RPJP TNBABUL 2016-2015

Page 1


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM

BALAI TAMAN NASIONAL BANTIMURUNG BULUSARAUNG Jl. Poros Maros Bone Km. 12 Bantimurung, Telp. (0411) 3880252, Fax. (0411) 3880139

Maros - Sulawesi Selatan 90561

RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL BANTIMURUNG BULUSARAUNG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERIODE TAHUN 2016 - 2025

Maros,

Juni 2016






RINGKASAN EKSEKUTIF

Taman Nasionaal (TN) Bantimurung Bulusaraung ditunjuk sebagai Kawasan Konservasi berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.398/Menhut-II/2004 tanggal 18 Oktober 2004 dan ditetapkan sebagai Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK) berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK.717/Menhut-II/2010 tanggal 29 Desember 2010 tentang Penetapan Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK) Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung di Kabupaten Maros, Kabupaten Pangkajene Kepulauan dan Kabupaten Bone, Provinsi Sulawesi Selatan seluas ±43.750 Ha. Surat Keputusan tersebut menjadi dasar dalam penyelenggaran konservasi sumber daya alam dan ekosistem TN Bantimurung Bulusaraung. Kawasan Karst Maros-Pangkep seluas +40.000 Ha merupakan bentang alam karst terluas kedua di dunia setelah bentang alam karst yang ada di China bagian Selatan, dimana sekitar ±20.000 Ha Kawasan Karst tersebut merupakan kawasan TN Bantimurung Bulusaraung. Kawasan tersebut ditunjuk sebagai kawasan konservasi dengan pertimbangan keberadaan ekosistem karst yang memiliki potensi sumberdaya alam hayati dengan keanekaragaman yang tinggi serta keunikan dan kekhasan gejala alam dengan fenomena alam yang indah. Bentang alam yang unik tersebut dapat dikembangkan sebagai laboratorium alam untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan konservasi alam serta kepentingan ekowisata. Ekosistem karst tersebut juga merupakan daerah tangkapan air (catchment area) bagi kawasan di bawahnya dan beberapa sungai penting di Provinsi Sulawesi Selatan. Potensi kekhasan dan keunikan ekosistem karst dan keanekaragaman hayati kawasan tersebut telah banyak dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, pendidikan konservasi, pengembangan ilmu pengetahuan serta pemanfaatan wisata alam. Pemanfaatan jasa lingkungan kawasan (khususnya wisata alam) melalui pengembangan 7 site prioritas “The Seven Wonders” TN Bantimurung Bulusaraung, telah berkonstribusi positif terhadap peningkatan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) pertahun rata-rata 1,2 Milyar dengan tingkat kunjungan


wisatawan rata-rata 500.000 orang. Hal tersebut menjadikan TN Bantimurung Bulusaraung sebagai salah satu penyumbang penerimaan negara bukan pajak terbesar dari kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan kawasan konservasi di Indonesia. Selain itu, ekosistem karst tersebut juga merupakan penyedia air bagi aktivitas masyarakat disekitarnya termasuk aktivitas yang menunjang wisata alam serta menjadi laboratorium alam bagi aktivitas penelitian, pendidikan konservasi dan pengembangan ilmu pengetahuan. Kekhasan dan keunikan ekosistem berupa bentang alam karst berbentuk tower karst, serta potensi gua karst yang tidak banyak dijumpai ditempat lain menjadi surga bagi para petualang. TN Bantimurung Bulusaraung juga dikenal penjuru dunia karena memiliki keanekaragaman jenis dan populasi kupu-kupu yang tinggi. Potensi tersebut dapat dikembangkan untuk menunjang kegiatan wisata minat khusus. The Kingdom of Buterfly, The Spectacular Tower Karst dan The Adventure Paradise merupakan julukan yang diberikan atas potensi kekhasan dan keunikan ekosistem serta keanekaragaman hayati TN Bantimurung Bulusaraung. Berdasarkan pemikiran tersebut, maka visi pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung adalah “Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung menjadi Destinasi Ekowisata Karst Dunia�. Melalui visi tersebut, TN Bantimurung Bulusaraung bercita-cita menjadi salah satu daerah tujuan ekowisata kelas dunia berbasis kekhasan dan keunikan ekosistem (ekowisata karst) yang berkonstribusi positif bagi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat dengan tetap memegang prinsip-prinsip kelestarian ekosistemnya. Untuk mewujudkan visi tersebut, maka misi pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung adalah : 1.

Mempertahankan keutuhan ekosistem karst dan keanekaragaman hayati bernilai penting bagi ekosistem TN Bantimurung Bulusaraung;

2.

Mengoptimalkan jasa lingkungan kawasan melalui pengembangan ekowisata berbasis

kekhasan

dan

keunikan

ekosistem

(ekowisata

karst)

TN

Bantimurung Bulusaraung; 3.

Meningkatkan fungsi ekosistem karst sebagai catchment area dan laboratorium alam untuk pengembangan ilmu pengetahuan, penelitian dan pendidikan konservasi; dan


4.

Mewujudkan tata kelola ideal bagi TN Bantimurung Bulusaraung. Berdasarkan

Bantimurung

misi

tersebut,

Bulusaraung

maka

adalah

tujuan

perlindungan

utama

pengelolaan

ekosistem

TN

(termasuk

keanekaragaman hayati yang terlingkup di dalamnya) dan pemanfaatannya secara berkelanjutan (lestari). Perlindungan ekosistem dan keanekaragaman hayati bernilai penting bagi ekosistem TN Bantimurung Bulusaraung ditujukan untuk mencegah dan membatasi kerusakan yang disebabkan oleh aktivitas manusia, kebakaran hutan, invasi tanaman jenis eksotik serta mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaannya. Sementara pengawetan tumbuhan dan satwa ditujukan untuk mempertahankan dan meningkatkan populasi spesies bernilai penting bagi ekosistem TN Bantimurung Bulusaraung seperti jenis-jenis yang merupakan spesies kunci (key spesies), spesies bendera (flag spesies), spesies endemik, spesies terancam punah, spesies yang dilindungi serta spesies lainnya yang bernilai ekonomi bagi masyarakat. Dalam hal pemanfaatan wisata alam, pengembangan ekowisata karst dianggap sebagai konsep yang paling ideal dalam meningkatkan nilai keekonomian kawasan. Pendekatan ekowisata berkelanjutan melalui pendekatan pengembangan kegiatan pariwisata yang berorientasi pada kegiatan perjalanan wisata yang bertanggung jawab di wilayah yang masih alami atau wilayah yang dikelola menurut kaidah alam, yang menekankan aspek pembelajaran/ pendidikan, aspek kelestarian dan peningkatan manfaat ekonomi bagi masyarakat lokal. Pengembangan wisata ekologis diwujudkan dalam bentuk pemanfaatan seoptimal mungkin unsur dan material lokal, rancangan yang peka terhadap lingkungan serta partisipasi lokal dalam pengembangan wisata. Pengembangan ekowisata karst tersebut diharapkan dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat serta menjadikan TN Bantimurung Bulusaraung sebagai salah satu daerah tujuan wisata kelas dunia. Pemanfaatan keanekaragaman hayati dan ekosistem TN Bantimurung Bulusaraung lainnya adalah pemanfaatan untuk menunjang aktivitas wisata alam, pemanfaatan sumber daya air, pemanfaatan tradisional, pemanfaatan untuk kegiatan penelitian, pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan serta


pemanfaatan untuk tujuan penguatan fungsi dan pembangunan strategis yang tidak dapat dielakkan. Sementara aktivitas manusia terkait pemanfaatan keanekaragaman hayati dan

ekosistemnya

merupakan

tujuan

sekunder

dalam

pengelolaan

TN

Bantimurung Bulusaraung. Aktivitas pemanfaatan keanekaragaman hayati dan ekosistem tersebut berpotensi mengganggu dan mengancam keutuhan dan keberadaan

ekosistem

karst

serta

keanekaragaman

hayatinya

sehingga

pemantauan, evaluasi serta kajian daya dukung kawasan perlu diintensifkan untuk memastikan pemanfaatan kawasan sesuai dengan fungsi dan peruntukannya. Untuk mewujudkan visi, misi dan tujuan pengelolaan, perlu dokumen perencanaan yang menjadi pedoman pengelola dan para pihak dalam penyelenggaraan konservasi sumber daya alam dan ekosistem TN Bantimurung Bulusaraung selama 10 tahun kedepan. Dokumen perencanaan dimaksud adalah dokumen Rencana Pengelolaan Jangka Panjang (RPJP) TN Bantimurung Bulusaraung periode 2016-2025. RPJP ini merupakan revisi atas RPJP TN Bantimurung Bulusaraung Tahun 2008-2027 yang harus disesuaikan sebagai amanat PP 28 Tahun 2011. Dokumen perencanaan ini bersifat komprehensif dan indikatif yang menjadi acuan penyusunan rencana jangka menengah, rencana tahunan dan rencana-rencana teknis lainnya. RPJP ini disusun menggunakan pendekatan analisis SWOT dengan interaksi matriks IFAS- EFAS, untuk memperoleh beberapa alternatif strategi yang paling sesuai/dominan menurut skala prioritasnya. Berdasarkan hasil identifikasi faktor kekuatan, kendala, peluang dan ancaman dengan menggunakan analisa SWOT, bahwa pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung bertumpu pada unsur kekuatan dan peluang dibanding dengan unsur kelemahan dan ancamannya, sehingga strategi prioritasnya adalah strategi agresif yang berarti bahwa TN Bantimurung Bulusaraung akan menggunakan kekuatan yang dimilki untuk memanfaatkan peluang yang ada. Kekuatan dimaksud adalah kekhasan dan keunikan ekosistem karst yang menyimpan potensi wisata, potensi sumber daya air dan potensi keanekaragaman hayati yang tinggi sebagai modal dasar dalam pengelolaannya. Sedangkan peluangnya adalah adanya dukungan para pihak dalam penyelamatan ekosistem karst Maros-Pangkep dan terjalinnya hubungan, komunikasi dan


koordinasi yang baik dengan beberapa stakeholder primer/utama seperti Masyarakat, Pemerintah Daerah, dan Swasta. Berdasarkan hasil interaksi matriks IFAS- EFAS dengan pertimbangan potensi, kondisi dan kendala yang ada dirumuskan prioritas pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung yaitu : 1.

Perencanaan

2.

Pengembangan Ekowisata Karst

3.

Pengelolaan Tumbuhan dan Satwa bernilai Penting

4.

Pemulihan Ekosistem

5.

Perlindungan dan Pengamanan

6.

Pemberdayaan Masyarakat

7.

Pengelolaan Zona Tradisional

8.

Pemanfaatan Jasa Lingkungan air

9.

Pengelolaan Kegiatan Penelitian, Pendidikan dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan

10. Kerjasama dan Kemitraan 11. Pengembangan Sumber Daya Kelembagaan Kerangka pendanaan dalam pelaksanaan kegiatan prioritas tersebut berasal dari anggaran pemerintah melalui APBN dan sumber anggaran lainnya berupa bantuan/donor pihak lain (stakeholder) melalui skema kerjasama pengelolaan. Melalui APBN kebutuhan anggaran pengelolaan selama 2016-2025 diprediksi sebesar Rp. 293.180.274.000,-. (Dua Ratus Sembilan Puluh Tiga Milyar Seratus Delapan Puluh Juta Dua Ratus Tujuh Puluh Empat Ribu Rupiah). Untuk menjamin pencapaian visi dan misi atas pelaksanaan kegiatan prioritas tersebut perlu dilakukan pemantauan, evaluasi dan pelaporan. Pemantauan

dan

evaluasi

menggunakan

pedoman

pemantauan/penilaian

efektivitas pengelolaan kawasan yang telah ditetapkan oleh Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem nomor : P.15/KSDAE-SET/2015 tentang Pedoman Penilaian efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi di Indonesia. Salah Satu framework yang dikembangkan untuk penilaian terhadap efektivitas pengelolaan kawasan konservasi tersebut adalah Management Effectiveness Tracking Tool (METT). Penilaian tersebut dapat dilakukan secara


mandiri oleh Balai TN Bantimurung Bulusaraung dan/atau dilakukan oleh institusi lain. Sementara pelaporan disajikan dalam Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP). Pelaporan kinerja dimaksudkan untuk mengkomunikasikan capaian kinerja dalam satu tahun anggaran, yang dikaitkan dengan pencapaian tujuan dan sasarannya. Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TN Bantimurung Bulusaraung 20162025 menjadi gambaran umum dan acuan efektifitas pengelolaan kawasan dalam mewujudkan TN Bantimurung Bulusaraung sebagai destinasi ekowisata karst dunia.


KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, Rencana Pengelolaan Jangka Panjang (RPJP) TN Bantimurung Bulusaraung Tahun 20162025 dapat disusun. RPJP ini merupakan revisi atas RPJP TN Bantimurung Bulusaraung Tahun 2008-2027 yang harus disesuaikan sebagai amanat PP 28 Tahun 2011. TN Bantimurung Bulusaraung dengan potensi keanekaragaman hayati yang tinggi dan kekhasan ekosistem karstnya perlu dikelola secara bijaksana sehingga bermanfaat untuk kepentingan ekonomi, sosial budaya masyarakat dan terutama untuk kepentingan ekologi. Olehnya itu, penyelenggaraan konservasi sumber daya alam dan ekosistemnya diarahkan untuk pemanfaatan jasa lingkungan kawasan melalui pengembangan ekowisata karst bagi keberdayaan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan tetap memegang prinsip-prinsip kelestarian ekosistemnya. Dokumen perencanaan ini bersifat konfrehensif dan indikatif yang menjadi acuan dan pedoman para pihak dalam penyelenggaran konservasi sumber daya alam dan ekosistem TN Bantimurung Bulusaraung selama 10 tahun kedepan. Kepada para pihak yang telah berpartisipasi dalam penyusunan dokumen perencanaan ini, kami sampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesarbesarnya. Semoga RPJP ini bermanfaat bagi penyelenggaraan konservasi sumber daya alam dan ekosistem TN Bantimurung Bulusaraung dimasa mendatang.

Maros,

Juni 2016

Kepala Balai,

Ir. Sahdin Zunaidi, M.Si NIP 19631124 199403 1 003


DAFTAR ISI

Kata Pengantar ........................................................................................................... Daftar Isi ................................................................................................................. Daftar Tabel ............................................................................................................... Daftar Gambar............................................................................................................ Daftar Lampiran ......................................................................................................... I.

i ii iii iv v

PENDAHULUAN ............................................................................................. 1 A. Kondisi Umum .............................................................................................. 1 B. Kondisi Saat Ini ............................................................................................. 17 C. Kondisi Yang Diinginkan .............................................................................. 32

II. VISI, MISI DAN TUJUAN PENGELOLAAN.................................................. 38 A. Visi ................................................................................................................ 38 B. Misi ................................................................................................................ 39 C. Tujuan Pengelolaan ........................................................................................ 40 III. ZONA PENGELOLAAN .................................................................................. 43 IV. STRATEGI DAN RENCANA AKSI ................................................................ 54 A. Prioritas Pengelolaan...................................................................................... 54 B. Kelembagaan ................................................................................................. 67 C. Pendanaan....................................................................................................... 71 V. PEMANTAUAN DAN EVALUASI ................................................................... 72 A. Efektivitas Pengelolaan Kawasan .................................................................. 72 C. Akuntabilitas Kinerja Kelembagaan .............................................................. 73 VI. PENUTUP .......................................................................................................... 75 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 76

rpjp tnbabul

2016-2025

ii


DAFTAR TABEL

Tabel 1.

Progres Tata Batas Kawasan TN Bantimurung Bulusaraung ................. 4

Tabel 2.

Total Nilai Manfaat Air di Kawasan TN Bantimurung Bulusaraung ..... 12

Tabel 3.

Kontribusi pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung terhadap pembangunan wilayah Kabupaten Maros dan Pangkep.......................... 15

Tabel 4.

Peraturan dan kebijakan daerah yang mendukung pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung ....................................................................... 16

Tabel 5.

Izin Pemanfaatan Air (IPA) dan Izin Pemanfaatan Energi Air (IPEA) di TN Bantimurung Bulusaraung ............................................... 27

Tabel 6.

Nilai Pengaruh Dari Faktor Yang Bersifat Strategis Sebagai Komponen Kekuatan............................................................................... 33

Tabel 7.

Nilai Pengaruh Dari Faktor Yang Bersifat Strategis Sebagai Komponen Kelemahan............................................................................ 33

Tabel 8.

Nilai Pengaruh Dari Faktor Yang Bersifat Strategis Sebagai Komponen Peluang ................................................................................. 34

Tabel 9.

Nilai Pengaruh Dari Faktor Yang Bersifat Strategis Sebagai Komponen Ancaman............................................................................... 34

Tabel 10. Matriks strategi hasil Analisis SWOT..................................................... 36 Tabel 11. Sistem Zonasi TN Bantimurung Bulusaraung ........................................ 44 Tabel 12. Keadaan Pegawai Balai TN Bantimurung Bulusaraung ......................... 70 Tabel 13. Kebutuhan Pendanaan Pelaksanaan Kegiatan Pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung....................................................................... 71

rpjp tnbabul

2016-2025

iii


DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.

Letak Kawasan TN Bantimurung Bulusaraung.................................. 1

Gambar 2.

Puncak Gunung Bulusaraung Kab. Pangkep...................................... 5

Gambar 3.

Gugusan Karts Kawasan TN Bantimurung Bulusaraung ................... 6

Gambar 4.

Flag spesies TN Bantimurung Bulusaraung ....................................... 9

Gambar 5.

Spesies Penting Lainnya TN Bantimurung Bulusaraung ................... 10

Gambar 6.

Potensi Endokarst dan Eksokarts TN Bantimurung Bulusaraung ...... 11

Gambar 7.

Potensi Sumber Air di Kawasan TN Bantimurung Bulusaraung ....... 13

Gambar 8.

Kegiatan Adventure Tourism TN Bantimurung Bulusaraung ............ 19

Gambar 9.

Lukisan Gua Prasejarah Leang-Leang, TN Bantimurung Bulusaraung........................................................................................ 19

Gambar 10 Spesies Kunci TN Bantimurung Bulusaraung.................................... 21 Gamar

11. Sebaran Spesies Prioritas TN Bantimurung Bulusaraung .................. 22

Gambar 12. Kembang kecrutan (Spathodea campanulata P. Beauv.)................... 22 Gambar 13. The Seven Wonders TN Bantimurung Bulusaraung........................... 24 Gambar 14. Potensi sumber air di kawasan TN Bantimurung Bulusaraung.......... 26 Gambar 15. Pemanfaatan air di kawasan TN Bantimurung Bulusaraung.............. 27 Gambar 16. Poisisi Strategis Pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung ............ 35 Gambar 17. Diagram Hubungan Mandat Penunjukan Kawasan dengan Rencana Pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung ........................ 40 Gambar 18. Pengembangan Struktur Organisasi Balai TN Bantimurung Bulusaraung........................................................................................ 68 Gambar 19. Komposisi Pegawai Balai TN Bantimurung Bulusaraung ................. 70

rpjp tnbabul

2016-2025

iv


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1.

Rencana Aksi Pengelolaan Jangka Panjang Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung Tahun 2016-2025.

Lampiran 2.

Daftar

Desa

Penyangga

Kawasan

TN

Bantimurung

Bulusaraung. Lampiran 3.

Daftar Flora di Kawasan TN Bantimurung Bulusaraung.

Lampiran 4.

Daftar Fauna di Kawasan TN Bantimurung Bulusaraung.

Lampiran 5.

Peta Penunjukan Kawasan TN Bantimurung Bulusaraung

Lampiran 6.

Peta Revisi Zonasi Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

Lampiran 7.

Peta Wilayah Kerja Resort Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

Lampiran 8.

Peta Analisis Tutupan Lahan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

Lampiran 9.

Peta Potensi Gangguan Kawasan TN Bantimurung Bulusaraung

Lampiran 10. Peta Areal Pemanfaatan Air dan Energi Air di Kawasan TN Bantimurung Bulusaraung Lampiran 11. Peta Sebaran Gua Alam dan Gua Purbakala TN Bantimurung Bulusaraung Lampiran 12. Peta Sebaran Spesies Prioritas TN Bantimurung Bulusaraung

rpjp tnbabul

2016-2025

v


BAB I PENDAHULUAN

A. Kondisi Umum 1.

Letak dan Luas Secara geografis Taman Nasional (TN) Bantimurung Bulusaraung

terletak diantara 119° 34’ 17” - 119° 55’ 13” Bujur Timur (BT) dan antara 4° 42’ 49” - 5° 06’ 42” Lintang Selatan (LS) yang berkedudukan di wilayah Pemerintahan Kabupaten Maros dan Kabupaten Pangkajene Kepulauan (Pangkep), Provinsi Sulawesi Selatan. Batas-batas kawasan TN Bantimurung Bulusaraung sebagai berikut : - Sebelah Utara

: Kabupaten Pangkep, Barru dan Bone;

- Sebelah Timur

: Kabupaten Maros dan Kabupaten Bone;

- Sebelah Selatan

: Kabupaten Maros;

- Sebelah Barat

: Kabupaten Maros dan Kabupaten Pangkep.

Kawasan TN Bantimurung Bulusaraung seluas 43.750 Ha ditunjuk sebagai kawasan konservasi berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.398/Menhut-II/2004.

Gambar 1. Letak Kawasan TN Bantimurung Bulusaraung rpjp tnbabul

2016-2025

1


2.

Sejarah Kawasan Alfred Russel Wallace, adalah naturalis berkebangsaan Inggris yang

pernah menjelajah Kepulauan Nusantara (The Malay Archipelago) dari tahun 1856 sampai dengan 1862. Sejak kembalinya ke Inggris sampai dengan tahun 1886, Wallace menerbitkan delapan belas dokumen, baik berupa catatan maupun proceeding untuk Linnaean Zoological and Entomological Societies yang menggambarkan atau mendeskripsikan koleksi speciemennya. Setelah itu, ia kemudian menuliskan dan menerbitkan jurnal perjalanan eksplorasi selama enam tahunnya yang berjudul “The Malay Archipelago”. Deskripsi yang dibuat oleh Wallace pada saat itu menjadi pembuka tabir keunikan khasanah keanekaragaman hayati nusantara dan menggugah kekaguman para ilmuwan dan naturalis. Wallace sangat terpesona oleh keunikan ekosistem Sulawesi dan pulau-pulau satelitnya, dan memberinya inspirasi pencetusan teori biogeografi (Neo-Darwinism) yang menjadi sumbangan sangat berharga buat sang pencetus teori evolusi Charles Robert Darwin. Wallace melakukan eksplorasi flora dan fauna di kawasan Maros dari tanggal 11 Juli 1857 sampai dengan awal Nopember 1857 dan berhasil mengumpulkan cukup banyak koleksi speciemen di wilayah Maros. Wallace sendiri memberikan julukan “The Kingdom of Butterfly” untuk kawasan Bantimurung dan sekitarnya. Antara dekade 1970-1980, di kawasan Karst Maros-Pangkep telah ditunjuk dan/atau ditetapkan 5 unit kawasan konservasi seluas ±11.906,9 Ha. Air terjun Bantimurung yang terkenal sejak kunjungan Wallace dijadikan kawasan konservasi sejak tahun 1919 dengan luas 18 Ha berdasarkan Gouvernements Besluits tanggal 21-2-1919 No. 6 Staatblad No. 90. Kawasan Bantimurung karena potensi wisata tirta, panorama alam dan gua-gua alamnya, ditunjuk kembali menjadi kawasan konservasi taman wisata alam dengan nama TWA. Bantimurung seluas 118 Ha berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 237/Kpts/Um/3/1981 tanggal 30 Maret 1981. Kawasan hutan di sekitar Pattunuang Asue ditetapkan menjadi kawasan konservasi taman wisata alam dengan nama TWA. Gua Pattunuang seluas 1.506,25 Ha berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 59/KptsII/1987 tanggal 12 Maret 1987. Sebagian kawasan karst Bantimurung, rpjp tnbabul

2016-2025

2


ditunjuk menjadi kawasan konservasi cagar alam dengan nama CA. Bantimurung seluas 1.000 Ha berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 839/Kpts/Um/11/1980 tanggal 23 Nopember 1980. Tidak jauh berbeda dengan pertimbangan tersebut di atas, kawasan karst dan hutan pamah primer di wilayah sebelah Timur Bantimurung ditunjuk menjadi kawasan konservasi cagar alam dengan nama CA. Karaenta seluas 1.000 Ha berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 647/Kpts/Um/10/1976 tanggal 15 Oktober 1976. Berdasarkan hasil penataan batas CA. Karaenta yang dilaksanakan pada tahun 1979/1980, luasnya definitifnya bertambah menjadi 1.226 Ha. Kawasan konservasi yang lainnya adalah CA. Bulusaraung ditunjuk menjadi kawasan konservasi berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian

Nomor

607/Kpts/Um/8/1980

tanggal

20

Agustus

1980.

Berdasarkan hasil penataan batas CA. Bulusaraung yang dilaksanakan pada tahun 1999/2000, luasnya definitifnya berubah menjadi 8.056,65 Ha. Penunjukan kawasan TN Bantimurung Bulusaraung sendiri merupakan perubahan fungsi dari beberapa kawasan hutan di Kab. Maros dan Kab. Pangkep tersebut, yaitu kawasan dengan fungsi konservasi (CA. Karaenta, CA. Bulusaraung, CA. Bantimurung, TWA. Bantimurung, TWA. Gua Pattunuang), fungsi lindung, dan fungsi produksi. Setelah melalui kajian, tahapan dan proses yang panjang dalam rangka penunjukan Kelompok Hutan Bantimurung-Bulusaraung menjadi Taman Nasional, akhirnya pada tanggal 18 Oktober 2004 Menteri Kehutanan menerbitkan Keputusan Nomor SK.398/Menhut-II/2004 tentang Perubahan Fungsi Kawasan Hutan pada Kelompok Hutan Bantimurung-Bulusaraung seluas ± 43.750 Ha terdiri dari Cagar Alam seluas ± 10.282,65 Ha, Taman Wisata Alam seluas ± 1.624,25 Ha, Hutan Lindung seluas ± 21.343,10 Ha, Hutan Produksi Terbatas seluas ± 145 Ha, dan Hutan Produksi Tetap seluas ± 10.335 Ha yang terletak di Kabupaten Maros dan Pangkep, Provinsi Sulawesi Selatan menjadi Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung.

rpjp tnbabul

2016-2025

3


3.

Progres Pengukuhan Perkembangan penataan batas kawasan TN Bantimurung Bulusaraung

sudah sepanjang 432,52 Km atau 90,44% dari total batas luar sepanjang 478,22 Km. Batas luar kawasan sepanjang 45,7 Km (9,56%) yang belum dilaksanakan penataan secara definitif di lapangan hingga saat ini hanya tersisa pada batas fungsi di sisi Utara (wilayah administratif Kabupaten Pangkep) dan sisi Selatan (wilayah administratif Kabupaten Maros). Dengan realisasi penataan batas yang belum temu gelang, maka proses penetapan kawasan menjadi kawasan hutan tetap dengan keputusan Menteri Kehutanan juga belum diterbitkan. Progres tata batas kawasan TN Bantimurung Bulusaraung disajikan pada tabel 1. Tabel 1. Progres Tata Batas Kawasan TN Bantimurung Bulusaraung No

Progres Tata Batas

1.

Sudah di tata batas dan direkonstruksi : - Tahun 2006 sepanjang 62,88 km di Kec. Minasatene dan Balocci di Kab. Pangkep - Tahun 2007 sepanjang 200,87 km di Kec. Minasatene dan Balocci di Kab. Pangkep - Tahun 2008 sepanjang 138,363 km di Kec. Tondong Tallasa, Kab. Pangkep Sudah di tata batas tetapi BATB masih dalam penyelesaian Pemancangan batas sementara di lapangan Sudah di tata batas tapi belum direkonstruksi

2. 3. 4.

Total Panjang Batas

Total Panjang (km) 402,113

23,518 22,182 30,407 478,22

Sumber : TN Babul, 2015

4.

Aksessibilitas Kawasan TN Bantimurung Bulusaraung dapat dicapai dari beberapa

sisi, yaitu dari sisi Selatan (Bantimurung, Kab. Maros) dan dari sisi Barat (Balocci, Kab. Pangkep). Sisi Selatan atau tepatnya obyek wisata Air Terjun Bantimurung berjarak Âą 42 Km dari Kota Makassar, Ibukota Provinsi Sulawesi Selatan. Jarak ini dapat ditempuh selama Âą

60 menit. Untuk

pengunjung yang berasal dari luar provinsi atau pengunjung manca negara, rpjp tnbabul

2016-2025

4


kawasan Bantimurung berjarak Âą 21 Km dari Bandar Udara Internasional Hasanuddin atau dapat dicapai dalam waktu Âą 45 menit. Tersedia banyak fasilitas angkutan umum untuk dapat mencapai lokasi ini sepanjang hari.

5.

Kondisi Fisik a) Topografi Secara umum, kondisi fisik kawasan TN Bantimurung Bulusaraung bervariasi dari datar, bergelombang, berbukit sampai dengan bergunung. Bagian kawasan yang bergunung terletak pada sisi Timur Laut kawasan atau terletak pada Pegunungan Bulusaraung di Kecamatan Mallawa Kabupaten Maros dan Gunung Bulusaraung sendiri di Kecamatan Balocci Kabupaten Pangkep. Puncak tertinggi terletak pada ketinggian 1.565 m.dpl di sebelah Utara Pegunungan Bulusaraung. Puncak Gunung Bulusaraung sendiri terletak pada ketinggian 1.315 m.dpl. Sisi ini dicirikan oleh kenampakan topografi relief tinggi, bentuk lereng yang terjal dan tekstur topografi yang kasar.

Gambar 2. Puncak Gunung Bulusaraung Kab. Pangkep Daerah perbukitan dicirikan oleh bentuk relief dan tekstur topografi halus sampai sedang, bentuk lereng sedang sampai rendah, bentuk bukit yang tumpul dengan lembah yang sempit sampai melebar. Daerah perbukitan ini dapat dikelompokkan ke dalam perbukitan intrusi, perbukitan sedimen dan perbukitan karst. Kawasan dengan topografi dataran dicirikan oleh bentuk permukaan lahan yang datar sampai sedang rpjp tnbabul

2016-2025

5


dan sedikit bergelombang, relief rendah dan tekstur topografi halus. Bentuk permukaan seperti ini banyak dijumpai di antara perbukitan karst yang berbentuk menara.

Gambar 3. Gugusan Karst Kawasan TN Bantimurung Bulusaraung b) Geologi dan Hidrologi Kawasan TN Bantimurung Bulusaraung tersusun atas beberapa formasi geologi. Formasi yang didasarkan pada ciri-ciri litologi dan dominasi batuan tersebut antara lain adalah: Formasi Balang Baru, Batuan Gunung api Terpropilitkan, Formasi Mallawa, Formasi Tonasa, Formasi Camba, Batuan Gunungapi Formasi Camba, Batuan Gunungapi Baturape-Cindako, Batuan Terobosan, dan Endapan Aluvium. Pada Bukit kapur Maros-Pangkep terdapat dua jenis tanah yang kaya akan Kalsium dan Magnesium, yaitu: 1. Rendolls, dengan ciri warna kehitaman karena kandungan bahan organik yang tinggi. Ditemukan pada dasar lembah lereng yang landai, terutama di bagian Selatan batu kapur Maros. 2. Eutropepts, merupakan turunan

dari inceptisol. Umumnya

ditemukan pada daerah dengan kelerengan yang terjal dan di puncak bukit kapur. Tanah ini sangat dangkal dan berwarna terang. Batuan kapur dikenal memiliki porositas yang tinggi, namun tidak mampu melepaskan air selain mengalirkannya dalam bentuk aliran bawah tanah melalui lorong/celah batuannya. Dengan formasi geologi utama berupa batuan kapur, kawasan TN Bantimurung-Bulusaraung

rpjp tnbabul

2016-2025

6


merupakan catchment area bagi beberapa sungai besar di Sulawesi Selatan.

c) Iklim Berdasarkan perhitungan data curah hujan yang dikumpulkan dari beberapa stasiun yang ada di sekitar kawasan taman nasional, ditemukan bahwa pada wilayah bagian selatan terutama bagian yang berdekatan dengan kota Kabupaten Maros, seperti Bantimurung termasuk beriklim tipe D (Schmidt dan Ferguson), sedangkan Bengo-Bengo, Karaenta, Biseang Labboro, Tonasa dan Minasa Te’ne beriklim tipe C, sementara pada bagian utara, terutama wilayah Kecamatan Camba dan Mallawa termasuk kedalam tipe B. Kawasan TN Bantimurung Bulusaraung mengalami 4 empat zona curah hujan, yakni curah hujan 2.250 mm, 2.750 mm, 3.250 mm dan 3.750 mm. Peta curah hujan memperlihatkan bahwa curah hujan 2.250 mm sampai 2.750 mm berada di bagian timur kawasan taman nasional. Sebaliknya, curah hujan yang lebih tinggi yakni 3.250 mm sampai 3.750 mm, berada di bagian barat taman nasional dimana sekitar 75 % wilayah cakupannya merupakan arael karst.

6.

Potensi Hayati dan Non Hayati a) Bioekologi Berdasarkan pembagian tipe ekosistem alami yang ada di Indonesia dan Sulawesi (mengikuti Sastrapradja dkk dan Whitten dkk), kawasan TN Bantimurung Bulusaraung dibagi ke dalam tiga tipe ekosistem utama, yaitu ekosistem hutan pada batuan gamping (forest over limestone) atau lebih dikenal dengan nama ekosistem karst, ekosistem hutan hujan non dipterocarpaceae pamah, serta ekosistem hutan pegunungan bawah. Pada kawasan TN Bantimurung Bulusaraung, terdapat dua lokasi ekosistem karst yang saling terpisah, yaitu di wilayah Maros - Pangkep pada bagian barat taman nasional, dan di ujung Utara, yakni di wilayah Mallawa.

Para ahli geologi membedakan kedua kelompok karst ini, rpjp tnbabul

2016-2025

7


yakni yang pertama dikenal dengan kelompok Pangkajene dan yang kedua disebut kelompok pegunungan bagian timur. Kedua lokasi ini merupakan wilayah penyebaran vegetasi bukit karst dan lainnya merupakan areal penyebaran vegetasi hutan dataran rendah. Tingginya kandungan kalsium dan magnesium dari batuan kapur yang mendominasi areal karst di wilayah tersebut, menyebabkan terbatasnya jenis-jenis tumbuhan yang dapat hidup pada ekosistem tersebut. Achmad (2011) melakukan penelitian vegetasi pada empat tipe habitat, yakni daerah puncak, tebing, lereng dan lorong patahan di wilayah yang dulu merupakan areal Taman Wisata Alam Gua Pattunuang. Ia melaporkan adanya variasi jenis yang menyusun kelompok vegetasi pada keempat tipe habitat tersebut. Bahkan ada jenis yang ditemukan sangat spesifik berdasarkan tempat tumbuhnya. Saat ini telah teridentifikasi sedikitnya 709 jenis tumbuhan yang terdiri dari 14 family kelas monocotyledonae dan 86 family kelas dicotyledonae. Di antaranya 43 jenis Ficus merupakan key species di kawasan tersebut, 116 jenis Anggrek alam. Dari jumlah flora tersebut 6 jenis yang dilindungi, yaitu ebony (Diospyros celebica), palem (Livistona chinensis, Livistona sp.), anggrek alam (Ascocentrum miniatum, Dendrobium macrophyllum dan Phalaenopsis amboinensis). Dari keluarga fauna, hingga saat ini tercatat sedikitnya 740 spesies satwa liar di antaranya 33 jenis mamalia, 154 jenis burung, 17 jenis Ailurops ursinus

taman nasional bantimurung bulusaraung

Selatan amphibia, 30 jenis reptil, 23 jenis ikan dan 240 jenisSulawesikupu-kupu

(Papilionoidea) yang telah teridentifikasi sampai tingkat species. Di antaranya terdapat 52 jenis penting yang dilindungi undang-undang dan 364 jenis endemik Sulawesi. Daftar Flora dan Fauna di Kawasan TN Bantimurung Bulusaraung sebagaimana lampiran 3 dan 4. TN Bantimurung Bulusaraung juga dikenal ke segala penjuru dunia karena memiliki keanekaragaman jenis dan populasi kupu-kupu yang tinggi. Alfred Russel Wallace (1856) bahkan menjulukinya sebagai “The Kingdom of Butterfly�. Kupu-kupu yang terdapat di taman nasional ini tidak kurang 240 jenis yang teridentifikasi pada tingkat species, dengan rpjp tnbabul

2016-2025

8


jenis endemik antara lain adalah: Papilio blumei, Papilio polytes, Papilio sataspes, Troides halyphron, Troides helena, Troides hypolithus, dan Graphium androcles.

Gambar 4. Flag spesies TN Bantimurung Bulusaraung Dari jumlah spesies tersebut diatas terdapat 8 jenis yang merupakan spesies kunci yaitu : 1) Monyet Hitam Sulawesi (Macaca maura), 2) Kus-Kus Beruang (Ailurops ursinus), 3) Kus-Kus Sulawesi (Strigocuscus celebensis), 4) Musang Sulawesi (Macrogalidia musschenbroekii), 5) Babi Hutan Sulawesi (Sus celebensis), 6) Julang Sulawesi (Aceros cassidix), 7) Kengkaren Sulawesi (Penelopides exarhatus), dan 8) Elang Sulawesi (Spizaetus lanceolatus). Spesies lain yang tidak kalah menariknya dan bernilai penting Troides helena

adalah keberadaan primata terkecil Tarisus fuscus, Angrek alam dan Ebony (Diospyros celebica). Tarsius fuscus merupakan salah satu dari 25 spesies terancam punah selain Macaca maura yang terdapat di TN Bantimurung Bulusaraung, Sementara jenis ebony dan angrek merupakan jenis yang dilindungi. Selain itu, terdapat pula jenis fauna yang endemik dalam gua sebagai penghuni gelap abadi seperi ikan dengan mata tereduksi bahkan Mata buta (Bostrychus spp.), Kecoa buta (Nocticola spp.) Kumbang gua (Eustra saripaensis), Jangkrik gua (Rhaphidophora sp.) serta Tungau gua (Trombidiidae).

rpjp tnbabul

2016-2025

9


Diospyros celebica

Phalaenopsis amboinensis

Bostrychus sp

Gambar 5.

Spesies Penting Lainnya TN Bantimurung Bulusaraung

b) Potensi Ekowisata Kekhasan

dan

keunikan

ekosistem

karst

serta

tingginya

keanekaragaman hayati kawasan menyimpan potensi yang dapat dikembangkan sebagai obyek dan daya tarik wisata alam. Julukan “The Kingdom of Butterfly” yang diberikan oleh Alfred Russel Wallace merupakan gambaran atas tingginya keanekaragaman jenis kupu-kupu di Bantimurung dan sekitarnya. Kupu-kupu sendiri merupakan spesies bendera (flag spesies) dan menjadi icon TN Bantimurung Bulusaraung. Selain kupu-kupu terdapat jenis Macaca maura dan Tarisus fuscus yang merupakan spesies endemik sulawesi yang terdapat di kawasan TN Bantimurung Bulusaraung. Potensi keanekaragaman hayati tersebut menjadi salah satu obyek dan daya tarik wisata alam yang dapat dikembangkan melalui kegiatan pengamatan satwa. “The Spectacular Tower Karst” merupakan gambaran atas potensi keindahan eksokarst yang menampilkan panorama alam yang indah dan unik, serta endokarst dengan berbagai ornamen spleleothem juga merupakan pesona alam yang indah dan menarik untuk tujuan wisata. Sementara “The Adventure Paradise” merupakan gambaran atas potensi rpjp tnbabul

2016-2025

10


wisata berbasis adventure tourism yang merupakan surga bagi para petualang yang tidak banyak dijumpai ditempat lain seperti panjat tebing (rock-climbing), penelusuran gua (caving), dan berbagai macam kegiatan kepecintaan alam lainnya.

Gambar 6. Potensi Endokarst dan Eksokarst TN Bantimurung Bulusaraung Petualangan memanjat dan menelusuri koridor karst, memasuki dan menuruni gua horisontal dan vertikal mamacu adrealin dan menantang para petualang. Sedikitnya terdapat 257 gua alam yang teridentifikasi di kawasan TN Bantimurung Bulusaraung termasuk diantaranya merupakan gua terdalam dan terpanjang di Indonesia dan 41 gua prasejarah yang memiliki nilai arkeologi yang tinggi. Seluruh potensi tersebut sebagian besar berada pada zona pemanfaatan taman nasional yang kemudian ditetapkan menjadi site prioritas pengembangan wisata atau lebih dikenal dengan The Seven Wonders TN Bantimurung Bulusaraung, yaitu : 1) Kawasan Wisata Bantimurung, 2) Kawasan Wisata Pattunuang Assue, 3) Kawasan Pengamatan Satwa Karaenta, 4) Kawasan Gua Vertikal Leang Pute, 5) Kawasan Situs Prasejarah Leang-Leang, 6) Kawasan Pegunungan Bulusaraung, dan 7) Kawasan Permandian Alam Leang Londrong.

rpjp tnbabul

2016-2025

11


c) Potensi Air Di kawasan Karst TN Bantimurung Bulusaraung terdapat potensi cadangan air terutama endokarst yang memiliki jaringan gua berair yang mengalirkan sungai bawah permukaan tanah (sun-terrain drainage) antara lain Gua Salukkang Kallang, Leang Lompoa, Leang Lonrong, Leang Kassi dan gua-gua lainnya. Keberadaan sumber daya air di kawasan karst dimanfaatkan untuk menjamin ketersediaan air minum, irigasi pertanian, wisata, industri dan sebagainya. Secara ekonomi potensi air di kawasan TN Bantimurung Bulusaraung memiliki manfaat yang besar yaitu berkisar antara Rp 2,066 Triliun sampai 2,2 Triliun pertahun termasuk didalamnya pemanfaatan untuk tujuan wisata. Tabel 2. Total Nilai Manfaat Air di Kawasan TN Bantimurung Bulusaraung No 1 2 3 4 5 6 7

Nilai Manfaat Air Rumah Tangga Pertanian (2 kali panen) Pertanian (3 kali panen) Perikanan Usaha Cuci Mobil Microhidro PDAM Wisata Air Total Nilai Manfaat

Jumlah (Rp./thn) 1.704.485.321.499,231.506.866.025,390.542.585.975,6.200.000,88.000.000,192.000.000,15.632.853.665,114.747.000.000,2.066.658.241.189,2.225.693.961.139,-

Sumber : BPK Makassar, 2010 Dari tabel tersebut diatas, menunjukkan bahwa air memiliki nilai yang sangat besar yaitu mencapai Rp 2.225 Triliun, dimana nilai manfaat air terbesar adalah untuk kebutuhan rumah tangga sebesar Rp 1,704 Triliun sementara pemanfaatan untuk kebutuhan perikanan, usaha cuci mobil dan keperluan microhidro relatif kecil, namun selama ini masyarakat belum menyadari akan pentingnya air tersebut.

rpjp tnbabul

2016-2025

12


Gambar 7. Potensi sumber air di kawasan TN Bantimurung Bulusaraung 7.

Sosial Ekonomi dan Budaya Seluruh wilayah atau daerah penyangga kawasan TN Bantimurung Bulusaraung yang berjumlah 45 desa/kelurahan didiami oleh penduduk yang berjumlah 100.879 jiwa dan terhimpun dalam 25.842 rumah tangga. Dengan total wilayah administratif di daerah penyangga seluas 938,55 Km2, maka kepadatan penduduk di wilayah-wilayah tersebut adalah 107 jiwa/Km2. Angka kepadatan tersebut masih berada di bawah angka kepadatan total penduduk Provinsi Sulawesi Selatan (201 jiwa/Km2), serta masih berada di bawah angka kepadatan total penduduk Indonesia (136 jiwa/Km2). Desa/kelurahan di daerah penyangga TN Bantimurung Bulusaraung sebagaimana lampiran 2. Kawasan TN Bantimurung Bulusaraung, sebagaimana telah diuraikan sebelumnya berada di wilayah administrasi Kabupaten Maros dan Kabupaten Pangkep. Namun demikian, daerah penyangga kawasan taman nasional ini juga meliputi dua desa di Kabupaten Bone. Secara umum, ekonomi masyarakat di seluruh daerah penyangga kawasan tersebut masih sangat berkaitan dengan sektor pertanian. Komoditas pertanian utama di wilayah-wilayah ini adalah padi dan palawija. Komoditas tanaman perkebunan yang banyak diusahakan antara lain kakao, kopi, jambu mente, kemiri, dan lain-lain. Sub sektor peternakan didominasi oleh ternak sapi, kambing, kuda, dan unggas. Masyarakat Kabupaten Maros, Pangkep dan Bone yang bermukim di sekitar kawasan tersebut pada umumnya merupakan etnis Bugis dan Makassar yang menganut Agama Islam. Kabupaten Maros dan Pangkep merupakan daerah peralihan antara wilayah etnis Bugis dengan wilayah rpjp tnbabul

2016-2025

13


etnis Makassar, sehingga masyarakat yang berada di wilayah tersebut umumnya mampu berbahasa Bugis dan Makassar. Pada beberapa kecamatan di Kabupaten Maros dan Pangkep, terdapat komunitas yang menggunakan Bahasa Dentong dan Bahasa Makassar berdialek Konjo. Sistem kepercayaan dan budaya masyarakat Maros, Pangkep dan Bone sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya Bugis-Makassar dan Islam. Nilai-nilai budaya yang berlaku masih dijunjung tinggi oleh sebagian besar masyarakat di wilayah-wilayah ini. Sebagai masyarakat agraris, dikenal berbagai kegiatan kebudayaan yang berkaitan dengan aktifitas pertanian, mulai dari persiapan lahan, penanaman dan panen. Semangat gotong royong dalam pembuatan atau perbaikan saluran air, jalan desa dan ritual budaya masih terpelihara dengan baik. Dalam penentuan waktu musim tanam dilakukan kegiatan Tudang Sipulung yang dihadiri oleh masyarakat dan aparat desa. Sedangkan kegiatan Mappadendang merupakan acara syukuran yang dilaksanakan setelah musim panen padi. Disamping itu, dikenal berbagai budaya lokal yang terkait dengan sistem kepemilikan (sanra, teseng, dan pewarisan) dan perkawinan yang berkaitan dengan budaya agraris.

8.

Kebijakan Pembangunan Daerah Perspektif Pemerintah Propinsi Sulawesi Selatan adalah bahwa pengelolaan kawasan Karst Maros-Pangkep harus dilakukan secara terpadu oleh setiap pelaku pembangunan yaitu instansi pemerintah (propinsi dan kabupaten), lembaga penelitian termasuk perguruan tinggi, dunia usaha, lembaga swadaya masyarakat dan masyarakat luas. Selain itu juga harus terpadu dengan penataan ruang, perlindungan sumber daya non hayati, perlindungan sumber daya buatan, konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, cagar budaya dan keanekaragaman hayati. Sehubungan dengan hal tersebut maka kawasan TN Bantimurung Bulusaraung yang merupakan bagian dari Kawasan Karst Maros – Pangkep hendaknya dipandang sebagai suatu kesatuan ekosistem yang mempunyai kaitan erat dengan kawasan yang lain maupun dengan rpjp tnbabul

2016-2025

14


komponen-komponen lingkungan seperti : siklus hidrologi dan iklim (komponen fisik/kimia), flora dan fauna (komponen hayati), serta pengaruhnya terhadap sosial, ekonomi dan budaya masyarakat setempat (komponen sosekbud). Dengan demikian pengelolaan Kawasan Karst Maros-Pangkep harus diarahkan pada sasaran tercapainya keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara manusia dengan kawasan tersebut; tercapainya kelestarian fungsi kawasan karst; dan terkendalinya pemanfaatan sumberdaya kawasan karst secara bijaksana. Dalam hal ini perlu adanya keterpaduan di dalam pengelolaan kawasan Karst MarosPangkep dengan mempertimbangkan kebijakan-kebijakan di sektor lain, agar dampak lingkungan yang terjadi dari kegiatan-kegiatan di sektor lain dapat

memperhatikan

prinsip

pembangunan

berkelanjutan

yang

berwawasan lingkungan. Sinergisitas pembangunan daerah Kabupaten Maros dan Pangkep dengan upaya konservasi dan pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung juga dapat dilihat dari beberapa peraturan dan kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemda Maros dan Pangkep, sebagaimana dirangkum dalam Tabel 3. Tabel 3. Peraturan dan kebijakan daerah yang mendukung pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung No

Peraturan/kebijakan daerah

Propinsi Sulawesi Selatan 1 Keputusan Gubernur Sulawesi Selatan No. 677/X/Tahun 2005 2 Keputusan Gubernur Sulawesi Selatan No. 1489/V/Tahun 2011 Kabupaten Maros 1 Keputusan Bupati Maros No. 337/KPTS/522/III/2008

2 Peraturan Bupati Maros No. 03 Tahun 2009 3 Peraturan Bupati Maros Nomor: 01 Tahun 2010

Perihal

Pembentukan Konsorsium Pengelola Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung Kabupaten Maros dan Pangkep, Propinsi Sulawesi Selatan Pembentukan Konsorsium Pengelolaan Kawasan Karst Maros Pangkep Pembentukan Tim Terpadu Penanganan Masalah Keberadaan Dusun Tallasa di dalam Kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung Pemakaian Retribusi Kekayaan Daerah Pembagian Hasil dan Petunjuk Pelaksanaan Penatausahaan Retribusi Daerah Pungutan Masuk Objek Wisata Bantimurung dan Biseang Labboro/Pattunuang pada Kawasan TN Bantimurung Bulusaraung di Kabupaten Maros

rpjp tnbabul

2016-2025

15


No

Peraturan/kebijakan daerah

Perihal

Selanjutnya direvisi dengan: Peraturan Bupati Maros Nomor 18 Tahun 2012

Pembagian Hasil dan Petunjuk Pelaksanaan Penatausahaan Retribusi Masuk Taman Wisata Bantimurung pada Kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung di kabupaten Maros Pembentukan Tim Terpadu TN Bantimurung Bulusaraung (untuk melaksana-kan kajian dalam rangka pembuatan jaringan listrik ke Dusun Tallasa dan pelebaran Jalan Poros Maros-Bone)

4 Keputusan Bupati Maros No. 172/KPTS/551.2/V/2011

Kabupaten Pangkep 1 Keputusan Bupati Pangkep No. 465 Tahun 2009 2 Peraturan Daerah Kabupaten Pangkep No. 12 Tahun 2011 3 Keputusan Kepala Dinas Kebudayaan & Pariwisata Kabupaten Pangkep No. 255 tahun 2011

Penunjukan Desa Tompobulu Kecamatan Balocci sbg Desa Wisata Berbasis Masyarakat Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pengesahan Pengelola Jaringan Ekowisata “Dentong� Desa Tompobulu, Kecamatan Balocci, Kabupaten Pangkajene dan kepulauan Periode Tahun 2011 – 2016

Sumber: Arsip Balai TN Bantimurung Bulusaraung Di sisi yang lain, TN Bantimurung Bulusaraung juga memberikan kontribusi pada pembangunan di Kabupaten Maros dan Pangkep, terutama dari aktivitas penjagaan dan pengelolaan sumberdaya alam sebagai modal pembangunan yang utama. Secara umum kontribusi pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung terhadap pembangunan wilayah Kabupaten Maros dan Pangkep dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Kontribusi pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung terhadap pembangunan wilayah Kabupaten Maros dan Pangkep Nilai Guna Langsung

Nilai Guna Tak Langsung

Obyek wisata alam (pemanfaatan obyek dan daya tarik wisata): Kab. Maros: 1. Pengelolaan wisata Bantimurung, Pattunuang, Karaenta, Bulusaraung. 2. Wisata Bantimurung salah satu sumber PAD utama Kab. Maros 3. Wisata budaya sejarah Leang-leang Kab. Pangkep: 1. Pengembangan desa wisata Tompobulu 2. Wisata minat khusus pendakian Gunung Bulusaraung Seluruh wilayah: 1. Penetapan zona pemanfaatan yang dapat dikembangkan bersama 2. Pengelolaan wisata minat khusus (susur gua, atraksi satwa, trecking, hiking, climbing)

Sumberdaya pembangunan (Keanekaragaman hayati, sumber plasma nutfah, estetika, budaya): 1. Keanekaragaman jenis Flora dan fauna 2. Potensi Plasma nutfah 3. Potensi tanaman obat 4. Pendidikan konservasi dan penelitian keanekaragaman hayati dan ekosistemnya 5. Potensi ekosistem karst 6. Warisan sejarah dan budaya purba

rpjp tnbabul

2016-2025

16


Nilai Guna Langsung

Nilai Guna Tak Langsung

Potensi jasa lingkungan (Pemanfaatan jasa lingkungan kawasan) : 1. Potensi aliran air sungai untuk pengairan lahan dan keperluan air bersih masyarakat (Sungai Bantimurung, S. Pattunuang, S. Pute, dll.) 2. Potensi air untuk PDAM (Bantimurung & Leang londrong) 3. Potensi aliran air untuk mikrohidro 4. Pemanfaatan & budidaya lebah madu 5. Pemanfaatan buah kemiri, madu, nira aren, oleh masyarakat 6. Potensi pengembangan pendanaan karbon dari skema REDD

Fungsi ekologis (Pengatur system tata air, pencegah erosi dan longsor, menyerap karbon, pengatur iklim mikro, kawasan penyangga bagi daerah sekitar) : 1. Perlindungan dan pengamanan kawasan dari gangguan dan ancaman penebangan, perambahan, perburuan dan kebakaran hutan dan lahan 2. Inventarisasi potensi jasa lingkungan yang dapat dikembangkan 3. Rehabilitasi kawasan

Sumber : Diolah dari laporan TN Bantimurung Bulusaraung

B. Kondisi Saat ini 1.

Kekhasan dan Keunikan Ekosistem Karst TN Bantimurung Bulusaraung seluas 43.750 Ha, sekitar 69,37% adalah

hutan lahan kering primer (30.348 Ha) yang merupakan tutupan lahan dengan proforsi terbesar dibandingkan dengan tutupan lahan lainnya, kemudian diikuti hutan lahan kering sekunder seluas 4.336,48 Ha (9,91%). Sebagian besar hutan lahan kering (primer dan sekunder) tersebut adalah type ekosistem di atas batu gamping (ekosistem karst) yang juga merupakan bagian ekosistem karst yang ada di Kabupaten Maros dan Pangkep. Sekitar 20.000 Ha ekosistem karst Maros-Pangkep tersebut merupakan kawasan TN Bantimurung Bulusaraung yang sebagian besar merupakan zona inti taman nasional disamping zona rimba dan zona pemanfaatan serta zona lainnya yang menunjang aktivitas pemanfaatan jasa lingkungan kawasan. Ekosistem karst TN Bantimurung Bulusaraung yang merupakan bagian dari kawasan Karst Maros-Pangkep tersebut sudah terkenal ke seluruh dunia karena kekhasan dan keunikan ekosistemnya. Samodra (2003) menyampaikan bahwa singkapan batu gamping yang luas di Sulawesi Selatan ini membentuk tipe karst tersendiri. Bukit-bukit berlereng terjal yang sebagian besar genesanya dipengaruhi oleh struktur geologi, sebelum diperlebar dan diperluas oleh proses pelarutan (karstifikasi) membentuk bangun menara yang sangat khas (tower karst). Bukit-bukit menara Karst Maros-Pangkep rpjp tnbabul

2016-2025

17


serupa dengan karst yang ada di China Selatan dan Vietnam. Tipe Karst Maros-Pangkep memang berbeda dengan karst yang ada di tempat lain yang pada umumnya berbentuk Conicall Hill Karst atau perpaduan dari keduanya. Karakteristik eksokarstnya dikatakan sebagai bentukan karst yang terindah kedua setelah kawasan karst yang telah ditetapkan sebagai warisan alam dunia di Halong Bay Vietnam. Karst Maros-Pangkep juga merupakan kawasan karst terluas kedua setelah karst yang ada di China bagian Selatan. Geomorfologi karst yang berbentuk karst menara tersebut kemudian dalam beberapa referensi disebut sebagai “The Spectacular Tower Karst�. Potensi eksokarst dan endokarst pada ekosistem tersebut selain dapat dimanfaatkan untuk aktivitas wisata mass tourism seperti wisata tirta, juga dapat dimanfaatkan untuk kegiatan wisata petualang (adventure tourism) seperti caving, tracking, hiking, climbing, camping dan kegiatan wisata petualangan lainnya. Gua merupakan objek yang sangat potensial untuk dikembangkan sebagai objek wisata minat khusus selain climbing. Sebagaimana umumnya kawasan karst, kawasan TN

Bantimurung

Bulusaraung pun kaya akan gua-gua alam dengan ornamen unik dan khasnya. Bahkan karst Maros-Pangkep disebut-sebut sebagai kawasan karst yang paling terkenal di Indonesia karena lansekapnya yang spesifik dan ornamen gua terindah dimana aktivitas caving atau selusur gua dapat dilakukan di banyak tempat pada kawasan karst tersebut. Gua-guanya terkenal dengan ukurannya yang besar dan terpanjang di Asia Tenggara dengan dekorasi terbagus (Expedition Thai-Maros, 1985:1986). Diantaranya adalah Gua Salukkang Kallang yang merupakan gua horisontal sepanjang 12.463 Meter dengan berbagai keindahan stalaktit, stalagmit, pilar, canopy, drappery, gourdam dan pantulan kilap kristal kalsit yang mengkilap di dalam gua. Sementara Gua Leang Pute merupakan gua vertikal single pitch terdalam dengan kedalaman 273 Meter. Potensi kekhasan dan keunikan eksositem karst untuk tujuan aktivitas wisata petualang (adventure tourism) tersebut telah menjadi idola bagi para petualang, yang kemudian mereka menyebutanya sebagai “The Adventure Paradise�.

rpjp tnbabul

2016-2025

18


Gambar 8. Kegiatan Adventure Tourism TN Bantimurung Bulusaraung Pada beberapa tempat dapat ditemukan gua yang mempunyai nilai arkeologis dan historis sehingga memungkinkan adanya kegiatan wisata, baik sebagai objek wisata minat khusus, maupun pengembangan kegiatan speleologi serta wisata budaya. Di kawasan TN Bantimurung Bulusaraung teridentifikasi tidak kurang dari 257 gua, 41 diantaranya merupakan gua prasejarah/ purbakala. Gua-gua di kawasan Karst Maros-Pangkep, terutama gua fosil mempunyai nilai arkeologi yang tinggi. Di dalamnya banyak dijumpai lukisan gua manusia prasejarah yang dapat menguak kehidupan manusia prasejarah dan budayanya Samodra (2003).

Gambar 9. Lukisan Gua Bulusaraung

Prasejarah

Leang-Leang,

TN

Bantimurung

rpjp tnbabul

2016-2025

19


Saat ini, kondisi kekhasan dan keunikan ekosistem karst TN Bantimurung Bulusaraung masih relatif aman dan terjaga dengan baik dibandingkan dengan ekosistem karst diluar kawasan taman nasional yang telah terdapat kegiatan industri pertambangan (semen, marmer, dll), namun demikian bukan berarti TN Bantimurung Bulusaraung aman dari gangguan dan ancaman. Aktivitas pertambangan tersebut, berpotensi mengganggu keanekaragaman hayati dan ekosistem karst bahkan akan berdampak pada hilangnya nilai-nilai keanekaragaman hayati dan genetik terhadap spesies penting ekosistem karst di masa mendatang. Potensi gangguan dan ancaman lainnya adalah masih terjadinya kebakaran hutan dan lahan yang terjadi setiap tahun bahkan frekuensi kejadiannya cenderung meningkat dalam 3 tahun terakhir.

2.

Spesies Bernilai Penting Pada ekosistem TN Bantimurung Bulusaraung terdapat jenis-jenis yang

memegang peranan penting karena keberadaannya mendukung hampir semua komponen hayati yang ada di dalam habitat atau ekosistem tersebut. Jenisjenis dari marga Ficus yang jumlahnya mencapai 43 species (atau sub species) merupakan species kunci (key spesies) ekosistem hutan di atas batu gamping (ekosistem karst), karena kedudukannya sebagai makanan utama berbagai species yang mendiami ekosistem tersebut. Selain Ficus, dari keluarga fauna terdapat 8 jenis yang merupakan spesies kunci TN Bantimurung Bulusaraung, yaitu Babi Hutan Sulawesi (Sus celebensis), Kus-kus Beruang (Ailurosp ursinus), Kus-kus Sulawesi (Strigocuscus

celebensis),

Musang

Sulawesi

(Macrogalidia

musschenbroekii), Monyet Hitam Sulawesi (Macaca maura), Julang Sulawesi (Aceros cassidix), Kengkareng Sulawesi (Penelopides exarhatus), dan Elang Sulawesi (Spizaetus lanceolatus).

rpjp tnbabul

2016-2025

20


Aceros cassidix

Sus celebensis

Ailurosp ursinus

Gambar 10. Spesies Kunci TN Bantimurung Bulusaraung Selain spesies kunci, terdapat pula jenis-jenis yang kemudian dijuluki sebagai Flag Species, yaitu jenis-jenis hayati yang merupakan ciri khas potensi di dalam suatu kawasan. TN Bantimurung Bulusaraung dikenal kesegala penjuru dunia karena memiliki keanekaragaman jenis dan populasi kupu-kupu yang tinggi. Alfred Russel Wallace (1856) bahkan menjulukinya sebagai “The Kingdom of Butterfly� yang kemudian menjadi ikon TN Bantimurung Bulusaraung. Spesies yang merupakan spesies kunci, spesies bendera, spesies unik, langka maupun dilindungi tersebut sedang mengalami gangguan, tekanan dan ancaman oleh aktivitas manusia yang tidak terkendali seperti perburuan dan aktivitas memberi makan satwa oleh pengguna jalan yang melintasi kawasan. Bahkan aktivitas manusia yang terkendali sekalipun ikut mengganggu dan mengancam keberadaan spesies-spesies tersebut seperti aktivitas manusia dalam rangka pembangunan/pelebaran jalan yang melintasi kawasan TN Bantimurung Bulusaraung.

rpjp tnbabul

2016-2025

21


Gambar 11. Sebaran Spesies Prioritas TN Bantimurung Bulusaraung Ancaman dan gangguan lainnya adalah invasi tanaman eksotik jenis Kembang kecrutan (Spathodea campanulata P. Beauv.). Dilokasi tertentu jenis tanaman ini menginvasi kawasan dengan kemampuan invasi yang cukup radikal, hal ini dapat dilihat dari diameter pohon yang sudah ada mencapai 115 cm dalam kurun waktu 35 tahun sejak ditemukan tumbuh pada lokasi dimaksud serta banyaknya jumlah anakan yang tumbuh secara alami di bawah tegakan induknya. Fenomena tersebut di atas tentunya dapat mengganggu

keseimbangan

ekosistem

alami/asli

TN

Bantimurung

Bulusaraung. Dengan kemampuan invasinya yang radikal, lambat laun kembang kecrutan dapat mendominasi komunitas tumbuhan asli yang merupakan spesies kunci ekosistem TN Bantimurung Bulusaraung.

Gambar 12.

Kembang kecrutan (Spathodea campanulata P. Beauv.) rpjp tnbabul

2016-2025

22


Diantara spesies tersebut seperti kupu-kupu, angrek alam dan kayu hitam memiliki nilai ekonomi cukup tinggi, sehingga cukup rentan dan berpotensi

untuk

dimanfaatkan

oleh

oknum-oknum

yang

tidak

bertanggungjawab. Data dan informasi flora dan fauna penting dan bernilai ekonomi tersebut telah tersedia untuk beberapa jenis seperti kupu-kupu (dilindungi), Macaca maura, Tarsius fuscus dan anggrek alam sementara spesies lainnya baru ditahap data sebaran dan jumlah jenis, sehingga perlu dilakukan penguatan data dan informasi terhadap spesies dimaksud. Dalam rangka menjamin upaya pengawetan jenis flora dan fauna di kawasan TN Bantimurung Bulusaraung, upaya dan perlakuan khusus terhadap flora fauna yang bernilai penting dan bernilai ekonomi tinggi dilakukan melalui pengembangan sanctuary spesies maupun pengelolaan demplot. Sanctuary spesies di kawasan TN Bantimurung Bulusaraung diarahkan untuk jenis Tarsius fuscus dan jenis kupu-kupu, sementara pengelolaan demplot dilakukan untuk jenis anggrek alam dengan fungsi utama sebagai pusat pengembangan satwa endemik dan alternatif ODTWA.

3.

Ekowisata Pemanfaatan ekowisata kawasan TN Bantimurung Bulusaraung terletak

pada wilayah-wilayah yang saat ini ditetapkan sebagai zona pemanfaatan, walaupun pada zona rimba dapat pula dilaksanakan kegiatan wisata terbatas atau yang sifatnya minat khusus. Lokasi-lokasi tersebut ditetapkan berdasarkan kriteria keunikan dan keindahan potensi serta berdasarkan pertimbangan prioritas pengembangan obyek. Saat ini terdapat 7 site prioritas yang akan dikembangkan untuk tujuan wisata atau lebih dikenal dengan “The Seven Wonders�. 1) Kawasan Wisata Bantimurung seluas 48,60 Ha dengan obyek dan daya tarik berupa Air Terjun Bantimurung, Gua Mimpi, Gua Batu, Telaga Kassi Kebo, Telaga Toakala, Mata Air Bidadari (Jamala), serta Penangkaran Kupu-kupu. Adapun aktifitas wisata alam yang dapat dilakukan di dalam kawasan ini antara lain wisata tirta, selusur gua, pengamatan satwa, camping, hill walking, dan panjat tebing. rpjp tnbabul

2016-2025

23


The Seven Wonders

taman nasional bantimurung bulusaraung Sulawesi Selatan

Gambar 13. The Seven Wonders TN Bantimurung Bulusaraung 2) Kawasan Wisata Pattunuang Asue seluas 102,71 Ha dengan obyek dan daya tarik berupa Sungai Pattunuang, Gua Pattunuang Asue, serta Biseang Labboro. Adapun aktifitas wisata alam yang dapat dilakukan di dalam kawasan ini antara lain wisata tirta, selusur gua, pengamatan satwa, camping, hill walking, dan panjat tebing. 3) Kawasan Pengamatan Satwa Karaenta seluas 8,90 Ha dengan obyek dan daya tarik berupa keragaman species flora dan fauna terutama jenis Macaca maura yang dapat berinteraksi secara langsung dengan manusia. Adapun aktifitas wisata alam yang dapat dilakukan di dalam kawasan ini antara lain pengamatan satwa dan camping. 4) Kawasan Gua Vertikal Leang Pute seluas 15,19 Ha dengan obyek dan daya tarik berupa Gua Vertikal Leang Pute dan Gua Dinosaurus. Leang Pute adalah gua vertikal single pitch terdalam di Asia Tenggara, dengan rpjp tnbabul

2016-2025

24


kedalaman -273 m. Adapun aktifitas wisata alam yang dapat dilakukan di dalam kawasan ini antara lain selusur gua, pengamatan satwa, dan camping. 5) Kawasan Situs Prasejarah Leang-leang seluas 2,25 Ha dengan obyek dan daya tarik berupa Gua Prasejarah Leang Pettae dan Leang Petta Kere. Kedua gua prasejarah ini adalah gua yang ditemukan pertama kali oleh Sarasin bersaudara pada awal abad ke-19 dalam ekplorasi arkeologinya di Sulawesi. Di dalam kedua gua terdapat peninggalan lukisan-lukisan dinding gua serta benda-benda purbakala lainnya. 6) Kawasan Pegunungan Bulusaraung seluas 137,29 Ha dengan obyek dan daya tarik berupa dengan obyek dan daya tarik berupa Desa Wisata Tompobulu, dan Gunung Bulusaraung. Aktifitas wisata yang dapat dilakukan di dalam kawasan ini antara lain hill walking, camping dan pengamatan satwa. 7) Kawasan Permandian Alam Leang Londrong seluas 51,57 Ha dengan obyek dan daya tarik berupa Gua Leang Londrong dan aliran sungai yang berasal dari dalam gua. Aktifitas wisata yang dapat dilakukan di dalam kawasan ini antara lain wisata tirta, selusur gua, hill walking, camping dan pengamatan satwa. Empat site dari The Seven Wonders tersebut telah berkonstribusi positif terhadap peningkatan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) pertahun ratarata 1,2 Milyar dengan tingkat kunjungan wisatawan rata-rata 500.000 orang. Dimana jumlah kunjungan dan PNBP tertinggi dari kawasan Bantimurung, kemudian diikuti Pattunuang, Tompobulu, dan Karaenta. Sementara Leang leang, Leang Lonrong dan Leang Pute masih tahap prakondisi. Atas pengelolaan The Seven Wonders tersebut menjadikan TN Bantimurung Bulusaraung sebagai salah satu penyumbang penerimaan negara bukan pajak terbesar dari kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan kawasan konservasi di Indonesia. Tingginya penerimaan negara atas pemanfaatan jasa lingkungan tersebut masih terdapat kelemahan-kelemahan dalam pengelolaannya, antara lain adalah keterbatasan sumber daya pengelola site, keterbatasan sarana dan rpjp tnbabul

2016-2025

25


prasarana, beberapa site masih dikelola oleh pemerintah daerah seperti leangleang dan leang lonrong, pola pemanfaatan melalui mekanisme Izin Pengusahaan Pariwisata Alam (IPPA) masih sangat terbatas. Selain itu, tingginya penerimaan negara atas pemanfaatan jasa lingkungan wisata alam tersebut masih didominasi oleh wisata massal (mass tourism) dibandingkan dengan kegiatan ekotourism. Aktivitas wisata yang mendukung ekotourism seperti wisata minat khusus berbasis kegiatan wisata petualang (adventure tourism) yang merupakan ciri khas wisata karst belum berkembang dan belum terkelola secara sistematis.

4.

Catchment Area Dari aspek tata air, kawasan karst merupakan reservoir air raksasa yang

sangat strategis kedudukannya dalam menunjang berbagai kepentingan. Kemampuan bukit karst dan mintakat epikarst pada umumnya mampu menyimpan air selama tiga hingga empat bulan setelah berakhirnya musim penghujan, sehingga sebagian besar sungai bawah tanah dan mata air di kawasan karst mengalir sepanjang tahun dengan kualitas air yang baik. Dengan formasi geologi utama berupa batuan kapur, kawasan TN Bantimurung Bulusaraung merupakan catchment area bagi beberapa sungai besar di Sulawesi Selatan.

Gambar 14. Potensi sumber air di kawasan TN Bantimurung Bulusaraung Potensi air di kawasan TN Bantimurung Bulusaraung telah banyak dimanfaatkan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti penyediaan air minum, irigasi pertanian, wisata, industri pertambangan, usaha pencucian mobil, dan sebagainya. Aktivitas pemanfaatan tersebut perlu ditata rpjp tnbabul

2016-2025

26


dan dikelola secara bijak untuk memastikan ketersediaan debit air dalam kawasan dan pola pemanfaatannya (komersial dan non komersial) secara terkendali.

Gambar 15. Pemanfaatan air dari kawasan TN Bantimurung Bulusaraung Saat ini pemanfaatan air di kawasan TN Bantimurung Bulusaraung masih pada pemanfaatan air untuk tujuan non komersial, sementara pemanfaatan komersial belum ada. Hal ini terlihat dari izin pemanfaatan air yang telah dikeluarkan oleh Balai TN Bantimurung Bulusaraung sebanyak 5 izin pemanfaatan yang seluruhanya untuk tujuan non komersial. Izin Pemanfaatan Air (IPA) dan Izin Pemanfaatan Energi Air (IPEA) di kawasan TN Bantimurung Bulusaraung sebagaimana tabel 5. Tabel 5. Izin Pemanfaatan Air (IPA) dan Izin Pemanfaatan Energi Air (IPEA) di TN Bantimurung Bulusaraung Sumber Air

Lokasi

Mitra

Mata air Tammatawang Kel. Leang-Leang LS 04057’39,90’’ BT 119042’45,50’’ Sungai Ara Desa Timpuseng LS 04032’94,5’’ BT 119047’15,43’’ Mata Air Mario Pulana LS 04053’51,82’’ BT 119051’18,67’’

Zona Religi, Budaya, dan Sejarah

Badan Pengelola Sarana Air Minum dan Sanitasi (BP–SPAM) Kel. LeangLeang Kec. Bantimurung Kab. Maros

Zona Khusus

Pemerintah Desa Timpuseng

Zona Tradisional

Badan Pengelola Sarana Air Minum dan Sanitasi (BP–SPAM) Kel. Mario Pulana Kec. Camba Kab. Maros

Mata Air Gatarang Matinggi Desa Batu Putih LS 04045’43,50’’ BT 119054’42,42’’

Zona Khusus

Badan Pengelola Sarana Air Minum dan Sanitasi (BP – SPAM) Desa Batu Putih Kec. Mallawa Kab. Maros

Mata Air Dusun Lale Bata LS 04045’43,50’’ BT 119054’42,42’’

Zona Khusus

Badan Pengelola Sistem Penyediaan Air Minum dan Sanitasi (BP – SPAM) Desa Pattanyamang, Camba Kab. Maros

Tujuan Pemanfaatan Pemanfaatan Air Bersih dan Sanitasi Masyarakat Pemanfaatan Energi Air Pemanfaatan Air Bersih dan Sanitasi Masyarakat Pemanfaatan Air Bersih dan Sanitasi Masyarakat Pemanfaatan Air Bersih dan Sanitasi Masyarakat

Sumber : TN Babul, 2016

rpjp tnbabul

2016-2025

27


Sejumlah izin pemanfaatan air tersebut di atas dianggap masih kurang dibandingkan dengan potensi sumber air dan banyaknya pihak yang teridentifikasi memanfaatkan air dari kawasan TN Bantimurung Bulusaraung.

5.

Pemanfaatan Tradisional Saat ini terdapat aktifitas pemanfaatan secara tradisional pada Zona

Tradisional TN Bantimurung Bulusaraung antara lain adalah eks areal hutan kemasyarakatan (HKm) di Dusun Pattiro Desa Labuaja Kec. Cenrana Kab. Maros. Awalnya, Program Hutan kemasyarakatan yang dikelola dengan sistem tumpangsari oleh BPDAS Jeneberang Walanae bekerjasama dengan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab. Maros berada di hutan Produksi. Jenis tanaman yang dikembangkan adalah penanaman jenis Kemiri (Aleurites moluccana) yang merupakan tanaman penghasil buah yang bernilai ekonomi dan telah menjadi sumber penghasilan bagi masyarakat secara turun termurun. Eks HKm yang terletak di hutan produksi tersebut menyisakan permasalahan ketika kemudian dirubah fungsinya menjadi taman nasional. Oleh karena itu, kemitraan pengelolaan zona tradisional areal hutan eks-HKm tersebut diharapkan menjadi solusi dari keberlanjutan pemanfaatan dan pengelolaan oleh masyarakat. Zona tradisional lainnya yang menjadi target prioritas pengelolaan adalah zona tradisional di Dusun Amarae dan Padang Loang untuk mengakomodir aktifitas pengembalaan masyarakat yang telah ada sebelum penunjukan kawasan TN Bantimurung Bulusaraung.

6.

Permasalahan dan Isu Strategis Pengelolaan Permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan TN Bantimurung

Bulusaraung antara lain dapat diidentifikasi dan diekstraksi dari isu-isu strategis yang berkembang, baik internal maupun eksternal. Dewasa ini, isuisu yang berkembang tersebut antara lain diuraikan sebagai berikut : 1.

Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan.

Para pihak di lingkup

eksternal maupun internal Balai TN Bantimurung Bulusaraung antara lain mengharapkan diupayakannya optimalisasi pemanfaatan jasa rpjp tnbabul

2016-2025

28


lingkungan kawasan serta potensi keanekaragaman hayati yang dihasilkannya. Nilai-nilai keekonomian tersebut antara lain berupa pemanfaatan obyek dan daya tarik wisata alam, pemanfaatan sumberdaya air dan pemanfaatan tradisional. Khusus wisata alam, TN Bantimurung Bulusaraung telah mengembangkan 7 (tujuh) site wisata unggulan (The Seven Wonders) dan telah menghasilkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang cukup signifikan. Tingginya penerimaan negara atas pemanfaatan jasa lingkungan tersebut masih terdapat kelemahankelemahan dalam pengelolaannya, antara lain adalah pola pemanfaatan melalui mekanisme Izin Pengusahaan Pariwisata Alam (IPPA) masih sangat terbatas. Tingginya penerimaan negara atas pemanfaatan jasa lingkungan wisata alam tersebut masih didominasi wisata massal (mass tourism) dibandingkan dengan kegiatan ekotourism. Nilai keekonomian lainnya adalah intensifikasi dan optimalisasi pemanfaatan sumberdaya air melalui perizinan (IPA/IUPA dan IPEA/IUPEA) masih terbatas, dan sebagian besar berupa pemanfaatan untuk tujuan non komersil. Begitupula dengan aktivitas pemanfaatan tradisional oleh masyarakat yang baru berjalan pada satu lokasi, sementara lokasi lainnya diwacanakan terlaksana dalam periode perencanaan ini. 2.

Efektivitas Pengelolaan Kawasan. Optimalisasi pengelolaan kawasan taman nasional yang telah diimplementasikan selama ini dianggap belum efektif untuk menjaga dan menjamin keutuhan kawasan. Implementasi pengelolaan taman nasional berbasis resort yang diterapkan baru memasuki tahap perkembangan yang artinya bahwa tahap prakondisi mendukung dan implementasinya intensif, namun demikian masih perlu terus ditingkatkan. Kualitas dan kuantitas pegawai yang tidak merata, sarana dan prasarana yang kurang memadai, serta anggaran terbatas yang hanya mengandalkan APBN menjadi salah satu faktor penghambat dalam optimalisasi pengelolaan kawasan. Hal lainnya yang menghambat belum efektifnya pengelolaan kawasan adalah status hukum kawasan yang belum

definitif

menyebabkan

kurang

kuatnya

bargaining

TN

Bantimurung Bulusaraung dalam berbagai permasalahan tenurial, sistem rpjp tnbabul

2016-2025

29


Zonasi yang seharusnya dapat menjadi solusi dalam penyelesaian permasalahan juga belum sepenuhnya mampu mengatasi konflik yang terjadi. Perlu mendorong pemantapan pengelolaan berbasis resort, percepatan penandaan zona dan implementasi tata kelola dalam zona tertentu dengan masyarakat serta mendorong percepatan penetapan kawasan secara definitif. 3.

Kerentanan Ekosistemnya.

Keanekaragaman

Jenis

Spesies,

Genetik

dan

Kawasan karst yang terlingkup dalam kawasan TN

Bantimurung Bulusaraung merupakan satu kesatuan ekosistem dengan kawasan karst Maros Pangkep. Pada kawasan karst Maros Pangkep (diluar taman nasional) telah terdapat aktivitas industri pengolahan semen

dan

indutri

lainnya.

Hal

ini

berpotensi

mengganggu

keanekaragaman hayati dan ekosistem karst bahkan akan berdampak pada hilangnya nilai-nilai keanekaragaman hayati dan genetik terhadap spesies penting ekosistem karst di masa mendatang. Gangguan dan ancaman lainnya adalah berkembangnya jenis tanaman invasif/eksotik seperti jenis Kembang kecrutan (Spathodea campanulata P. Beauv.) yang mengivansi kawasan dan mengganggu jenis tanaman asli ekosistem TN Bantimurung Bulusaraung. 4.

Data dan Informasi Keanekaragaman Hayati dan Ekosistem. Ekositstem (Karst) TN Bantimurung Bulusaraung menjadi rumah bagi sekurang-kurangnya 709 spesies flora dan 740 spesies fauna dengan berbagai potensi yang dimilikinya. Dari jumlah spesies tersebut terdapat 8 jenis yang merupakan spesies kunci ekosistem tersebut. Data dan informasi masing-masing spesies kunci tersebut belum tersedia secara sistematis dalam sebuah data base, kecuali jenis Macaca maura yang telah dilakukan pemantauan secara intensif sejak tahun 2010. Data jumlah jenis spesies lainnya yang telah terdokumentasi dengan baik adalah Tarisus fuscus, dan jenis kupu-kupu baik melalui pengamatan dilapangan maupun melalui demplot pengamatan. Data dan informasi flora dan fauna masih perlu digali dan dilakukan penyempurnaan untuk menyediakan data dan informasi yang valid dan reliable. rpjp tnbabul

2016-2025

30


5.

Perlindungan dan Pengamanan Keanekaragaman Hayati dan Ekosistemnya. Sumber daya alam hayati dan ekosistem taman nasional belum sepenunya bebas dari gangguan dan ancaman. Indikator ganggungan dan ancaman tersebut adalah masih adanya temuan kasus pelanggaran bidang kehutanan dan kejadian kebakaran di kawasan taman nasional. Potensi ancaman dan ganguan lainnya adalah adanya konflik dalam pengelolaan kawasan, yaitu konflik terkait dengan tata batas kawasan dan konflik pemanfaatan Sumber Daya Alam Hayati (SDAH). Konflik terkait dengan pemanfaatan SDAH antara lain klaim status kepemilikan lahan dan tanaman tertentu oleh masyarakat, rendahnya pemahaman masyarakat yang berinterkasi langsung dengan kawasan, serta potensi karst sebagai bahan baku semen. Belum optimalnya sosialisasi, koordinasi dan kerjasama antar pihak dalam upaya perlindungan, pengamanan serta penegakan hukum yang dibarengi dengan keterbatasan sumber daya (personil, anggaran dan sarpras) dibidang perlindungan dan pengamanan turut menghambat upaya untuk menekan gangguan dan ancaman sumber daya alam hayati dan ekosistem taman nasional.

6.

Kerjasama Penyelenggaraan. Kerjasama penyelenggaraan yang telah berjalan baik dalam bentuk nota kesepahaman maupun penerbitan/ penandatanganan surat perjanjian kerjasama (MoU). Saat ini telah terjalin kerjasama pengelolaan kawasan sebanyak 4 MoU baik dalam rangka penguatan fungsi kawasan maupun pembangunan strategis yang tidak dapat dielakkan. Sejumlah MoU tersebut dianggap masih kurang jika dibandingkan dengan banyaknya pihak (stakeholder) yang memiliki kepentingan dan pengaruh yang beragam dalam pengelolaan taman nasional. Kepentingan dan pengaruh stakeholder tersebut perlu dipayungi secara bijak melalui kerjasama pengelolaan kawasan.

7.

Dukungan Manajemen. Aktivitas dukungan manajemen masih perlu ditingkatkan,

karena

keberhasilan

pencapaian

upaya

konservasi

keanekaragaman hayati dan ekosistem taman nasional sangat dipengaruhi oleh faktor sumberdaya manusia, kelembagaan, sarana dan prasarana, rpjp tnbabul

2016-2025

31


serta perencanaan dan evaluasi. Kapasitas personil pengelolan kawasan perlu terus diupayakan melalui berbagai cara, antara lain melalui sistem pola karier yang tertata dengan baik, standar kompetensi keahlian (expertise), prasyarat jabatan yang memadai, serta distribusi beban kerja yang merata. Selain itu perlu upaya peningkatan sarana dan prasarana pengelolaan, sistem penganggaran yang tidak hanya mengandalkan APBN, serta terus menjalin hubungan yang baik, serta meningkatkan koordinasi dan konsultasi dengan stakeholder terkait.

C. Kondisi yang Diinginkan 1.

Analisis Dalam suatu rencana pengelolaan wilayah, strategi dan program

pengelolaan yang akan dipilih menjadi faktor yang sangat menentukan dalam upaya pencapaian visi dan misi pengelolaan. Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi dan kebijakan suatu organisasi. Dengan demikian kegiatan perencanaan strategis harus melibatkan dan menganalisis faktor-faktor strategis yang meliputi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman (Rangkuti, 1998). Faktor-faktor strategis yang sangat berpengaruh (strategis) dalam rangka

pencapaian

visi

pengelolaan

TN

Bantimurung

Bulusaraung

diidentifikasi dan diklasifikasikan sebagai faktor internal (kekuatan dan kelemahan) atau faktor eksternal (peluang dan tantangan) yang selanjutnya dirumuskan berdasarkan analisis situasi, yang juga dikenal dengan analisis SWOT (strenght, weakness, opportunity, threats).

Berdasarkan analisis

SWOT dapat dirumuskan strategi pengelolaan dan program prioritas pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung. Dari hasil Focus Group Discussion (FGD), teridentifikasi faktor internal yang terdiri dari kekuatan dan kelemahan (strenght and weakness) serta faktor eksternal yang terdiri dari peluang dan ancaman (opportunity and threats) yang bersifat strategis dalam pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung, sebagai berikut :

rpjp tnbabul

2016-2025

32


a) Faktor Internal Bersifat Strategis 1) Kekuatan (Strenght) Nilai pengaruh dari faktor yang bersifat strategis sebagai komponen kekuatan (strength) dalam pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Nilai pengaruh dari faktor yang bersifat strategis sebagai komponen kekuatan. Nilai Pengaruh

Faktor Strategis S.1

Bentang Alam berupa Ekosistem Karst dengan Gejala dan Keunikan yang Khas Terdapat 7 Site Wisata Alam yang siap dikembangkan sebagai Destinasi Ekowisata Sebagai Penyuplai Air (Sumber Air) berbagai Aktivitas Masyarakat Disekitarnya Memiliki Keanekaragaman hayati yang tinggi berupa flora dan fauna endemik/flag spesies Tingkat Efektifitas Pengelolaan Kawasan Cukup Tinggi

S.2 S.3 S.4 S.5

Bobot 0,25

Nilai 4

Jumlah 1,0

0,2

4

0,8

0,2

3

0,6

0,2

4

0,8

0,15

3

0,45

Jumlah

1

3,65

2) Kelemahan (Weakness) Nilai pengaruh dari faktor yang bersifat strategis sebagai komponen kelemahan (weakness) dalam pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Nilai pengaruh dari faktor yang bersifat strategis sebagai komponen kelemahan. Nilai Pengaruh

Faktor Strategis W.1 W.2 W.3 W.4

Terbatasnya Sumber Daya Pengelolaan Belum Selesainya Proses Pengukuhan Kawasan Belum Optimalnya Pengelolaan Potensi Kawasan Masih Terbatasnya Kesepakatan Kerja Sama Pengelolaan Jumlah

Bobot 0,3 0,3

Nilai 3 2

Jumlah 0,9 0,6

0,2

3

0,6

0,2

2

0,4

1

2,5

rpjp tnbabul

2016-2025

33


b) Faktor Eksternal Bersifat Strategis 1) Peluang (Opportunity) Nilai pengaruh dari faktor yang bersifat strategis sebagai komponen peluang (opportunity) dalam pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Nilai pengaruh dari faktor yang bersifat strategis sebagai komponen peluang. Nilai Pengaruh

Faktor Strategis O.1 O.2 O.3

O.4

Baiknya Sinergisitas Pengelolaan Wisata Alam Tingginya Animo Wisata dan Kebutuhan Masyarakat terhadap sumber daya air Meningkatnya Dukungan Para Pihak dalam Penyelematan Ekosistem Karst MarosPangkep Adanya Kebijakan yang Mengatur Kerjasama Pengelolaan Kawasan

Bobot 0,3

Nilai 4

Jumlah 1,2

0,3

4

1,2

0,2

3

0,6

0,2

3

0,6

Jumlah

1

3,6

2) Ancaman (Threat) Nilai pengaruh dari faktor yang bersifat strategis sebagai komponen ancaman (threat) dalam pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Nilai pengaruh dari faktor yang bersifat strategis sebagai komponen ancaman. Nilai pengaruh

Faktor strategis T.1

T.2 T.3

Masih adanya gangguan dan ancaman terhadap keanekaragaman hayati dan ekosistemnya Adanya Jalan Nasional yang Melintasi Kawasan Tingginya Akses dan Ketergantungan Masyarakat terhadap SDA&E TN Babul Jumlah

Bobot 0,4

Nilai 3

Jumlah 1,2

0,2

2

0,4

0,4

3

1,2

1

2,8

rpjp tnbabul

2016-2025

34


2. Proyeksi Dari tabel tersebut didapatkan nilai IFAS (selisih kekuatan dan kelemahan) sebesar 3,65 – 2,50 = 1,15, sedangkan nilai EFAS (selisih peluang dan ancaman) sebesar 3,6 – 2,8 = 0,8 berdasarkan nilai tersebut maka diperoleh posisi strategis pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung sebagaimana terlihat pada Gambar 16. Peluang III

I

(1,15;0,8)

Kelemahan

Kekuatan

n

IV

II

Ancaman

Gambar 16. Posisi strategis Pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung Berdasarkan posisi strategis tersebut maka strategi yang paling tepat untuk pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung adalah strategi agresif yaitu menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang. Berdasarkan Matriks IFAS dan EFAS tersebut kemudian dibuat matriks SWOT sebagaimana tercantum dalam Tabel 8. Matriks SWOT tersebut meliputi 4 alternatif strategi, yaitu: 1) Strategi SO: menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang; 2) Strategi ST: menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman; 3) Strategi WO: mengatasi kelemahan untuk memanfaatkan peluang; dan 4) Strategi WT: mengatasi kelemahan dan menghindari ancaman.

rpjp tnbabul

2016-2025

35


Tabel 10. Matriks strategi hasil Analisis SWOT

EFAS (External Strategic Factor Analysis Sumary)

1. 2. 3. 4.

IFAS Strength (S) / Kekuatan (Internal Strategic 1. Bentang alam berupa ekosistem karst dengan gejala dan keunikan Factor Analysis Sumary) yang khas 2. Memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi berupa flora dan fauna endemik/flag spesies 3. Terdapat 7 site wisata alam yang siap dikembangkan sebagai destinasi wisata 4. Sebagai penyuplai air (sumber air) berbagai aktivitas masyarakat disekitarnya

Weaknesses (W) / Kelemahan 1. Terbatasnya Sumber Daya Pengelolaa 2. Belum Selesainya Proses Pengukuhan Kawasan 3. Belum Optimalnya Pengelolaan Potensi Kawasan 4. Masih Terbatasnya Kesepakatan Kerja Sama Pengelolaan

- Melakukan perlindungan ekosistem dan pengelolaan spesies penting bagi ekosistem TN Bantimurung Bulusaraung; - Melakukan pengelolaan ekowisata berbasis potensi kekhasan dan Opportunities (O) / Peluang keunikan ekosistem (karst) pada 7 site prioritas (the seven - Melakukan peningkatan sumber daya (SDM, Baiknya Sinergisitas Pengelolaan Wisata Alam Anggaran, dan Sarpras) dalam pengelolaan wonders) dengan memanfaatkan baiknya hubungan dan sinergitas Tingginya Animo Wisata dan Kebutuhan Masyarakat pengelolaan wisata, dan tingginya tingkat kunjungan wisatawan; potensi kawasan terhadap sumber daya air - Melakukan penataan dan pengaturan pemanfaatan air untuk - Membangun kerjasama dalam rangka Meningkatnya Dukungan Para Pihak dalam memenuhi kebutuhan sumber air bagi aktivitas masyarakat dan optimalisasi pengelolaan kawasan dengan Penyelematan Ekosistem Karst Maros-Pangkep pihak lainnya melalui sistem perizinan; adanya kebijakan yang mengatur tentang Adanya Kebijakan yang Mengatur Kerjasama - Mengintensifkan kegiatan penelitian, pendidikan konservasi dan kerjasama pengelolaan kawasan Pengelolaan Kawasan pengembangan ilmu pengetahuan dalam pengelolaan potensi kawasan dengan adanya dukungan para pihak dalam penyelamatan keanekaragaman hayati dan ekosistem karts Maros-Pangkep.

- Menjalin hubungan, komunikasi dan kerjasama yang baik dengan stakeholder 1. Masih adanya gangguan dan ancaman - Meningkatkan peran serta dan pemberdayaan masyarakat dalam serta mendorong pecepatan proses keanekaragaman hayati dan ekosistem Karst pengelolaan potensi kawasan pengukuhan kawasan (penetapan kawasan) 2. Adanya Jalan Nasional yang Melintasi Kawasan untuk meminimalkan ancaman dan 3. Tingginya Akses dan Ketergantungan Masyarakat gangguan kawasan. terhadap SDA&E TN Babul Threats (T) / Ancaman

rpjp tnbabul

2016-2025

36


Berdasarkan hasil identifikasi faktor kekuatan, kendala, peluang dan ancaman dengan menggunakan analisa SWOT, maka dirumuskan strategi pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung, sebagai berikut : 1. Melakukan perlindungan ekosistem dan pengelolaan spesies bernilai penting bagi ekosistem TN Bantimurung Bulusaraung; 2. Melakukan pengelolaan ekowisata berbasis potensi kekhasan dan keunikan ekosistem (karst) pada 7 site prioritas (the seven wonders) dengan memanfaatkan baiknya hubungan dan sinergitas pengelolaan wisata, dan tingginya tingkat kunjungan wisatawan; 3. Melakukan penataan dan pengaturan pemanfaatan air untuk memenuhi kebutuhan sumber air bagi aktivitas masyarakat dan pihak lainnya melalui sistem perizinan; 4. Mengintensifkan

kegiatan

penelitian,

pendidikan

konservasi

dan

pengembangan ilmu pengetahuan dalam pengelolaan potensi kawasan dengan adanya dukungan para pihak dalam penyelamatan keanekaragaman hayati dan ekosistem karts Maros-Pangkep. Meskipun prioritas strategi yang dipilih adalah strategi agresif, namun berbagai kelemahan dan ancaman yang ada tetap harus dihadapi dengan strategi sebagai berikut : 1. Meningkatkan peran serta dan pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan potensi kawasan; 2. Membangun kerjasama dalam rangka optimalisasi pengelolaan kawasan dengan adanya kebijakan yang mengatur tentang kerjasama pengelolaan kawasan; 3. Menjalin hubungan, komunikasi dan kerjasama yang baik dengan stakeholder serta mendorong pecepatan proses pengukuhan kawasan (penetapan kawasan) untuk meminimalkan ancaman dan gangguan kawasan; 4. Melakukan peningkatan sumber daya (SDM, Anggaran, dan Sarpras) dalam pengelolaan potensi kawasan.

rpjp tnbabul

2016-2025

37


BAB II VISI, MISI DAN TUJUAN PENGELOLAAN

A. Visi Visi merupakan pernyataan sikap mengenai kondisi ideal kawasan yang akan diwujudkan dalam jangka waktu tertentu di masa depan, dalam hal ini untuk jangka waktu 10 tahun (2016-2025). Penentuan visi pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung tidak lepas dari nilai penting kawasan berdasarkan mandat penunjukannya sebagai kawasan konservasi. Berdasarkan sejarah penunjukan kawasan, Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung ditunjuk sebagai kawasan konservasi dengan pertimbangan keberadaan ekosistem karst yang memiliki potensi sumberdaya alam dengan keanekaragaman hayati yang tinggi serta keunikan dan kekhasan gejala alam dengan fenomena alam yang indah. Bentang alam yang unik tersebut dapat dikembangkan sebagai laboratorium alam untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan konservasi alam serta kepentingan ekowisata. Ekosistem karst tersebut juga merupakan daerah tangkapan air (catchment area) bagi kawasan di bawahnya dan beberapa sungai penting di Provinsi Sulawesi Selatan. Potensi kekhasan dan keunikan ekosistem karst dan keanekaragaman hayati kawasan tersebut telah banyak dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, pendidikan konservasi, pengembangan ilmu pengetahuan serta pemanfaatan wisata alam. Pemanfaatan jasa lingkungan kawasan (khususnya wisata alam) melalui pengembangan 7 site prioritas “The Seven Wonders� TN Bantimurung Bulusaraung telah berkonstribusi positif terhadap peningkatan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) pertahun rata-rata 1,2 Milyar dengan tingkat kunjungan wisatawan rata-rata 500.000 orang. Hal tersebut menjadikan TN Bantimurung Bulusaraung sebagai salah satu penyumbang penerimaan negara bukan pajak terbesar dari kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan kawasan konservasi di Indonesia. Selain itu, ekosistem karst tersebut merupakan penyedia air bagi aktivitas masyarakat disekitarnya termasuk aktivitas yang menunjang wisata alam serta menjadi laboratorium alam bagi aktivitas penelitian, pendidikan konservasi rpjp tnbabul

2016-2025

38


dan pengembangan ilmu pengetahuan. Kekhasan dan keunikan ekosistem berupa bentang alam karst berbentuk tower, serta potensi gua karts yang tidak banyk dijumpai ditempat lain menjadi surga bagi para petualang. TN Bantimurung Bulusaraung

juga

dikenal

ke

segala

penjuru

dunia

karena

memiliki

keanekaragaman jenis dan populasi kupu-kupu yang tinggi. Potensi tersebut dapat dikembangkan untuk menunjang kegiatan wisata minat khusus di kawasan TN Bantimurung. The Kingdom of Buterfly, The Spectacular Tower Karst dan The Adventure Paradise merupakan julukan yang diberikan atas potensi kekhasan dan keunikan ekosistem serta keanekaragaman hayati TN Bantimurung Bulusaraung. Berdasarkan pemikiran tersebut, maka visi pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung adalah “Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung menjadi Destinasi Ekowisata Karst Dunia�. Melalui visi tersebut TN Bantimurung Bulusaraung bercita-cita menjadi salah satu daerah tujuan ekowisata kelas dunia berbasis kekhasan dan keunikan ekosistem (ekowisata karst) yang berkonstribusi positif bagi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat dengan tetap memegang prinsip-prinsip kelestarian ekosistemnya.

B. Misi Berdasarkan visi tersebut, ditetapkan misi pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung, yaitu : 1.

Mempertahankan keutuhan ekosistem karst dan keanekaragaman hayati bernilai penting bagi ekosistem TN Bantimurung Bulusaraung;

2.

Mengoptimalkan jasa lingkungan kawasan melalui pengembangan ekowisata berbasis kekhasan dan keunikan ekosistem (ekowisata karst);

3.

Meningkatkan fungsi ekosistem sebagai catchment area dan laboratorium alam untuk pengembangan ilmu pengetahuan, penelitian dan pendidikan konservasi; dan

4.

Mewujudkan tata kelola ideal bagi Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung.

rpjp tnbabul

2016-2025

39


C. Tujuan Pengelolaan Berdasarkan sejarah penunjukan kawasan, maka nilai penting kawasan TN Bantimurung Bulusaraung adalah keberadaan ekosistem karst yang memiliki potensi sumberdaya alam dengan keanekaragaman hayati yang tinggi serta keunikan dan kekhasan gejala alam dengan fenomena alam yang indah. Keunikan dan kekhasan bentang alam tersebut akan dikembangkan sebagai laboratorium alam untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan konservasi serta kepentingan ekowisata. Ekosistem karst sebagai penyedia air bagi aktivitas masyarakat

di

sekitaranya

juga

akan

dioptimalkan

dan

diintensifkan

pemanfaatannya melalui sistem perizinan. Nilai penting ekosistem karst tersebut perlu dijaga dan dipertahankan keberadaannya serta dimanfaatkan secara lestari sesuai fungsi dan perannya. Nila penting kawasan tersebut jika dihubungkan dengan visi dan misi yang ingin dicapai, maka arah dan tujuan pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung dapat diilustrasi sebagaimana gambar 17.

Monitoring Aktifitas Manusia

Monitoring

Mandat Pengelolaan

Aktivitas Manusia

Keutuhan dan Pemanfaatan Karst

Ekosistem Karst

Daya Dukung Kawasan

Manajemen Ekowisata

Features (Ciri Khusus/Keistimewaan)

Gambar 17 Diagram Hubungan Mandat Penunjukan Kawasan dengan Rencana Pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung Berdasarkan

diagram

tersebut,

perlindungan

ekosistem

(termasuk

keanekaragaman hayati yang terlingkup di dalamnya) dan pemanfaatannya secara berkelanjutan (lestari) merupakan tujuan utama dalam pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung.

rpjp tnbabul

2016-2025

40


Perlindungan ekosistem dan keanekaragaman hayati bernilai penting bagi TN Bantimurung Bulusaraung ditujukan untuk mencegah dan membatasi kerusakan yang disebabkan oleh aktivitas manusia, kebakaran hutan, invasi tanaman jenis eksotik serta mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaannya. Sementara pengawetan tumbuhan dan satwa ditujukan untuk memepertahankan dan meningkatkan populasi spesies bernilai penting bagi ekosistem TN Bantimurung Bulusaraung seperti jenis-jenis yang merupakan spesies kunci (key spesies), spesies bendera (flag spesies), spesies endemik, spesies terancam punah dan spesies yang dilindungi serta spesies lainnya yang bernilai ekonomi bagi masyarakat. Dalam hal pemanfaatan, pengembangan ekowisata karst dianggap sebagai konsep paling ideal dalam meningkatkan nilai keekonomian kawasan. Pendekatan ekowisata berkelanjutan melalui pendekatan pengembangan kegiatan pariwisata yang berorientasi pada kegiatan perjalanan wisata yang bertanggung jawab di wilayah yang masih alami atau wilayah yang dikelola menurut kaidah alam, yang menekankan aspek pembelajaran/ pendidikan, aspek kelestarian dan peningkatan manfaat ekonomi bagi masyarakat lokal. Pengembangan wisata ekologis diwujudkan dalam bentuk pemanfaatan seoptimal mungkin unsur dan material lokal, rancangan yang peka terhadap lingkungan serta partisipasi lokal dalam pengembangan wisata alam. Pengembangan ekowisata karst tersebut diharapkan dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat serta menjadikan TN Bantimurung Bulusaraung sebagai salah satu daerah tujuan wisata kelas dunia. Pemanfaatan keanekaragaman hayati dan ekosistem TN Bantimurung Bulusaraung lainnya adalah pemanfaatan yang menunjang aktivitas wisata, pemanfaatan sumber daya air, pemanfaatan tradisional, pemanfaatan untuk kegiatan penelitian, pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan serta pemanfaatan untuk tujuan penguatan fungsi dan pembangunan strategis yang tidak dapat dielakkan. Upaya-upaya pemanfaatan tersebut perlu dioptimalkan dan diintensifkan melalui mekanisme perizinan maupun kerjasama pengelolaan. Sementara aktivitas manusia terkait pemanfaatan keanekaragaman hayati dan ekosistem TN Bantimurung Bulusaraung merupakan tujuan sekunder dalam rpjp tnbabul

2016-2025

41


pengelolaan

TN

Bantimurung

Bulusaraung.

Aktivitas

pemanfaatan

keanekaragaman hayati dan ekosistem tersebut berpotensi mengganggu dan mengancam keutuhan dan keberadaan ekosistem karst serta keanekaragaman hayatinya, sehingga pemantauan, evaluasi serta kajian daya dukung kawasan perlu diintensifkan untuk memastikan pemanfaatan kawasan sesuai dengan fungsi dan peruntukannya.

rpjp tnbabul

2016-2025

42


BAB III ZONA PENGELOLAAN

Zonasi TN Bantimurung Bulusaraung ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor : SK.58/IVSET/2012 tanggal 4 April 2012. Zonasi TN Bantimurung Bulusaraung tersebut dirancang dengan mengkompilasikan seluruh data dan informasi terkait potensi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, permasalahan dan potensi konflik di dalam dan sekitar kawasan, serta memperhatikan hak-hak masyarakat setempat yang lahir karena kesejarahan dan kondisi aktualnya sebagai akibat penunjukan kawasan TN Bantimurung Bulusaraung. Dalam perjalanannya, sistem zonasi tersebut mengalami perubahan seiring dengan perkembangan yang ada baik kondisi faktual di lapangan maupun kebijakan

dalam

rangka

optimalisasi

pengelolaan

kawasan.

Beberapa

pertimbangan yang menjadi dasar revisi zonasi TN Bantimurung Bulusaraung, yaitu : 1.

Optimalisasi pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung dalam rangka pengembangan jalan di dalam kawasan yang mendukung pembangunan daerah dalam skala pembangunan nasional.

2.

Optimalisasi fungsi TN Bantimurung Bulusaraung dalam rangka memberikan kontribusi kepada masyarakat sekitar kawasan melalui pengembangan pemanfaatan jasa lingkungan air dan pemanfaatan tradisional.

3.

Optimalisasi perlindungan dan pengawetan ekosistem alami TN Bantimurung Bulusaraung yang memiliki potensi sumberdaya alam hayati dengan keanekaragaman yang tinggi, keunikan dan kekhasan gejala alam dengan fenomena alam yang indah. Perubahan zonasi tersebut tertuang dalam Keputusan Direktur Jenderal

Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Nomor : SK.358/KSDAESET/2015 tanggal 31 Desember 2015 tentang Zonasi Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Zona berdasarkan surat keputusan tersebut terbagi kedalam 7 sistem zona yaitu Zona Inti, Zona Rimba, Zona Pemanfaatan, Zona rpjp tnbabul

2016-2025

43


Tradisional, Zona Rehabilitasi, Zona Religi, Budaya dan Sejarah, serta Zona Khusus. Zona dan revisi zona TN Bantimurung Bulusaraung sebagaimana tabel 11. Tabel 11 Sistem zonasi TN Bantimurung Bulusaraung No

Jenis Zona/Kode

1

Zona Inti (ZI)

2

Zona Rimba (ZR)

3

Zona Pemanfaatan (ZP)

4

Zonasi Awal Persentase Luas (Ha) (%) 22.865,48 52,26

Zonasi Menjadi Persentase Luas (Ha) (%) 22.849,73 52,23

+/15,75

9.997,21

22,85

10.435,84

23,85

(438,63)

367,41

0,84

374,43

0,86

(7,02)

Zona Tradisional (ZTr)

4.349,77

9,94

4.374,05

10,00

(24,28)

5

Zona Rehabilitasi (Zre)

1.791,49

4,09

1.331,38

3,04

460,11

6

Zona Religi, Budaya dan Sejarah (ZBS)

191,49

0,44

191,49

0,44

-

7

Zona Khusus (ZKh)

4.187,15

9,57

4.193,08

9,58

(5,93)

43.750

100

43.750

100

Jumlah

0

Sumber : TNBABUL, 2015 Tabel tersebut menunjukkan bahwa luas zona inti TN Bantimurung Bulusaraung mengalami penurunan dari semula seluas 22.865,48 Ha menjadi 22.849,73 Ha atau seluas 52,23 Ha (15,75%). Hal tersebut sangat disayangkan akan tetapi menjadi tidak bisa terhindarkan untuk mengakomodir pengembangan jalan di dalam kawasan yang mendukung pembangunan daerah dalam skala pembangunan nasional. Perubahan cukup signifikan terjadi pada zona rehabilitasi dari semula seluas 1.791,49 Ha (4,09%) menjadi 1.331,38 Ha (3,04%) atau berkurang seluas 460,11 Ha (1,05%). Perubahan zona rehabilitasi ini sebagian besar kemudian dinaikkan statusnya menjadi zona rimba yang semula seluas 9.997,21 Ha bertambah menjadi seluas 10.435,84 Ha.

Zona Inti Zona Inti adalah bagian taman nasional yang mempunyai kondisi alam baik biota atau fisiknya masih asli dan tidak atau belum diganggu oleh manusia yang mutlak dilindungi, berfungsi untuk perlindungan keterwakilan keanekaragaman hayati. Zona Inti merupakan kawasan yang sangat sensitif dan memerlukan upaya perlindungan secara ketat, terutama untuk perlindungan hidupan liar (flora dan fauna) terpenting/kunci berikut habitatnya dan umumnya berupa habitat/hutan rpjp tnbabul

2016-2025

44


primer. Zona ini merupakan bagian kawasan yang berada relatif jauh dari batas kawasan dengan akses yang minimum. Keberadaan Zona Inti bertujuan untuk memberikan perlindungan mutlak atas flora dan fauna penting/kunci, endemik, langka dan dilindungi, sangat peka/ sensitif terhadap berbagai bentuk gangguan/kerusakan, dengan keanekaragaman hayati yang tinggi, ekosistem khas, dan merupakan contoh perwakilan ekosistem. Pada zona ini tidak diperbolehkan adanya perubahan apapun oleh aktivitas manusia, dan perubahan yang terjadi agar dijaga dan berjalan secara alami. Kegiatan yang diperkenankan adalah penelitian, pemantauan, perlindungan dan pengamanan. Kegiatan yang dapat dilakukan di dalam Zona Inti TN Bantimurung Bulusaraung adalah sebagai berikut : 1.

Perlindungan dan pengamanan;

2.

Inventarisasi dan monitoring sumber daya alam hayati dengan ekosistemnya;

3.

Penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, dan atau penunjang budidaya;

4.

Pembangunan sarana dan prasarana non permanen dan terbatas untuk kegiatan penelitian dan pengelolaan. Zona Inti TN Bantimurung Bulusaraung meliputi kawasan seluas 22.849,73

ha atau sebesar 52,23% dari total luas taman nasional. Zona Inti TN Bantimurung Bulusaraung meliputi seluruh tipe ekosistem yang ada di dalam kawasan. Tipe ekosistem terluas yang terwakili di dalam Zona Inti adalah ekosistem Karst seluas 13.063,81 ha atau sebesar 29,86% dari total luas kawasan taman nasional. 5.841,52 ha atau sebesar 13,35% dari total luas kawasan taman nasional merupakan tipe ekosistem Hutan Hujan Non Dipterocarpaceae Pamah yang terwakili di dalam Zona Inti. Adapun tipe ekosistem Hutan Pegunungan Bawah terwakili di dalam Zona Inti seluas 3.944,40 ha atau sebesar 9,02% dari total luas kawasan taman nasional. Hampir seluruh potensi keanekaragaman hayati kawasan TN Bantimurung Bulusaraung menempati area pada Zona Inti. Pusat-pusat sebaran flora dan fauna penting, unik dan endemik pada umumnya berada di dalam Zona Inti. Ekosistem Karst yang merupakan pertimbangan utama penunjukan kawasan hutan ini rpjp tnbabul

2016-2025

45


menjadi taman nasional juga terwakili dengan baik di dalam Zona Inti. 66,11% dari kawasan Karst seluas 19.767,33 ha yang ada di dalam kawasan TN Bantimurung Bulusaraung berada di dalam Zona Inti taman nasional.

Zona Rimba Zona Rimba adalah adalah bagian taman nasional yang karena letak, kondisi dan potensinya mampu mendukung kepentingan pelestarian pada Zona Inti dan Zona Pemanfaatan. Zona Rimba merupakan zona yang memerlukan upaya perlindungan dan pelestarian serta merupakan zona peralihan antara Zona Inti dengan Zona Pemanfaatan dan/atau zona lainnya, serta proses alami tetap menjadi prioritas namun kegiatan manusia dalam batas tertentu masih diperkenankan dan bahkan diperlukan dalam bentuk pembinaan habitat, pembinaan populasi dan kegiatan pariwisata alam terbatas. Kegiatan yang dapat dilakukan di dalam Zona Rimba TN Bantimurung Bulusaraung adalah sebagai berikut: 1.

Perlindungan dan pengamanan;

2.

Inventarisasi dan monitoring sumber daya alam hayati dengan ekosistemnya;

3.

Pengembangan penelitian, pendidikan, wisata alam terbatas, pemanfaatan jasa lingkungan dan kegiatan penunjang budidaya;

4.

Pembinaan habitat dan populasi dalam rangka meningkatkan keberadaan populasi hidupan liar;

5.

Pembangunan sarana dan prasarana sepanjang untuk kepentingan penelitian, pendidikan, dan wisata alam terbatas. Zona Rimba TN Bantimurung Bulusaraung meliputi kawasan seluas

10.435,84 ha atau sebesar 23,85% dari total luas taman nasional. Zona Rimba TN Bantimurung Bulusaraung juga meliputi seluruh tipe ekosistem yang ada di dalam kawasan. Tipe ekosistem terluas yang terwakili di dalam Zona Rimba adalah ekosistem Hutan Hujan Non Dipterocarpaceae Pamah seluas 5.389,66 ha atau sebesar 12,32% dari total luas kawasan taman nasional 4.554,06 ha atau sebesar 10,41% dari total luas kawasan taman nasional merupakan tipe ekosistem Karst yang terwakili di dalam Zona Rimba. Adapun tipe ekosistem Hutan Pegunungan

rpjp tnbabul

2016-2025

46


Bawah terwakili di dalam Zona Rimba seluas 492,11 ha atau sebesar 1,12% dari total luas kawasan taman nasional.

Zona Pemanfaatan Zona Pemanfaatan adalah adalah bagian taman nasional yang letak, kondisi dan potensi alamnya, yang terutama dimanfaatkan untuk kepentingan pariwisata alam dan kondisi/jasa lingkungan lainnya. Zona Pemanfaatan merupakan zona yang memiliki potensi fenomena alam yang menarik, dan secara fisik dan biologi kurang sensitif untuk kepentingan pembangunan sarana dan prasarana fisik bagi akomodasi pariwisata alam, jasa lingkungan dan pengelolaan taman nasional. Zona Pemanfaatan ini merupakan pusat rekreasi dan kunjungan wisata serta jasa lingkungan, yang dikembangkan pada lokasi-lokasi sesuai kondisi lingkungan untuk kepentingan wisata alam dan jasa lingkungan. Kegiatan yang dapat dilakukan di dalam Zona Pemanfaatan TN Bantimurung Bulusaraung adalah sebagai berikut: 1.

Perlindungan dan pengamanan;

2.

Inventarisasi dan monitoring sumber daya alam hayati dengan ekosistemnya;

3.

Penelitian, pengembangan pendidikan, dan kegiatan penunjang budidaya; Pengembangan, potensi dan daya tarik wisata alam;

4.

Pembinaan habitat dan populasi;

5.

Pengusahaan pariwisata alam dan pemanfaatan kondisi/jasa lingkungan;

6.

Pembangunan sarana dan prasarana pengelolaan, penelitian, pendidikan, wisata alam dan pemanfaatan kondisi/jasa lingkungan. Zona Pemanfaatan TN Bantimurung Bulusaraung meliputi kawasan seluas

374,43 ha atau sebesar 0,86% dari total luas taman nasional. Zona Pemanfaatan TN Bantimurung Bulusaraung meliputi tipe ekosistem Karst seluas 235,47 ha (0,54%), tipe ekosistem Hutan Hujan Non Dipterocarpaceae Pamah seluas 54,82 ha (0,13%), serta tipe Hutan Pegunungan Bawah seluas 84,15 ha (0,19%). Pada zona pemanfaatan terdapat 7 situs ODTWA yang prioritas untuk dikembangkan. Lokasi-lokasi dimaksud adalah sebagai berikut : 1.

Kawasan Wisata Bantimurung dan sekitarnya

rpjp tnbabul

2016-2025

47


Kawasan Wisata Bantimurung terletak di wilayah administratif kecamatan Bantimurung, kabupaten Maros. Dalam pengelolaan taman nasional, kawasan ini merupakan wilayah kerja Resort Bantimurung. Zona Pemanfaatan ini meliputi area seluas 48,60 ha. ODTWA yang terdapat di dalam Kawasan Wisata Bantimurung adalah Air Terjun Bantimurung, Gua Mimpi, Gua Batu, Telaga Kassi Kebo, Telaga Toakala, Mata Air Bidadari (Jamala), serta Penangkaran Kupu-kupu. Adapun aktifitas wisata alam yang dapat dilakukan di dalam kawasan ini antara lain wisata tirta, menikmati panorama alam, tracking, flying fox, selusur gua, mengamati flora dan fauna. 2.

Kawasan Wisata Pattunuang Asue Kawasan Wisata Pattunuang Asue terletak di wilayah administratif

kecamatan Simbang, kabupaten Maros. Dalam pengelolaan taman nasional, kawasan ini merupakan wilayah kerja Resort Pattunuang. Zona Pemanfaatan ini meliputi area seluas 101,16 ha.. ODTWA yang terdapat di dalam Kawasan Wisata Pattunuang Asue adalah Sungai Pattunuang, Gua Pattunuang Asue, serta Biseang Labboro. Adapun aktifitas wisata alam yang dapat dilakukan di dalam kawasan ini antara lain wisata tirta, menikmati panorama alam, tracking, rock climbing, mengamati flora dan fauna. 3.

Kawasan Pengamatan Satwa Karaenta Kawasan Pengamatan Satwa Karaenta terletak di wilayah administratif

kecamatan Cenrana, kabupaten Maros. Dalam pengelolaan taman nasional, kawasan ini merupakan wilayah kerja Resort Pattunuang. Zona Pemanfaatan ini meliputi area seluas 8,90 ha. ODTWA yang terdapat di dalam Kawasan Pengamatan Satwa Karaenta adalah keragaman species flora dan fauna terutama jenis Macaca maura yang dapat berinteraksi secara langsung dengan manusia. Adapun aktifitas wisata alam yang dapat dilakukan di dalam kawasan ini antara lain menikmati panorama alam, tracking, mengamati flora dan fauna. 4.

Kawasan Gua Vertikal Leang Pute Kawasan Gua Vertikal Leang Pute terletak di wilayah administratif

kecamatan Cenrana, kabupaten Maros. Dalam pengelolaan taman nasional, rpjp tnbabul

2016-2025

48


kawasan ini merupakan wilayah kerja Resort Pattunuang. Zona Pemanfaatan ini meliputi area seluas 15,19 ha. ODTWA yang terdapat di dalam kawasan ini adalah Gua Vertikal Leang Pute dan Gua Dinosaurus. Leang Pute adalah gua vertikal single pitch terdalam di Asia Tenggara, dengan kedalaman -273 m. Adapun aktifitas wisata alam yang dapat dilakukan di dalam kawasan ini antara lain penelusuran gua vertikal, pengamatan flora dan fauna, panorama alam, camping dan tracking. 5.

Kawasan Situs Prasejarah Leang-leang Kawasan Situs Prasejarah Leang-leang terletak di wilayah administratif

kecamatan Bantimurung, kabupaten Maros. Dalam pengelolaan taman nasional, kawasan ini merupakan wilayah kerja Resort Bantimurung. Zona Pemanfaatan ini meliputi area seluas 2,25 ha. ODTWA yang terdapat di dalam kawasan ini adalah Gua Prasejarah Leang Pettae dan Leang Petta Kere. Kedua gua prasejarah ini adalah gua yang ditemukan pertama kali oleh Sarasin bersaudara pada awal abad ke-19 dalam ekplorasi arkeologinya di Sulawesi. Di dalam kedua gua terdapat peninggalan lukisan-lukisan dinding gua serta benda-benda purbakala lainnya. 6.

Kawasan Pegunungan Bulusaraung Kawasan Pegunungan Bulusaraung terletak di wilayah administratif

kecamatan Balocci, kabupaten Pangkep. Dalam pengelolaan taman nasional, kawasan ini merupakan wilayah kerja Resort Balocci. Zona Pemanfaatan ini meliputi area seluas 137,29 ha. ODTWA yang terdapat di dalam kawasan ini adalah Desa Wisata Tompobulu, dan Gunung Bulusaraung. Aktifitas wisata yang dapat dilakukan di dalam kawasan ini antara lain pendakian gunung Bulusaraung (hiking), pengamatan flora dan fauna, panorama alam dan camping. 7.

Kawasan Permandian Alam Leang Londrong Kawasan Permandian Alam Leang Londrong terletak di wilayah

administratif kecamatan Minasatene, kabupaten Pangkep. Dalam pengelolaan taman nasional, kawasan ini merupakan wilayah kerja Resort Minasatene. Zona Pemanfaatan ini meliputi area seluas 51,57 ha. ODTWA yang terdapat di dalam kawasan ini adalah Gua Leang Londrong dan aliran sungai yang berasal dari dalam gua. Aktifitas wisata yang dapat dilakukan di dalam kawasan ini antara lain

rpjp tnbabul

2016-2025

49


wisata tirta, penelusuran gua horisontal, pengamatan flora dan fauna, panorama alam, dan tracking.

Zona Tradisional Zona Tradisional adalah adalah bagian taman nasional yang ditetapkan untuk kepentingan pemanfaatan tradisional oleh masyarakat yang karena kesejarahan mempunyai ketergantungan dengan sumber daya alam. Zona Tradisional merupakan bagian kawasan taman nasional yang masih terdapat kegiatan tradisional penduduk setempat dalam memanfaatkan sumberdaya alam hayati untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya sehari-hari dan bersifat non komersial. Kegiatan yang dapat dilakukan di dalam Zona Tradisional TN Bantimurung Bulusaraung adalah sebagai berikut : 1.

Perlindungan dan pengamanan;

2.

Inventarisasi dan monitoring potensi jenis yang dimanfaatkan oleh masyarakat;

3.

Pembinaan habitat dan populasi;

4.

Penelitian dan pengembangan;

5.

Pemanfaatan potensi dan kondisi sumber daya alam sesuai dengan kesepakatan dan ketentuan yang berlaku. Zona Tradisional TN Bantimurung Bulusaraung meliputi kawasan seluas

4.374,05 ha atau sebesar 10,00% dari total luas taman nasional. Zona Tradisional TN Bantimurung Bulusaraung meliputi ketiga tipe ekosistem yang ada di dalam kawasan. Tipe ekosistem terluas yang terwakili di dalam zona tradisional adalah ekosistem Hutan Hujan Non Dipterocarpaceae Pamah seluas 3.860,21 ha atau sebesar 8,82% dari total luas kawasan taman nasional. 469,79 ha atau sebesar 1,07% dari total luas kawasan taman nasional merupakan tipe ekosistem Karst yang terwakili di dalam Zona Tradisional. Adapun tipe ekosistem Hutan Pegunungan Bawah terwakili di dalam Zona Tradisional seluas 44,05 ha atau sebesar 0,10% dari total luas kawasan taman nasional. Sebagian besar area Zona Tradisional pada kawasan TN Bantimurung Bulusaraung terletak di wilayah administratif kabupaten Maros dan hanya rpjp tnbabul

2016-2025

50


sebagian kecil yang berada di wilayah administratif kabupaten Pangkep. Zona Tradisional ini pada umumnya merupakan areal yang ditumbuhi oleh tegakan Kemiri (Aleurites moluccana) dan sebagian kecil lainnya merupakan tegakan Pinus merkusii yang homogen. Kemiri tersebut telah dibudidayakan oleh masyarakat setempat sejak beberapa generasi sebelumnya. Sebagian besar Zona Tradisional TN Bantimurung Bulusaraung berada di ekosistem Hutan Hujan Non Dipterocarpaceae Pamah karena kesesuaian kondisi lingkungan biofisiknya dengan persyaratan tumbuh jenis Kemiri.

Zona Rehabilitasi Zona Rehabilitasi adalah bagian dari taman nasional yang karena mengalami degradasi dan/atau kerusakan, sehingga perlu dilakukan kegiatan pemulihan komunitas hayati dan ekosistemnya. Zona Rehabilitasi merupakan zona/bagian kawasan yang mengalami kerusakan akibat ulah/ kegiatan manusia atau alam, dan perlu segera direhabilitasi/ dipulihkan kembali dengan mempergunakan jenis-jenis asli setempat. Zona ini mencakup areal bekas peladangan, pemukiman liar, bencana alam dan sebagainya. Kegiatan yang dapat dilakukan di dalam Zona Rehabilitasi TN Bantimurung Bulusaraung adalah sebagai berikut : 1.

Perlindungan dan pengamanan;

2.

Inventarisasi dan monitoring;

3.

Rehabilitasi, restorasi, pembinaan habitat dan populasi;

4.

Penelitian dan pengembangan. Zona Rehabilitasi TN Bantimurung Bulusaraung meliputi kawasan seluas

1.331,38 ha atau sebesar 3,04% dari total luas taman nasional. Zona Rehabilitasi TN Bantimurung Bulusaraung meliputi dua dari tiga tipe ekosistem yang ada di dalam kawasan. Tipe ekosistem terluas yang terwakili di dalam Zona Rehabilitasi adalah ekosistem Hutan Hujan Non Dipterocarpaceae Pamah seluas 740,41 ha atau sebesar 1,69% dari total luas kawasan taman nasional. Adapun tipe ekosistem Karst terwakili di dalam Zona Rehabilitasi seluas 590,96 ha atau sebesar 1,35% dari total luas kawasan taman nasional. Areal-areal di dalam taman nasional yang

rpjp tnbabul

2016-2025

51


perlu dilakukan rehabilitasi ini terutama disebabkan oleh degradasi sumberdaya akibat okupasi oleh masyarakat yang ada di dalam dan sekitar kawasan.

Zona Religi, Budaya dan Sejarah Zona Religi, Budaya dan Sejarah adalah bagian dari taman nasional yang didalamnya terdapat situs religi, peninggalan warisan budaya dan atau sejarah yang dimanfaatkan untuk kegiatan keagamaan, perlindungan nilai-nilai budaya atau sejarah. Zona Religi, Budaya dan Sejarah merupakan zona yang memiliki potensi sebagai lokasi kegiatan manusia di masa lampau dengan meninggalkan hasil karya budaya yang bernilai sejarah, arkeologi maupun keagamaan, baik pada lokasi yang sering dikunjungi manusia maupun tidak pernah. Kegiatan yang dapat dilakukan di dalam Zona Religi, Budaya dan Sejarah TN Bantimurung Bulusaraung adalah sebagai berikut : 1.

Perlindungan dan pengamanan;

2.

Pemanfaatan pariwisata alam, penelitian, pendidikan dan religi;

3.

Penyelenggaraan upacara adat;

4.

Pemeliharaan situs budaya dan sejarah, serta keberlangsungan upacaraupacara ritual keagamaan/adat yang ada. Zona Religi, Budaya dan Sejarah TN Bantimurung Bulusaraung meliputi

kawasan seluas 191,49 ha atau sebesar 0,44% dari total luas taman nasional. Zona Religi, Budaya dan Sejarah TN Bantimurung Bulusaraung secara keseluruhan berada di dalam ekosistem Karst. Zona ini adalah bagian kawasan taman nasional di mana terdapat situs prasejarah berupa gua-gua purbakala. Gua prasejarah ini adalah gua-gua yang ditemukan oleh Sarasin bersaudara pada awal abad ke-19 dalam ekplorasi arkeologi di Sulawesi. Di dalam gua-gua tersebut terdapat peninggalan lukisan-lukisan dinding gua serta benda-benda purbakala lainnya, baik berupa artefak, fitur, maupun ekofak.

Zona Khusus Zona Khusus adalah bagian dari taman nasional karena kondisi yang tidak dapat dihindarkan telah terdapat kelompok masyarakat dan sarana penunjang kehidupannya yang tinggal sebelum wilayah tersebut ditetapkan sebagai taman rpjp tnbabul

2016-2025

52


nasional antara lain sarana telekomunikasi, fasilitas transportasi dan listrik. Zona Khusus merupakan zona yang memiliki potensi sumberdaya alam dan kondisi lingkungan yang dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kepentingan khusus dengan pengaturan yang bersifat khusus dengan tidak melakukan penebangan pohon dan merubah bentang alam. Zona Khusus berfungsi dan diperuntukkan bagi kepentingan aktifitas kelompok

masyarakat

yang

tinggal

di

wilayah

tersebut

sebelum

ditunjuk/ditetapkan sebagai taman nasional dan sarana penunjang kehidupannya, serta kepentingan yang tidak dapat dihindari berupa sarana telekomunikasi, fasilitas transportasi dan listrik. Kegiatan yang dapat dilakukan di dalam Zona Khusus TN Bantimurung Bulusaraung adalah sebagai berikut : 1.

Perlindungan dan pengamanan;

2.

Pemanfaatan untuk menunjang kehidupan masyarakat;

3.

Rehabilitasi;

4.

Monitoring populasi dan aktivitas masyarakat serta daya dukung wilayah. Zona Khusus TN Bantimurung Bulusaraung meliputi kawasan seluas

4.193,08 ha atau sebesar 9,58% dari total luas taman nasional. Zona Khusus TN Bantimurung Bulusaraung berada pada kawasan dengan tipe ekosistem Hutan Hujan Non Dipterocarpaceae Pamah seluas 3.501,31 ha atau sebesar 8,00% dari total luas kawasan. 661,75 ha atau sebesar 1,51% dari luas kawasan merupakan Zona Khusus yang berada pada kawasan dengan tipe ekosistem Karst, dan 30,02 ha atau sebesar 0,07% dari luas kawasan merupakan Zona Khusus yang berada pada kawasan dengan tipe ekosistem Hutan Pegunungan Bawah. Zona Khusus TN Bantimurung Bulusaraung terdiri atas 42 bagian yang terpisah di dalam kawasan taman nasional.

rpjp tnbabul

2016-2025

53


BAB IV STRATEGI DAN RENCANA AKSI

Strategi dan rencana aksi pengelolaan jangka panjang TN Bantimurung Bulusaraung tahun 2016-2025 tercermin dalam visi, misi, dan prioritas pengelolaan yang difokuskan pada upaya perlindungan dan pemanfaatan ekosistem karst serta keanekaragaman hayati bernilai penting yang terlingkup di dalamnya. Penyusunan strategi dan rencana aksi tersebut mencakup rencana kegiatan setiap prioritas pengelolaan, tata waktu, sumber pendanaan dan kelembagaan pengelola saat ini.

A. Prioritas Pengelolaan 1.

Perencanaan Perencanaan kawasan konservasi meliputi kegiatan inventarisasi

potensi kawasan, penataan kawasan dan penyusunan rencana pengelolaan. Inventarisasi potensi kawasan dilakukan untuk memperoleh data dan informasi potensi kawasan yang valid dan reliable meliputi aspek ekologi, ekonomi dan sosial budaya. Dari aspek ekologi, inventarisasi potensi dilakukan untuk mengetahui kondisi terkini ekosistem, kondisi lingkungan, serta kondisi tumbuhan dan satwa liar. Penataan kawasan merupakan upaya untuk mewujudkan pengelolaan kawasan yang lebih efektif dan efisien meliputi penyusunan zonasi dan penataan wilayah kerja. Zonasi yang telah ditetapkan, secara berkala dalam rentang waktu tiga tahun dilakukan pemantauan dan evaluasi efektifitas penggunaan

ruang

berdasarkan

zonasi

yang

ada.

Apabila

dalam

perkembangan pengelolaan kawasan ditemukan adanya ketidaksesuaian pengaturan penggunaan ruang dan/atau adanya kebijakan/ perubahan kebijakan, maka zonasi kawasan dapat ditinjau kembali dan dilakukan perubahan-perubahan sebagaimana mestinya. Atas sistem zonasi yang telah disusun atau perubahannya tersebut dapat ditindaklanjuti dengan penyesuaian rencana pengelolaan kawasan dan rencana teknis lainnya. Rencana rpjp tnbabul

2016-2025

54


pengelolaan kawasan paling kurang sekali dalam lima tahun dilakukan evaluasi/review untuk menyesuaikan dengan kondisi aktual dan perubahan kebijakan pengelolaan kawasan. Semenatara rencana teknis lainnya salah satunya adalah rencana tapak yang merupakan rencana pemanfaatan ruang dalam rangka pengembangan ekowisata karst di TN Bantimurung Bulusaraung.

2.

Pengembangan Ekowisata Karst Pengembangan

ekowisata

karst

yang

akan

dilakukan

dalam

mewujudkan visi pengelolaan adalah dengan mengembangkan 7 site wisata prioritas (the seven wonders) melalui pengembangan atraksi dan aktivitas wisata minat khusus berbasis kegiatan wisata petualang (adventure tourism), peningkatan layanan wisata alam, pengembangan sumber daya manusia pengelola wisata (internal dan eksternal/masyarakat lokal), pengembangan sarana dan prasarana pendukung, pengembangan promosi dan informasi, serta kajian dan monitoring aktivitas wisata. Atraksi dan aktivitas wisata minat khusus berbasis kegiatan wisata petualangan (adventure tourism) seperti caving, rock climbing, pendakian, pengamatan satwa, camping, sightseeing dalam pengembangannya selain di site prioritas tersebut juga akan dikembangkan di site lainnya (selain zona inti) dan dilakukan secara terbatas. Wisata minat khusus merupakan wisata yang umumnya dalam kelompok kecil dengan tujuan perjalanan untuk suatu pengalaman

tertentu.

Wisata

minat

khusus

dikembangkan

untuk

meminimalkan dampak negatif dari kegiatan pariwisata d kawasan konservasi. Layanan wisata alam berupa penyediaan jasa layanan pendampingan dan pemanduan serta layanan lain pada wisatawan yang melakukan aktivitas wisata pada site pengembangan wisata prioritas TN Bantimurung Bulusaraung. Ke depan, pengembangan dan diversifikasi produk layanan wisata diarahkan pada peningkatan kualitas layanan dan pengembangan paket-paket wisata yang harus diiringi oleh keahlian dan keterampilan interpretasi dan pendampingan pengunjung. Layanan wisata minat khusus rpjp tnbabul

2016-2025

55


berbasis adventure tourism misalnya berupa penyediaan jasa layanan pendampingan dan pemanduan serta penyediaan fasilitas wisata yang membutuhkan keahlian dan/atau peralatan khusus. Sementara layanan pendidikan konservasi melalui penyelenggaraan kegiatan wisata belajar sambil bermain dan/atau serangkai dengan kegiatan outbound dengan muatan pendidikan konservasi. Kegiatannya dikemas dalam paket-paket wisata berupa kunjungan ke sekolah (school-visit), kunjungan ke lokasi (site visit), jungle camp, out bound, dan kegiatan lainnya yang berhubungan dengan pendidikan konservasi. Penyediaan jasa layanan lainnya adalah layanan untuk mendukung kelancaran, kenyamanan dan keamanan kegiatan wisata berupa jasa penyewaan fasilitas dan utilitas wisata, dan penyelenggaraan kegiatan (event orginizer) yang dilaksanakan di kawasan TN Bantimurung Bulusaraung. Pengembangan wisata harus didukung oleh ketersediaan sarana dan prasarana yang aman, nyaman dan memadai. Kenyamanan dan kepuasan pengunjung atas keindahan objek wisata alam yang ditawarkan dan kelengkapan

dan

kenyamanan

fasilitas

wisata

akan

mempengaruhi

kecenderungan minat wisatawan untuk kembali. Kelengkapan utilitas wisata, terutama wisata minat khusus, akan memberi nilai tambah dan mempengaruhi nilai jual kawasan sebagai objek wisata alam yang layak dikunjungi. Kebutuhan sarana dan perasarana yang perlu diprioritaskan berupa gedung dan bangunan (gerbang, pusat informasi, baruga, bangunan bala penyelamat, shelter, dll), peralatan dan fasilitas aktivitas wisata minat khusus (climbing, caving, trecking, mounteneering, sightseeing, atraksi satwa), peralatan rescue, sarana dan prasarana promosi dan informasi, serta sarpras lainnya yang menunjang aktivitas wisata di kawasan TN Bantimurung Bulusaraung. Profesionalisme petugas pengelola wisata, baik bagian administrasi maupun operasional harus terus ditingkatkan. Pada bagian administrasi diperlukan petugas yang cekatan, jujur, bertanggung jawab dan ahli dibidangnya, begitu pula tenaga interpreter dan pemandu wisata minat khusus harus menguasai objek-objek wisata hingga seluk beluknya dan memahami rpjp tnbabul

2016-2025

56


aspek keamanan (rescue dan/atau pertolongan pertama) dan kenyamanan wisatawan. Secara umum promosi wisata dilaksanakan dengan menyebarkan informasi melalui media massa (baik cetak maupun elektronik), leaflet, booklet, maupun kegiatan pameran dan event-event khusus lainnya. Untuk meningkatkan promosi wisata dalam bentuk paket-paket wisata, perlu diintensifkan melalui kerja sama dengan travel agent atau biro perjalanan. Agar pengelolaan dan pengembangan wisata alam tetap berjalan pada arah yang benar secara efektif dan efisien, dibutuhkan monitoring dan evaluasi secara berkala. Monitoring dan evaluasi dilakukan terhadap segala aspek pengelolaan wisata dan setidaknya dilaksanakan setiap akhir atau awal tahun. Pengembangan ekowisata karst di kawasan TN Bantimurung Bulusaraung tersebut nantinya akan berdampak pada kondisi ekosistem dan keanekaragaman hayati yang terlingkup di dalamnya, sehingga secara berkala dilakukan penelitian dan kajian terhadap kondisi objek-objek yang dikembangkan.

3.

Pengelolaan Spesies Tumbuhan dan Satwa bernilai Penting Di dalam habitat atau ekosistem TN Bantimurung Bulusaraung terdapat

jenis-jenis

yang memegang peranan

penting karena

keberadaannya

mendukung hampir semua komponen hayati yang ada di dalam habitat atau ekosistem tersebut. Jenis-jenis dari marga Ficus yang jumlahnya di dalam kawasan TN Bantimurung Bulusaraung mencapai 43 species (atau sub species) merupakan species kunci (key spesies) pada ekosistem hutan di atas batu gamping (ekosistem karst), karena kedudukannya sebagai makanan utama berbagai species yang mendiami ekosistem tersebut. Selain Ficus, terdapat 8 jenis lainnya yang merupakan spesies kunci TN Bantimurung Bulusaraung, yaitu Babi Hutan Sulawesi (Sus celebensis), Kus-kus Beruang (Ailurosp ursinus), Kus-kus Sulawesi (Strigocuscus celebensis), Musang Sulawesi (Macrogalidia musschenbroekii), Monyet Hitam Sulawesi (Macaca maura),

Julang

Sulawesi

(Aceros

cassidix),

Kengkareng

Sulawesi

(Penelopides exarhatus), dan Elang Sulawesi (Spizaetus lanceolatus). rpjp tnbabul

2016-2025

57


Selain spesies kunci, terdapat pula jenis-jenis yang kemudian dijuluki sebagai Flag Species, yaitu jenis-jenis hayati yang merupakan ciri khas potensi di dalam suatu kawasan. TN Bantimurung Bulusaraung dikenal kesegala penjuru dunia karena memiliki keanekaragaman jenis dan populasi kupu-kupu yang tinggi. Alfred Russel Wallace (1856) bahkan menjulukinya sebagai “The Kingdom of Butterfly�. Kupu-kupu yang terdapat di Taman Nasional ini tidak kurang 240 jenis yang teridentifikasi pada tingkat species, dengan jenis endemik antara lain adalah: Papilio blumei, Papilio polytes, Papilio sataspes, Troides halyphron, Troides Helena, Troides hypolithus, dan Graphium androcles. Dengan demikian, maka species benderanya adalah kupu-kupu yang juga menjadi icon TN Bantimurung Bulusaraung. Spesies lain yang tidak kalah menariknya dan bernilai penting adalah Tarisus fuscus, Anggrek dan Ebony. Tarsius fuscus merupakan salah satu dari 25 spesies terancam punah selain Macaca maura yang terdapat di TN Bantimurung Bulusaraung, Sementara jenis ebony dan anggrek merupakan jenis yang dilindungi. Selain itu, terdapat pula jenis fauna yang endemik dalam gua sebagai penghuni gelap abadi seperti ikan dengan mata tereduksi bahkan Mata buta (Bostrychus spp.), Kecoa buta (Nocticola spp.) Kumbang gua (Eustra saripaensis), Jangkrik gua (Rhaphidophora sp.) serta Tungau gua (Trombidiidae). Jenis-jenis yang merupakan Key Species, Flag Species, jenis spesies endemik baik yang terancam punah maupun yang dilindungi tersebut karena tingkat kepentingannya terhadap ekosistem TN Bantimurung Bulusaraung perlu dipertahankan keberadaannya. Kegiatan identifikasi, inventarisasi, pembinaan habitat dan populasi serta Monitoring dan pemantauan terhadap jenis-jenis tersebut akan terus diupayakan secara bertingkat dari species, habitat sampai dengan ekosistemnya. Monitoring dan pemantauan dilakukan untuk melihat dinamika populasi dan kondisi keberadaanya. Hasil monitoring dan pemantauan tersebut akan menjadi bahan evaluasi untuk upaya pengelolaan selanjutnya. Dalam rangka menjamin upaya pengawetan jenis flora dan fauna di kawasan TN Bantimurung Bulusaraung, upaya dan perlakuan khusus rpjp tnbabul

2016-2025

58


terhadap flora fauna yang bernilai penting dan bernilai ekonomi tinggi dilakukan melalui pengembangan sanctuary spesies maupun pengelolaan demplot. Pengelolaan Sanctuary spesies mengemban tiga fungsi yaitu pusat konservasi satwa terancam punah, pusat studi satwa endemik dan alternatif ODTWA. Sanctuary spesies di kawasan TN Bantimurung Bulusaraung diarahkan untuk jenis Tarsius fuscus dan jenis kupu-kupu, sementara pengelolaan demplot dilakukan untuk jenis anggrek alam dengan fungsi utama sebagai pusat pengembangan satwa endemik dan alternatif ODTWA.

4.

Pemulihan Ekosistem Di kawasan TN Bantimurung Bulusaraung (lokasi tertentu di Resort

Pattunuang Karaenta) dijumpai jenis tanaman eksotik seperti jenis Kembang kecrutan (Spathodea campanulata P. Beauv.). Saat ini jenis tanaman tersebut menginvasi kawasan dengan kemampuan invasi yang cukup radikal, hal ini dapat dilihat dari diameter pohon yang sudah ada mencapai 115 cm dalam kurun waktu 35 tahun sejak ditemukan tumbuh pada lokasi dimaksud serta banyaknya jumlah anakan yang tumbuh secara alami di bawah tegakan induknya. Fenomena tersebut di atas tentunya dapat mengganggu keseimbangan ekosistem alami/asli TN Bantimurung Bulusaraung. Dengan kemampuan invasinya yang radikal, lambat laun kembang kecrutan dapat mendominasi komunitas tumbuhan asli yang ada. Oleh karena itu, upaya untuk mengendalikan laju invasi kembang kecrutan perlu segera dilakukan pemulihan ekosistem. Kegiatan pemulihan ekosistem terhadap tanaman eksotik di kawasan TN Bantimurung Bulusaraung dilakukan melalui tahapan penyusunan rencana, pelaksanaan pemulihan,

pemantauan,

penilaian,

evaluasi,

serta

pembinaan

dan

pengawasan.

5.

Perlindungan dan Pengamanan TN Bantimurung Bulusaraung ditunjuk sebagai Kawasan Konservasi

berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.398/Menhut-II/2004 Spathodea campanulata P. Beauv.

taman nasionalPengelolaan bantimurung bulusaraung tanggal 18 Oktober 2004 dan ditetapkan sebagai Kesatuan Hutan Sulawesi Selatan

rpjp tnbabul

2016-2025

59


Konservasi (KPHK) berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK.717/Menhut-II/2010 tanggal 29 Desember 2010 tentang Penetapan Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK) Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung di Kabupaten Maros, Kabupaten Pangkajene Kepulauan dan Kabupaten Bone, Provinsi Sulawesi Selatan seluas Âą43.750 Ha. Meskipun belum memiliki kekuatan hukum yang tetap, namun Surat Keputusan tersebut menjadi dasar dalam penyelenggaran dan pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung. Belum ditetapkannya kawasan tersebut sebagai kawasan konservasi disebabkan oleh progres penataan batas kawasan yang belum rampung. Meskipun tata batas kawasan bukan menjadi tupoksi Balai TN Bantimurung Bulusaraung akan tetapi upaya-upaya untuk mendorong percepatan penyelesaian tata batas kawasan perlu dilakukan melalui peningkatan koordinasi dengan pihak terkait. Permasalahan pengelolaan kawasan yang belum rampung saat ini antara lain tumpang tindih penggunaan lahan dan adanya klaim kepemilikan lahan dan tanaman tertentu di dalam kawasan serta masih adanya temuan kasus pelanggaran bidang kehutanan. Ancaman dan gangguan kawasan lainnya adalah kawasan karst yang terlingkup dalam kawasan TN Bantimurung Bulusaraung merupakan satu kesatuan ekosistem dengan kawasan karst maros pangkep. Pada kawasan karst maros pangkep (diluar taman nasional) tersebut telah terdapat industri pertambangan untuk bahan baku industri semen dan industri pertambangan lainnya. Jika tidak dilakukan upaya pencegahan dan perlindungan, aktifitas pertambangan tersebut berpotensi mengganggu keanekaragaman hayati dan ekosistem karst yang ada dalam kawasan taman nasional, bahkan dalam jangka waktu yang panjang akan berdampak pada hilangnya nilai-nilai keanekaragaman hayati dan genetik terhadap spesies penting ekosistem karst. Dengan kondisi tersebut, maka upaya perlindungan keanekaragaman hayati dan ekosistem TN Bantimurung Bulusaraung lebih difokuskan pada kegiatan preemtif, dan preventif (patroli rutin, sosialisasi, koordinasi, dll) dibandingkan

dengan

upaya-upaya

represif

(operasi

pengamanan). rpjp tnbabul

2016-2025

60


Perlindungan dan pengamanan kawasan TN Bantimurung Bulusaraung dilakukan melalui patroli dan pemantauan di dalam dan sekitar kawasan serta penjagaan pada tempat-tempat strategis. Permasalahan kebakaran hutan dan lahan juga masih terjadi di kawasan TN Bantimurung Bulusaraung mengingat sebagian besar kawasan TN Bantimurung Bulusaraung adalah kawasan karst yang sangat rawan terjadi kebakaran dimusim kemarau dan sangat sulit dilakukan upaya pemadaman. Untuk keperluan pengendalian kebakaran hutan dan lahan di dalam dan sekitar kawasan TN Bantimurung Bulusaraung, maka setidaknya diperlukan personil yang terlatih untuk keperluan tersebut, sarana dan prasarana pendukungnya serta dukungan pembiayaan yang memadai. Terkait dengan ketersediaan sumber daya manusia yang terbatas untuk upaya perlindungan dan pengamanan serta pengendalian kebakaran hutan dan lahan, maka salah satu alternatif yang dapat ditempuh untuk memenuhi kebutuhan tersebut adalah dengan memanfaatkan masyarakat yang ada di dalam dan di sekitar kawasan. Masyarakat mitra polisi kehutanan, Tenaga pengamanan hutan lainnya, masyarakat peduli api dan personil manggala agni non daops merupakan perangkat pendukung yang dapat digunakan untuk membantu pelaksanaan perlindungan dan pengamanan hutan yang efektif.

6.

Pemberdayaan Masyarakat Salah satu stakeholder primer dalam pengelolaan TN Bantimurung

Bulusaraung adalah masyarakat yang hidup di 45 Desa/Kelurahan di dalam dan sekitar

kawasan.

Stakeholder tersebut memiliki kepentingan dan

pengaruh yang beragam (positif dan negatif) yang dapat mempengaruhi pencapaian tujuan pengelolaan taman nasional. Tingkat kepentingan dan pengaruh yang beragam tersebut perlu diakomodir melalui kegiatan pemberdayaan. Upaya pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan TN Bantimurung Bulusaraung masih perlu mendapat perhatian yang intensif, baik dari segi pemerataan bantuan maupun cakupan kegiatannya. Dari 45 desa/kelurahan di kawasan penyangga taman nasional, baru 3 desa yang menjadi target rpjp tnbabul

2016-2025

61


pemberdayaan, sehingga upaya pemberdayaan terhadap desa lainnya kedepan perlu dilakukan. Target lokasi pemberdayaan masyarakat diprioritaskan pada lokasi-lokasi yang menjadi target pengembangan ekowisata karst seperti site pengembangan Bantimurung, Pattunuang, Karaenta, Leang Pute, Leangleang, Tompobulu dan Leang Lonrong sementara lokasi lain dilakukan secara selektif dan terbatas untuk pemberdayaan dalam rangka perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan lainnya. Upaya pemberdayaan masyarakat dilakukan secara bertahap melalui Prakondisi Pemberdayaan Masyarakat, Pembentukan dan Pembinaan Kelembagaan, Pendampingan Pemberdayan Masyarakat, Pembinaan dan Pengembangan Usaha Ekonomi Produktif, Peningkatan Kapasitas Masyarakat, Sosialisasi Pemberdayaan Masyarakat, Pengembangan

Kemitraan/Kolaborasi,

Penetapan

Daerah

Penyangga,

Monitoring dan Evaluasi.

7.

Pengelolaan Zona Tradisional Zona Tradisional adalah adalah bagian taman nasional yang ditetapkan

untuk kepentingan pemanfaatan tradisional oleh masyarakat yang karena kesejarahan mempunyai ketergantungan dengan sumber daya alam taman nasional. Dalam sistem zonasi TN Bantimurung Bulusaraung terdapat zona tradisional seluas 4.374,05 Ha. Saat ini terdapat aktifitas pemanfaatan tradisional pada Zona Tradisional TN Bantimurung Bulusaraung antara lain adalah eks areal hutan kemasyarakatan (HKm) di Dusun Pattiro Desa Labuaja Kec. Cenrana Kab. Maros. Awalnya, Program Hutan kemasyarakatan yang dikelola dengan sistem tumpang sari oleh BPDAS Jeneberang Walanae bekerjasama dengan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab. Maros berada di hutan Produksi yang kemudian berubah fungsi menjadi kawasan TN Bantimurung Bulusaraung. Oleh karena itu, kemitraan pengelolaan zona tradisional diharapkan menjadi solusi dari keberlanjutan pemanfaatan dan pengelolaan areal hutan eks-HKm tersebut oleh masyarakat. Zona tradisional lainnya yang menjadi target prioritas pengelolaan adalah zona tradisional di Dusun Amarae dan Padang Loang untuk mengakomodir aktifitas pengembalaan masyarakat yang telah berjalan rpjp tnbabul

2016-2025

62


sebelum penunjukan kawasan TN Bantimurung Bulusaraung. Pengelolaan zona tradisional melalui kemitraan dengan masyarakat di kawasan TN Bantimurung Bulusaraung dilakukan melalui tahapan Prakondisi zona tradisional,

Sosialisasi

pengembangan

pemanfaatan

tradisional,

Pengembangan Kemitraan/Kolaborasi, Peningkatan Kapasitas Masyarakat, Monitoring dan Evaluasi

8.

Pemanfaatan Jasa Lingkungan air Kawasan Karst Maros Pangkep seluas 40.000 Ha (20.000 Ha kawasan

TN Bantimurung Bulusaraung) merupakan daerah tangkapan air (catchment area) bagi kawasan di bawahnya dan beberapa sungai penting di Provinsi Sulawesi Selatan. Pada Ekosistem karst tersebut terdapat potensi cadangan air terutama endokarst yang memiliki jaringan gua berair yang mengalirkan sungai bawah permukaan tanah (sun-terrain drainage) antara lain Gua Salukkang kallang, Leang Lompoa, Leang Lonrong, Leang Kassi dan guagua lainnya. Keberadaan sumber daya air di kawasan karst dimanfaatkan untuk menjamin ketersediaan air minum, irigasi pertanian, wisata, industri dan sebagainya. Beberapa pihak yang terkait dalam pengelolaan dan pemanfaatan air kawasan TN Bantimurung Bulusaraung antara lain : Pemerintah Daerah, Industri pertambangan (semen dan marmer), Usaha Pencucian Mobil, Lembaga Pengelola Air, Lembaga Pengelola Mikrohydro, Masyarakat dan TN Bantimurung Bulusaraung sendiri dalam hal pemanfaatan air untuk tujuan wisata. Pemanfaatan air oleh pihak tersebut di atas, secara ekonomi memiliki manfaat yang besar yaitu berkisar antara Rp 2,066 Triliun sampai 2,2 Triliun pertahun termasuk didalamnya pemanfaatan untuk tujuan wisata. Keberadaan air dengan potensi yang besar tersebut dan merupakan kebutuhan banyak pihak, maka pengelolaannya harus melibatkan semua pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengelolaan sumber daya air di kawasan TN Bantimurung Bulusaraung dilakukan melalui sinkronisasi dan sinergitas kepentingan berbagai sektor antara lain melalui penguatan forum pemanfaatan air, Penataan dan pengaturan pemanfaatan air, pemberian rpjp tnbabul

2016-2025

63


izin pemanfaatan, koordinasi dan bimbingan teknis pemanfaatan serta monitoring dan evaluasi.

9.

Pengelolaan Kegiatan Penelitian, Pendidikan dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan Dukungan penelitian dan pengembangan iptek dalam pengelolaan TN

Bantimurung Bulusaraung menjadi sentral adanya melihat tingginya potensi dan keanekaragaman hayati yang terkandung di dalamnya. Kegiatan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan perlu diarahkan untuk mendukung upaya pengelolaan kawasan, oleh karena itu perlu diidentifikasi dan disusun skala prioritas kebutuhan penelitian dan pengembangan dalam mendukung pencapaian tujuan utama pengelolaan kawasan. Dengan harapan, hasil-hasil penelitian dan pengembangan iptek tersebut sejalan antara kebutuhan

pengelolaan

kawasan

dengan

program

penelitian

dan

pengembangan iptek yang akan dilakukan baik oleh lembaga penelitian dan perguruan tinggi, sehingga dapat diimplementasikan untuk optimalisasi pengelolaan kawasan. Pendidikan konservasi bagi masyarakat lokal menjadi esensial peranannya dan perlu terus diupayakan. Jika memungkinkan, pendidikan konservasi bagi masyarakat ini dilakukan sejak usia dini sehingga kesadaran konservasi dan pentingnya pengelolaan lingkungan yang baik sudah menjadi bagian dari hidup generasi bangsa ini. Pendidikan konservasi bagi masyarakat dapat dilakukan melalui berbagai wadah. Upaya untuk menjadikan pendidikan konservasi sebagai muatan lokal pada program pendidikan dasar dan menengah adalah suatu hal yang penting untuk dilakukan. Dengan demikian, maka upaya konservasi tidak hanya dilaksanakan oleh taman nasional melainkan juga menjadi bagian yang terintegrasi di dunia pendidikan. Metode lain yang dapat ditempuh untuk memasyarakatkan upaya konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya adalah dengan membentuk kader-kader penggerak upaya konservasi di kalangan masyarakat. Untuk itulah kemudian diperlukan upaya pembentukan kader konservasi serta rpjp tnbabul

2016-2025

64


pembinaan kalangan pecinta alam. Kader-kader konservasi dan pecinta alam ini akan turut menyuarakan pentingnya konservasi secara mandiri, dan dengan demikian maka pelaksanaan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya tidak hanya menjadi bagian dari tanggung jawab pemerintah.

10. Kerjasama dan Kemitraan Kerjasama pengelolaan kawasan TN Bantimurung Bulusaraung dengan mitra terkait yang telah berjalan saat ini sebanyak 4 kerjasama pengelolaan, terdiri dari 3 kerjasama dalam rangka penguatan fungsi kawasan yaitu : Pembinaan Pengelolaan Sekolah Berwawasan Lingkungan Hidup dengan SMK Negeri I Bungoro Pangkep, Penelitian dalam Rangka Pengembangan Pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung dengan Balai Penelitian Kehutanan Bantimurung

Makassar,

Optimalisasi

Bulusaraung

dengan

Pengelolaan Fakultas

Taman

Kehutanan

Nasional Universitas

Hasanudin, dan 1 kerjasama penguatan fungsi, yaitu Pelebaran/ Pembangunan Jalan Maros – Ujung Lamuru – Watampone sepanjang ¹11 km (¹8 ha) melintasi Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung dengan Balai Pelaksanaan Jalan Nasional IV Makassar. Pelaksanaan kerjasama dan kemitraan tersebut dibarengi dengan pengawasan, monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan kerjasama yang sudah berjalan untuk mengarahkan dan memastikan tercapaianya tujuan kerjasama dan kemitraan tersebut diadakan. Jumlah kerjasama pengelolaan yang terjalin saat ini dirasa masih kurang jika dibandingkan dengan banyaknya stakeholder yang terkait dalam pemanfaatan sumber daya alam dan ekosistem TN Bantimurung Bulusaraung, sehingga perlu terus mendorong peningkatan kerjasama dan kemitraan khususnya kerjasama dan kemitraan dalam rangka penguatan fungsi kawasan. Hubungan, komunikasi dan koordinasi dengan aparat pemerintah daerah dilakukan melalui koordinasi dan integrasi penyelesaian berbagai permasalahan dan konflik kawasan, kerja sama pemanfaatan jasa lingkungan (air, wisata alam dan penelitian, pendidikan, pengembangan ilmu pengetahuan), peningkatan efektivitas perlindungan dan pengamanan rpjp tnbabul

2016-2025

65


kawasan, pengelolaan tumbuhan dan satwa serta upaya pemberdayaan masyarakat. Hubungan, dan komunikasi dengan masyarakat melalui peningkatan peran serta dan pemberdayaan masyarakat antara lain pembinaan desa penyangga, pemanfaatan tradisional, fasilitasi pembentukan dan penguatan forum pemerhati lingkungan (Forum Kawasan Karst MarosPangkep/KKMP, forum desa penyangga TN Bantimurung Bulusaraung, Forum Kader Konservasi TN Bantimurung Bulusaraung, forum jasa lingkungan air), dan pembinaan generasi muda. Hubungan, komunikasi dan koordinasi dengan lembaga/kementrian dan instansi lain selain Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui peningkatan intensitas koordinasi. Sementara dengan swasta melalui mengembangkan kerja sama dalam pengelolaan serta pemberian izin pemanfaatan.

11. Pengembangan Sumber Daya kelembagaan Dalam struktur organisasi Balai TN Bantimurung Bulusaraung, pejabat fungsional memegang peranan penting dalam pelaksanaan tugas dan fungsi organisasi disamping pejabat struktural dan pejabat fungsional umum. Kondisi faktual saat ini, Balai TN Bantimurung Bulusaraung dihadapkan pada kondisi ketimpangan/keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) khususya pejabat fungsional umum. Dalam kondisi seperti ini, pejabat fungsional Polisi Kehutanan dan Pengendali Ekosistem Hutan turut diberdayakan mengisi kekosongan tugas-tugas dukungan manajemen yang juga memegang peranan penting dalam mewujudkan ketercapaian tujuan pengelolaan taman nasional, sehingga tugas dan peran ganda pejabat fungsional menjadi tidak bisa dihindari. Adanya peran ganda pejabat fungsional tersebut menyebabkan kurang optimalinya peran pejabat fungsional dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya, sehingga berimplikasi negatif pada pencapaian tujuan pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung. Dalam rangka pemantapan tata kelola kelembagaan Balai TN Bantimurung Bulusaraung beberapa terobosan perubahan perlu dilakukan rpjp tnbabul

2016-2025

66


dalam rangka menata ulang ketersediaan dan kompetensi SDM dalam rangka pencapaian visi dan misi pengelolaan. Terobosan perubahan dilakukan melalui optimalisasi pelaksanaan tugas dan fungsi pejabat fungsional dalam mendukung efektifitas pengelolaan, melakukan langkah antisipasi terhadap kurangnya pejabat fungsional umum melalui penambahan personil secara internal dan esternal, mengusulkan perubahan struktur organisasi yang mendukung optimalisasi pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung. Sumber daya lainnya yang perlu ditingkatkan adalah keterbatasan anggaran pengelolaan yang masih mengandalkan APBN, ketersediaan sarana dan prasarana minimal/standar dalam pengelolaan seperti sarpras utama (Kantor Balai, Seksi Wilayah dan sarana yang mendukung pelaksanaan dukungan manajemen), dan sarpras perlindungan dan pengamanan, sarpras pengelolaan potensi dan sarpras pengelolaan wisata alam. Sarana dan prasarana pengelolaan wisata menjadi penting dalam rangka mendukung TN Bantimurung Bulusaraung menjadi ekowisata karst dunia. Rencana

aksi

pengelolaan

jangka

panjang

TN

Bantimurung

Bulusaraung tahun 2016-2025 sebagaimana lampiran 1.

B. Kelembagaan 1.

Struktur Organisasi Secara struktur, Balai TN Bantimurung Bulusaraung terdiri dari Sub

Bagian Tata Usaha yang berkedudukan di Bantimurung Kabupaten Maros, Seksi Pengelolaan TN Wilayah I Balocci yang berkedudukan di Kecamatan Minasate’ne Kabupaten Pangkep, Seksi Pengelolaan TN Wilayah II Camba yang berkedudukan di Kecamatan Cenrana Kabupaten Maros, serta Kelompok Jabatan Fungsional yang berkedudukan dan mengisi setiap lini pengelolaan. Untuk memenuhi volume dan beban kerja di tingkat pemangkuan serta karena tuntutan kebutuhan dan efektifitas dalam pencapaian visi dan misi pengelolaan, maka stuktur organisasi dan tata kerja Balai TN Bantimurung Bulusaraung tersebut perlu dikembangkan. Pengembangan Struktur organisasi dan tata kerja Balai TN Bantimurung Bulusaraung sebagaimana gambar 18. rpjp tnbabul

2016-2025

67


Gambar 18.

Pengembangan Struktur organisasi dan tata kerja Balai TN Bantimurung Bulusaraung KEPALA BALAI

KEPALA SUB BAGIAN TU POKJA KEPEGAWAIAN DAN UMUM KEUANGAN KEPALA SPTN WILAYAH I

POKJA PERLENGKAPAN DAN RUMAH TANGGA

KEPALA SPTN WILAYAH II

POKJA PERENCANAAN DAN EVALUASI POKJA PELAYANAN RESORT BALOCCI

RESOR MINASATE’NE

RESORT TONDONG TALLASA

RESORT BANTIMURUNG

KELOMPOK JABATA FUNGSIONAL

RESORT TPATTUNUANG

RESORT CAMBA

RESORT MALLAWA

KET : Garis Komando Garis Koordinasi rpjp tnbabul

2016-2025

68


a) Sub Bagian Tata Usaha Sub Bagian Tata Usaha merupakan pelaksana sebagian dari tugas dan fungsi Balai TN Bantimurung Bulusaraung dalam hal melakukan urusan tata persuratan ketatalaksanaan, kepegawaian, keuangan, perlengkapan, kearsipan, rumah tangga, perencanaan, kerjasama, data dan informasi, pemantauan, evaluasi, pelaporan dan kehumasan, yang terdiri dari 6 kelompok kerja (Pokja), yaitu : Kepegawaian dan Umum, Keuangan, Perlengkapan dan Rumah Tangga, Perencanaan dan Evaluasi, serta Pelayanan.

b) Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah mempunyai tugas melaksanakan kegiatan inventarisasi potensi, penataan kawasan, pengelolaan kawasan, perlindungan dan pengamanan, pengendalian kebakaran hutan, evaluasi kesesuaian fungsi, pemulihan ekosistem, penutupan kawasan, pengendalian dan pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar untuk kepentingan non komersial, pengembangan dan pemanfaatan jasa lingkungan, penyuluhan, bina cinta alam dan pemberdayaan masyarakat di dalam dan sekitar kawasan. Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah terdiri dari 2 seksi, yaitu : - SPTN Wilayah I, di Kecamatan Minasate’ne, Kab. Pangkep yang terbagi dalam 3 resort pengelolaan, yaitu Resort Balocci, Resort Minasate’ne dan Resort Tondong Tallasa. - SPTN Wilayah II, di Kecamatan Cenrana, Kab. Maros yang terbagi dalam 4 resort pengelolaan, yaitu Bantimurung Leang-Leang, Resort Pattunuang Karaenta, Resort Camba dan Resort mallawa. Sementara kelompok jabatan fungsional tertentu (Polisi Kehutanan, Pengendali Ekosistem Hutan, Penyuluh Kehutanan dan Pranata Komputer) akan mengisi setiap lini pengelolaan sesuai kebutuhan organisasi.

2.

Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia Balai TN Bantimurung Bulusaraung hingga Juni

2016, tercatat sebanyak 126 orang. Tediri dari 58 Pegawai Negeri Sipil (PNS) rpjp tnbabul

2016-2025

69


dan 68 Pegawai Tidak Tetap dan ditempatkan secara proporsional pada setiap lini pengelolaan. Keadaan pegawai Balai TN Bantimurung Bulusaraung adalah sebagai mana tabel 12. Tabel 12. Keadaan Pegawai Balai TN Bantimurung Bulusaraung. Uraian

Golongan

Pendidikan

Eselon III Eselon IV PEH Polhut Penyuluh Kehutanan Pranata Komputer Non Struktural Jumlah

IV 1 1 2

III 3 15 14 2 1 5 40

II 3 8 5 16

I -

Jml 1 3 18 23 2 1 10 58

S2 1 3 1 1 6

S1 13 2 1 4 20

D3 3 4 7

SMA 4 19 2 25

SMP -

SD -

Jml 1 3 18 23 2 1 10 58

Pegawai Tidak Tetap

-

-

-

-

-

-

8

-

54

2

4

68

Total

2

40

16

-

58

6

28

7

79

2

4

126

Dari jumlah pegawai tersebut di atas, apabila dilihat dari tingkat/jenis pendidikannya, pegawai (PNS dan PTT) lingkup Balai TN Bantimurung Bulusaraung masih didominasi oleh lulusan SMU/sederajat sebanyak 79 orang (63%), lulusan S2 sebanyak 6 orang (5%), S1 sebanyak 28 orang (22%), dan D3 sebanyak 7 orang (6%). Gambaran lengkap terkait kondisi pegawai disajikan dalam gambar 19 di bawah ini.

Gambar 19.Komposisi Pegawai Balai TN Bantimurung Bulusaraung

rpjp tnbabul

2016-2025

70


C. Pendanaan Saat ini, kondisi pendanaan dalam pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung masih mengandalkan pembiayaan pembangunan pemerintah melalui APBN. Melalui APBN, dukungan anggaran dalam pengelolaan dianggap kurang progresif dalam upaya pencapaian visi dan misi pengelolaan yang telah ditetapkan, hal ini terlihat dari kerangka pendanaan jangka menengah yang ditetapkan pemerintah setiap tahunnya tidak melebihi 10%. Sehingga perlu alternatif penganggaran selain APBN yang dilakukan bersama para pihak (stakeholder) melalui kerjasasama penyelenggaraan. Secara indikatif, kebutuhan pendanaan pelaksanaan Kegiatan Pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung selama 2016-2025 melalui APBN dipredisksi sebesar Rp. 293.180.274.000,-. (Dua Ratus Sembilan Puluh Tiga Milyar Seratus Delapan Puluh Juta Dua Ratus Tujuh Puluh Empat Ribu Rupiah). Tabel 13. Kebutuhan Pendanaan Pelaksanaan Kegiatan Pengelolaan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung (dalam ribuan rupiah) Jenis Kebutuhan Pendanaan Tahun

Jumlah

2016

6.607.000,-

8.500.000,-

Operasional Perkantoran 500.000,-

2017

7.267.700,-

9.350.000,-

550.000,-

17.167.700,-

2018

7.994.470,-

10.285.000,-

605.000,-

18.884.470,-

2019

8.793.917,-

11.313.500,-

665.500,-

20.772.917,-

2020

9.673.309,-

12.444.850,-

732.050,-

22.850.209,-

2021

10.640.640,-

13.689.335,-

805.255,-

25.135.230,-

2022

21.281.279,-

15.058.269,-

885.781,-

37.225.328,-

2023

23.409.407,-

16.564.095,-

974.359,-

40.947.861.-

2024

25.750.348.-

18.220.505,-

1.071.794,-

45.042.647,-

2025

28.325.383,-

20.042.555,-

1.178.974,-

49.546.912,-

149.743.452,-

135.468.109,-

7.968.712,-

293.180.274,-

Jumlah

Belanja Kinerja

Belanja Gaji

15.607.000,-

Belanja tersebut di atas untuk membayai belanja kinerja dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi pengelolaan, belanja gaji serta belanja operasional pelaksanaan perkantoran yang hanya bersumber dari Pemerintah melalui APBN dan diprediksi bertambah jika ada pendampingan dana dari stakeholder/pihak donor melalui kerjasama pengelolaan.

rpjp tnbabul

2016-2025

71


BAB V PEMANTAUAN DAN EVALUASI

A. Efektivitas Pengelolaan Kawasan Pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung dalam periode 10 tahun kedepan (2016-2025) diarahkan untuk pemanfaatan jasa lingkungan kawasan melalui pengembangan ekowisata Karst bagi keberdayaan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan tetap memegang prinsip-prinsip kelestarian ekosistemnya, melalui misi “Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung menjadi Destinasi Ekowisata Karst Dunia�. Menjaga keutuhan keanekaragaman hayati dan ekosistem karst tersebut menjadi penting dan merupakan salah satu mandat pengelolaan kawasan TN Bantimurung Bulusaraung. Untuk itu, perlu senantiasa dilakukan pemantauan dan evaluasi untuk melihat progres pengelolaan yang dilakukan. Selain untuk memastikan bahwa kawasan dikelola sesuai dengan tujuan yang ditetapkan, juga sebagai alat untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ada. Pedoman pemantauan/penilaian efektivitas pengelolaan telah ditetapkan oleh Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem nomor : P.15/KSDAESET/2015 tentang Pedoman Penilaian efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi di Indonesia. Salah Satu framework yang dikembangkan untuk penilaian terhadap efektivitas pengelolaan kawasan konservasi tersebut adalah Management Effectiveness Tracking Tool (METT). Penilaian menggunakan framework METT tersebut dilakukan terhadap elemen-elemen utama yang berperan penting dalam siklus pengelolaan kawasan yang dikelompokkan dalam 6 aspek, yaitu : 1. Pemahaman akan konteks dari kawasan konservasi, berupa nilai-nilai penting yang dimiliki oleh kawasan, ancaman yang dihadapi, peluang-peluang yang tersedia, dan parapihak yang terlibat. 2. Perencanaan terhadap pengelolaan kawasan, meliputi desain (bentuk, luas, dan lokasi), perumusan visi; tujuan; dan target untuk pelestarian nilai-nilai penting dan mengurangi tekanan. rpjp tnbabul

2016-2025

72


3. Alokasi sumberdaya (input), yang meliputi personil/staf; alokasi anggaran yang tersedia; dan peralatan pendukung pengelolaan. 4. Kegiatan-kegiatan pengelolaan yang dilakukan sesuai dengan standar yang bisa diterima (proses), 5. Produk dan jasa (output) yang dihasilkan sesuai yang direncanakan, 6. Dampak atau outcome yang dicapai, dalam hal ini disesuaikan dengan tujuan pengelolaan. Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal KSDAE Nomor : SK.357/KSDAE-SET/2015 tanggal 31 Desember 2015 tentang Penetapan Nilai Awal Efektivitas Pengelolaan Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam dan Taman Buru bahwa nilai efektivitas Kawasan TN Bantimurung Bulusaraung (100245042) sebesar 72%, meliputi : Context (100%), Planning (78%), Input (78%), Process (67%), Output (33%), dan Outcome (88,89%). Suatu hal yang progresif, mengingat penunjukan TN Bantimurung Bulusaraung relatif baru dibandingkan dengan taman nasional lainnya di Indonesia. Namun demikian masih terdapat beberapa kelemahan-kelemahan yang harus tindaklanjuti, salah satunya adalah status kawasan yang belum ditetapkan. Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung berdasarkan Peraturan Dirjen KSDAE tersebut dengan melibatkan para pihak terkait untuk memberikan keyakinan yang memadai atas capaian pengelolaan yang telah dilakukan, para pihak tersebut adalah : 1. Balai TN Bantimurung Bulusaraung; 2. Institusi lainnya; 3. Masyarakat.

B. Akuntabilitas Kinerja Kelembagaan Pelaporan merupakan bentuk pertanggungjawaban kegiatan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, monitoring dan evaluasi. Pada Balai TN Bantimurung Bulusaraung, pelaporan seluruh kegiatan yang dilaksanakan melalui Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP). Pelaporan kinerja dimaksudkan untuk mengkomunikasikan capaian kinerja pengelolaan dalam satu tahun anggaran, yang dikaitkan dengan pencapaian tujuan dan sasarannya. rpjp tnbabul

2016-2025

73


Penyampaian laporan disampaikan kepada pihak yang memiliki hak atau yang berkewenangan meminta keterangan atau pertanggungjawaban. Selain LAKIP, Balai TN Bantimurung Bulusaraung juga melaporkan hasil kegiatan-kegiatan melalui Laporan Bulanan, Laporan Triwulanan, Laporan Semesteran, Laporan Tahunan dan dalam kondisi tertentu yang bersifat insidentil dapat dilakukan sewaktu-waktu. Acuan yang digunakan dalam pelaporan adalah berdasarkan standar prosedur operasional yang berlaku pada lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Tahapan dari penyampaian laporan dimulai dari penyiapan format laporan, penyusunan bahan laporan dan resume telaahan bahan laporan sampai ke pada tahap penyusunan. Laporan-laporan tersebut disampaikan kepada Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem sebagai atasan langsung dan pihak lain terkait sesuai kebutuhan.

rpjp tnbabul

2016-2025

74


BAB VI PENUTUP

TN Bantimurung Bulusaraung ditunjuk sebagai Kawasan Konservasi berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.398/Menhut-II/2004 tanggal 18 Oktober 2004 dan ditetapkan sebagai Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK) berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK.717/Menhut-II/2010 tanggal 29 Desember 2010 tentang Penetapan Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK) Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung di Kabupaten Maros, Kabupaten Pangkajene Kepulauan dan Kabupaten Bone, Provinsi Sulawesi Selatan seluas Âą43.750 Ha. Surat Keputusan tersebut menjadi dasar dalam penyelenggaran dan pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung. Rencana Pengelolaan Jangka Panjang (RPJP) Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung telah disusun sejak tahun 2008 untuk periode 2008-2027 (20 Tahun). RPJP TN Bantimurung Bulusaraung 2008-2027 tersebut direvisi untuk menyesuaikan dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, serta penyesuaian atas perubahan kebijakan pemerintah dan kondisi faktual kawasan saat ini. Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TN Bantimurung Bulusaraung 20162025 menjadi gambaran umum dan acuan pengelolaan kawasan dalam mewujudkan efektifitas pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung sebagai daerah tujuan wisata (destinasi ekowisata) karst dunia.

rpjp tnbabul

2016-2025

75


DAFTAR PUSTAKA

Achmad, A. 2011. Rahasia Ekosistem Hutan Bukit Kapur. Brilian International. Surabaya. Balai Penelitian Kehutanan Makassar. 2010. Valuasi Ekonomi Jasa Lingkungan di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Balai Penelitian Kehutanan Makassar. Makassar. Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. 2009. Identifikasi dan Pemetaan Sebaran ODTWA Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Maros. Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. 2012. Zonasi Taman Nasional Bantimurung

Bulusaraung.

Balai

Taman

Nasional

Bantimurung

Bulusaraung. Maros. Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. 2015. Revisi Zonasi Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Maros. Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. 2015. Data flora dan fauna Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung Tahun 2015. Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Maros. Deharveng, Louis. 2007. Zoological Investigations in The Karst of South and Southeast Sulawesi. Project Report. Museum National d’Histoire Naturelle de Paris. Paris. Unpublished. Mattimu, A.A., H. Sugondo dan H. Pabittei. 1977. Identifikasi dan Inventarisasi Jenis Kupu-kupu di Daerah Bantimurung Sulawesi Selatan. Proyek Penelitian Universitas Hasanuddin. Ujung Pandang. Samodra, Hanang. 2003. Nilai Strategis Kawasan Kars di Indonesia dan Usaha Pengelolaannya Secara Berkelanjutan. Suplemen tulisan pada Pelatihan Dasar Geologi untuk Pecinta Alam dan Pendaki Gunung, kerjasama IAGI dengan Klub Pecinta Alam. Ikatan Ahli Geologi Indonesia. Bogor.

rpjp tnbabul

2016-2025

76


Suhardjono dan Yayuk R. 2007. Laporan Teknik 206. Inventarisasi dan Karakterisasi Biota Karst dan Gua Pegunungan Sewu dan Sulawesi Selatan. Proyek 212. Bidang Zologi (Museum Zologicum Bogoriense) Pusat Penelitan Biologi – LIPI, Bogor. Rangkuti,

Freddy. 1998. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis.

Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Wallace, A.R. 1890. The Malay Archipelago. Periplus Editions (HK) Ltd. Singapore. Whitten, T., G.S. Henderson and M. Mustafa. 2002. The Ecology of Indonesia Series (Volume IV), The Ecology of Sulawesi. Periplus Editions (HK) Ltd. Singapore.

rpjp tnbabul

2016-2025

77


Lampiran 1. No I

Rencana Aksi Pengelolaan Jangka Panjang Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung Tahun 2016-2025.

PRIORITAS PENGELOLAAN

SASARAN

2016

2017

2018

2019

2020

2021

2022

2023

2024

2025

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

3) Inventarisasi dan Pemetaan gua untuk pengembangan ekowisata

-

-

-

-

-

-

-

-

4) Inventarisasi tumbuhan pada ekosistem batu gamping (karts)

-

-

-

-

-

-

-

-

5) Inventarisasi satwa bernilai penting (Kus-kus beruang, Julang Sulawesi dan Elang Sulawesi)

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

PIHAK TERKAIT

PERENCANAAN 1. Inventarisasi potensi ekologi, 1) Inventarisasi sumber daya air 2) Inventarisasi dan pemetaan alur hidrologi endokarst

Penyediaan Baseline data

Perguruan Tinggi, Litbang LHK, LIPI

2. Penyusunan dokumen penataan dan perencanaan kawasan, 1) Dokumen zonasi 2) Dokumen RPJP 3) Dokumen RPJPd 4) Evaluasi fungsi kawasan II

Review/Revisi zonasi/RPJP, evaluasi kesesuaian fungsi

Pemda, Perguruan Tinggi

PENGEMBANGAN EKOWISATA KARST 1. Analisis kebutuhan pengembangan wisata minat khusus 2. Desain tapak (Review/Revisi) 3. Operasional 7 site wisata prioritas (the seven wonders)

Arahan kegiatan wisata petualangan, Revisi desain

Pemda, Perguruan Tinggi, Litbang LHK, Badan Usaha, Swasta,


No

PRIORITAS PENGELOLAAN

2016

2017

2018

2019

2020

2021

2022

2023

2024

2025

7. Kajian daya dukung dan dampak wisata

-

-

-

-

-

-

-

-

8. Pengembangan Sarpras

9. Monitoring dan Evaluasi

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

4. Peningkatan kapasitas SDM pengelola wisata 5. Promosi dan informasi 6. Bimbingan teknis dan supervisi pemanfaatan wisata alam

III

SASARAN tapak, Pemberian IPPA (IUPSWA dan IUPJWA)

PIHAK TERKAIT Kementerian Pariwisata, Masyarakat

PENGELOLAAN SPESIES TUMBUHAN DAN SATWA BERNILAI PENTING

1. Pengelolaan tumbuhan, 1) Monitoring dan pengamatan sample plot tumbuhan pada ekosistem karst

pemutakhiran data base

2) Pengelolaan demplot angrek

Perguruan Tinggi, Litbang LHK, LIPI, Masyarakat

2. Pengelolaan satwa, 1) Pembangunan pusat pengembangbiakan (sanctuary) spesies bernilai penting 2) Monitoring dan pemantauan satwa bernilai penting (Kupu-kupu, Kus-kus Beruang, Monyet Hitam Sulawesi, Julang Sulawesi, dan Elang Sulawesi)

Santuray Tarisus fuscus dan kupukupu, Pemutakhiran database

3. Pengembangan sarana dan prasarana IV

Perguruan Tinggi, Litbang LHK, LIPI, Swasta, BUMN/D

PEMULIHAN EKOSISTEM 1. Analisis spasial tutupan lahan 2. Kajian dan Penyusunan RPE

Tanaman eksotik

Perguruan Tinggi, Pemda,


No

PRIORITAS PENGELOLAAN

2016

2017

2018

2019

2020

2021

2022

2023

2024

2025

(Spathodea campanulata P. Beauv.)

-

-

-

-

-

-

7 Resort pengelolaan

2. Pemeliharaan batas kawasan

-

-

-

-

-

3. Pengendalian kebakaran hutan

4. Pengembangan sarpras

5. Monitoring dan Evaluasi

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

5. Peningkatan Kapasitas Masyarakat

-

-

-

-

-

6. Monitoring dan Evaluasi

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

3. Restorasi ekosistem 4. Monitoring dan evaluasi V

Masyarakat

TNI, Polri, Kejaksaan, Pemda, BPKH, Perguruan Tinggi, Litbang LHK, Masyarakat

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 1. Prakondisi Pemberdayaan Masyarakat 2. Pembentukan dan Pembinaan Kelembagaan 3. Pendampingan Pemberdayan Masyarakat 4. Pembinaan dan Pengembangan Usaha Ekonomi Produktif

VII

PIHAK TERKAIT

PERLINDUNGAN DAN PENGAMANAN 1. Patroli, pemantauan dan pengamanan kawasan

VI

SASARAN

Desa Pattanyamang dan Tompobulu, dan 8 Desa target selanjutnya

Pemda, Perguruan Tinggi, Litbang LHK, Swasta, Masyarakat

PENGELOLAAN ZONA TRADISIONAL 1. Prakondisi Zona Tradisional 2. Sosialisasi Pengembangan Pemanfaatan Zona Tradisional 3. Pengembangan Kemitraan/Kolaborasi

Zona tradisional Pattiro, Amarae dan

Perguruan Tinggi, Litbang LHK, Swasta, Masyarakat


No

PRIORITAS PENGELOLAAN 4. Peningkatan Kapasitas Masyarakat

SASARAN

2016

2017

2018

2019

2020

2021

2022

2023

2024

2025

Padang Loang

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

5. Monitoring dan Evaluasi VIII

PEMANFAATAN JASA LINGKUNGAN AIR

1

Valuasi ekonomi sumber daya air

2

Bimbingan teknis dan supervisi pemanfaatan air dan energi air

3

Pembinaan dan pengawasan pemanfaatan air dan energi air

4

Monitoring dan Evaluasi pemanfaatan air

IX

PENGELOLAAN KEGIATAN PENELITIAN, PENDIDIKAN DAN PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN 1. Identifikasi kebutuhan penelitian 2. Penyusunan roadmap kebutuhan penelitian 3. Fasilitasi pelaksanaan kegiatan penelitian 4. Pendidikan konservasi 5. Pembinaan kader konservasi

IPA dan IPEA untuk pemanfaatan komersil dan non komersial

Arahan program penelitian, Pendidikan konservasi usia dini, pembinaan generasi muda

6. Evaluasi pelaksanaan kegiatan X

PIHAK TERKAIT

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

Pemda, Swasta, Badan Usaha, BP–SPAM, Masyarakat

Pemda, Perguruan Tinggi, Litbang LHK, LIPI, Kader Konservasi, KPA, KSM/KP, Sekolah-sekolah sekitar kawasan

KERJASAMA DAN KEMITRAAN 1. Pengembangan kerjasama penguatan fungsi dan pembangunan strategis yang tidak dapat dielakkan 2. Pengembangan forum dan kemitraan

Naskah MoU, Forum KKMP dan Desa penyangga,

Perguruan Tinggi, Litbang LHK, PT. Telkom, Kementerian PU, Masyarakat,


No

PRIORITAS PENGELOLAAN

SASARAN

2016

2017

2018

2019

2020

2021

2022

2023

2024

2025

PIHAK TERKAIT

BUMN/D, Swasta

-

-

-

-

-

-

-

4. Peralatan dan fasilitas perkantoran

5. Kendaraan bermotor

-

-

-

-

-

-

3. Monitoring dan evaluasi kerjasama pengelolaan XI

PENGEMBANGAN SUMBER DAYA KELEMBAGAAN 1. Administrasi perkantoran 2. Gedung dan bangunan 3. Perangkat pengolah data dan komunikasi

Dukungan Administrasi dan Sarpras perkantoran


Lampiran 2. Daftar Desa/Kelurahan Di Daerah Penyangga TN Bantimurung Bulusaraung. Kabupaten/ Kecamatan/ Kelurahan/Desa Kec. Bantimurung 1. Kalabbirang 2. Leang-Leang Kec. Simbang 3. Jenetaesa 4. Samangki 5. Sambueja Kec. Cenrana 6. Laiya 7. Lebbotengae 8. Labuaja 9. Baji Pamai 10 Rompe Gading 11. Limampoccoe Kec. Tompobulu 12. Toddolimae 13. Bonto Manai 14. Bonto Matinggi 15. Bonto Somba Kec. Camba 16. Pattanyamang 17. Pattiro Deceng 18. Cempaniga 19. Timpuseng 20. Mario Pulana Kec. Mallawa 21. Wanua Waru 22. Gattareng Matinggi 23. Batu Putih 24. Uludaya 25. Samaenre 26. Bentenge 27. Barugae No.

Rumah Tangga

Penduduk (Jiwa)

Luas Wilayah (Km2)

Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km2)

932 574

4.095 2.201

7,25 10,70

595 382

483 1.082 965

3.763 4.848 3.626

10,08 43,62 19,67

373 111 184

671 262 520 328 397 836

2.682 1.047 2.078 1.311 1.586 3.343

63,83 15,67 21,45 7,55 17,97 23,37

42 66 97 173 88 143

289 373 382 306

1.952 1.426 1.268 1.236

45,54 12,00 23,67 32,13

43 119 54 38

360 475 538 367 317

1.228 1.775 2.036 1.425 1.198

27,91 13,47 6,34 10,75 16,70

44 132 321 133 72

386 225 332 182 232 254 261

1.459 884 1.183 641 894 875 1.034

21,22 33,34 24,61 11,30 42,25 23,84 18,11

67 27 48 57 21 37 57

920 788 1.303 520 803

3.485 2.949 4.048 1.851 3.462

19,23 39,00 23,40 57,52 4,33

181 76 173 32 800

1.206 1.307 1.088 957 710 1.033

4.179 4.299 4.681 3.172 2.714 4.289

11,30 3,42 6,65 10,20 10,20 16,00

370 1.257 704 311 266 268

245 528 493

927 1.938 1.917

17,62 26,42 19,00

53 73 95

KAB. PANGKEP Kec. Balocci 28. Kassi 29. Balocci Baru 30. Balleangin 31. Tompobulu 32. Tonasa Kec. Minasa Te’ne 33. Kalabbirang 34. Minasa Te’ne 35. Bontokio 36. Kabba 37. Panaikang 38. Bontoa Kec. Tondong Tallasa 39. Malaka 40. Bantimurung 41. Tondong Kura


No. 42. 43.

Kabupaten/ Kecamatan/ Kelurahan/Desa Bonto Birao Lanne

414 480

1.453 1.734

Luas Wilayah (Km2) 11,92 20.00

238 480

1.031 1.656

26,00 32,00

40 52

25.842

100.879

938,55

107

Rumah Tangga

Penduduk (Jiwa)

Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km2) 121 86

KABUPATEN BONE Kec. Tellu Limpoe 44. Bonto Masunggu 45. Polewali Jumlah Sumber : Data primer setelah diolah, 2015


Lampiran 3. Daftar Flora di Kawasan TN Bantimurung Bulusaraung NO.

NAMA ILMIAH

NAMA INDONESIA/ LOKAL 3

FAMILI

1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47

2 Abdominea minimiflora (Hook. f.) J.J. Sm. 1917 Abelmoschus moschatus Medik. Acacia mangium Willd. Acalypha indica L. Acriopsis liliifolia (Koenig) Ormerod 1995 Actinodaphne glomerata (Blume) Nees Actinodaphne macrophylla (Blume) Nees Actinodaphne sp.1 Actinodaphne sp.2 Adenanthera sp. Adina sp. Adinandra celebica Koord. Aerides inflexa Teijsm. & Binn. 1862 Aerides odorata [Poir.] Lour. 1790 Agathis philippinensis Warb. Ageratum conyzoides (L.) L. Aglaia argentea Blume Aglaia ganggo Miq. Aglaia korthalsii Miq. Aglaia lawii (Wight) C.J.Saldanha Aglaia odoratissima Blume Aglaia sp.1 Aglaia sp.2 Aglaia sp.3 Aglaia sp.4 Aglaia sp.5 Aglaia tomentosa Teijsm. & Binn. Aglaonema pictum (Roxb.) Kunth Agrostophyllum (tenue ) J.J.Sm. 1918 Ailanthus triphysa (Dennst.) Alston Alangium rotundifolium (Hassk.) Bloemb. Alangium salviifolium (L.f.) Wangerin Albizia saman (Jacq.) Merr. Albizia saponaria (Lour.) Miq. Albizia sp. Alchornea rugosa (Lour.) MĂźll.Arg. Aleurites moluccana (L.) Willd. Allophylus cobbe (L.) Raeusch. Alocasia sp. Alphitonia incana (Roxb.) Teijsm. & Binn. ex Kurz Alpinia monoflora (?) Alpinia sp.1 Alpinia sp.2 Alseodaphne sp. Alstonia angustifolia Wall. ex A.DC. Alstonia scholaris (L.) R. Br. Amorphophallus (? paeoniifolius (Dennst.) Nicolson)

Akasia Kucing-kucingan Kayu bakang Kayu bakang Lasu-lasuna Alakang Camba-camba Jambu-jambu Tokka, Bandotan Kaju eja Kaju alakang Mala durian Bitontong Boli-boli Kaleleng kaju Trembesi, Ky. Colo Bilalang bassi Duji Halu-halu raung Pacco-pacco Katimbang Jahe-jahean Lippujang Rita Rita Tire

4 Orchidaceae Malvaceae Leguminosae Euphorbiaceae Orchidaceae Lauraceae Lauraceae Lauraceae Lauraceae Leguminosae Rubiaceae Pentaphylacaceae Orchidaceae Orchidaceae Araucariaceae Compositae Meliaceae Meliaceae Meliaceae Meliaceae Meliaceae Meliaceae Meliaceae Meliaceae Meliaceae Meliaceae Meliaceae Araceae Orchidaceae Simaroubaceae Cornaceae Cornaceae Leguminosae Leguminosae Leguminosae Euphorbiaceae Euphorbiaceae Sapindaceae Araceae Rhamnaceae Zingiberaceae Zingiberaceae Zingiberaceae Lauraceae Apocynaceae Apocynaceae Araceae

48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60

Amorphophallus bulbifer (Roxb.) Blume Anacardium occidentale L. Ananas comosus (L.) Merr. Annona muricata L. Anomianthus dulcis (Dunal) J.Sinclair Anthocephalus cadamba (Roxb.) Miq. Anthocephalus macrophyllus (Kuntze) Havil. Antiaris toxicaria Lesch. Antidesma montanum Blume Apania senegalensis (Poir.) Radlk Aphanamixis polystachya (Wall.) R.N. parker Aporosa sp. Appendicula cornuta Blume 1825

Jambu mete Nanas Sirsak Kaleleng empo Suju manai, Jabon Bu'ne Podo dare -

Araceae Anacardiaceae Bromeliaceae Annonaceae Annonaceae Rubiaceae Rubiaceae Moraceae Phyllanthaceae Sapindaceae Meliaceae Phyllanthaceae Orchidaceae

I 5 -

STATUS II III 6 7 II II II II II -

-

II

-

IV 8 -


NO.

NAMA INDONESIA/ LOKAL 3

NAMA ILMIAH

FAMILI

STATUS II III 6 7 II II II II -

Nangka-nangka -

4 Orchidaceae Orchidaceae Araliaceae Menispermaceae Leguminosae Leguminosae Primulaceae Primulaceae Primulaceae Primulaceae Primulaceae Arecaceae Arecaceae Aristolochiaceae Moraceae Moraceae Moraceae Moraceae Moraceae Orchidaceae Orchidaceae

I 5 √

Kembang berdoa Belimbing Pangi-pangi Pangi-pangi Bambu Putat Kembang kupu-kupu Dingin-dingin Taipa dare Polo Mana-mana

Aspleniaceae Oxalidaceae Phyllanthaceae Phyllanthaceae Poaceae Lecythidaceae Leguminosae Leguminosae Begoniaceae Begoniaceae Begoniaceae Lauraceae Lauraceae Phyllanthaceae Euphorbiaceae

-

-

-

-

Ra’da, Kakao rowang Lontara Buah makassar Kecubung gunung

Malvaceae Arecaceae Phyllanthaceae Phyllanthaceae Simaroubaceae Solanaceae

-

-

-

-

103 104 105

Asplenium nidus L. Averrhoa bilimbi L. Baccaurea sp. 1 Baccaurea sp. 2 Bambusa sp. Barringtonia asiatica (L.) Kurz Bauhinia arborea Wunderlin Bauhinia sp. Begonia comestibilis D.C.Thomas & Ardi Begonia siccacaudata J.Door. Begonia sp. Beilschmiedia gemmiflora (Blume) Kosterm. Beilschmiedia sp. Bischofia javanica Blume Blumeodendron kurzii (Hook.f.) J.J.Sm. ex Koord. & Valeton Bombax ceiba L. Borassus flabellifer L. Breynia virgata (Blume) Müll.Arg. Bridelia insulana Hance Brucea javanica (L.) Merr. Brugmansia suaveolens (Humb. & Bonpl. ex Willd.) Bercht. & J.Presl Buchanania arborescens (Blume) Blume Bulbophyllum agapethoides Schltr. 1911* Bulbophyllum auritum J.J.Verm. & P.O'Byrne 2008*

-

Anacardiaceae Orchidaceae Orchidaceae

-

II II

-

-

106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117

Bulbophyllum lemniscatoides Rolfe 1890 Bulbophyllum minahassae Schltr. 1911* Bulbophyllum odoratum (Blume) Lindl. 1830 Bulbophyllum orthoglossum Krzl. 1896 Bulbophyllum pachyneuron Schltr. 1911* Bulbophyllum sessile [Koen.]J.J.Sm. 1905 Bulbophyllum sp.1 Calamus sp.1 Calamus sp.2 Calanthe triplicata [Rumph.] Ames 1907 Calanthe vestita Lindl. 1833 Calophyllum inophyllum L.

Rotan Rotan Bitau, Bintangur, Nyamplung Bitau

Orchidaceae Orchidaceae Orchidaceae Orchidaceae Orchidaceae Orchidaceae Orchidaceae Arecaceae Arecaceae Orchidaceae Orchidaceae Calophyllaceae

-

II II II II II II II II II -

-

-

Calophyllaceae

-

-

-

-

1 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81

2 Appendicula laxifolia J.J.Sm. 1933* Arachnis celebica (Schltr.) J.J.Sm. 1912 Aralia sp. Arcangelisia flava (L.) Merr. Archidendron pauciflorum (Benth.) I.C.Nielsen Archidendron sp. Ardisia crispa (Thunb.) A.DC. Ardisia elliptica Bedd. Ardisia lanceolata Roxb. Ardisia sp.1 Ardisia sp.2 Areca catechu L. Arenga pinnata (Wurmb) Merr. Aristolochia tagala Cham. Artocarpus altilis (Parkinson ex F.A.Zorn) Fosberg Artocarpus elasticus Reinw. ex Blume Artocarpus heterophyllus Lam. Artorcarpus incise Artorcarpus sp. Ascocentrum aureum J.J.Sm. 1917 Ascocentrum miniatum [Lindley] Schlechter 1913 (L)

82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102

118 Calophyllum sp.

Langiri Langiri Padaka Padaka Laba-laba raung Pinang Aren, Inru Sukun Tokka Nangka

IV 8 -


NO.

NAMA ILMIAH

1 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175 176 177 178 179 180 181

2

Campnosperma sp. Cananga odorata (Lam.) Hook.f. & Thomson Canarium balsamiferum Willd. Canarium maluense Lauterb. Canarium sp.1 Canarium sp.2 Canthium dicoccum (Gaertn.) Merr. Canthium didymum C.F.Gaertn. Canthium sp. Carallia brachiata (Lour.) Merr. Carica papaya L. Caryota mitis Lour. Casearia grewiifolia Vent. Cassia alata L. Cassia siamea Lam. Cassia sp. Cassia tora L. Castanopsis acuminatissima (Blume) A.DC. Castanopsis buruana Miq. Castanopsis sp. Casuarina junghuhniana Miq. Ceiba pentandra (L.) Gaertn. Celtis cinnamomea Lindl. ex Planch. Celtis Philippensis Blanco Ceratostylis sima J.J. Sm. 1908* Ceratostylis sp. Chionanthus celebicus Koord. Chionanthus cf. pubicalyx (Ridl.) Kiew Chionanthus ramiflorus Roxb. Chisocheton ceramicus (Miq.) C.DC. Chisocheton sp. Cibotium barometz (L.) J. Sm. Cinnamomum sintoc Blume Cinnamomum sp.1 Cinnamomum sp.2 Cissus discolor Blume Citronella sp. Citronella suaveolens (Blume) R.A.Howard Claoxylon cf. australe Baill Claoxylon sp. Cleisostoma sororium (J.J.Sm.) Garay 1972 Cleisostoma sp. Cleisostoma subulatum Blume 1825 Cleistanthus myrianthus (Hassk.) Kurz Cleistanthus sp. Clerodendrum javanicum Walp. Clerodendrum minahassae Teijsm. & Binn. Clerodendrum paniculatum L. Clerodendrum speciosissimum Drapiez Cocos nucifera L. Codiaeum variegatum (L.) Rumph. ex A.Juss. Coelogyne celebensis J.J.Sm. 1917* Coelogyne rumphii Lindl. 1853 Coffea sp. Coleus amboinicus Lour. Coleus scutellarioides (L.) Benth. Colocasia esculenta (L.) Schott Colona sp. Corymborkis veratrifolia [Reinw.] Bl. 1859 Costus speciosus (J.König) Sm. Cratoxylum cochinchinense (Lour.) Blume Crinum asiaticum L. Croton sp.

NAMA INDONESIA/ FAMILI LOKAL 3 4 Bilang-bilang, TerentangAnacardiaceae Kenanga Annonaceae Burseraceae Burseraceae Burseraceae Burseraceae Kalandra Rubiaceae Rubiaceae Kalandra Rubiaceae Salak-salak Rhizophoraceae Kaliki, Pepaya Caricaceae Arecaceae Bera-berasa Salicaceae Kitti-kitti Leguminosae Johar Leguminosae Lawara paniki Leguminosae Ketepeng kecil Leguminosae Fagaceae Fagaceae Fagaceae Casuarinaceae Kapuk Malvaceae Cannabaceae Cannabaceae Orchidaceae Orchidaceae Oleaceae Oleaceae Oleaceae Meliaceae Bitontong Meliaceae Paku simpai Dicksoniaceae Lauraceae Aju Te'ne Lauraceae Lasaksuna Lauraceae Vitaceae Cardiopteridaceae Cardiopteridaceae Euphorbiaceae Euphorbiaceae Orchidaceae Orchidaceae Orchidaceae Phyllanthaceae Phyllanthaceae Senggugu Lamiaceae Lamiaceae Pagoda Lamiaceae Bunga poppo Lamiaceae Kelapa Arecaceae Euphorbiaceae Orchidaceae Orchidaceae Kopi Rubiaceae Jinten Lamiaceae Iler Lamiaceae Pacco, talas Araceae Malvaceae Orchidaceae Pacing Costaceae Hypericaceae Amaryllidaceae Rao-rao pute Euphorbiaceae

I 5 -

STATUS II III 6 7 II II II II II II II II II -

IV 8 -


NO.

NAMA ILMIAH

1 182 183 184 185 186 187 188 189 190 191 192 193 194 195 196 197 198 199 200

2

NAMA INDONESIA/ LOKAL 3

FAMILI

I 5 -

STATUS II III 6 7 II II II II II II -

IV 8 -

Boce Meram Biung Pakis Teki Kaju bubu Kataba -

201 202 203 204 205 206 207

Croton tiglium L. Cryptocarya sp. Curcuma sp. Cyanotis sp. Cyathea celebica Blume Cyathea contaminans (Wall. ex Hook.) Copel. Cyathea sp. Cycas sp. Cymbidium bicolor Lindl. 1833 Cymbidium finlaysonianum Wall. ex Lindl. 1833 Cynometra ramiflora L. Cyperus rotundus L. Dacryodes rostrata (Blume) H.J.Lam Dehaasia caesia Blume Dehaasia celebica Kosterm. Dendrobium anosmum Lindley 1845 Dendrobium bicaudatum Reinw. ex Lindl. 1859 Dendrobium crumenatum Swartz 1799 Dendrochilum edentulum Blume var. patentibracteatum J. J. Sm. Dendrobium heterocarpum Wall. ex Lindl. 1830 Dendrobium lampongense J.J. Sm. 1908 Dendrobium macrophyllum A. Richard 1834** Dendrobium lancifolium A. Rich. 1834 Dendrobium rantii J.J.Sm. 1934* Dendrobium secundum [Bl.] Lindl. 1828 Dendrobium sphenochilum F.Muell. & Kraenzl. 1894

4 Euphorbiaceae Lauraceae Zingiberaceae Commelinaceae Cyatheaceae Cyatheaceae Cyatheaceae Cycadaceae Orchidaceae Orchidaceae Leguminosae Cyperaceae Burseraceae Lauraceae Lauraceae Orchidaceae Orchidaceae Orchidaceae Orchidaceae

-

Orchidaceae Orchidaceae Orchidaceae Orchidaceae Orchidaceae Orchidaceae Orchidaceae

√ -

II II II II II II II

-

-

208 209 210 211 212 213 214 215 216 217 218 219

Dendrobium stuartii F.M. Bailey. 1884 Dendrobium thysanophorum Schltr. 1911 Dendrocnide stimulans (L.f.) Chew Derris sp. Derris trifoliata Lour. Desmos chinensis Lour. Dictyoneura acuminata Blume Didymocheton nutans Blume Didymoplexis pallens Griff. 1844 Dillenia pentagyna Roxb. Dillenia serrata Thunb. Diospyros celebica Bakh.

Orchidaceae Orchidaceae Urticaceae Leguminosae Leguminosae Annonaceae Sapindaceae Meliaceae Orchidaceae Dilleniaceae Dilleniaceae Ebenaceae

II II II II

VU

-

220 221 222 223 224 225 226 227 228 229 230 231 232 233 234 235 236 237 238 239 240 241

Diospyros ferrea (Willd.) Bakh. Diospyros korthalsiana Hiern Diospyros malabarica (Desr.) Kostel. Diospyros sp.1 Diospyros sp.2 Diospyros sp.3 Diospyros venenosa Bakh. Dolichandrone spathacea (L.f.) Seem. Donax canniformis (G.Forst.) K.Schum. Dracaena multiflora Warb. ex Sarasin Dracontomelon dao (Blanco) Merr. & Rolfe Drypetes glabridiscus J.J.Sm. Drypetes globosa (Merr.) Pax & K.Hoffm. Drypetes longifolia (Blume) Pax & K.Hoffm. Drypetes roxburghii (Wall.) Hurus. Drypetes sp. Drypetes subcubica (J.J.Sm.) Pax & K.Hoffm. Duabanga moluccana Blume Dyera sp. Dysoxylum densiflorum (Blume) Miq. Dysoxylum sp. Elaeocarpus angustifolius Blume

Kaleleng a’da Kaleleng Lolorapa Sempur Kayu bolong, Ebony, Amara Mawai Mawai Mawai Danggang-danggang Bolong eja Bu’rung

Ebenaceae Ebenaceae Ebenaceae Ebenaceae Ebenaceae Ebenaceae Ebenaceae Bignoniaceae Marantaceae Asparagaceae Anacardiaceae Putranjivaceae Putranjivaceae Putranjivaceae Putranjivaceae Putranjivaceae Putranjivaceae Lythraceae Apocynaceae Meliaceae Meliaceae Elaeocarpaceae

-

-

-

-

Dao, Orisi, Rao-rao Biralikeng, Binuang Rita-rita Dangang-dangang


NO.

NAMA ILMIAH

1 242 243 244 245 246 247 248 249 250 251 252 253 254 255 256 257 258 259 260 261 262 263 264 265 266 267 268 269 270 271 272 273 274 275 276 277 278 279 280 281 282 283 284 285 286 287 288 289 290 291 292 293 294 295 296 297 298 299 300 301 302 303 304

2

Elaeocarpus sp. Elaeocarpus sphaericus (Gaertn.) K.Schum. Elatostema sinuatum (Blume) Hassk. Elatostema sp. Elattostachys verrucosa (Blume) Radlk. Elephantopus scaber L. Elmerrillia ovalis (Miq.) Dandy Embelia philippinensis A.DC. Endiandra rubescens (Blume) Miq. Epipogium roseum (D.Don) Lindl. 1857 Eria aporoides Lindl. 1859 Eria bractescens Lindley 1841 Eria densa Ridl. 1895 Eria flavescens (Blume) Lindl. 1830 Eria javanica (Sw.) Blume 1836 Eria merrillii Ames 1907 Eria sp.1 Erythrina fusca Lour. Erythrina variegata L. Etlingera sp. Eucalyptus deglupta Blume Eulophia sp. Eulophia spectabilis (Dennst.) Suresh 1988 Euodia accedens Blume Euonymus javanicus Blume Eupatorium odoratum L. Euphorbia pulcherrima Willd. ex Klotzsch Exocarpus latifolius R. Br. Ficus adenosperma Miq. Ficus albipila (Miq.) King Ficus ampelas Burm.f. Ficus anastomosans Wall. ex Kurz Ficus aurita Blume Ficus benjamina L. Ficus calcarata Corner Ficus callophylla Blume Ficus callosa Willd Ficus chrysolepis Miq. Ficus copiosa Steud. Ficus cordatula Merr. Ficus crassiramea (Miq.) Miq. Ficus cumingii Miq. Ficus deltoidea Jack Ficus elastica Roxb. ex Hornem. Ficus elmeri Merr. Ficus fistulosa Reinw. ex Blume Ficus forstenii Miq. Ficus fulva Reinw. ex Blume Ficus grewiifolia Blume Ficus grewiifolia Blume Ficus gul K.Schum. & Lauterb. Ficus heteropoda Miq. Ficus hispida L.f. Ficus lawesii King Ficus microcarpa L.f. Ficus miquelii King Ficus obscura Blume Ficus pisifera Wall. ex Voigt Ficus racemosa L. Ficus septica Burm.f. Ficus sp.1 Ficus sp.2 Ficus sp.3

NAMA INDONESIA/ LOKAL 3 Pucak lolo Bintawang, Duji Tapak liman Uru Dadap Kassimpo Kopasanda, Kerinyu Kastuba Kalukenrang Empalasa Kaju ara Kaju ara Kaju ara Lambere Kaju ara Pallasa Kaju ara Kalukenrang Pa'da Duajeng, Biraeng Tobo-tobo Kaju ara alang-alang Kaju ara cambo-cambo -

FAMILI 4 Elaeocarpaceae Elaeocarpaceae Urticaceae Urticaceae Sapindaceae Compositae Magnoliaceae Primulaceae Lauraceae Orchidaceae Orchidaceae Orchidaceae Orchidaceae Orchidaceae Orchidaceae Orchidaceae Orchidaceae Leguminosae Leguminosae Zingiberaceae Myrtaceae Orchidaceae Orchidaceae Rutaceae Celastraceae Compositae Euphorbiaceae Santalaceae Moraceae Moraceae Moraceae Moraceae Moraceae Moraceae Moraceae Moraceae Moraceae Moraceae Moraceae Moraceae Moraceae Moraceae Moraceae Moraceae Moraceae Moraceae Moraceae Moraceae Moraceae Moraceae Moraceae Moraceae Moraceae Moraceae Moraceae Moraceae Moraceae Moraceae Moraceae Moraceae Moraceae Moraceae Moraceae

I 5 -

STATUS II III 6 7 II II II II II II II II II II -

IV 8 -


NO.

NAMA ILMIAH

1 305 306 307 308 309 310 311 312 313 314 315 316 317 318 319 320 321 322 323 324 325 326 327 328 329 330 331 332 333 334 335 336 337 338 339 340 341 342 343 344 345 346 347 348 349 350 351 352 353 354 355 356 357 358 359 360 361 362 363 364 365 366 367

2

Ficus sp.4 Ficus sp.6 Ficus subcordata Blume Ficus subtrinervia K.Schum. & Lauterb. Ficus subulata Blume Ficus sumatrana Miq. Ficus sundaica Blume Ficus superba Miq. Ficus tinctoria G.Forst. Ficus variegata Blume Ficus virens Aiton Ficus virgata Reinw. ex Blume Finschia chloroxantha Diels Flacourtia jangomas (Lour.) Raeusch. Flickingeria comata (Blume) A.D. Hawkes 1961 Flickingeria fimbriata (Blume) A.D. Hawkes 1961 Fragaria sp. Ganophyllum falcatum Blume Ganophyllum sp. Garcinia celebica L. Garcinia forbesii King Garcinia gaudichaudii Planch. & Triana Garcinia lateriflora Blume Garcinia mangostana L. Garcinia sp.1 Garcinia sp.2 Garcinia sp.3 Garcinia sp.4 Garcinia tetrandra Pierre Gardenia tubiflora Andr. Garuga floribunda Decne. Gastonia serratifolia (Miq.) Philipson Gastrochilus sororius Schlechter 1913 Globba sp. Gluta renghas L. Glycosmis cochinchinensis (Lour.) Pierre ex Engl. Glycosmis pentaphylla (Retz) Correa Glycosmis sp. Gnetum gnemonoides Brongn. Gomphandra mappioides Valeton Gonystylus macrophyllus (Miq.) Airy Shaw Grewia acuminata Juss. Grosourdya appendiculata (Blume) Rchb.f. 1868 Guioa sp. Gymnacranthera bancana (Miq.) J.Sinclair Habenaria medusa Kraenzl. 1893 Habenaria sp.1 Habenaria sp.2 Habenaria sp.3 Harpulia arborea (Blanco) Radlk. Helminthostachys zeylanica (L.) Hook. Heritiera littoralis Aiton Heritiera sylvatica S.Vidal Hernandia sp. Hetaeria sp. Hibiscus rosa-sinensis L. Hibiscus tiliaceus L. Homalanthus populneus (Geiseler) Pax Homalium celebicum Koord. Homalomena occulta (Lour.) Schott Hopea celebica Burck Horsfieldia sp. Huperzia squarrosa (G. Forst.) Trevis.

NAMA INDONESIA/ LOKAL 3 Kaju ara copeng Kaju ara Marihallasa Kaju ara Kaju ara Satiri dare Lobe-lobe Strawberry hutan Kacala Manggis hutan Manggis Pude Bole-bole Bingkawa Mapala Lento-lento Danggang-danggang Bunga landra Rumung Mala durian Kembang sepatu Waru Balante Keladi Parenreng

FAMILI 4 Moraceae Moraceae Moraceae Moraceae Moraceae Moraceae Moraceae Moraceae Moraceae Moraceae Moraceae Moraceae Proteaceae Salicaceae Orchidaceae Orchidaceae Rosaceae Sapindaceae Sapindaceae Clusiaceae Clusiaceae Clusiaceae Clusiaceae Clusiaceae Clusiaceae Clusiaceae Clusiaceae Clusiaceae Clusiaceae Rubiaceae Burseraceae Araliaceae Orchidaceae Zingiberaceae Anacardiaceae Rutaceae Rutaceae Rutaceae Gnetaceae Stemonuraceae Thymelaeaceae Malvaceae Orchidaceae Sapindaceae Myristicaceae Orchidaceae Orchidaceae Orchidaceae Orchidaceae Sapindaceae Dryopteridaceae Malvaceae Malvaceae Hernandiaceae Orchidaceae Malvaceae Malvaceae Euphorbiaceae Salicaceae Araceae Dipterocarpaceae Myristicaceae Lycopodiaceae

I 5 -

STATUS II III 6 7 II II II II II II II II II -

IV 8 -


NO.

NAMA ILMIAH

1 368 369 370 371 372 373 374 375 376 377 378 379 380 381 382 383 384 385 386 387 388 389 390 391 392 393 394 395 396 397

2 Hydnocarpus heterophylla Kurz Hydrocotyle sibthorpioides Lam. Hymenodictyon excelsum (Roxb.) Wall. Ilex sp. Impatiens sp. 2 (bunga violet) Impatiens sp.1 (bunga orange) Imperata cylindrica (L.) Raeusch. Itoa stapfii (Koord.) Sleumer Ixonanthes petiolaris Blume Ixora grandifolia Zoll. & Moritzi Ixora javanica (Blume) DC. Ixora sp. Ixora timorensis Decne. Jasminum multiflorum (Burm.f.) Andrews Jatropha curcas L. Justicia gendarussa Burm. f. Kadsura sp. Kalanchoe pinnata (Lam.) Pers. Kingidium deliciosum (Rchb. f.) H.R. Sweet 1970 Kleinhovia hospita L. Knema cinerea Warb. Knema laurina (Blume) Warb. Knema sp. Knema tomentella Warb. Koordersiodendron pinnatum Merr. Kyllinga brevifolia Rottb. Lagerstroemia ovalifolia Teijsm. & Binn. Lagerstroemia ovatifolia T. & B. Lagerstroemia speciosa (L.) Pers. Lantana camara L.

398 399 400 401 402 403 404 405 406 407 408 409 410 411 412 413 414 415 416 417 418 419 420 421 422 423 424 425 426 427 428 429

Laportea stimulans (L. f.) Miq. Lasianthus sp. 1 Lasianthus sp. 2 Leea angulata Korth. ex Miq. Leea indica (Burm. f.) Merr. Leea rubra Blume ex Spreng. Leea sp. Lelastoma sp. (?) Lepiniopsis ternatensis Valeton Lepisanthes fruticosa (Roxb.) Leenh. Lepisanthes senegalensis (Poir.) Leenh. Lepisanthes sp. Leucosyke capitellata Wedd. Lindera cuspidata Boerl. Liparis condylobulbon Rchb. f. 1862 Liparis crenulata [ Bl.] Lindl. 1830 Liparis viridiflora [Blume] Lindley 1830 Liparis wightiana Thwaites 1861 Lithocarpus sp. Litsea mappacea Boerl. Litsea sp.1 Litsea sp.2 Litsea sp.3 Litsea timoriana Span. Livistona chinensis (Jacq.) R.Br. ex Mart. Livistona sp. Lophopetalum sp. Luisia celebica Schltr. 1911* Luisia sp. Lycianthes sp. Lygodium circinatum (Burm.f.) Sw. Macaranga conifera (Rchb.f. & Zoll.) Müll.Arg.

NAMA INDONESIA/ LOKAL 3 Semanggi gunung Ki sekel Bunga laccu Bunga laccu Alang-alang Kaleleng karangko Jarak Sosor bebek Paliasa Pala-pala Danggang-danggang Pala-pala Horisi, Kayu Bugis Jukut Bungur, Langocing Bunga tai jangang, tai manu Mari-marica Mari-marica Berunganga Rita Kasunu Bakang Natoh pute Palem kipas Palem Kalelenga Ara’ra marawalasa

4 Achariaceae Araliaceae Rubiaceae Aquifoliaceae Balsaminaceae Balsaminaceae Poaceae Salicaceae Ixonanthaceae Rubiaceae Rubiaceae Rubiaceae Rubiaceae Oleaceae Euphorbiaceae Acanthaceae Schisandraceae Crassulaceae Orchidaceae Malvaceae Myristicaceae Myristicaceae Myristicaceae Myristicaceae Anacardiaceae Cyperaceae Lythraceae Lythraceae Lythraceae Verbenaceae

I 5 -

STATUS II III 6 7 II -

Urticaceae Rubiaceae Rubiaceae Vitaceae Vitaceae Vitaceae Vitaceae Rubiaceae Apocynaceae Sapindaceae Sapindaceae Sapindaceae Urticaceae Lauraceae Orchidaceae Orchidaceae Orchidaceae Orchidaceae Fagaceae Lauraceae Lauraceae Lauraceae Lauraceae Lauraceae Arecaceae Arecaceae Celastraceae Orchidaceae Orchidaceae Solanaceae Schizaeaceae Euphorbiaceae

√ √ -

II II II II II II -

FAMILI

-

IV 8 -


NAMA INDONESIA/ LOKAL 3

-

4 Euphorbiaceae Euphorbiaceae Euphorbiaceae Euphorbiaceae Euphorbiaceae Moraceae Piperaceae Sapotaceae Primulaceae Primulaceae Magnoliaceae Orchidaceae Orchidaceae Orchidaceae Orchidaceae

I 5 -

STATUS II III 6 7 II II II II -

Mangga Mangga hutan Senggani Terasa, Lada-Lada Marasikapa Kaleleng gatta-gatta Jarmando Batta-batta Mengkudu Mengkudu hutan Pisang Pisang-pisang Bunga-bunga allo Batta-batta Pala-pala Pala-pala Pa’merakkang Bangkala, Bance Gempol Mawa Bintawang Tera-terasa -

Orchidaceae Orchidaceae Euphorbiaceae Euphorbiaceae Euphorbiaceae Euphorbiaceae Anacardiaceae Anacardiaceae Anacardiaceae Anacardiaceae Chrysobalanaceae Monimiaceae Icacinaceae Icacinaceae Melastomataceae Meliaceae Rutaceae Rutaceae Sapindaceae Sabiaceae Sabiaceae Apocynaceae Melastomataceae Melastomataceae Clusiaceae Sapindaceae Sapindaceae Annonaceae Rubiaceae Rubiaceae Leguminosae Musaceae Musaceae Rubiaceae Myristicaceae Myristicaceae Myristicaceae Myristicaceae Oleaceae Rubiaceae Rubiaceae Lauraceae Rubiaceae Sapindaceae Sapindaceae Orchidaceae Orchidaceae

-

II II II II

NO.

NAMA ILMIAH

1 430 431 432 433 434 435 436 437 438 439 440 441 442 443 444

2

Macaranga caroliniensis Macaranga gigantea (Rchb.f. & Zoll.) Müll.Arg. Macaranga lowii King ex Hook.f. Macaranga sp.1 Macaranga sp.2 Maclura cochinchinensis (Lour.) Corner Macropiper puberulum Benth. Madhuca sp. Maesa rementaceae Wall. Maesa sp. Magnolia sp. Malaxis koordersii (J.J.Sm.) Bakh.f. 1963 Malaxis latifolia Sm. 1812 Malaxis sp. Malleola insectifera (J.J.Sm.) J.J.Sm. & Schltr. 1913

Katingting Epo Tepa dare Bera-berasa Bunga-bunga

445 446 447 448 449 450 451 452 453 454 455 456 457 458 459 460 461 462 463 464 465 466 467 468 469 470 471 472 473 474 475 476 477 478 479 480 481 482 483 484 485 486 487 488 489 490 491

Malleola sp.1 Malleola sp.2 Mallotus floribundus (Blume) Müll.Arg. Mallotus sp.1 Mallotus sp.2 Mallotus subpeltatus (Blume) Müll.Arg. Mangifera foetida Lour. Mangifera indica L. Mangifera pedicellata Kosterm. Mangifera sp. Maranthes corymbosa Blume Matthaea sancta Blume Medusanthera laxiflora Medusanthera sp. Melastoma candidum D. Don Melia azedarach L. Melicope latifolia (DC.) T.G. Hartley Melicope sp. Meliosma nervosa Koord. & Valeton Meliosma nitida Blume Meliosma simplicifolia (Roxb.) Walp. Melodynus sp. Memecylon edule Roxb. Memecylon sp. Mesua sp. Mischocarpus pentapetalus (Roxb.) Radlk. Mischocarpus sp. Mitrephora celebica Scheff. Morinda citrifolia L. Morinda sp. Mucuna reticulata Burck Musa paradisiaca L. Musa sp. Mussaenda frondosa L. Myristica fatua Houtt. Myristica fragrans Houtt. Myristica sp.1 Myristica sp.2 Myxopyrum nervosum Blume Nauclea orientalis (L.) L. Nauclea sp. (?) Neolitsea sp. Neonauclea havilandii Koord. ex Ridsdale Nephelium lappaceum L. Nephelium sp. Nervilia aragoana Commons ex Gaudich. 1826 Nervilia calcicola Kerr 1933

FAMILI

-

IV 8 -


NO. 1 492 493 494 495 496 497 498 499 500 501 502 503 504 505 506 507 508 509 510 511 512 513 514 515 516 517 518 519 520 521 522 523 524 525 526 527 528 529 530 531 532 533 534 535 536 537 538 539 540 541 542 543 544 545 546 547 548 549 550 551 552 553 554

NAMA ILMIAH 2 Nervilia crociformis (Zoll. & Moritzi) Seidenf. 1978 Nervilia plicata (Andrews) Schltr. 1911 Nervilia punctata (Blume) Makino 1902 Nothophoebe sp. Nypa fruticans Wurmb Oberonia costeriana J.J.Sm. 1905 (microphyla) Oberonia iridifolia [Roxb.] Lindley 1830 Oberonia lycopodioides (J.König) Ormerod 1995 Octomeles sumatrana Miq. Orchidaceae (sp.1) Orchidaceae (sp.2) Orchidaceae (sp.4) Orophea celebica (Blume) Miq. Orophea enneandra Blume Orophea hexandra Blume Orophea sp. Oroxylum indicum (L.) Kurz Orthosiphon spicatus Benth. Palaquium lobbianum Burck Palaquium obovatum (Griff.) Engl. Palaquium obtusifolium Burck Palaquium sp.1 Palaquium sp.2 Pandanus cephalium (?) Pandanus conoideus Lam. Pandanus sp. Pangium edule Reinw. Pangium obovatum (?) Pavetta sp. Peperomia pellucida (L.) Kunth Peristylus sp. Persea sp. Petunga sp. Phaius callosus [Bl.] Lindl. 1831 Phalaenopsis amabilis [L.] Blume 1825 Phalaenopsis amboinensis J.J.Smith 1911 Phaleria capitata Jack Phoebe sp. Pholidota articulata Lindl. 1828 Pholidota imbricata (Roxb.) Lindl. 1825 Pholidota sp. Phreatia sp. Phyllanthus acidus (L.) Skeels Phyllanthus emblica L. Phyllanthus urinaria L. Phyllocladus hypophyllus Hook.f. Phytocrene palmata Wall. Picrasma javanica Blume Pimeleodendron amboinicum Hassk. Pimeleodendron sp. Pinanga caesia Blume Pinanga celebica Scheff. Pinus merkusii Jungh. & de Vriese Piper bantamense Blume Piper betle L. Piper caninum Blume Piper chaba Blume Piper macropiper Pennant Piper majusculum Blume Piper nigrum L. Piper retrofractum Vahl Piper sarmentosum Roxb. Piper sp.1

NAMA INDONESIA/ LOKAL 3 Nipah Binuang Nangka-nangka Berang-berang Kumis kucing Nato Nato Pangkah-pangkah Pandan Buah merah Pandan Pangi-pangi Suruhan Pi’ru beka Kaleleng Susua Garu Caramele Kara’masa, Malaka Meniran Paci-paci Kampoh Pinus

ganjeng ganjeng

FAMILI 4 Orchidaceae Orchidaceae Orchidaceae Lauraceae Arecaceae Orchidaceae Orchidaceae Orchidaceae Tetramelaceae Orchidaceae Orchidaceae Orchidaceae Annonaceae Annonaceae Annonaceae Annonaceae Bignoniaceae Lamiaceae Sapotaceae Sapotaceae Sapotaceae Sapotaceae Sapotaceae Pandanaceae Pandanaceae Pandanaceae Salicaceae Salicaceae Rubiaceae Piperaceae Orchidaceae Lauraceae Rubiaceae Orchidaceae Orchidaceae Orchidaceae Thymelaeaceae Lauraceae Orchidaceae Orchidaceae Orchidaceae Orchidaceae Phyllanthaceae Phyllanthaceae Phyllanthaceae Podocarpaceae Oleaceae Simaroubaceae Euphorbiaceae Euphorbiaceae Arecaceae Arecaceae Pinaceae Piperaceae Piperaceae Piperaceae Piperaceae Piperaceae Piperaceae Piperaceae Piperaceae Piperaceae Piperaceae

I 5 √ -

STATUS II III 6 7 II II II II II II II II II II II II II II II II II -

IV 8 -


NO.

NAMA ILMIAH

1 555 556 557 558

2

NAMA INDONESIA/ LOKAL 3

FAMILI

STATUS II III 6 7 -

Piper sp.2 Piper umbellatum L. Pisonia aculeata L. Pisonia umbellifera (J.R. Forst. & G. Forst.) Seem.

4 Piperaceae Piperaceae Nyctaginaceae Anruling (kayu tak bertulang) Nyctaginaceae

I 5 -

559 560 561 562 563 564 565 566

Pittosporum moluccanum Miq. Pittosporum ramiflorum Zoll. ex Miq. Planchonella firma (Miq.) Dubard Planchonella moluccana (Burck) H.J.Lam Planchonella nitida Planchonella sp. Planchonia valida (Blume) Blume Plectronia glabra (Blume) Benth. & Hook.f. ex Kurz

Kande-kande Alo Natoh -

Pittosporaceae Pittosporaceae Sapotaceae Sapotaceae Sapotaceae Sapotaceae Lecythidaceae Rubiaceae

-

-

-

-

567 568 569 570 571 572 573 574 575 576

Plectronia sp. Pluchea indica (L.) Less. Plumeria rubra L. Podocarpus imbricatus Blume Podocarpus neriifolius D.Don Podocarpus sp. Poikilospermum sp. Polyalthia beccarii King Polyalthia celebica Miq. Polyalthia coffeoides (Thwaites) Hook.f. & Thomson

Lamutasa Kamboja -

Rubiaceae Compositae Apocynaceae Podocarpaceae Podocarpaceae Podocarpaceae Urticaceae Annonaceae Annonaceae Annonaceae

-

III -

-

-

577 578 579 580 581 582 583 584 585 586 587 588 589 590 591 592 593 594 595 596 597 598 599 600 601 602 603 604 605 606 607 608 609 610 611 612 613

Polyalthia sp.1 Polyalthia sp.2 Polyscias nodosa (Blume) Seem. Polyscias sp. Polystichum setiferum (Forssk.) Moore ex Woyn. Polyulax sp. Pomatocalpa spicata Breda 1827 Pometia pinnata J.R. Forst. & G. Forst. Pometia serrata (?) Pometia sp. Popowia sp. Pothos rumphii Schott Premna sp. Prunus arborea (Blume) Kalkman Prunus sp. Pseudoclausena chrysogyne (Miq.) T.P. Clark Psidium guajava L. Psychotria montana Blume Psychotria sp. Pterocarpus indicus Willd. Pteroceras teres (Blume) Holttum 1960 Pterocymbium javanicum R.Br. Pterocymbium tinctorium Merr. Pterospermum celebicum Miq. Pterospermum diversifolium Blume Pterospermum javanicum Jungh. Radermachera sp. Randia spinosa (Thunb.) Poir. Rauvolfia serpentina (L.) Benth. ex Kurz Rauvolfia sp. Rhodomyrtus sp. Reinwardtiodendron humile (Hassk.) Mabb Rinorea benghalensis Rinorea horneri Rinorea sp. Riporosa caesia (?) Robiquetia angustifolia Schltr.1925

Alalang Tua pompi Lento-lento Bunya Pakis raja Lonrong Matoa Mawai pute Jambu biji Langkeang Poce Cendrana, Angsana

Annonaceae Annonaceae Araliaceae Araliaceae Dryopteridaceae Annonaceae Orchidaceae Sapindaceae Sapindaceae Sapindaceae Annonaceae Araceae Lamiaceae Rosaceae Rosaceae Meliaceae Myrtaceae Rubiaceae Rubiaceae Leguminosae Orchidaceae Sterculiaceae Sterculiaceae Malvaceae Malvaceae Malvaceae Bignoniaceae Rubiaceae Apocynaceae Apocynaceae Apocynaceae Meliaceae Violaceae Violaceae Violaceae Flacourtiaceae Orchidaceae

-

II II

-

-

Banyoro Marasikapa Rita-rita Maranne -

IV 8 -


NO.

NAMA ILMIAH

1 2 614 Ryparosa javanica (Blume) Kurz ex Koord. & Valeton

NAMA INDONESIA/ LOKAL 3 Kunyi-kunyi

4 Flacourtiaceae

I 5 -

STATUS II III 6 7 -

FAMILI

IV 8 -

615 616 617 618 619 620 621 622 623 624 625 626 627 628 629 630 631 632 633 634 635 636 637 638 639 640 641 642 643 644 645 646 647 648 649

Saccopetalum sp. Sageraea glabra Merr. Sageraea lanceolata Miq. Salacia sp. Santiria griffithii Engl. Santiria laevigata Blume Santiria sp. Saurauia oligolepis Miq. Saurauia sp. 1 Saurauia sp. 2 Schefflera elliptica (Blume) Harms Schefflera polybotrya (Miq.) R.Vig. Schleichera oleosa (Lour.) Merr. Schoenorchis sp. Scolopia spinosa Warb Selaginella doederleinii Hieron. Semecarpus sp. Semecarpus wallichii Shorea assamica Dyer Sloetia sp. Spathodea campanulata P.Beauv. Spathoglottis plicata Blume 1825 Spondias pinnata (L. f.) Kurz Stachytarpheta jamaicensis (L.) Vahl Sterculia comosa Wall. Sterculia foetida L. Sterculia insularis R.Br. Sterculia oblongata R.Br. Sterculia sp.1 Sterculia sp.2 Strobilanthes blumei Bremek. Strychnos sp. Swietenia macrophylla King Symplocos odoratissima Choisy ex Zoll. Syzygium acuminatissima (Blume) Merr. & L.M.Perry

Mawai Pangkah-pangkah Ori’si Ning-ning Ning-ning Ning-ning Kesambi Cakar ayam Marapau Keri Spatodea Karunrung, Kedondong Pecut kuda Kalumpang Kalumpang Kalumpang, Pala-pala Ambarrung Mahoni Ropisi Jambu-jambu

Annonaceae Annonaceae Annonaceae Celastraceae Burseraceae Burseraceae Burseraceae Actinidiaceae Actinidiaceae Actinidiaceae Araliaceae Araliaceae Sapindaceae Orchidaceae Salicaceae Selaginellaceae Anacardiaceae Anacardiaceae Dipterocarpaceae Moraceae Bignoniaceae Orchidaceae Anacardiaceae Verbenaceae Malvaceae Malvaceae Malvaceae Malvaceae Malvaceae Malvaceae Acanthaceae Loganiaceae Meliaceae Symplocaceae Myrtaceae

-

II II -

-

-

650 651 652 653 654 655 656 657 658 659 660 661 662 663 664 665 666 667 668 669 670 671 672 673

Syzygium cumini (L.) Skeels Syzygium everettii (C.B.Rob.) Merr. Syzygium polyanthum (Wight) Walp. Syzygium polycephaloides (C.B.Rob.) Merr. Syzygium sp.1 Syzygium sp.2 Syzygium sp.3 Syzygium sp.4 Syzygium sp.5 Tabernaemontana sp. Tabernaemontana sphaerocarpa Blume Tacca palmata Blume Tacca sp. Taeniophyllum biocellatum J.J.Sm. 1913 Taeniophyllum malianum Schltr. 1913 Talauma singapurensis Ridl. Talauma sp. Tamarindus indica L Tarenna sambucina (G.Forst.) T.Durand ex Drake Tarenna sp. Tarenna teysmanii (?) Tectona grandis L.f. Terminalia macrophylla (?) Terminalia microcarpa F.Muell.

Coppeng Salam Jambu hutan Pasui Jambu je'ne Daja-daja Ropisi Tangka-tangka Lata-lata Asam Kayu parang Jati Kayu dadi, Ketapang -

Myrtaceae Myrtaceae Myrtaceae Myrtaceae Myrtaceae Myrtaceae Myrtaceae Myrtaceae Myrtaceae Apocynaceae Apocynaceae Dioscoreaceae Dioscoreaceae Orchidaceae Orchidaceae Magnoliaceae Magnoliaceae Leguminosae Rubiaceae Rubiaceae Rubiaceae Lamiaceae Combretaceae Combretaceae

-

II II -

-

-


NO.

NAMA ILMIAH

1 674 675 676 677 678 679 680 681 682 683

2

Terminalia sp. Tetrameles nudiflora R. Br. Thelasis carinata Blume 1825 Thrixspermum centipeda Lour. 1790 Thrixspermum loogemanianum Schltr. 1911* Thrixspermum purpurascens (Blume) Rchb.f. 1868 Thrixspermum subulatum (Blume) Rchb.f. 1868 Timonius sp. Tricalysia singularis (Korth.) K.Schum. Trichoglottis geminata (Teijsm. & Binn.) J.J.Sm. 1905

684 685 686 687 688 689 690 691 692 693 694 695 696 697 698 699 700 701 702 703 704 705 706 707 708 709

Trichoglottis rosea (Lindl.) Ames 1925 Trichospermum pleiostigma (F.Muell.) Kosterm. Trichotosia ferox (Blume) Korth. ex Blume 1856 Tristania sp. Tristiropsis canarioides Boerl. Tristiropsis sp. Tropidia angulosa (Lindl.) Blume 1859 Tuberolabium sp. Uncaria sp. Uvaria sp.1 Uvaria sp.2 Vanda sp. Vandopsis lissochiloides (Gaudich) Pfitzer 1889 Vatica sp. Vernonia arborea Buch.-Ham. Vernonia arborescens (L.) Sw. Villebrunea rubescens (Blume) Blume Vitex cofassus Reinw. ex Blume Vitex pinnata L. Vitex pubescens Vahl Walsura pinnata Hassk. Wrightia pubescens R.Br. Xanthophyllum sp. Xerospermum noronhianum Blume Xylopia sp. Zeuxine gracilis (Breda) Blume 1858

NAMA INDONESIA/ LOKAL 3 -

4 Combretaceae Tetramelaceae Orchidaceae Orchidaceae Orchidaceae Orchidaceae Orchidaceae Rubiaceae Rubiaceae Orchidaceae

I 5 -

STATUS II III 6 7 II II II II II II -

Kaleleng kalandra Kaju kaleleng Kaleleng Rese-rese Ning-Ning Mu'mulu Bitti Kalo kaloro -

Orchidaceae Malvaceae Orchidaceae Myrtaceae Sapindaceae Sapindaceae Orchidaceae Orchidaceae Rubiaceae Annonaceae Annonaceae Orchidaceae Orchidaceae Dipterocarpaceae Compositae Compositae Urticaceae Lamiaceae Lamiaceae Lamiaceae Meliaceae Apocynaceae Polygalaceae Sapindaceae Annonaceae Orchidaceae

-

II II II II II II II

FAMILI

-

IV 8 -

Sumber : Data Primer BTN Babul dan dihimpun dari berbagai sumber KETERANGAN : Status dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Pengawetan Jenis I Tumbuhan dan Satwa CITES (I=Appendix I; II, Appendix II; III, Appendix III) II IUCN (NE= Not Evaluated; DD= Data Deficient; LC= Least Concern; NT= Near Theatened; VU= Vulnerable; EN= Endangered; III CR= Critically Endangered; EW= Extinct In The Wild; EX= Extinct) IV

Endemik (S=Sulawesi; M=Maluku)


Lampiran 4. Daftar Fauna di Kawasan TN Bantimurung Bulusaraung NO.

NAMA ILMIAH

NAMA INDONESIA/ LOKAL

FAMILI

1 I 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 II 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65

2

3

4

MAMALIA Ailurops ursinus Temminck, 1824 Callosciurus notatus Boddaert, 1785 Callosciurus prevostii Desmarest, 1822 Cervus timorensis Blainville, 1822 Chaerephon plicatus Buchanan, 1800 Crocidura levicula Miller & Holister, 1921 Dobsonia exoleta K. Andersen, 1909 Emballonura alecto Eydoux & Gervais, 1836 Eonycteris spelaea Dobson, 1873 Hipposideros ater Templeton, 1848 Hipposideros cervinus Gould, 1854 Hipposideros diadema E. Geoffroy, 1813 Hipposideros pelingensis Shamel, 1940 Macaca maura H.R. Schinz, 1825 Macrogalidia musschenbroekii Schlegel, 1877 Maxomys musschenbroekii Jentink, 1879 Megaderma spasma Linnaeus, 1758 Miniopterus schreibersii Kuhl, 1819 Paradoxurus hermaphroditus Pallas, 1777 Paruromys dominator Thomas, 1921 Rattus exulans Peale, 1848 Rattus hoffmanni Matschie, 1901 Rattus tanezumi Temminck, 1844 Rhinolophus arcuatus Peters, 1871 Rhinolophus celebensis K. Andersen, 1905 Rhinolophus philippinensis Waterhouse, 1843 Rousettus amplexicaudatus E. Geoffroy, 1810 Rousettus celebensis K. Andersen, 1907 Strigocuscus celebensis Gray, 1858 Suncus murinus Linnaeus, 1766 Sus celebensis Müller & Schlegel, 1843 Tarsius fuscus Fischer, 1804 Viverra tangalunga Gray, 1832 AVES Aceros cassidix Temminck, 1823 Accipiter trinotatus Bonaparte, 1850 Accipiter nanus Blasius, 1897 Actenoides monachus Bonaparte, 1850 Aethopyga siparaja Raffles, 1822 Alcedo atthis Linnaeus, 1758 Alcedo meninting Horsfield, 1821 Amaurornis isabellina Schlegel, 1865 Amaurornis phoenicurus Pennant, 1769 Anthreptes malacensis Scopoli, 1786 Aplonis minor Bonaparte, 1851 Aplonis panayensis Scopoli, 1786 Apus affinis Gray, 1830 Ardeola speciosa Horsfield, 1821 Artamus leucorynchus Linnaeus, 1771 Artamus monachus Bonaparte, 1851 Anthus rufulus Vieillot, 1818 Aviceda jerdoni Blyth, 1842 Basilornis celebensis Gray, 1861 Brachypteryx leucophrys Temminck, 1827 Bubulcus ibis Linnaeus, 1758 Butastur liventer Temminck, 1827 Butastur teesa Gaimard, 1823 Butorides striata Linnaeus, 1758 Caloenas nicobarica Linnaeus, 1758 Caprimulgus celebensis Ogilvie-Grant, 1894 Cataponera turdoides Hartert, 1896 Centropus bengalensis Gmelin, 1788 Centropus celebensis Quoy & Gaimard, 1830 Ceyx erithaca Linnaeus, 1758 Ceyx fallax Schlegel, 1866 Cacomantis sepulcralis virescens Bruggemann, 1876 66 Chrysococcyx russatus Gould, 1868 67 Chalcophaps indica Linnaeus, 1758

I 5

STATUS II III 6 7

IV 8

Kuskus beruang sulawesi, Memu Bajing kelapa, Lampasa Bajing tiga warna Rusa timor, Jonga Tayo kecil Cecurut sulawesi Kubu sulawesi Kelelawar ekor trubus besar Lalai kembang Barong malaya Barong gould Barong raksasa Barong sulawesi Monyet sulawesi, Dare, Lanceng Musang sulawesi Tikus duri Musschenbroek Vampir palsu Tomosu biasa Musang luwak Tikus ekor putih Tikus ladang Tikus rumah Tikus rumah Prokbruk ladam Prokbruk sulawesi Prokbruk telinga panjang Nyap biasa Nyap sulawesi Kuskus sulawesi Cecurut rumah Babi hutan sulawesi, Bawi Tarsius, Balao cengke Tenggalung malaya, Jinak

Phalangeridae Sciuridae Sciuridae Cervidae Molossidae Soricidae Pteropodidae Emballonuridae Pteropodidae Hipposideridae Hipposideridae Hipposideridae Hipposideridae Cercopithecidae Viverridae Muridae Megadermatidae Vespertilionidae Viverridae Muridae Muridae Muridae Muridae Rhinolophidae Rhinolophidae Rhinolophidae Pteropodidae Pteropodidae Phalangeridae Soricidae Suidae Tarsiidae Viverridae

√ √ √ √ √ √ -

II III II -

VU LC LC VU LC LC LC LC LC LC LC LC NT EN VU LC LC NT LC LC LC LC LC LC LC LC LC LC VU LC NT VU LC

S S S,M S S S S S S S,M S S S -

Julang sulawesi, Rangkong, Allo Elang-alap ekor-totol Elang-alap kecil Cekakak-hutan tunggir-hijau Burung madu sepah-raja Raja udang erasia Raja udang meninting Kareo sulawesi Kareo padi Burung madu kelapa, Cui-cui bara api Perling kecil Perling kumbang Kapinis rumah Blekok sawah Kekep babi Kekep Sulawesi Apung Sawah Baza jerdon Raja perling sulawesi Cingcoang coklat Kuntul kerbau Elang sayap-cokelat Sikep mata-putih Kokokan laut Junai mas Cabak Sulawesi Anis sulawesi Bubut alang-alang Bubut sulawesi Udang-merah api Udang-merah sulawesi Wiwik uncuing

Bucerotidae Accipitridae Accipitridae Alcedinidae Nectariniidae Alcedinidae Alcedinidae Rallidae Rallidae Nectariniidae Sturnidae Sturnidae Apodidae Ardeidae Artamidae Artamidae Motacillidae Accipitridae Sturnidae Turdidae Ardeidae Accipitridae Accipitridae Ardeidae Columbidae Caprimulgidae Turdidae Cuculidae Cuculidae Alcedinidae Alcedinidae Cuculidae

√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

II II II II III II II I -

VU LC NT NT LC LC LC LC LC LC LC LC LC LC LC LC LC LC LC LC LC LC LC LC NT LC LC LC LC LC NT

S S S S S S,M S S,M S S S

Kedasi gould Delimukan zamrud

Cuculidae Columbidae

-

-

LC LC LC

-


68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141

Chalcophaps stephani Pucheran, 1853 Ciconia episcopus Boddaert, 1783 Collocalia esculenta Linnaeus, 1758 Collocalia fuciphaga Thunberg, 1812 Collocalia infuscata Salvadori, 1880 Collocalia linchi Horsfield & F. Moore, 1854 Collocalia vanikorensis Quoy & Gaimard, 1830 Colluricincla sanghirensis Oustalet, 1881 (?) Columba vitiensis Quoy & Gaimard, 1830 Coracias temminckii Vieillot, 1819 Coracina abbotti Riley, 1918 Coracina morio Müller, 1843 Coracina novaehollandiae Gmelin, 1789 Corvus enca Horsfield, 1822 Corvus typicus Bonaparte, 1853 Cryptophaps poecilorrhoa Brüggemann, 1876 Cuculus crassirostris Walden, 1872 Culicicapa helianthea Wallace, 1865 Cyornis rufigastra Raffles, 1822 Dendrocopos temminckii Malherbe, 1849 Dicaeum aureolimbatum Wallace, 1865 Dicaeum celebicum Müller, 1843 Dicaeum monticolum Sharpe, 1887 Dicaeum nehrkorni Blasius, 1886 Dicrurus hottentottus Linnaeus, 1766 Dicrurus leucophaeus Vieillot, 1817 Dicrurus montanus Riley, 1919 Ducula aenea Linnaeus, 1766 Ducula forsteni Bonaparte, 1854 Ducula luctuosa Temminck, 1825 Ducula radiata Quoy & Gaimard, 1830 Egretta garzetta Linnaeus, 1766 Eudynamys melanorhyncha S. Muller, 1843 Eurostopodus diabolicus Stresemann, 1931 Eurostopodus macrotis Vigors, 1831 Falco moluccensis Bonaparte, 1850 Falco peregrinus Tunstall, 1771 Ficedula hyperythra Blyth, 1843 Gallicolumba tristigmata Bonaparte, 1855 Gallus gallus Linnaeus, 1758 Gerygone sulphurea Wallace, 1864 Halcyon coromanda Latham, 1790 Haliaeetus leucogaster Gmelin, 1788 Haliastur indus Boddaert, 1783 Hemiprocne longipennis Rafinesque, 1802 Hieraaetus kienerii de Sparre, 1835 Hirundo rustica Linnaeus, 1758 Hirundo tahitica Gmelin, 1789 Hypothymis azurea Boddaert, 1783 Ichthyophaga humilis Müller & Schlegel, 1841 Ictinaetus malayensis Temminck, 1822 Lalage leucopygialis Walden, 1872 Lalage sueurii Vieillot, 1818 Lonchura molucca Linnaeus, 1766 Lonchura malacca Linnaeus, 1766 Lonchura pallida Wallace, 1863 Lonchura punctulata Linnaeus, 1758 Lophozosterops squamiceps Hartert, 1896 Loriculus exilis Schlegel, 1866 Loriculus stigmatus Müller, 1843 Macropygia amboinensis Linnaeus, 1766 Macheiramphus alcinus Westermann, 1851 Malia grata Schlegel, 1880 Meropogon forsteni Bonaparte, 1850 Merops ornatus Latham, 1801 Merops philippinus Linnaeus, 1766 Milvus migrans Boddaert, 1783 Motacilla cinerea Tunstall, 1771 Motacilla flava Linnaeus, 1758 Mulleripicus fulvus Quoy & Gaimard, 1830 Muscicapa sodhii Myza celebensis Meyer & Wiglesworth, 1895 Myzomela sanguinolenta Latham, 1801 Nectarinia aspasia Lesson & Garnot, 1828

Delimukan timur Bangau sandang-lawe Walet sapi Walet sarang putih, Sriti Walet maluku Walet linci Walet polos Anis-bentet Sangihe Merpati-hutan metalik Tiong lampu sulawesi Kepudang-sungai kerdil Kepudang-sungai sulawesi Kepudang-sungai besar Gagak hutan, Kaok-kaok Gagak sulawesi Merpati murung Kangkong sulawesi Sikatan matari Sikatan bakau Caladi sulawesi Cabai panggul-kuning Cabai panggul-kelabu Cabai panggul-hitam Cabai sulawesi Srigunting jambut rambut, Ciko romang Srigunting kelabu Srigunting sulawesi, Cibeng Pergam hijau Pergam tutu Pergam putih Pergam kepala-kelabu Kuntul kecil Tuwur sulawesi Taktarau iblis Taktarau besar Alap-alap sapi Alap-alap kawah Sikatan bodoh Delimukan Sulawesi Ayam-hutan merah Remetuk laut Cekakak merah Elang laut perut putih Elang bondol, Ba'ka toa Tepekong jambul Elang perut-karat Layang-layang asia Layang-layang batu Kehicap ranting Elang ikan kecil Elang hitam Kapasan sulawesi Kapasan sayap putih Bondol kepala pucat Bondol rawa Bondol taruk Bondol peking Opior sulawesi Serindit paruh-merah Serindit sulawesi Uncal ambon Elang kelelawar Malia sulawesi Cirik-cirik sulawesi Kirik-kirik australia Kirik-kirik laut, Cimo' Elang paria Kicuit batu Kicuit kerbau Pelatuk kelabu-sulawesi Sikatan sulawesi Cikarak sulawesi Myzomela merah-tua, Cui-Cui Merah Burung madu hitam

Columbidae Ciconiidae Apodidae Apodidae Apodidae Apodidae Apodidae Turdidae Columbidae Coracidae Campephagidae Campephagidae Campephagidae Corvidae Corvidae Columbidae Cuculidae Muscicapidae Muscicapidae Picidae Dicaidae Dicaidae Dicaidae Dicaidae Dicruridae Dicruridae Dicruridae Columbidae Columbidae Columbidae Columbidae Ardeidae Cuculidae Caprimulgidae Caprimulgidae Falconidae Falconidae Muscicapidae Columbidae Phasinidae Acanthizidae Alcedinidae Accipitridae Accipitridae Hemiprocnidae Accipitridae Hirundinidae Hirundinidae Monarchidae Accipitridae Accipitridae Campephagidae Campephagidae Estrildidae Estrildidae Estrildidae Estrildidae Zosteropidae Psittacidae Psittacidae Columbidae Accipitridae Timaliidaee Meropidae Meropidae Meropidae Accipitridae Motacillidae Motacillidae Picidae Muscicapidae Meliphagidae Meliphagidae Nectrarniidae

√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

III II I II II II II II II II II II -

LC LC LC LC LC LC LC CR LC LC LC LC LC LC LC LC LC LC LC LC LC LC LC LC LC LC LC LC LC LC LC LC LC VU LC LC LC LC LC LC LC LC LC LC LC LC LC LC LC NT LC LC LC LC LC LC LC LC NT LC LC LC LC LC LC LC LC LC LC LC LC LC LC LC

S,M S S S S S S S S S S,M S S S,M S,M S S S S,M S S S S S S S S -


142 Nectarinia jugularis Linnaeus, 1766 143 Nisaetus lanceolatus Temminck & Schlegel, 1844 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175 176 177 178 179 180 181 182 183 184 185 186 187 III 188 189 190 191 192 193 194 195 196 197 198 199 200 201 202 203 204 205 206 207 208 209 210

Burung madu kuning sriganti Elang sulawesi jambul

Nectrarniidae Accipitridae

Nycticorax nycticorax Linnaeus, 1758 Oriolus chinensis Linnaeus, 1766 Orthotomus cuculatus Temminck, 1836 Otus manadensis Quoy & Gaimard, 1830 Pachycephala sulfuriventer Padda oryzivora Linnaeus, 1758 Passer montanus Linnaeus, 1758 Penelopides exarhatus Temminck, 1823 Pernis celebensis Wallace, 1868 Phaenicophaeus calyorhynchus Temminck, 1825 Phylloscopus trivirgatus Strickland, 1849 Pitta erythrogaster Temminck, 1823 Prioniturus flavicans Cassin, 1853 Prioniturus platurus Vieillot, 1818 Ptilinopus fischeri Brüggemann, 1876 Ptilinopus superbus Temminck, 1809 Ptilinopus melanospilus Salvadori, 1875 Pycnonotus aurigaster Vieillot, 1818 Saxicola caprata Linnaeus, 1766 Scissirostrum dubium Latham, 1802 Spilornis rufipectus Gould, 1858 Streptocitta albertinae Schlegel, 1866 Streptocitta albicollis Vieillot, 1818 Stigmatopelia chinensis Scopoli, 1786 Stigmatopelia tranquebaricaHermann, 1804 Surniculus lugubris Horsfield, 1821 Tanygnathus megalorynchos Boddaert, 1783 Tanygnathus sumatranus Raffles, 1822 Todiramphus chloris Boddaert, 1783 Todiramphus sanctus Vigors & Horsfield, 1827 Treron griseicauda Wallace, 1863 Treron vernans Linnaeus, 1771 Trichastoma celebense Strickland, 1849 Trichoglossus flavoviridis Wallace, 1863 Trichoglossus ornatus Linnaeus, 1758 Turacoena manadensis Quoy & Gaimard, 1830 Turnix suscitator Gmelin, 1789 Tyto alba Scopoli, 1769 Tyto rosenbergii Schlegel, 1866 Zoothera erythronota Sclater, 1859 Zosterops anomalus Meyer & Wiglesworth, 1896 Zosterops atrifrons Wallace, 1864 Zosterops chloris Bonaparte, 1850 Zosterops consobrinorum Meyer, 1904 REPTILIA Ahaetulla prasina Boie, 1827 Boiga dendrophila Boie, 1827 Boiga irregularis Merrem, 1802 Calamaria muelleri Boulenger, 1896 Cosymbatus sp. Cyclotyphlops deharvengi IN, 1994 Cylindrophis melanotus Wagler, 1830 Cyrtodactylus jellesmae Boulenger 1897 Cyrtodactylus sp. (Cyrtodactylus marmoratus Gray, 1831) Dendrelaphis pictus Gmelin, 1789 Draco walkeri Boulenger, 1891 Gehyra mutilata Wiegmann, 1834 Elaphe erythrura celebensis De Lang & Vogel, 2005

Kowak-malam abu Kepudang kuduk hitam, Soreang Cinenen gunung Celepuk sulawesi, Kokoci Kancilan perut-kuning Gelatik jawa Burung gereja erasia Kangkareng sulawesi, Br. Tolo-tolo Sikep-madu sulawesi Kadalan sulawesi, Salessere Cikrak daun Paok mopo Kring-kring dada-kuning Kring-kring bukit Walik kuping-merah Walik raja Walik kembang, Pune-pune Cucak kutilang, Cikoleng Decu belang Jalak tunggir-merah Elang ular sulawesi Blibong sula Blibong pendeta Tekukur biasa Dederuk merah Kedasi hitam Betet-kelapa paruh-besar Betet kelapa punggung biru Cekakak sungai, Ji'ki Cekakak suci Punai penganten Punai gading Pelanduk sulawesi, Pote Perkici kuning hijau Perkici dora Merpati hitam sulawesi Gemak loreng, puyuh, Karemmu Serak jawa Serak sulawesi Anis punggung-merah Kacamata makassar Kacamata dahi-hitam Kacamata laut Kacamata sulawesi

Ardeidae Oriolidae Sylviidae Strigidae Muscicapidae Estrildidae Passeridae Bucerotidae Accipitridae Cuculidae Sylviidae Pittidae Psittacidae Psittacidae Columbidae Columbidae Columbidae Pycnonotidae Muscicapidae Sturnidae Accipitridae Sturnidae Sturnidae Columbidae Columbidae Cuculidae Psittacidae Psittacidae Alcedinidae Alcedinidae Columbidae Columbidae Timaliidaee Psittacidae Psittacidae Columbidae Turnicidae Tytonidae Tytonidae Turdidae Zosteropidae Zosteropidae Zosteropidae Zosteropidae

Ular pucuk, ular gadung Cincin emas Ular coklat pohon

Colubridae Colubridae Colubridae Calamariidae Gekkonidae Typhlopidae Cylindrophiidae Gekkonidae Gekkonidae

Lidah api Kadal terbang Cecak gula

Colubridae Agamidae Gekkonidae Colubridae

Enhydris plumbea Boie, 1827 Eutropis multifasciata Kuhl, 1820 Eutropis rudis Boulenger 1887 Hemidactylus frenatus Schlegel in Duméril & Bibron, 1836 Hydrosaurus amboinensis Schlosser, 1768 Lamprolepis smaragdina Lesson, 1826 Oligodon waandersi Bleeker, 1860 Psammodynastes pulverulentus Boie, 1827 Python reticulatus Schneider, 1801 Ramphotyphlops braminus Daudin, 1803

Ular air Kadal kebun Kadal kasap Cecak kayu

Homalopsidae Scincidae Scincidae Gekkonidae

Soa soa Kadal pohon hijau

Agamidae Scincidae Colubridae Colubridae Pythonidae Typhlopidae

Tokek Ular kepala dua Tokek-tanah sulawesi Tokek

Ular viper palsu Ular sanca kembang Ular kawat

-

LC

-

√ √ √ √ √ √ √ √ √ -

II II II II II II II II II II II II II -

LC LC LC LC LC LC VU LC VU LC LC LC LC NT LC LC LC LC LC LC LC LC NT LC LC LC LC LC LC LC LC LC LC LC LC LC LC LC LC LC NT LC LC LC LC

S S,M S S S S S,M S S,M S S S,M S S,M S,M S S,M S S,M S S,M S S,M S

-

-

LC LC -

S S S,M S

-

-

-

S -

-

-

LC -

S -

√ -

II -

LC -

-


211 212 213 214 215

Rhabdophis chrysargoides G端nther, 1858 Sphenomorphus tropidonotus Boulenger, 1897 Sphenomorphus variegatus Peters, 1867 Tropidolaemus wagleri Boie, 1827 Tropidophorus baconi Hikida, Riyanto & Ota, 2003

216 217 IV 218 219 220 221 222 223 224

Xenochrophis trianguligera Cox Et Al., 1998 Varanus salvator Laurenti, 1768 AMPHIBIA Bufo celebensis G端nther, 1859 Bufo melanostictus Schneider, 1799 Fejervarya cancrivora Gravenhorst, 1829 Fejervarya limnocharis Gravenhorst, 1829 Hylarana macquardii (Werner, 1901) Limnonectes grunniens Latreille, 1801 Limnonectes microtympanum Van Kampen, 1909

225 226 227 228 229 230 231 232 233 234 V 235 236 237 238 239

Limnonectes modestus Boulenger, 1882 Occidozyga laevis G端nther, 1858 Occidozyga semipalmata Smith, 1927 Oreophryne sp.1 Oreophryne sp.2 Polypedates leucomystax Gravenhorst, 1829 Rana celebensis Peters, 1872 Rana chalconota Schlegel, 1837 Rana erythraea Schlegel, 1837 Rhacophorus monticola Boulenger, 1896 PISCES (ACTINOPTERYGII) Anabas testudineus Bloch, 1792 Anguilla celebensis Kaup, 1856 Aplocheilus panchax Hamilton, 1822 Barbonymus gonionotus Bleeker, 1850 Bostrychus microphthalmus Hoese & Kottelat, 2005

Bostrychus sp. Channa striata Bloch, 1793 Clarias batrachus Linnaeus, 1758 Dermogenys orientalis Weber, 1894 Glossogobius giuris Hamilton, 1822 Lagusia micracanthus Bleeker, 1860 Marosatherina ladigesi Ahl, 1936 Mugilogobius sp. Nomorhamphus brembachi Vogt, 1978 Nomorhamphus liemi Vogt, 1978 Nomorhamphus sp. Oreochromis niloticus Linnaeus, 1758 Oryzias celebensis Weber, 1894 Osteochilus vittatus Valenciennes, 1842 Poecilia reticulata Peters, 1859 Rhyacichthys aspro Valenciennes, 1837 Trichopodus trichopterus Pallas, 1770 Xiphophorus hellerii Heckel, 1848 GASTROPODA Alycaeus jagori Von Martens, 1859 Amphidromus contrarius maculatus Futton, 1896 Amphidromus peversus Linnaeus, 1758 Cyclotus buginense Sarasin & Sarasin 1899 Cyclotus fasciatus Martens, 1864 Cyclotus jellesmae Sarasin & Sarasin 1899 Cyclotus longipilus Martens, 1865 Cyclotus politus fulminulatus Martens, 1865 Cyclotus politus politus Sowerby, 1843 Discartemon planus Fulton, 1899 Euphaedusa cumingiana simillima Smith, 1896 Filopaludina javanica Von Dem Busch, 1844 Helicarion sp. Hemiplecta humpreysiana rugata Martens, 1804 Hemiplecta ribbei Dohrn, 1883 Hemiplecta weberi Sarasin & Sarasin, 1899 Lagochilus buginense Sarasin & Sarasin 1899 Lagochilus pachytropis marosianum Sarasin & Sarasin 1899 276 Lamellaxis gracile Hutton, 1834 240 241 242 243 244 245 246 247 248 249 250 251 252 253 254 255 256 257 VI 258 259 260 261 262 263 264 265 266 267 268 269 270 271 272 273 274 275

Ular G端nther's Keelback Kadal hutan Ular punai irian

Biawak air asia Katak sulawesi Kodok buduk Katak Sawah Katak tegalan

Natricidae Scincidae Scincidae Viperidae Scincidae Colubridae Varanidae Bufonidae Bufonidae Dicroglossidae Dicroglossidae Ranidae Dicroglossidae Dicroglossidae

Katak pohon bergaris Katak sulawesi Kongkang kolam Kongkang gading Katak pohon

Dicroglossidae Dicroglossidae Dicroglossidae Microhylidae Microhylidae Rhacophoridae Ranidae Ranidae Ranidae Rhacophoridae

Ikan betok, ikan puyu Ikan sidat, ikan masapi Ikan kepala timah Ikan tawes Ikan gua

Anabantidae Anguillidae Aplocheilidae Cyprinidae Eleotridae

Ikan gua Ikan gabus Ikan lele Ikan julung-julung

Eleotridae Channidae Clariidae Hemiramphidae Gobiidae Terapontidae Telmatherinidae Gobiidae Hemiramphidae Hemiramphidae Hemiramphidae Cichlidae Adrianichthyidae Cyprinidae Poeciliidae Rhyacichthyidae Osphronemidae Poeciliidae

Ikan pelangi maros, Beseng-beseng

Ikan mujair Ikan nilem Ikan seribu Ikan sepat Cinggir putri

Keong lutut, keong sawah

Cyclophoridae Camaenidae Camaenidae Cyclophoridae Cyclophoridae Cyclophoridae Cyclophoridae Cyclophoridae Cyclophoridae Streptaxidae Clausiliidae Viviparidae Helicarionidae Ariophantidae Ariophantidae Ariophantidae Cyclophoridae Cyclophoridae Subulinidae

-

-

DD LC LC

S -

-

II

LC

S -

-

-

LC LC LC LC LC LC

S S -

-

-

EN LC LC LC LC LC NT

S S,M S S S

-

-

DD LC

-

-

-

LC LC LC VU LC DD LC -

S S S S S S S S S -

-

-

-

S S S S S S S S S S S S S S S S

-

-

-

S -


277 Leptopoma celebesianum celebesianum Moellendorff, 1896 278 Leptopoma menadense menadense Pfeiffer, 1861

Cyclophoridae -

-

-

S

-

-

-

S S S S S S S S S S S S S S

Cyclophoridae

279 280 281 282 283 284 285 286 287 288 289 290 291 292 293 294 295 296

Leptopoma vexillum Sarasin & Sarasin 1899 Melanoides tuberculata Müller, 1774 Naninia cincta Lea, 1834 Paraphaedusa pyrrha Sykes, 1897 Planispira bulbulus Mousson, 1849 Planispira falvidula Martens, 1867 Planispira zodiacus tuba Sarasin & Sarasin 1899 Keong mas Pomacea canaliculata Lamarck, 1822 Prosopeas achatinaceum Pfeiffer, 1876 Subulina octona Bruguiere, 1792 Tarebia granifera Lamarck, 1822 Thiara scabra Müller, 1774 Tylomelania perfecta Mousson, 1849 Tylomelania robusta Marten, 1897 Tylomelania sp.1 Tylomelania sp.2 Tylomelania wallacei Reeve, 1860 Xesta luctuosa porcellanica Sarasin & Sarasin, 1899

Cyclophoridae Thiaridae Ariophantidae Clausiliidae Camaenidae Camaenidae Camaenidae Ampullariidae Subulinidae Subulinidae Thiaridae Thiaridae Pachychilidae Pachychilidae Pachychilidae Pachychilidae Pachychilidae Ariophantidae

297 298 VII 299 300 301 302 303 304 VIII 305 306 307 308 309 310 311 312 313 314 315 316 317 318 319 320 321 322 323 324 325 326 327 328 329 330 IX 331 332 X 333 334 335 336 337 338 339 340 341

Xesta semipartita semipartita Ferussac, 1820 Xesta steursii steursii Shuttleworth, 1852 OLIGOCHAETA Drawida barwelli Beddard, 1886 Pheretima- group sp.1 Pheretima- group sp.2 Pheretima- group sp.3 Polypheretima elongata Perrier, 1872 Pontoscolex corethurus Müller, 1857 MALACOSTRACA Armadillid Cancrocaeca xenomorpha Ng, 1991 Caridina leclerci Cai & Ng, 2009 Caridina gracilirostris De Man, 1892 Caridina longifrons Cai & Ng, 2007 Caridina pareparensis De Man, 1892 Caridina typus H. Milne-Edwards, 1837 Caridina parvidentata J. Roux, 1904 Caridina rubella Fujino & Shokita, 1975 Caridina sulawesi Cai & Ng, 2009 Cirolana marosina Botosaneanu, 2003 Kastarma microphthalmus Naruse & Ng, 2007 Macrobrachium equidens Dana, 1852 Macrobrachium horstii De Man, 1892 Macrobrachium lanchesteri De Man, 1911 Marosina brevirostris Cai & Ng, 2005 Marosina longirostris Cai & Ng, 2005 Macrobrachium lar Fabricius, 1798 Macrobrachium latidactylus Thallwitz, 1891 Papuaphiloschia sp. Philosciidae sp. Parathelphusa celebensis De Man, 1892 Parathelphusa crocea Schenkel, 1902 Parathelphusa pareparensis De Man, 1892 Parathelphusa sorella Chia & Ng, 2006 Parisia deharvengi Cai & Ng, 2009 DIPLOPODA Hypocambala sp. Polidesmida sp. ARACHNIDA Charon sp. Chaerilus sabinae Lourenço, 1995 Eukonenia maros Conde, 1992 Heteropoda beroni Jäger, 2005 Leclercera spinata Deeleman-Reinhold, 1995 Prokoenenia celebica Conde, 1994 Pseudoscorpionida sp. Psiloderces leclerci Deeleman-Reinhold, 1995 Sarax sp.

Ariophantidae Ariophantidae

-

-

-

S S S

Moniligastridae Megascolecidae Megascolecidae Megascolecidae Megascolecidae Glossoscolecidae

-

-

-

S S S -

Armadillidae Hymenosomatidae Atyidae Atyidae Atyidae Atyidae Atyidae Atyidae Atyidae Atyidae Cirolanidae Sesarmidae Palaemonidae Palaemonidae Palaemonidae Atyidae Atyidae Atyidae Atyidae Philosciidae Philosciidae Gacarcinucidae Gacarcinucidae Gacarcinucidae Gacarcinucidae Atyidae

-

-

VU VU -

S S S S S S S S S S S S S S S S S S

Cambalopsidae Polydesmidae

-

-

-

S S

Charontidae Chaerilidae Eukoeniidae Sparassidae Ochyroceratidae Prokoeneniidae

-

-

-

S S S S S S S

Kepiting gua laba-laba palsu Udang Udang Udang Udang Udang Udang Udang Udang Kecoa air Kepiting Udang Udang Udang Udang Udang Udang Udang

Kepiting Kepiting Kepiting Kepiting Udang

Kalacemeti charon Kalajengking gua Laba-laba beron Laba-laba spinata

Laba-laba leklerci Kalacemeti sarax

Ochyroceratidae Charinidae


342 343 344 345 XI 346 347 348 349 350 351 352 353 354 355 356 357 358 359 360 361 362 363 364 365 366 367 368 369 370 371 372 373 374 375 376 377 378 379 380 381 382 383 384 385 386 387 388 389 390 391 392 393 394 395 396 397 398 XII 399 400 XIII A 401 402 403 404 405 406 407 408

Schizomida spp. Speocera caeca Deeleman-Reinhold, 1995 Speocera karkari Deeleman-Reinhold, 1995 Spermophora maros Huber, 2005 ENTOGNATHA Acrocyrtus sp. Alloscopus sp. Arrhopalites sp. Ascocyrtus sp. Bourletiellidae gen. sp. Brachystomella sp. Callyntrura (2 sp.) Cephalachorutes sp. Ceratrimeria sp. Coecobrya sp. Cryptopygus sp. Cyphoderus sp. Dicranocentroides Entomobrya (cf. ) sp. Folsomides centralis Denis 1931 Folsomides exiguus Folsom, 1932 Folsomina onychiurina Denis, 1931 Folsomia candida Willem, 1902 Friesea sp. Harlomillsia oculata Mills, 1937 Harlomillsia sp. Hypogastrura sp. Isotomiella gr.delamarei Isotomiella gr.minor Isotomiella gr.nummulifer Isotomodes sp. Lepidocyrtus sp. Lepidonella sp. Megalothorax minimus Willem, 1900 Megalothorax sp. Neelus sp. Oncopodura sp. Onychiuridae gen. sp. Paleonura sp. Paranura sp. Pararrhopalites sp. Paronellidae gen. sp. Proisotoma sp. Pseudachorutes (3 sp.) Pseudachorutes longisetus (cf. ) (sic) Cassagnau, P, 1974:309 Pseudachorutinae sp. Pseudosinella maros Deharveng & Suhardjono, 2004 Ptenothrix sp. Rambutsinella sp. Sinella sp. Sminthuridae gen. sp. Sphaeridia sp. Sphyrotheca (2 sp.) Sulobella sp. Superodontella (2 sp.) Tullbergiidae gen. sp. Vitronura (cf. ) sp. Xenylla yucatana Mills, 1939 PARAINSECTA Lepidocampa borneensis Silvestri, 1933 Lepidocampa hypogaea Conde, 1992 INSECTA (LEPIDOPTERA) LEPIDOPTERA Acraea moluccana dohertyi Holland, 1891 Abisara echerius celebica Röber, 1886 Abisara kausambi sabina Stichel, 1924 Acrophtalmia leuce C. & R. Felder, 1867 Acytolepis puspa kuehni Röber, 1886 Allotinus macassarensis Holland, 1891 Allotinus major C. & R. Felder, 1865 Allotinus unicolor zitema Fruhstorfer, 1915

Laba-laba seka Laba-laba karkari Laba-laba maros

-

-

-

S S S

-

-

-

-

-

-

-

-

Dicyrtomidae Entomobryidae Entomobryidae Sminthurididae Sminthurididae Sminthurididae Neanuridae Odontellidae Tullbergiidae Neanuridae Hypogastruridae

-

-

-

S -

Campodeidae Campodeidae

-

-

-

S

Nymphalidae Riodinidae Riodinidae Nymphalidae Lycaenidae Lycaenidae Lycaenidae Lycaenidae

-

-

-

S S S S,M S S S S,M

Ochyroceratidae Ochyroceratidae Pholcidae Entomobryidae Entomobryidae Arrhopalitidae Entomobryidae Bourletiellidae Neanuridae Paronellidae Neanuridae Neanuridae Entomobryidae Isotomidae Entomobryidae Paronellidae Entomobryidae Isotomidae Isotomidae Isotomidae Isotomidae Neanuridae Oncopoduridae Oncopoduridae Hypogastruridae Isotomidae Isotomidae Isotomidae Isotomidae Entomobryidae Paronellidae Neelidae Neelidae Neelidae Oncopoduridae Onychiuridae Neanuridae Neanuridae Sminthurididae Paronellidae Isotomidae Neanuridae Neanuridae Neanuridae Entomobryidae


409 Amathusia phidippus celebensis Fruhstorfer, 1899

Nymphalidae

410 411 412 413 414 415 416 417 418 419 420 421 422 423 424 425 426 427 428 429 430 431 432 433 434 435 436 437 438 439 440

Amathusia virgata thoanthea Fruhstorfer, 1911 Amathuxidia plateni iamos Brooks, 1937 Amblypodia narada confusa Riley, 1922 Anthene licates Hewitson, 1874 Anthene lycaenina Felder, 1868 Anthene villosa Snellen, 1878 Aoa affinis Vollenhoven, 1865 Appias aegis aegina Fruhstorfer, 1899 Appias albina albina Boisduval, 1836 Appias hombroni Lucas, 1852 Appias ithome C. & R. Felder, 1859 Appias lyncida lycaste C. & R. Felder, 1865 Appias paulina albata Hopffer, 1874 Appias zarinda zarinda Boisduval, 1836 Appias zondervani Toxopeus, 1950 Arhopala acetes Hewitson, 1862 Arhopala alitaeus alitaeus Hewitson, 1862 Arhopala araxes araxes C. & R. Felder, 1869 Arhopala argentea Staudinger, 1888 Arhopala dohertyi Bethune-Baker, 1903 Arhopala eridanus lewara Ribbe, 1926 Arhopala fulla Hewitson, 1862 Arhopala hercules hercules Hewitson, 1862 Arhopala irregularis Bethune-Baker, 1903 Arhopala quercoide s Röber, 1886 Arhopala sp. Ariadne celebensis Holland, 1891 Athyma eulimene badoura Butler, 1866 Badamia exclamationis Fabricius, 1775 Bassarona labotas labotas Hewitson, 1864 Bletogona mycalesis mycalesis C. & R. Felder, 1867

Nymphalidae Nymphalidae Lycaenidae Lycaenidae Lycaenidae Lycaenidae Pieridae Pieridae Pieridae Pieridae Pieridae Pieridae Pieridae Pieridae Pieridae Lycaenidae Lycaenidae Lycaenidae Lycaenidae Lycaenidae Lycaenidae Lycaenidae Lycaenidae Lycaenidae Lycaenidae Lycaenidae Nymphalidae Nymphalidae Hesperiidae Nymphalidae Nymphalidae

441 442 443 444 445 446 447 448 449 450 451 452 453 454 455 456 457 458 459 460 461 462 463 464 465 466 467 468 469 470 471 472 473 474 475 476 477 478 479

Caleta caleta caleta Hewitson, 1876 Caleta decidia Fruhstorfer, 1922 Caleta rhode rhodana Fruhstorfer, 1918 Caleta roxus afranius Fruhstorfer, 1922 Callidula evander Stoll, 1780 Castalius fasciatus Röber, 1887 Castalius rosimon Fruhstorfer, 1922 Catochrysops strabo celebensis Tite, 1959 Catopsilia pomona flava Butler, 1869 Catopsilia pyranthe pyranthe Linnaeus, 1758 Catopsilia scylla asema Staudinger, 1885 Catopyrops ancyra subfestivus Röber, 1886 Catopyrops rita bora Eliot, 1956 Cepora celebensis celebensis Rothschild, 1892 Cepora fora fora Fruhstorfer, 1897 Cepora timnatha filia Fruhstorfer, 1902 Cethosia biblis picta C. & R. Felder, 1867 Cethosia myrina sarnada Fruhstorfer, 1912 Charaxes affinis affinis Butler, 1865 Charaxes nitebis luscius Fruhstorfer, 1914 Charaxes solon hannibal Butler, 1869 Chersonesia rahria celebensis Rothschild, 1892 Chilades boopis boopis Fruhstorfer, 1915 Cirrochroa eremita Tsukada, 1985 Cirrochroa semiramis C. & R. Felder, 1867 Cirrochroa thule C. & R. Felder, 1860 Coladenia kehelatha Hewitson, 1878 Cupha arias celebensis Fruhstorfer, 1900 Cupha maeonides rovena Fruhstorfer, 1912 Curetis tagalica celebensis C. & R. Felder, 1862 Cyrestis heracles heracles Staudinger, 1896 Cyrestis strigata strigata C. & R. Felder, 1867 Cyrestis thyonneus celebensis Staudinger, 1896 Dacalana anysiades Röber, 1887 Dacalana anysis anysis Hewitson, 1865 Danaus affinis fulgurata Butler, 1866 Danaus chrysippus gelderi Snellen, 1891 Danaus genutia Cramer, 1779 Danaus genutia leucoglene C. & R. Felder, 1865

Lycaenidae Lycaenidae Lycaenidae Lycaenidae Callidulidae Lycaenidae Lycaenidae Lycaenidae Pieridae Pieridae Pieridae Lycaenidae Lycaenidae Pieridae Pieridae Pieridae Nymphalidae Nymphalidae Nymphalidae Nymphalidae Nymphalidae Nymphalidae Lycaenidae Nymphalidae Nymphalidae Nymphalidae Hesperiidae Nymphalidae Nymphalidae Lycaenidae Nymphalidae Nymphalidae Nymphalidae Lycaenidae Lycaenidae Nymphalidae Nymphalidae Nymphalidae Nymphalidae

-

-

-

S S S S S,M S S S S S S S S S S S S S,M S S S S S S S S

√ -

-

-

S S S S S,M S S S S S S S S S S S S S S S S S S,M S S S S,M S S S S S S S


480 481 482 483 484 485 486

Danaus ismare fulvus Ribbe, 1890 Delias rosenbergi rosenbergi Vollenhoven, 1865 Deudorix epijarbas megakles Fruhstorfer, 1911 Discolampa ethion ulyssides Grose Smith, 1895 Discolampa ilissus ilissus Felder, 1859 Discophora bambusae celebensis Holland, 1891 Doleschallia polibete celebensis Fruhstorfer, 1899

Nymphalidae Pieridae Lycaenidae Lycaenidae Lycaenidae Nymphalidae Nymphalidae

487 488 489 490 491 492 493 494 495 496 497

Dophla evelina dermoides Rothschild, 1892 Elodina sota Eliot, 1956 Elymnias cumaea C. & R. Felder, 1867 Elymnias hewitsoni atys Fruhstorfer, 1907 Elymnias hicetas hicetina Fruhstorfer, 1904 Elymnias mimalon nysa Fruhstorfer, 1907 Erebus ephesperis Hübner, 1827 Euchrysops cnejus Fabricius, 1798 Euploea algea horsfieldi C. & R. Felder, 1865 Euploea configurata C. & R. Felder, 1865 Euploea eleusina vollenhovii C. & R. Felder, 1865

Nymphalidae Pieridae Nymphalidae Nymphalidae Nymphalidae Nymphalidae Noctuidae Lycaenidae Nymphalidae Nymphalidae Nymphalidae

498 Euploea eupator Hewitson, 1858 499 Euploea hewitsonii hewitsonii C. & R. Felder, 1865

Nymphalidae Nymphalidae

500 Euploea latifasciata latifasciata Weymer, 1885 501 Euploea phaenareta Schaller, 1785 502 Euploea redtenbacheri redtenbacheri C. & R. Felder, 1865 503 Euploea sp. 504 Euploea sylvester Fabricius, 1793 505 Euploea westwoodii meyeri Hopffer, 1874 506 Eurema alitha C. & R. Felder, 1862 507 Eurema blanda odinia Fruhstorfer, 1910 508 Eurema celebensis celebensis Wallace, 1867 509 Eurema hecabe latimargo Hopffer, 1874 510 Eurema tominia tominia Vollenhoven, 1865 511 Euripus robustus Wallace, 1869 512 Euthalia aconthea bakrii Müller, 1994 513 Euthalia amanda amanda Hewitson, 1862 514 Euthalia sp. Hübner, 1819* 515 Faunis menado menado Hewitson, 1863 516 Flos apidanus Cramer, 1779 517 Gandaca butyrosa samanga Fruhstorfer, 1910 518 Graphium agamemnon comodus Fruhstorfer, 1903

Nymphalidae Nymphalidae Nymphalidae

519 520 521 522 523 524 525 526 527 528 529 530 531 532 533 534 535 536 537 538 539 540 541 542 543 544 545 546

Graphium androcles androcles Boisduval, 1836 Graphium antiphates kurosawai Igarashi, 1979 Graphium codrus celebensis Wallace, 1865 Graphium deucalion deucalion Boisduval, 1836 Graphium encelades Boisduval, 1836 Graphium eurypylus pamphylus C. & R. Felder, 1865 Graphium meyeri meyeri Hopffer, 1874 Graphium milon milon C. & R. Felder, 1864 Graphium rhesus rhesus Boisduval, 1836 Halpe beturia Hewitson, 1868 Hebomoia glaucippe celebensis Wallace, 1863 Helcyra celebensis celebensis Martin, 1913 Hypolimnas anomala stellata Fruhstorfer, 1912 Hypolimnas bolina bolina Linnaeus, 1758 Hypolimnas diomea diomea Hewitson, 1861 Hypolimnas diomea fraterna Wallace, 1869 Hypolimnas misippus Linnaeus, 1764 Hypolycaena erylus gamatius Fruhstorfer, 1912 Hypolycaena sipylus giscon Fruhstorfer, 1912 Hypolycaena xenia Grose Smith, 1895 Hypothecla honos de Nicéville, 1898 Idea blanchardii marosiana Fruhstorfer, 1903 Ideopsis juventa ishma Butler, 1869 Ideopsis vitrea arachosia Fruhstorfer, 1910 Iraota rochana johnsoniana Holland, 1890 Jamides alecto Snellen, 1878 Jamides aratus lunata de Nicéville, 1898 Jamides celeno optimus Röber, 1886

Nymphalidae Nymphalidae Nymphalidae Pieridae Pieridae Pieridae Pieridae Pieridae Nymphalidae Nymphalidae Nymphalidae Nymphalidae Nymphalidae Lycaenidae Pieridae Papilionidae Papilionidae Papilionidae Papilionidae Papilionidae Papilionidae Papilionidae Papilionidae Papilionidae Papilionidae Hesperiidae Pieridae Nymphalidae Nymphalidae Nymphalidae Nymphalidae Nymphalidae Nymphalidae Lycaenidae Lycaenidae Lycaenidae Lycaenidae Nymphalidae Nymphalidae Nymphalidae Lycaenidae Lycaenidae Lycaenidae Lycaenidae

-

-

-

S S S S S S

-

-

-

S S S S S S S S S S

-

-

-

S S

-

-

-

S S -

-

-

-

S S S,M S S S S S S S S

-

-

-

S S S S S S

-

-

-

S S S S S S S S,M S S S S,M S S S S S S S -


Lycaenidae Lycaenidae Lycaenidae Lycaenidae Lycaenidae Nymphalidae Nymphalidae Nymphalidae Nymphalidae Nymphalidae Hedylidae Hedylidae Hedylidae Hedylidae Hedylidae Hedylidae Hedylidae Hedylidae Hedylidae Nymphalidae Papilionidae

604 605 606 607 608 609 610

Jamides cyta zelia Fruhstorfer, 1916 Jamides festivus festivus Röber, 1886 Jamides fractilinea Tite, 1960 Jamides philatus philatus Snellen, 1878 Jamides snelleni Rober, 1886 Junonia almana battana Fruhstorfer, 1906 Junonia atlites acera Fruhstorfer, 1912 Junonia erigone gardineri Fruhstorfer, 1902 Junonia hedonia intermedia C. & R. Felder, 1867 Junonia orithya Linnaeus, 1758 Kupu-kupu malam (?) Kupu-kupu malam (?) Kupu-kupu malam (?) Kupu-kupu malam (?) Kupu-kupu malam (?) Kupu-kupu malam (?) Kupu-kupu malam (?) Kupu-kupu malam (?) Kupu-kupu malam (?) Lamasia lyncides notus Tsukada, 1991 Lamproptera meges akirai Tsukada & Nishiyama, 1980 Lasippa neriphus tawayana Fruhstorfer, 1899 Leptosia lignea Vollenhoven, 1865 Leptosia nina dione Wallace, 1867 Lethe europa arcuata Butler, 1868 Lethe violae Tsukada & Nishiyama, 1979 Lexias aeetes phasiana Butler, 1870 Libythea geoffroy celebensis Staudinger, 1889 Lohora decipiens Martin, 1929 Lohora dinon Hewitson, 1864 Lohora unipupillata Fruhstorfer, 1898 Megisba malaya sikkima Moore, 1884 Melanitis boisduvalia ernita Fruhstorfer, 1911 Melanitis leda celebicola Martin, 1929 Melanitis phedima linga Fruhstorfer, 1908 Melanitis pyrrha hylecoetes Holland, 1890 Melanitis velutina ribbei Röber, 1886 Milionia everetti Rothschild, 1896 Moduza libnites Hewitson, 1859 Moduza lycone lyconides Fruhstorfer, 1913 Moduza lymire lymire Hewitson, 1859 Monodontides kolari Ribbe, 1926 Mycalesis horsfieldi Moore, 1892 Mycalesis itys remulina Fruhstorfer, 1897 Mycalesis janardana opaculus Fruhstorfer, 1908 Nacaduba angusta pamela Grose Smith, 1895 Nacaduba berenice eliana Fruhstorfer, 1916 Nacaduba kurava kurava Moore, 1858 Nacaduba pactolus pactolides Fruhstorfer, 1916 Neptis celebica celebica Moore, 1899 Neptis ida ida Moore, 1858 Notocrypta paralysos yaya Fruhstorfer, 1911 Nyctemera baulus nigrovena , Swinhoe 1903 Odontoptilum angulatum helias Felder & Felder, 1867 Orsotriaena jopas jopas Hewitson, 1864 Ourapteryx sp. Pachliopta polyphontes polyphontes Boisduval, 1836 Pantoporia antara pytheas Fruhstorfer, 1913 Papilio ascalaphus ascalaphus Boisduval, 1836 Papilio blumei fruhstorferi Röber, 1897 Papilio demoleus Linnaeus, 1758 Papilio fuscus pertinax Wallace, 1865 Papilio gigon gigon C. & R. Felder, 1864 Papilio peranthus adamantius C. & R. Felder, 1864

611 612 613 614 615

Papilio polytes alcindor Oberthür, 1879 Papilio sataspes sataspes C. & R. Felder, 1864 Papilio veiovis Hewitson, 1865 Parantica cleona luciplena Fruhstorfer, 1892 Parantica menadensis Moore, 1883

Papilionidae Papilionidae Papilionidae Nymphalidae Nymphalidae

547 548 549 550 551 552 553 554 555 556 557 558 559 560 561 562 563 564 565 566 567 568 569 570 571 572 573 574 575 576 577 578 579 580 581 582 583 584 585 586 587 588 589 590 591 592 593 594 595 596 597 598 599 600 601 602 603

Nymphalidae Pieridae Pieridae Nymphalidae Nymphalidae Nymphalidae Nymphalidae Nymphalidae Nymphalidae Nymphalidae Lycaenidae Nymphalidae Nymphalidae Nymphalidae Nymphalidae Nymphalidae Geometridae Nymphalidae Nymphalidae Nymphalidae Lycaenidae Nymphalidae Nymphalidae Nymphalidae Lycaenidae Lycaenidae Lycaenidae Lycaenidae Nymphalidae Nymphalidae Hesperiidae Arctiidae Hesperiidae Nymphalidae Geometridae Papilionidae Nymphalidae Papilionidae Papilionidae Papilionidae Papilionidae Papilionidae Papilionidae

-

-

-

S S S S S S S S S S

-

-

-

S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S -

-

-

-

S -

-

-

-

S S S S S

-

-

-

S S S S S


616 617 618 619 620 621 622 623 624 625 626 627 628 629 630 631 632 633 634 635 636 637 638 639 640 641 642 643 644 645 646 647 648 649 650 651 652 653 654 655 656 657 658 659 660 661 662 663 664 665 666 667 668 669 670 B 671 672 673 674 675 676 677 678 679 680

Pareronia tritaea bargylia Fruhstorfer, 1910 Parthenos sylvia salentia Hopffer, 1874 Phaedyma daria albescens Rothschild, 1892 Phalanta alcippe celebensis Wallace, 1869 Pithecops corvus Fruhstorfer, 1919 Pithecops phoenix Röber, 1886 Polyura alphius piepersianus Martin, 1924 Polyura cognata cognata Vollenhoven, 1861 Pratapa icetoides Moore, 1881 Prosotas dubiosa Piepers & Snellen, 1918 Prosotas ella Toxopeus, 1930 Prosotas nora Felder, 1860 Pseudergolis avesta toalarum Fruhstorfer, 1912 Pseudocoladenia dan eacus Latreille, 1823 Psychonotis piepersii Snellen, 1878 Rapala dioetas Hewitson, 1869 Rapala enipeus Staudinger, 1888 Rapala manea manea Hewitson, 1863 Rapala ribbei Röber, 1886 Rapala sp. Rapala varuna olivia Druce, 1895 Remelana jangala orsolina Hewitson, 1865 Rhinopalpa polynice megalonice C. & R. Felder, 1867 Rohana macar macar Wallace, 1869 Saletara panda nigerrima Holland, 1891 Sinthusa verena Grose-Smith, 1895 Sp.10 (?) Sp.11 (?) Sp.12 (?) Spalgis epius substrigatus Snellen, 1878 Surendra vivarna samina Fruhstorfer, 1904 Symbrenthia anna Semper, 1888 Symbrenthia hippoclus clausus Fruhstorfer, 1904 Symbrenthia lilaea utakata Tsukada & Nishiyama, 1985 Symbrenthia platena Staudinger, 1897 Tagiades japetus prasnaja Fruhstorfer, 1910 Tagiades trebellius trebellius Hopffer, 1874 Tajuria cyrillus Hewitson, 1865 Tajuria iapyx iapyx Hewitson, 1865 Tajuria mantra jalysus C. & R. Felder, 1865 Tarattia lysanias lysanias Hewitson, 1859 Terinos taxiles poros Fruhstorfer, 1906 Tetragonus catamitus Geyer, 1832 Tirumala choaspes choaspes Butler, 1886 Tirumala hamata goana Martin, 1910 Troides celebensis Wallace, 1865 Troides haliphron haliphron Boisduval, 1836 Troides helena hephaestus Felder, 1865 Troides hypolitus cellularis Rothschild, 1895 Vindula dejone celebensis Butler, 1879 Vindula erota banta Eliot, 1956 Yoma sabina nimbus Tsukada, 1985 Ypthima kalelonda celebensis Rothschild, 1892 Ypthima nynias nynias Fruhstorfer, 1911 Zethera incerta tenggara Roos, 1992 COLEOPTERA Aegus sp. Anillini Batocera sp. Chloridolum promissum Pascoe, 1869 Eustra saripaensis Deuve, 2002 Laccophilus pseudanticatus Toledo, Hendrich and Stastný, 2002 Mateuellus troglobioticus Deuve, 1990 Mateuellus troglobioticus faillei Deuve, 2010 Speonoterus bedosae Spangler, 1996 Tmesisternus (Arrhenotus) wallacei Pascoe, 1858

C DICTYOPTERA 681 Blatta sp. 682 Nocticola spp.

-

-

-

S S S S S S S S S S S S S,M S S S

-

-

-

S S S S S S S

Nymphalidae Hesperiidae Hesperiidae Lycaenidae Lycaenidae Lycaenidae Nymphalidae Nymphalidae Callidulidae Nymphalidae Nymphalidae Papilionidae Papilionidae Papilionidae Papilionidae Nymphalidae Nymphalidae Nymphalidae Nymphalidae Nymphalidae Nymphalidae

√ √ √ -

II II II -

-

S S S S S S S S S S S S S S S S S,M S S S

Lucanidae Carabidae Cerambycidae Cerambycidae Carabidae Dytiscidae

-

-

-

S S S

Carabidae Carabidae Noteridae Cerambycidae

-

-

-

S S S

-

-

-

S

-

-

-

S S

Pieridae Nymphalidae Nymphalidae Nymphalidae Lycaenidae Lycaenidae Nymphalidae Nymphalidae Lycaenidae Lycaenidae Lycaenidae Lycaenidae Nymphalidae Hesperiidae Lycaenidae Lycaenidae Lycaenidae Lycaenidae Lycaenidae Lycaenidae Lycaenidae Lycaenidae Nymphalidae Nymphalidae Pieridae Lycaenidae Lycaenidae Lycaenidae Lycaenidae Lycaenidae Lycaenidae Nymphalidae Nymphalidae Nymphalidae

Kecoa blatta Kecoa gua buta

Blattidae Nocticolidae


D HEMIPTERA 683 Enicocephalidae 684 Polydictya bantimurung Constant, 2015 E HYMENOPTERA 685 Aulojoppa spilocephala Cameron, 1907 687 Dolichoris n.sp. 689 Eccoptosage praedatoria Smith, 1859 691 Eccoptosage schizoaspis Cameron, 1902 693 Parapolybia v. varia Fabricius, 1787 695 Ropalidia mathematica Smith, 1860 697 Sycoscapter n.sp. 699 Thyreus sp. (?) 701 Trichospilus striatus sp. nov. Ubaidillah, 2006 703 Vespa velutina celebensis PĂŠrez, 1910 F ORTHOPTERA 704 Cardiodactylus sp. 705 Lebinthus villemantae Robillard 2010 706 Podoscirtinae sp. 707 Rhaphidophora sp. Jangkrik gua G TRICHOPTERA 708 Agapetus sp. 709 Cheumatopsyche sp. 710 Chimarra sp. 711 Hydropsyche sp. 712 Lepidostoma sp. 713 Setodes sp. H ODONATA 714 Aciagrion femina oryzae 715 Agriocnemis pygmaea 716 Brachythemis contaminata 717 Celebothemis delecollei 718 Crocothemis servilia 719 Diplacodes trivialis 720 Drepanosticta quadrata 721 Ictinogomphus sp. 722 Ischnura senegalensis 723 Lathrecista asiatica 724 Libellago aurantiaca 725 Libellago lineata 726 Nannophlebia eludens 727 Neurothemis ramburii 728 Neurothemis stigmatizans 729 Orthetrum glaucum 730 Orthetrum pruinosum 731 Orthetrum sabina 732 Pantala flavescens 733 Potamarcha congener 734 Pseudagrion microcephalum 735 Pseudagrion pilidorsum 736 Rhinocypha monochroa 737 Teinobasis rufithorax 738 Tholymis tillarga 739 Trithemis aurora 740 Trithemis festiva Sumber : Data Primer BTN Babul dan dihimpun dari berbagai sumber

Enicocephalidae Fulgoridae

-

-

-

S

Ichneumonidae Agaonidae Ichneumonidae Ichneumonidae Vespidae Vespidae Pteromalidae Apidae Eulophidae Vespidae

-

-

-

S -

Gryllidae Gryllidae Gryllidae Rhaphidophoridae

-

-

-

S S

Glossosomatidae Hydropsychidae Philopotamidae Hydropsychidae Lepidostomatidae Leptoceridae

-

-

-

-

-

-

-

-

KETERANGAN : I Status dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan II CITES (I=Appendix I; II, Appendix II; III, Appendix III) III IUCN (NE= Not Evaluated; DD= Data Deficient; LC= Least Concern; NT= Near Theatened; VU= Vulnerable; EN= Endangered; CR= Critically Endangered; EW= Extinct In The Wild; EX= Extinct) IV Endemik (S=Sulawesi; M=Maluku)


MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.398/Menhut-II/2004 TENTANG PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PADA KELOMPOK HUTAN BANTIMURUNG - BULUSARAUNG SELUAS 43.750 (EMPAT PULUH TIGA RIBU TUJUH RATUS LIMA PULUH) HEKTAR TERDIRI DARI CAGAR ALAM SELUAS 10.282,65 (SEPULUH RIBU DUA RATUS DELAPAN PULUH DUA ENAM PULUH LIMA PERSERATUS) HEKTAR, TAMAN WISATA ALAM SELUAS 1.624,25 (SERIBU ENAM RATUS DUA PULUH EMPAT DUA PULUH LIMA PERSERATUS) HEKTAR, HUTAN LINDUNG SELUAS 21. 343,10 (DUA PULUH SATU RIBU TIGA RATUS EMPAT PULUH TIGA SEPULUH PERSERATUS) HEKTAR, HUTAN PRODUKSI TERBATAS SELUAS 145 (SERATUS EMPAT PULUH LIMA) HEKTAR, DAN HUTAN PRODUKSI TETAP SELUAS 10.355 (SEPULUH RIBU TIGA RATUS LIMA PULUH LIMA) HEKTAR TERLETAK DI KABUPATEN MAROS DAN PANGKEP, PROVINSI SULAWESI SELATAN MENJADI TAMAN NASIONAL BANTIMURUNG - BULUSARAUNG MENTERI KEHUTANAN, Menimbang: a. bahwa berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 890/KptsII/1999 tanggal 14 Oktober 1999 telah ditunjuk areal hutan di Provinsi Sulawesi Selatan seluas 3.879.771 (tiga juta delapan ratus tujuh puluh sembilan ribu tujuh ratus tujuh puluh satu) hektar sebagai kawasan hutan diantaranya Cagar Alam, Taman Wisata Alam, Hutan Lindung, Hutan Produksi Terbatas, dan Hutan Produksi Tetap pada Kelompok Hutan Bantimurung - Bulusaraung di Kabupaten Maros dan Pangkep; b. bahwa kawasan hutan pada Kelompok Hutan Bantimurung - Bulusaraung seluas 43.750 (empat puluh tiga ribu tujuh ratus lima puluh) hektar tersebut butir a merupakan ekosistem karst yang memiliki potensi sumberdaya alam hayati dengan keanekaragaman yang tinggi serta keunikan dan kekhasan gejala alam dengan fenomena alam yang indah; c. bahwa ekosistem karst Maros - Pangkep tersebut butir b memiliki berbagai jenis flora, antara lain : Bintangur (Calophyllum sp.), Beringin (Ficus sp.), Nyato (Palaquium obtusifolium), dan flora endemik Sulawesi Kayu hitam (Diospyros celebica), berbagai jenis satwa liar yang khas dan endemik diantaranya Kera hitam (Macaca maura), Kuskus sulawesi (Phalanger celebencis), Musang sulawesi (Macrogolidia mussenbraecki), Rusa (Cervus timorensis), burung Enggang hitam (Halsion cloris), Raja udang (Halsion cloris), Kupu-kupu (Papilio blumei, Papilio satapses, Troides halipton, Troides helena), berbagai jenis amfibia dan reptilia seperti Ular phyton (Phyton reticulates), Ular daun, Biawak besar (Paranus sp.), Kadal terbang, dan lainnya; d. bahwa ekosistem karst Maros - Pangkep tersebut butir b selain memiliki lansekap karst yang unik, gua-gua dengan ornamen stalaktit dan stalakmit, gua-gua yang bernilai historis/situs purbakala, panorama alam yang indah, air terjun, yang dapat dikembangkan sebagai laboratorium alam untuk ilmu pengetahuan dan pendidikan konservasi alam serta kepentingan ekowisata, juga merupakan daerah tangkapan air bagi kawasan di bawahnya dan beberapa sungai penting di Provinsi Sulawesi Selatan seperti S. Walanea, S. Pangkep, S. Pute, dan S. Bantimurung; e. bahwa dalam rangka perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistem tersebut di atas, maka berdasarkan Berita Acara Hasil Pengkajian dan Pembahasan Tim Terpadu tanggal 8 Oktober 2004,


kawasan hutan di Kelompok Hutan Bantimurung - Bulusaraung seluas 43.750 ha (empat puluh tiga ribu tujuh ratus lima puluh) hektar memenuhi syarat untuk diubah fungsi menjadi Kawasan Pelestarian Alam dengan fungsi Taman Nasional; f. bahwa berhubung dengan itu, untuk menjamin perlindungan, kelestarian dan pemanfaatan potensi kawasan hutan tersebut, sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 68 tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam maka dipandang perlu untuk mengubah fungsi kawasan hutan di Kelompok Bantimurung - Bulusaraung seluas 43.750 (empat puluh tiga ribu tujuh ratus lima puluh) hektar terdiri dari Cagar Alam seluas 10.282,65 (sepuluh ribu dua ratus delapan puluh dua enam puluh lima perseratus) hektar, Taman Wisata Alam seluas 1.624,25 (seribu enam ratus dua puluh empat dua puluh lima perseratus) hektar, Hutan Lindung seluas 21.343,10 (dua puluh satu ribu tiga ratus empat puluh tiga sepuluh perseratus) hektar, Hutan Produksi Terbatas seluas 145 (seratus empat puluh lima) hektar, dan Hutan Produksi Tetap seluas 10.355 (sepuluh ribu tiga ratus lima puluh lima) hektar terletak di Kabupaten Maros dan Pangkep, Provinsi Sulawesi Selatan sebagai Kawasan Pelestarian Alam dengan fungsi Taman Nasional, dengan Keputusan Menteri Kehutanan. Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990; 2. Undang-undang Nomor 24 tahun 1992; 3. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997; 4. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999; 5 Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998; 6. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000; 7. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002; 8 Keputusan Presiden Nomor 228/M Tahun 2001; 9. Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 890/Kpts-II/1999; 10.Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 123/Kpts-II/2001; 11.Keputusan Menteri kehutanan Nomor 1615/Kpts-VII/2001 jo Nomor 8637/KptsII/2002. 12.Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 70/Kpts-II/2001 jo Nomor SK.48/MenhutII/2004; Memperhatikan:1.Surat Gubernur Sulawesi Selatan Nomor 660/27/Set tanggal 5 Januari 2004, dan rekomendasi Nomor 660/472/SET tanggal 7 Pebruari 2003. 2.Rekomendasi Bupati Maros Nomor 660.1/532/Set tanggal 13 Nopember 2002. 3.Surat Bupati Pangkep Nomor 430/13/DLHK tanggal 15 Maret 2003. 4.Keputusan DPRD Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 27 tahun 2003 tanggal 19 Desember 2003. 5.Rekomendasi DPRD Kabupaten Maros Nomor 660.1/347/DPRD/2002 tanggal 17 Desember 2002. 6.Surat Ketua DPRD Kabupaten Pangkep Nomor 005/194/Sek-DPRD tanggal 30 Juli 2003. MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERTAMA

: Mengubah fungsi kawasan hutan pada Kelompok Hutan Bantimurung - Balusaraung seluas 43.750 (empat puluh tiga ribu tujuh ratus lima puluh) hektar terdiri dari Cagar Alam seluas 10.282,65 (sepuluh ribu dua ratus delapan puluh dua enam puluh lima perseratus) hektar, Taman Wisata Alam seluas 1.624,25 (seribu enam ratus dua puluh empat dua puluh lima perseratus) hektar, Hutan Lindung seluas 21.343,10 (dua puluh satu ribu tiga ratus empat puluh tiga sepuluh perseratus) hektar, Hutan Produksi Terbatas seluas 145 (seratus empat puluh lima) hektar, dan Hutan Produksi Tetap seluas 10.355 (sepuluh ribu tiga ratus lima puluh lima) hektar terletak di Kabupaten


Maros dan Pangkep, Provinsi Sulawesi Selatan sebagai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. KEDUA

: Batas sementara Taman Nasional Bantimurung - Bulusaraung tersebut diktum PERTAMA, adalah sebagaimana terlukis pada peta lampiran keputusan ini, sedangkan batas tetapnya akan ditentukan setelah diadakan penataan batas di lapangan.

KETIGA

: Memerintahkan kepada Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam untuk melakukan pengelolaan atas Taman Nasional Bantimurung - Bulusaraung.

KEEMPAT

: Memerintahkan kepada Kepala Badan Planologi Kehutanan untuk mengatur pelaksanaan pengukuhan kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Keputusan ini.

KELIMA

: Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan di : J A K A R T A Pada tanggal : 18 Oktober 2004 MENTERI KEHUTANAN, ttd. MUHAMMAD PRAKOSA

Salinan, Keputusan ini disampaikan kepada Yth. : 1. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. 2. Menteri Negara Lingkungan Hidup. 3. Menteri Dalam Negeri. 4. Menteri Pertanian. 5. Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah. 6. Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas. 7. Ketua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 8. Pejabat Eselon I lingkup Departemen Kehutanan. 9. Gubernur Sulawesi Selatan. 10. Bupati Maros. 11. Bupati Pangkep. 12. Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Selatan. 13. Kepala Bapedalda Provinsi Sulawesi Selatan. 14. Asisten Deputi Urusan Sulawesi, Maluku, dan Papua. 15. Kepala Pusat Pengendalian Pembangunan Kehutanan Regional IV. 16. Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Maros. 17. Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Pangkep. 18. Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Selatan I. 19. Kepala Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah VII Makassar.










KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM

BALAI TAMAN NASIONAL BANTIMURUNG BULUSARAUNG Jl. Poros Maros Bone Km. 12 Bantimurung, Telp. (0411) 3880252, Fax. (0411) 3880139

Maros - Sulawesi Selatan 90561



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.