Pengelolaan Sumber Daya Alam Berbasis Masyarakat di DAS Kadahang - Sumba
Y YA
DA P
H T E R
W
AI
T
Sumba
T N G AP U - N
YKPS
H
N
KU
A
S
JO R U
YA Y A S A
AN A SE J A
TI
AN
Yayasan Martabat Rakyat Merdeka
H A DA N G M
U
PA
Yayasan
Y YA
E R
W
AI
T
Sumba
T N G AP U - N
YKPS
H
N
KUD A P H T
A
S
JO R U
YA Y A S A
AN A SE J A
TI
AN
Yayasan Martabat Rakyat Merdeka
H A DA N G M
U
PA
Yayasan
JALAN PERUBAHAN DI TANAH HUMBA Pengelolaan Sumber Daya Alam Berbasis Masyarakat di DAS Kadahang - Sumba
Penulis Farida B. Utami, Yohanis Pati Ndamung, Stepanus Makambombu Magdalena Eda Tukan, Riza Irfani, Bambang Mulyono, Yustina Rambu Njola Ferdinandus Umbu Balla, Yakobus Wolu Praing, Rambu L.L Rebo Sem Mbadu Haramburu, Agustinus Umbu Lado, Ferdinan Deni Iki Yohanis Ola Kia, Oscar Mbolu Manggal, Maria Anajua, Rahmat Adinata Marthinus Malo Kaka, Ipu Yanggu, Anggrio Brievelyn Bili, Jefri Nono Malo Andre Yelu, Jhon Rongga Yina, Apliani Kudji Rame Penyunting Putra Suardika, Wayan Tambun, Wagiyo, Tiana Ratnawati Perancang Sampul dan Isi Bambang Mulyono Tata Letak Rahmat Djumhari Sumber Foto Dokumentasi Konsorsium DAS Kadahang Buku ini diterbitkan oleh Konsorsium DAS Kadahang dengan dukungan dari Millenium Challenge Account Indonesia
Y YA
N
W
AI
T
Sumba
T N G AP U - N
YKPS
H
A
S
JO R U
YA Y A S A
KU DA AN A SE J A H T E R P
TI
AN
Yayasan Martabat Rakyat Merdeka
H A DA N G M
U
PA
Yayasan
KATA PENGANTAR
“Jalan Perubahan di Tanah Humba”, adalah sebuah potret perjalanan dan perubahan yang terjadi dan dirasakan langsung oleh para pelaksana proyek dan penerima manfaat proyek “Subur Makmur DAS Kadahang”. Sebuah potret yang ditulis oleh para pelaksana proyek, baik oleh pendamping lapangan, koordinator wilayah, tenaga ahli, narasumber yang terlibat dalam proyek, koordinator program, bahkan oleh penjaga kantor. Sebuah tulisan yang ingin secara jujur menceritakan, apa yang telah dilakukan, dilihat dan diama oleh pelaksana proyek maupun perubahan yang dialami oleh diri sendiri. Sebuah pergumulan ba n yang pada akhirnya diharapkan dapat memberikan semangat dan inspirasi bagi pegiat pembangunan di Sumba pada khususnya dan umumnya Nusa Tenggara Timur. Dibalik alamnya yang keras, Sumba menyimpan berjuta potensi yang bila dikelola dengan baik dan tepat, akan dapat menyediakan ruang hidup bagi penghidupan masyarakat yang berkelanjutan. Dibalik alamnya yang dikenal sangat kering, menyimpan potensi kekayaan yang mampu menjaga alam dan lingkungan kearah yang lebih baik. Seper apa yang disampaikan Bernadus Missa, Ketua Kelompok Watu Otur, Desa Kambuhapang “Walau kering dan berbatu-batu, lahan kita adalah Taman Eden. Kita sendirilah yang harus wujudkan lahan kita menjadi Taman Eden yang dapat memberikan sumber penghidupan bagi manusia dan lingkungan”. Walau proyek Subur Makmur DAS Kadahang ini terbilang sangat singkat, namun telah dapat bermakna dalam meletakkan dasar dan pondasi yang cukup kuat dalam pengelolaan sumber daya
alam berbasis masyarakat. Pondasi yang dapat menghantarkan pada perubahan perilaku masyarakat dan kondisi Daerah Aliran Sungai di Pulau Sumba, Provinsi Nusa Tenggara Timur ini ke arah yang lebih baik. Tentu proyek yang dilaksanakan oleh Konsorsium DAS Kadahang, yang terdiri atas 5 lembaga, yaitu Yayasan Bumi Manira, Yayasan Pahadang Manjoru, Yayasan Mitra Persada Sejahtera, Yayasan Martabat Rakyat Merdeka, dan Yayasan Kuda Pu h Sejahtera dak akan dapat berjalan kalau dak ada dukungan pendanaan dari MCA-Indonesia, dan pihak -pihak lain. Karena itu, terima kasih kepada MCA-Indonesia yang telah memberikan sumberdaya dan ruang pembelajaran bagi Tim Proyek Subur Makmur DAS Kadahang. Terima kasih juga kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Sumba Timur dan Kabupaten Sumba Tengah, kepada segenap Pemerintah Desa di 19 lokasi proyek, kepada para penerima manfaat, juga kepada para pihak yang telah mendukung proyek yang dak bisa kami sebutkan satu per satu. Kami berharap, buku ini bisa menjadi sumbangan kami bagi semua kalangan yang memiliki kepedulian dan komitmen mengelola sumberdaya alam berbasis masyarakat, yang rendah emisi karbon. Bandung, 15 Januari 2018 Farida Budi Utami (Koordinator Proyek Subur Makmur DAS Kadahang)
DAFTAR ISI M Reeksi dan Metodologi n n n n n n n
Strategi Meningkatkan Ketahanan Pangan Wanatani dan Gerakan Hilu Liwanya Menyelamatkan Ekosistem dan Lingkungan Tata Kelola Sumberdaya Desa Par sipa f Aktualisasi Diri Perempuan Sumba Bekerja Selaras dengan Alam Teknologi Informasi bagi Program Pembangunan
P Perubahan dari Lapangan n n n n n n n n n n n n n n n n n
Manfaat Pupuk Organik untuk Usaha Tani Memanfaatkan Sawah untuk Berkebun Sayur Mengolah Limbah Tani Menjadi Pakan Asa Rimbang Menggapai Keadilan Pendekatan dan Teknik Baru Konservasi Konservasi di Tanah Raja Upaya Suku Pahoka Melindungi Mata Air Semangat Konservasi Konservasi Tumbuh di Lingkungan Gereja Bangkit dari Sisa Kebakaran Sekolah Lapang Petani ala Sumba Mengenalkan Konservasi di Bangku Sekolah Membuat Perdes yang Adil dan Setara Semangat Perubahan untuk Kadahang Baru Geliat Prailangina Menuju Desa DeďŹ ni f Perempuan Penopang Ekonomi Keluarga SMDK Mengubah Cara Pandang dan Semangat Saya Umbu Njanji: Sang Kepala Desa dan Ak vis
n Tim Pengembang Buku
1 1 11 19 27 31 39 43
47 47 51 57 61 67 73 79 83 89 95 99 105 111 117 123 127 131 135
re eksi dan metodologi
Strategi Meningkatkan Ketahanan Pangan Farida Budi utami Kekeringan dan Rawan Pangan Tidak ada orang yang bisa memungkiri ekso sme alam Sumba. Hamparan lembah menghijau terlihat hampir di se ap sudut di antara bukit-bukit berwarna kecokelatan. Kawanan sapi dan kuda yang dilepasliarkan hidup bebas di tengah padang rumput yang luas. Langitnya biru sepanjang tahun. Cuacanya cenderung cerah dan menyegarkan. Pantaipantainya jernih. Sedangkan jalanan pada umumnya meliuk-liuk mengitari bukit. Namun di balik keindahan itu, Sumba menyimpan sejumlah masalah klasik yang sulit dipecahkan. Masalah itu adalah kemiskinan, gizi buruk, dan ketahanan pangan yang rendah. Predikat Nusa Tenggara Timur sebagai provinsi dengan indeks pembangunan manusia nomor 3 paling rendah di Indonesia –setelah Papua Barat dan Papua- salah satunya disumbangkan oleh kondisi rawan pangan yang dialami masyarakat Sumba nyaris sepanjang tahun.
1
re eksi dan metodologi Masyarakat Sumba yang sebagian besar adalah petani memang mempunyai lahan yang luas. Tapi mereka dak mampu berbuat banyak. Mereka hanya mampu mengelola sebagian kecil lahan pertanian, yaitu hanya 20-40 are. Itu pun hanya dikelola dengan teknologi sederhana dan hasilnya hanya memenuhi kebutuhan pangan untuk 6-8 bulan saja. Hal itu terjadi karena kondisi alamnya yang serba s u l i t . C u ra h h u j a n nya rendah dan musim kering di sini berlangsung rela f panjang. Akibatnya terjadi kelangkaan air dan sarana irigasi dak memadai. Pasokan air untuk produksi pangan hanya mengandalkan curah hujan. Sementara itu, kebakaran padang bisa meletup sewaktu-waktu. Tekanan alam yang sedemikian besar itu membuat petani cenderung enggan menggarap lahan. Banyak anak muda dari keluarga petani meninggalkan kebun-kebun warisan keluarga mereka. Alih-alih memperluas lahan pertanian dan menjadikan kebun sebagai lumbung pangan, yang terjadi kemudian malahan kebun semakin menyempit dan dikelola dengan teknologi ala kadarnya. Tumpukan masalah tersebut membuat petani Sumba cenderung rentan. Mereka dak sanggup mengan sipasi, menghadapi, menahan, dan memperbarui diri menghadapi
2
goncangan penghidupan, baik yang disebabkan oleh perubahan iklim maupun tekanan perubahan yang berasal dari luar diri mereka. Meski demikian, daya juang masyarakat Sumba begitu kuat. Sikap hidup pantang menyerah ini dapat dilihat dari kehidupan keseharian para ibu dan anak-anak perempuan yang rela berjalan jauh, naik turun bukit hanya demi mendapatkan air bersih. Sikap ini juga didukung oleh nilai religiusitas sebagian masyarakat. “Menurut Kitab Suci, kita dilahirkan di dunia ini untuk dapat menciptakan Taman Eden. Jadi, walau berbatu-batu, sulit air, kita harus berjuang agar rumah, lingkungan, dan kebun kita menjadi Taman Eden. Taman yang dapat memenuhi semua kebutuhan hidup kita,� kata Bernadus Misa, Ketua Kelompok Watu Otur, Desa Kambuhapang, Kecamatan Lewa, Kabupaten Sumba Timur. Untuk memberikan dukungan bagi percepatan program penanggulangan kemiskinan dan rawan pangan di Sumba, MCA-Indonesia bekerjasama dengan lima lembaga swadaya masyarakat yang tergabung dalam Konsorsium DAS Kadahang menjalankan Program Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Masyarakat, dengan judul Subur Makmur DAS Kadahang (SMDK). Proyek ini bercita-cita meningkatkan daya dukung lingkungan hidup untuk menopang ketahanan pangan masyarakat Sumba, juga untuk mengurangi emisi karbon. Program yang dimulai Agustus 2016 dan berakhir Desember 2017 ini berlokasi di 19 desa yang tersebar di empat kecamatan dan dua kabupaten. Desa-desa itu berada di Kecamatan Haharu, Lewa, Nggaha Ori Angu, dan Lewa Tidahu
re eksi dan metodologi di Kabupaten Sumba Timur, dan Kecamatan Umbu Ratu Nggay di Kabupaten Sumba Tengah. Desa-desa yang berada di wilayah administrasi Sumba Timur adalah Kadahang, Wunga, Napu, Mbatapuhu, Rakawatu, Kondamara, Bidihunga, Matawai Pawali, Prai Hambuli, Kambuhapang, Tanarara, Laihau, Kambata Wundut, Kangeli, dan Kelurahan Lewa Paku. Sedangkan desa-desa yang berada di wilayah administrasi Sumba Tengah adalah Padiratana, Praikaroku Jangga, Ngadu Olu, dan Mbilur Pangadu. Desa-desa yang menjadi lokasi program dipilih secara purposif yakni desa-desa yang berada di daerah aliran Sungai Kadahang, mulai dari hulu sungai di Kabupaten Sumba Tengah hingga hilir sungai di Kabupaten Sumba Timur. Mengapa daerah aliran sungai? Karena masalah sumberdaya alam seper kelangkaan air, kebakaran padang, dan ternak lepas yang hendak dipecahkan oleh program ini cenderung melintasi batas-batas administra f dan geografis.
Ketahanan Pangan dan Konservasi Program Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Masyarakat (PSABM) telah banyak diterapkan di Indonesia dewasa ini. Seb u ah ko n s ep p emb an gu n an yan g d i antaranya berlandaskan pada prinsip demokrasi dan par sipasi, pengelolaan konflik, keberlanjutan, bekerja dalam wilayah bentang alam, dan berbasis pada kebutuhan. Di tengah tantangan alam dan sosial yang demikian rumit, muncul pertanyaan, “Bagaimana teori dan ideologi ini dapat bekerja di Sumba?” Tantangan utama penerapan PSABM di Sumba adalah memas kan bahwa program ini benar-benar berbasis masyarakat. Hal ini berar bahwa: 1. Masyarakat harus mampu atau dimampukan untuk mengelola sumberdaya alam yang berada di sekitar
3
re eksi dan metodologi mereka. Ketergantungan mereka terhadap sumberdaya alam mengisyaratkan bahwa sumberdaya alam tersebut harus dijaga agar dapat dikelola dan dimanfaatkan secara berkelanjutan; 2. Masyarakat harus mendapatkan kembali haknya untuk mengelola sumberdaya alam. Lantas muncul pertanyaan selanjutnya, “Siapa sesungguhnya masyarakat yang berhak menjadi pemain utama itu? Masyarakat yang mana?� Pertanyaan ini muncul terkait dengan sistem patron klien dan strata sosial masyarakat Sumba yang masih melekat kuat. Kaum maramba (bangsawan) umumnya memiliki akses dan kontrol utama terhadap sumberdaya alam. Menjawab tantangan tersebut, strategi proyek SMDK adalah: 1. Memas kan bahwa peserta program adalah para petani yang benar-benar mengolah lahan dan menggantungkan hidupnya pada lahan. Mereka akan mendapatkan manfaat langsung dari keberadaan program; 2. Memas kan bahwa teknologi pengelolaan sumberdaya alam yang diperkenalkan adalah teknologi sederhana, tepat guna, dan mudah diadopsi oleh petani; dan 3. Teknologi dan dukungan dari proyek dapat memberikan manfaat langsung bagi petani, baik jangka pendek maupun jangka panjang, bagi peningkatan ketahanan pangan dan kesuburan lahan. Untuk dapat memas kan ga strategi tadi, maka ada ga ranah yang menjadi fokus pendekatan program, yaitu ranah kebun dan rumah, desa, dan antar-desa.
4
Ranah kebun dan rumah Kegiatan di ranah kebun dan rumah ini mendapat dukungan Proyek SMDK dalam porsi ter nggi. Pada ranah ini, para petani melalui kelompok tani didorong untuk mengelola kebun secara berkelanjutan, baik kebun wanatani maupun kebun pakan, sehingga hasilnya dapat mencukupi kebutuhan rumah tangga, baik jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang.
re eksi dan metodologi Pada kebun wanatani dan kebun pakan, petani didorong untuk mengembangkan beraneka ragam tanaman, baik tanaman pangan maupun tanaman pakan yang diintegrasikan dengan tanaman umur panjang. Ada lima syarat minimal yang harus diterapkan dalam kebun wanatani dan kebun pakan, yaitu pemagaran, pengolahan lahan terbatas (terutama bagi lahan-lahan berbatu) melalui olah jalur dan/atau olah lubang, terasering dengan larikan penguatan teras (bila lahan miring), diversiďŹ kasi tanaman pangan dan/atau tanaman pakan ternak, serta penanaman tanaman umur panjang.
Dalam kurun waktu 17 bulan program berjalan, total kebun wanatani dan kebun pakan yang mendapat dukungan proyek mencapai lebih dari 178 hektar: 152,86 hektar berupa kebun wanatani dan 25,35 hektar kebun pakan ternak. Lahan seluas itu dikembangkan oleh 624 KK, yang tersebar di 12 desa. Sementara itu, jumlah penerima manfaat langsung dari kegiatan wanatani dan pengembangan kebun pakan ternak sebanyak 2.679 orang, terdiri dari 1.201 laki-laki dan 1.163 perempuan. Untuk mendukung kesuburan tanah, petani didorong juga untuk membuat pupuk organik, baik padat maupun cair. Khusus kelompok pakan, petani dila h mengolah pakan dari bahan-bahan yang ada di sekitar mereka untuk cadangan pakan di musim kemarau. Dalam kurun waktu 17 bulan, kelompok tani sudah berhasil membuat 1.849 ton pupuk padat dan 490 ton pupuk cair. Bagi desa yang memiliki potensi produk pertanian, ibu-ibu didorong untuk dapat meningkatkan nilai tambah produk melalui proses pengolahan berbagai komodi . Produk-produk pertanian, misalnya ubi-ubian (litang, keladi, ubi jalar, ubi kayu), sukun, pepaya, dan jambu mente, diolah menjadi berbagai camilan baik untuk dikonsumsi sendiri maupun untuk dijual. Mengingat air menjadi keterbatasan utama dalam pengolahan lahan, terutama pada musim kemarau, maka dibutuhkan upaya pengadaan sumberdaya air. Untuk itu Proyek SMDK telah mendukung penyediaan sarana sumberdaya air berupa sumur gali 14 unit, proďŹ l tank untuk penampung air hujan 19 unit, dan sumur bor dengan pompa tenaga surya 1 unit.
5
re eksi dan metodologi Ranah desa Pada ranah desa, pemerintah desa didorong untuk merehabilitasi lahan kri s melalui kegiatan konservasi. Lahan kri s yang dikonservasi berupa lahan dur, lahan miring atau lahan rawan longsor, dan lahan di sekitar sumber mata air yang tutupannya terbatas. Kegiatan konservasi dilakukan melalui pembentukan Kelompok Kerja (Pokja) yang bertanggung jawab terhadap kegiatan di lahan konservasi. Pokja ini harus menjadi bagian dari sistem pemerintah desa dan berharap desa kemudian memasukkan kegiatan konservasi ke dalam sistem perencanaan dan pembangunan desa. Dalam kurun waktu 17 bulan program berjalan, lahan kri s yang telah berhasil direhabilitasi mencapai 44,9 hektar. Lahan seluas ini tersebar di 19 desa, 15 desa di Kabupaten Sumba Timur dan 4 desa di Kabupaten Sumba Tengah. Namun pada Agustus-September ada 4 lokasi yang terbakar. Di Desa Napu, ada lahan seluas 2 hektar yang ludes terbakar. Demikian pula halnya dengan lahan seluas 2,25 hektar di Kelurahan Lewa Paku --namun setelah musim hujan, seper ga tanaman gmelina dan sebagian mahoni yang terbakar bertunas kembali. Sedangkan di dua lokasi lain, di Desa Rakawatu dan Praiakoroku Jangga, sebagian lahan konservasi masih terselamatkan. Kasus kebakaran ini menyebabkan target luas lahan terkonservasi kurang tercapai. Seluruh kegiatan petani, baik pengembangan kebun wanatani, kebun pakan, dan konservasi membutuhkan dukungan kebijakan pemerintah, baik desa maupun pemerintah kabupaten. Pelembagaan ak vitas petani ke
6
dalam kebijakan memungkinkan prakarsa pengelolaan sumberdaya alam oleh masyarakat berumur panjang. Karena itu program berupaya memberikan dukungan peningkatan kapasitas aparat pemerintah desa dan kabupaten untuk mampu menyusun kebijakan yang memihak petani dan mendukung pelestarian sumberdaya alam.
re eksi dan metodologi Ranah antar-desa Ranah antar-desa didasari kenyataan bahwa pengelolaan sumberdaya alam akan efek f jika dilakukan dalam bentang alam tertentu. Dalam proyek ini, ranah antar-desa ini didasarkan pada wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS). Karena itu, butuh upaya untuk membangun kesepakatan tata kelola, baik ngkat DAS, ngkat Sub-DAS, maupun desa-desa yang saling berdekatan. Kesepahaman bisa dikembangkan dalam berbagai konteks, misalnya tata kelola air, tata kelola hutan atau ternak. Selama kurun waktu program, Proyek SMDK berhasil mendorong lahirnya Deklarasi Waingapu yang ditandatangani oleh para pihak baik di Sumba Timur maupun Sumba Tengah, termasuk oleh Bupa Sumba Timur, Gidion Mbilijora. Deklarasi ini memuat tentang kewajiban para pihak dalam mengelola sumberdaya alam secara berkelanjutan, baik ngkat kelompok tani, pemerintah desa, kecamatan, kabupaten maupun provinsi. Selain itu telah dihasilkan pula Peraturan Bersama 7 Kepala Desa (lintas kecamatan dan lintas kabupaten) tentang Tata Kelola Sistem Pemeliharaan Ternak, Tanaman, dan Keamanan.
1. Pengembangan kebun sayur. Pengembangan kebun sayur di lokasi kebun wanatani dilakukan melalui penerapan teknologi olah lubang, penggunaan pupuk organik, dan penyediaan air melalui dukungan proďŹ l tank dan/atau pembuatan sumur gali. Strategi ini terbuk berkontribusi nyata terhadap pemenuhan kebutuhan sayuran bagi keluarga, mengurangi pengeluaran ru n untuk membeli sayur, dan sebagai sumber pendapatan. Penerapan teknologi olah lubang pada lahan-lahan kri s (berbatu, keras, tandus) dapat meningkatkan kesuburan tanah, menghemat air, dan meningkatkan hasil. Selain untuk sayur, teknologi ini juga banyak diterapkan petani untuk budidaya tanaman jagung. Pembuatan dan penggunaan pupuk organik cair dan padat pada tanaman sayuran sangat mendukung peningkatan produksi dan kualitas sayuran. Peningkatan produksi sayuran selain telah berkontribusi terhadap
Manfaat Langsung Bagi Masyarakat Mengingat proyek hanya berdurasi 17 bulan, sementara tujuan yang hendak dicapai membutuhkan waktu yang rela f panjang, maka Proyek SMDK menerapkan berbagai strategi sehingga kehadiran proyek dapat memberikan manfaat langsung dan mendapatkan respon dari masyarakat. Strategi yang diterapkan adalah:
7
re eksi dan metodologi pemenuhan kebutuhan sayuran pada ngkat rumah tangga, juga telah berkontribusi terhadap pendapatan. Ini manfaat jangka pendek yang paling dirasakan petani; 2. Pembangunan Sarana Air. Mengingat masalah utama yang djumpai masyarakat di lokasi proyek adalah keterbatasan akses air, baik air bersih maupun untuk pengairan usaha tani lahan kering, maka dukungan ini akan mendorong par sipasi masyarakat.
3. Pengolahan makanan berbahan lokal. Berbagai aneka panganan seper keripik ubi dan pisang, manisan pepaya, sirop buah jambu mente, dendeng buah jambu mente, dan abon jambu mente, mampu memberikan nilai tambah bagi pendapatan keluarga secara signiďŹ kan. Sebagai contoh, di Desa Kambuhapang, dengan bahan baku senilai Rp30 ribu, pembuatan keripik ubi mampu mencapai omzet rata-rata sebesar Rp100 ribu per minggu. Nilai tambah yang diperoleh melalui sebesar Rp70 ribu per minggu;
Sarana air bisa berupa sumur gali, sumur bor, atau proďŹ l tank untuk penampung air hujan. Tentu sarana air ini harus diintegrasikan dengan kegiatan lain, seper usaha tani yang dapat memberikan manfaat langsung bagi peningkatan pendapatan masyarakat.
4. Dukungan benih jagung. Jagung adalah jenis tanaman pangan yang selalu ditanam se ap musim hujan. Petani mengandalkan benih jagung lokal yang disimpan dengan cara tradisional. Namun seringkali benih jagung rusak sehingga petani dak memiliki atau kehabisan persediaan
8
re eksi dan metodologi benih berkualitas sehingga petani mengalami gagal tanam atau gagal panen. Karena itu, Proyek SMDK memberikan dukungan pengadaan benih jagung yang cocok dengan kondisi lahan. Dalam hal ini dukungan berupa pengadaan benih Varietas Lamuru, baik untuk klas benih sebar maupun untuk klas benih dasar;
misalnya tentang pola pengelolaan dan pemanfaatan lahan konservasi, yang adil baik bagi pemilik lahan maupun yang mengelola dapat berkeadilan. Pengarusutamaan Gender dalam Program Proyek SMDK ini memberikan contoh bagaimana mengintegrasikan gender dalam program. Sejak awal kegiatan, yaitu saat perencanaan kebun, perempuan telah dilibatkan. Karena sesungguhnya yang memahami kebutuhan dapur-rumah adalah perempuan. 5. Dukungan kebijakan desa. Kebijakan desa sangat mempengaruhi keberhasilan kegiatan konservasi, baik yang dilakukan pada lahan di sekitar mata air maupun pada lahan-lahan kri s. Kebijakan desa dapat menjamin keberhasilan dan keberlanjutan konservasi. Kebijakan itu
Secara umum, keterlibatan perempuan dalam berbagai kegiatan Proyek SMDK menjadi k masuk pelibatan masyarakat dalam proyek ini. Misalnya dalam kegiatan pengembangan tanaman sayur dan umbi-umbian yang dilakukan baik di kebun wanatani maupun pada lahan konservasi, yang umumnya adalah kegiatan kaum ibu.
9
re eksi dan metodologi Selain merawat tanaman sayuran dan ubi-ubian yang mereka usahakan, mereka juga dapat memanfaatkan waktu untuk menyiram dan merawat tanaman umur panjang yang telah mereka tanam. Dengan cara ini, petani akan mendapatkan manfaat ganda. Selain bisa panen sayuran dan ubi-ubian, mereka juga bisa merawat tanaman umur panjang. Perempuan juga dilibatkan pada kegiatan peningkatan nilai tambah hasil pertanian melalui proses pengolahan dan pengemasan produk. Kegiatan ini berkorelasi langsung dengan peningkatan pendapatan, yang tentu saja memberikan manfaat ekonomi bagi keluarga.
10
Daya ungkit program semakin meningkat, tatkala kaum perempuan didorong untuk membentuk usaha bersama simpan pinjam. Selain untuk menggalang modal swadaya, kegiatan ini juga bermanfaat bagi pengembangan aset sosial. Strategi yang diterapkan dalam Proyek SMDK ini memberikan pembelajaran mengenai pengintegrasian sosial dan gender dalam program. Ke ka perempuan dilibatkan dalam proyek, ke ka perempuan lebih berdaya secara ekonomi, ke ka perempuan memiliki pengetahuan dan keterampilan, dan ke ka proyek memperjuangkan kebutuhan prak s perempuan, maka peluang keberlanjutan proyek menjadi lebih besar.
Wanatani dan Gerakan Hilu Liwanya Yohanis Pati Ndamung Kondisi Sumba Timur Kabupaten Sumba Timur secara administra f terdiri atas 22 kecamatan dengan 169 desa/kelurahan. Luas wilayah Kabupaten Sumba Timur adalah 7.000,5 km2 atau 700.050 hektar. Kabupaten Sumba Timur dikenal sebagai daerah beriklim kering dengan musim hujan rela f pendek yaitu 3-4 bulan dan musim kemarau sekitar 8-9 bulan. Kondisi demikian erat kaitannya dengan sistem pertanian yaitu pertanian lahan kering yang sangat bergantung pada jumlah curah hujan.
Dalam kondisi semacam itu, terdapat sejumlah program dan kegiatan yang ditujukan untuk pemberdayaan masyarakat, baik yang dilakukan pemerintah maupun LSM. Salah satunya adalah Proyek Subur Makmur DAS Kadahang (SMDK) yang dilaksanakan oleh Konsorsium DAS Kadahang. Konsorsium ini beranggotakan lima lembaga, yakni Yayasan Bumi Manira, Yayasan MASSTER, Yayasan MARADA, Yayasan Pahadang Manjoru, dan Yayasan Kuda Pu h Sejahtera.
Pada musim tanam 2016/2017 terjadi penurunan curah hujan, sehingga petani mengalami gagal tanam dan gagal panen, terutama padi dan jagung, yang menyebabkan rawan pangan (masa paceklik). Mengacu pada kondisi tersebut, maka dituntut peran yang lebih besar dari masyarakat, baik secara individu, rumah tangga, maupun secara keseluruhan, agar mampu memenuhi kebutuhan mereka sehingga ketahanan pangan dan gizi dapat terwujud. Namun di wilayah tertentu di Sumba Timur, ngkat ketergantungan masyarakat terhadap lahan sawah dan komodi padi sangat nggi. Sementara itu pola pikir dan etos kerja masyarakatnya masih rela f rendah. Dalam kondisi seper itu, sebagian besar masyarakat lebih memilih untuk mengabaikan bahkan meninggalkan kebun-kebun mereka.
11
re eksi dan metodologi Proyek ini mempromosikan kegiatan kebun wanatani, kebun pakan ternak, konservasi lahan kri s, dan tata kelola daerah aliran sungai pada wilayah yang potensial dengan memanfaatkan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang ada. Khusus untuk wanatani, kegiatan dilakukan dengan cara memadukan berbagai kegiatan: konservasi tanah dan air; budidaya tanaman pangan, tanaman umur panjang, dan pakan ternak; dan teknologi pengolahan lahan yang disertai input pupuk organik. Dalam perkembangannya, model kebun wanatani telah memadukan antara sistem lokal dan sistem introduksi. Model ini dikembangkan dengan tujuan mendorong masyarakat untuk berkebun menetap dan dak lagi melakukan tebas bakar.
12
Intervensi Wanatani Berdasarkan pengalaman kami dalam Proyek Subur Makmur DAS Kadahang, wanatani menjadi pilihan paling tepat untuk dikembangkan dan diterapkan secara meluas di daerah yang didominasi lahan kering seper di Nusa Tenggara Timur umumnya dan Sumba Timur khususnya. Pernyataan tersebut tumbuh dan disampaikan atas dasar proses reeksi dan pengalaman bersama masyarakat di 19 desa selama kurang lebih 17 bulan. Sampai saat ini sebanyak
Beberapa keluarga ada yang mendapat manfaat lebih dari satu jenis program. Total luasan lahan yang mendapat intervensi dari proyek ini adalah 219,32 Ha dengan perincian: kebun wanatani seluas 152,86 Ha; kebun pakan ternak seluas 25,35 Ha; dan konservasi lahan kritis seluas 41,11 Ha.
re eksi dan metodologi 920 KK telah menerima manfaat dari program ini yaitu kebun wanatani 499 KK, pakan ternak 165 KK, dan konservasi lahan kri s 296 KK (1.660 orang, 280 di antaranya perempuan). Selain itu, para penerima manfaat juga ada yang memperoleh: penambahan jenis tanaman pangan (jagung lamuru, keladi, ubi kayu, patatas ungu, ganyong, kacang tanah) dan jenis tanaman umur panjang (manga, sukun, kelengkeng, kelapa) di lokasi kebun wanatani; penambahan jenis tanaman pakan ternak (turi, lamtoro, king-grass, shorgum); juga penambahan jenis tanaman umur panjang (mahoni, gmelina, injuwatu, salam, cendana, pinang, sukun, ja merah, jambu mente, trembesi, kadimbil) di lahan kri s yang dikonservasi. Secara khusus pengalaman Yayasan MASSTER di empat desa sasaran proyek (Praihambuli, Kambuhapang, Tanarara, dan Kelurahan Lewa Paku atau Desa Persiapan Padanjara Hamu) menunjukkan adanya keunggulan-keunggulan yaitu: kombinasi tanaman tahunan dan semusim; pemilihan jenisjenis komodi yang saling menguntungkan dalam satu kebun;pengembangan ternak dan tanaman merupakan interaksi yang saling menguntungkan; kon nuitas hasil kebun dari berbagai jenis tanaman; penganekaragaman tanaman yang bermanfaat dari sisi perlindungan terhadap
gangguan hama dan penyakit; dan menjadi wahana untuk prak k pertanian organik. egiatan wanatani yang diterapkan di lokasi Proyek SMDK mencakup aspek teknis pertanian konservasi, ekonomi, sosial budaya, dan ekologi. 1. Aspek teknis pertanian konservasi Secara teknis, model wanatani mendorong petani untuk melakukan konservasi tanah dan air melalui: pembuatan sumur resapan untuk memanen dan menabung air hujan; pembuatan terasering untuk mencegah erosi; penanaman tanaman penguat terasering untuk menyuburkan tanah dan pakan ternak; serta pembuatan dan pemanfaatan pupuk organik (padat dan cair) untuk memperbaiki struktur tanah sehingga tanah menjadi subur untuk mendukung pertumbuhan tanaman (pangan, sayur-sayuran, dan tanaman umur panjang). Penerapan teknologi olah lubang dan olah jalur yang diisi dengan pupuk kompos atau pupuk kandang merupakan cara terbaik untuk meningkatkan jumlah dan mutu produksi. Hal ini seper yang terjadi pada kebun milik Kata n ga A n g ga l a n g g o ta Kelompok Tani Suka Maju di Desa Praihambuli. Baik secara kuan tas dan kualitas, hasil panen di kebun ini meningkat
13
re eksi dan metodologi setelah pemilik kebun memprak kkan teknik pertanian konservasi yang telah dipelajarinya. 2. Aspek ekonomis Secara ekonomis, model wanatani dapat menghasilkan sejumlah keuntungan, yaitu: ketersediaan suplai bahan pangan yang dihasilkan dari berbagai jenis tanaman pangan; kon nuitas produksi dan pendapatan dari penanaman tanaman ga strata, yaitu tanaman semusim, tanaman tahunan, dan tanaman berumur panjang; ketersediaan komodi unggulan yang spesiďŹ k; serta integrasi tanaman dan ternak sehingga sehingga terjadi siklus pemanfaatan limbah yang saling menguntungkan dan mengurangi biaya produksi. Selain itu, pengolahan pangan lokal yang dilakukan oleh kelompok ibu-ibu telah memberikan nilai tambah bagi pendapatan ekonomi rumah tangga. Hal ini seper dirasakan ibu-ibu yang tergabung dalam Kelompok Watu Otur di Desa Kambuhapang yang telah mendapat tambahan penghasilan dari pembuatan keripik ubi singkong, keladi, manisan papaya, dan jagung bose yang mereka jual di sekolah dan kios-kios. 3. Aspek sosial budaya Dari aspek sosial budaya, model wanatani mempunyai keunggulan dalam hal: mendorong budidaya tanaman yang sesuai dengan karakteris k dan kondisi masyarakat setempat; mendorong pelestarian kearifan masyarakat lokal; memberikan posisi dan peran yang setara antara laki dan perempuan; memanfaatkan potensi lokal dan
14
teknologi yang sederhana; dan mendorong para petani untuk bekerjasama secara harmonis dengan nilai kekeluargaan yang nggi. Kegiatan yang sesuai dengan kearifan lokal misalnya kegiatan gotong royong dan musyawarah untuk mengambil suatu keputusan. Untuk kegiatan gotong royong, masyarakat Sumba sebelumnya sudah mengenal is lah “panjulurung dan pawandang�. Masyarakat Sumba juga mengenal is lah “pahamang� yang sama dengan kegiatan musyawarah perencanaan atau pengambilan keputusan.
re eksi dan metodologi 4. Aspek ekologi Keunggulan wanatani dari aspek ekologi (lingkungan) yaitu: peningkatan tutupan lahan dan ndakan konservasi yang dapat mencegah erosi dan meningkatkan peresapan air hujan ke dalam tanah. Juga mendorong pengelolaan ekosistem yang lebih baik; iklim mikro lebih sejuk; budidaya tanaman yang adap f terhadap perubahan iklim, terutama curah hujan yang dak menentu; dan penggunaan pupuk organik yang mendukung prinsip pertanian ramah lingkungan.
Integrasi Wanatani dan Kebijakan Keb ij a ka n p em b a n gu n a n p er ta n ia n b er u b a h d a r i swasembada beras ke swasembada pangan, dan kemudian berubah menjadi ketahanan pangan seiring dengan bergulirnya semangat otonomi daerah. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan, yang dimaksud ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Pada Pasal 45 (1) disebutkan bahwa pemerintah bersama masyarakat bertanggung jawab untuk mewujudkan ketahanan pangan bagi seluruh rakyat Indonesia. Ketahanan pangan ini harus bertumpu pada sumberdaya pangan lokal yang mengandung keragaman antar-daerah dan harus dihindari sejauh mungkin ketergantungan pada pangan impor. Pada Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan disebutkan bahwa salah satu cara untuk meningkatkan ketahanan pangan adalah melalui penganekaragaman pangan. Penganekaragaman pangan diselenggarakan untuk meningkatkan ketahanan pangan dengan memperha kan sumber daya, kelembagaan, dan budaya lokal. Penganekaragaman pangan dapat dilakukan melalui peningkatan keanekaragaman pangan, pengembangan teknologi pengolahan dan produk pangan, dan peningkatan kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi aneka ragam pangan dengan prinsip gizi seimbang.
15
re eksi dan metodologi Sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang ada, Pemerintah Kabupaten Sumba Timur telah menerbitkan Peraturan Bupa Sumba Timur Nomor 130 Tahun 2009 tentang DiversiďŹ kasi Pangan melalui Gerbang Hilu Liwanya. Melalui peraturan tersebut, Pemkab Sumba Timur berupaya meningkatkan ketahanan pangan dengan memanfaatkan keanekaragaman pangan lokal yang ada di Sumba Timur. Hal tersebut diwujudkan dalam sebuah gerakan pengembangan pangan lokal secara terpadu, dari hulu sampai hilir. Gerakan ini berupaya memanfaatkan segala potensi pangan
lokal yang ada agar dapat dikembangkan dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Tujuannya adalah untuk mendukung pemantapan ketahanan pangan di ngkat rumah tangga yang berbasis pangan lokal Hilu Liwanya. Hilu Liwanya merupakan akronim dari kumpulan beberapa jenis umbi-umbian lokal, yaitu hili, luwa, luwa ai, litang, iwi, dan ganyong. Tanaman pangan lokal tersebut dikenal adap f terhadap perubahan iklim. Tanaman-tanaman tersebut dapat tumbuh dan berproduksi, baik saat air hujan melimpah maupun saat air hujan terbatas. Pada umumnya, kualitas umbi-umbian ini sangat baik jika dipanen pada saat kemarau atau menjelang musim hujan. Hilu liwanya dalam bahasa Sumba juga mengandung makna napak las, yaitu kembali ke jalan yang pernah dilintas. Dalam hal ini maksudnya adalah kembali mengkonsumsi pangan lokal dan dak hanya mengkonsumsi satu jenis pangan saja. Pada umumnya beras lebih iden k sebagai sumber makanan, sedangkan jagung dan umbian-umbian hanya sebagai makanan sampingan. Penggunaan kata hilu liwanya juga diharapkan dapat membangkitkan emosi dan menyentuh ha masyarakat untuk kembali kepada kebiasaan leluhur dalam mengolah pekarangan dan kebun. Gerakan ini diupayakan melalui pembudidayaan tanaman pangan lokal baik di pekarangan, kebun, lahan kering, maupun di lahan basah non-sawah. Dalam rangka implementasi Perbup, masyarakat dan pemangku kepen ngan lainnya dapat menerapkan konsep kebun model wanatani untuk meningkatkan kesuburan tanah.
16
re eksi dan metodologi Pada gilirannya kesuburan tanah ini akan meningkatkan hasil panen, baik secara kuan tas maupun kualitas, sehingga mampu memantapkan ketahanan pangan rumah tangga di Sumba Timur. Dalam hal ini, masyarakat dapat mengolah lahan kebunnya menggunakan teknik olah lubang yang disertai pemanfaatan pupuk organik. Selain untuk mempersiapkan area tanam dan meningkatkan kesuburan tanah, teknik olah lubang dilakukan untuk memudahkan masyarakat ke ka memanen hasil tanam. Selain tumbuh subur pada lahan terbuka, umbi-umbian juga dapat tumbuh subur di bawah tegakan tanaman umur panjang. Bahkan di antara jenis umbi-umbian lokal ada yang membutuhkan panjatan. Keberadaan tanaman tahunan dalam kebun model wanatani dapat dimanfaatkan sebagai tempat panjatan bagi tanaman umbian, sekaligus berfungsi sebagai tanaman pelindung. Dari pengalaman yang dialami di lapangan, penerapan konsep kebun model wanatani memberikan sejumlah manfaat bagi masyarakat. Dengan demikian, penerapan model ini memberikan peluang bagi masyarakat untuk membudidayakan tanaman pangan lokal demi meningkatkan ketahanan pangan rumah tangga, dan terlibat dalam gerakan pangan lokal yang dicanangkan oleh pemerintah setempat.
Peran Pemerintah dalam Pengembangan Wanatani Untuk menumbuhkan pemahaman, kesadaran, dan semangat masyarakat dalam mengembangkan berbagai tanaman pangan lokal melalui penerapan kebun model wanatani, maka
dibutuhkan dukungan dan peran ak f para pihak, terutama pemerintah daerah dan desa. Berbagai peran yang perlu diper mbangkan untuk dilakukan oleh pemerintah daerah dan desa antara lain: 1. Penguatan kelembagaan petani (Gapoktan, Poktan, Pokja). Untuk itu diperlukan upaya sistema s dan terusmenerus dari pemerintah untuk membina dan monitoring kelembagaan petani yang sedang tumbuh. Mereka dak cukup hanya diberikan bantuan material
17
re eksi dan metodologi saja, tapi perlu pembinaan ru n sampai diyakini kelembagaan petani itu mandiri. 2. Peningkatan kapasitas dan mo vasi bagi petani (teknis dan non-teknis). Penyuluhan dan pendidikan perlu dilakukan secara ru n oleh penyuluh lapangan kepada masyarakat untuk menumbuhkan kesadaran dan kecintaan terhadap pangan lokal, serta meningkatkan semangat dan keterampilan petani dalam pengembangan kebun menetap. 3. Op malisasi dan re-orientasi peran penyuluh lapangan. Penyuluh lapangan dari berbagai pihak perlu berperan lebih pro-ak f untuk turun ke lapangan, bertemu kelompok-kelompok tani, dan dak hanya turun lapang pada saat ada proyek dari instansinya. Penyuluh lapangan perlu mengubah orientasi dari peran sebagai penyuluh menjadi pendamping petani, dari pelaksana proyek menjadi pendorong prak k teknologi bersama petani, dari pelayan instansinya menjadi pelayan masyarakat melalui program-program yang direncanakan oleh pemerintah desa. Pemerintah desa perlu pro-ak f agar penyuluh lapangan berperan maksimal dalam merealisasikan rencana kegiatan pemeritah desa. Saat ini dana desa cukup besar dan ada alokasi dana untuk pembangunan pertanian; 4. Dukungan sarana produksi pertanian. Dukungan sarana produksi pertanian perlu lebih diarahkan pada potensi lokal seper pupuk organik, memperbanyak distribusi benih dan bibit tanaman lokal yang unggul, mengem-
18
bangkan penyediaan sarana produksi (benih, bibit, dan pupuk) di se ap desa, dak lagi mendistribusikan benih hibrida yang cenderung mema kan potensi lokal dan cenderung menumbuhkan sikap ketergantungan petani. 5. Alokasi dana desa untuk budidaya pangan lokal. Dana pembangunan desa untuk sektor pertanian perlu di ngkatkan karena akan memberikan output yang jelas terhadap peningkatan produksi pangan dan ekonomi petani. Diperlukan alokasi dana desa untuk pengadaan benih dan bibit, pembuatan pupuk organik, alat-alat kerja pertanian, dan sarana pengolahan hasil pertanian yang sesuai dengan kebutuhan kelompok tani. Pelaksanaan program desa dalam sektor pertanian ini perlu mendapat pendampingan dari penyuluh lapangan.
Menyelamatkan Ekosistem dan Lingkungan Farida Budi utami
Krisis Air dan Kerusakan Ekosistem Krisis air bukan hal baru bagi masyarakat Sumba. Ke ka musim kemarau ba, hampir ap hari, baik pagi maupun sore hari, masyarakat –terutama perempuan dan anak-anak- bersusah payah mencari air. Mereka berjalan menyusuri lembah dan naik turun tebing terjal untuk menuju mata air. Cuaca panas menyengat tak lagi mereka hiraukan, demi membawa pulang satu atau dua jerigen air. Kondisi semacam itu terjadi karena akses masyarakat terhadap sumber air rela f sulit. Pada umumnya air tanah di dataran Sumba berada pada kedalaman 60-100 meter. Sedangkan struktur tanahnya didominasi batuan. Untuk memanfaatkan sumber air tanah, maka diperlukan teknologi dan biaya yang rela f mahal. Meski demikian, sesungguhnya Sumba kaya akan sumber air, baik air tanah maupun air permukaan. Hampir di se ap
19
re eksi dan metodologi desa terdapat mata air dan/atau air terjun. Sungai pun banyak dijumpai dan tetap mengalir meski pada musim kering. Namun letaknya di lembah, sedangkan pemukiman berada di punggung bukit. Jaraknya rela f jauh, sehingga sumber air sulit diakses. Krisis air ini terjadi karena banyak faktor. Di antaranya karena struktur geologi tanah yang berbatu, faktor topograďŹ yang didominasi perbukitan, iklim yang kering, degradasi lahan yang sulit dikendalikan, dan tutupan l a h a n ( l a h a n h u ta n ) ya n g s e m a k i n berkurang. Hal lain yang mempengaruhi krisis air di Sumba adalah kondisi lahan. Hampir 70 persen dari luas lahan Kabupaten Sumba Timur merupakan lahan kri s. Kondisi ini dipicu oleh prak k tebas bakar yang marak terjadi dalam pengelolaan lahan, ngkat erosi tanah yang nggi, pengambilan kayu di hutan dan di sepanjang DAS, serta kebakaran padang yang hampir terjadi se ap tahun. Kerusakan ekosistem dan lingkungan akibat lahan kri s yang meluas sangat berpengaruh terhadap ketersediaan sumber air, baik kuan tas maupun kualitas. Karena itulah, untuk mengurangi risiko kekeringan dan krisis air, maka mau dak mau, suka dak
20
suka, harus ada upaya memperbaiki ekosistem dan lingkungan. Salah satunya adalah dengan melakukan konservasi tanah dan air. Konservasi tersebut dapat dilakukan melalui pengelolaan kesuburan tanah, mengurangi erosi tanah, memanen air hujan, dan menyelamatkan air hujan agar masuk ke dalam tanah. Prak k konservasi secara vegeta f dilakukan melalui penanaman tanaman umur panjang, tanaman penguat teras, dan tanaman penutup tanah. Sedangkan secara sipil teknis, konservasi di antaranya dapat dilakukan melalui pembuatan terasering, sumur resapan, embung, dan waduk. Konsep dan Prinsip Konservasi Terpadu Berbasis Masyarakat Beragam cara konservasi tanah dan air telah banyak diterapkan oleh program-program pembangunan, baik yang berasal dari pemerintah daerah maupun dari lembaga swadaya masyarakat lokal nasional ataupun internasional. Belajar dari pengalaman program sebelumnya, Konsorsium DAS Kadahang bekerjasama dengan MCAIndonesia, mengembangkan program Subur Makmur DAS Kadahang.
re eksi dan metodologi Dalam kurun waktu 17 bulan, sejak dikembangkan Agustus 2016, terbentuk 19 Pokja Konservasi dengan total jumlah anggota 295 orang petani (rata-rata 15 orang per Pokja), Luas lahan yang sudah dikonservasi seluas 43,46 hektar. Jumlah tanaman yang masih hidup sebanyak 23.742 pohon, atau 48 persen dari total pohon yang ditanam. Jenis tanaman yang ditanam pada lahan konservasi terdiri atas sukun, mahoni, injuwatu, cendana, ja merah, pinang, dan gmelina.
Pencapaian itu terjadi karena komponen program yang dikembangkan adalah konservasi lahan kri s berbasis masyarakat. Proyek SMDK mencoba mengembangkan strategi yang terpadu, antara pendekatan teknis dan struktural. Masyarakat difasilitasi agar mampu membuat perencanaan, pelaksanaan, sampai evaluasi kegiatan konservasi, secara bertahap, langkah demi langkah, dengan memadukan kegiatan teknis (non-struktural) dengan struktural. Berikut ini adalah prinsip pendekatan yang diterapkan dalam kegiatan konservasi lahan kri s berbasis masyarakat. 1. Harus ada organisasi masyarakat yang bertanggung jawab mengelola kegiatan konservasi ngkat desa. Proyek SMDK menyebut organisasi masyarakat ini sebagai Kelompok Kerja Konservasi. Pokja dipilih oleh pemerintah desa setelah dipas kan letak lahan kri s yang hendak dikonservasi. Pokja konservasi berada di bawah pembinaan dan pengawasan pemerintah desa. 2. Harus ada dukungan kebijakan dari pemerintah desa untuk mengesahkan Pokja Konservasi sekaligus memas kan lokasi lahan kri s yang hendak dikonservasi dan pengelolaan lahan konservasi. Dukungan ini sangat pen ng bagi Pokja untuk dapat menggerakkan masyarakat bekerja mengelola lahan kri s. Dukungan kebijakan berupa surat keputusan kepala desa tentang pembentukan Pokja Konservasi, surat kesepakatan bersama Pokja yang disahkan kepala desa tentang pengelolaan lahan konservasi. Termasuk juga Perdes terkait upaya pemeliharaan dan pengelolaan
21
re eksi dan metodologi sumberdaya alam yang berkelanjutan. Hal ini pen ng agar kegiatan konservasi lahan kri s menjadi bagian dari rencana pembangunan desa. 3. Pendampingan intensif kepada Pokja untuk mengelola lahan konservasi tahap demi tahap. Mulai dari perencanaan dan melaksanakan kegiatan, dari pembersihan lahan, pemagaran, persiapan tanam (pengaturan pola tanam, pengairan, lubang tanam) dan penanaman, pemeliharaan hingga evaluasi, serta perencanaan penyulaman dan atau perluasan lahan.
Pemagaran yang kuat (gamal dan kawat berduri se nggi 1,5 meter) menjadi kunci pen ng untuk mencegah ternak (kambing, babi, sapi, kuda, kerbau) masuk ke lahan konservasi, serta memakan dan merusak tanaman konservasi. Hal ini harus dilakukan karena sebagian besar masyarakat Sumba masih memelihara ternak dengan cara dilepas di padang dan lahan pertanian pada saat kemarau. 4. Menerapkan teknologi sederhana yang dapat diterapkan oleh masyarakat dengan bahan-bahan yang mudah diperoleh di daerah setempat. Dengan demikian, penerapan teknologi sederhana ini berpotensi untuk di ndaklanju masyarakat. Teknologi sederhana yang telah diterapkan oleh Pokja Konservasi di antaranya adalah penerapan irigasi tetes dengan memanfaatkan bambu atau botol air mineral bekas untuk mengairi tanaman dan tanah di dekat tanaman. Selain itu pembuatan ilaran api di bagian luar pagar, yaitu dengan membersihkan lahan dari rumput selebar 5-6 meter pada musim kemarau agar api dak masuk ke lahan konservasi jika terjadi kebakaran padang. 5. Ada peraturan dan/atau kesepakatan terkait pengelolaan dan pemanfaatan lahan konservasi yang dibahas bersama-sama dan disepaka oleh anggota Pokja dan diketahui oleh pemerintah desa. Peraturan harus dijaga untuk dapat memas kan bahwa peraturan itu adil, baik buat warga masyarakat maupun adil buat lingkungan. Dalam ar bahwa tujuan ekonomi dan ekologis harus menjadi koridor utama dalam membuat aturan.
22
re eksi dan metodologi 6. Pemanfaatan lahan konservasi untuk tanaman semusim pada musim hujan dan/atau sayur-sayuran pada musim kemarau. Hal ini pen ng untuk merawat tanaman konservasi, dan sekaligus monitoring lokasi konservasi terutama pada musim kemarau yang rawan dengan ternak lepas dan kebakaran. Metode Pengelolaan Kegiatan Faktor utama dari keberlanjutan sebuah program ataupun kegiatan adalah bahwa program itu akhirnya menjadi “milikâ€? masyarakat. Karena itu, metode untuk mendorong masyarakat memiliki lahan konservasi pen ng untuk dikedepankan. 1. Pengkajian potensi dan masalah sumberdaya alam (termasuk sumberdaya air) secara par sipa f. Pengkajian ini melibatkan seluruh komponen masyarakat dan ditujukan untuk mengetahui kecenderungan perubahan sumberdaya alam beserta faktor yang mempengaruhinya. Metode ini sekaligus menjadi media belajar dan reeksi bersama ang gota Pokja. Reeksi untuk dapat mengembangkan kesadaran akan ar pen ng konservasi tanah dan air bagi penyelamatan sumber daya air dan lingkungan. 2. Perencanaan dan pelaksanaan kegiatan bersama di ngkat Pokja. Perencanaan dak perlu dilakukan langsung untuk semua kegiatan. Perencanan dan pelaksanaan untuk satu kegiatan dilakukan tahap demi tahap. Misalnya perencanaan dan pelaksanaan untuk
23
re eksi dan metodologi persiapan lahan, dibagi dalam beberapa tahap yaitu: 1) Pembersihan lahan dan pembuatan lubang tanam; 2) Pembuatan pupuk padat organik; 3) Pemagaran; dan 4) Penanaman. Pemagaran yang diperkenalkan adalah melalui penanaman gamal sebagai pagar hidup yang kemudian diperkuat dengan pemasangan kawat duri. Dalam konteks Sumba, pemagaran ini pen ng dilakukan untuk mencegah tanaman dari ganguan ternak lepas. Setelah penanaman anakan, hal pen ng lain adalah mendorong Pokja untuk memelihara lahan dan anakan yang ada di dalamnya. Metode ini menurut salah satu Ketua Pokja Konservasi di Desa Rakawatu, Tay Hungga Meha, merupakan hal baru. “Selama ini kalau ada program tanam pohon, paling hanya sampai tanam saja. Kita dak didampingi cara memeliharanya,� ujarnya. Memasuki musim kemarau, ada dua kegiatan utama yang diterapkan: mencegah kekeringan dan kebakaran. Teknologi yang diper-
24
kenalkan untuk mencegah kekeringan adalah melalui penerapan irigasi tetes menggunakan ruas bambu dan/atau botol air mineral bekas ukuran 1 liter. Namun yang diutamanakan adalah penggunaan bambu. Penggunaan botol air mineral hanya digunakan jika di desa itu dak ada tanaman bambu. Pencegahan kebakaran dilakukan dengan membuat ilaran api di sekeliling p a g a r. C a r a n y a a d a l a h d e n g a n membabat rumput dan alang-alang pada lahan selebar 3 meter di luar dan di dalam pagar. Namun rupanya cara ini dak mampu untuk mencegah kebakaran. Ada empat lahan konservasi yang terbakar: dua lokasi ludes terbakar, sedangkan di lokasi lain masih ada pohon yang terselamatkan. Belajar dari kegagalan itu, maka teknik ilaran api digan . Lahan di sekeliling pagar, baik di dalam maupun di luar pagar harus diolah, tanah dibalik selebar 3 meter. Cara ini rupanya lebih efek f ke mbang cara sebelumnya. M e n j e l a n g m u s i m h u j a n , Po k j a didorong untuk membuat sumur resapan. Sumur resapan ini hanya berupa penggalian tanah dengan
re eksi dan metodologi dimensi 2 meter x 1 meter x 1 meter atau 1 meter x 1 meter x 1 meter tanpa ada konstruksi. Pokja juga belajar untuk dapat menentukan di mana tepatnya sumur resapan itu harus dibuat. Pembuatan sumur resapan bertujuan untuk mengalirkan dan meresapkan air hujan ke dalam tanah. Karena itu memahami bagaimana kondisi lahan dan bagaimana air biasanya mengalir merupakan hal yang pen ng. Untuk membantu agar air hujan bisa masuk ke dalam sumur resapan secara efek f dapat dilakukan pembuatan parit yang langsung menuju ke sumur resapan. 3. Pemantauan perkembangan anakan. Cara ini harus mulai diperkenalkan sejak awal penanaman. Dengan didukung format sederhana, anggota Pokja dapat menghitung jenis dan jumlah pohon yang ditanam. Se ap ga bulan sekali, Pokja melakukan pemantauan serta menghitung jumlah tanaman yang hidup dan ma . Pokja juga diminta untuk menganalisis penyebab kema an. Dengan cara ini, Pokja dituntut bertanggung jawab terhadap perkembangan anakan. “Dengan menghitung berapa jumlah pohon yang hidup dan berapa yang ma membuat kita ikut bertanggung jawab memelihara anakan. Kalau ada yang ma , kita jadi malu ha dan ingin menyulamnya kembali,� kata Daniel M. Hetu, Ketua Pokja Konservasi Desa Bidihunga, Kecamatan Lewa. Metode ini sekaligus mendorong Pokja untuk membuat rencana konservasi berikutnya seper menyulam
tanaman yang ma , memperluas areal konservasi, dan prak k penerapan teknologi. 4. Pengembangan model pengelolaan lahan konservasi oleh masyarakat. Se ap Pokja diberi ruang untuk mengelola lahan dan melakukan konservasi lahan kri s sesuai dengan konteks dan kebutuhan mereka. Dengan cara ini berbagai model akan dapat dihasilkan. Misalnya di Matawai Pawali. Lahan kri s yang dijadikan lahan konservasi adalah milik gereja. Dari kegiatan konservasi yang dilakukan bersama Pokja Konservasi, ada sebuah pembelajaran yang diadopsi menjadi ketetapan Dewan Gereja.
25
re eksi dan metodologi Gereja menjadikan penanaman pohon sebagai prasyarat bagi pasangan untuk mendapatkan akte pernikahan. Karena itu calon pengan n harus menanam pohon terlebih dahulu di lahan konservasi milik gereja. Di Rakawatu, Pokja mengelola lahan seluas 3 hektar milik desa untuk dikonservasi. Lahan itu dibagi menjadi 14 bagian sesuai dengan jumlah anggota Pokja. Se ap KK berhak mengelola bagian mereka sesuai kebutuhan masing-masing. Ada yang menanami lahannya dengan umbi-umbian di antara pohon-pohon, ada pula yang menanaminya dengan kunyit. Tetapi semua anggota harus terlibat dalam kegiatan bersama seper halnya melakukan pembersihan lahan, pemagaran, pembuatan ilaran api, dan pembuatan sumur resapan. Di Desa Ngadu Olu, karena Pokja sudah dikukuhkan oleh kepala desa, maka Pokja ini berhasil menjalin kerja sama dengan BP DAS di Sumba Tengah untuk mendapatkan
anakan. Dengan demikian, mereka dengan leluasa bisa memperluas lahan konservasi sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan anggota Pokja. Sedangkan di Mbatapuhu, karena lahan kri s adalah milik adat, maka pengelolaan lahan beserta aturan yang diterapkan mengacu pada aturan adat mereka. Menurut petani penerima manfaat, apa yang dilakukan Konsorsium DAS Kadahang di Sumba adalah pendekatan baru. Mereka merasa senang dengan cara seper ini. “Saya senang terlibat dalam kegiatan Pokja ini. Kami dibimbing secara bertahap sejak persiapan sampai menghitung perkembangan anakan. Kami dibimbing untuk bisa bertanggung jawab memelihara anakan agar bisa tumbuh dengan baik. Hal ini baru saya alami. Bahkan kami kewalahan menghadapi petugas lapangan. Ada saja kegiatan di lahan konservasi, tak pernah putus,� kata Umbu Raing, Ketua Pokja Konservasi dari Desa Kambuhapang, Kecamatan Lewa, Kabupaten Sumba Timur. Hal senada juga diungkapkan oleh Kepala Desa Praikaroku Jangga, Umbu Hina Marumata. Menurut Umbu Hina, kegiatan konservasi lahan kri s sangat mendukung pemerintah desa mewujudkan cita-citanya. “Kami punya visi untuk menjadikan tanaman kayu sebagai komoditas unggulan desa dan masyarakat. Karena itu kami mewajibkan se ap KK untuk menanam TUP. Dengan hadirnya program ini, kami pun telah menerbitkan Perdes yang berhubungan dengan hal ini agar kegiatan penanaman pohon menjadi kewajiban se ap tahun,� kata Umbu Hina.
26
Tata Kelola Sumberdaya Desa Partisipatif Stepanus Makambombu
Peraturan Desa (Perdes) merupakan salah satu instrumen pen ng dalam membangun tata kelola pemerintahan desa yang baik. Se ap desa didorong untuk memiliki instrumen tersebut sesuai dengan kebutuhan desa. Terutama sejak ada UU Desa, keberadaan peraturan desa sangat pen ng. Perdes terkait dengan bagaimana desa mengop malkan semua sumber daya untuk kesejahteraan penduduk desa. Hal tersebut dilakukan melalui kewenangan yang dimilikinya. Aplikasi dari se ap kewenangan akan memiliki legi masi yang kuat jika diatur melalui Perdes. Walaupun demikian, belum semua desa mampu menyusun regulasi. Keterbatasan pengetahuan dan kapasitas teknis sumberdaya manusia desa merupakan tantangan tersendiri dalam merealisasi upaya tersebut. Namun, karena Perdes merupakan instrumen pen ng, beberapa desa berupaya untuk memiliki dan menyusunnya. Tidak jarang desa-desa melakukan copy paste Perdes yang berasal dari desa lain. Desa bisa juga menyewa seorang konsultan untuk menyusun Perdes sesuai dengan permintaan desa. Tetapi ndakan tersebut sesungguhnya dak menyelesaikan masalah karena konteks permasalahan yang dihadapi se ap desa berbeda. Demikian halnya jika Perdes tersebut dipercayakan pada seorang konsultan untuk menyusunnya. Dalam konteks ini, masyarakat akan kehilangan kesempatan untuk berpar sipasi menyusun Perdes. Tindakan demikikan hanya sekadar memenuhi syarat administrasi tetapi sesungguhnya dak mampu menjawab permasalahan masyarakat desa.
27
re eksi dan metodologi Sementara itu, apa yang dilakukan oleh desa-desa dampingan Proyek Subur Makmur DAS Kadahang (SMDK) memberikan warna yang berbeda. Seperangkat tahapan yang diprak kkan oleh desa-desa dampingan merupakan tahapan penyusunan Perdes yang dilakukan secara par sipa f. Prosesnya sederhana, bisa dilakukan oleh pemeritah desa bersama masyarakat dan mudah untuk direplikasi di desa-desa lainnya. Berikut ini adalah tahapan penyusunan Perdes. PENJAJAKAN KEBUTUHAN
RANPERDES KE BAGIAN HUKUM
FINALISASI DRAFT RANPERDES DRAFT 2
ï ï
PENYUSUNAN RANCANGAN PERDES DRAFT 1
ï
KONSULTASI DRAFT 2
ï ï
DAFTAR MASALAH
MUSDES DRAFT RANPERDES
ï MUSDES PENETAPAN PERDES
1. Penjajakan kebutuhan. Tahapan ini dilaksanakan untuk mengiden fikasi isu-isu apa saja yang menjadi permasalahan masyarakat. Dari sejumlah isu yang muncul kemudian mengerucut pada isu pokok yang mendesak untuk dicarikan solusinya. Pada tahapan ini masyarakat dak hanya berdiskusi tentang permasalahan mereka, tetapi mereka juga diajak menyelesaikan permasalahan tersebut. Keluaran dari
28
tahapan ini berisi da ar masalah dan masalah prioritas yang perlu diselesaikan, bersama langkah-langkah penyelesaiannya (solusi). Da ar masalah bukan merupakan tahapan langkah terpisah, tetapi merupakan bagian dari tahapan penjajakan kebutuhan. Pada tahapan ini dilakukan pemilahan isu, mana yang merupakan isu prioritas dan mana yang bukan. Masalah prioritas dan solusi hasil diskusi warga, selanjutnya di “koding” dalam tema-tema. Tema-tema ini merupakan bahan baku dalam menyusun batang tubuh sebuah peraturan. Tema-tema dimaksud bisa dijadikan bab maupun pasal-pasal yang memiliki urutan logis dan sistema s. Keluaran dari tahapan ini adalah tema-tema yang dijadikan bahan baku penyusunan dra Ranperdes. 2. Penyusunan dra rancangan Perdes. Pada tahapan ini, semua tema yang dihasilkan dari da ar masalah ditransformasi menjadi pasal-pasal yang berurutan secara sitema s. Judul (tema) pasal menggambarkan obyek yang diatur. Keluaran dari tahapan ini adalah dra 1 rancangan Perdes. 3. Musyawarah desa dra Ranperdes. Pada tahapan ini, dra 1 yang sudah dihasilkan dari tahapan sebelumnya dibahas melalui forum musyawarah desa (Musdes). Proses pembahasannya dilakukan dengan dua cara. Pertama, fasilitator membaca pasal per pasal untuk dibahas secara berurutan. Kedua, peserta dibagi dalam beberapa kelompok berdasarkan kepen ngan kelompok
re eksi dan metodologi masing-masing (misalnya kelompok petani, kelompok peternak) sehingga kepen ngan masing-masing kelompok terakomodir dengan baik. Finalisasi dra Ranperdes merupakan kelanjutan dari Musdes dra Ranperdes. Finalisasi dilakukan untuk memperbaiki naskah dra 1 Ranperdes berdasarkan input dari forum Musdes. Keluaran dari tahapan ini adalah dra 2 Ranperdes yang akan dikirim ke Bagian Hukum untuk dikonsultasikan/mendapat supervisi. 4. Konsultasi dra 2 Ranperdes ke bagian hukum. Pada tahapan ini pemerintah desa akan membawa dra 2 rancangan Perdes hasil musyawarah desa untuk d i ko n s u l t a s i k a n d e n g a n b a g i a n h u k u m p a d a pemerintahan daerah. Tahap ini pen ng dilakukan untuk memas kan racangan tersebut selaras dan dak bertentangan dengan peraturan yang lebih nggi. Keluaran dari tahapan ini adalah dra 3 rancangan Perdes. Jika ada perbaikan dilakukan perbaikan sesuai input dari Bagian Hukum. Namun jika dak ada perbaikan, maka dra ini sudah dapat ditetapkan menjadi Perdes. 5. Penetapan rancangan Perdes menjadi Perdes. Pada tahapan ini pemerintah desa melalui forum Musdes melakukan penetapan rancangan peraturan desa menjadi peraturan desa. Selanjutnya peraturan desa tersebut dicatat dalam lembaran desa sebagai peraturan yang sah untuk dilaksanakan. Dari serangkaian proses tadi, terdapat suatu bentuk par sipasi masyarakat yang berkesinambungan. Masyarakat
29
re eksi dan metodologi dak hanya terlibat dalam proses awal tetapi terlibat dalam seluruh rangkaian tahapan dan proses. Pendekatan ini pen ng untuk membangun kesadaran dan rasa memiliki masyarakat terhadap peraturan yang sudah dibuat.
kelola penyelenggaraan pemerintah desa yang baik dan menjamin pengelolaan aset desa untuk kepen ngan masyarakat. Dengan demikian, maka Perdes itu akan lebih mudah diterapkan dan menjadi peraturan yang efek f.
Melalui pendekatan ini ada sejumlah manfaat yang bisa diperoleh. Di antaranya, pemerintah desa yang menjalani proses ini akan memperoleh pembelajaran tentang penyusunan Perdes yang par sipa f. Pembelajaran ini memudahkan mereka ke ka menyusun Perdes lainnya yang sesuai dengan kebutuhan desa di masa mendatang.
Tata kelola sumberdaya desa par sipa f yang ditetapkan melalui Perdes ini memberikan contoh pendekatan pengelolaan aset desa (kekayaan desa) yang integra f yaitu dari aspek hulu dan hilir. Jika selama ini pelaksanaan program desa hanya menekankan pada aspek hulu saja atau sebaliknya, maka tata kelola sumber daya desa par sipa f telah mengintegrasikan kedua aspek tersebut melalui penyusunan peraturan desa. Pengintegrasian kedua aspek ini merupakan contoh penerapan tata kelola pemerintahan desa yang baik.
Selain itu, akan tumbuh rasa memiliki dari masyarakat desa yang terlibat dalam penyusunan Perdes. Masyarakat desa akan menyadari bahwa Perdes merupakan bagian dari tata
30
Aktualisasi Diri Perempuan Sumba Magdalena Eda Tukan
Kedudukan Perempuan Sumba Sumba adalah salah satu pulau unik yang menawarkan ekso sme, baik alam dan budayanya. Salah satu keunikan dari Tau Humba (orang Sumba) adalah stra fikasi sosial di tengah masyarakat yang masih kuat. Terdapat ga lapisan sosial dalam masyarakat Sumba: kelompok bangsawan (kelas atas); merdeka (kelas menengah); dan kelompok hamba (kelas bawah). Ke ga kelompok tersebut mendapat perlakuan yang berbeda. Dengan stra fikasi sosial semacam ini, maka akses terhadap sumber daya, otonomi, dan kekuasaan se ap individu sangat terbatas. Ke ka ada individu yang merasa hak dan kebebasannya untuk beraktualisasi dibatasi, maka akan terjadi resistensi. Dalam kondisi seper ini kekerasan fisik maupun psikis akan terjadi. Di tengah sistem sosial yang demikian, perempuan Sumba terutama dari kaum hamba, adalah pihak paling sulit untuk dapat beraktualisasi. Mereka bahkan cenderung paling banyak mendapatkan kekerasan. Selain dari laki-laki yang “berkuasa”, hamba perempuan juga mendapatkan kekerasan dari sesama perempuan dari kelas di atasnya. Kasus kekerasan terhadap perempuan makin bertambah dengan keberadaan budaya poligami. Para suami merasa berhak beristri lebih dari satu, tanpa harus meminta persetujuan istri sebelumnya. Laki-laki merasa telah memberikan belis mahal sehingga merasa berkuasa atas kehidupan istrinya. Padahal kalau dirunut, nenek moyang Tau Sumba menempatkan posisi perempuan setara dengan laki-laki. Salah satu baitan adat atau filosofi yang menegaskan hal itu
31
re eksi dan metodologi adalah Ina Rendi-Ama Manu, yang ar nya “ibu bebek bapak ayam”. Filosofi itu memberikan makna kesetaraan antara perempuan dan laki-laki dalam simbol sesama unggas. Namun seiring dengan perjalanan waktu dan keterbatasan pewarisan nilai sejarah dari generasi ke generasi, nilai filosofis itu pun tergerus. Dalam prak k keseharian kini bergeser menjadi Ama Djara –Ina Rendi, yang berar “bapak kuda mama bebek”. “Kuda” merasa sebagai penguasa padang dan lebh hebat dibandingkan dengan “bebek” yang lemah. Kondisi sosial semacam ini merupakan tantangan bagi program-program pemberdayaan masyarakat, terutama pemberdayaan perempuan. Tidak mudah menentukan strategi yang tepat bagi pemberdayaan perempuan di Sumba.
Kegiatan-kegiatan yang ditujukan untuk pengarusutamaan gender pada program pembangunan masyarakat seper halnya Proyek Subur Makmur DAS Kadahang harus dilakukan secara ha -ha . Kegiatan-kegiatan jangan sampai menambah beban perempuan. Terlebih pada kenyataannya, masalah utama persoalan gender di kawasan DAS Kadahang adalah beban kerja perempuan yang cenderung nggi. Memahami Harapan dan Kebutuhan D e n ga n m e m p e r m b a n g ka n ko n d i s i ya n g a d a , pengarusutamaan gender pada Proyek SMDK dilakukan melalui pendekatan yang sangat sederhana, yaitu pendekatan dari rumah ke rumah. Melalui pendekatan ini, akan diketahui apa yang kaum perempuan rasakan, apa yang sudah dimiliki, apa yang diinginkan, serta perubahan apa yang diharapkan pada dirinya dan untuk orang lain. Pendekatan ini diterapkan dengan satu keyakinan: ke ka perempuan ditempatkan sebagai pemikir, perencana, dan pelaksana program, maka akan lahir sumber energi posi f serta ide-ide krea f yang sudah begitu lama terkungkung. Upaya ini ibarat sedang berusaha mencairkan gunung es yang sudah lama membeku. Karena sebelumnya, banyak orang lebih suka menafsirkan sendiri persoalan yang dihadapi perempuan, dan bukannya memberikan ruang pada perempuan untuk melihat persoalan mereka selama ini. Bagaimana pun, kaum perempuan ingin mendapatkan ruang untuk melontarkan gagasannya. Ada kebanggaan yang dirasakan ke ka apa yang digagasnya mendapat apresiasi.
32
re eksi dan metodologi
“Ketika kami dapat berbicara di kantor desa pada saat pertemuan, dan saat pikiran atau ide kami diterima, itu sangat membanggakan kami sebagai perempuan,� kata Maria Haramburu, perempuan dari Desa Rakawatu. Menurutnya, perempuan-perempuan harus bisa menjaga penampilan, memiliki keterampilan, dan mempunyai ide krea f, sehingga akan diperhitungkan untuk dapat hadir dalam pertemuan-pertemuan.
simpan pinjam (UBSP), pengolahan pangan lokal yang berpeluang menjadi usaha ekonomi keluarga. Karena kegiatan yang dilakukan ditujukan bagi kaum perempuan, maka diperlukan kegiatan pendamping lainnya yang juga melibatkan kaum laki-laki di sela-sela kegiatan yang telah ditetapkan. Kegiatan pendamping ini pen ng dilakukan agar terjadi proses dialog di antara keduanya, Dalam kegiatan tersebut masing-masing pihak akan mengutarakan pendapatnya berdasarkan sudut pandang perempuan dan laki-laki. Melalui proses ini diharapkan akan diperoleh k temu dan ditemukan nilai baru yang bisa diterima oleh keduanya. Dari serangkaian kegiatan yang dilakukan, mengemuka keengganan laki-laki untuk membantu atau menggan peran
Sedangkan menurut Ruth Tamu Ina dari Desa Kambuhapang, perempuan sesungguhnya bukan insan yang lemah. Namun selama ini laki-laki hanya memandang perempuan sebagai bendahara dan pengurus rumah tangga saja. Untuk itu, perempuan harus bersatu, saling mendukung, dan saling melengkapi. Dengan memperha kan keinginan-keinginan kaum perempuan, diputuskan bahwa Proyek SMDK memfasilitasi kegiatan yang bersentuhan langsung dengan ak vitas perempuan dalam kerja-kerja domes k, kerja produk f, dan kerja sosial sebagai ru nitas mereka yang turut pula menyumbang pemenuhan kebutuhan keluarga. Kegiatan yang dimaksud adalah pembuatan pupuk organik untuk kebun sayur, pembentukan kelompok usaha bersama
33
re eksi dan metodologi perempuan dalam kerja domes k. Masih cukup banyak kaum laki-laki yang belum siap untuk melakukan kerja domes k tatkala istrinya berkegiatan di luar rumah. Ada kekhawa ran jika perempuan lebih pintar, maka kepatuhannya kepada suami akan berkurang.
“Saya sudah membantu istri memasak dan membuat kue untuk dijual, serta mengambil air. Saya membantu karena saya dan anak juga menikma hasil dari kerja istri. Jadi, kenapa saya harus malu melakukan kerja-kerja di rumah?” kata Meta Daku.
“Para suami selalu mencari alasan kalau istri mereka diundang untuk mengiku kegiatan di luar rumah. Misalnya siapa yang ambil air? Siapa yang masak? Siapa yang urus anak?” ungkap Kris na Dopo, salah seorang perempuan dari Desa Napu-Prailangina.
Dukungan kaum laki-laki terhadap kegiatan yang diselenggarakan bagi kaum perempuan terus mengalir. Kaum laki-laki dak hanya memberi izin istrinya mengiku sejumlah pertemuan dan pela han pengolahan pangan lokal. Sebagian dari mereka bahkan ikut mendanai kegiatan perempuan.
Hal-hal semacam itu tentu saja perlu mendapat perha an. Baik laki-laki maupun perempuan harus disadarkan bahwa perbedaan antara perempuan dan laki-laki adalah kodrat, namun persepsi tentang keduanya adalah bentukan manusia.
“Selama ini kami sering berbagi peran sama-sama, baik di rumah dan di kebun, serta sawah. Pada prinsipnya saya dak ingin melihat istri saya capek, kelelahan, atau bahkan sakit. Jadi ke ka istri saya terlibat untuk kegiatan sosial atau pertemuan dengan lembaga-lembaga lain, saya mendukung dia dengan mengantar dan menjemput dengan sepeda motor. Termasuk kalau harus menangani kegiatan di rumah. Bahkan mendukung modal jika mereka membutuhkan!” kata Bernadus Missa, Ketua Kelompok Watu Otur di Desa Kambuhapang.
Pemahaman tersebut terus disuarakan hingga akhirnya pandangan laki-laki sedikit demi sedikit mulai terbuka. Bahkan, dak sedikit laki-laki yang mulai bersedia untuk membantu kegiatan domes k kaum perempuan.
“Saya senang dan sangat mendukung istri untuk aktif dalam pertemuan di tingkat desa atau keluar desa. Kalau istri saya tidak ada di rumah, sayalah yang menangani pekerjaan di dapur. Saya tidak malu. Kenapa mesti malu? Saya memasak itu untuk keluarga saya bukan untuk orang lain. Sebagai laki-laki pasti bangga ketika istri semakin pintar dan berani tampil di desa,” kata Pendeta Meta Yiwa Awang suami dari Damaris yang tinggal di Desa Kadahang.
34
Tidak Sekadar Memenuhi Kuota Perempuan yang nggal di lokasi Proyek SMDK rupanya haus a ka n i nfo r m a s i . Ke i n g i nta h u a n m e re ka te r h a d a p keterampilan baru yang mendukung kerja-kerja mereka sangat nggi. Terlebih mereka merasa apa yang ditawarkan dapat menjawab kebutuhan dan bermanfaat. Kehadiran mereka pun dak hanya sekadar untuk memenuhi kuota 30 persen kehadiran.
re eksi dan metodologi Hal ini tercermin dalam kegiatan yang dilakukan bersama Kelompok Watu Otur di Desa Kambuhapang pada 6 Oktober 2017, Umumnya, dalam se ap kegiatan urusan konsumsi menjadi tanggung jawab kaum perempuan. Namun Ruth Ta m u I n a d a n t e m a n t e m a n n y a m e n o l a k u n t u k melakukannya. “Kami tak mau repot urus makan! Beli nasi saja di warung. Kami semua ingin terlibat dalam prak k. Kami dak puas hanya baca resep! Ke ka kami bisa lakukan sendiri, maka bisa kita prak kkan di rumah,” kata Ruth Tamu Ina yang juga berkeinginan membuat manisan dari buah pepaya yang banyak terdapat di sekitar rumahnya. Cara mengolah pepaya menjadi manisan pepaya rela f mudah dan nilai tambahnya rela f nggi. Hal itu seper yang dirasakan Minggu Padu Lemba dari Desa Laihau. “Saya beli 2 buah pepaya seharga Rp 15 ribu dan gula pasir Rp 5 ribu. Ke ka saya buat manisan dan dan saya jual, ternyata sangat laku. Hasil penjualan manisan dari 2 buah pepaya itu mencapai Rp 60 ribu. Itu belum termasuk manisan yang anakanak makan. Sangat menguntungkan, modal sedikit, caranya mudah, dan rasanya enak pula. Sudah dua kali saya buat manisan pepaya,” kata Minggu Padu Lemba. Dalam sebuah kegiatan pendampingan di Desa Rakawatu, muncul ide untuk mengolah jambu mete menjadi se'i. Adalah Maria Haramboru yang pertama kali bercerita bahwa jambu mete dapat dibuat menjadi se'i. Cerita tersebut menginspirasi ibu-ibu lain untuk prak k membuat se'i.
Secara umum, pela han pengolahan produk lokal yang difasilitasi Proyek SMDK berhasil memo vasi perempuan untuk meningkatkan keterampilan dan membuka usaha baru. Hal ini seper yang terjadi di Desa Matawai Pawali, “Saya sangat senang dengan cara buat keripik. Sangat sederhana, tetapi hasilnya jauh lebih enak dari keripik yang selama ini sering saya buat. Cara membuat bumbu keripik jauh lebih mudah dari yang pernah saya buat. Prak s dan terjangkau,” kata Tiara. Istri dari Yulius Karanggulimu itu bahkan berkeinginan membeli pisau perajang dengan memanfaatkan uang arisan. Ia juga berencana membeli plas k bening kemasan 0,5 kg, serta bumbu tabur. “Ini akan saya jadikan usaha,” ujar Tiara.
35
re eksi dan metodologi Modal Tidak Berar Rupiah Salah satu kegiatan pengarusutamaan gender yang dilakukan di Desa Napu-Prailangina adalah memfasilitasi pembentukan kelompok usaha bersama yang beranggotakan 10 perempuan. Usaha simpan pinjam ini sebelumnya sudah pernah ada, namun kemudian terhen . Dengan berbagai upaya, usaha simpan pinjam ini kemudian dihidupkan kembali. Untuk mengumpulkan modal, para anggota diminta untuk mengumpulkan uang pangkal
keanggotaan sebesar Rp100 ribu. Uang sebanyak ini ternyata rela f sulit untuk diperoleh. Meski demikian, sulit bukan berar dak bisa. Petani mungkin saja dak mempunyai uang tunai. Tetapi mereka mempunyai komodi yang bisa dikonversikan menjadi uang. Hal itu kemudian diterapkan oleh ibu-ibu anggota UBSP. Mereka kemudian memanfaatkan jagung hasil panen untuk mendapatkan uang tunai. Akhirnya se ap anggota berhasil membayar uang pangkal sehingga terkumpul modal UBSP sebesar Rp1 juta. Kebutuhan modal juga diupayakan dengan cara menghemat uang konsumsi yang disediakan program. Se ap anggota kelompok diminta untuk membawa bahan makanan dari rumah masing-masing. Ada yang membawa ubi, jagung, atau sayur untuk dimasak dan dimakan bersama. Dengan demikian, terdapat uang konsumsi yang dak terpakai. Sebagian uang kemudian dipergunakan untuk pengadaan asset kelompok berupa peralatan memasak. Sebagian lainnya digunakan sebagai modal usaha kelompok. Dari penghematan konsumsi masing-masing kelompok dapat menyisihkan modal hingga Rp 100 ribu. Uang itu mereka gunakan untuk membeli bahan pembuatan keripik, manisan, dan pisang goreng. Makanan itu kemudian dijual dan menghasilkan uang sebanyak Rp 200 ribu. Dalam kurun waktu lima bulan, se ap kelompok berhasil mengumpulkan uang sebesar Rp 1 juta. Uang hasil penjualan keripik dan manisan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam kas UBSP.
36
re eksi dan metodologi Pengalaman ini membuk kan bahwa mengumpulkan modal usaha daklah sulit. Kita hanya perlu jeli melihat peluang sumberdaya yang ada, baik dari dari dalam maupun dari luar kelompok. Keberhasilan tersebut mendapat apresiasi dari berbagai pihak. Pada umumnya mereka merasa bangga dengan pencapaian yang diraih kaum perempuan. Pemerintah desa pun menilai kegiatan yang dilakukan kaum perempuan ini membawa perubahan ke arah yang lebih baik.
ingin membangun kesadaran kri s untuk mendorong perubahan di ngkat keluarga. 3. Ke ka mengorganisir kelompok, apapun bentuk dukungan program, ajak mereka untuk memikirkan bagaimana dukungan tersebut memperkuat apa yang sudah ada pada mereka.
“Saya sangat bangga dengan ibu-ibu yang cepat merespon apa yang difasilitasi oleh Ibu Helda dan Pak Jefri. Selama ini memang sudah ada intervensi penguatan UBSP dari lembaga lain, tetapi ada kendala dalam pengembalian pinjaman. Jadi, ke ka semua ibu di 2 dusun ini mau mengorganisir diri dalam 8 kelompok UBSP, ini adalah perubahan yang luar biasa. Dan saya janji untuk mendukung modal UBSP melalui alokasi dana d e s a ,â€? k a t a S e k r e t a r i s D e s a N a p u - P r a i l a n g i n a , Hendrik H.P. Tana. Reeksi dan Pembelajaran Dari pengalaman mendampingi ibu-ibu selama 17 bulan, didapat pelajaran bahwa: 1. Sebelum melakukan pengorganisasian perempuan, harus terlebih dahulu mengapresiasi apa yang sudah mereka lakukan. Karya sekecil apapun jika diberikan pengakuan dan dihargai akan lebih menumbuhkan rasa percaya diri mereka. 2. Pendekatan dari rumah ke rumah dengan melibatkan anggota keluarga lain adalah salah satu strategi jitu jika
37
re eksi dan metodologi Cara-cara sederhana ini terbuk dapat mengubah cara pandang kelompok. Misalnya dari orientasi dak mampu menjadi bisa, dari dak punya menjadi tersedia, dari orientasi proyek ke orientasi pemberdayaan. Dari pengalaman di lapangan muncul keyakinan bahwa perempuan dapat berpar sipasi dalam program ke ka keluarga didorong untuk mengelola sumberdaya alam secara bijak, demi pemenuhan kebutuhan pangan keluarga. Par sipasi perempuan akan meningkat ke ka mereka
38
mempunyai pengetahuan dan keterampilan sehingga semakin kri s dan berani berbicara di ruang publik. Par sipasi perempuan akan lebih berkualitas ke ka mereka mampu menyuarakan kepen ngan umum, misalnya ketersedian pangan dan ekonomi rumah tangga, yang seringkali dak terpikirkan oleh kaum lak-laki. Pengalaman ini mengingatkan saya pada kata bijak dari Roberto Goizue e, “Anda dak bisa menunggu sampai orang lain membuatkan jalan untuk Anda, melangkahlah! Buat jalan untuk diri Anda sendiri.�
Bekerja Selaras dengan Alam Riza Irfani Setelah menan beberapa bulan, akhirnya pembangunan sumur bor tenaga surya itu dimulai. Kesabaran warga Desa Rakawatu, Kecamatan Lewa, Kabupaten Sumba Timur perlahan-lahan terlihat hasilnya. Senyum mulai bertebaran, menyambut proyek bantuan ini. Betapa dak, untuk sampai pada tahap ini, warga harus menunggu selama kurang lebih 14 bulan. Meskipun proyek pembuatan sumur bor tenaga surya hanya ada di Desa Rakawatu, namun bukan berar warga di 18 desa lainnya yang menjadi lokasi Proyek Subur Makmur DAS Kadahang (SMDK) dak mengalami keresahan yang sama. Hampir bersamaan dengan dimulainya proyek sumur bor di Rakawatu, pembangunan sumur gali (sumur mba) di desa-desa lainnya juga baru dimulai. Keresahan menan kepas an pembangunan konstruksi dak hanya dirasakan oleh warga. Para Pendamping Lapangan (PL) dari Konsorsium DAS (Daerah Aliran Sungai) Kadahang, ikut larut dalam ketegangan menan pembangunan ini. Justru para PL lebih tertekan, karena harus menjembatani komunikasi dan koordinasi antara Konsorsium dan masyarakat dampingannya. Kekua ran terbesar PL adalah jika harapan warga yang sudah nggi, ternyata harus dibalas dengan proyek yang dak jadi dilaksanakan.
39
re eksi dan metodologi Jika ditelisik lebih jauh, keresahan juga menimpa seluruh pelaku program dari Konsorsium DAS Kadahang, mulai dari Koordinator Program, Koordinator Wilayah, dan para Tenaga Ahli. Sebab, berdasarkan pengalaman mereka dalam proyekproyek lain sebelumnya, proses dari pengkajian awal hingga pelaksanaan pembangunan dak memakan waktu selama ini. Penerapan prosedur peneli an, perizinan dan pelaksanaan sistem pengelolaan lingkungan dan s o s i a l ( ES M S , E nv i r o n m e nta l a n d S o c i a l Management System) dalam Proyek Subur Makmur DAS Kadahang, dilakukan secara de l, disiplin dan teli . De l, teli , dan disiplin adalah ga kata kunci yang mungkin membedakan proyekproyek dibawah bendera Green Prosperity dari MCA Indonesia dengan proyek-proyek sejenis lainnya di Indonesia. Sebagian besar proyek pemberdayaan dan lingkungan di era 2000-an pada umumnya telah menerapkan sistem pengelolaan yang sejenis. Dalam Program Nasional Pemberdaayaan M a s y a r a k a t d i e r a P r e s i d e n S B Y, t e l a h diperkenalkan Safeguard dan Complaint Handling System, yang ditujukan untuk menjamin proyek dak merusak tatanan sosial ataupun lingkungan di lokasi proyek, dan menjamin keselamatan dan kemananan para pelaku proyek, termasuk warga masyarakat. Namun pada kenyataannya, memang dak sede l, seteli , dan sedisiplin yang diterapkan dalam proyek Green Prosperity.
40
re eksi dan metodologi Perha an MCA Indonesia terhadap de l pemenuhan persyaratan perizinan yang harus sesuai dengan berbagai peraturan nasional Indonesia, merupakan pengalaman baru bagi manajemen Konsorsium DAS Kadahang. Selain mengurus perizinan ke kantor-kantor pemerintah, Konsorsium juga harus merekrut konsultan profesional untuk melakukan peneli an awal, sesuai peraturan perundang-undangan. Proses tersebut memakan waktu cukup lama, karena kebetulan Konsorsium dak memiliki kapasitas khusus dalam bidang-bidang ini. Bayangkan saja, agar No Objec on Le er diterbitkan, butuh proses bolak-balik di antara beberapa pihak. Konsorsium DAS Kadahang harus meyakinkan pihak MCA Indonesia, sebelum melanjutkan ke tahap berikutnya.
Lalu, apakah semua kesibukan ini memperoleh respon yang posi f dari para pelaku program? Berdasarkan pengamatan ru n oleh manajemen konsorsium, dak ada sikap resisten terhadap penerapan berbagai aturan ini. Para pihak yang berkepen ngan, baik pihak kontraktor pengeboran dan pembangunan sumur maupun warga masyarakat di wilayah program, tertarik untuk mencoba mentaa berbagai pedoman keselamatan dan kesehatan kerja.
Konsorsium juga harus berkonsentrasi penuh untuk memenuhi berbagai persyaratan teknis dan non-teknis dari proyek-proyek mereka. Salah satu pengalaman menarik bagi Konsorsium adalah proses merumuskan SOP, membangun kesepakatan tentang penerapan Standard Opera ng Procedure Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SOP K3). Sekali lagi, Konsorsium DAS Kadahang harus belajar banyak (dan dalam waktu singkat) tentang berbagai aspek teknis K3, khususnya yang menyangkut teknik konstruksi sumur bor, sumur gali, dan pembangunan jaringan perpipaan. Struktur pengawasan pun harus dibentuk untuk mengawasi dan memas kan secara ketat, agar semua pelaku program disiplin dalam menjalankan SOP K3 (termasuk warga masyarakat). Untuk memenuhi persyaratan ini, Konsorsium melakukan pengadaan peralatan pelindung diri sesuai standar pekerjaan, seper sepatu bot, helm proyek, karabiner, dan tali pengaman. Merepotkan namun harus dilakukan.
41
re eksi dan metodologi Masyarakat menyambut gembira bantuan alat pengaman diri (meskipun mengeluh belum cukup jumlahnya), dan antusias mencoba penggunaannya. Pihak kontraktor di lokasi sumur bor Rakawatu, memasang rambu-rambu peringatan lokasi proyek, dan mewajibkan para pekerjanya untuk senan asa mengenakan alat pelindung diri. Penerapan SOP K3 dibarengi juga dengan pengawasan kelestarian lingkungan. Para pelaku program menjadi rajin mengingatkan warga masyarakat untuk mengelola sampah plas k polibag dengan benar, melakukan inovasi menggan irigasi tetes berbahan botol minuman air mineral bekas dengan potongan bambu. Termasuk dalam ndakan pengelolaan kelestarian lingkungan ini, antara lain mengakomodir kebijakan lokal dan adat is adat warga setempat dalam mengatasi dan mencegah masalah pembangunan infrastruktur.
42
Semua respon memang mengarah kepada indikasi posi f. Masyarakat sangat menyukai inovasi atau hal-hal baru lainnya. Namun tantangannya adalah bagaimana membiasakan atau membudayakan penerapan ini paskaproyek selesai. Seper sudah diuraikan sebelumnya, penerapan bisa dilakukan, semata-mata karena tersedianya sumberdaya proyek. Agak berlebihan jika konsorsium meng-klaim bahwa warga masyarakat dan parapihak yang berkepen ngan telah mengalami perubahan sosial dan mengadopsi pendekatan ESMS dalam kehidupan mereka. Lalu, bagaimana kemungkinan proyek-poyek lain di Indonesia bisa mengadopsi de l, teli dan disiplin ala green prosperity – MCA Indonesia?
Teknologi Informasi bagi Program Pembangunan Bambang Mulyono
Dalam satu dasawarsa terakhir, integrasi Teknologi Informasi (TI) ke dalam program-program pembangunan berkembang pesat. Berbagai aplikasi telah dikembangkan sesuai kebutuhan yang berkembang. Misalnya untuk pendataan jumlah penduduk, jumlah anak usia sekolah dan angka murid di suatu wilayah, bahkan informasi luas lahan pertanian serta batas wilayah pertanian dan hutan. Jika kita melibat web milik Badan Pusat Sta s k, maka akan dijumpai semua informasi hasil survey atau sensus yang telah dilakukannya. Semua orang bisa mendapatkan berbagai informasi apapun yang diunggah oleh BPS, dan dapat digunakan sebagai bahan referensi. Contohnya, di situs web BPS kita bisa mencari informasi mengenai jumlah penduduk, ngkat kepadatan penduduk di suatu wilayah, angka tenaga kerja berdasarkan usia, jenis kelamin, ngkat pendidikan, dan informasi lainnya. Kondisi ini mengilhami Konsorsium DAS Kadahang untuk mempersiapkan sebuah struktur TI yang dapat mendukung komunikasi, baik di kalangan internal konsorsium maupun bagi pihak yang berminat dengan pengembangan kawasan DAS Kadahang. Konsorsium membentuk satu bidang yang dikelola oleh Knowledge Management specialist dengan dibantu oleh IT Repository untuk mewujudkan hal tersebut.
43
re eksi dan metodologi Fungsinya antara lain untuk mendokumentasikan dan mengelola semua informasi dan bahan pengetahuan yang didapatkan dari lapangan, mengiden ďŹ kasi dan mengemas informasi dan bahan pengetahuan menjadi media yang dapat diakses oleh semua pihak sehingga dapat dimanfaatkan.
dalam format digital, yang disimpan dalam website daskadahang.net, juga dikembangkan dalam berbagai format media cetak. Hal tersebut memang harus dilakukan mengingat akses internet dak bisa dilakukan di semua tempat. Selain banyak di antara para penerima manfaat dak memiliki perangkat komputer atau telepon genggam. Media cetak ini didistribusikan ke penerima manfaat ke ka ada kunjungan lapangan atau ada pertemuan di desa.
gkatkan
dapat menin
yang , merupakan lolaan lahan keseluruhan pangan, Kegiatan penge lahan secara anan, produk vias antara kegiatan kehut binasikan keterpaduan buah-buahan yang dikom perkebunan/ akan atau perikanan. dengan petern
KEBUN
Wanatani
Produk Teknologi Informasi utama dari Konsorsium DAS Kadahang adalah website daskadahang.net. Website ini telah digunakan sebagai media komunikasi antar-pihak, baik internal maupun eksternal, untuk mendapatkan informasi mengenai proses dan hasil kegiatan di wilayah kerja Proyek Subur Makmur DAS Kadahang (SMDK) yang berada di 19 desa yang tersebar di Kabupaten Sumba Timur dan Sumba Tengah.
Lokasi Kebunn
3 Kecamata 12 Desa di r Sumba Timu Kabupaten
Kawasan Hilir Kadahang,
h
Kondamara, Rakawatu, i Matawai Pawal Bidihunga,
Lewa
Kawasan Hulu uli,
Nggaha Ori Angu
Prai Hamb Lewapaku, Hapang Tanarara, Kampu
san lahan per
Persentase lua 35 %
25 %
Mbatapuhu, Napu, Wunga
Kawasan tenga
Haharu
wilayah
total 25 Ha Wilayah Hulu total 50 Ha Wilayah Tengah 65 Ha Wilayah Hilir total
at erima Manfa Jumlah KK Pen total 100 KK Wilayah Hulu
total 85 KK Wilayah Tengah 115 KK Wilayah Hilir total
40%
AAN KEBUN AIAN PEMBUK ah TARGET DAN CAP Wilayah Teng
Wilayah Hilir
Wilayah Hulu
Proses kegiatan lapangan yang telah didokumentasikan, kemudian dikemas dalam berbagai bentuk media, antara lain poster, leaet, lembar informasi, foto, video, dan peta digital. Berbagai media hasil pembelajaran tersebut, dikemas
Kadahang
KU
Y YA
N
AN
S
DA P
H T E R
JO R U
T
T N GA U - N P
YKPS
H
YA Y A S A
AN A SE J A
A
AI
TI
44
H A DA N G M
Sumba
W
U
PA
Yayasan
Yayasan Martabat Rakyat Merdeka
Mbatapuhu
Napu
Wunga
Rakawatu
Kondamara
Pawali Bidihunga Matawai
Lewapaku
Prai Hambuli
Kampu Hapang
Tanarara
re eksi dan metodologi Salah satu menu unggulan dari situs website daskadang.net adalah “progres�. Menu ini berisi informasi mengenai lokasi, lahan kebun wanatani, kebun pakan, dan lahan konservasi yang ada di wilayah kerja Proyek SMDK, yang disajikan dalam bentuk peta digital online yang disertai dengan database. Gagasan pengembangan peta digital ini salah satunya untuk membuk kan bahwa penerima manfaat proyek dapat dilacak oleh semua orang. Lokasi kebun wanatani, kebun pakan, dan lahan konservasi dapat diketahui keberadaannya, siapa pemiliknya, luasnya, dan apa saja yang ada di dalam kebun/lahan itu. Lokasi kebun/lahan ditentukan dengan menggunakan Global Posi oning System (GPS) yang dilengkapi dengan data dan informasi lapangan menggunakan Global Informa on System (GIS).
Facebook sebagai Wadah Berbagi Informasi Dalam perkembangannya, Konsorsium DAS Kadahang memperoleh sejumlah pembelajaran pen ng. Pembelajaran itu antara lain 1) Akses Internet hanya bisa dilakukan di tempat tertentu saja, 2) Kebutuhan informasi pengguna sangat beragam, se ap orang hanya berminat pada informasi tertentu, 3) Pengguna ingin mendapatkan data terkini selalui pla orm media sosial tertentu, dan 4) Pengguna menginginkan informasi dalam berbagai format. Untuk mensiasa hal tersebut, pendistribusian informasi dan bahan belajar dak hanya dilakukan melalui website daskadahang.net, namun juga didistribusikan dalam beberapa pla orm sosial media, antara lain Facebook, Twi er, dan Instagram. Hal tersebut dilakukan agar informasi dapat dijangkau oleh berbagai pengguna pla orm sosial media. Facebook (FB) misalnya, sangat dimina oleh hampir semua pengguna internet. Melalui FB, informasi dapat disajikan dalam berbagai format, baik tulisan, gambar, audio dan video. Facebook juga memungkinkan orang untuk saling berinteraksi melalui fasilitas cha ng dalam satu kemasan, sehingga pengguna dapat mengakses informasi secara lengkap. Kebutuhan akses internet untuk mengakses FB juga cukup ringan, sehingga update kegiatan di lapangan dapat langsung dilakukan melalui akun staf proyek SMDK. “Ke ka melakukan kegiatan pendampingan, saya selalu mendokumentasikan berbagai kegiatan lapangan dalam bentuk foto atau ďŹ lm pendek yang kemudian diunggah di website atau Facebook, sehingga se ap saat bisa ditayangkan lagi ke ka melakukan pertemuan bersama
45
re eksi dan metodologi petani atau apabila teman lain memerlukannya,� ujar Pellipus Mbewa Janggu, dari Yayasan MARADA. Kalangan internal memanfaatkan TI sebagai referensi dan bahan presentasi untuk kegiatan serupa. Hal tersebut terutama dilakukan untuk mengatasi tantangan yang terjadi di lapangan pada saat kegiatan proyek. Selain digunakan sebagai media pertukaran informasi dan diskusi, media sosial terutama FB pun dijadikan media untuk mempromosikan keberadaan link website daskadahang.net. Dengan demikian, informasi keberadaan website diharapkan dapat tersebar melalui media sosial yang dimiliki oleh Proyek SMDK. Namun website DAS Kadahang yang diharapkan dapat diakses masyarakat dan parapihak untuk mengetahui informasi perkembangan Proyek SMDK ternyata belum dimanfaatkan sesuai dengan harapan. Ini menunjukkan bahwa keberadaan situs website untuk konteks wilayah Sumba dak efek f. Selain karena masalah infrakstruktur jaringan internet yang terbatas dan
46
rela f mahal, kebutuhan masyarakat Sumba untuk memperoleh informasi melalui internet kecenderungannya masih rendah. Belajar dari pengalaman tersebut, desain website harus direncanakan secara spesiďŹ k untuk keperluan proyek. Dalam hal ini perlu pengembangan website harus memperha kan hal-hal berikut: 1) Keterbatasan akses internet; 2) Desain website harus dibuat ringan untuk memudahkan akses, walaupun kecepatan internet rendah; 3) Dapat menyajikan informasi yang dibutuhkan; dan 4) Memperha kan kebiasaan pengguna dalam mencari atau mendapatkan informasi. Melalui perencanaan desain yang tepat s e r t a ke h a d i r a n i n o v a s i d a l a m pengembangan website yang spesiďŹ k untuk pengelolaan program, pemanfaatan Teknologi Informasi akan lebih tepat guna, efek f dan eďŹ sien. Dengan demikian akan dapat menarik minat untuk diakses dan dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang berkepen ngan dalam upaya pengelolaan program pembangunan di masa depan.
perubahan dari lapangan
Manfaat Pupuk Organik untuk Usaha Tani Yustina Rambu Njola Ketergantungan Pupuk Kimia Masyarakat Sumba pada umumnya memenuhi kebutuhan hidup dari kegiatan bertani, baik pada lahan basah maupun pada lahan kering, Mereka melakukan kegiatan bertani di sawah dari Januari sampai Juni. Meski demikian, waktu tanam dak serempak karena keterbatasan air irigasi dan traktor. Keberadaan traktor menjadi faktor pen ng dalam pengolahan sawah di Sumba. Untuk mendapatkan jasa dari pemilik traktor, masyarakat harus membayar sewa sesuai dengan tariff yang telah disepaka . Misalnya untuk mengolah 25 are sawah, maka dibutuhkan biaya hingga Rp300 ribu. “Untuk mengolah lahan sawah seluas 25 are sehingga siap ditanami, kami butuh biaya produksi sebesar Rp512.500. Uang ini untuk beli 1 zak Urea Rp115 ribu, 25 kg pupuk NPK Rp62.500, 1 botol pemberantas rumput Rp35 ribu, dan biaya alat traktor Rp300 ribu,” ujar Petrus Ngongo Lende, salah seorang anggota Kelompok Tani Malla Ndaba Angu Milla. Desa Tanarara, Kecamatan Lewa, Kabupaten Sumba Timur. Setelah masa panen padi berlalu, masyarakat memanfaatkan lahan sawah untuk bertanam sayuran. Jenis sayur-sayuran yang ditanam antara lain sawi pu h, bayam, kol, buncis, dan cabe. “Setelah panen padi, sebagian lahan sawah, sekira 10 are, kita gunakan untuk bertanam sayur selama 3 bulan (Juni-September). Dari lahan seluas itu, kita dapat hasil Rp5 juta. Hasil ini dak
47
perubahan dari lapangan termasuk sayur yang kami makan sendiri, juga yang kami bagi-bagikan kepada saudara dan tetangga,� ujar Mery Padu Lemba, Ketua Kelompok Tani Malla Ndaba Angu Milla. Menurut Petrus Ngongo Lende, untuk melakukan budidaya sayuran, petani terbiasa menggunakan pupuk dan pes sida kimia. Biaya yang dikeluarkan untuk beli pupuk dan pes sida kimia sebesar Rp10 ribu, beli urea 10 kg sebesar Rp25 ribu dan beli 1 botol herbisida seharga Rp75 ribu. Ketergantung petani terhadap pupuk dan herbisida/pes sida kimia sangat nggi, baik untuk padi maupun untuk sayur. Petani lebih suka melakukan hal mudah atau instan tanpa memikirkan dampaknya. Petani belum bisa memperhitungkan untung rugi dari proses usaha tani yang dilakukannya. Hal itu disebabkan petani hanya berkeinginan untuk mengejar peningkatan hasil, tanpa memikirkan efeknya terhadap kesehatan, tanah, dan lingkungan. Pada kenyataannya, petani sering merasakan bahwa setelah panen p a d i , t e r nya ta h a s i l d a k d a p a t memenuhi kebutuhan pangan keluarga selama setahun. “Penggunaan pupuk kimia yang nggi pada sawah mengakibatkan beras yang dihasilkan terasa agak pahit. Begitu juga dengan sayur-sayuran yang terasa agak pahit dan daunnya berwarna hijau kekuningan. Daun tanaman padi juga
48
akan hijau kekuningan jika pada saat pemberian urea kekurangan air,â€? kata Mery Padu Lemba. Dari pengalaman Petrus Ngongo Lende, untuk mengelola sawah seluas 25 are diperlukan biaya untuk sarana produksi dan traktor lebih dari Rp2 juta per hektar. Biaya ini belum terhitung biaya tanam, menyiangi, dan panen. Jadi sebenarnya hasil bersih dari sawah seluas 25 are itu hanya Rp1,5 juta. Dalam hal ini, Petrus Ngogo Lende masih beruntung. Usaha taninya masih menghasilkan keuntungan meskipun rela f sedikit. Masih banyak petani lain yang masih harus berhutang karena hasil panen dak menutupi biaya produksi usaha tani. Berhemat dan Memperbaiki Kesuburan Sesungguhnya petani dapat mengurangi biaya produksi sehingga penghasilan usaha tani menjadi lebih besar. Hal itu dimungkinkan jika petani menggunakan pupuk dan pes sida organik. Petani dak perlu lagi membeli pupuk, karena dapat membuat sendiri pupuk organik. Bahanb a h a n p u p u k o rga n i k te rs e d i a d i lingkungan sekitar. Pengaruh posi f pupuk organik lebih banyak daripada pupuk an-organik. Pupuk organik, baik yang padat atau cair, berguna untuk memperbaiki sifat ďŹ sik, kimia, dan biologi tanah. Pupuk organik mengandung lebih banyak bio-massa karbon dibanding kadar unsur haranya.
perubahan dari lapangan
Pupuk organik sangat berguna untuk memperbaki struktur tanah sehingga tanah menjadi gembur dan kesuburannya terjaga. Pupuk organik tidak memiliki efek samping karena terbuat dari bahan-bahan alami seperti hijauan, sampah organik, dan kotoran hewan. Bahan-bahan itu diolah secara alami oleh mikroba. Sedangkan pupuk an-organik tersusun dari zat-zat kimia tertentu dan diproses secara kimiawi sehingga mengandung unsur hara yang nggi. Hal tersebut memberikan pengaruh posi f atau nega f yang cepat terhadap tanaman dan tanah. Namun, pupuk tersebut dapat merusak struktur tanah sehingga tanah menjadi keras atau padat. Di sisi lain, penggunaan pupuk kimia dapat mengganggu kesehatan masyarakat. Meski demikian, ternyata masih banyak petani belum mengetahui hal tersebut. Dalam konteks ini Proyek SMDK hadir untuk mempromosikan pembuatan dan penggunaan
pupuk organik kepada petani di Sumba. Melalui proses pendampingan, petani difasilitasi untuk mengiku pela han pembuatan pupuk organik. Melalui kegiatan-kegiatan yang difasilitasi Proyek SMDK, petani mulai mencoba membuat pupuk sendiri, baik dalam bentuk padat maupun cair. Mereka memanfaatkan bahanbahan hijauan dari tanaman gamal dan taikabala, serta kotoran ternak untuk membuat pupuk organik. Hal ini dilakukan oleh kelompok tani yang dipimpin Mery Padu Lemba. Para petani yang tergabung dalam kelompok tani ini bersepakat untuk membuat pupuk organik. Hal ini dimungkinkan karena pembuatannya dak membutuhkan biaya banyak, pengolahannya mudah, dan bahan bakunya mudah didapat. Mereka pun mengakui penggunaan pupuk organik merangsang pertumbuhan tanaman yang lebih baik. “Anakan lombok berusia 1 minggu yang ditanam pada kokeran berisi campuran tanah dan pupuk organik sudah bisa dipindahkan ke lahan yang sudah disiapkan,� kata Mery Padu Lemba. Selain penggunaan pupuk organik padat, penggunaan pupuk organik cair juga terbuk mampu merangsang pertumbuhan tanaman. Hal ini seper yang terjadi pada pertumbuhan padi berumur 3 minggu yang ditanam di sawah milik Petrus Ngongo Lende. Sebelumnya sawah seluas 15 are itu sudah diberi pupuk cair sebanyak 5 liter. “Ternyata dalam beberapa hari sudah memperlihatkan perubahan. Daun tanaman padi bertambah hijau dan subur,�
49
perubahan dari lapangan kata Petrus Ngongo Lende. Manfaat dari penggunaan pupuk organik ternyata dak hanya dinikma masyarakat penerima manfaat. Masyarakat yang nggal di sekitar lokasi proyek pun ikut memperoleh manfaat. Salah satunya adalah Obed Wulang. Menurut Mery Padu Lemba, suatu hari Obed Wulang datang kepadanya dan meminta pupuk urea untuk dicampur dengan zat perangsang tumbuh (gibro). Rencananya campuran tersebut akan digunakan untuk pembibitan tanaman padi. “Saya bilang dak punya pupuk urea. Lalu saya ceritakan pengalaman dalam pembuatan dan penggunaan MOL (mikro organisme lokal) dari nasi basi. Ia tertarik dan meminta MOL.
50
Kemudian ia menyemprotkan MOL pada bibit tanaman padi tanpa memakai gibro,� kata Mery Padu Lemba. Seminggu kemudian, Obed Wulang datang kembali. Kepada Mery, Obed Wulang mengatakan bahwa bibit padinya tumbuh dengan cepat dan subur. Ia pun mengatakan akan membuat MOL dan dak akan membeli gibro dan urea lagi. Berdasarkan pengalamannya menggunakan pupuk organik, Mery Padu Lemba dan kelompok taninya berencana untuk m e m p e r l u a s p e n a n a m a n s a y u r- s a y u r a n d e n g a n menggunakan pupuk organik. Mereka pun akan membuat pupuk organik padat dan cair lebih banyak. Mereka pun berjanji untuk menyebarluaskan pengalamannya terkait penggunaan pupuk organik kepada petani lain.
Memanfaatkan Sawah untuk Berkebun Sayur di Musim Kemarau Ferdinandus Umbu Balla dan Yakobus Wolu Praing
Lapar Beras di Lumbung Padi Apabila Anda berkunjung ke Lewa, Sumba Timur, maka Anda akan dijumpai pemandangan yang terus bergan sepanjang tahun. Jika datang pada Januari atau Februari, maka sejauh
mata memandang yang terlihat adalah hijauan sawah bak permadani. Jika ba di antara Mei dan Juni, maka pandangan Anda akan disegarkan oleh hamparan padi yang menguning.
51
perubahan dari lapangan Namun pemandangan itu dak akan tersaji bila Anda berkunjung pada bulan Agustus hingga Desember. Pada saat itu musim kemarau ba, Anda hanya akan menjumpai padang rumput yang diisi kawanan sapi, kerbau, atau kuda yang sedang merumput. Lewa merupakan salah satu kecamatan penghasil padi terbesar untuk Kabupaten Sumba Timur. Lewa bahkan dijuluki sebagai lumbung padi. Hampir 50 persen dari luas wilayahnya berupa lahan sawah, baik sawah irigasi maupun sawah tadah hujan, dengan rata-rata produksi 4-5 ton gabah per hektar. Tetapi padi hanya dihasilkan satu musim tanam saja, selanjutnya lahan sawah dibiarkan tak terkelola. Padi adalah segala-galanya bagi petani di Lewa. Waktu petani hanya tercurah untuk mengelola sawah. Selain untuk konsumsi sendiri, padi menjadi sumber pendapatan utama untuk pemenuhan kebutuhan keluarga dan kebutuhan sosial. Untuk menyekolahkan anak, masyarakat menjual padi. Untuk membangun rumah petani menjual padi. Untuk membeli pakaian petani menjual padi. Untuk pesta adat petani menjual padi. Kondisi ini menjadikan padi sebagai komoditas primadona dan tak terpisahkan dalam benak petani di Lewa. Ak vitas masyarakat Lewa tersebut menjadi daya tarik tersendiri bagi pengusaha lokal untuk membuka bisnis peminjaman uang. Mereka meminjamkan uang kepada petani untuk membeli benih, sewa traktor, ongkos tanam, serta pembelian pupuk dan obat-obatan. Namun dak menutup kemungkinan petani meminjam beras.
52
perubahan dari lapangan Setelah panen, petani harus mengembalikan pinjamannya dua kali lipat. Pengembalian bisa berupa gabah atau beras yang banyaknya senilai dengan harga pasar yang berlaku saat itu. Cara ini harus petani tempuh, mengingat padi adalah satusatunya sumber penghidupan. Karena menjadi satu-satunya sumber penghidupan, maka saat persediaan padi habis, petani mengalami masa “lapar beras�. Masa ini terjadi sejak bulan September. Saat itu pula, petani Lewa mulai meminta jatah beras miskin kepada Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan di Sumba Timur. Ironis memang. Lewa adalah lumbung padi, tetapi Lewa juga menjadi wilayah yang pertama kali meminta jatah Raskin dan masuk kategori 'merah�, daerah rawan pangan. Situasi ini akan menjadi lebih parah tatkala petani mengalami gagal tanam atau gagal panen padi karena curah hujan yang dak menentu dan/atau terkena hama dan penyakit. Kondisi ini menjadikan petani terjebak dalam situasi yang tak berkesudahan. Seolah dak ada alterna f lain untuk dijadikan sumber penghasilan. Salah satu faktor yang menyebabkan ketergantungan masyarakat terhadap padi adalah karena dak tersedianya sumber air yang dapat dimanfaatkan untuk mengolah lahan pada musim kemarau. Sumber Pendapatan Baru
Meski demikian, untuk dapat mengelola kebun sayur, perjalanan yang mereka tempuh daklah sebentar. Hal ini terjadi karena jarak antara rumah dengan kebun sayur mereka yang terletak di pinggir sungai itu mencapai 1,5 km. Ak vitas ini dilakukan bertahun-tahun hingga akhirnya mereka bisa memanfaatkan lahan sawah seluas 31 are untuk mengembangkan kebun sayur tetap.
Berbeda dengan kebanyakan warga Lewa, Markus Ndala dan Agus na Tatu Wadang, sepasang suami istri yang nggal di Toru Ahu Desa Persiapan Pada Njara Hamu, Kecamatan Lewa. Sudah hampir 5 tahun mengelola kebun sayur sebagai sumber pendapatan alterna f pada musim kemarau.
“Dengan adanya kebun sayur di dekat rumah, kini saya punya banyak waktu untuk menganyam bambu. Sehingga, selain dari hasil penjualan sayur, pendapatan saya dari hasil anyaman bambu juga semakin bertambah,� kata Markus Ndala dengan mata berbinar-binar.
53
perubahan dari lapangan Mereka dapat memanfaatkan lahan tersebut setelah ada pembuatan sumur gali di dekat rumah mereka. Pembangunan sumur gali itu difasilitasi Konsorsium DAS Kadahang dengan memanfaatkan dukungan dana dari MCA-Indonesia. Selain keluarga Markus Ndala, sumur itu juga dinikma oleh 12 keluarga lainnya.
seluas 50 are menjadi kebun sayur. Sebelumnya lahan tersebut sudah hampir 7 tahun dibiarkan dan hanya ditumbuhi rumput serta ilalang. Namun dengan memanfaatkan pendampingan dari Proyek SMDK, lahan bisa ditanami berbagai tanaman sayur, seper bayam, buncis, kacang panjang, cabe, kangkung, dan sawi.
Begitupun yang terjadi di Kondamara, yang berjarak 7 km dari rumah Markus Ndala, Kelompok Tani Kabubul Mamila yang beranggotakan 17 keluarga juga telah mengubah lahan dur
Dari kebun sayur ini, para ibu anggota kelompok tani tak perlu repot lagi membeli sayur. Pengeluaran mereka untuk kebutuhan pangan pun berkurang. Sebelumnya, se ap rumah tangga rata-rata per minggu harus mengeluarkan sedikitnya Rp50 ribu untuk membeli sayur. Itu belum termasuk ongkos ojek dari rumah ke Pasar Lewa yang membutuhkan biaya sebesar Rp20 ribu. Bahkan dari kebun sayur itu, se ap anggota kelompok bisa mendapatkan tambahan penghasilan hingga Rp10 juta sepanjang musim tanam. Ini belum termasuk dengan sayur yang dibarter dengan jagung. Ini merupakan keuntungan yang dak pernah mereka bayangkan sebelumnya.
54
perubahan dari lapangan ”Dari hasil penjualan sayur ini, saya bisa penuhi kebutuhan dapur. Sebagian uang saya sisihkan untuk kas kelompok, dan sebagian untuk biaya kuliah anak,” kata Lingga Wandal, salah satu anggota Kelompok Tani Kabubul Mamila. Pengembangan Usaha Sayur Perubahan yang terjadi di tengah masyarakat tadi dak terlepas dari kehadiran Proyek SMDK. Masyarakat didorong untuk mengembangkan usaha sayur melalui berbagai pela han, pemberian dukungan benih sayur, serta pendampingan teknis pengelolaan lahan dan pembuatan pupuk.Bahkan pembuatan sumur gali semakin menjamin keberlanjutan kegiatan usaha sayur ini. Upaya untuk mencapai perubahan daklah mudah. Misalnya di Kelompok Kabubul Mamila, ada beberapa anggota kelompok yang pesimis dan dak terlalu bersemangat untuk terlibat saat memulai membuka kebun sayur. Namun, Daud
Metayiwa terus menyemanga anggota kelompok dan bersama-sama dengan pendamping lapangan mencari peluang pasar. “Anggota kelompok akan tambah semangat kalau sayur ini laku di pasaran. Karena itu saya berkeliling ke desa-desa tetangga dan menawarkan sayur ini sampai ke pasar,” ungkap Daud Metawiya. Usaha ini memberikan hasil. Ada pembeli dari Pasar Lewa yang datang langsung ke kebun dan membeli dalam jumlah banyak untuk dijual kembali. Bahkan ada juga pembeli yang datang dari Desa Matawai Pawali. Minat para pembeli ini rela f nggi karena sayur dari kebun kelompok ini terkenal berukuran besar dan rasanya segar. Hal ini dimungkinkan karena kebun sayur ini menggunakan pupuk organik. Demikian halnya dengan Markus Ndala. Saat ada rencana pembuatan sumur gali, dia bersama-sama dengan anggota kelompok langsung mencari sumber air dan menggalinya. Walau belum ada kepas an kapan dukungan dana dari MCAIndonesia turun, penggalian terus dilakukan untuk mendapatkan air. “Biarpun dana belum tahu kapan turunnya, saya tetap gali. Saya ingin buk kan dulu bahwa di sini ada air, dan kalau ada air langsung akan saya pakai untuk siram sayur!” kata bapak ga anak ini. Markus Ndala tak pantang menyerah, meski akhirnya sumur yang telah ia gali runtuh karena dinding sumur belum dibeton. Dia dak nggal diam, terus mengajak anggota kelompok untuk mencari lagi sumber air dan menggalinya lagi. Hasilnya
55
perubahan dari lapangan pun tak sia-sia, kini sumur dengan diameter hampir 2 meter telah menjadi penopang bagi keberlangsungan hidup keluarga Markus Ndala beserta 12 anggota kelompok lainnya. Mencari Pasar bagi Sayur Kebun sayur menjadi sumber pendapatan alterna f yang bisa diandalkan bagi Keluarga Markus Ndala dan 17 keluarga anggota Kelompok Kabubul Mamila. Dengan mempermbangkan hasil yang diperoleh, mereka berencana untuk terus mengembangkan kebun sayur, baik pada musim kemarau maupun musim hujan. “Dulu saat tanam padi, hasilnya sekitar 1 kuintal, tetapi seper ga atau seperempatnya saya jual untuk bayar tenaga kerja. Jadi yang saya nikma hanya 600-700 kg saja, yang kalau dihargai sekitar Rp3 juta. Kalau saya tanam sayur, satu bulan saya bisa dapat Rp2 juta-an,� kata Markus Ndala.
56
Tanaman yang dibudidayakan di kebun sayur dak sekadar tanaman sayur, seper cabe, men mun, dan terung. Di kebun itu mereka juga menanam beragam jenis umbi-umbian dan keladi, termasuk litang dan lua. Kebun sayur juga ditumbuhi tanaman umur panjang, seper kelapa, sukun, dan mangga. Dengan demikian, kebun yang semula dibiarkan kosong saat musim kemarau, menjadi kebun yang produkif. Lahan kebun dapat dimanfaatkan hasilnya baik untuk jangka pendek, menengah, dan jangka panjang. Pengalaman yang dialami keluarga Markus Ndala dan Kelompok Kabubul Mamila membuk kan bahwa kebun sayur dapat menjadi sumber penghidupan baru. Meski diakui bahwa untuk itu diperlukan sumber air yang mencukupi, bisa berupa sumur gali atau sumur bor. Namun, yang terpen ng adalah bahwa Lewa berpeluang menjadi lumbung padi sekaligus sentra sayur-mayur di Sumba Timur. Dengan demikian, diharapkan dak ada cerita rawan pangan di daerah ini.
5
Mengolah Limbah Tani Menjadi Pakan Rambu L.L. Rebo Ternak dalam Budaya Sumba Bukan orang Sumba kalau dak memiliki ternak. Selain menjadi andalan bagi pemenuhan kebutuhan ekonomi keluarga, ternak adalah aset sosial, terkait dengan urusan adat. Ada dua upacara adat yang membutuhkan banyak ternak, yaitu kema an dan perkawinan. Ke ka ada yang meninggal, paling dak ga hari berturut-turut, keluarganya harus menyembelih babi untuk dikonsumsi tamu yang datang. Jumlah babi yang disembelih tergantung dari jumlah tamu yang datang. Semakin banyak tamu yang datang, maka semakin banyak pula babi yang harus disembelih. Pada saat upacara penguburan, keluarga yang sedang berduka (dikenal sebagai tuan duka), memberikan undangan adat. Pihak yang diundang harus mempersiapkan babi. Jika undangan adat itu berasal dari pihak saudara laki-laki (yera), maka pihak yera harus membawa babi bagi tuan duka. Sedangkan bila undangan adat dari pihak saudara perempuan (ana kawini), maka pihak ana kawini harus membawa kuda ataupun kerbau bagi tuan duka. Jumlah hewan yang dibawa tergantung kemampuan tamu undangan. Tetapi, jenis dan jumlah ternak yang dibawa ini nan nya akan dibalas oleh tuan duka dengan jenis dan jumlah ternak yang sama sesuai dengan yang diterima.
57
perubahan dari lapangan Demikian halnya pada acara perkawinan, ternak adalah salah satu belis (atau is lah umum sebagai mahar), yang jumlahnya dak sedikit. Untuk mem-belis perempuan Sumba, dibutuhkan puluhan hingga ratusan ekor ternak besar, tergantung strata sosial si perempuan.
besar. Jika dak memiliki ternak, ke ka ba- ba ada keluarga yang meninggal atau ada undangan adat perkawinan, terpaksa akan meminjam uang atau menggadaikan lahan pertanian untuk membeli ternak. Bagi orang Sumba, adat adalah hal yang dak dapat dihindari. Keterbatasan Pakan Namun sayangnya, kebutuhan ternak yang cenderung meningkat dak dibarengi dengan peningkatan produksi ternak di Sumba. Dari waktu ke waktu produksi ternak di Sumba semakin menurun. Penurunan jumlah ternak ini, salah satunya karena ngkat perkembangbiakan ternak yang rendah akibat kekurangan nutrisi. Kebanyakan, masyarakat di Sumba, masih menerapkan pola pemberian pakan seadanya. Meskipun mempunyai sejumlah ternak besar seper kerbau, kuda, dan sapi, mereka hanya mengandalkan rumput di padang pengembalaan sebagai pakan ternak. Sedangkan ternak babi hanya diberi pakan dari sisa makanan, dedak, serta batang pisang, tanpa diberi vitamin.
Tentu saja semakin nggi strata sosial perempuan, makin besar nilai belis. Nilainya bisa hingga mencapai ratusan ekor sapi, kuda atau kerbau. Jika jumlah ternak dak sesuai, maka yang bersangkutan dianggap masih berhutang atau mempunyai hutang belis. Alasan itulah yang menjadikan orang Sumba harus memelihara paling dak satu ekor babi dan satu ekor ternak
58
Ternak-ternak besar terkadang digembalakan, kadang juga dilepasliarkan di padang. Ternak digembalakan terutama ke ka sedang marak terjadi pencurian. Namun ke ka musim kemarau ba, karena rumput di padang kering, masyarakat membakar padang untuk dapat menumbuhkan tunas rumput yang baru. Prak k pemberian pakan yang seper itu sangat merugikan peternak. Karena kekurangan nutrisi, ternak akan terhambat pertumbuhannya. Hal ini akan berimbas pada penurunan harga jual ternak dan ternak be na terlambat melahirkan.
perubahan dari lapangan Umumnya di desa-desa di daerah Lewa, Kabupaten Sumba Timur, sapi baru bisa dijual dengan harga lumayan pada usia 5 tahun. Padahal, jika diberi nutrisi yang baik, sapi usia 2 atau 3 tahun sudah bisa memiliki bobot yang sama seper sapi berusia 5 tahun. Khusus untuk babi, masyarakat yang serius memelihara babi, biasanya membeli pakan tambahan. Per bulan rata-rata mereka mengeluarkan uang Rp 885 ribu: untuk pembelian bama Rp 450 ribu per karung; brem Rp 210 ribu per karung, dan; polar Rp 225 ribu per karung. Biaya pembelian pakan babi cukup nggi, tetapi keuntungan dari penjualan hanya sedikit. Itu pun belum dipotong jasa pemeliharaan. Jika dikalkulasi, maka peternak hanya akan mendapat sedikit keuntungan, kembali pokok, atau bahkan merugi. Memanfaatkan Limbah Pertanian
dibakar bisa diolah menjadi pakan ternak. Mulai sekarang saya bisa piara ternak dalam kandang saja,� kata Umbu Putal Kahali, anggota kelompok tani dari Desa Matawai Pawali dan mempunyai dua ekor kerbau dan dua ekor kuda. Meski pakan olahan ini rela f baru, namun berdasarkan pengakuan masyarakat, ternak menyukainya. Ke ka disodorkan rumput dan pakan olahan, ga sapi milik Tuaba Kaliang Lelu lebih memilih pakan ternak olahan. “Rupanya, olahan pakan ternak dari kuang danbatang jagung bisa menambah nafsu makan sapi,'' ujar Tuaba Kaliang Lelu, Ketua K e l o m p o k P a k a n Te r n a k d a r i Desa Kondamara. Hal tersebut memberikan semangat baru bagi seluruh anggota Kelompok Pakan Ternak. Mereka pun termo vasi untuk menanam berbagai tanaman pakan, seper king grass, turi, singkong, keladi, dan jagung.
Meski demikian, melepasliarkan ternak dan membakar padang adalah cerita lama bagi sejumlah petani yang menjadi penerima manfaat dari Proyek SMDK. Mereka telah memiliki cara baru agar dapat memenuhi kebutuhan pakan ternak. Salah satunya dengan cara mengolah limbah pertanian menjadi pakan ternak.
Selain pakan ternak, limbah pertanian dapat pula diolah menjadi nutrisi ternak. Hal ini dilakukan Marthen Kalinggoru, anggota Kelompok Pakan Ternak di Desa Rakawatu. Dengan memanfaatkan jantung pisang, Marthen Kalinggoru berhasil membuat nutrisi organik.
“Ternyata kuang (jerami) dan batang jagung yang selama ini dibuang atau
Nutrisi organik tersebut telah diberikan kepada babi milik Marthen Kalinggoru yang
59
perubahan dari lapangan berjumlah 10 ekor. Setelah mendapat nutrisi, nafsu makannya meningkat. Bahkan babi yang mencret pun menjadi sembuh. “Selain saya pakai sendiri, saya juga jual nutrisi organik. Keuntungan bersih saya sekitar Rp 400 ribu per 5 liter gula sabu dan 5 kg jantung pisang. Hanya saja sekarang ini susah sekali cari jantung pisang di sini. Kalau saja ada jantung pisang, pas sudah banyak nutrisi organik yang saya buat untuk saya jual. Banyak yang pesan tapi dak bisa saya layani,'' ujar Marthen Kalinggoru. Untuk memenuhi kebutuhan jantung pisang, Marthen Kalinggoru kemudian mencari anakan pisang untuk ditanam di kebunnya. Dengan harapan pisang tersebut adalah pisang sehat yang terbebas dari penyakit pisang darah. Apa yang terjadi pada diri Umbu Putal Kahali, Tuaba Kaliang Lelu, dan Marthen Kalinggoru adalah berkat keikutsertaan mereka dalam pela han pembuatan pakan ternak dan nutrisi organik yang difasilitasi Proyek SMDK. Pela han itu diselenggarakan selama 3 hari pada Maret-April 2017. Pela han ini sangat berpengaruh dan telah mengubah pandangan mereka terhadap ar pen ng mengolah pakan ternak.
Informasi mengenai pela han tersebut juga telah disebarkan melalui media sosial. Hal ini ternyata menimbulkan ketertarikan dari pihak lain. Beberapa anggota masyarakat dari Desa Mekar Pindu Wangga Wundut serta Desa Laihau meminta Yayasan Marada (anggota Konsorsium DAS Kadahang) agar memfasilitasi mereka untuk membuat pakan ternak organik. Bahkan Aprisa Taranau, pendeta GKS Paraikauki Lewa, mengutus Guru injil serta seorang anggota jemaatnya untuk mengiku pela han berikutnya di Desa Matawai Pawali. Selain itu, ada enam mahasiswa Politeknik Negeri KupangCabang Sumba Timur yang juga meminta izin untuk mengiku pela han tersebut. A m e d i n D a m u L o d u , g u r u i n j i l d i G KS P ra i ka u k i mengungkapkan, ''Kami sangat berterimakasih sudah diizinkan mengiku pela han selama dua hari ini. Setelah ini, kami akan bagikan kepada anggota jemaat lainnya.'' “Kami sangat antusias belajar bersama dan mendapatkan ilmu baru dari pela han ini. Pela han seper ini dak kami dapatkan di bangku kuliah,'' ungkap Kaleb Ng. Praing, seorang mahasiswa dari Jurusan Peternakan. Apa yang telah terjadi terhadap sejumlah masyarakat Lewa ini menunjukkan betapa masyarakat sangat menginginkan informasi baru. Informasi tentang pakan ternak ternyata telah membuka mata dan ha mereka untuk menerapkan cara baru dalam pemenuhan pakan ternak. Masyarakat pun membutuhkan upaya pendampingan yang mampu membangun kesadaran kri s dan mengubah cara pandang mereka. Terutama dalam hal pengelola sumberdaya alam yang berkelanjutan, sehingga dapat berkontribusi posi f terhadap peningkatan kesejahteraan mereka.
60
Asa Rimbang Menggapai Keadilan Devidson Keba Lendi Ternak di Mata Orang Sumba Beternak merupakan budaya leluhur masyarakat Sumba yang diwariskan secara turun temurun. Itulah sebabnya mengapa ternak menjadi bagian yang tak terpisahkan bagi masyarakat Sumba. Hampir semua ak vitas adat di Sumba memerlukan hewan ternak, misalnya untuk upacara adat kema an dan upacara adat perkawinan. Dalam upacara kema an dikenal is lah kama u dan dangngang. Kama u adalah penyembelihan hewan yang ditujukan sebagai lauk dan disajikan selama pelaksanaan prosesi kema an. Jumlah ternak yang diperlukan untuk kama u bisa lebih dari ga ekor, baik berupa babi, sapi, kerbau, maupun kuda.
Sedangkan dangngang adalah penyembelihan hewan yang dilakukan pada saat upacara pemakaman berlangsung. Ternak yang diperlukan untuk dangngang bisa mencapai lima ekor, namun hanya berupa kuda atau kerbau. Dalam prosesi perkawinan dikenal is lah belis. Belis adalah tahapan pelaksanaan prosesi adat yang melipu lima tahap: bunggahu winu a u (buka isi ha ); namat horu (masuk minta), patada kadupipu (silaturahmi kedua belah pihak keluarga); palondunya nahoru (menyelesaikan adat); dan purungandi (pindah kampung dari mempelai perempuan ke mempelai laki-laki). Semua tahapan itu membutuhkan ternak hingga mencapai 50 ekor.
61
perubahan dari lapangan Kegiatan-kegiatan tersebut membutuhkan ketersediaan ternak yang rela f nggi. Meski demikian, kebutuhan itu dapat diatasi melalui tradisi pandulang (saling menolong). Biasanya ke ka ada warga yang membutuhkan ternak, baik untuk acara kema an maupun perkawinan, maka warga lain akan memberikan sumbangan berupa ternak. Bagi masyarakat yang punya ternak, sumbangan dapat dipenuhi dengan cara menyerahkan hewan peliharaannya. Namun bagi yang dak punya, biasanya mereka meminjam sapi, kerbau, atau kuda kepada pemilik ternak besar. Dalam posisi seper ini, pemilik ternak besar mempunyai p e ra n p e n n g d a l a m p e nye d i a a n te r n a k . S e l a i n menyumbangkan ternaknya kepada masyarakat yang menyelenggarakan acara adat, ia juga meminjamkan ternak kepada masyarakat lain yang membutuhkan ternak untuk disumbangkan kepada penyelenggara acara adat. Meminjam ternak untuk disumbangkan menjadi semacam tradisi di tengah masyarakat Sumba. Seseorang akan memaksakan diri untuk dapat menyumbang. Jika dak dapat menyumbang, ia bisa diasingkan dan dak akan dibantu ke ka menyelenggarakan kegiatan adat. Kehidupan Penggembala Meskipun pemilik ternak mempunyai peran yang pen ng, namun keberadaannya dak akan berar tanpa kehadiran para penggembala. Penggembala berperan dalam menjaga, menter bkan, dan menjamin keberlangsungan kehidupan ternak yang digembalakan. Karena itu jika ada ternak yang hilang, penggembala harus bertanggung jawab untuk menggan nya.
62
Namun keberadaan penggembala dak mendapatkan perha an yang serius, baik dari pemilik ternak, pemerindah desa maupun pemerintah daerah. Hal ini seper yang dirasakan Rimbang Kopa Rehi (45 tahun), satu dari belasan penggembala yang nggal di Desa Praihambuli, Kecamatan Nggaha Ori Angu, Kabupaten Sumba Timur. Pada 2016, ternak yang digembalakan Rimbang memasuki lahan pertanian seluas 0,75 hektar milik Hamba Banju di Desa Kombapari, Kecamatan Katala Hamu Lingu. Kerbau-kerbau itu merusak tanaman jagung yang siap dipanen. Hamba Banju pun meminta Rimbang untuk menggan kerusakan.
perubahan dari lapangan Semes nya Rimbang harus menggan dengan tanaman yang sama, namun pada akhirnya Rimbang membayar dengan uang Rp 2 juta. Uang itu ia peroleh dari hasil penjualan padi dan ternak yang ia miliki. Meskipun telah berhasil mengembangkan kerbau hingga 57 ekor dalam 17 tahun terakhir, Rimbang dak mendapat bantuan sedikit pun dari Umbu Rihi, sang pemilik kerbau. Jika dibandingkan dengan pendapatannya, kerugian yang harus ditanggungnya dak sebanding. Rimbang hanya berhak memperoleh satu ekor anak kerbau dari lima kerbau yang dilahirkan. Itulah yang membuat Rimbang dak puas dengan
pembagian yang diterapkan selama ini. Ia merasa diperlakukan dak adil. Rimbang juga mengeluhkan jumlah ternak yang ia gembalakan. Jumlah ternak yang terlalu banyak telah menyita banyak waktu dan perha annya. Akibatnya dia dak bisa lagi menggembala ternak secara op mal, karena waktu dan tenaganya yang terbatas. Menurutnya, sebaiknya jumlah ternak yang digembalakan hanya 20 ekor. Meski demikian, Rimbang dak memiliki kemampuan dan keberanian untuk menyampaikan keluhan kepada pemilik ternak. Ia menyadari bahwa semua sudah disepaka sejak awal. Ia pun takut jika permintaannya mengakibatkan pemilik memindahkan semua ternaknya kepada penggembala lain. Kejadian pada 2016 itu menjadi pengalaman yang tak terlupakan bagi Rimbang. Sebagai penggembala, ia merasa dak mendapat perlindungan dari pemilik ternak. Ia juga dak yakin jika pemerintah desa mampu memediasi persoalannya dengan pemilik ternak. Kenyataannya relasi kekeluargaan antara pemilik ternak dan aparat desa sangat kuat. Membangun Kesepahaman Bersama Dalam kondisi bimbang, Rimbang mendapat peluang untuk mengutarakan kegelisahannya. Pada 28 Agustus 2017, ia bersama penggembala lainnya, mendapat undangan menghadiri Musyawarah Desa (Musdes) yang difasilitasi Konsorsium DAS Kadahang. Musyawarah ini digelar untuk membahas tata kelola sistem pemeliharaan ternak dan tanaman. Meski demikian, keinginan-keinginan para penggembala masih mendapat hambatan. Banyak pemilik ternak yang dak
63
perubahan dari lapangan mau menghadiri undangan dari kepala desa. Tercatat hanya seorang pemilik ternak yang hadir, sedangkan jumlah keseluruhannya ada sembilan orang. Kondisi tersebut sempat menimbukan pertanyaan di benak kepala desa. �Apakah harus Presiden Jokowi yang undang agar para pemilik ternak mau hadir di musyawarah desa?� kata Nandar Mau Mbani, sang Kepala Desa Praihambuli. Kehadiran pemilik ternak yang terbatas membuat pembahasan mengenai tata kelola sistem pemeliharaan ternak dan tanaman dak op mal. Karena itu, pemerintah desa dan para pihak pemangku kepen ngan lainnya berupaya melakukan sejumlah pendekatan agar para pemilik ternak bersedia hadir dalam musyawarah selanjutnya. Pendekatan itu adalah dengan melakukan kunjungan kepala desa kepada para pemilik ternak. Dalam kunjungan itu, kepala desa menceritakan rencana pembuatan Perdes tentang tata kelola ternak. Selain itu diceritakan pula kesepakatan awal yang diperoleh dari Musdes terdahulu. Kepala desa juga meminta para pemilik ternak untuk dapat hadir dalam kegiatan musyawarah desa selanjutnya. Rupanya para pemilik ternak enggan datang dalam Musdes karena mereka dak menyetujui hasil kesepakatan awal yang dihasilkan Musdes. Mereka menganggap kesepakatan tersebut merugikan peternak. Karena itu mereka berkeberatan untuk terlibat dalam Musdes selanjutnya. Meski demikian, kepala desa tetap mengundang mereka dan berharap mereka berubah pikiran dan mau berpar sipasi. Harapan kepala desa itu menjadi kenyataan. Dari belasan pemilik ternak, ada ga pemilik ternak yang hadir dalam Musdes yang dilaksanakan pada 2 Oktober 2017. Di antaranya
64
PERATURAN DESA PRAI HAMBULI TAHUN 2017 TENTANG TATA KELOLA PEMELIHARAAN TERNAK DAN TANAMAN Pasal 10 Kewajiban dan Hak Pemilik Ternak KEWAJIBAN (1) Terlibat dalam pembuatan pagar pemisah wilayah padang penggembalaan dan wilayah budidaya pertanian. (2) Menggembalakan ternak besar di lokasi penggembalaan ternak yang sudah ditetapkan melalui peraturan desa dan mengkandangkan ternaknya pada malam hari. (3) Menjaga keselamatan padang penggembalaan dari upaya sengaja atau dak sengaja yang membahayakan keberadaan padang penggembalaan seper bahaya kebakaran maupun perusakan pagar lokasi penggembalaan (4) membuat da ar nama penggembala dan jadwal penggembala yang diserahkan kepada pemerintah desa untuk memudahkan pengawasan oleh pemerintah desa HAK Memanfaatkan padang penggembalaan milik desa sepanjang telah mematuhi semua ketentuan yang diatur pemerintah desa
perubahan dari lapangan adalah Umbu Rihi, yang merupakan pemilik ternak terbanyak di Praihambuli.
merawat pagar kebun individu sehingga ternak dak dapat masuk ke kebun individu.
Pada kesempatan itu, Umbu Rihi mengatakan bahwa ia bersedia mengiku isi dari rancangan peraturan desa bila pemerintah desa memenuhi kewajibannya. Yang dimaksud dengan kewajiban pemerintah desa itu di antaranya adalah menetapkan lahan penggembalaan dan mengkoordinir masyarakat untuk membuat pagar yang membatasi lahan pertanian dan padang penggembalaan.
Harapan Rimbang Kehadiran rancangan peraturan desa ini disambut baik oleh para penggembala, termasuk Rimbang. Bagaimana pun jika ini diterapkan maka ternak-ternak yang digembalakan dak
Pemerintah desa pun menyetujui keinginan dari Umbu Rihi tersebut. Hal ini sekaligus menjadi k kesepahaman antara kepen ngan pemilik ternak dan pemerintah desa. Kesepahaman ini juga mendorong terjadinya kesepakatan terhadap seluruh isi rancangan peraturan desa. Hal-hal yang tercantum dalam rancangan peraturan desa itu di antaranya adalah kewajiban pemilik ternak, kewajiban petani, dan kewajiban pemerintah desa. Kewajiban pemilik ternak di antaranya membuat pagar pemisah di antara padang penggembalaan dan pertanian, menggembalakan ternak besar pada lokasi yang sudah ditetapkan, dan mengkandangkan ternak pada malam hari. Pe m i l i k te r n a k b e r kewa j i b a n m e n j a ga p a d a n g penggembalaan agar terhindar dari kebakaran padang. Pemilik ternak juga diminta untuk membuat da ar penggembala dan jadwal penggembalaannya, serta menyerahkan da ar tersebut kepada pemerintah desa. Sementara itu petani, yang di antaranya ada yang menjadi penggembala, juga berkewajiban untuk berpar sipasi dalam pembuatan pagar pemisah. Para petani harus membuat dan
65
perubahan dari lapangan akan masuk secara mudah ke lahan pertanian dan merusak tanaman di dalamnya. Karena itu ia berharap agar Perdes itu dapat berjalan dan ditaa bersama. Rimbang pun mengaku akan lebih bersemangat setelah Ranperdes ini disepaka . Dengan adanya Ranperdes ini, Rimbang merasa mendapat perha an baik dari pemilik ternak maupun dari pemerintah desa. Lebih jauh Rimbang berharap Ranperdes ini dapat menjadi jembatan untuk memenuhi keinginan para penggembala dalam hal peraturan bagi hasil.
66
Jika selama ini bagi bagi hasil yang berlaku adalah 5:1, Rimbang berharap pembagian dapat di ngkatkan menjadi 10:3. Dengan demikian, beban dan tanggung jawab p e n g ge m b a l a s e m p a l d e n ga n p e n g h a s i l a n ya n g diperolehnya. Se daknya, Rimbang berharap ada perha an lebih dari pemerintah desa untuk lebih memperha kan kesejahteraan para penggembala.
Pendekatan dan Teknik Baru Konservasi Sem Mbadu Haramburu dan Agustinus Umbu Lado
Mengalahkan Trauma Masa Lalu Memo vasi orang yang sudah apa s dan kecewa daklah mudah. Inilah tantangan terbesar yang kami hadapi untuk Proyek Subur Makmur DAS Kadahang. Terutama ke ka mengajak masyarakat desa melakukan konservasi lahan kri s yang berada di 19 desa di Kabupaten Sumba Timur dan Sumba Tengah. Hal itu seper yang terjadi di Desa Padiratana dan Praikaroku Jang ga, keduanya berada di Kecamatan Umbu Ratu Nggay, Kabupaten Sumba Tengah. Masyarakat di kedua desa ini mengalami trauma karena sebagian besar lahan di kedua desa ini dimasukkan ke dalam bagian Taman Nasional Manupeu Tanah Daru. Mereka curiga kegiatan konservasi ini hanya upaya untuk memperluas kawasan Taman Nasional saja. Demikian halnya dengan masyarakat di Desa Bidihunga, yang terletak di Kecamatan Lewa, Kabupaten Sumba Timur. Berbeda dengan pengalaman masyarakat di dua desa terdahulu, sikap apa s muncul karena harapan dan kenyataan yang berbeda.
67
perubahan dari lapangan “Ak vitas ini kami lakukan selama 3 tahun dengan penuh semangat. Namun pada tahun ke-4 pada saat tanaman umur panjang sudah nampak besar dan hijau terjadilah petaka. Bapak Umbu Tembang mengklaim bahwa tanah di lokasi program HTR adalah tanah ulayat, dan semua tanaman yang ada di dalamnya akan menjadi miliknya,” tutur Mada Ndaku Hui dengan raut muka sedih. Umbu Tembang adalah salah seorang keturunan raja di Desa Bidihunga, yang nenek moyangnya memiliki tanah ulayat yang sangat luas. Setelah itu, masyarakat Biduhunga mencoba menanam anakan gmelina secara swadaya. Namun tanaman yang berjumlah 300 buah itu ma . Ada yang ma karena kekeringan, rusak karena dimakan ternak, dan musnah karena kebakaran. “Kami frustasi, dan kami putuskan untuk dak menanam lagi tanaman umur panjang,” ujar Mada Ndaku Hui. Menurut Mada Ndaku Hui, pada 2013, Dinas Kehutanan menyelenggarakan program Hutan Tanaman Rakyat (HTR). Sebelum lokasi dan distribusi anakan ditentukan, masyarakat diminta untuk menanam anakan di lahan umum yang kri s dengan tujuan agar lahan dak tandus, mengembalikan kesuburan tanah, dan menjadi produk f. “Kami mendapat anakan, juga biaya penggan harian operasional kerja. Tanaman pun dijanjikan akan menjadi milik masyarakat sendiri,” kata Mada Ndaku Hui. Masyarakat pun bersedia untuk terlibat dalam program HTR. Selain menanam tanaman umur panjang, masyarakat juga menanam tanaman semusim dan melakukan pembersihan lahan pada musim kemarau secara swadaya agar tanaman dak terbakar.
68
Pendekatan ke Masyarakat Menghadapi situasi itu, pendamping lapangan mengajak pemerintah desa, tokoh masyarakat, dan petani untuk berdiskusi. Kepada mereka dijelaskan bahwa kegiatan konservasi sangat pen ng untuk dapat mengembalikan kesuburan tanah, menjadikan lahan produk f, meningkatkan resapan air ke dalam tanah, dan dalam jangka panjang menambah debit air di sumber mata air.
Namun seper nya masyarakat belum tertarik. Kami lapangan pun terus berusaha meyakinkan masyarakat. Dijelaskan bahwa konservasi dapat dilakukan di lahan milik pribadi dan lahan komunal. Pohon yang ditanam akan menjadi milik masyarakat, begitu juga dengan lahan konservasi. Semua itu dituangkan dalam berita acara kesepakatan pengelolaan sehingga memperjelas hak dan kewajiban pengelola. Sebagai bentuk dukungan program, Proyek SMDK memberikan bantuan bibit sesuai dengan kebutuhan. Lahan konservasi juga dipagari dengan kawat duri agar aman dari ternak. Kegiatan konservasi juga didukung dengan penerapan teknologi irigasi tetes dan pembuatan sumur resapan agar tanah tetap lembab, serta pembuatan ilaran api untuk mencegah api masuk ke areal konservasi. Setelah mendapat penjelasan dari pendamping lapangan, respon dari masyarakat pun bermunculan. Respon pertama muncul dari Umbu Hina Marumata, Kepala Desa Praikaroku
Jangga. Pihaknya menyatakan siap melaksanakan kegiatan konservasi. “Kegiatan ini sejalan dengan program desa. Di desa kami, se ap kepala keluarga wajib menanam tanaman umur panjang dan tanaman perdagangan (kopi, pinang dan sirih) sebanyak 250 buah. Karena itu, kami berharap Konsorsium bisa memfasilitasi kami membuat Perdes tentang perlindungan mata air dan kewajiban menanam berdasarkan kesepakatan lokal,” kata Umbu Hina Marumata. Salah seorang tokoh masyarakat pun bersedia mendukung kegiatan ini. “Saya menyediakan lahan milik saya untuk dikonservasi,” ujar Umbu Ndotur. Penjelasan dari pendamping lapangan pun menarik minat Pemerintah Desa Padiratana. “Saya menyambut baik program ini karena SMDK sudah memikirkan kami untuk melindungi mata air, sedangkan kami baru berpikir,” kata Kepala Desa Padiratana, Umbu Kapotung.
69
perubahan dari lapangan konservasi di desanya, terlebih kegiatan ini menyertakan pendampingan yang intesif. “Saya selaku kepala desa menyambut baik program ini apalagi ada pendampingan intensif,� kata Kepala Desa Bidihunga, Rudi U.W. Njurumana. Peran Pokja Konservasi Di se ap desa, Proyek SMDK memfasilitasi pembentukan Kelompok Kerja (Pokja) Konservasi. Pokja ini bertanggung jawab langsung kepada pemerintah desa. Luas lahan yang Pernyataan ini juga diperkuat oleh dua orang tokoh masyarakat, Umbu Nggiku Tara Ndopa dan Umbu Maramba Djawa. Mereka akan mengajak masyarakat lain untuk menanam tanaman umur panjang di lahan kri s. Melalui proses yang cukup panjang, masyarakat Desa Praikaroku Jangga dan Padiratana pun akhirnya menyepaka untuk melakukan konservasi pada lahan pribadi untuk kepen ngan umum. Lokasi itu berada di sekitar mata air di Dusun Wangga, Desa Padiratana dan Dusun Ndaku Rangu, Desa Praikaroku Jangga. Sementara itu, dukungan juga muncul dari Pemerintah Desa Bidihunga. Pemdes setempat menyambut baik kegiatan
dikelola masing-masing Pokja bervariasi berdasarkan kesepakatan Pokja, Pemdes, masyarakat, dan para pemangku kepen ngan lainnya. Pokja konservasi di Desa Praikaroku Jangga beranggotakan 20 orang yang berasal dari dari 13 KK. Mereka mengelola lahan seluas 3 Ha yang ditanami 1.504 pohon. Sedangkan Pokja konservasi di Desa Padiratana beranggotakan 20 orang yang berasal dari 17 KK. Mereka mengelola lahan seluas 3,5 Ha yang ditanami 1.035 pohon. Jenis tanaman yang tumbuh di
70
perubahan dari lapangan Jumlah tanaman yang hidup pada lahan yang dikonservasi sebanyak 916 pohon. Tanaman itu berupa pohon mahoni, injuwatu, salam, dan pinang. Tanaman tersebut sebagian berasal dari bantuan program dan sebagian lagi diperoleh secara swadaya.
kedua desa itu adalah pinang, salam, mahoni, injuwatu, sukun, ja merah, dan cendana. Para pemilik lahan yang dikonservasi telah sepenuhnya menyerahkan pengelolaan dan pemanfaatan hasil konservasi sesuai dengan kesepakatan kelompok. Se daknya ada enam warga Praikaroku Jangga dan dua warga Padiratana yang menyepaka hal itu. Mereka adalah: Umbu Ndotur, Umbu Rihi, Umbu Memang dan Umbu Jangga Maramba dari Desa Praikaroku Jangga; serta Umbu Nggiku Tara Ndopa dan Umbu Maramba Djawa dari Desa Padiratana. Sedangkan di Bidihunga, konservasi dilakukan pada lahan milik pribadi. Konservasi telah dilakukan oleh 11 KK dengan total lahan seluas 1,2 Ha. Selain melakukan penanaman pohon, Pokja konservasi juga melakukan pembuatan terasering dan pupuk organik.
Untuk menghindari gangguan ternak dan kebakaran, Proyek SMDK memberikan sejumlah dukungan, baik teknis maupun non-teknis. Secara teknis, Proyek SMDK memfasilitasi Pokja untuk membuat pagar yang kuat dan ilaran api. Sedang secara non-teknis, Proyek SMDK memfasilitasi p e m e r i n ta h d e s a u n t u k m e m b u a t Peraturan Desa (Perdes). Perdes yang dimaksud adalah: Perdes tentang Perlindungan Mata Air dan Tanaman Perdagangan di Desa Praikaroku Jangga; Perdes tentang Tata Kelola dan Sistem Pemeliharaan Ternak dan Tanaman di Desa Padiratana, dan Perdes tentang Tata Kelola dan Sistem Pemeliharaan Ternak dan Tanaman di Desa Bidihunga. “Kami dak khawa r lagi akan bahaya kebakaran dan gangguan ternak, karena sudah ada Perdes. Kami akan terus melanjutkan konservasi sesuai dengan teknik-teknik yang sudah diajarkan oleh pendamping,� kata Mada Ndaku Hui.
71
perubahan dari lapangan Salah satu teknis yang dimaksud adalah penerapan teknologi irigasi tetes. Irigasi tetes merupakan teknologi pengairan sederhana yang diterapkan untuk memanfaatkan air dan menjaga kelembaban tanah di sekitar tanaman.
irigasi tetes sehingga tanaman bisa hidup semua. Saya menyuruh anak saya praktik irigasi tetes biar nan kalau dorang sudah besar bisa lanjutkan cara-cara ini, karena sangat menjamin tanaman hidup,� kata Mada Ndaku Hui.
“Irigasi tetes dari bambu ini membuat tanaman dak ma kekeringan. Itu cara yang mudah dan hemat air. Apalagi bambu sangat banyak tersedia di sini,� ujar Mada Ndaku Hui.
Walaupun durasi sangat pendek, namun para petani dan kelompok tani sudah mempunyai modal semangat. Mereka bahkan berencana untuk melanjutkan kegiatan konservasi di desanya masing-masing.
Menurut Mada, sebelumnya masyarakat dak pernah mendapat penjelasan yang lengkap mengenai programprogram penghijauan. Mereka hanya mendapat penjelasan tentang manfaatnya tetapi dak mendapat pengetahuan yang terkait dengan teknologi. Sehingga banyak pohon ma karena kekeringan. “Program ini beda. Pendampingan dan keterpaduan teknologi yang membuat kami tertarik dan yakin akan berhasil. Saya sering mengajak anak untuk ambil air untuk
Pokja Konservasi Desa Padiratana sudah menyepaka rencana perluasan lahan konservasi pada lahan yang berada di sekitar mata air. Lahan yang akan dikonservasi itu adalah: lahan 1 Ha di sekitar mata air Laimbonga milik Umbu Kapotung; 2 Ha di sekitar mata air Injung milik Yusuf Timba Laki Mara; 1 Ha di sekitar mata air Panggubuhung milik Umbu Ndelu D. Ramba, dan; 1 Ha di sekitar mata air Waikadambung milik Dominggus Hambur Laki. Pokja Konservasi Desa Praikaroku Jangga berencana melakukan perluasan lahan konservasi di lokasi mata air yang sama, dari luas 5 Ha menjadi 10 Ha. BPDAS Provinsi NTT yang berkedudukan di Sumba Tengah pun telah menyatakan kesiapannya untuk mendukung pengadaan bibit tanaman umur panjang. Kepala Desa juga telah memasukkan anggaran konservasi ke dalam alokasi dana desa (ADD) yaitu untuk pengadaan kawat duri serta anakan pohon kayu dan tanaman buah-buahan. Sementara itu, kelompok tani di Desa Bidihunga telah berencana untuk menambah jumlah tanaman umur panjang, baik yang bersumber dari anakan swadaya, bibit dari pemerintah desa, maupun dari pihak-pihak lainnya. Sebagai wujud dari komitmen tersebut, mereka sudah menyiapkan lahan untuk ditanami lagi dan menyiapkan anakan secara swadaya.
72
Konservasi di Tanah Raja Ferdinan Deni Iki
Praing Lewa Paku merupakan salah satu tempat bersejarah bagi masyarakat Sumba. Daerah ini berjarak 57 km arah barat Kota Waingapu. Secara administra f, Praing Lewa Paku termasuk dalam wilayah Desa Kambuhapang, Kecamatan Lewa, Kabupaten Sumba Timur. Di tempat ini, dahulu berdiri Kerajaan Lewa Kambera. Pada masa kejayaannya, Lewa Kambera merupakan kerajaan terluas dan berpengaruh di wilayah Sumba. Praing Lewa Paku dikenal sebagai kampung raja atau tempat nggal para raja. Dilihat dari namanya, tempat ini iden k dengan keis mewaan. Praing atau paraingu dalam bahasa Indonesia ar nya kampung. Namun dalam is lah masyarakat Sumba, Praing atau paraingu bukan sekadar kampung biasa, namun iden k dengan kampung utama atau kampung besar sehingga kedudukannya menjadi is mewa. Secara turun-temurun raja-raja Lewa Kambera nggal di sini. Di sekitar mereka terdapat 36 rumah yang berukuran minimal
73
perubahan dari lapangan 12 meter x 14 meter. Rumah-rumah berukuran besar itu dihuni perwakilan kabihu atau marga yang jumlahnya mencapai gapuluhan. “Di antaranya Kabisu Matolang Praimanjaga, Pamakat Paraku, Pandena Ana Nyiwa, Ana Mamanja, Ana Maharai, dan Kombu,� kata Umbu Raing, salah seorang tokoh di Praing. Namun kondisi lingkungan yang kering dan berbatu telah memaksa penduduk kampung untuk bermigrasi. Mereka meninggalkan kampung untuk pergi mencari peruntungan di daerah lain. Pada 1970-an, kampung ini kosong karena di nggalkan penghuninya. Bahkan pewaris kerajaan pun meninggalkan tanah leluhurnya. Akhirnya satu per satu rumah rusak dan akhirnya roboh. Perkampungan yang berada pada ke nggian 400 meter dpl itu pun seakan sirna. Yang tersisa hanya puing-puing, lahan-lahan yang dipenuhi ilalang, dan semak belukar, serta pohon-pohon berusia tua. Aksi perambah hutan membuat kampung seluas 35 Ha itu pun semakin merana. Beruntung kampung ini masih menyisakan benda-benda megalithikum yang menandakan ada kehidupan di tempat ini. Benda megalithikum yang ditemukan di antaranya adalah kubur batu yang ditemukan di dekat kuburan Tamu Umbu Nai Dima dan Umbu Nday Li ata. Menurut Umbu Raing, Tamu Umbu Nai Dima adalah anak dari Umbu Nday Li ata. Kedua anak berbapak ini adalah keturunan dari raja Lewa Kambera dan pendiri Praing Lewa Paku. Tamu Umbu Nai Dima mempunyai sejumlah anak, dan Umbu Raing adalah salah satunya.
74
Selain kubur batu di kampung ini juga terdapat susunan batu yang dinamakan andung dan katoda. Di masa lalu, andung dipergunakan untuk meletakkan kepala musuh atau lawan yang terbunuh di medan perang. Sedangkan katoda adalah tempat masyarakat penganut kepercayaan Marapu melakukan pemujaan dan doa kepada leluhur. Setelah sekian lama dibiarkan kosong, kampung yang bersejarah ini mulai ditata kembali pada 2007. Bahkan pemerintah pun telah menetapkan Lewa Paku sebagai salah satu kampung wisata.
perubahan dari lapangan Konservasi Sebagai kampung wisata, Praing Lewa Paku dituntut untuk mempercan k diri. Selain itu, asset wisata yang ada pun harus terpelihara dan terjaga dari segala bahaya, termasuk bahaya kebakaran. Namun pada kenyataannya, daerah ini rawan bencana kebakaran. Di daerah ini masih terdapat lahan dak produk f. Pemilik meninggalkan lahan begitu saja karena tanahnya berbatu. Mereka lebih memilih mengerjakan sawah daripada mengolah lahan kering. Akibatnya, lahan itu dipenuhi ilalang dan semak belukar dan dak dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan pendapatan keluarga.
Pertemuan melibatkan para pihak yang berkepen ngan, termasuk aparat dari Pemdes Kambuhapang dan para tokoh adat setempat. Keikutsertaaan masyarakat adat dalam kegiatan ini sangat pen ng. Bagaimana pun, kegiatan konservasi ini akan dilakukan di atas tanah milik adat. Tanpa izin dari tokoh adat, maka kegiatan konservasi di Praing Lewa Paku dak akan dapat terlaksana.
Pada musim kemarau, ilalang dan semak belukar mengering dan mudah terbakar, Hal ini tentu saja berbahaya. Se k api dapat menjadi besar dalam sekejap. Hembusan angin yang cenderung kuat akan membuat api cepat menyebar. Kebakaran dapat merambat dan menghanguskan apa saja yang ada di dekatnya, termasuk rumah-rumah penduduk. Potensi kebakaran ini harus segera dian sipasi. Lahan-lahan kering itu harus segera diolah dan dihijaukan kembali. Dalam hal ini, masyarakat pun harus dikenalkan dengan kegiatan konservasi. Untuk itu Proyek SMDK berupaya untuk mengenalkan konsep konservasi kepada masyarakat Praing Lewa Paku. Dalam kegiatan ini, seluruh masyarakat juga diajak untuk ikut berpar sipasi dalam mengolah dan menghijaukan Praing Lewa paku Sebagai langkah awal, Proyek SMDK memfasilitasi pertemuan ngkat desa untuk membentuk kelompok kerja konservasi.
75
perubahan dari lapangan Di dalam pertemuan tersebut, diperkenalkan tujuan-tujuan konservasi dan manfaatnya bagi masyarakat. Dalam hal ini, tujuan dan manfaat konservasi dikaitkan dengan penetapan Praing Lewa Paku sebagai kampung wisata yang memerlukan suasana hijau dan asri. Suasana hijau dan asri hanya terjadi jika banyak terdapat pohon di sekitar lokasi. Hal ini sejalan dengan cita-cita konservasi yang ingin menghijaukan lingkungan sekitar. Suasana nyaman tentunya akan meningkatkan minat pengunjung dan membuat Praing Lewa Paku mejadi lebih terkenal. Secara psikologis, kondisi tersebut dapat menimbulkan rasa bangga pada diri masyarakat Praing Lewa Paku dan keturunannya. Kondisi ini dapat menjadi perekat bagi mereka untuk bersama-sama mempertahankan adat is adat Praing Lewa Paku. Argumen tersebut ternyata dapat diterima oleh masyarakat. Mereka pun bersepakat untuk melakukan konservasi di kampungnya. Selain itu, disepaka pembentukan Pokja Konservasi yang diketuai Umbu Raing dan beranggotakan Renggi Ndapa Ngadung, Noh Pura Tanya, Agus nus Hei Lawatu, dan Yohanis Ndabenging. Pokja kemudian bermusyawarah bersama Pemdes dan para pemangku kepen ngan guna menentukan lahan kering yang akan dikonservasi dan pengelolanya. Berdasarkan kesepakatan, lahan yang dikonservasi adalah tanah adat seluas 5 Ha. Kegiatan yang dilakukan di lahan tersebut melipu pengelolaan lahan melalui penerapan teknologi pengolahan
76
perubahan dari lapangan lahan kering. Pengelolaan lahan kering di antaranya dilakukan melalui teknologi olah lubang dan olah jalur. Pengolahan lahan tersebut kemudian disusul dengan penanaman berbagai anakan tanaman umur panjang. Jenis tanaman yang dipilih adalah tanaman yang mempunyai nilai ekologis dan ekonomis. Dengan demikian, tanaman itu bukan saja bermanfaat bagi lingkungan sekitar. Lebih dari itu, masyarakat dapat menjadikan daun atau buahnya untuk dikonsumsi atau diperjualbelikan.
Untuk mendukung pertumbuhan anakan di atas lahan kering, masyarakat dikenalkan dengan teknologi irigasi tetes. Dengan teknologi hemat air ini, anakan dan tanah di sekitarnya akan mendapat pasokan air secara teratur sehingga anakan dapat tumbuh secara op mal. Sebagai kegiatan pendukung, dilakukan pemasangan pagar berduri dan pembuatan jebakan air di sekitar lahan konservasi. Pemasangan pagar ini bertujuan agar anakan terhindar dari gangguan ternak. Sedangkan pembuatan jebakan air ditujukan untuk menjebak air hujan agar dapat diserap tanah. Melanjutkan Konservasi Masyarakat mengakui bahwa pengetahuan dan teknologi yang diperkenalkan Proyek SMDK sangat mereka butuhkan. M e re ka j u ga m e ra s a te r b a nt u ka re n a m e n d a p at pendampingan ke ka memprak kkan di lapangan. Masyarakat mengaku dapat menger dan memahami fungsi-fungsi teknologi yang diperkenalkan. Mereka pun termo vasi untuk melakukan konservasi di Praing Lewa Paku. Karena itu, mereka selalu antusias ke ka mengiku seluruh kegiatan.
77
perubahan dari lapangan Tercatat lebih dari 1.5 Ha lahan kri s yang sudah masyarakat olah. Di atasnya mereka tanami injuwatu, gamal, mahoni, salam, dan pinang. Meski demikian, masyarakat merasa belum puas dengan capaian yang telah mereka raih. Rentang waktu 18 bulan daklah cukup untuk sebuah kegiatan konservasi. Karena itu, mereka merasa kegiatan ini masih harus di ngkatkan demi tercipta Praing Lewa Paku yang hijau dan asri.
78
Untuk itu, bersama-sama dengan Pemdes Kambuhapang dan tokoh adat, masyarakat Praing Lewa Paku bersepakat untuk terus berupaya menghijaukan kembali lahan-lahan kri s dan menjaga pelestarian alam. Pemerintah Desa Kambuhapang dan tokoh adat pun sudah berkomitmen untuk menambah jumlah anakan yang ditanam di lahan kri s.
Upaya Suku Pahoka Melindungi Mata Air Yohanis Ola Kia
Kesulitan Akses Air Bersih Berbeda dengan desa-desa lain di Kabupaten Sumba Timur, Mbatapuhu dikenal sebagai salah satu desa yang merdeka, dak terbelenggu dengan strata sosial. Warga Mabatapuhu juga konon terkenal dengan keberaniannya sehingga banyak warga desa ini yang dipercaya oleh Raja Kapunduk menjadi panglima perang atau penjaga kerajaan pada zaman dahulu. Suku yang paling besar di desa ini adalah Pahoka. Suku ini mempunyai peranan pen ng dalam ritual adat (hamayang). Hamayang biasa dilakukan di mata air Wai Hanggonya, dan dilaksanakan se ap tahun dua kali, pada awal musim hujan dan menjelang musim panen. Suku ini juga memiliki peranan dalam mengakses dan mengontrol pemanfaatan tanah ulayat di Desa Mbatapuhu. Seper halnya penduduk desa yang nggal di daerah pegunungan di Sumba, persoalan utama yang dihadapi masyarakat Suku Pahoka ini adalah sulit mengakses air. Sumber air bersih hanya ada di mata air. Tetapi letak mata air sangat jauh, kurang lebih 3 km dari pemukiman. Se ap hari, baik pagi maupun sore hari, ibu-ibu dan anakanak harus pergi sejauh itu, naik turun bukit, untuk mengambil air. Saat musim kemarau, selain perjalanan
79
perubahan dari lapangan jauh, mereka juga harus rela mengantri berjam-jam karena debit air yang kecil. Di desa ini, ada enam buah mata air yang biasa diakses masyarakat. Tetapi debit air cenderung terus berkurang dari tahun ke tahun. Hingga sebagian warga pun terpaksa harus membeli satu tanki air seharga Rp350 ribu untuk kebutuhan satu bulan. Melihat kondisi itu, banyak pihak yang peduli. Pemerintah daerah dan lembaga swadaya masyarakat telah banyak melakukan kegiatan konservasi dan mendorong warga menanam tanaman umur panjang. Dengan harapan, dalam jangka panjang, penanaman pohon dapat mempertahankan, bahkan meningkatkan debit air di sumber mata air. Namun, anakan yang berasal dari dukungan pihak luar lebih banyak yang ma . Hal ini terjadi karena pemberian anakan dak disertai penjelasan mengenai cara menanam dan merawat tanaman. “Sudah banyak anakan yang diberikan dari berbagai pihak ke desa ini. Hanya sayangnya dak ada penjelasan cara menanam dan mempertahankan anakan agar bisa hidup dan berhasil,� kata Kepala Desa Mbatapuhu, Domianus Tenggi Tai. Di sisi lain, menanam pohon belum menjadi kebutuhan warga desa. Karena itu, Proyek SMDK mencoba mendorong masyarakat untuk mau menanam pohon.
80
Sebagai langkah awal, Proyek SMDK memberikan penjelasan kepada kepala desa tentang rencana konservasi lahan kri s. Setelah mendapat penjelasan mengenai rencana tersebut, kepala desa kemudian memutuskan bahwa konservasi dapat dilakukan di sekitar mata air Wai Hanggonya. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa meskipun tetap bertahan pada musim kemarau, debit air Wai Hanggonya se ap tahun cenderung menurun. Meski demikian, kegiatan ini dak serta merta dapat dilakukan. Bersama dengan pemerintah desa, staf Proyek SMDK menemui Kepala Suku Pahoka, Nola Lalu Pengu untuk memberikan penjelasan sekaligus meminta persetujuannya terkait rencana konservasi di lahan milik Suku Pahoka. Rencana tersebut akhirnya mendapat persetujuan. Bahkan, Suku Pahoka bersedia untuk terlibat dalam kegiatan tersebut. Mereka berharap konservasi mampu meningkatkan debit air Wai Hanggonya sehingga kebutuhan air untuk konsumsi tercukupi dan dapat pula dimanfaatkan untuk budidaya tanaman sayur. “Berapa pun luas lahan yang diminta untuk kegiatan konservasi, akan saya berikan. Saya juga bersedia melakukan kegiatan konservasi mulai pembersihan lahan, penanaman, dan pemagaran sampai anakan itu tumbuh dan berkembang,� kata Nola Lalu Pengu.
perubahan dari lapangan Setelah mendapat persetujuan dari kepala desa dan kepala suku, Proyek SMDK kemudian memfasilitasi pertemuan warga untuk mensosialisasikan rencana ko n s e rva s i d i M b ata p u h u . Akhirnya pertemuan sosialiasi terselenggara dan dihadiri 22 orang yang terdiri atas aparat desa, Kepala Suku Pahoka, dan masyarakat yang akan mengelola lahan konservasi. Pada pertemuan itu disampaikan bahwa konservasi akan dilakukan melalui Kelompok Kerja (Pokja) Konservasi. Untuk mendukung kegiatan, Proyek SMDK menyediakan kawat berduri untuk memperkuat pagar, anakan, dan teknologi pendukungnya. Dijelaskan pula bahwa selain dapat memperbaiki lingkungan, dalam kurun waktu tertentu penanaman tanaman umur panjang dapat dimanfaatkan untuk bahan bangunan.
Bergotong Royong Melakukan Konservasi Pokja Konservasi akhirnya ditetapkan bersama. Pokja berasal dari 16 KK yang nggal di dekat lahan konservasi. Kelompok ini bertugas untuk mengelola lahan konservasi di sekitar mata air Wai Hanggonya. Lahan yang dikonservasi merupakan dataran miring dan berbatu. Tidak ada tanaman satu pun di lahan itu, yang ada hanyalah rumput ilalang. Agar kegiatan ini efek f, Proyek SMDK menugaskan pendamping lapangan untuk melakukan pendampingan intensif terhadap kegiatan Pokja, mulai dari pembersihan lahan, pemagaran, pembuatan lubang tanam, penanaman, sampai pemeliharaan. Seluruh anggota Pokja, termasuk anggota keluarganya ikut bergotong royong dan terlibat secara ak f dalam kegiatan konservasi. Walau bekerja di tengah terik matahari, mereka
Pertemuan tersebut menghasilkan sejumlah kesepakatan, yaitu: 1) Boleh menebang pohon ke ka sudah berumur 15 tahun, tetapi harus bersedia menanam tanaman penggan ; 2) Melakukan pembersihan secara berkala sehingga terbebas dari kebakaran; dan 3) Membuat pagar pengaman. Melalui pertemuan itu disepaka bahwa luas lahan yang dikonservasi seluas 3 Ha dan berada di atas punggung bukit mata air. Jenis anakan yang akan ditanam terdiri atas mahoni, gmelina, injuwatu, salam, pinang, cendana, dan johar.
81
perubahan dari lapangan terlihat begitu bersemangat. Terlebih sebelumnya mereka dak pernah mendapatkan pendampingan dari pihak luar. “Selama ini warga yang nggal di pinggir jalan yang banyak mendapatkan bantuan. Kami baru pertama kali ini mendapatkan bantuan proyek,” kata Ketua Pokja Konservasi, Yohanis L. Ndawa. Setelah melalui proses panjang yang melelahkan, akhirnya 1845 anakan berhasil ditanam pada lahan seluas satu hektar. Terdapat delapan jenis tanaman umur panjang yang ditanam pada lahan tersebut, yaitu mahoni, gmelina, injuwatu, salam, johar, jambu mente, pinang, dan cendana. Pada Oktober 2016, anggota Pokja bersama dengan pendamping lapangan menghitung anakan yang ma dan yang hidup. Ternyata, dari total 1845 anakan yang ditanam, terdapat 1115 (60%) anakan yang tumbuh. Hal ini dimungkinkan karena anggota Pokja Konservasi merawat anakan dengan penuh semangat. Selain itu, anggota Pokja Konservasi berhasil menerapkan teknologi irigasi tetes untuk menjaga kelembaban tanah di
sekitar tanaman. Se ap Rabu dan Sabtu anggota Pokja secara bergan an mengisi air ke dalam botol air mineral berukuran satu liter yang dimanfaatkan untuk penerapan teknologi ini. “Karena ada pendampingan, mulai dari penanaman sampai pada tahap perawatan, sehingga anakan yang tumbuh lebih banyak,” kata Nola Lalu Pengu. Meski demikian, pada pertengahan Agustus 2017, sempat terjadi kebakaran di lahan konservasi. Beruntung, saat itu terjadi siang hari dan banyak anggota Pokja yang berada di tempat. Mereka pun secara bersama-sama berjuang memadamkan api. Akhirnya kebakaran dapat teratasi dan anakan dapat terselamatkan. Dari peris wa itu, diperoleh pelajaran mengenai ilaran api. Pembuatan ilaran api harus disertai dengan pengolahan tanah di sekeliling anakan dan pembersihan rumput di antara anakan. Selain itu, perlu petugas yang melakukan patroli dan mengama lahan. Dengan demikian, ke ka ada kebakaran, akan ada ndakan cepat untuk memadamkan api. Pertumbuhan anakan di lahan konservasi, menyulut semangat Pokja untuk menyulam dan menanam anakan pada musim tanam yang akan datang. Mereka bahkan sepakat akan menanam jambu mente yang lebih banyak, karena jambu mente paling tahan terhadap kekeringan. Selain itu, jambu mente juga menjadi sumber pendapatan yang menjanjikan di masa depan. “Kami yakin, kalau dalam dua musim tanam anakan ini bisa bertahan hidup dan dak terkena kebakaran, anakan akan hidup,” tutur Linda, salah satu anggota Pokja Konservasi Desa Mbatapuhu.
82
Semangat Konservasi Tumbuh di Lingkungan Gereja Oscar Mbolu Manggal
Konservasi Sekaligus Investasi Gereja Gereja Kristen Sumba (GKS) Utapambapang Cabang Mangga Manung adalah salah satu anggota Persatuan Gereja Indonesia (PGI) yang didirikan pada 5 Juni 1983. Gereja ini terletak di Desa Matawai Pawali dan berjarak 13 km sebelah utara ibu kota Kecamatan Lewa, Kabupaten Sumba Timur. Gereja ini adalah salah satu denominasi gereja di Sumba, Nusa Tenggara Timur. Gereja ini memiliki jemaat sebanyak 255 orang, terdiri atas 123 laki-laki dan 132 perempuan. Hampir 98 persen jemaatnya adalah petani peternak. Gereja ini berdiri di tengah lahan seluas 3 hektar. Meski demikian, sebelum Proyek SMDK beroperasi, kondisi lahan di sekililing gereja nampak telantar. Lahan tersebut banyak ditumbuhi semak belukar, terutama taikabala (Chromolaena odorata) dengan nggi hingga 2 meter. Permukaan lahan tersebut miring dan sering mengalami erosi. Ada keinginan dari gereja dan jemaatnya untuk mengelola lahan tersebut. Namun mereka mengaku kesulitan untuk mendapatkan anakan. Lebih tepatnya mereka dak tahu melalui jalur mana agar bisa mendapatkan anakan. Selain itu muncul pertanyaan dari jemaat, “Bagaimana bisa bertahan dari gangguan ternak dan kebakaran?� Kasus kebakaran padang pada musim kemarau adalah peris wa yang hampir terjadi ap tahun di Sumba. Pada 2017, kebakaran padang sabana di Nusa Tenggara Timur mencapai 4.600 Ha, 4.200 Ha di antaranya terjadi di Sumba Timur dan Sumba Tengah. Kebakaran yang terjadi terus menerus ini mengakibatkan ketersediaan kayu semakin berkurang, karena kebakaran dak diiku dengan penanaman.
83
perubahan dari lapangan Sementara itu, kayu adalah bahan bangunan utama untuk pembuatan rumah budaya masyarakat Sumba. Kayu bangunan menjadi sangat mahal, bisa mencapai Rp 3,4 juta/m3. Padahal untuk membuat sebuah rumah sederhana saja, dengan pe 46, kayu yang dibutuhkan sekitar ga meter kubik atau senilai Rp 10,2 juta. Di sisi lain, akses masyarakat terhadap hutan semakin terbatas. Berdasar Pasal 50 (3) Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Keh u tan an , d is eb u tkan bahwa se ap orang dilarang: a) mengerjakan dan atau menggunakan dan atau menduduki kawasan hutan secara dak sah;dan b) merambah kawasan hutan. Dengan demikian, masyarakat dak bisa lagi melakukan penebangan di hutan. Sementara itu, kebutuhan kayu untuk bahan bangunan terus meningkat. Gereja juga membutuhkan kayu untuk membangun rumah gereja. Kehadiran Proyek SMDK memberikan peluang bagi masyarakat untuk melakukan konservasi lahan, sekaligus mempersiapkan sumber kayu di
84
masa depan. Hal itu menjadi per mbangan gereja sehingga bersepakat melakukan konservasi. “Saya setuju! Karena sekarang ini sulit mendapatkan kayu bangunan. Padang terbakar terus ap tahun,” kata Oktavianus Rada Hawu, penolong guru injil pada GKS Utapambapang. Pihak gereja juga yakin penanaman pohon merupakan bentuk investasi. Hal tersebut seper yang telah dialami Samuel Waluwandja. Pada 1996, Samuel Waluwandja menanam 150 anakan mahoni. Pada 1997, ia menanam lagi 250 anakan mahoni. Anakan itu terus tumbuh, hingga akhirnya siap untuk dipanen. Dari 15 pohon, Samuel Waluwandja dapat memperoleh 3 meter kubik kayu. “Saat pertama kali saya ajak tanam pohon, ada yang bilang, “Kalau semua tanam pohon, siapa yang beli nan ?”. Tapi orang yang omong begitu, malah dia yang minta kayu duluan dari saya,” ujar Samuel Waluwandja,
Mengorganisasikan Diri
perubahan dari lapangan Gagasan konservasi lahan gereja dimatangkan dalam sebuah pertemuan yang melibatkan anggota jemaat, pemuda-pemudi, dan tokoh gereja. Salah satu hasil dari pertemuan itu adalah membentuk Kelompok Kerja (Pokja) Konservasi. Pokja Konservasi bertugas dan bertanggung jawab terhadap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi kegiatan konservasi lahan gereja. Dalam pertemuan itu disepaka bahwa gereja akan mempersiapkan lahan seluas 2 Ha untuk ditanami tanaman umur panjang. Se ap jemaat yang membangun rumah akan mendapatkan satu pohon dari lahan konservasi, tetapi wajib menanam kembali anakan penggan sebanyak 5 pohon.
orang dewasa. Beberapa di antaranya berduri, bahkan dijumpai pula kataru muru (ular hijau) yang berbisa. Setelah lahan dibersihkan, proses penanaman mulai dilakukan. Proses ini berlangsung selama 3 hari. Anakan ditanaman dengan jarak tanam 3-4 meter. Penggalian lubang dilakukan oleh jemaat laki-laki dan penanaman dilakukan oleh jemaat perempuan. Selain dari Proyek SMDK, anakan yang ditanam berasal dari Yayasan Martabat Rakyat Merdeka (MARADA) yang menjadi lembaga pendamping kegiatan Proyek SMDK di Wilayah Tengah DAS Kadahang.
Tujuan pembuatan kesepakatan ini adalah agar se ap anggota jemaat mendapatkan manfaat dari keberadaan pohon di lahan gereja. Kesepakatan ini ditandatangani oleh Ketua Pokja Konservasi, Oktavianus Rada Hawu, dan diketahui oleh Kepala Desa Matawai Pawali, Umbu Kamis Njurumana. Dengan berbekal sabit dan parang, seluruh jemaat terlibat dalam pembersihan lahan, baik laki-laki, perempuan maupun anakanak. Pembersihan lahan menghabiskan waktu hingga satu minggu, mengingat pekerjaannya harus dilakukan secara ha ha . Belukar yang dihadapi sangat lebat dan batangnya berukuran ibu jari tangan
85
perubahan dari lapangan Namun sayang, satu minggu setelah penanaman, beberapa anakan ma . Anakan yang ma antara lain johar 23 pohon dan n a n g ka 1 5 p o h o n . H a l i n i disebabkan kualitas anakan yang rela f rendah, sebagian anakan kondisinya sudah layu dan tercabut dari polibag. Selain itu, musim hujan juga sudah berhen . Samuel Waluwanja yang bertanggung jawab sebagai bendahara Pokja Konservasi pun merasa khawa r. Lalu, secara berkala dia mengambil air dari sumur yang berjarak 300 meter untuk menyirami lahan. Melihat hal itu, anggota Pokja Konservasi yang lain pun mulai ikut menyirami lahan. Bertahan Menghadapi Kendala U nt u k m e n g h a d a p i m u s i m kering, Proyek SMDK memberi dukungan berupa pengembangan teknologi irigasi tetas. Teknologi ini memanfaatkan ruas bambu yang ujung atasnya terbuka dan ujung bawahnya dilubangi paku berukuran 3 cm.
86
Ruas bambu itu ditanam di samping anakan dengan posisi lubang mengarah ke anakan dan dipasang di se ap pohon. Melalui penerapan teknologi ini, anggota Pokja Konservasi dak perlu menyiram lahan se ap hari. Anggota Pokja cukup mengisi air ke dalam bambu sekali dalam seminggu. Dengan cara ini anggota Pokja dapat menghemat waktu dan tenaga. Untuk menghindari gangguan ternak lepas, anggota Pokja membuat pagar di sekeliling lahan konservasi yang mempunyai panjang 600 meter. Pagar dibuat menggunakan bahan kayu dan bambu, serta diperkuat dengan pemasangan kawat berduri. Sedangkan untuk menghindari kebakaran, di sekeliling lahan juga dibuatkan ilaran api. Ilaran dibuat dengan cara membersihkan rumput dan membalik tanah, baik di luar maupun di dalam pagar, dengan ukuran lebar empat meter. Pokja juga membuat sumur resapan di lahan konservasi. Sumur resapan ini berukuran 1 x 1 x 1 meter dan jarak antara sumur resapan adalah 15 meter. Ti k sumur resapan ditentukan berdasarkan garis kontur dengan menggunakan bingkai A. Se ap lubang sumur resapan dihubungkan dengan terasering yang dibuat mengiku garis kontur. Hal ini dilakukan agar humus dan air hujan dapat masuk ke dalam sumur resapan. Dengan demikian, air hujan bisa meresap ke dalam tanah secara maksimal. Melembagakan Konservasi dalam Gereja Berdasarkan musyawarah bersama tokoh gereja dan anggota jemaat yang dilakukan pada Senin, 20 Februari 2017, GKS Utapambapang Cabang Mangga Manung mengeluarkan kebijakan bahwa se ap penerima akta gerejawi (bap s, sidi,
perubahan dari lapangan mengaku dosa, dan nikah) diwajibkan untuk menanam pohon di lahan gereja. Kebijakan ini disambut baik oleh jemaat. “Kegiatan begini bagus daripada lokasi gereja hanya penuh dengan rumput taikabala, kalau api datang selesai sudah,� ujar salah satu anggota jemaat saat menyaksikan penanaman pinang yang dilakukan oleh pasangan Ferdi Pahawali dan Dina Mariana Dopu Mbitu, calon penerima akta pernikahan pada Minggu, 15 Oktober 2017.
Apresiasi juga diberikan gereja pusat jemaat Utapambapang. Bahkan kebijakan ini diharapkan dapat di ru oleh gerejagereja lainnya. “Penanaman pohon oleh penerima akta gerejawi sangat berguna dan sangat pen ng, karena bisa sebagai pengingat bagi anak cucunya di masa depan. Harapan saya kebijakan ini akan diiku oleh gereja-gereja lainnya. Saya rencana juga akan membawa pada rapat paripurna gereja,� kata tokoh gereja pusat, sekaligus pendiri jemaat Utapambapang, H.B Mehang Pratu.
87
perubahan dari lapangan Kelompok Kerja Konservasi GKS juga telah membagi lahan seluas 2 Ha menjadi empat bagian sesuai dengan lingkungan. Se ap ketua lingkungan bertanggung jawab terhadap bagiannya masing-masing dan memiliki kalender kerja untuk se ap minggu. POKJA Konservasi GKS Utapambapang Oktavianus Rada Hawu (Ketua Pokja) Samuel Waluwandja (Bendahara) Daud Meta Yiwa (Ketua Lingkungan I)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Umbu D. Hering Majangga Elisabet B. Pihu Stefanus Mangi Mita Darius Umbu Atang Umbu Tay Nelis Umbu Handanga Haryono K. Manudjawa Djobu Manangan Hamu Yunus Tara Landu Seprianus Taka Hau Lakar Remi Ka Fredi Nggimu Rihi Kornelis D. Pedi Lawu Nendir Sunarto H. Andung
Umbu Hina Marumata/ Umbu Nelis (Ketua Lingkungan II) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.
Umbu Yafet Umbu Hina Lala Praig Umbu Aris Umbu Nai Djobu Daniel D. Landu Meha Hendrik Hering K. Langga Wudi Martha T. Hana Zetmin Waluwanja Panda Djula M. Djawa Mara K. Pale Wali Antonius T. Awang Umbu yanus Umbu Yudi Rambu Lemba
Ma us Manudjawa (Ketua Lingkungan III)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Monica T. Hana Yulius K. Limu Lukas K. Mabani Balla Njurumana An nius Takanjanji Bomba Ndaha Ma us H. Mbewa Musa H. Mbay Jefri K. Amah Yohanes Ndapa Otu Umbu Hina Marumata Namung K. Kualambani Soleman Mangi Tana Rambu Yowa Enga Lika
Enos Mbaku Tarahangga (Ketua lingkungan IV)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Enos Baku Tarahangga Yeremias U. R. Lunggi Luji Larat M. Jawamara Adrianus Dj. Mabani Ye a Ndelu Karumata Njuku Hamba Wali Ferdi P. Wali Hrun B. P. Deru Lota Ana Awang Aser H. Saroni U. Hamuli Joni M. Praing.
Melalui perjuangan bersama, lahan yang semula dipenuhi semak belukar mulai dipenuhi beragam jenis tanaman. Terdapat 605 pohon yang terdiri atas salam, injuwatu, cendana, ja merah, pinang, mahoni, johar, gmelina, dan nangka yang tumbuh di lahan itu. Kebahagiaan dan harapan terpancar dari raut-raut muka anggota Pokja ke ka mereka berada di lahan konservasi.
88
“Kalau pohonnya sudah besar nan kita sudah bisa bangun gereja yang besar sekali dan kita juga kalau bangun rumah bisa minta dari sini�, ungkap Monika Tanggu Hana, salah satu anggota jemaat yang selalu hadir saat ada kegiatan, sambil mengama daun ja yang sudah selebar telapak tangannya. Kegiatan konservasi di lahan gereja ini akan terus dilanjutkan. Ada rencana dari Pokja Konservasi untuk menambah 1 hektar lahan konservasi pada musim tanam berikutnya. Dengan demikian, ada harapan kegiatan konservasi ini dapat berkelanjutan. Apalagi GKS Utapambapang Cabang Mangga Manung telah mewajibkan se ap jemaat penerima akta gerejawi untuk menanam pohon.
Bangkit dari Sisa Kebakaran Maria Anajua Terbiasa Membakar Padang Desa Rakawatu merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Lewa, Kabupaten Sumba Timur. Kondisi alamnya berbukit-bukit dan gersang. Padang ilalang mendominasi vegetasi di wilayah ini. Mata pencaharian masyarakat pada umumnya bertani di lahan kering dan beternak. Berdasarkan monograďŹ 2015, Desa Rakawatu masih memiliki lahan kri s seluas 2.000 Ha. Lahan seluas itu hanya dimanfaatkan sebagai tempat menggembalakan ternak besar. Jumlah ternak besar seper sapi, kerbau, dan kuda yang dipelihara oleh masyarakat dan merumput di padang penggembalaan mencapai lebih dari 3.000 ekor. Kebanyakan ternak tersebut milik orang dari luar desa yang pemeliharaannya di pkan kepada penduduk setempat dengan sistem bagi hasil. Kebakaran padang yang terjadi se ap akhir musim kemarau nampaknya berhubungan erat dengan kebutuhan ternak terhadap pakan. Pada umumnya, masyarakat Sumba berpendapat bahwa membakar padang bisa membersihkan sisa-sisa rumput kering yang dak dimakan ternak. Dengan demikian, kualitas rumput muda yang tumbuh pada musim hujan akan menjadi lebih baik. Oleh karena itulah kebakaran padang dianggap hal yang biasa saja.
89
perubahan dari lapangan Menghijaukan Padang Kosong Desa Rakawatu adalah salah satu desa lokasi Proyek Subur Makmur DAS Kadahang (SMDK), sejak bulan Agustus 2016. Di Rakawatu, Proyek SMDK mendampingi ga kelompok, yaitu dua kelompok yang mengembangkan wanatani dan satu kelompok yang mengembangkan pakan ternak. Ke ga kelompok tersebut mengembangkan usaha kebun di lahan milik individu anggota kelompok. Di luar 3 kelompok tadi, proyek juga mendorong desa melakukan kegiatan konservasi di lahan kri s.
Kegiatan konservasi dilakukan mulai Januari 2017. Hal itu ditandai dengan pelaksanaan sosialisasi kegiatan yang dihadiri Kepala Desa Rakawatu, Yakub T. Bidi Konda, dan beberapa tokoh adat, dan masyarakat. Pada kesempatan itu, dijelaskan metode, manfaat, dan teknologi yang akan diterapkan dalam kegiatan konservasi lahan. Gagasan ini ternyata disambut dengan antusias oleh Pemdes dan tokoh-tokoh adat. Pertemuan ini menghasilkan kesepakatan untuk melakukan konservasi pada lahan kri s seluas 2,25 Ha di Bukit Lapuda yang terletak di Dusun Palahonang RT 12 RW 06. Lokasi ini dipilih untuk mengamankan embung yang ada di bawahnya dari sedimentasi yang diakibatkan oleh erosi. Pada pertemuan itu disepaka pula pembentukan Kelompok Kerja (Pokja) Konservasi. Pokja beranggotakan 11 orang dan diketuai Tay Hunga Meha. Pokja Konservasi ini kemudian dinamakan Kata Pi Wannya. Hampir ap bulan, bahkan kadang dua minggu sekali, diselenggarakan pertemuan Pokja Konservasi. Dalam pertemuan kedua, empat orang dari Kelompok Suka Maju bergabung ke dalam Pokja Konservasi, sehingga anggota kelompok bertambah menjadi 15 orang. Pada pertemuan berikutnya, beberapa anggota kelompok mengusulkan perubahan nama kelompok menjadi Marada yang dalam Bahasa Indonesia berar padang kosong yang belum ditanami. Pengusulan nama baru tersebut didasarkan atas cita-cita mereka yang mulai bekerja dari sebuah bukit yang kosong. Mereka berharap, pada saatnya nan akan menikma bukit yang penuh dengan pohon rindang.
90
perubahan dari lapangan Untuk merealisasikan cita-cita tersebut, proses penyusunan rencana kerja bulanan dibuat Pokja Marada bersama-sama dengan aparat desa. Berdasarkan perencanaan yang telah dibuat, se ap anggota bertanggung jawab atas lahan seluas 15 are (0,15 Ha). Tanggung jawab tersebut termasuk pembersihan lahan, pembuatan lubang tanam, penanaman, dan pemeliharaan tanaman.
Pembersihan lahan dan pembuatan lubang tanam dilakukan oleh masing-masing anggota kelompok. Se ap anggota membuat lubang tanam sebanyak 195 buah dengan lebar 20 cm dan kedalaman 30 cm. Penanaman dilakukan pada Februari 2017. Terdapat 2.925 anakan tanaman umur panjang berupa mahoni, gmelina, pinang, injuwatu, dan salam yang didistribusikan oleh Proyek SMDK.
Kesepakatan-kesepakatan yang telah dibangun kemudian dituangkan ke dalam berita acara yang ditandatangani oleh Kepala Desa Rakawatu dan Ketua Kelompok Kerja Konservasi Marada. Berita acara inilah yang dijadikan bahan pegangan anggota Pokja sebagai pengelola lahan konservasi sekaligus sebagai pemanfaat dari hasil tanaman yang ditanam.
Selain itu, Pokja Konservasi Marada juga menyediakan bibit iwi, litang, lua, keladi, ubi jalar, dan ganyong secara swadaya. Alhasil, total luas lahan yang ditanami dengan berbagai jenis tanaman umur panjang dan tanaman umbi-umbian itu mencapai 2,25 Ha. Untuk menghindari gangguan ternak lepas, lahan konservasi dikelilingi pagar hidup berupa tanaman gamal hasil swadaya kelompok yang diperkuat kawat berduri dari Proyek SMDK. Sedangkan untuk mencegah perambatan api pada saat kebakaran padang, Pokja juga telah membuat ilaran api di sekeliling lahan konservasi. Sementara itu, untuk mengairi tanah dan tanaman, Pokja menerapkan teknologi irigasi tetes dengan memanfaatkan ruas bambu pada se ap anakan yang ditanam. Dua kali dalam seminggu, yaitu Rabu dan Jumat, ruas bambu diisi air. Biasanya yang melakukan kegiatan ini adalah kaum perempuan. Perjalanan panjang untuk menghijaukan bukit yang tandus sudah ditempuh oleh anggota Pokja. Hasilnya secara perlahan mulai terlihat. Dari 2.925 anakan tanaman umur panjang yang ditanam, sampai dengan Agustus 2017 tercatat 2.650 anakan yang bertahan hidup. Selain itu, anggota Pokja pun sudah bisa menikma hasil panen ubi jalar.
91
perubahan dari lapangan Mimpi Buruk di Siang Bolong Hari yang paling menyakitkan bagi Pokja Konservasi Marada terjadi pada 1 September 2017, sekitar pukul satu siang. Entah dari mana api berasal, secara ba- ba terjadi kebakaran di areal konservasi. Hembusan angin sehingga membuat api cepat menyebar. Saat itu, Yudi Nggau Behar, salah satu anggota Pokja Konservasi, sedang membersihkan tanaman di lahan konservasi. Ia pun segera berusaha memadamkan api dengan alat seadanya. Namun karena angin ber up cukup kencang, api dengan cepat merambat ke seluruh areal konservasi dan menghanguskan tanaman. “Saya dak bisa berbuat banyak karena saat itu angin sangat kencang. Saya hanya bisa berusaha sebisanya untuk mencegah api merambat. Saya sangat terpukul. Lahan yang tadinya sudah menghijau, dalam sekejap berubah menjadi hitam. Walaupun demikian, secara pribadi saya tetap mempunyai semangat untuk mempertahankan tanaman yang masih tersisa,� kata Yudi Nggau Behar, ke ka ditemui sehari setelah kebakaran. Perasaan kecewa dan sakit ha dialami oleh semua anggota Pokja. Mereka sangat terpukul, karena pengorbanan yang mereka lakukan selama ini, hilang begitu saja dalam sekejap. Padahal mereka berharap bisa menikma lahan yang hijau dipenuhi tanaman, bukan menikma bukit yang gersang. “Mengapa harus terjadi kebakaran pada saat saya dak berada di rumah? Semua jerih payah kami selama ini menjadi sia-sia. Saya sudah berusaha untuk mengajak teman-teman untuk bekerja,� kata Ketua Pokja Konservasi, Tay Hunga Meha sambil meni kkan air mata ke ka ditemui paska kebakaran.
92
Bangkit dari Rasa Sakit Meski demikian, kebakaran itu dak memusnahkan seluruh anakan. Tercatat ada 729 anakan yang tersisa dan masih bertahan hidup. Hal ini sedikitnya mampu menjadi pengobat luka ha yang dirasakan Pokja Konservasi. Mereka kemudian bersepakat untuk merawat anakan yang tersisa dan siap menanam kembali di lahan konservasi pada musim tanam berikutnya secara swadaya.
perubahan dari lapangan Semangat mereka pun bertambah ke ka Proyek SMDK menjanjikan pembuatan sumur gali di sekitar lahan konservasi. Mereka menyambut baik rencana tersebut karena sebelumnya harus berjalan sejauh 3 km agar bisa mendapatkan air untuk menyiram tanaman. Bahkan secara swadaya, Pokja Konservasi berhasil mengumpulkan ga truk batu gunung yang dipersiapkan untuk pengerjaan sumur gali.
93
perubahan dari lapangan D e n ga n b e r b e ka l s e m a n gat , Po k j a Konservasi Marada mencoba menata kembali apa yang sudah dirin s sebelumnya dan mencari cara baru mengelola api. Cara itu adalah dengan mengolah lahan di sekeliling pagar dan menanaminya dengan kunyit, lua, litang, dan iwi agar api dak merambat ke lahan konservasi. Pada akhirnya Pokja Konservasi berharap dapat menikma hasil jerih payah mereka dalam pemenuhan kebutuhan jangka pendek, berupa pangan dan kayu bakar. Sedangkan untuk jangka panjang, mereka berharap dapat meningkatkan ketersediaan kayu bangunan. Melalui peningkatan luas tutupan lahan, mereka juga berharap ko n s e r v a s i y a n g d i l a k u k a n d a p a t bermanfaat bagi lingkungan.
94
Sekolah Lapang Petani ala Sumba Rahmat Adinata Ternak dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Sumba merupakan sesuatu yang vital. Ada is lah “Bukan Orang Sumba jika dak memiliki ternak”. Ar nya, sepahit apapun dalam hidupnya, orang Sumba pas akan memelihara ternak satu atau dua ekor ternak yang dirawat di sekitar rumahnya. Ternak sudah menjadi bagian yang dak terpisahkan. Begitu pun dengan pertanian, ternak dan pertanian sangat saling membutuhkan. Kotoran ternak dibutuhkan untuk keberlangsungan bertani. Sedangkan limbah pertanian bisa dimanfaatkan sebagai pakan ternak.
Namun demikian, pola pemeliharaan ternak masih dilakukan dengan cara yang sederhana. Ternak dilepas begitu saja di padang rumput. Sedangkan jika jumlahnya banyak, maka ternak itu digembalakan. “Ya, begitu saja, sebab sudah sejak nenek moyang mau bagaimana lagi?” ucap Daniel M. Hetu, warga Desa Bidihunga, Kecamatan Lewa, Kabupaten Sumba Timur. “Masyarakat di sini ternaknya jika dak dikandangkan, ya dilepas begitu saja di padang rumput,” tutur Soleman U.H. Lala Praing, mantan kepala Desa Bidihunga.
95
perubahan dari lapangan Menurut sebagian warga, ke ka musim kemarau harga daging ternak, utamanya sapi, meningkat tajam. Namun bila musim hujan harganya terhitung murah. Penurunannya bisa mencapai kisaran 20-30 persen ap ekornya. ”Musim kemarau pakan sulit, sebab padang rumput kering. Sedangkan musim hujan pakan melimpah. Namun, harga ternak turun sekitar Rp700 ribu hingga Rp1 juta dari se ap ekornya. Ini kendala bagi kami,“ ungkap Yakob T. Bidikonda, mantan Kepala Desa Rakawatu, Kecamatan Lewa, Kabupaten Sumba Timur. Metode Belajar Sekolah Lapang Untuk membangun kesadaran masyarakat agar mengelola ternak secara berkelanjutan, salah satu cara yang dilakukan Proyek Subur Makmur DAS Kadahang adalah melalui sekolah lapang. Metode yang diterapakan sekolah lapang adalah metode belajar “melihat dan melakukan”. Materi belajar 85 persen prak k langsung, teori hanya 15 persen. Dengan melihat dan mengalami sendiri melalui
prak k langsung, diharapkan petani akan mampu menerapkannya sendiri di lahan masing-masing. Sebagai contoh, petani diajak untuk melakukan pengamatan lapangan terhadap tanaman padi di sawah. Melalui pengamatan tersebut, petani akan mampu membedakan mana hama dan mana penyakit, serta mana musuh alami dan mana sahabat petani yang menguntungkan. Karena selama ini jika tanaman diserang oleh hama maupun penyakit, selalu yang dipikirkan bagaimana membasminya, bukan mencari penyebabnya. Cara ini mendorong peserta sekolah lapang menjadi petani, peneli , dan pemimpin di lahannya sendiri. Bahkan mendorong petani menjadi pemandu bagi petani lainnya. Materi pembelajaran dalam sekolah lapang yang diselenggarakan oleh Konsorsium DAS Kadahang adalah pembuatan pakan ternak besar dan kecil, pembuatan nutrisi ternak, pembuatan pupuk organik padat serta cair, pembuatan pes sida alami, seleksi benih padi sehat pola SRI (System Rice of Intensifica on) dan ekosistem. “Dengan adanya sekolah lapang seper ini petani cepat paham, sekalipun dak bisa baca tulis, sebab bisa dilihat serta dirasakan langsung,” ujar Marlina, seorang petani peserta sekolah lapang dari Desa Praihambuli. Materi ekosistem dalam sekolah lapang, merupakan dasar dalam pembelajaran petani. Alasannya, dari proses pembelajaran tersebut, para petani akan menyadari bahwa makhluk atau tumbuhan yang satu dengan makhluk yang lainnya saling memiliki ketergantungan. Harapannya para petani, peserta Proyek SMDK memiliki kesadaran terhadap kelestarian lingkungan.
96
perubahan dari lapangan ”Selama ini karena kami dak tahu. Kalau mau buka lahan, kami membakar lahan atau menggunakan obat pembasmi rumput. Rupanya banyak tumbuhan yang akan musnah. Belum lagi makhluk hidup di dalam tanah akan ma . Setelah mengetahui dampak nega fnya te r h a d a p l i n g ku n g a n , j a d i merinding juga,” kata Stepanus Janggadewa, peserta sekolah lapang dari Desa Kambuhapang. Pembahasan materi tentang pupuk organik juga telah membuka mata para petani peserta sekolah lapang. Mereka baru mengetahui bahwa sesuatu yang tadinya dak berharga, setelah diolah ternyata bisa memiliki nilai.
“Sudah saya berikan ke ternak peliharaan saya. Ternyata ada perubahan, nafsu makannya meningkat. Kemudian kotorannya dak bau. Ini sangat ramah lingkungan. Bahannya juga sangat mudah didapat,” kata Agus lagi sambil menunjukkan sisa nutrisi ternak yang telah diberikan pada ternak miliknya. Ketahanan Pengetahuan Petani Mengubah petani untuk melakukan cara-cara baru sangatlah sulit. Sebab secara budaya, kebiasan yang mereka lakukan sudah dilakukan turun temurun. Namun dengan sekolah lapang, petani akan mudah mengiku nya. Sebab cara-cara baru itu disampaikan menggunakan bahasa petani yang sederhana, bukan menggunakan bahasa akademisi. Pengalaman di lapangan menunjukkan bagaimana ide-ide baru dapat diserap dan dipahami petani. Mereka pun
“Tadinya pupuk kandang kami biarkan saja, dak pernah kami manfaatkan. Kami hanya mengharap bantuan pupuk kimia yang dak pernah kunjung datang. Kadang kita sudah mau panen bantuan baru datang,” papar Agus nus Njurumana, sekretaris kelompok tani dari Desa Kondamara. Agus nus Njurumana juga telah berhasil membuat nutrisi untuk ternaknya. Nutrisi itu sudah pula diberikan kepada ternak miliknya.
97
perubahan dari lapangan diharapkan mampu menerapkan materi sekolah lapang dalam kehidupan sehari-hari. “Dari hasil aplikasi di lapangan, penggunaan pupuk organik baik padat maupun pupuk cair, sudah terbuk bagus bagi perkembangan tanaman yang kami budidayakan. Kami telah gunakan pupuk itu ke padi, sayuran, serta tanaman umur panjang,” ujar Agus Raralunggi, petani dari Desa Bidihunga. Dengan pengetahuan yang diperoleh dari sekolah lapang, Agus Raralunggi dak perlu lagi merasa jijik ke ka harus menyentuh kotoran hewan yang masih basah atau masih hijau dan mengolahnya menjadi pupuk organik.
“Karena sudah menjadi kebutuhan untuk tanaman, sekarang ini sudah menjadi kebiasaan. Semua bahan yang dibutuhkan sudah tersedia. Selama ini sebelum mengetahui cara fermentasi kotoran hewan untuk dijadikan pupuk, para petani selalu berharap pada pupuk kimia,” kata Agus Raralunggi. Selain itu, petani juga mendapat pengetahuan mengenai pes sida alami dan cara pembuatannya. Petani menjadi tahu fungsi dari pes sida alami untuk penanggulangan hama serta penyakit tanaman. “Kami jadi paham dan mengetahui mana yang sifatnya kontak ataupun sistemik. Apalagi bahan-bahannya juga mudah didapatkan, seper Iwi atau ubi gadung, batrawali, daun nimba dan yang lainnya,” tutur Agus Raralunggi. Dari pengalaman di lapangan dapat disimpulkan bahwa metode sekolah lapang memudahkan petani dalam menyerap pengetahuan. Metode ini juga menumbuhkan kesadaran baru bagi petani akan ar pen ng melakukan prak k usaha tani yang ramah lingkungan. Hal ini menunjukkan bahwa dalam konteks program “Ketahanan Pangan”, seharusnya ketahanan pengetahuan petani yang harus digarap terlebih dahulu. Dengan demikian, diharapkan ada perubahan pengetahuan dan kesadaran petani sehingga akan mampu memandirikan pangan di daerah secara berkelanjutan. Diharapkan Sumba dapat menjadi Pulau Organik melalui pertanian ekologisnya, dan mampu menjadi rujukan bagi para petani Nusantara.
98
Mengenalkan Konservasi di Bangku Sekolah Marthinus Malo Kaka
Manusia sangat tergantung kepada alam dan lingkungan di sekitarnya. Daya dukung alam dan kualitas lingkungan akan berbanding lurus dengan kualitas hidup manusia. Oleh sebab itu upaya menjaga lingkungan hidup menjadi keharusan.
konservasi ini sebaiknya dilakukan sejak usia dini. Tetapi sayangnya, kurikulum di sekolah-sekolah kurang memberikan ruang, sehingga peserta didik kurang mendapat pengetahuan mengenai konservasi dan pelestarian alam.
Menjaga lingkungan hidup menjadi tanggung jawab bersama. Se ap kita harus berupaya untuk mempertahankan dan meningkatkan daya dukung alam. Pengenalan nilai-nilai
Dalam kondisi seper itu, maka upaya-upaya yang dilakukan pihak sekolah dalam menyebarkan pengetahuan tentang konservasi dan pelestarian alam kepada peserta didik patut
99
perubahan dari lapangan mendapat apresiasi. Hal ini seper yang terjadi di SD Inpres Prailangina dan SMP Satap Kangeli, yaitu dengan menerapkan kegiatan kebun sekolah sebagai bagian dari bahan ajarnya.
melakukan pendampingan di SMP Satap Kangeli, meskipun pada awalnya pendampingan di ngkat sekolah ini dak termasuk dalam rencana proyek. Kegiatan pendampingan di sekolah ini bermula dari keterlibatan Yohana Ngenjo, Kepala SMP Satap Kangeli dalam kegiatan yang difasilitasi Proyek SMDK di Desa Laihau. Sebagai warga Desa Laihau, Yohana mendapat undangan untuk mengiku pela han pengolahan produk pangan lokal dan pengemasannya yang diselenggarakan oleh Proyek SMDK pada 2 Oktober 2017. Yohana menilai materi pela han sangat berguna dan mudah untuk diterapkan. Apalagi bahan-bahan yang dibutuhkan banyak tersedia. Dengan demikian, dak ada kesulitan berar untuk memprak kkannya sendiri di rumah.
Kebun Sekolah di SMP Satap Kangeli SMP Satap Kangeli berada di Desa Kangeli Kecamatan Lewa Tidahu, Kabupaten Sumba Timur. Dari keseluruhan lahan milik sekolah, di belakang gedung sekolah tersedia lahan berukuran 5 meter x 25 meter. Lahan ini kemudian diolah menjadi kebun sekolah dan ditanami berbagai jenis sayuran seper sawi, kol, bayam, dan cabe yang semuanya ditanam di atas bedengan. Sedangkan untuk meningkatkan hasil, seluruh tanaman diberi pupuk secara teratur. Namun pupuk yang digunakan masih b e r u p a p u p u k k i m i a , ya n g s e s u n g g u h nya d a p a t membahayakan lingkungan. Pola berkebun semacam itu mengalami perubahan setelah kehadiran Proyek SMDK yang
100
perubahan dari lapangan
Sebagai pengajar, Yohana menilai pengetahuan yang diperoleh dari pela han dapat disebarkan kepada anak didiknya. Selain dapat mendorong kemandirian, materi yang disampaikan cocok untuk dijadikan materi muatan lokal di sekolah yang dipimpinnya. Untuk itu, Yohana meminta kepada Proyek SMDK untuk mengadakan pela han serupa di SMP Satap Kangeli. Yohana kemudian berkoordinasi dengan Ketua Komite Sekolah yang dipimpin Pendeta Melvin Ndamalotang. Keinginannya ternyata mendapat dukungan dari Komite Sekolah. Akhirnya melalui serangkaian pembicaraan dengan pengelola Proyek SMDK, pela han itu pun dapat terlaksana pada 7 Oktober 2017. Materi pela han yang diberikan melipu pembuatan kripik talas dan singkong serta pembuatan manisan pepaya dan mangga. Selain itu, juga dikenalkan cara membuat pupuk organik padat dan cair berbahan dasar daun gamal dan turi.
Para peserta tampak mengiku pela han ini dengan serius. Hujan yang turun ba- ba juga dak menyurutkan semangat mereka. Mereka bahkan bahu-membahu memindahkan bahan-bahan pela han dari halaman sekolah ke dalam ruangan kelas untuk menghindari hujan. Akhirnya pela han pembuatan pupuk pun dapat terselesaikan. Kegiatan dilanjutkan dengan prak k lapang pada 7 November 2017 di kebun sekolah dengan materi pengisian pupuk padat ke lubang tanam yang dipersiapkan untuk tanaman umur panjang dan penggunaan pupuk cair untuk penyiraman tanaman sayuran. Selain itu, pendamping lapangan juga memfasilitasi pembuatan pagar kebun serta mempersiapkan kegiatan olah jalur dan olah lubang. Keesokan harinya, dilakukan penanaman tanaman umur panjang. Tercatat 30 anakan yang disediakan Proyek SMDK ditanam di kebun sekolah. Anakan yang ditanam terdiri atas lima anakan sukun, lima anakan mangga, sepuluh anakan alpukat, dan sepuluh anakan nangka.
101
perubahan dari lapangan Pada kegiatan prak k lapangan tersebut, peserta didik juga dikenalkan dengan sistem irigasi tetes. Dengan sistem ini tanaman dan areal tanam pada kebun sekolah memproleh pasokan air yang cukup terutama pada musim kemarau. Dalam waktu yang rela f pendek, pela han yang dilakukan di SMP Satap Kangeli ternyata mampu menghasilkan buk nyata. Selain bisa menghasilkan pupuk organik, peserta didik pun mampu membuat dan mengemas keripik singkong, serta menjualnya di koperasi sekolah. Hasil penjualannya kemudian mereka simpan sebagai tabungan. Pendampingan di SD Inpres Prailangina Proyek SMDK juga melakukan pendampingan di SD Inpres Prailangina, Desa Napu, Kecamatan Haharu. Seper yang terjadi di SMP Satap Kangeli, kegiatan ini diawali ketertarikan salah satu guru di sekolah tersebut. Adalah Yulius Nganggu yang menghubungkan sekolah dengan Proyek SMDK.
102
Yulius Nganggu adalah salah seorang penerima manfaat dari Proyek SMDK di Desa Napu. Pada suatu waktu, ia berkesempatan mengiku pela han pembuatan pupuk organik padat yang diselenggarakan Pokja Konservasi. Setelah mengiku pela han, Yulius merasa pengetahuan yang ia dapatkan perlu ditularkan kepada peserta didik di SD Inpres Prailangina. Ia pun berharap Proyek SMDK melakukan pela han serupa di sekolah tersebut. Sebagai ndak lanjut, Yulius pun kemudian menghadap Kepala SD Inpres Prailangina, Hanggu Tangara Wulang. Ia bercerita tentang kegiatan pembuatan pupuk padat yang mudah dilakukan oleh se ap orang, termasuk murid-murid SD. Karena itu, ia mengusulkan agar pela han pengolahan pupuk juga dilakukan di sekolah. Cerita yang disampaikan Yulius itu ternyata menarik minat kepala sekolah. Pela han semacam itu dinilai akan sangat
perubahan dari lapangan
berguna jika diberikan pula kepada murid-murid SD. Selain sebagi bekal pengetahuan dan keterampilan, kegiatan tersebut dapat dijadikan sarana untuk mengenalkan pelestarian lingkungan dan konservasi kepada murid-murid SD. Akhirnya disepaka untuk menyelenggarakan pela han pembuatan pupuk di sekolah. Bahkan kegiatan ini akan dijadikan sebagai kegiatan ekstra kurikuler. Yulius pun kemudian diminta untuk berkoordinasi dengan Proyek SMDK. Setelah melalui pembicaraan lebih lanjut, pela han pun dapat terlaksana pada 10 Oktober 2017. Kegiatan ini melibatkan 86 siswa yang berasal dari kelas 4, 5, dan 6. Pa d a p e l a h a n i n i , m e re ka diminta untuk membawa daun gamal dan daun turi muda sebagai bahan dasar pembuatan pupuk organik, sedangkan guru membawa kotoran ternak.
B a h a n - b a h a n i t u ke m u d i a n dikumpulkan dan diolah sedemikian rupa hingga m e n g h a s i l ka n p u p u k p a d at organik seberat 500 kg. Berdasar kesepakatan, pupuk organik yang dihasilkan akan digunakan di kebun sekolah yang berukuran 100 meter x 20 meter. Selain memberikan pela han, pada saat bersamaan Proyek S M D K j u ga m e m b e r i ka n 3 0 anakan untuk ditanam di kebun sekolah, yang terdiri atas lima anakan mangga, sepuluh anakan nangka, sepuluh anakan alpukat, serta lima anakan mahoni. Sesuai dengan kesepakatan, pada 7 November 2017, Proyek SMDK melakukan pendampingan lanjutan. Kegiatan yang dilakukan di antaranya adalah pembersihan l a h a n , p e n a n a m a n a n a ka n , pembuatan pagar di sekeliling kebun sekolah, dan pemasangan kawat berduri.
103
perubahan dari lapangan Mengingat kegiatan pembuatan pagar dan pemasangan kawat berduri mengandung risiko, pihak sekolah meminta orang tua siswa dari seluruh kelas untuk ikut terlibat. Kegiatan dilakukan se ap Jumat hingga sekeliling kebun sekolah terpasang pagar. Permintaan dari Sekolah Lain Kegiatan yang dilakukan Proyek SMDK di SD Inpres Prailangina dan SMP Satap Kangeli ini ternyata menginspirasi sekolah lain. Sebuah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Desa Mbilur Pangadu, Kecamatan Umbu Ratu Nggay, Kabupaten Sumba Te n ga h m e m i nta P roye k S M D K u nt u k m e l a ku ka n pendampingan di sekolahnya. Seper di kedua sekolah sebelumnya, keinginan itu muncul dari salah seorang guru
104
yang mengajar di SMK tersebut, yang juga merupakan anggota dari Pokja Konservasi. Dengan mempelajari apa yang terjadi di SD Inpres Prailangina dan SMP Satap Kangeli, pihak SMK Mbilur Pangadu berharap Proyek SMDK dapat memberikan pengetahuan mengenai cara membuat pupuk padat, pupuk cair, dan pes sida berbahan organik. Selain itu, mereka juga berharap ada pela han pembuatan pakan dan nutrisi ternak di sekolahnya. Mungkin akan ada permintaan serupa dari sekolah yang lain di desa lain. Terlepas dari jenis permintaan yang diajukan masing-masing sekolah, ini adalah kesempatan bagi para pelaku konservasi untuk menyebarluaskan ide-idenya demi menjaga daya dukung dan kelestarian alam.
Membuat Perdes yang Adil dan Setara Ipu Yanggu
Petani dan peternak di Sumba bagaikan dua sisi mata uang. Keduanya saling berpunggungan, tapi dak bisa dipisahkan. Keduanya merupakan satu kesatuan, tapi sulit untuk seiring sejalan. Di antara mereka sering terjadi perseteruan yang disebabkan kerusakan tanaman di lahan pertanian akibat ternak lepas. Daya dukung alam yang semakin rendah telah membuat ternak terpaksa dilepasliarkan untuk mencari sumber pakan. Naluri hewaninya menuntun ternak-ternak untuk mencari sumber pakan terdekat. Salah satunya adalah kebun-kebun petani yang masih terdapat hijauan tanaman. Dalam kondisi seper itu, kebun-kebun akan menjadi tujuan dari hewan yang lapar. Kawanan ternak itu akan masuk ke kebun untuk mencari makanan. Selain itu, pergerakannya yang dak beraturan mengakibatkan banyak tanaman yang rusak. Celakanya, kejadian ini terjadi pada masa menjelang panen. Akibatnya, banyak petani mengalami gagal panen. Dalam kondisi ini, amarah petani bisa memuncak. Tidak sedikit petani yang melampiaskan emosinya dengan menyaki ternak.
105
perubahan dari lapangan “Se ap tahun, peris wa ini terus terulang. Sering kali pemilik lahan melukai, bahkan membunuh ternak yang masuk ke kebun dan sawah,� ujar Sekretaris Desa Bidihunga, Yohana Rambu Lodawahaku. Fenomena ini merugikan kedua belah pihak. Petani merugi karena tanamannya rusak dan gagal panen. Sedangkan peternak merugi karena nilai jual ternaknya berkurang, bahkan mungkin saja jumlah ternaknya berkurang. Peraturan dan Kebutuhan Berdasar kajian awal yang dilakukan Proyek SMDK, aturan yang terkait dengan persoalan ini belum ada. Kalau pun ada, peraturan yang ada dak menempatkan keduanya dalam posisi setara. Keberadaan Perda Sumba Timur Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kepemilikan dan Pemeliharaan Ternak, kurang mendapat apresiasi dari peternak, karena dak mengatur hubungan petani-peternak, dan cenderung memberatkan peternak. Akibatnya, Perda tersebut dak bisa diterapkan langsung di pedesaan. Bahkan Perda ini pun sulit untuk diturunkan menjadi Peraturan Desa (Perdes). Upaya-upaya yang dilakukan di ngkat desa untuk membentuk Perdes sering kali gagal karena ada resistensi dari pemilik ternak, termasuk di Desa Bidihunga. Prakarsa untuk membuat Perdes pernah dilakukan oleh Pemerintah Desa Biduhunga. Menurut Kepala Desa Bidihunga, Rudi U.W. Njurumana, pihaknya bahkan sudah memiliki dra Rancangan Perdes. Namun ke ka dra itu disosialisasikan, terjadi penolakan dari masyarakat.
106
“Kami bersama BPD sudah mempunyai dra Ranperdes Pener ban Ternak. Tetapi ke ka disosialisaasikan, pemilik ternak menolak karena sudah ada pagar umum dimana ternak berada di luar pagar umum. Selain itu, ternak kuda juga dak bisa dikandangkan,� ujar Rudi. Selain itu, pemilik ternak keberatan karena dra Ranperdes itu hanya mengatur tentang kepemilikan dan pemeliharaan ternak. Mereka merasa dituduh sebagai sumber masalah dalam kasus gangguan ternak pada lahan pertanian.
perubahan dari lapangan Karena mendapatkan penolakan, dra ini dak di ndaklanju . Pemerintah desa juga dak mau memaksakan dra ini menjadi Perdes. Selain mendapat penolakan, pada kenyataannya dra itu bukan diperoleh dari penggalian kebutuhan dari masyarakat. Rudi khawa r jika dipaksakan, dra itu akan menimbulkan konik di kemudian hari. Sebagai penggan peraturan, Pemerintah Desa Bidihunga kemudian menyusun kesepakatan bersama dengan warganya. Bu r kesepakatan itu diantaranya adalah pembuatan pagar pemisah antara padang penggembalaan dan lahan pertanian, serta pembuatan pagar sekeliling lahan pertanian oleh pemilik lahan. Namun kesepakatan tersebut hanyalah sebuah himbauan yang dak mengikat. Akibatnya ke ka muncul permasalahan, dak ada dasar aturan yang dapat dipakai sebagai acuan menyelesaikan persoalan.
Berunding dalam Posisi Setara Untuk mengisi kekosongan peraturan terkait konik petanipeternak, Pemdes Bidihunga berinisia f untuk menyusun Perdes yang lebih par sipa f. Difasilitasi oleh Staf Proyek SMDK, melakukan penjajakan kebutuhan, memahami persoalan terkait pertanian dan peternakan. Dari hasil penjajakan ini, kemudian dituangkan dalam sebuah dra Rancangan Peraturan Desa (Ranperdes). Selanjutnya, Pemdes Bidihunga menggelar Musyawarah Desa (Musdes) yang melibatkan seluruh pemangku kepen ngan, untuk membahas dra Ranperdes. Musdes pertama dihadiri oleh 58 orang yang berasal dari perwakilan dusun, RT, tokoh masyarakat, BPD, pemerintah desa, pemerintah kecamatan, dan aparat keamanan. Dalam Musdes ini dibahas masalah dan gagasan yang terkait dengan pengelolaan ternak dan tanaman. Pada saat itu, peserta Musdes terlihat antusias dan diskusi pun berjalan dinamis. Se ap peserta menyampaikan gagasan dan pendapatnya. Perdebatan terhangat terjadi di antara petani dan peternak. Petani merasa sering jadi korban dari pemilik ternak. Sedangkan peternak juga merasa dirugikan ke ka ternaknya luka atau ma . Perdebatan ini berlangsung alot. Masing-masing pihak mencoba mempertahankan argumennya. Dalam kondisi sepe ini, Camat Lewa, Markus Mbaha Ndakumanungu mencoba menengahinya. “Masalah ini sulit untuk dipecahkan. Bagi petani, sampai kapan pun tetap melihat ternak sebagai ancaman. Sedangkan pemilik ternak tetap melihat sebagai asset. Oleh karena itu kita harus bisa mengatur hal yang umum yang bisa dilaksanakan,â€? ujar Markus.
107
perubahan dari lapangan Pendapat dari Camat Lewa itu kemudian diperkuat dengan pernyataan Stepanus Makambombu, yang hadir sebagai narasumber pada kegiatan tersebut. Menurutnya, sebenarnya yang dibutuhkan adalah keseimbangan di antara peternak dan petani. “Petanian dan peternakan pen ng untuk mendukung pertumbuhan ekonomi masyarakat. Oleh karena itu, perlu diatur keseimbangan antara peternak dan petani,� kata Stepanus. Gagasan Camat Lewa dan Stepanus itu kemudian mengilhami peserta Musdes hingga menghasilkan sejumlah kesepakatan yang dituangkan sebagai revisi dra Ranperdes. Proses ini sekaligus memberikan pembelajaran bahwa peraturan yang baik adalah peraturan yang memenuhi azas keadilan dan kesetaraan. Dua hal inilah yang dak terpenuhi pada dra Ranperdes yang telah dibuat Pemdes Bidihunga sebelumnya sehingga ditolak masyarakat.
108
Komitmen Bersama Proses sosialisasi hasil Musdes I berjalan dengan baik. Ke ka Musdes II dilaksanakan, hampir dak ada lagi perdebatan serius. Peserta lebih fokus pada pembahasan mengenai cara menegakkan aturan. Peserta op mis Perdes ini akan bermanfaat bagi semua pihak sebagaimana diucapkan Daud Hiwa Tunggul Awang, salah seorang penggembala, “Semoga pemerintah benar-benar melaksanakan aturan. Selama ini, pagar umum dak dijaga. Setelah menanam, pagar pembatas dibiarkan saja, sehingga ternak mudah masuk ke sawah dan kebun. Padahal kewajiban merawat pagar sudah dibagi per kepala keluarga,� kata Daud. Ia op mis dengan penerbitan Perdes, dak ada lagi ternaknya yang menggangu tanaman, dilukai orang atau dibunuh. Ia pun berharap se ap orang menjaga padang dan membuat ilaran api di sekitar pagar. Dengan demikian, jika terjadi kebakaran padang, pagarnya dak ikut terbakar.
perubahan dari lapangan “Selama ini kami penggembala selalu dituduh sebagai pembakar padang. Padahal yang paling banyak membakar padang adalah orang yang berburu babi hutan,” ujar Daud. Pada kegiatan tersebut, Pemdes Bidihunga juga menyatakan komitmennya untuk melaksanakan se ap bu r keputusan, di antaranya mengenai perbaikan dan pemeliharaan pagar pembatas. Pemerintah desa berencana mengalokasikan dana untuk perbaikan dan pemeliharaan, misalnya pengadaan kawat duri untuk memperkuat pagar. “Aturan yang kita buat adalah hasil dari diskusi kita bersama. Oleh karena itu kita juga harus siap melaksanakannya. Kita harus saling menjaga, kebun dipagari, serta ternak dikandangkan,” kata Sekdes Bidihunga, Yohana Rambu Loda Wahaku. Kepala Desa Bidihunga juga op mis kehadiran Perdes akan mengurangi konflik antara petani dan peternak. “Kami yakin dapat melaksanakan Perdes ini. Isi Perdes sudah mengatur keseimbangan antara petani dan peternak,“ ujar Rudi.
Kesepakatan Lintas Desa Perdes yang mengatur tata kelola ternak dan pertanian tersebut ternyata dak hanya mengikat ke dalam. Perdes itu juga mengatur kehadiran ternak dari luar desa. Pengaturan ini pen ng karena sengketa petani dan peternak dak hanya melibatkan warga satu desa. Sengketa juga bisa melibatkan warga di desa lain, bahkan dari kabupaten yang berbeda. Hal seper ini biasa terjadi di desa-desa yang letaknya di perbatasan. Misalnya Bidihunga yang berbatasan langsung dengan wilayah Kabupaten Sumba Tengah. Ternak-ternak dari kabupaten tetangga, seper dari Desa Rakawatu, Desa Pinu Wangga Wundut, dan Desa Padiratana juga masuk ke wilayah Desa Bidihunga. “Selama ini ternak yang masuk kebun ataupun sawah dan merusak tanaman bukan saja berasal dari dalam desa, tetapi juga dari luar Desa Bidihunga. Ke ka tanaman rusak, yang disalahkan peternak dari Bidihunga,” ujar Rambu Ngguna, salah seorang tokoh perempuan Desa Bidihunga.
109
perubahan dari lapangan Sengketa semacam ini juga terjadi di Desa Matawai Pawali sebagaimana disesalkan Diana Rambu Dai Wei, istri dari salah seorang pemilik ternak besar. “Ternak desa tetangga gemuk di p a d a n g p e n g g e m b a l a a n M a ta w a i Pa w a l i , teta p i keuntungannya dirasakan oleh masyarakat dan pemerintah desa tetangga,� kata Diana.
Berdasarkan fenomena semacam ini, maka digagas sebuah musyawarah yang membahas konik petani dan peternak lintas desa. Musyawarah ini melibatkan para pemangku kepen ngan yang berasal dari Desa Bidihunga, Rakawatu, Matawai Pawali, Kondamara, Pinu Wangga Wundut, dan Padiratana.
Sementara itu, Soleman Ndelu, warga Desa Kondamara, juga mengeluh karena ternak dari desa lain masuk ke sawahnya. Padi miliknya seringkali rusak karena diterjang ternak yang berasal dari Matawai Pawali dan Praihambuli.
Musyawarah yang difasilitasi oleh Proyek SMDK itu akhirnya menghasilkan sejumlah kesepakatan, yang kemudian disusun menjadi peraturan bersama antar-desa yang ditandatangani oleh masing-masing kepala desa dan berlaku bagi seluruh warga di desa masing-masing. Dengan kesepakatan itu, maka se ap orang harus menghorma , mengiku , dan menaa Perdes yang berlaku di desa lainnya. Harapannya, kesepakatan bersama ini dapat menanggulangi sengketa yang terjadi di antara petani dan peternak lintas-desa.
“Di Desa Kondamara banyak terdapat sumber air. Sapi, kuda, dan kerbau dari desa-desa tetangga datang mencari makan dan minum di sini, sehingga kami dak nyaman untuk memanfaatkan sumber air yang ada pada musim kemarau. Kalau pun kami mengolah sawah pada musim kemarau, kami harus mengeluarkan biaya tambahan untuk membuat pagar keliling. Jika ternak datang dalam jumlah yang banyak, maka pagar juga akan rusak,� ujar Soleman Ndelu.
110
Semangat Perubahan untuk Kadahang Baru Anggrio Brievelyn Bili “Saya malu...!” Sepenggal kata itulah yang sering diucapkan Kepala Desa Kadahang, Marthinus Ndapananjar pada beberapa pertemuan bersama Proyek Subur Makmur DAS Kadahang (SMDK). Kades Kadahang ini merasa terusik dengan kehadiran Proyek SMDK yang mengusung nama Kadahang, sementara petani di desanya enggan berkebun. Akibarnya banyak lahan yang dak terolah dan terbengkalai. Marthinus Ndapananjar menjabat sebagai Kepala Desa Kadahang sejak 2013. Sejak menjabat, Marthinus membuat banyak program yang mengutamakan kepen ngan masyarakat, seper pengadaan mesin pompa air untuk kelompok tani dan kawat duri untuk pembuatan pagar kebun.
Apa yang diminta akan disediakan sehingga muncul kesan di sebagian orang bahwa kepala desa “memanjakan masyarakat”. Banyak program pertanian yang telah dicanangkan Pemdes Kadahang guna meningkatkan perekonomian masyarakat. Pada 2014, Pemdes Kadahang membuat program wajib menanam 50 pohon oleh se ap keluarga. Selain itu, Desa Kadahang juga merupakan salah satu desa yang mengadopsi Perda pemeliharaan dan pengelolaan ternak, serta memiliki Perdes larangan membakar padang. M e s k i p u n b e r b a ga i p ro g ra m te l a h d i l a ks a n a ka n , pembangunan pertanian di Desa Kadahang dak mengalami peningkatan yang signifikan. Menurut Sta s k Pertanian
111
perubahan dari lapangan 2015, Desa Kadahang merupakan salah satu desa dengan produk vitas tanaman pangan yang rendah di wilayah Kecamatan Haharu, bahkan berada di bawah Desa Wunga dan Napu yang dikenal sangat kering. Luas panen tanaman jagung pada 2015 hanya 49,58 Ha, jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan Desa Wunga dan Napu yang mencapai 53,54 Ha dan 66,76 Ha. Padahal jika dilihat dari potensi, Desa Kadahang yang dilewa Sungai Kadahang memiliki sumberdaya alam yang lebih baik jika dibandingkan dengan kedua desa tersebut. Ternak Lepas sebagai Biang Kerok Pertanian menjadi pembangunan yang paling diprioritaskan di Desa Kadahang. Berbagai prestasi dan penghargaan pernah diraih Desa Kadahang. Pada 2012, Desa Kadahang pernah melakukan panen raya bersama Bupa Sumba Timur. Namun dalam kurun waktu 2 tahun terakhir, pembangunan pertanian di Desa Kadahang justru mengalami kemerosotan. Sekretaris Desa Kadahang, Alto D. Babang mengatakan bahwa sejak dua tahun terakhir, banyak petani mengalami gagal
panen karena berbagai masalah. Ternak yang menerobos kebun dan merusak tanaman menjadi salah satu masalah yang dianggap menghambat pembangunan pertanian. Sayangnya, hubungan pemilik ternak dan pemilik kebun terlihat dak harmonis. Sistem pemeliharaan ternak lepas masih menjadi kebiasaan masyarakat dan menyebabkan ternak dengan leluasa menerobos kebun dan merusak tanaman. Berbagai dukungan telah diberikan Pemdes, termasuk pengadaan kawat duri untuk mengamankan tanaman dan menguatkan pagar. Namun dukungan ini belum mampu menyelesaikan masalah. Gerah dengan masalah tersebut, selaku Kepala Desa, Marthinus pernah mengatakan agar ternak yang masuk ke kebun boleh untuk ditombak. Namun karena bukan peraturan yang resmi, hal itu justru membawa perselisihan di antara petani di Desa Kadahang. Salah seorang petani justru dijebloskan ke penjara karena menombak ternak babi tetangga yang masuk ke kebunnya. Pemilik ternak dak terima dengan sikap tersebut, dan melaporkan masalah ini ke kepolisian. Pelaku penombakan akhirnya mendapat sanksi denda dan penjara selama 2 tahun. Karena kejadian tersebut, Marthinus dan aparat desa lainnya merasa gagal dan frustrasi dalam mengatasi masalah ternak yang semakin membuat resah. Seiring berjalannya waktu,
112
perubahan dari lapangan akhirnya Pemdes justru terkesan “menutup mata” dengan masalah tersebut. Akibatnya, masyarakat mulai meninggalkan kebun dan lebih memilih menjadi nelayan. Menurut Jumi Petronela Joz, pendamping lapangan di Desa Kadahang, masalah ternak sudah sangat mengganggu dan meresahkan petani. Beberapa jenis tanaman, seper jagung, ubi kayu, king grass, dan beberapa tanaman umur panjang di sejumlah kebun wanatani dan kebun pakan ternak habis dimakan sapi. Yulius Ndakajawal, seorang petani yang juga anggota kelompok wanatani, mengatakan bahwa kebijakan pemerintah desa dalam mengatasi masalah ternak terkesan hanya diarahkan kepada petani. “Pemerintah desa menyuruh kami untuk membuat pagar kebun dan memasang kawat duri, sedangkan pemilik ternak sendiri dak disuruh untuk mengikat ternaknya,” kata Yulius. Deklarasi Waingapu Pada Mei 2017, Proyek SMDK memfasilitasi dialog yang melibatkan berbagai pihak yang berkepen ngan dengan DAS Kadahang. Dialog itu diselenggarakan di Waingapu dan menghasilkan sejumlah kesepakatan dari para pihak yang terkait dengan pengelolaan sumberdaya alam DAS Kadahang berbasis masyarakat. Kesepakatan itu dikenal sebagai Deklarasi Waingapu. Dialog tersebut menimbulkan kesan tersendiri dalam benak Kepala Desa Kadahang. “Saya sangat malu, orang di luar sana banyak membuat kegiatan menggunakan nama Kadahang. Sedangkan Desa Kadahang sendiri belum menghasilkan apaapa. Sudah banyak program yang dilaksanakan, namun dak memperoleh hasil yang baik,” ujar Marthinus Ndapananjar.
Setelah menandatangani Deklarasi Waingapu, semangat Marthinus seper terbakar. Sebagai kepala desa, Marthinus ingin segera ada perubahan di desanya. Ia dak ingin Kadahang terpuruk terlalu lama. Kades Kadahang segera bergerak cepat dan mengarahkan perangkat desa dan masyarakat untuk melakukan evaluasi pertanian di ngkat dusun. Selain itu, dibuat kesepakatan
113
perubahan dari lapangan terkait pemeliharaan ternak dan pengelolaan kebun, serta sanksi yang menyertainya. Marthinus juga mengarahkan masyarakat untuk membentuk Tim Pengawas Pertanian di ngkat RT dan desa yang bertugas mengawasi pelaksanaan peraturan yang telah disepaka . Pada 26 Juli 2017, Pemdes Kadahang menggelar evaluasi pertanian di ngkat desa. Kegiatan ini sebagai bentuk ndak lanjut dari kegiatan evaluasi pertanian di ngkat dusun yang telah dilaksanakan sebelumnya. Pada pertemuan tersebut disepaka beberapa hal terkait pengelolaan dan pemeliharaan ternak dan tanaman. Agar peraturan itu berjalan efek f, pada kesempatan itu para peserta menyepaka sanksi dan denda yang dikenakan untuk se ap pelanggaran. Berdasarkan pengalaman terdahulu, Kades Kadahang ini bekerja sama dengan aparat kepolisian
114
dan TNI yang bertugas di Desa Kadahang untuk mempertegas peraturan dan sanksi yang telah disepaka . Pada kesempatan yang sama, Mar nus juga melan k Tim Pengawas Pertanian di ngkat RT dan tingkat desa. Tim tersebut melibatkan tokoh masyarakat yang diusulkan oleh masyarakat. Pemerintah desa hanya bertugas memantau ak vitas yang dilakukan oleh m tersebut. Marthinus berharap masyarakat ikut terlibat dalam melaksanakan keinginan dan kesepakatan bersama. Ia juga memberikan amanah yang membakar semangat masyarakat untuk melakukan perubahan. “Bekerjalah dengan semangat dan bertanggung jawab untuk satu tekad bersama, yaitu Kadahang Baru,� ujar Marthinus kepada Tim Pengawas Pertanian yang dilan knya.
perubahan dari lapangan Kadahang Mulai Bersinar Masyarakat Desa Kadahang pun mulai berbenah. Kebijakan Pemdes yang membentuk Tim Pengawas Pertanian mulai dirasakan dampaknya oleh masyarakat. Beberapa lahan dur mulai digarap, sementara kebun-kebun mulai dipagari dan dibenahi. Tim Pengawas Pertanian ngkat RT dan desa pun menjalankan tugasnya dengan ketat. Mereka dak segansegan membongkar pagar kebun yang dak sesuai dengan kesepakatan yang telah ditetapkan. Masyarakat pun menilai kebijakan tersebut berdampak posi f. Hal itu seper yang dirasakan Maria Nguna, salah seorang anggota kelompok wanatani. “Sejak adanya Tim Pengawas Pertanian, banyak kebun yang belum memiliki pagar mulai dipagari,” kata Maria Nguna. Respon yang sama juga diungkapkan oleh Petrus Milung, seorang aparat desa yang juga merupakan anggota kelompok wanatani. “Banyak lahan dur yang digarap kembali, ternakternak besar mulai diikat dan digembalakan, dan banyak petani mulai bercocok tanam pada musim kemarau,” kata Petrus Milung. Sekretaris Desa, Alto D. Babang mengatakan, bahwa sejauh ini Tim Pengawas Pertanian di ngkat RT dan desa telah berjalan dengan baik sesuai tugas dan tanggung jawab mereka. “Mereka melakukan pengawasan dan pemeriksaan ke se ap kebun petani, memeriksa pagar, dan mengawasi ternak yang masuk ke kebun,” ujar Sekretaris Desa Kadahang. Sebagai bentuk penghargaan, Kades Kadahang berencana memberikan sekadar uang sirih pinang kepada anggota Tim Pengawas. Rencananya pembiayaan itu dimasukkan ke dalam ADD Kadahang pada tahun selanjutnya.
115
Kebijakan-kebijakan yang telah dikeluarkan Pemdes Kadahang secara perlahan telah mengubah perilaku petani di desa tersebut. Lahan dur sudah mulai digarap, pagar-pagar kebun diperbaiki dan diperkuat, serta ternak mulai digembalakan dan dipelihara sesuai dengan aturan yang disepaka .
116
Hal itu menandakan Desa Kadahang telah bangkit dengan berbekal semangat baru dan harapan yang baru. Masyarakat Desa Kadahang pun berharap pembangunan pertanian di desanya terus mengalami perubahan ke arah yang lebih baik. Dengan demikian, Desa Kadahang dapat meraih kembali prestasi yang pernah dicapai di masa lalu.
Geliat Prailangina menuju Desa De nitif Jefri Nono Malo Prailangina dan Keterbatasannya Prailangina berada di Kecamatan Haharu, yang berjarak 80 km sebelah Utara dari Waingapu, ibu kota Kabupaten Sumba Timur. Prailangina merupakan desa baru yang dimekarkan dari Desa Napu pada 2015. Desa ini masih berstatus desa persiapan, dan direncanakan resmi menjadi desa deďŹ ni f pada 2018. Prailangina awalnya hanyalah salah satu dari dua dusun di Desa Napu. Dusun Napu terletak di bagian Utara dan menjadi pusat desa, sedangkan Dusun Prailangina terletak di wilayah Selatan. Butuh waktu 2-3 jam berjalan kaki agar warga Dusun Prailangina dapat ba di Kantor Desa Napu. Hal ini cukup menyulitkan warga P ra i l a n g i n a u nt u k b e r p a r s i p a s i d a l a m ke g i ata n ya n g diselenggarakan di Kantor Desa Napu.
Karena itu, muncul gagasan untuk memekarkan Desa Napu menjadi dua desa, Napu dan Prailangina. Gagasan itu mendapat sambutan hangat dari masyarakat, terutama warga Dusun Prailangina. Terlebih sebelumnya, Prailangina kurang mendapat manfaat dari kegiatan pemberdayaan, baik yang dilakukan Pemdes Napu maupun Pemkab Sumba Timur “Kegiatan-kegiatan pemberdayaan yang dilakukan oleh Pemerintah Desa Napu dan Pemerintah Kabupaten selama ini hanya difokuskan di desa induk, sehingga dusun kami sangat terbelakang,� kata Sekretaris Desa Persiapan Prailangina, Hendrik Hamba Tana.
117
perubahan dari lapangan Pada umumnya kondisi jalanan di Prailangina rusak dan berbatu. Akses air bersih sangat sulit. Sumber air bersih berada jauh dari pemukiman. Masyarakat harus berjalan kaki sekitar 1-2 jam untuk mendapatkan air. Desa yang berada di ujung Barat wilayah Kabupaten Sumba Timur ini rela f terisolir. Akses masyarakat terhadap layanan publik pun cenderung sulit diperoleh, baik dari kabupaten maupun kecamatan.
dak bisa. Belum lagi masalah ternak lepas. Saya hanya mengusahakan lombok dan pepaya untuk memenuhi kebutuhan sayur keluarga di musim kemarau,” kata Kris na Dopo, salah seorang warga. Hal senada juga diungkapkan oleh Marthen H.P. Weku. Menurut Marthen, “Kami bukannya dak mau menanam sayur. Tetapi air untuk menyiram sayuran dak ada. Jadi kami membeli sayuran dari penjual sayur keliling.”
Desa persiapan ini terdiri atas 2 dusun, 4 RW dan 8 RT. Penduduk desa ini berjumlah 469 jiwa, yang terdiri atas 242 laki-laki dan 237 perempuan. Mereka terhimpun dalam 116 KK. Mata pencaharian penduduk adalah bertani, beternak (kambing dan sapi), dan bekerja sebagai buruh harian pabrik yang mengembangkan komoditi jarak. Meski demikian, kegiatan pertanian di wilayah ini rela f terbatas. Hal itu dikarenakan hujan hanya turun 2-4 bulan dalam setahun. Akibatnya pertanian tanaman pangan sering mengalami gagal tanam atau gagal panen, sehingga membahayakan ketahanan pangan masyarakat Prailangina. “Sudah empat tahun saya nggal di Prailangina. Bertahan hidup di kampung suami saya, sangat sulit. Bayangkan, lahan luas dan subur, namun dak ada air. Bagaimana saya bisa hidup dengan keadaan seper ini? Menanam sayur saja saya
118
Mengisi Ruang Kosong Untuk mewujudkan desa yang defini f, Dusun Prailangina pun berbenah. Setelah melalui proses yang panjang, akhirnya dibentuk struktur Pemerintah Desa Persiapan Prailangina.
perubahan dari lapangan Umbu Herung Majangga ditunjuk sebagai Kepala Desa Persiapan, sedangkan Hendrik Hamba Tana ditunjuk sebagai Sekretaris Desa. Pemerintah Desa Persiapan Prailangina menyadari betul bahwa banyak hal yang perlu diisi, dibenahi, dan ditata agar bisa memenuhi syarat sebagai desa defini f. Oleh karena itu, mereka mengundang berbagai pihak untuk terlibat dan berkontribusi dalam proses pembangunan di desa ini.
Dusun Prailangina pun banyak mendapatkan dukungan dari lembaga swadaya masyarakat, baik nasional maupun internasional. Sebut saja dari World Neighbors melalui Lembaga PELITA, World Vision Indonesia, Lutheran World Relief (LWR), KOPPESDA, juga Strategic Planning and Ac on to Strengthen Climate Resilience of Rural Communi es (SPARC) dari United Na onal Development Programme (UNDP). Pemdes Persiapan Prailanginan melihat dukungan dari lembaga swadaya masyarakat itu sebagai peluang bagi pembangunan desa. Karena itu, Pemerintah Desa Persiapan Prailangina mengorganisir semua dukungan itu dan menjadikannya sebagai program desa. Se ap bulan, semua staf proyek dan program yang bekerja di Prailangina, bersama pemerintah desa dan segenap masyarakat melakukan evaluasi bersama. “Bagi Pemdes, semua program yang ada di desa menjadi aset bagi kami sebagai desa baru. Oleh karena itu, perlu diadakan pertemuan ru n se ap bulan untuk mengevaluasi kegiatan bulan sebelumnya dan membuat rencana kerja bulan berikutnya. Setelah program dari luar selesai, se daknya kami sudah mampu mengatur desa kami sendiri dan layak menjadi desa defini f,” kata Hendrik Hamba Tana. Pendekatan Kekeluargaan Proyek Subur Makmur DAS Kadahang (SMDK) masuk ke desa ini pada Agustus 2016, pemerintah desa dan masyarakat menganggapnya sebagai anugerah yang luar biasa. Mereka menilai bahwa program SMDK tepat karena sangat membantu pemerintah desa dalam mempersiapkan Desa Prailangina menjadi desa defini f.
119
perubahan dari lapangan “Perangkat desa dan masyarakat sangat membutuhkan pendampingan dari pihak luar untuk teman diskusi, memberikan pembinaan dalam hal teknis pertanian, serta penguatan kelembagaan dan administrasi. Selama ini, pelayanan dari pemerintah kabupaten sampai desa sangat terbatas. Petugas penyuluh lapangan sangat jarang datang. Jarang ada pihak luar yang mau berlama-lama mendampingi masyarakat,” ujar Hendrik Hamba Tana. Dalam kegiatan yang difasilitasi Proyek SMDK, kelompokkelompok yang selama ini bersifat musiman diorganisir menjadi kelompok tani yang permanen. Di dalam kelompok, masyarakat bersama-sama dengan tenaga pendamping lapangan melakukan sejumlah kegiatan yang telah disepaka bersama. “Kelompok kami mulai mendapat pembinaan pada pertengahan 2016. Melalui pendekatannya, PL mampu beradaptasi dan memahami kebutuhan pemerintah desa dan masyarakat. Mereka rajin datang dan punya pendekatan yang tepat dengan tokoh masyarakat sehingga membuat kami semangat,” kata Andri L. Praing, Ketua RT 02 yang juga Ketua Kelompok Pakan Ternak.
120
Menurut Andri L. Praing, “PL di sini dak hanya bicara tetapi langsung turun ke lokasi dan bekerja dengan kami. Dia dapat menempatkan diri seper keluarga sendiri. Dia bahkan ikut terlibat ke ka saya membangun rumah.” ”Kami juga difasilitasi pembuatan Perdes tentang Tata Kelola Ternak, Tanaman dan Tata Guna Lahan,” kata Umbu Herung. Melalui pendekatan yang tepat, hal-hal baru dapat diterima dan diprak kkan oleh masyarakat. Masyarakat pun dengan senang ha turut serta berpar sipasi, bahkan memersilakan sebagian tanahnya untuk digunakan kegiatan. Hal ini seper yang dituturkan Marthinus Keba Niwa, salah seorang anggota kelompok kebun pakan. “Kebun pakan adalah sesuatu yang baru. Sebelumnya, kami dak menanam pakan ternak, ternak hanya kami lepaskan begitu saja di padang. Ke ka Pak PL mengajak kami untuk menanam tanaman pakan di kebun, dan saat itu dak ada orang yang memberikan lahannya untuk lokasi tanam pakan, saya merasa terpanggil. Setelah berdiskusi dengan istri, saya menghibahkan lahan 1 Ha untuk membuat kebun pakan ternak bersama 13 KK anggota kelompok,” kata Mar nus Keba Niwa.
perubahan dari lapangan Hal-hal yang mendorong Mar nus mengalokasikan lahannya untuk pakan ternak antara lain: anggota kelompok pakan walau beda suku namun masih ada ikatan keluarga dan hampir semuanya memiliki ternak besar sebanyak 5 -10 ekor; ingin belajar cara mengolah pakan ternak yang bergizi untuk ternak; dan lokasi kebun pakan berada di belakang rumahnya sehingga memudahkan anggota kelompok tani dan keluarganya ke ka mengambil pakan ternak.
Pendekatan yang dilakukan pendamping lapangan pada Proyek SMDK juga meninggalkan kesan posi f di tengah masyarakat. Hal itu seper yang diceritakan Kris na Dopo, salah seorang penduduk Prailangina yang rumahnya sempat dijadikan tempat menginap oleh pendamping lapangan. “Kami sangat terkesan dengan Bapak dan Ibu Pendamping dari SMDK, Pak Jefri dan Ibu Helda, bermalam di rumah kami saat praktik pengolahan pangan lokal. Kami sangat malu menerima mereka bermalam di pondok kami karena bagian bawah dari panggung pondok adalah kandang kambing. Dapat dibayangkan bagaimana bau kotoran kambing, tetapi mereka tetap mau menginap di rumah saya. Itu sesuatu yang luar biasa buat keluarga kami,â€? ujar Kris na Dopo. Kehadiran Proyek SMDK di Prailangina bukan hanya menghadirkan kegiatan-kegiatan baru di masyarakat. Tetapi juga melahirkan tokoh masyarakat baru yang ak f mengiku kegiatan pengolahan pangan lokal, membentuk kelompok UBSP, dan menanam sayur-sayuran. Salah satunya adalah Ester Ata Luya. Ibu yang nggal di Dusun A ini dikenal sangat ak f dan berani mewakili para perempuan dalam mereeksikan kerja-kerja ru n perempuan baik di sektor domes k, produk f, maupun publik. Ester juga dikenal sebagai penggerak dalam pembentukan empat kelompok UBSP di Dusun A yang beranggotakan ibu-ibu. Se daknya ada lima tokoh yang berperan sangat pen ng dalam membangun Prailangina. Mereka adalah: Umbu Herung Majangga, Kepala Desa Prailangina; Hamba Tana, Sekretaris Desa Prailangina; Andri L Praing, masyarakat yang berperan ak f dalam pembuatan kebun pakan ternak;
121
perubahan dari lapangan Marthen HP. Weku, tokoh agama yang mengajak masyarakat untuk menerapkan teknologi olah lubang; dan Yakub K Hanggamara, Kaur Pemerintahan yang bertugas mengawal semua kegiatan di desa. Peran LSM dalam Persiapan Prailangina Proyek SMDK dan lembaga-lembaga lain telah berkontribusi dalam persiapan Prailangina menjadi desa deďŹ ni f. Khususnya dalam penguatan kelembagaan (kelompok tani, UBSP, dan pemerintah desa); peningkatan kapasitas dan keterampilan masyarakat dalam hal teknis pertanian, paska
panen, dan pengelolaan keuangan mikro; serta pembuatan peraturan desa dan kesepakatan lokal tentang pemeliharaan bak penampungan air hujan, pengembangan tanaman pangan lokal, pener ban ternak, dan larangan membakar padang. Semua intervensi itu sangat bermanfaat karena mendukung pemenuhan pra-syarat menjadi desa deďŹ ni f. Pasal 8 UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa disebutkan ada tujuh persyaratan pembentukan desa. Dari 7 persyaratan tersebut, se daknya mitra-mitra LSM yang ada di Desa Prailangina telah berkontribusi terhadap minimal 3 persyaratan: 1) Mengembangkan potensi sumberdaya alam (intervensi kegiatan wanatani, pakan ternak dan konservasi), pengembangan sumberdaya manusia (intervensi pela han dan prak k, dan lokakarya), dan pengembangan ekonomi (intervensi kelompok UBSP dan paska panen). 2) Pembangunan sarana dan prasarana untuk pelayanan publik (menumbuhkan semangat gotong royong membangun Kantor Desa, bak PAH, pompa air tenaga surya). 3) Menciptakan kerukunan hidup bermasyarakat. Kerja keras yang dilakukan warga Prailangina mendapat apresiasi dari Pemerintah Kecamatan Haharu. Menurut Camat Haharu, Jacob F Supusepa, “Semangat dan kerja keras mereka (masyarakat Prailangina) jauh lebih maju dari par sipasi masyarakat di desa induk,â€?
122
Perempuan Penopang Ekonomi Keluarga Andre Nemu Yelu Wunga adalah salah satu desa yang terletak di Kecamatan Haharu, Kabupaten Sumba Timur. Wunga terletak 64 km di sebelah Barat Laut Kota Waingapu. Desa ini termasuk daerah yang kering dengan curah hujan yang sangat rendah dan rela f pendek. Musim hujan terjadi pada bulan Desember hingga Maret. Selebihnya merupakan musim kemarau. Sumber mata pencaharian utama masyarakat Wunga adalah pertanian lahan kering. Namun sebagian penduduk yang tempat nggalnya berbatasan dengan Laut Sawu, memanfaatkan waktunya dengan mencari ikan di laut pada musim tertentu. Sedangkan warga yang berprofesi sebagai pegawai negeri atau swasta sangat sedikit. Produk vitas Pertanian yang Rendah Usaha pertanian yang dilakukan masyarakat Wunga pada umumnya dilakukan di atas lahan kering dan berbatu. Produk vitas pertanian di desa ini sangat tergantung pada curah hujan. Petani hanya bisa bercocok tanam sekali dalam setahun. Jenis tanaman pangan yang ditanam antara lain jagung, padi ladang, ubi kayu, sorghum, dan kacang-kacangan. Selain itu, di sebagai wilayah banyak petani yang mengembangkan jambu mente di lahan garapan mereka. Jika curah hujan cukup, para petani bisa mendapatkan hasil panen yang baik. Hasil panen padi ladang dan jagung bisa mencukupi kebutuhan pangan keluarga sekitar 3-4 bulan, mulai April sampai Juli. Selanjutnya kebutuhan pangan biasanya dipenuhi dari hasil panen ubi kayu yang dikeringkan menjadi gaplek dan dikonsumsi sampai Oktober. Bulan-
123
pengalaman dari lapangan
bulan selanjutnya menjadi bulan rawan pangan bagi sebagian besar masyarakat Wunga. Namun perubahan iklim terjadi beberapa tahun terakhir ini. Curah hujan sering dak menentu sehingga banyak petani yang mengalami gagal tanam dan gagal panen. Dalam kondisi seper ini, bisa dipas kan masyarakat dak mempunyai persediaan pangan yang cukup sampai musim panen tahun berikutnya. Posisi dan Tanggung Jawab Perempuan Ke ka persediaan pangan dak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan keluarga, perempuan mempunyai tanggung jawab besar untuk memenuhinya. Dalam situasi seper itu, mereka biasanya mencari ubi hutan untuk dijadikan makanan. Banyak pula perempuan yang tanpa rasa malu melakukan mandara ke kerabat dekat yang lebih mampu, hanya untuk mendapatkan bahan makanan.
124
Untuk mencukupi kebutuhan keluarga, sebagian perempuan di Desa Wunga ada yang membuat anyaman, menenun kain, dan menanam sayur dalam jumlah yang sedikit karena air sangat terbatas. Sebagian masyarakat ada juga yang melaut dan menjual ikan hasil tangkapan untuk membeli beras, kopi, gula, dan sirih pinang. Tindakan barter juga sering dilakukan oleh kaum perempuan di Desa Wunga untuk memenuhi kebutuhan pangan. Misalnya menukar garam yang dihasilkan di Desa Wunga dengan jagung di Desa Mbatapuhu dan Tanganang, atau menukar ikan dengan beras dan jagung dengan kerabat dekat yang nggal di Kecamatan Lewa. Barter dan mandara ini kebanyakan dilakukan oleh perempuan, karena mereka lebih memahami kebutuhan riil yang dirasakan keluarga dibandingkan dengan laki-laki. Jika ada kebutuhan keluarga yang mendesak dan membutuhkan uang dalam jumlah banyak, maka mereka mengusulkan
perubahan dari lapangan kepada suaminya untuk menjual ternak besarnya seper kuda, sapi, atau kerbau.
terutama dari ibu-ibu anggota Kelompok Panamung Mamila dari Dusun Wunga Barat.
Pengolahan Produk Lokal
Selain memfasilitasi pela han, Proyek SMDK juga memberikan dukungan pengadaan perlengkapan. Hal ini diwujudkan dalam bentuk pengadaan pisau pemotong dan alat-alat memasak guna memudahkan anggota kelompok dalam mengolah keripik.
Kegiatan pengembangan kebun model wanatani, kebun pakan ternak, dan konservasi lahan kri s merupakan kegiatan utama yang dilakukan Proyek SMDK di Desa Wunga. Memper mbangkan posisi kaum perempuan dan potensi Desa Wunga, muncul gagasan untuk menyertakan kegiatan ikutan yang bisa mengangkat derajat kaum perempuan, sekaligus meningkatkan pendapatan masyarakat. Proyek SMDK kemudian memfasilitasi pela han pengolahan: ubi kayu, keladi, sukun dan petatas menjadi keripik; jagung menjadi marning; dan buah semu jambu mente menjadi manisan, abon, sirop, dan krispi mente. Bahan-bahan untuk pela han tersebut sangat melimpah di Desa Wunga, sehingga pela han pun mendapatkan respon posi f dari masyarakat,
Intervensi Proyek SMDK telah membuahkan hasil, walaupun dalam skala terbatas. Misalnya, ada dua orang anggota Kelompok Panamung Mamila yang sudah mengolah jagung, pisang, dan ubi kayu menjadi produk olahan untuk dijual ke rumah-rumah, sekolah-sekolah, Posyandu, dan terkadang ke kantor desa. Tawuru May Njahu hampir se ap hari membuat keripik pisang, keripik ubi dan marning jagung untuk dijual. Dari kegiatannya, istri dari Wuta Rawa itu berhasil mencukupi sebagian kebutuhan rumah tangganya, termasuk membiayai pendidikan anak-anaknya. Hal ini semakin mengobarkan semangat Tawuru May Njahu untuk meningkatkan skala usahanya. “Selain penghasilan suami dari nelayan, tambahan penghasilan dari pembuatan keripik dan marning jagung sekitar Rp300 ribu hingga Rp500 ribu per bulan, sangat membantu menutupi pengeluaran ru n keluarga yang berjumlah antara Rp700 ribu hingga Rp1 juta per bulan,� kata ibu ga orang anak ini. Hal yang sama juga dilakukan oleh Pay Naha. Melalui usaha membuat dan menjual berbagai macam produk olahan pangan lokal, ibu empat anak ini berhasil mencukupi kebutuhan pendidikan keempat anaknya.
125
perubahan dari lapangan “Saya memilih usaha ini karena bahan-bahannya dari hasil petani di sini, mudah didapat, harganya rela f murah, dak sulit mengolahnya, dak membutuhkan waktu lama, dan sangat disukai oleh anak-anak dan orang dewasa. Produk olahan kami adalah pangan lokal yang sehat karena kami dak menggunakan pupuk kimia, pes sida kimia, pemanis dan bahan pengawet sehingga sangat cocok menjadi jajan sehat buat anak-anak,” kata istri dari Hanaul Ngundang, ini. Baik Tawuru May Njahu maupun Pay Naha, keduanya merasa beruntung telah mengiku pela han pengolahan pangan lokal. Dengan memanfaatkan keterampilan yang mereka miliki, mereka dapat mengembangkan usaha baru yang mampu menopang kebutuhan rumah tangga masing-masing. “Beruntung kami anggota kelompok mendapat keterampilan membuat produk olahan pangan lokal dari Proyek SDMK. Ini usaha baru yang menguntungkan. Saya lebih termo vasi untuk mengembangkan usaha ini bersama anggota kelompok yang berminat, sehingga pengalaman masa lalu meminjam uang dengan bunga nggi dak terjadi lagi,” ujar Tawuru May Njahu. Sebelumnya, Tawuru pernah mengalami kesulitan keuangan. Ia butuh uang untuk membayar biaya pendidikan bagi salah satu anaknya. Hal ini bukan saja menyulitkan dirinya, tetapi juga sempat membuat sang anak hampir putus asa. “ S ay a p e r n a h m e n ga l a m i ke s u l i t a n membiayai sekolah anak saya, Alsen. Saya
126
berusaha ke sana ke mari mencari pinjaman. Waktu itu Alsen hampir putus asa karena dak bisa membayar iuran sekolah. Sampai akhirnya saya mendapatkan pinjaman,” kata Tawuru May Njahu. Posisi Perempuan yang Lebih Baik Peran dan posisi perempuan akan semakin dihargai ke ka kapasitasnya meningkat, lebih percaya diri, produk f, dan berkontribusi dalam pemenuhan kebutuhan pangan dan ekonomi keluarga. Se daknya hal tersebut diakui Wuta Rawa, suami dari Tawuru May Njahu dan Hanaul Mundang, suami dari Pay Naha. “Sebagai suami, saya merasa sangat senang karena dengan keterampilan ini, maka istri saya bisa membantu pendapatan keluarga kami, Walau pun terkadang saya merasa capek dan terbebani. Setelah pulang kerja, saya harus mengantar istri pergi berjualan karena istri dak bisa mengendarai sepeda motor, dan diperparah lagi dengan kondisi jalan yang jelek. Namun, rasa lelah dan kesal itu hilang karena istri bisa pulang membawa uang untuk kami nikma bersama,” kata Wuta Rawa. Sedangkan menurut Hanaul Mundang, “Ke ka istri saya sibuk membuat produk olahan pangan lokal untuk dijual, maka saya harus menggan kan peran istri memberi makan ternak. Kami menyadari bahwa antara suami istri harus saling membantu dalam melakukan pekerjaan apa saja untuk kesejahteraan keluarga.”
SMDK Mengubah Cara Pandang dan Semangat Saya Jhon Rongga Yina Yelu Nama saya Jhon Rongga Yina. Saya hanya tamat Sekolah Dasar. Sejak tahun 2008, saya bekerja sebagai OďŹƒce Boy (OB) pada Yayasan Kuda Pu h Sejahtera (YKPS). Sejak Agustus 2016 saya menjadi OB pada Konsorsium Subur Makmur DAS Kadahang (SMDK). Meskipun hanya kurang dari dua tahun, bersama Konsorsium Subur Makmur DAS Kadahang, saya mengalami banyak perubahan. Saat saya masih menjadi OB di YKPS, saya mengira tugas OB hanya semata-mata membersihkan kantor, membuat kopi, dan siap disuruh kapan pun untuk mempermudah ak vitas kantor. Meskipun saya sempat menjadi tenaga penagih harian ke ka YKPS menggulirkan credit union, saya hanya mengerjakannya berdasarkan petunjuk saja. Saya hanya fokus pada tugas semata, dak memikirkan hal lain. Namun sejak Agustus 2016, saya mulai mengalami perubahan. Saya dak hanya memikirkan tugas saya sebagai OB, tetapi mulai mencoba “mengin pâ€? diskusi-diskusi dan kegiatan yang dilakukan Konsorsium Subur Makmur DAS Kadahang. Selama menjadi OB untuk Proyek Subur Makmur DAS Kadahang, saya selalu datang sebelum pukul 09.00. Saya harus datang lebih pagi karena semua teman-teman harus sudah bekerja sejak pukul 09.00. Sebelum mereka datang, saya harus memas kan semua persiapan beres sehingga memperlancar ak vitas yang dilakukan Proyek SMDK.
127
perubahan dari lapangan Setelah tugas ru n saya sebagai OB terpenuhi, saya biasanya ikut terlibat dalam pertemuan ataupun pela han bagi m SMDK. Dari proses ini, pada akhirnya saya merasa cara berpikir dan pribadi saya berubah. Hal ini terjadi setelah saya mendapat sejumlah informasi dan pengetahuan baru, baik yang diperoleh dari obrolan bersama teman, tamu yang datang ke kantor, maupun dengan memanfaatkan jaringan internet yang tersedia di kantor. Seiring berjalannya waktu, pengetahuan dan keterampilan saya bertambah. Proses ini memberikan saya banyak hal, baik berupa informasi maupun pengetahuan yang sangat berguna. Saya merasa puas karena di Konsorsium DAS Kadahang saya dak hanya melakukan tugas ru n seorang OB, tetapi juga berkesempatan menambah pengetahuan.
128
Pembelajaran yang Diperoleh Melalui Proyek SMDK, secara dak langsung saya memperoleh pembelajaran yang sangat bermanfat. Misalnya dari pola kepemimpinan yang dikembangkan Ibu Farida B. Utami sebagai Koordinator Konsorsium. Meskipun saya hanya seorang OB, saya merasa sangat dihargai karena kepemimpinannya dak bersifat komando. Beliau menempatkan dan memperlakukan kami semua sebagai anggota m yang setara dan berkedudukan sama pen ng untuk mencapai tujuan proyek. Saya juga mendapatkan berbagai pengetahuan dari para tenaga ahli Proyek SMDK. Saya tahu cara memfasilitasi dari Pak Riza, cara advokasi dari Pak Dwi, cara berkebun yang baik dari Pak Putra, dan cara mengakses data dan mendokumentasikan foto dari Pak Bambang dan Pak Mateu.
perubahan dari lapangan Saya juga mendapat masukan yang sangat posi f dari Ibu Magdalena Eda Tukan. Menurutnya, sebaiknya saya memilih hobi yang bermanfaat bagi keluarga. “Jangan sekali-kali mencari hobi untuk kepuasan diri sendiri, atau hobi-hobi yang dak sehat. Carilah hobi yang bermanfaat untuk keluarga,� kata Ibu Helda saat itu. Ibu Helda juga mendorong saya untuk mengembangkan usaha produk f yang sesuai dengan hobi dan potensi saya, misalnya beternak kambing dan ayam kampung. Dengan demikian, saya dak hanya berharap dari gaji saya sebagai OB, namun juga memperoleh pendapatan dari kegiatan usaha saya. Hal ini menjadi pemicu semangat saya untuk melakukan usaha produk f. Sebelumnya saya sudah mempunyai 3 0 e ko r a y a m k a m p u n g . S a y a memelihara ayam-ayam itu di halaman rumah saya yang berada di Okahapi, Kelurahan Wangga. Ayam-ayam itu saya pelihara agar anak kami, Jery Marawali (8 tahun) bisa makan telur aya m , ata u s e s e ka l i ka m i b i s a menikma daging ayam. Bahkan, kalau masih ada lebih, ayam itu bisa dijual untuk membeli kebutuhan keluarga. Namun setelah bekerja di Konsorsium Subur Makmur DAS Kadahang, saya berkeinginan mempunyai kambing. Oleh karena itu, saya kemudian menyisihkan sebagian gaji saya. Akhirnya saya bisa membeli sepasang kambing dewasa dan memeliharanya di sekitar rumah saya.
Dengan demikian, sebagian dari cita-cita saya mengisi lahan berukuran 20 meter x 30 meter dengan rumah, kebun, kandang ayam, dan kandang kambing bisa tercapai. Saya juga akan membuk kan bahwa dengan beternak kambing, saya bisa membuat pupuk organik. Dalam jangka waktu satu tahun, saya juga akan mendapatkan tambahan dua anak kambing. Tambahan itu tentu akan membantu ekonomi keluarga saya. Semangat Para Pendamping Saya juga mendapat pembelajaran dari para pendamping lapangan. Biasanya ke ka ba di kantor, para pendamping lapangan bercerita tentang pengalaman mereka di lapangan. Mereka bercerita tentang persoalan di desa, semangat masyarakat, dan kondisi jalanan rusak yang harus mereka tempuh untuk melayani masyarakat desa. Kadang saya berpikir, apakah saya bisa menjadi seorang pendamping lapangan dan memiliki semangat yang sama seper mereka? Dapatkah saya melakukan pelayanan dan pendampingan di Desa Napu dan Mbatapuhu yang begitu jauh seper cara kerja Pak Jefri Malo dan Pak Yohanes Ola Kia sehingga mereka begitu dicintai masyarakat desa? Cara kerja Pak Adi Lado mengajarkan kepada saya tentang prosedur pengadaan barang dan jasa tanpa menyisipkan kepen ngan pribadi didalamnya. Selama ini saya beranggapan bahwa belanja barang untuk keperluan suatu program sangat sederhana. Program hanya cukup dengan membuat da ar barang yang dibutuhkan dan langsung membeli secara tunai di toko atau penyedia layanan barang dan jasa. Namun yang saya lihat, Pak Adi harus membuat penawaran ke beberapa tempat penyedia barang dan jasa. Ia juga harus
129
perubahan dari lapangan menilai penawaran yang diajukan dan membuat tagihan. Setelah itu baru membeli barang yang sesuai dan berkualitas bagus dari penawaran yang termurah. Menurut saya sistem ini sangat baik karena menutup peluang untuk mencari keuntungan pribadi.
Bersama dengan dia, saya juga akan membuat pupuk dan pes sida organik di pekarangan rumah. Saya juga tetap berusaha agar istri saya, Babang Ana Hutar, dapat menyelesaikan kuliahnya. Saya berharap ilmu yang diperolehnya dapat bermanfaat dan menjadi bekal dia sebagai guru honor di SDI Kakaha.
Saya membayangkan kalau membeli barang atau jasa dalam jumlah banyak dan membayar tunai, maka pembeli akan mendapat komisi dari penjual. Namun sistem ini begitu transparan. Pembayaran pun dilakukan melalui rekening penyedia barang dan jasa.
Meskipun saya hanya lulusan SD, saya dak berharap selamanya menjadi OB. Se daknya pengetahuan yang saya peroleh dari Konsorsium Subur Makmur DAS Kadahang dapat menjadi bekal pengetahuan di masa depan. Dengan demikian, ke ka tenaga saya dak dibutuhkan lagi oleh YKPS, saya sudah memiliki modal untuk mengop malkan potensi yang ada di keluarga saya.
Saya sering mendengar orang bercerita tentang praktik korupsi dengan cara tanda tangan kwitansi kosong tanpa mencantumkan jumlah uang di dalamnya. Bagaimana mereka bisa menerima cara kerja seper ini, yang di satu sisi memberikan mereka kesempatan untuk memperkaya diri, sementara di sisi lain merugikan lembaga atau perusahaan tempat mereka bekerja?
Terima kasih buat semua teman-teman SMDK yang tanpa terasa telah memberikan saya banyak pembelajaran. Saya akan jadikan itu sebagai modal untuk tetap berjuang selagi saya mampu melakukannya. Untuk perjalanan selanjutnya saya percaya Tuhan punya rencana yang indah buat saya, tepat pada waktu saya membutuhkannya.
Mimpi Saya Anak saya harus tahu pengalaman saya bersama Konsorsium Subur Makmur DAS Kadahang. Saya akan menceritakan betapa pen ng pendidikan sebagai modal masa depan. Dengan demikian pendidikan dan pengetahuan kita bisa mandiri dan dak bergantung kepada bantuan orang lain. Saya ingin dia bisa memiliki pendidikan yang lebih baik ke depan, dak seper saya. Saya ingin anak saya tahu apa yang dimaksud wanatani, konservasi, dan mengapa sumber mata air harus dijaga. Saya juga akan mengajarkan sistem irigasi tetes agar tanaman bisa bertahan hidup di musim kemarau. Anak saya harus tahu cara menanam sayuran dengan teknik olah lubang dan olah jalur.
130
4
Umbu Njanji : Sang Kepala Desa dan Aktivis Apliani Kudji Rame
Menggalang Kekuatan Tokoh Adat Umbu Janji adalah nama panggilan dari Umbu Hina Marumata. Ia adalah kepala desa di Desa Praikaroku Jangga, Kecamatan Umbu Ratu Nggay, Kabupaten Sumba Tengah. Umbu Janji dikenal sebagai sosok yang pendiam tetapi mudah marah, sedikit bicara tetapi banyak bekerja, dan pekerja keras sekaligus pemikir kri s. Ia mempunyai jiwa seorang pendobrak. Umbu Njanji juga dikenal sebagai ak vis lingkungan yang berhasil menggalang kekuatan tokoh adat se-Sumba dan membidani Fes val Wai Humba I (Wai = air, Humba = Sumba). Fes val ini diselenggarakan di Dusun Paponggu, Desa Praikaroku Jangga pada 2012. Fes val ini didasari perjuangan bersama untuk mempertahankan diri dari serangan investor yang berkonspirasi dengan pemerintah, dan menggunakan alat negara untuk mengeksploitasi sumberdaya alam di Sumba. Fes val Wai Humba ini diselenggarakan untuk menyatukan kekuatan empat gunung yang ada di empat kabupaten, yakni Gunung Tanadaru di Kabupaten Sumba Tengah, Gunung Wanggame di Kabupaten Sumba Timur, Gunung Puronumbo di Kabupaten Sumba Barat, dan Gunung Yawavilla di Kabupaten Sumba Barat Daya. Di empat gunung tersebut terdapat hutan luas yang masuk dalam Kawasan Taman Nasional, dan dipercaya sebagai sumber dari semua sumber air yang menghidupi masyarakat di se ap kabupaten. Dua kegiatan utama yang digelar dalam Fes val Wai Humba adalah kalarat wai (ar nya pelestarian air sungai) dan hamayang (ar nya sembahyang adat). Kegiatan tersebut dilakukan di gunung tempat penyelenggaraan Fes val Wai Humba. Di sini peran Umbu Njanji sangat pen ng sebagai salah satu tokoh pemersatu yang berhasil
131
perubahan dari lapangan menggandeng kekuatan empat gunung dalam fes val yang digelar tahunan tersebut. Demi kecintaannya pada tanah kelahirannya, ia berjuang menjaga keberlangsungan sumber mata air dan menolak kegiatan tambang di desanya. Bersama dua orang saudaranya, Umbu Mehang dan Umbu Pindingara, Umbu Njanji sempat dijebloskan ke dalam penjara selama 8 bulan 2 minggu. Atas keberanian ga bersaudara ini, masyarakat Kabupaten Sumba Tengah memberi julukan kepada mereka sebagai “Tiga Lelaki Pemberani“. Menghen kan Ak vitas Tambang Pada 2011, PT. Fathi Resources masuk ke Desa Praikaroku Jangga. Mereka mensosialisasi keuntungan dari penambangan emas yang akan dilakukan di desa tersebut. Namun mereka dak memaparkan secara lengkap dampak nega f dari kegiatan tambang di masa depan. Menurut Umbu Ndotur, salah seorang warga Praikaroku Jangga, sejak awal pertambangan itu sudah ditolak masyarakat. Permasalahannya, perusahaan tersebut akan beroperasi di Dusun Papongngu, tempat Kabihu Lakoka dan kuburan para leluhur. Penambangan itu juga dapat mengakibatkan sumber-sumber air menjadi kering. Masyarakat juga menolak karena perusahaan hanya mempekerjakan masyarakat dari desa lain.
132
Kemarahan Umbu Njanji memuncak setelah dirinya merasa diabaikan oleh pihak perusahaan. Tanpa meminta ijin, perusahaan tersebut melakukan kegiatan di atas tanah milik Umbu Njanji. Kemarahannya itu dilampiaskan dengan cara mendatangi lokasi tambang sambil membawa parang, Ia menerobos barisan penjaga dan polisi yang yang menjaga lokasi tambang. Umbu Njanji berhasil masuk ke lokasi tambang dan menumpahkan semua bahan bakar yang ada. Ia pun menyiram seluruh alat berat milik perusahaan tambang tersebut dengan bahan bakar dan membakarnya. Api pun dengan cepat membesar dan membakar apa saja yang ada di dekatnya. Selain mengakibatkan kebakaran, api juga menimbulkan ledakan yang sangat keras. S e m u a p e ke r j a ya n g a d a d i l o ka s i ta m b a n g l a r i menyelamatkan diri. Mereka takut melihat sikap brutal Umbu Njanji. Sementara itu, masyarakat sekitar pun terprovokasi dan kemudian datang berbondong-bondong sambil membawa berbagai senjata tajam ke lokasi perusahaan. Akibat perbuatannya itu, Umbu Njanji kemudian diamankan pihak kepolisian. Ia kemudian diajukan ke persidangan di Pengadilan Negeri Waingapu. Umbu Njanji dinyatakan bersalah dan divonis sembilan bulan penjara, hingga akhirnya keluar pada Agustus 2012, setelah mendapatkan resmisi 2 minggu.
perubahan dari lapangan Menuangkan Kemarahan dalam Bentuk Aturan Meskipun harus berada di penjara, Umbu Njanji dak merasa jera untuk menyelamatan lingkungannya. Ia ingin berjuang secara lebih pas dan mencalonkan diri sebagai kepala desa. Keinginannya itu didorong kenyataan bahwa pemerintahan di desanya sering kali mengambil keputusan tanpa memperha kan kepen ngan masyarakat. “Ke ka tambang emas masuk ke Praikaroku Jangga, pihak Pe m d e s s e e n a k ny a s a j a mengambil keputusan sendiri, tanpa ada musyawarah dengan masyarakat. Mereka menerima begitu saja tambang emas tanpa memikirkan dampaknya bagi masyarakat ke depan. Saya dak setuju dengan keputusan yang hanya memen ngkan kepen ngan pribadi, bukan kepen ngan umum,” kata Umbu Njanji. Melalui pemilihan langsung, Umbu Njanji terpilih menjadi kepala desa untuk Periode 2015-2020. Berbekal pengalaman, Umbu Njanji berupaya menjadikan Praikaroku Jangga sebagai desa yang maju, aman, dan sejahtera. Program yang ia canangkan bukan hanya pembangunan fisik. Umbu Njanji berupaya membangun masyarakat desa yang mandiri dan
mampu mengembangkan penghidupan dengan memanfaatkan tanah dan air di desa sendiri. “Saya dilan k menjadi kepala Desa Praikaroku Jangga pada tanggal 22 Desember 2015. Kebiasaan marah saya tuangkan dalam bentuk aturan,” kata Umbu Njanji. Kehadiran Proyek Subur Makmur DAS Kadahang memberikan energi lebih bagi Umbu Njanji membangun desanya, terutama pada sektor pertanian. Umbu Njanji kemudian mengeluarkan aturan yang mewajibkan masyarakat untuk menanam anakan tanaman perkebunan unggulan. Di antaranya adalah kopi, pinang, dan sirih. Se ap keluarga diwajibkan menanam 50 pohon se ap tahun. Program ini sudah berjalan selama dua tahun dan mendapat dukungan dari dana desa. “Sedangkan pengadaan kawat berduri didukung dari Alokasi Dana Desa (ADD). Tujuannya untuk memperkuat pagar kebun dan melindungi tanaman di dalam kebun dari gangguan ternak. Proyek SDMK kemudian difokuskan untuk melakukan konservasi lahan-lahan kri s di sekitar mata air,” kata Umbu Njanji. Pada 7 Nopember 2017, Pemdes Praikaroku Jangga telah menetapkan Peraturan Desa (Perdes) tentang Perlindungan Mata Air dan Penanaman Tanaman Perkebunan. Melalui peraturan ini maka harapan Umbu Njanji untuk melestarikan sumber-sumber air dan mendorong pengembangan komodi unggulan di desanya mulai terjawab. Umbu Njanji juga berharap kesepakatan-kesepakatan yang sudah ada dapat dirumuskan dan ditetapkan dalam bentuk Peraturan Kepala Desa agar mempunyai kekuatan hukum. Dengan demikian, jika ada warga yang melanggar, aparat desa mempunyai pegangan untuk memberikan sanksi.
133
perubahan dari lapangan Untuk ga komodi unggulan desa, kopi, pinang, dan sirih, telah disepaka bahwa hasil panen akan dijual dengan standar harga minimum yang ditetapkan melalui SK Kepala Desa. Dengan demikian harga komodi tersebut dak dipermainkan oleh pembeli. Jika hasil panen dak laku terjual, maka Pemdes melalui Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) akan membeli hasil panen tersebut dengan harga yang sesuai. Dilarang Panen sebelum Waktunya Pemdes Praikaroku Jangga juga telah mengeluarkan aturan larangan panen sebelum masanya. Tujuannya adalah untuk mengurangi pencurian hasil komodi di kebun. Masa panen dibuka se ap awal tahun, berjalan selama 3 bulan. Jika ada warga masyarakat yang yang panen sebelum masanya, akan dikenakan sanksi. Sanksi tersebut adalah: 1) Menanam anakan dengan jenis komodi yang sama sebanyak 100 pohon wajib hidup;
2) Diarak keliling desa dengan diiringi pukulan gong; 3) Membayar denda 1 ekor babi dengan ukuran 8 orang pikul untuk memberi makan masyarakat desa, 10 kg gula, 5 kg kopi, dan 1 slop rokok. “Walaupun belum ditetapkan sebagai Peraturan Desa (Perdes), aturan tersebut masih ditaa oleh masyarakat,” kata Umbu Njanji. Pemdes Praikaroku Jangga juga meminta se ap kepala dusun untuk melakukan monitoring dan evaluasi. Kepala dusun juga wajib membuat laporan monev untuk dipaparkan dalam pertemuan khusus di ngkat desa yang diselenggarakan se ap 3 bulan. Se ap akhir tahun akan diadakan lomba kebun untuk menilai hasil dari Program Wajib Tanam. “Penilaian melibatkan semua unsur dari kabupaten, kecamatan dan lembaga pendamping desa yang ada. Pemerintah Desa akan memberikan penghargaan berupa piala dan uang dengan jumlah tertentu,” ujar Umbu Njanji. Untuk memperlancar pelayanan kepada masyarakat, Pemdes Praikaroku Jangga berupaya membangun kantor desa yang representa f. Hampir 90 persen dari pembiayaan kantor desa berasal dari Umbu Njanji. “Apa yang saya berikan untuk pembangunan Kantor Desa adalah wujud kecintaan dan kepedulian saya terhadap desa saya. Kalau bukan saya yang memulai, siapa lagi? Tidak mungkin orang dari luar desa yang membangun Desa Praikaroku Jangga. Siapa lagi kalau bukan masyarakatnya sendiri,” kata Umbu Njanji.
134
TIM PENGEMBANG BUKU
g
un a Ndam Yohanis P
Dwijoko Widianto
Farida
i
Riza Irfan
B. Uta
Magdale
mi
a Putra Suardik
na Eda Tu
Stepanus Ma
kambombu
kan
Tiana Ratnawa
135
TIM PENGEMBANG BUKU
Ferdinandus Umbu Balla
Sem Mbad
u Harambu
ru
endi
eba L som K
Devid
136
Apliani Kudji Rame
Yakobus Wolu Prai
ng
Bambang M
Umbu Agus nus
ulyono
Lado