Warta Bappeda Edisi Tahun 2020

Page 1

MEDIA KOMUNIKASI TRIWULANAN

Vol. 32 No. 122 Tahun 2020

PROVINSI JAWA BARAT

LAPORAN KHUSUS: STRATEGI JAWA BARAT TANGGULANGI DAMPAK EKONOMI IMBAS PANDEMI

Musrenbang Virtual DITENGAH PANDEMI GLOBAL


DARI

REDAKSI

PROVINSI JAWA BARAT

Majalah Warta Bappeda merupakan produk media cetak yang dikeluarkan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat. Diproduksi secara berkala dan memberikan insipirasi, pencerahan, serta edukasi untuk menunjang proses perencanaan pembangunan anda

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh Para pembaca yang berbahagia pada terbitan Warta Bappeda Volume 32 Nomor 122 Juli-September 2020 kali ini kami tampilkan Laporan Utama seputar Musrenbang Jabar secara Vir tual saat Pandemi Covid-19, ke m u d i a n u l a s a n St r a t e g i Ja w a B a r a t Tanggulangi Dampak Ekonomi Imbas Pandemi pada Laporan Khusus. Beberapa Rubrik lain hadir seperti Wawasan Perencanaan dan Jendela Perencanaan. Hal ini dilakukan demi memberikan kepuasan para pembaca dalam memperoleh informasi perencanaan pembangunan Jawa Barat melalui majalah ini. Para pembaca Warta Bappeda yang kami hormati, selain tulisan diatas kami hadirkan pula beberapa Artikel Wawasan Perencanaan yang mengupas tentang Jabar Corporate University, Membangkitkan Usaha Pariwisata di Masa Pandemi, Prioritas Pembangunan Desa, Sistem Mutasi (SIMIKI 2.0), Perencanaan Pengelolaan Lumpur Tinja untuk Mencapai SDGs Tujuan 6.3, GAP Kompetensi Pengelola Keuangan Menyebabkan “Slow Back-Loaded”, Dampak Pandemi terhadap Asupan Gizi Masyarakat dalam Menanggulangi Stunting di Kab. Bandung Barat. Akhir kata kami sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para penulis atas kontribusinya selama ini. Kami tunggu artikel berikutnya yang akan diterbitkan dalam Edisi Triwulan 4 Oktober-Desember 2020. Selamat membaca.

Terbit Berdasarkan SK Menpen RI No. ISSN

Penanggung Jawab Ketua

1353/SK/DITJENPPG/1988 0216-6232

Dr. Ir. H. M. Tauq Budi Santoso M.Soc.Sc. Eko Priastono, ST.,MPPM

Sekeretaris

Goes Fitrianto ST., M.Si.

Penyunting

Firman Firdaus Sendjaya, S.IP, M.AP Ir. Andriazi Syah Yusi, M.Sc Nenden Suwardini, SE., ST., MT Dwi Astuti Ruhayati, S.Si., M.T Ira Maulani, SKM., MKM Kania Mayang Lestari, ST., MT

Sekretariat

Satrya Lasmana Kusumayudha, S.I.Kom Umarudin, A.Md

Liputan Fotografer

Layouter Alamat

Nuru Fitry, S.Sos Rai Fanzi Ramadhan, S.Kom Yayang Tresnawan, A.Md Ramadhan Setia Nugraha S.Sos Jl. Ir. H. Juanda No.287 Telp.2516061 Website : bappeda.jabarprov.go.id E-mail : wartabappedajabar@yahoo.com

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh menerima tulisan dari pembaca yang berhubungan dengan wawasan perencanaan, disarankan untuk melampirkan foto-foto yang mendukung. Tulisan diketik satu spasi minimal 5 halaman A4. Artikel yang pernah dimuat di media lain, tidak akan dimuat. Redaksi berhak mengedit tulisan tanpa mengubah substansi.


D A F TA R I S I Warta Bappeda Vol. 32 No. 122 Juli-September Tahun 2020

L A P O R A N U TA M A

3

PA N D E M I G L O B A L : J A W A B A R AT P R O V I N S I P E R TA M A G E L A R M U S R E N B A N G V I R T U A L

Pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Provinsi Jawa Barat yang biasanya digelar tatap muka, khusus Tahun 2020 ini terpaksa dilakukan secara virtual. Untuk pertama kalinya Musrenbang digelar melalui video conference dipimpin Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dari Command Center Jawa Barat, Rabu (22/4/2020).

LAPORAN KHUSUS

10

Indonesia bukan satu-satunya negara yang terkena dampak ekonomi dari pandemi COVID-19. Jurang resesi akibat kontraksi pertumbuhan ekonomi tengah dihadapi Indonesia. Dampak tersebut tentu berimbas pada perekonomian di Provinsi Jawa Barat. Provinsi yang Berdasarkan data BPS periode Januari hingga Agustus 2020 berhasil menyumbang 16,28 persen terhadap ekspor nasional tersebut segera menyusun sejumlah strategi untuk terus menggenjot pemulihan ekonomi selama pandemi COVID-19.

68

16

J A B A R C O R P O R AT E UNIVERSITY: SEBUAH U PAYA P E R C E PATA N P E N C A PA I A N V I S I D A N MISI JABAR JUARA

26

MEMBANGKITKAN KEMBALI USAHA PA R I W I S ATA D I M A S A PA N D E M I C O V I D - 1 9

40

PEMBANGUNAN DESA: U N T U K S I A PA ? P E N E N T U A N P R I O R I TA S P E M B A N G U N A N DENGAN MENGGUNAKAN METODE RAPID RURAL APPRAISAL

50

S I S T E M M U TA S I B E R B A S I S M I N AT, K O M P E T E N S I D A N I N OVA S I ( S I M I K I 2 . 0 ) P I L O T P R O J E C T PA D A M U TA S I P E J A B AT FUNGSIONAL DAN P E L A K S A N A A N TA R P E R A N G K AT D A E R A H

58

PERENCANAAN P E N G E LO L A A N LU M P U R T I N J A U N T U K M E N C A PA I SDGs TUJUAN 6.3 DI P R O V I N S I J A W A B A R AT

S T R AT E G I J A W A B A R AT TA N G G U L A N G I D A M PA K E K O N O M I I M B A S PA N D E M I

JENDELA PERENCANAAN

70

G A P KO M P E T E N S I P E N G E LO L A K E UA N G A N D A E R A H D I J A W A B A R AT M E N Y E B A B K A N “ S LO W B A C K - LO A D E D ”

81

D A M PA K PA N D E M I COVID -19 TERHADAP A S U PA N G I Z I M A S YA R A K AT DALAM MENANGGULANGI S T U N T I N G D I K A B U PAT E N B A N D U N G B A R AT

Volume 32 Nomor 122 Juli-September 2020 Warta Bappeda

1


LAPORAN

U TA M A

2

Warta Bappeda Volume 32 Nomor 122 Juli-September 2020


Foto: Humas Bappeda Volume 32 Nomor 122 Juli-September 2020 Warta Bappeda

3


LAPORAN

U TA M A

Pandemi Global Jawa Barat Provinsi Pertama Gelar Musrenbang Virtual

Foto: Humas Bappeda

P

elaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Provinsi Jawa Barat yang biasanya digelar tatap muka, khusus Tahun 2020 ini terpaksa dilakukan secara virtual. Untuk pertama kalinya Musrenbang digelar melalui video conference dipimpin Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dari Command Center Jawa Barat, Rabu (22/4/2020). 4

Warta Bappeda Volume 32 Nomor 122 Juli-September 2020


Sejak awal kemunculan virus korona (Covid19) pada penghujung tahun 2019, satu persatu negara di dunia mulai dilanda wabah COVID-19. Hingga akhirnya pada 11 Maret 2020, organisasi kesehatan dunia WHO pun resmi mengumumkan wabah COVID-19 sebagai pandemi global. Dengan ditetapkannya hal tersebut, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan mulai menerapkan sejumlah strategi untuk menekan penyebaran wabah Covid-19. Sejumlah cara dilakukan mulai dari Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) hingga menerapkan protokol kesehatan dan pembatasan aktivitas kegiatan seperti pertemuan tatap muka dengan campaign “di rumah aja”. Meski demikian, program pemerintah terutama perencanaan pembangunan yang berkaitan langsung dengan kepentingan masyarakat luas perlu tetap berjalan di tengah pembatasan yang diberlakukan. Begitu pula dengan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat yang dipimpin oleh Ridwan Kamil berusaha tetap maksimal menggerakkan roda pemerintahan di masa pandemi. Pesan utama Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil terkait perencanaan dan pelaksanaan pembangunan pemerintahan di Jawa Barat yakni, pemerintah harus terus menjalankan pemerintahan agar masyarakat dapat tetap terlayani dengan baik di tengah situasi sulit dan darurat kesehatan lantaran pandemi COVID-19. “Meski dilaksanakan secara jarak jauh, pelaksanaan Musrenbang kali ini tidak mengurangi semangat kita dalam memaksimalkan proses pembangunan, agar citacita Jabar Juara Lahir Batin dapat tercapai,” tambah Kang Emil dihadapan peserta Musrenbang virtual saat memberikan

Pemerintah harus terus menjalankan pemerintahan agar masyarakat dapat tetap terlayani dengan baik ditengah situasi sulit dan darurat kesehatan lantaran pandemi COVID-19. - M. Ridwan Kamil

sambutannya. Kang Emil yang didampingi Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum, Ketua DPRD Provinsi Jawa Barat Taufik Hidayat, dan Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat Setiawan Wangsaatmaja menyampaikan paparan terkait pentingnya jaring pengaman sosial dalam rangka menangani dampak pandemi COVID-19. Hadir pula secara daring Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian sebagai perwakilan pemerintah pusat yang memberikan paparan kebijakan nasional dalam mempercepat penanganan pandemi COVID-19, Menteri Pariwisata RI Wishnutama, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN RI/Bappenas) Suharso Monoarfa, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Anggota DPD, Kepala LIPI Laksana Tri Handoko, Bupati dan Walikota se-Jawa Barat, Anggota DPRD Se-Jawa Barat, dan kepala instansi vertikal lainnya se-Jawa Barat. Musrenbang digelar dalam rangka penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2021 dengan tema Peningkatan

Foto-foto: Humas Bappeda

Volume 32 Nomor 122 Juli-September 2020 Warta Bappeda

5


LAPORAN

U TA M A

Daya Saing Daerah Melalui Percepatan Pemulihan Ekonomi dan Penguatan Sistem Kesehatan Daerah. Tema tersebut disesuaikan dengan kondisi dunia yang tengah dilanda pandemi COVID-19. Tujuan Musrenbang Provinsi Jawa Barat Tahun 2020 terbagi menjadi tiga agenda besar. Pertama, menyepakati usulan program dan kegiatan prioritas perangkat daerah Provinsi Jawa Barat dan kabupaten/kota untuk Tahun 2021. Kedua, menyepakati usulan program dan kegiatan prioritas pembangunan pemerintah daerah yang

disesuaikan dengan arah kebijakan, prioritas, sasaran pembangunan, dan kebijakan strategis nasional. Dan yang ketiga adalah menjaring masukan terhadap penyempurnaan dokumen rancangan RKPD untuk penyusunan rancangan akhir RKPD Provinsi Tahun 2021. Pandemi COVID-19 ini mengakibatkan banyaknya agenda kegiatan dan pembangunan Provinsi Jawa Barat tahun 2020 yang harus dialihkan ke tahun 2021 sehingga diperlukan refocusing dan realokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Refocusing dan

Foto: Humas Bappeda

realokasi menyebabkan banyak perlambatan dalam pencapaian target pembangunan yang berdampak langsung pada perencanaan. Oleh karenanya diperlukan revisi, koreksi dan penyesuaian terhadap indikator makro pembangunan Provinsi Jawa Barat. Tingginya refocusing APBD Provinsi Jawa Barat untuk penanganan COVID-19 yakni 4,4 Triliun mendapatkan apresiasi dari Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian. Menurutnya Provinsi Jawa Barat sudah sangat konseptual, sistematis, dan cepat tanggap dalam menangani Pandemi dan dampak Pandemi COVID-19. Namun demikian, dipenghujung paparannya Tito berpesan bahwa, “konsep dan cara berpikir Pak Gubernur dalam menangani pandemi COVID-19 ini perlu diselaraskan oleh seluruh bupati dan walikota yang kemudian diturunkan hingga kecamatan, kelurahan, dan desa sehingga transformasi informasi ini dapat sampai kepada

6

Warta Bappeda Volume 32 Nomor 122 Juli-September 2020


masyarakat untuk bahu-membahu memutus rantai pandemi COVID-19 ini”.

Foto-foto: Humas Bappeda

Sekretaris Daerah Provinsi Jabar Setiawan Wangsaatmaja pada saat itu mengatakan, terdapat total 9.607 kegiatan dengan total biaya Rp. 35,3 T dari rekapitulasi usulan kegiatan dalam proses perencanaan pembangunan tahun 2021. Sementara di tengah penyusunan dan pelaksanaan Musrenbang serta pelaksanaan APBD 2020, Pemerintah Provinsi Jabar turut merasakan dampak pandemi global COVID-19. Dari sembilan prioritas pembangunan di Tahun 2020, yakni; Akses Pendidikan untuk semua, Desentralisasi layanan kesehatan, Pertumbuhan ekonomi umat berbasis inovasi, Pengembangan destinasi dan infrastruktur pariwisata, Pendidikan agama dan tempat ibadah juara, Infrastruktur konektivitas wilayah dan daya dukung lingkungan, Gerakan membangun desa, Subsidi gratis golongan ekonomi lemah, serta Inovasi pelayanan publik dan penataan daerah, maka pada RKPD Tahun 2021 ditambahkan satu prioritas pembangunan yaitu Rehabilitasi dan Rekonstruksi Dampak Pandemi COVID-19. Dalam dokumen ini terdapat dua agenda besar Pemerintah Provinsi Jawa Barat yaitu pemulihan ekonomi pasca pandemi COVID-19 dan mendukung tahapan tahun ketiga pencapaian visi misi dalam RPJMD Provinsi Jawa Barat Tahun 2018-2023 demi terwujudnya Jabar Juara Lahir Batin dengan Inovasi dan Kolaborasi.

Volume 32 Nomor 122 Juli-September 2020 Warta Bappeda

7


LAPORAN

U TA M A

"Memperhatikan arahan presiden kepada pemda provinsi dan kabupaten/kota, agar kita melakukan tiga fokus kegiatan yakni memaksimalkan kesehatan masyarakat untuk mencegah penyebaran COVID-19, memaksimalkan social safety net (jaring pengaman sosial) dalam bentuk bantuan sosial, dan memastikan kesiapan stok pangan di daerah," tutur Kang Emil. Kang Emil mengharapkan semua daerah bisa menyamakan tema dan fokus, di mana ada peningkatan dan pemenuhan layanan dasar, konektivitas wilayah, pemulihan ekonomi masyarakat, dan penguatan kesehatan masyarakat. Dalam rangka penanganan pandemi COVID19, Pemerintah Provinsi Jawa Barat menyiapkan strategi sebagai berikut:

1 2 3 4 5

Memberikan bantuan tunai kepada masyarakat miskin dan rentan miskin; Melaksanakan program padat karya dengan keikutsertaan masyarakat miskin dan rentan miskin;

Memberikan bantuan pangan non tunai kepada masyarakat miskin dan rentan miskin; Menurunkan beban pengeluaran masyarakat miskin dan rentan miskin;

Memberikan bantuan kepada keluarga yang anggotanya terindikasi ODP, PDP dan terinfeksi COVID-19.

Pada gelaran Musrenbang Provinsi Jawa Barat Tahun 2020 ini, dilaksanakan penandatanganan perjanjian kerjasama yang juga perdana dilakukan secara daring antara Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dengan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat terkait pembangunan dan riset pengembangan daerah. Sekda Provinsi Jawa Barat Setiawan Wangsaatmaja mengatakan, “kerjasama ini merupakan wujud antisipatif, proaktif, dan kolaboratif dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam memutus rantai penyebaran COVID-19 sekaligus mempercepat penanggulangan pandemi khususnya di Jawa Barat”. Sementara Kepala LIPI Laksana Tri Handoko berharap kerjasama ini mampu mendukung upaya Jawa Barat dari segi teknologi

8

Warta Bappeda Volume 32 Nomor 122 Juli-September 2020

dan riset untuk melakukan sejumlah inovasi melalui sumber daya manusia dan infrastruktur riset yang berkualitas di Jawa Barat. Gelaran Musrenbang Provinsi Jawa Barat kemudian ditutup Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dengan mengingatkan kepada seluruh peserta Musrenbang tentang pentingnya inovasi dan kolaborasi dalam perencanaan pembangunan. “Diharapkan kualitas perencanaan tahun 2021 lebih fokus dan terinci, memiliki indikator jelas dan terukur. Hal tersebut demi mewujudkan Jabar Juara Lahir dan Batin,” pungkasnya. Foto-foto: Humas Bappeda


Desain: Humas Bappeda


LAPORAN KHUSUS


Strategi Jawa Barat

Tanggulangi Dampak Ekonomi Imbas Pandemi

I

ndonesia bukan satu-satunya negara yang terkena dampak ekonomi dari pandemi COVID-19. Jurang resesi akibat kontraksi pertumbuhan ekonomi tengah dihadapi Indonesia. Dampak tersebut tentu berimbas pada perekonomian di Provinsi Jawa Barat. Provinsi yang berdasarkan data BPS periode Januari hingga Agustus 2020 berhasil menyumbang 16,28 persen terhadap ekspor nasional tersebut segera menyusun sejumlah strategi untuk terus menggenjot pemulihan ekonomi selama pandemi COVID-19.

Wabah pandemi COVID-19 yang menjangkit hampir seluruh negara di dunia saat ini tidak hanya menjangkit sektor kesehatan saja. Bagaikan efek domino, sektor sosial ekonomi pun terkena dampaknya. Pertumbuhan ekonomi Indonesia terkontraksi pada kuartal II Tahun 2020 melorot menjadi -5.32 persen dari 2,97 persen di kuartal I. Awal November ini, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi kuartal III Tahun 2020 ada pada angka -3,49 persen, meski mengalami kenaikan, ekonomi Indonesia tetap mengalami resesi karena terjadi minus selama dua kuartal berturut-turut. Foto: Humas Bappeda

Volume 32 Nomor 122 Juli-September 2020 Warta Bappeda

11


LAPORAN

KHUSUS

Jumlah pasien terkonfirmasi COVID-19 di Jawa Barat mencapai 39 ribu jiwa dari total terkonfirmasi di Indonesia 433 ribu jiwa (pikobar.jabarprov.go.id, 08/11/2020). Berbagai permasalahan seperti maraknya pegawai yang dirumahkan dan pemutusan hubungan kerja (PHK), hingga meningkatnya angka kemiskinan terjadi di Jawa Barat selama masa pandemi COVID-19. Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengatakan, sebagai provinsi dengan industri manufaktur terbesar, Jawa Barat sangat merasakan dampak ekonomi dari pandemi ini. Sekitar 2000 perusahaan di Jawa Barat terdampak dan hampir 500 perusahaan melakukan PHK. Keterbatasan ruang gerak sosial akibat pandemi COVID-19 ini menjadi alasan penurunan aktivitas ekonomi disejumlah sektor. Sektor Industri tekstil dan produk tekstil, akomodasi dan restoran, manufaktur, serta pariwisata merupakan tiga sektor teratas yang terkena dampak langsung sehingga harus merumahkan dan melakukan PHK. Terhentinya aktivitas ekonomi yang berdampak pada pengangguran dan kemisikinan menjadi salah satu alasan terbitnya Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 26 Tahun 2020 tentang Jaring Pengaman Sosial (social safety net) bagi masyarakat yang terdampak ekonomi akibat pademi COVID-19 di Provinsi Jawa Barat.

Foto-foto: Humas Jabar

KOMITE KEBIJAKAN PENANGANAN COVID-19 DAN PEMULIHAN EKONOMI DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

Melalui Pergub tersebut, Provinsi Jawa Barat membagi langkah penanganan dampak ekonomi akibat COVID-19 menjadi 5 pendekatan: 1.

Memberikan bantuan tunai kepada masyarakat yang terdampak;

2.

Pemberian bantuan non-tunai kepada masyarakat yang terdampak;

3.

Pelaksanaan program padat karya dengan keikutsertaan masyarakat yang terdampak;

4.

Percepatan pelaksanaan BPMU (Bantuan Pendidikan Menengah Universal), BOP (Bantuan Operasional Pendidikan) daerah provinsi dan PBI JKN (Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Nasional, untuk penurunan beban pengeluaran masyarakat yang terdampak; dan

5.

pemberian bantuan nontunai kepada keluarga yang anggotanya terindikasi ODP, PDP, dan terinfeksi Covid-19.

Sementara masyarakat yang berhak menerima bantuan tersebut, antara lain: (1) pekerja di bidang perdagangan dan jasa dengan skala usaha mikro dan kecil; (2) pekerja di bidang pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan budi daya dan tangkap dengan skala usaha mikro dan kecil; (3) pekerja di bidang pariwisata skala usaha mikro dan kecil; (4) pekerja di bidang industri skala usaha mikro dan kecil; (5) penduduk yang bekerja sebagai pemulung; (6) penduduk lanjut usia; (7) penduduk penyandang disabilitas; (8) penduduk yang anggota keluarganya terindikasi ODP, PDP, dan terinfeksi Covid-19; dan (9) penduduk lainnya yang terdampak ekonomi akibat Covid-19. Meski digempur dengan kontraksi pertumbuhan ekonomi, Provinsi Jawa Barat memegang peranan penting ditingkat nasional. Provinsi Jawa Barat adalah kontributor tertinggi realisasi investasi nasional yakni sebesar 17% atau Rp 137,5 Triliun pada Tahun 2019. Sementara dengan jumlah usia produktif sebanyak 18,79 Juta yang menduduki peringkat pertama di Indonesia, Provinsi Jawa Barat pun menyumbang 28,34% PDB Nasional sektor industri dan manufaktur

HADAPI COVID-19 DENGAN DISIPLIN SAMBIL MENUNGGU VAKSIN

#jabartanggapcovid19 #jabarsehatlahirbatin


Foto-foto: Humas Bappeda

infrastruktur jalan, infrastruktur pengairan, infrastruktur perumahan rakyat, infrastruktur perkotaan ruang terbuka publik, infrastruktur perkotaan bangunan publik, infrastruktur sosial pariwisata, dan infrastruktur sosial kesehatan.

tertinggi di Indonesia. Sehingga Provinsi Jawa Barat merupakan kunci penting dalam pemulihan perekonomian di Indonesia. Oleh sebab itu, Pemerintah Provinsi Jawa Barat pun telah menjalankan tujuh strategi pencapaian kinerja di masa COVID-19. Pertama, melakukan refocusing dan realokasi APBD Tahun Anggaran 2020 untuk penanganan COVID-19 dan pemulihan ekonomi. Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengalokasikan anggaran Rp5,3 triliun bagi sektor kesehatan, jaring pengamanan sosial, dan penanganan ekonomi.

Selain PEN, pendanaan kreatif juga diwujudkan dalam proyek Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Saat ini pembangunan Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Lulut Nambo menjadi proyek KPBU yang sudah memasuki tahap konstruksi. TPPAS Legok Nangka, Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Jatigede, dan Perkeretaapian Metropolitan Bandung Raya dalam tahap lelang, dan 14 proyek lainnya dalam tahap perencanaan. Corporate Social Responsibility (CSR) juga menjadi salah satu sumber pendanaan kreatif yang dilakukan Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Terdapat 227 mitra CSR di Jawa Barat yang sudah berkontribusi pada program CSR dengan jumlahsebesar Rp. 947 miliar.

Kedua, Berdasarkan hasil evaluasi terhadap perkembangan Jawa Barat di tahun 2019-triwulan II tahun 2020, pandemi berimplikasi kepada penyelenggaraan pemerintahan daerah baik dalam skala makro maupun mikro, maka dilakukan perubahan RPJMD 2018-2023. Ketiga, perencanaan pembangunan lintas sektor, lintas wilayah dan lintas pemangku kepentingan. Strategi ini diwujudkan dalam pembangunan infrastruktur dan sumber daya manusia, diantaranya pengembangan Metropolitan Rebana, pengembangan Kelembagaan Metropolitan Cekungan Bandung, dan Gerakan Desa Juara. Keempat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat juga mencari alternatif pembiayaan dengan Mewujudkan Pendanaan Kreatif. Pada 27 Juli 2020, Kementerian Keuangan resmi memberikan dukungan pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Daerah bersama PT. Sarana Multi Infrastruktur (SMI). Usulan pinjaman sebesar Rp1,812 triliun yang dialokasikan untuk

KOMITE KEBIJAKAN PENANGANAN COVID-19 DAN PEMULIHAN EKONOMI DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

Strategi kelima, adalah mewujudkan kolaborasi pembangunan antar pemangku kepentingan dengan pendekatan pentahelixABCGM (Academic, Business, Community, Government, and Media). Melalui Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 443/Kep.199Hukham/2020 dibentuk Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan COVID-19 di Jawa Barat pada 27 Maret 2020 untuk mempercepat sinergisitas antar instansi pemerintah, badan usaha, akademisi, masyarakat dan media. Melihat dampak ekonomi yang terjadi, Pemerintah Provinsi Jawa Barat pun membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pemulihan Ekonomi

HADAPI COVID-19 DENGAN DISIPLIN SAMBIL MENUNGGU VAKSIN

#jabartanggapcovid19 #jabarsehatlahirbatin


LAPORAN

KHUSUS

melalui Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 443/Kep.371-Hukham/2020. Kemudian GTPP COVID-19 dan Satgas Pemulihan Ekonomi Jawa Barat berubah menjadi Komite Kebijakan Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Daerah Provinsi Jawa Barat pada 1 Oktober 2020, merujuk kebijakan pemerintah pusat. Komite Kebijakan Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Daerah Provinsi Jawa Barat yang dipimpin oleh Gubernur Jawa Barat dengan wakil Panglima Kodam/III Siliwangi, Panglima Kodam Jaya, Kapolda Jawa Barat, Kapolda Metro Jaya, Ketua DPRD, Kajati Jabar, Wakil Gubernur Jabar, serta para Wakil Ketua DPRD Jabar. Organisasi komite tersebut dikelola dengan menggandeng dewan pakar yang terdiri dari akademisi di bidang epidemiologi hingga ekonomi serta para ahli di bidang lainnya. Sementara Ketua Pelaksana Komite Kebijakan dijabat Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat Setiawan Wangsaatmaja. Komite Kebijakan membawahi Satgas Penanganan COVID-19 Daerah Provinsi Jawa Barat dengan Ketua Harian Daud Achmad dan Satgas Pemulihan dan Transformasi Ekonomi Daerah Provinsi Jawa Barat dengan Ketua Harian Ipong Witono.

Ketujuh, strategi peningkatan kapasitas sumber daya manusia perencana. Sebagai tim perencanaan pembangunan dari Provinsi Jawa Barat, kapasitas SDM di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat perlu untuk terus ditingkatkan. Kepala Bappeda Provinsi Jawa Barat M. Taufiq Budi Santoso mendukung peningkatan kapasitas tersebut melalui dua program unggulan yaitu In House Training dan Bincang dan Obrolan Perencanaan Reboan “BOBORAN”. Keduanya program tersebut menjadi wadah bagi seluruh SDM untuk membahas dan mengkaji isu-isu terkini dengan cara mengundang narasumber ahli sesuai tema yang diangkat setiap minggunya.

Kang Emil saat mengukuhkan Komite Kebijakan menyampaikan harapan agar Satgas dapat berinisiatif, proaktif, dan mengakomodasi semua strategi terkait pemulihan ekonomi di provinsi dengan penduduk hampir 50 juta jiwa ini. Strategi keenam, adalah digitalisasi perencanaan pembangunan daerah. Adapun produk perencanaan digital yang dilakukan Pemerintah Provinsi Jawa Barat diantaranya adalah Sirampak Sekar (SRS) yaitu aplikasi untuk mengintegrasikan sistem perencanaan, penganggaran, penatausahaan dan evaluasi di lingkungan Provinsi Jawa Barat. Selain itu setiap warga Jawa Barat dapat turut serta memberikan masukan, pemikiran dan usulan kebijakan perencanaan dan pembangunan di Provinsi Jawa Barat melalui aplikasi “Warga Merencana” (Warna Jabar). Foto-foto: Humas Bappeda

KOMITE KEBIJAKAN PENANGANAN COVID-19 DAN PEMULIHAN EKONOMI DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

HADAPI COVID-19 DENGAN DISIPLIN SAMBIL MENUNGGU VAKSIN

#jabartanggapcovid19 #jabarsehatlahirbatin


Desain: Hum

as Bappeda


WAWA S A N PERENCANAAN

Jabar Corporate University: Sebuah Upaya Percepatan Pencapaian Visi dan Misi Jabar Juara Oleh Dewi Yuliani Widya Iswara Ahli Madya BPSDM Provinsi Jawa Barat

Corporate University adalah “sebuah entitas pendidikan yang strategis yang didesain untuk membantu organisasi induknya dalam mencapai misinya dengan melakukan kegiatan menumbuhkembangkan pembelajaran individu dan organisasi pengetahuan dan kebijaksanaan” Allen, 2006


Foto: Humas Bappeda Volume 32 Nomor 122 Juli-September 2020 Warta Bappeda

17


Foto: Humas Bappeda

PENDAHULUAN

P

rovinsi Jawa Barat telah menetapkan Visi dan Misi Pembangunan Jangka Menengah Daerah tahun 2018 – 2023, yaitu “Terwujudnya Jawa Barat Juara Lahir Batin Dengan Inovasi dan Kolaborasi”, yang dijabarkan dalam lima misi. Dalam rangka mencapai visi dan misi tersebut dengan 37 Program Juara, akan sangat bergantung kepada faktor Sumber Daya Manusia (SDM) yang akan melaksanakannya, dalam hal ini Aparatur Sipil Negara (ASN) yang profesional, handal, dan kompeten. Namun demikian, perlu disadari bahwa kondisi ASN di Jawa Barat saat ini tidak berada dalam kondisi yang ideal. Dari sisi komposisi kompetensi, 45% ASN di Jawa Barat yang berjumlah 34.274 orang, belum memiliki kompetensi dan potensi sangat rendah. Dari yang sangat rendah ini hanya di bawah 10% yang masih berpotensi tinggi untuk dikembangkan (Sumber: Paparan Kepala BPSDM, 2020). Terdapat minimal dua hal yang yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal ini, yaitu pertama dengan melakukan rekrutmen baru, cara kedua adalah dengan mengembangkan potensi ASN yang ada. Opsi pertama tentu tidak mudah, karena

18

Warta Bappeda Volume 32 Nomor 122 Juli-September 2020

merupakan kewenangan Pemerintah Pusat sesuai Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Upaya pengembangan kompetensi belum menghasilkan kompetensi ASN yang diharapkan. Sudah bukan rahasia umum, bahwa pegawai yang dikirim untuk mengikuti pelatihan-pelatihan belum menunjukkan peningkatan kinerja. Bahkan, pegawai yang dikatakan kompeten memiliki sertifikat, belum tentu berkontribusi bagi pencapaian kinerja organisasi. Di sisi lain, pada saat ini tengah banyak digelorakan konsep “Corporate University” (selanjutnya disebut Corpu), yang secara historis perkembangannya pada tahun 1985, merupakan tanggapan atas permasalahan seperti di atas. Konsep Corpu bermula di kalangan swasta, yaitu banyaknya keluhan bahwa institusi pendidikan maupun sekolah umum tidak menyediakan tenaga yang memiliki kompetensi 'yang tepat' (Paton et.al, 2004), atau di tanah air sering sebut sebagai 'tidak siap pakai'. Secara kontroversial, Corpu menggeser fokus pendidikan atau pelatihan sebagai upaya peningkatan kompetensi, berubah dari fokus mencapai standar tertentu, menjadi peningkatan kinerja organisasi yang dapat diukur.


Corporate University adalah “sebuah entitas pendidikan yang strategis yang didesain untuk membantu organisasi induknya dalam mencapai misinya dengan melakukan kegiatan menumbuhkembangkan pembelajaran individu dan organisasi pengetahuan dan kebijaksanaan”(Allen, 2006) Foto: Humas Bappeda

Di Indonesia, kemunculan Corpu dimulai di sektor swasta pada sekitar tahun 2000, sebagai tanggapan atas kebutuhan kompetensi karyawan untuk menunjang kinerja institusi, diantaranya Telkom, PLN, dan berbagai bank nasional maupun swasta. Pada saat ini konsep Corpu ini mulai merambah ke sektor pemerintahan, terutama setelah terbitnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Di antara instansi yang telah sukses mengembangkan Corpu adalah Kementerian Keuangan, yang saat ini menjadi satu-satunya lembaga pemerintah di Indonesia yang telah menjadi anggota Global Council of Corporate University. Dari kelompok Pemerintah Daerah, walaupun gaung Corpu ini sudah mulai menguat beberapa tahun lalu, belum ada yang melaksanakan konsep ini secara penuh. Kembali kepada Visi Jawa Barat dengan 5 Misinya di atas, bagaimana kita menerapkan konsep Corpu ini di Jawa Barat, untuk membantu mempercepat pencapaian Visi dan Misi Jabar Juara? Apa yang harus diubah? Apa yang harus dikembangkan? Tulisan ini membahas secara singkat konsep pengembangan Corporate University di Jawa Barat ('Corpu Jabar Juara') yang telah disusun oleh Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Provinsi Jawa Barat, dengan dukungan dari Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat, Kementerian PANRB, Lembaga Administrasi Negara, dan Telkom Corporate University.

kebijaksanaan” (Allen, 2006). Kemunculan Corpu pada dekade 1990 bersamaan dengan lahirnya tiga fenomena, yaitu: globalisasi, knowledge worker dan kemunculan learning organization, dimana kecepatan belajar menjadi keunggulan kompetitif (Paton, 2005; Senge, 1995). Pada intinya, muncul kebutuhan yang mendesak akan pengembangan kapabilitas internal melalui pembelajaran terus menerus yang berdampak langsung pada pencapaian sasaran organisasi. Banyak organisasi yang mengirimkan pegawainya untuk mengikuti training yang didesain secara generik namun training tersebut tidak berdampak apa-apa dan tidak menimbulkan kebiasaan belajar. Diklat konvensional atau training lebih menekankan pada penguasaan setiap modul sedangkan Corpu adalah untuk melakukan perubahan melalui learning sebagai habit organisasi, menyebarkan best practice, dan mengeksekusinya secara cepat dan berkesinambungan. Desain: Penulis

APA ITU CORPORATE UNIVERSITY? Secara definisi Corporate University adalah “sebuah entitas pendidikan yang strategis yang didesain untuk membantu organisasi induknya dalam mencapai misinya dengan melakukan kegiatan menumbuhkembangkan pembelajaran individu dan organisasi pengetahuan dan

Volume 32 Nomor 122 Juli-September 2020 Warta Bappeda

19


Seiring berkembangnya tantangan jaman yang dinamis, konsep Corpu telah berubah secara signifikan. Di antara tantangan tersebut adalah semakin meningkatnya spesialisasi, pengembangan produk yang semakin kompleks, dan tumbuhnya berbagai profesi baru akibat merebaknya ekonomi digital (Gonzales, 2017). Lembaga pendidikan yang dulunya memiliki fokus pada pengembangan kursus dan pelatihan, harus berubah menjadi lembaga yang memungkinkan terjadinya perubahan budaya organisasi, metodologi pembelajaran, dan pengembangan bakat. Menurut Aruman (2017) konsep Corpu berbeda dari konsep pendidikan dan latihan, karena Corpu lebih mengacu pada program pengembangan SDM secara terarah dan sistematis, serta terkait dengan pencapaian visi-misi dan strategi suatu lembaga. Apabila lembaga diklat lebih fokus pada penyediaan program untuk menutup kesenjangan ko m p e t e n s i p e r s o n i l , m a k a C o r p u l e b i h mengutamakan terjadinya perubahan yang mendasar pada kompetensi personil, atau disebut juga sebagai change management. Gonzales (2017) mengutarakan beberapa karakteristik umum yang harus ada dalam sebuah Corpu, yaitu:

1

Proaktif, artinya harus dapat mengantisipasi kebutuhan organisasi, tidak hanya merespon permintaan, bahkan dapat merespon kebutuhan dan tantangan di masa depan.

2

Terukur, artinya dampak dari pembelajaran yang diberikan harus dapat diukur dan didesain sejak awal, diantaranya dengan m e l a k u k a n re k a m j e j a k m e n ye l u r u h terhadap perkembangan seseorang pasca pembelajaran.

3

Pengaruh, artinya suatu Corpu harus memiliki pengaruh yang melampaui lembaga tersebut, meluas ke seluruh rangkaian produksi, termasuk semua stakeholder.

4

Integrasi, artinya sebuah Corpu berfungsi sebagai sebuah simpul, yang mengintegrasikan sistem ilmu pengetahuan dengan pembelajar, kerjasama dengan para

20

Warta Bappeda Volume 32 Nomor 122 Juli-September 2020

Foto-foto: Humas Bappeda

ahli, dengan metode pembelajaran yang inovatif, dan aspek-aspek lainnya. Yusuf (2018) mensinyalir bahwa banyak orang yang keliru menafsirkan Corpu sebagai universitas yang dimiliki oleh perusahaan, seperti misalnya Pertamina University atau Telkom University. Padahal menurutnya terdapat sejumlah perbedaan yang prinsipil antara public university dan Corpu. Dari sisi output, public university lazimnya melahirkan lulusan dengan penguasaan disiplin ilmu, keterampilan dan keahlian yang bersifat umum, sedangkan Corpu menciptakan profesional dan pemimpin yang sesuai kapabilitas maupun kapasitasnya dengan kebutuhan proses bisnis di masing-masing perusahaan atau lembaga. Demikian pula dengan kurikulum, di public university, kurikulum bersifat generik sebagaimana ditetapkan oleh kementerian terkait, dan lulusannya pun perlu mengikuti suatu standar yang telah ditetapkan. Pada Corpu, kurikulum dapat bersifat unik dan tailor-made untuk suatu lembaga, posisi profesi, bahkan untuk individu.


URGENSI CORPU DI JAWA BARAT Pada saat ini penyelenggaraan diklat dalam pengembangan kompetensi masih dilaksanakan sebagai rutinitas. Selain sebagai prasyarat dalam jabatan, juga hanya dilaksanakan oleh unit pengembangan sumber daya manusia dan belum menjadi tanggung jawab seluruh bagian organisasi, bahkan sebagian besar program diklat tidak berkaitan dengan kebutuhan organisasi. Selain itu juga masih dilakukan dengan cara-cara konvensional (tatap muka di dalam kelas) dan belum sepenuhnya berkaitan dengan tuntutan perkembangan era industri 4.0. Dari sisi pembelajaran atau learning terdapat suatu hal yang penting, bahwa organisasi perlu menjadi learning organization karena hal itu yang akan membuat suatu organisasi tetap bertahan di tengah perubahan yang sangat dahsyat. Organisasi perlu merumuskan materi pembelajaran kepada karyawan secara jelas terarah dan terstruktur yaitu lebih banyak berbasis problem bukan konsep, dan lebih bertumpu kepada praktek. Di dalam dunia yang bergerak dengan sangat cepat, organisasi publik harus berubah, karena empat alasan, yaitu: pertama, agar pemerintah bekerja lebih baik; kedua untuk menghemat pengeluaran, ketiga untuk meningkatkan kekuatan, dan keempat untuk menangani masalah yang mendesak.

Seperti saat ini dimana terjadi perubahan yang sangat besar atau kita sebut revolusi industri 4.0, perlu dilakukan adaptasi dan perubahanperubahan, agar kita tetap dapat beradaptasi terhadap zaman. Pandemi COVID-19 yang terjadi saat ini juga merupakan gaya pendorong bagi keharusan organisasi besar bernama Jawa Barat ini agar segera berubah. Beberapa aturan terbaru, seperti hak setiap PNS untuk mendapatkan pengembangan kompetensi sebanyak minimal memenuhi 20 jam pelajaran setiap tahunnya (PP 11/2017) akan sulit untuk dapat dipenuhi dengan cara diklat sebagaimana biasa, sehingga konsep Corpu ini dapat menjadi jalan keluarnya. Pembentukan Corpu di Jawa Barat, selain merupakan amanat dari RPJMN untuk membentuk World Class Government 2024, juga tercantum dalam RPJMD Jawa Barat 2018-2023. Selain itu, baru-baru ini dikeluarkan PP Nomor 17 Tahun 2020 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil, pasal 203 ayat 4a disebutkan bahwa pengembangan kompetensi dilaksanakan melalui pendekatan sistem pembelajaran terintegrasi, yaitu Corporate University. Apabila Pemerintah Provinsi Jawa Barat sebagai sebuah organisasi besar bergeser dari Training Center yaitu BPSDM pada saat ini, menjadi Jawa Barat Corporate University maka perubahannya adalah sebagai berikut:

Gambar 1. Pergeseran Learning Center menjadi Corporate University

Sumber: Paparan Kepala BPSDM Jabar, 2020 Volume 32 Nomor 122 Juli-September 2020 Warta Bappeda

21


Fokus Corpu adalah pada pemenuhan kebutuhan organisasi, yaitu dengan membangun kompetensi inti organisasi yang bernilai strategis. Apabila ini diterapkan pada Jawa Barat maka diperlukan identifikasi terhadap kompetensi apa saja yang dibutuhkan untuk tercapainya Visi dan Misi Jabar Juara. Mengacu kepada pendapat Maria and Kumar (2016), terdapat 7 komponen vital atau fondasi dalam Corpu yaitu: Learning Strategic Governance, Learning Solution Delivery, Learning Architecture, Knowledge Management, Learning Infrastructure, Learning Source, dan Learning System, yang dapat digambarkan seperti pada Gambar 2.

Gambar 2. Kerangka Konseptual Corporate University

Sumber: Maria and Kumar, 2016

KONSEP “CORPU JABAR JUARA” Fokus Corpu adalah pada pemenuhan kebutuhan organisasi yang berujung pada tercapainya tujuan membangun kompetensi inti organisasi yang bernilai strategis. Karena itu para dosen, dekan, dan rektor adalah orang-orang internal organisasi tersebut, sedangkan materi pembelajaran disesuaikan dengan kebutuhan pencapaian visi dan misi serta strategi organisasi. Pada intinya adalah bagaimana membangun learning secara terus menerus dalam menjawab tuntutan yang dihadapi melalui peningkatan individu yang berdampak pada perubahan organisasi agar tidak terjadi kesenjangan atau 'gap' antara problem organisasi dan kompetensi sumber daya manusia. Konsep Corporate University di Jawa Barat atau “Corpu Jabar Juara” apabila diuraikan secara singkat berdasarkan 7 komponen Corpu adalah sebagai berikut: 22

Warta Bappeda Volume 32 Nomor 122 Juli-September 2020

Learning Strategic Governance, pada konsep awal struktur Jabar Corpu ini, rektor adalah Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat, para dekan adalah para asisten daerah. Alternatif lainnya, adalah gubernur menjadi Rektor Jabar Corpu, dan sekretaris daerah menjadi wakil rektor. Karena Jawa Barat memiliki lima misi maka para dekan tersebut membawahi misi-misi yang sesuai dengan tugasnya. Demikian pula para kepala perangkat daerah menjadi ketua program yang sesuai dengan program di misi tersebut, sebagai bagian dari fakultas atau dekanat dari misi terkait. Dalam hal ini Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Provinsi Jawa Barat adalah sebagai Jabar Corpu Center atau institusi yang menjalankan dan mengorganisasikan fungsi-fungsi pembelajaran. Untuk setiap misi, dibentuk team learning yang akan menyusun, menganalisis dan mendesain pembelajaran sesuai kebutuhan perangkat daerah.


Gambar 3. Learning Governance: Struktur Corpu Jabar Juara

Sumber: Paparan Kepala BPSDM Jabar, 2020

Learning Focus adalah program-program juara yang tergabung didalam lima visi Jabar Juara. Team learning yang dibentuk BPSDM sebagai Jabar Corpu Center terdiri dari para widyaiswara, retired faculty member, dan para pejabat maupun fungsional yang memiliki keahlian sesuai dengan misi terkait. Tugas dari team learning adalah mendefinisikan kebutuhan pembelajaran, gap yang tersedia antara kompetensi yang ada dengan kebutuhan tersebut, serta mendesain konsep pembelajaran yang dibutuhkan. Terdapat berbagai bentuk pembelajaran yang dimungkinkan untuk diaplikasikan di dalam desain pembelajaran ini, diantaranya magang, e-learning, blended learning, coaching, mentoring, dan studi banding. Knowledge Management adalah pengelolaan sumber-sumber pengetahuan yang tersedia dalam berbagai bentuk. Dalam era Internet of Things saat ini, berbagai sumber pengetahuan tersebut perlu dikelola dalam suatu sistem jaringan yang terintegrasi. Selain itu diperlukan suatu penyimpan data (repositor y) yang aman dan dapat menampung berbagai bentuk data maupun sistem pembelajaran, serta dapat diakses secara cepat setiap saat. Terdapat berbagai cara untuk mengekspresikan pengetahuan yang bersifat tacit menjadi explicit, misalnya dengan cara membuat video wawancara contoh-contoh best practice dari tokoh-tokoh yang berhasil, para pejabat yang telah

purna bakti, dan tokoh-tokoh lain yang diakui di bidangnya. Semua video hasil wawancara ini disimpan di dalam repository dan menjadi bagian dari pembelajaran. Learning Infrastructure, pada saat ini BPSDM Provinsi Jawa Barat telah memiliki berbagai fasilitas sebagai sarana prasarana pembelajaran yang cukup lengkap, seperti auditorium, ruang-ruang belajar, klinik, tempat olahraga, jaringan sistem informasi, serta berbagai fasilitas lainnya. Dari sisi sumber daya manusia, ketersediaan widyaiswara yang cukup memadai secara kualitas maupun kuantitas. Dari sisi jaringan sistem informasi, telah tersedia perangkat aplikasi Learning Management System (LMS) untuk pembelajaran e-learning, elibrary, dan e-Jurnal yang telah terakreditasi. Learning Delivery System, berbeda dengan program pelatihan secara konvensional melalui tatap muka di kelas, pada Jabar Corpu porsi tatap muka menjadi berkurang. Porsi yang cukup besar adalah self-learning dan penerapan di tempat kerja, sehingga kendala bagi peserta yang harus meninggalkan pekerjaan dapat teratasi. Sebagai contoh, pada pembelajaran untuk program peningkatan kompetensi yang bersifat penguasaan materi (mastery learning), siklus dimulai dari pembelajaran mandiri, dilanjutkan dengan pembelajaran secara e-learning, kemudian

Volume 32 Nomor 122 Juli-September 2020 Warta Bappeda

23


dilakukan tatap muka selanjutnya diaplikasikan di tempat kerja. Peserta pembelajaran yang telah lulus dan mendapatkan sertifikat dapat menjadi anggota Community of Practice sehingga keahliannya dapat terus ditingkatkan dan disebarkan. Selain itu, terdapat berbagai variasi penyampaian pembelajaran yang dapat dipilih, dimana siklus bersifat parsial sesuai dengan kebutuhan. Setelah desain pembelajaran tersebut diimplementasikan, maka dilakukan evaluasi sampai dengan tahap pengukuran dampak terhadap pencapaian target-target yang ada di dalam visi dan misi. Learning Architecture, selain sarana prasarana yang ada, arsitektur pembelajaran ditopang juga dengan adanya berbagai fasilitas pembelajaran konvensional, juga platform p e m b e l a j a r a n e l e k t r o n i k y a i t u Le a r n i n g Management System (LMS), serta berbagai moda pembelajaran secara sharing yaitu coaching dan mentoring, Rumah ASN, Lembaga Sertifikasi, serta berbagai diklat teknis yang telah terakreditasi. Hal ini dapat mendukung terjadinya pembelajaran secara sistematis dan terstruktur. Learning System, berkaitan erat dengan Knowledge Management, sistem pembelajaran yang dikembangkan perlu mewadahi berbagai inovasi dan perkembangan teknologi terkini. Untuk itu, dikembangkan Research and Development unit, selain mengembangkan assessment center yang sudah ada sekarang. Integrasi berbagai data ASN, l e a r n i n g j o u r n e y b e r i k u t p e r ke m b a n g a n kompetensi setiap individu pegawai akan tersimpan dalam sebuah sistem yang terintegrasi dan dapat digunakan untuk berbagai keperluan.

PENUTUP Seiring dengan pelaksanaan tahapan awal dari pelaksanaan Jabar Corpu, konsep dan grand design ini terus diperbaiki dan disempurnakan. Pada bulan Oktober 2020 yang lalu, konsep Corpu Jabar Juara telah dipresentasikan oleh Kepala BPSDM Provinsi Jawa Barat, Dr. Ir. Dicky Saromi, M.Sc, pada sebuah webinar tentang Corporate University yang diselenggarakan oleh Pemerintah Provinsi Riau. Tidak kurang dari 340 peserta dari berbagai provinsi hadir dan merespon konsep Corpu Jabar Juara ini secara luar biasa antusias. Apabila Pe m e r i n t a h P r o v i n s i J a w a B a r a t s u k s e s 24 Warta Bappeda Volume 32 Nomor 122 Juli-September 2020

mengembangkan konsep Corporate University, dapat menjadi pilot project dan contoh bagi daerah lainnya. Sebagai penutup, setelah rangkaian pembahasan yang cukup intensif, pada hari Selasa, tanggal 3 November 2020, telah dilakukan penandatanganan Nota Kesepahaman tentang Pengembangan Kompetensi melalui Corporate


DAFTAR Pustaka

Univer sity di Jawa Barat, antara Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kepala Lembaga Administrasi Negara, dan Gubernur Jawa Barat. Selanjutnya, juga akan dilakukan penandatanganan Kesepahaman Bersama antara Gubernur Jawa Barat dengan Direktur Utama Telkom untuk memberikan fasilitasi dan pendampingan Jabar Corpu Center.

Foto-foto: bpsdm.jabarprov.go.id

Allen, Mark.D. (ed), 2006. The Corporate University Handbook: Designing, Growing, and Managing a Succesful Program, Oxford University Press. BPSDM Jabar, 2020. Bahan Paparan Kepala BPSDM Provinsi Jawa Barat Dr. Ir. Dicky Saromi, M.Sc. di Provinsi Riau, Oktober 2020, tidak dipublikasikan. Paton, Rob., et al. 2005. Handbook of Corporate University Development, Gower Publishing Company, England. Ramelan, M. 2018. Coorporate University Bukanlah Universitas, PPM Management Artikel (tersedia di https://ppmmanajemen.ac.id/blog/artikel-manajemen18/post/corporate-university-bukanlahuniversitas-1405 diakses tanggal 8 Desember 2018) Gonzales, Didina. 2017 Understanding and Contextualizing Corporate University, Personal Development Series, (tersedia di https://evolllution.com/revenuestreams/professional_development/understan ding-and-contextualizing-corporateuniversities/diakses tanggal8Desember 2018). Aruman, Edhy. 2018. Membedah Praktek Corporate University di Indonesia, Majalah Swa Online, (tersedia di https://swa.co.id/swa/review/bookreview/membedah-praktik-corporateuniversity-di-indonesia diakses 8 Desember 2018). Yusuf, Amri. 2018. Meluruskan Esensi Corporate University, BUMN Track (tersedia di https://bumntrack.com/berita/meluruskanesensi-corporate-university diakses 8 Desember 2018).

Volume 32 Nomor 122 Juli-September 2020 Warta Bappeda

25


Foto: Humas Bappeda

26

Warta Bappeda Volume 32 Nomor 122 Juli-September 2020


WAWA S A N PERENCANAAN

Membangkitkan Kembali Usaha Pariwisata di Masa Pandemi Covid-19 Oleh Ane Carolina* Nisa Syifa Rahimah**

Abstrak

P

andemi COVID-19 menyebabkan permasalahan global yaitu kontraksi terhadap perekonomian antara lain usaha pariwisata. Sebaran COVID-19 di Jawa Barat masih terus meningkat, hal ini menyebabkan usaha pariwisata semakin tertekan. Faktor pekerja dan pengusaha merupakan faktor utama dalam suatu industri, bagaimana menciptakan iklim usaha yang layak m e r u pa k a n t a n t a n g a n s e m u a p i h a k u n t u k mewujudkan Sustainable Development Goals (SDGs) tujuan ke-delapan yaitu pekerjaan yang layak dan pertumbuhan ekonomi. Kontribusi pariwisata terhadap perekonomian Jawa Barat diukur dari sektor akomodasi dan makan minum. Makan minum dibedakan menjadi restoran, rumah makan dan cafe.

*) Analis Program dan Kegiatan Bappeda Provinsi Jawa Barat **) Tenaga Pengolah Data dan Infogras


Sasaran dalam penelitian ini adalah pekerja cafe untuk membatasi jumlah responden. Tujuan penelitian adalah untuk melihat permasalahan pada pengusaha dan melihat kondisi perekonomian pekerja. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode pengumpulan data primer dengan kuesioner terhadap pekerja dan wawancara terhadap pengusaha. Metode analisis data menggunakan analisis kuantitatif statistik tabulasi silang (crosstabs) dan analisis uji signifikansi peringkat bertanda Wilcoxon (Wilcoxon Signed Rank Test). Kesimpulan terjadi perbedaan yang signifikan antara kondisi ekonomi pekerja cafe pendukung pariwisata sebelum dan setelah ada pandemi COVID-19. Dampak pandemi COVID-19 menyebabkan peningkatan yang signifikan terhadap jumlah pekerja dengan pengeluaran di bawah garis kemiskinan sebesar 34,29 persen. Rekomendasi penelitian ini adalah agar Pemerintah Provinsi Jawa Barat bekerja sama dengan Pemerintah Republik Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia untuk melakukan pemulihan ekonomi usaha pariwisata dan diversifikasi usaha bagi pekerja dengan membangun inkubator bisnis agar tercipta iklim usaha yang layak bagi pelaku usaha pariwisata dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi sesuai dengan agenda Sustainable Development Goals (SDGs). Kata-kunci: pandemi COVID-19, ekonomi, pelaku, pariwisata, SDGs

Foto: Istimewa

pendahuluan Coronavirus Desease 2019 (COVID-19) yang berasal dari Wuhan Tiongkok telah menyebar ke hampir seluruh negara dan menyebabkan pandemi menjadi permasalahan global dan membutuhkan penanganan bersama. Berbagai kebijakan yang dilakukan untuk menekan penyebaran COVID-19 seperti penutupan sekolah, penutupan beberapa kegiatan bisnis dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) mengakibatkan penurunan tingkat mobilitas di dalam dan ke luar negeri, konsumsi dan investasi. Ekonomi beberapa mitra bisnis Indonesia termasuk mitra Jawa Barat terkontraksi sebagai akibat pembatasan aktivitas penduduk untuk mengendalikan penyebaran COVID-19 termasuk bisnis usaha pariwisata Jawa Barat. Intervensi terhadap pengendalian sebaran COVID-19 memberikan dampak terhadap pemberhentian kegiatan ekonomi, sehingga masyarakat mengalami kehilangan pendapatan. Kehilangan pendapatan ini harus segera diberi insentif agar tidak melebihi batas toleransi yang dapat menimbulkan keresahan sosial, sebagaimana dijelaskan pada gambar ini:

28

Warta Bappeda Volume 32 Nomor 122 Juli-September 2020

Gambar 1. Upaya Meratakan Kurva Penyebaran Pandemi COVID-19

Sumber: Bappenas, 2020


Selain itu, Pemerintah juga memberikan kebijakan stimulus kepada kelompok rentan dan dunia usaha agar tidak terjadi kebangkrutan. Stimulus dan insentif Pemerintah diberikan kepada pengusaha dan pekerja agar aktivitas bisnis dan ekonomi tetap berjalan dan terus tumbuh.

bawah garis kemiskinan. Garis kemiskinan Jawa Barat per kapita per bulan pada Maret 2020 adalah Rp410.988,00. Dengan demikian upaya-upaya untuk menjadikan usaha pariwisata menjadi usaha yang layak dan tidak ditinggalkan oleh pengusaha maupun pekerja menjadi penting.

Kunci dari pelaksanaan kegiatan di masa pandemi adalah protokol kesehatan, yang didalamnya terdapat aturan pembatasan jarak sosial ataupun okupansi keterisian ruang. Meskipun protokol kesehatan diutamakan, namun protokol ekonomi juga harus tetap dijalankan. Menurut Acep Purqon (2020) yang dimaksud protokol ekonomi adalah ketahanan ekonomi keluarga yang dapat dilaksanakan melalui pengembangan ekonomi mikro seperti UMKM atau urban farming. Protokol kesehatan dan protokol ekonomi hendaknya tidak ditabrakkan agar berjalan selaras sehingga masyarakat tetap terhindar dari infeksi COVID-19 dan kegiatan ekonomi tetap berjalan.

Sektor yang paling terdampak diprediksi sektor pariwisata. Sektor pariwisata Jawa Barat merupakan sektor unggulan karena sejak tahun 2013 diketahui p e r t u m b u h a n n y a t e r u s p o s i t i f. H a l i n i mengindikasikan bahwa sektor pariwisata memiliki dampak berganda (multiplier effect) dan penyerapan tenaga kerja yang besar. Pariwisata Jawa Barat dalam RPJMN 2019-2024 masuk dalam 11 destinasi potensial yaitu BandungPangandaran. Dalam RPJMD Provinsi Jawa Barat 2018-2023, pariwisata diandalkan menjadi lokomotif perekonomian Jawa Barat, sebagaimana dijelaskan pada gambar di bawah ini:

Berdasarkan data BPS (2020), pertumbuhan ekonomi Jawa Barat terkontraksi cukup signifikan, yaitu 5,07 persen pada tahun 2019 menjadi 2,73 persen pada triwulan I tahun 2020 dan -5,98 persen pada triwulan II tahun 2020. Kontribusi usaha pariwisata (akomodasi dan makan minum) terhadap Produk Domestik Regioanl Bruto (PDRB) Jawa Barat Triwulan II Tahun 2020 year-on-year (yoy) juga terkontraksi sangat dalam dibandingkan usaha lainnya yaitu -22,63 persen. Dalam jangka panjang pandemi COVID-19 akan berdampak pada tingkat kemiskinan. Berdasarkan laporan dari Dinas Tenaga Kerja Provinsi Jawa Barat pada Bulan Juli 2020, Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi dengan tenaga kerja paling terdampak COVID-19 di Indonesia yaitu 15,96 persen dari jumlah tenaga kerja terdampak secara nasional. Jumlah tenaga kerja pariwisata yang dirumahkan adalah 8,24 persen dan PHK 6,43 persen. Hal tersebut harus menjadi salah satu perhatian karena faktor pekerja merupakan faktor utama dalam suatu usaha. Pe r l i n d u n g a n s o s i a l te r h a d a p p e ke r j a merupakan hal yang harus dilaksanakan. Upaya tersebut untuk melindungi penurunan daya beli (konsumsi) sehingga pekerja pariwisata tidak memiliki daya beli di bawah garis kemiskinan dan masuk kategori penduduk miskin. Menurut BPS, penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di

Gambar 2. Prediksi sektor yang potensial tumbuh dan sektor yang potensial terdampak

Sumber : Dcode EFC Analisis, 2020

Tujuan Pembangunan secara internasional yang telah disepakati adalah Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals (SDGs). SDGs pilar ke-delapan mengamanatkan “Pekerjaan Yang Layak dan Pertumbuhan Ekonomi”. Foto: Humas Bappeda Sejalan dengan hal tersebut maka pemerintah pusat, pemerintah daerah dan pemangku kepentingan terkait harus bersama-sama melakukan program pemulihan untuk membangkitkan ekonomi dimasa pandemi khususnya usaha pariwisata. Hal tersebut untuk menjadikan usaha pariwisata layak sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional maupun daerah. Volume 32 Nomor 122 Juli-September 2020 Warta Bappeda

29


Metode Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif atau mixed-method (Creswell, 2008). Pengumpulan data primer melalui pendistribusian kuesioner dan wawancara terhadap 35 responden pekerja pariwisata pada cafe di wilayah Metropolitan Bandung Raya yaitu Kota Bandung, Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung. Selain itu juga dilakukan wawancara kepada pemilik café terkait kendala dan harapan program dari pemerintah untuk meningkatkan kelancaran usaha yang sedang dijalani. Metode analisis data menggunakan analisis data kuantitatif. Jenis analisis statistik yang digunakan adalah analisis tabulasi silang (crosstabs) dan analisis signifikansi uji peringkat bertanda Wilcoxon (Wilcoxon Signed Rank Test) dengan software SPSS. Analisis signifikansi uji peringkat bertanda Wilcoxon digunakan untuk menganalisis hasil-hasil pengamatan yang berpasangan dari dua data (sebelum dan sesudah pandemi COVID-19) apakah berbeda atau tidak. Analisis ini untuk menguji signifikansi kondisi ekonomi pada variabel pendapatan, pengeluaran, pendapatan satu keluarga dan pengeluaran satu keluarga. Jika dalam uji signifikansi didapat hasil pvalue lebih kecil dari α (0,05) maka terdapat perbedaan yang signifikan antara kondisi sebelum dan setelah ada pandemi COVID-19 pada masingmasing variabel. Foto: Humas Bappeda

Kajian Pustaka Konsep Pariwisata World Tourism Organization (WTO) dan International Union of Official Travel Organization (IUOTO) mendefinisakan wisatawan sebagai setiap pengunjung yang tinggal paling sedikit 24 jam namun tidak lebih dari 6 bulan ditempat yang 30

Warta Bappeda Volume 32 Nomor 122 Juli-September 2020

dikunjunginya dengan maksud antara lain berlibur, rekreasi, bisnis, olahraga, mengunjungi taman dan keluarga, menghadiri pertemuan atau konferensi, ataupun kegiatan keagamaan. Pariwisata berdasarkan pengertian World Tourism and Travel Council (WTTC) adalah seluruh kegiatan orang yang melakukan perjalanan ke dan tinggal di suatu tempat di luar lingkungan


kesehariannya dalam jangka waktu tidak lebih dari setahun untuk bersantai, bisnis ataupun lainnya. Adapun Badan Pusat Statistik mendefinisikan setiap pengunjung yang tinggal kurang dari 24 jam di tempat yang dikunjunginya sebagai pelancong. Pendit dan Nyoman (2011) menyatakan bahwa pariwisata terdiri dari kegiatan-kegiatan seperti wisata budaya, wisata kesehatan, wisata kuliner, wisata pendidikan, wisata keagamaan, wisata bisnis, wisata industri, wisata konvensi, wisata politik, wisata sosial, wisata bulan madu, wisata cagar alam, wisata penelitian, wisata bahari, wisata cagar alam, dan wisata petualangan. Pariwisata sudah diakui sebagai industri besar, dapat dilihat dari sumbangan terhadap pendapatan dan penyerapan tenaga kerja (Pitana & Gayatri, 2005). Perkembangan pariwisata sebagai sebuah industri tidak terlepas dari permintaan (demand) dan penawaran (supply). Perkembangan industri pariwisata yang sangat dinamis dan terus diperkuat oleh kemajuan kesejahteraan ekonomi di dunia menyebabkan sektor pariwisata saat ini mengambil peran penting dalam pembangunan perekonomian (Subanti, 2011). Permintaan Menurut Sinclair dan Stabler (1997) fungsi permintaan dari pariwisata pada suatu periode tertentu dipengaruhi oleh pendapatan asli dari negara asal, harga relatif antara negara asal dan negara tujuan, nilai tukar antara negara asal dan negara tujuan, biaya transportasi antara negara asal dan negara tujuan dan ada variabel dummy untuk memperhitungkan hal-hal yang bersifat sosial kemasyarakatan ataupun gejolak politik. Dikuatkan oleh Carey (1991), Lise & Tol (2002) bahwa permintaan pariwisata dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain yaitu harga, harga substitusi, pendapatan, selera, biaya promosi, kepadatan penduduk, situasi sosial politik, keamanan, jarak dan transportasi (aksesibilitas). Penawaran Dari sisi penawaran dapat dijelaskan bahwa penawaran adalah semua bentuk daya tarik wisata, kelancaran perjalanan dan fasilitas pelayanan yang dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan wisatawan selama berkunjung di daerah tujuan wisata (Yoeti, 2008). Penawaran pariwisata

merupakan produk gabungan yang melibatkan transportasi, akomodasi, katering, hiburan, agen perjalanan dan lainnya. Pariwisata sebagai Pendorong Pertumbuhan Ekonomi Kemajuan ekonomi suatu daerah menunjukkan keberhasilan pembangunan ekonomi di wilayah tersebut dengan indikator meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Pariwisata memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi melalui beberapa jalur (Bride et al, 2010). Pertama, sektor pariwisata sebagai penghasil devisa untuk memperoleh barang modal yang digunakan dalam proses produksi (McKinnon, 1964). Kedua, pengembangan pariwisata menstimulus investasi di bidang infrastruktur (Dwyer & Forsyth, 2006). Ketiga, pengembangan sektor pariwisata mendorong pengembangan sektor-sektor ekonomi lainnya melalui direct, indirect dan induced effect (Spurr, 2006). Keempat, pariwisata ikut berkontribusi dalam peningkatan kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan (Lee & Chang, 2008). Kelima, pariwisata menyebabkan positive economics of scale (Weng & Wang, 2004). Pariwisata juga merupakan faktor penting dalam penyebaran technical knowledge, mendorong research and development, dan akumulasi modal manusia (Blake et al, 2006). Perkembangan pariwisata juga mendorong dan mempercepat pertumbuhan ekonomi. Kegiatan pariwisata menciptakan permintaan, baik konsumsi maupun investasi yang dapat menimbulkan kegiatan produksi barang dan jasa baik untuk dibawa pulang maupun untuk memenuhi kebutuhan wisatawan selama berada di tempat wisata. Dalam usaha memenuhi permintaan wisatawan diperlukan investasi di bidang transportasi dan komunikasi, perhotelan dan akomodasi, industri kerajinan dan industri produk konsumen, industri jasa, rumah makan (Spillane, 2001). Sektor pariwisata berperan penting dalam meningkatkan perekonomian suatu negara, khususnya dalam mengurangi jumlah pengangguran dan meningkatkan produktivitas suatu negara (Jaffe & Pasternak, 2004). Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor strategis yang harus dimanfaatkan untuk pembangunan kepariwisataan sebagai bagian dari pembangunan nasional.

Volume 32 Nomor 122 Juli-September 2020 Warta Bappeda

31


Foto-foto: Istimewa

Terdapat beberapa teori per tumbuhan ekonomi, antara lain adalah Teori Pertumbuhan Solow dengan unsur Human Capital. Teori ini memasukkan unsur Human Capital sebagai unsur yang berpengaruh terhadap pertumbuhan. Human capital berperan sama dengan capital yang bersifat fisik.

Café berasal dari kata Coffee yang artinya kopi, sehingga cafe identik dengan tempat minum kopi. Biasanya cafe hanya menawarkan menu makanan kecil sebagai pendamping kopi, sehingga cafe lebih cocok untuk tempat duduk-duduk, bersantai ataupun berdiskusi dibandingkan sebagai tempat makan.

Pengukuran dampak ekonomi pariwisata terhadap pertumbuhan perekonomian nasional dikenal dengan Tourism Satellite Account (TSA) atau Neraca Satelit Pariwisata Nasional (NESPARNAS). NESPARNAS mengacu pada UN System of National Accounts yang menampilkan definisi dan klasifikasi yang digunakan untuk survey sesuai standar internasional.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dengan mendistribusikan 35 kuesioner kepada pekerja cafe, dan dilakukan analisis uji silang (crosstabs) terhadap variabel-variabel uji, didapat hasil seperti pada Gambar 3. Mayoritas responden menyatakan bahwa pendapatan pribadi maupun pendapatan satu keluarga sebelum pandemi COVID-19 lebih tinggi daripada setelah ada pandemi COVID-19.

Dalam pengukuran kontribusi pariwisata t e r h a d a p p e r e ko n o m i a n d i p e r h i t u n g k a n keterkaitan komponen ekonomi pariwisata dengan sektor ekonomi lainnya, sehingga terhitung transaksi ekonomi yang berhubungan dengan permintaan dan penawaran barang dan jasa terkait pariwisata. Komponen yang dihitung adalah konsumsi wisatawan manca negara, konsumsi wisatawan nusantara, investasi pariwisata, pengeluaran wisatawan nasional dan pengeluaran promosi pariwisata sebagai fungsi dari nilai jual objek wisata yang diyakini berpengaruh terhadap berbagai perubahan pertumbuhan ekonomi domestik. Untuk perhitungan kontribusi pariwisata terhadap PDRB Provinsi Jawa Barat digunakan komponen konsumsi wisatawan mancanegara, konsumsi wisatawan nusantara, pengeluaran wisatawan mancanegara dan pengeluaran wisatawan nasional yang dalam sektor ekonomi masuk ke dalam kategori akomodasi dan makan

32

Warta Bappeda Volume 32 Nomor 122 Juli-September 2020

Tidak ada responden yang menyatakan bahwa pendapatan pribadi ataupun pendapatan satu keluarga setelah ada pandemi COVID-19 lebih besar daripada pendapatan sebelum pandemi COVID-19. Namun demikian terdapat responden yang menyatakan bahwa pendapatan sebelum pandemi COVID-19 sama atau tidak ada perbedaan dengan pendapatan setelah ada pandemi COVID19. Sebanyak 2 dari 35 responden menyatakan bahwa pengeluaran satu keluarga setelah ada pandemi COVID-19 lebih besar daripada sebelum pandemi. Kedua responden ini berprofesi sebagai satpam yang mengeluarkan konsumsi rumah tangga lebih banyak setelah ada pandemi dengan alasan menjaga stamina dan imun agar tidak terinfeksi COVID-19. Di sisi lain terjadi peningkatan harga barangbarang konsumsi di pasaran karena terganggunya rantai pasok barang kebutuhan sehari-hari karena


penetapan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di berbagai wilayah di Indonesia dan lockdown pada beberapa negara. Dampak yang terjadi terhadap kedua responden dengan profesi satpam tersebut adalah memiliki hutang karena tidak ada penambahan pendapatan dari tempat mereka bekerja. Penelitian ini menggunakan analisis signifikansi uji peringkat bertanda Wilcoxon (Wilcoxon Signed Rank Test) terhadap pendapatan, pengeluaran, pendapatan satu keluarga dan pengeluaran satu keluarga. Hasil analisis uji signifikansi peringkat bertanda Wilcoxon untuk berbagai variabel didapatkan hasil seperti yang terlihat pada tabel 2. Dari hasil analisis uji signifikansi tabel 2 dapat diketahui bahwa pandemi COVID-19 memberikan dampak yang signifikan terhadap pendapatan per bulan, pengeluaran per bulan, pendapatan satu keluarga per bulan dan pengeluaran satu keluarga per bulan. Tabel 1. Kondisi Pendapatan dan Pengeluaran Pekerja Cafe Pendukung Pariwisata Baik Pribadi maupun Satu Keluarga pada Masa Sebelum dan Sesudah Ada Pandemi COVID-19 Variabel

Sebelum > sesudah

sebelum = sesudah

Sesudah > sebelum

Pendapatan

28

7

0

Pengeluaran

26

8

1

Pendapatan satu keluarga

20

15

0

Pengeluaran satu keluargan

20

13

2

Sumber: Hasil Analisis, 2020

Tabel 2. Uji Signifikansi Peringkat Bertanda Wilcoxon Antara Kondisi Sebelum dan Sesudah Pandemi COVID-19 Variabel

p-value

Kesimpulan

Pendapatan

0,000002

Terdapat perbedaan yang signifikan antara Pendapatan

Pengeluaran

0,000008

Pendapatan Satu

0,000074

Perbulan sebelum dan setelah COVID-19 Terdapat perbedaan yang signifikan antara Pengeluaran Perbulan sebelum dan setelah COVID-19 Keluarga Pendapatan Satu Keluarga

Terdapat perbedaan yang signifikan antara Pendapatan Keluarga Perbulan sebelum dan setelah COVID-19

0,000125

Terdapat perbedaan yang signifikan antara Pengeluaran Keluarga Perbulan sebelum dan setelah COVID-19

Sumber: Hasil Analisis, 2020

Pandemi COVID-19 menyebabkan permintaan pariwisata menurun. Dalam teori permintaan pariwisata dikenal variabel dummy yaitu variabel untuk memperhitungkan hal-hal yang bersifat sosial kemasyarakatan ataupun gejolak politik. Pandemi COVID-19 merupakan gangguan yang bersifat sosial kemasyarakatan. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Carey (1991), Lise & Tol (2002) bahwa faktor permintaan dipengaruhi oleh keamanan. Pandemi COVID-19 merupakan ancaman kesehatan bagi semua dan menyebabkan

ketidakamanan bagi wisatawan untuk berwisata keluar daerah terlebih keluar dari suatu negara. Kebijakan pembatasan sosial (social distancing) baik antar negara (lockdown) maupun di dalam negeri untuk menghindari meluasnya penyebaran COVID-19 menyebabkan tidak dimungkinkannya orang berkerumun di tempat wisata. Kebijakan daerah yang mensyaratkan okupansi ruang 50 persen pada tempat wisata maupun rumah makan dalam rangka physical distancing m e n ye ba b k a n b e r k u r a n g n y a p e n d a pa t a n Volume 32 Nomor 122 Juli-September 2020 Warta Bappeda

33


pengusaha terutama pengusaha cafe. Pembatasan jam operasional layanan yang hanya sampai pukul 21.00 WIB, tentu menyebabkan turunnya pendapatan kotor (omset) dari pengusaha. Ditambah lagi dengan perpanjangan PSBB karena dampak sebaran COVID-19 yang terus meningkat, menyebabkan masyarakat enggan untuk keluar rumah dan melakukan kegiatan wisata atau ekonomi. Kesulitan lain yaitu kewajiban untuk pembayaran kredit usaha dan pembayaran tagihan listrik. Turunnya omset menyebabkan pengusaha tidak bisa menghindari penyesuaian. Dampak dari okupansi ruang 50 persen dan pembatasan jam buka usaha menyebabkan jumlah pengunjung yang dilayani hanya 50 persen dari kapasitas normal, sehingga pada sebagian cafe diberlakukan sistem kerja bergantian (shift). Sebelum pandemi COVID-19 pekerja melakukan kerja 30 hari sebulan, sekarang mereka bekerja 15 hari dalam satu bulan. Hal ini tentu berdampak pada penurunan pendapatan pekerja, yang semula full sesuai Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) namun sekarang hanya separuhnya. Kebijakan penyesuaian upah pekerja ini berbeda-beda pada setiap usaha, ada yang diturunkan hingga 20 persen, 30 persen, 50 persen, bahkan ada yang sampai 60 persen. Kebijakan penyesuaian upah pada sebagian cafe karena terjadi penyesuaian jam kerja. Hal ini berpengaruh pada daya beli pekerja sehingga harus segera direspon dengan program pemulihan ekonomi yang tepat agar usaha bisa berjalan normal dan pendapatan pekerja kembali normal. Tabel 3. Pekerja dengan Tingkat Pengeluaran Dibawah Garis Kemiskinan (DGK) Sebelum dan Setelah Ada Pandemi COVID-19 Sebelum COVID-19

Setelah ada COVID-19

Frekuensi

%

Frekuensi

%

7

20,00

19

54,29

Tidak Miskin

28

80,00

16

45,71

Total

35

100

35

100

Keterangan Miskin

Tabel 3 menjelaskan tingkat pekerja cafe pendukung pariwisata Jawa Barat dengan tingkat pengeluaran DGK sebelum dan setelah ada pandemi COVID-19. Tujuh dari 35 responden (20 persen) sudah berada dibawah garis kemiskinan sejak sebelum COVID19. Setelah ada pandemi COVID-19, terjadi peningkatan jumlah responden dengan tingkat pengeluaran dibawah garis kemiskinan yaitu 18 dari 35 responden atau setara 54,29 persen. Pe r b a n d i n g a n p e r s e n t a s e pekerja dengan konsumsi DGK sebelum dan setelah pandemi COVID-19 sebagaimana dijelaskan pada gambar berikut:

Gambar 3. Proporsi Pekerja Dengan Tingkat Pengeluaran Dibawah Garis Kemiskinan

Pekerja dengan Pengeluaran di Bawah Garis Kemiskinan 60.00%

54.29%

50.00% 40.00% 30.00% 20.00%

20.00%

10.00% 0.00% Sebelum Covid19

Sesudah Covid19

Miskin

34 Warta Bappeda Volume 32 Nomor 122 Juli-September 2020

Sumber: Hasil penelitian diolah, 2020


Dari gambar 3 diketahui bahwa terjadi peningkatan jumlah pekerja yang berada dibawah garis kemiskinan akibat pandemi COVID-19 sebesar 34,29 persen. Setelah dilakukan analisis signifikansi uji peringkat bertanda Wilcoxon pada tingkat pengeluaran pekerja yang berada di bawah garis kemiskinan sebelum dan pada masa pandemi COVID-19 diperoleh nilai p-value yaitu 0,001. Nilai p-value< 0,05, artinya terjadi perbedaan yang signifikan terhadap perbedaan jumlah pekerja cafe yang berada dibawah garis kemiskinan pada masa sebelum dan pada masa pandemi COVID-19. Kondisi ini sejalan dengan data yang dikeluarkan BPS yaitu terjadi peningkatan jumlah penduduk miskin Jawa Barat yaitu 6,82 persen pada Bulan September 2019 menjadi 7,88 persen pada Maret 2020. Gambar 4. Kebijakan Okupansi Ruang 50 persen di Café

pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu harus dirumuskan program-program untuk menjadikan sektor pariwisata menjadi sektor pekerjaan yang layak dan dapat meningkatkan daya beli serta keberlanjutan ekonomi pekerja di sektor tersebut. Perbaikan kondisi ekonomi pekerja tidak bisa terlepas dari perbaikan kondisi ekonomi pengusaha. Perbaikan kondisi perekonomian juga tidak bisa dilakukan satu kali waktu namun berkelanjutan sampai pada waktu yang diprediksi dapat normal kembali. Kondisi perekonomian ini sangat dipengaruhi oleh penemuan vaksin COVID19, lamanya waktu untuk produksi massal serta pemberian vaksin COVID-19 untuk seluruh penduduk di Jawa Barat. Untuk itu perlu dirumuskan strategi dan tahapan program pemulihan ekonomi sektor pariwisata Jawa Barat yang ditujukan untuk pemulihan ekonomi pekerja dan pengusaha.

Gambar 5. Salah Satu Cafe Yang Tutup Pada Masa Pandemi

Foto: Dokumentasi pribadi, 2020

Foto: Dokumentasi pribadi, 2020

Berdasarkan Teori Pertumbuhan Ekonomi Solow dengan Human Capital bahwa pekerja merupakan modal yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Dilihat dari tingginya peningkatan persentase penduduk miskin pekerja pariwisata, tentu sektor pariwisata bisa menjadi sektor pekerjaan yang bisa dikatakan tidak layak. Hal ini tidak sejalan dengan amanat Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau SDGs pada pilar 8 terkait pekerjaan yang layak dan

Strategi pemulihan ekonomi dibagai dalam tiga tahap, yaitu : Tahap 1 adalah Rescue/Penyelamatan (20202021). Pada tahap ini program yang dirumuskan untuk menyelamatkan pekerja adalah pemberian bantuan sosial sembako diutamakan berupa uang, insentif kepemilikan BPJS Ketenagakerjaan, bantuan APD, melaksanakan diklat 3 in 1 (pelatihan, sertifikasi, penempatan kerja) bagi pekerja yang diPHK atau dibawah garis kemiskinan, melakukan Volume 32 Nomor 122 Juli-September 2020 Warta Bappeda

35


peningkatan kualitas SDM untuk mendukung keunggulan protokol kesehatan. Program yang dirumuskan untuk menyelamatkan pengusaha adalah bantuan insentif pajak , bantuan permodalan, restrukturisasi kredit, penurunan tarif PLN bagi usaha. Upaya lain adalah diskon masuk atau permainan pada objek wisata dan bantuan promosi dari pemerintah, biaya promosi umumnya 30 persen dari biaya produksi. Jika kunjungan wisatawan pada objek wisata tinggi maka permintaan terhadap hotel dan rumah makan juga akan meningkat, akibatnya pendapatan yang diperoleh baik pengusaha maupun pemerintah juga meningkat. Gambar 6. Contoh Program Diskon dan Promosi yang Telah Dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk Wisata Pantai

Sumber: Disparbud Provinsi Jawa Barat, 2020

Gambar 7. Contoh Program Diskon dan Promosi yang Telah Dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk Wisata Arung Jeram

Sumber: Disparbud Provinsi Jawa Barat, 2020 36

Warta Bappeda Volume 32 Nomor 122 Juli-September 2020

Hastag “DIJABARSAJA” juga merupakan cara kreatif dan efektif untuk meningkatkan keyakinan wisatawan bahwa berwisata di Jawa Barat adalah aman. Program diskon dan pariwisata antara lain dilakukan pada wisata pantai, arung jeram, paralayang, camping, kuliner, tour motor besar (big bike touring), wisata udara, wisata bersepeda (bike packing) dan wisata aneka kopi. Program diskon dan promosi ini dapat terus dilanjutkan hingga tahun 2021. Berikut contoh ilustrasi program diskon dan promosi yang telah dilakukan Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

Gambar 8. Contoh Program Diskon dan Promosi yang Telah Dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk Wisata Paralayang

Sumber: Disparbud Provinsi Jawa Barat, 2020

Gambar 9. Contoh Program Diskon dan Promosi yang Telah Dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk Kuliner Nasi Jamblang

Sumber: Disparbud Provinsi Jawa Barat, 2020


Tahap 2 adalah Recovery/Pemulihan (20222023). Pada tahap ini program yang dirumuskan untuk menyelamatkan pekerja sebagai berikut: 1.

Meneruskan pemberian bantuan sosial sembako diutamakan berupa uang bagi pekerja yang berada dibawah garis kemiskinan;

2.

Mendorong agar semua pekerja memiliki BPJS Ketenagakerjaan;

3.

Melakukan pelatihan bagi pekerja agar paham terhadap e-digital;

4.

Bantuan APD;

5.

Melanjutkan pelaksanaan diklat 3 in 1.

Program yang dirumuskan untuk menyelamatkan pengusaha yakni: 1.

meningkatkan penjualan produk dengan Internet of Things (IoT);

2.

mendorong pengusaha untuk bekerjasama dengan marketplace (edigital/café go digital);

3.

mendorong pemerintah untuk melakukan rapat di cafe/membeli produk cafe untuk snack rapat;

4.

memberikan insentif pajak;

5.

memberikan izin okupansi hingga 100 persen;

6.

memberikan izin buka usaha 24 jam, mendorong variasi layanan (musik).

Salah satu inovasi yang dapat dilakukan adalah d i v e r s i fi k a s i u s a h a ba g i p e ke r j a d e n g a n membangun inkubator bisnis sebanyak mungkin dimana pekerja pariwisata dapat bekerja di sana untuk mengisi kekosongan 15 hari kerja dalam sebulan. Hal ini membutuhkan kerjasama antara pemerintah pusat dan daerah. Konsep wisata kopi from farm to table dapat diterapkan pada inkubator bisnis kuliner yang ada di Garut Trade Centre (GTC) Limbangan Kabupaten Garut. Pengunjung selain menikmati kopi juga dapat melakukan wisata edukasi sehingga memiliki pengalaman dalam cara memetik, mengeringkan biji kopi, menyangrai (roasting), meracik, serta menyajikan kopi mengingat lengkapnya peralatan di inkubator bisnis ini. Bantuan Dana Hibah dan Dana Alokasi Khusus (DAK) dari pemerintah pusat serta dukungan program provinsi dan keberadaan fasilitator yang

handal dapat mempercepat kesuksesan inkubator bisnis ini sehingga bisa didorong ekspor kopi. Teknik promosi antara lain dengan program “beli Gambar 10. Kondisi GTC Limbangan Garut sebelum COVID-19

Foto: Poros Garut .com, 2018

Gambar 11. Oven yang ada di GTC Limbangan

Foto: Dokumentasi Pribadi, 2020

C a r a l a i n y a n g p e r l u d i d o ro n g u n t u k diversifikasi kegiatan usaha pariwisata untuk mengisi waktu kosong tidak bekerja adalah dengan mendorong inkubator bisnis kerajinan ekonomi kreatif (ekraf). Dengan bantuan dana hibah dari pemerintah pusat dan program provinsi untuk bekerjasama dengan universitas serta bantuan fasilitator untuk melatih pembuatan produk, cara mengelola usaha dan cara ekspor maka inkubator bisnis studio dapur kerajinan di Kabupaten Tasikmalaya dapat melakukan ekspor ke New York, California dan Korea. Keberhasilan ini dapat direplikasi di berbagai wilayah di Jawa Barat. Sementara cafe ataupun fasilitas pendukung lain seperti hotel, restoran ataupun obyek wisata dapat dijadikan tempat untuk memasarkan produkproduk ekraf buatan pekerja pariwisata untuk pemasaran dalam negeri.

Volume 32 Nomor 122 Juli-September 2020 Warta Bappeda

37


Gambar 12. Produk ekraf yang siap dipasarkan baik kedalam maupun keluar negeri

Foto: Dokumentasi Pribadi, 2020

Gambar 13. Kunjungan ke Studio Dapur Kerajinan di Kabupaten Tasikmalaya

Foto: Dokumentasi Pribadi, 2020

Kesimpulan Tahap 3 adalah Normal/Penormalan (20242025). Pada tahap ini program yang dirumuskan untuk menyelamatkan pekerja yaitu: 1.

melakukan pelatihan hygiene dan sanitasi;

2.

melakukan pelatihan bagi pekerja agar tidak asing terhadap e-digital dan terus mendorong agar semua pekerja memiliki BPJS Ketenagakerjaan.

Program yang dirumuskan untuk menyelamatkan pengusaha adalah: 1. meningkatkan penjualan produk dengan IoT; 2. m e n d o r o n g p e n g u s a h a u n t u k bekerjasama dengan marketplace (edigital/cafe go digital); 3. m e n d o r o n g p e m e r i n t a h u n t u k melaksanakan rapat di cafe/membeli produk cafe sebagai makanan rapat; 4. m endorong m eni ngkatkan vari as i layanan, memasarkan produk UMKM lokal. Strategi, tahapan dan program pemulihan ekonomi usaha pariwisata di Jawa Barat tersebut merupakan upaya untuk membangkitkan usaha pariwisata baik dari sisi pekerja maupun pengusaha untuk meningkatkan kinerja sektor pariwisata. Upaya tersebut pada akhirnya untuk mewujudkan tujuan SDGs yaitu menciptakan pekerjaan yang layak dan pertumbuhan ekonomi.

38

Warta Bappeda Volume 32 Nomor 122 Juli-September 2020

Pandemi COVID-19 menyebabkan dampak yang signifikan terhadap kondisi perekonomian pekerja cafe pendukung pariwisata Jawa Barat. Terdapat perbedaan yang signifikan antara kondisi ekonomi sebelum dan pada masa pandemi COVID19 pada variabel pendapatan, pengeluaran, pendapatan satu keluarga dan pengeluaran satu keluarga per bulan. Adanya kebijakan PSBB, kebijakan pembatasan izin buka usaha sampai pukul 21.00 WIB, dan kebijakan okupansi ruang 50 persen menyebabkan terjadinya penyesuaian jam kerja pegawai yang berimbas pada pendapatan pekerja. Menurunnya pendapatan pekerja cafe menyebabkan penurunan pengeluaran (daya beli) sehingga terjadi perubahan yang signifikan terhadap pekerja dengan pengeluaran dibawah garis kemiskinan yaitu meningkat sebesar 34,29 persen. Pemberian dukungan berupa stimulus dan insentif kepada pengusaha dimaksudkan untuk mewujudkan iklim usaha sektor pariwisata yang sehat. Diversifikasi usaha bagi pekerja dapat dilakukan dengan menumbuhkan berbagai inkubator bisnis sehingga menghasilkan produk yang dapat dipasarkan di dalam negeri maupun ekspor. Berbagai upaya pemulihan ekonomi dilakukan untuk menciptakan pekerjaan yang layak dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi sektor pariwisata seperti yang tercantum dalam agenda SDGs.


Rekomendasi Berdasarkan kesimpulan penelitian direkomendasikan bahwa:

a.

Melaksanakan program pemulihan ekonomi yang bersumber dari dana APBN dan APBD,

b.

Melaksanakan diversifikasi usaha bagi pekerja pariwisata dengan membangun inkubator bisnis,

c.

Memberikan keringanan pajak daerah kepada pengusaha.

2. Institusi lain seperti Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan dapat memberikan kemudahan fasilitas pelayanan restrukturisasi kredit untuk meningkatkan kinerja sektor pariwisata bidang usaha café pendukung pariwisata Jawa Barat.

Daftar Pustaka Blake et al (2006). Tourism Productivity Evidence from The United Kingdom. Annals of Tourism Research, Vol.33, No.4,pp. 1099-1120. Great Britain. Elsevier Ltd. Brida et al (2010). The Tourism-Led-Growth Hypothesis for Uruguay. Reseachgate. Carey (1991). Estimation of Carribean Tourism Demand: Issues in Measurement and Methodology. Atlantic Economic Journal. New York. Creswell, J.W. (2008). Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches. California: Sage Publications, Inc. Dcode EFC Jaffe, E., & Pasternak, H. (2004). Developing wine trails as a tourist attraction in Israel. International Journal of Tourism Research, 6(4), 237-249. Lise, W., & Tol, R. S. (2002). Impact of climate on tourism demand. Climatic Change, 55 (4), 429 449 Lee, C., C.& Chang, C., P.(2008). Tourism Development and economic growth: A closer look at panels. Tourism Management. Elsevier. Ltd.

Foto: Humas Jabar

1. Pemerintah dan pemerintah daerah agar responsif dan cepat dalam kerjasama untuk:

in economic development and efficient aid allocation. Economic Journal, 74 (June), 388409. Pitana, I., G.& Gayatri, P., G.(2005). Sosiologi Pariwisata. Yogyakarta. Andi. Pendit dan Nyoman, S. (1994). Ilmu Pariwisata Sebuah Pengantar Perdana. Jakarta. PT. Pradnyah Pramita. Roscoe, J., T. (1975). Fundamental research statistics for the behavioral sciences. Agris.fao.org Siegel, Sidney. (1997). Statistik Nonparametrik, Alih bahasa: Zanzawi Sayuti dan Landung Simatupang, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama) Spillane, J. K. (2001). Ekonomi Pariwisata. Jakarta: Penerbit Kanisius. Dwyer, L. & Forsyth, P.(2006). International Handbook on The Economics of Tourism. Edward Elgar Publishing Limited. USA. Dwyer et al. (2006). Economic effects of the world tourism crisis on Australia. Tourism Economic, 12 (2), 171 – 186. Subanti, S. (2011). Analisis Permintaan Pariwisata di Kabupaten Semarang (Studi Empiris di Obyek Wisata Alam dan Sejarah). Disertasi Doktoral Program Pasca Sarjana Undip. Weng, C.,C.& Wang, K.,L. (2004). Scale and scope economies of international tourist hotels in Taiwan. Tourist Management. Elsevier. Yoeti, O. A. (2008). Ekonomi Pariwisata: Introduksi, informasi, dan implementasi. Jakarta (ID): Kompas.

McKinnon, R. (1964). Foreign exchange constraint

Volume 32 Nomor 122 Juli-September 2020 Warta Bappeda

39


WAWA S A N PERENCANAAN

Pembangunan Desa: Untuk Siapa? Penentuan Prioritas Pembangunan dengan Menggunakan Metode Rapid Rural Appraisal

Oleh Dyah Ayu Kusumaningtyas*

Rapid Rural Appraisal merupakan metode penilaian keadaan desa secara cepat, yang dalam pelaksanaannya lebih banyak dilakukan oleh pihak eksternal, tanpa atau bahkan sedikit melibatkan masyarakat setempat.

*) Pekerja Harian Lepas (Freelance) di Bidang Perencanaan Kota


Foto: Humas Bappeda

Volume 32 Nomor 122 Juli-September 2020 Warta Bappeda

41


Desa Ciberes terletak di jalur Pantai Utara Pulau Jawa (Pantura), berada di ruas jalur Jalan Raya Cikampek-Sukamandi, tepatnya di Jalan Pertamina Nomor 25. Jalur tersebut merupakan jalur nasional yang sering dan banyak dilalui kendaraan bermotor roda dua maupun roda empat serta kendaraan besar pengangkut barang. Kawasan pedesaan merupakan kawasan dimana penghidupan pokok masyarakatnya bersumber pada pengelolaan sumber daya alam yang ada di daerah pedesaan seperti pertanian, pekebunan dan lainnya (Rustiadi & Pranoto, 2007). Mayoritas mata pencaharian masyarakat di Desa Ciberes saat ini merupakan petani karena 74% luas lahan di Desa Ciberes merupakan lahan pertanian. Berdasarkan data dari Buku Kecamatan Patokbeusi Dalam Angka 2016, di Kecamatan Patokbeusi jumlah penduduk pra sejahtera adalah 5.699 jiwa, penduduk sejahtera I 12.561 jiwa, dan sejahtera II 5.791 dari 61.054 jiwa penduduk di Kecamatan Patokbeusi. Dari data tersebut, dapat dilihat bahwa saat ini penduduk Desa Ciberes masih banyak yang tergolong ke dalam penduduk sejahtera I dan pra sejahtera. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hal tersebut adalah pembangunan infrastruktur di Desa Ciberes.

42

Warta Bappeda Volume 32 Nomor 122 Juli-September 2020

Foto: Istimewa

P

embangunan desa, sejatinya sudah memiliki regulasi khusus yaitu wewenang yang diberikan kepada pengurus desa dalam hal ini lurah dan jajarannya untuk mengendalikan pembangunan desa yang didukung oleh UndangUndang dan Peraturan Presiden. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa Pasal 3 yang menyatakan bahwa “Pengaturan Desa berasaskan rekognisi, subsidiaritas, keberagaman, kebersamaan, kegotongroyongan, kekeluargaan, m u s y a w a r a h , d e m o k r a s i , ke m a n d i r i a n , partisipasi, kesetaraan, pemberdayaan dan keberlanjutan”. Sesuai dengan pasal tersebut, pemerintah desa wajib melibatkan masyarakat dalam pembangunan sehingga terbentuklah Musrenbangdes yang harus dilaksanakan di setiap desa. Pada kenyataannya, masih terdapat desa yang tidak menjalankan Musrenbangdes dalam penentuan prioritas pembangunan, salah satunya di Desa Ciberes. Masyarakat di Desa Ciberes tidak diikutsertakan dalam pengambilan keputusan sehingga banyak masyarakat yang tidak menikmati hasil pembangunan di Desa Ciberes, dalam hal ini diindikasikan pembangunan tidak tepat sasaran.

Pemerintah desa, dalam menentukan prioritas pembangunan seharusnya dibekali dengan analisis dan pengamatan secara menyeluruh untuk semua aspek baik yang dipengaruhi oleh pembangunan maupun yang mempengaruhi pembangunan. Jika Musrenbangdes tidak dapat memecahkan masalah dalam penentuan prioritas pembangunan, maka metode Rapid Rural Appraisal (RRA) dapat menjadi salah satu alternatif solusi dalam menyelesaikan permasalahan pembangunan di desa tersebut. RRA merupakan metode penilaian keadaan desa secara cepat, yang dalam pelaksanaannya lebih banyak dilakukan oleh pihak eksternal, tanpa atau bahkan sedikit melibatkan masyarakat setempat. Meskipun sering dikatakan sebagai teknik penelitian yang “cepat dan kasar/kotor” tetapi RRA dinilai masih lebih baik dibandingkan dengan teknik-teknik kuantitatif klasik. Menurut (Beebe , 1995) metode RRA menyajikan pengamatan yang dipercepat dan dilakukan oleh dua atau lebih pengamat atau peneliti, biasanya dengan latar belakang akademis yang berbeda. Metode ini bertujuan untuk menghasilkan pengamatan kualitatif bagi keperluan pembuat keputusan untuk menentukan perlu tidaknya penelitian tambahan dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan.


Metode RRA menggunakan lima teknik pengumpulan data dan tahapan yaitu metode kelompok FGD (Focus Group Discussion), analisis stakeholder, visualisasi diagram venn, identifikasi masalah pembangunan dengan problem tree, transect walk dan kemudian penyusunan program prioritas. Program prioritas atau problem ranking matriks untuk menentukan permasalahan sebaiknya diutamakan untuk dilaksanakan di Desa Ciberes. Untuk menetapkan prioritas masalah digunakan teknik diskusi kelompok. Hasil diskusi ini adalah prioritas masalah yang disepakati bersama (N.I, Nasir, & Khairunnisa, 2011). Metode Delbeq atau Nominal Group Technique (NGT) merupakan metode terstruktur yang digunakan untuk menggali lebih dalam kontribusi setiap peserta. NGT adalah salah satu quality tools yang bermanfaat dalam mengambil keputusan terbaik. Metode NGT dapat menggunakan skoring atau pembobotan (Supriyanto & Noman, 2007) yaitu dengan menjumlahkan hasil skor seluruh peserta sehingga didapat prioritas masalah. Untuk mencapai hasil yang maksimal, perumusan masalah sampai penentuan program prioritas dilaksanakan dengan menyelenggarakan tiga kali FGD melalui tahapan sebagai berikut: FGD 1 -Mengidentifikasi stakeholder yaitu visualisasi diagram venn dan peran stakeholder, -Mengidentifikasi permasalahan di Desa Ciberes

FGD 2: Menentukan long list ke shortlist dengan menggunakan pohon masalah

FGD 3: Menentukan prioritas masalah atau problem ranking matriks

STAKEHOLDER Hasil yang didapatkan dari identifikasi stakeholder di Desa Ciberes terdiri dari stakeholder individu dan stakeholder kelompok/organisasi, sebagai berikut:

Tabel 1. Daftar Stakeholder dalam Pembangunan di Desa Ciberes Stakeholder Individu Kepala Desa Ciberes Kepala Dusun Ketua RT/RW Tokoh Masyarakat

Stakeholder Kelompok/Organisasi Pemerintah Desa Ciberes Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) Karang Taruna Kelompok PKK Lembaga Swadaya Masyarakat Dewan Kemakmuran Mesjid (DKM) Ikatan Remaja Mesjid (IRMA) Petugas Penyuluh Lapangan (PPL)

Sumber : Hasil FGD 2018

Masyarakat Desa Ciberes pada umumnya kurang mempercayai pemerintah dalam p e m ba n g u n a n . A d a n y a ke t i d a kte r b u k a a n pemerintah terhadap pembangunan, menjadikan masyarakat acuh terhadap pembangunan yang

dilaksanakan oleh pemerintah, karena merasa tidak dilibatkan. Diagram Venn merupakan salah satu hasil dari pengumpulan data dengan menggunakan metode Rapid Rural Appraisal untuk mengetahui peran stakeholder dalam Volume 32 Nomor 122 Juli-September 2020 Warta Bappeda

43


pembangunan. Bentuk segitiga dan lingkaran melambangkan jenis stakeholder. Bentuk lingkaran melambangkan stakeholder lembaga/kelompok dan bentuk segitiga melambangkan stakeholder individu. Sedangkan ukuran menentukan pengaruh yang diberikan oleh stakeholder kepada masyarakat. Semakin besar ukuran maka semakin besar pengaruh yang diberikan, begitupula sebaliknya. Berikut ini merupakan hasil dari ilustrasi diagram venn yang telah disusun oleh masyarakat:

Gambar 1. Diagram Venn “Pengaruh Stakeholder Pembangunan di Desa Ciberes” Sumber : Hasil Focus Group Discussion, 2018

Beberapa masalah yang dikemukakan oleh masyarakat Desa Ciberes terdiri dari masalah mikro dan masalah makro. Permasalahan tersebut merupakan permasalahan utama menurut masyarakat. Masih banyak permasalahanpermasalahan yang dihadapi di Desa Ciberes. Ta h a p a n y a n g d i l a k u k a n u n t u k mengidentifikasi masalah pembangunan Desa Ciberes adalah: a. Mendiskusikan masalah pembangunan saat ini secara keseluruhan, mulai dari bidang pertanian, keseharan, keamanan, sarana dan prasarana umum, sosial dan administrasi menurut masyarakat yang menjadi peserta dalam kegiatan FGD. b. Dari tabel hasil diskusi mengenai masalah pembangunan desa tersebut, kemudian dibentuk pohon masalah atau problem tree untuk melihat inti dari permasalahan di Desa Ciberes. Pohon masalah ditentukan dalam kegiatan FGD yang diawali dengan penjelasan mengenai maksud dan tujuan dari pohon masalah, menjelaskan apa yang dimaksud dengan masalah-sebab-dampak yang akan menjadi isi dari pohon masalah tersebut. Kemudian memberikan daftar

44

Warta Bappeda Volume 32 Nomor 122 Juli-September 2020

permasalahan dari FGD sebelumnya dan hasil dari wawancara dengan tujuan untuk mengkonfirmasi kebenaran masalah dari pengumpulan data sebelumnya. Media yang digunakan dalam pembentukan pohon masalah adalah kertas dengan ketentuan warna: Hijau: Sebab/penyebab dan akibat/dampak Merah muda: Sub penyebab dan sub dampak Putih: Inti permasalahan Berikut ini merupakan hasil dari pohon masalah yang sudah disepakati dan disetujui oleh peserta FGD:

Gambar 2. Pohon Masalah Desa Ciberes Sumber : Hasil Focus Group Discussion 2018


Pohon masalah tersebut merupakan hasil diskusi bersama masyarakat setempat mengenai permasalahan di Desa Ciberes yang dilaksanakan pada FGD ke-dua. Peserta FGD cukup aktif dalam memberikan informasi terkait topik yang diberikan. Informasi tersebut merupakan permasalahan yang dialami secara langsung oleh peserta FGD. Hasil dari pohon masalah adalah:

Tabel 2. Masalah Pembangunan dari Pohon Masalah

s

r

e

ib

C

a

s

e

D

h

la

a

s

a

M

n

o

h

o

P

.

2

e

8

1

0

2

n

io

s

s

u

c

is

D

p

u

o

r

G

s

u

c

o

F

il

s

a

H

:

r

e

b

m

u

S

r

Buruknya kualitas pelayanan pertanian a

Masalah Utama

b

Sarana transportasi untuk distribusi pertanian buruk

m

Sub Masalah

a

Buruknya kualitas pelayanan pertanian

G

Masalah Utama

Kurangnya bantuan dari pemerintah baik untuk alat sarana produksi pertanian (saprotan) maupun penyuluhan dari Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) Merebaknya oknum calo

Kekurangan air ke ka musim kemarau

Sarana dan prasarana umum kurang memadai Kuantitas dan kualitas sarana kesehatan masih kurang Sarana dan prasarana umum kurang memadai Kualitas jalan lingkungan buruk

Saluran drainase dak terawat Pelayanan listrik kurang memadai

Keamanan lingkungan buruk

Masyarakat dak dilibatkan dalam pembangunan

Tidak berjalannya poskamling

Minggon dusun atau musyawarah masyarakat dak berjalan

Keamanan lingkungan buruk

Masyarakat dak dilibatkan dalam pembangunan Kurangnya pemberdayaan dan swadaya masyarakat

Banyaknya pungli

Sumber: Hasil FGD 2018

Sebagai dasar dalam pengambilan keputusan maka dilakukan kegiatan transek. Kegiatan transect walk dilakukan untuk mengkonfirmasi masalah pembangunan yang telah didiskusikan sebelumnya. Volume 32 Nomor 122 Juli-September 2020 Warta Bappeda

45


TRANSECT WALK Desa Ciberes merupakan desa yang memiliki penghasilan yang sangat besar dari sektor pertanian. Penggunaan lahan di Desa Ciberes sebagian besar merupakan lahan pertanian produktif yang setiap tahunnya menghasilkan gabah untuk dipasarkan ke berbagai daerah. Oleh karena itu, lahan padat permukiman tidak terlalu

banyak, hanya berada memanjang mengikuti jalan raya dan beberapa titik yang berada jauh dari jalan raya. Transek dilakukan dalam dua tahap yaitu obser vasi lingkungan dan obser vasi untuk mengkonfirmasi permasalahan dalam FGD. Berikut ini adalah hasil kesesuaian

Tabel 3. Kesesuaian Permasalahan dengan Hasil dari Transect Walk Permasalahan (problem tree) Buruknya kualitas pelayanan pertanian

Prasarana transportasi untuk distribusi pertanian buruk

Kurangnya bantuan dari pemerintah baik untuk alat saprotan maupun penyuluhan dari PPL

Hasil transect walk

Kesesuaian

Berdasarkan keterangan masyarakat, pemerintah memang masih belum maksimal dalam menangani masalah pertanian Hanya di Dusun Ciberes saja yang memiliki kualitas jalan atau prasarana transportasi buruk, di dusun lainnya perkerasan jalan masih cukup bagus

Permasalahan yang diajukan oleh peserta FGD sesuai dengan kondisi eksisting

Beberapa traktor memang diturunkan oleh pemerintah desa, namun baru beberapa kali pemakaian sudah tidak dapat berfungsi atau rusak, jadi masyarakat tetap tidak bisa menikmati bantuan dari pemerintah

Merebaknya calo

oknum

Kekurangan air ketika musim kemarau

Sarana dan prasarana umum kurang memadai Kuantitas dan kualitas sarana kesehatan masih kurang

46

Hal tesebut terjadi karena PT. Bulog di Desa Ciberes tidak menerima gabah langsung dari petani, tetapi harus melalui calo Pada saat musim kemarau, masyarakat memang menyedot air dari irigasi maupun kolam warga setempat dengan menggunakan biaya sendiri Kualitas pembangunan prasarana tidak merata dan ditemukan beberapa titik jalan yang rusak Hanya terdapat satu puskesmas dan satu klinik. Puskesmas skala kecamatan yang berada di Desa Ciberes memberikan pelayanan yang tidak memuaskan bagi pasien, sehingga masyarakat lebih memilih untuk berobat ke luar daerah

Warta Bappeda Volume 32 Nomor 122 Juli-September 2020

Jalan rusak seperti yang diusulkan oleh peserta FGD ternyata tidak berada di semua titik jalur distribusi pertanian, beberapa jalan yang digunakan sebagai jalur distribusi pertanian masih memiliki kualitas yang baik Permasalahan mengenai bantuan pemerintah untuk alat saprotan pertanian sesuai dengan kondisi eksisting. Walaupun sebelumnya diturunkan bantuan, tetapi masyarakat tetap tidak merasa terbantu dengan bantuan dari pemerintah tersebut Permasalahan yang diajukan oleh peserta FGD sesuai dengan kondisi eksisting Permasalahan yang diajukan oleh peserta FGD sesuai dengan kondisi eksisting Permasalahan yang diajukan oleh peserta FGD sesuai dengan kondisi eksisting Permasalahan yang diajukan oleh peserta FGD sesuai dengan kondisi eksisting


Permasalahan (problem tree) Kualitas jalan lingkungan buruk Saluran drainase tidak terawat

Pelayanan listrik kurang memadai

Keamanan lingkungan buruk

Tidak berjalannya poskamling Masyarakat tidak dilibatkan dalam pembangunan

Minggon dusun atau musyawarah masyarakat tidak berjalan Kurangnya pemberdayaan masyarakat dan swadaya masyarakat

Banyaknya pungli

Hasil transect walk

Kesesuaian

Dari semua infrastruktur, kondisi jalan Desa Ciberes di beberapa titik memang cukup memprihatinkan Saluran drainase yang sebelumnya sudah ditingkatkan kualitasnya dengan menggunakan beton, dalam kegiatan PNPM Mandiri tahun 2013 kembali tidak terawat. Bau yang menyengat, warna air hitam dan aliran air tidak lancar merupakan pemandangan yang biasa terlihat di sepanjang jalan di Desa Ciberes Banyak tiang listrik yang masih belum terpasang kabel, sehingga masih sering terjadi pemadaman listrik dan pembatasan penggunaan listrik untuk setiap rumah Terjadi beberapa kali pencurian motor dan percobaan pencurian di rumah warga. Hal tersebut juga disebabkan oleh tidak adanya penerangan jalan umum (PJU) di Desa Ciberes. Tidak ada penggerak dalam kegiatan poskamling dan pemerintah desa seakan acuh untuk masalah tersebut Berdasarkan keterangan narasumber, masyarakat merasakan partisipasi dalam pembangunan sekitar 7 tahun yang lalu. Setelah pergantian kepala desa hingga saat ini masyarakat hanya menikmati pembangunan yang diberikan oleh pemerintah Minggon dusun di Desa Ciberes sudah sangat lama tidak diselenggarakan karena tempat atau balai dusun tidak tersedia Masyarakat Desa Ciberes terkesan acuh terhadap pembangunan karena tidak adanya pemberdayaan masyarakat. Tidak ada perwakilan masyarakat yang diikutsertakan dalam kegiatan minggon desa yang diselenggarakan setiap dua minggu sekali Kurangnya swadaya masyarakat dan pemberdayaan masyarakat menyebabkan merebaknya oknum calo. Pungutan yang dibebankan kepada warga dirasa sudah cukup memprihatinkan

Permasalahan yang diajukan oleh peserta FGD sesuai dengan kondisi eksisting Permasalahan yang diajukan oleh peserta FGD sesuai dengan kondisi eksisting

Permasalahan yang diajukan oleh peserta FGD sesuai dengan kondisi eksisting

Permasalahan yang diajukan oleh peserta FGD sesuai dengan kondisi eksisting

Permasalahan yang diajukan oleh peserta FGD sesuai dengan kondisi eksisting Permasalahan yang diajukan oleh peserta FGD sesuai dengan kondisi eksisting

Permasalahan yang diajukan oleh peserta FGD sesuai dengan kondisi eksisting Permasalahan yang diajukan oleh peserta FGD sesuai dengan kondisi eksisting

Permasalahan yang diajukan oleh peserta FGD sesuai dengan kondisi eksisting

Sumber: Hasil transek 2018 Volume 32 Nomor 122 Juli-September 2020 Warta Bappeda

47


Gambar 3. Kondisi Eksisting Jalan dan Drainase Sumber: Hasil transek 2018

Masalah yang dijadikan sebagai acuan diperoleh dari ketiga pengumpulan data masalah pembangunan desa yaitu pada FGD pertama, hasil wawancara, dan FGD kedua. Melalui form penilaian, peserta FGD dapat menyampaikan aspirasi tanpa terpengaruh oleh orang lain. Salah satu contoh form penilaian yang diberikan kepada peserta FGD adalah:

Gambar 4. Ilustrasi Hasil Penilaian dari Peserta FGD

Skor diberikan berdasarkan pada pendapat dan aspirasi masing-masing peserta FGD, kemudian dirata-ratakan untuk menentukan program prioritas secara adil sesuai dengan aspirasi masyarakat.

Masalah yang menjadi prioritas kemudian menjadi program prioritas pembangunan di Desa Ciberes sesuai dengan hasil dari FGD dan disepakati bersama dengan masyarakat. Prioritas Program Desa Ciberes diuraikan pada tabel berikut:

Tabel 4. Prioritas Program Desa Ciberes No 1

2 3 4

Peningkatan Kualitas Sarana dan Prasarana Umum di Desa Ciberes Penambahan sarana kesehatan seperti klinik dan puskesmas serta memberikan bantuan kesehatan bagi masyarakat yang membutuhkan Meningkatkan kualitas jalan lingkungan Meningkatkan kualitas saluran drainase Mengoptimalkan kembali tiang listrik dengan memasang kabel listrik

Sumber: Hasil FGD 2018

Program tersebut berasal dari permasalahan yang paling dirasakan oleh masyarakat. Penyelesaian masalah tersebut tidak menyebabkan masalah lain terabaikan. Masyarakat dan peserta FGD menyampaikan bahwa kualitas jalan dan sarana prasarana lain juga harus diberikan perhatian lebih oleh pemerintah desa. 48

Warta Bappeda Volume 32 Nomor 122 Juli-September 2020


Foto-foto: Istimewa

KESIMPULAN Berdasarkan dari kegiatan Focus Group Discussion diperoleh kesimpulan sebagai berikut: A.

Identifikasi stakeholder

Stakeholder yang berperan dalam pembangunan di Desa Ciberes sebagian besar adalah stakeholder yang berada dalam lingkup pemerintahan desa. Stakeholder yang memiliki peran paling besar adalah kepala desa dan pemerintahan. Stakeholder dalam pembangunan di Desa Ciberes terdiri dari organisasi masyarakat (Pemerintahan Desa Ciberes, LPM, BKM, LSM, DKM, IRMAS, Karang Taruna dan Organisasi Ibu-ibu PKK) dan individu (Kepala Desa, Kepala Dusun, Ketua RT/RW, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, dan Kader PKK). B.

Masalah Pembangunan

Masalah pembangunan di Desa Ciberes saat ini yang harus menjadi perhatian khusus bagi pemerintah desa adalah tidak memadainya pembangunan sarana dan prasarana, buruknya kualitas: pelayanan kegiatan pertanian, keamanan lingkungan, dan pemberdayaan masyarakat. C.

Program Prioritas

Masalah yang telah diidentifikasi dan dirumuskan oleh masyarakat, dapat menjadi acuan untuk menyusun program pembangunan yang seharusnya dilaksanakan di Desa Ciberes. Program utama yang diusulkan oleh masyarakat adalah: Peningkatan kualitas sarana dan prasarana umum di Desa Ciberes. Pembangunan yang saat ini tidak dirasakan manfaatnya oleh masyarakat menunjukkan bahwa tujuan pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah desa belum tepat sasaran. Penerapan metode RRA mampu mengembalikan tujuan dan hakikat pembangunan yaitu dari, oleh, dan untuk masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa Kabupaten Subang Dalam Angka 2016. (2016). Subang: BPS Kabupaten Subang. Kecamatan Pabuaran Dalam Angka. (2016). Subang: BPS Kabupaten Subang. Kecamatan Patokbeusi dalam Angka 2016. (2016). Subang: BPS Kabupaten Subang. The Unforgettable, Ciberes. (2016, January). Dipetik October 1, 2017, dari kknm.unpad.ac.is/ciberes/category/profildesa/ Beebe , J. (1995). Basic Concept and Techniques of Rapid Appraisal. N.I, I. P., Nasir, M., & Khairunnisa, D. (2011). Penentuan Prioritas Masalah. Penentuan Prioritas Masalah. Rustiadi, E., dan Pranoto, S. (2007). Agropolitan: Membangun Ekonomi Pedesaan. Bogor: Crestpent Press Supriyanto, S., & Noman, A. D. (2007). Perencanaan dan Evaluasi. Surabaya: Airlangga.

Volume 32 Nomor 122 Juli-September 2020 Warta Bappeda

49


Foto: Humas Bappeda

50

Warta Bappeda Volume 32 Nomor 122 Juli-September 2020


WAWA S A N PERENCANAAN

Sistem Mutasi Berbasis Minat, Kompetensi dan Inovasi (SIMIKI 2.0) Pilot Project pada Mutasi Pejabat Fungsional dan Pelaksana Antar Perangkat Daerah

(Langkah Awal Membangun Kultur Birokrasi Inovatif sebagai Prasyarat Implementasi Konsep Dynamic Government dan Penguatan Implementasi Manajemen Talenta di Lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat)

Oleh Iwan Kurniawan

Fungsional Perencana Ahli Muda Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Barat

Volume 20 Nomor 77 Januari - Maret 2017 Warta Bappeda

51


LATAR BELAKANG Visi pembangunan jangka menengah Provinsi Jawa Barat 2018-2023 merupakan penjabaran dari visi gubernur dan wakil gubernur terpilih serta menjadi dasar perumusan prioritas pembangunan Provinsi Jawa Barat. Adapun visi Jawa Barat sebagaimana tertuang dalam Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2018-2023 adalah “Terwujudnya Jawa Barat Juara Lahir Batin dengan Inovasi dan Kolaborasi”. Pernyataan visi tersebut menjadi arah bagi pembangunan 5 (lima) tahun mendatang.

De

sain

:H

Untuk mendukung perwujudan visi tersebut perlu ditemukan konsep tata kelola pemerintahan yang sesuai dan mampu meningkatkan kapasitas dan kompetensi seluruh perangkat daerah. Dari berbagai konsep tata kelola pemerintahan yang berkembang saat ini minimal ditemukan tiga konsep yang sesuai untuk diterapkan yaitu: Sound Government, Open Government dan Dynamic Government. Ketiga konsep tata kelola pemerintahan tersebut, satu sama lain sebenarnya memiliki dimensi, elemen atau pilar yang berbeda,

um

as B

app

eda

namun memiliki salah satu fokus yang sama yaitu inovasi (Andhika, 2017). Adapun, terkait kajian ini lebih lanjut hanya difokuskan pada konsep Dynamic Government yang pada beberapa kesempatan publikasi sering digaungkan oleh Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat. Secara operasional untuk mendukung implementasi konsep Dynamic Government, maka perlu dibangun langkah-langkah baru untuk menumbuhkan budaya inovasi dalam setiap aspek penyelenggaraan pemerintahan termasuk di dalamnya aspek manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS). Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 manajemen PNS meliputi: a. penyusunan dan penetapan kebutuhan; b. pengadaan; c. pangkat dan jabatan; d. pengembangan karier; e. pola karier; f. promosi; g. mutasi; h. penilaian kinerja; penggajian dan tunjangan; j. penghargaan; k. disiplin; l. pemberhentian; m. jaminan pensiun dan jaminan hari tua; dan n. perlindungan.

52

Warta Bappeda Volume 32 Nomor 122 Juli-September 2020


Dari lingkup manajemen PNS yang sangat luas tersebut, dalam kajian ini hanya akan membahas lebih lanjut mengenai mutasi di internal perangkat daerah Provinsi Jawa Barat khususnya bagi pejabat fungsional dan pelaksana (sebagai salah satu bagian dari jabatan administrasi selain administrator dan pengawas) yang mengajukan mutasi atas permintaan sendiri. Berdasarkan hasil studi pendahuluan dan observasi di lapangan, sampai dengan saat ini di lingkup Pemerintah Provinsi Jawa Barat, belum terdapat konsep yang secara konkrit membahas mutasi atas permintaan sendiri ini, akibatnya banyak permohonan mutasi dengan alasan klasik seperti ingin mengembangkan karier, merawat orang tua, atau ikut istri/suami, bukan berbasis kompetensi bahkan inovasi. Oleh karenanya, saat ini merupakan saat yang tepat untuk membangun konsep mutasi berbasis minat, kompetensi dan inovasi terlebih lagi bagi Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang akan mengimplementasikan konsep Dynamic Governance. Selain itu, ditinjau dari aspek manajemen aparatur, Pemerintah Provinsi Jawa Barat sedang membangun sistem merit dengan salah satu kuncinya melalui pengembangan manajemen talenta sebagaimana diamanatkan melalui Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 3 Tahun 2020 tentang Manajemen Talenta Aparatur Sipil Negara. Kebijakan manajemen talenta ini menjadi sumbu dan harus ditopang atau diperkuat oleh berbagai kebijakan kepegawaian lainnya yang sejalan, termasuk didalamnya kebijakan terkait mutasi pegawai.

Foto-foto: Humas Bappeda

SEKILAS MENGENAL KONSEP DYNAMIC GOVERNANCE Dalam konsep Dynamic Governance kata kuncinya adalah ”dinamis”. Menurut Neo dan Chen (2007 : 1) “Dynamism is characterized by new ideas, fresh perceptions, continual upgrading, quick actions, flexible adaptations and creative innovations. Dynamism implies continuous learning, fast and effective execution, and unending change”. Berdasarkan pendapat tersebut dapat diketahui bahwa kondisi dinamis ditandai dengan ide-ide dan persepsi baru, peningkatan yang berkelanjutan, tindakan cepat, adaptasi yang fleksibel, dan inovasi yang kreatif. Konsep Dynamic Governance merupakan kemampuan pemerintah untuk terus menyesuaikan kebijakan dengan program publik, serta mengubah cara perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik tersebut, sehingga berdampak pada kepentingan jangka panjang yang ingin dicapai. Kondisi kedinamisan dalam pemerintahan sangat penting bagi pembangunan ekonomi dan sosial yang berkelanjutan terutama pada lingkungan yang mengalami ketidakpastian dan perubahan yang cepat dimana masyarakat yang semakin menuntut kecanggihan, lebih berpendidikan, dan lebih terdampak globalisasi serta lahirnya berbagai konsep baru dalam penyelenggaraan pemerintahan dan persaingan global (Fauzi dan Iryana, 2017). Konsep Dynamic Governance tersebut, secara garis besar dapat digambarkan dalam framework berikut ini:

Volume 32 Nomor 122 Juli-September 2020 Warta Bappeda

53


Neo dan Chen (2007 : 3) mengemukakan bahwa dalam konsep Dynamic Governance terdapat tiga kemampuan penting dari pemerintah yaitu ''i) thinking ahead — the ability to perceive early signals of future developments that may affect a nation in order to remain relevant to the world; ii) thinking again — the ability and willingness to rethink and remake currently functioning policies so that they perform better; and iii) thinking across — the ability and openness to cross boundaries to learn from the experience of others so that new ideas and concepts may be introduced into an institution”. Dengan demikian dynamic governance adalah budaya kelembagaan suatu negara yang ditunjukkan dengan tiga faktor kemampuan dinamis (dynamic capabilities) yaitu berpikir ke depan (thinking ahead), berpikir kembali (thinking again), dan berpikir sepanjang mengarah kepada pelaksanaan kebijakan yang diadopsi dari pengalaman pihak eksternal (thinking across). Ada faktor pengungkit utama untuk mengembangkan dynamic governance yaitu orang yang cakap (able people) diisi oleh orang-orang yang cerdas, gesit, dan tangkas (Andhika, 2017). Berdasarkan hal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kekuatan dari Dynamic Governance diantaranya adalah dorongan untuk terus meningkatkan tacit dan explicit knowledge. Kultur organisasi yang inovatif salah satunya ditandai dengan berkembangnya knowledge management yang didukung oleh kompetensi personilnya yang mumpuni.

54

Warta Bappeda Volume 32 Nomor 122 Juli-September 2020

SEKILAS MENGENAI KONSEP MANAJEMEN TALENTA

Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 3 Tahun 2020 tentang Manajemen Talenta Aparatur Sipil Negara merupakan pelaksanaan dari ketentuan Pasal 51 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan Pasal 134 ayat (2) huruf d Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil. Manajemen Talenta Aparatur Sipil Negara terdiri dari Manajemen Talenta ASN Nasional dan Manajemen Talenta ASN Instansi. Manajemen Talenta ASN Nasional adalah sistem manajemen karier ASN yang meliputi tahapan akuisisi, pengembangan, retensi, dan penempatan talenta yang diprioritaskan untuk menduduki jabatan target berdasarkan tingkatan potensial dan kinerja tertinggi melalui mekanisme tertentu yang dilaksanakan secara efektif dan berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan Instansi Pemerintah secara nasional dalam rangka akselerasi


pembangunan nasional. Sedangkan Manajemen Talenta ASN Instansi adalah sistem manajemen karier ASN yang meliputi tahapan akuisisi, pengembangan, retensi, dan penempatan talenta yang diprioritaskan untuk menduduki jabatan target berdasarkan tingkatan potensial dan kinerja tertinggi melalui mekanisme tertentu yang dilaksanakan secara efektif dan berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan Instansi Pusat dan Instansi Daerah. Berdasarkan konsep manajemen talenta profil masing-masing ASN akan terlihat dalam kotak manajemen talenta yaitu bagan yang terdiri dari 9 (sembilan) kategori yang menunjukkan sekumpulan ASN berdasarkan tingkatan potensial dan kinerja. Adapun kotak manajemen talenta terlihat pada gambar di bawah ini:

Implementasi dari manajemen talenta inilah yang membedakan antara konsep SIMIKI 1.0 dengan SIMIKI 2.0. Pada konsep SIMIKI 2.0 yang menjadi persyaratan utama adalah ASN yang mengajukan perpindahan, salah satu syarat utamanya adalah ketika berpindah perangkat daerah sebisa mungkin harus menaikkan level kotak talentanya atau minimal akan berada pada kotak talenta yang tetap. Ilustrasinya adalah seorang ASN yang secara eksisting berada pada kotak 4 (kinerja di atas ekspektasi dan potensial rendah) ketika berpindah perangkat daerah nantinya akan berada pada kotak 7 (kinerja di atas ekspektasi dan potensial m e n e n g a h ) . Ke n a i k a n l e v e l d a l a m ko t a k manajemen talenta ini sangat dimungkinkan manakala jenis jabatan dan perangkat daerah yang dituju lebih bersesuaian dengan potensi, kualifikasi dan kompetensi ASN dimaksud, dibandingkan dengan jabatan atau perangkat daerah eksisting.

MEKANISME MUTASI BERBASIS MINAT, KOMPETENSI DAN INOVASI (SIMIKI 2.0) Sebagaimana termuat di atas, bahwa kondisi dinamis ditandai dengan lahirnya ide-ide baru yang berkesinambungan. Selain itu, konsep Dynamic Government berfokus pada inovasi yang diperoleh dari tiga kemampuan berpikir yaitu thinking ahead, thinking again dan thinking across serta ditopang oleh personil yang able dan agile. Mengingat sampai dengan tulisan ini dibuat belum terdapat ide baru mengenai konsep mutasi atas permintaan sendiri yang mendukung penerapan konsep Dynamic Government di Lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Barat sekaligus juga untuk memperkuat implementasi kebijakan manajemen talenta, maka dicoba untuk ditawarkan konsep Sistem Mutasi Berbasis Minat, Kompetensi dan Inovasi (SIMIKI 2.0). Secara garis besar konsep mutasi ini dapat dianalogikan sama dengan pengajuan proposal melamar pekerjaan yang disesuaikan dengan Volume 32 Nomor 122 Juli-September 2020 Warta Bappeda

55


minat dan kompetensi serta mengharuskan adanya inovasi yang akan ditawarkan ke perangkat daerah yang dituju. Konsep inovasi berbentuk policy paper atau policy brief dapat berupa pemecahan terhadap permasalahan yang dihadapi oleh perangkat daerah ataupun kondisi ideal ke depan yang hendak diwujudkan di perangkat daerah tersebut. Adapun mekanismenya sebagai berikut:

Sumber: Hasil analisis, 2020

REFERENSI Pilot project SIMIKI 2.0 merupakan konsep mutasi yang sementara hanya berlaku bagi jabatan fungsional dan salah satu jabatan administrasi yaitu jabatan pelaksana. Ke depan apabila dimungkinkan bisa saja berlaku bagi Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) dan jabatan administrasi lainnya yaitu administrator dan pengawas. Selain itu, apabila dinyatakan tidak lulus tahapan verifikasi baik oleh BKD ataupun perangkat daerah yang dituju, konsep inovasi (ide/cara baru) tetap didokumentasikan dan diberikan hak cipta serta keleluasaan sepenuhnya bagi ASN pemilik inovasi untuk ditawarkan ke institusi ataupun pemerintah daerah lainnya.

REKOMENDASI Untuk mewujudkan konsep SIMIKI 2.0, sebelum dibahas dan ditetapkan pengaturannya melalui produk hukum daerah, terlebih dahulu dilaksanakan pilot project sebagai upaya penyempurnaan dan peningkatan pemahaman perangkat daerah dan para ASN. Oleh karena itu, perlu diberikan contoh yang aktual, tidak sekedar konsep naratif ataupun pengaturan dalam bentuk pasal-pasal yang adakalanya menimbulkan persepsi berbeda-beda.

56

Warta Bappeda Volume 32 Nomor 122 Juli-September 2020

Andika, LR. 2017. Perbandingan Konsep Tata Kelola Pemerintah : Sound Governance, Dynamic Governance dan Open Governance. Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Publik, Vol. 8, No. 2, Desember 2017. Fauzi L.M. dan Iryana, A.B. Strategy Dynamic Governance dalam Penyelenggaraan Pe m e r i n ta h a n P r ov i n s i J a w a Ba ra t . https://jurnal.unigal.ac.id, diakses 15 Januari 2019. Neo, B.S. And Chen, G. 2007. Dynamic Governance : Embedding Culture, Capabilities and Change in Singapore. World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 3 Tahun 2020 tentang Manajemen Talenta Aparatur Sipil Negara. Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat, 2018. Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Barat 2018-2023.


Desain: Humas Bappeda


Foto: Humas Bappeda

58

Warta Bappeda Volume 32 Nomor 122 Juli-September 2020


WAWA S A N PERENCANAAN

Perencanaan Pengelolaan Lumpur Tinja untuk Mencapai SDGs Tujuan 6.3 di Provinsi Jawa Barat Oleh Kania Mayang Lestari *

Abstrak Pengelolaan limbah domestik atau sanitasi merupakan kebutuhan dasar seluruh manusia. Selama manusia hidup di muka bumi, maka timbulan limbah domestik yang bersumber dari kotoran manusia akan selalu ada. Dalam puluhan tahun yang akan datang, pada saat manusia semakin bertambah, maka pengelolaan limbah domestik tersebut harus diterapkan dengan aman tanpa mencemari lingkungan khususnya air tanah. Tujuan 6 pada Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) telah memandatkan bahwa pada tahun 2030, diperlukan peningkatan kualitas air dengan mengurangi polusi, menghilangkan pembuangan, dan meminimalkan pelepasan material dan bahan kimia berbahaya. Artikel ini bertujuan untuk mengidentifikasi kondisi sanitasi di Provinsi Jawa Barat, menyusun Sludge Flow Diagram (SFD) di Provinsi Jawa Barat dan menyusun rekomendasi kebijakan tentang Pengelolaan Lumpur Tinja/Faecal Sludge Management (FSM). Akses sanitasi aman di Provinsi Jawa Barat adalah 7,7%, Akses Layak Sendiri dan Bersama adalah 60%, Akses Belum Layak adalah 26,2% dan angka BABS adalah 6,2%. Pada Sludge Flow Diagram di Provinsi Jawa Barat, dapat terlihat bahwa limbah domestik yang telah terolah dengan aman baru 7,7% sedangkan 92,3% lainnya belum terolah dengan aman. Rekomendasi Kebijakan FSM melakukan seleksi awal kabupaten/kota yang menjadi pilot project Program FSM dan menyampaikan kebijakan melalui Program FSM untuk seluruh kabupaten/kota yang sudah memiliki IPLT. Kata Kunci: Limbah, Domestik, Tinja, SFD, SDGs *) Fungsional Perencana Pertama Badan Perencanaan Pembangunan Provinsi Jawa Barat


PENDAHULUAN Pengelolaan limbah domestik atau sanitasi merupakan kebutuhan dasar seluruh manusia. Selama manusia hidup di muka bumi, maka timbulan limbah domestik yang bersumber dari kotoran manusia akan selalu ada. Dalam puluhan tahun yang akan datang, pada saat manusia semakin bertambah, maka pengelolaan limbah domestik tersebut harus diterapkan dengan aman tanpa mencemari lingkungan khususnya air tanah. Saat ini, di Indonesia, masih terdapat 95% air limbah domestik yang belum dikelola dengan aman dan mencemari lingkungan khususnya air tanah yang menjadi sumber air sebagian besar penduduk Indonesia. Oleh karena itu, pada Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pe m ba n g u n a n B e r ke l a n j u t a n ( T P B ) te l a h memandatkan Pengelolaan Air dan Sanitasi pada Tujuan 6. Tujuan 6 pada Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) telah memandatkan bahwa pada tahun 2030, diperlukan meningkatkan kualitas air dengan mengurangi polusi, menghilangkan pembuangan, dan meminimalkan pelepasan material dan bahan kimia berbahaya, mengurangi setengah proporsi air limbah yang tidak diolah, dan secara signifikan meningkatkan daur ulang, serta menggunakan kembali barang daur ulang yang aman secara global. Salah satu indikator dalam tujuan tersebut adalah pada Tujuan 6.3.1 point (a), yaitu jumlah kabupaten/kota yang ditingkatkan pengelolaan lumpur tinja perkotaan dan dilakukan pembangunan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT). Saat ini di Provinsi Jawa Barat yang terdiri dari 27 kabupaten/kota belum sepenuhnya telah mengelola limbah domestik secara aman (Safely Managed), oleh karena itu, artikel ini dibuat sebagai dasar dalam menganalisis kebijakan apa yang diperlukan untuk pengelolaan limbah domestik. Tujuan artikel ini antara lain: a.

Mengidentifikasi kondisi sanitasi di Provinsi Jawa Barat.

b.

Menyusun Sludge Flow Diagram di Provinsi Jawa Barat.

c.

Menyusun rekomendasi kebijakan tentang Pengelolaan Lumpur Tinja/Faecal Sludge Management (FSM).

60 Warta Bappeda Volume 32 Nomor 122 Juli-September 2020

METODOLOGI Pada artikel ini, metode yang digunakan adalah pengolahan data kondisi akses sanitasi yang diperoleh dari Bappenas dan BPS. Selanjutnya data tersebut diolah untuk menyusun Sludge Flow Diagram untuk melihat jumlah air limbah yang terolah dengan aman dan belum terolah dengan aman. Pengolahan Data Akses Sanitasi Data Akses Sanitasi diperoleh dari BPS Nasional melalui Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) KOR yang dilaksanakan setiap tahun. Data ini diperoleh dari Bappenas yang bekerja sama dengan BPS untuk mendapatkan angka akses sanitasi serta mendefinisikan kategori akses sanitasi. Berdasarkan BPS, definisi akses sanitasi layak (Tabel 1) adalah terlayaninya masyarakat dengan bangunan toilet milik sendiri atau bersama (komunal), dengan toilet leher angsa, serta pembuangannya ke pipa saluran pengolahan terpusat (IPAL) atau ke tangki septik. Oleh karena itu, masih banyaknya masyarakat yang belum terlayani akses sanitasi, menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat di Provinsi Jawa Barat yang masih membuang air limbah domestiknya ke badan air. Pengolahan data tersebut dilakukan dengan perangkat lunak STATA untuk mengolah data mentah dari hasil survey. STATA merupakan salah satu perangkat lunak untuk mengolah dan menganalisis data. Perintah yang dibuat dalam menganalisis data mentah jawaban kuesioner Susenas dalam Stata adalah sebagai berikut:


SUSENAS generate akses_sanitasi = 9 replace akses_sanitasi = 1 if B6R13A <= 2 & B6R13B == 1 & B6R13C == 1 replace akses_sanitasi = 2 if B6R13A == 1 & B6R13B == 2 & B6R13C == 1 replace akses_sanitasi = 2 if B6R13A == 1 & B6R13B == 2 & B6R13C == 4 replace akses_sanitasi = 2 if B6R13A == 1 & B6R13B == 3 & B6R13C == 1 replace akses_sanitasi = 2 if B6R13A == 1 & B6R13B == 3 & B6R13C == 4 replace akses_sanitasi = 2 if B6R13A == 2 & B6R13B == 2 & B6R13C == 1 replace akses_sanitasi = 2 if B6R13A == 2 & B6R13B == 2 & B6R13C == 4 replace akses_sanitasi = 2 if B6R13A == 2 & B6R13B == 3 & B6R13C == 1 replace akses_sanitasi = 2 if B6R13A == 2 & B6R13B == 3 & B6R13C == 4 tab akses_sanitasi tab akses_sanitasi [iw= WERT]

Tabel 1. Klasifikasi Akses Dasar dan Akses Layak Akses Layak Pertanyaan Penggunaan Fasilitas Tempat Buang Air Besar

Jawaban •

Sendiri

Bersama

MCK Komunal

Jenis Kloset

Leher angsa

Tempat Pembuangan Akhir Tinja

Tangki Septik/SPAL

Penyusunan Sludge Flow Diagram Setelah memperoleh data masing-masing klasifikasi akses di Jawa Barat untuk Akses Aman, Akses Layak, Akses Layak Bersama, Akses Belum Layak dan BABS (Buang Air Besar Sembarangan),

maka dapat disusun Sludge Flow Diagram (SFD) dengan melakukan identifikasi persentase pada masing-masing tahapan pengelolaan sanitasi (Gambar 1).

Sumber: IHE Delft, 2019

Gambar 1. Tahapan Pengolahan Air Limbah pada Sistem Terpusat (Offsite/Sewerage) dan Sistem Setempat (Onsite) Volume 32 Nomor 122 Juli-September 2020 Warta Bappeda

61


Berdasarkan tahapan tersebut, maka dapat disusun SFD seperti yang telah dilakukan di negara lain (Gambar 2) seperti Santa Cruz, Bolivia (2016). Pada SFD tersebut, dapat dilihat bahwa persentase total limbah domestik yang diolah dengan aman adalah 70% sedangkan persentase total limbah domestik yang belum diolah dengan aman adalah 30%.

Sumber: Shit Flow Diagrams - Sustainable Sanitation Alliance, 2016

Gambar 2. Sludge Flow Diagram di Santa Cruz, Bolivia (2016)

PEMBAHASAN Data Akses Sanitasi Provinsi Jawa Barat Layanan akses air limbah/sanitari di Jawa Barat pada tahun 2011 sampai 2018 dapat dilihat pada Gambar 3. Berdasarkan data pada Gambar 1, terlihat bahwa terdapat peningkatan persentase akses sanitasi layak setiap tahunnya di Provinsi Jawa Barat. Diagram ini juga menunjukkan angka BABS yang terus berkurang dari tahun 2011 sampai Nasional 2018

7,4%

Jawa Barat 2018

7,7%

54,3%

Jawa Barat 2017

7,5%

53,4%

dengan tahun 2018. Data akses aman, baru diperoleh mulai tahun 2017 dikarenakan adanya penambahan pertanyaan pada kuesioner sehingga memenuhi kriteria akses sanitasi aman. Secara umum, kebijakan dan upaya Provinsi Jawa Barat untuk meningkatkan sanitasinya terlihat, meskipun demikian, rata-rata tren peningkatan per tahun untuk sanitasi layak hanya 2% per tahun.

60,4%

Jawa Barat 2016

6,7% 5,7%

56,4%

6,8%

Jawa Barat 2014

56,7%

6,6%

Jawa Barat 2013

51,6%

Jawa Barat 2012

6,9%

49,9%

Jawa Barat 2011 0% Akses Aman

10%

20%

30%

40%

50%

9,9%

26,9%

11,5%

25,3%

12,0% 13,4%

29,7%

7,1%

Akses Layak Sendiri

7,7%

26,0%

29,6%

6,9%

47,8%

7,4%

25,1%

6,1%

Jawa Barat 2015

6,2%

26,2%

6,6%

60,2%

9,4%

16,1%

14,3%

30,8%

60%

Akses Layak Bersama

70%

80%

90%

Akses Belum Layak

Gambar 3. Data Akses Sanitasi Provinsi Jawa Barat 2011 – 2018 Sumber: Diolah dari Susenas KOR BPS 2011 – 2018. 62 Warta Bappeda Volume 32 Nomor 122 Juli-September 2020

100%

BABS


Data Akses Sanitasi Kabupaten/Kota Pada data akses sanitasi di kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat, saat ini baru diperoleh untuk tahun 2017 karena adanya penyesuaian dari BPS agar data tersebut dapat merepresentasikan wilayah kabupaten/kota. Persentase akses sanitasi untuk 27 kabupaten/kota dapat dilihat pada Gambar 4. Akses sanitasi layak tertinggi adalah Kota Depok sebesar 97,2%. Sedangkan akses sanitasi terendah terdapat pada Kabupaten Tasikmalaya yaitu sebesar 31,1%. Data Angka BABS Untuk dapat melakukan analisis lebih mendalam, maka diperoleh angka Buang Air Besar Sembarangan (BABS) di 27 kabupaten/kota

tersebut berdasarkan data Susenas tahun 2017 (Gambar 5). Pada 27 kabupaten/kota tersebut, terlihat bahwa belum ada satupun kabupaten/kota yang sudah Bebas BABS. Angka BABS tertinggi berada pada Kabupaten Karawang dan paling rendah berada di Kota Depok. Pada data ini, dapat dilihat bahwa masih diperlukan pemicuan untuk perubahan Perilaku STOP Buang Air Besar Sembarangan (BABS) dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di masyarakat sebelum membangun akses toilet atau jamban masyarakat. Pemicuan perilaku STOP BABS dan PHBS diperlukan agar tumbuh keinginan dan adanya rasa membutuhkan dari masyarakat terhadap akses sanitasi berupa toilet atau jamban.

Gambar 4. Akses Sanitasi Kabupaten/Kota pada Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 Sumber: Diolah dari Susenas KOR BPS, 2017

Foto-foto: Humas Bappeda

Volume 32 Nomor 122 Juli-September 2020 Warta Bappeda

63


Kota Banjar Kota Tasikmalaya Kota Cimahi Kota Depok Kota Bekasi Kota Cirebon Kota Bandung Kota Sukabumi Kota Bogor Pangandaran Bandung Barat Bekasi Karawang Purwakarta Subang Indramayu Sumedang Majalengka Cirebon Kuningan Ciamis Tasikmalaya Garut Bandung Cianjur Sukabumi Bogor

5,9% 3,8% 1,4% 0,01% 0,1% 1,6% 0,3%

1,3% 1,4% 11,2% 2,5% 6,2% 18,0% 7,4% 13,5% 8,2% 4,3% 6,0% 11,1% 5,5% 14,3% 16,4% 11,8%

4,7% 12,3% 11,5% 6,9%

0%

5%

10%

15%

20%

Gambar 5. Persentase BABS pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 Sumber: Diolah dari Susenas KOR BPS, 2017

Kondisi Instalasi Pengelolaan Lumpur Tinja (IPLT) Saat ini terdapat 21 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat yang sudah memiliki IPLT (Tabel 2). Adanya infrastruktur IPLT sangat diperlukan dalam implementasi FSM untuk memastikan lumpur dapat terolah. Namun demikian, sebagian besar IPLT yang terbangun tidak beroperasi atau beroperasi namun tidak optimal. IPLT yang beroperasi optimal hanya terdapat di Kabupaten Bogor dan Kota Bekasi. 64

Warta Bappeda Volume 32 Nomor 122 Juli-September 2020

IPLT yang tidak bekerja optimal dapat disebabkan karena kurangnya lumpur yang masuk terhadap kapasitas desainnya. Sedikitnya lumpur yang masuk disebabkan rendahnya tingkat penyedotan di rumah-rumah. Hal ini dapat disebabkan karena tangki septik pada tangga yang tidak kedap atau bocor sehingga tidak dapat disedot. Selain itu, terdapat pula kemungkinan adanya ketidakpatuhan truk tinja yang membuang lumpurnya ke badan air sebelum sampai ke IPLT.


Tabel 2. Informasi IPLT terbangun di Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat No

Kabupaten/kota

IPLT

Kapasitas desain

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21

Kabupaten Bandung Kabupaten Bekasi Kabupaten Bogor Kabupaten Ciamis Kabupaten Cianjur Kabupaten Garut Kabupaten Indramayu Kabupaten Karawang Kabupaten Majalengka Kabupaten Pangandaran Kabupaten Purwakarta Kabupaten Subang Kabupaten Sumedang Kota Bandung Kota Banjar Kota Bekasi Kota Bogor Kota Cirebon Kota Depok Kota Sukabumi Kota Tasikmalaya

Cibeet Muktiwari Cibinong Bojongmengger Babakan Karet Bojonglarang Pecuk Jalupang Heuleut Purbahayu Ciwareng Cibarola Cibeureum Wetan Gumuruh Cibeureum Sumur Batu Tegal gundil Kesenden Kalimulya Cikundul Singkup

25 m3/hari 153 m3/hari 50 m3/hari 25 m3/hari 75 m3/hari 15 m3/hari 15 m3/hari 80 m3/hari 0 30 m3/hari 36 m3 /hari 5 m3/hari 0 20 m3/hari 18 m3/hari 120 m3/hari 21 m3/hari 300 m3/hari 70 m3/hari 26 m3/hari 38 m3/hari

Terpakai (volume lumpur tinja yang masuk

0 40 m3/hari 50 m3/hari 0,5 m3/hari 40 m3/hari 0 8 m3/hari 0 0 3 m3/hari 20 m3/hari 0 0 0 3 m3/hari 120 m3/hari 12 m3/hari 0 40 m3/hari 12 m3/hari 12 m3/hari

Keterangan Tidak Beroperasi Tidak optimal optim al tidak optimal tidak optimal Tidak Beroperasi Tidak optimal Tidak Beroperasi/ tahap pembangunan Tidak digunakan Tidak berfunsi / rusak Tidak optimal Rusak / tidak dipergunakan Rusak / tidak dipergunakan masih dalam tahap optimalisai oleh satker strategis Tidak optimal optim al Tidak optimal Sedang dioptimalisasi oleh APBN Tidak optimal Tidak optimal Tidak optimal

Sumber: Dinas Perumahan dan Permukiman Provinsi Jawa Barat, 2019

Berdasarkan data tersebut, diperkirakan, Sludge Flow Diagram untuk Provinsi Jawa Barat dapat dilihat pada Gambar 6. Persentase pengolahan pada sistem terpusat (Offsite) adalah 2% dan persentase pengolahan pada sistem setempat (Onsite) adalah 5,7% sehingga total limbah domestik yang terolah secara aman (Safely Managed) adalah 7,7%. Sedangkan pengolahan sistem setempat yang tidak disedot karena bocornya tangki septik mencapai 81%, dan yang sudah disedot namun tidak dikelola di IPLT adalah 5%. Persentase angka BABS adalah 6,2% sehingga total limbah domestik yang belum terolah dengan aman (Unsafely Managed) adalah 92,3%.

Gambar 6. Sludge Flow Diagram di Provinsi Jawa Barat, 2018

Volume 32 Nomor 122 Juli-September 2020 Warta Bappeda

65


Tingginya persentase limbah domestik yang belum terolah dengan aman menunjukkan bahwa FSM merupakan hal yang perlu diterapkan di Provinsi Jawa Barat dalam rangka memastikan bahwa pengelolaan air limbah domestik dapat dikelola dengan aman. Kementerian PUPR telah menerbitkan pedoman yang dapat diacu dalam implementasi FSM di seluruh Indonesia tahun 2015. Pada pedoman tersebut, terdapat 3 tahapan yaitu tahap persiapan, tahap operasional, dan tahap pemantauan dan evaluasi untuk masing-masing peran pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota (Tabel 3).

Tabel 3. Peran Pemerintah dalam Sistem FSM Pemerintah Pusat Persiapan

• •

Penyiapan regulasi dan kebijakan Penyiapan penduan monev kegiatan

Penyiapan materi sosialisasi dan diseminasi Penyiapan materi pelatihan fasilitator

• •

Pemerintah Provinsi •

Kebijakan provinsi dalam rangka implementasi dari regulasi

Melakukan penilaian mandiri berdasarkan komponen kriteria kesiapan

pemerintah pusat Penyiapan materi sosialisasi dan deseminasi

• • •

Penyusunan regulasi dan kebijakan Penyusunan rencana implementasi Kegiatan sosialisasi dan edukasi di masyarakat

provinsi dan kabupaten/kota

Sosialisasi kepada kabupaten/kota

Sensus sistem pengelolaan air limbah

Perekrutan fasilitator pendampingan implementasi di tingkat provinsi dan

Seleksi dan verifikasi kesiapan kabupaten/kota

Identifikasi wilayah pelayanan dan prioritas pelayanan

kabupaten/kota Pelaksanaan pelatihan fasilitator

Penyusunan kesepakatan pelaksanaan kegiatan dengan

provinsi dan kabupaten/kota Operasional

Pemerintah Kabupaten/Kota

Koordinasi antara pemerintah pusat dan

kabupaten/kota Koordinasi antara pemerintah provinsi

Pembentukan dan penguatan lembaga pengelola

provinsi terkait pengaturan, pembinaan

dan kabupaten/kota terkait

Pengalokasian anggaran (sumber dana, komponen

dan pengawasan

pembinaan teknis kepada pemerintah kabupaten/kota •

Fasilitator provinsi melaporkan hasil kegiatan dalam melakukan pembinaan dan pendampingan ke fasilitator

pendanaan, kerjasama pendanaan, mekanisme penetapan dan pembayaran tarif retribusi) • • •

Organisasi dan SDM Peran masyarakat dan badan usaha Pelaksanaan teknis operasional (penyedotan, rute, jadwal,

• •

sarana penyedotan, IPLT) Penyiapan manajemen operasional Mekanisme layanan pengaduan dan permasalahan

Pembentukan tim monev

kabupaten/kota

Pemantauan dan Evaluasi

Aspek-aspek yang dilakukan monev, meliputi: 1. Regulasi 2. Materi sosialisasi

Aspek-aspek yang dilakukan monev, meliputi: 1. Materi sosialisasi 2. Kehadiran stakeholder

Aspek-aspek yang dilakukan monev pada tahap persiapan, meliputi: 1. Penilaian mandiri tehadap kinerja pelayanan pengelolaan

3. Respon peserta pada kesepakatan

2. Regulasi dan kebijakan berkaitan dengan pengelolaan air

3. Kehadiran pemangku kepentingan 4. Respon peserta sosialisasi

lumpur tinja

5. Fasilitator

bersama untuk melakukan

6. Permasalahan di lapangan dan di setiap

pengelolaan lumpur tinja

tahapan 7. Manajemen penyelenggaraan sosialisasi dan workshop 8. Permasalahan pada setiap tahapan (persiapan dan operasional) dalam pelaksanaan kegiatan.

limbah/lumpur tinja 3. Penyusunan dokumen Rencana Pengelolaan Lumpur Tinja di

4. Penilaian mandiri terhadap kinerja pengelolaan lumpur tinja eksisting

kabupaten/kota 4. Pelaksanaan kegiatan sosialisasi dan edukasi di tingkat

5. Penyampaian Surat Minat dari

masyarakat

kabupaten/kota kepada pusat melalui

5. Respon masyarakat terhadap kegiatan LLTT

provinsi

6. Kesiapan untuk mengalokasikan dana

Aspek-aspek yang dilakukan monev pada tahap operasional, meliputi:

untuk operasional dan pemeliharaan,

1. Pembentukan Lembaga Pengelola Lumpur Tinja

sosialisasi dan edukasi masyarakat

2. Ketersediaan anggaran (biaya investasi dan biaya operasional)

7. Kesepakatan pelaksanaan kegiatan, dan 8. Permasalahan.

3. Jumlah anggaran untuk pengelolaan lumpur tinja 3 (tiga) tahun terakhir 4. Besaran dan mekanisme penarikan tarif retribusi pelayanan pengurasan non terjadwal 5. Regulasi 6. SDM Pengelola 7. Peran serta masyarakat dalam pengelolaan air limbah, khususnya lumpur tinja 8. Peran badan usaha/swasta dalam kegiatan LLTT 9. Sensus tangki septik 10. Kuantitas dan kualitas armada pengangkutan lumpur tinja 11. Kinerja unit pengolahan IPLT 12. Kualitas efluen IPLT 13. Materi dan pelaksanaan SOP 14. Pengurasan tangki septik LLTT, dan 15. Hotline dan layanan pengaduan.

Sumber: Pedoman Layanan Lumpur Tinja Terjadwal, Kementerian PUPR, 2015

66

Warta Bappeda Volume 32 Nomor 122 Juli-September 2020


KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

Berdasarkan pengolahan data yang dilakukan, akses sanitasi aman di Provinsi Jawa Barat adalah 7,7%, Akses Layak Sendiri dan Bersama adalah 60%, Akses Belum Layak adalah 26,2% dan angka BABS adalah 6,2%.

Approach, S. (n.d.). Faecal Sludge Management Editors.

Pada Sludge Flow Diagram di Provinsi Jawa Barat, dapat terlihat bahwa limbah domestik yang telah terolah dengan aman baru 7,7% sedangkan 92,3% lainnya belum terolah dengan aman. Oleh karena itu diperlukan kebijakan dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk melakukan Pe n g e l o l a a n L u m p u r T i n j a / F a e c a l S l u d g e Management (FSM). Rekomendasi Kebijakan FSM dalam jangka waktu pendek dan menengah antara lain: a.

Melakukan seleksi awal kabupaten/kota yang menjadi pilot project Program FSM.

b.

Pe m e r i n t a h P r o v i n s i J a w a B a r a t m e n y a m pa i k a n ke b i j a k a n m e l a l u i Program FSM untuk seluruh kabupaten/kota yang sudah memiliki IPLT.

c.

Melakukan kajian untuk mereplikasi pendampingan yang telah dilakukan oleh mitra pembangunan ke kabupaten/kota bagi kabupaten/kota lainnya.

Compendium of Sanitation Systems and Technologies. (n.d.). Patunru, A. A. (2015). Access to safe drinking water and sanitation in Indonesia. Asia and the Pacific Policy Studies, 2(2), 234–244. https://doi.org/10.1002/app5.81 Pedoman Layanan Lumpur Tinja Terjadwal, Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian PU-PR, 2015 Survey Sosial dan Ekonomi Nasional 2011 – 2018, Badan Pusat Statistik SFD data summary.

https://sfd.susana.org/about/sfd-data

Penyusunan artikel ini dilakukan penulis berdasarkan ilmu yang diperoleh setelah memperoleh beasiswa dari Ministry of Foreign Affairs, Kerajaan Belanda melalui Program The Orange Knowledge Programme (OKP) untuk m e n g i k u t i S h o r t Co u r se - F a e c a l S l u d g e Management yang diikuti di Institute IHE Delft, Belanda pada tanggal 1 – 19 Juli 2019.

Foto-foto: Humas Bappeda

Volume 32 Nomor 122 Juli-September 2020 Warta Bappeda

67


JENDELA PERENCANAAN


Foto: Humas Bappeda

Pantai Pamayangsari, Tasikmalaya Pantai Pamayangsari adalah sebuah objek wisata alam berupa pantai pesisir laut yang terletak di Sindangkerta Cipatujah. Pantai tersebut terletak di area sebelah selatan dari wilayah administrasi Kabupaten Tasikmalaya. Pantai ini memanjang dari barat ke timur, dan menghadap arah selatan menuju ke perariran lautan lepas Samudera Hindia. Pantai Pamayangsari memiliki topografi alam berupa pantai yang cukup landai dengan warna pesisis pantai kehitaman. warna perairan disekitar berwarna biru kecoklatan dengan gelombang laut yang cukup tinggi.


WAWA S A N PERENCANAAN

Foto: Istimewa

Gap Kompetensi Pengelola Keuangan Daerah di Jawa Barat Menyebabkan “Slow Back-Loaded” Oleh Elly Rustiny

Widyaiswara Ahli Madya Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Provinsi Jawa Barat


ABSTRAK

PENDAHULUAN

Kriteria kompetensi yang diharapkan dari para pengelola keuangan adalah suatu karakteristik dari seseorang yang memiliki keterampilan (skill), pengetahuan (knowledge) dan kemampuan (ability) untuk menyelesaikan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya. Kompetensi merupakan karakteristik yang mendasari seseorang mencapai kinerja yang tinggi dalam pekerjaannya. Seseorang yang memiliki kompetensi akan bekerja dengan pengetahuan dan keterampilannya sehingga dapat bekerja dengan mudah, cepat, intuitif dan dengan pengalamannya bisa meminimalisir kesalahan. Demikian juga halnya mengenai pengelolaan keuangan yang berkualitas memerlukan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi serta menguasai manajemen pemerintahan. Penumpukan pencairan dana di triwulan akhir merupakan cerminan bahwa penyerapan anggaran tidak sesuai dengan rencana kegiatan yang telah ditetapkan. Permasalahan “slow back-loaded”, menjadi pekerjaan rumah bagi Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Sekalipun penyerapan memenuhi target pada akhir tahun, namun persentase capaian terlihat menumpuk di akhir tahun anggaran. Pola semacam ini tentu tidak sehat untuk perekonomian daerah dan kemakmuran masyarakat secara umum sehingga dibutuhkan Pelatihan Perencanaan dan Penganggaran bagi pejabat struktural dan pelaksana lainnya.

Terbitnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah merupakan dinamika dalam perkembangan pemerintahan daerah dalam rangka menjawab permasalahan yang terjadi pada pemerintahan daerah. Hal tersebut telah memberikan dampak yang cukup besar bagi berbagai peraturan perundangundangan yang mengatur mengenai pemerintahan daerah, termasuk pengaturan mengenai pengelolaan keuangan daerah.

Kata kunci : Pengelola Keuangan Daerah, Ko m pe te n s i , Pe l ati h an , Pe re n can aan dan Penganggaran.

Pengaturan mengenai pengelolaan keuangan daerah mengacu pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UndangU n d a n g N o m o r 1 Ta h u n 2 0 0 4 t e n t a n g Perbendaharaan Negara, Undang-Undang Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Selanjutnya, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah yang merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Penerbitan PP Nomor 12 Tahun 2019 tersebut bertujuan menyempurnakan aturan Pengelolaan Keuangan Daerah yang sebelumnya diatur dalam PP Nomor 58 Tahun 2005. Penyempurnaan peraturan tersebut berdasarkan identifikasi masalah dalam Pengelolaan Keuangan Daerah yang terjadi dalam pelaksanaannya selama ini, serta untuk menjaga 3 (tiga) pilar tata Pengelolaan Keuangan Daerah yang baik, yaitu transparansi, akuntabilitas, dan partisipatif. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 mencakup pengaturan mengenai perencanaan dan penganggaran, pelaksanaan dan penatausahaan, dan pertanggungjawaban keuangan daerah, menggunakan pendekatan kinerja. Pendekatan ini menekankan penganggaran yang berfokus pada pos belanja/pengeluaran aktivitas dan program kerja sehingga kinerjanya terukur. Tolok ukur dari pendekatan ini mempermudah pemerintah daerah dalam melakukan pengukuran kinerja untuk pencapaian tujuan dan sasaran pelayanan publik. Karakteristik dari pendekatan ini adalah proses untuk mengklasifikasikan anggaran berdasarkan kegiatan dan unit organisasi. Anggaran yang telah terkelompokkan dalam kegiatan akan memudahkan pihak yang berkepentingan untuk Volume 32 Nomor 122 Juli-September 2020 Warta Bappeda

71


melakukan pengukuran kinerja dengan cara terlebih dahulu membuat indikator yang relevan. Secara umum anggaran dapat didefinisikan sebagai rencana terperinci dari pendapatan dan penggunaan sumber daya keuangan, serta sumber daya-sumber daya lainnya pada satu periode tertentu (Garrison, Noreen, dan Brewer. 2007). Sedangkan menurut Robert D Lee, et al. (1978) bahwa “Budget a document or a collection of documents that refer to the financial condition of an organization (family, corporation, government), including information on revenues, expenditures, activities, and purposes or goals”. Implikasi dari perencanaan dan penganggaran yang kurang baik tercermin salah satunya dari persoalan penyerapan belanja yang rendah. Badan Pemeriksa Keuangan Pemerintah (BPKP) (2011) menjelaskan bahwa penyerapan anggaran yang tidak memenuhi target menyebabkan dana terlambat atau bahkan tidak tersalurkan kepada masyarakat dan tidak tersalurkan ke sistem perekonomian, sehingga penerima manfaat tidak sepenuhnya bisa menikmati hasil pembangunan dan pelayanan yang dibiayai oleh anggaran publik.

Foto: Humas Jabar

Senada dengan pernyataan tersebut, hasil penelitian dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) juga menyatakan bahwa penyerapan anggaran belanja yang rendah adalah permasalahan serius karena akan memperburuk perekonomian secara umum. Isu tersebut menjadi salah satu pekerjaan rumah bagi Pemerintah Provinsi Jawa Barat sehingga harus segera dicari solusinya. Secara normatif, perencanaan dan penganggaran harus terpadu, konsisten dan sinkron satu sama lain. Hal ini karena penganggaran merupakan media untuk mewujudkan target-target kinerja yang direncanakan. Tanpa perencanaan, pemerintah daerah cenderung tidak fokus serta cenderung bersifat reaktif yang pada akhirnya bermuara pada inefisiensi dan inefektifitas.

72 Warta Bappeda Volume 32 Nomor 122 Juli-September 2020

METODE Metode dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode analisis d e s k r i p t i f. A n a l i s i s d e s k r i p t i f a r t i n y a mengumpulkan, menyusun, menginterpretasikan dan menganalisis data sehingga memberikan kesimpulan yang jelas dan objektif terhadap masalah yang ada. Metode yang digunakan untuk memperoleh data dengan melaksanakan studi lapangan melalui:

1

Interview/wawancara, dilaksanakan melalui tanya jawab langsung kepada pihak-pihak yang bersangkutan guna memperoleh data dan keterangan yang berlandaskan pada tujuan penelitian.

2

Dokumentasi dilakukan melalui pengumpulan data dan dokumen hasil dari pelatihan-pelatihan pengelolaan keuangan yang telah dilaksanakan selama ini. Analisis yang digunakan adalah metode deskriptif, dimulai dengan mengumpulkan dan menyaring semua data yang masuk secara menyeluruh dan mendetail, kemudian diuraikan agar dapat diperoleh gambaran yang jelas. Langkah s e l a n j u t n y a , p e n u l i s m e n g e va l u a s i pelaksanaan serta penerapan dari perencanaan dan penganggaran untuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Jawa Barat. Kemudian dianalisis hingga diperoleh kesimpulan dari permasalahan yang ditemukan.

IDENTIFIKASI ANALISIS SITUASI Analisis situasi merupakan tahapan pengumpulan data yang ditempuh penulis sebelum merancang dan merencanakan program. Analisis situasi bertujuan untuk mengumpulkan informasi mencakup jenis dan bentuk kegiatan, pihak atau publik yang terlibat, tindakan dan strategi yang akan diambil, taktik, serta anggaran biaya yang diperlukan dalam melaksanakan program. Untuk analisis situasi dalam kajian ini digunakan metode USG (Urgency, Seriousness, dan Growth), sebagai berikut :


Tabel 1 Matriks Analisis Pemecahan Masalah dengan Metode USG No.

Masalah

1.

Belum terlayaninya pejabat struktural dan pelaksana lainnya dalam pelatihan perencanaan dan penganggaran Kurangnya kemampuan dalam mengelola kegiatan secara efektif dan efisien Belum optimalnya keterlibatan Widyaiswara Belum optimalnya alokasi anggaran dalam mendukung kebutuhan diklat Masih rendahnya penggunaan teknologi informasi dalam pelatihan Masih kurangnya sarana penunjang media pembelajaran berbasis elearning Belum tersedianya media coaching dan mentoring berbasis teknologi informasi bagi Wdyaiswara Lemahnya sinkronisasi perencanaan dan penganggaran pusat dan daerah dalam hal keterkaitan program dan pendanaan Pengelolaan anggaran harus efisien, efektif dan tepat waktu Banyaknya lembaga kediklatan lain yang ada di Provinsi Jawa Barat

2.

3. 4. 5. 6.

7.

8.

9. 10.

Urgency

Seriuosness

Growth

Total

Prioritas

5

5

5

15

I

3

3

3

9

VII

5

4

4

13

III

5

5

4

14

II

5

4

4

13

III

4

4

3

11

V

5

4

4

13

III

3

3

3

9

VII

4

4

4

12

IV

4

3

3

10

VI

Sumber: Hasil Analisis, 2020

Keterangan : 1.

Penetapan skala penilaian pada metode USG ini ditetapkan dengan skala: a. Urgensi : 5 = sangat mendesak; 4 = mendesak; 3 = cukup mendesak; 2 = kurang mendesak; 1 = tidak mendesak. b. Serious : 5 = sangat serius; 4 = serius; 3 cukup serius; 2 = kurang serius; 1 = tidak serius. c. Growth : 5 = sangat tinggi; 4 = tinggi; 3 = cukup tinggi; 2 = kurang tinggi; 1 = tidak tinggi.

2. Penentuan penyebab masalah terpilih didasarkan pada nilai skor total terbesar dan kedua terbesar.

Hasil analisis situasi internal dan eksternal diperoleh bahwa yang menjadi masalah prioritas adalah “Belum terlayaninya pejabat struktural dan pelaksana lainnya dalam pelatihan pengelolaan keuangan daerah”. Untuk mendiagnosis situasi dalam suatu organisasi, digunakan metode Force Field Analysis (FFA). Teknik ini sangat bermanfaat untuk mengidentifikasikan berbagai faktor pendorong dan penghambat yang menentukan efektivitas organisasi (Nana Rukmana, 2006). Faktor pendorong dan penghambat tersebut selanjutnya dianalisis untuk mengetahui tingkat kekuatan relatifnya masing-masing sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2 Matriks Analisis Situasi dengan Metode Force-Field Analysis (FFA) No. D1

D2

Kekuatan Pendorong Badan Diklat yang terakreditasi “A”

Sarana dan prasarana yang lengkap dan representatif

TKR

No.

5

H1

4

H2

Kekuatan Penghambat Belum terlayaninya pejabat struktural dan pelaksana lainnya dalam pelatihan perencanaan dan penganggaran Kurangnya kemampuan dalam mengelola kegiatan secara efektif dan efisien

TKR 5

3

Volume 32 Nomor 122 Juli-September 2020 Warta Bappeda

73


No. D3 D4

D5

D6

D7

D8

D9

D10

Kekuatan Pendorong Teknologi Informasi yang lengkap Widyaiswara yang kompeten dalam perencanaan dan penganggaran Beragamnya jenis kediklatan

TKR

No.

5

H3

5

H4

3

H5

Tingginya permintaan kerjasama dari kabupaten, kota, kementerian dan lembaga. Tuntutan kebutuhan SDM yang kompeten untuk mendukung prioritas pembangunan Jabar. Tuntutan Revolusi Industri 4.0 terhadap PNS yang mampu melayani masyarakat dengan cepat secara digital.

4

H6

4

H7

5

H8

Banyaknya potensi PNS Provinsi Jawa Barat yang memiliki bekal kompetensi berdasarkan latar belakang diklat, pendidikan formal, dan pengalaman yang dapat dicetak menjadi tenaga profesional melalui uji kompetensi. Tuntutan Grand Design Reformasi Birokrasi akan SMART ASN Tahun 2024 JUMLAH

3

H9

3

H10

41

Kekuatan Penghambat Belum optimalnya keterlibatan Widyaiswara Belum optimalnya alokasi anggaran dalam mendukung kebutuhan diklat Masih rendahnya penggunaan teknologi informasi dalam pelatihan Masih kurangnya sarana penunjang media pembelajaran berbasis elearning Belum tersedianya media coaching dan mentoring berbasis teknologi informasi bagi Wdyaiswara Lemahnya sinkronisasi perencanaan dan penganggaran pusat dan daerah dalam hal keterkaitan program dan pendanaan Pengelolaan anggaran harus efisien, efektif dan tepat waktu

Banyaknya lembaga kediklatan lain yang ada di Provinsi Jawa Barat JUMLAH

TKR 4 4

4

4

4

3

4

3

34

Foto: Humas Bappeda

Keterangan: TKR = Tingkat Kekuatan Relatif

kemudahan dalam melaksanakan kegiatan mengatasi “belum terlayaninya pejabat struktural dan pelaksana lainnya dalam pelatihan pengelolaan keuangan daerah”.

Berdasarkan hasil analisis pada tabel di atas menunjukkan bahwa tingkat kekuatan relatif faktor pendorong (41) lebih besar daripada nilai kekuatan relatif faktor penghambat (34) untuk meningkatkan efektivitas organisasi. Hal ini menunjukkan tingkat

74 Warta Bappeda Volume 32 Nomor 122 Juli-September 2020

Kekuatan pendorong dan penghambat tersebut dapat digambarkan dalam model FFA sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar tersebut mengilustrasikan bahwa kondisi kerjasama penyelesaian masalah “rendahnya kemampuan dalam mengelola kegiatan secara efektif dan efisien” saat ini merupakan keseimbangan yang terjadi antara 10 kekuatan pendorong dan 10 kekuatan penghambat yang besarnya kekuatan masing-masing ditunjukkan dengan anak panah. Panjang anak panah menunjukkan perkiraan tingkat kekuatan relatif yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara dan studi dokumentasi.


RESTRAINING FORCES (Estimated Strength) H1

-5 HIGHER H3

H6

H5

H4

H9

H7

-4

H2 H8

H10

-3 -2 -1

PRESENT SITUATIONS

EQUIILIBRIUM

+1 +2 +3 D9

D5 D6

D10

+4

D7

D2

LOWER

+5

D8 D3

D1

D4

DRIVING FORCES (Estimated Strength) Gambar 1. Faktor Pendorong dan Penghambat dalam Keseimbangan Sumber: Hasil Analisis, 2020

(Sebab dan Akibat)/Ishikawa adalah untuk mengidentifikasi dan mengorganisasi penyebabpenyebab yang mungkin timbul dari suatu efek spesifik dan kemudian memisahkan akar p e n y e ba b n y a . F i s h b o n e D i a g r a m ba n y a k digunakan untuk membantu mengidentifikasi akar penyebab dari suatu masalah dan membantu menemukan ide-ide untuk solusi suatu masalah. Dalam kajian ini akan dilakukan identifikasi sebagai berikut :

Setelah menganalisis faktor-faktor pendorong dan faktor-faktor penghambat sebagaimana digambarkan di atas, mengindikasikan adanya peluang yang cukup besar untuk melaksanakan kegiatan “belum terlayaninya pejabat struktural dan pelaksana lainnya dalam pelatihan pengelolaan keuangan daerah di Provinsi Jawa Barat”. Identifikasi masalah dilakukan dengan menggunakan metode Fishbone. Fungsi dasar diagram Fishbone (Tulang Ikan)/Cause and Effect

Man Kurangnya pendampingan dari Mentor dan Coach

Material Lingkungan

Belum memadainya pegawai yang kompeten, baru 9,77%

Padatnya kegiatan pejabat struktural Rendahnya dukungan dan motivasi pelatihan

Kurangnya kesadaran diri pegawai

Sertifikat belum menjadi syarat jabatan

Belum optimalnya jumlah angaran

Kurangnya media pembelajaran berbasis IT

Proses pembelajaran kurang menarik

Money Metode

Belum terlayaninya pejabat struktural & Pelaksana BBelum lainnya dalam pelatihan perencanaan dan penganggaran

Mesin

Gambar 2. Menentukan akar penyebab masalah dengan metode Fishbone Volume 32 Nomor 122 Juli-September 2020 Warta Bappeda

75


Untuk menentukan prioritas pemecahan masalah diatas, dilakukan analisis dengan menggunakan metode tapisan Mc. Namara. Analisis tapisan ini menentukan tiga kriteria yang dinilai dari setiap alternatif gagasan yakni efektivitas, efisiensi (biaya), dan kemudahan. Pemilihan Prioritas masalah menggunakan tapisan Mc. Namara dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Akar penyebab masalah untuk kegiatan kajian telah dipetakan berdasarkan fishbone terdiri kelompok Man, Material, Lingkungan, Mesin, Metode dan Money diperoleh yaitu belum terlayaninya pejabat struktural dan pelaksana lainnya dalam pelatihan perencanaan dan penganggaran.

Tabel 3 Pemilihan Prioritas masalah Terbaik menggunakan Teori Tapisan Mc. Namara No.

Alternatif Strategi

1

Belum terlayaninya pejabat struktural dan pelaksana lainnya dalam pelatihan perencanaan dan penganggaran Belum optimalnya jumlah anggaran dalam mendukung kebutuhan diklat. Belum memadainya pegawai yang kompeten dan baru mencapai 9,77 % bersertifikat Proses pembelajaran kurang menarik dan belum menerapkan Blended learning Masih kurangnya sarana penunjang media pembelajaran berbasis teknologi informasi Padatnya kegiatan pejabat struktural sehingga sulit meninggalkan pekerjaan. Kurangnya kesadaran diri pegawai untuk meningkatkan kemampuan sesuai tupoksinya Rendahnya dukungan dan motivasi dalam melaksanakan pelatihan di kalangan Pegawai Negeri Sipil (PNS) Sertifikasi pengelolaan keuangan belum menjadi syarat jabatan. Kurangnya pendampingan dari mentor dan coach dalam meningkatkan kompetensi pegawai.

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Efektifitas

Efisiensi (Biaya)

Kemudahan

Total

Prioritas

5

5

4

14

Terpilih

5

4

4

13

3

3

3

9

4

4

4

12

4

4

3

11

3

3

3

9

3

3

3

9

3

3

3

9

4

3

4

11

4

4

4

12

Berdasarkan analisis prioritas gagasan pemecahan isu pada lampiran tapisan Mc Namara, diperoleh solusi yang akan dilakukan untuk pemecahan isu adalah melalui alternatif strategi terpilih yaitu “belum terlayaninya pejabat struktural dan pelaksana lainnya dalam pelatihan perencanaan dan penganggaran”.

HASIL DAN PEMBAHASAN Penyerapan anggaran bisa dianalisis dari dua sudut pandang, yang pertama yaitu jumlah realisasi 76 Warta Bappeda Volume 32 Nomor 122 Juli-September 2020

anggaran pada akhir tahun dibandingkan dengan jumlah anggarannya dan yang kedua dari segi ketidakproporsionalan serapannya (Halim, 2014). Kondisi penyerapan anggaran yang rendah memperlihatkan adanya permasalahan yang serius di kalangan pengguna anggaran yang berulang setiap tahun. Bila dikaji lebih runut, belanja pemerintah memang selalu melonjak drastis di pertengahan sampai akhir triwulan ketiga tahun anggaran. Trennya adalah empat bulan terakhir selalu melonjak dengan sangat tajam (Anfujatin,


2016). Variabel pendorong per tumbuhan perekonomian Indonesia sampai saat ini masih didominasi oleh faktor konsumsi, sehingga belanja pemerintah yang merupakan konsumsi pemerintah menjadi pendorong utama percepatan pertumbuhan. Kegiatan yang langsung menyentuh kepentingan masyarakat, bila dilaksanakan pada awal waktu, akan memberikan manfaat serta efek stimulus yang besar. Apabila pelaksanaanya cenderung lambat bahkan hingga akhir tahun, maka yang dirugikan adalah masyarakat, karena manfaat yang akan diterima tertunda (Halim, 2014). World Bank (2015) menyebut bahwa negaranegara berkembang seperti Indonesia, mempunyai permasalahan yang seragam dalam penyerapan anggaran yang disebut “slow back-loaded”, artinya

penyerapan rendah pada awal sampai tengah tahun anggaran, namun melonjak memasuki akhir tahun anggaran. Penumpukan pencairan di t r i w u l a n I V m e r u pa k a n c e r m i n a n ba h w a penyerapan anggaran tidak sesuai dengan rencana kegiatan yang telah ditetapkan (Syarah, 2016). Permasalahan “slow back-loaded”, juga menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah daerah, salah satunya yang terjadi di Provinsi Jawa Barat. Sekalipun penyerapan memenuhi target pada akhir tahun, namun persentase capaian terlihat tinggi di akhir tahun anggaran. Hal ini disebabkan kurang maksimalnya kinerja para satuan kerja perangkat daerah. Berikut hasil serapan anggaran belanja Pemerintah Provinsi Jawa Barat tahun 2018-2019.

Tabel 3 Serapan Anggaran Belanja Pemerintah Provinsi Jawa Barat Tahun 2018-2019 No. 1. 2.

Tahun 2018 (25 Okt 2018) 2019 (25 Okt 2019)

35,75 Trilyun

Realisasi Jumlah (Rp) 24,33 Trilyun

% 68,07

Target % 80,00

39,187 Trilyun

24,60 Trilyun

62,79

80,00

Pagu Anggaran (Rp)

Sumber : https://bandung.bisnis.com

Berdasarkan hasil monitoring Dirjen Perbendaharaan pada tahun 2010-2013 yang dilaksanakan terhadap seluruh kantor pembayaran KPPN di seluruh Indonesia, ditemukan beberapa faktor penyebab rendahnya penyerapan anggaran, antara lain yaitu tahap perencanaan yang buruk (Setyanova, 2013). Hasil monitoring tersebut dipertegas melalui laporan Dirjen Perimbangan Keuangan pada tahun 2013 yang menyatakan bahwa tidak maksimalnya proses perencanaan anggaran merupakan hambatan yang signifikan terhadap penyerapan belanja daerah. Kedua pernyataan di atas sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Imam Dwi Kuswoyo yang menunjukkan bahwa penyebab utama penumpukan penyerapan anggaran belanja salah satunya disebabkan oleh perencanaan anggaran yang kurang maksimal. Pada dasarnya, perencanaan (planning) merupakan proses yang diawali dengan penetapan tujuan berupa penentuan strategi untuk pencapaian tujuan secara menyeluruh serta perumusan sistem perencanaan untuk mengintegrasikan dan mengkoordinasikan seluruh pekerjaan organisasi, hingga tercapainya tujuan tersebut (Robbins dan Coulter, 2002 dalam Bastian, 2010). Selain perencanaan, kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan unsur utama dalam pengelolaan anggaran. SDM merupakan rancangan sistem-sistem formal dalam suatu organisasi untuk memastikan penggunaan bakat manusia secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan organisasi (Mathis dan Jackson, 2006). SDM menjadi unsur utama dalam setiap aktivitas yang dilakukan. Melalui kompetensi berupa pengalaman dan motivasi yang dimiliki menjadikan SDM sebagai faktor kunci dalam pengelolaan anggaran (Zarianah, 2015). Kompetensi SDM memang mutlak diperlukan agar pengelolaan anggaran dapat terlaksana dengan baik karena SDM yang buruk menjadikan pengelolaan anggaran buruk dan berakibat terlambatnya realisasi anggaran (Nina et al. 2016). Senada dengan itu, hasil penelitian Sutiono

Volume 32 Nomor 122 Juli-September 2020 Warta Bappeda

77


(1997) menemukan bahwa faktor yang memengaruhi lambatnya daya serap keuangan, salah satunya disebabkan karena kualitas SDM yang terlibat dalam pengelolaan belum memadai dan belum tersebar secara merata sesuai kebutuhan daerah. Kondisi seperti ini dapat dilihat dari masih adanya pejabat yang tidak teliti dalam menyusun perencanaan dan penganggaran. Pejabat tersebut hanya mengusulkan program pembangunan, namun tidak mengetahui situasi sebenarnya yang ada di lapangan. Ketika anggaran sudah disahkan maka terjadi kesulitan untuk merealisasikan karena terdapat berbagai kendala lapangan (Halim, 2014). Hakekatnya dalam suatu organisasi baik organisasi privat maupun organisasi publik, kedudukan manusia merupakan unsur utama yang memiliki karakteristik seperti kemampuan, kepercayaan pribadi, pengharapan, ke b u t u h a n , d a n p e n g a l a m a n . Ko m p o n e n karakteristik inilah yang kemudian membentuk perilaku seseorang dan akan menggerakkan serta membawa organisasi untuk mencapai tujuan ( T h o h a , 2 0 1 1 ) . S e t i a p o rg a n i s a s i m u t l a k membangun SDM yang profesional dan memiliki kompetensi yang tinggi. SDM yang kompeten merupakan keunggulan tersendiri dalam suatu organisasi sekaligus sebagai pendukung daya saing organisasi pada era globalisasi dalam menghadapi lingkungan kerja serta kondisi sosial masyarakat yang mengalami perubahan yang dinamis (David, 2016). Ditambah dengan adanya regulasi/aturan sebagai pedoman dalam bekerja yang memerlukan pemahaman terhadap aturan yang mengikat dan menyesuaikan kebijakankebijakan yang diambil dengan aturan yang ada (Putri, 2014). Beberapa kajian sebelumnya yang menyatakan bahwa perencanaan anggaran dan sumber daya manusia (SDM) berpengaruh pada keterlambatan perencanaan dan penyerapan anggaran dilaksanakan oleh Dwi Kuswoyo (2011), Hendris Herriyanto (2012), Mashudi Adi Nugroho (2013), Monik Zarinah (2015), Cut Malahayati (2015), Eko Suryanto (2015), Nina et al. (2016), Ledy et al. (2016) dan Anfujatin (2016). Visi Provinsi Jawa Barat Tahun 2018-2023 adalah “Terwujudnya Jawa Barat Juara Lahir Batin dengan Inovasi dan Kolaborasi”. Keterkaitan Rencana Strategis Badan Pelatihan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Provinsi Jawa Barat terhadap RPJMD Provinsi Jawa Barat tersirat pada misi ke-3, yaitu “Meningkatkan Kinerja Pemerintahan, 78 Warta Bappeda Volume 32 Nomor 122 Juli-September 2020

Profesionalisme Aparatur, dan Perluasan Partisipasi Publik”, melalui salah satu sasaran yaitu meningkatnya profesionalisme dan kualitas kesejahteraan aparatur sebesar 69,58 persen dari target antara 63-65 persen. BPSDM berperan serta dalam inovasi pelayanan publik dan penataan daerah yang tertuang dalam RPJMD, yaitu ASN Juara dimana BPSDM berperan dalam menciptakan ASN yang berkualitas melalui corporate university, talent management/talent pool. Oleh karena itu BPSDM Provinsi Jawa Barat memiliki 2 (dua) tujuan, yaitu meningkatkan kompetensi ASN, serta mewujudkan SMART ASN. Kedua tujuan di atas dapat dilaksanakan dengan sasaran melalui meningkatnya kompetensi pemerintah, manajerial, teknis, sosial kultural, dan meningkatnya 8 kompetensi SMART ASN, dengan metode manajemen berbasis Corporate University dalam mendukung keberhasilan mencapai tujuan Visi dan Misi Jawa Barat dalam mencapai ASN Juara. Berdasarkan tingkat profesionalismenya, Pegawai Pemerintah Provinsi Jawa Barat berdasarkan data kepegawaian tahun 2019 berjumlah 36.135 pegawai terdiri dari 1.619 pejabat struktural, 25.801 pejabat fungsional tertentu dan 9.602 pejabat fungsional umum. Dari jumlah tersebut baru sebanyak 3.529 orang pegawai atau 9,77 % yang telah memiliki sertifikat kompetensi. Capaian kapasitas manajemen dan perencanaan diklat sudah didasarkan pada identifikasi kebutuhan diklat pada perangkat daerah, tetapi belum sepenuhnya didasarkan pada pemetaan dan analisis kebutuhan diklat. Hak Pengembangan Kompetensi bagi PNS, sesuai dengan Pasal 203 ayat (4) PP Nomor 11 Ta h u n 2 0 1 7 t e n t a n g M a n a j e m a n P N S “Pengembangan Kompetensi bagi setiap PNS paling sedikit 20 jam pelajaran dalam setahun”, sehingga belum semua PNS memiliki kompetensi sesuai dengan Standar Kompetensi Jabatan sebagai Jaminan Profesionalisme PNS. Hal ini karena belum terpenuhinya alokasi anggaran dalam rangka meningkatkan kompetensi pegawai sebesar 0,34% dari belanja daerah. Mengacu pada tugas dan fungsi BPSDM Provinsi Jawa Barat serta visi, misi pembangunan Provinsi Jawa Barat, maka BPSDM Provinsi Jawa Barat menetapkan 4 (empat) sasaran, sebagai berikut:


1

Meningkatnya kompetensi manajerial, sosiokultural, teknis dan pemerintahan bagi PNS Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

Adanya tuntutan zaman dan keinginan masyarakat akan pelayanan yang maksimal perlu diikuti dengan perkembangan kemampuan kompetensi aparatur. BPSDM Provinsi Jawa Barat mengakomodir keinginan dan tuntutan tersebut dengan mempersiapkan peningkatan pengembangan kompetensi yang beragam, sehingga mulai aparatur tingkat bawah sampai pimpinan daerah tidak hanya menguasai satu jenis kompetensi saja melainkan dapat lebih berkembang dengan tersedianya pengembangan kompetensi baik manajerial, sosiokultural, teknis dan pemerintahan.

2

Meningkatnya PNS Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang bersertifikat kompetensi.

Pengembangan kompetensi yang dimiliki aparatur pemerintah akan diuji berdasarkan kriteria tertentu, sehingga aparatur yang dihasilkan merupakan aparatur yang mampu memberikan layanan terhadap masyarakat dan membantu mencerdaskan semua elemen masyarakat dengan pembuktian berupa sertifikat kompetensi. Aparatur yang kompeten akan membantu menyelesaikan dan mengarahkan program kegiatan sesuai dengan kompetensinya. Sertifikasi merupakan jaminan kompetensi aparatur, sehingga pemetaan dapat tepat sasaran.

3

Meningkatnya Kompetensi SMART ASN. SMART ASN merupakan kelompok aparatur yang memiliki kelebihan, ditandai dengan menguasai beberapa aspek , yaitu: nasionalisme, integritas, wawasan global, hospitality, networking, teknologi informasi, bahasa asing, dan entrepreneurship. Pengetahuan dan keterampilan pegawai Pemerintah Provinsi Jawa Barat semakin berkembang, hal tersebut ditandai dengan banyaknya pejabat yang memiliki gelar akademik tinggi. Secara logika mereka termasuk golongan yang sudah matang, memiliki kelebihan dalam berpikir, berperilaku dan wawasan manajerial. Kelompok inilah yang disebut SMART ASN, Smar t ASN harus merupakan aparatur yang “Talent Pool”.

4

Terwujudnya Manajemen Berbasis Corpu. Untuk membentuk dan mempersiapkan

aparatur yang SMART, diperlukan suatu sistem dan wadah manajemen yang berbasis Corporate University (Corpu).

PENUTUP Berdasarkan seluruh penjelasan di atas, d i p e ro l e h ke s i m p u l a n ba h w a d i p e r l u k a n Penyusunan Program Pelatihan Perencanaan dan Penganggaran bagi Pejabat Struktural dan Pelaksana lainnya dengan menggunakan Sistem Blended Learning atau e-Learning. Program pelatihan ini dimaksudkan sebagai upaya untuk menjadi salah satu solusi dalam mengatasi permasalahan pengelolaan perencanaan dan penganggaran pada masing-masing perangkat daerah. Penyusunan Program Pelatihan Perencanaan dan Penganggaran diharapkan dapat menyediakan berbagai bahan ajar dan kurikulum dalam mendukung proses belajar mengajar di BPSDM Provinsi Jawa Barat. Terlaksananya kegiatan ini akan meningkatkan peran Widyaiswara dalam berkontribusi bagi pengembangan kompetensi ASN dan sekaligus bagi peningkatan kinerja di Provinsi Jawa Barat dalam mencapai ASN Juara dan APBD Juara. P r o g r a m Pe l a t i h a n Pe r e n c a n a a n d a n Penganggaran ini dapat dilaksanakan dan berjalan baik, dengan adanya dukungan dari pimpinan unit kerja serta dukungan anggaran untuk operasional pelaksanaannya. Kegiatan Penyusunan Program Pelatihan Perencanaan dan Penganggaran bagi Pejabat Struktural dan Pelaksanan lainnya dengan menggunakan Sistem Blended Learning atau eLearning harus dilaksanakan dengan sungguhsungguh oleh tim kerja serta kepala organisasi perangkat daerah yang mengirimkan calon peserta diklat, untuk mengurangi gap kompetensi yang ada di instansinya.

DAFTAR PUSTAKA BUKU : Arif, Emkhad, 2012, Identifikasi Faktor-Faktor Penyebab Minimnya Penyerapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kota di Provinsi Riau Tahun 2011. Tesis. Riau: Universitas Islam Riau Budiarto, H. Diani Krisna Eri dan Seran YGG. 2005. Prespektif Pemerintah Daerah, Otonomi, Birokrasi, dan Pelayanan Publik. Bogor, FISIP Universitas Juanda. Volume 32 Nomor 122 Juli-September 2020 Warta Bappeda

79


Burns, John, P. 1978. Asian Civil Service Systems : Improving Efficiency And Productivity. Singapore: Times Academic Press. Cohen M, John and Peterson B, Stephen. 1999, Administrative Decentralization (Strategies for Developing Countries), Kumarian Press : USA Conyers, Diana. “Decentralization and Development: A Framework for analysis”, Community Development Journal, An International Forum Oxford University Press, Vol 21 No 2, p .90, April 1986. Deiby Isilda Alumbida, David P.E. Saerang, Ventje Ilat, “Pengaruh Perencanaan, Kapasitas Sumber Daya Manusia Dan Komitmen Organisasi Terhadap Penyerapan Anggaran Belanja Daerah Pada Pemerintah Kabupaten Kepulauan Talaud”, Jurnal. Devas, Nick, Brian Binder, Anne Both, Kenneth Davey, dan Roy Kelly. 1989. Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). Dwiyanto, Agus. 2005. Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik. Jakarta: Gadjah Mada University Press. Ibrahim, “Perencanaan Penganggaran Daerah” Iqbal, Muhammad, 2016, Pengaruh Perencanaan Anggaran Dan Kompetensi Sumber Daya Manusia Terhadap Penyerapan Anggaran Dengan Komitmen Organisasi Sebagai Pemoderasi, Program Magister Akuntansi Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Hasanuddin Makassar. Mulyana, Budi, 2010, Modul Perencaan dan Penganggaran Daerah, Jakarta : STAN Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 77 Tahun 2016 Tentang Tugas Pokok, Fungsi, Rincian Tu g a s U n i t d a n Ta t a K e r j a B a d a n Pengembangan Sumber Daya Manusia Provinsi Jawa Barat Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 8 Tahun 2019 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Tahun 20182023. Peraturan Gubernur Nomor 82 Tahun 2014 tentang Tata Cara Penganggaran, Pelaksanaan, Penatausahaan, Pertanggungjawaban, Pelaporan serta Monitoring dan Evaluasi Belanja Hibah dan Belanja Bantuan Sosial yang bersumber dari Anggaran Pendapatan 80 Warta Bappeda Volume 32 Nomor 122 Juli-September 2020

dan Belanja Daerah Provinsi Jawa Barat. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajeman PNS. Pe r m e n d a g r i N o m o r 1 3 Ta h u n 2 0 0 6 J o . Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 Jo. Permendagri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Perm en dagri No m or 32 Tahu n 2011 dan perubahannya Permendagri Nomor 39 tahun 2012 tentang Pedoman Pemberian hibah Dan Bantuan Sosial. PP Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Rencana Strategis Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Provinsi Jawa Barat 2018-2023 Ripley, Randall. B., Franklin, Grace. A, 1990, Policy Implementation and Bureaucracy (Second Edition), Chicago, Illinois : The Dorsey Press Sugiyanto, 2000. “Kemandirian dan Otonomi Daerah”. Media Ekonomi dan Bisnis, Vol. XII, No.1 Hal.: 1-7, Semarang : FE UNDIP. Te r r y , G e o r g e R , 1 9 6 0 . P r i n c i p l e s o f Management.Thrid Edition. Richard D.Irwin, Inc.Homewood Illnois Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Undang-Undang Keuangan Negara Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbanagan Keuangan Antara Pusat dan Pemerintah Daerah. Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 Tentang ASN. Wibowo, Sri Muktiono, 2007, “Kemampuan Keuangan Daerah dalam Era Otonomi dan Relevansinya dengan Pertumbuhan Ekonomi (Studi pada Kabupaten dan Kota se-JawaBali).” Ist National Accounting Conference, Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

INTERNET : https://bandung.bisnis.com


WAWA S A N PERENCANAAN

Dampak Pandemi COVID-19 terhadap Asupan Gizi Masyarakat dalam Menanggulangi Stunting di Kabupaten Bandung Barat Oleh Ecep Achmad Hidayat

Perencana Pertama / RS Jiwa Provinsi Jawa Barat

Abstrak Tujuan Penelitian ini adalah Identifikasi Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Asupan Gizi Masyarakat dalam Menanggulangi Stunting di Kabupaten Bandung Barat. Pandemi Covid-19 ini sangat berdampak terhadap as upan gizi masyarakat, apalagi pemerintah dalam menekan angka penyebaran covid-19 ini memberlakukan kebijakan tentang pembatasan sosial berskala besar (PSBB), sehingga membatasi pergerakan masyarakat Kabupaten Bandung Barat, yang berimbas terhadap pendapatannya sehingga daya beli masyarakat mengalami penurunan. Menurunnya pendapatan masyarakat ini berakibat terhadap asupan gizi masyarakat sehingga mengakibatkan peningkatan angka Stunting di Kabupaten Bandung Barat. Kata-kunci : Covid-19, Asupan Gizi, Stunting.

Foto/Desain: Istimewa

Menjaga pola makan dengan asupan gizi yang seimbang penting dilakukan sebagai upaya menjaga daya tahan tubuh di tengah pandemi. Mengingat hingga saat ini belum ada makanan atau komponen bahan makanan yang bisa meningkatkan kekebalan tubuh dan serta merta membuat seseorang tercegah dari infeksi Covid19. Asupan gizi yang kurang dapat disebabkan ketersediaan pangan tingkat rumah tangga tidak cukup. Ketersediaan pangan ini akan terpenuhi, jika daya beli masyarakat cukup. Sosial ekonomi masyarakat merupakan faktor yang turut berperan dalam menentukan daya beli keluarga. Resiko Kejadian Stunting pada Balita Usia 12 bulan menunjukkan Stunting sangat erat kaitannya dengan pola pemberian makanan (ASI dan MP-ASI) terutama pada 2 tahun pertama kehidupan. Menurut data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, angka kejadian Stunting di Indonesia mencapai 30,8%. Walaupun sudah menurun dibandingkan dengan tahun 2013 yaitu sekitar 37,2%, angka tersebut masih tergolong tinggi karena masih berada di atas ambang maksimal dari WHO yaitu sebesar 20%. Di Kabupaten Bandung Barat ada sebanyak 7,67 persen anak Stunting atau anak dengan tinggi badan yang di bawah standar rata-rata. Angka Stunting KBB yang berada di angka 7,67 persen atau sebanyak 10.487 balita ialah usia 0-59 bulan. Sebaran Balita Stunting Kab. Bandung Barat Per Bulan Februari Tahun 2020, Angka Tertinggi pada Kecamatan Gununghalu sebesar 32.33%, Peringkat Kedua pada Kecamatan Cihampelas 26.58%, Ketiga pada Kecamatan Cipongkor 24.78% dan Keempat terdapat di Kecamatan Sindangkerta 20.21%.


PENDAHULUAN Kabupaten Bandung Barat merupakan bagian dari wilayah bagian Provinsi Jawa Barat yang secara definitif menjadi Daerah Tingkat II berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Bandung Barat di Provinsi Jawa barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara republik Indonesia Nomor 4688). Geografis Kabupaten Bandung Barat terletak pada 06º 41' - 07º 19' Lintang Selatan dan 107º 22' 108º 05' Bujur Timur. Keseluruhan wilayah Kabupaten Bandung Barat memiliki luas sebesar Luas wilayah 1.305,77 Km2 atau 130.577,40 Ha yang terbagi menjadi 16 wilayah administrasi kecamatan, yaitu Lembang, Parongpong, Cisarua, Cikalongwetan, Cipeundeuy, Ngamprah, Cipatat, Padalarang, Batujajar, Cihampelas, Cililin, Cipongkor, Rongga, Sindangkerta, Gununghalu dan Saguling. Kabupaten Bandung Barat meliputi 165 desa, Selengkapnya wilayah Kabupaten Bandung Barat dapat dilihat pada Gambar dibawah ini :

Gambar 1 Peta Administrasi Kabupaten Bandung Barat. (Sumber Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten Bandung Barat Tahun 2015-2019).

Beberapa penyebab yang mendasari terjadinya masalah gizi adalah ketersediaan/akses pangan baik di tingkat masyarakat maupun di tingkat keluarga serta faktor ekonomi. Pada masa pandemi Covid-19 ini, pelayanan gizi lebih diprioritaskan kepada kelompok balita dan ibu hamil serta menyusui yang berisiko. Pandemi Covid-19 secara tidak langsung telah memberikan dampak buruk bagi pemenuhan gizi anak. Hal tersebut terjadi seiring dengan penurunan pendapatan dari sebagian besar kepala keluarga 82 Warta Bappeda Volume 32 Nomor 122 Juli-September 2020

akibat keterbatasan ruang gerak masyarakat di Bandung Barat. Padahal, ketidakmampuan orang tua untuk melengkapi nutrisi anak dapat menyebabkan berbagai risiko kesehatan yang salah satunya termasuk Stunting. Minimnya gizi yang diterima anak juga berpengaruh pada imunitas tubuh sehingga berisiko besar untuk meningkatkan kemungkinan mereka terjangkit virus corona. Kurang gizi dikarenakan akses masyarakat terhadap pangan rendah, makanan ibu hamil kurang kalori dan protein atau terserang penyakit, bayi baru lahir tidak diberi kolostrum, bayi sudah diberi Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) sebelum usia 4-6 bulan, pemberian makanan padat pada bayi terlalu lambat, anak dibawah 2 tahun diberi makanan kurang atau densitas energinya kurang, makanan yang diberikan tidak mempunyai kadar zat gizi mikro yang cukup, penanganan diare yang tidak benar dan makanan yang kotor/terkontaminasi. Sesungguhnya telah banyak upaya penanggulangan masalah gizi yang dilakukan, akan tetapi, keberhasilan upaya tersebut masih dirasakan belum optimal. Upaya yang telah dilaksanakan antara lain pemberian makanan tambahan pemulihan (PMTP), bantuan keuangan gubernur 90 hari, peningkatan kapasitas petugas dalam pelatihan tatalaksanan gizi buruk, konseling menyusui, penilaian pertumbuhan, pemberian makanan bayi dan makanan (PMDH) dan konseling makanan pendamping air susu ibu (MP ASI), kerjasama lintas sektor. Penimbangan merupakan salah satu kegiatan utama program perbaikan gizi yang menitikberatkan pada pencegahan dan peningkatan keadaan gizi anak. Penimbangan terhadap bayi dan balita yang merupakan upaya masyarakat memantau per tumbuhan dan perkembangannya. Partisipasi masyarakat dalam penimbangan tersebut digambarkan dalam perbandingan jumlah balita yang ditimbang (D) dengan jumlah balita seluruhnya (S). Semakin tinggi masyarakat dalam penimbangan, maka semakin banyak pula data yang dapat menggambarkan status gizi balita. Banyak hal yang dapat mempengaruhi tingkat pencapaian partisipasi masyarakat dalam penimbangan, antara lain tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan masyarakat tentang kesehatan dan gizi, faktor ekonomi dan sosial budaya.


Data Penimbangan Status Gizi Balita Pada Masa Pandemi Tahun 2020 Berdasarkan Indeks Antropometri BB/TB.

pembanding serta informasi dari internet dengan sumber berita yang jelas dan bisa dikonfirmasi kebenarannya.

KAJIAN PUSTAKA

Gambar 2. Data Penimbangan Status Gizi Balita Pada Masa Pandemi Tahun 2020 Berdasarkan Indeks Antropometri BB/TB.

Tu j u a n P e n e l i t i a n i n i a d a l a h u n t u k Mengidentifikasi Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Asupan Gizi Masyarakat dalam Menanggulangi Stunting di Kabupaten Bandung Barat.

METODE Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu Metode kuantitatif, mengingat situasi dan kondisi serta waktu pada saat ini yang cukup singkat, maka penulis hanya menggunakan metode Kuantitatif. “Metode kuantitatif adalah desain penelitian yang berlandaskan pada filsafat positifisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrument penelitian, analisis data bersifat kuantitatif / statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan (Sugiyono, 2015).” Data sekunder didapat dengan mengkaji literatur yang berkaitan dengan Kabupaten Bandung Barat serta dokumen-dokumen resmi seperti Peraturan Daerah Kabupaten Barat, RPJMD Kabupaten Bandung Barat, RKPD Kabupaten Bandung Barat, Analisis-analisis terdahulu sebagai

Definisi Status Gizi Status gizi adalah faktor yang terdapat dalam level individu, faktor yang dipengaruhi langsung oleh jumlah dan jenis asupan makanan serta kondisi infeksi. Diartikan juga sebagai keadaan fisik seseorang atau sekelompok orang yang ditentukan dengan salah satu atau kombinasi ukuran-ukuran gizi tertentu.(Supariasa, et al, 2016). Status gizi berkaitan dengan asupan makronutrien dan energi. Energi didapatkan terutama melalui konsumsi makronutrien berupa karbohidrat, protein dan lemak. Selama usia pertumbuhan dan perkembangan asupan nutrisi menjadi sangat penting, bukan hanya untuk mempertahankan kehidupan melainkan untuk proses tumbuh dan kembang. Di Indonesia, prevalensi konsumsi energi di bawah kebutuhan minimal secara nasional mencakup 33,9% untuk kelompok usia 4-6 tahun dan 41,8% untuk usia 7-9 tahun. Prevalensi konsumsi protein di bawah kebutuhan minimal secara nasional mencakup 25,1% untuk kelompok usia 4-6 tahun dan 30,8% untuk usia 7-12 tahun. Selain sebagai indikator kesehatan masyarakat, status gizi secara individual juga berhubungan dengan penentuan prestasi akademik. Status gizi yang baik sejalan dengan prestasi akademik yang baik pula, meskipun beberapa penelitian gagal menunjukkan hubungan tersebut. Kekurangan zat gizi secara berkepanjangan menunjukkan efek jangka panjang terhadap per tumbuhan (Ryadinency, 2012). Gizi yang diperoleh seorang anak melalui konsumsi makanan setiap hari berperan besar untuk kehidupan anak tersebut. Kekurangan energi dan protein (KEP) merupakan masalah gizi global terutama di negera-negara berkembang yang banyak terjadi pada semua kelompok umur, salah satunya pada anak usia sekolah (6-12 tahun). Berdasarkan hasil Riskesdas (2013), kejadian status gizi pendek dan kurus pada anak-anak usia sekolah (5-12 tahun) masih tinggi. Sebesar 30.7% anak-anak usia 5-12 tahun mengalami status gizi pendek dan sebesar 11,2% memiliki status gizi kurus. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Fa kto r p e n y e ba b l a n g s u n g te r j a d i n y a kekurangan gizi adalah ketidakseimbangan gizi Volume 32 Nomor 122 Juli-September 2020 Warta Bappeda

83


dalam makanan yang dikonsumsi dan terjangkitnya penyakit infeksi. Penyebab tidak langsung adalah ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan anak dan pelayanan kesehatan. Ketiga faktor tersebut berkaitan dengan tingkat pendidikan, pengetahuan dan keterampilan keluarga serta tingkat pendapatan keluarga (Mukherjee et al, 2008). Faktor ibu memegang peranan penting dalam menyediakan dan menyajikan makanan yang bergizi dalam keluarga, sehingga berpengaruh terhadap status gizi anak (Proverawati dan Asfuah, 2009).

Tabel 1. Tabel Kecukupan gizi yang dianjurkan /AKG ibu hamil

Sumber: Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi 2004

Kebutuhan Gizi pada Ibu Hamil Gizi selama kehamilan adalah salah satu faktor penting dalam menentukan pertumbuhan janin. Dampaknya adalah berat badan lahir, status nutrisi dari ibu yang sedang hamil juga mempengaruhi angka kematian perinatal, keadaan kesehatan neonatal, dan pertumbuhan bayi setelah kelahiran. Kehamilan adalah suatu keadaan yang istimewa bagi seorang wanita sebagai calon ibu, karena pada masa kehamilan akan terjadi perubahan fisik yang mempengaruhi kehidupannya. Pola makan dan gaya hidup sehat dapat membantu pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim ibu (Proverawati, 2009). Kehamilan menyebabkan meningkatnya metabolisme energi, karena itu kebutuhan energi dan zat gizi tersebut diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan janin, per tambahan besarnya organ kandungan, perubahan komposisi dan metabolism tubuh ibu . Sehingga kekurangan zat gizi tertentu yang diperlukan saat hamil dapat menyebabkan janin tumbuh tidak sempurna. Menurut S Sayoga (2007) gizi yang baik sangat dibutuhkan bagi seorang ibu hamil. Makanan yang dikonsumsi ibu bukanlah untuk ibu sendiri tetapi diasup pula oleh sang bayi. Sehingga seorang ibu hamil wajib memperhatikan kebutuhan gizinya. 3 bulan pertama kehamilan, asupan energi tidak perlu ditingkatkan bila seorang ibu hamil mengkonsumsi makanan bergizi. Sedangkan 2 trimester akhir, tubuh ibu hamil membutuhkan tambahan 300 kalori per hari dibanding sebelum hamil, sedang asupan protein 60 gram sehari, yaitu 20-36 % lebih tinggi dari kebutuhan normal. Kebutuhan akan energi dan zatzat gizi bergantung pada berbagai faktor seperti umur, gender, berat badan, aktifitas dan lain-lain (Almatsier, 2002).

Definisi Stunting adalah kondisi gagal pertumbuhan pada anak (pertumbuhan tubuh dan otak) akibat kekurangan gizi dalam waktu yang lama. Sehingga, anak lebih pendek atau perawakan pendek dari anak normal seusianya dan memiliki keterlambatan dalam berpikir. Umumnya disebabkan asupan makan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Stunting (pendek) adalah salah satu bentuk gizi kurang yang ditandai dengan tinggi badan menurut umur diukur dengan dari keadaan yang berlangsung lama, misalnya: kemiskinan, perilaku hidup sehat dan pola asuh/pemberian makan yang kurang baik dari sejak anak dilahirkan yang mengakibatkan anak menjadi pendek. Masalah gizi terutama Stunting pada balita dapat menghambat perkembangan anak , dengan dampak negatif yang akan berlangsung dalam kehidupan selanjutnya seperti penurunan intelektual, rentan terhadap penyakit tidak menular, penurunan produktivitas hingga menyebabkan kemiskinan dan risiko melahirkan bayi dengan berat lahir rendah (UNICEF, 2012; dan WHO, 2010). Status Gizi anak dan balita harus sangat dijaga dan diperhatikan oleh orang tua, karena terjadi malnutrisi pada masa ini dapat mengakibatkan kerusakan yang sulit untuk pulih kembali. Sangat mungkin ukuran tubuh pendek adalah salah satu indikator atau petunjuk kekurangan gizi yang berkepanjangan pada balita. Kekurangan gizi yang lebih fatal akan berdampak pada perkembangan otak. Masalah malnutrisi yang mendapat banyak perhatian akhir-akhir ini adalah masalah kurang gizi kronis dalam bentuk anak pendek atau Stunting.

ANALISIS DATA/DISKUSI Di Kabupaten Barat ada sebanyak 7,67 persen anak Stunting atau anak dengan tinggi badan yang

84

Warta Bappeda Volume 32 Nomor 122 Juli-September 2020


di bawah standar rata-rata. Angka tersebut merupakan hasil dari riset kesehatan dasar (Riskesdas). Pada 2013 angka Stunting di Bandung Barat sebanyak 52 persen, pada 2016 sebanyak 11 persen dan menurun menjadi 7,67 persen pada 2017. Selain itu, riset tersebut didukung dengan data riil setiap bulan penimbangan balita. Kabupaten Bandung Barat akan memprioritaskan 10 desa, meskipun semua desa di KBB pun ada anak Stunting. Namun, Jumlah 10 desa yang menjadi prioritas KBB terkait Stunting, di antaranya Desa Sindangkerta, Desa Pataruman, Desa Cipatik, Desa Tanjungwangi, Desa Cimerang, Desa Ciburuy, Desa Ciptagumati, Desa Jatimekar, Desa Jati, dan Desa Saguling. Penyebab Anak Stunting ada tiga faktor, yakni masalah gizi, lingkungan, dan faktor ekonomi. Kondisi Stunting ini, dapat menurunkan daya saing mereka dalam mengakses lapangan pekerjaan.

remaja, dan wanita subur baik ibu hamil maupun ibu nifas. untuk mencegah terjadinya itu, kita bisa melakukan pendekatan dengan cara perbaikan gizi sensitif melalui ketersediaan air bersih, ketahanan pangan dan gizi, Keluarga Berencana (KB), jaminan ke s e h a t a n m a s y a r a k a t d a n p e n g e n t a s a n kemiskinan. Sementara perbaikan gizi spesifik yakni dengan perbaikan gizi pada remaja puteri, ibu hamil, ibu menyusui dan bayi usia 0 – 23 bulan. Dalam menekan Stunting perlu adanya komitmen bersama antara perangkat daerah, camat, kepala desa, puskesmas dan masyarakat dalam upaya intervensi penurunan Stunting agar terintegrasi secara optimal. Dampak Stunting Stunting dapat mengakibatkan : 1. Menurunnya Produktifitas Anak yang terkena Stunting saat dewasa kelak berpotensi memiliki penghasilan rendah setidaknya 20% lebih kecil dibanding anak yang tidak terkena Stunting. Hal ini di akibatkan oleh lemahnya daya tangkap dan kondisi fisik anak Stunting. 2. Menurunnya prestasi Rendahnya asupan gizi pada anak Stunting tak hanya mempengaruhi pertumbuhan fisik tapi juga otaknya. Hal ini berakibat pada perkembangan IQ nya yang tidak maksimal. Akibatnya prestasi akademiknya akan rendah. 3. Menurunnya kemampuan Bersaing

Gambar 3. 10 Desa Lokus di Kabupaten Bandung Barat.

Anak yang mengalami Stunting Di Kabupaten Bandung Barat jumlahnya tiap tahun terus menurun. Pada 2013, angka Stunting mencapai 52 persen. Kemudian, 2016 menurun menjadi 11 persen dan 2017 menjadi 7.67 persen. "Faktor keturunan terhadap Stunting hanya 5 persen. Yang paling besar faktor lingkungan dan rilaku gizi. Masalah lingkungan itu seperti masih banyaknya warga yang buang air besar ke sungai dan tak memiliki jamban di rumah. Dan itu ada di 5 desa wilayah selatan. Angka Stunting KBB yang berada di angka 7,67 persen atau sebanyak 10.487 balita ialah usia 0-59 bulan, yang harus diperhatikan untuk menghindari Stunting saat ibu hamil yaitu asupan gizinya harus benar. Upaya Dinas Kesehatan dalam meminimalisasi angka Stunting di KBB, salah satunya memberikan pemahaman atau pengetahuan di sekolah-sekolah menengah,

Anak Stunting akan tertinggal dalam bersaing. Ia akan mengalami kekalahan demi kekalahan akibat perkembangan fisik dan otaknya yang tidak sempurna. Tentu ini akan mengancam keberadaannya dalam daya saing global yang berimbas pada kehidupannya. 4. Merusak Ekonomi Masyarat dan Negara Ketidakmampuannya dalam bersaing membuatnya akan tersisih. Hal ini menyebabkan ia akan menjadi beban negara dan masyarakat. 5. Beresiko mengalami penyakit kronis ketika dewasa Metabolismenya yang tidak berkembang sempurna menjadikan anak Stunting berpotensi terkena penyakit serius seperti diabetes, jantung, kanker dll.

Volume 32 Nomor 122 Juli-September 2020 Warta Bappeda

85


40.00% 35.00%

36.80%

37.20% 30.80%

30.00% 25.00% 20.00% 15.00%

10.00% 5.00% 0.00% Thn.2007

Thn.2013

Thn.2018

Gambar 4. Grafik Trend Balita Stunting Nasional Riskesdas 2007, 2013, 2018

Trend Balita Stunting Nasional Hasil Riset Kesehatan Dasar menunjukan bahwa pada tahun 2007 terdapat Balita yang mengalami Stunting sebesar 36.80%, dan pada Tahun 2013 sebesar 37.20% serta pada Tahun 2018 Sebesar 30.80%, berdasarkan data tersebut dari tahun 2007 sampai tahun 2013 mengalami kenaikan 0,4%, tetapi di tahun 2018 Mengalami penurunan sebesar 6.4%. Upaya untuk lebih menurunkan angka Stunting ini diperlukan langkah-langkah antisipatif, terlebih lagi di tahun 2020 ini sedang mengalami kondisi yang mengkawatirkan dengan adanya pandemi covid-19. Karena itu diperlukan strategi untuk penanggulangan Asupan Gizi untuk mencegah Stunting yang lebih banyak lagi.

Gambar 6. Grafik Trend Data Stunting di 10 Desa Lokus Lama.

Kasus Stunting pada 10 Desa Lokus Lama terbesar Pada Tahun 2017 terdapat di Desa Jati sebesar 31.60% dan paling rendah Di Desa Ciptagumati yaitu pada angka 0.46%, Pada Tahun 2018 angka Stunting terbesar di Desa Sindangkerta pada angka 22.69% dan terendah di Desa Ciburuy sebesar 2.66%, dan Pada Tahun 2019 terbesar di Desa Tanjungwangi pada angka 22.62% dan terendah di Desa Ciburuy sebesar 1.24%.

Analisa Data Stunting Di Kabupaten Bandung Barat

Gambar 7. Tren Data Stunting di 10 Desa lokus Baru

Gambar 5. Grafik Trend Stunting & Masalah Gizi di KBB Tahun 2017, 2018, 2019

Trend Stunting di Kabupaten Bandung Barat, Pada Tahun 2017 angka Stunting berada pada angka 7.54%, Tahun 2018 sebesar 7.22% namun demikian Pada Tahun 2019 terdapat peningkatan menjadi 7.6%, kenaikan tersebut dapat dipicu oleh beberapa faktor, seperti faktor ekomoni dan faktorfaktor lainnya. 86

Warta Bappeda Volume 32 Nomor 122 Juli-September 2020

Kasus Stunting pada 10 Desa Lokus Baru terbesar Pada Tahun 2017 terdapat di Desa Cicangkanggirang sebesar 36.23% dan terendah Di Desa Mekarwangi 2.88%, dan pada Tahun 2018 Tertinggi masih di Desa Cicangkanggirang sebesar 23.72% dan terendah di Desa Pasirlangu sebesar 8.04% dan Pada Tahun 2019 terbesar masih di Desa Cicangkanggirang dengan angka 29.28% dan terendah di Desa Sukatani 0.36%. Outcome Status Gizi Balita (Berdasarkan Pengukuran dan Penimbangan Bulan Februari Tahun 2020)


Gambar 8. Grafik Sebaran Status Gizi Balita Tahun 2020 Berdasarkan Indeks Antropometri BB/TB

Gambar 10. Grafik Sebaran Stutus Gizi Balita (TB/U) Kab. Bandung Barat Tahun 2020

Sebaran status gizi buruk tertinggi pertama di Kabupaten Bandung Barat terdapat di Kecamatan Gununghalu sebesar 4.21%, dan tertinggi kedua berada di Kecamatan Cihampelas sebesar 3.96%, dan tertinggi ke 3 berada di Kecamatan Cisarua diangka 3.11%. secara garis besar Sebaran Status Gizi Balita Tahun 2020 Berdasarkan Indeks Antropometri BB/TB di Kabupaten Bandung Barat, Untuk Gizi Buruk sebesar 1.10%, Gizi Kurang 3.89%, Normal 84.74%, Resiko Gizi Lebih 7.25%, Gizi Lebih 2.11% dan Obesitas 0.91%. Data tersebut diperoleh pada Bulan Februari 2020.

Pada Grafik 9 terlihat sebaran Gizi Balita Berdasarkan Tinggi Badan dan Umur, angka tertinggi kategori Sangat Pendek berada pada Kecamatan Gununghalu sebesar 12.43% dan untuk kategori Pendek masih berada pada Kecamatan Gununghalu sebesar 19.90%, Untuk Tinggi Badan Normal berada pada Kecamatan Cikalongwetan pada angka 96.72% dan untuk kategori Tinggi berada pada Kecamatan Batujajar diangka 9.29%. Secara keseluruhan Sebaran Status Gizi Balita (TB/U) Kab. Bandung Barat Tahun 2020 adalah untuk Sangat Pendek sebesar 3.56% dan terbanyak di Kecamatan Gununghalu (12.43%) dan Untuk Pendek diangka 10.69% dan terbanyak juga ada di Kecamatan gununghallu (19.90%), Untuk Normal diangka 83.93% dan terbanyak di Kecamatan Cikalongwetan (96.72%) dan kategori Tinggi diangka 1.82% berada di Kecamatan Batujajar (9.29%).

Sebaran Balita Sangat Kurus Kab.Bandung Barat Tahun 2020

Sebaran Balita Stunting Kab. Bandung Barat Tahun 2020

Gambar 9. Grafik Sebaran Balita Sangat Kurus Kab.Bandung Barat Tahun 2020

Pada grafik diatas menunjukan angka tertinggi Balita Sangat Kurus terdapat di daerah Kecamatan Gununghalu yaitu sebesar 4.21% dan tertinggi kedua di Kecamatan Cihampelas 3.96%, dan Tertinggi Ketiga berada di Kecamatan Cisarua 3.11%.

Gambar 11. Grafik Sebaran Balita Stunting Kab. Bandung Barat Tahun 2020

Volume 32 Nomor 122 Juli-September 2020 Warta Bappeda

87 89


Pada grafik 10 terlihat Sebaran Balita Stunting Kab. Bandung Barat Per Bulan Februari Tahun 2020, Angka Tertinggi pada Kecamatan Gununghalu sebesar 32.33% Peringkat Kedua pada Kecamatan Cihampelas 26.58%, Ketiga pada Kecamatan Cipongkor 24.78% dan Keempat terdapat di Kecamatan Sindangkerta 20.21%. Identifikasi Dampak Pandemi Covid-19

Gambar 12. Identifikasi Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Asupan Gizi Masyarakat dalam Menanggulangi Stunting di Kabupaten Bandung Barat.

Pandemi Covid-19 secara tidak langsung telah memberikan dampak buruk bagi pemenuhan gizi anak . Hal tersebut terjadi seiring dengan penurunan pendapatan dari sebagian besar kepala keluarga sehingga mengakibatkan keterbatasan ruang gerak masyarakat di Bandung Barat. Ketidakmampuan orang tua untuk melengkapi nutrisi anak dapat menyebabkan berbagai risiko kesehatan yang salah satunya termasuk Stunting. Minimnya gizi yang diterima anak juga berpengaruh pada imunitas tubuh sehingga berisiko besar untuk meningkatkan kemungkinan mereka terjangkit virus corona. Menjaga pola makan dengan asupan gizi yang seimbang penting dilakukan sebagai upaya menjaga daya tahan tubuh di tengah pandemi. Mengingat hingga saat ini belum ada makanan atau komponen bahan makanan yang bisa meningkatkan kekebalan tubuh dan serta merta membuat seseorang tercegah dari infeksi Covid19. Dalam masa pandemi ini, terutama saat bekerja dari rumah (work from home), biasanya untuk mengurangi rasa bosan, orang-orang lebih cenderung untuk makan cemilan. Sebaiknya cemilan-cemilan tersebut diganti dengan cemilan yang lebih sehat, misalnya buah potong, sayuran atau kacang-kacangan yang kaya akan serat.

88 Warta Bappeda Volume 32 Nomor 122 Juli-September 2020

Penanggulangan Stunting Upaya untuk penanggulangan Stunting yaitu Pemenuhan gizi, terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan, menjadi upaya pertama dalam menghindari Stunting. Pemenuhan gizi tersebut meliputi gizi selama kehamilan dan masa kanakkanak hingga usia dua tahun. Kesehatan ibu hamil dan anak juga harus dijaga dengan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat sehingga mengurangi kekerapan terjadinya infeksi pada ibu hamil dan masa kanak-kanak . Pemantauan tumbuh-kembang anak secara berkala juga perlu dilakukan, baik sejak dalam kandungan, setiap bulan setelah kelahiran hingga berusia dua tahun, kemudian 6–12 bulan setelah berusia dua tahun, a g a r d a pa t s e g e r a d i d e te k s i b i l a te r j a d i keterlambatan pertumbuhan untuk diintervensi. Kebutuhan energi harus tercukupi agar protein tidak dimanfaatkan sebagai sumber energi oleh tubuh dan bisa digunakan untuk pertumbuhan. Selain jumlah yang cukup, perlu diperhatikan kualitas dan keberagaman jenisnya agar zat gizi yang terdapat dalam makanan lengkap sesuai kebutuhan. Beberapa Upaya Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung Barat dalam Penanganan Pemenuhan Gizi untuk Penanggulangan Stunting Pada Masa Covid-19, dan dalam pelaksanaanya tetap memperhatikan standar Protokol Kesehatan.

Gambar 13. Kegiatan home visite oleh petugas dinas kesehatan Bandung Barat pada ibu Hamil, Bayi, dan Anak upaya pengecekan kesehatan dan pemberian vitamin dan pemberian makanan tambahan sebagai upaya pencegahan dan penanggulangan Stunting di 10 Desa Lukus Fokus Stunting


KESIMPULAN

1

Berdasarkan hasil kajian data, angka Stunting di Kabupaten Bandung Barat terdapat dibeberapa kecamatan diantaranya tertinggi di kecamatan Gununghalu sebesar 32.33%, Tertinggi Kedua pada Kecamatan Cihampelas 26.58%, Ketiga pada Kecamatan Cipongkor 24.78%, dan Keempat terdapat di Kecamatan Sindangkerta 20.21%.

2 3

Lokasi-lokasi tersebut menjadi prioritas pemerintah Kabupaten Bandung Barat dalam upaya pencegahan dan penanggulangan Stunting.

D am pak Pandem i C ovi d-19 i ni tel ah mempengaruhi terhadap Asupan Gizi Masyarakat dikarenakan beberapa faktor salah satunya adalah menurunnya pendapatan masyarakat Kab Bandung Barat akibat pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sehingga mempengaruhi konsumsi atau asupan makanan dalam keluarga. Untuk penanggulangan masalah asupan gizi ini diperlukan kerjasama lintas sektor yang baik a n t a r a l e m ba g a p e m e r i n t a h , t e n a g a kesehatan, organisasi masyarakat, pihak swasta dan tentu saja warga masyarakat. Tanpa kepedulian bersama, dampaknya akan mengancam kualitas sumber daya manusia Bandung Barat di masa mendatang.

REKOMENDASI Untuk mencegah peningkatan angka Stunting akibat adanya pandemi covid-19 yang menimbulkan kurangnya asupan gizi, maka diperlukan strategi sebagai upaya pencegahan dan peanggulangan Stunting, strategi ini disebut dengan istilah SKS Monev (SDM, Kebijakan, Sarana Prasarana dan Monitoring Evaluasi) : SDM 1. Peningkatan kualitas SDM Tenaga Kesehatan (Pelatihan dan Workshop) 2. Pengkaderan Tenaga Kesehatan di Puskesmas dan Posyandu.

Kebijakan 1. Keseriusan Pemerintah dalam Penanggulangan Stunting dengan Membuat Peraturan Bupati Tentang Stunting yang mengatur tentang anggaran, Pencegahan dan Penanggulangannya. 2. Membuat SPO dan SPM Tentang Pencegahan dan Penanggulangan Stunting. 3. Membuat Tim Satgas Stunting Sarana Prasarana 1. Kemudahan akses ke fasyankes (Jalan & Transportasi) 2. Pemenuhan sarana dan prasarana di RS, Puskesmas dan Posyandu untuk penanganan Stunting. Monitoring dan Evaluasi

1

Pemantauan pertumbuhan balita dan ibu hamil beresiko dilakukan melalui kunjungan rumah, secara mandiri dan komunikasi daring melalui WAG/SMS/telepon (Memperhatikan kondisi pandemic Covid-19

2

Pemberian Vitamin dan Makanan Tambahan secara Rutin dan Berkala pada Remaja Putri, Ibu Hamil dan Baduta (Anak Dibawah dua Tahun)

3 4

Pengukuran Panjang/ Tinggi Badan balita secara continue Penyebarluasan Informasi tentang Asupan Gizi dan Stunting di Media Sosial (FB, WA, dan IG)

Strategi ter sebut diharapkan dapat meningkatkan kinerja Pemerintah Kabupaten Bandung Barat dalam meminimalisir kekurangan Asupan Gizi untuk masyarakatnya dan dapat menekan angka Stunting di empat kecamatan dengan angka Stunting tinggi (Gununghalu, Cihampelas, Cipongkor dan Sindangkerta) selain itu perlu diingat bahwa dimasa depan gizi anak harus diperhatikan secara keseluruhan karena dampak Stunting akan mempengaruhi kualitas Sumber Daya Manusia Kabupaten Bandung Barat.

Volume 32 Nomor 122 Juli-September 2020 Warta Bappeda

89


Ucapan Terima Kasih Sehubungan dengan sudah selesainya Jurnal Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Asupan Gizi Masyarakat dalam Menanggulangi Stunting di Kabupaten Bandung Barat, saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggitingginya atas bantuan Bapak/Ibu yang telah bersedia membantu dalam pemenuhan data untuk bahan kajian dalam penulisan jurnal ini, dan semoga jurnal ini bermanfaat khususnya bagi saya dan umumnya bagi pembaca.

DAFTAR PUSTAKA Provinsi Jawa Barat Dalam Angka 2020, Penyediaan Data Untuk Perencanaan Pembangunan Data Dukung Terkait Gizi Tahun 2020, Dinas Kesehatan Prov Jabar Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Barat Tahun 2019 Data status gizi Kota Bandung Barat 2017-2019, Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Barat Intervensi Gizi di Bandung Barat 2019, Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Barat Program penanganan Stunting Bandung Barat 2020, Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Barat Status gizi ibu hamil, Jurnal Kebidanan Data asupan gizi, Jurnal Pengaruh Pengetahuan Asupan Gizi Ibu Saat Kehamilan Dengan Resiko Angka Kejadian Stunting 2020, Hartina, Sudirman, Ahmad Yani. Outcome Status Gizi Balita 2020, Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Barat Penanganan Stunting Pada Masa Pandemi Covid19 di KBB, Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Barat A. A. Anik Sulistiyanti., “Tingkat Pengetahuan dan Sikap Ibu Hamil Tentang Nutrisi Selama Kehamilan di Bidan Praktik Mandiri Sriatun Pacitan,” J. Ilm. Rekam Medis dan Inform. Kesehat., 2013 A. Azizah and M. Adriani, “TINGKAT KECUKUPAN ENERGI PROTEIN PADA IBU HAMIL TRIMESTER PERTAMA DAN KEJADIAN K E K U R A N G A N E N E R G I K R O N I S ,” Media Gizi Indones., 2018

Foto: Istimewa

90 Warta Bappeda Volume 32 Nomor 122 Juli-September 2020


humasbappedajabar@gmail.com


bappeda.jabarprov.go.id

e-mail: humasbappedajabar@gmail.com

Foto: Humas Bappeda

sumber informasi perencanaan pembangunan jawa barat C Bappeda Provinsi Jawa Barat

@bappedajabar

@bappedajabar

Bappeda Provinsi Jawa Barat


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.