EXPEDISI E D I S I B E TA J U L I 2 0 1 1
MEMBANGUN
STUDI BANDING: PROGRAM MINIM EFISIENSI
B U D AYA
KRITIS
surat pembaca Kualitas dengan Dukungan Fasilitas
universitas lain di Indonesia, bahkan di kancah Internasional.
UNIVERSITAS Negeri Yogyakarta (UNY), sebagai universitas yang menda pat juara di bidang Teknologi Informasi, seharusnya fasilitas Teknologi Informasi nya dapat dimanfaatkan, guna membantu kegiatan perkuliahan, semua kegiatan, baik akademik, maupun non-akademik. Dengan demikian, semestinya ke-updatean berita mudah diakses, hingga tidak ada kata tertinggal atau ketinggalan berita. Mengingat Teknologi Informasi sangat vital pada zaman sekarang, dan semua bisa dilakukan dengan cukup di depan komputer. Mahasiswa juga harus meman faatkan fasilitas yang telah disediak an oleh kampus, seperti layanan internet mahasiswa, WiFi yang tersebar di area kampus UNY, walaupun kenyataannya sangat lambat dalam penggunaannya. Dengan harapan mampu meningkatkan prestasi, dan mampu bersaing dengan
Barrin Putra Azharin Mahasiswa PBSI 2010
Permasalahan KTM
HAMPIR satu tahun, mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) angkatan 2010 reguler belum menda patkan Kartu Tanda Mahasiswa (KTM) asli. Ada apa dibalik lamanya pembu atan KTM angkatan 2010? Siapa yang bertanggung jawab atas masalah ini, universitas atau pihak bank? Ketika masalah ini dikonfirmasikan ke pihak kampus, terkesan adanya saling lempar tanggung jawab dengan pihak bank, begitu juga sebaliknya. KTM sementara yang diberikan pihak kampus dirasa menyulitkan mahasiswa, mengingat kartu tersebut terbuat dari bahan yang mudah hancur, sehingga ter
editorial Studi Banding Cangking Efisien, bukan Keluarga! MERASA kurang, perlu perbaikan, kemudian berkehendak memperbaik i hal tersebut adalah suatu tindakan refleksi diri menuju suatu perubahan, hal tersebut adalah tindakan yang sangat diperlukan demi kemajuan sebuah instansi, seperti Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Studi banding merupakan bentuk pelatihan yang dilakukan UNY sebagai refleksi untuk menuju sebuah peru bahan. Dengan menggotong World Class University, pelatihan yang di lakukan para dosen UNY keluar ko ta, dan bahkan keluar negeri, dirasa perlu. Berangkat demi kepentingan bersama, meraih keprofesionalan bagi dosen, guna memberikan yang terba ik untuk mahasiswa, sungguh tujuan yang mulia. Jika kepentingan bersama yang di utamakan, maka hal yang layak untuk diketahui adalah, berbagi itu perlu. Namun, implementasi yang diharap kan tidak hanya serupa berbagi cerita selama perjalanan, atau menunjukkan foto-foto saat studi banding. Tidak heran jika akhirnya studi banding dengan embel-embel kegiatan pela tihan tersebut dirasa hanya sebagai piknik. Apalagi dijumpai studi ban ding dengan mengikutsertakan kelu
2
arga, kesan piknik bersama keluarga tak dapat dihindari. Tidak dipungkiri juga jika kegiatan studi banding ada pengeluaran, entah dari Penghasilan Negara Bukan Pajak (PNBP), Rupiah Murni Jakarta dari Anggaran Penda patan dan Belanja Negara (APBN), maupun dari uang pribadi. Secara tidak langsung, hal tersebut menga jarkan pemborosan, menggiatkan ge rakan tolak efisiensi, menyia-nyiakan waktu, tenaga, dan biaya. Implementasi berupa cerita, dan foto. Alangkah baiknya jika dana di alokasikan untuk kegiatan yang lain, kegiatan yang lebih dibutuhkan, agar tidak sia-sia, dan benar-benardiman faatkan sebaik mungkin. Atau, jika hendak menggiatkan kegiatan yang efisien tanpa mengurangi implementa si positif, pelatihan tidak harus keluar kota. Cukup mendatangkan seorang pembicara untuk berbagi, dengan di hadiri dosen, maupun mahasiswa. Sekalipun harus keluar kota, atau keluar negeri, setidaknya diadakan agenda pertemuan untuk berbagi, menyegerakan evaluas i kegiatan, dan mengimplementasikan kegiatan yang dirasa perlu dilaksanakan sebagai ben tuk gerakan perubahan bagi UNY. Redaksi
kesan lusuh dan lecek. Hal itu membuat beberapa pihak di luar kampus meragu kan keabsahan KTM karena bentuknya terkesan seadanya, dan memprihatin kan. Padahal, KTM merupakan hal yang penting bagi seorang mahasiswa, selaku civitas akademika suatu universitas. Hendaknya, permasalahan KTM ini segera diselesaikan, mengingat masalah ini sudah semakin berlarut-larut. Perlu ditingkatkan juga komunikasi antar ke dua instansi agar tidak saling lempar tanggung jawab. Lebih jauh lagi, jangan sampai permasalahan mendasar seperti ini terulang di kemudian hari, mengingat slogan UNY yang menuju ke arah World Class University. Khoirul Rifai Mahasiswa Ilmu Sejarah 2010
Sambutan untuk Keluarga Baru
MENGINGAT semboyan Ki Hajar Dewantara, yaitu Ing Ngarsa sung tula dha yang berarti di depan memberikan contoh yang baik. Sebagai calon kakak tingkat yang berpengaruh, dan menjadi panutan bagi mahasiswa baru. Maka, mari memberikan sambutan bagi maha siswa baru dengan menciptakan kampus menjadi lingkungan yang hangat, kental akan suasana kekeluargaan. Kejayaan Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) akan tergantung pada kita, seberapa besar kita dapat menciptakan kampus yang berprestasi, di mana nantinya akan menular pada mahasiswa baru. Selamat datang mahasiswa UNY 2011. Ria Putri Palupijati Mahasiswa Analisis Kebijakan Pendidikan 2010
sempil EXPEDISI M E M B A N G U N
B U D A Y A
EDISI II BETA MEI 2011
K R I T I S
Semata-mata Karena Peluang; Dibukanya Kelas Internasional Pendidikan IPA Terkesan Dipaksakan
"Yang namanya optimal, keluarga boleh ikut." Ajak Enyak, Babe ikutan studi banding aah, biar optimal.
Pimpinan Proyek Maria M.R. Fernandez | Sekretaris Sulyanti | Bendahara Dwiningsih Afriati | Redaktur Pelaksana Ade Rakhma N. S. | Redaktur Dwi, Iga, Mahattir, Odi, Ratih, Rohhaji, Sari, Suly, Yulinda | Reporter Ade, Dwi,Linda, Maulida, Ody, Ratih, Sari, Suly, Yulinda | Redaktur Foto Ferlynda Putri S. | Artistik Rohhaji Nugroho, Rudianto Dika | Produksi Triana Sari Fadhilah | Iklan Maulida M. Nugroho | Sirkulasi Irawan S. Adhi | Alamat Gedung Student Center Lt. 2 Karang Malang Yoyakarta 55281 | Email lpm_ekspresi@ yahoo.com | Web ekspresionline.com Redaksi menerima artikel, opini dan surat pembaca. Redaksi berhak mengedit tulisan tanpa mengubah isi.
edisi beta | juli 2011
sentra
Transparansi Studi Banding dan Implementasi Pengadaan studi banding dan pelatihan peningkatan kinerja Akademik di UNY, transparansinya kurang je las, dan bersifat refreshing, namun implementasinya cenderung kurang.
Hasil Studi Banding Cenderung Kurang Tujuan studi banding di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) lebih mengede pankan sebuah keprofesionalan. Seperti yang diungkapkan Suhadi, “Intinya kita ingin memotivasi kepada dosen dan me nempatkan dosen sebagai tenaga yang profesional”. Suhadi juga menambahkan bahwa keprofesionalan tersebut diaplika sikan dalam hal pelayanan, pengajaran pendidikan sehari-hari, hal kuliah di kampus, baik sebagai penasehat akade mik, maupun pembimbing mahasiswa. juli 2011 | edisi beta
Linda | Expedisi
P
elatihan bagi dosen dirasa pen ting dilaksanakan sebagai bentuk layanan prima bagi dosen agar bisa melayani mahasiswa dengan baik dan profesional. Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) menggiatkan pela tihan yang sering dikenal dengan studi banding di setiap tahunnya. Namun, im plementasi atas studi banding cenderung kurang bagi mahasiswa. Bahkan, dari pihak dosen juga demikian. Seperti yang diungkapkan oleh Suhadi Purwantara, M.Si, Pembantu Dekan (PD) I Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi (FISE),” Ha silnya belum bisa dilihat, tetapi paling tidak, kesan dari para dosen kebanyakan berpendapat bagus”. Namun pelatihan keluar kota tidak dapat mengikutserta kan seluruh dosen, maka studi band ing dir as a tidak efisien. Dr. Ariswan, Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) mengungkapkan bahwa lebih baik mendatangkan seor ang pembicara untuk mengadakan pelatihan, daripada mengadakan kunjungan ke suatu tempat, dengan begitu dirasa lebih efisien. Lebih lanjut Ariswan merasa bahwa tahun ini sudah tidak perlu studi banding. “Tugas saya tahun ini adalah implementasi di fakultas,” tegasnya.
Ariswan, dekan FMIPA, saat di temui di ruang kerjanya
Hasil dari studi banding dilakukan sepenuhnya untuk pelayanan pada maha siswa. Namun, perihal hasil atau imple mentasi dari kegiatan studi banding ter sebut belum dirasakan oleh mahasiswa. Garindra, mahasiswa Pendidikan Luar Sekolah (PLS) mengungkapkan, ”Imp lementasi dari kegiatan studi banding cenderung kurang”. Garindra menga ku bahwa secara pribadi belum pernah merasakan implementasinya. Sekalipun sudah ada, persentasinya kecil. Meskipun hasil cenderung kurang, program studi banding tersebut ber manfaat jika dilaksanakan dengan baik dan benar. Seperti yang diungkapkan Sardiman, AM. M.Pd, Dekan FISE, ”Jika studi banding diterapkan dengan benar ketentuannya, suasana kampus akan lebih kondusif, mahasiswa lebih produktif, dan pemahaman mahasiswa jadi lebih tinggi”. Sardiman menyerta kan manfaat bagi dosen adalah mampu melayani dengan baik, dan mampu ber sikap konsisten, di mana mahasiswa tidak boleh memakai kaos, dosen pun juga tidak boleh.
Segala bentuk misi studi banding yang menggembar-gemborkanhasilnya untuk mahasiswa hanya berbentuk ce rita kesenangan dalam perjalanan yang dilakukan dosen. “Kalau pengalaman dari dosen bukan ilmu, tapi cerita-cerita di sananya itu dapat apa, kesenangan di sana”, tutur Bagus, mahasiswa FISE. Kegiatan Saat Studi Banding “Jumat mal am ber angkat jam 9, sampai lokasi sudah subuh. Diisi de ngan kegiatan outbond untuk saling mengenal. Bekerja itu utama, namun kekeluargaan dan kebersamaan itu sa ngatlah penting”, ungkap Suhadi men jelaskan kegiatan studi banding yang pernah dilaksanakan. Menanggapi kegiatan studi banding dan hasilnya, Garindra berkomentar bahwa yang mendapatkan hasil dan efek bukan hanya peserta studi banding, mela inkan harus dibagi, karena yang namanya ilmu harus dibagi. Beberapa hasil studi banding, salah satunya seperti yang disampaik an Wardan Suyanto, Ed. D, Dekan Fakultas Teknik 3
sentra (FT), yaitu pengadaan presensi wajah. Dirasa penting pengadaannya, maka seperti yang diungkapkan Sardiman, “Karena pentingnya program tersebut maka akan dirutinkan. Saya lihat perlu dilakukan tiap tahun”. Sementara Garindra mengusulkan agar dosen yang berangkat tidak harus semuanya, tiap tahun diusahakan ganti orang, tidak perlu banyak-banyak, dan dijadikan berkala. Dia juga menambah kan tempat tujuan yang dekat juga bisa menjadi tempat tujuan alternatif. “Jadi kita tidak perlu sampai keluar pulau atau kemana. Disekitar sini, pulau Jawa sen diri masih banyak universitas-universitas yang bisa dijadikan acuan. Selama yang diut amakan adalah studi bandingnya, bukan jalan-jalan. Kalau di sana nggak ngapa-ngapain juga percuma kan? hanya buang-buangduit”, lanjutnya. Pendapat serupa juga disuarakan oleh Rodi, mahasiswa Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi (PJKR). Menu rutnya, asalkan ada hasil yang bisa dibagi pada mahasiswa, semisal kurikulum, mata kuliah baru, atau sistem mengajar yang baru, dan bermanfaat. “Tapi kalau berupa foto kenang-kenangandari berba gai tempat wisata di lokasi studi banding, dari negeri antah-berantah. Alangkah baiknya jika uang studi banding tersebut dialokasikan untuk beasiswa mahasiswa yang kurang mampu”, usulnya.
Rohhaji | Expedisi
Studi Banding butuh refreshing “Bar angkal i bis a jadi refreshing”, dug a Suhadi saat dit an ya dasar per timb anga n mem il ih studi band ing ke Malang. Menanggapi kegiatan tersebut, Bagus mengungkapkan bahwa agar tidak terlalu banyak pengeluaran, biaya dialokasikan
untuk menunjang fasilitas yang ada di kampus, daripada dipakai foya-foya di luar, kan kita tidak tau apa-apa, mereka yang dapat senang”. Asal Dana Karen a World Class University (WCU), beberapa jatah Penghasilan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan Ru piah Murni dialokasikan untuk studi banding. “Karena kita sepakat World Class University, maka diberi anggaran untuk kegiatan studi banding. Sumber dana UNY itu dari PNBP dan Rupiah Murni Jakarta, di mana PNBP berasal dari mahasiswa, seperti dari Surat Per mintaan Mahasiswa (SPP), unit usaha milik UNY, dan bentuk kerjasama yang lain. Sedang Rupiah Murni itu dari Ang garan Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)”, jelas Ariswan. Mengenai pendanaan yang berka itan dengan kurangnya implementasi, Garindra mengungkapkan, “Kita me mang bayar mereka, tapi kalau pema kaian dan a unt uk stud i band ing itu tid ak dip ak ai sem est in ya, ya jel as tidak set uj u. Sam a aj a kita bay ar in mer ek a bua t jalan-j alan. Kita kan disini juga berkontribusi”. Optimalisasi Bersama Keluarga Studi banding bersama keluarga se ring dijumpai, dan kegiatan tersebut didukung pengadaannya. Seperti yang diungkapkan Sardiman, “Yang namanya optimal, keluarga boleh ikut. Keberha silan seseorang itu akan berhasil kalau didukung oleh keluarga”. Namun keoptimalan tersebut dirasa kurang efisien, Ariswan menegaskan, ”Saya punya pandangan, hal tersebut efisiensinya rendah, apalagi disertai ke
luarga. Kalau sampai mengajak keluarga itulah yang menyakiti hati nurani, mes kipun bayar sendiri, namun mengapa harus bersama?” Optimal, maup un tidak efisien, pe rihal keikutsertaan keluarga adalah pilihan, namun hal tersebut masih di persilakan. Suhadi menerangkan, ”Bagi keluarga yang mau ikut, silakan. Bukan wajib. Hal tersebut diiyakan hanya untuk memberi kesempatan”. Studi banding dengan mengikutser takan keluarga hanya terkesan seperti piknik. Bagus sependapat dengan hal tersebut. “Kalau menyertakan keluarga itu seperti piknik, kalau aku kurang se tuju, studi banding kok malah piknik.” Bagus menegaskan bahwa alangkah ba iknya lebih mengutamakan hasil dari kegiatan tersebut. Dasar Pengadaan Studi Banding(Pelatihan) Suhadi memaparkan dasar diada kannya pelatihan adalah berdasarkan kritikan mahasiswa yang menuntut pe rubahan atas kinerja dosen. “Kritikannya antara lain dosen kurang peduli terhadap mahasiswa, dosen kurang memotivasi mahasiswa, dosen seenaknya saja me ngajar, tidak disiplin, jarang memberi kan kuliah, setelah ujian mid semester itu jarang memberikan umpan balik, itu kan payah. Selain itu dosen tidak transparan dalam memberikan nilai,” kata Suhadi. Sedang kebijakan pengad aan kegi atan stud i band ing mer up akan kes e pakat an bers am a. Hal ters eb ut ser u pa den gan yang dij el askan Ariswan, “Yang mem ut uskan dekan fak ult as, tap i bersama-s ama dal am konteks Rapat Ketua Umum(RKU), ada for um rap at univ ers it as, rap at para Dekan, Rektor, Pembantu Rektor dan ketua lem baga,” terangnya. Penyebutan studi banding, maupun pelatihan, pada dasarnya, kegiatan stu di banding dan pelatihan peningkatan kinerja akademik bersifat sama. Seperti yang disampaikan Sumaryanto, “Apapun makanannya, minumannya, yang pen ting dosen, karyawan, mahasiswa dapat sesuatu yang lebih dari sebelumnya, dan berguna bagi pengembangan lemba ga. Apakah itu Studi Banding, Student Exchange, Lecturer Exchange, kami tidak mempersoalkan. Apalagi kita mau kondusif supaya tidak WCU wc umum, tapi World Class University.” Yulinda R Yoshoawini Dwi, Lynda, Ody, Sari, Suly
4
edisi beta | juli 2011
polling
Studi Banding Tanpa Transparansi
S
tudi banding merupakan kegiatan kunjungan ke instansi lain untuk memb and in gkan berb ag ai kom pon en, sep ert i met od e perk ul ia h an, perihal infrastruktur, penggunaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), sert a beb er ap a komp on en lai nn ya. Keg iatan ini berlangs un g untuk men dukung proses pendidikan di kampus. Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) pun mengadakan studi banding, bagi dosen maupun mahasiswa. Adanya satu kegiatan studi banding, di mana dosen selaku peserta membawa serta keluarganya. Hal ini dirasa kura ng etis lantaran studi banding terkesan seperti rekreasi. Padahal, tujuan studi banding tersebut adalah untuk belajar. Belajar menilai, dengan membanding kan diri guna perbaikan instansi yang diwakili. Namun, keikutsertaan keluarga terkesan menunjukkan ketidakseriusan melaksanakan kegiat an studi banding. Bagaimana tanggapan mahasiswa UNY tentang pengadaan studi bandi ng yang dilakukan dosen UNY? Untuk mengetahuinya, tim Expedisi mengada kan polling. Metode yang digunakan adalah meto de kuantitatif, jenis sampling aksidental, yaitu memberikan angket secara langsung pada responden. Teknik pengumpulan data yang dilakukan menggunakan ang
juli 2011 | edisi beta
ket, terdiri dari 2 pertanyaan tertutup dan 10 pertanyaan terbuka. Pertanyaan tertutup, yaitu dengan meminta alasan dari responden, Sedangkan pertanyaan terbuka, yaitu dengan meminta tangga pan mahasiswa. Perhitungan untuk pe ngambilan sampel menggunakan rumus slovin dengan sampel eror 5%, berdasar kan respon 392 mahasiswa dari 32.200 mahasiswa UNY, dengan penyebaran angket ke seluruh fakultas di UNY. Studi banding yang dilakukan dosen UNY tidak transparan, terbukti deng an adanya ketidaktahuan mahasiswa terhadap kegiatan tersebut, dibuktikan dengan 79,5% responden menjawab ti dak mengetahui kegiatan tersebut, dan hanya 20,5% responden yang mengetahui kegiatan tersebut. Demikia n jug a den ga n per ih al as al sumb er dan a kegia t an stud i band ing yang tid ak transp aran, terbukti dengan 89,1% responden tid ak men get ah ui nya, dan han ya 10,1% resp ond en menjawab mengetahui, sedang 0,8% tidak menjawab. Sekalipun pengadaan studi bagi do sen UNY belum memberikan hasil bagi mahasiswa, namun sebanyak 41% res ponden menganggap bahwa studi ban ding menjadikan UNY lebih maju, dan 16,2 % menjawab dan lain-lain, di mana dalam sub pilihan tersebut dijelaskan
bahwa studi banding belum memberi kan hasil bagi mahasiswa, serta tidak begitu berpengaruh bagi mahasiswa. Selain itu, sebanyak 15,4% responden menjawab bahwa studi banding menja dikan refleksi bagi UNY. Adapun 12,2% responden merasa tidak senang terhadap pengadaan studi banding tersebut karena menghamburkan uang. Sedangkan 5,1% responden menjawab senang dengan di adakannya studi banding, dan sebanyak 10,1% responden tidak menjawab. Menyangkut alasan studi banding yang dilakukan dosen UNY dengan mem bawa serta keluarga, dirasa serupa deng an rekreasi bersama keluarga, pendapat tersebut adalah alasan yang dicantumkan 49,4% responden yang tidak setuju, be gitu juga dengan 38,5% responden yang sangat tidak setuju, serta 7,3% responden setuju, 3% responden sangat setuju, dan 1,8% responden tidak menjawab. Dari data yang telah dipaparkan ter sebut, mahasiswa menginginkan transpa ransi mengenai dana studi banding, dan alasan keikutsertaan keluarga. Selain memenuhi tujuan utama mendapatkan keprofesionalan bagi dosen, kegiatan studi banding ini diharapkan dapat menggotong efisiensi, dan memberikan hasil yang bermanfaat, baik bagi dosen, maupun bagi mahasiswa. Tim Ekspedisi
5
persepsi
Mencari Format Mahasiswa Ideal
D
Rohhaji | Expedisi
unia kemahasiswaan selalu meman cing perhatian, penuh dengan greget tersendiri, nuansa harapan, dan optimisme yang tak akan pernah habis. Mahasiswa adalah pemuda yang terce rahkan oleh ruang dinamika kampus, dituntut peranannya sebagai pencerah, dan lentera dalam problematik publik yang kian hari kian akut. Merujuk pada derap historis perja lanan bangs a mulai tahun 1908, saat gerakan mahasiswa melawan kekuasaan kolonial Belanda disebut sebagai masa awal kebangkitan. Tahun 1928 sebagai masa kepeloporan, tahun 1966 sebagai masa pembebasan, tahun 1974 sebagai masa resesi awal, tahun 1980 sebagai masa krisis, dan transisi, serta tahun 1900 sebagai masa kebangkitan kembali gerakan mahasiswa. Generasi demi generasi terus ber ganti, peran mahasiswa yang diklaim sebagai kelompok intelektual semakin surut dari hiruk-pikuk rubrik diskusi, hingga sikap apatis mahasiswa dalam partisipasi politik. Hal itu dapat dilihat pada persentase mahasiswa yang terlibat dalam Pemilwa. Ada spekulasi bahwa mahasiswa yang terlibat dalam partisipa si politik kampus hanyalah orang-orang dari kader partai yang menjadi peserta Pemilwa, kerabat, sahabat, hingga kawan se-Ideologi semata. Jika harus jujur dan menilai secara
obyektif, maka sikap demokratis dan pendidikan politik kampus masih dalam taraf belum dewasa. Indikasi tersebut dapat dikatakan sebagai sikap apatis. Sungguh ironi atas penyandangan beban berat, di mana ujungnya dibenturkan dengan sikap hedonisme, apatis dan skeptis. Penanaman idealisme kepada mahasiswa hanya sebatas “apa itu ma hasiswa”, bukan “bagaimana mahasiswa itu”. Semestinya, semua berangkat dari pemahaman diri tentang “untuk apa kita hidup, bagaimana kita hidup, dan berinteraksi”, karena dalam penanaman idealisme harus didasarkan pada orien tasi yang jelas. Seperti “bagaimana ia mampu berfikir melampaui masanya”, disebut visioner. Mencari format mahasiswa yang ide al saat ini berbeda dengan masa-masa sebelumnya, karena lain zaman, lain pendekatan. Artinya, paradigma yang dibangun adalah paradigma kontemporer, aktual, sehingga menjadi sebagai solution generation. Dalam mencari format gera kan mahasiswa yang ideal, terdiri atas kategori dalam sub bidang peranan. Se perti halnya dalam pendidikan, di mana dalam dimensi ini, peranan mahasiswa begitu melekat. Harus mampu menyulap kampus dari sarang birokratis-struktural menjadi kultural-akademik, sehingga sikap demokratis pendidikan mampu memanusiakan manusia seutuhnya ber
landaskan moral. Sedangkan dalam ranah sosial, di mana ranah ini sangat penting, karena pada dasarnya, mahasiswa tidak akan lepas dari interaksi dengan masyarakat. Masyarakat yang maj em uk menj ad i keh ar us an unt uk bera d apt as i, dan berkonstribusi. Menyadari pula bah wa gerakan mahasiswa sebagai social control, sang pembebas dan sang pen cerah untuk masyarakatnya. Selanjutnya adalah ranah politik, di mana mahasiswa adalah aktor dari arus perubahan politik nasional dari orde lama sampai reformasi. Maka, dalam zaman reformasi ini, yang menjadi musuh ma hasiswa adalah sikap pemerintah yang kurang peduli terhadap rakyat. Apalagi dengan kemudahan mahasiswa saat ini yang mendapat keleluasaan dalam ber pendapat, seperti halnya lewat media. Ini merupakan kesempatan yang tepat dalam mengambil peran dalam memun culkan pemimpin-pemimpinmuda di te ngah krisis kepemimpinan yang melanda bangsa ini. Pemimpin muda diharapkan mampu menjawab permasalahan politik (kepemimpinan) yang selama ini kurang antipati terhadap masyarakat, karena masa-masa mudalah dimana idealisme keberpihakan terhadap rakyat masih mengakar kuat dan membawa angin segar perbaikan dengan landasan spirit of statementship. Pada prinsipnya, perlu dibedakan antara nuansa kekinian (kontekstual) dengan nuansa masa lalu, walaupun ika tan emosionalnya sama, yaitu semangat kejuangan sebagai aktivis, akan tetapi tentu tidak sama dalam soal menempat kan paradigma berfikir dulu dan seka rang. Mahasiswa saat ini harus mampu melampaui batas, lintas batas bangsa, agama bahkan budaya di tengah mas yarakat yang kolektif. Jika dulu terjebak dengan aliran yang membuat kita parsial dan terkungkung pada satu dogma, maka saat inilah mengucapkan selamat ting gal dogmatis, dan mulai berfikir untuk menembus batas. Pilihan ada di tangan, karena hidup ini pilihan, hendak menjadi aktor sejarah, penonton sejarah, ataukah korban sejarah? Ahmad Bachtiar Faqihuddin Pendidikan Sejarah 2009
6
edisi beta | juli 2011
persepsi
Rohhaji | Expedisi
Isu Gerakan Separatis Mengikis Nasionalisme Bangsa
G
erakan untuk mendapatkan ke daulatan, dan memisahkan suatu wilayah atau kelompok manusia, dikenal dengan gerakan separatis. Isu gerakan separatis di Indonesia telah mengakar sejak zaman kemerdekaan hingga sekarang, mulai dari Gerakan Aceh Merdeka (GAM) sampai dengan Negara Islam Indonesia (NII). GAM dilakukan oleh sekelompok
orang yang mengaku mewakili masya rakat Nangroe Aceh Darussalam, yang bermula dari ketidakpuasaan masyarakat terhadap kinerja pemerintah. Aceh yang dikenal kaya akan sum ber daya alam, termasuk diantaranya adalah perikanan. Di mana semestinya kehidupan dapat tercukupi. Namun iro ninya, daer ah tersebut justru mengala mi kelaparan, kemiskinan, dan bahkan banyak pengangguran. Hal ini dikare nakan pemerintah membiarkan rakyat Aceh diambang garis kemiskinan dengan pembangunan-pembangunan yang sa ngat minim. Menyikapi hal tersebut, pemerintah hanya bungkam, dan tidak serius me nanggapinya. Padahal gerakan tersebut sangat membahayakan keutuhan dan nasionalisme bangsa Indonesia. Peme rintah baru mengambil tindakan ketika masalah ini sudah membesar, hingga sulit untuk dicari jalan keluarnya. Ketika kasus GAM ini diangkat ke meja Internasional, dimana GAM me minta Aceh disetarakan dengan negara Indonesia. Dalam menghadapi kasus ini, pemerintah Indonesia hanya mengiyakan tanpa perlawanan yang berarti. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah takut dengan negara-negara adikuasa. Kalau saja ada kemauan dari peme rintah untuk bertindak, isu-isu gerakan
separatis yang masih menjadi ancaman nyata bagi persatuan dan kesatuan bang sa sekaligus mengikis nasionalisme ter sebut masih bisa diminimalisir kebera daanya. Seharusnya pemerintah tidak menyentralisasikan pembangunan pada suatu daerah saja. Tetapi pemerintah juga menggalakkan pembangunan untuk se mua daerah. Sehingga adanya pemeratan pembangunan di semua daerah. Selain itu, adanya peningkatan mutu daerah, di mana produk-produk yang dihasilkan tidak menggantungkan pada negara lain. Sehingga ketika dihadapkan pada meja internasional, tidak perlu takut dalam mengambil keputusan, yang mungkin bertentangan dengan mereka. Terkait masalah eksploitasi sumber daya alam oleh perusahaan asing, dan membuat penduduk asli menjadi miskin harus sangat disoroti oleh pemerintah. Ji ka memang sumber daya alam masih bisa dikelola sendiri, kenapa harus disewakan, hingga menjadikan penderitaan untuk rakyat? Pemerintah harus bisa memilih kerjasama yang saling menguntungkan untuk warga sekitar sumber daya, dan tidak hanya memikir-kan golongan, dan kepentingan pribadi karena pada haki katnya, rakyat harus menjadi prioritas dalam menjalankan pemerintahan. Sulyanti Jurnalis Expedisi
INFO KAMPUS Bank BTN, Kantor Kas UNY Pindah
SEKITAR tanggal 1-8 Juli 2011, Bank BTN kantor kas Universitas Negri Yogyakarta yang berada di Jalan Gejayan pindah ke SPORT SMART Jalan Colombo No.1 (sebelah barat GOR UNY). Bank BTN tersebut adalah tempat yang biasa digunakan mahasiswa UNY Non-Reguler untuk mem bayar biaya administrasi kuliah, dan kepindahannya adalah salah satu strategi untuk mendekati klien. Namun, BTN di SPORT SMART masih sepi klien karena banyak mahasiswa yang belum mengetahuinya. Ade
Lomba Makan Nasi Goreng ala Kopma
LOMBA nasi goreng ini diadakan pada hari Jumat (15/07) 2011 di Garden Kafe Kopma Universitas Negri Yogyakarta. Lomba ini dimulai pukul 15.30 sampai dengan 17.00. Lom ba ini diadakan dalam rangka rangkaian peringatan HUT Koperasi ke-64. Lomba makan nasi goreng ini diikuti oleh juli 2011 | edisi beta
sekitar 25 peserta, terdiri dari anggota Kopma, dan juga dari luar anggota Kopma. Dalam event juga dimanfaatkan untuk mengumumkan pemenang lomba artikel dengan tema "Eksis tensi Koperasi Di tengah Arus Kapitalisme Global". Suly
Tes Tambahan Calon MABA FIK
CALON mahasiswa baru Fakultal Ilmu Keolahragaan (FIK) melaksanakan tes kesehatan dan tes ketrampilan 1213 Juli 2011. Tes kesehatan dilaksanakan di gedung B.27 kampus FIK Kuningan. Tes tersebut berupa tes berat badan, tinggi badan, buta warna, tes mata, dan chek up dokter. Ada pula tes keterampilan di GOR dan di Hall tennis Indoor. Di GOR dilakukan tes lari multi staige, sedangkan di Hall Tennis Indoor dilakukan tes lari zig-zag serta tes koordinasi tangan dan kaki. Pengujian dilakukan oleh dosen FIK. Linda
7
tepi
Menwa Juga Mahasiswa UKM Menwa identik dengan aktivitas militer, namun me nolak disebut sebagai militer masuk kampus.
Eksistensi Menwa “Menwa secara umum, di Indonesia berdiri pada tahun 1971. Awalnya, Men wa dibentuk untuk menangkal paham komunis di lingkungan kampus. Tapi, sekarang Menwa hanya satu dari sekian banyak UKM di kampus yang spesifik aktivitasnya mengarah ke ranah bela negara,” ujar Latif, ketua Menwa 2011. Latif menambahkan bahwa selain berak tivitas dalam ranah bela negara, Menwa juga bertugas menjaga keamanan kampus UNY. “Setiap malam kami mengadakan patroli secara rutin di kampus, serta turut menjaga keamanan saat ada aca ra-acara besar seperti SNMPTN.” Latif menegaskan bahwa Menwa menginduk dari TNI, tapi bukan dari TNI. Menwa memiliki kewenangan yang terbatas. Latif menjelaskan bahwa mak sud wewenang yang terbatas ialah ketika ada kerusuhan di kampus, mereka ha rus selalu melaporkannya ke Rektorat. 8
Linda | Expedisi
S
ekumpulan mahasiswa dengan se ragam militernya, postur-postur yang tinggi, dan tegap bak perso nil militer sungguhan, sering dikenal dengan Resimen Mahasiswa (Menwa). Menwa Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) merupakan salah satu dari 32 Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang aktif di kampus. Kegiatan yang dilaku kan Menwa berbeda dengan UKM lain yang sering mengadakan acara-acara besar dan atraktif. Setiap hari, selain satpam, Menwa juga bertugas menjaga keamanan kampus. Ketika Student and Multicultural Center (SC) nampak hi ruk-pikuk dengan berbagai aktivitas, markas Menwa yang tidak terletak di SC menyimpan cerita tersendiri, ten tang bagaimana awak-awak Menwa membawa dirinya sebagai orang muda yang cinta tanah air.
Latif, ketua Menwa saat ditemui tim expedisi di sela-sela aktivitasnya
“Kalau ada demo-demo mahasiswa, kita hanya mengawasi saja. Kebetulan maha siswa UNY tertib-tertib, jadi belum per nah ada kerusuhan yang meresahkan,” tambah Latif saat bertugas mengamankan kontes robot di GOR UNY. Hal ini dibe narkan oleh Prof. Dr. Herminarto Sofyan, Pembantu Rektor III UNY. Herminarto mengatakan bahwa Menwa memiliki we wenang yang terbatas dalam mengaman kan kampus. “Menwa selama ini hanya bertugas untuk menjaga keamanan saja, dan mereka itu mahasiswa, bukan sat pam.” Lebih lanjut, Herminarto berujar bahwa Menwa menjadi wadah yang baik bagi mahasiswa yang ingin meningkatkan kesadaran bela negara dan berkomitmen pada aktivitas cinta tanah air. Selain itu, apabila ada kebutuhan mendesak terkait keamanan negara, ang gota Menwa perguruan tinggi manapun selalu dipersiapkan. “Kita juga merupa kan kaum terlatih yang disiapkan jikalau negara ini harus berperang. Tapi itu ha nya pengandaian saja,” tambah Latif. Keanggotaan Menwa Sec ar a strukt ur, kep en gur us an Menwa terdiri dari Pimpinan yang di sebut Komandan, dibawahnya ada Wakil
Komandan (Wadan), terdapat lima kepala urusan, staf, dan anggota. Menwa mere krut anggotanya dengan cara yang tidak jauh berbeda dengan UKM lain. “Setiap tahun kita membuka pendaftaran bagi anggota baru. Ada tes samapta (fisik) untuk Calon Anggota Menwa (Camen). Para Camen yang lolos seleksi ini akan diikutsertakan dalam pendidikan dasar militer TNI yang bertempat di Rindam 4 Diponogoro, Magelang, selama dua minggu,” kata Latif. Pendidikan dasar yang diikuti para Camen ini hanya sebatas pelatihan mi liter ringan untuk memiliki jiwa militan. Setelah para Camen dinyatakan lulus dari pendidikan dasar ini, mereka resmi menjadi anggota, kemudian menerima baret. Setahun setelahnya, mereka ber kesempatan menjadi Ketua koordinator (Kaor) atau staf. Seragam Menwa yang mirip deng an seragam Militer sungguhan hanya digunakan ketika bertugas saja. Latif menjelaskan bahwa Menwa memiliki dua seragam, yakni Pakaian Dinas Harian (PDH) yang berwarna cream. Pakaian ini dipakai pada saat anggota Menwa menjalani tugas hariannya. Yang kedua adalah Pakaian Dinas Lapangan (PDL) edisi beta | juli 2011
tepi yang berwarna hijau. Pada kesempa tan yang sama, Latif juga menjelaskan secara singkat tentang makna dari se ragamnya, “Baret ungu ini merupakan identitas Menwa Nasional. Lambang pistol dan bulu kalam bermakna me nyempurnakan ilmu pengetahuan dan olah keprajuritan.” Meskipun identik dengan aktivitas militer, bukan berarti Menwa hanya terdi ri dari kaum pria saja, namun juga terdiri dari kaum perempuan. Salah satunya adalah Siti, mahasiswa pendidikan Akun tansi 2006 yang sangat antusias menjadi anggota Menwa. “Sampai sekarang, ang gota Menwa yang putri sebanyak tujuh orang. Namun, teman-teman yang pria memerlakukan kami dengan sangat ba ik,” ujar Siti saat bertugas pada kontes robot di GOR UNY beberapa waktu lalu. Siti mengaku sempat merasa ke sulitan di awal keanggotaannya. Namun, lambat laun ia mulai terbiasa dengan pola aktivi tas Menwa. Ketertarikan Siti pada Menwa ber mula ketika dirinya menyaksikan display UKM saat OSPEK. “Tam paknya asyik, jadi ya coba-coba ikut,” ujar Siti. Ada banyak pengalaman me narik yang Siti dapatkan selama berkegiatan di Menwa. “Salah sat u pen gal am an yang berkesan sela ma menjadi anggo ta Menwa adalah saa t menj al an i pendidikan dasar di Magelang,” kata Siti sam bil tertawa. Siti pun sering di kirim sebagai p e r w a k i l a n Menwa UNY pada acara-aca ra besar Menwa di luar daerah. Khus us unt uk anggota Menwa yang putri tak se lal u mel ak uk an hal-hal yang berbau militer. Mereka di ber i kes emp at an melakukan hal-hal yan g bia s a dil ak u kan perempuan pada umumnya. “Di Menwa kita punya aktivitas
keputrian seperti memasak misalnya,” ungkap Siti. Tidak Bergabung di SC Sekretariat Menwa yang disebut Mar kas Komando (Mako) tidak terletak di gedung SC seperti halnya UKM lain. Pembantu Rektor (PR) III UNY, Prof. Dr. Herminarto Sofyan menjelaskan bahwa Menwa yang berfungsi untuk menjaga keamanan kampus, maka markas Menwa sengaja dipisah dari SC dan ditempat kan di tempat yang mudah diakses. “Di universitas manapun, seperti di UGM, APMD, pasti markas Menwanya berada di bagian depan yang dekat akses ke kam pus,” ungkap Herminarto saat ditemui di ruang kerjanya. Herminarto menam bahkan bahwa hanya UNY yang memiliki sekretariat Menwa di belakang. “Kalau kampus-kampus lain, seperti UGM dan UPN, kantor Menwanya pasti ada di bagian de pan.” Mesk i sa ngat dibutuhkan, Menwa sendiri sema kin kesulitan menda patkan anggota yang cukup untuk saat ini. Menurut Herminarto, kea daa n sek ret ar ia t Menwa yang kurang me narik menjadi salah satu faktor penyebabnya. “Saya sering bilang ke Pak PR II kalau kantor Menwa universitas lai n itu bagus-bagus, hanya punya kita saja yang kurang bagus”. “Sel ai n sa nga t berg un a untuk menjaga keamanan kam pus, Menwa juga menjadi pilihan pertama ketika ada yang mem butuhkan donor darah misalnya, kar en a pad a umumnya, anakanak Menwa se hat-sehat,” ujar Herminarto. Menwa di Mata Mahasiswa Keb er ad aa n Menwa sebagai
wadah kegiat an bela negara, ternyata telah dipahami dengan baik oleh Pratiwi Indri, mahasiswa FBS 2007. “Yang saya tahu, Menwa itu UKM yang bergerak di bidang bela negara. Mereka juga seri ng menjaga keam anan kampus.” Meski begitu, Pratiwi tidak berpendapat bah wa Menwa merupakan militer masuk kampus. Eko Azhari, mahasiswa FISE 2010 berujar bahwa selama ini dia hanya ta hu dimana letak markas Menwa, tapi tidak banyak tahu apa saja kegiatannya.
Kalau ada demo-demo mahasis wa, kita hanya mengawasi saja. Kebetulan mahasiswa UNY ter tib-tertib, jadi belum pernah ada kerusuhan yang meresahkan,” tambah Latif saat bertugas me ngamankan kontesrobot di GOR UNY. “Kalau kegiatan Menwa, saya tidak ba nyak tahu. Mereka jarang kelihatan, atau mungkin saya yang kurang tahu ya?” ujar Eko sambil tertawa. Setelah dijelaskan bahwa Menwa merupakan UKM yang beraktivitas di bidang bela negara, Eko pun memberi tanggapan positif. “Bela negara itu penting. Sekecil apapun tindakan yang kita lakukan un tuk negara, jelas sangat berarti. Menurut saya, Menwa menjadi wadah yang baik untuk itu.” Eko juga menanggapi secara positif keaktifan Menwa mengamankan acara-acara besar di kampus. “Kalau soal menjaga keamanan seperti itu, menurut saya, itu bagus. Apalagi kalau ada aca ra-acara besar di UNY.” Meskipun tanggapan Pratiwi dan Eko bernilai positif, Latif selaku ketua Menwa menjelaskan bahwa masih ada mahasiswa yang menegatifkan kebera daan Menwa. “Kami menolak pendapat yang menyatakan bahwa Menwa disebut sebagai militer masuk kampus. Kami juga mahasiswa biasa yang datang ke UNY untuk kuliah. Apa yang kami la kukan disini semata-mata sebagai wujud cinta tanah air.” Latif menegaskan bahwa untuk men jadi anggota Menwa tidak dibutuhkan kekuatan fisik yang muluk-muluk. “Kita tidak butuh orang kuat, yang kita butuh kan adalah orang-orang yang punya ke mauan. Di Menwa kita akan sama-sama belajar menjadi orang yang kuat.” Maria MR Fernandez Linda, Maulida
Rohhaji | Expedisi
juli 2011 | edisi beta
9
resensi
Jalinan Nada Sunyi
N
ovel terjemahan memang sangat bagus, namun tidak semua orang bisa memahami dan mengetahui bagaimana novel tersebut menarik untuk dibaca. Salah satu novel karya Heather Gudenkauf yang diterjemahkan oleh Hanna Francis Rhien, yang berjudul The Weight of Silence (Nada-Nada Sunyi) ini telah memberikan arti sebuah keperca yaan, dan persahabatan. Heather meng garap alur cerita dengan apik, hingga menjadikan cerita ini teratur dan mudah untuk dibaca. Cerita ini terinspirasi dari perjalanan Heather di hutan, serta mengembangkan cerita dengan penggambaran perkemba ngan guru sekolah dasar. Heather juga mencari tahu tentang penyakit mutisme, dan bertanya kepada kepolisian perihal pencarian anak, agar novel ini seakan nyata dalam kehidupan. Novel ini menceritakan jalinan per sahabatan antara dua anak perempuan kecil, Calli dan Petra. Kedua gadis kecil ini bersahabat di bangku Sekolah Dasar kelas dua. Namun, mereka berinteraksi hanya melalui kontak batin. Mengapa? karena salah satu dari mereka enggan untuk berbicara. Seor ang dari mereka mengalami mutisme.
Calli adalah seorang gadis kecil yang sangat periang dan bisa membuat suasa na keluarganya begitu bahagia. Namun, semua kebahagiaan keluarga itu lenyap begitu saja. Calli mendadak berhenti ber bicara di usia 4 tahun. Antonia, ibu Calli, tidak mengetahui apa sebabnya. Petra, sahabat Calli, menjadi pe nyambung suara kepada semua orang yang bertanya pada Calli. Petra yang sangat baik kepada semua orang, mem buat semua orang nyaman berada di dekatnya. Namun, kebaikan tersebut justru membuat dirinya terperangkap ke dalam sebuah permasalahan hingga dia terbentur sebuah tragedi yang membuat keluarganya cemas. Pada awal bulan Agustus, tengah malam, kedua gadis kecil ini menghilang. Di pagi hari, kedua keluarga ini mencari mereka. Calli yang tak bisa bicara, diba wa masuk ke dalam hutan oleh ayahnya. Hanya diam yang menemaninya, tak ada suara apapun, hanya suara ayahnya yang menyuruhnya terus berjalan. Dalam hati, Calli terus merintih. Semakin ke dalam hutan, Calli tak tahu kemana arah tuju an ayahnya. Namun saat dia mengenali sebuah tempat dimana Calli selalu ber main bersama Ben, kakak Calli, justru di sinilah ketakutannya semakin menjadi
NADA NADA SUNYI ( THE WEIGHT OF SILENCE ) Pengarang | Heather Gudenkauf Alih Bahasa | Hanna Francis Rien Desain cover | Marcel A. W Penerbit | PT Gramedia Pustaka Utama Terbit | Mei 2011 Tebal buku | 392 halaman, 20 cm
dengan menyusuri hutan. Ketakutan yang terus meresapi Calli membuat ia bertanya dalam hati kemanakah ayahnya akan membawanya. Hingga akhirnya dia menemukan Petra dalam keadaan terluka parah. Dalam seharian itu, kedua keluarga ini terus mencari. Ibu Calli yang sangat cemas meminta bantuan pada Louis, te mannya sekaligus seorang polisi, untuk mencari. Begitu juga dengan keluarga Petra. Bahkan, Martin, ayah Petra, yang sangat cemas memikirkan anaknya, me nuduh ayah Calli yang membawa Petra pergi. Ben, kakak Calli, berusaha mencari kedua anak kecil ini di semua tempat di mana mereka selalu menghabiskan waktu bersama. Namun, Ben sama sekali tidak menemukan mereka. Sekalipun tak kunjung menemui Calli dan Petra, niat Ben untuk menemukan adiknya tak berhenti begitu saja. Ben te rus mencari hingga menemukan mereka dengan ayahnya. Ben tak menyangka jika ayahnya sendirilah yang membawa mere ka. Ben menyuruh Calli untuk mencari bantuan agar Petra bisa ditolong. Calli terus berjalan menyusuri jalan keluar hutan mencari bantuan. Satu kata yang diucapkan Calli pada Louis usai bertemu dengan keluarga di rumah, telah mengejutkan ibunya. Na mun, ibunya senang karena Calli mulai berbicara kembali. Lain halnya dengan Petra, kini ia diam membisu. Mengejutkan memang, jika akhir nya Petra yang kemudian jadi membisu, seolah-olah persahabatan antara Calli dan Petra ini adalah sama rasa, sama rata, di mana Petra merasakan apa yang dirasakan Calli sebelum-sebelumnya, sebut saja sama-sama membisu, enggan berbicara. Dalam novel ini, permainan kata gan tinya mirip dengan novel Laskar Pelangi, karya Andrea Hirata. Namun, Heather lebih rinci menjelaskan tokoh “aku” dengan pengenalan nama si “aku” di awal paragraf. Novel yang lebih tersusun seperti bab-bab buku pelajaran. Terasa lebih rinci dengan penyampaian alur maju-mundur. Alur tersebut tidak tam pak rancu karena Heather menulisnya dengan rinci, dan Hanna menerjemah kan novel tersebut dengan jelas, dan mudah dimengerti. Iga Dwi Karuniawati
10
edisi beta | juli 2011
wacana
Buku: Kunci Kecil Membuka Gerbang Dunia
K
ejayaan atau kemajuan ilmu pe ngetahuan di Barat pada masa renaisans ditandai dengan pem bangunan perpustakaan yang begitu be sar sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Banyak pemikir yang lahir di zaman ini, dan buah pemikiran mereka masih berpe ngaruh hingga sekarang. Milan Kundera pernah berkata, ”Tanpa buku, sebuah negara tidak akan memiliki kebudayaan”. Pernyataan sastrawan tersebut menegas kan akan penting dan berharganya buku dalam memajukan kebudayaan. Sejak Gothenberg menemukan alat cetak, kemajuan ilmu pengetahuan men jadi lebih kencang laju perkembang annya, karena segala pemikiran yang tertulis bisa digandakan lebih banyak, dan semua orang bisa membacanya. Belanda merupakan salah satu negara yang penduduknya gemar membaca. Perpustakaan di Belanda memiliki fasi litas dan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya. Dampaknya pun menyeluruh pada semua perkem bangan, baik di bidang keilmuan, maupun bidang pengembangan kesejahteraan dan kemanusiaa n. Hal itu karena pemerin tah mengerti apa yang mesti dilakukan dalam memajukan sebuah negara di se gala aspek kehidupan bermasyarakat dan bernegara. ”Menurut pengakuan Pustakawati di perpustakaan umum Arnhem, Martha Dwi Susilowati, perpustakaan tempat nya bekerja mendapat sokongan dana sebesar 3 juta euro per tahun. Hal ini berimbas pada jumlah buku yang terus
bertambah. Di Koninklijke Bibliotheek atau Perpustakaan Nasional di Den Haag, pada 2004 saja terdapat 3,3 juta material perpustakaan. Terdiri dari 2,5 juta berbentuk buku dan naskah-naskah manuskrip abad pertengahan sampai pu blikasi mutakhir. Dari sisi layanan, hal hal birokratis dipangkas. Bagi anak-anak dibawah delapan belas tahun dibebas-bi ayakan. Khusus bagi mereka, terdapat ruang khusus bisa dimasuki oleh mereka saja. Selain terdapat buku-buku menarik, merekapun dimanjakan dengan sejumlah fasilitas seperti VCD/DVD, CD Room, mainan dan perangkat komputer dengan koneksi internet. Ada kalanya petugas perpustakaan tak hanya bertugas meme lihara buku tapi bertugas pula sebagai story teller. Mereka melayani tiap anak dengan simpatik”. Dengan segala fasilitas tersebut, war ga Belanda bisa membaca kapan dan dimana saja. Tak heran pendidikan me reka melesat dengan cepat. Hal tersebut dapat dijadikan acuan bagi siapapun yang beriktikat memajukan pendidikan di negeri ini. Pembangunan sarana seperti gedung perpustakaan, dan fasilitasnya mesti digalakkan. Negara maju seperti Belanda, Prancis, Cina, Amerika, yang memulai segala sesuatunya, dari mengolah infrastruk tur pemerintahan dengan memusatkan dana administrasi yang dimiliki negara —untuk kepentingan kebudayaan—pa da buku. Dengan demikian, jelas bahwa indikator (kunci) kemajuan peradaban sebuah lembaga adalah buku. Kredibi litas birokrasi akan terlihat kualitasnya
Ralat Edisi II BETA Rubrik Tepi: • Pada paragraf pertama tertulis; “tidak semua universitas menjadi provi der”... Harusnya; “Belum semua universitas menjadi provider • Pada paragraf yang sama tertulis; “dari 30 peserta, yang diambil 20-25 peserta” Seharusnya; “Untuk tahun ini ada 30 mahasiswa asing yang dialokasikan di UNY, diambil 20-25 mahasiswa melalui seleksi”. • Pada paragraf kedua dari sub judul pertama tertulis “You to You”. Seharusnya “U to U” (University to University) • Pada paragraf keempat dari sub judul pertama tertulis; “sebagian besar me ngambil program S2”. Seharusnya; “sebagian besar mengambil program S2 dan diwajibkan mengikuti bridgeing course selama 1 tahun. juli 2011 | edisi beta
bila mereka sudah mulai sadar dan pe duli dengan keadaan budaya memba ca di sekitarnya. Dengan menyalurkan dana yang dimiliki untuk kepentingan perpustakaan. Tidak lain adalah untuk mewujudkan suasana pendidikan yang kondusif dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Agar pelajar-pelajarlebih kritis dalam menyikapi masalah kehidu pan. Serta membuka kesempatan untuk mewujudkan pendidikan ramah bagi siapapun. Hingga kelak tak membuat pelajar dan mahasiswa berangan dengan mengatakan, “Als ik eens Nederland was, seandain ya aku seor ang Belanda.” Bila ditinjau dari segi perekonomian , tidak semua pelajar dapat membeli bu ku yang dianjurkan maupun diwajibkan oleh pendidik. Ketika permasalahannya ada pada- bagaimana peserta didik harus mendapatkan buku tersebut, sedang kan harga buku mahal dan buku-buku perpustakaan tidak lengkap. Bilamana para birokrat mengerti dan sadar akan keadaan serta kondisi peserta didiknya. Bagaimana kita bisa membuka dunia, sedang kuncinya saja kita tak punya? Mahattir Baharudin
Rohhaji | Expedisi
Jual MP3 The Kube bentuk mini, suara maxi, harga 150rb, garansi 6 bulan Hub: 08157921496
11
eksprespedia
Celana yang Mendunia
P
akaian merupakan kebutuhan primer manusia. Secara tidak langsung, pa kaian menjadi identitas pemakainya yang kemudian mampu menciptakan komunikasi sosial yang modern. Ber bagai produk pakaian, seperti kemeja, kaus, jaket, rok, dan celana. Salah satu produk pakaian yang mendunia adalah celana, yaitu celana jeans. Pada tahun 1847, Levi Strauss men jual beberapa potong tekstilnya kepada para penambang emas. Karena kainnya terjual habis, mereka meminta Levi untuk membuat celana dari tenda kanvas yang menjadi tempat Levi berteduh. Dibuatlah beberapa potong celana untuk kemudian dijual kepada mereka. Hasilnya, celana kanvas tersebut disukai, bahkan dija dikan sebagai celana resmi penambang emas di Amerika. Celana kanvas memang tahan lama serta tidak mudah sobek, namun bahan nya terlalu keras dan melukai kulit. Levi pun berinisiatif untuk memesan bahan dari Genoa, Italia, yang disebut genes. Orang Inggris dan Amerika melafalkan nya menjadi jeans. Jeans adalah produk
12
olahan dari bahan denim, terbuat dari kapas yang populer disebut katun. Pada tahun 1850, dialah orang per tama yang memopulerkan celana jeans di Amerika. Ia bekerja sama dengan Jacob Davis, penjahit Nevada, Amerika asal Latvia. Hingga akhirnya pada ta hun 1880, berdirilah pabrik celana jeans pertama di dunia bernama Levi Strauss and Co. Perusahaan ini membuat celana jeans dengan merk Levi’s. Walau seka rang sudah menggunakan bahan denim, namun orang masih saja menyebutnya celana jeans, dan sebutan ini melekat sampai sekarang. Produk perdana mereka adalah Levi’s 501. Celana ini didesain khusus untuk para pekerja tambang emas. Dalam ce lana ini terdapat lima saku dalam satu celana, yaitu dua saku di depan, dan dua saku di belakang, serta satu saku kecil di dalam saku depan sebelah ka nan. Saku kecil tersebut bukan hanya sebagai hiasan, namun sebagai tempat untuk menyimpan butiran emas yang diperoleh para penambang. Selain menjadi celana penambang
emas, jeans juga pernah menjadi pa kaian para koboi pada tahun 1930-an. Jeans menjadi tren setelah perancang dunia seperti Armani, Klein dan Versace mengikutsertakan jeans pada rancang an mereka pada tahun 1980-an. Kini, jeans telah menyentuh berbagai kala ngan dan usia. Triana Sari Fadhilah Dari berbagai sumber
edisi beta | juLi 2011