Harian Jurnal Asia Edisi Senin, 19 Oktober 2015

Page 1

Senin, 19 Oktober 2015

Penerbit PT. MEDIA ANGKASA

Terbit : 19 Juli 2012 Alamat Redaksi dan Divisi Usaha Kompleks Bilal Central A1-A2, B1-B2 Jalan Bilal Ujung, Medan Telp. 061 - 6635664 email Redaksi: berita@Jurnalasia.com email Usaha: marketing@Jurnalasia.com Pemimpin Umum: Tongariodjo Angkasa Ginting SE, MBA, MM, MSc Wakil Pemimpin Umum: Finisia Angkasa Staf Ahli: Dr. RE Nainggolan, MM, Dr. Ir. Jongkers Tampubolon, MSc, Drs. Nabari Ginting, Hasiholan Sidabutar SE, MA, Tjong Poh Bun, Ridwan Nasution, Bambang ES, Johan General Manager: Sanif Sentosa BSc (Hons) MBA Pemimpin Usaha: Berman Pasaribu Ang Wakil Pemimpin Usaha: Selamat Ang Pjs Pemimpin Redaksi/Penanggung Jawab: Rahmad S Batubara Redaktur Pelaksana: Isvan Wahyudi Redaktur: Nasib Ts, Khairul Anwar Dalimunthe AMd, Andri DP, Syahrial Siregar Staf Redaksi: Swisma Naibaho, Bambang NL SH, Netty Guslina, Ari Wibowo Deliserdang: H Alamsyah Siregar, Rei Arif Siregar Serdangbedagai: Ali Amran Langkat: M Arfan Lubis ST Bahorok: Menanti Ginting Tanjung Pura: Reza Pahlevi Tebing Tinggi: Selamat Riadi Kisaran: Surya Pematangsiantar/Simalungun: Bosar Sinaga, Togar Sinaga. Labura: Wandy Simangunsong Labuhanbatu: Roberto Simatupang, M. Sibarani Tanah Karo: Herman Harahap Pakpak Bharat: Robert Boang Manalu Tobasa: Abdi Paul H.Saragi, Amir V Siahaan Samosir: Edwin Simbolon Humbahas: Firman Tobing Lhokseumawe: Jefry Tamara, Abdul Halim, Odie Rachmad Solok: Yose Rizal, Elita Susanti SH Keuangan: Ratnawati S Kom, Betaria Gita Wahana S Kom Rekening: Bank Mandiri no 106 001 0849 399 a\n PT. Media Angkasa Penasehat Hukum: Sukiran SH, M.Kn Dicetak Oleh: PT. Kumango, Jl. Kumango No. 40­42, Medan (Isi di luar tanggung jawab percetakan)

Seluruh staf dan wartawan Harian Jurnal Asia tidak dibenarkan untuk meminta dan/atau menerima apapun dari narasumber baik dalam bentuk amplop, uang, honor, biaya transportasi, biaya akomodasi, hadiah, maupun berbagai bentuk gratiikasi lainnya. Jika terdapat hal tersebut di atas, silakan kirim SMS ke 0852 9776 1000. Kami juga menerima segala bentuk kritik, saran, pelaporan, dan pertanyaan demi kemajuan Harian Jurnal Asia.

Tidak Mudah untuk Jokowi MenJeLAnG satu tahun pemerintahan Jokowi, menjadi sorotan banyak pihak. Di antaranya adalah lembaga­lembaga non pemerintah/LSM, para pengamat politik dan ekonomi serta lawan politik. Tentu saja selalu ada beberapa catatan yang menandai satu tahun kabinet kerja. Kalau kita obyektif, maka pasti ada catatan positif dan negatif. Selain itu, faktor eksternal juga harus menjadi satu pertimbangan tersendiri. Sejak Jokowi JK resmi menjabat sebagai Presiden dan Wakil Presiden, jalannya pemerintahan tidak semulus para pendahulunya. Ada saja yang mengganjal dan menghambat kinerja pemerintah. Entah itu dikondisikan pihak tertentu, atau memang kondisi natural yang memang memaksa demikian. Karena itu beberapa kali pemerintahan Jokowi JK mengalami berbagai guncangan, walau akhirnya mereka bisa melewatinya. Badai politik menerpa sejak hari­hari pertama pemerintahan Jokowi­JK. Jokowi harus mengambil kebijakan yang tidak populer yaitu menaikkan harga BBM. Padahal seharusnya SBY yang melakukannya. SBY ingin turun dengan mulus sehingga mendesak Jokowi yang menanggung beban tersebut. Alhasil Jokowi mendapat kecaman dari kalangan yang memang tidak menyukai kemenangannya dalam pilpres 2014. Lebih lanjut di awal tahun Jokowi harus mengalami guncangan akibat kasus ‘kriminalisasi KPK’ yang mempertajam perseteruan KPK­Polri. Kasus ini berlarut­larut dan cukup menyita waktu dan tenaga. Perhatian masyarakat tertuju pada masalah ini sehingga Jokowi akhirnya mengambil keputusan tidak memilih Budi Gunawan sebagai Kapolri. Akhirnya kasus ini agak mereda secara perlahan. Kemudian Indonesia mengalami badai di bidang perekonomian akibat meruncingnya persaingan Tiongkok dengan AS yang membuat mata uang kedua negara seolah berjibaku. Dampaknya memang menjangkau seluruh dunia karena kedua negara tersebut adalah negara adidaya. Secara khusus berakibat drastis terhadap perekonomian dalam negeri dimana inlasi menjadi tinggi karena mata uang rupiah yang anjlok drastis. Pemerintahan Jokowi harus bersusah payah mengembalikan kestabilan rupiah. Di sisi lain kinerja kabinet ekonomi mendapat sorotan tajam karena tidak mampu berbuat maksimal untuk meningkatkan perekonomian Indonesia. Desakan untuk melakukan reshule akhirnya dituruti oleh Jokowi. Menteri­menteri yang dianggap kurang berhasil, dimutasi atau dicopot dari jabatannya. Rizal Ramli salah satu menteri kontroversial yang diangkat Jokowi menjadi Menko Perekonomian. Selain itu, bencana asap tahun ini merupakan yang terparah sepanjang perjalanan negeri ini. Bencana asap disebabkan oleh pembakaran lahan yang dilakukan oknum­oknum dari perkebunan kelapa sawit. Ini berarti penguasaan lahan hutan oleh perusahaan sudah tak terkendali. Mereka berbuat semena­mena sehingga hutan­hutan menjadi rusak, titik api menyebar ke berbagai tempat. Badai asap ini tidak hanya melanda pulau Sumatera tapi juga Kalimantan. Banyak jatuh korban dari rakyat yang tak berdosa. Pada akhirnya Jokowi menerima bantuan dari negara­negara asing untuk memadamkan kebakaran hutan. Tidak tanggung­ tanggung, ada pesawat pembom air dari Rusia, pesawat pembawa bahan kimia dari Jepang, dan pesawat­pesawat serupa dari negara tetangga seperti Singapura dan Australia. Penanganan masalah­masalah tersebut dianggap lamban oleh para pengamat dan lawan politik. Bahkan berdasarkan survey, kepercayaan kepada pemerintahan Jokowi­JK mengalami penurunan. Namun satu hal yang harus diingat, bahwa bicara saja memang mudah. Memimpin sebuah negeri terluas di dunia dengan aneka suku bangsanya adalah hal yang luar biasa berat. Ditambah tekanan dari dunia global yang berbeda­beda di setiap masa. Bagaimana pun kita bisa melihat masalah­masalah itu akan selesai. Apalagi pondasi­pondasi (di bidang perekonomian) telah dibangun. Kita harapkan Jokowi akan segera menunjukkan hasil program kerja, kerja dan kerja yang sesungguhnya. Badai pasti berlalu. (*)

WaWancara

2

Sekat KMP dan KIH Mencair di Pilkada Serentak Untuk kali pertama dalam sejarah, Indonesia segera melaksanakan Pemilihan Kepala Daerah secara serentak. Pemungutan suara pilkada berlangsung pada 9 Desember 2015. Namun, proses Pilkada sudah dimulai. Sejak 27 Agustus 2015 lalu, para kandidat yang berlaga sudah berkampanye untuk mendapatkan suara rakyat di bilik pencoblosan. Perhelatan kali ini bisa dibilang istimewa. Betapa tidak, ratusan daerah secara serentak menggelar hajatan yang kerap disebut pesta demokrasi itu. Pilkada yang sebelum tahun 2015 digelar sendiri­sendiri masing­masing daerah, kini digelar serentak. Ini tentu menjadi tantangan tersendiri bagi partai politik, terutama pengurus tingkat pusat. Betapa tidak, bila pada pemilihan sebelumnya mereka bisa berkonsentrasi di satu daerah, kini harus membagi konsentrasinya ke seluruh daerah yang serentak berpesta. Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie, mengatakan keberhasilan partai pimpinannya itu karena kehebatan Golkar secara institusi. Dia mengakui, banyak orang menyangka Golkar tidak mungkin bisa menjadi peserta pilkada secara bersama. Tapi kemudian, seiring berjalannya waktu, Golkar bisa membuktikan ternyata bisa. Berikut petikan wawancaranya: Pilkada serentak sudah mulai panas. Jago andalan Golkar betarung di mana saja? Kita mengharapkan jago an­ dalan di semua daerah. Kita tidak membeda­bedakan. Ada 269 daerah menyelenggarakan pilkada. Golkar pokoknya cuma 20 daerah yang tidak maju. Kita tidak membeda­bedakan antara satu daerah dengan daerah yang lain. Di mana kita berani mencalonkan diri dan kita sudah terdaftar sebagai peserta pilkada maka kita tentu mengharapkan dia menang. Sudah menjadwalkan hadir di kampanye terbuka daerah mana saja? Saya akan hadir. Tapi, tidak mungkin hadir di seluruh ka­ bupaten/kota, tidak mungkin. Nanti kita pilih­pilihlah, mana daerah yang akan dikunjungi Ketua Umum, mana daerah yang akan dikunjungi Ketua Pemenangan, dan juga Sekjen. Dengan begitu harapannya semua daerah bisa dikunjungi. Golkar kan menargetkan semuanya menang. Tapi kalkulasi realistisnya bagaimana? Realistis, dulu kan kita menang 59 persen seluruh Indonesia, Golkar menguasai 59 persen. Sekarang, kita mengharapkan paling tidak samalah, seperti pada tahun 2014 ke bawah kita menguasai 59 persen. Target saya tetap 50 persen, tapi kemudian mencapai 59 persen. Melewati target berarti? Melewati. Banyak kalangan sempat memprediksi Golkar tidak akan ikut Pilkada serentak karena ada permasalahan internal, ternyata Golkar bisa mengajukan calon? Saya kira memang banyak orang menyangka Golkar tidak mungkin bisa menjadi peserta pilkada secara bersama, ternyata bisa. Itulah hebatnya Golkar, yang partai lain berseteru tidak bisa mencalonkan. Jadi kalau kita melihat jumlah yang sebetulnya kita tidak bersepakat, ada delapan daerah kita tidak bersepakat. Tetapi kalau yang lain, karena jumlah suara Partai Golkar tidak cukup untuk mengajukan calon, dan ketika itu tidak berhasil mendapatkan paket, sehingga totalnya kira­kira 20 daerah Golkar tidak ikut, dari 269 pilkada. Tapi Golkar membuktikan, meski ada perseteruan, kenyataanya calon­ calonnya bisa. Soal perseteruan, apakah tidak berpengaruh di daerah? Ada, bahkan ada yang me­ namakan kepengurusan tandingan, tapi kenyataannya tidak bergerak. Jadi, memang calon­calon yang kita ajukan itu, kesepakatan

dari Tim 10 itu memang luar biasa. Dalam keadaan seperti itu tetap bisa mencalonkan, dan itu mengagetkan banyak pihak. Ikatan Koalisi Merah Putih (KMP) di beberapa daerah sepertinya sangat kuat? Dulu, kalau pilkada itu ke­ pala daerah dipilih oleh DPRD (Undang­undang tentang Pilkada diputuskan bahwa kepala daerah dipilih DPRD), maka KMP atau KIH (Koalisi Indonesia Hebat) akan sangat berperan. Tetapi begitu diputuskan dipilih oleh rakyat, pemilih akan memilih orang­orang yang populer. Kalau kita lihat pilkada (2009­ 2015), Partai Golkar itu me­ menangkan 59 persen, tetapi kalau kita lihat Pileg­nya hanya memenangkan 14 persen. Artinya, tidak ada hubungan langsung antara partai dengan orang. Jadi yang dipilih dalam pilkada adalah orang, bukan partai. Kita lihat, jauh sekali, kan. Kalau 59 persen dengan 50 persen masih dekat, atau 59 persen dengan 60 persen dekat, tapi 59 persen dengan 14 itu tidak ada koneksitas, tidak ada hubungan. Artinya apa, yang dipilih itu adalah orang, personal, rakyat memilih siapa yang dia sukai. Karena itu, di beberapa daerah ada yang sama­sama Partai A dari Koalisi Merah Putih, Partai B dari Koalisi Merah Putih, Partai C Koalisi Merah Putih, berhadapan. Karena yang dipilih bukan partai, tapi orang. Juga ada, misalnya, Golkar dengan PDIP melawan partai lainnya. Mereka ada pendukungnya. Jadi yang berkompetisi di dalam pilkada bukan partai, yang berkompetisi di dalam pilkada adalah orang. Karena itu, kalau melihat pengaruh Koalisi Merah Putih di dalam Pilkada itu berbeda­beda di setiap daerah. Bali, Koalisi Bali Mandara, itu dasarnya partai dari Koalisi Merah Putih ditambah beberapa partai dari KIH. Kalau kita lihat di Kepulauan Riau, Ketua Partai Golkar maju calon wakil gubernur dan calon gubernurnya PDIP melawan yang lain. Ada daerah yang terjadi penggumpalan (menyatu sangat kuat) KMP, di Surabaya, misalnya? Bali Mandara juga sangat kuat, tidak semua daerah tidak seperti itu. Di Surabaya juga, PAN berada bersama Partai Demokrat. Kan, tidak juga. Karena, sekali lagi, banyak orang menyangka bahwa pilkada itu adalah persaingan antarpartai. Padahal tidak. Pilkada itu persaingan antarorang, bu­ kan partai. Partai adalah pen­ dukungnya yang menarik orang, pribadinya. Perkembangan sejauh ini, ada laporan permasalahan

atau kendala dari daerah? Tidak. Sampai sekarang tidak ada laporan tentang kendala. Teman­teman dari pusat sudah ke daerah, mendampingi calon­ calon di daerah, semuanya penuh semangat. Tidak ada hambatan apa­apa dalam pilkada. Kalau tadi dibilang bahwa koalisi di daerah tidak terbatas hanya KMP, hal itu berimbas pada kesolidan koalisi di pusat? Makanya mesti mengerti, sekali lagi saya katakan, persaingan dalam pilkada bukan persaingan partai karena yang dipilih rakyat. Persaingan bukan partai. Mau dia dari partai apa, mau dia dari independen bisa, bukan partai apa. Jadi, apakah KMP ataukah KIH, tidak relevan lagi di situ. Di pusat itu, KMP bicara policy­policy strategis. Apa saja kebijakan strategis yang menjadi kesepakatan dan diperjuangkan KMP? KMP berkemauan di dalam deklarasinya adalah untuk me­ negakkan kembali Pancasila, sebagaimana yang tercantum dalam Undang­undang Dasar 1945 dan Undang­Undang, itu maunya KMP. UUD kita sudah diubah empat kali, dan kita lihat batang tubuh UUD kita sudah tidak lagi sesuai Mukadimah UUD yang edisi Pancasila. Dia tercabut dari akarnya karena saat itu ada desakan dari asing untuk mengganti UUD kita, tapi tidak berani kita mengubah Mukadimah. Mukadimah tetap, batang tubuh berbeda, sehingga undang­ undangnya sekarang sarat de­ ngan undang­undang yang di dalamnya tidak sesuai prinsip daripada Pancasila. Bagaimana mengubahnya? Pertama, kita lakukan perubahan undang­ undangnya dulu, kita mulai dari perubahan Undang­Undang Per­ bankan. Perbankan Indonesia sangat liberal. Di mana­mana orang asing hanya boleh 49 persen, di Indonesia boleh 100 persen. Kedua, mereka boleh mengambil uang dari Indonesia dari cabangnya di daerah­daerah, dan mengirim uangnya, karena sistem devisa bebas, ke ne­ garanya. Jadi, itu bertentangan. Karena itu, kita mau mengubah dan sudah kita buat Rancangan Un­ dang­Undang Perbankan yang sudah kita periksa dalam Badan (Partai Golkar mempunyai badan pengkajian ideologi dan legislasi). Kedua, dalam jangka yang lebih panjang kita mendesak MPR untuk bersama­sama mengembalikan batang tubuh UUD agar sesuai

Mukadimah­nya. Kita lihat sudah mulai ada gerakan ke arah situ. Itulah satu kepentingan stra­ tegis dari pada KMP. Itu yang kepentingan strategis, bukan pilkada. Kepentingan strategis KMP mengembalikan kehidupan berbangsa dan bernegara ber­ landaskan Pancasila. Tapi, pilkada ini sudah benar atau salah? Benar bagaimana? Idealnya, partai politik itu pilar demokrasi, tetapi dalam pilkada ini hanya menjadi kendaraan (hanya pe ngusung kandidat kepala daerah)? Sistemnya. Makanya, saya sebetulnya tadinya pemilihannya mengharapkan melalui DPRD. Terlalu banyak politik uang yang terjadi akibat pilkada langsung. Tapi akhirnya kita sepakati karena sebagian besar mau, kita sepakati pilkada langsung. Itu tidak sesuai prinsip yang terkandung dalam UUD 1945. Kalau ditanya bagus atau enggak. Menurut saya, tidak bagus, karena tidak sesuai yang terkandung dalam azas permusyawaratan dan perwa­ kilan. Berarti ini kompromi? Terpaksa kompromi. Rakyat masih mau begitu, semua orang masih mau begitu. Tetapi, begitu kita berhasil mengubah UUD dan masuk ke dalam undang­ undangnya ­UUD yang diubah batang tubuhnya dikembalikan lagi­ sekarang batang tubuhnya sudah bertentangan dengan Mukadimah UUD 1945. Itu prinsip. Sampai kapan kompromi itu? Sampai mungkin. Namanya politik. Tapi kita sama-sama tahu itu enggak benar? Iya. Tapi, misal, apakah se­ mua setuju Pancasila? Apakah mengubah UU Perbankan ini bisa berhasil? Kalau seluruh (partai dalam) KMP dalam perubahan UU Perbankan itu solid, UU Perbankan bernafaskan Pancasila akan lahir. Sedihnya, kalau lihat di daerah sekarang, dengan pemilihan se­ perti ini, masyarakat sangat prag­ matis. Ada masyarakat yang pa­ sang spanduk ‘Menerima dalam bentuk rupiah atau dolar atau euro’. Sangat pragmatis. Jadi, menurut saya, rasanya, mesti dipikirkan kembali sistem pemilu yang baik, meski Mahkamah Konstitusi me­ ngatakan bahwa pilkada tidak termasuk dalam rezim pemilu. Meski demikian, kita mesti mencari sistem yang cocok un­ tuk Indonesia. Apakah kita cocok bayar­bayar begini, apalagi kea­ daan seperti sekarang, keadaan

yang sangat sulit. Saat KMP mewacanakan kepala daerah dipilih DPRD, sebenarnya banyak yang menyambut positif, dan mereka kecewa setelah adanya kompromi seperti itu. Bagaimana pandangan Anda? Memang, tapi itulah politik. You mau dihujat masyarakat atau tidak dihujat masyarakat. Kalau kita sudah pasti, kita bisa menang, kita lakukan terus. Ada satu kalimat yang membuat kita gamang, soal UU Perbankan, ”kalau KMP solid”. Berarti belum tentu goal? Belum tentu. Kekuatan uang. Itu bisa memengaruhi segalanya. Jabatan bisa memengaruhi se­ galanya. Saya tidak akan heran, dalam upaya mengubah undang­ undang menjadi sesuai dengan batang tubuh UUD 1945, tiba­tiba nanti yang mendukung bisa berbeda, bukan KMP atau KIH, tapi gabungan di sini dengan gabungan di sana (sebagian partai politik dalam KMP mendukung dan sebagian yang lain menolak, atau sebaliknya pada KIH). Ada yang masuk angin, berubah sikap politik? Ada yang masuk angin, ada yang pindah. Ada yang belok? Itu kemung­ kinan sangat besar. Bicara Pan­ casila, PDIP akan sama dengan KMP. Bu Mega (Ketua Umum PDIP Megawawati Soe karn­ oputri, mewacanakan/mengu­ sulkan) mengembalikan GBHN, mengembalikan MPR se bagai lembaga tertinggi negara, ke­ mudian semua sistem ketata­ negaraan kita ubah, itu sama antara KMP dengan Bu Mega. Sekarang perjuangannya m e ngem balikan sistem ke ta­ tanegaraan sesuai Pancasila. Ketua timnya di MPR itu Golkar. Tim pengkajiannya itu dari Golkar, saudara Rully Chairul Azwar. Golkar punya Visi Indonesia 2045, yang tidak ada partai lain punya, cuma Golkar yang punya. Kita harapkan di dalam peng­ kajian itu nanti berakhir pada satu perubahan UUD yang mengarah pada penyesuaian terhadap Mukadimah­nya, se­ suai Pancasila. Nanti, bisa saja sebagian yang setuju anggota KIH dan KMP. Target amandemen terlaksana kapan? Perubahan UUD 1945 kembali kepada Mukadimah­nya harus selesai sebelum 2019. Kita punya waktu empat tahun untuk melakukan hal itu. Kita punya kuncinya. Sebab, kita dalam era globalisasi seperti sekarang, kita akan berhadapan lebih banyak dengan kepentingan­kepentingan pemilik modal. Apakah mudah mengubah UU Perbankan. Apakah mudah mengubah UU Migas. Sementara sudah telanjur, asing dengan kekuatan luar biasa menguasai 90 persen atau 85 persen aset perbankan Indonesia. Sekarang mau kita kembalikan, bisakah kita mengembalikan itu. Itu perjuangannya. Tadi Anda bilang kalau dengan pembangunan infrastruktur ini, empat tahun lagi Indonesia jadi bagus? Pasti bagus, karena syarat negara maju itu infrastruktur, infrastruktur, infrastruktur. Ka­ rena itulah, dulu saya 2005 itu menggerakkan Infrastruktur Summit. Tapi dalam jangka pendek ini, bagaimana? Makanya saya bilang, yang mesti dilakukan adalah adanya satu kesatuan langkah, ada satu komandan. Mereka suruh berpikir, tapi satu hal yang ini kerja ini, kalau ini ke kanan dan itu ke kiri, enggak akan jadi. (vn)

Tentang Aburizal Bakrie ABURIzAL Bakrie atau yang akrab disapa Ical adalah politikus dan pengusaha. Dia lahir di Jakarta pada 15 November 1946 dari keluarga pengusaha Achmad Bakrie yang memang sudah tersohor. Pria yang akrab disapa Ical ini terbukti mampu meneruskan bisnis sang ayah, dan bahkan makin sukses kala beliau memimpin Grup Bakrie pada tahun 1992 hingga 2004. Sejak lulus kuliah hingga tahun 1992 Aburizal Bakrie telah dipercaya untuk memegang banyak jabatan penting di Grup Bakrie antara lain direktur, wakil direktur utama, dan direktur utama. Di bawah pimpinannya, Grup Bakrie melebarkan sayap ke berbagai bidang seperti per tambangan, kontraktor, telekomunikasi, informasi, in­ dustri baja dan media massa. Menurut analisis para ekonom, kepiawaian manajemen untuk

melihat peluang dan waktu pengambilan keputusan menjadi kunci kesuksesan Bakrie. Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla pun pernah menyatakan kebanggaannya pada Ical karena ia adalah orang pribumi pertama yang mendapat titel orang ter­ kaya di Indonesia. Selama menduduki Ketua Umum KADIN, Ical telah ber­ hasil menjadikan KADIN se­ bagai organisasi yang sangat berpengaruh terhadap kebija­ kan pemerintah. Pada masa ke pemimpinan beliau, KADIN berhasil menuntaskan kasus penyelundupan gula, kayu, beras yang saat itu marak terjadi. Hingga saat ini pun Aburizal Bakrie masih lekat dengan image sebagai ketua KADIN meskipun telah lama turun dari jabatan itu. Selain di kancah bisnis dan politik, beliau ternyata juga pernah mengetuai Bidang Dana

PBSI (Persatuan Bulu Tangkis Indonesia) pada tahun 1985 – 1993. Ketua Umum Partai Golkar sejak 9 Oktober 2009 ini dilantik sebagai Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) dalam Kabinet Indonesia Bersatu pada 5 Desember 2005 setelah sebelumnya menjabat sebagai Menteri Koordinator Perekonomian dalam kabinet yang sama. Pada bulan Mei 2006, areal sumur pengeboran gas alam milik Lapindo Brantas Inc., salah satu unit usaha Grup Bakrie, keluar semburan lumpur panas. Bencana itu telah membuat lebih dari 10 ribu orang mengungsi dan 400 hektar lahan terendam, termasuk sawah, rumah, pabrik dan sekolah. Jalan poros menuju kota Surabaya pun rusak dan akibatnya perekonomian Jawa Timur sempat lumpuh.

Di sisi lain, Ical masuk jajaran orang terkaya versi Forbes pada tahun 2006. Kekayaan Ical dalam setahun terus bertambah berkat salah satu anak usaha PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) di industri tambang, PT Bumi

Resources Tbk (BUMI). Ical dinobatkan jadi orang terkaya nomor 1 versi majalah Forbes Asia. Dia juga bertahan selama enam tahun di posisi 40 orang terkaya se­Indonesia selama enam tahun. (mdc)


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.
Harian Jurnal Asia Edisi Senin, 19 Oktober 2015 by Harian Jurnal Asia - Medan - Issuu