Buletin Jendela - Edisi Maret [2016]

Page 1

STANDAR PELAYANAN MINIMAL MENDUKUNG PENCAPAIAN PEMBANGUNAN NASIONAL

NILAI STRATEGIS PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL

EDISI 5 MARET - 5 APRIL 2016 | TAHUN VII

TAH UN VII | 5 MARET-5 APRIL I 2O 16

Jendela

1


2

Daftar Isi

Wawancara

Mendagri: Kepala Daerah Adalah Panglima

Standar Pelayanan Minimal Mendukung Pencapaian

Pembangunan 23

Pembangunan Nasional 4

Dukung Pembangunan Daerah, Lapan dan Sumatera

Perspektif

Mendagri Minta Program Desa Tak Serahkan Ke

Selatan kerja Sama 24

Nilai Strategis Penerapan Standar Pelayanan

Pemborong 26

Minimal 9

Pemerintah Peran KSP Jadi Sumber

Nilai Strategis Penerapan

Pembiayaan Formal Untuk Masyarakat Kurang Mampu

Pelayanan PublIk 11

27

Nasional

Menlu RI-PNG Bahas Pembangunan

Capaian SPM Denpasar 90% 28

Mendagri Terus Melakukan Pembinaan dan

Daerah Perbatasan 30

Pengawasan untuk Daerah 13

Pengawalan, Pengamanan Pemerintahan

Kualitas Kokoa di Indonesia Berdaya Saing Tinggi 14 Arahan RPJMN dalam urusan Sosial: Inklusivitas Penyandang Disabilitas dan Penanggulangan Kemiskinan

16

Global Health Security Agenda, Komitmen 50 Negara Terhadap Ancaman Wabah Penyakit 18 Standar Pelayanan Minimal, Hak Warga Negara Secara Minimal 20

Pembangunan Daerah 31

Jelajah

Perjalanan Ke Puncak Dewa 32

Resensi Menciptakan Rasa Aman dalam Ekonomi Pasar 38

Pendekatan Baru RKP 2017 Perkuat Kerja Sama Antar K/L 22

JENDELA PEMBANGUNAN DAERAH ISSN: 2337-6252

SEKRETARIAT Mahmuddin, R.Suryo P. Nugrohanto, SE, MM, Mahfud Achyar, Arif Rahman

PELINDUNG

ALAMAT KANTOR

Menteri Dalam Negeri

Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah

PENANGGUNG JAWAB

Kementerian Dalam Negeri Jl. Taman Makam Pahlawan

Ir. Diah Indrajati, M.Sc,

No. 20 Kalibata Jakarta Selatan 12750 Telp. 021-7942653

REDAKTUR Ir. Muhammad Hudori, M.Si, Drs. Sugiyono, M.Si, Drs. Eduard Sigalingging, M.Si, Drs. Binar Ginting, MM, Drs, Nyoto Suwignyo, MM, Iwan Kurniawan, ST, MM PENYUNTING Subhany, SE, M.Sc, M. Ali Irmanda Nasution, SE, Yoppie Herlian Juniaga, ST, MT, Yudhi Timor Bimo Prakoso

Jendela E D I S I 5 M A RET-5 A PRI L 2O1 6 | TA HUN V I I

Semua artikel bisa diakses melalui: http://www.bangda.kemendagri.go.id/ Bagi Anda yang ingin mengirimkan tulisan, opini atau menyampaikan tanggapan, informasi, kritik dan saran, silahkan kirim melalui : jurnalbangda@gmail.com


Daftar Isi3

Redaksi

T

ema RKP 2017 adalah memacu pertumbuhan infrastruktur dan ekonomi untuk meningkatkan kesempatan kerja dan mengurangi kemiskinan dan kesenjangan antar wilayah. Dalam menjawab berbagai pertanyaan mengenai implementasi SPM di dalam RKP 2017, redaksi Buletin Jendela berkesempatan melakukan wawancara dengan Iwan Kurniawan S.T., M.M selaku Kepala Bagian Perencanaan Ditjen Bina Pembangunan Daerah. RPP 2017 mengenai SPM tidak lagi bicara mengenai indikator-indikator melainkan jenis pelayanan dasar, di sisi lain SPM masih bicara target kemiskinan berdasarkan indikator-indikator atau capaian target yang harus dipenuhi oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah di dalam RPJMN. Beberapa faktor-faktor atau indikatorindikator yang berkaitan dengan kemiskinan seperti sanitasi, sosial, pendidikan, kesehatan, kb, dan sebagainya. Ditjen Bina Pembangunan Daerah dalam hal ini memiliki peran yang strategis

dalam rangka pelaksanaan SPM dengan memfasilitasi K/L terhadap pelaksanaan kebijakan SPM di daerah. Diantaranya bagaimana mengintegrasikan dan menjamin kebijakan yang dikeluarkan, baik dalam konteks regulasi maupun target di dalam RPJMN serta konteksnya dengan RKP khususnya untuk kemiskinan, dan menjamin SPM ini bisa dilaksanakan oleh daerah. RKP 2017 tentunya sudah sangat ditunggu untuk menjadi pedoman bersama pusat dengan daerah, dan K/L dalam upaya mempercepat dan penyelesaian terhadap perubahan kebijakan yang ada di Undang-Undang 23 tahun 2014, khususnya implementasi SPM sebagai prioritas nasional. n

TAH UN VII | 5 MARET-5 APRIL I 2O 16

Jendela


4 WAWANCARA

Iwan Kurniawan, ST., MM.* *) Kepala Bagian Perencanaan Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri

Standar Pelayanan Minimal Mendukung Pencapaian Pembangunan Nasional

S

tandar Pelayanan Minimal dibentuk untuk menjamin terpenuhi hak dan kebutuhan dasar setiap warga negara yang harus disediakan oleh pemerintah. Merujuk pada pasal 1 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, SPM didefinisiskan sebagai ketentuan mengenai jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan pemerintahan wajib yang berhak diperoleh setiap warga negara secara minimal. Saat ini, regulasi SPM yang mengatur jenis dan mutu layanan dasar sesuai Undang-undang otonomi daerah yang baru, masih dalam proses pembahasan. Target penyelesaian RPP SPM ini pada bulan Oktober 2016. Selanjutnya, setelah RPP ditetapkan, Ditjen Bina Bangda mulai melakukan pembinaan daerah dalam penerapan dan pemenuhan SPM. Program-program pembinaan SPM yang dilakukan seluruh unit dalam lingkup Ditjen Bina Pembangunan Daerah akan dikoordinasikan oleh Bagian Perencanaan Ditjen Bina Bangda. Bagian Perencanaan Ditjen Bina Bangda, sesuai tugas dan fungsinya dalam permendagri Nomor 43 tahun 2015, memiliki tanggung jawab untuk mengkoordinasikan program dan kegiatan yang disusun tiap Subdit, memantau proses pelaksanaannya, serta mengevaluasi capaian dari kegiatan-kegiatan tersebut. Berkaitan dengan hal tersebut, pada

Jendela E D I S I 5 M A RET-5 A PRI L 2O1 6 | TA HUN V I I

(19/04/2016), tim buletin “Jendela Pembangunan Daerah� mewawancarai Kepala Bagian Perencanaan Direktor Jenderal Bina Pembangunan Daerah, Iwan Kurniawan, S.T., M.M., di ruang kerjanya guna berdiskusi mengenai SPM. Berikut petikan wawancara dengan beliau: Bagaimana Ditjen Bina Bangda melakukan pembinaan daerah dalam penerapan dan pemenuhan SPM ? Harus diakui bahwa memang pembinaan SPM adalah hal yang baru bagi Ditjen Bina bangda. Sebelumnya, tugas dan fungsi terkait pelaksanaan SPM menjadi wewenang Ditjen Otonomi Daerah. Namun, sejak pertengahan tahun anggaran 2015, tugas dan fungsi tersebut dipindahkan ke Ditjen Bina Bangda. Pada tahun 2015 Fokus kegiatan Ditjen Bina bangda lebih pada upaya mensosialisasikan perubahan-perubahan kebijakan yang terjadi pasca ditetapkannya UU 23 tahun 2014. Selanjutnya, Ditjen Bina Bangda perlu menyusun beberapa forum koordinasi dan komunikasi serta menelaah kembali perbedaan SPM yang dulu dan SPM yang akan disusun ke depannya. Sesuai dengan tugas dan fungsi Bangda, kami ingin mengintervensi daerah agar mengintegrasikan SPM ke dalam dokumen perencanaan daerah seperti RPJMD dan RKPD. Apabila daerah tidak menginternalisasikan


5

TAH UN VII | 5 MARET-5 APRIL I 2O 16

Jendela


6

kegiatan yang mendukung pemenuhan SPM ke dalam dokumen perencanaan daerah, maka dalam proses evaluasi dokumen perencanaan Ditjen Bina Pembangunan Daerah, yang dilakukan Direktorat PEIPD, akan dikeluarkan rekomendasi bahwa RPJMD daerah tertentu tidak bisa ditetapkan, sebelum muatan SPM diinternalisasikan ke dokumen perencanaan daerah. Tujuan kami mendorong SPM diintegrasikan ke dalam dokumen perencanaan daerah adalah agar SPM tersebut dapat dianggarkan dalam APBD sehingga daerah berkomitmen dalam memberikan pelayanan dasar minimal tersebut kepada masyarakat. Selain itu, subdit yang terkait dengan urusan wajib pelayanan dasar akan mendampingi daerah dalam proses penyusunan dokumen perencanaan. Pendampingan itu untuk memastikan bahwa SPM menjadi prioritas penyelenggaraan

Jendela E D I S I 5 M A RET-5 A PRI L 2O1 6 | TA HUN V I I

urusan pemerintahan daerah, yang juga tercermin dalam prioritas penganggarannya. Terkait dengan RPP SPM yang sedang dalam pembahasan, Ditjen Bina Bangda tengah melakukan sinkronisasi dan harmonisasi dengan daerah dalam rangka memastikan agar langkah-langkah terhadap pelaksanaan, penerapan, dan pencapaian SPM bisa dituangkan ke dalam satu regulasi RPP. Pada bulan Oktober nanti, kami mengharapkan semua RPP yang berkaitan dengan turunan UU No 23 Tahun 2014 bisa diselesaikan. Proses RPP itu memang tidak mudah karena melibatkan beberapa K/L (lintas sektor). Saat ini masih banyak K/L yang belum memahami logika SPM dalam lampiran RPP SPM dan masih banyak K/L yang belum sepakat mengenai substansi SPM. Untuk menindaklanjuti hal tersebut, langkah yang perlu diambil adalah membentuk Panitia Antar Kementerian (PAK).


WAWANCARA 7

Dari perkembangan RPPP SPM, terjadi perubahan mendasar dalam konsep SPM ke depan. Dahulu, SPM diterjemahkan ke dalam indicator, target dan tahun pencapaian. Ke depan, SPM akan berisikan jenis layanan dasar dan mutu layanan, yang semuanya harus terpenuhi 100% oleh pemerintah daerah.

Bangda melakukan sinkronisasi dengan daerah-daerah walaupun konteksnya selama RPP SPM belum ditetapkan kita belum bisa berangkat dari nol. Artinya titik nol yaitu RPP dengan perubahan yang sangat signifikan.

Indikator-indikator apa saja yang dibutuhkan dalam pelaksanaan program dari subdit-subdit pengelola SPM? Di dalam Renstra (Rencana Strategis), indikator-indikator dalam pencapaian SPM sebenarnya sudah memiliki template umum. Dalam template umum tersebut, sudah jelas bahwa fokus kegiatan Ditjen Bina bangda pada dua hal. Pertama, mengintegrasikan kebijakan SPM ke dalam dokumen perencanaan. Kedua, menjamin pelaksanaan penerapan SPM oleh Pemda serta memberikan layanan asistensi dan supervisi bersama K/L mulai dari proses perencanaan, penganggaran, monitoring, dan evaluasi. Kedua hal tersebut merupakan tugas kami yang menjadi bagian dari indikator kinerja kami di Ditjen Bina Bangda. Selain itu, kami di bagian perencanaan juga memantau hal-hal yang akan dilaksanakan oleh direktorat yang mengelola SPM. Namun menurut saya, tidak ada salahnya teman-teman SPM membuat pedoman yang memandu proses integrase dan fasilitasi, sebagai jabaran terhadap peraturan, misalnya RPP atau menjembatani sebelum RPP itu dikeluarkan. Data akan menjadi pedoman dalam menentukan target IKU Ditjen Bina Bangda di Renstra. Kita mengintegrasikan dan kemudian daerah melanjutkan untuk melaporkan bahwa daerah melaksanakan itu menjadi salah satu variabel di dalam pencapaian target yang ada di IKU.

TAH UN VII | 5 MARET-5 APRIL I 2O 16

Jendela


8 WAWANCARA

Apa saja yang menjadi kendala utama bagi Ditjen Bina Bangda dalam pengintegrasian SPM dalam dokumen perencanaan pembangunan daerah? Terdapat beberapa hal yang menjadi kendala, pertama, pengintegrasian sulit dilakukan ketika daerah sudah menetapkan RPJMD dan biaya perubahan terhadap RPJMD yang cukup besar, bukan hanya secara materil, melainkan juga menyita waktu. Kedua, belum terbangunnya komitmen, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, dalam melaksanakan SPM dan mengintegrasikannya ke dalam dokumen perencanaan daerah. Daerah sebenarnya memahami bahwa SPM merupakan salah satu prioritas nasional, namun ada kegiatan atau program lain yang juga lebih prioritas yang harus dikerjakan oleh daerah. Beberapa bidang SPM seperti bidang pendidikan dan kesehatan mendapatkan perhatian daerah untuk dilaksanakan, namun bidang SPM lainnya kurang mendapatkan perhatian. Hal ini dapat dilihat melalui dokumen perencanaan daerah Ketiga, proses internalisasi atau integrasi tidaklah mudah karena harus melalui serangkaian tahapan seperti bagaimana kita harus menjalin komunikasi dengan temanteman di daerah dan bagaimana kita bisa memiliki sebuah konsep untuk menyampaikan ke daerah bahwa SPM harus diintegrasikan ke dalam dokumen perencanaan daerah. Penetapan RPP SPM menjadi kunci bagi seluruh rangkaian tahapan yang akan dilakukan Ditjen Bina Bangda dalam rangka mengintervensi dan memfasilitasi daerah untuk mengintegrasikan SPM ke dalam dokumen perencanaan. Oleh sebab itu, percepatan penetapan RPP menjadi hal yang utama dan prioritas bagi Ditjen Bina Bangda.

Jendela E D I S I 5 M A RET-5 A PRI L 2O1 6 | TA HUN V I I

Apa harapan Ditjen Bina Bangda berkaitan dengan RPP SPM yang saat ini masih dalam proses pembahasan? Kami berharap RPP SPM ini bisa segera diselesaikan. Kemudian, berkaca dari pelaksanaan SPM sebelumnya, Ditjen Bina Bangda akan berusaha agar jenis-jenis layanan dasar yang sedang kami susun ini bisa dituangkan ke dalam bahasa program dan anggaran, sehingga daerah bisa melaksanakan SPM ini dengan maksimal. Selanjutnya, dengan RPP ini, akan lebih mudah menguji apakah sebuah layanan tergolong jenis pelayanan dasar atau tidak. Selain itu, kami juga berharap dapat memberikan arahan atau acuan yang lebih baik dan lebih clear dalam pelaksanaan SPM yang mendukung pencapaian pembangunan nasional. Sementara untuk kepala daerah, dengan adanya RPP SPM ini, akan menjadi pedoman bagi daerah untuk mengintegrasikan SPM ke dalam dokumen perencanaan daerah. Kami berharap kepala daerah berkomitmen untuk menjalankan SPM. Kami dari Bagian Perencanaan juga berharap agar pengelola SPM dapat duduk bersama dengan kami mulai dari persiapan, perencanaan, monitoring, dan evaluasi serta mempunyai database yang polanya sama sehingga kita dapat bekerjasama untuk mencapai target indikator kinerja utama Bangda. n


PERSPEKTIF 9

S

Nilai Strategis Penerapan Standar Pelayanan Minimal

PM adalah salah satu alat pengendali supaya pelayanan dasar menjadi prioritas oleh pemerintah daerah. Kebijakan ini mulai dicetuskan seiring dengan dikeluarkannya UndangUndang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang mengakomodasi pemilihan kepala daerah, yang kemudian direvisi dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014. Peraturan lain terkait dengan SPM adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan SPM dan PP No 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan. Penyusunan Standar Pelayanan Minimal ini dilakukan oleh 13 kementerian. Untuk mengakomodasi perubahan pada UU 23 Saat ini sedang di susun RPP yang menjadi dasar di dalam pelaksanaan, baik dalam perencanaan, pelaksanaan, maupun implementasi SPM itu sendiri. SPM merupakan standar minimal pelayanan publik yang harus disediakan oleh pemerintah daerah kepada masyarakat. Hadirnya SPM ini menjadi sebuah jaminan adanya pelayanan minimal yang berhak diperoleh masyarakat dari pemerintah. Terjamin kuantitas dan kualitas minimal dari suatu pelayanan publik yang dapat dinikmati oleh masyarakat, sehingga diharapkan akan terjadi pemerataan pelayanan publik dan menghindari kesenjangan pelayanan antar daerah, khususnya di Indonesia bagian Timur. Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) memiliki nilai yang sangat strategis, baik bagi pemerintah daerah maupun bagi masyarakat sebagai konsumen. Keberadaan SPM dapat dijadikan acuan kualitas dan kuantitas suatu pelayanan publik. Penerapan SPM yang dilakukan oleh setiap kepala daerah dan menjadi tolak ukur kinerja pemerintah

daerah terhadap peningkatan mutu dan jenis pelayanan kepada masyarakat. Sedangkan bagi masyarakat, hak mereka untuk terlayani melalui Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang wajib dipenuhi oleh pemerintah daerah. Dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dan memenuhi hak konstitusi masyarakat, keberhasilan dari implementasi standar pelayanan minimal (SPM) di setiap daerah menjadi tolak ukur dan integrasi kepemimpinan kepala daerah dalam melaksanakan dan menjalankan prioritas alokasi anggaran yang tepat. Dengan kata lain, setiap kepala daerah diminta untuk berhati-hati dalam menggunakan anggaran yang ada yang mengacu kepada urusan wajib yang menjadi tanggungjawab pemerintah daerah, yaitu Standar Pelayanan Minimal (SPM) kepada masyarakatnya. Penerapan SPM di daerah tentunya berangkat dari azas kemanfaatannya. Pertama; memberikan jaminan kepada masyarakat akan mendapatkan pelayanan publik dari pemerintah daerah sehingga akan meningkatkan kepercayaan masyarakat. Kedua; dengan ditetapkannya SPM akan dapat ditentukan jumlah anggaran yang dibutuhkan untuk menyediakan suatu pelayanan publik. Ketiga; menjadi dasar dalam menentukan anggaran berbasis kinerja. Keempat; masyarakat dapat berperan aktif dan mengukur sejauh mana pemerintah daerah memenuhi kewajibannya dalam menyediakan pelayanan kepada masyarakat, sehingga dapat meningkatkan akuntabilitas pemerintah daerah kepada masyarakat. Kelima; sebagai alat ukur bagi kepala daerah dalam melakukan penilaian kinerja yang telah dilaksanakan oleh unit kerja penyedia suatu pelayanan. Keenam; sebagai tolok ukur untuk mengukur tingkat keberhasilan pemerintah daerah dalam

TAH UN VII | 5 MARET-5 APRIL I 2O 16

Jendela


10 PERSPEKTIF

pelayanan publik. Ketujuh; menjadi dasar bagi pelaksanaan pengawasan yang dilakukan oleh institusi pengawasan. Pelayanan yang bermutu atau berkualitas tentunya yang berbasis masyarakat, melibatkan peran aktif masyarakat dan dapat terus diperbaiki. Setiap kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD) sebagai eksekutor sangat diharapkan memiliki pengetahuan dan pemahaman serta dapat menjamin pelayanan dasar yang diterima masyarakat telah memenuhi kriteria. Apalagi penerapan SPM merupakan salah satu kebijakan prioritas nasional dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang perlu mendapat perhatian dan tindak lanjut oleh pemerintah daerah. Pengawasan masyarakat terhadap SPM Penyelenggaraan pemerintahan yang menjunjung tinggi profesionalitas merupakan isu yang paling mengemuka dalam pengelolaan administrasi publik. Tuntutan kuat yang dilakukan oleh masyarakat kepada pemerintah untuk melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan sejalan dengan meningkatnya tingkat pengetahuan masyarakat dalam era globalisasi. Masyarakat saat ini tentunya sulit lagi untuk menerima pola-pola lama penyelenggaraan pemerintahan, apalagi prilaku abainya pemerintah terhadap aspirasi dan kebutuhan masyarakat didalam proses pembangunan. Oleh karena itu tuntutan terhadap reformasi penyelenggaraan pemerintahan merupakan tuntutan yang wajar dan seharusnya direspon oleh pemerintah dengan melakukan perubahan-perubahan yang terarah pada terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan yang baik. Karena mata dan telinga masyarakat saat ini terus mengawasi dengan kritis terhadap pola pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah. Ada dua hal yang sangat penting bagi masyarakat luas dalam melihat kehadiran SPM yang kini menjadi tolak ukur perbaikan Jendela E D I S I 5 M A RET-5 A PRI L 2O1 6 | TA HUN V I I

kualitas layanan publik. Pertama bahwa dalam implementasi SPM masyarakat memiliki akses terhadap pelayanan dasar, dimana masyarakat dapat menjangkau pada saranasarana pelayanan yang telah disediakan oleh Pemerintah. Persoalan dalam mendapatkan akses terhadap standar pelayanan minimal ini tentu sangat berbeda dalam setiap daerah, apalagi Indonesia adalah negara kepulauan, dengan IPM dan juga pembangunan yang timpang. Dengan memperhatikan sosialbudaya dan kearifan lokal sangat menentukan apakah sebuah pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah dipahami baik oleh masyarakat. Tentunya kebijakan afirmatif oleh pemerintah daerah dapat menjadi jalan keluar dari setiap persoalan dilapangan. Karena SPM tentunya juga melayani masyarakat suku pedalaman dan desa-desa terpencil yang banyak tersebar di Indonesia. Yang kedua; pada tahap proses partisipasi masyarakat melalui Musrenbang atau forum stakeholders atau Forum SKPD, di mana para pemangku kepentingan menggunakan daftar SPM sebagai referensi dan bahan pembanding untuk menelaah program-program atau rencana tindak yang diusulkan. Usulan-usulan yang disampaikan didalam forum ini bagian dari pemetaan persoalan dan menentukan skala prioritas program SPM yang sangat mendesak dan dibutuhkan oleh masyarakat. tentunya masyarakat dapat melihat jenis layanan apa saja yang diberikan oleh pemerintah di daerahnya dan memberikan masukan-masukan yang sangat dibutuhkan masyarakat. Tentunya nanti setiap daerah akan memiliki jenis pelayanan yang berbedabeda sesuai dengan persoalan yang ada. Dalam tahapan proses tersebut, masyarakat akan memantau pemerintah dan dievaluasi kinerjanya. Partisipasi aktif masyarakat memang dibutuhkan untuk menjadi pengawasn jika ada kepala daerah yang belum memiliki kesadaran akan dampak SPM bagi target nasional dalam perbaikan mutu pelayanan pemerintah. n


PERSPEKTIF11

PELAYANAN PUBLIK

S

ecara filosofis salah satu arti penting keberadaan negara dan pemerintahan adalah untuk memberikan pelayanan kepada warga negara sesuai dengan kebutuhannya. Dengan demikian kehadiran dan peran negara dapat dirasakan warga negaranya. Pelayanan publik di Indonesia memang bukan yang terburuk di ASEAN, Indonesia lebih baik dari Myanmar, Filipina, Laos, dan Kamboja. Namun, kalah dari Singapura, Vietnam, dan Malaysia. Di tingkat global, pelayanan publik di Indonesia berada di peringkat 126 dari 180 negara yang diobservasi. Itu jelas bukan prestasi yang layak dibanggakan. Masyarakat yang saat ini sudah sangat kritis mempertanyakan kembali mengenai kualitas pelayanan publik di instansi pemerintah. UU No 25 Tahun 2009 (Undang-Undang Pelayanan Publik) yang berbicara mengenai ruang lingkup pelayanan publik meliputi pelayanan barang publik dan jasa publik serta pelayanan administratif yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Dalam ruang lingkup ini termasuk pendidikan, pengajaran, pekerjaan dan usaha, tempat tinggal, komunikasi dan informasi, lingkungan hidup, kesehatan, jaminan sosial, energi, perbankan, perhubungan, sumber daya alam, pariwisata, dan sektor strategis lainnya. Pelayanan publik tidak lain sebuah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundangundangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Dalam melaksanakan pelayanan tersebut pemerintah

membentuk Organisasi Penyelenggara. Penyelenggara adalah setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk

semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik. Penyelenggara dan seluruh bagian organisasi penyelenggara bertanggung jawab atas ketidakmampuan, pelanggaran, dan kegagalan penyelenggaraan pelayanan. Persoalan tidak maksimalnya pelayanan publik yang terjadi di Indonesia terjadi akibat tumpang tindihnya banyak peraturan, Ada kecenderungan setiap kementerian/lembaga memiliki aturan-aturan sendiri. Dan dalam pembuatannya kurang koordinasi diantara kementerian/lembaga lain, sehingga peraturan perundang-undangan tersebut seringkali bertabrakan antarsektor dengan peraturan perundang-undangan yang

TAH UN VII | 5 MARET-5 APRIL I 2O 16

Jendela


12 PERSPEKTIF

lebih tinggi, dan tentunya ini menyulitkan pelayanan dan membingungkan apartur itu sendiri. Di dalam prakteknya masyarakat melihat prosedur pelayanan publik terlalu kaku, berbelit-belit, adanya biaya siluman dan memakan waktu yang lama, tidak ada SOP/tidak dijalankan. Apalagi ykonsistensi pemerintah terhadap sebuah aturan seringkali lemah, dan banyak kebijakan yang cepat berubah. Di beberapa tempat juga masih ditemukan penempatan pegawai yang belum sepenuhnya menerapkan prinsip “the righ men in the righ pleace�. Akibatnya banyak aparatur yang tidak bisa bekerja sesuai tuntutan instansi tempatnya bekerja. Guna mewujudkan kepemerintahan yang baik (good governance) dan meningkatkan kinerja penyelenggaraan pemerintahan terutama di bidang peningkatan kualitas publik. Maka yang pertama kali harus di lakukan adalah penyempurnaan, sinkronisasi, penyederhanaan persyaratan dan konsistensi pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang pelayanan publik. Mulai dari peraturan perundang-undangan tertinggi di lingkungan pemerintah pusat sampai ke pemerintah terendah. Sinkronisasi dan penyederhanaan peraturan sangat mempercepat pelayanan terhadap public, apalagi dengan kemajuan dunia tekekomunikasi dan internet. Proses adaptasi dan inovasi menggunakan pendekatan teknologi sudah sangat di harapkan oleh masyarakat di era digitalisasi. Selain itu polapola lama penyelenggaraan pemerintahan yang dianggap tidak sesuai lagi bagi tatanan masyarakat saatnya berubah dan mengikuti perkembangan zaman. Konsekuensi perubahan rezim saat ini tentunya menuntut perubahan, sebagaimana diketahui, fungsi utama pemerintah daerah adalah penyediaan pelayanan publik bagi

Jendela E D I S I 5 M A RET-5 A PRI L 2O1 6 | TA HUN V I I

masyarakat daerah bersangkutan. Oleh sebab itu optimalisasi pelayanan publik yang efisien dan efektif menjadi perhatian utama pemerintah daerah agar dapat menyajikan pelayanan publik yang prima bagi masyarakat. Terutama mengenai implementasi dari Standar Pelayanan Minimum (SPM). SPM merupakan salah satu cara yang ditempuh untuk mendorong pemerintah daerah melakukan pelayanan publik yang tepat bagi masyarakat, dan sekaligus mendorong masyarakat untuk melakukan kontrol terhadap kinerja pemerintah di bidang pelayanan publik. SPM akan mendorong pemerintah daerah melakukan yang terbaik dalam melaksanakan tugas fungsinya dalam rangka mewujudkan pelayanan publik secara optimal. Sehingga masyarakat di daerah mampu naik kelas menjadi masyarakat sejahtera dan produktif. Masyarakat tentu saja sudah sangat menunggu bagaimana implementasi dari UU No 25 Tahun 2009 (Undang-Undang Pelayanan Publik) dapat diselenggarakan dengan baik, dan tentunya di dalam UU ini juga masyarakat dapat melakukan pengaduan sebagaimana di atur pada Pasal 36 UU No 25 Tahun 2009, jika pertama; penyelenggara yang tidak melaksanakan kewajiban dan/ atau melanggar larangan; dan kedua; pelaksana yang memberi pelayanan yang tidak sesuai dengan standar pelayanan. Melalui akuntabilitas publik, pemerintah akan dipantau dan dievaluasi kinerjanya oleh masyarakat, dan tentunya pemerintah mulai serius membenahi pelayanan publik jika tidak, masyarakat dapat menuntut haknya dan ganti rugi kepada pemerintah. n


NASIONAL 13 Palu

Mendagri Terus Melakukan Pembinaan dan Pengawasan untuk Daerah PALU. Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, akan terus melakukan pengawasan dan pembinaan guna menyempurnakan segala bentuk regulasi terkait dengan pengelolaan keuangan daerah. Ia menjelaskan kepala daerah merupakan peran strategis dalam berlangsungnya pelayanan dan pemberdayaan masyarakat serta pembangunan nasional. Sebagaimana tertuang dalam UU No. 23 tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah (Pemda) yakni Mendagri melakukan pembinaan dan pengawasan umum penyelenggaraan Pemda secara nasional demi keberlangsungan pelayanan dan pemberdayaan masyarakat. “Pembangunan nasional ini merupakan komitmen bersama, membangun tata kelola hubungan pemerintah pusat dengan daerah yang efektif, efisien, bersih, dan berwibawa, di mana peran kepala daerah mampu mengelola berbagai isu strategis” ujar Tjahjo pada Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) di Palu, Sulawesi Tengah, Minggu, (27/3). Ia menambahkan, isu strategis terutama di wilayah Sulawesi terkait dengan masalah energi, konektivitas wilayah, pembangunan infrastruktur yang terpadu, serta penguatan regulasi guna menigkatkan iklim investasi dan usaha.

Tjahjo juga meminta kepada 6 Provinsi di wilayah Sulawesi Selatan yang telah mempunyai RT/RW menyusun Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) guna mengetahui arah dan strategi yang ditetapkan. Pemetaan di setiap daerah juga merupakan hal yang sangat penting karena berkaitan juga dengan arahan Bapak Presiden mengenai deregulasi dan percepatan pembangunan infrastruktur di daerah. “Pemetaan daerah sangat penting guna memperoleh gambaran yang utuh dari kondisi pemerintahan yang ada saat ini, sehingga terciptanya pembangunan yang paling efektif dan efisien serta hormonisasi sekaligus sinkronisasi target pembangunan nasional,” kata Tjahjo. Mendagri juga berharap agar daerah memperhatikan masalah APBD yang meliputi perencanaan/pengadaan barang dan jasa, optimalisasi kebijakan dana desa, memahami area rawan bencana dan rawan korupsi di daerah, serta keselarasan dan akuntabel terhadap pengelolaan keuangan pusat dan daerah. n (Sumber: Puspen Kemendagri)

TAH UN VII | 5 MARET-5 APRIL I 2O 16

Jendela


14 NASIONAL Jakarta

Kualitas Kokoa di Indonesia Berdaya Saing Tinggi

Kakao Ola1234 - Sumber www.4.bp.blogspot.com

JAKARTA – Kakao (Theobroma cacao L) merupakan pohon budidaya yang banyak ditanam di negara-negara beriklim tropis, salah satunya Indonesia. Biji tumbuhan yang dihasilkan oleh kakao dapat dimanfaatkan untuk produk olahan seperti coklat. Menurut data yang dilansir FAO (Food and Agriculture) pada tahun 2013, Indonesia berada pada posisi ketiga sebagai negara penghasil kokoa terbesar di dunia. Peringkat pertama diduduki oleh Pantai Gading yang memiliki area kebun kakao sebesar 2.499.986,20 hektar. Dengan luas sebesar itu, Pantai Gading mampu menyumbang produksi hingga 31,6 % untuk kebutuhan kokoa secara global. Sementara Indonesia yang memiliki Jendela E D I S I 5 M A RET-5 A PRI L 2O1 6 | TA HUN V I I

area kebun kakao sebesar 1.774.303,97 hektar mampu memproduksi sebesar 17,0%. Kendati Indonesia memiliki potensi yang cukup besar dalam menghasilkan komoditas kokoa, namun masih banyak persoalan yang harus dibenahi agar potensi tersebut kian melejit. Oleh sebab itu, pemerintah Indonesia dalam hal ini diwakili oleh Kementerian Dalam Negeri bekerjasama (sektor publik), NGO (Non-governmental Organization), dan sektor swasta bersinergi untuk merancang programprogram pemberdayaan bagi para petani kakao (community empowerment). Salah satu NGO yang bekerjasama dengan Kementerian Dalam Negeri untuk mempromosikan ekonomi berkelanjutan


15

(sustainable economic), sosial (social), dan lingkungan berkelanjutan (environmental development) yaitu Swisscontact. NGO yang berpusat di Swiss ini telah menjankan hampir 100 proyek di 32 negara termasuk di Indonesia sejak tahun 1972. “As an organization, Swisscontact is the best known for its training programs that provide rural producers, micro and small business owners, young entrepreneurs, and women, with the capacities to improve their livelihoods and incomes.” The Sustainable Cocoa Production Programm (SCPP) merupakan program yang saat ini dijalankan oleh Swisscontact yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan para petani kakao dengan memberikan pelatihan mengenai budidaya kakao serta membuka akses kepada para petani kakao untuk menjual hasil pertanian mereka. Selain itu, program-program yang digulirkan bertujuan agar para petani kakao di Indonesia dapat menghasilkan produk (kokoa) yang berkualitas dan mampu bersaing di tingkat internasional. Untuk mengetahui perkembangan program yang dijalankan Swisscontact di sejumlah daerah di Indonesia, pada Kamis, (17/03/2016), Swisscontact menggelar “8th Advisory Board Meeting” yang dilaksanakan di Ruang Banda, Hotel Borobudur, Jakarta. Pertemuan tersebut mengundang para pemangku kepentingan (stakeholders) yang terlibat dalam menyukseskan program SCPP untuk mengetahui progres capaian pelaksanaan program kepada lembaga mitra. Selain itu, pertemuan

tersebut juga merupakan ajang untuk berdiskusi guna perbaikan dan keberlanjutan program SCPP. Manfred Borer, Country Director Swisscontact, pada kesempatan itu memaparkan laporan progres program SCPP tahun 2015. “Before joining the program, 9.9% of the farmers’ households were in an extremely vulnerable condition, living below the $1.25/day poverty line. Surveys at last one year after the program intervention, this number has dropped to 6.5%. The situation is traditionally the most critical in West Sulawesi where every fifth household is classified as poor. Since 2012, SCPP has supported the establishment of 450 nurseries with the capacity to produce annually more than 1.85 million highquality cacao seedlings, in two production batches. That is not yet enough to replant 5% of the cocoa farms per year as recommended.” (Mahfud Achyar. Sumber: Bi-Annual Report 2015). n

TAH UN VII | 5 MARET-5 APRIL I 2O 16

Jendela


16 NASIONAL Jakarta

Arahan RPJMN dalam Urusan Sosial: Inklusivitas Penyandang Disabilitas dan Penanggulangan Kemiskinan JAKARTA – Saat ini, pemerintah tengah fokus membahas RPP (Rencana Peraturan Pemerintah) mengenai SPM (Standar Pelayanan Minimal). Sebelum nanti disahkan menjadi PP mengenai SPM, maka perlu dilakukan koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah dalam berbagai urusan. Kamis, (24/03/2016) Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah menggelar rapat koordinasi pusat dan daerah regional 1 dalam rangka sosialisasi kebijakan penyelenggaraan urusan, khususnya urusan sosial. Rapat koordinasi tersebut dilaksanakan di Hotel Aston Marina Ancol di bilangan Jakarta Utara. Plt Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah, Diah Indrajati, dalam sambutannya mengatakan bahwa pertemuan pusat dan daerah mempunya arti penting terutama yang berkaitan dengan implikasi perubahan kewenangan yang memerlukan pengalihan Personil, Prasarana, Pembiayaan, dan Dokumen pasca diberlakukannya UU 23/2014. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah, baik sebagai pihak yang mendapat limpahan urusan maupun pihak yang menerima urusan dapat melaporkan pelaksanaan pengalihan P3D dimaksud, dan persiapan pelaksanaan urusan pemerintah konkruen, pemerintah sedang menyiapkan draft Rancangan Peraturan Pemerintah Pelaksanaan Urusan Konkruen. Lebih lanjut, Diah juga menyampaikan

Jendela E D I S I 5 M A RET-5 A PRI L 2O1 6 | TA HUN V I I

bahwa penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dipayungi dalam UU tentang Pemerintah Daerah telah terjadi perubahan secara normatif pelaksanaan pemerintahan daerah yang sebelumnya diatur di dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 menjadi UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. “Dalam konstruksinya perubahan UU 23/2014 didominasi pada perubahan urusan pemerintahan, terdapat 3 spesifikasi yaitu urusan absolut, konkuren, dan urusan pemerintahan umum. Urusan absolut tetap terdapat 6 urusan yang tidak dibagi atau didesentralisasi, yaitu urusan politik, keamanan, pertahanan, yustisi, keuangan dan agama. Untuk urusan konkuren tetap ada 2 spesifikasi namun mengalami perubahan pada urusan wajib dibagi menjadi pelayanan dasar dan nonpelayanan dasar, selanjutnya urusan pilihan tetap dengan 8 urusan. Sementara itu selain urusan absolut dan konkuren, UU 23/2014 menambahkan urusan pemerintahan umum dimana secara filosofi keberadaan urusan


PERSPEKTIF 17

pemerintahan umum dimandatkan untuk menjaga 4 pilar keutuhan NKRI yang melibatkan pemerintah daerah,� papar Diah. Berkaitan dengan pelayanan dasar, khususnya urusan sosial, arah kebijakan RPJMN mengamanatkan pemerintah untuk meningkatkan inklusivitas penyandang disabilitas yang menyeluruh pada setiap aspek kehidupan dan memperkuat skema perlindungan sosial bagi Lansia (lanjut usia). Sementara untuk penanggulangan kemiskinan, diharapkan dapat menyelenggarakan perlindungan sosial yang komprehensif. Menurut data yang dilansir oleh BPS (Badan Pusat Statistik), pada tahun 2013 hingga tahun 2014, penurunan tingkat kemiskinan hanya berkisar 0,3%. Padahal target nasional pertahun yaitu berkisar rata-rata 0,5%. Kondisi tersebut disebabkan oleh kondisi kemiskinan di Indonesia yang sudah mencapai tahap kronis dan kondisi makroekonomi yang belum optimal. Kendati

jumlah penduduk miskin di Indonesia terus mengalami penurunan, namun sebagian besar penduduk lainnya masih menghadapi kerentanan terhadap resiko sepanjang siklus hidup seperti sakit, krisis, ekonomi, dan bencana alam. Diperkirakan 4,5 juta dari 6 juta rumah tangga berpendapatan terendah tetap dalam kemiskinan selama 3 tahun lebih, sedangkan 1,5 juta terancam selalu dalam kondisi miskin. Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah memiliki peran penting dalam mendukung pencapaian prioritas nasional khususnya bidang sosial dan penanggulangan kemiskinan sesuai UU No. 23 Tahun 2014. Dalam Pasal 259 ayat (2) disebutkan bahwa koordinasi teknis pembangunan antara kementerian atau lembaga pemerintah non-kementerian dan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan oleh Menteri (Menteri Dalam Negeri) dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang perencanaan pembangunan. Untuk itu, Ditjen Bina Bangda bertugas melakukan sinkronisasi dan harmonisasi kebijakan pembangunan pusat dan daerah serta melakukan pembinaan kepada pemerintah daerah dalam hal pelaksanaan urusan pembangunan sesuai dengan kewenangan yang berpedoman pada SPM (Standar Pelayanan Minimal) dan NSPK (Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria). (Mahfud Achyar) n

TAH UN VII | 5 MARET-5 APRIL I 2O 16

Jendela


18 NASIONAL Jakarta

Global Health Security Agenda, Komitmen 50 Negara Terhadap Ancaman Wabah Penyakit JAKARTA – Global Health Security Agenda (GHSA) telah menjadi bagian penting dalam agenda pembangunan nasional di berbagai negara di dunia. GHSA merupakan inisiatif global yang diluncurkan pada Februari 2014 sebagai bentuk respon terhadap meningkatnya kerentanan masyarakat global terhadap kemungkinan munculnya berbagai jenis penyakit baru dan pandemi yang diakibatkan oleh dampak negatif perubahan iklim; meningkatnya lalu lintas barang, jasa, manusia, dan hewan lintas negara; serta praktekpraktek pertanian, peternakan, dan industri yang dinilai tidak lagi alamiah dan ramah lingkungan. Visi GHSA yaitu, “A world safe and secure from global health threats posed by infections diseases – where we can prevent or mitigate the impact of naturally occuring outbreaks and accidental or intentional releases of dangerous pathogens, rapidly detect and transparantly report outbreaks when they occur, and employ an interconnected global network that can respond effectively to limit the spread of infectious disease outbreaks in humans and animals, mitigate human suffering and the loss of human life, and reduce economic impact.” Ada 50 negara yang menjadi anggota GHSA, salah satunya Indonesia. GHSA melibatkan multi-stakeholders serta didukung oleh badan-badan dunia di bawah PBB Jendela E D I S I 5 M A RET-5 A PRI L 2O1 6 | TA HUN V I I

seperti World Health Organization (WHO), Food and Agriculture Organization (FAO), dan World Organization for Animal Health (OIE). Melalui kemitraan dengan hampir 50 negara, organisasi internasional, dan para pemangku kepentingan non-pemerintah, GHSA memfasilitasi upaya kolaborasi dan peningkatan kapasitas negara, yang dilakukan sejalan dengan International Health Regulation (IHR) WHO, Performance of Veterinary Services (PVS) OIE, dan framework keamanan kesehatan global terkait lainnya. Pada 20 hingga 21 Agustus 2014, Indonesia menjadi tuan rumah pertemuan internasional dalam kerangka GHSA khususnya dalam penyakit Zoonosis. Selanjutnya, pada tahun ini, Indonesia mendapatkan kepercayaan sebagai Ketua GHSA menggantikan Finlandia. Selain menjadi Ketua Troika GHSA, Indonesia juga menjadi lead country untuk Action Package Zoonotic Disease (Prevent-2) dan menjadi contributing country untuk Action Package Anti Microbial Resistance (Prevent-1), Real-Time Surveillance (Detect-2), dan Linking Public Health with Law and Multisectoral Rapid Response (Respond-2). Indonesia memiliki tanggung jawab yang besar untuk memperkuat ketahanan nasional dalam menghadapi berbagai kemungkinan


PERSPEKTIF 19

terjadinya potensi wabah penyakit. Oleh sebab itu, pada Senin (28/03/2016), Kementerian Kesehatan menggelar Seminar Nasional Global Health Security Agenda (GHSA) di Ballroom Hotel Manhattan Jakarta. Seminar tersebut bertujuan diseminasi informasi berkaitan dengan GHSA kepada semua pemangku kepentingan, sosialisasi kerja sama Indonesia dalam GHSA, menggalang komitmen lintas sektor dan lintas stakeholders khususnya dalam Action Package, serta mengidentifikasi kemungkinan area kerja sama. Menteri Kesehatan, Nila F. Moeloek, saat menjadi keynote speaker pada Seminar Nasional GHSA, mengatakan bahwa pandemi memberikan ancaman nyata dalam keberhasilan pembangunan suatu negara dan dampaknya pada relasi antarnegara. WHO mengeluarkan International Health Regulation (IHR) pada tahun 2005. Implementasi IHR di tiap negara diharapkan mampu meningkatkan kapasitas negara dalam menghadapi pandemi. “Hampir dua dasawarsa sejak IHR mulai dilaksanakan oleh seluruh negara anggota WHO, kita mencatat beberapa penyakit

menular yang dengan cepat menyebar hampir ke seluruh dunia antara lain SARS tahun 2002, Influenza A (H1N1) tahun 2009, Ebola tahun 2014, Mers CoV tahun 2015 hingga Zika tahun 2016,� papar Menkes. Lebih lanjut, beliau juga menjelaskan bahwa saat ini di tingkat nasional telah dibentuk Kelompok Kerja Lintas Sektor (Pokja Nasional) untuk melaksanakan GHSA. Pokja ini diketuai oleh Menko Polhukam dan beranggotakan Menko PMK, Menteri Kesehatan, dan menteri atau pejabat Eselon 1 dari Kementerian/Lembaga terkait. Di jajaran Kementerian Kesehatan juga telah dibentuk suatu Pokja internal yang bertugas untuk mendukung pelaksanaan program GHSA. Nila F. Moeloek berharap keikutsertaan Indonesia dalam GHSA dapat merapikan strategi serta aksi yang berujung pada penguatan kapasitas Indonesia sebagai negara kesatuan dalam menghadapi ancaman pandemi penyakit. (Mahfud Achyar | Sumber: Siaran Pers Kementerian Kesehatan). n

TAH UN VII | 5 MARET-5 APRIL I 2O 16

Jendela


20 NASIONAL Jakarta

Standar Pelayanan Minimal, Hak Warga Negara Secara Minimal JAKARTA – Pemerintah saat ini fokus membahas Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) mengenai Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang diamanatkan dalam UU 23 Tahun 2014. Dalam RPP tersebut, pemerintah meredefinisi SPM berdasarkan enam prinsip yaitu: 1) merupakan kebutuhan dasar bagi setiap individu secara universal; 2) pemenuhan kebutuhan dasar dapat dipenuhi sendiri oleh warga negara atau oleh pemerintah daerah; 3) merupakan pelayanan dasar yang menjadi kewenangan daerah provinsi maupun kabupatan/kota; 4) merupakan kewajiban bagi pemerintah daerah provinsi maupun kabutapan/kota untuk Jendela E D I S I 5 M A RET-5 A PRI L 2O1 6 | TA HUN V I I

menjamin setiap warga negara memeroleh kebutuhan dasarnya; 5) jumlah pemenuhan kebutuhan dasar bagi setiap individu dapat distandarkan; dan 6) berlaku secara nasional. Menurut Direktur PEIPD Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah, Muhammad Hudori, pada Rapat Finalisasi Rancangan Peraturan Pemerintah Tentang Standar Pelayanan Minimal di Jakarta (31/03/2016), mengatakan bahwa SPM merupakan ketentuan mengenai jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan pemerintahan wajib yang berhak diperoleh setiap warga negara secara minimal. Standar dan petunjuk teknis terhadap jenis dan mutu pelayanan dasar


21

ditetapkan oleh kementerian/lembaga pemerintah non kementerian. Jika sebelumnya konsep SPM pada UU 32 Tahun 2004 terdiri atas 15 urusan wajib berkaitan dengan pelayanan dasar, maka pada UU 23 Tahun 2014 urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar hanya terdiri atas enam bidang yaitu pendidikan; kesehatan; pekerjaan umum dan penataan ruang; perumahan rakyat dan kawasan permukiman; ketentraman, ketertiban umum, dan perlindungan masyarakat; serta sosial. Keenam bidang tersebut menjadi ruang lingkup fokus pemerintah lantaran sebagian substansinya merupakan kebutuhan dasar setiap individu di Indonesia. Sementara itu, dalam rangka memenuhi

UU 23 Tahun 2014 urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar hanya terdiri atas enam bidang yaitu pendidikan; kesehatan; pekerjaan umum dan penataan ruang; perumahan rakyat dan kawasan permukiman; ketentraman, ketertiban umum, dan perlindungan masyarakat; serta sosial.

SPM, pemerintah daerah melakukan langkahlangkah seperti mengumpulkan data tentang jumlah kebutuhan dasar yang harus tersedia dan kebutuhan dasar yang telah tersedia; menghitung kesenjangan antara kebutuhan dengan ketersediaan kebutuhan dasar; menyusun rencana pemenuhan kebutuhan dasar yang belum tersedia; dan menyusun rencana pemenuhan kebutuhan dasar secara keseluruhan dan berkesinambungan. Lebih lanjut, diharapkan pemerintah daerah dapat menyelenggarakan pelayanan dasar sesuai dengan SPM yang menjadi prioritas pembangunan daerah. Penyediaan pelayanan dasar dalam rangka penerapan SPM dimasukkan ke dalam dokumen perencanaan pembangunan daerah dan penganggaran daerah. Selain itu, pelayanan dasar juga dituangkan dalam RPJMD (Rencana Program Jangka Menengah Daerah) dan Renstra (Rencana Strategis) pembangunan daerah yang setiap tahunnya dijabarkan dalam RKPD dan dianggarkan dalam APBD. “Kalau nanti dia sudah masuk ke RPJMD lebih gampang untuk mengevaluasinya. Setelah itu, RKPD tahunannya jelas. Kalau RPJMD itu kan kita bicara soal program. Kalau RKPD kita bicara soal kegiatannya. Nanti kegiatan itu bagaimana ke APBD. Itu gampang kita melihatnya. Apakah target SPM sudah tercapai atau tidak oleh daerah itu atau dianggarkan tidak? Tapi yang jelas pasti dianggarkan karena harus masuk. Makanya nanti pada saat evaluasi kan bisa dilihat oleh teman-teman yang mengevaluasi. Ada gak SPM? Karena SPM itu jadi prioritas dibanding dengan yang lain,� jelas Hudhori. (Mahfud Achyar) n

TAH UN VII | 5 MARET-5 APRIL I 2O 16

Jendela


22 NASIONAL Jakarta

Pendekatan Baru RKP 2017 Perkuat Kerja Sama Antar K/L JAKARTA – Deputi Bidang Pengembangan Regional Bappenas Arifin Rudiyanto menyebutkan Bappenas telah menyiapkan pendekatan baru dalam menyusun Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2017. Perencanaan pembangunan akan dilaksanakan dengan pendekatan holistik-tematik, integratif, dan spasial untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi sasaran agenda prioritas nasional. “Bappenas sebagai sistem integrator yang memadukan semua kegiatan untuk meningkatkan pembangunan,” tutur Arifin kepada rekan media dalam Dialog Dwimingguan bertema Pembahasan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) 2016 dan Penyusunan RKP 2017 di Bappenas, Kamis (31/3). Menurut Arifin, pendekatan baru penyusunan RKP 2017 tersebut dapat memacu kerjasama yang kuat antar Kementerian/Lembaga (K/L). Sebab, pendekatan holistik-tematik dan integratif mensyaratkan K/L bersinergi dan berbagi peran dalam menjalankan suatu program atau kegiatan prioritas. Peran Bappenas dan Bappeda Provinsi adalah sebagai integrator kinerja setiap K/L, Pemerintah Daerah (Kabupaten/Kota), dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).

Jendela E D I S I 5 M A RET-5 A PRI L 2O1 6 | TA HUN V I I

“Artinya, setiap program pembangunan dalam pelaksanaannya akan ‘dikeroyok’ bersama antar K/L. Yang sekarang kita lakukan adalah perencanaan dan penganggaran yang holistik-tematik, terintegrasi, dan spasial,” jelas Arifin. Selain itu, kebijakan anggaran belanja yang dilakukan tidak lagi berdasarkan pendekatan money follow function, tetapi money follow program, yang bermakna kebijakan penganggaran berbasis pada program prioritas nasional. Dengan diterapkannya pendekatan tersebut, program prioritas K/L menjadi dasar penetapan anggaran yang lebih valid, melebihi tugas dan fungsi (tusi). Arifin memaparkan dalam proses Multilateral Meeting yang dilaksanakan Februari lalu, perwakilan K/L menyambut positif pendekatan baru tersebut karena membuat tugas dan tanggung jawab mereka menjadi semakin jelas dan terarah. Untuk mendukung proses kerja sama antar K/L, Bappenas telah membangun sistem e-planning yang berbasis daring dan digital yang mempermudah untuk memonitor indikator pencapaiannya. n Sumber : Bappenas


NASIONAL 23 Jakarta

Mendagri: Kepala Daerah Adalah Panglima Pembangunan JAKARTA – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menobatkan posisi gubernur, bupati dan walikota sebagai panglima pembangunan daerah. Masalah tersebut jangan sampai dibebankan ke wakil atau satuan kerja perangkat daerah (SKPD) karena itu tanggung jawab pimpinan. Dia mengatakan, kepala daerah harus bertanggung jawab terhadap wilayahnya. Ada janji politik kepada masyarakatnya dan itu harus seiring dengan program nasional pemerintah pusat. Menurut dia, menjadi seorang kepala daerah, jangan hanya berfikir untuk satu periode. “Namun sampai 2 periode,” kata Tjahjo dalam pengarahan dalam Musyawarah Perencanan Pembangunan (Musrembang) Regional Kalimantan 2016, Hotel Grand Sahid, Jakarta Jumat (11/3). Dengan pandangan lebih dari satu periode tersebut, maka seorang kepala daerah dapat maksimal dalam membangun integritas dan konektifitas antarwilayah. Kuncinya, kata Tjahjo adalah membangun tata kelola pemerintahan harmonis, efektif, efisien demi percepat reformasi birokrasi. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sebagai poros pemerintahan mulai dari pusat sampai ke desa/kelurahan. Kebijakannya

harus lurus. Makanya seorang gubernur harus mampu membangun konektifitas dengan bupati/walikota demi membangun wilayahnya, termaksud di perbatasan. “Secara periodik 2 bulan sekali minimal harus paparan ke SKPD. Termaksud ke bupati walikota, harus terintegrasi. Dengan begitu ada konektifitas pembangunan secara baik,” ujar Tjahjo. Utamanya pembangun ini adalah masalah stabilitas. Perlu penguatan dari forum komunikasi pimpinan daerah (Forkompinda). Bukan hanya di tingkat provinsi dan kabupaten/ kota, namun sampai ke kecamatan. Perlu ada sinergi antara camat, polsek, danramil dan tokoh masyarakat. n Sumber :Puspen Kemendagri

TAH UN VII | 5 MARET-5 APRIL I 2O 16

Jendela


24 NASIONAL SumSel

Dukung Pembangunan Daerah, LAPAN dan Sumatera Selatan Kerja Sama

LAPAN dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan menandatangani kerja sama di bidang Pemanfaatan Data Dan Teknologi Penginderaan Jauh dan Kedirgantaraan. Kerja sama ini untuk mendukung pembangunan di Provinsi Sumatera Selatan. Kedua instansi sepakat bahwa kerja sama ini dalam rangka harmonisasi program pembangunan melalui sinergitas pemerintah pusat dan daerah. Selain itu, kerja sama LAPAN dan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan ini sangat penting dan bermanfaat dalam upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan di wilayah. Penandatanganan yang berlangsung di kantor Bappeda Provinsi Palembang, Sumatera Selatan, Selasa (15/3), ditandatangani oleh Kepala Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh, Dr. M. Rokhis Komarudin, dan Kepala Bappeda Provinsi Sumatera Selatan, Dr. Ekowati Retnaningsih.

Jendela E D I S I 5 M A RET-5 A PRI L 2O1 6 | TA HUN V I I

Penandatanganan kerja sama ini dilaksanakan dalam rangkaian acara Lokakarya Pembangunan Hijau melalui Pengarusutamaan Indonesia Biodiversity Strategy Action Plan (IBSAP) dan Kebijakan Rendah Emisi di Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan serta Pelatihan Pemetaan Lahan oleh LAPAN pada 15-17 Maret 2016. Kegiatan tersebut dihadiri oleh 40 orang peserta dari Bappeda, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), dan SKPD berbasis lahan di lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan serta lima Kabupaten yaitu Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Kabupaten Banyuasin, Kabupaten Musi Banyuasin, Kabupaten Musi Rawas, dan Kabupaten Musi Rawas Utara. Dalam sambutannya Kepala Bappeda Sumatera Selatan menyampaikan bahwa dalam jangka pendek kerja sama ini diharapkan dapat membuahkan inovasi dalam upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan di wilayah Pempov Sumatera Selatan. Caranya, dengan memanfaatkan teknologi penginderaan jauh yang dimiliki LAPAN. Ia mengatatakan, pada 2015 Sumatera Selatan merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang mengalami bencana kebakaran hutan dan terdampak cukup parah karena bencana asap yang diakibatkan kebakaran hutan dan lahan. Untuk itu, Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan memiliki salah satu prioritas pembangunan yaitu yaitu Pelestarian Lingkungan dan Penanggulangan Bencana yang dituangkan dalam RPJMD yang dalam


25

tahap perencanaan dan implementasi. Kerja sama denga LAPAN sejalan dengan program prioritas tersebut. Ekowati melanjutkan bahwa selain untuk kebencanaan, data spasial juga mulai digunakan sebagai basis data perencanaan pembangunan di Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan. Contoh pemanfaatannya yaitu di bidang pertanian, tata ruang, dan penanggulangan kemiskinan. “Data spasial ini sangat berguna untuk meningkatkan optimalisasi intervensi yang akan dilakukan Pemerintah Provinsi dalam mengatasi permasalahan di berbagai sektor. Manfaat utama yang dapat diambil dari data dan tenologi penginderaan jauh adalah mitigasi, adaptasi, dan pengelolaan wilayah setelah bencana,� ujarnya,

Dalam kesempatan tesebut juga disampaikan Sosialisasi Peran LAPAN dalam Penyediaan dan Pemanfaatan Data Satelit Inderaja oleh Deputi Bidang Penginderaan Jauh LAPAN, serta demo Sistem Pemantauan Bumi Nasional (SPBN) untuk wilayah Sumatera Selatan. Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan dapat memanfaatkannya antara lain untuk informasi potensi penangkapan ikan, identifikasi titik api bulanan hingga harian, dan deforestasi yang dapat dimanfaatkan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Selatam untuk berbagai sector. n Sumber : http://lapan.go.id

TAH UN VII | 5 MARET-5 APRIL I 2O 16

Jendela


26 NASIONAL Jakarta

kampungmediabali1.blogspot.com

Mendagri Minta Program Desa Tak Serahkan Ke Pemborong JAKARTA – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo meminta agar program dana desa jangan diserahkan kepada pihak investor (pemborong). Sebaiknya perangkat desa bisa mengagendakan kegiatan padat karya agar lebih mensejahterakan masyarakat. Dia mengatakan, jika metode yang dipakai adalah padat karya, uang program dana desa akan berputar ke masyarakat desa. Namun, bukan berarti menggunakan cara kerja bakti secara sukarela. Bila padat karya, masyarakat mendapat upah uang harian atas pekerjaannya. “Arahan presiden kan jelas jangan diborongkan program desa itu, sudah sedikit diborongkan, toh lebih efektif dipadat karyakan,” ujar Menteri Tjahjo di Jakarta, Kamis (24/3). Padat karya dalam pembangunan infrastruktur desa, Tjahjo mencontohkan,

Jendela E D I S I 5 M A RET-5 A PRI L 2O1 6 | TA HUN V I I

apabila di suatu desa melakukan pembuatan jalan, airnya jangan beli, tapi ambil saja dari sungai. Dalam hal ini, ia menekankan, kepala desa merupakan manajer pembangunan di wilayahnya. “Itu yang ingin coba kita berikan pemahaman bahwa kepala desa ini sudah menjadi manajer di desa. Manager itu harus tau semuanya bukan pelaksana bupati. Harus menggerakan dan mengorganisir masyarakat di desa,” ujar dia. Tujuan utama dari program padat karya adalah untuk membuka lapangan kerja bagi keluarga-keluarga miskin atau kurang mampu yang mengalami kehilangan penghasilan atau pekerjaan tetap, sehingga dengan program ini angka pengangguran dapat berkurang. n Sumber :Puspen Kemendagri


NASIONAL 27 Jakarta

Pemerintah Dorong Peran KSP Jadi Sumber Pembiayaan Formal Untuk Masyarakat Kurang Mampu

JAKARTA – Deputi Bidang Kemiskinan, Ketenagakerjaan dan Usaha Kecil Menengah Kementerian PPN/Bappenas, Rahma Iryanti menjadi pembicara dalam acara “Seminar Nasional: Prospek dan Tantangan Koperasi Simpan Pinjam/Unit Simpan Pinjam (KSP/USP) untuk Meningkatkan Akses Keuangan Bagi Usaha Mikro Kecil” pada Selasa (29/3) di Hotel Pullman. Seminar ini diselenggarakan atas kerjasama Kementerian KUKM, Kementerian PPN/Bappenas, Bank Dunia, dan Swiss State Secretariat Economic Affairs (SECO). Deputi Rahma menyatakan arah kebijakan pembangunan nasional 2015-2019 terkait KSP/USP sejalan dengan agenda Nawa Cita ke-6 dan ke-7. “Agenda ke-6 yaitu meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional, serta Agenda ke-7 yaitu mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor strategis ekonomi domestik,” jelas beliau. Terdapat lima arah kebijakan di Bidang UMKM dan Koperasi pada Tahun 2015-2019. Pertama, peningkatan kualitas sumber daya

manusia, terutama melalui diklat, kewirausahaan, dan pendampingan usaha. Kedua, peningkatan akses pembiayaan dan perluasan skema pembiayaan, di antaranya melalui KUR, kredit program sektoral, dan dana bergulir. Ketiga, peningkatan nilai tambah produk dan jangkauan pemasaran, terutama melalui teknologi, standardisasi, sertifikasi, pasar rakyat, koperasi distribusi, dan trading house. Keempat, penguatan kelembagaan usaha, melalui koperasi kluster dan kemitraan berbasis rantai nilai/pasok. Kelima, peningkatan kemudahan, kepastian dan perlindungan usaha. Adapun beberapa sasaran yang ingin dicapai adalah UMKM dan Koperasi sebagai penggerak ekonomi dan berdaya saing, koperasi yang maju dan mandiri, dan wirausaha baru yang layak dan inovatif. “Ini merupakan sasaran-sasaran besar yang harus kita kawal secara bersama-sama,” jelas Deputi Rahma. Data dari Kementerian KUKM menunjukkan bahwa jumlah KSP/USP cukup banyak, yang mencapai 110 ribu unit dan melayani lebih dari 20 juta anggota. Dalam hal ini, pemerintah berkomitmen untuk mendorong peran KSP dalam keuangan inklusif. Diharapkan KSP dapat menjadi sumber pembiayaan formal yang menjangkau masyarakat di berbagai wilayah, dan dapat meningkatkan kesejahteraan terutama masyarakat kurang mampu. n TAH UN VII | 5 MARET-5 APRIL I 2O 16

Jendela


28 NASIONAL Denpasar

balisafety.baliprov.go.id

Capaian SPM Denpasar 90% DENPASAR - Untuk pelaksanaan pelayanan dasar sesuai dengan UU No.23 tahun 2014 tentang pemerintah daerah, capaian standar pelayanan minimal (SPM) Pemerintah Kota Denpasar rata-rata telah mencapai 90 persen di akhir tahun 2014. “SPM tersebut di keluarkan oleh kementerian masingmasing sesuai dengan SKPD, terutama yang melaksanakan pelayanan dasar,� ujar Kapala Bagian Organisasi Desak Nyoman Widiasih di sela-sela evaluasi SPM terhadap SKPD, di Denpasar, Kamis (20/8). Menurutnya di Kota Denpasar terdapat 15 SPM oleh kementerian terkait yang dilaksanakan oleh 14 satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Setiap capaian pihaknya selalu melaksanakan koordinasi dengan SKPD yang terkait sejauh telah dilaksanakan

Jendela E D I S I 5 M A RET-5 A PRI L 2O1 6 | TA HUN V I I

SPM tersebut. Untuk itu SKPD terkait harus rutin membuat laporan setiap triwulan sehingga dapat mengetahui kendala-kendala yang dihadapi dalam melaksanakan SPM. Evaluasi ini juga untuk mengetahui kendala yang dihadapi masing-masing SKPD dalam mencapai capaian SPM tersebut. Kali ini, ujar Desak, pihaknya kembali melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan SPM untuk semester pertama tahun 2015. Karena itu, semua SKPD harus telah menyelesaikan laporannya yang akan di kirim ke Biro Organisasi Provinsi Bali paling lambat 28 Agustus ini. Diakui bahwa dalam membuat pelaporan ini ada berbagai kendala yang dihadapi SKPD terkait seperti pengumpulan data masingmasing SKPD tidak tepat waktu, format


29

laporan SPM belum sesuai ketentuan. Melalui evaluasi ini diharapkan dapat menyelesaiakan permasalahan-permasalahan tersebut. Meski demikian hampir semua SKPD telah mencapai 90 persen untuk pelaksanaan SPM di akhir tahun 2014, bahkan sudah ada SKPD mencapai target 100 persen seperti yang dilaksanakan Badan Lingkungan Hidup. Kepala Badan Lingkungan Hidup Kota AA Bagus Sudharsana mengatakan, untuk SPM lingkungan hidup yang ditentukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup telah mencapai 100 persen diakhir tahun 2014. SPM itu meliputi empat indikator yaitu pencegahan pencemaran air, pencegahan pencemaran udara, pelayanan informasi status kerusakan lahan, tanah dan tindak lanjut terhadap pengaduan pencemaran. “Semua indikator tersebut telah kami lakukan sehingga mencapai target 100 persen,” ujarnya. Dia mencontohkan, terkait pencemaran lingkungan, pihaknya rutin melaksanakan uji emisi terhadap kendaraan karena salah satu menjadi sumber utama pencemaran. Ini juga akan membawa positif terhadap lingkungan itu sendiri bila ini telah dilaksanakan sesuai indikator yang telah ditentukan. “Kami akan terus melakukan inovasi dalam penangan permasalahan lingkungan dengan melibatkan semua masyarakat,” jelasnya. (disadur dari http://www.menpan.go.id/) n

puskesmasbangliutara.blogspot.com

TAH UN VII | 5 MARET-5 APRIL I 2O 16

Jendela


30 NASIONAL Nusa Dua

Menlu RI-PNG bahas pembangunan daerah perbatasan Nusa Dua. Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi dan Menteri Luar Negeri Papua Nugini Rimbink Pato telah melakukan pertemuan bilateral dengan fokus pembahasan pembangunan daerah perbatasan bersama. “Kita akan meresmikan pembangunan monumen di perbatasan akhir bulan ini,” kata Menlu Retno di Nusa Dua, Bali, di sela-sela pelaksanaan Pertemuan Tingkat Pejabat Tinggi (SOM) Bali Process ke-6, Selasa. Menurut Retno, peresmian monumen tersebut akan menjadi penanda komitmen kuat kedua belah pihak untuk memajukan daerah perbatasan sebagai dua negara tetangga yang rukun. Retno menambahkan, kontak antarmasyarakat juga sangat intens di daerah perbatasan sehingga diperlukan kerja sama yang baik dalam mengelolanya. Untuk mempermudah kontak antarmasyarakat tersebut Indonesia telah memberikan bebas visa kunjungan kepada warga negara Papua Nugini. Menlu PNG Pato mengatakan pihaknya akan membahas bebas visa untuk WNI pada kesempatan pertama dalam pertemuan dengan

Jendela E D I S I 5 M A RET-5 A PRI L 2O1 6 | TA HUN V I I

parlemen PNG bulan ini. “Mereka juga sedang mempertimbangkan untuk memberlakukan kebijakan (bebas visa) yang sama untuk warga kita,” kata Menlu Retno. Terkait masalah pembangunan daerah perbatasan, Pato mengatakan PNG akan terus menjalin komunikasi dan koordinasi dengan pemerintah Indonesia. “Sejauh yang tahu, ada delapan perjanjian perbatasan dengan Indonesia, dan kami selalu berhubungan dekat dengan pihak Indonesia jika terjadi suatu masalah agar dapat segera diselesaikan,” kata dia. Selain masalah perbatasan, kedua menlu juga membahas rencana Pertemuan Konsultatif Bersama RI-PNG yang akan digelar akhir bulan Maret. Menurut rencana, Menlu Pato akan mengunjungi Jakarta pada akhir Maret untuk pertemuan tersebut. n Sumber : http://www.kemendagri.go.id/, antaranews


NASIONAL 31 Kutai Timur

Pengawalan, Pengamanan Pemerintahan Pembangunan Daerah

Kutai Timur. Melalui kejaksaan tinggi (Kejati), pemerintah pusat ingin melakukan upaya pencegahan terhadap tindak pidana korupi di lembaga-lembaga Negara, termasuk didalamnya pemerintah daerah yang terdiri dari satuan kerja perangkat daerah (SKPD) atau Dinas-Dinas Salah satu upaya yang dilakukan kejati untuk melakukan upaya pencegahan tersebut adalah melakukan sosialisasi melaui Tim Pengawalan, Pengamanan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah (TP4D). Acara yang diprakarsai Kejaksaan TInggi Kutim. Menghadirkan Kepala Kejati Kalimantan Timur sebagai pembicara, Abdoel Kadiroen, berkangsung kemarin (21/04) di Kantor Bupati Kutim Dalam pertemuan yang dihadiri bupati Kutim, Wakil Bupati dan Ketua DPRD serta seluruh unsur Forum Koordinasi Satuan Kerja (FKSK) Kutim, Kejati kaltim memaparkan langkah-langkah kongret yang dilakukan untuk meminimalisir upaya tindak pidana korupsi

Dalam paparannya, Menurut mantan Kejati Maluku Utara ini. Factor-faktor timbulnya korupsi sangat kompleks, tetapi sebab utama bisa kita uraikan karena ada keterkaitan sebab dengan sebab lain. Terdapat kepentingan timbal balik didalamnya antara pelaku dan pemberi dan yang paling sering adalah hasrat memperkaya diri pribadi atau golongan tertentu dengan menabrak aturan-aturan yang ada Masih dalam penjelasanya, putra Madura ini mengelompokkan secara umum lima penyebab terjadinya korupsi. Pertama, Faktor Manusia, rendahnya Etika dan Integritas, Sektor Egoistik, rendahnya Profesionalisme, dan krisis kepemimpinan Kalau kita tarik kesimpulan umum dan khusus, persolan korupsi yang timbul dan mendera Negara tercinta mulai jaman orde baru hingga berlarut-larut sampai kini disebabkan karena Moralitas yang telah terjun bebas hingga pada level paling bawah Sebelum menutup “Pencerahan� pencegahan tindak korupsi, bapak murah senyum ini mengingatkan kepada seluruh peserta yang hadir agar selalu bertindak sesuai aturan yang ada. Karena di Negara tercinta ini, tidak ada warga yang kebal hukum. Semua dapat dikenai hukuman tanpa pandang bulu. n Sumber: http://www.kutaitimurkab.go.id/

TAH UN VII | 5 MARET-5 APRIL I 2O 16

Jendela


32

Jendela E D I S I 5 M A RET-5 A PRI L 2O1 6 | TA HUN V I I


33

TAH UN VII | 5 MARET-5 APRIL I 2O 16

Jendela


34 PARAWISATA

Perjalanan ke “Puncak Dewa”

D

engan menyewa motor dari kota Denpasar kami menuju Pura Pasar Agung, 3 motor dengan ransel penuh dengan perlengkapan. Agak sulit jika harus menumbang bis menuju Pura Pasar Agung, bisa berpindah sampai 3 kali angkot, dan ini tentunya menyulitkan dan juga membuang banyak waktu. Setelah menempuh 2 jam perjalanan dengan jalan yang menanjak terjal, pukul 3 sore kami sampai di depan pos penjaga Gunung Agung yang terletak berdekatan dengan Pura Pasar Agung. Pendakian Gunung Agung yang kami lalui melalui Pura Pasar Agung. Pura ini terletak di Selat, Karangasem. Kita juga bisa mendaki Gunung Agung melalui Besakih atau juga melalui Budakeling lewat nangka. Pos penjagaan ini memang sudah terletak jauh dari kaki gunung, jadi wajar saja kalau di sekitar pos ini sudah banyak kabut tipis dengan udara khas pegunung, dingin tetapi menyegarkan. Tidak ada tandatanda kehidupan disini, pintu pos tertutup tanpa penjaga, kami lalu beranjak ke sebuah warung dengan seorang gadis manis yang menjaganya. Kabut masih menyelimuti kawasan Pura dengan beberapa orang yang turun sehabis sembahyang di Pura. Kami pun beranjak menaiki sebuah tangga berbatu menuju pintu masuk Gunung Agung yang memiliki jalan yang sama dengan memasuki Pura Pasar Agung. Pandangan yang terbatas

Jendela E D I S I 5 M A RET-5 A PRI L 2O1 6 | TA HUN V I I

tertutup kabut tipis dan tepat kami berdiri di sebuah pintu masuk Pura yang begitu besar dan terkesan mistik, kami pun merasakan suasana yang penuh dengan ketenangan disini. Tak ada suara-suara, karena memang Pura ini sangat jauh dari pemukiman penduduk. Perjalanan menuju “Puncak Dewa” memang banyak larangannya, maklum saja, Gunung Agung sangat disucikan oleh masyarakat Hindu Bali, apalagi kami juga banyak mendengar informasi atau pun ceritacerita mengenai begitu kramatnya gunung ini dan hanya boleh di daki di hari-hari tertentu. Gunung Agung memang memiliki daya tarik “magis” yang luar biasa. Ada kekuatiran tentunya, karena tidak sembarangan waktu Pura pasar Agung dan Papan Pelarangan


35

untuk bisa mendaki gunung Agung, dan juga keharusan menyewa guide membuat kami harus bersiap-siap untuk mengeluarkan dana lebih jika memang diharuskan, tetapi saran saya, jika memang belum ada satu pun yang pernah mendaki gunung Agung disarankan untuk menyewa guide saja, karena sungguh medan pendakian gunung Agung begitu berat dan berbahaya. Biayanya sekitar 250.000 – 350.000/hari. Jika membutuhkan jasa porter juga ada, kurang lebih sama harganya, pintarpintar kita nego tentunya. Tapi harga ini tentu bisa berbeda jika pendakian melalui jalur besakih, mungkin bisa lebih mahal lagi. Sore ini kami mendirikan sebuah tenda di sebuah pos yang tidak jauh dari pintu gerbang Pura Pasar Agung. Menyiapkan perbekalan dan juga istirahat secukupnya. Kami berencana melakukan pendakian di tengah malam, karena nantinya semua perbekalan akan ditinggal di tenda, kecuali makan, minum, dan obat-obatan harus dibawa. Pendakian gunung Agung memang tidak memerlukan membawa tenda, karena tidak direkomendasikan untuk menginap di puncaknya, sangat berbahaya. Kami terbangun menjelang tengah malam, langit malam ini dihiasi taburan kerlap kerlip bintang. Angin bertiup begitu kencang sehingga membuat suara-suara aneh terdengar. Angin dingin mulai mengigit-gigit tulang dan membuat kami sesering mungkin memasukkan cairan hangat berwarna coklat di dalam mulut. Tubuh harus tetap hangat untuk menjaga stamina. Pukul 10 malam kami memutuskan untuk memulai perjalanan, mungkin terlalu cepat, tetapi kami juga berencana untuk melakukan perjalanan dengan tidak terlalu cepat, untuk menjaga stamina kelompok. Gunung Agung bertipe starto volcano dan memiliki ketinggian 3.142 meter. Kawah yang sangat lebar hingga mencapai diameter 500 meter dan menambah keeksotikan gunung

Anak tangga menuju pintu masuk gunung Agung

Agung. Gunung Agung jika dilihat dari jauh terlihat berbentuk kerucut sempurna. Menurut masyarakat Hindu di Bali gunung ini merupakan menara suci yang dipercaya tempat para Dewa. Jadi bagi kita yang hendak mendaki sebaiknya menjaga tata karma, adat-istiadat penduduk setempat. Jadi jangan heran jika ada larangan tidak boleh membawa masuk daging sapi karena kita harus menghormati kepercayaan umat Hindu. Ada juga larangan mengenakan pakaian berwarna merah atau hijau, dan dilarang mendaki bagi wanita yang datang bulan. Pukul 22.00 malam, kami memulai pendakian menaiki sisi jalan Pura sebagai gerbang awal pendakian, ada sekitar 200300 anak tangga sebelum memasuki hutan. Jalan yang kami temui adalah jalanan seperti tanah liat dan pipa-pipa air penduduk yang membuat pendaki harus berhati-hati dalam melangkah. Jalan setapak mulai dilewati sedikit menanjak perlahan tapi pasti. Trek perjalanan pelan-pelan berubah menjadi menyempit dan berpasir. Kemiringan 40-50 derajat akan membuat kita terpeleset apabila kita tidak berhat-

TAH UN VII | 5 MARET-5 APRIL I 2O 16

Jendela


36 PARIWISATA

hati dalam melangkah. Setelah hampir empat jam lebih melewati hutan akhirnya kamisampai di hutan terbuka dimana langit cerah dhiasi bintang dengan kerlap-kerlip lampu kota Denpasar di malam hari. Areal ini cukup luas untuk duduk berisitirahat sambal menikmat pesona malam dari ketinggian. Empat jam perjalanan yang sangat melelahkan, karena sama sekali tidak ada jalan yang landai, jalur yang kami lalui menanjak dan membuat tenaga cepat terkuras. Istirahat yang seharusnya beberapa menit menjadi lebih panjang, ini juga sengaja kami lakukan untuk menjaga stamina kelompok tetap prima. Vegetasi mulai berubah, hutan mulai menghilang diganti oleh pepohonan yang tidak terlalu tinggi. Jalur semakin terjal, bebatuan menghiasi jalur yang kami lalui. Jalur semakin nanjak dengan batu-batu besar yang dapat menjadi pegangan, tetapi juga dapat menghancurkan tubuh kami jika terjadi longsor. Diketinggian seperti ini, setiap pendaki harus berhati-hati dengan potensi AMS (acute mountain sickness) atau penyakit ketinggian yang dapat membawa akibat fatal bagi dirinya. Jalur-jalur pendakian gunung Agung memang membuat ngilu dengan jurangjurang yang mengangga. Gunung Agung memang terjal dan terus menanjak dan sangat menguras stamina dan Jalur menuju Puncak

Jendela E D I S I 5 M A RET-5 A PRI L 2O1 6 | TA HUN V I I

Tempat Doa umat Hindu di Gunung Agung

menghancurkan keberanian. Kini jalur pendakian mulai berubah menjadi bebatuan besar dengan banyak cabang-cabang jalan yang berbahaya, dan ini membutuhkan mata yang awas dan pengetahuan terhadap medan pendakian. Pendakian semakin sulit karena stamina kami semakin berkurang dan satu persatu dari kami mulai menampakan kelelahan. Perjalanan kami pun mulai melambat dan ini menandakan kami harus sesering mungkin untuk istirahat untuk minum, makan dan meluruskan kaki-kaki kami yang kencang, karena di depan kami saat ini menanti jalur terjal tanpa ampun dengan batubatu besar dan jurang-jurang. Beberapa menit lagi mencapai puncak, langit yang terbuka dan angin subuh yang kencang menampar wajah-wajah kami yang kelelahan dan seperti memberi kekuatan bagi kami. Teriakan khas “komando� membakar semangat yang menyala-nyala, warna merah kebiruan terlihat dari jelah-jelah langit, seolah langit terlihat retak dan dari retakan tersebut keluar garis-garis cahaya. Teriakan “komando� kedua seolah memacu darah segar yang membawa semua energy


37

dan memberi kekuatan kaki-kaki ini untuk melangkah. Perjalanan menuju puncak dewa ini sudah menjadi mimpi kami bersama, jadi perjalanan menuju puncak dewa akan kami lakukan bersama-sama. Kami tidak akan meninggalkan satu orang pun dari kami. Tak terasa langit timur mulai melukis horizon merahnya. Waktu terbitnya matahari akan tiba, warna orange kemerahan mulai menganti warna merah kebiruan yang menghiasi langit shubuh, dan ini pertanda fajar akan berganti pagi. Akhirnya sampai juga di Puncak istana para Dewa, atap pulau Bali, menara suci tertinggi di Bali dengan teriakan “takbir�. Kemilau langit nan indah berbalut awan menghampar didapan mata, tangan-tangan ini seolah ingin mengapainya. Gunung Raung di sisi barat tampak halus dari kejauhan. Gunung Rinjani berdiri kokoh melewati batas awan. Mulut kawah menganga lebar dan dalam. Selat Lombok terlihat biru, dan hutanhutan di kaki gunung terlihat hijau menawan. Rumah-rumah awan pun seperti tertawa indah. Perjalanan yang melelahkan akhirnya terjawab dengan keindahan pemandangan di puncak dewa. Kami pun berfoto ria, bersama dengan pendaki-pendaki yang sudah mendahului kami tadi malam. Ada dari mancanegara seperti Australia, Belanda, dan juga Korea, pendaki lokal pun juga banyak, dari Malang, Surabaya dan Bandung. Kami saling berbagi nama, cerita, kisah dan tentunya secangkir kopi hangat yang membuat wajah-wajah kami menghangat. Perjalanan pendakian ini memang pendakian jiwa, sulit dilukiskan apa yang sebenarnya bergemuruh di hatihati kami, dan hanya tempat inilah (puncak gunung) kami selalu berjanji untuk selalu bermimpi. Sebelum turun, kami pun bergegas menyiapkan makan pagi, dengan bekal makanan yang kami dan dilahap dengan

Jalur Turun yang terjal dengan bebatuan

cepat. Wajar saja karena perjalanan yang begitu berat ini telah banyak menguras tenaga kami dan tentunya mengosongkan perut-perut kami, suara kukuruyuuk saling sahut menyahut dan membuat kami tertawa bersama derasnya air mata kebahagiaan. Dan tentunya perjalanan turun sudah membayang di depan mata, perjalanan turun dengan lereng-lereng menurun pada jalur lava beku begitu terjal seolah melengkapi perjalanan “penderitaan� kami dalam perjalanan menuju puncak dewa ini. Perjalanan menurun akan menjadi perjalanan begitu menyenangkan bagi sebagian orang, tapi juga dapat menjadi perjalanan yang sama melelahkannya. Melihat jalur turun dengan cahaya terang membuat hati kami tercekat karena begitu berbahayanya jika kami turun tanpa berhatihati. Jurang mengangga dan jalur-jalur sempit dapat dengan mudah membuat kami tergelincir dan kemudian jatuh di jurang yang dalam. Saya pun mengalami kegetiran dan juga bergetar kaki-kaki ini melihat begitu curamnya perjalanan turun yang akan kami lalui. n Catatan: 7 Juli 2010

TAH UN VII | 5 MARET-5 APRIL I 2O 16

Jendela


RESENSI

38

S

Menciptakan Rasa Aman dalam Ekonomi Pasar

istem ekonomi pasar adalah modal pengelolaan ekonomi yang dianut oleh hampir semua negara di dunia saat ini. Sistem ini lekat dengan upaya memberikan kebebasan bergerak atas barang, jasa dan manusia, termasuk agar pergerakan tersebut berlangsung di lintas negara. Sistem seperti ini diyakini telah menjadi salah satu penggerak pertumbuhan ekonomi dunia yang efektif dan efesien. Benarkah demikian? Buku ini mengupas praktik ekonomi pasar di mana ditemukan bahwa keberhasilan perekonomian suatu negara sebenarnya tidak bisa dikatakan bertopang pada ekonomi pasar itu sendiri. Penopang utama keberhasilan suatu ekonomi pasar adalah rasa aman yang dirasakan oleh investor, para pelaku usaha dan pekerja, yang terlindungi dalam bentuk sistem jaminan sosial. Dinna Wisnu dalam pengantar bukunya mengatakan bentuk sistem jaminan sosial beragam karena sesungguhnya ekonomi pasar tidak bisa berjalan tanpa intervensi pemerintah. Di sistem ekonomi pasar di berbagai belahan dunia, kenyataannya pengusaha perlu dibantu agar pajak yang mereka bayarkan secara nyata kembali dalam bentuk insentif untuk pengembangan bisnis yang lebih baik. Penciptaan bentuk rasa aman tersebut tentu tidak tanpa kontroversi. Lika-liku reformasi sistem jaminan sosial menunjukkan bahwa ada dua dimensi utama jaminan sosial yang patut mendapat perhatian khusus, jika target pertumbuhan ekonomi ingin diraih. Yang pertama adalah dimensi manfaat, di mana kita dapat mengukur tingkat rasa aman yang dirasakan oleh individu warga negara secara langsung (baik pengusaha maupun pekerja). Jendela E D I S I 5 M A RET-5 A PRI L 2O1 6 | TA HUN V I I

Yang kedua adalah dimensi kontrol politik, di mana kita dapat mengamati aliran dana publik hasil kumpulan iuran jaminan sosial. Dimensi kedua ini perlu terus dipantau karena dimensi inilah yang kerap menjebak sistem jaminan sosial menjadi sekadar sapi perah bagi sebagian politisi atau kelompok kepentingan tertentu, sehingga akhirnya sistem jaminan sosial tidak berkelanjutan, rasa aman tergoroti dan tentu saja pertumbuhan ekonomi terganggu. Buku ini memaparkan analisis posisi sistem jaminan sosial dalam ekonomi pasar, lengkap dengan pengalaman reformasi jaminan sosial 1998-2011 di Indonesia. Disertakan pula potret perbandingan dengan sejumlah negara lain, termasuk negara tetangga di Asia. Fakta yang terungkap semoga menguak akar keragu-raguan dan memberi pegangan dalam mengembangkan model yang terbaik untuk Indonesia. Oleh karena itu, diharapkan buku ini dapat menjadi pegangan bagi pemangku kepentingan, termasuk akademisi, mahasiswa, pelaku politik, dan pelaku ekonomi di Indonesia. Anggota/Ketua Tim SJSN Republik Indonesia, 2001-2004, Sulastomo, memberikan komentar pada buku Dinna Wisnu dengan menulis catatan, “Meskipun program jaminan sosial menjanjikan rasa aman, ekonomi dan sosial, sejak lahir hingga meninggal dunia, tidak banyak buku ditulis mengenainya. Wajar, kalau tidak banyak diketahui dan bahkan sering menimbulkan kesalahpahaman. Mudahmudahan, buku ini akan mampu menjelaskan upaya menumbuhkan “rasa aman� itu, ketika Indonesia berada di awal pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).� n


39

Judul Buku Sistem Politik Jaminan Sosial Penulis Dinna Wisnu, Ph.D Nama Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Cetakan dan Tahun Terbit Pertama (2012) Tebal Buku 272 Halaman Kategori Politik

TAH UN VII | 5 MARET-5 APRIL I 2O 16

Jendela


40

“What drives people to public service is a sense of possibility. If you haven’t sensed that possibility you don’t get started in the same way, you don’t feel you can have an impact.” (Henry Hampton)

DITERBITKAN OLEH

DIREKTORAT JENDERAL BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI JL. TAMAN MAKAM PAHLAWAN NO. 20 KALIBATA. JAKARTA SELATAN

Jendela E D I S I 5 M A RET-5 A PRI L 2O1 6 | TA HUN V I I


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.