Batubara Mematikan PT KPC/Bumi Resources

Page 1

Lembar Informasi Jatam Kaltim, Juni 2014.

Batubara Mematikan PT KPC/Bumi Resources Krisis Ekologi dan Sosial Akibat Daya Rusak Tambang PT. KPC/Bumi Resources

Stockpile Batubara KPC di Bengatta, Juni 2014. Photo: JATAM

Oleh Merah Johansyah, Sarah Agustiorini, Seny Sebastian dan Siti Maimunah.

Dipublikasikan Agustus 2014 JATAM Kalimantan Timur jatamkaltim72@jatam.org www.jatam.org

1


1. Pendahuluan PT. Bumi Resources Tbk (Bumi Resources), yang berkantor pusat di Jakarta, adalah perusahan yang bergerak di bidang eksplorasi dan eksploitasi energi fosil, termasuk batubara dan minyak bumi. PT. Kaltim Prima Coal (KPC), anak perusahaan Bumi Resources, menguasai wilayah konsesi batubara seluas 90,938 hektar meliputi tiga kecamatan di Kabupaten Kutai Timur: Sangatta Utara, Bengalon dan Rantau Pulung. 2. Profil Perusahaan 2.1 Tentang PT. Bumi Resources Pada 1990 Bumi Resources mulai terdaftar di bursa saham Jakarta dan Surabaya. Kemudian pada 1997 PT. Bakrie Capital Indonesia mengakuisisi semua saham milik AJB Bumiputera di Bumi Resources sebesar 58,51%. Dengan kepemilikan saham mayoritas tersebut, Bakrie Capital memegang kendali atas Bumi Resources.

Kontroversi pengambilalihan Bumi Resources oleh Bakrie Capital berkaitan erat dengan Keluarga Bakrie. Abu Rizal Bakrie sebagai pemilik Bakri Capital, juga berpolitik di Golkar, partai bentukan Presiden Soeharto yang berkuasa saat itu. Saat skandal divestasi saham KPC pada 2003, Bakrie sedang menjabat Ketua Kamar Dagang Indonesia (KADIN). Setahun berikutnya, ia diangkat Presiden SBY menjadi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Kabinet Indonesia Bersatu. Setahun kemudian digeser menjadi Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat. Kemudian pada 2009 Ia mulai menjabat Ketua Umum Partai Golkar dan sempat digadang menjadi Capres dari Golkar. Namun elektabilitas Bakrie yang rendah, dampak dari kasus Lumpur Lapindo yang berlarut-larut, mengkandaskan ambisinya untuk maju sebagai capres dalam Pilpres 2014. Sejak Keluarga Bakrie mengambilalih Bumi Resources, perusahaan tersebut telah terlibat dalam skandal penyuapan, utang, penyimpangan keuangan dan transaksi yang mencurigakan, yang berujung pada sengketa.

Akibat harga batubara yang terus anjlok, Bumi Resources menjadi salah satu perusahaan dengan performa likuiditas paling buruk di Indonesia, dengan utang US$ 1 miliar yang akan jatuh tempo dalam satu tahun, menurut laporan lembaga rating finansial Moody’s. Pada Agustus 2014 perusahaan tersebut dinyatakan telah gagal dalam pembayaran obligasi yang telah jatuh tempo. 2.2 Tentang PT. Kaltim Prima Coal KPC merupakan tambang batubara terbesar di Kalimantan Timur, konsesinya mencapai 90.938 hektar meliputi tiga kecamatan di Kabupaten Kutai Timur: Sangatta Utara, Rantau Pulung dan Bengalon. Perusahaan mendapat ijin Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) di jaman rejim otoriter Soeharto, pada 1982 hingga kontraknya selesai 2021. Ijin dikeluarkan tanpa menanyakan persetujuan warga sekitar wilayah pertambangan. Pada Oktober 2003, Bumi Resources mengakuisisi 100% saham di KPC dari kepemilikan Rio Tinto dan British Petroleum. Akuisisi perusahaan yang juga meninggalkan warisan kerusakan

2


lingkungan, skandal divestasi dan korupsi dari Rio Tinto dan British Petroleum ke Bumi Resources.

Di tangan Bumi Resources, KPC terus meningkatkan pengerukan batubaranya dari 16,7 juta ton pada akhir 2003 menjadi lebih tiga kali lipatnya, mencapai 48 juta ton sejak 2008 1. Sejak 2010, mereka merencanakan menaikkan produksi menjadi 70 juta metrik ton pertahun dari 20 lubang-lubang tambangnya (pits) 2. Tapi pada 2013, perusahaan hanya mampu memproduksi 50 juta ton, atau berkontribusi hampir 12% produksi batubara nasional yang mencapai 421 juta ton pada 2013 3. KPC dan berencana menaikkan menjadi 57 juta ton tahun ini 4. 2.3 Skandal Divestasi dan Tunggakan Pajak Kontrak PKP2B dengan Pemerintah Indonesia mensyarakatkan KPC melakukan divestasi 51% saham tersebut ke pengusaha nasional setelah lebih dari 5 tahun menambang, yang seharusnya dilakukan mulai 1996.4 Tapi, hingga 2003, Rio Tinto dan British Petroleum belum melakukannya. Akibatnya, tak saja prosesnya panjang, tapi juga terjadi perebutan antara dua perusahaan multinasonal, perusahaan daerah dan juga Bumi Resource. Namun pada Oktober 2003, Bakrie Brother Tbk. mengumumkan Bumi Resources sudah membeli saham KPC seharga US$ 500 juta (saat itu Abu Rizal Bakrie menjabat Ketua KADIN). Padahal konsorsium Pemerintah daerah Kalimantan Timur menawarkan harga hampir dua kali lipatnya. Bumi Resources mendapat keuntungan dari sistem pemerintahan di Kaltim yang korup. Pengambilalihan ini menjadi skandal kolusi dan korupsi yang digugat berkepanjangan 5.

Pada Februari 2010, perusahaan dituduh menunggak pajak oleh Departemen Keuangan. Bersama PT. Arutmin, anak perusahaan Bumi Resoure lainnya, dituduh menunggak pajak hingga Rp 2,1 triliun. Masih di tahun yang sama, terdakwa kasus mafia pajak Gayus Tambunan mengakui dirinya mendapat uang Rp 30 miliar dari tiga perusahaan Grup Bakrie yaitu KPC, Bumi Resources, dan Arutmin. Dari KPC, Gayus mendapatkan US$ 500 ribu karena membantu mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang ditahan.

Dua kecamatan yang menjadi wilayah konsesi pertambangan PT Kaltim Prima Coal, wilayah Sangatta memiliki nilai kualitas kalori yang paling bagus yaitu rentang 6,13 – 7,53 kkal/kg (adb), dan wilayah tambang Bengalon dengan rentang 5,24 – 6,66 kkal/kg (adb)1. 2 Produksi 70 juta ton pertahun direncanakan PT KPC dengan menggali dari 20 lubang (pits) yaitu, 1. Area Sangatta Group terbagi menjadi 4 Pit (Pit AB, Bendili, Pit J, South Pinang) dengan total cadangan batubara 174.179.978 ton, 2. Melawan Group 9 Pit (Belut/Beruang, Kancil, Khayal, Melawan West, Mustahil, Pelikan South, Peri, Pelikan, da Kanguru) total cadangan batubaranya 351.392.747 ton, 3. North Pinang Group yaitu Pit (Inul, Inul K, Inul Lignite, Pedayak East, Pedayak West) total cadangan batubaranya 989.314.119 ton, dan 4. Bengalon Group yaitu Bengalon pit A dan Bengalon pit B, total cadangan batubaranya 146.016.740 ton2. 1

3

http://apbi-icma.org/realisasi-produksi-batubara-indonesia-tahun-2013-sebesar-421-juta-ton/

Pada 2011 produksi PT KPC mencapai meningkat menjadi 40,46 juta ton naik menjadi 40,94 juta ton pada 2012. http://apbiicma.org/target-produksi-pt-kaltim-prima-coal-sebanyak-57-juta-ton-untuk-tahun-2014/ 5 Pemerintah Kaltim menggugat pemilik lama PT KPC dan pihak terkait lainnya. Kasus itu terdaftar di Pengadilan International Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID) di Singapura, 18 Januari 2007 bertajuk “Government of the Province of East Kalimantan VS PT Kaltim Prima Coal and others (Case No. ARB/07/3)”. Saat gugatan itu diajukan, Kalimantan Timur dipimpin Gubenur Suwarna A.F, yang diturunkan paksa pada jabatan keduanya, 2006, karena korupsi. Yurnalis Ngayoh, wakil Gubenur menggantikannya dari Maret hingga Juli 2008. Sehari sebelum turun jabatan, Ngayoh mencabut gugatan arbitrase terhadap PT KPC. Tindakan ini menuai protes publik. Jalan damai ditempuh, Bumi resources bersedia memberi imbalan Rp 285 Miliar. Belakangan Gubenur penggantinay, Awang faroek juga menjual saham berikutnya yang dimiliki Pemda Kutai Timur (sebanyak 5%) kepada PT Kutai Timur Sejahtera perusahaan kelompok PT Bumi resources, seharga Rp 576 miliar. Faroek terseret skandal korupsi karena penjualan saham itu tidak masuk ke kas Pemda Kutai Timur, tapi rekening pribadi. 4

3


3. Krisis Ekologi dan Sosial Oleh Bumi Resources dan KPC 3.1 Daya Rusak Tambang Batubara Terhadap Sumber Air Lokal 3.1.1 Perampasan Sumber Daya Air dan Banjir

Tambang batubara KPC membutuhkan banyak air, yang mereka ambil dari sungai Sangatta dan Bengalon yang menjadi sumber air utama warga di kedua kecamatan. Air digunakan untuk pencucian batubara. Menurut JM, salah seorang warga Desa Sepaso Induk yang diwawancara oleh JATAM, sejak awal 2013 warga desa Sepaso Bengalon sudah tidak bisa menggunakan air sungai Bengalon. Mereka terpaksa mereka membuat sumur karena merasa lebih aman sejak KPC ketahuan membuang limbah dari pit A ke sungai Lembak, anak sungai Bengalon. "Warna airnya sudah sangat keruh, berbahaya jika digunakan. Beberapa orang anak-anak di Simpang Empat Sepaso ada yang gatal-gatal setelah mandi disungai itu”, tambahnya.

Sungai Sangatta lain lagi, banjir kini rutin menghantam kawasan hilir. Sungai Sangatta kini kerap meluap dan membanjiri kampung hingga kawasan kota setiap kali hujan datang, khususnya di kecamatan Sangatta Selatan dan Sangatta Utara yang berada di sepanjang aliran sungai Sangatta. Kawasan langganan banjir di Sangatta Selatan meliputi desa Kampung Kajang, desa Masabang, Kampung Teluk Lingga (pasar sangatta Lama), Jalan poros Sangatta Bontang. Sementara banjir di kecamatan Sangatta Utara meliputi Desa Kabo Jaya (Kampung Jawa dan Parodisa), Kawasan Munthe yang menjadi komplek KPC, sisi Jalan APT. Pranoto kawasan kampus Sekolah Tinggi Agama Islam Sangatta (STAIS). “Kampung kami ini banjirnya hingga seleher orang dewasa, satu minggu tidak surut-surut dan tidak ada bantuan juga dari pemerintah dan KPC yang ketahuan membuka bendungannya di PIT J untuk kami korban banjir, aktifitas kami mati total. Suami tidak bisa bekerja, anak tidak sekolah, saya tidak jualan, kami Merugi karena baniir", ujar ST (50), perempuan warga Kampung Kajang. “Kampung kami ini memang lebih redah posisinya, jadi kalau banjir dan sedimen menumpuk pasti kampung ini yang duluan kena”, tambahnya.

Pada 2013 saja, banjir terjadi di bulan februari, April, Agustus dan Desember, “Hampir setiap kali hujan datang pasti banjir, kadang juga tidak ada hujan tiba-tiba banjir. Katanya sih banjir kiriman dari Rantau Pulung, kampung atas yang sekarang di tambang oleh KPC” tambahnya.

Tapi menurut MJ (26), warga desa Singa Gaweh yang setiap harinya bekerja di ponton penyeberangan sungai desa Sangatta Lama, KPC tak pernah mengakui “Masih saja KPC tidak mau mengaku kalau dia yang menyebabkan kampung kami kebanjiran", ujarnya. Jika banjir datang, MJ tak bisa bekerja dan kehilangan pendapatan hingga Rp 300 ribu jika banjir datang. Banjir terjadi karena pendangkalan sungai Sangatta sejak kawasan hulunya digali. "Lihat saja dibagian cekungan sungai di daerah Desa Kabo dan Munthe, sempat beberapa kali dikeruk dan sungainya di lebarkan, tetap tidak berpengaruh dan masih saja banjir, karena KPC setiap hari membuang limbahnya ke sungai ini” tutur SM (40), tukang ojek di Desa Munthe yang juga jadi korban banjir. 3.1.2 Pencemaran Sumber Air Warga

Beberapa penelitian mengenai sungai Sangatta juga menunjukkan kandungan logam berat di badan sungai naik. Akhir 2013, Dr. Asfie Maidie, dosen fakultas Perikanan dan ilmu kelautan Sekolah Tinggi Pertanian (STIPER) Sangatta, menemukan kandungan Timbal (Pb) di air hulu

4


sungai Sangatta mencapai 90 ppm, jauh lebih tinggi di atas batas peraturan pemerintah Kalimantan Timur, yaitu 5 ppm. “Air sungai Sangatta sudah sangat tidak layak lagi di gunakan, jika masih digunakan ia beresiko menyebabkan ganguan kulit bahkan memicu kanker� tambahnya lagi.

Di desa Karaitan Bengalon, sungai Keraitan juga tercemar dan tidak bisa digunakan lagi seperti dulu sejak pit B KPC dibuka awal 2013. Pada Februari 2014 lalu, warga dikagetkan dengan matinya ikan-ikan di sungai Keraitan, lebih dari 2 ton beratnya. Ikan yang mati adalah ikan yang biasa di pancing warga desa macam ikan Baung, Ikan Putih (Salap), Ikan Jelawat dan Ikan Mesapi, Jenis-jenis ikan yang makin susah didapat warga itu terlihat mengapung.

Saluran pembuangan limbah ke Sungai Keraitan. Photo: JATAM Di desa Sepaso Selatan, sungai Pedayeh juga rusak dan tercemar sejak Pit J digali KPC. Sepaso Selatan berada di hulu sungai Pedayeh dan dihuni sekitar 2000 jiwa ini berbatasan langsung dengan kecamatan Sangata Utara dan dilalui anak sungai selebar empat meter mengalir ke sungai Pedayeh dan mengalir hingga ke badan sungai Bengalon yang bermuara di sungai Sangatta. Sungai Pedayeh yang dulu menjadi sumber air utama masyarakat Makassar, Bugis, dan Jawa penghuni desa mulai dicemari limbah dari pit J. Belum lagi debu, banjir dan blasting yang setiap hari mereka rasakan. "Blasting di tempat kami ini tidak menentu jamnya, sukasuka mereka aja mau jam berapa melakukan blasting, tidak pernah juga mereka umumkan. Apalagi banjir dan debu keduanya tidak pernah dihiraukan oleh mereka, sampai di akhir tahun 2013 lalu kampung kami ini tenggelam, barulah pemerintah dan perusahaan berfikir untuk meninggikan jalan", tutur SL, salah satu warga RT 07. Tapi tindakan Pemerintah dan KPC itu tak cukup, badan sungai terlanjur menerima banyak pasir yang mengendap di badan sungai. Pencemaran sumber daya air, seperti sungai, adalah permasalah yang sangat serius bagi masyarakat lokal. Padahal sungai adalah pusat ekonomi dan kebudayaan warga dayak Basap, khususnya kaum perempuan. Sungai adalah sumber mata air utama warga dan sumber matapencaharian. Perusakan sumber daya air ini berdampak langsung pada kehidupan sosial masyarakat.

5


3.2 Daya Rusak Tambang Batubara terhadap Kehidupan Sosial Warga 3.2.1 Pemindahan Masyarakat Adat Dayak Basap

Kecamatan Bengalon merupakan wilayah ekspansi KPC setelah Kecamatan Sangatta, dan akan memperluas hingga kecamatan Rantau Pulung pada 2014. Salah satu desa yang mengalami dampak langsung tambang KPC adalah Desa Keraitan. Desa Keraitan dikelilingi 2 pit yaitu pit A dan pit B, dengan luas total pit tersebut 1.699 hektar.

Desa Keraitan atau Segading adalah kampung orang-orang Dayak Basap yang berasal dari Keraitan Lama, ia terletak di Hulu Sungai Keraitan. Desa hanya dihuni sekitar 50 kepala keluarga hingga 2011. Namun mulai berkurang sejak awal 2012, warga desa mulai terpecah menjadi dua kelompok, yang setuju dan menolak pindah. Saat itu KPC berencana memindakan mereka ke Desa Sepaso Timur, Matirowali, yang belakangan dipromosikan sebagai Desa Budaya Keraitan Baru.

Masyarakat adat Basap makin hari makin terdesak penghidupannya. KPC berupaya memindahkan komunitas Basap beberapa kali ke Mattirowali. Tempat tinggal mereka berubah menjadi lubang tambang, Pit B. Dalam tiga bulan terakhir, sekitar tujuh keluarga yang sebelumnya ikut pindah ke lokasi re-settlement mereka sekitar dua tahun lalu kembali lagi ke Keraitan. Kala itu mereka pindah bersama 20 keluarga lainnya atas bujukan KPC.

GG (57), salah satu kepala keluarga yang masih tinggal di Keraitan mengatakan sudah mengingatkan warganya tentang kepindahan itu. “Tradisi kami berburu, pasang jerat untuk mendapatkan Rusa, Payau hingga burung murai, tradisi lain kami adalah berkebun dan berladang. Kami tak bisa tinggal di kawasan yang lebih sempit dan jauh dari kawasan berburu kami� ujarnya.

RL, yang bertetangga dengan GG, mengumpakan nasib mereka bagai binatang. "Seperti sapi yang hanya boleh hidup di dalam kandang, padahal kita terbiasa hidup di wilayah yang luas. Di Mattirowali hanya boleh berladang di dalam kawasan 200 hektar, seluas kampung Mattirowali itu saja, sisanya sudah milik orang Sepaso timur", ujarnya. RL yang lahir pada 1973 ini biasa berburu ke dalam hutan di hilir Sungai Keraitan, selain itu mereka juga memancing, berladang, berkebun buah-buahan dan mencari burung.

Desa Keraitan. Photo: JATAM Orang Basap yang dipindahkan ke kampung baru Mattirowali tak bisa lagi berburu. Meski KPC menyediakan 45 rumah terbuat dari kayu ulin dengan ukuran 8 x 12 meter, dilengkapi

6


dengan fasilitas mesin genset untuk penyedot air sungai dan listrik, di situ juga disediakan Sekolah Dasar, Masjid, kantor desa, kantor BPD, posyandu hingga Lamin Adat. Namun kini gerak mereka dibatasi, karena lahan mereka terbatas.

Berbeda sekali dengan Mattirowali, meski jaraknya hanya 1,5 kilometer dari lubang KPC, akses jalan ke Keraitan sangat buruk, masih menggunakan jalan tanah yang berbatu-batu. Jika hujan pengendara motor bisa terjebak hingga tidak bisa keluar. Meski tak berlistrik, Keraitan memiliki posyandu, namun sejak 2012 sudah tidak pernah ada kegiatan imunisasi di posyandu ini, tidak ada petugas Puskesmas yang datang. Desa ini juga memiliki sekolah dasar (SD) Vilial yang hanya terdapat dua ruang kelas dan dua orang guru. Namun sudah enam bulan sejak Januari 2014, kedua guru honor di Sekolah ini tidak dibayar oleh Pemda Kutai Timur. Keraitan dijauhkan pemerintah dari layanan publik yang semestinya saat keinginan KPC makin bulat membongkar kampung tersebut. 3.2.2 Tingginya Biaya Hidup Akibat Krisis Air dan Listrik

Meski KPC bergelimang cahaya dan memiliki PLTU berkapasitas 10 MW dan PLTD berkapasitas 8,9 MW yang mampu menerangi 21 ribu rumah tangga 6. Tapi celakanya, desadesa sekitar lubang PT KPC justru tak berlistrik, seperti Desa Keraitan dan Sepaso Selatan. Di Kutai Timur bahkan, hanya 37 desa dari 135 desa yang dialiri listrik PLN pada 2010 7 padahal KPC sudah menambang di kawasan itu sejak lebih dua dekade.

Krisis air juga dialami warga sekitar lubang-lubang tambang sejak sungai-sungai rusak. Di Desa Keraitan, kebutuhan air keluaga yang semula terpenuhi dar Sungai Keraitan, kini harus membeli. Khususnya kebutuhan air minum dan memasak harus membeli air galon. Sedangkan untuk mandi dan mencuci terpaksa menggunakan air tanah yang rasanya asam. "Air ini membuat baju putih menjadi kuning,“ tutur DW, perempuan dari Desa Keraitan. Ia harus membeli air galon Rp. 10.000 tiap galon. Dalam sehari, keluarga DW yang mempunyai tiga anak membutuhkan minimal lima hingga enam galon. Keluarga DW harus menyiapkan uang Rp. 110.000 untuk kebutuhan air dan penerangan rumah. Dua kali lipat jumlahnya sebelum Sungai Keraitan tercemar. SL, yang tinggal di desa Sepaso Selatan juga mengeluhkan krisis air dan listrik. Walau jarak kampungnya hanya 1,5 km dari lubang tambang, kampung mereka tak dialiri listrik. "Setiap hari kami harus membeli solar untuk mesin diesel supaya malam hari kami tidak kegelapan, lima liter untuk lampu menyala dari jam enam sore sampai jam tujuh pagi. Satu liter solar Rp. 9000 dikalikan lima liter, Rp. 45.000 uang tunai yang harus kami keluarkan setiap hari untuk penerangan", ujar SL.

Hidup mereka tambah susah sejak sungai Pedayeh tercemar. "Kalau mau mati cepat ya pakai saja air sungai itu“ tutur SL. Kini warga kampungnya harus mengeluarkan uang untuk membeli air. "Kami tidak memiliki pekerjaan tetap, hanya berkebun di kebun yang kami tanam dan sekarang sudah dibanjiri limbah KPC" ujarnya. Sejak sungai Pedayeh tercemar, mereka kini membeli air galon seharga Rp. 7000 per galon. Tiap hari istri SL membutuhkan 4 galon untuk minum dan memasak. Air sumur digunakan untuk mandi, rasanya asam dan 6

PLTU itu membutuhkan lahan seluas 1,8 hektar, setiap harinya membutuhkan 96 ton batubara, 120 ribu liter aiir tawar dan 3-2.400 liter air laut untuk pendingain, dan menghasilkan 2,3 ton fly ash serta 1,5 ton abu dasar. 7 Abdallah Naem, dkk, 2010, Batubara Mematikan, Jatam, Jakarta.

7


keruh tidak seperti air sungai Pedayeh. "Tapi ya terpaksa pakai air sumur itu, mau dapat air darimana lagi,� kesalnya.

Sungai Pedayeh yang berlumpur dan tercemar. Photo: JATAM Biaya hidup dan kebutuhan uang tunai menjadi lebih tinggi sejak sungai-sungai rusak dan lahan-lahan pertanian berubah menjadi pertambangan. Desa Sepaso RT 07 hanya berjarak 1,5 kilometer dari lubang pit J. Sekitar 75% wilayah RT 07 sudah ditambang. Tanah sebelah rumah SL pun sudah dihitung jumlah tanam tumbuhnya, segera dibebaskan. Perusahaan membayar pohon Durian yang sudah berbuah hanya Rp. 250 ribu. Sedang harga tanahnya hanya Rp. 2500 permeter persegi. "Kata KPC harga ini sudah paling mahal, sementara di kecamatan lain hanya Rp. 1500, Rp. 1000, Rp. 900 , bahkan ada yang Rp. 200 per meter perseginya. Kami tidak pernah tahu aturan tentang harga tanah. Pemerintah hanya tutup mata melihat nasib kami yang tanahnya dirampas" tambah SL. 3.2.3 Meningkatnya beban Kerja dan Pemiskinan Perempuan Adat

Sungai merupakan sumber ekonomi dan sosial perempuan. Hampir seluruh kegiatan perempuan-perempuan dayak basap berpusat di sungai Keraitan, mulai dari kebutuhan memasak, mencuci, dan mandi serta sungai ini juga menjadi tempat berkomunikasi bagi perempuan dayak desa. Sebagian besar waktu perempuan dayak Basap banyak dihabiskan di sungai, ladang dan kebun. Sungai menjadi tempat perempuan saling bertukar cerita, berkeluh kesah kehidupan sehari-hari, hingga merencanakan sesuatu hal. “Sungai ini menjadi tempat kami untuk beristrahat sambil bercerita�, tutur DW.

Penduduk desa Keraitan tidak lagi menggunakan sungai seperti biasa sejak KPC membuang limbah beracun tambang batubara di hulu sungai Keraitan. Pada 2013 warna sungai mulai berubah dan ikan-ikan mati, jumlah ikan yang mati meningkat pada Februari 2014. Ini kematian masal ikan ketiga kalinya semenjak KPC membongkar kawasan desa Keraitan. Kejadian sebelumnya pada 2013, namun tidak sebanyak pada Februari 2014. Warga biasanya menjual hasil tangkapan ikan dari sungai Keraitan. Ikan Baung dijual Rp. 30.000, Ikan Putih Rp. 25.000 dan ikan Mesapi Rp. 50.000 per kilonya. “Mesapi ini ikannya mirip belut, tapi ukurannya lebih besar, dan sedikit sekali duri tulang di dagingnya, dagingnya sangat manis. Kami jarang sekali dapat ikan Mesapi saat memancing. Saat kami temukan ia mati begitu saja di sungai kami sangat sedih, ikan yang susah di dapat dan mahal harganya tiba-tiba mati di sungai. Kami curiga KPC membuang langsung limbahnya ke sungai Keraitan"

8


tutur RM, warga Desa Keraitan. Belakangan diketahui KPC membuang limbah dari pit B ke sungai Keraitan. Warga sempat melakuan protes pada Maret lalu, warga demo pergi ke Jalan Hauling tambang, demonstrasi tersebut berlanjut hingga beberapa putaran pertemuan di Basecamp KPC bahkan hingga kota Sangatta.

Sungai dulunya juga sumber pangan nabati. Para perempuan biasanya pergi berombongan mencari sayuran, seperti Kangkung di kawasan hulu sungai dan Pakis yang terdapat di sepanjang pinggiran sungai. Semenjak kecil, orang tua mereka mengenalkan kehidupan mereka sejak kecil dengan sungai. Kegiatan dan keterikatan mereka terhadap sungai yang di turunkan oleh ibu-ibu mereka yang kini telah wafat, kini mereka melanjutkannya.

Namun semenjak 2013, segala kegiatan yang berhubungan dengan sungai terpaksa tinggalkan. Tidak ada lagi kegiatan mandi, mencuci sayur dan pakaian di sungai. Ataupun obrolan sepulang dari sungai. Ibu-ibu juga tak berani memancing serta mencari sayur Pakis di pinggir sungai. Budaya yang terbangun puluhan tahun di tepi sungai mulai menghilang. Kini perempuan-perempuan Basap mendapatkan kesulitan baru, beban keuangan mereka bertambah sejak sayur, ikan dan kebutuhan bumbu dapur lainnya tak bisa lagi dicari dari sungai. Bahkan air pun juga harus dibeli.

Tak ada bantuan air bersih baik oleh KPC dan Pemerintah Kabupaten Kutai Timur. Mereka sengaja merebut segalanya agar warga Keraitan segera pindah. "Selain air, KPC juga perlahanlahan membuat sengsara hidup kami disini, " ujar LN, perempuan Keraitan lainnya. Kehadiran KPC membuat beban perempuan-perempuan dayak Basap ini menjadi dua kali lipat.

3.2.4 Ancaman Keselamatan dan Debu akibat Blasting

Papan pemberitahuan jadwal blasting di dekat Desa Sepaso Induk. Beberapa desa tidak terdapat papan pemberitahuan seperti ini. Photo: JATAM

"Perusahaan setiap hari melakukan blasting pukul 12 siang, kadang juga pukul tiga dan empat sore, membuat rumah kami bergetar seakan akan gempa, beberapa rumah di kampung kami pecah kaca jendelanya, tidak pernah ada pemberitahuan dari mereka sebelumnya. Anak kami

9


yang tertidur pulas saat itu tiba-tiba bangun terkejut dan menangis ketakutan" ujar LN, warga Keraitan. Belum lagi debu dan bising di malam hari, sangat menggangu waktu istrahat mereka, terlebih lagi anak-anak, mereka tidak pernah tidur tenang semenjak pit A dan pit B digali.

Terlebih lagi debu yang mereka hasilkan, sekolah tempat belajar anak-anak ruangannya dipenuhi debu. “Inikan sangat tidak sehat sekali, mereka belajar sambil menghirup debu. Kadang kami harus mencuci pakaian dua kali jika pakaian termalam di jemuran, atau terkena hujan dan kami tidak sempat mengangkatnya. Lelahnya itu, dan airnya juga susah sekarang ini. Kami merasa perlahan-lahan KPC ingin mengusir kami dari kampung ini, kampung kelahiran kami", ujar DW. 4. Penutup PT KPC mendapatkan kontrak karya di masa rejim Soeharto pada 1982, dan mulai mengeruk batubara di bumi Kutai Timur sejak 22 tahun lalu. Kehadiran perusahaan menghasilkan krisis ekologi dan sosial yang terus berlangsung hinga kini. Bisa dibayangkan bagaimana perluasan krisis yang terjadi jika KPC meningkatkan produksinya hingga 70 juta ton seperti yang direncanakan. Sayangnya, Pemerintah Indonesia justru memberikan pelayanan-pelanan yang luar biasa pada perusahaan. Salah satunya setahun lalu, saat perusahaan memindahkan jalan arteri primer yang menghubungkan Sangatta - Bengalon dengan Kecamatan Muara Wahau sepanjang 49,5 km yang kini berubah jadi lubang tambang.

Berkaca dari potret daya rusak batubara dari operasi Bumi Resources dan KPC, seharusnya Pemerintah Indonesia berani mengambil sikap tegas untuk menghentikan produksi dan konsumsi batubara sebagai basis ekonomi dan energi primer.

Pemerintah Indonesia ke depan juga harus memprioritaskan agenda dan investasi untuk pemulihan wilayah-wilayah yang rusak akibat pertambangan serta mengembalikan fungsi layanan alamnya. Perusahaan yang terbukti terlibat dalam perusakan lingkungan dan sosial juga harus bertanggungjawab atas bencana yang mereka buat.

10


11


12


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.