MAJALAH ANTARIKSA
EQUATORSPACE Edisi 2 | Januari 2017
POROS MARITIM
DUNIA
MENYIASATI DIMENSI
JARAK & MEDAN DALAM POROS MARITIM DUNIA
DARI LANGIT MEMBURU
SATELIT
PENJARAH LAUT
DAN BERBAGAI
ORBITNYA
LAYANAN SATELIT UNTUK MARITIM
40 TAHUN SATELIT KOMUNIKASI INDONESIA (2) BERPERAN MENJAGA DAN MEMPERKOKOH KESATUAN DAN PERSATUAN NUSANTARA
EQUATORSPACE.COM
0 picture by Bing N./bngdesigns
pengantar redaksi Pembaca Yth
MENYIASATI DIMENSI JARAK DAN MEDAN DALAM PMD Listyanto
DARI LANGIT MEMBURU PENJARAH LAUT Prof. Dr.-Ing. Fahmi Amhar
EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM
Edisi ke-2 EquatorSpace ini bertemakan "Poros Maritim Dunia (PMD)". Beberapa artikel difokuskan untuk dapat memperkaya khasanah pembaca, dalam rangka turut serta mewujudkan konsepsi pemerintah yang dahsyat tersebut. Pembahasan diantaranya adalah menyangkut kebutuhan mendasar dalam mengeksekusi konsep PMD, seperti bagaimana mengatasi dimensi jarak dan medan, serta bagaimana dari langit memburu penjarah laut di wilayah NKRI dan kawasan strategis di sekitarnya, khususnya yang berupa perairan dengan jutaan kilometer luasnya, disamping hamparan pedalaman darat yang juga sangat luas. Masa persiapan yang dalam suasana kesibukan jelang tutup tahun, perayaan Natal dan Tahun Baru, kami bersyukur bahwa setiap departemen dapat terisi oleh artikel masing-masing, mulai dari Technology sampai dengan Space Policy and Regulation. Semoga artikel yang disajikan dapat menjadi salah satu menu bacaan bagi para pembaca dalam mengawali perjalanan tahun 2017, dengan harapan tahun 2017 menjadi tahun yang penuh berkah bagi bangsa Indonesia. Amin. EQUATORSPACE
REDAKSI
1
1
daftar isi
02 JAN 2017
EQUATOR
Menyiasati Dimensi Jarak & Medan dalam PMD ... Dari Langit Memburu Penjara Laut ... 40 Tahun Satelit Komunikasi Indonesia (seri ke-2)
Satelit dan Berbagai Orbitnya
Layanan Satelit untuk Maritim
SPACE
LRIT untuk Pencegahan Kejahatan pada Transportasi Laut ... Ojek Pangkalan & Ojek Online: Konvensional vs. Keantariksaan
Negara Penguasa Antariksa dan hubungannya dengan Poros Maritim Indonesia
Wahana Alternatif dalam Memantau Bumi ... Soft Opening & Launching EquatorSpace
Keantariksaan: Fakta, Harapan & Peta Jalan
EQUATORSPACE (ES) adalah majalah keantariksaan Indonesia untuk kalangan praktisi dan masyarakat yang ingin mendalami dan mengikuti perkembangan keantariksaan domestik dan global terkini. Artikel/ naskah atau foto yang dikirim ke majalah ES harus orisinal (asli). Penulis atau pengirim foto bertanggung jawab penuh atas orisinalitas naskah tulisannya atau orisinalitas foto yang dikirim ke Redaksi. Redaksi berhak menyunting artikel/ naskah dan memodifikasi/ membuang bagian-bagian tertentu dari foto bila diperlukan.
EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM
2 2
EQUATOR SPACE SPACE MAGAZINE
INDONESIA
Arifin Nugroho Adviser Muhamad Sadly Adviser Dewayany S. Adviser Oni Bibin Bintoro Adviser Ketut Wikantika Adviser Suhermanto General Managing Leader Agustan Deputy General Managing Leader MS. Sebayang General Managing Editor Listyanto Deputy General Managing Editor Tonda Priyanto Senior Executive Editor Jon K. Ginting Senior Executive Editor
EDITORIAL BOARD Muhamad Sadly Applications Leader Bambang Tejasukmana Space Policy & Regulation Leader Surya Witoelar Technology Leader Eddy Setiawan Space Business Leader Listyanto Defence Leader Dewayany S. Specialist, Applications Heri Budi Wibowo Specialist, Technology Robertus Heru Specialist, Technology Lilis Mariani Specialist, Technology Kanaka Hidayat Specialist, Applications Muharzi Hasril Specialist, Applications Mulyadi Specialist, Space Policy & Regulation Jon K. Ginting Specialist, Defence Yudi Ardian Specialist, Defence Dani Indra Widjanarko Specialist, Technology Tonda Priyanto Specialist, Applications Anggoro K. Widiawan Specialist, Technology Suroso Yulianto Specialist, Space Policy & Regulation Suleman Tampubolon Specialist, Space Business Indri Prijatmodjo Specialist, Technology Sigit Jatiputro Specialist, Space Business Hexana Tri Sasongko Specialist, Space Policy & Regulation Meiditomo Specialist, Technology Mardianis Specialist, Space Policy & Regulation Fahmi Amhar Specialist, Applications Syarif Budiman Specialist, Technology Nani Hendiarti Specialist, Applications Heramarwan Specialist, Space Business Abraham Auzan PR & SocMed Network Meuthia Djoharin Treasurer Laudita Cahyanti Executive Illustrator Email contact@equatorspace.com Website www.equatorspace.com EQUATORSPACE.COM Instagram EquatorSpace Facebook EquatorSpace
equatorspace 3 3
FOCUS
Listyanto
Pendahuluan
K
onsepsi Poros Maritim Dunia (PMD), saat ini bukan lagi sekedar janji politik, namun telah menjadi bagian dari program pemerintah yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. PMD pada dasarnya merupakan sub dari program prioritas pemerintah Nawa Cita.
Dimensi jarak dan medan dalam PMD. Bicara konektifitas maka akan berkait dengan dimensi jarak dan medan. Dimensi jarak perlu mendapat perhatian khusus karena dengan luasan wilayah yang lebih dari 8 juta km2, di dalamnya terdapat jarak-jarak dari satu titik ke titik lainnya yang mencapai ribuan kilometer. Jarak-jarak demikian secara teknis menjadi signifikan karena menyangkut lengkung bumi yang signifikan pula, sehingga akan banyak urusan di dalamnya yang melampaui garis cakrawala (over the horizon). Garis cakrawala ini akan dapat diperjauh dengan menambah ketinggian dari obyek atau subyek. Namun setinggitingginya posisi di permukaan bumi,
Tentunya penetapan PMD sebagai bagian dari program pemerintah telah melalui kajian yang panjang dan mendalam, sehingga tidak perlu lagi didiskusikan di sini. Sekarang tinggal memikirkan bagaimana implementasinya agar visi PMD tersebut dapat terwujud, sehingga memberikan manfaat secara nasional. PMD yang terdiri dari lima pilar, di dalamnya terdapat aspek yang sangat penting yaitu konektivitas beserta pengamanannya. Dihadapkan dengan konstelasi, posisi dan rupa geografis NKRI, maka menjadikan aspek ini terkait langsung pada kelima pilar.
EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM
entah itu di gedung bertingkat, menara yang ratusan meter tingginya, balon atau pesawat yang diterbangkan, tidak akan memperjauh cakrawala dalam porsi yang signifikan dihadapkan dengan luasan wilayah NKRI. Dimensi selanjutnya adalah dimensi medan di dalam wilayah NKRI. Medan perairan meliputi ž dari luasan NKRI, artinya wilayah didominasi oleh laut dengan kedalaman mencapai ratusan hingga ribuan meter, serta kondisi gelombang yang dapat menjadikan kurang aman untuk pelayaran. Medan udara, karena berada di wilayah tropis dan kepulauan sehingga banyak terjadi awan dan
4
4
FOCUS hujan, hal ini juga menjadikan tantangan tersendiri. Demikian pula medan darat, karena kita memiliki pulau-pulau besar maka terdapat wilayah-wilayah pedalaman yang berhutan, bergunung dan berawa yang juga menjadikan tantangan tersendiri.
Deretan infrastruktur tersebut, bila terwujud, sepertinya sudah lengkap untuk memfasilitasi kebutuhan konektifitas. Namun kalau di lihat secara anatomi teknologi, kesemuanya secara mendasar masih dalam rezim teknologi konvensional.
Satu lagi medan yang selama ini kurang mendapat perhatian, adalah medan antariksa, yang karena posisi geografis kita di katulistiwa maka kita berada pada posisi tepat di bawah medan antariksa paling strategis, yaitu posisi orbit satelit geostasioner. Dengan posisi ini memungkinkan satelit selalu berada tepat di atas posisi tertentu di bumi, sehingga misalnya dalam hal komunikasi, hanya dengan satu satelit saja ditempatkan pada posisi geostasioner, dapat selalu melayani keseluruhan wilayah cakupannya di seluruh NKRI atau bahkan lebih.
Saat ini, dari salah satu sudut pandang, rezim teknologi untuk berbagai keperluan, secara anatomis dapat dikategorikan dalam tiga rezim, yaitu:  Rezim teknologi konvensional,  Rezim teknologi keantariksaan dan siber,  Rezim teknologi nuklir.
Teknologi yang diperlukan. Dengan tantangan dimensi jarak dan medan terhadap konektifitas seperti di atas, maka perlu ada teknologi yang tepat untuk mengatasinya. Dalam PMD hal ini ditempuh melalui penyediaan infrastruktur yang disebut tol laut, berupa jaringan pelabuhan, kapal, pesawat, dan jalan raya atau kereta api, beserta jaringan komunikasinya yang menghubungkan pusat-pusat kegiatan ekonomi antar pulau di seantero wilayah NKRI maupun dengan jaringan ekonomi internasional.
Nah, kalau kita masih hanya menguasai dan memanfaatkan rezim yang pertama saja, maka efisiensi, efektifitas, keragaman aplikasi dan keamanannya akan tertinggal dengan negara lain yang sudah menggunakan rezim level ke dua dan terlebih lagi yang ketiga. Teknologi keantariksaan infrastruktur utamanya adalah gugus satelit, baik gugus satelit untuk komunikasi bergerak maupun tidak bergerak, gugus satelit untuk navigasi di darat, laut maupun udara, serta gugus satelit untuk penginderaan baik dengan sensor optik maupun radar. Teknologi siber meliputi berbagai aplikasi pemrograman komputer dengan infrastruktur komputer itu sendiri dan infrastruktur dari teknologi keantariksaan. Keantariksaan dan siber memiliki berbagai macam turunan aplikasi di berbagai bidang. Penguasaan siber saat ini menjadi sangat penting karena menyangkut pengamanan lalulintas komunikasi, pengolahan dan penyimpanan data untuk berbagai keperluan. Sebagai contoh, dengan ketiadaan komunikasi satelit maka kita harus menggunakan komunikasi kabel atau radio yang sangat terbatas jangkauan dan kualitas hantarnya. Pada era kebutuhan konektifitas sekarang menjadi sangat tidak memadai.
EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM
5 5
FOCUS
Dalam kehidupan sehari-hari kita saat ini memang tidak begitu terasa, karena kita sebenarnya sebagian telah menggunakan satelit, namun jasa satelit yang kita pakai adalah milik asing atau satelit buatan asing, yang dalam kontek penguasaan keantariksaan sama sekali masih sangat rendah ketersentuhannya. Kita menjadi sangat tergantung dengan kesediaan pihak asing untuk menyediakan layanan. Layanan yang demikian hanya akan tersedia sepanjang menguntungkan secara komersial bagi penyedia. Dalam keadaan krisis yang menyangkut survival bangsa, layanan tersebuat dapat distop sama sekali. Dengan demikian penguasaan teknologi keantariksaan dan siber, menjadi mutlak dilaksanakan agar infrastruktur PMD benarbenar handal. Perkembangan Lingkungan Strategis. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, kita berada pada lingkungan bangsa-bangsa lainnya, yang juga memiliki kepentingan untuk terus maju dan survive. Dengan sumber daya alam yang terbatas, bahkan sebagian tidak dapat diperbaharui, sementara kebutuhan bangsa-bangsa terus meningkat, maka persaingan dan perebutan menjadi tak terelakkan. Untuk survive kita harus melihat perkembangan lingkungan strategis dalam konteks pembangunan maupun survival bangsa, baik kesejarahan, kekinian maupun prediksi kedepan. Bila kita melihat negara-negara yang berolah gerak di kawasan kita, seperti China, Amerika Serikat, India, Jepang, Rusia, maupun lima negara yang tergabung dalam Five Power Defence Arrangement (FPDA), maka kesemuanya baik secara individu maupun terafiliasi, telah menguasai dan memanfaatkan ketiga rezim teknologi di atas. Situasi ini menjadikan kita dalam posisi yang kurang menguntungkan. Ketimpangan ini berdampak pada kemampuan berbagai sektor kepentingan, baik yang terkait
EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM
dengan ekonomi, politik maupun pertahanan. Oleh karena itu, perlu ada langkah- langkah mendasar untuk mengatasi ketimpangan anatomis tersebut. Modalitas yang tersedia. Untungnya, untuk mengatasi ketimpangan anatomis tersebut kita telah memiliki modalitas, berupa sumber daya alam dan manusia yang cerdas, keuangan negara dan keuangan masyarakat yang besar, peraturan perundang-undangan yang memfasilitasi, dan bahkan kelembagaan negara yang telah ditugasi sejak lebih dari lima puluh tahun yang lalu berdasarkan penilaian kebutuhan strategis saat itu hingga saat ini. Lho... lalu kurang apa lagi‌.? Mengapa relative tidak jalan dibanding dengan berbagai negara lain, termasuk India misalnya, yang membentuk lembaga keantariksaan berbarengan dengan kita lima puluh tahunan yang lalu? Mental block. Rupanya walaupun tidak kekurangan modalitas apapun, kemungkinan kita bertahun-tahun secara tidak sadar dihinggapi mental block. Selalu melihat teknologi keantariksaan sebagai sesuatu yang sulit untuk dikuasai. Dalam istilah Jawa “kemelipenâ€?, terlalu jauh di angan-angan, atau itu porsinya orang barat. Nah kenapa demikian, mungkin karena lamanya kita terjajah oleh barat, sehingga rasa kurang percaya diri seperti itu tanpa sadar tertanam begitu dalam. Begitu tertanamnya mental block sehingga strategi akuisisi teknologi menjadi lebih mengandalkan metoda alih teknologi ketimbang penelitian, pengembangan dan rekayasa sendiri. Padahal untuk teknologi yang sifatnya strategis, yang menentukan keunggulan komparatif, baik secara ekonomis maupun untuk kepentingan pertahanan, pada dasarnya tidak ada satu pihak asingpun yang akan memberikan.
6
6
FOCUS Dalam hal teknologi keantariksaan, ada treaty yang selama ini dianggap membatasi pengembangan technologi keantariksaan di Indonesia, yaitu Missile Technology Control Regime (MTCR) tahun 1987. Padahal treaty tersebut tidak mengikat secar legal, bahkan bagi pesertanya sekalipun, sedangkan Indonesia tidak menjadi peserta dalam treaty tersebut. Treaty ini menjadi tameng untuk secara halus menolak permintaan alih teknologi keantariksaan. Sebenarnya teknologi demikian tidak layak untuk mintaminta ke bangsa lain. Semestinya kita melakukan penelitian dan pengembangan sendiri, dan memang begitulah amanat peraturan perundang-undangan kita, sejak lebih dari lima puluh tahun yang lalu hingga saat ini.
berkiprah di sekitar kawasan kita, maka selain membangun berbagai infrastruktur dan fasilitas dalam tataran rezim teknologi konvensional, sekurang-kurangnya juga perlu dilengkapi dengan tataran rezim teknologi keantariksaan dan siber. Rambahan ke rezim tersebut akan meningkatkan efektifitas, efisiensi, keragaman aplikasi dan security keseluruhan system pendukung PMD.
Rekomendasi. Untuk menyiasati jarak dan medan dalam rangka PMD, agar tercipta kemampuan bersaing dengan negara-negara yang
Cibubur, Desember 2016
EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM
Mari kita lepaskan diri dari mental blok, karena itu hanya rasa, bukan fakta. Faktanya kita secara kolektif adalah bangsa yang memiliki kecerdasan yang tidak kalah dengan bangsa lain manapun di muka planet bumi ini. Modalitas kita untuk mengakuisisi teknologi keantariksaan yang sangat kita perlukan, sudah lengkap. §
7 7
FOCUS
DARI LANGIT MEMBURU PENJARAH LAUT Prof. Dr.-Ing. Fahmi Amhar Peneliti Utama Badan Informasi Geospasial
P
embangunan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia adalah sebuah visi besar. Visi ini harus dikawal baik dalam kerangka melindungi sumberdaya alam kita, maupun menjaga daya saing Indonesia baik di bidang keamanan transportasi laut beserta industri terkait dan pasar di dalam negeri. Setelah korupsi dan bencana alam, penjarahan di hutan dan laut adalah kontributor utama pengurang sumber daya alam dan hasil-hasil pembangunan kita. Kwik Kian Gie pernah menaksir kerugian nasional karena ulah pencuri ikan (nelayan kakap dari luar negeri yang menangkapi ikan kita tanpa ijin) mencapai angka 3 Milyar US-Dollar (Rp 39 Trilyun) pertahun, sedang karena ulah pendulang pasir laut yang mengeruk pasir di luar wilayah konsesinya, atau yang ijin konsesinya telah kedaluarsa juga mencapai 30 Trilyun pertahun. Bandingkan dengan pencabutan subsidi BBM atau anggaran riset yang minim. Karena itu ada keinginan yang kuat dari berbagai pihak, terutama Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk mengembangkan suatu sistem yang dapat memantau para pemburu ikan. Syukur-syukur dengan sistem itu, patroli TNI-AL dan polisi air dapat terbantu untuk melokalisir penangkap ikan ilegal, atau pendulang pasir laut di luar wilayah konsesinya. Ada beberapa teknologi yang ditawarkan.
EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM
Yang pertama adalah teknologi radar konvensional (dari pantai, kapal atau pesawat intai). Teknologi ini mampu mendeteksi keberadaan dan posisi objek yang cukup besar seperti kapal nelayan kakap atau pengeruk pasir, namun tidak dapat mengetahui identitas kapal. Yang kedua adalah dengan teknologi citra satelit, baik yang berupa citra pasif (Quickbird, Worldview), citra aktif (Radarsat) ataupun gabungan (fussion) dari kedua jenis data ini. Dengan citra berresolusi tinggi, bentuk, jenis dan identitas kapal bahkan bisa dibaca. Dengan identitas itu bisa ditelusuri pada suatu basis data, sejauh mana aspek legalitasnya. Namun teknologi kedua ini memiliki problem, bahwa ada jeda waktu yang cukup panjang dari penerimaan citra satelit, identifikasi, penelusuran basis data, hingga pemberitahuan kepada patroli laut yang ada di lapangan untuk menindak kapal yang terbukti illegal. Walhasil, bisa-bisa kapal tersebut sudah tak lagi berada di tempat seperti yang ditunjukkan oleh citra satelit. Lebih dari itu, untuk pemakaian terus menerus dalam jangka panjang dan mencakup areal seluas Indonesia, teknologi dengan citra satelit ini jelas bukan alternatif yang murah. Yang ketiga adalah dengan teknologi AIS (Automatic Identification System) yang mengandalkan sistem satelit navigasi global (GNSS).
8 8
FOCUS
GPS (Global Positioning System) adalah sistem penentuan posisi global dengan menggunakan sinyal radio yang dipancarkan dari minimal 4 satelit di luar angkasa yang dioperasikan oleh Kementerian Pertahanan Amerika Serikat dan boleh dipakai kalangan sipil di seluruh dunia. Dengan memasang suatu alat penerima GPS di suatu titik (misalnya di atas kapal), maka koordinat Lintang-Bujur titik itu (atau posisi kapal) dapat diketahui dengan akurasi 5-10 meter. Akurasi ini cukup untuk ukuran kapal di atas laut. Sistem yang sama juga dibangun oleh Rusia dengan nama Glonass, Uni Eropa dengan nama Galileo dan China dengan nama Beidou. Komponen user AIS adalah piranti elektronik yang dilengkapi tiga prosesor. Pertama adalah prosesor penerima GPS, kedua prosesor sandi untuk membuat dan mengunci (enkripsi) data kapal, dan ketiga adalah prosesor untuk mengirimkan data GPS bersama data kapal yang terenkripsi lewat
EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM
saluran telekomunikasi (radio, Inmarsat atau kedua-duanya). Data ini akan diterima oleh pelabuhan atau stasiun pemantau transpotasi laut terdekat yang mengoperasikan Vessel Traffic System (VTS), dan oleh patroli laut. Kapal-kapal dengan bobot di atas 30 ton wajib memasang alat seperti ini, sehingga di layar komputer AIS stasiun pemantau akan tergambar seluruh kapal pada posisi koordinat masing-masing dengan identitasnya dan data lainnya yang dipanggil dari database. Bila dari identitasnya itu ditemukan bahwa kapal tersebut beroperasi di luar daerah izinnya, atau izinnya sudah kedaluarsa, maka titik kapal dapat disimbolkan dengan warna kuning. Pada patroli laut, data di atas dapat dibandingkan dengan hasil visual atau pantauan radar. Bila di lapangan ditemukan kapal yang tidak tampak di komputer AIS, berarti kapal tersebut tidak dilengkapi dengan alat elektronik seperti di atas,
9
9
FOCUS
atau alatnya mati. Bila diwajibkan bahwa setiap kapal dengan bobot mati di atas tonase tertentu wajib dilengkapi AIS, maka mereka yang tidak dilengkapi berarti tidak berizin, atau ilegal dan dapat ditindak sesuai hukum yang berlaku. Namun siapa yang akan menindak? Panjang garis terluar batas laut teritorial kita lebih dari 20.000 Km. Bila ditambah Zone Ekonomi Eksklusif maka lebih panjang lagi. Bila diasumsikan sebuah kapal patroli sehari dapat menjangkau rata-rata 200 Km, maka teoretis diperlukan 100 Kapal patroli. Ini baru untuk perbatasan. Di dalam laut teritorial juga dibutuhkan lebih banyak lagi kapal patroli untuk memantau kapal yang secara legal boleh masuk, namun menyalahi izin peruntukannya, wilayah operasinya dan masa berlaku izin tersebut. Dari sumber yang dapat dipercaya diketahui bahwa kapal TNI-AL yang mampu beroperasi tiap hari tidak mencapai 100 kapal. Lainnya mendapat penugasan lain, latihan, atau sedang istirahat. Ini artinya teknologi informasi yang canggih tadi harus ditopang dengan ketersediaan pendukung fisik bila kita ingin kekayaan laut kita tidak dijarah. Namun bila telah tersedia, sistem ini juga dapat dipakai untuk menangkal transportasi kayu dari pembalak liar (illegal loging), penggali pasir laut liar, pembuang limbah liar, penyelundupan lewat laut dan pesisir, kapal selam misterius yang masuk tanpa ijin, juga untuk memberi pertolongan cepat bila ada kapal yang mengalami kecelakaan.
EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM
Pertolongan yang cepat seperti ini juga dapat menyelamatkan alam dari bencana lingkungan seperti tumpahan minyak (oil spills). Sistem yang digambarkan di atas sebagian sudah berjalan. AIS sudah diterapkan dari beberapa pelabuhan dan jalur transportasi utama. Namun masih lebih banyak jalur dan kapal tradisional yang belum memasang, apalagi yang bobotnya di bawah yang diwajibkan. Hanya saja, sebenarnya mereka pun membutuhkan untuk meningkatkan keselamatan pelayaran. Keluarganya juga kadang kebingungan ketika perahu sang pemimpin keluarga belum pulang berhari-hari. Sayangnya, hingga hari ini belum ada perangkat AIS-mobile buatan dalam negeri yang terjangkau. Bila komponen GPS sekarang sudah sangat murah (bahkan ada di hampir setiap smartphone android di bawah Rp 1 juta), maka komponen telekomunikasi (radio transceiver atau telefon satelit) masih cukup mahal (sekitar Rp 10 juta). Adapun pemantauan dengan radar dari angkasa, baik sistem pesawat maupun satelit untuk memantau kapal-kapal yang belum kooperatif memasang AIS, saat ini baru dilakukan sebatas di tingkat riset. Demikian juga dengan penindakan melalui kapal-kapal patroli TNI-AL atau Bakamla, masih bersifat sporadis. Untuk menjaga sumberdaya alam laut kita maupun kredibilitas Indonesia dalam menjaga poros maritim dunia, sebaiknya kita berani investasi di sini, karena pasti akan terbayar kembali dalam waktu yang tidak lama. §
10
10
FOCUS
40 TAHUN
SATELIT KOMUNIKASI INDONESIA (2) BERPERAN MENJAGA DAN MEMPERKOKOH
KESATUAN & PERSATUAN NUSANTARA
Bambang Tejasukmana Leader Space Policy & Regulation
Satelit Palapa Seri B
S
atelit Palapa seri B dibangun setelah Indonesia berhasil membangun sumber daya manusia yang mampu mengendalikan satelit dan mengoperasikan SKSD Palapa di seluruh wilayah Indonesia serta mendapatkan manfaat yang tidak ternilai dari keberadaan operasi satelit Palapa. Karena kebutuhan yang meningkat dan ketersediaan teknologi pada saat itu, Program satelit Palapa seri B mulai dibangun untuk melanjutkan operasi satelit Palapa seri A. Berdasarkan sumber informasi dari Gunther Space dan sebuah paper yang ditulis oleh Tonda Priyanto pada http://spacejournal.ohio.edu/issue8/his_tonda1_indo.html, Palapa B menggunakan model Bus yang paling terkenal yaitu Hughes HS-376 yang diperkuat dengan 24 transponder C-Band. Palapa B1 diluncurkan pada bulan Juni tahun 1983 dengan menggunakan Space Shutle. Palapa B1 ditempatkan pada slot orbit 108o BT.
EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM
11
1211
FOCUS
Setelah suksesnya peluncuran Palapa B1, Palapa-B2 diluncurkan pada bulan Februari 1984 dengan menggunakan Space Shutle. Palapa-B2 gagal diluncurkan karena roket pendorongnya gagal untuk berfungsi. Setelah mendapatkan asuransi dari kegagalan Palapa-B2, Perumtel membuat satelit seri Palapa-B ketiga. Pada bulan Maret 1987, satelit ini berhasil ditempatkan pada slot orbit 113o BT dengan menggunakan roket Delta. Satelit ketiga dari seri Palapa-B ini kemudian diberi nama satelit Palapa-B2P.
pada slot orbit 118o BT dengan menggunakan roket Delta. Sebagaimana disampaikan di atas Palapa seri B adalah konstalasi satelit komunikasi yang sangat unggul yang dibangun dengan dukungan anggaran yang sangat kuat dari pemerintah Orde Baru. Satelit Palapa seri B menggunakan Bus satelit yang terbukti bekerja sangat baik dan berumur panjang. 24 Transponder C-Band dari masing-masing satelit Palapa seri B memungkinkan Perumtel yang kemudian berubah menjadi PT. Telkom dapat memperluas pelayanan satelit komunikasi untuk negara-negara ASEAN dan Papua New Gunea. Dibandingkan dengan satelit Palapa-A, besar dan berat satelit Palapa-B dua kalinya dan menggunakan daya listrik empat kali satelit Palapa-A. Seri satelit Palapa-B beroperasi pada kanal CBand dengan frekwensi penerimaan 5.925 GHz sampai dengan 6.415 GHz dan transmisi dari 3.7 GHz sampai dengan 4.2 GHz.
Satelit Palapa Seri C Setelah sukses dengan pengembangan dan pengoperasian satelit Palapa seri B, pengembangan satelit Gambar : Area Cakupan PALAPA A, PALAPA B, TELKOM-1 dan Palapa seri C dilaksanakan TELKOM-2 (sumber: Tonda Priyanto) oleh sebuah perusahaan swasta yaituIndonesia PT. Satelit Palapa swasta yaitu PT. Satelit Palapa Sementara itu pada bulan November 1984, Indonesia (Satelindo). Palapa-B2 berhasil diambil kembali dengan (Satelindo). Dari berbagai sumber yang bisa Space Shutle dan setelah diperbaharui kembali (refurbished), Palapa-B2 dibeli kembali oleh Perumtel dan diberi nama Palapa-B2R. Pada bulan April 1990, Palapa-B2R berhasil ditempatkan pada slot orbit 108o BT dengan menggunakan roket Delta. Setelah berhasil dengan pembangunan dan pengoperasian tiga satelit Palapa Seri B, tahun 1992 Perumtel berhasil membangun Palapa-B4 dan berhasil menempatkannya
EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM
diperoleh, penulis mendapatkan informasi bahwa PT. Satelindo adalah perusahaan swasta yang diberi fasilitas oleh pemerintah untuk menjadi operator satelit Palapa seri C. Untuk lebih jelasnya penulis membuat ringkasan informasi tentang PT. Satelindo dan pembangunan Palapa C sebagai berikut: a. PT. Satelindo adalah sebuah perusahaan swasta yang didirikan pada tahun 1993 dengan dukungan dari PT. Telkom dan
12
12
FOCUS PT. Indosat. Pemegang saham PT. Satelindo adalah PT. Telkom, PT. Indosat dan PT. Bimagraha Telekomindo. b. Bisnis inti PT. Satelindo terdiri dari tiga bagian yaitu pelayanan i. komunikasi seluler GSM, ii. Pelayanan telekomunikasi internasional dan penyediaan fasilitasnya serta iii. pelayanan transmisi, telemetri, tracking dan kendali, peluncuran serta pemeliharaan dan perbaikan fasilitas transmisi satelit. c. Pada bulan April 1993, PT. Satelindo memberi kontrak kerja kepada Hughes Space and Communications Company untuk membangun satelit Palapa C. Konstruksi Satelit Palapa C dilaksanakan di fasilitas manufaktur Boeing Satellite System's di El Segundo, California. Pihak kontraktor membangun juga sebuah pusat kendali satelit baru di Jalan Daan Mogot, Jakarta. d. Pada tahun 1995 PT. Satelindo menyatakan lebih terbuka dengan menambah pemegang sahamnya menjadi PT. Indosat, PT. Telkom, Dete Mobile dan PT. Bimagraha Telekomindo e. Tahun 2001 PT. Indosat mengakuisisi PT. Satelindo, dengan akuisisi itu maka operator satelit Palapa C2 beralih dari PT. Satelindo ke PT. Indosat. PT. Indosat saat itu merupakan BUMN yang pemegang saham mayoritasnya adalah pemerintah. Akuisisi PT. Satelindo oleh Indosat mengubah kembali penguasaan Palapa C2 bersama slot orbitnya kepada perusahaan negara. Mengacu pada informasi Gunther Space, Dengan melihat waktu peluncuran yang hanya berbeda bulan, PT. Satelindo membuat sekaligus dua buah satelit yang diberi nama Palapa C-1 dan Palapa C-2. Pasangan satelit ini dibangun pada waktu yang sama. Palapa C-2 dijadikan cadangan untuk menjaga terjadinya masalah pada waktu peluncuran dan pengoperasian Palapa C-1. Palapa C, menggunakan bus satelit HS-601 yang telah terbukti sukses
EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM
dalam pengoperasian satelit sebelumnya. Palapa C dilengkapi dengan 30 transponder CBand dan 4 transponder Ku-Band. Palapa C-1 diluncurkan tanggal 31 Januari 1996 dan ditempatkan pada slot orbit 113o BT, sedangkan Palapa C-2 diluncurkan pada tanggal 15 Mei 1996 pada posisi 150.5o BT. Palapa C-1 mengalami anomali pada sistem pengisian baterai sehingga satelit hanya bisa digunakan pada saat panel sel surya kena sinar matahari. Pada saat terjadinya gerhana matahari yang terjadi dua kali dalam setahun, satelit tidak bisa beroperasi. Kerusakan Palapa C-1 tersebut berhasil ditanggung oleh asuransi, selanjutnya Hughes berhasil melokalisir dampak kerusakan satelit hanya pada saat terjadinya gerhana. Satelit dapat diusahakan untuk bekerja dengan kinerja 96 % dari kondisi normal. Satelit kemudian diberi nama HGS-3 kemudian menjadi Anatolia dan terakhir tahun 2002 menjadi Paksat-1. Satelit Palapa Seri D Satelit Palapa seri D dibangun dan dioperasikan oleh Indosat. Menurut Gunther Space, PT. Indosat memberi kontrak kepada Thales Alenia Space untuk membangun dan meluncurkan satelit Palapa D. Satelit Palapa D dioperasikan untuk mengganti satelit Palapa C1 yang beroperasi pada posisi 113o BT. Palapa D dilengkapi dengan 24 transponder C-Band standar dan 11 transponder C-Band ekstended serta 5 transponder KU-Band. Palapa D mampu meliput Indonesia, negara-negara ASEAN, negara Asia, Timur tengah dan Australia. Palapa D diluncurkan dengan roket Long March 3B pada tanggal 31 Agustus 2009. Peluncuran mengalami masalah ketika penempatan satelit di orbit rendah, lebih rendah dari target yang ditetapkan. Perlu diinformasikan bahwa pada peluncuran satelit geostasioner dilakukan dua tahap penempatan. Tahap pertama adalah penempatan satelit di orbit rendah setelah itu satelit akan didorong dengan menggunakan roket pendorong yang dipasang di badan satelit ke orbit geostasioner. Satelit Palapa D berhasil ditempatkan pada posisinya di orbit geostasioner namun kesalahan penempatan di
13
13
FOCUS
orbit rendah menyebabkan umur satelit menjadi lebih pendek. Satelit Seri Telkom Setelah PT. Indosat mengakuisisi PT. Satelindo dan meneruskan operasi satelit Palapa C2, PT. Telkom membangun dan mengoperasikan satelit penerus Palapa seri B dengan nama Telkom. Satelit Telkom-1 dibangun untuk menggantikan satelit Palapa B2R. Kontraktor yang ditunjuk untuk membangun satelit Telkom-1 adalah Lockheed Martin Commercial Space System. Lockheed Martin membangun Telkom-1 dengan basis konstruksi dari bus satelit yang sudah terkenal yaitu A2100A. Telkom1 dilengkapi dengan 24 transponder standar C-Band dan 12 transponder extended C-Band. Dengan kelengkapan tersebut, kapasitas Telkom-1 lebih besar dari pada Palapa B2R. Telkom-1 ditargetkan mampu bekerja lebih dari 15 tahun. Telkom-1 berhasil diluncurkan pada tanggal 4 Agustus 1999 dengan roket Ariane. Telkom-1 ditempatkan pada posisi 108o BT. Telkom-1 direncanakan akan digantikan operasinya oleh Telkom-4 pada tahun 2018 yang akan datang. Setelah sukses dengan pembangunan dan pengoperasian Telkom-1, PT. Telkom membangun satelit Telkom-2 dengan kontraktor Orbital Science. Satelit Telkom-2 dilengkapi dengan 24 transponder C-Band, target operasional selama 15 tahun dan ditempatkan pada posisi 118° BT menggantikan operasi Palapa B4. Satelit Telkom-2 berhasil diluncurkan pada tanggal 16 November 2005 dengan menggunakan roket Ariane. Telkom-2 bekerja dengan baik sampai saat ini. Sukses Telkom-1 dan Telkom-2 kemudian diteruskan dengan pembangunan dan pengoperasian Telkom-3. Berbeda dengan dua satelit terdahulu yang dibangun oleh perusahaan Amerika dan diluncurkan dengan menggunakan roket Ariane,
EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM
Telkom-3 dibangun oleh perusahaan Rusia ISS Reshetnev dan diluncurkan dengan menggunakan roket Proton buatan Rusia. Reshetnev memenangkan tender melawan tiga perusahaan besar pembuat satelit yaitu Orbital Sciences, Thales Alenia Space dan Space Systems/Loral. Telkom-3 dilengkapi 24 transponder C band (@36 Mhz), 8 transponder extended C band (@54Mhz) dan 10 transponder Ku-Band (4 transponder @36Mhz dan 6 transponder @ 54 Mhz). Telkom-3 berhasil dibangun namun gagal pada saat peluncuran. Roket Proton berhasil membawa Telkom-3 pada ketinggian yang ditargetkan, namun gagal melepaskan satelit keluar dari roketnya. Program pembangunan satelit Telkom-3 kemudian diganti dengan pembangunan satelit Telkom-3S dengan kontraktor Thales Alenia Space. Telkom-3S akan diluncurkan dengan menggunakan roket Ariane. Telkom-3S akan dibangun dengan spesifikasi sama dengan Telkom-3. Telkom-3S rencananya akan diluncurkan tahun 2017. Menurut informasi Gunther Space, PT. Telkom sudah menunjuk Space System/Loral untuk pembuatan satelit Telkom-4 yang akan menggantikan satelit Telkom-1 yang operasinya diestimasikan akan berakhir pada tahun 2020. Satelit Telkom-4 akan dilengkapi dengan 60 transponder C-Band (36 transpodner @ 36Mhz mencakup ASEAN dan 24 transponder @36Mhz mencakup Asia Selatan). Peluncuran Telkom-4 direncanakan pada tahun 2018. Mempelajari langkah PT. Telkom dalam pengembangan satelit komunikasi dan informasi seri Telkom, dapat dilihat bahwa PT. Telkom mampu mengoperasikan sistem satelitnya secara konsisten. PT. Telkom mengoperasikan empat satelit Palapa seri B yang operasinya diteruskan dengan pengoperasian empat satelit seri Telkom. PT. Telkom mampu membangun dan meluncurkan satelit pengganti sesuai dengan berakhirnya waktu operasional masing-masing satelit.
14
14
FOCUS Satelit Seri Cakrawarta Satelit Cakrawarta-1 atau disebut juga Indostar-1 diluncurkan pada tanggal 12 November 1997. Cakrawarta-1 ditempatkan pada slot orbit 107.7o BT. Cakrawarta-1 adalah satelit pertama yang menyelengarakan pelayanan siaran nasional yang dikenal sebagai “direct to home TV” (DTH-TV). Sebuah sistem pelayanan siaran televisi berbayar melalui satelit siaran langsung atau “Direct Broadcast Satellite”. Cakrawarta-1 adalah satelit komunikasi komersial pertama di dunia yang menggunakan frekwensi S-band. Siaran dengan spektrum frekwensi ini mempunyai keunggulan dalam siaran di daerah tropis yang banyak hujan seperti wilayah Indonesia. Pita frekwensi S-band lebih rendah daripada C-band bahkan jauh lebih rendah daripada Ku-band sehingga siaran pada frekwensi ini tahan dari gangguan atmosfer terutama tahan terhadap hujan. Cakrawarta-1 menyediakan transmisi kualitas tinggi untuk sistem penerima dengan antena kecil dan sederhana berdiameter 70 cm.
Protostar ke SES. Dalam website Gunther Space (http://space.skyrocket.de/) yang selama ini dijadikan acauan penulis, dapat dibaca proses pengoperasian satelit Protostar-2/Indostar-2 seperti berikut:
Satelit Cakrawarta-1 dikelola dan dioperasikan oleh PT. Media Citra Indostar (MCI). PT. MCI bekerja dibawah naungan PT. Media Nusantara Citra (MNC) Sky Vision yang menyelenggarakan siaran televisi berbayar Indovision. Satelit Cakrawarta-1 dirancang untuk bisa beroperasi selama 14 tahun namun kerusakan pada sistem sumber dayanya menyebabkan satelit Cakrawarta-1 diperkirakan hanya bisa bekerja secara optimal selama tujuh tahun. Untuk mempertahankan pelayanan Indovision maka PT. MCI mengembangkan satelit Indostar-2 atau Cakrawarta-2 bekerjasama dengan Protostar sebuah perusahaan Amerika di bidang satelit.
c. Setelah SES menguasai satelit SES-7, SES menginginkan agar transponder Ku-Band dapat diaktifkan. Transponder Ku-band Protostar-2 tidak dapat diaktifkan pada slot orbit 107.7 karena masalah interferensi dengan satelit milik negara lain. Salah satu cara untuk mengaktifkan transponder Ku-band itu adalah dengan menggeser SES-7 ke posisi 108.8o BT yang saat itu tercatat sebagai slot orbit milik SES. MCI berkeberatan dengan pergeseran itu karena akan menyebabkan perubahan bendera negara operasi satelit dari Indonesia ke negara lain. Perubahan bendera negara akan menyebabkan operasi satelit SES-7 di Indonesia harus membayar hak labuh sebagai satelit milik negara lain.
Setelah berhasil diluncurkan, Protostar2/Indostar-2 beralih kepemilikan dari
d. Jalan tengah diambil dengan menempatkan SES-7 di posisi 108.2. Sejak penempatan itu SES-7 dioperasikan pada orbit 108.2. §
EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM
a. Pada tahun 2007, Protostar memesan satelit kepada Boeing dengan melakukan modifikasi satelit Galaxy 8iR yang telah dibangun sebelumnya. Untuk memenuhi permintaan PT. MCI, Protostar meminta Boeing menambahkan sepuluh transponder S-band untuk kebutuhan PT. MCI. Dengan modifikasi tersebut Protostar2/Indostar-2 dilengkapi 22 transponder Kuband aktif ditambah 5 transponder KU-band cadangan serta 10 transponder S-band aktif ditambah tiga transponder S-band cadangan. Protostar-2/Indostar-2 diluncurkan dengan sukses tahun 2009. b. Pada akhir tahun 2009, Protostar/Indostar-2 dialihkan kepemilikannya oleh Protostar kepada SES. SES adalah sebuah operator satelit terbesar di dunia, yang berkantor di Luxemburg. Protostar-2 selanjutnya diberi nama SES-7.
15
15
Hal terpenting yang bisa kita lakukan adalah menginspirasi dan meningkatkan kemampuan pendidikan teknologi bagi generasi muda, untuk membawa kita kepada kemajuan antariksa.
Equator SPACE.com EQUATORSPACE.COM
equatorspace.com | technology satellites, rocketries, satellite bus, power systems, cameras, radar sensors, gyroscopes, antennas, engines, mux filters, attitude control, propellant
16
TECHNOLOGY
S
bulan dalam lintasan berbentuk ejak awal zaman, manusia melihat lingkaran atau oval yang disebut ke langit dan mencoba mencari orbit. jawaban atas berbagai benda angkasa yang siang dan malam SURYA Pada tahun 1957, manusia dengan bergantian mengisi langit. Matahari, WITOELAR teknologinya mampu tidak hanya bulan dan bintang sudah menjadi menjadi penonton, tapi mulai berkemampuan bagian peradaban dan mitologi manusia. meletakkan benda di angkasa. Kemampuan ini adalah hasil dari usaha dan dana sangat besar Nenek moyang kita sudah memiliki yang dikeluarkan untuk riset dan kemampuan melihat ke angkasa untuk pengembangan teknologi perang. Menjamah mengetahui musim tanam bahkan antariksa dimulai dari teknologi roket awal menggunakan bintang-bintang di langit yang dirancang oleh Jerman pada perang dunia untuk navigasi. kedua, dilanjutkan dengan adu teknologi senjata pada perang dingin antara Amerika Di abad ke-16, Galileo Galilei dengan melihat dan Uni Sovyet. pergerakan berbagai benda angkasa dapat mengetahui bahwa bumi berbentuk bulat mengelilingi matahari sambil dikelilingi
EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM
Uni Sovyet memenangkan perlombaan awal ketika pada 4 Oktober 1957 berhasil
17 17
TECHNOLOGY meluncurkan satelit buatan pertama “Sputnik” mengelilingi bumi. Secara definisi, satelit adalah benda angkasa yang mengelilingi benda angkasa lain yang lebih besar. Bulan meskipun memenuhi definisi, jarang disebut satelit bumi, karena umumnya yang dimaksud dengan satelit adalah benda angkasa buatan manusia yang mengelilingi bumi. Sejak Uni Sovyet meluncurkan satelit pertama, antariksa menjadi ajang gengsi teknologi antara kedua superpower sehingga teknologi satelit dan roket yang digunakan untuk melucurkannya menjadi semakin maju.
Saat ini ada 1.412 satelit operasional yang mengelilingi bumi dengan berbagai fungsi, dimiliki negara berbeda-beda di berbagai orbit yang berbeda, dengan kerumitan dan ukuran yang sangat beragam. Orbit, Lintasan Satelit Mengelilingi Bumi Setiap benda yang dilempar dari permukaan bumi akan kembali jatuh ke bumi. Semakin kencang lemparannya semakin jauh jatuhnya. Apabila sebuah benda “dilempar dengan roket” sangat kencang (lebih dari 10KM / detik) sehingga jatuh melampaui cakrawala, maka benda itu akan jatuh dan jatuh dan terus jatuh hingga mengelilingi bumi dalam lingkaran yang disebut orbit.
Hingga saat ini, berdasarkan catatan UNOOSA - United Nations Office for Outer Space Affairs, badan PBB yang berwenang mencatat seluruh hal terkait urusan antariksa, sejumlah 7.483 benda telah diluncurkan manusia ke luar angkasa, dengan peluncuran terbanyak terjadi pada tahun 2014, dimana 240 obyek diluncurkan ke luar angkasa.
Tingginya jarak benda tersebut mengelilingi bumi menentukan besarnya diameter orbit benda tersebut. Semakin tinggi benda tersebut mengelilingi bumi, semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk mengitari bumi.
Teknologi keantariksaan yang awalnya hanya ajang unjuk gigi kemampuan teknologi, terus berkembang pesat dan menghasilkan aplikasi yang riil. Penggabungan pesatnya kemajuan teknologi antariksa, elektronik dan komputer menghasilkan satelit-satelit yang menjadi tulang punggung sistem komunikasi, navigasi, pengindraan dan keamanan.
utama (ada beberapa orbit lain namun tidak begitu umum digunakan):
EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM
Berdasarkan ketinggian dari permukaan bumi, orbit satelit dibagi menjadi 3 kelompok
1. LEO – Low Earth Orbit adalah orbit satelit dengan ketinggan di bawah 2,000 KM. Meskipun secara definisi luar angkasa dimulai pada ketinggian 100 KM, orbit stabil baru didapatkan diatas ketinggian 160 KM.
18
18
TECHNOLOGY Benda yang mengorbit dengan ketinggian terlalu rendah akan sedikit demi sedikit bergesakan dengan sisa atmosfir dan kehilangan kecepatan, sehingga lambat laun jatuh ke bumi. Pada ketinggian ini, dibutuhkan waktu 1.5 hingga 2 jam untuk satu kali mengitari orbit, sehingga dalam satu hari, satelit di orbit LEO akan mengelilingi bumi 12 hingga 16 kali. Dengan ketinggian yang relatif rendah, LEO sangat cocok untuk digunakan satelit pengindraan, namun karena satelit yang selalu bergerak, untuk bisa mengawasi suatu daerah secara terus menerus dibutuhkan banyak satelit di orbit yang sama. Karakteristik terus bergerak ini menyulitkan penggunaan orbit LEO untuk satelit komunikasi karena dibutuhkan banyak satelit untuk mendapatkan cakupan terus-menerus seperti dilakukan Iridium dengan konstelasi 66 satelit. 2. MEO – Medium Earth Orbit adalah orbit satelit dengan ketinggian antara 2,000 KM dan 35,786 KM. Semakin tinggi orbit satelit, semakin lama juga waktu yang dibutuhkan untuk melakukan satu putaran orbit yang disebut periode orbit. Periode orbit dari satelit MEO adalah antara 2 jam hingga hampir 24 jam. Orbital ini utamanya digunakan untuk satelit navigasi seperti GPS (Amerika) dan GLONASS (Rusia). Untuk satelit penginderaan kurang ideal karena jarak yang cukup jauh. Posisi satelit yang bergerak dilihat dari bumi membuat orbital ini juga kurang ideal untuk satelit komunikasi.
EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM
3. GEO – Geostationary Earth Orbit dengan ketinggian 35,786 adalah orbit istimewa karena memiliki periode orbit tepat 1 hari. Dengan periode orbit sama dengan waktu yang dibutuhkan bumi untuk berputar di porosnya, jika dilihat dari Bumi, posisi satelit GEO tidak bergerak, sehingga ideal untuk satelit komunikasi, karena bisa menggunakan antena permanen, karena selalu berada di posisi langit yang sama hampir semua satelit GEO berada tepat di atas khatulistiwa. Dengan penggunaan oleh seluruh negara dan terus meningkatnya kebutuhan akan satelit, orbit GEO semakin lama semakin penuh. 4. Saat ini ada sekitar 420 satelit operasional di GEO, yang berarti jarak ratarata antar satelit kurang dari 1 derajat Bujur. Untuk menghindari konflik, hak penggunaan orbital GEO diatur oleh PBB melalui badan ITU – International Telecommunication Union yang berkantor di Genewa. Meskipun seluruh satelit GEO mengorbit di sekitar khatulistiwa, tidak berarti Indonesia yang ‘memiliki’ seperdelapan garis khatulistiwa bumi menguasai seluruh slot orbital di atasnya, karena wilayah negara tidak berlaku di luar angkasa. Justru Indonesia hanya memiliki sebagian kecil dari puluhan satelit GEO yang parkir permanen dan ribuan satelit yang melintas di atas Indonesia setiap harinya. Dengan mengetahui berbagai jenis orbital satelit dan kegunaannya, diharapkan peningkatan pengetahuan akan mendorong kepedulian terhadap industri satelit dan kita kelak akan lebih menguasai antariksa di atas langit Indonesia. §
19
19
Pengembangan
Bisnis Antariksa adalah
Sebuah Potensi Kekuatan Yang Akan Meningkatkan
Perekonomian dan
Kesejahteraan
Bangsa Indonesia
Equator SPACE.com EQUATORSPACE.COM
equatorspace.com | space business satellite industry, rocket industry, terminal industry, mapping service, mining, fisheries, security, video contents, satellite based city planning
20
SPACEBUSINESS
Heramarwan Patrakom VP Business Development
Istilah
“nenek moyangku seorang pelaut� mungkin sudah sering kita dengar. Istilah ini terkait dengan banyaknya pulau di negara kita, berdasar hasil survey tahun 2007 - 2010 yang dilakukan oleh Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi, kepulauan di negara kita berjumlah 13.446 pulau.
EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM
21 21
SPACEBUSINESS
Tidak mengherankan jika kapal laut menjadi urat nadi tranportasi antar pulau. Untuk menjaga keselamatan dan bantuan saat kapal laut mengalami kecelakaan, International Maritime Organization (IMO) membentuk dan mengembangkan Global Marine Distress and Safety System (GMDSS) dengan tanggung jawab untuk keselamatan kapal dan perlindungan preventif polusi laut. Aturan GMDSS berlaku untuk kapal penumpang dan kapal kargo yang memiliki berat lebih dari 300 gross ton yang berlayar di jalur Internasional. GMDSS ini menggunakan sistem komunikasi teresterial dan satelit. Penggunaan satelit untuk keperluan maritim dimulai sejak pengoperasian satelit Inmarsat C tahun 1991. Oleh karena pada awalnya pemakaian komunikasi satelit pada sektor maritim ini digunakan untuk pemenuhan syarat GMDSS, maka tidak diperlukan koneksi data Broadband.
BERBAGAI KONEKSI SATELIT UNTUK MARITIM. Layanan satelit yang banyak digunakan oleh komunitas maritim adalah layanan Mobile Satellite Services (MSS) dari satelit Inmarsat. Inmarsat C digunakan untuk yang berkaitan dengan fungsi distress function sesuai dengan GMDSS sehingga perangkat Inmarsat C di kapal laut dapat mengirimkan posisi dan ID kapal di laut saat terjadi
EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM
kecelakaan untuk kegiatan Search and Rescue (SAR). Karakteristik dari layanan Inmarsat C ini adalah untuk komunikasi data dan pesan antara kapal dengan pelabuhan dan antar kapal lainnya. Layanan satelit lain yang mulai banyak digunakan oleh komunitas maritim adalah layanan VSAT dari satelit Fixed Satellite Service (FSS). Layanan ini dipicu oleh kebutuhan akses untuk operasional kapal yang berkaitan dengan efisiensi operasional kapal. Sebagai contoh aplikasinya adalah untuk monitoring kargo, perencanaan rute kapal, untuk komunikasi kapal dengan pemilik kapal, dan berbagai aplikasi lainnya. Layanan untuk operasional kapal ini sangat tergantung pada jenis kapal dan aplikasi yang digunakan, sehingga kebutuhan Bandwidth juga berbeda-beda. Kebutuhan layanan satelit lainnya untuk kapal adalah untuk akses internet dan TV. Dapat dibayangkan betapa bosannya para penumpang dan awak kapal yang berlayar berhari-hari namun tidak dapat menonton acara TV kesayangan ataupun tidak bisa membaca email dan akses facebook karena tidak ada akses internet.
Salah satu kapal pesiar besar yang telah menggunakan layanan VSAT adalah kapal Oasis of the Ocean. Kapal pesiar ini beroperasi di Karibia dan mampu membawa 6000 penumpang. Satelit O3B digunakan untuk layanan VSAT di Oasis of the Ocean dengan bandwidth sebesar 600 Mbps.
22
25 22
SPACEBUSINESS
Perangkat VSAT di kapal berharga lebih mahal dibanding perangkat VSAT di daratan, sehingga harga layanan VSAT untuk kapal menjadi lebih mahal. Sebagai gambaran harga antenna gyro VSAT yang digunakan oleh kapal bernilai sekitar 700 juta rupiah, sedangkan antenna ground segment untuk VSAT di daratan berharga sekitar 70 juta rupiah untuk kapasitas bandwidth yang sama.
antena gyro VSAT
antena VSAT
Berdasarkan hasil kajian Comsys, dari gambar ini menunjukkan bahwa jumlah maritime VSAT in service naik dari 6001 di tahun 2008 menjadi 21,922 di tahun 2014. Diperkirakan terminal VSAT maritime akan melebihi 40,000 di tahun 2018.
EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM
23
23
SPACEBUSINESS
Sedangkan menurut kajian Euroconsult, di tahun 2013 pendapatan MSS operator L band dari sektor maritim adalah 67% dengan bagian FSS operator hanya 33%. Euroconsult memprediksi bahwa di tahun 2023 sebanyak 70% pendapatan sektor maritime akan menjadi pendapatan FSS operator dan 30% nya menjadi pendapatan MSS operator, sehingga terlihat bahwa pemakaian VSAT untuk maritim akan semakin banyak dengan menggunakan satelit FSS dan HTS. LAYANAN SATELIT VSAT DI KAPAL INDONESIA
Beberapa kapal penumpang Pelni telah menggunakan layanan VSAT untuk kebutuhan komunikasinya. Kapal Kelud rute Tanjung Priok – Batam - Belawan telah menggunakan layanan VSAT 256 kbps/ 256 kbps untuk komunikasi internal Pelni,
EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM
backhaul link 512 kbps/ 512 kbps untuk BTS Telkomsel dan 1024 kbps/1024 kbps untuk layanan WIFI COCONNET Patrakom. Layanan VSAT ini menggunakan satelit dengan frekuensi Ku Band dan menggunakan satu antenna gyro VSAT untuk 3 link tersebut. Dengan adanya BTS Telkomsel di kapal Kelud, penumpang dapat menggunakan layanan voice dan SMS untuk berkomunikasi dengan kerabat, dan untuk akses internet dengan menggunakan WIFI COCONNET Patrakom. Selain kapal Kelud dan kapal Pelni lainnya, beberapa kapal tanker Pertamina dan kapal milik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) juga tengah menjajaki penggunaan layanan VSAT di kapal. Kunci dari perkembangan layanan satelit adalah penurunan harga terminal VSAT di kapal dan pemakaian transponder Ku band yang lebih murah. Harapan kami dengan semakin banyaknya kebutuhan layanan satelit maritim, akan mendorong pabrikan untuk menciptakan antena gyro VSAT dengan harga yang lebih terjangkau. §
24
24
DEFENCE
DEPARTMENT
Perkembangan lingkungan strategis menuntut segera dikuasai dan diimplementasikannya teknologi keantariksaan dan berbagai penjalarannya dalam postur pertahanan negara
equatorspace.com | defence communication, navigation, surveillance, siber, weapon guide, EQUATORSPACE.COM remote sensing & control EQUATORSPACE.COM
25
28
DEFENCE
37
EQUATORSPACE.COM
KEANTARIKSAAN:
FAKTA, HARAPAN, & PETA JALAN Fakta
D
apat kita absen satu persatu, bagaimana situasi keantariksaan kita saat ini, khususnya terkait persatelitan, baik untuk komunikasi, navigasi maupun untuk citra. Kita mulai pertama dari komunikasi, “kemudahan� yang kita rasakan sehari-hari, khususnya di perkotaan dalam berkomunikasi secara mobil, dapat membuat kita lupa bahwa itu hanya komunikasi selular, yang jangkauannya dibatasi secara kebumian oleh tinggi rendahnya tower antena seluler, yang hanya beberapa puluh kilometer saja jangkauannya. Selama kita berada diperkotaan, atau daerah padat penduduk, maka kita tidak merasakan batasan jangkauan tower-tower antenna tersebut, karena para penyedia layanan dengan senang hati menyediakan tower-tower untuk kenyamanan kita selama di daerah tersebut. Namun begitu kita keluar beberapa kilometer saja dari daerah padat penduduk, kita akan merasakan adanya kesulitan dalam berkomunikasi. Terlebih lagi bila kita berada di hutan atau lautan, maka kalau kita ingin terus terhubung dengan nyaman terpaksa harus menggunakan saluran satelit asing seperti Inmarsat, yang karena tarifnya menjadikan kurang menarik.
EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM
26
38 26
DEFENCE
Atau, terpaksa menggunakan saluran radio HF yang sangat jauh tingkat kenyamanan, kualitas dan kapabilitasnya dibanding saluran seluler tadi. Padahal untuk penyelenggaraan pemerintahan khususnya pengamanan sumberdaya alam, search and rescue, perhubungan dan pertahanan negara, kita membutuhkan keterhubungan yang handal setiap saat di seluruh wilayah negeri, baik di darat, laut maupun udara, sampai ke pulau dan perairan terluar, bahkan ke wilayah-wilayah di luar yurisdiksi nasional yang memiliki nilai strategis baik secara ekonomi maupun pertahanan, seperti keseluruhan wilayah Laut Cina Selatan, Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Kedua, terkait navigasi, kenyamanan kita bernavigasi dengan GPS juga bisa melalaikan bahwa itu semua layanan asing, yang sewaktu-waktu bisa dikendalikan oleh pemilik layanan sesuai kepentingannya. Dalam keadaan normal hal ini tidak begitu terasakan, namun dalam hal-hal khusus, misalnya saat membutuhkan
presisi yang lebih tinggi atau pada situasi konflik, maka ketergantungan itu baru akan terasa akibatnya. Ketiga, terkait citra atau imagery, kegiatan pembangunan semakin banyak menggunakan citra satelit sebagai bahan untuk pengambilan berbagai keputusan penting. Sepengetahuan penulis lembaga yang cukup intens menggunakan citra satelit paling tidak adalah Badan Pertanahan Nasional (BPN), Badan Informasi Geospasial (BIG) dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Nah kalau citracitra tersebut juga masih bergantung pada pasokan asing, maka keleluasaan kita baik dari segi kualitas, kuantitas dan obyek citra atau periode untuk memperoleh citra akan selalu di bawah kendali pemasok asing tersebut. Terkait obyek dan kualitas citra, perlu diketahui bahwa itu bisa terkait misalnya dengan keberadaan sumber kekayaan yang sangat berharga. Harapan Idealnya kita sebagai negara besar, bisa menguasai semua teknologi keantariksaan tersebut, bila mengingat bahwa founding fathers kita sudah mengamanatkan hal itu sejak 1963, bersamaan dengan founding fathers India mengamanatkan hal yang sama (1962), hanya saja India memang lebih berhasil melaksanakan amanatnya.
http://gpstracklog.com/2013/11/garmin-smartphone-mounts.html, unduh 11/11/2016 09.08.58
EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM
27 3927
DEFENCE
berketinggian 36.000 kilometer, yaitu berupa satelit yang ditempatkan di geostationary orbit, yang akan memayungi komunikasi seluruh perairan dan pedalaman wilayah NKRI atau bahkan sampai ke wilayah-wilayah strategis di sekitarnya. Demikian pula untuk penginderaan dan Terlebih dengan mengingat posisi, konstelasi dan rupa bentuk geografi NKRI, maka keberadaan infrastruktur keantariksaan adalah suatu keharusan logis. Untuk komunikasi kita tidak mungkin mendirikan ribuan towertower selular berketinggian puluhan atau ratusan meter di laut atau di pedesaan yang sepi agar jangkauan komunikasi kebumian (terrestrial) dapat dinikmati oleh para pelaut, nelayan dan petani di seluruh perairan dan pedalaman kita. Solusinya, adalah cukup satu “tower�
Cuplikan konsideran pada UU/21/2013 ttg Keantariksaan.
EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM
navigasi, akan lebih efektif bila posisi ketinggian tersebut dimanfaatkan sehingga seluruh wilayah NKRI dapat dicitrakan dan seluruh warga dapat menjelajah dengan aman dan handal secara navigasi keseluruh penjuru negeri, baik di darat, di laut maupun di udara. Selain itu dengan infrastruktur keantariksaan tersebut juga memungkinkan dikembangkannnya berbagai aplikasi turunannya, seperti pemanfaatan pesawat terbang tanpa awak (UAV/ drone) jarak jauh untuk berbagai keperluan. Peta jalan Peta Jalan mestinya diawali dengan konsepsi visioner, dan mestinya lagi disusun sejak atau bersamaan dengan awal berdirinya LAPAN, tahun 1963, karena pada Perpres tentang lembaga itulah tersurat bahwa “kemajuan penerbangan dan angkasa luar sedunia dewasa ini (1963) sudah mulai menjadi
28
40 28
DEFENCE
faktor, yang dapat mempengaruhi baik kesejahteraan maupun keselamatan umat manusia, serta merupakan bidang kegiatan semakin banyak negara-negara�. Namun demikian kita tidak perlu menyesalinya, lebih baik kita bergegas, memanfaatkan semua potensi, memperhatikan perkembangan lingkungan strategis, melangkah kedepan dengan membuat konsepsi visioner, yang kemudian bisa menjadi dasar rencana pembangunan baik jangka panjang, sedang maupun pendek.
sehingga kalau rencana tersebut dieksekusi dapat berjalan dengan baik dan bermanfaat untuk kepentingan nasional. Dari sisi perkembangan lingkungan strategis, seperti apa yang terus berkembang di Laut Cina Selatan, semoga juga dipertimbangkan, karena perkembangan seperti itu menuntut capaian tertentu dibidang keantariksaan dan sekaligus juga pada batas waktu tertentu. Hemat penulis kebutuhan pencapaian dan batas waktu tersebut bahkan sampai pada taraf yang terkait dengan masalah survivability bangsa. Peta jalan atau rencana induk kemudian akan menjadi acuan dalam perencanaan pembangunan, mulai dari jangka panjang, menengah dan pendek. Untuk sampai kepada program yang dapat dieksekusi maka harus pula disiapkan dokumendokumen pendukung termasuk kajian feasibilitasnya sehingga program tersebut memenuhi syarat kelayakan (readiness criteria) untuk dapat dianggarkan dalam APBN.
UU/21/2013 ttg Keantariksaan
Konsepsi tersebut dalam Undangundang tentang Keantariksaan disebut Rencana Induk dengan jangka waktu 25 tahun. Kabarnya rencana induk tersebut dalam proses finalisasi di pemerintah, semoga saja isinya dilatarbelakangi pandangan visioner dan memuat langkah-langkah yang feasible sebagai sebuah peta jalan,
EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM
Potensi mental block dan solusinya. Mungkin karena terlalu lama bangsa Indonesia dijajah, maka kadang ada pendapat bahwa teknologi keantariksaan terlalu tinggi untuk dicapai, “kemelipen� istilah di Jawa. Hal ini merupakan mental block yang harus dikikis. Apa yang terjadi di India dapat dijadikan contoh, sama-sama pernah menjadi koloni barat selama ratusan tahun, dan sama-sama mencanangkan urgensinya
29 29 41
DEFENCE penguasaan dan pemanfaatan teknologi keantariksaan pada tahun 1960-an, namun India sejak itu terus berproses sehingga saat ini mampu mencapai tingkatan yang sangat signifikan. Nah modalitas kita saat ini pastilah jauh lebih baik dari modalitas India pada tahun 1960 an, sehingga untuk mencapai tingkatan seperti India saat ini, kita tidak memerlukan kurun waktu yang sama. Satu hal lagi yang berpotensi atau bahkan selama ini telah menghambat adalah Missile Technology Control Regime (MTCR).
saja mengembangkan roket yang masuk kategori “dilarangâ€? oleh MTCR. Nah sekarang apalagi Indonesia yang sama sekali tidak menjadi peserta regime tersebut, mengapa harus merasa terhalang untuk mengembangkan teknologi keantariksaan? Memang kalau hanya mengandalkan alih teknologi, maka negara-negara sumber akan beralasan adanya MTCR, namun strategi akuisisi teknologi bukan hanya alih teknologi, tetapi juga pengembangan sendiri. Kalau kita merasa sudah terlalu jauh ketinggalan sehingga menjadi terlalu berat‌., itu mental blocking. Rekomendasi. Dengan mengingat kembali tekad pemerintah pada saat pendirian LAPAN tahun 1963 dan amanat Undangundang nomor 21 Tahun 2013 tentang
Ini sebenarnya tidak substansial, hanya masalah penyikapan kita saja, karena MTCR sendiri tidak bermaksud membatasi negara manapun dalam mengembangkan kemampuan keantariksaannya, sepanjang tidak untuk membangun senjata pemusnah masal. Bahkan bagi negara-negara yang menjadi penandatangan MTCR juga tidak ada kewajiban hukum untuk untuk mematuhinya. Sebagai contoh; Korea Selatan adalah salah satu penandatangan MTCR, namun tetap
EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM
Keantariksaan, serta mempertimbangkan kecenderungan strategis terutama di Laut Cina Selatan, maka penulis sangat merekomendasikan kepada pemerintah adanya peta jalan penguasaan dan pemanfaatan teknologi keantariksaan yang ada kejelasan capaian tertentu pada waktu tertentu, sehingga bisa mengatasi dengan baik perkembangan strategis yang ada, dari berbagai sisi kepentingan nasional, termasuk kepentingan pengelolaan sumberdaya alam dan pertahanan negara. § Cibubur, November 2016
30
42 30
Perkembangan dan
Penguasaan
Teknologi Satelit Menuntut Rancang-Bangun Aplikasi dalam
berbagai sektor untuk mendukung percepatan
Pembangunan Nasional
Equator SPACE.com equatorspace.com | applications VSAT Networks, satellite backhaul links, IP Over satellites,broadcasting (DTH), EQUATORSPACE.COM distance learning, multiple access, image processing
31
APPLICATIONS
Ir. Eddy Setiawan, MSTAS Indonesia-ITU Concern Forum (IICF)
Abstrak
S
ebagaimana yang diusung dalam NAWACITA bahwasanya Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan terbesar di dunia mencanangkan untuk menjadi Poros Maritim Dunia dengan antara lain memperkuat dan meningkatkan kemampuan sektor kelautan di segala bidang. Salah satu bidang yang sangat penting adalah keamanan pelayaran dimana hal ini harus menjadi perhatian negara selaras dengan semangat global bahwa pelayaran barang dan manusia tidak sepatutnya bisa dimanfaatkan oleh gerakan teroris untuk mengancam nilainilai kemanusiaan. Long Range Identification and Tracking (LRIT) merupakan jawaban solusi atas isu tersebut, dan dalam pelaksanaannya di Indonesia masih belum bisa optimal, padahal dengan menerapkan LRIT secara penuh akan berpotensi meningkatkan perekonomian atas industri pelayaran nasional dan ekonomi nasional. Tulisan ini akan mengulas alasan-alasan penerapan LRIT, mengenai LRIT, implementasi LRIT di Indonesia dan potensi bidang persatelitan nasional yang dapat mendukung LRIT.
EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM
I. Latar Belakang Peradaban masyarakat modern ditandai dengan adanya kebebasan dalam perdagangan dan perjalanan manusia atau barang dari satu negara ke negara lain yang mana hal ini mengakibatkan meningkatnya penyelenggaraan layanan perjalanan khususnya perjalanan melalui laut. Menurut arxiv.org [1] sekitar 90% transportasi dunia menggunakan transportasi laut yang melibatkan sekitar 16.000-an kapal dagang yang dioperasikan oleh berbagai perusahaan jasa pelayaran global dan sesuai data IMSO (International Mobile Satellite Organization) terdapat 3 jutaan orang/tahun di laut baik itu awak kapal maupun penumpang. Berbeda dengan pengelolaan transportasi udara, transportasi laut sampai dengan tahun 2000-an tidak memiliki data yang komprehensif atas: lokasi keberangkatan-tujuan kapal, pemantauan selama perjalanan, menifesto atas nama perusahaan pelayaran, daftar penumpang, daftar awak, jenis ragam muatan dan lain-lain. Tragedi serangan ke gedung WTC di AS (2 pesawat udara menabrakaan diri ke 2 gedung WTC) pada 11-September-2000 adalah awal kesadaran masyarakat Dunia atas potensi
32
32
APPLICATIONS bahaya tindak kejahatan serupa khususnya terorisme pada transportasi laut yang lebih besar dibanding pesawat udara mengingat dimensi/kapasitas kapal laut yang lebih besar serta adanya kesulitan memantau pergerakan kapal laut. Beberapa kemungkinan serangan teroris dari arah laut adalah memblokade pelabuhan atau terusan, merusak lingkungan dengan limbah beracun, penyelundupan senjata dan meledakkan senjata pemusnah massal. II. Long Range Identification and Tracking IMO (International Maritime Organization) khususnya MSC (Maritime Safety Committee) memberikan perhatian atas potensi terorisme dari laut yang memang berkaitan dengan isu keselamatan pelayaran sesuai Safety Of Life At Sea (SOLAS) terutama hasil konvensi SOLAS 1974 bab ke-5 yang dikenal dengan Chapter-V (SOLAS-V) yang dijadikan pegangan/referensi untuk semua jenis kapal yang berlayar pada laut internasional, selanjutnya MSC mengeluarkan keputusan tentang LRIT. LRIT merupakan feature yang diwajibkan
dipasang pada kapal-kapal berukuran 300 gross ton keatas melengkapi feature GMDSS (Global Maritime Distress Signal System) yang sudah lebih dulu ada. Implementasi LRIT diatur oleh MSC.1/Circ.2157, tanggal 5 Juni 2008 tentang Guidence on The Survey and Certification of Compliance of Ships with The Requirement to Transmit LRIT Information. Pada prinsipnya sistem LRIT terutama perangkat LRIT akan memberikan data atas identitas, posisi dan timestamp kapal penumpang, kapal kargo maupun kapal pengeboran lepas pantai dimana perangkat LRIT merupakan piranti keras terpadu yang terdiri dari komponen penerima GPS (Global Positioning System) dan komponen kirim-terima sinyal satelit Inmarsat ataupun Iridium. Secara hukum, LRIT telah masuk dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 26 Thn. 2011 tentang Telekomunikasi-Pelayaran pada Pasal 1, 3 dan 7. Dijelaskan dalam Peraturan Menteri tersebut bahwasannya LRIT adalah: mendeteksi kapal secara dini, memonitor pergerakan kapal, sehingga apabila terjadi sesuatu musibah dapat diambil tindakan atau diantisipasi; dan membantu dalam operasi SAR.
Gambar-1. Arsitektur Sistem LRIT
EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM
33 33
APPLICATIONS Pada pasal 34 ayat (1) dinyatakan: Sistem jaringan keamanan dan keselamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) huruf a berupa komunikasi dari stasiun radio pantai, stasiun bumi pantai ditujukan ke stasiun radio kapal dan/atau sebaliknya menggunakan sarana radio Global Maritime Distress and Safety System (GMDSS), Ship Reporting System (SRS), Long Range Identification and Tracking of Ships (LRIT), dan satelit tentang berita marabahaya, keselamatan, keamanan, pemanduan, berita meteorologi, kondisi alur-pelayaran dan perlintasan, serta Sarana Bantu NavigasiPelayaran. Pada pasal 56 diterangkan (1) Penerimaan dan penyampaian data dan informasi kapal dari dan ke International Data Exchange (IDE) dilakukan oleh National Data Centre LRIT Indonesia. III. Prinsip Kerja LRIT Sistem LRIT terdiri dari beberapa sub-sistem, yakni: a. Peralatan (terminal) yang dipasang di kapal untuk mentransmisikan informasi LRIT. b. Communication Service Provider (CSP) c. Apllication Service Provider (ASP) d. LRIT Data Center (DC) e. LRIT Data Distribution Plan (DDP), dan f. International LRIT Data Exchange (IDE)
yang diperlukan secara segera kepada IMO. 3. Beberapa dari CG membentuk Regional Data Center (RDC), dimana dari RDC data maupun informasi yang terbarukan dikirimkan kepihak IMO. 4. Sebuah International Data Center (IDC) dibangun oleh CG yang tidak termasuk dalam RDC yang ada dan IDC tersebut harus mendapat izin dari MSC. Selanjutnya IDC befungsi mengumpulkan data ataupun informasi dari kapal sesuai aturan yang dibuat oleh administrator. 5. International Data Exchange (IDE) dibangun atas kerjasama antar DC di seluruh dunia dan dikoordinasikan oleh MSC dimana IDE berfungsi a.l.: melakukan routing informasi antar DC dengan menggunakan informasi yang diberikan oleh DDP, melakukan fungsi store and forward serta menjamin validitas informasi yang diterima oleh DC yang bersangkutan, melakukan fungsi pengarsipan jurnal. Gambar di bawah ini menjelaskan tentang hubungan komunikasi dari kapal yang mengirimkan data LRIT sampai dengan data tersebut dapat diakses oleh pihak pengguna dari sistem LRIT tersebut.
Arsitektur dan penjelasan sistem LRIT sebagaimana dituangkan dalam dokumen Annex-9 Resolution MSC.264(84). 1. LRIT melakukan identifikasi dan penulusuran terhadap kapal secara global, didukung dengan subsistem-subsistem di atas. 2. Pemerintah atau Contracting Government (CG) akan menyiapkan Data Center (DC) selanjutnya harus dapat memberikan informasi yang telah terbaharui (up date)
EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM
Gambar-2. Interkoneksi LRIT
34
34
APPLICATIONS
Terminal LRIT adalah sama dengan peralatan GMDSS, namun baru bisa dinyatakan sebagai bagian sistem LRIT apabila terminal GMDSS tersebut telah memenuhi persyaratan maupun prosedur sesuai yang ditetapkan untuk sistem LRIT, melalui mekanisme persetujuan dari ASP. Tipe saluran komunikasi yang dibangun antara kapal dengan sistem LRIT sebagaimana ditunjukan gambar dibawah ini.
- DTE akan mengirimkan data-data : identitas kapal, posisi (dari peralatan GPS) dan datestamp (waktu). - DCE bekerja pada pita frekuensi sesuai dengan satelit Inmarsat (L-band) /Iridium (2GHz). - Terminal LRIT yang terpasang disebut MES (Mobile Earth Station), sedangkan gateway satelit disebut LES (Land Earth Station) adalah sistem store-forward yang akan menyimpan data dari MES, kemudian data dikumpulkan
Gambar-3. Tipe saluran komunikasi antar subsistem LRIT Terminal LRIT dipasang pada kapal barang maupun penumpang serta kapal pengeboran terdiri : DTE (Data Terminal Equipment) dan DCE (Data Communication Equipment).
Gambar-4. Perangkat LRIT di Kapal
EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM
(assembled) dalam sebuah informasi/message yang utuh dan dikirimkan ke ASP. - LES dihubungkan melalui jaringan terrestrial baik Internet ataupun VPN (Virtual Private Network) ke ASP dan ASP merupakan pintu pertama untuk masuk kedalam sistem LRIT secara keseluruhan. IV. Penerapan LRIT di Indonesia LRIT di Indonesia sebagaimana yang telah diatur, menetapkan PT. SOG [2] sebagai ASP Indonesia sesuai penetapan dari Ditjen Perhubungan Laut. Dalam pelaksanaannya setiap Otoritas Pelabuhan/Kantor Syahbandar sudah memahami
35
35
APPLICATIONS
bahwa setiap kapal (300 gros ton keatas) harus memasang LRIT dimana hal ini telah dipatuhi oleh kapal-kapal berbendera asing dan sebagian kapal-kapal berbendera Indonesia yang akan berlayar ke luar negeri. Namun demikian masih cukup banyak pemilik kapal nasional yang masih enggan memasang LRIT dikarenakan adanya tambahan biaya (CAPEX dan OPEX) serta regulasi yang belum tersosialisasi secara baik dan luas. Sementara itu sesuai dengan informasi yang dilansir oleh INSA (Indonesia National Ship Owners Association) di tahun 2011 bahwasanya armada nasional mampu meraih 22,48 juta ton atau 5,45% dari total potensi muatan internasional, sementara kapal asing menguasai 390,25 juta ton atau 94,55%. Adapun untuk potensi muatan domestik, armada nasional meraih 89,9 juta ton atau 59,99%, sedangkan armada asing menggasak 59 juta ton atau 40,01%. Berdasarkan gambaran INSA tersebut, Indonesia masih mempunyai peluang potensi ekonomi kelautan yang besar sekitar 42 % yang dapat dipenuhi oleh armada laut nasional. V. Kesimpulan dan Saran Bagi Indonesia yang juga anggota tetap IMO, kewajiban penerapan LRIT pada kapal-kapal asing yang masuk ke wilayah Indonesia memberikan manfaat berupa meningkatnya keamanan transportasi laut yang juga membantu mencegah adanya tindak kejahatan pada atau yang menggunakan transportasi laut.
EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM
Kewajiban penerapan LRIT pada kapal-kapal nasional memberikan manfaat berupa kemudahan dan kepercayaan atas kapal-kapal nasional tersebut untuk berlayar di laut internasional dan diterima di pelabuhanpelabuhan tujuan pada negara-negara lain yang akan meningkatkan nilai perekonomian aramada kapal-kapal Indonesia. Di sisi lain, bahwasanya LRIT memanfaatkan jaringan satelit Inmarsat dan Iridium, hal ini juga terbuka potensi untuk penelitian dan pengembangan teknologi dan layanan satelit sejenis nasional, mengingat Indonesia masih memiliki filling satelit Garuda-1 dan -2 di slot orbit 80BT dan 123BT pada pita frekuensi L (Lband) yang saat ini dikelola oleh Kementrian Pertahanan RI. VI. Referensi 1. http://arxiv.org/abs/1001.2172 2. www.pt-sog.com VII. Bio Data Penulis Penulis berpengalaman di industri telekomunikasi lebih dari 20 tahun a.l. di TELKOM, PSN dan Thuraya, dalam bidang regulasi satelit FSS dan MSS serta sistem kabel laut dan sistem wireless 5G. Penulis adalah Konsultan Proyek Palapa Ring. Lulusan S1 Elektro dari Institut Sains dan Teknologi Nasional (ISTN) dan S2 Satcom Engineering dari Ecole National Superieur de l’Aeronautique et de l’Espace (ENSAE)/ISEA Supaero Perancis. §
36
36
Listyanto
Kisah macet di jalan.
A
khir September 2016 saya bermobil dengan sopir menuju Jakarta Selatan dan kena macet di Tanah Abang. Untuk mengejar waktu saya order salah satu ojek online dari dalam mobil yang berjalan merayap. Dalam waktu sekitar 1 atau 2 menit langsung terhubung dan bisa berkomunikasi. Pada saat itu juga saya tahu berapa tarifnya, di mana posisi pengemudi ojek dan berapa lama perkiraan dia akan sampai di tempat saya. Demikian pula dia juga tahu posisi saya, dan saya hanya perlu menyampaikan
lebih presisi untuk memudahkannya bahwa saya ada di mobil warna hitam yang sedang bergerak lambat dan posisi ada di dekat bangunan tertentu. Benar, dalam beberapa menit dia tiba, kemudian saya diberi helm berkaca menutup semua wajah, sehingga saat perjalanan yang meliuk-liuk di antara mobil-mobil yang sedang merayap terasa nyaman karena wajah tidak terkena terpaan angin. Pengemudi menggunakan GPS pada HP-nya yg terpasang kokoh pada stand di dashboard motornya. Dia pakai mode navigasi tertentu (mungkin motor atau sepeda), sehingga oleh GPS dipandu melalui jalan-jalan pendekat yang walaupun tidak cukup untuk mobil namun cukup untuk sepeda motor. Di antara obrolan saya dengan pengemudi adalah tentang berapa lama kira-kira sampai tujuan, dia bilang “kita sekitar 20 menit pak, tapi mobil bapak bisa satu atau dua jam, lagi macet banget�.
http://bisnisojek.com/wp-content/uploads/2015/05/gojek-blujek-grabbikesmall.jpg, unduh 13/11/2016 21.08.20
EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM
37
37
APPLICATIONS Yah akhirnya saya sampai di tujuan dengan cukup cepat, dan biaya kurang dari tiga puluh ribu rupiah, saking puasnya saya kasih lima puluh ribuan dan saya tidak mau dikasih kembaliannya, dia pun sangat berterima kasih….. sama-sama puas…. … Lho kok bisa ya….. saya bayangkan kalau harus pakai ojek pangkalan, maka saya harus cari-cari pangkalan mereka terlebih dahulu, biasanya di persimpangan jalan, kemudian harus tanya bisa atau tidak mengantar ke alamat yang saya tuju, atau tahu tidak dia alamat itu, kemudian mungkin harus tawar-menawar harga dulu, ada kemungkinan tidak mau karena jaraknya cukup jauh, kalaupun mau kirakira ongkosnya juga lebih dari ongkos yang online tadi. Wah bakalan repot deh…..
Nah, mengapa dalam berbagai hal bisa berbeda tajam antara ojek pangkalan dengan ojek online adalah karena disamping adanya manajemen modern pada ojek online, juga karena rezim teknologinya berbeda. Pada ojek pangkalan masih konvensional, sedangkan pada ojek online sudah menggunakan IT dengan infrastruktur utamanya adalah teknologi keantariksaan, bukan sekedar masalah otomatisasi sistem reservasi. Jadi walaupun motornya sama, orangnya sama, namun dengan sentuhan manajemen modern, dan IT yang diinfrastrukturi oleh teknologi keantariksaan, dalam hal ini gugus satelit pencitraan untuk membuat peta dan gugus satelit navigasi (GPS) untuk memandu dan memantau perjalanan, maka output dan outcome menjadi sangat jauh berbeda.
Kalau saya buat perbandingan apple to apple-nya kira-kira demikian:
Melanggar aturan? Penuturan pengalaman ini memang terlepas dari adanya peraturan perundang-undangan
No
Aspek
Ojek Pangkalan
Ojek Online
1
Pangkalan
Perlu ada
Tidak perlu
2
Waktu tunggu pengemudi
Lama
Pendek
3
Tarif
Lebih tinggi
Lebih murah
4
Hasil bagi pengemudi
Lebih rendah
Lebih tinggi
5
Asuransi
Tidak ada
Ada
6
Higienitas
Kurang diperhatikan
Lebih diperhatikan
7
Kesiapan layanan
Tidak setiap saat
Setiap saat
8
Identitas penumpang
Tidak tercatat
Tercatat
9
Identitas pengemudi
Tidak tercatat
Tercatat
10
Perjalanan
Tidak terpantau
Terpantau
11
Jangkauan layanan
Dekat saja
Bisa lebih jauh
12
Variasi layanan
Terbatas
Bisa luas
EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM
38 38
APPLICATIONS yang kabarnya tidak memperbolehkan kendaraan roda dua untuk angkutan umum berbayar yang kemudian menyasar ojek online. Namun di sisi lain ojek pangkalan yang tentu saja untuk angkutan umum dan berbayar, telah beroperasi bertahun-tahun dan tidak terdengar ada yang mempermasalahkan secara hukum. Menurut hemat penulis, ini adalah salah satu fenomena kejar-kejaran antara peraturan dan realita di lapangan, terkadang peraturan lebih maju dari situasi yang diaturnya di lapangan, artinya aturan ini bervisi kedepan, namun terkadang agak terlambat karena inovasi di lapangan lebih cepat. Tampaknya dalam hal ini yang terjadi adalah yang kedua. Keterlambatan ini tidak perlu menjadikan malu atau merasa kalah bagi siapapun, justru perlu diberikan apresiasi kepada si innovator, kemudian diajak memikirkan untuk bagaimana peraturan disesuaiakan agar sistem secara keseluruhan menjadi lebih produktif, efektif, efisien dan nyaman serta berkeadilan. Dalam hal ini, termasuk bagaimana mengangkat masyarakat yang saat ini masih menjadi pengemudi ojek pangkalan, disamping terus meningkatkan sistem online yang masih baru berkembang. Untuk kemajuan inovasi terus perlu didorong dan kemanfatan positifnya dipayungi dengan hukum, jangan malah dibiarkan terpasung. Lalu bagaimana selama peraturan belum disesuaikan sementara di lapangan masyarakat sudah menikmatinya? Menurut hemat penulis, pertama harus kembali diyakinkan oleh pemerintah untung ruginya sistem online bagi masyarakat banyak dari berbagai aspek, kecuali
aspek bahwa saat ini tidak sesuai dengan peraturan. Bila diyakini banyak menguntungkannya, serta ada rumusan langkah feasible untuk mitigasi potensi dampak negatifnya, maka pemerintah tidak perlu ragu untuk segera menggunakan diskresi, sesuai Undang-undang tentang Adiministrasi Pemerintahan, dengan membuat pengaturan sementara, sambil merumuskan peraturan baru yang selengkapnya. Anatomi dimensi teknologi. Untuk melihat dalam konteks teknologi namun pada aplikasi yang lebih luas, maka terkait penguasaan dan pemanfaatan teknologi dapat dibuat anatomi sebagai berikut: 1. Konvensional. 2. Keantariksaan & siber. 3. Nuklir. Permasalahan utama adalah bahwa penguasaan dan pemanfaatan teknologi kita dibanding negara-negara yg ber-manuver di kawasan strategis kita, maka kita mengalami kekurangan secara anatomis. Kita masih di yang nomor 1 saja (konvensional), sementara mereka secara mandiri, seperti China, AS, Rusia, India, Perancis dan Inggris, atau terafiliasi seperti negara-negara anggota NATO dan FPDA, sudah menguasai dan memanfaatkan ketiga-tiganya. Rekomendasi. Usulan saya kepada pemerintah, mengingat perkembangan lingkungan strategis, baik dalam kontek ekonomi maupun pertahanan negara, kita sebelum 2030 harus sudah menguasai dan memanfaatkan sepenuhnya, paling kurang teknologi keantariksaan dan siber, agar pemanfaatan aset-aset konvensional kita menjadi lebih efektif, efisien dan aman. Tentu saja aplikasinya bukan hanya sebatas ojek online, namun meluas ke berbagai bidang, terutama terkait pengelolaan pertahanan negara, sumber kekayaan alam, perekonomian dan pendidikan nasional, agar efektifitas, efisiensi, keamanan, kenyamanan dan potensi pengembangannya bukan lagi seperti ojek pangkalan tetapi seperti ojek online. Cibubur, November 2016
EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM
39 39
Antariksa adalah wilayah kepentingan yang hanya bisa dikuasai dengan mengoperasikan sebanyak mungkin satelit dan wahana antariksa lain yang berbendera Indonesia
Eddy Setiawan Specialist
EQUATORSPACE.COM equatorspace.com | space policy & regulation geostationary orbits, spectrum planning, WRC, UB-COPUOS, ITU, ORM
40
Equator SPACE.com
SPACEPOLICY&REGULATION
NEGARA PENGUASA
ANTARIKSA DAN HUBUNGANNYA DENGAN
POROS MARITIM INDONESIA
MARDIANIS Specialist Space Policy & Regulation
S aat ini, kurang lebih 200 negara di dunia dan 192
negara di antaranya telah menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa. Dari jumlah tersebut dilihat dari sisi kegiatan keantariksaan terdapat sekitar 70 negara yang telah mengoperasikan stasiun bumi untuk memanfaatkan layanan keantariksaan, 50 negara yang mengoperasikan satelit untuk berbagai jenis layanan, 11 negara yang memiliki teknologi peluncur dan hanya 8 negara yang mampu sukses meluncurkan satelit sendiri. EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM
41
41
SPACEPOLICY&REGULATION
Selain itu terdapat 16 negara yang ikut dalam kerja sama pengoperasian stasiun antariksa internasional (International Space Station). Sesuai dengan judul tulisan ini, penguasa antariksa dimaknai dari 3 kriteria yaitu (i) negara yang mampu meluncurkan satelit sendiri dalam arti memiliki kemampuan teknologi roket untuk meluncurkan satelit secara mandiri (ii) negara yang memiliki sistem satelit navigasi global atau regional dan (iii) negara yang memiliki satelit penginderaan jauh resolusi tinggi. Dari ketiga hal tersebut maka berikut akan dijelaskan masing-masing kriteria dan negara yang memiliki kemampuan tersebut, serta hubungan Indonesia terhadap negara penguasa keantariksaan itu, dalam arti sudah memiliki hubungan hukum dalam kerja sama keantariksaan atau belum. Roket
Roket lebih dimaknai sebagai sistem pengantar. Roket di samping dapat mengantarkan satelit yang di Indonesia dikenal dengan roket peluncur satelit juga dapat digunakan sebagai senjata. Roket untuk senjata di Indonesia disebut dengan rudal atau misil. Dengan dua sifat tersebut maka roket sangat berkaitan dengan permasalahan militer dan perdamaian dunia. Sehingga permasalahan roket selalu menjadi topik pembahasan dalam Konferensi Perlucutan Senjata (Conference of Disarmament). Dilihat dari sisi penyebaran kemampuan teknologi roket, maka terdapat 9 negara pemasok teknologi roket yaitu Amerika Serikat, Republik Rakyat Tiongkok, Jerman, Irak, Israel, Korea Utara, Perancis, Federasi Rusia, dan Syria. Di samping itu, apabila dilihat dari kemampuan negara di bidang roket, maka terdapat 5 negara yang mempunyai kemampuan teknologi roket dengan jarak jangkau lebih dari 5.500 Km, 6 negara dengan jarak jangkau 1.000 Km s/d 5.500 Km.
EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM
Kemampuan yang dimiliki dalam teknologi roket ini bisa menjadi penggetar dan sekaligus bargaining dalam negosiasi internasional. Hal inilah yang menyebabkan berbagai upaya dari pemilik teknologi awal selalu dilakukan agar teknologi ini tidak jatuh ke negara-negara yang tidak diinginkan atau bahkan tidak jatuh ke tangan teroris. Sistem Satelit Navigasi Global Sistem Satelit Navigasi Global (the Global Navigation Satellite System-GNSS) merupakan bagian dari sistem keantariksaan yang didefinisikan sebagai suatu sistem penentuan posisi di seluruh dunia, kecepatan, dan waktu yang mencakup satu atau lebih konstelasi satelit, penerima, dan sistem pemantauan terintegrasi, ditambah sistem yang mendukung navigasi yang diperlukan dalam tahap aktual operasi. Dengan demikian GNSS terdiri dari satu atau lebih konstelasi satelit, perangkat penerima, stasiun pemantauan di bumi, dan sistem pemantau terintegrasi. GNSS ke depan digunakan dalam semua bentuk transportasi: stasiun antariksa, penerbangan, maritim, kereta api, jalan dan angkutan massal. Posisi, navigasi dan waktu memainkan peran penting dalam telekomunikasi, survei darat, penegakan hukum, tanggap darurat, presisi, pertanian, pertambangan, keuangan, penelitian ilmiah dan sebagainya. GNSS juga digunakan untuk mengendalikan jaringan komputer, lalu lintas udara, jaringan listrik dan banyak lagi. Saat ini terdapat beberapa sistem satelit navigasi global yang beroperasi baik secara global seperti Global Positioning System (GPS) milik Amerika Serikat dan GLONAS milik Federasi Rusia, GALILEO Sistem milik Eropa, serta pengembangan sistem satelit navigasi regional menuju global seperti KOMPAS/Beidou milik Republik Rakyat Tiongkok, IRNSS milik India (IRNSS) dan Quasi -Zenith Satellite System (QZSS) milik Jepang.
42
42
SPACEPOLICY&REGULATION
Sources: Vienna University of Space Technologi Team 2016.
The Network of Ballistic Missile Technology Proliferation Sources: Mardianis, 2015, Pengaturan Internasional Pengendalian ekspor Teknologi Keantariksaan Sensitif dan Peluang Penerapannya Di Indonesia, Disertasi dalam Memperoleh gelar Doktor Ilmu Hukum, sebagaimana dikutip dari Alexander H. Montgomery, 2006, “Proliferation Network in Theory and practice”, Strategic Insights, Vo. V, No. 6, July, at www.ccc.nps.navy.mil/si/2006/jul/montgomeryJul06.asp
EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM
43
43
SPACEPOLICY&REGULATION
Selain ini, ada sistem augmentasi (system perluasan) berbasis satelit nagigasi yang ada, seperti Wide-area Augmentation System milik Amerika Serikat' (WAAS), Eropa Geostasionar Navigasi Overlay Services (EGNOS) milik Uni Eropa, the Russian System of Differential Correction and Monitoring (SDCM) milik Federasi Rusia, the Indian GPS Aided Geo Augmented Navigation (GAGAN) milik India dan Japanese Multifunctional Transport Satellite (MTSAT) Satellite-based Augmentation Systems (MSAS) milik Jepang.
Penginderaan Jauh Resolusi Tinggi Sistem satelit penginderaan jauh dapat terdiri dari beberapa jenis yaitu citra satelit resolusi rendah, menengah dan tinggi. Pada umumnya citra satelit resolusi rendah dan menengah yang pada awalnya berbayar sekarang dapat diperoleh melalui sumber open-source. Hal ini berbeda dengan satelit resolusi tinggi yang tingkat resolusinya mulai dari 35 centimeter sampai dengan 4 meter, pada umumnya pemanfatan jenis ini lebih dominan untuk kepentingan militer, ada juga yang kerja sama militer sipil dan ada juga kerja sama antar negara.
Sources: Andrey Kupriyanov, “Current state and prospects of development of commercial application GLONASS/GNSS in the Russian Federation�, United Nations Symposium To Strengthen The Partnership With Industry Commercial Applications Of Global Navigation Satellite Systems 17 February 2014..
EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM
44
44
SPACEPOLICY&REGULATION
Beberapa satelit penginderaan jauh resolusi tinggi saat ini adalah sebagai berikut: (i) Jerman lima satelit untuk pencitraan radar SAR-Lupe yang ditempatkan di orbit pada tahun 2006-2008. Biaya armada $ 400 juta dan memberikan citra dengan resolusi sekitar 50 cm, (ii) Italia, dengan tiga satelit pencitraan radar COSMO-SkyMed yang ditempatkan di orbit pada 2007-2008. Militer memiliki 30% dari $ 1,4 milyar biaya armada, dan Kementerian Riset sipil memiliki 70% lainnya. (iii) Perancis, dua dari satelit generasi kedua Helios-2 citra optik berada di orbit. Masingmasing beratnya 4 ton dan menyediakan wide-area serta resolusi tinggi optik (sekitar 35 cm) dan gambar inframerah (sekitar 75 cm). Biaya dua satelit, peluncurnya, fasilitas darat untuk menerima dan memproses data dan 10 tahun beroperasi sekitar $ 2.9 milyar, yang berkisar setengah milyar dollar adalah biaya satelit. Belgia, Yunani dan Spanyol membuat kontribusi kecil untuk program Helios dan memiliki akses ke sejumlah citra satelit kualitas tertinggi. Italia juga berkontribusi dalam COSMOSkyMed, dan memiliki perjanjian timbal balik tambahan untuk berbagi citra dengan Perancis. Perjanjian timbal balik yang sama dengan Jerman memberikan akses Perancis untuk citra SAR-Lupe. Dua satelit PlĂŠiades diluncurkan pada tahun 2011, masingmasing menyediakan citra dengan resolusi sekitar 70 cm. Sekitar 30% dari $ 800 juta biaya PlĂŠiades dibiayai oleh militer Prancis, sekitar 10% total oleh mitra baru Austria, Belgia, Spanyol dan Swedia, dan sisanya oleh badan antariksa sipil Perancis CNES. (iv) Jepang, sembilan dari seri Satelit Pengumpulan Informasi (the Information Gathering Satellite-IGS) telah diluncurkan sejak tahun 2003 dengan tujuh telah mengorbit. Tujuannya adalah untuk memiliki dua satelit optik dan dua satelit radar di orbit setiap saat, tetapi tujuan ini telah terbukti sulit dilakukan karena peluncuran dan di-orbit mengalami kegagalan. Pada awal 2010 dua satelit
EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM
optik dan satu pencitraan radar yang operasional. Dua satelit optik terbaru memiliki resolusi sekitar 60 cm, sementara kategori satelit kecil masing-masing beratnya sekitar 850 kg dan biaya lebih dari $ 500 juta. Satusatunya operasional satelit radar beratnya sekitar 1,2 ton dengan resolusi gambar adalah sekitar 1-3 m. (v) Israel, tiga satelit pencitraan militer optik Ofeq, saat ini di orbit. Israel juga memiliki satelit radar TecSAR, yang ditempatkan di orbit dengan roket India pada tahun 2008. Satelit EROS B sipil memiliki resolusi 70 cm. Citra TecSAR memiliki resolusi terbaik sekitar 1 m. Semua adalah kecil dibandingkan dengan AS dan satelit mata-mata Rusia, berbobot sekitar 300 kg masing-masing. (vi) Cina, Sejak April 2006 12 satelit seri YaoGan telah diluncurkan. Enam mungkin satelit citra radar, dan enam lainnya citra optik yang digunakan untuk penyadapan elektronik laut. Secara resmi tujuan dari satelit YaoGan adalah untuk mempelajari sumber-sumber kekayaan bumi, perkiraan hasil panen, memetakan konsekuensi dari bencana alam, dan yang terkait, tapi kebanyakan komentator menganggap mereka pada dasarnya bersifat militer. (vii) India, meskipun India mengklaim tidak memiliki satelit khusus militer, beberapa dari mereka yang diluncurkan adalah penggunaan khusus untuk angkatan bersenjata. Satelit Cartosat-2 (resolusi 80 cm) diluncurkan pada tahun 2008 dan 2010 adalah contoh dan memberikan redundansi yang dibutuhkan untuk sistem operasional. Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Deepak Kapoor mengatakan: "India perlu mengoptimalkan penggunaan antariksa untuk aplikasi militer guna melawan langkah-langkah cepat Cina dalam bidang ini�. (viii) Inggeris, satu-satunya pengecualian untuk ketergantungan Inggris pada Amerika Serikat pada citra satelit resolusi tinggi adalah sistem prototipe Topsat yang diluncurkan pada tahun 2005, memberikan resolusi 2 ½ m dalam warna hitam dan putih, dan 5 m berwarna. (ix) Amerika Serikat dikatakan memiliki empat resolusi ultra-tinggi satelit citra optik di orbit. Resolusi yang ditawarkan oleh satelit ini
45
45
SPACEPOLICY&REGULATION
diperkirakan dapat membedakan objek yang hanya ukuran beberapa cm dan dengan demikian mampu membaca nomor seri di sayap pesawat terbang. Ada empat satelit radar pencitraan di orbit, Resolusi gambar radar ini dikatakan sekitar 1 meter. Operasi di Afghanistan dan Irak dan perkembangan nuklir di Iran dan Korea Utara diketahui melalui satelit ini. Seorang komandan senior AS di Kabul mengatakan pada tahun 2006 bahwa "kesalahan terbesar" militer AS di Afghanistan adalah kurangnya pengawasan satelit di selatan negara itu karena perang Irak telah mengkonsumsi itu semua. Hasilnya adalah bahwa Taliban melarikan diri melintasi perbatasan ke Pakistan tanpa terdeteksi. Ribuan wahana udara tak berawak (UAV) digunakan oleh pasukan koalisi memberikan citra real-time setempat, tetapi tidak cocok dengan kemampuan satelit untuk mengamati daerah yang luas atau negara yang sedang berkonflik.
Pada bulan April 2010, General Bruce Carlson, yang mengepalai Kantor Pengintaian Nasional (the National Reconnaissance Office-NRO), yang memiliki dan mengoperasikan satelit ini, mengatakan: "Ada sejumlah satelit pengintai yang sangat besar dan sangat penting akan mengorbit di kesempatan berikutnya. Kita hanya harus mengupayakan dan mendapatkan mereka pada waktu itu. "Dia menggambarkan ini sebagai" kampanye peluncuran paling agresif dari 25 tahun terakhir’. (x) Rusia telah meluncurkan satelit mata-mata selama 50 tahun tetapi, tidak seperti Amerika Serikat, Rusia menemukan kesulitan untuk beralih dari film basah ke teknologi digital, dan untuk mengembangkan sistem citra radar. Satelit pengintai optik sipil telah membuat transisi ke digital, namun seri militer terbaru, Persona, gagal segera setelah peluncuran pada tahun 2008. Sistem baru yang sedang dikembangkan meliputi dua sistem pencitraan radar: Kondor-E diluncurkan pada akhir tahun 2010 atau 2011 dan Arcon-2 pada tahun 2012.
Sources: Jana Robinson, Christina Giannopapa, 2011, European Union’s Foreign Policy Objectives Related to Climate Change and Space Applications, EA/ESPI/ISPRS Workshop on “Remote Sensing Regional Climate Change: Potential and Options to Adapt” Vienna, 26 – 27 May 2011.
EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM
46 46
SPACEPOLICY&REGULATION
(xi) beberapa negara lainnya, Turki barubaru ini membeli sebuah satelit kelas 70 cm $ 350 juta yang diluncurkan pada tahun 2011. Korea Selatan dengan satelit Kompsat-2 (1 m resolusi hitam dan putih), Taiwan dengan satelit Formosat-2, Malaysia dengan satelit RazakSAT, Thailand dengan satelit Theos. Pendatang lainnya Afrika Selatan, Belarus dan Chile menawarkan 1½ m resolusi dalam hitam dan putih, dan 6 m dalam warna.
dalam tiga tahun ke depan. Prancis, Jerman, Israel, Jepang dan Inggris (selain ke Amerika Serikat, Rusia dan Cina) memiliki satelit eksplisit militer, sementara negara-negara lain label mereka sebagai warga sipil, namun perbedaan antara sipil dan militer semakin kabur. Hubungan dengan Poros Maritim Indonesia Berdasarkan uraian di atas terlihat bahwa negaranegara yang menguasai teknologi antariksa tersebut tidaklah banyak. Dan di antara negaranegara tersebut yang memiliki hubungan kerja sama dengan Indonesia tidaklah banyak juga. Adapun beberapa negara yang telah mempunyai hubungan kerja sama dengan Indonesia dan bidang-bidang keantariksaan yang menjadi tema kerja sama antara negara tersebut adalah sebagaimana dalam Tabel berikut:
Secara total, hampir 50 satelit observasi bumi telah diluncurkan dalam 10 tahun terakhir, tidak termasuk satelit militer dan cuaca. Selanjutnya 180 satelit pengintai diharapkan akan diluncurkan sampai tahun 2018. Setidaknya 25 negara sekarang memiliki satelit pencitraan di orbit dan 10 negara akan bergabung dalam daftar 25 negara tersebut
Countries
All Space Application
Launch
Satellietes
Remote Sensin g
Space Science
Space educati on
Ukraina
Y
Federasi Russia
Y
Republik Rakyat Tiongkok
Y
Y
Y
Y
Y
Y
Jerman (TU-Berlin)
Y
Y
Y
Y
Y
Jepang (JAXA)
Y
Y
Y
Y
Inggeris
Y
Y
Y
Y
India
Y (TT and C)
Amerika Serikat
EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM
Y
Y
47
47
SPACEPOLICY&REGULATION
Dari tabel tersebut terlihat bahwa Indonesia pada umumnya berkerja sama dengan negara lain adalah dalam pemanfatan teknologi penginderaan jauh baik resolusi rendah, menengah maupun tinggi. Sedangkan dalam bidang teknologi peluncur baru kerja sama dengan Republik Rakyat Tiongkok dan Jerman, itupun masih sebatas kerja sama dalam roket untuk penelitian bukan untuk roket peluncur satelit. Dengan Republik Rakyat Tiongkok secara khusus poros maritim wilayah Indonesia
EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM
dimanfaatkan untuk memantau peluncuran satelit navigasi global milik China beberapa kali. Dengan Jepang, poros maritim Indonesia digunakan untuk menempatkan stasiun Bumi Mu-Radar di Kota Tabang Sumatra Barat. Dengan India, Stasiun TT&C yang dibangun di Biak, Papua yang digunakan untuk penjejakan satelit yang melewati equator Indonesia. Sedangkan dalam sistem satelit navigasi global, Indonesia hanya sebagai pangsa pasar dari satelit GPS milik Amerika Serikat. ยง
48
48
Dr. Agustan
T
anggal 6 Desember 2016, Pusat Teknologi Pengembangan Sumberdaya Wilayah (PTPSW) – Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menyelenggarakan workshop sehari dengan topik “Sensing Earth Using Spectral Sensors (SEUSS) – Large Scale, Scientific Quality Remote Sensing Products – A Comprehensive Solution Specifically Tailored for the Indonesian User Community”. Kegiatan ini dilaksanakan
bekerja sama dengan 2 institusi dari Amerika Serikat yaitu Research Support Instrument (RSI) dan University of North Dakota. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mengetahui informasi teknik penginderaan jauh (inderaja) terbaru di mana sensor inderaja tersebut diletakkan pada International Space Station (ISS). Biasanya, sensor inderaja diletakkan pada drone, balon udara, pesawat udara atau satelit. Peserta yang hadir pada acara ini terdiri dari kalangan praktisi yang diwakili dari 3 organisasi profesi seperti Masyarakat Ahli Penginderaan Jauh Indonesia (MAPIN), Ikatan Surveyor Indonesia (ISI), dan Asosiasi Satelit Indonesia (ASSI); dari kalangan peneliti, akademik dan birokrat yang diwakili dari Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan Perikanan, Kementerian Pertahanan, LAPAN dan BNPB. Untuk itu, workshop sehari ini dibagi menjadi 2 sesi yaitu sesi pagi yang membahas aplikasi inderaja dan kemampuan Indonesia dalam menggunakan data inderaja, kemudian dipaparkan kemampuan tentang SEUSS untuk aplikasi inderaja di Indonesia.
EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM
49 49
Pada sesi pagi ini ada 3 pembicara dari Indonesia, yaitu: Dr. Rizatus Shofiyati dari Badan Litbang Kementerian Pertanian yang memaparkan aplikasi inderaja berbasis pesawat (airborne) dan satelit untuk memetakan lahan sawah dan mendapatkan informasi fase tumbuh tanaman, utamanya padi. Saat ini Kementerian Pertanian membutuhkan aplikasi inderaja untuk tingkat operasional, dan memanfaatkan data satelit optik (MODIS, SPOT dan Landsat) dan radar (Radarsat dan ALOS). Pembicara kedua pada sesi pagi adalah Dr. Fiolenta Marpaung dari PTPSW – BPPT yang memaparkan aplikasi inderaja dalam memahami pola tumbuhan setelah kebakaran di daerah Kalimantan Tengah yang merupakan lahan gambut basah. Selanjutnya Prof. Dewayany Soetrisno dari Badan Informasi Geospasial dan juga sebagai Ketua Masyarakat Ahli Penginderaan Jauh Indonesia (MAPIN)
EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM
sebagai pembicara ketiga, memaparkan kebutuhan data inderaja pada berbagai sektor dan berbagai kerjasama yang telah dirintis dengan mitra luar. Selanjutnya Mr. Mark Boies dari RSI memaparkan SEUSS yang intinya: menawarkan data inderaja yang direkam dengan sensor optik (pankromatik, multispectral dan hyperspectral) menggunakan wahana ISS. Menurutnya, keunggulan dari teknik ini adalah lebih menghemat dari segi biaya, karena biaya peluncuran ditanggung oleh NASA; mempunyai spesifikasi spektral yang sama dengan satelit LANDSAT sehingga mempunyai arsip dan data historis yang panjang sehingga sangat bermanfaat untuk penelitian dan pemantauan; harga yang murah (sekitar 0.25 USD/km2), kemampuan sensor yang lebih baik dari LANDSAT (resolusi spasial sekitar 2 m untuk pankromatik, 15 m untuk sensor multispectral, dan 45 m untuk hyperspectral).
50 50
yang belum merata, karena masih terpusat di wilayah Jawa. Kemudian Dr. Soizik Laguette, menjelaskan tentang Department of Earth System Science and Policy, University of North Dakota serta kemungkinan kerjasama pendidikan dan pengembangan sumberdaya manusia. Selanjutnya Dr. Soizik Laguette dari University of North Dakota – USA melalui fasilitas WebEx (telekonferensi) memaparkan misi saintifik, khususnya terkait dengan lingkungan dan vegetasi termasuk untuk aplikasi kehutanan dan pertanian. Pada sesi siang, topik tentang sumberdaya manusia di bidang aplikasi penginderaan jauh dipaparkan oleh Prof. Ketut Wikantika dari ITB. Menurutnya dengan jumlah perguruan tinggi sekitar 20 yang membuka program pendidikan kebumian – inderaja, telah memenuhi kebutuhan nasional, akan tetapi permasalahannya adalah distribusi
Pada bagian akhir, Dipl-Ing Oni Bintoro, MBA pakar dari BPPT memaparkan rekayasa sistem industri satelit dan aplikasi penginderaan jauh di Indonesia. Beliau optimis melalui memperbanyak kerjasama dengan mitra luar negeri, maka kemungkinan Indonesia memiliki industri satelit dapat terwujud. Sebagai penutup, Direktur PTPSW Ir. Yudi Anantasena menekankan bahwa kemampuan SEUSS layak dikaji untuk mengeksplor nilai tambahnya, tetapi dengan mempertimbangkan spesifikasi yang sesuai dengan alam Indonesia. §
Peserta Workshop “Sensing Earth Using Spectral Sensors (SEUSS) – Large Scale, Scientific Quality Remote Sensing Products – A Comprehensive Solution Specifically Tailored for the Indonesian User Community”.
EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM
51
51
S
quator
SOFT OPENING & LAUNCHING Launching situs www.equatorspace.com
PELUNCURAN MAJALAH
EQUATORSPACE 6 DESEMBER 2016 SARI PAN PACIFIC HOTEL, JAKARTA
Oni Bintoro Manaek Sinaga Suhermanto M. Sadly Soft Opening Majalah Antariksa EQUATORSPACE oleh Direktur PTPSWBPPT, Ir. Yudi Anantasena pada tanggal 6 Desember 2016 di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta. EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM
Mark Boies
Yudi Anantasena Dewayany S.
Equator SPACE 52
52
EQUATORSPACE.COM
ASSI adalah asosiasi untuk melindungi kepentingan bisnis satelit Indonesia, terutama melalui regulasi yang memihak industri 55 dalam negeri dan mengawalnya, mendorong perkembangan bisnis satelit di Indonesia, memberikan edukasi teknologi dan bisnis kepada masyarakat serta mendorong terciptanya potensipotensi nasional di bidang teknologi satelit dan antariksa.
Berdiri pada 28 September 1998 berdasarkan SK Menhub No. KM 63 tahun 1998 oleh lima perusahaan telekomunikasi yang mengoperasikan satelit yaitu PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, PT Indosat Tbk, PT Satelindo yang kemudian merger dengan PT Indosat Tbk tahun 2004, PT Pasifik Satelit Nusantara dan PT Media Citra Indostar, asosiasi ini berdiri dengan nama Asosiasi Satelit Indonesia (ASSI).
Sekretariat ASSI Jl. Cisanggarung No.2, Lt. 2 R.26 Bandung, Indonesia 40115. Email: admin@assi.or.id Phone: +62 22 4521 658 Fax: +62 22 4521 657 Contact Feti Fatimah: feti.fatimah@assi.or.id Nur Fiatin: nur.fiatin@assi.or.id
EQUATORSPACE.COM
Diperkaya dengan pengalaman-pengalaman di tahun-tahun pertama membuat ASSI dapat melangkah dengan pasti menuju Milenium baru. Walaupun banyak organisasi di bidang yang sama, ASSI merupakan organisasi yang unik dan berbeda, dengan TUJUAN sebagai berikut: 1. Menjadi suatu wadah yang dapat merangkum dan merumuskan kemajuan dan pemanfaatan teknologi satelit dan keantariksaan di Indonesia dan negara-negara lain yang membutuhkan. 2. Membina dan mengembangkan kegiatan yang bertujuan untuk dapat mendorong tumbuh dan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi satelit dan keantariksaan bagi kemajuan masyarakat. 3. Mendorong dan membimbing terciptanya potensipotensi industri di bidang teknologi satelit dan keantariksaan. 4. Medorong pemanfaatan potensi sumber daya dan industri nasional sehingga dapat menumbuh kembangkan bidang persatelitan dan keantariksaan secara optimal.
53