Jendela Geosaintis Edisi: 03/FGMI/Maret/31
FGMI TALK Belajar Unconventional Play di UPN
23
ESK ke-20 Applied Rock Physics for exploration and development
57
Situs Megalitik di Desa Bena 63 Foto oleh: Aloysius Dearga P.W.
melirik
Energi Alternatif
di nusantara
Komitmen rekan-rekan Divisi Media & Jurnalistik FGMI untuk
tetap menyuguhkan informasi serta memenuhi hasrat keingintahuan mengenai ilmu kebumian bagi para pembacanya, maka dengan memanfaatkan perkembangan teknologi, Divisi Media & Jurnalistik menerbitkan informasi tersebut dalam bentuk e-bulletin “Jendela Geosaintis” edisi ke3 untuk kemudahan para pembacanya mengakses informasiinformasi tersebut secara cepat. Pada edisi ke-3 “Jendela Geosaintis” ini, kami mengangkat tema mengenai ENERGI ALTERNATIF, mengapa? Tentunya ini merupakan suatu hal lazim bagi seorang Geosaintis untuk terus mencari energi lain selain energi konvensional (minyak, gas, batubara) demi keberlangsungan energi itu sendiri, salah satunya adalah energi Geothermal yang akan kita bahas di dalam e-bulletin “Jendela Geosaintis” edisi ke-3 ini. Pengemasan bahasa yang sederhana dan mudah untuk dipahami merupakan landasan kami dalam menyusun ebulletin ini, karena kami meyakini informasi yang baik adalah informasi yang mudah diterima oleh orang lain, sehingga ebulletin “Jendela Geosaintis” dapat dikonsumsi oleh banyak khalayak dengan berbagai background pendidikan. Saya mewakili Divisi Media & Jurnalistik FGMI, mengapresiasi umpan-balik serta masukan yang telah diberikan oleh pembaca pada e-bulletin sebelumnya, edisi 1 & 2. Peningkatan kualitas e-bulletin secara berkelanjutan akan terus kami lakukan, tentunya dengan bantuan saran dan masukan dari pembaca. Selamat mengeksplor e-bulletin ini! Salam, Muhammad Azka Yusuf | Media & Jurnalistik
S
SAMBUTAN REDAKSI
Ketua Redaksi Muhlis Adi (PT. Adaro Energy) Editor Aisha Shadra (Tempo) Zakky R (EMS Consultant) Kontributor Ragil Pratiwi (Freelance Geochemist) Yasinta Dewi S (PT. PHE ONWJ) Citta P. Widagdo (University College London) Layout Editor Lutfi Maulana (PT. PHE ONWJ) M. Azka Y. (PT. Andalas Petroleum) Arkanu Andaru (PT. Patra Nusa Data)
F
G
F
GMI
07 MELIRIK ENERGI ALTERNATIF DI NUSANTARA Oleh: Muhlis Adi
23 FGMI TALK: Belajar Unconventional Play di UPN Oleh: Aveliansyah
18
FGMI GOES TO CAMPUS
57 ESK ke-20 : Applied Rock Physics for Exploration and Development
63
Situs Megalitik di Desa Bena Oleh: Putu A.
MELIRIK ENERGI ALTERNATIF DI NUSANTARA Oleh: Muhlis Adi
Negeri kita adalah negeri yang kaya. Selain kekayaan alam dan keanekaragaman hayati, Indonesia merupakan salah satu negeri sejuta energi. Kita tahu bahwa mulai dari energi konvensional sampai energi nonkonvensional ada di negeri tercinta Indonesia Raya. Cadangan minyak bumi, persediaan batu bara, potensi energi nuklir dan masih banyak lagi. Semuanya merupakan energi yang siap untuk d i m a n f a a t ka n d i m a s a mendatang.
Dok: FGMI
JENDELA GEOSAINTIS | FGMI #3 | Mar 2016
Namun yang terjadi saat ini adalah kebijakan pemerintah terlalu fokus pada eksploitasi energi konvensional berupa e n e r g i f o s i l s e c a r a b e s a rbesaran. Akibatnya jumlah sumberdaya energi tersebut terus berkurang secara signifikan. Permasalahan yang dihadapi Indonesia terkait energi, antara lain : 1.Jumlah penduduk Indonesia mencapai 245 juta jiwa. Semakin meningkatnya jumlah penduduk maka semakin tinggi pula konsumsi energi yang dibutuhkan. 2.Produksi minyak yang terus Dok: FGMI menurun sedangkan permintaan minyak terus bertumbuh. 3.Pemanfaatan gas bumi yang sangat potensial di Indonesia belum dimanfaatkan secara maksimal. Hal ini disebabkan belum tersedianya infrastruktur yang memadai untuk pemanfaatan gas bumi. 4.Eksploitasi batu bara dalam jumlah yang lebih besar dari kebutuhan konsumsi dalam negeri tanpa memikirkan ketersediaan batu bara untuk generasi selanjutnya. 5.Pemanfaaatkan energi baru dan terbarukan (EBT) masih relatif kecil dikarenakan biaya investasi,
perizinan dan harga jual produk yang lebih tinggi dibandingkan dengan energi fosil. Melihat begitu besarnya potensi energi alternatif di negeri ini, sudah seharusnya kita sebagai generasi muda sadar dan mau t e r g e r a k u n t u k memanfaatkannya. Energi alternatif di Indonesia seperti raksasa tidur yang harus dibangunkan dari tidur panjang. Menurut ensiklopedia bahasa Indonesia, energi alternatif adalah istilah yang merujuk kepada semua energi yang dapat digunakan untuk menggantikan bahan bakar konvensional. Umumnya, istilah ini digunakan untuk mengurangi penggunaan bahan bakar hidrokarbon yang mengakibatkan kerusakan lingkungan akibat emisi karbon dioksidaDok:yang tinggi, yang FGMI berkontribusi besar terhadap pemanasan global berdasarkan Intergovernmental Panel on Climate Change. Oxford Dictionary mendefinisikan energi alternatif sebagai energi yang digunakan bertujuan untuk menghentikan penggunaan sumber daya alam atau pengrusakan lingkungan.
8
9
JENDELA GEOSAINTIS | FGMI #3 | Mar 2016
Selama beberapa tahun, apa yang sebenarnya dimaksud sebagai energi alternatif telah berubah akibat banyaknya pilihan energi yang bisa dipilih. Istilah "alternatif" merujuk kepada suatu teknologi selain teknologi yang digunakan pada bahan bakar fosil untuk menghasilkan energi. Teknologi alternatif yang digunakan untuk menghasilkan energi dengan mengatasi masalah dan tidak menghasilkan masalah seperti kadar polusi yang tinggi pada penggunaan bahan bakar fosil. Dalam sejarahnya, transisi penggunaan energi alternatif berdasarkan faktor ekonomi, hadirnya suatu sumber energi baru bertujuan untuk menggantikan sumber energi yang lama yang semakin langka dan mahal, tidak ekonomis, atau tidak dapat diakses lagi. 1. Batu bara sebagai alternatif kayu. Berdasarkan catatan Norman F. Cantor, Eropa telah hidup pada abad pertengahan dengan hutan yang sangat lebat. Setelah tahun 1200an, bangsa Eropa menjadi sangat terlatih dalam melakukan deforestasi dan pada tahun 1500an mereka kehabisan kayu untuk pemanas ruangan dan memasak.
Pada masa tersebut, Eropa berada di ujung ketersediaan bahan bakar dan bencana nutrisi, sampai ditemukannya batu bara lunak dan pertanian kentang dan jagung menyelamatkan mereka dari bencana kelaparan. 2. Bahan bakar minyak sebagai aternatif minyak ikan paus. Minyak ikan paus adalah bahan bakar dominan di awal abad ke1 9 , n a m u n d a l a m perkembangannya stok ikan paus berkurang dan harga minyak ikan paus meningkat tajam. Hal ini menyebabkan minyak ikan paus tidak dapat bersaing dengan sumber bahan bakar minyak yang murah dari Pennsylvania yang baru saja dikembangkan pada tahun 1859. 3. Alkohol sebagai alternatif bahan bakar fosil. Pada tahun 1917, Alexander Graham Bell mengusulkan etanol dari jagung dan bahan pangan lainnya sebagai bahan bakar pengganti batu bara dan minyak. Sejak tahun 1970, Brazil telah memiliki program bahan bakar etanol yang menjadikan negara tersebut sebagai penghasil etanol kedua terbesar di dunia setelah Amerika Serikat
JENDELA GEOSAINTIS | FGMI #3 | Mar 2016
dan eksportir terbesar dunia. Program etanol Brazil menggunakan peralatan modern dan bahan baku tebu yang murah. Residu yang dihasilkan dari proses tersebut digunakan sebagai sumber energi untuk proses berikutnya. Saat ini tidak ada lagi kendaraan pribadi di Brazil yang dijalankan dengan bensin murni. Akhir tahun 2008 Brazil telah memiliki sedikitnya 35.000 stasiun pengisian bahan bakar dengan sedikitnya satu pompa etanol. Etanol selulosit dapat diproduksi dari berbagai macam bahan pangan dengan melibatkan penggunaan seluruh bagian hasil pertanian. Pendekatan baru ini meningkatkan hasil etanol yang diproduksi dan mengurangi emisi karbon karena jumlah energi pertanian yang digunakan sama untuk sejumlah etanol yang lebih tinggi. 4. Gasifikasi batu bara sebagai alternatif bahan bakar minyak yang mahal. Pada tahun 1970, pemerintahan Presiden Amerika Serikat Jimmy Carter mengusulkan gasifikasi batu bara sebagai alternatif bahan bakar minyak yang mahal karena sebagian besar diimpor. Program ini, termasuk Synthetic
Fuels Corporation, terbengkalai ketika harga bahan bakar minyak turun pada tahun 1980an. 5. Energi terbarukan sebagai alternatif energi tak terbarukan. Energi terbarukan adalah energi yang dihasilkan dari sumber alami, seperti cahaya matahari, angin, hujan, arus pasang surut, dan panas bumi. Ketika dibandingkan dengan proses produksi energinya, terdapat perbedaan mendasar antara energi terbarukan dengan b a h a n b a k a r f o s i l . Pr o s e s produksi bahan bakar fosil sulit dan membutuhkan proses dengan peralatan, proses fisik dan kimia yang rumit. Di lain hal, energi alternatif dapat diproduksi dengan peralatan dasar dan proses alam yang sangat mendasar. Berikut adalah beberapa contoh potensi energi alternatif di Indonesia: 1. Energi Matahari Siapa yang tak kenal energi surya atau matahari? Energi matahari merupakan sumber energi panas yang sangat berguna bagi kehidupan di dunia.Energi matahari dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan rumah tangga dan kebutuhan tumbuhan untuk hidup.
10
11
JENDELA GEOSAINTIS | FGMI #3 | Mar 2016
yang yang telah beroperasi, antara lain : PLTS Karangasem (Bali), PLTS Raijua, PLTS Nule, dan PLTS Solor Barat (NTT).
Selain itu, energi matahari juga ternyata bisa dimanfaatkan sebagai salah satu contoh dari energi alternatif. Bahkan energi alternatif dari energi matahari sendiri di beberapa negara maju ini sudah mulai dimanfaatkan dalam untuk bahan bakar mobil. Jika memang kita bisa memanfaatkan energi alternatif maka sudah dapat dipastikan jika matahari bisa dijadikan sebagai sumber energi yang paling utama untuk manusia. Adapun keuntungan dari energi matahari ini adalah jumlah energi yang tidak terbatas. Di Indonesia sendiri terdapat beberapa Pembankit Listrik Tenaga Surya
2. Energi Air Tak hanya energi matahari saja, energi air juga bisa dijadikan sebagai salah satu contoh energi alternatif untuk kita semua. Seperti kita ketahui, dimana energi listrik yang kita manfaatkan setiap hari termasuk salah satu sumber dari energi alternatif yang sifatnya ramah lingkungan.Dengan demikian, kita bisa memanfaatkan energi air ini untuk dapat menghasilkan listrik.
Nah, listrik inilah yang nantinya akan membantu pihak PLN dalam memenuhi setiap kebutuhan energi di Indonesia. Tak hanya itu saja, pemanfaatan batu bara yang saat ini digunakan dalam pembangkit tenaga listrik akan semakin berkurang jika kita bisa memanfaatkan energi air secara
JENDELA GEOSAINTIS | FGMI #3 | Mar 2016
o p t i m a l . Te r l e b i h l a g i , ketersediaan batu bara sebagai sumber energi utama semakin lama akan semakin habis. Untuk itu, dengan menggunakan energi air ini maka kita bisa menjadikannya sebagai salah satu sumber energi alternatif yang terbarukan. Di Indonesia saja terdapat puluhan PLTA, s e p e r t i : P L TA S i n g k a r a k (Sumatera Barat), PLTA Gajah Mungkur (Jawa Tengah), PLTA Karangkates (Jawa Timur), PLTA Riam Kanan (Kalimantan Selatan), dan PLTA Larona (Sulawesi Selatan).
akan dimanfaatkan untuk memanaskan ketel uap (boiler), sehingga uapnya bisa menggerakkan turbin yang tersambung ke Generator. Di Indonesia beberapa Geothermal sudah dibangun, Pembangkit Listrik Tenaga Panas B u m i ( P LT P ) y a n g d i m i l i k i Indonesia antara lain: PLTP Sibayak di Sumatera Utara, PLTP Salak (Jawa Barat), PLTP Dieng ( J a w a Te n g a h ) , d a n P LT P Lahendong (Sulawesi Utara).
3 . Te n a g a P a n a s B u m i (Geothermal) Sumber energi yang satu ini juga sangat cocok dibangun di Indonesia. Dengan memanfaatkan uap panas yang banyak terdapat di dekat daerah gunung berapi, praktis pembangkit ini dapat dibangun di seluruh pulau di Indonesia kecuali Pulau Kalimantan yang memang tidak mempunyai gunung berapi. Untuk membangkitkan listrik dengan panas bumi dilakukan dengan pengeboran tanah di daerah yang memiliki potensi panas bumi untuk membuat lubang gas panas yang
4. Energi Biomassa Energi yang bisa dijadikan sebagai sumber energi alternatif lainnya adalah energi biomassa. Biomassa termasuk bahan bakar atau energi yang terdapat pada makhluk hidup, entah itu berasal dari hewan maupun tumbuhan. Ada banyak sekali tumbuhan atau limbah organik yang melimpah di Indonesia yang bisa kita jadikan sebagai bahan bakar alternatif untuk menggantikan sumber energi
12
13
JENDELA GEOSAINTIS | FGMI #3 | Mar 2016
utama. Selain itu, energi biomassa juga termasuk salah satu energi terbarukan yang sangat ramah lingkungan. Pembangkit listrik biomassa di Indonesia seperti PLTBM Pulubala di Gorontalo yang memanfaatkan tongkol jagung.
5. Energi Angin Tenaga angin merupakan salah satu sumber energi terbarukan yang tak akan pernah habis, apalagi jika diletakkan di dekat pantai yang kaya dengan angin yang kencang. Sistem kerja dari turbin angin ini dengan menggunakan kincir angin. Kincir angin dibangun tinggi sekira diatas 30 meter, bilahbilah pada kincir angin akan memutar gear yang berada di bawah tanah pada kincir tersebut. Lalu gear tersebut memutar turbin dan selanjutnya disalurkan ke generator hingga menjadi arus listrik. Pemanfaat energi angin menjadi listrik di Indonesia telah dilakukan seperti pada Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTBayu) Samas di Bantul, Yogyakarta.
6. Gelombang Air laut Po t e n s i I n d o n e s i a d a l a m menghasilkan sumber energi alternatif sangatlah berpeluang besar, salah satunya adalah dengan menciptakan energi alternatif dari gelombang air laut. Seperti kita ketahui, Indonesia termasuk negara yang sebagian besar terdiri dari laut sehingga bisa dijadikan sebagai sumber energi alternatif yang menjanjikan. Sayangnya sumber energi alternatif ini masih dalam taraf pengembangan di Indonesia.
JENDELA GEOSAINTIS | FGMI #3 | Mar 2016
7. Coal Bed Methane (CBM) CBM atau juga dikenal sebagai Gas Metana Batu bara (GMB) adalah energi terbarukan yang sangat melimbah di Indonesia serta memiliki cadangan dan produksi batu bara yang besar. Karena bahan dasar dari CBM adalah gas metane yang diambil dari lapisan batu bara. Meskipun dari energi tidak terbarukan (batu bara), tetapi gas ini terus berproduksi selama lapisan batu bara tersebut ada
8. Coal to Liquid (CTL) Indonesia sebagai negara yang kaya akan batu bara dapat mengimplementasikan pemanfaatan batu bara melalui teknologi CTL atau biasa yang disebut BBM sintetis. Batu bara sintetis merupakan energi alternatif yang dapat dikembangkan Indonesia agar tidak ketergantungan dengan bahan bakar minyak yang harganya terus meningkat.Ya, itulah beberapa contoh energi alternatif yang bisa dimanfaatkan di Indonesia karena negara kita termasuk negara yang kaya akan sumber daya alam. Dengan potensi kekayaan alam terbesar ini, bisa kita manfaatkan untuk menciptakan energi alternatif.
Kendala Pengembangan Energi Alternatif. Lalu, mengapa pengembangan energi alternatif masih terkendala sampai saat ini? Banyak faktor (kendala) yang mempengaruhi pengembangan energi alternatif, antara lain:
14
15
JENDELA GEOSAINTIS | FGMI #3 | Mar 2016
1. Ketidaktahuan/keacuhan Sekarang ini, sebagian besar masyarakat Indonesia seperti terkena sindrom latah (baca: meniru), kita bisa lihat dari trend fashion sampai tayangan di TV. Lihatlah bagaimana kita meniru budaya Jepang dan K-pop dengan begitu mudah. Tetaapi menjadi sulit ketika meniru etos kerja dan semangat menimba serta mengaplikasikan ilmu orang-orang Jepang dan Korea. Kalau ditanya, bagaimana pemanfaatan energi alternatif di Indonesia? Pasti bengong! Ya, bengong karena tidak tahu atau memang acuh. Untuk apa mikirin energi alternatif segala, toh selama ini masih bisa beli BBM! Nah, pikiran yang seperti itulah yang menjadi kendala terbesar dalam pengembangan energi alternative. Bagaimana bisa energi alternatif berkembang sementara pelaku SDM-nya sendiri, masih egois untuk terus memanfaatkan BBM semaksimal mungkin. Sewaktu sekolah memang sudah dikenalkan, mana energi yang dapat diperbarui dan mana yang dapat diperbarui. Tetapi, untuk pemanfaatannya hanya dalam contoh, belum ada kegiatan aplikasi nyata dalam
pengembangan energi alternatif. Karena itulah energi alternatif hanya tersimpan dalam memori jangka pendek yang menjadikan kita acuh terhadap sumber daya alam yang ada. Padahal, kita tidak bisa terus mengeksploitasi bahan bakar fosil yang lamakelamaan semakin menipis. Sekolah dan perguruan tinggi menjadi sarana yang tepat untuk lebih menyadarkan generasi muda untuk lebih peduli terhadap pemanfaatan energi alternatif 2. Kurangnya Sosialiasi Saat ini, hampir setiap propinsi di Indonesia telah memiliki desa mandiri energi (DME). Namun, sejauh mana masyarakat Indonesia mengetahui keberadaan DME tersebut? Sampai saat ini keberadaan desa mandiri energi rupanya masih sebatas untuk kepentingan warga setempat saja, belum disosialisasikan secara luas. Jika sudah disosialisasikan pun, belum tentu ada tindak lanjut. Dari ratusan desa mandiri energi yang tersebar di Indonesia, paling saya hanya bisa menyebutkan tidak lebih dari 5 DME saja. Padahal DME berbasis biogas ini
JENDELA GEOSAINTIS | FGMI #3 | Mar 2016
tidak hanya dari kotoran hewan saja, tetapi dari limbah/ampas tahu, ampas kelapa dan yang lain. Ada juga desa mandiri energi mikro hidro yaitu dengan memanfaatkan beda ketinggian dan jumlah debit air per detik yang ada pada saluran irigasi, air terjun, ataupun sungai yang dibendung. 3. Kesiapan SDM Para generasi muda sekarang masih banyak yang memilih di zona aman. Lulus kuliah, cari kerja. Bukan menciptakan pekerjaan. Dapat dilihat di setiap event job fair tidak pernah sepi dari lulusan yang mendaftar. Para generasi muda berbondong-bondong mengantri sambil membawa berkas lamaran. Ya, SDM kita belum siap jika harus bekerja diluar ruangan yang dingin, apalagi di desa. Orang kota tetap di kota, orang desa enggan balik ke desa. Alhasil, desa mandiri energi pun hanya mendapat sedikit perhatian dari mereka. Setelah melihat SDA yang ada di desa, pemerintah seharusnya juga melihat potensi SDM yang ada, terutama kaum muda dilatih dan diberdayakan semaksimal mungkin untuk mengembangkan DME.
Bila demikian, desa mandiri energi dapat menjadi peluang karir bagi generasi muda. Dengan keterampilan yang dimiliki generasi muda, apabila berhasil mengembangkan DME, maka akan menjadi contoh atau prototipe untuk desa lain di Indonesia. 4. Ketidakpercayaan Dikecewakan berkali-kali, nampaknya membuat masyarakat trauma dan susah mengembalikan kepercayaan. Bencana Lapindo, mungkin masih terbayang di benak kita semua. Berapa kerugian yang dialami warga setempat dari bencana tersebut? Langkah apa saja yang sudah dilakukan pemerintah untuk mengatasi dampak dari bencana Lapindo? Apakah cukup ganti rugi yang diberikan kepada korban dari perusahaan terkait? Sebagian besar masyarakat menilai bahwa belum ada perhatian khusus dari pemerintah untuk korban. Berita kebocoran reaktor nuklir di Fukushima, Jepang, 2011 lalu rupanya masih hangat di telinga kita. Maklum saja, jika rencana p e m b a n g u n a n P LT N d i beberapa daerah masih mengalami pro dan kontra,
16
17
JENDELA GEOSAINTIS | FGMI #3 | Mar 2016
maka hal itu akan semakin menambah ketidakpercayaan masyarakat mengenai kesiapan dalam pengembangan energi alternatif ini. Meski secara kalkulasi manfaat energi nuklir begitu besar terhadap pasokan listrik ke depannya, tetapi masih banyak kelompok yang kontra terhadap pembangunan reaktor nuklir di Indonesia. Kenapa? Indonesia termasuk negara rawan bencana dan bila tragedi Fukushima terjadi di Indonesia, pemerintah saya rasa belum memiliki rencana yang jelas mengenai tindakan preventif untuk mencegah kebocoran tangki nuklir. Di Jepang saja bisa bocor apalagi di Indonesia? Begitu kira-kira pertanyaan sederhananya. Konklusi. Indonesia diharapkan dapat memaksimalkan pemanfaatan energi alternatif sebagai solusi dan jawaban atas meningkatnya kebutuhan energi nasional ditengah semakin menurunnya produksi migas. Hal ini dapat dicapai jika pemerintah dapat mensinergikan setiap pihak yang terkait untuk sama-sama memiliki semangat demi mencapai Indonesia Swasembada Energi di masa mendatang.
Daftar pustaka : Suara Pembaruan (24 November 2004) http://darwinsaleh.com http://pemetaanttg.com http://www.esdm.go.id/publikas i/buku/doc_download/487-keyindicator-of-indonesia-energyand-mineral-resources.html Wikipedia bahasa Indonesia h t t p : / / w w w. k o p i ireng.com/2014/09/contohs u m b e r - e n e r g i alternatif.html#sthash.Vq9FnvO 4.dpuf http://geograph88.blogspot.co.i d/search/label/Geologi http://alamendah.org/2014/09 /09/8-sumber-energiterbarukan-di-indonesia/
FGMI GOES TO CAMPUS Oleh: Ragil Pratiwi & Rizky Syawal
FGMI Goes to Campus merupakan agenda rutin FGMI, dan merupakan suatu bentuk kepedulian FGMI terhadap kemajuan ilmu geosaintis di Indonesia. FGMI Goes to Campus disampaikan oleh para pengurus dan anggota FGMI untuk memberikan materi kepada mahasiswa di kampus sesuai dengan bidang spesialisasi masing-masing anggota. Beberapa kampus telah dikunjungi oleh FGMI dalam trimester dua-tiga 2015, antara lain Universitas Diponegoro, Universitas Sriwijaya, Universitas Brawijaya, Universitas Gajah Mada, IST Akprint, ITS Surabaya, dan beberapa kampus lain. Berikut beberapa ulasan kunjungan FGMI Goes to Campus yang dirangkum tim jurnalistik FGMI.
19
JENDELA GEOSAINTIS | FGMI #3 | Mar 2016
FGMI Goes to Universitas Diponegoro, Semarang. Sabtu, 20 Juni 2015, Universitas Diponegoro mengadakan kuliah tamu, dengan pembicara pengurus FGMI, Ragil Pratiwi, bertajuk “Inspiring Talk : Introduction to Petroleum Geochemistry and Its S i gn i f i c an c e i n H i dr ok ar bon Exploration and Tips and Trick to Get Your Scholarships Abroad.� Acara dimulai sekitar pukul 09.00 dan dibuka oleh salah satu dosen Undip, yaitu Bapak Edi Setyobudi yang merupakan seorang ahli geokimia. Penyampaian materi p e r t a m a t e n t a n g Pe t r o l e u m Geochemistry. Para peserta sekitar 80 orang memadati ruang seminar Teknik Geologi Gedung Pertamina Sukowati. Teori abiogenik dan biogenik pembentukan hidrokarbon disampaikan oleh pemateri, diikuti dengan pengertian dan pentingnya ilmu geokimia dalam eksplorasi migas. Pengenalan ilmu dasar geokimia disampaikan oleh pemateri karena sebagian besar peserta masih duduk di semester 1 hingga 5 yang memang belum mengambil mata kuliah geokimia hidrokarbon. Selanjutnya disampaikan materi lebih dalam
mengenai geokimia, mulai dari pengertian batuan induk, perbedaan pengertian tentang petroleum, hidrokarbon dan non-hidrokarbon, serta komposisi dari petroleum itu sendiri. Lebih lanjut, materi semakin menarik dengan pembahasan mengenai kerogen, dan tipe-tipenya yang menunjukkan kecenderungan (prone-ness) untuk menghasilkan gas atau minyak atau keduanya. Metode-metode analisis geokimia juga dipaparkan, mulai source rock screening dengan TOC dan Rock-Eval Pyrolysis untuk mengetahui kualitas dan kuantitas batuan induk. Untuk mengetahui pehamanan peserta tentang kualitas dan kuantitas batuan induk menggunakan metode screening, latihan soal diberikan dengan menggunakan studi kasus. Selanjutnya, korelasi antara oiloil, oil-source rock, juga diberikan, dengan aplikasi biomarker. Materi biomarker dibuka dengan beberapa pertanyaan seperti apa itu biomarker, apa pentingnya biomarker,
JENDELA GEOSAINTIS | FGMI #3 | Mar 2016
dan bagaimana cara mengetahui korelasi antara minyak di reservoir, bitumen ekstrak dari batuan induk,maupun minyak atau kondensat yang ditemukan berupa rembesan (seepage) di permukaan. Materi ini banyak menimbulkan banyak pertanyaan dari peserta karena dianggap masih cukup asing. Pe n g u n a a n m e t o d e l i q u i d c h r o m a t o g r a p h y, g a s c h r o m a t o g r a p h y, g a s chromatography-mass spectrometry (GCMS) juga dijelaskan untuk menjawab pertanyaan di atas.Penggunaan biomarker-biomarker steranes (m/z 217) dan terpanes (m/z 191) dan fungsinya untuk mengetahui habitat, sumber, kondisi diagenesis paleoenvironment, kematangan dan umur, serta biogegradation yang disebabkan oleh bakteri, juga disampaikan kepada peserta.
S e t e l a h s e l e s a i i s h o m a , materi kedua merupakan materi yang tak berkaitan dengan disiplin ilmu. Pembicara kini berbagi pengalaman soal mendapatkan beasiswa. Mulai dari tahap persiapan seperti menyiapkan dokumen yang dibutuhkan dan p e r s i a p a n t e s I E LT S . L a l u bagaimana menyusun surat rekomendasi, membuat essay, rencana studi, dan beberapa tahap selanjutnya hingga program kepemimpinan yang diberikan oleh pemberi beasiswa (LPDP/ Lembaga Pengelola Dana Pendidikan). Rupanya peserta sangat tertarik dan antusias dengan materi ini, ditunjukkan
20
21
JENDELA GEOSAINTIS | FGMI #3 | Mar 2016
dari banyaknya pertanyaan yang diajukan peserta selama sesi berlangsung. Hari kedua, bertempat di Ruang Pertemuan Dekanat Fakultas Teknik, beberapa mahasiswa Teknik Geologi yang tergabung dalam klub “Geology English Club” mengundang Ragil Pratiwi untuk kembali berbagi dalam sesi “How to make a good curriculum vitae?” Dalam pertemuan ini, semua peserta berbahasa Inggris aktif. Hal ini bagus karena dapat meningkatkan kemampuan berbicara dan mendengar dalam Bahasa Inggris.Acara ditutup dengan penyerahan momento dan foto bersama di depan G e d u n g Te k n i k G e o l o g i . Harapan untuk FGMI Goes to Campus ke depannya semoga FGMI semakin aktif dalam memajukan dunia geosaintis Indonesia dan dunia.
Sesi foto bersama peserta FGMI goes to Campus.
FGMI Goes to Universitas Sriwijaya, Palembang Tanggal 20-21 Oktober 2015, saya diberikan kesempatan untuk belajar bersama mahasiswa geologi Universitas Sriwijaya. Peserta yang hadir melebihi ekspektasi saya. Ada sekitar 100 mahasiswa hadir di ruangan saat itu. Kegiatan ini diselenggarakan oleh SM IAGI (Seksi Mahasiswa IAGI) atau saya lebih suka menyebut mahasiswa militannya IAGI.
Saat berbagi dengan mahasiswa geologi Universitas Sriwijaya
Hari pertama saya sempat berbagi cerita dan pengalaman soal 'Bagaimana menjadi Mahasiswa Ekstrem?' Kenapa saya bilang ekstrem, karena dengan keterbatasan fasilitas mereka harus menjadi ekstrem dan berbagi pengetahuan dasar tentang intepretasi log dan seismik. Pada kesempatan yang sama, saya juga berbagi beberapa materi lain.
JENDELA GEOSAINTIS | FGMI #3 | Mar 2016
Kemudahan akses internet saat ini tidak seperti jaman saya kuliah pada 2006-2010. Saat itu akses internet mudah masih harus melalui warnet. Saya ingat betul ada warnet langganan di Sirojudin (nama wilayah di Tembalang). Warnet berkecepatan tinggi dan harga terjangkau ini jadi tempat menghabiskan waktu dari pukul 12 malam sampai 4 pagi hanya untuk mengerjakan tugas dan mencari referensi. Materi yang saya sampaikan di hari pertama adalah dasardasar pengetahuan awal tentang beberapa log seperti density, gamma ray, sonic, neutron, resistivity, caliper, dan log lainnya. Saya juga tidak lupa menanamkan kepada mereka bahwa metode ini hanya sebuah teknologi, karena bagaimanapun t e k n o l o g i h a n y a mempermudah kita untuk membaca sebuah data, dan untuk menunjang itu semua jangan lupa untuk pergi ke lapangan. Suasana diskusi menyemarakkan sesi ini. Banyaknya pertanyaan membuat saya sempat keteteran untuk menjawab satu –persatu.
Seratus mahasiswa itu seperti haus akan ilmu dan tak disangka kegiatan ini dihitung jadi materi salah satu mata kuliah Bapak Budhi Kuswan Susilo, salah satu dosen Geologi Unsri. Kondisi asap yang masih membalut Sumatera Selatan ternyata tidak menghalangi semangat mahasiswa Unsri untuk belajar bareng di hari kedua. Hari kedua saatnya mewarnai dan intepretasi log serta seismik, ada beberapa p e r t a n y a a n d a r i l o g- l o g tersebut seperti, apa saja batuan nya? Di mana horizon dan struktur picking seismik? Dan di mana hidrokarbon b e r a d a ? Pe r t a n y a a n pertanyaan yang sangat menarik tetapi tanpa pengetahuan dasar itu semua bukan apa-apa. Kesempatan saya untuk terus menanamkan militansi bahwa “Nothing is Impossible But Nothing is Easy.� (Oleh: Rizky Syawal)
22
JENDELA GEOSAINTIS | FGMI
1 Belajar Unconventional Pla di UPN #3 | Des 2015
Sabtu
pagi (14/11/2015) langit Yogyakarta begitu cerah. Walaupun hari libur, tak menyurutkan peserta untuk menghadiri event FGMI Goes to Campus yang diselenggarakan di kampus UPN Veteran, Yogyakarta. Sekitar 60 mahasiswa geologi dan geofisika dari berbagai kampus di Yogyakarta mulai berkumpul di Gedung Frederik Lasut kampus UPN Veteran. Pagi itu sedang diadakan acara kuliah tamu yang dihadiri oleh Aveliansyah (Ketua FGMI) atas undangan dari American Association of Petroleum Geologist (AAPG) dan Society of Exploration Geophysicist (SEG) UPN Student Chapter. Seperti biasa acara ini tentunya terbuka untuk mahasiswa dari kampus lain. Tepat pukul 08.15 WIB acara FGMI Goes to Campus dibuka dengan menyanyikan lagu kebangsaan Republik Indonesia yaitu lagu Indonesia Raya. Acara kemudian dilanjutkan dengan kuliah tentang Basement Fractured Reservoir. Di awal presentasi, Aveliansyah menyampaikan sejarah migas nasional, kondisi saat ini, serta tantangan para ahli kebumian kedepannya untuk menemukan cadangan migas nasional yang baru. Di hadapan para mahsiswa, Avel (sapaan akrab Aveliansyah) menyampaikan bahwa tantangan dunia migas kedepan mulai mengarah kepada unconventional play, salah satunya adalah Basement Fractured Reservoir. Dok: FGMI
ay
JENDELA GEOSAINTIS | FGMI #3 | Mar 2016
Oleh: Tim LITBANG FGMI
FGMI GOES TO CAMPUS
Oleh: Aveliansyah
Tiga poin utama yang disampaikan tentang konsep Basement Fractured Reservoir meliputi definisi, klasifikasi, dan cara mendeteksinya. Dari pendapat berbagai ahli, dapat ditarik kesimpulan bahwa definisi Basement Fractured Reservoir adalah semua batuan beku dan metamorf yang diselimuti oleh sedimen diatasnya secara tidak selaras, yang memiliki kemampuan untuk menyimpan dan melalukan fluida hidrokarbon. Untuk mendeteksinya bisa menggunakan data sumur (Image log, Core, ROP, Loss Circulation, Oil show, Total gas) dan data seismik (multiatribut: coherence, dip azimuth, curvature, variance, dan lainlain).
M a t e r i mengenai unconventi onal play memancing antusiasme dari para peserta. Terbukti dengan sesi diskusi yang berlangsung sangat dinamis. Para peserta secara bergiliran melemparkan pertanyaan kepada pemateri dan dijawab dengan antusias pula oleh pemateri. Acara FGMI Goes to Campus selesai pada pukul 12.00 WIB dan ditutup dengan sesi foto bersama.
Info Lengkap: http://fgmi.iagi.or.id
24
25
JENDELA GEOSAINTIS | FGMI #3 | Mar 2016
APLIKASI ANALISIS INKLUSI PADA EKSPLORASI EMAS Oleh : Agata Vanessa, S.T.
Pada Sabtu pagi yang cerah saat itu, di Fa k u l t a s G e o l o g i U n i v e r s i t a s Pa d j a d j a r a n , k a m i m e n d a p a t pengetahuan dari seorang geologis muda. Agata, biasa ia disapa, dengan lugas ia menjelaskan mengenai eksplorasi emas yaitu inklusi fluida. Inklusi fluida adalah inklusi yang terperangkap dapat sebagai fasa zat padat, cair, dan gas pada suatu mineral tertentu (kuarsa, flourit, halit, kalsit, apatit, dolomit, sfalerit, barit, topas, dan kasiterit). Inklusi fluida memiliki beberapa fasa: –Vapor (gas) : H2O (P<< 1atm), Co2, CH4, N2, H2S, dll –Liquid (cair) : Ha2O, CO2, petroleum, dll
Dok: FGMI
–Solid (padat) : NaCl, KCl, hematite, anhydrite, muscovite, cpy, magnetite, carbonate, dll Inklusi fluida dalam prosesnya dapat terbentuk primer, sekunder, dan pseudosekunder -Primer: Inklusi yang terbentuk selama pertumbuhan primer dari mineral. -Sekunder: inklusi yang terbentuk setelah kristal induk terbentuk (mengisi retakan). -Pseudosekunder: inklusi yang terbentuk pada saat fracturing selama pertumbuhan primer dari mineral. Pengukuran inklusi fluida: -Te m p e r a t u r H o m o g e n i s a s i : temperatur yang diperoleh dengan cara menaikkan suhu sampai inklusi
JENDELA GEOSAINTIS | FGMI #3 | Mar 2016
fluida, pada suhu tertentu mengalami perubahan fisik menjadi satu fasa -Temperatur Leleh : temperatur yang diperoleh dengan cara menurunkan suhu sampai pada batas tertentu inklusi fluida mengalami perubahan fisik membeku, kemudian inklusi kembali dipanaskan perlahan-lahan sampai inklusi kembali mencair seperti pada kondisi awal sebelum dibekukan. Mineral yang paling baik sebagai host dalam mineralisasi sistim epitermal dan porfiri adalah: Quartz, Anhydrite, Calcite or other carbonates, Sphalerite, Barite, Flourite, Adularia Objektif dari analisis inklusi fluida adalah : -Menentukan temperatur pengendapan dari mineral -Menentukan salinitas dari fluida yang berperan dalam alterasi dan mineralisasi -Membantu dalam membuat rekonstruksi model paleo-hidrologi dari sistim mineralisasi -Membantu menginterpretasi kedalaman erosi -Membantu dalam mengkorelasi tahapan mineralisasi, khususnya paragenesis.
â&#x20AC;&#x153;Mineral yang paling baik sebagai host dalam mineralisasi sistim epitermal dan porfiri adalah: Quartz, Anhydrite, Calcite or other carbonates, Sphalerite, Barite, Flourite, Adulariaâ&#x20AC;?
26
27
B
mengadakan perhelatan besar tahunan, yang pada tahun ini bekerjasama dengan Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI), Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI), dan Ikatan Ahli Fasilitas Produksi Minyak dan Gasbumi Indonesia (IAFMI) menyelenggarakan acara Join Convention Balikpapan (JCB) 2015. Memanfaatkan momen langka tersebut, FGMI menggunakan kesempatan tersebut dan mengumpulkan anak-anak muda inspiratif untuk berbagi cerita dengan anak muda lainnya. Acara tersebut dinamakan dengan â&#x20AC;&#x153;FGMI Talk: yang muda, yang berkaryaâ&#x20AC;?. Rabu, 7 Oktober 2015, bertempat di Hotel Grand Pada rentang tahun 2020-2030, Senyiur Balikpapan, lebih kurang 80 anak muda penduduk dengan usia produktif berkumpul di Mirror Room untuk menghadiri akan mendominasi populasi acara diskusi interaktif dengan para pemuda penduduk negara ini. pilihan. Acara dibuka dengan sambutan FGMI, Aveliansyah, dilanjutkan oleh sambutan Ketua HAGI Bapak Dicky Rahmadi yang sekaligus memberikan pemaparan t e n t a n g kondisi dan tantangan dunia migas indonesia. Sebagai penutup sambutan, Ketua IAGI Bapak Sukmandaru juga memberikan presentasi singkat mengenai kondisi dunia pertambangan Indonesia. Didit Putra yang bertindak sebagai moderator segera mengundang 4 orang pembicara untuk duduk ke depan, lalu mempersilahkan mereka satu per satu untuk menyampaikan materi. Pembicara pertama adalah Julianta Parlindungan, beliau adalah salah satu anak muda yang sangat aktif berkontribusi memajukan ilmu kebumian nasional, dia merupakan pendiri dari Komunitas Petrophysic Indonesia, aktif di Young Profesional IATMI, dan Dewan Penasihat FGMI.
28 Bang Jul (sapaan akrab beliau) menebarkan semangat nasionalisme kepada para peserta, ia juga mengajak anak-anak muda untuk terus berkarya sejak dari bangku kuliah. Pembicara kedua adalah Dwandari Ralanarko, ia adalah pendiri dari Geotour Indonesia yang aktif mempromosikan geotourism di Indonesia. Beliau menceritakan pengalamannya mendirikan GeotourID, serta beberapa aktivitas yang telah dilakukannya, ia juga mengajak para peserta untuk tergabung kedalam geomates sehingga bisa terkoneksi satu sama lain. Pembicara ketiga adalah Ryan Cahya Rohmana, salah satu pencetus lahirnya Geotage, yaitu sebuah aplikasi smartphone yang bisa mendokumentasikan fotofoto geologi dengan baik. Ryan menceritakan bagaiman system kerja dari aplikasi ini, dan beberapa peserta juga sudah mengunduh aplikasi ini di smarphone mereka sehingga ketika Ryan memberikan kuis, banyak peserta yang bisa menjawab. Pemateri terakhir adalah Tokoh Dongeng Geologi Indonesia, yang juga merupakan Dewan Penasihat IAGI, yaitu Bapak Rovicky Dwi Putrohari. Pakdhe Rovicky (sapaan akrab beliau) mengajak anak muda untuk kreatif dalam menghadapi tantangan di masa depan yang semakin sulit, dan kita juga harus memanfaatkan bonus demografi pada rentang tahun 2020-2030 dimana penduduk dengan usia produktif akan mendominasi populasi penduduk negara ini.
29
Gas Hidrat, Si Anak Kecil di Dunia MIGAS Indonesia Arkanu Andaru Teknik Geologi - Universitas Gadjah Mada PND, Jakarta Pertumbuhan penduduk di seluruh dunia makin meningkat dengan cepat. Jumlah populasi penduduk dunia sebesar tiga miliar pada tahun 1959 berkembang dua kali lipat pada tahun 1999. Angka ini diprediksi akan terus bertambah hingga menyentuh sembilan miliar pada 2044. Menurut U.S. Census Bureau pada 2011, pertambahan jumlah penduduk dunia akan melonjak hingga 50 persen dalam 45 tahun ke depan. Ancaman lonjakan penduduk ini akan menjadi bom waktu untuk kebutuhan energi manusia. Menurut data dari U.S Energy Informatian Administration (EIA), pertambahan jumlah penduduk selaras dengan peningkatan kebutuhan konsumsi energi sebesar 53 persen dari tahun 2008 hingga 2035.
Permintaan ini tidak lepas dari konsumsi dalam negeri yang didominasi oleh sektor transportasi. Sedangkan 10-30 tahun ke depan dominasi alat transportasi masyarakat masih akan menggunakan energi yang dapat dipindahkan dengan mudah, seperti gas alam hidrat. Pemenuhan kebutuhan energi harus berbanding lurus dengan kontrol terhadap emisi gas rumah kaca, sehingga nantinya tidak memicu perubahan iklim yang tentunya membahayakan bumi. Oleh karena itu, berbagai alternatif berupa energi terbarukan mulai dari geotermal, tenaga surya, mikrohidro hingga energi non-konvensional seperti shale gas/oil, coal bed methane dan gas hidrat pun muncul sebagai potensi energi penyokong kebutuhan masa depan. Gas alam hidrat yang
Diversifikasi Energi, dinilai menjadi konsep dasar yang pas untuk memenuhi kebutuhan energi. Konsep ini memiliki pendekatan untuk menyeragamkan sebanyak mungkin sumber energi yang ada.
â&#x20AC;&#x153;Gas Hidrat memiliki kandungan unsur karbon kecil sehingga menghasilkan emisi CO2 lebih sedikitâ&#x20AC;?
Kebijakan Indonesia yang mengusung Energy Mix pada tahun 2005, diprediksi akan membuat permintaan yang besar terhadap gas alam di masa mendatang.
kemunculannya masih seumur jagung, memiliki potensi menjadi alternatif yang menjanjikan untuk mengatasi kebutuhan energi yang semakin meningkat.
30 Gas alam hidrat umumnya berada pada daerah lautan maupun dataran es. Hidrat terbentuk secara alami pada suhu yang sangat rendah di daerah dingin dengan tekanan tinggi pada laut dalam. Kondisi ekstrem ini akan membentuk kristal hidrat yang menyimpan gas Hidrat di dalamnya. Faktor yang cukup penting dalam pembentukan hidrat adalah tranportasi massa dan mekanisme pertumbuhan hidrat. Gas Hidrat memiliki kandungan unsur karbon kecil sehingga menghasilkan emisi CO2 lebih sedikit, yakni, 0,2 kg/kwh (kilogram/kilo watt hour), pada proses pembakaran. Jauh lebih rendah dibandingkan dengan minyak bumi, batu bara, atau gas alam jenis etana, propana, dan butana. Sehingga, penggunaan gas hidrat sebagai sumber energi alternatif akan mengurangi emisi rumah kaca secara signifikan. Di Indonesia, gas hidrat diperkirakan memiliki cadangan mencapai 3000 Miliar kaki kubik (Trillion Cubic Feet/TCF) tersebar di sejumlah perairan Nusantara dari barat sampai timur. Potensi tersebut diperkirakan dapat memenuhi kebutuhan energi di seluruh wilayah Indonesia selama 300 tahun tanpa bahan bakar minyak jika bisa dimanfaatkan secara efektif. Ketersediaan yang melimpah ini menjadikan gas hidrat sebagai salah satu sumber potensial energi masa depan.
Mengingat kesediaan cadangan gas hidrat di dunia yang mencapai angka 14,000 triliun meter kubik di daerah yang memiliki lapisan es yang tebal dan 3,100 â&#x20AC;&#x201C; 7,600,000 triliun meter kubik di daerah laut dalam. Melimpahnya cadangan gas hidrat di Indonesia ini harus diiringi tata kelola yang baik sebelum melakukan pengembangan gas hidrat itu sendiri. Salah satu caranya dengan perancangan strategi keteknisan nasional akan gas hidrat. Kebutuhan strategi eksplorasi gas hidrat sangat penting demi menjaga kepentingan nasional. Jangan sampai mengulangi kesalahan pada awal eksplorasi minyak di era 1950an. Ketika itu Indonesia tidak mengerti nilai di balik sumber daya yang dieksploitasi oleh pihak asing. Hal itu menyebabkan kita melepas tangan lapangan minyak terbesar yang pernah dimiliki indonesia di cekungan Sumatra Tengah, di mana sejak tahun 1960 dikuasai oleh pihak asing. Selain itu Indonesia sebagai negara pemilik potensi gas hidrat yang besar harus melakukan pengembangan sumberdaya manusia (SDM) guna mempelajari lebih lanjut mengenai keteknisan gas hidrat. Pengembangan SDM tersebut dapat dilakukan dengan mengadakan program pertukaran pelajar dan sekolah lanjut di negara-negara yang sudah lebih dahulu mengembangkan gas hidrat dalam studinya seperti Jepang, India, dan Kanada.
31
JENDELA GEOSAINTIS | FGMI #3 | Mar 2016
Dalam penerapannya, terdapat beberapa instansi yang dapat membantu hal ini, contohnya pihak perguruan tinggi yang menyediakan beasiswa bagi mahasiswa berprestasi yang tertarik di bidang gas hidrat untuk mengambil major pada bidang gas hidrat di negara-negara tersebut. Lebih jauh lagi, pihak kementerian ESDM dan PSG (Pusat Survei Geologi) dapat menawarkan kesempatan bagi pekerjanya, yaitu geologis untuk melanjutkan sekolah di bidang tersebut. Cara lainnya adalah dengan menambahkan poin pengabdian masyarakat mengenai edukasi pada kontrak kerja sama dengan pihak asing untuk memberikan pengembangan kemampuan warga Indonesia yang bergerak di bidang gas hidrat, setelah kita baru mampu dan siap untuk bekerja sama dengan pihak asing dalam pengembangan gas hidrat itu sendiri. Program ini akan membantu sumber daya manusia yang kita miliki menjadi lebih paham tentang studi gas hidrat baik dari sisi ekonomis maupun teknis. Pengembangan sumber daya ini akan menjadi fondasi kuat untuk memulai membangun negara yang memiliki basis penelitian gas hidrat. Ahli-ahli gas hidrat di Indonesia harus diperbanyak jumlahnya jika ingin memaksimalkan potensi gas hidrat yang ada di Indonesia yang melimpah ini. Adalah sebuah keharusan untuk menyiapkan diri menghadapi dan membentuk masa depan yang lebih baik.
Perlu diingat, pengembangan sumber daya energi gas hidrat ini bukanlah sesuatu yang murah, diperlukan investasi yang besar. Eksplorasi gas hidrat yang notabene merupakan eksplorasi lepas pantai membutuhkan biaya yang lebih banyak dari pada eksplorasi di daratan. Sebagai langkah awal, pemerintah harus membangun kerja sama dengan pihak asing yang telah merintis pengembangan ini terlebih dahulu, untuk mengadakan eksplorasi serta penerapan hasil pemikiran sumber daya manusia nya. Kerja sama ini nantinya akan berlandaskan pada regulasi kontrak kerja sama yang berpedoman pada undang-undang migas yang telah dibuat mengenai pengembangan gas hidrat, di mana dalam pembuatannya turut ikut campur ahli gas hidrat Indonesia yang berada di SKK Migas dan Kementerian ESDM, sehingga Negara Indonesia ini dapat tetap mengembangkan potensi sumber daya alam dan manusianya mengenai gas hidrat tanpa dirugikan pihak lain. Pentingnya ketahanan energi nasional menjadikan gas hidrat sebagai salah satu solusi krisis energi masa depan yang sangat memiliki prospek cemerlang. Namun, dalam pengembangannya, langkah pemerintah menjadi hal yang sangat krusial sehingga dibutuhkan strategi keteknisan nasional yang tepat jika ingin memanfaatkan potensi gas hidrat ini.
1. Thakur, N.K., and Rajput, S., 2010, Exploration of Gas Hydrates:Geophysical techniques, London: Springer 2. Max, Michael D, Arthur H. Johnson, & William P. Dillon, 2006, Economic Geology of Natural Gas Hydrate, Netherland: Springer 3. Osegovich, John P., Shelli R. T., & Sarah A. H., 2006, Physical Chemical Characteristics of Natural Gas Hydrate, Netherland: Springer 4. www.eia.gov
JENDELA GEOSAINTIS | FGMI #3 | Mar 2016
32
GEOLOGI DAN SINGKAPAN BATUAN: DUA HAL YANG TAK DAPAT TERPISAHKAN Ari Wibowo (HRH Geology) dan Nana Higiana Hasanah (UPN “Veteran”) Apa yang terlintas di benak anda ketika mendengar kata “geologi” dan “singkapan”? Barisan pegunungan berbatuan? Perlapisan batuan yang melampar sepanjang aliran sungai? Lokasi PIT tambang batubara? Atau mungkin juga terlintas kenampakan endapan sedimen moderen? Benar sekali, geologi sangat berkaitan dengan lokasi singkapan diatas. Pe r k e m b a n g a n g e o l o g i t e l a h menuntun ahli geosaintis untuk berpikir lebih mengenai riset dan metode eksplorasi yang inovatif. Pe n g g u n a a n k o n s e p g e o l o g i termutakhir tak henti dikembangkan untuk mengetahui kondisi bawah permukaan baik di industri perminyakan maupun pertambangan. Integrasi dari pengetahuan geologi d a s a r, k e a h l i a n t e k n i s , d a n pengalaman sangat dibutuhkan untuk mencapai target perusahaan dengan sukses. Namun kebanyakan geologist di perusahaan tersebut, saat ini lebih mengutamakan pekerjaan analisis di studio (workstation) dibandingkan pekerjaan lapangan. Harusnya mereka menyadari bahwa semua permasalahan geologi di bawah permukaan harus divalidasi dengan data permukaan.
Mengutip pernyataan dari seorang geologist tenar asal Italia, Prof. Emiliano Mutti berkata,”You must has very strong passion on field geology, or you will give up soon on fieldwork. I do not believe anything, but rocks!”. Geologist yang cerdas harus sependapat dengan pandangan beliau. Konsep geologi dasar dibutuhkan untuk menginterpretasikan data yang tersedia sehingga dapat dibangun model kerangka geologi daearah telitian yang terkait. Jadi, mari kita bahas mengenai manfaat menggunakan singkapan batuan sebagai pedoman data utama kita.
1.Singkapan menyediakan kenampakan perlapisan batuan secara terperinci Ketika kita berhadapan dengan singkapan batuan sedimen baik silisiklastik maupun karbonat klastik yang memperlihatkan kenampakan berlapis, kita dapat langsung menggambarnya ke dalam buku catatan lapangan tanpa keraguan.
33
JENDELA GEOSAINTIS | FGMI #3 | Mar 2016
Pada sikuen turbidit, yang kita kenal dengan endapan Flysch, kita berhadapan dengan ketebalan perlapisan batupasir dan serpih dalam beberapa sentimeter bahkan kurang (Gambar 1). Apakah kondisi ini mempunyai peranan penting terhadap eksplorasi bawah permukaan? Tentunya iya. Ini dapat mempengaruhi nilai petrofisika batuan ketika melakukan perhitungan cadangan migas. Lebih lagi bila kita melakukan korelasi antar sumur dan memetakan daerah prospek, kehadiran perlapisan batupasir dan serpih dengan ketebalan yang tipis, dapat dipertimbangkan sebagai data yang berharga.
Gambar 1. Kenampakan singkapan yang memperlihatkan perlapisan batuan dan respon log sumur terhadap perlapisan tersebut.
2. Singkapan menghadirkan data dengan resolusi tinggi dalam interpretasi lingkungan pengendapan Lingkungan pengendapan adalah kunci untuk merekonstruksi kondisi paleogeografi daerah telitian sehingga geometri perlapisan batuan sedimen dapat diidentifikasi.
Banyak paramater yang digunakan untuk menentukan lingkungan pengendapan, diantaranya aspek fisika (tekstur batuan dan struktur sedimen), aspek kimia (komposisi mineral), dan aspek biologi (kandungan fosil). Di era ini, geologist menggunakan data log sumur untuk menginterpretasi fasies berdasarkan dari pola elektro fasies (blocky, funnel, bell) dan mereka mempercayakan semuanya pada data log semata tanpa ada keraguan sama sekali. Faktanya, tidak ada satupun lingkungan pengendapan yang mempunyai ciri khusus ukuran butir tertentu secara pasti seperti yang tervisualisasikan oleh pola log gamma ray. Pola yang mirip dapat dihasilkan dari berbagai macam lingkungan pengendapan (Gambar 2).
Gambar 2. Kenampakan pola respon log berupa Blocky dapat dihasilkan dari berbagai macam lingkungan pengendapan.
Hal ini membuktikan bahwa masih banyak integrasi data yang dibutuhkan oleh geologist untuk membangun kerangka stratigrafi daerah telitian.
JENDELA GEOSAINTIS | FGMI #3 | Mar 2016
Bila kita mengamati singkapan dengan pandangan luas, maka akan terlihat kemenerusan lateral sehingga geometri batuan dapat ditentukan. Dengan mengamati lebih detil, kita akan melihat bermacam variasi kenampakan sedimen yang akan mengiringi kita untuk memahami lingkungan pengendapan lebih baik (Gambar 3).
Gambar 3. Kenampakan singkapan yang menunjukkan ketidakmenerusan perlapisan batupasir secara lateral.
Sebagai contoh, bila kita menemukan struktur perlapisan bersusun normal, laminasi sejajar, dan konvolut dalam satu paket asosiasi, maka kita dapat memprediksi bahwa itu termasuk dalam produk turbidit berdensitas rendah (LDTC). Sebaliknya, berhadapan dengan perlapisan bersusun terbalik diikuti dengan batupasir masif, maka kita dapat mempunyai gambaran dari produk turbidit densitas tinggi (HDTC).
3. Singkapan mendemonstrasikan kepastian dalam mendeskripsi nama batuan Khususnya ketika kita berhadapan dengan batuan karbonat, kita mungkin akan mendapati keraguan karena kekompleksitas batuan tersebut. Tidak ada data inti batuan (core) maupun sayatan tipis batuan yang dapat memberi nama batuan karbonat secara pasti (Gambar 4). Sebagai contoh, kita dapat memberi nama batuan terumbu lebih detil dari penamaan Boundstone seperti Bafflestone, Bindstone, maupun Framestone pada singkapan dengan yakin. Hal ini dikarenakan kita dapat mengamati organisme yang terekam pada batuan dengan kenampakan 3 dimensi. Sebaliknya jika kita hanya berpedoman pada pengamatan sayatan tipis menggunakan mikroskop secara 2 dimensi, maka kita bisa saja hanya melihat matriks atau masa dasar batuan tersebut, sehingga menamakannya wackestone/mudstone. Sederhananya, skala dalam pengamatan mengambil peran penting dalam pendeskripsian batuan.
Gambar 4. Kenampakan singkapan, inti batuan (core), dan sayatan tipis batuan
Referensi Mutti, E., 1992. Turbidite sandstones. Instituto de Geologia, Universita de Farma. Tucker, M.E., 2003, Sedimentary Rock In the Field 3rd edition, John Willey & Son, New York, 16. Walker, R.W. & James, N.P., (1992), Facies Models: Response to Sea Level Change. Geological Association of Canada, Ontario.
34
35
JENDELA GEOSAINTIS | FGMI #3 | Mar 2016
Gambar Candigedongso
Sekilas Kondisi Sektor Panas Bumi Indonesia:
Sektor Panas Bumi, Menuju Pilar Sumber Energi Negeri Annisa Della Megaputeri (Teknik Geologi, UNDIP)
JENDELA GEOSAINTIS | FGMI #3 | Mar 2016
1. Fumarol, manifestasi panas bumi. Lokasi: ongo, Semarang. Foto dari dokumen pribadi.
S
umber energi fosil masih menjadi pemeran utama dalam sektor sumber energi nasional. Meskipun demikian, pemanfaatan sumber energi fosil ini masih belum cukup untuk menjawab seluruh kebutuhan energi nasional.
Kebutuhan Indonesia akan energi yang akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, namun, kebutuhan energi ini tidak diimbangi oleh energy supply. Sehingga hal ini menyebabkan adanya krisis energi yang dialami oleh Indonesia. Di sisi lain, ketersediaan sumber energi fosil akan semakin berkurang. Terlebih lagi, sumber energi fosil bersifat tidak dapat diperbarui dan sudah menjadi masalah umum bahwa sumber energi ini menimbulkan masalah lingkungan. Hal itu mendorong pemerintah untuk terus fokus terhadap pencarian dan pengembangan sumber energi alternatif dan terbarukan yang prospektif agar Indonesia tidak terus bersandar pada sumber energi fosil sebagai pemeran utama dalam sektor sumber energi nasional. Singkat cerita, mendiversifikasikan energi atau energy mix menjadi solusi dalam menjaga ketahanan energi nasional agar tidak terus mengalami krisis energi yang tentu saja akan berimbas buruk kepada kondisi perekonomian nasional. Sumber energi panas bumi sebagai salah satu sumber energi alternatif merupakan sumber energi yang sangat prospektif dan berpotensi besar untuk dikembangkan menjadi pilar sumber energi nasional dibandingkan sumber energi lain karena tidak menghasilkan gas residu dalam pemanfaatannya yang dapat berimbas buruk kepada atmosfer dan
36
37
JENDELA GEOSAINTIS | FGMI #3 | Mar 2016
lingkungan. Oleh karena sifatnya yang ramah lingkungan dibandingkan sumber energi lain, maka pemanfaatan sumber energi ini tentu akan memberikan kontribusi positif dalam pengurangan emisi CO2 ke udara serta pengurangan dampak buruk ke lingkungan. Pengembangan sumber energi panas bumi juga dapat mengurangi pemakaian bahan bakar fosil dengan estimasi pada pembangkit listrik tenaga diesel bahwa untuk membangkitkan energi sebesar 1 MW diperlukan BBM sebesar 1,8 barrel/jam, sehingga untuk 1 GW listrik yang dibangkitkan dengan sumber energi panas bumi akan menghemat sekitar 43 ribu barrel/hari atau sekitar 15,5 juta barrel/tahun. Dalam perkembangan lebih lanjut, pengusahaan panas bumi untuk pemanfaatan tidak langsung atau untuk pembangkitan tenaga listrik bersifat sangat strategis dalam menunjang ketahanan energi nasional karena listrik yang dihasilkan dari PLTP dapat dimanfaatkan lintas batas administratif. Hal ini menjadi alasan mengapa pemanfaatan sumber energi panas bumi harus memegang peranan penting dalam menjawab kebutuhan energi nasional
demi kestabilan ketahanan energi nasional dan usaha pemeliharaan lingkungan. Indonesia memiliki potensi sumber daya panas bumi yang sangat besar yaitu sekitar 28,9 GW (Badan Geologi, 2013) atau setara dengan 13,5 milyar barrel minyak bumi untuk masa pengoperasian 30 tahun. Hal ini menjadikan Indonesia menjadi 3 negara terbesar di dunia. Perihal kapasitas produksi panas bumi, sebesar kurang lebih 1,2 GW, Indonesia berada 2 nomor dibawah Amerika, 3,4 GW, dan Filipina, 1,9 GW. Kendati demikian, nilai tersebut merupakan hasil akumulasi pemanfaatan sumber energi panas bumi selama empat dekade sejak kegiatan eksplorasi dan pemanfaatan panas bumi di Indonesia ini berjalan, angka tersebut hanyalah memainkan peranan sebesar 4% saja dalam menjawab kebutuhan energi nasional yang terus meningkat ini. Sadar akan pentingnya pengembangan pemanfaatan sumber energi panas bumi dalam memenuhi kebutuhan energi nasional, pemerintah berkeinginan agar pengembangan panas bumi di Indonesia dapat berjalan dengan
. . pemerintah menargetkan kontribusi energi panas bumi pada tahun 2025 setidaknya
sebesar 5% dari konsumsi energi nasional
JENDELA GEOSAINTIS | FGMI #3 | Mar 2016
lebih baik sehingga sumber energi panas bumi dapat berperan sebagai salah satu pilar ketahanan energi nasional. Bentuk nyata dari pemerintah dalam langkah merealisasikan keinginannya terlihat pada penetapan Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. Dalam Pepres tersebut pemerintah menargetkan kontribusi energi panas bumi pada tahun 2025 setidaknya sebesar 5% dari konsumsi energi nasional. Angka tersebut setara dengan 9,5 GW. Selain mengambil peranan dalam energy mix nasional, sasaran lain pemerintah dibidang panas bumi diantaranya adalah; Masuknya investasi baru dalam pengusahaan panas bumi baik dari dalam maupun dari luar negeri untuk memenuhi rencana pengembangan kapasitas PLTP; Pengurangan emisi CO2 dari pembangkit listrik yang diharapkan mencapai setidak-tidaknya setara 50 juta ton secara kumulatif pada tahun 2020; Peningkatan kompetensi dan pemberdayaan SDM serta kemampuan teknologi nasional serta pemanfaatan barang dan jasa nasional dalam upaya untuk mencapai kemandirian, dan; Tersedianya perangkat regulasi untuk
pengembangan dan pengusahaan panas bumi sesuai dengan tuntutan kebutuhan. Kenyataan di lapangan perihal pembangunan dan eksplorasi sumber energi panas bumi memiliki banyak hambatan terutama dalam masalah non-teknis seperti masalah penyelesaian tumpang tindih lahan. Umumnya, keberadaan sumber daya energi panas bumi berada pada daerah terpencil dan 80% cadangan sumber energi panas bumi ini berada di dalam kawasan hutan yang menyebabkan sulitnya mendapatkan perizinan setempat serta banyaknya oposisi dari pihak warga setempat atas adanya aktifitas survey dan eksplorasi panas bumi ini karena daerah ini sangat dilindungi dan dikhawatirkan bahwa kegiatan ini akan merugikan lingkungan. Akibat alasan tersebut, menyebabkan sumber energi panas bumi belum dapat dimanfaatkan secara optimal. Di sisi lain, panjangnya, mahalnya dan ketidakjelasan proses perizinan juga menjadi masalah yang dihadapi para pengelola sektor panas bumi yang berimbas pada proses eksplorasi yang melamban. Landasan hukum yang ada, Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003, tentang Panas Bumi dan peraturan pelaksanaannya belum dapat menjawab tantangan dalam pengembangan panas bumi secara optimal. Hal itu antara lain terkait dengan istilah kegiatan penambangan yang membawa
38
39
JENDELA GEOSAINTIS | FGMI #3 | Mar 2016
pengembangan sumber daya energi panas bumi di Indonesia. Keinginan pemerintah dalam merencanakan sumber energi panas bumi mengambil peranan Energy Mix nasional 2025 sukar diwujudkan apabila uang untuk menjalankan program ini kurang mencukupi. Ada uang, semua jalan.
Selain itu, kebutuhan supply listrik tambahan di Indonesia diasumsikan telah mencapai 240 GW pada tahun 2030 yang menuntut pemerintah Indonesia untuk terus fokus dalam menjalankan 25 proyek pembangunan ini sebagai pemasok listrik tambahan karena jika dibiarkan, maka grafik kebutuhan energi dan supply energi yang ada tidak akan m e n j a d i l i n i e r, m e n a n d a k a n kestabilan ketahanan energi nasional akan menjadi goyah kembali.
Pemerintah Indonesia sedang merencanakan 25 lokasi pembangunan dan pengembangan sumber daya energi panas bumi baru dengan Menanggapi suplai listrik diasumsikan masalah tersebut, kapasitas total sebesar 1,2 GW. 25 mencapai 240 GW sedikit angin segar p r o y e k i n i berhembus ketika pada tahun 2030 membutuhkan Presiden Joko investasi dana Widodo menaikkan sebesar kurang lebih harga bahan bakar US$4,8 milliar dengan minyak yang bersubsidi estimasi produksi 1 MW lebih dari 30%. Jika alokasi membutuhkan investasi dana subsidi BBM ini sebesar US$4 juta. Seluruh dana dialokasikan untuk sektor tersebut sangat dibutuhkan untuk ketenagalistrikan dan akhirnya dapat mencapai target pemerintah dalam menekan kebutuhan harga listrik yang meningkatkan peranan sumber daya merangkak naik, diimplementasikan energi panas bumi pada Program bahwa hal tersebut dapat membuat Kebijakan Energi Nasional 2025 sektor panas bumi akan menjadi lebih mendatang. atraktif bagi investasi swasta. Terlebih lagi, seluruh proyek pembangunan dan pengembangan sumber daya energi panas bumi baru tersebut harus dioperasikan tahun 2020 karena setidaknya membutuhkan 5 tahun sebelum sumber daya ini benar-benar dapat didistribusikan ke masyarakat luas.
Jika pemerintah tidak mengalihkan alokasi dana subsidi BBM ini ke sektor ketenagalistrikan, maka Program Kebijakan Nasional 2025 yang telah dirumuskan jauh-jauh hari terkesan sia-sia. Modal darimana? Namun hal ini tidak berlaku jika pemerintah
JENDELA GEOSAINTIS | FGMI #3 | Mar 2016
konsekuensi bahwa kegiatan panas bumi yang dikategorikan sebagai kegiatan penambangan tidak dapat diusahakan di Kawasan Hutan konservasi karena tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi dan Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Selain itu, belum adanya pengaturan pengusahaan panas bumi untuk pemanfaatan langsung yang komprehensif. Berdasarkan hal di atas, perlu dibentuk suatu undang-undang baru sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi untuk memberikan landasan hukum sebagai langkah pembaruan dan penataan kembali kegiatan panas bumi. Maka, Undang-Undang No. 14 tahun 2014 dibuat dan disahkan pada bulan Agustus 2014 lalu. Undang-undang ini diharapkan dapat memberikan kepastian hukum kepada pelaku sektor panas bumi secara seimbang dan tidak diskriminatif. Undang-Undang No. 14 tahun 2014 ini secara jelas memisahkan kegiatan eksploitasi panas bumi dari kegiatan pertambangan lainnya sehingga mempermudah pihak pengelola sektor panas bumi dalam mendapatkan perizinan untuk proses eksplorasi di daerah konservasi dan hutan lindung negeri ini.
. . pemerintah Indonesia sedang merencanakan
25 lokasi pembangunan dan pengembangan sumber daya
energi panas bumi . .
Kendati membuka pintu untuk mempermudah pihak pengelola sektor panas bumi, Undang-undang tersebut belum sepenuhnya menjadi solusi dari seluruh masalah yang dihadapi oleh sektor pengelolaan dan pengembangan sumber daya energi panas bumi. Problematika investasi negara terhadap pengelolaan dan pengembangan sumber daya energi panas bumi yang masih kurang juga menjadi faktor hambatan dalam
40
41
JENDELA GEOSAINTIS | FGMI #3 | Mar 2016
menaikkan harga listrik yang dibeli oleh PLN dari para pengelola pembangkit listrik menjadi sebesar US$ 15/kWh yang awalnya hanya sebesar US$11 sen/kWh. Tentu, investor akan tertarik untuk menanamkan modalnya dan berkontribusi dalam sektor energi panas bumi Indonesia. Karena, dengan harga sekarang yang hanya sebesar US$11 sen/kWh membuat investor sulit untuk menbalikkan modal mereka dalam aktivitas pengelola dan pengembangan sumber energi panas bumi. Sejauh ini, pihak berwenang Indonesia telah meningkatkan iklim investasi dalam eksplorasi panas bumi dengan membuat sebuah undangundang baru yang memungkinkan untuk melakukan eksplorasi panas bumi di kawasan hutan lindung dan konservasi. Pemain bisnis sekarang hanya berharap bahwa Presiden Indonesia, Joko Widodo, akan mengatasi hambatan lain di sektor ini. Kalau pandai mencincang akar, mati lalu kepucuknya. Jika pemimpinnya sudah kalah, maka rakyatnya akan menyerah pula.
DAFTAR PUSTAKA Badan Geologi. (n.d). Publikasi Khusus Badan Geologi; Potensi dan Pengembangan Sumber Daya Panas Bumi Indonesia. ISBN:978-602-17704-9-8. 5 â&#x20AC;&#x201C; 132 Indonesia Investments. (2014). Geothermal Energy. Retrieved from: http://www.indonesiainvestments.com/news/newscolumns/indonesia-s-quest-for-energysecurity-25-geothermal-projectstendered/item2700 Indonesia Investments. (2014). Geothermal Development: Indonesia to Tender 25 Projects in 2015. Retrieved from: http://www.indonesiainvestments.com/news/newscolumns/geothermal-developmentindonesia-to-tender-25-projects-in2015/item2637 Indonesia Investments. (2014). Indonesia's Quest for Energy Security: 25 Geothermal Projects Tendered. Retrieved from: http://www.indonesiainvestments.com/business/commodities/ geothermal-energy/item268 Sirait, A. (2015). Pemerintah Wacanakan Dana Pengembangan Panas Bumi. Retrieved from Katadata website: http://katadata.co.id/berita/2015/06/1 5/pemerintah-wacanakan-danapengembangan-panas-bumi
JENDELA GEOSAINTIS | FGMI #3 | Mar 2016
ANALISIS DAN INTERPRETASI GEOLISTRIK UNTUK EKSPLORASI AIR TANAH Diva Alfiansyah, Geofisika UGM
Sabtu, 21 November 2 0 1 5 S M - I AG I U G M melaksanakan kegiatan â&#x20AC;&#x153;A n a l y z i n g a n d Interpretating Geoelectric Data for Groundwater Explorationâ&#x20AC;? yang diisi oleh Mas Erik Febriarta, S . S i ( F o u n d e r C V. Greenpod) dan Mas Ekrar Winata, S.Si (Alumni Geofisika UGM). Kegiatan ini bersiat internal untuk seluruh anggota SM-IAGI UGM. Sebagai pembicara pertama,Erik menjelaskan tentang tahap-tahap survei eksplorasi air tanah sebelum melakukan akuisisi metode geolistrik. Contohnya, persiapan peta topografi dan peta geologi serta pembuatan desain survei akuisisi geolistrik. Selanjutnya, Ekrar sebagai pembicara kedua menjelaskan tentang metode geolistrik dengan Konfigurasi Schlumberger atau Vertical Electrical Sounding (VES) untuk penentuan kedalaman air tanah mulai dari akuisisi, pengolahan, hingga interpretasi data. Nilai resistivitas yang didapatkan dari VES ini adalah satu titik ke arah vertikal (kedalaman), dari nilai tersebut kita dapat memperkirakan kedalaman sumber air tanah di suatu lokasi.
42
43
Biomarker?
Ragil Pratiwi (Geochemist, Geoservices Ltd.) & Aldis Ramadhan (Geologist, Pertamina EP) Beberapa tahun terakhir, topik mengenai geokimia semakin banyak diminati para geoscientist di Indonesia. Hal ini disebabkan adanya fakta bahwa geokimia dapat meningkatkan kesuksesan eksplorasi hingga 63% (Murris, 1984; dalam Satyana, 2014). Aplikasi ilmu geokimia dalam eksplorasi migas mampu menjawab banyak pertanyaan tentang sistem petroleum di suatu cekungan dengan analisis biomarker. Apa itu biomarker? Menurut Peters (2005), biomarker atau biological marker merupakan fosil molekul yang kompleks dari suatu proses biokimia, terutama lipids yang berasal dari organisme yang pernah hidup. Lebih sederhananya, biomarker adalah fosil kimia yang berasal dari organisme masa lampau. Biomarker dapat digunakan baik untuk crude oil maupun bitumen. Sehingga metode ini sangat memudahkan para geoscientists untuk mengkorelasikan antara crude oil di reservoir dengan bitumen ekstrak yang masih tersimpan di dalam batuan induk, maupun dengan rembesan minyak yang ada di permukaan. Sebelumnya, mungkin para pembaca masih bingung dengan istilah-istilah dalam eksplorasi.
Gambar 1. Aplikasi geokimia mengurangi resiko eksplorasi (Murris, 1984; dalam Satyana, 2014)
Apa sih bedanya hidrokarbon, dan petroleum? Apa itu bitumen dan kerogen? Petroleum adalah campuran alami yang kompleks, terdiri dari fase gas, c a i r, d a n p a d a t a n , b e r u p a hidrokarbon maupun nonhidrokarbon, sedangkan hidrokarbon adalah istilah dalam industri migas yang menunjukkan keterdapatan crude oil atau natural gas, dan secara kimia, hidrokarbon adalah senyawa yang terdiri dari atom C dan H (Peters and Cassa, 1994). Bitumen dan kerogen merupakan fraksi-fraksi dalam material organik. Bitumen merupakan fraksi yang dapat larut dalam pelarut organik.
44 Sedangkan kerogen merupakan fraksi yang tidak dapat larut. Karena hanya bitumen yang dapat diekstrak dari batuan induk, maka bitumen inilah yang nantinya akan dianalisis biomarkernya, menggunakan alat gas chromatography â&#x20AC;&#x201C; mass spectrometry. Lalu bagaimana carageochemist mengetahui tipe kerogen dari suatu batuan induk, jika fraksi kerogen tidak dapat diekstrak dari batuan induk? Metode geokimia lain akan diterapkan untuk mengetahui jenis kerogen, yaitu dengan metode rock eval pyrolysis dan visual kerogen typing. Untuk lebih jelasnya mengenai kerogen, akan dibahas lebih detail di buletin selanjutnya.
Gambar 2. Aplikasi geokimia mengurangi resiko Eksplorasi (Murris, 1984; dalam Satyana, 2014)
Penggunaan alat gas chromatography dan gas chromatography â&#x20AC;&#x201C; mass spectrometry diterapkan karena fosil kimia tidak mampu dilihat menggunakan mikroskop sederhana seperti para biostatigrapher melihat dan memahami fosil nanno, foram, maupun polen, maka dibutuhkan alat yang lebih detail untuk membaca fosil kimia ini (Gambar 2).
Gambar 3. Alat gas chromatography â&#x20AC;&#x201C; mass spectrometry untuk analisa biomarker (Peters, dkk., 2005)
Chromatography merupakan proses pemisahan campuran dari senyawasenyawa menjadi komponen individu berdasarkan sifat zat terbangnya atau dikenal dengan istilah volatilities (Moustafa and Morsi, 2012). Mass spectrometer mampu membaca ion â&#x20AC;&#x201C; ion yang lebih detail yang tidak dapat terbaca oleh gas chromatography (Gambar 3) Biomarker dapat memberikan informasi mengenai sumber material organik dari batuan induk, kondisi lingkungan saat pengendapan, kematangan batuan induk maupun crude oil, biodegradasi, dan umur (Peters, dkk., 2005). Sama halnya dengan belajar fosil foram, nanno maupun polen yang memiliki fosil penanda, tidak semua ion merupakan biomarker, karena biomarker memang lebih resisten terhadap perubahan terutama proses biodegradasi oleh bakteri.
45
JENDELA GEOSAINTIS | FGMI #3 | Mar 2016
Beberapa Parameter yang digunakan dalam Biomarker : 1. Perbandingan Pristane/Phytane Pristane dan phytane merupakan isoprenoid yang memiliki molekul jenuh dengan methyl grup (CH3) pada setiap karbon atom keempat. Distribusi Isoprenoid dapat diukur m e n g g u n a k a n G a s Chromatography dari fraksi jenuh hidrokarbon. Pristane dan phytane berasal dari klorofil tumbuhan tingkat tinggi (Peters, dkk., 2005). Pada kondisi Eh yang tinggi (oxic) klorofil akan berubah menjadi Pristane, sedangkan dengan kondisi Eh yang rendah (suboxic), klorofil akan menjadi Phytane. Perbandingan pristane (nC19) dan phytane (nC20) merupakan salah satu parameter yang paling umum digunakan sebagai indikator kondisi lingkungan pada saat pengendapan, dan rasio pristane/phytane sangat sensitif terhadap kondisi diagenesis.
Gambar 4. N-alkanes, isoprenoids, steranes, dan triterpanes yang terbaca pada alat GC dan GCMS (Peters, dkk., 2005)
Pr/Ph lebih dari 3 menunjukkan lingkungan yang oxic, artinya menunjukkan lingkungan darat, sedangkan Pr/Ph kurang dari 0.8 menunjukkan lingkungan anoxic, di lingkungan laut, dengan kondisi lingkungan hipersalin atau karbonat, sedangkan Pr/Ph antara 0.8 â&#x20AC;&#x201C; 3, Pr/Ph kurang direkomendasikan untuk menunjukkan lingkungan pengendapan tanpa mengkolaborasikan dengan data biomarker yang lain (Peters, dkk., 2005). 2. Steranes (m/z 217) dan Triterpanes (m/z 191) S t e r a n e s d a n Tr i t e r p a n e s merupakan dua ion yang paling sering digunakan untuk monitoring biomarker. Baik Steranes maupun Triterpanes merupakan senyawa dalam fraksi saturates hydrocarbon. Steranes berasal dari steroid yang dapat ditemukan pada tumbuhan tingkat tinggi dan alga, namun jarang ditemukan di organisme prokariotik, sedangkan Triterpanes dipercaya berasal dari organisme tingkat rendah, yaitu bakteri (Volkman, 1986, 1988; dalam Waples dan Machihara, 1995). Pada Sterane, terdapat beberapa biomarker yang sering digunakan dalam analisa geokimia biomarker yaitu C27, C28, C29 regular steraneserta Rasio 20S/(20R+20S) (Gambar.7). Proporsi C27-C29 Regular Steranes pertama kali
46 kematangan dengan menggunakan plot perubahan rasio 20S/(20R+20S) C29 regular steranesterhadap kedalaman (Gambar 6).
Gambar 5. Ternary plot C27-C29 Regular steranes Huang dan Meinschein (1979) dalam Waples dan Machihara (1995)
digunakan oleh Huang dan Meinschein (1979) untuk menjelaskan kondisi lingkungan. C29 mengindikasikan adanya kontribusi material darat yang lebih tinggi, dan C27 menjelaskan kontribusi material laut yang lebih dominan, terutama marine phytoplankton, sedangkan tingginya C28 berasal dari lacustrine algae. C30 Regular Steranes merupakan penanda lingkungan laut, yang berumur Post-Silurian (Moldowan, 1985 dan Mello, 1999; dalam Waples dan Machihara (1995), meskipun kegunaan C30 regular steranes untuk penanda umur masih belum jelas (Waples dan Machihara (1995). Volkman ( 1 9 8 8 ) d a l a m Wa p l e s d a n Machihara (1995) menjelaskan bahwa C30 regular steranes juga dapat ditemukan pada lingkungan lacustrine. Selain digunakan untuk source facies, steranes juga digunakan sebagai indikator
Gambar 6.Plot20S/(20R+20S) C29 regular steranes terhadap kedalaman Waples dan Machihara (1991)
Pada Triterpane terdapat beberapa Biomarker yang digunakan yaitu Tricyclic Triterpane, RasioTm/Ts, Gammacerane, Oleananes serta Bicadinanes (Gambar 8). Pada Triterpane terdapat beberapa Biomarker yaitu Tricyclic Triterpane, Ra s i o T m / Ts , G a m m a c e r a n e , Oleananes serta Bicadinanes (Gambar 8). Tricyclic Triterpane yaitu kumpulan biomarker yangg berasal dari bakteri. Unsur ini teridentifikasi dengan baik pada sampel minyak yang berasal dari batuan induk asal laut dan lakustrin. Uniknya, biomarker ini tahan terhadap pengaruh alterasi dari mikroba sehingga tetap dapat diidentifikasi pada sampel minyak yang telah terbiodegradasi (Hunt,1996).
47
JENDELA GEOSAINTIS | FGMI #3 | Mar 2016
Gambar 7.Steranes Fingerprint & Identification peak
Seiring dengan meningkatnya nilai kematangan maka nilai Tm (17a(H)trisnohorphane) berkurang s e d a n g k a n n i l a i Ts ( 1 8 a H ) trisnorneohopane) meningkat (Waples dan Machihara,1995), sehingga Rasio Tm/Ts ini dapat dijadikan indikator kematangan sampel minyak. Namun dalam penerapannya harus berhati-hati dalam pemakaian Rasio Tm/Ts. Hal ini disebabkan pada fasies batuan induk yang hypersaline nilai Ts lebih besar dari kondisi normal sehingga kadang tidak valid jika menggunakan rasio ini. Gammacerane (hadir setelah peak C31), berasal dari organisme Protozoa, danmerupakan penanda lingkungan lacustrine (Poole dan Claypool, 1984; dalam Waples dan Machihara, 1995), namun beberapa authormengindikasikan tingginya nilai gammacerane pada batuan induk -
batuan sedimen karbonat dan evaporit di cekungan sepanjang Brazilian â&#x20AC;&#x201C; Atlantik (Rohrback, 1983 dan Mello, dkk., 1988; dalam Waples dan Machihara, 1995). Oleananes (hadir sebelum peak C30hopane), banyak ditemukan di bitumen ekstrak dari batuserpih dan batubara di lingkungan delta, terutama beberapa cekungan di N i g e r i a d a n A s i a Te n g g a r a (Grantham, 1983; dalam Waples dan Machihara, 1995).Oleananes dipercaya berasal dari tumbuhan tingkat tinggi angiospermae yang berumur Kapur hingga Resen (Waples dan Machihara, 1995). Bicadinanes berasal dari resin tumbuhan damar, yang banyak ditemukan di Asia Tenggara. Rasio Triterpane dan Sterane dapat digunakan untuk mengidentifikasi asal material organik. Nilai rasio tinggi mengindikasikan kontribusi yang lebih
48 besar dari tumbuhan darat daripada alga (Robinson, 1987). Sebaliknya rasio rendah menandakan produktivitas dari alga yang tinggi. 3.Methylphenathrene (Aromatic Biomarker) Penentuan kematangan sampel minyak dari Aromatic Biomarker dapat diperoleh dari nilai Porphyrin Maturity Parameter (PMP) atau menggunakan Index Methyphenanthrene (MPI) (Radke,1998). Dalam aplikasinya, MPI lebih banyak digunakan daripada PMP karena dapat mengukur kematangan dengan rentang yang lebih baik sekitar 0.61.7 % Ro (Radke, 1998).
Aplikasi Biomarker Saat ini, penggunaan data Biomarker telah digunakan untuk mengetahu potensi suatu daerah, memecahkan beberapa masalah pada suatu lapangan serta dapat mengurangi resiko dalam eksplorasi pada suatu daerah. Penulis memberikan 2 contoh hasil studi mengenai hal tersebut yaitu: 1.Identifikasi Multi Oil CharacteristicDual Petroleum System di Jawa Timur Penemuan karakteristik minyak yang berbeda pada sebuah cekungan akan menambah kekayaan serta membuka peluang dalam menemukan akumulasi-akumulasi yang baru pada cekungan tersebut.
Gambar 8. Triterpanes Fingerprint & Identification peak
Nilai MPI dapat dikalkulasi sehingga dapat berekivalen dengan nilai vitrinite reflectance (Ro). Pada bitumen ekstrak, komposisi 2Methyphenanthrene dan 3Methyphenanthrene akan meningkat sesuai dengan peningkatan kematangan (Miles, 1989).
Sutanto,dkk dalam penelitiannya mengenai karakteristik minyakminyak yang terdapat di cekungan Jawa Timur bagian utara, menemukan keterdapatan minyak berasal dari batuan induk berumur Mesozoik (pratersier) yang diendapkan pada lingkungan laut. Distribusi C27-29 regular steranes -
49
JENDELA GEOSAINTIS | FGMI #3 | Mar 2016
(Gambar 11a) menunjukkan minyak Sepanjang lebih berkarakteristik asal laut dibandingkan dengan minyakminyak di Jawa Timur sebelumnya.Nilai indeks Oleanana (Gambar 11b) pada minyak Sepanjang sekitar 0.092-0.092, sedangkan nilai Oleanana pada batuan induk tersier lebih dari 0.20 . Hal ini mengindikasikan jika minyak Sepanjang merupaka kontribusi dari batuan induk berumur pratersier. Studi ini mengindikasikan terdapatnya kontribusi dari batuan induk asal lingkungan laut yang berumur pratersier (Mesozoik) pada akumulasi hidrokarbon di cekungan Jawa Timur bagian utara. Dan penemuan ini menjadi kunci untuk meng sistem petroleum Mesozoik di daerah ini. 2.Mengetahui daerah yang memilki minyak mengalami Biodegradasi Biodegradasi pada minyak menjadi salah satu momok dalam bidang perminyakan. Hal ini disebabkan minyak yang telah terbiodegradasi dapat terubah menjadi minyak berat (nilai kurang dari 25 derajat API) sehingga sulit untuk diproduksi. Satyana dan Wahyudin dalam penelitiannya di Cekungan Salawati melakukan identifikasi mekanisme biodegradasi, level biodegradasi serta implikasinya terhadap regional daerah telitian. Dalam penelitian ini (Gambar 12), Satyana dan Wahyudin berkesimpulan bahwa lapangan atau minyak
dengan reservoir dangkal dan mempunyai lokasi didekat Ayamaru Platform atau sepanjang sesar besar seperti sesar Cendrawasih memiliki potensi terbiodegradasi. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk memprediksi potensi prospekprospek di cekungan Salawati akan mendapatkan minyak yang terbiodegradasi atau tidak terbiodegradasi, sehingga akan lebih baik dalam mennghitung nilai ekonomi yang diharapkan.
Gambar 9. Methylphenatrene Index
Referensi: Moustafa, Y.M. dan Morsi R.E., 2012, Biomarkers : Chromatography and Its Applications, Dr.Sasikumar Dhanarasu (Ed.), ISBN: 978-953-51-0357-8, InTech. Peters, K.E., Walters, C.C., Moldowan, J.M., 2005, The Biomarker Guide, Vol.1 and 2, 2nd Ed., Cambridge University Press, Cambridge. Peters, K.E., 2010, Tracing the Origins of Crude Oil,San Joaquin Geological Society Conference. Satyana, A.H., 2014, Course Handout. Milles, J.A., 1989, Robinson, K.M., 1987,An Overview Of Source Rock and Oils in Indonesia, Jakarta. IPA. Waples, D.W., 1985, Geochemistry in Petroleum Exploration, D.Reidel Publishing Company, US. Waples, D.W. dan Machihara, T.,1991,AAPG Methods in Exploration no. 9 :Biomarkers for Geologistsâ&#x20AC;&#x201D;A Practical Guide to the Application of Steranes and Triterpanes in Petroleum Geology, Tulsa, Oklahoma. Sutanto,H., 2015, Mesozoic Source Rocks in Northeast Java Basin, Indonesia: Evidence From Biomarkers and New Exploration Opportunities, Jakarta. IPA.
50
Gambar 10.Methylphenatrene Fingerprint &Identification peak
Gambar 11 a) Perbandingan Distribusi Sterane Minyak di Jawa timur dibandingkan dengan minyak Sepanjang, b) Perbandingan Triterpane Fingerprints minyak Sepanjangs 1&4 terhadap minyak lain di Jawa Timur
Gambar 12 a)Tatanan tektonik Kepala Burung, b)Peta Regional Biodegradasi Cekungan Salawati
51
JENDELA GEOSAINTIS | FGMI #3 | Mar 2016
GEOLOGI ISLANDIA - TANAH API DAN ES YANG MEMPESONA Oleh: Aufaristama
Dalam artikel ini, penulis akan meninjau mengenai sisi Geologi dan Pemanfaatan Energi di negara Islandia yang diharapkan dapat menjadi tolak ukur positif bagi kemajuan di Indonesia. Penulis sudah berada di Islandia selama hampir satu tahun untuk belajar mengenai geologi Islandia dan ketahanan hidup penduduknya pada kondisi cuaca, suhu, dan alam yang ekstrim. Islandia sendiri merupakan negara yang terkenal bagi para penikmat ilmu keBumian, terutama dibidang vulkanologi dan panas Bumi. Artikel ini merupakan artikel berkelanjutan, yang penulis bagi kedalam beberapa bagian untuk mengulas lebih jauh mengenai geologi umum, daerah wisata geologi, dan sumber energi geothermal. 1. Daratan Muda Secara umum, menurut para ahli, umur Bumi relatif sangat tua berkisar antara 4-5 milyar tahun. Pergerakan-pergerakan lempeng diikuti oleh orogenic event (Odeyemi, 1981), banyaknya erupsi yang cukup besar dan zaman es yang terjadi selama beberapa milyar tahun. Umur maksimal dari daratan di Islandia yaitu sekitar 20-25 juta tahun (Gudmunsson, 2007), yang menjadikan Islandia menjadi daratan termuda di Bumi dari ukuran yang sama. Penelitian lapisan batuan, komposisi mineral/batuan, landscape, dan banyaknya fosil memungkinkan Islandia untuk dapat mengungkap kembali sejarah Bumi.
Hal ini sesuai dengan konsep umum geologi yakni "present is the key to the past", sehingga kita perlu mengamati proses yang sama saat ini. 2. Geologi Pergerakan Lempeng di Islandia Islandia memiliki luas sekitar 103,000 km2 yang terletak di dekat dengan Arctic circle dan juga merupakan supramarine section dari Mid-Atlantic Ridge dari 2 buah lempeng benua (Gambar 1). Kedua lempeng ini, North American Plate dan Eurasian Plate, bergerak saling menjauh (divergensi) dengan estimasi pergerakan rata-rata sekitar 2 cm/tahun.
JENDELA GEOSAINTIS | FGMI #3 | Mar 2016
Hal ini berbeda dengan Indonesia yang merupakan zona subduksi. Mid-Atlantic Ridge mempunyai panjang sekitar 14,000-15,000 km2. Di Islandia, Mid- Atlantic Ridge ini muncul diatas permukaan laut. Tidak ada tempat di darat selain Islandia yang memberikan akses yang mudah untuk mengakses ocean ridge di daratan kering seperti ini (Gambar 1). Hal inilah yang menyebabkan Islandia begitu menarik bagi geologists dan geophysicists. Lingkaran merah pada Gambar 1 menunjukkan bahwa penulis berdiri di "nowhere land" atau penulis tidak berdiri pada lempeng tektonik manapun (Mid-Atlantic Ridge), yang dapat terlihat di sepanjang SW Islandia sampai NE Islandia. Ridge tersebut terbentuk oleh akumulasi dari material hasil erupsi dan pergerakan lempengan
samudra yang mengambang di atas lapisan plastis di mantel Bumi. Seperti yang penulis singgung sebelumnya, pergerakan lempeng (rifting) di Mid-Atlantic Ridge ini rata-rata sekitar 2 cm/tahun. Namun, pada kenyataannya penyebarannya terlokalisir (terpusat) dan biasanya berlangsung lama antara pergerakan lempeng di setiap daerah.
Selama episode rifting ini, magma naik ke dalam bagian kerak Bumi yang dangkal dan membentuk intrusi (Gambar 3); dengan kata lain jarang mencapai permukaan dalam erupsi tunggal atau dengan kata lain membutuhkan beberapa erupsi selama rifting episode. Maka dari itu, tidaklah mengherankan mengapa beberapa erupsi di Islandia terjadi bertahap.
Gambar 1. Overview lempeng tektonik di Bumi dan di Islandia Wikipedia* dengan perubahan
52
53
JENDELA GEOSAINTIS | FGMI #3 | Mar 2016
Gambar 2. Ilustrasi Rifting dan Intrusi http://cdn.decorland.pics/images/img.docstoc cdn.com/thumb/orig/123474866.png
3. Zona Vulkanik di Islandia Dalam seribu tahun terakhir terjadi sekitar 200 (dua ratus) erupsi di Islandia, artinya erupsi terjadi ratarata dalam empat sampai lima tahun. Seperti yang telah disinggung sebelumnya, hal ini disebabkan karena Islandia terletak pada MidA t l a n t i c R i d g e , Greenlandâ&#x20AC;&#x201C;Islandiaâ&#x20AC;&#x201C;Faroe Ridge. Namun, salah satu penyebab lain yang luar biasa menarik adalah dataran ini terletak diatas mantle plume, sehingga Islandia mempunyai aktivitas vulkanik dan tektonik yang tinggi (Gambar 4). Pada gambar tersebut, Iceland Basalt Plateau ditandai oleh garis warna hitam sekitar Islandia, dan lokasi mantle plume sekarang ditunjukan oleh dot warna merah. Dot warna ungu menunjukan lokasi mantle plume sebelumnya. Fakta tersebut serta situasi Islandia dekat dengan Kutub Utara membuat Islandia dijuluki "Land of Fire and Ice".
Gambar. 4 Islandia terletak di samudra Atlantik Utara dia Thordarson & Larsen, 2007; dimodifikasi oleh Andrew, 2008
Islandia mempunyai 30 sistem vulkano aktif yang terdistribusi sepanjang selatan ke utara Sistem vulkano aktif ini disebut Neovolcanic Zone. Neovolcanic Zone memiliki tiga
JENDELA GEOSAINTIS | FGMI #3 | Mar 2016
Vulkanisme di sekitar Neovolcanic Zone umumnya terkonsentrasi pada vulkanik sistem. Terdapat 30 vulkanik system di Islandia (Tabel 1) dan 20 dari 30 vulkanik sistem ini berupa fissure swarm* (San Diego State University; Andrew, 2008). Rifting kerak samudera yang terjadi pada batas lempeng bukanlah suatu proses yang berkelanjutan baik ruang maupun waktu. Seperti disinggung di Bagian 2 artikel ini, proses rifting terjadi dalam episode yang berbedabeda, tetapi umumnya dipersempit menjadi sistem vulkanik tunggal yang terjadi bersamaan, meskipun sebelumnya proses ini pernah terjadi pada dua system vulkanik atau lebih (Thordarson & Larsen, 2007; Thordarson & Höskuldsson, 2008; Andrew, 2008).
antara perpotongan Reykjanes Ridge dan Kolbeinsey Ridges
zona bagian yaitu North Volcanic Zone (NVZ), the West Volcanic Zone (WVZ), and the East Volcanic Zone (EVZ) (Gambar 5).
Biasanya, seluruh system vulkanik yang aktif pada episode seperti ini dapat berlangsung selama beberapa tahun atau dekade, yang oleh masyarakat Islandia disebut “Fires”. Sebagai contoh, pada daerah penelitian penulis (Aufaristama, 2015), erupsi di Krafla terjadi dari tahun 19751984 sehingga disebut dengan Kröflueldar (Krafla Fires) (Gambar 6). Tulisan penulis selanjutnya akan lebih jauh mengulas mengenai geologi per zona vulkanik dan
54
55
JENDELA GEOSAINTIS | FGMI #3 | Mar 2016
Gambar 5. Peta ini m e n u n j u k a n Neovolcanic Zone di Islandia terletak pada pertemuan antara Reykjanes dan Ko l b e i n s e y R i d g e s Thordarson & Höskuldsson, 2008; dimodifikasi oleh Andrew, 2008
daerah, erupsi yang tercatat dalam sejarah, glasier di Islandia dan tempat-tempat menarik untk dikunjungi untuk wisata geologi di Islandia.
Catatan Penulis dapat dihubungi melalui aufaristama@gmail.com. Tulisan ini sebelumnya pernah dipublikasikan di blog penulis, serta tulisan lainnya dapat ditemukan di blog yang sama, S u p e r s c i e n c e s (https://supersciences.wordpress. com/author/supersciences/).
Gambar 6. Erupsi Krafla (NE Islandia) pada tahun 1975-1984 https://volcanocafe.files.wordpress.com/2011/12 /krafla.jpg
Referensi Andrew, R. E. B (2008) Volcanotectonic Evolution and Characteristic Volcanism of the Neovolcanic Zone of Iceland. Georg-August-Universität zu Göttingen. Aufaristama, M. (2015) Mapping and Assessing Surface Morphology of Holocene Lava Flow in Krafla, NE Iceland, Using Remote Sensing. Iceland: University of Iceland. Gudmundsson, A. T (2007) Living Earth: Outline of the Geology of Iceland (Mal og menning). Reykjavik: Iceland. Odeyemi, I (1981) A review of the orogenic events in the Precambrian basement of Nigeria, West Africa. International Journal of Earth Science 70(3), pp. 897909. Thordarson, T., & Höskuldsson, Á (2008) Postglacial volcanism in Iceland. JÖKULL (58), pp. 197–228. Thordarson, T., & Larsen, G (2007) Volcanism in Iceland in historical time: Volcano types, eruption styles and eruptive
JENDELA GEOSAINTIS | FGMI #3 | Mar 2016
Tabel 1. Volcanic systems in Islandia. Dimodifikasi oleh Thordarson dan Larsen (2007).
Keterangan: a. Ketinggian maksimum diatas permukaan laut b. xxx, mature; xx, moderate maturity; x, embryonic. c. cv, central volcano; d, domain. d. Tidak ada verifikasi erupsi pada waktu Holocene
56
57
JENDELA GEOSAINTIS | FGMI #3 | Mar 2016
ESK ke-20 : Applied Rock Physics for Exploration and Development Oleh: Sarah Sausan
Jakarta, FGMI Online â&#x20AC;&#x201C; Sabtu (27/2) pagi, puluhan orang berkumpul di PT Lapindo Brantas. Banyak diantara mereka menenteng komputer jinjing. Dengan wajah serius mereka berbaris antri. Sebagian besar mereka berusia muda. Mereka adalah peserta Experience Sharing Knowledge (ESK) ke-20 yang diadakan oleh Forum Geosaintis Muda Indonesia(FGMI). ESK kali ini mengangkat topik tentang Applied Rock Physics for Exploration and Development dengan pembicara Leonard Lisapaly (Genting Oil). Pembicara yang akrab disapa Pak Leo ini merupakan salah satu pionir rock physics di industri migas Indonesia.
Acara dibuka dengan sambutan oleh ketua panitia ESK ke-20 Muhammad Arifai, kemudian dilanjutkan sambutan oleh Ketua FGMI Aveliansyah. Kemudian Pak Leo membuka sesi acara utama dengan terlebih dahulu memperkenalkan teori-teori dasar seismik dan rock physics. Dari penjelasan beliau dijelaskan bahwa ilmu rock physics merupakan jembatan antara petrofisika yang berbasis log sumur dan seismik yang berbasis prinsip-prinsip geofisika. Dengan kata lain, rock physics akan menghasilkan prognosis litologi dan hidrokarbon pada sumur seperti hasil analisis petrofisika, namun dengan
JENDELA GEOSAINTIS | FGMI #3 | Mar 2016
menggunakan data seismik. Materi ESK kali ini terbagi atas 4 segmen yaitu Introduction, Basic S e i s m o l o g y, R o c k P h y s i c s Application, dan Fluid Subtitution. Diskusi selama sesi acara berlangsung sangat seru. Pak Leo juga banyak memberikan kuis-kuis kecil untuk menantang pemahaman para peserta. Lebih jauh peserta diajak untuk mencoba memodelkan response amplitude dari berbagai skenario kontras litologi yang berasal dari keadaan riil lapangan dan mempelajari jebakan-jebakan yang bisa ditemui. Misalnya bahwa tidak selalustrong amplitude diartikan sebagai indikator hidrokarbon, justru hal tersebut dapat dicurigai sebagai kontras sandcoal, atau efek tuning. Pemahaman teori yang kuat dan pengalaman luas dari Pak Leo menginspirasi para geosaintis muda untuk kembali mempelajari teori-teori dasar picking dan lebih berhati-hati dalam berasumsi. Terdapat pula beberapa latihan rock physics dengan tujuan modeling substitusi fluida yang kemudian dilanjutkan dengan sesi tanyajawab.
Semua peserta merasa puas dengan ilmu yang sangat bermanfaat dari Pak Leo yang membuka mata para geosaintis muda tentang pentingnya rock physics dalam industri migas. Acara ditutup dengan penyerahan momento oleh ketua divisi litbang dan foto bersama. FGMI mengucapkan terimakasih kepada seluruh pihak yang terlibat dalam acara ini, diantaranta PHE ONWJ, PHE WMO, PT Lapindo Brantas dan RockWave. Dan tidak lupa disampikan terimakasih kepada Pak Leonard Lisapaly. Hobi dan pengalaman beliau dalam mengembangkan open source. Hal ini memberikan inspirasi yang sangat bagus kepada para geosaintis muda yang melakukan eksplorasi dan pengembangan lapangan migas tentang salah satu solusi untuk menghemat biaya eksplorasi dalam hal pembelian software ditengah harga migas dunia yang sedang di bawah.(sh/aa).
Foto bersama peserta ESK
58
59
JENDELA GEOSAINTIS | FGMI #3 | Mar 2016
Reinout W
va
Oleh: Citta Parahita Widagdo
Sebagai seorang geologis muda, nama R. W. van Bemmelen tentunya tidak asing di telinga kita â&#x20AC;&#x201C; beliau adalah penulis buku The Geology of Indonesia terbitan tahun 1949, yang hingga saat ini masih digunakan secara luas.
Van Bemmelen lahir pada 14 April 1904 di Batavia di keluarga yang berpendidikan tinggi. Ayahnya, Willem van Bemmelen, adalah Direktur Magnetic, Meteorological, and Seismological Observatory di Batavia. Beliau meraih gelar doktoral
JENDELA GEOSAINTIS | FGMI #3 | Mar 2016
60
Willem
an Bemmelen
o
“
W
e will be able to depart this life with the quiet peace-giving notion, that we were permitted to contribute to the happiness of many who will live after us. In our long lives we endeavored to unfold the collective consciousness. In our lives we have known hell and heaven; the final balance, however, is that we helped pave the way to dynamic harmony in this earthly house. That, I believe, is the meaning of life.” – R. W. van Bemmelen. Surat dari R. W. van Bemmelen untuk seorang temannya (Juli 1981), dikutip dari 'In Memoriam R. W. van Bemmelen”, Geologie en Mijnbouw, Vol. 63, No. 1 (1984) dan dicetak ulang dalam Tectonics and Sedimentation of Indonesia <http://fosi.iagi.or.id/tecsed/tecsed-inmemoriam.htm> diakses 28 November 2015
dari Universitas Leiden melalui penelitian di bidang kemagnetan. Selama di Indonesia, beliau juga memiliki kecintaan mendalam terhadap bidang vulkanologi. Kakeknya, Jacob Maarten van Bemmelen, merupakan professor ilmu
kimia di Universitas Leiden, Belanda. R e i n Va n B e m m e l e n s e n d i r i mempelajari teknik pertambangan di Delft University pada tahun 1920. Memilih jurusan geologi, di saat perkuliahan inilah van Bemmelen
61
JENDELA GEOSAINTIS | FGMI #3 | Mar 2016
sempat menjadi asisten Prof. H.A. Brouwer dan Prof. G.A.F. Molengraaff. Van Bemmelen kemudian meraih PhD di tahun 1927 dengan disertasi mengenai geologi Cordillera BĂŠtica di Granada, Spanyol. Sesaat sebelumnya, van Bemmelen telah meraih gelar insinyur pertambangan (mijn engineur) dengan penghargaan cum laude. Setelah menempuh pendidikan di Delft, van Bemmelen melakukan studi postdoctoral dan melakukan studi vulkanologi di Institute for Volcanology di Naples, dimana Alfred Rittmann, seorang vulkanologis paling hebat di masanya, memimpin institut tersebut. Van Bemmelen kemudian memulai karir di Indonesia pada tahun 1927 dengan melakukan pemetaan di Pulau Jawa dan Sumatera. Beliau kemudian melaukan studi pedology di Technical University of Vienna pada tahun 1933-1935 dan kembali ke Pulau Jawa setelah selesai. Pada tahun 1930-an inilah ia melakukan pengamatan aktivitas Gunung Merapi dari pos vulkanologis Babadan. Pada tahun 1940, van Bemmelen menjadi Chief of the Volcanological Survey of Netherlands East Indies. Di masa sebelum perang dunia kedua inilah Van Bemmelen banyak meneliti dan mengembangkan berbagai pemetaan geologi yang menjadi dasar penulis The Geology of Indonesia nantinya. Pada tahun 1941, Van Bemmelen mempublikasikan the Netherlands
East Indian Volcanological Survey yang kemudian terbit tahun 1943. Saat periode kolonisasi Jepang, Van Bemmelen dan istrinya menghabiskan tiga tahun pada 1942-1945 di prisoners camp, dimana Pemerintah Jepang tetap mengizinkannya melakukan penelitian. Selepasnya, mereka kembali ke Belanda dan tinggal di The Hague pada tahun 1946. Pemerintah Belanda kemudian memerintahkan Van Bemmelen untuk mengumpulkan dan mengkompilasi informasi mengenai Indonesia, yang kemudian membuatnya berhasil menulis The Geology of Indonesia pada tahun 1949. The Geology of Indonesia merupakan suatu ringkasan penelitian geologi Indonesia oleh Belanda selama kurun waktu satu abad, yang dimulai semenjak abad ke-19. Pemetaan tanah dan geologi merupakan hal yang esensial bagi Belanda untuk memanfaatkan dan mengeksplorasi tanah kekuasaannya. Van Bemmelen menghabiskan banyak waktunya untuk menulis terutama di Bandung, yang merupakan daerah favoritnya. Van Bemmelen memulai karir akademisnya pada tahun 1950 di Utrecht University sebagai Professor in Economic Geology. Selama masa karir akademisnya, Van Bemmelen menjadi pembimbing disertasi mengenai Italian Alps dan hidrologi, dengan total 14 mahasiswa doktoral,
JENDELA GEOSAINTIS | FGMI #3 | Mar 2016
Geology differs from physics, chemistry, and biology in that possibilities for experiment are limited
berbekal pengalamannya meneliti Gunung Vesuvius dan pelipatan kerak bumi di Pegunungan Alpen bagian timur. Van Bemmelen melakukan riset mengenai vulkanologi Islandia bersama Martin G. Rutten yang menghasilkan buku berjudul Tablemountain of Northern Iceland di tahun 1955. Selain The Geology of Indonesia, Van Bemmelen juga menulis buku berjudul Mountain Building di tahun 1954 yang membahas mengenai orogeny dan teorinya Undation Theory, serta buku berjudul Geodynamic Models di tahun 1972, yang ditulis di masa pensiunnya. Va n B e m m e l e n j u g a p e r n a h mempublikasikan teori mengenai letusan Gunung Krakatau tahun1883. Telah tercatat lebih dari 200 scientific papers yang ditulis
oleh Van Bemmelen. Sepanjang hidupnya, Rein van Bemmelen meraih sejumlah penghargaan berupa The Wollaston Medal dari Royal Geological Society of London dan a degree honoris causa dari Uppsala University Sweden. Pada tahun 1970, ia meraih penghargaan Waterschoot van der Gracht Medal dari Royal Geological and Mining Society of The Netherlands. Geologie en Mijnbouw menerbitkan edisi spesial untuk ulang tahun ke-75 Van Bemmelen, menghormati pencariannya untuk harmoni. Setelah pensiun di tahun 1969 dari posisinya sebagai profesor, Van Bemmelen wafat pada 19 November 1983, menyusul kematian istrinya, Lucie van den Bos, beberapa waktu sebelumnya. Ia dimakamkan di daerah Pegunungan Alpen.
Daftar Referensi Keller, Jรถrg dan Niggli, Ernst, Alfred Rittmann : 1893-1980 [Online] http://retro.seals.ch/cntmng?pid=smp-001:1980:60::357 {diterjemahkan secara pribadi dari bahasa Jerman} diakses 28 November 2015 Sudrajat, Adjat, Van Bemmelen: Kisah di Balik Ketenarannya (Badan Geologi 2014) Forum Sedimentologiwan Indonesia, 'In Memoriam R. W. van Bemmelen' Tectonics and Sedimentation of Indonesia <http://fosi.iagi.or.id/tecsed/tecsed-inmemoriam.htm> diakses 28 November 2015 --, Reinout Willem van Bemmelen [Online] http://www.goodreads.com/author/show/1532205.R_W_van_Bemmelen diakses 28 November 2015 --, Reinout Willem van Bemmelen [Online] Diakses dari: https://en.wikipedia.org/wiki/Reinout_Willem_van_Bemmelen diakses 27 November 2015
62
63
JENDELA GEOSAINTIS | FGMI #3 | Mar 2016
Situs Megalitik Oleh:I Putu Ary Wijaya
Flores, sebuah kota di Timur Indonesia. Secara gelogi pulau ini merupakan gugusan kepulauan vulkanik, hasil dari subduksi Lempeng Australia (Australian Plate) ke Eurasian Plate, sehingga menghasilkan pulau-pulau yang bermofologi relatif terjal dan beberapa seperti bukit Teletubies karena erosi yang berlangsung lama. Perjalanan saya ke Flores ingin coba menelusuri pulau vulkanik dari timur ke barat (Ende ke Labuan Bajo).
Beberapa tempat saya kunjungi dan Ende jadi kota pertama yang saya pijak. Ende merupakan kabupaten yang ibu kotanya berada di pesisir pantai, jadi kalo lagi mau mendarat di bandaranya, kita akan disuguhkan perbukitan yang seolah-olah kita berada di tempat Dinosaurus (Jurassic). Yang terkenal di Ende adalah danau tiga warna atau Danu Kelimutu.
JENDELA GEOSAINTIS | FGMI #3 | Mar 2016
k di Desa Bena
Saking terkenal akan keindahannya, danau kelimutu sempat menjadi ikon uang pecahan Rp.5000 rupiah pada jaman Pak Soeharto.
menjaga kontak dan berencana untuk mampir ke rumahnya sekedar untuk nyeruput kopi khas Ende yang rasanya kuat banget.
Seminggu sebelum saya ke Ende, saya sempat mengontak senior saat kuliah dulu, Mbak Patricia. Dia orang asli Ende dan sekarang kerja di Dinas Pertambangan di sana. Jadi selama di Ende saya terus
Tu j u a n p e r j a l a n a n s a y a selanjutnya adalah Bajawa yang merupakan ibu kota dari Kabupaten Ngada. Bersama Om (Kakak Mbak Patricia), saya menunggu travel yang akan berangkat menuju Bajawa.
64
65
JENDELA GEOSAINTIS | FGMI #3 | Mar 2016
Kurang lebih 20 menit menunggu travel, mobil Avanza pun datang dan sepan pemandangan pantai selatan Pulau Flores dengan pasir hitam. Ombak sedikit berjalan hingga berbelok menuju perbukitan dengan tikungan yang cu kekerongkongan.
Nah di sini saya menemukan keindahan alam Pulau Flores setelah Danau K dengan kampung-kampung yang tidak begitu rapat seperti di Jawa. Selain itu yan orang di sini seperti terbiasa berjalan di malam hari tanpa senter. Hal itu cukup m ada orang berjalan sendiri di tikungan jalan.
Di Bajawa, salah satu kota di Nusa Tenggara Timur, ada beberapa tempat me menarik, Desa Bena adalah salah satu tempat yang paling menarik untuk dikun saya peroleh, Desa Bena ini adalah situs purba zaman batu (megalithic site) ya utama saya ke sini adalah untuk mengetahui apakah situs ini punya kemiripa pernah saya liat sebelumnya yaitu Gunung Padang di Cianjur.
njang perjalanan saya disuguhkan t tenang (karena daerah teluk) dan ukup buat isi perut naik hingga
Kelimutu. Saya melihat perbukitan ng bikin saya kagum adalah orangmembuat kaget tatkala menemukan
enarik. Dari sekian banyak tempat njungi. Berdasarkan informasi yang ang ada di Pulau Flores. Jadi tujuan an dengan situs zaman batu yang
JENDELA GEOSAINTIS | FGMI #3 | Mar 2016
Pe r j a l a n a n s a y a k e F l o r e s berusaha membuktikan hal itu. Pagi itu, dingin dan suara alarm membangunkan saya. Malam sebelumnya, Bli Made bantu saya mendapatkan ojek untuk menemani perjalanan ke Desa Bena. Pukul 07.00 Wita saya sudah siap dan menunggu ojek pesanan tiba. Di Flores, terhadap orang yang belum kita kenal, kita bisa memanggil para pria di sana â&#x20AC;&#x153;Omâ&#x20AC;? hal ini mirip seperti kita memanggil â&#x20AC;&#x153;Bliâ&#x20AC;? kepada para lelaki. Segala perlengkapan sudah siap: daypack, ponsel full battery, minum siap, hanya perut yang masih kosong, hey hoo let's go. Perjalanan ke Desa Bena pun dimulai. Motor Honda Supra si Om Ojek ini kuat juga menahan beban saya. Dan kata si Om, perjalanan ke Bena bisa ditempuh kurang lebih 30 menit. Dan sebenernya perjalanan ke Bena ini tak terasa karena pemandangan indah sepanjang perjalanan, melewati hutan, desa-desa dan pemandangan Gunung Inerie yang seperti mengawasi kemanapun gerakan kami. O ya, Gunung Inerie ini merupakan gunung vulkanik yang ada di Bajawa, dan gunung ini sudah tidak aktif.
66
67
JENDELA GEOSAINTIS | FGMI #3 | Mar 2016
Di celah-celah pohon saya selinta saya melihat ada pemandangan sebuah desa beratap ilalang kuning, dan tak lama berselang, pemandangan dan rasa takjub ada 'surga' tingginya perbukitan. Sebuah pedesaan yang masih menjaga kearifan lokal, tanpa listrik. Ya, saya sudah sampai di Desa Bena. Hal yang pertama kalau kita ke Desa Bena adalah mengisi daftar pengunjung. Dalam daftar para pengunjung harus mencantumkan nama, kebangsaan, dan beberapa informasi lainnya. Tak ada pungutan wajib saat mengunjungi desa ini. tapi disediakan sebuah kotak untuk uran sukarela, bisa diisi berapa saja. Hal pertama yang membuat saya takjub dari desa ini adalah masyarakat lokal yang masih setia dengan budaya dan kearifan lokalnya. Selanjutnya, saya dibuat takjub dengan situs megalitikum yang ada di Desa Bena. Rupanya apa yang saya lihat di Bena banyak kemiripan dengan apa yang pernah saya temukan juga di situs Gunung Padang.
Ada undakan-undakan yang menurut saya itu adalah menandakan tingkatan kasta. Adapula susunan batu di bawah yang direbahkan secara horizontal. Bedanya di Gunung Padang lebih banyak â&#x20AC;&#x153;Columnar Jointâ&#x20AC;? di sini batu yang digunakan sebagai dasar beragam, ada yang sisinya pentagonal ada juga yang tidak. Naik ke undakan berikutnya, bisa dilihat semacam singgasana untuk para 'petinggi' di dalam kelompok itu.
JENDELA GEOSAINTIS | FGMI #3 | Mar 2016
Namun, sekarang situs megalitikum di Desa Bena trlah berdiri peradaban baru. Di mana peradaban yang telah mengenal bagaimana cara membuat rumah, menenun pakaian, dan lain-lain. Selain itu letak Desa Bena juga yang berada dekat dengan Gunung Inirie, sebagai bukti ada keterkaitan sejarah antara zaman megalitikum di Indonesia pada saat itu.
Betapa jauh yang terbentang antara Cianjur dan Flores. Jaraknya tak main-main, terpaut lebih dari seribu kilometer menyebrangi lautan, tanpa internet seperti sekarang dan telepon selular. Tapi begitu banyak kemiripan bisa ditemui dari keduanya. apa yang membuat itu begitu mirip ? Hanya batu itu yang tahu.
68 2
69
JENDELA GEOSAINTIS | FGMI #3 | Mar 2016
ANTARA PEMUDA, GEOLOGI DAN INDONESIA Oleh : Yan Bachtiar Muslih (Geologi – Universitas Diponegoro)
Pemuda, Geologi, Indonesia…. Kini, kalian yang kan memegang dunia Pagi perlahan menjelang senja Telah berlalu sekian sejarah penyesak dada Kendati dirimu benar ataupun tidak Tetap engkau-lah sebaik-baiknya harapan bangsa Pemuda, Geologi, Indonesia…. Segera peganglah dunia! Bumi pertiwi yang penuh tanda tanya Prasasti pengorbanan Katili* wajib kau baca Tektonika sepanjang nusantara membuka mata Berjuanglah seperti ia Meski zaman tak lagi sama, berjuang apa adanya! Biar nisanmu yang menjadi penghargaan sesungguhnya
Tentang masa lalu: sekumpulan ilmu pun bersatu Emas hitam pun ketemu Pemuda, Geologi, Indonesia…. Biarkan rambut pirang jadi sang pelukis cerita Yang bergegas datang dari negeri sebrang, Tapi jangan biarkan mereka menusuk luka Tancapkan lubang-lubang pemboran harta Pemuda, Geologi, Indonesia…. Suaramu haruslah suara lantang nan merdu Seperti traksi di dasar sungai menganyam Merbabu Bukan ombak tenang di Kepulauan Seribu Pemuda, Geologi, Indonesia : Bagian stratigrafi kemajuan bangsa!!!
Pemuda, Geologi, Indonesia…. Cukup panjimu kompas dan palu Dan gurumu sekedar batu-batu Dan kharismamu khayalan cerita seru
*John Ario Katili, tokoh Geologi Indonesia
Divisi Media dan Jurnalistik FGMI mengundang rekan-rekan untuk berpartisipasi sebagai kontributor Jendela Geosaintis, e-Bulletin Edisi Keempat FGMI bulan Juli mendatang! Rekan-rekan dapat mengirim artikel bebas untuk dimuat, mulai dari jurnal, mengenai geologi dan geofisi, artikel mengenai travelling dan pariwisata, dan artikel lainnya yang akan memberikan manfaat luas bagi seluruh anggota FGMI seIndonesia. Artikel dalam bentuk word dan wajib mencantumkan gambar beresolusi cukup (.JPG) secara terpisah. Artikel dapat dikirimkan ke : redaksi@fgmi.iagi.or.id selambatnya 15 Juni 2016. Selamat menulis!
SPONSOR KAMI
Info Lengkap: http://fgmi.iagi.or.id