Siaran Pers
Inovasi Pidie Pada Festival Iklim 2018 Jakarta, 17/1/2018 - Komitmen dan capaian Aceh dalam pengendalian perubahan iklim dibuktikan dalam keterlibatan mengikuti Festival Iklim 16-17 Januari 2018 yang diselenggarakan oleh Kementerian Lingkungan dan Kehutanan (KLHK) di Jakarta. Festival dan pameran skala nasional tersebut juga menghadirkan sesi talk show khusus tentang capaian Aceh dalam menghadapi perubahan iklim melalui mekanisme proyek Support to Indonesia’s Climate Change Response-Technical Assistance Component (SICCR-TAC), yang didanai oleh Uni Eropa. Sesi talk show yang berlangsung di gedung Manggala Wanabakti Jakarta tersebut membahas tentang pembelajaran dari Kabupaten Pidie dalam pengalokasian dana desa untuk perlindungan lingkungan dan hutan, serta inisiasi-inisiasi daerah dalam perubahan iklim.
Wakil Bupati Kabupaten Pidie, Fadhlullah TM Daud, ST, yang menjadi pembicara pada diskusi yang berlangsung pada tanggal 17 Januari tersebut membahas tentang pentingnya regulasi tingkat daerah yang komit pada upaya-upaya pelestarian hutan dan lingkungan. Untuk itu Kabupaten Pidie sudah mempersiapkan rancangan peraturan bupati sebagai bentuk komitmen dan keseriusan bagi kelestarian hutan dan lingkungan. “Kita sedang mempersiapkan peraturan bupati yang mengatur supaya penyaluran dana desa dapat menambahkan indikator lingkungan sehingga dananya dapat dialokasikan bagi upaya pelestarian hutan dan lingkungan. Ini adalah inovasi dan pertama di Indonesia� ungkapnya.
Hewan-hewan ini kerap mendatangai permukiman warga dan merusak tanaman atau kebun milik warga desa. Bukan tanpa sebab gajah-gajah tersebut mendatangi tempat tinggal penduduk. Hal tersebut merupakan akibat dari habitat atau tempat tinggalnya sudah rusak akibat perambahan hutan yang sangat masif dalam kurun waktu beberapa tahun ini. Keseriusan menjaga dan melestarikan hutan menjadi perhatian dan prioritas penting pemerintahan yang baru genap berusia enam bulan ini. “Karena ini demi kepentingan masyarakat, kami ingin menghadirkan lingkungan terbaik bagi masyarakat kita. Itu yang paling penting” papar Wakil Bupati Pidie. Namun komitmen dan semangat pemerintah Pidie ini tidak semudah dan semulus yang direncanakan. Peraturan bupati ini terkendala oleh belum adanya regulasi di tingkat nasional yang mengatur tentang inisiasi dari daerah seperti ini. Hal tersebut diungkapkan oleh Universitas Syiah Kuala, Dr Yanis Rinaldi, SH, M.Hum yang juga menjadi pembicara pada talk show tersebut. Pakar hukum lingkungan tersebut mengkritisi kementerian tertentu yang memiliki pola pikir yang kontraproduktif dengan inovasi dan gagasan baru di tingkat daerah. “Seharusnya pemerintah pusat dapat memberikan wewenang atau kesempatan kepada kabupaten Pidie untuk berinovasi dalam alokasi dana desa.” Ia juga memaparkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa dari selama tiga tahun penyaluran dana desa desa tidak ada yang dialokasikan untuk upaya kelestarian lingkungan hidup. “Sebenarnya inisiasi pemerintah Pidie ini bisa menjadi pilot project dan menjadi pembelajaran bagi daerah-daerah lain berniat untuk mengalokasikan dana desa bagi kelestarian hutan” pungkasnya. Sementara itu, inisiasi positif pemerintah Pidie disambut hangat oleh Muamar Vebry, Programme Manager Climate Change, Food Security, and Disaster Management Uni Eropa untuk Indonesia dan Brunei. Menurutnya alokasi dana desa untuk lingkungan tersebut sangat inovatif dan menjadi pionir di Indonesia, serta penting bagi masyarakat dalam meningkatkan pendapatannya.
PPNS, Energi Baru dalam Penegakan Hukum di Aceh dan Manfaat Agroforestri Dinamis bagi Masyarakat dan Hutan
Selain berdiskusi tentang pengalaman dari Pidie, pada sesi lain talk show yang bertema “Sorotan dan Kemajuan Proyek SICCR-TAC dan Dana Desa Untuk Perlindungan Lingkungan dan Hutan” itu juga menghadirkan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Muttaqin dan penyuluh kehutanan, Ismahadi. Kedua para pembicara tersebut berbagi tentang pengalaman mereka setelah mendapatkan pelatihan yang difasilitasi oleh program SICCR-TAC yang didanai oleh Uni Eropa tersebut. Menurut Muttaqin, adanya 29 petugas Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang telah dilatih dan dilantik pada tahun 2017 menjadi tambahan energi baru dalam upaya penegakan hukum bidang lingkungan dan kehutanan di Aceh. Kini kegiatan-kegiatan ilegal terhadap hutan seperti penebangan liar, perambahan hutan, penambangan liar, dll dapat ditindaklanjuti dengan cepat sehingga harapannya dapat menurunkan laju deforestasi hutan Aceh.
Sementara itu Ismahadi, anggota KPH wilayah Bener Meriah mengatakan bahwa pelaksanaan Agroforestri Dinamis membawa manfaat yang sangat besar terhadap masyarakat dari sisi ekonomi dan juga terhadap hutan dari sisi ekologi. Agroforestri Dinamis dapat meningkatkan pendapatan masyarakat karena hasil panen yang lebih banyak dan lebih baik dari pola tanam sebelumnya, namun sekaligus juga dapat memperbaiki lahan dan hutan yang telah terdegradasi dan serta menjaga keanekaragaman hayati.
Pameran SICCR-TAC
SICCR-TAC juga berpartisipasi dalam pelaksanaan pameran yang diselenggarakan di auditorium KLHK. Dalam pameran tersebut, SICCR-TAC mempresentasikan laporan kemajuan proyek beserta capaiannya selama proyek berjalan dari tahun 2016. Lebih dari 300 orang berkunjung ke booth pameran SICCR-TAC untuk meminta informasi dan mengikuti kuis dengan hadiah merchandise proyek yang menarik.
***
Penulis: Fahmi Yunus Foto: Dokumentasi SICCR-TAC
Penyusunan Rencana Kerja SICCR-TAC Tahun 2018 "Perencanaan Matang yang Melibatkan Semua Pemangku Kepentingan"
Memasuki tahun 2018, proyek Support to Indonesia's Climate Change Response Technical Assistance Component (SICCR-TAC) yang didanai oleh Uni Eropa mengadakan lokakarya penyusunan rencana kerja tahunan (Annual Work Plan), 19-20 Januari 2018 di Jakarta. Tahun ini merupakan tahun ketiga dan tahun terakhir pelaksanaan proyek yang bertujuan untuk memberikan kontribusi, dengan cara yang efektif dan koheren, dalam mencapai strategi nasional pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan.
Diskusi dan presentasi kelompok pada kegiatan lokakarya AWP pertama di Jakarta, Januari 2018
Lokakarya ini dihadiri oleh para pemangku kepentingan proyek, antara lain Ditjen Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) dan Ditjen Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan; Balai Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) yang membawahi wilayah Sumatera; Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aceh, termasuk beberapa Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) yang ada di wilayah Aceh.
Lokakarya dimulai dengan mengulas serta mengevaluasi kegiatan dan capaian proyek selama tahun 2017 yang kemudian dilanjutkan dengan menyusun perencanaan program kerja tahun 2018. Direktur Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan Monitoring, Pelaporan dan Verifikasi, Dr. Ir. Joko Prihatno, M.M dalam kesempatan lokakarya tersebut menyambut baik hasil evaluasi dan capaian-capaian yang telah dihasilkan oleh proyek selama ini. "Kita patut bersyukur karena kegiatan yang telah kita lakukan memberikan dampak positif bagi masyarakat khususnya Provinsi Aceh dan sekaligus dapat berkontribusi awal dalam meningkatkan kapasitas nasional dalam Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan Verifikasinya. Peningkatan kapasitas ini perlu dilanjutkan agar memberikan dampak bagi para pihak untuk berkontribusi dalam penurunan emisi Gas Rumah Kaca�. Sementara itu menurut Dedek Hadi I, S.Hut, M.Si, wakil dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aceh mengatakan bahwa SICCR-TAC merupakan salah satu kegiatan donor
yang sangat baik dalam melibatkan para pemangku kepentingannya pada setiap proses kegiatannya. "Kami merasa senang dan dihargai karena selalu dilibatkan dalam setiap proses kegiatan proyek mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi. Proyek ini berhasil dalam membangun kerja sama yang baik antar pemangku kepentingan dan membangun rasa kepemilikan para pemangku kepentingan terhadap proyek." Rencana kerja tahun 2018 yang telah disusun kemudian difinalisasi dalam sebuah lokakarya yang diadakan di kawasan Danau Toba, 19-22 Februari 2018 lalu. Semua pemangku kepentingan proyek, terutama yang terlibat dalam proses penyusunan awal Rencana Kerja diundang kembali. Dalam lokakarya tersebut tiap kegiatan lebih dirincikan lagi sekaligus mengidentifikasi Suasana diskusi finalisasi AWP SICCR-TAC 2018 pihak-pihak yang akan bertanggung di kawasan Danau Toba, Februari 2018 jawab terhadap kegiatan-kegiatan tersebut. Dalam acara penutupan lokakarya, Direktur Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan Monitoring, Pelaporan dan Verifikasi, Dr. Ir. Joko Prihatno, M.M menghimbau agar semua pihak bekerja keras dan bekerja sama membangun sinergi untuk mewujudkan kinerja yang optimal karena masa pelaksanaan proyek yang hanya tinggal satu tahun lagi. Rencana Kerja Tahun 2018 yang telah final rencananya akan dipresentasikan untuk disahkan oleh Uni Eropa dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. #####
Penulis: Jullya Vigneshvara Foto: Dokumentasi SICCR-TAC + Sianny Widyasari
Rapat Project Steering Committee (PSC) SICCR-TAC 2018 "Laju Deforestasi di Aceh Tahun 2018 Menurun"
Setiap tahun proyek Support to Indonesia's Climate Change Response - Technical Assistance Component (SICCR-TAC) yang didanai oleh Uni Eropa (EU) selalu menyelenggarakan rapat Project Steering Committee atau yang biasa disebut PSC Meeting. Pada tahun ketiga atau tahun terakhir proyek kali ini, PSC Meeting diselenggarakan di Hotel Fairmont, Senin 22 Januari 2018. Pertemuan PSC diadakan dengan tujuan sebagai forum komunikasi para pemangku kepentingan untuk mengulas kemajuan perkembangan dan capaian-capaian proyek selama satu tahun serta membahas rencana kegiatan proyek selama satu tahun ke depan. Pertemuan ini dihadiri oleh para pemangku kepentingan selaku pengarah kegiatan proyek yang terdiri dari: perwakilan Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, perwakilan delegasi Uni Eropa untuk Indonesia dan Brunei Darussalam, perwakilan dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan, perwakilan dari Kementerian Keuangan, perwakilan dari Sekretariat Negara, perwakilan dari GIZ Country Office, dan perwakilan dari SNV dan AHT Group yang merupakan mitra konsorsium pelaksana proyek. Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, Dr. Ir. Nur Masripatin, M. For, Sc selaku salah satu pengarah kegiatan proyek memberikan apresiasi terhadap pelaksanaan program kerja SICCR-TAC selama tahun 2017 beserta hasil-hasil capaiannya yang bertujuan untuk membangun kapasitas para pemangku kepentingannya dalam upaya tanggap perubahan iklim. Pertemuan PSC kali ini menjadi pertemuan terakhir yang dihadiri oleh ibu Nur karena beliau mulai memasuki masa pensiun per 31 Januari 2018. Saat ini Dr. Agus Justianto menjabat sebagai Pelaksana tugas (Plt) Dirjen PPI hingga Dirjen yang baru dipilih dan dilantik. Dalam pertemuan tersebut, perwakilan Uni Eropa untuk Indonesia dan Brunei Darussalam, Mr. Daniele de Bernardi, selaku donor proyek SICCR-TAC juga memberikan apresiasi terhadap hasil capaian proyek yang memberikan dampak positif terhadap masyarakat. Mr. Daniele berharap bahwa kegiatan SICCR-TAC dapat berkontribusi positif terhadap upaya pencapaian target NDC Pemerintah Indonesia.
Sebuah informasi yang menarik dan menggemberikan disampaikan oleh Dedek Hadi I, S.Hut, M. Si, perwakilan dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aceh yaitu bahwa berdasarkan data dari Yayasan Hutan, Alam dan Lingkungan Aceh - sebuah NGO lingkungan hidup yang berbasis di Aceh, laju deforestasi hutan di Aceh pada awal 2018 angkanya menurun menjadi sekitar 17.333 hektar dibandingkan tahun 2017 yang mencapai 21.000 hektar/tahun. Meskipun banyak faktor yang berkontribusi terhadap penurunan ini, namun pak Dedek yakin bahwa proyek SICCR-TAC melalui program pelatihan kepada PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil) yang kemudian ditugaskan untuk memperkuat KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan), membawa dampak positif bagi masyarakat dan juga hutan di Aceh. Rancangan awal Rencana Kerja Tahunan (Annual Work Plan) 2018 yang dihasilkan melalui lokakarya akan dimatangkan dan difinalisasi dalam pertemuan berikutnya. ####
Penulis: Jullya Vigneshvara Foto: Dokumentasi SICCR-TAC