1 minute read
Gambar 9 : kemarahan tuhan
Namun manusia tidak pernah puas, ia terus mengukur setiap standar, mencoba memahami dala kemampuan tangible-nya agar dapat mengkaji parameternya. Melihat materialisme sebagai standar kejayaan versi manusia, hingga akhirnya mencoba mengukur yang menantang yang maha kuasa, sebagai yang tidak terlihat, namun ada untuk dibuktikan, manusia tidak bisa melihatnya, namun sadar akan kemarahanya yang dapat digambarkan melalui petir, bencana alam, hingga peristiwa malang menimpanya. Namun manusia terus tidak bertobat dan semakin mencoba mengukur berkat yang dapat ia nikmati hingga akhirnya terpuruk.
Hingga akhirnya manusia merenung dan sambil terpuruk melihat kebawah pada saat sedang sulit, lalu melihat keatas untuk melihat pengharapan, padahal langit sulit digapai dan hanya bisa berandai-andai, apakah yang ia bisa menggapai diatas, atau meminta ampun dengan yang diatas. Padahal bumi lebih mudah dipijak dan seharusnya kita melihat kebawah agar dapat semakin membumi untuk memaknai mengapa kita diletakan dibumi yang kita pijaki, kembali memaknai makna di bumi, keseimbangan dan kesinambunganya, bukan diatas langit yang luas nan sulit untuk dipijak dan diukur.
Advertisement
Gambar 9 Kemarahan Tuhan ditengah era pemasan global, rasisme, terroristme, fanatisme. Namun akhirnya hanya melihat sebagai bangunan historis masa lalu, bukan fungsi yang mendekatkan kembali pada yang Maha Kuasa.