EDISI JULI 2011
E-PAPER
DINPERINDAG Provinsi Jateng
“One Team, One Spirit, One Goal…..To be Number One”
Dinas Perindag Prov.Jateng Jl. Pahlawan No. 4 Telp. 8311705, 8311708, Fax.8311707, 8451700 S E M A R A N G 5 0 2 4 1 website : http://dinperindag.jatengprov.go.id
EDISI JULI 2011
Sekapur Sirih Trend Kebutuhan Menjelang Ramadhan dan Hari Raya
TIM PENYUSUN E-PAPER INFO INDAG
Penanggung Jawab
:
Kepala Dinas
Pengarah
1. : 2.
Sekretaris Dinas Para Kepala Bidang/Balai
Ketua Umum Sekretaris
: :
Didi Saptawibawa Siti chiswati
Ketua Redaksi
:
Nina Veronika Marthahima
Redaksi
1. : 2. : 3. : 4. : 5. : 6. : 7. :
Hadi Pangestu Sigid Adi Brata Teguh Prihadi Listyati PR Kumarsi Subandi Faria Suryani
1. : 2.
Nandhi Nur Ardisasmito Febriyan Nurul Santoso
Publikasi TI
Sekretariat Operasional
1. : 2. 3. 4. 5.
Hery Sutantyo K Rebo Sukimin Nugroho Ludyantoro Sri Marsetyo Budi Prasetyo
ASSALAMU’ALAIKUM WR WB. Kenaikan harga barang, khususnya kebutuhan pokok masyarakat menjelang bulan suci Ramadhan dan hari raya Idul Fitri sudah menjadi kegiatan rutin pasar domestik. Siapa pun tampaknya sulit untuk mencegahnya, termasuk pemerintah daerah maupun pusat. Sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk mengingatkan instansi terkait, termasuk para pedagang supaya tidak menaikkan harga barangnya menjelang bulan puasa dan Lebaran. Namun, hasilnya tetap saja harga barang naik sesuai dengan meningkatnya kebutuhan konsumen. Di sini hukum ekonomilah yang berlaku. Jika permintaan barang meningkat, sementara stok barang biasa saja, maka harga otomatis naik. Hal yang sama terjadi saat liburan panjang anak sekolah. Harga tiket pesawat naik lebih dari 100 persen karena tingginya permintaan dari pengguna jasa penerbangan domestik maupun luar negeri. Jika kemarin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta adanya kebijakan terkait harga bahan pokok menjelang Ramadhan dua pekan mendatang, hal itu tentu saja positif. Akan tetapi, efektif atau tidak, itu soal nanti dan banyak pihak pesimistis. Kita hanya berharap tidak terjadi kenaikan harga barang, terutama sembako. Kalaupun harus naik, kenaikannya masih terbilang kecil atau maksimal 10 persen sehingga tidak memberatkan masyarakat.
EDISI JULI 2011 Disisi lain, penjualan produk elektronik mengalami peningkatan sebesar 10 persen menjelang bulan puasa dan Lebaran, didominasi jenis produk home appliances, seperti lemari es, mesin cuci, oven, dan blender. Pasalnya, barang- barang itu sangat dibutuhkan oleh konsumen pada saat puasa dan Lebaran. Sebagai contoh, oven digunakan untuk membuat kue Lebaran, sedangkan mesin cuci dibutuhkan karena banyak pembantu rumah tangga yang mudik saat Lebaran. Kendati demikian, peningkatan penjualan pada Lebaran tahun ini diprediksi tidak berbeda jauh dengan peningkatan pada 2010 sebesar 20-30 persen. Di sisi lain, menanggapi adanya penurunan penjualan akibat lonjakan produk impor terutama dari China, hal itu belum terjadi, sehingga tidak terlalu mengkhawatirkan. Memang terjadi peningkatan masuknya produk impor, tetapi belum mampu menggerus penjualan produk-produk dalam negeri. Namun, semua terserah pada pilihan konsumen terhadap barang yang ditawarkan. Masalah kualitas dan harga, itu bergantung pada konsumen sendiri. Konsumen sudah cerdas dalam memilih produk sesuai kualitas, bukan cuma faktor harga. Apalagi, sekarang harga produk dalam negeri sudah hampir sama dengan produk China yang kualitasnya rendah.
WASSALAMU’ALAIKUM WR WB.
Semarang, Juli 2011
Ir.IHWAN SUDRAJAT,MM
EDISI JULI 2011
Tajuk Rencana PEMERINTAH menjamin harga pangan tidak terpengaruh terhadap upaya spekulan, karena stok kebutuhan menjelang puasa saat ini telah mencukupi. Jika ada spekulasi, pemerintah akan meminta ke aparat untuk menindak tegas mereka yang menyengsarakan rakyat. Pemerintah mengharapkan jangan terjadi penimbunan, kemudian membuat harga jadi naik dan kalau sampai terjadi tentunya yang paling menderita kaum margin, kasihan rakyat. Di beberapa daerah,terjadi kenaikan harga kebutuhan pokok dipicu oleh ketidakseimbangan antara permintaan dan ketersediaan barang. Menjelang Ramadhan, permintaan meningkat signifikan, tapi tak diimbangi oleh pasokan bahan pangan ke pasar. Akibatnya, harga beberapa bahan pokok seperti beras, minyak goreng, dan gula pasir naik signifikan dalam dua hari terakhir Di Brebes, Jawa Tengah, harga daging terus melonjak. Di sejumlah pasar tradisional, harga ayam ras naik Rp 2.500 menjadi Rp 23.000 per kg dan ayam kampung Rp 4.000 menjadi 38.000 per kg. Bahkan harga bawang merah menembus Rp 15.000 per kg. Kalangan pedagang menyebutkan, kenaikan harga tersebut dipicu oleh lonjakan permintaan, sementara pasokan tidak berubah. Pengamat ekonomi Revrisond Baswir mengatakan, pemerintah sulit diharapkan mampu mengendalikan kenaikan harga barang kebutuhan pokok menjelang bulan Puasa dan Lebaran. Ia menilai, pemerintah tak memiliki politik anggaran sehingga kebijakankebijakannya pun sarat dengan titipan pihak-pihak tertentu. Harus ada perubahan mendasar pada sisi kebijakan, khususnya anggaran, lanjut Revrisond Baswir. Selama pemerintah masih menggantungkan kebijakan kepada pemilik modal, maka kondisi perekonomian dan pasar nasional tidak akan pernah menguntungkan masyarakat kita, kecuali orang-orang tertentu. Ini juga terjadi di sektor pangan.
Menurut Revrisond, pemerintah tidak akan bisa berbuat banyak dalam mengendalikan harga barang kebutuhan pokok, karena sepenuhnya ditentukan oleh mekanisme pasar. Jelas, kebijakan ini rentan akan “permainan� yang di dalamnya terdapat campur tangan pemilik modal. Para pemilik modal itu yang menentukan pasokan dan harga barang, termasuk yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat banyak. Pemilik modal bisa dengan leluasa mengendalikan pasar tanpa harus takut direcoki oleh kebijakan pemerintah. Dengan kondisi itu, katanya, jelas bisa dilihat kalau pemerintah tidak pernah berada dalam posisi netral untuk bisa mengendalikan harga sembako. Padahal jika pemerintah tidak bisa mengondisikan kenaikan harga, bukan cuma rakyat yang akan mengalami kesulitan, melainkan negara pun pasti akan dirugikan. Kalau kebijakan pemerintah sering dititipi kepentingan pemodal, maka hanya menguntungkan orang atau golongan tertentu saja. Revrisond menambahkan, dengan kondisi struktur APBN yang ada saat ini, pemerintah akan terus dikendalikan oleh para pemilik modal. Jadi, pemerintah harus punya pendapatan yang cukup, dan pada sisi belanja harus mempunyai biaya yang cukup. Dengan demikian, pemerintah mampu membela kepentingan rakyat banyak. Jadi bukan malah menghabis-habiskan anggaran untuk hal yang tidak perlu. Apalagi, selama ini anggaran negara sudah tersedot untuk bayar utang. Pengamat pertanian Bungaran Saragih, meminta pemerintah tidak melupakan upaya diversifikasi pangan, khususnya yang menjadi sumber karbohidrat. Pemerintah, misalnya, harus bisa menurunkan konsumsi beras masyarakat Indonesia menjadi 60 kg per kapita per tahun. Saat ini konsumsi beras mencapai 139 kg per kapita per tahun. Kebijakan ini harus dilakukan, karena pada 2030, penduduk Indonesia diperkirakan akan mencapai 300 juta orang dan akan terus bertambah.
EDISI JULI 2011 Menurut Bungaran, dengan pertumbuhan penduduk 1 persen saja, maka penambahan jumlah penduduk akan mencapai 2,4 juta orang per tahun. Hal ini akan membuat permintaan beras ikut meningkat, sehingga mengakibatkan harga beras akan terus meningkat. Apabila konsumsi beras dapat diturunkan dari 139 kg menjadi 100 kg per kapita per tahun, ini saja berarti sudah mampu mengurangi konsumsi lebih dari 30 persen. Selain penurunan tingkat konsumsi beras, Bungaran juga meminta pemerintah melakukan upaya peningkatan produksi beras maupun sumber pangan pokok lainnya. Salah satunya, dengan melakukan tanaman padi. Permintaan beras akan bertambah setiap tahun. Setidaknya mengikuti pertambahan penduduk, karena itu suplai harus ditambah. Namun, untuk peningkatan produksi juga dibutuhkan lahan, air untuk irigasi, pupuk, benih, dan pestisida, demikian Bungaran. Sebenarnya apa yang terjadi pada negara kita, yang melimpah sumber daya alamnya. Apakah ini salahkaprah pengelola negara, yang sudah tidak peduli pada rakyatnya. Mungkin kita simak pidato Bung Karno pada saat Konperensi Colombo Plan di Yogyakarta tahun 1953, “Rakyat padang pasir bisa hidup, masa kita tidak bisa hidup! Rakyat Mongolia (padang pasir juga) bisa hidup, masa kita tidak bisa membangun satu masyarakat adil-makmur gemah ripah loh jinawi, tata tentram kertaraharja, di mana si Dullah cukup sandang, cukup pangan, si Sarinem cukup sandang, cukup pangan? Kalau kita tidak bisa menyelenggarakan sandang-pangan di tanah air kita yang kaya ini, maka sebenarnya kita yang tolol, kita yang maha tolol�. (Suara Karya, Surya).
EDISI JULI 2011 INFORMASI PERKEMBANGAN HARGA KEPOKMAS PERIODE MINGGU KE-V JULI 2011 No. 1
2
Nama Barang
4
5
6
Harga Rata-2 MG.I Juli
Harga Harga Harga Harga Rata-2 Rata-2 Rata-2 Rata-2 MG.II Juli MG.III Juli MG.IV Juli MG.V Juli
Perubahan Rp
%
BERAS - Cisadane II
kg
7,300
7,357
7,527
7,733
7,847
547
7.49
- IR 64 (I)
kg
6,960
7,037
7,230
7,433
7,547
587
8.43
kg
9,120
9,137
9,173
9,293
9,350
230
2.52
GULA PASIR - DN (kw medium)
3
Sat
MINYAK GORENG - Bimoli botol
620cc/bt
- Bimoli botol
1 liter
9,360
9,360
9,360
9,360
9,360
-
-
13,720
13,720
13,760
13,840
13,840
120
0.87
- Tanpa Merk.
kg
9,070
9,037
9,133
9,417
9,437
367
4.05
- Daging Sapi Murni.
kg
59,000
59,000
59,000
59,000
59,033
33
0.06
- Daging Ayam Broiler
kg
23,800
24,300
24,633
25,533
26,200
2,400
10.08
- Daging Ayam Kampung
kg
40,000
40,000
40,000
40,000
40,000
-
-
- Telur Ayam Ras.
kg
16,390
16,333
15,767
15,417
15,500
- Telur Ayam Kampung.
kg
27,400
27,400
27,400
27,400
27,400
-
-
DAGING
TELUR (890)
(5.43)
SUSU Kental Manis - Merk Bendera
397gr/kl
8,910
8,910
8,917
8,930
8,930
20
0.22
- Merk Indomilk.
390gr/kl
7,660
7,660
7,660
7,660
7,660
-
-
- Merk Bendera
400gr/kl
26,000
26,000
25,907
25,720
25,720
(280)
(1.08)
- Merk Dancow
400gr/kl
26,000
26,000
25,917
25,750
25,720
(280)
(1.08)
3,500
3,500
3,500
3,500
3,500
-
-
Susu Bubuk
7
JAGUNG PIPILAN KERING
8
GARAM BERYODIUM
kg
- Bata
1/buah
480
480
480
480
480
-
-
- Halus/hancur
250gr
640
640
680
680
680
40
6.25
kg
6,900
6,900
6,900
6,900
6,900
-
-
- Ex .Impor.
kg
6,450
6,429
6,425
6,425
6,425
(25)
- Lokal
kg
7,400
7,400
7,433
7,500
7,500
100
1.35
bungkus
1,360
1,360
1,360
1,360
1,360
-
-
- Keriting
kg
6,600
6,500
6,333
5,900
6,100
(500)
(7.58)
- Biasa
kg
7,400
7,267
7,167
6,933
6,600
(800)
(10.81)
- Rawit Merah
kg
18,300
15,083
12,567
11,467
11,000
(7,300)
(39.89)
- Rawit Hijau
kg
7,200
6,500
6,250
6,283
6,500
(700)
(9.72)
13 BAWANG MERAH
kg
17,600
16,700
15,100
12,550
9,600
(8,000)
(45.45)
14 BAWANG PUTIH
kg
21,100
17,350
14,683
13,167
10,967
(10,133)
(48.02)
15 IKAN ASIN TERI
kg
30,400
30,400
30,400
30,400
30,400
-
-
16 KACANG HIJAU
kg
16,200
16,200
16,200
16,200
16,400
200
1.23
17 KACANG TANAH
kg
17,600
17,400
17,200
17,200
17,033
(567)
(3.22)
9
TEPUNG TERIGU - Segitiga Biru (kw medium)
10 KACANG KEDELAI
11 MIE INSTANT
(0.39)
12 CABE MERAH BESAR
18 KETELA POHON 19 Elpiji / Gas
kg 3 kg
1,600
1,600
1,600
1,600
1,600
-
-
14,000
14,000
14,000
14,000
14,000
-
-
Sumber : Pantauan di Pasar Tradisional Kota Semarang - Dinas Perindustrian dan Perdagangan Prov. Jateng
EDISI JULI 2011
KEBUTUHAN POKOK MASYARAKAT MERAMBAT NAIK MENJELANG RAMADHAN Sudah menjadi keniscayaan bahwa menjelang Ramadhan, kebutuhan pokok masyarakat mengalami kenaikan. Hal ini lebih disebabkan oleh sentimen pasar daripada keseimbangan permintaan dan penawaran. Sudah menjadi kebiasaan pula bahwa para pedagang menaikkan harga menjelang Ramadhan walaupun permintaan tetap. Harga rata-rata kebutuhan pokok masyarakat pada minggu kelima Juli 2011 yang mengalami kenaikan dibanding harga rata-rata minggu pertama, antara lain beras cisedani yang naik Rp 547 atau 7,49%, beras IR 64 (1) naik Rp 587 atau 8,43%, gula pasir naik Rp 230 atau 2,52%, minyak goreng curah naik Rp 367 atau 4,05%, dan daging ayam broiler naik Rp 2.400 atau 10,08%. Sementara, kebutuhan pokok yang mengalami penurunan, antara lain telur ayam ras sebesar Rp 890 atau 5,43%, kelompok cabai dan bawang, baik bawang merah maupun bawang putih, yang masing-masing turun menjadi Rp 8.000 dan Rp 10.133. Diperkirakan, pada H+1 Ramadhan, harga-harga kebutuhan pokok masyarakat akan kembali menurun dan stabil hingga H-7 menjelang Idul Fitri. Perlu diketahui, stok kebutuhan pokok masyarakat dalam menghadapi Ramadhan dan Idul Fitri, lebih dari cukup. Untuk itu, tidak perlu melakukan pembelian berlebihan, yang pada gilirannya akan memengaruhi kenaikan harga di pasar.
EDISI JULI 2011
Mengelola Malaysia Jadi Target Ekspor Jawa Tengah INDONESIA dan Malaysia memang bertetangga. Negara serumpun ini memiliki tingkat perekonomian yang cukup luar biasa pesat. Negara kerajaan dengan sistem pemerintah parlementer ini punya penduduk hampir 30 juta dengan produk domestik bruto (PDB) hingga 290,7 miliar dolar AS. Pendapatan perkapitanya mencapai 12.100 dolar AS dengan tingkat inflasi yang stabil. Lalu apa yang bisa dilakukan Indonesia khususnya Jawa Tengah untuk menarik potensi menarik tersebut. Pernyataan Menteri Perdagangan Mari E Pangestu di harian Suara Merdeka awal September 2011 lalu bisa dicermati di tengah kekhawatiran penurunan pangsa pasar ekspor Indonesia ke sejumlah negara. Padahal ia telah meningkatkan target ekspor naik hingga 15% sehingga upaya diversifikasi pasar Asia dan Afrika akan dilakukan lebih serius, Seperti diketahui, penurunan terjadi di sejumlah negara seperti Jepang yang pada tahun 2009 sebesar 16,3% turun menjadi 15,5%, Uni Eropa yang semula 11,4% turun menjadi 10,7% sedangkan AS dari 9% turun menjadi 8,6 persen. Penurunan ini disebabkan kelesuan perekonomian AS dan Uni Eropa. Tetapi sebaliknya pangsa pasar di beberapa negara Asia mengalami kenaikan China dari 9,7% pada tahun 2009 naik menjadi 10,3%, India dari 6,3% menjadi 6,8% dan Thailand dari 2,7% naik 3,3% serta Malaysia dari 5,8% menjadi 6,1%. Perlu langkah strategis untuk mencapai target ekspor sebesar 15% dengan melakukan penetrasi ke negara Asia. Malaysia jelas layak untuk dicoba karena saat ini negara tersebut merupakan pasar yang sangat prospektif, efisien serta mempunyai kultur budaya yang hampir sama dengan Indonesia. Perkembangan Malaysia yang pesat menyebabkan terjadinya perubahan budaya menuju kehidupan yang lebih modern, makan di restoran cepat saji, menggunakan baju yang mengikuti tren global disamping itu
konsumen Malaysia sangat memperhatikan desain dan kemasan produk. Perubahan tersebut merupakan peluang pasar yang sangat prospektif bagi Indonesia dan Jawa Tengah khususnya. Produk yang diminati di Malaysia antara lain makanan dan minuman olahan, tekstil dan produk tekstil serta furniture dan kayu olahan serta kopi. Kebijakan pemerintah dalam upaya memembus pasar Asia khususnya Malaysia dikalasifikasikan menjadi dua besaran, yaitu strategi peningkatan daya saing ekspor dan strategi pengembangan bisnis dan networking internasional. Strategi peningkatan daya saing bisa diformulasikan dalam tiga pendekatan yang berbeda, yaitu produk sektoral, pasar ekspor dan daerah penyumbang ekspor. Dalam pendekatan produk sektoral misalnya, pemerintah fokus untuk mendorong produk-produk utama dan potensial yang diminati pasar dan memiliki kinerja ekspor tinggi. Produk utama yang menjadi fokus adalah tekstil, karet, dan produk karet, elektronika, produk hasil hutan, CPO, alas kaki, komponen kendaraan motor, udang, kakao dan kopi. Sementara itu, produk potensial yang juga didorong ekspornya adalah batubara, tembaga, bahan kimia, nikel, timah, alkohol, emas, dll. Pendekatan kedua lewat pasar tujuan ekspor. Strategi pengembangan ekspor dibedakan menurut klasifikasi pasarnya, yaitu pasar utama, pasar prospektif dan pasar potensial dan negara ini merupakan pasar potensial. Pendekatan ketiga adalah perbaikan daerah yang menjadi penyumbang ekspor. Strategi yang diimplementasikan untuk meningkatkan daya saing daerah sebagai basis pengembangan ekspor adalah melakukan perbaikan sarana jalan, sarana pelabuhan dan manajemen lalu lintas. Pemerintah juga perlu menjaga kelangsungan pasokan energi dan catu daya,
EDISI JULI 2011 mengurangi pungutan liar dan meningkatkan keamanan serta mengurangi pungutan resmi yang tidak perlu dan mengganggu efisiensi. Saat ini Malaysia menduduki urutan ke 12 bila dilihat dari nilai ekspornya dan pada waktu tertentu Malaysia masuk 10 besar negara tujuan ekspor Jateng. Produk yang saat ini diekspor ke Malaysia diantaranya sarung katun, kursi kayu, benang sintentis, mebel dan perabotan, busana wanita dan pria, kayu olahan serta kaca. Tahun 2011 sampai dengan bulan Mei, ekspor Jateng ke Malaysia mengalami kenaikan sebesar 13,71% dibandingkan tahun periode yang sama 2010, atau sebesar US $ 6,506,075 dimana ekspor Jawa Tengah ke Malaysia tahun 2011 sebesar US $ sebesar 53,970,378 dan 2010 sebesar US $ 47,464,303. Sedangkan untuk impor Jateng dari Malaysia periode
bulan Januari-Mei 2011 sebesar US$ 55,890,432 mengalami penurunan sebesar 25,11% atau US$ 18,744,535 bila dibandingkan tahun 2010 periode yang sama sebesar US$ 74,634,967. Dengan melihat nilai impor dan ekspor neraca perdagangan Jateng terhadap Malaysia mengalami positif sebesar US $ 97,946. Hal ini menunjukan ekspor baik Jawa Tengah ke Malaysia maupun impor besarnya kenaikan impor Jawa Tengah dari Malaysia relatif seimbang. Langkah yang perlu dilakukan oleh stakeholder ekspor Jateng sebagai upaya menembus pasar Malaysia adalah dengan memberikan informasi sebanyak mungkin kepada pelaku ekspor mengenai perkembangan peraturan serta peluang yang dapat ditangkap oleh eksportir Jateng untuk direalisasikan ekspornya. Disamping itu perlu juga upaya promosi produk ekspor Jateng dengan mengikuti pameran dagang serta penyebaran leflet/brosur melalui Atase Perdagangan di Malaysia. (*)
EDISI JULI 2011
Makanan dan Minuman Vietnam Mulai Serbu Indonesia Pengusaha makanan dan minuman di Indonesia meresahkan banyaknya makanan dan minuman (mamin) olahan impor asal Vietnam yang mulai menyerbu pasar domestik saat impor dari negara ASEAN lainnya juga terus meningkat. Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gappmi) mengatakan impor mamin asal ASEAN pada triwulan I-2010 hanya berasal dari empat negara, yakni Malaysia, Thailand, porsi sekitar dua persen. “Sepanjang 2010, impor mamin dari empat negara ASEAN berkontribusi sekitar 46,07 persen, sedangkan pada Januari-Maret 2011, porsi impor dari lima negara ASEAN, termasuk Vietnam, sudah mencapai 43,26 persen,” jelasnya. Menurut dia, impor produk mamin asal ASEAN yang masuk ke pasar domestik, antara lain berupa saus dan olahannya, campuran bumbu dan bahan penyedap, permen selain permen karet yang mengandung obat dan cokelat putih, makanan bayi dari kacang kedelai, produk-produk sereal, dan susu lemak nabati (filled milk). “Menyusul penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN pada 2015, dikhawatirkan produk mamin asal ASEAN akan terus meningkat," tuturnya. Pasalnya, lanjut dia, pemerintah negara lain terus berbenah dan secara aktif meningkatkan daya saing industrinya. Sebaliknya, industri mamin nasional masih menghadapi hambatan-hambatan klasik yang belum disikapi jelas oleh pemerintah, misalnya bunga bank di Indonesia yang masih di atas 13 persen atau jauh lebih tinggi dibanding rata rata negara ASEAN lain pada level satu digit. Persoalan lain, imbuh dia, kebijakan pajak dan tarif yang masih belum berpihak kepada industri nasional, misalnya bea masuk (BM) bahan baku yang masih lebih tinggi dari bahan jadi. Selain itu, harga bahan baku pangan dan kemasan plastik naik karena kondisi global sehingga diperlukan kebijakan yang kondusif untuk bahan baku. Belum lagi pembatasan impor gula rafinasi
Singapura, dan Filipina. Namun, kata dia, pada triwulan I-2011, negara pengekspor produk mamin ke Indonesia dari ASEAN bertambah, yakni Vietnam. “Produk impor mamin dari Asean terus menguat. Vietnam meningkatkan volume ekspor produk maminnya ke Indonesia. Sementara, Malaysia dan Thailand masih mendominasi dan agresif menyerbu pasar dalam negeri,” kata Franky di Jakarta, baru-baru ini. Gapmmi mencatat, impor mamin asal Vietnam pada triwulan I-2011 menembus USD915.000 dengan yang merupakanbahan baku penting industri mamin, sehingga sektor tersebut tersandera dalam tiga tahun terakhir. “Industri nasional menggunakan gula rafinasi yang lebih mahal dibandingkan negara lain di ASEAN,” tuturnya. Franky mengungkapkan kebijakan energi juga tidak memprioritaskan kepentingan industri mamin, terutama terkait pasokan gas. Menurut dia, ada 24 pabrik yang masih kekurangan gas dan menunggu realisasi rencana investasi untuk menjamin ketersediaan gas. "Masalah distribusi bahan baku dan barang jadi juga terganggu karena infrastruktur yang kurang memadai. Ongkos kirim membengkak karena keterlambatan di pelabuhan, ditambah pungutanpungutan resmi maupun tidak di daerah-daerah,” ungkapnya. Kondisi itu, lanjut Franky, diperparah oleh kurangnya koordinasi antar instansi dan regulasi, termasuk pengawasan yang lemah di semua pelabuhan di Indonesia, sehingga produk ilegal masih membanjiri pasaran. “Untuk itu, kami mendesak pemerintah segera memberlakukan wajib label bahasa Indonesia yang menyatu pada kemasan produk pangan, peningkatan SNI dan pengawasan, terutama di ‘pelabuhan tikus’ di seluruh Indonesia,” tegasnya. (Sandra Karina/Koran SI/wdi)
EDISI JULI 2011
Mengapa Garam Merupakan Komoditas Strategis? Sehari-hari umumnya orang lebih mengenal garam sebagai produk yang digunakan untuk makanan di rumah tangga, padahal pemanfaatannya tidak sekadar itu. Garam juga diperlukan untuk mendukung proses produksi pada berbagai industri selain pangan, seperti industri perminyakan, industri sumber daya energi, industri kimia dan farmasi. Jenis garam yang digunakan untuk rumah tangga maupun industri makanan dan minuman, lebih dikenal sebagai garam konsumsi, sedangkan garam yang digunakan dalam industri disebut garam industri. Garam konsumsi untuk keperluan konsumsi harus mengandung yodium sesuai standard SNI, yakni minimal 30 ppm. Dalam proses produksinya, garam bahan baku dicampur dengan cairan yodium, dengan menggunakan mesin atau alat agar proses pencampurannya efektif dan merata. Garam beryodium digunakan dalam beberapa industri, seperti pengasinan ikan, aneka makanan olahan dan minuman, serta pakan ternak. Namun, ada pula industri pangan yang menggunakan garam tidak beryodium, misalnya industri minyak goreng dan mentega. Sesuai penggunaannya di pasaran, maka secara garis besar jenis garam garis dibedakan sebagai berikut : a. Garam Konsumsi Garam konsumsi ini masih dibagi menjadi tiga jenis : kualitas tinggi untuk industri makanan (food-high grade), kualitas menengah untuk konsumsi sehari-hari (medium grade) dan kualitas rendah (low grade). 1) Garam konsumsi kualitas tinggi (food–high grade), yaitu garam konsumsi mutu tinggi, di mana garam jenis ini digunakan untuk garam meja, industri makanan mutu tinggi ( misalnya Chiki, mi instan), industri sosis dan keju, serta industri minyak goreng. 2) Garam konsumsi kualitas menengah (medium grade), yaitu garam konsumsi mutu menengah, misalnya untuk garam dapu, dan industri
makanan menengah, seperti kecap, tahu, pakan ternak. 3) Garam konsumsi kualitas rendah (low grade), yaitu garam konsumsi mutu rendah yang digunakan untuk pengasinan ikan, perkebunan dan sebagian pakan ternak. Kegunaan garam konsumsi sebagai ilustrasi dapat diuraikan dalam beberapa contoh di bawah ini: - Untuk konsumsi/makanan, di samping sebagai penyedap rasa, garam di dalam tubuh manusia berfungsi sebagai elektrolit dalam darah yang menjaga keseimbangan tekanan darah tubuh agar manusia dalam kondisi fit. Kekurangan garam menjadikan tubuh lemas, tetapi kelebihan garam menyebabkan tekanan darah meningkat (hipertensi). - Untuk industri makanan, misalnya mi, roti atau camilan, garam dicampurkan sebagai penyedap. Untuk menjaga mutu dan keawetan makanan, maka garam yang dicampurkan harus jenis garam konsumsi mutu tinggi dengan kadar air yang sangat rendah. - Pada industri minyak goreng, garam berfungsi sebagai pengurang kadar lemak (glyserin) sehingga minyak tampak jernih dan tidak menjadi tengik (berbau) bila disimpan. - Pada usaha pengasinan dan pengawetan ikan, garam dicampurkan dalam teri, teripang, uburubur, sehingga disamping awet, ikan menjadi asin dan sedap. b. Garam Industri Perminyakan dan lainnya Dalam industri perminyakan, garam mempunyai dua kegunaan : - Untuk penguat struktur sumur pengeboran, maka garam yang sudah dicairkan dipompakan ke dalam sumur bersama agregat lainnya sehingga struktur sumur pengeboran tidak longsor.
EDISI JULI 2011 - Sebagai bahan pembantu membuat uap yang digunakan dalam pengeboran minyak secondary atau tertiary drilling method. Fungsi garam adalah memurnikan kembali resin pembersih air (resin ini berfungsi sebagai softening dalam pemurnian air yang dijadikan uap). c. Garam Industri Lainnya Garam juga digunakan pada industri kulit, industri tekstil dan pabrik es. d. Garam Industri Chlor Alkali Plant (CAP) dan Industri Farmasi Garam ini digunakan untuk proses kimia dasar pembuatan soda dan khlor. Dalam industri kimia CAP, garam dipakai untuk membuat soda (NaOH) dan gas khlor. Soda merupakan bahan kimia, antara lain untuk membuat soda abu (Na2CO3); sedang gas chlor untuk industri kimia plastik (antara lain PVC atau poly vinyl chlorida). Garam farmasi (pharmaceutical salt), yaitu garam yang digunakan dalam industri farmasi, antara lain untuk pembuatan cairan infus dan cairan untuk mesin cuci ginjal. Dengan sedikit peningkatan mutu, garam ini dijadikan garam murni untuk analisis kimia ( pure analysis atau PA.) untuk keperluan analisis di laboratorium.
Mengingat manfaatnya yang besar, garam menjadi salah satu komoditas yang memiliki nilai strategis, yang dibutuhkan untuk konsumsi masyarakat maupun untuk kebutuhan industri. Sebagai upaya menyuplai pemenuhan kebutuhan garam yang memenuhi ketentuan dan standar, maka perlu dilakukaan pembinaan baik terhadap petani garam maupun industri kecil dan menengah (IKM) garam secara berkesinambungan. Dengan melihat banyaknya industri dan jumlah penduduk Indonesia, maka kebutuhan garam nasional dari tahun ke tahun semakin meningkat seiring dengan pertambahan penduduk dan perkembangan industri di Indonesia.
Kebutuhan garam yang terus meningkat dapat dilihat sejak 1997 yang sebanyak 1,6 juta ton, 1998 sebanyak 1,8 juta ton, 1999 sebanyak 1,9 juta ton dan 2000 sebanyak 2,1 juta ton. Pada 2009 kebutuhan garam nasional bahkan melonjak menjadi 2,8 juta ton, sedangkan produksi garam nasional hanya 1,37 juta ton dengan kebutuhan konsumsi sekitar 0,7 juta ton dan 2,1 juta ton untuk kebutuhan industri. Ini berarti bahwa untuk memenuhi kebutuhan garam nasional selama 2009, Indonesia paling sedikit harus mengimpor garam sebanyak 1,5 juta ton. Padahal sepanjang 2010, cuaca yang sangat ekstrem mengakibatkan produksi garam lokal hampir tidak ada di berbagai sentra garam di Indonesia termasuk di Jawa Tengah. Akibatnya, impor bahan baku garam tidak terelakkan. Sementara, jumlah produksi garam dengan jumlah lahan yang ada untuk menghasilkan bahan baku lokal tidak beranjak signifikan terhadap kebutuhan garam yang tiap tahun terus meningkat. Bahan baku garam lokal yang dihasilkan oleh petambak garam sangat bergantung pada iklim (musim kemarau), karena sistem penguapannya menggunakan sinar matahari. Berkaitan dengan industri garam konsumsi di Jawa Tengah yang jumlah penduduknya mencapai 35 juta jiwa, kebutuhan akan garam konsumsi mencapai 100 ribu ton per tahun. Kebutuhan tersebut dapat terpenuhi sepenuhnya oleh industri garam yang ada di Jawa Tengah, dengan catatan tidak terjadi cuaca ekstrem. Adapun kebutuhan garam industri diperkirakan lebih dari 10.000 ton per tahun. Yang menjadi masalah adalah bahwa sebagian besar produk garam konsumsi yang dihasilkan oleh industri garam di Jawa Tengah kadar yodiumnya tidak memenuhi standard yang dipersyaratkan yaitu minimal 30 ppm. Dengan kondisi tersebut, dikhawatirkan kecukupan asupan yodium bagi masyarakat akan terganggu. Kekurangan yodium dalam tubuh akan menimbulkan gangguan kesehatan seperti gondok, kretin, kemunduran kemampuan intelektual.
EDISI JULI 2011 Kasus GAKY (gangguan akibat kekurangan yodium) yang terjadi di beberapa daerah di Jawa Tengah dipicu oleh kurangnya ketersediaan garam konsumsi dengan kadar yodium yang memenuhi syarat. Berdasarkan SK Menteri Perindustrian No. 29/M/SK/2/1995 tentang Penetapan Wajib SNI Garam Konsumsi Beryodium, maka garam konsumsi yang beredar di pasar wajib SNI. Namun kenyataannya, di lapangan masih banyak garam konsumsi beredar tanpa yodium sesuai standard SNI sehingga kualitas dan kandungan yodium dalam garam yang beredar, khususnya di pasar tradisional, masih diragukan. Ada cara praktis untuk mengidentifikasi kandungan yodium dalam garam konsumsi, yaitu dengan yodium tester yang dapat diperoleh di apotek. Cukup dengan meneteskan yodium tester ke garam yang akan diuji. Apabila garam berubah menjadi ungu atau biru tua, berarti garam tersebut mengandung yodium. Tapi metode ini tidak dapat memperlihatkan kadar yodium dalam garam tersebut Mengapa masih banyak produsen yang belum menerapkan SNI pada garam? Beberapa faktor yang melatarbelakangi kondisi tersebut, antara lain peralatan yodisasi belum seluruhnya memenuhi standard, mahalnya harga yodium (KIO3) dan masih lemahnya penerapan law enforcement. Sebenarnya standardisasi garam melindungi kepentingan konsumen dalam aspek kesehatan, keselamatan dan keamanan masyarakat, serta perlindungan kelestarian fungsi lingkungan, termasuk meningkatkan efisiensi pasar dan kelancaran perdagangan internasional. Di sisi lain, untuk kebutuhan garam dengan kualitas baik (kandungan kalsium dan magnesium kurang), garam banyak diimpor dari luar negeri, terutama dalam hal ini garam beryodium serta garam industri. Salah satu program Pemerintah Provinsi Jawa Tengah untuk memperkuat daya saing produk IKM garam, antara lain berbagai pelatihan, bantuan peralatan, dan pendampingan industri garam, sehingga diharapkan akan semakin meningkatkan kesejahteraan masyarakat, baik petani maupun IKM
garam konsumsi beryodium dan dapat bersaing di pasar global. Pemerintah juga berharap di Jawa Tengah akan tercukupi oleh pasokan garam konsumsi beryodium dengan kualitas yang baik yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat untuk pemenuhan gizi dan mencerdaskan generasi penerus. Tentunya garam yang dihasilkan petambak garam juga dapat terserap oleh industri pengolahan sehingga daya jualnya meningkat yang berdampak pada peningkatan income.
EDISI JULI 2011
Pedagang Jujur, Konsumen Senyum Hati siapa yang tak tersentuh melihat pedagang kaki lima (PKL) terus-terusan digusur oleh Satuan Polisi Pamong Praja? Mereka rutin membayar uang “jago� kepada oknum, tetapi begitu digusur tak ada kebijakan sedikit pun yang memberi waktu kepada mereka untuk membongkar lapak dagangannya. Itulah nasib PKL di negeri kita. Jangan heran ketika seminggu setelah digusur, mereka muncul lagi, tentu saja lagi-lagi dengan membayar upeti kepada oknum tertentu.
konsumen puas. Barangnya pun pilihan sehingga konsumen dijamin tidak tertipu. Pengurangan timbangan oleh sebagian pedagang buah di Pasar Johar memang sudah lama ditengarai konsumen yang pernah berbelanja di sana. Umumnya setelah ditimbang di rumah, konsumen merasa tertipu. "Apa iya hanya karena kurang dua atau tiga ons, kami harus balik lagi ke sana, sementara jarak rumah ke pasar cukup jauh, " tutur konsumen yang lain.
Apakah ini bagian dari ketahanan pedagang kecil yang harus ngotot mencari makan? Sementara, pedagang bermodal “kakap� dengan mudah membina dan mengembangkan usahanya dengan cara membuka mal, supermarket, yang justru membuat jalan sekitar menjadi macet.
Walaupun begitu, bukan berarti pedagang di Pasar Johar kehilangan pelanggannya. Pembeli tetap saja hilir-mudik berbelanja di sana. Pedagang tampaknya sangat tidak menyadari bahwa perbuatan mengurangi timbangan adalah perbuatan tidak etis.
Namun, ada sisi lain tentang kejujuran berdagang pada pedagang bermodal besar itu, sehingga lambat-laun masyarakat banyak yang menggemari berbelanja di mal atau supermarket. Masyarakat kita kini mulai asyik dengan segala hal yang serba instan. Belanja keperluan dapur pun mereka enggan tawar-menawar. Jadi, ke supermarket adalah jawaban yang tepat untuk melakukan transaksi utuh, apalagi harga yang dipasang pun tidak mahal-mahal amat. Timbangannya pun tidak neko-neko alias pas. Coba bayangkan jika Anda membeli sesuatu di pasar tradisional, taruhlah membeli satu kilogram daging. Apakah Anda yakin daging tersebut segar? Apakah Anda juga yakin kalau timbangannya benar-benar pas? Kalau tidak yakin, timbang saja lagi di rumah dan lihat hasilnya. Belum lagi daging tersebut ternyata daging gelonggongan, "Kami bukannya nggak kasihan, tapi coba saja beli buah-buahan di pinggir jalan sepanjang Pasar Johar. Beli satu kilogram, begitu ditimbang di rumah, beratnya cuma tujuh ons. Berarti kita kehilangan tiga ons," ujar seorang konsumen. Menurut dia, belanja di supermarket timbangannya lebih jujur sehingga
Kini, apa yang biasa dijajaki pedagang kecil di pinggir jalan, pengusaha supermarket pun tak mau ketinggalan melakukannya. Bisa dikatakan, semua yang Anda butuhkan ada di supermarket. Ketika ingin membeli durian, Anda akan berpikir dua kali untuk membelinya di pinggir jalan. Pasalnya, begitu dibawa pulang, durian tidak sesuai harapan, misalnya busuk, tidak manis atau kurang gurih. Harga barang bisa jadi cukup mahal, tetapi belum tentu memuaskan. Ini tentu berbeda ketika kita membeli durian monthong di hipermarket atau supermarket. Selain harganya relatif lebih murah, buahnya pun tidak mengecewakan. Dari persoalan ini, setidaknya para PKL sudah bisa bercermin dalam rangka memperbaiki layanannya karena masih banyak konsumen yang cinta belanja di pinggir jalan atau di PKL. Menyangkut timbangan, pedagang tak perlu memberatinya dengan besi berani atau melubangi kiloannya yang terbuat dari kuningan itu. Lalu, bagaimana dengan aparat pemerintah yang bertugas melindungi konsumen dan pelaku usaha? Intinya, PKL masih sangat membutuhkan perlindungan dari keterpurukan dalam menjalankan usahanya..
EDISI JULI 2011
EDISI JULI 2011
Mengonsumsi Daging Yang Sehat Dan Aman Menghadapi bulan suci Ramadhan dan Idul Fitri, permintaan masyarakat terhadap daging biasanya meningkat tajam dibanding bulan-bulan sebelumnya. Saat permintaan tinggi, banyak orang akan menggunakan kesempatan mengeruk keuntungan sebesar-besarnya dengan mengabaikan keselamatan konsumen. Dalam Peraturan Pemerintah No 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan disebutkan bahwa bahwa masyarakat perlu dilindungi dari pangan yang dapat merugikan dan/atau membahayakan kesehatan. Sejalan dengan hal itu, maka sebagai konsumen kita wajib waspada dalam membeli dan mengonsumsi daging dan produk dagingnya yang halal, aman, utuh, dan sehat. Kualitas Daging yang baik (layak konsumsi), dengan kriteria : 1. Kandungan jaringan ikat memengaruhi keempukan daging. Makin tua usia ternak, makin liat dagingnya. Jika ditekan dengan jari, daging yang sehat akan memiliki konsistensi kenyal. 2. Kandungan marbling (lemak intramuscular). Semakin banyak marbling, maka semakin baik cita rasa daging. 3. Warna bergantung pada genetik dan usia ternak, seperti daging sapi perah lebih cerah dibanding dengan daging sapi potong, daging sapi muda lebih lebih pucat dibanding sapi tua. 4. Rasa dan aroma daging dipengaruhi oleh jenis pakan yang diberikan pada saat masih hidup. 5. Kelembaban. Secara normal, daging mempunyai permukaan relatif kering sehingga dapat menahan pertumbuhan mikroba dari luar yang memengaruhi daya simpan daging tersebut. Daging yang tidak baik, kriterianya antara lain:
1. Bau dan rasa tidak normal karena hewan sakit pada saat dipotong atau hewan sedang dalam masa pengobatan dengan antibiotika pada saat dipotong, sehingga daging berbau obat-obatan. 2. Warna daging tidak normal. 3. Konsistensi jelek (terasa agak sedikit lunak) CIRI-CIRI DAGING NORMAL Daging sapi muda :
1. Warna agak pucat, kelabu putih, sampai merah pucat 2. Serabut halus 3. Konsistensi agak lembek 4. Bau dan rasa berbeda dengan daging sapi dewasa Daging sapi dewasa 1. Warna merah terang 2. Berserabut/ tekstur halus dengan sedikit lemak 3. Liat/ kenyal 4. Bau dan aroma khas 5. Permukaan mengilap 6. Tidak ada darah, bersih
Daging kambing 1. Warna daging merah muda pucat 2. Lemak menyerupai lemak domba warna putih 3. Bau daging kambing jantan lebih menyengat daripada bau daging kambing betina
EDISI JULI 2011 Daging domba
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Daging terdiri dari serabut halus Warna merah muda Konsistensi cukup tinggi Banyak lemak di otot Bau sangat khas Lemak berwarna putih
Daging kuda 1. Warna daging merah kehitaman hingga kecoklatan. Karena pengaruh udara, daging berubah menjadi biru. 2. Serabut otot besar dan panjang, konsistensi padat. Di antara serabut tidak ditemukan lemak. 3. Bau dan rasa sedikit manis 4. Lemak berwarna kuning emas dengan konsistensi lembek
Daging Kerbau 1. Pada umumnya liat karena disembelih pada umur tua 2. Serabut otot kasar dan lemaknya putih 3. Rasanya hampir sama dengan daging sapi 4. Warna daging merah tua/ gelap
Daging ayam
1. Warna putih pucat
2. Bagian otot dada dan otot paha kenyal 3. Bau agak amis sampai tidak berbau CIRI CIRI DAGING YANG TIDAK SEHAT : Daging ayam berformalin 1. Berwarna putih mengkilat 2. Konsistensi sangat kenyal 3. Permukaan kulit tegang 4. Bau khas formalin 5. Biasanya tidak dihinggapi oleh lalat Daging sapi gelonggongan 1. Warna merah pucat 2. Konsistensi daging lembek 3. Permukaan daging basah 4. Biasanya penjual tidak menggantung daging tersebut. Pasalnya, daging yang digantung akan banyak mengeluarkan air sehingga berat daging berkurang. (Disarikan dari berbagai sumber Tim PBBJ-SuHaNa)
EDISI JULI 2011
Cassanatama, Merajai Pasar Luar Negeri Dengan Singkong Meskipun melimpah-ruah, singkong rupanya belum banyak dimanfaatkan produsen makanan di Jawa Tengah (Jateng) sebagai bahan baku produk. Sebagian besar pelaku industri makanan masih bergantung pada tepung terigu yang sampai sekarang masih kita impor. Harga terigu juga rawan fluktuasi karena terkait dengan harga gandum di pasar internasional. Beberapa kali tentu sudah kita dengar pengusaha makanan berbahan baku terigu harus kelabakan ketika harga gandum di pasar komoditas internasional melejit. Masih ingat bukan saat harga terigu di pasar lokal pada September tahun lalu melonjak mengikuti kenaikan harga gandum di pasar dunia lantaran ladang gandum di Rusia banyak yang terbakar? Ketergantungan ini sebetulnya dapat disiasati seandainya produsen makanan mau melirik singkong dalam bentuk tepung (modified cassava flour/ mocaf) sebagai bahan baku. Apalagi, produksi singkong Jateng mencapai 3,9 juta per tahun atau mampu memasok 16% kebutuhan nasional. Dengan produksi sebanyak itu, tidak heran jika Jateng juga menjadi lumbung singkong sebagaimana Lampung dan Jawa Barat. Sayangnya, potensi yang kaya ini justru kurang dimanfaatkan. Dari kebutuhan tepung Jateng yang mencapai 80.000-90.000 per tahun, pemanfaatan tepung singkong baru sebanyak 10.000 ton. Industri makanan di Jateng yang menggunakan bahan baku singkong atau pun tepung singkong boleh jadi baru hitungan jari. PT Cassanatama Naturindo adalah satu di antara sedikit industri itu. Dengan memanfaatkan singkong yang mudah didapat dan relatif lebih murah, industri makanan yang berlokasi di Jalan Bangetayu km 3 Semarang ini memproduksi kerupuk berbahan baku singkong yang memang belum memiliki banyak kompetitor. Adalah David Widjaja, sang pemilik sekaligus direktur perusahaan itu yang punya ide memanfaatkan celah di tengah kondisi industri makanan yang belum tertarik memanfaatkan singkong, tetapi di sisi lain memiliki prospek penyerapan pasar yang bagus. Tidak tanggung-tanggung, sejak didirikan pada 1994, David langsung menyetir perusahaannya untuk berorientasi ekspor. Pasalnya di luar negeri, prospek
penyerapan pasar terhadap produk olahan singkong justru lebih kuat dibanding di dalam negeri. “Singkong itu kan glutten free. Sementara, banyak orang di luar negeri yang alergi dengan glutten, yang biasanya terdapat di gandum. Melihat tren ini, saya berpikir harus bikin satu pabrik yang khusus mengolah produk singkong,� tuturnya. Terlebih lagi, harga singkong di pasar domestik yang relatif murah justru berbanding terbalik dengan harga produk olahan singkong di luar negeri. Ini membuat David semakin optimistis usahanya akan menangguk untung berlipat karena nilai jual produk olahan singkong yang tinggi. Awalnya, Cassanatama hanyalah produsen kerupuk udang hasil take over home industry dengan karyawan sekitar 100 orang, yang memasok kerupuk mentah ke pabrik pengolahan kerupuk di Belanda dengan volume pengiriman 30 ton per bulan. Namun dari jumlah itu, 50% di antaranya masih harus ditutup dengan kerupuk udang produksi Tegal, mengingat kapasitas produksi Cassanatama baru sebanyak 500 kilogram (kg) per hari. Pabrik lama seluas 6.600 meter persegi (m2) itu juga hanya sanggup memproduksi kerupuk singkong sekitar200-300 kg per hari. “Setelah 17 tahun berjalan, dengan perluasan pabrik menjadi satu hektare dan mengonversi tenaga manual dengan tenaga mesin, kapasitas produksi kini bisa ditingkatkan menjadi tiga hingga empat kali lipat, dengan produk yang lebih variatif,� ungkapnya. Setidaknya ada empat jenis kerupuk yang diproduksi Cassanatama, yakni kerupuk singkong, kerupuk udang, kerupuk bawang dan kerupuk beras, yang sebagian besar diekspor ke Belanda, Belgia, Inggris dan Australia, dengan total volume ekspor mencapai 70-80 ton per bulan. Sebagian produk tersebut ada yang langsung dipasarkan ke toko-toko dalam bentuk kerupuk mentah, ada pula yang dikirim ke pabrik pengolahan kerupuk untuk digoreng dan dikemas lagi. Dengan volume ekspor sebanyak itu, omzet Cassanatama rata-rata mencapai US$1 juta per bulan,
EDISI JULI 2011 sedangkan omzet dari penjualan di pasar lokal mencapai Rp200 juta-Rp250 juta per bulan. David mengatakan hingga kini belum ada rencana berekspansi ke negara lain, sebab pihaknya sedang mempersiapkan untuk memproduksi kerupuk dengan bahan baku organik. “Saya akan mantapkan dulu karena ke depan arahnya organik. Saya sedang mencari info dulu karena produk dari bahan organik harus di-retest dan disertifikasi. Jadi, saya belum ada rencana ekspansi lagi,” pungkasnya. (Sri Mas Sari)
David Widjaja dan Impian Berwiraswasta David Widjaja mulanya hanya seorang mahasiswa drop out dari sebuah perguruan tinggi swasta di Kota Semarang. Bos PT Cassanatama Naturindo ini merasa ilmu kedokteran yang dipelajarinya selama dua tahun bukanlah bidang yang sejiwa dengannya. Karena itu, dia memilih mengundurkan diri dari bangku kuliah pada 1970. “ Waktu itu tingkat dua, mau ketiga, saya melihat kok masa depannya (menjadi dokter) masih lama. Saya tidak sanggup dan saya rasa bidang saya bukan di kedokteran. Saya lihat borok saja jijik. Saya masuk kedokteran memang karena anjuran orangtua,” ungkapnya, beberapa waktu lalu. Tak lagi kuliah, David memutuskan menikah dalam kondisi menganggur. Setelah memiliki satu anak, dia mulai berpikir untuk mencari pekerjaan. Mulailah dia mencari peruntungan di Jakarta pada 1972. Pada Maret tahun itu, dia diterima bekerja sebagai salesman alat-alat kantor, seperti mesin fotokopi, mesin ketik dan filling cabinet. Pekerjaan itu rupanya tak dirasa kurang sesuai. Tiga bulan kemudian, David memutuskan keluar dan mencari pekerjaan lain. Tawaran untuk menjadi medical representative di Beacham Research Laboratories, sebuah perusahaan farmasi di ibukota, diambilnya karena diyakini cocok dengan latar belakang dirinya yang sempat menyelami dunia kedokteran.
David bertahan selama tujuh bulan sampai kemudian dia lompat ke Nestle –saat itu bernama PT Food Specialities Indonesia– pada awal 1978 yang berpusat di Surabaya. Beruntung, ayah dua anak ini diberi kesempatan pulang kampung karena ditempatkan di Semarang dengan posisi sebagai sales supervisor. Dari sinilah, cerita kesuksesan pria kelahiran Semarang, 12 November 1946 ini mulai dirangkai. Tugasnya mencari distributor produk untuk seluruh Jawa Tengah membuat David semakin digembleng untuk belajar tentang pemasaran. Pengalamannya sebagai salesman dan medical representative yang mengharuskannya “banyak bicara” juga menjadi bekal untuk meyakinkan calon partner bisnis. “Saya kerja sebentar-sebentar dan cepat sekali, tapi itu merupakan dasar. Saat saya pertama kali menjadi salesman, saya diajari berbicara. Kemudian di Beacham, saya sudah bisa bicara, tapi diajari untuk bicara lebih teratur karena berbicara dengan orang profesional, seperti dokter-dokter,” tuturnya. Namun, kedudukan yang lumayan mapan dengan gaji standar Jakarta justru membuat David tidak nyaman. Kans ditarik ke kantor pusat dengan karir lebih gemilang justru ditepisnya karena akan semakin menjauhkannya dari cita-cita menjadi wiraswasta sejak lama. Setelah tujuh tahun berkarya di Nestle, David akhirnya mengundurkan diri. Bersama seorang kawan, dia lantas mendirikan perusahaan distributor produk makanan, termasuk produk Nestle, di bawah bendera Usaha Dagang (UD) Nutria, untuk pemasaran di wilayah Jawa Tengah. “Keputusan keluar dari Nestle karena saya tidak mau seumur hidup ikut orang, jadi karyawan. Itu keputusan besar. Berkali-kali saya diminta untuk pindah dari Semarang untuk diputar ke Manado, Medan, ke manamana, untuk kemudian ke kantor pusat. Saya tidak berpikir ke arah sana, karena begitu dipindah ke kantor pusat, semua fasilitas tercukupi. Itu membuat terlena dan menjauhkan saya dari mimpi menjadi wiraswasta,” ungkapnya. Selain produk makanan bayi keluaran Nestle, UD Nutria juga memasarkan produk jahe wangi, makanan kaleng impor dari China dan Jepang dan madu asal Australia.
EDISI JULI 2011 Bisnisnya berkembang pesat sampai akhirnya usahanya terdesak oleh supermarket yang berduyun melakukan penetrasi ke kota-kota kecil. “ Modal saya tidak kuat. Saya kekurangan modal. Lalu untuk jadi distributor, perlu bank garansi. Itu yang saya tidak punya,” kenangnya. Dengan berat hati, David terpaksa mengembalikan keagenan Nestle pada 1988 dan menganggur. Dua tahun kemudian dia menghidupkan lagi usaha dagangnya dengan mencoba fokus pada kegiatan ekspor bahan makanan ke Belanda. Produk yang dia pasarkan antara lain emping, beras merah dan mi, karena di Negara Kincir Angin itu, hampir tidak ada pesaing yang menjual bahan makanan oriental tersebut. David benar-benar turun tangan sendiri dengan terbang ke Belanda, menyewa gudang dan mobil, serta berkeliling dari kota ke kota demi memasarkan barang dagangannya dan mengenali pasar. “Lama-lama saya berpikir kalau begini terus, saya habis di ongkos, waktu, badan capek. Padahal dulu di distributor Nestle saya punya karyawan sekitar 25 orang. Di sana (Belanda) saya harus nyupir sendiri, angkat sendiri, jualan sendiri, nagih sendiri,” tuturnya. David kemudian banting setir dengan menjadi pemasok kerupuk ke sebuah pabrik pengolahan kerupuk di Belanda. Awalnya dia sekadar memasok kerupuk buatan Cirebon dan Tegal. Namun, kebijakan di Eropa yang mewajibkan setiap produsen makanan olahan perikanan harus memiliki approval number, membuat David tak bisa lagi leluasa sekadar mengekspor kerupuk tanpa memenuhi standar Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP). “Untuk memenuhi standar itu, pabrik harus diperiksa, apakah memenuhi standar HACCP. Nah, saya kelabakan karena tidak punya pabrik, padahal di sana saya ngaku punya pabrik,” tuturnya. Akhirnya pada 1994, dia mengambil alih sebuah pabrik kerupuk udang home industry di Bangetayu, Semarang, yang menjadi cikal bakal PT Cassanatama Naturindo. Ketika itu kapasitas produksi pabrik seluas 6.600 meter persegi (m2) itu masih kecil, yakni hanya sekitar 200300 kilogram (kg) per hari, sehingga dia masih harus mendatangkan pasokan dari Tegal sebanyak 15 ton per bulan.
Kini setelah 17 tahun berlalu, tangan dingin David telah berhasil membesarkan pabriknya dengan kapasitas produksi meningkat hingga 3-4 kali lipat. Cassanatama tak hanya memproduksi kerupuk udang yang sudah banyak pesaing, tetapi juga kerupuk berbahan baku singkong yang kini malah jadi produk utama. Tak cuma Belanda, produk Cassanatama kini sudah merambah Belgia, Inggris dan Australia. (Sri Mas Sari)
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Tengah Jl.Pahlawan No.4 Semarang, Jawa Tengah. Indonesia
Phone ( 024 ) 8419826 / 8417601 Fax ( 024 ) 8311710. info@dinperindag.jatengprov.go.id ”One Team, One Spirit, One Goal.....To be The Number One”
Find Us on Web: http://dinperindag.jatengprov.go.id