Landasan Program Perencanaan dan Perancangan Arsitektur Apartemen Mixed - Use

Page 1

Landasan Program Perencanaan dan Perancangan Arsitektur Apartemen Mixed - Use Di Kawasan Stasiun Poncol Berbasis Transit Oriented Development

Ghifari Abror Iswara 21020117130105

Dosen Pembimbing Ir. Satrio Nugroho, M.Si

Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Diponegoro 2020


HALAMAN PENGESAHAN LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR JUDUL Apartemen Mixed - Use Di Kawasan Stasiun Poncol Berbasis Transit Oriented Development

Disusun Oleh Ghifari Abror Iswara - 21020117130105

Disetujui dan Disahkan Oleh Dosen Pembimbing Perancangan Arsitektur 5

Ir. Satrio Nugroho, M.Si. NIP. 196203271988031004 Semarang, 7 Oktober 2020

Ketua Departemen Arsitektur

Ketua Program Studi S1 Arsitektur

Dr. Ir, Agung Budi Sarjono, MT. NIP. 196310201991021001

Prof. Dr. Ir. Erni Setyowati, MT. NIP. 1967040419980220001


Kata Pengantar

P

uji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan Landasan Program Perencanaan dan Perancangan Arsitektur 5 dengan judul Apartemen Mixed - Use di Kawasan Stasiun Poncol Berbasis TOD (Transit Oriented Development) sebagai salah satu persyaratan dari mata kuliah Perancangan Arsitektur 5 tahun 2020 di Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Diponegoro.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan laporan ini, terutama kepada: 1. Ir. Satrio Nugroho, M.Si. selaku Dosen Pembimbing Mata Kuliah Perancangan Arsitektur 5 2020. 2. Prof. Dr. Ir. Erni Setyowati, MT., selaku Dosen Koordinator Mata Kuliah Perancangan Arsitektur 5 2020. 3. Dr. Ir. Agung Budi Sardjono, MT, selaku Ketua Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. Laporan ini dibuat berdasarkan ilmu yang telah didapatkan selama mengikuti studio dengan arahan dosen pembimbing dan pencarian data, khususnya mempelajari tentang Apartemen Mixed - Use di Kawasan Stasiun Poncol Berbasis TOD (Transit Oriented Development). Penulis berharap agar LP3A ini dapat bermanfaat bagi pembaca, khususnya bagi mahasiswa Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Diponegoro, serta bermanfaat kepada masyarakat. Penulis menyadari bahwa laporan ini tidak sempurna, oleh karena itu penulis berharap adanya saran dan kritik yang bersifat membangun untuk laporan ini.

Semarang, 7 Oktober 2020

Penulis

LP3A Perancangan Arsitektur 5

Kata Pengantar I 3


LP3A Perancangan Arsitektur 5


Daftar Isi Kata Pengantar 3 Daftar Isi 5 BAB I PENDAHULUAN 6 1.1 | Latar Belakang   7 1.2 | Tujuan   8 1.3 | Sasaran   8 1.4 | Manfaat   8 1.5 | Ruang Lingkup   8 1.6 | Batasan Perencanaan   8 1.7 | Alur Pikir   9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 10 2.1 | Transit Oriented Development   11 2.1.1 | Definisi Transit Oriented Development   11 2.1.2 | Variabel Konsep Transit Oriented Development   11 2.1.3 | Prinsip Transportasi Perkotaan oleh ITDP   12 2.2 | Green Architecture   13 BAB III KONSEP PERENCANAAN 14 BAB IV PENDEKATAN PROGRAM PERENCANAAN 16 4.1 | Pendekatan Aspek Fungsional   17 4.1.1 | Pendekatan Kelompok Pelaku & Aktivitas   17 4.1.2 | Pendekatan Kebutuhan Ruang   18 4.1.3 | Pendekatan Kebutuhan Kelompok Ruang   19 4.1.4 | Pendekatan Sirkulasi   19 4.1.5 | Pendekatan Tipe dan Jumlah Unit Hunian   20 4.1.6 | Pendekatan Luas & Kapasitas   20 BAB V PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR 24 5.1 | Program Dasar Perencanaan   25 5.2 | Program Dasar Perancangan   27 5.3 | Program Ruang   28 5.4 | Tinjauan Tapak 30 Referensi   34 Lampiran   35

Daftar Isi I 5


BAB I PENDAHULUAN

6 | Pendahuluan

LP3A Perancangan Arsitektur 5


1.1 | Latar Belakang

P

erkembangan tren urbanisasi menjadi salah satu fenomena yang populer terjadi di setiap kota di Indonesia, terutama Kota Semarang. Dengan jumlah penduduk sebesar 1.814.110 jiwa pada tahun 2019 dengan jumlah tingkat pertumbuhan populasi penduduk sebesar 1,57% pertahun akan mendorong pula adanya peningkatan kebutuhan ketersediaan tanah untuk lahan tempat tinggal.1 Tanah merupakan salah satu sumber alam yang penting bagi kehidupan manusia karena dibutuhkan dalam setiap aktivitas manusia seperti pertanian, industri, permukiman, dan lain sebagainya. Dengan kata lain, dikatakan bahwa tanah mempunyai kegunaan ganda secara langsung dan tidak langsung. Ketersediaan lahan yang relatif konstan akan menjadi komoditas yang menakutkan, padahal jumlah penduduk di Indonesia terus bertambah.

P

erubahan fungsi lahan pertanian telah berubah dengan cepat dan masif. Kusumawati mengatakan bahwa sektor industri mengambil alih sektor pertanian, semakin tinggi alih fungsi lahan pertanian maka akan semakin tinggi pula lahan yang merana.2 Pemukiman yang meluas ke beberapa pedesaan menyebabkan lahan pertanian yang subur tidak lagi menghasilkan bahan pangan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

S

eiring kendala konversi lahan pertanian menjadi permukiman perlu dicermati juga isu backlog atau ketidakseimbangan jumlah KK dengan jumlah hunian di Jawa Tengah terutama di Kota Semarang. Saat ini tercatat masih ada 720.000 backlog dari sisi kepemilikan dan 530.000 dari sisi kepenghunian yang tersebar di sejumlah kabupaten/kota di Jateng.3

H

al ini berkaitan erat dengan penggunaan kendaraan pribadi yang terus meningkat di Kota Semarang menyebabkan tingginya volume lalu lintas di beberapa ruas jalan utama perkotaan. Hal ini terbukti dari penggunaan kendaraan mobil dinas/pribadi yang semula berjumlah 34.000 kendaraan pada tahun 2007 menjadi 44.600 kendaraan pada tahun 2009 (Badan Pusat Statistik Kota Semarang, 2009). Kehadiran angkutan umum massal Bus Rapid Transit yaitu Trans Semarang dirasa belum dapat mengatasi permasalahan diatas. Hal ini terlihat dari nilai load factor BRT baik koridor I maupun koridor II yang hanya sebesar 20-30%.4

1 2 3 4

BPS, 2020. Kota Semarang Dalam Angka 2020. Semarang: BPS Kota Semarang. Kusumawati, A., 2013. Rantai Nilai (Value Chain) Agribisnis Labu Di Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang, Semarang: Fakultas Ekonomika Dan Bisnis Universitas Diponegoro Semarang. Rizky, M., 2020. Property Inside. [Online] Available at: https://www.propertyinside.id/2020/05/14/backlog-rumah-di-jateng-720-ribu-unit-pemprov-dorong-pembangunan-rumah-komunitas/ [Accessed 1 October 2020]. Widayanti, R. & Susanto, R. H., 2013. KAJIAN SISTEM TRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT DI DAERAH MIXED USE DAN KEPADATAN TINGGI (STUDI KASUS : KOTA DEPOK). In: Jakarta: Universitas Gunadarma

LP3A Perancangan Arsitektur 5

Pendahuluan I 7


1.2 | Tujuan

M

enyusun Landasan Program Perencanaan dan Perancangan Arsitektur (LP3A) Apartemen Mixed-Use Kawasan Transit Oriented Development (TOD) Poncol dengan mendapatkan perencanaan dan perancangan program ruang, sistem struktur, sistem utilitas, tata ruang dalam (interior), tata ruang luar (eksterior), serta tampilan arsitektur bangunan hunian tersebut untuk membuat desain bangunan yang sesuai kebutuhan pelaku kegiatan pada area hunian. Sasaran Tersusunnya Landasan Program Perencanaan dan Perancangan Arsitektur (LP3A) sebagai acuan dan pedoman dalam Desain Grafis Arsitektur untuk merancang Apartemen Mixed-Use Di Kawasan Transit Oriented Development (TOD) Poncol.

1.3 | Sasaran

T

ersusunnya langkah-langkah kegiatan penyusunan Laporan Program Perencanaan dan Perancangan Arsitektur (LP3A) sebagai acuan dan pedoman dalam membuat konsep dan desain grafis arsitektur untuk Apartemen Mixed-Use di Kawasan Transit Oriented Development (TOD) Poncol.

1.4 | Manfaat Subjektif - Sebagai acuan dalam penyusunan perencanaan dan perancangan arsitektur yang merupakan rangkaian dari proses pembuatan Perancangan Arsitektur 5. Objektif - Sebagai tambahan pengetahuan dan wawasan mengenai perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang arsitektur dengan pemikiran prediksi kebutuhan masa mendatang. Sebagai pegangan dan acuan selanjutnya dalam perancangan Apartemen Mixed-Use di Kawasan Transit Oriented Development (TOD) Poncol.

1.5 | Ruang Lingkup Substantial - Perencanaan Apartemen Mixed - Use di Kawasan Transit Oriented Development (TOD) Poncol difokuskan untuk merancang fungsi hunian. Spasial - Secara administratif daerah Apartemen Mixed - Use di Kawasan Transit Oriented Development (TOD) Poncol khususnya berada di Kecamatan Semarang Tengah, Kota Semarang.

1.6 | Batasan Perencanaan

P

ada Perancangan Arsitektur 5 pendekatan perancangan lebih ditekankan kepada analisis problematika pada tapak yang dipilih. Adapun batasan dan syarat dari perancangan ini adalah sebagai berikut: 1. Perancangan yang diusulkan merupakan bagian dari Kawasan TOD di Stasiun Semarang Poncol. 2. Perancangan hanya menekankan kepada perencanaan area hunian (Apartemen). 3. Ketentuan perencangan dibatasi regulasi pembangunan setempat.

8 | Pendahuluan

LP3A Perancangan Arsitektur 5


1.7 | Alur Pikir Context Issue

Tingginya emisi karbon akibat dari hasil pembakaran energi fosil

Pe m b a n g u n a n infrastruktur yang k u r a n g memperhatikan asas keberlanjutan

Stasiun Poncol Sebagai Stasiun Kereta Api Kelas B e s a r

Tata Guna Lahan yang kurang variatif di Pusat Kota Semarang

Kebutuhan Hunian di Kota Semarang yang cukup tinggi

Butuhnya Integrasi Antar Moda Transportasi di Kawasan Stasiun Poncol

Kemacetan karena penggunaan kendaraan pribadi yang tinggi

Keberadaan Stasiun Poncol sebagai cagar b u d a y a

PROBLEM

Per tumbunan p e n d u d u k berdampak pada beban transportasi

ISSUE

Global Issue

REGULASI BANGUNAN SIRKULASI TATA RUANG

CAGAR BUDAYA

Penekanan

PENGATURAN FASILITAS

Memperhatikan

GREEN BUILDING PARAMETER TOD

C

ul

ture Conte

lu si vit y In c

u a li t y xt

L o c al

red Green

aces

M u l ti L

ye

Sp

LP3A Perancangan Arsitektur 5

a

ct Urban L

in g

Com

pa

iv

ture

Tran

n Orie ted C

ul

s

Mengimplementasikan

it -

TATA GUNA LAHAN

STRATEGY

Apartemen Mixed Use Di Kawasan Stasiun Poncol Berbasis Transit O r i e n t e d Development

Pendahuluan I 9


BAB II KAJIAN PUSTAKA

10 | Kajian Pustaka

LP3A Perancangan Arsitektur 5


2.1 | Transit Oriented Development 2.1.1 | Definisi Transit Oriented Development

P

ada tahun 1993 Peter Calthorpe menawarkan sebuah sistem mengenai Konsep Transit Oriented Development (TOD) dimana konsep ini memberikan arahan sebuah kawasan yang memiliki komunitas campuran di sekitar lokasi sebuah transit, antara lain terminal, stasiun. Komuitas ini meliputi perumahan, pertokoan, pasar, fasilitas olahraga, kantor, ruang terbuka dan fasilitas publik. Konsep Transit Orientend Development ini di Jabodetabek sebenarnya sudah mulai terbentuk dengan adanya moda kereta listrik (KRL), dimana disekitar stasiun sudah berkembang pesat menjadi area pemukiman, pertokoan, perkantoran, pasar, terminal dan pemanfaatan lahan lainnya.1

2.1.2 | Variabel Konsep Transit Oriented Development

D

alam satu pengembangan kawasan TOD terdapat beberapa variabel yang harus ada dalam kawasan, yaitu : 2 1. Kawasan Pusat Komersial 2. Area Hunian 3. Taman, Plasa dan Bangunan Publik 4. Sistem Transit 5. Mixed - Use 6. Sistem Jalan dan Sirkulasi 7. Kebutuhan Parkir 8. Jalur Pejalan Kaki

1 2

Nugroho, Sapto, 2000. Penglaju dan ’TOD’ di Jabotabek , Kompas, 16 Agustus 2000. Widayanti, R. & Susanto, R. H., 2013. KAJIAN SISTEM TRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT DI DAERAH MIXED USE DAN KEPADATAN TINGGI (STUDI KASUS : KOTA DEPOK). In: Jakarta: Universitas Gunadarma

LP3A Perancangan Arsitektur 5

Kajian Pustaka I11


2.1.3 | Prinsip Transportasi Perkotaan oleh ITDP1

1

Berjalan Kaki Membangun lingkungan yang ramah t e r h a d a p pejalan kaki

2

Bersepeda Memberikan p r i o r i t a s kepada jaringan transportasi non-kendaraan b e r m o t o r

3

Menghubungkan Menciptakan jaringan jalan dan jalur pejalan kaki yang padat

4

Angkutan umum / Transit Memfokuskan pembangunan di dekat jaringan angkutan umum massal yang b e r k u a l i t a s 1

5

Pembauran M e r a n c a n g pembangunan kota dengan tata guna lahan yang beragam

6

Memadatkan Mengoptimalkan kepadatan lahan dan kapasitas angkutan umum

7

Merapatkan M e m b a n g u n wilayah-wilayah dengan jarak kebutuhan perjalanan yang pendek

8

Beralih B e r p a l i n g dari mobilitas kendaraan pribadi dengan penataan parkir dan k e b i j a k a n penggunaan jalan

ITDP, 2017. TOD Standard, 3rd ed. New York : Institute for Transportation and Development Policy.

12 | Kajian Pustaka

LP3A Perancangan Arsitektur 5


2.2 | Green Architecture

A

rsitektur hijau atau yang dikenal secara global dengan sebutan green architecture merupakan salah satu aliran arsitektur yang berfokus pada arsitektur yang ramah lingkungan. Beberapa poin pentingnya seperti meminimalisasi konsumsi sumber daya alam, efisiensi energi, penggunaan air yang bijak dan berkelanjutan, dan material non polusi serta daur ulang. Arsitektur hijau juga merupakan suatu pendekatan perencanaan pembangunan yang bertujuan untuk meminimalisasi kerusakan alam dan lingkungan di tempat bangunan itu berdiri. Dalam istilah arsitektur hijau kemudian berkembang berbagai istilah penting seperti pembangunan yang berkelanjutan atau yang dikenal dengan sustainable development. Istilah ini dipopulerkan pada tahun 1987 sebagai pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan orang-orang masa kini tanpa harus mengorbankan sumber daya alam yang harus diwariskan kepada generasi mendatang. Hal ini diucapkan oleh Perdana Menteri Norwegia Bruntland. Menurut Brenda dan Robert Vale (1991), arsitektur hijau adalah suatu pendekatan desain bangunan yang memperhatikan sumber daya alam yang digunakan untuk bangunan, material, bahan bakar selama pembangunan, serta konsruksi dari pengguna bangunan tersebut.1 Ia juga menambahkan prinsip green architecture ini bukan sebagai rumus atau resep yang harus diikuti, tetapi sebagai pengingat bagi para desainer yang kerap melupakan prinsip-prinsip tersebut. Brenda dan Robert Vale mengemukakan green architecture dalam 6 prinsip yaitu memanfaatkan energi, memanfaatkan iklim, meminimalisasikan penggunaan sumber daya alam batu, respek terhadap pengguna, respek terhadap site, dan holisme. Dapat dikatakan arsitektur hijau merupakan bagian dari pembangunan. Ada beberapa prinsip yang harus dipenuhi oleh sebuah bangunan agar dapat disebut sebagai bangunan hijau, yaitu:

1

2

B a n g u n a n harus dibangun dengan tujuan meminimalkan kebutuhan bahan bakar untuk pengoperasian b a n g u n a n t e r s e b u t

Bangunan harus dirancang sesuai dengan iklim dan sumber energi alam yang ada

Konservasi Energi

Penyesuaian Iklim

3

Meminimalkan pemakaian sumberdaya Mengurangi pemakaian sumberdaya, terutama yang tidak dapat diperbarui

4

Memperhatikan Pemakaian Sumberdaya Bangunan hijau harus memberi perhatian pada keterlibatan manusia dalam pembangunan dan pemakaian b a n g u n a n

5

6

Bangunan harus “ m e m b u m i �. Ada interaksi antara bangunan dan lahan

Bangunan hijau memerlukan pendekatan h o l i s t i k (menyeluruh) dari seluruh prinsip yang ada

Memperhatikan Tapak (Site)

Holistik

Konsep bangunan hijau, pada dasarnya adalah sebuah bangunan yang mempertimbangkan kondisi sumber daya disekitarnya sehingga meminialisir dampak negatif di sekitarnya. Konteks Green Building sendiri harus mempertimbangkan adanya pembangunan yang berkelanjutan sehingga dalam proses pembangunannya dapat beregenerasi menjadi bangunan yang terus berkembang. Penggunaan konsep bangunan hijau sendiri tidak terlepas dari kebijakan pemerintah yang mewajibkan bangunan-bangunan di Indonesia haruslah “Green Building�, hal tersebut tertera dalam PERMEN PUPR No. 2 Tahun 2015 tentang Bangunan Hijau.

1

Brenda & Robert Vale. 1991. Green Architecture Design for Sustainable Future. London : Thames & Hudson

LP3A Perancangan Arsitektur 5

Kajian Pustaka I 13


BAB III KONSEP PERENCANAAN

14 | Konsep Perencanaan

LP3A Perancangan Arsitektur 5


3.1 | Konsep Program Perancangan Transit - Oriented Culture Menerapkan pendekatan desain yang memudahkan mobilitas penghuni terutama pengguna moda transportasi publik sebagai implementasi rencana pengembangan berbasis transit.

Compact Urban Living Di wilayah kota ataupun pinggiran kota yang rapat, berbagai kegiatan dan aktivitas hadir saling berdekatan satu sama lainnya. Pola ini meminimalkan waktu dan energi yang dibutuhkan untuk menjangkau mereka dan memaksimalkan potensi interaksi antarwarganya.

Multi-Layered Green Space Pengembangan desain memperhatikan dampak ekologis serta sebagai implemetasi arsitekur hijau maka penerapan bangunan yang bio-philic serta hemat energi dapat menjadi solusi.

Local Contextuality Berada di kawasan transit yang memiliki nilai historis serta budaya yang cukup kental maka desain harus dapat meleburkan segala konteks kelokalan yang terdapat di sekitar tapak.

Inclusivity Bangunan didesain agar dapat diakses oleh segala orang dengan berbagai kondisi dan keadaan. Arsitektur yang humanis dapat meningkatkan kualitas hidup penggunanya.

Poin di atas merupakan kata kunci dari penjabaran di bab pembahasan berikutnya yang akan dijabarkan secara mendalam melalui pendekatan analisis.

LP3A Perancangan Arsitektur 5

Konsep Perencanaan I 15


BAB IV PENDEKATAN PROGRAM PERENCANAAN

16 | Pendekatan Program Perencanaan

LP3A Perancangan Arsitektur 5


4.1 | Pendekatan Aspek Fungsional 4.1.1 | Pendekatan Kelompok Pelaku & Aktivitas Pelaku Kelompok Penghuni

Kelompok Pengunjung

Kelompok Pengelola

Merupakan kelompok individu yang membeli unit apartemen untuk ditinggali menjadi hunian dan melakukan aktivitas berumah tangga seharihari. Kelompok ini terdiri dari penghuni bujangan / single, keluarga pasangan muda, dan keluarga yang memiliki anak.

Merupakan kelompok individu yang datang berkunjung ke apartemen dan memiliki keperluan terhadap penghuni ataupun pengelola rumah susun tersebut. Tamu dapat berkunjung untuk waktu yang singkat ataupun keperluan yang lama.

Merupakan suatu badan usaha yang mengelola bangunan apartemen dan memenuhi kebutuhan penghuni dari segi fasilitas, mengurusi masalah administrasi, promosi dan pemasaran bangunan apartemen.

Aktivitas Dalam satu pengembangan apartemen mixed-use kawasan TOD ini terdapat berbagai macam jenis kegiatan individu yang dapat dikelompokkan menjadi : 1. Kelompok Aktivitas Penghuni 4. Kelompok Aktivitas Pelayanan 2. Kelompok Aktivitas Pengunjung / Tamu 5. Kelompok Aktivitas Pelengkap 3. Kelompok Aktivitas Pengelola 6. Kelompok Aktivitas Parkir Apartemen

LP3A Perancangan Arsitektur 5

Pendekatan Program Perencanaan I 17


4.1.2 | Pendekatan Kebutuhan Ruang

K

ebutuhan ruang didasarkan pada jenis aktivitas yang terjadi pada kelompok aktivitas para pelaku aktivitas. Kebutuhan ruang pada apartemen dapat dikelompokkan, sebagai berikut:

18 | Pendekatan Program Perencanaan

LP3A Perancangan Arsitektur 5


4.1.3 | Pendekatan Kebutuhan Kelompok Ruang

P

engelompokan ruang sesuai dengan fungsi bertujuan untuk menciptakan efisiensi dan efektivitas dalam hubungan antar kelompok ruang. Secara diagramatis hubungan antar kelompok ruang, sebagai berikut :

4.1.4 | Pendekatan Sirkulasi

Sirkulasi Dalam Hunian Apartemen

Sirkulasi Luar Hunian Apartemen

Sirkulasi Pengelola Apartemen LP3A Perancangan Arsitektur 5

Sirkulasi Pengunjung Apartemen

Sirkulasi Service Apartemen Pendekatan Program Perencanaan I 19


4.1.5 | Pendekatan Tipe dan Jumlah Unit Hunian

D

ari pendekatan jumlah unit hunian berdasarkan studi literatur dari panduan Kebijakan, Strategi, & Program Penyediaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Tahun 2018 komposisi penyediaan perumahan dengan rasio 60:40 (MBR: Non-MBR). Tipe unit yang disediakan berupa; 1. Non-MBR (40%) • 1 BR (±24 m2) • 2 BR (±36 m2) 2. MBR (60%) • 2 BR (±30 m2)

Perhitungan luasan berdasarkan peraturan bangunan pada tapak terpilih adalah sebagai berikut : Luas Tapak

: 15,659 m2 (1,56 Ha)

Luas lahan dikurang gsb

: 13,074 m2 (1,3 ha)

KDB

: 80 %

KLB : 2,4 GSB

: 23 m (GSB Jalan Imam Bonjol)

Luas lantai dasar

= KDB x Luas Lahan

= 80% x 13,074 m2

Luas total bangunan

= KLB x Luas lahan

= 2,4 x 13,074 m2

= 10,459.2 m2 = 37,581.6 m2

Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 6 Tahun 2015, maka Prosentase untuk servis area, unit hunian, dan bagian milik bersama masing masing 10%, 60%, dan 30%. Luas bersih hunian = 60% x 31,377.6 m2 = 22,549 m2 Jumlah luas total per tipe unit hunian didapat dengan perhitungan : Tipe unit = (prosentase unit optimal x luas unit hunian) : Luas per unit • 1 BR Non-MBR (±24 m2) = 15% x 22,549 m2 = 3,382 m2 (140 Unit) • 2 BR Non-MBR (±36 m2) = 25% x 22,549 m2 = 5,637 m2 (156 Unit) • 2 BR MBR (±30 m2) = 60% x 22,549 m2 = 13,529 m2 (450 Unit)

4.1.6 | Pendekatan Luas & Kapasitas

U

ntuk menentukan besaran sirkulasi total ruang yang dibutuhkan dalam perencanaan dan perancangan apartemen digunakan standar dari literatur, yaitu : • 5%-10% : Standar minimum sirkulasi

• 40% : Tuntutan kenyamanan psikologis

• 20% : Standar Kebutuhan keleluasaan • 50% : Tuntutan spesifik kegiatan sirkulasi • 70%-100% : Terkait dengan banyak kegiatan • 30% : Tuntutan kenyamanan fisik (Sumber : Time Saver Standard for Building Types, 2nd Edition)

20 | Pendekatan Program Perencanaan

LP3A Perancangan Arsitektur 5


Untuk menentukan besaran total ruang yang dibutuhkan dalam perencanaan dan perancangan apartemen digunakan standar dari literatur, yaitu : • AN

: Analisis

• DA : Ernst Neufert’s Architect Data

• AS

: Asumsi

• TS

• SB

: Studi Banding

• SNI : Standar Nasional Indonesia

: Time Saver Standard

Penghuni

Pengelola

LP3A Perancangan Arsitektur 5

Pendekatan Program Perencanaan I 21


Fasilitas Indoor Ruang Serbaguna Menurut SNI 03-7013-2004, rumah susun dengan penghuni 1000 jiwa harus diakomodasi dengan ruang serba guna seluas 250m2.

Klinik Menurut SNI 03-7013-2004, rumah susun dengan penghuni 1000 jiwa harus diakomodasi dengan balai pengobatan seluas 150m2.

Pertokoan Menurut SNI 03-7013-2004, rumah susun dengan penghuni ≼ 2500 jiwa diperlukan pusat perbelanjaan dengan luas lantai 600m2 atau 1200m2 (BC 50%)

Luas Fasilitas Indoor

22 | Pendekatan Program Perencanaan

LP3A Perancangan Arsitektur 5


Fasilitas Outdoor Taman bermain merupakan sarana penunjang untuk rekreasi dan interaksi sosial warga. Maka menurut acuan SNI 03-1733 2004 tentang tata cara perencanaan lingkungan perumahan di perkotaan, untuk pepadatan penduduk berkisar antara 2.500 warga dibutuhkan sebuah taman warga dengan luas lantai minimal 1.250m2. Selain itu ditambahkan juga area terbuka untuk olahraga.

Luas Fasilitas Outdoor

Parkir Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2007 mengenai Pedoman Teknis Pembangunan Rumah Susun Sederhana bertingkat tinggi menyatakan bahwa setiap bangunan rusun bertingkat tinggi diwajibkan menyediakan area parkir dengan rasio 1 (satu) lot parkir kendaraan untuk 5 unit hunian yang di bangun. Rencana unit hunian = 746 unit Lot parkir yang di buat = 746 : 5 = 150 lot parkir Untuk parkir sepeda diasumsikan 10% dari total luas parkir kendaraan bermotor

Rekapitulasi Luas No 1 2 3 4 5

Jenis Kelompok Kegiatan Penghuni Pengelola Fasilitas Indoor Fasilitas Outdoor Parkir Jumlah Total

LP3A Perancangan Arsitektur 5

Luas (m2) 27,058 250 2156 2160 2750 34,374 m2

Pendekatan Program Perencanaan I 23


BAB V PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR

24 | Program Dasar Perencanaan dan Perancangan Arsitektur

LP3A Perancangan Arsitektur 5


5.1 | Program Dasar Perencanaan 5.1.1 | Program Dasar Aspek Fungsional

P

rogram dasar aspek fungsional Apartemen Mixed-Use di Kawasan Poncol dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Rumah susun terdiri dari beberapa bagian yaitu, bagian pribadi yakni satuan hunian rumah susun, bagian bersama yang merupakan bagian rumah susun yang dimiliki secara tidak terpisah untuk pemakaian bersamadalam kesatuan fungsi dengan satuan-satuan rumah susun dan dapat berupa ruang untuk umum, struktur dan kelengkapan rumah susun, prasarana lingkungan, dan sarana yang menyatu dengan bangunan rumah susun. 2. Rumah susun harus dilengkapi dengan srana lingkungan yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial, dan budaya, termasuk sarana perniagaan, sarana ibadah, sarana kesehatan, sarana pemerintaha, pelayanan umum, dan pertamanan. 3. Bangunan rumah susun harus dilengkapi dengan alat transportasi bangunan, pintu san tangga darurat kebakaran, alat dan sistem alarm kebakaran, alat pemadam kebakaran, penangkal petir, jaringan –jaringan air bersih, saluran pembuangan air hujan, saluran pembuangan air limbah, tempat pewadahan sampah, tempat jemuran, kelengkapan pemeliharaan bangunan, jaringan listrik, jaringan telepon dan komunikasi, dan lainya yang memenuhi persyaratan teknis, mengacu pada standar nasional atau peraturan bangunan yang sudah ada.

Dalam perencanaan Apartemen Mixed-Use di Kawasan Poncol ini, menurut jenis kegiatannya yang berlangsung dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1. Kelompok Aktivitas Hunian 2. Kelompok Aktivitas Pengelola 3. Kelompok Aktivitas Penunjang 4. Kelompok Aktivitas Servis 5. Kelompok Aktivitas Parkir Masing-masing kelompok aktivitas saling berkaitan, baik secara langsung maupun tidak langsung.

5.1.2 | Program Dasar Aspek Kontekstual Penentuan lokasi harus memperhatikan potensi, persyaratan dan kondisi lingkungan lain yang menunjang dan dapat mempengaruhi keberadaan bangunan. Sebagai sebuah bangunan komersial (jasa dan sebuah hunian) bagi masyarakat menengah ke atas, maka lokasi haruslah strategis dan dekat dengan tempat bekerja, pusat perbelanjaan, hiburan, serta pelayanan kota lainnya. Sirkulasi dapat dicapai melalui keragaman pola pencapaian (langsung, tersamar, memutar), konfigurasi alur gerak (linier pada sirkulasi utama dan radial pada pertemuan simpul jalan), serta penyediaan tempat parkir utama, open space dan jalur pejalan kaki yang representatif sebagai konektor antar massa bangunan atau sebagai konektor antar aktivitas rekreasi alam. Tata ruang luar yang digunakan berupa unsur alam (soft material), dan unsur buatan (hard material). Untuk menunjang dalam pemenuhan keselarasan bangunan dengan lingkungannya, penyediaan ruang transisi perlu dilakukan sehingga penghuni dapat menikmati view dengan lebih leluasa. LP3A Perancangan Arsitektur 5

Program Dasar Perencanaan dan Perancangan Arsitektur I 25


5.1.3 | Program Dasar Aspek Arsitektural “Apartemen Mixed-Use di Kawasan Poncol” dirancang dengan beberapa parameter penekanan konsep Transit Oriented Development dan Green Architecture, yaitu: 1. Appropriate Site Development (Tepat Guna Lahan) • Membebaskan lahan minimal 40% sebagai green area daerah infiltran atau resapan air. Hal ini diterapkan pada perencanaan building coverage (BC). • Pemilihan lokasi yang sesuai dengan tata guna lahan, yaitu daerah perkotaan yang dekat dengan fasilitas umum dan sosial untuk meminimalisir penggunaan energi untuk transportasi. 2. Energy Efficiency and Conservation (Efisiensi dan Konservasi Energi) Menciptakan bangunan rumah susun yang low cost consumption (hemat konsumsi energi) dan bisa ikut berperan aktif menjaga iklim mikro di area sekitar bangunan. Konsep konservasi energi yang diterapkan: • Penggunaan penerangan alami (natural lighting) • Penggunaan penghawaan alami • Memanfaatkan orientasi bangunan terhadap arah peredaran matahari untuk mengurangi radiasi matahari yang masuk ke dalam bangunan. • Penggunaan fitur hemat energi pada lift 3. Water Conservation (Konservasi Air) Konservasi air pada dasarnya berkaitan dengan konsep zero run-off yaitu konsep meminimalisir limpasan air yang berasal dari bangunan atau air hujan. Konsep-konsep konservasi air yang akan diterapkan pada perencanaan adalah sebagai berikut: • Penggunaan Green Roof • Penerapan Inner Court • Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dengan penerapan water treatment system 4. Passive Cooling Menggunakan sistem pendingin pasif yang cocok diterapkan di lingkungan tropis. Vegetasi bersifat horizontal yang hilang pada ground level dihadirkan kembali secara vertikal mengikuti ketinggian bangunan menjadi seperti sebuah vertical forest yang juga sekaligus menjadi secondary skin yang berfungsi untuk mendinginkan dan menyaring kotoran udara. 5. Penataan Ruang Luar • Meminimalkan lahan parkir dan sirkulasi kendaraan • Penataan vegetasi yang disesuaikan dengan fungsinya • Fasilitas-fasilitas olahraga yang terletak di area outdoor diberi penataan lansekap yang mampu menciptakan suasana nyaman, sejuk, sekaligus rekreatif. 6. Pemilihan Material atau Bahan Bangunan Menggunakan material lokal dan bahan bangunan yang mudah diperoleh di sekitar lahan. Selain mengurangi jejak karbon, penggunaan material ini dapat mengurangi limbah dan memangkas biaya pembelian material. • Papan laminasi bambu untuk lantai kamar tidur • Dinding kaca yang menerapkan standar solar factor sehingga mengurangi konsumsi elektrikal, dst. 26 | Program Dasar Perencanaan dan Perancangan Arsitektur

LP3A Perancangan Arsitektur 5


5.2 | Program Dasar Perancangan 5.2.1 | Program Dasar Aspek Teknis (Struktur dan Konstruksi) 1. Sistem Modul Bangunan Bangunan menggunakan modul horizontal dan vertikal dengan mempertimbangkan aktivitas yang akan diwadahi, kapasitas, karakter jenis ruang, dan penataan perabot yang memerlukan persyaratan tertentu. 2. Sistem Struktur Sistem sub struktur yang akan digunakan untuk bangunan “ Apartemen Mixed-Use di Kawasan TOD Poncol � adalah pondasi tiang pancang. Sistem super struktur yang digunakan adalah struktur rangka (grid) berupa balok dan kolom, sistem up struktur yang digunakan adalah atap datar atau atap beton. 3. Sistem Konstruksi Sistem konstruksi yang akan digunakan adalah sistem konstruksi beton dikarenakan bahan mudah didapat dan mudah dalam pelaksanaan, memiliki kesan kokoh, serta memungkinkan berbagai macam variasi finishing dalam mencapai penampilan karakter yang natural.

5.2.2 | Program Dasar Aspek Kinerja (Mekanikal Elektrikal) 1. Sistem Distribusi Listrik Distribusi listrik berasal dari PLN dan Photovoltaic Panel yang disalurkan ke gardu utama atau trafo. Dari trafo daya listrik dialirkan menuju Main Distribution Panel (MDP) lalu ke beberapa Sub Distribution Panel (SDP) untuk diteruskan ke semua perangkat listrik yang ada di bangunan. Tiap SDP memiliki ruang kontrol untuk memudahkan pengelola mengetahui penggunaan listrik bangunan, khusunya untuk penggunaan listrik tiap unit hunian. Untuk keadaan darurat disediakan generator set yang dilengkapi dengan automatic switch system yang secara otomatis (dalam waktu kurang dari 5 detik) akan langsung menggantikan daya listrik dari PLN yang terputus. 2. Sistem Penerangan Menggunakan penerangan alami melalui bukaan-bukaan pada bangunan serta penerangan buatan dengan listrik yang diperoleh dari SDP yang merupakan panel distribusi listrik dari PLN. Jika terjadi keadaan darurat, energi listrik diperoleh dari generator set (genset). 3. Sistem Air Bersih Kebutuhan air bersih diambil dari PDAM dan sumur artetis. Distribusi air dari sumber mata air dan sumur artetis menggunakan down feed distribution system. 4. Sistem Pembuangan Kebutuhan air bersih diambil dari PDAM dan sumur artetis. Distribusi air dari sumber mata air dan sumur artetis menggunakan down feed distribution system. • Pembuangan dari kloset diolah di dalam Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) kemudian dialirkan ke saluran kota agar air yang keluar cukup aman untuk lingkungan. • Pembuangan air kotor atau grey water dari dapur, binatu, wastafel, air wudhu masuk ke bak penampungan IPAL untuk diolah kembali. LP3A Perancangan Arsitektur 5

Program Dasar Perencanaan dan Perancangan Arsitektur I 27


• Air hujan ditampung bersama grey water untuk berbagai keperluan seperti sistem flushing, menyiram tanaman (irigasi bangunan), mencuci mobil, dan sebagainya. 5. Sistem Pengelolaan Sampah Boks-boks untuk tempat pembuangan yang terletak di tempat-tempat bagian servis di tiap lantai. Dinding paling atas diberikan lubang untuk udara dan dilengkapi dengan kran air untuk pembersihan atau pemadaman sementara kalau terjadi kebakaran di lubang sampah tersebut. Boks penampungan di bagian paling bawah berupa ruangan atau gudang dengan dilengkapi kereta-kereta bak sampah. 6. Sistem Komunikasi Sistem komunikasi yang diperlukan adalah telepon, faksimile, intercom / Private Automatic Branch Exchange (PABX) yang akan digunakan antar ruang maupun tempat lain yang ada di luar bangunan serta untuk mempermudah komunikasi antara penghuni dengan pengelola. 7. Sistem Penangkal Petir Menggunakan sistem sangkar faraday dengan tiang-tiang baja setinggi + 30 cm, dipasang dengan interval 3,5 m. 8. Sistem Pemadam Kebakaran Menggunakan sistem pemadam kebakaran yang tepat, yaitu : manual call box, portable fire extinguisher, sprinkler, smoke detector, hydrant box, hydrant pole / pilar, dan siamese.

5.3 | Program Ruang Penghuni

Pengelola

28 | Program Dasar Perencanaan dan Perancangan Arsitektur

LP3A Perancangan Arsitektur 5


Luas Fasilitas Indoor

Luas Fasilitas Outdoor

Parkir

Rekapitulasi Luas No 1 2 3 4 5

Jenis Kelompok Kegiatan Penghuni Pengelola Fasilitas Indoor Fasilitas Outdoor Parkir Jumlah Total

LP3A Perancangan Arsitektur 5

Luas (m2) 27,058 250 2156 2160 2750 34,374 m2

Program Dasar Perencanaan dan Perancangan Arsitektur I 29


5.4 | Tinjauan Tapak

T

apak perancangan yang dipilih merupakan lahan seluas hampir 3 hektar di area pusat kota. Kawasan sekitar Stasiun Semarang Poncol (SMC) merupakan kawasan pemukiman padat penduduk. Lokasinya yang sangat strategis dan merupakan riteria Kelayakan Transit Oriented stasiun paling sentral posisinya di Development pada Kawasan Stasiun Poncol Pusat Kota Semarang menjadikan potensi pengembangan kawasan di Merupakan salah satu lokasi sekitar Stasiun Poncol sangat tinggi. simpul transit yang strategis

K

Estimasi nilai pengembangan properti di kawasan ini untuk 3 dekade kedepan diperkirakan akan sangat tinggi. Sebagai langkah preventif pengembangan hunian vertikal di kawasan ini sebaiknya dilaksanakan sedini mungkin untuk mencegah melambungnya harga properti Pengembangan Hunian Vertikal di pusat kota seperti di Kawasan Stasiun Poncol ini juga sangat mendukung pengimplementasian konsep transit oriented development yang dimana tapak terletak di area pusat kota dengan fasilitas moda transportasi yang sangat beragam.

1 2 3 4 5

Kawasan Padat / Urban sehingga sangat layak untuk dikembangkan

Lahan eksisting di sekitar tapak perancangan sangat berpotensi untuk diolah

Integrasi Stasiun Poncol dengan moda angkutan lainnya sangat diperlukan

Lingkungan untuk masih belum

pejalan kaki dikembangkan

Dengan berbagai poin pertimbangan di atas maka pengembangan pembangunan berbasis Transit Oriented Development dirasa sangat tinggi urgensinya.

Jarak jangkauan berjalan kaki dari dan menuju tapak sangat dekat dengan fasilitas publik lainnya seperti pusat perbelanjaan dan perkantoran. Apabila diintegrasikan dengan moda transportasi lain seperti Bus Rapid Transit atau Tram,1 maka area yang aksesibel untuk dijangkau dengan berjalan kaki akan menjadi lebih luas serta lebih menjangkau area lain tanpa perlu menggunakan kendaraan pribadi.

1

Farasonalia, R. 2019. Kompas. https://regional.kompas.com/ read/2019/10/15/11485821/siap-siap-sebentar-lagi-semarang-akan-milikitrem?page=all

30 | Tinjauan Tapak

LP3A Perancangan Arsitektur 5


Lokasi Tapak Semarang, Indonesia LP3A Perancangan Arsitektur 5

Tinjauan Tapak I 31


Tinjauan Tapak Regulasi Tapak Hunian (Apartemen) BWK I Kota Semarang 1. KDB = 80 % 2. GSB = 23 m 3. KLB (Pertokoan)

= 2,4

4. Ketinggian Maks

= 50 meter (KKOP)

5. KTB = >50% Perhitungan luasan berdasarkan peraturan bangunan pada tapak terpilih adalah sebagai berikut : Luas Tapak

: 15,659 m2 (1,56 Ha)

Luas lahan dikurang gsb

: 13,074 m2 (1,3 ha)

KDB

: 80 %

KLB : 2,4 GSB

: 23 m (GSB Jalan Imam Bonjol)

Luas lantai dasar

= KDB x Luas Lahan

= 80% x 13,074 m2

Luas total bangunan

= KLB x Luas lahan

= 2,4 x 13,074 m2

= 10,459.2 m2 = 37,581.6 m2

Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 6 Tahun 2015, maka Prosentase untuk servis area, unit hunian, dan bagian milik bersama masing masing 10%, 60%, dan 30%. Luas bersih hunian = 60% x 31,377.6 m2 = 22,549 m2 Jumlah luas total per tipe unit hunian didapat dengan perhitungan : Tipe unit = (prosentase unit optimal x luas unit hunian) : Luas per unit • 1 BR Non-MBR (±24 m2) = 15% x 22,549 m2 = 3,382 m2 (140 Unit) • 2 BR Non-MBR (±36 m2) = 25% x 22,549 m2 = 5,637 m2 (156 Unit) • 2 BR MBR (±30 m2) = 60% x 22,549 m2 = 13,529 m2 (450 Unit)

32 | Tinjauan Tapak

LP3A Perancangan Arsitektur 5


Tapak 7,684 m Commercial Transit Hub 3m

2

B2

GS

m

I lan

Ja

am

l

jo n o

B

m

GS

3 B2

Tapak Hunian 15,659 m2

Ja n

la n Ta ju ng

LP3A Perancangan Arsitektur 5

Tinjauan Tapak I 33


Referensi BPS, 2020. Kota Semarang Dalam Angka 2020. Semarang: BPS Kota Semarang. Brenda & Robert Vale. 1991. Green Architecture Design for Sustainable Future. London : Thames & Hudson Farasonalia, R. 2019. Kompas. https://regional.kompas.com/read/2019/10/15/11485821/ siap-siap-sebentar-lagi-semarang-akan-miliki-trem?page=all [Diakses 1 Oktober 2019]. ITDP, 2017. TOD Standard, 3rd ed. New York : Institute for Transportation and Development Policy. Kusumawati, A., 2013. Rantai Nilai (Value Chain) Agribisnis Labu Di Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang, Semarang: Fakultas Ekonomika Dan Bisnis Universitas Diponegoro Semarang. Nugroho, Sapto, 2000. Penglaju dan ’TOD’ di Jabotabek , Kompas, 16 Agustus 2000. Rizky, M., 2020. Property Inside. [Online] Available at: https://www.propertyinside. id/2020/05/14/backlog-rumah-di-jateng-720-ribu-unit-pemprov-dorongpembangunan-rumah-komunitas/ [Diakses 1 Oktober 2020]. Widayanti, R. & Susanto, R. H., 2013. KAJIAN SISTEM TRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT DI DAERAH MIXED USE DAN KEPADATAN TINGGI (STUDI KASUS : KOTA DEPOK). In: Jakarta: Universitas Gunadarma

34 | Referensi

LP3A Perancangan Arsitektur 5


Lampiran


Populasi Kota Semarang menurut data BPS Kota Semarang (2020)

Keadaan Backlog di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2020


Penjelasan Transit Oriented Development dalam TOD Standard


Prinsip Arsitektur Hijau oleh Vale. R dan Brenda.


Program Satu Juta Rumah, Kebijakan, Strategi, & Program Penyediaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Tahun 2018

Kesepakatan Pengembangan Moda Transportasi Trem Oleh Pemerintah Kota Semarang


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.