AIRPORT MEI 2018: Unfolding the Middle East

Page 1

MEMIJAK BUMI MENATAP DUNIA

MEI 2018

Unfolding

the Middle East



DAFTAR ISI

Daftar Isi 3 4-5 6-7 8 9 10-11 12 13 14-15 16 17 18-19

AIRPORTPEDIA

Timur Tengah: Figur & Fakta Oleh: M. Fikry Ghibran

FOKUS 1

Gerakan Protes di Iran 2017-2018 Oleh: Ayyasy Fatiulhaq & Lucke Haryo

FOKUS 2

Warisan Kekaisaran Utsmani dalan PLN Turki Oleh: M. Irsyad Abrar & Rahina

REFLEKSI

Janitra Haryanto

Oleh: Ignatius Abiseka Puruseto

NEWSFLASH

Serangan AS, Inggris dan Perancis ke Suriah Oleh: Andaru & Purwa

INSIDE

Perempuan, Setir Mobil, & Agenda Kesetaraan Gender Oleh: Ken Ayu G.S. & Rahma K.

SENI TULIS

POJOK SEKRE

REVIEW BUKU DAN FILM

AIRPORTCOMIC

INKALEIDOSCOPE

OPINI & SEPUTAR KAMPUS AIRPORT • MEI 2018

1


EDITORIAL

Editorial Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, redaksi dapat menerbitkan majalah Airport Edisi Mei 2018. Redaksi juga mengucapkan terima kasih atas semua pihak yang telah ikut membantu dan berkontribusi langsung dalam proses penerbitan majalah Airport edisi ini. Seringkali dalam membahas Timur Tengah berikut konfliknya, kita memberi perhatian khusus terhadap negara besar yang terlibat dibaliknya; lebih sering kita kenal sebagai proxy war serta bagaimana konflik di negara tersebut berimplikasi ke negara lain. Di sisi lain, kita juga kerap memandang secara banal kelompok-kelompok seperti Hamas, FSA, Hezbollah, dan lain-lain sebagai kelompok radikal, ekstremis, dan cap-cap populer lainnya. Ada aspek yang kurang mendapat perhatian: aspek sosio-kultural masyarakat di tengah konflik. Bagaimana pengalaman-pengalaman historis membentuk persepsi mereka atas masalah, membentuk identitas dan solidaritas kolektif di antara mereka--seringkali luput dari perhatian. Padahal, aspek inilah yang membedakan masyarakat Timur Tengah dengan wilayah lainnya. Melalui pemaparan singkat dari latar belakang tema kami, Airport Mei 2018 ini akan mengenalkan wajah dan cara pandang baru dalam melihat timur tengah dari perspektif masyarakat dan budayanya. Dalam ranah keamanan politik keamanan khususnya, Airport hendak mengupas mengenai gerakan sosial masyarakat Timur Tengah. Karenanya, tema besar Airport edisi ini adalah “Unfolding the Middle East: Forces of the People.” Di rubrik Fokus I, akan diulas gerakan protes terbesar keempat yang terjadi akhir tahun lalu di Iran yang menitikberatkan kekuatan gerakan masyarakat; berangkat dari perlawanan masyarakat dari segala lapisan terhadap rezim. Lalu di Fokus II dibahas pengaruh historis kejayaan kerajaan Ottoman dalam pembuatan kebijakan Turki di zaman modern. Selain itu, akan dipaparkan pula secara singkat terkait kondisi terbaru dari konflik di Suriah. Selebihnya, kami persilakan pembaca untuk mengulik lebih jauh di dalam rubrik-rubrik yang telah disediakan. Kami berharap melalui edisi Airport kali ini, tidak hanya pembaca yang budiman dapat memperluas wawasan; tapi juga memanusiakan masyarakat Timur Tengah yang perannya cenderung direduksi dalam dinamika konflik Timur Tengah. Akhir kata, kami ucapkan: selamat membaca, selamat menjadi manusia, dan selamat memanusiakan!

MUHAMMAD RADITYA GUMELAR, NATHANIA VIVIAN H., KAYLA ADISA, PIMPINAN REDAKSI; MELINDA GULARSO, LAYOUTER; AYYASY FAITULHAQ, LUCKE HARYO S. P., MUHAMMAD IRSYAD ABRAR, RAHINA DYAH ADANI, ANDARU ZAKARIA, PURWADITYA YUWANA, KEN AYU GALUH S., RAHMA KANJANA, ELIVIA I’ANATI, CHUMAIRA, M. GHIBRAN, KAYLA ADISA, DZIKRI RAMANDA, LID ANGGIA, SENTUL DASS HI UGM, TIM REDAKSI; DR. DIAH KUSUMANINGRUM, PENANGGUNG JAWAB; HEIDIRA WITRI H., PEMIMPIN UMUM.

2

AIRPORT • MEI 2018


AIRPORTPEDIA

Timur Tengah

SEJARAH

Figur & Fakta

Oleh: M. Fikry Ghibran

4000 – 3000 SM

330

Penduduk di wilayah ini menemuka metode-metode pertanian sehingga mendirikan beberapa bentuk peradaban awal seperti Sumeria.

Terdirinya Kekaisaran Romawi Timur atau Bizantium yang ibu kota nya didirikan di Constantinople.

300 SM

1939-1945

Kekalahan di Perang Dunia I menyebabkan pecahnya Kesultanan Utsmaniyah menjadi beberapa wilayah.

Sebagian besar negara lain memenangkan kemerdekaan mereka selama atau segera setelah berakhirnya Perang Dunia II

1299

Aleksander Agung menyerbu wilayah ini dengan pasukan orang Makedonia dan Yunani.

DEMOGRAFI

1914-1918

Kesultanan Utsmaniyah menjatuhkan Kekaisaran Romawi Timur sehingga mengambil alih kekuasan di Timur Tengah.

1932

Terdirinya dua negara Arab yaitu Saudi Arabia dan Iran.

STATISTIK Kawasan Timur Tengah memiliki total populasi lebih dari 250 juta jiwa. : 10 juta jiwa

74

50

75

77 78 79 80 81

87

89

92 93

97

100

QATAR YAMAN

IRAN

IRAK

KUWAIT

OMAN

UNI EMIRAT ARAB

QATAR

ARAB SAUDI

Tingkat Literasi Dewasa (%) di kawasan Timur Tengah

ISRAEL

PALESTINA

SURIAH LEBANON BAHRAIN

0-10

YAMAN

Lima bahasa utama: Farsi, Arab, Kurdi, Turki, dan Berber.

21-30 OMAN, SURIAH, JORDAN

11-20 21-30

Slaw!

‫ابحرم‬

Manzakine!

31-40

Tiga agama utama: Islam, Yahudi, Kristen

IRAN, KUWAIT, BAHRAIN, LEBANON >40

Merhaba! ‫مالس‬

Tingkat Pengguna Internet (per 10 orang) di Kawasan Timur Tengah

ARAB SAUDI, ISRAEL

QATAR, UNI EMIRAT ARAB

PERUBAHAN SOSIAL

BUDAYA

Semakin banyak orang yang tertarik ke kota-kota, di mana sekitar separuh penduduk wilayah itu sekarang tinggal.

10% dari total populasi Timur Tengah masih mengikuti kehidupan nomaden.

Tiga kelompok etnis utama

Arab Turki Iran

Akses terhadap informasi, meskipun relatif kecil dibandingkan dengan region lain, telah meningkat dalam dekade terakhir.

Ketersediaan media telah menjadi sarana penting untuk mengorganisir aktivitas politik massal.

Tingkat literasi perempuan saat ini telah mendekati tingkat literasi laki-laki.

Peradaban awal di Timur Tengah berpusat di bidang pertanian dan sebagian besar masyarakat masih mencari nafkah sebagai petani menetap. Kesetiaan suku tetap menjadi elemen penting dalam jaringan politik.

AIRPORT • MEI 2018

3


FOKUS

Gerakan Protes di Iran 2017-2018 Koalisi antara kelas menengah urban dan kelas bawah belum terjalin sebagai prasyarat dari terciptanya trasformasi sosial. Pada akhirnya, gerakan-gerakan yang muncul akan ditemui oleh represi dari pemerintah tanpa adanya perlawanan yang signifikan. Oleh: Ayyasy Fatiulhaq & Lucke Haryo S.P

4

AIRPORT • MEI 2018


FOKUS

Momentum Perubahan? Kilasan Singkat Protes 2017 - 2018 Menjelang berakhirnya tahun 2017 tepatnya pada tanggal 28 Desember lalu, protes muncul di Mashhad, kota terbesar kedua di Iran. Dari kota di penjuru Timur Laut Iran, protes tersebut lantas menyebar ke 50 kota-kota lain di Iran termasuk di ibukota Tehran. Massa pemrotes utamanya terdiri dari kalangan kelas bawah yang terdampak oleh buruknya kondisi perekonomian Iran. Mereka menuntut adanya perbaikan dalam aspek kehidupan ekonomi, terutama dengan naiknya harga barang-barang kebutuhan dasar serta tingkat pengangguran yang tinggi. Selain itu, pemrotes juga mempertanyakan besaran pengeluaran Iran yang digunakan untuk membiayai berbagai konflik di berbagai negara. Tuntutan politik lain lantas muncul seiring merebaknya protes, dengan beberapa menyerukan turunnya Ayatollah Ali Khamenei, pemimpin tertinggi Iran. Gelombang protes akhirnya surut pada tanggal 7 Januari 2018, menyusul serangkaian tindakan pengamanan dari rezim yang berkuasa. Sebagai suatu aksi politik, protes menempati suatu posisi definitif yang penting dalam sejarah sosial politik di Iran. Protes Desember ini merupakan protes besar keempat pasca tahun 1979, setelah Protes 18 Tir pada tahun 1999, Revolusi Hijau pada tahun 2009, serta protes Musim Semi Arab di tahun 2011-2012 yang juga berdampak di Iran. Akar Permasalahan Protes 2017 - 2018 Salah satu akar masalah dari protes ini adalah kegagalan nuclear deal dengan Amerika Serikat dalam membawa dampak perekonomian yang dijanjikan. Hal ini dapat kita lihat dari pembentuk massa pemrotes itu sendiri. Jika kita melihat beberapa protes di Iran sebelumnya, protes di tahun 90-an dimotori oleh kelas bawah yang mempermasalahkan kelayakan tempat tinggal dan fasilitas urban seperti sekolah rumah sakit dan sanitasi. Di sisi lain, protes dalam Revolusi Hijau digerakkan oleh kelas menengah-atas yang menginginkan kebebasan politik lebih lewat demokrasi. Dalam protes ini, massa yang menggerakkan bukanlah kelas bawah yang tidak memiliki akses terhadap informasi, melainkan kelas menengah-bawah yang merupakan lulusan universitas namun tidak memiliki pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya (underemployed), atau bahkan tidak memiliki pekerjaan sama sekali. Pada tahun 2015-2016 sekitar 4.3 juta orang di Iran sedang menempuh pendidikan tinggi, 5% dari total populasi Iran dan 7.4% dari populasi orang dewasa di Iran. Permasalahan utama yakni perekonomian Iran tidak mampu untuk menyerap lulusan universitas yang memadai setiap tahunnya, sehingga yang terjadi adalah sekitar 40% dari pengangguran di Iran merupakan lulusan Universitas, meroket dari tahun 2001 yang hanya mencapai 10%. Munculah ketidakpuasan kelas menengah-bawah yang memiliki gelar universitas maupun yang sedang menempuh

pendidikan tinggi, terhadap pemerintah Iran dan kebijakan ekonominya. Ketidakpastian masa depan ekonomi juga sulitnya proses mobilitas sosial menyebabkan kelas menengah bawah berada dalam limbo: mereka punya informasi terkait segala hal yang bisa dicapai di dunia, mereka aktif di media sosial dan menginginkan kehidupan kelas menengah modern dan mereka merasa memiliki kemampuan untuk mencapainya. Namun di sisi lain, mereka tidak mempunyai kesempatan untuk mencapainya. Dapatkah Protes Membawa Perubahan? Seperti gejolak protes sebelumnya yang terjadi pasca revolusi Iran, gerakan ini masih belum dapat membawa transformasi sosial-politik yang substansial dalam masyarakat Iran. Pasalnya, koalisi antara kelas menengah urban dan kelas bawah belum terjalin sebagai prasyarat dari terciptanya trasformasi sosial. Pada akhirnya, gerakan-gerakan yang muncul akan ditemui oleh represi dari pemerintah tanpa adanya perlawanan yang signifikan. Kegagalan koalisi ini dapat dilihat dari sisi kelas menengah yang sebenarnya diuntungkan oleh liberalisasi ekonomi Iran yang dilakukan oleh Rouhani; juga kelas bawah yang melihat bahwa gejolak tersebut dapat memberikan ancaman terhadap stabilitas politik, dan munculnya kemungkinan Iran mengikuti jejak Suriah. Dari segi politik, perubahan juga akan sukar terjadi mengingat tatanan politik Iran saat ini yang merupakan suatu tatanan yang memiliki kecenderungan preservasi dari status-quo. Meskipun dalam sistem politik Iran terdapat elemen-elemen demokrasi prosedural seperti pemilihan umum dan pembagian kekuasaan, kekuasaan tertinggi dalam sistem tersebut secara tidak langsung dipegang oleh Ayatollah Ali Khamenei sebagai Pimpinan Tertingi di Iran. Sebagai contoh, Khamenei sebagai Pimpinan Tertinggi dapat melarang seseorang untuk maju dalam pemilihan umum, dan dapat memveto rancangan undang-undang yang diajukan oleh lembaga legislatif Iran. Pemimpin Tertinggi juga memiliki kendali atas Garda Revolusioner Iran, yang kerap digunakan untuk membungkam gerakan protes terhadap pemerintah.

Referensi

“Five things you need to know about protests in Iran”. www.aljazeera.com. Diakses tanggal 2018-05-25. (https://www.aljazeera.com/news/2017/12/protests-iran-171231083620343.html) “Protests, 2018 budget and public discourse in Iran”. www.aljazeera.com. Diakses tanggal 2018-05-25. (https://www.aljazeera.com/blogs/middleeast/2018/01/protests-2018-budget-public-discourse-iran-180130173440848.html) Dehghan, Saeed Kamali; Graham-Harrison, Emma (2017-12-31). “Iranians chant ‘death to dictator’ in biggest unrest since crushing of protests in 2009”. the Guardian (dalam bahasa Inggris) (https://www.theguardian.com/world/2017/ dec/30/iran-protests-trump-tweets). Diakses tanggal 2018-05-25. Eltagouri, Marwa (2018-01-03). “Tens of thousands of people have protested in Iran. Here’s why”. Washington Post (dalam bahasa Inggris). ISSN 0190-8286. Diakses tanggal 2018-05-25. (https://www.washingtonpost.com/news/worldviews/ wp/2018/01/03/tens-of-thousands-of-people-protested-in-iran-this-week-hereswhy/?noredirect=on&utm_term=.e83998d92056)

AIRPORT • MEI 2018

5


FOKUS bilitas dalam negeri dari ancaman. Pembatasan aktivitas di kawasan ini merupakan bentuk dari Turki yang berhati-hati dalam bertindak, disebabkan oleh pengalaman kesalahan kalkulasi dan pengorbanan besar Utsmani dalam PD I.3 Selain itu, fokus Turki ke dalam negeri juga disebabkan oleh masalah Kurdi, di mana kebijakan asimilasi Kemalist mendapatkan perlawanan dari masyarakat Kurdi.4

Warisan Kekaisaran Utsmani dalam Politik Luar Negeri Turki Oleh: Muhammad Irsyad Abrar & Rahina Kekalahan yang diikuti pembubaran Kekaisaran Utsmani setelah Perang Dunia Pertama menciptakan perubahan mendalam terhadap sistem domestik dan politik luar negeri Turki, penerusnya. Setelah perang, terdapat usaha untuk menghilangkan hubungan Turki modern dengan Utsmani, yang dianggap Mustafa Kemal dan pengikutnya sebagai simbol kelemahan dan keterbelakangan. Sebuah transformasi menyeluruh yang bermula dari elit ke masyarakat (top down) mengubah Turki secara keseluruhan. Identitas negara ini berubah dari sebuah negara multikultural menjadi negara bagi bangsa Turki dan etnis yang memiliki relasi dengannya. Dalam prosesnya mengekslusikan dan mengalienasi etnis Kurdi yang ada di wilayah tenggara negara ini. Asosiasi dengan Islam dan Arab (Timur) dianggap sebagai keterbelakangan sehingga orientasi nilai diberikan pada sekularisme dan Eropa (Barat).1 Perubahan identitas dan orientasi yang ada turut memengaruhi politik luar negeri Turki pasca PD I hingga akhir 1970-an. Selama periode ini, prinsip-prinsip Mustafa Kemal, Bapak Turki Modern, menjadi panduan kebijakan luar negeri Turki. Di bawah kepemimpinan para Kemalist, Turki memfokuskan hubungan luar negerinya dengan negara-negara Barat dan Amerika Serikat. Ketika dihadapkan dengan situasi Perang Dingin dan ancaman Uni Soviet dari Kaukasus, Turki bergabung ke dalam North Atlantic

Treaty Organization untuk menjamin keamanannya. Dalam prosesnya, Turki mengarahkan dirinya sendiri untuk mengikuti kebijakan luar negeri Amerika dalam berhubungan dan menanggapi berbagai isu, termasuk yang ada di Timur Tengah.2 Di luar hal tersebut serta keinginan bergabung ke dalam Uni Eropa, Turki di bawah Kemalist berusaha memfokuskan diri ke dalam negeri. Terdapat pembatasan sendiri (self restriction) terhadap kebijakan luar negeri yang independen dari Barat ketika dihadapkan pada berbagai isu atau krisis. Kekuatan nasional difokuskan untuk menjaga perdamaian serta sta-

Penerimaan terhadap Warisan Utsmani Politik luar negeri Turki yang low profile mulai mengalami perubahan pada 1990-an, ketika partai yang lebih terbuka dengan Islam dan warisan Utsmani memasuki pemerintahan. Perubahan yang ada tidak terjadi seketika, sebagai konsekuensi dari liberalisasi politik dan ekonomi yang berjalan sejak 1970-an. Secara bertahap muncul kelompok sosial politik baru pro-Islam yang berhasil memasuki pemerintahan dan militer dan mempengaruhi persepsi institusi pemerintahan. Kemudian dalam aspek ekonomi, kelompok bisnis pro-Islam berhasil membangun basis ekonomi yang kuat dan independen yang terus melemahkan monopoli negara dan perusahaan besar. Basis ekonomi yang telah dibentuk dimanfaatkan kelompok Islamis untuk mendirikan media massa dan institusi pendidikan yang dijadikan alat menyebarkan ide mereka dan membentuk elit baru.5 Perubahan yang ada dalam sistem domestik Turki memungkinkan Presiden Turgut Ӧzal (1989-1993) dan

SEKILAS INFO Bendera Turki modern diadopsi dari bendera yang serupa dengan bendera pada masa Kekaisaran Utsmani.

Bendera Kekaisaran Utsmani

Bendera Turki

1844

Bendera diadopsi sebagai bendera Kekaisaran Utsmani.

1936

Bendera diadopsi sebagai bendera nasional Turki, dengan pengubahan pada simbol bulan sabit dan bintang.

M. Hakan Yavuz, “Turkish Identity and Foreign Policy in Flux: The Rise of Neo-Ottomanism,” Critique: Critical Middle Eastern Studies 7, no. 12 (1998), 25. Ömer Taspinar, “Turkey’s Middle East Policies: Between Neo-Ottomanism and Kemalism,” Carnegie Papers, no. 10, (Washington DC, 2008), 7. Mustafa Aydin, “Turkish Foreign Policy: Framework and Analysis,” SAM Papers, no. 1, (Ankara, 2004), 39. 4 Taspinar, “Turkey’s Middle East Policies,” 6. 5 Yavuz, “Turkish Identity and Foreign Policy in Flux,” 29-32. 1 2 3

6

AIRPORT • MEI 2018

Sum htt com/6 ottomandid-no


mber gambar: tps://sofrep. 66535/hello-empire-weot-miss-you/

FOKUS

Perdana Menteri Necmettin Erbakan (1996-1997) untuk berkuasa, meski dalam waktu yang singkat. Keduanya memiliki pandangan yang berbeda dengan Kemalist mengenai peran dan status serta politik luar negeri negara ini. Secara singkat, pemikiran keduanya melihat bahwa Turki sebagai penerus Utsmani harus meraih posisi dan status yang dahulu dimiliki pendahulunya. Neo-Ottomanism yang dipromosikan oleh penentang Kemalist bukan merupakan sebuah proyek imperialisme dan ekspansionisme Turki untuk “merestorasi” Kekaisaran Utsmani6, melainkan dalam hal ini, Ӧzal dan Erbakan melihat bahwa Turki harus menjadi pemimpin bagi dunia muslim dan negara-negara dengan etnis Turkic.7 Politik luar negeri Turki yang didominasi ide Neo-Ottomanism baru terdapat pada masa kepemimpinan Recep Tayyip Erdogan, baik semasa menjadi perdana menteri maupun kini sebagai presiden. Hal ini dimungkinkan oleh kemenangan AKP secara berturut-turut dalam pemilihan umum dan kemampuannya untuk bertahan dari percobaan kudeta pada Juli 2015 silam. Melanjutkan kebijakan dua pendahulunya, Erdogan dan AKP yang dipimpinnya mengarahkan Turki untuk meningkatkan hubungannya dengan negara Timur Tengah dan dunia Timur secara keseluruhan se-

bagai usaha menyeimbangkan hubungan yang selama ini di bawah Kemalist terlalu fokus pada Amerika dan Eropa.8 Maka, Turki dalam satu dasawarsa terakhir meningkatkan keterlibatannya dalam berbagai isu, khususnya di Timur Tengah. Proyeksi Kekuatan ke Timur Tengah Peningkatan aktivitas di Timur Tengah diperlihatkan Turki, antara lain, dalam dua kasus. Pertama, keterlibatan dalam perang saudara yang terjadi di Suriah sejak tahun 2011. Selama konflik, Turki membatasi diri pada pemberian dukungan terhadap oposisi pemerintahan Bashar al Assad. Dalam beberapa waktu terakhir, Turki meningkatkannya menjadi invasi ke Suriah bagian utara yang dikuasai Kurdi, di mana kelompok ini relatif netral dalam konflik yang ada. Serangan ke utara Suriah di satu sisi memperlihatkan pengaruh Kemalist yang melihat kontrol etnis ini di wilayah tersebut sebagai ancaman. Di sisi lain hal ini memperlihatkan sebagian sisi Neo-Ottomanism di mana Turki berusaha memperlihatkan pengaruh dan kepemimpinannya dengan membantu oposisi yang semakin terdesak oleh pemerintah. Kasus kedua adalah pemberian dukungan terhadap Qatar yang di-

isolasi oleh Arab Saudi dan mayoritas negara Liga Arab. Ketika negara ini diisolasi oleh Saudi dan negara-negara Arab lainnya, Turki bersama dengan Iran hadir sebagai pendukung Qatar. Sebagai konsekuensi dari isolasi, Qatar yang mengalami masalah suplai makanan dan air dibantu oleh Turki dengan mengirimkan suplai secara berkala. Kemudian di tengah krisis, Turki meningkatkan jumlah tentaranya secara bertahap di Qatar, dengan adanya rencana untuk mencapai 3.000 prajurit.9 Dalam prosesnya, Turki kembali memperlihatkan kemampuan dan kekuatan nasionalnya untuk menghindarkan Qatar dari dampak negatif dari isolasi Saudi dan sekutunya. Turki: Negara Neo-Ottoman Proyeksi kekuatan Turki sebagai salah satu kekuatan regional dalam beberapa tahun terakhir menciptakan kepemimpinan alternatif bagi negara di Timur Tengah dan dunia Islam secara keseluruhan. Turki yang sekarang berusaha memainkan peran yang sama dengan Utsmani, pendahulunya, untuk menjadi pemimpin bagi tidak saja bangsa Turkic tetapi masyarakat Islam. Hal ini memberikan tentangan terhadap Saudi dan Iran yang selama ini bersaing untuk memberikan kepemimpinan berbasis perpecahan sektarian antara Sunni dan Syiah. Meniru peran Utsmani, Turki berusaha menjadi kekuatan yang memberikan perlindungan dan bantuan pada negara atau etnis beragama Islam. Keinginan ini mengarahkannya untuk berpisah dengan persepsi negatif Kemalist terhadap warisan Utsmani seperti tidak membangun hubungan erat dengan negara Timur dan terlibat dalam krisis yang mereka hadapi. Namun, dengan adanya anggapan bahwa etnis Kurdi--baik di dalam negeri maupun negara tetangga--adalah ancaman terhadap keutuhan wilayah, Turki belum terlepas dari persepsi negatif Kemalist terhadap multikulturalisme .

Ibid, 40; Ahmet Sözen, “A Paradigm Shift in Turkish Foreign Policy: Transition and Challenges,” Turkish Studies 11, no. 1 (2010), 106. Yavuz, “Turkish Identity and Foreign Policy in Flux,” 23-24. Taspinar, “Turkey’s Middle East Policies,” 14. 9 “Turkey sends more troops to Qatar,” Al Jazeera, December 27, 2017, https://www.aljazeera.com/news/2017/12/171227051912500.html, diakses pada 25 April 2018. 6 7 8

AIRPORT • MEI 2018

7


REFLEKSI

Refleksi Oleh: Ignatius Abiseka Puruseto Semester ganjil Tahun Ajaran 2017/2018 sudah hampir selesai, nih! Beragam dinamika sudah dilewati bersama, baik oleh pengurus Korps Mahasiswa Hubungan Internasional (KOMAHI) 2017/2018 atau bersama-sama dengan sahabat KOMAHI semua. Banyak acara yang sudah selesai dengan sangat baik, tapi tentunya masih banyak juga yang harus dipersiapkan supaya makin baik lagi. Karenanya, semakin banyak juga kritikan yang muncul terhadap KOMAHI, untuk KOMAHI yang lebih baik. Ada banyak kritikan serta kegelisahan di benak beberapa pengurus dan sahabat KOMAHI yang Penting untuk sebenarnya sudah ada melihat bahwa sejak beberapa tahun ini. KOMAHI pada “KOMAHI itu kekeluargaan dasarnya adalah atau profesional, sih?”, organisasi yang kalimat itu rasanya bisa merangkum berbagai beragam. Tiap kritikan serta kegelisahan departemen itu. Sebagai orang yang dan BSO punya berhadapan langsung dinamika serta dengan hal ini, Kak Je ritmenya masing- merasa KOMAHI memang masing yang selalu memiliki dilema tentunya tidak bisa besar itu. Tapi, baginya disamakan. kedua hal itu tidak harus berada dalam posisi yang saling berlawanan. Baginya, penting untuk melihat bahwa KOMAHI pada dasarnya adalah organisasi yang beragam. Tiap departemen dan BSO punya dinamika serta ritmenya masing-masing yang tentunya tidak bisa disamakan. Menurut Kak Je, HMD yang baik harus berada dalam keseimbangan di tengah realita itu. Artinya, KOMAHI harus bisa mengakomodasi berbagai acara serta program dari departemen dan BSO demi kepentingan seluruh keluarga mahasiswa HI, di saat bersamaan bisa menjadi wadah dan proyeksi dari keluarga mahasiswa HI secara keseluruhan. Lalu, bagaimana keberadaan KOMAHI di FISIPOL sendiri? Kak Je mengakui bahwa KOMAHI selama ini bisa dikatakan lambat perihal menyatakan posisi atas suatu kejadianp tertentu kalau dibandingkan dengan HMD atau organisasi lain, tapi bukan berarti KOMAHI tidak bisa. Toh, materi di kelas sangat mampu melihat dan menganalisa berbagai permasalahan itu. Tapi karena fokus studi HI

8

AIRPORT • MEI 2018

yang seringkali berada dalam ranah yang luas, ada tendensi untuk kurang memerhatikan dinamika dan peristiwa di ranah domestik/lokal. Lain cerita kalau permasalahan itu sudah masuk ranah “politik kampus”. Kalau menurut Kak Je, kultur KOMAHI selama ini memang tidak ke arah itu, and it’s a good thing. Ia merasa kultur KOMAHI selama ini (dan memang sebaiknya) lebih selo, santai. Ia beserta ketua-ketua KOMAHI sebelumnya memang berkomitmen bahwa KOMAHI harus jauh dari hal yang demikian. Bagi Kak Je pribadi, ia merasa bahwa keberagaman ide dan pandangan dalam KOMAHI adalah sesuatu yang harus dijaga. Ikut campurnya KOMAHI dalam hal-hal demikian berpotensi merusak suasana kekeluargaan dari KOMAHI yang harusnya bisa mengakomodasi keseluruhan mahasiswa HI UGM. Masih ada satu semester lagi yang akan ditempuh kepengurusan KOMAHI periode ini, tentunya dengan berbagai kesulitan yang harus dilalui. Pesan Kak Je, do the things you think are important, gunakan hal-hal yang bisa digunakan untuk mencapai tujuan. Jika kita memiliki It’s okay to feel kelebihan dalam sesuatu dan kekurangan dalam hal tired of what you’re yang lain, beradapatasilah. doing now, tapi Lalu, salah satu hal yang ia bukan berarti itu rasa penting untuk diingat saatnya untuk adalah bahwa it’s okay to menyerah. feel tired of what you’re doing now, tapi bukan berarti itu saatnya untuk menyerah. Ia merasa bahwa dulu KOMAHI berperan penting dalam menguatkannya ketika dalam posisi serupa, dan lewat berbagai kritikan ikut menempanya. Penting bagi Kak Je agar KOMAHI tetap menjadi figur yang seperti itu untuk ke depannya, menjadi wadah berdinamika dan berkembang bersama bagi seluruh masyarakat HI.


NEWSFLASH

Amerika Serikat, Inggris dan Perancis Luncurkan Serangan ke Suriah Oleh: Andaru & Purwa Pada malam hari tanggal 13 April 2018, Amerika Serikat (AS) meluncurkan serangan misil Tomahawk dari kapal perangnya, USS Donald Cook, di Laut Mediterania Timur terhadap situs-situs yang dicurigai sebagai fasilitas riset dan pengembangan serta fasilitas penyimpanan senjata kimia militer Suriah di Damaskus dan Homs dengan harapan dapat menetralisasi kemampuan Suriah untuk menggunakan senjata kimia terhadap pemberontak maupun sipil. Tidak hanya AS, serangan tersebut merupakan serangan gabungan (joint strike offensive) dengan Inggris dan Perancis, yang juga menerbangkan pesawat tempur mereka dari pangkalan udara milik Inggris di Siprus. Presiden AS Donald Trump, dalam pernyataannya di Gedung Putih akan “memberikan daya gentar yang kuat terhadap penggunaan senjata kimia.” Pernyataan ini didukung oleh Perdana Menteri Inggris Theresa May dan juga Presiden Perancis Emmanuel Macron dengan buktinya bahwa terdapat serangan senjata kimia yang dilakukan oleh militer Suriah di bawah rezim Presiden Bashar al-Assad. Serangan ini merupakan respon dari ketiga negara tersebut terhadap laporan dugaan penggunaan senjata kimia yang terjadi di Douma, sebuah kota yang terletak di 10 kilometer timur laut Damaskus, pada 7 April 2018. Serangan dengan senjata kimia tersebut diduga dilakukan oleh militer Suriah, kendati pertempuran dengan kelompok pemberontak Jaish al-Islam hampir meraih kemenangan.1 Serangan ini menyebabkan 75 korban jiwa dari sipil. Penggunaan senjata kimia dianggap melanggar kemanusiaan dalam peperangan karena menimbulkan penderitaan yang berlebihan, sehingga perlu adanya intervensi kemanusiaan jika ada pihak yang menggunakan senjata kimia. Trump dalam pidatonya mengonfirmasi bahwa militer AS telah

menyelesaikan misinya dalam membalas serangan kimia tersebut. Namun, di sisi lain, Kepala Direktorat Operasional Utama AB Rusia, Letjen Sergey Rudskoy menyatakan bahwa pertahanan udara Suriah berhasil mencegat setidaknya 71 dari 103 misil yang diluncurkan AS beserta sekutunya. Selain itu, mereka mengklaim bahwa serangan tersebut tidak menimbulkan kerusakan terhadap aset militer, baik milik Rusia maupun Suriah. Rusia beserta negara Poros Perlawanan, koalisi antara Iran, Suriah dan kelompok militan Hizbullah, mengutuk serangan ini karena aksi unilateral tersebut melanggar kedaulatan negara lain. Pada sidang Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa (DK PBB), Vasily Nebenzia, delegasi Rusia untuk PBB, membantah adanya serangan kimia yang terjadi di Douma berdasarkan hasil inspeksi oleh polisi militer Rusia di tempat. Dia juga menuduh serangan kimia tersebut direkayasa oleh organisasi pro-pemberontak ‘White Helmet’ agar dapat dijadikan dasar bagi negara-negara yang mendukung pergantian rezim di Suriah untuk melancarkan serangan yang mengganggu kemajuan pasukan pro-pemerintah Suriah.2 Selanjutnya, Rusia beserta Cina, didukung oleh Iran dan Bolivia, memveto resolusi yang diusulkan oleh AS untuk menentukan siapa yang berhak melakukan inspeksi terhadap serangan kimia karena

kerangka kerja dari resolusi tersebut terlalu memihak sebelah.3 Semenjak awal mulainya Perang Sipil Suriah, Rusia telah memveto 12 draf resolusi yang dikeluarkan oleh DK PBB. Di luar itu, Organization for Prohibition of Chemical Weapons (OPCW) secara independen telah mengirim timnya di Damaskus. Namun, OPCW belum mendapat izin dari PBB untuk melakukan inspeksi, meskipun pada 21 April, Rusia telah memberi akses tim tersebut untuk melakukan inspeksi di Douma. Bagaimana pun, peristiwa ini membuat hubungan antara AS dan Rusia mengalami eskalasi tensi. Perang pernyataan pun terjadi oleh keduanya. Nikki Haley, delegasi AS untuk DK PBB, memperingatkan dengan keras bahwa jika Suriah menggunakan senjata kimia lagi di kemudian hari, maka AS akan membalasnya lagi. Sedangkan Rusia juga melempar balik ancaman kepada AS. Dalam akun twitter @RusEmbUSA, sebuah akun twitter resmi Kedutaan Besar Rusia untuk AS, disebutkan bahwa serangan gabungan oleh AS, Inggris dan Perancis tidak akan diabaikan begitu saja oleh Rusia tanpa ada konsekuensi. Hal ini kemudian disikapi oleh Antonio Guterres, Sekretaris Jenderal PBB, yang mendorong semua pihak yang terlibat untuk menahan diri agar situasi tidak jatuh pada konflik yang lebih besar.

‘Russia: Syria Air Defence Intercepted 31 Missiles,’ Al Jazeera (daring), 14 April 2018, https://www.aljazeera.com/news/2018/04/russia-syria-air-defence-intercepted-31-missiles-180414065923075.html 2 ‘Douma Chemical Attack Draws International Outrage,’ Al Jazeera (daring), 9 April 2018, https://www.aljazeera.com/news/2018/04/douma-chemical-attack-draws-international-outrage-180408123134301.html. 3 L. Loveluck, ‘Russia Vetoes UN Resolution to Continue Syria Chemical Weapons Investgation, Washington Post (daring), 24 October 2018, https://www.washingtonpost. com/world/middle_east/russia-vetoes-un-resolution-to-continue-syria-chemical-weapons-investigation/2017/10/24/63e52470-b8c6-11e7-9b93-b97043e57a22_story. html?utm_term=.d6da2491fe55. 1

AIRPORT • MEI 2018

9


INSIDE Manal al-Sharif, seorang perempuan warga negara Arab Saudi, mengunggah video atas dirinya mengemudikan sebuah mobil pada tahun 2011. Meski akhirnya ia ditangkap oleh pemerintah, aksinya menjadi satu dari sekian banyak aksi nirkekerasan oleh gerakan perempuan domestik Women2Drive yang bertujuan mengangkat larangan mengemudi bagi perempuan di Arab Saudi.

Perempuan, Setir Mobil, dan Agenda Kesetaraan Gender: Kemenangan Gerakan Perempuan? Oleh: Ken Ayu Galuh S. & Rahma Kanjana Arab Saudi beberapa waktu lalu mengeluarkan dekrit kerajaan yang memperbolehkan warga negara perempuannya memiliki surat izin mengemudi.1 Percaya atau tidak, hingga bulan September 2017 silam, Arab Saudi merupakan satu-satunya negara di dunia yang melarang perempuan untuk membawa kendaraan.2 Meski tidak ada hukum formal yang secara langsung melarang perempuan untuk mengemudi, esensi larangan tersebut tercermin melalui lisensi mengemudi yang hanya diberikan kepada laki-laki. Selain itu, perempuan yang kedapatan menyetir sendiri seringkali ditangkap dan dikenakan denda, dengan dalih bahwa kaum perempuan harus selalu bersama pendamping laki-laki saat melakukan aktivitas di luar rumah. Pelarangan ini tentu secara praktikal membawa banyak permasalahan, seperti sulitnya transportasi bagi perempuan tanpa harus bergantung dengan keberadaan laki-laki, didorong oleh mahalnya fasilitas supir yang mampu membaca situasi pasar, sehingga kaum perempuan hanya dapat bepergian dengan anggota keluarga atau menggunakan fasilitas umum. Selain itu, dengan bergantungnya perempuan terhadap laki-laki dalam pelarangan ini serta berkurangnya daulat perempuan atas dirinya sendiri melalui konstitusi, terlihat jelas bahwa perempuan Arab Saudi tengah menjadi sasaran empuk dominasi laki-laki dalam kekerasan struktural sistem patriarkis yang juga merupakan manifestasi dari budaya lokal seperti interpretasi ajaran-ajaran agama yang mendiskreditkan kemampuan per-

empuan sebagai makhluk yang rentan dan harus dilindungi.3 Sudah banyak pihak, terutama dari kalangan perempuan, yang mengecam pelarangan perempuan untuk menyetir di Arab Saudi, namun terdapat kecenderungan bagi pihak yang mendukung kesetaraan gender di Arab Saudi untuk didakwa sebagai ‘antek-antek Barat’. Feminisme Barat, yang biasanya didakwa beraliran liberal, dianggap tidak sesuai dengan budaya Arab Saudi dan justru hanya mencetak generasi perempuan pemberontak, sementara para pejuang kesetaraan gender melihat argumentasi tersebut tidak dapat menjustifikasi kekerasan struktural terhadap perempuan Arab Saudi yang dilanggengkan oleh budaya masyarakatnya yang dianggap kolot dan represif. Gerakan perempuan, selain menghadapi konstitusi yang masih mengedepankan nilai-nilai ‘pemuliaan’ perempuan melalui supremasi laki-laki sebagai pihak yang melindungi, pun berusaha mendobrak stigma negatif feminisme di mata masyarakat. Dari sinilah dibutuhkan gerakan perempuan yang konsisten memperjuangkan hak perempuan tanpa menjauhkan diri dari nilai-nilai kebudayaan lokal untuk mencapai kesetaraan gender. Salah satu di antara gerakan perempuan domestik tersebut adalah Women2Drive. Women2Drive menyatakan dirinya sebagai gerakan feminis yang bergerak melalui interpretasi mereka sendiri mengenai posisi perempuan dalam hukum Islam.4 Hal ini kemudian menjadi dasar filosofis mereka menjalankan aksi-aksi nirke-

Chris Perez, ‘Saudi Arabia Finally Lets Women Drive’, New York Post (daring), 26 September 2017, <https://nypost.com/2017/09/26/saudi-arabia-finally-lets-women-drive/>, diakses pada 25 April 2018. 2 ‘Saudi Arabia: Why Weren’t Women Allowed to Drive?’ BBC (daring), 13 January 2018, <http://www.bbc.co.uk/newsround/41412980>, diakses pada 25 April 2018. 3 Suad Joseph, ‘Women, War, and History: Debates in Middle East Women’s Studies’, dalam Evelyne Accad et al. (eds.), Journal of the History of Sexuality, vol. 4, no. 1, 1993, pp. 128–136. 4 A. Ulman, ‘Saudi Arabia: A Different Kind of Feminism,’ Feminist Campus (daring), 22 June 2017, <http://feministcampus.org/saudi-arabia-feminism/>, diakses pada 26 April 2018. 1

10

AIRPORT • MEI 2018


INSIDE

kerasan—tidak bersifat mengecam sistem Arab Saudi sebagai musuh yang harus dilawan, melainkan mengemansipasi hak-hak perempuan berlafaskan kesetaraan. Dipelopori oleh aksi menyetir mobil pada 1990 di jalanan Riyadh oleh 47 pengemudi perempuan, Women2Drive secara berkelanjutan melakukan aksi-aksi nirkekerasan untuk memperjuangkan hak perempuan menyetir kendaraan. Meski banyak menerima respons negatif dari pemerintah, mulai dari penangkapan, penahanan paspor, hingga pemutusan hubungan kerja, Women2Drive senantiasa aktif menggalang suara dari masyarakat internasional melalui petisi dan persebaran informasi di media sosial. Pengangkatan larangan perempuan mengemudi, yang dilakukan di bawah pemerintahan Mohammed bin Salman, diberitakan akan efektif mulai tanggal 28 Juni 2018. Banyak referensi yang menyatakan bahwa momen ini adalah keberhasilan gerakan perempuan Women2Drive di Arab Saudi, namun ada beberapa sumber yang memberikan perspektif lain mengapa monarki kemudian mengeluarkan putusan tersebut. Melalui kacamata ekonomi, yang pula disetujui oleh para aktivis gerakan itu sendiri, pengangkatan larangan perempuan mengemudi dapat mengeluarkan hingga 1,5 juta pekerja asing yang selama ini menjadi supir pribadi bagi kaum perempuan serta meningkatkan produktivitas perempuan sebagai pekerja di ranah publik.5 Sementara itu, dari segi politik, terutama sejak 2011 di mana aksi Al-Sharif mendapat perhatian besar dari media luar serta dimulainya Arab Spring di berbagai negara Timur Tengah, monarki ingin mempertahankan kekuatannya sehingga melalui pengangkatan larangan ini diharapkan gelombang demokra-

tisasi dapat dihalau dengan pemberian insentif berupa hak-hak yang diminta oleh gerakan perempuan. Hal ini dibuktikan dengan adanya ancaman bagi para aktivis Women2Drive setelah dikeluarkannya dekrit kerajaan, memaksa mereka untuk tidak memberi komentar. Tulisan Eman al-Nafjan, seorang partisipan kampanye 2011 silam, menunjukkan opininya yang lega larangan perempuan mengemudi diangkat namun juga frustrasi dengan respons pemerintah yang meremehkan aktivisme perempuan, “Were our efforts the reason the ban was lifted? Or was it a decision that had been made regardless of our struggles?”6 Dapat disimpulkan bahwa gerakan perempuan di Arab Saudi memang telah mengalami kemajuan dalam memperoleh hak-hak perempuan, seperti halnya hak mengemudi, namun agenda masyarakat setara gender masih merupakan jalan yang panjang. Tidak hanya terlihat bahwa monarki dan masyarakat domestik tidak seutuhnya setuju dengan esensi menyetarakan gender tanpa urgensi, masalah pun muncul apabila perjuangan kaum perempuan hanya mewakilkan satu golongan dari sekian lainnya. Hal ini contohnya merujuk pada kekerasan terhadap pekerja rumah tangga berjenis kelamin perempuan yang, mirisnya, banyak dilakukan oleh perempuan Arab Saudi yang berstatus ekonomi menengah ke atas—kalangan perempuan yang juga banyak diuntungkan dari perjuangan memperoleh hak mengemudi. Gerakan feminisme yang mengolaborasi perjuangan hak-hak perempuan sebagai esensi dan reinterpretasi budaya-budaya lokal menuju ke ajaran yang ramah gender sebagai instrumen persebaran dapat menjadi salah satu cara mewujudkan kesetaraan gender yang seutuhnya.

‘Women driving in Saudi Arabia: Important questions answered,’ Arab News (daring), 17 December 2017, <http://www.arabnews.com/ node/1210301/saudi-arabia>, diakses pada 26 April 2018. 6 K. Paul & S. Kalin, ‘Saudi women can drive at last but some say price is silence,’ Reuters (daring), October 2017, <https://www.reuters. com/article/us-saudi-women-driving-politics/saudi-women-can-drive-at-last-but-some-say-price-is-silence-idUSKCN1C71TD>, diakses pada 26 April 2018. 5

AIRPORT • MEI 2018

11


SENI TULIS

you are not a metaphor but the purist words in someone’s poetry you are in sync with ocean managed to dance with its waves you are in rhyme you are the love and hope of the people around you sometimes you feel heavy, you feel suffocated and it’s okay, it’s okay to get tired, it’s okay to be lazy because that’s what make you the way you are time may pass by, flowers may dry, but my love for you will never die. you have me, in any season, in any place, in any situation you have me always remember you have me - m. m

Seni Tulis 12

AIRPORT • MEI 2018

Di luar puisi tidak ada apa-apa Aku di dalamnya dan kau tidak ada di sana Ketika dunia terlalu ramai, kau seperti kura-kura yang pelan dan malu-malu Kau adalah rasa takut, dan di tempurungmu hanya ada semacam hujan. Yang mengulur tanpa tangan-tangan menjulur, tapi petir, dan hal-hal lain yang melengkapi ketakutanmu. Di luar puisi tidak ada apa-apa, aku di dalamnya dan kau masih di beranda: batas antara keinginan untuk bicara dan matamu yang sidik. Dan segala yang hanya buatmu takut kehilangan. Dan hujan yang akhirnya terik. Dan cinta yang terbakar jadi gelaga. Dan kau yang akhirnya pergi dan tak ku temui lagi. Di luar puisi tidak ada apa-apa, aku masih di sini melihatmu yang tak ada. Mencarimu adalah berdiri di ujung tebing. Harapan hanya batas yang diciptakan oleh negara kita. Hanya jurang dan gerbang-gerbang menuju suatu tempat dimana aku mati, sebelum menemukanmu di alam, hari yang lain.

Hidup itu hanya numpang minum. Minum es teh di angkringan eh ternyata pahit dan harganya 30 ribu. Lha tentunya kaget dan marah. Mungkin adu mulut and adu jotos dulu sama mas angkringannya tapi akhirnya pasti bayar juga kok karena malu dilihat orang hehehe. - Anonim

Tak berhak rindu, Tak mampu jauh. ‘kan waktu mencekamku, meneriakkan 1000 kemustahilan, untuk jiwa ini, menyentuh batas terluar kehidupanmu. Dikala malam menerkam, memberi hati sedikit harapan, membahayakan akal sehatku. Aku gila. Aku pembunuh diriku sendiri.

(tapi, aku masih bersembunyi di sini, dan bertanya-tanya: apakah ada kehidupan setelah ini?)

Sebab kamu jauh dan sukmaku tak rela.

- Dzikri Rahmanda

Gojek di beringin, 1990


POJOK SEKRE

KOMAHI EVENTS CABI: ALO-HI Capacity Building (CABI) 2018 bertajuk “ALO-HI!” diselenggarkan oleh DPSDM (Departemen Pengembangan Sumber Daya Manusia) pada 14-15 April 2018. Berlokasi di Pantai Kukup Gunung Kidul, “ALO-HI!” menghadirkan suasana yang berbeda dari penyelenggaraan Capacity Building sebelumnya. Adapun rangkaian acara dalam “ALO-HI!” meliputi “Sosis”’ (Sosok Inspiratif Mahasiswa Hubungan International), Jika Aku Menjadi, Sepirdu (Sepiring Berdua), Bara Asmara, dan juga Fear Factor. Dalam “Sosis”, hadir tiga sosok inspiratif yaitu Raditya Putranti Darningtyas (HI 2015) sebagai MAPRES FISIPOL 2017, Janitra Haryanto (HI 2015) sebagai Ketua KOMAHI 2017, serta Theodore Great (HI 2016) sebagai VP AIESEC UGM. Selain menginspirasi melalui “Sosis”, “ALO-HI!” juga menjadi ajang bonding melalui acara Bara Asmara yang diisi dengan sharing KOMAHI dan api unggun. Sebagai kegiatan yang ditujukan sebagai wadah untuk mengembangkan potensi diri dan skills, “ALO-HI!” berhasil mengemas tujuan diadakannya Capacity Building (CABI) tersebut dengan cara yang menyenangkan dan santai.

MAEN-AIR: MAEMUNAH-AIRING MAEN-AIR yang merupakan kolaborasi MAEMUNAH (Permainan Musim Panas HI) oleh Departemen Olahraga (DEPOR) dan AIRING (An International Relations Music Jamming) oleh DASS (Departemen Apresiasi Sastra dan Seni) diselenggarakan pada 21 Maret 2018 di Selasar Barat FISIPOL. Diselenggarakan sebelum minggu UTS, MAEN-AIR menjadi momen refreshing yang menarik dengan menggabungkan olahraga dan seni. Terdapat penampilan dari HI 2015, DIRA, HI 2016, HI 2017, dan HI-TUNES serta diselenggarakan pertandingan ping pong, darts, dan juga FIFA. Adapun selain menjadi momen refreshing sebelum UTS, MAEN-AIR berhasil memfasilitasi penyaluran minat dan bakat dalam olahraga dan seni, sekaligus secara bersamaan menjadi wadah untuk mengembangkan sportivitas dan kreativitas.

KOMAHI BEST STAFF Berdasarkan indikator keaktifan, kecakapan (proficiency), kemampuan bekerja dengan tim (teamwork skills), dan pengembangan diri (selfdevelopment), berikut adalah daftar KOMAHI Best Staff: INKOM Fawaz Muhammad INKA Priscilla Riabertha DPSDM Denise Michelle TDKV Daffa Akbar DASS Charissa Patricia DEPOR Naufal Rasendriya BEBIHI Rini Rahmanil A. SOSMAS Caroline Minerva A. HI CINE Christian Lontoh AIRPORT • MEI 2018

13


RESENSI FILM

Resensi Film

The Boy in Striped Pajamas (2008) Oleh: Chumaira

Tahun Rilis 2008 Sutradara Mark Herman Produser David Heyman Diangkat dari The Boy in the Striped Pajamas oleh John Boyne

14

AIRPORT • MEI 2018

Film yang diangkat dari novel best seller berjudul sama karya John Boyne ini menggambarkan kejamnya peristiwa holocaust terhadap jutaan kaum Yahudi oleh tentara Jerman pada masa pemerintahan Adolf Hitler di era Perang Dunia ke-2. Melalui mata seorang anak kecil berumur 8 tahun, Bruno, penonton disuguhkan sudut pandang lain peristiwa tersebut. Film ini menceritakan tentang persahabatan Bruno dengan Shmuel, seorang anak Yahudi yang menjadi tahanan kamp konsentrasi di Auschwitz yang dipimpin oleh ayah Bruno yang juga seorang Komandan Nazi. Cerita bermula dari berpindahnya Bruno dan keluarganya ke rumah baru dekat kamp konsentrasi tersebut. Bruno yang tadinya memiliki banyak teman kini tidak punya teman bermain yang seusianya, Bruno pun menjelajahi di sekitar rumahnya yang kemudian ia bertemu dengan Shmuel dengan ‘piyama’ bergaris-garisnya, tetapi keduanya terpisahkan oleh pagar kawat listrik. Sebelum itu, Bruno telah diingatkan oleh kedua orang tuanya untuk tidak pergi ke halaman berlakang rumahnya tersebut, namun mengetahui ada seorang anak yang seumurnya, Bruno selalu diam-diam pergi kesana untuk mengobrol dengan Shmuel, dan tidak jarang ia membawakan makanan untuknya. Saat pertama kali pindah, Bruno sangat kecewa dan sama sekali tidak senang dengan rumahnya yang baru. Sebelum ia bermain ke halaman belakangnya, ia melihat banyak orang dikurung dengan pagar kawat di dalam ‘peternakan’ yang sempit dan menggunakan pakaian yang sama, yaitu piyama. Di dalam pagar tersebut, ia tidak melihat rerumputan hijau sebagaimana peternakan seharusnya— melainkan, ia melihat kehidupan yang menyedihkan dan suram. Bruno kecil merasa ada sesuatu yang salah, namun

ia tidak tahu dan tidak mengerti mengapa keadaan di dalam pagar terasa sangat menyedihkan. Bruno kemudian diberitahu bahwa orang-orang yang ada di dalam sana merupakan orang-orang Yahudi. Oleh orang tuanya, Bruno dilarang untuk berbicara kepada orang-orang di dalam pagar, dan menyebut bahwa mereka sama sekali bukan manusia untuk diberi belas kasih.

Film ini memberikan sudut pandang lain dan versi terhadap sejarah, yang menyimpan banyak cerita lain. Film ini menggambarkan kejadian yang kejam melalui kemurnian pandangan seorang anak kecil; dan karenanya, menyampaikan pesan yang kuat. Seorang anak hanya melihat temannya sebagai anak kecil lainnya; ia tidak melihat perbedaan ras, warna kulit, atau prasangka lain yang cenderung dimiliki oleh orang dewasa, di doktrin yang berusaha ditekankan oleh kedua orang tua Bruno kepadanya. Melalui film ini dapat dilihat bahwa banyak sudut pandang dan versi terhadap sejarah, yang menyimpan banyak cerita lain di dalamya. Potongan cerita ini, adalah kehidupan yang dilihat melalui mata seseorang yang belum benar-benar mengerti realita yang sebagaimana adanya dan kekejaman di sebuah peristiwa. Seorang anak laki-laki yang hanya ingin memiliki teman, yang kemudian menemukannya dan menolak untuk melihat kenyataan dan bersikap naif. Bruno dan Shmuel hidup di dua kehidupan yang berbeda, dua lapisan masyarakat yang berbeda, namun berbagi satu nasib yang sama di akhirnya.


RESENSI BUKU

Resensi Film

Gadis itu bernama Kim Ji-hae ketika ia lahir setelah ibunya bercerai dengan pria yang dijodohkan dengan ibunya. Pernikahan itu tidak berlangsung lama sehingga ibunya bercerai dan menikah lagi dengan pria yang dicintainya—yang kemudian gadis itu kenal sebagai ayahnya. Gadis itu kemudian mendapatkan nama baru, Park Minyoung, sebagai bentuk bergabungnya ia dengan keluarga yang mendapatkan baru. Ia tumbuh sebagaimana warga Korea Utara lainnya yang menganggap penting sistem songbun (kasta)—terlepas dari gagasan komunisme yang menentang pembagian kelas—memberikan penghormatan setinggi-tingginya bagi keluarga Kim, dan menganggap bangsanya sebagai bangsa terbaik di dunia. Suatu hari, seorang peramal meramal bahwa ia akan memakan nasi luar negeri. Ibunya mengartikan bahwa ia harus mengeluarkan uang yang banyak suatu hari nanti untuk mengirim

Kepemimpinan keluarga Kim sesungguhnya melibatkan rakyat dari berbagai kalangan yang kemudian berbaur dengan moral sehingga tidak ada lagi pihak yang dapat disalahkan atas sistem yang berlaku di Korea Utara. Sistem ini melahiran Korea Utara yang kita kenal sekarang. Min-young keluar negeri. Di kemudi-

an hari, keadaanlah yang memaksanya pergi keluar negeri untuk bertahan hidup. Hyeon-seo Lee membagi autobiografinya dalam tiga bagian, yaitu The Greatest Nation on Earth, To the Heart of the Dragon, dan Journey into the Darkness. Setiap bagian memiliki kisah sendiri-sendiri. The Greatest Nation on Earth memberikan detail kisah hidupnya sebagai warga negara Korea Utara. Bagian selanjutnya, To the Heart of the Dragon, menceritakan perjalanannya sebagai imigran, khususnya di wilayah Tiongkok yang kemudian berpindah ke Korea Selatan sebagaimana dikisahkan dalam Journey into the Darkness. Dalam tiga bagian tersebut, Lee menghadirkan empati sehingga pembaca pun dapat merasakan perjuangannya sebagai defector di mana kebijakan negara-negara yang didatanginya terkait dengan imigran dari Korea Utara sangat memengaruhi hidupnya. Bagi Lee, tidak ada garis pemisah antara pemimpin yang kejam dan rakyat yang mengalami opresi. Kepemimpinan keluarga Kim sesungguhnya melibatkan rakyat dari berbagai kalangan yang kemudian berbaur dengan moral sehingga tidak ada lagi pihak yang dapat disalahkan atas sistem yang berlaku di Korea Utara. Sistem yang terkonstruksi tersebutlah yang melahirkan Korea Utara sebagaimana Korea Utara saat ini, memaksa Lee keluar Korea Utara dan terpisah dengan keluarganya hingga dua belas tahun lamanya, dan membuatnya berganti identitas berkali-kali hingga akhirnya ia memilih nama Hyeon-seo. Dengan nama barunya yang memiliki arti masing-masing sinar matahari dan keberuntungan, ia memiliki harapan untuk menjalani hidup yang hangat dan penuh kebebasan alih-alih kembali ke bayang-bayang yang selama ini menghantuinya.

The Girl with Seven Names (2015)

Oleh: Elivia I’anati

Penulis Hyeon-seo Lee Penerbit William Collins Tahun terbit 2015 Jenis Non-fiksi

AIRPORT • MEI 2018

15


AIRPORTCOMIC

16

AIRPORT • MEI 2018


INKALEIDOSCOPE Joint Discussion x HI UPN Veteran

2 Yogyakarta

Project Officers: Ghibran & Fadila

INKA leidoscope 1

IRCCT: Suriah Kembali Memanas Project Officers: Farid & Klara

Dalam kunjungan HI UPN Veteran (19/4) lalu, anggota INKA berpartisipasi dalam diskusi akademik gabungan bersama dengan mahasiswa HI UPN. Joint discussion sendiri merupakan program kerja baru dari INKA, dan kali ini mengangkat tema ‘Disruptive Technology in International Relations.’ Seperti kita tahu, perkembangan teknologi mempengaruhi berbagai aspek dalam kehidupan kita, tidak terkecuali dalam hubungan internasional, dimana peran negara dan aktor lainnya kemudian mengalami transformasi secara langsung maupun tidak langsung. Peserta diskusi mengelompokkan pengaruh teknologi ini ke dalam dua sektor: militer dan ekonomi. Misalnya, dalam bidang militer, berbagai perkembangan teknologi warfare mengembangkan jenis perang yang ada, misalnya dengan drone jarak jauh maupun ancaman siber. Setelah melakukan diskusi, peserta diskusi membuat output berupa mindmap yang mencakup jenis teknologi, dampak, dan rekomendasi kebijakan.

3 Sejalan dengan tema Majalah Airport edisi ini, International Relations Community for Critical Thinkers (IRCCT) edisi Mei mengangkat topik ‘Perang Suriah dan Intervensi Asing.’ Program kerja INKA berupa forum diskusi yang terbuka untuk umum ini dipandu oleh Daffa (HI 2016) sebagai pembicara. Melalui presentasi, diskusi, dan tanya jawab, disimpulkan bahwa Perang saudara Suriah yang telah berlangsung sejak 2011 ini termasuk jenis ‘modern war,’ dimana hubungan antara pihak-pihak yang terlibat di dalamnya sangat kompleks: terdapat kubu Bashar al-Assad yang disokong Rusia, kelompok pemberontak yang didukung Amerika Serikat, kelompok Kurdi, dan ISIS. Dalam perang ini, yang menjadi faktor penentu kekuatan masingmasing pihak diantaranya kekuatan militer (man power), kekuatan industri, sumber daya, dan kemauan bertempur yang dimiliki. Dengan melihat kapabilitas status quo dua aktor yang saat ini dominan yaitu Assad dan Kurdi, hasil zero sum game menjadi output yang paling memungkinkan dalam Perang Suriah: total victory atau unconditional surrender.

IR-Pedia Project Officers: Dinda & Anggie

IR-Pedia merupakan seri video edukatif yang membahas mengenai beragam konsep dan topik dalam Hubungan Internasional. Simak edisi pertama IR-Pedia bertopik ‘Perdamaian menurut Perspektif Realisme, Liberalisme, dan Konstruktivisme’ di channel Youtube ‘KOMAHI HI UGM’ atau melalui tautan http://ugm.id/irpedia. Like and subscribe! ;)

AIRPORT • MEI 2018

17


OPINI

Apa pendapatmu mengenai gerakan sosial di Timur Tengah, terutama di tengah banyaknya konflik, sentimen, stigma, dan iklim politik yang tidak mendukung demokrasi? DZIKRI RAHMANDA Menurutku, gerakan sosial khususnya yang menggaungkan demokratisasi tidak berangkat dari pretext bahwa demokratisasi itu diperlukan untuk menjamin manusia sebagai subjek yang mandiri dalam pikiran, ucapan, dan tindakan. Lebih politis, demokratisasi diperlukan karena ia menyangkut kepentingan akan sumber daya minyak bumi-yang menjadi target utama bagi segelintir aktor. Demokratisasi dan tujuan pembebasan manusia dari otoritas di luar dirinya menjadi tidak lagi murni. Masuk akal ketika rezim yang berkuasa tidak mengakomodasi gerakan-gerakan sipil, karena selalu ada kecurigaan terhadap tujuan gerakan tersebut. Konflik berkecamuk di dalam posisi yang dilematis, antara anggapan bahwa demokratisasi itu murni ingin dicapai, atau justru di dalamnya juga terdapat kepentingan asing?

HANIF JANITRA Menurutku peran gerakan sosial sangat penting dalam menghidupkan kembali lingkup pengaruh masyarakat madani yang telah lama kering dibawah rezim penguasa yang otoriter. Namun adalah hal yang keliru aku rasa apabila menyamakan konsep pemahaman civil society barat dengan masyarakat arab pada umumnya. Dalam pengertian barat, masyarakat sipil adalah warga negara yang terikat kepada negara-bangsa. Masyarakat sipil dalam pengertian Arab adalah individu dengan hubungan kepada kekeluargaan dan kekerabatan (muwatin dan muwatinniyah). Namun pembedaan antara ruang lingkup sipil dan negara telah dikenal jauh sebelum dikenal konsep negara-bangsa. Masyarakat Arab terbiasa menjalankan urusan sipil mereka lewat komunitas-komunitas yang semi independen dari negara, sehingga negara hanya tersisih pada urusan keamanan dan penarikan pajak. Selebihnya, urusan dijalankan lewat otoritas kesukuan. Dalam perspektif masyarakat arab ini, gerakan sosial berperan untuk membentuk kembali ikatan sosial sekaligus mengembalikan peran kelembagaan masyarakat yang quasi-otonom. Dengan kata lain, membangun kembali badan dan jiwa masyarakat arab dari pengalaman historis mereka. Kemudian, fenomena pergantian rezim di Timteng dibentuk oleh beberapa kondisi antara lain kegagalan sosialisme arab serta menjamurnya nilai-nilai demokrasi dan kebebasan sipil a lĂ barat. Pergantian rezim ini dapat berlangsung efektif berkat peran unik dari gerakan sosial . Eskalasi yang didorong oleh gersos ini memiliki beberapa karakterisik yang membedakannya dari sebagian besar gersos lainnya. Pertama, Gersos Arab unik karena melibatkan pengorganisasian efektif dari media sosial untuk melakukan mobilisasi massa. Demo besar-besaran di Mesir seringkali dinamakan revolusi facebook karena pengalaman tersebut. Kedua, Revolusi arab unik karena tidak menampilkan sosok revolusioner tunggal (leaderless), melainkan disokong lewat dorongan masyarakat sipil yang terbelah tanpa penokohan tertentu. Gaya semacam ini berdampak kepada kesulitan konsolidasi kekuasaan yang terpadu pasca pergantian rezim. Sehingga, kelompok fundamentalis (yang mayoritas terafiliasi dengan Ikhwanul Muslimin) muncul sebagai kekuatan yang telah kokoh kedalam pospos pemerintahan seperti yang dialami mesir dibawah presiden mursi sebelum takeover golongan militer yang menaikkan jenderal el-Sisi.

18

AIRPORT • MEI 2018


SEPUTAR KAMPUS

Satu Semester Toyagama Hilang dari FISIPOL:

Kok Bisa?

Belakangan teman-teman Fisipol, termasuk HI tentunya, kehilangan satu fasilitas kampus yang kehilangannya amat terasa--di kerongkongan dan kantong. Apa itu? Ya! Toyagama, keran air minum gratis produksi UGM yang seharusnya beroperasi setiap saat untuk memenuhi kebutuhan air minum civitas akademika Fisipol. Tapi, sampai saat ini, Toyagama telah satu semester tidak beroperasi. Warga Fisipol jadi harus membeli air kemasan atau membawa dari rumah. Padahal, Toyagama adalah salah satu fasilitas kampus yang merupakan hak semua warga kampus. Tim Airport mencoba pergi ke beberapa fakultas lain di UGM--ternyata sebagian besar beroperasi. Dispenser Toyagama hanya digantungi kertas bertuliskan dispenser sedang tidak dapat beroperasi, tapi tidak ada klarifikasi lebih jelas. Ada masalah apa sebenarnya di Fisipol? Sampai kapan Toyagama tidak beroperasi?

APA KATA MEREKA? Enrico Santoso HI 2017

Fitri Aulia HI 2017

Seharusnya kita sebagai civitas akademika Fisipol diberi penjelasan yang lebih jelas mengenai alasan non-aktifnya Toyagama. Aku merasa sangat dirugikan dengan tidak adanya Toyagama, apalagi Toyagama ini ‘kan fasilitas kampus yang seharusnya gratis. Terus UKT mahal-mahal buat apa? Soalnya, tidak adanya Toyagama ini bikin kita harus beli air kemasan di kampus,’kan sangat menguras uang jajan. Apalagi satu hari aku bisa minum kurang lebih dua liter air, dan aku menghabiskan banyak waktu di kampus. Aku berharap segera diberi kepastian kapan Toyagama bisa beroperasi lagi.

Toyagama tidak berfungsi lagi, akibatnya banyak orang yang seharusnya bisa mengakses minuman gratis sekarang menjadi tidak bisa. Mungkin akan tetap seperti ini hingga dana dari mahasiswa baru 2018 mengalir. Harusnya (Toyagama-nya) dibenerin, lah.

AIRPORT • MEI 2018

19





Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.