KPPS

Page 1

Disusun oleh Imam Mobilingo (Nasional Coordinator Heatlh Policy Studies ISMKI) Achmad Nur Faizin (Vice Nasional Coordinator Heatlh Policy Studies ISMKI) Intan Putri Dewanti (Staff Nasional Heatlh Policy Studies ISMKI) Hafshah (Staff Nasional Heatlh Policy Studies ISMKI)


DUKA DEMOKRASI INDONESIA LATAR BELAKANG 17 april 2019 merupakan pesta demokrasi terbesar bagi rakyat Indonesia. Indonesia telah berhasil mencatatkan sejarah baru Pemilihan Umum (Pemilu) pada April 2019 lalu. Pileg dan Pilpres telah digelar secara serentak dalam satu hari pada Rabu, 17 April 2019 berdasar dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam gugatan nomor 14/PUU-XI/2013 yang diputus pada 23 Januari 2014. Dilaksanakannya Pileg dan Pilpres secara bersamaan pada satu hari tersebut menjadi prestasi bagi indonesia dan telah berhasil mendapat pujian dari beberapa negara, Namun, seperti buah apel yang tidak selalu manis. Setiap pencapaian pasti ada konsekuensi yang harus ditanggung. Sejarah yang berhasil ditorehkan tersebut ternyata menimbulkan banyak permasalahan yang muncul setelah pemilu dilaksanakan. Di antara sekian masalah itu, yang mendapat perhatian besar adalah perkara ratusan petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang meninggal setelah melakukan penghitungan suara. Hingga saat ini, sebanyak 583 petugas Pemilu 2019 dilaporkan meninggal, terdiri dari 469 petugas KPPS, 92 orang petugas pengawas dan 22 petugas keamanan. Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik mengatakan, selain KPPS yang meninggal, sebanyak 4.602 KPPS jatuh sakit saat bertugas. Hal ini dikarenakan banyak faktor, antara lain riwayat penyakit sebelumnya, jam kerja yang telampau lama, beban kerja yang terlalu berat, serta faktor resiko lain yang masih belum diketahui. Hal serupa pernah terjadi pada tahun 2014, sebanyak 157 petugas KPPS meninggal pada saat itu. Lamanya durasi kerja dan beban kerja petugas KPPS hingga saat ini belum terkonfirmasi dengan baik. Menurut pernyataan beberapa petugas KPPS, mereka bekerja


lebih dari 24 jam dalam sehari dengan beban kerja dan tugas yang begitu banyak dan dituntut ketelitian serta konsentrasi Namun, saat ini petugas KPPS belum mendapatkan jaminan untuk kesehatannya, KPU menyatakan bahwa saat ini petugas KPPS belum mendapatkan jaminan kesehatan. Jaminan kesehatan yang seharusnya diperoleh sejak awal, baru akan diusulkan. Pernyataan dari wakil ketua komisi II DRP, Mardani Ali Sera bahwa pengajuan untuk pemberian jaminan kesehatan kepada petugas pelaksana pemilu yang di tolak oleh kementrian keuangan (Kemenkue) karena sudah mencapai batas maksimal dana yang di sediakan untuk pelaksanaan pilpres dan pileg yaitu 25 triliun Hal ini sama sekali bertentangan dengan Undang-undang Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003 Paragraf 5 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pasal 86 yang menyatakan bahwa setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja. Dilanjutkan dengan pasal 87 yang berbunyi : (1) Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan. (2) Ketentuan mengenai penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Dan pasal 99

yang berbunyi, Setiap pekerja/buruh dan keluarganya berhak untuk

memperoleh jaminan sosial tenaga kerja. Seperti kita ketahui, adanya perubahan system pemilu 2014 dan 2019 mengalami perubahan. Dimana pada tahun 2014 pilpres dan pileg tidak dilakukan bersamaan, terdapat jeda waktu 3 bulan antara pileg dengan pilpres. Sedangkan, pada tahun 2019 pilpres dan pileg dilaksanakan serentak. Hal ini tentu memberikan beban kerja yang lebih berat pada petugas KPPS. Tidak adanya upaya KPU atau pemerintah memberi jaminan kesehatan untuk petugas


KPPS, sebagai upaya preventif untuk mencegah petugas KPPS yang mengalami kelelahan akibat beban kerja yang meningkat dan mencegah insiden yang serupa pada tahun 2014.


TINJAUAN PUSTAKA 1. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah upaya perlindungan yang ditujukan agar tenaga kerja dan orang lainnya di tempat kerja/perusahaan selalu dalam keadaan selamat dan sehat, serta agar setiap sumber produksi dapat digunakan secara aman dan efisien (Kepmenaker Nomor 463/MEN/1993). Pengertian lain menurut OHSAS 18001:2007, keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah kondisi dan faktor yang mempengaruhi keselamatan dan kesehatan kerja serta orang lain yang berada di tempat kerja. Berdasarkan Undang-undang Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003 Paragraf 5 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pasal 86 dan 87 yang berbunyi: Pasal 86 (1) Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas : a. keselamatan dan kesehatan kerja; b. moral dan kesusilaan; dan c. perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama. (2) Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja. (3) Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Pasal 87 (1) Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan. (2) Ketentuan mengenai penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pada pasal 86 ayat 2, yang dimaksud dengan upaya keselamatan dan kesehatan kerja dimaksudkan untuk memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para pekerja/buruh dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan, dan rehabilitasi. Setiap pekerja/buruh berhak mendapat jaminan kesejahteraan yang diatur dalam pasal 99 dan 100 yang berbunyi : Pasal 99


(1) Setiap pekerja/buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja. (2) Jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 100 (1) Untuk meningkatkan kesejahteraan bagi pekerja/buruh dan keluarganya, pengusaha wajib menyediakan fasilitas kesejahteraan. (2) Penyediaan fasilitas kesejahteraan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilaksanakan

dengan

memperhatikan

kebutuhan

pekerja/buruh

dan

ukuran

kemampuan perusahaan. Faktor-faktor yang mempengaruhi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah sebagai berikut: 1. Beban kerja. Beban kerja berupa beban fisik, mental dan sosial, sehingga upaya penempatan pekerja yang sesuai dengan kemampuannya perlu diperhatikan. 2. Kapasitas kerja. Kapasitas kerja yang banyak tergantung pada pendidikan, keterampilan, kesegaran jasmani, ukuran tubuh, keadaan gizi dan sebagainya. 3. Lingkungan kerja. Lingkungan kerja yang berupa faktor fisik, kimia, biologik, ergonomik, maupun psikososial.

2. Tugas KPPS KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara) adalah kelompok yang dibentuk oleh PPS atas nama KPU/KIP Kabupaten/Kota untuk melaksanakan pemungutan dan penghitungan suara di TPS. Tugas KPPS dalam melaksanakan pemungutan dan penghitungan suara di TPS salah satunya adalah dalam rangka mewujudkan kedaulatan pemilih, melayani pemilih menggunakan hak pilih, memberikan akses dan layanan kepada Pemilih disabilitas dalam memberikan hak pilihnya. Dalam menjalakan tugasnya sebagai fasilitator pemilu, ada 4 tugas pokok yang dilaksanakan oleh KPPS antara lain : 1. Persiapan Sebelum Hari dan Tanggal Pemungutan Suara di TPS a. Pembagian Tugas KPPS b. Penentuan Lokasi TPS c. Pengumuman Hari dan Tanggal Pemungutan Suara d. Penyampaian Surat Pemberitahuan kepada Pemilih


e. Pengembalian Formulir Model C6-KPU yang Tidak Terdistribusi f. Penyiapan TPS g. Gladi Bersih Pemungutan dan Penghitungan Suara 2. Pelaksanaan Pemungutan Suara di TPS a. Persiapan Rapat Pemungutan Suara b. Rapat Pemungutan Suara  Pengucapan Sumpah/Janji KPPS  Membuka Kotak Suara  memeriksa perlengkapan, mengurutkan, mengidentifikasi dokumen dan perlengkapan TPS c. Menjelaskan Tata Cara Pemberian Suara d. Pelaksanaan Pemilih Memberikan Suara e. Penutupan Pemungutan Suara 3. Layanan Pemberian Suara di Rumah Sakit/Puskesmas, Rumah Sakit Jiwa, Lembaga Pemasyarakatan, Rumah Tahanan dan Pemilih Yang Sakit Di Rumah a. Pelayanan Pemberian Suara di Rumah Sakit/Puskesmas  mendata pemilih kemudian memberikan formulir Model A.5-KPU kepada pemilih yang akan menggunakan hak pilih di rumah sakit/puskesmas paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum hari pemungutan suara dengan didampingi oleh pengawas TPS atau PPL dan saksi. 4. Layanan Ramah Disabilitas dalam Pemungutan Suara a. Pelayanan Pemberian Suara di Rumah Sakit Jiwa b. Pelayanan Pemberian Suara di Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara c. Pelayanan Pemberian Suara Pemilih yang Sakit di Rumah 5. Penghitungan Suara di TPS a. Persiapan Penghitungan Suara b. Pelaksanaan Penghitungan Suara c. Tata Cara Penghitungan Suara di TPS yang meliputi : surat suara Presiden dan Wakil Presiden, DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kab/Kota d. Penyelesaian Keberatan jika ada e. Pengumuman Hasil Penghitungan Suara di TPS f. Penyampaian Kotak Suara, Salinan Berita Acara dan Sertifikat Hasil Pemungutan dan Penghitungan Suara 6. Pemungutan Suara Ulang dan Penghitungan Suara Ulang Pemungutan Suara Ulang (PSU) PSU di TPS dapat diulang apabila: terjadi bencana alam dan/atau kerusuhan, adanya hasil penelitian dan pemeriksaan Pengawas TPS yang tidak sesuai dengan prosedur yang seharusnya ataupun kecurangan. 3. Mekanisme menjadi KPPS Syarat menjadi KPPS : 1. WNI 2. Berusia minimal 17 tahun 3. Setia kepada Pancasila, UUD 1945, dan Proklamasi 1945


4. Mempunyai integritas, pribadi yang kuat, jujur dan adil 5. Tidak menjadi anggota partai politik sekurang-kurangnya 5 tahun 6. Berdomisili dalam wilayah kerja KPPS/TPS 7. Mampu secara jasmani dan rohani dan bebas dari penyalahgunakan narkotika 8. Berpendidikan paling rendah SLTA atau sederajat 9. Tidak pernah dipidana 10. Tidak pernah diberikan sanksi pemberhentian tetap oleh KPU Kabupaten atau DKKP 11. Belum pernah menjabat 2 kali periode sebagai anggota KPPS 12. Tidak berada dalam ikatan perkawaninan dengan sesama penyelenggara pemilu Kelengkapan persyaratan : 1. Fotokopi KTP 2. Fotokopi ijazah SLTA/sederajat yang dilegalisir 3. Surat pernyataan yang bersangkutan berisi tentang pernyataan pada poin 3, 5, 7, 9, 10, 11, 12 4. Surat keterangan sehat dari puskesmas atau rumah sakit umum daerah 5. Daftar riwayat hidup 6. Pas photo 4x6 sebanyak 2 lembar

Alur Pendaftaran KPPS 28 Februari–5 Maret : Pengumuman pendaftaran calon anggota KPPS

13–19 Maret : Penelitian administrasi kelengkapan persyaratan

20–22 Maret : Pengumuman hasil penelitian persyaratan

23–28 Maret : Tanggapan masyarakat

29 Maret–10 April : Pengumuman hasil seleksi calon anggota KPPS


4. Perubahan Pemilu 2014 ke 2019 Terjadi perubahan system pemilu pada tahun 2014 dan 2019. Dampak dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam gugatan nomor 14/PUU-XI/2013 yang diputus pada 23 Januari 2014. MK membatalkan Pasal 3 ayat (5), Pasal 12 ayat (1) dan (2), Pasal 14 ayat (2), dan Pasal 112 UU Nomor 42/2008 tentang Pilpres yang mengatur pelaksanaan Pilpres tiga bulan setelah pelaksanaan Pileg alias tidak serentak. Dengan penyelenggaraan Pemilu serentak 2019, nantinya para pemilih harus membawa 5 surat suara sekaligus ke bilik suara untuk dicoblos. Lima surat suara itu untuk memilih anggota DPRD tingkat kabupaten/kota, anggota DPRD tingkat provinsi, anggota DPR, anggota DPD, serta calon presiden dan wakil presiden. Putusan itu atas permohonan Effendi Gazali. Berikut pertimbangan Pileg dan Pilpres dilakukan dalam satu hari: 1. Pilpres yang diselenggarakan secara serentak dengan Pemilu Anggota Lembaga Perwakilan juga akan mengurangi pemborosan waktu dan mengurangi konflik atau gesekan horizontal di masyarakat. 2. Hak warga negara untuk memilih secara cerdas pada pemilihan umum serentak ini terkait dengan hak warga negara untuk membangun peta check and balances dari pemerintahan presidensial dengan keyakinannya sendiri. Untuk itu, warga negara dapat mempertimbangkan sendiri mengenai penggunaan pilihan untuk memilih anggota DPR dan DPRD yang berasal dari partai yang sama dengan calon presiden dan wakil presiden. Hanya dengan pemilihan umum serentak warga negara dapat menggunakan haknya untuk memilih secara cerdas dan efisien. Dengan demikian pelaksanaan Pilpres dan Pemilihan Anggota Lembaga Perwakilan yang tidak serentak tidak sejalan dengan prinsip konstitusi yang menghendaki adanya efisiensi dalam penyelenggaraan pemerintahan dan hak warga negara untuk memilih secara cerdas; 3. Dalam penyelenggaraan Pilpres tahun 2004 dan tahun 2009 yang dilakukan setelah pileg, ditemukan fakta politik bahwa untuk mendapat dukungan demi keterpilihan sebagai Presiden, calon Presiden terpaksa harus melakukan negosiasi dan tawar-


menawar (bargaining) politik terlebih dahulu dengan partai politik yang berakibat sangat mempengaruhi jalannya roda pemerintahan di kemudian hari. Negosiasi dan tawar-menawar tersebut pada kenyataannya lebih banyak bersifat taktis dan sesaat daripada bersifat strategis dan jangka panjang, misalnya karena persamaan garis perjuangan partai politik jangka panjang. Oleh karena itu, Presiden pada faktanya menjadi sangat tergantung pada partai-partai politik yang menurut Mahkamah dapat mereduksi posisi Presiden dalam menjalankan kekuasaan pemerintahan menurut sistem pemerintahan presidensial. Dalam sidang tersebut, Anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Arifin Wibowo, mengkalkulasi jika Pemilu digelar serentak akan menghemat dana sekitar Rp 150 triliun, atau sepersepuluh APBN dan APBD, dan sekitar Rp 120 triliun biaya yang dikeluarkan partai dan pihak lain.

PEMBAHASAN Pesta Demokrasi yang digadang-gadang menjadi pesta demokrasi terbesar di Indonesia cukup meninggalkan banyak misteri bagi kita semua.

Prestasi

bersamaan

dalam

dengan

menyelengarakan

banyaknya

Petugas

pemilu

serentak

Kelompok

muncul

Penyelenggara

Pemungutan Suara (KPPS) yang kehilangan nyawa, padahal setiap nafas dan usaha yang mereka keluarkan adalah harapan besar dari rakyat Indonesia yang mengharapkan perubahan. Problematika yang terjadi saat ini dapat dikatakan sebagai dampak dari peralihan sistem pemilu. Sistem yang digunakan saat ini belum sepenuhnya matang. Masih banyak kekurangan yang seharusnya bisa diantisipasi bercermin pada pemilu 2014. Keputusan Makamah Konstitusi (MK) dalam gugatan nomor 14/PUU-XI/2013 yang diputuskan pada 23 Januari 2014 menjadi dasar perubahan pelaksanaan Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Legislatif (Pileg) 2019. Berbeda dengan tahun 2014 yang pada saat itu pileg dilaksanakan lebih awal dan pilpres


dilaksanakan

3

bulan

kemudian,

tahun

2019

pilpres

dan

pileg

dilaksanakan secara bersamaan pada Rabu 17 april 2019. Namun, sistem yang baru ini dapat dikatakan belum matang dan justru menjadi boomerang bagi KPU / pemerintah sendiri. Hal ini dapat dilihat mulai dari proses rekrutmen KPPS yang masih menggunakan persyaratan yang sama dengan tahun sebelumnya. Padahal, dengan sistem yang berbeda, seharusnya mengakibatkan pula perubahan pada tataran teknis mulai dari persiapan hingga pelaksanaan di hari H. Berapa fakta yang ditemukan adalah banyak proses yang mengalami improvisasi di lapangan. Hal ini sangat disayangkan, karena antara beban kerja dan kapasitas kerja yang tentu tidak seimbang. Bercermin dari tahun 2014, tercatat 157 petugas KPPS dinyatakan meninggal. Sedangkan pada tahun 2019 jumlah petugas KPPS yang dilaporkan meninggal sebanyak 583 jiwa; terdiri dari 469 petugas KPPS, 92 orang petugas pengawas dan 22 petugas keamanan. Terlebih jumlah petugas yang sakit sebanyak 4.602 orang. Sungguh perubahan yang sangat signifikan. Lantas, apakah kesehatan mereka terjamin oleh negara? Jawabannya jelas BELUM, hal ini tentu melanggar Undang-Undang Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003 Pasal 99 dan Pasal 100 yang menyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh wajib mendapatkan jaminan kesehatan, jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para pekerja/buruh dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan, dan rehabilitasi. Selain itu berdasarkan UU RI No. 40 Tahun 2004 juga menyebutkan bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak dan meningkatkan martabat menuju terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur. Ditambahkan pula pada pasal ke-18 bahwa jenis program jaminan sosial meliputi, salah satunya adalah jaminan kesehatan. Pada Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 Pasal 1 Poin 1 menjelaskan “Jaminan kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan


kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar atau iurannya dibayar oleh pemerintah�. Serta Poin 14 pada Pasal 1 menjelaskan bahwa Fasilitas Kesehatan adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang digunakan untuk menyelengarakan upaya pelayanan kesehatan perorangan baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah,

pemerintah

daerah

dan/atau

masyarakat�

menjadi

pertanyaan besar bahwa apakah petugas pelaksana pemilu di kategorikan sebagi pekerja/buruh ? tentu ini menimbulkan konflik di mana KPU tidak di bawahi oleh UU Ketenaga kerjaan dan UU jaminan Sosial dalam hal ini mendapatkan haknya sebagai warga negara yang bekerja untuk negara dan negara wajib menjamin keselamatan dan kesejahteraan Berlandaskan dasar hukum yang telah disebutkan di atas, pada insiden ini dapat dikatakan bahwa pemerintah lalai dalam upaya menjamin kesehatan dan keselamatan kerja. Seharusnya, sudah menjadi tanggung jawab pemerintah dalam memantau praktek penyelenggaraan negara rakyatnya. Pemerintah telah lepas tangan dan entah dengan kesengajaan

atau

tidak

telah

meluputkan

pandangannya

dalam

mengawas proses persiapan hingga pelaksanaan pemilu 2019. Lalu apa yang telah diberikan KPU kepada keluarga petugas KPPS? Keluarga korban diberikan santunan, Besaran santunan dibagi menjadi empat. Santunan bagi penyelenggara pemilu ad hoc yang meninggal dunia adalah sebesar Rp 36 juta, selanjutnya santunan bagi anggota KPPS cacat permanen Rp 36 juta. Besaran santunan untuk anggota KPPS yang luka berat Rp 16,5 juta, dan untuk anggota KPPS yang luka sedang sebesar RP8,25 juta. Yang menjadi tanda tanya besar saat ini adalah faktor apa yang menyebabkan kematian pada petugas KPPS? Perlu adanya studi kasus yang mendalam terkait insiden ini. 500-an nyawa manusia bukanlah permasalahan yang patut dianggap remeh. Karena besarnya masalah ini, banyak pendapat yang bermunculan hingga


hoax yang menyebar di kalangan masyakarat terkait masalah ini. dr. Ani Hasibuan menyatakan bahwa perlu dilakukan otopsi untuk memastikan penyebab terjadinya masalah ini. Beliau juga mencurigai kematian para petugas

KPPS

ini

tidaklah

wajar

dan

masih

banyak

pertanyaan

bergelimang yang belum terjawab dengan tepat. Namun menurut pernyataan dari dekan FK UI dalam pertemuan bersama Kemenkes,

IDI,

dan

KPU,

beliau

menyatakan

bahwa

penyebab

meninggalnya KPPS ini dikarenakan kelelahan. Jika ditelaah lebih lanjut, seperti yang disebutkan pada tinjauan pustaka, banyak sekali tugas KPPS yang harus dilakukan dan belum adanya jaminan kesehatan. Akan tetapi, dr. Ani Hasibuan menyanggah pernyataan tersebut. Beliau menghubungkan dengan materi fisiologi terkait kelelahan. Kelelahan berkaitan dengan aktivitas fisik. Pemakaian glukosa

berlebih

menyebabkan

seseorang

mengalami

hipoglikemia.

Dalam kasus ini, aktivitas petugas KPPS berlebihan tetapi intake makanan kurang, sehingga kompensasi tubuh supaya tidak banyak menggunakan banyak energi adalah dengan mengantuk atau tidur. Bahkan bisa pingsan dan

bukan

mengalami

kematian.

Beliau

juga

menyatakan

bahwa

pekerjaan KPPS bukan termasuk pekerjaan yang berat. Selama menjadi dokter kurang lebih 22 tahun, dr Ani Hasibuan menyatakan bahwa beliau tidak pernah mendapatkan kasus orang meninggal karena kelelahan. Di akhir pernyataannya, beliau menambahkan bahwa, jika ada riwayat penyakit serius sebelumnya seperti gangguan jantung dipicu dengan banyaknya aktivitas fisik, bisa menimbulkan kematian. Akan tetapi yang menjadi

fokus

penyebab

kematiannya

di

sini

bukanlah

kelelahan,

melainkan riwayat penyakit sebelumnya. Kelelahan hanya menjadi faktor pemicu. Sejalan dengan hasil investigasi Kementrian Kesehatan atas kasus tersebut, mereka menemukan 13 jenis penyakit penyebab meninggalnya petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di 15 provinsi. 13 penyakit tersebut adalah infark myocard, gagal jantung, koma hepatikum, stroke, respiratory failure, hipertensi emergensi, meningitis, sepsis, asma, diabetes mellitus, gagal ginjal, TBC, dan kegagalan


multiorgan. Selain disebabkan 13 jenis penyakit itu, didapatkan pula kejadian meninggalnya petugas KPPS karena kecelakaan. Selain karena riwayat penyakit sebelumnya yang sudah disebutkan di atas, berdasarkan laporan dari Dinas Kesehatan dari 15 provinsi, sebagian besar petugas KPPS yang meninggal di rentang usia 50-59 tahun. Di mana usia tersebut merupakan usia yang rentan terkena penyakit. Mengapa bisa hal ini terjadi? Bukankah salah satu syarat menjadi petugas KPPS harus sehat walafiat? Seperti yang telah kita bahas di tinjauan pustaka, bahwa salah satu syarat yang harus dikumpulkan oleh petugas KPPS untuk mendaftar adalah pernyataan sehat yang bisa didapatkan dari puskesmas atau rumah sakit pusat/daerah. Dengan demikian, seharusnya calon petugas yang memiliki riwayat penyakit yang berat tidak dapat menjadi petugas KPPS. Namun, seperti buah jeruk yang kulitnya terlihat segar. Kenyataan seringkali berbeda dengan teori tertulis. Telah kita ketahui bersama bahwa untuk mendapatkan surat tersebut bukanlah hal yang sulit, beberapa puskesmas/rumah sakit bisa langsung memberikannya hanya dengan bertolok ukur pada vital sign dan bahkan ada yang tidak diperiksa sama sekali. Pada alur pendaftara penjadi petugas KPPS juga tidak ada tahap pemeriksaan

kesehatan,

karena

mungkin

mencantumkan

surat

keterangan sehat yang dibawa oleh calon petugas KPPS adalah hal yang sudah cukup dijadikan sebagai bukti konkret bahwa calon petugas tersebut sehat walafiat. Hal ini memberikan gambaran bahwa ada ketidaktelitian KPU dalam memproses

dokumen

dan

merekrut

anggota,

serta

tidak

mempertimbangkan peningkatan beban kerja dari pemilu serentak yang berujung pada banyaknya petugas KPPS yang meninggal dan jatuh sakit.


KESIMPULAN Berkaca dari rentetan kejadian di atas, masih banyak yang harus diperbaiki terkait sistem pemilu yang akan datang. Mulai dari proses prekrutan yang harus teliti dalam arti memiliki kesehatan yang baik, pemberian jaminan kesehatan kepada seluruh ketugas Pemilu, pemberian beban kerja yang harus sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku, penempatan pada lingkungan kerja yang sehat hingga pengawasan pemerintah terkait jalannya Pemilu. Memang

tak

ada

gading

yang

tak

retak.

Semoga

misteri

permasalahan yang muncul dibalik prestasi pemilu yang gemilang ini bisa ditindaklanjuti lebih lanjut.


Maka

kami

dari

Ikatan

Senat

Mahasiswa

Kedokteran

memberikan

Pernyataan Sikap atas Kejadian ini dan meminta Pemerinta untuk 1. Melakukan assessment untuk menilai segala kerancuan yang terjadi selama pelaksanaan Pemilu 2019 2. Membentuk Tim Independent Pencari Fakta untuk membuka kasus ini kepada public Percayalah bahwa semua ini adalah bagian dari proses kita untuk menjadi negara yang lebih baik. Dan semoga kita semua bisa menjadikan negara kita menjadi negara yang lebih peduli, bukan hanya eksternalnya, tapi juga internalnya, dalam hal ini praktek penyelenggaraan negara. Salam Perubahan untuk sebuah tindakan nyata, DEMI DEMOKRASI INDONESIA

DAFTAR PUSTAKA http://www.depkes.go.id/resources/download/jkn/himpunan-peraturan-jaminankesehatan.pdf https://pih.kemlu.go.id/files/UU_%20tentang%20ketenagakerjaan%20no%2013%20th %202003.pdf


https://www.bphn.go.id/data/documents/7.7._perkara_nomor_14-puu2013_23_jan_2014_pemilu_presiden_(.pdf https://drive.google.com/file/d/0B-uoCwYvFMfoLTlmbk5IQnV2Yms/view Kompas.com dengan judul "KPU Upayakan Santunan untuk Petugas KPPS Meninggal

Rampung

Sebelum

22

Mei", https://nasional.kompas.com/read/2019/05/03/15194581/kpuupayakan-santunan-untuk-petugas-kpps-meninggal-rampung-sebelum-22mei. https://www.mashel.me/2017/10/isi-uu-pemilu-2017-pdf-undangundang.html


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.