EXPEDISI EDISI I MEI 2015
MEMBANGUN
B U D AYA
KRITIS
Nasib Fasilitas UNY
Peningkatan Fasilitas Tak Disertai Perawatan Berkala
surat pembaca Presensi Online Belum Efektif Presensi online untuk mahasiswa dan dosen sudah mulai diterapkan bebe rapa waktu lalu. Sistem ini awalnya di harapkan dapat menjadikan mahasiswa lebih disiplin dan menghindari adanya mahasiswa yang titip absen. Namun dalam aplikasinya, mahasiswa masih bisa menitipkan KTM-nya. Hal ini diper parah bila dosen datang terlambat yang menyebabkan mahasiswa tidak dapat melakukan presensi. Beber apa masal ah ters ebut di sebabkan kurangnya sosialisasi kepada para pengguna. Karenanya, saya harap sistem yang diterapkan harus lebih tepat sasaran. Karena tentunya alat-alat pre sensi tersebut juga dibeli dengan harga yang tidak murah. Alif Lam Mim Huda Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2014
Kondisi Buku Kuliah Perlu Diperhatikan Buku merupakan salah satu sumber belajar mahasiswa. Walaupun manfaat buku dapat kita nilai dari isinya namun keadaan buku juga jangan diabaikan. Bila keadaan buku baik maka minat baca mahasiswa juga meningkat. Sayangnya, UNY Press sebagai satusatunya percetakan di Universitas Negeri Yogyakarta kurang memperhatikan keadaan buku cetakannya. Kita sering menjumpai beberapa buku yang setiap halamannya mudah terlepas. Halaman itu terlepas padahal itu terjadi ketika buku masih baru. Hal ini jelas dapat merugikan mahasiswa. Ketika mahasiswa menggunakan sumber dari buku mata kuliah hasil cetakan UNY Press beberapa halaman yang terlepas dari buku akibat tercecer. Meskipun buku mata kuliah hasil
editorial Perawatan Fasilitas Harus Digalakkan sesuai peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (PERMENDIKBUD RI) Nomor 49 tahun 2014 tentang standar Nasion al Pendidikan Tinggi, setiap sarana dan prasarana yang ada di universitas ha rus memenuhi kriteria minimal dan prasarana pembelajaran. Perubah an dari Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Yogyakarta menjadi Universitas Negeri Yogyakarta(UNY), menunjukan adanya indikasi kuat bahwa UNY bertekad menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat dan sistem pendidikan nasion al di Indonesia. Saat ini UNYterus berupaya me ningkatkan diri melalui peningkat an fasilitas di semua fakultas dan unit-unit bertarafinternasional. Akan tetapi, hal tersebut akan percuma peningkatan fasilitas tidak disertai perawatan dan pemiliharaan secara berkala. Sebagaimana diucapkan Fery, mahasiswa TeknikSipilFakultas Teknik(FT) UNY. “Perawatan fasilitas FT kurang maksimal.” Kesungguhan universitas (rekto rat, fakultas, dan jurusan) dalam melakukan pemeliharaan dan pe rawatan sarana dan prasarana, perlu
2
dipertanyakan. Hal tersebut karena hanya peralatan kantor seperti AC dan komputer yang sudah dilakukan pe meliharaan dan perawatan secara ber kala, itu pun belum maksimal. Banyak mahasiswa yang mengeluh karena ruang kelas yang tidak nyaman. LCD yang rusak ketika proses perkuliah an sering mengganggu kenyamanan mahasiswa dan dosen. Selain itu, banyak praktikum yang tidak bisa berjalan karena bahan nya kurang atau rusak dan alat-alat praktikum yang masih tertinggal di bandingkan universitas lain. Tidak adanya gudang pusat menyebab kan barang-barang inventaris yang tidak terpakai, terlihat di beberapa sudut memberikan kesan kumuh. Bagian perlengkapan sendiri sudah lama mengharapkan gudang itu ada. Namun karena masalah pengelo laan dana, harapan itu belum ter wujud. Oleh karena itu, pihak birokrat semestinya tanggap untuk masalah sarana dan prasarana. Jangan hanya berpuas diri dengan kondisi yang ada, karena keberhasilan belajar ditunjang oleh kenyamanan belajar. Redaksi
cetakan UNY Press bukan satu-satunya sumber belajar, akan tetapi masalah ini perlu mendapat perhatian serius demi kelancaran kegiatan perkuliahan. Armard Nurobi Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2014
Kepemimpinan UNY Urusan Kita Semua Oktober tahun ini, UNY akan me laksanakan suksesi kepemimpinan di seluruh fakultas melalui Pemilihan Dekan. Disusul kemudian dengan agenda pemimpin lainnya. Saya secara pribadi mendorong setiap civitas akademika untuk berkontrib usi bagi lahirnya alternatif-alternatif kepemimpinan UNY yang progresif. Secara moral, seluruh civitas akademika bertanggungjawab untuk melahirkan dan menciptakan pemimpin-pemimpin otentik yang ber integritas, kompeten, dan kredibel. Jika civitas akademika enggan terlibat sebagai partisipan, maka urusan ke pemimpinan di berbagai area dan level tersebut hanya akan menjadi concern segelintir elite dan oligarch. Pada situasi demikian, akan lahir pemimpin pragmatis yang mudah jatuh pada “jebakan kurva normal” —karena sebagian besar publik nya berkumpul di “tengah” dan meng atakan semua normal-normal saja. So, selur uh civit as akademika tak boleh acuh tak acuh dan hanya memikirkan urusan rutin masingmasing. Halili, S.Pd., M.A. Dosen Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum
sempil + “Kalau ada laporan, langsung ada tindakan.” - “Tindakan apa pak? kok sampai saat ini tindakannya belum nampak tuh?”
Pimpinan Proyek Arina Makarimal Fasya | Sekretaris Triyo Handoko | Bendahara Fara Famular | Redaktur Pelaksana Putra Ramadan | Redaktur Ahmad Wijayanto, A.S. Rimbawana, Bayu Hendra, Devi Ellok, Fara Famular, Triyo Handoko | Reporter Arina, Bayu, Desy, Ghoza, Indra, Riska | Redaktur Foto Ayuningtyas Rachmasari | Artistik Ade Luqman, Andhika Y. Widyawan, Dinda Sekar, Kustian Rudianto | Produksi Devi Ellok | Iklan Ahmad Wijayanto, Desy Nirmala, Ghozali Saputra, M. Fajar Azizi | Tim Polling Ervina Nur, Khusnul Khitam, Urlik Hufum, Vangeran Vatir | Sirkulasi Bayu Hendra | Alamat Gedung Student Center Lt. 2 Karangmalang Yogyakarta 55281 | Email lpm_ekspresi@yahoo.com | Web Ekspresionline. com | Redaksi menerima artikel, opini dan surat pembaca. Redaksi berhak mengedit tulisan tanpa mengubah isi.
edisi I | MEI 2015
sentra
Perawatan Fasilitas Kurang, PBM Terganggu Belum adanya pemeliharaan dan perawatan sarana dan prasarana secara rutin di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) menyebabkan kegiatan mahasiswa terganggu.
M
unculnya beberapa masalah terkait fasilitas yang rusak, me rupakan salah satu akibat tidak adanya pemeliharaan dan perawatan secara berkala. Rionaldi, mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indone sia (PBSI), mengungkapkan keluhannya terkait tidak adanya pemeliharaan dan perawatan sarana dan prasarana. “Se tahu saya di FBS (Fakultas Bahasa dan Seni,red.) belum ada perawatan terkait sarana prasarana. Petugas sepertinya masih sering membiarkan saja jika ada fasilitas yang perlu diperbaiki. Atau sing katnya tidak ada perbaikan,” jelasnya. Selain itu, belum maksimalnya pemeli haraan dan perawatan sarana dan prasa rana, lambatnya penanganan mengenai fasilitas yang rusak, kurangnya teknisi, dan gudang pusat yang masih bersifat sementara, merupakan masalah-masa lah yang dijumpai dalam pelaksanaan pemeliharaan dan perawatan sarana dan prasarana yang ada di UNY. Perawatan Berkala Hanya untuk Kantor Dalam pelaksanaannya, pemeliha raan dan perawatan sarana dan prasa rana belum semuanya dilakukan secara berkala. Hanya peralatan kantor yang sudah dilakukan pemeliharaan dan pe rawatan secara berkala, itu pun belum maksimal. “Kalau AC empat bulan se kali. Untuk komputer, maksimal satu tahun satu kali. Itu hanya instal ulang dan pemeliharaan dibersihkan dari vi rus-virus,” ungkap Supriyanto, subbag Rumah Tangga UNY. Sementara itu, untuk fasilitas ba ngunan, belum ada pemeliharaan dan perawatan berkelanjutan. Pemeliharaan dan perawatan masih bersifat in sidental dan penanganan nya berdasarkan lapo ran yang masuk. “Kalau urusan gedung, itu insi dental. Kalau rutinnya kebersihan saja. Kalau rutin setiap tahun harus
MEI 2015 | edisi I
dicat ulang. Kalau yang rutin-rutin itu yang peralatan kantor dan ken daraan dinas,” tambahnya. Kegiatan PBM Terganggu Ketidakseriusan pihak UNY da lam memelihara dan merawat sara na dan prasarana yang ada dapat mengganggu Proses Belajar Mengajar (PBM). Hal tersebut dikarenakan fasilitas yang tidak dapat digunakan sebagaimana mestinya. Di FBS, perawatan fasilitas ma sih sebatas insidental. Belum adanya perawatan secara rutin menyebabkan PBM berlangsung kurang maksimal. “Kalau perawatan selama ini insi dental. Kecuali halaman itu rutin, karena sudah ada cleaning service. Kalau alat-alat kan tidak tahu kapan mau rusak, jadi insidental. Yang rutin hanya AC,” jelas Agung Suhartono, pejabat pengadaan FBS. Supriyanto juga mene gaskan untuk LCD, selama ini pemeliharaan dan pe rawatannya masih belum dil ak ukan sec ar a rut in. “LCD sampai sekarang ti dak rutin, insidental, ka rena tampaknya belum ada spesifikasi jangka wakt u ber ap a lam a harus dibersihkan,” terangnya. Padahal LCD merupakan
fasilitas yang paling penting ketika pro ses PBM berlangsung. Jika ada masalah, maka kegiatan PBM akan terganggu dan hal tersebut akan sangat merugikan mahasiswa. “LCD rusak atau berjamur. Padahal LCD harusnya selalu siap setiap saat. Karena saya selalu menggunakannya untuk PBM,” ungkap Dra. Pangesti Wie darti,M.Appl.Ling.,Ph.D, salah satu do sen FBS. Hal serupa juga diungkapkan oleh Atiqah Fawwaz, Mahasiswi Ilmu Administrasi Negara. “Proyektor di ru ang kelas menghasilkan warna yang jauh berbeda dari softfile yang ada di laptop saat melakukan presentasi.” Masalah bukan hanya muncul pada ruang kelas. Alat-alat praktik dalam labo ratorium belum menjadi fokus dalam hal pemeliharaan dan perawatan oleh pihak UNY. Terganggunya kegiatan praktikum karena terdapat alat praktikum yang ru sak dapat menjadi masalah yang serius bagi mahasiswa. Selain itu, alat-alat praktikum yang rusak karena kurangnya pe rawatan akan menyebabkan tidak akurat dalam menda patkan data praktikum. “Kalau untuk perawat an di laboratorium, utamanya labora torium kimia dan fisika itu sangatlah kur ang. Karen a ketika praktikum banyak alat yang rusak dan cacat, lalu banyak bahan
Supriyanto ketika ditemui di ruang kerjanya di bagian rumah tangga.
Ahmad | Expedisi
3
sentra
Kalau perawatan selama ini insidental
Mengenai mekanisme alur dalam me nindaklanjuti fasilitas-fasilitas yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya, pihak FBS sudah langsung melakukan tindakan penanganan. Jelas Agung Suhartono me nanggapi, “Kalau ada laporan, langsung ada tindakan.”
batnya penanganan untuk sarana dan prasarana yang rusak masih dijumpai dalam pelaksanaannya. “Petugas seha rusnya tiap hari mengecek di kelas. Jika tidak setiap hari dicek, dan tiba-tiba paginya ada masalah. Lalu ketika ingin mengontak petugas di lantai bawah tidak bisa cepat. Karena telepon yang seharus nya digunakan untuk masalahtersebut tidak berfungsi. Akibatnya PBM jadi terganggu. Dampaknya juga ke maha siswa,” tambah Pangesti.
mengeluhkan tenaga teknisi yang ku rang di fakultasnya. Tersedianya teknisi diharapkan mampu memperlancar PBM sehingga nantinya tidak ada mahasiswa yang dirugikan karena masalah fasilitas yang rusak. “Untuk prasarana mung kin seperti AC yang sering mati, LCD rusak-rusak dikerjakan juru kunci ju rusan yang merangkap sebagai teknisi, harusnya teknisi dan juru kunci ada sendiri-sendiri,” terang Fery. Gudang Pusat UNY Masih Sementara Banyak inventaris yang sudah tidak terpakai dan rusak, diletakkan bukan pada tempatnya. Hal tersebut, ternyata mengganggu mahasiswa dalam berkegiat an. Selain itu, pemandangan kumuh juga tampak sebagai dampak inventaris yang sudah tidak terpakai yang diletakkan di luar gudang. Akses ruang terbuka juga akan berkurang dengan adanya barang inventaris yang diletakkan diluar gudang. “Selain mengganggu pandangan kan juga di situ ada ruang terbuka,” jelas Fery. Gudang pusat yang berada di depan sekretariat Resimen Mahasiswa (Menwa) sifatnya masih sementara. Supandi,S. Ip. kasubag Perlengkapan, menjelaskan, “Gudang pusatnya ada tapi sifatnya ma sih sementara. Sebenarnya sudah lama mengharapkan gudang itu ada, tapi se lama ini belum terealisasi.” Belum adanya gudang pusat juga akan berdampak pada proses penghapus an inventaris yang sudah tidak terpakai dan rusak. Dalam alurnya, dibutuhkan gudang pusat untuk tempat terakhir se belum inventaris tersebut dimusnahkan. “Kalau penghapusan itu usulan dari sub satuan tugas atau fakultas atau lembaga, diusulkan ke kuas a pengguna barang, itu pak WR II. Setelah itu baru turun disposisi, nanti di bagian UHTP (Umum, Hukum, Tata Laksana dan Per lengkapan,red.) diskusi ke sub bagian perlengkapan. Baru kami yang proses,” tambah Supandi. Dwi Rahdiyanta juga menyayang kan sistem penghapusan barang yang berbelit-belit. Menurutnya, seharusnya sistem penghapusan barang dipermu dah, sehingga nantinya tidak ada lagi barang-barang inventaris yang diletakkan bukan pada tempatnya. “Sistemnya un tuk menghapus dan menghilangkan itu sangat berbelit-belit. Jadinya tidak selesai sejak dulu,” jelas Dwi Rahdiyanta.
UNY Kekurangan Teknisi Dalam pelaksanaan pemeliharaan dan perawatan sarana dan prasarana, jumlah teknisi UNY masih minim. Hal itu disampaikan Supriyanto, “Kami keku rangan teknisi. Teknisi dari dalam belum mumpuni, khususnya teknisi AC belum ada.” Supriyanto juga menjelaskan bah wa perawatan komputer juga tidak bisa maksimal karena hanya ada satu teknisi. Sementara itu, untuk rektorat, hanya ada satu teknisi listrik. Bahkan teknisi khusus gedung di bagian rumah tangga belum ada. “Teknisi untuk gedung belum ada. Makanya kalau sekadar ringanringan ya serabutan,” jelasnya. Kurangnya tenaga teknisi juga men jadi faktor penting yang menjadi fokus Fakultas Teknik (FT). “Di FT sendiri terkendala dengan sumber daya manusia, khususnya teknisi. Mungkin karena du lu teknisi belum dihargai, maka mereka pindah ke rektorat. Itu masalah untuk teknisi di FT,” jelas Dr. Dwi Rahdiyanta, M.Pd, WD II FT. Fery, salah satu mahasiswa FT juga
Akan tetapi, lam
Ahmad | Expedisi
yang telah terkontaminasi dan bahkan sudah habis sehingga mahasiswa tidak bisa praktikum dan tidak mendapat da ta,” jelas Riantana, mahasiswi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Penge tahuan Alam (FMIPA) Terkait proses penanganan yang masih lambat, pihak UNY baik pada tingkat universitas maupun fakultas kurang sigap dalam menanggapi berba gai laporan yang ada. Khususnya yang ada pada ranah fakultas. Petugas yang memiliki kewajiban untuk melakukan pemeliharaan dan perawatan kurang cepat dalam menangani masalah-ma salah fasilitas yang ada di ruang kelas. Menurut Supriyanto, perawatan dan pemeliharaan dinilai masih berada pada taraf normatif. “Kalau menurut saya, ya belum terlalu baik ataupun buruk, jadi masih sesuai aturan dan anggaran yang ada,” ujarnya.
Ahmad Wijayanto Arina, Bayu, Desy, Goza, Riska
Salah satu ruang lapang Fakultas Teknik (FT) yang difungsukan selayaknya gudang sehingga terkesan kumuh
4
edisi I | MEI 2015
polling
UNY Abaikan Perawatan Fasilitas
F
MEI 2015 | edisi I
untuk perawatan fasilitas yang tidak berkala dapat menganggu aktivitas mahasiswa, sebanyak 87,1% menjawab ya, 12,4% menjawab tidak, dan 0,5% tidak menjawab. Mahasiswa pernah melihat peralatan yang rusak dan ditelantarkan, sebanyak 88% dan 12% menjawab tidak. Inventaris yang sudah rusak dan ditelantarkan dapat merusak lingkungan, sebanyak 47,9% sangat setuju, 42,9% setuju, 7,8% tidak setuju, 0,5% sangat tidak setuju, dan 0,9% tidak menjawab. Perawatan fasilitas di UNY perlu diperbaiki, sebanyak 68,2% sangat setuju, 28,6% setuju, 1,4% tidak
setuju, 0,9% sangat tidak setuju, dan 0,9% tidak menjawab. Mengenai salah satu penyebab banyaknya fasilitas yang rusak adalah karena kurangnya kordinasi antara rektorat dan fakultas, sebanyak 31,8% sangat setuju, 53,9% setuju, 11,5% tidak setuju, 0,5 sangat tidak setuju, dan 2,3% tidak menjawab. Berdasarkan angket yang disebar menunjukkan bahwa perawatan fasilitas yang dilakukan UNY belum maksimal, sebanyak 38,2% sangat setuju , 47,9% setuju, 11,1% tidak setuju, 1,0% sangat tidak setuju, dan 1,8% tidak menjawab. Tim Polling
Andhika | Expedisi
asilitas merupakan salah satu komponen vital dalam penyeleng garaan pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (PERMENDIKBUD RI) Nomor 49 tahun 2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi, setiap sarana dan prasarana yang ada di universitas harus memenuhi kriteria minimal standar sarana dan prasarana pembelajaran. Maka perlu perhatian khusus mengenai sarana dan prasarana yang ada di UNY, baik kampus pusat maupun kampus cabang. Dalam rangka menjaga agar sarana dan prasarana dapat digunakan sesuai fungsinya, diperlukan tindakan pemeli haraan dan perawatan yang berkala. Sesuai dengan PERMENDIKBUD Nomor 139 tahun 2014 tentang Pedoman Statuta (anggaran dasar) dan Organisasi Perguruan Tinggi, dijelaskan bahwa tugas dari salah satu unit pelaksana administrasi atau ketatausahaan yaitu ketatausahaan dan kerumahtanggaan adalah untuk melakukan pemeliharaan dan perawatan sarana dan prasarana. Kegiatan pemeliharaan dan perawatan sarana dan prasarana seharusnya men jadi kegiatan wajib yang harus dilakukan pihak UNY dalam rangka pemenuhan capaian pembelajaran lulusan. Untuk mengetahui tanggapan maha siswa UNY mengenai fasilitas di UNY, tim EXPEDISI melakukan polling terhadap responden dari mahasiswa UNY. Meng gunakan metode pengambilan sampel dengan angket, dengan isi angket berupa empat pertanyaan tertutup dan empat pernyataan. Tim EXPEDISI menyebar angket kepada sebagian mahasiswa UNY. Hasil polling tersebut menunjuk kan bahwa mahasiswa yang merasakan fasilitas kampus UNY atau di fakultas nya sudah memadai, sebanyak 43,3% menjawab ya, 56,2% menjawab tidak, dan 0,5% tidak menjawab. Perawat an fasilitas di UNY sudah dilakukan secara berkala, sebanyak 46,1% men jawab ya, 52,5% menjawab tidak, dan 1,4% tidak menjawab. Sementara itu,
5
persepsi
Menatap Pendidikan Masa Depan
P
endidika n, dalam arti usaha sadar dan terencana mewujud kan proses belajar sepanjang hayat, menyentuh semua sendi kehidupan, semua lapisan masyarakat dari segala usia. Apa yang dibangun hari ini akan terasa satu dekade kemudian. Ketika Malaysia sejak tahun 70-an menempat kan pengembangan praksis pendidikan termasuk penyediaan 25% anggaran nasional –di antaranya mengirimkan guru-guru untuk belajar di Indonesia– negara itu saat ini tidak lagi menjadi pesaing Indonesia. Malaysia jauh melejit dan berbalik menjadi tempat belajar bagi Indonesia. Pesaing Indonesia tidak lagi Malaysia, Singapura atau Thailand. Pesaing Indonesia di hari-hari ini adalah Myanmar, Laos, Sri Lanka bahkan kita harus angkat topi pada Vietnam yang sudah lebih maju dalam pengem bangan pendidikan dasar dibanding Indonesia. Kita perlu bangkit dari tidur bahwa pengembangan praksis pendidikan tidak selesai dengan pernyataan politik “SDM sebagai kata kunci kemajuan”, misalnya. Melainkan modal sosial atas rasa memi liki perlu didorong sebagai bagian dari upaya mengentakkan para pengambil keputusan. Lembaga legislatif dan ekse kutif harus menerjemahkannya dalam keputusan-keputusan yang memihak pada kepentingan masyarakat banyak, berjangka jauh ke depan, bukan demi kepentingan politis berjangka pendek. Menyadari bahwa sebuah kehidupan tiada yang sempurna, termasuk di dalam sistem pendidikan yang diterapkan di Indonesia. Meski begitu, sistem pen didikan harus memberikan pengetahuan terbaik kepada setiap individu dengan tidak menghilangkan nilai-nilai budaya dan kekhasan sebuah negara. Para tokoh telah memberikan contoh santun selama perjalanan panjang pengabdiannya pada Tanah Air Indonesia, Ki Hadjar Dewantara dengan impelementasi Tut Wuri Handayani, misalnya. Negara-negara maju, sebut saja Finlandia, Swedia dan Norwegia. Tiga negara Nordik ini sebagai bagian dari negara barat di mana negara barat pe
6
nuh dengan kritik terutama dalam per bedaan budaya dan norma yang eks trim bertolak belakang dengan negara timur, namun nyatanya mereka jauh lebih unggul. Hal tersebut terjadi karena negara mampu mengimplementasikan serta memiliki kesadaran bahwa pen didikan adalah sumber utama kemajuan negara. Generasinya mengenyam penge tahuan dan membawa perubahan di masa-masa mendatang. Sistem ketiga negara ini dikatakan sebagai sistem pen didikan terbaik menurut riset dari the Programme for International Student Assessment (PISA) tahun 2014, karena pendekatan terhadap pengembangan potensi peserta didik terjadi dengan sangat baik. Seharusnya, Indonesia yang terkenal sebagai bangsa yang santun dan pantang menyerah dapat melebihi ketiga negara ini. Penerapan kurikulum yang berubahubah dapat dipastikan menjadi sebuah kebiasaan ajeg ketika pergantian pemerin tahan yang baru. Kita harus sadar bahwa perubahan tersebut tentu tidak hanya berefek pada besarnya biaya yang di butuhkan, namun juga pada mentalmental pendidik yang bahkan tidak siap. Bagaimana pula dengan keadaan siswa yang tak terjangkau? Tengoklah negara Swedia, sebut saja, menteri pendidikan Aida Hadzialic, 27 tahun dan seorang alumni Lund University serta pernah menjabat Wakil Wali Kota Halmstad pada usia 23 tahun. Cek pula Gabriel Wikstrom, 29 tahun mampu menjabat sebagai Menteri Ke sehatan Swedia dan memiliki prestasi yang tidak diragukan. Hal tersebut
mampu menjelaskan bahwa sistem pen didikan yang terbuka, tidak memaksa dan selalu berusaha menghargai setiap potensi peserta didik akan melahirkan pemimpin muda yang menginspirasi dunia. Pemisahan kementerian pendidik an antara pendidikan tinggi dan pen didikan dasar-menengah menjadi hal penting. Jangan hanya bertujuan untuk semata-mata menghasilkan peneliti an yang aplikatif dan produktif yang hanya akan menghasilkan manusia yang cakap dalam penguasaan saintek, tetapi minus manusia yang paripurna dengan segenap potensi serta moralitas. Hal ini tentu menjadi tugas besar yang perlu di selesaikan. Termasuk memasukan indeks integritas sekolah dalam pertimbangan penerimaan seleksi masuk perguruan tinggi negeri terkait kebocoran Ujian Nasional (UN) adalah hal yang sangat penting dalam menerapkan implemen tasi kejujuran. Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) harus memiliki fokus dan ruh dalam implementasi pendidikan di Indonesia, memberikan sebuah kesadar an bahwa UNY memiliki peran sentral dalam menentukan bangsa dan negara Indonesia ke depannya, terutama Guru “digugu lan ditiru” merupakan salah satu yang penting untuk diperhatikan. Selain itu, segala bentuk evaluasi tetap perlu dilakukan guna mewujudkan amanat pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Pebri Nurhayati Mahasiswa Pendidikan Geografi 2010
Kustian | Expedisi
edisi I | MEI 2015
persepsi
Be-Smartku: Buruknya Pengelolaan dan Kebijakan
K
onsep Elect ronic Learni ng (E-learning) pertama kali diper kenalkan oleh Universitas Illinois, Urbana-Champaign, pada tahun 1960, de ngan sistem instruksi berbasis komputer Programmed Logic for Automatic Teach ing Operations (PLATO). Kemudian dengan penemuan Web 2.0 menjadikan E-learning mudah diakses. Tak heran jika mantan Wakil Presiden Boediono mewacanakan E-learning sebagai peme rataan pendidikan di Indonesia karena bersifat terbuka dan terpadu. Kebijakan pemerintah sendiri adalah dengan meng eluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Bab VI tahun 2010 yang mengatur E-learning sebagai konsep pembelajaran jarak jauh. Sejak tahun 2006, Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) memiliki Be-Smart sebagai perangkat E-learning. Namun hingga kini masih banyak permasalahan Be-Smart, mulai dari pengelolaan sam pai kebijakan. Senada dengan yang di ungkapkan dosen Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Dr. Cahyorini Kusumawardani, M.Si, bahwa hanya 10% dosen Kimia FMIPA yang menggunakan Be-Smart. Hal ini menurutnya karena belum ada kesadaran dosen akan manfaat Be-Smart. Ia juga mengeluhkan minimnya sosia lisasi penggunaan Be-Smart. “Pihak UNY juga belum melakukan sosialisasi dan pelatihan Be-Smart, saya mengguna kannya dengan belajar sendiri,” keluh nya. Hal serupa juga dirasakan Sari Dwi Hartiwi, mahasiswa jurusan Pendidikan
Bahasa Indonesia. Diakuinya bahwa dosen di jurusannya belum pernah meng gunakan Be-Smart dalam perkuliahan. Sari berharap agar penggunaan Be-Smart dapat merata ke seluruh jurusan. Menurut Newsletter of ODLQC, 2001 (dalam Siahaan), syarat-syarat kegiatan E-learning adalah sikap positif tenaga pendidik terhadap teknologi kom puter dan internet dan rancangan sis tem pembelajaran yang dapat dipelajari oleh setiap peserta belajar. Berdasarkan data di atas, telah terlihat permasalahan pengelolaan antarkomponen. Kesadaran dosen akan penggunaan Be-smart sangat kurang. Seperti di jurusan Pendidik an Bahasa Indonesia yang berbanding terbalik dengan dosen di jurusan Pen didikan Teknik Elektro, di mana dosen paham akan manfaat Be-Smart sebagai E-learning dan pada akhirnya berhasil menggunakan Be-Smart sebagai media pembelajarannya. Dilihat dari situ, maka tugas UNY melalui Pusat Komputer (puskom) untuk melakukan sosialisasi guna menyadar kan dosen akan pentingnya Be-Smart. Kemudian melanjutkannya dengan pelatihan teknis agar dosen mampu dengan terampil menggunakan Be-Smart. Selain itu, seharusnya UNY mampu mengeluarkan kebijakan untuk dosen agar menggunakan Be-Smart sebagai media pembelajaranya, karena Be-Smart adalah bagian dari hak fasilitas maha siswa di setiap jurusan dan fakultas. Syarat selanjutnya adalah sistem evaluasi terhadap perkembangan peserta
belajar. Kemudian adanya mekanisme umpan balik yang dikembangkan oleh lembaga penyelenggara. Faktanya, ter nyata pengelolaan puskom masih buruk. Salah satu indikatornya adalah data statistik penggunaan Be-Smart tahun 2014 belum diambil. Menurut teknisi puskom, itu dikarenakan pengambilan data statistik akan menggangu sistem. Padahal dengan data statistik pengunaan, proses evaluasi akan terarah. Sedangkan bila tanpa data, evaluasi akan diragukan keabsahannya. Selain hal tersebut, ternyata puskom sebagai pengelola Be-Smart secara teknis masih buruk. Desain web yang kurang tertata dengan masih banyak informasi kedaluwarsa yang tentunya menggangu pengunjung. Platform yang tertinggal jauh dari perkembangan teknologi infor masi. Terlihat dari perkembangan plat form yang saat ini telah sampai pada model 2.8 sedangkan Be-Smart masih dengan model 1.9-nya. Tentu pengelolaan seperti ini akan menggangu keberlanjutan E-learning yang baik. Dengan proses per kembangan teknologi informasi, sudah sewajibnya proses pendidikan mengikuti arahnya agar tujuan pendidikan tercapai. Demikian juga UNY yang mengusung Move to World Class University, sudah sewajarnya mengelola fasilitas E-learn ingnya sesuai perkembangan teknologi informasi dengan pengelolaan dan mana jemen kebijakan yang baik. Triyo Handoko
SPACE IKLAN MEI 2015 | edisi I
7
tepi
Karena Kami Minoritas Suatu pencapaian indah di tengah perbedaan agama ketika Universitas Negeri Yogyakarta mampu menyediakan tempat ibadah tanpa memandang mayoritas dan minoritas.
M
Dok. Istimewa
ayoritas-m inoritas adalah pengukuran besar atau kecil dilihat dalam prespektif jumlah angka. Mayoritas-minoritas identik dengan kekuasaan sosial-politik, namun dalam wacana keagamaan penggunaan mayoritas-minoritas juga sering kita temukan. Dalam lingkup nasional, istilah mayoritas digunakan untuk umat ber agama Islam, sedangkan minoritas digunakan untuk umat beragama Hindu, Kristen, Kong Hu Cu, dan juga Budha. Dengan begitu, umat Islam sering disebut sebagai umat mayoritas dan Islam sebagai agama mayoritas. Peng gunaan mayoritas-minoritas memiliki implikasi bahwa umat dan agama Islamlah yang selalu mendapatkan fasilitas ‘mayor’ dibanding umat dan agama lain, termasuk di dalamnya adalah fasilitas rumah peribadatan.
Kami ini Minoritas Di tengah-t engah udara dingin berbalut awan hitam, gerimis yang turun di kawasan kampus Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) tak menyurutkan langkah kakiku untuk terus melangkah dan menerobosnya. Pertemuan yang telah disepakati pukul 14.30 WIB ter tunda dan baru bisa terlaksana dua jam setelahnya. “Om Swastyastu,” salam seorang pemuda berambut hitam lurus, berperawakan jangkung, dan berkaos oranye itu dengan penuh sopan. Ber samaan dengan itu, terjawablah sudah penantianku. Dengan ramah, ia mem bersamaiku berjalan menuju tempat yang telah kami sepakati sebelumnya. Sebuah markas Team Dream Magination (markas Tim Robot Terbang) yang berada di belakang Pusat Kegiatan Mahasiswa Fakultas Teknik (PKM FT). Ia memper silahkan saya duduk dan dimulailah percakapan kami. Laki-laki asal Bali ini bernama I Ketut Satyawan. Seorang mahasiswa Pendidikan Teknik Mekantronika. Ia merupakan salah satu dari 45 mahasiswa Hindu yang ada di kampus UNY, baik mahasiswa S1, S2, maupun S3. Terkait tidak adanya rumah peribadatan selain rumah peribadatan umat beragama Islam yang difasilitasi oleh pihak kampus, ia tetap menjalankan perintah Tuhannya untuk sembahyang tiga waktu sebagai bentuk kepatuhan dan ketundukannya sekalipun dengan segala keterbatasan yang ada. “Sebuah hal yang wajar saya kira, mbak, ketika hanya umat bergama Islam yang difasilitasi rumah peribadatan, karena mayoritas mahasiswa di UNY ini kan beragama Islam. Kami mahasiswa Hindu itu hanya minoritas,” ucap mahasiswa kelahiran 30 Oktober 1993 ini. Pengg unaa n istilah mayoritas-minoritas sebenar nya berbahaya karena istilah tersebut mampu mengancam kehidupan beragama khusus
Putu Sudira selaku pembina UKM KMHD
8
nya hubungan antarumat yang berbeda agama, yaitu diskriminasi. Diskriminasi adalah hal yang telah menunjuk pada ketidakpantasan, tindakan tidak etis atau tidak baik bagi manusia di dalam hubungan antarsesama. Di dalamnya terdapat pengabaian atau pelanggaran hak-hak asasi manusia yang tentunya sangat bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam agama. Sudah sering terjadi konflik agama. Penghambatan bahkan penganiayaan dari satu kelompok umat beragama yang merasa mayoritas terhadap kelompok yang dianggap minoritas. Pandangan dan perilaku masyarakat mayoritas-minoritas dalam kehidupan beragama bukan saja memiliki masalah etis-moral tetapi juga hukum atau konstitusional. Pengkhianatan secara penuh terlihat pada Undang-Undang Dasar 1945 No. 28 Ayat 1-3 yang berbunyi “(1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali. (2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya. (3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.” Tidak peduli apapun agamanya, jika dapat melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang, tidak akan ada yang bertanya apa agamamu. Pembina KMHD Menyikapi Dengan keberagaman agama yang ada di lingkungan kampus UNY, harusnya hal tersebut menjadikan toleransi dan kerukunan antarumat beragama semakin dijunjung tinggi. Apalagi UNY adalah sebuah universitas publik untuk semua agama, pendidikan sebagai proses harus nya menyentuh aspek-aspek kerohanian. Namun jelas terlihat bahwa UNY kurang menjunjung tinggi toleransi beragama. Hal ini bisa terlihat dari pengutamaan
edisi I | MEI 2015
tepi golongan masyarakat yang populasinya lebih banyak (mayoritas) dan meng abaikan golongan yang jumlahnya lebih sedikit (minoritas). Dalam hal ini, ter khusus pada tersedianya satu tempat ibadah untuk agama yang menjadi mayoritas di kampus UNY: Islam. Menanggapi hal tersebut, Pembina Unit Kegiatan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Hindu Dharma (UKM KMHD), Dr. Putu Sudira, MP, berkata, “Kalau sampai saat ini mungkin kebijak an pimpinan belum sampai pada peng adaan rumah peribadatan Pura untuk mahasiswa Hindu UNY. Mungkin juga karena pimpinan melihat kondisi dan keadaan yang belum memadai. Kendati belum ada, untuk mahasiswa Hindu sudah diwadahi oleh UKM Kerohanian yaitu KMHD yang mampu bertanggung jawab terhadap segala kegiatan kerohani an Agama Hindu dan ikut serta secara aktif didalamnya.” KMHD sendiri berdiri pada 30 Desember 2006. Bertempat di Gedung Student Center (SC) lantai 2 sayap timur yang bersebelahan dengan UKM kerohanian lainn ya seperti Ikatan Keluarga Mahasiswa Katolik (IKMK) dan Persatuan Mahas iswa Kristen (PMK). Banyak kegiatan yang dilakukan oleh UKM KMHD sebagai upaya untuk menjalin kebersamaan antaranggota
ada tidak memenuhi kriteria yang di inginkan. Terlihat ketika kegiatan per ibadatan atau rapat koordinasi, anggota KMHD tidak tertampung dalam ruang sekretariatnya. Hal ini ditegaskan oleh pernyataan Ketua KMHD 2015, Dwik. “Kami itu minoritas, mbak. Jangankan untuk rumah ibadah, telah difasilitasi UKM Kerohanian pun sudah bersyukur. Meskipun masih banyak kekurangan di sana-sini, seperti sempitnya ruang sekretariat KMHD,” jelas mahasiswa Fakultas Ilmu Keolahragaan angkatan 2013 itu. Dwik juga mengungkapkan keraguannya jika akhirnya UNY mampu memberikan rumah peribadatannya, Pura, yaitu masalah pengurus Pura. Mengingat jumlah mahasiswa Hindu yang ada di UNY minim. Putu Sudira, selaku pembina, menyikapinya dengan semangat bahwa ia siap untuk mengurus, merawat, dan memanfaatkan jika umat Hindu di UNY difasilitasi rumah peribadataan yaitu Pura. Meskipun itu agak mustahil meng ingat areal UNY yang terbatas. Meng ingat juga pembangunan Pura sendiri membutuhkan biaya yang besar bahkan lebih besar dari pembangunan rumah ibadah lain. Selain itu, pembangunan Pura tidak boleh secara sembarangan, ada ketentuan-ketentuannya. Terutama harus pada areal yang utama, yaitu di
sebelah timur laut. “Berkaca pada pengalaman saya saat kuliah tahun 1982, sekalipun nantinya kampus tidak akan memfasilitasi rumah peribadatan untuk kami, umat Hindu, saya dan teman-teman pergi ke Pura dengan jalan kaki beramai-ramai. Entah pulang malam atau kehujanan sekalipun," ungkap Putu. Ia juga mengatakan kesulitan justru membuat mental terdidik dengan baik. Itulah mengapa kadang rumah ibadah didirikan agak jauh agar terbangun usaha dan spirit melalui proses belajar untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Memahami keberagamaan bukan hanya sebuah ritual, namun kita harus kembali kepada bagaimana mendalami kitab suci secara utuh dan benar. Kemudian tidak mengambil cuplikancuplikan yang kemudian digunakan sebagai pembenaran secara total. Karena yang terpenting adalah bagaimana rumah ibadah yang sudah ada digunakan dan dim anfaatkan sampai dapat mem bangun sesuatu yang memiliki dampak besar. Jangan sampai anak-cucu kita tidak meyakini bahwa agama adalah solusi masalah kehidupan. Karena pada dasarnya toleransi yang baik adalah membiarkan umat beragama lain me lakukan apa yang mereka yakini tanpa mengganggu aktivitas peribadatannya. Fara Famular
UKM KMHD, umat sedarma, maupun masyarakat luas. Pertemuan rutin di laksanakan setiap hari Jumat di sekretariat pukul 11.00 WIB. Kegiatan selama per temuan rutin adalah persembahyangan, bersih-bersih, dan diskusi bersama untuk berbagi pengalaman dan mengakrabkan diri dengan anggota lainnya. Meskipun sudah diwadahi dalam UKM Kerohanian, sekretariat yang
MEI 2015 | edisi I
Repro. Ade
9
resensi
Berpikir Ulang tentang Masyarakat Indonesia Judul Buku Penulis Penerbit Tahun terbit Tebal
S
ementara, sebagian diberi kostum sebagai pemberontak atau anggota bekas partai terlarang –yakni ketika mereka melakukan hal kecil yang hukumnya agak ‘’haram’’ secara politik, yakni ‘’mempertanyakan kebijakan’’. Begitulah bunyi akhir kalimat dalam judul kedua di bab pertama buku Gelandangan di Kampung Sendiri karya Emha Ainun Nadjib atau Cak Nun. Di bab pertama, Pengaduan I, Cak Nun banyak menanggapi permasalahan-permasalahan masyarakat. Seperti pembangunan waduk, kasus pembongkaran
Andhika | Expedisi
10
gedung kesenian, mutilasi, dan kasuskasus lain. Begitu halnya dengan bab dua, masih dengan tema yang sama, judul Pengaduan II dipilih Cak Nun sebagai representasi terhadap apa yang akan ia tanggapi. Cak Nun dalam bab I maupun II, menanggapi keadaan di Indonesia, terutama sisi sosial dari sudut pandang masyarakat. Cak Nun banyak mengemukakan keadaan masyarakat yang kerap tertindas, ia juga banyak ‘’menggugat’’ istilah-istilah yang selama ini dianggap benar, tapi pada hakikatnya salah. Ia berusaha mengajak pembaca untuk kembali menelaah keadaan, misal: siapakah bos dan pembantu dalam sebuah negara? Mengapa rakyat kecil dicap sebagai pelawan kebijakan ketika mempertanyakan kebijakan, serta, tentang rakyat yang akhirnya menjadi gelandangan di kampungnya sendiri. Setelah hal-hal yang berkaitan dengan pengaduan dibeberkan di dua bab awal, di bab tiga anda akan disambut dengan ekspresi-ekspresi masyarakat negeri ini. Di bab yang berjudul Ekspresi, kembali Cak Nun mengajak kita berpikir tentang fenomena-fenomena sosial di sekeliling kita. Terus terang otak saya pusing tujuh keliling. Progresivitaskah? Atau kebodohan dan nafsu? Begitulah kalimat yang ia tuliskan sebagai tanggapan terhadap fenomena aksi demonstrasi mahasiswa. Ia mencoba melihat kembali tentang apa, mengapa, dan bagaimana demonstrasi itu yang notabenenya adalah salah satu bentuk ekspresi masyarakat. Secara dominan, dalam bab tiga ini Cak Nun banyak memberi respons terhadap ekspresiekspresi masyarakat. Sekali lagi, Cak Nun mengajak kita untuk
: Gelandangan di Kampung Sendiri : Emha Ainun Nadjib : Bentang : 2015 : 300 halaman
melihat kembali yang sedang terjadi dan menganalisis ekspresi masyarakat kita. Selanjutnya, di bab terakhir, bab empat, yang berjudul Visi, Cak Nun menanggapi harus seperti apakah sebuah dinamika masyarakat di masa depan. ‘’Payah!’’ Pak Mataki protes, ‘’Kalau di tingkat desa saja tidak berani, bagaimana mau mengubah negara?’’ Begitulah salah satu petikan kalimat di bab empat. Di sana digambarkan keberadaan mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang idealnya harus memikirkan pula bagaimana keberlangsungan KKN tersebut dalam perkembangan masyarakat. Kisah semakin unik, karena Cak Nun menggambarkan visi dari sebuah fenomena kemasyarakatan dengan menciptakan seorang tokoh bernama Pak Guru Mataki. Sosok ini akan membawa kita menuju pantikan diskusi dengan keadaan yang telah Cak Nun gambarkan. Secara keseluruhan, buku ini seperti buku Cak Nun yang lain. Berisi kehidupan sehari-hari, mulai dari perbincangan yang sepele, seperti memanjat kelapa hingga perpolitikan. Berpola susunan tulisan yang sama dengan karya lain. Cak Nun akan memplot mana saja tulisan yang sama dan disusun secara sistematis berdasarkan persoalan. Kelebihan dari buku ini adalah gaya tulisan yang mengajak kita berpikir, serta dengan mudah kita dapat memahami dan menemukan gejala ataupun peristiwanya dalam kehidupan seharihari. Kekurangannya, barangkali karena ini adalah terbitan ulang setelah 20 tahun lalu, pembaca generasi baru harus paham dulu tentang dinamika sosial pada waktu itu. Dengan tidak adanya sebuah pengantar untuk mendalami tulisan ini, kita harus mencari hal-hal yang kiranya relevan agar buku ini tak jadi bacaan yang berlalu. Jika Anda membutuhkan pantikan agar paling tidak kembali melihat kehidupan sekeliling Anda dan Anda sendiri tentunya, buku ini layak Anda buru. Aris Setiawan Rimbawana
edisi I |MEI 2015
wacana
PLTN Bukan untuk Uji Coba
I
ndonesia diproyeksikan membutuhkan tambahan kapasitas pembangkit listrik sebesar 59,5 gigawatt hingga tahun 2022 atau rata-rata bertambah 6 gigawatt per tahun. Hal tersebut diungkapkan oleh Jarman, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), yang dirilis oleh Bisnis.com. Penambahan itu dikarenakan kebutuhan listrik Indonesia pada 2022 akan mencapai 386,7 terrawatt hours (TWh), termasuk untuk Jawa-Bali sebesar 275 TWh, Indonesia Timur 46 TWh, dan Sumatera 65,7 TWh. Sistem penyediaan energi listrik yang dapat memenuhi kriteria di atas adalah sistem konversi energi yang memanfaatkan sumber daya energi terbarukan, seperti: matahari, angin, air, biomas, dan sebagainya (Djojonegoro,1992). Hal ini senada dengan wacana yang dikeluarkan pemerintah terkait pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Indonesia sendiri, saat ini memiliki tiga reaktor nuklir yang masingmasing berada di Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) Yogyakarta, Serpong, dan Bandung yang pemanfaatannya murni untuk penelitian. Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir adalah sebuah pembangkit daya termal yang menggunakan satu atau beberapa reaktor nuklir sebagai sumber panasnya. Prinsip kerja sebuah PLTN hampir sama dengan Pembangkilt Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang menggunakan uap bertekanan tinggi untuk memutar turbin. Putaran turbin inilah yang diubah menjadi energi listrik. Daya sebuah PLTN berkisar antara 40 Mwe sampai 2000 MWe, dan untuk PLTN yang dibangun pada tahun 2005 mempunyai sebaran daya dari 600 MWe sampai 1200 MWe. Untuk dapat menghasilkan energi nuklir, dapat dilakukan dengan dua mekanisme, yaitu reaksi fisi dan reaksi fusi. Reaksi fisi merupakan proses tumbukan antara sebuah inti berat oleh partikel yang kemudian membelah menjadi dua inti yang lebih ringan. Sedangkan reaksi fusi merupakan penggabungan dua inti atom yang ringan menjadi inti atom yang lebih berat, disertai pelepasan energi yang sangat
MEI 2015 | edisi I
besar. Unsur yang sering digunakan dalam reaksi fisi nuklir adalah Plutonium dan Uranium (terutama Plutonium239, Uranium-235). Sedangkan dalam reaksi fusi nuklir menggunakan Lithium dan Hidrogen (terutama Lithium-6, Deuterium, Tritium). Tentu saja kedua reaksi ini termasuk reaksi besar yang memiliki dampak yang besar pula bila terjadi kesalahan pengelolaan. Seperti kasus PLTN Fukushima Daiichi di Jepang yang mengalami kebocoran pada Agustus 2013. Terjadinya kebocoran ini mengakibatkan air berkandungan radioaktif meluap dari tangki penyimpanan. Kepada News. liputan6.com pada Februari 2014, juru bicara Tokyo Electric Power Co (Tepco), perusahaan operator PLTN Fukushima, Masayuki Ono, mengatakan, air dari kebocoran tersebut mengandung radioaktif dengan 230 juta becquerel isotop radioaktif per liter. Penting bagi Indonesia untuk belajar dari kasus tersebut agar wacana akan dibangunnya PLTN di Indonesia benarbenar berdasarkan pemikiran yang matang. Namun, saat ini Indonesia belum siap untuk itu. Selain kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang dibutuhkan harus benar-benar handal, sosialisasi kepada masyarakat juga harus tuntas. Indonesia terlebih dahulu harus membenahi sistemnya mengingat kasus korupsi yang mengkhawatirkan. Karena bila terjadi reduksi dana pengelolaan, akan berdampak pada keberhasilan wacana tersebut. Untuk program yang besar semacam ini, Indonesia tidak boleh menj adikan nya sek ad ar uji coba. Karena energi nuklir rawan menga lami kebocoran de ngan dampak serta risiko yang tidak hanya meling Dinda | Expedisi kupi kawasan lokal.
Ditambah kondisi geografis Indonesia yang sering terjadi gempa. Dilansir oleh Viva.co.id pada Oktober 2013, Profesor Kurokawa, mantan ketua komisi inde penden investigasi kecelakaan PLTN Fukushima (NAIIC), menyampaikan laporan kecelakaan yang menimpa PLTN Fukushima Daiichi disebabkan oleh ke salahan manusia (human error), yang berakibat ketidakmampuan pengelolaan PLTN dan mitigasi bencana gempa dan tsunami. Sebelum rencana pembangunan PLTN direalisasikan, wajib bagi pemerintah untuk mempertimbangkan segala kemungkinan. Baik dari segi risiko hingga antisipasi kegagalan sistem operasi karena bencana alam maupun human error seperti yang dialami PLTN Fukushima Daiichi. Terlebih lagi, Indonesia harus memberikan sosialisasi bagi warganya terkait dampak positif dan negatif dari berdirinya PLTN. Hal ini penting mengingat masyarakat Indonesia masih menganggap bahwa nuklir adalah energi yang berbahaya. Lebih jauh, keterbukaan masyarakat serta profesionalitas pemerintah menjadi unsur penting untuk realisasi PLTN di Indonesia. Bayu Hendrawati
11
eksprespedia
Charger dari Gerak Tubuh Manusia
12
Dia memamerkan hasil temuannya dalam acara Intel International Science and Engineering Fair. Teknologi semakin berkembang, teori lama akan dipatahkan dengan munculnya teori baru. Wang Zhonglin, ilmuwan keturunan Tionghoa dari Politeknik Georgia, Amerika Serikat, menemukan alat baru untuk mengisi baterai yang energinya berasal dari gerak tubuh manusia. Dia berhasil membuat semacam pakaian fiber berdinamo dari bahan campuran logam super halus dengan menggunakan teknik nano dan piezoelektrik effect. Piezoelectrik effect merupakan perangkat yang berfungsi mengukur tekanan, kecepatan, tegangan, dan kekuatan dengan mengubahnya ke muatan listrik. Setiap fiber yang ditekan atau ditekuk akan menghasilkan aliran energi listrik. Ketika pakaian terkena hembusan angin atau sedikit gerakan akan membuat pakaian menghasilkan listrik. Alat ini sekarang masih dalam tahap percobaan di laboratorium. Kita masih harus menunggu sampai teknik
yang digunakan matang hingga kita dapat mengisi ulang baterai memanfaatkan gerak tubuh. Devi Ellok Widaningsih Dikutip dari berbagai sumber.
Repro. Andhika
P
ada era modern ini, hampir semua orang menggunakan teknologi untuk menunjang kelangsungan dan kenyamanan hidup. Dalam berkomunikasi dengan orang lain, manusia menggunakan telepon seluler (ponsel) untuk menunjang kebutuhan tersebut. Ponsel membutuhkankan baterai agar dapat digunakan. Namun bila baterai habis tentu ponsel tidak dapat digunakan. Kita membutuhkan listrik untuk mengisi ulang baterai. Ketika kita sedang berada di rumah tentu bukan masalah namun bila kita di luar rumah maka akan jadi masalah. Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan power bank. Alat ini digunakan untuk mengisi alat-alat elektronik seperti ponsel. Power bank pertama kali muncul di sebuah acara bernama Las Vegas Internasional Consumer Elektronics Show pada tahun 2001 dan dikenal dengan nama power mobile bank. Penemu alat ini belum jelas tapi seorang mahasiswi bernama Eesha Khare berhasil mengisi sampai penuh selama 20 detik.
edisi I | MEI 2015