MEDIA KOMUNIKASI TRIWULANAN
Vol. 30 No. 120 Oktober - Desember 2018
PROVINSI JAWA BARAT
LAPORAN KHUSUS: WORKSHOP JAFUNG JAFUNG PERENCANA SE-JAWA BARAT
MUSRENBANG RPJMD JABAR TAHUN 2018 - 2023
DARI
REDAKSI
PROVINSI JAWA BARAT
Majalah Warta Bappeda merupakan produk media cetak yang dikeluarkan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat. Diproduksi secara berkala dan memberikan insipirasi, pencerahan, serta edukasi untuk menunjang proses perencanaan pembangunan anda Assalamu'alaikum Wr. Wb
Para pembaca yang berbahagia pada terbitan Warta Bappeda Edisi Triwulan IV Volume 30 Nomor 120 Oktober - Desember Tahun 2018 kali ini kami tampilkan Laporan Utama seputar Penyelenggaraan Musrenbang RPJMD 2018-2023. Beberapa Rubrik lain hadir seperti Wawasan Perencanaan dan Jendela Perencanaan. Hal ini dilakukan demi memberikan kepuasan para pembaca dalam memperoleh informasi perencanaan pembangunan Jawa Barat melalui majalah triwulanan ini. Tulisan kali ini diawali dengan Laporan Utama yang Membahas tentang Musrenbang Rencana Perencanaan Jangka Menengah Daerah 2018-2023 dan Laporan Khusus membahas tentang Workshop Jafung Perencana se-Jawa Barat . Para pembaca Warta Bappeda yang kami hormati, selain tulisan diatas kami hadirkan pula beberapa Artikel Wawasan Perencanaan yang mengupas tentang Sinkronisasi Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah, Hanjeli Sumberdaya Pangan Lokal Potensial untuk Ketahanan Pangan Jawa Barat, Pentingnya Multipihak dalam Pelaksanaan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/ SDG’s di Jawa Barat, Sektor Agrikultur tidak Mendominasi Distribusi Tenaga Kerja di Provinsi Jawa Barat, Implementasi Program Lansia di Jawa Barat Melalui Lembaga Komda Lansia Provinsi Jawa Barat, dan ditutup dengan rubrik Jendela Perencanaan. Akhir kata kami sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para penulis atas kontribusinya selama ini. Kami tunggu artikel berikutnya yang akan diterbitkan dalam Edisi Triwulan I Tahun 2019. Selamat membaca.
Terbit Berdasarkan SK Menpen RI No. ISSN
Penanggung Jawab Ketua
1353/SK/DITJENPPG/1988 0216-6232
Ir. H. Yerry Yanuar, MM Ir. Bambang Tirtoyuliono, MM
Sekeretaris
Drs Wahyu Hendrawan, MM
Penyunting
Ir. H. Tresna Subarna, M.M Drs. Bunbun W. Korneli, MAP Drs. Achmad Pranusetya, M.T T. Sakti Budhi Astuti, SH., M.Si
Sekretariat
Rio Teguh Pribadi,S.Sos
Liputan Fotografer Layouter Alamat
Shinta Wulan Anggraeni S.Sos Roni Sachroni, BA Ramadhan Setia Nugraha S.Sos Jl. Ir. H. Juanda No.287 Telp.2516061 Website : bappeda.jabarprov.go.id E-mail : wartabappedajabar@yahoo.com
Wassalamu'alaikum Wr. wb menerima tulisan dari pembaca yang berhubungan dengan wawasan perencanaan, disarankan untuk melampirkan foto-foto yang mendukung. Tulisan diketik satu spasi minimal 5 halaman A4. Artikel yang pernah dimuat di media lain, tidak akan dimuat. Redaksi berhak mengedit tulisan tanpa mengubah substansi.
D A F TA R I S I Warta Bappeda Vol. 30 No. 120 Oktober - Desember 2018
L A P O R A N U TA M A
2
10 M U S R E N B A N G TA S R P J M D J A B A R TA H U N 2 0 1 8 - 2 0 2 3
Pemerintah Provinsi Jawa Barat menyelenggarakan Forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Barat tahun 2018-2023 di The Trans Luxury Hotel pada Selasa (13/11/18).
16
32
LAPORAN KHUSUS
SINKRONISASI DOKUMEN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (SEBAGAI DASAR PENGUKURAN KINERJA P E M E R I N TA H A N D A E R A H DAN PD
H A N J E L I S U M B E R D AYA PA N G A N L O K A L P O T E N S I A L U N T U K K E TA H A N A N PA N G A N J A W A B A R AT
40
P E N T I N G N YA M U LT I P I H A K DALAM PELAKSANAAN TUJUAN PEMBANGUNAN B E R E K E L A N J U TA N / S U S TA I N A B L E D E V E L O P M E N T G O A L S D I J A W A B A R AT
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) yang dikenal dengan Sustainable Development Goals (SDGs) sebagai kesepakatan pembangunan global yaitu kesepakatan pembangunan baru yang mendorong perubahan-perubahan kearah pembangunan berkelanjutan berdasarkan hak asasi manusia dan kesetaraan untuk mendorong pembangunan sosial, ekonomi dan lingkungan hidup. TPB/SDGs diberlakukan dengan prinsip-prinsip universal, integrasi dan inklusif untuk meyakinkan bahwa tidak akan ada seorang pun yang terlewatkan atau "no-one left behind". Kesepakatan tersebut disahkan pada tanggal 25 September 2015 bertempat di Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), oleh kurang lebih 193 kepala negara, termasuk Wakil Presiden Republik Indonesia.
BAPPEDA JABAR SELENGGARAKAN JAFUNG PERENCANA S E - J A W A B A R AT
Bappeda Provinsi Jawa Barat menyelenggarakan Workshop Jabatan Fungsional Perencana seJawa Barat di Kampung Sampireun Garut pada 21-22 November 2018. Workshop dihadiri oleh Pejabat Fungsional Perencana di Lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat, Pejabat Fungsional Perencana di Lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Jawa Barat, Kepala Subbagian Kepegawaian Perangkat Daerah Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat, Badan Kepegawaian Daerah dan Biro Organisasi Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat, dan Badan Kepegawaian Daerah dan Biro Organisasi Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Barat.
48
S E K T O R A G R I K U LT U R TIDAK MENDOMINASI DISTRIBUSI TENAGA KERJA DI PROVINSI J A W A B A R AT
56
I M P L E M E N TA S I PROGRAM LANSIA D I J A W A B A R AT MELALUI LEMBAGA KO M DA L A N S I A P R O V I N S I J A W A B A R AT
70
JENDELA PERENCANAAN
Volume 30 Nomor 120 Oktober - Desember 2018 Warta Bappeda
1
LAPORAN
U TA M A
2
Warta Bappeda Volume 30 Nomor 120 Oktober - Desember 2018
Foto: Humas Bappeda Volume 30 Nomor 120 Oktober - Desember 2018 Warta Bappeda
3
LAPORAN
U TA M A
Musrenbang RPJMD Jabar Tahun 2018-2023
P
emerintah Provinsi Jawa Barat menyelenggarakan Forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Barat tahun 2018-2023 di The Trans Luxury Hotel pada Selasa (13/11/18). Acara ini dibuka oleh Gubernur Jawa Barat, Bapak Mochamad Ridwan Kamil, ST., M.UD dan dihadiri oleh Menteri Pariwisata RI Arief Yahya, M.Sc. , Ketua KPK RI Ir. Agus Rahardjo, Sekretaris Jenderal Kemendagri RI Hadi Prabowo, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Perhubungan RI Sugihardjo, Ir, MSi, Plt. Direktur Pengembangan Bappenas, Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat Iwa Karniwa, dan Ketua DPRD Provinsi Jawa Barat Ineu Purwadewi Sundari S.Sos. 4
Warta Bappeda Volume 30 Nomor 120 Oktober - Desember 2018
Seluruh Peserta forum diberikan form usulan perencanaan pembangunan Jawa Barat yang didasarkan pada Ringkasan RPJMD 20182023 yang telah disusun sejak tahun 2017. Seluruh usulan perencanaan dari peserta forum akan menghasilkan dokumen RPJMD 2018-2023, sebagai acuan pembangunan Jawa Barat untuk 5 tahun kedepan. Gubernur Jawa Barat mengungkapkan, permasalahan Jawa Barat yang paling besar adalah ketimpangan dalam semua dimensi di Jawa Barat. Maka perencanaan pembangunan untuk 5 tahun kedepan harus menyelesaikan ketimpangan dari segi layanan dan peradaban bagi Jawa Barat, khususnya di Jabar Selatan yang menjadi wilayah tertinggal.
Foto-foto: Humas Bappeda
Selama 5 tahun kedepan ketimpangan wilayah akan diselesaikan Pemprov Jabar melalui akses. Pembangunan Bandara Sukabumi, Bandara Nusawiru yang akan dioptimalkan, reaktivasi kereta api dan pembangunan infrastruktur lainnya. "Dimana ada konektivitas, disitu ada ekonomi, dimana tidak ada konetivitas, disitu tidak ada pergerakan ekonomi. Jawa barat dalam 5 tahun kedepan harus menjadi provinsi terbaik dalam dunia digital. Jawa Barat akan mendigitalkan pelayanan publik yang masih manual, akan mendigitalkan urusan pendidikan, akan
mendigitalkan urusan perdagangan, sehingga dapat menjadi provinsi terbaik di Indonesia" ungkap Gubernur Jawa Barat.
Latar Belakang Pelaksanaan pembangunan daerah diawali dengan penyusunan rencana sebagai permulaan dari siklus perencanaan pembangunan. Berdasarkan Pasal 260 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, daerah sesuai dengan kewenangannya menyusun rencana pembangunan daerah sebagai satu kesatuan
Volume 30 Nomor 120 Oktober - Desember 2018 Warta Bappeda
5
LAPORAN
U TA M A
dalam sistem perencanaan pembangunan nasional. Pemerintah daerah harus menyusun dan menetapkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) untuk pembangunan 20 tahun, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) untuk pembangunan 5 (lima) tahun dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) untuk pembangunan tahunan sesuai tahapan dan tatacara yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Pada Bulan Juni 2018 Provinsi Jawa Barat melaksanakan pemilihan gubernur dan wakil 6
Warta Bappeda Volume 30 Nomor 120 Oktober - Desember 2018
gubernur periode 2018-2023. Berdasarkan Pasal 264 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat terpilih berkewajiban menyusun RPJMD dan menetapkannya dalam bentuk Perda paling lama 6 (enam) bulan setelah kepala daerah terpilih dilantik Dokumen RPJMD merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program kepala daerah yang memuat tujuan, sasaran, strategi, arah kebijakan, pembangunan daerah dan keuangan daerah, serta program perangkat daerah dan lintas
Foto: Humas Bappeda
pembangunan diharapkan tidak hanya sebatas proses atau cara yang selama ini telah dilakukan, namun disertai dengan berbagai bentuk pembaharuan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Demikian juga diharapkan terjalin kolaborasi yang intens antara Pemerintah Povinsi Jawa Barat dengan pemerintah pusat maupun dengan pemerintah kabupaten/kota. Dalam penyusunan RPJMD, pemerintah Provinsi Jawa Barat menerapkan beberapa pendekatan sebagaimana diatur dalam UndangUndang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional maupun Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014. Pendekatan perencanaan pembangunan daerah yang dimaksud, meliputi:
1
Pendekatan teknokratis menggunakan metode dan kerangka berpikir ilmiah untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan daerah.
2 3
Pendekatan partisipatif dilaksanakan dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan.
Pendekatan politis dilaksanakan dengan menerjemahkan visi dan misi kepala daerah terpilih ke dalam dokumen perencanaan pembangunan jangka menengah yang dibahas bersama dengan DPRD.
4
Pendekatan atas-bawah dan bawah-atas merupakan hasil perencanaan yang diselaraskan dalam musyawarah pembangunan yang dilaksanakan mulai dari Desa, Kecamatan, Daerah kabupaten/kota, Daerah provinsi, hingga nasional.
perangkat daerah yang disertai dengan kerangka pendanaan bersifat indikatif untuk jangka waktu 5 (lima) tahun yang disusun dengan berpedoman pada RPJPD dan RPJMN. Dengan demikian, visi dan misi serta program prioritas kepala daerah terpilih menjiwai seluruh muatan RPJMD Provinsi Jawa Barat 2018-2023 dan harus dioperasionalkan oleh seluruh perangkat daerah sesuai kewenangannya.
Penjabaran visi dan misi pembangunan jangka menengah Provinsi Jawa Barat dilakukan dengan inovasi dan kolaborasi
Penjabaran visi dan misi pembangunan jangka menengah Provinsi Jawa Barat dilakukan dengan inovasi dan kolaborasi. Pelaksanaan Volume 30 Nomor 120 Oktober - Desember 2018 Warta Bappeda
7
LAPORAN
U TA M A
Perumusan RPJMD Jawa Barat juga memperhatikan pemenuhan pendekatan substansi penyusunan dokumen rencana, yaitu: a.
b.
Pendekatan perencanaan Holistik-Tematik, Integratif dan Spasial. 1)
Pendekatan Holistik-Tematik: dilaksanakan dengan mempertimbangkan keseluruhan unsur/bagian/kegiatan pembangunan sebagai satu kesatuan faktor potensi, tantangan, hambatan dan/atau permasalahan yang saling berkaitan satu dengan lainnya.
2)
Pendekatan Integratif: dilaksanakan dengan menyatukan beberapa kewenangan kedalam satu proses terpadu dan fokus yang jelas dalam upaya pencapaian tujuan pembangunan daerah.
3)
Pendekatan Spasial: dilaksanakan dengan mempertimbangkan dimensi keruangan dalam perencanaan.
Kebijakan anggaran belanja money follow program.
Penyusunan RPJMD Jawa Barat merupakan rangkaian yang berkesinambungan, mulai dari tahap persiapan sampai dengan penetapan Perda tentang RPJMD. Pada tahap persiapan telah dilakukan penyusunan Rancangan teknokratik RPJMD, sesuai amanat dari Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 86 tahun 2017. Hasil dari Rancangan Teknokratik RPJMD menjadi salah satu input bagi penyusunan Rancangan Awal RPJMD. Selanjutnya, Rancangan Awal disusun dan disempurnakan dengan hasil konsultasi publik, pembahasan dan kesepakatan dengan DPRD Jawa Barat serta hasil konsultasi ke Menteri Dalam Negeri. Rancangan Awal yang telah disempurnakan selanjutnya menjadi dasar bagi perangkat daerah untuk menyempurnakan Rancangan Awal Rencana Strategis (Renstra) Perangkat Daerah. Hasil dari penyempurnaan Renstra PD menjadi rancangan Renstra menjadi masukan untuk perumusan Rancangan RPJMD dan siap untuk dibahas dalam Musrenbang RPJMD. Hasil musrencang RPJMD menjadi masukan untuk penyempurnaan menjadi rancangan Akhir RPJMD. Rancangan Akhir RPJMD selanjutnya diajukan ke DPRD untuk dibahas dan disetujui menjadi perda tentang RPJMD. Setelah disetujui, 8
Warta Bappeda Volume 30 Nomor 120 Oktober - Desember 2018
maka Ranperda tentang RPJMD dievaluasi oleh Menteri Dalam Negeri. Hasil evaluasi Menteri Dalam Negeri menjadi dasar penyempurnaan Ranperda tentang RPJMD, yang selanjutnya ditetapkan dengan Perda tentang RPJMD Provinsi Jawa Barat 2018-2023. Selanjutnya, RPJMD yang disusun akan menjadi dasar bagi seluruh perangkat daerah dalam menyusun Renstra Perangkat Daerah tahun 2018-2023. Dengan demikian, tercipta keselarasan antara perencanaan strategik di RPJMD dengan perencanaan operasional di perangkat daerah, dalam rangka mewujudkan visi dan misi pembangunan jangka menengah, sekaligus sebagai perwujudan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang menjadi kewenangan Provinsi Jawa Barat.
Maksud dan Tujuan Maksud dari Penyusunan RPJMD Provinsi Jawa Barat 2018-2023 adalah memberikan rancangan
Foto-foto: Humas Bappeda
arah pembangunan jangka menengah Provinsi Jawa Barat 5 (lima) tahun kedepan yang holistiktematik, integratif dan berbasis spasial berdasarkan capaian pembangunan, permasalahan dan isu strategis pembangunan, serta kemampuan keuangan daerah.
e.
Merumuskan tujuan, sasaran, strategi dan arah kebijakan pembangunan Provinsi Jawa Barat 5 (lima) tahun kedepan.
f.
Merumuskan program pembangunan daerah untuk pencapaian sasaran pembangunan dan rencana program perangkat daerah untuk seluruh perangkat daerah.
g.
Menetapkan Indikator Kinerja Utama (IKU) dan Indikator Kinerja Kunci (IKK) beserta target untuk Tahun 2019 sampai dengan Tahun 2023.
Tujuan yang ingin dicapai dari Penyusunan RPJMD Provinsi Jawa Barat 2018-2023, yaitu: a.
Menelaah kinerja pembangunan pemerintah daerah Provinsi Jawa Barat 2013-2018.
b.
Menelaah kinerja keuangan masa lalu dan menganalisis kerangka pendanaan daerah untuk 5 (lima) tahun kedepan.
c.
Merumuskan permasalahan pembangunan daerah berdasarkan capaian kinerja pembangunan daerah provinsi beberapa tahun terakhir.
d.
Merumuskan isu-isu strategis pembangunan lima tahun kedepan dengan mempertimbangkan aspek internal dan eksternal Provinsi Jawa Barat.
Hasil pelaksanaan kegiatan Penyusunan RPJMD Provinsi Jawa Barat 2018-2023 yaitu meningkatnya kualitas perencanaan pembangunan Provinsi Jawa Barat. Sementara keluaran yang diharapkan adalah tersusunnya dokumen RPJMD Provinsi Jawa Barat 2018-2023 sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Volume 30 Nomor 120 Oktober - Desember 2018 Warta Bappeda
9
LAPORAN
KHUSUS
Bappeda Jabar Selenggarakan
Workshop
Jafung Perencana
Foto: Humas Bappeda
Volume 30 Nomor 120 Oktober - Desember 2018 Warta Bappeda
11
LAPORAN
KHUSUS
Foto-foto: Humas Bappeda
B
appeda Provinsi Jawa Barat menyelenggarakan Workshop Jabatan Fungsional Perencana se-Jawa Barat di Kampung Sampireun Garut pada 21-22 November 2018. Workshop dihadiri oleh Pejabat Fungsional Perencana di Lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat, Pejabat Fungsional Perencana di Lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Jawa Barat, Kepala Subbagian Kepegawaian Perangkat Daerah Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat, Badan Kepegawaian Daerah dan Biro Organisasi Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat, dan Badan Kepegawaian Daerah dan Biro Organisasi Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Barat. 12
Warta Bappeda Volume 30 Nomor 120 Oktober - Desember 2018
Wokrshop Jabatan Fungsional Perencana Jawa Barat merupakan salah satu kegiatan yang rutin dilakukan oleh Bappeda Provinsi Jawa Barat sebagai sarana bagi peningkatan kapasitas pejabat fungsional perencana dalam bidang perencanaan sekaligus untuk mendiskusikan berbagai hal terutama mengenai pembangunan daerah. Workshop ini menghadirkan narasumber dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), dan Universitas Padjadjaran (UNPAD). Tema yang diangkat dalam Workshop Jabatan
Fungsional Perencana se-Jawa Barat tahun 2018 adalah ‘Pengelolaan Kinerja Jabatan Fungsional Perencana di Perangkat Daerah’. Tema ini diangkat untuk mengoptimalkan peran pejabat fungsional perencana di instansinya masingmasing sehingga dapat bersinergi dengan semua komponen lainnya. Jabatan fungsional adalah sekelompok jabatan yang berisi fungsi dan tugas berkaitan dengan pelayanan fungsional yang berdasarkan pada keahlian dan keterampilan tertentu. Berdasarkan Peraturan Pemerintah 11 Tahun 2017 tentang manajemen PNS, Jabatan Fungsional Perencana berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab secara langsung kepada JPT
Pratama (Eselon II), administrator, pengawas. Diah Ipma Fithria Laela Hidayati selaku Kepala Subbidang Jabatan Fungsional Bidang Perekonomian dan Pembangunan Manusia dan Kebudayaan memaparkan bahwa Pelaksana melaksanakan fungsi layanan publik , perencana adalah motornya, sehingga harus punya kelas jabatan tersendiri. “Tata kerja pejabat fungsional perencana dalam organisasi harus diatur dengan manajemen kerja yang professional, sehingga peran dan fungsi para perencana dapat berkontribusi optimal dalam pencapaian visi dan misi organisasi” ungkap Diah.
Volume 30 Nomor 120 Oktober - Desember 2018 Warta Bappeda
13
LAPORAN
KHUSUS
Tugas pokok perencana adalah menyiapkan, melakukan, dan menyelesaikan kegiatan perencanaan yang berkedudukan sebagai peaksana kegiatan teknis fungsional perencanaan di lingkungan instansi pemerintah yang didukung oleh keahlian atau keterampilan tertentu yang selanjutnya akan memberikan masukan kepada pimpinan dalam menentukan kebijakan. Workshop Jabatan Fungsional diharapkan dapat memberikan wawasan lebih baik bagi fungsional perencana maupun perangkat daerah yang dalam hal ini diwakili oleh biro organisasi dan bks agar dapat memposisikan para pejabat fungsional perencanaan yang tepat dan memberdayakannya sesuai dengan tugas pokok perencana dan kedudukan fungsional perencana sehingga dapat memberikan kontribusi kepada organisasi secara optimal.
14
Warta Bappeda Volume 30 Nomor 120 Oktober - Desember 2018
Foto-foto: Humas Bappeda
Dapatkan informasi terbaru seputar Perencanaan Pembangunan Jawa Barat
bappeda.jabarprov.go.id
WAWA S A N PERENCANAAN
Sinkronisasi Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah (Sebagai Dasar Pengukuran Kinerja Pemerintahan Daerah dan PD)
Oleh Sakti Budhi Astuti* Hendra Diharja**
Pendahuluan
I
stilah perencanaan pembangunan sudah sangat umum dan bahkan menjadi pembicaraan dalam kehidupan sehari-hari. Pengertian perencanaan oleh banyak referensi seringkali terdeďŹ nisi secara berbeda-beda. Meskipun demikian, perencanaan memiliki beberapa deďŹ nisi yang sekaligus menjadi ciri dari perencanaan itu sendiri.
*) Fungsional Perencana Madya Bappeda Provinsi Jawa Barat **) Pengamat Ekonomi UIKA Bogor 16
Warta Bappeda Volume 30 Nomor 120 Oktober - Desember 2018
Foto: Humas Bappeda Volume 30 Nomor 120 Oktober - Desember 2018 Warta Bappeda
17
Beberapa istilah yang sering digunakan antara lain: 1) Brobowski (Basic Problems of Planning, 1964), perencanaan adalah suatu himpunan dari keputusan akhir, keputusan awal dan proyeksi ke depan yang konsisten dan mencakup beberapa periode waktu, dan tujuan utamanya adalah untuk mempengaruhi seluruh perekonomian di suatu Negara; 2) D. Conyers dan Hills (1984), perencanaan adalah proses yang kontinyu, terdiri dari keputusan atau pilihan dari berbagai cara untuk menggunakan sumber daya yang ada, dengan sasaran untuk mencapai tujuan tertentu di masa m e n d a t a n g ; 3 ) M T. To d a r o ( E c o n o m i c Development, 7th ed., 2000), perencanaan ekonomi adalah upaya pemerintah secara sengaja untuk mengkoordinir pengambilan keputusan ekonomi dalam jangka panjang ser ta mempengaruhi, mengatur dan dalam beberapa hal mengontrol tingkat dan laju pertumbuhan berbagai variabel ekonomi yang utama untuk mencapai tujuan pembangunan yang telah ditentukan sebelumnya; 4) Jhingan, perencanaan adalah teknik atau cara untuk mencapai tujuan, untuk mewujudkan maksud dan sasaran tertentu yang telah ditentukan sebelumnya dan telah dirumuskan dengan baik, tujuan tersebut untuk mencapai sasaran sosial, politik atau lainnya; 5) Menurut UU Nomor 25 Tahun 2004, merupakan suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Sedangkan pengertian pembangunan adalah upaya yang dilakukan secara sadar untuk meningkatkan keadaan menjadi lebih baik, melalui sebuah proses yang panjang dalam periode waktu tertentu. Ukuran pembangunan dapat dilihat dari sudut pandang ekonomi dan sosial.
Konsep Dasar Perencanaan Konsep dasar perencanaan diperoleh dari uraian tentang elemen-elemen dari perencanaan., dengan beberapa deďŹ nisi perencanaan yang dikemukakan oleh para ahli pada dasarnya mengandung elemen-elemen yang sama pentingnya, yang meliputi: I.
18
Suatu proses, ini berarti perencana melakukan langkah-langkah untuk mencapai tujuan, meliputi mengindentiďŹ kasi masalah dan mencari alternative untuk memecahkan masalah dalam rangka mencapai tujuan.
Warta Bappeda Volume 30 Nomor 120 Oktober - Desember 2018
II.
Pengalokasian sumber daya, ini berarti perencanaan sebagai alat untuk mengalokasikan sumber daya meliputi: sumber daya alam (SDA), sumber daya manusia (SDM), dan Modal.
III. Alat mencapai tujuan atau visi bersama , ini mengandung ar ti bahwa perencanaan sebagai alat pencapaian tujuan pada masa yang akan datang, terutama dalam perspektif waktu yang lebih lama, atau visi yang ingin dicapai pada masa yang akan datang. Untuk
Foto: Humas Bappeda
mencapai impian tersebut, maka dibutuhkanlah perencanaan yang strategis. IV. Merencanakan berarti memilih, ini berarti perencanaan merupakan proses untuk memilih, antara lain: (a) memilih berbagai alternatif tujuan agar tercapai kondisi yang lebih baik, (b) memilih cara/kegiatan untuk mencapai tujuan/sasaran dari kegiatan tersebut, (c) memilih berbagai program dan kegiatan yang prioritas karena tidak semua dapat diselesaikan secara bersamaan dan juga karena kendala sumberdaya keuangan. Oleh
karena itu perencana harus memilih kegiatan mana yang paling priroitas dan perlu dibiayai lebih awal. V.
Masa depan, ini berar ti bahwa dalam melakukan perencanaan harus mempertimbangkan waktu, berapa lama sebuah rencana ditetapkan untuk mencapai tujuan tertentu, dan apakah perencanaan dilakukan untuk tujuan satu tahun, lima tahun atau duapuluh tahun.
Volume 30 Nomor 120 Oktober - Desember 2018 Warta Bappeda
19
Perencanaan Pembangunan B e rd a s a r k a n d i m e n s i p e n d e k a t a n d a n koordinasi, perencanaan pembangunan terdiri dari perencanaan makro, perencanaan sektoral, perencanaan regional, dan perencanaan mikro, dengan uraian sebagai berikut: -
Perencanaan pembangunan makro adalah perencanaan pembangunan nasional dalam skala makro atau menyeluruh, dilakukan dengan melihat dan memperhitungkan secara cermat keterkaitannya dengan perencanaan sektoral dan regional.
-
Perencanaan sektoral adalah perencanaan yang dilakukan dengan pendekatan berdasarkan sektor, yang merupakan kumpulan dari kegiatan-kegiatan atau program yang mempunyai persamaan ciri-ciri serta tujuannya.
-
Perencanaan regional menitikberatkan pada aspek lokasi di mana kegiatan dilakukan. Pemerintah daerah mempunyai kepentingan yang berbeda dengan instansi-instansi di pusat dalam melihat aspek ruang di suatu daerah. Departemen/lembaga pusat dengan visi atau kepentingan yang bertitik berat sektoral melihat "lokasi untuk kegiatan", sedangkan pemerintah daerah dengan titik berat pendekatan pembangunan regional (wilayah/daerah) melihat "kegiatan untuk lokasi". Kedua pola pikir itu bisa saja menghasilkan hal yang sama, namun sangat mungkin menghasilkan usulan yang berbeda. Pemerintah daerah dalam merencanakan pembangunan daerah mengupayakan pendayagunaan ruang di daerahnya, mengisinya dengan berbagai kegiatan (jadi sektoral) sedemikian rupa sehingga menghasilkan alternatif pembangunan yang terbaik bagi daerah tersebut. Pilihan daerah terhadap alternatif yang tersedia dapat menghasilkan pertumbuhan yang tidak optimal dari sudut pandang sektor yang melihat kepentingan nasional secara sektoral. B e r ba g a i p e n d e k a t a n t e r s e b u t p e r l u dipadukan dalam perencanaan pembangunan nasional, yang terdiri dari pembangunan sektor-sektor di berbagai daerah, dan pembangunan daerah/wilayah yang bertumpu pada sektor-sektor.
Foto: Humas Bappeda
Beberapa masalah yang dihadapi dalam mencapai suatu tujuan tersebut diatas antara lain : 1). Tujuan tidak terdeďŹ nisikan dengan baik, 2). Tujuan tidak realistik, 3). Perencana cenderung mencapai lebih dari satu tujuan, dan kadangkadang tujuan tersebut tidak konsisten satu sama lain, 4). Tujuan dipertanyakan atau tidak sesuai dengan tujuan pengambil keputusan lain. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor dan terutama karena tujuan rencana seringkali ditetapkan oleh pihak lain atau karena faktor politik yang dominan, maka dengan demikian, tujuan perencanaan ditetapkan untuk di masa yang akan datang, dengan implikasinya bahwa perencanaan sangat berkaitan dengan proyeksi atau prediksi, penjadwalan kegiatan, monitoring dan evaluasi. Memperhatikan kata kunci atau konsep-konsep perencanaan secara umum, maka perencanaan pembangunan dapat dideďŹ nisikan sebagai suatu upaya yang dilakukan oleh komponen stakeholder melalui suatu proses yang bertahap dan sistimatik untuk mencapai tujuan pembangunan dalam periode waktu tertentu. Jika konsep perencanaan pembangunan difokuskan pada pembangunan daerah, maka perencanaan pembangunan daerah adalah sebuah upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya melalui suatu proses yang sistimatik dan bertahap untuk menuju kepada pencapaian visi bersama daerah dalam kurung waktu tertentu, seperti perencanaan pembangunan untuk waktu 20 tahun, perencanaan pembangunan jangka menengah (lima tahun), dan perencanaan pembangunan jangka pendek (tahun).
20
Warta Bappeda Volume 30 Nomor 120 Oktober - Desember 2018
-
Perencanaan mikro adalah perencanaan skala rinci dalam perencanaan tahunan, yang merupakan penjabaran rencana-rencana baik makro, sektoral, maupun regional ke dalam susunan program dan kegiatan-kegiatan dengan berbagai dokumen perencanaan dan penganggarannya.
Keterkaitan dan Konsistensi Dokumen Perencanaan Ditetapkannya Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional mengamanatkan bahwa setiap daerah harus menyusun rencana pembangunan daerah secara sistematis, terarah, terpadu dan tanggap terhadap perubahan (Pasal 2 ayat 2), dengan jenjang perencanaan jangka panjang (25 tahun), jangka menengah (5 tahun) maupun jangka pendek atau tahunan (1 tahun). Setiap daerah (provinsi / kabupaten / kota) harus menetapkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Keterkaitan antar dokumen-dokumen perencanaan daerah, substansinya dan tata cara penyusunannya dapat dilihat pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, dan Permendagri Nomor 86 Tahun 2017, dengan mengacu pada UU SPPN ataupun regulasi lainnya, dokumendokumen perencanaan yang diatur didalamnya terdiri atas dokumen perencanaan yang berdimensi jangka panjang yaitu 20 tahun, perencanaan jangka menengah yaitu 5 tahun, dan dokumen perencanaan jangka pendek (oprasional) yang berdimensi tahunan yaitu 1 tahun, seperti dalam gambar berikut:
Dokumen perencanaan dibagi atas dokumen perencanaan berskala nasional dan dokumen perencanaan berskala daerah. Pada skala nasional dikenal rencana pembangunan jangka panjang nasional atau disingkat RPJPN yang berdimensi
jangka panjang (20 tahun), rencana pembangunan jangka menengah nasional atau RPJMN berdimensi 5 tahun dan rencana kerja pemerintah berdimensi tahunan yang disingkat dengan RKP. Sedangkan pada skala daerah, dikenal dengan rencana
Volume 30 Nomor 120 Oktober - Desember 2018 Warta Bappeda
21
pembangunan jangka panjang daerah yang disingkat dengan RPJPD, rencana jangka menengah daerah yang disingkat dengan RPJMD dan rencana kerja pemerintah daerah atau RKPD. Kemudian, dokumen-dokumen perencanaan tersebut dijabarkan pada unit kerja pemerintah, misalnya pada skala nasional, dokumen RPJMN dijabarkan lebih lanjut oleh kementerian/ lembaga yang disebut dengan rencana strategis (Renstra Kementerian/Lembaga), sementara pada skala daerah, perencanaan akan dijabarkan pada perangkat daerah (PD) yang disebut dengan Renstra (PD). Dalam Permendagri Nomor 86 Tahun 2017 menguraikan secara rinci proses dan mekanisme penyusunan dokumen perencanaan khususnya pada pemerintah daerah. Dokumen perencanaan pembangunan daerah dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dikeluarkan sebagai pengganti UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan pemerintahan daerah, yang tersirat dalam pasal 263 dan pasal 264 UU Nomor 23 Tahun 2014, bahwa: -
-
-
22
RPJPD merupakan Penjabaran dari Visi, Misi, Arah Kebijakan, dan Sasaran Pokok Pembangunan Daerah Jangka Panjang untuk 20 (dua puluh) tahun yang disusun dengan berpedoman pada RPJPN dan RTRW. Ditetapkan dengan PERDA paling lama 6 ( e n a m ) b u l a n s e t e l a h R PJ P D p e r i o d e sebelumnya berakhir RPJMD merupakan Penjabaran dari Visi, Misi, dan Program Kepala Daerah yang memuat Tujuan, Sasaran, Strategi, Arah Kebijakan, Pembangunan Daerah dan Keuangan Daerah, serta Program Perangkat Daerahdan lintas Perangkat Daerah yang disertai dengan Kerangka Pendanaan Bersifat Indikatif untuk jangka waktu 5 (lima) tahun yang disusun dengan berpedoman pada RPJPD dan RPJMN. Ditetapkan dengan PERDA paling lama 6 (enam)bulan setelah Kepala Daerah terpilih dilantik RKPD merupakan Penjabaran dari RPJMD yang memuat Rancangan Kerangka Ekonomi Daerah, Prioritas Pembangunan Daerah, ser ta Rencana Kerja dan Pendanaan untuk jangka waktu 1 (satu) tahun yang disusun dengan berpedoman Warta Bappeda Volume 30 Nomor 120 Oktober - Desember 2018
pada Rencana Kerja Pemerintah dan Program Strategis Nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Ditetapkandengan Perkada Sedangkan fungsi dokumen perencanaan pembanguan daerah yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 dalam Pasal 265 & Pasal 266, sebagai berikut: bahwa dokumen RPJPD menjadi pedoman dalam perumusan visi, misi, dan program calon kepala daerah; dan RPJMD sebagai instrumen evaluasi penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, ke dua dokumen tersebut apabila penyelenggara Pemerintahan Daerah tidak menetapkan Perda tentang RPJPD dan RPJMD, maka anggota DPRD dan kepala daerah dikenai sanksi administratif berupa tidak dibayarkan hak-hak keuangan yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan selama 3 (tiga) bulan; serta dokumen RKPD sebagai instrumen evaluasi penyelenggaraan Pemerintahan Daerah menjadi pedoman kepala daerah dalam menyusun KUA serta PPAS, dengan catatan bahwa apabila kepala daerah tidak menetapkan Perkada tentang RKPD, kepala daerah dikenai sanksi administratif berupa tidak dibayarkan hak-hak keuangan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan selama 3 (tiga) bulan. Latar Belakang Perubahan Permendagri Nomor 54 Tahun 2010, menjadi Permendagri Nomor 86 Tahun 2017, antara lain: -
Merupakan tindaklanjut dari amanat Pasal 277 UU Nomor 23 Tahun 2014, yang menyatakan bahwa ketentuan lebih lanjut tentang Tata Cara perencanaan, pengendalian dan evaluasi pembangunan Daerah, tata cara evaluasi rancangan Perda tentang RPJPD dan RPJMD, seta tata cara perubahan RPJPD, RPJMD, dan RKPD diatur dengan Peraturan Menteri;
-
Beberapa Materi Pokok Amanat UU Nomor 23 Tahun 2014 yang perlu diintegrasikan kedalam Rancangan Permendagri, Substansi Pengaturan Daerah tidak hanya tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan dalam pasal 277, tetapi juga mencakup: Tatacara Perubahan Rencana Pembangunan Daerah (RPJPD, RPJMD, RKPD, Renstra dan Renja PD); Ta t a c a r a E v a l u a s i R a p e r d a t e n t a n g RPJPD/Perubahan RPJPD dan RPJMD/Perubahan RPJMD.
-
Perubahan mendasar Antara Permendagri Nomor 54 Tahun 2010 dengan Permendagri Nomo 85 Tahun 2017, sebagai berikut:
Volume 30 Nomor 120 Oktober - Desember 2018 Warta Bappeda
23
Foto: Humas Bappeda
Perubahan Dokumen Rencana
1
H a n y a d a pa t d i l a k u k a n a pa b i l a h a s i l pengendalian dan evaluasi menunjukkan bahwa: a) Proses Perumusan; b) Substansi yang dirumuskan tidaksesuai dengan arahan Permendagri Nomor 86 Tahun 2017; dan c) Terjadi perubahan yang mendasar, antara lain terjadinya bencana alam, goncangan politik, krisis ekonomi, konik sosial budaya, gangguan keamanan, pemekaran daerah, atau perubahan kebijakan nasional.
Foto: Humas Bappeda
24
Warta Bappeda Volume 30 Nomor 120 Oktober - Desember 2018
2 3
Asas Efektivitas tidak dapat dilakukan perubahan jika Masa Berlaku: a) RPJPD< 7 th; b) RPJMD < 3 th.
Perubahan RPJMD menjadi pedoman RKPD dan PERUBAHAN RENSTRA OPD
Keterkaitan antara RPJMD dengan Renstra PD Renstra OPD
RPJMD
Bab 1 Pendahuluan
Bab 1 Pendahuluan
Bab 2 Gambaran Umum Kondisi Daerah
Bab 2 Gambaran Pelayanan Perangkat Daerah
Bab 3 Gambaran Keuangan Daerah
Bab
3
Permasalahan dan Isu-Isu Strategis Perangkat Daerah
Bab 4 Permasalahan dan IsuIsu Strategis Daerah
Bab 4 Tujuan dan Sasaran
Bab 5 Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran
Bab 5 Strategi dan Arah Kebijakan
Bab
6
Bab
6
Bab
7 Kerangka Pendanaan Pembangunan dan Program Perangkat Daerah
Bab
7 Kinerja Penyelenggaraan Bidang Urusan
Bab
8 Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
Strategi, Arah Kebijakan dan Program Pembangunan Daerah
Rencana Program dan Kegiatan serta Pendanaan
Bab 8 Penutup
Bab 9 Penutup
Konsistensi dan Sinkronisasi Dokumen Perencanaan Pembangunan
Konsistensi dan sinkronisasi dokumen perencanaan pembangunan, tidak luput dari fungsi pada setiap dokumen rencana pembangunan daerah, sebagai berikut: -
RPJPD berfungsi sebagai Road map (peta arah) pembangunan daerah 20 tahun kedepan, pedoman bagi penyusunan RPJMD, acuan penyusunan visi dan misi calon kepala daerah, dan instrumen bagi mewujudkan
pembangunan berkelanjutan dalam jangka 20 tahun, serta instrumen untuk meningkatkan keunggulan utama daerah (core competency). -
RPJMD berfungsi sebagai pedoman pembangunan di daerah selama 5 (lima) tahun, pedoman penyusunan rencana kerja tahunan (RKPD), alat atau instrumen pengendalian bagi satuan pengawas internal Volume 30 Nomor 120 Oktober - Desember 2018 Warta Bappeda
25
(SPI) dan Bappeda, dan instrumen mengukur tingkat pencapaian kinerja kepala SKPD, serta pedoman evaluasi penyelenggaraan Pemda sebagaimana amanat PP 6/2008 -
RKPD berfungsi sebagai instrumen untuk m e n g o p e r a s i o n a l k a n R PJ M D, a c u a n penyusunan Rencana Kerja SKPD, dan pedoman dalam penyusunan KUA dan PPAS.
Foto-foto: Humas Bappeda
Kesesuaian akan dokumen dianggap penting, karena sebagai alat ukur keberhasilan pembangunan dengan menggunakan indikator, bagaimana kondisi pada awal; kondisi proses pembangunan jangka panjang, jangka menengah dan tahunan, dan kondisi akhir yang akan dicapai. Mengingat indikator sebagai alat ukur pencapaian kinerja suatu kegiatan, program atau sasaran dan tujuan dalam bentuk, keluaran (output), hasil (outcome), dan dampak (impact), maka penting juga apa yang dimaksud kinerja organisasi, seperti
26
Warta Bappeda Volume 30 Nomor 120 Oktober - Desember 2018
yang dikemukakan oleh Bastian dalam Hessel Nogi (2005 : 175) adalah sebagai gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan tugas dalam suatu organisasi, dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi tersebut, dan senada dengan pendapat Bastian dalam Hessel Nogi tersebut, Encyclopedia of Public Administration and Public Policy Tahun 2003 dalam Yeremias T. Keban (2004 : 193), juga menyebutkan kinerja dapat memberikan gambaran tentang seberapa jauh organisasi mencapai hasil ketika dibandingkan dengan pencapaian tujuan dan target yang telah ditetapkan. Jadi pada prinsipnya bahwa kinerja merupakan suatu capaian atau hasil kerja dalam kegiatan atau aktivitas/program yang telah direncanakan sebelumnya guna mencapai tujuan serta sasaran yang telah ditetapkan oleh suatu organisasi dan dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu. Dapat digambarkan seperti dibawah ini:
Menerapkan konsistensi dan sinkronisasi dokumen perencanaan pembangunan, dengan harapan dapat dengan mudah untuk mengukur keberhasilan capaian kinerja, seperti pada bagan dibawah ini:
Foto: Humas Bappeda
Dalam Permendagri Nomor 86 Tahun 2017 Pasal 1, pengertian “Pengendalian dan Evaluasi“ adalah suatu proses pemantauan dan supervise dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan pembangunan serta menilai hasil realisasi kinerja dan keuangan untuk memastikan tercapainya target secara ekonomis, efisien, dan efektif. Keterkaitan tersebut dalam hal proses kinerja pembangunan daerah dimulai dari input sampai output dalam kegiatan menggunakan proses pengendalian dan evaluasi, dari Inventarisir, Indentifikasi dan Klasifikasi, serta Mapping; Permasalahan GAP Analisys dari baseline data yang telah dibangun; Penetapan Issu Strategis; Perumusan Tujuan dan Sasaran; dan Penyusunan Indikator; serta Penetapan Target. Pengumpulan permasalahan tiap PD atau permasalahan tiap urusan yang telah dihimpun sebelumnya, seperti Dokumen Evaluasi RKPD (akhir Januari) sebagai bahan Bab II RKPD dan Renja PD; Dokumen RPKD dari Bab II permasalahan pembangunan daerah dan permasalahan tiap urusan; Dokumen Lakip terkait permasalah tiap PD/Urusan; Dokumen LKPJ dari Bab IV permasalahan tiap PD. Selanjutnya
dilakukan Identifikasi atau menelaah apakah permasalahan yang dihimpun merupakan permasalahan pembangunan daerah sesuai IKD atau tidak, serta beberapa permasalahan internal PD dipisahkan. Pada saat hasil pengukuran memperlihatkan bahwa kinerja pelaksanaan terjadi penyimpangan secara aktual jauh maupun sedikit dari yang direncanakan, dan setiap permasalahan harus dilihat gap analisisnya, dengan data diambil dari laporan evaluasi Bappeda atau Bab II RKPD/Renja PD untuk melakukan klasifikasikan mana indikator yang memiliki gap sangat tinggi dan mana yang tidak untuk menentukan prioritas dan kebijakan alokasi anggaran. Volume 30 Nomor 120 Oktober - Desember 2018 Warta Bappeda
27
Hal tersebut diatas terlihat bahwa konsistensi dan sinkronisasi dokumen perencanaan pembangunan tidak dapat dipisahkan dari pengendalian dan evaluasi, dua hal yang berbeda tetapi saling keterkaitan. Pengendalian dan Evaluasi Dokumen Rencana Pembangunan dalam Permendagri Nomor 86 Tahun 2017 Pasal 183, seperti dalam bagan sebagai berikut:
Tujuan Pengendalian dan Evaluasi Perencanaan Pembangunan Daerah dalam Permendagri Nomor 86 Tahun 2017 Pasal 180, adalah adanya Konsistensi Antara Kebijakan dengan Pelaksanaan dan Hasil Rencana Pembangunan Daerah; Konsistensi Antara RPJPD dengan RPJPN dan RTRW Nasional; Konsistensi Antara RPJMD dengan RPJPD
dan RTRW Daerah; dan Konsistensi Antara RKPD dengan RPJMD; Kesesuaian Antara Capaian Pembangunan Daerah dengan Indikator Kinerja yang telah ditetapkan; serta Konsistensi intra dokumen perencanaan dilakukan Antar Bab dokumen perencanaan yang saling terkait. Seperti terlihat dalam bagan bagai berikut:
Tujuan Pengendalian dan Evaluasi
28
Warta Bappeda Volume 30 Nomor 120 Oktober - Desember 2018
Sedangkan prinsip pengendalian dan evaluasi dalam Permendagri Nomor 86 Tahun 2017 Pasal 181, adalah â&#x20AC;˘
Menteri melalui Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah melakukan p e n g e n d a l i a n d a n e va l u a s i te r h a d a p perencanaan pembangunan Daerah antarprovinsi.
â&#x20AC;˘
Gubernur melakukan pengendalian dan evaluasi terhadap perencanaan pembangunan Daerah lingkup Daerah provinsi, Daerah kabupaten/kota dan antarkabupaten/kota.
â&#x20AC;˘
Bupati/wali kota melakukan pengendalian dan evaluasi terhadap perencanaan pembangunan Daerah lingkup kabupaten/kota. Seperti terlihat dalam bagan berikut:
Kewenangan Pengendalian dan Evaluasi
Penutup Upaya dalam sinkronisasi dokumen perencanaan pembangunan daerah sampai saat ini dianggap telah memenuhi sesuai aturan yang berlaku walaupun masih terdapat beberapa kekurangan, maka ada beberapa catatan berupa saran antara lain :
1
Keterbatasan waktu dalam proses penyusunan dokumen satu dengan dokumen lainnya, maka diharapkan adanya peningkatan SDM perencanaan terkait, untuk dapat melakukan koordinasi antara penyusun dokumen tersebut, baik daerah antardaerah atau bahkan dengan pusat; dan perlu adanya peningkatan kapasitas SDM baik di Bappeda ataupun SDM di PD melalui pelatihan (training) dan pendampingan oleh konsultan/tenaga ahli yang lebih mengarah kepada: (a). kemampuan dalam
menyusun program, kegiatan dan anggaran; (b). pemahaman terhadap dokumen perencanaan; (c). pemahaman terhadap peraturan perundang-undangan.
2
Pe n y u s u n a n d o k u m e n p e re n c a n a a n pembangunan daerah, seyogyanya memperhatikan dan menindaklanjuti hasil dari pengendalian dan evaluasi hasil pelaksanaan pembangunan; Foto: Humas Bappeda
3
Hasil pengukuran kinerja yang dilakukan pada setiap triwulan, semesteran, bahkan tahunan merupakan bahan perumusan permasalahan pembangunan daerah untuk mengidentiďŹ kasi berbagai faktor yang mempengaruhi keberhasilan dan atau kegagalan kinerja pembangunan daerah pada pelaksanaan sebelumnya;
Volume 30 Nomor 120 Oktober - Desember 2018 Warta Bappeda
29
4
IdentiďŹ kasi permasalahan pembangunan dilakukan terhadap seluruh bidang urusan penyelenggaraan pemerintah daerah secara terpisah atau sekaligus dilakukan, dengan harapan agar dapat dipetakan berbagai permasalahan yang terkait dengan urusan yang menjadi kewenangan dan tanggungjawab penyelenggaraan pemerintahan daerah;
5
Proses sinkronisari dokumen dilakukan juga dalam proses pramusrenbang kabupaten/kota, provinsi, dan nasional, hingga pelaksanaan Musrenbang kabupaten/kota, provinsi dan nasional.
Daftar Pustaka : Akbar Bahrullah. 2010, Pentingnya Fungsi EvaluasiMonitoring dalam Menilai EfektiďŹ tas K e b i j a k a n P u b l i k . Pe k i k - d a e r a h . Wordpress.com. diakses 29 Desember 2011. Hessel Nogi S, Tangkilisan. 2005. Manajemen Publik. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana R a s i d i D i d i . 2 0 1 1 . S i s t e m Pe r e n c a n a a n Pembangunan Nasional (SPPN) Solihin, Dadang. Proses pengambilan Keputusan Perencanaan, disampaikan pada kursus Tehnik dan Manajemen Perencanaan Pembangunan Tingkat Dasar Angkatan ke-28 Pendidikan dan Latihan LPEM-FE Universitas Indonesia, Jakarta.2002.
Foto-foto: Humas Bappeda
30
Warta Bappeda Volume 30 Nomor 120 Oktober - Desember 2018
Yiswa Nita. Indikator Kinerja Pembangunan Daerah, disampaikan pada Acara Konsinyering Penyusunan Renstra Perangkat Daerah Dinas Penanaman Modal dan PTSP Provinsi Jawa Barat, Bandung 2018
Peraturan â&#x20AC;&#x201C; Peraturan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 86 Tahun 2017 tentang Tata Cara Perencanaan, Pengendalian Dan Evaluasi Pembangunan Daerah, Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, Serta Tata Cara Perubahan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah, Rencana Pembangunan Jangka M e n e n g a h D a e r a h , D a n Re n c a n a Ke r j a Pemerintah Daerah.
Foto: Majalah Warta Bappeda Edisi III Juli - September 2019
sumber informasi perencanaan pembangunan jawa barat
Foto: Istimewa
32
Warta Bappeda Volume 30 Nomor 120 Oktober - Desember 2018
WAWA S A N PERENCANAAN
Hanjeli Sumberdaya Pangan Lokal Potensial untuk Ketahanan Pangan Jawa Barat Oleh Nana Sutrisna* Agus Ruswandi**
pendahuluan
P
angan merupakan kebutuhan mendasar yang sangat penting bagi keberlangsungan hidup manusia dan dijamin di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hal ini menggambarkan bahwa apabila suatu negara tidak mandiri dalam pemenuhan pangan, maka kedaulatan negara bisa terancam. UndangUndang Pangan menekankan pada pemenuhan kebutuhan pangan di tingkat perorangan dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi dan kearifan lokal. *) Peneliti BPTP Jawa Barat **) Peneliti BP2D Provinsi Jawa Barat Volume 30 Nomor 120 Oktober - Desember 2018 Warta Bappeda
33
Penyelenggaraan urusan Pangan di Indonesia diatur melalui Undang-Undang Pangan Nomor 18 Tahun 2012 pengganti Undang-Undang Pangan Nomor 7 Tahun 1996 yang dibangun berlandaskan kedaulatan dan kemandirian pangan (Badan Ketahanan Pangan, 2014). Oleh karena itu, harus dipenuhi karena merupakan hak asasi setiap individu yang dijamin oleh undang-undang. Disisi lain, jumlah penduduk Jawa Barat setiap tahun terus meningkat, membutuhkan penyediaan pangan dalam jumlah yang cukup besar dengan kualitas yang lebih baik.
34 Warta Bappeda Volume 30 Nomor 120 Oktober - Desember 2018
Tersedianya pangan yang cukup secara nasional maupun wilayah merupakan suatu keharusan untuk mewujudkan ketahanan nasional, namun hal itu tidak cukup, syarat kecukupan yang harus dipenuhi adalah terpenuhinya kebutuhan pangan di tingkat rumah tangga/individu (Rachman dan Ariani, 2007). Menurut Handewi (2011), terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga merupakan tujuan sekaligus sebagai sasaran dari ketahanan pangan di Indonesia. Atas dasar itu, pemerintah perlu menyikapi dengan menyiapkan langkah-langkah strategis, nyata, dan konsisten di dalam upaya menyediakan
JENIS DAN PENYEBARAN HANJELI DI JAWA BARAT Hanjeli (Coix lacyma-Jobi L.) merupakan sejenis tumbuhan biji-bijian tropis dari suku padi-padian atau Poaceae. Tanaman ini berasal dari Asia Timur dan Malaya, namun sekarang telah tersebar ke berbagai penjuru dunia. Beberapa varietas memiliki biji yang dapat dimakan dan dijadikan sumber karbohidrat dan juga obat. Hanjeli adalah nama popular di daerah Jawa Barat (Sunda), sedangkan nama popular Indonesia adalah Jali atau Jali-jali. Tanaman ini menyebar di berbagai ekosistem lahan pertanian yang beragam dari daerah iklim kering, basah, lahan kering maupun lahan basah di Sumatera, Sulawesi,Kalimantan, dan Jawa. Ada dua jenis/varietas yang biasa ditanam petani, yaitu Coix lacryma-jobi var. lacryma-jobi yang memiliki cangkang keras berwarna putih, bentuk oval dan dipakai untuk mani-manik. Varietas yang lainnya adalah Coix lacryma-jobi var. mayuen yang dimakan orang dan juga menjadi bagian dari tradisi pengobatan di Tiongkok. Menurut Nurmala (2011), hanjeli merupakan tanaman semusim, dengan ciiri-ciri memiliki rumpun banyak, batangnya tegak dan besar, tinggi 1-3 m, akarnya kasar dan sulit dicabut. Letak daunnya berseling, helaian daun berbentuk pita, ukuran daun 8-100 x 1-5 cm, ujung daun runcing, pangkalnya memeluk batang, tepinya rata. Bunga keluar dari ketiak daun dan ujung percabangan, berbentuk bulir. Buahnya berbentuk buah batu, bulat lonjong, pada varietas mayuen berwarna putih/biru-ungu dan berkulit keras apabila sudah tua. Jenis buah yang dibudidayakan lunak dan dapat dibuat bubur, sedangkan jenis liar keras dan dapat digunakan untukmanik-manik pada kalung. Foto: Istimewa
pangan, baik dalam jumlah yang cukup maupun kualitas gizi/nutrisi yang lebih baik. Salah satu upaya penyediaan pangan dimaksud adalah peningkatan kapasitas produksi pangan di dalam negeri dengan memanfaatkan potensi suberdaya lokal. Hanjeli merupakan sumberdaya pangan lokal yang berpotensi untuk dijadikan sebagai sumber pangan pokok menggantikan beras. Makalah ini akan membahas: (1); jenis dan penyebaran hanjeli di Jawa Barat, (2) kandungan giji beras hanjeli hanjeli, (3) Hanjeli sumberdaya pangan lokal berpotensi menggantikan beras; dan (4) penutup
Universitas Padjadjaran saat ini, sudah mendapatkan empat genotif hanjeli dari hasil seleksi di berbagai wilayah di Jawa Barat, yang layak untuk tanaman pangan. Jenis hanjeli ini adalah pulut memiliki ciri umurnya genjah, mudah pecah dan disosok, serta rasanya seperti ketan (Nurmala, 2017. Di Jawa Barat, tanaman hanjeli ditanam petani masih secara konvensional sebagai tanaman langka, dan dapat ditemukan di Punclut; Cipongkor, Gunung Halu Kabupaten Bandung; Kiarapayung, Rancakalong, Tanjungsari, dan Wado Kabupaten Sumedang; serta berkembang juga di beberapa kabupaten, yaitu Ciamis, Indramayu, dan Sukabumi. (Nurmala, 2003). Masyarakat setempat Volume 30 Nomor 120 Oktober - Desember 2018 Warta Bappeda
35
sudah biasa menikmatinya hasil olahan hanjeli ini sebagai bubur, tape, dodol dan sebagainya. Bagian biji dari varietas mayuen mengandung giji setara beras. Di beberapa sentra produksi petani sudah biasa memanfaatkan biji hanjeli sebagai campuran beras, ataupun digunakan sendiri sebagai nasi hanjeli. Seperti yang telah dilakukan petani di lahan kering Kecamatan Wado, Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat, petani merubah pola makan harian secara bertahap, yaitu mengganti makan malam dengan beras hanjeli.
KANDUNGAN GIZI BERAS HANJELI Tanaman hanjeli dengan nama latin Coix lacryma jobbi, merupakan tanaman yang termasuk tanaman serealia dengan berbagai keunggulan yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan sehari-hari maupun untuk industri. Hanjeli memiliki nilai gizi yang tidak kalah kualitasnya dibanding beras dan jagung serta memiliki kandungan lemak yang tinggi diantara tanaman serealia lainnya (Tabel 1).
Tabel 1. Nilai Giji Tanaman Hanjeli
Sumber: Yulianto et al. (2006)
Tabel 1 juga menunjukkan bahwa meskipun kandungan energinya paling rendah diantara serealia lainnya, namun kandungan protein, lemak, dan vitamin B1-nya lebih tinggi, bahkan kandungan kalsiumnya paling tinggi dibandingkan serealia lainnya. Kelebihan tersebut bisa digunakan untuk mengatasi penyakit osteokoropsis atau pengeroposan tulang.
(19,91%). Selain kaya akan protein biji hanjeli juga mengandung lemak esensial, asam lemak miristat dan palmitat. Asam lemak esensialnya terdiri atas 45 â&#x20AC;&#x201C; 55 %, asam oleat 35% dan asam linoleat 39% (Lau, 2003).
Duke (1996) menyatakan bahwa protein yang terdapat dalam biji hanjeli terdiri atas asam amino tyrosine, arginine,histidine, asam glutamat, lysine dan leusine. Pada biji hanjeli tidak terdapat gluten, sehingga tidak akan terjadi pengembangan adonan saat pemanggangan (Grubben dan Partohardjono,1996). Oleh karena itu penggunaan tepung hanjeli dapat dipergunakan sebagai tepung campuran (mix ďŹ&#x201A;our) untuk memberi rasa tertentu pada produk pangan berbasis tepung. Menurut Sulaeman et al. (1993), tepung hanjeli dapat disubstitusikan dalam tepung terigu untuk membuat berbagai produk olahan, karena memiliki pH antara 4,75 â&#x20AC;&#x201C;5,75 yang hampir sama dengan tepung terigu (5,63) dan mengandung 19,97 % amilose yang hampir sama dengan tepung terigu Foto: Istimewa
36
Warta Bappeda Volume 30 Nomor 120 Oktober - Desember 2018
HANJELI SUMBERDAYA PANGAN LOKAL BERPOTENSI MENGGANTIKAN BERAS
Foto-foto: Istimewa
Bagi masyarakat Indonesia, padi atau beras menjadi bahan pangan pokok utama untuk pemenuhan kandungan karbohidrat. Padahal, sumber karbohidrat tidak hanya terdapat pada padi sebagai salah satu tanaman serealia. Bahkan, bila dilihat dari konsumsi pangan dunia, padi hanya menduduki nomor empat dalam pemenuhan pangan global. Oleh karena itu perlu adanya pengembangan bahan pangan pokok lokal sebagai alternatif selain padi. Pangan lokal adalah pangan yang diproduksi dan dikembangkan sesuai dengan potensi dan sumberdaya wilayah dan budaya setempat. Setiap daerah memiliki potensi pangan yang berbedabeda. Pola pangan pokok yang beragam ini sebetulnya sudah terjadi sejak dahulu, seperti sagu banyak dikonsumsi oleh masyarakat di Papua dan Maluku, serta jagung dikonsumsi oleh masyarakat di NTT dan Madura. Namun demikian, terlalu dominan dan intensifnya kebijakan pemerintah di bidang perberasan secara berkelanjutan, mulai dari industri hulu sampai industri hilir mengakibatkan pergeseran pangan pokok dari pangan lokal seperti jagung dan umbi-umbian ke pangan pokok nasional yaitu beras. Pangan lokal merupakan sumber karbohidrat yang tinggi sehingga bisa berfungsi sebagai pangan alternatif dari beras. Indonesia memiliki ragam jenis pangan lokal yang potensial dan ter sebar di beberapa daerah. Salah satu sumberdaya pangan lokal yang potensial menggantikan beras di Indonesia termasuk Jawa Barat adalah hanjeli (Yulianto et al., (2006). Dewasa ini penduduk di daerah produsen hanjeli memanfaatkan bijinya sebagai pangan setelah terlebih dahulu dijadikan beras hanjeli melalui penyosohan yang dilakukan secara konvensional (ditumbuk). Selama penyosohan bagian kulit bijinya terpisah (hanjeli pecah kulit), disosoh kembali untuk mendapatkan beras hanjeli yang putih. Beras hanjeli dapat dibuat berbagai penganan (bubur hanjeli, tape hanjeli, nasi hanjeli rasanya lebih pulen daripada nasi beras dan sedikit lengket seperti ketan) atau digiling lebih lanjut dijadikan tepung hanjeli yang digunakan sebagai bahan baku untuk membuat kue-kue atau sejenisnya. Hanjeli sebagai sumber bahan pangan pokok menggantikan beras sudah dirintis pada kegiatanâ&#x20AC;?
Model Pengembangan DiversiďŹ kasi Pangan Berbasis Sumberdaya Lokalâ&#x20AC;? di Desa Sukajadi, Kecamatan Wado, Kabupaten Sumedang. Petani sudah mengembangkan hanjeli dari 5 ha pada tahun 2016 dan berkembang menjadi 20 ha pada tahun 2017 (BPTP Jabar, 2017). Masyarakat sudah mengkonsumsi hanjeli sebagai pangan pokok menggantikan beras dengan mengubah pola makan harian secara bertahap. Pada awalnya hanya 30 orang yang makan malamnya diganti dengan nasi hanjeli. Pada tahun 2017 berkembang menjadi 100 orang, mengubah pola makan harian dengan mengganti makan nasi selama satu hari dengan nasi hanjeli berselang seling setiap hari. Volume 30 Nomor 120 Oktober - Desember 2018 Warta Bappeda
37
PENUTUP Pangan merupakan hak asasi setiap individu yang dijamin di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai komponen dasar untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas. Oleh karena itu, harus dipenuhi karena merupakan hak asasi setiap individu yang dijamin oleh undang-undang. Disisi lain, jumlah penduduk Indonesia yang pada tahun 2020 diproyeksikan akan mencapai 271,1 juta jiwa, membutuhkan penyediaan pangan dalam jumlah yang cukup besar dengan kualitas yang lebih baik. Atas dasar itu, pemerintah perlu menyikapi dengan menyiapkan langkah-langkah strategis, nyata, dan konsisten di dalam upaya menyediakan pangan, baik dalam jumlah yang cukup maupun kualitas gizi/nutrisi yang lebih baik. Salah satu upaya penyediaan pangan dimaksud adalah peningkatan kapasitas produksi pangan di dalam negeri dengan memanfaatkan potensi suberdaya lokal. Salah satu sumberdaya lokal yang berpotensi untuk dijadikan sebagai sumber pangan pokok adalah hanjeli. Hanjeli memiliki nilai gizi yang tidak kalah kualitasnya dibanding beras dan jagung serta memiliki kandungan lemak yang tinggi diantara tanaman serealia lainnya. Selama ini hanjeli sudah dibudidayakan petani di lahan kering Kecamatan Wado, Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat. Petani sudah berhasil merubah pola makan harian secara bertahap, yaitu mengganti makan malam dengan beras hanjeli seperti yang telah dilaksanakan di Kecamatan Wado, Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat. Bahkan terus berkembang sehingga bisa menggantikan pola makan harian dengan mengganti makan nasi selama satu hari dengan nasi hanjeli berselang seling setiap hari.
DAFTAR PUSTAKA Ariani, M. dan Rachman, H.P.S., 2003. Analisis Tingkat Ketahanan Pangan Rumah Tangga. Media Gizi dan Keluarga. 27 (2). 16 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. 2017. Rintisan Model DiversiďŹ kasi Pangan Berbasis Sumberdaya Lokal. Laporan Teknis Internal. Duke J.A. (1983). Coix lacryma-jobiL. Hand Book of E n e r g y C r o p s http://www.hort.purdue.edu/newcrop/du keenergy(Coixlacryma-jobi).html. diakses 38
Warta Bappeda Volume 30 Nomor 120 Oktober - Desember 2018
Maret 2018 Grubben G.J.H dan Partohardjono S. (eds) 1996. Plant Resources of South-East Asia no 10 Cereals.Porsea.Bogor. Handewi, P.S. 2011. Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL): Sebagai Solusi Pemantapan Ketahanan Pangan.Makalah disampaikan pada Kongres KIPNAS. Jakarta, 8-10 Nopember 2011. L a u K . 2 0 0 3 . J o b s Te a r s O i l . h t t p : / / w w w. pa r m rg h . c o . u k / M 3 7 7 / z o p i n t s / d i s c 377/000368.html. Diakses Desember 2006. Nurmala, Tati dan Aep W. Irwan. 2007. Pangan Alternatif : Berbasis Serealia Minor. Bandung: Pustaka Giratuna. Nurmala, Tati. 2011. Potensi dan Prospek Pengembangan Hanjeli (Coix lacrymajobi L.) sebagai Pangan Bergizi Kaya Lemak Untuk Mendukung DiversiďŹ kasi Pangan Menuju Ketahanan Pangan Mandiri. Pangan: Media Komunikasi dan Informasi Vol. 20 (1): 1-103. Yulianto Fiky, Yustanto, A. Suprapto. 2006. Pengembangan Plasma Nuftah Hanjeli (Coix lacryma-jobi) Sebagai Pangan Potensial Berbasis Tepung di Pluncut Kabupaten Bandung. Laporan PKM UNPAD. Nurmala, T., Ruminta, dan A. Wahyudin. 2017. Respons pertumbuhan dan hasil tanaman hanjeli batu (Coix lacrymajobi l.) akibat pupuk silika cair dan paclobutrazol. Jurnal Kultivasi Vol. 16 (3) Desember 2017 474481
aJ ed pp Ba
r
a ab
r
ar jab eda pp ba
ba aja
ed pp
ba
si in ov Pr rat a eda pp wa B a J Ba
U
Flo
WAWA S A N PERENCANAAN
Pentingnya Multipihak dalam Pelaksanaan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan / Sustainable Development Goals di Jawa Barat
Oleh Trisna Subarna (Peneliti Utama) Putri Nuristi (Guru SPP Pertanian)
40
Warta Bappeda Volume 30 Nomor 120 Oktober - Desember 2018
Foto: Humas Bappeda
Volume 30 Nomor 120 Oktober - Desember 2018 Warta Bappeda
41
PENDAHULUAN Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) yang dikenal dengan Sustainable Development Goals (SDGs) sebagai kesepakatan pembangunan global yaitu kesepakatan pembangunan baru yang mendorong perubahan-perubahan kearah pembangunan berkelanjutan berdasarkan hak asasi manusia dan kesetaraan untuk mendorong pembangunan sosial, ekonomi dan lingkungan hidup. TPB/SDGs diberlakukan dengan prinsipprinsip universal, integrasi dan inklusif untuk meyakinkan bahwa tidak akan ada seorang pun yang terlewatkan atau "no-one left behind". Kesepakatan tersebut disahkan pada tanggal 25 September 2015 bertempat di Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), oleh kurang lebih 193 kepala negara, termasuk Wakil Presiden Republik Indonesia. Poin penting dalam TPB/SDGs yang utama adalah bahwa pembangunan berbasis hak asasi diarahkan supaya dapat memfasilitasi selain generasi sekarang juga bagi generasi yang akan datang. Dorongan dari pembangunan berbasis asasi tersebut dimaknai bahwa ketika memberikan pemenuhan hak asasi bagi masyarakat melalui pembangunan. Menurut Panuluh (2016) dalam Diah Riski (2018); Erwandari (2017); dan Bappenas (2017), karena TPB/SDGs merupakan keberlanjutan dari Millennium Development Goals (MDGs), maka didalamnya terdapat perubahan mendasar dari MDGs ke TPB/SDGs diantaranya:
1
Secara proses MDGs memiliki kelemahan karena penyusunan hingga implementasinya ekslusif dan sangat birokratis tanpa melibatkan peran stakeholder non-pemerintah, seperti civil s o c i e t y o r g a n i z a t i o n , universitas/akademisi, sektor bisnis dan swasta, serta kelompok lainnya. Akan tetapi, penyusunan TPB/SDGs sendiri memiliki beberapa tantangan karena masih terdapat beberpa butir-butir target MDGs yang belum bisa dicapai dan harus diteruskan di dalam TPB/SDGs;
2 42
MDGs dirumuskan untuk focus pembangunan ekonomi, sedangkan TPB/SDGs ditujukan untuk kemaslahatan manusia dan planet bumi (kesejahteraan
Warta Bappeda Volume 30 Nomor 120 Oktober - Desember 2018
masyakat dengan memperhatikan keberlanjutan);
3
Pendekatan MDGs kepada kesejahteraan masyarakat, dengan peran aktif pemerintah.
4 5
TPB/SDGs mengedapankan peran aktif multi pihak;
MDGs terdiri dari 8 tujuan, 18 target dan 67 indikator, sedangkan TPB/SDGs lebih konverhensif secara global terdiri dari 17 tujuan, 169 target dan 241 indikator
6 7
TPB/SDGs dikembangkan lebih universal, integrative dan inklusif no one left behind; TPB/SDGs lebih optimis yaitu dengan target â&#x20AC;?Zero Goalsâ&#x20AC;? yaitu menargetkan untuk menuntaskan seluruh indikator pada tahun 2030.
RESPON PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT TERHADAP TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Indonesia merupakan salah satu negara Anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa yang berperan aktif dalam penentuan serta menyepakati s a s a r a n S D G s , y a n g b e r ko m i t m e n u n t u k m e n d o ro n g p e m ba n g u n a n b e r ke l a n j u t a n khusunya mengatasi kemiskinan, kesenjangan, dan perubahan iklim dalam bentuk aksi nyata yang dicanangkan melalui Resolusi PBB. Bagi Indonesia, TPB/SDGs bukan sekadar komitmen global, tapi juga menjadi panduan untuk menjadi negara maju, dengan mengintegrasikan agenda global ke dalam rencana pembangunan nasional (Bappenas, 2018). Respon pemerinyah Indonesia terhadap TPB/SDGs sebagai komitmen global telah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017. Dalam Perpres tersebut menguraikan 17 tujuan dari implementasi TPB/SDGs yang mana termasuk dalam sasaran nasional Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 20152019 di Indonesia. Penerapan Sustainable Development Goals dalam Perpres Nomor 59 tahun 2017 memuat 17 tujuan.
Kewajiban daerah menurut Peraturan Presiden (Perpres) nomor 59 Tahun 2017 pasal 15 adalah Gubernur menyusun Rencana Aksi Daerah (RAD)TPB/SDGs untuk lima tahunan bersama Bupati/Walikota dengan melibatkan ormas, ďŹ lantropi, pelaku usaha, akademisi, dan pihak terkait lainnya, paling lambat satu tahun setelah diterbitkannya Peraturan Presiden No 59 Tahun 2017. Berdasarkan Peraturan Presiden Tersebut, untuk menyusun RAD TPB/SDGs maka Pemerintah Provinsi Jawa Barat melaksanakan komitmen politik sebagai berikut : Foto: SDGs Jabar
1)
September 2017 Persetujuan DPRD Untuk Penyusunan Rad Pada Rkpd 2018
2)
November 2017 : Kick Of Meeting TPB/SDGs Jawa Barat
3)
Menyusun RAD TPB/SDGs
4)
Menerbitkan Peraturan Gubernur No 18 Tanggal 30 Mei 2018 ; Tentang Rencana Aksi D a e r a h Tu j u a n Pe m b a n g u n a n Berkelanjutan/SDGs
5)
Menerbitkan Keputusan Gubernur No 50 Tanggal 30 Mei 2018 ; Tentang Tim Koordinasi P e l a k s a n a Tu j u a n P e m b a n g u n a n Berkelanjutan/ TPB/SDGs
6)
September 2018 Persetujuan DPRD Untuk Pelaksanaan TPB/SDGs pada RKPD 2019;
7)
Launching RAD TPB/SDGs pada Bulan November 2018 Volume 30 Nomor 120 Oktober - Desember 2018 Warta Bappeda
43
KOLABORASI MULTIPIHAK SEBAGAI PELAKSANAAN PRINSIP TPB/SDGs DI JAWA BARAT Untuk melaksanakan TPB/SDGs telah dilengkapi dengan kerangka pelaksanaan yang terdiri atas: landasan hukum, pedoman teknis, dukungan pelaksanaan, dan prinsip pelaksanaan. Landasan hukum meliputi: Peraturan Presiden, Peraturan dan Keputusan Menteri, serta Regulasi tingkat fdaerah. Pedoman teknis meliputi: Metadata Indikator terpilih untuk menentukan target dari indikator setiap goal, panduan penyusunan rencana kasi nasional dan daerah, dan panduan monitoring dan evaluasi. Dujungan pe;aksanaan meliputi: kelembagaan, pengarusutamaan, peta Jalan, RAN, RAD, Monev, Inovasi Data, Inovasi Pendanaan, dan Strategi Komunikas
Foto: SDGs Jabar
Tiga prinsip utama dalam pelaksanaan tujuan pembangunan berkelanjutan mencakup hal-hal mendasar dalam kehidupan masyarakat," (Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, 2016), yaitu: Prinsip per tama, universality yang dilaksanakan dengan prinsipprinsip demokrasi, menghormati hak individu,
44
Warta Bappeda Volume 30 Nomor 120 Oktober - Desember 2018
perdamaian, dan kemitraan. Prinsip kedua, integration yang dilaksanakan secara terintegrasi pada semua dimensi sosial, ekonomi dan lingkungan yang saling terkait. Prinsip ketiga, noone left behind atau kegiatan yang dilaksanakan dengan melibatkan semua pemangku kepentingan. Selain itu, prinsip ketiga ini juga merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memberi manfaat bagi semua, terutama yang rentan. Tidak Meninggalkan Satu Orangpun merupakan Prinsip utama TPB/SDGs. Dengan prinsip tersebut setidaknya TPB/SDGs harus bisa menjawab dua hal yaitu, Keadilan Prosedural yaitu sejauh mana seluruh pihak terutama yang selama ini tertinggal dapat terlibat dalam keseluruhan proses pembangunan dan Keadilan Subtansial yaitu sejauh mana kebijakan dan program pembangunan dapat atau mampu menjawab persoalan-persoalan warga terutama kelompok tertinggal. Berdasarkan ketiga pronsip tersebut,
maka pelaksanaan TPB/SDGs memerhatikan peran serta dari seluruh stakeholders, untuk bersama-sama mencapai target-target yang ditetapkan. Peran serta seluruh multipihak diperlukan dalam perencanaa, pelaksanaan, dan monitoring /evaluasi, peran serta multipihak digambarkan sebagai berikut:
Sebagaimana amanat peraturan presiden nomor 59 Tahun 2017, pemerintah daerah dalam hal ini Gubernur bersama sama Bupati/Walikota diwajibkan menyusun Rencana Ahsi Daerah. Untuk menyusun RAD TPB/SDGs ter sebut perlu diperlukan: Penetapan Indikator, Kebijakan & P ro g r a m , Pe r s i a pa n D a t a d a n I n f o r m a s i , Sosialisasi/Diseminas, Komunikasi & Advokasi, Monev & Pelaporan, serta Dukungan Regulasi &
Anggaran (bersama DPRD). Disamping itu mengingat sangat kompleknya pembangunan di Jawa Barat, memerlukan dukungan sumberdaya manusia dan sumber dana sehingga memerlukan koordinasi dengan organi masyarakat sipil, perguruan tinggi, media masa, dan satuan kerja kementrian/lembaga yang ada di provinsi Jawa Barat, seperti digambarkan pada gambar berikut ini.
Volume 30 Nomor 120 Oktober - Desember 2018 Warta Bappeda
45
Foto-foto: SDGs Jabar
Organisasai masyarakat sipil seperti Aisyiyah, Baznas, Koalisi Perempuan Indonesia, SAPA, Migran Care, Lazismu, PEKKA dan lainnya, pebisnis (CSR), media masa dan Satuan Kerja Kementrian/Lembaga telah berpartisipasi dalam pembangunan di Jawa Barat. Kontibusi lembaga tersebut sangat tinggi dalam pembangunan baik dalam pembiayaan maupun sumberdaya manusia. Dari berbagai diskui dengan lembaga tersebut permasalahannya adalah program yang dilaksanakan masih parsial oleh masing masing lembaga sehingga diperlukan upaya untuk mengkoordinasikan lembaga-lembaga tersebut. Keterlibatan organisasi masyarakat di Jawa Barat dalam mengawal TPB/SDGs dapat ditempuh melaui model pemberdayaan masyarakat yang lebih menekankan pada perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta evaluasi yang berasal dari bawah (bottom up). Selain itu, melaui pendekatan partisipatif tersebut, dapat menggali kembali kearifan lokal (local wisdom) yang telah tertanam sebagai nilai-nilai luhur dalam kehidupan masyarakat. Nilai-nilai tersebut harus tersebut harus tetap dijaga jangan sampai tergerus oleh pandangan hidup yang individualistik dan kapitalistik yang sudah mulai menggerogoti sendi kehidupan masyarakat. Menggali kembali kearifankearifan lokal dalam wujud keloktiďŹ sme dalam kehidupan masyarakat dan relasi dengan alam sekitar merupakan salah satu langkah jitu untuk memastikan keberlanjutan lingkungan dapat terwujud dalam proses pembangunan. Keterlibatan masyarakat sipil juga diharapkan dari organisasi masyarakat sipil (NGO) dalam mengontrol dan memberikan masukan-masukan konstruktif dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan. NGO yang bergerak dalam berbagai sektor dan isu-isu sektoral dapat bekerjasama dan bersatu padu dalam memberikan sumbangsih dalam mencapai tujuan-tujuan pembangunan te r s e b u t . N G O y a n g b e rg e r a k d i b i d a n g lingkungan, kebudayaan, kebijakan publik , pemberantasan korupsi, keadilan gender, keadilan agraria mesti membangun jejaring yang kuat dalam menyokong suksesnya program dan target pembangunan bagi peningkatan taraf hidup masyarakat. Dukungan keterlibatan lainnya bagi pembangunan berkelanjutan adalah dapat didorong oleh keterlibatan akademisi dalam proses-proses pembangunan dengan melibatkan mereka secara aktif. Upaya itu dapat dimungkinkan 46
Warta Bappeda Volume 30 Nomor 120 Oktober - Desember 2018
dengan memberikan akses terhadp perencanaan dan pelaksanaan pembangunan kepada perguruan tinggi. Tujuan pembangunan yang menyentuh aspek pendidikan, ketimpangan, kemiskinan, kesehatan, ruang publik dapat memberikan kesempatan akademisi agar dapat mempunyai ruang yang kondusif dalam mengembangkan berbagai potensi yang dimilikinya dan secara tidak langsung akan membantu pemerintah dalam pencapaian pembangunan berkelanjutan. Ke te r l i ba t a n S a t u a n Ke r j a Pe m e r i n t a h Pusat/Kementrian/Lembaga di Jawa Barat, sangat dibutuhkan untuk mewujudkan pembangunan ekonomi di daerah secara berkelanjutan. Tercatat sebanyak 14 unit satuan kerja Kementrian/ Lembaga yang ada di Jawa Barat telah berkontribusi dalam pembangunan di Jawa Barat dengan pembiayaan lebih dari empat triliun rupiah per tahun. TPB/SDGs Jawa Barat telah mengkkordinasikan seluruh lembaga tersebut dengan menyelaraskan program dan kegiatan dengan indikator yang teLah di tetapkan dalam Rencana Aksi Daerah Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
Tercapainya tujuan dan target TPB/SDGs yang diimplementasikan pad Rencana Pembangunan Ja n g k a M e n e n g a h D a e r a h P ro v i n s i Ja w a BaratTahun 2018-2023 merupakan pekerjaan yang tidak mudah dan membutuhkan upaya yang serius dari pemerintah daerah Provinsi Jawa Barat. Upaya serius dari pemerintah belum cukup bila tidak ada dukungan dari berbagai pihak yang menyokong terlaksananya tujuan tersebut. Partisipasi berbagai pihak dibutuhkan dalam upaya memberikan kontribusi yang positif bagi pembangunan berkelanjutan. Pemerintah Provinsi Jawa Barat perlu merangkul pihak lain seperti organisasi masyarakat sipil (NGO), masyarakat, pelaku usaha, Akademisi, Satuan Kerja Pemerintah Pusat di Jawa Barat, dan Media Masa dalam berpatisipasi dan memberikan kontribusi sesuai dengan kapabilitas masing-masing.
Bappenas: 3 Prinsip Pelaksanaan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Disampaikan pada pada seminar "Mewujudkan Indonesia Berkelanjutan 2030 Melalui SDGs di Jogjakarta. 3 Oktober 2016 Diah Riski H, 2016. Implementasi Sustainable Development Goals (SDGs) dalam Pembangunan Kota Berkelanjutan di Jakarta. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta | UMY ¡ Department of Government AďŹ&#x20AC;airs and Administration Erwandari, N. 2017. Implementasi Sustainable Development Goals (Sdg ' S) Dalam Meningkatkan Ketahanan Pangan, Muhammad Fardan Ngoyo, 2015. Mengawal Suistanable Development Goals (SDGs). Sosioreligius Volume I No. 1 Juni 2015 Pemerintah Provinsi Jawa Barat, 2018. Rencana Aksi Daerah Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
Volume 30 Nomor 120 Oktober - Desember 2018 Warta Bappeda
47
Foto: Humas Bappeda
48
Warta Bappeda Volume 30 Nomor 120 Oktober - Desember 2018
WAWA S A N PERENCANAAN
Sektor Agrikultur Tidak Mendominasi Distribusi Tenaga Kerja di Provinsi Jawa Barat Oleh Widhy Kurniatun* Amin Nurhayati**
1. latar belakang
S
esuai dengan KlasiďŹ kasi Lapangan Usaha Indonesia (KLUI) 1990, sektor (lapangan usaha) dibagi atas 9 (sembilan) sektor. Sembilan sektor dimaksud adalah : 1. Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perburuan, dan Perikanan; 2. Pertambangan dan Penggalian; 3. Industri Pengolahan; 4. Listrik, Gas, dan Air Minum; 5. Kontruksi; 6. Perdagangan, Rumah Makan, dan Jasa Akomodasi; 7. Angkutan, Pergudangan, dan Komunikasi; 8. Lembaga Keuangan, Real Estate, Usaha Persewaan, dan Jasa Perusahaan; 9. Jasa Kemasyarakatan, Sosial, dan Perorangan.
*) Kasie Pengolahan dan Analisis Data, Diskominfo Provinsi Jawa Barat **) Alumni FEB UNPAD Volume 30 Nomor 120 Oktober - Desember 2018 Warta Bappeda
49
Sembilan sektor (lapangan usaha) yang disebutkan diatas berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Agustus 2017, mampu menyerap 121.022.423 tenaga kerja. Menurut UU No. 13 tahun 2003 Bab I pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Berdasarkan publikasi Badan Pusat Statistik (BPS) yang berjudul â&#x20AC;&#x153;Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia, Agustus 2017â&#x20AC;?, kebanyakan tenaga kerja di Indonesia bekerja di Sektor 1 (Pertanian, Pe r ke b u n a n , Ke h u t a n a n , Pe r b u r u a n , d a n Perikanan). Jumlah tenaga kerja pada sektor tersebut sekitar 35,9 juta jiwa atau 29 persen dari total tenaga kerja di Indonesia. Meskipun menyumbang proporsi terbesar terhadap penyerapan tenaga kerja di Indonesia, namun tidak berar ti menjadi sektor yang mendominasi distribusi tenaga kerja karena persentasenya masih berada dibawah 50 persen. Pada tahun 2017, penyumbang terbesar penduduk yang bekerja pada Sektor 1 adalah Provinsi Jawa Timur dimana jumlahnya mencapai
6,7 juta jiwa atau sekitar 33 persen dari total penduduk yang bekerja di Provinsi tersebut. Di tahun yang sama, jumlah penduduk yang bekerja di Sektor 1 di Provinsi Jawa Barat menempati peringkat ke-3 terbanyak di Indonesia, yaitu 3,08 juta jiwa atau 14 persen dari total penduduk yang bekerja di Provinsi Jawa Barat. Gambar 1 berikut ini menampilkan perbandingan lima Provinsi dengan jumlah penduduk yang bekerja di Sektor 1 tertinggi di Indonesia.
Gambar 1 Lima Provinsi dengan Jumlah Penduduk yang Bekerja pada Sektor I Tertinggi di Indonesia (Agustus 2017)
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Diskominfo Provinsi Jawa Barat
Apabila dibandingkan, jumlah penduduk yang bekerja pada Sektor 1 di Provinsi Jawa Barat dengan Provinsi lainnya, jumlahnya relatif besar. Namun, jumlah tersebut capaiannya tidak mendominasi jika dibandingkan dengan keseluruhan jumlah penduduk yang bekerja di Provinsi Jawa Barat. Distribusi tenaga kerja di 50
Warta Bappeda Volume 30 Nomor 120 Oktober - Desember 2018
Provinsi Jawa Barat relatif merata di setiap sektornya. Berdasarkan 9 (sembilan) sektor Lapangan Usaha yang diklasiďŹ kasikan oleh BPS, ternyata tidak ada satupun sektor yang persentase jumlah tenaga kerjanya mencapai 30 persen. Gambar 2 berikut ini memperlihatkan persentase tenaga kerja di Provinsi Jawa Barat berdasarkan sektor Lapangan Usaha tahun 2017.
Gambar 2 Persentase Penduduk yang Bekerja Berdasarkan Sektor Lapangan di Provinsi Jawa Barat Agustus 2017
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Diskominfo Provinsi Jawa Barat
Berdasarkan data pada Gambar 2, persentase penduduk yang bekerja pada Sektor 6 adalah yang tertinggi di Provinsi Jawa Barat sebesar 28,92 persen dan yang terkecil adalah Sektor 4 sebesar 0,39 persen. Hal ini menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat tidak terlalu menggantungkan perekonomiannya di sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan dan perikanan. Sekitar 85 persen dari total penduduk yang bekerja di Provinsi Jawa Barat tidak bekerja di Sektor 1. Sama seperti yang telah dikemukakan di paragraf sebelumnya, tidak ada sektor dari 9 sektor tersebut yang persentasenya melebihi 50 persen, hal ini menunjukkan persebaran penduduk yang bekerja berdasarkan sektor (lapangan usaha) cenderung merata. Akan tetapi, meskipun penduduk yang bekerja pada Sektor 1 di Provinsi Jawa Barat jumlahnya tidak terlalu banyak, perlu untuk diketahui apakah sebenarnya Provinsi Jawa Barat termasuk daerah pemusatan produksi produk agrikultur di Indonesia. Volume 30 Nomor 120 Oktober - Desember 2018 Warta Bappeda
51
2. DATA DAN METODOLOGI menganalisis sektor potensial atau basis dalam perekonomian suatu daerah. Rumus untuk menghitung Location Quotient (LQ) adalah sebagai berikut:
Data yang digunakan untuk analisis ini adalah data jumlah tenaga kerja pada seluruh sektor (lapangan usaha) di tingkat Nasional dan Provinsi Jawa Barat. Sektor (lapangan usaha) yang dianalisis adalah 9 sektor yang diklasifikasikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Sumber data berasal dari Publikasi Badan Pusat Statistik (BPS) berjudul “Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia, Agustus 2017”.
Location Quotient (LQ) merupakan rasio antara persentase jumlah tenaga kerja suatu sektor di suatu daerah analisis terhadap persentase jumlah tenaga kerja suatu sektor di lingkup daerah lebih luas yang melingkupi daerah analisis tersebut. Secara sederhana, untuk mengetahui Location Quotient (LQ) Sektor 1 di Provinsi Jawa Barat perlu dihitung rasio antara persentase jumlah tenaga kerja sektor 1 di Provinsi Jawa Barat dengan persentase jumlah tenaga kerja sektor 1 di Indonesia.
Metode untuk mengetahui apakah sebenarnya Provinsi Jawa Barat termasuk daerah pemusatan produksi produk agrikultur di Indonesia adalah dengan menghitung koefisien Location Quotient (LQ) setiap sektor Lapangan Usaha di Provinsi Jawa Barat. Nilai Location Quotient (LQ) sering digunakan untuk penentuan sektor basis dalam perekonomian yang dapat dikatakan sebagai sektor yang akan mendorong tumbuhnya atau berkembangnya sektor lain serta berdampak pada Dimana: : jumlah tenaga kerja suatu sektor i Provinsi Jawa Barat : jumlah total tenaga kerja suatu sektor di Provinsi Jawa Barat : jumlah tenaga kerja suatu sektor i Indonesia: jumlah total tenaga kerja suatu sektor di Indonesiapenciptaan lapangan kerja.
Foto: Humas Bappeda
Analisis Location Quotient (LQ) menurut Bendavid Val dalam (Kuncoro, 2004:183) merupakan teknik analisis yang digunakan untuk
52
Warta Bappeda Volume 30 Nomor 120 Oktober - Desember 2018
Berdasarkan formulasi Bendavid-Val dalam (Kuncoro, 2004:183) yang ditunjukkan dalam persamaan di atas, maka ada tiga kemungkingan nilai Location Quotient (LQ) yang dapat diperoleh, yaitu: 1) Nilai LQ = 1, ini berarti bahwa tingkat spesialisasi sektor i di Provinsi Jawa Barat adalah sama dengan sektor yang sama dalam perekonomian Indonesia; 2) Nilai LQ > 1, ini berarti bahwa tingkat spesialisasi sektor i di Provinsi Jawa Barat lebih besar dibandingkan dengan sektor yang sama dalam perekonomian Indonesia, sektor tersebut menjadi andalan perekonomian dan terjadi pemusatan produksi produk hasil sektor i; 3) Nilai LQ < 1, ini berarti bahwa tingkat spesialisasi sektor i di Provinsi Jawa Barat lebih kecil dibandingkan dengan sektor yang sama dalam perekonomian Indonesia dan menunjukkan bahwa sektor i di Provinsi Jawa Barat bukan tumpuan perekonomian dan oleh karena itu Provinsi Jawa Barat tidak menciptakan pemusatan hasil produksi sektor yang bersangkutan .
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengertian pertanian (agriculture) dalam arti sempit yaitu segala aspek bioďŹ sik yang berkaitan dengan usaha penyempurnaan budidaya tanaman untuk memperoleh produksi ďŹ sik yang maksimum (Sumantri, 1980). Sedangkan pertanian (agriculture) dalam pengertian yang luas yaitu kegiatan manusia untuk memperoleh hasil yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan atau hewan yang pada mulanya dicapai dengan jalan sengaja menyempurnakan segala kemungkinan yang telah diberikan oleh alam guna mengembangbiakkan tumbuhan dan atau hewan tersebut (Van Aarsten,1953). Pertanian merupakan sektor ekonomi yang utama di negara-negara berkembang karena memiliki peran atau kontribusi yang penting bagi pembangunan ekonomi suatu negara. Hal ini antara lain disebabkan beberapa faktor (Totok Mardikanto, 2007:3). Pertama, sektor pertanian merupakan sumber persediaan bahan makanan dan bahan mentah yang dibutuhkan oleh suatu Negara. Kedua, tekanan-tekanan demograďŹ s yang besar di negara-negara berkembang disertai dengan meningkatnya pendapatan dari sebagian penduduk menyebabkan kebutuhan tersebut terus meningkat. Ketiga, sektor pertanian harus dapat menyediakan faktor-faktor yang dibutuhkan untuk
Pertanian merupakan sektor ekonomi yang utama di negara-negara berkembang karena memiliki peran atau kontribusi yang penting bagi pembangunan ekonomi suatu negara ekspansi sektor-sektor lain terutama sektor industri. Faktor-faktor ini biasanya berwujud modal, tenaga kerja, dan bahan mentah. Keempat, sektor pertanian merupakan sektor basis dari hubungan-hubungan pasar yang penting berdampak pada proses pembangunan. Sektor ini dapat pula menciptakan keterkaitan kedepan dan keterkaitan kebelakang yang bila disertai dengan kondisi-kondisi yang tepat dapat memberi sumbangan yang besar untuk pembangunan. Kelima, sektor ini merupakan sumber pemasukan yang diperlukan untuk pembangunan dan sumber pekerjaan dan pendapatan dari sebagian besar penduduk negara-negara berkembang yang hidup di pedesaan. Berdasarkan pemaparan pada paragraf paragraf sebelumnya, diketahui bahwa persentase jumlah penduduk yang bekerja di sektor 1 di Provinsi Jawa Barat adalah 15 persen dan persentase jumlah penduduk yang bekerja di sektor 1 di Indonesia adalah 30 persen. Dengan menggunakan angka - angka tersebut, koeďŹ sien Location Quotient (LQ) di Provinsi Jawa Barat pada Agustus 2017 adalah 0,51. Merujuk pada koeďŹ sien tersebut, dapat disimpulkan bahwa Provinsi Jawa Barat tidak menjadi daerah pemusatan produksi produk sektor 1.
Volume 30 Nomor 120 Oktober - Desember 2018 Warta Bappeda
53
Setelah melakukan perhitungan koefisien Location Quotient (LQ) untuk sektor Lapangan Usaha lainnya di Provinsi Jawa Barat, ternyata sektor perekonomian terbaik di Provinsi Jawa Barat yaitu Sektor Industri Pengolahan. Meskipun jumlah penduduk yang bekerja di sektor (lapangan usaha) ini tidak sebanyak jumlah yang bekerja di Sektor 6, namun koefisien Location Quotient (LQ) Sektor Industri Pengolahan adalah yang tertinggi dibandingkan 9 sektor lainnya, yaitu sebesar 1,44. Tabel 1 berikut ini memperlihatkan hasil perhitungan koefisien Location Quotient (LQ) untuk 9 (sembilan) sektor perekonomian di Provinsi Jawa Barat Agustus 2017.
Tabel 1. Koefisien LQ dari 9 (Sembilan) Sektor Lapangan Usaha di Provinsi Jawa Barat Agustus 2017
Sumber: diolah,2018
Berdasarkan Tabel 1, tujuh dari sembilan sektor Lapangan Usaha di Provinsi Jawa Barat koefisien LQ-nya bernilai lebih dari 1. Dua sektor yang koefisien LQ-nya tidak mencapai 1 hanya Sektor 1 dan Sektor 2, kedua sektor ini mengandalkan hasil bumi sebagai produk. Hal ini menandakan bahwa perekonomian di Provinsi Jawa Barat tidak terlalu mengandalkan hasil bumi sebagai penggerak utama perekonomian. Sementara Sektor 3 hingga Sektor 9 koefisien LQ-nya mencapai 1 dimana Sektor 3 hingga Sektor 9 lebih berfokus di bidang manufaktur dan jasa.
4. KESIMPULAN 1.
54
Provinsi Jawa Barat dalam konstelasi nasional terkategori tiga provinsi dengan jumlah penduduk yang bekerja pada sektor agrikultur terbesar di Indonesia, namun nyatanya tidak memfokuskan perekonomiannya pada sektor agrikultur. Hal ini terlihat dari persentase jumlah penduduk yang bekerja di Sektor 1
Warta Bappeda Volume 30 Nomor 120 Oktober - Desember 2018
(Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perburuan, dan Perikanan) yang hanya mencapai 15 persen, tidak lebih tinggi dari Sektor 3 (Industri pengolahan), Sektor 6 (Perdagangan, Rumah Makan, dan Jasa Akomodasi), Sektor 7 (Angkutan, Pergudangan, dan Komunikasi), dan Sektor 8 (Lembaga Keuangan, Real Estate, Usaha Persewaan, dan Jasa Perusahaan).
Foto-foto: Humas Bappeda
2.
Selain jumlah penduduk yang bekerja di s e kto r a g r i k u l t u r y a n g t i d a k l a g i mayoritas, distribusi penduduk yang bekerja diantara 9 sektor lapangan kerja di Provinsi Jawa Barat cenderung merata dan tidak ada sektor yang persentasenya mencapai 50 persen dari keseluruhan total penduduk yang bekerja atau dominan di Provinsi Jawa Barat. Hal ini menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat mengandalkan tidak hanya pada satu sektor, tapi memperkuat ke beberapa sektor lainnya untuk menopang perekonomian daerah.
DAFTAR PUSTAKA Aartsen, J. V. 1953. Ekonomi Pertanian Indonesia. Jakarta: Pembangunan. Badan Pusat Statistik (BPS). 2005. KlasiďŹ kasi Baku Lapangan Usaha Indonesia.Jakarta: Badan Pusat Statistik. Badan Pusat Statistik (BPS). 2017. Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia Agustus 2017. Retrieved by https://www.bps.go.id Bukhori, M. 2014. Sektor Pertanian Terhadap Pembangunan Di Indonesia. Universitas Pembangunan Nasional â&#x20AC;&#x153;VETERANâ&#x20AC;? Kuncoro, Mudrajad. 2003. Metode Riset untuk Bisnis & Ekonomi. Jakarta: Erlangga. Mardikanto, Totok. 2009. Sistem Penyuluhan Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Pratomo,Satriyo. 2010. Analisis Peran Sektor Pertanian Sebagai Sektor Unggulan di Kabupaten Boyolali. Fakultas Ekonomi. Universitas Negeri Surakarta. Sumantri. 1980. Pengantar Agronomi. Jakarta: PT. Gramedia.
Volume 30 Nomor 120 Oktober - Desember 2018 Warta Bappeda
55
WAWA S A N PERENCANAAN
Implementasi Program Lansia di Jawa Barat Melalui Lembaga “Komda Lansia Provinsi Jawa Barat”
Oleh A.
Sofyan Sastrawiria (Sekretaris I Komda Lansia Prov. Jabar)
56
Warta Bappeda Volume 30 Nomor 120 Oktober - Desember 2018
Foto: Komda Lansia
Volume 30 Nomor 120 Oktober - Desember 2018 Warta Bappeda
57
B
erbicara tentang program penanganan peningkatan kesejahteraan Lansia esensinya adalah bagaimana membentuk sikap dan karakter satu generasi untuk dapat bisa menghargai/ memuliakan orang tua, baik orang tua dalam pengertian biologis maupun dalam pengertian orang tua sebagai orang yang lebih tua usianya (senior netizen). Sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat Alisra ayat 23 dan 24: “....Dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu, dengan sebaik-baiknya, jika salah seorang diantara keduanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia, dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan kasih sayang dan ucapkanlah “WAHAI TUHANKU KASIHILAH MEREKA, SEBAGAIMANA MEREKA BERDUA TELAH MENDIDIK DAN MENYAYANGI AKU SEJAK KECIL...” Berdasarkan Undang Undang No 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun keatas. Pada abad 21 ini, penuaan penduduk merupakan salah satu isu penting yang dihadapi negara-negara di dunia, karena penuaan penduduk merupakan suatu fenomena yang tidak dapat dihindarkan lagi, baik oleh negara maju maupun negara berkembang. Setiap detik diseluruh dunia terdapat dua orang yang merayakan ulang tahunnya yang ke-60 tahun, atau total setahun hampir sebanyak 58 juta orang yang berulang tahun ke-60 (UNFPA, 2012). Terjadinya penuaan penduduk antara lain disebabkan oleh penurunan fertilitas dan angka kematian, diiringi peningkatan usia harapan hidup, yang mengubah struktur umur penduduk . Peningkatan Angka Harapan Hidup didorong oleh peningkatan status kesehatan penduduk melalui peningkatan gizi, sanitasi, pelayanan kesehatan, hingga kemajuan pendidikan dan ekonomi (UNFPA, 2012). Berdasarkan data PBB tentang World Population Ageing, diperkirakan pada tahun 2015 terdapat sekitar 901 Juta jiwa penduduk lanjut usia di dunia. Jumlah tersebut diproyeksikan terus meningkat mencapai 2 milyar jiwa pada tahun 2150 (UN, 2015).
58
Warta Bappeda Volume 30 Nomor 120 Oktober - Desember 2018
Seperti halnya yang terjadi di beberapa negara di dunia, Indonesia juga mengalami penuaan penduduk. Di Indonesia, sampai saat ini seseorang dikatakan lanjut usia jika sudah mencapai usia 60 tahun atau lebih, sesuai dengan UU No.13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia. Berdasarkan data Supas 2015, jumlah lanjut usia Indonesia pada tahun 2015 sebanyak 21,7 juta yang terdiri dari 11,6 juta (52,8 %) lanjut usia perempuan dan 10,2 juta (47,2 %) lanjut usia laki-laki (BPS, 2016). Menurut tipe daerah, penduduk lanjut usia yang tinggal di daerah perdesaan lebih banyak daripada yang tinggal di perkotaan yaitu 7,9 % dan 9,1 % di perdesaan. Dilihat dari distribusi penduduk lanjut usia menurut provinsi, terdapat beberapa provinsi yang sudah mengalami penuaan penduduk pada tahun 2015. Hasil Supas 2015 menunjukkan empat provinsi dengan presentase penduduk lanjut usia tertinggi yaitu Daerah Istimewa Yogyakarta (13,6 %), Jawa Tengah (11,7 %), Jawa Timur (11,52 %) dan Bali sebesar 10,40 % (BPS, 2016), sedangkan Jawa Barat menempati urutan ke-sembilan yaitu 8,0 %. Walaupun demikian angka 8,0 % memberikan arti penting karena struktur penduduk Jawa Barat termasuk struktur penduduk tua karena di atas 7% atau sekitar 3,03 juta jiwa. Konsekuensi logis meningkatnya jumlah lanjut usia adalah tuntutan semakin besarnya sumbersumber yang harus disediakan bersama oleh pemerintah, masyarakat, dan keluarga, khususnya dalam upaya pemenuhan kebutuhan lanjut usia, sehingga perlu diketahui karaktersitik lanjut usia dari berbagai aspek kehidupan atau diperlukan pendekatan yang bersifat lintas sektoral. Penanganan masalah lanjut usia ke depan perlu dilakukan secara sistematis dan komprehensif guna menghadapi bonus demografi melalui kemampuan untuk mengubah mindset aparatur pemerintah dan masyarakat termasuk dunia usaha dalam memberikan pelayanan kepada lanjut usia. Dalam rangka sinkronisasi dan harmonisasi pelaksanaan program penanganan kelansiaan secara terpadu, berdasarkan Kepres No 52 Tahun 2004 tentang Komisi Nasional Lanjut Usia, Permendagri No. 60 Tahun 2008 tentang Pedoman Pembentukan Komda Lansia dan Pemberdayaan Masyarakat dalam Penanganan Lansia di Daerah, di Jawa Barat telah dibentuk Komisi Daerah Lanjut Usia (Komda Lansia) Provinsi Jawa Barat dengan
Keputusan Gubernur Jawa Barat No. 465.1/Kep.895-Bangsos/2009, diperbaharui pada tahun 2011 melalui Keputusan Gubernur Jawa Barat No. 465.1/Kep.756Bangsos/2011, tahun 2016 melalui Keputusan Gubernur Jawa Barat No. 465.1/Kep.838-Bangsos/2016, dan terakhir pada tahun 2017 melalui Keputusan Gubernur Jawa Barat No. 465.1/Kep. 1090-BAPP/2017. Untuk menggerakan koordinasi kelembagaan Komda Lansia dibentuk Sekretariat Komda Lansia Provinsi Jawa Barat, dimana kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Barat menetapkan Sekretariat ditempatkan berada di lingkup Bappeda Provinsi Jawa Barat yang dikukuhkan dengan Keputusan Kepala Bappeda Provinsi Jawa Barat selaku Ketua Pelaksana Komda Lansia Provinsi Jawa Barat (No. 465.1/48/Kepegum tanggal 9 Januari 2012, No. 465.1/Kep-1019/Sosbud/2016 tanggal 25 April 2016, No. 4 6 5 . 1 / K e p . 5 5 1 / Pe m s o s b u d / 2 0 1 7 t a n g g a l 1 0 M a r e t 2 0 1 7 d a n N o . 465.1/Kep.25/Pemsos tanggal 9 Januari 2018).
Adapun di tingkat Kabupaten/Kota, selama kurun waktu 2011-2017 Komda Lansia sudah terbentuk di 27 Kabupaten/ Kota. Tugas Komda Lansia berdasarkan Pasal 5 Permendagri No. 60 Tahun 1998 adalah sebagai berikut : a.
Mengkoordinasikan perumusan kebijakan, strategi, program, kegiatan, dan langkah-langkah yang diperlukan dalam penanganan lanjut usia sesuai pedoman, strategi, program, dan kegiatan yang ditetapkan oleh Komisi Nasional Lanjut Usia, serta kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah;
b.
Melaksanakan kebijakan yang ditetapkan oleh Gubernur;
c.
Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan program penanganan lanjut usia di Provinsi dan Kab/Kota;
d.
Mengendalikan pelaksanaan program penanganan lanjut usia di Provinsi;
e.
Menghimpun, menggerakan, menyediakan, dan memanfaatkan sumber daya daerah dan masyarakat secara efektif dan eďŹ sien untuk kegiatan penanganan lanjut usia;
f.
Menghimpun dan memamfaatkan sumber daya yang berasal dari pusat dan bantuan luar negeri secara efektif dan eďŹ sien untuk kegiatan penanganan lanjut usia;
g.
Mengkoordinasikan pelaksanaan tugas dan fungsi masing-masing instansi yang tergabung dalam keanggotaan Komda Lansia Provinsi;
h.
Mengadakan kerjasama regional dalam perumusan kebijakan, strategi, program, kegiatan, dan langkah-langkah yang diperlukan dalam penanganan lanjut usia;
i.
Melakukan sosialisasi, advokasi, dan mediasi kepada seluruh aparat pemerintah daerah, lembaga pendidikan,
Volume 30 Nomor 120 Oktober - Desember 2018 Warta Bappeda
59
lembaga swasta, kader pemberdayaan masyarakat, masyarakat, lembaga adat, lembaga keagamaan, tokoh adat, tokoh agama, serta lembaga kemasyarakatan; j.
Memfasilitasi pembentukan Komda Lansia Kab/Kota; dan
k.
Memfasilitasi pembentukan kelompok Peduli Lanjut Usia di Provinsi.
Dari butir a sampai dengan k secara umum dapat disebutkan bahwa tugas utama Komda Lansia adalah sebagai lembaga koordinatif yang mensingkronisasi dan mengharmonisasikan program kegiatan kelansiaan yang ada di OPD Teknis terkait dan LSM Peduli Lansia.
Implementasi Tupoksi Komda Lansia
60
Warta Bappeda Volume 30 Nomor 120 Oktober - Desember 2018
Susunan keanggotaan Komda Lansia Provinsi merujuk kepada Pasal 3 Ayat 1 Permendagri No. 60 Tahun 2008 adalah sebagai berikut : Ketua
: Wakil Gubernur
Ketua Pelaksana
: Kepala Bappeda
Wakil Ketua I
: Kepala Dinas Sosial
Wakil Ketua II
: Kepala Biro Kesra
Sekretaris I
: Tenaga Senior Penuh Waktu (Pensiunan Eselon II/III)
Sekretaris II
: Kepala Badan/Dinas yang membidangi Pemberdayaan Masyarakat.
Anggota
: Dinas Kesehatan; Dinas Pendidikan; Dinas Pekerjaan Umum; Dinas Perhubungan; Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi; Dinas Kebudayaan dan Pariwisata; Kanwil Departemen Hukum dan HAM; Kanwil Departemen Agama; Perwakilan Dunia Usaha; LSM yang menangani Lanjut Usia; dan Unsur Masyarakat.
Adapun susunan kenggotaan Komda Lansia di Kab/Kota merujuk kepada Pasal 3 Ayat 2 Permendagri No. 60 Tahun 2008 adalah sebagai berikut : Ketua
: Wakil Bupati/Wakil Walikota
Ketua Pelaksana
: Kepala Bappeda
Wakil Ketua I
: Kepala Dinas Sosial
Wakil Ketua II
: Kepala Bagian Kesra
Sekretaris I
: Tenaga Senior Penuh Waktu (Pensiunan Eselon II/III)
Sekretaris II
: Ke pa l a B a d a n / D i n a s y a n g m e m b i d a n g i Pe m b e rd a y a a n Masyarakat.
Anggota
: Dinas Kesehatan; Dinas Pendidikan; Dinas Pekerjaan Umum; Dinas Perhubungan; Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi; Dinas Kebudayaan dan Pariwisata; Kanwil Departemen Hukum dan HAM; Kanwil Departemen Agama; Perwakilan Dunia Usaha; LSM yang menangani Lanjut Usia; dan Unsur Masyarakat.
Foto: Komda Lansia
Kegiatan â&#x20AC;&#x201C; kegiatan Komda Lansia Provinsi Jawa Barat selama kurun waktu 2011 sampai 2015 adalah sebagai berikut : No
Kegiatan
Tahun
1
Rakor Komda Lansia Provinsi Jawa Barat
2011 - 2015
2
Fasilitasi Pembentukan Komda Lansia Kabupaten/kota
2011 - 2015
3
Sosialisasi, Advokasi dan Mediasi secara bertahap kepada aparat pemerintah
2011 - 2015
daerah, lembaga pendidikan, lembaga swasta, kader pemberdayaan masyarakat, lembaga keagamaan, tokoh agama, dll 4
Pemantauan dan evaluasi program penanganan lansia
2011 - 2015
5
Penyusunan Renstra Komda Lansia Provinsi Jawa Barat
2010
6
Penyusunan Road Map Lanjut Usia Jawa Barat Tahun 2012 - 2016
2012
7
Penyusunan Rencana Besar Pembangunan Lanjut Usia Jawa Barat 2015 - 2019
2015
8
Penyusunan Dokumen Teknis Kabupaten/kota Ramah Lansia
2015
62
Warta Bappeda Volume 30 Nomor 120 Oktober - Desember 2018
Kegiatan Tahun 2016
1
Rapat Internal Sekretariat Komda Lansia Prov.Jabar
Januari 2016
2
Rapat Pleno Komda Lansia Prov Jabar
Februari 2016
3
Penyelenggaraan Rakor Komda Lansia I se-Jawa Barat
23 Maret 2016
4
Kunjungan Kerja ke Provinsi Bali dalam Rangka Konsultasi Temu
7-9 April 2016
Regional Komda Lansia Provinsi se-Jawa Bali V Tahun 2016 5
Penerimaan Kunjungan Kerja Komda Lansia Kota Payakumbuh
27 April 2016
6
Kunjungan Kerja ke D.I Yogyakarta dalam Rangka Pra-Temu Regional
23-25 Mei 2016
Komda Lansia Provinsi se-Jawa Bali V Tahun 2016 Sosialisasi dan Advokasi Penguatan Kelembagaan Komda Lansia
Juni â&#x20AC;&#x201C; September
Kab/Kota se-Jawa Barat
2016
Konsultasi dalam Rangka Persiapan Temu Regional Komda Lansia
13 September
Provinsi se-Jawa Bali V Tahun 2016 ke Kemensos RI dan Komnas Lansia
2016
Benchmarking dalam Rangka Konsultasi Penyusunan Perda
21-23 September
Kesejahteraan Lansia ke Provinsi Jawa Timur
2016
Mengikuti Rakornas Komnas Lansia X di Kota Bogor
11-13 Oktober
7
8
9
10
2016 11
Temu Regional Komda Lansia Provinsi se-Jawa Bali V Tahun 2016
8-10 November 2016
12
Penyelenggaraan Rapat Koordinasi Komda Lansia II se-Jawa Barat
23 November 2016
13
Benchmarking dalam Rangka Kunjungan Kerja Balasan ke Kota
4-6 Desember
Payakumbuh
2016
Volume 30 Nomor 120 Oktober - Desember 2018 Warta Bappeda
63
Kegiatan yang Sudah Dilaksanakan di Tahun 2017
No
Kegiatan
Output
Waktu
1
Rapat Internal Sekretariat Komda Lansia Jabar
Kesepakatan dan kesepahaman internal Bidang Pemsosbud mengenai kegiatan komda lansia
Minggu ke-4 Januari
2
Kunjungan Kerja ke Kab/Kota dalam Rangka Sosialisasi dan Advokasi Penguatan Kelembagaan Komda Lansia Kab/Kota se-Jawa Barat
Penguatan kelembagaan Komda lansia di Kabupaten/kota
Maret â&#x20AC;&#x201C; November 2017
3
Penyusunan Draft Permensos No. 4 Tahun 2017 Tentang Kawasan Ramah Lansia atas undangan dari Kemensos RI di DKI Jakarta.
Launching Permensos No. 4 Tahun 2017
27 April 2017
4
Kunjungan Kerja ke Provinsi Jambi dalam Rangka HLUN Provinsi Jambi dan Launching Permensos No. 4 Tahun 2017
Dokumen Permensos No. 4 Tahun 2017
15 Mei 2017
5
Kunjungan Kerja ke Kabupaten Pangandaran dalam Rangka Pengukuhan Kepengurusan dan Rapat Koordinasi Komda Lansia Kabupaten Pangandaran
Terbentuknya Komda Lansia Kabupaten Pangandaran
23 Mei 2017
6
Temu Regional Komda Lansia Provinsi se-Jawa Bali VI Tahun 2017
Kesepakatan dan Kesepahaman dengan Komda Lansia Provinsi mengenai kebijakan penanganan kesejahteraan lanjut usia
5-7 Juni 2017
7
Rapat Internal Persiapan Penyusunan Konsep Wahana Lansia Sejahtera
Draft Dokumen
2 Juni 2017,
Kunjungan Kerja ke Kota Denpasar dalam Rangka Peningkatan Wawasan Aparatur Sipil Negara terhadap Penanganan Lanjut Usia untuk Persiapan Jawa Barat sebagai Provinsi Ramah Lansia
Penambahan Wawasan mengenai Kawasan Ramah Lansia
8
64
Warta Bappeda Volume 30 Nomor 120 Oktober - Desember 2018
1 Agustus 2017 18-20 Juli 2017
Kegiatan
Output
í Ă╫Ċĵ
E
Rapat Internal Persiapan Penyusunan Dokumen Teknis Kawasan Ramah Lansia
Draft Dokumen
3 Agustus 2017
10
FGD (Focus Group Discussion) dalam Rangka Penyusunan Konsep Wahana Lansia Sejahtera dan Penyusunan Dokumen Teknis Panduan Kawasan Ramah Lansia
Draft Dokumen
16 Agustus 2017
11
Penyusunan Konsep “Wahana Lansia Sejahtera”
Dokumen
Agustus - November
12
Penyusunan Pedoman Pengembangan Kawasan Ramah lansia Jawa Barat
Dokumen
Agustus - November
13
Rapat Koordinasi Komda Lansia Provinsi Jawa Barat dengan Komda Lansia Kab/Kota se-Jawa Barat dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Peduli Lansia
Launching dan Sosialisasi Dokumen Konsep Wahana Ramah Lansia dan Pedoman Pengembangan Kawasan Ramah lansia Jawa Barat
5 Desember 2017
14
Benchmarking dalam Rangka Studi Implementasi Kawasan Ramah Lansia Pilot Project CAS-UI ke kota Pontianak Provinsi Kalimantan Barat
Penambahan Wawasan mengenai Kawasan Ramah Lansia
22-24 Desember 2017
Foto-foto: Komda Lansia
No
Volume 30 Nomor 120 Oktober - Desember 2018 Warta Bappeda
65
Kegiatan Yang Akan Dilaksanakan di Tahun 2018
No
Kegiatan
Output
1
Koordinasi dan Konsultasi ke Pusat terkait rencana kegiatan Komnas Lansia dan Komda Lansia Provinsi Jawa Barat Tahun 2018
Rencana Kegiatan Komda Lansia Provinsi Jawa Barat
2
Rapat Koordinasi dan Konsolidasi Kesekretariatan (Forum Sekretaris) Komda Lansia Provinsi Jawa Barat dengan Komda Lansia Kab/Kota se-Jawa Barat
Kesepahaman tentang Lembaga Komda Lansia di daerah
3
Rapat Internal Persiapan Penyusunan Feasibility Study Wahana Lansia Sejahtera di Provinsi Jawa Barat, dan Penyusunan Pedoman Penilaian Kawasan Ramah Lansia di Kab/kota di Jawa Barat.
Kesepakatan bidang Pemsosbud mengenai kegiatan Komda Lansia dalam penyusunan dokumen Feasibility Study Wahana Lansia Sejahtera dan Pedoman Penilaian Kawasan Ramah Lansia di Kab/kota di Jawa Barat.
4
Menghadiri dan mengikuti acara Rakernas Komnas Lansia Tahun 2018 di Provinsi Bali
Sinkronisasi agenda Komda Lansia Provinsi, Kab/kota dan Pusat
5
Menghadiri dan mengikuti acara Pra-Temu Regional Komda Lansia Jawa-Bali Tahun 2018 di Provinsi Jawa Tengah
Kesepakatan dan kesepahaman materi bahasan yang akan didiskusikan pada acara Temu Regional Komda Lansia Jawa-Bali Tahun 2018 di DKI Jakarta
6
Menghadiri dan mengikuti acara Temu Regional Komda Lansia Jawa-Bali Tahun 2018 di DKI Jakarta
Kesepakatan dan Kesepahaman dengan Komda Lansia Provinsi mengenai kebijakan penanganan kesejahteraan lanjut usia
7
Menghadiri dan mengikuti undangan acara dari Provinsi lain.
Sinkronisasi agenda Komda Lansia antar Provinsi
8
Pembinaan kelembagaan Komda Lansia ke Kab/Kota se-Jawa Barat dan Pengumpulan Data Lapangan Wahana Lansia Sejahtera Provinsi Jawa Barat
Penguatan kelembagaan Komda lansia di Kabupaten/kota, Data yang diperlukan
9
Rapat Penyusunan Draft Feasibility Study Wahana Lansia Sejahtera di Provinsi Jawa Barat
Draft Dokumen
10
Focus Group Discussion (FGD) dengan semua unsur pengurus Komda Lansia Provinsi Jawa Barat dalam rangka Penyusunan Draft Feasibility Study Wahana Lansia Sejahtera di Provinsi Jawa Barat.
Draft Dokumen
66
Warta Bappeda Volume 30 Nomor 120 Oktober - Desember 2018
No
Kegiatan
Output
11
Rapat Koordinasi dengan semua unsur pengurus Komda Lansia Provinsi Jawa Barat dengan Komda Lansia Kab/kota dan LSM Peduli Lansia Tahun 2018.
Finalisasi Dokumen
12
Kunjungan kerja koomparatif Kesejahteraan Lansia ke Provinsi Bali
Bahan Penerapan ke dalam Rapergub/Raperda Kesejahteraan Lansia di Provinsi Jawa Barat
Foto-foto: Komda Lansia
Volume 30 Nomor 120 Oktober - Desember 2018 Warta Bappeda
67
Foto-foto: Komda Lansia
68
Warta Bappeda Volume 30 Nomor 120 Oktober - Desember 2018
WARNA JABAR Warga Merencana Jabar merupakan sebuah aplikasi yang dapat digunakan menjadi salah satu sarana bagi seluruh warga Jawa Barat untuk dapat ikut berperan serta dalam proses perumusan kebijakan yaitu pada penyusunan rencana pembangunan baik jangka panjang, menengah maupun rencana tahunan. Melalui sarana ini warga Jawa Barat dapat memasukan ide maupun gagasan terhadap rencana pembangunan yang sedang disusun oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Syaratnya sangat mudah cukup memasukan nama, email dan alamat, serta yang paling penting adalah masukan yang dapat berupa tulisan dan ď&#x20AC; le (dokumen, presentasi, dan gambar). Selanjunya hasil masukan seluruh warga Jawa Barat dari aplikasi ini akan dijadikan pertimbangan bagi Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam perumusan kebijakan pembangunan baik jangka panjang, menengah maupun rencana tahunan.
Masukan
Proses
Hasil
Mengisi Form
Pada Masa Penyusunan Rencana Pembangunan
RPJPD, RPJMD, RKPD
JENDELA PERENCANAAN
Foto: Humas Bappeda
70 Warta Bappeda Volume 30 Nomor 120 Oktober - Desember 2018
Danlop, Pesona Alam Tersembunyi di Subang
Danlop, begitulah masyarakat sekitar menyebutnya. Danlop merupakan akronim dari Danau Love atau danau cinta. Salah satu pesona alam tersembunyi yang berada di Desa Cisampih, Kecamatan Dawuan, Kabuapten Subang ini mempunyai keindahan jempolan karena bentuk danau dan potensi alam disekitarnya. Menurut Kepala Desa Cisampih Abun Sarifudin, Danlop merupakan danau buatan. Di dalamnya terdapat sumber mata air yang nyaris tidak pernah habis. Sebagai pemanfaatan, lahan di sekitar dibentuk lambang hati untuk menampung air dari mata air tersebut. Selain danau terdapat pesona alam yang lain seperti cadas gantung, pasir buleud, kebun buah naga, jeruk dan pisang. Di lokasi sekitar danau juga terdapat goa jepang. Goa tersebut masih ditumbuhi semak belukar dan diyakini belum banyak orang tau keberadaan goa tersebut.
Volume 30 Nomor 120 Oktober - Desember 2018 Warta Bappeda
71
JENDELA PERENCANAAN
Merpati Berbandrol Ratusan Juta Kawasan pesisir Kabupaten Pangandaran, dikenal sebagai salah satu penghasil burung merpati bermental juara. Bahkan harga Merpati dari Pangandaran bisa mencapai ratusan juta rupiah dan menjadi buruan bos-bos besar penghobi merpati. Ketua Persatuan Merpati Tinggi Indonesia (PMTI) K a b u p a t e n Pa n g a n d a r a n N a n a n g S a n u d i n mengatakan rekor terbaru merpati asal Pangandaran dibeli bos asal Bandung seharga Rp 170 juta. Selain alternatif hiburan penghilang penat, nilai ekonomis merpati pun akan semakin tinggi jika sering meraih juara.
72
20 Nomor 120 77 Januari Oktober - Maret - Desember 2017 2018 Warta Bappeda Volume 30
Foto: Istimewa
Volume 30 Nomor 120 Oktober - Desember 2018 Warta Bappeda
73
Hotline/WA/SMS : 08111-35-777
C
@jabarquickresponse @QRJabar Jabar Quick Response
bit.ly/JabarQuickResponse-Pengaduan
1
Peluncuran JABAR QUICK RESPONSE (JQR atau Jabar QR), merupakan program 100 hari untuk memperbaiki tata cara negara menolong warganya. Menjembatani pihak-pihak terkait (warga-swastaPe m e r i n t a h ) d e n g a n s p i r i t K o l a b o r a s i u n t u k menghasilkan keputusan/ solusi pertolongan pertama (ďŹ rst aid).
4
Masyarakat Jawa Barat dapat menghubungi JQR melalui beberapa cara, bisa melalui hotline 0811135-7777 dan sms ke 1708 (LAPOR). Selain itu bisa melalui medsos dengan alamat Instagram (@jabarquickresponse), Twitter (JabarQR), dan juga Facebook (Jabar Quick Response).
5
JabarQR adalah sebuah lembaga independen yang menangkap keluhan masyarakat Jawa Barat agar mendapatkan penanganan yang cepat, berada di 27 kab/kota dalam cakupan wilayah Provinsi Jawa Barat.
JQR ini dikelola oleh gabungan koordinasi Pemprov. Jawa Barat bekerja sama dengan para relawan aktivis sosial kemanusiaan. Pendanaan program ini juga akan menggunakan dana pemerintah dan juga kerja sama dengan pihak di luar pemerintah.
3
6
2
Masyarakat dapat melaporkan dirinya sendiri, tetangga, saudara, atau warga masyarakat siapapun yang sedang dalam keadaan emergency melalui JQR, maka bantuan akan datang dalam waktu yang singkat, tanpa perlu menunggu lama. Contoh kecil:Bila ada yang tidak bisa makan, nanti kita kirim beras secepatnya, ada rumah yang runtuh, kita bangun secepatnya, masalah kesehatan, tidak bisa bayar dokter atau rumah sakit, nanti kita bantu, masalah pendidikan, seperti anak yatim yang tidak bisa bayar, apapun masalahnya nanti kita bantu.
Untuk sumber pendanaan sendiri bisa dari mana saja, jika berkaitan dengan program pemerintah maka dana bisa dari Pemerintah, namun bila tidak dan berhubungan dengan kemanusiaan, dana bisa dari hasil zakat, infaq, maupun sodaqoh, dan nantinya juga akan dikelola secara professional.
Volume 20 Nomor 77 Januari - Maret 2017 Warta Bappeda
69
bappeda.jabarprov.go.id
e-mail: wartabappedajabar@yahoo.com
Foto: Pelabuhan Patimban (doc. Humas Bappeda)
sumber informasi perencanaan pembangunan jawa barat C Bappeda Jabar
@bappedajabar
@bappedajabar
Bappeda Provinsi Jawa Barat