EquatorSpace#05

Page 1

MAJALAH ANTARIKSA

Edisi 5 | Agustus 2017

EQUATORSPACE.COM

0


Pengantar Redaksi Pembaca Yth

PEMBAHASAN GSO DI UNCOPUOS DAN KEPENTINGAN POSISI INDONESIA Mardianis

Edisi kali ini mengangkat tema “Membangun Menara Antariksa�, yang mengiaskan suatu infrastruktur di ketinggian, sangat tinggi, sehingga proyeksi line of sightnya mencakup wilayah yang sangat luas di bumi, meliputi luas wilayah NKRI beserta wilayah strategis di sekitarnya. Infrastruktur yang dimaksud adalah infrastruktur keantariksaan berupa gugus satelit di berbagai jenis dan ketinggian orbit, dengan muatan peralatan komunikasi, navigasi ataupun pengindera, beserta perangkat kelengkapannya di bumi. Sesuai dengan tema tersebut, artikel utama pada bagian Focus mengangkat pembahasan GSO di UNCOPUOS termasuk kepentingan posisi Indonesia di dalamnya, dan artikel yang membahas kemendesakan pembangunan menara antariksa. Rubrik Defence mengangkat urgensi komunikasi bergerak satelit untuk pertahanan. Rubrik lainnya membahas mulai dari dampak gempa Pidie Desember 2016 pada permukaan dengan citra satelit radar,Rencana Induk Keantariksaan serta workshop ASSI 2017 pada bagian News. Konten artikel sangat menarik, karena meskipun tampil ringan namun memberikan pengetahuan mendasar yang dapat dijadikan dasar observasi pertimbangan ilmiah dalam pengambilan keputusan strategis.

MENDESAKNYA PEMBANGUNAN MENARA ANTARIKSA Listyanto

EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM

EQUATORSPACE

REDAKSI

1

1


daftar isi

05 AUG 2017

EQUATOR

SPACE

Pembahasan GSO di UNICOPUOS dan Kepentingan Posisi Indonesia ... Mendesaknya Pembangunan Menara Antariksa

Melihat Dampak Gempa Pidie Desember 2016 Pada Permukaan dengan Citra Satelit Radar

High Altitude Platform System (HAPS): Tower di Angkasa Akan Menjadi Kenyataan?... Rudal Balistik & Rudal Jelajah: Peluncur Satelit & Pesawat Terbang Tanpa Awak

APSAT 2017: True Broadband Experience Through Satellite... Workshop ASSI 2017: Satelit Non-Komunikasi

Komunikasi Bergerak untuk Pertahanan

EQUATORSPACE (ES) adalah majalah keantariksaan Indonesia untuk kalangan praktisi dan masyarakat yang ingin mendalami dan mengikuti perkembangan keantariksaan domestik dan global terkini. Artikel/ naskah atau foto yang dikirim ke majalah ES harus orisinal (asli). Penulis atau pengirim foto bertanggung jawab penuh atas orisinalitas naskah tulisannya atau orisinalitas foto yang dikirim ke Redaksi. Redaksi berhak menyunting artikel/ naskah dan memodifikasi/ membuang bagian-bagian tertentu dari foto bila diperlukan.

EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM

2 2


EQUATOR SPACE Arifin Nugroho Adviser Muhamad Sadly Adviser Dewayany S. Adviser Oni Bibin Bintoro Adviser Ketut Wikantika Adviser Suhermanto General Managing Leader Agustan Deputy General Managing Leader MS. Sebayang General Managing Editor Listyanto Deputy General Managing Editor Tonda Priyanto Senior Executive Editor Heramarwan Senior Executive Editor Jon K. Ginting Senior Executive Editor Budi Hari Setiawan Executive Editor

EDITORIAL BOARD Muhamad Sadly Applications Leader Bambang Tejasukmana Space Policy & Regulation Leader Surya Witoelar Technology Leader Eddy Setiawan Space Business Leader Listyanto Defence Leader Dewayany S. Specialist, Applications Heri Budi Wibowo Specialist, Technology Robertus Heru Triharjanto Specialist, Technology Lilis Mariani Specialist, Technology Kanaka Hidayat Specialist, Applications Muharzi Hasril Specialist, Applications Mulyadi Specialist, Space Policy & Regulation Jon K. Ginting Specialist, Defence Yudi Ardian Specialist, Defence Dani Indra Widjanarko Specialist, Technology Tonda Priyanto Specialist, Applications Anggoro K. Widiawan Specialist, Technology Suroso Yulianto Specialist, Space Policy & Regulation Suleman Tampubolon Specialist, Space Business Indri Prijatmodjo Specialist, Technology Sigit Jatiputro Specialist, Space Business Hexana Tri Sasongko Specialist, Space Policy & Regulation Meiditomo Specialist, Technology Mardianis Specialist, Space Policy & Regulation Fahmi Amhar Specialist, Applications Syarif Budhiman Specialist, Technology Nani Hendiarti Specialist, Applications Heramarwan Specialist, Space Business Rizatus Shofiyati Specialist, Applications Irwan Specialist, Applications Sigit Nugroho Specialist, Applications Saleh Specialist, Applications Arif Saifudin Specialist, Technology Soni Darmawan Specialist, Technology Abraham Auzan PR & SocMed Network

EQUATORSPACE.COM Veronica Instagram SosMed Network Meuthia Djoharin Treasurer

SPACE MAGAZINE

INDONESIA

equatorspace

Email contact@equatorspace.com Website www.equatorspace.com Instagram EquatorSpace Facebook EquatorSpace

3 3


FOCUS

MARDIANIS Specialist Space Policy & Regulation

P

embahasan aspek hukum penggunaan Geostasioner Earth Orbit (GSO) mulai dibahas dalam forum United Nations Committee on the Peaceful Uses of Outer Space (UNCOPUOS) sejak tahun 1978 yang disatukan dengan mata acara definisi/delimitasi antariksa. Permasalahan pokok yang menjadi bahan pembahasan adalah mengenai perlu tidaknya ditetapkan sui generis regime (rezim hukum khusus) tentang GSO, dan mengenai status hukum beserta aturan penggunaan GSO. Sejak awal pembahasan terdapat perbedaan pendapat dan kepentingan di antara berbagai negara atau kelompok negara mengenai status hukum GSO. Di satu pihak secara fisik GSO dianggap sebagai bagian dari antariksa yang sepenuhnya tunduk pada ketentuan-ketentuan Outer Space Treaty 1967, dan tidak memerlukan suatu bentuk pengaturan khusus, tetapi cukup diatur aspek-aspek teknisnya oleh ITU. Di lain pihak mengingat letaknya yang khusus di atas khatulistiwa dan karakteristiknya yang khusus pula, serta telah disepakati sebagai sumber daya alam terbatas dan dapat dikatakan termasuk sumber daya yang langka, maka dipandang perlu untuk mengatur GSO dalam suatu rezim hukum khusus, mirip dengan pengaturan Zona Ekonomi Eksklusif (Exclusive Economic

EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM

Zone) dalam hukum UNCLOS (Konvensi Hukum Laut) 1982. Sidang pembahasan GSO di UNCOPOUS termasuk salah satu agenda yang pembahasannya berlangsung lama, karena dari sejak tahun 1978 sampai sekarang tahun 2017, hanya ada kesepakatan hasil Sidang Ke-38 Subkomite Ilmiah dan Teknik tahun 2001 yang selanjutnya disahkan dalam Sidang Ke-44 tahun 2001 Komite Lengkap UNCOPUOS yang mengenai rumusan teknis untuk GSO sebagai berikut : a. Keberadaan orbit untuk semua satelit, termasuk satelit geostationer tergantung terutama pada fenomena gravitasi yang dihasilkan oleh seluruh tubuh bumi (The existence of orbits of all satellites, including geostationnary satellites depended mainly on gravitational phenomena generated by the entire body of the Earth); b. Sebuah satelit geostasioner, baik dilakukan oleh kekuatan alamiah saja maupun oleh kekuatan buatan manusia, tidak tetap di atas titik di khatulistiwa bumi antara impuls korektif dari stasiun-menjaga nya, ia dalam penerbangan alamiah yang disebabkan oleh gravitasi serta kekuatan non gravitasi yang dihasilkan oleh Bumi, Matahari dan Bulan

4

4


FOCUS (A Geostationary satellites, whether acted upon by natural forces only or by man made impulses, was not fixed over a point on Earth’s equator between corrective impulses of its station-keeping, it was in a natural flight caused by gravitational as well as non gravitational forces generated by the Earth, the Sun and the Moon);

satelit geostasioner adalah 23 jam dan 56 menit. Satelit geostasioner memiliki pandangan konstan sekitar 40 persen dari permukaan bumi dan terus terlihat dari setiap titik dalam daerah itu, sehingga memungkinkan untuk transmisi terus menerus. Hanya tiga satelit tersebut yang diperlukan untuk mencakup

c. Orbit geostasioner, ditandai dengan sifat khusus, adalah bagian dari antariksa (The geostationary orbit, characterized by its special properties, is a part of outer space). Di samping itu, dalam pembahasan terdapat pandangan yang menyatakan GSO adalah sumber daya alam terbatas dengan potensi yang sangat besar, untuk implementasi beragam program bagi manfaat seluruh negara dan itu berisiko jenuh, dengan demikian akan mengancam keberlanjutan kegiatan di lingkungan antariksa; untuk itu ekploitasinya harus harus rasional; dan harus tersedia untuk semua negara, dengan kondisi yang equitable, dengan khusus mempertimbangkan kebutuhan negara berkembang. Selain itu, pentingnya penggunaan GSO menyesuaikan dengan hukum internasional, sesuai dengan pengaturan ITU dan kerangka hukum terkait perjanjian antariksa PBB, serta memberi pertimbangan untuk kontribusi kegiatan antariksa bagi pembangunan berkelanjutan dan pencapaian MDGs. Salah satu capaian yang dituntut oleh MDGs adalah leave no one behind, dalam arti tidak ada penduduk dunia yang tertinggal dari kemajuan teknologi antariksa demi kesejahteraan. Sekilas Tentang Orbit GSO Orbit geostasioner adalah orbit dimana sebuah satelit yang ditempatkan akan mengelilingi bumi dengan kecepatan yang sama seperti rotasi bumi dan dengan demikian tampaknya tetap stasioner atas titik tertentu di permukaan bumi. Hal ini menjadi berguna hanya jika satelit ditempatkan di dalamnya. Ketinggian nominal orbit geostasioner di atas khatulistiwa bumi adalah 35.786 km dan periode revolusi dari

EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM

seluruh permukaan bumi, dengan pengecualian dari daerah di atas lintang 75° selatan atau utara. Penggunaan utama dari orbit geostasioner adalah untuk satelit telekomunikasi. Lebih dari 95 persen dari satelit yang berada di GSO untuk komunikasi layanan satelit tetap (fixed-satellite services). Satelit lain yang menggunakan orbit geostasioner termasuk meteorologi, pengawasan dan penelitian antariksa. Jumlah satelit lain ini dapat dikatakan sedikit, dan tidak satu pun prospek yang signifikan untuk kejenuhan dari geostasioner orbit / spektrum untuk ini. Orbit geostasioner adalah sember daya alam terbatas. Dua faktor yang membatasi kapasitas orbit geostasioner yaitu: Pertama, karena merupakan daerah dengan volume terbatas, ada batas fisik untuk penggunaannya. Karena variasi orbital yang dihasilkan dari faktor alam seperti elipticity dari ekuator bumi, gaya tarik gravitasi matahari dan bulan, dan radiasi matahari, satelit akan cenderung melayang di bujur, bergerak ke utara

5 5


FOCUS dan selatan khatulistiwa. Untuk mengatasi penyimpangan ini, satelit dirancang dengan sistem menjaga stasiun di badan (stationkeeping systems on board). Sistem ini menjaga satelit pada posisi yang diinginkan dalam orbit. Karena kebanyakan satelit kontemporer dapat mempertahankan posisi mereka dalam plus atau minus 0,1 derajat bujur, maka minimal 0,2 derajat pemisahan diperlukan antara posisi orbital nominal untuk menghindari tubrukan. Kedua, kendala pada kapasitas orbit yang dikenakan oleh spektrum frekuensi radio. Hanya sebagian dari jumlah terbatas spektrum frekuensi radio yang cocok untuk layanan satelit geostasioner. Fakta ini, ditambah dengan kendala regulasi pada frekuensi satelit yang dapat digunakan, dan kemungkinan gangguan antara sistem satelit yang menggunakan pita frekuensi yang sama, membatasi lebih lanjut kapasitas orbit geostasioner. Selain itu, satelit untuk komunikasi antara dua titik di bumi memiliki lokasi yang disukai karena mereka harus berada dalam posisi "melihat" daerah yang mereka diwajibkan/diperuntukan untuk dilayani. Tidak mungkin untuk menyatakan jumlah yang pasti berapa banyak satelit dapat ditampung di orbit geostasioner. Kapasitasnya untuk mengakomodasi berbagai satelit tergantung pada sejumlah faktor teknis seperti frekuensi radio yang digunakan, bandwidth, jenis layanan satelit dan konfigurasi lalu lintas umum, daya yang ditransmisikan, teknik modulasi, sensitivitas penerima, daerah di bumi untuk dilayani, dll. Namun dari literatur yang ditulis para pakar mengatakan bahwa kondisi sekarang diperkirakan dapat menampung 2000 satelit, dengan jumlah satelit aktif 412 satelit, dan total yang telah terisi sejak awal kegiatan antariksa +1200 satelit. Persoalan Inti Sebagaimana diketahui dan adanya kesepakatan internasional bahwa pengaturan

EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM

GSO harus sesuai dengan Prinsip Hukum Antariksa PBB khususnya Outer Space Treaty 1967 dan aspek teknis penggunaan GSO diatur oleh Konstitusi dan Konvensi ITU serta Peraturan Radio. Perjanjian Antariksa 1967, menyatakan bahwa antariksa harus menjadi provinsi umat manusia (province of all mankind) dan dalam ketentuan lain dari perjanjian ini dinyatakan bahwa antariksa, termasuk bulan dan bendabenda langit lainnya, tidak dapat dijadikan milik nasional dengan cara menuntut kedaulatan, penggunaan atau pendudukan atau dengan cara-cara lainnya. Rumusan ini bermakna antariksa adalah wilayah bersama tidak boleh ada satu negara yang menguasainya secara mandiri untuk kepentingan sendiri dengan cara apapun. Ketentuan Perjanjian tersebut tunduk pada penafsiran yang berbeda; namun, ketika perjanjian diterapkan untuk GSO, sebagian besar pemerintah dan lembaga internasional telah bertindak seolah-olah ketentuan menghalangi kepemilikan pribadi (padahal dalam ketentuan tersebut hanya menyebut negara tidak mengatur pribadi atau swasta). Perjanjian berikutnya telah berusaha untuk mengklarifikasi ketentuan hukum antariksa dimana ruang ambigu mengenai privatisasi antariksa, menegaskan bahwa tidak mungkin ada milik pribadi di antariksa, namun upaya ini mendapat dukungan internasional yang sedikit dari negara-negara maju di bidang keantariksaan. Akibatnya, nilai penafsiran perjanjian ini kemudian meragukan menjadi penafsiran yang terbaik. Hal ini dibuktikan dengan adanya penggunaan slot GSO yang menggantikan satelit yang ada dengan satelit yang baru dari negara yang sama, dimana penggunaan dengan cara ini dipandang termasuk dalam pengertian klaim pendudukan secara permanen, sehingga dipandang bertentangan dengan Outer Space Treaty 1967. Dalam pengaturan ITU terdapat rumusan keputusan yang didasarkan pada Article 44,

6

6


FOCUS Konstitusi dan Konvensi ITU yang telah diamandemen pada Plenipotentiary Conference, Minneapolis, USA, 1998, sebagai berikut : “In using frequency bands for radio services, Member States shall bear in mind that radio frequencies and any associated orbits, including the geostationary-satellite orbit, are limited natural resources and that they must be used rationally, efficiently and economically, in conformity with the provisions of the Radio Regulations, so that countries may have equitable access to those orbits and frequencies, taking into account the special needs of the developing countries and the geographical situation of particular countries”.

Inti persoalan dari rumusan tersebut terdapat pada penggunaan kata-kata (i) “rationally, efficiently and economically”, (ii) equitable acces dan (iii) taking into account the special needs of the developing countries and the geographical situation of particular countries”. Rumusan kata-kata tersebut diimplementasikan dalam pengaturan penggunaan GSO di ITU dengan menggunakan prinsip pertama datang pertama dilayani (‘first comes first served”). Sesuai dengan prinsip ini, maka prosedur yang harus diselesaikan dalam rangka mengamankan masuknya ke dalam daftar penggunaan slot GSO di Daftar Induk Frekuensi Internasional (the Master International Frequency Register-MIFR) meliputi: •publikasi di awal (advance publication); •koordinasi (coordination); •pemberitahuan (notification). Pada awalnya penerapan prinsip ini dipandang oleh negara berkembang tidak adil (bertentangan dengan equitable acces) karena hanya mengakomodir kepentingan negara maju, mengingat bahwa yang mengajukan penggunaan GSO hanya negara yang kuat ekonomi (biaya yang besar) dan yang memiliki teknologi saja yang mampu menggunakannya, sedangkan negara

EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM

berkembang sewaktu akan mengajukan penggunaan pada waktunya nanti slot orbit yang diminta sudah terisi oleh negara maju. Klaim negara berkembang terhadap penerapan prinsip first comes first served ini, akhirnya diakomodir oleh ITU dengan memberlakukan prinsip tambahan yaitu Bands Frekuensi Direncanakan dan Band Frekuensi Tidak Direncanakan (Planned Band dan Unplaned Band). Penerapan prinsip Planned Band berarti bahwa setiap negara mendapat jatah satu slot di Orbit GSO yang tersedia kapanpun mereka ingin menggunakan slot orbit tersebut. Sedangkan Unplaned Band bermakna bahwa disamping masing-masing negara dapat jatah satu slot, negara-negara juga dibuka peluang untuk mengajukan penggunaan GSO untuk keperluan slot orbit tambahan yang tidak dibatasi jumlah maksimumnya. Prinsip Unplanned Band dalam prakteknya juga menimbulkan permasalahan yaitu munculnya isu yang disebut dengan satelit kertas (paper satellites). Satelit kertas dimaknai bahwa pengajuan permintaan slot orbit yang dilakukan oleh negara-negara tanpa tahu kapan slot orbit tersebut digunakan dalam kenyataannya. Hal ini terbukti dengan kasus Tonga dan Luxemburg yang mengajukan permintaan penggunaan GSO sehingga terdaftar masing-masing 16 dan 20 slot GSO. Hal ini diklaim oleh negara maju dengan alasan bahwa pendaftaran yang dilakukan kedua negara ini dipandang bertentangan dengan prinsip “rationally, dan efficiently. Di samping itu, karena negara maju dan negara yang mengajukan slot orbit kemudian yang posisinya berdekatan dengan pendaftaran kedua negara tersebut diwajibkan untuk berkoordinasi terhadap rencana peluncuran satelit yang sebenarnya tidak ada. Klaim ini akhirnya diakomodir dengan aturan tambahan yang disebut dengan administrasi kewajiban itikad baik (administrative due delligent). Walaupun Tonga tetap berhasil mempertahankan enam slot orbit sehingga membuka jalan untuk serangan aplikasi yang diajukan oleh negaranegara yang takut bahwa mereka akan

7 7


FOCUS kehilangan slot orbit yang berharga di lingkaran khatulistiwa. Administrasi kewajiban iktikad baik (administrative due delligent) bermakna bahwa setiap permohonan pendaftaran atas penggunaan GSO dikenakan kewajiban administrasi berupa adanya kesiapan teknis dan kesiapan finansial. Kesiapan teknis dibuktikan dengan kontrak pengadaan peluncuran dan satelit, sedangkan kesiapan finansial adalah dibuktikan dengan alokasi keuangan yang disediakan dalam kontrak tersebut. Kewajiban ini harus dibuktikan paling lambat dua tahun sebelum satelit diluncurkan. Namun kondisi inipun masih menjadi masalah baik terkait masalah durasi waktu dan juga masalah beban biaya yang dikenakan pada operator satelit, akibatnya masih tidak sesuai dengan prinsip efficiently and economically�. Sedangkan pemaknaan taking into account the special needs of the developing countries and the geographical situation of particular countries ada yang mengindikasikan bahwa bukan termasuk Indonesia, Dengan alasan bahwa Indonesia bukan termasuk negara berkembang dan rumusan ini adalah untuk negara-negara yang kurang beruntung yang dimaknai sebagai negara yang tidak mungkin melayani telekomunikasi secara terrestrial, atau dalam arti telekomunikasi satelit merupakan satu-satunya pilihan bagi negara tersebut, misalnya negara di gurun pasir dan kutub. Usulan Posisi Indonesia Indonesia pada awalnya bersama dengan 7 negara khatulistiwa lainnya menuntut hak kedaulatan atas GSO, namun di dalam negeri, dalam Posisi Dasar RI 1979 dimuat 3 tingkat perjuangan atas penggunaan GSO yaitu (i) Kedaulatan, (ii) Hak berdaulat dan (iii) Hak preferensi. Dengan Indonesia meratifikasi Treaty on Principles Governing the Activities of States in the Exploration and Use of Outer Space, Including the Moon and Other Celestial Bodies, 1967 atau yang

EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM

dikenal dengan Outer Space Treaty, 1967 dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2002 Tentang Pengesahan Traktat Antariksa berarti Indonesia mengakui bahwa GSO adalah bagian dari antariksa dan tidak berlaku tuntutan kedaulatan dalam bentuk apapun atas GSO. Namun dalam pembahasan di UNCOPUOS Indonesia selalu bersama negara berkembang lainnya menyampaikan pernyataan yang intinya dapat dikatakan tuntutan terhadap kesepakatan atau Regulasi ITU yang menyepakati kata ketiga dari persoalan inti di atas yaitu taking into account the special needs of the developing countries and the geographical situation of particular countries. Di samping munculnya persoalan-persoalan lain dalam penerapan ketentuan ITU untuk penggunaan GSO sebagaimana diungkap di atas, yang dikemas dalam tuntutan perlunya GSO diatur dalam rezim hukum khusus, selain masalah kejenuhan dan penggunaan jangka panjang orbit GSO. Khusus bagi Indonesia, saat ini sudah menempatkan 19 satelit di GSO dan diantaranya 7 satelit yang masih aktif. Posisi penggunaan ini dipandang sebenarnya sudah melebihi jatah yang ditetapkan oleh aturan penggunaan ITU yaitu satu slot orbit (planned band) dan tambahan (unplanned band). Namun apabila dilihat jumlah penduduk yang harus dilayani sekitar 265 juta jiwa serta wilayah yang harus dicakup yang bersifat kepulauan (archipelagic states) sehingga tidak dapat, atau sangat mahal apabila harus dilayani dengan sistem komunikasi terestrial, maka kebutuhan slot orbit yang dapat melayani Indonesia serta tersedia pada saat dibutuhkan adalah mutlak bagi Indonesia. Hal ini dapat dijadikan argumentasi dalam konteks rumusan penggunaan yang rasional. Kekurangan jumlah penggunaan GSO oleh Indonesia dapat dibuktikan dengan adanya 34 satelit asing yang beroperasi dan

8

8


FOCUS mendaftarkan dan mendapat izin landing right (hak labuh beroperasi di wilayah di Indonesia). Hal ini juga dikaitkan dengan sasaran Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) 2013 yang menyatakan bahwa leave no one behind (tidak ada yang tertinggal di belakang), dimana penduduk Indonesia masih banyak yang tertinggal dalam sistem informasi, bahkan masih ada yang masih tradisional (atau dapat dimaknai tertinggal).

EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM

Oleh karena itu tuntutan Indonesia di fora UNCOPUOS agar masalah GSO diatur dengan rezim hukum khusus, harus difokuskan pada pendefinisian ulang implementasi ketentuan ITU yang memfokuskan penekanan pada kepentingan Indonesia, dengan berlandasan pada permasalahan GSO dalam impelementasi ketentuan ITU secara keseluruhan, dan penekanan khusus dibagian tertentu yang mengakomodir kepentingan kebutuhan pengunaan slot orbit tersebut bagi Indonesia. ยง

9

9


FOCUS

MENDESAKNYA PEMBANGUNAN

Listyanto

MENARA ANTARIKSA

Pendahuluan

M

engarungi kehidupan antar bangsa yang dinamis, maka sudah seharusnya kita sebagai bangsa selalu memperbaharui diri dan mengikuti perkembangan lingkungan strategis, mengenali ancaman dan peluang di dalamnya, mengenali kekuatan dan kelemahan kita, memahami cita-cita kita, dan akhirnya mendefinisikan apa yang harus kita perjuangkan. Sebagaimana akan dikupas di bawah, postur militer negara-negara yang berpotensi menjadi ancaman, ternyata kesemuanya baik secara langsung maupun terafiliasi dalam pakta pertahanan, memiliki “menara� antariksa atau infrastruktur di ketinggian sedemikian rupa sehingga proyeksi line of sight-nya meliputi wilayah permukaan bumi yang sangat luas. Menara ini berupa gugus satelit, baik yang bermuatan peralatan komunikasi, navigasi maupun pengindera, ditopang oleh infrastruktur, fasilitas dan terminal-terminal di bumi. Sedangkan aplikasinya akan dapat secara luas dikembangkan, mulai dari aplikasi sekedar untuk memantau rute jalan kaki, ojek online, komunikasi mobile, broadcasting,

EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM

penginderaan jauh, sampai untuk memandu persenjataan drone dan rudal jarak jauh.

FOCUS Tinjauan strategis terhadap negara-negara yang berpotensi menjadi ancaman semestinya bukan hanya dalam konteks kekinian, namun juga kesejarahan dan prediksi jauh kedepannya. Bisa jadi suatu bangsa yang sekarang tampil manis, namun bila ditinjau kesejarahannya pernah juga

10

10


FOCUS “tega� menyakiti bangsa lain demi kepentingan rezim atau nasionalnya. Hal demikian harus menjadi pertimbangan pada penyikapan jangka panjang kita dalam kontek survival bangsa. Idealnya hal-hal demikian menjadi pemikiran dan konsep visioner yang melatar belakangi EQUATORSPACE.COM rencana pembangunan jangka panjang kita, yaitu rencana yang ditetapkan dengan undangundang, yang mengikat siapapun yang akan memerintah di negeri ini. Sebagaimana telah diamanatkan dalam undang-undang tentang sistem perencanaan pembangunan nasional. Ancaman Berangkat dari analisa terhadap lingkungan strategis, baik perkembangan di Laut China Selatan saat ini dan prediksinya kedepan, maupun kesejarahan dari negara-negara besar yang ber-manuver di kawasan strategis kita, persekutuan-persekutuan diantara mereka, serta kepentingan nasional mereka, maka dapatlah dikenali ancaman-ancaman dari luar yang kita hadapi. Secara garis besar negara-negara tersebut mulai dari AS, Rusia, India, China, Jepang, dan negara-negara tergabung dalam persekutuan FPDA, Five Eyes, ANZUS, semua berpotensi bertabrakan kepentingan nasionalnya dengan Indonesia, tanpa mengesampingkan adanya potensi kerjasama yang juga sangat luas. Dari sisi ancaman, kita mesti melihat bagaimana postur militer mereka, sebagaimana pernah pula diulas pada ES edisi ke 4, mereka secara individu atau paling kurang terafiliasi dalam persekutuan, memiliki anatomi postur yang lebih lengkap ketimbang postur kita.

EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM

Postur kita dalam konteks teknologi secara anatomis sebenarnya masih konvensional, dengan alutsista berupa kapal, pesawat, tank, rudal atau roket jarak pendek, radar dan kamera terrestrial, alat komunikasi yang juga terrestrial. Sedangkan postur militer dari negara-negara yang mengancam tadi, selain tentu saja memiliki alutsista seperti yang kita punya, mereka juga menguasai dua rezim teknologi lainnya. Pertama, teknologi keantariksaan dengan aplikasi berupa satelit dengan berbagai payload-nya, baik untuk komunikasi, navigasi maupun penginderaan. Sedangkan aplikasi turunannya ada pada berbagai bentuk seperti rudal dan drone jarak jauh, penginderaan jarak jauh, komunikasi data, pemetaan yang luas dan akurat, dan lain sebagainya. Kedua, adalah teknologi nuklir baik untuk sumber tenaga pada berbagai platform, maupun sebagai hulu ledak pada senjata pamungkas yang sangat menentukan. Postur Pertahanan Negara Kondisi seperti digambarkan di atas menunjukkan bahwa postur kita mengalami kekurangan secara anatomis jika dibandingkan dengan postur yang ber-manuver di kawasan strategis kita. Kondisi demikian tentunya tidak boleh dibiarkan berlangsung terus-menerus. Pembiaran kondisi ini sangat membahayakan dalam konteks survival bangsa. Karena dalam keadaan memaksa, misalnya terbacanya kerawanan akut ketersediaan sumber kekayaan alam di masa depan, maka kekuatan militer tidak mustahil akan digunakan sebagai sarana mengatasi masalah. Tanda-tanda yang demikian sudah sangat jelas terbaca dari olah sikap dan gerakan China di laut china selatan. Mulai dari klaim wilayah dengan 9 dotted lines, maneuver kapal perang, pembangunan pangkalan militer, dan pengabaian keputusan Permanent Court of Arbitration yang memenangkan Philipina, serta peluncuran kapal induk baru. Ancaman ini akan terus tumbuh dan akan mencapai kulminasinya bila ekonomi China telah mengungguli rival utamanya yaitu AS, yang diramalkan akan terjadi sebelum 2030. Dari situasi itulah maka tentunya kita tidak akan membiarkan diri menjadi sasaran empuk

11

11


FOCUS karena postur yang kalah secara anatomis. Kita harus segera berkemas paling kurang membangun kemampuan keantariksaan, suatu amanat yang sebenarnya telah sejak tahun 60’an dikumandangkan dan dirintis perwujudannya oleh founding fathers. Namun sayang karena kurangnya kegigihan maka hingga kini hal itu belum juga terwujud, bahkan cenderung pudar sense of urgency-nya.

Poros Maritim Dunia Pemerintahan periode ini telah bertekad untuk mewujudkan konsep Poros Maritim Dunia. Dalam salah satu pilarnya dinyatakan perlunya membangun kemampuan pertahanan maritim. Memang tanpa pilar ini, bagaimana mungkin konsep poros maritim dunia dalam konteks ekonomi yang berkelanjutan dapat terwujud. Karena di dalamnya harus ada enforcement power, sedangkan enforcer yang ultimate adalah kekuatan militer. Enforcer militer yang dibutuhkan tentunya yang memadahi dihadapkan baik dengan luasan dan konstelasi geografis, maupun dihadapkan dengan kekuatan yang harus dihadapi baik dalam kondisi damai maupun konflik. Prestasinya diukur bagaimana kinerja di medan tugas sesuai tugas konstitusionalnya, yaitu mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara. Luasan dan konstelasi wilayah NKRI serta kawasan strategis yang harus dicakupnya, maupun kekuatan yang harus dihadapi, dalam konteks kekinian dan kedepan, sama-sama sangat membutuhkan

EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM

adanya kemampuan keterhubungan data yang sangat luas dan instan (real time). Kebutuhan operasional demikian hanya dapat dipenuhi melalui penguasaan teknologi keantariksaan. Rencana Induk Penyelenggaraan Keantariksaan Sebagai tindak lanjut dari Undang-undang tentang Keantariksaan, telah diterbitkan Peraturan Presiden tentang Rencana Induk Penyelenggaraan Keantariksaan 2016-2040. Namun sayang bahwa dalam pertimbangan lingkungan strategisnya tidak ada pertimbangan ancaman militer sebagaimana tersebut di atas, dimana posisi teknologi keantariksaan menjadi salah satu pilar utamanya. Dengan absennya pertimbangan tersebut maka dalam perencanaannya juga tidak ada yang eksplisit atau dedicated untuk kepentingan pertahanan negara. Hal ini menjadi tidak sepenuhnya sesuai dengan amanat undang-undang yang menjadi acuannya, yaitu bahwa penguasaan teknologi keantariksaan di dalamnya juga termasuk untuk kepentingan pertahanan negara. Pada pasal 10 ayat 2 undang-undang tersebut dikatakan bahwa dalam keadaan bahaya dan untuk tujuan pertahanan dan keamanan negara, Menteri Pertahanan dapat memanfaatkan seluruh sarana dan prasarana Penyelenggaraan Keantariksaan Indonesia. Demikian pula dalam penjelasannya, diantaranya dikatakan bahwa eksplorasi dan pendayagunaan antariksa mutlak perlu ilmu pengetahuan dan teknologi keantariksaan yang bersifat teknologi canggih, biaya tinggi, risiko tinggi, serta dapat dimanfaatkan untuk kepentingan kesejahteraan, pertahanan, dan keamanan. Rekomendasi. Dengan adanya urgensi yang nyata baik dari sisi ekonomi maupun pertahanan kami merekomendasikan kepada pemerintah untuk segera memasukkan program “menaraâ€? antariksa kedalam program jangka panjang (RPJP). Terhadap Rencana Induk yang sudah terbit juga kami menyarankan untuk diperbaiki agar secara tegas mengakomodasikan kepentingan pertahanan negara. § Cibubur, Mei 2017

12 12


Hal terpenting yang bisa kita lakukan adalah menginspirasi dan meningkatkan kemampuan pendidikan teknologi bagi generasi muda, untuk membawa kita kepada kemajuan antariksa.

equatorspace.com | technology satellites, rocketries, satellite bus, power systems, cameras, EQUATORSPACE.COM radar sensors, gyroscopes, antennas, engines, mux filters, attitude control, propellant

Equator SPACE.com 13


TECHNOLOGY

TONDA PRIYANTO Pendahuluan

M

asih ingat pemberitaan Oktober 2015 dimana 3 CEO Operator GSM Indonesia tanda-tangan kerja sama dengan Google Baloon dan kemudian di tahun 2016 hasilnya sedang dipelajari dan diperbaiki [1]. Harapan awal HAPS adalah untuk menjangkau daerah yang belum tercakup terrestrial dan sebagai alternatif jaringan yang mudah diterapkan dengan jangkauan lebih luas. Secara istilah, Balon-nya Google ini mempunyai nama umum yang dikenal sebagai High Altitude Platform System (HAPS) dan platform-nya tidak hanya dalam bentuk balon, akan tetapi juga pesawat terbang, dan airship, yang penempatannya di ketinggian sekitar 20 kilometer. Tulisan ini akan mencoba memperkenalkan kembali teknologi ini, yang suatu saat dapat menjadi salah satu tower di angkasa untuk daerah yang sangat tidak mudah terjangkau. Bagaimana ide HAPS muncul? Teknologi satelit sudah sangat dikuasai, dimana satelit dapat mencakup daerah yang

EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM

sangat luas akan tetapi mempunyai propagation delay tinggi, sedangkan terrestrial (tower di darat) mempunyai delay yang rendah tapi cakupannya kecil.

Para ilmuwan pada era tahun 1990-2000 mencoba mencari solusi yang dapat memberikan kelebihan satelit dan terrestrial. Dari penelitian dan percobaan ini, maka diperoleh data bahwa pada daerah stratosphere yaitu pada ketinggian sekitar

14

14


TECHNOLOGY 20 km adalah tempat yang anginnya relatif kecil (gambar 1). Ketinggian ini sangat cocok karena sudah diatas jalur pesawat. Apa kelebihan HAPS dibanding satelit dan terrestrial? HAPS dianggap mempunyai keunggulan dibanding dengan yang lain, dan untuk memperlihatkan kelebihannya, maka berikut perbandingannya dengan tower terrestrial dan satelit.

Paltform HAPS Istilah HAPS yang sekarang dikenal ini disepakati pada tahun 1997 di ITU. Sebelumnya banyak sekali istilah platform ini diantaranya; High Altitude Powered Platform, High Alitutide Aeronautical Platform, High Altitude Airship, Stratospheric Airship dan juga UAV (Unmanned Aerial Vehicle). Sebenarnya, pesawat stratospheric di ketinggian 15 km sudah dibuat di tahun 1930, yaitu balon dengan tekanan terkendali dan diawaki oleh pionir dari Swiss, Auguste Piccard. Kemudian, di tahun 1950 sampai dengan 1960, pesawat terbang jet; seperti Canberra, U2 dan SR71 serta dengan roket percobaan X-1 sd X15 sudah mencapai ketinggian stratosphere tersebut [2]. Perkembangan teknologi platform ini kemudian banyak dikembangkan oleh USA (baik militer atau sipil; misalnya oleh Google dan Facebook), Eropa, Jepang dan Korea. China tidak terdengar melakukan percobaan ini, hanya menariknya China adalah negara

EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM

yang produksi publikasi ilmiah tentang HAPS paling tinggi diikuti oleh USA, Itali, UK dan Jepang [2, 3]. Platform HAPS secara umum dapat dibagi menjadi 3 tipe yaitu pesawat terbang, airships dan balon. 1. Pesawat terbang: Untuk tipe pesawat terbang dapat dibagi menjadi 2 model, yaitu yang diawaki atau tidak (nirawak). a. Pesawat diawaki; misalnya pesawat U2 buatan Lockheed Martin yang diproduksi dari tahun 1955-1989, dan pesawat WB-57 untuk NASA. b. Pesawat nirawak (tidak diawaki dan dikenal sebagai UAV) yang masih terus dikembangkan. Minimal terdapat 5 program UAV yang ada, diantaranya Helios, Solara, Vulture, Zephyr Prosteus [2, 3]. Helios yang diawali 1994 oleh NASA dan telah mencapai ketinggian sampai dengan 29 km dengan lebar 75 meter dengan total berat 1 ton.

Tahun 2004 program ini ditutup sesudah salah satu prototipenya hilang di tahun 2003 karena mengalami turbulensi. Program lainnya yang menarik adalah Solara yang diproduksi oleh Titan Aerospace dan dibeli Google 2014. Dengan lebar sayap 50 meter berat 159 kg dan payload 32 kg diharapkan dapat terbang di ketinggian 20 kilometer sampai dengan 5 tahun, akan tetapi 2015

15

15


TECHNOLOGY mengalami kegagalan pada saat terbang. 2. Balon Tipe balon ini menjadi terkenal sejak dipubilkasikan oleh Google yang dikenal dengan Google Loon-nya [4]. Secara konsep dan gambar balon diperlihatkan oleh gambar 3, dimana balon akan bergerak dan cakupannya akan digantikan oleh balon berikutnya. Proyek ini dimulai tahun 2012 dan sudah dicoba di New Zealand, Australia, Brazilia dan Srilangka. Setiap balon mempunya diameter 15 meter dengan ketinggian 20 km dan dapat terbang sampai dengan 100 hari. Saat sekarang teknologi ini masih dikembangkan oleh Google.

3. Airship Secara umum Airship adalah balon yang diisi gas yang lebih ringan dan dapat dikendalikan di udara dengan dayanya sendiri. Airship yang pertama dan terkenal adalah Zeppelin.

EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM

USA kembali yang paling banyak mengembangkan platform ini diantaranya dengan nama Hisentinel 80 oleh Milter USA, Stratospheric Platform oleh Jepang, Stratospheric Airship oleh Korea, Hale-D oleh US Army, ISS oleh Milter USA, Stratobus dari Perancis [2]. Ringkasan program seperti tabel 2 dibawah.

Komponen HAPS Untuk membuat sistim yang menggunakan HAPS, maka secara umum komponen HAPS dapat dibagi dua; yaitu ruas angkasa (sky segment) dan ruas bumi (ground segment). Konfigurasi umum sistim HAPS diperlihatkan pada gambar dibawah.

16 16


TECHNOLOGY “A station located on an object at an altitude of 20 – 50 km and at a specified, nominal fixed point relative to the earth”. Adapun alokasi frekuensinya adalah V band dan S band. Sedangkan untuk remote sensing, keuntungan utamanya adalah karena dekat dengan bumi dan tetap berada pada orbitnya yang membuat tidak ada perubahan penerima di daerah cakupan HAPS. Dengan kondisi ini akan memungkinkan mendapatkan hasil remote sensing dengan akurasi yang lebih baik. Ruas Sky segment terdiri dari platform dan payload yaitu: 1. Platform yang seperti sudah dibahas diatas dan dapat berupa pesawat terbang, balon atau airship. Platform ini harus mempunyai alat pengendalian, sumber daya listrik dan pengaturan sikap (attitude) HAPS serta pengaturan temperatur. 2. Payload yang dapat berupa alat komunikasi atau remote sensing. Ground Segment adalah perangkat di bumi yang terdiri dari pusat pengendalian HAPS dan pengendalian komunikasi atau aplikasi HAPS dimaksud serta gateway untuk menghubungkan dengan jaringan publik atau interface untuk mengolah hasil penggunaan HAPS. Aplikasi HAPS Penelitian dan percobaan HAPS banyak dilakukan untuk telekomunikasi dan remote sensing baik untuk sipil maupun militer. Untuk telekomunikasi, seperti yang sudah diskusi di depan adalah kelebihannya di delay dengan cakupan yang cukup luas dan kemungkinan perubahan payload yang bisa dilakukan pada saat pemeliharaan. Untuk kepentingan telekomunikasi, maka HAPS sudah didefinisikan di Radio Regulations (RR) No. S1.66A sebagai

EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM

Kesimpulan. Sampai dengan saat ini (2017) memang HAPS belum memperlihatkan sistem yang handal dan ekonomis untuk dijadikan pengganti tower biasa atau satelit maupun menjadi komplemen dari teknologi satelit dan tower. Mungkin dalam beberapa tahun kedepan akan dapat diketahui kelayakan HAPS setelah semakin banyak percobaan dan penelitian untuk membuat HAPS semakin ringan, mesin semakin kuat, mampu mengatasi angin, dapat dipelihara secara rutin, aman dan tentu biaya yang masuk rencana bisnis. § Rujukan: [1] http://www.cnbc.com/2017/02/16/google-xboasts-big-improvement-in-project-loon.html [2] http://www.scielo.br/scielo.php?script=sci_art text&pid=S2175-91462016000300249 [3] Anggoro K W, High Altitude Platform Station (HAPS), Wireless Personal Communication 2007. [4] https://x.company/loon/technology/ [5] https://en.wikipedia.org/wiki/Project_Loon#/ media/File:Google_Loon_Balloon_close_up.jpg [6] Prodemis & UnIS, High Altitude Platform Station A Promising Infrastructure for Delivery of 3G and Beyond 3G Services Centre for Communication Systems Research University of Surrey

17 17


TECHNOLOGY

PELUNCUR SATELIT DAN PESAWAT TERBANG TANPA AWAK

P

ertengahan April 2017 lalu, media internasional ribut mengenai uji terbang peluru kendali (rudal) balistik Korea Utara. Armada militer Amerika di Pasifik disiagakan, juga dengan tentara Cina dan Jepang di perbatasan. Mengapa negara-negara besar tersebut menjadi heboh? Seberapa bahaya sebenarnya teknologi tersebut?

perang dingin, dan menggunakan teknologi yang sama dengan yang digunakan pada roket peluncur satelit. Pada roket peluncur satelit, roket akan memberikan kecepatan dan arah terbang sehingga satelit akan memasuki orbit yang tidak bersinggungan dengan permukaan Bumi, yang umumnya berupa lingkaran, seperti lintasan biru di gambar 1.

ROBERTUS HERU TRIHARJANTO Awal April 2017 lalu, Amerika serikat Pada rudal balistik, yang membedakan adalah meluncurkan 59 rudal jelajah Tomahawk ke orbit yang akan dituju. Orbit tersebut Syria. Serangan dengan otorisasi langsung berbentuk elips yang memotong permukaan dari presiden tersebut dikabarkan Bumi di tempat yang menjadi sasaran rudal. menghancurkan pangkalan udara militer Sama seperti peluncuran satelit, pada rudal yang dianggap menjadi pusat persenjataan balistik, pegendalian dilakukan pada saat kimia milik rejim Assad. Mengapa teknologi perjalanan naik menuju apogee atau puncak militer tersebut yang menjadi pilihan? Pada tertingggi dari orbit elips. Rudal balistik artikel ini dibahas mengenai aspek teknis sangat sulit dihentikan karena kecepatannya dari rudal balistik dan rudal jelajah. yang sangat tinggi. Jika, misalnya rudal Bagaimana prinsip kerjanya, yang diluncurkan dari Moscow, Rusia, maka akan menjadikan mereka icon dari konflik global. bisa mencapai Washington DC, Amerika, Rudal Balistik Bagi negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Rusia, rudal balistik adalah teknologi yang sudah dikenal cukup lama. Teknologi tersebut berkembang pesat saat

EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM

dalam waktu beberapa puluh menit. Saat turun menuju sasaran kecepatan rudal tersebut bisa mencapai 10 kali kecepatan suara, sehingga kendati bisa dideteksi, upaya menangkisnya sangat sulit.

18 18


TECHNOLOGY

apogee

bandar antariksa

orbit satelit

sasaran rudal

pangkalan rudal apogee

Gambar 2. Peluncuran rudal Pukguksong milik Korut (sumber : bbc.com)

Gambar 1. Lintasan peluncur satelit dan rudal balistik

Sesuai prinsip fisika altileri, akurasi dari penembakan jarak jauh merupakan fungsi dari jarak tembak. Misalnya apabila suatu senjata balistik, mempunyai akurasi 1/1000, maka jika digunakan untuk menembak sejauh 100 km, kemungkinan titik jatuh bahan peledak yang dibawa akan meleset hingga 100 m. Hal tersebut yang membuat moda senjata balistik, semakin

jauh target penembakan akan semakin besar bahan peledak yang akan dibawa. Untuk rudal balistik yang sasarannya hingga ribuan kilometer, yang dibawa bukan lagi bom konvensional namun sudah menggunakan bom nuklir. Sehingga jika misinya menghancurkan sebuah komplek kantor kepresidenan/kementrian akan tetap tercapai jika titik jatuh bom meleset hingga 10 km. Dikabarkan rudal balistik milik Korea Utara saat ini telah bisa menjangkau kotakota di Jepang. Pengembangan selanjutnya adalah rudal yang bisa menjangkau kota-kota di Amerika dan Eropa. Hal ini dianggap menghawatirkan karena mekanisme pembuat keputusan penggunaan senjata tersebut di Korea Utara dinilai kurang rasional.

Gambar 3. Cakupan rudal balistik Korut (sumber : bbc.com)

EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM

Generasi pertama rudal balistik Korea Utara diperkirakan merupakan reverse engineering dari rudal Scud buatan Rusia.

19

19


TECHNOLOGY Kemudian dilakukan modifikasi untuk menambah jarak jangkauannya dengan melakukan cluster engine dan menjadikannya multi-staging. Rudal Jelajah Karena jenis konflik yang dihadapi oleh Amerika saat ini berubah, dari konflik simetris (antara 2 negara yang sama kuat secara militer), menjadi konflik asimetris (dengan negara yang jauh lebih lemah secara militer atau dengan organisasi non-negara), maka penggunaan rudal balistik dianggap tidak lagi efektif. Pada perang asimetris, menghancurkan 1 kota (mass destruction) akan mengakibatkan tumbuhnya musuhmusuh baru atau mendapat hukuman sosial dari masyarakat internasional. Sehingga dikembangkan senjata yang mempunyai kemampuan menghancurkan target-target kecil dari jarak jauh secara akurat. Prinsip kerja rudal jelajah adalah seperti pesawat tempur yang berisi penuh bom dengan pilot yang siap bunuh diri. Gambar 4 adalah rudal jelajah Tomahawk yang terlihat memiliki sayap dan ekor seperti pesawat terbang. Rudal tersebut menggunakan mesin jet, sehingga terbang dengan kecepatan dibawah kecepatan suara. Untuk menghindari deteksi musuh, rudal tersebut terbang rendah (dibawah jangkauan radar udara) dan bisa berkelok-kelok untuk mengikuti permukaan tanah. Teknologi rudal ini didukung dengan bertambah canggihnya perangkat elektronik yang semakin bisa menirukan kinerja manusia. Sebelum dilakukan penembakan, target yang akan dihancurkan dan rute perjalanan rudalnya terlebih dahulu difoto dari satelit. Foto-foto tersebut kemudian diunggah ke dalam komputer navigasi rudal. Selain dipandu oleh GPS, rudal juga dilengkapi dengan kamera untuk membandingkan foto daerah yang

EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM

dilaluinya dan foto target dengan database yang ada di komputer navigasinya. Dengan sistem navigasi tersebut, rudal Tomahawk bisa mempunyai akurasi hingga beberapa meter, dengan kemampuan jangkauan lebih dari 1000 km. Dengan demikian rudal bisa membawa bahan peledak konvensional sehingga daerah yang dihancurkan bisa dibatasi, misalnya hanya gedung tempat pemimpin-pemimpin organisasi musuh, tanpa menghancurkan masyarakat sipil yang tinggal disekitarnya.

Gambar 4. Rudal jelajah Tomahawk (sumber : Raytheon.com)

Rudal jelajah saat ini umumnya diluncurkan dari kapal laut yang berlayar di dekat negara yang akan diserang. Barangkali hal tersebut yang membuat armada kapal Amerika mulai mendekati Korea Utara. § Robertus Heru Triharjanto Peneliti pada Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional

20

20


Perkembangan lingkungan strategis menuntut segera dikuasai dan diimplementasikannya teknologi keantariksaan dan berbagai penjalarannya dalam postur pertahanan negara

DEPARTMENT

EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM

equatorspace.com | defence communication, navigation, surveillance, siber, weapon guide, remote sensing 21 & control

28


DEFENCE

KOMUNIKASI BERGERAK UNTUK PERTAHANAN Pendahuluan Diantara berbagai kebutuhan mendasar dalam penyelenggaraan pertahanan negara, adalah tersedianya sarana komunikasi begerak yang dapat melayani dengan baik kebutuhan operasional dari gelar operasi militer, baik dalam operasi sehari-hari maupun dalam kondisi memaksa pada saat konflik. Sarana bergerak komunikasi tersebut harus beroperasi pada kondisi yang tidak biasa, wilayah yang tidak biasa, dukungan yang tidak biasa dan lain-lain hal yang tidak lazim ditemui pada kondisi damai. Meskipun pada sisi lain berbagai kondisi “tidak biasa� tersebut harus dilatihkan agar bagi militer pada waktunya nanti terasa sebagai kondisi yang sedekat mungkin menjadi seperti biasa. Itulah salah satu esensi latihan-latihan militer, yaitu membiasakan diri terhadap hal-hal yang pada kondisi damai tidak biasa, namun pada situasi konflik hal itu kemungkinan besar akan terjadi.

EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM

22

22


DEFENCE

Pada kegiatan latihan dan operasi tersebut keberadaan komunikasi begerak sangat vital. Kondisi saat ini dihadapkan dengan kebutuhan, baik karena luasan dan kondisi geografis wilayah operasi, maupun komparasinya dengan gelar kekuatan pertahanan dari negara-negara yang bermanuver di kawasan stratregis kita, ternyata masih sangat membutuhkan peningkatan performa dari berbagai segi seperti uraian di bawah ini. Luasan coverage. Komunikasi bergerak mesti dapat mengcover keseluruhan area yurisdiksi NKRI serta kawasan strategis di sekitar NKRI, yaitu kawasan Asia Pasifik. Hal ini terkait dengan kebutuhan penugasan untuk mampu mengatasi gangguan yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Cakupan demikian pada wilayah dengan konstelasi kepulauan tidak mungkin dicapai melalui metoda terrestrial saja, sebagaimana kemampuan kita saat ini. Bahkan pada pulau-pulau dengan wilayah yang bergunung-gunung, meskipun pada pulau yang tidak terlalu besar, sebagaimana banyak terdapat di Indonesia, metoda terrestrial juga tidak

International Telecommunication Union (ITU) maupun landing right dari negara dalam wilayah tersebut. Namun dalam konteks pertahanan militer, pengaturan administratif tersebut bisa jadi menjadi tidak berlaku pada masa konflik. Keandalan terhadap cuaca. Sistem komunikasi untuk keperluan vital seperti pertahanan negara, harus dapat berfungsi setiap saat pada berbagai kondisi cuaca. Wilayah NKRI yang berada didaerah tropis sering terjadi kondisi berawan dan hujan. Hal ini akan mempengaruhi performa frekwensi radio, sebagaimana terlihat pada grafis di bawah ini. Dari grafis di bawah ini terlihat jelas bahwa semakin deras hujan semakin kuat pula gangguan terhadap performa gelombang radio. Dan dari rentang frekuensi yang ada maka frekwensi di atas 2,5 Giga Hertz semakin kuat pula gangguannya. Dengan demikian untuk komunikasi bergerak di wilayah yang banyak hujan seperti di wilayah NKRI dan sekitarnya, dari sisi gangguan hujan, maka frekwensi di bawah 2,5 GHz akan lebih cocok digunakan.

efektif karena line of sight menjadi sangat terbatas. Metoda yang memungkinkan adalah dengan komunikasi satelit (extraterrestrial). Bila satelit ditempatkan pada ketinggian Geostationary Orbit (GSO), maka secara teknis keseluruhan wilayah NKRI serta sebagian besar Asia Pasifik, atau sekitar sepertiga muka bumi akan dapat tercover. Meskipun dalam prakteknya bisa juga terbatasi oleh pengaturan-pengaturan zonasi administratif dari

EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM

23

23


DEFENCE

Ukuran perangkat bergerak. Untuk memungkinkan suatu pergerakan yang leluasa, tentunya perangkat komunikasi yang dibawa diupayakan sekecil mungkin, khususnya bila peralatan tersebut harus melekat pada personil atau dipasang pada wahana ringan, seperti pesawat tempur atau pesawat terbang tanpa awak. Peralatan yang nyaman bagi personil untuk dibawa-bawa adalah seukuran handphone, bukan peralatan seperti pada gambar di bawah ini.

Kerahasiaan data. Untuk suksesnya sebuah operasi militer, dimana ada pihak yang menjadi lawan, maka kebutuhan kerahasiaan adalah suatu keniscayaan. Mengingat komunikasi radio merupakan pancaran yang dapat diterima oleh siapa saja, maka perlu ada upaya-upaya perahasiaan agar data-data yang dikomunikasikan tidak jatuh ke tangan yang tidak semestinya. Secara teknis telah banyak metoda untuk melakukan perlindungan terhadap data yang ditransmisikan, namun pada sisi lain upaya peretasan juga akan selalu berkembang.

EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM

Oleh karena itu upaya perlindungan juga harus terus dikembangkan sehingga selalu berada selangkah lebih maju dari perkembangan teknologi peretasan. Manakala kita terus aktif mengembangkan teknologi perlindungannya, maka resiko diretas akan semakin mengecil, karena peretas pada dasarnya adalah follower yang akan mengikuti pihak yang akan diretasnya. Biaya Untuk mengawali pembangunan sistem komunikasi bergerak satelit yang langsung dapat meng-cover luasan wilayah strategis kita, yang berarti harus menggunakan satelit GSO, akan membutuhkan biaya cukup besar. Hitungannya bisa belasan triliun rupiah. Namun demikian hal itu adalah wajar karena sistem tersebut sebenarnya merupakan bagian infrastruktur keantariksaan, sebagaimana jalan raya yang dengan keberadaannya akan membuka berbagai pemanfaatan yang sangat luas. Aplikasi yang dapat dikembangkan mulai dari hal-hal semacam ojek online sampai dengan halhal canggih seperti pengendalian rudal dan pesawat tanpa awak jarak jauh. Hal lain yang akan didapat adalah meningkatnya derajat kemandirian, yang dalam konteks pertahanan negara adalah sangat penting.

24

24


DEFENCE

Biaya tinggi akan terjadi pada awal pembangunan, namun sekali infrastruktur dasar terbangun, misalnya ground segment, maka selanjutnya tinggal mengganti space segmen belasan tahun kemudian dan pemeliharaan ground segmen yang akan jauh lebih murah. Sementara itu keuntungan dalam bentuk layanan mandiri akan terus dinikmati.

pengambilan keputusan harus dapat dimintai pertanggungjawabannya. Bentuk kerugian selain lepasnya sumber daya alam tersebut, adalah sejumlah besar dana yang selama ini telah dikeluarkan, peluang emas untuk peningkatan anatomi postur pertahanan negara, serta kredibiltas negara karena wanprestasi dalam memenuhi kontrak yang sudah dibuatnya.

Satkomhan 123 BT Kita saat ini memiliki peluang emas untuk mulai membangun kemampuan komunikasi bergerak yang memenuhi kriteria tersebut di atas, yaitu melalui program Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan) yang akan diorbitkan pada posisi GSO 123 bujur timur (BT). Satelit komunikasi tersebut beroperasi pada pita frekwensi L yaitu antara 1 s.d. 2 Ghz. Sebagaimana ditulis pada edisi ES sebelumnya, esensi program ini selain dalam pemenuhan kebutuhan komunikasi yang handal juga dalam rangka penyelamatan hak guna spektrum frekwensi dan slot orbit satelit yang sangat strategis. Upaya penyelamatan tersebut diperlukan karena adanya aturan International Telecommunication Union (ITU) yang membatasi waktu kosong baik dalam pemanfaatan spektrum maupun slot orbit tersebut. Dan batas waktu itu saat ini sudah sangat mepet, sehingga membutuhkan keputusan cepat dalam rangka mengeksekusi langkah-langkah penyelamatannya. Kegagalan upaya penyelamatan sumber daya alam terbatas dan strategis tersebut akan merupakan kerugian luar biasa bagi negara. Para pihak yang berperan dalam

EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM

Komunikasi satelit lainnya. Untuk negara sebesar NKRI tentunya kebutuhan komunikasi satelit tidak mungkin didukung dari satu satelit saja. Untuk mendukung secara menyeluruh harus berupa gugus satelit yang terdiri dari beberapa satelit dengan peran yang berbeda-beda atau saling melengkapi. Satkomhan 123 BT hanya untuk komunikasi bergerak dengan kapasitas transfer data yang relatif kecil. Oleh karena itu mesti ada satelit lain yang berperan untuk transfer data besar, namun kemungkinan tidak dapat untuk komunikasi bergerak. Demikian pula untuk kepentingan penyiaran (broadcast) mesti ada gugus satelit yang lainnya lagi. Rencana Induk Penyelenggaraan Keantariksaan 2016-2040 Rencana Induk tersebut (Perpres 45/2017) merupakan rencana yang diamanatkan oleh UU tentang Keantariksaan namun demikian tampak belum memasukkan dalam pertimbangan strategis maupun rencana tindaknya terkait kepentingan pertahanan negara. Hal ini tidak klop dengan amanat dari undang-undang

25

25


DEFENCE yang menjadi cantolannya itu sendiri. Padahal situasi di lapangan, sebagaimana pernah diulas pada edisi ES sebelumnya, bahwa perkembangan lingkungan strategis kita menuntut kemampuan pertahanan negara yang juga menguasai dan memanfaatkan teknologi keantariksaan. Rekomendasi. Kepada pemerintah diharapkan kembali mencermati perkembangan lingkungan strategis, khususnya terkait aspek

EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM

pertahanan negara yang di dalamnya akan ditemukan adanya urgensi segera menguasai dan memanfaatkan teknologi dan infrastruktur keantariksaan, termasuk kemampuan komunikasi bergerak secara extraterrestrial (dengan satelit). Peluang bagus namun langka yaitu pengisian slot GSO 123 BT tidak boleh gagal dengan cara segera mengefektifkan proses produksi satelit yang akan mengisinya. ยง Cibubur, Mei 2017

26

26


Perkembangan dan

Penguasaan

Teknologi Satelit Menuntut Rancang-Bangun Aplikasi dalam

berbagai sektor untuk mendukung percepatan

Pembangunan Nasional

Equator SPACE.com equatorspace.com | applications VSAT Networks, satellite backhaul links, IP Over satellites,broadcasting (DTH), EQUATORSPACE.COM distance learning, multiple access, image processing

27


APPLICATIONS

AGUSTAN BPPT

T

anggal 7 Desember 2016 sekitar pukul

5 pagi Waktu Indonesia Barat terjadi gempa di wilayah Kabupaten Pidie Jaya, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Menurut hasil analisis Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), gempa ini berkekuatan skala

Akibatnya terjadi akumulasi energi yang suatu saat akan keluar menjadi gempa. Gempa ini terjadi pada lokasi yang rapuh yang dikenal dengan istilah wilayah patahan. Pemetaan zona wilayah rawan gempa telah dimulai dan terus dimutakhirkan sebagai upaya untuk perbaikan tahap perencanaan tata ruang pembangunan

magnitudo 6.5 dengan kedalaman sekitar 15 km. Dampak gempa ini menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengakibatkan 103 orang meninggal, 700 orang luka-luka, 16.238 bangunan mengalami kerusakan, dan 85.161 orang mengungsi. Gempabumi merupakan fenomena alami di Indonesia, akibat posisi geografis yang terletak di pertemuan beberapa lempeng tektonik yang saling menekan.

EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM

28

28


APPLICATIONS

dan untuk keperluan konstruksi sipil agar

Kedua citra ini kemudian diolah melalui

dapat menyesuaikan dengan ancaman

tahapan ko-registrasi untuk menyamakan

besarnya energi gempabumi.

geometri dari kedua citra tersebut, dan selanjutnya dijadikan interferogram

Getaran gempabumi kadang menyebabkan

(lingkaran warna) melalui perkalian bilangan

ambruknya bangunan sehingga

kompleks. Interferogram yang terbentuk

menimbulkan korban. Selain itu, getaran

mewakili beberapa unsur utamanya topografi

gempa juga dapat mengakibatkan

permukaan berserta perubahannya (yang

bergesernya permukaan bumi yang kadang

disebabkan oleh gempa). Untuk lebih

dijumpai di lapangan berupa rekahan atau

menonjolkan perubahan permukaan, maka

retakan.

komponen topografi permukaan harus dihilangkan, salah satunya dengan

Perubahan permukaan (deformasi) akibat

menggunakan teknik differensiasi dari

gempa dapat dilihat secara lebih luas

simulasi interferogram data topografi yang

menggunakan citra satelit radar dengan

sudah ada (dari sumber yang lain).

teknik Interferometry Synthetic Aperture Radar (InSAR). Teknik ini menggunakan citra satelit radar untuk dua waktu pengamatan yang berbeda (sebelum dan sesudah gempa) yang mengandung informasi fasa, biasanya dalam format Single Look Complex (SLC).

EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM

Untuk melihat perubahan permukaan akibat gempa Pidie, dua citra satelit ALOS-2 yang diperoleh dari Japan Aerospace Exploration Agency (JAXA) – Jepang diolah dengan teknik interferometri. Wilayah tersebut diamati pada tanggal 4 Desember 2016 (3 hari sebelum gempa) dan pada tanggal 12 Februari 2017 (67 hari setelah gempa). Hasil dari pengolahan citra radar dengan teknik interferometri dapat dilihat pada gambar 4 berikut.

29 47 29


APPLICATIONS Gambar 4 mengilustrasikan alur pengolahan citra satelit ALOS-2 dengan interfereometri untuk mendapatkan gambaran daerah yang mengalami pergeseran akibat gempa. Terlihat pada gambar tersebut, interferogram hasil pengolahan data jelas terlihat pada wilayah pesisir bagian utara.

Setelah dilakukan pengurangan (proses differensiasi) antara fasa interferogram dengan fasa simulasi DEM, maka diperoleh beda fasa yang mengindikasikan perubahan permukaan akibat gempa. Pada gambar 5, terlihat ada 2 daerah utama yang mengalami perubahan yang dibatasi oleh patahan (garis hitam putusputus) dengan pola lingkaran warna (fringe) yang berbeda. Pada wilayah A, pola lingkaran warna dari satelit adalah Merah Muda-Kuning; sedang pada wilayah B, pola lingkaran warnanya adalah Merah Muda-Biru. Pola ini dapat diindikasikan bahwa daerah A bergerak relatif ke arah satelit (Barat-Daya) dan daerah B bergerak relatif menjauhi satelit (Timur-Laut). Daerah A yang bergerak ke arah BaratDaya terlihat ada 3 lingkaran warna

Kemudian untuk menghilangkan efek topografi, dilakukan simulasi interferogram data Digital Elevation Model (DEM) dari data Shuttle Radar Topography Mission (SRTM) dengan menggunakan parameter orbit dari kedua waktu pengamatan satelit ALOS-2.

EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM

(satu lingkaran warna mewakili perubahan 5 cm) artinya perubahan sekitar 15cm; sedang daerah B yang bergerak pada arah timur laut terlihat paling tidak ada 4 lingkaran warna atau sekitar 20cm. ยง

30

30


TRUE BROADBAND EXPERIENCE THROUGH SATELLITE

P

ada tahun 2017, Asosiasi Satelit Indonesia (ASSI) menyelenggarakaan konperensi satelit tingkat internasional yaitu Asia Pacific Satellite (APSAT) untuk yang ke-16 kalinya. APSAT kali ini memiliki memiliki tema “True Broadband Experience Through Satellite” dan berlangsung dengan sukses mulai tanggal 17 – 18 Mei 2017 di Grand Ballroom, Hotel Fairmont – Senayan, Jakarta. Tema “True Broadband Experience Through Satellite” ini diambil untuk pengkinian keadaan yang paling akhir di industri satelit kepada para pemangku kepentingan dan selain itu juga untuk mendukung program pemerintah khususnya di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) yang sedang giat-giatnya mengembangkan infrastruktur pita lebar, bisnis turunan internet dan penyiaran. Dengan sebaran dan luas demografi seperti Indonesia, infrastruktur satelit memiliki peran penting dalam memberikan akses informasi kepada masyarakat Indonesia sampai ke seluruh pelosok tanah air terutama yang tidak terjangkau oleh infrastruktur terestrial. APSAT 2017 yang menghadirkan pembicara yang berasal dari luar negeri dan domestik memberikan informasi terkini mengenai perubahan kondisi pasar di kawasan Asia Pasifik umumnya dan Indonesia khususnya, dimana aplikasi berbasis internet merupakan kunci penting untuk satelit komunikasi. Ada beberapa inovasi di dalam industri satelit ini, dan bukan hanya soal teknologi saja tetapi juga terkait dengan model bisnis yang pada akhirnya bukan hanya menciptakan peluang tapi juga memberikan tantangan yang harus dihadapi oleh pelaku industri.

EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM

Untuk memenuhi kebutuhan pita lebar yang sangat demanding, satelit komunikasi pita lebar berbeda dengan satelit komunikasi klasik. Salah satu teknologi yang digunakan adalah teknologi High Throughput Satellite yang biasa disingkat sebagai HTS. HTS ini biasa merupakan satelit besar tapi pada akhirnya akan memberikan keuntungan bagi pelanggan dalam bentuk harga per Mbps dari kapasitas menjadi sangat kompetitif. Selain itu juga ada satelit Non-Geostationary Orbit (NGSO) yang masuk ke dalam industri ini sehingga memberi lebih banyak pilihan kepada masyarakat. Konperensi selama dua hari ini dibagi menjadi beberapa panel sebagai bagai berikut: 1. Panel Eksekutif Satelit, pembicara yang merupakan para eksekutif di perusahaannya masing-masing, menyampaikan kecenderungan dan potensi kebutuhan pita lebar di kawasan Asia Pasifik baik dari sisi teknologi, aplikasi, inovasi bisnis, peluang, tantangan dan bagaimana cara merealisasikannya. 2. Panel Kendaraan Peluncur, pembicara yang berasal dari perusahaan penyedia jasa peluncuran satelit menyampaikan inovasiinovasi pada kendaraan peluncur sehingga membuat kendaraan peluncur yang handal dengan harga yang kompetitif yang pada akhir dapat memberikan keuntungan pada industri satelit.

31 31


3. Panel Eksekutif Pita Lebar, pembicara yang berasal dari operator satelit maupun operator jaringan satelit, menyampaikan pengalaman-pengalaman menggunakan HTS di kawasan lain yang lebih dulu mengembangkan layanan pita lebar, baik dari sisi pelanggan maupun operator. Operator domestik juga menyampaikan harapan-harapannya berkaitan dengan HTS ini. Pada panel juga didiskusikan model bisnis dan teknologi yang diharapkan cocok dengan kondisi di kawasan Asia Pasifik. 4. Panel Pabrikan, pembicara yang berasal baik dari pabrikan ruas anagkasa maupun ruas bumi, menyampaikan kemampuan masing-masing untuk memenuhi tantangan dari pelanggan dan operator yang sangat tinggi terkait layanan pita lebar ini baik dari sisi kecapatan maupun harga, 5. Panel Jaringan Selular, pembicara yang terdiri dari para operator jaringan selular menyampaikan kebutuhan akan lebar pita spektrum yang banyak untuk memenuhi kebutuhan akan permintaan pita lebar yang terus menunjukkan kecenderungan pertumbuhan yang terus naik. Pembicara

EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM

menyampaikan harapan bahwa HTS akan dapat memenuhi kecenderungan ini. 6. Panel Pendanaan, pembicara yang terdiri dari operator satelit dan lembaga keuangan menyampaikan kebutuhan akan dana yang besar sekali dalam industri satelit ini. Diharapkan lembaga keuangan domestik dapat berperan serta dalam pendanaan proyek ini. 7. Panel Aplikasi Pita Lebar di Jaringan Militer dan Kelautan, yang terdiri dari pembicara yang berasal dari operator satelit, pabrikan satelit dan perangkat ruas bumi, menyampaikan kebutuhan yang besar akan jaringan pita lebar. Bagaimana HTS akan memberikan impak yang positif dalam pemenuhan kebutuhan jaringan militer dan kelautan akan data di tempat yang tidak terjangkau oleh jaringan terestrial. Konperensi yang dihadiri oleh sekitar 344 eksekutif dan profesional di bidang industri satelit ini berjalan dengan lancar dan dinamis sekali. Sampai jumpa lagi di tahun yang akan datang untuk APSAT ke 17 tahun 2018. §

32

32


SATELIT NON-KOMUNIKASI

P

ada hari Kamis, 18 Mei 2017 telah terselenggara acara Workshop ASSI 2017. Acara tahunan ini, disponsori oleh Asosiasi Satelit Indonesia (ASSI) dan merupakan yang kedua sejak tahun 2016, diharapkan akan terus berlangsung secara teratur pada tahun-tahun berikutnya. Workshop ini merupakan wadah bagi penggiat satelit nasional maupun internasional mulai mahasiswa hingga profesional dengan harapan terciptanya komunikasi yang intensif di antara penggiat dan inovasi di bidang satelit yang berkelanjutan. Tahun ini ASSI menggandeng majalah antariksa Equator Space untuk pelaksanaan workshop yang mengangkat tema “Satelit Non-Komunikasi�. Hal ini didasarkan pada fungsi satelit yang merupakan sarana pendukung yang efektif untuk kepentingan pertahanan maupun ekonomi. Penggunaan teknologi keantariksaan dalam bentuk infrastruktur gugusan satelit baik gugusan satelit komunikasi, gugusan satelit navigasi maupun gugusan satelit indera jarak jauh, serta berbagai aplikasinya dirasa tepat untuk mengurai permasalah-permasalahan yang terjadi belakangan ini. Acara yang dibuka oleh ketua ASSI, Dani Indra Widjanarko, terdiri dari tiga sesi yang masing-masing membawa tiga topik utama yaitu Satelit untuk Pertahanan, Satelit untuk Pemantauan dan Surya Satellite-1 /Proyek Kemandirian dari Anak Bangsa.

EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM

Topik pertama dan kedua dibawakan oleh masing-masing 3 pembicara dan topi ketiga dibawakan oleh Tim Surya Satellite-1 dari Universitas Surya. 1. Sesi #1: Satelit untuk Pertahanan a. Pembicara pertama, Bapak Listyanto, Deputy General Managing Editor Equator Space, memaparkan bahwa Indonesia yang merupakan negara kepulauan yang sangat luas memiliki kebutuhan yang sangat mendesak untuk mengisi kekosongan pertahanan negara dalam satelit militer. b. Pembicara kedua, Bapak Mardianis, Editorial Board bidang Space Policy & Regulation Equator Space, menyoroti regulasi satelit non-komunikasi suatu negara jika satelit tersebut digunakan untuk militer dan juga kegiatan keantariksaan lain. Yang sangat menarik disini adalah penjelasan regulasi satelit yang dibuat untuk dapat mencakup perkembangan teknologi satelit di masa depan seperti kemungkinan usaha pertambangan asteroid di antariksa yang bernilai miliaran dolar Amerika. c. Pembicara ketiga, Bapak Kanaka Hidayat, Editorial Board bidang Applications Equator Space, menutup sesi pertama dengan menampilkan data kebutuhan satelit pertahanan Indonesia yang harus dipenuhi baik oleh satelit LEO, MEO dan GEO. Dengan catatan bahwa keamanan jaringan satelit terutama untuk pertahanan harus diperhatikan dengan melakukan pengawasan fisik ataupun non-fisik terhadap komponenkomponen transmisi.

33

33


2. Sesi #2: Satelit untuk Pemantauan a. Pembicara pertama, Bapak Freddy Pranajaya, Deputy Director, Innovation Space Flight Laboratory yang berbasis di Toronto, Kanada. Dengan apik beliau membuka sesi 2 dan memaparkan bagaimana universitas tempatnya bekerja mampu membuat satelitsatelit ukuran mikro dan nano secara mandiri. Mereka memiliki Mission Control Center yang terhubung pada stasiun bumi Sband dan UHF yang terletak di dalam kampus. Beberapa proyek khusus yang sedang mereka kembangkan adalah sistem propulsi, tes radiasi, dan mekanik khusus yang dapat menyambung dan melepas satelit dari peluncurnya. Satelit-satelit mikro dan nano yang sudah flight proven buatan mereka tersebut dapat dipesan oleh siapa saja yang membutuhkan dengan spesifikasi yang dapat disesuaikan dengan permintaan pemesan. b. Pembicara kedua, Bapak Arif Saifudin perwakilan dari LAPAN memaparkan tentang projek satelit mikro dan nano yang telah berhasil mereka luncurkan dan kembangkan. LAPAN A5 adalah satelit terbaru yang dibangun dengan membawa misi SAR experiment. c. Pembicara ketiga, Ibu Dewayany Sutrisno, satu-satunya wanita sebagai narasumber workshop mewakili MAPIN membawakan materi tentang satelit penginderaan jauh. Posisi Indonesia yang berbatasan dengan sepuluh negara tetangga, kondisi negara kepulauan, zona laut yang luas ditambah lagi dengan kondisi rawan bencana, membuat Indonesia wajib memilliki satelit penginderaan jauh yang lengkap dan mumpuni. Diharapkan dengan adanya data

EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM

citra digital yang dihasilkan dari satelit secara real time dan dalam cakupan yang luas, mampu memberikan peringatan dini untuk merumuskan solusi terhadap permasalahanpermasalahan yang akan ataupun yang sudah terjadi. 3. Sesi #3: Surya Satellite-1 /Proyek Kemandirian dari Anak Bangsa. Pada akhir acara yaitu sesi #3, Tim Surya Satellite-1 yang terdiri dari 13 mahasiswa Universitas Surya mempersembahkan proyek kemandirian anak bangsa, yaitu berupa nano satelit yang membawa misi telekomunikasi short text message antar pulau di Indonesia. Proyek ini telah diinisiasi sejak bulan Januari 2016 dan saat ini sudah sampai pada tahap engineering model assembly. Rencananya satelit ini akan diluncurkan pada Desember 2017 dan akan beroperasi secara penuh pada Februari 2018. Beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari diskusi dalam workshop ini adalah bahwasannya memang Indonesia yang merupakan negara kepulauan membutuhkan inovasi-inovasi di bidang satelit untuk menciptakan peningkatan ketahanan dan perekonomian nasional. Sumber daya manusia yang sudah mumpuni malang melintang di dunia persatelitan serta munculnya generasi muda yang sudah melek teknologi seharusnya mampu menciptakan inovasi-inovasi tersebut. Hanya tinggal pemerintah saja yang mau atau tidak mewujudkannya. Tanpa peran serta pemerintah dan dukungan seluruh masyarakat Indonesia, proyek menyeluruh seperti ini hanya akan berakhir di teori saja. Negara lain sudah, Indonesia kapan? (Dine Imawati) ยง

34

34


ASSI adalah asosiasi untuk melindungi kepentingan bisnis satelit Indonesia, terutama melalui regulasi yang memihak industri dalam negeri dan mengawalnya, mendorong perkembangan bisnis satelit di Indonesia, memberikan edukasi teknologi dan bisnis kepada masyarakat serta mendorong terciptanya potensipotensi nasional di bidang teknologi satelit dan antariksa.

Berdiri pada 28 September 1998 berdasarkan SK Menhub No. KM 63 tahun 1998 oleh lima perusahaan telekomunikasi yang mengoperasikan satelit yaitu PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, PT Indosat Tbk, PT Satelindo yang kemudian merger dengan PT Indosat Tbk tahun 2004, PT Pasifik Satelit Nusantara dan PT Media Citra Indostar, asosiasi ini berdiri dengan nama Asosiasi Satelit Indonesia (ASSI).

Sekretariat ASSI Jl. Cisanggarung No.2, Lt. 2 R.26 Bandung, Indonesia 40115. Email: admin@assi.or.id Phone: +62 22 4521 658 Fax: +62 22 4521 657 Contact Feti Fatimah: feti.fatimah@assi.or.id Nur Fiatin: nur.fiatin@assi.or.id

EQUATORSPACE.COM EQUATORSPACE.COM

Diperkaya dengan pengalaman-pengalaman di tahun-tahun pertama membuat ASSI dapat melangkah dengan pasti menuju Milenium baru. Walaupun banyak organisasi di bidang yang sama, ASSI merupakan organisasi yang unik dan berbeda, dengan TUJUAN sebagai berikut: 1. Menjadi suatu wadah yang dapat merangkum dan merumuskan kemajuan dan pemanfaatan teknologi satelit dan keantariksaan di Indonesia dan negara-negara lain yang membutuhkan. 2. Membina dan mengembangkan kegiatan yang bertujuan untuk dapat mendorong tumbuh dan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi satelit dan keantariksaan bagi kemajuan masyarakat. 3. Mendorong dan membimbing terciptanya potensipotensi industri di bidang teknologi satelit dan keantariksaan. 4. Medorong pemanfaatan potensi sumber daya dan industri nasional sehingga dapat menumbuh kembangkan bidang persatelitan dan keantariksaan secara optimal.

35

62


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.