3 minute read

CONTENTS //

BERITA REGIONAL / REGIONAL NEWS

6 (BHS) : Sebagian Besar Perusahaan Minyak Kelapa Sawit Indonesia dapat Memenuhi Kriteria UE: Duta Besar

(ENG) : Most Indonesian Palm Oil Companies Can Meet EU

7 (BHS) : Mesir, Malaysia dalam diskusi untuk proyek produksi minyak kelapa sawit senilai $30 juta

(ENG) : Egypt, Malaysia in talks for $30 Million palm oil production

8 (BHS) : MPOA: kerugian omset akibat kekurangan tenaga kerja mencapai rm20 miliar

(ENG) : MPOA: revenue losses from labour shortage at rm20billion

10 (BHS) : Steamless palm oil berpotensi cegah stunting

12 (BHS) : MPIC: pabrik minyak kelapa sawit pintar harus selaras dengan pertumbuhan industri

(ENG) : MPIC: smart palm oil factory should align with industry growth

JANUARY - MARCH 2023

BERITA DUNIA / WORLD NEWS

14 (BHS) : Negara bagian edo, nigeria sedang meningkatkan investasi untuk menghidupkan kembali produk minyak kelapa sawit

(ENG) : Nigeria’s edo state increases investment to revive palm oil production

15 (BHS) : Indonesia akan mulai menggunakan bahan bakar hayati b35 mulai dari jan 2023 – kementerian energi

(ENG) : Indonesia may start using b35 biodiesel from jan 2023 - energy ministry

16 (BHS) : Indonesia akan menerapkan pencampuran wajib 35% bahan bakar hayati mulai dari 1 januari 2023

(ENG) : Indonesia to implement mandatory 35% biodiesel blending starting january 1, 2023

BERITA UTAMA / COVER STORY

18 (BHS)

26 (BHS) : Perusahaan kelapa sawit harus menjalin kerjasama dengan para petani: kementerian

(ENG) : Palm oil firms should forge collaboration with farmers: ministry

(ENG) : Astra agro reaffirms commitment to sustainable oil palm plantations

29 (BHS) : Gubernur mendorong perusahaan sawit untuk mendapatkan ISPO

(ENG) : Governor encourages palm oil companies to gain ISPO

Sebagian Besar Perusahaan Minyak

Kelapa Sawit Indonesia dapat

Memenuhi Kriteria UE: Duta Besar

Jakarta. Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia telah menyatakan keyakinan bahwa sebagian besar perusahaan minyak kelapa sawit di dalam negeri dapat memenuhi persyaratan blok yang lebih ketat terhadap deforestasi untuk komoditas perkebunan, termasuk minyak kelapa sawit.

“Kami yakin bahwa sebagian besar perusahaan, perusahaan besar maupun petani kecil, dapat memenuhi kriteria kami,” kata Duta Besar UE Vincent Piket kepada wartawan pada hari Senin.

Komentar Piket datang seminggu setelah UE menyetujui undang-undang yang melarang perusahaan menjual kopi, dagung sapi, kedelai, coklat, karet dan beberapa turunan kelapa sawit yang berhubungan dengan deforestasi pada pasar UE.

Undang-undang tersebut mewajibkan perusahaan untuk melampirkan pernyataan uji tuntas yang menunjukkan bahwa rantai pasokan mereka tidak berkontribusi terhadap kerusakan hutan sebelum menjual produk mereka ke UE, atau merekan akan menghadapi denda yang signifikan.

Banyak orang di Indonesia yang menyatakan keprihatinan mereka di mana undang-undang tersebut akan mengakibatkan eksportir tidak mungkin mengirimkan komoditas mereka ke blok ekonomi, salah satu pasar terbesar minyak kelapa sawit Indonesia, selain India, Tiongkok dan Pakistan.

“Ada banyak kesalahpahaman terkait undang-undang ini yang menyatakan bahwa undang-undang ini membuat perdagangan menjadi tidak mungkin. Bukan itu masalahnya. Saya yakin setelah berbicara dengan perusahaan bahwa hal ini memungkinkan,” kata Piket.

Duta Besar mencatat bahwa Indonesia dan UE sama-sama melihat ke arah yang sama dalam mempromosikan produksi minyak kelapa sawit berkelanjutan.

Satu dekade yang lalu, pemerintah memperkenalkan sistem sertifikasi Minyak Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil / ISPO), yang mencakup larangan pembukaan hutan primer.

Kini, hasil perkebunan bersertifikasi ISPO telah mencapai 38 juta metrik ton per tahun, lebih tinggi dibandingkan ekspor minyak kelapa sawit Indonesia dalam setahun, menurut Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI).

Piket mengatakan untuk membuat sistem ISPO berfungsi, ia menekankan perlunya investasi dalam pengembangan keterampilan, khususnya bagi petani kecil. Duta Besar juga menyinggung pentingnya perbaikan metode produksi di industri minyak kelapa sawit.

Most Indonesian Palm Oil Companies Can Meet EU

Jakarta, the European Union Ambassador to Indonesia has expressed confidence that most palm oil companies in the country can meet the block’s stricter requirements against deforestation for plantation commodities, including palm oil.

“We are convinced that the large majority of companies, whether there are large firms or smallholder firms plantations, can meet our criteria,” EU Ambassador Vincent Piket told reporters on Monday.

Piket’s comments come a week after the EU approved legislation prohibiting companies from selling coffee, beef, soy, chocolate, rubber, and some palm oil derivatives associated with deforestation on the EU market.

The law will require companies to provide a due diligence statement showing that their supply chain does not contribute to forest destruction before selling goods to the EU, or they could face significant fines.

Many in Indonesia have expressed their concerns that the law would make it impossible for exporters to ship their commodities to the economic bloc, one of Indonesia’s largest palm oil market besides India, China and Pakistan.

“There is a lot of misunderstanding about this law saying that this will make trade impossible. It’s not the case. I am convinced after speaking to companies that the this can be made to work,” Piket said.

The ambassador noted that Indonesia and the EU are looking in the same direction regarding promoting sustainable palm oil production.

A decade ago, government introduced the Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) certification system, which include a ban on primary forest clearance ban.

Today, ISPO certified farms’ output reached nearly 38 million metric tons of palm oil per year, higher than the amount of palm oil Indonesia’s export annually, according to the Indonesian Palm Oil Associoation (GAPKI).

Piket said to make the ISPO system work, he emphasized the need for investment in skills development, particularly for smallholder farmers. The ambassador also mentioned the importance of improving production methods in the palm oil industry.

This article is from: