Buletin Expedisi Edisi VI Maret 2015 - UNY Salahi Aturan AMDAL

Page 1

EXPEDISI EDISI VI MARET 2015

MEMBANGUN

B U D AYA

KRITIS

UNY Salahi Aturan AMDAL Kesadaran Merawat Lingkungan Hidup Masih Rendah


SURAT PEMBACA Fasilitas UNY Belum Adil

agar UNY se­ba­gai kampus hu­ma­nis tidak se­ka­dar kata-kata.

PENDIDIKAN se­ha­rus­nya bisa di­nik­ ma­ti oleh si­apa­pun tanpa me­man­dang ke­le­bi­han atau ke­ku­ra­ngan se­se­orang. Ka­re­na pada da­sar­nya ber­tu­juan untuk me­ma­nu­sia­kan ma­nu­sia. Untuk itu perlu ki­ra­nya di­tun­jang dengan fa­si­li­tas pen­ di­di­kan yang me­ma­dai. Namun yang patut di­sa­yang­kan, kampus ter­cin­ta ini ter­nya­ta masih belum adil ter­ha­dap me­re­ka yang ber­ke­bu­tu­ han khusus ter­ka­it fasilitas pen­di­di­kan yang di­be­ri­kan. Di­mu­lai dari sistem pe­ne­ri­ma­an mahasiswa ber­ke­bu­tu­han khusus yang tidak dia­ko­mo­da­si dengan baik, hingga pada fa­si­li­tas dan SDM di universitas yang belum siap. Ter­ka­it fa­ si­li­tas mi­sal­nya, mahasiswa tuna netra tidak bisa ber­ja­lan dengan aman di se­ pan­jang trotoar kampus, sebab tidak ada paving block yang me­nun­tun me­re­ka. Ini perlu men­ja­di per­ha­ti­an pihak kampus,

Muhibbul Khoiri Mahasiswa Teknologi Pendidikan 2013

TOM UNY Tidak Terawat SE­LA­MA satu tahun ini saya ber­olah­ra­ga di Taman Olahraga Ma­sya­ra­kat (TOM) Universitas NegeriYogyakarta (UNY) ber­sa­ma se­bu­ah ko­mu­ni­tas olah­ra­ga. Me­li­hat ke­ada­an­nya, TOM UNY kurang men­da­pat pe­ra­wa­tan dan per­ha­ti­an dari pihak universitas. Hal ini dapat di­li­hat dari rumput yang tidak te­ra­wat, yaitu salah satu a­ki­bat­nya adalah pada musim ke­ma­rau hampir tidak ada rumput yang tumbuh dan tanah men­ja­di gersang se­ hing­ga banyak debu yang be­ter­ba­ngan. Se­la­in itu, akses untuk me­ma­su­ki TOM juga sulit ka­re­na pintu masuk utama ter­sem­bu­nyi se­hing­ga kami ter­bi­asa masuk me­la­lui celah pagar sisi timur

EDITORIAL Green Campus Digaungkan Tapi Lupa AMDAL PEM­BANG­U­NAN gedung yang di­da­na­i oleh Islamic Development Bank (IDB) yang di­ren­ca­na­kan ada empat belas gedung di UNY. Di­mu­lai dari pem­ba­ ngu­nan salah satu gedung di Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) yang nyatanya telah me­nya­la­hi pro­se­dur pem­ba­ngu­nan, yaitu tanpa adanya Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) atau Upaya Pe­nge­lo­la­an Ling­ku­ngan (UKL) dan/atau Upaya Pe­man­tau­an Ling­ku­ ngan (UPL) yang se­ha­rus­nya ada, sesuai dengan Pe­ra­tu­ran Menteri No. 05 Tahun 2012 tentang Jenis Ren­ca­na Usaha dan/ atau Ke­giat­an yang Wajib AMDAL. Sebuah universitas memang harus me­me­nu­hi sa­ra­na dan pra­sa­ra­na yang di­per­lu­kan oleh ma­ha­sis­wa­nya. Namun, untuk me­me­nu­hi­nya harus ada pe­ren­ ca­na­an yang baik serta men­di­dik. Ka­ ta­kan­lah, ma­ha­sis­wa harus me­naa­t­i a­tu­ran yang dibuat oleh universitas, universitas sendiri harus me­naa­ti aturan yang dibuat oleh negara. Hierarki yang lebih tinggi itulah yang se­ha­rus­nya men­ja­di te­la­dan yang patut di­ti­ru oleh hierarki yang lebih rendah. A­pa­la­gi lembaga pendidikan yang notabene se­ba­gai wadah yang output-nya adalah manusia ber­ka­rak­ter. Di samping itu, ik­ti­kad baik ke­pa­da masyarakat se­ki­tar juga perlu di­ting­kat­kan bi­la­ma­na ada dampak yang muncul saat pem­ba­ngu­

2

nan dan se­te­lah pem­ba­ngu­nan, yaitu saat ada aktivitas di dalam gedung, UNY jangan sungkan-sungkan untuk mem­ be­ri pem­be­ri­ta­hu­an dan me­min­ta maaf. Akibat dari pem­ba­ngu­nan yang tak sesuai pro­se­dur adalah ter­gang­gu­nya mahasiswa FBS akan kebisingan dan debu yang ber­te­ba­ran saat proses pem­ ba­ngu­nan gedung. Salah satu mahasiswa pegiat Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang tidak mau di­se­but­kan na­ma­ nya berkata bahwa pem­ba­ngu­nan itu meng­gang­gu diskusi-diskusi dan rapatrapat. Jelas, peng­gu­na­an tiang pancang yang di­gu­na­kan pun juga ter­de­ngar hingga Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA). Perlu di­tung­gu juga, cara UNY me­ nyi­a­sa­ti ruang ter­bu­ka hijau di UNY yang akan ber­ku­rang dengan pem­ba­ngu­ nan empat belas gedung dana IDB ini. Perlu di­ke­ta­hui, UNY adalah universitas yang me­nyu­a­ra­kan pem­ba­ngu­nan yang ber­pe­do­man Green Campus di be­be­ra­pa sektor. Se­be­nar­nya ada banyak indikator Green Campus, se­per­ti pe­man­fa­at­an teknologi yang ramah ling­ku­ngan, peng­he­ma­tan energi, dan pe­nge­lo­la­ han limbah yang di­ha­sil­kan. Namun, yang jangan sampai hilang adalah ruang ter­bu­ka hijau di UNY. Redaksi

dekat jalan masuk utama rektorat. Pun banyak fasilitas ber­ma­in yang rusak se­ per­ti warna cat me­nge­lu­pas, besi yang ber­ka­rat dan bahkan hilang. Se­ba­gai salah satu fasilitas UNY, perlu kiranya TOM di­ra­wat dan di­kem­bang­kan. Aulia Frenshida Rahman Mahasiswa Manajemen 2013

Presensi Online Tidak Efektif BE­BE­RA­PA wak­tu yang lalu ma­ha­sis­ wa UNY di­he­boh­kan dengan im­ple­ men­ta­si sis­tem pre­sen­si meng­gu­na­kan barcode di KTM. Namun tam­pak­nya sis­tem ini tidak ber­ja­lan se­su­ai ha­ra­ pan. Sistem ini pernah di­te­rap­kan di kelas saya pada be­be­ra­pa mata ku­li­ah­. Dosen tidak mem­ba­wa kertas pre­sen­si dan meng­im­ple­men­ta­si­kan sis­tem pre­ sen­si online ter­se­but. Ter­nya­ta banyak KTM yang tidak ter­de­tek­si dan a­khir­nya ma­ha­sis­wa harus me­nge­tik NIM. Me­nang­ga­pi hal itu, ter­da­pat ke­bi­ja­ kan lima belas menit per­ta­ma di­alo­ka­si­ kan untuk pre­sen­si. Namun pada ke­nya­ ta­an­nya waktu yang di­bu­tuh­kan lebih dari itu se­hing­ga meng­aki­bat­kan du­ra­si per­ku­li­ahan men­ja­di lebih singkat. Je­las­ lah sistem ini tidak ter­lak­sa­na dengan e­fek­tif hingga se­lan­jut­nya sistem ini tidak lagi di­te­rap­kan dengan kata lain hanya ber­ta­han be­be­ra­pa hari saja. Jadi se­be­lum di­ber­la­ku­kan suatu sistem, khu­sus­nya sistem pre­sen­si ini, hen­dak­lah se­ga­la se­su­atu­nya di­ta­ta dengan baik se­hing­ga ha­sil­nya pun sesuai harapan. Fadhla Khanifa Pendidikan Akuntansi 2013

SEMPIL + "Memang me­nya­la­hi a­tu­ran, namun pem­ba­ngu­nan ini merupakan sya­rat dari IDB se­ba­gai tanda ke­se­ri­us­an UNY.” - “Oh, AMDAL bukan tanda ke­se­riu­san to, Pak?” Pimpinan Proyek Arfrian Rahmanta | Sekretaris Mariyatul Kibtiyah | Bendahara Eny Yuly D. | Redaktur Pelaksana Triana Yuniasari | Redaktur Arfrian Rahmanta, Imam Ghazali, Milda Ulya R., Muhammad Aziz D., Triana Yuniasari, Winna Wijayanti | Reporter Prima, Sulik, Triana | Redaktur Foto Imam Ghazali | Artistik Prima Abadi S., Rohmana Sulik, Ubaidillah Fatawi | Produksi Muhammad Fahrur S. | Iklan Muhammad Aziz D., Winna Wijayanti | Tim Polling Anggun Mita T.K., Hafid Mutaki, Mayta Cahyani | Sirkulasi Abdy Bani Y. | Alamat Gedung Student Center Lt. 2 Karangmalang Yogyakarta 55281 | Email lpm_ekspresi@yahoo.com | Web ­ekspresionline. com | Redaksi menerima artikel, opini dan surat pembaca. Redaksi berhak mengedit tulisan tanpa mengubah isi.

EDISI VI | MARET 2015


SENTRA

Bangunan Sudah Jadi, AMDAL Baru Dibuat Terdapat pelanggaran prosedural pembuatan AMDAL pembangunan gedung dalam rangka meraih dana Islamic Development Bank (IDB) yang telah selesai dibangun di FBS.

P

MARET 2015 | EDISI VI

pem­ba­ngu­nan gedung tanpa AMDAL Aminatun, M. Si., Dosen Pendidikan atau UKL-UPL adalah tin­da­kan me­nya­ Biologi UNY yang juga me­rang­kap se­ la­hi aturan. Pem­buat­an AMDAL se­ha­ ba­gai anggota pe­nyu­sun DELH. rus­nya pada tahap pe­ren­ca­na­an se­be­lum Kon­se­kuen­si yang di­te­ri­ma U­NY di­ba­ngun, dan jika sudah di­ba­ngun dan dalam ke­ber­lan­ju­tan pem­ba­ngu­nan ini belum mem­pu­nyai dokumen AMDAL, adalah me­nung­gu se­le­sai­nya DELH dan pem­ra­kar­sa be­rar­ti harus me­nyu­sun AMDAL se­be­lum me­lan­jut­kan pem­ba­ Dokumen Evaluasi Tentang Lingkungan ngu­nan proyek IDB. “Saya pun me­nya­ Hidup (DELH) atau audit lingkungan. ran­kan agar se­ge­ra di­pro­ses DELH-nya, Me­nu­rut Agus Untarno, Ketua Tim satu gedung di FBS yang sudah se­le­sai Pe­nyu­sun AMDAL dari PT. Buana di­ba­ngun itu jangan di­gu­na­kan dulu dan Kalpataru Konsultan yang me­ru­pa­kan jangan sampai ada pem­ba­ngu­nan gedung pihak swasta pe­me­gang proyek pe­nyu­ lagi,” ujar Agus. Ia juga men­je­las­kan su­nan dokumen bahwa BLH Kabupaten A M DA L Pe ­ “Memang me­nya­la­hi a­tu­ran, Sleman meng­h a­r us­ n g e m­b a­n g a n namun pem­ba­ngu­nan gedung ini kan se­be­lum AMDAL UNY Kampus me­ru­pa­kan syarat dari IDB se­ba­ selesai, DELH harus Karangmalang, gai tanda ke­se­riu­san UNY dalam selesai di­su­sun ter­le­bih DELH adalah me­ra­ih dana IDB,” da­hu­lu, yang ke­mu­di­ do­ku­men eva­lu­ an akan di­per­sen­ta­si­kan asi berisi dampak se­te­lah ba­ngu­nan ke­pa­da Komisi AMDAL BLH Provinsi ber­di­ri yang tidak diprediksi se­be­lum­nya. DIY me­la­lui surat pe­ngan­tar dari BLH Namun, jika tidak ada prediksi awal, Kabupaten Sleman. maka yang di­te­li­ti adalah rona ba­ngu­ Pramu juga me­la­rang di­la­ku­kan­nya nan, yang men­ca­kup kom­po­nen sosial, pem­ba­ngu­nan lagi, se­be­lum se­le­sai­nya ekonomi, budaya, ke­se­ha­tan masyarakat, pe­nyu­su­nan AMDAL dan di­ter­bit­kan­nya komponen geofisika-kimiawi, lalu lintas, Surat Ke­pu­tu­san Ke­la­ya­kan Lingkungan dan biotiknya. Dalam pe­ngem­ba­ngan dari BLH Provinsi DIY. “Jika AMDAL kampus yang ber­ja­lan saat ini, UNY sedang di­pro­ses, se­ga­la bentuk pem­ba­ perlu be­ker­ja keras dalam me­nyu­sun ngu­nan AMDAL dan DELH se­ka­li­gus. Sejak 2014, Menteri Lingkungan Hidup telah mem­pe­ri­ngat­kan UNY untuk se­ge­ra men­ye­le­sai­kan DELH. “Sudah dipu­tus­kan oleh Kementerian Lingkungan Hidup bahwa gedunggedung UNY yang sudah be­ro­pe­ ra­si di­be­ri batas pe­nye­le­sai­an DELH sampai September 2015,” kata Agus. Namun, Tim pe­n yu­s un DELH masih ber­j a­l an di tempat dalam pe­nger­ ja­an. “Tim Pe­nyu­sun DELH yang di­ben­tuk belum ter­la­lu be­ker­ ja, ka­re­na ke­ba­nya­ kan anggotanya adalah dosen dan pem­bim­ bing skripsi,” kata Dr. Tien Gunawan Ariyantapa, ST. ketika diwawancarai di ruangannya (20/02). Triana | Expedisi

em­ba­ngu­nan satu dari empat belas gedung yang di­la­ku­kan untuk me­ ra­ih dana Islamic Development Bank (IDB) di Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) yang selesai pada per­te­nga­han Januari 2015 lalu, di­lak­sa­na­kan tanpa adanya dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) maupun dokumen Upaya Pe­nge­lo­la­an Lingkungan Hidup dan Upaya Pe­man­ tau­an Lingkungan Hidup (UKL-UPL). Dokumen-dokumen ter­se­but me­ru­pa­ kan salah satu syarat Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Pada Agustus 2014, pem­ba­ngu­nan satu gedung di FBS ter­se­ but sudah di­mu­lai, padahal AMDAL baru di­su­sun pada per­te­nga­han November 2014, di­tan­dai dengan pe­ngu­mu­man yang di­so­sia­li­sa­si­kan ke­pa­da masyarakat dan para pe­mer­ha­ti lingkungan hidup. “Memang me­nya­la­hi a­tu­ran, namun pem­ba­ngu­nan gedung ini me­ru­pa­kan syarat dari IDB se­ba­gai tanda ke­se­riu­ san UNY dalam me­ra­ih dana IDB,” ujar Gunawan Ariyantapa, ST., Kepala Bagian Umum Hukum, Tata Laksana, dan Per­leng­ka­pan UNY ke­ti­ka di­te­mui di ruangannya, Rabu (20/02). IDB yang me­ru­pa­kan investor dana empat belas gedung baru di UNY mensyaratkan harus mem­ba­ngun satu gedung se­ba­gai ben­tuk ke­se­riu­san dalam ker­ja ­sa­ma antara UNY dan IDB. Se­lan­jut­nya, pem­ba­ngu­nan tiga belas gedung lainnya ter­tun­da ka­ re­na harus me­nyu­sun AMDAL ter­le­bih da­hu­lu. Pem­buat­an AMDAL yang ter­lam­bat, me­nu­rut Gunawan, juga di­ka­re­na­kan sumber dana yang di­gu­na­kan dalam pem­buat­an AMDAL se­jum­lah Rp600 juta adalah dari Dinas Kebudayaan dan Teknologi (Dikti) me­la­lui Daftar Isian Pe­lak­sa­na­an Anggaran (DIPA) Anggaran Pen­da­pa­tan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2014 yang cairnya baru pada November 2014, bukan dari dana DIPA APBN 2013. Pe­lang­ga­ran prosedural ini diamini oleh Pramu Haryanto, pegawai Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Yogyakarta yang me­nya­ta­kan bahwa

3


SENTRA harus berhenti. Jika pem­ba­ngu­nan­nya tidak ber­hen­ti, BLH provinsi tidak mau mem­pro­ses. Jika AMDAL telah se­le­sai dan Surat Keputusan Ke­la­ya­kan Lingkungan telah keluar, pem­ba­ngu­nan boleh di­lan­jut­kan lagi,” ungkap Pramu. Satu gedung IDB yang telah di­ba­ngun di FBS nantinya akan di­ma­suk­kan ke dalam su­su­nan AMDAL, bukan DELH. “Empat belas gedung ter­ma­suk gedung yang sudah di­ba­ngun itu mau tidak mau di­se­but se­ba­gai pe­ngem­ba­ngan, se­hing­ga masuk dalam ranah AMDAL. Ka­re­na itu, teman-teman dari tim AMDAL juga langsung me­ni­lai dampak yang telah ada pada gedung yang telah di­ba­ngun itu,” ujar Agus. Ke­ti­ka di­ta­nyai tentang se­ja­uh mana proses pem­bu­atan AMDAL, Agus me­ nya­ta­kan sudah hampir se­le­sai, tinggal me­n ung­g u DELH se­l e­s ai, se­t e­l ah itu baru di­te­rus­kan lagi pe­nyu­su­nan AMDAL-nya. “Sekarang proses pe­nyu­ su­nan AMDAL UNY untuk empat belas gedung itu telah sampai pada Ke­rang­ka Acuan Pe­ngem­ba­ngan Kampus, sudah 85%. Tapi, kita se­ba­gai Tim Penyusun AMDAL juga tetap me­nung­gu DELH. Saya optimis tahun 2015 ini AMDAL dan DELH se­le­sai semua,” jelas Agus.

4

Arci | Expedisi

Dampak dari Pem­ba­ngu­nan Tanpa AMDAL Dengan luas bangunan pe­ngem­ba­ ngan 124.211,55 m2 se­ha­rus­nya UNY me­la­ku­kan proses AMDAL da­hu­lu se­ be­lum me­la­ku­kan pem­ba­ngu­nan se­su­ai Pe­ra­tu­ran Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Ke­giat­an Yang Wajib Me­mi­li­ki Analisis Me­nge­nai Dampak Lingkungan Hidup, lam­pi­ran 1 Bangunan Multisektor tentang pem­ba­ ngu­nan bangunan gedung dengan luas lahan lebih atau sama dengan 10.000 m2 wajib me­la­ku­kan ke­­gi­at­an AMDAL. Me­nu­rut Pramu, jika pihak pem­ra­ kar­sa pem­ba­ngu­nan tidak mem­pu­nyai AMDAL, pasti akan di­be­ri te­gu­ran ter­ le­bih da­hu­lu, dan me­nung­gu reaksi dari pihak yang di­te­gur. Jika tidak ada tandatanda pem­buat­an AMDAL dari pihak pem­ba­ngun pasti akan di­ke­nai sanksi se­ su­ai hukum yang berlaku. “Surat edaran pe­nye­le­sai­an DELH dan ke­leng­ka­pan dokumen pem­ba­ngu­nan untuk instansi pe­me­rin­tah itu keluar pada akhir tahun 2013, dan di­be­ri waktu tidak se­la­ma­nya lho, hanya 18 bulan se­te­lah surat edaran itu di­te­ri­ma harus sudah selesai,” ujar Pramu. “AMDAL itu kan pe­ren­c a­n a­a n awal dari konsultasi publik. Dalam

AMDAL itu ter­da­pat analisis ke­se­lu­ mau membuat, se­hing­ga nanti dalam ru­han dampak yang akan ter­ja­di pada pem­ba­ngu­nan itu kalau ada se­su­atu geofisika kimiawi, lalu lintas, dan ke­ yang kurang ya di­lu­rus­kan se­su­ai dengan se­ha­tan masyarakatnya,” kata Pramu. aturan yang ada, tapi ini sudah ter­ Peng­ka­ji­an yang kom­per­hen­sif harus lan­jur mau ba­gai­ma­na lagi?” ungkap di­ker­ja­kan saat peng­ga­ra­pan ba­ngu­nan. Sudarman. Contoh dari aspek sosialnya, ke­bi­si­ngan Masyarakat juga bisa me­nga­du ke saat pem­ba­ngu­nan ber­lang­sung harus BLH tentang dampak yang di­ra­sa­kan jika bisa di­mi­ni­mal­kan. Masyarakat juga ke­lu­han tentang dampak ter­se­but tidak harus di­per­ha­ti­kan, pem­ra­kar­sa harus di­tang­ga­pi oleh pe­mi­lik gedung. “Kasus bisa me­rang­kul masyarakat yang be­ra­da seperti itu akan kami proses, per­ta­ma di sekitar proyek pem­ba­ngu­nan se­ba­gai mungkin te­gu­ran se­ca­ra lisan dan ter­ izin agar tidak membuat masyarakat tu­lis, ke­mu­di­an jika tidak ada respons, resah, dan ada per­jan­ji­an untuk mem­ maka harus di­tu­tup paksa sampai bisa be­ri­kan kom­pen­sa­si jika masyarakat me­mi­ni­mal­kan dampak ba­ngu­nan,” ujar di­ru­gi­kan oleh pem­ba­ngu­nan ter­se­but. Ir. Didik Sulistyo Putro M. Si., Kepala Di dalam pem­buat­an AMDAL ter­da­ Bagian AMDAL di BLH Provinsi DIY. pat metodologi yang di­gu­na­kan dalam Didik ber­pen­da­pat bahwa tingkat ke­ meng­ka­ji dampak atau di­se­but Ran­ sa­da­ran me­ra­wat lingkungan hidup dari ca­ngan Pe­nge­lo­la­an Lingkungan dan pihak pem­ba­ngun gedung atau pem­ra­ Rancangan Pe­man­tau­an Lingkungan kar­sa pem­ba­ngu­nan masih rendah, masih (RKL-RPL). Namun, pem­ba­ngu­nan banyak yang men­ja­di­kan AMDAL itu gedung di FBS yang tidak mem­pu­nyai hanya se­ba­gai formalitas. Bukan se­ba­ RKL-RPL, hanya ber­pe­do­man kepada gai bentuk dari partisipasi me­ra­wat dan ke­rang­ka acuan standar pem­ba­ngu­nan me­lin­du­ngi lingkungan hidup. gedung se­ca­ra umum. Akibatnya, proses De­mi­ki­an juga Pramu yang me­nye­sal­ pem­ba­ngu­nan di FBS yang sudah di­ kan prosedur yang telah di­bu­at dengan ker­ja­kan pada Agustus 2014 dan telah peng­ka­ji­an yang lama dan telah men­ja­di se­le­sai pada Januari 2015 seringkali me­ ke­bi­ja­kan Menteri Lingkungan Hidup, nim­bul­kan ke­bi­si­ngan yang meng­gang­gu di­lang­gar dengan mudahnya.“Memang ke­giat­an di Pusat Kretivitas Mahasiswa biasanya kalau dana hibah itu di­jad­wal (PKM) FBS me­nu­rut pegiat PKM yang harus se­le­sai tepat waktu. Nah, ini terkait tidak mau di­se­but­kan namanya. “Pem­ba­ instansi pemerintah, ya ter­gan­tung juga ngu­nan yang di­da­nai IDB itu me­la­ku­kan ke­bi­ja­kan yang di atas. Kalau me­re­ka be­ standar kerja yang tinggi, dari pe­ma­kai­an ra­ni ya mangga. Se­ha­rus­nya kan me­re­ka alat-alat yang modern hingga pem­be­ka­lan jadi contoh yang baik dengan menaati per­leng­ka­pan ke­se­la­ma­tan pe­ker­ja yang pe­ra­tu­ran yang telah di­bi­kin oleh pihak maksimal. Namun terkadang pem­ba­ngu­ yang lebih me­nger­ti tentang ling­ku­ngan nan juga tetap me­nim­bul­kan ke­bi­si­ngan,” hidup,” jelas Pramu. jelas Agus. Kepala Dukuh Karangmalang, Arfrian Rahmanta Sudarman, juga me­nya­yang­kan pem­ Prima, Triana ba­ngu­nan gedung yang tidak sesuai pro­s e­d ur ini. “Sosialisasi yang pernah di­ la­k u­k an pada November 2014 itu se­k a­l i­g us untuk keempat belas gedung dana IDB yang r e n­c a­n a­n y a akan di­ba­ngun UNY, tapi yang satu sudah di­ ba­ngun, is­ti­lah­ nya kan ter­lam­ bat. Bagi orang Jawa, sosialisasi ibarat kula Bangunan Laboratorium Musik dan Tari yang AMDAL-nya telat dibuat. nuwun, izin

EDISI VI | MARET 2015


POLLING

UNY Abaikan AMDAL Pembangunan terkait AMDAL ini, maka tim EXPEDISI me­la­ku­kan polling ter­ha­dap res­pon­den dari ma­ha­sis­wa FBS dan ma­sya­ra­kat Karangmalang. Metode pe­ngam­bi­lan sampel yang di­gu­na­kan adalah dengan meng­gu­na­kan angket yang di­tu­ju­kan ke­pa­da ma­ha­sis­wa FBS dengan empat per­ta­nya­an dan tiga per­nya­ta­an. Se­dang­ kan untuk ma­sya­ra­kat Karangmalang ter­da­pat enam per­ta­nya­an dan tiga per­ nya­ta­an. Kami me­nen­tu­kan 100 sampel ma­ha­sis­wa FBS dan 100 sampel ma­sya­ ra­kat Karangmalang untuk me­wa­ki­li 100% pada masing-masing ke­lom­­pok responden dengan sampling error se­be­sar 5%. Me­to­de pe­ngam­bi­lan sampel yang di­gu­na­kan adalah metode accidental. Hasil polling ter­se­but me­nun­juk­ kan bahwa di saat proses pem­ba­ngu­nan gedung baru di FBS, mahasiswa yang me­ra­sa­kan pe­nga­ruh dari pem­ba­ngu­nan gedung, seperti kebisingan atau debu ber­te­ba­ran, sebanyak 52,3% responden men­ja­wab ya, se­dang­kan 47,7% men­ ja­wab tidak ada pe­nga­ruh. Sebanyak 58,7% me­nga­ku me­nge­ta­hui tentang AMDAL, se­dang­kan 41,3% men­ja­wab tidak tahu. Me­nge­nai so­si­ali­sa­si AMDAL di FBS, se­ba­nyak 95,4% men­ja­wab tidak ada so­si­ali­sa­si, se­dang­kan 3,7% men­ ja­wab ada, dan 0,9% res­pon­den tidak men­ja­wab. Untuk ke­sa­la­han pro­se­dur yang di­la­ku­kan oleh UNY, 51,6% res­ pon­den men­­ja­­wab se­tu­ju, 6,3% sangat se­tu­ju, 34,7% tidak se­tu­ju, 7,4% sangat tidak se­tu­ju. Ber­da­sar­kan angket yang di­se­bar untuk warga Karangmalang me­nun­juk­ kan 49,0% tidak me­nge­ta­hui tentang AMDAL, 50,0% men­ja­wab me­nge­ta­hui AMDAL dan 1,0% tidak men­ja­wab. Me­nge­nai warga yang me­nge­ta­hui jika gedung FBS tanpa AMDAL, 82,0% men­

Adanya Sosialisasi AMDAL oleh pihak UNY kepada Masyarakat

Sulik | Expedisi

D

engan luas ba­ngu­nan pe­ngem­ ba­ngan 124.211,55 m2 se­ha­ rus­ n ya Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) me­la­ku­kan proses Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) ter­le­bih da­hu­lu se­be­lum me­la­ku­kan pem­ba­ngu­nan. Yakni se­ su­ai dengan Pe­ra­tu­ran Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Me­mi­ li­ki Analisis Me­nge­nai Dampak Ling­ ku­ngan Hidup, lam­pi­ran 1 Ba­ngu­nan Multisektor tentang pem­ba­ngu­nan ba­ ngu­nan gedung dengan luas lahan lebih atau sama dengan 10.000 m2 wajib me­ la­ku­­kan ke­giat­an AMDAL. AMDAL ber­tu­ju­an untuk men­ja­min bahwa per­tim­ba­ngan ling­ku­ngan telah di­ikut­ser­ta­kan dalam proses pe­ren­ca­na­an pem­bu­at­an program dan pe­ngam­bi­lan ke­pu­tu­san me­nge­nai dampak usaha dan/ atau ke­gi­at­an. Dengan adanya AMDAL, setiap usaha dan/atau ke­giat­an men­da­ pat­kan ja­mi­nan operasi secara ber­ke­lan­ ju­tan tanpa me­ru­sak ling­ku­ngan hidup. AMDAL ber­pe­ran dalam proses pem­ ba­ngu­nan pe­nge­lo­la­an ling­ku­ngan dan pe­nge­lo­la­an proyek yang akan di­ba­ngun. UNY sampai saat ini belum mem­ pu­nyai AMDAL gedung baru FBS yang di­ba­ngun untuk me­ra­ih dana Islamic Development Bank (IDB), pa­da­hal AMDAL me­ru­pa­kan salah satu syarat pe­ren­ca­na­an untuk mem­ba­ngun se­bu­ ah ba­ngu­nan. Namun sampai saat ini, belum ter­da­pat AMDAL untuk sa­lah satu pro­yek pada lem­ba­ga pen­di­di­kan ne­ge­ri ter­se­but. Untuk me­nge­ta­hui tang­ga­pan dan respons dari ma­ha­sis­wa, khususnya ma­ ha­sis­wa Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) UNY, dan ma­sya­ra­kat Karangmalang

ja­wab tidak, 9,0% menjawab ya, dan 9,0% res­pon­den tidak men­ja­wab. Me­nge­ nai ke­ter­lam­ba­tan so­sia­li­sa­si AMDAL, 50% men­ja­wab ya, 37% men­ja­wab tidak, dan 13% men­ja­wab tidak tahu. Se­men­ ta­ra me­nge­nai dampak dari pem­ba­ngu­ nan di FBS, 32% res­pon­den men­ja­wab ya (terkena dampak), 66% men­ja­wab tidak, dan 2% tidak men­ja­wab. Di­tin­ jau dari so­si­ali­sa­si AMDAL dari pihak UNY adalah se­bu­ah hal yang penting, 47% men­ja­wab se­tu­ju, 25% sangat se­ tu­ju, 7% tidak se­tu­ju, 11% sangat tidak se­tu­ju, dan 10% tidak men­ja­wab. Tim Polling

Sulik | Expedisi

Mahasiswa: Diperlukannya AMDAL sebelum mendirikan bangunan

MARET 2015 | EDISI VI

5


PERSEPSI

Protes Lagu Autis

Repro. Aziz

T

e­pat­nya pada 12 Januari 2015, pukul 07:11 ada pesan gambar masuk di grup WhatsApp ju­ru­ san saya. Salah satu rekan me­ngi­rim se­bu­ah gambar yang berisi lirik lagu. Nampak pada gambar “Lirik Autis” di­ ser­tai sampul album dengan judul “Jelas Sakit” dengan foto lima re­ma­ja putra dan tertulis “SouQy”. Tanpa ber­pi­kir lama saya men­ca­ri in­for­ma­si tentang be­ri­ta gambar lirik autis ter­se­but. Lirik lagu ini ber­ce­ri­ta tentang se­ o­rang re­ma­ja putra yang sedang jatuh cinta ke­pa­da re­ma­ja putri di se­ko­lahnya, namun si re­ma­ja putri sangat sibuk dengan ke­giat­an mem­ba­ca, me­lu­kis, dan ke­giat­an la­in­­nya. Si re­ma­ja putra me­ra­sa sangat kesal dengan ke­la­ku­an re­ma­ja putri ter­se­but dan me­ra­sa di­a­ bai­kan. Ka­re­na kesal, si re­ma­ja putra itu me­nye­but si re­ma­ja putri autis, ter­buk­ti dari lirik lagu yang ber­bu­nyi “dasar kau autis di­pang­gil-panggil tak rungu, ....”. Ber­kar­ya me­la­lui lagu men­ja­di ke­be­ ba­san se­ti­ap in­di­vi­du ter­ma­suk SouQy Band. Namun ber­kar­ya bukan untuk men­ce­de­rai pihak lain, bukan? Mungkin SouQy Band belum me­ma­ha­mi pe­ri­hal kon­di­si autis, dan sialnya SouQy Band 6

meng­gu­ na­kan kata autis untuk me­ ngo­lok-olok se­o­rang gadis yang sibuk dengan ke­giat­ an be­la­jar­nya. Se­ba­gai orang yang pernah be­ la­jar tentang autis, saya pribadi sangat ke­ be­ra­tan dengan be­re­dar­nya lagu autis ter­se­but. Autisme adalah se­bu­ah kon­di­si yang di­tim­bul­kan ka­re­na ke­ti­dak­se­im­ba­ngan hor­mo­nal pada tubuh se­se­o­rang. Kon­di­si hor­mo­nal itu tidak dapat di­ken­da­li­kan oleh pe­nyan­dang autis. Ke­ti­dak­se­im­ ba­ngan hor­mo­nal ter­se­but men­ja­di­kan pe­nyan­dang autis sibuk dengan hal-hal yang di­su­kai, namun bukan be­rar­ti pe­ nyan­dang autis se­ba­gai ma­nu­si­a a­­so­si­al. Kondisi se­per­ti di atas meng­ha­rus­kan pe­nyan­dang autis men­da­pat­kan pe­na­ nga­nan khusus se­per­ti te­ra­pi, diet, dan pen­di­di­kan. Ke­bu­tu­han khusus ter­se­but tidak murah har­ga­nya. Me­nu­rut hasil pe­ne­li­ti­an et­no­gra­fi yang di­la­ku­kan oleh se­pu­luh pe­ne­li­ti Sa­sa­na Integrasi dan Advokasi Difabel (Sigab) di se­pu­luh ke­luar­ga difabilitas tahun 2014, ke­luar­ga yang me­mi­li­ki anggota ke­luar­ga difabel sangat rentan pada se­lu­ruh aspek ke­hi­du­pan. Ke­bu­ tu­han khusus yang me­mer­lu­kan pe­nge­ luar­an lebih untuk anggota difabel juga dapat me­mis­kin­kan se­bu­ah ke­luar­ga ka­re­na harus me­me­nu­hi ke­bu­tu­han khusus ter­se­but. Tidak ada se­o­rang pun di dunia ini yang mau jika salah satu ke­luar­ga­nya men­ja­di pe­nyan­dang autis. Bisa di­ba­

yang­kan be­ta­pa me­re­ka harus berpikir untuk bisa mem­be­ri­kan pe­la­ya­nan agar ang­go­ta ke­luarganya dapat di­te­ri­ma di ma­sya­ra­kat dengan mem­be­ri­kan pe­la­ya­ nan khusus yang tidak murah har­ga­nya. Namun tidak se­di­kit pola dan bentuk dis­kri­mi­na­si yang justru di­be­ri­kan ma­ sya­ra­kat. Pada 13 Januari 2015 lalu salah satu rekan saya me­nyam­pai­kan pe­ti­ si protes ter­ha­dap SouQy Band dan juga Nagaswara se­ba­gai label yang me­ na­u­nginya. Ke­mu­di­an pe­ti­si dan ma­ te­ri pe­ti­si kem­ba­li di­se­bar­kan melalui media sosial se­per­ti malam se­be­lum­ nya dengan bahan se­der­ha­na me­no­lak lirik lagu dengan tagar #proteslaguautis #DifabelBukanLelucon. Beberapa tweet se­nga­ja di­taut­kan pada akun @souqy_ band dan @NAGASWARA_ID, namun hanya akun Nagaswara yang merespon dan ha­sil­nya cukup me­nge­jut­kan. Pihak Nagaswara ter­nya­ta tidak me­nga­kui bahwa SouQy Band berada di bawah na­u­ngan label ka­wa­kan itu. Hal ter­se­but sempat membuat rekan-rekan bingung karena dalam laman resmi Nagaswara ter­pam­pang gambar SouQy Band yang artinya band ter­se­but ter­ga­bung dalam label. Namun ke­ti­ka kem­ba­li di­tang­ga­ pi dengan mem­per­li­hat­kan link yang ber­sang­ku­tan, akun resmi Nagaswara justru tidak me­res­pons. Ge­ra­kan protes dari rekan-rekan terus ber­gu­lir hingga hari be­ri­kut­nya. Selain dengan ber­be­kal akun Twitter, banyak juga rekan-rekan yang meng­gu­ na­kan media sosial lain untuk me­ngin­for­ ma­si­kan ke­pa­da publik soal ke­ja­di­an ini. Kasus lirik autis yang me­mi­li­ki makna di­fa­bel se­ba­gai le­lu­con men­ja­di sangat di­sa­yang­kan jika video, re­ka­man lagu, dan lirik lagu tidak se­ge­ra di­ber­hen­ ti­kan dan di­ha­pus. Saya ber­ha­rap para pe­gi­at seni bisa me­mi­li­ki ke­pe­ka­an so­si­al dan dapat me­la­hir­kan karya yang lebih e­du­ka­tif, kreatif, hu­ma­nis, dan bebas dis­­kri­­mi­­na­­si. Ha­ra­pan ke­pa­da pe­nge­lo­la dapur re­ka­man adalah agar dapat lebih jeli dalam me­lo­los­kan karya-karya pegiat seni untuk di­sa­ji­kan di pa­sa­ran. Sabda Riang Utama Mahasiswa Pendidikan Luar Biasa UNY 2012

EDISI VI | MARET 2015


PERSEPSI

Bencana dan Drama Media

M

eski sudah surut, pem­be­ri­ta­an ber­ba­gai media tentang ke­ce­la­ ka­an pe­sa­wat QZ8501 mas­ka­ pai AirAsia dan ber­ba­gai ben­ca­na alam yang ter­ja­di di Indonesia pada be­be­ra­pa waktu lalu cukup me­nyi­ta per­ha­ti­an publik. Tidak se­di­kit di an­ta­ra­nya yang me­nu­ai kritik ka­re­na adanya ke­sa­la­han dalam pe­li­pu­tan atau kode etik yang di­ang­gap kurang di­per­ha­ti­kan oleh pe­ war­ta. Ke­ce­la­ka­an dan ben­ca­na alam bila di­li­hat dengan ka­ca­ma­ta jur­na­lis­tik memang mem­pu­nyai nilai be­ri­ta yang cukup tinggi. Di­ka­ta­kan oleh Santana Septian pada bu­ku­nya “Jurnalisme Kontemporer” bahwa hal ter­se­but di­ se­but Oddity yang me­nun­juk pada pe­ ris­ti­wa yang tidak biasa ter­ja­di yang justru akan di­per­ha­ti­kan se­ge­­ra oleh ma­sya­ra­kat. Oleh ka­re­na­nya, para pe­

Repro. Aziz

war­ta hampir tidak akan me­le­wat­kan momen ter­se­but untuk di­li­put. Be­be­ra­pa waktu lalu, di se­bu­ah media online ter­ke­nal muncul be­ri­ta ber­ju­dul “Ki Joko Bodo: Pe­sa­wat AirAsia Masuk Portal Gaib”, se­bu­ah li­pu­tan yang me­ngin­for­ma­si­kan ke­a­da­an pe­sa­ wat dengan a­na­li­sis mi­to­lo­gis. Media yang me­nam­pil­kan pem­be­ri­ta­an di atas seperti tidak me­la­ku­kan pe­mi­la­han in­ for­ma­si yang dapat me­nye­sat­kan para pem­ba­ca­nya. Bila merujuk dari buku “Blur: Ba­gai­ma­na Me­nge­ta­hui Ke­be­ na­ran di Era Banjir In­for­ma­si” karya Bill Kovach dan Tom Rosenstiel, de­ la­pan fungsi penting jur­na­lis­me yang re­le­van sungguh tidak di­in­dah­kan. Pers tidak lagi men­ja­di o­ten­ti­ka­tor, pe­nun­tun akal, investigator, saksi, pem­ber­da­ya, agregator cerdas, pe­nye­di­a forum, dan pa­nu­tan. Be­be­ra­pa media lain me­na­yang­kan li­pu­tan eks­klu­sif ke­lu­ar­ga korban yang tengah dalam su­a­sa­na haru. Dengan meng­ek­spos ta­ngi­san dan raut muka sedih, per­ta­nya­an-per­ta­nya­an di­tu­ju­kan ke­pa­da ke­lu­arg­a, “Ba­gai­ma­na pe­ra­sa­ an ke­lu­ar­ga korban?”, “Ba­gai­ma­na jika pe­sa­wat tidak di­te­mu­kan?” dan banyak lagi per­ta­nya­an yang me­­nga­­duk pe­­ra­­sa­an na­ra­sum­ber. Rating dalam media televisi, hits bagi media online, dan tingkat ke­ter­ba­ca­an bagi media cetak, telah men­ja­di panglima dalam

li­pu­tan media. Se­ma­kin baru dan heboh se­bu­ah berita, di­ang­gap se­ma­kin tinggi ke­mam­pu­an­nya me­na­rik per­ha­ti­an. Se­ ba­gai­ma­na la­zim­nya, industri men­sya­ rat­kan adanya ke­un­tu­ngan atas semua langkah me­re­ka. Dengan kata lain, tidak ada pi­li­han lain untuk para war­ta­wan selain me­nyu­guh­kan li­pu­tan yang meng­ he­boh­kan. Langkah paling ampuh tidak lain tidak bukan adalah dengan me­nam­ bah­kan bumbu drama itu tadi. Dengan tren pem­be­ri­ta­an se­per­ti yang telah di­seb­ut di atas, meng­ha­rap­ kan peran men­­di­­dik dari media dalam jur­na­lis­me ben­ca­na men­ja­di sangat sulit. Misalnya, wa­lau­pun sudah ber­ka­li-kali di­han­tam ben­ca­na atau ke­ce­la­ka­an, mitigasi belum men­ja­di tren dalam pem­ be­ri­ta­an media. Media se­la­lu saja sibuk me­nge­jar efek dra­ma­tis dan ke­pe­di­han se­te­lah ben­ca­na me­ner­jang. Dalam se­bu­ah kasus pas­ca­ben­ca­na Banjarnegara, pem­be­ri­­ta­an soal re­ha­ bi­li­ta­si dan re­kons­truk­si pas­ca­ben­ca­na nyaris tak di­su­ara­kan dan ter­tu­tu­pi oleh be­ri­ta AirAsia. Bahkan, ke­ti­ka hak-hak dasar korban ben­ca­na (se­per­ti ban­tu­an dana dan tempat tinggal) yang belum ter­pe­nu­hi nyaris tak ada be­ri­ta­nya di media massa. Se­mu­a­nya lebih ter­pa­ku pada drama-drama baru yang lebih seksi. Se­te­­rus­nya akan men­ja­di se­per­ti itu bila tidak ada rasa ke­ma­nu­sia­an dan em­pa­ti para jur­na­lis. Muhammad Aziz D.

INFO KAMPUS Asu Loro Akan Terkenal

KMP Siap Kerja Sama Penelitian

MA­LAM­ A­pre­si­asi Sas­tra yang di­a­da­kan UKM UNSTRAT, Jumat (20/3) di SC Lantai 3 me­ru­pa­­­kan acara yang di­ba­rengi dengan launching buku an­to­lo­gi sastra, be­ru­pa kum­pu­lan nas­ kah drama dengan judul Asu Loro. Naskah drama ini ditulis oleh para ang­go­ta UKM UNSTRAT. Me­nu­rut Pur­wad­ma­di se­la­ku pem­bi­ca­ra pada malam itu, naskah drama tak me­mi­ li­ki makna jika tak di­pen­tas­kan, hal ini se­ja­lan dengan yang ia tu­tur­kan bah­wa­sanya nas­kah dra­ma me­ru­pa­kan nas­kah se­te­ngah jadi, dan se­te­ngah­nya lagi a­da­lah pe­men­ta­­san. Me­nang­ga­pi Asu Loro, ia me­ra­sa tak asing, bah­kan me­nga­ ku se­ba­gian dari itu (u­ca­pan Asu yang akrab di ka­la­nga­nn ­ ya waktu muda, red). “Kata ‘Su’ me­nun­juk­kan kea­kra­ban. Jan­ gan li­hat se­ka­rang, te­ta­pi 40 ta­hun ke depan Asu Loro akan terkenal,” ucapnya di akhir acara.

RABU (26/03) Ke­luar­ga Ma­ha­sis­wa Pasca­sar­ja­na (KMP) UNY me­nga­dakan acara open house. Pihak-pihak yang di­un­ dang­ an­tara lain per­wa­ki­lan dari Ba­dan Ek­se­ku­tif ­Ma­hasiswa Re­pu­blik Ma­ha­sis­wa (BEM Rema) UNY, BEM Re­ma dari ber­ba­gai fa­kul­tas di UNY, serta pegiat Unit Ke­gia­tan Ma­­ha­ sis­wa (UKM) UNY. Acara yang di­lak­sa­na­kan di Pen­do­­po Pusat Ke­gia­tan Ma­ ha­sis­wa (PKM) lama ini ber­tu­juan un­tuk men­so­sia­li­sa­si­kan pro­gram kerja KMP UNY se­la­ma se­ta­hun ke­pe­ngu­ru­san­ dan ingin me­rang­kul semua BEM dan or­ga­ni­sa­si­-or­gani­sa­si yang ada di UNY. "Ka­mi ingin mem­bu­ka ker­ja­ sa­ma ja­ri­ngan in­ter­ nal, jika itu ma­sa­lah pro­gram kerja (proker) yang sama atau tentang riset dan penelitian, kami sangat terbuka," jelas Ence Surahman, S.Pd., Ketua KMP yang terpilih periode 2015/2016.

Winna Wi­ja­yan­ti

Arfrian Rahmanta

MARET 2015 | EDISI VI

7


TEPI

Nasib Sepeda di Kampus Bervisi "Green and Clean" Sebagai transportasi ramah lingkungan, sepeda, oleh kampus tak disediakan tempat parkir layak. Tak sedikit mahasiswa meletakkannya di pojokan, menyempil, dan kepanasan.

P

Winna | Expedisi

ipit Eri Winarni, ma­ha­siswa ju­ru­san Ke­bi­ja­kan Pendidikan 2011 me­ ngata­kan bahwa di kampus UNY tidak ada par­ki­ran khusus sepeda, te­ra­sa di­be­da­kan. “Rasanya se­per­ti ter­mar­ji­ nal­kan,” tam­bah­nya lagi ke­ti­ka ditemui di Cafe Limuny, Rabu (5/2). Parkiran sepeda di UNY hanya ter­da­pat di dua tempat, yaitu di Fakultas Ekonomi dan di Pascasarjana. Se­per­ti di­tu­tur­kan seorang mahasiswa alumni Pendidikan Biologi 2010 yang baru wisuda 6 Desember tahun lalu, “Yang ada hanya di be­la­kang Pascasarjana, itu pun panas. Cuma se­ de­ret dan masih kurang,” terangnya. Bahkan di Fakultas Ilmu Sosial juga de­mi­kian, Septiarani, mahasiswa jurusan Pendidikan Sosiologi 2013 me­nge­luh­kan fasilitas sepeda di FIS kurang me­ma­ dai, karena fakultas hanya me­nye­dia­kan parkir mobil dan sepeda motor. “Pa­da­hal peng­gu­na sepeda juga punya hak yang sama,” te­rang­nya ketika di­te­mui sore hari di Musala FIS, Senin (9/2). Bela Yusti Suryani dari jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2010 juga me­nga­ kui hal yang sama, yaitu merasa ter­dis­kri­ mi­na­si, “Kadang di­naik­kan ke atas (Teras Pusat Kegiatan Mahasiswa {PKM} FBS,

8

red.). Kalau sampai parkiran rasanya ter­ Se­dang­kan Bela tak banyak tahu me­nge­ dis­kri­mi­na­si, mau di­par­kir­kan di mana?” nai staf FBS yang meng­gu­na­kan sepeda Irkhas yang me­nga­ kampus, “Aku “Kalau dosen hanya satu sampai dua, belum pernah ku sejak tahun 2012 dan itu pun ada sepeda khusus buat meng­gu­na­kan sepeda, staf. Tapi banyak yang cuma di­ran­tai lihat staf pake me­n ya­t a­k an soal sepeda, cuma sampai ber­ka­rat.” parkiran di FMIPA, WD III, itu pun “Cuma pas awal-awal tidak ada atapnya punya sendiri, dan mahasiswa yang pakai jadi sering ke­pa­na­san, terus baru be­la­ sepeda sejauh ini sebegini saja.” Me­nge­ ka­ngan ini ada atap, yaitu sekitar akhir nai sa­ra­na dan pra­sa­ra­na yang ter­se­dia tahun 2014. Se­dang­kan di fakultas lain dan belum ter­se­dia di kampus, Wakil susah dan jarang di­te­mu­kan (parkiran, Rektor II, Moch. Alip, tidak bisa di­min­tai red.), parkirnya kan kalau sepeda kadang ke­te­ra­ngan ke­ti­ka coba di­jum­pai pada di sini-di situ (berpindah-pindah tempat, Rabu (4/2) se­hing­ga sumber informasi red.).” dari Birokrat belum ter­wa­ki­li.

Sepeda untuk Staf Telah Karatan

“Yang di­s e­d ia­k an kampus itu biasanya di­pa­kai staf atau dosen dan tidak di­pin­jam­kan ke mahasiswa se­per­ti di UGM,” terang Irkhas. Juga di FIP, Pipit men­je­las­kan ada se­ki­tar se­pu­luh orang yang meng­gu­na­kan sepeda. “Kalau dosen hanya satu sampai dua, dan itu pun ada sepeda khusus buat staf. Tapi banyak yang cuma di­ran­tai sampai ber­ka­rat.” Septi pun me­ma­ha­mi pula soal sepeda kampus yang hanya ter­se­dia untuk staf.

Green Campus, Tetapi Minim Lahan Hijau

Pipit yang sejak awal masuk kuliah pada 2011 meng­gu­na­kan sepeda, me­ nga­ta­kan bahwa wa­ca­na UNY yang mau me­nu­ju green campus te­ra­sa aneh, “Punya tujuan go green tetapi kok malah faktor pen­du­ku­ngnya tak di­upa­ya­kan, contohnya IDB, proyek malah me­ngu­ra­ ngi lahan hijau, saya jadi heran, katanya go green tetapi pem­ba­ngu­nan di manamana.” Ia me­nam­bah­kan kalau­pun kampus di­pro­tes me­nge­nai per­soal­an ini, me­re­ka (birokrat, red.) bakal punya alibi sen­di­ri. Ia me­ nga­ta­kan alasannya naik se­pe­da selain se­ba­gai bentuk go green, juga ka­re­na jarak dekat, kalau naik motor akan me­ nam­bah ke­ma­ce­tan yang efeknya adalah parkiran kampus jadi padat, “Ya sudah naik sepeda saja, sedikit me­ngu­ ra­ngi polusi juga, ma­s a­l ah­n ya yang naik motor juga tambah banyak.” Me­n ge­n ai ke­ ada­an di FBS, Wakil Dekan III, Dr. Kun Suasana parkir sepeda di FIS yang belum memiliki tempat parkir sepeda secara khusus, Jum'at (20/2). EDISI VI | MARET 2015


Winna | Expedisi

TEPI

Salah satu umbul berisi visi misi UNY mengenai Green and Clean University.

Setyaning Astuti, M.Pd., me­ne­rang­kan soal peng­hi­jau­an lahan itu khusus yang di par­ki­ran mobil se­hing­ga di sana tidak akan di­ba­ngun apa-apa. “Ke­le­ma­han kita memang ter­le­tak pada maintenance, yaitu bisa mem­be­li tapi tidak bisa me­ra­ wat. Se­hing­ga kita boros, selalu beli.” Ia bercerita se­wak­tu ber­kun­jung ke Austria dan Jerman, ia mampir ke salah satu tempat makan franchise, di sana pem­ be­li ketika sudah selesai makan, wa­dah­ nya me­re­ka kem­ba­li­kan lagi ke tempat semula. “Kalau kita kan biasa dilayani. Di sana ke­sa­da­ran untuk men­ja­ga ke­ber­ si­han itu mulai di­ja­ga bersama,” tam­bah­ nya lagi ketika di­wa­wan­ca­rai di Ruang WD III FBS, seusai salat Asar. Lain halnya dengan Irkhas, me­nu­ rut­nya, UNY belum me­me­nu­hi visinya se­ba­gai green campus, “Kalau untuk di­se­but kampus hijau sebenarnya belum me­me­nu­hi, ka­re­na la­han­nya untuk me­ na­nam juga kurang, ada pohon te­ta­ pi di­te­bang semua. Peng­gan­ti­nya apa? Sampai saat ini belum ada, lalu mau jadi hi­jau­nya ba­gai­ma­na? Kalau lahan me­na­nam di Laboratorium Biologi itu masih kurang, apa­la­gi di fakultas lain,” tuturnya. MARET 2015 | EDISI VI

Di FBS hanya ada beberapa ma­ha­sis­wa yang m e n g­g u­n a ­ kan sepeda, hal ini di­s e­b ab­kan jarak yang relatif j a u h m e m­b i ­ kin ke­ba­nya­kan mahasiswa meng­ gu­na­kan motor. “Kalau sewaktu saya kuliah tahun 1985 ada teman saya yang naik sepeda dari Imogiri ke sini, kan belum macet. Te r u s m o t o r belum banyak, polusi belum ada, pohon di manam a n a . Ka l a u se­k a­r ang naik sepeda di jalan malah ber­ba­ha­ya, apa­la­gi peng­gu­ na motor banyak yang ter­b u­r uburu,” terang Kun sambil me­ nge­nang sua­sa­ na kuliahnya di

tahun 1985.

Fasilitas Parkir Sepeda Harus Disediakan

Septi me­nya­ran­kan su­pa­ya kampus me­nye­dia­kan fasilitas sepeda untuk para mahasiswa agar bisa me­ngu­ra­ngi po­lu­si di daerah kampus. “Se­ba­gai upaya me­ mi­ni­ma­li­sikan tempat, ka­re­na untuk parkir sepeda tidak ter­la­lu me­ma­kan tempat la­yak­nya mobil dan motor.” Se­ dang­kan Pipit sempat ber­pi­kir, me­nga­pa tidak di­bu­at ke­bi­ja­kan bagi mahasiswa yang ngekos di sekitar kampus untuk jalan kaki atau naik sepeda, se­hing­ga ada pem­ba­ta­san peng­gu­na­an se­pe­da motor? “Ya, sempat ber­pi­kir be­gi­tu meski se­pin­tas saja,” akunya. Te­ta­pi se­jauh ini tak pernah di­ke­ta­hui me­nge­nai apresiasi dari fakultas kepada peng­gu­na sepeda. “Mungkin yang sering di­ri­but­kan malah soal fasilitas, seperti tempat parkir motor,” tam­bah­nya lagi. Be­gi­tu pula dengan Irkhas, yang me­ne­rang­kan jumlah mahasiswa yang meng­gu­na­kan sepeda di FMIPA sudah se­ma­kin banyak. Akan tetapi, oleh pihak fakultas di­biar­ kan saja, sama dengan yang Pipit tu­tur­

kan, tak ada apresiasi. Peng­gu­na­an sepeda di ling­ku­ngan kampus ini sangat baik ka­re­na memang untuk ke­se­ha­tan dan ber­he­mat bahan bakar, Kun me­nga­ku banyak be­la­jar dari negara maju yang telah ia kun­ju­ ngi. “Waktu di Belanda, saya me­li­hat se­lu­ruh­nya meng­gu­na­kan sepeda, dekan pun kemana-mana meng­gu­na­kan sepeda. Ke­ti­ka saya di Shanghai, sepeda juga banyak di­gu­na­kan,” tuturnya. Ia me­ nyim­pul­kan, negara-negara maju lebih me­men­ting­kan ber­he­mat, dan me­re­ka hidup se­der­ha­na, itulah yang me­nye­ bab­kan me­re­ka bisa maju ka­re­na tidak mem­bo­ros-bo­ros­kan se­su­atu. Dalam be­ker­ja pun mereka sangat efisien. “Di sana kalau dosen ber­te­mu mahasiswa, mahasiswa tak harus tunduk, te­ta­pi di­da­sar­kan ada rasa kasih sayang an­ ta­ra mahasiswa dan dosen se­hing­ga mahasiswa tidak takut me­nyam­pai­kan, semua fair, semua objektif,” lanjutnya. Kun me­ra­sa meng­gu­na­kan sepeda itu keren dan mem­bang­ga­kan. Ka­re­ na dengan meng­gu­na­kan sepeda bisa me­nun­juk­kan gaya hidup yang sehat dan tidak boros. Oleh ka­re­na itu perlu pem­bu­da­ya­an ka­re­na memang se­ka­rang ini banyak se­ka­li motor, se­hing­ga untuk se­men­ta­ra ini par­ki­ran di­cip­ta­kan untuk yang paling di­bu­tuh­kan. Akan tetapi kalau nanti banyak yang meng­gu­na­ kan sepeda, maka ruang parkir untuk sepeda akan di­per­lu­as. “Beda dengan ke­ti­ka saya di Belanda, berulang-ulang ke sana, di sana di­se­dia­kan par­ki­ran sepeda, di mana-mana di­se­dia­kan, budayanya memang naik sepeda, naik motor itu sedikit,” terangnya lagi sambil me­nge­ nang se­wak­tu ia ber­kun­jung ke luar negeri. Menurutnya, peng­gu­na­an sepeda bisa jadi kondusif jika sudah jadi ke­ bia­sa­an. Bisa di­mu­lai dari mahasiswa. Sebab banyak alasan muncul me­nge­nai biaya me­nye­wa indekos, yang ngekos di dekat kampus kan mahal, dan yang murah adalah yang jauh dari kampus. Itulah alasan banyak mahasiswa yang me­mi­lih transportasi meng­gu­na­kan motor. “Bagaimanapun, kebudayaan itu bisa kita hi­dup­kan lagi, ka­re­na dulu Yogyakarta di­ke­nal dengan kota sepeda,” tam­bah­nya. Winna Wijayanti Sulik

9


RESENSI

Mengupas Perjalanan Hidup Tan Malaka

“I

NGAT­LAH bah­wa da­ri a­lam ku­ bur su­ara sa­ya akan le­bih ke­ras da­ri­pa­da di atas bu­mi”, be­gi­tu­lah ki­ra-ki­ra yang di­­ka­­ta­­kan Tan Malaka ke­ti­ka ia ma­sih hi­dup. Ter­buk­ti be­nar ada­nya per­ka­taan ter­se­but ke­ti­ka Tan Malaka te­lah ti­ada. Be­gi­tu ba­nyak yang mem­bi­ca­ra­kan di­ri­nya­, baik per­ja­la­nan hi­dup­nya ma­upun pe­mi­ki­ran­nya. Tan Malaka yang ber­ n a­ m a as­ li Sutan Ibrahim Datuk Tan Malaka la­ hir di Nagari Pandang Gadang, Suliki, Sumatera Barat pada 2 Juni 1897. Dia ter­la­hir da­ri ke­lu­arga e­lit lo­kal Minang. Wa­la­upun da­ri keluarga bang­sa­wan, ke­ hi­du­pan Tan Malaka sen­di­ri ti­dak jauh ber­be­da de­ngan rak­yat pri­bu­mi pa­da umum­nya. Gu­runya, G. H. Horensma, me­nga­ ta­kan bah­wa Tan Malaka bu­kan ka­te­ go­ri mu­rid yang patuh akan pe­ra­tu­ran se­ko­lah, na­mun Tan Malaka di­ke­ta­hui se­ba­gai mu­rid yang ter­go­long cer­das. Tan Malaka me­lan­jutkan pen­di­di­kan­nya ke ne­geri Belanda, bang­sa yang men­ ja­jah ne­ge­rinya sen­diri. Pe­nga­la­man me­nge­nyam pen­di­di­kan di Belanda dan negara lainnya ber­­pe­­nga­­ruh ba­nyak pada pe­­­mi­­ki­­­ran­nya, be­gi­tu ju­ga ke­ti­ka dia kem­ba­li ke Indonesia, te­pat­nya di Delhi, yang me­nu­rut­nya: surga bagi kaum ka­ pi­ta­lis dan pro­le­tar bagi pri­bu­mi. Dia me­nyak­si­kan sen­di­ri apa yang di­ala­mi oleh sau­da­ra se­bang­sanya. Hal ter­se­but mem­ben­tuk pe­mi­ki­ran Tan Malaka. Da­ri con­toh nya­ta yang di­alami bang­sa­nya sen­di­ri, di­tam­bah pula pe­mi­ki­ran­nya yang kekiri-kirian. Tan Malaka ba­nyak mem­be­ri­kan sum­bang­sih te­na­ga, te­ru­ta­ma pe­mi­ki­ ran­nya un­tuk bang­sa ini. Dia me­nu­lis­ kan kon­sep ber­di­ri­nya Indonesia, jauh se­be­lum Soekarno atau Hatta me­nu­lis­ kan­nya. Per­ju­angan yang di­la­ku­kannya ti­dak sia-sia, ke­luar-ma­suk pen­jara, di­ bu­ang dan di­asing­kan, pada akhir­nya se­mua itu mem­bu­ahkan hasil. Banyak tokoh bangsa lain yang ter­ins­pi­ra­si da­ri pe­mi­ki­ran­nya. Hing­ga pa­da wak­tu­nya, Indonesia dapat merdeka. Na­mun ti­dak se­mua hal yang di­per­ ju­ang­kan Tan Malaka ber­a­khir de­ngan peng­har­gaan. Se­ba­lik­nya, Tan Malaka yang te­lah mati-matian mem­per­ju­ang­kan

10

Malaka, bah­kan ka­dang men­jauh da­ri po­kok pem­ba­ha­san. Hal ini da­pat di­ra­ Judul Buku : Dari Balik Penjara sa­kan ke­ti­ka ber­ce­ri­ta soal pe­mi­ki­ran dan Pengasingan: Tan Malaka, pe­nu­lis me­lon­cat ke pe­ri­hal menelusuri Biografi pe­nga­la­man ker­ja Tan Malaka, yang itu dan Jejak Sang di­ce­ri­ta­kan be­be­ra­pa ka­li se­hing­ga jus­tru Revolusione Sejati mem­bi­ngung­kan dan ter­ja­di pe­ngu­la­ngan Penulis : Badruddin yang mu­ba­zir. Ke­mung­ki­nan pe­nu­lis Penerbit : Araska Publising men­co­ba meng­hu­bung­kan pe­mi­ki­ran­nya Tahun Terbit : Desember 2014 de­ngan pe­ngalaman ker­ja Tan Malaka. Halaman : 272 halaman Ke­hi­du­pan Tan Malaka me­mang se­ la­lu me­na­rik un­tuk di­ku­pas. De­ngan se­ga­la ke­le­bi­han dan ke­ku­ra­ngan­nya, bu­ku ini pa­tut di­per­tim­bang­kan un­tuk bang­sa­nya, ha­rus ma­ti di u­jung be­dil ten­ me­nam­bah wa­wa­san soal Tan Malaka. ta­ra re­pu­blik, anak bang­sa­nya sen­diri, Se­o­rang re­vo­lu­si­o­ner yang ber­ju­ang de­mi pa­da 21 Februari 1949. Me­nu­rut pe­ne­li­ bang­sa Indonesia, na­mun pada akhir­nya, ti­an, dia di­ma­kam­kan di Selopanggung, ma­ti di ta­ngan anak ban­gsa yang du­lu Kediri, Jawa Timur. ia per­ju­angkan. Sa­lah satu bu­ku yang mem­bi­ca­ra­kan Tan Malaka, “Dari Balik Penjara dan Imam Ghazali Pe­nga­si­ngan: Menelusuri Biografi dan Jejak Sang Revolusioner Sejati” yang di­tu­lis oleh Badruddin ini me­ngam­bil su­dut pan­dang perjalanan hidupnya. Buku ini men­ co­ba me­ n g u­p a s ke­h i­d u ­ pan Tan Malaka, dari masa kecil ke­ ti­ka awal me­nge­yam pen­di­di­kan hing­g a ne­ ge­ri Belanda sam­pai pa­da pe­n ga­l a­m an­ nya yang di ke­mu­di­an ha­ri sa­n gat me­m e­ nga­ru­hi pe­mi­ki­ rannya. Namun, ada be­be­ra­pa ke­ti­dak­ kon­sis­te­nan pe­nu­ lis. Se­per­ti con­toh­ nya, alur yang ti­dak run­tut da­lam men­ce­ri­ Repro. Sulik ta­kan ki­sah hi­dup Tan

EDISI VI | MARET 2015


WACANA

Eksistensi Sastra di Dunia Digital

M

da sastrawan yang ber­sang­ku­tan. Kea­da­an se­per­ti inilah yang di­ni­lai mampu mem­bang­kit­kan ga­i­rah pen­ cip­ta­an karya sastra dengan me­mer­ ha­ti­kan pe­ni­lai­an yang di­lon­tar­kan pem­ba­ca. Penulis me­ne­mu­kan be­be­ra­pa laman sastra di internet, salah sa­tu­ nya adalah jendelasastra.com yang me­nyu­guh­kan drama, puisi, prosa, dan sastra lama. Salah satu contoh naskah drama daerah yang di­ung­gah di laman ini adalah karya Gusmel Riyadh berjudul KAMIT. KAMIT men­ja­di naskah drama paling banyak di­kun­ju­ngi pem­ba­ca di laman ini, yakni lebih dari lima ribu pem­ ba­ca. Hal ini dapat mem­buk­ti­kan bahwa ke­ha­di­ran era sastra digital men­da­pat­kan per­ha­ti­an ter­sen­di­ri dari ma­sya­ra­kat pem­ba­ca se­ba­gai bentuk apresiasi ter­ ha­dap sebuah karya sastra. Per­kem­ba­ngan sastra digital juga di­du­kung oleh para peng­gu­na media so­si­al internet yang rajin me­ma­mer­ kan karya sastra me­la­lui akunnya. Di media sosial Facebook mi­sal­nya, pe­nu­lis me­ne­mu­kan se­bu­ah akun yang cukup produktif me­ngung­gah karya sastra be­ ru­pa puisi, yakni Nadia Ummah. “Dalam bimbangku kulihat tiang rapuh tegak berdiri menantang jaman, walau tubuhnya menjadi serpihan puingpuing tak berharga, namun tetap tegar melawan usia pasir waktu yang merapat ke gerbang senja” adalah salah satu pe­ ti­kan kar­ya­nya yang me­nu­ai banyak ko­men­tar dari be­be­ra­pa pe­nik­mat sastra. Tak jarang pem­b a­ca juga turut men­ja­di sastrawan digital ka­re­na me­

ngi­si kolom ko­men­tar dengan puisi ba­la­san. “Wajah siluet berhias sendu memanja, kembali termenung pada nanar senja, mencumbu lembayung di ujung cakrawala” me­ru­pa­kan tang­ga­ pan untuk puisi karya Nadia dari se­bu­ah akun ber­na­ma Sashmita Nata Karama. Hal ini me­nun­juk­kan bahwa di era ini semua orang bisa me­mo­pu­ler­kan karya sastranya dengan sangat mudah. Namun, adalah hal yang penting ki­ra­nya bagi sastrawan amatir dan pro­fe­ sio­nal untuk me­mer­ha­ti­kan ke­ter­ba­ta­san peng­gu­na­an media digital ini. Ke­ter­ba­ ta­san ter­se­but yakni ke­ter­ba­ta­san ruang pada laman media sosial. Pem­ba­ca akan jenuh dengan karya sastra yang panjang se­hing­ga me­re­ka cen­de­rung lebih me­nyu­ kai karya sastra yang padat dan tidak ter­la­lu panjang. Bahkan ada pula laman media sosial yang mem­ba­ta­si ruang dengan batas ka­rak­ter mak­si­mal agar se­bu­ah tu­li­san bisa di­ung­gah. Penulis harus lebih kreatif dalam me­man­fa­at­ kan ruang yang ada agar kar­ya­nya dapat sampai ke­pa­da pem­ba­ca dengan utuh.

Triana Yuniasari

MARET 2015 | EDISI VI

LA IK E SP AC

SP AC

E

IK

LA

N

N

e­nu­rut Sapardi Djoko Damono dalam se­bu­ah artikel ber­ju­dul “Sastra Digital” yang di­mu­at di Harian Kompas tanggal 8 Januari 2015, ke­ha­di­ran sastra digital di tengah ma­ sya­ra­kat mem­bu­at sastra se­ma­kin cair dan ter­bu­ka. Karya-karya sastra se­ma­ kin mudah di­ak­ses oleh banyak orang dan ben­tuk­nya pun lebih be­ra­gam. Hal ter­se­but mem­buk­ti­kan bahwa per­kem­ ba­ngan teknologi ber­pe­nga­ruh ter­ha­dap per­kem­ba­ngan dunia sastra. Ke­mu­da­han yang di­ta­war­kan per­ kem­ba­ngan teknologi tidak hanya di­ pe­run­tuk­kan bagi pem­ba­ca karya sastra te­ta­pi juga di­pe­run­tuk­kan bagi sastrawan amatir dan profesional yang bisa dengan mudah me­mo­pu­ler­kan karyanya. Era sastra digital ini di­ni­lai sangat mem­ ban­tu seorang sastrawan amatir yang belum bisa me­ner­bit­kan kar­ya­nya me­ la­lui media cetak. Hal itu ka­re­na seleksi yang di­la­ku­kan untuk me­ner­bit­kan karya sastra se­ca­ra digital tidak se­su­lit se­lek­si pe­ner­bi­tan cetak. Me­nu­rut Sapardi, se­ka­rang ini sastra lebih meng­gu­na­kan pen­de­ka­tan ter­ha­ dap se­le­ra pembaca. Ha­dir­nya era sastra digital mampu me­man­ja­kan pem­ba­ca yang me­mi­li­ki se­le­ra ber­be­da-beda. Pem­ ba­ca dapat me­nik­ma­ti karya sastra se­su­ai se­le­ra dan ke­bu­tu­han­nya hanya dengan se­ka­li klik. Pe­ni­lai­an ter­ha­dap sastra pun se­ ma­kin mudah di­la­ku­kan berkat ha­dir­ nya era sastra digital. Kolom ko­men­tar yang di­se­dia­kan me­mung­kin­kan semua orang dapat mem­be­ri­kan pe­ni­lai­an­nya yang se­ca­ra lang­sung di­tu­ju­kan ke­pa­

Repro. Sulik

11


EKSPRESPEDIA

Beda Hipster Dengan Freak freak se­ca­ra ke­se­lu­ru­han me­mi­li­ki gaya hidup dan gaya ber­pa­kai­an yang sa­ngat­ lah ber­be­da dan tidak dapat di­sa­ma­kan satu sama lain. Gaya hidup orang hipster cen­de­

Repro. Sulik

rung masuk dalam kri­te­ria gaya hidup orang ekonomi kelas me­ne­ngah atas dan selalu men­de­ngung­kan prinsip anti ma­in­stre­am, maka sudah pas­ti­lah gaya ber­pa­kai­an me­re­ka identik dengan style-

N LA IK

IK E

LA IK E SP AC

SP AC

E

IK

LA

N

N

SP AC

E

SP AC N LA

IK E

Milda Ulya R. Dikutip dari berbagai sumber.

LA

N LA IK E SP AC SP AC 12

style anti-main­stream atau sering mereka sebut dengan istilah limited edition. Hal itu sangat ber­ban­ding ter­ba­lik dengan gaya hidup orang freak. Me­re­ka cen­de­ rung me­mi­liki gaya hidup se­ba­gai­ma­na orang yang ter­su­dut­kan. Hal itu di­ka­re­na­kan me­re­ka se­ring­ka­li me­na­rik diri untuk ber­so­si­ali­sa­ si akibat pe­ri­la­ku me­re­ka yang cen­de­rung aneh dan jarang dapat ber­so­si­ali­sa­si bila bukan dengan se­sa­ma­nya. Kaum freak me­mi­li­ki gaya ber­pa­kai­an ala ka­dar­nya dan cen­de­rung tidak me­me­du­li­kan gaya ber­pa­kai­an. Ber­da­sar­kan pe­ma­pa­ran di atas, sudah sangat jelas ba­gai­ma­ na per­be­da­an di antara ke­dua­nya.

N

S

eiring ber­ja­lan­nya waktu, dunia mode mem­bu­at orang se­ma­kin getol dalam hal meng­kri­ti­si pe­ nam­pi­lan orang lain di se­ki­tar­nya, ter­ le­bih pada orang-orang yang di­ang­gap ber­be­da dari orang ke­ba­nya­kan. Tin­ da­kan meng­kri­ti­si pe­nam­pi­lan se­seo­ rang tidak jarang mem­bu­at orang yang di­kri­ti­si ter­se­but di­ke­lom­pok­kan ke dalam ko­mu­ni­tas ter­ten­tu. Hal ter­se­but ke­mu­di­an me­mi­cu ha­dir­nya peng­gu­na­ an be­be­ra­pa is­ti­lah untuk mem­be­ri­kan label atas ko­mu­ni­tas ter­se­but. Dua di antara be­be­ra­pa is­ti­lah ter­se­but ialah hipster dan freak. Pe­la­be­lan se­seo­rang dengan se­bu­tan hipster maupun freak se­ring­ka­li ter­ja­di saat se­seo­rang sedang dalam masa pen­ ca­ri­an jati diri. Peng­gu­na­an dua is­ti­lah ini pun se­ring­ka­li di­sa­ma­kan satu sama lain, sebab orang yang di­la­be­li dua is­ti­lah ter­se­but sama-sama di­ang­gap aneh bagi orang yang be­ra­da di se­ki­tar me­re­ka, akibat gaya hidup dan gaya ber­pa­kai­an me­re­ka ter­li­hat tidak biasa, bahkan cen­ de­rung aneh. Pa­da­hal an­ta­ra hipster dan

EDISI VI | MARET 2015


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.