IMAGE IMAGE #10
juni 2017
#10
Architecture and Psychology: hubungan timbal balik antara manusia dan lingkungannya
Baskoro Tedjo: Perilaku manusia menentukan standar arsitektur
kopi Selasar antara kafe dan markas para seniman
Wot Batu: Kehidupan dan Kematian
edisi #10
2
edisi #10
editorial
Editorial Ruang yang nyaman, belum tentu ruang yang bersih tanpa noda. Ruang yang nyaman, juga belum tentu memiliki ukuran seluas lapangan bola. Bagi seseorang, ruang yang nyaman bisa jadi hanya seluas sembilan meter persegi, dengan segala macam barang yang bertumpuk di setiap sudutnya. Menyisakan hanya sekotak kecil lahan kosong di tengah-tengahnya. Ruang-ruang ini tentu memiliki makna tersendiri bagi setiap penghuninya. Tidak peduli seberapa bersih, rapi, dan luas; tetapi penghuni merasa tidak nyaman menempatinya, maka ruang tersebut akan menjadi hal yang tidak bermanfaat. Manusia menentukan bentuk dan kondisi dari ruang yang ditempatinya; dan ruang menentukan seperti apakah gaya hidup para penghuninya. Perilaku manusia dan kondisi lingkungan, merupakan suatu hal yang berbeda, tapi saling berkaitan. Setiap tingkah laku, kebiasaan, gaya hidup, hingga budaya yang tumbuh di antara masyarakat, dapat menentukan seperti apakah sebuah kediaman maupun fasilitas umum yang akan dibangun di suatu daerah. Seorang arsitek tidak bisa menghilangkan unsur-unsur yang menyangkut gaya hidup dan budaya ini dari suatu fasilitas yang dihuni oleh manusia. Masing-masing dari diri arsitek tersebut tentu harus memperhatikan segala aspek agar para penghuninya tetap nyaman dan betah tinggal di dalam gedung rancangan mereka; dan gaya hidup seseorang adalah salah satu pertimbangan tersebut. Dalam majalah IMAGE edisi Juni, 2017, kali ini, akan banyak dibahas mengenai kaitan dari psikologi lingkungan—perilaku manusia, terhadap kehadiran sebuah bangunan. Dengan adanya pembahasan yang cukup mendetail seperti apakah hubungan antara perilaku manusia ini dengan lingkungan sekitarnya— dengan gedung yang dihuninya—semoga dapat memberikan ilmu kepada semua pembaca, khususnya para calon arsitek, bahwa perilaku manusia dan arsitektur bukanlah hal yang bisa dipisahkan begitu saja. Vivat G! Yasmin Chairani Ulfhah 1
redaksi ketua biro kominfo ima-g Indah Mega Ashari G’15
wakil ketua biro kominfo ima-g Mohammad Thareq Defa G’15
ketua redaksi Yasmin Chairani Ulfhah G’15
sekretaris Eka Kurniawan G’16
Tim penulisan Koordinator
Eko Bagus Prasetyo G’15 Clara Christy Tavis G’15
Koordinator
Muhammad Bahrul Ilmi G’15 Bima Rahmaputra G’15 Shazkia Aulia Shafira D. G’16
Mutia Ayu Cahyaningtyas G’16 Theresia Priscylla A. A. G’16
Tim artistik Aries Fadli Prayoga G’16 Marestu Rizki Nugraha G’16
humas dan pendanaan Widya Ayu Anindita G’15
edisi #10
04 Events
Table of 06 Content sharin-G exchange daftar isi 2
08 sayembara 10 pengmas ima-g 12 architecture and psychology 18 wawancara ahli 21 fun fact
Royal Pineda
Andrew Cokro Putra
Sayembara 6th in Action: Ecohouse Design Competition VIII 2017 Sayembara Miniatur Universitas Diponegoro 2016
Insight: Cisoka
Introduction
Baskoro Tedjo
Color X Architectural Space
edisi #10
23 do it yoursef
Table of 25 opini mahasiswa Content
How to Make Pineapple Lamp
Teritorialitas dan Kekumuhan Vertikal pada Rusun di Indonesia
Kopi Selasar
Wot Batu
29 Archireview 30 non-building archireview 3
Epilogue
Futurarc Prize: An Architecture for the Common Good
World Architecture Festival 2016
Puisi Ruang Seni Jalanan
34 Events himpunan 36 sharin-G alumni 39 Architecture Event 41 karya-g
events
edisi #10
Royal Pineda:
Modern Filipino Architecture and Design 4
Photo credit : budji-royal.com
“arsitektur Filipina modern mengusung aspek modernitas, tropikalitas yang merespon alam, dan lokalitas Filipina. .” Lalu, seperti apakah filosofi tentang arsitektur modern berkarakter Filipina yang dianut Royal?
Photo credit : Facebook, Architecture ITB
Pada Jumat, 24 Maret 2017, dalam acara kuliah tamu yang diselenggarakan oleh Program Studi Arsitektur ITB, telah berkesempatan hadir Royal Christopher Lopez Pineda dari Filipina. Beliau adalah seorang principal architect dan CEO dari Budji & Royal Architecture + Design, sebuah biro arsitektur yang juga bergerak dalam ranah perencanaan dan desain interior. Dalam kuliah tamu tersebut, arsitek lulusan Polytechnic University of the Philippines ini menyampaikan gagasan tentang modern Filipino architecture and design yang menjadi pendekatan utama beliau dalam mendesain. Konsep dan pendekatan inilah yang berpengaruh banyak pada bentuk, pola, dan karakter karya-karya arsitektural Royal, khususnya di Filipina.
Pendapat Royal, arsitektur Filipina modern mengusung aspek modernitas, tropikalitas yang merespon alam, dan lokalitas Filipina. Desain yang modern bagi Royal adalah desain yang selalu progresif, terus berkembang dengan melakukan penyesuaian-penyesuaian terhadap setiap kebutuhan dan gaya hidup manusia di masa sekarang dan yang akan datang. Oleh karena itu, merupakan hal yang lumrah menurutnya bahwa dari zaman ke zaman desain selalu menghasilkan berbagai bentuk, solusi, dan ekspresi baru, menggantikan kaidahkaidah desain lama yang boleh dibilang sudah kelewat “primitif”. Bukan hanya itu, modernitas dalam desain tidak hanya sebatas pemahaman mengenai penggunaan metode dan material fabrikasi terbarukan, lebih dari itu, modernitas menjadi sebuah learning ‘pembelajaran’ bagaimana memahami transformasi perilaku-perilaku meruang manusia dewasa ini. Royal juga mengungkapkan bahwa modern Filipino architecture and design
edisi #10
events
Photo credit : budji-royal.com Salah satu resort di Greenmeadows Residence, Quezon City, menggunakan Modern Filipino architecture and design.
5
merupakan sebuah pendekatan merancang yang bersifat universal, dalam artian desain yang dibuat tidak fit and meet pada gaya hidup orang-orang Filipina saja, tetapi juga mengakomodasi setiap kebutuhan dan memasukkan unsur-unsur seperti kebiasaanbudaya masyarakat global ke dalam desain arsitektur yang bercitra Filipina. Kemudian, dalam pendekatan tropikalitas, Royal berusaha melakukan adaptasi-adaptasi desain terhadap keberadaan lingkungan alam dan iklim lokal Filipina untuk menghasilkan produk desain yang eco-friendly, green, dan berkelanjutan. Sementara itu, dalam pendekatan pada aspek lokalitas, Royal melakukan imitasi, modifikasi, dan stilasi bentuk, material, dan ornamentasi bangunanbangunan adat masyarakat Filipina, misalnya Nepa Hut atau Bahay Kubo, ke dalam desain bangunan-bangunannya yang lebih bernuansa modern sehingga masih memiliki karakter dan corak khas Filipina. (EB) Photo credit : budji-royal.com
Sharin-G Exchange
edisi #10
Andrew Cokro Putra mengikuti program pertukaran pelajar di Tokyo Institute of Technology selama 1 semester, dari bulan September 2016 hingga Januari 2017. Program yang ia ikuti adalah program Academic Cooperation Agreement Program (ACAP). Motivasi Andrew mengikuti program pertukaran pelajar adalah untuk bisa merasakan pendidikan di luar negeri. Pilihan Andrew jatuh ke Negeri Matahari Terbit, Jepang. Ia menuturkan bahwa Jepang memiliki karakter yang unik, baik dari kebudayaan maupun kebiasaan hidup orang-orangnya. Selain itu, banyak arsitek-arsitek terkenal yang berasal dari Jepang. 6
Program pertukaran pelajar yang ditawarkan oleh Tokyo Institut of Technology ada dua, yaitu Young Scientist Exchange Program (YSEP) dan ACAP. Andrew mengambil program ACAP yang merupakan program riset setara dengan program master. Proses seleksi pertukaran pelajar ini dilakukan oleh International Relation Office (IRO) Institut Teknologi Bandung. Seleksi awal adalah seleksi berkas, di antaranya transkrip nilai, TOEFL, dan motivation letter. Setelah lolos proses seleksi berkas, dilanjutkan dengan seleksi wawancara oleh pihak IRO ITB. Terakhir, setelah lolos seleksi wawancara, para peserta diminta untuk mengurusi berkasberkas persiapan keberangkatan ke Jepang dan mencari profesor yang nantinya akan menjadi pembimbing selama di Jepang.
Andrew Cokro Putra:
Belajar ke Negeri Matahari Terbit
edisi #10
Sharin-G Exchange Andrew memiliki ketertarikan di bidang sejarah, sehingga ia mencari profesor pembimbing yang memiliki keahlian di bidang tersebut. Selama di Jepang, Andrew melakukan sebuah riset terkait sistem cagar budaya di Jepang. Selama penelitian, profesor pembimbing memberi dukungan yang sangat positif terhadap risetnya. Secara garis besar, tidak ada perbedaan dalam hal pembelajaran arsitektur di Jepang dan di Indonesia. Keduanya memiliki sistem kurikulum yang mirip. Hanya saja, situasi belajar di Indonesia cenderung cukup santai, sangat terasa berbeda dengan di Jepang. Mahasiswa Jepang cenderung lebih disiplin dan fokus. Selain itu persaingan antarmahasiswa juga jauh lebih terasa dibandingkan dengan di Indonesia. Selama hidup di Jepang, ada suka maupun duka yang dirasakan oleh Andrew. Hal yang membahagiakan tentunya mendapatkan
banyak pengalaman baru. Mendapatkan pengetahuan tentang kebudayaan orangorang Jepang maupun kebudayaan temanteman yang berasal dari luar Jepang, serta mendapatkan pengetahuan akademik baru yang tidak didapatkan sebelumnya. Sementara itu, tingginya biaya hidup di Tokyo membuat Andrew harus menghemat pengeluaran bulanan. Terkadang Andrew juga merasa homesick, rindu keluarga di Indonesia. Manfaat yang didapatkan dari pertukaran pelajar ini sangat banyak. Andrew menuturkan bahwa banyak sekali pelajaran baru yang didapat, tidak hanya terkait akademik, tetapi juga terkait pelajaran hidup. Mengatur waktu dengan baik, menjadi seorang yang toleran terhadap sesama, mengatur prioritas hidup, dan yang paling penting adalah semakin mencintai tanah air sendiri. Menjalani empat bulan hidup di negeri Jepang, membuat Andrew sadar betapa indahnya Indonesia dengan segala keragaman budayanya. Terakhir, Andrew berpesan bagi para mahasiswa yang ingin melakukan program pertukaran pelajar bahwa kunci utamanya adalah harus sudah tahu apa yang ingin dicari dan apa yang ingin dilakukan. Sehingga ketika kembali ke tanah air, kita bisa mendapatkan apa yang kita memang harapkan. (MT)
7
sayembara
edisi #10
SAYEMBARA
SAYEMBARA 6TH IN ACTION : ECOHOUSE DESIGN COMPETITION VIII 2017
1
1 Nama : Galen O’Neil Aleorus TTL : Palembang, 25 Desember 1996 Jurusan : Arsitektur Angkatan : 2014 Email : gelen.oneil@gmail.com
2 Nama : Natasha Tanuwidjaja TTL : Jakarta, 16 Maret 1996 Jurusan : Arsitektur Angkatan : 2014 Email : tanuwidjajanatasha@gmail.com
Bangunan Highrise di Tanah Reklamasi
2
Prestasi Juara 1 Sayembara Ecohouse Design Competition VIII 2017 Konsep Waterfront, Green Technology, and Green Balcony
8
edisi #10
sayembara
SAYEMBARA MINIATUR UNIVERSITAS DIPONEGORO 2016
Nama : Hero Renaldi TTL : Bandung, 29 April 1996 Jurusan : Arsitektur Angkatan : 2013 Email : herorenaldi96@gmail.com Prestasi Top 5th Sayembara Miniatur Universitas Diponegoro 2016 “Riverfront Park Kali Semarang” Konsep The Walking Breath 99
pengmas ima-g
edisi #10
insight:
Cisoka 10
“ Bila kaum muda yang telah belajar di sekolah dan menganggap dirinya terlalu tinggi dan pintar untuk melebur dengan masyarakat yang bekerja dengan cangkul dan hanya memiliki cita-cita yang sederhana, maka lebih baik pendidikan itu tidak diberikan sama sekali. � Photo credit : Tim Pengmas IMA-G
- Tan Malaka
edisi #10
pengmas ima-g
Di tengah perkebunan teh Margawindu, kurang lebih 15 kilometer dari selatan Kota Sumedang, terdapat sebuah dusun terpencil dengan keindahan alamnya yang memesona. Dusun Cisoka, begitulah namanya, akan menjadi tujuan pengabdian masyarakat IMA Gunadharma berupa community development selanjutnya. Letak geografis dusun yang terpencil serta akses jalan yang buruk menjadi tantangan tersendiri bagi massa IMA-G untuk berinteraksi langsung dengan masyarakat di sana. Terdapat kurang lebih 23 kepala keluarga yang tinggal di Dusun Cisoka; dengan sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani dan pemilik kebun teh. Selain teh, terdapat pula berbagai macam tanaman kopi yang ditanam di sekitar dusun. Untuk keperluan peyaluran daya pada alat elektronik dan penerangan di malam hari, penduduk Dusun Cisoka mengandalkan pasokan listrik dari panel surya. Aliran listrik dari panel surya dialirkan ke aki penyimpanan listrik yang kemudian akan disalurkan sesuai kebutuhan. Semua hal ini dilakukan karena aliran listrik dari PLN belum sampai ke dusun ini. Agenda besar terdekat yang akan dilakukan di Dusun Cisoka adalah kegiatan Summer Camp yang merupakan kolaborasi antara IMA-G dengan Program Studi Arsitektur ITB. Kegiatan ini akan diselenggarakan pada bulan Agustus mendatang. Peserta Summer Camp bersama masyarakat sekitar akan melakukan perbaikan infrastruktur dusun. Namun, sebelum turun langsung ke lapangan, peserta akan diberi pembekalan berupa sesi kuliah khusus dan workshop terlebih dahulu. (RR)
Photo credit : Tim Pengmas IMA-G
11
Photo credit : Tim Pengmas IMA-G
Photo credit : Tim Pengmas IMA-G
edisi #10
Page break - intro
12
ARCHITECTURE AND PSYCHOLOGY: hubungan timbal-balik manusia dan lingkungannya
edisi #10
Page break - intro
13
artikel inti
edisi #10
Photo credit : M. Thareq Defa
14
perilaku arsitektur
Menurut KBBI, perilaku dapat diartikan sebagai sebuah tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan. Dalam hal ini, sebuah desain arsitektur merupakan rangsangan fisik dari lingkungan yang akan mempengaruhi pengguna sehingga memunculkan sebuah respon, baik secara emosional, fisik dan pemikiran, maupun perilaku. Rangsangan ini akan diterima melalui kelima indera manusia, kemudian dipilah dan diinterpretasikan di dalam otak, sehingga perilaku dan aksi-aksi emosional pun bermunculan sebagai penilaian terhadap rangsangan tersebut.
Menurut teori kendala perilaku, lingkungan dapat mencegah, mencampuri, atau membatasi perilaku penghuninya. Peran dari sebuah lingkungan fisik bukan hanya memberikan perlindungan dan rasa aman, menciptakan ketenangan, atau menimbulkan kebahagiaan dalam pikiran masing-masing individu. Rasa takut, tertekan, khawatir, atau perasaan cemas dalam pikiran, juga dapat ditimbulkan oleh sebuah lingkungan fisik yang melingkupi individu tersebut.
Pada umumnya, seseorang cenderung mengartikan ruang sebatas tempat bernaung, berteduh, dan tempat yang memberikan sebuah perlindungan secara fisik kepada manusia. Padahal tanpa kita sadari, ruang—selain memberikan batas-batas secara fisik—juga dapat diartikan sebagai persepsi dan pandangan seseorang atas segala hal yang melingkupi hidup dan interaksi sosialnya. Dengan kata lain, manusia memang yang menciptakan ruang dan arsitektur, namun ruang dan arsitekturlah yang ‘menciptakan’ kita.
Melalui warna, material, pencahayaan, tekstur, maupun ketinggian; persepsi yang terbentuk dalam pikiran seseorang akan suatu ruangan akan menjadi berbeda-beda. Seseorang boleh memiliki persepsi bahwa sebuah ruangan berdinding kaca yang dapat langsung memperlihatkan pemandangan alam sekitar; terlihat nyaman dan memberikan kesan bebas. Akan tetapi, mereka tidak boleh memaksa orang lain untuk menyetujui persepsi tersebut. Mungkin saja, ruangan tersebut bahkan dapat berubah menjadi ancaman bagi orang lain yang tidak
edisi #10
ingin privasi mereka terganggu. Mereka akan sangat merasa tidak aman bahkan cenderung cemas apabila terlalu banyak ruang terbuka yang dapat memperlihatkan isi kehidupan pribadi mereka. Dalam dunia psikologi, kondisi seperti ini juga dapat diartikan sebagai sick building syndrome (SBS); yang muncul sebagai respons penghuni atas suatu ruang fisik. Respons ini biasanya dirasakan selama penghuni masih terus berada di dalam ruang atau gedung tertentu, dan menghilang setelah penghuni meninggalkan ruangan. Contohnya pada bangunan perkantoran yang sangat sempit dan jumlah barang yang memenuhi ruangan sangat membatasi pandangan penghuni. Dalam kondisi seperti ini, penghuni akan cenderung mudah stres dan emosional. Hal ini akan mengakibatkan penghuni menjadi tidak produktif dan pekerjaan yang ditimpakan kepadanya tidak terselesaikan dengan baik.
artikel inti
Privasi dan Batas Tak Kasat Mata Privasi dapat diartikan menjadi sebuah proses tiga dimensi yang berfungsi sebagai benteng tak kasat mata bagi seseorang. Dinamika psikologi yang melingkupi privasi sebenarnya terbentuk dari kaitan yang terjadi antara privasi, teritorialitas, dan ruang personal. Seseorang akan merasakan kenyamanan optimal ketika privasi yang ditetapkannya terpenuhi dengan tepat. Tidak terlalu banyak orang sehingga bisa menyebabkan perasaan sesak terjadi; dan tidak terlalu besar sehingga membuat individu terkait merasa terasingkan. Bagi seorang individu, ruang personal merupakan batas ruang nonfisik terkecil yang dapat menentukan apakah seseorang nyaman untuk melakukan kegiatan di suatu tempat atau tidak. Batas tak kasat mata dari ruang
15
Photo credit : M. Thareq Defa
artikel inti
edisi #10
personal ini, juga dapat menentukan seberapa dekat dan intim jarak interaksi antar-individu. Contohnya saja jarak interaksi yang terbentuk antara seorang anak dengan orangtuanya, pasti berbeda dengan jarak interaksi yang terbentuk antara anak tersebut dengan gurunya. Interaksi yang terjadi di antara anak dengan orangtuanya, pasti akan membentuk jarak yang sangat dekat bahkan cenderung tidak berjarak dengan kontak fisik wajar untuk dilakukan di dalamnya. Sementara interaksi yang terjadi di antara seorang murid dengan guru pasti akan menyisakan jarak beberapa centimeter dan kontak fisik akan jarang bahkan cenderung tidak terjadi di dalamnya. 16
Fenomena akibat pengaruh karya arsitektur terhadap perilaku manusia, banyak didasari oleh prinsip Psychophysial Isomorphism; yang menjelaskan sebuah korelasi antara pengalaman sadar dan aktivitas dari otak. Sehingga, secara tidak langsung pengalaman yang dilakukan seluruh panca indera selama berada didalam sebuah ruang, entah itu melihat, mendengar, merasakan,dan membaui akan memicu aktivitas sehingga tubuh akan memberikan respon tertentu. Dengan demikian perilaku dan arsitektur merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Untuk membuat arsitektur yang baik diperlukan pemahaman perilaku yang baik karena arsitektur yang baik akan menciptakan perilaku yang positif. (YC&DK)
edisi #10
artikel inti
Artikel Utama
17
wawancara ahli
edisi #10
Baskoro Tedjo:
18
“Perilaku manusia, menentukan standar-standar anthropometry yang akan diterapkan pada suatu karya arsitektural.�
Perilaku Manusia Menentukan Standar Arsitektur
Begitulah penuturan Bapak Baskoro Tedjo mengenai hubungan antara arsitektur dengan perilaku manusia yang menghuninya. Setiap kebiasaan, gaya hidup, bahkan setiap budaya dari suatu daerah, akan menentukan karya arsitektur seperti apakah yang akan dibangun di daerah tersebut. Beliau berpendapat bahwa standar arsitektur yang banyak digunakan dan diketahui oleh calon-calon arsitek sekarang, sebenarnya tidak sesuai dan tidak akan cocok untuk diterapkan tanpa mengetahui seperti apakah perilaku dari masyarakat yang akan menggunakan fasilitas arsitektur tersebut. Misalkan saja budaya mandi yang terjadi di antara masyarakat Jepang, Eropa, dan Indonesia. Ketiganya memiliki budaya mandi yang berbeda. Masyarakat Jepang, umumnya membersihkan tubuh mereka hanya satu kali sehari, yaitu pada malam hari—setelah mereka selesai beraktivitas; baik sekolah maupun bekerja—dan lebih memilih untuk mandi dengan cara berendam di dalam air panas. Sementara itu, masyarakat Eropa umumnya membersihkan tubuh mereka dengan menggunakan shower sehingga kamar mandi yang dibutuhkan oleh masyarakat
Photo credit : Hasna Anindyta Salah satu resort di Bali, Bisma Eight, menggunakan desain kamar mandi yang umum di Jepang untuk menciptakan suasana yang berbeda.
edisi #10
wawancara ahli
Eropa dapat dirancang dengan ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan kamar mandi milik masyarakat Jepang. Berbeda dengan budaya mandi yang ada pada masyarakat Jepang maupun Eropa, masyarakat Indonesia, umumnya membersihkan tubuh mereka dua kali dalam sehari—yaitu di pagi dan sore atau malam hari. Hal ini disebabkan oleh faktor cuaca yang dimiliki oleh negara dengan iklim tropis seperti Indonesia. Selain itu, hal lain yang harus diperhatikan dalam perancangan kamar mandi di Indonesia adalah penggunaan gayung sebagai alat mandi oleh sebagian besar masyarakatnya. Dengan demikian, arsitek harus memperhatikan dan memberikan ruang untuk meletakkan bak penampungan air di dalam kamar mandi milik masyarakat Indonesia. Bapak Baskoro Tedjo juga memaparkan, pendekatan perilaku ini bukan hanya diterapkan pada fasilitas milik pribadi saja. Fasilitas-fasilitas umum serta sosial lainnya—seperti rumah makan, rumah sakit, museum, dan lain sebagainya—juga tidak boleh luput dari analisis terhadap perilaku masyarakat di daerah perancangan yang terkait. Apakah masyarakat di daerah tertentu lebih senang makan dengan menggunakan tangan atau menggunakan sendok, dengan duduk mengelilingi meja makan atau lesehan, dengan banyak rekan atau sendirian? Apakah masyarakat rutin mengunjungi museum dan pameran atau hanya datang saat diadakan suatu acara tertentu? Selain itu juga berbagai macam pertanyaan lain yang
Photo credit : Indah Mega
perlu dipertimbangkan agar fasilitas umum tersebut tetap hidup dan ramai dikunjungi oleh masyarakat. Karya arsitektural yang tidak memperhatikan seperti apa kebiasaan dan budaya dari pengguna di daerah terbangunnya karya tersebut, dalam waktu yang tidak lama pasti akan segera mengalami berbagai perubahan—yang sebenarnya tidak disangka maupun tidak diinginkan oleh arsiteknya. Mulai dari perubahan kecil pada ruangan, fasad atau wajah bangunan, hingga perubahan besar yang berujung pada perubuhan atau penggusuran bangunan. Mencari tahu dengan jelas dan rinci siapakah target pengguna fasilitas yang sedang dirancang, mempertimbangkan setiap kebiasaan dan gaya hidup mereka, merupakan beberapa faktor perancangan yang baik bagi seorang arsitek. Budaya makan, mandi, tidur, jalan-jalan, berlibur, mengisi waktu luang; segalanya memiliki perbedaan dan keunikan tersendiri. Masing-masing budaya, dapat memberikan keuntungan maupun kerugian dalam sebuah perancangan bangunan. Oleh karena itu, keragaman budaya tersebut perlu masuk dalam pertimbangan desain arsitektur sehingga hasil rancangan dari sang arsitek dapat tepat guna dan bermanfaat bagi masyarakat. (YC&DK)
Photo credit : Indah Mega
19
artikel inti
edisi #10
Page break
20
Photo credit : M. Thareq Defa
edisi #10
fun fact
COLOR x #1
architectural space
TAHUKAH KAMU? Warna bisa digolongkan menjadi 2 golongan yaitu warna HANGAT dan warna KALEM.
cool warm
21
#2 #3
TAHUKAH KAMU?
Warna hangat dapat meningkatkan suhu tubuh, sebaliknya warna dingin bisa menurunkan suhu tubuh.
TAHUKAH KAMU? Warna terang dan kalem bisa memberikan kesan ruang yang lebih luas, sedangkan warna gelap dan hangat bisa memberikan kesan ruang yang lebih kecil.
fun fact
edisi #10
TAHUKAH KAMU? Warna hangat bisa memberi lebih banyak energi dan semangat, sedangkan warna dingin bisa memberikan perasaan tenang, rileks dan bahkan bosan.
relax
energetic
#4
Makna sebuah warna 22
Merah merupakan warna yang sangat kuat dan bisa meningkatkan stimulus dan detak jantung
Warna biru menciptakan suasana ruang yang lebih rileks dan menenangkan
Hijau memberi kesan menyegarkan dan menyejukkan, hijau juga memberi efek penyembuhan terhadap penyakit
Oranye terang bisa memberi stimulus dan oranye yang lebih pastel memberikan kesan sejuk
Ungu memberikan kesan dramatis tetapi tidak cocok untuk penyembuhan
Sumber: http://www.sika.com/en/group/Publications/ambitions/ambitions22/colors.html
edisi #10
do it yourself
HOW TO MAKE
PINEAPPLE LAMP Alat dan Bahan
Lampu meja ukuran kecil
Botol besar
23
Kertas hijau tebal
Lem tembak
Sendok plastik 125 buah
Cutter
Cat kuning
do it yourself
edisi #10 1. Siapkan lampu meja kecil yang akan digunakan dan pastikan kabel lampu tidak tersambung dengan sumber listrik. 2. Potong botol bekas yang akan digunakan pada bagian leher dan bagian bawah agar memiliki bukaan pada kedua sisinya. 3. Apabila botol yang digunakan terlalu panjang, potong botol menjadi dua bagian dan rekatkan keduanya menjadi satu bagian yang sama. 4. Coak bagian bawah botol sesuai dengan besar batang dudukan pada lampu meja, agar botol tidak bergoyang saat diberdirikan. 5. Potong bagian atas sendok dan pisahkan gagangnya. 6. Cat sendok tersebut dengan warna kuning. Pastikan warna yang menyelimuti sendok tersebut rata dan halus. 7. Dengan menggunakan lem tembak, mulai tempelkan lapisan pertama sendok pada bagian bawah botol. 8. Kemudian rekatkan lapisan yang kedua di atasnya dengan menggunakan cara yang sama seperti pada lapisan pertama.
24
9. Ulangi proses tersebut hingga sendok menutupi bagian leher botol. Variasikan jumlah sendok yang digunakan agar bentuk nanas terlihat lebih alami.
10. Potong kertas berwarna hijau yang telah disiapkan menjadi bentuk bintang dan beri lubang pada bagian tengahnya. 11. Lengkungkan perlahan untuk memberi bentuk seperti pada daun nanas yang sebenarnya. 12. Tempel kertas tadi dengan menggunakan lem tembak pada bagian leher botol. 13. Untuk membuat daun-daun lain yang mencuat dari bagian tengah nanas, potong kembali kertas hijau tadi menjadi daun-daun panjang dalam berbagai ukuran. 14. Lengkungkan daun-daun yang telah dipotong tadi dan tempelkan pada berbagai sisi kepala nanas. Voila! Lampu nanasmu telah jadi! (FA) Sumber: http://nowthatspretty.com/my-room/diy-pineapple-lamp/
edisi #10
opini mahasiswa
25
Teritorialitas dan Kekumuhan Vertikal pada Rusun di Indonesia Indonesia dengan 250 juta jiwa penduduknya merupakan negara dengan laju urbanisasi tertinggi di Asia. Dalam laporan berjudul “East Asia’s Changing Urban Landscape: Measuring a Decade of a Spatial Growth” yang dibuat oleh Bank Dunia, dituliskan bahwa Indonesia memiliki laju urbanisasi terbesar di Asia dengan jumlah 4,4 persen sejak 1960 hingga 2013 di atas Tiongkok, Filipina, dan India. Kepadatan penduduk di kota – kota besar di Indonesia telah menimbulkan permasalahan lainnya yaitu munculnya permukiman – permukiman kumuh. Pembangunan secara vertikal merupakan solusi logis dan umum dilakukan
oleh daerah – daerah yang sudah kekurangan lahan horizontal karena kepadatan penduduk, bukan hanya di Indonesia tetapi juga di mancanegara. Rumah susun sederhana atau yang biasa disebut rusun merupakan salah satu solusi pemerintah dalam menangani masalah keterbatasan lahan dan permukiman kumuh di Indonesia. Relokasi masyarakat di permukiman kumuh ke rusun sederhana salah satunya bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat yang tinggal di permukiman kumuh. Rusun diharapkan menjadi tempat tinggal yang lebih layak dan manusiawi untuk
opini mahasiswa
edisi #10
warganya, namun apakah kondisi ideal ini sudah tercapai? Menurut pengamatan penulis, meskipun sudah terjadi peningkatan dari segi legalitas hunian, tetapi masih terdapat kekurangan dari segi kelayakan hunian, bahkan terdapat kecenderungan transformasi dari slums menuju ke vertical slums.
“
Salah satu penyebab tumbuhnya vertical slums pada rusun di Indonesia adalah karena kurangnya pertimbangan aspek teritorialitas dalam perancangan rusun 26
”
William S. Sax dalam bukunya “Mountain Goddess: Gender and Politics in a Himalayan Pilgrimage” mengatakan bahwa masyarakat Asia dan tempat tinggalnya terikat dalam kesatuan hubungan yang berkelanjutan dan interaktif. Konsepsi yang melekat pada masyarakat Asia ini memosisikan rumah sebagai bagian yang tak terpisahkan dari penghuninya dan entitas yang mencerminkan kepribadian penghuninya, berbeda dengan konsepsi masyarakat barat yang memisahkan rumah dari kepribadian penghuni karena pola kehidupan mereka yang membuat mereka selalu mencari rumah yang lebih baik sehingga tidak pernah merasa terikat pada rumahnya.
Mayoritas rusun di Indonesia memiliki pola layout yang sejenis, yaitu unit – unit bertipe sirkulasi single loaded dengan lebar sirkulasi standar berkisar 1,2 m – 1,5 m. Dengan ini unit hunian warga langsung berbatasan dengan sirkulasi umum. Berdasarkan pengamatan penulis di suatu rumah susun di Bandung, kondisi layout tersebut menyebabkan terjadinya ketidakjelasan teritorialitas antara teritori primer dan sekunder karena di satu sisi terjadi invasi sirkulasi menjadi tempat menyimpan barang – barang para penghuni ataupun sebagai tempat jemuran. Di sisi lain, para penghuni tidak menjaga kebersihan sirkulasi umum yang mereka invasi karena tidak adanya sense of belonging akan sirkulasi tersebut. Selain itu, layout rusun maupun apartemen pada umumnya juga belum dapat mewadahi kebutuhan pengguna untuk melakukan personalisasi pada huniannya. Personalisasi merupakan salah satu metode untuk melakukan klaim teritorial dan juga untuk mengekspresikan indentitas pengguna dalam huniannya, hal ini dapat meningkatkan sense of belonging pengguna terhadap huniannya. Pada akhirnya, pendekatan psikologis dalam desain hanya merupakan bagian kecil dari solusi permasalahan permukiman kumuh yang sangat kompleks. Masih banyak pertimbangan–pertimbangan dari sisi arsitektur maupun nonarsitektur lainnya yang harus diperhitungkan sebagai strategi dalam menyelesaikan masalah permukiman kumuh di Indonesia. Strategi jangka pendek maupun jangka panjang harus diambil dengan memperhitungkan pertimbangan skala makro hingga skala mikro seperti psikologi lingkungan.
Salah satu penyebab tumbuhnya vertical slums pada rusun di Indonesia adalah karena kurangnya pertimbangan aspek teritorialitas dalam perancangan rusun.
Oleh : Dennis Pratama G-15
edisi #10
artikel inti
Page Break
27
archireview
edisi #10
kopi selasar antara kafe dan Markas Para Seniman
28
Kopi Selasar merupakan salah satu fasilitas yang disediakan untuk menunjang fungsi Selasar Sunaryo Art Space, sebuah geleri seni kontemporer di kawasan Bandung Utara. Terletak di kawasan perbukitan dan bernaung pada ruang berkarakter seni menjadikan kafe ini sebagai kafe yang memiliki daya tarik lebih dan khas. Keberadaannya tidak hanya sekadar sebagai pelengkap kebutuhan amenities bagi pelaku-pelaku seni di dalamnya dan pengunjung secara umum, lebih dari itu, Kopi Selasar menjadi ruang kreatif bagi kegiatankegiatan pengembangan dan pengkajian seni, juga ranah budaya dan sosial.
Selasar didesain memiliki ruang bersuasana tropis dengan menghadirkan keberadaan pohon di dalam ruang kafe yang semi terbuka. Mebel interior, seperti bangku dan meja, terbuat dari material kayu guna memenuhi selera dan tren konsumen urban terhadap konsep alami dan klasik yang hadir di tengahtengah ruang bersantai. Bangku dan meja tersebut didesain dalam berbagai bentuk dan model, menyesuaikan dengan jenis aktivitas pengunjungnya: bangku bersandar dan meja yang cukup rendah untuk duduk-duduk santai, yang lebih tinggi untuk aktivitas co-working dan membaca.
Untuk menciptakan sebuah tempat pelarian dari hiruk-pikuk di pusat kota, Kopi
Kopi Selasar memang dirancang dengan ukuran ruang yang tidak terlalu luas.
edisi #10
archireview Namun, hal ini justru membuat keadaan kafe tidak terlalu ramai dan berisik untuk dikunjungi dan dijadikan sebagai tempat rihat seusai kesibukan sehari-hari. Kemudian, pada elemen dekorasi, khususnya aspek pencahayaan, digunakan lampu hias warna kekuningan berkap besar yang digantung cukup rendah, menciptakan pengalaman ruang yang lebih intim dan hangat sehingga sangat cocok sebagai wahana gathering dan diskusi bersama. Teknik pencahayaan tersebut juga menambah kesan homey dalam menikmati atmosfer perbukitan yang sepi dan tenang ketika hari sudah beranjak gelap.
Menyediakan amenities yang dibalut dengan nuansa art and design, Kopi Selasar sering dikunjungi oleh komunitas pecinta, pengamat, dan pelaku seni. Oleh karenanya, selain menjadi tempat hangout, nongkrong, bersantap kopi dan kuliner, tempat ini juga biasa digunakan sebagai ruang diskusi seni dan pameran serta kumpul anggota sesama komunitas. Merupakan bagian dari kompleks bangunan art space, Kopi Selasar memiliki makna simbolik tersendiri, yaitu sebagai markas khususnya bagi para seniman, pengamat dan kritikus seni, sastrawan, dan budayawan untuk berinteraksi, bertukar ide dan inspirasi, menjalin relasi, serta menyampaikan agenda dan promosi karya seni mereka dengan memanfaatkan fasilitas penunjang yang telah sengaja didesain untuk melengkapi keberadaan kafe tersebut. Fasilitas-fasilitas ini meliputi papan publikasi, galeri, perpustakaan, dan amfiteater terbuka yang berada dekat dengan ruang kafe. Seperti apa yang diungkapkan oleh Ken Wilber dalam teori integralnya pada desain berkelanjutan, sebuah ruang akan bermakna dan memiliki manfaat penuh jika ruang tersebut dirancang dengan memperhatikan aspek yang “nampak� dan “tak nampak�. Menilik dari konsepsi desain berkelanjutan tersebut, dapat dikata bahwa Kopi Selasar rupa-rupanya tidak hanya memiliki aspek perwujudan desain yang baik dari segi fisik dan fungsi sebuah objek ruang. Sebagai salah satu ruang publik yang berkarakter unik, Kopi Selasar juga telah cukup berhasil memenuhi kebutuhan dan kenyamanan yang lebih bersifat psikologis dengan merespons perilaku subjek penggunanya. (EB)
29
non-building archireview
edisi #10
WOT BATU: KEHIDUPAN DAN KEMATIAN Photo credit : Stella Mariss
30
Bukan karya biasa tetapi sebuah karya yang memberikan makna bagi kehidupan spiritual, mengajak kita merenung sejenak bersama, memberikan filosofi yang dalam akan kehidupan, dan mengajak kita kembali dekat dengan Sang Pencipta, itulah Wot Batu. Wisata seni sekaligus spiritual—yang jarang kita jumpai di Indonesia, hadir di belahan Utara kota Bandung. Diresmikan pada tahun 2015, Wot Batu merupakan sebuah tempat dimana para pengunjung dapat menikmati berbagai karya dan imajinasi Sunaryo. Wot Batu memiliki makna Jembatan Batu, yakni sebuah jembatan yang menghubungkan kita pada dunia kelahiran dan kematian. Wot Batu terletak di Bukit Pakar Timur (Ciburial). Saat mengunjungi Wot Batu, pengunjung seakan dibawa ke berbagai sequence dalam kehidupan dan diajak berkeliling menikmati berbagai keindahan dan ketenangan spiritual di dalamnya. Dengan sentuhan sang maestro, Sunaryo, pengunjung akan hanyut dalam keindahan karya-karya seni dengan material alam nan sederhana tetapi indah. Sebagai gerbang penyambut terdapat susunan batu yang ditumpuk tak beraturan seolah hendak menimpa orang yang melaluinya, serta tembok besar nan tinggi yang menghimpit membentuk lorong kecil; guna memberikan kesan sesak. Pada lorong ini, pengunjung diajak untuk merasakan ‘kesesakan’ dan ‘kesakitan’ terlebih dahulu
Photo credit : Stella Mariss
Lawang Batu sebagai perbatasan dunia kelahiran dan kematian
edisi #10
non-building archireview
sebelum akhirnya merasakan kelegaan dan ketenangan didalamnya. Sesudah melewati lorong ’kesesakan’ dan ‘kesakitan’, pengunjung dibawa ke sebuah taman dengan luas kurang lebih 1000 meter persegi yang menyuguhkan ketenangan dan keindahan. Terlihat pula dua buah batu yang tinggi yang disebut batu Abah dan batu Ambu yang artinya Adam dan Hawa. Batu ini melambangkan huruf alif—huruf hijaiyah pertama, yang berarti laki-laki dan batu disebelahnya melambangkan perempuan. Di sebelah batu Abah dan batu Ambu terdapat batu merenung. Batu yang dipahat sedemikian rupa ini diletakkan sesuai dengan berbagai energi yang dirasakan di dalam taman. Batu ini juga dibuat dengan sangat detail. Terdapat lekukan yang diukir sedemikian rupa sebagai tempat peletakan tangan dan jari-jari yang nyaman. Di sini, pengunjung diajak untuk merenungkan kehidupan yang dijalaninya sekarang maupun di masa mendatang. Selain itu terdapat pula sebuah batu berbentuk pohon jambu yang dilapisi oleh logam tembaga dan disebut batu Indung. Batu ini sengaja dibuat oleh sang maestro sebagai penghargaan dan kenangan terhadap ibunya. Setelah melewati batu Indung ini, pengunjung akan dibawa untuk melewati sebuah lawang
Photo credit : Stella Mariss
Photo credit : Stella Mariss 31
batu yang bermakna sebagai perbatasan antara dunia kelahiran dan dunia kematian. Pengunjung akan melihat sebuah vista dari pohon yang dipangkas rapi—menghadap ke sebuah kolam yang berbatasan dengan horizon—dan pemandangan kota Bandung secara langsung.
Photo credit : Stella Mariss
Setelahnya, pengunjung dibawa untuk merasakan pengalaman spiritual dunia kematian. Dinding ‘surya medal’ merupakan dinding dengan batu-batu putih yang disusun rapi. Warna putih pada batu memiliki makna yaitu ‘pemutihan’ dari Sang Maha Kuasa setelah kematian. Proses pemutihan batu ini juga sangat unik karena menggunakan bantuan sinar matahari. Selain batu putih, terdapat pula sebuah batu yang disebut ‘batu api’ pada ujung lorong kecil. Batu api ini mengeluarkan api dan memiliki makna keseimbangan dan tanda keharmonisan di dalam hidup.
Photo credit : Stella Mariss
Batu Abah dan Ambu
Tidak hanya keindahan secara visual, Wot batu memberikan pengalaman secara spiritual yang berdampak pada psikologi manusia. Sang Maestro, Sunaryo telah berhasil membawa setiap pesan dalam karya seninya dengan sangat sempurna. (CC)
edisi #10
Page break
32
Photo credit : M. Thareq Defa
edisi #10
Page break
33
events himpunan
edisi #10
EPILOGUE
sensasi berada di luar angkasa
34
Epilogue merupakan sebuah pameran karya tugas akhir mahasiswa yang diselenggarakan oleh IMA Gunadharma sebanyak dua kali dalam setahun, yaitu pada bulan April dan Oktober. Setelah menyelenggarakan Epilogue bertemakan simplicity pada Oktober lalu, April ini Epilogue hadir dengan tema luar angkasa.
Tema ini merupakan buah dari hasil pemikiran dan diskusi bersama antara tim pameran tugas akhir dengan para wisudawan bulan April. Tema ini kemudian dituangkan dalam setiap atribut publikasi pameran, mulai dari poster publikasi, poster tugas akhir, dan juga dekorasi pameran. Selain itu, tim pameran tugas akhir pun berhasil mewujudkan
edisi #10
events himpunan
instalasi-instalasi yang dapat mendukung suasana luar angkasa tersebut. Ada tiga buah instalasi utama sebagai gimmick dari Epilogue kali ini, yaitu video mapping, 3D hologram, dan rotating lamp. Ketiga instalasi ini kemudian didukung dengan setting cahaya ruang pameran yang redup, temperatur ruangan yang rendah, serta latar musik yang mendukung. Pengunjung yang hadir diberikan sensasi pengalaman ruang yang menarik. Saat pertama kali menjejakkan kaki di ruang pameran, pengunjung akan melewati sebuah lorong cahaya kerlap-kerlip dan disambut oleh video mapping sebagai introduksi Epilogue. Kemudian pengunjung mulai menikmati karya-karya tugas akhir yang disajikan dengan suasana yang gelap, dingin, dan mencekam. Bukan hanya dapat melihat-lihat, pengunjung juga dapat memberikan komentar dan memilih karya manakah yang pengunjung anggap sebagai karya terbaik. Sampai di akhir pameran, pengunjung pun dapat menikmati 3D hologram dengan ditemani oleh rotating lamp yang memancar ke langit-langit ruang pameran. Benar-benar pengalaman ruang yang menarik! Epilogue ini berhasil mendatangkan sekitar 700 pengunjung dalam waktu 5 hari, yaitu pada tanggal 26-31 Maret 2017. Epilogue ini juga telah berhasil mengapresiasi 13 karya tugas akhir para wisudawan bulan April. Tentunya penasaran, ‘kan dengan Epilogue? Nantikan Epilogue selanjutnya di bulan Oktober, ya! (SA)
35
sharin-g alumni
36
edisi #10
An Architecture for the Common Good. Itulah tagline utama dari kompetisi bergengsi Futurarc Prize 2017 yang mencari ide desain kreatif di Asia. Kompetisi yang terbuka bagi pelajar dan profesional ini diadakan setiap tahun sejak tahun 2007. Pemenang Futurarc Prize 2017 kategori pelajar merupakan sekelompok mahasiswa arsitektur ITB yaitu Inas Raras Maheningtyas, Muhammad Ridho Kharisma Putra, Bimo Wicaksana, Asmita Puspasari, dan Fadhil Hafizh Sadewo. Ridho bercerita bahwa keputusannya mengikuti sayembara Futurarc ini muncul setelah selesai Kerja Praktik (KP) untuk mengisi waktu sambil menunggu kelulusan. Awalnya, kesibukan masing-masing anggota tim menjadi penghalang untuk bertemu dan berdiskusi secara langsung. Proses pencarian ide dilakukan lewat chat dan teleconference. Waktu pengerjaan baru efektif sekitar bulan November-Desember 2016 lalu. Percobaan pertama tidak selalu berhasil, begitu pula dengan yang dialami oleh tim ini. Konsep pertama tidak dilanjutkan karena kurangnya pengetahuan tentang lahan. Konsep kedua pun dibuat, tetapi sekali lagi tidak dilanjutkan karena isu yang diangkat kurang sesuai dengan TOR sayembara. Setelah hampir putus asa, konsep ketiga pun tercipta dan menjadi konsep terakhir yang diajukan untuk sayembara. Kali ini Ridho dan tim menentukan lahannya terlebih dahulu, setelah itu baru mengkaji isu yang bisa diangkat dari lahan tersebut. Lahan yang digunakan sebagai dasar konsep
edisi #10
Sharin-g alumni
futurarc Prize an architecture for the common good
finalnya adalah lahan kosong di dekat alunalun Bandung yang bisa difungsikan sebagai lahan parkir. Tidak ada panggilan untuk wawancara ataupun presentasi karya. Hal ini cukup mengejutkan karena pada umumnya selalu ada wawancara atau presentasi di depan panitia penyelenggara. Tim hanya dihubungi lewat surel untuk beberapa hal, seperti adanya beberapa pertanyaan dan permintaan untuk mengirimkan gambar dengan resolusi lebih besar. Satu kata untuk mendeskripsikan perasaan, kaget. Ridho menjelaskan bahwa pengumuman pemenang diberikan melalui surel secara individu, beberapa hari sebelum diumumkan di website resmi. Menurut jadwal yang ada, seharusnya ada tahap wawancara dan presentasi, tetapi tiba-tiba hasil sayembara telah diumumkan. Dukungan banyak diberikan oleh teman-teman di Bandung yang masih mengerjakan tugas akhir. Namun, dukungan orang tua juga diberikan ketika Ridho dan tim
sedang berada di tahap pengerjaan gambar.
“ Jangan takut mencoba. “
Sayembara merupakan salah satu sarana aktualisasi ilmu yang telah didapat setelah mempelajari arsitektur selama kuliah. Ikut sayembara memaksa kita belajar lebih banyak. Kita bisa belajar melalui diskusi dengan dosen, banyak membaca literatur, dan mencari isu-isu permasalahan yang bisa diangkat dan dicari solusinya. Selama kuliah mungkin tidak banyak mendapat kesempatan mengikuti sayembara atau mengerjakan proyek karena berbenturan dengan akademik dan himpunan. Sebelum lulus, manfaatkan kesempatan selama masih menyandang status sebagai mahasiswa untuk mengikuti sayembara dan mendapat pengalaman berkompetisi di luar arsitektur. (TP)
37
non-building archireview
Page Break
38
Photo credit :M. Thareq Defa
edisi #10
edisi #10
architecture event
WORLD
ARCHITECTURE FESTIVAL
IN BERLIN, , GERMANY Pada November 2016, program studi Arsitektur ITB berhasil mengirimkan beberapa orang perwakilan mahasiswanya untuk berpartisipasi dalam babak final, kompetisi desain Student Charrette di World Architecture Festival (WAF) 2016 di Berlin, Jerman. Adinda Yuwono (Dinda), Fitra Febrina (Bina), dan Nadira Khanza (Dhirkan)— mahasiswa arsitektur angkatan 2014— merupakan perwakilan termuda dalam tim Arsitektur ITB. Bersama rekan lainnya Mudita Lau, Julia Sumathiningrum, Fathina Izmi, Azhari Pradityo, dan Yoval Julianto, mereka membuat rancangan tata ulang kawasan kampung di kawasan Cihampelas sebagai perwujudan tema mix yang di angkat dalam WAF 2016. Bina menuturkan bahwa keikutsertaan mereka dalam WAF 2016 ini tidaklah mudah. Untuk dapat terpilih menjadi bagian dari Tim Arsitektur ITB saja mereka harus bersaing dengan rekanrekan sejurusannya terlebih dahulu. Seleksi tersebut dilakukan lima bulan sebelumnya, tepatnya pada bulan Juni 2016, dan terdiri dari dua tahap berupa seleksi berkas portofolio dan presentasi dalam bahasa inggris. Setelah tim terbentuk dan diadakan kumpul perdana, barulah mereka berdiskusi tentang rancangan desain yang akan dibuat. Sebelum dapat terbang ke Berlin, Jerman, mereka harus melewati seleksi pertama WAF 2016 yaitu seleksi proposal. Pengerjaan proposal ini dilakukan oleh Tim
Arsitektur ITB pada bulan Agustus hingga September. Dinda menambahkan bahwa angkatan 2014 sempat terhambat dalam mengikuti pengerjaan proposal tersebut karena harus mengikuti kuliah lapangan di luar kota pada bulan Agustus. Namun, mereka dapat mengejar kembali keterlambatan tersebut setelah kegiatan kuliah lapangan selesai. Akhir September, pengumuman seleksi proposal dipublikasikan dan Tim Arsitektur ITB berhasil masuk 10 besar finalis kompetisi desain WAF 2016. Tim Arsitektur ITB merupakan satu dari dua tim asal Indonesia yang diundang langsung untuk mengikuti babak final di Arena Berlin, Berlin, Jerman.
39
architecture event
Setelah mengerjakan output kompetisi berupa gambar konsep dan maket selama dua bulan terakhir, Tim Arsitektur ITB kemudian berangkat ke Berlin pada tanggal 12 November 2016 dan menetap disana selama 10 hari. Dhirkan mengatakan bahwa ketika mereka berangkat ke Berlin, masih banyak berkas yang belum terselesaikan. Akibatnya setelah sampai di Berlin, mereka tidak dapat langsung beristirahat karena harus menyelesaikan berkas-berkas tersebut. Hal yang unik dari kompetisi desain WAF ini adalah diberikannya Term of Referens (TOR) tambahan pada H-1 babak final kompetisi desain. Pada tahun ini TOR tambahan yang diberikan berupa penambahan keterkaitan rancang bangunan atau kawasan dengan unsur air. Beruntung, Tim Arsitektur ITB telah memiliki unsur air dalam rancangannya sehingga hanya perlu
40
edisi #10
melakukan touch-up dan penguatan unsur tersebut. Rangkaian acara WAF 2016 berlangsung pada 13-15 November 2016, terdiri dari Seminar Programme, Live Crit Presentations, Berlin Architect Tours, Festival Hall, dan Student Charrette. Namun sayang, Tim Arsitektur ITB belum berhasil membawa kemenangan pada kompetisi Student Charrette kali ini. Meski begitu, Dinda, Bina, dan Dhirkan menuturkan bahwa mereka bersyukur dapat ikut serta dalam event berskala internasional tersebut. Karena selain dapat bertemu dan mendengarkan langsung seminar dari arsitek besar dunia pada rangkaian WAF 2016, mereka juga berkesempatan untuk berkeliling Jerman mengadakan jalan-jalan arsitektur ke bangunan terkenal dan membawa pulang banyak pengalaman berharga yang mungkin tidak dapat dialami oleh semua orang. (MA)
edisi #10
karya-g
Karya-G PUIsi Bunga Cantik Hari berganti sore Dan bunga cantik ini layu Adinda Arsitektur 2014
Tapi matahari tetap disana Yakin besok ia bermekaran lagi 19/03/17
Sapaan Laut Debur-debur air laut Berpura-pura menyapa karang Diam-diam ia mengikisnya Perlahan-lahan hingga tak bersisa
Apa warna rasamu hari ini? 26/01/17
Kalau Saja Kalau saja kamu mau berkaca lebih lama Melihat bayanganmu lebih lama Mungkin masih ada sebongkah ego disana Yang tak pernah kau sentuh
Maka jika rasa tak mau melagu Lukiskanlah dalam biasan warna Dalam pulasan haru dan sendu Dalam perasaan putih dan biru
Dan tanpa disadari Keangkuhan menjadi segalamu
Selamat pagi, Apa warna rasamu hari ini? 03/01/16
41
Bila rasa menjelma warna Akankah ia putih seputih awan? Atau biru sebiru lautan? Putih akan mengharu Dan biru hanya melagukan sendu
29/12/15
Ruang seni Jalanan Sebuah karya tentang gagasan untuk mengurangi masalah kesenjangan antara orang jalanan dan mereka yang bukan.
Divisi Studi dan Inovasi (SDI) dari Ikatan Mahasiswa Arsitektur Gunadharma ITB (IMA-G ITB) adalah pembawa gagasan ruang seni jalanan dalam sebuah pameran yang bertajuk utopis. SDI merupakan divisi yang berfokus
karya-g
edisi #10
pada studi dan inovasi yang diharapkan dapat menciptakan karya untuk menyelesaikan permasalahan yang ada di masyarakat.
42
Raedi, Ketua Divisi SDI, menuturkan bahwa proses dalam mencari permasalahan dan mencoba menjawabnya adalah proses yang cukup rumit. Mereka berkali-kali mengganti permasalahan yang akan diangkat karena merasa bahwa substansial dalam permasalahan tersebut kurang. Permasalahan yang sempat akan dibahas antara lain tentang banjir, pemanfaatan air hujan, atau penerangan jalan. Semua masalah tersebut cenderung bersifat ke permasalahan fisik atau infrastruktural. Hingga akhirnya muncullah permasalahan mengenai kesenjangan antara orang-orang jalanan dan mereka yang bukan. Bandung sebenarnya memiliki wadah pelatihan untuk orang-orang jalanan sehingga mereka bisa menghasilkan sebuah karya, tetapi, Bandung belum memiliki wadah khusus yang digunakan untuk memamerkan atau menampung karya-karya mereka. Dikaitkan dengan adanya permasalahan kesenjangan, maka SDI memberikan gagasan untuk menciptakan ruang yang berfungsi sebagai tempat memamerkan karya, sekaligus tempat melakukan interaksi antara dua golongan tersebut. Dengan adanya tempat interaksi ini, SDI berharap hubungan antara orangorang jalanan dan mereka yang bukan tidak hanya sekadar memberi dan menerima, tapi bisa menimbulkan rasa saling peduli dan saling membantu. Bahkan tidak menutup kemungkinan juga untuk melakukan sebuah kolaborasi dengan orang-orang jalanan. (WSW) Narasumber: Raedi D. P. Sumber Gambar: Dokumentasi Pribadi
edisi #10
non-building archireview
Page Break
43
redaksi
edisi #10
r e da ksi
Redaksi dan Kontributor
44
ko n tr i but or
edisi #10
45
edisi #10
Back cover
46
Redaksi Majalah IMAGE Alamat: Sekretariat Ikatan Mahasiswa Arsitektur Gunadharma Institut Teknologi Bandung Gedung Labtek IX-B Arsitektur Jalan Ganeca 10, Bandung Website: http://ima-g.ar.itb.ac.id/ima-g/