EXPEDISI E D I S I K H U S U S D I E S N ATA L I S U N Y K E - 5 3 | M E I 2 0 1 7
MEMBANGUN
Lab. KWU Berubah Jadi Plaza
B U D AYA
KRITIS
SENTRA
EDISI KHUSUS DIES NATALIS UNY KE-53 21 MEI 2017
Pergantian Nama sebagai Strategi Pemasaran Ekonomi kerakyatan menjadi konsep Plaza UNY untuk melatih jiwa kewirausahaan.
T
anggal 21 Mei merupakan hari ulang tahun Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Pada tahun ini UNY menginjak usia ke-53 tahun. Acara Dies Natalis kali ini dilaksanakan pada Senin (22/5) di Auditorium UNY. Acara tersebut sekaligus peresmian perubahan nama Laboratorium Kewirausahaan (Lab. KWU) menjadi Plaza UNY. Perubahan nama menjadi Plaza UNY merupakan strategi meningkatkan jumlah konsumen. Seperti diakui oleh Ketua Badan Pengelolaan dan Pengembangan Usaha (BPPU) Endang Mulyani, sebelumnya nama Laboratorium hanya menimbulkan persepsi sebagai tempat praktek mahasiswa, padahal tempat tersebut juga digunakan untuk umum. “Sekarang diganti plaza diharapkan umum juga ikut berpartisipasi meramaikan plaza itu, jadi konsumennya bertambah besar,” kata Endang. Selama ini, Lab. KWU memang menjadi sarana bagi mahasiswa untuk mengasah jiwa berwirausaha. Lab. KWU pertama kali diresmikan pada 17 Mei 2016. Didirikannya Lab. KWU juga sebagai bagian dari syarat UNY menjadi Peguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH). PTN-BH menuntut persyaratan setiap institusi mempunyai peran mengembangkan usaha kecil dan menengah. Semula mahasiswa yang berjualan merupakan kelompok usaha yang terdiri dari lima mahasiswa lintas jurusan dan angkatan. Setiap fakultas diberi jatah empat stan, begitu pula Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) dengan jumlah stan yang sama. Stan berjualan mahasiswa menempati lantai dua dengan produk sebagian besar non-makanan. Menurut Endang, jadwal berjualan mahasiswa tidak konsisten. Jadwal buka dan tutup stan yang masih menyesuaikan jadwal kuliah mahasiswa membuat jadwal berjualan tidak konsisten. Lab. KWU pun sempat vakum. Untuk menyiasatinya, UNY mengisinya dengan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) sebagai pendukung
2
untuk mendatangkan konsumen. Sementara itu, mahasiswa masih merasa keberatan jika harus memakai karyawan untuk berjaga di stan, mengingat pendapatan yang diperoleh dari hasil penjualan tidak cukup besar. BPPU telah merencanakan aturan berupa jadwal buka dan tutup Plaza UNY. “Kita bikin aturan jam 09.00 pagi buka, tutup jam 21.00 malam. Peraturan ini belum dibikin tertulis,
tapi sudah diinformasikan Nossis | Expedisi secara lisan dan diterima oleh koordinator laboratorium,” ungkap Endang. Endang menambahkan, harapannya aturan tersebut mendorong mahasiswa untuk memiliki karyawan. Plaza UNY memiliki empat lantai ditambah basement. Lantai pertama atau selasar ditempati KOPMA CORE dan biasa digunakan untuk pameran. Lantai dua merupakan tempat berjualan produk mahasiswa non-makanan. Bank, toko buku, dan penjualan souvenir menempati lantai tiga. Sementara foodcourt menduduki lantai empat. Di foodcourt sebagian penjual adalah mahasiswa, tapi sebagian lagi merupakan pindahan kantin yang terkena relokasi tempat karena akan didirikan bangunan UNY, seperti
kantin IKA dan kantin Bunda. BPPU tidak menerapkan sistem persewaan bagi mahasiswa yang memakai stan di Plaza UNY. Hanya saja, tujuh persen dari omzet yang diperoleh akan masuk ke UNY. Berbeda dengan penjual umum, tarif biaya sewa stan mempertimbangkan tempat yang strategis. “Yang menghadap ke ekskalator itu 15 juta per tahun. Kalau yang menghadap ke timur atau menghadap tembok 10 juta per tahun. Ini memang sudah ada ketetapannya,” ungkap Endang. Promosikan Plaza UNY Selama ini, pihak BPPU belum memiliki data terkait presentase jumlah pengunjung dan pembeli dari tahun ke tahun. Namun, bergantinya nama Laboratorium Kewirausahaan menjadi Plaza UNY cukup memengaruhi omzet penjualan di KOPMA CORE. Pada hari pergantian nama itu, KOPMA CORE meraup omzet hingga enam juta dalam sehari. Sementara Endang menyatakan jika BPPU belum mengetahui dampak bagi penjual yang mahasiswa atas pergantian nama tersebut. “Kita belum tahu, ‘kan baru kemarin Senin dilaunching,” kata Endang. Endang menambahkan, laporan keuangan dilakukan sekali dalam satu bulan. Untuk meningkatkan jumlah konsumen dan pengunjung, promosi menjadi salah satu cara untuk mengenalkan Plaza UNY kepada publik. Saat acara Dies Natalis kemarin, promosi dilakukan dengan cara mencetak brosur dan promo belanja di Plaza UNY. Meskipun sudah melakukan promosi pada acara tersebut, tidak ada kunjungan ke Plaza UNY. “Karena launching-nya di auditorium dan memakan waktu hingga dua jam lebih, setelah acara selesai, dosen pun kembali disibukkan dengan mengajar,” kata Endang. Selama ini animo untuk meramaikan Plaza UNY baru mengandalkan kunjungan dari lembaga lain. Setiap kali ada kunjungan, Plaza UNY menjadi salah satu bagian dari rute kunjungan tersebut. “Kendalanya sebenarnya adalah bagaimana cara mahasiswa, dosen, dan karyawan suka berkunjung ke plaza biar lebih semarak,” kata Endang.
Keluhan Penjual Alfi Fadilah, mahasiswa pascasarjana, yang berjualan di basement Plaza UNY mengeluhkan sistem yang diterapkan di Plaza UNY. Setiap kali ada acara di lantai satu ia harus rela berpindah ke lantai atas. “Sebenarnya tak jadi masalah kalau tidak mengurangi omzet. Yang jadi masalah kalau mengurangi omzet,” keluhnya.
Saat acara peresmian perubahan nama menjadi Plaza UNY, stan Alfi dipindah ke atas dari lantai satu. Walaupun baginya bukan menjadi kendala dalam perolehan omzet, setidaknya mahasiswa yang berjualan merasakan ketidaknyamanan, tidak seperti yang dirasakan stan-stan dari luar yang sudah mendapatkan tempat yang nyaman. Ekonomi Kerakyatan Berdasarkan hasil audiensi untuk memperingati Hari Pendidikan Nasional pada 2 Mei 2017, Sutrisna Wibawa Rektor UNY menyatakan pergantian nama menjadi Plaza UNY merupakan niat UNY untuk mengubah konsep Laboratorium Kewirausahaan dengan memfasilitasi masyarakat dan mengedapankan unsur ekonomi kerakyatan. Ekonomi kerakyatan atau sekarang juga populer dengan ekonomi demokrasi ialah sistem ekonomi di mana pengelolaannya dilakukan secara kolektif, bukan dipegang oleh satu orang tertentu. “Ekonomi kerakyatan ‘kan kita ikut mengembangkan ekonomi masyarakat kecil. Jadi, bukan kapitalis. UMKMUMKM kita rekrut ke plaza.,” demikian kata Endang. Namun, relevansi sistem ekonomi kerakyatan, khususnya koperasi masih diragukan penerapannya di Indonesia.
"Sekarang diganti plaza diharapkan umum juga ikut berpartisipasi meramaikan plaza itu, jadi konsumennya bertambah besar." -Endang Bentuk koperasi, terutama simpan pinjam, rawan penyimpangan dari prinsip koperasi yang mengutamakan kebersamaan. Koperasi simpan pinjam di Indonesia sering disebut lintah darat berbadan hukum dengan penentuan sistem bunga yang tinggi. Koperasi ini juga bisa disiasati dengan kepemilikan individu walaupun namanya koperasi yang berasaskan pada kekeluargaan. Hal itu sebagaimana dikemukakan oleh Istianto Ari Wibowo, peneliti di Pusat Studi Ekonomi UGM. “Ad a d u a m a c a m ko n s e p kewirausahaan, kewirausahaan yang individual entrepreneur atau kolektif entrepreneur. Selama ini koperasi yang dicanangkan pemerintah adalah koperasi individual entrepreneur, yang justru berpeluang mengarah ke kapitalisme,” ujar Istianto. Salma Azzahra Bagas, Khansa, Yasin
Plaza UNY untuk Siapa? LABORATORIUM Kewirausahaan (Lab. KWU) UNY merupakan fasilitas yang dibangun untuk mahasiswa UNY agar dapat belajar mengelola serta mengembangkan usaha yang mereka pilih. Lab. KWU, setelah setahun berdiri, berubah nama menjadi Plaza UNY. Perubahan nama menjadi Plaza UNY dikukuhkan saat acara Dies Natalis UNY ke-53 pada 22 Mei 2017 di Auditorium UNY. Perubahan nama menjadi Plaza UNY dikarenakan nama Lab. KWU tidak menarik minat masyarakat. Masalah yang dialami oleh Lab. KWU sebenarnya bukan dalam konsep atau pun perubahan nama saja, namun fasilitas dan pelayanan belum optimal bagi para penjual mahasiswa.
Lab. KWU yang dahulu berkonsep bisnis mahasiswa, kini berkonsep ekonomi kerakyatan dengan membuka kepada Usaha Mikro Kecil dan Menengah untuk berjualan di sana. Edi Purwanta, Wakil Rektor II, pada Soft Opening Lab Kewirausahaan 13 Januari 2016, mengatakan bahwa gedung ini (Lab. KWU) merupakan salah satu tuntutan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI). Oleh karena itu, Lab. KWU merupakan tempat mahasiswa melatih jiwa kewirausahaan. Hal itu berkebalikan dengan konsep yang sekarang ada. Tidak hanya sebagai tuntutan KKNI, dibangun dan berubahnya konsep Plaza UNY merupakan niat UNY dalam rangka persiapan menjadi Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum. Ekonomi
kerakyatan di Indonesia hanya ditunjukan melalui UUD 1945, undang-undang, dan koperasi yang mati suri keberadaannya. Selain itu, hanya ada di lingkaran kecil masyarakat. Jika ekonomi kerakyatan memang dikembangkan, seharusnya UNY mengembangkan ekonomi kerakyatan sedari dulu dengan bekerja sama dengan para pengusaha kecil menengah. Mengembangkan minat dan bakat mahasiswa pun tidak perlu menunggu adanya tuntutan menjadi PTN-BH. Apakah ekonomi kerakyatan–juga Plaza UNY–sebatas dalam rangka menyiapkan PTN-BH? Jadi, Plaza UNY untuk siapa?
EDITORIAL
Endang mengungkapkan penyebab sepinya Plaza UNY, yaitu lift. Lift biasa digunakan mahasiswa ketika hendak ke foodcourt yang berada di lantai 4. Kebiasaan mahasiswa menggunakan lift dari basement langsung ke lantai 4 disinyalir menjadi penyebab sepinya Plaza UNY. Seperti diyakini Endang, dengan menggunakan lift maka mahasiswa tidak bisa berpartisipasi dalam meramakaikan Plaza UNY. Pada pukul 18.00 lift mulai dimatikan dan tidak difungsikan lagi. “Alasan lift dimatikan jam enam karena sebetulnya lift itu untuk melayani konsumen bank. Mahasiswa biar lewat ekskalator. Harapannya biar bisa lihatlihat dulu, ada produk apa saja di tiap lantai,” kata Endang. Lift memiliki fungsi yang cukup penting, salah satunya agar omzet penjualan tidak menurun dari pukul 18.00 WIB sejak lift itu dimatikan. Padahal mahasiswa yang baru selesai kuliah pada sore hari baru membuka stannya saat menjelang malam.
SENTRA
EDISI KHUSUS DIES NATALIS UNY KE-53 21 MEI 2017
Redaksi
Pimpinan Proyek Khansa Nabilah | Sekretaris Bagas Nugroho Pangestu | Bendahara Maulidya Alhidayah | Redaktur Pelaksana Ahmad Yasin | Redaktur Ahmad Yasin, Salma Azzarah | Reporter Bagas, Khansa, Yasin | Artistik Gilang Ramadhan, Mar'atu Husnia Alfi, Nossis Noer Dimas Hertanto, Sunardi | Produksi Rofi Ali Majid | Iklan Haris Dwi Saputra, Khairuddin Ahmad, M. Noor Alfian Choir, Roni Kurniawan | Sirkulasi Ramadhoni Satria Gunawan | Alamat Gedung Student Center Lt 2 Karangmalang, Yogyakarta 55281 | Email lpm_ekspresi@yahoo.com | Web ekspresionline.com | Redaksi menerima artikel, opini dan surat pembaca. Redaksi berhak mengedit tulisan tanpa mengubah isi.
3
PERSEPSI
EDISI KHUSUS DIES NATALIS UNY KE-53 21 MEI 2017
Melegitimasi Prestasi
S
udah banyak ahli mendefinisikan prestasi sebagai capaian yang diperoleh atas kerja keras seseorang. Prestasi juga sering dikatakan ketika orang berada pada titik di luar batas kemampuannya. Dari definisi tersebut, prestasi mengalami bermacam interpretasi yang muncul dari citra atas objek yang ditangkap oleh indra seseorang. Pengertian prestasi pun berkembang menjadi ketercapaian atas kepuasan diri dan gengsi. Menjadi kewajaran apabila prestasi pada akhirnya selalu dikaitkan dengan perlombaan. Perlombaan menjadi sesuatu yang prestis lantaran terdapat materi yang mendukungnya, seperti kostum, kendaraan, makanan, dan terakhir hadiah. Hal tersebut membentuk persepsi bahwa prestasi identik dengan materi. Mapres UNY Setiap tahun sekali Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) memberikan apresiasi terhadap mahasiswa berprestasi (mapres) dengan menyelenggarakan acara seremonial yang dilaksanakan secara periodik bersama jajaran rektorat. Pada tahun 2017 acara tersebut bertepatan dengan Hari Pendidikan tanggal 2 Mei lalu. Periode 1 April 2017-31 Maret 2017, tercatat ada 920 mapres UNY yang meliputi empat bidang, yaitu penalaran, seni, olahraga, dan kesejahteraan dan minat bakat. Adanya acara apresiasi UNY terhadap mapres tampaknya merupakan tradisi yang dijaga entah sejak kapan. Hal tersebut menunjukkan UNY tengah memetakan persebaran dan jumlah mapres dari tahun ke tahun. Tujuannya ialah mengamati potensi masing-masing bidang akademik dan minat bakat untuk dijadikan pertimbangan dalam mewujudkan kampus berakreditasi tinggi. Penisbahan ini tentu saja dapat mengambil parameter dari jumlah stempel yang pernah disematkan kepada kampus tersebut. Prestasi mahasiswa menjadi salah satu pertimbangan untuk menentukan akreditasi suatu kampus. Apalagi, sekarang UNY sedang gencar menuju
4
World Class University (WCU) yang mengharuskan lolos kulifikasi sebagai PTN-BH. Salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi PTNBH, yakni suatu kampus meraih juara pertama dalam kompetisi nasional dan internasional. Pencapaian prestasi pun turut ditentukan; kompetisi nasional minimal empat dan internasional minimal dua dalam dua tahun terakhir. Prestasi mahasiswa menjadi nilai tawar yang
Nossis | Expedisi
tinggi untuk mencapai sebuah tujuan, dalam kasus UNY menjadi kampus berakreditasi tinggi. Konsep Prestasi Buku mahasiswa berprestasi UNY memberi suatu gambaran mengenai konsep prestasi UNY. Pencapaian di perlombaan berjenjang seperti menjadi tolak ukur UNY untuk melegitimasi prestasi bagi mahasiswa. Bahwa prestasi, sebagaimana yang dibuktikan oleh buku itu, ialah capaian dari sebuah perlombaan dengan piala sebagai bayarannya. Pada akhirnya yang diperoleh dari perlombaan hanyalah kepuasan sesaat. Lebih mirip kembang api; sekali meledak,
sesudah itu lesap. Tentu saja bukan berarti hal itu merupakan sesuatu yang buruk. Siapa yang tidak tergiur oleh penghargaan atas pencapaian dari hasil latihan rutin, terlebih jika diganjar dengan materi. Persoalannya, konsep prestasi tersebut sebetulnya kekeliruan atas pemahaman kita mengenai prestasi. Apalagi jika kekeliruan itu telah dilegitimasi oleh pihak yang mempunyai otoritas. Legitimasi itu dapat berbentuk apa saja, bisa berupa acara malam penghargaan atau diabadikan dalam sebuah buku. Akibatnya, yang bercokol di kepala kita ialah pemahaman dari doktrin yang kerap dipropagandakan. Tampaknya memang tidak ada yang perlu dikhawatirkan mengenai pemahaman tersebut. Namun, sesungguhnya berkembangnya pemahaman tentang konsep prestasi tersebut justru akan timbul dikotomi prestasi. Pada akhirnya, akan muncul semacam pertentangan: mana yang bisa dikatakan prestasi mana yang tidak. Pengertian prestasi menjadi lebih sempit ketika orang memilih meyakini pemahaman yang dominan. D a l a m ka s u s U N Y, d i k o t o m i prestasi semakin lama semakin jelas dari data mahasiswa b e r p re s t a s i y a n g berhasil dikumpulkan. Sebagian besar prestasi diperoleh dari perlombaan. Seolah-olah jika bukan dari lomba tidak bisa disebut prestasi. Seolah-olah sesuatu yang berdampak langsung ke masyarakat bukanlah sebuah prestasi. Seperti sudah disinggung pada awal tulisan ini, prestasi bisa digunakan untuk meningkatkan daya tawar. Bukan keanehan apabila prestasi dipahami sebagai capaian atas sesuatu yang konkret, apalagi jika sudah melalui pengesahan penyelenggara negara. Akan tetapi, jika prestasi ialah bangunan pengertian menurut UNY yang identik dengan perlombaan, adakah cara lain untuk memberi harga pada sebuah pencapain yang berbeda dari perspektif umum? Ahmad Yasin