MINDFULNESS -BASED SCHOOL
VOL.03 JANUARY/ FEBBRUARY/ MARCH 2020
contents
classics 01
contents
03
credits
05
letter from editors
09
playlist
features 11
literacy week winners
15
jakarta field trip
19
pahlawan
21
pak marsudi
25
hacksaw ridge
29
seasons greetings
ISSUE 03 / HEROES eunoia
is
a
MANY THANKS
student-run
digital
publication that aims to give fellow students a platform for expression and representation, collaborate
and
and
to
educate,
inspire
through
pak marsudi kepala biro kesejahteraan anak LDD-KAJ cover story
creative means.
CONNECT THE TEAM
general
eunoiagspi@gmail.com
eunoiagspi
the editorial board tabina azalia, alexandra annika citra photographers
issuu.com/eunoiagspi
wilson mehaga, katrina viony santoso writers jihan nila safira, daniella renatta citra, ameera khairatawfiqa nazih
contributing kinyarwanda risanti rusly
read online
writers venda
ndoen,
adriani carlene
eunoia - 04
LETTER FROM EDITOR Dear readers, If there is one thing that taking Creative Writing classes over the summer has taught me, it’s that we humans love our heroes. The Hero’s Journey, devised by comparative mythology revolutionary Joseph Campbell in 1949, is a story structure that pervades nearly every mythic tradition in the world. It consists of three phases: Departure, Initiation, and Return. Archetypes include the call to adventure, supernatural aid, the revelation or apotheosis, and rebirth.
Looks familiar? We can detect the presence of this model exemplarily and especially in the most ancient narratives in history. Isn’t it intriguing that this structure can be discerned even in the earliest surviving piece of literature — The Epic of Gilgamesh? Have human beings been concerned with altruism since the dawn of time? If so, how do we seek the meridians where heroism and everyday life meet?
Let’s start with defining what a “hero” is. Thanks to the excessive application of the word, we now have a muddied understanding of it. Essentially, a hero is a real person or fictional character who is admired for acts of bravery and selflessness and good deeds. The examples vary from Achilles to Joan of Arc to the Teenage Mutant Ninja Turtles. It all remains subjective, however, and I am not here to tell you that your mother, dear reader, should not be considered a hero. Instead, I am here to tell you that you should not wait for an extramundane augury or a divine, supernatural force to be a hero. You should not wait for others to be a hero. Stop waiting for that mythical wake up call and wake yourself up because that zero-to-hero story does not write itself. The modern hero, the modern individual who dares to heed the call and seek the mansion of that presence with whom it is our whole destiny to be atoned, cannot, indeed must not, wait for his community to cast off its slough of pride, fear, rationalized avarice, and sanctified misunderstanding. Joseph Campbell in The Hero with a Thousand Faces
Eunoia’s last issue of 2019 is themed “Heroes” in order to elucidate the concept of a hero and redefine heroism in a modern context. We feature Bapak H.Y. Marsudi, a full-time Indonesian social worker who has been serving the lower bracket of Jakartan society for over a decade as the Head of the Child Protection Agency at Yayasan Lembaga Daya DharmaKeuskupan Agung Jakarta (LDD-KAJ). Dear readers, let's be modern heroes.
Alexandra Annika Citra
SURAT EDITOR Sanento Yuliman, orang Indonesia pertama yang mendapatkan gelar doktor seni rupa, menulis satu kalimat menarik di esai yang berjudul “Di Bawah Naungan Para Pahlawan”. Sanentu menulis:
“Bangsa yang besar adalah bangsa yang bisa menghargai orang-orang biasa dan pekerjaan-pekerjaan biasa.” Untuk banyak orang, kata ‘pahlawan’ seringkali di kaitkan dengan tokoh-tokoh nasional yang tercetak di buku paket pelajaran sejarah atau karakter fiksi layak Captain America yang wajahnya terpampang di sampul buku komik dan layar bioskop. Saat kata ‘pahlawan’ terucap, yang akan terbesit di pikiran seorang murid mungkin adalah nama-nama pahlawan nasional seperti Ir. Soekarno dan Bung Hatta. Kebanyakkan orang mengaitkan pahlawan dengan orang-orang di masa lalu yang telah berjuang untuk kemerdekaan Indonesia, atau orang-orang yang telah membangun sejarah yang kini wajib di pelajari oleh anak-anak di dalam kelas. Seperti yang telah dikemukakan oleh Thomas Carlyle, pahlawan adalah orang-orang besar yang tertera di dalam sejarah atau telah membuat sejarah. Carlyle membagi tipe-tipe pahlawan menjadi enam macam yaitu: Dewa-dewa (mitos pagan), nabi (Muhammad), penyair (Dante dan Shakespeare), pendeta (Martin Luther dan John Knox), para penulis (Samuel Johnson dan Jean-Jacques Rousseau), dan para penguasa (Oliver Cromwell dan Napoleon). Apa yang telah dikemukakan oleh Carlyle tidak salah, sama sekali tidak. Akan tetapi, pahlawan-pahlawan tersebut bertindak di masa lalu. Tentu jasanya dan hasil kerja mereka dikenang dan digunakan sampai sekarang, tapi masa kini dan masa depan pun juga butuh pahlawan. Tokoh dan julukkan pahlawan kini terlanjur wingit, keramat. Hanya orang-orang besar dengan nama-nama yang diketahui seluruh masyarakat dan aura epikal yang kini dijuluki sebagai pahlawan. Pribadi-pribadi masa kini, yang menyumbangkan tindakkan kebaikan kecil dan sederhana tetapi sesungguhnya berdampak besar, disepelekan dan hanya dianggap sebagai orang biasa. Untuk saya di situ letak kesalahannya.
Mereka mungkin tidak mengangkat senapan dan menghadap ke tentara Belanda, mereka mungkin tidak memimpin sebuah revolusi dan perang, tapi tindakkan mereka tetap heroik. Heroik karna apa yang mereka lakukan sama-sama berdampak baik untuk orang di sekitar mereka, heroik karena mereka juga membantu dan memberantas musuh terbesar yang harus kita hadapi di era ini: kemiskinan dan kebodohan serta masalah lainnya dari berbagai aspek dan bidang. Kembali ke kalimat yang telah di tulis oleh Sanento. Mungkin pahlawan yang kita butuhkan sekarang ialah orang-orang dengan pekerjaan sederhana. Pahlawan tidak harus terlampau gagah dan heroik, hal itu mungkin berlaku di masa lalu. Di masa kini, kita harus mengganti persepsi tentang pahlawan. Maka dari itu, di isu kali ini selain mengenang para jasa pahlawan yang telah gugur, Eunoia juga akan memperkenalkan para pembaca dengan sosok yang mungkin tidak beraura epik ataupun gagah tetapi justru sosok yang terlihat sederhana. Isu kali ini, kami akan memperkenalkan pembaca kepada Pak Marsudi, Ketua Biro Pelayanan Kesejahteraan Anak LDD-KAJ yang layak untuk diakui sebagai pahlawan masa kini. Lewat isu kali ini dan wawancara serta kisah Pak Marsudi, kami berharap pembaca bisa tergerak untuk melakukan sesuatu sesederhana menyumbang atau mengulurkan tangan kepada mereka yang kurang beruntung karena hal-hal sekecil itu bisa membuat kalian menjadi pahlawan untuk mereka dan untuk sebuah komunitas.
Kita semua bisa menjadi pahlawan.
Tabina Azalia
PLAYLIST BY LOURDES LYNN, KENNETH PUTRA & TABINA AZALIA NOVEMBER - DECEMBER 2019
ISU PAH LAW AN 2019
eunoia - 10
buzz, buzz
A SHORT STORY BY GARY (GRADE 9) ‘There have been reports of several people missing within the area. The disappearances have been occuring for the past few week and not much is left by them except for an imp insignia donning horns and a beanie.’ I pressed the button and the TV went silent. ‘What’s in the news,’ Tim asked. ‘Bunch of disappearances around the area, you know, the one I called bogus on them thinking it’s just some guy in a van hackers?’ I responded. ‘That again?’ Tim scoffed back. ‘How could you think it’s hackers mate? I say it’s just some guy in a van kidnapping them. I mean they’re all teens and quite ripe for the picking as well.’ ‘Alright, well I’m getting some shut eye. Night Tim.’ ‘Night, Mike,’ Tim responded back. As I forced my legs up the stairs, I heard audible and quite loud typing downstairs. I never noticed that Tim had a computer. ‘New laptop Tim?’ I hollered down the stairs. No responses, just typing and dim lighting. I thought he was too deep into his assignments, so I shrugged it off and hit the hay. The next morning, I noticed something strange. Tim was gone. We wake up usually at the same time and we both go to the campus together, but now he was missing. At first, I thought he woke up first and headed out but some things were off, like the fact the bed had been neatly done and his bags still laying on the couch. I wasn’t going to let the thought of Tim disappearing consume me and hinder my progress with university. Thus, I shrugged it off again and went to school. I took a step out and ‘Buzz, buzz!’ I grasped the screaming phone out my pocket and saw the insignia: the white, pale and snow-like skin; the horns spiraling out of the black, torn and battered beanie. The ubiquitous logo. The imp. Right there, performing a notion of laughter and smiling. I bolted back into my house and tried to call the police using the landline, but it was dead. I tried powering up my TV and low and behold, there was the logo staring back at me, with laughter and nothing but pure evil out of its animated eyes. The lights went from an illuminating yellow to picth black in a matter of a split second. When my eyes adjusted, it saw a tall, shadowy figure looming over the kitchen, holding nothing but a knife. It emitted an aura of ominousness and intimidation. ‘You know too much, and now we shall cleanse those eyes Mike!’ a voice boomed from the figure. ‘How do you know me?’ I screamed back. ‘Oh Mike, don’t you know me?’ it replied and two more figures stepped out. ‘As long as there’s communication, everything can be solved.’ Tim’s voice spoke out.
eunoia - 11
why did you leave? A POEM BY CHARLENE DANEEKA WOEN (GRADE 7) It was hard at first, But let me tell you how I make a change. Listen to my story and there you’ll see. I was left by my friends, And this happened multiple times, But I always tried to show that I am fine. It has always been hard to handle, Especially when their love is like a candle. After years I didn’t know what to do As there were more than two. But, finally I stood up, And realized what I had to do. As I stood in front of them, they apologized It was hard to forgive at that time, But giving them a second chance Friends we became at last! To speak up for what is rightfully true I made friends with more than four And I know they are worth keeping around As they will always be there for me.
Dibalik Curahan Hati Sang Hujan CERPEN KARYA CARSTEEN AGRIVINA (KELAS 11) Setelah musim kemarau yang berkepanjangan akhirnya turunlah hujan berkat dari Sang Mahakuasa. Bagiku hujan membuka kembali memori lama yang aku pendam, baik
yang
samping
bahagia
jendela
maupun
sambil
yang
melihat
menyakitkan.
rintikan
hujan
Saat dan
ini
aku
tengah
mendengarkan
duduk
di
senandung
hujan yang begitu merdu. Aku memandang aliran air hujan dari atap tetanggaku yang membawaku kembali untuk mengingat memori yang telah lama kulupakan.
Memori
yang
menyambar
berawal
dan
pada
rintikan
hujan
hujan
di
pun
sore
hari
saat
umurku
bersahut-sahutan
lima
menutupi
tahun.
suara
Petir
teriakan
kemarahan yang sayup-sayup dapat kudengar dibalik pintu kamarku. Pada saat itu aku
hanya
bisa
bergelung
di
dalam
selimut
untuk
mencari
kehangatan
dan
kenyamanan yang tak dapat ditawarkan oleh keluargaku. Pada saat petir yang kesekian kalinya menyambar, dapat aku lihat sosok yang kuanggap ayah selama ini berdiri di depan pintu yang telah dia banting sambil melayangkan tatapan penuh benci padaku.
“Kau anak tak tahu diuntung sama saja seperti ibumu yang jalang berani-beraninya dia
mengkhianatiku!
Sekarang
aku
sudah
muak
dengan
kalian.
Pergilah
dari
rumahku ini dan jangan menginjakkan kaki di rumah ini lagi.�
Lalu sosok itu menyeretku dan ibuku untuk keluar dan menghadapi hujan yang dingin
tanpa
adanya
tempat
unuk
berteduh
atau
pun
baju
hangat
untuk
perlindungan. Dapat aku lihat tubuh ibuku kini telah banyak dinodai oleh darah dan bekas-bekas pukulan yang berwarna keunguan. Pada saat itu ibuku sungguh lemah tetapi dia masih menyempatkan diri untuk berbicara lirih.
“Putriku, carilah tempat untukmu berteduh. Selamatkanlah dirimu dari kehidupan neraka ini. Carilah kebahagiaanmu dan kelak kauakan menemukan orang yang akan
dengan
senang
hati
menawarkanmu
payung
di
saat
hujan
sedang
menghantammu. Ibu janji akan selalu mengawasimu di atas sana bersama para awan.�
Saat perkataan ibuku lenyap hujan pun berhenti seperti napas ibuku yang tak akan pernah berkembus kembali.
Aku pun mematung pada saat itu juga tapi ketika aku ingat kata-kata terakhir ibuku aku pun meneruskan perjalananku walaupun aku juga tidak memiliki tujuan untuk
pergi
ke
mana-mana.
Aku
berjalan
dengan
tidak
teratur,
pandanganku
kosong dan menatap lurus ke depan samapai aku tidak sadae hujan kembali turun pada malam yang gelap ini. Orang-orang di sekitarku membuka payung mereka untuk berteduh sedangkan aku membiarkan pakaianku basah kembali walaupun sebelumnya pakaianku belum sepenuhya kering. Aku berjalan lurus teru sampai aku tak menyadrai aku sudah sampi di tengah jalan tempat untuk penyebrangan jalan. Jalanannya cukup licin sehingga aku dapat melihat sebuah mobil yang berada tak jauh dariku kehilangan kendali tapi aku tak menghindar melainkan tersenyum kecil menantikan ajal yang kuharap segera menjemputku‌
Namun tabrakan yang kuharapkan tidak terjadi dan kini mobil tersebut sudah rusak saat menghantam lampu yang berada di bahu jalan. Dari dalam mobil tersebut keluarlah seorang pemuda kira-kira berumur 25-an tahun yang dengan susah payah membuka payung dan berjalan ke arahku dengan langkah yang terseokseok. Dia berhasil mendekatiku yang masih mematung di jalan dan kini tangannya berada di bahuku dan payungnya dia dekatkan padaku.
“Anak
kecil
yang
manis
ini
apakah
kau
tak
kedinginan?
Aku
mungkin
tidak
mengetahui masalahmu tapi setelah melihatmu sendirian dan tanpa arah, dengan senang hati aku akan menawarkan kehangatan bagimu.”
Hanya ada satu kata yang terbayang di benakku.
“Ayah…” kuucapkan dengan suara yang lirih.
Aku
pun
akhirnya
tersadar
dari
lamunanku
saat
sebuah
tangan
nan
rapuh
memegang pundakku dan pemiliknya menatap kea rah hujan yang sama dengan yang kupandangi.
“Apakah aku telah melakukan tugas yang baik sebagai ayahmu, Putriku?” “Ayah kautelah melakukannya lebih baik dari apa yang kuharapkan… (Ibu terima kasih
sudah
mengawasiku
dan
menepati
janjimu
untuk
memberikan
seseorang
sebagai pembawa kebahagiaanku, semoga kautenang di sana bersama hujan).”
Since Then A POEM BY DANIELLA RENATTA CITRA (GRADE 7)
Since then, have I changed? Experienced both good and bad, Felt as if my life had been arranged, But now, I feel happy nor sad, Because of all the good and bad experiences I’ve had.
In elementary school I was carefree, In first grade, I made new friends, In second grade, I achieved more than I could have ever dreamed, In third grade, I was the real me, In fourth grade, I found that life is not what it seems to be, In fifth grade, I was constantly accused, In sixth grade, I was used, And at that, I wondered when all the mistreatment in my class would end.
So I asked myself, Since then, Have I changed? Since then, Have WE changed? Have WE ALL CHANGED?!
eunoia - 14
WRITTEN BY ADRIANI VENDA NDOEN PHOTOGRAPHED BY CAROLINE FALISHA
Selama 3 hari kami melakukan field trip di sekitar area Jakarta. Tidak hanya sekadar mengunjungi tempat-tempat semata, kami juga dapat menimba ilmu dan mengambil pelajaran dari apa yang telah kita kunjungi. Hari pertama, tepatnya pada tanggal 17 september 2019, kami mengunjungi dua tempat yaitu Museum Macan dan Pizza Marzano yang ada di Lippo Mall Puri. Setiap kelompok diberikan tugas untuk mewawancarai beberapa petugas yang ada di tempat tersebut agar kami dapat memperoleh informasi dari semua pertanyaan yang sudah disiapkan oleh guru. Tidak hanya itu, kami juga diberi tugas untuk membuat vlog kegiatan field trip selama dua hari. Tempat pertama yang kami kunjungi adalah Museum Macan. Museum of Modern and Contemporary Art in Nusantara (Museum Seni Modern dan Kontemporer di Nusantara – Museum MACAN) adalah sebuah museum seni di Jakarta dan institusi yang memberikan akses publik terhadap koleksi seni modern dan kontemporer yang signifikan berkembang dari Indonesia dan seluruh dunia. Di sana ada tiga tempat pameran yang kami kunjungi. Pertama kami melihat sebuah seminar menggambar menggunakan bahan alami. Setelah itu, kami melihat pameran selanjutnya yaitu beberapa hasil foto dari banyak fotografer. Uniknya hasil foto tersebut seperti abu asap. Di samping itu adapun hasil lukisan abstrak seperti coret-coretan yang ternyata menggambarkan seperti sebuah perasaan manusia mulai dari sedih, senang, dan juga marah. Yang ke dua yaitu ‘Xu Bing: Thought and Method’, sebuah pameran tunggal pertama Xu Bing, perupa kenamaan asal Tiongkok, di Asia Tenggara. Pameran ini menampilkan karya-karya dan proyek penting yang dibuat dalam proses berkarya selama empat dekade. Yang ketiga yaitu Karya Yayoi Kusuma. Infinity Mirrored Room adalah sebuah seri instalasi ciptaan Yayoi Kusama yang menggambarkan realita tak berbatas. “Infinity” (keadaan tak berbatas) adalah salah satu konsep kunci dalam kekaryaan Kusama. Dimana kami hanya diberi waktu 30 detik untuk berfoto di dalam tempat tersebut. Setelah kami mengunjungi Museum Macan, kami mengunjungi tujuan kedua kami, yaitu Pizza Marzano di Lippo Mall Puri. disana kami membuat Pizza dan mendapat banyak informasi tentang pizza serta asal usulnya. Di hari kedua kami melakukan kegiatan berkebun dengan menggunakan kebun vertika;. Kebun vertikal merupakan sebuah konsep berkebun pada lahan terbatas atau sempit. Konsep kebun vertikal diciptakan untuk memanfaatkan sebuah ruang sempit dimana tidak memungkinkan untuk dibangun sebuah kebun secara horizontal. Berkebun secara vertikal belakangan ini semakin disukai oleh para pecinta tanaman, terutama masyarakat perkotaan. Hal ini sejalan dengan program “Urban Farming” atau konsep pertanian kota yang ditujukan untuk swasembada pangan, minimal untuk kalangan sendiri. Program urban farming ini diusung tidak sekedar hanya untuk menjadi hobi dan gaya hidup semata tetapi sudah menjadi tuntutan yang harus dipenuhi guna mengantisipasi permasalahan tingginya populasi penduduk dan ancaman krisis pangan dan gizi di tahun 2050. Salah
masyarakat perkotaan. Hal ini sejalan dengan program “Urban Farming� atau konsep pertanian kota yang ditujukan untuk swasembada pangan, minimal untuk kalangan sendiri. Program urban farming ini diusung tidak sekedar hanya untuk menjadi hobi dan gaya hidup semata tetapi sudah menjadi tuntutan yang harus dipenuhi guna mengantisipasi permasalahan tingginya populasi penduduk dan ancaman krisis pangan dan gizi di tahun 2050. Salah satu realisasi program urban farming adalah penerapan konsep berkebun secara vertikal (Vertical Garden). Jika anda berpikir bahwa kebun vertikal hanya cocok untuk jenis tanaman hias seperti bunga, maka nada dituntut untuk mencoba menanam jenis tanaman lainnya. Jika unsur estetika adalah tujuannya, tanaman hias menjadi pilihan yang terbaik. Akan tetapi jenis tanaman lainnya seperti tanaman sayuran bukan berarti tidak memiliki unsur keindahan. Bahkan jika anda menanam sayuran, baik sayuran daun maupun sayuran buah bukan hanya unsur estetika saja yang anda dapatkan, pemenuhan gizi keluarga dan swasembada pangan adalah bonus yang tidak ternilai harganya. Jenis tanaman sayuran daun seperti sawi, bayam, kangkung, seledri, kol, pagoda, selada dan tanaman sayuran buah seperti cabai, tomat, terong dan lain-lain atau tanaman buah seperti strawberry bisa anda pilih untuk di tanam secara vertikal. Bahkan tanaman herbal bisa lebih indah jika ditanam pada kebun vertikal. Juga kami berkunjung ke kebun di seberang sekolah banyak sekali tanaman tanaman yang kami lihat di kegiatan ini kami jadi dapat mengerti tentang bagaimana sistem dan juga tanaman yang boleh ditanam pada Vertical Garden . Hari kedua pun berakhir . Hari ke 3 tanggal 20 September 2019. Di hari ini adalah final dimana kita semua diberi waktu 3 jam untuk dapat mengatur semua hasil penelitian 2 hari kami dan juga Vlog yang kami buat . Dengan waktu yang sesingkat itu kami bersama bisa menyelesaikan tugas kami . Mulai dari kami membuat sebuah presentasi, dan Juga hasil Vlog setiap kelompok .
hari pahlawan DITULIS OLEH CAROLINE FALISHA Bapak Proklamator kita, Ir. Soekarno dulu pernah berkata bahwa, “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya.� Seperti yang kita ketahui, Bangsa Indonesia telah berada di bawah jajahan bangsa asing selama kurang lebih 353,5 tahun, 350 tahun di bawah jajahan Belanda dan 3,5 tahun di bawah jajahan Jepang. Dalam jangka waktu tersebut, seluruh pahlawan dari pelosok tanah air, telah mengorbankan jiwa, raga dan waktu mereka agar bangsa ini bisa merdeka dan berdiri dengan kaki sendiri. Mulai dari yang masih berusia belia, sampai yang sudah tua renta, semua sama sama memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Akan tetapi, kita semua tahu bahwa pahlawan kita tak henti hentinya berjuang untuk kemerdekaan Indonesia selama ratusan tahun, lalu mengapa Hari Pahlawan hanya diperingati pada satu hari setiap tahunnya, tepatnya pada tanggal 10 November? Bukankah para pahlawan kita berjuang habis habisan tanpa kenal waktu? Pertama tama apakah kalian tau apa yang sebenarnya terjadi pada tanggal 10 November, hingga hari tersebut ditetapkan sebagai hari pahlawan? Pada tanggal 10 November 1945, hari tersebut bertepatan dengan terjadinya Pertempuran Surabaya. Seperti yang dilansir Wikipedia, Pertempuran Surabaya adalah merupakan pertempuran tentara dan milisi pro-kemerdekaan Indonesia dan tentara Britania Raya dan India Britania. Puncaknya terjadi pada tanggal 10 November 1945. Pertempuran ini adalah perang pertama pasukan Indonesia dengan pasukan asing setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan satu pertempuran terbesar dan terberat dalam sejarah Revolusi Nasional Indonesia yang menjadi simbol nasional atas perlawanan Indonesia terhadap kolonialisme. Usai pertempuran ini, dukungan rakyat Indonesia dan dunia internasional terhadap perjuangan kemerdekaan Indonesia semakin kuat. Oleh karena itu, 10 November diperingati setiap tahun sebagai Hari Pahlawan di Indonesia. Walaupun para pahlawan nusantara hanya diperingati sekali tiap tahunnya, seluruh pemuda pemudi Indonesia harus tetap meneruskan semangat memperjuangkan tanah air, kapan pun di mana pun. Lalu sebagai pemuda pemudi Indonesia, apa yang sepatutnya kita lakukan untuk meneruskan semangat membara para pahlawan tanah air?
Bapak Ir. Soekarno pernah berkata, “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.� Hal ini menunjukan bahwa, kita sebagai pemuda pemudi Indonesia zaman sekarang, mengahadapi perjuangan yang lebih sulit dari pahlawan yang terdahulu, dikarenakan masalah yang kita hadapi sekarang bukanlah bangsa asing yang ingin menjajah negara kita, tetapi perbedaan pendapat sesama warga, persilisihan hak tanah sesama tetangga, masalah pemilikan budaya, masalah masalah yang sepele tetapi dapat menuntun kepada pepecahan antar daerah. Hal ini alih alih menjadi peredup semangat, seharusnya menjadi pembakar semangat bagi seluruh pemuda pemudi Indonesia. Hal ini seharusnya mendorong para pemuda pemudi Indonesia untuk lebih bijak dalam bertutur kata dan melakukan sebuah tindakan, karena sebuah kata dapat dengan mudahnya melukai perasaan orang lain dan menimbulkan rasa dendam. Kita sebagai pemuda pemudi bijak zaman sekarang tidak harus mengeluarkan tenaga dan kerja keras untuk melawan masyarakat asing secara langsung, tetapi kita seharusnya menjaga persatuan bangsa Indonesia dari dalam, dan bekerja keras untuk mengharumkan nama Indonesia untuk membalas seluruh jasa yangh telah dikerahkan para pahlawan untuk kemerdekaan bangsa ini.
Kesimpulannya, sebagai pemuda pemudi Indonesia, sudah sepatutnya kita melanjutkan perjuangan para pahlawan terdahulu. Akan tetapi dengan cara kita tersendiri, yaitu dengan mempertahankan persatuan negara dengan berhati hati dalam mengambil tindakan agar menghindari perpecahan.
selamat hari pahlawan! eunoia - 20
cover feature
WRITTEN & EDITED BY JIHAN NILA SAFIRA & ALEXANDRA ANNIKA CITRA INTERVIEWED BYÂ ALEXANDRA ANNIKA CITRA & TABINA AZALIA PHOTOGRAPHED BYÂ WILSON MEHAGA & DANIELLA RENATTA CITRA
Biro PKA (Pelayanan Kesejahteraan Anak) Lembaga Daya Dharma-Keuskupan Agung Jakarta didirikan oleh Mgr. Leo Soekoto SJ pada tanggal 1 Mei 1971 untuk membantu anakanak keluarga miskin. Pelayanan kini diberikan pada anakanak di berbagai daerah di Jakarta, termasuk kampung nelayan Muara Angke. BAPAK H.Y MARSUDI, Ketua Biro Pelayanan Kesejahteraan Anak LDD-KAJ menyatakan bahwa mereka bertugas untuk fokus pada pemberian gizi, pendidikan anak, memberikan bantuan darurat jika terkena musibah, memberdayakan ekonomi
keluarga
melalui
sistem
koprasi
dan
meningkatkan kapasitas peran lingkungan dalam upaya pengembangan anak dan masyarakat. Tentu tidak mudah untuk mengayomi atau memberikan arahan dan bantuan pada mereka. Selalu ada rasa kecurigaan yang tumbuh di benak mereka. Tidak hanya itu, masyarakat wilayah Muara Angke awalnya memiliki sudut pandang
yang
berbeda.
Mereka
merasa
pendidikan
bukanlah prioritas untuk anak mereka, terutama anak perempuan yang dianggap hanya akan menjadi ibu rumah tangga dan tidak perlu menempuh pendidikan. Sudut pandang ini lah yang Biro PKA LDD-KAJ berusaha mengubah.
Selama 48 tahun lebih memberikan
Biro PKA berharap anak-anak ini dapat
pelayanan,
menyalurkan kasih apa yang telah
Biro
PKA
berhasil
mengubah sudut pandang mereka
mereka
bahwa
memberikan kebaikan pada sekitarnya
pendidikan
untuk
anak
sangatlah bermakna. Ini dipicu oleh keberhasilan
Biro
melahirkan
PKA
yang
anak-anak
dapatkan
dengan
dan orang lain dimana saja.
telah yang
Lalu, sebagai anak muda, apa yang
berpendidikan mulai dari sekolah dasar
dapat kita lakukan untuk mereka? Kita
hingga
Mereka
dapat memberikan waktu kita dengan
menempuh pendidikan dan memiliki
mengunjungi mereka, berinteraksi dan
lebih banyak peluang besar untuk
berbagi pengalaman dengan mereka,
mendapatkan pekerjaan yang layak.
dan ini dapat meluaskan wawasan
Anak-anak
mereka serta memberi motivasi dalam
perkuliahan.
ini
mengubah
ekonomi
keluarga mereka menjadi lebih baik.
belajar.
Hasil luar biasa ini menjadi pacuan
Mari bergerak untuk bersama-sama
bagi Biro PKA untuk terus berkarya
menghentikan cycle of poverty. Mari
dan berupaya memperjuangkan hak
bergerak
anak dengan memberikan perhatian
bangkitkan mereka agar masa depan
pada anak-anak wilayah kumuh seperti
mereka yang suram tanpa pendidikan
Muara Angke.
dan
untuk
peluang
yang
bersama-sama
layak
berubah
menjadi masa depan yang lebih cerah.
eunoia - 24
a movie recommendation WRITTEN BY CARLENE RISANTI RUSLY
The true story of Pfc. Desmond T. Doss, who won the Congressional Medal of Honor despite refusing to bear arms during WWII on religious grounds. Doss was drafted and ostracized by fellow soldiers for his pacifist stance but went on to earn respect and adoration for his bravery, selflessness and compassion after he risked his life — without firing a shot — to save 75 men in the Battle of Okinawa. The fighting took place on the hellish Maeda Escarpment in April 1945. The battlefield, located on top of a sheer 400-foot cliff, was fortified with a deadly network of Japanese machine gun nests and booby traps. The escarpment, nicknamed Hacksaw Ridge for the treacherously steep cliff, was key to winning the battle of Okinawa. The mission was thought to be near-impossible, and when Doss’s battalion was ordered to retreat, the medic refused to leave his fallen comrades behind, Facing heavy machine gun and artillery fire, Doss repeatedly ran alone into the kill zone, carrying wounded soldiers to the edge of the cliff and singlehandedly lowering them down to safety. Each time he saved a man’s life, Doss prayed out loud, “Lord, please help me get one more.” By the end of the night he had rescued an estimated 75 men. (The always modest Doss reckoned he saved about 50, but his fellow soldiers gauged it closer to 100. They decided to split the difference.)
Cast: Andrew Garfield Director: Mel Gibson
eunoia - 26
I have always been a fan of movies based off of real-life events, but none of them have inspired me as Hacksaw Ridge has. After three years, I am still amazed to recall his story, how much grit and drive he had. Despite being a married man and a human being, he served his life to save others even though he had to do it alone in a horrifying battlefield among Japs who often targeted medics, without stopping and constant hope for another man’s scream for help just so he could save another one. The most inspiring part of it all was how determined he was in saving every man he could, without any discrimination (he saved his fellow American soldiers, but also managed to bump into a Japanese soldier and treated him without a second thought). And that is what I believe true heroism is.
UPCOMING EVENTS JAN 17 - SPORT DAY JAN 31 - CNY CELEBRATION FEB 14 - VALENTINE'S DAY FUNDRAISING FEB 28 - IGCSE & A-LEVEL CAMP MAR 19-20 - OSIS LEADERSHIP TRAINING MAR 20 - REPORT CARD DAY MAR 23 - TERM BREAK
HAPPY CHINESE NEW YEAR