1
Papir semacamzine
Dikelola oleh: @dusone Didukung oleh: Zaafarani Hijab & Accessories, Insomniakronika Diproduksi oleh: Monotext Email redaksi: halamanbelakang@yahoo.com 2016
2
Puisi-puisi Wahyu Hidayat Jr. 3
Wahyu Hidayat Jr.
?#LUKA#? Di balik atap bergema betapa indahnya alunan musik alami nada-nada jahat air mata langit Mengoyak getir jiwa batin yang merangkak sejak langkah merah jiwa suara hitam nan sumbang seolah merakit alunan melodi Hancurnya rasa akan terus jeritan kusam terus memaksa dan merayu
4
Wahyu Hidayat Jr.
KEMATIAN-MU Tikus mulai berang melihat emas berkilau emas kusam berdebu sudikah Ia mengusap Melihat gua yang berbunyi nyaring emas pun tak jua mengkilat tikus pun hanya melihat menunggu sungging bibirnya Untuk menunggu sekumpulan sampah sampah pengganggu menyeruak menenangkanmu
5
Wahyu Hidayat Jr.
IRAMA LORONG GUA Pandangan nan jauh tinggi oase mulai kehilangan tempat Tuhan pun tak menghadiri rapat inilah jalan manusia seolah para Dewa ikut membawa arit mengebiri dan menyambit rohani pun mulai kusam ternodai bercak noda kecil terus menggerogoti
6
Wahyu Hidayat Jr.
MATI RASA Ku terkulai lemas tak berdaya mengingat akan ukiran di tubuh seberapa seberapa apa Langit pun ikut menangis menangisi getir jiwa bersama teriakan sang angin mengayunkan jiwa yang terombang-ambing Meninggalkan satu jejak terus melihat puncak berharap puing runtuh meruntuhkan penyangga Lebur
7
Cerita Pendek Zamroni Allief Billah @KunciRembang
8
Zamroni Allief Billah
SEBAB AKU PEREMPUAN Setidaknya aku pernah merasakan bagaimana menjadi perempuan, mencintai dan dicintai walau akhirnya dicampakkan. Arimbi, kepada anak perempuanku satu-satunya inilah aku menaruh harapan besar bahwa dia kelak akan menjadi sebenar perempuan tidak sepertiku. Kau salah bila mengira aku tidak memiliki keinginan sebagaimana perempuan normal, namun aku telah mampu membunuh hampir seluruh perasaanku untuk kembali mencintai apalagi berharap rasakan dicintai oleh seorang laki-laki. Juga rinduku akan belaian hujan ketika mendung sudah mulai datang. Petir dan halilintar bagiku kini tak lagi menjadi pertanda sebab untuk perempuan sepertiku tak ada beda antara panas dan hujan. September tahun depan umurku sudah kepala empat, dan itu berarti Arimbi sudah lulus dari SMA. Sudah banyak yang barangkali selama ini dia pertanyakan walau tak berani disampaikan. Selagi masih mampu akan kucoba mengalihkan maka aku tak perlu menjawab perihal pribadi karena terlalu menyakitkan bagiku. Bisa membiayai dia hingga kini adalah kegembiraan tak terukurkan. Kesibukanku bekerja sedikit melupakanku dari kesakitan-kesakitan dan penghianatan dari orang-orang yang sangat aku cintai. Mas Prapto, kakak tertuaku adalah sosok yang begitu anggun dan penyayang. Bahkan ketika seluruh keluarga tak ada yang merestui bahkan menghujat hubunganku dengan Wijaya, lelaki keturunan cina, mas Prapto tampil sebagai pembelaku dan merestui hubunganku hingga lahirlah Arimbi atas restunya. Wijaya, lelaki yang selalu membuatku mampu merasa menjadi seorang perempuan sejati. Senyumnya selalu menguatkanku dan mampu memberiku semangat untuk terus bangkit dan berjuang memperbaiki diri. Hingga aku sungguh merasa akulah perempuan paling beruntung di dunia ini, memiliki lelaki tampan dan penyayang. “Hanya sampai di sini, aku tak bisa lagi melanjutkan ceritaku,� ucap perempuan itu kepada lelaki di sebelahnya. Pada akhirnya, lanjut ia, aku merasa bahwa tiap manusia memiliki masing-masing kisah yang barangkali cukup dia sendiri yang tahu. 9
Lelaki kurus berambut sebahu dengan asap rokok yang tak pernah putus dari mulutnya, membolak-balik lembaran kertas lusuh yang berisi tulisan tangan tentang kisah pribadi Shu, perempuan yang dia kenal lewat pertemuan yang tidak disengaja. Entah apa yang dipikirkannya, lelaki itu memandang hamparan tegalan yang dikelilingi hutan jati. “Shu, aku sungguh tertarik dengan segenap kisahmu, juga tentang pilihan hidupmu untuk hidup menyendiri dalam hutan hanya berkawankan binatang malam dan segenap kesepian yang melingkupinya.” Menyandarkan kepalanya di dinding gelam, perempuan itu menarik nafas panjang matanya kosong memandang tanaman jagung yang mulai berbunga yang kini menghiasi petak tegalan miliknya sejenak kemudian berpaling kepada lelaki di sebelahnya dan tersenyum. “Itu sebabnya kisahku tak jadi kulanjutkan, biarkan semua menguap sebagaimana ketidakmampuanku meneruskan kisah,” katanya. “Namun, aku sungguh mengagumi caramu hidup dan melanjutkan kisah ini. Justru aku bangga dengan segenap petualangan yang kau lakukan kini. Seorang perempuan tinggal dalam gubug di tegalan yang dilingkup hutan jati, tanpa ada sedikitpun penerangan kecuali ketika bulan sedang purnama. Sungguh kau benar – benar orang Rembang sejati” “Maksudnya?” perempuan itu menimpali “Coba kita tengok sejarah, bagaimana tetangga kita Brandhal Naya Gimbal memilih mengasingkan diri di tengah hutan Ngajaran lalu memimpin pergerakan dan pemberontakan kepada pemerintah kabupaten Rembang yang telah menjual diri kepada Belanda, dan banyak kisah yang lain tentang tokoh lain di sini. Kaulah orang Rembang sejati seorang perempuan petualang yang mempertaruhkan hidupnya dalam kesendirian demi seorang putri” “Sutini telah mati, yang ada kini adalah Arimbi, kupertaruhkan hidupku agar kelak Arimbi akan melanjutkan kisahku dan tak lagi mengulang kisah pilu yang menimpaku,” tampak menetes air mata dari dua sudut mata tirusnya. Dua puluh tahun lalu, kata perempuan itu, ketika Wijaya, orang yang paling aku cintai dengan tanpa alasan tiba-tiba meninggalkan kami hanya meninggalkan selembar kertas yang bilang bahwa dia tak akan pernah kembali “Lanjutkan hidupmu walau tanpa aku,” ucap perempuan itu mengenang kalimat terakhir di baris yang ditinggalkan suaminya.
10
Sungguh betapa hancur perasaanku saat itu, ketika mulanya aku tak peduli dengan apa kata keluarga dan tetangga. Mereka mengkhawatirkan bahwa suatu saat aku akan ditinggalkan oleh Wijaya, suamiku yang tidak jelas asal-usulnya. Benar juga, setelah semua mengucilkanku, Wijaya orang yang sangat aku cintai tiba-tiba meninggalkanku tanpa alasan. Atas saran mas Prapto, kutitipkan Arimbi dan aku meninggalkan Indonesia untuk pergi ke Malaysia. Tepat setelah dua tahun setengah aku kembali ke Indonesia untuk melepas rinduku pada Arimbi, bocah kecil dengan mata sipit seperti ayahnya setelah sekian tahun dalam asuhan pamannya terlihat agak kurusan namun terlihat sehat dan ceria. Kupercayakan seluruh keuangan pada mas Prapto untuk mengelola, semua rekening di bank atas namanya. Semuanya baik-baik saja dan memantapkanku untuk kembali untuk kali kedua ke negeri Jiran mengumpulkan uang agar bisa menyekolahkan Arimbi setinggi-tingginya agar masa depannya lebih baik dariku. Perempuan itu kembali menarik nafas panjang, dan terlihat matanya mulai merah, mengenangkan kisahnya. Sedang lelaki di sebelahnya hanya diam tidak sepatah katapun keluar dari mulutnya. Hanya sesekali desah panjang mengiringkan asap rokok kretek dari bibir hitamnya. “Permasalahan baru terjadi sepulangku yang kedua dari Malaysia, seluruh rekening dipindahkan ke rekening pribadi mas Prapto yang lain. Dan rumah yang aku tinggali warisan oang tua sudah disertifikatkan atas nama dia. Aku merasa benar-benar sendirian di dunia ini. Mas Prapto kakak dan keluarga satu – satunya yang selama ini memberiku support untuk tetap hidup dan berjuang demi Arimbi ternyata menghianatiku juga,� Shu tak mampu lagi melanjutkan kisahnya. Mereka berdua tenggelam dalam masing -masing kegelisahan. Rintik hujan tiba – tiba turun terdengar halus jatuh menetes di rumbia atap gubug yang ada di dalam hutan itu. Dari kejauhan mulai bergemuruh saat tetes hujan jatuh di daun jati. Serupa irama tetabuhan alami menjadi harmoni alam, desau angin bertiup menggoyang reranting dan semak- semak menenggelamkan mereka dalam masing - masing kegelisahan. Rembang, 29 Mei 2011
11
Puisi-puisi Abdul Chamim @gentongmiring
12
Abdul Chamim
AKU KATAKAN HARI INI Aku katakan pada air bahwa batu-batu telah mengubur rumput Aku katakan kepada rumput bahwa batubatu telah menutup tanah Dan aku katakan pada pohon bahwa batubatu telah membuatmu kering Aku katakan pada angin bahwa batubatu telah membuatmu gerah Aku katakan kepada awan bahwa batubatu telah membuatmu beku Dan aku katakan pada hujan bahwa batubatu telah mengganti kedudukanmu Aku katakan pada embun bahwa batubatu telah membuntu poripori Aku katakan kepada pagi bahwa sore takkan kembali Dan aku katakan pada malam bahwa pagi takkan menemui. Aku katakan pada langit bahwa batubatu telah menghancurkan bumi Aku katakan kepada bumi bahwa batubatu telah mengubur laut Dan aku katakan pada laut bahwa batubatu telah menyatu Aku katakan pada matahari bahwa batubatu telah memadamkan sinarmu Aku katakan kepada bulan bahwa batubatu telah merobek wajahmu Dan aku katakan pada bintang bahwa batubatu telah menyesatkanmu Kini, ceritakan padaku bahwa air, rumput, pohon, angin, awan, hujan, Dan embun, telah musnah bersama sejarah. Kini lihatlah bahwa langit, bumi, matahari, dan bulan Bahkan bintang telah hancur bersama sisa umur. Detik ini dan dan hari ini, marilah ciptakan sejarah baru Sebab sejarah memang harus diciptakan. Gentongmiring, 24-02-2012
13
ABDUL CHAMIM
PERSELINGKUHAN HITAM (sebuah perjalanan) 1 Kau eratkan tali syetan dalam lidahmu Kau lingkarkan api dalam sembahyang ritualmu Kau taruh batubatu dalam rongga dadamu Kau telan darah amarah bersama sekutu dan selingkuhanmu. Kau panggil izrail dengan nafsumu, Lalu kau tabuh genderang kematian untuk hidupmu. 2 Kini..., pagiku kau tutup debudebu Bumi kau belah dan mentari kau lumat dengan dendam kusumat. Tiang langit kau robohkan kemudian kau bangun peradaban baru. Peradaban membangun negeri dengan tulangtulang, Lalu menjelma binatangbinatang malam. Menyatu dalam pekat erat sepanjang hayat. 3 Senja pucat cacat bersama kalimatkalimat. Senja keriput kau palut dengan maut, dan Senja renta kau kencingi dalam rumahmu sendiri. 4 Maghrib menyalib di balik bilik peti mati Menggambar binar benar yang nanar. Adzan tuli, dan mungkin malam takkan kembali Menemu sembahyangsembahyang suci. Gentongmiring, 18-12-11
14
ABDUL CHAMIM
MASIH ADA TUHAN DI SELANGKANGANMU Malam bila datang, Kau hadir dengan segala kenikmatan. Kau teguk genangan peristiwa di ubunubunmu, Serupa masalah yang lelah sepanjang sejarah. Lalu kau lempar senyum di antara lampu remang, botol vodka, bir, Dan lelaki yang menjelma dewa penyelamat dalam ayat hikayat. Antara ya dan tidak, kau larut dalam alunan musik kalut Yang menyelimut di mimpimimpimu. Mimpi tuk mencipta dunia sebab kau telah tersingkir darinya. Kini, kau pasrah pada lelah yang tak bersudah, Tapi kau yakin bahwa cinta masih ada di bilik dosa. Malammu adalah hidupmu Hidupmu adalah malammu. Kau lumat tobat dalam kamar sebahyangmu, Kemudian kau angkat selangkanganmu ke atas langitlangit gaib. Surabaya, 02-12-11
15
‌.halaman ini sengaja dikosongkan
16