RENCANA STRATEGIS BALAI TAMAN NASIONAL BANTIMURUNG BULUSARAUNG TAHUN 2015 – 2019
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM
BALAI TAMAN NASIONAL BANTIMURUNG BULUSARAUNG MAROS,
OKTOBER 2015
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM
BALAI TAMAN NASIONAL BANTIMURUNG BULUSARAUNG KEPUTUSAN KEPALA BALAI TAMAN NASIONAL BANTIMURUNG BULUSARAUNG Nomor. SK.173/BTNBABUL-1/REN/2015 TENTANG RENCANA STRATEGIS BALAI TAMAN NASIONAL BANTIMURUNG BULUSARAUNG TAHUN 2015 – 2019
KEPALA BALAI TAMAN NASIONAL BANTIMURUNG BULUSARAUNG, Menimbang
Mengingat
:
:
a.
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem telah menyusun rencana strategis tahun 2015-2019 yang mengacu pada Rencana Strategis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2015-2019,;
b.
bahwa berdasarkan Pasal 2 Ayat (3) Peraturan Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem nomor P.7/KSDAE-SET/2015 tentang Rencana Strategis Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Tahun 2015-2019, diamanatkan bahwa Para Direktur dan Kepala Unit Pelaksana Teknis lingkup Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem wajib menjabarkan target dan lokasi target kinerja kegiatan di dalam rencana strategis masing-masing;
c.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b di atas, perlu menetapkan Keputusan Kepala Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung tentang Rencana Strategis Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung Tahun 2015-2019.
1.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya;
2.
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-Undang; 3.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
2.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;
3.
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan;
4.
Undang-Undang Nomor Pemerintahan Daerah;
23
Tahun
2014
tentang
5.
Undang-Undang Nomor Konservasi Tanah dan Air;
37
Tahun
2014
tentang
6.
Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah;
7.
Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan;
8.
Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan;
9.
Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam;
10. Peraturan Pemerintah Nomor 90 Tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga; 11. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam; 12. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019; 13. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2015 tentang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 14. Peraturan Menteri PPN/Kepala Bappenas Nomor 5 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan dan Penelaahan Rencana Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra K/L) 2015-2019; 15. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.27/Menhut-II/2006 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kehutanan 2006-2025; 16. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.42/Menhut-II/2010 tentang Sistem Perencanaan Kehutanan;
17. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.49/Menhut-II/2011 tentang Rencana Kehutanan Tingkat Nasional (RKTN) Tahun 2011-2030; 18. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.18/MenLHK-II/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan; 19. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.39/Menlhk-Setjen/2015 tentang Rencana Strategis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2015-2019; 20. Peraturan Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Nomor P.7/KSDAE-SET/2015 tentang Rencana Strategis Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Tahun 2015-2019.
MEMUTUSKAN : Menetapkan
:
KEPUTUSAN KEPALA BALAI TAMAN NASIONAL BANTIMURUNG BULUSARAUNG TENTANG RENCANA STRATEGIS BALAI TAMAN NASIONAL BANTIMURUNG BULUSARAUNG TAHUN 2015 - 2019
KESATU
:
Rencana Strategis Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung Tahun 2015-2019 adalah dokumen perencanaan untuk periode lima tahun, yaitu tahun 2015 sampai dengan tahun 2019, yang dimulai pada tanggal 1 Januari 2015 dan berakhir pada tanggal 31 Desember 2019;
KEDUA
:
Rencana Strategis Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung ini menjadi acuan pelaksanaan kegiatan dan anggaran dalam pengelolaan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung untuk kurun waktu Tahun 2015-2019;
KETIGA
:
Pelaksanaan Rencana Strategis Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung Tahun 2015-2019 akan dijabarkan lebih lanjut dalam rencana kerja tahunan;
KEEMPAT
:
Kepala Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung melakukan pemantauan, evaluasi dan pelaporan atas pelaksanaan Rencana Strategis Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung Tahun 2015-2019;
KELIMA
:
Target kinerja tahunan, dan kebutuhan pendanaan yang dimuat dalam Rencana Strategis Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung Tahun 2015-2019 ini bersifat indikatif;
KEENAM
:
Perubahan target kinerja tahunan, dan kebutuhan pendanaan dalam Rencana Strategis Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung Tahun 2015-2019 dituangkan dalam rencana kerja tahunan;
KETUJUH
:
Dengan berlakunya Keputusan ini, maka Keputusan Kepala Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung Nomor SK.65/BTNBABUL-1/REN/2010 tentang Rencana Strategis Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung Tahun 20102014 dinyatakan tidak berlaku.
KEDELAPAN
:
Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : Maros Pada Tanggal : 19 Oktober 2015 Plt. KEPALA BALAI,
Ir. DODY WAHYU KARYANTO, MM NIP 19590101 198803 1 002
Salinan Keputusan ini disampaikan kepada Yth : 1. Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan; 2. Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem; 3. Sekretaris Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem; 4. Direktur Pemolaan dan Informasi Konservasi Alam; 5. Direktur Kawasan Konservasi; 6. Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati; 7. Direktur Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hutan Konservasi;
Lampiran KEPUTUSAN KEPALA BALAI TAMAN NASIONAL BANTIMURUNG BULUSARAUNG Nomor : SK.173/BTNBABUL-1/REN/2015 Tanggal : 19 Oktober 2015
Tentang RENCANA STRATEGIS BALAI TAMAN NASIONAL BANTIMURUNG BULUSARAUNG TAHUN 2015 - 2019
Kata Pengantar
Rencana Strategis Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung Tahun 2015-2019 disusun sebagai amanat dari Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Rencana Strategis ini dimaksudkan sebagai pedoman dan acuan pelaksanaan Kegiatan Pengelolaan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, agar upaya konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya dapat berjalan pada arah yang benar, mencapai tujuan dan sasarannya secara efektif dan efisien, serta pencapaian multi manfaat keanekaragaman hayati untuk kepentingan ekonomi, sosial, dan ekologi. Rencana strategis ini disusun sebagai bagian dari upaya meningkatkan kinerja dan akuntabilitas penyelenggaraan pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan bidang KSDAE di kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Dokumen perencanaan jangka menengah ini diharapkan dapat menjadi instrumen dalam upaya-upaya pencapaian tujuan dan sasaran kegiatan pengelolaan taman nasional, beserta indikator kinerja dan komponen kegiatan yang telah ditetapkan. Besar harapan kami bahwa Rencana Strategis ini dapat dipedomani dalam rancang tindak seluruh aparatur di lingkungan Balai TN Bantimurung Bulusaraung. Kepada para pihak yang telah berpartisipasi dalam penyusunan dokumen perencanaan ini, kami sampaikan terima kasih dan penghargaan atas waktu, tenaga dan pemikirannya.
Maros, 19 Oktober 2015 Plt. Kepala Balai,
Ir. Dody Wahyu Karyanto, MM NIP 19590101 198803 1 002
i Rencana Strategis Balai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
Daftar Isi KATA PENGANTAR ...........................................................................................
i
DAFTAR ISI .......................................................................................................
ii
DAFTAR TABEL .................................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................
iv
DAFTAR LAMPIRAN...........................................................................................
v
RINGKASAN EKSEKUTIF .................................................................................
vi
I.
PENDAHULUAN .........................................................................................
1
A. Kondisi Umum .........................................................................................
1
B. Pencapaian Renstra 2010-2014 ..............................................................
9
C. Potensi dan Permasalahan .....................................................................
23
VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN STRATEGIS ......................................
27
III. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI ...........................................................
32
A. Arah Kebijakan Pembangunan Lingkungan Hidup dan Kehutanan ..........
33
B. Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan KSDAE................................
37
C. Arah Pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung ....................................
40
IV. TARGET KINERJA DAN KERANGKA PENDANAAN ..................................
59
A. Target Kinerja ..........................................................................................
59
B. Kerangka Pendanaan .............................................................................
61
V. PENUTUP ...................................................................................................
62
II.
ii Rencana Strategis Balai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
Daftar Tabel Tabel 1. Keadaan Pegawai Balai TN Bantimurung Bulusaraung ......................
5
Tabel 2. Sistem Zonasi Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung...................
7
Tabel 3. Rekapitulasi Peningkatan Populasi Spesies TN Bantimurung Bulusaraung Tahun 2010-2014 .............................................................. 13 Tabel 4. Jenis-jenis anggrek alam yang dibudidayakan di sekitar kawasan TN Bantimurung Bulusaraung ...................................................................... 14 Tabel 5. Pelaksanaan Kegiatan Rehabilitasi hutan dan lahan kawasan TN Bantimurung Bulusaraung 2010-2014 ................................................
16
Tabel 6. Perkembangan Kasus Tindak Pidana Kehutanan Tahun 2010-2014..
18
Tabel 7. IKK dan Target Kinerja Kegiatan Pengelolaan Taman Nasional pada Balai TN Bantimurung Bulusaraung Tahun 2015-2019........................
59
Tabel 8. Kebutuhan Pendanaan Pelaksanaan Kegiatan Pengelolaan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung (dalam ribuan rupiah)..................
61
iii Rencana Strategis Balai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
Daftar Gambar Gambar 1.
Bagan Struktur Organisasi Balai TN Bantimurung Bulusaraung .......
Gambar 2.
Pengembangan Struktur Organisasi Balai TN Bantimurung
3
Bulusaraung .....................................................................................
4
Gambar 3.
Komposisi Pegawai Balai TN Bantimurung Bulusaraung...................
5
Gambar 4.
Kejadian Kebakaran Hutan beserta Luasannya di TN Bantimurung Bulusaraung .....................................................................................
19
Gambar 5.
Tingkat PNBP Balai TN Bantimurung Bulusaraung ...........................
20
Gambar 6.
Tingkat Kunjungan Balai TN Bantimurung Bulusaraung ...................
21
Gambar 7.
Visi Pembangunan Nasional 2015-2019 dan Nawa Cita ...................
29
Gambar 8.
Upaya Pokok dan Tujuan Pembangunan Bidang KSDAE .................
31
iv Rencana Strategis Balai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
Daftar Lampiran Lampiran 1.
Matriks Rencana Strategis Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung Tahun 2015-2019 ....................................................
63
v Rencana Strategis Balai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
Ringkasan Eksekutif Penyelenggaraan
upaya
konservasi
sumberdaya
alam
hayati
dan
ekosistemnya menjadi tanggung jawab pemerintah selaku pengelola negara, yang dalam hal ini diwakili oleh Balai TN Bantimurung Bulusarang, Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Hal tersebut sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.03/Menhut-II/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional. Dalam menyelenggarakan upaya konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, Balai TN Bantimurung Bulusaraung mempunyai tugas penyelenggaraan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dan pengelolaan kawasan taman nasional. Secara struktur, Balai (TN) Bantimurung Bulusaraung terdiri dari Sub Bagian Tata Usaha yang berkedudukan di Bantimurung Kabupaten Maros, Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I Balocci yang berkedudukan di Kecamatan Minasate’ne Kabupaten Pangkep, Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II Camba yang berkedudukan di Kecamatan Cenrana Kabupaten Maros, serta Kelompok Jabatan Fungsional yang berkedudukan dan mengisi setiap lini pengelolaan. Balai TN Bantimurung Bulusaraung memangku kawasan konservasi seluas 43.750 Ha. Selain pemangkuan pengelolaan kawasan konservasi, Balai TN Bantimurung
Bulusaraung
juga
bertugas
melaksanakan
pengelolaan
keanekaragaman hayati yang ada di dalam kawasan TN Bantimurung Bulusaraung. Sebagai unit pelaksana teknis di daerah yang melakukan penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya harus mengacu pada arah dan kebijakan pembangunan nasional yang telah ditetapkan. Kebijakan pembangunan nasional lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2015-2019 bidang KSDAE adalah Program Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistem yang diimplementasikan melalui kegiatan pengelolaan taman nasional. Sasaran yang ingin dicapai atas pelaksanaan Kegiatan Pengelolaan Taman Nasional adalah terjaminnya efektivitas pengelolaan taman nasional dan konservasi keanekaragaman hayati untuk pemanfaatan yang berkelanjutan bagi kepentingan vi Rencana Strategis Balai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
ekonomi, sosial dan ekologi. Sasaran kegiatan tersebut diukur pencapaiannya melalui beberapa Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) yang telah ditetapkan. IKK tersebut menggambarkan pelaksanaan tugas dan fungsi taman nasional secara umum dan diimplemenntasikan oleh UPT berdasarkan kondisi dan tipologi (mandat) pengelolaan masing-masing kawasan. Kawasan Karst Maros-Pangkep seluas +40.000 Ha merupakan bentang alam karst terluas kedua di dunia setelah bentang alam karst yang ada di China bagian Selatan, dimana sekitar Âą20.000 Ha Kawasan Karst tersebut merupakan kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. TN Bantimurung Bulusaraung ditunjuk menjadi kawasan konservasi antara lain dengan pertimbangan 1) keunikan ekosistemnya yang sebagian besar berupa ekosistem karst yang memiliki potensi sumberdaya alam hayati dengan keanekaragaman yang tinggi serta keunikan dan kekhasan gejala alam dengan fenomena alam yang indah; 2) keberadaan berbagai jenis flora dan fauna endemik, langka dan unik seperti jenis kupu-kupu dan kayu hitam; serta 3) perlindungan sistem tata air beberapa sungai besar dan kecil di Provinsi Sulawesi Selatan melalui sistem perguaan. Dengan
kondisi
tersebut,
fokus
utama
pengelolaan
TN
Bantimurung
Bulusaraung adalah bagaimana menjamin keutuhan ekosistem karst MarosPangkep dengan segala potensi di dalamnya (hayati dan non hayati) sehingga berkontribusi positif dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan tetap memegang prinsip-prinsip kelestarian eskosistemnya. Untuk menjamin arah pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung sesuai dengan mandat pengelolaanya sejalan dan inline dengan arah dan kebijakan pemerintah saat ini, perlu dirumuskan IKK yang akan menjadi tolok ukur keberhasilan pengelolaan untuk perencanaan lima tahun kedepan. Indikator Kinerja Kegiatan pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung dipilih berdasarkan hasil identifikasi dan ekstraksi dari isu-isu strategis yang berkembang, baik internal maupun eksternal. Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) yang sesuai dengan kondisi dan tipologi pengelolaan serta target kinerja IKK di lingkup Balai TN Bantimurung Bulusaraung, terdiri dari : 1. Jumlah dokumen perencanaan penataan kawasan konservasi yang tersusun dan mendapat pengesahan sebanyak 1 (satu) Dokumen Zonasi. 2. Jumlah paket data dan informasi kawasan konservasi yang valid dan reliable pada 1 (satu) unit taman nasional.
vii Rencana Strategis Balai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
3. Jumlah kerjasama pembangunan strategis dan kerjasama penguatan fungsi pada kawasan konservasi sebanyak 5 (lima) Perjanjian Kejasa Sama. 4. Jumlah kawasan konservasi yang ditingkatkan efektivitas pengelolaannya hingga memperoleh nilai indeks METT minimal 70% pada 1 (satu) unit taman nasional. 5. Jumlah dokumen perencanaan pengelolaan kawasan konservasi yang tersusun dan mendapat pengesahan sebanyak 5 (lima) Dokumen Rencana Pengelolaan. 6. Luas kawasan konservasi terdegradasi yang dipulihkan kondisi ekosistemnya seluas 50 (lima puluh) Ha. 7. Jumlah desa di daerah penyangga kawasan konservasi yang dibina sebanyak 4 Desa selama 5 tahun. 8. Luas Kawasan Hutan Konservasi pada zona tradisional yang dikelola melalui kemitraan dengan masyarakat seluas 230 (dua ratus tiga puluh) Ha. 9. Jumlah pelaksanaan kegiatan perlindungan dan pengamanan kawasan konservasi di 7 Resort Pengelolaan Taman Nasional. 10. Persentase peningkatan populasi 25 species satwa terancam punah prioritas sesuai The IUCN Red List of Threatened Species sebesar 10% sesuai baseline data tahun 2013. 11. Jumlah ketersediaan data dan informasi sebaran keanekaragaman spesies dan genetik yang valid dan reliable pada 1 (satu) unit taman nasional. 12. Jumlah pusat pengembangbiakan dan suaka satwa (sanctuary) spesies terancam punah yang terbangun sebanyak 1 (satu) unit. 13. Jumlah kunjungan wisata ke kawasan konservasi minimal sebanyak 8.700 orang wisatawan mancanegara selama 5 tahun. 14. Jumlah kunjungan wisata ke kawasan konservasi minimal sebanyak 2,03 juta orang wisatawan nusantara selama 5 tahun. 15. Jumlah unit usaha pemanfaatan pariwisata alam di kawasan konservasi bertambah sebanyak 3 (tiga) Unit dari baseline tahun 2013. 16. Jumlah pemanfaatan jasa lingkungan air yang beroperasi di kawasan konservasi bertambah sebanyak 2 (dua) Unit. 17. Jumlah pemanfaatan energi air dari kawasan konservasi untuk keperluan mini/micro hydro power plant bertambah sebanyak minimal 2 (dua) unit.
viii Rencana Strategis Balai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
18. Jumlah Kader Konservasi (KK), Kelompok Pecinta Alam (KPA), Kelompok Swadaya Masyarakat/ Kelompok Profesi (KSM/KP) yang berstatus aktif sebanyak 120 (seratus dua puluh) Orang. 19. Nilai SAKIP Direktorat Jenderal KSDA dan Ekosistem minimal 78,00. Secara indikatif, kebutuhan pendanaan pelaksanaan Kegiatan Pengelolaan TN
Bantimurung
Bulusaraung
tahun
2015-2019
adalah
sebesar
Rp.
41.650.000.000,-. Besaran pendanaan tersebut hanya sebatas untuk kebutuhan pembiayaan pencapaian target kinerja. Adapun kebutuhan belanja aparatur (layanan dan operasional perkantoran) selama tahun 2015-2019 diproyeksikan sebesar Rp. 52.617.000.000,-. Dengan demikian, total kebutuhan pendanaan pelaksanaan Kegiatan Pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung selama tahun 2015-2019 adalah sebesar Rp. 94.267.000.000,-. (Sembilan Puluh Empat Milyar Dua Ratus Enam Puluh Tujuh Juta Rupiah). Untuk menjamin pencapaian indikator kinerja kegiatan perlu dilakukan pemantauan, evaluasi dan pelaporan. Pemantauan dan evaluasi dilakukan secara internal oleh Balai TN Bantimurung Bulusaraung dan secara eksternal dapat dilakukan oleh institusi lain, serta masyarakat. Sementara pelaporan merupakan bentuk pertanggungjawaban kegiatan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, monitoring dan evaluasi yang disajikan dalam Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP).
ix Rencana Strategis Balai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
Bab I
Pendahuluan A. Kondisi Umum Indonesia dianugerahi kekayaan alam yang melimpah sebagai modal dasar pembangunan nasional. Sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, atau lebih dikenal dengan sebutan keanekaragaman hayati, merupakan bagian terpenting dari sumberdaya alam, yang terdiri atas alam hewani, alam nabati ataupun berupa fenomena alam. Keanekaragaman hayati tersebut mempunyai fungsi dan manfaat sebagai unsur pembentuk lingkungan hidup, yang kehadirannya tidak tergantikan, dan mempunyai kedudukan serta peranan penting bagi kehidupan manusia. Oleh karenanya, upaya konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya menjadi penting, karena kerusakan atau kepunahan salah satu unsur keanekaragaman hayati akan mengakibatkan kerugian yang sangat besar bagi masyarakat, yang tidak dapat dinilai dengan materi, sedangkan pemulihannya tidak mudah untuk dilakukan. Penyelenggaraan upaya konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya menjadi tanggung jawab pemerintah selaku pengelola negara, salah satu upaya konservasi
sumberdaya
alam
hayati
dan
ekosistemnya
dilakukan
melalui
penyelenggaraan pengelolaan Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan Pelestraian Alam (KPA). Hal tersebut sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestraian Alam. Dalam menyelenggarakan upaya konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, pengelolaan KSA dan KPA antara lain penunjukan/penetapan kawasan konservasi dengan fungsi taman nasional. Salah satu unit pelaksana teknis yang bertanggungjawab langsung pada Direktorat Jenderal KSDAE dalam pengelolaan taman nasional adalah Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung di Kab. Maros dan Kab. Pangkep, Provinsi Sulawesi Selatan. Balai TN Bantimurung Bulusaraung adalah organisasi pelaksana teknis setingkat Eselon IIIB pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang berada di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Eksosistem (KSDAE). Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.03/Menhut-II/2007 tanggal 1 Pebruari 2007, Balai TN 1 Rencana Strategis Balai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
Bantimurung Bulusaraung bertugas melakukan penyelenggaraan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dan pengelolaan kawasan taman nasional berdasarkan peraturan perundang-undangan. Dalam penyelenggaraan tugas tersebut Balai TN Babul melaksanakan fungsi sebagai berikut : 1)
pengelolaan kawasan taman nasional;
2)
penyidikan, perlindungan dan pengamanan kawasan taman nasional;
3)
pengendalian kebakaran hutan;
4)
promosi dan informasi konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya;
5)
pengembangan bina cinta alam serta penyuluhan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya;
6)
kerjasama pengembangan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya serta pengembangan kemitraan;
7)
pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan taman nasional;
8)
pengembangan dan pemanfaatan jasa lingkungan dan pariwisata alam; dan
9)
pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga. Secara struktur, Balai TN Bantimurung Bulusaraung terdiri dari Sub Bagian Tata
Usaha yang berkedudukan di Bantimurung Kabupaten Maros, Seksi Pengelolaan TN Wilayah I Balocci yang berkedudukan di Kecamatan Minasate’ne Kabupaten Pangkep, Seksi Pengelolaan TN Wilayah II Camba yang berkedudukan di Kecamatan Cenrana Kabupaten Maros, serta Kelompok Jabatan Fungsional yang berkedudukan dan mengisi setiap lini pengelolaan. Bagan struktur organisasi Balai TN Bantimurung Bulusaraung berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.03/Menhut-II/2007 sebagaimana gambar 1 di bawah ini.
2 Rencana Strategis Balai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
Balai TN Bantimurung Bulusaraung
Sub Bagian Tata Usaha
SPTN Wilayah I, Balocci
SPTN Wilayah II, Camba
Kelompok Jabatan Fungsional
Gambar 1. Bagan Struktur Organisasi Balai TN Bantimurung Bulusaraung
Dalam implementasi pengelolaan kawasan, untuk memenuhi volume dan beban kerja di tingkat pemangkuan, maka stuktur tersebut perlu dikembangkan. Pengembangan Pengembangan Struktur organisasi dan tata kerja Balai TN Bantimurung Bulusaraung berdasarkan Surat Keputusan Kepala Balai Nomor : SK.01/BTNBABUL-1/2015 tanggal 2 Januari 2015 tentang Organisasi dan Personil Balai TN Bantimurung Bulusaraung sebagaimana gambar 2.
3 Rencana Strategis Balai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
Gambar 2.
Pengembangan Struktur Organisasi Balai TN Bantimurung Bulusaraung
KEPALA BALAI
KEPALA SUB BAGIAN TU
POKJA KEPEGAWAIAN DAN UMUM
KEPALA SPTN WILAYAH I
KEPALA SPTN WILAYAH II
POKJA PERLENGKAPAN DAN RUMAH TANGGA POKJA KEUANGAN
POKJA PERENCANAAN DAN KERJASAMA RESORT BALOCCI
RESORT MINASATE’NE
RESORT TONDONG TALLASA
RESORT BANTIMURUNG LEANG-LEANG
KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL
Rencana Strategis Balai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
RESORT PATTUNUANG KARAENTA
RESORT CAMBA
RESORT MALLAWA
Sumber daya manusia Balai TN Bantimurung Bulusaraung, hingga Desember 2014, tercatat sebanyak 129 orang. Tediri dari 61 Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan 68 Tenaga Kontrak/ Pegawai Tidak Tetap/ Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja dan ditempatkan secara proforsional pada setiap lini pengelolaan. Keadaan pegawai Balai TN Bantimurung Bulusaraung adalah sebagai mana tabel 1 di bawah ini. Tabel 1.
Keadaan Pegawai Balai TN Bantimurung Bulusaraung. Uraian
Eselon III Eselon IV PEH Polhut Penyuluh Kehutanan Pranata Komputer Non Struktural P3K Jumlah
Golongan IV 1 1
III 3 14 15 1 1 3 39
II 5 14 4 21
Pendidikan I -
S2 1 3 1 5
S1 D3 SMA SMP SD 14 4 2 5 22 1 1 3 2 2 8 54 2 4 29 7 82 2 4
Distribusi pegawai lingkup Balai TN Bantimurung Bulusaraung cukup merata pada 3 unit pengelola yaitu 36,43% di Balai, 21,71% di SPTN I Balocci, dan 41,86% di SPTN II Camba. Dari jumlah pegawai tersebut, apabila dilihat dari tingkat/jenis pendidikannya, pegawai lingkup Balai TN Bantimurung Bulusaraung masih didominasi oleh lulusan SMU sebanyak 82 orang (63,57%), lulusan S1 sebanyak 29 orang (22,48%), dan D3 sebanyak 7 orang (5,43%). Gambaran lengkap terkait kondisi kepegawaian disajikan dalam gambar 3.
Gambar 3. Komposisi Pegawai Balai TN Bantimurung Bulusaraung. 5 Rencana Strategis Balai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
TN
Bantimurung
Bulusaraung
ditunjuk
sebagai
Kawasan
Konservasi
berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.398/Menhut-II/2004 tanggal 18 Oktober 2004 dan ditetapkan sebagai Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK) berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK.717/MenhutII/2010 tanggal 29 Desember 2010 tentang Penetapan Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK) Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung di Kabupaten Maros, Kabupaten Pangkajene Kepulauan dan Kabupaten Bone, Provinsi Sulawesi Selatan seluas Âą43.750 Ha. Meskipun belum memiliki kekuatan hukum yang tetap, namun Surat Keputusan tersebut menjadi dasar dalam penyelenggaran dan pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung. Belum ditetapkannya kawasan tersebut sebagai kawasan konservasi disebabkan oleh tata batas kawasan sepanjang 478,22 km belum temu gelang, baru sepanjang 432,52 km atau 90,44% yang telah dilakukan tata batas definitif dan dilengkapi dengan Berita Acara Tata Batas (BATB), sementara sepanjang 45,70 Km atau 9,56% masih pada tahap pemancangan batas sementara dan proses penerbitan BATB. Proses penunjukan kawasan TN Bantimurung Bulusaraung yang tidak clean and clear menyisakan beberapa permasalahan, antara lain tumpang tindih penggunaan lahan dan adanya klaim kepemilikan lahan dan tanaman di dalam kawasan. Kasus terbesar adalah adanya Dusun Tallasa, Desa Samangki, Kecamatan Simbang, Kabupaten Maros yang menuntut untuk diadakannya perubahan peruntukkan kawasan (Enclave). Permasalahan kawasan ini harus segera diselesaikan agar tidak kontra produktif terhadap upaya-upaya pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung kedepan. Ancaman dan gangguan kawasan lainya adalah masih adanya temuan kasus pelanggaran bidang kehutanan dan kejadian kebakaran hutan di kawasan taman nasional yang terjadi setiap tahun. Permukaan karts yang mudah kering pada musim kemarau sangat rawan terjadi kebakaran dan sulit dilakukan upaya pemadaman. Ancaman dan gangguan kawasan lain yang perlu menjadi perhatian adalah
kawasan karst
yang
terlingkup
dalam
kawasan TN
Bantimurung
Bulusaraung merupakan satu kesatuan ekosistem dengan kawasan karst maros pangkep. Pada kawasan karst maros pangkep (diluar taman nasional) tersebut telah terdapat industri pertambangan untuk bahan baku industri semen dan industri pertambangan lainnya. Jika tidak dilakukan upaya pencegahan dan perlindungan, hal ini berpotensi mengganggu keanekaragaman hayati dan ekosistem karst yang ada dalam kawasan taman nasional, bahkan dalam jangka waktu yang panjang 6 Rencana Strategis Balai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
akan berdampak pada hilangnya nilai-nilai keanekaragaman hayati dan genetik terhadap spesies penting ekosistem karst. Dalam hal penataan fungsi kawasan, Zonasi TN Bantimurung Bulusaraung telah dilakukan dan mendapat pengesahan dari Dirjen PHKA tahun 2012. Rekapitulasi zona di kawasan TN Bantimurung Bulusaraung sebagaimana tabel 2 di bawah ini. Tabel 2 No
Sistem Zonasi Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung Jenis Zona
Kode
Luas (Ha)
Persentase (%)
1 2
Zona Inti Zona Rimba
ZI Zri
22.865,48 9.997,21
52,26 22,85
3
Zona Pemanfaatan
ZP
367,41
0,84
4
Zona Tradisional
ZTr
4.349,77
9,94
5
Zona Rehabilitasi
Zre
1.791,49
4,09
6
Zona Religi, Budaya dan Sejarah
ZBS
191,49
0,44
7
Zona Khusus
ZKh
4.187,15
9,57
43.750,00
100,00
Jumlah
Meskipun sistem zonasi telah ditetapkan, namun pada tataran di lapangan belum dilakukan penataan batas zona, sehingga batas riil antar zona di lapangan sulit untuk diketahui oleh petugas, terlebih oleh masyarakat sekitar. Begitu pula hasil kesepakatan yang dibangun melalui konsultasi publik sebagaimana tertuang dalam dokumen zonasi belum seluruhnya dapat implementasikan. Hal ini disebabkan oleh kurangnya dukungan regulasi sampai pada petunjuk teknis dalam pengelolaan zona di kawasan taman nasional sementara kewenangan pengelolaan (pemanfaatan) potensi selain jasa lingkungan (wisata alam, air dan panas bumi) sangat terbatas. Berdasarkan tipe ekosistem hutan yang ada (mengikuti Sastrapradja dkk dan Whitten et al), kawasan TN Bantimurung Bulusaraung dibagi ke dalam tiga tipe ekosistem utama, yaitu ekosistem hutan di atas batuan karst (forest over limestone/ hutan di atas batu gamping) atau lebih dikenal dengan nama ekosistem karst, ekosistem hutan dataran rendah, serta ekosistem hutan pegunungan bawah. Pada 3 tipe ekosistem tersebut terdapat sebanyak 728 spesies satwa liar terdiri dari 33 jenis mamalia, 154 jenis burung, 17 jenis amphibia, 30 jenis reptil, 300 jenis serangga (di antaranya 226 jenis kupu-kupu/Papilionoidea), serta 165 jenis collembola, pisces, moluska dan lain sebagainya. Di antaranya terdapat 51 jenis
7 Rencana Strategis Balai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
satwa liar penting yang dilindungi undang-undang dan 153 jenis satwa liar endemik Sulawesi. Selain itu, terdapat 709 jenis tumbuhan yang terdiri dari 14 family kelas monocotyledonae dan 86 family kelas dicotyledonae. Di antaranya 43 jenis Ficus merupakan key species di kawasan TN Bantimurung Bulusaraung, 116 jenis Anggrek alam. Dari jumlah flora tersebut 6 jenis yang dilindungi, yaitu ebony (Diospyros celebica), palem (Livistona chinensis, Livistona sp.), anggrek alam (Ascocentrum
miniatum,
Dendrobium
macrophyllum
dan
Phalaenopsis
amboinensis). Terdapat pula 43 spesies/sub spesies dari marga ficus yang merupakan spesies kunci taman nasional. Jenis-jenis Ficus ini merupakan pakan bagi banyak jenis satwa liar yaitu Kera Hitam Sulawesi/Dare (Macaca maura) yang termasuk salah satu dari 25 spesies prioritas terancam punah yang perlu dijaga dan ditingkatkan populasinya. TN Bantimurung Bulusaraung dikenal ke segala penjuru dunia dengan potensi Kupukupunya. Jenis-jenis tersebut merupakan Flag Species taman nasional yang sudah dikenal sejak Alfed Russel Wallace mempublikasikan jurnal perjalanannya yang berjudul “The Malay Archipelago” pada tahun 1890, bahkan menjulukinya sebagai ‘The Kingdom of Butterfly’. Dalam hal pengelolaan data dan informasi kawasan, Data spasial dan non spasial TN Bantimurung Bulusaraung telah disusun dan diupdate secara berkala berdasarkan data dan informasi aktual. Data dan informasi tersebut dihimpun melalui kegiatan inventarisasi potensi biofisik dan kondisi sosial ekonomi masyarakat, identifikasi, inventarisasi dan pemetaan sebaran kehati, pemantauan dan monitoring populasi spesies prioritas pada sample plot dan/atau demplot yang dilakukan secara mandiri maupun kerjasama dengan pihak lain. Untuk memperkuat validitas data dan informasi tersebut, dikompilasikan dengan data hasil penelitian dan eksplorasi oleh para pihak terkait lainnya. Dalam hal pemanfaatan jasa lingkungan, kawasan TN Bantimurung Bulusaraung banyak dimanfaatkan untuk kegiatan wisata alam, pendidikan, penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan. Khusus wisata alam, TN Bantimurung Bulusaraung menetapkan 7 (tujuh) kawasan wisata unggulan yang akan dikembangkan, yaitu : 1.
Kawasan Wisata Bantimurung;
2.
Kawasan Situs Prasejarah Leang-leang;
3.
Kawasan Wisata Pattunuang Asue;
4.
Kawasan Pengamatan Satwa Karaenta; 8
Rencana Strategis Balai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
5.
Kawasan Gua Vertikal Leang Pute;
6.
Kawasan Pegunungan Bulusaraung; dan
7.
Kawasan Permandian Alam Leang Lonrong. Dari kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan wisata alam diperoleh hasil nyata
berupa kontribusi pada Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dalam lima tahun terakhir (2010-2014) sebesar 5,798 Milyar Rupiah atau rata-rata sebesar 1,2 Milyar pertahun dengan tingkat kunjungan rata-rata pertahun sebanyak 501.563 orang. Nilai keekonomian kawasan yang tinggi tersebut menjadikan TN Bantimurung Bulusaraung menjadi salah satu penyumbang PNBP terbesar dari kawasan konservasi di Indonesia. Namun demikian, Pemanfaatan jasa lingkungan wisata alam tersebut masih menyisakan kelemahan-kelemahan yaitu pengelolaan wisata alam masih pada tataran pungutan karcis masuk pengunjung dan pengutan kegiatan lainnya dan belum menerapkan pola perinjinan melalui mekanisme IPPA. Sementara pemanfaatan jasa lingkungan air dan energy air masih terbatas pada pemanfaatan non komersil. Dalam hal kerjasama pengelolaan, TN Bantimurung Bulusaraung telah menjalin kerjasama dengan beberapa pihak, namun belum terdokumentasikan dalam kerangka kerjasama penyelenggaran KSA/KPA sebagaimana diatur dalam peraturan. Namun demikian, pelaksanaan kerjasama tersebut telah berjalan dengan mengacu pada arahan program yang telah disusun bersama. Diantaranya aadalah Balai Penelitian Kehutanan Makassar, LIPI, Unhas (penguatan fungsi), dan peningkatan jalan poros Maros Bone melintasi kawasan taman nasional (pembangunan strategis).
B. Pencapaian Renstra 2010-2014 Kawasan TN Bantimurung Bulusaraung sebagai sarana rekreasi dan edukasi masyarakat yang dikelola secara profesional, mandiri dan akuntabel untuk menjamin kelestarian produksi dan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya menjadi fokus perhatian periode kedua pelaksanaan pengelolaan sebagaimana tertuang dalam Renstra Balai TN Bantimurung Bulusaraung Tahun 2010 - 2014. Adapun pencapaian Renstra tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : 1.
Pemolaan dan Pemangkuan Kawasan Proses pengukuhan kawasan menjadi fokus utama untuk memberikan kepastian
hukum pengelolaan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Penataan batas luar/fungsi kawasan TN Bantimurung Bulusaraung telah terselesaikan sepanjang 432,52 km atau 90,44% dari keseluruhan panjang batas sepanjang 478,22 km. Sisanya 9 Rencana Strategis Balai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
sepanjang 45,70 km telah dilakukan pemancangan batas sementara dan menunggu penerbitan Berita Acara Tata Batas (BATB) dari panitia Tata Batas. Penetapan kawasan TN Bantimurung Bulusaraung seharusnya sudah dilaksanakan pada tahun 2014, namun karena permasalahan keterbatasan pembiayaan pada instansi pelaksana kegiatan, dalam hal ini Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah VII Makassar, maka penetapan kawasan TN Bantimurng Bulusaraung belum dapat direalisasikan. Usulan Penetapan kawasan TN Bantmurung Bulusaraung oleh Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah VII Makassar telah disampaikan kepada Menteri Kehutanan untuk ditetapkan dan direncanakan teraliasi pada tahun 2015. Perangkat perencanaan kawasan sebagai acuan dan dasar pelaksanaan pengelolaan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya telah pula dilengkapi. Rencana Pengelolaan Taman Nasional (RPTN) Bantimurung Bulusaraung telah disusun untuk periode Tahun 2007 – 2026 dan telah disahkan pada 27 Juni 2008. RPTN tersebut kemudian dijabarkan dalam Renstra 2007 – 2009 (Periode Pertama) dan kemudian dilanjutkan dengan periode kedua (2010-2014). Begitu pula Rencana Kerja dan Perencanaan Anggaran telah disusun setiap tahunnya sebagai pedoman dan tolok ukur keberhasilan capaian pelaksanaan pengelolaan kawasan. Untuk mendukung
pengembangan
pemanfaatan
wisata
alam,
maka
Rencana
Pengembangan Pariwisata Alam (RPPA) dan Rencana Tapak pada TN Bantimurung Bulusaraung telah pula disusun pada Tahun 2010, sementara Desain Tapak Pengelolaan Pariwisata Alam pada Tahun 2014. Prasyarat pengelolaan taman nasional lainnya adalah penataan zonasi. Peraturan perundangan mendefinisikan taman nasional sebagai kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Penataan zonasi ditujukan sebagai upaya penataan ruang untuk mengakomodir beragam kepentingan yang ada berdasarkan karakteristik biofisik dan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat di dalam dan sekitarnya. Zonasi juga berkenaan dengan penentuan jenis kegiatan yang dapat dilakukan pada masing-masing zonanya, serta penerapan dan penegakan hukum tindak pidana kehutanan di setiap zona taman nasional secara tegas dan pasti. Sistem zonasi TN Bantimurung Bulusaraung telah disahkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal PHKA Nomor: SK.58/IV-SET/2012 tanggal 14 April 2012 tentang Zonasi Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Rincian Zona TN Bantimurung Bulusaraung berdasarkan keputusan tersebut terdiri dari : 1) Zona Inti 10 Rencana Strategis Balai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
seluas + 22.865,52 Ha; 2) Zona Rimba seluas + 9.997,21 Ha; 3) Zona Pemanfaatan seluas + 367,41 Ha; 4) Zona Tradisional seluas + 4.349,77 Ha; 5) Zona Rehabilitasi seluas + 1.791,49 Ha; 6) Zona Religi, Budaya dan Sejarah seluas + 191,49 Ha; dan 7) Zona Khusus seluas + 4.187,15 Ha. Meskipun telah disahkan oleh Dirjen PHKA, namun masih perlu ditindaklanjuti dengan penandaan batas zona, pemetaan batas zona dan penetapan zonasi taman nasional secara definitif. Efektifitas dan efisiensi pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung telah diimplementasikan melalui pengelolaan berbasis resort berdasarkan Keputusan Kepala Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung Nomor : SK.31/BTNBABUL-1/2012 tentang Penunjukan dan Penetapan Wilayah Resort pada Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Dalam keputusan tersebut ditetapkan 8 Resort pengelolaan, yaitu : 1) Resort Balocci, 2) Resort Minasate’ne, 3) Resort Tondong Tallasa, 4) Resort Bantimurung, 5) Resort Pattunuang, 6) Resort Camba, 7) Resort Mallawa dan 8) Resort Taman
Kupu-Kupu.
Implementasi
RBM
di
Taman
Nasional
Bantimurung
Bulusaraung masuk dalam kategori pertama yaitu Pengembangan, yang artinya bahwa tahap prakondisi RBM mendukung dan implementasinya intensif. Tersedianya basis data yang akurat, up to date dan valid diindikasikan oleh tersedianya database kawasan yang lengkap dan mudah diakses. Dalam hal data base, Balai TN Bantimurung Bulusaraung telah merealisasikan capaian sampai dengan tersedianya jaringan database yang telah terintegrasi ke dalam jaringan digital global, tersedianya bahan-bahan informasi dan promosi dalam versi cetakan, serta terkelolanya data dan informasi yang terintegrasi. Dengan tersedianya Aplikasi Sistem Informasi Manajemen berbasis resort, data dan informasi TN Bantimurung Bulusaraung dapat terintegrasi dengan baik. Dalam hal pembinaan daerah penyangga, setidaknya ada 45 desa/kelurahan yang berbatasan langsung dan dihuni oleh masyarakat yang berinteraksi intensif dengan sumber daya alam hayati dan ekosistem TN Bantimurung Bulusaraung. Di antara 45 Desa/Kelurahan terdapat 3 Desa yang merupakan Desa binaan Balai TN Bantimurung Bulusaraung, baik dalam bentuk Model Desa Konservasi, Desa Wisata maupun Desa Pengelola Hutan Kemitraan. Ketiga Desa tersebut adalah Desa Pattanyamang di Kec. Camba Kab. Maros, Dusun Pattiro di Desa Labuaja Kec. Cenrana Kab. Maros dan Desa Tompobulu di Kecamatan Balocci Kab. Pangkep. Rata-rata tingkat pendapatan masyarakat di 3 Desa tersebut sebesar Rp 922.237,(Sembilan Ratus Dua Puluh Dua Ribu Dua Ratus Tiga Puluh Tujuh Rupiah), dengan rincian sebagai berikut : 1) Dusun Pattiro Desa Labuaja sebesar Rp.501.203,-, 2) 11 Rencana Strategis Balai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
Desa Tompobulu sebesar Rp.981.896,-, dan 3) Desa Pattanyamang sebesar Rp.1.283.611,-.
Relatif
tingginya
tingkat
pendapatan
penduduk
di
Desa
Pattanyamang yang merupakan Model Desa Konservasi dan Desa Tompobulu yang merupakan Desa Wisata jika dibandingkan dengan Dusun Pattiro Desa Labuaja, disebabkan oleh lama dan intensitas binaan yang telah dilaksanaan pada 2 desa tersebut sejak tahun 2007, sementara di Dusun Pattiro Desa Labuaja yang merupakan hutan kemitraan baru pada tahap penyusunan prgram di tahun 2014.
2.
Konservasi Keanekaragaman Hayati Dalam rangka penyediaan data dan informasi yang akurat, aktual dan valid,
Balai TN Bantimurung Bulusaraung secara berkesinambungan dan berkala melaksanakan identifikasi, inventarisasi, dan pemetaan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Tergalinya data flora, fauna dan ekosistemnya secara mendetail dan lengkap akan sangat membantu dalam perencanaan dan pengambilan kebijakan pengelolaan kawasan. Dalam 3 tahun terakhir dilaksanakan kegiatan monitoring spesies terhadap 4 spesies prioritas lingkup TN Bantimurung Bulusaraung berdasarkan Surat Keputusan Kepala Balai TN Bantimurung Bulusaraung Nomor : SK.104/BTNBABUL-1/2013, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Kepala Balai TN Bantimurung Bulusaraung Nomor : SK.24/BTNBABUL-1/2014. Keempat spesies tersebut adalah : 1) Monyet Hitam Sulawesi (Macaca maura), 2) Tarsius (Tarsius fuscus), 3) Kupukupu (Papilionoidea), dan 4) Anggrek alam (Orchidaceae). Monitoring populasi spesies prioritas utama TN Bantimurung Bulusaraung secara berkala
di
lokasi
permanent
monitoring
plot
bertujuan
untuk
mengetahui
kecenderungan naik atau turunnya populasi suatu jenis di lokasi tersebut. Rekapitulasi peningkatan populasi spesies TN Bantimurung Bulusaraung Tahun 2010-2014 sebagai tabel 3 berikut ini.
12 Rencana Strategis Balai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
Tabel 3
Rekapitulasi Peningkatan Populasi Spesies TN Bantimurung Bulusaraung Tahun 2010-2014
No 1. 2. 3.
4.
5. 6.
Spesies Monyet Hitam Sulawesi (Macaca maura)* Tarsius (Tarsius fuscus)* Kupu-kupu (Papilionoidea)* Cethosia myrina Troides haliphron Troides helena Troides hypolitus Kupu-kupu (Papilionoidea)* Cethosia myrina Troides haliphron Troides helena Troides hypolitus Burung Rangkong Sulawesi (Rhyticeros cassidix) Burung Rangkong Sulawesi (Rhyticeros cassidix)
2010
2011
2012
2013
2014
Karaenta (Kelompok B) Sungai Pattunuang
31**
33
34
34
31
Peningkatan Populasi Sesuai Baseline 0%
-
77**
-
80
82
6%
Bantimurung Bantimurung Bantimurung Bantimurung
-
-
-
-
3** 1** 2** 2**
-
Pattunuang Pattunuang Pattunuang Pattunuang Belae
-
-
2**
1
6** 0** 4** 2** 2
0%
Biring ere
-
-
2**
2
4
100%
Permanent Monitoring Plot
Keterangan: * = Spesies Prioritas
Populasi (Nilai Tengah)
** = Data dasar (Baseline)
Berdasarkan tabel di atas, bahwa populasi Macaca maura pada plot pengamatan Karaenta dan Rhyticeros cassidix pada plot Belae tidak mengalami peningkatan populasi, sementara populasi Tarsius fuscus pada plot sungai pattunuang mengalami peningkatan populasi sebesar 6%, begitu pula populasi Rhyticeros cassidix pada plot Biring Ere sebesar 100%. Untuk populasi Kupu-kupu yang dilindungi baru pada tahap penyediaan data awal (baseline). Dalam rangka mendukung upaya pengawetan jenis flora dan fauna di kawasan TN Bantimurung Bulusaraung, telah dikembangkan upaya budidaya (demplot) untuk jenis kupu-kupu dan anggrek alam. Upaya konservasi jenis kupu-kupu secara eksitu dalam bentuk pembangunan demplot kupu-kupu dimulai sejak tahun 2005 dengan ukuran 12 x 5 m (60 m²). Kegiatan pengelolaan yang dilaksanakan masih terbatas pada penyediaan pakan ulat hingga imago. Jumlah jenis yang ditangkarkan pun masih terbatas, sebanyak 4 jenis yaitu Papilio ascalaphus, Troides haliphron, T. helena dan T. hypolitus. Pada tahun 2010 dimulailah tahap pembangunan taman kupu-kupu yang lebih representatif dimanfaatkan sebagai obyek penelitian, pendidikan dan wisata alam. Sampai dengan tahun 2014, dari 200 jenis kupu-kupu
yang terdidentifikasi,
sebanyak 16 jenis dikelola/dibudidayakan melalui demplot, yaitu Troides haliphron, T. helena dan T. Hypolitus, Pachliopta polyphontes, Papilio ascalaphus, P. demoleus, P. gigon, P. polytes, P. Sataspes, Graphium Agamemnon, Catopsilia pomona, Catopsilia 13 Rencana Strategis Balai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
scylla, Catopsilia pyranthe, Ideopsis juventa, Euploea westwoodii dan Dolleschalia bisaltide. Upaya konservasi jenis eksitu selanjutnya adalah pembangunan demplot angrek alam di TN Bantimurung Bulusaraung pada tahun 2013 di Resort Balocci dan tahun 2014 di Resort Mallawa. Dari 60 jenis anggrek alam yang teridentifikasi di kawasan TN Bantimurung Bulusaraung, terdapat 57 jenis yang berhasil dibudidayakan pada kedua demplot tersebut di atas. Jenis-jeis anggrek alam yang dibudidayakan tersebut sebagai manna tabel 4 berikut ini. Tabel 4
Jenis-jenis anggrek alam yang dibudidayakan di sekitar kawasan TN Bantimurung Bulusaraung
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38
Nama Ilmiah Aerides inflexa Teijsm. & Binn. 1862 Agrostophyllum (tenue) J.J.Sm. 1918 Appendicula laxifolia J.J.Sm. 1933 Arachnis celebica (Schltr.) J.J.Sm. 1912 Ascocentrum miniatum [Lindley] Schlechter 1913 Bulbophyllum agapethoides Schltr. 1911 Bulbophyllum lemniscatoides Rolfe 1890 Bulbophyllum minahassae Schltr. 1911 Bulbophyllum sp.1 Calanthe triplicata [Rumph.] Ames 1907 Calanthe vestita Lindl. 1833 Ceratostylis sima J.J. Sm. 1908 Cleisostoma sororium (J.J.Sm.) Garay 1972 Coelogyne celebensis J.J.Sm. 1917 Cymbidium finlaysonianum Wall. ex Lindl. 1833 Dendrobium crumenatum Swartz 1799 Dendrobium heterocarpum Wall. ex Lindl. 1830 Dendrobium lancifolium A. Rich. 1834 Dendrobium macrophyllum A. Richard 1834 Dendrobium rantii J.J.Sm. 1934 Dendrobium secundum [Bl.] Lindl. 1828 Dendrobium sphenochilum F.Muell. & Kraenzl. 1894 Dendrobium stuartii F.M. Bailey. 1884 Dendrochilum edentulum Blume var. patentibracteatum J. J. Sm. Eria densa Ridl. 1895 Eria javanica (Sw.) Blume 1836 Eria merrillii Ames 1907 Eria sp.1 Eria sp.4 Eulophia spectabilis (Dennst.) Suresh 1988 Flickingeria comata (Blume) A.D. Hawkes 1961 Gastrochilus sororius Schlechter 1913 Habenaria sp.1 Kingidium deliciosum (Rchb. f.) H.R. Sweet 1970 Liparis condylobulbon Rchb. f. 1862 Liparis minahassae J.J. Sm.1906 Liparis viridiflora [Blume] Lindley 1830 Liparis wightiana Thwaites 1861
Lokasi Demplot Balocci Mallawa √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
√ √ √ √ 14
Rencana Strategis Balai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
No 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60
Nama Ilmiah Luisia celebica Schltr. 1911 Malaxis bancanoides Ames 1908 Malaxis latifolia Sm. 1812 Malleola sp.1 Oberonia costeriana J.J.Sm. 1905 (microphyla) Oberonia lycopodioides (J.König) Ormerod 1995 Orchidaceae (sp.1) Orchidaceae (sp.2) Orchidaceae (sp.4) Phalaenopsis amabilis [L.] Blume 1825 Phalaenopsis amboinensis J.J.Smith 1911 Pholidota articulata Lindl. 1828 Pholidota imbricata (Roxb.) Lindl. 1825 Robiquetia angustifolia Schltr.1925 Spathoglottis plicata Blume 1825 Taeniophyllum biocellatum J.J.Sm. 1913 Thrixspermum subulatum (Blume) Rchb.f. 1868 Trichoglottis geminata (Teijsm. & Binn.) J.J.Sm. 1905 Trichoglottis rosea (Lindl.) Ames 1925 Trichotosia ferox (Blume) Korth. ex Blume 1856 Tuberolabium sp. Vandopsis lissochiloides (Gaudich) Pfitzer 1889 Jumlah
Lokasi Demplot Balocci Mallawa √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 57 16
Selain Penangkaran/demplot Kupu-Kupu dan Anggrek, terdapat demplot Tarsius yang berada di Resort Pattunuang Karaenta. Penangkaran ini dibangun bekerjasama dengan Balai Penelitian Kehutanan (BPK) Makassar dan merupakan salah satu bentuk kolaborasi dalam pengelolaan taman nasional. Kerjasama pengelolaan demplot terebut dalam rangka mendukung penelitian terkait dengan Perilaku Tarsius. Dalam hal pemulihan ekosistem terhadap habitat dan/atau areal dalam kawasan yang terdegradasi dan/atau tidak mampu mendukung hidupan liar di dalamnya, telah dilaksanakan kegiatan rehabilitasi kawasan melalui kegiatan penanaman/pengkayaan tanaman pada Zona Rehabilitasi TN Bantimurung Bulusaraung. Kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan di kawasan TN Bantimurung Bulusaraung tahun 2010 -2014, sebagai mana tabel 5 berikut ini.
15 Rencana Strategis Balai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
Tabel 5
Pelaksanaan Kegiatan Rehabilitasi hutan dan lahan kawasan TN Bantimurung Bulusaraung 2010-2014
125
Tahun Penanam an 2010
Persentase Tumbuh (%) 93,31
Berhasil
275
2010
92,71
Berhasil
300
2010
92,69
Berhasil
300
2010
92,00
Berhasil
230
2011
91,75
T1
25
2012
91,75
T1
Rompe Gading, Kec. Camba, Kab. Maros
25
2013
91,08
T1
Samangki, Kec. Simbang, Kab. Maros
25
2013
92,00
T1
92,16
Berhasil
Luas (Ha)
No
Lokasi Kegiatan
1
6
Kampung Baru, Desa Labuaja, Kec. Cenrana, Kab. Maros Sambueja, Desa Sambueja, Kec. Simbang, Kab. Maros Dusun Tombolo, Desa Tompobulu, Kec. Balocci, Kab. Pangkep Dusun Tombolo, Desa Tompobulu, Kec. Balocci, Kab. Pangkep Pattiro, Desa Labuaja, Kec. Cenrana, Kab. Maros Pattiro Deceng, Kec. Camba, Kab. Maros
7 8
2 3 4 5
Jumlah/ Jumlah Rata-Rata
1.305
Ket
Sumber : Laporan Kegiatan RHL Tahun 2014 Berdasarkan tabel di atas, kawasan TN Bantimurung Bulusaraung yang terdegradasi dan/atau tidak mampu mendukung hidupan liar di dalamnya telah dilakukan pemulihan ekosistem seluas 1.305 Ha dimulai sejak tahun 2010 – 2014. Pemulihan ekosistem kawasan melalui kegiatan penanaman/pengkayaan tanaman pada Zona Rehabilitasi TN Bantimurung Bulusaraung dianggap berhasil dengan persentase pertumbuhan tanaman pada tahun ke 3 rata-rata 92,16. 3.
Perlindungan dan Pengamanan Kawasan Gangguan terhadap sumber daya alam hayati dan ekosistemnya disebabkan
oleh banyak faktor yang kompleks dan terkait satu sama lain. Faktor-faktor penyebab ini antara lain berakar dari marjinalitas, kemiskinan, rendahnya pemahaman
tentang
konsep-konsep
ekonomi
sumber
daya
yang
lestari,
ketidaktahuan, perbedaan persepsi tentang keberadaan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, serta kesejarahan dan kebiasaan hidup masyarakat yang telah berakar kuat dalam kehidupan mereka. Perlu disadari bahwa tidak selalu dan serta merta masyarakat berada pada posisi yang keliru. Keberadaan dan peri kehidupan sebahagian dari mereka justru terusik oleh adanya penunjukkan dan/atau perubahan status lahan yang mereka yakini “milik” mereka karena faktor kesejarahan. Akibat penunjukan kawasan yang tidak clean and clear, Balai TN Bantimurung Bulusaraung dibebani beberapa permasalahan kawasan, antara lain tumpang tindih penggunaan lahan dan adanya 16 Rencana Strategis Balai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
klaim kepemilikan lahan dan tanaman di dalam kawasan. Karenanya upaya perlindungan dan pengamanan kawasan tidak hanya diterapkan melalui pengamanan represif saja, akan tetapi perlu disikapi dengan bijaksana melalui pendekatan persuasif
melalui
upaya
pembinaan
terhadap
masyarakat
dalam
rangka
pengembangan ekonomi, peningkatan pemahaman tentang konsep konservasi, peningkatan keterampilan dan lain-lain.
Upaya preventif
dilakukan dengan
pendekatan kesejahteraan, penyuluhan, publikasi dan lain-lain sementara upayaupaya represif dilaksanakan melalui penegakan hukum bagi para pelaku tindak pidana. Akibat penunjukan kawasan yang tidak clean and clear dan diperkuat oleh fakta bahwa status hukum kawasan yang belum definitif (penunjukan), kegiatan perlindungan dan pengamanan sebaiknya lebih diintesifkan pada kegiatan pencegahan melalui penjagaan dan Patroli Rutin. Kegiatan penjagaan dan patroli rutin sepanjang tahun dilaksanakan oleh seluruh personil ditingkat resort sebelum upaya pengamanan selanjutnya dilakukan, baik berupa upaya preventif maupun upaya represif. Selain penjagaan dan patroli rutin, dalam rangka memberi efek jera bagi pelaku tindak pidana bidang kehutanan, dilakukan operasi represif secara fungsional pada Seksi Pengelolaan TN Wilayah dan operasi gabungan secara keseluruhan, namun dengan intensitas dan frekuensi yang relatif lebih kecil. Selain kegiatan patroli pencegahan, operasi fungsional dan gabungan, juga dilkukan upaya-upaya pencegahan lainnya seperti koordinasi dan konsultasi. Upaya-upaya ini ditujukan untuk melakukan penyelesaian konflik status lahan dengan masyarakat di dalam dan sekitar kawasan yang secara kesejarahan telah ada jauh sebelum penunjukan taman nasional. Contoh kasus, Masyarakat di Dusun Pattiro, Desa Labuaja yang merupakan pengelola area hutan eks-HKm yang berada di Zona Tradisional TN. Bantimurung Bulusaraung diupayakan melalui kerjasama pengelolaan/MoU bekerjasama dengan Unhas melalui pengelolaan hutan kemitraan. Sedangkan untuk masyarakat Dusun Tallasa dan Kampung Pangia yang bermukim di dalam kawasan TN Bantimurung Bulusaraung yang menuntut perubahan peruntukan kawasan hutan di wilayahnya, ditempuh melalui penetapan zona khusus maupun solusi konflik lainnya sesuai ketentuan (Review Rencana Tata Ruang Wilayah). Dalam periode Renstra 20102014, dari 8 temuan kasus pelanggaran kehutanan, terdapat 2 kasus yang dapat diselesaikan sampai dengan P21 yang diantaranya yaitu 1 kasus penebangan kayu 17 Rencana Strategis Balai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
di dalam kawasan hutan tanpa hak milik atau izin dari pihak yang berwenang dan 1 kasus penggalian tanah urug atau tanah timbunan di dalam kawasan. Selain itu ada pula tunggakan kasus tahun 2008 yang baru dapat diselesaikan sampai dengan P21 pada tahun 2012 yaitu 1 kasus penggalian tanah urug atau tanah timbunan di dalam kawasan. Sedangkan 6 kasus yang tidak dapat diselesaikan sampai dengan P21. Perkembangan kasus tindak pidana kehutanan tahun 2010 sampai dengan 2014 disajikan dalam Tabel 6 di bawah ini. Tabel 6
Perkembangan Kasus Tindak Pidana Kehutanan (TIPIHUT) Tahun 20102014
4.
Tahun
Kasus
2010 2011 2012 2013 2014 Jumlah
1 2 4 1 8
Non Yustisi -
Lidik
Sidik
PS3
P21
Tunggakan
-
1 4 1 6
-
2 1 3
1 1
Pengendalian Kebakaran Kawasan Kebakaran hutan dan lahan telah memberikan kontribusi yang cukup besar
terhadap degradasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Kawasan TN
Bantimurung Bulusaraung didominasi oleh bentang alam karst yang terjal dan mengalami kekeringan pada musim kemarau, serta akses yang terbuka dan berbatasan langsung dengan lahan masyarakat dan/atau pemukiman. Kondisi ini sangat rentan terhadap kebakaran hutan dan lahan, sehingga jika terjadi kebakaran hutan upaya penanganan/pengendaliannya sangat sulit dilakukan. Sebagai upaya pencegahan kebakaran kawasan, TN Bantimurung Bulusaraung menekankan pada peningkatan partisipasi dan peran serta masyarakat sekitar kawasan. Upaya-upaya pendekatan sudah dilakukan melalui kegiatan penyuluhan dan pembinaan pencegahan dan pemadaman kebakaran hutan, baik secara langsung maupun tidak, serta patroli pencegahan kebakaran hutan. Dalam rangka mengoptimalkan tugas pengendalian kebakaran hutan dan lahan di Kawasan Balai TN Bantimurung Bulusaraung, tahun 2013 dibentuk Manggala Agni Non Daops Balai TN Bantimurung Bulusaraung. Manggala Agni Non Daops tersebut terdiri dari 2 regu dengan jumlah personil 30 orang yang direkrut dari masyarakat peduli api (MPA), pamswakarsa, dan masyarakat yang berada di sekitar kawasan TN Bantimurung Bulusaraung. 18 Rencana Strategis Balai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
Meskipun kebakaran hutan bukan merupakan isu strategis di kawasan TN Bantimurung Bulusaraung, namun upaya-upaya pencegahan dan persiapan harus terus dilakukan untuk menghadapi potensi ancaman kebakaran kawasan mengingat TN Bantimurung Bulusaraung adalah kawasan karst yang memiliki medan terjal dan sulit untuk diakses. Dalam 5 tahun terakhir telah terjadi kebakaran di dalam dan di sekitar kawasan TN Bantimurung Bulusaraung sebanyak 22 kali kejadian dengan luasan total areal yang terbakar 58,6 Ha. Jumlah kejadian dan luas kebakaran hutan dan lahan di kawasan TN Bantimurung Bulusaraung dan sekitarnya selama 2010-2014 sebagaimana gambar 4 berikut ini.
Gambar 4. Kejadian Kebakaran Hutan beserta Luasannya di TN Bantimurung Bulusaraung
5.
Pengembangan Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan Wisata Alam Kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan dan wisata alam di kawasan TN Bantimurung
Bulusaraung terus dikembangkan. Khusus wisata alam,
TN Bantimurung Bulusaraung
menetapkan 7 (tujuh) kawasan wisata unggulan yang akan dikembangkan, yaitu : 1.
Kawasan Wisata Bantimurung;
2.
Kawasan Situs Prasejarah Leang-leang;
3.
Kawasan Wisata Pattunuang Asue; 19
Rencana Strategis Balai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
4.
Kawasan Pengamatan Satwa Karaenta;
5.
Kawasan Gua Vertikal Leang Pute;
6.
Kawasan Pegunungan Bulusaraung; dan
7.
Kawasan Permandian Alam Leang Lonrong. Dari 7 (tujuh) site kawasan wisata tersebut telah dibuat beberapa alternatif Paket Wisata
yang dapat dinikmati oleh pengunjung/wisatawan. Jenis pelayanan/paket wisata yang ditawarkan kepada pengunjung diantaranya berupa paket wisata tirta, wisata pendidikan dan budaya, pengamatan hidupan liar, tracking, hiking, climbing dan caving. Dari kegiatan pemanfaatan wisata alam dan jasa lingkungan diperoleh hasil nyata berupa kontribusi pada Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang cukup signifikan. Di TN Bantimurung Bulusaraung pungutan PNBP ini diterapkan pada pungutan masuk ke kawasan baik untuk kegiatan wisata, penelitian, peliputan komersial, dan kegiatan alam bebas. Jenis dan tarif yang dikenakan didasarkan peraturan perundangan. Jumlah PNBP dari pengelolaan wisata alam dan jasa lingkungan di kawasan TN Bantimurung Bulusaraung dalam lima tahun terakhir (2010-2014) sebesar 5,798 Milyar Rupiah atau rata-rata sebesar 1,26 Milyar pertahun dengan tingkat kunjungan rata-rata pertahun sebanyak 501.563 orang. Berikut disajikan grafik tingkat PNBP dan jumlah kunjungan wisatawan di TN Bantimurung Bulusaraung dalam kurun waktu lima tahun terakhir sebagaimana gambar 5 dan 6 berikut ini. Gambar 5.
Tingkat PNBP Balai TN Bantimurung Bulusaraung
20 Rencana Strategis Balai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
Gambar 6.
Tingkat Kunjungan Balai TN Bantimurung Bulusaraung
Pemanfaatan kawasan sebagai wahana pendidikan, penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan pun terus dikembangkan. Meskipun tidak ada keterikatan kerja sama secara formal, namun beberapa lembaga pihak bahkan melakukan kegiatan-kegiatan tersebut dengan intensif dan berkelanjutan. Untuk memperoleh dukungan pengelolaan sumber daya alam hayati dan eksosistem TN Bantimurung Bulusaraung, maka dilakukan kampanye lingkungan dan kegiatan bina cinta alam yang lebih ditujukan bagi kawula muda yang ada di sekitar kawasan.
6.
Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Dalam penyelenggaraan tugas pokok dan fungsinya, Balai TN Bantimurung
Bulusaraung didukung oleh personil yang memiliki fungsi, jabatan, spesifikasi keahlian dan keterampilan yang beragam. Berdasarkan laporan kepegawaian sampai bulan Desember 2014 Sumber daya manusia di lingkup Balai TN Bantimurung Bulusaraung, tercatat sebanyak 129 orang. Tediri dari 61 Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan 68 Tenaga Upahan/Pegawai Tidak Tetap. Distribusi pegawai TN Bantimurung Bulusaraung sebagian besar yaitu 43% ditempatkan pada SPTN Wilayah II Camba, 34% berada di kantor balai, dan 23% ditempatkan di SPTN Wilayah I Balocci. Pegawai SPTN Wil. II Camba lebih banyak dibanding di Balai dan SPTN Wil. I Balocci karena wilayah kerja yang lebih luas, yaitu 67,5% dari luas keseluruhan TN Bantimurung Bulusaraung, dan kompleksitas pengelolaan, terutama adanya penangkaran kupu-kupu dan pengelolaan wisata 21 Rencana Strategis Balai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
Bantimurung. Pendistribusian pegawai ini cukup seimbang, dimana jumlah pegawai di SPTN lebih banyak dibanding dengan di balai, hal ini mencerminkan adanya pendistribusian beban tugas dan pendelegasian sebagian wewenang pengelolaan ke tingkat pengelola di lapangan. Balai hanya memegang fungsi supervisi, koordinasi dan pelaksanaan tata usaha administrasi. Peningkatan produktivitas kerja dilakukan melalui pembinaan dan peningkatan kapasitas pegawai dengan pengiriman pegawai untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan oleh Balai Diklat Kehutanan serta lembaga lainnya. Guna memenuhi kebutuhan spesifikasi keahlian, TN Bantimurung Bulusaraung melakukan
koordinasi
dengan
Balai
Diklat
Kehutanan
Makassar
untuk
menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang penting untuk menunjang pengelolaan. Upaya pengelolaan kawasan perlu didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai.
Pemenuhan
kebutuhan
sarana
dan
prasarana
TN
Bantimurung
Bulusaraung dilakukan secara bertahap sesuai dengan ketersediaan anggaran. Secara umum kebutuhan sarana dan prasarana standar/minimal dalam pengelolaan kawasan sudah dapat dipenuhi. Sarana pengelolaan utama seperti kantor Balai, Kantor SPTN Wilayah sudah dipenuhi, sementara kantor resort/secara bertahap akan dipenuhi.
Sarana
perlengkapan
dan
prasarana
operasional
pengelolaan
perkantoran,
lainnya
perlengkapan
adalah kegiatan
kendaraan, lapangan,
perlengkapan perlindungan dan pengamanan serta perlengkapan penanggulangan kebakaran hutan juga secara bertahap diadakan. Dalam hal pengelolaan anggaran, basis anggaran dalam pengelolaan TN Bantmurung Bulusaraung saat ini masih masih mengandalkan APBN, belum ada dana pendamping dalam mendukung pengelolaan dari pihak luar. Anggaran pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung cenderung mengalami peningkatan dalam 5 tahun terakhir. Balai TN Bantimurung Bulusaraung merupakan salah satu Satker di lingkup Ditjen PHKA untuk mengajukan usulan penerapan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PK-BLU). Proses ini telah diinisiasi sejak periode awal renstra ini dan diharapkan terealisasi diakhir renstra. Sampai dengan akhir renstra (2014), Dokumen Standar Pelayanan Minimum (SPM) sebagai salah satu persyaratan pengajuan usulan Pola Keuangan Badan Layanan Umum (PK-BLU) hingga akhir tahun 2014 belum disahkan sehingga penerapan pola Pengelolaan Keuangan BLU belum diterapkan. 22 Rencana Strategis Balai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
C. Potensi dan Permasalahan Potensi dan permasalahan dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi Balai TN Bantimurung Bulusaraung antara lain dapat diidentifikasi dan diekstraksi dari isu-isu strategis yang berkembang, baik internal maupun eksternal. Dewasa ini, isuisu yang berkembang tersebut antara lain diuraikan sebagai berikut : 1. Pemanfaatan Nilai Keekonomian Kawasan Konservasi dan Keanekaragaman Hayati. Para pihak di lingkup eksternal maupun internal Balai TN Bantimurung Bulusaraung
antara
lain
mengharapkan
diupayakannya
optimalisasi
pemanfaatan nilai keekonomian jasa lingkungan kawasan taman nasional serta potensi keanekaragaman hayati yang dihasilkannya. Nilai-nilai keekonomian tersebut antara lain berupa pemanfaatan obyek dan daya tarik wisata alam dan pemanfaatan sumberdaya air. Pengembangan 7 destinasi wisata (The Seven Wonder) di kawasan TN Bantimurung Bulusaraung cukup signifikan namun dalam konteks mess tourism yang bertolak belakang dengan konsep ekowisata, sementara pada tataran ekotourism (misalnya wisata minat khusus) masih rendah. Tingginya penerimaan Negara atas pemanfaatan jasa lingkungan tersebut masih terdapat kelemahan-kelemahan dalam pengelolaannya, salah satunya adalah pola pemanfaatan belum menerapkan mekanisme perijinan (IPPA), masih pada tataran pungutan karcis masuk pengunjung dan pungutan kegiatan lainnya. Nilai keekonomian lainnya adalah intensifikasi dan optimalisasi pemanfaatan sumberdaya air yang bersumber dari dalam kawasan taman nasional baik untuk kepentingan komersial maupun non komersil (massa air dan energi air). 2. Efektivitas
Pengelolaan
Kawasan
Konservasi.
Optimalisasi
pengelolaan
kawasan taman nasional yang telah diimplementasikan selama ini dianggap belum efektif untuk menjaga dan menjamin keutuhan kawasan. Implementasi pengelolaan taman nasional berbasis resort yang diterapkan baru memasuki tahap perkembangan yang artinya bahwa tahap prakondisi RBM mendukung dan implementasinya intensif. Kualitas dan kuantitas pegawai yang tidak merata, sarana dan prasarana yang kurang memadai, serta anggaran terbatas yang hanya mengandalkan APBN ikut menghambat percepatan pengelolaan berbasis resort. Hal lainnya yang menghambat belum efektifnya pengelolaan kawasan adalah status hukum kawasan yang belum definitif menyebabkan kurang kuatnya bargaining TN Bantimurung Bulusaraung dalam berbagai permasalahan tenurial,
sistem Zonasi yang seharusnya dapat menjadi solusi dalam 23
Rencana Strategis Balai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
penyelesaian permasalahan juga belum mampu mengatasi konflik yang terjadi. Perlu mendorong pemantapan pengelolaan berbasis resort, percepatan penandaan zona dan implementasi tata kelola dalam zona tertentu dengan masyarakat serta percepatan penetapan kawasan secara definitif. 3. Kerentanan Keanekaragaman Hayati dan Ekosistemyna. Kawasan karst yang terlingkup dalam kawasan TN Bantimurung Bulusaraung (+20.000 Ha) merupakan satu kesatuan ekosistem dengan kawasan karst maros pangkep (+40.000 Ha). Pada kawasan karst maros pangkep (diluar taman nasional) tersebut telah terdapat indutrsi pertambangan (semen, marmer dll). Tingginya aktivitas pertambangan disekitar kawasan tersebut akan mengganggu hidupan liar dan keanekaragaman hayati, serta lambat laun akan berdampak pada hilangnya nilai-nilai sumber daya genetik terhadap spesies penting ekosistem karst. Oleh karena itu, upaya konservasi terhadap keanekaragaman hayati dan ekosistemnya
perlu
dilakukan
untuk
menjamin
keberadaan
potensi
keanekaragaman hayati dan ekosistemnya. Upaya konservasi jenis flora dan fauna dapat dilakukan melalui pemantauan spesies terancam punah dan perlakuan khusus terhadap flora fauna yang bernilai penting dan bernilai ekonomi tinggi melalui pembinaan populasi dan/atau habitatnya (santuary spesies). 4. Data dan Informasi Keanekaragaman Hayati dan Ekosistemnya. Ekosistem karst memiliki potensi yang bukan saja unik tetapi juga sangat kaya dengan sumberdaya alam baik itu hayati maupun non hayati. Kawasan Karst Maros Pangkep terkenal secara internasional dengan keanekaragaman hayati tertinggi di dunia untuk kawasan tropika dan bentang alam yang unik dan khas dengan menara karst, koridor karst yang panjang, gua-gua dengan ukuran besar dan terpanjang di Asia tenggara dengan dekorasi terbagus. Ketersediaan data dan informasi
(kondisi
geofisik,
kondisi
sosial
ekonomi
masyarakat
dan
keanekaragaman hayati) yang valid dan reliable (terbaru, terpercaya, sesuai kebutuhan, dan obyektif) menjadi penting. Survey, identifikasi, pemetaan sebaran, inventarisasi serta monitoring dan evaluasi perlu terus dilakukan untuk menjamin validitasnya. Sistem data spasial dan non spasial yang telah ada belum cukup informatif (up to date dan mudah diakses) dan reliable sehingga diperlukan peningkatan intensitas dan kualitas dalam pelaksanaan survey, identifikasi, inventarisasi dan monitoring keanekaragaman hayati di lapangan,
24 Rencana Strategis Balai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
dan di sisi lain diperlukan sebuah sistem basis data yang mampu menghimpun data dan informasi yang tersebar di berbagai kalangan. 5. Peningkatan Peran Serta Swasta. Dalam upaya konservasi keanekaragaman hayati, peran swasta dan masyarakat masih perlu terus ditingkatkan. Upaya ini perlu didukung dengan kebijakan sistem insentif serta pemberian jaminan perlindungan investasi secara memadai. 6. Peningkatan
Peran
Serta
dan
Pemberdayaan
Masyarakat.
Upaya
pemberdayaan masyarakat, terutama yang hidup di dalam dan sekitar kawasan taman nasional, yang memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap potensi kawasan, masih perlu terus diperluas cakupan dan pemerataan/ distribusinya. Belum seluruh daerah penyangga mendapat perhatian intensif, hal ini tercermin dari belum meratanya bantuan daerah penyangga yang diberikan pada desa-desa di sekitar kawasan. Padahal terdapat 45 desa/kelurahan yang berbatasan langsung dan berinteraksi intensif dengan sumber daya alam dan ekosistem TN Bantimurung Bulusaraung. Upaya tersebut diharapkan dapat mewujudkan
harmonisasi
aktivitas
ekonomi
masyarakat
dengan upaya
pencapaian sasaran konservasi keanekaragaman hayati. Selain itu, peningkatan peran serta masyarakat dalam upaya konservasi keanekaragaman hayati masih perlu terus ditingkatkan melalui peningkatan intensifikasi dan ekstensifikasi pendidikan konservasi serta upaya pengembangan bina cinta alam. 7. Perlindungan dan Pengamanan Keanekaragaman Hayati. Sumber daya alam hayati dan ekosistem taman nasional belum bebas dari gangguan dan ancaman, sehingga upaya perlindungan dan pengaman perlu untuk terus di tingkatkan. Indikator ganggungan dan ancaman tersebut adalah masih adanya temuan kasus pelanggaran bidang kehutanan dan kejadian kebakaran di kawasan taman nasional. Potensi ancaman dan ganguan lainnya adalah adanya klaim status kepemilikan lahan dan tanaman tertentu oleh masyarakat, rendahnya pemahaman masyarakat yang berinterkasi langsung dengan kawasan, serta Potensi Karst sebagai bahan baku semen. Belum optimalnya koordinasi dan kerjasama antar pihak dalam upaya perlindungan, pengamanan serta penegakan hukum yang dibarengi dengan keterbatasan sumber daya (personil, anggaran dan sarpras) dibidang perlindungan dan pengamanan, menghambat upaya untuk menekan gangguan dan ancaman Sumber daya alam hayati dan ekosistem taman nasional.
25 Rencana Strategis Balai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
8. Kerjasama Penyelenggaraan. Kerjasama penyelenggaraan TN Bantimurung Bulusaraung yang telah berjalan dengan beberapa pihak masih dalam bentuk nota kesepahaman yang disusun bersama. Kerjasama tersebut belum dipayungi dengan penerbitan/ penandatanganan surat perjanjian kerasama (MoU) para pihak, sehingga menghambat implementasi pelaksanaan dilapangan. Padahal banyak pihak (stakeholder) yang memiliki kepentingan dan pengaruh yang beragam
dalam
peningkatan
efektifitas
pengelolaan
taman
nasional.
Kepentingan dan pengaruh stakeholder tersebut perlu dipayungi secara bijak melalui kerjasama penyelenggaraan. 9. Dukungan Manajemen. Aktivitas dukungan manajemen perlu diintensifkan, karena keberhasilan pencapaian upaya konservasi keanekaragaman hayati dan ekosistem taman nasional sangat dipengaruhi oleh faktor sumberdaya manusia, kelembagaan, sarana dan prasarana, serta perencanaan dan evaluasi. Kapasitas kepemimpinan di bidang konservasi keanekaragaman hayati perlu terus diupayakan melalui berbagai cara, antara lain melalui sistem pola karier yang tertata dengan baik, standar kompetensi keahlian (expertise) dan prasyarat jabatan yang memadai, serta pola-pola penyiapan atau kaderisasi calon pemimpin masa depan yang scientific based conservation manner bukan sekedar protection manner.
26 Rencana Strategis Balai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
Bab II
Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran trategis Cita-cita pembangunan nasional bangsa Indonesia telah digariskan dalam konstitusi negara. Tujuan tersebut termuat dalam Pembukaan Undang Undang Dasar Tahun 1945, yaitu “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia, yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Untuk mencapai cita-cita mulia tersebut, pembangunan Indonesia perlu dilakukan secara terencana dengan menetapkan
tahapan-tahapan
pelaksanaannya
berdasarkan
prioritas.
Pentahapannya disusun dengan bertolak dari sejarah, karakter sumberdaya yang dimiliki, serta tantangan yang sedang dan akan dihadapi. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015-2019 merupakan periode ketiga dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005-2025. RPJMN Tahun 2015-2019, sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Presiden Republik
Indonesia
Nomor
2 Tahun
2015,
menegaskan kembali
bahwa
pelaksanaan pembangunan Indonesia harus sesuai dengan ideologi bangsa, yaitu Pancasila dan Trisakti. Ideologi tersebut harus menjadi penuntun, penggerak, pemersatu, dan sekaligus sebagai bintang pengarah. Dengan
mempertimbangkan
masalah
pokok
bangsa,
tantangan
pembangunan yang dihadapi, serta capaian pembangunan selama ini, maka Presiden Republik Indonesia menetapkan visi pembangunan nasional tahun 20152019, yaitu “Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong”. Untuk mewujudkan pencapaian visi tersebut, pembangunan dilaksanakan dengan misi: (1) Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim, dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan; (2) Mewujudkan masyarakat maju, berkeseimbangan dan demokratis berlandaskan negara hukum; (3) Mewujudkan politik luar negeri bebas aktif dan memperkuat jati diri sebagai Negara maritim; (4) Mewujudkan
27 Rencana Strategis Balai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju dan sejahtera; (5) Mewujudkan bangsa yang berdaya-saing; (6) Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional; serta (7) Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan. Adapun norma pembangunan yang harus diperhatikan dan diterapkan dalam RPJMN Tahun 2015-2019 adalah: (1) Membangun untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dan masyarakat; (2) Setiap upaya peningkatan kesejahteraan, kemakmuran, tidak
dan
boleh
produktivitas
ketimpangan yang makin melebar yang
Visi Pembangunan Nasional Tahun 2015-2019:
menciptakan
dapat
keseimbangan
merusak
“Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong�
pembangunan.
Perhatian khusus diberikan pada
Misi Pembangunan Nasional Tahun 2015-2019: 1.
Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim, dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan;
2.
Mewujudkan masyarakat maju, berkeseimbangan dan de-mokratis berlandaskan negara hukum;
3.
Mewujudkan politik luar negeri bebas-aktif dan memperkuat jati diri sebagai Negara maritim;
4.
Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju dan sejahtera;
untuk menciptakan pertumbuhan
5.
Mewujudkan bangsa yang berdaya-saing;
ekonomi yang berkelanjutan; (3)
6.
Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional; serta
7.
Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan.
peningkatan produktivitas rakyat lapisan menengah-bawah, tanpa menghalangi,
menghambat,
mengecilkan
dan
mengurangi
keleluasaan pelaku-pelaku besar untuk
terus
menjadi
agen
pertumbuhan. Hal ini dimaksudkan
Aktivitas
pembangunan
tidak
boleh merusak, menurunkan daya dukung mengganggu
lingkungan
dan
keseimbangan
ekosistem. Visi dan misi pembangunan tahun 2015-2019 menjadi peta jalan seluruh kementerian dan/atau lembaga penyelenggara negara dalam merancang arah pembangunan, sasaran, dan strategi yang akan dilaksanakannya. Prioritas dalam jalan perubahan menuju Indonesia yang berdaulat secara politik, mandiri dalam bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan, dirumuskan dalam sembilan agenda prioritas pembangunan tahun 2015-2019. Sembilan agenda prioritas yang lebih dikenal dengan sebutan Nawa Cita tersebut, diuraikan sebagaimana dalam Gambar 7. 28 Rencana Strategis Balai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
Gambar 7: Visi Pembangunan Nasional 2015-2019 dan Nawa Cita Berdasarkan uraian rencana pelaksanaan Nawa Cita, tugas dan fungsi Direktorat Jenderal KSDAE terutama tertuang dalam agenda ketujuh. Berdasarkan uraian rencana pelaksanaan Nawa Cita, tugas dan fungsi Direktorat Jenderal KSDAE terutama tertuang dalam agenda ketujuh. Nawa Cita juga menguraikan sub agenda dan sasaran yang menjadi amanat bagi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Berangkat dari pandangan, harapan dan permasalahan yang ada, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan merumuskan tujuan pembangunan tahun 2015-2019, yaitu mewujudkan kualitas lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta pengelolaan sumberdaya hutan yang lestari untuk kesejahteraan rakyat menuju pembangunan berkelanjutan. Tujuan ini dimaksudkan untuk memastikan kondisi
lingkungan
berada
pada
toleransi
yang
diprasyaratkan
untuk
keberlangsungan kehidupan umat manusia, dan sumberdaya hutan berada pada rentang yang aman dan lestari, serta secara paralel meningkatkan kemampuan sumberdaya hutan untuk memberikan sumbangan bagi perekonomian nasional. Berdasarkan tujuan pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan, peran utama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada tahun 2015-2019, yaitu: (1) 29 Rencana Strategis Balai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
Menjaga kualitas lingkungan hidup yang stabil dalam memberikan daya dukungnya, pengendalian
pencemaran
lingkungan,
pengelolaan
DAS
yang
sehat,
keanekaragaman hayati yang lestari, serta pengendalian perubahan iklim; (2) Menjaga luasan dan fungsi hutan untuk menopang kehidupan, menyediakan hutan untuk kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat, menjaga populasi jenis flora dan fauna, serta menghindarkan kepunahan endangered species; (3) memelihara kualitas lingkungan hidup, menjaga hutan, dan merawat keseimbangan ekosistem dan keberadaan sumberdaya alam.Untuk memastikan manifestasi dari peran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam pembangunan nasional, dirumuskan sasaran strategis yang menjadi panduan dan pendorong arsitektur kinerja tahun 2015-2019. Sasaran strategis dimaksud, yaitu: (1) Meningkatnya kualitas LH dengan indikator kinerja Indeks Kualitas Lingkungan Hidup berada pada kisaran 66,5-68,6, angka pada tahun 2013 sebesar 63,12. Anasir utama pembangun dari besarnya indeks ini yang akan ditangani, yaitu air, udara dan tutupan hutan; (2) Meningkatnya sumbangan sektor kehutanan terhadap Produk Dometik Bruto, dengan indikator kinerja sumbangan sektor kehutanan untuk Produk Domestik Bruto Indonesia meningkat setiap tahun, dimana angka pada tahun 2013 sebesar Rp. 56,994 Trilyun berdasarkan harga berlaku dan Rp. 17,442 Trilyun sesuai harga konstan Tahun 2000. Komponen pengungkit yang akan ditangani yaitu produksi hasil hutan, baik kayu maupun non kayu (termasuk tumbuhan dan satwa liar) dan eksport; dan, (3) Meningkatnya keseimbangan ekosistem, dengan indikator kinerja derajat keberfungsian ekosistem meningkat setiap tahun, yang merupakan agregasi berbagai penanda (penurunan jumlah hotpsot kebakaran hutan dan lahan, peningkatan populasi spesies terancam punah, peningkatan kawasan ekosistem esensial yang dikelola oleh para pihak, penurunan konsumsi bahan perusak ozon, dan lain-lain). Direktorat Jenderal KSDAE yang bertugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan konservasi sumberdaya alam dan ekosistemnya, secara ekplisit dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 diamanatkan untuk melaksanakan perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan ekosistem,
spesies
dan
sumberdaya
genetik
untuk
mewujudkan
kelestarian
sumberdaya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya. Sasaran akhir yang ingin dicapai adalah kekayaan keanekaragaman hayati dapat berfungsi dalam mendukung upaya peningkatan kesejahteraan dan mutu kehidupan manusia, berasaskan keserasian dan keseimbangan. Dengan demikian maka sasaran strategis yang ingin 30 Rencana Strategis Balai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
dicapai
oleh
Direktorat
Jenderal
KSDAE
adalah
kawasan
konservasi
dan
keanekaragaman hayati terpelihara dan terlindungi serta dimanfaatkan untuk mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia. Namun demikian, untuk menyesuaikan dengan Rencana Strategis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, maka rumusan tersebut dibagi menjadi dua bagian, yaitu
dari
sisi
pemanfaatan
nilai
keekonomian
kawasan
konservasi
dan
keanekaragaman hayati, serta dari sisi upaya perlindungan dan pengawetan kawasan konservasi dan keanekaragaman hayati itu sendiri. Dari 3 sasaran strategis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Direktorat Jenderal KSDAE akan berperan dalam mewujudkan dua sasaran strategis, yaitu: (1) Memanfaatkan potensi SDH dan LH secara lestari untuk meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan (sasaran strategis kedua); serta (2) Melestarikan keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati serta keberadaan
SDA
sebagai
sistem
penyangga
kehidupan
untuk
mendukung
pembangunan berkelanjutan (sasaran strategis ketiga). Peran dalam pencapaian sasaran strategis kedua akan dibuktikan dan diukur dengan besaran penerimaan devisa negara dan penerimaan negara bukan pajak dari pemanfaatan jasa lingkungan kawasan konservasi serta pemanfaatan satwa liar dan tumbuhan alam. Adapun peran dalam pencapaian sasaran strategis ketiga antara lain akan dibuktikan dan diukur dengan peningkatan nilai indeks efektivitas pengelolaan kawasan konservasi (METT) serta peningkatan populasi 25 jenis satwa liar terancam punah prioritas.
Asas: Serasi dan Seimbang
Gambar 8: Upaya Pokok dan Tujuan Pembangunan Bidang KSDAE Rencana Strategis Balai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
31
Bab III
Arah Kebijakan dan Strategi Mandat pembangunan bidang KSDAE termaktub dalam beberapa regulasi dan/atau kebijakan pemerintah. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, mengamanatkan untuk melaksanakan pengelolaan sumberdaya alam hayati beserta ekosistemnya melalui tiga embanan, yaitu perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Dalam mendukung pembangunan nasional, langkah-langkah konservasi diperlukan agar sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya selalu terpelihara dan mampu mewujudkan keseimbangan, serta melekat dengan pembangunan itu sendiri. Tiga pilar pembentuk konservasi keanekaragaman hayati, yaitu pilar perlindungan, pilar pengawetan dan pilar pemanfaatan harus saling bersinergi dan diseimbangkan, guna mendukung suksesnya upaya konservasi sumberdaya alam hayati. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, mengamanatkan penyelenggaraan pengelolaan sumberdaya alam hayati, keanekaragaman hayati, sumberdaya genetik dan keamanan hayati produk rekayasa genetik. Disamping itu, dimandatkan pula untuk melakukan pencadangan sumberdaya alam yang dapat dikelola dalam jangka panjang dan waktu tertentu sesuai dengan kebutuhan. Sebagai salah satu penanggung jawab program di lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Direktorat Jenderal KSDAE melaksanakan beberapa mandat pembangunan nasional yang tertuang dalam agenda/sub agenda pembangunan nasional, sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015-2019. Mandat tersebut harus diterjemahkan, dirinci dan dilaksanakan pada tingkat program melalui beberapa kegiatan sebagai unsur pelaksanaan teknis. Dalam perencanaan pembangunan bidang
KSDAE,
selain
kebijakan
nasional
dan
kebijakan
pembangunan
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, isu strategis baik di tingkat
Rencana Strategis Balai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
32
internasional maupun nasional serta regional, juga selalu menjadi acuan dalam merumuskan arah kebijakan bidang KSDAE. Kondisi umum dan capaian rencana strategis periode sebelumnya juga turut berperan dalam menentukan strategi yang mengarahkan pembangunan sesuai dengan kebijakan yang telah ditentukan. Perencanaan strategis bidang KSDAE juga dilandasi oleh semangat untuk melaksanakan penyelenggaraan urusan konservasi secara lebih fokus, khususnya dalam rangka menjalankan tugas pengelolaan ekosistem dan kawasan konservasi, serta keanekaragaman hayati yang terkandung di dalamnya.
A. Arah Kebijakan Pembangunan LH dan Kehutanan Agenda kebijakan nasional yang menjadi mandat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, sebagaimana amanat RPJMN Tahun 2015-2019, setidaknya tersurat dalam tiga agenda besar negara, yaitu: (1) agenda memperkuat kehadiran negara dalam melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya; (2) agenda meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional; serta (3) agenda mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik. Ketiga agenda pembangunan nasional tersebut dibagi lagi menjadi sembilan sub agenda, yang
merupakan
pengelompokan
agenda-agenda
tersebut
sesuai
dengan
bidangnya, yang terdiri atas: (1) ketahanan air; (2) kesehatan; (3) ketahanan pangan; (4) ketahanan energi; (5) pariwisata; (6) produksi dan produktivitas yang berdaya saing; (7) pemberantasan penebangan liar; (8) pelestarian sumberdaya alam, lingkungan hidup dan pengelolaan bencana; serta (9) tata kelola. Untuk melaksanakan kebijakan pada sub agenda pengamanan ketahanan air, salah satu tugas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan adalah melalui strategi pemeliharaan dan pemulihan kualitas dan kuantitas sumberdaya air dan ekosistemnya, dengan melaksanakan upaya menurunkan koefisien regim sungai, mengurangi jumlah sampah yang masuk pada lingkungan air, meningkatkan kualitas air, meningkatkan perlindungan mata air melalui konservasi air, pembangunan embung dan dam pengendali, menurunkan luas lahan kritis di KPH dan DAS, serta melakukan pemulihan ekosistem di hutan produksi dan hutan konservasi.
33 Rencana Strategis Balai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
Pada sub agenda kesehatan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bertugas menurunkan resiko kesehatan terhadap kanker yang diakibatkan oleh pencemaran logam berat dengan meningkatkan pengelolaan bahan berbahaya dan beracun (B3), limbah B3, serta pemulihan tanah terkontaminasi limbah B3. Selain itu, untuk menurunkan jumlah penderita ISPA akibat polusi udara, dilakukan langkah-langkah
untuk
meningkatkan
kualitas
udara,
antara
lain
dengan
menurunkan jumlah hot spot akibat kebakaran hutan dan lahan di Pulau Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. Dalam rangka mendukung keberhasilan pembangunan pada sub agenda ketahanan pangan, terutama dalam mendukung peningkatan produksi pangan, antara lain perlu dilakukan upaya melalui peningkatan luas lahan garapan untuk petani di areal kerja pengelolaan hutan untuk tanaman padi dan jagung seluas 267.000 hektar, penyediaan zona pemanfaatan tradisional pada hutan konservasi sebagai areal untuk memungut hasil hutan hayati dan/atau memanfaatkan areal tersebut sebagai lahan untuk mata pencaharian masyarakat seluas 100.000 hektar, serta meningkatkan luas hutan untuk peran serta aktif masyarakat guna meningkatkan kesejahteraannya dengan skema Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat dan Hutan Desa seluas 12,7 juta hektar. Untuk mendukung keberhasilan pembangunan pada sub agenda ketahanan energi, beberapa hal yang akan ditempuh oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan adalah dengan meningkatkan luas usaha pemanfaatan hutan produksi untuk biomassa seluas 100.000 hektar, meningkatkan pemanfaatan energi air dari kawasan konservasi untuk keperluan pembangkit listrik tenaga mini/mikro hidro (PLTMH) sebanyak 50 unit, meningkatkan jumlah kemitraan pemanfaatan jasa lingkungan panas bumi di kawasan konservasi minimal sebanyak lima unit, serta meningkatkan pemanfaatan sampah dan limbah B3 untuk energi listrik. Pada sub agenda pariwisata, saat ini Indonesia masih tertinggal jauh dalam hal kunjungan wisata dibandingkan dengan negara-negara ASEAN. Oleh karena itu, beberapa hal yang akan dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan adalah dengan berupaya meningkatkan jumlah wisatawan nusantara yang berkunjung ke hutan konservasi sebanyak minimal 20 juta orang dalam lima tahun, serta meningkatkan jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke hutan konservasi sebanyak minimal 1,5 juta orang dalam lima tahun. Sub agenda produksi dan produktivitas yang berdaya saing, dalam bidang Kehutanan dilakukan melaui upaya peningkatan pengelolaan KPH sebanyak 629 34 Rencana Strategis Balai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
unit KPH, peningkatan produksi kayu bulat dari hutan tanaman dan hutan alam sebesar 189 juta m3, peningkatkan jumlah produksi HHBK sebesar 225.000 ton, peningkatkan nilai ekspor sebesar USD 40,47 milyar, peningkatan ekspor tumbuhan dan satwa liar serta bioprospecting senilai IDR 25 trilyun, serta peningkatan persentase produksi HHBK dan sutera alam sebesar 15%. Untuk mendukung sub agenda pemberantasan penebangan liar, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah membuat target lima tahun kedepan untuk menurunkan jumlah pelanggaran hukum lingkungan dan kehutanan sebesar 20% dari jumlah kasus pada tahun 2014. Sementara itu, untuk mendukung sub agenda pelestarian sumberdaya alam, lingkungan hidup dan pengelolaan bencana, beberapa upaya yang akan dilaksanakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan adalah dengan meningkatkan persentase peningkatan populasi spesies satwa terancam punah sebesar 10%, meningkatkan jumlah taman nasional dan kawasan konservasi lainnya yang memiliki sanctuary species terancam punah, meningkatkan jumlah kawasan ekosistem bernilai penting di luar kawasan hutan konservasi atau di luar kawasan hutan (6 ekosistem karst, 6 ekosistem mangrove, 6 koridor kawasan konservasi, serta 30 taman kehati), meningkatkan jumlah koleksi spesies endemik lokal dan langka yang diupayakan konservasinya sebanyak 300 spesies, serta meningkatkan nilai indeks efektivitas pengelolaan KSA, KPA dan Taman Buru sebesar minimal 70% (kategori baik). Untuk sub agenda terakhir, yaitu tata kelola, hal-hal yang akan dilaksanakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yaitu meningkatkan persentase pengukuhan (penetapan) kawasan hutan menjadi 100%, meningkatkan panjang tata batas kawasan dan tata batas fungsi sepanjang 40.000 km, meningkatkan jumlah KPH yang beroperasi sebanyak 629 KPH (347 KPHP, 182 KPHL, dan 100 KPHK), meningkatkan jumlah KPHP yang menerapkan prinsip pengelolan hutan produksi lestari sebanyak 20 KPHP, meningkatkan luas usaha pemanfaatan hasil hutan kayu restorasi ekosistem sejumlah 500.000 hektar, meningkatkan akses masyarakat dalam pengelolaan HKm, HD dan HTR seluas 12,7 juta hektar, serta meningkatkan jumlah wilayah kerja yang memiliki model pengelolaan hutan mangrove di dalam kawasan hutan sebanyak dua wilayah kerja sepanjang tahun. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menetapkan tiga kebijakan, yang terdiri atas dua kebijakan sebagai jawaban dari mandat agenda pembangunan nasional bidang ekonomi, yaitu kebijakan peningkatan hasil hutan dan kayu, serta kebijakan pengamanan 35 Rencana Strategis Balai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
ketahanan pangan, energi dan air. Adapun kebijakan sebagai respon atas agenda pembangunan pelestarian sumberdaya alam, lingkungan hidup dan pengelolaan bencana, yaitu kebijakan peningkatan konservasi dan tata kelola hutan. Dari ketiga arah kebijakan yang ditetapkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tersebut, masing-masing kebijakan memuat strategi untuk memberikan arahan pelaksanaan gagasan dari arah kebijakan yang telah ditetapkan. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah menetapkan tiga sasaran strategis dari sembilan sub agenda pembangunan, yang nantinya akan mendukung pelaksanaan
tiga
dari
sembilan
agenda
pembangunan
nasional.
Strategi
pencapaiannya ditetapkan melalui pelaksanaan 13 program dan 69 kegiatan dalam tahun 2015-2019. 13 program dan 69 kegiatan dimaksud menggambarkan pelaksanaan mandat dari masing-masing unit eselon I dan eselon II serta unit pelaksana teknis di lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Keterkaitan ke-13 program tersebut dalam mendukung pencapaian sasaran strategis dan tujuan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dapat diuraikan dan diterjemahkan dari skema rantai nilai. Sebagaimana telah disampaikan pada bab sebelumnya, peran dan sasaran strategis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada tahun 2015-2019 adalah sebagai berikut: 1. Menjaga
kualitas
Lingkungan
Hidup
yang
memberikan
daya
dukung,
pengendalian pencemaran, pengelolaan DAS, keanekaragaman hayati serta pengendalian perubahan iklim, dengan sasaran strategis meningkatnya kualitas lingkungan hidup dengan indikator IKLH pada kisaran 66,5-68,6; 2. Menjaga luasan dan fungsi hutan untuk menopang kehidupan, menyediakan hutan untuk kegiatan sosial, ekonomi rakyat, dan menjaga jumlah dan jenis flora dan fauna serta endangered species, dengan sasaran strategis meningkatnya sumbangan sektor kehutanan terhadap PDB dengan indikator sumbangan PDB sektor kehutanan indonesia meningkat setiap tahun; serta 3. Menjaga keseimbangan ekosistem dan keberadaan sumberdaya alam untuk kelangsungan kehidupan, menjaga DAS dan sumber mata air serta menjaga daya dukung fisik ruang wilayah serta kualitasnya, dengan sasaran strategis meningkatnya keseimbangan ekosistem dengan indikator derajat keberfungsian ekosistem meningkat setiap tahun.
36 Rencana Strategis Balai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
Sasaran strategis tersebut ditentukan dengan menurunkan strategi dari masingmasing arah kebijakan yang disesuaikan dengan kondisi umum, harapan para pihak, capaian rencana strategis periode sebelumnya, isu-isu strategis, visi dan misi pemerintahan Kabinet Kerja 2015-2019, serta program kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
B. Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan KSDAE Keanekaragaman hayati merupakan bagian terpenting dari sumberdaya alam, yang berperan sebagai unsur pembentuk lingkungan hidup yang tidak tergantikan, yang membuatnya menduduki peranan penting dan strategis bagi kehidupan seluruh umat manusia. Nilai keberadaan keanekaragaman hayati melingkupi seluruh aspek kehidupan di muka bumi ini, dan oleh karenanya dibutuhkan upaya konservasi secara optimal untuk menjaga keberlanjutannya, sehubungan dengan keberlanjutan kehidupan umat manusia sendiri. Konservasi diadopsi dari bahasa Inggris to conserve yang berarti melindungi sesuatu, terutama hubungannya dengan lingkungan atau budaya di sesuatu tempat yang penting, agar tidak rusak atau dihancurkan. Namun demikian, konservasi juga diartikan sebagai upaya untuk melestarikan lingkungan beserta seluruh komponen yang ada di dalamnya, yang saling terkait, baik biotik maupun abiotik. Dalam banyak referensi, makna konservasi lebih ditekankan pada upaya untuk perlindungan, pengawetan, pencegahan, pemulihan terhadap lingkungan alami, ekosistem alami, hidupan liar, peninggalan arkeologi dan sejarah, situs budaya, serta
artefak.
Konservasi
juga
ditekankan
pada
pencegahan
perusakan
sumberdaya, baik sumberdaya alam hayati maupun non hayati serta energi. Dari sisi keilmuan, konservasi setidaknya terdiri atas tiga unsur, yaitu: (1) mempelajari dampak kegiatan manusia terhadap keberadaan dan keberlanjutan hidup di lingkungan alami; (2) mengembangkan pendekatan praktis guna mencegah kepunahan spesies, memelihara keanekaragaman genetik, dan melindungi serta memperbaiki seluruh aspek keanekaragaman hayati di bumi ini; serta (3) mempelajari seluruh aspek keanekaragaman hayati di bumi (Salim dalam Indrawan dkk, 2007). Landasan
berpikir
dan
analisis
rancang
tindak
upaya
konservasi
keanakekaragaman hayati di jaman modern ini, tidak lagi tepat dengan melakukan pendekatan konservasi secara tradisional yang totally protected, sebagaimana yang
37 Rencana Strategis Balai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
banyak dilakukan pada masa lalu. Penekanan pada konsep pembangunan berkelanjutan sebagai landasan konservasi perlu mendapat perhatian secara serius. Sehingga dengan demikian, landasan berpikir dan analisis rancang tindak konservasi perlu lebih ditekankan pada paradigma pembangunan berkelanjutan. Perpaduan kedua konsep tersebut memang sulit dilakukan di jaman para pekerja konservasi masih tradisional dan konvensional dalam berpikir dan bertindak. Segala tindakan dilakukan dengan sangat hati-hati, bahkan cenderung tidak bergeming
demi
perlindungan
sumberdaya
hayati
dari
sisi
pengetahuan
ekologisnya. Kecenderungan pola pikir dan tindakan orthodox membuat upaya konservasi menghadapi banyak hambatan, bahkan para konservasionis cenderung diidentikkan sebagai kelompok orang yang anti kemajuan dan anti pembangunan. Dengan pemahaman yang sudah semakin baik dari para pelaku konservasi, pendekatan perpaduan kedua konsep tidak lagi sulit dilakukan. Saat ini, upaya konservasi keanekaragaman hayati dan lingkungan telah mengalami pergeseran, sehingga kerja konservasi lebih ditekankan pada perlindungan ekosistem dan habitat yang benar-benar masih alami, preservasi spesies dan genetik di habitat aslinya, serta pemanfaatan secara optimal atas berbagai jenis jasa ekosistem untuk kepentingan ekonomi dan sosial. Pengembangan upaya pemanfaatan keekonomian keanekaragaman hayati kemudian menjadi daya tawar tersendiri untuk aktivitas konservasi. Untuk mewujudkan mandat pembangunan berkelanjutan dengan tetap mengadopsi prinsip dan etika konservasi keanekaragaman hayati, upaya sistematis yang perlu dilakukan secara garis besarnya dikelompokkan menjadi preservasi ekosistem
dan
habitat
alami,
konservasi
keanekaragaman
spesies
serta
sumberdaya genetiknya, pengembangan pemanfaatan jasa lingkungan kawasan konservasi dengan mengedepankan nilai keekonomian serta multiplier effect-nya dari sisi ekonomi dan sosial, serta dengan tetap melaksanakan perlindungan dan pengamanan keanekaragaman hayati dan lingkungan. Sejak abad ke-20, dalam konteks keanekaragaman hayati dan lingkungan, upaya konservasi lebih ditekankan pada aspek perlindungan, pengawetan, serta cara-cara pemanfaatan sumberdaya alam hayati dan lingkungan sehubungan dengan aspek pertama dan kedua. Embanan Direktorat Jenderal KSDAE berkaitan erat dengan tercapainya tiga sasaran konservasi, sebagaimana ditekankan dalam World Conservation Strategy, yaitu: (1) perlindungan sistem penyangga kehidupan;
Rencana Strategis Balai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
38
(2) pengawetan sumber-sumber plasma nutfah; serta (3) pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Dari embanan tersebut, obyek yang dikelola oleh Direktorat Jenderal KSDAE antara lain terdiri dari kawasan konservasi, keanekaragaman hayati di dalam dan di luar kawasan konservasi, serta kawasan atau ekosistem yang bernilai esensial dan HCVF. Pengelolaan keanekaragaman hayati dilaksanakan pada tiga tingkatan, yaitu pada level ekosistem, spesies, dan pada level sumberdaya genetik. Adapun pengelolaan keanekaragaman hayati juga berkaitan erat dengan pencapaian multi manfaatnya, yaitu manfaat ekonomi, sosial, serta terutama manfaat ekologi. Dari uraian tersebut, maka rumusan program yang menjadi tanggung jawab Direktorat Jenderal KSDAE adalah Program Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistem. Program ini akan melaksanakan rangkaian upaya-upaya yang merupakan penjabaran dari mandat, tugas dan fungsi Direktorat Jenderal KSDAE. Sasaran yang ingin dicapai dari pelaksanaan Program Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistem adalah peningkatan efektivitas pengelolaan hutan konservasi dan konservasi keanekaragaman hayati untuk pemanfaatan yang berkelanjutan bagi kepentingan ekonomi, sosial dan ekologi. Untuk memetakan keterkaitannya dengan sasaran strategis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, maka rumusan sasaran Program Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistem disesuaikan menjadi: (1) Peningkatan efektivitas pengelolaan hutan konservasi dan upaya konservasi keanekaragaman hayati; serta (2) peningkatan penerimaan devisa dan PNBP dari pemanfaatan jasa lingkungan kawasan konservasi dan keanekaragaman hayati. Upaya pencapaian sasaran Program Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistem, serta pencapaian indikator kinerja programnya akan dilaksanakan melalui delapan kegiatan, yaitu: (1) Kegiatan Pemolaan dan Informasi Konservasi Alam; (2) Kegiatan Pengelolaan Kawasan Konservasi; (3) Kegiatan Konservasi Spesies dan Genetik; (4) Kegiatan Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Konservasi; (5) Kegiatan Pembinaan Konservasi Kawasan Ekosistem Esensial; (6) Kegiatan Konservasi Sumber Daya Alam Hayati; (7) Kegiatan Pengelolaan Taman Nasional; serta (8) Kegiatan Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Direktorat Jenderal KSDAE. Hubungan keterkaitan antara arah kebijakan pembangunan Kementerian Lingkungan
Hidup
dan
Kehutanan
dengan
arah
kebijakan
dan
strategi
pembangunan bidang KSDAE digambarkan dalam matriks interrelated logical Rencana Strategis Balai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
39
framework pada Lampiran 3. Matriks tersebut menggambarkan bagaimana hubungan
keterkaitan
antara
pencapaian
tujuan
dan
sasaran
strategis
pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan dalam agenda dan sub agenda pembangunan dengan sasaran program, kegiatan, serta indikator kinerjanya. Matriks tersebut juga dapat dengan mudah menggambarkan arsitektur kinerja pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan pada bidang KSDAE.
C. Arah Pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung TN Bantimurung Bulusaraung ditunjuk sebagai kawasan konservasi untuk kepentingan perlindungan, pengawetan, dan pelestraian ekosistem karst di Kabupaten Maros dan Pangkep serta konservasi keanekaragaman hayati yang terlingkup di dalamnya. Embanan tugas tersebut berkaitan erat dengan tercapainya tiga sasaran konservasi, yaitu: (1) perlindungan sistem penyangga kehidupan; (2) pengawetan sumber-sumber plasma nutfah; serta (3) pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Pengelolaan taman nasional juga berkaitan erat dengan pencapaian multi manfaat dari segi ekonomi, sosial, serta terutama manfaat ekologi. Balai TN Bantimurung Bulusaraung sebagai
unit penyelenggara konservasi
sumber daya alam hayati dan ekosistem di kawasan taman nasional mengacu pada arah dan kebijakan pembangunan nasional yang telah ditetapkan. Kebijakan pembangunan nasional lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2015-2019, khususnya bidang KSDAE dilaksanakan melalui Program Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistem dengan 2 sasaran program yaitu (1) Peningkatan efektivitas pengelolaan hutan konservasi dan upaya konservasi keanekaragaman hayati; serta (2) peningkatan penerimaan devisa dan PNBP dari pemanfaatan jasa lingkungan kawasan konservasi dan keanekaragaman hayati. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, bahwa Program Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistem dilaksanakan melalui delapan kegiatan, salah satu diantaranya adalah Kegiatan Pengelolaan Taman Nasional dengan sasaran terjaminnya efektivitas pengelolaan taman nasional. Untuk menjamin pencapaian sasaran kegiatan pengelolaan taman nasional atas pelaksanaan program tersebut, Ditjen KSDAE sebagai penanggungjawab program telah menetapkan Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) yang menjadi tolok ukur keberhasilan pencapain kinerja
Rencana Strategis Balai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
40
pengelolaan taman nasional. IKK tersebut disusun secara umum bagi pengelolaan taman nasional di Indonesia, dimana UPT akan melaksanakan IKK terpilih sesuai dengan kondisi dan tipologi (mandat) pengelolaan masing-masing kawasan. Kawasan Karst Maros-Pangkep seluas +40.000 Ha merupakan bentang alam karst terluas kedua di dunia setelah bentang alam karst yang ada di China bagian Selatan, dimana sekitar Âą20.000 Ha Kawasan Karst tersebut merupakan kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. TN Bantimurung Bulusaraung ditunjuk menjadi kawasan konservasi antara lain dengan pertimbangan 1) keunikan ekosistemnya yang sebagian besar berupa ekosistem karst yang memiliki potensi sumberdaya alam hayati dengan keanekaragaman yang tinggi serta keunikan dan kekhasan gejala alam dengan fenomena alam yang indah; 2) keberadaan berbagai jenis flora dan fauna endemik, langka dan unik seperti jenis kupu-kupu dan kayu hitam; serta 3) perlindungan sistem tata air beberapa sungai besar dan kecil di Provinsi Sulawesi Selatan melalui sistem perguaan. Keanekaragaman flora dan fauna pada ekosistem karst tersebut telah teridentifikasi sedikitnya 709 jenis tumbuhan yang terdiri dari 14 family kelas monocotyledonae dan 86 family kelas dicotyledonae. Di antaranya 43 jenis Ficus merupakan key species di kawasan TN Bantimurung Bulusaraung, 116 jenis Anggrek alam. Dari jumlah flora tersebut 6 jenis yang dilindungi, yaitu ebony (Diospyros celebica), palem (Livistona chinensis, Livistona sp.), anggrek alam (Ascocentrum
miniatum,
Dendrobium
macrophyllum
dan
Phalaenopsis
amboinensis). Dari keluarga fauna telah tercatat sedikitnya 728 spesies satwa liar terdiri dari 33 jenis mamalia, 154 jenis burung, 17 jenis amphibia, 30 jenis reptil, 300 jenis serangga (di antaranya 226 jenis kupu-kupu/Papilionoidea), serta 165 jenis collembola, pisces, moluska dan lain sebagainya. Di antaranya terdapat 51 jenis satwa liar penting yang dilindungi undang-undang dan 153 jenis satwa liar endemik Sulawesi. Jenis-jenis mamalia yang ditemukan antara lain monyet hitam sulawesi (Macaca maura), musang sulawesi (Macrogalidia musschenbroeckii), kuskus sulawesi (Strigocuscus celebencis), kuskus beruang sulawesi (Ailurops ursinus), Rusa (Cervus timorensis) dan Tarsius (Tarsius fuscus). Beberapa jenis burung yang dijumpai di antaranya julang sulawesi (Aceros cassidix), cekakak-hutan tunggir-hijau (Actenoides monachus), udang-merah sulawesi (Ceyx fallax), kangkareng sulawesi (Penelopides exarhatus), elang ular sulawesi (Spilornis rufipectu) dan perkici dora (Trichoglossus ornatus). Jenis herpetofauna seperti katak sulawesi (Bufo celebensis
Rencana Strategis Balai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
41
dan Rana celebensis), ular kepala dua (Cylindrophis melanotus), tokek-tanah sulawesi (Cyrtodactylus jellesmae), soa-soa (Hydrosaurus amboinensis), dan kadal terbang (Draco walkeri). TN Bantimurung Bulusaraung juga dikenal ke segala penjuru dunia karena memiliki keanekaragaman jenis dan populasi kupu-kupu yang tinggi. Alfred Russel Wallace (1856) bahkan menjulukinya sebagai “The Kingdom of Butterfly�. Kupukupu yang terdapat di Taman Nasional ini tidak kurang 200 jenis yang teridentifikasi pada tingkat species, dengan jenis endemik antara lain adalah: Papilio blumei, Papilio polytes, Papilio sataspes, Troides halyphron, Troides Helena, Troides hypolithus, dan Graphium androcles. Selain itu, terdapat jenis fauna yang endemik dalam gua sebagai penghuni gelap abadi seperti jenis ikan dengan mata tereduksi bahkan Mata buta (Bostrychus spp.), Kecoa buta (Nocticola spp.) Kumbang gua (Eustra saripaensis), Jangkrik gua (Rhaphidophora sp.) serta Tungau gua (Trombidiidae). Dari jumlah spesies tersebut di atas terdapat 8 jenis yang merupakan spesies kunci yaitu : 1) Monyet Hitam Sulawesi (Macaca maura), 2) Kus-Kus Beruang (Ailurops ursinua), 3) Kus-Kus Sulawesi (Strigocuscus celebensis), 4) Musang Sulawesi (Macrogalidia musschenbroekii), 5) Babi Hutan Sulawesi (Sus celebensis), 6) Julang Sulawesi (Aceros cassidix), 7) Kengkaren Sulawesi (Penelopides exarhatus), dan 8) Elang Sulawesi (Spizaetus lanceolatus). Produk dan layanan jasa yang dihasilkan atas pengelolaan potensi tersebut cukup signifikan. Melalui pengembangan 7 destinasi ekowisata di kawasan TN Bantimurung Bulusaraung telah berkonstribusi pada peningkatan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) rata-rata 1,2 Milyar pertahun. Hal tersebut menjadikan TN Bantimurung Bulusaraung sebagai salah satu penyumbang penerimaan negara terbesar di Indonesia dari kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan kawasan konservasi. Tingginya penerimaan negara atas pemanfaatan jasa lingkungan tersebut masih terdapat kelemahan-kelemahan dalam pengelolaannya, antara lain adalah pola
pemanfaatan
belum
menerapkan
perijinan
melalui
mekanisme
Izin
Pengusahaan Pariwisata Alam (IPPA), masih pada tataran pungutan karcis masuk pengunjung dan pungutan kegiatan lainnya. Selain itu, tingginya penerimaan negara atas pemanfaatan jasa lingkungan wisata alam tersebut masih didominasi oleh wisata massal (mass tourism) yang bertolak belakang dengan konsep ekowisata, sementara pada tataran ekotourism masih rendah. Nilai keekonomian lainnya
Rencana Strategis Balai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
42
adalah intensifikasi dan optimalisasi pemanfaatan sumberdaya air yang bersumber dari dalam kawasan taman nasional baik untuk kepentingan komersial maupun non komersil (massa air dan energi air), begitu pula dengan pemanfaatan tradisional. Proses penunjukan kawasan TN Bantimurung Bulusaraung yang tidak clean and clear menyisakan beberapa permasalahan, antara lain tumpang tindih penggunaan lahan dan adanya klaim kepemilikan lahan dan tanaman tertentu di dalam kawasan. Permasalahan kawasan ini harus segera diselesaikan agar tidak kontra produktif terhadap upaya-upaya pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung kedepan. Ancaman dan gangguan kawasan lainya adalah masih adanya temuan kasus pelanggaran bidang kehutanan dan kejadian kebakaran hutan di kawasan taman nasional yang terjadi setiap tahun. Ancaman dan gangguan kawasan lainnya adalah kawasan karst yang terlingkup dalam kawasan TN Bantimurung Bulusaraung merupakan satu kesatuan ekosistem dengan kawasan karst maros pangkep. Pada kawasan karst maros pangkep (diluar taman nasional) tersebut telah terdapat industri pertambangan untuk bahan baku industri semen dan industri pertambangan lainnya. Jika tidak dilakukan upaya pencegahan dan perlindungan, hal ini berpotensi mengganggu keanekaragaman hayati dan ekosistem karst yang ada dalam kawasan taman nasional, bahkan dalam jangka waktu yang panjang akan berdampak pada hilangnya nilai-nilai keanekaragaman hayati dan genetik terhadap spesies penting ekosistem karst. Upaya pemberdayaan masyarakat, terutama yang hidup di dalam dan sekitar kawasan taman nasional, yang memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap
potensi
kawasan,
masih
perlu
terus
diperluas
cakupan
dan
pemerataan/distribusinya. Belum seluruh daerah penyangga mendapat perhatian intensif, hal ini tercermin dari belum meratanya bantuan daerah penyangga yang diberikan pada desa-desa di sekitar kawasan. Padahal terdapat 45 desa/kelurahan yang berbatasan langsung dan berinteraksi intensif dengan sumber daya alam dan ekosistem TN Bantimurung Bulusaraung. Upaya tersebut diharapkan dapat mewujudkan harmonisasi aktivitas ekonomi masyarakat dengan upaya pencapaian sasaran konservasi keanekaragaman hayati. Selain itu, peningkatan peran serta masyarakat dalam upaya konservasi keanekaragaman hayati masih perlu terus ditingkatkan melalui peningkatan intensifikasi dan ekstensifikasi pendidikan konservasi serta upaya pengembangan bina cinta alam. Dengan
kondisi
tersebut,
fokus
utama
pengelolaan
TN
Bantimurung
Bulusaraung adalah bagaimana menjamin keutuhan ekosistem karst Maros-
Rencana Strategis Balai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
43
Pangkep dengan segala potensi di dalamnya (hayati dan non hayati) sehingga berkontribusi positif dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan tetap memegang prinsip-prinsip kelestarian eskosistemnya. Untuk menjamin arah pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung sejalan dan inline dengan arah dan kebijakan pemerintah saat ini perlu dirumuskan IKK yang akan menjadi tolok ukur pencapaian kinerja kegiatan pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung untuk perencanaan lima tahun kedepan. Indikator Kinerja Kegiatan pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung dipilih berdasarkan hasil identifikasi dan ekstraksi dari isu-isu strategis yang berkembang, baik internal maupun eksternal sebagaimana telah dibahas pada bab sebelumnya. IKK, target kinerja, tahapan proses (komponen) kegiatan serta dokumen verifikasi capain IKK tersebut diuraikan sebagai berikut. 1.
Jumlah dokumen perencanaan penataan kawasan konservasi yang tersusun dan mendapat pengesahan sebanyak 1 (satu) Dokumen Zonasi. Sistem zonasi TN Bantimurung Bulusaraung yang telah ditetapkan perlu dilakukan perubahan karena adanya kondisi tertentu. Kondisi tersebut antara lain adanya rencana peningkatan jalan yang melintasi zona inti/rimba kawasan menjadi jalan nasional, pemanfaatan sumber daya air oleh masyarakat dan pihak lain di dalam kawasan diluar zona pemanfaatan, serta
rencana
perubahan peruntukan zonasi selain kondisi tersebut di atas untuk kepentingan pengelolaan seperti perubahan zona rehabilitasi menjadi zona tradisional. Target kinerja IKK tersebut adalah tersusunnya 1 (satu) dokumen revisi zonasi TN Bantimurung Bulusaraung. Rincian proses (komponen) kegiatan yang perlu dilaksanakan untuk merealisasikan target tersebut adalah : Pengumpulan data potensi biofisik kawasan dan data sosial ekonomi masyarakat, Penyusunan Rancangan Zonasi, Konsultasi Publik Rancangan Zonasi, Koordinasi Penilaian dan Pengesahan Rancangan Zonasi, Penataan Batas Zonasi, serta Koordinasi dan Konsultasi dalam rangka penataan/revisi zonasi. Dokumen verifikasi atas capaian terget kinerja IKK tersebut adalah dokumen usulan rancangan zonasi yang akan mendapatkan penilaian dan pengesahan direktorat teknis terkait, kecuali komponen kegiatan penataan batas zona adalah laporan hasil tata batas zonasi yang dilaksanakan secara bertahap dan diverifikasi melalui laporan hasil pelaksanaan kegiatan.
Rencana Strategis Balai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
44
2.
Jumlah paket data dan informasi kawasan konservasi yang valid dan reliable pada 1 (satu) unit di kawasan taman nasional. Pengelolaan suatu kawasan memerlukan setidaknya perangkat-perangkat untuk membuat keputusan manajemen. Ketersediaan data dan informasi yang valid dan reliable sangat diperlukan dalam melakukan analisis perumusan kebijakan maupun kebutuhan lainnya. Data dan informasi potensi biofisik kawasan, dan data sosial ekonomi masyarakat yang terhimpun secara periodik dan terkelola
secara sistematis dapat memberikan gambaran real dalam
perumusan kebijakan pengelolaanya. Target kinerja IKK tersebut adalah tersedianya data base kondisi biofosik dan data sosial ekonomi masyarakat di dalam dan sekitar kawasan TN Bantimurung Bulusaraung sebanyak 1 paket data. Rincian kegiatan yang perlu dilaksanakan untuk merealisasikan target tersebut adalah : Inventarisasi Potensi Biofisik Kawasan, Inventarisasi Potensi Sosial dan Ekonomi Masyarakat, Pengembangan Database Spatial dan Non Spatial, Pengelolaan Data dan Informasi, Desiminasi Data dan Informasi, dan Koordinasi dan Konsultasi. Dokumen verifikasi atas capaian terget kinerja IKK tersebut adalah Dokumen hasil inventarisasi dan dokumen sumber lainnya serta sistem informasi/ database kawasan konservasi.
3.
Jumlah kerjasama pembangunan strategis dan kerjasama penguatan fungsi pada kawasan konservasi sebanyak 5 (lima) Perjanjian Kerja Sama. Kerjasama pengelolaan taman nasional telah diimpelentasikan sejak tahun 2007,
namun
belum
terdokumentasi
dalam
kerangka
kerjasama
penyelenggaran KSA/KPA sebagaimana diatur dalam peraturan. Namun demikian, pelaksanaan kerjasama tersebut telah berjalan dengan baik mengacu pada arahan program yang telah disusun bersama. Perjanjian kerjasama tersebut antara lain kerjasama penguatan fungsi kawasan dengan Balai Penelitian Kehutanan Makassar (Pengembangan Penelitian Flora, Fauna dan Ekosistem untuk Optimalisasi Pengelolaan), LIPI (Kerjasama Penelitian dan Pengelolaan Potensi Kawasan Karst Maros-Pangkep), Unhas (Optimalisasi Pengelolaan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung), Dinas Kebudayaan dan Pariwisata bersama dengan Desa Tompobulu Kec. Balocci, Kab. Pangkep
Rencana Strategis Balai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
45
(Pengembangan Ekowisata di Desa Tompobulu), serta rencana kerjasama pembangunan strategis dengan Balai Besar Jalan Nasional VI Makassar (Peningkatan jalan poros Maros-Bone melintasi kawasan TN Bantimurung Bulusaraung menjadi jalan nasional). Target kinerja IKK tersebut adalah ditandatanganinya 5 naskah perjanjian kerjasama oleh kepala Balai TN Bantimurung Bulusaraung dengan mitra dan/atau
1 rencana pelaksanaan
program/kegiatannya. Rincian kegiatan yang perlu dilaksanakan untuk merealisasikan target tersebut adalah : Pengembangan Kerjasama Penguatan Fungsi Kawasan Konservasi, Pengembangan Kerjasama Pembangunan Strategis, Monitoring dan Evaluasi Perjanjian Kerjasama, dan Koordinasi dan Konsultasi. Dokumen verifikasi atas capaian terget kinerja IKK tersebut adalah Dokumen PKS dan/atau dokumen rencana pelaksanaan program/kegiatan.
4.
Jumlah kawasan konservasi yang ditingkatkan efektivitas pengelolaannya hingga memperoleh nilai indeks METT minimal 70% pada 1 (satu) unit taman nasional. Dalam Bantimurung
rangka
peningkatan
Bulusaraung,
perlu
efektifitas dilakukan
pengelolaan upaya
kawasan
perlindungan
TN dan
pengamanan kawasan, pengawetan keanekaragaman hayati dan ekosistemnya serta pemanfaatan jasa lingkungan taman nasional secara lestrasi.
Upaya-
upaya tersebut sedapat mungkin terus ditingkatkan kinerjanya dari tahun ke tahun sesuai dengan tujuan pengelolaannya. Untuk mengetahui kinerja pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung, perlu dilakukan pengukuran kinerja pengelolaan menggunakan metode Management Effectiveness Tracking Tools (METT) yang dilakukan diawal dan diakhir renstra ini. Target kinerja IKK tersebut adalah tercapainya tingkat efektifitas pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung hinga memperoleh nilai indeks METT minimal 70%. Rincian kegiatan yang perlu dilaksanakan untuk merealisasikan target tersebut adalah : Self Assesment METT, Pemeliharaan Batas Kawasan Konservasi, Identifikasi Kebutuhan Penelitian pada Kawasan Konservasi, Pengembangan Sarana dan Prasarana Pengelolaan Kawasan Konservasi, Pengembangan Program Pendidikan Konservasi, Koordinasi dan Konsultasi.
Rencana Strategis Balai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
46
Dokumen verifikasi atas capaian terget kinerja IKK tersebut adalah Dokumen assesment form METT beserta dokumen bukti pendukung yang layak verifikasi.
5.
Jumlah dokumen perencanaan pengelolaan kawasan konservasi yang tersusun dan mendapat pengesahan sebanyak 5 (lima) Dokumen Rencana Pengelolaan. Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia untuk mencapai tujuan yang diinginkan. RPJP terdiri atas rencana pengelolaan jangka panjang dan jangka pendek. Perubahan kebijakan pengelolaan akibat adanya rencana revisi zonasi TN Bantimurung Bulusaraung perlu ditindaklanjuti dengan perubahan rumusan kebijakan melalui review Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TN Bantimurung Bulusaraung periode 2008-2027. Selain itu, review RPJP dilakukan dalam rangka refocusing kegiatan dan penyesuaian atas kebijakan pembangunan nasional. Target kinerja IKK tersebut adalah tersusunnya 1 (satu) dokumen Rencana Pengelolaan Jangka Panjang dan Dokumen Rencana Tahunan. Rincian komponen kegiatan yang perlu dilaksanakan untuk merealisasikan target tersebut adalah : Pengumpulan data potensi biofisik kawasan dan data sosial ekonomi masyarakat, Penyusunan Rencana Pengelolaan Kawasan Konservasi, Konsultasi Publik Rencana Pengelolaan Kawasan Konservasi, Koordinasi Penilaian dan Pengesahan Rencana Pengelolaan, serta Koordinasi dan Konsultasi. Dokumen verifikasi atas capaian terget kinerja IKK tersebut adalah Dokumen draft RPJP TN Bantimurung Bulusaraung untuk mendapatkan penilaian dan pengesahan oleh Direktorat Teknis terkait dan dokumen rencana tahunan.
6.
Luas kawasan konservasi terdegradasi yang dipulihkan kondisi ekosistemnya seluas 50 (lima puluh) Ha. Pemulihan ekosistem adalah kegiatan pemulihan ekosistem KSA/KPA termasuk di dalamnya pemulihan terhadap alam hayatinya sehingga terwujud keseimbangan alam hayati dan ekosistem suatu kawasan yang meliputi kegiatan penyusunan rencana, pelaksanaan dan pemantauan, penilaian,
Rencana Strategis Balai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
47
evaluasi, serta pembinaan. Pemulihan ekosistem kawasan TN Bantimurung Bulusaraung dilaksanakan melalui kegiatan pengkayaan jenis dan pembinaan populasi baik dalam bentuk rehabilitasi maupun restorasi kawasan berdasarkan hasil kajian yang dilakukan. Dalam kawasan TN Bantimurung Bulusaraung dijumpai jenis tanaman eksotik seperti jenis Kembang kecrutan (Spathodea campanulata P. Beauv.). Saat ini jenis pohon tersebut telah menginvasi masuk ke dalam kawasan taman nasional. Kemampuan invasi jenis pohon ini cukup radikal, hal ini dapat dilihat dari diameter pohon yang sudah ada mencapai 115 cm dalam kurun waktu 35 tahun setelah ditanam serta banyaknya jumlah anakan yang tumbuh secara alami di bawah tegakan induknya. Fenomena tersebut di atas tentunya dapat mengganggu keseimbangan ekosistem alami kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Dengan kemampuan invasinya yang radikal, lambat laun kembang kecrutan dapat mendominasi komunitas tumbuhan asli yang ada dalam kawasan taman nasional. Oleh karena itu, upaya untuk mengendalikan laju invasi kembang kecrutan lebih jauh ke dalam kawasan Taman Nasional tersebut perlu segera upaya pengendalian. Upaya dimaksud tentunya membutuhkan dukungan data mengenai keberadaan kembang kecrutan di dalam kawasan taman nasional. Target kinerja IKK tersebut adalah terpulihkannya kondisi ekosistem kawasan TN Bantimurung Bulusaraung yang terdegradasi seluas 50 Ha. Rincian komponen kegiatan yang perlu dilaksanakan untuk merealisasikan target tersebut adalah : Analisa Spasial Tutupan Vegetasi Kawasan Konservasi, Kajian Pemulihan Ekosistem, Perencanaan Rehabilitasi Kawasan Konservasi, Rehabilitasi Kawasan Konservasi, Restorasi Kawasan Konservasi, Koordinasi dan Konsultasi, Monitoring dan Evaluasi. Dokumen verifikasi atas capaian terget kinerja IKK tersebut adalah Pernyataan Kepala Balai dilampiri dokumen hasil evaluasi pelaksanaan pemulihan ekosistem beserta pendukungnya di lapangan.
7.
Jumlah desa di daerah penyangga kawasan konservasi yang dibina sebanyak 4 (empat) Desa selama 5 tahun. Salah satu stakeholder primer dalam pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung adalah masyarakat yang hidup di 45 Desa/Kelurahan di dalam dan
Rencana Strategis Balai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
48
sekitar kawasan. Stakeholder tersebut memiliki kepentingan dan pengaruh yang beragam (positif dan negatif) yang dapat mempengaruhi pencapaian tujuan pengelolaan taman nasional. Tingkat kepentingan dan pengaruh yang keragaman tersebut perlu diakomodir melalui kegiatan pemberdayaan. Upaya pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan TN Bantimurung Bulusaraung masih perlu
mendapat perhatian yang intensif, baik dari segi
pemerataan bantuan maupun cakupan kegiatannya. Dari 45 desa/kelurahan di kawasan penyangga taman nasional, baru 3 desa yang menjadi target pemberdayaan, sehingga upaya pemberdayaan terhadap desa lainnya perlu dilakukan. Target kinerja IKK tersebut adalah terbinanya 4 desa di kawasan penyangga taman nasional melalui pemberdayaan masyarakat. Rincian komponen kegiatan yang perlu dilaksanakan untuk merealisasikan target tersebut adalah : Prakondisi Pemberdayaan Masyarakat, Pembentukan dan Pembinaan Kelembagaan, Pendampingan Pemberdayan Masyarakat, Pembinaan dan Pengembangan Usaha Ekonomi Produktif, Peningkatan Kapasitas Masyarakat, Sosialisasi Pemberdayaan Masyarakat, Pengembangan Kemitraan/ Kolaborasi, Penetapan Daerah Penyangga, dan Monitoring dan Evaluasi. Dokumen verifikasi atas capaian terget kinerja IKK tersebut adalah Dokumen hasil evaluasi pelaksanaan pembinaan daerah penyangga.
8.
Luas Kawasan Hutan Konservasi pada zona tradisional yang dikelola melalui kemitraan dengan masyarakat seluas 230 (dua ratus tiga puluh) Ha. Dalam sistem zonasi TN Bantimurung Bulusaraung terdapat zona tradisional seluas 4.349,77 Ha (4.374,05 Ha dalam rancangan zonasi tahun 2015). Saat ini terdapat aktifitas pemanfaatan tradisional pada Zona Tradisional TN Bantimurung Bulusaraung antara lain adalah areal hutan kemasyarakatan (HKm) di Dusun Pattiro Desa Labuaja Kec. Cenrana Kab. Maros. Awalnya, Program Hutan kemasyarakatan yang dikelola dengan sistem tumpang sari oleh BPDAS Jeneberang Walanae bekerjasama dengan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab. Maros berada di hutan Produksi yang kemudian berubah fungsi menjadi kawasan TN Bantimurung Bulusaraung. Oleh karena itu, kolaborasi pengelolaan zona tradisional diharapkan menjadi solusi dari keberlanjutan pemanfaatan dan pengelolaan areal hutan eks-HKm tersebut
Rencana Strategis Balai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
49
oleh masyarakat. Zona tradisional lainnya yang menjadi target prioritas pengelolaan adalah zona tradisional di dusun amarae dan padang loang untuk mengakomodir aktifitas pengembalaan masyarakat yang telah berjalan sebelum penunjukan kawasan TN Bantimurung Bulusaraung. Target kinerja IKK tersebut adalah terkelolanya zona tradisional kawasan TN Bantimurung Bulusaraung melalui pola hutan kemitraan seluas 230 Ha di Dusun pattiro. Rincian komponen kegiatan yang perlu dilaksanakan untuk merealisasikan target tersebut adalah : Prakondisi Pemberdayaan Masyarakat, Pembentukan dan Pembinaan Kelembagaan, Pendampingan Pemberdayan Masyarakat, Pembinaan dan Pengembangan Usaha Ekonomi Produktif, Peningkatan Kapasitas Masyarakat, Sosialisasi Pemberdayaan Masyarakat Pengembangan Kemitraan/Kolaborasi, Penetapan Daerah Penyangga, Monitoring dan Evaluasi Dokumen verifikasi atas capaian terget kinerja IKK tersebut adalah Dokumen hasil evaluasi pengelolaan hutan kemitraan dengan masyarakat pada zona tradisional beserta pendukung fisiknya di lapangan.
9.
Jumlah pelaksanaan kegiatan perlindungan dan pengamanan kawasan konservasi di 7 (tujuh) Resort Pengelolaan. Perlindungan hutan adalah usaha untuk mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan, yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama dan penyakit, serta mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan serta perangkat yang berhubungan
dengan
pengelolaan
hutan.
Untuk
memberikan
jaminan
keamanan hutan/ kawasan hutan, kegiatan perlindungan dan pengamanan secara efektif menjadi penting untuk dilaksanakan. Proses penunjukan kawasan TN Bantimurung Bulusaraung yang tidak clean and clear menyisakan beberapa permasalahan, antara lain tumpang tindih penggunaan lahan dan adanya klaim kepemilikan lahan dan tanaman tertentu di dalam kawasan. Permasalahan kawasan ini harus segera diselesaikan agar tidak kontra
produktif
terhadap
upaya-upaya
pengelolaan
TN
Bantimurung
Bulusaraung kedepan. Ancaman dan gangguan kawasan lainya adalah masih adanya temuan kasus pelanggaran bidang kehutanan dan kejadian kebakaran hutan di kawasan taman nasional yang terjadi setiap tahun. Ancaman dan
Rencana Strategis Balai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
50
gangguan kawasan lainnya adalah kawasan karst yang terlingkup dalam kawasan TN Bantimurung Bulusaraung merupakan satu kesatuan ekosistem dengan kawasan karst maros pangkep. Pada kawasan karst maros pangkep (diluar taman nasional) tersebut telah terdapat industri pertambangan untuk bahan baku industri semen dan industri pertambangan lainnya. Jika tidak dilakukan upaya pencegahan dan perlindungan, hal ini berpotensi mengganggu keanekaragaman hayati dan ekosistem karst yang ada dalam kawasan taman nasional, bahkan dalam jangka waktu yang panjang akan berdampak pada hilangnya nilai-nilai keanekaragaman hayati dan genetik terhadap spesies penting ekosistem karst. Perlindungan dan pengaman kawasan TN Bantimurung Bulusaraung lebih fokus pada upaya perlindungan yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, dan kebakaran. Intensitas dan frekuensi upaya perlindungan dan pengamanan hutan di kawasan TN Bantimurung Bulusaraung lebih mengarah pada kegiatan preemtif, dan
preventif (patroli rutin, sosialisasi, koordinasi)
dibandingkan dengan upaya-upaya represif (operasi pengamanan). Guna menekan gangguan dan ancaman keamanan kawasan taman nasional upaya pencegahan akan terus dilakukan dan dalam kondisi tertentu dilakukan upaya penindakan. Target kinerja IKK tersebut adalah terlaksananya upaya perlindungan dan pengaman hutan secara efektif di kawasan TN Bantimurung Bulusaraung. Rincian komponen kegiatan yang perlu dilaksanakan untuk merealisasikan target
tersebut
adalah
:
Patroli
Rutin
Pengamanan
Hutan,
Operasi
Pengamanan Hutan, Koordinasi Pengamanan Hutan, Operasi Yustisi, Patroli Pengendalian Kebakaran Hutan, Deteksi dan Peringatan Dini, Pemadaman Kebakaran Hutan, Operasional Manggala Agni, Pengembangan Kapasitas SDM, Koordinasi dan Konsultasi serta Monitoring dan Evaluasi. Dokumen verifikasi atas capaian terget kinerja IKK tersebut adalah Dokumen hasil evaluasi pelaksanaan kegiatan perlindungan dan pengamanan kawasan konservasi beserta pendukung fisiknya.
Rencana Strategis Balai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
51
10. Persentase peningkatan populasi 25 species satwa terancam punah prioritas sesuai The IUCN Red List of Threatened Species sebesar 10% sesuai baseline data tahun 2013. Spesies prioritas didefinisikan sebagai spesies yang dinilai penting untuk dikonservasi jika dibandingkan dengan spesies-spesies lain. Mengingat bahwa jumlah spesies Indonesia sedemikian banyaknya dan tidak semua spesies diperlukan upaya konservasi secara intensif, maka diperlukan pemilihan spesies berdasarkan prioritas.
Penentuan spesies prioritas ini juga akan
membantu dalam memfokuskan kegiatan selanjutnya, mengingat ketersediaan sumberdaya yang senantiasa terbatas, termasuk sumberdaya manusia, dana dan sumberdaya lain. Dari 25 spesies yang ditetapkan sebagai spesies prioritas terancam punah di Indonesia, 2 spesies diantaranya terdapat di kawasan TN Bantimurung Bulusaraung, yaitu Monyet Hitam Sulawesi (Macaca maura) dan Tarsius (Tarsius fuscus). Jumlah populasi Monyet Hitam Sulawesi (Macaca maura) pada site monitoring Karaenta (Kelompok b) berdasarkan base line data tahun 2013 sebanyak 34 Ekor sedangkan Tarsius (Tarsius fuscus) sebanyak 80 Ekor pada site monitoring Sungai Pattunuang. Peningkatan target kinerja IKK masing-masing spesies tersebut adalah sebesar 10% selama 5 tahun atau 2% setiap tahunnya berdasarkan baseline data tahun 2013. Rincian komponen kegiatan yang perlu dilaksanakan untuk merealisasikan target tersebut adalah : Inventarisasi dan Pemetaan Sebaran Tumbuhan Alam dan Satwa Liar, Monitoring Populasi Tumbuhan Alam dan Satwa Liar, Pembinaan Habitat Satwa Liar, Pembinaan Populasi Satwa Liar, Operasional dan Pemeliharaan Satwa Liar, Koordinasi dan Konsultasi. Dokumen verifikasi atas capaian terget kinerja IKK tersebut adalah Database populasi species beserta dokumen pendukung dan fisiknya di lapangan.
11. Jumlah ketersediaan data dan informasi sebaran keanekaragaman spesies dan genetik yang valid dan reliable pada 1 (satu) unit taman nasional. Pengelolaan suatu kawasan memerlukan setidaknya perangkat-perangkat untuk membuat keputusan manajemen. Ketersediaan data dan informasi yang valid dan reliable sangat diperlukan dalam melakukan analisis perumusan kebijakan maupun kebutuhan lainnya. Data dan informasi keanekaragaman
Rencana Strategis Balai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
52
hayati dan genetik yang terhimpun secara periodik dan terkelola
secara
sistematis tersebut dapat memberikan gambaran real pengelolaan taman nasional. Penyediaan data dan informasi sebaran keanekaragaman hayati spesies dan genetik tersebut diperuntukkan bagis spesies selain 25 spesies terancam punah lingkup Balai TN Bantimurung Bulusaraung. Target kinerja IKK tersebut adalah tersedianya sistem data base keanekaragaman hayati dan genetik TN Bantimurung Bulusaraung sebanyak 1 paket data. Rincian kegiatan yang perlu dilaksanakan untuk merealisasikan target tersebut adalah : Identifikasi Tumbuhan Alam dan Satwa Liar, Inventarisasi dan Pemetaan Sebaran Tumbuhan Alam dan Satwa Liar, Monitoring Populasi Tumbuhan Alam dan Satwa Liar, Photo Hunting Satwa Liar dan Tumbuhan Alam, Penyusunan Database Spesies, Desiminasi Data dan Informasi. Dokumen verifikasi atas capaian terget kinerja IKK tersebut adalah Sistem informasi dan database spesies dan genetik.
12. Jumlah pusat pengembangbiakan dan suaka satwa (sanctuary) spesies terancam punah yang terbangun sebanyak 1 (satu) unit. Dalam rangka menjamin upaya pengawetan jenis flora dan fauna selain 2 spesies dari 25 spesies prioritas nasional di TN Bantimurung Bulusaraung, upaya dan perlakuan khusus terhadap flora fauna yang bernilai penting dan bernilai ekonomi tinggi juga perlu diupayakan. melalui
Upaya tersebut dilakukan
pengembangan sanctuary spesies di taman nasional. Pengelolaan
Sanctuary spesies mengemban tiga fungsi yaitu pusat konservasi satwa terancam punah, pusat studi satwa endemik dan alternatif ODTWA. Sanctuary spesies di kawasan TN Bantimurung Bulusaraung ditujukan bagi spesies kupukupu dengan fungsi utama sebagai pusat satwa endemik dan alternatif ODTWA. Upaya dan perlakukan khusus lainnya terhadap flora fauna di kawasan taman nasional adalah pengelolaan demplot bagi tarsius dan angrek alam. Target kinerja IKK tersebut adalah terkelolanya 1 unit santuary sepesies di kawasan TN Bantimurung Bulusaraung. Rincian kegiatan yang perlu dilaksanakan untuk merealisasikan target tersebut adalah : Operasional Pusat Pengembangbiakan dan Suaka Satwa Liar, Pengembangan Sarana dan Prasarana Pusat Pengembangbiakan dan Suaka Satwa Liar, Desiminasi Data dan Informasi.
Rencana Strategis Balai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
53
Dokumen verifikasi atas capaian terget kinerja IKK tersebut adalah Laporan sanctuary species yang terbangun beserta bukti fisiknya di lapangan.
13. Jumlah kunjungan wisata ke kawasan konservasi minimal sebanyak 8.700 orang wisatawan mancanegara selama 5 tahun. TN Bantimurung Bulusaraung kaya akan potensi sumber daya alam yang dapat dikembangkan guna pemanfaatan jasa lingkungan khususnya wisata alam. Posisi yang strategis dengan aksesibilitas yang sangat baik, mendukung pengembangan jasa lingkungan wisata alam yang intensif. Tingkat kunjungan wisatawan mancanegara pada kawasan TN Bantimurung Bulusaraung rata-rata sebanyak 3.069 orang pertahun dalam lima tahun terakhir. Dalam tiga tahun terakhir, kunjungan wisatawan mancanegara ke kawasan taman nasional mengalami peningkatan meskipun tidak terlalu signifikan. Meningkatnya jumlah kunjungan juga memberikan efek berantai pada peningkatan perekonomian lokal. Target kinerja IKK tersebut adalah jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke kawasan TN Bantimurung Bulusaraung sebanyak 8.700 orang selama 5 tahun. Rincian kegiatan yang perlu dilaksanakan untuk merealisasikan target tersebut adalah : Analisis Kebutuhan Pengembangan Pariwisata Alam, Pengembangan Sarana dan Prasarana Pengusahaan Pariwisata Alam, Informasi dan Promosi, Operasional Pengelolaan Obyek Wisata Alam. Dokumen verifikasi atas capaian terget kinerja IKK tersebut adalah Laporan kunjungan wisman, bonggol karcis masuk KK dan arsip SIMAKSI.
14. Jumlah kunjungan wisata ke kawasan konservasi minimal sebanyak 2,03 juta orang wisatawan nusantara selama 5 tahun. Selain kunjungan wisatawan mancanegara, wisatawan nusantara ke kawasan TN Bantimurung Bulusaraung juga cukup progresif. Tingkat kunjungan wisatawan nusantara (baik minat wisata, pendidikan dan penelitian) ke kawasan TN Bantimurung Bulusaraung rata-rata sebanyak 498.494 pertahun dalam lima tahun terakhir. Dalam tiga tahun terakhir, kunjungan wisatawan nusantara ke kawasan taman nasional mengalami penurunan. Penurunan yang paling
signifikan terjadi pada tahun 2013 sebanyak 239.568 orang
dibandingkan dengan jumlah kunjungan tahun 2012. Banyaknya wahana/
Rencana Strategis Balai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
54
alternatif wisata baru di kota Makassar dan sekitarnya disinyalir berdampak pada kunjungan wisatawan ke kawasan TN Bantimurung Bulusaraung khususnya wisatawan nusantara. Penguatan tata kelola wisata alam di kawasan TN Bantimurung Bulusaraung perlu terus ditingkatkan (Sarana prasarana, SDM, dan anggaran) sambil dibarengi dengan promosi dan informasi wisata alam. Target kinerja IKK tersebut adalah jumlah kunjungan wisatawan nusantara ke kawasan TN Bantimurung Bulusaraung sebanyak 2.030.000 orang selama 5 tahun. Rincian kegiatan yang perlu dilaksanakan untuk merealisasikan target tersebut adalah : Analisis Kebutuhan Pengembangan Pariwisata Alam, Pengembangan Sarana dan Prasarana Pengusahaan Pariwisata Alam, Informasi dan Promosi, Operasional Pengelolaan Obyek Wisata Alam. Dokumen verifikasi atas capaian terget kinerja IKK tersebut adalah Laporan kunjungan wisman, bonggol karcis masuk KK dan arsip SIMAKSI.
15. Jumlah unit usaha pemanfaatan pariwisata alam di kawasan konservasi bertambah sebanyak 3 (tiga) Unit dari baseline tahun 2013. Pemanfaatan pariwisata alam di kawasan TN Bantimurung Bulusaraung telah berkonstribusi pada peningkatan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) rata-rata 1,2 Milyar pertahun. Hal tersebut menjadikan TN Bantimurung Bulusaraung sebagai salah satu penyumbang penerimaan negara terbesar di Indonesia dari kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan kawasan konservasi. Namun demikian, pemanfaatan jasa lingkungan wisata alam tersebut masih pada tataran pengutan karcis masuk dan pengutan kegiatan, belum menerapkan pola IPPA melalui izin usaha penyediaan sarana wisata alam (IUPSWA) maupun ijin usaha penyediaan jasa wisata alam (IUPJWA). Dalam rangka peningkatan tata kelola pengusahaan pariwisata alam oleh pihak penyedia sarana wisata, dan/atau jasa wisata di kawasan TN Bantimurung Bulusaraung perlu dilakukan penerapan pola perizinan melalui mekanisme IPPA. Penerapan mekanisme IPPA tersebut diharapkan mampu meningkatkan layanan dan nilai jual produk wisata TN Bantimurung Bulusaraung. Target kinerja IKK tersebut adalah terkelolanya usaha pemanfaatan pariwisata alam melalui usaha penyediaan sarana wisata alam (IUPSWA) maupun ijin usaha
Rencana Strategis Balai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
55
penyediaan jasa wisata alam (IUPJWA) di kawasan TN Bantimurung Bulusaraung sebanyak 2 unit. Rincian kegiatan yang perlu dilaksanakan untuk merealisasikan target tersebut adalah : Analisis Kebutuhan Pengembangan Pariwisata Alam, Pengembangan Sarana dan Prasarana Pengusahaan Pariwisata Alam, Informasi dan Promosi, Operasional Pengelolaan Obyek Wisata Alam. Dokumen verifikasi atas capaian terget kinerja IKK tersebut adalah Pertimbangan teknis dan keputusan pemberian IUPSWA/ IUPJWA.
16. Jumlah pemanfaatan jasa lingkungan air yang beroperasi di kawasan konservasi bertambah sebanyak 2 (dua) Unit. Jasa lingkungan kawasan TN Bantimurung Buusaraung lainnya adalah sumber daya air. Pemanfaatan sumber daya air terdiri pemanfaatan air dan pemanfaatan energi air. Untuk pemanfaatan air di kawasan TN Bantimurung Bulusaraung saat ini masih focus pada pemanfaatan air non komersil (IPA) untuk kebutuhan sehari-hari masyarakat. Pemanfaatan air untuk keperluan komersil (IUPA) perlu lebih diintesifkan dalam rangka meningkatkan nilai keekonomian kawasan. Target kinerja IKK tersebut adalah terkelolanya potensi sumber daya air melalui izin usaha pemanfaatan air (IPA/IUPA) di kawasan TN Bantimurung Bulusaraung sebanyak 6 unit. Rincian kegiatan yang perlu dilaksanakan untuk merealisasikan target tersebut adalah : Inventarisasi Potensi Sumberdaya Air, Valuasi Ekonomi Sumberdaya Air, Koordinasi Pemanfaatan Sumberdaya Air, Bimbingan Teknis dan Supervisi IPA dan IUPA, Evaluasi IPA dan IUPA, Pembinaan dan Koordinasi IPA dan IUPA. Dokumen verifikasi atas capaian terget kinerja IKK tersebut adalah Pertimbangan teknis dan keputusan pemberian IPA/IUPA.
17. Jumlah pemanfaatan energi air dari kawasan konservasi untuk keperluan mini/micro hydro power plant bertambah sebanyak minimal 2 (dua) unit. Selain Pemanfaatan air, terdapat pula pemanfaatan energi air di kawasan TN Bantimurung Bulusaraung. Kondisi Pemanfaatan energi air di kawasan TN Bantimurung Bulusaraung yang
saat ini tidak jauh berbeda dengan
pemanfaatan air masih sebatas izin pemanfaatan energi air (IPEA) untuk Rencana Strategis Balai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
56
keperluan non komersil, sehingga perlu mendorong upaya pemanfaatan energi air untuk keperluan komersil (IUPEA). Target kinerja IKK tersebut adalah terkelolanya potensi sumber daya air melalui izin usaha pemanfaatan air (IPEA/IUPEA) di kawasan TN Bantimurung Bulusaraung sebanyak 2 unit. Rincian kegiatan yang perlu dilaksanakan untuk merealisasikan target tersebut
adalah
:
Inventarisasi
Potensi
Sumberdaya
Air,
Koordinasi
Pemanfaatan Energi Air, Demplot Micro Hydro Electrical Power Plant, Bimbingan Teknis dan Supervisi IPEA dan IUPEA. Dokumen verifikasi atas capaian terget kinerja IKK tersebut adalah Pertimbangan teknis dan keputusan pemberian IPEA dan IUPEA.
18. Jumlah Kader Konservasi (KK), Kelompok Pecinta Alam (KPA), Kelompok Swadaya Masyarakat/ Kelompok Profesi (KSM/KP) yang berstatus aktif sebanyak 120 (seratus dua puluh) Orang. Pembinaan generasi muda melalui Kader Konservasi (KK), Kelompok Pecinta Alam (KPA), Kelompok Swadaya Masyarakat/ Kelompok Profesi diharapkan mampu berperan aktif dalam menumbuh kembangkan dan menggerakan upaya-upaya konservasi sumber daya alam di tengah-tengah masyarakat. Sebagai mitra bina cinta alam, pembinaan yang efektif, intensif, serta optimal oleh Unit Pelaksana Teknis Ditjen KSDAE sangat diperlukan untuk meningkatkan peran aktif generasi muda. Tahun 2014, telah terbentuk sebanyak 90 orang Kader Konservasi yang menjadi binaan Balai TN Bantimurung Bulusaraung. Anggota Kader Konservasi tersebut berasal dari berbagai kalangan dan jenis profesi antara laian dari KPA dan Siswa Pecinta Alam (Sispala), guru, penyuluh kehutanan, LSM serta kelompok masyarakat/tokoh masyarakat yang berdomisili di sekitar kawasan. Dengan luas kawasan 45.750 Ha dan kondisinya yang open acces (dikelilingi oleh 45 Desa/Kelurahan) kapasitas dan peran aktif para kader konservasi sangat diharapkan. Jumlah kader konservasi saat ini masih dianggap kurang sehingga perlu ditingkatkan baik dari segi jumlah maupun kualitasnya. Selain itu, pembantukan kader-kader baru diperlukan untuk memenuhi target sebanyak 120 orang yang telah ditetapkan dalam RPJP TN Bantimurung Bulusaraung periode 2008-2027 dan dalam rangka memenuhi target Renstra
Rencana Strategis Balai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
57
Ditjen KSDAE periode 2015-2019 sebanyak 6.000 orang kader yang berstatus aktif. Rincian kegiatan yang perlu dilaksanakan untuk merealisasikan target tersebut adalah : Pembentukan Kader Konservasi, Kemah Bakti Kader Konservasi, Pembinaan KK/KPA/ KSM/KP, Pembinaan dan Koordinasi Aktivitas KK/KPA/KSM/KP, Penilaian KK/KPA/ KSM/KP dalam rangka Wana Lestari. Dokumen verifikasi atas capaian terget kinerja IKK tersebut adalah Laporan pembentukan dan laporan hasil evaluasi KK/KPA/KSM/KP besert dokumen pendukungnya.
19. Nilai SAKIP Direktorat Jenderal KSDA dan Ekosistem minimal 78,00. SAKIP adalah Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan, dimana sistem ini merupakan integrasi dari sistem perencanaan, sistem penganggaran dan sistem pelaporan kinerja, yang selaras dengan pelaksanaan sistem akuntabilitas keuangan. Dalam hal ini, setiap organisasi diwajibkan mencatat dan melaporkan setiap penggunaan keuangan negara serta kesesuaiannya dengan ketentuan yang berlaku. Peningkatan nilai SAKIP Direktorat Jenderal KSDAE sebesar 78,00 point pada tahun 2019 merupakan gabungan nilai SAKIP dari seluruh UPT di bawahnya melalui penilaian LAKIP. LAKIP merupakan produk akhir SAKIP yang menggambarkan kinerja yang dicapai oleh suatu instansi pemerintah atas pelaksanaan program dan kegiatan yang dibiayai APBN melalui DIPA termasuk Balai TN Bantimurung Bulusaraung. Rincian kegiatan yang perlu dilaksanakan untuk merealisasikan target tersebut adalah : Penyusunan Program dan Anggaran, Pelaksanaan Evaluasi dan Pelaporan, Pengelolaan Data dan Informasi, Kerjasama dan Kemitraan, Administrasi Kepegawaian, Administrasi Keuangan, Ketatausahaan dan Umum, Administrasi Perlengkapan, Peningkatan Kapasitas SDM, Pengembangan Sarana dan Prasarana. Dokumen verifikasi atas capaian terget kinerja IKK tersebut adalah Laporan Kinerja.
Rencana Strategis Balai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
58
Bab IV
Target Kinerja dan Kerangka Pendanaan
A. Target Kinerja Target Kinerja serta Indiaktor kinerja kegiatan yang menjadi ukuran keberhasilan pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung dalam mendukung Program Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistem Direktorat Jenderal KSDAE lima tahun ke depan diuraikan Pada Tabel 7 berikut. Tabel 7. IKK dan Target Kinerja Kegiatan Pengelolaan Taman Nasional pada Balai TN Bantimurung Bulusaraung Tahun 2015-2019 No
Indikator Kinerja Kegiatan
1.
Target Kinerja Kegiatan 2015
2016
2017
2018
2019
Jumlah dokumen perencanaan penataan kawasan konservasi yang tersusun dan mendapat pengesahan sebanyak 1 Dokumen Zonasi
1
-
-
-
-
2.
Jumlah paket data dan informasi kawasan konservasi yang valid dan reliable pada 1 unit taman nasional
1
1
1
1
1
3.
Jumlah kerjasama pembangunan strategis dan kerjasama penguatan fungsi pada kawasan konservasi sebanyak 5 PKS
1
2
3
4
5
4.
Jumlah kawasan konservasi yang ditingkatkan efektivitas pengelolaannya hingga memperoleh nilai indeks METT minimal 70% pada 1 unit taman nasional
1
1
1
1
1
5.
Jumlah dokumen perencanaan pengelolaan kawasan konservasi yang tersusun dan mendapat pengesahan sebanyak 6 Dokumen Rencana Pengelolaan
2
1
1
1
1
6.
Luas kawasan konservasi terdegradasi yang dipulihkan kondisi ekosistemnya seluas 50 Ha
-
-
50
50
50
7.
Jumlah desa di daerah penyangga kawasan konservasi yang dibina sebanyak 4 Desa selama 5 tahun
1
2
3
4
4
8.
Luas Kawasan Hutan Konservasi pada zona tradisional yang dikelola melalui kemitraan dengan masyarakat seluas 230 Ha
230
230
230
230
230
59 Rencana Strategis Balai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
No
Indikator Kinerja Kegiatan
Target Kinerja Kegiatan 2015
2016
2017
2018
2019
1
1
1
1
1
10. Persentase peningkatan populasi 25 jenis satwa terancam punah prioritas sesuai The IUCN Red List of Threatened Species sebesar 10% sesuai baseline data tahun 2013
2
4
6
8
10
11. Jumlah ketersediaan data dan informasi sebaran keanekaragaman spesies dan genetik yang valid dan reliable pada 1 unit taman nasional
1
1
1
1
1
12. Jumlah pusat pengembangbiakan dan suaka satwa (sanctuary) spesies terancam punah yang terbangun sebanyak 1 unit.
-
1
1
1
1
1.500
1.620
1.740
1.860
1.980
9.
Jumlah pelaksanaan kegiatan pengamanan dan penindakan terhadap gangguan dan ancaman bidang kehutanan di 7 Resort Pengelolaan
13. Jumlah kunjungan wisata ke kawasan konservasi minimal sebanyak 8.700 orang wisatawan mancanegara selama 5 tahun
14. Jumlah kunjungan wisata ke kawasan 350.000 378.000 406.000 434.000 462.000 konservasi minimal sebanyak 2,03 juta orang wisatawan nusantara selama 5 tahun 15. Jumlah unit usaha pemanfaatan pariwisata alam di kawasan konservasi bertambah sebanyak 3 Unit dari baseline 2013
-
1
2
3
3
16. Jumlah pemanfaatan jasa lingkungan air yang beroperasi di kawasan konservasi bertambah sebanyak 2 Unit
-
1
2
2
2
17. Jumlah pemanfaatan energi air dari kawasan konservasi untuk keperluan mini/micro hydro power plant bertambah sebanyak minimal 2 unit
-
1
2
2
2
18. Jumlah Kader Konservasi (KK), Kelompok Pecinta Alam (KPA), Kelompok Swadaya Masyarakat/ Kelompok Profesi (KSM/KP) yang berstatus aktif sebanyak 6.000 Orang
90
120
120
120
120
19. Nilai SAKIP Direktorat Jenderal KSDA dan Ekosistem minimal 78,00
77,00
77,25
77,50
77,75
78,00
Strategi pencapaian Indikator Kinerja Kegiatan tersebut di atas, dilakukan melalui beberapa tahapan (komponen) kegiatan yang merupakan proses dalam pencapaian indikator kinerja kegiatan. Komponen kegiatan tersebut diuraikan dalam Matriks Rencana Strategis Balai TN Bantimurung Bulusaraung Tahun 2015-2019 terlampir.
60 Rencana Strategis Balai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
B. Kerangka Pendanaan Secara indikatif, kebutuhan pendanaan pelaksanaan Kegiatan Pengelolaan TN Bantimurung
Bulusaraung
dalam
tahun
2015-2019
adalah
sebesar
Rp.
41.650.000.000,-. (Emapt Puluh Satu Milyar Enam Ratus Lima Puluh Juta Rupiah). Besaran pendanaan tersebut hanya sebatas untuk kebutuhan pembiayaan pencapaian target IKK. Adapun kebutuhan belanja aparatur (layanan dan operasional perkantoran) selama tahun 2015-2019 diproyeksikan sebesar Rp. 52.617.000.000,-. (Lima Puluh Dua Milyar Enam Ratus Tujuh Belas Juta Rupiah). Dengan demikian, total kebutuhan pendanaan pelaksanaan Kegiatan Pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung dalam tahun 2015-2019 adalah sebesar Rp. 94.267.000.000,-. (Sembilan Puluh Empat Milyar Dua Ratus Enam Puluh Tujuh Juta Rupiah). Apabila target pendanaan tahunan tidak dapat dipenuhi, maka target capaian kinerja serta target pendanaannya akan dialihkan menjadi target tahun berikutnya. Rincian kebutuhan pembiayaan tersebut setiap tahunnya secara indikatif adalah sebagaimana tabel 8 berikut. Tabel 8. Kebutuhan Pendanaan Pelaksanaan Kegiatan Pengelolaan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung (dalam ribuan rupiah) Tahun 2015
Jenis Kebutuhan Pendanaan Operasional Belanja Kinerja Belanja Gaji Perkantoran 6.607.000,8.500.000,500.000,-
Jumlah 15.600.000,-
2016
7.000.000,-
9.080.000,-
550.000,-
16.630.000,-
2017
8.550.000,-
9.800.000,-
600.000,-
18.950.000,-
2018
9.250.000,-
10.582.000,-
650.000,-
20.482.000,-
2019
10.250.000,-
11.605.000,-
750.000,-
22.605.000,-
41.650.000,-
49.567.000,-
3.050.000,-
94.267.000,-
Jumlah
Asumsi besaran pendanaan tersebut berdasarkan kebijakan penganggaraan jangka menengah pemerintah salama ini maksimal 10% serta berdasarkan trend peningkatan anggaran pengelolaan lima tahun terakhir.
Rencana Strategis Balai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
61
Bab V
Penutup Konservasi hayati
sumberdaya
adalah
sumberdaya
upaya alam
alam
RENCANA STRATEGIS BALAI TAMAN NASIONAL BANTIMURUNG BULUSARAUNG TAHUN 2015-2019
pengelolaan hayati
dan
ekosistemnya, yang meliputi aspek perlindungan,
pengawetan,
dan
Horizon Perencanaan: Renstra adalah dokumen perencanaan untuk jangka waktu menengah (5 tahun) dan bersifat indikatif
pemanfaatan kekayaan sumberdaya alam hayati, yang dilakukan secara
Muatan:
lestari dan bijaksana untuk menjamin
Renstra Balai TN Bantimurung Bulusaraung menjabarkan strategi pencapaian sasaran kegiatan pengelolaan taman nasional
kesinambungan dengan
persediaannya,
tetap
memelihara
meningkatkan
Acuan:
dan
Renstra Direktorat Jenderal KSDAE disusun dengan mengacu pada Renstra Ditjen KSDAE Tahun 20152019
kualitas
keanekaragaman dan nilainya. Upaya tersebut
dimaksudkan
untuk
Menjadi Acuan:
tetap
Renstra Balai TN Bantimurung Bulusaraung menjadi acuan penyusunan rencana pelaksanaan kegiatan unit kerja di Balai TN Bantimurung Bulusaraung
mempertahankan atau melestarikan sumberdaya
alam
hayati
dan
ekosistemnya sehingga secara terusmenerus
dapat
manfaatnya
memberikan
dalam
mendukung
Jabaran Renstra: Pelaksanaan target-target kinerja dalam Renstra Balai TN Bantimurung Bulusaraung selanjutnya dijabarkan dalam rencana kerja tahunan (Renja) serta rencana kerja dan anggaran (RKA)
kehidupan umat manusia. Balai TN Bantimurung Bulusaraung adalah organisasi pelaksana teknis setingkat Eselon IIIB pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang berada di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada Direktur Jenderal Konservasi Alam Konservasi Sumber Daya Alam dan Eksosistem (KSDAE). Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.03/Menhut-II/2007 tanggal 1 Pebruari
2007,
Balai
TN
Bantimurung
Bulusaraung
bertugas
melakukan
penyelenggaraan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dan pengelolaan undangan,.
kawasan Sasaran
taman akhir
nasional yang
ingin
berdasarkan dicapai
peraturan
adalah
agar
perundangkekayaan
keanekaragaman hayati dapat berfungsi dalam mendukung upaya peningkatan
62 Rencana Strategis Balai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
kesejahteraan dan mutu kehidupan manusia, berasaskan keserasian dan keseimbangan. Dengan demikian maka tujuan yang ingin dicapai oleh Balai TN Bantimurung Bulusaraung adalah menjamin keutuhan ekosistem karst Maros-Pangkep dengan segala potensi di dalamnya (hayati dan non hayati) sehingga berkontribusi positif dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan tetap memegang prinsipprinsip kelestarian eskosistemnya. Rencana Strategis Balai TN Bantimurung Bulusaraung Tahun 2015-2019 disusun sebagai pedoman dan acuan dalam melaksanakan kegiatan pengelolaan TN
Bantimurung
Bulusaraung.
Rencana
Strategis
Balai
TN
Bantimurung
Bulusaraung ini diharapkan dapat menuntun seluruh aparat di lingkungan Balai TN Bantimurung Bulusaraung untuk berupaya mencapai tujuan dan sasaran secara efektif dan efisien, serta pencapaian multi manfaat sumberdaya alam hayati dan ekosistem taman nasional. Untuk diketahui bersama bahwa tantangan terberat dalam upaya konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya adalah mempertahankan keberadaan keanekaragaman hayati agar tidak punah, namun sekaligus dapat memberikan manfaatnya untuk kepentingan ekonomi, sosial dan ekologi, dalam mendukung pencapaian kemakmuran dan kesejahteraan umat manusia. Tantangan tersebut harus dijawab oleh seluruh aparat di lingkungan Balai TN Bantimurung Bulusaraung beserta mitra kerjanya dengan memberikan segala daya dan upayanya semaksimal mungkin, dalam rangka mendukung pencapaian cita-cita luhur Bangsa Indonesia.
63 Rencana Strategis Balai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
Lampiran 1 : MATRIKS RENCANA STRATEGIS BALAI TAMAN NASIONAL BANTIMURUNG BULUSARAUNG TAHUN 2015-2019 Program Kegiatan Sasaran No (1) 1
2
3
: Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistem : Pengelolaan Taman Nasional : Terjaminnya Efektifitas Pengelolaan Taman Nasional Target Kinerja
Indikator Kinerja Kegiatan/ Komponen Kegiatan (2) Jumlah dokumen perencanaan penataan kawasan konservasi yang tersusun dan mendapat pengesahan sebanyak 1 Dokumen Zonasi : a. Inventarisasi Potensi Biofisik Kawasan b. Inventarisasi Potensi Sosial dan Ekonomi Masyarakat c. Penyusunan Rancangan Zonasi d. Konsultasi Publik Rancangan Zonasi e. Koordinasi Penilaian dan Pengesahan Rancangan Zonasi f. Penataan Batas Zonasi g. Koordinasi dan Konsultasi Jumlah paket data dan informasi kawasan konservasi yang valid dan reliable pada 1 unit taman nasional : a. Inventarisasi Potensi Biofisik Kawasan b. Inventarisasi Potensi Sosial dan Ekonomi Masyarakat c. Pengembangan Database Spatial dan Non Spatial d. Pengelolaan Data dan Informasi e. Desiminasi Data dan Informasi f. Koordinasi dan Konsultasi Jumlah kerjasama pembangunan strategis dan kerjasama penguatan fungsi pada kawasan konservasi sebanyak 5 PKS : a. Pengembangan Kerjasama Penguatan Fungsi Kawasan Konservasi b. Pengembangan Kerjasama Pembangunan Strategis c. Monitoring dan Evaluasi Perjanjian Kerjasama d. Koordinasi dan Konsultasi
Verifier
2015 (3) 1 Dokumen
2016 (4) -
2017 (5) -
2018 (6) -
2019 (7) -
1 Paket
1 Paket
1 Paket
1 Paket
1 Paket
Dokumen hasil inventarisasi dan dokumen sumber lainnya serta sistem informasi/ database kawasan konservasi
1 PKS
2 PKS
3 PKS
4 PKS
5 PKS
Dokumen PKS dan hasil monitoring dan evaluasi pelaksanaan kerjasama
(8) Dokumen rancangan penataan zonasi yang telah disampaikan ke Dit. PIKA untuk mendapat penilaian dan pengesahan
4
5
6
7
Jumlah kawasan konservasi yang ditingkatkan efektivitas pengelolaannya hingga memperoleh nilai indeks METT minimal 70% pada 1 unit taman nasional : a. Self Assesment METT b. Pemeliharaan Batas Kawasan Konservasi c. Identifikasi Kebutuhan Penelitian pada Kawasan Konservasi d. Pengembangan Sarana dan Prasarana Pengelolaan Kawasan Konservasi e. Pengembangan Program Pendidikan Konservasi f. Pemberdayaan Masyarakat Tradisional g. Koordinasi dan Konsultasi Jumlah dokumen perencanaan pengelolaan kawasan konservasi yang tersusun dan mendapat pengesahan sebanyak 5 Dokumen Rencana Pengelolaan : a. Inventarisasi Potensi Biofisik Kawasan b. Inventarisasi Potensi Sosial dan Ekonomi Masyarakat c. Penyusunan Rencana Pengelolaan Kawasan Konservasi d. Konsultasi Publik Rencana Pengelolaan Kawasan Konservasi e. Koordinasi Penilaian dan Pengesahan Rencana Pengelolaan f. Koordinasi dan Konsultasi Luas kawasan konservasi terdegradasi yang dipulihkan kondisi ekosistemnya seluas 50 Ha : a. Analisa Spasial Tutupan Vegetasi Kawasan Konservasi b. Kajian Pemulihan Ekosistem c. Perencanaan Rehabilitasi Kawasan Konservasi d. Rehabilitasi Kawasan Konservasi e. Restorasi Kawasan Konservasi f. Koordinasi dan Konsultasi g. Monitoring dan Evaluasi Jumlah desa di daerah penyangga kawasan konservasi yang dibina sebanyak 4 Desa selama 5 tahun : a. Prakondisi Pemberdayaan Masyarakat b. Pembentukan dan Pembinaan Kelembagaan c. Pendampingan Pemberdayan Masyarakat d. Pembinaan dan Pengembangan Usaha Ekonomi Produktif e. Peningkatan Kapasitas Masyarakat f. Sosialisasi Pemberdayaan Masyarakat g. Pengembangan Kemitraan/Kolaborasi
1 Unit
1 Unit
1 Unit
1 Unit
1 Unit
Dokumen assesment form METT beserta dokumen bukti pendukung yang layak verifikasi
1 Dokumen
1 Dokumen
1 Dokumen
1 Dokumen
1 Dokumen
Dokumen draft RP yang telah disampaikan ke Dit. KK untuk mendapat penilaian dan pengesahan serta Rencana Tahunan
-
-
50 Ha
50 Ha
50 Ha
Dokumen hasil evaluasi pelaksanaan pemulihan ekosistem beserta pendukungnya di lapangan
1 Desa
2 Desa
3 Desa
4 Desa
4 Desa
Dokumen hasil evaluasi pelaksanaan pembinaan daerah penyangga
8
9
10
11
h. Penetapan Daerah Penyangga i. Monitoring dan Evaluasi Luas Kawasan Hutan Konservasi pada zona tradisional yang dikelola melalui kemitraan dengan masyarakat seluas 230 Ha : a. Prakondisi Zona Tradisional b. Sosialisasi Pengembangan Pemanfaatan Zona Tradisional c. Pengembangan Kemitraan/Kolaborasi d. Peningkatan Kapasitas Masyarakat e. Koordinasi dan Konsultasi f. Monitoring dan Evaluasi Jumlah pelaksanaan kegiatan perlindungan dan pengamanan kawasan konservasi di 7 Resort Pengelolaan : a. Patroli Pengamanan Hutan b. Operasi Pengamanan Hutan c. Koordinasi Pengamanan Hutan d. Operasi Yustisi e. Patroli Pengendalian Kebakaran Hutan f. Deteksi dan Peringatan Dini g. Pemadaman Kebakaran Hutan h. Kampanye Pengendalian Kebakaran Hutan i. Operasional Manggala Agni j. Pengembangan Kapasitas SDM k. Koordinasi dan Konsultasi Persentase peningkatan populasi 25 species satwa terancam punah prioritas sesuai The IUCN Red List of Threatened Species sebesar 10% sesuai baseline data tahun 2013 : a. Inventarisasi dan Pemetaan Sebaran Tumbuhan Alam dan Satwa Liar b. Monitoring Populasi Tumbuhan Alam dan Satwa Liar c. Pembinaan Habitat Satwa Liar d. Pembinaan Populasi Satwa Liar e. Operasional dan Pemeliharaan Satwa Liar f. Koordinasi dan Konsultasi Jumlah ketersediaan data dan informasi sebaran keanekaragaman spesies dan genetik yang valid dan reliable pada 1 unit taman nasional : a. Identifikasi Tumbuhan Alam dan Satwa Liar b. Inventarisasi dan Pemetaan Sebaran Tumbuhan Alam dan Satwa Liar
-
230 Ha
230 Ha
230 Ha
230 Ha
Dokumen hasil evaluasi pengelolaan hutan kemitraan beserta pendukung fisiknya di lapangan
7 Resort
7 Resort
7 Resort
7 Resort
7 Resort
Dokumen hasil evaluasi pelaksanaan kegiatan perlindungan dan pengamanan kawasan konservasi beserta pendukung fisiknya
2%
4%
6%
8%
10%
Database populasi species beserta dokumen pendukung dan fisiknya di lapangan
1 Paket
1 Paket
1 Paket
1 Paket
1 Paket
Sistem informasi dan database spesies dan genetik
12
13
14
15
16
c. Monitoring Populasi Tumbuhan Alam dan Satwa Liar d. Photo Hunting Satwa Liar dan Tumbuhan Alam e. Penyusunan Database Spesies f. Desiminasi Data dan Informasi Jumlah pusat pengembangbiakan dan suaka satwa (sanctuary) spesies terancam punah yang terbangun sebanyak 1 unit : a. Operasional dan Pemeliharaan Satwa Liar b. Operasional Pusat Pengembangbiakan dan Suaka Satwa Liar c. Rehabilitasi dan Pelepasliaran Satwa d. Pengembangan Sarana dan Prasarana Pusat Pengembangbiakan dan Suaka Satwa Liar e. Desiminasi Data dan Informasi Jumlah kunjungan wisata ke kawasan konservasi minimal sebanyak 8.700 orang wisatawan mancanegara selama 5 tahun : a. Analisis Kebutuhan Pengembangan Pariwisata Alam b. Pengembangan Sarana dan Prasarana Pengusahaan Pariwisata Alam c. Informasi dan Promosi d. Operasional Pengelolaan Obyek Wisata Alam Jumlah kunjungan wisata ke kawasan konservasi minimal sebanyak 2,03 juta orang wisatawan nusantara selama 5 tahun : a. Analisis Kebutuhan Pengembangan Pariwisata Alam b. Pengembangan Sarana dan Prasarana Pengusahaan Pariwisata Alam c. Informasi dan Promosi d. Operasional Pengelolaan Obyek Wisata Alam Jumlah unit usaha pemanfaatan pariwisata alam di kawasan konservasi bertambah sebanyak 3 Unit dari baseline tahun 2013: a. Penyusunan Desain Tapak b. Informasi dan Promosi Potensi Obyek Wisata Alam c. Bimbingan Teknis dan Supervisi IUPSWA dan IUPJWA d. Evaluasi IUPSWA dan IUPJWA Jumlah pemanfaatan jasa lingkungan air yang beroperasi di kawasan konservasi bertambah sebanyak 2 Unit : a. Inventarisasi Potensi Sumberdaya Air b. Valuasi Ekonomi Sumberdaya Air c. Koordinasi Pemanfaatan Sumberdaya Air d. Bimbingan Teknis dan Supervisi IPA dan IUPA e. Evaluasi, Pembinaan dan Koordinasi IPA dan IUPA
-
1 Unit
1 Unit
1 Unit
1 Unit
Laporan sanctuary species yang terbangun beserta bukti fisiknya di lapangan
1.500 Orang
1.620 Orang
1.740 Orang
1.860 Orang
1.980 Orang
Laporan kunjungan wisman, bonggol karcis masuk KK dan arsip SIMAKSI
350.000 Orang
378.000 Orang
406.000 Orang
434.000 Orang
462.000 Orang
Laporan kunjungan wisnus, bonggol karcis masuk KK dan arsip SIMAKSI
-
1 Unit
2 Unit
3 Unit
3 Unit
Pertimbangan teknis dan keputusan pemberian IUPSWA/IUPJWA
-
1 Unit
2 Unit
2 Unit
2 Unit
Pertimbangan teknis dan pemberian IPA dan IUPA
keputusan
17
18
19
Jumlah pemanfaatan energi air dari kawasan konservasi untuk keperluan mini/micro hydro power plant bertambah sebanyak minimal 2 unit : a. Inventarisasi Potensi Sumberdaya Air b. Koordinasi Pemanfaatan Energi Air c. Bimbingan Teknis dan Supervisi IPA dan IUPA d. Evaluasi, Pembinaan dan Koordinasi IPEA dan IUPEA Jumlah Kader Konservasi (KK), Kelompok Pecinta Alam (KPA), Kelompok Swadaya Masyarakat/ Kelompok Profesi (KSM/KP) yang berstatus aktif sebanyak 6.000 Orang : a. Pembentukan Kader Konservasi b. Kemah Bakti Kader Konservasi c. Pembinaan KK/KPA/KSM/KP d. Pembinaan dan Koordinasi Aktivitas KK/KPA/KSM/KP e. Penilaian KK/KPA/KSM/KP dalam rangka Wana Lestari Nilai SAKIP Direktorat Jenderal KSDA dan Ekosistem minimal 78,00 Poin : a. Penyusunan Program dan Anggaran b. Evaluasi dan Pelaporan c. Data dan Informasi d. Kerjasama dan Kemitraan e. Administrasi Kepegawaian f. Administrasi Keuangan g. Ketatausahaan dan Umum h. Administrasi Perlengkapan i. Peningkatan Kapasitas SDM j. Pengembangan Sarana dan Prasarana
-
1 Unit
2 Unit
2 Unit
2 Unit
Pertimbangan teknis dan pemberian IPEA dan IUPEA
keputusan
90 Orang
120 Orang
120 Orang
120 Orang
120 Orang
Laporan pembentukan dan laporan hasil evaluasi KK/KPA/KSM/KP besert dokumen pendukungnya
77,00 Poin
77,25 Poin
77,50 Poin
77,75 Poin
78,00 Poin
Hasil Evaluasi Laporan Kinerja