NASKAH AKADEMIK TENTANG ANGGARAN UNTUK PELAYANAN KESEHATAN GRATIS
DI KABUPATEN BANDUNG
DISUSUN OLEH :
Perkumpulan INISIATIF BANDUNG,JULI 2007
1
DAFTAR ISI Halaman Judul ..................................................................................................... 1 Daftar Isi ................................................................................................................ 2 BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 3 Latar Belakang................................................................................................. 3 Maksud Dan Tujuan ....................................................................................... 4 Metode Penulisan ........................................................................................... 4 Ruang Lingkup ............................................................................................... 4 Definisi Operasional ....................................................................................... 5 BAB II KEADAAN DAN PERMASALAHAN SEKTOR KESEHATAN ...... 6 A. Keadaan Kesehatan Masyarakat dan Sediaan Layanan Kesehatan ......... 6 B. Temuan Survey Pengguna Layanan Kesehatan .......................................... 8 C. Penyangga Yang Ada Saat Ini Bagi Mereka Yang Miskin dan Rentan ... 9 D. Besaran Permasalahan Kesehatan dan Dampak Keuangannya ............. 11 E. Analisis Potensi Penghematan Anggaran DINKES Kab. Bandung ........ 14 BAB III RAGAM ALTERNATIF ANGGARAN UNTUK PELAYANAN KESEHATAN GRATIS ........................................................... 15 BAB IV ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG TERKAIT DENGAN JAMINAN KESEHATAN ............................... 23 BAB V POKOK-POKOK MATERI HUKUM .................................................. 27 BAB VI PENUTUP .............................................................................................. 28 LAMPIRAN I: POTENSI PENGHEMATAN .................................................. 29 LAMPIRAN II: MEKANISME YANG UMUM DIGUNAKAN ................... 34
2
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbagai hal yang melatarbelakangi perlunya Pelayanan Kesehatan Gratis di Kabupaten Bandung disusun berdasarkan kajian-kajian yang dilakukan oleh Perkumpulan Inisiatif dalam bidang kesehatan. Kajian-kajian tersebut diantaranya menunjukkan bahwa Pemerintah Daerah (PemDa) melihat Rumah Sakit sebagai alat prestise pemegang kekuasaan dan sebagai lembaga pelayanan yang mudah untuk mendapatkan uang. Untuk pelayanan rumah sakit, tidak ada yang pernah menawar atau menunda 'pembelian', dengan tanda kutip. Di Indonesia memang pelayanan kesehatan 'diperdagangkan' bahkan oleh RS Pemerintah sekalipun. Secara konseptual, sangatlah aneh sebuah rumah sakit yang dibangun dari dana publik, tetapi ketika rakyat sakit dan tidak mampu, mereka harus bayar dulu. Bahkan tidak jarang bila tak ada uang, pelayanan tak diberikan hingga nyawa lewat. Di DKI Jakarta bahkan beberapa rumah sakit daerah yang bernilai ratusan miliar, dibangun atas dana publik, kini dijadikan PT (perseroan terbatas). Sebagai sebuah PT, tentu tujuannya mencari untung. Meskipun kelak keuntungan itu kembali ke kas daerah. Tetapi, untuk mendapatkan untung, pengelola harus menarik biaya lebih mahal dari investasinya. Ada yang berargumen bahwa pemerintah sudah menyelenggarakan program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Keluarga Miskin (JPK Gakin) yang didanai dari dana kompensasi subsidi BBM. Akan, tetapi program JPK Gakin masih jauh dari memadai. Program bantuan jaminan bagi orang miskin saja belum mencukupi, karena kebutuhan kesehatan sangat tidak pasti. Yang tidak miskin, banyak sekali yang tidak mampu membiayai perawatan dan pengobatan yang dibutuhkannya. Bahkan sesungguhnya lebih dari 90% penduduk Indonesia terancam jadi miskin jika menderita sakit berat. Data-data laporan maupun survei menunjukkan, memang lebih dari 90% bantuan JPK Gakin sampai pada orang tepat, alias miskin. Sesungguhnya tidak sulit mencari orang miskin di Indonesia, sebab jika kriteria miskin yang digunakan adalah pendapatan US$2 per hari, standar untuk negara berkembang yang digunakan Bank Dunia, maka lebih dari 60% penduduk Indonesia tergolong miskin. Ironisnya, kebijakan pemerintah memang belum menggemukkan sapi (baca menyehatkan rakyatnya) tetapi menguruskan. Untuk itulah kebijakan baru yang pro publik dalam rangka pemenuhan hak-hak dasar warganya harus segera dilaksanakan.
3
B. Maksud Dan Tujuan 1. Maksud disusunnya naskah akademik ini adalah untuk memberikan justifikasi ilmiah dalam perumusan Rancangan Peraturan Daerah tentang Anggaran untuk Pelayanan Kesehatan Gratis di Kabupaten Bandung. Materi hukum rancangan peraturan daerah tersebut harus menjamin keadilan dan kepastian hukum bagi setiap penduduk Kabupaten Bandung untuk mendapatkan layanan kesehatan secara gratis baik itu primer, sekunder, dan tersier serta menjamin penyedia layanan kesehatan dan pihak lain yang terkait dengan menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan baik dan agar dapat meminimalkan risiko yang mungkin timbul akibat kesalahan dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara gratis. 2. Tujuan disusunnya naskah akademik ini adalah sebagai dasar ilmiah dan memberikan pokok-pokok pemikiran bagi penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Anggaran untuk Pelayanan Kesehatan Gratis. C. Metode Penulisan Metode penulisan Naskah Akademik penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Anggaran untuk Pelayanan Kesehatan Gratis ini, dilakukan dengan cara yaitu: a.
Studi kepustakaan,
b.
Kajian tentang penghitungan prevalensi tiap penyakit/layanan berikut penghitungan nilai moneternya dan penghitungan risiko dan sorting besaran
c.
Analisis inefisiensi anggaran dinas kesehatan tahun 2007, dan
d.
Survey kepuasan pengguna layanan kesehatan yang meliputi 30 kecamatan di kabupaten bandung. Responden (systematic random sampling) terdiri atas seluruh pengguna layanan puskesmas dan rumah sakit umum daerah dan penyedia layanan kesehatan, dengan metode analisis deskriptif-kualitatif.
D. Ruang Lingkup Ruang lingkup Anggaran untukKesehatan Gratis yang diatur dalam Rancangan Peraturan Daerah ini meliputi program, kelembagaan, ketenagaan, penyelenggaraan, pembiayaan, peran serta masyarakat,serta dampak terhadap penerima manfaat.
4
E. Definisi Operasional Dalam Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah tentang Anggaran untuk Pelayanan Kesehatan Gratis ini yang dimaksud dengan: 1. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 3. Anggaran untuk Pelayanan Kesehatan Gratis adalah sejumlah alokasi anggaran yang bersumber dari APBD yang ditujukan untuk menggratiskan pelayanan kesehatan bagi seluruh penduduk Kabupaten Bandung. 4. Penduduk Kabupaten Bandung adalah orang yang tinggal di wilayah Kabupaten Bandung dan memiliki KTP. 5. Penduduk Miskin di Kabupaten Bandung adalah orang yang tinggal di wilayah Kabupaten Bandung, memiliki KTP, dan pendapatannya kurang dari US$2 perhari. 6. Penghilangan Retribusi Kesehatan adalah mekanisme untuk menghilangkan retribusi atas pelayanan kesehatan yang diterima oleh masyarakat dari lembaga pelayanan kesehatan pemerintah yang ada di wilayah Kabupaten Bandung; dapat berlaku untuk seluruh penduduk atau hanya penduduk miskin saja. 7. Asuransi Kesehatan Gratis adalah mekanisme jaminan pelayanan kesehatan secara cuma-cuma untuk seluruh penduduk yang sumber pendanaannya berasal dari APBD. 8. APBD adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. 9. Penyedia Layanan Kesehatan adalah lembaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang ditunjuk oleh Pemerintah Daerah melalui Keputusan Bupati. 10. Peraturan Daerah adalah Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
5
BAB II KEADAAN DAN PERMASALAHAN SEKTOR KESEHATAN A. Kondisi Kesehatan Masyarakat dan Sediaan Layanan Kesehatan Dari hasil analisis data kesehatan yang bersumber dari data Proposal Evaluasi Diri-Program Pendanaan Kompetitif untuk pencapaian IPM (PED PPK-IPM) yang disusun tahun 2005 lalu ada beberapa permasalahan kesehatan yang berhasil teridentifikasi. Temuan pertama dari sisi kondisi kesehatan masyarakat Kabupaten Bandung. Kondisi kesehatan masyarakat dalam beberapa hal umum cukup baik dan merata. Angka harapan hidup rata-rata diatas 64,5 tahun, cakupan desa UCI mendekati 100%, cakupan kunjungan neonatus melebihi 65%, serta angka pneumonia dan diare pada balita mengalami penurunan. Namun dibalik kesuksesan tersebut, ada beberapa hal mengkhawatirkan yang sangat perlu diperhatikan. Hasil kajian data menunjukan bahwa: 
Kondisi kesehatan masyarakat di kecamatan-kecamatan yang berkarakter perindustrian cukup memprihatinkan. Kecamatan-kecamatan tersebut diantaranya Majalaya, Rancaekek, Ciparay, Banjaran, Dayeuhkolot, Soreang, dll. Beberapa indikator, seperti angka kematian bayi dibawah 1 tahun cukup tinggi. Demikian juga dengan kasus Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), jumlah balita dengan status gizi buruk dan kurang, angka anemia dikalangan ibu, angka kejadian penyakit ISPA, Diare, dan TBC. Semuanya menunjukan angka kejadian yang cukup tinggi. Disini kita melihat bahwa khususnya kaum ibu/perempuan dan anak-anak adalah kelompok masyarakat yang paling rentan. Banyaknya perempuan yang bekerja di pabrik pabrik tekstil memudahkan mereka terkespos udara yang terpolusi dan mengurangi kesempatan mereka untuk memelihara kesehatan. Demikian juga dengan anak anak. Banyaknya perempuan yang bekerja membuat anak anak tersebut kekurangan ASI yang penting bagi kekebalan tubuh mereka. Mereka jarang diperiksakan kesehatannya sehingga gizi mereka buruk. Dikombinasikan dengan kondisi lingkungan yang sangat buruk (polusi air, polusi udara, dll) memudahkan anak-anak terkena penyakit yang berbahaya.

Temuan yang agak kontras, masyarakat yang tinggal di kecamatankecamatan yang terletak agak jauh di perbatasan, juga menghadapi masalah kesehatan. Indikator adanya masalah tersebut adalah angka persalinan dibantu tenaga kesehatan masih rendah, angka kematian ibu bersalin masih tinggi, angka kematian bayi dibawah 1 tahun yang tinggi, cakupan neonatus rendah, dll. Kecamatan-kecamatan yang harus mendapat perhatian dalam hal ini adalah Pasir Jambu, Rancabali, Ciwidey, Kertasari, Pangalengan, Ibun, Nagreg, dll. Dalam kasus ini kembali, perempuan dan anak anak dalam posisi yang rentan. Jarak dan jumlah prasarana dan SDM kesehatan
6
yang kurang menjadi penghambat utama mereka mendapatkan pelayanan yang memadai. Dari sisi sediaan pelayanan kesehatan, hal mengkhawatirkan lebih banyak lagi. Dengan jumlah penduduk yang harus dilayani melebihi dari 2,7 juta, saat ini masih banyak yang harus diperbaiki. Perbaikan tersebut terutama dari sisi sediaan prasarana dan SDM-nya. Data menunjukkan bahwa:
Saat ini jumlah prasarana kesehatan, seperti puskesmas, rumah sakit, klinik, dll, bisa dibilang masih sangat kurang. Data yang ada menunjukan bahwa jumlah tersebut tidak bertambah sejak beberapa tahun terakhir (setidaknya dari tahun 2000). Artinya, cakupan pun tidak bertambah sejak beberapa tahun terakhir.
Kurangnya jumlah ini terkait juga dengan rasio terhadap jumlah penduduk yang harus dilayani. Saat ini tidak ada satu pun kecamatan yang memiliki jumlah puskesmas dengan jumlah yang memenuhi rasio standar. Demikian juga dengan prasarana kesehatan lainnya.
Tabel. Rasio Standar dan Defisit Supply Fasilitas Pelayanan Rasio Standar sekarang Puskesmas(BI) 1 untuk 30.000 orang 61 Balai pengobatan (BI) 198 Rumah sakit kelas C 1 untuk 500.000 orang 2 (BI) Rumah sakit jiwa (BB) 1 untuk 1.000.000 orang 1 Dokter umum (BI+BB) 132 (PNS) 1 untuk 2500 orang 406 (swasta) Dokter spesialis 6 untuk 100.000 orang 21 (swasta) (BI+BB) Dokter keluarga 2 untuk 1000 rumah n.a. (BI+BB) tangga Dokter gigi (BI+BB) 77 (PNS) 11 untuk 100.000 orang 81 (Swasta) Apoteker (BI+BB) 10 untuk 100.000 orang n.a. Bidan (BI+BB) 100 untuk 100.000 orang 580 Perawat (BI+BB) 118 untuk 100.000 orang 865
Cakupan sekarang 1.830.000 1.000.000 1.000.000 1.345.000 350.000 ? 700.000 ? 580.000 733.051
Catatan: Rasio standar didasarkan pada Indikator Indonesia Sehat 2010 dan SPM bidang kesehatan di kabupaten/kota BI: Bandung Induk; BB: Bandung Barat Data diambil dari berbagai dokumen seperti PED PPK-IPM, Buku Profil Kesehatan Kabupaten Bandung, dll.
7
Dalam hal sebaran, prasarana dan SDM penyedia layanan kesehatan sangat terkonsentrasi di kecamatan-kecamatan dengan karakter “kota”. Kecamatan-kecamatan tersebut diantaranya Bojongsoang, Cileunyi, Katapang, Baleendah, Margaasih, Margahayu, Cangkuang, Dayeuhkolot, Paseh, Banjaran, Rancaekek, Cicalengka, dan Majalaya. Dikecamatankecamatan tersebut luas area yang dilayani oleh sebuah prasarana (misalnya puskesmas) atau SDM kesehatan (misalnya bidan atau dokter) cukup kecil .
Sementara di kecamatan dengan karakter “ndeso”, seperti Rancabali, Pasirjambu, Kertasari, Pangalengan, Nagreg, atau Pacet, luas area yang dilayani sebuah prasarana kesehatan (misalnya puskesmas) atau SDM kesehatan (misalnya bidan atau dokter) sangatlah luas.
Itu semua baru permasalahan dari sisi kuantitas, sebaran dan cakupan. Kita belum membicarakan mengenai kualitas dari prasarana dan SDM kesehatan, yang sayangnya datanya tidak ada. Lalu siapa yang rentan dengan kurangnya sediaan ini? Secara umum adalah seluruh warga. Mungkin kerentanan ini tidak terlalu jadi masalah bagi masyarakat Kabupaten Bandung yang lokasinya dekat dengan Kota Bandung. Namun tingkat kerentanan semakin tinggi bagi masyarakat Kabupaten Bandung yang tinggal jauh di perbatasan. Misalnya di Rancabali, Pasirjambu, Kertasari, Pangalengan, Nagreg, atau Pacet. Bagi mereka, kekurangan supply ini merupakan masalah yang sangat besar. Penyebab utama yang terkait dengan permasalahan sediaan ini adalah dedikasi nyata pemerintah untuk menyediakan prasarana kesehatan dan SDM-nya masih rendah. Hal ini terlihat dari tidak adanya penambahan puskesmas sejak tahun 2000. Alasan yang diungkapkan biasanya adalah kurangnya anggaran (tapi benarkan demikian?) Selain itu, pemerintah juga dihadapkan pada dilema: daerah mana yang harus dilayani terlebih dahulu, apakah daerah terpencil yagn jarang penduduknya (mendekatkan pelayanan puskesmas) atau daerah yang ramai penduduknya (memenuhi permintaan dan efisiensi)? Penyediaan prasarana kesehatan dan SDM-nya oleh pihak swasta juga tidak bisa diandalkan. Pihak swasta tentu saja mengejar keuntungan, dengan hanya menyediakan pelayanan kesehatan di daerah dengan kepadatan penduduk tinggi. B. Temuan Survey Pengguna Layanan Kesehatan Hasil survey menunjukan bahwa persentase terbesar pengguna layanan puskesmas dan rumah sakit adalah perempuan dengan karakteristik aktivitas sebagai ibu rumah tangga, yang diidentikkan dengan kelompok tidak produktif. Ditinjau dari derajat kesehatan dapat diketahui bahwa ibu rumah tangga lebih rentan terhadap penyakit (derajat kesehatan masih rendah) karena persentase terbesar kebutuhan pelayanan kesehatan adalah untuk berobat.
8
Ditinjau dari persepsi mengenai kebutuhan yang perlu ditingkatkan berdasarkan uji crosstab, diketahui bahwa 62% pengguna layanan kesehatan termasuk kedalam cluster lainnya (ibu rumah tangga, buruh, petani, dan pengangguran) menyatakan perlunya peningkatan krusial terhadap upaya penambahan waktu operasional puskesmas, penambahan jumlah tenaga medis (dokter, bidan, dan perawat), upaya peningkatan keramahan pelayanan tenaga kesehatan terhadap pasien, serta perlunya perbaikan gedung/sarana prasarana. Jumlah anggota keluarga sebanyak empat orang ditunjang dengan jumlah pendapatan kurang dari Rp. 500.000, dengan angka tanggungan 3 orang per KK. Jika dikaitkan dengan jumlah pengeluaran, untuk tiap KK dengan jumlah anggota keluarga empat orang, beban pengeluaran per bulan adalah Rp. 500.000,-, artinya kemampuan saving dapat dikatakan tidak ada. Terdapat keterkaitan yang cukup erat antara jumlah anggota keluarga dengan frekuensi kunjungan ke puskesmas, dimana dari 285 pengguna layanan kesehatan dengan jumlah anggota keluarga empat orang, sebesar 57% nya memiliki frekuensi kunjungan ke puskesmas lebih dari empat kali dalam setahun. Dengan frekuensi kunjungan ke puskesmas yang masih tinggi, kebutuhan berobat adalah yang terbanyak, artinya derajat kesehatan masyarakat Kabupaten Bandung masih belum optimal. Kebutuhan pelayanan Keluarga Berencana cenderung jauh lebih sedikit (3%), hal ini akan mempengaruhi angka kelahiran bayi yang tentunya berdampak pada angka ketergantungan hidup dan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Bandung. Persentase mengenai persepsi pengguna layanan puskesmas dan rumah sakit terhadap kelengkapan jenis pelayanan kesehatan saat ini. Hal ini dapat dijadikan indikator jenis gangguan kesehatan yang dialami oleh masyarakat Kabupaten Bandung dengan kuantitas tenaga kesehatan yang dibutuhkan. Adapun klasisifkasi terbesar jenis pelayanan kesehatan yang belum ada adalah pelayanan kesehatan penyakit dalam (25%), pelayanan kesehatan THT (24%), dan mata (22%), hal ini dapat diasumsikan:  Pemenuhan akan pelayanan kesehatan tersebut memerlukan rujukan ke Rumah Sakit;  Kebutuhan pengeluaran berupa biaya transportasi dan pengobatan akan jauh lebih besar;  Puskesmas belum menjalankan fungsinya secara menyeluruh dalam upaya memberikan pelayanan yang bersifat preventif terhadap kebutuhan pelayanan kesehatan dasar (mata, THT, penyakit dalam).
9
C. Penyangga Yang Ada Saat Ini Bagi Mereka Yang Miskin dan Rentan Mempunyai cukup sumber daya, seperti waktu, uang, dll, adalah sebuah kemewahan bagi kebanyakan orang, terutama orang miskin. Mempunyai badan yang sehat lebih penting lagi mengingat orang miskin sangat mengandalkan badannya untuk hidup. Dan Narayan (2001) mengatakan bahwa “Inadequate access to timely and affordable health care is one primary reason for insecurity�. Pernyataan ini mengingatkan kita mengenai pentingnya kuantitas dan distribusi pelayanan kesehatan serta adanya jaminan bagi orang miskin untuk dapat memperolehnya ketika diperlukan. Saat ini ada beberapa alternatif penyangga bagi mereka yang rentan. Misalnya pelayanan asuransi dari PT. Askes, PT. Jamsostek. Bapel JPKM, Kartu Sehat, Dana Sehat, dan Asuransi Komersial lainnya. Dari berbagai alternatif tersebut, beberapa skema diarahkan untuk keluarga miskin, misalnya melalui Askeskin.
Kontribusi/ premi/ subsidi
Misalnya Hutang, Hibah, dll
PIHAK ASING
PEMERINTAH
TAX
anggaran
Negosiasi ttg anggaran
PERUSH PENYEDIA SISTEM PENYANGGA (MIS: PT. ASKES)
pelayanan PENYEDIA LAYANAN (MIS:PUSKESMAS & RS
GAKIN
Gambar diatas menunjukkan sistem penyangga yang ada saat ini bagi mereka yang miskin dan rentan. Pemerintah sebagai penyelenggara negara mendapatkan sumber pembiayaan urusan-urusannya salah satunya yaitu urusan kesehatan. Sumber pembiayaan tersebut berasal dari pajak dan pihak asing dalam bentuk hibah, hutang, dan lainnya. Pemerintah mengalokasikan sejumlah dana (budgeting) kepada perusahaan penyedia sistem penyangga
10
misalnya: PT. ASKES. Selanjutnya PT. ASKES mengalokasikan anggaran tersebut kepada penyedia layanan misalnya ke Puskesmas dan Rumah Sakit yang ditunjuk dengan terlebih dahulu bernegosiasi tentang anggaran. Keluarga Miskin (GAKIN) yang memiliki Kartu mendapatkan pelayanan dari penyedia layanan yang ditunjuk tersebut. Ada beberapa persamaan karakteristik dari berbagai skema alternatif sistem penyangga kesehatan bagi keluarga miskin. Karakteristik tersebut diantaranya:
Sifatnya proyek
Tidak kontinyu.
Pendekatan residual, hanya untuk orang miskin (dengan definisi orang miskin yang masih diperdebatkan)
Dengan karakter tersebut, ada banyak kelemahan yang selalu menjadi sorotan. Beberapa diantaranya adalah:
Pendefinisian siapa yang berhak selalu mengundang polemik
Rawan terjadi penyimpangan dalam implementasinya
Peran pemerintah sangat terbatas. Akibatnya, implementasi sistem penyangga kesehatan lemah dalam hal monitoring dan evaluasinya.
Digunakan budget kuota anggaran yang disediakan pihak ketiga (PT. Askes) pada pemberi pelayanan (rumah sakit, puskesmas) masih terbatas. Akibatnya, pihak pemberi pelayanan pun membatasi peserta JPKM untuk mendapatkan pelayanan.
Dalam hal jumlah penyedia layanan yang bekerja sama dengan PT. Askes, jumlahnya masih sangat sedikit. Bahkan kebanyakan penyedia layanan kesehatan swasta banyak belum bekerjasama.
Dll.
Dengan berbagai kelemahan tersebut, wajar bila orang miskin masih belum dapat bernafas lega. D. Besaran Permasalahan Kesehatan dan Dampak Keuangannya
Penghitungan Angka Kejadian Tiap Penyakit/Layanan dan Nilai Moneternya
Kajian lain yang dilakukan oleh Perkumpulan Inisiatif adalah penghitungan prevalensi tiap penyakit atau layanan yang terdapat di Kabupaten Bandung dan penghitungan nilai moneternya. Jumlah prevalensi dihitung dari jumlah pasien yang berobat kerumah sakit dan puskesmas, untuk rawat jalan, rawat inap, serta jumlah pasien yang meninggal dunia akibat penyakit tersebut. Penghitungan prevalensi ini penting dilakukan karena dari prevalensi ini dapat diketahui penyakit yang paling sering diderita oleh penduduk Kabupaten
11
Bandung dan apakah penyakit tersebut tergolong ringan atau berat dan jumlah biaya yang harus dikeluarkan oleh penduduk Kabupaten Bandung untuk mengobati penyakit tersebut. Penghitungan nilai moneter dilakukan dengan menggunakan standar jenis dan tarip pelayanan kesehatan yang digunakan oleh PT ASKES PERSERO untuk Peserta ASKESKIN. Penghitungan ini menghasilkan total risiko se-kabupaten serta sorting penyakit berdasarkan prevalensi tertinggi dan biaya tertinggi. Penghitungan ini berguna sebagai salah satu bentuk pemilihan alternatif Anggaran untuk Pelayanan Kesehatan Gratis yang akan diberlakukan di Kabupaten Bandung. Pertimbangan tersebut nantinya bisa didasarkan pada penyakit dengan prevalensi tertinggi atau biaya pengobatan terbesar. Tahap pertama penghitungan adalah mengidentifikasi jenis layanan kesehatan yang diperlukan untuk setiap penyakit, jumlah layanan, dan waktu layanan. Untuk mengidentifikasi jenis layanan, jumlah layanan dan waktu yang dibutuhkan, kita meminta informasi langsung dari dokter. Dari informasi tersebut, kita kemudian kalikan dengan tarif standar.
Rpi Pi *
L * T L
Rp i : Total uang yang dibayarkan pasien untuk penyakit i P i : Angka kejadian penyakit i selama setahun di daerah L : Layanan-layanan yang diperlukan dalam penyembuhan TL : Tarif untuk layanan L Misal, untuk melahirkan memerlukan layanan ambulance, rawat inap, melahirkan, imunisasi, dan dll. Rawat inap sekali selama tiga hari. Kemudian kita hitung biaya untuk rawat inap adalah tarif rawat inap per hari dikali dengan total hari.
12
TABEL ANGKA KEJADIAN TIAP PENYAKIT/LAYANAN NO. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44
PENYAKIT/LAYANAN Imunisasi balita Penyakit infeksi saluran pernapasan atas akut tidak spesifik Influenza Diare dan gastroenteritis tidak dapat dikelompokkan a00-a08 Penyakit pulpa dan jaringan periapikal Batuk Melahirkan/persalinan Penyakit infeksi saluran pernapasan atas lainnya Penyakit lainnya Hipertensi Dermatitis lain, tidak spesifik (eksema) Gastroduodenitis tidak spesifik Conjunctivitis Sakit kepala Demam yang tidak diketahui sebabnya Skabies Demam tifoid Nasofaringitis akuta (common cold) Penyakit gusi dan periodontal Gangguan gigi dan jaringan penunjang lainnya Hipertensi primer (esensial) Pneumonia Myalgia Tukak lambung Rematisme Tb paru Bronchitis Gangguan lain pada kulit dan jaringan sub kutan yang tidak terklasifikasikan Ispa Penyakit infeksi saluran pernapasan bawah tidak spesifik Faringitis akuta Asma Febris & febris convulsive Bronchopneumonia tidak spesifik Artritis lainnya Otitis media nonsupurativa Schizofrenia, gangguang schizotypal dan psikosa akut Neuralgia dan neuritis tidak spesifik Demam berdarah dengue Otitis media dan gangguan mastoid Gizi buruk Bayi lahir hidup Vulnus Katarak dan gangguan lain lensa
13
ANGKA KEJADIAN 243995 105426 94752 65366 65059 58607 57957 56835 56217 51749 38911 31950 29220 28031 27938 21322 20218 18701 16542 15802 15031 10220 8741 7844 4247 4127 3833 3536 3484 3469 2673 2176 2120 2048 1722 1721 1545 1465 1278 1147 1116 778 652 605
TABEL TOTAL BIAYA UNTUK TIAP PENYAKIT/LAYANAN NO. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44
PENYAKIT/KASUS Penyakit infeksi saluran pernapasan atas akut tidak spesifik Penyakit infeksi saluran pernapasan atas lainnya Melahirkan/persalinan Diare dan gastroenteritis tidak dapat dikelompokkan a00-a08 Demam tifoid Hipertensi Gastroduodenitis tidak spesifik Penyakit pulpa dan jaringan periapikal Batuk Hipertensi primer (esensial) Tb paru Pneumonia Nasofaringitis akuta (common cold) Rematisme Conjunctivitis Penyakit infeksi saluran pernapasan bawah tidak spesifik Dermatitis lain, tidak spesifik (eksema) Skabies Imunisasi balita Schizofrenia, gangguang schizotypal dan psikosa akut Influenza Neuralgia dan neuritis tidak spesifik Myalgia Bronchitis Ispa Demam yang tidak diketahui sebabnya Tukak lambung Penyakit lainnya Faringitis akuta Bronchopneumonia tidak spesifik Demam berdarah dengue Otitis media nonsupurativa Artritis lainnya Otitis media dan gangguan mastoid Gizi buruk Febris & febris convulsive Bayi lahir hidup Asma Gangguan lain pada kulit dan jaringan sub kutan yang tidak terklasifikasikan Sakit kepala Penyakit gusi dan periodontal Gangguan gigi dan jaringan penunjang lainnya Vulnus Katarak dan gangguan lain lensa Total perkiraan biaya se-kabupaten
14
BIAYA LAYANAN/ PENGOBATAN 1.205.651.736.000 649.965.060.000 581.598.495.000 417.558.008.000 233.437.028.000 227.022.863.000 125.371.800.000 115.479.725.000 99.690.507.000 65.940.997.000 63.766.277.000 59.040.940.000 50.436.597.000 48.568.692.000 39.680.760.000 39.671.484.000 38.833.178.000 36.375.332.000 29.279.400.000 28.086.555.000 27.478.080.000 26.608.795.000 23.679.369.000 22.143.241.000 20.127.068.000 17.517.126.000 16.895.976.000 1.630.293.000 15.441.921.000 11.831.296.000 11.039.364.000 9.942.217.000 7.554.414.000 6.626.219.000 5.498.532.000 5.486.560.000 5.470.118.000 4.972.160.000 2.393.872.000 2.242.480.000 2.150.460.000 2.054.260.000 1.077.104.000 821.590.000 4.432.968.027.000
E. Analisis Potensi Penghematan Anggaran Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Kajian lainnya yang dilakukan oleh Perkumpulan Inisiatif yaitu mengenai analisis potensi penghematan anggaran Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung. Dengan melihat potensi penghematan yang ada maka dapat diperkirakan jumlah anggaran yang tersedia untuk merealisasikan advokasi pelayanan kesehatan gratis. Penjelasan dari kajian ini dapat dilihat dalam lampiran. Dari hasil penghitungan, dapat disimpulkan penghematan anggaran Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung pada Tahun 2007 berdasarkan modus adalah sebagai berikut: TABEL POTENSI PENGHEMATAN ANGGARAN DINAS KESEHATAN KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2007 NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
MODUS Accress melebihi standard Belanja dan kuantitas ketinggian Harga ketinggian Item tidak jelas Item tidak sesuai program Jumlah pembelian kebanyakan Kegiatan pengulangan Kegiatan tidak jelas Kegiatan tidak sesuai program Ketinggalan zaman Pemborosan Pemborosan item buku Rician anggaran dan sasaran kegiatan tidak jelas Tidak perlu Uraian tidak jelas Volume dan harga ketinggian Volume dan harga tidak jelas Volume ketinggian Waktu pelaksanaan tidak jelas Total Penghematan
15
JUMLAH 820.508.262 9.900.000 1.781.500 6.305.160.500 13.053.793.500 1.050.000 14.636.948.185 168.000.000 354.009.990 226.200 953.980.000 1.040.000 10.000.000 51.400.000 14.100.000 12.313.300 931.970.000 43.741.100 246.015.000 37.615.937.537
BAB III RAGAM ALTERNATIF PELAYANAN KESEHATAN GRATIS Ada beberapa alternatif skema yang dapat digunakan untuk menggratiskan pelayanan kesehatan pada masyarakat: (1) Pemerintah menanggung langsung seluruh biaya pengobatan 
Seluruh penduduk (Model Brunei, sebut saja model 1A) Dalam skema ini, seluruh biaya sektor kesehatan di tanggung pemerintah. Pemerintah menyediakan prasarana dan SDM nya, serta menyediakan anggaran untuk biaya berobat. Kelebihan skema ini adalah masyarakat seluruh masyarakat dapat berobat kapanpun mereka sakit tanpa harus memikirkan biaya yang harus keluar. Kemudian karena masyarakat bisa kapan pun datang untuk berobat dan memeriksakan kesehatan, resiko terjadinya penyakit berat pada seseorang dan resiko terjadinya epidemi besar besaran pada komunitas dapat dihindari. Sehingga pada akhirnya, biaya yang dikeluarkan akan sangat wajar bila dibandingkan dengan resiko biaya yang harus dikeluarkan bila terjadi penyakit berat/wabah besar besaran. Sebagai contoh, bila setiap kali rakyat sakit gigi rakyat dapat berobat secara gratis, maka rakyat dapat sembuh saat itu juga. Namun bila ternyata rakyat tidak bisa mengobati sakit giginya karena tidak mampu membayar, maka penyakit giginya akan menimbulkan penyakit lainnya di jantung, otak, ginjal, dll. Tentu saja biaya yang ditimbulkan akan beratus kali lipat. Kelemahan besar skema ini adalah membutuhkan anggaran yang sangat besar. Terlebih bila dibandingkan dengan kemampuan anggaran saat ini. Kelemahan lainnya, penyedia layanan kesehatan (dokter, bidan, puskesmas, rumah sakit, dll) tidak akan terpacu untuk meningkatkan layanan. Merasa bahwa mereka terjamin penghasilannya, mereka tidak terpacu untuk memberikan layanan yang terbaik pada rakyat. Apalagi di negara yang sebagian besar aparatnya pemalas. Kekurangan lainnya, pihak penyedia layanan swasta akan sangat sulit untuk dilibatkan, karena biasanya skema ini tidak menyediakan ruang untuk mendapatkan keuntungan bagi mereka. Dan permasalahan terakhir, skema ini hanya bisa melibatkan penyedia layanan yang ada diwilayah administratif sendiri (misal di kabupaten bandung saja)

Penduduk miskin saja (sebut saja model 1B) Skema ini adalah perbaikan pada skema diatas (skema model 1A). Kelemahan terbesar skema diatas adalah anggaran yang sangat besar. Maka dalam skema ini, anggaran tersebut difokuskan hanya pada orang miskin. Kelebihan skema ini adalah orang miskin akan tetap dapat berobat secara gratis, sementara rakyat yang tidak miskin terpaksa tetap
16
harus membayar. Kelebihan lain, tuntutan anggaran yang diperlukan untuk skema ini akan lebih kecil dan lebih fokus. Permasalahan skema ini muncul ketika jumlah orang miskin sangat banyak, sebagaimana di kabupaten bandung tercinta ini, yang sejak tahun 2000 angka kemiskinan terus melonjak naik. Tahun 2006 ini, jumlah gakin di kabupaten bandung mencapai 40,65% dari seluruh keluarga. Dengan angka persentase gakin sebesar ini, tentu saja anggaran yang dibutuhkan dalam skema ini besar juga. Permasalahan lain, akan sangat sulit melibatkan pihak swasta dalam skema ini. Dan permasalahan terakhir, skema ini hanya bisa melibatkan penyedia layanan yang ada diwilayah administratif sendiri (misal di kabupaten bandung saja) (2) Pemerintah mengasuransikan 
Seluruh penduduk (Model Jembrana, sebut saja model 2A) Dalam skema ini, pemerintah mengasuransikan (dan membayarkan premi asuransi) seluruh warganya. Kelebihan skema ini adalah (1) biaya total yang dibutuhkan lebih sedikit dibanding skema, (2) subsidi dari pemerintah akan langsung pada rakyat bukan pada penyedia layanan dan bukan juga pada dinas kesehatan, (3) memaksa penyedia layanan kesehatan, baik swasta atau pun pemerintah, untuk berlomba lomba meningkatkan kinerja. Karena bila kinerja mereka rendah, mereka tidak akan didatangi pasien, dan tidak akan bisa mengklaim ke perusahaan asuransi. Lalu (4) rakyat yang diasuransikan dapat berobat kemanapun dan dimanapun, baik di dalam wilayah administratif maupun diluar wilayah administratif. Kelebihan terakhir adalah (5) retribusi kesehatan bisa dihilangkan, karena penyedia layanan, baik puskesmas maupun rumah sakit, baik publik atau pun swasta, mendapatkan bayaran dari perusahaan asuransi. Kelebihan lain dari skema ini adalah multiplier effect nya. Perusahaan asuransi yang bekerjasama akan mendapatkan banyak keuntungan. Mereka akan (1) mendapatkan peserta asuransi dalam jumlah besar sekali dalam waktu sangat singkat, tanpa harus keluar biaya marketing dan biaya lainnya. Kemudian, (2) seiring dengan besarnya peserta asuransi, resiko akan sangat mudah disebarkan pada peserta dan mengurangi resiko kerugian bagi perusahaan. Dan (3) dengan didapatnya premi yang dibayar dimuka dalam jumlah besar dalam waktu singkat, perusahaan asuransi dapat dengan mudah menginvestasikannya dalam usaha lain dan akan menambah keuntungannya. Kelebihan lain, bila perusahaan asuransi wan-prestasi atau ingkar, maka pemerintah tidak dalam posisi bersalah dan dapat mengadukan perusahaan asuransi tersebut ke pengadilan. Lalu pemerintah dapat dengan mudah mencari perusahaan asuransi lainnya, karena skema ini tidak akan mudah ditolak oleh perusahaan asuransi manapun.
17
Kekurangan dari skema ini adalah adanya potensi resistensi dari penyedia layanan. Untuk ukuran penyedia layanan di negeri ini, yang terkenal berkinerja rendah, paksaan untuk meningkatkan kinerja tentu saja akan memberatkan. 
Penduduk miskin saja (Model Askeskin/JPKM, sebut saja model 2B) Skema ini merupakan modifikasi dari skema model 2A. Hampir semua kelebihan skema diatas juga ada dalam skema ini. Kecuali bahwa dalam skema ini hanya orang miskin dan rentan yang dijamin/diasuransikan. Seluruh permaslahan dalam skema model 2A ada dalam skema ini. Tambahan permasalahan lainnya dalam skema ini adalah potensi penyimpangan dan penyelewenangan oleh aparat seperti yang selama ini terjadi. Penyimpangan yang sering terjadi adalah penentuan orang miskin sebagai penerima asuransi. Selama ini banyak cerita mengenai orang yang tidak berhak (orang kaya, keluarga aparat desa, dll) yang malah mendapatkan asuransi kesehatan. Kelemahan lain, adalah diskriminasi pelayanan pada pengguna asuransi karena penyedia layanan lebih mengutamakan mereka yang mampu membayar dan tidak menggunakan asuransi.
(3) Pemerintah menghilangkan retribusi kesehatan 
Seluruh penduduk, seluruh layanan termasuk rujukan (sebut saja model 3A) Retribusi pelayanan kesehatan adalah salah satu retribusi yang tidak manusiawi, sekecil apapun nilai retribusi tersebut. Penghilangan retribusi seluruh layanan kesehatan akan sangat membantu rakyat. Bila pemerintah terlalu lemah untuk membantu rakyat, setidaknya jangan membebani rakyat. Untuk itu, penghilangan retribusi kesehatan adalah pilihan yang tidak buruk sama sekali. Kelemahan dari skema ini adalah hanya dapat melibatkan penyedia layanan publik pemerintah saja. Selain itu, potensi resistensi dari penyedia layanan juga cukup tinggi dan akan berpotensi menurunkan kinerja dan kualitas layanan yang diberikan pada masyarakat.

Seluruh penduduk, layanan puskesmas dan rumah sakit saja, dan tanpa rujukan (Model Sumedang, sebut saja model 3B) Skema ini bisa kita sebut sebagai skema “selemah-lemahnya� keberpihakan pada rakyat. Tapi masih lebih baik dari pada tidak sama sekali. Semua kelemahan pada model 3A ada dalam skema ini. Tambahannya bahwa dalam skema ini, rakyat hanya diberi penghibur, fasilitas berobat gratis untuk penyakit penyakit “kecil� dengan layanan kualitas rendah di puskesmas dan rumah sakit pemerintah.
18
Sementara, seringkali yang menyebabkan seseorang atau sebuah keluarga jatuh miskin mendadak adalah bila dia atau anggota keluarganya sakit berat dan membutuhkan layanan kesehatan yang mahal. Misalnya, seorang tukang becak, atau buruh tani dan buruh pabrik sebagaimana kebanyakan penduduk kabupaten bandung, sakit berat seperti kecelakaan yang menyebabkan lumpuh, diabetes, atau melahirkan dengan keharusan dioperasi caesar. Mereka yang miskin akan tambah miskin, yang tidak miskin bisa mendadak jatuh miskin, yang sudah sangat miskin bisa mati.
19
TABEL PERBANDINGAN BEBERAPA ALTERNATIF PENGGRATISAN PELAYANAN KESEHATAN ALTERNATIF 1.
2.
KELEBIHAN
Pemerintah menanggung langsung seluruh biaya pengobatan Seluruh penduduk (Model Brunei) (MODEL 1A)
Pemerintah menanggung langsung seluruh biaya pengobatan Penduduk miskin saja (MODEL 1B)
KEKURANGAN
100% Rakyat tidak perlu khawatir lagi dengan kesehatan mereka Negara menjalankan kewajibannya dengan baik (anggaran pro rakyat)
Rakyat miskin tidak perlu khawatir dengan kesehatan mereka
3.
Pemerintah mengasuransikan Seluruh penduduk (Model Jembrana, mekanisme klaim) (MODEL 2A)
100% penduduk terjamin biaya yang dibutuhkan lebih sedikit subsidi pemerintah langsung pada rakyat, bukan pada penyedia layanan dan bukan juga pada aparat Penyedia layanan dipaksa untuk meningkatkan kinerja dan kualitas layanan Rakyat yang diasuransikan dapat berobat kemanapun, dimanapun, kapanpun-tidak hanya di kabupaten bandung Retribusi kesehatan tidak lagi relevan,
20
Perlu dukungan dana yang sangat besar sekali Pendapatan negara harus besar Aparat harus loyal pada rakyat Tidak ada insentif/paksaan untuk meningkatkan kinerja/layanan bagi rakyat Hanya berlaku di dalam area administratif kabupaten bandung Jumlah penduduk miskin yang besar membuat biaya tetap besar Sulit melibatkan pihak penyedia layanan swasta Sulit menentukan siapa yang miskin Rawan penyelewengan Hanya berlaku di dalam area administratif kabupaten bandung Tidak ada insentif untuk meningkatkan kinerja dan kualitas layanan membutuhkan dedikasi tinggi dari aparat untuk melayani rakyat Potensi resistensi besar dari penyedia layanan (puskesmas, rumah sakit), baik negeri atau swasta, yang malas. Pasien kemudian bisa jadi tidak dilayani.
KONSEKUENSI BIAYA Rp.4,43 Trilyun Untuk 44 penyakit, seluruh kasus di bandung induk dan bandung barat selama setahun (2006)
Rp.1,8 Trilyun Untuk 44 penyakit, seluruh kasus di bandung induk dan bandung barat selama setahun, dengan angka penduduk miskin 40,65% (2006)
Rp. 431.884.650.000 Dengan jumlah penduduk 2.879.231 jiwa. Dan premi asuransi yg ditanggung Rp. 12.500/bulan seperti di jembrana. Dengan jumlah peserta lebih banyak, angka premi ini bisa jauh lebih kecil lagi
ALTERNATIF
KELEBIHAN
4.
Pemerintah mengasuransikan Penduduk miskin saja (Model Askeskin/JPKM, mekanisme budgeting) (MODEL 2B)
KEKURANGAN
karena pendapatan penyedia layanan didapat dari claim pada perusahaan asuransi Bila perush asuransi wan-prestasi, pemerintah mudah menuntut ke pengadilan dan mencari alternatif perusahaan asuransi pengganti Keuntungan bagi perusahaan asuransi: o Jumlah peserta besar, biaya marketing nol o Resiko lebih mudah disebar, potensi kerugian rendah o Premi dibayar dimuka, kesempatan untuk memutar uang lebih tinggi Seluruh kelebihan skema MODEL 2A ada disini, kecuali hanya orang miskin yang dicover
5.
Pemerintah menghilangkan retribusi kesehatan seluruh penduduk, seluruh layanan termasuk rujukan
Keberpihakan pada rakyat sudah terlihat Biaya relatif kecil. Walau tidak meringankan, setidaknya tidak menambah beban rakyat.
21
Sulit menentukan siapa yang miskin dan rawan penyelewengan membutuhkan dedikasi tinggi dari aparat untuk melayani rakyat Potensi resistensi besar dari penyedia layanan (puskesmas, rumah sakit), baik negeri atau swasta, yang malas meningkatkan kinerja Potensi diskriminasi tinggi, seperti selama ini terjadi orang miskin dipersulit mendapatkan layanan menggunakan askeskin Rakyat berpotensi menjadi miskin bila menderita penyakit berat, seperti selama ini terjadi membutuhkan dedikasi tinggi dari aparat untuk melayani rakyat membutuhkan dedikasi tinggi dari aparat
KONSEKUENSI BIAYA
Rp. 175.561.110.225 Dengan penduduk miskin 40%. Dan premi asuransi yg ditanggung Rp. 12.500/bulan seperti di jembrana. Dengan jumlah peserta lebih banyak, angka premi ini bisa jauh lebih kecil lagi
Rp.22.173.054.000 (2005) Rp.18.105.450.000 (2006) Rp.21.894.660.000 (2007) Besar potensi retribusi pelayanan kesehatan yang dihilangkan
ALTERNATIF
KELEBIHAN
KEKURANGAN
(MODEL 3A)
6.
Pemerintah menghilangkan retribusi kesehatan seluruh penduduk, layanan puskesmas dan rumah sakit saja, dan tanpa rujukan (Model Sumedang) (MODEL 3B)
Hanya kehilangan sedikit pendapatan daerah
22
untuk melayani rakyat Potensi resistensi besar dari penyedia layanan (puskesmas, rumah sakit pemerintah), yang malas meningkatkan kinerja Pasien hanya bisa berobat di kabupaten bandung, dan hanya bisa di penyedia layanan kesehatan milik pemerintah Rakyat berpotensi menjadi miskin bila menderita penyakit berat, seperti selama ini terjadi. membutuhkan dedikasi tinggi dari aparat untuk melayani rakyat Rakyat miskin bertambah karena mereka tetap tidak bisa menjangkau pelayanan untuk penyakit yang berat Pasien hanya bisa berobat di kabupaten bandung, dan hanya bisa di penyedia layanan kesehatan milik pemerintah
KONSEKUENSI BIAYA
Kurang dari Rp.9 milyar (2007) Besar potensi retribusi pelayanan kesehatan yang dihilangkan dari pasien yang tidak dirujuk
BAB IV ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG TERKAIT DENGAN JAMINAN KESEHATAN Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 27 ayat 2 UUD 1945 Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Undang-Undang No 9 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Kesehatan Pasal 4 Pemerintah memelihara dan mempertinggi derajat kesehatan rakyat dengan menyelenggarakan dan menggiatkan usaha-usaha dalam lapangan: a) pencegahan dan pemberantasan penyakit, b) pemulihan kesehatan, c) penerangan dan pendidikan kesehatan pada rakyat, d) pendidikan tenaga kesehatan, e) perlengkapan obat-obatan dan alat-alat kesehatan, f) penyelidikan-penyelidikan, g) pengawasan, dan h) lain-lain usaha yang diperlukan.
Pasal 7 Pemerintah memberantas penyakit menular dan penyakit endemis (penyakit rakyat).
Pasal 8 ayat 1 Pemerintah mengusahakan pengobatan dan perawatan untuk masyarakat diseluruh wilayah Indonesia secara merata, agar tiap-tiap orang sakit dapat memperoleh pengobatan dan perawatan dengan biaya yang seringanringannya.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Otonomi Daerah (Otda) Pasal 14 ayat 1 Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk Kabupaten/Kota merupakan urusan yang berskala Kabupaten/ Kota meliputi: a. Perencanaan dan pengendalian pembangunan. b. Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang. c. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat. d. Penyediaan sarana dan prasarana umum. e. Penanganan bidang kesehatan. f. Penyelenggaraan bidang pendidikan. g. Penanggulangan masalah sosial. h. Pelayanan bidang ketenagakerjaan.
24
i. j. k. l. m. n. o. p.
Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah. Pengendalian lingkungan hidup. Pelayanan pertanahan. Pelayanan kependudukan dan catatan sipil. Pelayanan administrasi umum pemerintah. Pelayanan administrasi penanaman modal. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundangundangan.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Nasional Pasal 3 Sistem Jaminan Sosial Nasional bertujuan untuk memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya.
Pasal 18 Jenis program jaminan sosial meliputi: a. jaminan kesehatan; b. jaminan kecelakaan kerja; c. jaminan hari tua; d. jaminan pensiun; dan e. jaminan kematian.
Pasal 19 1) Jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas. 2) Jaminan kesehatan diselenggarakan dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. Pasal 20 1) Peserta jaminan kesehatan adalah setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh Pemerintah. 2) Anggota keluarga peserta berhak menerima manfaat jaminan kesehatan. 3) Setiap peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga yang lain yang menjadi tanggungannya dengan penambahan iuran. Pasal 22 1) Manfaat jaminan kesehatan bersifat pelayanan perseorangan berupa pelayanan kesehatan yang mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, termasuk obat dan bahan medis habis pakai yang diperlukan. 2) Untuk jenis pelayanan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan pelayanan, peserta dikenakan urun biaya.
25
 Pasal 23 1) Manfaat jaminan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 diberikan pada fasilitas kesehatan milik Pemerintah atau swasta yang menjalin kerjasama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. 2) Dalam keadaan darurat, pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diberikan pada fasilitas kesehatan yang tidak menjalin kerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. 3) Dalam hal di suatu daerah belum tersedia fasilitas kesehatan yang memenuhi syarat guna memenuhi kebutuhan medik sejumlah peserta, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial wajib memberikan kompensasi. 4) Dalam hal peserta membutuhkan rawat inap di rumah sakit, maka kelas pelayanan di rumah sakit diberikan berdasarkan kelas standar. Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009  Pasal 3 Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah melaksanakan program dalam RPJM Nasional yang dituangkan dalam Rencana Strategis Kementerian/Lembaga dan RPJM Daerah.
26
BAB V POKOK-POKOK MATERI HUKUM Sementara ini pokok-pokok materi hukum belum dapat disusun karena belum menentukan pilihan terhadap skema alternatif pelayanan kesehatan gratis. Pokok-pokok materi hukum akan mengikuti skema pelayanan kesehatan gratis yang dipilih pemerintah untuk melayani rakyat.
27
BAB VI PENUTUP Keinginan rakyat yang paling utama di bagian manapun di negeri ini adalah agar negara dan pemerintah yang memihak dan sayang pada rakyatnya. Kebijakan negara seharusnya keluar dengan mempertimbangkan kebutuhan dan atau rasa keadilan masyarakat serta adanya harapan agar pelaksanaan kebijakan tersebut berjalan dengan sebagaimana mestinya. Masyarakat kini adalah subyek pembangunan yang menginginkan perubahan kearah yang lebih baik dan tidak ingin terus-menerus dirugikan. Negara dengan anggaran sebagai instrumen dalam penyelenggaraannya diharapkan dapat mengakomodir hak-hak dasar rakyat khususnya pada sektor kesehatan. Dalam era desentralisasi yang bertujuan untuk mendekatkan fungsi pelayanan kepada masyarakat, tidak terdapat implementasi Perda yang berpihak kepada sasaran. Selama ini rakyat yang sakit hanya jadi objek sapi perah pemerintah melalui berbagai pungutan dan retribusi pelayanan yang sangat rinci dan tidak dapat ditawar. Termasuk dalam hal ini retribusi kesehatan yang kurang sejalan dengan amanat perundang-undangan dan juga kurang menunjukan rasa sayang pada rakyat. Oleh karena itu sangat urgent untuk dilakukan rekonstruksi muatan Perda yang terkait isu retribusi dengan memasukkan aspek pemberian pelayanan. Untuk lebih memfungsionalkan Perda yang diproduksi sangat perlu dilakukan penyusunan skala prioritas regulasi. Salah satunya yaitu bidang kesehatan yang merupakan urusan wajib pemerintah yang harus dilaksanakan. Hal yang perlu diingat pula, bahwa inovasi dalam penyelenggaraan tata pemerintahan daerah bukanlah hal yang tabu. Tantangan terbesar dalam advokasi anggaran adalah anggaran yang ada harus menjembatani berbagai kebutuhan/permintaan yang seringkali berbenturan. Padahal, kemampuan pemerintah untuk meningkatkan anggaran sangat terbatas. Untuk itu anggaran harus memiliki prioritas mengenai kebutuhankebutuhan dasar yang harus dipenuhi. Yakinlah, bahwa Anggaran untuk Pelayanan Kesehatan Gratis adalah obat mujarab untuk rakyat, di situasi Negara yang sedang sulit ini. Anggaran untuk Pelayanan Kesehatan Gratis yang hanya sepersekian persen dari APBD tersebut tentu akan membuat rakyat sangat berterima kasih dan tidak akan membuat PEMDA merugi. Terlebih kebijakan ini akan mendorong terciptanya kesejahteraan rakyat serta peningkatan dan pemerataan IPM Kabupaten Bandung. Untuk mewujudkan itu semua, diperlukan suatu Peraturan Daerah tentang Anggaran untuk Pelayanan Kesehatan Gratis sebagai suatu bentuk regulasi di bidang pelayanan kesehatan yang menargetkan masyarakat miskin sebagai kelompok sasaran utama, sehingga kelompok tersebut benar-benar menerima manfaat pelayanan.
28
LAMPIRAN I: POTENSI PENGHEMATAN PENJELASAN MODUS 1. Accress Melebihi Standard Accress adalah kebutuhan untuk mengantisipasi adanya kenaikan gaji berkala, kenaikan pangkat, tunjangan keluarga, dan penambahan jumlah pegawai akibat adanya mutasi. Dasar hukum standard Accress menurut Permendagri No 26 Tahun 2006 Tentang Tata Cara Penyusunan APBD adalah 2,5%. Berdasarkan data Dokumen pelaksanaan Anggaran Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Tahun 2007 dapat diambil contoh penggelembungan accress sebesar 17,5% dari gaji pokok PNS dan 25% dari tunjangan beras. Total accress gaji pokok PNS sebesar Rp. 4.322.709.255, dan accress tunjangan beras sebesar Rp. 48.234.079, hal tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam accress melebihi standard peraturan yang ada. Dari keseluruhan accress yang disesuaikan standard sebesar 2,5% terdapat penghematan sebesar Rp. 820.508.262,275. 2. Belanja Dan Kuantitas Ketinggian Belanja ketinggian adalah anggaran yang dialokasikan untuk menggaji PNS , tetapi proposinya melebihi dari standard yang ada yaitu SK Bupati Bandung. Kuantitas ketinggian maksudnya terlalu tingginya frekuensi orang yang ditugaskan untuk dinas ke luar daerah. Rasionalnya semakin tinggi jabatan, maka jumlah orang yang dibutuhkan melakukan perjalanan dinas ke luar daerah semakin kecil, karena sudah memiliki kredibilitas dan pengalaman di lapangan. Berdasarkan contoh modus data yang ada, perjalanan dinas untuk Esselon 2 (dua) tidak efisien karena keseringan yaitu sebesar 6 (enam) kali, padahal waktu pelaksanaan kegiatan hanya pada triwulan I sampai dengan IV, berarti cukup dilaksanakan 4 (empat) kali. Gaji perjalanan dinas melebihi standard SK Bupati yaitu sebesar Rp. 1.350.000 per orang untuk Esselon 2 (dua), padahal seharusnya Rp. 425.000 per orang. Dari total anggaran perjalanan dinas terdapat penghematan sebesar Rp. 9.900.000. 3. Harga Ketinggian Harga ketinggian adalah harga yang tercantum dalam daftar dokumen pelaksanaan anggaran Dinas Kabupaten Bandung yang terlalu tinggi dan tidak sesuai dengan Standard Harga SK Bupati, dapat berupa kesengajaan maupun kelalaian. Harga kebutuhan dokumentasi sering tidak sesuai dengan harga standar, misalnya map dokumen harga seharusnya Rp. 52.800 perbuah, tetapi di dalam alokasi anggaran harganya Rp. 60.000, kalau jumlah pembelian sedikit tidak terlalu berpengaruh, tetapi apabila jumlah pembelian banyak maka terjadi
29
ketidakefisienan anggaran. Terdapat total penghematan anggaran dengan modus harga ketinggian sebesar Rp.1.781.500. 4. Item Tidak Jelas Item tidak jelas yaitu uraian pembelian, volume, dan satuan tidak dirinci secara jelas. Hal tersebut menimbulkan kekaburan makna dalam menginterpretasikan nama dan spesifikasi barang yang dibeli. Item tidak jelas yang paling terlihat adalah cetak dokumen lelang, tidak jelas dokumen lelang apa yang dimaksud, padahal dari program kegiatan yang ada, tidak masuk akal ada proses pelelangan. Misalnya belanja cetak jasa lelang sebesar Rp. 1.500.000. Total penghematan modus item tidak jelas sebesar Rp. 6.305.160.500. 5. Item Tidak Sesuai Program Item tidak sesuai program adalah pembelian barang-barang yang tidak sesuai dengan program kegiatan. Pembelian makan dan minum merupakan anggaran yang sering sekali tidak sesuai dengan program kegiatan. Meniadakan pembelian makanan dan minuman yang tidak sesuai dengan program kegiatan penting dilakukan untuk penghematan anggaran. Misalnya belanja makan dan minum pada kegiatan penyediaan alat kantor sebesar Rp. 2.175.000. Total penghematan dari modus item tidak sesuai program sebesar Rp. 13.053.793.500. 6. Jumlah Pembelian Kebanyakan Jumlah pembelian kebanyakan adalah pembelian barang yang tidak disesuaikan dengan kebutuhan program kegiatan. Hal ini membuktikan adanya anggaran yang tidak digunakan dengan semestinya untuk dialokasikan pada hal-hal yang tidak dibutuhkan. Belanja kertas HVS sebesar 200 (dua ratus) rim menjadi salah satu indikator pembelian barang yang tidak disesuakan dengan kebutuhan. Penyedaan alat tulis kantor pada triwulan I, II, III, IV, sangat tidak masuk akal membutuhkan kertas sebesar 200 (dua ratus) rim dengan harga sebesar Rp. 5.980.000. Total penghematan dari modus jumlah pembelian kebanyakan sebesar Rp. 1.050.000. 7. Kegiatan Pengulangan Pengulangan adalah terdapat dua atau lebih program kegiatan yang dilakukan dalam jangka waktu yang sama, tetapi untuk menghilangkan makna, kegiatan pengulangan diubah dengan kalimat yang sedikit berbeda. Kegiatan Penyuluhan Menciptakan Lingkungan Sehat pada Triwulan I dan II di 45 Kecamanatan, dan 92 Puskesmas sama dengan Kegiatan Sosialisasi Lingkungan Sehat pada triwulan I, II, II, IV dan tempatnya juga sama. Anggaran kegiatan sosialisasi lingkungan sehat sebesar Rp. 280.164.000. Total anggaran yang dapat dihemat dari modus kegiatan pengulangan sebesar Rp. 14.636.948.185.
30
8. Kegiatan Tidak Jelas Kegiatan tidak jelas adalah kegiatan yang diadakan tetapi tidak memberikan gambaran arti yang jelas, sehingga membingungkan dalam menginterpretasikan kegitan yang dimaksudkan. Penyediaan ATK untuk 92 Puskesmas, tidak disebutkan di mana lokasi 92 puskesmas tersebut padahal anggarannya berjumlah Rp. 168.000.000. Total anggaran penghematan dari modus kegiatan tidak jelas sebesar Rp. 168.000.000. 9. Kegiatan Tidak Sesuai Program Kegiatan tidak sesuai program adalah kegiatan yang dilaksanakan tetapi tidak sesuai dengan program yang dirancang. Hal tersebut merupakan penghamburan waktu dan uang. Kegiatan penyediaan makanan dan minuman tidak sesuai dengan program pelayanan administrasi perkantoran, jumlahnya sangat besar yaitu Rp. 342.600.000. Total penghematan dari modus kegiatan tidak sesuai program sebesar Rp. 354.009.990. 10. Ketinggalan Zaman Ketinggalan zaman adalah pembelian barang yang tidak masuk akal karena sudah jarang dipakai oleh konsumen dan yang lebih parah volume pembelian barang tersebut sangat banyak. Pembelian disket verbatim sebesar Rp. 75.400 merupakan hal yang sudah tidak relevan, karena untuk kegiatan penyediaan alat administrasi kantor sudah dianggarkan untuk pembelian flash disk yang lebih praktis dan aman. Total penghematan dari modus ketinggalan zaman sebesar Rp. 226.200. 11. Pemborosan Pemborosan adalah penggunaan uang yang ditujukan kepada pegawai, padahal pekerjaan tersebut dapat diselesaikan tanpa melibatkan banyak orang dan uraian kegiatan tidak perlu dilakukan, karena masih banyak pegawai yang pekerjaannya tidak jelas. Honorarium pegawai honores/pegawai tidak tetap sebaiknya ditiadakan, karena berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005 Tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil, Pemerintah daerah tidak diperkenankan mengangkat pegawai honorer/pegawai harian/lepas/pegawai tidak tetap. Honorarium pegawai honorer sebesar Rp. 74.480.00 merupakan penghamburan anggaran. Total penghematan pada modus pemborosan sebesar Rp. 953.980.000.
31
12. Pemborosan Item Buku Pemborosan item buku adalah pembelian buku yang tidak disesuaikan dengan kebutuhan dan hampir seluruh program kegiatan ada pembelian buku yang tidak jelas dipakai untuk apa. Pembelian buku sebesar Rp. 10.400.00 pada program penyediaan alat tulis kantor merupakan pemborosan. Semakin canggih teknologi, peran buku tulis dapat diganti dengan komputer. Total penghematan pada modus pemborosan Item buku sebesar Rp. 10.400.000. 13. Rincian Anggaran Dan Sasaran Kegiatan Tiak Jelas Rincian anggaran dan sasaran kegitan tidak jelas yaitu anggaran tidak dirinci secara detail dan sasaran kegiatan tidak jelas diperuntukkan bagi siapa. Anggran program perbekalan kesehatan (monitoring, evaluasi, pelaporan) sebesar Rp. 10.000.000. tetapi tidak jelas siapa yang berhak menerima anggran tesebut. Total penghematan dari modus rincian anggaran dan sasaran kegiatan tidak jelas sebesar Rp.10.000.000. 14. Tidak Perlu Penjelasan modus tidak perlu adalah anggaran yang dikeluarkan untuk biaya pemeliharaan alat kantor puskesmas, tetapi lokasi puskesmas tidak disebutkan secara jelas dan memiki harga satuan yang berbeda-beda. Pemeliharaan peralatan kantor puskesmas dapat dilakukan oleh pegawai tanpa harus ada anggaran yang tidak jelas. Pemeliharaan peralatan kantor untuk puskesmas sebesar Rp.600.000 merupakan pengeluaran yang tidak efisien. Total penghematan modus tidak perlu sebesar Rp.51.400.000. 15. Uraian Tidak jelas Uraian tidak jelas yaitu penggunaan anggaran untuk membeli barang tetapi tidak jelas barang apa yang dibeli, hanya menyebutkan nama barang dalam arti umum yang menimbulkan kerancuan. Belanja alat kebersihan di 92 puskesmas sebesar Rp. 14.100.000 tidak jelas barang apa yang dibeli. Total penghematan anggaran pada modus uraian tidak jelas sebesar Rp.14.100.000. 16. V olume Dan Harga Ketinggian Volume dan harga ketinggian adalah jumlah pembelian barang yang tidak disesuaikan dengan program kegiatan, dan harganya mahal karena tidak sesuai dengan standard harga pada SK Bupati. Jumlah pembelian pensil sebesar 50 dus dan harga pensil melebihi standard harga yang ditetapkan SK Bupati. Jumlah pembelian sebesar Rp. 4.440.000. Total penghematan pada modus voume dan harga ketinggian sebesar Rp.12.313.300.
32
17. Volume Dan Harga Tidak Jelas Volume dan harga tidak jelas yaitu pembelian barang yang tidak dirinci jumlah dan harga satuan barang, hanya disebutkan jumlah harga pembelian. Belanja perawatan kendaraan bermotor sebesar Rp. 445.190.000 menimbulkan kekaburan makna karena tidak dirinci besarannya. Total penghematan dari modus volume dan harga tidak jelas sebesar Rp.931.970.000. 18. Volume Ketinggian Volume ketinggian yaitu banyaknya pembelian barang yang tidak disesuaikan dengan program kegiatan dan jangka waktunya. Fotocopy dokumen penggandaan dalam satu kegiatan sebanyak 5000 lembar sangat tidak sesuai dengan kebutuhan, karena telah menghamburkan uang sebanyak Rp. 500.000. Total penghematan dari modus volume ketinggian sebesar Rp.43.741.100. 19. Waktu Pelaksanaan Tidak Jelas Waktu pelaksanaan tidak jelas yaitu program kegiatan yang tidak disebutkan waktu program kegiatan tersebut dilaksanakan. Timbul indikasi bahwa kegiatan tersebut adalah kegiatan fiktif. Program Peningkatan Kesehatan Ibu Melahirkan dan Anak waktunya tidak jelas. Padahal anggaran yang dikeluarkan sebesar Rp. 246.015.000. Total anggaran penghematan dari modus waktu pelaksanaan tidak jelas sebesar Rp.246.015.000.
33
LAMPIRAN II: BEBERAPA MEKANISME YANG UMUM DIGUNAKAN A. MEKANISME ASURANSI Mekanisme asuransi dipandang sebagai mekanisme yang ideal untuk mengakomodir pelayanan kesehatan gratis. Asuransi memberikan proteksi akibat berbagai risiko yang mungkin terjadi. Dalam pelayanan kesehatan gratis, mekanisme ini mencoba mempertanggungkan risiko satu orang penduduk Kabupaten Bandung menjadi risiko seluruh penduduk Kabupaten Bandung. Mekanisme ini akan mendorong solidaritas sosial masyarakat. Ragam alternativf pelayanan kesehatan gratis ini disusun menggunakan perangkingan dimulai dari mekanisme asuransi yang paling relevan dengan Kondisi APBD Kabupaten Bandung saat ini hingga mekanisme asuransi yang paling ideal menurut konsep. 1. FREE SERVICE / MODEL JEMBRANA JEMBRANA MODEL
premiums
GOVERNMENT
TAX
payment
claim
INSURANCE COMPANY
service SERVICE PROVIDER
USER
34
Model ini adalah model yang relevan dengan Kondisi APBD Kabupaten Bandung. Model yang sudah diterapkan oleh Kabupaten Jembrana ini tidak melibatkan Tim Asuransi tetapi mereka membentuk tim-tim independen untuk standarisasi harga maupun penentuan biaya klaim oleh penyedia layanan kesehatan. Mekanisme asuransinya yaitu Pemerintah Daerah mengalihkan subsidi yang semula diberikan untuk biaya obat-obatan RSUD dan Puskesmas. Saat ini diberikan kepada masyarakat melalui satu lembaga asuransi yang dibangun Pemerintah Kabupaten Jembrana, yaitu Lembaga Jaminan Kesehatan Jembrana (JKJ) dengan keputusan Bupati Nomor 31 Tahun 2003. Subsidi ini diberikan kepada seluruh masyarakat Jembrana dalam bentuk premi untuk biaya rawat jalan tingkat pertama di unit pelayanan kesehatan yang mengikat kontrak kerja dengan Bapel/Badan Penyelenggara JKJ. Pada saat yang bersamaan Puskesmas dan Rumah Sakit diwajibkan untuk mencari dana sendiri untuk kebutuhan rutin termasuk obat-obatan, hanya obat-obatan khusus/program khusus yang dibantu oleh Pemerintah (Program Imunisasi, Malaria, TBC, Demam Berdarah, Diare, dan Kusta serta Program Gizi). Subsidi untuk premi ditetapkan sebesar Rp 3,3 Milyar untuk tahun 2003, 6,7 Milyar untuk tahun 2004 dan tahun 2005 subsidi sebesar 8 Milyar Rupiah. Dengan subsidi premi ini masyarakat Jembrana berhak memiliki kartu keanggotaan JKJ yang dapat digunakan untuk biaya berobat rawat jalan di setiap PPK-1 baik milik pemerintah maupun swasta (Dokter/drg/Bidan/Praktik swasta/poliklinik RS swasta kelas D) tanpa dipungut bayaran. Khusus untuk di Bidan hanya berlaku pelayanan Ante Natal Care (Pemeriksaan ibu hamil/ sebelum melahirkan) dan Pelayanan KB. Manajemen keuangan JKJ menggunakan sistem pra-upaya seperti pada JPKM, tetapi pra-upaya dilakukan ditingkat Bapel, bukan di tingkat PPK-1. Subsidi pemerintah disalurkan dan diterima oleh Bapel JKJ dan Bapel JKJ membayar kepada PPK-1 sesuai klaim yang diajukan . Klaim dikoreksi oleh tim verifikasi dan setelah koreksi dilaksanakan klaim baru dibayar. Dengan JKJ Pemerintah tidak membuat anggaran baru hanya mengalihkan biaya yang sudah ada bahkan dicoba mengalokasikan dibawah alokasi semula. JKJ akan mengelola pembiayaan kesehatan sedangkan biaya operasional kesehatan lainnya tetap disubsidi seperti semula terutama program yang sifatnya khusus, preventif dan rehabilitatif. Dengan program JKJ, masyarakat bebas menggunakan sarana kesehatan di seluruh Kabupaten Jembrana. Dengan adanya program JKJ ini masyarakat tidak perlu menyediakan uang untuk biaya rawat jalan sehingga pemanfaatan kesehatan oleh masyarakat menjadi tinggi dan dapat menekan angka pemakaian rumah sakit (rawat inap) karena sakit yang belum begitu parah sudah terobati.
35
2.MODEL ALTERNATIF ALTERNATIVE MODEL
TAX
payment
claim
GOVERNMENT
service
premiums
USER
payment
claim
SERVICE PROVIDER
INSURANCE COMPANY
Model alternatif ini adalah model yang diterapkan banyak Negara. Masyarakat membayar pajak dan menggunakan layanan yang diberikan oleh Negara. Negara melakukan pembayaran kepada penyedia layanan sejumlah klaim yang diajukan. Tetapi masyarakat yang tidak puas dengan layanan pemerintah bisa memilih layanan yang disediakan oleh Perusahaan Asuransi. Khusus untuk masyarakat miskin, mereka menerima jaminan pelayanan kesehatan gratis dari Negara yang sumbernya berasal dari pajak yang dibayarkan oleh seluruh penduduk. Mekanisme ini mengharapkan terjadinya subsidi silang diantara penduduk yang kaya kepada penduduk yang miskin. Mekanisme asuransi ini mulai diberlakukan di Negara kita melalui penghapusan subsidi BBM. Pada kenyataannya, tata pemerintahan yang masih dalam masa reformasi ini belum bisa menjamin transparansi pendapatan dan pengeluaran dari pajak yang dibayarkan masyarakat. Mekanisme ini pun bias di masyarakat karena sering membatasi pelayanan yang diberikan, sering tidak tepat sasaran, dan tidak dapat menjangkau seluruh pengguna layanan.
36
3.CAPITATION PAYMENT SYSTEM CAPITATIO NPAYM ENTSYSTEM
contribution/premium
payment
claim
INSURANCECO M PANY
service SERVICEPRO VIDER
USER
Sistem ini adalah sistem yang ideal ketika masyarakat sudah memiliki tingkat kesejahteraan yang cukup tinggi. Masyarakat sebagai pengguna langsung mengasuransikan dirinya dengan membayar premi ke Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi melakukan pembayaran sejumlah klaim yang diberikan oleh penyedia layanan. Penyedia layanan memberikan pelayanan secara gratis kepada masyarakat pengguna. Saat ini, mungkin sejumlah kecil masyarakat sudah menerapkan sistem asuransi ini. Mereka membayar premi untuk asuransi kesehatan kepada Perusahaan Asuransi yang mereka percayai. Mereka menyadari bahwa risiko atas kesehatan adalah hal yang tidak dapat diprediksi. Sehingga perlu asuransi untuk kondisi tersebut. Kekurangannya, sistem ini tidak melibatkan intervensi pemerintah dalam pelaksanaannya. Padahal, kemungkinan masyarakat pengguna tidak selalu menggunakan penyedia layanan kesehatan yang ditunjuk oleh Perusahaan Asuransi. Masyarakat tetap dipungut bayaran atas pelayanan kesehatan yang mereka terima selain di penyedia layanan yang ditunjuk oleh Perusahaan Asuransi. Belum lagi, implementasi pajak-pajak yang lain yang dibayarkan oleh masyarakat tidak dapat ditelusuri pembelanjaannya. Dan yang paling fatal, sistem ini menghilangkan fungsi pemerintah sebagai pelayan masyarakat untuk memenuhi hak-hak dasar warga Negara terutama dalam bidang pendidikan dan kesehatan.
37
4. FEE FOR SERVICE (FFS) PAYMENT SYSTEM FEEFORSERVICEPAYM ENTSYSTEM
reinbursement
contribution/premium & claim
INSURANCECOM PANY
service SERVICEPROVIDER
USER paym ent
Mekanisme asuransi ini sama-sama tidak memasukkan intervensi pemerintah dalam pelaksanaannya. Masyarakat sebagai pengguna layanan membayar sejumlah premi kepada Perusahaan Asuransi tertentu untuk semua layanan yang mereka inginkan, dalam bidang pendidikan, kesehatan, usaha, dan lainnya. Ketika masyarakat mendapatkan layanan dari satu penyedia atau lebih penyedia layanan mereka melakukan klaim kepada Perusahaan Asuransi yang mereka bayar preminya secara rutin. Kemudian, berdasarkan verifikasi dan bukti transaksi atas layanan yang terjadi, Perusahaan Asuransi menggantikan biaya yang dikeluarkan masyarakat sebagai pengguna layanan tersebut. Mekanisme ini umumnya menggunakan gaji sebagai instrumen utama. Masyarakat yang bekerja sebagai pegawai pemerintah, pegawai swasta, karyawan atau staf dari suatu lembaga, diasuransikan secara kolektif oleh tempat mereka bekerja lalu gaji mereka dipotong sepersekian persen untuk pembayaran premi asuransi. Mekanisme ini biasa kita kenal dalam bentuk JAMSOSTEK. Kelemahannya, mekanisme ini hanya berlaku bagi orang-orang yang bekerja pada sektor formal. Sementara di Negara ini, orang yang bekerja di sektor informal lebih banyak daripada yang bekerja di sektor formal. Maka bisa dibayangkan hanya separuh penduduk yang terjamin kesehatannya. Separuh penduduk lagi sangat rentan atas risiko kesehatan dan tidak ada yang menjamin. Mekanisme ini juga meminimalkan peran dan kewajiban Negara/Pemerintah untuk memenuhi hak-hak dasar warganya.
38
5. BUDGETING PAYMENT SYSTEM BUDG ETINGPAYM ENTSYSTEM
contribution/premium
budget
Budget negotiation
INSURANCECO M PANY
service SERVICEPRO VIDER
USER
Mekanisme asuransi ini hampir mirip dengan mekanisme sebelumnya. Hanya saja, pada sistem ini Perusahaan Asuransi langsung melakukan pembayaran di awal sesuai anggaran yang telah disepakati antara perusahaan asuransi dan Penyedia Layanan. Mekanisme ini banyak kelemahannya, pertama perusahaan asuransi hanya menunjuk satu penyedia layanan saja untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat pengguna sehingga mereka tidak memiliki alternatif lain ketika mereka tidak puas dengan pelayanan yang diberikan oleh penyedia layanan tersebut. Kelemahan kedua, sistem ini hanya bisa berlaku untuk Negara dengan tingkat kesejahteraan masyarakat yang cukup tinggi. Kelemahan ketiga, karena pembayaran dan anggaran untuk mengakomodir layanan dilakukan di awal, maka ketika anggaran yang ada di penyedia layanan tersebut habis, maka masyarakat tidak bisa menerima pelayanan hingga tahun anggaran berikutnya. Sementara kebutuhan akan pelayanan bukanlah sesuatu yang mudah diprediksi.
39
6. BRUNEI MODEL BRUNEI M O DEL
TAX
payment
G O VERNM ENT
service SERVICEPRO VIDER
USER
Model ini adalah model asuransi kesehatan yang paling ideal. Model ini sudah diterapkan oleh Negara Brunei Darussalam. Tetapi model ini hanya bisa diterapkan ketika suatu Negara memiliki APBN yang sangat besar di satu sisi, dan jumlah penduduk yang sangat sedikit di sisi lain. Penjelasan mengenai model ini yaitu pengguna atau masyarakat membayar pajak kepada pemerintah. Dari pajak yang dibayarkan tersebut, pemerintah memberikan pembayaran sesuai dengan total biaya selama setahun untuk satu Negara, kepada satu atau lebih penyedia layanan. Total biaya tersebut diketahui dari penghitungan prevalensi tiap penyakit/layanan beserta nilai moneternya. Risiko satu orang ditanggung oleh seluruh penduduk yang ada di satu Negara atau di satu Kabupaten. Selanjutnya, penyedia layanan yang ditunjuk oleh pemerintah wajib memberikan pelayanan kesehatan secara cumacuma kepada masyarakat. Model ini mungkin masih menjadi Impossible Dream bagi Negara yang berpenduduk ke-5 terbesar di dunia ini,ditambah dengan persoalan masih banyaknya jumlah penduduk miskin dan buta huruf, banyaknya hutang luar negeri, rendahnya derajat kesehatan dan pendidikan masyarakat, serta masih buruknya tata kelola pemerintahan dan tata kelola sumberdaya. Mungkin 50 Tahun atau 1 Abad lagi, mekanisme asuransi yang ideal ini bisa terwujud di negeri gemah ripah lohjinawi ini. Semoga!
40
B. PENGHILANGAN RETRIBUSI Alternatif ini berdasarkan pada pendekatan retribusi kesehatan yang selama ini dilakukan oleh Pemerintah Daerah. Hampir sebagian besar Pemerintah Daerah Indonesia menjadikan retribusi kesehatan sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Ironisnya, penarikan retribusi ini kontradiksi dengan kualitas pelayanan kesehatan yang diterima masyarakat. Pelayanan kesehatan yang buruk di sisi ketenagaan, sarana dan prasarana, obat-obatan, dan lainnya sudah umum terdengar di telinga kita. Dengan alokasi anggaran Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung yang cukup besar tiap tahunnya, maka penghilangan retribusi tidak akan berpengaruh besar pada implementasi belanja Dinas Kesehatan secara keseluruhan. Pilihan penghilangan retribusi ini juga beraneka ragam. Pilihan tersebut diantaranya,yaitu: Pilihan ke-1) penghilangan retribusi kesehatan untuk seluruh penduduk baik kaya ataupun miskin seperti yang dilakukan di Kabupaten Sumedang dengan asumsi bahwa setiap penduduk memiliki hak untuk mendapatkan akses kesehatan dan dijamin haknya oleh konstitusi. Pilihan ke 2) penghilangan retribusi kesehatan hanya untuk masyarakat miskin saja dengan asumsi penduduk yang kaya melalui pajak yang dibayarkannya melakukan subsidi silang untuk penduduk miskin. Pilihan ke 3) penghilangan retribusi dilakukan untuk penyakit-penyakit tertentu yang tergolong penyakit berat dan memerlukan rujukan serta perawatan intensif disertai biaya yang besar dan diberikan untuk semua penduduk yang kaya dan penduduk yang miskin. Pilihan ke 4) penghilangan retribusi dilakukan untuk penyakit-penyakit tertentu yang tergolong penyakit berat dan memerlukan rujukan serta perawatan intensif disertai biaya yang besar dan dikhususkan untuk penduduk miskin.Pilihan ini didasari asumsi bahwa penduduk miskin masih dapat membayar retribusi kesehatan yang umumnya berkisar Rp. 2000,-. Sementara kerentanan dan risiko terberat terjadi ketika penduduk miskin mengalami penyakit berat yang memerlukan rujukan dan perawatan intensif serta biaya yang besar. Mereka akan kehilangan asetnya yaitu tubuhnya yang sehat untuk memenuhi kebutuhan hidup dan semakin jatuh miskin karena tidak dapat mencari nafkah serta harus membayar biaya pengobatan yang besar. Pilihan penghilangan retribusi adalah pilihan yang paling buruk, karena dampak yang dirasakan oleh masyarakat sebagai penerima manfaat tidak terlalu besar. Bayangkan perbandingannya, Rp.2000 dengan Rp.2.000.000, jika seorang tukang becak berpenghasilan Rp.10.000/hari. Retribusi Puskesmas masih bisa ia bayar, tetapi rawat inap, operasi, dan tindakan medis lainnya yang berharga Rp.2.000.000 jelas tidak bisa ia bayar!
41