PERMASALAHAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR BERSIH DI PROVINSI JAWA BARAT Dr. Sri Maryati, ST, MIP Kelompok Keahlian Sistem Infrastruktur Wilayah dan Kota Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan Institut Teknologi Bandung 1. Pendahuluan Air bersih merupakan kebutuhan vital manusia. Air bersih tidak hanya merupakan kebutuhan dasar manusia, namun juga berperan dalam pengembangan ekonomi. Walaupun air bersih merupakan kebutuhan vital, tidak semua masayarakat di Jawa Barat mempunyai akses yang baik terhadap air bersih. Tulisan ini ditujukan untuk memberikan gambaran penyediaan dan pengelolaan air bersih di Provinsi Jawa Barat berdasarkan hak-hak terhadap pelayanan air bersih, yang meliputi ketercukupan, keamanan dan kelayakan, perolehan/akses, serta keterjangkauan. Ketercukupan meliputi kriteria kuantitas dan kehilangan air; keamanan dan kelayakan meliputi kriteria kualitas fisis air; perolehan/akses meliputi cakupan pelayanan, kontinuitas; dan keterjangkauan meliputi biaya. Kriteria penilaian yang digunakan dapat dilihat pada tabel 1 berikut. Tabel 1 Kriteria, Indikator, dan Tolok Ukur Penilaian Kondisi Penyediaan Air Bersih di Provinsi Jawa Barat
Hak Terhadap Pelayanan Air Bersih Ketercukupan
Keamanan dan Kelayakan Perolehan Akses
Keterjangkuan
/
Kriteria
Indikator
Tolok Ukur (Kondisi Ideal)
Kuantitas konsumsi air
Jumlah konsumsi Wilayah perkotaan inti = 190-170 l/o/h air Pinggiran = 170-150 l/o/h Kecukupan Wilayah perdesaan = 150-130 l/o/h Air dapat memenuhi kebutuhan seharihari Kehilangan Tingkat kehilangan Wilayah perkotaan inti dan pinggiran = 20air air 30% Wilayah perdesaan = 20 % Kualitas Warna Jernih - air tidak berwarna fisis air Rasa Segar - air tidak berasa Bau Air tidak berbau Temperatur/suhu Sejuk - temperatur antara 100-250 C Cakupan Cakupan daerah yang Wilayah perkotaan inti dan pinggiran pelayanan terlayani 90% dengan 60% perpipaan dan 30% non perpipaan Wilayah perdesaan 70% dengan 25% perpipaan dan 45% non perpipaan Kontinuita Waktu air tidak Air mengalir lancar kapan pun s lancar Pagi dan sore (sangat bergantung pada Peak Hour pola aktivitas) Waktu air mengalir Sepanjang hari Jam operasi 24 jam per hari Biaya Rata-rata biaya air ≤ 4% dari pendapatan total keluarga total per bulan Rata-rata biaya air
1
Hak Terhadap Pelayanan Air Bersih
Kriteria
Indikator
Tolok Ukur (Kondisi Ideal)
sumber utama per bulan Rata-rata biaya air sumber alternatif per bulan
Data-data yang digunakan dalam tulisan ini bersumber dari Direktori Perpamsi (2010), dan penelitian-penelitian terdahulu yang telah dilakukan, diantaranya Maryati (2009), Autad (2013), dan Humaira (2013).
Kondisi penyediaan air bersih sangat bervariasi tergantung pada jenis kelembagaan pengelola dan skala system penyediaan air minum tersebut. Secara garis besar skala penyediaan air minum dapat dibagi kedalam sistem public, system komunal, dan system individual. Sistem public adalah system dalam skala besar, misalnya untuk satu kota dan umumnya dikelola oleh PDAM. Sistem komunal adalah system dalam skala perumahan, umumnya dikelola oleh developer atau kelompok masyarakat. Sistem individual adalah system yang melayani rumahtangga-rumah tangga secara mandiri. Dalam bagian berikut akan diuraikan permasalahan penyediaan air bersih berdasarkan skala dan kelembagaan pengelolanya. 2. Kondisi Penyediaan Air Bersih di Provinsi Jawa Barat 2.1 Kondisi Penyediaan Air Bersih Sistem Publik Terdapat sejumlah alasan kelompok masyarakat menggunakan air bersih system public (PDAM). Alasan-alasan tersebut dapat dibagi dalam alasan kuantitas, kualitas, dan fasilitas, serta finansial. Alasan-alasan tersebut adalah sebagai berikut (Humaira, 2013): Air PDAM cukup bersih Air PDAM dapat menggantikan penggunaan air sumur ketika kering pada saat musim kemarau Menggunakan fasilitas yang ada (sudah tersambung dan tersedia dari perumahan) Jika menggunakan air sumur, air akan tercemar karena jarak dengan septic tank dekat Karena tidak ada lagi sumber air yang dapat digunakan, air tanah tidak bagus baik secara kualitas maupun kuantitas Air tanah kering Tidak ada tempat untuk membuat sumur, lahan sempit Kalau hanya menggunakan sumber air dari tanah dengan menggunakan sumur pompa maka tagihan listrik akan sangat mahal
Berdasarkan data Direktori Perpamsi (2010) terdapat 21 PDAM yang ada di Provinsi Jawa Barat. Jumlah pelanggan PDAM-PDAM tersebut sangat bervariasi, berkisar dari 8,131 di PDAM Tirta Anom hingga 150,236 di PDAM Tirtawening Kota Bandung. Dengan bervariasinya jumlah pelanggan dan luas wilayah administratif, kepadatan pelanggan juga bervariasi, dari 7,28 SL/km2 di PDAM Tirta Galuh hingga 893,04 SL/km2 di PDAM Tirta Wening. Sumber air yang digunakan oleh PDAM Di Provinsi Jawa Barat terdiri dari sugai, mata air, dan sumur dalam, sedangkan sistem pengaliran yang digunakan meliputi gravitasi dan perpompaan. Tabel 2 menunjukkan kondisi PDAM di Provinsi Jawa Barat.
2
Tabel 2 Kondisi PDAM di Provinsi Jawa Barat Jumlah Luas wilayah Kepadatan Sumber NO PDAM Pelanggan Administratif Pelanggan Air (SL) (km2) (SL/ km2) (l/detik) S : 2500 1 Tirtawening 168,23 893,04 MA : 216 150,236 SD : 221 MA : 860 2 Kota Cirebon 40,16 1502,04 60,322 S : 1320 3 Tirta Pakuan 111,73 850,22 94,995 MA : 400 D : 750 4 Tirta Patriot 213,58 57,54 12,289 S : 700 Tirta Bumi 5 48,96 368,26 MA : 200 Wibawa 18,030 SD : 106 S : 4180 6 Tirta Anom 130,86 62,14 8,131 Tirta MA : 378 7 1189,6 16,59 Kamuning 19,740 D : 80 S : 7150 8 Tirta Galuh 2740,6 7,28 19,946 MA : 7 Tirta S : 14 9 2702,85 12,41 Sukapura 33,542 MA : 323 S : 5000 10 Tirta Dharma 3094,4 9,41 MA : 417 29,115 SD : 84 S : 704 11 Tirta Raharja 1756,65 32,16 MA : 127 56,486 SD : 75 S : 680 12 Tirta Tarum 1914,16 23,89 MA : 20 45,721 SD : 30 S : 140 13 Tirta Rangga 2164,48 12,47 MA : 209 26,986 SD : 112 S : 1000 Kab. 14 1343,93 10,63 MA : 265 Majalengka 14,286 SD : 35 S : 1030 15 Tirta Jaya 4160,75 4,91 MA : 440 20,431 SD : 20 S : 6627 Tirta Darma 16 2092,1 28,69 D : 308 Ayu 60,015 SD : 10 S : 10 Kab. MA : 235 17 989,89 21,63 Purwakarta 21,414 D : 160 SD : 16 3
Sistem Pengaliran Gravitasi dan Perpompaan Gravitasi
Gravitasi dan Perpompaan Perpompaan
Gravitasi dan Perpompaan Gravitasi dan Perpompaan Gravitasi
Gravitasi dan Perpompaan Gravitasi dan Perpompaan Gravitasi dan Perpompaan Gravitasi dan Perpompaan Perpompaan
Gravitasi dan Perpompaan Gravitasi dan Perpompaan Gravitasi dan Perpompaan Perpompaan
Gravitasi dan Perpompaan
NO
PDAM
18
Kab. Cirebon
19
Tirta Kahuripan
20
Tirta Mukti
21
Tirta Medal
Jumlah Luas wilayah Kepadatan Pelanggan Administratif Pelanggan (SL) (km2) (SL/ km2) 26,957 126,540 30,053 25,567
1071,05 25,17 2997,13 42,22 3594,65 8,36 1560,49 16,38
Sumber Air (l/detik) S : 169 MA : 166 SD : 27 S : 1245 MA : 69537 SD : 129 S : 1469 MA : 3194 SD : 1542 S : 10385 MA : 368 SD :
Sistem Pengaliran Gravitasi dan Perpompaan Gravitasi dan Perpompaan Gravitasi dan Perpompaan Gravitasi dan Perpompaan
Berdasarkan survey yang dilakukan di Kawasan Metropolitan Bandung (Humaira, 2013) yang dibagi kedalam kawasan inti, periurban, dan pinggiran, pengguna system publik ada juga yang menggunakan sumber air lainnya selain PDAM sebagai sumber air alternatif yang bersumber dari air tanah yang dikelola sendiri dan diambil melalui sumur timba dan pompa serta juga membeli air dari swasta yang berupa air botol kemasan. Dari 81 responden pengguna PDAM, terdapat 40 responden yang menggunakan sumber air alternatif. Persentase penggunaan air minum kemasan sebagai sumber air alternatif di wilayah perkotaan inti, pinggiran, dan perdesaan masing-masing sebesar 73%, 44%, dan 46%. Selain air kemasan, sumur pompa pun menjadi salah satu alternatif pasokan air bagi responden di ketiga wilayah. Penggunaan sumur timba sebagai salah satu alternatif pasokan air bersih cukup dominan digunakan di wilayah perdesaan (36% responden) dan hanya 6% saja responden di wilayah pinggiran yang masih menggunakan sumber tersebut. Akan tetapi, penggunaan sumur timba tersebut sudah tidak digunakan lagi oleh responden pengguna PDAM di wilayah perkotaan inti.
Pada bagian berikut akan diuraikan kondisi penyediaan air bersih di kawasan Metropolitan Bandung berdasarkan kriteria, indikator, dan tolok ukur yang sudah disebutkan dalam Tabel 1. Data-data yang digunakan dalam uraian ini berdasarkan Humaira (2014).
Kuantitas Standar minimal untuk indikator jumlah konsumsi air terbagi ke dalam tiga kategori berdasarkan klasifikasi wilayah yakni minimal 170 l/o/h untuk masyarakat yang berada pada wilayah perkotaan inti, 150 l/o/h untuk masyarakat di wilayah pinggiran, dan 130 l/o/h untuk yang berada di wilayah perdesaan. Berdasarkan survei yang telah dilakukan, masih terdapat sebagian responden yang berada di masing-masing wilayah tersebut yang jumlah konsumsi airnya berada di bawah tolok ukur misalnya saja 57% responden di wilayah perkotaan inti jumlah konsumsi airnya masih berada di bawah tolok ukur. Selain responden di wilayah perkotaan inti, sebagian responden di wilayah pinggiran dan perdesaan juga masih mengkonsumsi air dengan jumlah di bawah tolok ukur. Hal tersebut ditunjukkan dengan 33% responden di wilayah pinggiran mengkonsumsi air di bawah 150 l/o/h dan 37% responden di wilayah perdesaan masih mengkonsumsi air di bawah 130 l/o/h. 4
Kehilangan Air Rata-rata tingkat kehilangan air PDAM yang terjadi di masing-masing wilayah masih tergolong cukup tinggi dan tidak sesuai dengan tolok ukur yang ditetapkan yakni < 20-30% untuk wilayah perkotaan inti dan pinggiran serta < 20% untuk wilayah perdesaan. Rata-rata tingkat kehilangan air yang paling tinggi terjadi di wilayah perkotaan inti sebesar 46,05% atau jauh di atas tolok ukur sedangkan di wilayah pinggiran dan perdesaan masing-masing sebesar 29,71% dan 29,3%. Kualitas Fisis Air Di samping harus memenuhi standar kesehatan, air juga harus memenuhi persyaratan kelayakan yang ditinjau secara fisis dan estetis bagi pelanggan baik itu dari segi rasa, bau, warna, dan temperatur/suhu. Dari keempat indikator kualitas fisis tersebut hanya indikator temperatur/suhu yang memiliki kondisi yang sama. Semua air yang dikonsumsi responden baik itu di wilayah perkotaan inti, pinggiran, dan perdesaan memiliki temperatur/suhu yang normal atau sejuk yakni di antara 100-250 C. Tolok ukur yang ditetapkan untuk kualitas bau adalah air layak jika tak berbau. Hasil yang diperoleh setelah dilakukannya survei adalah bahwa responden di wilayah perkotaan inti sebanyak 81% menyatakan bahwa air yang diperolehnya dari PDAM tidak berbau dan 19% sisanya menyatakan bahwa air berbau kaporit. Sebagian dari pelanggan PDAM di wilayah pinggiran menyatakan air yang diperolehnya tidak berbau, namun sebagian besar sisanya menyatakan air berbau kaporit dan 7% diantaranya menyatakan air berbau logam. Dari ketiga wilayah, persentase tertinggi (57% responden) yang menyatakan air berbau kaporit adalah responden di wilayah perdesaan dan sisanya menyatakan bahwa air tidak berbau. Cakupan Pelayanan Kondisi ideal dari cakupan pelayanan adalah 90% wilayah terlayani dengan rincian di wilayah perkotaan inti dan pinggiran 60% dengan perpipaan dan 30% sisanya dengan non perpipaan. Terdapat perbedaan dengan di wilayah perdesaan karena tolok ukurnya adalah 70% cakupan pelayanan dengan 25% perpipaan dan 45% non perpipaan. PDAM merupakan salah satu penyedia air bersih dengan sistem perpipaan. Sambungan perpipaan PDAM di wilayah perkotaan inti merupakan yang tertinggi di antara ketiga wilayah tersebut yakni sebesar 48,24%, namun jika dibandingkan dengan tolok ukur masih berada di bawah tolok ukur karena minimal 60% seharusnya terlayani oleh sambungan perpipaan. Kesenjangan terjadi di wilayah pinggiran karena hanya 8,91% saja dari total penduduk di wilayah pelayanan yang dapat dilayani oleh PDAM, sedangkan di wilayah perdesaan hanya 4,19%. Kontinuitas 62% responden di wilayah perkotaan inti, 50% responden di wilayah pinggiran, dan 67% responden di wilayah perdesaan merasakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan terhadap kelancaran air yang diperoleh pada saat musim kemarau dan musim penghujan, ketika musim penghujan aliran air akan lebih lancar. Jika dilihat fakta yang terjadi pada saat ini tidak ada pelanggan yang menerima pelayanan 24 jam.
Biaya Bagi responden pelanggan PDAM, biaya total yang dikeluarkan untuk memperoleh air bersih biasanya terdiri dari biaya rutin untuk sumber air utama yang diperoleh dari PDAM dan biaya untuk sumber air alternatif yang mayoritas digunakan untuk membeli air minum kemasan. Ratarata biaya air PDAM yang dikeluarkan oleh responden di ketiga wilayah adalah kurang dari Rp100.000,00 dengan rata-rata biaya air PDAM tertinggi ke terendah berturut-turut berada pada wilayah perkotaan inti, pinggiran, dan perdesaan. Akan tetapi, jika dilihat dari rata-rata biaya total air yang telah menggabungkan biaya air PDAM dengan biaya air dari sumber alternatif maka responden di wilayah pinggiran memiliki rata-rata tertingi dalam mengeluarkan biaya total untuk 5
air yakni sebesar Rp101.740,00 yang kemudian disusul oleh responden di wilayah perkotaan inti dan perdesaan. Adanya rata-rata biaya total air yang cukup tinggi di wilayah pinggiran tersebut disebabkan oleh adanya rata-rata biaya air alternatif di wilayah pinggiran yang lebih tinggi dibandingkan dengan di wilayah perkotaan inti dan perdesaan dengan rata-rata sebesar Rp13.506,00 sedangkan di wilayah perkotaan inti sebesar Rp9.067,00 dan Rp4117,00 di wilayah perdesaan. Jika biaya air yang dikeluarkan tersebut dibandingkan dengan pendapatan total keluarga dari responden di masing-masing wilayah, maka baik itu persentase biaya air PDAM maupun persentase biaya air total adalah sesuai dengan tolok ukur. Tolok ukur yang ditetapkan adalah biaya untuk air bersih â&#x2030;¤ 4%.
Walaupun berdasarkan rata-rata persentase biaya air total di masing-masing wilayah terhadap pendapatan telah sesuai dengan tolok ukur yakni di bawah 4% dari total pendapatan, namun masih terdapat beberapa responden yang biaya air total dikeluarkannya lebih besar dari 4% atau berkisar antara 5-6%. Berdasarkan gambar tersebut dapat diketahui bahwa 5% responden di wilayah perkotaan inti, 20% responden di wilayah pinggiran, dan 7% responden di wilayah perdesaan masih mengeluarkan biaya untuk air di atas 4% dari pendapatan. Dari sisi PDAM sendiri perbandingan antara output dan input dapat dinyatakan dalam efisiensi. Untuk meningkatkan efisiensi dapat dilakukan dengan cara:
â&#x20AC;˘ â&#x20AC;˘ â&#x20AC;˘
â&#x20AC;˘
Meningkatkan output, Mengurangi input, Atau jika kedua output dan input ditingkatkan, maka tingkat kenaikan output harus lebih besar daripada tingkat kenaikan input atau, Jika kedua output dan input diturunkan, laju penurunan untuk output harus lebih rendah daripada tingkat penurunan untuk input.
nilai efisiensi dengan faktor-faktor lingkungan berupa kepadatan pelanggan, sumber air baku dan sistem pengaliran dalam lingkup yang lebih kecil yaitu di PDAM-PDAM Provinsi Jawa Barat menunjukkan bahwa faktor-faktor lingkungan menentukan variabiltas efisiensi sebesar 47,3%.
Faktor air permukaan, mata air, dan pompa mempunyai korelasi negatif yang dapat mengurangi nilai efisiensi. Bahan baku yang diambil dari air permukaan pada umumnya mempunyai kualitas yang kurang baik karena lebih banyak mengandung bahan-bahan pencemar. Keberadaan bahan pencemar dapat menambah biaya operasional. Faktor mata air berkorelasi negatif diduga karena berkaitan dengan lokasi geografis. Mata air pada umumnya terletak di daerah-daerah yang secara geografis sulit dijangkau. Sulitnya lokasi ini akan menambah beban pembuatan instalasi pengolahan air serta pemeliharaanya. Sedangkan faktor pompa dapat menambah beban energi. Secara keseluruhan faktor-faktor air permukaan, mata air dan pompa menambah beban operasional yang selanjutnya dapat mengurangi nilai efisiensi.
Faktor kepadatan pelanggan berkorelasi positif karena dengan semakin besarnya kepadatan maka panjang pipa distribusi akan semakin berkurang. Berkurangnya panjang pipa distribusi akan mengurangi beban pengadaan dan pemeliharaan pipa distribusi serta volume air yang hilang (non revenue water). Sedangkan faktor gravitasi mempengaruhi sistem pengaliran tanpa menggunakan pompa. Ketiadaan pompa dapat mengurangi beban energi. Secara keseluruhan faktor kepadatan pelanggan dan gravitasi dapat mengurangi beban operasional yang selanjutnya dapat menambah nilai efisiensi. Tabel 3 menunjukkannfaktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi 6
Tabel 3 Variabel Lingkungan yang Mempengaruhi Efisiensi NAMA PDAM
Tirtawening Kota Cirebon Tirta Pakuan Tirta Patriot Tirta Bumi Wibawa Tirta Anom Tirta Kamuning Tirta Galuh Tirta Sukapura Tirta Dharma Tirta Raharja Tirta Tarum Tirta Rangga Kab. Majalengka Tirta Jaya Tirta Darma Ayu Kab. Purwakarta Kab. Cirebon Tirta Kahuripan
Volume air terdistrubsi (m3) 59.185.443 25.427.892 39.752.952 8.722.209 8.671.736 3.343.056 6.402.691 5.177.208 2.048.764 7.531.651 17.934.509 6.585.587 7.714.614 4.002.144 6.945.264 19.593.684 6.741.885 6.857.358 54.246.500
Biaya operasional (Rp) 126.210.491.000 31.940.644.633 77.342.275.172 8.974.808.108 13.503.292.915 3.328.886.282 8.384.327.765 8.464.626.076 3.407.843.174 12.320.848.748 28.552.659.012 23.962.517.785 14.867.445.696 6.149.862.633 14.116.158.753 22.170.535.801 12.898.307.662 16.594.290.080 86.490.675.104
Panjang pipa (km)
Prosen air hilang (%)
2.281,81 1.546,00 178,38 182,97 362,68 142,05 41,83 475,00 353,00 263,00 1.349,00 718,33 640,96 209,96 284,34 830,05 287,13 408,47 1.632,60
42 26,53 34,39 19,91 44,95 30,69 36,29 30,05 32,35 28,45 38,12 39,27 22,41 26,19 33,9 25,18 26,01 28,6 33,15
Sistem Komunal dan Individual (non Publik) Di dalam penyediaan air non Publik terdapat dua sistem yakni sistem komunal dan individu. Jika ditinjau secara umum dapat diketahui bahwa sumber air non Publik mayoritas menggunakan sumur inidividu sebagai sumber air. Sistem non Publik komunal cenderung digunakan pada wilayah-wilayah di sekitar bukit atau pegunungan atau wilayah yang kedalaman sumurnya sangat dalam sehingga dikelola secara komunal dengan sumber air dari sumur artesis dan cenderung melayani dalam cakupan wilayah yang sangat kecil yakni sebatas pada 1 kompleks perumahan, 1 RW, 1 dusun, atau 1 desa. Terdapat sejumlah alasan penggunaan sistem non Publik yaitu (Humaira, 2013): Sudah ada fasilitas sumur pompa dari perumahan Belum ada sambungan PDAM Pasokan air dari PDAM tidak pasti ada karena adanya penggiliran Kualitas dan kuantitas serta kontinuitas air sumur sudah baik Responden tidak mau mengikuti prosedur pemasangan baru yang berlaku Harga air PDAM lebih mahal Kesulitan memasang sambungan ke PDAM Kualitas air PDAM tidak sebaik kualitas air tanah 7
Sumur pompa dengan pengelolaan individu merupakan sumber terbesar bagi pasokan air bersih untuk responden yang dibuktikan dengan 83% responden di wilayah perkotaan inti, 59% responden di wilayah pinggiran, dan 78% responden di wilayah perdesaan menggunakan sumur pompa untuk memperoleh air. Di samping sumur pompa, masih juga terdapat responden di wilayah perkotaan inti (4%) dan responden di wilayah perdesaan (3%) yang menggunakan sumur air timba. Di samping penyediaan secara individu, terdapat pula responden di wilayah perkotaan inti dan di wilayah perdesaan yang menggunakan sistem komunal untuk perolehan air bagi kebutuhan sehari-harinya. 4% responden di wilayah perkotaan inti menggunakan air sistem komunal yang diperoleh dari sumur artesis dan 3% responden di wilayah perdesaan menggunakan air dari komunal sumur artesis serta 16% responden lainnya di wilayah perdesaan dan 41% responden di wilayah pinggiran menggunakan air komunal yang bersumber dari mata air
Kuantitas Rata-rata jumlah konsumsi penggunaan sumber air utama bagi responden pengguna non publik baik itu di wilayah perkotaan inti, pinggiran, maupun perdesaan jauh melebihi tolok ukur yang telah ditetapkan. Adapun konsumsi rata-rata air terbanyak berada di wilayah perkotaan inti yakni sebanyak 307,15 l/o/h untuk air sumber utama dan sebanyak 313,95 l/o/h untuk penggunaan air total berikut juga dengan sumber air alternatif. Walaupun rata-rata jumlah konsumsi secara umum di ketiga wilayah tersebut telah jauh melampaui tolok ukur yang ditetapkan, namun masih terdapat responden yang mengkonsumsi air di bawah tolok ukur yang telah ditetapkan. Persentase responden terbesar yang konsumsi airnya masih di bawah tolok ukur adalah responden yang berada di wilayah perdesaan yakni sebesar 45% atau hampir dari setengah dari jumlah responden di wilayah tersebut. Konsumsi air yang masih berada di bawah tolok ukur yang ditetapkan tersebut tidak berarti membuat responden merasa tidak dapat mencukupi pemenuhan kebutuhan sehari-hari. 100% responden baik di wilayah perkotaan inti dan pinggiran menjawab air yang dikonsumsinya dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari. Walaupun di wilayah perdesaan terdapat responden yang menjawab air yang dikonsumsi belum dapat memenuhi kebutuhannya, namun hanya 6% responden yang menjawab masih belum dapat memenuhi kebutuhan sehari-harinya.
Kehilangan Air Tingkat kehilangan air non Publik seringkali terjadi pada pengguna sistem komunal dan relatif tidak terjadi pada pengguna air yang mengelola air secara individu atau yang memperoleh pasokan air dari swasta.
Kualitas Sebagian besar responden di ketiga wilayah menyatakan bahwa kualitas bau air yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari cukup baik karena ditandai dengan tidak adanya bau pada air walaupun jika didiamkan dalam waktu yang cukup lama. Karena air non Publik yang dijadikan sebagai sumber air utama di Kawasan Metropolitan Bandung dikelola secara komunal atau individu yang pengolahannya tidak sekompleks pengolahan air oleh Publik maka tidak ada responden pengguna non Publik mengeluhkan airnya berbau kaporit seperti pada air yang digunakan oleh pelanggan Publik 100% responden di wilayah perdesaan menyatakan airnya tidak berbau dan > 90% responden di wilayah perkotaan inti dan pinggiran menyatakan hal yang sama. Hanya 9% responden di wilayah perkotaan inti dan 3% responden di wilayah pinggiran yang menyatakan bahwa air non PDAM yang dikonsumsinya berbau logam. Sama halnya dengan kualitas bau air, responden yang menjawab air yang digunakannya berbau logam juga menjawab bahwa air yang dikonsumsinya memiliki rasa logam dan mineral. 100% responden di wilayah perdesaan menyatakan airnya segar dan tidak berasa serta > 90% responden 8
di wilayah perkotaan inti dan pinggiran menyatakan hal yang sama. Hanya 9% responden di wilayah perkotaan inti dan 3% responden di wilayah pinggiran yang menyatakan bahwa air non Publik yang dikonsumsinya berasa logam dan mineral. Rasa dan bau logam tersebut diakibatkan oleh adanya jenis batuan di dalam lapisan tanah sehingga air yang diperoleh dari air tanah dangkal terkontaminasi oleh jenis logam Fe dan Mn. Ditunjukkan bahwa 9% responden di wilayah perkotaan inti dan 3% responden di wilayah pinggiran yang menjawab air yang digunakannya berbau dan berasa logam/mineral menyatakan bahwa airnya juga tidak jernih melainkan berwarna keruh dan terdapat endapan seperti lumpur dan pasir jika didiamkan. Akan tetapi, tidak semua responden di ketiga wilayah tersebut yang menjawab bahwa air yang digunakannya tidak berbau dan tidak berasa juga menyatakan bahwa airnya juga jernih dan tidak berwarna. Terdapat 4% responden di wilayah perkotaan inti dan 6% responden di wilayah perdesaan yang airnya tidak berbau dan berasa namun airnya terkadang jernih dan terkadang terdapat endapan atau terkadang keruh yang terjadi karena adanya perubahan cuaca. Jika musim penghujan telah tiba, seringkali air menjadi keruh dan jika didiamkan terdapat endapan akibat lumpur yang ikut masuk ke dalam pipa/saluran air terutama bagi pasokan air dengan sistem komunal yang bersumber di mata air pegunungan. Cakupan Pelayanan Cakupan pelayanan air non Publik dapat diketahui melalui selisih dari persentase cakupan pelayanan Publik. Penggunaan air non Publik tertinggi berada pada wilayah perdesaan sebesar 95,81% yang kemudian disusul dengan wilayah pinggiran sebesar 91,09%. Adapun wilayah perkotaan inti yang masih belum terlayani PDAM sebesar 51,76%. Kontinuitas Musim penghujan dan musim kemarau panjang seringkali juga membuat air non Publik kering atau tidak selancar biasanya. Di wilayah perkotaan inti, 70% responden yang mayoritas menggunakan air dari sumur yang dikelola sendiri merasakan pasokan air berkurang ketika terjadi musim kemarau panjang. Air sumur seringkali lebih dangkal dibandingkan ketika musim penghujan atau musim normal. Sedangkan untuk di wilayah pinggiran dan perdesaan selain musim kemarau, musim penghujan juga seringkali menghambat kelancaran air karena ketika musim hujan tiba banyaknya lumpur dan sampah seringkali menyumbat saluran air komunal. Lebih dari 60% responden di ketiga wilayah menyatakan bahwa waktu penggunaan air terbanyak berlangsung pada pagi hari. Responden lainnya di ketiga wilayah menjawab waktu beragam namun waktu kedua terbanyak berdasarkan jawaban responden setelah pagi adalah pagi dan sore.
Lebih dari 80% responden di ketiga wilayah, bahkan 100% responden di wilayah pinggiran menyatakan bahwa air non Publik yang diperoleh dapat mengalir dengan kontinuitas 24 jam atau sepanjang hari karena mayoritas penggunaan air bersumber dari air tanah dengan sumur dan pompa sebagai fasilitas terbanyak sehingga penggunaan dapat diatur kapan pun sesuai kebutuhan.
Biaya Bagi responden pengguna non Publik, rata-rata biaya air total tertinggi berada pada wilayah perkotaan inti yakni sebesar Rp26.176 akan tetapi rata-rata biaya sumber air utama tertinggi berada pada wilayah pinggiran yakni sebesar Rp.13.113.
Persentase rata-rata biaya air utama terhadap pendapatan di Kawasa Metropolitan Bandung adalah hanya sebesar 0,48% dan persentase rata-rata biaya air total terhadap pendapatan di Kawasan Metropolitan Bandung adalah sebesar 1,12%. Dari ketiga wilayah tersebut, semua responden membayar biaya untuk air bersih sesuai dengan tolok ukur yakni â&#x2030;¤ 4% dari total pendapatan. Jika ditinjau berdasarkan proporsi antara biaya air sumber utama dan alternatif terhadap biaya total, 9
maka bagi pengguna non Publik persentase rata-rata biaya air sumber alternatif terhadap biaya total memiliki porsi yang lebih besar dibandingkan dengan rata-rata biaya sumber air utama terhadap biaya total karena di Kawasan Metropolitan Bandung rata-rata sebesar 74% dari biaya total air adalah untuk biaya air alternatif yang mayoritas menggunakan air minum kemasan.
3. Kesimpulan dan Rekomendasi Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa kondisi penyediaan air bersih berbeda-beda berdasarkan wilayah, posisi wilayah, dan skala serta kelembagaan. Tabel 4 berikut menunjukkan permasalahan dan rekomendasi dalam system penyediaan air bersih. Tabel 4 Permasalahan dan Rekomendasi Permasalahan Rekomendasi
Kriteria Sistem Publik Kuantitas Kehilangan Tingkat kehilangan air masih tinggi Air Kualitas
Putaran meter lebih diperjelas, dibutuhkan kalibrasi/peneraan ulang secara berkala Kualitas air ditingkatkan
Air seringkali berwarna Air seringkali berbau Air seringkali berasa Hasil tes mutu air tidak diumumkan kepada pelanggan Ketika musim hujan air keruh dan kotor Seringkali terdapat endapan pasir dalam air Sering terdapat jentik nyamuk pada air Cakupan Distribusi pelayanan air tidak merata Pelayanan terutama bagi daerah di dataran tinggi Permohonan pemasangan baru di wilayah tertentu tidak dilayani Kontinuitas Jadwal giliran air tidak tetap Pasokan air ditingkatkan Debit air sering berubah-ubah/tidak stabil Air hampir setiap hari tidak lancar Ketika musim kemarau biasanya waktu mengalir hanya sebentar dan aliran tersendat-sendat Biaya Sistem non Publik Kuantitas Pada saat kemarau air menyusut dan Perlu intervensi pemerintah sumur menjadi dangkal sehingga pompa harus diturunkan lebih dalam lagi Saat musim kemarau seringkali berebut air dan tidak kebagian air Kehilangan Air Kualitas Air tidak terlalu jernih sehingga jika mencuci baju putih akan menjadi agak Perlu intervensi pemerintah bernoda kuning 10
Kriteria Permasalahan Rekomendasi Sistem Publik Air jika didiamkan lama akan membentuk endapan/kotoran Air berbau logam Air keruh jika musim penghujan Cakupan Sambungan diperluas Masih sangat terbatas Pelayanan Kontinuitas Saat musim penghujan air tidak mengalir Seharusnya ada bak lancar seperti biasanya karena pipa penampungan untuk persiapan tersumbat lumpur pada musim kemarau Air terus mengalir, kalau padam cepat ditangani Pengaliran air diperlancar dan debit Diperbesar Biaya Biaya penggunaan air jangan terlalu mahal
4. Pustaka Direktori Perpamsi 2010 Autad, A.Q (2013). Efisiensi Penyediaan Air Bersih Dan Variabel Lingkungan Yang Mempengaruhinya. Thesis pada Program magister Perencanaan Wilayah dan kota ITB Humaira, A.S (2013). Karakteristik Pelayanan Infrastruktur Air Bersih Berdasarkan Karakteristik Wilayah Di Kawasan Metropolitan Bandung. Tugas Akhir pada Program Sarjana Perencanaan Wilayah dan kota ITB Maryati, S. (2009). Struktur dan Intensitas Keterkaitan variable Lingkungan terhadap Biaya Penyediaan Air Minum. Disertasi pada Program Doktor Teknik Lingkungan ITB
11