PERBUATAN MELANGGAR HUKUM;
FAKTOR KEKESENGAJAAN DAN FAKTOR KELALAIAN
Dyah Ochtorina Susanti UNIVERSITAS JEMBER FAKULTAS HUKUM 2012
FAKTOR KESENGAJAAN ď Ź
Unsur-unsur pokok dari perbuatan melawan hukum yang terdapat dalam pasal 1365 BW adalah: 1. Adanya suatu perbuatan 2. Perbuatan tersebut melawan hukum 3. Adanya kesalahan dari pihak pelaku (baik kesengajaanataupun kelalaian) 4. Adanya kerugian bagi korban 5. Adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian.
ď Ź Unsur
kesalahan dianggap terpenuhi jika memenuhi salah satu diantara ketiga unsur berikut ini:
1. Ada unsur kesengajaan 2. Ada unsur kelalaian (negligence, culpa) 3. Tidak ada alasan pembenar atau alasan pemaaf (misalnya: overmach, membeladiri, tidak waras dll)
ď Ź Unsur
kesengajaan adalah sebagai berikut: 1. Adanya kesadaran (state of mind) untuk melakukan 2. Adanya konsekuensi dari perbuatan 3. Kesadaran untuk melakukan, bukan hanya untuk menimbulkan konsekuensi, melainkan juga adanya kepercayaan bahwa dengan tindakan tersebut “pasti� dapat menimbulka konsekuensi tersebut.
Pada hubungan dengan akibat yang ditimbulkan oleh adanya tindakan kesengajaan tersebut, “rasa keadilan” meminta kepada hukum agar hukum lebih memihak kepada korban dari tindakan tersebut, sehingga dalam hal ini, hukum lebih menerima pendekatan yang “OBYEKTIF”.
Penggunaan pendekatan yang “OBYEKTIF” terhadap akibat dari perbuatan kesengajaan tersebut, membawa konsekuensi-konsekuensi yuridis sebagai berikut: 1. Maksud sebenarnya untuk melakukan perbuatan melanggar hukum yang lain dari yang terjadi. Ex. Menakut-nakuti dengan pistol kemudia meledak
2. Maksud sebenarnya untuk melakukan perbuatan melanggar hukum terhadap orang lain, bukan terhadap korban. Ex. Mau menembak A ternyata yang kena B 3. Tidak perlu punya maksud untuk merugikan atau maksud yang bermusuhan. Ex. Menendang A, tiba-tiba A terluka akibat tendangan tsb 4. Tidak punya maksud, tetapi tahu pasti bahwa akibat tertentu akan terjadi. Ex. Mendorong teman, dan teman tejatuh, akibatnya luka.
FAKTOR KELALAIAN ď Ź
Perbuatan Melawan Hukum dengan unsur kelalaian berbeda dengan unsur kesengajaan. Pada unsur kesengajaan, ada niat dalam hati dari pihak pelaku untuk menimbulkan kerugian tertentu bagi korban, atau palling tidak dapat mengetahui secara pasti bahwa akibat dari perbuatannya tersebut akan terjadi. Pada unsur kesengajaan tidak ada niat dalam hati pihak pelaku untuk menimbulkan kerugian tersebut.
ď Ź
Unsur kelalaian adalah sebagai berikut: 1. Adanya suatu perbuatan atau mengabaikan sesuatu yang semestinya dilakukan. 2. Adanya suatu kewajiban kehati-hatian (duty of care. 3. Tidak dijalankan kewajiban kehati-hatian tersebut. 4. Adanya kerugian bagi orang lain. 5. Adanya hubungan sebab akibat antara perbuatan atau tidak melakukan perbuatan dengan kerugian yang timbul.
DOKTRIN-DOKTRIN KELALAIAN 1. Kelalaian kontribusi (Contributory Negligence) Mengajarkan bahwa agar seorang korban dari perbuatan melanggar hukum dapat menuntut pelakunya, korban tersebut haruslah dalam keadaan tangan yang bersih (clean hand). Maksudnya adalah bahwa pihak korban tidak boleh ikut lalai, yang berarti ikut juga mengkontribusikan terhadap kerugian yang ada.
Pesan di belakang teori kelalaian kontributor ini adalah seseorang (dalam hal ini korban) haruslah melindungi dirinya untuk tidak bertindak ceroboh (lalai) untuk dirinya sendiri.
2. Kelalaian Komparatif (Comparative Negligence)
Menurut doktrin ini, besarnya kerugian yang harus dibayarkan kepada korban sebanding dengan kontribusi kesalahan dari pelaku dan korban sendiri.
3. Kesempatan Terakhir (Last Clear Chance) Doktrin kesempatan terakhir (last clear chance) merupakan turunan dari doktrin kelalaian kontribusi. Doktrin kesempatan terakhir ini mengajarkan bahwa jika dalam suatu perbuatan melanggar hukum, pihak korban sebenarnya dapat mengambil tindakan untuk menghindari terjadinya perbuatan tersebut, sedangkan kesempatan untuk menghindari tidak dilakukan oleh korban, maka ganti rugi tidak dapat dimintakan kepada pelaku perbuatan melanggar hukum, meskipun pelaku perbuatan melanggar hukum tersebut dalam keadaan lalai.
Logika dari doktrin ini adalah bahwa pihak korban juga ikut sebagai penyebab (superseding cause) terhadap perbuatan melanggar hukum tersebut.