DARI DESA TERTINGGAL JADI DESA DIGITAL | 1
Pengantar
O
rang, atau lebih spesifik lagi pemimpin, yang visioner biasanya akan dianggap aneh, bidah bahkan gila saat gagasannya pertama kali dimunculkan. Sebut saja Socrates, yang akhirnya divonis mati, lalu Copernicus yang teori heliosentrisnya ditentang oleh agama, Nelson Mandela dengan rekonsiliasinya hingga Presiden Abdurrahman Wahid. Mereka disebut gila bisa jadi karena logika masyarakat saat itu belum mampu menggapainya, atau bisa juga karena dianggap berbahaya bagi stabilitas kekuasaan. Ketika logika umum akhirnya mampu menjamahnya, maka berangsur mereka disebut sebagai visioner. Pada lingkup yang lebih kecil, pemimpin yang visioner sebenarnya juga banyak di Indonesia. Seperti yang dilakukan di desa kami NGUMBUL. Kita secara masif dan sporadis melakukan serangkaian pendekatan pembangunan desa secara partisipatif dengan mengubah DARI DESA TERTINGGAL MENJADI DESA DIGITAL. Dua tahun diterapkan SID kita bisa
2 | DARI DESA TERTINGGAL JADI DESA DIGITAL
membuktikan “kegilaan� berbuah penghargaan website desa terbaik 2 dalam PPID AWARD 2017 yang diselenggarakan Komisi Informasi Provinsi Jawa Timur. Dan menjadi salah satu perintis SID di Kabupaten Pacitan. Andai tidak ada para pemimpin visioner bin gila, baik informal maupun formal, maka tidak akan ada lagi kata pembaruan, perubahan, kemandirian di kamus bangsa ini.
Mau program sehebat apapun oleh pemerintah pusat, dukungan dana sebesar apa pun dari lembagalembaga donor, pendampingan seintensif apapun oleh lembaga-lembaga swadaya masyarakat, semua itu akan sia-sia. Ujung tombak perubahan dan kemajuan adalah masyarakat sendiri, termasuk di desa. Para kepala desa utamanya perangkat yang telah memiliki basis tehnologi informasi bersama Kompak dan SKPD berguru ke Combine Resource Institution (CRI ) untuk mengenal sebuah sistem informasi desa sekitar 2016. Sesuatu yang tak mungkin kami lakukan bila tak ada NIAT. Bisa saja mereka cukup duduk manis mengerjakan apa yang diminta oleh pemerintah kecamatan atau kabupaten, tidak perlu repot melakukan perubahan karena toh ukuran elektabilitas kepala desa di sebagian masyarakat masih belum berdasar kinerja program. Ditambah lagi di desa kami sebelumnya, baik perangkat desa maupun warga masih jauh dari paham pada makhluk yang bernama sistem data dan komputer.
DARI DESA TERTINGGAL JADI DESA DIGITAL | 3
Pelatihan penguatan Kapasitas operator Sistem Informasi Desa (SID) bersama Combine Resource Intitution (Cri), Dinas Kominfo Pacitan, SKPD terkait dan Tim KOMPAK.
Menerjemahkan Prinsip
M
engenalkan sesuatu yang baru, meyakinkan manfaatnya hingga mendorong penggunaannya secara berlanjut bukanlah pekerjaan sekali jadi. Bahkan TIWUL instan pun tidak bisa langsung dimakan, butuh proses tertentu. Inilah yang menjadi tantangan desa NGUMBUL yang mengawali pengembangan Sistem Informasi Desa (SID) bersama CRI atas prakarsa warga dan Pemerintah Desa. Butuh motivasi dan komitmen luar biasa menjaga asa mengerjakannya, seiring dengan banyaknya waktu yang harus dihabiskan untuk diskusi demi diskusi, uji coba demi uji coba, pelatihan demi pelatihan. Diawal perjalanan keterbatasan perangkat dan SDM IT menjadi menjadi tantangan tersendiri . Maka bayangan waktu yang seakan 4 | DARI DESA TERTINGGAL JADI DESA DIGITAL
menjadi sangat lambat pengembangan SID pun mulai muncul. Diawal tahun 2015, sebelum Invovasi Pondok SI DEA (Pondok Sistem Informasi Desa) diberdayakan, perangkat desa Ngumbul masih bekerja dengan berbagai buku dan tulisan tangan untuk mencatat dan mengelola data dan informasi tentang pemerintahan umum, kependudukan, keuangan desa, kegiatan BPD, lembaga kemasyarakatan dan Profil desa. Mekanisme Sistem informasi yang berkembang masih berupa papan pengumuman dan komunikasi lisan. Seiring waktu, dengan makin besarnya dana yang masuk ke desa, desa memerlukan tata kelola data dan informasi yang lebih baik dengan memanfaatkan keuntungan dari teknologi informasi, dalam rangka melakukan perencanaan, akuntabilitas, transparansi, dan pelayanan publik oleh pemerintah desa. Lewat prakarsa warga dan pemerintah desa dibentuklah Kelompok Informasi Warga (KIM) PENA. Inilah yang menjadi cikal bakal terbentuknya Pondok SI DEA dan penerapan Sistem Informasi Desa (SID) di desa Ngumbul. Dengan keterbatasan kemampuan SDM dan Anggaran akhirnya pemerintah desa sepakat untuk membuat laman website desa. Pada tanggal 31 Desember 2015, secara mandiri pemerintah desa dan warga yang tergabung dalam KIM PENA mendaftarkan alamat website melalui website SID.WEB.ID dengan alamat laman : ngumbul. desa.id. Hal ini didasari oleh keinginan warga dan pemerintah desa Ngumbul demi terbukanya akses dan keterbukaan informasi dalam mendorong keterlibatan masyarakat dalam kegiatan gotong royong, swadaya, dan pengawasan partisipatif, serta pelayanan administrasi dan data yang cepat dan efisien. Disatu sisi, pemerintah desa juga memerlukan laporan reguler tentang hasil dari pelaksanaan UU Desa
DARI DESA TERTINGGAL JADI DESA DIGITAL | 5
dan perkembangan kemajuan desa yang diukur dari variabel-variabel pelayanan dasar, ketersediaan sarana prasarana, dan aksesibilitas. Langkah pemerintah desa ini akhirnya direspon oleh Dinas Komunikasi dan Informasi (KOMINFO) Kabupaten Pacitan. Server website yang pada awalnya ikut di Desa.id akhirnya dipindah ke server Kominfo Kabupaten dan melakukan perubahan alamat website desa menjadi : ngumbul.kabpacitan.id. Langkaah ini kemudian diikuti dengan sinergi kemitraan Kolaborasi Masyarakat dan Pelayanan untuk Kesejahteraan (KOMPAK), Kemitraan Pemerintah Indonesia dan Australia yang digandeng Pemerintah Daerah Kabupaten Pacitan. Ada beberapa kebutuhan dasar yang melatarbelakangi dimulainya inisiatif pengembangan SID di desa Ngumbul. Diantarannya Kebutuhan akan Data base Kependudukan, Data Profil Desa dan Informasi pembangunan tentang desa. Kondisi ini membuat pelayanan di desa cenderung stagnan. Betapa ribetnya perangkat ketika ada program dari pemerintah harus menyiapkan data kependudukan yang benar-benar valid. Sehingga perangkat seringkali asal comot data yang tentu saja akan berdampak pada tidak sampainya program pada warga yang benarbenar membutuhkan. Sosialisasi program pemerintah cenderung mandek hingga di tingkat perangkat desa karena keterbatasan akses. Faktor kebutuhan masyarakatlah yang menjadi kunci. Saat warga akhirnya sadar pentingnya pengelolaan informasi dan data desa, apapun pintu masuknya, maka salah satu syarat utama keberlanjutan SID sudah terpenuhi. Kontekstualisasi prinsip dasar SID sesuai kondisi desa menjadikan rasa kepemilikan (sense of belonging) oleh semua elemen desa lebih mudah dibangun. Ada kesepahaman, ada harapan dan tujuan yang sama. 6 | DARI DESA TERTINGGAL JADI DESA DIGITAL
Salah satu ruang pelayanan publik desa Ngumbul
Prinsip Dasar SID Prinsip dasar SID adalah TRANSPARANSI, AKUNTABILITAS, PARTISIPASI, INKLUSIVITAS, dan KEBERLANJUTAN.
M
enilik prinsip tersebut, jelas bahwa asalnya berasal dari dua pihak yaitu pemerintah desa dan warga. SID tidak akan berjalan utuh bila hanya salah satu antara pemerintah desa atau warga yang menerapkannya. Penerjemahan prinsip tersebut disesuaikan dengan kondisi desa. Di sinilah DARI DESA TERTINGGAL JADI DESA DIGITAL | 7
peran pemimpin desa yang visioner, yaitu saat mampu membawa SID dalam alam pemahaman perangkat dan warganya. Prinsip partisipasi dalam sistem data misalnya, akan lebih mudah dipahami oleh warga Ngumbul sebagai aktif menginformasikan data keluarga secara rinci dalam konteks agar saat ada pendataan program, pengurusan administrasi desa bisa dengan mudah dilayani. Pun ketika terjadi bencana semua data bisa terselamatkan. Prinsip Transparansi akan lebih mudah diikuti oleh perangkat desa dalam konteks kemudahan mengelola data penduduk dari semula menggunakan banyak buku besar nan tebal, menjadi cukup menggunakan satu komputer. Kemudahan yang kemudian berbuah saat mulai memberikan pelayanan publik berbasis data penduduk, seperti surat-surat administrasi kependudukan. Intinya adalah konsep SID yang waktu itu sering dikomentari penuh kerumitan teknologi, tidak membumi dan jauh dari realita keseharian masyarakat ternyata di tangan orang-orang visioner bermental petarung, yaitu kepala desa dan perangkat serta warga yang tak kenal lelah, dapat dibuktikan sebaliknya. Penguasaan terhadap aplikasi tak lebih adalah tantangan teknis saat prinsip dasar tersebut menjadi semangat yang menopang. MANGKAT KANTI NIAT. Semangat UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa yang diatur secara khusus di pasal 86 UU tersebut, secara umum adanya SISTEM INFORMASI di DESA mendadak disadari menjadi sebuah kebutuhan.
8 | DARI DESA TERTINGGAL JADI DESA DIGITAL
“Bagi perangkat desa yang sehari-hari berkecimpung dengan urusan administrasi kependudukan, SID menjadi seperti “malaikat penyelamat”.
DARI DESA TERTINGGAL JADI DESA DIGITAL | 9
“
yang dibutuhkan ke depan sebenarnya adalah saling berbagi peran dalam penerapan SID untuk menjamin kemanfaatan dan keberlanjutannya�
Advisor KOMPAK Victor Boniti saat mengunjungi desa Ngumbul untuk melihat langsung penerapan sistem Informasi desa (SID) berbasis tehnologi Informasi.
K
Terjadinya Ledakan
esadaran tiba-tiba itu tidak saja menyengat pemerintah desa, melainkan juga tingkat di atasnya yaitu kabupaten. Pada pasal tersebut memang disebutkan pemerintah kabupaten/kota berkewajiban mengembangkan sistem informasi desa dan pembangunan kawasan. Beberapa sistem informasi di desa memang telah ada 10 | DARI DESA TERTINGGAL JADI DESA DIGITAL
sebelumnya,baik yang dikembangkan oleh pemerintah pusat, kelompok masyarakat sipil maupun pihak lainnya. Baik yang berbayar maupun gratisan. Setelah penerapan UU Desa, apalagi dibayangi kucuran dana desa yang dinilai fenomenal, maka beragam sistem tersebut menjadi “laris” dicari. Sayangnya interaksi “supply and demand” ini masih ada dalam kerangka aplikasi. Bahkan saking inginnya diterapkan secara cepat dan luas, beberapa potong kompas dengan mencoba mewajibkan seluruh desa menggunakan aplikasinya. Semangat lama yang justru akan dihilangkan melalui prinsip pengakuan (rekognisi) dan subsidiaritas di UU Desa. Perubahan situasi yang begitu cepat ini ditambah kegagapan semua pihak menyiapkan semua hal terkait UU Desa memang berpotensi membuat lupa bahwa mendorong realisasi warga berdaya yang mesti dikedepankan. Desa pun lagi-lagi sebagai obyek, sebagai konsumen, sebagai pasar. Tidak peduli warga merasa memiliki atau tidak, warga benar-benar terlibat atau tidak, semangat tata kelola yang baik benar-benar ada di perangkat atau tidak. Selama sebuah sistem informasi sudah dipasang di komputer desa, data sudah dimasukkan sesuai petunjuk, laman desa sudah daring (online) maka desa itu dianggap sah disebut sebagai penerap sistem. Padahal proses seperti yang dijalani Desa Ngumbul, Bungur, Gemaharjo dan Ketro dan 4 desa lainnya membutuhkan NIAT BAJA untuk menerapkan dan mengembangkannya. “yang dibutuhkan ke depan sebenarnya adalah saling berbagi peran dalam penerapan SID untuk menjamin kemanfaatan dan keberlanjutannya”
DARI DESA TERTINGGAL JADI DESA DIGITAL | 11
Desa Ngumbul saat menerima penghargaan kategori Website Desa Terbaik II PPID Award 2018 yang diselenggarakan Komisi Informasi Jawa Timur di Gedung Graha Pena Surabaya.
Jangan Buang Peluang
P
raktik dan Pengalaman yang kami bagikan ini sesungguhnya adalah oasis, tempat bertemunya cita-cita, teori, semangat yang semuanya dibungkus niat baik, yaitu demi kemandirian dan kedaulatan desa menuju DESA YANG BERDAYA DAN BERHASIL GUNA. Desa Ngumbul merupakan perintis penerapan SID di kabupaten Pacitan, sedangkan 8 desa lainnya termasuk replika dan kini tengah dalam progres 171 desa dalam tahap replikasi. Inilah yang akan dicapai ketika pemahaman tentang SID adalah sebuah proses utuh dan saling terkait, bukan sekedar alat atau teknologi. Baik pemerintah maupun warga desa memiliki ruang 12 | DARI DESA TERTINGGAL JADI DESA DIGITAL
"Teknologi telah membangun kepercayaan diri kami menjadi desa digital"
dan tanggung jawab masing-masing di pengelolaan data dan informasi. Manfaatnya pun dikejar dan dirasakan dengan penuh kesadaran oleh kedua belah pihak dalam visi yang sama. Tentu praktik baik ini akan berbeda tiap desa, meski kadang mirip. Bila menggunakan SID sebagai alat untuk Analisis Kemiskinan Partisipatif misalnya, maka yang akan dirasakan warga adalah program-program pengentasan kemiskinan yang lebih tepat sasaran, baik jenis yang dibutuhkan maupun penerimanya. Belum lagi apabila bicara tentang kedaulatan desa mengelola potensi alamnya, kisahnya bisa jadi sangat heroik di jaman kapitalisme global ini. Maka yang dibutuhkan ke depan sebenarnya adalah saling berbagi peran dalam penerapan SID untuk menjamin kemanfaatan dan keberlanjutannya. UU Desa dengan beragam regulasi turunannya bagaimanapun adalah peluang yang ada saat ini sebagai pegangan untuk merealisasikan kemandirian desa. Jangan sampai peluang tersebut tersia-sia hanya karena ego purba tentang kekuasaan dan kemewahan. Bila desa-desa ini sudah mampu membagi peran tersebut secara proporsional, mestinya demikian juga dengan level pemerintah di atasnya serta kelompok masyarakat sipil. Betapa luar biasa bila kelak lebih dari 74 ribu desa memiliki praktik baik yang khas, yang akan menjadi sumber pembelajaran terbesar di dunia tentang berdayanya desa.
DARI DESA TERTINGGAL JADI DESA DIGITAL | 13
KATA MEREKA
“Bagaimana tidak? SID telah merevolusi tata kelola birokrasi Desa Ngumbul menjadi lebih cepat, mudah, efisien, dan komplit,” (Indartato Bupati Pacitan) “SID juga mengubah sikap dan perilaku perangkat desa. Jika sebelumnya mereka ogahogahan melayani masyarakat, kini justru merasa bangga,” (Camat Tulakan Dodik) “Pengelolaan data yang valid menjadi kebutuhan desa yang sangat penting terutama dalam situasi genting” (Kepala Diskominfo Pacitan Rahmad) “Potensi-potensi desa yang dulu tak pernah terdata dan tergali kini tertampung dengan rapi dalam aplikasi SID; siap untuk dikembangkan,” (Kades Ngumbul Tukijan)
14 | DARI DESA TERTINGGAL JADI DESA DIGITAL
SID untuk Analisis Kemiskinan Partisipatif
U
ntuk mengurai kerancuan data tersebut, bersama pamong desa kami mengajak warga untuk melakukan pendataan secara partisipatif. Artinya, pendataan kependudukan dilakukan bersama-sama dalam satu dasawisma (kelompok rumah yang terdiri dari 10-20 kepala keluarga dalam satu RT -red). Setiap warga saling memonitor data warga lainnya sehingga verifikasi data bisa dilakukan secara langsung apabila ada warga yang tidak jujur. Data yang diperoleh dari uji publik kemudian menjadi data kesejahteraan warga.
“Setiap warga saling memonitor data warga lainnya sehingga verifikasi data bisa dilakukan secara langsung apabila ada warga yang tidak jujur� DARI DESA TERTINGGAL JADI DESA DIGITAL | 15
Pendataan Partisipatif Warga
Berbeda dengan pendataan BPS yang hanya mengambil contoh atau sampling saja, pendataan SID melibatkan partisipasi warga, mulai dari tokoh masyarakat, karang taruna, hingga ibu-ibu. Pendataan dilakukan di tiap rumah oleh kelompok-kelompok dasawisma di tingkat RT . Strategi pendataan tersebut ternyata cukup ampuh menggali data-data yang lebih detil dan akurat mulai dari berapa jumlah warga yang sedang hamil, warga lanjut usia, sampai jumlah anak-anak. Melalui kelompok-kelompok dasawisma itulah perubahan data sekecil apapun segera bisa dideteksi. Hasil pendataan oleh warga tentu saja harus melalui tahapan evaluasi terlebih dahulu agar data yang masuk benar-benar sudah valid. Selanjutnya, data yang sudah dimasukkan ke dalam pusat data itu lagi-lagi dievaluasi sebelum kami menetapkannya. Berbagai tahapan pendataan tersebut memerlukan waktu setidaknya selama sebulan. Dengan data-data di SID yang jauh lebih akurat dan terbarui secara rutin tersebut, kami mendapatkan angka yang valid terkait berapa jumlah warga miskin. Tentunya, jumlah tersebut berdasarkan kriteria kemiskinan yang telah kami sepakati bersama (yang berbeda dengan kriteria kemiskinan dari BPS). Setidaknya, ada 36 indikator data kemiskinan yang diproses dengan melibatkan partisipasi masyarakat. Sejak 2015, hasil pendataan tersebut menjadi bahan pertimbangan utama dalam menyusun anggaran yang pro masyarakat miskin, mulai dari penyusunan RKP (Rencana Kerja Pemerintah -red) sampai penetapan APBDes (Anggaran Perencanaan Belanja Desa -red).
16 | DARI DESA TERTINGGAL JADI DESA DIGITAL
Kegiatan Urun Ide yang difasilitasi Tim KOMPAK dan Pemerintah Daerah untuk pengembangan SID sebagai motor penggerak dalam menggali potensi desa.
Acuan Data untuk Pembangunan Desa
Meski baru 3 tahun menerapkan SID, kami sudah berani memanfaatkan data SID sebagai bahan acuan dalam musrenbang (Musyawarah Perencanaan Pembangunan), RKP (Rencana Kerja Pembangunan) untuk tahun 2016, 2017 dan 2018 ini. Selain pembangunan-pembangunan fisik desa, dalam musrenbang yang kami gelar sejak tahun 2016 lalu, kami juga berkomitmen untuk semakin menguatkan sektor ekonomi warga. Kita gali beragam potensi desa, utamanya produk umkm desa, seperti halnnya yang ada dalam pameran ini.
DARI DESA TERTINGGAL JADI DESA DIGITAL | 17
18 | DARI DESA TERTINGGAL JADI DESA DIGITAL