ARTIKEL WAWANCARA: ELLY RISMAN TOKOH: KAK SETO OPINI CURHAT YUK
DAFTAR ISI COVER 2 IKLAN LAYANAN MASYARAKAT 3 DAFTAR ISI 4 SALAM & SUSUNAN REDAKSI 5 STRUKTUR PENGURUS HARIAN NASIONAL 2015-2016 6 7 8 STUDI KASUS 9 CURHAT YUK 10 EVENT REVIEW 11 12 13 REVIEW FILM 14 15 ARTIKEL INTI 16 17 WAWANCARA AHLI 18 REVIEW BUKU 19 ARTIKEL HUT RI 20 21 INTERNATIONAL CARE DAY 22 23 OPINI MAHASISWA 24 25 TOKOH 26 27 SUARA ILMPI 28 29 WHATS ON ILMPI 30 IKLAN LAYANAN MASYARAKAT 1
SALAM REDAKSI IMAGZ adalah salah satu wadah bagi Mahasiswa Psikologi untuk menuangkan ide dan aspirasinya. Penyusunan IMAGZ Edisi ke 7 ini melibatkan Mahasiswa Psikologi dari beberapa universitas berbeda. Tema IMAGZ kali ini merupakan salah satu wujud dari tema besar ILMPI (Ikatan Lembaga Mahasiswa Psikologi Indonesia) yaitu GEMAPERAK (Gerakan Mahasiswa Peduli Orang tua dan Anak) dengan fokus sex abuse pada anak. Tidak dapat dipungkiri bahwa fenomena tersebut bagaikan gunung es, kasus-kasus yang terungkap di permukaan hanya segelintir dari kasus yang terjadi di masyarakat. Oleh karena itu, tema ini diangkat dengan tujuan agar I-Readers lebih peka dan peduli fenomena child sex abuse. Selain itu, diharapkan dengan hadirnya IMAGZ dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi semua kalangan. Salam, Noval Rajab Karim.
SUSUNAN REDAKSI Penangungjawab: Nadia Rosliani (Univ Diponegoro)
Pemimpin Umum: Dhieny Agrina K. (Unlam)
Layouter Azmul Fuadhy Idham (UNM) Caroline Agatha Oki Kurniati (Unlam) Ammar Syahidillah (Univ Prof Dr Hamka) Ilham Fajar (Univ Prof Dr Hamka) Raras Ayu Putri Perwitasari (Unlam) Putu Yoga Sukma Pratama (Unud) Chairani Wulandari Marketing Koordinator: Andi Tenriawaru P. (UNS)
Pemimpin Redaksi: Noval Rajab Karim (Univ Prof Dr Hamka)
Kontributor M. Ilham Musyafa (UINMaliki Malang) Septiriana Wulandari (Univ Jambi) Dea Asri Oktiarini (UMP) Syafitri Ajeng Kinanti (Univ Jayabaya) Ria Setiani H (Unlam)
Staff: Azzah Azzizah (Univ Esa Unggul) Bonita Sandika (UMP) Fitri Anisa (UIN Syarif Hidayatullah) Lutfia Wardah (Univ Esa Unggul) Nilam S. Hamid (Univ Gunadharma) Fotografer Koordinator: Fariz Dzulkarnain
Editor Koordinator: Jessica (Univ Atmajaya Jakarta) Staff: Kholilah (UIN Syarif Hidayatullah) Karina Citra Anggun P (Univ Bina Dharma) Fauziah Ayu (Univ Esa Unggul) Staff: Azizah Mawardianti (Univ Prof Dr Hamka) Ade Haryanto (USU) Tia Isti’anah (UIN Sunan Gunung Djati) Nita Yulantri (Univ Esa Unggul) Adelia Dara (UIN Maliki Malang)
4
PENGURUS HARIAN NASIONAL IKATAN LEMBAGA MAHASISWA PSIKOLOGI INDONESIA PERIODE 2015-2016
Rendi Septiyanto Sekretaris Jendral
Universitas Muhammadiyah Purwokerto
Hanna Septiana Koord. Badan Kesekreteriatan Nasional
Universitas Persada Indonesia
Fakhrunnisak Koord. Badan Keuangan Nasional
Universitas Islam Indonesia
Nadia Rosliani Koord. Badan Informasi dan Komunikasi Nasional
Universitas Diponegoro
Hermawan Koord. Badan Pengembangan Organisasi Nasional
Universitas Bosowa
M. Mudrik Al Maghriby Koord. Badan Pengembangan dan Pengabdian Masyarakat Nasional
Universitas Sunan Kalijaga
Moch. Djindan Ridwansyah Koord. Badan Pengembangan dan Pengkajian Nasional
Universitas Sunan Kalijaga
ILMPI MAGAZINE
STUDI KASUS
Upaya Bangkitnya Keluarga dari Kekerasan Seksual yang dialami Anak
Resiliensi:
dinamika resiliensi keluarga dari ibunya yang single parent ini anak korban kekerasan seksual. mengaku sudah beberapa kali Resiliensidalam pandangan beliau mendapat perlakuan tidak adalah kapasitas yang dimiliki menyenangkan dari pelaku dan individu untuk dapat bangkit dan keluarganya pasca kejadian keluar dari situasi sulit dan penuh tersebut. Saat memperkarakan tekanan sehingga dapat beradaptasi kasus tersebut ke meja hijau positif dan berkembang dengan sayangnya Mawar dan ibunya baik. Dalam hal ini, resiliensi justru makin merasakan dampak keluarga adalah suatu proses buruk dari kejadian memilikukan keberhasilan masing -masing hati tersebut. eristiwa kekerasan anggota keluarga dalam upaya seksual pada anak mengatasi kesulitan hidup yang Peristiwa kekerasan merupakan topik yang seksual pada anak selanjutnya dialami secara bersama -sama hangat diperbincangkan. Hal hingga dapat beradaptasi secara menimpa –sebut saja Melati, tersebut didasari dari kasus positif. seorang gadis mungil berusia 7 kekerasan seksual pada anak yang tahun. dengan pelaku kekerasan semakin meningkat. Berbagai Pada suatu kesempatan adalah kerabat dekat dari sang dampak negatif tentu menjadi wawancara dengan Ibu Endah, ayah. Ketika di-BAP oleh polisi, ancaman bagi anak ata upun beliau menuturkan tentang hasil anak kedua dari tiga bersaudara itu keluargakorban kekerasan seksual. penelitian secara umum yang mengaku sudah disetubuhi oleh Kemampuan yang luar biasa menggambarkanbahwa setiap pelaku sebanyak empat kali . Kedua dibutuhkan untuk meminimalisir keluarga memiliki pola resiliensi korban kekarasan seksual dan menghilangkan dampak yang berbeda dalam menghadapi menunjukkan perasaan ut takketika tersebut.Hal ini membuatproses kasus kekerasan seksual anak. bertemu pria dewasa, ereka M resiliensi keluarga korban Seperti diceritakan beliau , kasus menjadi pemurung dan sulit diajak kekerasan seksual menja di hal pertama ialah pe ristiwa kekerasan bicara. Melati bahkan awalnya yang sangat penting. seksual yang menimpa seorang tidak berani melihat ayah siswi SD berusia 6 tahun –sebut kandungnya. Tulisan ini akan mencoba saja Mawar, dengan pelaku mengulas tentang sebuah studi kekerasan adalah tetangga korban Berdasarkan uraiankasus kasus dari fenomena kekerasan sendiri. Pelaku kerap memaksa singkat diatas, tidak dapat seksual di Provinsi Jambi yang korban untuk dicium sampai dibayangkan bagaimana dampak dilakukan oleh Endah kemudian pelaku nekat fisik dan psikologis yang diterima Sasmitohening Stephanie, S.Psi., memasukkan tangan ke kemaluan keluarga terlebih Mawar dan M.A. Beliau adalah ahli psikologi anak. Mawar yang dibesarkan oleh Melati dalam menghadapi kejadian yang pernah meneliti ntang te tersebut. Banyak hal yang
P
6
ILMPI MAGAZINE
kemudian berubah dari korban pasca kejadian tersebut, saat itulah resiliensi berperan penting dalam keluarga untuk mengembalikan kondisi psikologis korban. Berbagai upaya keluarga dilakukan sebagai wujud resiliensiterhadap masalah yang menimpa. Sebagaimana dalam ilmu
psikologi, trauma pada anak dapat diminimalisir denganplay therapy sebagai salah satu tekniknya. Ibu Mawar pun selalu memberi dukungan untuk Mawar,Keluarga Melati kemudian mendapatkan dukungan sosial yang cukup baik karena keluarga besarnya mendukung dengan baik dalam pembinaan psikologisnya, sedangkan ibu Mawar masih belum cukup terbuka pada keluarga besar sehingga tidak begitu banyak keluarga dan kerabat yang kemudian memberikan dukungan moral.
psikologis selama penelitian berlangsung, Tim psikologi dan pekerja sosial erap k berkunjung dan mengajak bicara korban serta keluarga korban untuk kemudian membantu mereduksi perasaan khawatir mereka sambil memantau perkembangan korba n. Tidak hanya itu,beliau sempat beberapa
kali mengajak korban dan keluarga korban untuk berekreasi bersama untuk mengurangi beban psikologis korban dan mengembalikan keceriaannya. Selain pendampinganpsikologis, keluarga korban juga mendapat bantuan peng uatan dari beberapa instansi terkait sepertiP2TP2A, PPA Polda, Kejaksaan, dan Pengadilan Negeri Jambi. Pihak kepolisian juga membantu menguatkan dan memberikan keyakinan pada keluarga korban bahwa memperkarakan kasus tersebut ke meja hijaubkanlah hal yang memalukan dan bahwa Selain keluarga dan tindakan tersebut dalah a tindakan kerabat, kedua korban juga yang benaragar dapat memutus mendapat pendampingan
mata rantai pelaku kekerasan seksual di masyarakat . Membahas lebih jauh tentang resiliensi, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi resiliensi keluarga dari anak korb an kekerasan seksual yaitu faktor risiko dan faktor protektif . Faktor risiko adalah faktor-faktor yang dapat mengurangi resiliensi seseorang. Faktor risiko merupakan faktor faktor yang meningkatkan kemungkinan kesulitan di dalam hidup dan memberikan pengalaman buruk bagi kehidupan. Sedangkan faktor protektif merupakan faktor yang dapat mengurangi dampak dari kejadian negatif yang tidak dapat dihindari dan memba ntu individu untuk menolak mengambil perilaku berisiko. Melihat dua kasus tersebut, kita tidak apat d menilai secara langsung keluarga mana yang lebih resilien. Jika dilihat dari intensitas dilakukannyakekerasan seksual oleh pelaku, keluarga Mawar mungkin dapat lebih resilien karena pelaku tidak sampai menyetubuhi Mawar, hanya memainkan alat kelaminn ya saja. Berbeda dengan Melati yang disetubuhi pelaku sampai 4 kali. Namun, proses panjang resiliensi sebenarnyaharus melihatapakah faktor-faktor protektif yang dimiliki keluarga cukup banyak dan kuat untuk menekan faktor faktor risiko yang ada. Hal tersebut agaknya sama dengan teori resiliensi mengenai faktor protektif yang mendukung proses resiliensi. Pada studi kasus kali ini terdapat beberapa tema faktor protektif internal antara lain: strategi koping, komunikasi, empati, ritual ibadah,
7
ILMPI MAGAZINE
spiritualitas, karakteristik aturan dan peran yang jelas dalam dapat menjadi gambaran bagi kita kepribadian, tanggung jawab, keluarga. untuk mengetahui poin -poin manajemen waktu dan self efficacy. penting yang sangat dibutuhkan Berdasarkan hasil dalam resiliensi. Bahwa pada Kedua keluarga pada keterangan dan penelitian selama dasarnya setiap orang dan setiap kedua kasus menunjukkan bahwa pendampingan, Melati ang y keluarga dapat resilen dari faktor spiritualitas sangat memiliki keluarga lengkap; ayah, peristiwa kekerasan seksual pada memberikan pengaruh yang besar ibu, kakak dan ad ik, bahkan paman anak yang mengiris hati. Proses dalam membantu anggota keluarga dan nenek ternyata lebih kooperatif resiliensi ini berlangsung seumur sehingga mereka dapat kuat dan terbuka dalam memberikan hidup. dengan pe rtolongan yang dukungan dan empati, baik itu dipercaya berasal dari Tuhan secara emosional, sosial bahkan “Sebenarnya ini catatan penting YME. Bentuk perilaku tersebut finansial dalam hal mengusut bagi kita praktisi ataupun ditunjukkan dengan beribadah tuntas kasus kekerasan seksual mahasiswa psikologi untuk lebih sehari-hari dan meyakini yang menimpa Melati pada awareterhadap peristiwa sepenuhnya pada setiap kesedihan peradilan hukum. Berbeda ngan de kekerasan seksual termasuk dan kesulitan yang sedang dihadapi Mawar yang hanya memiliki terhadap pendampingan psikologis adalah kehendak Tuhan dan akan seorang bu i single parent, bagi keluarga dengan anak korban bermuara pada Tuhan meskipun sang ibu sangat berusaha kekerasan seksual ini, hendaknya pula.Selanjutnya, tanggung jawab keras dalam mengusut tuntas kasus kita dapat terpanggil jiwanya. merupakan faktor protektif internal anaknya sampai ke hukum tapi Memperbanyak program -program lainnya. Bentuk tanggung jawab beliau tetap menutupi kasus preventif hingga int ervensi yang terlihat dari orangtua anak yang kekerasan yang menimpa Mawar konkrit dan tersistematisasi berupaya menjaga keutuhan pada keluarga besar sehingga pada tentunya akan membantu keluarga walaupun dalam kondisi kasus iniperkembangan perbaikan mengurangi angka kejadian penuh masalah. Contohnya adalah psikologis Mawar tidak lebih besar kekerasan seksual pada anak di ketika kesulitan ekonomi menjadi dibandingkan Melati. Indonesia.� Begitu tutur Endah faktor risiko besar saat keluarga saat ditanyai mengenai pesannya Menilik kedua kasus disibukkan dengan proses hukum untuk seluruh mahasiswa dan anak, kepala keluarga mencari kekerasan seksual yang menimpa rekan sejawat sikologi. p (spt). dua keluarga berbeda agaknya jalan keluarga dengan bekerja sekeras mungkin untuk memenuhi kebutugan keluarga. Faktor protektif selanjutnya yang tidak kalah penting adalah faktor protektif eksternal yaitu faktor pendukung yang berasal dari luar masing masing anggota keluarga yaitu dalam kasus ini ialah dukungan sosial dari instansi terkait, serta dukungan dari komunitas. Faktor protektif eksternal lainnya ialah kebersamaan dan mata kedekatan dengan keluarga, ritual ibadah dalam keluarga, ritual budaya, dukungan ekonomi, serta adanya
8
Kekerasan Seksual Pada Anak
Kekerasan Anak Secara Seksual dapat berupa perlakuan prakontak seksual antara anak dengan orang yang lebih besar yaitu dapat melalui kata, sentuhan, gambar visual, exhibisionism, maupun perlakuan kontak seksual secara langsung antara anak dengan orang dewasa melalui incest, perkosaan, dan eksploitasi seksIual
B
erbagai penelitian menunjukkan bahwa pelecehan seksual pada anak dapat memiliki efek yang merusak pada perkembangan otak. Ito et al. (1998) menemukan perbedaan besaran otak sebelah kiri dan kanan secara asimetris serta otak kiri lebih besar terjadi pada subyek yang mengalami pelecehan; Teicher et al. (1993) menemukan bahwa kemungkinan terjadi peningkatan gejala seperti epilepsi lobus temporal pada subyek yang mengalami pelecehan; Anderson et all. (2002) mencatat perbedaan relaksasi yang tidak normal sewaktu pemeriksaan NMR (Nuclear Magnetic Resonance) cerebellar vermis pada otak orang dewasa yang mengalami pelecehan seksual pada saat masa kecil. Teicher et al. (1993) menemukan bahwa anak pelecehan seksual dapat dikaitkan dengan berkurangnya luas corpus callosum serta berbagai studi telah menemukan hubungan berkurangnya volume dari hippocampus kiri dengan pelecehan seksual pada anak; dan Ito et al. (1993) menemukan kelainan elektrofisiologi meningkat pada anak-anak yang mengalami pelecehan seksual. Beberapa studi menunjukkan bahwa pelecehan seksual atau fisik pada anak-anak dapat mengarah kepada eksitasi yang berlebihan dari perkembangan sistem limbik. Teicher et al. (1993) menggunakan "Sistem limbik Checklist-33" untuk mengukur gejala epilepsi lobus temporal ictal seperti pada 253 orang dewasa. Laporan mengenai pelecehan seksual pada anak dikaitkan dengan peningkatan 49% menjadi skor LSCL-33, 11% lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan terkait kekerasan fisik yang dilaporkan sendiri. Laporan dari kedua kekerasan yaitu kekerasan fisik dan seksual dikaitkan dengan peningkatan sebesar 113%. Dalam hal ini korban laki-laki dan perempuan sama-sama terpengaruh. Navalta et al. (2006) menemukan bahwa dari Scholastic Aptitude Test matematika yang dilaporkan sendiri dari puluhan sampel perempuan dengan riwayat pelecehan seksual anakanak berulang-ulang secara signifikan mendapatkan nilai matematika yang lebih rendah daripada yang dilaporkan sendiri dengan menggunakan nilai SAT dengan sampel yang tidak pernah dilecehkan. Karena subyek pelecehan verbal mendapatkan nilai SAT yang tinggi, mereka berhipotesis bahwa nilai matematika yang rendah dari SAT dapat berasal dari sebuah cacat dalam integrasi belahan otak. Mereka juga menemukan hubungan kuat antara gangguan memori jangka pendek untuk semua kategori yang diuji secara verbal, visual, dan global serta durasi dari pelecehan.
Jenis-Jenis Kekerasan Seksual Pada Anak Pedophile merupakan kekerasan seksual yang dilakukan oleh orang dewasa, yang menjadi korban utamanya adalah anak-anak. Pedophilia diartikan �menyukai anak-anak� (deYong dalam Tower, 2002). Pedetrasy merupakan hubungan seksual antara pria dewasa dengan anak laki-laki (Struve & Rush dalam Tower, 2002). Biasanya terdapat tahapan yang terlihat dalam melakukan kekerasan seksual. Dalam hal ini para pelaku mencoba perilaku untuk mengukur kenyamanan korban. Jika korban menuruti maka kekerasan akan berlanjut dan intensif, berupa: a) Disrobing yaitu orang dewasa membuka pakaian di depan anak. b) Observation of the child yaitu saat mandi, telanjang, dan saat membuang air. c) Mencium anak yang memakai pakaian dalam. d) Fondling yaitu meraba-raba dada korban, alat genital, paha, dan bokong. e) Fellatio yaitu stimulasi pada penis korban atau pelaku sendiri. f) Cunnilingus yaitu stimulasi pada vulva atau area vagina, pada korban atau pelaku. g) Dry intercourse yaitu mengelus-elus penis pelaku atau area genital lainnya seperti paha atau bokong korban. (Sgroi dalam Tower, 2002). Kerusakan fisik Cedera, Tergantung pada umur dan ukuran anak, serta tingkat kekuatan yang digunakan. Pelecehan seksual anak dapat menyebabkan luka internal dan pendarahan. Pada kasus yang parah, kerusakan organ internal dapat terjadi dan dalam beberapa kasus dapat menyebabkan kematian. Herman-Giddens dan lainnya menemukan enam hal tertentu dan enam kasus terjadi kemungkinan kematian akibat pelecehan seksual anak di Carolina Utara antara tahun 1985 dan 1994. Para korban berkisar di usia dari 2 bulan sampai 10 tahun. Penyebab kematian termasuk trauma pada alat kelamin atau dubur dan mutilasi seksual. Infeksi, Pelecehan seksual pada anak dapat menyebabkan infeksi dan penyakit menular seksual. Tergantung pada usia anak, karena kurangnya cairan vagina yang cukup, kemungkinan infeksi lebih tinggi. Dalam hal ini Vaginitis juga telah dilaporkan. Kerusakan Neurologis, Penelitian telah menunjukkan bahwa stres traumatis termasuk stres yang disebabkan oleh pelecehan seksual. Hal ini menyebabkan perubahan penting dalam fungsi dan perkembangan otak.
Perenting Terhadap Anak Korban Kekerasan Seksual Peran orang tua sendiri sangat diperlukan dalam kasus ini agar seorang anak yang pernah mengalami pelecehan seksual dapat tumbuh dengan baik bahkan tidak menjadi pelaku dikemudian hari, karena anak yang pernah mengalami kekerasan seksual lebih mempunyai potensi untuk melakukan hal tersebut. Dapat didasari dengan rasa ingin balas dendam bahkan “ketagihan�. Orang tua dapat mengalihkan fokus anak dengan beberapa cara seperti: Aktivitas Baru merupakan cara yang dapat dicoba untuk mengalihkan perhatian anak secara perlahan agar dapat melupakan dikit demi sedikit kekerasan seksual yang baru dialaminya karena dengan kesibukannya anak bisa melupakan hal tersebut. Berikan anak kesibukan seperti: mengaji, sekolah minggu, kursus bela diri, kursus bahasa asing, kursus kesenian, atau kegiatan positive lainnya sesuai bakat yang di gemari anak. Memindahkan Anak dari Lingkungannya, Orang tua tidak perlu membuat anak merasa diasingkan karena dapat membuat trauma lebih dalam pada anak. Disini orang tua diminta lebih meyakinkan anak bahwa suasana ditempat baru lebih menarik dan nyaman untuk bermain dan tinggal. Konsultasi dengan Psikolog merupakan salah satu cara yang dapat digunakan orang tua karena saat konsultasi dapat dilakukan pemeriksaan yang lebih detail agar orang tua lebih tau langkah apa yang dapat dilakukan kedepannya karena setiap anak memiliki kepribadian yang berbeda-beda sehingga diperlukan cara yang berbeda-beda pula untuk menanganinya.
Kontributor : Syafitri Ajeng Kinanti Editor : Nita Yulantri Layouter : Caroline
19
AYO PEDULI ASAP #InternationalCareDay26Des Hai I-Readers! Mungkin banyak yang belum tau kalau saat ini masyarakat dunia diajak memperingati tanggal 26 Desember sebagai Hari Kepedulian Internasional (International Care Day). Pasalnya, tanggal tersebut bertepatan dengan tsunami Aceh 11 tahun lalu dan mengundang solidaritas bangsa-bangsa di dunia. Teman-teman tau gak sih, kenapa ILMPI kali ini membahas tentang asap?? Yuuppp, karena mengingat kembali mengenai bencana asap yang telah melanda Pulau Sumatra, Kalimantan dan Sekitarnya. ILMPI Nasional mengajak mahasiswa dan masyarakat untuk menjadikan hal tersebut menjadi bagian dari International Day Care mengingat banyak korban moril maupun materil dalam musibah tersebut. Hal ini sesuai dengan kronologi, penyebab, dan dampak pembakaran hutan yang terjadi di pulau Sumatera dan Kalimantan. Awal kemunculan asap paling parah (dengan titik api paling banyak) diduga terjadi pada pertengahan bulan Agustus kemudian mereda pada akhir bulan November. Penyebab kabut asap adalah pembakaran hutan oleh manusia dan diperparah dengan sisa-sisa musim kemarau yang panjang. Selain itu, fakta yang mencengangkan adalah bahawa sekitar 80% wilayah Sumatera terselimuti kabut asap pada minggu akhir Agustus sampai awal minggu September tahun ini. Dampak kabut asap yang terjadi di Sumatera dan Kalimantan kemarin, jelas berpengaruh signifikan pada berbagai bidang, antara lain: bidang ekonomi, kesehatan, pendidikan, dan pastinya dampak lingkungan yang berpengaruh terhadap kondisi fisik dan psikologis masyarakat secara umum. Menurut Obrolan hangat bareng Ibu Swesty Nilasari M.Psi, Psi, musibah kabut asap merupakan bencana alam yang terjadi karena ulah manusia yang tidak bertanggung jawab dalam menjaga kelestarian sumber daya alam, sehingga menjatuhan banyak korban ditambah lagi kurangnya perhatian dari masyarakat sehingga banyak orang tua maupun anak-anak yang menderita baik dari fisik maupun psikis. “Secara Psikologis, korban merasakan ketakutan dan kekhawatiran akan terjadi bencana selanjutnya,Kita sebagai manusia yang memiliki kepedulian seharusnya menumbuhkan sikap empati kepada korban kabut asap karena mereka membutuhkan dorongan. Memiliki sikap empati dapat memahami pikiran dan perasaan yang korban rasakan sehingga dapat merasakan adanya kepedulian dan kenyamanan.� (03/12/2015) Swesty menghimbau, untuk menghilangkan ketakutan dan kekhawatiran dengan melakukan interaksi secara personal atau konseling, karena Konseling dapat menggali perasaan dan pikiran korban musibah kabut asap sehingga lebih dapat memahami keadaan mereka dan menumbuhkan perasaan dan pemikiran yang positif.
Kegiatan konseling juga dapat menumbuhkan kemampuan coping stress pada masyarakat secara umum. Jika dilihat dari kondisi lingkungan wilayah Sumatera dan Kalimantan yang rawan akan kebakaran hutan (baik oleh manusia atau kondisi kemarau ekstreem) maka pendekatan coping stress yang paling sesuai adalah approach oriented coping. Aproach oriented coping adalah strategi kognitif dan perilaku yang digunakan secara langsung terhadap suatu stressor (penyebab stress). Dan teknik yang paling cocok adalah seeking guidance and support dan positiev reapraisal yang telah dijelaskan oleh Ibu Swesty.
Jadi ketika terjadi bencana kabut asap, hendaknya korban dapat mencari dukungan dan pertolongan pertama seperti memakai masker atau tidak bepergian ketika terjadi kabut asap dan mencari pertolongan orang lain ketika dampaknya tidak dapat ditangani individu atau keluarga satu rumah. Tetapi yang terpenting adalah dapat berpikir positif bahwa kabut asap akan berlalu, serta melakukan pemeliharaan lingkungan dan sumber daya alam mulai dari rumah sampai lingkungan sekitar masyarakat. Pemikiran positif yang berkesinambungan ini lah yang membuat masyarakat terhidar dari ketakutan dan kekhawatiran berlebih jika terjadi bencana, sehingga masyarakat tau dampak kebakaran hutan secara luas dan tergerak otomatis untuk memelihara linkungan dan sumber daya alam (baik tindakan yang tidak merusak hutan atau melaporkan si perusak hutan ke pihak yang berwajib) Jadi, I-Readers sudah tau, kan kenapa kali ini kita bahas tentang kabut asap? Semoga bencana ini menjadi pelajaran berharga untuk kita semua, yaa IReaders agar bisa menjaga alam dan tidak merugikan alam karena keserakahan manusia. Kontributor: Fitri Editor: Ade Haryanto Sagala Layouter: Nadia Sumber: http://www.dream.co.id/news/korban-kabut-asap-di-sumatera-dankalimantan-terus-bertambah-1510240.html http://www.kompasiana.com/achmadsiddikthoha/menelusuri-kabut-asap-diindonesia_55e524e291977368048b4567 http://www.dw.com/id/penyebab-kebakaran-hutan-terungkap/a-18801135 https://id.wikipedia.org/wiki/Polusi_asap_Asia_Tenggara_2015 http://print.kompas.com/baca/2015/09/05/Kabut-Asap-Sudah-Darura
Opini Mahasiswa “Peran Masyarakat terhadap Peristiwa Kekerasan pada Anak”
1.
2.
Wilayah I Nama : Muhammad Hasbi Asal Universitas : Universitas Andalas Jabatan Organisasi : Koordinator Provinsi Sumatera Barat ILMPI Wilayah I Sumatera 20152016 “Menurut saya, terdapat dua peran masyarakat yang harus dipenuhi. Pertama, peran preventif yaitu masyarakat yang berperan untuk mencegah terjadinya kekerasan pada anak. Hal ini bisa dicapai dengan melakukan sosialisasi kepada anak-anak dengan apa yang harus mereka lakukan jika terdapat hal yang membuat mereka tidak nyaman. Oleh karena itu, anak-anak dapat diberitahukan untuk menjauhi hal-hal apapun yang dapat menimbulkan kekerasan. Kemudian, peran selanjutnya yang dapat dilakukan masyarakat adalah memberikan treatment. Dalam peran ini, masyarakat melakukan perbaikan bagi anak korban kekerasan. Anak korban kekerasan akan mengalami permasalahan terutama dari segi psikisnya, sehingga masyarakat harus melindungi dan memberikan hal-hal yang positif untuk para korban kekerasan.” Wilayah II Nama : Ardan Aziz Rahman Asal Universitas : Universitas Indonesia Jabatan Organisasi : Kepala Departemen Kajian Strategis BEM Psikologi UI 2015 “Sebenarnya terdapat barier antara keluarga dan anak. Saat kekerasan anak terjadi di sebuah rumah tangga, tetangga tidak mau menegur sehingga terkesan mengabaikan. Padahal, bahaya kekerasan yang dialami seorang anak di masa kecil dapat memengaruhi kondisi psikologis saat dewasa.
Masyarakat perlu memahami bahwa sebenarnya bentuk pendidikan parenting saat ini sudah tepat atau belum? Misalnya ketika anak rewel apakah orang tua sudah mengetahui bagaimana caranya untuk mendiamkan anak tanpa memukul dan membuat anak takut. Ketika kita melihat konsep parenting saat ini, perlu dipahami lebih dalam apakah konsep tersebut lebih memihak masyarakat kelas tertentu yaitu kelas sosial ekonomi menengah ke atas. Sementara itu, fenomena yang sering terjadi ialah tindak kekerasan terhadap masyarakat menengah ke bawah. Kita perlu memahami apakah konsep parenting yang sudah kita pelajari dalam ilmu psikologi terdapat kecocokan dan dapat diterapkan pada masyarakat dengan kondisi sosial ekonomi menengah ke bawah.” 3. Wilayah III Nama : Meta Anindita Nawangsari Asal Universitas : Universitas Diponegoro "Menurut saya, masyarakat sekarang sudah mulai tertarik dan terbuka terhadap tindakan kekerasan anak yang akhir-akhir ini sering terjadi di Indonesia. Hal ini dapat kita lihat dari banyaknya headline news yang menyajikan berita mengenai kekerasan anak. Selain itu, menurut saya penanganan kasus kekerasan terhadap anak juga sudah mulai lebih baik dan serius dari sebelumnya. Itu bagus dan semoga lebih baik ke depan nya. Oleh karena itu, alangkah lebih baik nya jika kita juga ikut membantu. Mulai dari diri kita sendiri dan mulai dari lingkungan kita sendiri. Kita bisa lebih peka terhadap lingkungan sekitar kita, jangan menunggu sampai terdapat korban selanjutnya.”
4. Wilayah IV Nama : Iqbal Anugrah Asal Universitas : Universitas Mercu Buana Yogyakarta Jabatan Organisasi : Gubernur BEMF Psikologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta “Masyarakat secara keseluruhan dapat menjadi peran yang penting dalam pemberian rasa aman terhadap anak, apabila ada anak yang mengalami kekerasan, maka masyarakat disekitarnya merupakan rujukan dalam pengaduan yang harapannya mampu menjaga, melindungi dan menindak lanjuti dengan mengkoordinasikan kepada pihak yang berwajib untuk memberikan rasa aman terhadap anak tersebut." 5. Wilayah V Nama : I Putu Brian Obie Putra , CHt Asal Universitas : Universitas Udayana Jabatan di Organisasi : Kepala Departemen PSDM FK Unud “Pada dasarnya anak merupakan aset untuk masa depan, baik bagi orang tua, bangsa, maupun negara. Dengan berjalannya waktu, orang-orang yang sudah tua akan digantikan oleh anak-anak yang sedang tumbuh dan berkembang pada saat ini. Namun, pada era ini banyak masyarakat yang kurang perduli terhadap segala sesuatu yang terjadi pada anak, mereka mulai mengabaikan hak asasi yang dimiliki oleh anak. Dalam beberapa kasus, kekerasan pada anak lebih banyak dilakukan oleh orang tua maupun keluarga mereka sendiri. Peran masyarakat masih kurang dalam hal perlindungan anak. Sebagai negara yang menjunjung tinggi peraturan hukum, masyarakat juga harus perduli terhadap setiap kasus-kasus yang terjadi. Seperti yang kita ketahui, masyarakat atau lembaga-lembaga tertentu hanya terfokus kepada masalah yang terjadi pada orang dewasa, padahal anak juga memiliki hak yang
sama dengan orang dewasa. Oleh karena itu, perlu adanya kesadaran dan peran masyarakat sekitar untuk melindungi anak dari kekerasan. Hukum dan perundang-undangan mengenai Hak Asasi Anak perlu dipertegas sehingga tercipta keadilan antara anak dan orang dewasa.” 6. Wilayah VI Nama : Ainun Pudjiastami Asal Universitas : Universitas 45 Makassar Jabatan di Organisasi : Staff Badan Keuangan Wilayah VI “Saat ini sudah banyak kasus kekerasan yang terjadi pada anak. Seperti kekerasan seksual, kekerasan fisik, ataupun kekerasan secara psikologis. Hal ini membuat saya maupun masyarakat lainnya merasa sedih melihat banyaknya kasus-kasus tersebut. Dalam hal ini tentu saja masyarakat memiliki peran penting. Kita sebagai masyarakat apabila disekitar kita terjadi suatu kekerasan pada anak sebaiknya kita berusaha menghentikan kekerasan tersebut dan melaporkan kepada pihak yang berwajib sebagai mestinya.” Kontributor: Ananda Zhafira Editor: Nita Yulantri Layouter: Nadia
SUARA ILMPI Belakangan ini marak terdengar terjadi kekerasan seksual pada anak. Bagaimana tanggapan anggota ILMPI terhadap sebab terjadinya kekerasan seksual? Menurut mereka, peran atau tindakan preventif apa saja yang dapat dilakukan mahasiswa psikologi? Yuk, kita intip jawabannya!
Rendi Septianto (Sekretaris Jendral) Universitas Muhammadiyah Purwokerto Kontrol dari orang tua, merupakan salah satu hal yang bisa menyebabkan terjadinya kekerasan seksual pada anak. ILMPI sendiri membentuk GEMA PERAK (Gerakan Mahasiswa Peduli Orang tua dan Anak) yang tersebar di wilayah-wilayah anggota ILMPI dengan salah satunya memberikan sebuah edukasi kepada baik orang tua maupun anak itu sendiri. Selain itu, ILMPI pernah membentuk sebuah naungan untuk menampung aspirasi anak di Solo bernama RHI (Rumah Hebat Indonesia) yang digagas pada saat itu oleh BANBIDNAS (Badan Bidang Nasional) yang sekarang terbagi menjadi 3 devisi yang bekerja sama dengan BPPM (Badan Pengembangan dan Pengabdian Masyarakat). ILMPI juga menjalin kerjasama dengan Komnas PA (Komisi Nasional Perlidungan Anak) dan semua ini dilakukan kembali kepada tujuan awal ILMPI yaitu dengan Indonesia tersenyum bersama psikologi.
Hanna Septiana (Kordinator Badan Kesekretariatan Nasional) Universitas Persada Indonesia (UPI) YAI Jakarta Kekerasan seksual pada anak bisa terjadi karena banyak hal seperti kurangnya kontrol orang tua, kurangnya perhatian pemerintah dan kurangnya pengetahuan dari anak itu sendiri, untuk tindakan pencegahannya kita mulai dari hal kecil tapi bisa dilakukan dengan jumlah besar yaitu dengan menjadi pemerhati lingkungan yang baik, seperti kita memberikan sex education tapi tentu harus benar-benar bisa memberikan arahan kepada mereka selain itu reminder ke lingkungan karena masih banyak masyarakat yang belum paham permasalahan ini dan efek kedepannya
26
Fakhrunnisak (Kordinator Badan Keuangan Nasional) Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Hal pertama yang disorot berkaitan dengan kekerasan seksual pada anak yaitu orang tua terutama kontrol dari orang tua tersebut disisi lain pelaku menganggap anak cenderung lemah untuk melawan. Jadi sebagai mahasiswa kita bisa ikut membantu pencegahan dengan cara ikut ke dalam organisasi atau lembaga terkait. Pencegahannya bisa lewat apa saja yang jelas harus disampaikan ke masyarakat khususnya ke para orang tua sehingga preventifnya bisa melalui penyuluhan atau pendidikan seksual sejak dini
Moh. Mudrik Al maghriby (Kordinator Badan Pengembangan dan Pengabdian Masyarakat Nasional) Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta Ada beberapa hal yang melatar belakangi kekerasan seksual pada anak. Pertama, yaitu faktor internal dilihat dari kacamata pelaku yang melakukannya salah satunya kurang bisa memenuhi kebutuhan seks pada dirinya kemudian juga bisa terjadi karena memang ada yang menyimpang dari perilaku seksualnya dimana semuanya juga tidak lepas dari kurangnya nilai-nilai agama yang ada pada dirinya. Kedua, faktor eksternal yaitu tentu dari lingkungan si anak bagaimana dia bergaul, bagaimana perilaku teman-temannya dan lain sebagainya dan selain kedua faktor tersebut juga tidak lepas dari pendidikan seksual yang terkadang kurang dimiliki oleh anak. Pendidikan seks yang terkesan menakutkan membuat para orang tua enggan memberikan kepada anak. Orang tua perlu memahaminya terlebih dahulu sehingga nantinya anak akan mudah mengerti. Pengawasan juga aspek penting dalam mengajari anak bagaimana baik buruknya seperti pemahaman itu tadi dan pastinya juga harus ada peningkatan ilmu-ilmu agama. Jadi itu semua juga bisa terbantu jika kita mahasiswa juga mau mengkampanyekan hal tersebut dalam bentuk apapun.
Kontributor : Muhammad Ilham Musyafa Editor : Jessica Layouter: Nadia
27
27
n O s ’ t a Wh PI?? ILM
ILMPI sebagai organisasi yang menaungi lembaga mahasiswa psikologi se-Indonesia kembali melakukan program tahunan. Tepat Wha t’s O pada 17-20 September 2015 lalu, seluruh pengurus ILMPI Wilayah n ILMP maupun Nasional dan delegasi dari tiap universitas berkumpul unI?? tuk mengadakan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas). Rakornas yang diadakan di Kota Malang ini diikuti oleh sekitar 30 universitas den O t’s ngan agenda membahas progress report wilayah dan nasional serta Wha I?? P mebahas isu nasional seputar psikologi. Adapun isu-isu psikologi yang ILM dibahas ialah mengenai anak dan RUU Keprofesian Psikologi.
Mendapatkan kesempatan menjadi tuan rumah pada event nasional pertama di Jawa Timur ini benar-benar dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh para panitia, hal tersebut terlihat dari diadakannya Stadium General dan Temu Ilmiah Nasional dalam rangkaian acara Rokarnas tersebut. Selain itu, UIN Maulana Malik Ibrahim yang diamanahkan menjadi tuan rumah pelaksanaan Rakornas berhasil menyuguhkan nuansa nusantara saat malam gala dinner. Tema “Warna-warni Indonesia dengan Sejuta Semangat Nusantara” sangat tampak pada saat seluruh peserta dengan bangga mengenakan pakaian adat daerah masing-masing, ditambah dengan makanan-makanan tradisional seperti gethuk, cenil, angsle dan masih banyak lagi. Pada hari terakhir seluruh peserta pun diajak untuk berkunjung ke Bimasakti, lembaga penanganan anak bermasalah milik Dinas Sosial Kota Malang. Tidak heran kalau event nasional kali ini kembali memberikan kenangan manis bagi seluruh peserta yang hadir, sama halnya dengan program-program ILMPI lainnya. Kenangan manis lainnya kembali dirasakan pada 10 Oktober 2015, bertepatan dengan Hari Kesehatan Mental Dunia. ILMPI Nasional sukses mengobarkan semangat seluruh mahasiswa psikologi se-Indonesia untuk menyuarakan kepedulian terhadap kesehatan mental. Mengusung tema “Dignity in Mental Health”, ILMPI di banyak kota mengadakan beragam kegiatan yang kreatif dan inovatif mulai dari long march, pembagian hingga aksi teatrikal. Event Nasional selanjutnya yang akan ILMPI garap ialah peringatan HUT ILMPI yang jatuh pada 26 Januari mendatang. Rencana kegiatan yang akan dilakukan ialah seminar yang mengangangkat tema mengenai anak dan beberapa acara lainnya mengenai anak dan beberapa acara lainnya mengenai anak dan beberapa acara lainnya yang masih dalam proses perencanaan. Kegiatan-kegiatan tersebut rencananya akan diadakan di berbagai wilayah di Indonesia. “Terkait isu nasional yang sempat dibahas saat Rakornas, yang memiliki beberapa tahapan diprogram 'Sayang Anak Sayang Bangsa' salah satunya adalah sosialisasi dan kajian. Seminar-lah bentuk sosialisasi dan kajian tersebut.” Begitu jawaban Hanna Septiana, Sekretaris Nasional saat ditanyai alasan mengapa “anak” menjadi tema seminar yang dipilih. Selanjutnya pada bulan Maret mendatang, ILMPI akan kembali mengadakan Musyawarah dan Rapat Kerja Nasional di Universitas Negri Padang, Sumatera Barat. Pastikan kamu hadir untuk melanjutkan pergerakan ILMPI. ILMPI memang tak hentinya mengobarkan semangat mahasiswa psikologi untuk mewujudkan Indonesia Tersenyum Bersama sPikologi. Maka jadilah salah satu bagian tersebut, dukung dan meriahkanlah setiap program ILMPI.
28
Kontributor: Septriana Wulandari | Editor: Tia Isti'anah | Foto:ILMPI Nasional, ILMPI Wilayah III | Layouter: Chairani Wulandari
Ikatan Lembaga Mahasiswa Indonesia | Edisi #7
Wilayah I Salam dari Tanah Sumatera! ILMPI Wilayah I sedang bersiap-siap untuk Muskerwil Sumatera ke-VI pada tanggal 15-20 Januari 2016 lho. Kegiatan ini akan diadakan di Universitas Jambi. Selain untuk memilih koordinator wilayah yang baru beserta jajaran Pengurus Harian Wilayah periode 2016/2017, kabarnya di dalam rangkaian kegiatan Muskerwil kali ini juga akan diadakan Seminar Nasional. Tentang apa dan siapa pematerinya? Well, katanya sih masih rahasia. Sukses untuk kegiatan Muskerwilnya ya teman-teman Sumatera.
Wilayah II Dalam rangka Hari Aids Sedunia, 1 Desember 2015, ILMPI Wilayah II (DKI Jakarta, Jawa Barat & Banten) mengadakan acara Psychology Seminar and Talkshow “Avoid The HIV AIDS Not The Suffers, Save Your Self”. Acara ini dilaksanakan pada tanggal 5 Desember 2015 di Ruang Auditorium Hj. Darlina Julius, Gedung Psikologi UPI YAI. Bertindak sebagai narasumber ada Dr. Dicky Alsadik, Kepala Bidang Dukungan Layanan KPAP DKI Jakarta, Juna Rislon Damanik, selaku Aktivis HIV dan Dr . Ratna Mardiati, SpKJ. Acara ini diadakan untuk membangun kesadaran masyarakat bahwa tidak seharusnya kita menjauhi penderita HIV/Aids atau yang sering disebut ODHA (Orang dengan HIV/Aids). Justru kita harus merangkul mereka dan tidak melakukan diskriminasi. Karena sesungguhnya, HIV/Aids tidak akan menular melalui sentuhan tangan, berpelukan atau berbagi minum. Namun melalui jarum suntik yang dipakai bergantian, pencampuran darah dan hubungan seksual.
Wilayah III Anak Difabel, atau anak berkebutuhan khusus tentunya memiliki keistimewaan yang lebih dibandingkan anak normal pada umumnya, termasuk dalam hal pengasuhan. Oleh karena itu, ILMPI Wilayah III (Jawa Tengah & Kalimantan) berkerjasama dengan HIMA Psikologi FK Unlam, mengadakan Penyuluhan Pola Asuh Anak Difabel sekaligus Charity. Acara ini dilaksanakan pada tanggal 24 November 2015 di SDLB Sungai Paring, Martapura, Kalimantan Selatan. Hadir sebagai pemateri, Rika Vira Zwagery, M.Psi., Psikolog, Ibu Kepala Sekolah SDLB Sungai Paring dan beberapa guru di sekolah tersebut. Materi yang disampaikan terkait pola asuh untuk anak difabel dan sharing pengalaman guru serta orangtua yang memiliki anak berkebutuhan khusus. Di sela acara, adik-adik siswa SDLB juga menunjukkan kebolehan mereka dalam berkesenian. Pada akhir acara, Koordinator Wilayah III, menyerahkan peralatan olahraga yang memang diperlukan oleh SDLB tersebut sebagai hasil dari charity. Acara ini dilaksanakan dalam rangkaian ILMPI Goes to Campus di tanah Borneo. Di pertengahan bulan Januari 2016, Wilayah III akan mengadakan Musyawarah Wilayah untuk memilih koordinator Wilayah baru beserta jajaran Pengurus Harian Wilayah periode 2016/2017. Musyawarah Wilayah ini akan dilaksanakan di Universitas Negeri Semarang.
Wilayah IV Pada tanggal 28 November 2015 lalu, ILMPI Wilayah IV, Daerah Isimewa Yogyakarta mengadakan Seminar Nasional Kebencanaan yang bertema “Membangun Mental Tangguh Menjadi Pribadi Siaga Bencana” di Universitas Mercu Buana, Yogyakarta. Bertindak sebagai pembicara Prof. Dr. Koentjoro, M.Bsc., Ph.D., Psikolog, guru besar Psikologi Sosial UGM dan perwakilan dari BPPD Yogyakarta. Acara ini dihadiri oleh 306 orang peserta yang terdiri dari mahasiswa psikologi, mahasiswa S2, dan masyarakat umum. Bahkan ada beberapa peserta yang berasal dari Jakarta, Kudus dan Semarang. Dengan peserta yang melebihi target awal yaitu 200, seminar ini mengupas bencana bukan dari alam saja tetapi juga dari sosial yang sering dialami oleh masyarakat serta mengetahui pemetaan bencana alam di Yogyakarta dan langkah preventif yang dapat dilakukan oleh mahasiswa. Menurut Koordinator Wilayah IV, Usaid Albanna, seminar ini dilaksanakan untuk mengajak masyarakat untuk membangun mental pencegahan dan antisipasi yang berawal dari diri sendiri. Di hari yang sama pula, Wilayah IV melantik Tim Relawan Psychological First Aid yang terdiri dari 21 orang mahasiswa dari semua universitas yang tergabung sebagai anggota Wilayah IV. Ke depannya dalam rangkaian kegiatan HUT ILMPI, Wilayah IV berencana mengadakan workshop atau talkshow yang berkaitan dengan Psikologi Industri dan Organisasi, Bazaar, dan Donor Darah di Area Car Free Day. Puncaknya adalah malam inagurasi berupa pentas seni di Taman Budaya Yogyakarta yang akan menampilkan teater dan beberapa kesenian lainnya. Acara ini terbuka untuk umum loh. So, yang mau menghabiskan liburan semesternya di Yogyakarta, yuk ikut acara ini yang akan dilaksanakan di akhir Januari 2016. Kontributor: Ria Setiani Hayatunnufus | Editor: Tia Isti'anah | Layouter: Chairani Wulandari
Ikatan Lembaga Mahasiswa Indonesia | Edisi #7
29