KAJIAN REGULASI DAN TATA KELOLA SAMPAH (Bahan Diskusi pada Lokakarya Penegakan Hukum Lingkungan untuk Isu Sampah di Cekungan Bandung, Minggu, 11 September 2006)
Disusun Oleh Dadan Ramdhan M Jefry Rohman Rival Zaelani
PERKUMPULAN INISIATIF BANDUNG 2006
1
A. Kondisi Umum Persampahan Pola konsumsi masyarakat perkotaan cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat pedesaan, dapat dilihat dari besarnya pengeluaran rata-rata per kapita penduduk per bulan. Berdasarkan data statistik tahun 2002 penduduk Indonesia di daerah perkotaan berpengeluaran Rp 273.294/kapita/bulan, sedangkan penduduk di perdesaan Rp 152.784/kapita/bulan. Pola konsumsi masyarakat perkotan ini akan menghasilkan sampah yang banyak. Jika sampah di perkotaan tidak dikelola dengan baik diprediksikan akan menimbulkan permasalahan, baik permasalahan lingkungan maupun permasalahan sosial dan budaya. Berdasarkan data Program Adipura (2005), timbulan sampah beberapa kota metropolitan mencapai lebih dari 6.000 m 3 per hari sedangkan untuk kategori kota besar timbulan sampah mencapai lebih dari 3.000 m 3 per hari. Data jumlah timbulan sampah beberapa kota metropolitan dan kota besar di Indonesia dapat dilihat pada Tabel di bawah ini : Timbulan Sampah di Beberapa Kota Metropolitan di Indonesia
No
Jumlah Penduduk (Jiwa)
Kabupaten/Kota
Timbulan sampah (m 3 /hari)
1 2 3 4 5
Jakarta selatan Jakarta pusat Medan Semarang Surabaya
1.703.491 1.115.952 1.926.520 1.309.667 2.599.352
4.609 4.571 4.664 3.750 6.700
6 7 8
Palembang Jakarta Utara Jakarta Timur
1418796 1.435.207 2.371.121
ttd 4.580 5.325
9 10 11 12 13
Jakarta Barat Makasar Depok Bandung Tangerang Rata-rata Jumlah
1.567.090 1.130.384 1.313.495 2.141.837 1.311.746 1.641.897 21.344.658
5.521 2.000 6.470 ttd 4.819 48.190
Sumber: Adipura, KNLH, 2005
Hingga saat ini, penanganan dan pengelolaan sampah tersebut masih belum optimal. 11,25% sampah di daerah perkotaan yang diangkut oleh petugas, 63,35% sampah ditimbun/dibakar, 6,35% sampah dibuat kompos, dan 19,05% sampah dibuang ke kali/sembarangan. Sementara untuk di daerah pedesaan, sebanyak 19% sampah diangkut oleh petugas, 54% sampan ditimbun/dibakar, 7% sampah dibuat kompos, dan 20% dibuang ke kali/sembarangan (BPS, Tahun 1999). B. Permasalahan Sampah Saat Ini 1. Permasalahan meningkatnya jumlah/volume sampah Meningkatnya jumlah sampah karena beberapa hal berikut ini : 1. Pola konsumsi masyarakat di Indonesia belum mengarah pada pola yang berwawasan lingkungan, penggunaan kemasan berupa kertas, kantong plastik, kaleng dan lainnya yang bersifat non-biodegradable masih tinggi. 2. Kurangnya peran masyarakat dan pihak swasta dalam pengelolaan sampah di lingkungannya. 3. Peningkatan jumlah timbulan sampah tidak didukung oleh pengadaan sarana dan prasarana yang memenuhi persyaratan teknis, sehingga banyak sampah yang tidak tertangani dengan baik. 4. Terbatasnya lahan dan kurang memadainya pengelolaan sampah di tempat pembuangan akhir. 5. Belum adanya kebijakan yang bersifat menyeluruh dan konsisten dalam pengelolaan sampah perkotaan.
2
6.
7.
Petunjuk teknis dalam pengelolaan sampah perkotaan masih belum dapat diimplementasikan, kebijakan dalam pengelolaan sampah tidak konsisten, hal ini dapat dilihat dari belum adanya rencana induk dalam pengelolaan sampah. Terbatasnya anggaran pengelolaan sampah yang disebabkan oleh kurangnya kepedulian pemerintah daerah akan pengelolaan sampah serta lemahnya investasi dalam mendukung pengelolaan sampah perkotaan.
Saat ini, sekitar 59,91% sampah dibuang ke TPA. Sisanya sebesar 40,09% dikelola dengan ditimbun (7,54%), dijadikan kompos dan dimanfaatkan ulang (1,61%), dibakar (35,49%) dan sisanya sebesar 15,27% dibuang ke lingkungan (BPS, 2001).
Kondisi TPA di kota-kota di Indonesia berdasarkan hasil pemantauan Program Adipura menunjukkan kondisi fisik rata-rata yang jelek terkait dengan drainase, pengolahan lindi, penanganan gas, pengaturan lahan atau zonasi, fasilitas sumur pantau, penutupan lahan, serta pencatatan volume sampah yang masuk. Beberapa permasalahan yang mungkin timbul dalam sistem penanganan sampah sistem lama, yakni : 1. Dari segi pengumpulan sampah dirasa kurang efisien karena mulai dari sumber sampah sampai ke tempat pembuangan akhir, sampah belum dipilah-pilah sehingga kalaupun akan diterapkan teknologi lanjutan berupa komposting maupun daur ulang perlu tenaga untuk pemilahan menurut jenisnya sesuai dengan yang dibutuhkan, dan hal ini akan memerlukan dana maupun menyita waktu. 2.
Pembuangan akhir ke TPA dapat menimbulkan masalah, diantaranya : a.Perlu lahan yang besar bagi tempat pembuangan akhir (TPA) sehingga hanya cocok bagi kota yang masih mempunyai banyak lahan yang tidak terpakai. Apalagi bila kota menjadi semakin bertambah jumlah penduduknya, maka sampah akan menjadi semakin bertambah baik jumlah dan jenisnya. Hal ini akan semakin bertambah juga luasan lahan bagi TPA. Apabila instalasi Incinerator yang ada tidak dapat mengimbangi jumlah sampah yang masuk jumlah timbunannya semakin lama semakin meningkat. Lalu dikhawatirkan akan timbul berbagai masalah sosial dan lingkungan, diantaranya : - dapat menjadi lahan yang subur bagi pembiakan jenis-jenis bakteri serta bibit penyakit lain; - dapat menimbulkan bau tidak sedap yang dapat tercium dari puluhan bahkan ratusan meter; dandapat mengurangi nilai estetika dan keindahan lingkungan. b. Biaya operasional sangat tinggi bagi pengumpulan, pengangkutan dan pengolahan lebih lanjut. Apalagi bila letak TPA jauh dan bukan di wilayah otonomi. c. Pembuangan sistem open dumping dapat menimbulkan beberapa dampak negatip terhadap lingkungan. Pada penimbunan dengan sistem anarobik landfill akan timbul leachate di dalam lapisan timbunan dan akan merembes ke dalam lapisan tanah di bawahnya. Leachate ini sangat merusak dan dapat menimbulkan bau tidak enak, selain itu dapat menjadi tempat pembiakan bibit penyakit seperti : lalat, tikus dan lainnya (Sidik, et al, 1985). d. Pembuangan dengan cara sanitary landfill, walaupun dapat mencegah timbulnya bau, penyakit dan lainnya, tetapi masih memungkinkan muncul masalah lain yakni :  Timbulnya gas yang dapat menyebabkan pencemaran udara. Gas-gas yang mungkin dihasilkan adalah : methan, H2S, NH3 dan lainnya. Gas H2S dan NH3 walaupun jumlahnya sedikit, namun dapat menyebabkan bau yang tidak enak sehingga dapat merusak sistem pernafasan tanaman dan membuat tanaman kekurangan gas oksigen dan akhirnya mati.  Pada proses penimbunan, sebaiknya sampah diolah terlebih dahulu dengan cara dihancurkan dengan tujuan untuk memperkecil volume sampah agar memudahkan pemampatan sampah. Untuk melakukan ini tentunya perlu tambahan pekerjaan yang berujung pada tambahan dana.
3. Penggunaan Incinerator dalam pengolahan sampah memiliki beberapa kelemahan, di antaranya : - Dihasilkan abu ( 15%) dan gas yang memerlukan penanganan lebih lanjut. Selain itu gas yang dihasilkan dari pembakaran dengan menggunakan alat ini dapat mengandung gas pencemar berupa : NOx., SOx dan lain-lain yang dapat mengganggu kesehatan manusia; - dapat menimbulkan air kotor saat proses pendinginan gas maupun proses pembersihan Incinerator dari abu maupun terak. Kualitas air kotor dari instalasi ini menyebabkan COD meningkat dan pH menurun;
3
-
-
-
memerlukan biaya yang besar dalam menjalankan Incinerator. ton/hari memerlukan investasi Rp. 60 milyar, sedangkan dari hasil penjualan listrik yang dihasilkanhanya Rp. 2,24 milyar/tahun. butuh keahlian tertentu dalam penggunan alat ini. Sebagai contoh pada penanganan sampah di Surabaya, tehnologi ini sudah digunakan sejak tahun 1990, namun tanpa didukung dengan kualitas sumber daya manusia yang memahami filosofi alat ini, akibatnya pada tahun kedua terjadi kerusakan. Hal ini tentu menambah beban dalam perolehan dana bagi perbaikannya. Belum lagi sampah yang akan menumpuk dengan tidak berfungsinya alat ini. Penggunaan Incinerator ini tidak dapat berdiri sendiri dalam pemusnahan sampah, tetapi masih memerlukan landfill guna membuang sisa pembakaran;
4. Belum maksimalnya usaha pemasaran bagi kompos yang dihasilkan dari proses pengomposan sampah kota; 5. Belum maksimalnya upaya sistem daur ulang menjadi barang-barang yang bernilai ekonomi tinggi. 6. Sulitnya mendapatkan tambahan biaya bagi peningkatan kesejahteraan petugas yang terlibat dalam penanganan sampah. Hal ini tentu akan berakibat pada kegairarahan kerja yang rendah dari para pengelola sampah. 2. Beberapa Kasus Aktual yang terjadi di wilayah Bandung - Longsornya TPA Leuwigajah yang menewaskan sekitar 120 jiwa manusia dan penolakan warga terhadap rencana pengaaktifan kembali TPA Leuwigajah - Pengelolaan Sampah yang buruk di TPA Jelekong dan penolakan warga yang terhadap rencana pengelolaan kembali TPA Jelekong - Penolakan Warga Arjasari terhadap pembuangan sampah oleh Dinas Kebersihan Kabupaten Bandung - Penolakan warga Cicabe terhadap rencana pengelolaan TPA Cicabe - Penolakan warga Pasir Impun terhadap operasi rencana TPA kota Bandung - Pengelolaan TPA pasir buluh yang tidak terencanakan - Penggunaan TPA di Cipatat yang tidak sesuai dengan RTRW Propinsi dan Kabupaten - Penolakan warga terhadap rencana pembangunan TPA di Nagreg 3. Permasalahan di Tingkat Pelaku Masyarakat 1. Masih rendahnya kesadaran dan kepedulian masyarakat dalam menjaga kebersihan, misalnya: a) Membuang sampah tidak pada tempatnya; ke kali, selokan, jalan, dsb. b)Tidak tersedianya tempat sampah di dalam fasilitas umum, kendaraan umum, kendaraan pribadi, dsb. Kalaupun sudah ada, kondisinya tidak terawat. 2) Masih rendahnya peran masyarakat dalam mengelola sampah, misalnya: a) Masih tingginya pembakaran ampah b) Masih rendahnya upaya pemilahan sampah c) Masih rendahnya pengawasan masyarakat dalam upaya pengelolaan sampah d) Masih rendahnya partisipasi masyarakat dalam pemanfaatan sampah untuk kepentingan ekonomi. e) Pemanfaatan lahan kosong sebagai tempat pembuangan
Pemerintah 1. Masih rendahnya tingkat pelayanan terhadap masyarakat, baik luas wilayah pelayanan, jumlah pelanggan, maupun jumlah sampah yang dapat ditangani 2. Keterbatasan sarana dan prasarana pengelolaan sampah serta kurang terawatnya sarana dan prasarana yang ada 3. Keterbatasan SDM yang ahli di bidang persampahan 4. Anggaran pengelolaan sampah yang rendah serta tidak transparannya konsep retribusi sampah 5. Masih rendahnya upaya pelibatan masyarakat dalam pengelolaan sampah, baik itu dalam bentuk kontrak kerja sama, dukungan pembiayaan, teknis dan manajemen, maupun bentuk kerja sama lainnya 6. Masih kurangnya dukungan terhadap upaya komunitas masyarakat yang telah
Dunia Usaha 1. Masih rendahnya jumlah industri yang menerapkan konsep teknologi bersih dan konsep nir limbah 2. Masih rendahnya jumlah industri yang memanfaatkan system dan teknologi daur ulang 3.Masih rendahnya kepedulian Pelaku Usaha dalam memproduksi produk dan kemasan ramah lingkungan, yaitu: a. biodegradable b. recyclable 4. Masih rendahnya jumlah perusahaan lokal yang memanfaatkan sampah untuk: a. menghasilkan produk (sampah sebagai bahan baku) b. menghasilkan energi
4
Masyarakat sampah di daerah perumahan f) Pemakaian/penggunaan plastik yang tidak terkendali (serba plastik) 3) Bagi masyarakat yang telah melakukan upaya pengelolaan sampah, kurang mendapat dukungan dari pemerintah, bank teknis maupun non teknis 4) Penolakan masyarakat terhadap pembukaan lahan baru untuk TPA/TPS di berbagai kota
7.
8. 9.
5) Perubahan Lingkungan sosial di kawasan TPA 6) Dampak TPA terhadap kesehatan dan lingkungan (penurunan harga jual tanah/rumah, bau, asap, partikel, gasgas beracun, tempat berbiak lalat,tikus, pencemaran air, tanah.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
Pemerintah berhasil dalam pengelolaan sampah, baik itu penghargaan, dukungan pendanaan, teknis, dan manajemen, maupun bentuk dukungan lainnya. Masih kurangnya peraturan-peraturan teknis di bidang pengelolaan persampahan ini, baik di tingkat nasional maupun daerah serta masih lemahnya penegakan hukum yang ada Belum optimalnya mekanisme koordinasi dan kerja sama antar pemerintah daerah dalam pengelolaan sampah Belum adanya system insentif dan disentif yang terkait dengan pengelolaan sampah ini bagi Pelaku Usaha Standar TPA berwawasan lingkungan kurang dimanfaatkan dan di kesampingkan, karena membutuhkan biaya yang tinggi. Standar TPA berwawasan lingkungan kurang dimanfaatkan dan dikesampingkan, karena membutuhkan biaya yang tinggi. Sulitnya mencari lahan TPA di perkotaan Permasalahan penepatan TPA yang berbatasan dengan daerah lain. Permasalahan lintas daerah sampah (perpindahan dari daerah satu ke daerah lain) TPA dimanfaatkan sebagai buangan limbah industri dan limbah rumah sakit serta bahan B3. Lokasi TPA dekat sungai, jurang, bekas rawa, berdekatan dengan daerah lain/perbatasan Sampah masih dianggap tanggung jawab pemerintah, sedangkan tanggung masyarakat adalah membayar sampah yang dibuang. Sampah dari darat pindah ke sungai atau ke laut bukan tanggung jawab dinas kebersihan. Belum adanya peraturan dan system pelabelan terhadap teknologi produksi, produk,
Dunia Usaha
5
Masyarakat
Pemerintah dan kemasan lingkungan.
Dunia Usaha ramah
C. Kajian Aturan-Aturan Berkaitan dengan Tata Kelola Sampah Kaji ulang atas perundang-undangan yang berkaitan dengan persampahan dan lingkungan hidup bertujuan untuk: 1. Mengetahui hal-hal yang terkait, bark secara langsung maupun tidak langsung terhadap pengelolaan persampahan yang telah diatur dalam perundang-undangan tersebut 2. Mengintegrasikan substansi pengaturan pengelolaan persampahan dalam rancangan undang-undang ini dengan perundang-undangan di atas sehingga tidak terjadi pertentangan di antara undangundang tersebut. - Mengetahui hal-hal yang terkait, bark secara langsung maupun tidak langsung terhadap pengelolaan persampahan yang telah diatur dalam perundang-undangan tersebut - Mengintegrasikan substansi pengaturan pengelolaan persampahan dalam rancangan undang-undang ini dengan perundang-undangan di atas sehingga tidak terjadi pertentangan di antara undang-undang tersebut. Aturan Nasional Aturan Undang-Undang No 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
Penjelasan Pasal 1 ayat 1: Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan mahluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelang sungan perikehidupan dan kesejahteraan inanusia serta mahluk hidup lainnya.
Analisa Undang-undang ini lebih mengatur pada upaya pengendalian lingkungan yang disebabkan oleh pencemaran limbah oleh perusahaan.badan usaha tidak mengatur mengenai pengelolaan sampah
Pasal 1 ayat 2: Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup.
perbedaan/persamaan konsepsiantara limbah dan sampah masih prokontra
Rekomendasi Perlu redefinsi antara sampah dan limbah
Pasal 1 ayat 3: Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan. Pasal 1 ayat 8: Daya tampung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya. Pasal 1 ayat 12: Pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun
6
Aturan
Penjelasan sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukkannya. Pasal 1 ayat 16: Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan Pasal 20 ayat 1: Tanpa suatu keputusan izin, setiap orang dilarang melakukan pembuangan limbah ke media lingkungan hidup Pasal 20 ayat 2: Setiap orang dilarang membuang limbah yang berasal dari luar wilayah Indonesia ke media lingkungan hidup Indonesia. Pasal 20 ayat 4: Pembuangan limbah ke media lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada pasal 20 ayat 1 hanya dapat dilakukan di lokasi pembuangan yang ditetapkan oleh Menteri.
Analisa
Rekomendasi
Undang-Undang no 24 tahun 1992 tentang Tataruang Nasional
Undang-Undang Nomor 24 tahun 1992 tentang Tata Ruang Pasal 1 ayat 2: Tata ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak. Pasal 3 ayat 3 butir d dan e: Tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas untuk: 1. mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mencegah serta menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan. 2. Mewujudkan keeimbangan kepentingan kesejahteraan dan keamanann. Pasal 5 ayat 1: Setiap orang berkewajiban berperan serta dalam memelihara kualitas ruang. Pasal 14 ayat 1 butir b: Perencanaan tata ruang dilakukan dengan mempertimbangkan aspek pengelolaan secara terpadu berbagai sumber daya, fungsi dan estetika lingkungan, serta kualitas ruang .
undang –undang ini tidak mengatur pengelolaan sampah secara nasional
revisi undangundang RTRN atau ada PP yang mengatur tentang kebijakan pengelolaan sampah
Pasal 13 (1) Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi merupakan urusan dalam skala provinsi yang meliputi: a. perencanaan dan pengendalian pembangunan; b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang; c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat; d. penyediaan sarana dan prasarana umum; e. penanganan bidang kesehatan; f. penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial;
pengelolaan dan pengendalian lingkungan hidup menjadi kewenangan pemeritah provinsi
Undang-Undang no 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah
kebijakan pengelolaan persampahan harus menjadi bagian dari subtansi uandang-undang tata ruang nasional
pemprop bertanggungjawab untuk mengendalikan pembangunan yangberdampak pada lingkungan hidup
mendorong pemerintah daerah provinsi menyusun kebijakan pengelolaan dan pengendalian persampahan
7
Aturan
Undang-Undang no 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah
Penjelasan g. penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota; h. pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota; i. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah termasuk lintas kabupaten/kota; j. pengendalian lingkungan hidup; k. pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/kota; l. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil; m. pelayanan administrasi umum pemerintahan; n. pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas kabupaten/kota; o. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan oleh kabupaten/kota; dan p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan per undang-undangan.
Analisa
Rekomendasi
Pasal 14 (1) Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi: a. perencanaan dan pengendalian pembangunan; b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang; c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat; d. penyediaan sarana dan prasarana umum; e. penanganan bidang kesehatan; f. penyelenggaraan pendidikan; g. penanggulangan masalah sosial; h. pelayanan bidang ketenagakerjaan; i. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah; j. pengendalian lingkungan hidup; k. pelayanan pertanahan; l. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil; pelayanan administrasi umum pemerintahan; n. pelayanan administrasi penanaman modal; o. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang -undangan. Pasal 5 (1) Penerimaan Daerah dalam pelaksanaan Desentralisasi terdiri atas Pendapatan Daerah dan Pembiayaan. (2) Pendapatan Daerah sebagaimana
pengelolaan dan pengendalian lingkungan hidup menjadi kewenangan pemeritah kabupaten/kota
Pemerintah harus menyusun kebijakan pengelolaan sampah
pemeritah kabupaten/kota bertanggungjawab untuk mengendalikan pembangunan yang berdampak pada lingkungan hidup
Dana perimbangan dari pusat merupakan sumber dana yang bisa digunakan untuk pengelolaan sampah oleh pemerintah provinsi dan kabupaten/kota
pemeritah harus menyusun program yang untuk pengendalian lingkungan hidup termasuk pengelolaan sampah
kenaikan anggaran sektor lingkungan untuk mendukung pengelolaan
8
Aturan
(3)
Penjelasan dimaksud pada ayat (1) bersumber dari: a. Pendapatan Asli Daerah; b. Dana Perimbangan; dan c. Lain-lain Pendapatan. Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari: a. sisa lebih perhitungan anggaran Daerah; b. penerimaan Pinjaman Daerah; c. Dana Cadangan Daerah; dan hasil penjualan kekayaan Daerah yang dipisahkan
Analisa
Rekomendasi sampah
Pasal 10 (1) Dana Perimbangan terdiri atas: a. Dana Bagi Hasil; b. Dana Alokasi Umum; dan c. Dana Alokasi Khusus. (2) Jumlah Dana Perimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan setiap tahun anggaran dalam APBN. Undang-Undang Nomor 9 tahun 1990 tentang Kepariwisataan:
Pasal 6 butir c : Pembangunan obyek dan daya tank wisata dilakukan dengan memperhatikan kelestarian budaya dan mutu kualitas lingkungan
pengelola pengembangan pariwisata memiliki tanggung jawab untuk menjaga kualtas lingkungan
Peraturan Pemerintah No 27 Tahun 1999 tentang Amdal
1. Analisis mengenai dampak lingkungan hidup (AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan;
Berdasarkan PP ini setiap kegiatan usaha yang memiliki dampak terhadap lingkungan wajib melakukan kajian amdal
Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1996 Tentang : Pelaksanaan Hak Dan Kewajiban, Serta Bentuk Dan Tata
(2) Usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwajibkan untuk melakukan pengendalian dampak lingkungan hidup dan perlindungan fungsi lingkungan hidup sesuai dengan rencana pengelolaan lingkungan hidup dan rencana pemantauan lingkungan hidup Tata Cara peran Masyarakat Pasal 24 (1) Tata cara peran serta masyarakat dalam proses perencanaan tata ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I
kenyataannya pengelolaan TPA yang ada di cekungan Bandung tidak memiliki kajian amdal
perlu adanya kebijakan yang mendorong pengelola pariwisata memperhatikan aspek lingkungan mendesak pemerintah untuk melakukan penegakan hukum lingkungan (pengendalian, pengawasan)
ini menunjukan lemahnya penegakan hukum sektor lingkungan
PP ini membuka ruang bagi masyarakat untuk terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian penataan ruang, termasuk pada
Sosialiasi aturan/ kebijakan mendesak pemerintah melibatkan
9
Aturan Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang
Penjelasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dilaksanakan dengan pemberian saran,pertimbangan, pendapat, tanggapan, keberatan, masukan terhadap informasi tentang arah pengembangan, potensi dan masalah, serta rancangan Rencana Tata Ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I. (2) Penyampaian saran, pertimbangan, pendapat, tanggapan, keberatan atau masukan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara lisan atau tertulis kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara peran serta masyarakat dalam proses perencanaan tata ruang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri Dalam Negeri.
Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang Wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II Pasal 27 (1) Tata cara peran serta masyarakat dalam proses perencanaan tata ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dan dalam penyusunan rencana rinci tata ruang kawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dilaksanakan dengan pemberian saran, pertimbangan, pendapat, tanggapan, keberatan, masukan terhadap informasi tentang arah pengembangan, potensi dan masalah, serta rancangan Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II. (2) Penyampaian saran, pertimbangan, pendapat, tanggapan, keberatan atau masukan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara lisan atau tertulis kepada bupati/ Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri Dalam Negeri.
kegiatan sampah
Analisa pengelolaan
1. Masyarakat belum dilibatkan dalam proses perencanaan penyusunan penataan ruang di tingkat Propinsi 2. Rendahnya akses masyarakat terhadap dokumen kebijakan penataan ruang dalam beberapa level pemerintahan
Rekomendasi masyarakat dalam penataan ruang termasuk penataan persampahan perlu adanya pedoman teknis yang menjamin keterlibatan masyarakat dalam penataan ruang
3. Rendahya pengetahuan masyarakat terhadap berbagai produk kebijakan tata ruang 4. Dokumen Kebijakan tidak bisa diakses oleh masyarakat pada prakteknya masyarakat tidak diberi ruang untuk terlibat /implementasi yang tidak dilakukan
Mendorong pelaksanaan PP ini dijalankan secara benar
10
Aturan Tingkat Propinsi Propinsi Penjelasan Perda no 2 tahun Pasal 3 2003 tentang Tujuan penyusunan RTRWP adalah : RTRW Propinsi a. mengoptimalkan dan mensinergikan pemanfaatan sumber daya daerah Jawa Barat secara berkelanjutan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan ketahanan nasional; b. menyeimbangkan dan menyerasikan perkembangan antarwilayah serta antarsektor dalam rangka mendorong pelaksanaan otonomi daerah; c. meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan mencegah serta menanggulangi dampak negative terhadap lingkungan;
Analisa
Rekomendasi
Pasal ini menjelaskan tentang peran serta masyarakat dalam perencanaan dan pengawasan pemnafaatan ruang (pengelolaan sampah)
Mendorong implementasi aturan yang ada
Pasal 11 (1) Kebijakan pemanfaatan ruang diwujudkan berdasarkan kebijakan struktur tata ruang dan pola tata ruang. (2) Kebijakan struktur tata ruang diwujudkan untuk mencapai pemerataan pertumbuhan wilayah dengan mempertahankan keseimbangan lingkungan dan ketersediaan sumber daya daerah. (3) Kebijakan pola tata ruang diwujudkan dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. (4) Kebijakan struktur tata ruang sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) pasal ini meliputi pengembangan sistem kota-kota, infrastruktur wilayah, kawasan andalan, dan kawasan pertahanan keamanan. (5) Kebijakan pola tata ruang sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) pasal ini meliputi kebijakan pola tata ruang kawasan lindung, kawasan budidaya, serta daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Pasal 85 (1) Peran serta masyarakat dalam proses perencanaan dilakukan melalui pemberian informasi berupa data, bantuan pemikiran dan keberatan, yang disampaikan dalam bentuk dialog, angket, internet dan melalui media lainnya baik langsung maupun tidak langsung. (2) Peran serta masyarakat dalam proses pemanfaatan ruang dapat dilakukan melalui pelaksanaan program dan kegiatan pemanfaatan ruang yang sesuai dengan RTRWP, meliputi : a. pemanfaatan ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara berdasarkan
Namun mekanisme dijalankan pemerintah
pelaksanaan ini tidak oleh
11
Propinsi
Penjelasan RTRWP yang telah ditetapkan; b. bantuan pemikiran dan pertimbangan berkenaan dengan pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah; c. bantuan teknik dan pengelolaan dalam pemanfaatan ruang.
Analisa
Rekomendasi
(3) Peran serta masyarakat dalam proses pengendalian pemanfaatan ruang dapat dilakukan melalui : a.pengawasan dalam bentuk pemantauan terhadap pemanfaatan ruang dan pemberian informasi atau laporan pelaksanaan pemanfaatan ruang; b.bantuan pemikiran atau pertimbangan berkenaan dengan penertiban pemanfaatan ruang. Pasal 86 Dalam kegiatan penataan ruang wilayah, masyarakat berhak : a. berperan serta dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang; b. mengetahui secara terbuka isi RTRWP; c. menikmati manfaat ruang dan atau pertambahan nilai ruang sebagai akibat dari penataan ruang; d. memperoleh penggantian yang layak atas kondisi yang dialaminya sebagai akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang. Pasal 87 (1) Untuk mengetahui rencana tata ruang sebagaimana dimaksud dalam huruf b Pasal 86 Peraturan Daerah ini, masyarakat dapat mengetahui RTRWP dari Lembaran Daerah Propinsi, pengumuman atau penyebarluasan oleh pemerintah propinsi pada tempat-tempat yang memungkinkan masyarakat mengetahui dengan mudah. (2) Pengumuman atau penyebarluasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini diketahui masyarakat melalui penempelan/pemasangan peta rencana tata ruang yang bersangkutan pada tempat-tempat umum dan kantor-kantor yang secara fungsional menangani rencana tata ruang tersebut. Pasal 88 (1) Dalam menikmati manfaat ruang dan atau pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan
12
Propinsi
Penjelasan ruang sebagaimana dimaksud dalam huruf c Pasal 86 Peraturan Daerah ini, pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Untuk menikmati dan memanfaatkan ruang beserta sumber daya alam yang terkandung didalamnya, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berupa manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan dilaksanakan atas dasar pemilikan, penguasaan, atau pemberian hak tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan ataupun atas hukum adat dan kebiasaan yang berlaku atas ruang pada masyarakat setempat.
Analisa
Rekomendasi
Pasal 89 (1) Untuk memperoleh penggantian yang layak atas kondisi yang dialami sebagai akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan RTRWP sebagaimana dimaksud huruf d dalam Pasal 86 Peraturan Daerah ini, diselenggarakan secara musyawarah dengan pihak yang berkepentingan. (2) Dalam hal tidak tercapai kesepakatan mengenai penggantian yang layak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, penyelesaiannya dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 90 Dalam kegiatan penataan ruang wilayah propinsi, masyarakat wajib : a. berperan serta dalam memelihara kualitas ruang; b.berlaku tertib dalam keikutsertaannya dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang; c. mentaati RTRWP yang telah ditetapkan. Pasal 91 (1) Pelaksanaan kewajiban masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 Peraturan Daerah ini, dilaksanakan dengan mematuhi dan menerapkan kriteria, kaidah, baku mutu, dan aturan-aturan penataan ruang yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.(2) Kaidah dan aturan pemanfaatan ruang yang dipraktekkan masyarakat secara turun temurun dapat diterapkan sepanjang memperhatikan faktor-faktor daya dukung lingkungan, estetika
13
Propinsi
Penjelasan lingkungan, lokasi, dan struktur pemanfaatan ruang serta dapat menjamin pemanfaatan ruang yang serasi, selaras dan seimbang.
Analisa
Rekomendasi
Aturan tingkat kabupaten/kota Aturan Perda No 31 tahun 2000 tentang K3 di kabupaten Bandung
Penjelasan Pasal 2 Didaerah diselenggarakan pengelolaan kebersihan yang berwawasan kelestarian lingkungan yang serasi dan seimbang Pasal 3 Penyelenggaraan pengelolaan kebersihan sebagaimana diatur pada pasal 5 perda ini, bertujuan untuk memelihara kebersiahan lingkungan dari pencemaran yang disebabkan oleh sampah dan limbah Pasal 4 1. Setiap orang atau badan hukum bertanggung jawab atas kebersihan 2. Kebersihan sebagaimana dimaksud pada ayat ini pasal ini meliputi fasilitas umum dan fasilitas social Pasal 5 Pelaksanaan pengelolaan sampah meliputi : a. penyapuan dan pengumpulan b. pewadahan dan pemilahan c. pemindahan d. pengelohan antara e. pengangkuatan f. pengolahan akhir Pasal 6 Pemerintah daerah berkewajiban menumbuhkan dan mengembangkan kesadaran masyarakat menjadi tanggung jawab bersama akan kebersihan lingkungan melalui bimbingan dan penyuluhan dan pemanfaatan fasilitas Pasal 11 (1) setiap orang atau badan hukum dilarang : a. membuang sampah, kotoran atau barang bekas lainnya ke saluran, berm, tempat umum, tempat pelayanan umum, dan tempat-tempat lainnya
Analisa Tidak mengatur penyelenggaraan tata kelola sampah
Pengelolaan kebersiahan merupakan bentuk pelayanan publik yang harus diberikan pemerintah kepada masyarakat, pasal ini memiliki potensi meminimlakan peran pemerintah/negara
Rokemendasi Perda ini tidak secara detail mengatur tata kelola sampah Sehingga Perlu ada kebijakan pengelolaan sampah di tingkat lokal/komunitas Perlu tata cara pengelolaan sampah dengan mempertimbangkan sumber sampah yang ada
Pada prakteknya pemilahan dilakukan Harus diperjelas pelaku yang melakukan pelaksanaan pengelolaan
Pada prakteknya pemerintah belum melakukan kewajibannya
14
Aturan
Penjelasan b. mengotori, merusakdan membakar atau menghilangkan tempat/wadah sampah yang dsediaka c. membakar sampah pada tempat yang membahayajkan d. mengubur bangkai hewan besar dipelkarangan atau membuangnya disaluran air e. membuang smpah berupa pecahan kaca, zat kimia sampah medis atau lain-lain yang membahayakan kecuali pada tempat/wadah yang disediakan khusus untuk dikelola secara khusus Pasal 15 (1). Untuk memperlancar dan memudahkan penanganan persampahan setiap penghuni, rumah tingal/took, perumahan, bioskophotel atau rumah makan, rumha sakit, perkantoran dan tempat pariwisata wajib menyediakan TPSS (2). Pembagian wilayah pengambilan, pengangkutan, pembuangan dan pemusnahan sampah yang disesuaikan dengan sarana dan prasarana pelayanan kebersiahan, ditetapkan kemudian oleh bupati Pasal 16 1. Pengambilan, pengangkutan dan pembuangan sampah dari took/perusahaan, bisokop, hotel/rumah makan rumah sakit, pabrik perkantoran dan tempat pariwisata dilaksankan oleh pemerintah daerah 2. pengambilan, pengangkutan dan pembuangan sampah dari rumah tinggal ke TPSS dilaksanakan oleh petugas yang ditunjuk oleh RT/RW masing,masing 3. pengambilan, pengangkutan dan pembuangan sampah dari rumah tinggal ke tPSS dilaksanakan oleh petugas RT/RW dilaksankan oleh pemrintah daerah 4. pengambilan, pengangkutan dan
Analisa
Rokemendasi
Pasal ini menyatakan bahwa penyediaan TPSS dibebankan kepada sumber sampah padahal pemda juga melakukan pungutan/retribusi Pelayanan public pengelolaann sampah selama ini buruk Pemerintah melakukan sebagaimana sebagai masyarakat
tidak kewajiban mestinya pelayan
Harus mengubah konsepsi Tempat pembuangan sampah akhir menjadi tempat pengelolaan sampah akhir
15
Aturan
5.
Penjelasan pembuangan sampah dari TPSS ke TPSA dilaksanakan oleh Pemerintah daerah penetapan lokasi TPSS diatur kemudian oleh Bupati
Pasal 17 1. untuk keperluan pemberian pelayanan/pemberian jasa pengambilan dan pembuangan sampah dimaksud pada pasal 19 dikenakan retribusi angkutan sampah Pasal 19 (1) Penentuan lokasi TPA diatur oleh Bupati (2) Pengelolaan dan pengusahaan TPSA yang dilakukan oleh pihak Swasta /intansi pemerinta diluar pemerintah daerah, terlebih dahulu mendapat ijin bupati (3) Terhadap pihak-pihak sebagaimana dimaskud pada ayat 2 pasal ini, dikenkan kontribusi yang besarnya berdasarkan ksepekatan dan diatur kemudian oleh dalam perjanjian kerjasama (4) Tata cara pengelolaan sebagimana dimaksud dalam ayat 2 pasal ini diatur lebih lanut oleh bupati
Perda 12 tahun 2001 tentang RTRW Kabupaten Bandung
Pasal 20 (1). Pembuangan sampah ke TPSA yang dikelola/milik pemerintahan daerah yang dilaksanakan oleh pihak swasta/intansi pemerintah dilura pemda dinekan rteribusi setiap meter3 sebasar Rp 5000 Pasal 7 Tujuan pemanfaatan ruang wilayah di Kabupaten Bandung, yaitu : a. Terselenggaranya pengaturan ruang yang berwawasan lingkungan di kawasan lindung dan kawasan budidaya. b. Tercapainya pengaturan ruang yang berkualitas untuk :  Mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya
Analisa
Rokemendasi
Retribusi setiap bulan dipungut namun pelayanan yang diberikan buruk
Seharusnya penentuan TPA mengacu kepada ketentuan tata ruang yang ada dalam RTRW Tidak ada dokumen yang jelas dari bupati mengenai penentuan TPA Belum ada aturan yang mengatur tata cara pengelolaan sampah di TPSA
Sudah keberpihakanya lingkungan
Penentuan rencana TPA disesuaikan dengan aturan tata ruang dengan mempertimbangkan aspek kelestarian lingkungan Perlu ada aturan pengelolaan sampah di TPSA
jelas pada
16
Aturan
Penjelasan manusia ; Meningkatkan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya buatan secara berdaya guna, berhasil guna, dan tepat guna untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia ; Mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mencegah, serta menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan ; Mewujudkan keseimbangan kepentingan kesejahteraan dan keamanan.
Analisa
Pasal 12 (5) Sistem prasarana pengelolaan lingkungan (air baku & air bersih, sampah, drainase) sebagaimana dimaksud pada Pasal 8 ayat (2) huruf d dilaksanakan melalui : e. Pengelolaan sampah dilaksanakan melalui : pengembangan organisasi pengelolaan persampahan, pengembangan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah, mempersiapkan setiap wilayah kecamatan untuk program pengembangan pelayanan mulai dari pengumpulan, transfer dan pengangkutan sampah, penerapan metode pemilihan dan pendaurulangan sampah di suatu lokasi dalam upaya meminimalkan pembuangan sampah ke TPA (Zero Waste System/Dezentralization Composting System), serta mendorong pengelolaan TPA Bersama. TPA di Kabupaten Bandung dialokasikan di : Bandung Barat : Leuwigajah (Cimahi Selatan), cakupan wilayah pelayanan : Padalarang, Margahayu, Soreang, Katapang, Kotif Cimahi, dan Batujajar. Bandung Selatan : Pasir Durung (Cicalengka), cakupan wilayah pelayanan bagi pengembangan selanjutnya untuk Metropolitan Bandung. Bandung Timur : Babakan
Tidak nyambung antara perda k3 dan tata ruang
Rokemendasi
17
Aturan
Perda no 3 tahun 2004 tentang RTRW kota Bandung
Penjelasan (Ciparay), cakupan wilayah pelayanan : Banjaran, Baleendah, Majalaya, Ciparay, Cileunyi, Cicalengka, Rancaekek.  Bandung Utara : Pasir Buluh (Lembang), cakupan wilayah pelayanan : Lembang. Pasal 3 Visi Pembangunan Kota Bandung adalah sebagai Kota Jasa yang BERMARTABAT (Bersih, Makmur, Taat, dan Bersahabat). Pasal 4 Untuk mewujudkan visi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, maka arahan penataan ruang wilayah akan ditujukan untuk melaksanakan misi: a. mewujudkan kota yang tertata rapi, nyaman dan layak huni melalui penyediaan berbagai sarana dan prasarana dalam mendukung pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan; Pasal 5 Tujuan penataan ruang adalah: a. mencapai optimasi dan sinergi pemanfaatan sumberdaya secara berkelanjutan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan ketahanan nasional; b. menciptakan keserasian dan keseimbangan antara lingkungan dan sebaran kegiatan; c. meningkatkan daya guna dan hasil guna pelayanan atas pengembangan dan pengelolaan ruang; d. mewujudkan keseimbangan dan keserasian perkembangan antarbagian wilayah kota serta antarsektor dalam rangka mendorong pelaksanaan otonomi daerah; e. mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mencegah serta menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan. Pasal 26. (1) Kebijakan prasarana dan sarana kota sebagaimana dimaksud pada Pasal 10 meliputi: a. air baku dan air bersih; b. air limbah; c. drainase; d. persampahan; e. pemadam kebakaran;
Analisa
Rokemendasi
Tidak detail diatur pengelolaan pada level teknis
18
Aturan
Perda No 11 rahun 2005 tentang K3 di kota Bandung
Penjelasan f. energi dan telekomunikasi; g. fasilitas umum dan fasilitas sosial.
Analisa
Rokemendasi
(5) Kebijakan prasarana dan sarana persampahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d Pasal ini adalah: a. mengurangi volume sampah yang akan dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dengan cara pengolahan setempat per-wilayah dengan teknik-teknik yang berwawasan lingkungan; b. meningkatkan kualitas dan kuantitas prasarana dan sarana pengelolaan sampah. Pasal 90 Program pengembangan prasarana dan sarana persampahan sebagaimana dimaksud pada Pasal 59, meliputi: a. mengadakan penyediaan tempat sampah terpisah untuk sampah organik dan non-organik; b. menentukan lahan-lahan untuk Tempat Pembuangan Sampah (TPS)/kontainer yang baru; c. melakukan rehabilitasi Tempat Pembuangan Sampah (TPS) dan kontainer yang rusak; d. mengupayakan perluasan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Leuwigajah terpadu; e. melaksanakan studi kelayakan manajemen pengelolaan sampah terpadu Kota Bandung, Cimahi, dan Kabupaten Bandung; f. melaksanakan studi kelayakan penggunaan lahan Tempat Pembuangan Akkhir (TPA) di Pasir Durung untuk pengelolaan sampah terpadu; g. melakukan usaha reduksi melalui pengomposan, daur ulang dan pemilahan antara sampah organik dan non-organik dapat bekerjasama dengan swasta. Pasal 19 kebersihan (2) Setiap Orang, dan Badan Hukum dan/ atau Perkumpul an bertanggung jawab atas kebersihan Pasal 26 (1) Penyelenggaran Kebersihan lingkungan dilaksa nakan melalui koordinasi RT dan RW
19
Aturan
Penjelasan meliputi kegiatan pewadahan dan/atau pemilahan, penyapun dan pengumpulan serta pemindahan sampah dari lingkungnya ke TPS. Pasal 27 (1) Pelaksaan pengelolaan sampah pada umumnya meliputi : . pewadah an dan/ atau pemilahan; b. penyapuan dan pengumpulan; c. pengaturan, penetapan dan penyediaan TPS pada tempat ya ng tidak mengganggu lalu lintas (bukan pada badan jalan) dan TPA; d. pengolaha n antatara ; e. pengangkutan; f. pengolah an akhir. (2) Pemerintah Daerah menyelenggarakan pengelolan sampah meliputi : a. penyapuan jalan utama ; b. peng akutan sampah dari TPS ke TPA; c. peng atura n, penetapan dan penyedian TPS dan TPA; d. pengolahan dan pemanfaatan sampah. (3) Ata penyelenggaran sebagaimana dimaksud pada aya t (1) d an ay at (2) dikenakan biaya jasa kebersihan ya ng diteta pk an deng an Keputusan Walikota dengan terlebih dahulu berkonsultsi deng n DPRD.
Analisa
Rokemendasi
Pasal 28 (1) Penyelenggaraan Kebersihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, bertujun untuk memelihara kelestarian lingkungan dari pencemaran yang di akibatkan oleh sampah dan limbah. (2) Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara terpadu oleh Pemerintah Daerah dan peran serta masyaraka t. Pasal 29 (1) Setiap Orang, dan Hukum dan/a tau Perkumpulan yang akan membuang bekas pera botan, berangk al dan/ atau bangun, tebang n dan/ atau pangkas pohon dapat meminta j asa pengangkutan kepada PD. Kebersihan atau membuangnya langsung ke TPA. (2) Untuk pelayanan jasa
20
Aturan
Perda No 2 tahun 2006 tentang Alokasi Dana Perimbangan desa
Penjelasan dimaksud pada aya t (1) dikenakan biaya jasa pelayanan yang di atur lebih lanjut oleh Walikota dengan terlebih dahulu konsultasi dengan DPRD. Pasal 59 Rencana pengelolaan prasarana dan sarana persampahan sebagaimana dimaksud Pasal 26 ayat (5) adalah:
Analisa
Rokemendasi
a. memanfaatkan teknik-teknik yang lebih berwawasan lingkungan berdasarkan konsep daur ulang-pemanfaatan kembali-pengurangan dalam pengolahan sampah di TPA yang ada maupun yang akan dikembangkan; b. rehabilitasi dan pengadaan sarana dan prasarana persampahan, bergerak dan tidak bergerak; c. mengembangkan kemitraan dengan swasta dan kerjasama dengan kabupaten dan kota sekitarnya yang berkaitan untuk pengelolaan sampah dan penyediaan TPA. Pasal 8 Butir 1 (1) Alokasi dana desa dimaksudkan untuk membiayai program pemerintahan desa dalam melaksanakan kegaiatan pemerintahan dan pemberdayaan masyarakat (2) tujuan diberikannya ADD adalah a. meningkatkan kemampuan lembaga desa dalam melaksanakan pelayanan pemerintahan kemasyarakatan dan peneydian sarana dan prasarana yang menjadi skala prioritas kebutuhan masyarakat desa sesuai dengan kewenangannya e. meningkatkan peningkatan swadaya gotong royong masyarakat pasal 16 Dana perimbangan desa digunakan untuk meningkatkan kemampuan pemerintahan desa dalam menyediakan pelayanan publik yang menjadi skala prioritas kebutuhan masyarakat desa
21
Aturan Rancangan Perda Penyerahan sebagian kewenangan dari kabupaten ke desa
Penjelasan Pasal 4 Daerah menyerahkan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya kepada desa Pasal 6 (1) urusan pemerintahan yang menjadi kewenagan daerah yang diserahkan menjadi kewenagan desa, sebagaimana dimaksud pada pasal 4 ayat 1, merupakan bentuk pelayanan publik yang terdiri atas kegiatan fisik dan non fisik 2. urusan pemerintahan kewenangan daerah yang disrahkan menjadi kewenangan desa , sebagaimana dimaksud pada pasal 4 ayat 1 mencakup bidang ; d. persampahan dan limbah f. pembuangan air kotor k. kesehatan lampiaran perda 4. urusan bidang persampahan dan sampah a. pengelolaan pemnafaatan dan pemusnahan sampah domestik dan lingkungan b. pembangunan , pemeliharaan dan pengelolaan sarana dan prasarana persampahan desa seperti alat angkut, tempat sampah, dan tempat pengelolaan sampah sementara c. pelaksanaan pengawasan dan pengendalian dan penertiban pembuangan sampah di daerah desa dan dibantaran sungai dan drainase di desa d. pengelolaan industri kecil daur ulang sampah e. pengawasan pencemaran dan pencegahan pembuangan limbah di desa f. pembinaan dan penyuluhan masyarakat tentang persampahan
Analisa
Rokemendasi
Aturan Teknis lainnya Standar yang berhubungan dengan pengelolaan persampahan telah diterbitkan oleh Departemen Pekerjaan Umum dan Badan Standarisasi Nasional (BSN), yaitu: 1. SK-SNI. S-04-1991-03, tentang Spesifikasi Timbulan sampah untuk kota kecil dan kota sedang di Indonesia, Standar ini mengatur tentang Jenis sumber sampah, besaran timbulan sampah berdasarkan komponen sumber sampah serta besaran timbulan sampah berdasarkan klasifikasi kota. 2. SNI 19-2454-1991, tentang Tata cara Pengelolaan Teknik Sampah Perkotaan Standar ini mengatur tentang Persyaratan Teknis yang meliputi: a. tekknik operasional, Pemindahan sampah b. Daerah pelayanan c. Pengangkutan sampah d. Tingkat pelayanan Pengolahan
22
e. f. g.
Pewadahan sampan Pembuangan Akhir Pengumpulan sampah Kriteria penentuan kualitas operasional pelayanan adalah: 1) Penggunaan jenis peralatan 2) Tipe kota 3) Sampah terisolasi dari lingkungan 4) Variasi daerah pelayanan 5) Frekuensi pelayanan 6) Pendapatan dari retribusi 7) Frekuensi penyapuan 8) Timbulan sampah musiman 9) Estetika
3. SNI 03-3241-1994, tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah. Standar ini mengatur tentang ketentuan pemilihan lokasi TPA, kriteria pemilihan lokasi yang meliputi kriteria regional dan kriteria penyisih. 4. SNI 19-3964-1994, tentang Metode Pengambilan dan Pengukuran Contoh Timbulan dan Komposisi Sampah Perkotaan. Standar ini mengatur tentang tata cara pengambilan dan pengukuran contoh timbulan sampah yang meliputi Lokasi, cara pengambilan, jumlah contoh, frekuensi pengambilan serta pengukuran dan perhitungan. D. Rancangan Konsepsi Tata Kelola Sampah 1. Pengertian Umum Sampah adalah bahan yang terbuang atau dibuang yang berasal dari aktivitas manusia maupun alam yang dinilai tidak memiliki nilai ekonomis. Sampah dapat berasal dari rumah tangga, pertanian, perkantoran, perusahaan, rumah sakit, pasar, dan lain-lain. Pengelolaan sampah di Indonesia umumnya dilakukan di tempat pembuangan akhir (TPA) sampah. Sampah tidak dikelola pada sumbernya.
2. Jenis Sampah Yang dihasilkan Sumber /asal produksi Rumah Tangga/Pemukiman
Bentuk/Jenis Organik - sayuran - daundaunan - kulit buahbuahan
Pasar/mall/perdagangan
- sayuran - buah-buahan - daun-daunan
Hotel
sayuran kulit buahan daun-daunan
-
anorganik kertas plastik kaleng botol kardus kain karet kertas plastik kaleng botol kain karet kertas plastik kaleng botol
Pengolahan Organik : 1. kompos 2. pakan ternak anorganik : - di daur ulang
Organik : - kompos - pakan ternak anorganik : - di daur ulang Organik : - kompos - pakan ternak anorganik : - di daur ulang
23
Sumber /asal produksi Rumah Sakit
Rumah makan
Bentuk/Jenis Organik - sayuran - sisa makanan
- sayuran - daun - kulit buahbuahan
Kontruksi gedung
-
Sampah rumah sakit perlu dipisahkan. Sampah rumah sakit harus dibakar di dalam sebuah insinerator milik rumah sakit. Sampah rumah sakit ditampung di sebuah kontainer dan selanjutnya dibakar di tempat pembakaran sampah. Sampah biomedis disterilisasi terlebih dahulu sebelum dibuang ke landfill.
- kertas
Organik : kompos pakan ternak anorganik : - di daur ulang
semen, pasir, spesi, batu bata, ubin, besi dan baja, kaca, dan kaleng. Karet - kertas - plastik - kaleng - botol - kain - karet
Industri
Perkantoran
anorganik jarum suntik kertas kulit botol infus bekas obatobatan - karet
- sisa makanan
Pengolahan
-
kertas plastik kaleng botol kardus
Organik : kompos pakan ternak anorganik : - di daur ulang Organik : kompos pakan ternak anorganik : - di daur ulang
3. Lingkup Pengelolaan Sampah. . Sampah yang harus dikelola tersebut meliputi sampah yang dihasilkan dari: 1) rumah tangga; 2) kegiatan komersial: pusat perdagangan, pasar, pertokoan, hotel, restoran, tempat hiburan; 3) fasilitas sosial: rumah ibadah, asrama, rumah tahanan/penjara, rumah sakit, klinik, puskesmas; 4) fasilitas umum: terminal, pelabuhan, bandara, halte kendaraan umum, taman, jalan, dan trotoar; 5) industri; 6) fasilitas lainnya: perkantoran, sekolah. 7) hasil pembersihan saluran terbuka umum, seperti sungai, danau, pantai
24
Otoritas/Peran Pemerintah dalam Pengelolaan Sampah/Kewenangan Negara untuk Publik Aspek Informasi
Partisipasi
Dukungan Sumber daya
-
-
-
Pengelolaan /Penanganan
-
Pusat sosialiasiai kebijakankebijakan lingkungan (sampah) kepada msyarakat tingkat nasional Menyediakan layanan informasi yang berkiatan dengan pengelolaan sampah Mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab para pengambil keputusan dalam pengelolaan lingkungan hidup; Mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan, dan meningkatkan kesadaran akan hak dan tanggung jawab masyarakat dalam pengelolaan sampah
Menyusun kebijakan yang membuka ruang dan partispasi masyarakat dalam pengelolaan sampah Mendukung upayaupya masyarakat dalam pengelolaan sampah Memberikan penghargaan kepada masyarakat yang telah berkontribusi pengelolaan sampah
penyelenggaraan pelatihan dan pendidikan pengelolaan sampah penyedian alokasi anggaran pengelolaan sampah pengkajian dan penelitian pengelolaan sampah penyusunan regulasi pengelolaan persampahan yang mendukung partispasi
Propinsi sosialiasiai kebijakankebijakan lingkungan (sampah) kepada msyarakat tingkat propinsi Menyediakan layanan informasi yang berkiatan dengan pengelolaan sampah Mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab para pengambil keputusan dalam pengelolaan lingkungan hidup; Mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan, dan meningkatkan kesadaran akan hak dan tanggung jawab masyarakat dalam pengelolaan sampah
Menyusun kebijakan yang membuka ruang dan partispasi masyarakat dalam pengelolaan sampah Mendukung upayaupya masyarakat dalam pengelolaan sampah Memberikan penghargaan kepada masyarakat yang telah berkontribusi pengelolaan sampah
-
-
penyediaan anggaran pengelolaan skala wilayah pembinaan dan bimbingan teknis
- Mengenakan sanksi kepada semua pihak yang melanggar peraturan
Kabupaten/kota sosialiasiai kebijakankebijakan lingkungan (sampah) kepada msyarakat tingkat kabupateni Menyediakan layanan informasi yang berkiatan dengan pengelolaan sampah Mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab para pengambil keputusan dalam pengelolaan lingkungan hidup; Mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan, dan meningkatkan kesadaran akan hak dan tanggung jawab masyarakat dalam pengelolaan sampah
Ket
Menyusun kebijakan pengelolaan sampah yang membuka ruang dan partispasi masyarakat Mendukung upayaupya masyarakat dalam pengelolaan sampah Memberikan penghargaan kepada masyarakat yang telah berkontribusi pengelolaan sampah
- Penyedian anggaran pengelolaan sampah untuk komunitas - Penyediaan sarana dan prasarana pengelolaan sampah - Penyedian bimbingan teknis
- penyusunan pengelolaan lokal/RT
aturan skala
25
Aspek -
-
-
-
-
-
-
Pembinaan dan Pengawasan
Pengendalian
Pusat masyarakat penyusunan rencana induk pengelolaan sampah pemeberian insentif dan disinsentif Menteri membuat kebijakan pengelolaan sampah yang terbaik bagi masyarakat dan lingkungan Menteri bertanggung jawab dalam melakukan koordinasi pengendalian dampak dari pengelolaan sampah. pemerintah memiliki kewajiban dalam pengelolaan sampah berupa: Instansi teknis terkait menyiapkan dan menyusun kebijakan umum pengelolaan sampah. Menyusun dan menyiapkan standar pengelolaan sampah. Penyelesaian kasus yang berpotensi menjadi masalah nasional, dan atau tidak dapat diselesaikan oleh antar pemerintah propinsi, dan atau atas permintaan pemerintah propinsi.
Propinsi - Mengeluarkan peraturan pengelolaan sampah yang mengikat semua warga untuk menciptakan lingkungan yang bersih, indah, nyaman, dan sehat - Memberikan pelayanan pengelolaan sampah di daratan dan perairan yang terbaik bagi masyarakat. - Menggunakan dana masyarakat secara transparan dan akuntabel untuk mengelola sampah - Melakukan pengawasan ternadap pengelolaan sampan yang dilakukan oleh pemerintah sendiri dan masyarakat - Menyediakan sarana dan prasarana pengelolaan sampah secara memadai. - Mendorong dan mendukung masyarakat untuk melakukan kegiatan pengurangan dan pemanfaatan sampah (3R) . - Menentukan besarnya tarif jasa pengelolaan sampah secara transparan
 Menteri melakukan pengawasan terhadap penaatan pemerintah daerah dan/atau badan usaha dalam melakukan pengelolaan sampah atas ketentuan yang telah ditetapkan dalam peraturan perundangundangan di bidang pengelolaan sampah serta menetapkan pejabat yang berwenang melakukan pengawasan.

Melakukan pembinaan kepada masyarakat dan Pelaku Usaha dalam menentukan besarnya tarif jasa pengelolaan sampah secara transparan. Melibatkan masyarakat dalam mengendalikan pengelolaan lingkungan
Kabupaten/kota
Ket
Melakukan pembinaan, pendidikan, penyuluhan dan bimbingan teknis bagi kelompok masyarakat pengelola sampah
Menyusun kerangka reward dan funisment berkaitan dengan pengelolaan sampah
26
Peran Masyarakat dalam Pengelolaan sampah/ akses publik terhadap Negara Aspek Informasi
Partisipasi
-
Sumber daya
Pengelolaan
-
Pengendalian
Bentuk tanggung jawab /hak dan kewajiban Mendapatkan informasi mengenai pemanfaatan dana masyarakat oleh pemerintah maupun pengelola sampah swakelola Mendapatkan informasi tentang kebijakan-kebijakan pengelolaan lingkungan Memberikan informasi dan data berkaitan dengan pengelolaan sampah yang dilakukan kepada pemerintah Memberikan informasi berkaitan pengelolaan lingkungan/sampah yang dilakukan
Menjaga kebersihan di lingkungan sekitarnya Berpatisipasi dalam mengelola sampah tingkat pemukiman (pengurangan, pemilahan, pemanfaatan) Berperan aktif dalam perencenaan, pelaksanaan dan kebijakan pengelolaan sampah. Berperan dalam mendorong pemberdayaan masyarakat untuk mengelola sampah. Melakukan pemantauan terhadap kegiatan pengelolaan sampah. Terlibat dalam pembinaan, pendidikan dan bimbingan teknis yang difasilitasi oleh pemerintah membangunan keswadayaan masyarakat dalam mengelola sampah pemukiman mendapatkan bantuan atau dukungan anggaran dari pemerintah berkaitan dengan pengelolaan sampah yang bersumber dari APBD mengelola sarana dan prasarana pengelolaan sampah mengajukan sumber daya kepada pemerintah untuk mendukung kegiatan pengelolaan persampahan tingkat pemukiman membangunan usaha ekonomi bersama dengan mengelola sampah berperan aktif membangun hubungan dengan pihak lain yang mendukung pada kegiatan pengelolaan sampah pemberian modal bagi para pemulung-pemulung Mendapatkan lingkungan yang bersih, indah, nyaman, dan sehat Berpartisipasi aktif dalam pengelolaan sampah dan penentuan besarnya retribusi/ pajak pengelolaan sampah, baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun pengelola sampah swakelola masyarakat berperan dalam kegiatan pengelolaan sampah melalui pengurangan, pemilahan, pengolahan dan pemanfaatan sampah untuk skala pemukiman Mendapatkan pelayanan kebersihan yang terbaik dari pemda/pengelola sampah. Memanfaatkan, mengolah, dan membuang sampah sesuai dengan ketentuan masyarakat bias berperan dalam membangun usaha pengomposan, daur ulang pemberdayaan terhadap pemulung-pemulung masyarkat terlibat dalam pengawasan terhadap pengelolaan sampah yang dilakukan oleh pemerintah memberikan bantuan pemikiran atau pertimbangan untuk penertiban dalam ke-giatan pemanfaatan ruang kawasan dan peningkatan kualitas pemanfaatan ruang kawasan.
Dari Kajian regulasi diperoleh beberapa Catatan: 1. Kerangka regulasi yang ada belum mengatur tentang tata kelola sampah yang berbasis komunitas 2. Perlunya Kerangka Aturan yang baru yang mengatur tentang tata kelola sampah yang mengutamankan potensi local Rencana Tindak Lanjut Yang akan dilakukan adalah : 1. melakukan kajian mendalam terhadap aturan yang berkaitan tentang sampah 2. menyusun rancangan naskah akademik pengelolaan sampah
27