EXPEDISI EDISI KHUSUS I OSPEK UNY 2015
B U D AYA
KRITIS
Ahmad | EXPEDISI
MEMBANGUN
Senin (24/8), penyambutan mahasiswa baru FBS yang terpaksa dilaksanakan di luar karena anggota parade Ormawa FBS tidak dapat masuk ke dalam GOR UNY.
sentra
FBS Menolak Masuk GOR UNY Karena tidak semua diperbolehkan masuk untuk mengikuti parade, wakil Ormawa FBS kompak enggan mengikuti parade di dalam GOR.
S
enin (24/08), parade Organisasi Mahasiswa (Ormawa) Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) tidak diizinkan memasuki Gedung Olah Raga (GOR) UNY di hari pertama Ospek UNY. Hal tersebut terjadi lantaran jumlah masa dalam parade Ormawa perwakilan dari FBS dianggap melebihi batas maksimum yang telah diatur sebelumnya. Adapun, para perwakilan Ormawa dari FBS tersebut tak kehabisan akal, mereka
berinisiatif untuk menyambut calon adikadik barunya dengan cara menyanyikan berbagai yel-yel Ospek FBS dari luar GOR UNY. Dengan lantang dan penuh semangat mereka menyanyikan yel-yel kebanggaan. Peristiwa ini berawal ketika rombongan perwakilan Ormawa FBS yang datang tidak semuanya dapat memasuki GOR. Hanya 80 orang dari 16 Ormawa yang diizinkan. Selebihnya, tidak boleh masuk karena melebihi kuota. Namun,
mereka memilih menolak masuk jika ada anggotanya yang tidak diizinkan masuk. Pihak panitia ospek universitas sendiri memberikan kuota bagi setiap Ormawa dengan jatah mengirimkan lima orang perwakilannya untuk mengikuti parade. Kuota itu telah disetujui oleh semua ketua BEM di UNY melalui Forum Komunikasi (Forkom) yang diselenggarakan sebanyak dua kali. “Pertemuan pertama sebetulnya BEM FBS agak keberatan dengan tawaran
sentra
Vathir | EXPEDISI
Senin (24/8), Prof. Dr. Sumaryanto, M.Kes., saat diwawancarai setelah memberi keputusan terkait sikap FBS di depan GOR UNY.
mengirimkan sebanyak lima orang wakilnya. “Oke lah, kalau seandainya memang begitu kami tambahkan jadi lima (orang),” tambah Haris. Dengan segala pertimbangan akhirnya pihak FBS yang diwakili oleh Ketua BEM FBS, Agus Setiawan, menyetujui tawaran tersebut. Sementara itu, Agus juga membenarkan bahwa telah menyetujui kuota tersebut. “Saya menyetujui karena ada pascasarjana (di dalam GOR.red), kan kita mikir ada 600 orang kan nggak bisa,” tutur Agus. “Dengan pertimbangan bahwa di bawah itu ada mahasiswa pasca, tapi ternyata, saya tidak dikabari lagi kalau ternyata di bawah itu tidak ada lagi mahasiswa pascasarjana setelah zuhur (sebelum sesi parade berlangsung. red),” tambah Agus. Setelah kejadian tersebut, pihak panitia kemudian berkomunikasi dengan Wakil Dekan III FBS, Wakil Rektor III, ketua panitia ospek, serta perwakilan dari FBS, untuk berdiskusi bersama. Wakil Rektor III membuat keputusan dan disepakati bersama bahwa perwakilan dari FBS tetap di luar untuk kemudian menyambut Maba yang keluar setelah acara di dalam GOR usai. “Karena satu rasa sama rasa, kalau satu nggak masuk, nggak masuk semua, teman-teman FBS gitu,” kata Haris. ”Ini sebenarnya bukan walk out, karena memang passion-nya FBS itu gotong royong, kebanggaan, dan sangat solid, jadinya kita selalu bersama-sama,” Kata Dr. Kun Setyaning Astuti, M.Pd., Wakil Dekan III FBS. “Kalau ada yang
tidak masuk, yang lainnya juga tidak masuk,” tambahnya. Di lain pihak, Wakil Rektor III, Prof. Dr. Sumaryanto, M.Kes., juga sempat meminta pihak BEM REMA untuk memberikan kelonggaran kepada perwakilan dari FBS. Meskipun dengan jumlah masa yang sudah melampaui
“ Karena satu rasa sama rasa, kalau satu nggak masuk, nggak masuk semua, teman-teman FBS gitu
“
yang kami berikan tiga (orang) per Ormawa,” kata Haris Fadillah, Presiden BEM Republik Mahasiswa (REMA) UNY. Kemudian karena keberatan itulah diselenggarakan Forkom kedua yang diperoleh persetujuan bersama bahwa tiap Ormawa mendapat jatah
kuota. “Akan tetapi mahasiswa FBS karena sudah telanjur mengenakan kostum dan dandan, itu juga untuk kebaikan, kebersamaan juga kemuliaan UNY,” ujarnya. Namun, sudah disepakati bahwa 80 sudah batas maksimum. Agar tidak menjadi tradisi di kemudian hari, REMA tetap pada pendiriannya agar kesepakatan yang sudah sama-sama disepakati bersama dihormati oleh setiap elemen di dalamnya. Andhika Yusuf Widyawan Ahmad, Aris, Devi, Ghozali, Putra
EDITORIAL Buruknya Komunikasi Panitia Ospek Sejak 21 Mei 2015, terhitung sudah empat bulan kepanitian Ospek UNY 2015 terbentuk. Waktu yang cukup lama untuk mempersiapkan sebuah acara. Namun, pada Senin (24/8), persiapan lama itu tampak belum matang. Parade Ormawa tidak berjalan semestinya. Ormawa FBS batal memasuki Gor. FBS bersikeras masuk dengan masa melebihi kouta atau tidak sama sekali. Ketua BEM FBS, Agus Setiawan, mengklarifikasi bahwa FBS menyepakati kuota 80 orang dengan catatan mahasiswa pascasarjana ada di dalam GOR. Ketika parade Ormawa dilaksanakan,
2
ternyata mahasiswa pascasarjana sudah meninggalkan GOR. FBS menganggap kesepakatan dengan panitia telah gugur. Namun, Eko Susanto, ketua panitia, bersikeras tidak bisa memasukkan Ormawa FBS yang melebihi kouta. Mediasi oleh wakil dekan tiga FBS bersama wakil rektor tiga, menghasilkan keputusan bahwa FBS tetap dibatasi kuota 80 orang. Mengingat forum komunikasi antarpanitia Ospek UNY dengan BEM FBS sebanyak dua kali yang diselenggarakan sebulan sebelum Ospek dan belum ada kesepakatan bersama yang kuat. Seharusnya diadakan forum
untuk benar-benar memberikan kesepakatan bersama yang utuh dan tidak sepihak. Menjadi pekerjaan rumah kepanitiaan Ospek berikutnya untuk memperkuat komunikasi antarelemen agar terselenggaranya Ospek yang sesuai Keputusan Dirjen Dikti No. 25/DIKTI/Kep/2014 tentang Panduan Umum Pengenalan Kehidupan Kampus Bagi Mahasiswa Baru dalam BAB V yang berisi OSPEK sebagai pengenalan Organisasi dan Kegiataan Kemahasiswaan.
Redaksi
edisi I | ospek 2015
PeRSEPSI
Jangan Jual Idealisme Jangan bicara soal idealisme Mari bicara berapa banyak uang di kantong kita
S
ebuah petikan lirik lagu Iwan Fals berjudul Jangan Bicara yang dirilis pada 1984. Selaiknya lagu-lagu Iwan yang lain, lagu ini juga merupakan gambaran sebuah realitas pada masanya. Jangan Bicara mengulas tentang banyaknya kalangan yang dengan lantang meneriakkan idealisme namun tidak memahami secara mendalam idealisme yang dipilihnya. Hasilnya, ketika penguasa “menawarkan” diri menjadi sekutu, idealisme tersebut habis digerogoti kehidupan yang lebih mapan. Tampaknya, realitas di masa tersebut masih membudaya hingga kini. Banyak individu yang ketika masih menjadi mahasiswa mengatasnamakan diri aktivis. Tanpa ragu meneriakkan hak-hak rakyat kecil—padahal kehidupannya sendiri bahkan jauh dari kata menderita—di setiap kesempatan. Dengan dalih membawa tujuan mulia guna mengubah sistem, mereka masuk ke sistem. Namun pada akhirnya justru terjerumus pada praktik-praktik kotor. Sebutlah Anas Urbaningrum, mantan petinggi salah satu partai di Indonesia. Sebagai aktivis sepak terjang Anas tidak
perlu diragukan. Pernah mengetuai salah satu organisasi mahasiswa yang cukup besar menjadi bukti sahihnya. Namun berbeda peran berbeda situasi, ketika bukan lagi menjadi mahasiswa, Anas justru terjerat tindakan korupsi yang dulu ia tentang. Anas hanya satu dari sekian contoh aktivis dengan pemahaman idealisme rendah yang terjangkit tabiat “lupa daratan”. Yakni ketika mahasiswa sedikit mengalami reposisi yang mengarah pada pragmatisme ideologis. Jauh-jauh hari, dalam pidato kebudayaan pada 1977, Mochtar Lubis mengatakan ciri manusia Indonesia adalah hipokrit (munafik), tentu saja tanpa maksud menggeneralisasi. Karena kita juga masih punya banyak panutan ideal. Soe Hok Gie, aktivis angkatan ’66, misalnya, seorang yang jujur dan lurus. Dalam sebuah catatan, Hok Gie pernah mengutarakan kekecewaan dengan cara yang elegan. Kepada teman-teman seperjuangannya yang membelot menikmati kekuasaan, Hok Gie mengirim paket berisi bedak, gincu, dan kaca. Ia mempersilakan mereka memperpantas diri agar terlihat “cantik” di depan penguasa. Sebagai mahasiswa, perkara yang harus kita cermati adalah sejauh mana kita mampu mendalami idealisme dan mempertahankannya hingga telah di luar
UNY Tempo Doeloe
D
ari sorot mata dan kerutan yang ada dikantung matanya, Wakil Dekan III FBS UNY, Dr. Kun Setyaning Astuti M.Pd., terlihat mengerti betul asal usul UNY. Ibu Kun, sapaan akrabnya, menceritakan, pada tahun 1962, UNY adalah salah satu fakultas di UNGM (kini UGM) bernama Fakultas Pedagogik (FP) yang kemudian dipecah menjadi tiga fakultas yaitu, Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP), Fakultas Pendidikan Djasmani (FPD), dan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan (FKIP). Karena waktu itu tuntutan dunia pendidikan semakin tinggi dan bidang keguruan sangat diminati, terjadilah pemekaran antara UNGM dengan FKIP. Lalu pada tahun 1963, berdirilah Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP), yaitu gabungan dari FKIP, IPG (Institut Pendidikan Guru), dan FIP. “Memang dulu kita menginduk pada UGM. Karena FKIP waktu itu semakin besar, jadi kita memisahkan diri agar bisa lebih maju jika dikelola masing-
dunia mahasiswa. Konsistensi menjadi isu utama. Bukan malah menjadi olokolok bahwa idealisme hanya mainan mahasiswa saja. Ketika sudah tidak lagi menjadi mahasiswa, idealisme tidak perlu dipertahankan. Idealisme dianggap bertabrakan dengan realitas. Sampai muncul keraguan, bagaimana mempertemukan idealisme dengan realitas. Padahal, idealisme adalah realitas itu sendiri. Pemahaman ini boleh saja jauh dari akar katanya. Di mana “ide” berarti dunia di dalam jiwa pemikiran. Sebuah pandangan Plato yang menekankan halhal bersifat ide, dan merendahkan fisik dan materi. Saat ini, kita mengejawantahkan idealisme sebagai hidup atau upaya untuk hidup menurut cita-cita yang dianggap sempurna. Idealisme yang bukan hanya mendalam akan teori namun dangkal pada realitas. Melainkan kesadaran untuk menjembatani keduanya. Paling utama, mahasiswa harus bisa mencegah distorsi idealisme meski kelak telah berbeda peran. Jangan sampai lagu yang Iwan Fals tulis 31 tahun silam itu masih relevan sampai sekarang (atau mungkin memang masih relevan). Putra Ramadan
infotorial
masing,” jelas Ibu Kun mantap dengan sedikit senyum diujung kalimat. “Namun, karena kita (IKIP) tidak berlebel universitas, maka kita kesulitan untuk mengembangkan ilmu secara leluasa dan kita terbatasi oleh nama IKIP untuk pengambilan dana, misalnya. Akhirnya, kita ganti berganti menjadi Universitas Negeri Yogyakarta,” tutur Ibu Kun sembari mengankat kedua tangannya di depan dada seperti memperagakan sebuah tingkatan. Ghozali Saputra
Pimpinan Proyek Arina Makarimal | Sekretaris Triyo Handoko | Bendahara Fara Famular | Redaktur Pelaksana Putra Ramadan | Redaktur Andhika Widyawan, Ghozali Saputra, Putra Ramadan | Reporter Ahmad, Aris, Devi, Ghozali, Putra | Redaktur Foto Ayuningtyas Rachmasari | Artistik Ade Luqman, Andhika Widyawan, Dinda Sekar, Kustian Rudianto| Produksi Devi Ellok | Iklan Ahmad Wijayanto, Desy Nirmala, Fajar Azizi, Ghozali Saputra | Tim Polling Andi Vangeran, Ervina Nur, Khusnul Khitam, Urlik Hufum | Sirkulasi Bayu Hendrawati| Alamat Gedung Student Center Lt. 2 Karangmalang Yogyakarta 55281 | Email lpm_ekspresi@yahoo.com | Web Ekspresionline.com | Redaksi menerima artikel, opini dan surat pembaca. Redaksi berhak mengedit tulisan tanpa mengubah isi.
Ospek 2015 | edisi I
3
GALERI
Vathir | EXPEDISI
Ade | Expedisi Azizi | EXPEDISI
Senin (24/8), Maba FBS keluar dari GOR dan disambut Ormawa FBS.
Senin (24/8), Ormawa FBS berkumpul di depan GOR UNY sambil menyanyiikan yel-yel untuk menyambut maba FBS karena tidak diperbolehkan masuk untuk mengikuti parade ormawa oleh Panitia OSPEK Universitas.
4
Vathir | EXPEDISI
Ade | Expedisi
Vathir | EXPEDISI
Senin (24/8), Prof. Ir. Sudjarwadi, M.Eng.,Ph.D., mantan Rektor UGM berpidato di hari pertama Ospek UNY 2015.
Senin (24/8), mahasiswi FBS melakukan body painting demi menyambut Maba FBS 2015.
edisi I | ospek 2015