d
DISKUSI PUBLIK KLUB SAINS FREEDOM INSTITUTE Ryu Hasan
Rabu, 1 Juni 2011 Pukul 19.00 – 21.00 WIB WISMA PROKLAMASI Jalan Proklamasi No 41 Jakarta Pusat
RYU HASAN / Klub Sains Freedom Institute
PERAN OTAK DALAM MEMBENTUK KEBUDAYAAN (sebuah pengantar diskusi) Penampilan fisik otak manusia tidak bisa dibilang mengesankan. Otak manusia tampak seperti sebongkah jaringan berbentuk buah mangga yang kisut, yang berlekuk-lekuk dengan berat sekitar 1,4 kilogram. Penampakannya lebih mirip benda tak berguna yang terbawa arus dan terdampar di pantai dari pada sebagai salah satu keajaiban dunia, meskipun sebenarnya bentuknya memang jelek. Terlepas dari bentuk fisik luarnya yang tidak enak dilihat, otak manusia adalah sebuah jaringan neuron (sel-sel yang menerima dan meneruskan sinyal-sinyal elektrokimiawi) yang luar biasa rumit. Mungkin anda bisa membayangkan sejenak sirkuit neural otak anda sendiri. Pikirkan tentang sekitar 100 milyar neuron (sel saraf) yang tersususn secara kompleks, dengan 100 trilyun koneksi yang terlibat di dalamnya, dengan jalur-jalur sinyal neural yang jumlahnya hampir tidak terhingga, yang membuat luar biasa rumit. Seharusnya, kompleksitas otak manusia ini tidak mengejutkan, mengingat apa yang dapat dilakukannya. Sebuah organ yang sanggup menciptakan Candi Prambanan, lengan buatan, dan pesawat supersonik yang mampu menempuh perjalan begitu jauh ke bulan. Mampu menyelami laut, sanggup menterjemahkan pengalaman memandang pesona matahari yang tenggelam di ufuk laut. Organ ini juga yang membuat bisa manusia merasakan kebahagiaan menyambut bayi yang baru lahir, organ yang mampu merancang dan menciptakan gerakan slam dunk memutar, melahirkan konsep ketuhanan. Pastilah yang semacam ini adalah organ yang sangat kompleks. Bisa dikatakan bahwa tidak ada aktifitas manusia -sekecil apapun aktifitas itu – yang tidak dikontrol dan merupakan hasil dari kerja organ yang kompleks ini. Bahkan di saat seseorang dalam keadaan tidur pun, aktifitas yang berupa tidur itu adalah perintah otak dan berada dalam pengaruh kontrol otak atas tubuh orang tersebut.
Dengan demikian, artinya, segala aktifitas manusia yang dilakukan manusia baik secara sadar atau tidak sadar atau setengah sadar adalah hasil dari kerja organ komplek yang bernama otak. Peradaban yang terbentuk sejak sebelum munculnya spesies manusia, merupakan produk kerja otak spesies-spesies leluhur pendahulu Homo sapiens. Otak adalah sumber utama – bahkan dapat dibilang sebagai sumber satu-satunya- peradaban manusia. Secara paradoksal, neoroscience (neurosains, studi ilmiah tentang sistem saraf) barangkali melihat otak sebagai tantangan utamanya: Apakah otak mampu memahami sesuatu yang sekompleks dirinya? Neurosains mencakup beberapa disiplin ilmu yang terkait. Salah satu diantaranya -yang sangat berhubungan denga perilaku dan budaya manusia- adalah: neuropsikologi atau yang akhir-akhir ini mulai lebih dikenal dengan sebutan biopsikologi. Biopsikologi ini juga merupakan kajian ilmu yang cukup luas, namun secara garis besar ada emat tema pokok sebagai acuan dikusi kita mempelajari cabang ilmu ini sehingga secara populer akan lebih mudah dinikmati. Anda mungkin akan belajar banyak fakta baru dalam diskusi kita tentang berbagai temuan, konsep, struktur otak, dan lain-lain. Akan tetapi yang lebih penting adalah bertahun-tahun sejak saat ini, setelah anda melupakan sebagian besar fakta itu, anda akan tetap mempunyai cara berfikir / 2 /
FREEDOM INSTITUTE
yang lebih produktif. Keempat tema pokok itu adalah: berpikir jernih tentang biopsikologi, implikasi klinis, perspektif evolusioner, dan neuroplastisitas. Berpikir jernih tentang Biopsikologi
Salah satu maksud diskusi kita adalah untuk membantu anda untuk malakukan transisi dari seorang konsumen pasif untuk klaim-klaim biopsikologis menjadi orang yang berfikir jernih dan efektif tentang psikobiologi, ada dua macam cara berpikir jernih yang perlu kita tekankan pada diskusi kita. Yang pertama adalah berpikir krirtis, karena banyak topik biopsikologis yang sangat menarik dan relevan dengan kehidupan sehari-hari, dan kita terus menerus dicecar dengan bermacam-macam informasi dan opini biopsikologis oleh televisi, koranm internet, teman-teman, keluarga, buku-buku, para guru dan lain-lain. Diskusi kita seharusnya mendorong anda untuk menjadi seorang pemikir kritis, seorang yang yang tidak menilai dengan melihat permukaan, menilai kemasukakalan berbagai klaim, dan mengakses relevansi klaim-klaim itu dengan pandangan dan gaya hidup anda sendiri. Cara berfikir yang kedua adalah berpikir kreatif, selalu berusaha menemukan hal-hal baru yang masuk akal tentu saja. Implikasi klinis
Banyak pettimbangan klinis (menyangkut penyakit atau penanganan) yang mau tidak mau terikut dalam diskusi biopsikologi. Banyak hal yang dipelajari oleh biopsikolog tentang fungsi otak normal yang berangkat dari mempelajari otak yang sakit atau rusak. Dan sebaliknya, banyak yang ditemukan oleh para biopsikolog mengarah kepada relevansi dengan penanganan gangguan otak. Masalah implikasi klinis ini difokuskan pada hubungan timbal balik antara disfungsi otak dan biopsikologi. Perspektif Evolusioner
Meskipun kejadian-kejadian yang mengakibatkan terjadinya evolusi spesies manusia belum pernah dapat ditetapkan dengan pasti, tetapi pemikiran tentang berbagai tekanan lingkungan yang kemungkinan menjadi sebab terjadinya evolusi pada otak dan perilaku kita sering menghasilkan berbagai cara pandang biopsikologis yang penting. Pendekatan ini yang disebut sebagai perspektif evolusioner. Salah satu aspek penting perspektif evolusioner adalah pendekatan komparatif (berusaha memahami fenomena biologis dengan membandingkannya dengan spesies-spesies yang berbeda). Dalam seri diskusi-diskusi selanjutnya anda akan belajar banyak tentang diri kita, sebagai manusia, banyak belajar tentang diri kita sendiri dengan mempelajari spesies-spesies yang terkait dengan kita melalui evolusi. Pendekatan evolusioner tela terbukti menjadi salah satu tonggak bersejarah bagi penyelidikan biopsikologis modern. Setiap diskusi yang berhubungan dengan perspektif evolusioner akan sangat erat hubungannya dengan genetika perilaku, yang tentu saja makin menarik dan makin kuat karena ditunjang dengan pesatnya kemajuan dibidang genetika modern. Neuroplastisitas
Sampai awal tahun 1990-an, mayoritas ahli neurosains memikirkan otak sebagai sebuah susunan tiga dimensi dari unsur-unsur neural yangterhubung dalam sebuah jaringan sirkuit yang masif. Kompleksitas pandangan diagram hubungan otak ini pernah menggemparkan, / 3 /
RYU HASAN / Klub Sains Freedom Institute
tetapi gagal menangkap salah satu fitur terpenting dari otak. Selama dua dasawarsa ini berbagai penelitian dengan jelas memperlihatkan bahwa otak dewasa bukanlah sebuah jaringan neuron yang statis, tetapi sebuah organ yang plastis (dapat berubah) yang terus tumbuh dan berubah selama respons berbagai program genetik dan pengalaman. Artinya, dalam batas-batas tertentu, otak bisa merubah dirinya sendiri. Penemuan neuroplastisitas, yang disebut-sebut sebagai salah satu penemuan paling berpengaruh dibidang neurosains modern, pada era sekarang ini mempengaruhi banyak bidang penelitian biopsikologis. Evolusi Otak Manusia
Penelitian awal tentang evolusi otak manusia difokuskan pada ukurannya. Penelitian ini dirangsang oleh asumsi bahwa ukuran otak dan kapsitas intelektual memiliki hubungan yang erat. Tetapi asumsi ini segera memunculkan dua masalah. Pertama, telah ditemukan bahwa manusia modern, yang diyakini sebagai organisma paling cerdas diantara organisma yang lain, ternyata bukan organisma dengan otak paling besar. Dengan berat rata-rata 1.350 gram, berat otak manusia jauh lebih kecil dibanding otak paus dan gajah, yang beratnya antara 5.000 sampai 8.000 gram. Kedua, ukuran otak manusia yang dianggap berintektual tinggi –misalnya Einsteinternyata tidak luar biasa, yang jelas tidak sebanding dengan dengan kemampuan berpikirnya yang memang luarbiasa. Sekarang menjadi jelas bahwa meskipun otak manusia dewasa yang sehat memiliki ukuran yang bervariasi –yaitu antara 1.000 sampai 2.000 gram- tetapi tidak ada hubungan yang jelas antara ukuran otak dan kecerdasan. Salah satu masalaha yang jelas dengan menghubungkan ukuran otak dengan kecerdasan adalah fakta bahwa binatang yang lebih besar cenderung memiliki otak yang lebih besar juga, yang barangkali karena ukuran tubuhnya membutuhkan lebih banyak jaringan otak untuk mengontrol dan mengatur tubuhnya. Jadi, fakta bahwa laki-laki mempunyai ukuran otak yang lebih besar dibanding perempuan, dan bahwa gajah memiliki otak yang lebih besar dibanding manusia, sama sekali tidak menunjukkan tingkat kecerdasan masing-masing populasi itu. Masalah ini memunculkan pendapat bahwa berat otak yang dinyatakan sebagai prosentase dari berat badan total seseorang mungkin merupakan ukuran ukuran kapasitas intelektual yang lebih baik. Ukuran ini memungkinkan manusia (yang berat otaknya sebesar 2,33% berat tubuhnya) berada diatas gajah (0,20%), tetapi juga memungkinkan manusia dan gajah dilampaui oleh hewan paling cerdas di kerajaan binatang, yaitu shrew (sejenis tikus) (3,33%). Pendekatan yang lebih masuk akal untuk mempelajari evolusi otak adalah dengan membandingkan evolusi berbagai area otak yang berbeda. Sebagai contoh, telah terbukti informatif untuk memikirkan evolusi brain stem (batang otak) secara terpisah dengan cerebrum (hemisfer otak besar). Secara umum, batang otak mengatur akitifitas-aktifitas refleks yang sangat penting bagi kelangsungan hidup (misalnya, detak jantung, pernafasan, dan kadar gula darah), sementara cerebrum (hemisfer otak besar) terlibat dalam proses-proses adaptif yang lebih kompleks seperti belajar, persepsi dan motivasi.
Gambar di samping adalah representasi skematik dari ukuran batang otak dan cerebrum beberapa spesies yang merupakan keurunan spesies yang sama yang kemudian berevolusi mejadi manusia. Gambar ini menunjukkan tiga hal penting tentang evolusi otak manusia. Pertama, adalah otak itu bertambah ukurannya selama evolusi; kedua, adalah sebagian besar / 4 /
FREEDOM INSTITUTE
pertambahan ukuran itu terjadi pada cerebrum; dan ketiga, adalah terjadi peningkatan jumlah konvulusi –lipatan-lipatan dipermukaan serebral- yang menambah volume korteks (lapisan paling luar) jaringan serebral. Yang lebih signifikan dibanding perbedaan diantara otakotak berbagai spesies terkait adalah kemiripannya. Semua otak tersusun dari neuron-neuron, dan struktur neural yang menyusun otak suatu spesies hampir selalu dijumpai pada otak spesies-spesies terkait. Sebagai contoh, otak manusia, kera tikus besar (rat), dan tikus mengandung struktur utama yang sama, yang saling terhubung dengan cara yang sama. Selain itu, struktur-struktur yang serupa yang serupa cenderung menjalankan fungsi yang serupa. Sebagai contoh, neuron-neuron yang merespons jumlah obyek dalam sebuah display, terlepas dari identitas obyeknya, ditemukan dalam korteks parietal manusia, kera dan kucing. Psikologi Evolusioner: Memahami Ikatan Perkawinan
Pendekatan evolusioner telah dipakai oleh para biopsikolog. Bahkan, sebuah bidang psikologi, yang disebut psikologi evolusioner, telah berkoalisi diseputar itu. Para psikolog evolusioner berusaha memahami perilaku manusia dengan mempertimbangkan berbagai tekanan yeng membuat mereka berevolusi. Berbagai karya yang paling menarik dan kontroversial dibidang ini difokuskan pada berbagai pertanyaan tentang perbedaan jenis kelamin dalam ikatan perkawinan, yang mungkin juga menjadi pertanyaanpertanyaan yang menyangkut kehidupan anda sendiri.
Pada kebanyakan spesies, matting (perkawinan) dilakukan secara promiscuous (hubungan seksual yang tidak pandang bulu, tidak diskriminatif). Promisquity (promiskuitas) adalah perkawinan yang anggota kedua jenis kelamin berkopulasi secara tidak diskriminatif dengan banyak pasangan yang berbeda selama masa kawin. Meskipun kopulasi yang tidak diskriminatif itu nerupakan modus reproduksi yang dominan, jantan dan betina beberapa spesies membentuk matting bonds (hubungan perkawinan yang bertahan lama) dengan lawan jenisnya. Sebagian besar mamalia cenderung membentuk ikatan perkawinan. Mengapa? Salah satu teori yang berpengaruh, yang versi aslinya diusulkan oleh Trivers (1972), mengatribusikan evolusi pembentukan ikatan perkawinan pada mamalia itu pada fakta bahwa mamalia betina melahirkan anak-anak yang lahir dalam keadaan tak berdaya dengan jumlah yang relatif kecil. Akibatnya, merupakan tindakan adaptif bagi mamalia jantan untuk mendampingi betinanya yang sedang mengandung anaknya dan mendukung keberhasilan perkembangan anak-anaknya. Mamalia jantan yang menunjukkan perilaku seperti ini lebih berkemungkinan / 5 /
RYU HASAN / Klub Sains Freedom Institute
untuk melanjutkan ciri-ciri yang dapat diturunkan ke genarasi penerusnya. Jadi, seleksi alam mendukung evolusi pada mamalia jantan dalam hal kecenderungannya untuk terikat dengan betina yang telah dikawininya. Jadi, ada semacam tekanan seleksi pada mamalia betina untuk berperilaku sedemikian rupa sehingga mendorong lawan jenisnya untuk mengikatkan diri dengan dirinya karena hal ini akan menngkatkan kemampuan mereka untuk meneruskan ciri-cirinya sendiri yang dapat diteruskan ke generasi berikutnya. Pada banyak spesies ikatan perkawinan ini berlangsung seumur hidup.
Pola ikatan perkawinana mamalia yang paling menonjol adalah polygyny (poligini), yang seekor jantan membentuk ikatan perkawinan dengan lebih dari satu betina. Mengapa poligini berevolusi pada begitu banyak spesies mamalia? Bukti menunjukkan bahwa poligini berevolusi sebagai sistem perkawinan yang dominan pada mamalia karena mamalia betina mempunyai kontribusi yang jauh lebih besar pada pengasuhan anak dari pada lawan jenisnya. Para ibu mamalia yang mengandung anak yang berkembang di dalam tubuhnya, kadang-kadang selama berbulan-bulan, dan kemudian menyusui dan merawat setelah anak itu lahir. Sebaliknya, para ayah mamalia seringkali hanya sekedar memberikan sperma sebagai kontribusinya. Salah satu konsekuensi utama pola asuh mamalia yang “timpang� ini adalah mamalia betinanya hanya dapat menghasilkan beberapa anak selama hidupnya, sementara mamalia jantan memiliki kapasitas untuk menjadi bapak bagi banyak anak. Oleh karena seiap mamalia betina hanya dapat menghasilkan beberapa anak, ia harus berusaha memanfaatkan kesempatan sebaik-baiknya. Untuk meneruskan sebanyak mungkin ciri-cirinya kegenerasi penerusnya. Dengan denikian penting bagi betina untuk kawin dengan jantan yang fit. Perkawinan dengan jantan yang sangat fit meningkatkan kemungkinan untuk melahirkan anak yang fit dan untuk meneruskan gen-gennya, bersama gen-gen pasangannya, ke generasi selanjutnya. Hal ini juga meningkatkan kemungkinan bahwa dukungan yang hanya sedikit yang akan diterima si anak dari ayahnya akan cukup efektif baginya. Jadi, menurut teori termutakhir, kecenderungan untuk membangun ikatan perkawinan hanya dengan jantan yang paling fit berevolusi pada betina pada banyak spesises mamalia. Sebaliknya, karena mamalia jantan dapat menjadi dari banyak anak, tekanan evolusioner atas mamalia jantan untuk menjadi selektif dalam menjalin ikatan perkawinan tidak sebesar tekanan yang diterima lawan jenisnya, para jantan pada sebagian besar spesies mamalia akan menjalin ikatan perkawinan dengan sebanyak mungkin betina. Konsekuensi tak terhindarkan dari ikatan perkawinan nonselektif pada mamalia jantan ini adalah poligini.
Bukti terkuat yang mendukung teori bahwa poligini berevolusi ketika betina memberikan kontribusi yang lebih besar pada reproduksi dan pengasuhan adnak disbanding jantan berasal dari studi-studi polyandry (poliandri). Poliandri adalah perkawinan seekor betina dengan lebih dari satu jantan. Poliandri tidak terjadi pada mamalia, hal ini hanya terjadi pada spesies yang kontribusi jantan pada reproduksi lebih besar disbanding betina. Sebagai contoh, dalam sebuah spesiee polyandrous (poliandrus, cenderung poliandri), betinanya menyimpan telurnya di tubuh si jantan untuk dibuahi dan dikandung oleh si jantan sampai cukup matang untuk hidup di luar. Pemikiran yang saat ini berlaku adalah ukuran tubuh maupun kecenderungan agresi berevolusi pada mamalia jantan karena mamalia betina cenderung lebih selektif dalam / 6 /
FREEDOM INSTITUTE
ikatan reproduktifnya. Oleh karena selektivitas si betina, persaingan di antara jantan untuk mendapatkan pasangan reproduktif menjadi sengit, dan hanya pesaing yang sukses yang akan meneruskan gen-gennya ke genarasi berikutnya. Sebaliknya, betina pada kebanyakan spesies tidak banyak mengalami kesulitan dalam menemukan pasangan reproduktif.
Meskipun kebanyakan mamalia bersifat polygynous (poliginus, cenderung poligini), 3% spesies mamalia, termasuk manusia, pada dasarnya monogamus. Monogamy (monogami) adalah pola ikatan perkawinan yang ikatannya tahan lama terbentuk diantara seekor jantan dan seekor betina. Meskipun monogamy merupakan system ikatan perkawinan yang paling lazim pada manusia, penting untuk diingat bahwa system ini bukan system yang dominan dikalangan mamalia. Monogami diperkirakan telah berevolusi pada spesies-spesies mamalia yang setiap betina dapat mengasuh lebih banyak anak, atau anak-anak yang lebih fit, bila ia mendapat bantuan yang tidak terbagi. Pada spesies semacam ini, perubahan perilaku apa pun pada si betina yang akan medorong si jantan untuk mengikatkan diri secara eksklusif dengannya juga akan meningkatkan kemungkinan bahwa cirri-ciri yang dapat diturunkannya akan diteruskan pada generasi penerusnya.. Salah satu perubahan perilaku itu adalah setiap betina berusaha menjauhkan betina lain yang berusia produktif dari pasangannya. Strategi ini terutama efektif bila seekor betina tidak mau berkopulasi dengan seekor jantan sampai si jantan tetap bersamanya selama kurun waktu tertentu. Begitu pula perilaku ini berevolusi pada betina spesies tertentu, strategi perkawinan perkawinan optimal untuk jantan pun akan berubah. Akan menjadi sulit bagi setiap jantan untuk mengikatkan diri dengan banyak betina, dan peluang terbaik seekor jantan untuk menghasilkan banyak anak adalah bila ia mengikatkan diri dengan betina yang fit dan mengerahkan upaya reproduktif sebaik mungkin bagi si betina dan anak mereka. Dalam sebuah hubungan monogamus, penting bagi jantan untuk memilih betina yang subur dan si betina memilih jantan yang dapat melindungi dirinya dan anaknya secara efektif
/ 7 /