KABUPATEN BANDUNG
LAPORAN KEGIATAN ASSESMEN DAN LOKAKARYA ORGANISASI MASYARAKAT SIPIL (CSO DIAGNOSTIC AND VISIONING WORKSHOP)
Juli 2006
LAPORAN KEUANGAN
KEGIATAN ASSESMEN & LOKAKARYA ORGANISASI MASYARAKAT SIPIL
Juli 2006
Perkumpulan
www.inisiatifbandung.org
Jl,Guntur Sari IV No 16 Bandung 40264 Telepon/Faks : 022-7309987 ; Email : inisiatif@bdg.centrin.net.id
DAFTAR ISI DAFTAR ISI
i
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR
iii
RINGKASAN EKSEKUTIF
iv
1.
2.
3.
4.
PENDAHULUAN
1
1.1 Latar Belakang
1
1.2 Tujuan
1
1.3 Keluaran Yang Diharakan
1
1.4 Lingkup Kegiatan
2
1.5 Tahapan Kegiatan
2
1.6 Pelaksanaan Kegiatan
2
METODOLOGI
3
2.1 Pendekatan
3
2.2 Metode
4
2.3 Teknik Pengumpulan Data
6
KONDISI KABUPATEN BANDUNG
7
3.1 Kondisi Umum
7
3.2 Kondisi Spasial
7
3.3 Kondisi Non-Spasial
8
3.4 Pengaruh Kondisi Lingkungan Kabupaten Bandung
8
TEMUAN
10
4.1 Kerangka Kebijakan Daerah Yang Mendukung Partisipasi Publik
10
4.2 Kondisi Kelembagaan Organisasi Masyarakat Sipil
15
4.2.1 Jenis, Fokus Perhatian, dan Wilayah Kerja
15
4.2.2 Pemahaman Terhadap Konsep Good Governance
18
4.2.3 Keterlibatan dalam Perencanaan dan Penganggaran
19
4.2.4 Pengalaman Advokasi
19
4.2.5 Manajemen Internal
20
4.3 Isu dan Permasalahan dalam Mekanisme Kebijakan Publik
21
4.4 Isu dan Permasalahan dalam Pelayanan Publik
24
5.
REKOMENDASI DAN USULAN KEGIATAN
27
5.1 Peningkatan Kapasitas Organisasi Masyarakat Sipil
27
5.2 Optimalisasi Partisipasi Masyarakat dalam Mekanisme Kebijakan Publik
28
5.3 Peningkatan Pelayanan Publik
30
LAMPIRAN Lampiran 1: Database Organisasi Masyarakat Sipil Kabupaten Bandung Lampiran 2: Regulasi Daerah Yang Mendukung Partisipasi Masyarakat Lampiran 3: Dokumentasi Kegiatan
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR Tabel 1.1
Pelaksanaan Kegiatan
Tabel 4.1
Regulasi Daerah Yang Mendukung Partisipasi Masyarakat
14
Tabel 4.2
Jenis Organisasi Masyarakat Sipil
16
Tabel 4.3
Isu dan Permasalahan dalam Mekanisme Kebijakan Publik
22
Tabel 4.4
Isu dan Permasalahan dalam Pelayanan Publik
24
Tabel 5.1
Rekomendasi Peningkatan Kapasitas Organisasi Masyarakat
28
Tabel 5.2
Rekomendasi Implementasi Good Governance dalam Mekanisme Kebijakan Publik
28
Tabel 5.3
Rekomendasi Peningkatan Pelayanan Publik
30
Gambar 2.1 Kerangka Peningkatan Kapasitas dan Advokasi Kebijakan Publik
2
4
Gambar 4.1 Jenis Organisasi Masyarakat Sipil
16
Gambar 4.2 Fokus Perhatian Organisasi Masyarakat Sipil
17
Gambar 4.3 Wilayah Kerja Organisasi Masyarakat Sipil
18
Gambar 4.4 Keterlibatan dalam Perencanaan dan Penganggaran
19
Gambar 4.5 Pengalaman Advokasi
19
Gambar 4.6 Teknik Advokasi
20
Gambar 4.7 Manajemen Internal
20
RINGKASAN EKSEKUTIF
Organisasi Masyarakat Sipil: Jalan Terbuka, Dimana Kita, Kemana Kita? Dulu, ketika demokrasi masih ilusi, masyarakat sipil sebagai pilar demokrasi dalam tata negara, wabil khusus dalam tata pemerintahan pusat dan daerah, adalah juga ilusi bahkan mimpi yang dilarang. Sebabnya adalah factor eksternal: pengekangan dalam bentuk regulasi dan tekanan atas kebebasan berorganisasi dari rezim anti-demokrasi. Kini era reformasi dan desentralisasi, demokrasi menebar benih di bumi pertiwi: sudahkah masyarakat sipil menjadi pilar demokrasi? Menjawab soal ini mungkin tidak mudah. Butuh riset serius untuk memberi jawab yang meyakinkan. Tetapi sekadar sebuah ilustrasi, assesmen singkat (rapid assessment) yang kami lakukan di Kabupaten Bandung, memberi jawaban—atau lebih tepat ilustrasi—yang tidak terlampau menggembirakan. Sebelum lebih jauh, kita tegaskan dulu, bahwa ilustrasi ini berlaku dalam konteks tata pemerintahan local Kabupaten Bandung, bagian dari sistem demokrasi di negeri ini. Assesmen ini ditujukan untuk menemukan dua hal: (1) bagaimana kerangka regulasi local (perda dan perbup) memfasilitasi partisipasi masyarakat dalam tata pemerintahan local, yang notabene merupakan cermin dari demokrasi itu sendiri; dan (2) bagaimana organisasi masyarakat sipil berperan dalam mewujudkan tata pemerintahan local yang baik (sekali lagi merupakan wujud demokratisasi local). Temuannya adalah sebagai berikut. Pertama, cukup melegakan bahwa sebagian peraturan daerah/perbup di Kabupaten Bandung telah memberikan peluang yang cukup—meskipun tidak istimewa—bagi partisipasi masyarakat sipil dalam tata pemerintahan. Di antaranya ada perda tentang kewajiban pemda untuk transparan kepada rakyat dan untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk terlibat dalam perencanaan pembangunan. Namun, temuan kedua cukup menyesakkan karena potret peran masyarakat yang masih jauh dari harapan. Ditinjau dari aspek kompetensi, interes, independensi, dan partisipasi, masyarakat sipil kita masih jauh dari harapan. Dampak langsungnya adalah peraturan daerah yang telah baik secara tekstual tidak dapat ditegakkan karena memang pemerintah daerah tahu bahwa masyarakat sipil tidak mempunyai cukup control terhadap regulasi yang ada. Dua sinyalemen ini menjadi pelecut kuat bagi kita untuk lebih merapatkan barisan organisasi masyarakat sipil. Ada dua pendekatan yang mungkin dilakukan untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik. Pendekatan pertama adalah penguatan basis dan kapasitas masyarakat sipil untuk melakukan control demi penegakan perda yang secara substansi sudah baik. Pendekatan kedua adalah dengan peningkatan kapasitas masyarakat tentang permasalahan pelayanan publik yang mendasar bagi rakyat seperti kesehatan, pendidikan, dan peningkatan akses terhadap sumber kehidupan perekonomian. Pendekatan yang kedua akan mengarah kepada semakin efektifnya pelayanan publik yang dilakukan pemerintah. Pendekatan pertama akan mengarah kepada semakin transparannya tata kelola pemerintahan sebagai mesin produksi pelayanan publik dimaksud.
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Organisasi Masyarakat Sipil/Civil Society Organization (CSO) memainkan peranan yang penting dalam tata kelola pemerintahan. Masyarakat yang terorganisir dalam asosiasi atau kelompok-kelompok sektoral merupakan bagian yang penting dan merupakan elemen kunci dalam demokrasi dan upaya mewujudkan tata pemerintahan yang baik dan efisien. Organisasi Masyarakat Sipil yang selalu menentang setiap penyalahgunaan wewenang baik di sektor publik maupun swasta, merupakan alat untuk transformasi sosial dan merupakan alternatif ruang untuk mencari penyelesaian masalah-masalah sosial. Menyadari pentingnya penguatan masyarakat sipil untuk memperbaiki tata kelola pemerintahan daerah, maka perlu ada upaya fasilitasi dan peningkatan kapasitas bagi organisasi masyarakat sipil agar mereka lebih efektif dalam melakukan advokasi, penguatan dalam manajemen organisasinya, serta keterampilan teknis dalam melakukan hak-hak demokrasinya. Untuk konteks Kabupaten Bandung, sebagai langkah awal, akan diselenggarakan lokakarya untuk melakukan diagnosa serta perencanaan ke depan. Agar program-program yang akan dikembangkan benar-benar sesuai dengan kebutuhan msayarakat sipil, maka sebelum lokakarya akan dilakukan survey identifikasi organisasi masyarakat sipil, studi tentang peraturan peraturan daerah yang mendukung partisipasi masyarakat, serta assessment terhadap pengalaman advokasi dan kapasitas manajemen internal organisasi masyarakat sipil. 1.2 Tujuan Tujuan umum pelaksanaan kegiatan ini adalah untuk membuat design program penguatan advokasi organisasi masyarakat sipil yang berdasarkan kebutuhan. Secara khusus kegiatan ini ditujukan untuk: 1. Mengidentifikasi Organisasi Masyarakat Sipil di Kabupaten Bandung 2. Melakukan study tentang peraturan-peratutan daerah yang mendukung partisipasi masyarakat 3. Mengidentifikasi pengalaman advokasi dan kapasitas manajemen internal Organisasi Masyarakat Sipil di Kabupaten Bandung 4. Merumuskan rencana aksi masyarakat sipil untuk perubahan tata pemerintahan dan peningkatan pelayanan publik. 1.3 Keluaran Yang Diharapkan Hasil atau keluaran yang diharapkan dari kegiatan survey dan assesment ini adalah: 1. Tersusunnya database Organisasi Masyarakat Sipil di Kabupaten Bandung 2. Kompilasi dan ringkasan substansi (policy brief) peraturan-peratutan daerah yang mendukung partisipasi masyarkat. 3. Hasil Assessment Organisasi Masyarakat Sipil mengenai pengalaman advokasi dan kapasitas manajemen internal Organisasi Masyarakat Sipil.
4. Tersusunnya rencana aksi masyarakat sipil untuk perubahan tata pemerintahan dan peningkatan pelayanan publik dan kelompok kerja masyarakat sipil yang akan melaksanakan rencana aksi tersebut. 1.4 Lingkup Kegiatan Ruang lingkup kegiatan ini terdiri dari: 1. Identifikasi Organisasi Masyarakat Sipil 2. Analisis Regulasi Daerah. 3. Assesment Kapasitas Organisasi Masyarakat Sipil 4. Perumusan Rencana Aksi Masyarakat Sipil 1.5 Tahapan Kegiatan Kegiatan ini dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut: 1. Survey identifikasi organisasi masyarakat sipil 2. Study tentang peraturan-peratutan daerah yang mendukung partisipasi masyarakat 3. Assessment tentang pengalaman advokasi dan manajemen internal organisasi masyarakat sipil 4. Pelaksanaan Lokakarya Masyarakat Sipil 5. Penulisan laporan 1.6 Pelaksanaan Kegiatan Tabel 1.1 Pelaksanaan Kegiatan No.
Kegiatan
Waktu
Lokasi
1.
Survey identifikasi organisasi masyarakat sipil
8 Juni 2006
2.
Study tentang peraturanperatutan daerah yang mendukung partisipasi masyarakat
12 – 16 Juni 2006
3.
Assessment tentang pengalaman advokasi dan manajemen internal organisasi masyarakat sipil
15 Juni – 23 Juni 2006
Di empat wilayah Kabupaten Bandung (Majalaya, Baleendah, Katapang, dan Soreang).
4.
Pelaksanaan Lokakarya Masyarakat Sipil
3 Juli 2006
Kantor DPD Muhammadiyah Kabupaten Bandung. Jl. Katapang – Soreang.
5.
Penulisan laporan
4 – 5 Juli 2006
Kantor Inisiatif
Kantor Kesatuan Kebangsaan dan Perlindungan Masyarakat (KesbangLinmas) Kabupaten Bandung – Soreang.
2. METODOLOGI 2.1 Pendekatan Kondisi sosial ekonomi di daerah yang cenderung stagnan dan bahkan menurun dalam aspek-aspek tertentu seharusnya mendorong pemerintah daerah untuk lebih realistis, terbuka, dan partispatif dalam merumuskan berbagai kebijakan publik, terutama dalam proses perencanaan dan penganggaran. Dengan kata lain, pemerintah daerah harus menjalankan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik dalam seluruh proses perencanaan dan penganggaran sehingga output (kebijakan dan alokasi angaran) yang dihasilkan dari proses tersebut lebih mencerminkan kebutuhan masyarakat dan lebih responsif terhadap masalahmasalah pembangunan yang sedang dihadapi. Misalnya, kebijakan dan alokasi anggaran yang responsif terhadap masalah kemiskinan (pro-poor budget) tidak mungkin bisa dilakukan tanpa ada keterbukaan pemerintah mengenai masalah tersebut dan tanpa keterlibatan komunitas miskin dalam proses perencanaan dan penganggarannya. Adanya kebijakan dan alokasi anggaran yang lebih baik tentunya akan mendorong pelayanan publik ke arah yang lebih baik pula. Namun demikian, untuk mewujudkan suatu tatanan kepemerintahan yang baik tidak cukup diserahkan begitu saja kepada unsur-unsur pemerintah yaitu eksekutif dan legislatif. Unsurunsur pemerintahan yang lain yaitu masyarakat sipil dan swasta harus juga dilibatkan dan duduk secara sejajar dan berdampingan dalam dinamika tata pemerintahan yang baik. Untuk konteks Kabupaten Bandung kedua unsur terakhir ini tampaknya belum banyak berperan dalam dinamika tersebut. Tata pemerintahan yang baik (good governance) sendiri bersandar di atas empat pilar, yaitu partisipasi, transparansi, bisa diprediksi, dan akuntabilitas. Partisipasi berarti adanya peran warga dalam menentukan arah pembangunan dan alokasi sumber daya publik yang dikelola pemerintah. Partisipasi publik sebagai pilar pertama, terutama terkait dengan proses perencanaan dan penganggaran. Baik itu perencanaan jangka panjang, menengah, maupun tahunan. Transparansi berarti adanya akses yang terbuka bagi publik untuk mendapatkan informasi yang relevan. Terutama menyangkut keputusan politik yang dibuat oleh pemerintah dan legislatif. Salah satunya adalah keputusan politik tentang alokasi APBD (sumber daya publik). Transparansi sebagai pilar kedua, terutama berkaitan dengan pertanyaan apakah alokasi APBD sesuai atau telah mencerminkan kebutuhan publik yang telah disampaikan melalui proses perencanaan partisipatif. Terutama dalam hal ini adalah, apakah APBD telah mencerminkan alokasi yang pro-poor. Bisa diprediksi dalam arti semua tindakan pemerintah mengacu kepada dokumen kebijakan dan rencana yang ada. Sebagai pilar ketiga, prinsip bisa diprediksi dimaksudkan bahwa semua rencana dan alokasi APBD yang telah diputuskan, akan secara konsisten dan konsekuen dipedomani oleh pemerintah. Dengan demikian, publik dapat mengantisipasi dampak dan manfaat dari program pembangunan. Akuntabilitas dalam arti suatu kemampuan untuk membuat para pejabat publik dapat bertanggung jawab atas tindakan-tindakannya. Dalam pilar keempat ini, dimaksudkan bahwa pada akhirnya harus ada evaluasi dari publik terhadap tindakan aparatur pemerintahan. Evaluasi ini disertai juga dengan proses pengawasan (monitoring) di sepanjang proses perencanaan dan penganggaran, dan implementasi anggaran. Kelembagaan masyarakat sipil harus menjadi perhatian utama dalam kegiatan ini karena selama ini unsur pemerintahan ini belum banyak mendapatkan penguatan dan kondisinya
cenderung tidak berdaya dihadapan unsur pemerintahan yang lain. Dengan adanya peningkatan kapasitas ini diharapkan masyarakat sipil lebih berperan serta secara aktif dalam proses mekanisme kebijakan dan pelayanan publik sehingga mereka dapat menentukan prioritas dan mempunyai kemungkinan untuk memperbaiki kualitas hidup mereka dalam jangka waktu yang relatif pendek. Hal ini juga diikuti dengan kemungkinan untuk mengembangkan pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran dan memastikan keterbukaan dan keberpihakan anggaran kepada orang miskin. Terkait dengan upaya pengorganisasian, peningkatan kapasitas dan advokasi kebijakan publik. Gambar 2.1 di bawah menjelaskan rangkaian dan kaitan kegiatan inti tersebut disertai dengan beberapa rincian kegiatannya. Pengorganisasian Masyarakat Sipil
Peningkatan Kapasitas
1.
Identifikasi Organisasi Masyarakat Sipil
1.
Pelatihan Kebijakan dan Anggaran.
2.
Asesment Kapasitas Organisasi Masyarakat Sipil
2.
Pelatihan Advokasi.
3.
Pembentukan Kelompok Masyarakat Sipil
4.
Perumusan Rencana Aksi Masyarakat Sipil
3. M
j
Pelatihan O i
Pemantauan Kinerja Survey Kepuasan Publik
i
Advokasi Kebijakan & Anggaran 1.
Advokasi kebijakan dan anggaran sektor
2.
Advokasi Regulasi Daerah
Gambar 2.1 Kerangka Peningkatan Kapasitas dan Advokasi Kebijakan Publik
Pengorganisasi masyarakat sipil ditujukan untuk membentuk suatu kelembagaan masyarakat di tingkat komunitas dan wilayah yang diharapkan menjadi penggerak utama proses perubahan kebijakan dan anggaran di daerah. Masyarakat yang sudah terorganisir tersebut kemudian ditingkatkan kapasitasnya terkait dengan berbagai kebijakan dan prosedur yang berlaku di daerah dan kemampuannya dalam mengadvokasi kebijakan dan anggaran 2.2 Metode Ruang lingkup kegiatan ini terdiri dari pertama, mengidentifikasi organisasi masyarakat sipil. Kegiatan ini dimaksudkan untuk menyusun basis data lembaga organisasi masyarakat sipil yang berkiprah di Kabupaten Bandung. Kedua, melakukan analisis regulasi daerah yang mendukung partisipasi masyarakat dalam proses tata pemerintahan. Kegiatan ini dilakukan untuk mengidentifikasi regulasi daerah yang mendukung keterlibatan masyarakat dan mengidentifikasi peluang-peluang dalam sistem dan mekanisme kebijakan publik yang
berjalan di Kabupaten Bandung. Ketiga, melakukan pemetaan mengenai kapasitas organisasi masyarakat sipil. Kegiatan ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai kiprah dan keterlibatan organisasi masyarakat sipil dalam proses pembangunan dan pemerintahan di Kabupaten Bandung. Selain itu, kegiatan ini juga dilakukan untuk mengidentifikasi kapasitas organisasi tersebut dalam melakukan advokasi kebijakan publik. Keempat, merumuskan rencana aksi masyarakat sipil untuk perubahan tata pemerintahan dan perbaikan layanan publik. Terkait dengan keempat ruang lingkup kegiatan tersebut, metode yang digunakan dalam melaksanakan kegiatan ini terdiri dari: 1. Survey Organisasi Masyarakat Sipil. Survey ini dilakukan dengan mendatangi lembaga pemerintah daerah (Kantor Kesbang-Linmas) untuk mendapatkan daftar organisasi masyarakat yang ada di wilayah Kabupaten Bandung. Selain itu, daftar ini juga dikumpulkan dari forum-forum masyarakat sipil yang masih aktif melakukan aktivitasnya. Dari survey ini diperoleh daftar organisasi masyarakat yang diidentifikasi berdasarkan jenis dan kegiatan utamanya ke dalam format tabel di bawah ini. Tabel Daftar Organisasi Masyarakat Sipil Kabupaten Bandung No.
Nama Organsiasi
Jenis
Kontak Person
Kegiatan Utama
Alamat
2. Analisis Kebijakan. Fokus dalam analisis ini adalah untuk melihat apakah daerah memiliki regulasi yang mendukung partisipasi masyarakat dan sejauhmana regulasi tersebut memberi peluang bagi partisipasi masyarakat untuk terlibat dalam proses-proses pemerintahan dan pembangunan di Kabupaten Bandung. Hasil analisis ini akan rangkum dalam format tabel berikut: Tabel Regulasi Daerah Yang Mendukung Partisipasi Masyarakat No.
Substansi Yang Diatur
Bentuk Aturan
Nomor dan Tahun Disahkan
Peluang Partisipasi Masyarakat
3. Focus Group Discussion (FGD). Metode ini dilakukan untuk mendalami karakter organisasi masyarakat sekaligus mengidentifikasi berbagai isu dan permasalahan terkait dengan mekanisme kebijakan dan pelayanan publik. FGD dilakukan sebanyak 5 kali di empat wilayah Kabupaten Bandung. Hasil kegiatan ini dirangkum dalam format-format tabel berikut: Tabel Kapasitas Organisasi Masyarakat Pemahaman terhadap good governance.
Keterlibatan dalam Perencanaan Penganggaran
Keterlibatan dalam implementasi dan pengawasan
Pengalaman Advokasi
Manajemen Internal
Tabel Isu dan Permasalahan dalam Mekanisme Kebijakan Publik Mekanisme Kebijakan Publik
Isu
Permasalahan
Perencanaan Kegiatan Pembahasan dan Penetapan Anggaran Implementasi Anggaran/Kebijakan Monitoring dan Evaluasi
Tabel Isu dan Permasalahan dalam Pelayanan Publik Sektor Pelayanan Publik
Isu
Permasalahan
4. Lokakarya. Lokakarya ini dilakukan dengan tujuan utama untuk merumuskan rencana aksi masyarakat sipil untuk perubahan kebijakan dan pelayanan publik yang didasarkan pada isu dan permasalahan yang diidentifikasi melalui proses diskusi kelompok partisipan lokakarya. Hasil lokakarya ini dirangkum dalam format tabel seperti di bawah ini: Tabel Permasalahan, Rekomendasi Lokakarya Masyarakat Sipil Permasalahan
Rekomendasi
Usulan Kegiatan
Mekanisme Kebijakan Publik
Sektor Pelayanan Publik
2.3 Teknik Pengumpulan Data 1. Survey. Survey ini dilakukan dengan menggunakan lembar survey dan kuisioner. Lembar survey digunakan untuk mengidentifikasi lembaga masyarakat sipil dan regulasi daerah. Lembar kuisioner digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai pengalaman keterlibatan organisasi masyarakat sipil dalam proses dan mekanisme kebijakan publik dan pengalaman mereka dalam mengadvokasi kebijakan publik. 2. Studi Dokumen. Studi dokumen dilakukan untuk mendapatkan gambaran umum mengenai regulasi daerah yang memberikan peluang partisipasi bagi masyarakat.
3. Focus Group Discussion (FGD). Pengumpulan data dengan teknik ini dilakukan dengan diskusi dan tanya jawab serta curah pendapat (brainstorming) terkait dengan kondisi kelembagaan, aktivitas organisasi masyarakat, dan permasalahan kebijakan pembangunan di Kabupaten Bandung.
3. KONDISI KABUPATEN BANDUNG 3.1 Kondisi Umum Kabupaten Bandung memiliki luas wilayah mencapai 307.371 Ha. Luasan wilayah tersebut terdiri atas 45 Kecamatan, 8 Kelurahan dan 432 Desa. Pada tahun 2004 jumlah penduduk Kabupaten Bandung adalah 4.145.967 jiwa dengan kepadatan rata-rata 1.308 jiwa/km2 dan Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) mencapai 3,19%. Dengan wilayah administrasi seluas itu, Kabupaten Bandung merupakan Kabupaten dengan luas wilayah terluas di Jawa Barat. Sebagian besar masyarakat Kabupaten Bandung pada umumnya adalah masyarakat agraris. Namun seiring dengan berjalannya waktu, masyarakat agraris di Kabupaten Bandung mulai bertransformasi menjadi masyarakat industri. 3.2 Kondisi Spasial Wilayah Kabupaten Bandung secara astronomis terletak pada koordinat 107o22’ – 108o5’ Bujur Timur dan 6o41’ – 7o19’ Lintang Selatan. Kemudian secara geografis Kabupaten Bandung terletak di cekungan dataran tinggi Bandung pada ketinggian antara 110 meter sampai 2.429 meter di atas permukaan laut. Morfologi Kabupaten Bandung terdiri dari wilayah datar/landai, kaki bukit dan pegunungan dengan kemiringan lereng beragam antara 0-8%, 8%-15%, hingga di atas 45%, beriklim tropis dan dipengaruhi oleh iklim muson dengan curah hujan rata-rata antara 1.500 mm sampai dengan 4.000 mm pertahun. Suhu udara berkisar antara 190 C sampai 240 C dengan penyimpangan harian mencapai 50 C dan kelembaban udara beragam antara 78% pada musim hujan dan 70% pada musim kemarau. Kabupaten Bandung merupakan hulu sungai Citarum, tepatnya di Gunung Wayang Kecamatan Kertasari. Sungai Citarum merupakan sungai paling penting di Indonesia. Dua dari Tiga waduk dan pembangkit listrik tenaga air terletak di Kabupaten Bandung. Selain itu Sungai Citarum merupakan sumber air baku air bersih yang penting untuk pertanian dan Industri di pantai utara Jawa Barat dan DKI. Kondisi iklim serta masih banyaknya lahan yang dapat dioptimalkan pemanfaatannya sesuai dengan peruntukkannya, dapat memberikan kontribusi pendapatan bagi masyarakat baik yang berasal dari kegiatan agrobisnis, perkebunan, hutan, peternakan, tanaman hias, budidaya ikan air tawar juga kegiatan jasa dan produksi lainnya. Kabupaten Bandung mempunyai lokasi yang strategis sebagai wilayah penyangga ibukota propinsi. Batas wilayah administrasi pemerintahannya di sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Subang dan Purwakarta, sebelah Barat dengan Kabupaten Cianjur, di sebelah Timur dengan Kabupaten Garut dan Sumedang, dan di sebelah Selatan dengan Kabupaten Garut dan Cianjur, serta di bagian tengah terletak Kota Bandung dan Kota Cimahi. Posisi strategis tersebut didukung dengan prasarana regional dan nasional yang ada di Kabupaten Bandung. Kabupaten Bandung berada pada lintasan jalan jalur selatan, yang menghubungkan ibukota Jakarta dengan wilayah selatan Jawa. Lintasan ini didukung oleh keberadaan sarana jalan tol yang berujung di Kabupaten Bandung sehingga memungkinkan akses ke ibukota dengan waktu yang singkat. Selain posisi strategis, potensi sumberdaya alam dan energi yang dimiliki oleh Kabupaten Bandung bila pemanfatannya bijaksana, akan sangat bermanfaat bagi kepentingan lokal, regional bahkan nasional.
3.3 Kondisi Non-Spasial Dari sisi kebijakan, di internal Kabupaten Bandung sudah ada beberapa kebijakan yang secara langsung dan tidak langsung dapat berpengaruh pada proses perencanaan dan penganggaran. Salah satunya adalah adanya Peraturan Daerah tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Daerah yang merupakan penerapan UU 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Dengan adanya Perda ini, masyarakat dapat berpartisipasi dalam perencanaan pembangunan dan penganggaran, dari tingkat Desa sampai tingkat Kabupaten. Masyarakat Kabupaten Bandung yang pada tahun 2004 sekitar 4.145.967 jiwa merupakan masyarakat yang plural. Mulai dari masyarakat pertanian yang hidup di pedesaan terpencil, sampai masyarakat yang urbanized yang tinggal di perbatasan dengan Kota Bandung. Demikian juga bila dilihat dari sisi budaya. Mayoritas masyarakat kabupaten merupakan masyarakat yang berasal dari suku sunda. Suku Sunda terkenal dengan sikap keterbukaannya terhadap pendatang, someah hade ka semah. Maka tidak heran, banyak juga penduduk yang berasal dari etnis nusantara lainnya tinggal di Kabupaten Bandung. Demikian juga dari sisi ekonomi, kondisi perekonomian di Kabupaten Bandung sangat bervariasi. Berbagai macam industri dan juga pertanian-perkebunan berlokasi di Kabupaten Bandung. Di satu sisi, hal ini memberi harapan bahwa perekonomian Kabupaten Bandung tidak terlalu beresiko terkena krisis, karena bertumpu tidak hanya pada satu jenis sektor ekonomi, namun di sisi lain, hal ini mengundang pendatang ilegal, disparitas ekonomi wilayah antara wilayah pertanian-perkebunan dengan wilayah industri, kompleksitas dalam hal kebijakannya, kerusakan lingkungan, dan lain-lain. 3.4 Pengaruh Kondisi Lingkungan Kabupaten Bandung Terlepas dari keuntungan posisi dan lingkungan Kabupaten Bandung, perbedaan karakteristik kondisi fisik menyebabkan sediaan infrastruktur wilayah tidak memadai. Banyak daerah yang secara fisik memiliki jarak yang tidak jauh tapi harus ditempuh dalam waktu yang cukup lama karena kondisi infrastruktur yang tidak memadai sehingga menyebabkan aksesibilitas masyarakat tidak dapat dilakukan secara optimal. Selain itu, jumlah sarana pendidikan dan kesehatan juga sangat terbatas. Sampai saat ini terdapat sarana pendidikan dengan kondisi fisik bangunan pendidikan dasar sebanyak 61.21% dalam keadaan rusak. Dampak lain dari posisi dalam konstelasi regional dan nasional, kondisi geografis dan fisik Kabupaten Bandung adalah potensi ekonomi. PDRB per kapita masyarakat Kabupaten Bandung atas dasar harga berlaku tahun 2004 adalah sebesar Rp. 6.536.431,00 dan apabila dihitung dengan menggunakan harga konstan, PDRB per kapita Kabupaten Bandung pada tahun 2004 adalah sebesar Rp. 1.714.578,00. Nilai tersebut menggambarkan pendapatan penduduk Kabupaten Bandung masih belum menggembirakan, dan menurut data tahun 2004, kemampuan daya beli penduduk baru mencapai Rp. 534.320,00 . Namun demikian, Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kabupaten Bandung yang pada tahun 2004 sebesar 5,23% (di atas LPE Propinsi Jawa Barat), dan dalam 5 tahun terakhir mengalami peningkatan yang cukup berarti, memberikan sinyal positif akan bergairahnya potensi kegiatan perekonomian setempat. Peningkatan laju perekonomian ini diharapkan dapat dirasakan manfaatnya secara proporsional oleh masyarakat, dan dapat meningkatkan daya beli masyarakat Kabupaten Bandung. Sebagian besar masyarakat Kabupaten Bandung (381.373 jiwa atau setara dengan 26,02%) bermata pencaharian sebagai petani, dan 395.440 jiwa atau setara dengan 26,98% hidup dari
usaha industri (manufaktur, agro industri,dsb). Dengan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada tahun 2004 sebesar 52,84%, dan jumlah penganggur sebanyak 390.026 jiwa atau setara dengan 16,32%, serta migrasi masuk sebanyak 69.715 orang membuat kehidupan perekonomian di Kabupaten Bandung cukup berat. Namun demikian di sisi lain, besarnya angka migrasi ini menandakan bahwa Kabupaten Bandung memiliki daya tarik untuk ditempati. Hal ini karena selain lokasinya yang strategis berdampingan dengan ibu kota Propinsi Jawa Barat, juga karena dalam dekade terakhir perkembangan industri dan permukiman cukup menggembirakan. Dampak lain dari kondisi geografis dan kondisi fisik alam yang beragam, baik berupa gunung, bukit, hutan, danau dan lainnya, kondisi infrastruktur wilayah, serta migrasi masuk yang tinggi memicu penyebaran penduduk Kabupaten Bandung yang tidak merata pada setiap kecamatannya. Berdasarkan data pada tahun 2004, kecamatan yang memiliki kepadatan tertinggi adalah Kecamatan Margahayu dengan kepadatan penduduk 10.157,5jiwa/km2 dan Kecamatan Rancabali sebagai kecamatan dengan kepadatan paling rendah, yaitu 314,4jiwa/km2. Perbedaan signifikan dari nilai kepadatan penduduk tersebut mencerminkan kondisi wilayah yang heterogen. Kondisi demikian tentunya akan menjadi kendala bagi masyarakat Kabupaten Bandung untuk dapat meningkatkan kualitas hidupnya, terlebih dengan kondisi geografis dan infrastruktur tersebut menjadikan alasan bagi tenaga pendidik dan tenaga kesehatan untuk tidak tinggal di daerah yang mempunyai keterbatasan aksesibilitas. Dari data yang ada, 16 kecamatan masih kekurangan tenaga pendidik dan 60% tenaga kesehatan tidak tinggal di tempat. Dengan semakin tingginya partisipasi masyarakat untuk membangun sarana dan prasarana bidang pendidikan dan kesehatan, yang terbukti dengan tersedianya 11.000 tenaga Kader Kesehatan, peran organisasi profesi yang aktif, tersedianya Komite Sekolah di setiap Kecamatan, tersedianya Lembaga Pendidikan Non Formal (50 buah PKBM pada tahun 2004), serta peranan masyarakat melalui UKBM (Upaya Kesehatan Bersama Masyarakat) baik berupa kegiatan Polindes, Posyandu, dan Poskestren, juga aktifnya Gerakan Sayang Ibu di seluruh Kecamatan, merupakan potensi yang cukup signifikan dalam peningkatan kualitas hidup masyarakat Kabupaten Bandung. Hal ini didukung juga dengan kecenderungan meningkatnya potensi sumber daya manusia. Karena beratnya permasalahan lingkungan berupa hambatan geografis dan kondisi eksisting sarana-prasarana bidang kesehatan serta pendidikan, yang disertai dengan permasalahan ekonomi cukup berat sebagaimana dijelaskan terdahulu, harus dapat ditangani dengan jalan memanfaatkan berbagai potensi geografis dan rekayasa pengelolaan peningkatan kesejahteraan masyarakat untuk mencapai peningkatan taraf hidup.
4. TEMUAN DAN ANALISIS HASIL ASSESMEN 4.1 Kerangka Kebijakan Daerah Yang Mendukung Partisipasi Publik Analisis kebijakan di sini dimaksudkan untuk melihat apakah daerah memiliki regulasi yang mendukung partisipasi masyarakat dan sejauhmana regulasi tersebut memberi peluang bagi partisipasi masyarakat untuk terlibat dalam proses-proses pemerintahan dan pembangunan di Kabupaten Bandung. Untuk itu pertama yang kita lakukan adalah mencoba menidentifikasi, menurut teori, peraturan apa saja yang diperlukan untuk meningkatkan adanya partisipasi publik. Setidaknya di Kabupaten Bandung sampai saat ini terdapat beberapa produk hukum daerah yang -seharusnya- mendukung adanya partisipasi publik dan good governance, terutama dalam rangka perencanaan dan penganggaran, diantaranya adalah: a. Produk hukum yang terkait dengan BPD Peraturan Daerah No. 9 Tahun 2000 tentang Pedoman Pembentukan Badan Perwakilan Desa Peraturan Daerah ini didasarkan pada UU22/99. Walau sudah tidak berlaku dengan adanya UU32/04, pengaruh Peraturan Daerah ini masih dirasakan di desa desa. terutama terkait dengan pengertian BPD sebagai badan perwakilan desa. Dalam Peraturan Daerah ini disebutkan bahwa Badan Perwakilan Desa adalah badan perwakilan yang terdiri atas pemuka pemuka masyarakat yang berfungsi mengayomi ada istiadat, membuat peraturan desa, menampung dan menyalurkan asporasi masyarakat serta melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan desa. Pengaruh yang paling besar, yang sampai saat ini dirasakan, adalah bahwa anggota BPD dipilih langsung oleh masyarakat serta adanya fungsi dan hak BPD untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan desa, anggaran pendapatan dan belanja desa serta keputusan kepala desa. Peraturan Daerah No.7 tahun 2006 tentang Badan Permusyawaratan Desa Peraturan Daerah ini didasarkan pada UU32/04 dan PP72/05. Peraturan Daerah ini baru ditetapkan 10 Mei 06 dan diundangkan 17 Mei 06. Perbedaan yang paling kentara dari adanya Peraturan Daerah ini adalah BPD yang bukan lagi Badan Perwakilan Desa, tapi Badan Permusyawaratan Desa. Dalam Peraturan Daerah ini, BPD dapat berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan publik di desa terkait dengan wewenang yang dimilikinya yaitu: membahas rancangan peranturan desa bersama kepala desa, melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan desa dan peruaturan kepala desa,menggali, menampung, menghimpun, merumuskan dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Terkait dengan keanggotaan BPD yang saat ini tidak lagi dipilih melalui pemilu, melainkan melalui masyarakat ditingkat dusun dan ditingkat desa, hal ini dapat mengurangi kemungkinan partisipasi publik. Ini karena anggota BPD yang diangkat nanti sangat mungkin untuk tidak merasa perlu bertanggungjawab pada pemilih (karena tidak dipilih)
Surat Bupati Kabupaten Bandung Tanggal 24 Mei 2006 No.141.2/963/OTDA tentang Pedoman Persyaratan Lain Anggota BPD dan Pelantikan/Peresmian
Anggota BPD Surat ini merupakan implmenentasi Peraturan Daerah 7/06 tentang Badan Permusyawaratan Desa. Surat keterangan ini isinya adalah pedoman dan petunjuk teknis tentang persyaratan anggota BPD. Beberapa desa menanggapi surat ini dengan keberatan dengan alasan bahwa desa tidak diberi kesempatan untuk memahami dulu Peraturan Daerah 7/06 tapi langsung diminta mengimplementasikan. Surat ini keluar hanya seminggu setelah Peraturan Daerah disahkan. Alasan lain yang dikemukakan oleh desa adalah bahwa ada “pemaksaan� dalam bentuk keharusan melaksanakan surat bupati ini, dan bila tidak dilaksanakan, desa yang bersangkutan diancam akan ditunda alokasi dana desa nya sampai BPD baru terbentuk. b. Produk hukum yang terkait dengan Lembaga Kemasyarakatan Peraturan Daerah No. 11 Tahun 2000 tentang Lembaga Kemasyarakatan di Desa Peraturan Daerah ini didasarkan pada UU22/99. Peraturan Daerah ini mengatur seluruh lembaga kemasyarakatan di desa secara umum, baik itu LKMD, PKK, dan organisasi lainnya yang dibentuk oleh desa. Lembaga kemasyarakatan menurut Peraturan Daerah ini adalah lembaga-lembaga yang dibentuk atas prakarsa masyarakat desa yang merupakan mitra pemerintah desa dalam aspek perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pembangunan yang bertumpu pada masyarakat. Lembaga kemasyarakatan ini dibentuk sesuai kebutuhan untuk memberdayakan masyarakat. Pengurus lembaga kemasyarakatan ditetapkan merupakan pemuka-pemuka masyarakat (elit), jadi tidak memungkinkan warga biasa untuk jadi anggota lembaga kemasyarakatan (menurut versi Peraturan Daerah ini). Jadi, agak berbeda dengan pengertian Community Based Organizations yang umum, lembaga kemasyarakatan disini sifatnya elitis. Dilihat dari fungsinya, lembaga kemasyarakatan merupakan mitra kerja pemeirntah desa di bidang perencanaan pembangunan, menggerakan partisipasi masyarakat secara aktif dan positif untuk melaksanakan dan mengendalikan pembangunan secara terpadu baik yang berasal dari berbaai kegiatan pemeirntah maupun swadaya gotong royong masyarakat dan menumbuhkan kondisi dinamis masyarakat. c. Produk hukum yang terkait dengan Desa Peraturan Daerah 5 tahun 2000 tentang Tatacara Pencalonan, Pemilihan, Pelantikan dan Pemberhentian Kepala Desa Peraturan Daerah ini mengatur tentang mekanisme pencalonan sampai pembatalan pemilihan, dll. Peraturan Daerah ini cukup detail. Dengan adanya Peraturan Daerah ini masyarakat mendapatkan jaminan untuk dapat melaksanakan demokrasi dan menciptakan good governance di tingkat desa.
Peraturan Daerah 8 tahun 2006 tentang Pencalonan, Pemilihan, Pelantikan dan Pemberhentian Kepala Desa Peraturan Daerah yang didasarkan pada UU 32/2004 dan PP72/2005 ini menggantikan Peraturan Daerah sebelumnya. Pada prinsipnya, tidak terlalu jauh berbeda. Tapi ada beberapa hal yang menggangu dari Peraturan Daerah ini adalah adanya klausul bagi kepala
desa yang akan mencalonan kembali tetap melaksanakan tugas sampai habis masajabatannya. Jadi ketika kades incumbent juga mencalonkan diri, potensial untuk menggunakan kekuasaannya agar dapat terpilih kembali. Klausul lain adalah adanya pasal mengenai panitia pemilihan yang harus dibentuk oleh BPD, harus ada unsur perangkat desa (anak buah kades berkuasa), pengurus lembaga kemasyarakatan di desa (yang dibentuk oleh desa, ketuanya dipilih dalam musyawarah yang dipimpin oleh kades incumbent). Selain itu, kalau dulu panitia pemilihan harus diketuai oleh anggota BPD, saat ini BPD sama sekali tidak mengambil bagian dalam kepanitiaan. Disini ada potensi proses demokrasi di tingkat desa akan ternodai oleh “hubungan mesra” kades incumbent dengan panitia pemilihan. Peraturan Daerah 6 tahun 2000 tentang Tatacara Pemilihan dan atau Pengangkatan Perangkat Desa Peraturan Daerah ini melengkapi Peraturan Daerah 5 tahun 2000 tentang Tatacara Pencalonan, Pemilihan, Pelantikan dan Pemberhentian Kepala Desa. Menurut Peraturan Daerah ini, perangkat desa dapat diangkat dengan atau tanpa pemilihan, setelah ada persetujuan dari BPD. Kepala desa memegang hak yang penuh untuk menentukan siapa calon yang akan dia ajukan. d. Produk hukum yang terkait dengan Transparansi dan Partisipasi Peraturan Daerah No. 6 Tahun 2004 tentang Transparansi dan Partisipasi dalam Penyelenggaraan Pemerintahan di Kabupaten Bandung Peraturan Daerah ini merupakan Peraturan Daerah yang kontroversial, terutama bagi aparat. Peraturan Daerah ini dianggap sebagai ancaman nyata, setidaknya itu kesan dan bukti yang kami temukan selama kami bekerja di Kabupaten Bandung. Pada Peraturan Daerah ini, masyarakat–seharusnya—dapat memperoleh informasi apapun dan kapan pun dari pelayan publik, tanpa hambatan apapun. Tapi selalu saja aparat pemda resisten. Selain itu dalam hal partisipasi, Peraturan Daerah ini seharusnya dapat diimplementasikan dengan baik sehingga akan meningkatkan potensi partisipasi masyarakat. Peraturan Bupati Bandung Nomor 16 tahun 2005 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 6 tahun 2004 tentang Transparansi dan Partisipasi Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan di Kabupaten Bandung Peraturan bupati ini terbit setahun setelah disahkannya Peraturan Daerah no.6 tahun 2005 mengiringi terbitnya perbup ini, ada dugaan bahwa peraturan bupati ini adalah bentuk resistensi Kabupaten Bandung terhadap transparansi dan partisipasi masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari pasal-pasal dalam peraturan bupati ini yang malahan mereduksi substansi Peraturan Daerah 6/2004. bahkan dari pasal pasal awal peraturan bupati ini sudah “menutup” kesempatan bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi. Misalnya pada pasal dua disebutkan, ruang lingkup transparansi meliputi informasi, prosedur dan pengambilan keputusan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi kebijakan publik. Kemudian pada pasal tiga, yang menjelaskan transparansi dalam informasi, disebutkan bahwa transparansi dalam informasi atas hasil-hasil kegiatan yang dilaksanakan oleh Badan Publik dapat dibuat dalam bentuk dokumen berupa brosur, pamplet, buklit, dan penyebarluasan data finformasi melalui media massa baik cetak atau elektronik. Dalam pasal tiga ini informasi yang dapat diakses publik sangat dibatasi oleh bupati bandung, yaitu informasi atas hasil-hasil kegiatan saja! Sementara informasi sebelum dan pada saat kegiatan tidak, atau informasi lainnya tidak bisa diakses publik. Lebih jauh lagi, bentuk pembatasan tersebut dapat dilihat dari bentuk informasi hasil kegiatan yang
dibatasi hanya dalam brosur, pamplet, buklit, dan penyebarluasan data finformasi melalui media massa baik cetak atau elektronik!!! Padahal informasi yang sebenarnya ada dalam dokumen selain yang disebut diatas, sebut saja dalam dokumen anggaran (APBD, DASK, dll), dokumen pertanggungjawaban, dll. e. Produk hukum yang terkait dengan Perencanaan dan Penganggaran Peraturan Daerah No.<__> Tahun 2006 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Bandung 2005-2010 Dalam Peraturan Daerah yang baru disusun ini memuat kebijakan pemerintah Kabupaten Bandung lima tahun ke depan. Dalam RPJM ini rencana kegiatan dan prediksi/ancer-ancer anggaran utnuk tiap kegiatan sudah dirinci sampai tingkat program dan tiap tahun. Peraturan Daerah No. 8 Tahun 2005 tentang Tatacara Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah Dalam Peraturan Daerah ini diatur tentang proseedur teknis penyusunan rencana pembangunan daerah dan rencana pembangunan desa, bayng yang sifatnya tahunan (1thn), menengah (5thn) maupun panjang (25thn). Dalam prosedur yang disusun dalam Peraturan Daerah ini sangat membuka bagi adanya partisipasi masyarakat dalam setiap tingkat perencanaan. Mulai dari perencanaan tingkat desa sampai tingkat kabupaten, mulai dari proses perencanaan yang terbuka yang melibatkan masyarakat sampai proses yang hanya melibatan perwakilan saja. Peraturan Daerah No. 2 Tahun 2006 tentang Alokasi Dana Perimbangan Desa Informasi yang paling penting dlam perencanaan, yang diperlukan paling awal, adalah informasi mengenai jumlah sumberdaya yang akan dapat dialokasikan. Dengan logika seperti itu, maka Peraturan Daerah alokasi dana perimbangan desa merupakan Peraturan Daerah yang sangat penting, terutama bagi berjalannya proses perencanaan ditingkat desa. informasi jumlah anggaran untuk setiap desa akan sangat membantu desa untuk merencanakan belanjanya setahun kedepan, termasuk juga memungkinkan masyarakat untuk secara alngsung merencanakan penggunaan sumber daya yang dimiliki.
Berbagai regulasi di atas pada dasarnya telah memberikan peluang bagi partisipasi masyarakat dalam berbagai proses dan mekanisme kebijakan publik baik di tingkat desa maupun kabupaten. Sebagian besar kebijakan tersebut relatif baru ditetapkan dan masih dalam proses sosialisasi atau uji coba implementasi. Tabel 4.1 mencoba merangkum beberapa regulasi yang mendukung partisipasi masyarakat. Tabel 4.1 Regulasi Daerah Yang Mendukung Partisipasi Masyarakat Substansi Yang Diatur
Bentuk Aturan
Badan Permusyawaratan Desa
Peraturan 7/2006 Daerah
•
Definisi BPD
•
Fungsi, hak, kewajiban, wewenang, dll
•
Mekanisme pemilihan sampai pemberhentian
•
Keanggotaan, dll
Nomor & Tahun Disahkan
Peluang Partisipasi Masyarakat Peluang partisipasi masyarakat dalam perencanaan desa, terkait dengan peran BPD di desa.namun peluang masyarakat untuk jadi anggota BPD berkurang mengingat anggota BPD saat ini tidak dipilih langsung, sehingga ada kemungkinan anggota BPD terpilih tidak merasa perlu menyuarakan keinginan atau bertanggung jawab pada rakyat.
Pedoman Persyarakatan Lain Anggota BPD dan Pelantikan/Peresmian Anggota BPD
Surat bupati
Transparansi dan Partisipasi dalam Penyelenggaraan Pemerintahan di Kabupaten Bandung
Peraturan 6/2004 Daerah
Peraturan Daerah ini sangat membuka peluang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam bentuk apapun, kapanpun. Demikian juga masyarakat –seharusnya- dapat memperoleh informasi apapun dan kapan pun dari pelayan publik, tanpa hambatan apapun.
Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 6 tahun 2004 tentang Transparansi dan Partisipasi Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan di Kabupaten Bandung
Perbup
16/2005
Perbup ini, dilihat dari sisi mana pun substansinya, adalah bentuk resistensi pemerintah Kabupaten Bandung terhadap transparansi dan partisipasi masyarakat (Peraturan Daerah 6/2005). bahkan dari pasal pasal awal peraturan bupati ini sudah “menutup” kesempatan bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi dan untuk berpartisipasi
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten
Peraturan No.<__> tahun 2006 Daerah
Peluang partisipasi masyarakat untuk mengontrol implementasinya.Bila dilihat substansinya, disini ada
24 Mei 2006 Peluang partisipasi masyarakat No.141.2/963/OTDA berkurang, karena pada prakteknya, desa diancam tidak akan dikucurkan dana dari kabupaten bila BPD baru belum terbentuk. Ini akan mengancam pelaksanaan rencana kegiatan desa.
Bandung 2005-2010
kesempatan berupa program untuk adanya partisipasi wanita, perbaikan pelayanan publik, dll
Tatacara Penyusunan Peraturan No.8 tahun 2005 Perencanaan Daerah Pembangunan Daerah Isinya proseedur teknis penyusunan rencana pembangunan daerah dan rencana pembangunan desa, bayng yang sifatnya tahunan (1thn), menengah (5thn) maupun panjang (25thn).
Dalam prosedur yang disusun dalam Peraturan Daerah ini sangat membuka bagi adanya partisipasi masyarakat dalam setiap tingkat perencanaan. Mulai dari perencanaan tingkat desa (musrenbangdes) sampai tingkat kabupaten (musrenbang kab), mulai dari proses perencanaan yang terbuka yang melibatkan masyarakat sampai proses yang hanya melibatan perwakilan saja.
Alokasi Dana Perimbangan Desa
Adanya Peraturan Daerah ini meningkatkan peluang msyarakat untuk merencanakan secara lebih baik. informasi jumlah anggaran untuk setiap desa akan sangat membantu desa untuk merencanakan belanjanya setahun kedepan, termasuk juga memungkinkan masyarakat untuk secara alngsung merencanakan penggunaan sumber daya yang dimiliki.
Peraturan No.2 tahun 2006 Daerah
Sumber: Hasil analisis
4.2 Kondisi Kelembagaan Organisasi Masyarakat Sipil 4.2.1 Jenis, Fokus Perhatian, dan Wilayah Kerja Bentuk kelembagaan yang dimaksud dalam laporan ini tidak merujuk kepada status hukum lembaga organisasi masyarakat tetapi lebih merujuk kepada sistem dan pola pengambilan keputusan karena umumnya organisasi masyarakat sipil belum memiliki akta pendirian lembaga. Bentuk kelembagaan organisasi masyarakat sipil di Kabupaten Bandung sendiri cukup beragam. Sekurang-kurangnya ada 6 jenis lembaga yang berhasil diidentifikasi, yaitu perkumpulan, kelompok masyarakat, jaringan atau konsorsium, yayasan, organisasi massa, dan organisasi keagamaan. Yang membedakan satu jenis lembaga dari jenis lainnya adalah sitem pengambilan keputusan, sifat keanggotaan, kepentingan atau interes, dan wilayah kerja (Tabel 4.2).
Tabel 4.2 Jenis Organisasi Masyarakat Sipil Jenis
Sistem Pengambilan Keputusan
Keanggotaan
Interest
Wilayah Kerja
Perkumpulan
Kolektif
Terbuka-Cair
Multisektor
WilayahKabupaten
Kelompok Masyarakat
Kolektif
Terbuka-Cair
Sektoral
Komunitas
Jaringan
Kolektif
Terbuka-Cair
Multisektor
WilayahKabupaten
Yayasan
Indvidual â&#x20AC;&#x201C; kolektif
Terbatas
Multisektor
WilayahKabupaten
Organisasi Massa
Kolektif
Terbuka-Kaku
Multisektor
Nasional
Organisasi Keagamaan
Kolektif
Terbatas-Kaku
Multisektor
Nasional
Sumber: Hasil analisis
Di Kabupaten Bandung, tercatat sekitar 100 organisasi masyarakat yang terdaftar di Kantor Kesatuan Kebangsaan dan Perlindungan Masyarakat (Kesbanglinmas). Sampai saat ini, kantor ini masih terus melakukan penertiban berbagai organisasi masyarakat ini. Sedikitnya kantor ini menganggarkan sekitar Rp 100 juta untuk membina organisasi-organisasi yang terdaftar tersebut yang dikordinasikan oleh Konsorsium LSM Kabupaten Bandung. Variasi bentuk lembaga organisasi masyarakat sipil tersebut dapat dilihat dalam Gambar 4.1. Lembaga masyarakat dalam bentuk jaringan merupakan yang paling banyak (38%) dari bentuk organisasi lainnya. Setelah itu, bentuk yayasan (20%), kelompok masyarakat 18% dan perkumpulan sekitar 14 persen. Bentuk yang paling sedikit adalah ormas
Gambar 4.1 Jenis Organisasi Masyarakat Sipil 7% 14% 3%
Perkumpulan Kelompok Masyarakat
20% 18%
Yayasan Organisasi Massa Organisasi Keagamaan 38%
Gambar 4.2 Fokus Perhatian Organisasi Masyarakat Sipil 1%
Pengembangan kapasitas organisasi Pemilu/pilkadal
6% 15%
1%
Jaringan/konsorsium
keagamaan organisasi berbasis massa.
dan yang
perbaikan pelayanan publik
11% 4%
Perencanaan penganggaran partisipatif pengelolaan aset daerah partisipasi masyarakat
3%
pengawasan legislatif
3%
pengembangan ekonomi lokal pengembangan media
6%
penanganan konflik
26%
3%
anti-korupsi dan transparansi mikro kredit
7%
lainnya tidak jelas
6%
8%
lingkungan hidup
Dilihat dari aspek yang menjadi perhatian
organisasi masyarakat sipil, umumnya tidak ada lembaga yang hanya fokus pada satu isu atau sektor tertentu. Semua bentuk lembaga memiliki interes terhadap berbagai isu dan sektor pembangunan. Namun demikian, dari sekian banyak isu, masalah pelayanan publik rupanya merupakan isu yang menjadi perhatian banyak lembaga masyarakat sipil (26%). Isu berikutnya adalah pengembangan kapasitas organisasi (15%), isu mengenai transparansi (11%), dan perencanaan dan penganggaran partisipatif (8%). Sementara itu, isu yang paling sedikit mendapat perhatian adalah isu mengenai kredit mikro, penga-wasan legislatif, pengembangan media, dan penanganan konflik. Gambaran umum mengenai fokus perhatian lembaga masyarakat sipil ini dapat diartikan bahwa, pertama, ada masalah yang harus mendapat perhatian lebih dalam urusan pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah. Hal ini bisa berarti juga bahwa fungsi pelayanan publik yang diemban oleh pemerintah belum berjalan dengan baik. Dalam konteks perubahan, gerakan sosial dari lembaga masyarakat harus diarahkan untuk mengubah kondisi tersebut. Kedua, ada kesadaran dari lembaga-lembaga masyarakat sipil mengenai kondisi internal mereka bahwa kapasitas mereka masih perlu terus ditingkatkan dan dikembangkan dalam rangka melakukan gerakan sosial yang cukup efektif untuk mengubah kondisi ke arah lebih baik. Dalam konteks ini, upaya-upaya untuk mengembangkan kapasitas individu dan organisasi masyarakat harus menjadi bagian dari prioritas pengembangan masyarakat sipil. Ketiga, gerakan sosial masyarakat sipil rupanya masih dihadapkan pada kendala berupa mekanisme kebijakan publik yang belum transparan dan partisipatif. Adanya beberapa kebijakan yang sebenarnya cukup kondusif untuk melakukan gerakan sosial seperti kebijakan mengenai transparansi dan partisipasi dalam pemerintahan rupanya belum didukung dengan itikad baik dari pemerintah untuk menjalankan kebijakan tersebut. Selain upaya untuk meningkatkan pelayanan publik, gerakan sosial masyarakat sipil juga harus diarahkan pada upaya perbaikan sistem dan mekanisme kebijakan publik agar lebih transparan, partisipatif, responsif, dst. yang mengarah kepada terbentuknya sistem dan mekanisme yang sejalan dengan prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik (good governance).
Selanjutnya dari aspek wilayah Gambar 4.3 Wilayah Kerja kerja, organisasi masyarakat Organisasi Masyarakat Sipil sipil umumnya bekerja dengan 18% tingkat cakupan kabupaten (57%), komunitas dan desa (18%), wilayah yang mencakup Kabupaten beberapa kecamatan (13%) 12% Wilayah dan ditingkat kecamatan Kecamatan 57% sekitar 12 persen. Gambaran Komunitas ini menunjukkan bahwa organisasi masyarakat yang 13% melakukan pendampingan masyarakat di tingkat akar rumput (grass root) yang memiliki basis dan representasi yang relatif jelas jauh lebih sedikit dibandingkan dengan
organisasi yang melakukan fungsi intermediasi dan pengawasan di tingkat wilayah dan kabupaten yang umumnya tidak memiliki basis masyarakat di tingkat akar rumput. Kondisi ini dapat menjadi satu masukan mengenai strategi gerakan seperti apa yang efektif dan cocok dikembangkan di Kabupaten Bandung dalam rangka melakukan perubahan sosial. 4.2.2 Pemahaman Terhadap Konsep Good Governance Konsep tata kepemerintahan yang baik secara umum memberikan penjelasan bahwa pemerintahan yang baik setidaknya harus didukung oleh tiga elemen kunci yaitu pemerintah, legislatif, dan masyarakat sipil. Relasi dari ketiga elemen ini haruslah setara dan sedapat mungkin memiliki kekuatan yang sama dalam menentukan berbagai kebijakan publik. Dalam rangka membangun relasi dan kekuatan yang seimbang tersebut, maka setiap elemen pemerintahan harus memahami dan menerapkan berbagai prinsip tata kepemerintahan yang baik seperti partisipasi, transparansi, supremasi hukum, kesetaraan, dst. Beberapa regulasi daerah yang mendorong ke arah pemerintahan yang baik sudah digulirkan meskipun umumnya kebijakan itu didorong dari pihak eksternal atau bukan merupakan inisiatif Pemerintah Kabupaten Bandung sendiri, seperi kebijakan transparansi dan partisipasi dalam pemerintahan, kebijakan mengenai mekanisme kebijakan publik, dan kebijakan mengenai devolusi fiskal ke desa. Secara umum, organisasi masyarakat sipil yang ada relatif memahami konsep dan prinsip tata kepemerintahan yang baik dan mereka telah berupaya mendorong penerapan konsep dan prinsip tersebut dalam sistem pemerintahan di Kabupaten Bandung. Demikian juga dengan beberapa regulasi mengenai partisipasi masyarakat dan pemerintahan desa secara relatif sudah mereka ketahui dan pahami. Akan tetapi, terkait dengan berbagai tahapan dalam mekanisme kebijakan publik, umumnya organisasi masyarakat sipil yang ada belum memahami secara utuh dan keseluruhan. Hanya tahapan tertentu saja yang mereka pahami dan sering mereka ikuti, misalnya tahap perencanaan. Berbagai kegiatan musyarakat perencanaan kegiatan pembangunan (musrenbang) dari tingkat desa hingga kabupaten sudah sering mereka jalani, tetapi untuk tahap penganggaran, implementasi dan evaluasi masih jarang mereka lakukan. Kondisi ini antara lain juga disebabkan oleh sistem pemerintahan yang belum transparan dan partisipatif. 4.2.3 Keterlibatan dalam Perencanaan dan Penganggaran Seperti sudah dijelaskan sebelumnya, meskipun sudah memahami konsep dan prinsip tata kepemerintahan yang baik, dalam pelaksanaannya relatif masih sangat terbatas. Pemerintah relatif sudah membuka kran partisipasi masyarakat pada tingkat perencanaan baik dalam perencanaan kegiatan (musrenbang) maupun dalam perumusan kebijakan publik (Peraturan Daerah) melalui konsultasi publik atau dengar pendapat. Peluang partisipasi ini kelihatannya cukup dioptimalkan oleh organisasi masyarakat sipil seperti terlihat dalam keterlibatan mereka dalam berbagai kegiatan musrenbang, konsultasi publik ataupun dengar pendapat yang dilakukan pemerintah. Terkait dengan hal ini, yang perlu didorong adalah upaya untuk meningkatkan kualitas partisipasi masyarakat.
Gambar 4.4 Keterlibatan dalam Perencanaan dan Penganggaran 100% 90% 80% 70% 60%
Tidak
50%
Ya
40% 30% 20% 10%
Ruang yang relatif terbuka untuk partisipasi ternyata belum diimbangi dengan keterbukaan pemerintah untuk memberikan askes yang luas bagi masyarakat untuk mendapatkan berbagai informasi publik terutama informasi mengenai anggaran. Informasi ini masih merupakan barang langka di Kabupaten Bandung.
M us re nb K an on g su lta si Pu bl D ik en ga rP K e nd on ap st itu at en si M ee t in g D eb Ak at ses Pu RA bl ik PB An D /R a li sa ap er RA da PB Pu D bl / ika R si ap RA er da PB Te r li D ba /R td ap ala er da m Po kj a RA SK
0%
4.2.4 Pengalaman Advokasi
Masukan kebijakan
Monitoring insidental
Publikasi pengalaman
Aliansi dg kelompok
Relasi dengan
Strategi advokasi
Kelompok dampingan
Penelitan advokasi
Isu yang diadvokasi
Pelatihan advokasi
Organisasi masyarakat sipil di Kabupaten Bandung Gambar 4.5 Pengalaman Advokasi umumnya sudah mengenal advokasi dan rata-rata pernah 100% melakukannya pada jenis dan 80% tingkat tertentu. Namun 60% demikian, advokasi yang Tidak dilakukannya relatif belum Ya 40% sistematis dan bersifat sporadis 20% berdasarkan kasus tertentu 0% seperti kasus SUTET dan gizi buruk dan belum mengarah kepada advokasi yang lebih strategis seperti pada level kebijakan yang mempunyai pengaruh yang lebih luas dan berorientasi ke depan yang dilakukan secara intens dan sistematis. Secara umum, kapasitas organsisasi masyarakat sipil untuk melakukan advokasi yang sistematis, intens, dan berkelanjutan masih perlu ditingkatkan. Sebagian besar organisasi belum pernah mendapat pelatihan advokasi. Mereka yang pernah melakukan advokasi umumnya tidak berbasis permasalahan yang sudah mereka teliti sebelumnya. Strategi advokasi yang dirumuskan secara tertulis maupun publikasi mengenai pengalaman advokasi juga masih jarang dilakukan begitu juga dengan upaya-upaya memberikan masukan kebijakan secara reguler.
Namun demikian, dalam melakukan advokasinya organisasi masyarakat sipil sudah menyadari perlunya menjalin kekuatan bersama dalam suatu aliansi dan jaringan dengan kelompok masyarakat lain. Selain itu, disadari pula bahwa kegiatan advokasi akan lebih efektif jika didukung oleh pejabat publik terkait baik yang ada di lembaga eksekutif maupun legislatif bahkan realitasnya peran pejabat publik ini kelihatan yang dianggap paling efektif dalam mengadvokasi kebijakan. Hal ini terlihat dari teknik advokasi yang paling sering di gunakan oleh organisasi masyarakat sipil yaitu Gambar 4.6 Teknik Advokasi lobby. Sementara itu, teknik advokasi yang 100% belum pernah dilakukan adalah litigasi atau 80% proses pengajuan 60% Tidak tuntutan ke pengadilan. Ya Pilihan terhadap teknik 40% advokasi sebenarnya 20% juga dipengaruhi oleh tingkat kapasitas 0% Petisi Demo/aksi Lobby Litigasi Kampanye Kampanye organisasi masyarakat massa publik media sipil dalam melakukan teknik-teknik advokasi tersebut. 4.2.5 Manajemen Internal
Tidak Ya
Sumber Pendanaan Yang Beragam
Program Pengembangan SDM
Sistem Pengelolaan SDM
Standar Operasional Prosedur
Sistem Keuangan
Rencana Strategis
Gambar 4.7 Manajemen Internal Dari berbagai aspek yang terkait dengan kelembagaan, 100% secara umum organisasi 80% masyarakat sipil relatif telah memiliki sistem kelembagaan 60% yang cukup jelas. Namun 40% demikian, menyangkut sumber 20% pendanaan lembaga rupanya masih sedikit lembaga 0% masyarakat sipil yang memiliki sumber pendanaan yang beragam. Kondisi ini sebenarnya cukup rentan terhadap berbagai upaya kooptasi dan mengurangi tingkat independensi mereka.
Secara keseluruhan, upaya peningkatan kapasitas organisasi masyarakat sipil masih perlu ditingkatkan untuk lembaga-lembaga yang relatif baru dalam pembentukannya. Upaya peningkatan kapasitas juga harus didorong ke arah independensi organisasi masyarakat sipil dengan menciptakan berbagai peluang sumber pendanaan bagi keberlanjutan kegiatan lembaga. 4.3 Isu dan Permasalahan dalam Mekanisme Kebijakan Publik Kebijakan mengenai mekanisme kebijakan publik yang partisipatif sebenarnya sudah digulirkan dengan adanya Peraturan Daerah 6 Tahun 2004 tentang Transparansi dan Partisipasi Masyarakat dalam Pemerintahan di Kabupaten Bandung dan Peraturan Daerah
No. 8 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyusunan Perencanaan Pembangunan. Akan tetapi, masalah klasik yang sering terjadi adalah belum optimalnya pelaksanaan berbagai kebijakan termasuk kedua ketentuan tersebut di atas. Beberapa isu yang terkait dengan perencanaan pembangunan (Tabel 4.3) antara lain rendahnya tingkat implementasi perencanaan partisipatif di tingkat desa yang merupakan komunitas akar rumput. Munculnya isu antara lain disebabkan oleh rendahnya kapasitas dan kemauan aparat desa untuk menyelenggarakan kegiatan tersebut selain juga diidentifikasi masih rendahnya kapasitas warga untuk terlibat dalam kegiatan perumusan kegiatan di tingkat desa. Selain itu, isu lainnya terkait perencanaan adalah rendahnya tingkat keterwakilan anggota dewan dari suatu wilayah pemilihan tertentu. Harapan dan aspirasi konstituen dari wilayah pemilihan terhadap wakilnya yang duduk di lembaga legislatif rupanya baru berupa janji pada saat kampanye pemilihan. Sementara itu, isu yang muncul terkait dengan pembahasan dan penetapan anggaran adalah tidak adanya ruang partisipasi bagi warga khususnya yang menjadi delegasi dari berbagai wilayah kecamatan. Ruang partisipasi ini menjadi penting ketika berbagai usulan masyarakat yang sudah masuk dalam rancangan APBD seringkali tergeser oleh kepentingan lain yang bersifat politis. Namun demikian, pada tingkat ini masih terdapat kendala yang relatif besar yaitu belum adanya regulasi yang mengatur partisipasi masyarakat sampai tahap ini. Selain itu, hambatan lainnya adalah ketentuan mengenai tata tertib DPRD yang seringkali menempatkan pertemuan-pertemuan yang menyangkut anggaran sebagai pertemuan yang bersifat tertutup yang hanya boleh diikuti oleh peserta yang diatur dalam tata tertib tersebut sementara itu tata tertib yang ada belum menempatkan warga sebagai bagian penting dari pertemuan seperti itu. Terkait dengan implementasi anggaran, isu yang sangat strategis untuk dikawal ke depan adalah implementasi kebijakan mengenai devolusi fiskal di desa. Kebijakan ini memang sejalan dengan misi Kabupaten Bandung untuk meningkatkan kinerja pemerintahan desa yang merupakan ujung tombak pelayanan publik. Namun demikian, untuk mengoptimalkan penerapan kebijakan tersebut, harus juga didukung dengan upaya pendampingan kepada pemerintah dan masyarakat desa.
Tabel 4.3 Isu dan Permasalahan dalam Mekanisme Kebijakan Publik Mekanisme Kebijakan Publik Perencanaan Kegiatan
Pembahasan dan Penetapan Anggaran
Isu
Permasalahan
Musyawarah perencanaan di tingkat desa belum dilaksanakan secara optimal. Kasus di beberapa desa, usulan kegiatan dirumuskan oleh aparat desa.
Kapasitas warga untuk berpartisipasi masih sangat rendah;
Aspirasi masyarakat dari wilayah pemilihan tidak terakomodir.
Karakteristik pelaku kebijakan yang mewakili aspirasi masyarakat (anggota dewan) yang sering melupakan konsitituennya.
Perencanaan seringkali tidak berbasis data yang akurat.
Tidak adanya Sistem Informasi Managemen Daerah (SIMDA) yang memungkinkan masyarakat dapat mengakses berbagai informasi kebijakan dan pembangunan daerah.
Proses pembahasan anggaran di dewan tidak transparan dan partisipatif sehingga warga tidak dapat terlibat dalam pembahasan dan penetapan anggaran.
Regulasi tentang perencanaan (Peraturan Daerah 8/2005) belum mengatur keterlibatan warga sampai tahap pembahasan dan penetapan anggaran.
Aparat pemerintah desa belum transparan dan mengundang masyarakat untuk terlibat.
Tata tertib dewan tidak memberi peluang partisipasi bagi warga. Tidak adanya good will atau political will dari pemimpinan daerah.
Implementasi Anggaran/Kebijakan
Tidak ada delegasi dari masyarakat (desa/kecamatan) yang terlibat dalam pembahasan dan penetapan anggaran.
Tidak ada lembaga yang mewadahi para delegasi untuk dapat mengawal usulan masyarakat.
Belum ada transparansi dan partisipasi dalam implementasi anggaran.
Regulasi mengenai transparansi dan partisipasi belum berjalan efektif karena tidak ada lembaga yang dapat menjalankan Peraturan Daerah tersebut (komisi transparansi)
Efektifitas pelaksanaan angaran
Pemerintah tidak melibatkan kelompok penerima manfaat dalam mendisain kegiatan.
Mekanisme Kebijakan Publik
Monitoring dan Evaluasi
Isu
Permasalahan
Implementasi 3 kebijakan tentang desa: Peraturan Daerah ADD, Peraturan Daerah BPD, Peraturan Daerah Pilkases
Kapasitas pemerintah desa untuk menjalankan kebijakankebijakan mengenai desa.
Monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh masyarakat masih jarang dilakukan.
Belum ada lembaga masyarakat yang independen dan punya kekuatan formal untuk melakukan pengawasan. Masyarakat tidak mempunyai kekuatan untuk memberikan pressure kepada pemerintahan untuk melakukan perubahan. Payung hukum yang ada (Peraturan Daerah 6/2004) belum cukup optimal. Masyarakat yang apatis terhadap kondisi pemerintahan dan pembangunan.
Fungsi control dari legislative tidak berjalan dengan baik. Keterlibatan media massa masih kurang.
Jaringan masyarakat sipil dengan media massa belum dikembangkan.
Sementara itu, isu yang perlu mendapat perhatian dalam aspek pengawasan dan evaluasi pembangunan adalah masih rendahnya intensitas pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat dan media massa. Beberapa hal yang diidentifikasi sebagai penyebab kondisi itu adalah belum adanya lembaga masyarakat yang independen yang mempunyai kekuatan hukum formal dalam mengawasi kegiatan pemerintah. Sementara itu regulasi yang ada belum cukup optimal untuk menjadi pijakan bagi masyarakat untuk melakukan pengawasan. Di sisi lain, masih ada juga kecenderungan dari sebagian masyarakat yang belum peduli dengan urusan pemerintahan dan pembangunan. Kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat juga belum optimal dengan belum maksimalnya kerjasama antara lembaga masyarakat dan media massa.
4.4 Isu dan Permasalahan dalam Pelayanan Publik Kinerja pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan publik secara umum dinilai masih sangat rendah (Tabel 4.4). Pada sektor kesehatan, isu yang harus menjadi perhatian pemerintah meliputi rendahnya akses masyarakat miskin terhadap pelayanan kesehatan, belum memadainya sarana dan prasarana kesehatan serta pelaksanaan program yang tidak optimal. Kondisi ini diakibatkan antara lain oleh pendekatan kebijakan yang melihat sektor ini sebagai bagian dari sumber pendapatan daerah. Selain itu, alokasi anggaran untuk sektor ini pun dianggap masih rendah dibandingkan dengan kebutuhan. Sementara itu, permasalahan data kemiskinan yang tidak akurat telah menyebabkan program-program kesehatan tidak memberikan dampak yang siginifikan. Seperti sektor kesehatan, rendahnya akses masyarakat miskin terhadap pelayanan pendidikan dan belum memadainya sarana dan prasarana masih menjadi isu dalam pelayanan sektor pendidikan. Selain itu, isu harus mendapat perhatian serius di bidang pendidikan ini adalah rendahnya kualitas lulusan pendidikan, pengelolaan yang tidak profesional dan rendahnya paritisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan. Keadaan ini antara lain disebabkan oleh rendahnya alokasi anggaran untuk sektor pendidikan, tidak adanya kebijakan affirmatif yang berpihak kepada masyarakat miskin, serta kebijakan yang tidak kondusif untuk pengembangan pendidikan oleh sektor swasta dan masyarakat. Tabel 4.4 Isu dan Permasalahan dalam Pelayanan Publik Sektor Pelayanan Publik Pelayanan Kesehatan
Pelayanan Pendidikan
Isu
Permasalahan
Akses masyarakat miskin terhadap pelayanan kesehatan masih kurang.
Pelayanan kesehatan dilihat sebagai komoditas.
Sarana dan prasana kesehatan belum memadai
Anggaran sector kesehatan masih rendah.
Program kesehatan untuk masyarakat miskin belum optimal/tidak tepat sasaran.
Belum ada data kemiskinan yang akurat.
Sarana dan prasarana sekolah belum memadai.
Alokasi anggaran pendidikan masih rendah.
Akses masyarakat miskin terhadap pelayanan pendidikan masih rendah.
Belum ada kebijakan pendidikan gratis bagi masyarakat miskin.
Pengelolaan pelayanan pendidikan belum professional.
Belum ada penataan terhadap guru honorer.
Biaya layanan kesehatan di puskesmas dan RSUD masih dianggap mahal.
Terjadinya penyimpangan pengelolaan dana BOS. Terjadinya penyimpangan kebijakan pengelolaan sekolah.
Sektor Pelayanan Publik
Isu Kualitas lulusan sekolah masih rendah.
Permasalahan Belum terukur standar kompentensi lulusan untuk setiap jenjang pendidikan. Belum ada kebijakan daerah yang mendukung penguatan kapasitas pendidikan agama. Penguatan akhlak masih rendah.
Pengelolaan Lingkungan Hidup
Partisipasi masyarakat dalam pelayanan pendidikan masih rendah.
Rumitnya birokrasi ijin pendirian sekolah.
Kecenderungan penurunan daya dukung lingkungan hidup.
Kebijakan dan program pemerintah tidak berpihak kepada lingkungan hidup. Indikasinya kemudahan dalam perijinan usaha yang tidak berorientasi kepada kelestarian lingkungan hidup dalam rangka mengejar target PAD.
Pengelolaan lingkungan hidup belum optimal.
Database masalah lingkungan hidup berbeda-beda antara lembaga pengelola LH (Perhutani, BKSDA, Dinas LH, dan Masyarakat).
Bantuan pembangunan/ rehabilitasi terbatas.
Pelaksanaan pembangunan LH tidak terintegrasi. Tidak ada koordinasi program antar lembaga pengelola LH. Program yang dilakukan tidak disertai penguatan kelompok masyarakat.
Pelayanan Administrasi Publik
Rendahnya kepedulian masyarakat terhadap masalah lingkungan.
Rendahnya muatan kurikulum bidang lingkungan.
Pengurusan berbagai administrasi public belum transparan, lambat dan tidak jelas biayanya.
Pelayanan administrasi public belum dilakukan secara terpadu. Pelayanan administrasi public belum diserahkan kepada desa.
Di sektor lingkungan hidup, kebijakan pemerintah daerah yang tidak berpihak kepada kelestarian lingkungan telah meningkatkan kecenderungan kerusakan lingkungan. Orientasi pemerintah untuk meningkatkan pendapatan daerah dari sektor ini dianggap menjadi salah satu pemicu kondisi tersebut. Kecenderungan itu semakin diperparah oleh pengelolaan
lingkungan yang tidak optimal dan rendahnya kepedulian masyarakat terhadap masalah lingkungan. Sementara itu, terkait dengan pelayanan administrasi publik seperti pengurusan akta atau perijinan pemerintah dinilai masih belum memberikan pelayanan yang transparan, mudah, cepat, dan murah. Pelayanan juga belum dilakukan secara professional dan terpadu. Kondisi geografis Kabupaten Bandung yang sangat luas juga menjadi salah satu kendala dalam pelayanan publik di bidang ini. Kebijakan yang mendorong desentralisasi atau penyerahan sebagain urusan kepada desa seharusnya dapat dikembangkan dalam rangka mengoptimalkan pelayanan publik. Namun, sampai saat ini kebijakan ini belum juga diimplementasikan.
5. REKOMENDASI DAN USULAN KEGIATAN 5.1 Peningkatan Kapasitas Organisasi Masyarakat Sipil Impelementasi konsep tata pemerintahan yang baik di Kabupaten Bandung akan berjalan dengan baik bila didukung oleh masyarakat sipil yang kuat. Oleh karena itu berbagai upaya untuk meningkatkan kapasitas organisasi masyarakat sipil harus dilakukan secara terus menerus. Dalam konteks ini, beberapa rekomendasi dan usulan kegiatan (Tabel 5.1) yang dapat diajukan dalam rangka peningkatan kapasitas masyarakat sipil meliputi: 1. Peningkatan kapasitas organisasi masyarakat sipil dalam implementasi tata pemerintahan yang baik. Pemahaman secara konsep mengenai tata pemerintahan yang baik oleh masyarakat sipil pada kenyataannya belum diikuti dengan kemampuan mengimplementasikannya dalam berbagai proses perumusan kebijakan publik. Terkait dengan hal ini, kegiatan yang dapat dilakukan adalah melakukan pelatihan dan pendampingan terhadap masyarakat dalam berbagai tahap perumusan kebijakan publik. 2. Peningkatan kualitas partisipasi masyarakat. Kerangka regulasi yang cukup kondusif bagi partisipasi masyarakat relatif sudah dimanfaatkan oleh organisasi masyarakat sipil. Namun demikian, secara substansi partisipasi masyarakat ini harus ditingkat lagi kualitasnya sehingga kehadirannya tidak sekadar menjadi justifikasi bagi proses partisipatif tetapi juga dapat mempengaruhi substansi kebijakan. Sebagai usulan kegiatan terkait dengan rekomendasi ini adalah dilakukannya pelatihan mengenai analisis anggaran dan kebijakan publik. 3. Peningkatan kapasitas dan teknik advokasi. Dengan kerangka regulasi yang kondusif, perubahan suatu kebijakan bisa dilakukan berdasarkan inisiatif atau dorongan masyarakat sipil. Akan tetapi, usulan atau perubahan sebuah kebijakan yang dilakukan oleh masyarakat hanya akan diadopsi oleh pemerintah bila diadvokasi secara sistematis. Dalam rangka meningkatkan kapasitas organisasi masyarakat sipil dalam mengadvokasi suatu kebijakan, relevan diusulkan suatu kegiatan uji coba pengkajian kebijakan sekaligus mengadvokasinya agar diadopsi oleh pemerintah. 4. Penguatan sistem dan independensi kelembagaan. Upaya-upaya organisasi masyarakat sipil dalam pendampingan masyarakat maupun advokasi kebijakan publik hanya akan efektif bila didukung oleh sistem kelembagaan yang baik. Kemampuan organisasi masyarakat sipil dalam mengidentifikasi diri dan merumuskan tujuan kelembagaannya masih perlu ditingkatkan. Selain itu, kemampuan dalam mengembangkan jaringan baik dengan organisasi masyarakat sipil lainnya, media massa, maupun lembaga-lembaga independen lainnya masih perlu ditingkatkan dalam rangka konsolidasi gerakan dan independensi masyarakat sipil. Sejalan dengan tujuan di atas, maka kegiatan yang dapat diajukan untuk dikembangkan adalah pelatihan mengenai manajemen organisasi, kepemimpinan dan jaringan.
Tabel 5.1 Rekomendasi Peningkatan Kapasitas Organisasi Masyarakat Organisasi Masyarakat Sipil
Rekomendasi
Usulan Kegiatan
Pemahaman Konsep Good Governance
Peningkatan kapasitas organisasi masyarakat sipil dalam implementasi good governance.
Training dan pendampingan masyarakat dalam berbagai tahapan perumusan kebijakan public.
Partisipasi dalam Mekanisme Kebijakan Publik
Peningkatan kualitas partisipasi masyarakat.
Training mengenai analisis anggaran dan kebijakan public.
Kemampuan Advokasi
Peningkatan kapasitas dan teknik advokasi.
Uji coba pengkajian dan advokasi kebijakan public.
Manajemen Internal
Penguatan system dan independensi kelembagaan.
Training manajemen organisasi, kepemimpinan dan jaringan dengan sumber pembiayaan.
5.2 Optimalisasi Partisipasi Masyarakat dalam Mekanisme Kebijakan Publik Partisipasi masyarakat dalam berbagai tahapan mekanisme kebijakan public menjadi suatu keniscayaan dalam rangka mewujudkan tata keperintahan yang baik. Mekanisme yang berlaku di Kabupaten Bandung saat ini memang sudah memberi peluang bagi partisipasi masyarakat sampai tahapan tertentu. Namun demikian, partisipasi yang berjalan saat ini dirasakan belum optimal karena partisipasi yang ada belum sampai pada tahap yang paling strategis yaitu pengambilan keputusan dalam setiap tahapan terutama tahap pembahasan dan penetapan anggaran. Table 5.2 menyajikan beberapa rekomendasi dan usulan kegiatan yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan paritisipasi masyarakat pada setiap tahapan mekanisme kebijakan public. Tabel 5.2 Rekomendasi Implementasi Good Governance dalam Mekanisme Kebijakan Publik Mekanisme Kebijakan Publik Perencanaan Kegiatan
Rekomendasi
Usulan Kegiatan
Peningkatan kapasitas pemerintah desa dalam menyelenggarakan musyarawah perencanaan desa.
Training peningkatan kapasitas dan pendampingan pelaksanaan musrenbang desa.
Pengorganisasian anggota dewan berdasarkan wilayah untuk meningkatkan relasi anggota dewan dengan konstituennya.
Melakukan pertemuan konstituen di daerah-daerah pemilihan.
Peningkatan kualitas perencanaan dengan berbasis data yang akurat dan terintegrasi.
Pengembangan SIMDA.
Mekanisme Kebijakan Publik Pembahasan dan Penetapan Anggaran
Implementasi
Monitoring dan Evaluasi
Rekomendasi
Usulan Kegiatan
Pembentukan/Revisi regulasi daerah yang menjamin masyarakat untuk terlibat dalam pembahasan dan penetapan anggaran.
Revisi regulasi tentang perencanaan dan penganggaran partisipatif.
Peningkatan koordinasi dan soliditas para delegasi masyarakat untuk dapat terlibat dalam proses pembahasan dan penetapan anggaran.
Pembentukan lembaga/forum delegasi masyarakat
Peningkatan transparansi dan partisipasi dalam implementasi anggaran melalui optimalisasi implementasi regulasi mengenai transparansi dan partisipasi.
Uji coba pemantauan pelaksanaan kegiatan pembangunan.
Mendorong pemerintah daerah untuk lebih partisipatif dalam merumuskan disain kegiatan pembangunan.
Advokasi disain alternative kegiatan pembangunan yang partisipatif.
Peningkatan kapasitas pemerintahan desa dalam rangka penerapan kebijakan-kebijakan mengenai desa.
Training peningkatan kapasitas dan pendampingan pemerintah dan masyarakat di tingkat desa.
Pengembangan lembaga masyarakat yang independent dan memiliki kekuatan formal.
Fasilitasi pembentukan lembaga masyarakat yang independent.
Revisi ketentuan mengenai tata tertib dewan.
Penguatan peran masyarakat Advokasi perubahan peraturan melalui optimalisasi daerah mengenai transparansi dan partisipasi. peraturan daerah mengenai transparansi dan partisipasi. Peningkatan kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap proses pembangunan.
Pengembangan forum-forum masyarakat dalam rangka penyadaran mengenai pentingnya pengawasan public.
Pengembangan jaringan kerjasama dengan media massa.
Melakukan kerjasama dengan media massa.
5.3 Peningkatan Pelayanan Publik Keberadaan pemerintah secara nyata hanya bisa dilihat dari sejauhmana kinerjanya dalam memberikan pelayanan publik terutama yang bersifat dasar seperti pelayanan kesehatan dan
pendidikan bagi masyarakat miskin. Oleh karena itu, upaya-upaya untuk meningkatkan kinerja pemerintah dalam memberikan berbagai pelayanan publik yang menjadi hak masyarakat perlu terus ditingkatkan. Tabel 5.3 di bawah ini mencoba menyajikan rekomendasi dan usulan kegiatan yang dapat dilakukan oleh masyarakat sipil dalam rangka meningkatkan pelayanan publik. Tabel 5.3 Rekomendasi Peningkatan Pelayanan Publik Sektor Pelayanan Publik Sektor Kesehatan
Sektor Pendidikan
Rekomendasi
Usulan Kegiatan
Pengembangan system jaminan social untuk masyarakat miskin dalam rangka meningkatkan akses terhadap pelayanan kesehatan.
Advokasi kebijakan mengenai system jaminan social daerah.
Peningkatan alokasi anggaran untuk sector kesehatan.
Advokasi anggaran (budget alternative) untuk sector kesehatan.
Pengembangan database kemiskinan.
Melakukan pendataan kemiskinan dengan criteria kemiskinan yang tepat.
Peningkatan alokasi anggaran pendidikan minimal 20 persen.
Melakukan kajian mengenai kapasitas pemerintah untuk melakukan kebijakan anggaran pendidikan 20 persen.
Pengembangan kebijakan pendidikan affirmative untuk meningkatkan akses masyarakat miskin terhadap pelayanan pendidikan.
Melakukan kajian mengenai kebijakan affirmative untuk peningkatan akses terhadap pelayanan pendidikan.
Penegakkan hukum terhadap aparatur penyelenggara pendidikan yang â&#x20AC;&#x153;nakalâ&#x20AC;?.
Memberikan masukan/laporan kasus penyelewengan kepada aparat penegak hukum.
Penyusunan kurikulum pendidikan yang komprehensif (mengandung muatan local, keagamaan, dan lingkungan hidup) dan terintegrasi.
Memberikan masukan mengenai materi pendidikan.
Pengembangan standar lulusan untuk setiap jenjang pendidikan. Pengembangan kebijakan yang memudahkan kegiatan penyelenggaraan pendidikan oleh masyarakat.
Advokasi kebijakan mengenai perijinan pendirian sekolah oleh masyarakat. Advokasi kebijakan mengenai pemerataan akses terhadap sumber daya pendidikan.
Sektor Pelayanan Publik Sektor Lingkungan Hidup
Rekomendasi Pengembangan kebijakan lingkungan hidup.
Usulan Kegiatan Advokasi peningkatan anggaran untuk lingkungan hidup. Evaluasi terhadap perijinan usaha yang tidak mendukung kelestarian lingkungan.
Pelayanan Administrasi Publik
Pengembangan database lingkungan hidup
Penyusunan database lingkungan hidup.
Peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup.
Pengelolaan lingkungan hidup berbasis masyarakat.
Pengembangan kesadaran lingkungan hidup.
Kampanye lingkungan hidup.
Pengembangan system pelayanan administrasi public yang terpadu dan professional.
Melakukan kajian mengenai system pelayanan public yang terpadi dan professional.
Realiasi pelimpahan sebagian kewenangan kabupaten kepada desa.
Advokasi kebijakan devolusi kewenangan desa.
LAMPIRAN 1 DATABASE ORGANISASI MASYARAKAT SIPIL KABUPATEN BANDUNG
LAMPIRAN 2 REGULASI DAERAH YANG MENDUKUNG PARTISIPASI MASYARAKAT
LAMPIRAN 3 DOKUMENTASI KEGIATAN
Contacts
DAFTAR ORGANISASI MASYARAKAT SIPIL KABUPATEN BANDUNG No.
1
Nama Lembaga/Organisasi
Jenis
PASER (Persatuan Silaturahmi Sexpresi Rakyat) Jaringan
2
LSM Wajit
3 4
Forum Rancaekek Bersatu (PRB) Jaringan Forum Padalarang Idependent (FORPI) Jaringan Komie Pemantuan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPP-OTDA)Kab. Bandung Jaringan
5 6 7
Komite Peduli Jawa Barat Forum Pemuda Generasi Penerus Desa/FPGD
Jaringan
Kontak Person
Alamat
Telepon
Jl.PahlawanNo.101Indonesia Wawan Nirwana
5941374-5944966 Komplek Pentar Pesantren Yayasan Arafah CihampelasCililinIndonesia Jl.Rancawaru Rt.01/05 Ds.SukamulyaKec.RancaekekIndonesia Jl.Raya Simpang No.423PadalarangIndonesia Jl. Cicalengka No. 54 Desa Mekarmukti Kec.CililinIndonesia
Isak Eno Karsono Asep Wahidin SSH
Helmy Shadewa
Jaringan
Lili Muslihat
Jaringan
Eka Surya
6940166
6809866-6807041
6867581 Kmpl.Bumi Asri Mekarrahayu Jl.Mekar RayaNo.25Indonesia Jl.Cicukang No.147Indonesia
5412936 5421153
Jl.Jayagiri No 26Kec.LembangIndonesia Forum Peduli Bandung Barat (FORBAT) Kab. Bandung Gerakan Masyarakat Bawah 9 Indonesia(GMBI) Forum Pembela Kebenaran 10 Nusantara(FOREK NUSANTARA) Forum Komunikasi Pejuang Usaha 11 Kesejahteraan (FORKO PUSAKA) 8
PERSADA Peran serta Aliansi 12 KOmunitas Daerah Jabar (FKPK GLAT) Forum Komunikasi Perundangan Konsumen GS. 13 Listrik,Air,Telepon Forum Masyarakat Peduli Banjaran 14 (FMPB) 15 Masyarakat Terpadu (MASTER)
Jaringan
Suherman
Jaringan
Haris Arwan
Jaringan
Ade Salim Sodikin
Jaringan
Cecep Heri
Beben Sopian Effendi
Jaringan
Cecep Hidayat
Jl.Jati Indah Blok D.1 No.2 Margaasih IndahKab.Bandung40215 Indonesia Jl.Terusan Kopo KM.12No.191Indonesia
6675381
70804232 Jl.Stasiun Timur No.140BanjaranIndonesia
Obon Sunarya NoorSuhemi
16 Forum Peduli Kependudukan 17 Forum 33 Forum Peduli Masyrakat Lingkungan 18 Hidup
Jaringan Jaringan
Ariyana S Azisaka Heri Nugraha
Jaringan
U. Fahrudin
19 Gerakan Bandung Rakyat Selatan Forum Peduli Teladan Cimaung 20 (FPLWTC) Lingkungan Hidup
Jaringan
Iman Gumelar
Jaringan
Ahmad Junaedi
21 Forum Masyarakat Banjaran (FMB) LSM Gerakan Rakyat (Ekonomi dan 22 Sosial) LSM Aliansi Masyarakat Sikap 23 Lingkungan (AMSIL)
Jaringan
Didin Sopian
Jaringan
Nandang Maskur
Jaringan
Wawan Suparman
Jaringan
Ade YayanSH
Jaringan
Ade Mansyur
Jaringan Jaringan Jaringan Jaringan
Asep Deni R. Deden Abdul Kohar Didin Setiawan M. Jefry Rohman
LSM GP3KB (Gerakan Peduli Pencegah dan 30 Penganggulangan,Kebakaran/Bencana) Jaringan Jaringan
Endang Supriyatna
Jaringan
Mahtar Rijidan
33 Sentral Keberdayaan Daerah (SABDA)
Jaringan
Hk.Deden Efendi Bc.
34 Pusat Peran serta Masyarakat (PPM) Jaringan Cicanglengka Cinta Indonesia Sejahtera 35 Rakyatnya (Citra) Bandung Jaringan
5943653 Ds.Sinaraja CipeundeuyKab.BandungIndonesia Kp.Palasari Rt 01/01 Ds.Bojong ManguKec.PameungpeukIndonesia Jl.Cebek No.21 ADs.SoreangIndonesia Kp.Haurwangi Rt.05/03 Ds.Bojong Kec.RonggaIndonesia Kp.Bugel Rt.01/05 Ds.NeglasariKec.BanjaranIndonesia Jl.Gunung Puntang Rt.03/05 Ds. CimaungKec.CimaungIndonesia Kp.Cipaku Rt01/02 Ds.TarajusariKec.BanjaranIndonesia Kp.Warung Domba Rt.02/05 Ds.Mandala Mukti Kec.CipeundeuyIndonesia Kp.Blok D1 No.20 PPIKec.PadalarangIndonesia
Jl. Raya Cileunyi-Bandung Km. 17 No. 19 Jl. Sukamenak 36 Sayati - Margahayu Sangkan Hurip Jl.abyaska VI No.2 kompl Kejati sukapuraKab.BandungIndonesia
Cecep Suhud Ahmad Zulkarnaen
Jaringan
Atang Suharyana
6950035
5941791 7805174 5408379/081320136942 085624283702
7507220 Jl.Bayangkara Kaum Kidul Timur No.68Ds/Kec.CiwideyIndonesia Jl.Cikancung-Cijapati No. 68 Cikancung HilirRt.25/08Indonesia Jl.Rachmat No. 152 Desa PamekaranSoreangIndonesia Komp.Sukamenak Indah Blok F No. 19 KoposayatiIndonesia Jl. Raya Timur no.304 Ds. Cicalengka Kulon Kec. Cicalengka Kab.BandungIndonesia Jl.Raya Timur komp.ruko baron No.414 Cicalengka Kab.BandungIndonesia Jl.Leuwiliang Rt.02/15 Desa Cibodas Kec. PasirjambuKab.BandungIndonesia
Deni Rahmat
Jaringan
85220117877
Jl.Padi endah IX No.58Kel/Kec.BaleendahIndonesia Jl.Situ Cileunca siadamukti Rt.02/05 Ds. Pangalengan Kec.PangalenganIndonesia Pajagalam Banjaran 03/04
AS Rahman
31 Force ( Forum Rakyat Ciwidey) LSM Warisan (Wadah Rakyat ingin 32 Sejahtera Nusantara)
36 Parahiyangan sadulur LSM Organisasi Bersatu Masyarakat 37 Senang (OBRAS)
70723568
7814143 /7830415
Jaringan
Jaringan Jaringan
24 Forum Bersama Laskar Merah Putih LSM Gerakan Anak Muda Bebas 25 Narkoba (GABON) FMPB (Forum Masyarakat Peduli 26 Banjaran) 27 Formasi Cileunyi 28 Forum Mudzakarah 29 PSDK (Pusat Sumberdaya Komunitas)
2787068 Jl.Stasion Barat Blok b No 18 Rt 03/07 Ds. Kertajaya Kec.PadalarangIndonesia Jl.Seruni Rt. 04/05 Desa MekarjayaCihampelasIndonesia Jl.Raya Cileunyi No.335Kec.CileunyiIndonesia
Page 1
5927791 7948638 5897160 5401314 7948366 79486947 /7948821
Contacts
LSM GERAKAN PEMUDA PRO 38 REFORMASI (GRADASI)
Jaringan
39 LSM Amanat Dari Masyarakat Jaringan Masyarakat Pengusaha Tani Indonesia Kelompok 40 DEPECAB Maha Tani Masyarakat Kelompok 41 Ikatan Tunanetra Muslim Indonesia (IIMI) Masyarakat Kelompok Pelestari Sumber Daya Alam Kelompok 42 (KPSA) Masyarakat Kelompok 43 Kelompok Lingkungan Hidup Indonesia Masyarakat Himpunan Masyarakat Pelestari Alam Kelompok 44 dan Lingkungan Hidup (HIMPAL) Masyarakat Kelompok 45 Laskar Rimba (LARIMBA) Masyarakat
Hilman Permana A. Baerudin Dedy Mulyadi E. Komarudin Iwan Rochiwan
Dede Juhari
54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70
71 Paguyuban Baleendah Bangkit 72 LSM Batu Namprak (BNB)
Perkumpulan Perkumpulan
73 MALABAR (Lingkungan dan Pariwisata) Perkumpulan LSM HANURA ( Pendidikan,Sosial, Pembangunan, Koprasi UKM, 74 Kesehatan dan Konpensasi BBM) Perkumpulan LSM Generasi Muda Paseh (Lingkungan 75 Hidup) Perkumpulan LSM Rakyat Rahayu (Sosialisasi 76 Program daerah) Perkumpulan
5892909-5940908
5891072 Jl.Kolonel Masturi No.14 Desa KertawangiCisaruaIndonesia Jl.Rancatungku Rt.06/01 Ds.Rancatungku Kec.PameungpeukIndonesia
Dedi Suprapto
50
53
7947031
5928052
RizaM Hudayat.
A.Wahidin
52
5944367
Jl.Raya soreangNo.23Indonesia
LSM Komunitas Masyarakat 46 Pameungpeuk Anti Korupsi (KOMPAK) Menjelajah Alam Melestarikan Alam 47 (MAGMA) Kab.Bandung Kelompok Tani Kontak Tani Nelayan 48 andalan Masyarakat Kelompok Kerja Madrasyah 49 Diniyah
51
Kelompok Masyarakat Kelompok Masyarakat Kelompok Masyarakat Kelompok Masyarakat Kelompok MPSA (Masyarakat Peduli Sumber Air) Masyarakat Kelompok GMM (Generasi Muda Majalaya) Masyarakat Kelompok Wanaputri Masyarakat Kelompok Palka (Tapal Kaki) Masyarakat Kopeah (Komunitas Peduli Sampah) Kelompok Cikambuy Masyarakat LMDH Mekarwangi-Ibun ( Lembaga Kelompok Masyarakat Desa Hutan) Masyarakat Lembaga Kehutanan Masyarakat Sugih Kelompok Mukti Pagarawana (LKMS) Masyarakat Kelompok LSM Tenaga Rakyat Kertasari Masyarakat Badan Komunikasi Pemuda Remaja Lembaga Masjid Indonesia Keagamaan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Lembaga Kab.Bandung Keagamaan Lembaga Muhammadiyah Keagamaan Lembaga Pemuda Persis Keagamaan Lembaga Nahdhatul Ulama (NU) Keagamaan Lembaga Syarikat Islam (SI) Keagamaan Lembaga Gema MA Keagamaan Peduli Masyarakat (LIMAS) Cab. Organisasi Bandung Massa Organisasi Pergerakan Mahasiswa Indonesia (PPII) Massa Pc. Pemuda Muslim Indonesia Organisasi (Indonesia Moeslim Youth) Massa Perkumpulan Komunitas Peduli Lingkungan (PKL) Lingkungan Hidup Perkumpulan LSM Peraktisi/Persatuan Rakyat Tani dan Industri Perkumpulan Perhiptani (Perhimpunann Penyuluhan Pertanian Indonesia) Perkumpulan
Komp.Griya Bandung Indah Blok A1 No. 19B Ds. Buah Batu Kec. BojongSoangIndonesia Kp.Panggilingan Rt.03/07 Ds. CikituKec.PacetIndonesia Jl.Raya Ciapus/Sasakdua No.71BanjaranIndonesia Perumahan Griya Inti Blok D I No.IIRt.01/10Indonesia Jl. Raya soreang Km 17 Desa PamekaransoreangIndonesia Jl.Pajagalan lama No.321CiwideyIndonesia
AnugrahTides
2700074
A. Pendi Pesantren Citaliktik Rt.03/17Ds.SoreangIndonesia Wendi Nugraha
5892053 Jl.Raya Banjaran Soreang Ds.KiangrokeKec.BanjaranIndonesia Kantor Depag Kab.Bandung Jl.Adipati AgungBaleendahIndonesia Gunung Wayang
Nono S. Sambas
5944545
Majalaya Moh. Ridwan
081321110489 Lembang
Endang Kusnaedi Majalaya Hendra EO
5951554 Cikambuy
Jajang K
085624421414 Mekarwangi - Ibun
Udin Syarifudin Jl.Sugih Mukti No.106 Kp.Kaca-kaca Ds. sugih Mukti Kec.PasirjambuIndonesia 5927558 Jl.Cibeureum Sukasari Rt.08/13 Ds.Cibeureum Pepen Effendi Kec.KertasariIndonesia Masjid agung Alfathu Komp.Pemda kab.bandung Busrol Karim Jl.Raya SoreangKm.17Indonesia 5897383 Gd.Da'wah/Ismaji Kab. Bandung Yayat Ruhiyat Sirodj Hidayat Km.17BandungIndonesia 5897383 Cililin H. Unang Abidin Gandasoli Kidul Iwan Ridwan 08157092043 Kiangroke Syafru El Fauzi 081322528813 Jl. Mekarsari 47 Baleendah Totong Palgunadi 5497598 Jl. Terusan Kopo No. 309 Mahmud Y 8122410397 Jl.Sersan Bajuri No.82 Rt Sulispeni Widayati 02/06Kec.ParongpongIndonesia 2785780 Jl.Adipatikertamanah No.62 ABaleendahIndonesia Syaiful Rahman Jl.Raya Wangisagara Rt.03/07 No.338 Firdaus MujahidinSAg MasjidAkfurkonIndonesia 5955659 Jl. Raya Laswi No.50 Kp.Warusatangkal Rt 01/03 Umar Alam Nusantara Ds.PadulunKec.MajalayaIndonesia 5951629 Jl.Raya Cibabat Gg.Abdm No.45CimahiIndonesia Rudi Iransyah 6653981 Komplek Pemda Dodo Sudarsono Kab.Bandung/SPHBSoreangIndonesia Jl.Siliwangi No.50 Marsudi Kec.BaleendahKab.BandungIndonesia 5941524 Dede Badrul Munir Ds.Alam EndahKec.RancabaliIndonesia 5928073/081320677430 Jl.Babakan Cianjur 24 Rt.08/09 Ds. Dadang Majid SukamanahKec.PangalenganIndonesia 5979610 Bandasari Blok D 2 No. 9 Rt.01/08 Ds.BandasariKec.CangkuangIndonesia Ahmad Hambali G. Kp.Sumanah Rt.01/03 Ds.Sukamanah Wawan Hermawan Kec.PacetIndonesia Kp.Majelis Rt.03/03 ds. Celak Chaladi Kec.GunungHaluIndonesia SuryanaEk
Page 2
Contacts
77 LSM KARSO (sosial ekonomi) LSM Majalaya Berdikari (lingkungan 78 Hidup) LSM Gempita (Lingkungan 79 HIdup,Kesehatan dan Pendidikan) LSM Central Borondong (Lingkungan 80 Hidup) Paguyuban Kanca Mitra Padalarang 81 (PKMP) Institute Reseach Education Centre (Pusat Lembaga Penelitian Pendiidkan 82 dan Pembangunan) 83 Hidayatullah 84 LSM Perkasa
Perkumpulan Asep Supriyatna Perkumpulan Oscar Langgar Perkumpulan Dadan Sudirman Perkumpulan Aceng Iskandar
Yayasan Yayasan Yayasan
Asep Suparman Abdullah Asep Kartika
85 LSM Bina Pusaka mandiri
Yayasan
H. Djaja S. Deddy
86 LSM Diktani
Yayasan
Gagan Wirasma
87 PROSIDAKTANI Yayasan Lembaga Perlindungan dan 88 Pengembangan Anak dan Wanita Yayasan 89 Pembangunan Pedesaan Yayasan Center for Regional Development and 90 Society studies (CERDASS) Yayasan 91 Mutiara Pakutandang Yayasan LSM Wei Jaya Kusumah (Ekonomi,Sosial,Pendidikan,Kesehatan, Yayasan 92 Pertanian dan Lingkungan Hidup) 93 Perlindungan Yayasan Lembaga Pemantau Media 94 Kab.Bandung (MEDIA WATCH) Yayasan 95 SKAM Yayasan Sahara Indo ( Sahabat anak dan Remaja Yayasan 96 Indonesia) 97 Islam Abad 21 98 Swadaya Masyarakat 99 Daya Bakti Bangsa Pusat Pelayanan Bisnis Informasi 100 cabang Soreang (PPBI) 101 Koperasi Akur Banjaran
Jl.Babakan Siliwangi Rt.01/11 Ds.Karamat MulyaKec.SoreangIndonesia Kp.Babakan Rt 01/09 Ds.MajasetraKec.MajalayaIndonesia Jl.Raya Pangalengan Kp.Cibodas Rt.03 Ds.PangalenganKe.PangalenganIndonesia Kp.Sangkan Rt.06/07 Ds. LaksanaKec.IbunIndonesia Jl.cijenjing Rt.01/20 Ds.KertamulyaKec.PadalarangIndonesia Kompl.Cingcin Permata Indah Blok A. No.107SoreangIndonesia
Perkumpulan Suwanto Umat
Jl. RE. Snanda 18 A Cimenyan Jl.Raya katapang Km.15 No.403Indonesia Rancaekek Permai H. 8/16Kec.RancaekekIndonesia Jl.Cihanjuang Cibaligo Blk.Mesjid Nurul Ama Rt 021/2 Ds.CihanjuangIndonesia kompl.Cingcin Permata Indah No. B 113SoreangIndonesia Jl. Gandasari No.105 Desa GandasariKatapangIndonesia Jl.Cisendari Rt.03/01PasirjambuIndonesia Jl.Raya Soreang No.1AIndonesia
Saeful Bahri Gatot Nugroho Achmad sadeli Yopi A. SofyanS.Ip. TatiNy.Hj. Erlin
Jl.Manirancan Km.15 MajalayaIndonesia Jl.Babakan Rt.11/05Ds. sukamuktiKec.PasehIndonesia
Juarsa JunaediSE Agus Muharam
5978653
5896926 7232276 5892658 7795885
5895478
5891623 5952435
7076392 Jl.BaleendahIndonesia Jl.Pesantren Timur No.121SoreangIndonesia
Djuly Adang M.A. Gani Agus Mukhtar
Yayasan Yayasan Yayasan
Bahtiar Agung Ibrahim Yunis BSWR.A. Ginawati. S.
Yayasan Yayasan
Dedi Baryadi Nurman Nugraha
5897160 Soreang 085220452139 Jl.Ganjul Eretan No.19 soreang GajahMekarIndonesia 5895437/08122380259 Jl.Protokol No.5 Blok V Cijerah IIMelongIndonesia 6003779 Jl.Jayagiri No.66LembangIndonesia 2789311 Jl.Raya Marribaya No.20LembangIndonesia Kp.Barukaso Rt 01/10 Ds.SukapuraIndonesia Jl. Sirnapikir No. 20/64 Banjaran RT 02 RW 02
Page 3
5943123/08157016911