5 minute read

Resensi

Next Article
Khasanah Budaya

Khasanah Budaya

Ulasan Cerpen “Pasti Ada Keajaiban bagi Orang yang Bersungguh-Sungguh” Karya Tiwi Veronika Oleh : Ronidin* *Penulis merupakan Dosen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya UniversitasIlmu Budaya Universitas AndalasAndalas dipertanyakan kelogisannya. Bukankah daun pisang itu dingin, mudah sobek ketika diduduki, di tengahnya ada tulang daun yang tidak nyaman ketika dijadikan alas tidur, kalau daun pisang yang dimaksud sudah kering atau dikeringkan, itu bukan lagi daun pisang. Tetapi orang Minang menyebutnya karisiak. Hal seperti ini mesti diperhatikan penulis cerpen. Seorang miskin yang tinggal di pinggir hutan, tiba-tiba tinggal di tempat mewah dan penuh keramaian tanpa alasan yang jelas adalah sesuatu yang tidak logis. Kata “mewah dan penuh keramaian” yang diacu bukan tempat untuk menunjukkan perkampungan, tetapi lebih pada kawasan elit milik orang-orang kaya di kota metropolitan. Begitulah, ketidaklogisan dalam cerpen bisa terjadi karena penulis kurang pengetahunan tentang objek yang dipilih. Lalu, ketidaklogisan juga karena salah memilih kata (diksi). Diksi yang salah mengacaukan maksud.

Ketika membaca cerpen “Pasti Ada Keajaiban bagi Orang yang BersungguhSungguh” karya Tiwi Veronika, saya seperti tidak membaca judul cerpen. Judul ini kurang menarik untuk judul cerpen. Judul cerpen ini seperti petuah saja, man jadda wa jadda, ‘siapa yang bersungguh-sungguh akan mendapat’. Tidak ada kejutan pada judul. Ketika membaca judul seperti ini, apalagi diikuti oleh paragraf pembuka yang kurang meyakinkan, maka pembaca akan berhenti membaca dan mengalihkan bacaannya ke hal lain. Karena itu, judul amat penting untuk meyakinkan pembaca. Baru setelah itu cerpen dimulai dengan kalimat pembuka yang menggugah minat pembaca untuk meneruskan bacaannya.

Advertisement

Kemudian, ketika membaca cerpen Tiwi Veronika ini, saya juga belum melihat karakter tokoh. Tokohnya digarap dengan biasa saja. Tokoh Aku dihadirkan sebagai sosok miskin menghadapi berbagai peristiwa dalam hidupnya. Hanya saja peristiwa-peristiwa itu datar saja. Nyaris tanpa konflik. Jika membaca judul lalu membaca beberapa kalimat di awal, kita sudah akan tahu endingnya.

Peristiwa-peristiwa yang dialami oleh Aku seperti kematian ibu di waktu kecil, aku diasuh oleh nenek, rumah yang rusak ketika dilanda angin topan, nenek/ inyiak sakit, inyiak sembuh, aku semangat kembali, aku menjadi tulang punggung, aku memperbaiki rumah, aku mendengar kokok ayam, aku bertani dan beternak ayam serta ikan, aku membangun rumah di perkampungan, dan peristiwa lainnya digarap Tiwi biasa saja. Tidak tergarap maksimal konflik yang dihadapi oleh tokoh Aku.

Misalnya, ketika neneknya sakit, apa konflik yang dihadapi Aku. Dalam cerpen ini tidak dipaparkan kecuali hanya berupa narasi yang menggambarkan keadaan aku pada saat itu. Lalu tiba-tiba inyiak bisa sembuh begitu saja. Aku tidak berbuat apa-apa selain hanya berdoa. Memang doa akan dikabulkan Tuhan bagi umatnya yang memohon, tetapi secepat itukah? Tidak mungkin “simsalabim” saja. Kalau digarap dengan baik, dalam peristiwa ini Tiwi bisa menghadirkan bagaimana usaha/perjuangan tokoh Aku menyembuhkan neneknya. Yang terjadi, apa dan bagaimana tindakan tokoh aku ketika menghadapi masalah seperti itu belum digarap Tiwi secara maksimal. Begitu pula ketika memperbaiki rumah, bertani, dan sebagainya Tiwi hanya bernarasi saja. Hanya berkisah.

Kemudian, kisah-kisah yang dihadirkan Tiwi dalam cerpennya ini terlalu banyak pula. Akibatnya, peristiwa yang dibangun berhimpitan antara yang satu dengan yang lainnya. Peristiwa satu belum selesai dipaparkan atau belum digarap dengan baik, namun telah muncul peristiwa yang lain. M enulis cerpen bukan menulis kisah. Sebagai pembuka, cerpen harus diberi judul yang menarik karena judul merupakan hal pertama yang akan dibaca oleh pembaca. Tokoh-tokoh dalam cerpen harus diberi karakter. Peristiwa dalam cerpen mesti memiliki konflik. Konflik tersebut tidak datar saja, tetapi berpuncak pada klimaks. Dalam cerpen juga mesti ada suspense, kejutan yang dapat menyengat pembaca. Sementara didalam kisah tidak seperti itu adanya. Kisah pada intinya adalah cerita tentang kejadian atau peristiwa dalam kehidupan seseorang seperti apa adanya. Dengan demikian, cerpen sesungguhnya adalah kisah yang direncanakan, diarahkan, dibuatkan konfliknya. Cerpen adalah kisah yang dikelola dengan baik oleh penulisnya. Bukan kisah apa adanya.

Penulis cerpen mesti mahir, bukan hanya soal teknik bercerita, melainkan juga menguasai teknik berbahasa tulis. Ingat, cerpen sebagai karya tulis terikat oleh tata bahasa tulis. Bahasa tulis tidak sama dengan bahasa lisan. Dalam bahasa tulis ada ramburambu yang harus dipatuhi. Paling sederhananya adalah ejaan.

Selain itu, penulis cerpen mesti punya pengetahuan tentang apa yang dikisahkannya. Penulis mesti tahu (kalau perlu dengan riset) mengenai tokohtokohnya dan latar ceritanya. Jika ia dokter, bagaimana sesungguhnya dokter itu, bagaimana cara bicaranya, bagaimana penampilannya, bagaimana lingkungannya, dan sebagainya. Jika ia seorang yang miskin dengan latar desa, penulis cerpen mesti punya pengetahuan mengenai kemiskinan dan desa.

Aspek penting lain yang harus diperhatikan penulis cerpen adalah logika. Logika cerita harus logis. Seseorang yang miskin, tinggal di rumah tanpa lantai, hanya beralaskan daun pisang, rasanya perlu Cerpen biasanya hanya fokus pada satu peristiwa. Peristiwa itu benar-benar digarap dengan maksimal sehingga menjadi cerpen yang berkarakter. Peristiwa yang banyak seperti disebut di atas, bisa digarap untuk sebuah novel yang panjang. Untuk cerpen, Tiwi misalnya bisa fokus menggarap satu masalah saja.

Umpamanya, ketika Aku yang masih muda harus merawat inyiak yang sudah tua. dalam hal ini, Tiwi bisa fokus menggarap bagaimana konflik batin yang harus dihadapi Aku dalam kondisi seperti itu. Seorang anak muda yang hanya seorang diri, jauh dari lingkungan masyarakat umum.

Cerpen dengan banyak peristiwa membuatnya menjadi tidak fokus. Peristiwa yang banyak tidak akan tergarap maksimal. Jadi, bisa dipastikan tidak akan muncul suspense. Tidak akan ada kejutan bagi pembaca. Cerpen berjalan datar seperti kisah.

Selain itu, ketika membaca cerpen “Pasti Ada Keajaiban bagi Orang yang Bersungguh-Sungguh” karya Tiwi Veronika ini saya benar-benar terganggu dengan bahasa Tiwi yang jelek, sama rata saja antara sawah dengan pematang.

Nampaknya Tiwi harus lebih banyak menulis. Bahasa tulis tidak seperti bahasa lisan. Dengan banyak menulis, Tiwi akan terbiasa menggunakan bahasa tulis yang diikat oleh proses tata bahasa.

Terlepas dari kekurangankekurangan cerpen ini, usaha Tiwi untuk menulis di zaman serba instan dan zaman layar HP seperti saat ini, perlu diapresiasi. Selamat kepada Tiwi. Jangan berhenti. Jangan seperti pohon pisang: sekali berbuah, setelah itu mati.

Ruang MimpiRuang Mimpi Ruang Mimpi Oleh : Hafiz Al-Ma’ArijOleh : Hafiz Al-Ma’Arij

Gelap semakin kelam Ruang ilusi muncul dari layar imaji Menampilkan sebuah deretan imajinasi Terpampang jelas mimpi-mimpi yang ingin didaki

Ia membawaku terbang di alam mimpi Kujelajahi alam fana ini Dengan sesuatu yang tak pernah kusadari

Pergi tak terhenti datang tak terhenti

Ingin kukendalikan alam fana ini Aku jelajahi dengan kontrol diri Tapi apalah daya diriku ini Tak dapat mengendalikan mimpi sendiri

Kutersadar bahwa alam tadi Hanyalah bunga mimpi Kuingin kembali Tapi tak tahu bagaimana cara kembali

Hargai AkuHargai Aku Oleh : Syahrul Roniyahrul Roni

Aku tak pernah meminta baju bagus Aku tak pernah meminta kendaraan mewah Aku tak pernah meminta jajan banyak Yang kuminta hanyalah agar kalian hadir Hadir melihatku tumbuh dewasa dengan kasih dan sayang kalian

Aku tak pernah meminta mainan mahal Ataupun smartphone canggih Yang kuminta hanyalah tolong dihargai Hargai aku sebagai darah daging kalian Hargai aku sebagai buah hati kalian

Kumohon pada kalian tolong redam semua emosi Jangan lagi ada barang yg terlempar Tak tahukah kalian itu menyisakan trauma untukku Lupakah kalian kalau kalian saling mencintai Pernah bersumpah untuk saling menjaga Berhentilah menjadikan aku korban keegoisan kalian

This article is from: