondisi itu harusnya membuat kita sakit secara mental maupun sosial. Namun efek terburuk dari imun tadi adalah ketidakpedulian. Seandainya kereta terlambat 30 menit, basih banyak yang bersukur karena tidak harus menunggu selama 1 jam. Ketika menjalani macet yang menyia-nyiakan waktu, warga Jakarta masih bisa menerima selama tidak menghabiskan waktu seharian. Bau got pun tidak lagi membuat mual, terbukti ribuan orang setiap hari berjubel menyantap makanan di pinggir selokan yang menghitam dan mengeluarkan bau tak sedap. Kita imun, dan tak punya kepedulian untuk memperbaikinya Jadi, hari ini kita harus mulai dari titik start yang benar. Sebelum merencanakan sebuah konsep pembangunan dengan segala kerumitan dan kecanggihannya, kita warga Jakarta perlu mengubah cara pikir. Selama para penghuni Jakarta masih menganggap Jakarta sebagai tempat persinggahan, rumah kontrakan, mungkin memang sulit untuk berharap perbaikan. Ketidakpedulian adalah penghambat terbesar Jakarta untuk berbenah. Namun, jika kita mulai sadar bahwa kota ini milik kita, rumah kita, ada harapan besar semua warga bersedia menata, mempercantik, dan membuatnya sebagai tempat tinggal yang nyaman Dalam rangka itulah kami hadir. Gerakan Cinta Jakarta ingin memulai dengan meluruskan cara pandang. Jakarta adalah tempat bertemunya seluruh etnis dan budaya nusantara, bahkan juga dari luar nusantara. Sejarah Jakarta dari berabad-abad lalu memang seperti itu. Namun yang belum terjadi adalah, saat di mana seluruh penghuni Jakarta mengatakan, “Inilah rumah Gue, tempat tinggal Gue, Karena Gue orang Jakarta!”. □


4

- APRIL 2011

APRIL 2011 -

4

Berita Jakarta FAKTA JAKARTA

Jakarta dalam keadaan yang mengkhawatirkan, mungkin bila Jakarta bisa bicara, dia akan mengeluh karena terlalu banyaknya beban yang dihadapi, mulai dari masalah lalu lintas, masalah sosial, lingkungan dan seabrek permasalahan lainnya. berikut fakta-fakta menarik tentang mengenai Jakarta :

1

Ruas Jalan baru maksimal bertambah 1% per tahun, bandingkan dengan pertambahan jumlah kendaraan bermotor yang mencapai 9,8% per tahun.

2

Jumlah kendaraan bermotor sekitar 4,9 juta kendaraan dan 98% adalah kendaraan pribadi.

3

Dalam kurun waktu 19852005 Ruang terbuka hijau ditargetkan 30% namun, di tahun 2010 mengalami penurunan menjadi 13 %

4

Setiap tahunnya ketinggian permukaan amblas 0,8 cm pertahun untuk ketinggian tanah 0-10 m.

5

Penyebab turunnya permukaan tanah adalah pembangunan gedung bertingkat (87%) dan eksploitasi lahan yang tidak terkendali (13%).

6

Konsumsi air tanah mencapai 53% sedangkan dari PDAM hanya 47%.

7

Hanya 73 hari pada tahun 2007 yang mempunyai kualitas udara baik, mengalami kenaikan jika dibanding tahun 2006 yang hanya 45 hari. Dan dalam kurun waktu lima tahunbelumnya rata rata tidak lebih dari 30 hari.

8

Penyebab utama pencermaran air tanah adalah limbah domestik dari septic tank (55%). □ das-32

Hidup di Jakarta sangatlah tidak nyaman. Kurang lebih begitulah hasil penelitian dari Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) Indonesia. Dengan Indeks Persepsi Kenyamanan Penduduk hanya sebesar 51,90, IAP menempatkan Jakarta di posisi dua terbuncit dari 12 Kota Besar di Indonesia yang diteliti. Namun pada kenyataannya, kendati tidak nyaman, hampir 10 juta jiwa masih memilih tinggal di Ibukota. Bahkan beberapa bagian wilayahnya, menjadi daerah terpadat di Asia Tenggara.

CINTAJAKARTA/ TITAH PRABOWO

Jakarta Timur Terpadat

Jakarta Nyaman Bukan Impian

D

AYA tampung dan daya dukung Jakarta terhadap kehidupan penduduknya yang semakin hari semakin bertambah memang bukan isu baru. Namun banyak pihak menilai bahwa kondisi terkini Jakarta sudah mencapai tahap kritis. Salah satunya Yayat Supriatna, ahli tata kota dari Universitas Trisakti. Yayat menilai Jakarta sudah melewati titik nadir kesanggupannya dalam menampung kebutuhan warga. “Jakarta sudah overload, akibatnya semua yang dibangun di Jakarta akan menimbulkan masalah” jelasnya. Dinas Kependudukan DKI mencatat, pada Februari 2011, rata-rata kepadatan penduduk per-km2 di Jakarta adalah 12.995 jiwa. Dan kepadatan memiliki pola terpusat pada daerah tertentu. Contoh saja, Kelurahan Johar Baru di Kecamatan Tambora, Jakarta Barat, memiliki kepadatan sebesar 48.952 jiwa/km2. Jumlah yang menobatkan wilayah ini sebagai wilayah berkepadatan tertinggi se-Asia Tenggara. Tentu tidak mungkin mengharapkan ke-

SEORANG WARGA menggandeng anaknya pada acara Jakarnaval tahun lalu. bagi sebagian warga jakarta, menikmati karnaval merupakan salah satu cara melepas kepenatan ditengah berbagai masalah yang mendera Jakarta.

nyamanan tempat tinggal, jika satu orang hanya memiliki ruang gerak 4x3 meter, itu bahkan belum dipotong ruang publik (baca hal 5: “Berebut Napas di Jakarta”).

Menurutnya, kegagalan Jakarta dalam mengelola tata ruang inilah yang kemudian memberi efek negatif ke berbagai bidang, termasuk masalah banjir dan kemacetan. Tata

Ibukota tidak kejam, hanya tak sanggup menampung sebanyak itu Namun mempersalahkan kepadatan, akibat kedatangan penduduk yang tak henti ke Jakarta juga bukan merupakan cara berpikir yang bijak. Yayat menilai, sebagai ibukota, Jakarta wajar menjadi magnet urbanisasi yang besar. Sebaliknya, kegagalan Jakarta bertransformasi menjadi kota yang modern dengan tata kota yang mumpuni adalah kunci permasalahan yang sebenarnya.

ruang yang tidak mengindahkan tata guna lahan menyebabkan semikin banyaknya perpindahan yang harus dilakukan oleh warga ibukota dalam memenuhi kebutuhannya. “Jakarta tidak pernah menjadi kota yang terencana selama tumbuh berkembang. Tidak pernah punya fasilitas yang baku dan menjadi rujukan” jelas Yayat. Dan kita send-

iri sebagai warga belum biasa kerja dengan kebijakan yang terencana” tuturnya melanjutkan. Kenyamanan Tidak Mustahil Namun, mengharapkan kenyamanan dengan jumlah penduduk sepadat ini, sementara jumlah lahan terbatas, bukanlah hal yang mustahil. Tantowi Yahya, anggota Komisi I DPR-RI secara tegas mengungkapkan bahwa kenyamanan warga dengan kotanya sendiri adalah keharusan. “Merasa nyaman adalah hak warga kota. Karena Jakarta adalah rumah kita, dan semestinya kita merasa nyaman dengan rumah kita sendiri” ucapnya. Menurut Tantowi, parameter kebahagiaan warga Jakarta lebih rendah dari warga di kota lain-lain di dunia. “Di luar negeri, keterlambatan kereta 1-2 menit membuat penumpang menjadi resah. Sedangkan kita di Jakarta, setengah jam sudah menjadi barang biasa. Kita bahagia-bahagia saja” tukasnya setengah bercanda. Solusinya, masih menurut Tantowi, yang diperlukan adalah penataan ibukota ke arah kota yang modern, dengan pengaturan dan sanksi yang jelas. “Jadi, jika memang ada ketegasan untuk memperbaiki pelayanan publik. Karena hanya pelayanan yang baik yang bisa membuat warga merasa nyaman.” lanjutnya. Setali tiga uang dengan Tantowi, Yayat menuturkan bahwa regulasi yang jelas sebagai wujud budaya urban adalah hal yang mesti dipunyai kota yang ingin menjadi kota modern. Ia mencontohkan Singapura sebagai kota dengan pengaturan yang jelas, sehingga masyarakat pun berpartisipasi. “Jakarta tidak punya budaya urban, sehingga apapun yang dilakukan itu boleh.” tukasnya. Menurut Tantowi, partisipasi warga hanya bisa didapatkan jika warga dan pemimpin punya kecintaan dan rasa kepemilikian (sense of belonging) pada Jakarta. “Dan ini bukan tidak mungkin, kita pernah melakukannya. Pada masa Bang Ali (Ali Sadikin,-red), warga merelakan tanah untuk pelebaran jalan, dan itu bisa dinikmati sampai sekarang” pungkas Tantowi. Jadi masihkah ada harapan untuk kenyamanan di Jakarta? □ hmp-41

CINTAJAKARTA/ TITAH PRABOWO


5

- APRIL 2011

Berita Jakarta CINTAJAKARTA/ TITAH PRABOWO

Berebut Napas Di Jakarta Wilayah Kecamatan Tambora merupakan salah satu wilayah terpadat di Asia Tenggara. BPS melansir, pada tahun 2010 lalu masing-masing wilayah ini mempunyai kepadatan mencapai 43.789 jiwa per km2. Hitung-hitungan sederhananya, Anda akan bertemu orang lain setiap berjalan enam langkah.

“S

ILAHKAN duduk Pak, beginilah rumah kami.” Sambut Toto, 54 tahun, warga Kelurahan Krendang, Kecamatan Tambora, sambil mengelap keringatnya sembari tersenyum. Ruang yang disebutnya rumah ini sempit dan panas, hanya berukuran 4x3 meter. Di dalamnya, sebuah televisi, lemari dan mesin jahit bekas menghabiskan lebih separuh ruangan. Ditambah satu meja, dua kursi tempat kami duduk dan sedikit ruang untuk sholat dan tidur, rumah tersebut penuh sudah. Di sinilah Toto hidup berdua dengan istrinya, dengan biaya sewa 600 ribu rupiah per bulannya. Namun, bukan hanya Toto yang menganggap ruang sempit seperti itu sebagai rumah. Sebagian besar warga Tambora hidup seperti dirinya. Bahkan, Toto cenderung merasa lebih beruntung, “Saya ini lebih baik, di rumah lain, ada yang ukurannya 3x10 meter tapi diisi lima KK (Kepala Keluarga,-red).” Tukasnya sambil tertawa. Ketimpangan antara luas lahan dan jumlah penduduk memang mencapai puncaknya di beberapa wilayah di DKI. Di Jakarta Utara terdapat Kecamatan Cilincing, Tebet di Jakarta Selatan, Johar Baru di Jakarta Pusat dan Matraman di Jakarta Timur. BPS melansir, pada tahun 2010 lalu mas-

ing-masing wilayah ini mempunyai kepadatan mencapai 40-60 ribu jiwa per km2. Hitung-hitungan sederhananya, setelah dipotong fasilitas umum seperti jalan dan selokan misalnya, tiap-tiap penduduk hanya mempunyai ruang gerak 3x4 meter atau nyaris seukuran penjara. Kepadatan yang berlebihan mengundang banyak masalah yang kompleks. Mulai dari masalah sosial sampai pada masalah kesehatan. Untuk kesehatan sepeti sarana sanitasi misalnya, tidak memungkinkan bagi warga untuk memiliki MCK-nya sendiri. MCK, khususnya untuk mandi dan buang air besar, yang dimiliki pribadi atau kepunyaan RT biasanya dikomersialkan. “MCK digunakan oleh masyarakat umum, setiap pakai membayar seribu rupiah” tutur Ali, salah satu Ketua RT. Kerapatan bangunan juga menimbulkan kerawanan akan kebakaran. Di Krendang saja misalnya, tahun lalu terjadi kebakaran yang meludeskan ratusan rumah warga yang sebagian besar hanya terbuat dari seng dan triplek. “Tapi kebakaran ada hikmahnya, masyarakat jadi sadar kalau membangun rumah tidak bisa hanya dibatasi triplek. Jarak antar atap juga diberi ruang, sehingga sekarang sinar matahari lebih masuk” tutur Idrus, tokoh masyarakat yang juga penduduk asli Tambora.

Penduduk Meningkat, Kejahatan Merangsek?

Uniknya, berbagai masalah tersebut tidak menyurutkan pendatang untuk terus bermukim di daerah yang sudah melampaui ambang batas kepadatan penduduk. “Andaikan dibangun rumah (kamar–red) satu lantai lagi ke atas. Hari selesai dibangun pasti sudah ada yang mau menempati” ujar Idrus. “Karena daerah ini memang sudah menjadi daerah pemukiman dari zaman pelabuhan Sunda Kelapa. Takdir tanah ini adalah pemukiman” ceritanya melanjutkan. Kegagalan Pemda? Kebijakan pemerintah DKI pun terasa tidak mampu menembus pemukiman yang sangat padat ini. “Dari zaman Bang Ali (Ali Sadikin,-red) kesini, sama saja, tidak ada yang bersentuhan langsung dengan kebutuhan warga” jelasnya. “Karena berdekatan, kami jadi saling mengenal dan menjaga sehingga kami mencintai kampung sendiri. Jakarta kami, ya ini. Mungkin tidak nyaman, namun kami sudah sangat terbiasa dengan ini” lanjutnya. Berbagai kebijakan relokasi seperti pengadaan Rusunami (Rumah Susun Sederhana Milik) dan Rusunawa (Rumah Susun Sederhana Sewa) sebenarnya telah coba digalakkan oleh Pemda DKI. Namun Faktor kecintaan pada wilayah sendiri—meski dianggap tidak layak huni—membuat programprogram tersebut kurang direspon. Menurut Tantowi Yahya, pendiri Gerakan Cinta Jakarta, adalah wajar jika relokasi membuat masyarakat merasa terusir dari rumahnya sendiri. “Sebagian mereka telah lahir dan besar disitu, tanah di sana pun kepemilikan pribadi” tukasnya. Lebih lanjut Tan-

Andaikan dibangun rumah (kamar--red) satu lantai lagi ke atas, hari selesai dibangun pasti sudah ada yang mau menempati towi menilai, pemerintah DKI saat ini belum sanggup memancing partisipasi aktif warga untuk secara sadar mengikuti program-program pemerintah. “Terjadi perbedaan pola pikir an-

tara warga dan pemerintah. Memang harus tegas, tapi tidak bisa dipaksa. Jika dipaksa, kita bisa belajar dari peristiwa penggusuran makam Mbah Priok. Pasti ada jalan, jika masyarakat dan pemimpin sama-sama mencintai Jakarta” tutur Tantowi. Dengan kondisi Tambora seperti ini, tidak terbayang keadaan Tambora 20 tahun dari sekarang. Ketika ditanyakan kepada Idrus, pria lewat separuh baya ini tercenung. “Entah apa yang bisa diwariskan kepada anak cucu. Tapi kami percaya dengan Jakarta. Jakarta adalah Ibukota, Ibu akan selalu menjaga anak-anaknya.” □ hmp-51 CINTAJAKARTA/ TITAH PRABOWO

JAKARTA, sebuah kota dengan segala kompleksitasnya. Denyut aktivitas warganya tidak pernah mengenal waktu, terus berputar seiring jarum detik yang terus berputar tanpa pernah lelah. Keberadaan warganya telah menarik roda-roda perekonomian kota ini, menjadikan kota yang hampir berumur 5 abad ini menjadi sentra perekonomian yang tidak pernah tidur. Menurut sensus yang dilakukan oleh Biro Pusat Statistik, hingga akhir 2010 warga kota Jakarta hampir menyentuh angka sepuluh juta jiwa. Bandingkan dengan tahun 1970, jumlah penduduk Jakarta meningkat 52%. Dengan 70% penduduknya adalah warga pendatang. Sementara itu, kepadatan penduduk turut meningkat. Catatan statistik menunjukkan, kepadatan ”penduduk” Jakarta tahun 1995 pada kisaran di atas 12.000 orang/km2, sedangkan kepadatan penduduk di tahun 2002 diperkirakan melebihi 15.000 orang/km2 dengan pola perkembangan integrasi kota utama dengan pusat-pusat baru di sekitarnya. Perkembangan yang sedemikian pesat tentunya diiringi oleh perkembangan implikasi sosial, ekonomi dan kebudayaan masyarakatnya, termasuk di dalam implikasi sosial adalah perkembangan kejahatan di dalamnya. Sebuah efek sosial yang selalu beriringan dengan majunya Jakarta sebagai sebuah kota besar. Ancaman kejahatan terhadap warganya pun tidak main-main dalam data yang dirilis oleh Biro Pusat Statistik (BPS), risiko penduduk Jakarta terkena tindak pidana per 100.000 penduduk menyentuh angka 228 orang pada tahun 2003 dan melonjak 65,71% menjadi 347 orang. Masih dari angka BPS dari tahun 2003 sampai tahun 2005 jumlah kejahatan di Jakarta tiap tahunnya mengalami kenaikan, dari 37.895 kasus melonjak menjadi 57.762 kasus, lonjakan tersebut sekaligus menempatkan ibukota negara ini di tempat teratas dalam jumlah kejahatan. Lebih ironis lagi rentang waktu kejahatan yang terjadi di Jakarta mencapai satu kasus tiap sembilan menitnya. □ thp-52

PADAT. Para pengguna kereta memadati salah satu kereta di Stasiun Senen Jakarta beberapa waktu yang lalu. Tingginya angka pendatang di Jakarta dituding sebagai salah satu penyebab kepadatan Jakarta saat ini.

SEMPIT. Ibu-ibu sedang berkumpul di gang sempit kawasan Tambora, Jakarta Barat, beberapa waktu lalu. Kelurahan Tambora merupakan salah satu kawasan terpadat di Asia Tenggara.


6

- APRIL 2011

6

APRIL 2011 -

Berita Jakarta

CINTAJAKARTA/ TITAH PRABOWO

RUMAH SUSUN

Solusi Tepat Yang Tertatih Seperti di kota-kota besar di negara lain, program pembangunan rumah secara vertikal (keatas) merupakan solusi yang bisa menjembatani ketimpangan antara lahan dan jumlah penduduk yang melahirkan berbagai permasalahan lanjutan, seperti macet dan tata perkotaan. Namun di Jakarta, alih-alih selesai, program pembangunan vertikal berupa Rusun (Rumah Susun) malah melahirkan banyak kendala dalam perjalanannya. Padahal dana yang telah dihabiskan mencapai ratusan miliar.

S

SEORANG PENGENDARA sepeda melintas di RW 02 Kelurahan Pasar Minggu. Kawasan ini merupakan salah satu lingkungan yang menjadi kampung hijau dan meraih predikat sebagai RW teladan

E

Ada Damai dan Teduh di Jakarta Kontras dengan daerah sekitarnya yang gersang, jalanan selebar 1,5 meter Gang Mesjid Al-Falah RT 08/RW 02 Kelurahan Pasar Minggu dipenuhi dengan rimbunnya tumbuhan, mulai dari tanaman hias hingga tanaman buah. Tidak tercium bau menyengat dari selokan yang biasanya menjadi ciri khas pemukiman padat penduduk. Pohon-pohon anggur yang melintang di atas jalan menjadikannya kanopi alami. Kepemimpinan kuat yang bisa merangkul kesadaran warga menjadi kuncinya. Namun bagi masyarakat Jalan Masjid Al-Falah sendiri, rasa puas membangun kampung sendiri lebih penting daripada prestasi-prestasi dari lomba tersebut. “Kita telah melakukan tindakan nyata, mengelola sampah sendiri, menghijaukan kampung sendiri. Meski tidak menggunakan teknologi” tuntas Soerono. Setali tiga uang dengan warga jalan masjid Al-Falah, warga RW 08 Banjarsari Jakarta Selatan memiliki kesadaran lingkungan serupa. Ini terlihat dari adanya pohon di hampir seluruh depan rumah warga. Memasuki kampung ini efeknya langsung terasa, suasana rindang dan teduh menyapa ketika kita memasuki kampung ini. Meskipun disebut kampung, namun perkampungan yang dihuni oleh 938 warga itu jauh dari kesan kumuh. Tidak seperti kawasan urban-kampung lain di Jakarta. Tidak ada parit menganga yang menebarkan bau busuk. Juga tidak tampak sampah bertebaran di mana-mana. Semua parit sudah ditutup dengan beton

oleh warga. Di atas parit-parit yang tertutup itu, ribuan tanaman pot ditata sehingga membentuk rerimbunan tanaman. Di depan pagar setiap rumah warga pasti ada tanamannya. Meskipun cuma sekadar tanaman lidah buaya atau tanaman lain di sebuah pot kecil, yang pasti ada tanamannya. Sebuah konsensus yang wajib ditaati warga. Menurut Ketua Tim Penggerak PKK Banjarsari, Ny. Harini Bambang, mengarahkan partisipasi aktif warga dalam penghijauan dan penanaman tanaman pengusir nyamuk di Banjarsari tidaklah mudah. Upaya itu ia rintis sejak 1992, tatkala usianya menginjak 61 tahun. “Waktu itu penuh pengorbanan karena yang diajak belum tentu mau. Kami berupaya setahap demi setahap melalui pendekatan hati nurani dan penyuluhan terus-menerus” tuturnya. Alhasil, pada 1997, RW 08 Banjarsari mendapatkan juara pertama Kategori Taman Lingkungan RW dalam rangka HUT ke-470 Kota Jakarta dan HUT

ke-52 Proklamasi Kemerdekaan RI Tingkat Kota Jakarta Selatan. Tiga tahun kemudian RW 08 ditunjuk Unesco (badan PBB untuk pendidikan dan kebudayaan) sebagai proyek percontohan lingkungan sehat. Lalu tahun 2003, meraih prestasi RW terbaik se DKI Jakarta. Sejak 2002, Pemda DKI Jakarta dan Pemerintah Pusat menetapkan Banjarsari sebagai objek wisata di Jakarta Selatan. Sayangnya, banyak hal baik yang bisa jadi inspirasi, namun tidak menular ke wilayah lain. Partisipasi warga menjadikan tempat tinggal mereka nyaman untuk ditinggali tidak diikuti oleh warga di kawasan sekitarnya. Pemukiman hijau ini memang sangat nyaman, namun hanya berupa sejengkal tanah di Jakarta. Begitu keluar dari lorong atau gerbang pemukiman hijau, siapapun pasti tersadar dengan kontrasnya suasana. Suasana panas dan kumuh akan terasa begitu keluar dari lorong hijau, dan bergumam dalam hati, “Nah ini baru Jakarta yang sebenarnya”. □ thp-61

CINTAJAKARTA/ TITAH PRABOWO

“ MPAT tahun yang lalu daerah ini kumuh, jalanannya becek dan banyak sampah di got” tutur Soekono, Ketua RW 02 pada Cinta Jakarta di beranda rumahnya. Berawal dari niat untuk menjadikan lingkungan yang lebih baik, empat tahun yang lalu, pria berumur 78 tahun ini mengumpulkan para Ketua RT di lingkungannya. Bermodalkan kesadaran bersama dan komitmen kecintaan pada lingkungan, hasilnya bisa terasa dan terlihat dalam waktu yang tidak terlalu lama. Wilayah yang berada dibelakang Universitas Nasional (UNAS) itu kini hijau dan asri. “Kini lingkungan di sini lebih nyaman untuk ditinggali” tuturnya. Tidak hanya berhenti di penghijauan lingkungan, warga juga secara aktif mau mengelola sampah bersama sehingga tidak menjadi masalah di pemukiman. “Sampah bukan masalah, tetapi malah jadi berkah” ungkap Edi, salah seorang warga. Sampah organik di pemukiman ini telah dijadikan pupuk organik untuk penghijauan di kanan-kiri jalan. Sedangkan sampah non organik dijual kepada pengumpul yang telah menjadi langganan warga sekitar.”Tiap warga membawa sampahnya ke bank sampah ini untuk ditimbang. Jumlah penjualan dicatat setelah dijual, mereka bisa mengambil uangnya” jelas Edi. Tak pelak, kesadaran dan komitmen hijau warga dilingkungan ini sering diganjar dengan penghargaan di berbagai lomba lingkungan yang sering diadakan, baik tingkat Kota maupun Provinsi. Seluruh hadiah yang dimenangkan tersebut dikembalikan kepada warga sebagai bentuk apresiasi kepedulian mereka.

EIRING RUU Rusun yang tersendat di DPR, ribuan rusun yang telah ada tidak terisi dan tidak terawat, atau tidak tepat guna. Di Rusun Kebon Kacang misalnya, pantauan Cinta Jakarta menemukan bahwa kebanyakan penghuni di gedung empat lantai tersebut adalah golongan menengah. Sementara itu, sebanyak 11 menara Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) yang dibangun masih tak berpenghuni hingga Februari 2011. Itu yang terjadi di Marunda, Cilincing, Jakarta Utara dan Pinus Elok, Pulo Gadung, Jakarta Timur. Masalahnya bermacam-macam, mulai fasilitas sampai harga yang kemahalan. Hal ini diakui oleh pemerintah. Bicara di Balaikota awal bulan ini, Wakil Gubernur DKI Prijanto membenarkan banyak diantara Rumah Susun tersebut masih belum mendapat fasilitas air dan listirk, dan cenderung tidak strategis karena terletak di pinggir kota. Namun, Wagub juga menuding masalah sebenarnya ialah keengganan masyarakat pindah ke Rusun, “Mereka susah diajak pindah, meski disediakan tempat” cetus Prijanto di Balaikota awal bulan ini. Pendapat Wagub ada benarnya, beberapa masyarakat yang ditemui Cinta Jakarta di pemukiman padat memang enggan untuk pindah. Toto misalnya, seorang pedagang mesin jahit bekas di Tambora, mengaku tidak mau pindah ke Rusun meski rumahnya sudah begitu sempit. “Disini rumah saya juga tempat saya berusaha” jelasnya. Dalam keadaan yang lebih buruk, Tito (bukan nama sebenarnya), seorang pemulung di Pademangan, mengaku belum bisa pindah karena hasil pulungannya tentu tidak bisa dibawa ke Rusun. Cosmas Batubara, Mantan Menteri Perumahan Rakyat, mendesak Pemprov untuk segera menyelesaikan permasalahan tersebut. “Jadi ada komitmen moral para birokrat dengan pola melayani . Program harus berjalan baik karena kita (pemerintah,red) ada di sini untuk masyarakat.” tukasnya. “Jika semua pihak jujur, rakyat pasti mau.” tegasnya. Jadi, selama ini ada pihak yang belum jujur, bukan begitu Pak Cosmas? □ hmp/asn-62

KOSONG. Rusun di kawasan Marunda yang kosong menjadi tempat mencari rumput bagi kambing-kambing. Lokasi yang jauh dan minimnya fasilitas membuat 11 tower yang berada di komplek ini sebagian besar tidak berpenghuni.


7

KOLOM PAKAR

- APRIL 2011

Prakondisi Jakarta Menuju Kota Bebas Kumuh DOK. PRIBADI

M. JEHANSYAH SIREGAR, Ph.D Pengamat Tata Kota Tim Visi Indonesia 2033

Tumbuhnya permukiman kumuh dan informal di Jakarta pada dasarnya adalah cermin kegagalan administrasi Pemprov DKI untuk memenuhi kebutuhan perumahan dan permukiman dari golongan masyarakat yang tidak mampu

M

ASALAH permukiman kumuh di Jakarta tetap setia menjadi wajah kota dan tidak kunjung ditangani secara tuntas. Pada kenyataannya masalah permukiman kumuh terkait pula dengan berbagai isu lainnya seperti masalah kurangnya lapangan kerja dan tumbuhnya lapangan kerja informal, masalah kemiskinan kota, masalah sistem transportasi kota yang memberatkan warga kota dari kalangan bawah. Pada gilirannya, kini masalah permukiman kumuh berhadapan dengan masalah pembukaan ruang terbuka hijau atau RTH di Jakarta. Pemprov DKI Jakarta berupaya menambah luas RTH dengan menertibkan permukiman informal tersebut. Hal ini bisa dipahami, karena dari sekitar 8.000 hektar luas wilayah kumuh di Jakarta, sekitar 40 % nya adalah permukiman informal / ilegal atau biasa disebut squatter settlements atau informal settlements. Perolehan tambahan luas RTH dari penertiban permukiman kumuh cukup signifikan mengingat Pemprov DKI meskipun mengatakan telah berupaya namun penambahannya sangat lambat dan kini baru mencapai sekitar 10 % dari ketentuan RTH 30% di dalam UU Penataan Ruang. Namun, bagaimana upaya yang dilakukan Pemprov DKI? Apakah penertiban merupakan strategi yang efektif? Ataukah uang kerohiman merupakan solusi yang bisa diandalkan untuk menyelesaikan masalah? Pada kenyataannya tidak demikian. Penertiban yang dilakukan hanya berujung pada tindak kekerasan yang pada dasarnya bentuk pelanggaran hak asasi manusia. Demikian juga dengan uang kerohiman, hanya memindahkan masalah kekumuhan ke tempat lain. Pada intinya, semua langkah-langkah ini tidak akan menyelesaikan masalah dan justru menimbulkan masalah baru. Target penambahan RTH tidak bisa dicapai dengan langkah-langkah yang menyederhanakan masalah permukiman kumuh. Jika kita perhatikan, permukiman kumuh itu telah berkembang dalam waktu yang lama sekali hingga puluhan tahun. Permukiman kumuh telah tumbuh di dalam kondisi dimana Pemprov DKI tidak kunjung mampu menyediakan perumahan yang layak dan terjangkau bagi golongan bawah di satu sisi, serta adanya pembiaran yang terus menerus terhadap pendudukan tanah-tanah negara. Sedangkan program rusunawa meskipun konstruksinya terus dibangun hingga ribuan unit, tidak juga mencapai hasil yang efektif karena banyak kondisinya yang dibangun tidak terencana, terlantar, maupun beralih penghuni. Dari laporan observasi harian Kompas belum lama ini, ditemukan ribuan unit rusunawa yang terlantar di sekitar Jabodetabek. Di Jakarta dijumpai di Cengkareng dan Marunda. Kesimpulannya, kegagalan Pemprov DKI dalam menyediakan RTH 30% ternyata berkelindan pula dengan kegagalan dalam penyediaan hunian layak terjangkau untuk semua (shelter provision for all) dan kelemahan dalam pengendalian permukiman ilegal (low squatter control). Justru dari perspektif perumahan rakyat, langkah-langkah Pemprov DKI untuk mencapai target RTH telah melanggar hak bertempat tinggal (housing right) dan semakin mencerabut jaminan bermukim bagi warga masyarakat (security of tenure). Padahal kedua hak ini dijamin di dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 28H dan menjadi tanggung jawab Pemprov DKI berdasarkan UU Ibukota Negara 29/2007. Untuk itu, langkah-langkah yang salah kaprah dan tidak akan mencapai tujuan ini perlu segera dihentikan dan dievaluasi secara menyeluruh. Pertanyaannya kemudian, evaluasi dan penyusunan langkah-langkah dan strategi seperti apa yang harus dilakukan ke depan? Menghilangkan Kendala Pemahaman Banyak kendala yang dijumpai dalam penanganan suatu masalah yang kompleks adalah kendala pemahaman (cognitive constraint). Untuk itu hal ini harus terlebih dahulu diatasi. Pemahaman mengenai permukiman kumuh informal di tanah

air umumnya masih kurang tepat, yaitu dipandang sebagai ketidaktertiban semata. Sebenarnya, permukiman kumuh informal merupakan fenomena global. Adanya tingkat urbanisasi yang cepat menyebabkan tumbuhnya permukiman kumuh dan informal, yang ditandai oleh rumah-rumah yang didirikan di tempat yang tidak seharusnya. Namun, kurang bijak jika sekitar 45 % penduduk kota-kota besar menghuni permukiman kumuh dan informal dipandang sebagai manusia-manusia yang tidak tertib. Apalagi fenomena ini adalah fenomena yang terjadi di seluruh dunia. Bahkan kini secara global dipahami bahwa keberadaan permukiman informal justru merupakan masalah besar, sebagai bentuk pelanggaran hak-hak dasar manusia di, sehingga Permukiman Legal

Permukiman Ilegal

Kawasan Pemukiman Terencana

Tata Bangunan dan Lingkungan Formal, Lahan Formal

Lahan Informal

Kawasan Pemukiman Tak Terencana

Tata Bangunan dan Lingkungan Informal

Tata Bangunan dan Lingkungan Informal, Lahan Informal

PERMUKIMAN INFORMAL

harus segera diatasi secara progresif. Beberapa acuan sekaligus arah kebijakan yang telah disepakati secara global, dan Indonesia menjadi bagian dari negara-negara yang meratifikasinya, yaitu: 1) Habitat Forum tahun 1976 di Vancouver, Canada, dimana diluncurkan program “Cities without Slums” atau kota-kota tanpa permukiman kumuh, termasuk pula permukiman kumuh yang tergolong informal. 2) Universal declaration of human rights, dimana dinyatakan adanya hak perumahan atau “right to the housing” di dalam UN charter Article 25 (1), dan 3) Di dalam Agenda 21 chapter 7 terdapat pasal yang mendorong tercapainya permukiman yang berkelanjutan untuk seluruh rakyat. 4) Tujuan Millenium atau Millenium Development Goals atau MDGs, yang dalam Tujuan 7 dan Target 11 yang harus menjamin pada 2020 dilakukan perbaikan kehidupan 100 juta penghuni permukiman kumuh. Dari arah pembangunan global tersebut, jelas sekali upaya menangani permukiman kumuh informal yang dilakukan Pemprov DKI dengan tujuan hanya untuk mendapatkan RTH adalah pendekatan yang sangat sederhana sebagai akibat adanya kendala pemahaman tersebut. Yang perlu dipahami adalah bahwa pasar perumahan formal di perkotaan tidak mampu melayani kebutuhan perumahan dan permukiman yang besar dari kelompok berpenghasilan rendah dan miskin tersebut. Pasar yang tak mampu bisa dipandang sebagai pasar yang terdistorsi. Artinya, belum dikembangkan pasar perumahan yang baik secara terencana. Jadi, tumbuhnya permukiman kumuh dan informal di Jakarta pada dasarnya adalah cermin kegagalan administrasi Pemprov DKI untuk memenuhi kebutuhan perumahan dan permukiman dari golongan masyarakat yang tidak mampu tersebut. Padahal pada saat yang sama berbagai perangkat dan sumberdaya seperti Rencana Tata Ruang Kota, Rencana Pembangunan Kota Jangka Menengah, Program dan Anggaran Pembangunan Kota, Program dan Anggaran Infrastruktur Kota dan Permukiman, Administrasi Pertanahan, Kebijakan dan Strategi Peruma-

han dan Permukiman, Program dan Anggaran bidang Perumahan, Perijinan Usaha Pembangunan Perumahan, dan sebagainya dikelola secara langsung oleh administrasi Pemprov DKI Jakarta. Pendekatan Menuju Jakarta Bebas Kumuh Meskipun tidak sedikit upaya yang dilakukan, permukiman kumuh informal terus bertumbuh. Ini adalah realita yang tidak bisa dihindari maupun tidak bisa pula ditangani secara sederhana melalui pendekatan proyek-proyek. Mau tidak mau, harus ditangani dengan cara-cara yang seksama dan melembaga. Pola-pola yang menyederhanakan masalah seperti intimidasi dan penggusuran, pola karitatif dengan “uang kerahiman”, proyek peremajaan yang hanya merubah potret sesaat, adalah di antara pola penanganan yang sudah terbukti tidak menyelesaikan masalah kekumuhan. Untuk itu pertama-tama, di tengah iklim demokrasi, pemerintah jelas tidak pada tempatnya lagi mengambil langkah-langkah represif dalam menangani permukiman kumuh informal. Pendekatan yang harus didorong adalah pendekatan yang partisipatif, baik dalam skala komunitas (neighborhood scale) maupun dalam skala kota (city-wide scale). Selain itu, proses pengembangan kapasitas perlu dilakukan di berbagai tingkatan pula, meliputi tingkat nasional, provinsi dan kota. Di tingkat nasional perlu pula dilakukan kerjasama antar instansi pemerintah. Disamping itu, sistem perencanaan secara partisipastif perlu dilakukan secara terpadu di tingkat komunitas maupun kota. Peremajaan permukiman kumuh perlu pula dipandang sebagai bagian upaya terpadu di tingkat kota. Ada tiga pilar yang harus segera dipersiapkan, yaitu: 1. Pengendalian permukiman informal (squatter control) adalah kapasitas penting yang harus dimiliki oleh sebuah kota. Tanpa adanya squatter control maka yang akan terjadi hanyalah pembiaran-pembiaran semata. Squatter control adalah upaya pertama yang akan meredam pertambahan permukiman kumuh dan informal secara sangat efektif. Berbagai upaya penertiban berbentuk penggusuran paksa (forced eviction) hendaknya dihentikan dan dialihkan menjadi pengendalian permukiman informal. 2. Secara bersamaaan pula dengan squatter control adalah upaya untuk meningkatkan kapasitas dalam merelokasi dan memukimkam kembali (resettlement) warga permukiman kumuh di lokasi baru yang lebih terencana dan memberi peluang-peluang sosial dan ekonomi baru bagi warga. 3. Pilar ketiga adalah pengembangan kawasan permukiman baru (new area development), sebagai tujuan lokasi pemukiman kembali, baik di lokasi semua maupun di lokasi baru. Baik dalam skala kecil (0,5-5 Ha), skala sedang (5-50 Ha) maupun skala besar ( > 50 Ha). NAD dapat sebagai bagian tersendiri (infill) maupun sebagai bagian dari pengembangan kawasan, serta dapat berbentuk pengembangan permukiman campuran (mixstrata settlement). □


INSPIRASI JAKARTA

8

APRIL 2011 CINTAJAKARTA/ TITAH PRABOWO

Nama: Sapaan: Umur: Lahir: Profesi: Pendiri:

H. Chaeruddin Bang Idin 54 tahun 13 April 1956 Petani Kelompok Tani Bambu Kuning (KTL Sangga Buana)

Prestasi yang diraih :

1

“Penyelamat Air Sektor Masyarakat” pada Hari Apresiasi Sedunia 2003 dari Departemen KIMPRASWIL.

2

Piagam penghargaan dari Dinas Olahraga dan Pemuda propinsi DKI Jakarta sebagai “Peserta Pelatihan Kelompok Pemuda Produktif Daerah Khusus Ibukota Jakarta” dengan tema: ”Meningkatkan Partisipasi Aktf Pemuda Menuju Kemandirian Di Era AFTA 2003” di Cibubur tanggal 19 s/d 21 Juli 2002.

3

KISAH HEROIK JIN KALI PESANGGRAHAN

P

Siapa sangka, di balik kungkungan beton Kota Jakarta terselip sebuah lingkungan hijau nan asri seluas 40 hektar di pinggir kali Pesanggrahan, Lebak Bulus. Kawasan yang kini bernama Hutan Kali Pesanggrahan Jakarta Selatan bukanlah berasal dari tata ruang yang digariskan oleh pemerintah. Hutan yang menyelamatkan air kali pesanggarahan tetap bersih ini adalah buah karya dari seorang laki-laki yang mengabadikan hidupnya untuk masyarakat Jakarta. Namanya, H. Chaeruddin. Namun dalam hitungan tahun ketekunan Bang Idin berbuah. Kini, 17.000 pohon terbentang sepanjang 20 kilometer. Mulai dari pohon produktif seperti melinjo, durian, mangga, rambu-

tan hingga tanaman langka seperti bambu apel, rengas, mandalka, drowakan dapat ditemui disini. Tak hanya itu, berbagai tanaman apotik hidup tumbuh dengan subur di bantaran kali pesangCINTAJAKARTA/ TITAH PRABOWO

ERJALANAN laki-laki paruh baya yang akrab dipanggil Bang Idin atau Bang Haji ini bermula saat mulai merasakan kehilangan keindahan Kali Pesanggrahan semasa kecil. Ia mengenang, hingga tahun 1970-an di kawasan Kali Pesanggrahan masih mudah memancing ikan. Alam tampak semarak dengan kicauan aneka burung, air kali yang masih terlihat jernih dan bebas dari tumpukan sampah serta banyaknya pepohonan di sekitar kali. Begitu memasuki tahun 1980-an, lingkungan menjadi tandus. Selain banyak sampah, airnya juga semakin hitam dan bantaran kali mulai disulap jadi tempat tinggal maupun bangunan usaha. “Gue kecewa lingkungan jadi rusak akibat keserakahan manusia. Apa yang tersisa yang bisa diselamatkan sebagai titipan ke anak cucu kita?” ucapnya. Kerja keras Bang Idin dimulai di tahun 1989. Selama lima hari enam malam, Jawara Betawi ini menyusuri Kali Pesanggrahan. Perjalanan yang sangat melelahkan, dan tentunya nekat. Dan akibat dari kenekatannya tersebut, pria yang hanya sekolah sampai kelas dua SMP ini beberapa kali harus beradu argumen dengan orang-orang yang tertangkap tangan sedang membuang sampah ke kali. Mulai dari pemilik rumah di sekitar sungai sampai dengan pejabat-pejabat yang sedang membangun rumah dan tempattempat usaha di bantaran kali Pesanggrahan.

SUASANA KALI PESANGGRAHAN. Sebuah plang yang mengingatkan tentang pentingnya alam bagi anak cucu terpampang di kawasan Kali Pesanggrahan. Kawasan Kali Pesanggrahan merupakan salah satu kawasan hijau yang masih bertahan di Jakarta

grahan. Ia juga berhasil merangkul warga untuk bersama-sama menjaga lingkungan dengan membentuk Kelompok Tani Bambu Kuning dan mendapatkan 17 orang anggota. Kini kelompok tersebut bernama Kelompok Tani Lingkungan Hidup Sangga Buana dengan anggota kelompok ± 80 orang. Sangga-Buana ini memiliki filosofi tersendiri, Sangga merupakan tiang yang berfungsi untuk menyangga atau menopang serta menunjang sesuatu benda yang ada di atasnya. Sedangkan Buana merupakan bumi atau dunia yang di dalamnya terdapat udara, tumbuhan, air, manusia, satwa dan lain-lain yang harus di jaga dan di rawat serta di lestarikan. Kegiatan yang dilakukan oleh kelompok tersebut saat ini adalah menjaga lahan hutan kota tersebut dari tangantangan nakal orang yang tidak bertanggung jawab. Sampai dengan saat ini, Jakarta masih membutuhkan orang-orang seperti Bang Idin yang tidak hanya bicara, tetapi berbuat terhadap Jakarta, terutama di bidang lingkungan. Sosok Bang Idin ini harus menjadi inspirasi bagi kita untuk turut menjaga kebersihan dan melestarikan keindahan Ibukota yang makin hari makin renta, karena seperti kata Bang Idin “ALAM INI BUKAN WARISAN NENEK MOYANG, TAPI TITIPAN ANAK CUCU KITA”. □ hmp/asn-81

Piagam pengakuan “KELAS LANJUT” sebagai pendorong bagi kelompok tani nelayan untuk mengembangkan lebih lanjut dan sebagai syarat untuk mengikuti penilaian kemampuan kelompok tani nelayan KELAS MADYA dari Camat Cilandak, Kota Madya Jakarta Selatan pada tanggal 4 Juli 2002.

4

Piagam penghargaan atas jerih payahnya dalam peran serta kegiatan gerakan peduli sampah, membantu pembersihan sampah pasca bencana banjir yang melanda Jakarta pada awal bulan Februari 2002 dari Ketua KWARTIR NASIONAL GERAKAN PRAMUKA pada tanggal 18 Maret 2002.

5

Penghargaan INTERNASIONAL DUBAI untuk kategori ”Best Practice” pada Februari 2000.

6

Meraih Juara I pada Puncak Penghijauan dan Konservasi Alam Nasional (PPKAN) ke-41 Tingkat Propinsi DKI Jakarta bulan Desember tahun 2001.

7

Piagam penghargaan sebagai peringkat I dalam rangka Lomba Penghijauan dan Konservasi Alam Nasional Tingkat Propinsi DKI Jakarta dari Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta pada tanggal 23 November 2001.

8

Piagam penghargaan sebagai Kelompok Tani Penghijauan Terbaik Propinsi DKI Jakarta dari Departemen Kehutanan Direktorat Jendral Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Nasional pada bulan Oktober 2001.

9

Piagam penghargaan KALPATARU 2000 tingkat Propinsi DKI Jakarta sebagai “Penyelamat Lingkungan” dalam rangka Peringatan Hari Lingkungan Hidup 2000 di Propinsi DKI Jakarta dari Gubernur Propinsi DKI Jakarta Pada Tanggal 22 Juni 2000.

10

Piagam penghargaan atas peran sertanya dalam kegiatan loka karya “Optimalisasi Pemanfaatan Limbah Menuju Produksi Air Limbah“ yang di selenggarakan oleh BAPEDAL, BATAN dan Yayasan Kirai Indonesia pada tanggal 20 November 2000 di Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Isotop dan Radiasi BATAN, Jakarta. □


9

TOKOH JAKARTA

- APRIL 2011

Sebuah bentakan, teguran, sekaligus pertanyaan

keras di awal wawancara meluncur dari mulut Bang Idin (55), jawara Betawi sekaligus penyelamat Kali Pesanggrahan, ketika Cinta Jakarta menemui beliau di Pendoponya di Kali Pesanggrahan. Sebuah pertanyaan yang menurut Bang Idin akan menjadi pokok utama untuk menjawab semua permasalahan yang kompleks di Jakarta. Menemui Bang Idin, pahlawan Kali Pesanggrahan ini, tidaklah mudah. Sekitar tiga jam menunggu Bang Idin mengarit rumput untuk kambing-kambingnya, Cinta Jakarta akhirnya bisa mewawancarai Jawara bernama lengkap H. Chaeruddin ini. Dengan logat betawi yang sangat kental, Bang Idin akhirnya bersedia menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang Jakarta dimata beliau, dan kecintaannya yang “24 karat” pada Jakarta, dan Jakarta untuk semua.

Bagaimana konsep Mencintai Jakarta Menurut Abang? Elu baru hari ini ngomongin Cinta Jakarta. Gue udah dari dua puluh tahunan yang lalu. Karenanya, gue sadar, lalu punya niat, gue harus selamatkan kampung ini musti dengan cara gue. Dan ini yang gue bilang manajemen kearifan alam. Gue gak pernah protes di jalan, ngata-ngatain orang. Gue pilih cara nyata. Ibaratnya setitik embun di padang pasir. Daripada banyak ngerepotin orang. Karena gue cinta Jakarta, kota leluhur gue. Bagaimana kalau leluhur tidak dari sini, Bang? Bukan karena leluhurnya, kebetulan aja leluhur gue dulu dari sini. Mungkin leluhur gue (asalnya,-red) dari mana juga nggak tau. Namun bagaimana gue merasa memiliki kota ini, itulah filosofis dimana kaki berpijak disitu langit dijunjung. Siapapun elu, kalau emang disini, ya Jakarta kampong lu. Tanpa memandang strata, suku atau agama. Ini yang aneh dan harus dirubah. Sekarang masih ada kelas-kelas, gue orang Padang, gue orang Jawa, gue orang Banten. Padahal udah tujuh turunan anak-beranak disini masih aja ngaku orang Padang, Jawa, Banten, kan aneh. Ya orang Jakarta dong, ini kan kampung kita. Lu jangan cuma nyari duit terus lu umpetin. Jakarta lu jadiin closet doang.

orang Jakarta berpikir seperti itu. Biar kite sama-sama Cinta Jakarta. Gue kenal beberapa temen Inggris. Meskipun Inggris modern, tapi Kingdom Brittania-nya tetap terasa. Nah kalau lu? Mau ke Arab-laguan lu? Maka udengudeng (yang ada,-red) asal ngaji, malah bikin macet orang. Emang jalanan punya bapak moyang lu? Hehe, Bagaimana Karakter Jakarta yang Abang impikan? Ya gitu, gue memimpikan Jakarta yang beradab, yang berkarakter sesuai dengan trah asli Jakarta. Sekarang, apa gitu karakternya (Jakarta,-red)? Dulu disini juga multi etnis, namun tetap terjaga ratusan tahun. Sekarang lu mau (berhaluan,-red) kemana? Eropa, Arab? Ini terjadi, karena Jakartanya sudah ditinggalkan. Jadi dari situ gue berpendapat, dari budaya gue selamatkan alam ini. Gue ambil langkah nyata, karena dengan begitu gue punya jati diri. Kemana-mana gue pake pangsi (pakaian khas Betawi,-red). Amerika kan gaya cowboy yang dimajuin. Kenapa kita gak pakai gaya jawarajawaranya.

Kalau nanem padi pasti tumbuh rumput juga. Kalau nanem rumput padi gak akan ikut tumbuh

Spesifiknya, karakter Jakarta itu seperti apa? Dari dulu orang Jakarta itu musyawarah. Artinya, mementingkan orang banyak daripada diri sendiri. Contoh 80 persen jalanan yang ada sekarang adalah hasil sumbangan warga Jakarta. Itu sumbangsih orang Jakarta, kerelaan. Hingga menjadi kota bernama Jakarta. Kenapa? Karena siapapun yang dateng kemari diterima. Bagaimanapun Jakarta berjuang melihat jati diri orangnya. Kalau lu membangun karena orientasi profit (keuntungan,-red), tuh Monas pindah tuh. Tapi kalau lu bangun dengan kearifan, profit pasti ngikut. Ibarat kata orang tua “Kalau nanem padi pasti tumbuh rumput juga. Kalau nanem rumput padi gak akan ikut tumbuh”. Makanya gue masuk ke AMDAL (di sekitar pesanggrahan,red), gue beri pengertian, gue pengaruhin, biar bagaimanapun gue gak mencegah pembangunan. Tapi gimana cara membangunnya supaya gak menganggu alam.

Gimana tuh Bang caranya biar bisa ngasih pengertian? Kawasan ini (Ruang Terbuka Hijau Pesanggrahan,-red) luasnya 40 hektar, harga tanah 5 juta per meter. Kenapa semua pihak menerima? (adanya RTH ini,-red). Ya karena ini milik kita semua, orang Jakarta. Secara badan pengelolaan, tidak jauh dari “manajemen kearifan alam”. Karena yang membangun gak harus pemerintah tapi juga masyarakatnya. Sebenarnya, ini kan satu bentuk protes, tapi bentuknya halus gak pake ngata-ngatain orang, gak macetin Sudirman. Gue bersihin sampah, bersihin kali, kalinya bening, alamnya ijo, nyontohin orang kan? Apa pernah gue menagih uang? Gak kan. Tapi kan orang merasa, ada apa sih? Siapapun juga ini kampung lu. Kenapa gue gak digaji tapi tetep nanem pohon, karena gue cinta ama kampung gue, ama Jakarta. SK gue dari langit bukan dari SBY. Kalau SK gue dari SBY atau Foke (gubernur,-red) capek gue nungguin honor. Macem filosofi “Gak kering karena kemarau, gak lapuk karena hujan”. Itu musti! Dengan hasil yang sudah dicapai sekarang ini, Bang Idin sudah merasa berhasil? Belum, yang gue impikan adalah Jakarta yang punya peradaban, ada kepedulian sesama, punya budaya. Budaya berasal dari dua kata “Budi dan Daya”. Ya sekarang, yang kaya makin kaya yang miskin tetep miskin. Tapi gue harus berusaha dong, gue berbuat aja yang punya nilai bagi orang lain. Itu yang gue ajarin di anak-anak Sangga Buana. Siapapun dia. Tapi, Abang yakin itu semua bisa tercapai? Bisa. Tapi itulah, jangan orientasi proyek. Kembali ke kearifan alam. Apa sih yang gak dipunya Jakarta? Selama ini gue jarang belanja di mall, gue lebih suka belanja di pasar. Karena ada interaksi disana. Jadi—kembali lagi—membangun Jakarta harus punya kearifan, siapapun dia. Jakarta punya modal, kemauan aja yang gak kita punya sekarang. Sekarang bagaimana orang yang gak bisa sekolah, dan gak punya kerjaan? 27 trilyun APBD untuk mengangkat warga dari kemiskinan sebenernya bisa, cuma gak ada kemauan. Bangga cuma karena gebyarnya. Gue ingin Jakarta jadi green city yang adem. Bisa kok, gue udah buktiin sendiri. □ hmp/thp-91

LAKSMI PRASVITA/ RUJAK.ORG

Cara mengubahnya, gimana tuh Bang? Jadi kita harus mengembalikan Jakarta ke kultur aslinya. Kembali ke filosofi kata Jakarta itu, yang berasal dari kata Jayakarta, artinya, kemenangan yang adem (damai,-red). Kalau mau tahu ruh Jakarta, ya perdamaian. Kalo lu gaya Belanda, ya berantem terus. Gue tampang jawara tapi hati adem…hehehe. Nah, dari itu maka filosofi gue adalah “Alam bukan warisan, tapi titipan cikal bakal anak cucu”. Filosofi ini untuk jauh kedepan, buat siapa aja yang tinggal di Jakarta punya tanggung jawab moral. Ini yang sampai sekarang gue sama komunitas Sangga Buana perjuangkan. Harusnya semua

“Ngapain Lu Cinte-Cinte Jakarte?! Emang Jakarte Punya Elu?”


10

APRIL 2011 -

Jakarta Punya Solusi TANTOWI YAHYA:

Agar Jakarta Kembali Nyaman, Proteksi Dulu Warga Ekonomi Lemah Inisiator

Gerakan Cinta Jakarta, Tantowi Yahya, memiliki perspektif yang unik tentang bagaimana membangun Jakarta sebagai tempat tinggal yang nyaman. Sebagai magnet urbanisasi yang dilandasi ekonomi, Tantowi percaya Jakarta bisa nyaman jika mampu memberikan perlindungan pada masyarakat berekonomi lemah. Simak wawancara kami disela-sela kesibukannya sebagai anggota DPR-RI.

Apakah Jakarta sudah merupakan untuk tempat tinggal yang nyaman? Konteks sebagai rumah yang nyaman tentu tidak, Jakarta sangat tidak nyaman. Rumah adalah tempat kembali, dan seharusnya rumahlah tempat ternyaman di dunia. Tidak perlu dari saya, Survei IAP (Ikatan Ahli Perencanaan,red) menempatkan Jakarta di urutan kedua terbawah sebagai kota besar yang nyaman sebagai tempat tinggal. Tapi ini kembali kepada warganya masing-masing, kadang kita sudah terbiasa pada suatu kondisi, sehingga merasa nyamannyaman saja. Tapi apakah warga memiliki hak untuk nyaman di Jakarta? Tentu saja. Merasa nyaman adalah hak warga kota. Tapi tidak semua orang di Jakarta adalah warga Jakarta. Ini

harus dipilah. Orang di Jakarta itu ada dua, warga dan para komuter. Warga adalah mereka yang terdaftar secara resmi sebagai penduduk Jakarta. Merekalah yang mempunyai hak dan perlu diprioritaskan serta diperjuangkan haknya. Bukan berarti tidak memperhatikan para komuter dan pendatang, tetapi prioritas pertama harus ditujukan kepada warga kota Nah, mimpi kita itu adalah bagaimana menjadikan Jakarta menjadi rumah yang nyaman, milik kita semua. Secara perlahan, kita akan menciptakan semua—penduduk Jakarta yang datang dari seluruh etnis—menganggap Jakarta sebagai rumah. Dan ini harus ditata. Bagaimana menata hal tersebut? Kita harus lihat akarnya dulu. Magnet terbesar kedatangan orang di Jakarta

JIKA MASYARAKAT BEREKONOMI LEMAH HIDUP LEBIH TERATUR DAN NYAMAN, YANG BEREKONOMI LEBIH BAGUS TENTU BISA TERTATA

adalah faktor ekonomi. Semua orang berkumpul di Jakarta karena faktor ini. Karena itu ada gula ada semut. Gula itu ya terkumpul di Jakarta. Faktor inilah yang menyebabkan ketidaknyamanan tadi. Banyak yang mengeluh kumuh, macet, dan sebagainya. Jakarta bisa kehilangan identitasnya. Nah, untuk menata, kita harus memperhitungkan kepentingan warga ekonomi lemah. Jakarta harus tetap menjadi tempat nyaman bagi pengusaha dan ada keutamaan bagi pengusaha yang banyak menyerap tenaga kerja. Tapi tetap, harus ada proteksi terhadap warga, garis bawahi, warga kota yang resmi—namun berekonomi lemah—harus diproteksi, harus dilindungi. Jika masyarakat berekonomi lemah hidup lebih teratur dan nyaman, yang berekonomi lebih bagus tentu bisa tertata. Urbanisasi menimbulkan ketimpangan antara lahan dan jumlah penduduk. Bagaimana menyikapinya?

Ini sebenarnya terjadi di seluruh kota besar dunia. Namun di Jakarta, kita agak menyedihkan. Sementara lahan yang belum terbangun di Jakarta itu hanya ada sekitar 9%, namun ruang-ruang yang telah ada itu belum banyak digunakan untuk kepentingan kenyamanan warga. Kebanyakan dihabiskan untuk ruang usaha dan real estate yang notabene tidak akomodatif terhadap masyarakat ekonomi lemah. Malmal sudah terlalu banyak, ini harus dihentikan. Solusi untuk pemukiman adalah pembangunan hunian vertikal. Ini wajib, karena terbatasnya lahan. Sementara jalur urbanisasi sangat sulit dihentikan. Keberlanjutan pengadaan rumah susun yang sudah ada sudah tepat, namun ada banyak hal yang harus diperbaiki agar ini berhasil dan tepat sasaran. Mengenai Rusun ini, apa yang mesti diperbaiki? Pertama, kembali lagi, kita harus mulai dari tahapan regulasi yang memproteksi kepentingan masyarakat ekonomi lemah. Kedua, ketegasan dari Pemda dalam menjalankan peraturan yang sudah ada. Terutama Rusun, tidak boleh menjadi investasi untuk kalangan menengah ke atas. Ini harus benar-benar menjadi perumahan, terutama warga Jakarta berekonomi lemah. Keti-

ga, harus dipancing kesadaran warga agar timbul partisipasi aktif untuk mengikuti program pemerintah. Selama ini Pemerintah DKI cenderung terbentur dengan kurangnya partisipasi warga untuk tinggal di rumah hunian vertikal seperti Rusun. Bagaimana menumbuhkan partisipasi aktif warga tersebut? Dalam budaya kita, ini memang belum menjadi cara hidup orang Indonesia. Tapi ini kebudayaan kota, risiko sebagai kota besar. Mungkin ada solusi lain, tapi yang terbukti paling applicable adalah Rusun. Harus ada upaya untuk mendidik warga, agar mau tinggal dalam konsep vertikal, seperti kota-kota besar lainnya di dunia, untuk menjadikan ini kenyataan. Kita harus kembali lagi ke konsep Cinta Jakarta dan kenyamanan tadi. Partisipasi warga hanya akan timbul jika kedua pihak, pemerintah maupun warganya cinta akan kota kita ini (Jakarta,-red). Warga akan merasa memiliki Jakarta sebagai kotanya. Mereka ingin melihat kota ini lebih nyaman, ada ruang publik, ruang kreativitas dan tidak macet. Pemimpin pun seperti itu, juga cinta terhadap Jakarta. Semua program pemerintah dilakukan demi kepentingan kecintaan terhadap kota ini. Saling percaya. Tanpa kecintaan, itu tak mungkin. □ hmp-101

CINTAJAKARTA/ TITAH PRABOWO


11

OPINI

- APRIL 2011

Urbanisasi Marco Kusumawijaya

Arsitek, Pengamat Tata Kota, Editor rujak.org

A ISTIMEWA

Seberapa besar kebohongan publik itu? Data dari Biro Pusat Statistik Regional Jakarta berdasarkan Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 1995 menunjukkan bahwa selama lima tahun sebelumnya tingkat migrasi netto metropolis ini minus 7,87%. Artinya, lebih banyak orang yang keluar daripada yang masuk ke Jakarta. Sejumlah 1.222.800 jiwa keluar; hanya 505.501 yang masuk. Dalam dasawarsa 1990-2000, penduduk Jakarta jauh lebih banyak bertambah karena kelahiran, bukan karena pendatang. Misalnya, tingkat pertumbuhan Jakarta Selatan yang 1,13% per tahun ternyata terdiri atas 1,09% bayi lahir dan 0,04% pendatang baru. Sementara itu, Biro Pusat Statistik menunjukkan bahwa dalam masa yang sama, tingkat pertumbuhan rata-rata per tahun penduduk Jakarta paling rendah dibandingkan dengan semua provinsi lain, kecuali Maluku dan Maluku Utara. Yaitu hanya 0,17%. Bahkan, bila angka dari Biro Pusat Statistik Regional Jakarta yang digunakan, yaitu 1,1%, ini pun masih lebih rendah daripada rata-rata nasional, yaitu 1.49%. Tingkat pertumbuhan ini telah cenderung menurun sejak 1980 dan diperkirakan akan terus demikian. Bandingkan juga dengan tingkat pertumbuhan di kota-kota lain dalam periode yang sama: Bandar Lampung, 1,55%; Palu, 3,12%; Denpasar, 3,01%; dan Palembang 2,36%. Jadi, tidaklah benar tuduhan bahwa penduduk dari daerahdaerah lain pindah ke Jakarta karena daerah-daerah itu tidak membangun. Pertumbuhan penduduk di daerah-daerah itu bah-

istockphoto.com

Sumber: Marco Kusumawijaya, Kota Rumah Kita, Borneo, 2006, halaman 6-9

kar masalah Jakarta, konon menurut mereka, adalah pertumbuhan penduduk yang disebabkan oleh migrasi dari luar ke dalam Kota Jakarta—sebuah gejala yang secara salah kaprah disebut “urbanisasi”, (Urbanisasi dalam arti yang luas yang benar adalah “proses menjadi kota”). Konsekuensinya adalah kebijakan yang salah kaprah pula: pendatang baru, yang dicap miskin dan marginal, diusir-usir. Lebih buruk lagi, semua kegagalan lain seperti kekumuhan pemukiman, kegagalan sistem angkutan umum dan pelayanan air bersih, ditimpakan pada mereka juga. Pada saat bersamaan, tak ada kebijakan nyata untuk meningkatkan kapasitas Jakarta agar dapat menampung lebih banyak penduduk—yang mestinya wajar mengingat tingkat pertumbuhan ekonominya yang di atas rata-rata nasional dan kota lain.

Kebohongan publik yang selalu didengungkan pemerintah Jakarta menyangkut satu kambing hitam: urbanisasi.

kan jauh lebih tinggi daripada di Jakarta. Beban kota-kota lain jauh lebih berat. Memang, angka absolut akan menunjukkan jumlah pertambahan penduduk yang besar untuk Jakarta. Tetapi, harus pula ada perbandingan dengan tingkat pertumbuhan ekonomi kota-kota

tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah? Urbanisasi adalah konsekuensi logis dari perubahan struktural ekonomi, gula bertambah lebih banyak dan cepat di kota daripada di pedesaan. Sebuah negara dan bangsa dikategorikan “maju” kalau

Di masa depan, Jakarta hanya dapat diselamatkan dengan kebijakan yang mau tidak mau sosialistis; Peraturan Daerah anti-spekulasi, insentif untuk hemat lahan, pajak bumi dan bangunan yang progresif, serta penekanan pada fasilitas bersama, bukan individual.

dan daerah itu. Jakarta selalu di atas rata rata nasional, di atas banyak kota lain, dan jauh di atas tingkat pertumbuhan penduduknya sendiri. Pada 1996, ekonomi Jakarta tumbuh 9,1%. Saat ini, konon tingkat perkembangan itu telah “pulih’ menjadi sekitar 4 sampai 5%. Jadi, pertanyaan yang seharusnya diajukan adalah: apakah benar sebuah kota, suatu provinsi yang tingkat pertumbuhan ekonominya jauh di atas tingkat pertumbuhan penduduknya, tidak dapat memberi makan kepada lebih banyak penduduk Indonesia yang datang dari daerah-daerah dengan

perubahan itu terjadi. Maka, penduduk urban negeri-negeri Barat berkisar antara 70 sampai 90% dari seluruh jumlah penduduknya. Di Indonesia pada saat ini, jumlah penduduk urban telah mencapai sekitar 40% dari total penduduk negeri ini. Persoalan prinsipilnya bukanlah bagaimana meratakan pertumbuhan ekonomi secara ruang (dengan lebih banyak pertumbuhan di pedesaan), melainkan bagaimana meratakan pertumbuhan di kalangan penduduk. Mazhab perencanaan yang menekankan pada “pemerataan ruang” akan menjadi salah kalau ia menghindari pemerataan yang

lebih mendasar tersebut. Ia akan ilusif dan mengulangi kesalahan selama ini di kota-kota. (Jakarta yang tidak meningkatkan kapasitasnya untuk memberi kesempatan kepada lebih banyak penduduk adalah sama dengan monster yang tidak bertanggung jawab, yang membuat kue makin besar hanya untuk makin menggemukkan dirinya sendiri, dengan menyedot secara tidak proporsional sumber daya kolektif seluruh bangsa Indonesia). Migrasi neto negatif ke Jakarta berarti pindahnya tempat tinggal kelas menengah ke kabupaten tetangga, yaitu Bogor, Tangerang, Bekasi, dan Depok. Sebagian besar dari kelas menengah ini tetap bekerja di Jakarta, dan menglaju (commuting) setiap pagi dan sore hari, menyebabkan kemacetan satu arah yang memperpanjang “waktu tersia”. Di Jakarta Pusat dan Selatan, penduduk malah berkurang secara absolut sebesar sekitar 330 ribu jiwa dalam lima tahun terakhir, meninggalkan tanah kosong menganggur di kawasan segitiga emas. Itulah akibat ketiadaan kebijakan yang berdasarkan data keras dan perspektif masa depan. Berkurangnya lahan hijau Jakarta ternyata bukan untuk menyediakan lebih banyak rumah untuk lebih banyak orang, melainkan untuk ruang komersial yang ternyata over supplied dan menghantar ke krisis. Pada saat yang sama, kawasan subur bisa mengkonsolidasi diri dengan semua fasilitas konsumsi yang diperlukan kelas menengah. Artinya, basis pajak Jakarta akan terus berkurang, meskipun kelompok kelas menengah itu tetap bekerja di Jakarta. Yang lebih berbahaya sebenarnya adalah berkurangnya basis sosial budaya kelas menengah, yang-maaf—memang tidak bisa digantikan oleh kelas bawah maupun kelas atas, dalam hal daya hidup dan pemeliharaan ruang kota. Penduduk miskin tidak bertambah secara drastis, tetapi proporsinya meningkat karena kelas menengah yang berkurang. Di masa depan, Jakarta hanya dapat diselamatkan dengan kebijakan yang mau tidak mau sosialistis. Peraturan Daerah anti spekulasi, insentif untuk hemat lahan, pajak bumi dan bangunan yang progresif, serta penekanan pada fasilitas bersama, bukan individual. Hanya pemerintah yang bersih dan kompeten (yang diantara lain bekerja berdasarkan data) yang akan mendapat dukungan dan punya disiplin yang diperlukan. □


C NTA

JAKARTA

ongoing

APRIL 2011 -

Gerakan Cinta Jakarta MENEBAR Pesona

12

CINTAJAKARTA/ TITAH PRABOWO

Gerakan Cinta Jakarta memulai sebuah langkah untuk mengarahkan warga Jakarta pada kehidupan yang lebih baik.

Kita juga akan melihat Jakarta yang bebas macet, tatkala seluruh pengendara mau berdisiplin di jalanan. Tentunya rasa cinta warga Jakarta tak boleh bertepuk sebelah tangan. Kekuatan dari sebuah kemajuan adalah sinergi antara cinta-kepedulian warganya dengan kebijakan dan pengaturan dari pemerintah. Kebijakan yang bukan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan para elit yang mengorbankan kebahagiaan sebagian besar warga kota. Mungkin diantara dari Anda sudah tahu dan mendengar Gerakan Cinta Jakarta melalui radio ataupun melalui anak-anak sekolah. Ya. Gerakan Cinta Jakarta memiliki program kuis di radio-radio di Jakarta. Di Ben’s Radio 106.2 FM Kuis Cinta Jakarta diadakan setiap hari Jum’at pukul 16.00-17.00 WIB dan Sabtu pukul 10.00-11.00 WIB; Delta FM

KAMU CINTA JAKARTA? TAU APA AJA SOAL JAKARTA? TUNJUKIN DI

k u i sC

NTA

JAKARTAon radio

dapatkan hadiah Uang Tunai Rp 500.000,-

99.1 FM setiap Senin-Selasa pukul 14.00-15.00 WIB; dan di Jak FM 101.0 setiap Rabu pukul 10.00-11.00 dan Kamis pukul 16.00-17.00 WIB. Kuis Cinta Jakarta akan menguji pengetahuan Anda seputar sejarah, budaya dan pengetahuan populer tentang Jakarta. Selain kuis di radio, Gerakan Cinta Jakarta juga telah mengajak para pelajar dan mahasiswa untuk berpartisipasi dalam lomba menulis esai. Mereka bisa berimajinasi tentang Jakarta di masa depan sekaligus menyumbangkan ide kreatif untuk mengatasi permasalahan kota ini melalui. Tentunya, tak hanya sampai di situ, masih banyak program-program lain yang akand datang. Berikut kami sajikan ringkasan keseharian wargawarga yang telah berpartisipasi dalam Gerakan Cinta Jakarta. â–Ą egp-121

CINTAJAKARTA/ TITAH PRABOWO

Masalah-masalah seperti macet, banjir, kekurangan air bersih sampai sulitnya bernapas karena kepadatan penduduk mulai dianggap biasa dan kita mencoba nyaman dengan semua itu. Padahal, semua masalah yang kini kita hadapi adalah investasi bencana untuk anak-cucu kita. Gerakan Cinta Jakarta memulai gerakannya dengan sebuah pertanyaan mendasar: masih adakah harapan untuk menjadikan Jakarta sebagai tempat tinggal yang nyaman, sekaligus sebagai tempat mencari nafkah yang menjanjikan tanpa merusak alam dan tradisinya? Karenanya, Gerakan Cinta Jakarta memulai sebuah langkah kecil. Gerakan cinta Jakarta adalah sebuah gerakan sosial masyarakat Jakarta dalam rangka menumbuhkan rasa cinta dan kepedulian pada Kota Jakarta. Kita percaya bahwa Jakarta dengan segala problematikanya masih memiliki harapan selama warganya memiliki rasa cinta pada kotanya. Rasa cinta bisa juga diartikan sebagai rasa memiliki dan tanggung jawab. Sehingga, kedepan kita tidak lagi merasakan banjir yang diakibatkan timbunan sampah dari warganya.

CINTAJAKARTA/ TITAH PRABOWO

Berawal dari keprihatinan terhadap masalahmasalah yang selama ini akrab dengan keseharian warga Ibu Kota,


13

FOTO JAKARTA

- APRIL 2011

PELESIR KE MUARA SAMPAH FOTO & TEKS: T.H. PRABOWO

Bau busuk tercium dari tumpukan sampah yang bertebaran di sepanjang bantaran sungai di Jalan Tanggul Barat, Kelurahan Kapuk Jakarta. Di Cilincing, air hitam pekat disertai bau menyengat dari air yang kotor santapan sehari-hari. Sementara, di ujung jakarta yang lain, seorang warga di daerah Pintu Air Banjir Kanal Timur berenang di tengah sungai dengan limbah cair yang membusa. “Nyari ikan Mas, buat makan” tuturnya polos. Ia sudah terbiasa dengan sampah, karena ruang tersebut adalah sampah. Pemandangan tersebut sudah hal biasa, kalau tidak disebut lumrah dilihat di daerah muara-muara sampah. Sungai memang selalu menjadi muara dari sampah yang dibuang oleh penduduk. Sampah dari belasan juta penduduk megapolitan yang dibuang ke sungai akan mengumpul disana. Di Pintu Air Manggarai saja, belum ke Muara, tumpukan sampah sudah menggunung, meski dua alat jenis beko terlihat bercokol disitu. Menurut penuturan petugas pintu air, setiap hari sampah tersebut diangkat,”Namun sampah itu selalu ada, karena masyarakatnya membuang terus” katanya. Berpelesir ke muara sungai yang penuh sampah menyadarkan kita pada satu hal, bahwa sampah telah menjadi masalah serius. Perlu ada penanganan nyata, yang diikuti kesadaran masyarakat. Tidak cukup hanya dengan mengeruk. Bang Idin telah mencontohkan, Kali Pesanggrahan sekarang bening, sekurangnya dibandingkan dengan kali-kali lain di Jakarta. Tapi tak cukup dengan satu bang Idin, kita utuh Bang Idin-Bang Idin lain dalam bentuk lain. Yang tidak harus bertarung dengan modal, bahkan harusnya didukung masyarakat. Kalau kesadaran itu tak pernah ada. Maka terimalah kenyataan, kehidupan masyarakat Daerah Aliran Sungai di Jakarta tak akan lepas dari sampah dan bau busuk. Dan sepandai-pandainya menyembunyikan sampah, pasti akan tercium juga. □


FOTO JAKARTA Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebagai ruang terbuka publik, seperti taman-taman kota, merupakan ruang awal terwujudnya budaya kreativitas perkotaan. Seperti jika anda berkunjung ke Taman Suropati, Menteng, pada minggu sore. Disana anda bisa menikmati alunan berbagai alat musik klasik, seperti symphony Mozart yang akan mengayun memanjakan telinga, sambil menikmati udara segar diantara rimbunnya pohon taman. Para pelantun lagu-lagu tersebut bukan pemusik profesional dengan alat-alat yang canggih, bukan pula kumpulan orang-orang kurang kerjaan. Pelantun musik tersebut adalah Komunitas Kota Seni, sebuah komunitas masyarakat pecinta seni, yang saban minggu sore berkumpul bersama di Taman Suropati. Tidak hanya musik klasik dan lagu gubahan dari komposer-komposer dunia yang sering dimainkan. Lagu-lagu daerah maupun lagu-lagu nasional penggugah nasionalisme pun ada. Seperti lagu Gundul-gundul Pacul dari Jawa Tengah, Bungong Jeumpa dari Aceh, atau Rayuan Pulau Kelapa serta Indonesia Pusaka. Darwin, salah satu anggota komunitas mengungkapkan, tersedianya RTH seperti Taman Suropati yang menjadi fasilitas publik, menjadi berkah bagi kumpulan seniman ini. “Taman Suropati adalah rumah kami, disini kami bertemu,dan disini kami berkumpul” ujar Darwin, salah satu anggota Komunitas Kota Seni. Tersedianya ruang publik ini juga memungkinkan untuk para anggota komunitas bertemu orang-orang dengan lintas umur, pekerjaan, dan status sosial. Komunitas Kota Seni sendiri sekarang memiliki anggota mulai dari pedagang, pelajar, pegawai kantor. “Bahkan pengamen pun ada di komunitas ini. Mereka menabung untuk beli biola agar bisa ikut bergabung dalam latihan”, tutur Agustinus, Ketua Komunitas Kota Seni.

RUANG PUBLIK, RUANG KREATIVITAS, RUANG BUDAYA

Agustinus berharap, apa yang dilakukan komunitasnya di Taman Surapati dapat menjadi pilot project untuk mengembangkan komunitas-komunitas serupa di daerah lain. “Selama ada ruang terbuka publik, budaya kreativitas dapat berkembang.” tuturnya. Harapan Agustinus sudah sepentasnya menjadi harapan masyarakat kota. Namun kita tak menutup mata, penambahan RTH di Jakarta selalu mandek.

FOTO: T.H. PRABOWO TEKS: H.M. PILIANG

APRIL 2011 -

14


15

SENGGANG

- APRIL 2011

TEKA TEKI

NTA SILANG C JAKARTA

2

1

3

4

5

6

7

MENDATAR 1. Jakarta Era Kolonial 7. Bahan bangunan 8. 10 Dzulhijah 12. Lorong yang berliku-liku 14. Tidak jelas (Inggris) 15. Zat dalam asap rokok 16. Agak gila 19. Sesuatu yang dibayangkan 20. Tempat pementasan seni 22. Bapak (Sunda) 24. Pendakwah 26. Penyalur kredit 27. Musuh malaikat 29. ….Jakarta (yang sedang Anda baca) 30. Grup band asal Malaysia 31. Kalender 35. Kamu 37. Memasak dengan uap panas 39. Tempat perdagangan saham di Jakarta 42. Pemodal MRT 43. Cahaya muka 46. Ihtisar 49. Senyawa udara 50. Nuh (Inggris) 51. Hikmah (Arab) 52. Try Out (singkat) 53. Zona perdagangan bebas Amerika utara 55. Eksekutor 57. Budaya Jepang bunuh diri dalam pertempuran 59. Nenek (Belanda)

MENURUN 1. Lenyap/hilang (Jawa) 2. Arsip Nasional Republik Indonesia 3. Rasa yang dikecap lidah bagian samping-depan 4. Kedelai yang diragikan 5. Semangat kerja 6. Negara di Amerika Tengah 9. Sisi 10. Olahan buah-buahan 11. Tanda nada 13. Research Assessment Exercise 14. Maksud 17. Tanda/ciri 18. Keluarga miskin 21. Cela/Noda/Salah 23. Tidak tersusun 25. Saya 27. Proses menjadi 28. Nama depan teman duet H. Benyamin S. 32. Berbagi ilmu 33. Sesuatu yang segera terjadi 34. Pulau tempat Pramoedya dibuang 36. Mengulang ujian 38. Ustad kondang (singkat) 40. Cinta…….(yang sedang Anda baca) 41. National Geographic 44. Lapisan atmosfer pelindung bumi 45. Huruf 47. Kelapa (Jawa) 48. Negara di Afrika Utara 54. Tempat air 55. Lagu Rhoma Irama 56. Pupuk dari kotoran burung 58. Melafalkan huruf

8

9

10

11

13

12

14 15

16

18

17

19

22

20

23

24

25 27

26 29 31

21

30

33

32

34 36 39

43

45

44

28

35

37 40

38

41

46

42 47

48

49 50

51 52 53

54

55

56

57

58

59

GROSIR TIKET PESAWAT Domestik Dan Internasional

Kini Hadir di Kota Anda Lebih Dekat, Lebih Cepat, Lebih Hemat Harga Bersaing

MENANGKAN SATU BUAH TELEVISI 21" DAN SEBUAH LEMARI ES DENGAN MENJAWAB PERTANYAAN BERIKUT INI

PEMENANG AKAN DIHUBUNGI OLEH PIHAK GERAKAN CINTA JAKARTA, DAN DIUMUMKAN DI EDISI KORAN CINTAJAKARTA BERIKUTNYA.

SIAPAKAH NAMA TOKOH JAKARTA DI ATAS? KIRIMKAN JAWABAN ANDA LEWAT SMS DENGAN FORMAT SMS : NAMA(SPASI)JAWABAN(ALAMAT) KE NOMOR : KE 0821 2558 1813

RESERVASI: Phone: 021 786 2753 SMS: 0857 1632 5262 (24 Hour) YM: nagaritravel BBM: 21C436B9 (24 Hour)


LOMBA I A S E S I L U N E M

CINTA JAKARTA 2011

KETENTUAN  Terbuka untuk seluruh Warga Negara Indonesia (WNI) tanpa

kecuali, domisili di Provinsi DKI Jakarta, bersifat perorangan, yang dibagi dalam 2 (dua) kelompok lomba: Siswa SLTA dan MAHASISWA. Dibuktikan dengan Kartu Pelajar/Mahasiswa atau Surat Keterangan dari Institusi Pendidikan.  Tema Esai:

• Pelajar: “Jakarta Kini, Esok, dan 20 Tahun lagi” (Judul bebas, isi esai berkaitan dengan keadaan Jakarta saat ini sampai dua dasawarsa kedepan, termasuk posisi dan kontribusi anda sebagai generasi Jakarta berikutnya. Esai dapat berkaitan dengan berbagai dimensi, seperti sosial-budaya, pendidikan, sejarah, masyarakat, ekonomi, politik, pertahanan-keamanan, dll.)

• Mahasiswa: “Menciptakan Jakarta Bebas Banjir dan Macet” (Judul bebas, isi esai berkaitan dengan kebijakan strategis jika anda Gubernur DKI Jakarta, untuk memecahkan salah satu, bisa dipilih, dari dua masalah terbesar di Jakarta, yakni Banjir (flood) dan Kemacetan (traffic). Esai tidak harus berasal dari latar belakang akademik mahasiswa, namun harus solutif, inovatif, terukur, dan applicable)

 Setiap peserta lomba boleh mengirimkan lebih dari satu

naskah. Tulisan asli (orisinil) bukan saduran, ditulis dalam bahasa populer, dan menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar sesuai dengan EYD. Kutipan diperbolehkan tidak lebih dari 20% dan wajib mencantumkan sumber referensinya

 Naskah diketik dengan jenis huruf Times New Roman (TNR),

ukuran 12, spasi 1,5 , dengan panjang esai 1.000 – 1.500 kata saja. Di akhir naskah harus dituliskan biodata penulis, terutama Nama, Sekolah/Universitas, No.KTP/Kartu Keluarga, No Telp/HP, dan email.

 Naskah dikirim melalui e-mail ke:

lombamenulis@cintajakarta.com dalam format MS Word (*.docx) dengan judul email “Nama Anda_kategori (siswa/mahasiswa)”. Naskah diterima paling lambat 31 Mei 2011 Pukul 24.00 WIB

C NTA

JAKARTA

Kontras dengan mimpi Bung Karno menjadikan Jakarta sebagai kota kebanggaan bangsa dan dunia, Jakarta saat ini masih punya banyak permasalahan kompleks, seperti macet dan banjir, sehingga kurang mampu menjadi tempat tinggal yang nyaman bagi warga kota. Untuk memecahkan masalah tersebut, dipercaya harus ada partisipasi aktif dari warga kota untuk menyelamatkan Jakarta. Dan partisipasi tersebut hanya bisa muncul jika ada kesadaran, kepedulian, dan kecintaan warga kota terhadap Jakarta. Gerakan Cinta (Genta) Jakarta adalah gerakan sosial masyarakat Jakarta yang diinisiasi oleh anggota DPR-RI, Tantowi Yahya, dalam rangka menumbuhkan rasa cinta dan kepedulian kepada Kota Jakarta. Kita percaya, Jakarta, tempat tinggal, masih memiliki harapan sebagai rumah yang nyaman untuk saat ini hingga masa depan. Jakarta harus mampu sebagai kota tempat tinggal (as a place to live) maupun tempat usaha/bekerja (as a place to business or work). Lomba Menulis Essay Cinta Jakarta merupakan salah satu tekad dan upaya untuk menumbuhkan partisipasi aktif dari Generasi Muda dalam menciptakan Jakarta untuk semua, dan kita mimpikan bersama. Bergabunglah bersama Genta Jakarta.

PEMENANG DAN HADIAH Kategori Pelajar SMA/Sederajat Juara I : Rp. 5.000.000,00 plus sertifikat dan trophy Juara II : Rp. 3.000.000,00 plus sertifikat dan trophy Juara III : Rp. 1.500.000,00 plus sertifikat dan trophy Kategori Mahasiswa Juara I : Rp. 7.000.000,00 plus sertifikat dan trophy Juara II : Rp. 4.500.000,00 plus sertifikat dan trophy Juara III : Rp. 2.500.000,00 plus sertifikat dan trophy

PENGUMUMAN PEMENANG Pemenang akan diumumkan pada acara “Grand Launching Gerakan Cinta Jakarta” pada 22 Juni 2011 di Jakarta. Keputusan dewan juri bersifat final dan tidak dapat diganggu gugat. Informasi lebih lanjut dapat dilihat di Facebook Group Gerakan Cinta Jakarta atau follow twitter @cinta_jakarta contact person Fadhli 081381913157 atau Amir 085719587047 Sekretariat Gerakan Cinta Jakarta, Graha Pejaten No 8 Jl Pejaten Raya Jakarta Selatan, no telp 021-7974718


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.