EXPEDISI EDISI KHUSUS II PKKMB UNY | AGUSTUS 2017
MEMBANGUN
B U D AYA
SENTRA
n Organisasi mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial berkumpul di halaman GOR UNY sebelum melakukan parade, Selasa (22/8).
KRITIS
Nardi | Expedisi
Pembicara TNI Timbulkan Polemik Sejarah kelam militer di Indonesia menjadi alasan adanya penolakan.
S
ejarah kelam militer di Indonesia menjadi alasan adanya penolakan. Diundangnya Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Gatot Nurmantyo menjadi salah satu pembi cara Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB) diwar nai penolakan. Front Mahasiswa Anti Militerisme-Rebut Demokrasi (FAMRED) menunjukkannya dengan melakukan aksi di depan Gedung Olahraga UNY, Selasa (22/8). Menurut Ali Akbar Muhammad, koordinator lapangan FAMRED, pe nolakan ini didasari atas sejarah kelam militer di Indonesia yang tidak boleh dilupakan. Ali berpendapat, tidak ada demokrasi selama tiga puluh dua tahun Indonesia di bawah rezim militer Soeharto. “Adanya pembantaian rakyat yang dilakukan pada 1965 dan hampir jutaan lebih masyarakat Indonesia,” katanya. Alasan penolakan militer masuk di ruang-ruang pendidikan, lanjut Ali, karena bukan pada tempatnya.
Ali menyatakan, adanya militer masuk kampus menunjukkan bo broknya pendidikan sekarang karena tak memiliki kurikulum yang ilmiah. Apalagi, sambungnya, adanya Undang Undang Pendidikan Tinggi meliberal kan pendidikan dan merupakan bentuk pelepasan negara di bidang pendidikan. “UNY sebagai kampus yang punya banyak akademisi seharusnya mengundang dosen atau akademisinya untuk memberikan kuliah tentang kebangsaan,” ujarnya. Ali menambahkan jika rezim Jokowi saat ini terindikasi militeristik. Hal itu ditandai dengan terbitnya Peraturan Pemerintah tentang Organisasi Masyarakat yang membumkam ruang demokrasi rakyat. M e n a n g g a p i a k s i t e r s e b u t , Sumaryanto, wakil rektor (WR) III, me ngatakan bahwa perbedaan pendapat itu wajar-wajar saja. “Bahkan dari pihak TNI menawarkan ruang dialog untuk masalah ini,” katanya, Selasa (22/8). Sumaryanto membenarkan diundangnya militer seba gai pembicara dalam PKKMB merupakan
inisiasi UNY. Mekanisme Pemilihan Pembicara Ada beberapa pertimbangan sebelum UNY mengundang militer. Menurut Sumaryanto, tuntutan untuk menerapkan bela negara menjadi alasan utama UNY mengundang dari kalangan militer. “Karena yang cocok berbicara tentang nasionalisme adalah militer,” ujarnya. Ia mengatakan, UNY variasi dalam memilih pembicara untuk PKKMB. Ketika ditemui pada Senin (21/8) Sumaryanto menegaskan, tidak ada unsur politis diundangnya panglima mengingat Gatot Nurmantyo sedang santer maju dalam bursa pemilihan Presiden 2019. “Salah satu mat eri yang direkomendasikan PKKMB yaitu wawasan kebangssan, bela negara, antisipasi narkoba, radikalisme, terorisme. Sampai saat ini salah satu na rasumber yang kompeten adalah TNI. Itu saja, tidak ada pretensi lain,” ungkapnya. Hal ini, akunya, sudah didiskusikan dengan panitia PKKMB UNY.
SENTRA
EDISI KHUSUS II PKKMB UNY AGUSTUS 2017 Akan tetapi, setelah mendapat konfirmasi via pesan singkat dari Rosyid Shidiq Hidayatullah, koordinator acara PKKMB UNY, pihaknya tidak diajak diskusi dalam menentukan pembicara untuk PKKMB. "Kami cuma menerima dari mereka," katanya. Kendati demikian, Gatot Nurmantyo berhalangan hadir sebagai pembicara pada PKKMB UNY. Perubahan susunan acara yang menempatkan pembicara TNI pada hari kedua PKKMB dari semula hari pertama merupakan alasannya. “Beliau tidak bisa hadir pada hari Selasa karena sudah punya jadwal di tempat lain,” kata Sumaryanto, saat memberikan konfirmasi ketika rehat. Sebagai gantinya, orasi kebangsaan Gatot Nurmantyo berjudul “Tantangan dan Peluang Menjadi Bangsa Pemenang dalam Kompetisi Global” tetap di sampaikan melalui perwakilan Danrem 072 Pamungkas Brigjen TNI Fajar Setyawan, S.IP pada Selasa (23/8).
EDITORIAL
Pro Kontra Militer Sebelum adanya orasi kebangsaan dari TNI pada di GOR, Fakultas Ekonomi (FE) telah menghadirkan jajaran Kapolda dan Brimob untuk mengisi acara Tech nical Meeting (TM) pada (19/8). Salah satu sie acara PKKMB FE, Yusuf, menjelaskan, “Kita melihat sepertinya nasionalisme di FE, khususnya UNY agak berkurang. Terus kita juga perlu membangun jiwa kepemimpinan bagi maba. Jadi kita mengadakan acara orasi kebangsaan yang dimulai dari ketua
Badan Eksekutif Mahasiswa, Brimob, sampai Polda.” Disinggung mengenai kaitannya dengan UNY yang akan mengundang militer sebagai pembicara PKKMB, Yusuf menjawab, “Tidak ada. Itu murni kami sendiri yang ingin buat
"
Nasionalisme sipil itu lebih diskursif dan kemungkinan untuk membuka wacana baru itu lebih luas."
acara seperti itu.” Sementara itu, Audia Paramita, mahasiswa Manajemen 2017, mengaku tidak mendapat apa-apa dari orasi kebangsaan pada TM II PKKMB fakultasnya. “Orang-orang sudah tahu dengan materinya, seperti menjauhi narkoba dan semacamnya,” saat ditemui selepas acara tersebut. Erisa, Pendidikan Luar Sekolah 2017, merasa tidak mempermasalahkan terkait masuknya militer di ranah kampus, “Menurut saya sih cocok-cocok saja.” Sementara itu Iksa Mahendra Gumelar, Bimbingan Konseling 2017, tak begitu paham materi yang disampaikan mi liter pada PKKMB di GOR. “Ya ter gantung acaranya tentang apa, tapi tadi membosankan,” katanya. Lebih lanjut, ia menyarankan, kalau bisa nanti pembicaranya dari dinas pendidikan atau
sosial. Halili, dosen Pendidikan Ke warganegaraan dan Hukum saat ditemui pada Senin (21/8) memp ers oalkan kedatangan TNI menjadi pembicara pada PKKMB UNY. “Kenapa membicarakan tentang kebangsaan dan nasionalisme yang segera dibayangkan itu militer? Kenapa bukan sipil?” Menurut Halili, militer itu pilihannya ‘hitam-putih’, beda dengan sipil yang fleksibel. “Jadi saya membayangkan bukan nasionalisme yang normatif dan terpendam. Dalam sipil nasionalisme itu lebih diskursif dan kemungkinan untuk membuka wacana baru itu lebih luas,” terangnya. Ia menambahkan, bukan perkara mudah untuk menhadirkan orang, tapi lebih inspiratif menghadirkan orang-orang sipil. Pendapat berbeda diberikan Supardi, dosen Pendidikan Ilmu Pengetahuan So sial saat dihubungi via surat elektronik, kalau institusi militer adalah yang paling cocok menerangkan tentang nasionalisme. “Pada masa sekarang, se telah militer kembali ke barak, hubungan militer dengan kampus sangat bagus. Tidak sekeras pada masa Orde Baru. Kalau sekarang militer diundang ke kampus dalam konteks mimbar akademik, mengapa tidak?” katanya. Nossis Noer Dimas Hertanto Ali, Khansa, Nardi, Yasin
TNI dalam Wacana Bela Negara Bisa dikata masuknya militer di dalam kampus merupakan peristiwa ahistoris. Misalnya, dalam Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB) UNY kedatangan pembicara dari Tentara Nasional Indonesia (TNI). Menilik berbagai masalah yang muncul hingga saat ini, terlebih sejarah berdirinya ‘barak’ TNI di Indonesia selama lebih dari 30 tahun. Kerjasama TNI dalam rangka pertahanan negara dengan instansi negeri diatur dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun pasal 70 seperti Rapat Koordinasi (rakor) dan Pembekalan dalam rangka Pembinaan Kesadaran Bela Negara pada Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru (PKKMB) 2017 pada 25-26 Juli 2017 di Jakarta diperuntukkan membangun
2
rasa Bela Negara. Agaknya berlebihan saat kegiatan kerjasama dimasukkan dalam PKKMB UNY 2017. Bela Negara tidak melulu dikaitkan dalam ranah militer. Kewajiban bela negara sudah tertanam dalam warga negara Indonesia sejak lahir. Baik bagi pendidik, buruh, tani, mahasiswa, ataupun sipil, mereka berkewajiban untuk membela bangsa sendiri, tidak sekadar sebuah teritorial. Adalah sebuah kesalahan jika bela negara selalu lekat dengan TNI. Sebuah pemahaman yang sulit diuraikan apabila pemikiran terhegemoni seperti itu. Terlebih di dalam kampus, di ranah pendidikan, banyak akademisi yang sama atau bahkan lebih memumpuni ketika berbicara soal wawasan bela negara. PKKMB UNY mengundang komandan
resor militer 072/Pamungkas, Fajar Setiawan dengan tema “Membangun Indonesia dalam Bingkai Kebhinekaan”. Tema tersebut umum dan akademisi UNY pun pasti mampu berbicara tentang hal itu. TNI sendiri dalam praktiknya memiliki pendidikan pertahanan negara, tapi jika diaplikasikan kepada masyarakat luas, apakah benar hanya sekadar keperluan wawasan? Sikap skeptis tidak dapat dihilangkan. Terlebih kita sudah dicekoki oleh wacana “bela negara” dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Akan lebih afdol jika wacana tersebut dikaji lagi: apakah kesadaran Bela Negara perlu lewat TNI? Redaksi
EDISI KHUSUS II PKKMB UNY AGUSTUS 2017
PERSEPSI
Menimbang Manfaat Penugasan PKKMB UNY
M
ahasiswa baru (maba) erat kaitannya dengan masa pe ngenalan kampus. Sebelum memulai kuliah, maba melewati pro ses dengan serangkaian acara pengena lan kampus. Di UNY, acara tersebut bernama Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB) dan terbagi menjadi tiga acara, di antara nya dilakukan oleh seluruh mahasiswa UNY di GOR, kemudian dilanjutkan di fakultas, dan jurusan masing-masing. Dari keseluruhan rangkaian PKKMB, mahasiswa memiliki penugasan-pe nugasan tertentu seperti membuat tanda pengenal, kipas, membeli saputangan, dan membeli pakaian wajib. Biaya yang dikeluarkan untuk membuat atribut dan perlengkapan PKKMB tentu tidak sedikit. Bahkan dalam banyak kasus, PKKMB menjadi ladang bisnis bagi pa nitia untuk menjual perlengkapan yang dibutuhkan. Akan tetapi, mau tak mau, maba ter paksa harus membeli penugasan tersebut lantaran terikat oleh ‘kontrak kerja’ untuk mematuhi peraturan PKKMB. Misalnya, pakaian dengan ketentuan yang teramat spesifik. Bagi perempuan, panjang rok harus sesuai ketentuan pa nitia yaitu, harus menutup aurat, tidak boleh ketat dan bermotif. Begitu pula peraturan mengenai jilbab yang dikena kan, misalnya harus berwarna putih, tidak tembus pandang dan berenda. Digunakannya diksi ‘penugasan’ seperti hendak memaksakan suatu pe mahaman mengenai acara pengenalan kampus, di mana hanya berisi prakarya membuat atribut dalam berbagai bentuk. Sebagai contoh, Fakultas Ilmu Sosial tahun ini mensyaratkan untuk membuat tanda pengenal berbentuk kepala semut rang-rang dengan diameter 21x21 cm, terbuat dari kertas karton berlapis kertas asturo dan dipasangi tali kur warna merah. Masih adanya penugasan dalam
setiap acara pengenalan kampus me rupakan masalah tersendiri yang be lum selesai. Setidaknya ada tiga ala san. Pertama, esensi PKKMB ialah pengenalan mahasiswa baru terhadap kampusnya. Menjadi sebuah masalah apabila PKKMB justru disia-siakan de ngan membebani mahasiswa membuat atribut simbolis. Akan lebih baik jika penugasan itu selaras dengan praktiknya, tidak berhenti sekedar kartu identi tas dan pelengkap meramaikan acara. Kedua, masih digunakannya penugasan PKKMB berbahan kertas dan plastik bertentangan dengan Surat Keputusan (SK) Dirjen Dikti Nomor 25/DIKTI/KEP yang menjelaskan, tujuan utama Ospek ialah pembinaan idealisme, sikap cinta tanah air, serta kepedulian lingkungan. Poin terakhir seharusnya menjadi per Nardi | Ekspedisi
timbangan masih diperlukan atau ti daknya penugasan yang menggunakan bahan tidak ramah lingkungan, misalnya plastik dan kertas. Ketiga, tema PKKMB di UNY sejauh ini jarang diejawantahkan
dalam bentuk aksi nyata. Tak ada tindak lanjut terhadap tema PKKMB selain menjadi esai berformat folio bergaris. Berbeda dengan acara pengenalan kampus di Singapura, salah satunya di Nanyang Technology University (NTU) yang menugaskan setiap maba harus membuat 30 orang bahagia. Maba ha rus banyak melakukan kegiatan positif seperti menyapa orang di mass rapid transit (MRT) Singapura, membersih kan lingkungan di stasiun, terminal, dan toilet umum. Mereka juga membantu para pekerja yang tergolong manula. Kegiatan ini jauh dari atribut aneh yang justru malah membuat biaya dan tenaga terbuang percuma. Wacana UNY menjadi green campus sebagai niat untuk turut mendukung ke pedulian lingkungan sebenarnya kontra diktif dengan keberadaan pe nugasan PKKMB berbahan plastik dan kertas. Apabila UNY memang bersungguhsungguh mewujudkan visi tersebut, upaya yang dilaku kan tidak hanya mengendali kan limbah dan energi, tapi juga menghentikan segala penugasan PKKMB yang le bih berpotensi menghasilkan sampah daripada faedah. Mengenalkan lingkungan kampus kepada mahasiswa baru memang dapat dilaku kan dengan cara apa pun. Tetapi juga harus dikontrol supaya lebih konkret dan bergun a. PKKMB bukan cuma ajang mengakrabkan mahasiswa baru dalam satu gugus. Namun, lebih me ngarahkan mahasiswa me mperbanyak wacana serta melakukan aksi nyata. Salma Azzahra
Pimpinan Proyek Khansa Nabilah | Sekretaris Bagas Nugroho Pangestu | Bendahara Maulidya Alhidayah | Redaktur Pelaksana Ahmad Yasin | Redaktur Nossis Dimas H, Salma Azzahra | Reporter Ali, Nardi, Yasin | Redaktur Foto Yonky Rizki Munandhar | Artistik Gilang Ramadhan, Mar'atu Husnia Alfi, Nossis Noer Dimas Hertanto, Sunardi | Produksi Rofi Ali Majid | Iklan Haris Dwi Saputra, Khairuddin Ahmad, M. Noor Alfian Choir, Roni Kurniawan | Sirkulasi Ramadhoni Satria Gunawan | Alamat Gedung Student Center Lt 2 Karangmalang, Yogyakarta 55281 | Email lpm_ekspresi@yahoo.com | Web ekspresionline.com | Redaksi menerima artikel, opini dan surat pembaca. Redaksi berhak mengedit tulisan tanpa mengubah isi.
3
GALERI
EDISI KHUSUS II PKKMB UNY AGUSTUS 2017
n Ormawa Fakultas Bahasa dan Seni bersiap memasuki GOR UNY, Selasa (22/8). Foto oleh Nardi
n Tuntutan mahasiswa di tengah acara pengenalan kehidupan kampus bagi mahasiswa baru di GOR UNY, Selasa (22/8). Foto oleh Nardi
n Selasa, (22/8), koreografi mahasiswa baru UNY pada PKKMB 2017 di GOR UNY. Foto oleh Khansa.
IKLAN
n Display organisasi mahasiswa (Ormawa) UNY, Selasa (22/8). Foto oleh Nardi.
4