Gadis Sampul: Politik Model Majalah Gadis Oleh Fredrick L.S, Cellestyle Teen Girls 1 Juli 2014 21:24
Fredrick L.S
Suara seksi Didin, host lokakarya Gadis Sampul 2014, memecah hening pagi di ruang dingin, Sabtu (28/6) lusa lalu. Ruang 14x9,6 meter itu cukup kecil sehingga suara perempuan berbalut blazer hitam itu sedikit menggaung. Tampil dengan rok mini, Didin langsung menyita perhatian puluhan jurnalis, yang kebanyakan sudah menyandang status senior itu. “Selamat datang peserta lokakarya Gadis Sampul yang diadakan oleh Femina Group,” seru Didin yang disambut riuh tawa peserta. Pemenggalan penyebutan Femina yang kurang tepat menjadi “lelucon” perdana pagi itu. Didin yang masih tampak kikuk memang keliru menyebutkan FEMINA dengan pemenggalan FE dan MINA.
Lelucon itu terbilang awet di ruangan yang ditata dengan dominasi warna merah itu. Martha Simanjuntak, ketua Event Organizer Gadis Sampul, yang didaulat menjadi pembicara pertama pagi itu tak lupa membalasnya. “Terima kasih Mba En Aa En A (Didin),� balas Martha mengeja nama Didin sembari terkekeh. Dengan dialek khas Sumatera, Martha mulai membawa peserta meninggalkan lelucon tersebut. Pro dan kontra ajang Gadis Sampul itu menjadi menu utama. “Jangankan di indonesia, beranekaragaman, di surga sekalipun Gadis Sampul bisa bermotivasi dan emansipasi,� seru dia. Perkembangan kompetisi Gadis Sampul melahirkan polemik. Dua kepentingan yang mestinya bisa diakomodasi secara bersamaan dalam sebuah Fashion; Model dan Intensitas, justru terus menerus dramatis. Penggiat teenlit atau kaum teenebelle menilai model tak ramah. Dalam artian meninggalkan keburukan bagi citra gadis. Sementara dengan cara pandang lainnya, pelaku mode melihat Gadis Sampul adalah wahana model. Yang jika digarap sepenuhnya akan menjadi lumbung popularitas. Salam Pemred Muda. (fredrick.leon1@gmail.com/frk)