AIRPORT MEI 2019: La Vía America Latina

Page 1



DAFTAR ISI

3 HIGHLIGHT 4-5 FOKUS 1 6-7 FOKUS 2 8-9 INSIDE 10 AIRPORTPEDIA 11 OPINI 12 RESENSI BUKU

13 RESENSI FILM 14 AIRPORTCOMIC 15 SENI TULIS 16 REFLEKSI 17 18 POJOK SEKRE 19 T T S SEPUTAR KAMPUS

AIRPORT MEI 2019

1


2 EDITORIAL

Editorial

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, redaksi dapat menerbitkan majalah Airport Edisi Mei 2019. Redaksi juga mengucapkan terima kasih atas semua pihak yang telah ikut membantu dan berkontribusi langsung dalam proses penerbitan majalah Airport edisi ini. Akhir-akhir ini, barangkali kita jengah mendapati isu pergolakan di Amerika Latin banyak menghiasi tajuk berita. Dari keterpurukan ekonomi, perdagangan narkoba, bahkan perdagangan manusia. Berbagai bencana sosial ini mengkatalisasi gejolak di berbagai negara, seolah-olah menuntut reformasi sosial-politik. Pergolakan ini mungkin juga dapat diartikan sebagai indikasi bahwa Amerika Latin sedang menuju masa transisi. Beberapa waktu yang lalu pemilihan umum yang dilaksanakan di beberapa negara di Amerika Latin menunjukkan adanya pergeseran tren. Kebangkitan pemimpin sayap kanan ditengarai muncul akibat ketidakpuasan rakyat terhadap kepemimpinan dari sayap kiri. Krisis ekonomi yang diperparah skandal korupsi seakan menjadi citra model pemerintahan sayap kiri yang sebenarnya merupakan akumulasi mismanajemen kebijakan dan minimnya akuntabilitas serta integritas pemerintah – bukan wujud inkompatibilitas model tersebut. Celah ini kemudian menjadi ruang untuk politik sayap kanan bangkit melalui retorika ‘pembawa perubahan’-nya. Kami berharap melalui edisi Airport kali dapat mengenalkan bagaimana latino memandang gelombang politik yang pasang-surut melalui cara-cara atau sudut pandang Amerika Latin. Airport kali ini fokus pada aspek politik yang dipengaruhi oleh sosial, ekonomi, dan budaya yang menjadi fondasi masyarakat Amerika Latin itu sendiri. Pada artikel Highlight dibahas mengenai momentum perubahan di Amerika Latin dengan terpilihnya Jair Bolsonaro sebagai Presiden Brazil. Sementara Fokus 1 akan membahas perubahan tren berupa surutnya gelombang merah muda di Amerika Latin. Sementara di fokus 2 akan dibahas krisis multidimensional Venezuela dan pengaruhnya terhadap kawasan Amerika Latin. Selebihnya, kami persilakan pembaca untuk lebih jauh lagi mengenal Amerika Latin melalui rubrik-rubrik yang ada. Kami berharap melalui edisi Airport kali ini, tidak hanya pembaca mendapatkan wawasan mengenai politik di Amerika Latin. Pembaca juga dapat menyimpulkan sendiri alih-alih terjebak generalisasi dengan kedok ‘regionalisme’. Akhir kata, kami ucapkan selamat membaca dan berproses! Saludos!

PEMIMPIN REDAKSI: M. Anugrah Utama, M. Damar Shafy R., Tri Nur Chasanah LAYOUTER: Cinthasya Nandini TIM REDAKSI: Harsya Kurnia A., Heidira W. Hadayani, Alfin Febrian B., Avionita Putri R., Adinda Putri P., Joshua Kevin C., Hanif Janitra S., Miranda Titania, Sentul DASS HI UGM, Adhiesna Kusuma A., Dhiah Rizka R. PENANGGUNG JAWAB: Dr. Diah Kusumaningrum PEMIMPIN UMUM: Anggita Veronica Marthin

AIRPORT MEI 2019


HIGHLIGHT 3

Jair Bolsonaro dan Kebangkitan Sayap Kanan Amerika Latin Oleh: Harsya Kurnia Adha

Ketika hasil dari ronde kedua dari Pemilihan Presiden Brazil tahun 2018 diumumkan pada tanggal 28 Oktober, nama yang dideklarasikan sebagai pemenang adalah Jair Bolsonaro, calon presiden dari Partai Sosial Liberal berhaluan sayap kanan jauh. Siapakah dia? Sebelum tahun 2014, Bolsonaro bukanlah nama yang dikenal dalam politik Brazil, menempati posisi anggota Kongres untuk Rio de Janeiro di Bilik Deputi Brazil sejak tahun 1991. Namun, krisis yang melanda Brazil sejak tahun 2014 yang ditandai oleh terbongkarnya kasus korupsi besar-besaran dan resesi terburuk di Brazil dalam 100 tahun terakhir membuka jalan bagi Bolsonaro. Sebelum membahas Bolsonaro lebih jauh lagi, perlu diketahui bahwa krisis politik yang melanda Brazil bukanlah krisis yang sepele. Lebih dari 150 pimpinan bisnis, birokrasi, dan politik Brazil telah tertangkap dalam kasus korupsi, termasuk mantan presiden Luiz Inacio da Silva. Skandal ini mengguncang kepercayaan rakyat Brazil pada institusi demokrasi serta sistem politik yang ada. Di dalam kondisi politik ini lah Bolsonaro bersinar. Sebagai politisi yang kurang dikenal dan tidak terjerat dalam skandal nasional yang terjadi, ia menempatkan diri sebagai musuh dari para politisi korup yang mengusai Brazil. Selain menggunakan ketidakpuasan masal yang ada di Brazil untuk meraih dukungan, Bolsonaro juga memanfaatkan ketakutan warga Brazil sebagai penggerak kampanye politiknya. Brazil merupakan salah satu negara dengan tingkat kekerasan dan pembunuhan yang paling tinggi di dunia, di mana lebih 60,000 orang meninggal akibat pembunuhan tiap tahunnya dan masih meningkat. Bolsonaro yang merupakan mantan kapten di militer Brazil menjanjikan militerisasi dari polisi dengan tujuan menekan angka kriminal serta melonggarkan regulasi kepemilikan senjata api. Selain itu, Bolsonaro juga secara gamblang melontarkan

retorika-retorika diskriminatif terhadap kelompok LGBT, Indian, wanita, dan kelompok-kelompok minoritas lainnya dalam kampanyenya. Hal-hal ini membuat media internasional menjuluki Bolsonaro sebagai “The Brazilian Trump�. Tidak hanya soal keamanan dan retorika anti-minoritas, Bolsonaro juga mengadvokasikan kebijakan ekonomi kapitalis liberal, menyerang perlindungan alam serta kelompok Indian di Hutan Amazon. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa bagi jutaan warga Brazil yang sudah kehilangan kepercayaan mereka terhadap sistem politik yang ada, Bolsonaro adalah suatu pilihan yang dapat mereka ambil. Ia menjanjikan perbedaan, dan warga Brazil ingin perbedaan. Hal serupa juga mulai terlihat di negara-negara lain di Amerika Latin. Dalam beberapa dekade terakhir, negara-negara Amerika Latin secara umum memilih partai-partai beraliran kiri dengan harapan bahwa ketidakmerataan kekayaan yang ada dapat berkurang. Namun, seperti yang terjadi di Brazil, partai-partai kiri kehilangan dukungan secara signifikan karena berbagai blunder, mulai dari kegagalan ekonomi, skandal korupsi, dan ketidakstabilan politik. Dalam kasus Brazil, ketiga hal tersebut terjadi di saat yang bersamaan, maka tidak heran jika Brazil yang menjadi “poster boy� bagi kebangkitan sayap kanan di Amerika Selatan. Ketidakpuasan terhadap kinerja politisi beraliran kiri pun membuat warga negara seperti Argentina, Chile, Peru, dan Kolombia untuk juga berpaling menuju politik sayap kanan. Stagnasi ekonomi, instabilitas politik, serta berbagai skandal korupsi telah membuat penduduk Amerika Latin haus akan perubahan. Ketika sistem politik yang ada tidak dapat memberikan hal tersebut, mereka melihat politikus sayap kanan menjanjikan perubahan dan mereka pun memilih. Kini, dunia hanya bisa menahan napas dan menunggu.

AIRPORT MEI 2019


4 FOKUS 1

Surutnya Pink Tide Oleh: Heidira Hadayani

Pasang dan Surutnya Gelombang Merah Muda

Tidak lebih dari dua dekade lalu, Amerika Latin mengalami tren kepemimpinan berhaluan kiri, dengan kebijakan yang berusaha membuat jarak dari ekonomi ‘imperialis Barat.’ Fenomena ini dikenal dengan pink tide, di mana warna merah muda merujuk pada tidak murninya ideologi sosialis (‘merah’) yang diterapkan oleh pemerintahan era ini. Para pemimpin pink tide mencoba mengubah logika neoliberalisme untuk menciptakan ekonomi yang lebih manusiawi dan setara, tanpa menutup diri dari ekonomi pasar. Idealnya, pink tide memfasilitasi kesejahteraan masyarakat yang lebih baik, tanpa menarik diri dari dinamika ekonomi internasional. Popularitas Chavez di Venezuela yang menggaungkan “21st Century Socialism” menjadi pemantik tren pemerintahan sayap kiri, seperti Morales di Bolivia, Ortega di Nikaragua, Lula da Silva di Brazil, Kirchner di Argentina, serta kasus serupa di Chili, Uruguay, Peru, Ekuador dan Honduras dan sebagainya—jumlah signifikan dalam wilayah Amerika Latin. Pink tide terjadi bersamaan dengan ekspansi ekonomi Amerika Latin yang sangat signifikan berkat commodities boom. Namun, berakhirnya boom tersebut pada tahun 2012 menjadi komplikasi bagi beberapa negara yang terpengaruh pink tide. Menurut IMF, sejak 2012 setiap negara ‘major’ di Amerika Latin mengalami performa ekonomi yang rendah dibanding 10 tahun terakhir. “Left-wing fatigue” ini pun disebut sebagai

AIRPORT MEI 2019

akhir atau setidaknya penurunan pink tide, yang diperparah dengan berbagai skandal korupsi di banyak negara. Venezuela menjadi contoh kasus ekstrem di mana turunnya harga minyak mengarah pada resesi ekonomi dan pada akhirnya menyebabkan krisis multisektoral yang diperparah instabilitas politik. Performa buruk pemerintahan pink tide dan kegagalan Venezuela yang sangat drastis dari masa Chavez seolah menjadi sinyal bagi wilayah Amerika Latin untuk meninggalkan model semi-sosialis yang dapat dilihat dari terpilihnya presiden ‘kanan’ seperti Bolsonaro di Brazil, Piñera di Chili, dan Macri di Argentina. Terpilihnya Macri merupakan indikasi pertama 1 penurunan pink tide, dengan kebijakan reformasi ekonomi liberalnya yang dicanangkan pertumbuhan ekonomi setelah stagnasi dan inflasi yang telah menjadi masalah di Argentina. Selain ekonomi liberal, Jair Bolsonaro mengadvokasikan kebijakan dan pandangan yang oleh beberapa scholar dikategorikan sebagai far-right, seperti anti-imigran, anti-masyarakat adat, dan ultranasionalisme.

Kemudian, Apa Dampaknya?

Membicarakan Amerika Latin sebagai sebuah wilayah seringkali problematik karena rentan terkena generalisasi alih-alih analisis peristiwa yang memang terjadi sebagai fenomena regional. Dalam hal ini, masih prematur untuk mengatakan bahwa Amerika Latin telah bergerak ke poros sayap kanan. Fenomena Bolsonaro belum bisa dijadikan representasi kebijakan Amerika Latin secara umum, pun Macri dan Piñera masih dikategorikan sebagai sentris-kanan. Meski begitu, tidak ada salahnya untuk melihat ini sebagai indikasi kemungkinan munculnya tren gelombang politik yang baru dan kian menjauhi pink tide.


FOKUS 1

Amerika Latin?

Melemahnya rezim-rezim berhaluan kiri yang juga disebabkan krisis ekonomi serta skandal korupsi seperti di Brazil dan Chili juga sedikit banyak mempengaruhi performa dan persepsi atas ideologi ‘kiri’ itu sendiri. Meski belum dapat ditarik kausalitasnya secara langsung, melemahnya pink tide tersebut memberi ruang bagi munculnya populisme sayap kanan yang dianggap sebagai alternatif dan kebaruan bagi politik Amerika Latin. Hal ini membantu menjelaskan mengapa kemudian Brazil memenangkan Bolsonaro sebagai presiden dengan t e n d e n s i far-right-nya. Meski begitu, melemahnya pink tide tidak bisa diatribusikan pada inkompatibilitas model pemerintahan sayap kiri itu sendiri, melainkan akumulasi dari kegagalan kebijakan dan minimnya akuntabilitas serta integritas pemerintah. Misalnya, kebijakan seperti social welfare dan pembangunan infrastruktur yang disponsori economic boom Amerika Latin belum memperhatikan risiko jangka panjang —akibatnya, begitu berakhirnya boom, social welfare berada di ambang kekacauan dan memicu kekecewaan rakyat 2 serta penurunan legitimasi. Menghadapi hal ini, Maduro, penerus Chavez di Venezuela, berupaya mempertahankan kekuasaannya dengan represif dan non-konstitusional. Politik sayap kanan yang kembali berkembang di Amerika Latin juga dianggap lebih ‘radikal’ dengan sayap kanan pra-pink tide yang neoliberal, di mana saat ini pemimpin baru beserta partai pendukungnya cenderung ingin mengkontraskan diri dari kebijakan-kebijakan pemimpin pink tide. Referensi 1

Hampton Stephens, "Latin America's 'Pink Tide' Recedes," World Politics Review, November 27, 2018, accessed March 27, 2019, https://www.worldpoliticsreview.com/insights/25729/latin-amer-

2icas-pink-tide-recedes.

Jorge G. Castañeda, "Opinion | The Death of the Latin American Left," The New York Times,

Terlebih, populisme yang diatribusikan dengan sayap kanan di Amerika Latin berbeda dengan tren yang sama di Eropa, di mana mayoritas penduduk Amerika Latin lebih mengkhawatirkan kemakmuran ekonomi dan keamanan publik dibandingkan kebijakan imigrasi—yang juga merefleksikan permasalahan yang dihadapi banyak pemerintahan sayap kiri. Namun, imigrasi tetap menjadi poin yang seringkali digarisbawahi pemimpin sayap kanan: Bolsonaro sempat mengeluarkan pernyataan yang rasis dan mendegradasi terkait pengungsi Haiti, dan Macri yang mengusahakan penurunan imigrasi karena dianggap berkontribusi terhadap kriminalitas. Salah satu legislator Argentina, Alfredo Olmedo bahkan mengeluarkan wacana untuk membangun tembok pembatas untuk mencegah imigran masuk ke Argentina dan secara eksplisit mendukung border wall Trump. Apabila berlanjut, tren proteksionis dan xenofobis ini dapat mengancam relasi antarnegara Amerika Latin itu sendiri, memengaruhi regionalisme yang juga masih belum terlalu kuat. Salah satu Presiden pink 3 tide, Evo Morales di Bolivia, mengkritik bahwa Amerika Latin tidak seharusnya mengikuti kebijakan Utara yang berpotensi memecah belah hubungan regional. Menyimpulkan Tren

“Dalam hal ini, apabila pendukung politik sayap kiri dan ‘penganut’ pink tide ingin mengembalikan titik pasang gelombang, tokoh politik aliran kiri perlu menunjukkan bahwa mereka dapat menjawab kegagalan di fase sebelumnya—salah satunya dengan mengembangkan resistensi terhadap dampak buruk neoliberalisme tanpa mengorbankan demokrasi maupun akuntabilitas pemerintahan. “

3December 21, 2017, accessed March 27, 2019, https://www.nytimes.com/2016/03/23/opin-

ion/the-death-of-the-latin-american-left.html?_r=1. Omar G. Encarnación, "The Trumpification of the Latin American Right," Foreign Policy, April 16, 2018, accessed March 27, 2019, https://foreignpolicy.com/2018/04/16/the-trumpification-of-the-latin-american-right/.

AIRPORT MEI 2019

5


6 FOKUS 2 Venezuela sedang dilanda krisis ekonomi-politik multidimensional. Negara kaya minyak bumi di utara Amerika Selatan itu mengalami situasi yang labil sejak 2016. Presiden Nicolas Maduro lagi-lagi menjadi pemenang pemilu, mengukuhkan periode keduanya menjadi presiden. Terdengar biasa saja memang, namun dugaan adanya pelanggaran dan kecurangan dalam pemilu tersebut agaknya menjadi pemantik. Tak hanya itu, rakyat Venezuela sudah kehilangan kesabaran akibat pemerintah mereka yang tak becus dalam mengurus ekonomi. Inflasi gila-gilaan terjadi sejak 2017, membuat rakyat menjerit karena harga bahan pokok yang terus naik secara harian. Akibatnya, berkali-kali terjadi unjuk rasa besar menuntut Maduro meletakkan mandatnya sebagai presiden. Maduro bergeming, sementara krisis semakin parah. Penduduk Venezuela mulai melakukan eksodus ke negara-negara tetangga. Juan Guaido, Presiden Dewan Perwakilan Rakyat Venezuela yang baru dipilih pada 5 Januari 2019 melakukan langkah progresif. Ia berinisiatif mengambil alih pemerintahan dengan menjadi presiden ad interim, sesuai dengan Konstitusi Venezuela. Dalam pasal 233 Konstitusi Venezuela, dinyatakan bahwa apabila presiden tidak mampu melaksanakan jabatannya atau melakukan tindakan inkonstitusional

dapat digantikan oleh Presiden DPR. Tentu hal itu membuat Maduro meradang. Apalagi, Guaido didukung oleh lebih dari 40 negara, termasuk Amerika Serikat, Kanada, dan seluruh anggota Uni Eropa serta NATO. Tak sampai di situ, sederet organisasi internasional lain juga memberikan dukungan atas kepemimpinannya. Namun, posisi Maduro sebenarnya masih cukup kuat. Selain didukung oleh Angkatan Bersenjata, ia juga disokong oleh negara-negara yang mengidentifikasi diri sebagai "musuh AS�, seperti Rusia, Iran, dan Tiongkok. Krisis tersebut membuat politik Venezuela terbagi dua, antara kalangan pro-Maduro dan anti-Maduro. Kalangan pendukung Maduro kebanyakan adalah masyarakat pendukung kebijakan ekonomi-politik Hugo Chavez yang sosialis-populis. Para pejabat pemerintahan yang loyal (dan penjilat) Maduro turut serta. Tak ketinggalan para petinggi angkatan bersenjata, yang turut kecipratan untung karena pemerintahan Chavez dan Maduro, mengingat kedua rezim tersebut menggelontorkan dana besar guna modernisasi militer Venezuela. Tak luput, kalangan masyarakat prasejahtera yang disokong oleh subsidi dan bantuan keuangan dari kedua rezim tersebut.

Implikasi Krisis Venezuela terhadap Stabilitas dan Kerja Sama Ekonomi-Politik Amerika Selatan AIRPORT MEI 2019


FOKUS 2 7 Sementara kalangan anti-Maduro didominasi oleh masyarakat kelas menengah atas. Mereka tak mendapat banyak keuntungan dari rezim Maduro maupun Chavez, bahkan banyak di antaranya yang menganggap rezim tersebut justru menghambat kebebasan masyarakat baik dalam politik, sosial atau ekonomi. Peningkatan jumlah penduduk kelas menengah Venezuela turut andil dalam protes yang terjadi dalam empat tahun terakhir. Kaum milenial juga menjadi oposisi terhadap Maduro. Mereka menganggap pemerintahan Maduro sebagai “otoriter”, “tidak bebas”, dan “kuno”. Selain itu, Guaido juga didukung oleh para pebisnis kelas atas yang memiliki jaringan kerja sama internasional. Rezim Maduro, layaknya Chavez membatasi kerja sama luar negeri Venezuela, terutama dengan negara-negara Barat. Hal tersebut merugikan para pebisnis yang mengandalkan kerja sama dengan Barat (terutama AS) dalam bisnis mereka. Dikotomi nyata yang terjadi dalam sosial-politik Venezuela berisiko menimbulkan konflik besar antara kedua kelompok tersebut. Dampaknya bahkan dapat menjalar hingga ke ranah regional Amerika Selatan. Bahkan, saat ini mulai terjadi dikotomi serupa di antara negara-negara benua tersebut, antara pendukung Maduro dan pendukung Guaido. Hal tersebut terlihat dari situasi politik di Amerika Selatan, terutama negara yang selama ini memiliki pengaruh bagi politik Venezuela. Pergeseran posisi politik negara-negara Amerika Selatan menjadi lebih konservatif seiring dengan meningkatnya kekuatan sayap kanan juga berpengaruh. Brazil, yang baru saja mengadakan pemilu dan memiliki presiden baru yang konservatif, Jair Bolsonaro terang-terangan mendukung Guaido. Dukungan tersebut didasari oleh kebijakan luar negeri Brazil yang semakin condong ke AS. Implikasinya nyata: hubungan Venezuela-Brazil yang selama ini “aman-aman saja” menjadi panas. Maduro bahkan menyatakan menutup perbatasan dengan Brazil yang selama ini menjadi pintu utama arus

perpindahan penduduk.1 Ditambah, koordinasi Brazil dan AS dalam mengirimkan bantuan kemanusiaan untuk masyarakat Venezuela yang terdampak krisis ditolak mentah-mentah oleh Maduro. Tak hanya Brazil, sejumlah negara Amerika Selatan lainnya turut menyerukan dukungannya terhadap Guaido, di antaranya Peru, Argentina, Chili, dan Paraguay. Tak ketinggalan pula Ekuador dan Kolombia, dua negara yang selama ini dinilai paling dekat dengan Venezuela. Instabilitas politik antarnegara Amerika Selatan sudah di ambang pintu. Krisis Venezuela membuat hubungan antarnegara menjadi semakin tak pasti. Negara-negara pendukung Maduro seperti Bolivia, Uruguay, dan Suriname semakin kuat dalam menyatakan perlawanannya terhadap negara-negara pendukung Guaido, yang mereka nilai sebagai “boneka AS”. Tentu hal tersebut menyebabkan pembentukan regionalisme Amerika Selatan semakin sulit dilakukan, selain karena perbedan pandangan ekonomi-politik yang nyata antara negara-negara tersebut (negara pendukung sosialisme dan pendukung liberal-kapitalisme). Apalagi, hubungan konfliktual yang terjadi akibat krisis Venezuela berisiko menciptakan “perang saudara” antarnegara Amerika Selatan, meskipun tidak secara fisik. Bukan tak mungkin pula apabila suatu saat negara-negara Amerika Selatan juga akan mengalami krisis energi. Venezuela merupakan negara Amerika Selatan dengan ekspor minyak bumi terbesar. Akibat krisis, masa depan industri migas negeri itu menjadi krusial. Dengan cadangan minyak yang juga terbesar di dunia, Venezuela berperan penting dalam menyuplai migas untuk tetangga-tetangganya. Krisis Venezuela memberikan dampak yang sangat signifikan. Bukan hanya dalam negeri, stabilitas ekonomi-politik Amerika Selatan juga terguncang. Apabila krisis tak kunjung selesai, bukan tak mungkin jika Amerika Selatan akan menjadi Timur Tengah yang baru, diwarnai intervensi dan hubungan yang konfliktual antara negara-negaranya. Referensi

Oleh: Alfin Febrian Basundoro

1 “Venezuela Closes Border with Brazil,” February 22, 2019, sec. Latin America & Caribbean, https://www.bbc.com/news/world-latin-america-47325201.

AIRPORT MEI 2019


8 INSIDE “Soy del rancho de la Tuna, cerca de Badiraguato y desde a que 12 de enero del 2001 recuerdo Me les pele pa’ mi rancho y de las cosas importantes que hoy Existen en mi vida, el nivel de mis negocios, amistades de mis socios, el calor de mi familia, de mis hijos adorados...” Gerardo Ortiz - El Primer Ministro

El Chapo, Kartel Sinaloa, dan Pelariannya

Penggalan lantunan narcocorrido di atas menggambarkan perjalanan hidup Joaquin “El Chapo” Guzman Loera yang mengawali karir dari tingkatan bawah yang kemudian terus meningkat pasca-tahun ‘80an dan hingga akhirnya menjadi “pengedar narkoba paling berkuasa di dunia.”1 Di bawah kepemimpinan Guzman, Kartel Sinaloa tumbuh sebagai salah satu kartel narkoba terbesar di Meksiko dan salah satu terkuat di dunia dengan jaringan yang menembus hingga 40 negara.2 Dengan kekuatan yang besar, Kartel Sinaloa mampu meraih laba hingga 3 miliar per tahunnya melalui perdagangan narkoba ke Amerika Serikat saja.3 Berbicara tentang perannya dalam Kartel Sinaloa, tentu kita tidak dapat melupakan “The Tunnel”, mahakarya El Chapo berupa sebuah terowongan bawah tanah yang melewati perbatasan Meksiko-Amerika Serikat. Tidak selalu berjalan mulus, ia tertangkap ketika melarikan diri ke Guatemala di tahun 1993 hingga akhirnya mampu melarikan diri pada tahun 2001. Setelah empat belas tahun menikmati kebebasannya, El Chapo kembali tertangkap pada Januari 2016 dan kemudian diekstradisi ke Amerika Serikat. Sebulan setelah penangkapannya ia diadili di New York dan dinyatakan bersalah atas keterlibatannya dalam usaha ilegal, pencucian uang hasil penjualan narkoba, distribusi narkoba internasional, dan penggunaan senjata4 dan akan dijatuhi hukuman seumur hidup.5

AIRPORT MEI 2019

i tr u P ta nty i n io ha v A ad : h m le Ra O

Bertahan Tanpa Guzman

Pada tahun 2006, pemerintahan Meksiko di bawah Calderon mencetuskan perang terhadap narkotika melalui kingpin strategy yang terinspirasi dari strategi pembasmian kartel di Kolombia pada tahun 1980-an. Logika utama dari strategi ini adalah melakukan penangkapan pemimpin untuk merusak struktur organisasional yang kemudian akan melemahkan kartel.6 Namun, penangkapan pemimpin kartel tidak selalu berakhir pada kehancuran kartel tersebut, terbukti dari sejarah Kartel Sinaloa yang kerap “ditinggal” oleh jajaran pemimpinnya. Sebut saja penangkapan El Palma, Nacho, Zambada, Javier Torres Felix, hingga El Chapo sendiri di tahun 1993 yang tidak menghalangi Kartel Sinaloa untuk mempertahankan kejayaannya. Bagaimana hal tersebut dapat terjadi? Pertama, kita perlu memahami bahwa karakteristik organisasional Kartel Sinaloa tidak bergantung pada satu sosok pemimpin. Struktur organisasi kartel yang cenderung horizontal memberikan kekuasaan pembuatan keputusan kepada banyak pihak.7 Sehingga konsepsi bahwa satu individu memengaruhi dan mengontrol segala aspek kartel tidaklah benar. Yang kemudian terjadi adalah pengambilalihan posisi oleh orang lain dari jajaran kepemimpinan ketika “pemimpin utama” harus melarikan diri ataupun ditangkap pihak berwajib. Kekosongan yang ditinggalkan El Chapo dengan sigap diambil alih oleh Mayo Zambada hingga saat ini.8


INSIDE 9

Penangkapan El Chapo, Akhir dari Kartel Sinaloa? Kemungkinan Terburuk

Kedua, pertimbangan lain yang perlu diperhatikan adalah struktur operasional Kartel Sinaloa itu sendiri. Dalam tingkat internasional, Kartel Sinaloa dikenal memiliki hubungan bisnis dengan pengedar narkoba lainnya seperti Mafia Italia, Hong Kong Triad.9 Dapat dikatakan bahwa dalam tingkat tersebut Kartel Sinaloa bekerja melalui struktur operasional yang bersifat seperti jaringan, layaknya model bisnis rantai suplai yang dilakukan oleh perusahaan transnasional yang dalam hal ini berfokus pada pengangkutan narkoba dari sumber domestik maupun internasional lainnya menuju anak perusahaan yang mereka miliki di pasar-pasar internasional. Operasional yang terdapat dalam setiap bagian jaringan berjalan secara independen, sehingga dapat dipahami bahwa penangkapan El Chapo tidak akan dengan mudah memengaruhi jaringan yang telah terbentuk di Afrika, Asia, atau Eropa.10 Ketiga, faktor lain seperti luasnya aktivitas bisnis yang dilakukan Kartel Sinaloa juga menjadi alasan mengapa keruntuhannya tidak akan dengan mudah terjadi. Layaknya kartel lain di Meksiko ia juga terlibat dalam aktivitas bisnis sekunder, sumber pendapatan Kartel Sinaloa disinyalir juga berasal dari bisnis pencurian minyak mentah, perdagangan hewan langka, hingga kontrol atas pasar VCD bajakan.11 Tidak jarang aktivitas sekunder di atas direstruktur menjadi sumber pendapatan utama ketika diperlukan, hal ini menunjukkan betapa kartel ini begitu cakap dan pandai dalam mengatur strategi bisnisnya.12 Referensi 1

U.S. Department of the Treasury Press Release, Treasury Sanctions Three Drug Traffickers Tied to Mexican Drug Lord Chapo Guzman, 10 January 2012. Salazar, Miguel R, and Eric L Olson. “A Profile of Mexico’s Major Organized Crime Groups,” n.d., 14. 3 Keefe, Patrick Radden. “How a Mexican Drug Cartel Makes Its Billions.” The New York Times, June 15, 2012, sec. Magazine. https://www.nytimes.com/2012/06/17/magazine/how-a-mexican-drug-cartel-makes-its-billions.html. 4 “Joaquin 'El Chapo’ Guzman, Sinaloa Cartel Leader, Convicted of Running a Continuing Criminal Enterprise and Other Drug-Related Charges,” February 12, 2019. https://www.justice.gov/opa/pr/joaquin-el-chapo-guzman-sinaloa-cartel-leader-convicted-running-continuing-crimina 5 Feuer, Alan. “El Chapo Found Guilty on All Counts; Faces Life in Prison.” The New York Times, February 12, 2019, sec. New York. https://www.nytimes.com/2019/02/12/nyregion/el-chapo-verdict.html. 6 Soler, Marc Aguilar. “Mexico’s Defeat: Why Sinaloa Survives The Kingpin Strategy.” Universitat Ramon Llull, 2016. 7 Lohmuller, Michael. “Mexico’s Sinaloa Cartel Without ‘El Chapo.’” InSight Crime, March 27, 2017. https://www.insightcrime.org/news/analysis/mexico-sinaloa-cartel-without-el-chapo/. 2

Meski penangkapan El Chapo tidak lantas mengantar Kartel Sinaloa pada kehancurannya, bukan berarti tidak ada skenario lain yang mungkin muncul. Penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan kingpin strategy tak jarang menghasilkan perpecahan kartel ke dalam fraksi kecil13 seperti yang terjadi kepada Kartel Sinaloa sendiri sebagai pecahan dari Kartel Guadalajara maupun Cartel de Jalisco Nueva Generacion, pecahan dari Kartel Sinaloa sendiri. Perpecahan kartel ini kerap berdampak pada kenaikan kekerasan dalam kawasan. Sekali lagi perlu ditekankan bahwa ini bukanlah akhir dari Kartel Sinaloa. Dengan kembali mempertimbangkan karakteristik organisasional, struktur operasional, dan lingkup aktivitas Kartel Sinaloa perpecahan yang mungkin terjadi tidak akan dengan mudah menghancurkan kartel ini terbukti bahwa hingga saat ini Kartel Sinaloa tetap bertahan meski mengalami perpecahan di tahun 2010. Selain itu penangkapan El Chapo juga tidak lantas akan membubarkan kartel ini. Sebaliknya, ada pandangan bahwa Mayo Zambada lebih patut ditakuti karena sifatnya yang lebih sulit dilacak dan tertutup dari publik. Belum lagi apabila kita turut memepertimbangkan pengurangan intensitas perlawanan terhadap pengedar narkoba di bawah pemerintahan Lopez Obrador.14

“What’s Next For Mexico’s Sinaloa Cartel Following ‘El Chapo’s’ Guilty Verdict.” NPR.org. Accessed March 29, 2019. https://www.npr.org/2019/02/13/694463842/whats-next-for-mexicos-sinaloa-cartel-following-el-chapos-guilty-verdict. Shadbolt, Peter, Philippines raid reveals Mexican drug cartel presence in Asia, CNN, 25 February 2014 10 Soler, Marc Aguilar. “Mexico’s Defeat: Why Sinaloa Survives The Kingpin Strategy.” Universitat Ramon Llull, 2016. 11 “Los cárteles dejan la droga para traficar con órganos de niños, petróleo y hierro.” El Confidencial, March 25, 2014. https://www.elconfidencial.com/mundo/2014-03-24/los-carteles-dejan-la-droga-para-traficar-con-organos-de-ninos-petroleo-y-hierro_106032/. 12 Soler, Marc Aguilar. “Mexico’s Defeat: Why Sinaloa Survives The Kingpin Strategy.” Universitat Ramon Llull, 2016. 13 Bagley, Bruce. :The evolution of drug trafficking and organized crime in Latin America”. Sociologia, Problemas e Práticas, 71, January 2013, pp. 110. 14 “What’s Next For Mexico’s Sinaloa Cartel Following ‘El Chapo’s’ Guilty Verdict.” NPR.org. Accessed March 29, 2019. https://www.npr.org/2019/02/13/694463842/whats-next-for-mexicos-sinaloa-cartel-following-el-chapos-guilty-verdict. 8

9

AIRPORT MEI 2019


10 A I R P O R T P E D I A

America Latina

Istilah Amerika Latin meliputi wilayah Amerika Selatan, Amerika Tengah, Meksiko, dan Karibia yang berbahasa termasuk kelompok Romans, di antaranya bahasa: L SPANYO PORT U G IS PE RA

NC

IS

Negara di Amerika Tengah dan Amerika Selatan yang di antaranya yang bukan Amerika Latin adalah

Belize Guyana Suriname

Terdapat banyak organisasi regional di Amerika Latin, beberapa di antaranya adalah:

Negara-negara di kawasan ini mengalami penaklukan dan kolonialisasi oleh Spanyol, Portugis, dan (Bahasa Belanda) Perancis pada abad ke-18 dan mulai mendeklarasikan kemerdekaan sejak abad ke-19

(Bahasa Inggris)

Mercosur

Pasar bebas di Amerika Selatan dengan empat negara full member di antaranya: Argentina, Brazil, Paraguay, dan Uruguay yang dibentuk berdasarkan Traktat Asuncion 1991. Keanggotaan Venezuela pada tahun 2016 ditangguhkan.

LAIA (Latin American Integration Association)

Community of Latin American and Caribbean States (CELAC)

Organisasi regional beranggotakan 33 negara Amerika Latin dan Karibia yang baru dibentuk pada tahun 2011 lalu melalui Deklarasi Caracas

Secara demografis, penduduk Amerika Latin cukup homogen: Dua agama utama: Katolik 69% Kristen protestan 17% Etnis utama: Amerindian (Native Americans) Etnis pendatang (Eropa, Asia, dan Afrika) Etnis campuran: Mulatto: Eropa dan Afrika Mestizo: Eropa dan Native Zambo: Native dan Afrika

AIRPORT MEI 2019

6.5 %

6.7 % 4% 8.

40 %

GDP

Pasar bebas di Amerika Latin yang dibentuk berdasarkan Traktat Montevideo 1980. Organisasi ini menggantikan keberadaan LAFTA (Latin American Free Trade Association) dan beranggotakan 13 negara.

20.9 %

nationmaster.com

TOTAL: 5.61 TRILIUN DOLAR AS

Brazil: 209.3 juta

Meksiko: 129.2 juta Kolombia: 49.7 juta

Populasi Amerika Latin dan Karibia (2019): 658,305,557 (total)


OPINI

Adinda Putri Pertiwi

Opini

3 Kata Tentang Amerika Latin:

Exotic Coco Libertango

Menurutku meningkatnya sayap kanan di Amerika Selatan bisa dilihat sebagai hasil interaksi antara agen (masyarakat mayoritas Amerika Selatan) dan struktur (sistem pemerintahan Amerika Selatan). Akhir-akhir ini, masyarakat mengeluh dan khawatir karena kondisi di Amerika Selatan nggak lagi aman di bawah pemerintahan sayap kiri. Masyarakat menganggap bahwa pemerintahan sayap kiri nggak lagi bisa menjaga keamanan masyarakat. Pertanyaannya, kenapa kok sayap kanan yang dipilih? Apa karena nggak ada pilihan lagi selain sayap kanan? Bisa jadi. Tapi, kalau ditelisik lebih dalam, menurutku fenomena ini bisa dilihat dari latar belakang yang membentuk masyarakat Amerika Selatan itu sendiri, yaitu budaya politik Caudillo. Sedikit penjelasan, Caudillo adalah kultur yang berlangsung sejak masa revolusi yang berarti perjuangan seseorang untuk mempertahankan wilayahnya. Namun, pasca kemerdekaan, Caudillo diartikan sebagai sebuah kepemimpinan otoriter yang dipimpin dari kalangan militer yang kuat. Kultur ini melekat di masyarakat Amerika Selatan hingga sekarang. Jadi, ketika pemerintah sayap kiri nggak lagi bisa menjaga keamanan, masyarakat Amerika Selatan kemudian me-refer kepada situasi politik dibawah Caudillo rule. Menurutku alasan ini yang menyebabkan mengapa suara sayap kanan dapat meningkat.

Joshua Kevin Christian 3 Kata Tentang Amerika Latin:

Left Wing Protectionsim Reformation Menurut saya, kebangkitan politik sayap kanan di Amerika Latin banyak dipengaruhi oleh ketidakpuasan masyarakat di Amerika Latin terhadap praktik nilai-nilai kiri yang pada akhirnya malah menghambat pertumbuhan ekonomi dan bahkan menyebabkan krisis seperti yang terjadi di Venezuela. Selain itu, kepemimpinan diktator yang merupakan bagian dari sayap kiri dalam pemerintahan di beberapa negara Amerika Latin membuat rakyat gerah sehingga menjadi awal dari kebangkitan pemerintahan sayap kanan di Amerika Latin. Lalu, pihak sayap kiri dengan kebijakan nasionalisasi perusahaan asing yang pada awalnya bertujuan untuk proteksionisme ekonomi justru menjadi salah satu penghambat dalam pertumbuhan ekonomi di Amerika Latin. Contohnya baru-baru ini terjadi di Venezuela dimana pihak oposisi berusaha menggulingkan pemerintahan Presiden Nicolas Maduro yang berasal dari sayap kiri. Pada zaman kepemimpinan Maduro, ekonomi Venezuela justru merosot tajam dibandingkan dengan pendahulunya yakni Hugo Chavez sehingga mengakibatkan inflasi dan krisis yang terjadi pada saat ini.

AIRPORT MEI 2019

11


12 R E S E N S I B U K U

Resensi Buku

Of Love and Other Demons karya Gabriel Garcia Marquez Oleh Hanif Janitra

Apabila kita ingin serius membicarakan karya sastra Amerika Latin, setidaknya perlu sesekali untuk menyinggung nama Gabriel Garcia Marquez. Penulis kenamaan yang lahir di Aracataca, Kolombia ini tidak disangsikan lagi merupakan sosok penulis yang berkontribusi besar dalam membentuk cita rasa sastra Amerika Latin. Lewat karya seminalnya, One Hundred Year of Solitude ia memperkenalkan gaya menulis sastra yang menggugah imajinasi: Realisme Magis. Rupanya, gaya tersebut selalu lekat pada gaya menulis Gabo – panggilan akrab Gabriel Marquez – di setiap karyanya, termasuk Of Love and Other Demons. Cerita Of Love and Other Demons mengambil latar di Kolombia abad ke-18 dan berkutat pada kehidupan remaja perempuan bernama Sierva Maria. Pada mulanya dikisahkan Sierva digigit oleh seekor anjing rabies ketika berjalan-jalan di pasar. Tak lama berselang, mulai beredar pandangan bahwa ia dirasuki oleh setan karena penyakitnya itu. Untuk itu, dikirimkan Delaura, seorang pastor dari keuskupan setempat, untuk melakukan pengusiran setan. Namun Pastor Delaura akhirnya menyadari bahwa Sierva nyatanya sehat dan waras. Cerita menjadi makin intens ketika Pastor Delaura diam-diam menaruh hati kepada Sierva. Ia berusaha untuk mematahkan rumor yang telah beredar luas. Namun karena kepercayaan masyarakat pada mistisme dan kedaulatan gereja yang mengakar kuat, hal itu tentu tak mudah untuk dilakukan. Kisah Sierva dan Delaura adalah perjalanan cinta sepasang kekasih yang dalam perjalanannya melintasi bukit yang tinggi dan lembah yang landai. Novel yang cukup singkat ini cocok bagi para pembaca yang menantikan

AIRPORT MEI 2019

Judul Buku: Of Love and Other Demons Judul Asli: Del Amor y Otros Demonios Penulis: Gabriel Garcia Marquez Penerjemah: Edith Grossman (Inggris) Penerbit: Penguin Genre: Fiksi, Roman, Sejarah Tahun Terbit: 1994 Jumlah Halaman: 160 hlm. No. Edisi: ISBN 978-0-241-98039-2 perjuangan cinta sepasang kekasih melawan seluruh dunia, perjuangan akal sehat melawan kebodohan dan ketidaktahuan, serta perjuangan sub-kultur dalam rangka mencapai pengakuan yang lebih luas. Gabo dengan kemahiran menulis sekelas pemenang nobel literatur menggunakan kuas realisme magis untuk meninggalkan warna-warna yang memikat mata pembaca. Melalui gaya kepenulisan Gabo yang khas pembaca akan masuk ke dalam gerbong-gerbong kejutan untuk menyusuri perasaan-perasaan iba, geram, dan termenung atas bagaimana cinta dan ignoransi akut dapat berujung pada penderitaan yang dahsyat. Membaca Of Love and Other Demons akan membuat kita terpukau pada aura emansipatif yang disisipkan Gabo terhadap budaya-budaya yang seringkali kita anggap terbelakang tanpa terjerembab pada apologia orientalistik. Beberapa bagian dalam novel ini secara tidak langsung mengandung penghormatan tersendiri dari Gabo kepada khazanah kebudayaan Afrika yang ia gambarkan lekat dengan gairah. Novel ini juga mengangkat isu dan topik seperti perbudakan, skeptisisme religius, serta tirani mayoritas sebagai latar cerita. Sebuah pencapaian yang luar biasa mengingat Gabo mampu merangkumnya ke dalam hanya 160 halaman. Melalui Of Love and Other Demons, Gabo tak hanya berhasil menyajikan cuplikan sosio-historis masyarakat Kolombia, saya rasa ia juga berhasil menyiratkan sebuah pemaparan imajinatif atas pentingnya mengelola akal sehat dan kekuatan cinta yang abadi.


R E S E N S I F I L M 13

Resensi Film Oleh: Miranda Titania

BlacKkKlansman (2018) Sutradara: Spike Lee Produser: Jordan Peele Durasi: 135 menit Diangkat dari: Black Klansman oleh Ron Stallworth Dibintangi oleh: John David Washington, Adam Driver, Laura Harrier, Topher Grace, Ryan Eggold, Jasper Pääkkönen, dan Corey Hawkins

“Menjadi orang Amerika dan orang berkulit hitam—dua pribadi sempurna yang saling bermusuhan dalam satu tubuh, rasanya seperti hidup sebagai dua orang yang berbeda.” –Ron Stallworth. Berlatar belakang tahun ‘70-an di Amerika Serikat, “BlacKkKlansman” membawa kita kembali ke zaman dimana segregasi warna kulit dan diskriminasi terhadap ras kulit hitam masih terasa sangat kental. Diangkat dari kisah nyata, film bergenre comedy-crime ini menceritakan kisah Ron Stallworth (John David Washington), seorang polisi detektif kulit hitam pertama yang kemudian menyamar untuk bisa bergabung dan menyelidiki KKK (Ku Klux Klan), sebuah organisasi ilegal rasis yang identik dengan supremasi ras kulit putih dan anti-Yahudi. Di bawah perintah Departemen Kepolisian Colorado Springs serta dengan bantuan teman Ron yang juga seorang polisi, Flip Zimmerman (Adam Driver), keduanya kemudian menjalankan misi mereka: membongkar kejahatan KKK dan mencegah ancaman aksi terorisme yang akan dilakukan oleh organisasi tersebut.

Berawal dari menjadi seorang petugas administrasi Departemen Kepolisian Colorado Springs di Amerika Serikat, Ron merasa jenuh dengan pekerjaannya. Ia kemudian mengajukan permohonan perpindahan posisi dari yang semula sebagai seorang penyortir dan penyedia arsip menjadi seorang detektif penyamaran. Setelah disetujui, tugas pertama Ron dalam misi penyamarannya adalah menyelidiki potensi aksi anarkis di acara mahasiswa yang menghadirkan aktivis kulit hitam bernama Kwame Ture (Corey Hawkins), di mana Ron justru bertemu dengan ketua gerakan mahasiswa tersebut, Patrice (Laura Harrier). Tantangan datang ketika Ron suatu hari dengan iseng menghubungi kantor KKK setempat yang nomornya ia temukan dalam sebuah surat kabar. Dengan hujatan yang dilontarkan Ron terhadap rasnya sendiri melalui telepon, Ron mampu meyakinkan anggota KKK dengan instan bahwa ia adalah seseorang berkulit putih—sampai-sampai ia langsung diajak bergabung ke dalam organisasi KKK. Keadaan bertambah runyam ketika pimpinan organisasi KKK (Ryan Eggold) meminta Ron untuk bertemu dengan mereka secara langsung—memaksa Ron untuk terlibat semakin jauh. Ron yang berkulit hitam tidak memungkinkan untuk bertemu KKK dengan penampilannya, ia kemudian meminta Flip untuk memakai identitas Ron dan menggantikannya hadir dalam pertemuan perdana dan pertemuan-pertemuan selanjutnya dengan KKK. Grand theme film yang nampaknya sangat berat ini berhasil dikemas secara ringan oleh Spike Lee. Lee juga mampu mengeksekusi alur cerita dengan baik sehingga mudah untuk diikuti. Meskipun durasinya mencapai dua jam lebih, dark humor yang sering dilontarkan dalam dialog menjadikan film ini tak pernah terasa membosankan. “BlacKkKlansman” sukses menghadirkan kenyataan bahwa rasisme dan hal-hal semacamnya masih sering kita temukan di era modern melalui konteks yang berbeda, seperti agama, golongan, atau suku. Film ini mengajak kita untuk sadar secara mandiri bahwa kita bisa berempati tanpa harus memihak. Tak berusaha menghakimi, melainkan hanya memberi perspektif menggunakan garis batas rasialisme. Memang terdapat atmosfer amarah dalam film ini, tetapi ia tak mengajak untuk membenci. Masih tergolong baru dan fresh, “BlacKkKlansman” menjadi salah satu film yang patut untuk ditonton!

AIRPORT MEI 2019


14 A I R P O R T C O M I C

AIRPORT MEI 2019


S E N I T U L I S 15

Pukul 4 Sore karya Jovia Aura Anindya Tak ada yang lebih buruk, Dari yang meminta masa lalu terulang. Pejuang tak pernah minta pulang, itu kata ibuku. Semenjak aku merantau, sekalipun tak kuijinkan mulutku menghela dan menyatakan, “balik saja perahu ini, sekali tenggelam, tamat sudah jalan”. -Hingga saat aku bertemu mata, yang menjual jeda di pinggir pasar. Suaranya tidak senyaring ibu penjual ikan, tapi matanya menjanjikan keramaian meski dalam sepi sekalipun. Aku mendekat, ia pun tersenyum. Oh tidak, aku membeli matanya, ia memberi senyum sebagai kembalian. “terimakasih” kataku terbata, dan ia mengayunkan jabat tangan. Mata ku beli, senyum sebagai kembali, dan jabat tangan sebagai ucapan “mari bertemu lagi” -Semenjak temu yang tak sengaja, Aku semakin sering menjamu temu dalam mata, Aku semakin sering memimpikan masa depan, melayang tanpa beban

Hidup ini ringan, sebab bila terasa berat, aku bisa memintanya tersenyum, Dan hidup masih tetap terasa berat, tapi paling tidak senyumnya bisa kudekap dengan lengan. Dan aku tak lagi merasa pengecut jika harus meminta pulang, Sebab pulang hanya berarti pelukan, dan bisa kudapatkan tanpa harus bertemu ibuku. Tak usah malu, pulangku hanya tentang kamu. Tak melibatkan siapapun lagi. Tak butuh. -Hingga akhirnya kutemukan kamu, sedang menjajakan hati di pinggir pasar. Tepat setahun yang lalu, aku membeli mata milikmu, tepat di tempat itu. Suara ibu penjual ikan masih nyaring, suaramu masih lirih. Mata yang biasa kujadikan tempat meluruh temu, Ikut diobral tanpa sekalipun meminta izin padaku, yang membelinya dengan terbata, dengan malu malu. Sebab kamu, jatuh cinta pertamaku. Mata kami beradu, dan ia tersenyum. Senyum yang ia berikan sebagai

kembalian, setahun yang lalu. Persetan dengan mereka yang mengatakan waktu tak kan pernah berhenti, Di titik ini aku merasa detik tak berjalan. Persetan! Aku tersadar. Aku membeli matanya, Aku mendapat senyumnya, Bahkan aku dapat menjabat tangannya, Tapi tidak pernah memiliki hatinya. -Ibu, aku ingin pulang. Ke dekap mu. Aku ingin menangis, dan mengatakan “pejuang pulang, sebab hati ditawan, tapi tak diberi kepastian” -Waktu dapat diulang, Meski memori tidak. Dan mulai saat itu, Jika aku merindukannya, Aku berlari dan memeluk jam dinding. Sebab ia dapat mengulang waktu saat aku jatuh cinta, tepat pukul 4 sore. ia dapat mengulang waktu Meski tidak mengulang temu.

Seni Tulis

Kirana dan Belantara Dunia karya Maulidita Kirana satu hari di bulan ketiga,

ada yang terlahir kembali bersama iringan doa dan abipraya langit menyambutnya dengan sederhana—tak ada hujan yang datang tanpa aba pun Arutala menyapa dengan pendar cahaya yang kentara doa ibunya sederhana saja, semoga isak dan apapun yang mengusiknya tak pernah terulang esok maupun kelak pun alembana yang menyelimutinya tak membuatnya mengambara, ucapnya disetiap perjumpaan dengan Yang Maha Kuasa tiap pukul tiga dini hari, tapi nona acap kali lupa bahwa doa yang menyelamatkan nona dari hiruk pikuk dunia

seorang buya yang terlampau bahagia merapalkan mantra yang hampir sama, semoga bukan karena Adikara senangnya sirna, kelak, biarpun terjadi, masihlah tersisa satu lagi Baskara yang menunggunya di akhir perjumpaan yang sesak oleh isak dunia yang akan dipijak nona adalah kumpulan belantara yang berbahaya maka satu pesan buya untuk nona; tumbuhlah, dan terus tumbuh dengan akal dan laku sebaik-baiknya lihat nona, betapa bahagia menemani nona pada perjumpaan paling awal nona dengan dunia

begitu banyak perayaan kasih yang merekah atas kabar baik yang dibawa oleh langit, nona mungkin tak tahu menahu perihal syukur yang bersua dengan doa doa masih sudikah nona bertanya kemana langit silih berganti membawa pergi manusia berhati baik di sekitar nona? atau menyakiti diri lagi karena kerap kali sepi hadir sesaat lebih lama sebelum akhirnya rekah singgah? dua belas bulan tiga dan satu lagi nona yang terlahir di dunia selamat bertualang dan senang.

AIRPORT MEI 2019


16 R E F L E K S I

REFLEKSI

Oleh: Adhiesna Kusuma A. Narasumber: Mukti Tama Pridiantara

Semester genap 2018/2019 sudah akan berakhir, KOMAHI dengan kepengurusan baru telah hampir berusia 6 bulan dalam menjalankan tugasnya. Banyak dinamika yang telah dan sedang dilewati baik oleh pengurus Korps Mahasiswa Hubungan Internasional 2018-2019 atau bersama-sama dengan sahabat KOMAHI semua. Banyak sekali pekerjaan yang telah berjalan dengan baik maupun memiliki kekurangan-kekurangan yang membutuhkan banyak kritikan. Karenanya, diperlukan berbagai kritik untuk KOMAHI yang lebih baik.

“Selama ini kan, kita selalu memandang bahwa KOMAHI itu pasti memiliki dua dilema. Yaitu antara profesionalitas atau kekeluargaan. Di KOMAHI menurutku kita masih sulit untuk mendapatkan keduanya. Jangankan profesionalitas, kekeluargaan pun kita tidak punya. Menurutku, dua hal tersebut dengan menggunakan logika organisasi itu sebenarnya saling berjalan beriringan. Ketika kamu menganggap organisasimu sebagai keluarga, maka kamu akan berusaha se-profesional mungkin agar tidak mengecewakan anggota keluargamu. Ketika kamu profesional, maka akan kamu pastikan bahwa rekan-rekan kerjamu ini senang bekerja denganmu sehingga kamu akan bisa bekerja terus dengan baik. Menurutku, apa yang dipandang KOMAHI sebagai kekeluargaan itu lebih seperti upaya-upaya pasifikasi terhadap evaluasi-evaluasi yang padahal bisa membawa KOMAHI untuk menjadi lebih baik. Contoh dari kurangnya profesionalisme dan kekeluargaan di KOMAHI juga bisa dilihat dari rendahnya partisipasi teman-teman KOMAHI terhadap kegiatan-kegiatan yang dibuat oleh pengurus KOMAHI. Di kalangan pengurus KOMAHI pun, kebanyakan dari mereka hanya bersedia berpartisipasi ke dalam kegiatan-kegiatan yang ada dalam Departemen atau BSO masing-masing saja. Padahal, inti dari kehadiran mereka bukan sebagai pengurus departemen tetapi pengurus KOMAHI yang bekerja demi kemaslahatan masyarakat KOMAHI. Ini menjadi PR besar bagi kita semua, bukan hanya Pengurus Inti Harian, tetapi juga segenap anggota KOMAHI termasuk MPM untuk merumuskan cara-cara yang ampuh dalam rangka menanggulangi permasalahan ini. Bagaimanapun, setiap tahun kepengurusan pasti memiliki sesuatu untuk dikritik dan memiliki sesuatu untuk diapresiasi. Aku menemukan banyak sekali inovasi-inovasi baru yang dibuat oleh pengurus KOMAHI. Seperti Alumni

AIRPORT MEI 2019

Sharing yang didalamnya ada substansi kapabilitas pribadi, diskusi-diskusi yang bekerja sama dengan organisasi lain, acara olahraga yang bekerja sama dengan Himpunan Mahasiswa HI lain, dan pasti kedepannya akan lebih banyak inovasi lagi. Menurutku ini adalah hal yang patut kita syukuri dan apresiasi bersama-sama karena akhirnya KOMAHI menjadi semakin dekat sebagai organisasi tempat orang-orang mengembangkan dirinya. Selain itu, hal lain yang aku ingin apresiasi adalah KOMAHI mulai semakin aktif di KM Fisipol dan sudah mulai tanggap dalam merespon isu-isu yang ada di KM Fisipol. Di sini aku sudah melihat adanya suatu tren baru bahwa sebagian teman-teman KOMAHI mulai tidak hanya melihat identitas dirinya sebagai anggota KOMAHI saja. Namun juga sebagai bagian dari Keluarga Mahasiswa Fisipol. Mulai dari sekarang, mari kita pandang Komahi sebagai bagian dari ‘mata kuliah’ yang ditawarkan oleh DIHI meskipun tidak dituliskan di Palawa. Indeks Prestasi Kumulatif kita yang sebenarnya adalah 100 dengan angka 4 kita dapatkan dari akademik dan angka 96 kita peroleh melalui KOMAHI. Kejar nilai sempurna di KOMAHI dengan cara menggunakan sisa waktu 6 bulan ini sebagai ajang untuk memperbaiki diri sebagai anggota KOMAHI dan juga memperbaiki KOMAHI itu sendiri. Yuk, mulai dari sekarang kita ramaikan dan bantu kegiatan-kegiatan yang dibuat oleh seluruh komponen KOMAHI. Kita hendaknya jangan hanya peduli pada Departemen atau BSO kita atau bahkan hanya peduli pada proker kita. Kemudian, ide-ide liar teman-teman mengenai KOMAHI yang lebih baik sangat-sangat aku nantikan untuk teman-teman artikulasikan. Bawa ide-ide itu ke forum-forum yang ada di KOMAHI dan ‘benturkan’ dengan ide-ide liar yang lain. Sehingga nantinya, akan terbentuk ide-ide baru yang mampu melesatkan KOMAHI jauh ke depan.”


S E P U T A R K A M P U S 17

Seputar Kampus

Toyagama: Bentuk Inklusivitas Air Oleh Dhiah Rizka Raihani

Banyak dari kita yang masih belum benar-benar menghargai kemudahan akses air di sekitar kita, entah itu dengan mengonsumsi air kurang dari jumlah yang direkomendasikan, atau dengan sekadar membuang-buang air yang tersedia. Sehingga dapat dikatakan bahwa keberadaan fasilitas isi ulang air merupakan sesuatu yang tidak pernah kita pikir kita perlukan. Fasilitas Toyagama yang dapat diakses oleh siapa pun ini sebenarnya memiliki dua kegunaan, dengan adanya keran untuk isi ulang air serta pancuran untuk minum langsung. Namun, antrean panjang untuk mengisi air lebih sering terlihat daripada antrean untuk meminum air langsung dari pancuran. Hal ini dikarenakan tidak berfungsinya pancuran dengan baik sehingga tidak ada orang yang benar-benar memanfaatkannya. Kecepatan air yang keluar dari keran dapat dikatakan sangat lambat sehingga dapat dibayangkan seberapa rendah pancuran air yang keluar dari pancuran tersebut. Selain itu, masalah ini juga menjadi penyebab lama dan panjangnya antrean yang ada. Karena itu, tidak jarang saya dengar beberapa orang yang lebih memilih untuk membeli air dalam kemasan daripada harus mengantre lama hanya untuk minum. Namun, dengan beberapa kekurangan yang ada, tidak dapat dipungkiri bahwa Toyagama sangat bermanfaat dalam banyak aspek kehidupan. Jika Toyagama tidak pernah ada, bayangkan seberapa sering kita harus membeli air dalam kemasan karena tap water yang ada tidak dapat dikonsumsi. Bahkan, ke tingkat yang lebih jauh, dengan seringnya pembelian air dalam kemasan, tidak hanya kita akan lebih boros, tetapi kita juga secara langsung akan melanggengkan penggunaan single-use plastic yang pasti berdampak buruk pada lingkungan. Sebagai salah satu penggemar Toyagama, saya merasa sangat terbantu dalam memenuhi kebutuhan air pribadi sehari-hari, khususnya ketika harus berada di kampus seharian penuh.

“Oleh karena itu, saya mendorong pengadaan fasilitas ini dalam skala yang lebih luas dengan penambahan unit Toyagama di setiap fakultas dan sekolah, atau bahkan tempat umum lain sekitar UGM, agar kebutuhan dasar manusia dalam hal ini, yaitu air bersih, menjadi benar-benar inklusif.�

Sumber: Instagram @ďŹ sipolugm

AIRPORT MEI 2019


18 P O J O K S E K R E

2019 AIRING

ACARA ACARA KOMAHI KOMAHI

KOMAHI BEST STAFF DPSDM

Christophorus Ariobumi P

DEPOR

Alfredo Putrawidjoyo

DASS

Sekar Laksmicitta C.

INKA

2018 KESENIAN MALAM

Herman Jaknanihan

INKOM

Adwin Anandhia H.

TDKV

Dara Laras S.

HI-CINE Fransiskus Gabriel

BEBIHI

Almira Haryani P.

SOSMAS

Archandra V. Sugama

AIRPORT MEI 2019


T T S 19

EKI

TEKA

SILANG

AIRPORT MEI 2019


Tahun ini, Yogyakarta Youth Strategic Forum hadir kembali dengan tema "Membangun Citra dan Kapabilitas Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia". Melalui 3 panel yang tersedia ; Ekonomi, Lingkungan, Keamanan dan Hankam, teman-teman penggiat maritim dapat memberikan kontribusinya terhadap perkembangan situasi maritim Indonesia

With the grand theme of perspective, this year’s event will celebrate the beauty of the different perceptions that are present in society. Hereby we attach this year’s logo, representing said beauty. Interested? Clear your schedule to attend HIATUS 2019 as one of the most interesting art events in Jogja. See you soon, folks!

AIRPORT MEI 2019


EVENTS Memasuki tahun ke-tujuh pelaksanaannya, International Relations English Competition kembali dengan tema “Harmonizing Humanity To Work Alongside Industrial Revolution 4.0�. Dengan 3 cabang lomba; Speech, Debate, dan Story Telling, peserta diharapkan dapat menghasilkan ide-ide revolusioner melalui media yang ada.

AIRPORT MEI 2019



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.