03 UTAMAInvestASI 1 TAHUN 1 | EDISI I | 2019
Plt Gubernur: Investasi Mampu Dongkrak Perekonomian Aceh TAHUN 1 | EDISI I | 2019
“
Demi kelancaran investasi di Aceh, kita mendukung dalam bentuk apapun, dan tak ada yang perlu dikhawatirkan.” – NOVA IRIANSYAH, Plt Gubernur Aceh
Harapan Baru Investasi Energi dan Migas 05 INFO PERIZINAN
Manfaatkan Kemudahan Urus Izin Usaha via OSS
07 KERJASAMA
IMT GT Bahas Soal Petani Aceh Magang ke Thailand
08 WAWANCARA
Kebijakan Pro Investasi untuk Pembangunan Aceh
OPINI
2 InvestASI TAHUN 1 | EDISI I | 2019
Investasi dan Hilirisasi Ekonomi Aceh
Salam Redaksi
Kemudahan dalam Berinvestasi
A
lhamdulilah, hari ini di tangan pembaca telah hadir Tabloid Investasi edisi perdana. Tabloid Invest In Aceh hadir sebagai salah satu bentuk memberikan informasi kepada publik tentang perkembangan dalam bidang investasi dan di Aceh. Keresahan para pihak bahwa geliat ekonomi dan investasi belum mencapai pada tahap ekspektasi publik menjadi tantangan tersendiri bagi kami (DPMPTSP) untuk bekerja lebih keras dalam mewujudkan iklim investasi yang kondusif, atraktif, dan berdaya saing. Kondisi investasi di Aceh terus membaik, pada Triwulan II-2019 realisasi investasi di Aceh berdasarkan release dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) RI mencapai posisi 15 terbesar untuk PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri) dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia. Capaian ini menegaskan bahwa pemerintah Aceh sangat mendukung kegiatan investasi, dan tidak membeda-bedakan antara pelaku usaha dalam maupun luar negeri, bahkan dalam beberapa forum Plt. Gubernur Aceh mengajak para Saudagar Aceh agar mau pulang dan berinvestasi di Aceh. Pemerintah terus berupaya agar investasi menjadi solusi untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan, membuka lapangan kerja, dan mengurangi angka kemiskinan. Hambatan regulasi dan perizinan dianggap sebagai salah satu faktor yang mesti diperbaiki. Presiden RI, Jokowi telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Terintegrasi Secara Elektronik atau lebih dikenal dengan OSS (Online Single Submission). Pemberlakuan PP 24/2018 merupakan terobosan terbesar dalam hal regulasi perizinan, dimana pelayanan perizinan diatur dalam payung hukum Peraturan Pemerintah (PP). Pengusaha selama ini banyak yang mengeluhkan rumitnya perizinan, ketidakjelasan prosedur dan waktu terbitnya izin, kini dengan PP 24/2018 semuanya sudah lebih mudah, hanya dalam hitungan menit, pelaku usaha sudah bisa mendapatkan Nomor Induk Berusaha (NIB). Pengusaha pun mengapresiasi kebijakan pemerintah ini. Penundaan beberapa proyek investasi di Aceh hendaknya menjadi pelajaran bagi semua pihak, bahwa kehadiran investasi nyata-nyata memang sangat dibutuhkan masyarakat dan mesti didukung oleh seluruh lapisan masyarakat. Bapak Plt. Gubernur Aceh, Nova Iriansyah terus berusaha melakukan kerjasama dengan banyak pihak, agar investor mau berinvestasi di Aceh, antara lain kerjasama dengan India, dan kawasan segitiga pertumbuhan (Indonesia, Malaysia, Thailand Growth Triangle, IMT-GT). Saat ini, salah satu sektor yang masih sangat menjanjikan dan banyak diminati para calon investor adalah energi dan migas. Pemerintah Aceh memberikan banyak kemudahan dan fasilitas penanaman modal, melalui Qanun Aceh Nomor 5 Tahun 2018 pemerintah memberikan insentif dan fasilitas pengurangan pajak provinsi dan retribusi sampai dengan 60 %, bukan hanya di dalam Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), tetapi juga di kawasan lainnya. Edisi perdana ini kami hadir dengan kemajuan layanan izin online melalui OSS, harapan baru di bidang investasi pada sektor energi dan migas serta kerjasama IMT-GT, dan terobosan kebijakan pemerintah Aceh yang mendukung percepatan dan kemudahan berusaha di Aceh. Salam Investasi dan Selamat Membaca! (ZHP).
Oleh: Marthunis, S.T., D.E.A.
Kepala Bidang Perencanaan dan Pengembangan Iklim Penanaman Modal
K
emajuan sebuah daerah diukur oleh sebuah indikator yang disebut dengan produk domestik bruto (PDB). Indikator ini merupakan ukuran dari total seluruh nilai tambah yang terjadi dalam sebuah daerah. Perkembangan PDB dari tahun ke tahun disebut sebagai pertumbuhan ekonomi. Investasi merupakan faktor pembentuk dari PDB atau PDRB, jika daerah tersebut setingkat provinsi atau kabupaten/ kota. Bersama dengan nilai total konsumsi masyarakat, konsumsi pemerintah dan total ekspor dikurangi import, nilai investasi berakumulasi menjadi total ekonomi sebuah daerah. Artinya, semakin tinggi investasi, maka semakin tinggi ekonomi atau PDRB daerah. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), investasi dalam perekonomian Aceh mempunyai peran yang lebih tinggi dibanding dari nasional. Pada tahun 2018, investasi atau lebih dikenal sebagai Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) dalam nomenklatur BPS di Aceh merepresentasikan 36,70 persen dari total ekonomi Aceh. Angka ini lebih tinggi dari capaian proporsi investasi di nasional yaitu 32,29 persen. Meskipun proporsi investasi dalam PDRB tinggi, namun perbaikan indikator makro ekonomi Aceh seperti pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran dan tingkat kemiskinan lebih lambat dibandingkan perbaikan di tingkat nasional. Fakta ini menyiratkan ada permasalahan yang perlu dicarikan solusinya agar investasi dapat mendongkrak kinerja daerah secara lebih cepat. Incremental Capital-Ouput Ratio, disingkat dengan ICOR, adalah indikator untuk mengukur efesiensi atau efektifitas sebuah investasi dalam rangka meningkatkan kinerja pembangunan. Meskipun ICOR lebih banyak digunakan untuk melihat efisiensi investasi terhadap pertumbuhan ekonomi, secara prinsip ICOR juga dapat digunakan untuk indikator pembangunan lainnya. Untuk Aceh, tingkat efisiensi investasi masih lebih rendah dari investasi rata-rata secara nasional. Satu fakta lain yang menarik untuk dicermati dalam perekonomian Aceh adalah tingginya nilai defisit perdagangan Aceh yang cenderung
meningkat dari tahun ke tahun. Apabila kita sandingkan dengan nilai PMTB yang juga terus meningkat, dapat diindikasikan bahwa investasi saat ini tidak mendorong terjadinya hilirisasi. Hilirisasi yang ditandai oleh berkembang sektor industri pengolahan akan menyediakan produk yang dibutuhkan oleh masyarakat baik di Aceh maupun di luar Aceh sehingga akan meningkatkan net-ekspor Aceh. Kebijakan Investasi mendorong Hilirisasi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh mengamanatkan, dalam pasal 155, bahwa arah perekonomian Aceh adalah meningkatkan produktifitas dan daya saing melalui proses penciptaan nilai tambah yang sebesar-besarnya. Secara regulasi, pembangunan ekonomi Aceh diarahkan kepada hilirisasi. Seiring dengan hal tersebut, Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Aceh juga menetapkan periode 2017-2022 sebagai periode manufaktur sebagai penopang ekonomi Aceh. Kemudian melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Aceh, Salah satu Program Unggulan di bidang ekonomi adalah Aceh Kreatif yang bertujuan untuk meningkatkan produksi industri di Aceh. Begitu juga dengan Rencana Kerja Pemerintah Aceh (RKPA) 2020, hiilirisasi menjadi prioritas pemerintah Aceh yang pertama. Struktur ekonomi Aceh mengindikasikan adanya missing link dalan rantai nilai komoditas unggulan Aceh. Struktur ekonomi Aceh yang kosong di tengah (sektor sekunder) dan padat di sektor primer dan tersier menyiratkan komoditas unggulan yang bernilai tinggi di Aceh dijual tanpa mengalami proses nilai tambah. Tidak terjadinya pertambahan nilai di Aceh utamanya karena belum
adanya usaha atau perusahaan yang melaksanakan proses pertambahan nilai tersebut di sepanjang rantai nilai. Missing chain ini harus diarahkan agar menjadi potensi dan peluang yang ditawarkan kepada investor. Investasi pada rantai nilai yang belum ada akan meningkatkan nilai tambah dan menarik sektor belakang (backward linkages) dan mendorong sektor depan (forward linkages) dalam sebuah rantai nilai sempurna dimana keseluruhan atau sebagian besar dilaksanakan di Aceh. Alhasil, perekonomian Aceh akan tumbuh signifikan. Pemetaan rantai nilai tidak harus hanya untuk komoditas lokal yang diproduksi Aceh. Pemerintah Aceh juga perlu melakukan pemetaan rantai nilai global (global value chain) karena letak yang strategis di jalur perdagangan global. Dalam hal ini, Aceh dapat menawarkan keuntungan komparatif berupa ketersediaan komponen rantai nilai produk, lokasi yang berupa kawasan industri dan infrastruktur serta SDM yang berkualitas. Apabila hal ini dapat dilakukan maka Aceh terhubung dengan ekonomi global melalui jaringan produksi mondial (global production network). Potensi dan strategisnya investasi pada rantai nilai bagi perekonomian Aceh sulit terealisasi jika kemudahan berusaha atau Ease of Doing Business (EoDB) di Aceh masih tidak terwujud. Deregulasi dan Perizinan yang mudah, jelas, cepat dan pasti akan mendorong minat investasi di Aceh. Pelayanan investasi dan proses debottlenecking sumbatan investasi akan mempercepat perubahan status minat investasi menjadi realisasi investasi. Kecermatan dan kejelian perencanaan investasi dalam menentukan sektor usaha strategis dalam rantai nilai, ketepatan metode promosi investasi dan perizinan serta pelayanan investasi yang baik akan menempatkan Aceh sebagai destinasi investasi pilihan dan pada gilirannya akan menggerakkan siklus kebaikan (virtuous circle) pembangunan. Investasi menyediakan kesempatan kerja dan mengurangi angka pengangguran dan kemiskinan, meningkatkan pendapatan masyarakat dan daerah, memperbaiki kualitas sumber daya manusia dan infrastruktur dan akhirnya kembali men-generate investasi yang lebih besar lagi untuk kemakmuran yang lebih baik. Semoga
PELINDUNG: Plt Gubernur Aceh I PENGARAH: Sekretaris Daerah Aceh I PENANGGUNG JAWAB: Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP Aceh) I PEMIMPIN REDAKSI: Kepala Bidang Promosi Penanaman Modal, DPMPTSP Aceh I WAKIL PEMIMPIN REDAKSI: Kepala Seksi Deregulasi, DPMPTSP Aceh I DEWAN REDAKSI: Sekretaris DPMPTSP Aceh, Kepala Bidang Perencanaan dan Pengembangan Iklim Penanaman Modal, DPMPTSP Aceh, Kepala Bidang Pengelolaan Data dan Informasi Penanaman Modal, DPMPTSP Aceh, Kepala Bidang Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan dan Nonperizinan A, Kepala Seksi Pengembangan Promosi Penanaman Modal, DPMPTSP Aceh, Kepala Seksi Sarana dan Prasarana Promosi Penanaman Modal, DPMPTSP Aceh I REDAKTUR PELAKSANA: Kepala Seksi Pelaksanaan Promosi Penanaman Modal, DPMPTSP Aceh I EDITOR: Burhan M I WARTAWAN: Ibrahim, Hasan, Yusuf, Jabal Husin I LAYOUT: MJ I ILUSTRASI KARTUN DAN GRAFIS: Hanif, Muhammad Amin Qamal
UTAMA
K
InvestASI 3 TAHUN 1 | EDISI I | 2019
Sektor Energi dan Migas Masih Menjanjikan
EPALA Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Aceh, Dr. Aulia Sofyan, berharap peluang investasi di sektor Energi Baru dan Terbarukan (EBT) dan migas memberi harapan baru dalam peningkatan jumlah investasi yang mampu mendongkrak perekonomian Aceh. “Program ini sejalan dengan misi Pemerintah Aceh dalam program peningkatan investasi yang menjadikan sektor energi baru dan migas salah satu fokus utama,” kata Aulia Sofyan kepada Tim Tabloid Investasi, Jumat (27/9/2019).
Menurutnya, sangat penting bagi investor untuk merasakan kenyamanan dan keamanan berinvestasi dan berharap masyarakat dapat menerima kehadiran investasi dengan tangan yang terbuka. Situasi yang kondusif di Aceh saat ini, menurut Aulia seharusnya dapat dimanfaatkan dengan mengajak sebanyak mungkin investasi masuk ke Aceh. “Kini kita tidak lalai lagi dalam mengejar ketertinggalan, kita harus ‘all-out’ berusaha semaksimal mungkin mempromosikan Aceh sebagai salah satu daerah tujuan utama investasi, demi mewujudkan kemakmuran Aceh,” jelas Aulia.
Plt Gubernur: Investasi Mampu Dongkrak Perekonomian Aceh
Dr. Aulia Sofyan Kepala DPMPTSP Aceh
Di samping komoditas pertanian, dengan kekayaan alam yang melimpah, sektor pembangunan di bidang energi baru yang terbarukan dan migas menjadi salah andalan pemerintah dalam mengdongkrak pertumbuhan ekonomi. “Kita berharap dengan meningkatnya investasi di bidang energi dan migas nantinya akan terjadi proyek hilirisasi yang menyerap banyak tenaga kerja lokal sehingga pengangguran menurun dan adanya proses transfer teknologi kepada SDM lokal,” uajr lulusan doktoral di bidang urban planning dari Universitas Queensland, Australia ini. (RH]
lu dijaga kondisi ini,” kata Nova. Agar PT Medco berjalan lancar di Aceh, kata Nova, maka perusahaan tersebut harus memperhatikan tanggung jawabnya. Seperti CSR, menjamin pendidikan bagi anak-anak di sekitar perusahaan dan melatih putra putri lokal agar dapat dipekerjakan pada perusahaan tersebut. Sementara itu, Vice President De-
FOTO: HUMAS PEMERINTAH ACEH
Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, memberikan cindera mata saat menerima audiensi SKK Migas Sumatera Bagian Utara (Sumbagut) dan Premier Oil Indonesia, di rumah dinasnya, Banda Aceh, Kamis (26/9/2019).
PELAKSANA Tugas (Plt) Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, saat menerima audiensi sejumlah delegasi PT Medco E&P Malaka di Rumah Dinasnya, Banda Aceh, Jumat (27/9/2019) mengatakan salah satu jalan untuk mendongkrak perekonomian Aceh adalah melalui investasi. Dengan adanya investasi, kata dia, maka akan lebih besar lapangan pekerjaan yang terbuka. “Saya sering mengatakan bahwa neg-
eri ini tidak dapat sejahtera secara signifikan jika hanya mengandalkan dana pemerintah saja,” kata Nova. Plt Gubernur mendukung investasi minyak dan gas yang dilakukan PT Medco E&P di blok A, Aceh Timur. Pemerintah Aceh, lanjutnya, siap memberikan kepastian hukum dalam berjalannya operasi perusahaan tersebut. “Perlu saya beritahu juga, citra Medco di masyarakat sudah bagus, jadi per-
velopment PT Medco E&P Malaka, Gde Pradnyana mengatakan, saat ini perusahaannya sudah pada tahapan melakukan produksi gas. Gde mengatakan, 82 persen tenaga kerja yang dipakai pada perusahaan tersebut adalah putra putri Aceh yang telah diberikan pendidikan dan dilatih. Selain itu, kata Gde, pihaknya juga sedang melakukan pembangunan masjid, rumah sakit, serta memberikan
layanan pendidikan untuk masyarakat dan anak-anak di daerah sekitar PT Medco. “Kami ingin industri migas ini memberikan dampak positif bagi perekonomian Aceh,” kata Gade. PT Medco E&P Malaka merupakan perusahaan kontraktor kontrak kerja sama dengan pemerintah Aceh yang melakukan pengeloaan minyak dan gas bumi di Blok A, Aceh Timur. Dukung Eksplorasi di Blok Andaman II Dukungan yang sama disampaikan oleh Plt Gubernur Aceh saat menerima audiensi SKK Migas Sumatera Bagian Utara (Sumbagut) dan Premier Oil Indonesia, di Rumah Dinasnya, Kamis, (26/9/2019). Menurutnya Pemerintah Aceh mendukung pengeboran dan eksplorasi minyak dan gas bumi (Migas) di lepas Pantai Utara, Aceh, yang disebut Blok Andaman II oleh Premier Oil Indonesia selaku kontraktor kontrak kerjasama. “Demi kelancaran investasi di Aceh kita mendukung dalam bentuk apa pun, dan tak ada yang perlu dikhawatirkan,” kata Pelaksana Tugas Gubernur Aceh, Nova Iriansyah. Menurut Nova, investasi merupakan salah satu langkah untuk mendongkrak perekonomian Aceh. Karena itu, lanjutnya, ia memastikan pemerintah menjamin keamanan dan kepastian hukum untuk investasi. “Saya pastikan di Aceh aman dan sangat kondusif bagi dunia investasi,” tegas Nova. Penglolaan Migas pada jarak 12 mil laut lepas pantai Aceh merupakan kewenangan pemerintah pusat. Tapi Aceh tetap mendapatkan proporsi bagi hasilnya sesuai ketentuan perundang-undangan. Kepala Departemen Operasi SKK Migas Sumbagut, Haryanto Syafri mengatakan, selama masa persiapan pelaksanaan eksplorasi, kata Haryanto, pihaknya akan mengutamakan potensi lokal. Baik untuk pengadaan materil ataupun pemakaian fasilitas penunjang lainnya. Wilayah Andaman II berada di lepas pantai utara Aceh tepatnya di lepas pantai Kabupaten Bireuen, Lhokseumawe dan Aceh Utara. (Humas Aceh/Rilis/Tim Red)
UTAMA
4 InvestASI TAHUN 1 | EDISI I | 2019
FOTO: HUMAS PEMERINTAH ACEH
Plt Gubernur Aceh, Ir. Nova Iriansyah, MT menjadi keynote speaker pada Focus Group Discussion (FGD) dengan tema Optimalisasi Energi Untuk Aceh di Hotel Kyriad Muraya, Banda Aceh, 27 September 2019
Pemerintah Aceh Komitmen Tingkatkan Proporsi Energi Baru Terbarukan SELAIN Bidang Migas, Pemerintah Aceh juga mengutamakan program Energi Baru dan Terbarukan (EBT). Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, mengatakan pemerintah Aceh berkomitmen untuk terus meningkatkan proporsi EBT untuk mencukupi kebutuhan energi. Hal itu dilakukan untuk mendukung program unggulan Aceh Hebat lainnya, yaitu Aceh Green. “Kami berkomitmen pada tahun 2022, ketersediaan energi yang bersumber dari energi baru terbarukan di Aceh mencapai 12,25 persen,” kata Nova saat menjadi Keynote Speaker Forum Grup Diskusi terkait Optimalisasi Energi Untuk Aceh yang digelar Center for Energy and Innovation Technology Studies (Cenits) bersama Ikatan Alumni ITS Provinsi Aceh, Jumat (27/9/2019). Nova mengatakan, pemerintah bersama dewan di DPR Aceh sedang merampungkan Rancangan Qanun Aceh tentang Rencana Umum Energi Aceh (RUEA). Qanun itu nantinya akan menjadi payung hukum
untuk melakukan optimalisasi energi di Aceh. Nova mengatakan, Qanun RUEA mengamanatkan pengelolaan energi di Aceh, dengan sistem pengelolaan yang bersih dan terbarukan. Sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan bauran Energi Baru dan Terbarukan melalui prioritas pengembangan potensi sumber EBT untuk merealisasikan komitmen Aceh dalam pembangunan yang ramah lingkungan. Selain itu, Pemerintah Aceh terus mendorong efisiensi dalam pemanfaatan energi melalui pelaksanaan konservasi energi. Pemerintah juga menuntut partisipasi aktif masyarakat dalam pengelolaan sumber daya energi, dalam rangka mencapai kemandirian energi. Apalagi Aceh diketahui sangat kaya dengan sumber daya potensi energi baru terbarukan, seperti sumber daya air, matahari, angin, panas bumi, dan biomassa. “Pemerintah Aceh telah melakukan beberapa inisiatif terkait upaya optimal-
isasi potensi energi di Aceh,” kata Nova. Selain itu, pembangunan infrastruktur pembangkit listrik skala kecil dan skala besar terus dilakukan. Hingga saat ini, Pemerintah Aceh telah membangun 31 unit Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH). Untuk skala yang lebih besar, pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro (PLTM) dengan skala 10 MW di Kabupaten Nagan Raya, dilakukan melalui kerjasama dengan pihak investor sebagai Independent Power Producer yang ditargetkan mulai beroperasi pada tahun 2020. Di samping itu, saat ini di Sungai Krueng Peusangan, Kabupaten Aceh Tengah, pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dengan kapasitas total 88 MW sedang dilaksanakan oleh pihak PLN. Upaya Optimalisasi Potensi Energi Aceh juga telah dilakukan pada beberapa Lapangan Panas Bumi (Geothermal Green Field) di Aceh, yaitu: Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas
Bumi (PLTP) Jaboi di Kota Sabang sebesar 10 MW, dan Pembangunan PLTP Seulawah Agam di Kabupaten Aceh Besar sebesar 55 MW, dari total perkiraan potensi panas bumi sebesar 165 MW. Pembangunan PLTP Seulawah Agam turut melibatkan PT Pembangunan Aceh (PT. PEMA) selaku Badan Usaha Milik Aceh yang mempunyai kepemilikan saham dalam usaha patungan dengan perusahaan pengembang. Dengan demikian, penjualan energi listrik yang dihasilkan dari PLTP Seulawah Agam akan menjadi salah satu sumber pendapatan asli Aceh. Nova menyebutkan, untuk dapat mengoptimalkan pengembangan potensi energi tersebut, pemerintah sangat membutuhkan sinergi dengan semua pihak. “Kepada rekan-rekan Alumni ITS, kami mengharapkan kontribusinya untuk dapat turut serta dalam mendukung pengembangan energi di Aceh,” kata Nova. Kerjasama dengan perguruan tinggi adalah dalam hal penelitian dan pengembangan di sektor energi. Dengan adanya SDM handal dan kompeten, yang menguasai teknologi khususnya di sektor pengembangan Energi Baru dan Terbarukan, Nova yakin pembangunan Aceh akan berjalan lancar. [Humas Aceh/Rilis/Tim Red]
INFO PERIZINAN
InvestASI 5 TAHUN 1 | EDISI I | 2019
Manfaatkan Kemudahan Urus Izin Usaha via OSS Aceh Sudah Terbitkan 3.600 NIB
“
kami sudah menerbitkan rata-rata sebulan 400 izin, maka sejak OSS ini efektif berlaku di Aceh Januari 2019, sampai September 2019, sudah sekitar 3.600 izin kami terbitkan melalui OSS,”
– MARZUKI, Kabid Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan dan Nonperizinan DPMTSP Aceh
S
EJAK lahirnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik, Pemerintah Aceh melalui Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) sudah menerapkan pengurusan izin usaha di daerah ini melalui Online Single Submission (OSS) terhitung Januari 2019. Begitu juga DPMTSP kabupaten/kota, meski umumnya belum 100 persen, kecuali di Banda Aceh, Aceh Timur, dan Aceh Selatan. Kepala Bidang (Kabid) Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan dan Nonperizinan DPMTSP Aceh, Marzuki SH, menyampaikan hal ini saat wawancara khusus dengan Tabloid Investasi di ruang kerjanya di Banda Aceh, Senin, 23 September 2019. “Khusus untuk Nomor Izin Usaha (NIB) dan izin usaha yang menjadi kewenangan Pemerintah Aceh, kami sudah menerbitkan rata-rata sebulan 400 izin, maka sejak OSS ini efektif berlaku di Aceh Januari 2019, sampai September 2019, sudah sekitar 3.600 izin kami terbitkan melalui OSS,” sebut Marzuki SH. Menurutnya, salah satu permohonan izin usaha melalui
OSS yang banyak masuk ke DPMPTSP Aceh untuk usaha Angkutan L300. Pasalnya penerbitan NIB dan izin usaha ini menjadi kewenangan pihaknya lantaran setiap angkutan L300 ini pasti melintasi beberapa kabupaten/kota dalam Provinsi Aceh. “Sehingga untuk NIB dan izin usaha ini tak bisa melalui OSS DPMTSP kabupaten/ kota, tetapi harus DPMTSP Provinsi,” jelasnya. Marzuki mengatakan cara pengajuan NIB dan izin usaha melalui OSS ini sangat mudah dan prosesnya cepat. Hal ini sesuai tujuan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan PP ini, yaitu untuk memudahkan setiap pelaku usaha maupun investor di Indonesia, termasuk di Aceh dalam mengurus perizinan usaha, bukan seperti sebelumnya yang dinilai masih lama. Adapun cara registrasi itu, kata Marzuki, pemohon dipersilakan membuka website www.oss. go.id. Kemudian memasukkan email, nomor NPWP, NIK pemohon, akta pendirian perusahaan yang sudah mendapat pengesahan pihak
Tak Perlu SITU dan SIUP KEPALA Bidang Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan dan Nonperizinan DPMTSP Aceh, Marzuki SH, juga menjelaskan kemudahan lainnya melalui OSS ini adalah pemohon dipersilakan mengajukan NIB dan izin usaha, tanpa harus menunggu lengkap syarat lain-
nya. Namun, berbagai syarat terkait lainnya itu menyusul belakangan saat mengurus izin operasional ke dinas teknis sebagaimana izin trayek angkutan ke Dinas Perhubungan. Menurut Marzuki, hal ini sangat berbeda dengan dulu yang setiap
Kemenkumham. Jika semua data yang diminta di dalam akun tersebut sudah dimasukkan, maka tinggal klik. “Semua nomor data itu terkoneksi dalam sistem, jika semuanya sudah cocok dan tak ada
masalah, maka langsung keluar NIB dan izin usaha, tetapi belum efektif,” ujar Marzuki. pelaku usaha harus terlebih dahulu mengurus atau mengantongi berbagai syarat dulu, baru mengurus izin usaha. Antara lain harus terlebih dahulu memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) dan Surat Izin Tempat Usaha (SITU). “Artinya dulu harus lengkap syarat dulu, baru kemudian mengurus izin usaha. Kini sebaliknya, dengan OSS, urus NIB dan izin usaha dulu, syarat-
Maksud belum efektif, jelas Marzuki, pemohon harus menyelesaikan syarat pemenuhan komitmen ke dinas teknis terkait. Misalnya, untuk izin angkutan L300 antarkota dalam Provinsi Aceh, maka pemohon harus mengurus izin trayek ke Dinas Perhubungan Aceh. “Kan mereka yang tahu soal semua trayek angkutan di Aceh,” jelas Marzuki. Ada kepastian waktu Lebih dari itu, Marzuki menambahkan kelebihan lainnya mengurus izin via OSS selain cepat, juga ada kepastian waktu untuk pengurusan izin yang memerlukan verifikasi petugas DPMPTSP. Sebut saja untuk pengurusan izin usaha perkebunan yang memerlukan izin Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), maka petugas dinas tersebut harus melakukan verifikasi dalam waktu yang sudah ditentukan. “Misalnya waktu verifikasi itu sepuluh hari, jika petugas kami tak melakukan dalam waktu yang sudah ditentukan tersebut, maka izin usaha untuk pelaku usaha itu secara otomatis sah dan tak bisa kami stop lagi,” jelasnya. Sedangkan untuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) atau usaha perseorangan, menurut Marzuki pengurusan NIB dan izin usaha itu lebih mudah lagi. Mereka tak perlu akta pendirian perusahaan, namun cukup memasukkan nomor NPWP dan NIK saat registrasi melalui OSS ini. Oleh karena berbagai kemudahan tersebut, Marzuki mengimbau setiap pelaku usaha, baik yang berbentuk badan usaha PT, CV dan lainlain, serta pelaku UMKM agar memanfaatkan OSS dalam mengurus NIB dan izin usaha, sehingga usahanya itu sah secara hukum. (mur) nya menyusul kemudian ke lembaga teknis terkait. Bahkan, melalui OSS, kini SITU dan SIUP tak perlu lagi,” jelas Marzuki. Sedangkan dulu, kata Marzuki, untuk mengurus SIUP saja bisa menghabiskan waktu lima hari ditambah lima hari lagi untuk mengurus SITU. “Sekarang tak perlu lagi dan langsung siap melalui OSS,” demikian Marzuki. (mur)
6 InvestASI TAHUN 1 | EDISI I | 2019
INFOGRAFIS
KERJASAMA
“
InvestASI 7 TAHUN 1 | EDISI I | 2019
Aceh dan Pusat Bersinergi Tingkatkan Produksi Kopi
Aceh merupakan salah satu provinsi yang menjadi target kita, di mana salah satu komoditas unggulannya adalah kopi.” – YULI SRI WILANTI, Asisten Deputi Agribisnis Kemenko Perekonomian
P
ELAKSANA Tugas (Plt) Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, mengadakan pertemuan dengan perwakilan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Indonesia di Rumah Dinas Wakil Gubernur, Banda Aceh, Selasa, (24/9). Pertemuan ini membahas perencanaan pelaksanaan program Folur (Food system, land use and restoration) yang akan dilakukan oleh Kemenko Perekonomian RI di Aceh guna meningkatkan kualitas dan produksi kopi dan kakao. Nova menyambut baik rencana program kerja sama ini di Aceh. Menurutnya, program itu akan sangat bermanfaat untuk kesejahteraan para petani kopi dan kakao di daerah ini. Nova menuturkan, kualitas kopi Aceh sudah tidak diragukan lagi. Hanya saja, saat ini masih produksinya yang masih terbatas, sehingga kerap tak dapat memenuhi permintaan pasar. “Bahkan untuk pemenuhan permintaan kopi Arabika di Banda Aceh saja para petani sudah kwalahan, produktivitas kita juga jauh dibandingkan dengan Vietnam,” kata Plt Gubernur. Oleh sebab itu, Nova meminta agar pihak Kemenko Perekonomian RI dapat membantu para petani kopi itu melakukan inovasi dan terobosan besar. Se-
lain itu, ia juga meminta adanya pembukaan perkebunan kopi HGU oleh para investor demi mendongkrak produksi kopi Aceh. “Saya sangat senang jika program ini lebih inovatif dan yang terpenting adalah nilai jual petani itu dapat lebih baik,” kata Nova. Pemerintah Aceh, kata Nova, terus berbenah menuju ke arah lebih baik. Angka kemiskinan terus ditekan melalui kerja sama dengan semua stakeholder. Oleh sebab itu, skema kerja sama tersebut diharapkan dapat menjadi pendorong peningkatan ekonomi masyarakat, sehingga angka kemiskinan terus menurun. “Kita juga berharap ada inovasi baru dalam pengeloaan perkebunan yang ramah lingkungan. Di mana dapat membawa kesejahteraan bagi manusia tanpa harus mengganggu kehidupan ekosistem lainnya,” tutur Nova. Nova memastikan Pemerintah Aceh mendukung kelanjutan program ini. “Saya berpesan satu, melalui program ini dapat dilakukan pembinaan terhadap etos kerja para petani di Aceh, dari malas ke rajin, dari boros ke hemat dan sebagainya,” ujar Nova. Sebelumnya, Asisten Deputi Agribisnis Kemenko Perekonomian, Yuli Sri Wilanti, mengatakan saat ini pihaknya sedang mempersiapkan pelaksanaan program Folur yang akan dilakukan pada 2021. Menurutnya, ini merupakan program pemerintah pusat untuk membantu pengelolaan dan pemanfaatan lahan demi
FOTO/HUMAS PEMERINTAH ACEH
Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, memberikan paparan tentang produktivitas kopi dan kakao Aceh dalam pertemuan dengan perwakilan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Indonesia di Rumah Dinas Wakil Gubernur, Banda Aceh, Selasa, (24/9).
meningkatnya produktivitas petani. “Aceh merupakan salah satu provinsi yang menjadi target kita, di mana salah satu komoditas unggulannya adalah kopi,” kata Yuli. Program Manager For NRM UNDP, Iwan Kurniawan, menjelaskan program Folur itu dilaksanakan untuk meningkatkan potensi sumber daya alam yang dimiliki setiap daerah. Tujuannya, adalah peningkatan produktivitas komoditas melalui pengoptimalan lahan secara produktif. “Secara general terkait rencana pro-
gram ini adalah untuk pemanfaatan lahan yang berkelanjutan untuk menjamin sistem produksi pangan. Komoditas yang kita fokuskan ada kelapa sawit, kopi, kakao dan padi,” kata Iwan. Untuk Aceh, mereka akan memfokuskan pada pengelolaan lahan produksi kopi dan kakao. Di Aceh, lanjut dia, pengelolaan komoditas kopi akan difokuskan di dua kabupaten, yakni Aceh Tengah dan Bener Meriah sebagai lumbung produksi kopi Aceh. Sedangkan kakao akan difokuskan di Kabupaten Pidie Jaya. (Rel/Mur)
IMT GT Bahas Soal Petani Aceh Magang ke Thailand SEMENTARA itu, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Aceh, Aulia Sofyan, mengatakan Pemerintah Aceh juga sudah mengusulkan agar petani daerah ini bisa magang ke Provinsi Songkhla, Thailand. Menurutnya, hal ini menjadi salah satu pembahasan penting dalam Pertemuan Tingkat Menteri dan Gubernur (CMGF) Kerja Sama Segitiga Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Malaysia Thailand (IMT-GT) ke-16 di Krabi, Thailand, 11-13 September 2019. Delegasi Indonesia dalam pertemuan ini dipimpin Plt Gubernur Aceh. Aulia mengatakan pembahasan itu berawal dari rencana Pemerintah Aceh bersama Kadin Aceh mengajukan proposal kerja sama untuk pelatihan magang petani asal Aceh ke Songkhla. Pasalnya, Thailand sudah terbukti beberapa keunggulan di bidang pertanian. “Prestasi Thailand dalam teknologi pertanian di Thailand harus dapat dimanfaatkan oleh Aceh dalam upaya mewujudkan petani yang unggul, modern dan terampil. Hal ini akan menjadi prioritas mengingat sumber pendapatan utama masyarakat Aceh adalah dari sektor pertanian,” kata Aulia. Aulia mengharapkan kerja sama ini dapat meningkatkan pengembangan kapasitas petani potensial Aceh. Begitu juga untuk peningkatan kualitas dan kuantitas komoditas potensial, seperti kopi, padi, jagung, dan kakao. Ketua Kadin Aceh, Makmur Budiman, yang merupakan anggota Joint Business Council (JBC) IMT-GT yang juga hadir dalam pertemuan ini menyambut baik inisiatif Pemerintah Aceh itu. “Kami dari sektor swasta siap mendukung program ini untuk peningkatan kapasitas petani Aceh,” kata Makmur. Selanjutnya, Staf Khusus Gubernur, Iskandar, yang juga Koordinator Kerja Sama Aceh-Andaman Nicobar menjelaskan Pemerintah Aceh dalam pertemuan di Krabi itu turut mengusulkan pemben-
“
Kami dari sektor swasta siap mendukung program ini untuk peningkatan kapasitas petani Aceh.” – MAKMUR BUDIMAN, Ketua Kadin Aceh
tukan inisiatif IMT-GT Plus yang melibatkan Kepulauan Andaman- Nicobar ke dalam koridor ekonomi yang sudah ada. Menurutnya, langkah ini merupakan tahap awal dalam mengembangkan kerangka kerja sama formal antara India dan IMT-GT. Ia berharap kemitraan yang erat dengan India, pengembangan konektivitas maritim, khususnya jalur pelayaran Sabang-Phuket-Langkawi-Port Blair dapat ditingkatkan. Sedangkan Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, seperti pernah diberitakan sebelumnya bahwa dalam pertemuan ini mengajak para sektor swasta, terutama di sektor penerbangan untuk membuka jalur konektivitas baru antara Banda Aceh-Phuket-Penang. Acara selama tiga hari di Sofitel Krabi Phokeethra Hotel tersebut turut dihadiri Sekda Kota Banda Aceh, Ir Bahagia Dipl SE, Plt Kepala Kawasan Pelabuhan Bebas Sabang (BPKS), Razuardi, dan Direktur Utama PT PEMA Zubir Sahim. (Riadi)
WAWANCARA
8 InvestASI TAHUN 1 | EDISI I | 2019
Kebijakan Pro Investasi untuk Pembangunan Aceh
P
ENGANTAR - Tidak dipungkiri se lama ini masih banyak rantai birokrasi yang sangat mengganggu atau menghambat kegiatan industri dan perdagangan di dalam negeri. Banyak perizinan yang tumpang tindih atau dinilai tidak perlu diterapkan. Panjangnya rantai birokrasi di bidang perizinan itu tentunya akan membuat daya saing produk dalam negeri sendiri maupun di pasar internasional menjadi melemah. Oleh karena itu, kebijakan deregulasi merupakan hal yang perlu dilakukan pemerintah saat ini. Kebijakan deregulasi dapat dilakukan dengan mempertimbangkan kepentingan pelaku usaha lokal.“Pemerintah Aceh terus melakukan penyesuaian regulasi sesuai dengan dinamika perubahan regulasi di pusat. Selain itu, Aceh memiliki kekhususan tersendiri sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh,” kata Kepala DPMPTSP Aceh, Dr Aulia Sofyan, kepada Tabloid Investasi di Banda Aceh, Selasa (3/9/3019). Selain itu, dampak dari kebijakan deregulasi terhadap investasi dan kebangkitan industri juga akan memberi efek positif bagi iklim investasi di Aceh. Dengan demikian kebijakan ini harus dijalankan secara konsisten dan berlanjut. Sejauh ini Pemerintah Aceh sejak Juni 2018 perizinan diatur me lalui Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau lebih dikenal dengan Online Single Submission (OSS). Pemerintah terus berkomitmen melakukan penyederhanaan regulasi. Sejak 2016 sejumlah paket kebijakan telah diterbitkan pemerintah pusat. Tak kurang dari 16 paket kebijakan ekonomi ditetapkan peme rintah da lam rangka deregulasi dan debirokratisasi untuk mempercepat laju investasi. Lantas seperti apakah upaya pemerintah dalam mempercepat iklim investasi di Aceh? Berikut wawancara Tabloid Investasi dengan Kadis DPMPTSP Aceh. Berikut petikannya: Mengapa perlu adanya kebijakan untuk Investasi?. Salah satu hambatan investasi Melahirkan Regulasi Sesuai Dinamika Perubahan yaitu ku alitas regulasi dan kepastian hukum dalam berusaha. Sebelumnya, pengaturan tentang perizinan belum sinkron baik pusat, provinsi maupun kabupaten/ kota. Sejak Juni 2018 perizinan diatur melalui Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pe-
“
Pengurusan perizinan menjadi lebih mudah, untuk pendaftaran izin semudah mendaftar email gratis, karena berbasis website, pemohon dapat mendaftar dari mana saja.” – AULIA SOFYAN, Kepala DPMPTSP Aceh
layanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau lebih dikenal dengan Online Single Submission (OSS). Pemerintah berkomitmen melakukan penyederha naan regulasi. Sejak tahun 2016 sejumlah paket kebijakan telah diter bitkan pemerintah pusat, tak kurang dari 16 paket ke bijakan ekonomi ditetapkan pemerintah dalam rangka deregulasi dan debirokratisasi untuk mempercepat laju investasi. Paket kebijakan ekonomi I, IV dan XII menyasar langsung regulasi dalam kewenangan pemerintah daerah, yaitu tak kurang dari 28 regulasi yang mesti disederhanakan di daerah. Ringkasnya paket-paket kebijakan ekonomi yang terkait langsung dengan investasi sebagai berikut : Paket I: mendorong daya saing, mempercepat pelaksanaan proyek strategis nasional, meningkatkan investor di sektor properti, melindungi masyarakat berpendapatan rendah. Selanjutnya, Paket IV: memperkuat ekonomi rakyat; dan Paket XII: Deregulasi kemudahan berusaha bagi UKM. Selain itu, telah diluncurkan juga paket kebijakan ekonomi jilid XVI, telah dibentuk Satgas khusus dari kementerian, provinsi dan kabupaten/kota untuk menyelesaikan izin di lingkungan setempat. Di Aceh, baik di provinsi maupun kabupaten/kota telah dibentuk Satuan Tugas (Satgas) Kemudahan Berusaha. Berdasarkan pasal 89 PP 24/2018 bahwa menteri, pimpinan lembaga, gubernur dan bupati/ wali kota harus mencabut seluruh peraturan dan/ atau keputusan yang mengatur mengenai Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria perizinan berusaha yang menjadi kewenangannya. Hingga
saat ini lebih dari 48 Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) Kementerian/ lembaga telah diterbitkan sebagai turunan dari PP 24/2018. Melalui berbagai perubahan kebijakan terkait penyederhanaan regulasi perizinan sebagaimana disebut di atas diharapkan dapat memberikan kemudahan berusaha bukan hanya di pusat tetapi juga di daerah. Dalam bidang usaha apa saja yang sudah dilakukan deregulasi untuk memudahkan jalannya investasi di sektor swasta di Aceh? Beberapa NSPK yang sudah terbit di pusat yaitu misalnya terkait dengan perdagangan, pertanian, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, lingkungan hidup dan kehutanan, Pekerjaan Umum, pariwisata, pertanahan, perikanan dan kelautan. Bisa dijelaskan contoh atau terobosan kongkret deregulasi yang dilakukan pemerintah Aceh untuk mempercepat realisasi dan peluang investasi swasta di Aceh? Pemerintah Aceh sudah mendelegasikan seluruh kewenangan perizinan kepada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP). Hal ini sebagaimana diatur dalam Peraturan Gubernur Aceh Nomor 32 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan dan Nonperizinan pada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Pemerintah Aceh melakukan penggan-
tian Qanun Aceh tentang Penanaman Modal melalui Qanun Aceh Nomor 5 Tahun 2018. Qanun ini sudah menyesuaikan dengan tahapan perizinan dalam PP 24/2018 dan memberikan fasilitas pengurangan pajak dan retribusi provinsi kepada pelaku usaha terutama di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Kami sudah mendorong dan merekomendasikan agar beberapa regulasi di Aceh ditinjau kembali, antara lain: Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah, Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2010 tentang Perikanan, Peraturan Gubernur Aceh Nomor 34 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pemberian Izin Lokasi di Aceh, dan Peraturan Gubernur Aceh Nomor 49 Tahun 2015 tentang Pendaftaran Usaha Pariwisata. Apa kendala dalam proses deregulasi di Aceh di berbagai sektor investasi? Kendalanya, setelah adanya PP 24/2018 belum semua kementerian menerbitkan NSPK, sehingga daerah mengalami kesulitan dalam pelaksanaan, misalnya belum terbit Peraturan Menteri Perindustrian terkait dengan tata cara pemberian Izin Usaha Kawasan Industri melalui Online Single Submission (OSS). Kemudian, perubahan regulasi di daerah relatif lambat dalam menyesuaikan dengan perubahan regulasi di pusat, untuk perubahan regulasi setingkat qanun relatif membutuhkan waktu yang lebih panjang, mulai dari proses pengajuan dalam Prolegda sampai dengan penetapan qanun. Selain itu faktor harmonisasi dan sinkronisasi regulasi pusat, provinsi, dan kabupaten/kota dan komitmen pengambil kebijakan dan pelaksanaan regulasi untuk melakukan penyesuaian sesuai dengan perkembangan perubahan dinamika regulasi. Selama ini pemerintah memandang apakah aturan investasi di Aceh, atau izin membuka usaha, semisal UMKM sudah sejalan dengan visi dan misi pemerintah Aceh? Pemerintah Aceh terus melakukan penyesuaian regulasi sesuai dengan dinamika perubahan regulasi di pusat. Selain itu, Aceh memiliki kekhususan tersendiri sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Apa dampak deregulasi di sektor investasi atau perizinan usaha di Aceh? Pengurusan perizinan menjadi lebih mudah, untuk pendaftaran izin semudah mendaftar email gratis, karena berbasis website, pemohon dapat mendaftar dari mana saja. Untuk Izin Usaha/ Izin Operasional/Komersial yang memerlukan komitmen yang masih diproses secara online juga tidak ada kendala. Apa harapan Anda ke depan terkait deregulasi atau proses pencabutan/pengurangan regulasi pemerintah dalam upaya menjaga iklim investasi di Aceh berjalan dengan baik? Pertama, kepada kabupaten/kota untuk segera melakukan penyesuaian qanun terkait dengan perizinan, menyesuaikan dengan PP 24/2018 dan NSPK turunan PP 24/2018, misalnya terkait dengan Izin Mendirikan Bangunan (IMB), dan regulasi perizinan dan nonperizinan lainnya. Kedua, kepada kabupaten/kota untuk segera melakukan pemetaan regulasi (regulatory mapping) yang dianggap dapat menghambat investasi dan kemudahan berusaha. (ZHP)
SOSIALISASI
InvestASI 9 TAHUN 1 | EDISI I | 2019
Importir Aceh Diharap Manfaatkan Fasilitas Gratis Pajak Kepabeanan
A
NDA pengusaha yang juga bergerak di bidang ekspor dan impor (eksportir-importir) barang-barang industri, maka manfaatkanlah fasilitas kepabeanan dan cukai, seperti Kawasan Berikat (KB), Pusat Logistik Berikat (PLB), dan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE). Melalui izin ini, barang impor yang masuk melalui perusahaan Anda, bisa gratis segala jenis pajak kepabeanan impor. Barang impor dimaksud adalah bahan baku, bahan penolong, barang modal, dan peralatan kantor, termasuk barang keperluan operasional industri di daerah ini. Jika tidak ada izin fasilitas tersebut, maka bea masuk, PPN, dan PPh impor adalah komponen pajak yang harus dibayar. Saat ini bea masuk rata-rata antara 0-20% tergantung jenis barang yang diimpor, PPN 10% dan PPh 2,5%. Misalnya harga total barang impor Rp 100 juta saja dengan tarif bea masuk 10%, maka kurang lebih Rp 23 juta untuk membayar bea masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI). Kepala Seksi Perizinan dan Fasilitas I Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea Cukai
“
kami juga bekerja sama dengan Disperindag Aceh, mempromosikan langsung hal ini kepada eksportir dan importir di Banda Aceh, Sabang, Meulaboh, dan tempat lainnya.” – HADI HARYADI, Kepala Seksi Perizinan dan Fasilitas I Kanwil DJBC Aceh
(Kanwil DJBC) Aceh, Hadi Haryadi, menyampaikan hal ini saat wawancara khusus dengan Tabloid Investasidi ruang kerjanya, Senin (16/9/2019). Menurutnya, pemberian berbagai fasilitas ini sudah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Tujuannya guna menarik minat investor berinvestasi, termasuk bidang ekspor dan impor di negara ini. Hadi menyebutkan data se-Indonesia hingga September 2019 ini, sudah 1.373 perusahaan memperoleh izin KB, 104 PLB, 23 Gudang Berikat (GB), dan 277 KITE. Umumnya di Pulau Jawa dan di Aceh baru empat perusahaan berizin PLB dan satu izin KB. Padahal kata Hadi, di Aceh pun, bukan hanya lima perusahaan itu saja yang bergerak di bidang ekspor dan impor barang-barang industri. “Tetapi banyak yang belum memanfaatkan fasilitas tersebut. Oleh karena itu, kami juga bekerja sama dengan Disperindag Aceh, mempromosikan langsung hal ini kepada eksportir dan importir di Banda Aceh, Sabang, Meulaboh, dan tempat lainnya,” kata Hadi Haryadi. Hadi menyebutkan tiga di antara perusahaan di Aceh yang sudah berizin
Sosialisasi fasilitas kepabeanan dan cukai seperti KB, PLB, dan KITE di Sabang baru-baru ini.
PLB ada di Lhokseumawe, yakni PT Perta Arun Gas, PT Aceh Makmur Bersama, dan PT Agritrade Cahaya Makmur. Satu lagi PT Trans Continent di Kawasan Industri Aceh (KIA) Ladong, Aceh Besar. “Sedangkan untuk izin Kawasan Berikat, baru dimiliki PT Yakin Pasifik Tuna di Kawasan Industri Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Lampulo, Banda Aceh,” kata Hadi Haryadi. Hadi menjelaskan Pusat Logistik Berikat (PLB) adalah kawasan/tempat untuk menimbun barang, termasuk barang impor untuk kebutuhan industri di daerah ini maupun untuk dikirimkan kembali ke luar negeri. Sedangkan Kawasan Berikat adalah kawasan/tempat untuk menimbun barang impor/lokal guna diolah atau digabungkan sebelum diekspor atau dijual di dalam negeri. Kemudahan dari fasilitas Pusat Logistik Berikat atau Kawasan Berikat relatif sama, yakni bea masuk ditangguhkan, cukai dibebaskan, bahkan PPh Pasal 22 Impor, PPN/Pajak Pertambahan Nilai dan PPnBM/Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PDRI ) termasuk PPN atas barang lokal tidak dipungut. Sedangkan khusus bagi PLB, dapat menimbun barang impor selama tiga tahun dengan mendapatkan penangguhan bea
FOTO/DOKUMEN KANWIL DJBC ACEH
masuk dan PDRI. “Syarat mengurus kedua izin ini sangat mudah, antara lain perusahaan sudah punya NIB (Nomor Induk Berusaha), Izin Usaha Industri (IUI), dan hak penguasaan lahan minimal satu hektar. Syarat administrasi itu discan, kemudian diajukan secara online bersama permohonan melalui portal registrasi.insw. go.id. Nah, secara sistem permohonan itu akan tertuju ke KPPBC daerah perusahaan pemohon,” jelas Hadi. Selanjutnya, kata Hadi, petugas KPPBC akan memeriksa semua dokumen syarat administrasi dimaksud. Selain itu, juga mengecek ke lokasi sesuai waktu kesiapan pemohon yang disebut dalam permohonan. Kemudian, paling lama tiga hari setelah petugas memeriksa semua dokumen itu, termasuk pemeriksaan ke lokasi lahan, Kepala KPPBC menerbitkan berita acara pemeriksaan dan rekomendasi kepada Kakanwil DJBC secara online juga melalui portal yang sama. Begitu pun, pihak Bea Cukai juga tetap melayani pengajuan permohonan secara manual, jika secara sistem belum memungkinkan. “Selanjutnya, Kakanwil DJBC memanggil pemohon untuk memaparkan bisnisnya di Kanwil DJBC. Dalam waktu satu jam setelah selesai memaparkan proses bisnisnya, Kakanwil DJBC menerbitkan izin PLB, KB atau KITE, jika hasil paparannya tersebut sudah layak diberikan izin dimaksud. Prosesnya itu tiga plus satu. Artinya hanya tiga hari tambah satu jam. Atas penerbitan perizinan tersebut tidak dipungut biaya” sebut Hadi. Hadi mengatakan penerbitan izin fasilitas ini sekarang menjadi kewenangan masing-masing Kantor Wilayah. Sebelumnya, semua proses ini mesti diurus secara manual ke Kantor Pusat Bea Cukai. Meski juga gratis, tetapi bisa menghabiskan waktu hingga sebulan. Belum lagi biaya transportasi dari daerah masing-masing ke Jakarta. Seperti diketahui, ada lima KPPBC di bawah Kanwil DJBC Aceh, yakni di Banda Aceh, Sabang, Lhokseumawe, Langsa, dan Meulaboh. Hanya Sabang yang khusus untuk pelayanan di daerah kepulauan itu. Sedangkan empat lainnya terbagi-bagi membawahi 22 kabupaten/kota lainnya di Aceh. (mur)
INFO PERIZINAN
10 InvestASI TAHUN 1 | EDISI I | 2019
Lima Dokumen Penting untuk Urus Izin Tambang Bebatuan di Aceh
B
ERLAKUNYA otonomi khusus memberikan kewenangan Pemerintah Daerah dalam mengelola sumber daya alamnya khususnya pertambangan galian C. Pengelolaan bahan tambang galian C di kabupaten/kota di Aceh berdampak positif terhadap perekonomian daerah dan pemasukan bagi pendapatan daerah. Selain itu juga membuka lapangan kerja bagi masyarakat sekitar lokasi tambang. Namun kegiatan tersebut juga berdampak buruk terhadap lingkungan hidup. Sebab itu dibutuhkan kebijakan dan ketegasan dari Pemerintah Daerah dalam hal regulasi, termasuk perizinan. Dengan adanya aturan yang jelas bagi perusahaan-perusahaan tambang bebatuan ini, maka dapat dilakukan pengawasan dan meminimalisir dampak buruk yang ditimbulkan. Seperti diketahui, proses penerbitan izin eksplorasi dan eksploitasi bahan tambang galian C seperti pasir, batu kerikil, batu gamping, dan lainnya, yang sebelumnya bisa dilakukan di kabupaten/kota, sejak beberapa waktu terakhir telah dilimpahkan kepada pemerintah provinsi. Proses izin tersebut melibatkan Dinas ESDM Aceh yang bertugas memeriksa kelengkapan persyaratan yang diperlukan untuk penerbitan sebuah surat izin usaha produksi bahan tambang galian C. Sedangkan yang menerbitkan
“
Dasar pertimbangan teknis inilah yang menjadi dasar kita mengeluarkan SK IUP (Izin Usaha Produksi) untuk eksplorasi.” -- IDA FITRIANI, ST, Plt Perizinan Tambang Galian C pada DPMPTSP Aceh
izinnya adalah Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP). Plt Perizinan Tambang Galian C pada DPMPTSP Aceh Ida Fitriani ST mengatakan untuk pengurusan izin sebetulnya dalam surat edaran Gubernur telah diatur. Antara lain berkas permohonan izin yang diajukan calon rekanan perlu melampirkan surat rekomendasi camat dan keuchik. Menurut Ida setelah ada rekomendasi keuchik, untuk memperoleh izin usaha produksi calon rekanan yang mengajukan permohonan juga perlu mendapat surat rekomendasi camat dan bupati. “Kemudian bupati juga harus melihat tata ruang, sudah sesuai apa tidak dalam mengeluarkan rekomendasi. Kemudian mereka mengajukan rekomendasi bupati ke DPMPTSP kabupaten/kota, dengan melampirkan rekomendasi camat, dan keuchik,” ujarnya. Selanjutnya pihak DPMPTS kabupaten/ kota setempat meninjau ke lapangan untuk dasar mengeluarkan rekomendasi. “Setelah keluar rekomendasi, kemudian membuat pengantar. Tapi sebagian kabupaten sudah ada pelimpahan wewenang, tidak mesti lagi rekomendasi bupati, tapi cukup rekomendasi DPMPTSP kabupaten. Setelah lengkap syaratnya mereka ajukan ke DPMPTSP provinsi. Ma-
salah yang sering muncul pada tahap ini soal peta, sesuai dengan Undang-undang harus sesuai batas tanah, harus sejajar lintang dan bujur, sebagian besar masyarakat belum tahu. Kalau sudah oke, kita buat form permohonan pertimbangan teknis untuk diajukan ke ESDM,” sebut Ida. Selanjutnya, kata Ida, pihak ESDM akan lakukan pertimbangan teknis. Apabila sudah memenuhi syarat, pihak ESDM membuat peta pencadangan, dan pertimbangan teknis, dan berkasnya dikirim kembali ke DPM PTSP Provinsi. “Dasar pertimbangan teknis inilah yang menjadi dasar kita mengeluarkan SK IUP (Izin Usaha Produksi) untuk eksplorasi. Setelah mereka menerima SK, mereka menyiapkan dokumen lingkungan, dan ada laporan eksplorasi akhir studi kelayakan, rencana kerja anggaran biaya (RKAB), rencana reklamasi (termasuk Amdal), jadi harus disiapkan lima dokumen tersebut,” papar Ida. Setelah dilengkapi, lalu mereka masukkan lagi permohonan IUP ke DPMPTS Provinsi. “Kalau sudah oke, kita kirim lagi ke ESDM. Terus dikembalikan lagi ke kita berupa pertimbangan teknis boleh atau tidak, baru kita keluarkan SK untuk Operasi Produksi. Kemudian baru boleh melakukan penambangan. Kalau sekarang
namanya operasi produksi,” ungkap Ida. Sektor tambang bebatuan sejak lama menjadi salah satu usaha yang menjanjikan. Sebab bebatuan menjadi material utama yang dibutuhkan untuk pembangunan. Selain itu, pertambangan galian C juga mendatangkan keuntungan bagi pendapatan daerah. “Pemasukan ini kan dari pajak, ada pajak bukan mineral dan logam, itu kewenangan dari kabupaten,” ujar Ida. Sebab itu, katanya, maka diperlukan pengawasan dalam pelaksanaannya di lapangan dengan melibatkan kabupaten/ kota, karena tidak mungkin seluruhnya diawasi dari provinsi. Ida mengimbau bagi pemegang hak yang mengelola galian C di Aceh yang belum mengantongi izin agar segera mengurusnya. Hal ini penting untuk menghindari gejolak sosial di masyarakat dan juga menghindari delik hukum. Sebaliknya bagi pengelola tambang galian C yang sudah berizin diharapkan taat pada aturan menyetor pajak kepada pemerintah setempat. “Izin mereka bisa dievaluasi lagi kalau tidak sesuai aturan atau tidak menjalankan kewajibannya,” tegas Ida. (ans)
PIM Kebut Proyek Pabrik NPK, Target Beroperasi 2021
Kepala Administrator KEK Arun, Dr. Aulia Sofyan (Tengah) bersama Kepala Proyek Pembangunan NPK, Dedek, dan GM Operasional BUPP KEK Arun, Rustam Efendi saat meninjau lokasi pembangunan proyek pabrik NPK di KEK Arun, Lhokseumawe, pada 20 September 2019.
PT Pupuk Iskandar Muda (PIM) terus mengebut pembangunan proyek Pabrik Nitrogen Phospor dan Kalium (NPK) Chemical di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Arun Lhokseumawe. Kepala Administrator KEK Arun Lhokseumawe, Dr Aulia Sofyan, menyampaikan hal ini kepada Tabloid In-
vestasi, Jumat (27/9). Menurutnya, hal ini sesuai apa yang dilihatnya saat meninjau ke lokasi pembangunan ter sebut, Jumat pekan lalu, 20 September 2019. “Untuk saat ini pengerjaan proyek sudah tercapai target lima persen, Insya Allah juga akan tercapai target
beroperasi pada tahun 2021 sesuai jangka waktu yang diberikan 29 bulan. Tujuan pabrik ini untuk memenuhi kebutuhan ekspor ke beberapa negara di Asia Tenggara dan Asia Selatan,” kata Dr Aulia. Selaku administrator di KEK Arun Lhokseumawe, Aulia menegaskan bahwa PT PIM berhak mendapatkan fasilitas pembebasan bea masuk material yang diimpor dalam proses pembangunan. “Saat ini administrator sedang mempersiapkan proses penetapan pembebasan bea masuk dalam kawasan setelah berkoordinasi dengan pihak Dirjen Bea Cukai dan Sekretariat Nasional KEK di Jakarta,” katanya. Selain memproduksi pupuk, menurut Aulia, pabrik ini akan ter-
integrasi dengan pabrik existing PIM yang kebutuhan utilitas listrik, air, dan steam akan disuplai dari PT PIM, termasuk fasilitas pelabuhan. Aulia menambahkan administrator sebagai perwakilan pemerintah mendukung penuh investasi PT PIM dalam pembangunan pabrik NPK ini, yaitu berkapasitas produksi 500.000 ton per tahun ini. Nilai ivestasinya Rp 1 triliun. “Ke depan kita tentunya berharap akan lebih banyak perusahaan yang masuk berinvestasi di KEK Arun Lhokseumawe, mengingat kawasan ini sudah sepenuhnya beroperasi semenjak diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada 14 Desember 2018 lalu,” demikian Aulia yang juga Kepala DPMPTSP Aceh ini. (Riadi)
PROMOSI
“
InvestASI 11 TAHUN 1 | EDISI I | 2019
Coba kalau ada industri buat mentega, industri buat sabun, dan lainnya di Aceh, sehingga sawit dari daerah ini tak perlu bawa keluar.”
S
SYARIFAH ZULFA, Kabid Promosi Penanaman Modal DPMPTSP Aceh
Strategi Promosi Menggaet Investor
ELURUH lapisan masyarakat hingga esekutif dan legislatif serta semua pihak harus mendukung investasi di Aceh. Karena ini menjadi modal berharga untuk masuknya investor ke Tanah Rencong. Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Aceh terus mempromosikan potensi Aceh untuk menarik minat supaya makin banyak investor datang. Kabid Promosi Penanaman Modal DPMPTSP Aceh, Syarifah Zulfa SE, menjelaskan program yang dilakukan selama ini untuk mempromosi potensi Aceh. Supaya makin banyak investor yang datang dan menanamkan modalnya di Tanah Rencong. Berbagai cara dilakukan termasuk menjalin hubungan dengan media cetak maupun elektronik dan hadir diberbagai forum. Karena promosi melalui media, sasaran konsumennya bisa lebih banyak terjangkau dari pada membuat pertemuan yang audiennya terbatas. Tapi kalau melakukan promosi melalui media, maka informasinya lebih banyak orang mendapatkan hal yang dibutuhkan tentang potensi Aceh. Kemudian dari segi lain juga tetap dilakukan, misalnya mengadakan pameran dan lainnya. “Selain mempromosikan potensi Aceh melalui media elekronik maupun media cetak. Kita menyediakan informasi dalam bentuk brosur, bentuk pamflet, kemudian dengan mengadakan atau menghadiri forum bisnis. Itu strategis promosinya yang ampuh untuk menarik investor menanamkan modalnya di Aceh,” ujarnya. Media untuk promosi selama ini, kata Syarifah, memang ada media lokal, ada juga
KARIKAT UR
Anti-Offside
melalui media nasional. Termasuk melalui majalah Garuda Indonesia juga disampaikan informasi supaya terjangkau banyak orang. Jadi bukan hanya melibatkan media lokal, online untuk promosi potensi Aceh. “Kalau kita melihat promosi dengan media, tingkat informasinya, jumlah penerima informasinya lebih banyak. Begitu juga dengan website dan lainnya lebih cepat dan lebih banyak terjangkau informasinya,” ujarnya. Selama ini, kata Syarifah, persepsi sebagian orang melihat investasi itu yang besar-besar baru investasi. Sebenarnya investasi itu setiap modal yang ditanam, UKM itu juga investasi sebenarnya. Setiap yang mendapatkan keuntungan yang mempunyai modal, pasti itu investasi. Mempunyai nilai tambah, jadi setiap barang yang mempunyai nilai tambah dia sudah merupakan investasi. “Cuma persepsi kita kalau bukan yang besar itu bukan investasi,” ujarnya. Memang, kata Syariaf, untuk berhasilnya suatu investasi banyak kendala. Tidak hanya di DPMPTSP, karena ini bukan instansi yang eksekusi, banyak instansi teknis terkait lainnya. Misalnya investasi ini sangat tergantung pada lahan. Kalau dia lahan tidak riil, investor tidak mungkin mau masuk. Bagaimana kesiapan lahan, status lahan, serta masyarakat menerima atau tidak investasi ini. “Karena kalau investor yang sudah saja, ada demo sana sini, bisa menghambat investasi lain. Kalau kita sudah sepakat sepaham bahwa kita butuh investasi, mungkin yang salah salah ini tinggal kita perbaiki, bukan kita minta dia keluar. Bukan gampang orang untuk masuk. Orang kita saja yang ada uang bisa perginya dan tidak investasi di
tempat sendiri, kalau ada kendala dan konflik. Apalagi orang luar saja yang mau masuk lalu disuruh keluarnya,” ujarnya. Bagusnya, kata Syarifah, kalau memang ada yang salah diperbaiki dan dikomunikasikan. Sehingga turut mendukung untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif. Kalau tidak ada dukungan sama saja merusak iklim imvestasi. “Misalnya ngapain kita investasi di Aceh, yang sudah saja bisa keluar. Ini kan satu iklim yang tak baik untuk investor. Kita berhasil itu harus semua mendukung, eksekutif, legislatif, masyarakat, orang di kampung-kampung dan semuanya,” ujarnya. Dikatakan Syarifah, mungkin butuh sosialiasinya mengajaknya bagaimana, pendekatan perusahaan dengan masyarakat. Kalau di awal-awal pendekatan dengan masyarakatnya bagus, tenaga kerja terserap, maka akan tercipta iklim yang bagus untuk investasi. Karena sama-sama saling mendukung sehingga perlu ada pendekatan antara perusahaan dengan masyarakat guna ada kenyamanan bagi investor. “Jadi orang di negeri perang pun masih ada investasi. Cuma bagaimana kadang ada juga investor kasih lahan segini, besok garap sedikit sedikit dan tau-tau sudah memperluas lahannya. Ada juga masyarakat yang melihat ada lahan kosong ditamani, begitu dilarang jadi konflik,” ujarnya. Makanya untuk menciptakan iklim investasi, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Aceh tak akan berhasil kalau jalan sendiri. Tapi harus saling mendukung bersama-sama untuk mencapai satu tujuan. Supaya investor masuk dan bisa menanamkan modalnya di Aceh dan masyarakat bisa menikmati dampak positif dari investasi yang masuk. Menurut Syarifah, percuma saja promosi besar-besaran kalau tidak mendukung dari dalam.Elemen yang ada di daerah dari legislatif sampai masyarakat kalau tidak mendukung capek juga promosi kemana pun. Walaupun dipublis melalui media apa pun dengan menarik. “Kalau waktu datang kemari belum apa-apa sudah lari. Itu bagaimana menciptakan iklim investasi yang kondusif,” ujarnya. Hal ini, kata Syarifah, perlu kerja sama mengatasi masalah untuk mencapai yang diharapkan dari investasi yang masuk ke Aceh. Karena tenaga kerja bisa diserap, pertumbuhan ekonomi multiplier effect didapatkan untuk masyarakat Aceh. Misalnya kalau ada sawit jangan dibawa CPO langsung ke industri di Medan. “Coba kalau ada industri buat mentega, industri buat sabun, dan lainnya di Aceh, sehingga sawit dari daerah ini tak per-
lu bawa keluar. Bisa manfaatkan dulu dari Aceh sebelum dibawa ke luar dengan berbagai produk industri,” ujarnya. Sekarang, kata Syarifah, Pemerintah Aceh sudah berinisiatif menggalakkan kawasan. Lahan di dalam kawasan sudah dicoba diurus supaya tidak menimbulkan masalah. Tapi yang bermasalah coba memfasilitasi mengclearkan masalah lahan. Setelah clear barulah undang investor untuk masuk sehingga tak ada masalah lagi dia dengan lahan. Sekarang sedang digalakkan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Lhokseumawe. “Kadang-kadang kita minta media ini jangan terlalu menegatifkan dalam pemberitaan, coba diangkat juga yang positif sehingga kita mudah. Karena media salah satu alat yang sangat berpengaruh dalam informasi yang diberitakan. Karena ini untuk mendukung informasi yang positif melalui media guna iklim investasi yang diharapkan investor,” ujarnya. Karena bagaimana media bisa menciptakan iklim yang kondusif dengan informasi yang tidak seram. Jangan sampai belum datang untuk berinvestasi, tapi sudah tidak berani begitu membaca berita ini. Kawasan Ekonomi Khusus yang lebih digalakkan, kalau dilihat dari kawasan lain, termasuk cepat walaupun masalah difasilitasi. Kemudian Kawasan Ladong yang masuk ada beberapa perusahaan sudah terdaftar. “Plt Gubernur Aceh juga kita lihat antusias untuk mendukung itu. Beliau mempercepat semua urusan. Kemudian juga kawasan Lampulo. Makanya diajak semua pihak untuk mendukung investasi di Aceh. Karena kalau satu jalan, satu tendang dari belakang, bakal tidak sampai-sampai dan sulit terwujud,” ujarnya. Makanya, kata Syarifah, promosi ini menciptakan bagaimana pemerintah sudah menyiapkan kawasan kemudian regulasi juga. Kemudian sistem ini baru ada pelayanan perizinan, dimana sistem baru yang terkoneksi secara online dan terintegrasi dengan semua. Pemerintah pusat mengimplementasikan sistem ini melalui SDM, infrastrukturnya, dan IT-nya. “Mudah-mudahan ke depan yang menghambat-hambat investasi bisa dipotong dan bisa lancar,” ujarnya. Saat ini, kata Syarifah, Aceh melakukan pengembangan kawasan. Kawasan itu akan dipromosikan kalau pun ada forum akan dititipkan informasi tentang potensi Aceh kalau tidak bisa hadir langsung. Karena ingin membangun image bahwa Aceh terbuka untuk investasi dan ini sudah disiapkan untuk disampaikan kepada para investor. “Ini salah satu langkah cepat untuk mengatasi berbagai masalah sehingga Aceh bisa mendapatkan banyak manfaat dari kehadiran investor,” ujarnya. Dengan dukungan semua pihak, kata Syarifah, investasi ini akan berhasil dan menciptakan image Aceh ini jangan ada “tidak aman”. Kalau diciptakan pelayanan yang baik, image yang positif, yang didukung SDM sehingga tidak menghambat investasi. “Potensi tanpa SDM dan teknologi tidak ada harganya. Coba kita selama ini bilang banyak sawit, saya banyak ini, tapi kalau tidak diolah menjadi ekonomi riil, kan dia tak bernilai,” ujarnya. Makanya, kata Syarifah, DPMPTSP Aceh, terus mempromosikan potensi investasi di Aceh untuk menarik investor luar. Sehingga kedatangan mereka ke Tanah Rencong bisa menambah pendapatan, membuka lapangan kerja sehingga ekonomi tumbuh. “Kita terus promosikan untuk menarik minat investor. Dari dalam pun harus mendukung supaya kondusif sehingga kehadiran investor dapat memberi manfaat bagi masyarakat Aceh,” harapnya. (had)
REALISASI
12 InvestASI TAHUN 1 | EDISI I | 2019
Investasi Nyaman, Ekonomi Tumbuh D
INAS Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Aceh turut bekerja keras untuk masuknya investor ke Aceh. Karena kehadiran investor yang menanamkan modalnya itu berdampak positif terhadap bertambahnya lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi Aceh. Berbagai cara dilakukan agar para investor bisa tertarik datang dan berinvestasi di Aceh. Kepala Bidang (Kabid) Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal DPMPTSP Aceh, Ir Jonni mengatakan, pihaknya punya tugas pokok mengendalikan dan kemudian pelaksanaan. Kemudian tugas pokok lainnya memantau, membina dan mengawasi. Jadi investor yang sudah mendapat izin awal, kalau dulu izin intrinsik, kalau sekarang Nomor Induk Berusaha (NIB). “Kami langsung wajib mendampingi supaya investasi ini terarah sesuai dengan izin. Kadang-kadang dikasih izin A yang dikerjakan B. Jadi jangan begitu nantinya. Kemudian begitu ada hambatan diselesaikan.
“
Kita bisa memberikan izin sewa lahan 25 tahun atau 30 tahun (untuk investor), sehingga mereka betul-betul nyaman bekerja.” JONNI, Kabid Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal DPMPTSP Aceh
Jadi investor itu benar-benar aman dan nyaman berusaha di Aceh,” kata Ir Jonni kepada Tabloid Invest In Aceh baru-baru ini. Jadi kalau ada kendala, kata Jonni, seperti kendala yang dialami investor masuk, ternyata ada beberapa infrastruktur yang kurang lengkap. Seperti listrik kurang yang pelan-pelan bisa diatasi. Kemudian air bersih yang belum teratasi dengan benar. Kalau PDAM baru tingkat untuk konsumen rumah tangga, dan kalau untuk industri belum. Hal lain yang harus diatasi, kata Jonni, termasuk soal sewa lahan yang naik sampai 100 persen kalau tidak dikoordinasikan dengan pengusaha. Ini bisa memberatkan investor yang baru berinvestasi. Makanya segala hambatan harus dituntaskan karena investor baru
akan melihat keberhasilan investasi yang duluan masuk ke Aceh. “Karena ada investor yang bilang, kalau kami lancar, nggak usah promosi, kami saja yang bawa banyak-banyak investor,” ujar Jonni meniru ucapan investor. Kemudian masalah sewa lahan juga harus dituntaskan. Karena tak bisa sewa lahan hanya lima tahun sekali, meski bisa diperpanjang. Sebab 5 tahun adalah waktu yang sangat singkat. Begitu mengajukan kredit ke bank, dilihat sewa lahan lima tahun, bisa tak diproses oleh pihak perbankan. Ini salah satu keluhan investor yang harus bisa diatasi. “Kita bisa memberikan izin sewa lahan 25 tahun atau 30 tahun (untuk investor), sehingga mereka betul-betul nyaman bekerja. Karena investor itu orang kaya, tapi dana yang diputar itu tidak
Tim dari Bidang Pengendalian dan Pelaksanaan Penanaman Modal DPMPTSP Aceh dan DPMPTSP Kabupaten Aceh Tamiang melakukan pemantauan ke Pabrik PKS PT. PP Pati Sari di Kab.Aceh Tamiang, tanggal 26 September 2019.
dana pribadi, tetap pinjam,” ujarnya. Kemudian ada kendala lagi, kata Jonni, tiba-tiba lahan yang sudah bersertifikat diklaim belum dibayar. Ini bisa menghambat investasi walaupun segelintir masyarakat yang mengklaim lahan tersebut justru tak punya sertifikat. Sedangkan pihak investor sudah punya sertifikat yang sah dari BPN. Tapi masalah ini bisa berlarut-larut dan membuat investasi terhambat, kalau tak bisa dituntaskan sebelumnya. “Kemudian protes dari pegiat lingkungan, LSM misalnya. Padahal lahan yang digunakan kan sudah amdal. Amdal itu semua ahli berkumpul dan membahas. Kalau amdalnya sudah lolos kan ngak ada masalah,” ujarnya. Menurut Jonni, hambatan-hambatan seperti ini membuat kenyamanan investor makin sulit. Apalagi, kalau sampai masuk ke PTUN yang justru memenangkan pihak penggugat. Ada juga yang kalah di PTUN, tapi masalah di lapangan juga menjadi kendala. “Karena izin yang dikeluarkan itu kepastian hukum, tidak bisa serta merta dicabut. Kalau itu kita lakukan, Aceh good by saja investasi. Ngak akan datang orang,” ujarnya. Potensi Aceh, kata Jonni, sangat banyak, mulai darat dan laut. Seperti tambang dan agro. CPO Aceh kalau di olah bisa jadi minyak, mentega, biodiesel. Kemudian hasil laut Aceh juga harus maksimal digarap. Misalnya pengalengan ikan yang belum ada sehingga bahan baku dari Aceh dibawa ke Medan, Sumatera Utara. “Mengembangkan investasi itu lintas sektor. Tidak di kami saja, begitu bicara infrastruktur sudah lain instansinya. Bicara keamanan sudah lain instansinya,” ujarnya. Dikatakan Jonni, pada 25 September 2019 ada bimbingan sosial Polri. Ini kerja sama BKPM dengan Polri supaya bagaimana melindungi investor. Jadi
REALISASI
InvestASI 13 TAHUN 1 | EDISI I | 2019
mudah-mudahan dengan acara ini nanti semua Kapolres di Aceh dan semuanya dinas-dinas memahami bahwa Polri juga ikut aktif melindungi. “Tapi kalau sudah ada intruksi dari atas otomatis Kapolres proaktif. Kalau ngak mendukung dicopot nanti oleh pimpinannya. Jadi apa saja langkah-langkah untuk perbaikan iklim investasi ini kita lakukan. Saya juga katakan kepada investor kalau ada masalah segera laporkan. Pemerintah bisa mengambil kebijakan yang pro dunia usaha,” ujarnya. Ditambahkan Jonni, kalau tidak nanti salah-salah seperti menaikkan harga lahan. Karena orang belum masuk, tiba-tiba dinaikkan harga. Ini sama juga orang yang akan masuk pindah. Jangan sampai investor keluar dan berinvestasi di daerah lain yang bisa melindungi dan memberi kenyamanan bagi mereka. “Kita kadang lihat lebih cenderung lahan kosong. Padahal lahan kosong itu rugi kita. Tapi dengan ada investor orang bisa masuk bekerja, berapa perputaran dana di situ. Sekarang ini para investor yang terbanyaknya minatnya di bidang energi di daratan tengah dan barat selatan Aceh. Hampir titik sungai itu sudah masuk,” ujarnya. Untuk Agro industri, kata Jonni, diharapkan hasil-hasil pertanian dan perkebunan Aceh bisa diolah sehingga nilai tambah tidak di Medan. Termasuk padi saja jangan sampai nilai tambahnya di Medan, begitu panen masuk ke truk bawa ke Sumatera Utara dan dari
sana beras premium datang ke Aceh. Kemudian truk-truk CPO sepnajang jalan tiap malam menuju ke medan hingga jalan rusak. Padahal maunya di olah di sini jadi minyak, mentega dan lainnya. Jadi dengan ada pengolahan di Aceh nantinya secara otomatis agroagro lain tumbuh. Sehingga masyarakat pun bisa lebih bersemangat lagi. “Karena kalau memang agro industri tumbuh, maka masyarakat yang menanam itu semangat dia. Begitu panen ada yang ambil. Harga pun stabil, petani pun kalau panen senyum. Misalnya cabe juga nanti diharapkan ada saus cabai di sini. Kalau kopi alhamdulillah sehat harganya,” ujarnya. Namun, kata Jonni, diharapkan UKM-UKM di Aceh lebih upgrade karena pemerintah siap membantu. Contoh Korea bagaimana mengembangkan UKMnya menjadi besar, misalnya Samsung yang awalnya kecil, dan oleh pemerintah Korea dibantu, sekarang Samsung mendunia. “Begitu juga kita nanti, kan ada pengusaha-pengusaha kita membantu, mesin dan bangunan, jadi kita buat produk,” ujarnya. Dikatakan Jonni, sekarang Aceh sudah aman, walaupun cuma nyaman yang belum sepenuhnya. Misalnya, diganggu oleh LSM, ada petisi ini petisi itu, kemudian macam-macam hingga ada masalah tanah, seperti tanah ulayat. Sekarang tanah apa saja harus ada sertifikat, tanah adat, tanah ulayat harus ada sertifikat. Kalau lepas begitu namanya tanah negara. “Kalau ada kenyamanan
sudah pasti banyak investor yang ingin masuk. Karena kalau tidak ada kenyamanan para investor bisa memilih daerah lain,” ujarnya. Kalau ada investor masuk, dan nyaman, kata Jonni, maka ekonomi rakyat akan meningkat. Lapangan pekerjaan, pusat-pusat ekonomi bergairah karena perputaran uang. Orang punya penghasilan tidak punya waktu untuk melakukan atau terlibat kejahatan. Orang punya pekerjaan dan penghasilan tidak termenang di warung kopi. “Investor dari luar itu taunya Aceh otonomi khusus, mereka mengatakan Aceh tidak sama dengan daerah lain, lebih gampang. Tapi begitu sampai ke sini, sama juga, maka Medan yang akan mengambil manfaat. Kalau kita tidak ada lebihnya maka mereka bisa pindah ke Medan. Coba kalau Aceh ada lebihnya. Misalnya masa konstruksinya sewa gratis. Ini lebih menyenangkan investor. Karena masa kontruksi orang belum berhasil, belum ada keuntungan, kita gratiskan dulu. Setelah produksi nanti baru dapat keuntungan,” ujarnya. Diharapkan Jonni, bagaimana regulasi itu pro untuk investasi kemudian sarana dan prasarana dilengkapi walaupun minimal. Jadi seperti PDAM tingkatkan banyak produksinya. Karena bukan konsumsi masyarakat lagi yang dihadapi sekarang, tapi investor. Seperti investor masuk ke Kawasan Ladong semoga airnya tersedia dengan cukup seperti yang dibutuhkan. “Kemudian masyarakat juga LSM pro
lah, ini coba bayangkan tamat kuliah tidak tahu kemana. Akhirnya cari honor di kantor yang hanya secuil, sayang ya. Tapi kalau investor masuk orang kita bisa bekerja. Itu yang kita harapkan. Semua harus pro kepada bisnis ini, kita, masyarakat dan LSM. Ayo kita awasi, kalau mereka salah, tapi jangan ini tidak bisa,” ujarnya. Jonni pernah membayangkan seandainya pesawat belum ada, tiba-tiba teman membuat proposal untuk membuat pesawat. Pasti banyak yang protes karena ngak mungkin besi sekian ton terbang. Tapi dengan ilmu yang ada besi sekian ton terbang. Itu umpamanya supaya tidak langsung protes. “Tapi dipelajarilah, kalau di lingkungan itu amdal sudah oke diterima. Karena di amdal itu banyak ahlinya, jangan kita ngak bisa ini, ngak bisa rusak,” ujarnya. Alam, kata Jonni, diciptakan bukan untuk dibiarin, tapi boleh membolak balik alam ini, namun tetap ada aturannya. Seperti pertambangan, dana reklamasi sudah dititip dulu di bank. Begitu mereka masuk, dana dititip dulu di bank, Begitu selesai nanti bisa penghijaun lagi dan sebagainya. “Kita positif thinking saja dulu. Kita juga mengawasi agar tenaga kerja menengah ke bawah itu jangan dari luar. Kita awasi kecuali yang skill karena kadang ada yang dibutuhkan dari lokal tidak ada. Jadi kalau investor nyaman di Aceh, maka ekonomi Aceh akan tumbuh dan lapangan kerja tersedia untuk putra-putri Aceh,” ujarnya. (had)
Keluarga Besar
DPMPTSP Aceh Mengucapkan Selamat
Atas Pelantikan
Anggota DPR Aceh Periode 2019-2024
di Gedung DPR Aceh, Senin 30 September 2019 dan ucapan terima kasih kepada Anggota DPR Aceh Periode 2014-2019 Semoga dapat terus bersinergi mewujudkan dalam mewujudkan Aceh sebagai tujuan utama investasi Ttd,
Dr. Aulia Sofyan Kepala DPMPTSP Aceh
INSENTIF
14 InvestASI TAHUN 1 | EDISI I | 2019
Pengurangan Pajak dan Retribusi Aceh Capai 60 Persen
“
Sebelumnya tidak ada pemberian insentif atau pengurangan pajak sampai 60 persen bagi investor yang berinvestasi di Aceh.” – ZULKIFLI HAMID, Kasi Deregulasi DPMPTSP Aceh
S
ALAH satu cara Pemerintah Aceh menarik minat investor untuk berinvestasi di daerah ini adalah memberikan insentif fasilitas penanaman modal berupa pengurangan pajak dan retribusi provinsi sampai dengan 60 persen. Hal ini lebih tinggi daripada yang ditawarkan oleh Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) untuk investasi di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika, yang
hanya memberikan pengurangan ini hingga 50 persen. Kepala Seksi Deregulasi DPMPTSP Aceh, Zulkifli Hamid, menyampaikan hal itu kepada Tabloid Investasi baru-baru ini. Menurutnya, hal ini diatur dalam Pasal 18 Qanun Aceh Nomor 5 tahun 2018 tentang Penanaman Modal, bahwa Badan Usaha atau pelaku usaha diberikan Insentif pengurangan atas pajak Aceh dan retribu-
“
Tahun depan, bahan-bahan mesin yang kami impor di tahap kedua bakal dua kali lipat lebih banyak dibanding tahun lalu, sehingga dengan adanya izin KB ini, dapat free pajak barang impor tersebut.” -- ALMER HAVIS, Managing Director PT Yakin Pasifik Tuna
MANAGING Director PT Yakin Pasifik Tuna, Almer Havis, mengakui bahwa perusahaan dipimpinnya itu di Lampulo, Banda Aceh, sudah mendapat izin Kawasan Berikat (KB) dari Kanwil DJBC Aceh, Agustus 2019. Ia juga tak membantah bahwa untuk mendapat izin KB ini prosesnya cepat dan tak ada hambatan. Almer menyambut baik program pemerintah menggratiskan pajak impor barang-barang industri bagi yang sudah berizin KB, sehingga hal ini sangat bermanfaat bagi para pelaku ekspor impor barang-barang industri, termasuk PT Yakin Pasifik Tuna di Lampulo yang akan beroperasi November 2019. Pasalnya, kata dia, kebutuhan terhadap barang-barang impor, terutama mesin
serta peralatannya untuk PT Yakin Pasifik Tuna tak bisa dielakkan. Tujuannya agar kualitas produksi berbagai jenis barang olahan ikan tuna dan lain-lain ini semakin bagus dan modern, sehingga menjadi produk ekspor unggulan ke Cina, Jepang, Hong Kong, dan berbagai negara lain. Tahun lalu, kata Almer sebelum pihaknya berizin Kawasan Berikat, biaya pajak impor berbagai mesin untuk kebutuhan perusahaannya itu mencapai ratusan juta. “Tahun depan, bahan-bahan mesin yang kami impor di tahap kedua bakal dua kali lipat lebih banyak dibanding tahun lalu, sehingga dengan adanya izin KB ini, dapat free pajak barang impor tersebut,” kata Almer kepada Tabloid Investasi di Banda Aceh baru-baru ini.
si Aceh paling banyak 60% (enam puluh persen) dari penetapan pokok pajak yang terutang. Hal ini diperkuat lagi dalam Pasal 31 untuk Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Lebih lanjut, Pasal 34 menyebutkan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian kemudahan dan fasilitas penanaman modal atas Pajak Aceh dan Retribusi Aceh dalam KEK di Aceh diatur dalam Peraturan Gubernur. Saat ini kami sedang menyusun Rancangan Peraturan Gubernur Aceh tentang Tata Cara Pemberian fasilitas penanaman modal di Aceh, diharapkan tahun depan sudah dapa diterapkan. Pasal 16 Qanun 5/2018 menyebutkan bahwa fasilitas penanaman modal dapat berbentuk : a. Insentif pengurangan, keringanan, atau pembebasan pajak Aceh b. Insentif pengurangan, keringanan, atau pembebasan retribusi Aceh c. Insentif pengurangan besaran tarif dari Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) dan dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Tanah dan Bangunan d. Insentif pengurangan dan/atau ke-
ringanan atau pembebasan dalam hal-hal tertentu atas pokok pajak dan sanksinya e. Insentif pengurangan dan/atau keringanan atau pembebasan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) rumah umum bagi masyarakat berpenghasilan rendah f. Insentif pengurangan/ keringanan sewa lahan pada lahan pemerintah Aceh. Qanun ini juga berlaku mutatis mutandis. Artinya tak hanya berlaku untuk penanaman modal di level Pemerintah Aceh saja, melainkan juga di kabupaten/kota se-Aceh, sehingga kabupaten/ kota tak perlu lagi membuat Qanun Penanaman Modal. Ia menambahkan Qanun ini juga sudah terintegrasi dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2018 dan PP 24/2019 tentang tentang Pemberian Insentif dan Kemudahan Investasi di Daerah” ujar Zul kifli seraya berharap terobosan kebijakan investasi ini dapat dimanfaatkan oleh pelaku usaha. (*)
PT Yakin Pasifik Tuna Bebas Pajak Barang Impor Selain itu, kata Almer, nanti sesekali mereka juga bakal mengimpor bahan baku ikan dari Andaman, India, ketika stok ikan-ikan besar di Perairan Indonesia, khususnya di Perairan Aceh sedang berkurang. Lebih dari ini, tambah Almer, mereka juga butuh alat-alat penolong impor, seperti minyak dan oil. Kebutuhan ini bakal rutin mereka impor setiap sebulan atau dua bulan sekali dari Jepang “Nah, untuk kebutuhan tersebut saja bisa terkena pajak impor Rp 80-100 juta, jika tak ada fasilitas izin KB,” katanya. Di luar persoalan izin KB yang dinilainya tak ada masalah lagi, Almer meminta Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, benar-benar mengawal Qanun Nomor 5 tahun 2018 tentang Penanaman Modal agar bisa jalan, sehingga Aceh yang disebut dalam qanun ini memberikan insentif atau pengurangan pajak hingga 60 persen, benar-benar terlaksana. Dengan demikian investor menarik berinvestasi di Aceh, sehingga lapangan kerja terbuka. Salah satu insentif atau pengurangan pajak yang dimaksud di sini adalah gratis sewa lahan pemerintah untuk industri hingga lima tahun. “Jangan sampai aturan mengatur demikian, tetapi ketika kita urus ke Badan Pengelolaan Keuagan Aceh, mereka sangat berat memberikan izin ini.
Mereka takut target Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor ini tak tercapai,” ujar Almer. Selain itu, Almer berharap Pemerintah Aceh dan Pemkab/Pemko bisa memberikan kepastian hukum terhadap para investor. Ia mencontohkan seperti dirinya yang sudah berinvestasi untuk sewa lahan Pemerintah Aceh di PPS Lampulo seluas 2,4 hektare Rp 575 juta per lima tahun, kemudian ketika kontrak ini berakhir, ada kepastian untuk melanjutkan kontrak itu dengan harga yang sesuai. Jika pun ada kenaikan diimbangi dengan sosialisasi dan penambahan pelayanan yang memadai, seperti kecukupan air dan listrik. Almer juga menyarankan Pemerintah Aceh menerapkan seperti di Vietnam dalam meningkatkan ivestasi di negara itu. Di sana insentif pajak untuk investor mencapai 20 persen atau lebih tinggi dibanding di Indonesia yang memberikan 15 persen. “Menariknya lagi di sana, untuk investasi di daerah terpencil, bisa ditambah kenaikan insentif pajak oleh daerah lima atau sepuluh persen lagi. Aturan seperti ini yang semestinya bisa di-copy paste oleh Aceh untuk menambah kenaikan insentif pajak dari apa yang sudah diberikan negara bagi investor yang berinvestasi di daerah ini,” saran Almer. (mur)
KERJASAMA
“
Tugas Satgas Bersama (JTF) mengidentifikasi kemungkinan program kerja sama serta rencana tindakan (plan of action) berjalan sesuai harapan kedua pihak.” – AULIA SOFYAN, Kepala DPMPTSP Aceh
P
EMERINTAH Republik Indonesia dan India sepakat membentuk Satuan Tugas Bersama/Joint Task Force (JTF) guna mempercepat realisasi konektivitas Aceh-Andaman. Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Aceh, Dr Aulia Sofyan, menyampaikan hal ini seusai menghadiri rapat persiapan pertemuan pertama JTF RI - India bersama pihak Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) di Ja-
InvestASI 15 TAHUN 1 | EDISI I | 2019
RI-India Bentuk Satgas Bersama Percepat Konektivitas Aceh-Andaman karta, Kamis (19/9). Menurut Aulia pertemuan pertama antara RI dan India akan diadakan di Banda Aceh pada November mendatang. Tujuannya untuk membahas lebih rinci konsep kerja sama antara kedua negara di bidang konektivitas, pengembangan sumber daya kelautan yang berkelanjutan. Begitu juga untuk kerja sama bidang pertukaran pariwisata dan budaya, akademik, sains dan teknologi, serta pengembangan infrastruktur di Sabang dan Andaman. “Tugas Satgas Bersama (JTF) mengidentifikasi kemungkinan program kerja sama serta rencana tindakan (plan of action) berjalan sesuai harapan kedua pihak,” katanya. Menurutnya, Pemerintah Aceh menyatakan kesiapannya untuk menjadi tuan rumah pada pertemuan yang dimaksud dan menyambut baik rencana
konkret yang bakal dilaksanakan oleh Kementerian Luar Negeri RI dan India. Aulia menjelaskan bahwa progam konektivitas antara Aceh-Andaman merupakan hasil dari kesepakatan RI-India yang tertuang dalam dokumen Shared Vision on Maritime Cooperation in the Indo-Pacific yang ditandatangani oleh kedua pemimpin negara pada Mei 2018. “Dokumen tersebut menyatakan kesamaan visi antara Indonesia dan India dalam mewujudkan kerja sama yang lebih erat di bidang investasi dan perdagangan, perukaran budaya dan teknologi, keamanan dan mitigasi bencana,” jelas Aulia.Aulia menambahkan dalam hal kerja sama investasi dan perdagangan, kedua negara nantinya akan menyelaraskan standar untuk komoditas, daftar negatif komoditas seperti bahan bangunan. “Kita berharap akan dibuka kesem-
patan kepada perusahaan konstruksi Indonesia untuk berpartisipasi dalam proyek-proyek di Andaman. Begitu juga perusahaan India agar diberi kesempatan berinvestasi dalam industri agribisnis, seperti kelapa dan sawit di Aceh,” katanya. Sedangkan untuk sektor pariwisata menurut Aulia, terdapat potensi wisata kapal pesiar di Andaman dan Aceh, apalagi dengan pelabuhan baru dibangun di Andaman untuk mengakomodasi jenis wisata pelayaran cruise dari Pulau Havelock, Andaman- Phuket - Penang dan diintegrasikan ke dalam pasar IMTGT. “Pemerintah Andaman juga mengundang Pemerintah Aceh untuk berpartisipasi dengan delegasi bisnis dan pariwisata ke Festival Pariwisata Pulau di Andaman pada 10 November 2019,” demikian Dr Aulia. (Riadi)
Duta Besar India di Jakarta, Pradeep Kumar Rawat (dua dari kiri), dan Konsul Jenderal India di Medan, Raghu Guru raj memberikan penjelasan kepada Wakil Kepala BPKS, Islamuddin, Deputi Komersil dan Investasi BPKS, Agus Salim dan Kasi Pelaksanaan Penanaman Modal DPMPTSP Aceh, Riadi Husaini, dalam kunjungannya ke Sabang pada 14 Agustus 2019.
16 InvestASI TAHUN 1 | EDISI I | 2019
GALERI FOTO
Dari kanan ke kiri: Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Aceh, Dr. Aulia Sofyan, Sekretaris Daerah Aceh, dr Taqwallah, Staf Khusus Gubernur Aceh, Ir. Iskandar, dan Kasi Deregulasi, DPMPTSP Aceh, Zulkifli Hamid saat menerima Anugerah “Indonesia Attractiveness Award 2019” sebagai juara 1 (Platinum) Provinsi Sedang Bidang Infrastruktur, di Jakarta pada 23 Juli 2019
Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah didampingi oleh Kepala DPMPTSP Aceh, Dr. Aulia Sofyan saat memimpin delegasi Indonesia pada Pertemuan Tingkat Menteri dan Gubernur (CMGF) dalam Kerjasama Segitiga Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Malaysia Thailand (IMT-GT) ke-16 yang berlangsung pada 11-13 September 2019 di Krabi, Thailand.
Kepala DPMPTSP Aceh, Dr. Aulia Sofyan memberikan paparan mengenai potensi investasi di Aceh dalam Forum Bisnis Festival Indonesia, di Moskow, Rusia pada 2 Agustus 2019
Kepala DPMPTSP Aceh, Dr. Aulia Sofyan bersama jajaran pejabat struktural DPMPTSP Aceh saat rapat bersama Ketua Komisi III DPR Aceh, Effendi di Sekretariat DPR Aceh pada 21 September 2019.
Kepala DPMPTSP Aceh, Dr. Aulia Sofyan bersama jajaran pejabat struktural DPMPTSP Aceh pada acara Paparan Buku Kerja Eselon bersama Sekretaris Daerah Aceh, dr. Taqwallah, di Ruang Sekda, Setda Aceh, pada 6 September 2019.
Kepala DPMPTSP Aceh, Dr. Aulia Sofyan bersama para pejabat struktural DPMPTSP Aceh usai menerima kunjungan program kantor Bersih Rapi dan Indah (BRI) oleh Kepala Biro Humas Setda Aceh, Rahmad Raden pada 29 Agustus 2019.
Kepala DPMPTSP Aceh, Dr. Aulia Sofyan beserta jajaran staf Bidang Perizinan (PTSP) di Kantor Gubernur Aceh usai menerima kunjungan program kantor Bersih Rapi dan Indah (BRI) dari Sekretaris Daerah Aceh, dr. Taqwallah, pada 24 Agustus 2019.
Kepala DPMPTSP Aceh, Dr. Aulia Sofyan bersama para narasumber saat menghadiri Sosialisasi Pedoman Kerja BKPM dengan POLRI di Dewan Serbaguna Setda Aceh pada 25 September 2019