The Planners #5 - Economic Development

Page 1

the

Volume 05 - Oktober 2011

planners ePortfolio

Ekonomi Untuk Pembangunan


/redaksi_. Pelindung

ADHAMASKI PANGERAN

OKT/11

the

planners ePortfolio

FITRIA AYU VIDAYANI Kepala Divisi Keprofesian HMP PL ITB 2011/2012

GEMA SATRIA Editor In Chief - The Planners

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT akhirnya telah terbit kembali majalah The Planners E-Portfolio edisi yang ke lima dari divisi keprofesian HMP PL ITB. Terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu terwujudnya majalah ini. Tujuan majalah ini ialah mempublikasikan tugas, penelitian, dan karya tulis warga HMP melalui media yang dapat diakses oleh masyarakat umum untuk memperkenalkan bidang ilmu keplanologian serta untuk mengapresiasi tugas-tugas kuliah yang telah dikerjakan oleh anggota HMP atau Mahasiswa Planologi ITB. Semoga dengan adanya majalah ini di tengah masyarakat dapat menambah wawasan mengenai bidang keplanologian.

Halo, The Planners! Alhamdulillah, akhirnya kami kembali terbit meskipun tugas-tugas baru menunggu dan menumpuk untuk dikerjakan. Kami tim redaksi The Planners tetap hadir demi pembaca setia kami. Kali ini kami datang dengan tampilan yang lebih smart dan simpel sehingga pembaca dapat lebih nyaman dalam menikmati portfolio karyakarya mahasiswa Teknik Planologi ITB ini.

Penanggung Jawab GILANG PAMUNGKAS FITRIA AYU VIDAYANI FANNI HARLIANI REDAKSI

Pemimpin Redaksi GEMA SATRIA

Tim Recruiter

DHIO NANDIWARDANA IRFAN FAIKAR NUSAIBA ADZILLA

Desainer /Layoutter

DEA YUNITA PRIYADI NUGROHO THANKS TO

Kontributor

NUSAIBA ADZILLA GEMA SATRIA FAUZIA SURYANI PUTRI M YUNUS KARIM LYDIA

Fotografi

ADZANI ARDHANARESWARI

Powered by DIVISI KEPROFESIAN

HMP Pangripta Loka ITB Labtek IX-A Gedung SAPPK-ITB Jalan Ganesha 10, Bandung INDONESIA

Tema ekonomi untuk pembangunan yang diangkat pada edisi kali ini membahas berbagai hal mengenai perekonomian, mulai dari dasardasar perekonomian hingga kegiatan ekonomi unggulan bagi suatu wilayah. Semoga majalah ini dapat menambah bahan bacaan yang berguna bagi pembaca. Selamat menikmati!

Pada edisi ke-lima ini, kami mengangkat tema “Ekonomi Untuk Pembangunan�. Teknik Planologi merupakan ilmu multidisiplin, bahkan ilmu ekonomi pembangunan pun ikut dipelajari mengingat perkembangan suatu kota tidak lepas dari aktivitas perekonomian. Oleh karena itu, kami harap melalui edisi ini, pembaca dapat lebih mengenal lagi apa saja yang mahasiswa planologi kerjakan dan bicarakan terkait ekonomi untuk pembangunan. Tak perlu berpanjang lebar. Selamat menikmati!

Front Cover courtesy

Pasar Terapung Muara Kuin - Banjarmasin http://www.flickr.com/photos/banjarmasinbox/4025091920/ sizes/m/in/photostream/

Gema

The Team Dhio Faikar

Dzilla

19 | THE PLANNERS Oktober 2011

Deyun

Bejo

dan yang pada saat pemotretan ini sedang pemulihan pasca operasi namun tetap sigap merapikan layout


10.2011

Contents

4

KATA KITA

Kemacetan Kota Bandung Siapa Bilang Itu Merugikan?

6

PROFIL WILAYAH DAN KOTA LQ & Shift-Share Kab. Sumedang

10

Pembiayaan Infrastruktur dengan PPP

POTRET

WO YM

13

FOKUS

14

WHAT’S ON YOUR MIND? Opini Mahasiswa

18

/eco-nomy_./

FOKUS

Analisis Lokasi Kegiatan Perekonomian

17

POTRET Galeri Foto

TUGAS AKHIR

Kajian Indikator Ekonomi dalam Transportasi Berkelanjutan

Oktober 2011 THE PLANNERS | 20


Kata Kita

http://forkaja.files.wordpress.com/2010/03/bangkoktrafficjam-680715-lw1.jpg

Kemacetan Kota Bandung Siapa Bilang Itu Merugikan?

Selama ini kemacetan dianggap merugikan. Memang, kemacetan menyebalkan. Namun, ada perspektif lain yang bisa kita coba pahami bahwa kemacetan itu merupakan pertanda pesatnya pertumbuhan ekonomi. Oleh GEMA SATRIA 154 08 029

4 | THE PLANNERS Oktober 2011


atau pembelanjaan uang di Kota Bandung. Ketika kemacetan itu datang, para wisatawan pun cenderung menunggu waktu lengang sehingga semakin lamalah mereka berbelanja di Kota Bandung. Kita pun dapat menganalogikan Kota Bandung sebagai sebuah rumah makan yang hendak kita datangi. Sebagai konsumen, kita cenderung mendatangi rumah makan yang ramai parkirannya, atau banyak dikunjungi orang bukan? Begitu pun Kota Bandung yang memiliki daya tarik karena keramaian yang dimilikinya. Uraian diatas tidak bermaksud mengatakan bahwa kemacetan di Kota Bandung sebaiknya dibiarkan saja karena hal tersebut menguntungkan. Suatu saat bisa jadi akan terjadi kejenuhan akibat ketidaknyamanan yang terus menerus terjadi. Misalnya, bisa saja suatu saat orang bosan datang ke Bandung dan justru pergi ke Karawang untuk berwisata. Ketika itulah maka competitiveness menjadi kunci agar wilayah tersebut tetap menarik untuk dikunjungi. Kota Bandung harus terus membenahi dirinya. Menangani masalah kemacetan, tidak bisa bertujuan semata-mata untuk memperlancar arus lalu-lintas saja, tapi juga harus berdampak positif terhadap ekonomi. Kemacetan terjadi karena pada waktu yang bersamaan, terjadi pergerakan di atau menuju satu tempat yang sama, sehingga jaringan jalan kelebihan kapasitasnya. Dengan demikian, beban lalu-lintas tersebut harus diurai namun kegiatan yang hendak dicapai melalui perjalanan penduduk tersebut tetap terpenuhi. Salah satu alternatifnya adalah dengan menciptakan pusat kegiatan ekonomi baru di tempat yang lain yang mampu menawarkan alternatif tempat pemenuhan kebutuhan bagi penduduk yang berkegiatan tersebut. Sehingga jalanan akan menjadi lebih lancar namun ekonomi baru tumbuh dan berkembang yang juga akan semakin menguntungkan Kota Bandung. Sebagai penutup, pemahaman yang hendak ditekankan disini adalah bahwa dalam menangani kemacetan tidak bisa hanya sekedar bertujuan memperlancar satu ruas atau jaringan jalan saja misalnya. Ruas jalan yang lancar tersebut PASTI di masa depan pun akan mengalami kemacetan. Sehingga misalnya investasi berupa jalan layang pada ruas tersebut, yang di masa depan juga akan mengalami kemacetan, akan menjadi sia-sia. Alih-alih membenahi satu masalah di satu tempat, maka pengembangan pusat aktivitas ekonomi di tempat lain dapat menjadi pilihan baik agar kemacetan dapat terurai sementara kegiatan ekonomi semakin berkembang.

v

1 http://s1.hubimg.com/u/3764308_f520.jpg

K

emacetan lalu-lintas dapat kita pahami sebagai akibat dari adanya kegiatan penduduk atau aktifitas ekonomi yang terjadi. Eksternalitas yang ditimbulkan akibat adanya kemacetan seperti terlalu banyaknya waktu yang dihabiskan di jalan, polusi udara, ketidaknyamanan pengguna jalan, dan sebagainya memang mengurangi tingkat kenyamanan area perkotaan. Kerugian-kerugian yang dialami oleh pengguna jalan tersebut kemudian dipandang sebagai dampak negatif lanjutan akibat adanya kemacetan. Namun, ada paradigma lain yang harus dipahami oleh kita bahwa kemacetan sesungguhnya adalah sebuah keniscayaan akibat tumbuhnya perekonomian suatu wilayah. Hal ini dapat kita pahami dengan contoh Kota Bandung, yang 10-15 tahun yang lalu jalanannya belum semacet dan sepadat kini. Dengan tumbuhnya berbagai daya tarik wisata seperti factory outlet, taman bermain, dan sebagainya, kapasitas Sistem Jaringan Jalan Kota Bandung yang telah dibahas sebelumnya telah terlampaui sehingga timbulah kemacetan. Contoh yang lebih sederhana, pergerakan transportasi apapun yang dilakukan oleh penduduk di Kota Bandung, pasti terjadi karena adanya kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh pengguna sistem transportasi. Sebut saja anak-anak yang pergi ke sekolah, ibu-ibu yang pergi ke pasar, kepala keluarga yang pergi mencari nafkah, bahkan ketika kita hanya pergi ke warung menggunakan motor. Dengan demikian maka ketika jumlah perjalanan meningkat, maka hal tersebut berarti, jumlah kegiatan penduduk secara ekonomi pun meningkat. Yang terjadi kemudian ketika jalanan telah mencapai kapasitas jenuhnya maka terjadilah kemacetan. Menangani kemacetan sudah menjadi kewajiban agar kerugian yang mengurangi kenyamanan penduduk dapat dihindari. Namun, apakah jalanan yang lancar dapat diartikan sebagai sebuah keuntungan yang berhasil dicapai? Belum tentu. Sekali lagi, kemacetan yang terjadi merupakan indikasi pertumbuhan ekonomi yang pesat. Sehingga, ketika jalanan menjadi lancar, haruslah ada jaminan bahwa kegiatan ekonomi yang telah ada sebelumnya tidak turun tapi justru malah berkembang. Mari kita kembali bayangkan Kota Bandung ketika akhir pekan yang hampir selalu terjadi kemacetan lalu-lintas dimana-mana. Ketika itu, orang dari luar Kota Bandung datang, yang tentunya membawa uang, maka pada saat itulah pendapatan masyarakat Kota Bandung di akhir pekan itu pun meningkat karena adanya transaksi

http://www.flickr.com/photos/64515529@N03/5934022516/

Kata Kita

2

1. ARUS KENDARAAN yang menumpuk pada satu arah 2. PUSAT PERBELANJAAN yang kini semakin menjamur di kota Bandung

Oktober 2011 THE PLANNERS | 5


Profil Wilayah dan Kota

Ekonomi Basis dan Pergeseran Ekonomi Kabupaten Sumedang Terhadap Provinsi Jawa Barat Oleh FAUZIA SURYANI PUTRI 154 08 061

LOCATION QUOTIENT (LQ) Location quotient adalah salah satu teknik pengukuran yang digunakan untuk melihat kemampuan daerah pada kegiatan tertentu. Analisis ini dapat menentukan apakah setiap produk/jasa, industri, atau sektor ekonomi regional merupakan sektor ekonomi basis atau non basis. Rumus LQ dengan dasar perhitungan jumlah tenaga kerja adalah: LQmi =

No

Jenis Lapangan Pekerjaan

Kab. Sumedang

Jawa Barat

LQ

Peringkat

1

Pertanian

204.396

4.675.914

1,449

1

2

Pertambangan dan Penggalian

3.806

127.662

0,027

10

3

Industri

61.132

2.705.499

0,433

8

4

Listrik, Gas, dan Air Minum

478

59.080

0,268

9

5

Konstruksi

22.286

803.616

0,919

4

6

Perdagangan, Hotel, dan Restoran

123.022

4.227.627

0,964

3

7

Angkutan dan Komunikasi

28.744

1.145.160

0,832

6

8

Keuangan

6.972

252.858

0,914

5

9

Jasa-Jasa

58.616

2.874.673

0,676

7

10

Lainnya

9.308

318.731

0,968

2

Total

518.760

Nmi / Nm Ni / N

Dimana : Nmi : Lapangan kerja di KabupatenKota “m” dalam Industri “i” Nm : Total lapangan kerja di Kabupaten-Kota “m” di seluruh Industri Ni : Lapangan kerja Jawa Barat dalam industri “i” N : Lapangan kerja Jawa Barat dalam seluruh industri Struktur perumusan LQ memberikan beberapa nilai, yaitu LQ>1, LQ=1, LQ<1. Jika memakai nilai produksi sebagai bahan perhitungan, maka : a. LQ lebih besar dari 1 ( LQ > 1 ) : berarti komoditas tersebut merupakan sektor basis artinya produksi komoditas yang bersangkutan sudah melebihi kebutuhan konsumsi di daerah dimana komoditas tersebut dihasilkan dan kelebihannya dapat dijual keluar daerah. b. LQ lebih kecil dari satu (LQ<1) : produksi komoditas tersebut belum mencukupi kebutuhan konsumsi di daerah yang bersangkutan dan pemenuhannya didatangkan dari daerah lain. c. LQ sama dengan satu (LQ=1) : produksi komoditas yang bersangkutan hanya cukup untuk kebutuhan daerah setempat.

EN T A BUP A K

ANALISIS LOCATION QUOTIENT JUMLAH TENAGA KERJA KABUPATEN SUMEDANG TAHUN 2007 TERHADAP PROVINSI JAWA BARAT Analisa LQ dalam sektor ditinjau dari Jumlah Tenaga Kerja per Lapangan Pekerjaan berdasarkan data tahun 2007 yaitu: - LQ>1, dapat diartikan sebagai sektor basis/ unggulan di Kabupaten Sumedang. Sektor tersebut adalah sektor Pertanian. - LQ<1, dapat diartikan sektor non basis (bukan basis/ sektor unggulan) di

6 | THE PLANNERS Oktober 2011

Kabupaten Sumedang. Sektorsektor tersebut antara lain: 1. Pertambangan dan penggalian 2. Industri 3. Listrik, gas, dan air minum 4. Konstruksi 5. Perdagangan, hotel, dan restoran 6. Angkutan dan komunikasi 7. Keuangan

17.190.820 TABEL Analisa Location Quotient Kabupaten Sumedang terhadap Propinsi Jawa Barat 2007 8. Jasa-jasa 9. Lainnya Berdasarkan hasil perhitungan LQ di atas, sektor yang memberikan kontribusi terbesar terhadap perekonomian kabupaten Sumedang adalah sektor pertanian dengan LQ sebesar 1,449. Artinya tenaga kerja di sektor pertanian kabupaten Sumedang memberikan kontribusi terbesar terhadap perekonomian Jawa Barat. Sebaliknya sektor yang memberikan kontribusi terkecil terhadap perekonomian Jawa Barat adalah di sektor pertambangan dan penggalian dengan LQ sebesar 0,027. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertambangan dan penggalian bukan menjadi sektor unggulan kabupaten Sumedang, dan merupakan sektor perekonomian di bidang non-basis.

S U EM D A N G

ANALISIS SHIFT-SHARE Analisis shift share adalah analisis yang bertujuan untuk mengetahui kinerja atau produktivitas kerja perekonomian daerah dengan membandingkan dengan perekonomian nasional. Bentuk umum dan persamaan dari analisis ShiftShare dan komponen komponennya adalah sebagai berikut :


Profil Wilayah dan Kota JAWA BARAT dan lokasi Kabupaten Sumedang

Tenaga Kerja Kab. Sumedang No

Jenis Lapangan Pekerjaan

2006 (Eij)

2007 (E*ij)

Tenaga Kerja Jawa Barat

Perubahan (Eij)

Persen (%)

Perubahan 2006 (Ein)

2007 (E*in)

(E*in-Ein)

Persen (%)

1

Pertanian

187.947

204.396

16.449

8,75

4.072.068

4.675.914

603.846

14,83

2

Pertambangan dan Penggalian

2.998

3.806

808

26,95

107.645

127.662

20.017

18,60

3

Industri

73.673

61.132

-12.541

-17,02

2.682.766

2.705.499

22.733

0,85

4

Listrik, Gas, dan Air Minum

3.661

478

-3.183

-86,94

42.744

59.080

16.336

38,22

5

Konstruksi

23.057

22.286

-771

-3,34

859.655

803.616

-56.039

-6,52

6

Perdagangan, Hotel, dan Restoran

100.712

123.022

22.310

22,15

3.952.332

4.227.627

275.295

6,97

7

Angkutan dan Komunikasi

20.665

28.744

8.079

39,10

1.301.912

1.145.160

-156.752

-12,04

8

Keuangan

3.137

6.972

3.835

122,25

290.887

252.858

-38.029

-13,07

9

Jasa-Jasa

51.493

58.616

7.123

13,83

2.101.775

2.874.673

772.898

36,77

10

Lainnya

770

9.308

8.538

1.108,83

29.855

318.731

288.876

967,60

11

Total

468.113

518.760

50.647

10,82

15.441.639

17.190.820

1.749.181

11.33

TABEL Jumlah Tenaga Kerja Kabupaten Sumedang tahun 2006-2007 Dij = Nij + Mij + Cij Keterangan : i = sektor-sektor ekonomi yang diteliti j = wilayah ekonomi yang diteliti Dalam penelitian ini variabel yang digunakan adalah tenaga kerja (E), maka : Dij = E* ij – Eij Nij = Eij . rn Mij = Eij (rin – rn) Cij = Eij (rij – rin) Dimana rij, rin, dan rn mewakili laju pertumbuhan wilayah dan laju pertumbuhan nasional yang masing-masing didefinisikan sebagai : rij = (E* ij – Eij) / Eij rin = (E* in – Ein) / Ein rn = (E* n – En) / En Jadi nantinya didapat persamaan S-S untuk sektor i di wilayah j adalah : Dij = Eij . rn + Eij (rin-rn) + Eij (rij-rin) Keterangan : D = variabel wilayah N = pertumbuhan nasional M = bauran industri (industry mix) C = keunggulan kompetitif Eij = tenaga kerja di sektor i di wilayah j (propinsi) Ein = tenaga kerja di sektor i di wilayah n ( nasional)

En = tenaga kerja wilayah n (nasional) * = tenaga kerja pada akhir tahun analisis rij = laju pertumbuhan sektor i di wilayah j (propinsi) rin = laju pertumbuhan sektor I di wilayah n (nasional) rn = laju pertumbuhan tenaga kerja di wilayah n (nasioanal) HASIL PERHITUNGAN ANALISIS SHIFTSHARE KABUPATEN SUMEDANG 20062007 Pada perkembangan tenaga kerja di kabupaten Sumedang pada tabel di atas, ditunjukkan bahwa pada kurun waktu 2006-2007 telah terjadi peningkatan dalam penyerapan tenaga kerja sebesar 50.647 tenaga kerja atar sekitar 10,82%. Peningkatan tenaga kerja tertinggi terjadi pada sektor-sektor lainnya sebanyak 8.538 orang atau sekitar 1.108,83%, sedangkan pada peringkat kedua terjadi pada sektor keuangan sebanyak 122,25% dalam kurun waktu 1 tahun. Kemudian disusul oleh sektor angkutan dan komunikasi 8.079 tenaga kerja atau sekitar 39,10% dan dilanjutkan dengan sektor pertambangan dan penggalian sebesar 808 tenaga kerja atau 26,95%. Sektor yang mengalami penurunan adalah sektor listrik, gas,

dan air minum sebesar 86.94% dalam 1 tahun terakhir atau sekitar 3.183 tenaga kerja yang awalnya bekerja pada sektor tersebut. Hal yang sama juga dialami pada sektor industri dan konstruksi yaitu sebesar 17,02% dan 3,34%. Perkembangan tenaga kerja di provinsi Jawa Barat pada tabel di bawah menunjukkan bahwa pada kurun waktu 20062007 telah terjadi peningkatan dalam menyerap tenaga kerja sebanyak 1.749.181 tenaga kerja atau sekitar 11.33%. Peningkatan tenaga kerja tertinggi terjadi pada sektor-sektor lainnya sebanyak 288.876 tenaga kerja atau mencapai 967.60%. Kemudian disusul oleh sektor listrik, gas, dan air minum sebanyak 16.336 tenaga kerja atau mencapai 38,22%. Sektor berikutnya yang mengalami peningkatan adalah sektor jasa sebanyak 772.898 tenaga kerja atau 36,77%. Adapun sektor yang mengalami penurunan adalah sektor keuangan sebesar 13,07% dalam 1 tahun terakhir atau sekitar 39.029 tenaga kerja yang awalnya bekerja pada sektor jasa. Kemudian diikuti oleh sektor angkutan dan komunikasi serta konstruksi sebasar 12,04% dan 6.52%. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Oktober 2011 THE PLANNERS | 7


Profil Wilayah dan Kota No

Jenis Lapangan Pekerjaan

Pergeseran Struktur Ekonomi

Komponen Pertumbuhan Provinsi (N)

Bauran Industri (M)

Keunggulan Kompetitif (C)

Pertumbuhan (D)

1

Pertanian

21.290

6.581

-11.422

16.449

2

Pertambangan dan Penggalian

340

218

251

808

3

Industri

8.325

-7.701

-13.165

-12.541

4

Listrik, Gas, dan Air Minum

414

985

-4.582

-3.183

5

Konstruksi

2.605

-4.108

732

-771

6

Perdagangan,

11.380

-4.365

15.295

22.310

7

Angkutan dan Komunikasi

2.335

-4.823

10.567

8.079

8

Keuangan

354

-765

4.245

3.835

9

Jasa-Jasa

5.819

13.117

-11.813

7.123

10

Lainnya

87

7.363

1.088

8.538

Jumlah

52.950

6.502

-8.805

50.647

Prosentase terhadap pertumbuhan

105

13

-17

100

1. Sektor Pertanian Untuk jumlah keseluruh (Dij), sektor pertanian menunjukkan jumlah yang positif sebesar 16.449 tenaga kerja, yang berarti bahwa pertumbuhan sektor pertanian di kabupaten Sumedang relatif lebih cepat dibanding pertumbuhan tenaga kerja sektor sejenis pada tingkat provinsi di Jawa Barat. 2. Sektor Pertambangan dan Penggalian Secara keseluruhan (Dij), sektor ini menunjukkan kenaikan jumlah tenaga kerja sebanyak 808 tenaga kerja terhadap sektor sejenis di tingkat provinsi, yang artinya bahwa pertumbuhan sektor ini lebih cepat daripada sektor yang sama di tingkat provinsi. 3. Sektor Industri Sektor industri pada perekonomian kabupaten Sumedang berdasarkan analisis Shift Share tahun 2006-2007 apabila dipengaruhi oleh komponen efek pertumbuhan (Nij) menunjukkan kontribusi positif sebesar 8.325 tenaga kerja mampu disumbangkan kepada perekonomian di tingkat regional Jawa Barat. Selanjutnya komponen bauran industri (Mij) mempunyai efek negatif dengan mengurangi pertumbuhan tenaga kerja sebanyak 7.701 tenaga kerja terhadap sektor sejenis di tingkat provinsil. Kemudian pengaruh komponen keunggulan kompetitif (Cij) sektor industri memperlihatkan efek negatif yang berarti pertumbuhan tenaga kerja di kabupaten Sumedang kalah unggul sebanyak 13.165 tenaga kerja dibandingkan dengan pertumbuhan sektor sejenis di tingkat provinsi Jawa Barat.. Secara keseluruhan (Dij), sektor ini menunjukkan pertumbuhan lebih lambat sektor sejenis di provinsi Jawa Barat. 4. Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih Untuk jumlah keseluruhan (Dij), sektor listrik, gas dan air bersih menunjukkan jumlah yang negatif sebanyak 3.183 tenaga kerja yang mempunyai arti bahwa pertumbuhan sektor pertanian di kabupaten Sumedang relatif

8 | THE PLANNERS Oktober 2011

lebih lambat dibanding pertumbuhan tenaga kerja sektor sejenis 5. Sektor Konstruksi Secara keseluruhan (Dij), sektor ini menunjukkan kontribusi negatif dalam menyerap tenaga kerja sejumlah 771 jiwa terhadap sektor sejenis di tingkat provinsi. Ini mengindikasikan sektor ini memberikan sedikit kontribusi dalam penyerapan tenaga kerja pada perekonomian provinsi Jawa Barat. 6. Sektor Perdagangan Secara keseluruhan (Dij) sektor perdagangan di kabupaten Sumedang pada tahun 20062007 ini menunjukkan kontribusi yang positif, tenaga kerja sebanyak 22.310 jiwa terhadap sektor sejenis di tingkat provinsi. Ini menunjukkan sektor perdagangan meningkat lebih cepat dalam penyerapan tenaga kerja pada perekonomian di Jawa Barat. 7. Sektor Angkutan dan Komunikasi Secara keseluruhan (Dij), sektor ini menunjukkan kontribusi yang cukup besar pada tenaga kerja sebanyak 8.079 jiwa terhadap sektor sejenis di tingkat provinsi. Berarti sektor angkutan dan komunikasi kabupaten Sumedang menyerap tenaga kerja lebih cepat dibanding perekonomian di Jawa Barat. 8. Sektor Keuangan Untuk jumlah keseluruhan ( Dij ) sektor ini memberi kontribusi positif sebanyak 3.835 tenaga kerja atau tumbuh lebih cepat melebihi penyerapan tenaga kerja sektor keuangan di tingkat provinsi. 9. Sektor Jasa Untuk jumlah keseluruhan ( Dij ), sektor jasa menunjukkan jumlah yang positif sebanyak 7.123 tenaga kerja yang mempunyai arti bahwa pertumbuhan sektor jasa di kabupaten Sumedang relatif lebih cepat dibanding pertumbuhan tenaga kerja sektor sejenis ditingkat

TABEL Analisis Shift Share

provinsi Jawa Barat. 10. Sektor Lainnya Untuk jumlah keseluruhan (Dij), sektor lainnya menunjukkan jumlah yang positif sebanyak 50.647 tenaga kerja yang mempunyai arti bahwa pertumbuhan sektor lainnya di propinsi kabupaten Bekasi relatif lebih cepat dibanding pertumbuhan tenaga kerja sektor sejenis ditingkat Jawa Barat. Laju pertumbuhan tenaga kerja di Provinsi Jawa Barat sebesar 11,33% telah menciptakan 52.950 orang. Sektor yang paling besar jumlah tenaga kerja sebagai pengaruh dari pertumbuhan tenaga kerja provinsi adalah sektor pertanian dan yang terendah adalah sektor lainnya. Pada sektor pertanian jumlah tenaga kerja adalah 21.290 orang sedangkan di sektor lainnya jumlah tenaga kerja yang ada sebesar 87 orang. Pengaruh bauran industri di kabupaten Sumedang bernilai positif yang berarti pengaruh ini dapat meningkatkan jumlah tenaga kerja yang tercipta menjadi lebih unggul sebanyak 6.502 orang. Satu sektor yang paling banyak jumlah tenaga kerja karena pengaruh bauran industri yaitu sektor Jasa sebesar 13.117 orang. Penurunan jumlah tenaga kerja terbesar yang disebabkan oleh pengaruh bauran industri terjadi pada sektor industri dimana selama kurun waktu 1 tahun sektor ini telah mengalami penurunan bagi 7.701 tenaga kerja. Selain pengaruh pertumbuhan di tingkat provinsi dan bauran industi, perubahan tenaga kerja di kabupaten Sumedang juga dipengaruhi oleh keunggulan kompetitif yang dimiliki. Keunggulan ini muncul dilihat dari bagaimana sektor-sektor mampu berproduksi dengan biaya perunit yang lebih murah serta bagaimana sektor-sektor mampu berproduksi dengan kualitas yang lebih baik dibandingkan daerah lain. Berdasarkan keunggulan kompetitif, kabupaten Sumedang dalam hal tenaga kerja belum mampu menyerap tenaga kerja namun tumbuh lebih lambat sebesar 8.805 orang. Sektor yang paling kecil pertumbuhannya terhadap tenaga kerja adalah sektor industri. Sektor tersebut berkembang lebih lamban dari laju pertumbuhan rata-rata sektor yang sama di provinsi. Namun diantara sektor-sektor diatas, ada juga yang memiliki keunggulan kompetitif. Sektor-sektor tersebut paling besar dalam keunggulan kompetitifnya adalah sektor perdagangan serta komunikai dan transportasi. Secara keseluruhan, jumlah tenaga kerja di Kabupaten Sumedang yang tercipta selama kurun waktu 1 tahun (2006-2007) sebanyak 50.647 orang. Ini dipengaruhi secara positif oleh pertumbuhan provinsi sebanyak 52.950 orang serta komponen bauran industri sebesar 6.502 orang namun tidak dengan keunggulan kompetitif di Kabupaten Sumedang dimana pertumbuhannya justru lebih lambat sebesar 8805 dibanding pertumbuhan tenaga kerja di tingkat Jawa Barat. ()


http://www.flickr.com/photos/cubagallery/5749742537/sizes/l/in/photostream/

Advertisement

Urban

Talkshow Diskusi ultra-seru dan menarik seputar isu terpanas di sekitar tempat tinggal kita, mengenai wilayah dan kota. Menghadirkan pembicara-pembicara dari kalangan mahasiswa, LSM, komunitas, kepala pemerintah kota, pelaku usaha, dosen ahli dan masih banyak lagi!

Setiap hari Sabtu dua minggu sekali Pkl 10.00 pagi

di 100,4 FM KLCBS Bandung acara ini merupakan kerja sama antara

DIVISI KEPROFESIAN HMP Pangripta Loka ITB

Isu-isu ya ng -PLTSa G lalu: ed -Sengket ebage a -Jalur Sep Baksil -Green In eda di Kota? fr -dan mas astructure ih banyak lagi..

Pertanyaan dapat dikirim melalui SMS pada saat siaran ke 0811-224-JAZZ (5299) Info lebih lanjut dan kerja sama Eneng Siti Saidah 0857-2208-1420


Fokus

Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur Melalui Kerjasama Pemerintah-Swasta Oleh OPHILIA LARASATI 154 08 006 | FERNANDO SITUNGKIR 154 08 018 | MUHAMMAD YUNUS KARIM 154 08 026 ALI AKBAR FADALAH 154 08 040 | M SALMAN MALIK 154 08 042 | YUNIE NURHAYATI 154 08 072

Pembangunan infrastruktur memang menjadi kewajiban pemerintah. Namun, apa yang terjadi saat ini adalah pemerintah tidak memiliki kemampuan untuk membiayai seluruh kebutuhan, khususnya pembangunan infrastruktur. -Akhirnya, swasta ikut digandeng untuk membiayai infrastruktur.

I

nfrastruktur merupakan prasarana publik paling primer dalam mendukung kegiatan ekonomi suatu negara dan ketersediaan infrastruktur sangat menentukan tingkat efisiensi dan efektivitas kegiatan ekonomi. Pembangunan infrastruktur seharusnya menjadi kewajiban pemerintah. Keberadaan infrastruktur sangat penting bagi pembangunan, sehingga pada tahap awal pembangunan di suatu negara hal tersebut akan dipikul sepenuhnya oleh pemerintah yang berasal dari Anggaran Belanja Pemerintah Negara (APBN) murni. Namun, apa yang terjadi saat ini adalah pemerintah belum dapat membiayai seluruh kebutuhan, khususnya pembangunan infrastruktur. Secara ideal, seluruh infrastruktur ekonomi seharusnya dibangun oleh negara sehingga rakyat tidak dibebankan biaya pemakaian. Namun hal ini kemudian menjadi dilematis, yaitu antara kebutuhan pembangunan infraService Contract

MODEL Kerja Sama Pemerintah Swasta >>

Pada dasarnya kerja sama antara pemerintah dan swasta tersebut terkait dengan kerja sama pengadaan investasi. Secara konvesional, kerja sama selama ini dalam bentuk kontrak layanan (Service Contract) yang hampir seluruhnya adalah investasi publik (dari Pemerintah), kemudian perlu pengembangan yang lebih banyak peranan investasi dari pihak swasta mulai dari

BLT (Leasing)

BOOT (DBFO)

Privatization/ Divestiture

Investasi Pemerintah

Investasi Swasta

O&M Contract

BOT/ROT

struktur untuk percepatan pembangunan ekonomi dan keterbatasan APBN dan APBD untuk membiayai pembangunan infrastruktur tersebut. Dalam mengatasi dilema inilah kehadiran swasta diperlukan melalui pola Public-Private Partnership yang seharusnya dimotivasi melalui berbagai insentif, seperti tax holiday, tarif yang layak, dsb. Disamping itu, yang sangat mempunyai arti strategis adalah selayaknya pemerintah memberikan kepastian hukum dan keamanan bagi peran swasta.

10 | THE PLANNERS Oktober 2011

masih sangat minim bila dibandingkan dengan tingkat kebutuhan terhadap infrastruktur itu sendiri. Kendala yang dialami oleh indonesia dalam memenuhi hal tersebut mulai diatasi dengan melakukan program PPP (Public-Private Partnership) atau biasa disebut KPS (Kemitraan Pemerintah – Swasta). Proyek ini membantu perealisasian infrastruktur dalam hal keuangan, operasional, dan pengontrolan. Bentuk kerjasama seperti ini sudah berhasil diterapkan oleh negara – negara lain dan menjadi solusi yang efektif.

Indonesia sebagai negara berkembang bisa dibilang membutuhkan infrastruktur yang memadai untuk mempercepat perkembangan wilayah di berbagai bidang terutama dibidang ekonomi. Dalam kenyataanya, perealisasian pembangunan infrastruktur tersebut

BOO ROO

semacam kontrak operasi dan pemliharaan (O&M Contract), BLT (Leasing), BOT/ROOT, BOOT (DBFO)/ROOT, BOO/ROO, sampai dengan semua investasi dari swasta dalam bentuk privatization/divestiture (lihat MODEL diatas). Kemitraan pemerintah dengan swasta didefinisikan sebagai suatu perjanjian kontrak antara pemerintah, baik pusat ataupun daerah dengan mitra swasta . Melalui perjanjian ini, keahlian dan aset dari kedua belah pihak (pemerintah dan sawasta) dikerjasamakan dalam menyediakan pelayanan kepada masyarakat. Dalam melakukan kerjasama ini resiko dan manfaat potensial dalam menyediakan pelayanan ataupun fasilitas dipilah/dibagi kepada pemerintah dan swasta.


Fokus

berhasil diterapkan dalam bentuk Knowledge Management System, sebagian besar baru proyek pembangkit listrik, beberapa jalan tol, itu pun diterapkan pada era Presiden Suharto. Konsep Users pays perlu dikembangkan lebih jauh sebagaimana diterapkan pada jalan tol di Indonesia, ataupun di Ambang Sungai Barito Kalimantan Selatan. PERAN PEMERINTAH Infrastruktur merupakan kebutuhan publik yang harus disediakan oleh pemerintah. Hal ini tercantum dalam berbagai peraturan perundang-undangan dan landasan yuridis lainnya. Adapun strategi pembangunan infrastruktur telah tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dalam bentuk Undangundang No. 17/2007 dan diwujudkan dalam jangka lima tahunan dalam bentuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) berupa Perpres. RPJP dan RPJM ini secara struktural diikuti sampai tingkat daerah (provinsi, kabupaten/kota) dalam format RPJP-Daerah dan RPJM-Daerah pada masing-masing daerah. Dengan demikian, jelas bahwa pemerintah berkewajiban menyediakan dan membangun infrastruktur untuk berbagai tujuan demi mencapai kesejahteraan dan kedaulatan negara.

dalam kapasitas yang masih terbatas dan masih banyak kendala. Akan lebih baik bila pembangunan infrastruktur itu juga didukung sepenuhnya oleh pemerintah daerah. Selama ini pemerintah daerah masih saja ada yang terus membebani Pemerintah dengan permintaan bantuan-bantuan langsung. Alasan daerah bahwasanya dana yang dimiliki sangat terbatas untuk memenuhi kebutuhan pembangunan infrastruktur bagi daerahnya sendiri. Memang ada benarnya bahwa dana daerah berupa Belanja Modal bagi pembangunan infrastruktur masih sangat kecil. Rata-rata Belanja Modal daerah adalah sebesar 20% dari total APBD. Rendahnya Belanja Modal ini lebih karena sebagian besar APBD digunakan untuk Belanja Operasional seperti gaji pegawai, biaya perjalanan, ATK, dan banyak kebutuhan operasional lainnya yang mencapai 80% sehingga hanya tersisa 20% bagi pembangunan infrastruktur. Angka 20% ini semakin kecil bagi pemerintah kota yang rata-rata hanya 13% saja. Gambaran ini menunjukkan bahwa pemerintahan di daerah masih kurang efisien karena terlalu banyak dana yang dipakai

untuk operasional ketimbang pembangunan infrastruktur yang mampu mengangkat ekonomi daerahnya. Terlepas dari persoalan ketidakefisienan pemerintah daerah sehingga kurangnya dukungan terhadap pembangunan prasarana, pemerintah daerah sebenarnya masih memiliki dana selain dari pendapatan, yaitu berupa Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA). SILPA umumnya berupa akumulasi Surplus (Pendapatan dikurangi Belanja) tiap tahun. Rata-rata Surplus daerah adalah 12,6% dari total APBD tiap tahun yang terkumpul dan sebagian digunakan untuk pembiayaan lain dan tersisa menjadi SILPA. Jadi apabila daerah bekerja efisien dan mampu memanfaatkan dana-dananya, termasuk SILPA untuk penyertaan modal, pinjam meminjam, menutupi defisit, dan kegiatan pembiayaan lainnya yang ditujukan bagi pembangunan infrastruktur, maka sebenarnya akan sangat membantu pemerintah dalam mewujudkan strategi pembangunan infrastruktur yang berdaya saing global.

PERAN SWASTA Dalam realisasinya, pembangunan infrastruktur memerlukan dana yang besar dan tidak mungkin bertumpu pada kapasitas fiskal pemerintah. Oleh karena itu, dibutuhkan kerjasama dengan pihak swasta sebagai pemilik modal. Swasta berperan besar dalam membantu terlaksananya pengadaan infrastruktur di Indonesia. Melalui perjanjian ini, keahlian dan aset dari kedua belah pihak (pemerintah dan sawasta) dikerjasamakan dalam menyediakan pelayanan kepada masyarakat. Dalam melakukan kerjasama ini resiko dan manfaat potensial dalam menyediakan pelayanan ataupun fasilitas dipilah/dibagi kepada pemerintah dan swasta. PERAN PEMERINTAH DAERAH Apapun yang telah dilakukan oleh Pemerintah dengan RPJP, RTRWN, belanja APBN, kerja sama dengan swasta, maupun pembentukan lembaga-lembaga pembiayaan dan pengelolaan risiko tersebut merupakan langkah-langkah yang strategis, tetapi tetap

GERBANG TOL KAYU BESAR 1, bentuk realisasi kerjasama pemerintah-swasta di Indonesia

Oktober 2011 THE PLANNERS | 11


thestandard.org.nz

Fokus

REALISASI KERJASAMA PEMERINTAH-SWASTA DI INDONESIA Dalam realisasinya, terdapat beberapa kerjasama yang dilakukan oleh pemerintahswasta dalam pembiayaan pembangunan infrastruktur. Kerjasama pemerintah-swasta bisa dilihat pada 3 proyek pembangunan infrastruktur di Indonesia, 2 dari proyek tersebut adalah pembuatan jalan tol dan yang 1 lainnya adalah proyek perluasan pelabuhan. Proyek pertama adalah proyek pembuatan jalan tol Jakarta Outer-Ring Road (JORR) atas kerjasama dengan PT Jakarta Lingkar Barat Satu (PT JLB). Proyek ini bisa dikatakan tidak sepenuhnya mematuhi peraturan yang ada di Indonesia. Seperti yang telah disebutkan pada bab II, disebutkan pada Peraturan Presiden No. 13/2010 bahwa pembebasan lahan seharusnya menjadi tanggung jawab penuh pemerintah. Akan tetapi pada proyek ini pembiayaannya masih menjadi tanggung jawab swasta. Pada proyek yang kedua yaitu proyek pembuatan jalan tol Samarinda-Balikpapan atas kerjasama dengan PT Semesta Persada Nusantara. Proyek ini bisa dikatakan telah memenuhi peraturan pembiayaan pembangunan infrastruktur, yaitu dana pembebasan lahan menjadi tanggung jawab pemerintah, pihak swasta hanya menyumbang sedikit biaya untuk pembangunan infrastruktur ini. Akan tetapi, kelemahan dari kerjasama pemerintahswasta bisa dilihat dalam kasus ini. Pemerintah mengalami kesulitan dalam memberikan keputusan terkait kompensasi yang harus diberikan kepada pihak swasta agar pihak swasta bersedia melakukan kerjasama. Seperti dalam kasus ini yaitu PT Semesta Persada Nusantara (SPN) yang bersedia mengeluarkan dana sebesar Rp5,7 triliun dengan kompensasi 500 hektar lahan untuk dijadikan perkebunan aren miliknya. Untuk kasus ketiga yaitu proyek perluasan Pelabuhan Batu Ampar atas kerjasama dengan Compagnie Maritime d’Affretement-Compagnie Generale Maritime. Investor dari Prancis ini menunda investasinya karena terjadi krisis ekonomi pada tahun 1998 dan sampai saat ini

12 | THE PLANNERS Oktober 2011

belum ada kelanjutannya. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kompensasi yang kurang dari pemerintah kepada pihak swasta sehingga pihak swasta merasa tidak diuntungkan dengan berinvestasi di proyek tersebut. Terlebih lagi pada tahun 1998 terjadi krisis ekonomi yang menyebabkan inflasi. Ini berarti pihak swasta harus mengeluarkan biaya lebih banyak untuk proyek tersebut. Jika pemerintah bisa memberikan kompensasi yang cukup untuk investor, bisa diperkirakan ada investor yang mau berinvestasi di proyek ini. ()

SKEMA Alur Kerjasama Pemerintah Swasta dalam Proyek Pembangunan Infrastruktur

Persiapan

Studi Kelayakan

Proses Pengadaan

Pembangunan

- Proyek direncanakan (definisi proyek) - Penunjukkan pimpinan proyek

- Analisis Kebutuhan - Analisis Pilihan - Rencana Proyek - Perhitungan biaya - Analisis ekonomi - Rencana Pembangunan

- Perencanaan proses pengadaan yang transparan, competitio - Perencanaan dokumen pelelangan termasuk draft kontrak KMS - Pra-kualifikasi - Terbitkan undangan proposal yang dilengkapi draft kontrak KMS - Pemasukan penawaran - Proses penilaian - Tetapkan pemenang - Negosiasi akhir dengan pemenang - Perjanjian kerjasama dengan investor terpilih - Pengawasan proses pembangunan - Penyesuaian-penyesuaian selama proses pembangunan

- Pengukuran unjuk kerja - Penyelesaian permasalahan operasional yang timbul

Penyerahan


What’s /On/ Your Mind ?? AN NISAA’ SITI 154 09 028 PKL selalu menjadi fenomena di kotakota besar salah satunya Bandung, karena Bandung merupakan salah satu tujuan urbanisasi dari rural area. Masalah PKL ini menjadi punya dua sisi seperti koin mata uang. Berpotensi jika dilihat dari sisi ekonomi, tapi buruk jika dilihat dari segi penataan ruang kota. Untuk perekonomian sendiri, karena sektor perdagangan di Bandung punya peran 38% dari PDRB (relatif besar jadinya). Sektor perdagangan ini bisa dibagi menjadi dua yaitu formal dan informal. Contoh sektor ekonomi informal ini contohnya si PKL. PKL ini menjadi salah satu pekerjaan alternatif favorit pendatang miskin yang datang ke bandung karena sulit untuk mendapat pekerjaan. Alasan pekerjaan sebagai pedagang kaki lima menjadi favorit adalah karena fleksibel (mudah keluar masuk), modal kecil, dan prosedur tidak berbelit-belit. Bahkan sektor informal ini dianggap kantung penyelamat dari krisis ekonomi, sebagai alternatif bagi masyarakat kecil yang menghindar dari pengangguran.

AKBAR RIZKY 154 09 062 Sebenarnya penarikan retribusi dari keberadaan PKL, sedikit dapat menambah pendapatan kas daerah. Apalagi dengan makin maraknya daerah-daerah yang menjadi “sarang� PKL, yang seolah-olah menjadi pusat PKL di Kota bandung, seperti Gasibu atau Jalan Merdeka, apabila dimanfaaatkan (ditangani oleh pemerintah, bukan preman), dan ditata dengan baik, maka seharusnya bisa menjadi sumber pemasukan kas daerah.

ANDIAS WIBISONO 154 09 006 Menurut saya pengaruh pedagang kaki lima terhadap perekonomian kota Bandung tidak bisa dilihat secara langsung oleh pemerintah. Pedagang kaki lima itu ilegal, dia hanya membayar sewa ke preman pasar dan uangnya tidak masuk ke pemerintah. Tapi dengan adanya profesi PKL, dapat menjadi penyambung hidup masyarakat kecil dan menghidupi keluarga, Dari uang yang mereka dapat juga mereka bisa beli barang-barang seperti handphone dll. Dari barangbarang tersebut terdapat pajak yang akan kembali ke pemerintah. Dari pajak tersebut akan berpengaruh terhadap perekonomian kota melihat pemerintah belum mampu mensejahterakan perekonomian mereka.

ENENG SITI SAIDAH 154 08 039 Pengaruh PKL menurut saya sangat bagus karena pertumbuhannya mampu meningkatkan perekonomian lokal dan daya beli jadi bertambah, lalu aliran uang semakin banyak. Tapi keberadaan PKL ini harus diatur agar tertata, jangan merugikan tatanan yang lain, misal trotoar. Seharusnya pemerintah memfasilitasi lokasi mereka. Karena sering kali PKL tumbuh kreatifitas dan sebagai tempat bersosialisasi masyarakat bandung.

ALVIAN CHRIS PRADANA 154 08 055 Dengan adanya pedagang kaki lima, dapat meningkatkan ekonomi basis karena uangnya masuk dan berputar di kota bandung. karena usaha kecil itu bentuk yg real dari perputaran uang dibanding belanja di supermarket.

Oktober 2011 THE PLANNERS | 13


Fokus

Analisis Lokasi Kegiatan Perekonomian Berdasarkan Teori Weber Oleh NUSAIBA ADZILA 154 09 054 DEA YUNITA 154 08 083 _____________

Lokasi sangat mempengaruhi resiko dan laba perusahaan secara keseluruhan. Misalnya, biaya transportasi saja menelan biaya sebagian besar dari harga jual. Hal ini berarti sebagian besar total pendapatan perusahaan mungkin dibutuhkan hanya untuk menutup biaya pengangkutan bahan-bahan baku yang masuk dan barang jadi yang ke luar. Karena lokasi adalah pemacu biaya yang begitu signifikan, perusahaan konsultan McKinsey meyakini bahwa “lokasi sepenuhnya memiliki kekuatan untuk membuat (atau menghancurkan) strategi bisnis sebuah perusahaan”.

L

okasi aktivitas industri terutama Industri Besar dan Menengah di Indonesia, sebagaimana negara-negara berkembang lainnya memiliki pola yang memusat di dalam dan sekitar kota-kota besar. Fenomena ini dikarenakan daya tarik daerah perkotaan yang menawarkan kelengkapan dan kelayakan pelayanan fasilitas dan infrastruktur sekaligus menjadi pusat aktivitas pemerintahan. Selain itu daerah perkotaan juga selalu bercirikan jumlah penduduk yang besar. Besarnya

14 | THE PLANNERS Oktober 2011

jumlah penduduk ini merupakan potensi, baik sebagai pusat tenaga kerja maupun sebagai pasar bagi komoditi hasil industri. Lokasi sangat mempengaruhi resiko dan laba perusahaan secara keseluruhan. Misalnya, biaya transportasi saja menelan biaya sebagian besar dari harga jual. Hal ini berarti sebagian besar total pendapatan perusahaan mungkin dibutuhkan hanya untuk menutup biaya pengangkutan bahan-bahan baku yang masuk dan barang jadi yang ke luar. Karena lokasi adalah pemacu biaya yang begitu signifikan, perusahaan konsultan McKinsey meyakini bahwa “lokasi sepenuhnya memiliki kekuatan untuk membuat (atau menghancurkan) strategi bisnis sebuah perusahaan”. Untuk keputusan lokasi industri, strategi yang ditempuh biasanya adalah meminimisasi biaya. Secara umum, tujuan strategi lokasi adalah memaksimalkan keuntungan dari lokasi tersebut. Keputusan lokasi relatif jarang di lakukan perusahaan, biasanya karena permintaan telah melebihi kapasitas pabrik atau karena perubahan produktivitas tenaga kerja, biaya dan sikap masyarakat sekitar. METODE Teori lokasi merupakan ilmu tentang struktur tata ruang kegiatan ekonomi dan juga sebagai ilmu yang mempelajari tentang lokasi secara geografis dari sumber daya yang langka, serta pengaruhnya terhadap lokasi berbagai macam usaha atau kegiatan lain. Teori lokasi ini dikembangkan untuk memperhitungkan pola lokasi kegiatan-kegiatan ekonomi termasuk di dalamnya kegiatan industri dengan cara yang konsisten dan logis. Salah satu tokoh dari teori lokasi ini adalah Alfred Weber (1929), seorang ekonom Jerman. Teori Weber ini berisikan tentang suatu kajian lokasi yang optimal, yaitu lokasi yang terbaik secara ekonomis. Menurut Weber, penetapan lokasi yang optimal adalah menetapkan lokasi industri dengan meminimalkan biaya transportasi. Biaya pengangkutan merupakan penjumlahan ongkos pengangkutan bahan baku ke lokasi dan ongkos pemasaran barang dari lokasi produksi menuju pasar. Namun ongkos angkut barang pun harus proposional dengan jarak tempuh dan berat barang yang diangkut. Jadi menurut Weber lokasi yang terbaik adalah tempat yang biayanya paling minimal. Teori ini dilatar belakangi dengan menemukan lokasi optimal bagi setiap pabrik atau industri, di mana terbaik secara ekonomis maupun mampu memberikan keuntungan yang maksimal. Weber juga mengajukan model segitiga lokasional (locational triangle). Untuk mempertimbangkan lokasi industri yang seperti itu dapat diasumsikan sebagai berikut:

• Wilayahnya seragam (topografi), iklim, dan penduduknya. • Sumber daya/bahan mentah yang digunakan. Misalnya jika hanya mengangkut air dan pasir tentu dapat dilakukan di mana saja karena kedua sumber daya itu hanya terdapat dimana-mana, tetapi tambang seperti batu bara dan besi tentu terbatas di beberapa tempat saja. • Upah buruh, ada upah yang baku artinya sama di mana-mana, tetapi ada pula upah yang merupakan produk dari persaingan antar penduduk. • Biaya transportasi yang tergantung bobot bahan mentah yang diangkut serta jaraknya antara terdapat sumber daya dengan lokasi industri. • Terdapatnya kompetisi antara industri. • Pikiran yang rasional.

M3

d3 K d1

d2 M2

M1 SEGITIGA PRODUKSI WEBER m1, m2

berat (ton) material barang input 1 dan 2 yang dikon sumsi perusahaan

m3

berat output barang 3 yang diproduksi perusahaan

p1, p2

harga per ton barang input 1dan 2 di lokasi produksi

p3

harga per ton barang output 3 di lokasi pasar

M1, M2

lokasi produksi barang input 1dan 2

M3

Lokasi pasar untuk barang output 3

t1, t2

Tarif transport per ton-km untuk mengangkut barang input 1 dan 2

t3

Tarif transport per ton-km untuk mengangkut barang output 3

K

Lokasi perusahaan


Fokus

TABEL data hasil wawaBata (Input 1)

Pasir (Input 2)

Pasar

Lokasi

Garut

Purwakarta

NHI, UPI

Harga

Rp 450,-/Bata

Rp 150.000,-/m3

Rp 550,-/bata dan Rp 200,-/bata

Biaya Transportasi

Rp 30,-/ton

Rp 30,-/ton

Rp 0,-

Berat Produksi

6000 bata/truk, 3 truk/ minggu

12 m3/truk, 3 truk/minggu

Berat bata + berat pasir

STUDI KASUS Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan, didapatkan beberapa informasi yang menunjang penelitian. Responden bernama Ibu Seni, pemilik dari PD Panghegar. Dasar dari pemilihan lokasi, yaitu di Jl. Setiabudi adalah karena lokasinya yang strategis. Jl. Setiabudi merupakan jalan raya yang dekat dengan kawasan yang heterogen. Terdapat kawasan pendidikan, perumahan dan komersial. PD Rizky Panghegar berdiri sejak 27 Juni 2005. Sekarang PD Rizky Panghegar telah berdiri selama 6 tahun. Dan sejak tahun 2006 perusahaan ini telah berlokasi di Jl. Setiabudi. Ini berarti PD Rizky Panghegar belum pernah melakukan relokasi. Material yang didistribusikan oleh PD Rizky Panghegar di antaranya adalah bata, pasir, batu dan genteng. Material untuk bahan bangunan ini didapat dari berbagai tempat. Setiap material terdapat tempat tersendiri yang memasok material tersebut ke PD Rizky Panghegar yang terletak di Jl. Setiabudi ini. Sebagai contohnya, kami mengambil bata dan pasir yang merupakan produksi terbanyak. Pasir yang dijual berasal dari Purwakarta, tepatnya Gunung Galunggung. Sedangkan bata berasal dari Kabupaten Garut. Untuk penjualan material bahan bangunan dilakukan ke beberapa tempat yang lokasinya dekat dengan perusahaan, seperti NHI dan UPI yang melakukan pembangunan gedung baru. Harga yang dibeli dari produsen beragam, ditambah dengan ongkos transportasi. Setelah itu pasir dan bata dijual kembali dengan jumlah keuntungan dari keduanya Rp 200,- yang murni sebagai keuntungan bersih. Di perusahaan Rizky Panghegar, yang menjadi input dari produksi material di antaranya adalah bata, pasir, genteng dan batu. Untuk menjelaskan perusahaan Rizky Panghegar dengan teori Weber, dalam pencarian lokasi dengan keuntungan terbaik, dilakukan beberapa asumsi sesuai dengan teori yang dijelaskan sebelumnya. Tabel di atas menunjukan data yang didapat dari hasil wawancara. Penghitungan teori Weber dilakukan sebagai berikut:

K M1 = 60 km M2 = 90 km M3 = 2 km ~ 0 km (tidak dianggap) P1 = Rp 450,- / bata, (1 bata = 1,5 kg) = Rp 300.000,- /ton P2 =Rp 150.000,- / m3 (1m3 = 1,8 ton) = Rp 83000,- /ton m1 = 6000 bata x 3 truk x 4 minggu = 72000 bata = 108 ton/ bulan m2 = 12 m3 x 3 truk x 4 minggu = 144 m3 = 80 ton/bulan t1 = Rp 30,t2 = Rp 30.Dengan melihat teori weber, karena M3. Atau lokasi perusahaan (K) terhadap pasar sangat dekat, yaitu 2 km, maka bisa dianggap tidak ada, atau 0. Ini berarti perusahaan tidak menggunakan ongkos transport kepada pasar, dalam kasus ini PD Rizky Panghegar tidak memberikan ongkos kirim kepada pembeli bahan bangunannya. Oleh karena itu segitiga Weber yang terbentuk akan seperti diagram disamping.

d1

d2 M2

M1 DIAGRAM lokasional PD Rizky Panghegar. M3 dianggap tidak ada karena tidak ada biaya angkut ke pasar yang mempengaruhi perhitungan

Ini karena pasar diasumsikan jaraknya sejauh 0. Ini berarti lokasi pasar bukan merupakan faktor yang mengubah tingkat keuntungan relatif perusahaan. Dalam situasi ini, perusahaan akan mendekati lokasi dengan dampak ongkos transport terendah. Dengan kata lain, PD Rizky Panghegar merupakan perusahaan weight gaining, yaitu perusahaan dengan tingkat efisiensi tinggi. Karena itu m3 (output) adalah m1 + m2. Dalam distribusinya tidak ada pengurangan beban sama sekali. Transportasi yang digunakan oleh PD Rizky Panghegar adalah transport linear, sebesar Rp 30/ton. Dengan kata lain, perusahaan ini tidak menaikkan biaya transport dengan jarak sejauh apapun. Lihat diagram dibawah. K akan mendekati input dengan ongkos transport (TC) terendah TC = m1t1d1 + m2t2d2

VARIGNON FRAME merupakan alat yang digunakan oleh ahli Geografi seperti Alfred Weber, menggunakan bandul pemberat dan katrol untuk membantu menentukan letak-letak optimum. Biasanya digunakan dengan menggunakan peta dibawahnya untuk menentukan lokasi optimum dari sebuah Industri.

Keterangan: input 1= bata input 2= pasir Output= bangunan (bata+pasir)

Oktober 2011 THE PLANNERS | 15


Fokus DIMENSI Penempatan Lokasi dengan Transport Linear ton 108 m2t2d2 m1t1d1

K 60 km

Anggap K berada di M1 TC1 = 0 + 90 (30)(150) = Rp405.000/ton Anggap K berada di M2 TC2 = 108 (30)(150) + 0 = Rp 486.000/ton Karena ongkos transport terkecil berada di M1, maka K (perusahaan) akan mendekati lokasi input 1, yaitu bata. Dalam kenyataannya, PD Rizky Panghegar tidak menempati lokasi tepat di lokasi input 1 juga, dan hanya mendekati lokasi tersebut. PD Rizky Panghegar berada di Bandung, lebih dekat ke Kabupaten Garut dibandingkan dengan Kabupaten Purwakarta. Hal ini dikarenakan asumsi dari Teori Weber tidak sepenuhnya terpenuhi pada kenyataan, sehingga penempatan lokasi perusahaan tidak sama persis dengan teori. Untuk menghitung TC dari PD Rizky Panghegar, TC = m1t1d1 + m2t2d2 = 108 (30)(60) + 90 (30)(90) = Rp 194400 +2430000 = Rp 437400,KESIMPULAN Setelah perhitungan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: - Faktor-faktor produksi yang mempengaruhi dalam penempatan lokasi diantaranya adalah: 1. Lokasi Bahan baku produksi Bahan baku produksi di PD Rizky Panghegar adalah batu dan pasir. Keduanya memiliki pengaruh dalam penempatan lokasi produksi. Tidak terjadi pengolahan dalam perusahaan ini, namun karena pasar sangat dekat, maka yang berpengaruh bukanlah lokasi pasar, namun lokasi bahan baku produksi. Semakin dekat lokasi bahan baku, maka tingkat keuntungan relatif pun akan semakin meningkat, dengan memenuhi beberapa syarat. Karena bahan baku

16 | THE PLANNERS Oktober 2011

90 km

lebih dari dua, maka lokasi perusahaan dapat digambarkan dengan bentuk satu dimensi. 2. Biaya distribusi Transportasi sangat mempengaruhi dalam pengambilan keputusan berlokasi. Untuk mencapai lokasi perusahaan diperlukan sarana angkutan. Masalah angkutan merupakan salah satu unsure terpenting dalam teori lokasi. Bahkan dapat dikatakan bahwa persoalan pokok dalam teori lokasi adalah bagaimana meminimumkan biaya angkutan ini. Sarana angkutan mencakup berbagai jenis, seperti truk, kereta api, kapal laut dan kapal udara. Sarana angkutan yang dipakai oleh perusahaan ini adalah truk. Dan biaya transportasi yang digunakan adalah linear, artinya tidak ada kenaikan ongkos transport. - Perusahaan PD Rizky Panghegar menerapkan Teori Weber, meskipun tidak sepenuhnya. Karena sebenarnya alasan memilih lokasi di Jalan Setiabudi bukanlah untuk mendekati input, namun untuk mendekati pasar. Pasar di sini tidak dianggap dikarenakan jaraknya sangat dekat. Oleh karena itu, digunakan bentuk satu dimensi dengan mempertimbangkan input saja. ()

Ăœber den Standort der Industrie Alfred Weber (1909) ___ Theory of the Location of Industries

thewiplist.com

M1

90


POTRET

PASAR, merupakan pusat lokasi interaksi ekonomi masyarakat

UANG, sebagai alat tukar, salah satu bagian paling penting dalam perkonomian

GERBANG TOLL Mertapada adalah bentuk pembangunan infrastruktur yang dibiayai oleh sektor swasta

MACET memang menyebalkan, tapi ada arti lain di dalam kemacetan yang menguntungkan bagi kita semua

Oktober 2011 THE PLANNERS | 17


Tugas Akhir

Kajian Indikator Ekonomi Dalam Transportasi Perkotaan yang Berkelanjutan Studi Kasus : Kota Soreang

Sebuah kajian kualitatif mengenai transportasi berkelanjutan berdasarkan indikator ekonomi...

Oleh LYDIA 154 02 011

http://www.flickr.com/photos/reez/3541565713/

S

http://www.flickr.com/photos/chokz/3841969713/

1

2

3 1. ANGKUTAN UMUM sebagai transportasi berkelanjutan 2. BIS KOTA alternatif transportasi untuk mendukung aktifitas nasyarakat 3. STASIUN sebagai infrastruktur transportasi

18| THE PLANNERS Oktober 2011

alah satu hal yang menjadi fokus perhatian di berbagai bidang saat ini adalah berkaitan dengan upaya untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Konsep keberlanjutan ini juga dirasakan sangat penting dalam bidang transportasi sebagai salah satu sektor yang mempengaruhi pembangunan suatu wilayah. Penilaian berkelanjutan atau tidaknya sistem transportasi di suatu wilayah didasarkan atas indikator (kriteria) tertentu. Saat ini belum terdapat indikator baku yang dapat digunakan untuk menilai tingkat keberlanjutan transportasi tersebut. Fokus kajian yang dilakukan ini lebih ditekankan pada keberlanjutan transportasi dalam aspek ekonomi. Indonesia pada dasarnya adalah sebuah negara berkembang masih berkutat pada pemenuhan kebutuhan dasar, sehingga pertimbangan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat masih memiliki prioritas tinggi dibandingkan kelestarian lingkungan. Hal ini berlaku juga pada bidang transportasi. Transportasi berkelanjutan merupakan pengembangan perkotaan dan sistem transportasinya secara berkelanjutan dalam tiga aspek yaitu lingkungan, ekonomi, dan sosial, dengan tidak merugikan generasi yang akan datang. Keberlanjutan transportasi dalam aspek ekonomi adalah transportasi yang terjangkau, beroperasi secara efisien, mampu menyediakan berbagai alternatif pilihan moda transportasi dan mendukung laju pertumbuhan ekonomi dan dapat menjamin pemenuhan biaya transportasi melalui pembebanan ongkos yang layak bagi masyarakat pengguna sarana transaportasi. Indikator ekonomi dalam transportasi perkotaan yang berkelanjutan dilihat berdasarkan 5 kategori utama yaitu karakteristik ekonomi masyarakat, tingkat supply dan demand, tingkat aksesibilitas, tingkat aktivitas transportasi dan biaya transportasi. Berdasarkan hasil studi dapat disimpulkan bahwa kinerja transportasi di Kota Soreang masih belum memiliki kinerja yang baik dan belum terlalu mengarah kepada konsep keberlanjutan. Arahan keberlanjutan dalam sektor ekonomi hanya terlihat dari kemudahan akses ke pusat kegiatan utama (basic services),

terdapatnya penggunaan lahan yang bersifat campuran (mixed use), dan peningkatan kondisi perekonomian masyarakat. Sementara itu, kinerja yang masih belum baik terlihat pada buruknya tingkat ketersediaan sarana dan kondisi infrastruktur transportasi yang terdiri atas moda angkutan, jaringan jalan, dan terminal. Rekomendasi yang dapat diberikan untuk sistem transportasi di Kota Soreang dalam mewujudkan keberlanjutan dalam aspek ekonomi antara lain bila ditinjau dari aspek ekonomi masyarakat, pemerintah perlu untuk ambil bagian dalam mendukung pertumbuhan sektor industri yang tengah berkembang di Kota Soreang. Bila ditinjau dari ketersediaan sarana dan infrastruktur transportasi yang ada dapat dilakukan dengan pengaturan trayek angkutan, perbaikan jaringan jalan yang rusak dan penataan dan pengaktifan kembali terminal yang ada, sedangkan bila ditinjau dari aspek aksesibilitas, pemerintah perlu konsisten untuk tetap mengarahkan pemanfaatan ruang yang lebih bersifat campuran (mixed use). INDIKATOR TRANSPORTASI PERKOTAAN BERKELANJUTAN Hal penting dalam mengidentifikasi keberlanjutan transportasi perkotaan adalah dengan melihat karakteristik sistem transportasi berdasarkan indikator tertentu. Indikator keberlanjutan transportasi perkotaan secara tidak langsung dapat menggambarkan kinerja transportasi di suatu kota. Indikator bukanlah data, perbedaan utama antara indikator dan jenis data yang lain adalah keterkaitan dengan kebijakan yang eksplisit. Indikator adalah interface antara kebijakan dan data. INDIKATOR EKONOMI DALAM TRANSPORTASI PERKOTAAN YANG BERKELANJUTAN Konsep dan prinsip transportasi berkelanjutan yang telah dipaparkan di atas telah dikembangkan oleh para peneliti hingga menurunkan indikator-indikator transportasi perkotaan yang berkelanjutan. Dengan demikian derajat keberlanjutan dari transportasi di suatu wilayah perkotaan dapat diukur dengan menggunakan indikator-indikator tersebut. Indikator-indikator transportasi perkotaan


flickr.com (http://www.flickr.com/photos/djsatriyo/5427846716/sizes/l/in/photostream/)

Tugas Akhir

SEPEDA MOTOR dan ANGKOT, sarana transportasi yang berkelanjutan kah?

Kategori

Indikator

Tolak Ukur

Kondisi Ekonomi Masyarakat

Besarnya PDRB perkapita Tingkat kemiskinan Tingkat Pengangguran

Terjadinya peningkatan jumlah PDRB tiap tahunnya Terjadinya penurunan tingkat kemiskinan tiap tahunnya Terjadinya penurunan tingkat pengangguran tiap tahunnya

Supply dan Demand

Ketersediaan moda transportasi Kapasitas jaringan jalan Kondisi jaringan jalan Kapasitas terminal

≥50% masyarakat menyatakan jumlah angkutan yang tersedia cukup untuk mengangkut penumpang dan barang yang ada ≥50% masyarakat manyatakan kapasitas jaringan jalan yang tersedia telah memadai Persentase jaringan jalan dengan kondisi baik lebih besar daripada jaringan jalan dengan kondisi rusak ≥50% masyarakat menyatakan kapasitas terminal yang ada telah mencukupi

Aksesibilitas

Akses ke basic service (tempat kerja, sekolah, pasar, pusat kesehatan) Akses untuk mendapatkan pelayanan transportasi Mixed use lahan

≥50% masyarakat menyatakan mudah untuk menjangkau tempat kerja, sekolah, pasar, dan pusat kesehatan ≥50% masyarakat menyatakan mudah untuk mendapatkan pelayanan transportasi Terdapatnya mixed used lahan & terjadinya peningkatan mixed use lahan dari tahun ke tahun

Aktivitas Transportasi

Rata-rata frekuensi perjalanan harian Rata-rata waktu tempuh perjalanan Jarak tempuh perjalanan

Mengindikasikan tingkat tarikan antar zona (attractiveness by zone) Mengindikasikan tingkat kedekatan antar zona

Biaya Transportasi

Alokasi income yang diperoleh untuk transportasi Travel Cost Facility & Cash Cost (biaya parkir, harga bahan bakar, pajak, dan biaya pemeliharaan/perbaikan kendaraan akibat kerusakan)

≥50% masyarakat menyatakan alokasi pengeluaran untuk sektor transportasi masih proporsional ≥50% masyarakat menyatakan biaya transportasi (travel cost, facility cost, dan crash cost) yang harus ditanggung ringan dan terjangkau

Sumber: Kajian Literatur, 2008

yang dikembangakan oleh setiap peneliti memiliki perbedaan penekanan dan sudut pandang karena disesuaikan dengan latar belakang peneliti, maksud kajian dan kondisi lokal wilayah studi. Maka dalam pengembangan indikator transportasi perkotaan yang berkelanjutan dalam mengidentifikasi karakteristik sistem transportasi di Kota Soreang ini pun perlu disesuaikan dengan konteks lokal wilayahnya. Pada sub bab ini akan dibahas mengenai indikator-indikator transportasi perkotaan yang berkelanjutan berdasarkan tinjauan literatur dan pengembangan indikator tersebut yang digunakan dalam kajian keberlanjutan transportasi di Kota Soreang. INDIKATOR EKONOMI DALAM TRANSPORTASI PERKOTAAN YANG BERKELANJUTAN BERDASARKAN TINJAUAN LITERATUR Pada dasarnya terdapat perbedaan antara negara maju dan berkembang dalam memandang pembangunan berkelanjutan (Mitchel, 2000). Konsep pembangunan berkelanjutan pada negara maju cenderung lebih berorientasi pada kelestarian lingkungan, sedangkan negara berkembang masih berkutat pada pemenuhan kebutuhan dasar, sehingga pertimbangan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat masih menjadi prioritas dibandingkan kelestarian lingkungan, Pertimbangan ini tentunya juga berlaku di sektor transportasi. Berbagai organisasi internasional telah menggeluarkan berbagai bentuk indikator keberlanjutan transportasi dalam aspek ekonomi. Salah satu lembaga yang mengeluarkan indikator keberlanjutan transportasi adalah Center for Sustainable Transportation (CST) Indikator keluaran CST pada tahun 2005 ini sangat lengkap. Hal itu beralasan karena indikator-indikator tersebut terlebih dahulu dikelompokkan ke dalam beberapa kategori utama dan telah memiliki tolok ukur indikator yang lebih jelas. Berikut ini merupakan set indikator keluaran CST yang dilengkapi dengan tolok ukur pada masing-masing indikator.

INDIKATOR transportasi yang berkelanjutan

Oktober 2011 THE PLANNERS | 19


http://www.flickr.com/photos/sergefreeman/6052073421/

Tugas Akhir

PEMBANGUNAN SUATU KOTA dipengaruhi oleh sistem transportasi yang berkelanjutan.

PENENTUAN INDIKATOR UNTUK MENGIDENTIFIKASI KINERJA SISTEM TRANSPORTASI DI KOTA SOREANG Penentuan Indikator untuk Mengidentifikasi Kinerja Sistem Transportasi di Kota Soreang Dalam melakukan kajian tranportasi perkotaan yang berkelanjutan ini dikembangkan indikator-indikator yang sesuai dan relevan untuk digunakan dalam mengidentifikasi karakteristik sistem transportasi di Kota Soreang. Jenis indikator yang umumnya digunakan dalam kebijakan adalah : • Indikator Kinerja, mengukur aspek kinerja organisasi, sektor atau kota-kota dan dimaksudkan untuk mengidentifikasi departemen, distrik atau kebijakan yang mencapai tujuan yang diinginkan • Indikator Berdasarkan Isu, dimaksudkan untuk memberikan perhatian pada isu-isu tertentu. • Indikator Kebutuhan, mengukur kebutuhan atau kerugian, dan secara umum bertujuan untuk mengalokasikan sumber daya untuk kelompok-kelompok yang benar-benar membutuhkan. Studi ini lebih menekankan pada bentuk indikator berdasarkan kinerja yang berkaitan dengan kinerja sektor transportasi. Indikatorindikator tersebut kemudian digolongkan kepada 5 kategori utama, yaitu: • Tingkat ekonomi masyarakat (PDRB per kapita, tingkat kemiskinan dan tingkat pengangguran) • Supply dan Demand (Ketersediaan moda transportasi, kapasitas dan kondisi jaringan jalan, dan kapasitas terminal) • Tingkat aksesibilitas • Tingkat aktivitas transportasi • Biaya transportasi KESIMPULAN Kota Soreang merupakan kawasan perkotaan yang sedang tumbuh berkembang dan masih berasa dalam proses transisi dari kawasan

20 | THE PLANNERS Oktober 2011

perdesaan. Sehingga aktivitas masyarakat yang terjadi tidak sekompleks masyarakat perkotaan pada umumnya. Walaupun demikian, dibutuhkan kinerja transportasi yang dapat mendukung aktivitas masyarakat agar taraf perekonomian dapat meningkat seiring dengan pertumbuhan kota yang tengah terjadi. Berdasarkan indikator ekonomi dalam transportasi berkelanjutan dapat disimpulkan bahwa transportasi yang ada di Kota Soreang masih belum memiliki kinerja yang baik dan belum mengarah pada konsep keberlanjutan. Arahan keberlanjutan dalam sektor ekonomi hanya terlihat pada kemudahan akses yang dirasakan masarakat menuju basic services (pasar, sekolah, tempat kerja, dan pusat kesehatan). Kesiapan Kota Soreang juga didukung oleh kondisi perekonomian masyarakat yang cenderung mengalami peningkatan pada tiap tahunnya yang ditandai denagn meningkatnya jumlah PDRB per kapita dan menurunnya tingkat pengangguran dan kemiskinan. Belum baiknya kinerja transportasi di Kota Soreang ditandai dengan masih buruknya tingkat ketersediaan sarana dan infrastruktur transportasi yaitu moda angkutan, jaringan jalan dan terminal. Juga terdapat ketidakefektifan masyarakat dalam melakukan pergerakan eksternal yang juga akan menambah cost dalam melakukan perjalanan. Sedangkan dalam pergerakan internal, belum terdapat banyak trayek angkutan umum untuk melayani rute. Sehingga masyarakat masih mengandalkan angkutan yang tersedia berupa ojeg, delman, dan becak yang memiliki kapasitas sangat kecil. Kondisi dan kapasitas jaringan jalan dan terminal yang masih belum memadai juga memperburuk kinerja transportasi di Kota Soreang. Hal ini terlihat dari masih banyaknya jumlah jaringan jalan yang rusak dan belum mampu menampung kendaraan-

kendaraan besar yang lewat. Kondisi ini jelas menghambat arus barang dan jasa di Kota Soreang yang secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap perkembangan sektor perekonomian. Sebenarnya juga terdapat dua terminal tipe B di Kota Soreang namun hanya satu yang berfungsi dan belum mampu menampung aktivitas bongkar muat penumpang dan barang karena keterbatasan kapasitas yang dimiliki. REKOMENDASI Ditinjau dari aspek ekonomi masyarakat, pemerintah perlu untuk ambil bagian dalam mendukung pertumbuhan sektor industri yang tengah berkembang di Kota Soreang. Bisa dilakukan dengan pemberian kredit yang lunak dengan prosedur yang tidak memberatkan. Hal ini secara tidak langsung dapat meningkatkan pendapatan per kapita, menekan angka kemiskinan dan membuka lapangan pekerjaan. Hal ini lah yang kemudian akan menunjang kesiapan masyarakat dalam rangka mewujudkan transportasi yang berkelanjutan dalam aspek ekonomi. Dilihat dari ketersediaan sarana dan infrastruktur transportasi, perhatian pemerintah harus lebih besar dalam hal ini. Untuk ketersediaan moda transportasi, pembenahan dapat dilakukan dengan pengadaan trayek untuk melayani pergerakan internal, atau dengan pengaturan trayek angkutan agar dapat menjangkau seluruh desa di Kota Soreang sehingga lebih mudah untuk diakses. Untuk aspek aksesibilitas, pemerintah perlu konsisten untuk tetap mengarahkan pemanfaatan ruang yang lebih bersifat campuran dengan memanfaatkan lahan perkotaan yang tersedia. Dengan demikian penyediaan fasilitas dapat lebih efektif, pemanfaatan lahan menjadi lebih optimal, dan menekan ongkos transportasi yang harus dikeluarkan masyarakat. ()


http://www.flickr.com/photos/ariadavison/2890968664/sizes/l/in/photostream/

http://www.flickr.com/photos/mihaelcmrk/5072049460/sizes/l/in/photostream/

Advertisement

Kuesioner TA, Tesis, Penelitian menggunung?

Jangan sedih, Tidak perlu Frustrasi! Kami siap membantu! PELAYANAN SURVEI Hubungi

Fanni Harliani 0856 215 4887

DIVISI KEPROFESIAN HMP Pangripta Loka ITB


U O Y E SE

AT

THE NEXT EDITION OF

the

planners ePortfolio

Keprofesian HMP PL ITB (C) 2011


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.