The Female Workers in the Fisheries Sector

Page 1

Jurnal PuanRi Vol 7 No 1 Tahun 2012

72


Jurnal PuanRi Vol 7 No 1 Tahun 2012 TANTANGAN PEREMPUAN KEPALA RUMAH TANGGA SEBAGAI TENAGA KERJA DI SEKTOR PERIKANAN Ir. Hj. KHODIJAH, M.Si Dosen FIKP UMRAH Tanjungpinang khodijah_fikpumrah@yahoo.com

ABSTRAK Kemiskinan itu dimulai dari rumah tangga. Kemiskinan rumah tangga yang dikepalai perempuan membangun sebuah streotipe populer yaitu “yang termiskin dari yang miskin” atau dengan istilah “ poorest of the poor “ karena diasumsikan perempuan dan anak dalam rumah tangga ini menderita kemiskinan lebih besar daripada yang hidup dalam rumah tangga yang dianggap ideal dibawah pimpinan laki-laki. Kemiskinan tidak hanya berdampak pada kesejahteraan anak-anak tapi juga emosional, psikologi, dan pada akhirnya mudah terpengaruh secara sosial. Untuk memenuhi kebutuhan dasar keluarga tersebut, perempuan harus melakukan berbagai pekerjaan dengan “bekerja” meski beresiko tinggi dan memiliki tantangan besar seperti sektor perikanan karena secara fisik perempuan memiliki keterbatasan. Berdasarkan laporan BPS ( 2007; 2011) terjadi peningkatan keberadaan jumlah rumah tangga yang dikepalai perempuan di Indonesia yaitu 12,9% tahun 2007 menjadi 13,91% tahun 2011 dengan usia rata-rata 49,06 tahun. Trend peningkatan tersebut bukanlah sesuatu yang positif apabila berada dalam “lingkaran setan” kemiskinan. Karena itu intervensi sosial ekonomi dari pemerintah sangat dibutuhkan oleh perempuan kepala keluarga untuk melangsungkan kehidupannya dan masa depan keluarganya. Tulisan ini akan memaparkan permasalahan tersebut. PENDAHULUAN Fenomena kemiskinan perempuan telah terjadi di berbagai negara terutama yang hidup di pedesaan dan kawasan pesisir (Horrell dan Krishnan, 2006). Namun ide tentang peningkatan pendapatan perempuan selama ini tidak sebanding dengan tingginya tingkat kemiskinan kaum perempuan, dari 60-70% yang miskin di dunia adalah perempuan, tendensi meningkatnya kemiskinan perempuan sedang didalami (UNDP, 1995:4; UN, 1996:6;

73


Jurnal PuanRi Vol 7 No 1 Tahun 2012 UNIFEM, 1995:4 dikutip Marcoux, 1997; ADB, 2000; Nelson; 1986 dalam Akatiga; 1999). Kemiskinan rumah tangga di kawasan pesisir terlihat pada struktur sosial ekonominya berada berskala kecil dengan orientasi subsisten atau subsistence oriented (Betke. F, 1985; Zein, 2000) dengan 16,42 juta jiwa (32,14%) hidup dibawah garis kemiskinan (Muflikhati, 2010). Yang paling terbebani

dan

bertanggung

jawab

untuk

mengatasi

dan

menjaga

kelangsungan hidup rumah tangga adalah kaum perempuan (Kusnadi, 2003) terutama saat suami tidak melaut (Thompson, 1985). Diperparah lagi dengan rendahnya pengetahuan, pendidikan dan keterampilan yang dimiliki (Suwanrangsi, 2001) dan sulit mendapatkan kredit usaha (Bakele, 2005). Modernisasi alat tangkap memang mempengaruhi struktur ekonomi rumah tangga nelayan (Betke. F, 1985; Zein, 2000), namun tidak menggeser kemiskinan perempuan dalam rumah tangga miskin bahkan memperkecil peluang perempuan (Boserup, 1970). Dalam dunia ketiga terjadi trend peningkatan jumlah perempuan kepala rumah tangga (Licette and Jaramillo, 1984). Demikian juga di Indonesia, jumlah perempuan kepala keluarga mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada 1985, terdapat 7,54% keluarga yang dikepalai perempuan, pada 1993 angka tersebut meningkat menjadi 9,5% (Zalminarni, 2009 dalam Akhmadi dkk, 2011), tahun 2007 meningkat dari 12,9% tahun 2007 menjadi 13,91% tahun 2011 dengan usia rata-rata 49,06 tahun (BPS & KKP, 2007; 2011). Sedangkan propinsi dengan angka persentase tertinggi memiliki kepala keluarga tunggal adalah Propinsi Kepulauan Riau yaitu

74


Jurnal PuanRi Vol 7 No 1 Tahun 2012 20,49% dengan jumlah perempuan kepala rumah tangganya 13,7% (BKKBN, 2012). PEMBAHASAN 1. Ruang Lingkup Perempuan Kepala Rumah Tangga Status sosial perempuan kepala keluarga dapat dijelaskan secara de jure, maupun secara de fakto. Secara de jure perempuan digambarkan sebagai kepala rumah tangga karena memang hidup berumah tangga sendiri dalam arti tidak menikah atau karena bercerai, cerai hidup atau cerai mati (BPS, 2010; PEKKA, 2010; Chant, 2003).

Secara de fakto wanita digambarkan

sebagai kepala rumahtangga karena wanita merantau tanpa suami atau wanita itu ditinggal merantau oleh suaminya dan berumah tangga sendiri. Pada status sosial tersebut dalam masyarakatnya wanita menjadi pencari nafkah utama dan menjadi penanggung jawab untuk rumahtangga. Hal ini berlaku pula untuk rumahtangga dengan kehadiran suami tetapi suami tidak mampu secara fisik dan mental untuk mengelola rumahtangganya. Menjadi kepala keluarga dalam rumah tangga miskin merupakan pukulan terberat bagi perempuan. Pernyataan ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Todaro dan Smith (2004). Yaitu mayoritas penduduk miskin dunia adalah perempuan, selain itu juga mengalami kekurangan gizi dan yang paling sedikit menerima pelayanan kesehatan, air bersih, sanitasi dan berbagai bentuk jasa sosial lainnya. Dan dari kelompok perempuan yang miskin tersebut, yang paling miskin adalah perempuan yang menjadi kepala rumah tangga. Dalam laporan UNDP (2006) diketahui mengenai tingginya kesenjangan gender di Indonesia yaitu persentase HDI Indonesia berada pada tingkat ke 81 dari 136 negara dengan GDI 0,99%. 75


Jurnal PuanRi Vol 7 No 1 Tahun 2012 Persoalan streotip yang berkembang di masyarakat yang dilekatkan pada perbedaan gender serta pola pendidikan yang berorientasi pada dogmadogma patriarkis, membuat perempuan semakin sulit bersaing dalam memperoleh kesempatan kerja. Trend kemiskinan masyarakat yang hidup di pedesaan dan pesisir di dunia dapat dilihat pada grafik berikut. Grafik 1. Rural poverty trends by region, 1988-20081

2. Tenaga Kerja Perempuan di Sektor Perikanan Strategi yang ditempuh oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dan konsep yang sering digunakan untuk memenuhi kebutuhan itu adalah “bekerja� yaitu berbagai macam pekerjaan yang dilakukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan dasarnya (Sumintarsih, 2008). Ada beberapa faktor penentu perempuan bekerja menurut Laksmi Lingam (2005) yaitu tipe dan komposisi rumah tangga, siklus kehidupan (life

1

Rural poverty Report, 2011. New realities, new challenges, new opportunities, for tomorrow’s generation. This report is a product of staff of the International Fund for Agricultural Development (IFAD)

76


Jurnal PuanRi Vol 7 No 1 Tahun 2012 cycle), umur, status perkawinan dan struktur dukungan (support structures). Kemiskinan dan pentingnya bertahan dalam konteks ekonomi yang kurang baik menjadi pertimbangan keikutsertaan perempuan dalam pekerjaan. Penyebab lain menurut Elson (1998) dalam Lingam (2005) adalah ketidakkokohan pekerjaan laki-laki menjadi salah satu penyebab masuknya perempuan dalam dunia kerja. Hal tersebut dihubungkan kepada faktor siklus (jalan) kehidupan seperti apakah perempuan itu dinikahi, perempuan kepala rumah tangga, perempuan yang diceraikan atau ditinggalkan, mempunyai anak-anak bagian tenaga kerja keluarga untuk melengkapi pendapatan dan lain-lain. Selain itu juga status sosial ekonomi dan tempat kediaman juga mempengaruhi partisipasi dan jenis pekerjaan perempuan. Menurut Todaro dan Smith (2004) dalam dunia kerja terjadi perbedaan upah (walaupun porsi dan beban kerjanya sama) antara laki-laki dan perempuan, tidak adanya pelayanan sosial yang disediakan pemerintah dan sangat sedikitnya perempuan kepala rumah tangga yang bisa melanjutkan sekolah. Lebih lanjut kemiskinan perempuan juga terjadi karena rendahnya kesempatan dan kapasitas perempuan dalam memiliki pendapatan sendiri serta terbatasnya kontrol perempuan terhadap penghasilan suami. Kontrol perempuan terhadap pendapatan keluarga juga sangat terbatas karena sebahagian besar pekerjaan yang dilakukan perempuan tidak menghasilkan uang. Akses perempuan juga sangat terbatas untuk memperoleh kesempatan menikmati pendidikan, pekerjaan yang layak disektor formal, berbagai tunjangan sosial dan program-program penciptaan lapangan kerja yang dibuat pemerintah.

77


Jurnal PuanRi Vol 7 No 1 Tahun 2012 Karena itu perhatian terhadap kesejahteraan perempuan menjadi sangat penting antara lain karena salah satu aktor yang senantiasa ada dalam kantong kemiskinan dan jumlahnya selalu bertambah menurut Nelson (1986) dalam Akatiga (1999) adalah perempuan. Belitan kemiskinan menyebabkan perempuan menanggung beban yang lebih berat dibanding laki-laki sementara penguasaan asset perempuan di satu sisi sangat terbatas. Sehingga pendapatan anggota perempuan dalam rumah tangga nelayan merupakan suplemen bagi penghasilan penghasilan keluarga untuk menjaga keluarga mereka pada tingkat subsistensi. Sehingga

upaya

membantu

keluarga

nelayan

yang

memiliki

kemampuan sosial dan ekonomi yang sangat terbatas ini adalah melalui peranan kaum wanita nelayan. Bahkan menurut WordFish Centre (2003) 40% tenaga kerja dalam usaha budidaya perikanan di India dan Bangladesh adalah wanita. Sajogyo (1987) mengatakan bahwa kontribusi kaum wanita dalam sektor perikanan sangat signifikan baik dalam proses produksi panen maupun pasca panen. Peran tersebut mampu memberi sumbangan besar bagi penghasilan keluarga nelayan. Hal yang sama juga disampaikan oleh Zein (2000) bahwa pada kelompok nelayan tradisional, peranan istri nelayan dituntut semakin lebih besar dalam mencari alternatif pendapatan untuk mencukupi kebutuhan ekonomi rumah tangga. Semakin kecil pendapatan rumah tangga yang dihasilkan oleh suami, menuntut semakin besarnya peranan (porsi) istri dalam menyumbangkan pendapatan guna mencukupi kebutuhan rumah tangga. Namun

kemampuan

produktifitas

perempuan

tersebut

dalam

meningkatkan pendapatan keluarga nelayan belum sepenuhnya diakui dalam 78


Jurnal PuanRi Vol 7 No 1 Tahun 2012 masyarakat (dianggap bekerja) melainkan peran perempuan dilihat dari karena kemampuan reproduksinya saja2 ini terlihat dari keterbatasan akses dan kontrol yang dimiliki perempuan (Abdullah, 2001). Beberapa hasil penelitian menunjukkan; di Amerika Latin hanya 26,4 % saja perempuan mempunyai akses pasar (Lucia Fort, 2007), wanita nelayan sangat terbatas dalam mendapatkan akses terhadap sumberdaya sehingga mereka terbatas pada peran reproduksi saja (Prakash, 2003) . Disisi lain perempuan sudah menunjukkan potensi dan kontribusinya dalam keluarga. Data BPS (2000) menyebutkan dari 2.002.335 unit usaha kecil dan 194, 564 unit usaha mikro, terdapat pelaku perempuan sektor pengolahan sebesar 896.047 orang (40,79%), dan angka tersebut diyakini lebih besar lagi mengingat bahwa data tersebut dibuat berdasarkan kepemilikan formal, bukan pelaku (riil) usaha. Keyakinan ini berdasarkan pada realitas adanya hambatan mobilitas perempuan dalam usaha, bahkan beberapa pengalaman menunjukkan bahwa usaha yang semula dirintis oleh perempuan, setelah usaha tersebut berkembang pengelolaan dan kepemilikan formalnya bergeser pada laki-laki, karena membutuhkan mobilitas tinggi. Di sektor perikanan beberapa hasil penelitian menunjukkan potensi dan kontrbusi perempuan seperti; kurang lebih 27% wanita nelayan yang mempunyai ekonomi produktif untuk membantu ekonomi rumah tangga, dengan sumbangan pendapatan sebesar 7, 23% dari total pendapatan rumah tangga, dan alokasi waktu untuk kegiatan produktif rata-rata 5,7 jam perhari (Zein, 2000).

2

AndrĂŠ MagalhĂŁes et al, 2006. The role of women in the mangrove crab (Ucides cordatus, Ocypodidae) production process in North Brazil (Amazon region, ParĂĄ). Article. www.elsevier.com/locate/ecolecon.

79


Jurnal PuanRi Vol 7 No 1 Tahun 2012 Profil pekerjaan wanita nelayan disimpulkan oleh Abdul Rakhman (2000); l] Beberapa jenis pekerjaan wanita nelayan dibidang perikanan antara lain: usaha pengolahan ikan kering, kerupuk ikan, pembuatan terasi, pengasapan ikan, bakul ikan, perajutan jaring dan buruh pengolahan, yang dilakukan secara tradisional, 2] Variasi rata-rata kegiatan produksi pada pasar tenaga kerja dalam sehari antara 4 - 7 jam, produksi rumah tangga 4 jam, sisanya untuk kegiatan santai, 3] Kontribusi pendapatan wanita nelayan sebagai pengolah ikan kering dan kerupuk ikan diatas 50%, sedangkan pembuat pindang, terasi, ikan asap, dan bakul ikan diatas 40%, dan pekerjaan merajut jaring sebesar 20,73%, 4] Curahan kerja wanita nelayan secara bersama-sama dipengaruhi oleh upah/pendapatan, banyaknya anak, umur, pendidikan dan status pekerjaan wanita nelayan, 5] Wanita nelayan pengolah ikan kering memiliki produktivitas yang paling tinggi jika dibandingkan dengan jenis usaha lainnya, karena ditunjang bahan baku yang beragam jenisnya yang dapat digunakan untuk ikan kering. Persentase

jenis

pekerjaan

antara

perempuan

dan

laki

serta

partisipasinya dalam sektor perikanan di Indonesia 3 dapat dilihat dari tabel berikut.

3

The proceedings Global Symposium on Women in Fisheries. Chiangmai. 2002. ICLARM and AFS published

80


Jurnal PuanRi Vol 7 No 1 Tahun 2012

Tantangan Perempuan Kepala Rumah Tangga Dalam Bekerja Dapat disimpulkan beberapa tantangan yang dihadapi perempuan dalam bekerja yaitu: a) Streotype dan norma gender Hubungan

patriarki

membatasi

kesempatan

perempuan

untuk

mengamankan lapangan kerja dan satu mata pencaharaian baik jangka pendek maupun jangka panjang dan akan menciptakan satu lingkaran setan (a vicious circle). Ada hal yang bertolak belakang dalam kaitan kesempatan individu anak laki-laki dan perempuan dalam kapasitas mencari dan mengakses sumberdaya, seperti keluarga lebih suka investasi pendidikan kepada anak laki-laki dari anak perempuan (Masika dan Joekes, 1996). b) Kondisi Sosial Ekonomi 1. Dimensi ekonomi Dimensi ekonomi merupakan pusat pencapai persamaan gender secara keseluruhan. Tanpa kesamaan ekonomi perempuan akan selalu mempunyai

insentif

untuk

masuk

dalam

penawaran

patriarki

“'patriarchal bargain'. Sepanjang perempuan pada posisi dirugikan secara ekonomi maka akan terus menjadi bawahan partner laki-laki yang berpenghasilan lebih dan memiliki banyak sumberdaya dalam kehidupan rumah tangga. Sebagai hasilnya perempuan selalu sebagai anggota 81


Jurnal PuanRi Vol 7 No 1 Tahun 2012 sekunder dalam rumah tangga dengan konsekuensi lebih luas terhadap kekuatan penawaran dalam kehidupan bernegara dan konteks resmi. Pada beberapa negara ditemukan bahwa rata-rata perempuan kepala rumah tangga lebih miskin dari yang lain (Belghazi, 1996; BRIDGE, 1995 dalam Masika dan Joekes, 1996). 2. Dimensi Sosial Dalam jaringan sosial perempuan kepala rumah tangga kurang mampu berpartisipasi dengan baik karena terbatasnya sumberdaya materi.

Ada

beberapa

bukti antara lain terjadinya

peningkatan

perpecahan jaringan sosial dari perempuan kepala rumah tangga di India (Lingham, 1994 dikutip oleh Davis, 1996 dalam Masika dan Joekes, 1996). Dalam aspek pendidikan dan pelatihan perempuan masih rendah sehingga kontribusi penghasilan juga menjadi rendah. Pendidikan perempuan yang rendah juga membatasi akses perempuan memperoleh informasi lapangan kerja, dan mengurangi kesempatan mengikuti pelatihan (Baden and Milward,1995 dalam Masika dan Joekes, 1996) serta rendahnya akses finansial (Lycette, M dan Jaramilo C, 1984), selain itu perempuan terbebani dengan waktu lebih panjang yang digunakan untuk pekerjaan domestik rumah tangga (kegiatan reproduktif) dan juga harus bekerja memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga atau kegiatan produktif (Khodijah, 2010). Dapat disimpulkan dari perspektif gendr bahwa perempuan berdiri di persimpangan antara produksi dan reproduksi, antara kegiatan ekonomi dan penjagaan manusia, antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia, perempuan adalah para pekerja di (dalam) 82


Jurnal PuanRi Vol 7 No 1 Tahun 2012 lapisan kedua-duanya – mereka yang paling bertanggung jawab dan oleh karena itu mereka menjadi taruhan, mereka yang paling menderita ketika lapisan keduanya bertemu pada “cross-purposes�,dan mereka yang paling sensitif membutuhkan pengintegrasian yang lebih baik antara keduanya4 Intervensi Yang Diperlukan Intervensi dari berbagai pihak terhadap tenaga kerja perempuan di sektor perikanan ini sangat diperlukan untuk kelangsungan hidup rumah tangga yang dipimpinnya. Intervensi yang dapat dilakukan sebagai berikut: a. Mengurangi biaya pendidikan. Penanaman investasi pada pendidikan perempuan melalui kemajuan kualitas pendidikan, semuanya itu dapat mengatasi hambatan sosial dan ekonomi di bidang pendidikan anak perempuan. Bahkan, pada masyarakat yang masih sangat patriarkis sekalipun. Susan Coleman (2001) mengatakan bahwa untuk meningkatkan akses dan pengembangan usaha maka faktor pendidikan berpengaruh secara signifikan. Namun dalam hal ini bukan tingkat pendidikan saja tapi yang lebih penting menurutnya adalah jenis pengetahuan dan pendidikan yang dimiliki. b. Merancang institusi keuangan. Seperti menggantikan bentuk-bentuk agunan tradisional, dengan menyederhanakan prosedur perbankan, ataupun dengan menyediakan jasa pelayanan keuangan yang lebih dekat ke rumah, pasar, dan tempat kerja-dapat meningkatkan akses perempuan pada proses perbankan seperti tabungan dan kredit.

4

Gender Mainstreaming in Poverty Eradication and the Millennium Development Goals: a handbook for policy makers and other stakeholders by Naila Kabeer New Gender Mainstreaming Series on Development Issues. Commonwealth secretariat publications. www.thecommonwealth.org

83


Jurnal PuanRi Vol 7 No 1 Tahun 2012 c. Reformasi kepemilikan lahan. Kepemilikan yang otonom terhadap lahan (tanah) bagi perempuan dapat memantapkan akses perempuan. d. Program-program penyediaan lapangan kerja dapat meningkatkan akses perempuan ke pekerjaan e. Pelayanan kesehatan f. Penanaman investasi pada penyediaan air, bahan bakar, transportasi, dan prasarana penghemat-waktu lainnya dapat mempercepat pengurangan beban kerja domestik perempuan dan anak perempuan g. Menyediakan program perlindungan sosial, seperti Program-program jaminan hari tua sehingga tidak membiarkan perempuan janda menjadi rawan kemiskinan di usia tuanya Penutup Banyak

hasil

penelitian

memperlihatkan

tingginya

kontribusi

perempuan dalam pemenuhan kebutuhan keluarga. Ini menunjukkan perempuan memiliki potensi baik secara sosial maupun ekonomi. Namun untuk menghadapi pukulan berat akibat kemiskinan dan tantangan lainnya dari luar, perempuan kepala rumah tangga sangat memerlukan intervensi dari pemerintah dan pihak terkait yang memihak kepada mereka sesuai dengan kebutuhan perempuan kepala rumah tangga. DAFTAR PUSTAKA Abdullah, I. (2001). Masalah Peranan Kaum Perempuan dalam Pembangunan Nasional. Dalam Faturochman & Dwiyanto, A. (eds.). Reorientasi Kebijakan Kependudukan. Aditya Media, Yogyakarta. Abdul Rakhman, 2000. Curahan waktu dan produktivitas kerja wanita nelayan di Pedesaan Pantai Kabupaten Pasuruan. Brawijaya University – Malang. http://www.digilib.brawijaya.ac.id/oai

84


Jurnal PuanRi Vol 7 No 1 Tahun 2012 Akatiga, (1999). Jurnal Analisis Sosial Akatiga, Vol. 6,No. 1, Februari 2001. Bina Desa. Journal. 30 Desember 2009. Akhmadi, dkk, 2011. Akses Terhadap Keadilan: Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga di Indonesia. Studi Kasus di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Jawa Barat, Kalimantan Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Laoran Penelitian SMERU. www.smeru.or.id. BKKBN, 2009. Data Gakin menurut propinsi di Indonesia. BPS dan KKP, 2011. Keadaan Sosial Ekonomi Rumah Tangga Sektor Perikanan. http: //statistik.kkp.go.id Chant, S.1997. The International Concept,research, Policy. UK

Handbook

of

Gender

And

Poverty.

Chant, S. 2003. Female Household Headship and the Feminisation of Poverty: Facts, Fictions and Forward Strategies. Gender Institue. London School of Economics Coleman, S. 2001. Access to Debt Capital for Small-Women and Minority-Owned Companies: Is Having an Impact Level of Education? Hartford University. Khodijah, 2010. Analisis Gender Pembagian Kerja Dalam Rumah Tangga Nelayan di Kampung Madong Tanjungpinang. FIKP Umrah Tanjungpinang (Tidak dipublikasikan) KKP dan BPS. 2011. Kondisi Sosial Ekonomi Rumah Tangga Sektor Perikanan. Kementerian Kelautan Perikanan. Jakarta. Di download dari http://statistik.kkp.go.id Licette, A Margaret and Jaramillo,Cecilia. 1984. Low Income Housing : A Women’a Perspective. International Center for Research on Women. Washington, D.C. Lingam, Lakshmi. 2005. Structural Adjustment, Gender and Household Survival Strategies: Review of Evidences and Concerns. Center for the Education of Women The University of Michigan . http://www.cew.umich.edu. Lucia Fort, 2007. Collecting Gender Data on Access to and Ownership of Economic Assets. The World Bank Masika Rachel and Joekes Susan, 1996. Employment and sustainable livelihoods: A gender perspective. Report prepared at the request of the Gender Office of the Swedish International Development Cooperation Agency (Sida). BRIDGE (development - gender). Institute of Development Studies, Brighton. Report No 37. September 1996

85


Jurnal PuanRi Vol 7 No 1 Tahun 2012 Prakash, Darman, 2003. Rural Women. Food Security and agriculture Cooperative.Rural Development and Management centre ‘The Saryu’ . J.102 Kalkaji, New Delhi. 1 10019. India. Februari 2003. New Delhi. Reijntjes, 1999. Pertanian Masa Depan : Pengantar Untuk Pertanian Berkelanjutan. Kanisius. Jakarta Schultz, T.P. 1999. Women’s Role In The Agricultural Household: Bargaining And Human Capital; Economic Growth Center. Yale University. Sumintarsih. 2008. Strategi Bertahan Hidup Penduduk di Daerah Rawan Ekologi. Jantra Vol. III, No. 5, Juni 2008. Yogyakarta. Todaro dan Smith. 2004. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga UNDP. 2008. Empowered and equal. Gender Equality Strategy (GES) 2008 - 2011. NewYork Zein, A. 2000. The Influence of tecnological Change on Income and Sosial Structure in Artisanal Fisheries in Padang, Indonesia. Universitas Bung Hatta Press. Padang. Indonesia.

86


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.